The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ardiansyahputs3105, 2021-08-27 20:51:57

Wangsit Soshum 2020

Wangsit Soshum 2020

Keterangan: cair = 1 kal/gr˚C)
DA : pertambahan luas (m2) ΔT : perubahan suhu, yaitu suhu tinggi dikurangi
A0 : luas mula-mula (m2)
At : luas akhir (m2) suhu rendah (T2 – T1) (˚C)
β : koefisien muai luas (/oC) (β = 2.α)
b. Kalor untuk Mengubah Wujud Zat
3. Pemuaian Volume
DV = Vo . g . DT Wujud suatu zat dapat berupa padat, cair,
Vt–Vo = Vo . g . (Tt–To) dan gas. Wujud zat dapat berubah dari pa-
Keterangan: dat menjadi cair, cair menjadi gas, atau pa-
∆V : pertambahan volume (m3) dat menjadi gas apabila zat menyerap kalor,
V0 : volume mula-mula (m3) dan sebaliknya.
Vt : volume akhir (m3)
g : koefisien muai volume (/°C) (g = 3. a) 1. Kalor Uap (Mendidih)
Penguapan adalah peristiwa perubahan
Ingat
wujud zat dari fase cair menjadi fase gas.
a = koefisien muai panjang Contoh: pemanasan pada air secara terus-
b = 2a
g = 3a menerus membuat air menguap menjadi
uap air (gas).
B. KALOR Rumus:

Kalor adalah nama lain untuk energi panas. Q = m . U
Penambahan kalor kepada suatu benda dapat:
1. MENAIKKAN SUHU-nya. Keterangan:
2. MENGUBAH WUJUD-nya. Q : energi kalor (J atau kal)
a. Kalor untuk Mengubah Suhu Zat m : massa benda (kg atau g)
Suatu benda dapat berubah suhunya apabila U : kalor didih atau kalor uap (J/kg)

benda tersebut menyerap atau melepas kalor. 2. Kalor Lebur (Membeku)
Jika benda menyerap kalor maka suhunya
Kalor lebur dan kalor beku menyebabkan
akan naik, sebaliknya jika benda melepas terjadinya perubahan wujud suatu zat yang
kalor maka suhunya akan turun. tidak disertai perubahan suhu karena kalor
Rumus: yang diserap atau dilepas digunakan untuk
mengubah wujud zat.
Q = m . c . DT
Keterangan: Rumus:
Q : kalor (Joule atau kalori)
m : massa benda (kg atau gr) Q = m . L
c : kalor jenis (J/kg˚C atau kal/gr˚C)
Kalor jenis air (cair = 4.200 J/kg˚C atau Keterangan:
Q : energi kalor (J atau kal)
300 m : massa benda (kg atau g)
L : kalor lebur atau kalor beku (J/kg)

c. Perubahan Wujud Es – Air – Uap

T(OC)

f

100 d e Quap
QU
b c Qair
0 Q4 Q5
QL

Qes Q(kalori)

a Q1 Q2 Q3

• Proses a—b (SUHU es NAIK dari a ke b) perpindahan kalor dari benda bersuhu tinggi
ke benda bersuhu rendah sehingga kedua
Qes = m . ces . DTes benda akan memiliki suhu akhir yang sama.
Qes = m . ces . (b – a) Pernyataan tersebut sesuai dengan asas
Black.
• Proses b—c (PERUBAHAN WUJUD es
menjadi air) • Asas Black dikemukakan oleh seorang
fisikawan Skotlandia bernama Joseph Black.
Q=m.L Asas ini berbunyi:

• Proses c—d (SUHU air NAIK dari c ke d) “Jika terdapat dua zat atau lebih saling

Qair = m . cair . DTair berhubungan satu sama lain maka zat yang
Qair = m . cair . (d – c)
bersuhu tinggi akan mengalirkan kalor
• Proses d—e (PERUBAHAN WUJUD air
menjadi uap air) kepada zat yang bersuhu lebih rendah hingga
tercipta kesetimbangan suhu.”
Qu = m . U
Dengan kata lain, dapat disimpulkan:

• Proses e-f (SUHU air NAIK dari e ke f) Q lepas = Q serap

Quap = m . cuap . DTuap Keterangan:
Quap = m . cuap . (f – e) Qlepas : kalor yang dilepas oleh suatu zat yang
me­miliki suhu lebih tinggi.
Qserap : kalor yang diserap oleh suatu zat yang
Keterangan:
me­miliki suhu lebih rendah.
ces : kalor jenis es (0,5 kal/groC)
cair : kalor jenis air (1 kal/groC)
L : kalor lebur (80 kal/gr)

U : kalor uap (540 kal/gr) C. Perpindahan Kalor

a : suhu es a. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui
b & c : suhu es mencair (0oC )
zat perantara tanpa disertai perpindahan
d & e : suhu air mendidih (100 oC ) zat per­ antaranya.
Contoh: Besi yang dipanaskan di salah satu
f : suhu uap ujung­nya maka ujung besi lainnya juga akan
terasa panas (terjadi perambatan kalor).
Ingat Rumus:

• K a l o r L E B U R a t a u P = k ⋅ A ⋅ ∆T
MEMBEKU L

Q=mL Keterangan:
• Kalor UAP atau MENDIDIH P : daya (watt)
Q = m U k : konduktivitas termal bahan (W/m°C)
A : luas penampang (π.r2) (m2)
d. Asas Black ∆T : perubahan suhu (T2-T1) (°C)
• Pada zat yang memiliki suhu tinggi, jika L : panjang penghantar (m)

dicampur dengan benda yang memiliki
suhu yang lebih rendah maka akan terjadi

301

b. Konveksi Contoh: Pancaran panas matahari sampai
ke bumi.
Konveksi adalah perpindahan kalor melalui
zat perantara dengan disertai perpindahan P = e . A . σ . T4
zat per­ antaranya.
Keterangan:
Contoh: Proses pemanasan air. P : laju energi kalor radiasi (Watt)
e : emisivitas radiasi (e = 1 untuk benda
P = h . A . ∆T
hitam sempurna)
Keterangan: A : luas permukaan benda (m2)
P : daya (watt)
h : konveksivitas termal (W/m2 °C) σ : tetapan Stefan-Boltzman (5,67.10-8 W/
A : luas permukaan benda (m2)
∆T : perubahan suhu (T2–T1) (°C) m2.K)
T : suhu (Kelvin)
c. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa

melalui zat perantara.

302

Bab 8

Teori Kinetik Gas dan
Termodinamika

A. Teori Kinetik Gas 4. Tumbukan yang terjadi antarmolekul dan
tumbukan molekul dengan dinding bersifat
Teori kinetik adalah suatu konsep yang elastis sempurna.
menyatakan bahwa materi tersusun atas atom-
atom yang terus-menerus bergerak. Teori kinetik Persamaan umum gas ideal adalah:
dalam bab ini dibatasi pada materi berwujud gas.
P⋅V = n⋅R⋅T
a. Rumus Mol P⋅V =N⋅k⋅T
Mol dirumuskan dengan:
Keterangan:
n= m = N P : tekanan (N/m2 atau Pascal)
V : volume (m3)
Mr NA R : konstanta gas universal (8,314 J/mol K)
T : suhu (Kelvin)
Keterangan: k : konstanta Boltzmann (1,38 x 10-23 J/K)
n : mol
m : massa (gram) c. Hukum Boyle–Gay Lussac
Mr : massa molekul relatif (gram/mol) Untuk gas ideal pada tabung yang terisolasi
N : jumlah molekul
NA : bilangan Avogadro (6,02 x 1023 molekul/ mem­ enuhi persamaan sebagai berikut:

mol) P1 ⋅ V1 = P2 ⋅ V2

b. Persamaan Umum Gas Ideal T1 T2
Keterangan:
Gas ideal adalah gas yang memiliki kriteria
seb­ agai berikut: P1 : tekanan awal P2 : tekanan akhir
1. Gas yang terdiri atas banyak sekali molekul V1 : volume awal V2 : volume akhir
yang masing-masing bermassa sama dan T1 : suhu awal T2 : suhu akhir
bergerak acak ke segala arah dengan
berbagai kelajuan. d. Energi Kinetik Gas Rata-rata

2. Jarak antarmolekul sangat jauh jika Energi kinetik gas adalah energi kinetik yang
dibandingk­ an dengan ukuran molekul dimiliki oleh satu buah molekul gas karena
tersebut. memiliki suhu tertentu.

3. Molekul gas mengikuti hukum mekanika Energi kinetik gas berbanding lurus dengan
klasik. Gas tersebut berinteraksi hanya suhu mutlak, semakin besar suhu maka
ketika bertumbukan dan tidak ada interaksi semakin besar pula energi kinetiknya.
gaya lainnya.

303

1. Pada gas monoatomik (He, Ne, Ar, ...): f. Kecepatan rms

Ek = 3 kT Dalam teori kinetik gas, dikenal istilah vrms
2 (root mean square), yaitu akar dari rata-rata
kuadrat kecepatan.
2. Pada gas diatomik (O2, N2, H2, …):
• Suhu rendah (gerak translasi) Kecepatan vrms bergantung pada variabel
suhu. Jadi, selama suhu sistem tidak
Ek = 3 kT berubah (proses isotermis) maka tidak
2 terjadi perubahan vrms. Semakin besar suhu
sistem maka kecepatan gerak partikel gas
• Suhu sedang (gerak translasi dan juga meningkat, begitu pula sebaliknya.
rotasi)
Kecepatan vrms dirumuskan dengan:

Ek = 5 kT vrms = 3⋅k ⋅T = 3⋅R⋅T
2 m0 Mr

• Suhu tinggi (gerak translasi, rotasi, Keterangan:
dan vibrasi) vrms : kecepatan rata-rata molekul gas`(m/s)
mo : massa satu molekul (gram)
Ek = 7 kT R : konstanta gas universal (8,314 J/mol K)
2 Mr : massa molekul relatif (gram/mol)
T : suhu (Kelvin)
e. Energi Dalam
Energi dalam adalah jumlah energi kinetik B. Termodinamika

total gas dalam sistem. a. Proses-proses Termodinamika
Pada gas monoatomik: 1. Isobarik
Isobarik adalah proses termodinamika
U = 3n⋅R⋅T pada TEKANAN KONSTAN.
Rumus isobarik adalah:
2

Pada gas diatomik:
• Suhu rendah ( ± 250 K)

U = 3 NkT V1 = V2

2 T1 T2

• Suhu sedang ( ± 500 K)

U = 5 NkT 2. Isotermis
2 Isotermis adalah proses termodinamika

• Suhu tinggi (1.000 K) pada SUHU KONSTAN.

Rumus isotermis adalah:

EUk == 7 kNTKT
2
P1 ⋅ V1 = P2 ⋅ V2

Keterangan: 3. Isokhorik
U : energi dalam gas (Joule) Isokhorik adalah proses termodinamika

pada VOLUME KONSTAN.

304

Rumus proses isokhorik adalah: ΔU dapat bernilai nol (0), jika terjadi proses
isotermis dan siklus reversibel.
P1 = P2
T1 T2 Perubahan energi dalam gas monoatomik
dirumus­kan dengan:

4. Adiabatik (Qin = 0, Qout = 0) ∆U = 3 ⋅n⋅R ⋅ (T2 − T1)
Adiabatik adalah proses termodinamika 2

pada saat TIDAK ADA KALOR yang MASUK d. Usaha
atau KELUAR sistem. Usaha dapat dihasilkan dalam suatu sistem

Grafik dan rumus proses adiabatik adalah: gas apabila volume gas bertambah.
Usaha dinyatakan dengan rumus:
P

P1 P1 ⋅ V1γ = P2 ⋅ V2γ
γ = CP
CV ∫W = P ⋅ dV
P2
V2 V
V1 Usaha (W) dapat bernilai positif, jika sistem
melakukan usaha (sistem mengembang)
Keterangan: atau dikatakan sebagai proses ekspansi
(volume sistem bertambah).
P : tekanan (Pascal)
Usaha bernilai negatif, jika sistem dilakukan
V : volume (m3) usaha dari lingkungan atau dikatakan
sebagai proses kompresi (volume sistem
T : suhu (Kelvin) berkurang). Jika usaha bernilai nol, artinya
sistem sedang mengalami proses isokhorik
g : konstanta Laplace (volume konstan).

b. Hukum I Termodinamika Usaha juga dapat dicari dengan mencari luas
Hukum I termodinamika dirumuskan daerah di dalam grafik P – V.

dengan: Rumus usaha yang lainnya adalah:
1. Pada proses isobarik
Q = ∆U + W

Jika sistem menyerap kalor maka Q bernilai W = P ⋅ (V2 − V1) = n ⋅ R ⋅ (T2 − T1)
positif, sedangkan jika sistem melepas kalor,
Q bernilai negatif. 2. Pada proses isotermis
Keterangan:
Q : jumlah kalor (J) W = n ⋅ R ⋅ T ⋅ ln V2
ΔU : perubahan energi dalam (J) V1
W : kerja atau usaha (J)
3. Pada proses adiabatik
c. Perubahan Energi Dalam
W = γ 1 1 (P1 ⋅ V1 − P2 ⋅ V2 )
Perubahan energi dalam adalah SELISIH −
dari ENERGI DALAM AKHIR dengan ENERGI
DALAM AWAL. e. Hukum II Termodinamika

ΔU bernilai positif, artinya suhu sistem naik Hukum II Termodinamika dapat dinyatakan
atau energi dalam meningkat. ΔU bernilai dengan:
negatif, artinya suhu sistem turun atau
energi dalam menurun.

305

1. Kalor yang mengalir secara spontan dari Proses a – b : proses isotermis (kalor masuk)
benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu Proses b – c : ekspansi adiabatik
rendah dan tidak dapat mengalir secara Proses c – d : proses isotermis (kalor keluar)
spontan dalam arah kebalikannya. Proses d – a : kompresi adiabatik

2. Total entropi jagad raya tidak berubah g. Mesin Pendingin
ketika terjadi proses reversibel dan akan Mesin pendingin adalah mesin yang
bertambah jika terjadi proses ireversibel.
menyerap panas dari reservoir suhu
3. Tidak mungkin membuat sebuah mesin rendah (Q2) dan membuang panas tersebut
kalor yang bekerja dalam suatu siklus ke reservoir suhu tinggi (Q1) dengan
semata-mata menyerap kalor dari sebuah menggunakan usaha (W) yang berasal dari
reservoir dan mengubah seluruhnya ling­kungan/luar sistem.
menjadi usaha luar. Kinerja mesin pendingin pada siklus Carnot
di­rumuskan dengan:
f. Mesin Kalor
k = Q2 = T2
Mesin kalor adalah mesin yang bekerja
dengan cara menyerap panas dari reservoir W T1 − T2
suhu tinggi (Q1) untuk menghasilkan usaha
(W) dan membuang energi panas sisanya ke W = Q1 − Q2
reservoir suhu rendah (Q2).
Keterangan:
Mesin kalor memiliki efisiensi nyata yang k : kinerja mesin pendingin
dirumuskan dengan: η : efisiensi mesin kalor
W : usaha yang dihasilkan (J)
η= W W = Q1 − Q2 Q1 : kalor pada reservoir suhu tinggi (J)
Q1 Q2 : kalor pada reservoir suhu rendah (J)
T1 : suhu tinggi (Kelvin)
Jika mesin kalor mengikuti siklus Carnot/ T2 : suhu rendah (Kelvin)
mesin kalor ideal maka grafiknya adalah:

P (N/m2)

a T1
Q1 b

W c T2
d
V (m3)
Q2

= W = 1− T2

Q1 T1

W = Q1 − Q2

306

Bab 9
Optik dan Alat-Alat Optik

Optika geometri adalah ilmu fisika yang mempe­ Keterangan:
lajari tentang sifat-sifat cahaya pada pemantulan M : perbesaran linier cermin/lensa
dan pembiasan. h : tinggi benda (m)
h’ : tinggi bayangan (m)
Pemantulan terjadi pada cermin dan pembiasan
terjadi pada benda bening, contohnya lensa. Ingat

a. Rumus Fokus Cermin/Lensa • Menurut jenisnya:
CERMIN
1 = 1 + 1 1. Cekung: cermin POSITIF (+)
f s s′ 2. Cembung: cermin NEGATIF (−)
LENSA
Keterangan: 1. Cekung: lensa NEGATIF (−)
2. Cembung: lensa POSITF (+)
f : jarak fokus lensa/cermin (m)

s : jarak benda ke lensa/cermin (m)

s’ : jarak bayangan ke lensa/cermin (m)

Catatan: • Tanda f dan R:
1. POSITIF (+) untuk CERMIN CEKUNG
• s bertanda POSITIF (+) jika BENDA terletak dan LENSA CEMBUNG.
2. NEGATIF (−) untuk CERMIN CEMBUNG
DI DEPAN CERMIN/LENSA (BENDA NYATA). dan LENSA CEKUNG

• sbertandaNEGATIF(−)jikaBENDAterletak

DI BELAKANG CERMIN/LENSA (BENDA

MAYA). Menentukan sifat bayangan pada cermin
sama dengan menentukan sifat bayangan
• s’ bertanda POSITIF (+) jika BAYANGAN pada lensa.

terletak DI DEPAN CERMIN (BAYANGAN

NYATA). 1. RBenda + RBayangan = 5

• s’ bertanda POSITIF (+) jika BAYANGAN

terletak DI BELAKANG LENSA (BAYANGAN 2. RBayangan = I a t a u I V
bayangan: maya
NYATA). dan tegak

• s’ bertanda NEGATIF (−) jika BAYANGAN

terletakDIBELAKANGCERMIN(BAYANGAN RBayangan = I I a t a u I I I
bayangan: nyata
MAYA). dan terbalik

• s’ bertanda NEGATIF (−) jika BAYANGAN

terletak DI DEPAN LENSA (BAYANGAN 3. RBayangan > RBenda DIPERBESAR
4. RBayangan < Rbenda DIPERKECIL
MAYA).

b. Rumus Perbesaran Linier pada Cermin/

Lensa c. Pembiasan
Pembiasan adalah peristiwa pem­belokan arah
M = h′ = −s′
hs cahaya karena cahaya melewati dua medium

307

yang berbeda kerapatan optiknya, n2 : indeks bias medium 2
seperti udara dan air. Dengan syarat n1 > n2
Contoh: Jika kita memasukkan pensil 2. Pembiasan pada prisma
ke dalam gelas berisi air maka pensil
akan terlihat seperti patah/bengkok. b δ
Terdapat dua macam pembiasan cahaya, yaitu: i1 r1 i2
r2
1. Cahaya datang dari medium RENGGANG
(udara) menuju ke medium RAPAT (air) Rumus pembiasan pada prisma:
maka cahaya akan berbelok MENDEKATI
sumbu normal (garis putus-putus yang • Rumus sudut deviasi
tegak lurus pada bidang bias). Sudut deviasi adalah sudut yang

2. Cahaya datang dari medium RAPAT (air) dibentuk antara perpanjangan sinar
menuju ke medium RENGGANG (udara) datang mula-mula dengan sinar bias
maka cahaya akan berbelok MENJAUHI yang keluar dari prisma.
garis normal.
δ = i1 + r2 – b
sinar datang
• Rumus sudut pembias prisma
Udara i i>r Udara sinar bias Sudut pembias adalah sudut pada
Air r Air
r prisma yang membiaskan cahaya.

i<r

i

sinar bias sinar datang

Gambar 1 Gambar 2

b = i2 + r1

Rumus pembiasan: • Rumus sudut deviasi minimum
Sudut deviasi minimum adalah sudut
n1 ⋅ Sin i = n2 ⋅ Sin r
Keterangan: deviasi yang terjadi, SYARATNYA:
n1 : indeks bias medium 1
n2 : indeks bias medium 2 i1 = r2 dan i2 = r1
i : sudut datang δm = 2i1 – b
r : sudut bias
nm .Sin  δm.β  = nm ⋅ Sin  β 
 2   2 

1. Sudut kritis pada pembiasan Jika β ≤ 15o maka akan berlaku:

Sudut kritis (ik) adalah sudut datang yang δm =  np − 1.β
terjadi apabila CAHAYA DATANG dari  nm 
MEDIUM RAPAT ke MEDIUM RENGGANG 
yang mengakibatkan sudut biasnya sebesar
900 (tegak lurus garis normal). Keterangan:
i1 : sudut datang pertama
Rumus: r2 : sudut bias kedua
β : sudut pembias (sudut puncak) prisma
Sin ik = n2 δ : sudut deviasi
n1 δm : sudut deviasi minimum
nm : indeks bias medium
Keterangan: np : indeks bias prisma

ik : sudut kritis
n1 : indeks bias medium 1

308

• Rumus sudut dispersi prisma R : jari-jari kelengkungan
Sudut dispersi adalah sudut yang h’ : tinggi bayangan
h : tinggi benda
dibentuk antara selisih sudut deviasi
sinar ungu dengan sudut deviasi sinar 4. Rumus jarak fokus lensa pada suatu medium
merah. Jika suatu lensa tipis diletakkan di suatu

δm δu medium tertentu, contohnya udara atau
air maka rumus fokusnya adalah:
Merah
Q 1 =  nL −  ⋅  1 + 1 
Ungu f  nm 1  R1 R2 

Rumus: Keterangan:
f : jarak fokus lensa
δu = (nu – 1).b
δm = (nm – 1).b nL : indeks bias lensa
Q = δu − δm
= (nu – nm).b nm : indeks bias medium
R1 : jari-jari kelengkungan 1 (m)
Keterangan: R2 : jari-jari kelengkungan 2 (m)
δu : sudut deviasi sinar ungu
δm : sudut deviasi sinar merah 5. Kekuatan lensa
nm : indeks bias sinar merah
nu : indeks bias sinar ungu Kekuatan lensa diukur dengan satuan dioptri.
Q : sudut dispersi Rumus:

3. Rumus pembiasan cahaya pada bidang P = 1 , jika f dalam satuan meter
sferis
f
Bidang sferis adalah bidang yang dibatasi
oleh permukaan lengkung. P = 100 , jika f dalam satuan cm

Rumus: f

Keterangan:
P : kekuatan lensa (dioptri)
f : jarak fokus lensa

n1 + n2 = n2 − n1 Alat-Alat Optik
s s′ R
Alat optik adalah benda atau alat yang
Jika tinggi benda adalah h maka perbesaran menerapkan sifat-sifat cahaya. Alat-alat
bayang­an yang terjadi pada pembiasan optik di antaranya adalah mata, kacamata,
untuk bidang sferis adalah: lup, mikroskop, dan teropong.

M = h′ = s′ x n1 a. Mata
h s n2
• Lensa mata berperan sebagai pembentuk
Keterangan: bayangan benda.
s’ : jarak bayangan ke bidang sferis
s : jarak benda ke bidang sferis • Lensa memiliki kemampuan memipih
n1 : indeks bias medium tempat sinar dan mencembung yang disebut daya
akomodasi.
datang
n1 : indeks bias medium tempat sinar • Jika melihat benda jauh maka lensa mata
bias memipih. Jika melihat benda dekat maka
mata mencembung.

309

• BAYANGAN MATA akan terbentuk DI Rumus kekuatan lensa kacamatanya:
RETINA.
P = 100 − 100
• Sifat bayangan di retina adalah NYATA, Sn PP
TERBALIK, dan DIPERKECIL. J ika jarak baca 25 cm (Sn = 25
normal adalah
• Mata normal disebut emitrop, yaitu mata
yang memiliki jarak titik jauh (Punctum cm) maka kekuatan lensanya adalah:
Remotum) tak terhingga dan memiliki jarak
titik dekat (Punctum Proximum) sebesar 25 P = 4 − 100 , jika PP dalam satuan cm
cm. PP

b. Kacamata P = 4 − 1 , jika PP dalam satuan m
Kacamata adalah alat yang digunakan untuk PP

memb­ antu membentuk bayangan benda Keterangan:
pada mata karena daya akomodasi mata telah P : kekuatan lensa (dioptri)
melemah. PP : punctum proximum (jarak titik
dekat mata)
Kacamata digunakan oleh penderita: Sn : titik dekat mata normal (25 cm)
1. Rabun Jauh (Miopi)
Ciri-ciri: c. Lup
• Penglihatan tampak kabur saat
melihat benda jauh. Lup adalah alat optik yang digunakan untuk
• Titik dekat mata (PP) = 25 cm, titik jauh memp­ erbesar bayangan benda.
mata (PR) kurang dari tak terhingga.
• Bayangan jatuh di depan retina • Lup adalah sebuah lensa cembung.
• Ditolong dengan kacamata berlensa • Benda harus diletakkan di antara lensa
cekung/negatif.
Rumus kekuatan lensa kacamatanya: dengan fokus lensa.

P = −1 , jika PR dalam satuan meter • Bayangan yang dihasilkan adalah MAYA,
TEGAK, dan DIPERBESAR.
PR
Rumus perbesaran anguler lup adalah:
P = −100 , jika PR dalam satuan cm
1. Mata berakomodasi maksimum
PR
Perbesaran anguler maksimum terjadi
Keterangan:
P : kekuatan lensa (dioptri) apabila mata berakomodasi maksimum.
PR : punctum remotum (jarak titik
Rumus: M = Sn + 1
jauh mata) f

2. Rabun Dekat (Hipermetropi)
Ciri-ciri: 2. Mata berakomodasi minimum

• Penglihatan tampak kabur jika melihat Perbesaran anguler minimum terjadi
benda dekat. apabila mata tidak berakomodasi atau
dalam keadaan santai.
• Titik dekat mata (PP) lebih dari 25 cm,
titik jauh mata (PR) tidak terhingga. Rumus:

• Bayangan jatuh di belakang retina. M = Sn
• Ditolong dengan kacamata berlensa f

positif /cembung. 3. Mata berakomodasi pada jarak x

310 Untuk mata yang berakomodasi pada jarak
x, rumusnya:

M = PP + PP

fx Mmin = s 'ob ⋅  PP 
sob  fok 
Jika pada soal hanya diketahui mata normal
maka gunakan nilai PP = 25 cm (jika tidak
disebutkan nilai yang lainnya). Panjang tabung (jarak antara lensa objektif
dan lensa okuler) adalah:
Keterangan:
M : perbesaran bayangan dmin = s’ob + f ok
f : jarak titik fokus lup (cm)

d. Mikroskop Keterangan:
Mmaks : perbesaran total saat mata
Mikroskop adalah alat optik yang berfungsi
untuk memperbesar bayangan benda- berakomodasi maksimum
benda yang sangat kecil (renik). Mmin : perbesaran total saat mata
• Mikroskop terdiri atas dua lensa
cembung. berakomodasi minimum
dmaks : panjang tabung mikroskop saat
• Lensa cembung yang berada di dekat mata ber­akomodasi maksimum
benda (objek) disebut lensa objektif. dmin : panjang tabung mikroskop saat
mata bera­ komodasi minimum
• Lensa cembung yang berada di dekat sob : jarak benda ke lensa objektif
mata disebut lensa okuler. s’ob : jarak bayangan ke lensa objektif
sok : jarak benda ke lensa okuler
• Benda harus diletakkan di antara titik fok : jarak fokus lensa okuler
fokus objektif dan dan jari-jari lensa
objektif/di ruang 2 benda. (fob < sob < 2fob) d. Teropong Bintang

• Bayangan yang terbentuk di LENSA Teropong bintang umumnya digunakan
OBJEKTIFN­ YA adalah NYATA, TERBALIK, untuk men­ gamati benda-benda angkasa.
dan DIPERB­ ESAR. Teropong ini memiliki dua buah lensa
cembung, yaitu:
• BAYANGAN AKHIR yang terbentuk di • Lensa okuler, yaitu lensa yang letaknya
LENSA OKULERNYA bersifat MAYA, dekat dengan mata.
TERBALIK, dan DIPERBESAR. • Lensa objektif, yaitu lensa yang tertuju
pada benda-benda angkasa yang diamati.
Rumus: Fokus lensa objektif lebih besar dari fokus
lensa okuler.
1. Mata berakomodasi maksimum • BAYANGAN AKHIR yang terbentuk di
Saat mata berakomodasi maksimum maka LENSA OKULERNYA bersifat MAYA,
TERBALIK, dan DIPERBESAR.
perb­ esaran angulernya adalah:

Mmaks = S′ob x  PP + 1
Sob  fok 


Panjang tabung (jarak antara lensa objektif Rumus:

dan lensa okuler) adalah: 1. Mata akomodasi maksimum
Saat mata berakomodasi maksimum maka
dmaks = s′ob + sok
perb­ esaran angulernya adalah:
2. Mata berakomodasi minimum
fob β
Saat mata berakomodasi minimum maka Mmaks = sok Mα = α
perbesara­ n angulernya adalah:

311

Panjang tabung (jarak antara lensa objektif Ingat
dan lensa okuler) adalah:

dmaks = fob + sok Tabel Bayangan Akhir pada Alat Optik

2. Mata berakomodasi minimum No. Alat Optik Bayangan Akhir
yang Dibentuk
Saat mata berakomodasi minimum maka
per­besaran angulernya adalah: 1. Mata Nyata, terbalik,
diperkecil
Mmin = fob Mα = β 2. Lup
fok α Maya, tegak,
diperbesar
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif 3. Mikroskop Maya, terbalik,
dan lensa okuler) adalah: diperbesar
4. Teropong Maya, terbalik,
dmaks = fob + fok bintang diperbesar


Keterangan:

Mα : perbesaran anguler
β : sudut diameter yang dibentuk

antara objek dengan teropong

α : sudut diameter yang dibentuk

antara objek dengan mata telanjang

312

Bab 10
Optik Fisis

A. Interferensi DS = m . l

a. Interferensi Celah Ganda (Young) d . sin q = m . l
Interferensi adalah PERPADUAN antara
d ⋅ P = m . l
DUA GELOMBANG CAHAYA yang DATANG
pada suatu tempat SECARA BERSAMAAN. L
Interferensi terjadi akibat perbedaan
lintasan gelombang cahaya dengan syarat 2. Interferensi minimum
kedua gelombang cahaya tersebut koheren Interferensi minimum atau interferensi
(beda fase tetap).
saling melemahkan terjadi saat pola gelap
tampak pada layar maka beda lintasan
cahayanya dirumuskan:

DS = (2m − 1) 1 ⋅ λ
2

p d . sin q = (2m − 1) 1 ⋅ λ

Gelombang 2
cahaya
d P = 1
L 2
d ⋅ (2m − 1) ⋅ λ

celah layar Keterangan:

L DS : selisih jarak sumber ke titik
m : orde: 1, 2, 3, 4….
Jika hasil perpaduan kedua gelombang l : panjang gelombang sumber cahaya
tersebut saling MENGUATKAN maka terjadi p : jarak pola terang/gelap ke terang
POLA TERANG.
pusat
Jika hasil perpaduan gelombang tersebut L : jarak celah ke layar (m)
saling MELEMAHKAN maka terjadi POLA d : lebar celah (m)
GELAP.

Rumus umum interferensi: b. Interferensi Selaput Tipis

1. Interferensi maksimum Inteferensi dapat terjadi pada lapisan tipis.
Interferensi maksimum atau interferensi Hal ini disebabkan adanya beda lintasan
antara cahaya yang terpantul dari atas
saling menguatkan terjadi saat pola selaput tipis, yaitu S1 dengan cahaya yang
terang tampak pada layar maka beda terpantul dari bawah selaput tipis, yaitu S2 .
lintasan cahayanya di­rumuskan dengan:

313

P • I nterferensi minimum (terlihat gelap)
Saat terlihat pola gelap maka beda
S1
n1 S2 lintasan DS dirumuskan dengan:
n2 r selaput tipis
n3 DS = 2 . n2 . d . cosr = m . l

1. Selaput tipis menutupi bidang tembus Keterangan:
cahaya (lensa) n1 : indeks bias 1 (udara, n =1)
n2 : indeks bias 2 (selaput tipis)
Apabila cahaya tipis digunakan untuk n3 : indeks bias 3 (udara, n =1)
menutupi lensa maka berlaku syarat:

n1 < n2 < n3

• Interferensi maksimum (pola terang) B. Difraksi
Saat terlihat pola terang maka beda
a. Difraksi Celah Tunggal
lintasan ΔS dirumuskan dengan: Difraksi adalah peristiwa pelenturan cahaya

DS = 2 . n2 . d . cosr = m . l akibat melewati suatu celah. Pada difraksi
celah tunggal maka yang melenturkan
• Interferensi minimum (pola gelap) cahaya adalah sebuah celah.
Saat terlihat pola gelap maka beda
L
lintasan ΔS dirumuskan dengan:

DS = 2 . n2 . d . cosr = (2m − 1) 1 ⋅ λ d TP
2
P
Keterangan:
n1 : indeks bias 1 (biasanya, indeks G1

bias udara, n =1) Rumus difraksi
n2 : indeks bias 2 (selaput tipis) Jika sudut lenturan kurang dari 15o (q < 150)
n3 : indeks bias 3 (bidang tembus
maka berlaku rumus:
cahaya/lensa)
d : tebal selaput tipis d . sin q = d ⋅ P
r : sudut bias
m : orde, (1, 2, 3, 4,...) L
l : panjang gelombang cahaya
Keterangan:
2. Selaput tipis berada di udara P : jarak terang atau gelap
L : jarak celah ke layar (m)
Jika selaput tipis berada di udara maka d : lebar celah (m)
indeks bias n1 = n3 = 1. q : sudut difraksi
• Interferensi maksimum (terlihat
terang) • Difraksi Celah Tunggal Pola Terang
Pada difraksi celah tunggal yang
Saat terlihat pola terang maka beda
lintasan DS dirumuskan dengan: menghasilkan pola terang maka berlaku
rumus:

d⋅ sin θ = (m + 1 )λ
2

DS = 2 . n2 . d . cosr = (2m − 1) 1 ⋅ λ
2

314

• Difraksi Celah Tunggal Pola Gelap Keterangan:
Pada difraksi celah tunggal yang meng- d : jarak antar-atom pada kristal padat

hasilkan pola gelap maka berlaku rumus: C. Polarisasi

d . sin q = m . l a. Polarisasi karena Pemantulan dan
Pembiasan (Polarisasi Linear)
b. Difraksi Kisi
Polarisasi linear adalah peristiwa
Difraksi kisi adalah pelenturan cahaya karena terserapnya arah getar cahaya menjadi satu
adan­ ya penghalang berupa kisi. KISI adalah arah akibat dari cahaya yang datang pada
CELAH yang SANGAT BANYAK. bidang tembus cahaya mengh­ asilkan sudut
900 antara sudut bias dengan sudut pantul.
L
d sinar datang
TP d = 1
PN n1
n2
T1 i sinar pantul
r sinar bias

• Difraksi Kisi Pola Terang

Pada difraksi celah kisi yang menghasilkan Hukum Snellius tentang pemantulan:
pola terang maka berlaku rumus:

d . sin q = m . l Sin i = n2 tg i = n2
Sin r n1 n1

i + r = 90◦

• Difraksi Kisi Pola Gelap Keterangan:
i : sudut datang
Pada difraksi celah kisi yang menghasilkan r : sudut bias
pola gelap maka berlaku rumus: n1 : indeks bias sinar datang (biasanya, indeks

d. sin θ = ( 2m − 1). 1 λ bias udara, n = 1)
2 n2 : indeks bias sinar bias.

Keterangan: b. Polarisasi karena Absorbsi Selektif
P : jarak terang atau gelap
L : jarak celah ke layar (m) Polarisasi karena absorbsi selektif adalah
d : lebar celah (m) peristiwa terserapnya sebagian arah getar
m : orde (1, 2, 3,...) cahaya karena melewati beberapa celah.
N : jumlah kisi per satuan panjang Perhatikan gambar di bawah ini:
q : sudut lenturan

c. Difraksi Bragg I0

Difraksi Bragg adalah difraksi (pelenturan I1 = 1 l0
cahaya) yang terjadi pada kristal padat yang 2
disinari cahaya. Pada Difraksi Bragg berlaku
rumus: polarisator I2

2 . d . sin q = m . l analisator

315

Rumus yang berlaku adalah: I : intensitas cahaya sebelum melewati
polarisator.
I' = I cos2a
a : sudut yang dibentuk antara dua
Dari rumus ini dapat diturunkan menjadi: polarisator

I2 = I1cos2a1 = 1 .I0 . cos2 α1 I0 : intensitas awal.
2 I1 : intensitas cahaya setelah melewati
I3 = I2.cos2a2
polarisator 1 (I1 = ½ I0).
Keterangan: I2 : intensitas cahaya setelah melewati
I' : intensitas cahaya setelah melewati
polarisator 2.
polarisator I3 : intensitas cahaya setelah melewati

polarisator 3.

316

Bab 11
Getaran dan Gelombang

A. Getaran Harmonik Keterangan:
W : usaha pada pegas (J)
Getaran harmonik adalah gerak bolak-balik
benda melalui titik keseimbangan yang memiliki 3. Elastisitas Bahan Pegas
frekuensi dan periode tetap. Contoh dari gerak Elastisitas adalah kemampuan bahan
getaran harmonik adalah pegas dan bandul.
untuk mulur karena diberi gaya.
a. Pegas • Tegangan
Jika pegas ditekan atau ditarik dari titik ke­ Tegangan adalah besarnya gaya
per satuan luas penampang bahan.
seimb­ angannya maka pegas akan kembali Tegangan dirumuskan dengan:
ke tempatnya semula karena gaya pemulih
pada pegas. σ= F
1. Gaya Pemulih A
Gaya pemulih pegas dirumuskan dengan:
• Regangan
F = −k ⋅ y Regangan adalah perbandingan

TANDA NEGATIF dikarenakan GAYA antara pert­ambahan panjang dengan
PEMULIH MELAWAN ARAH GAYA YANG panjang mula-mula.
DIBERIKAN. Regangan dirumuskan dengan:

Keterangan: ε = ∆L
F : gaya pemulih (N) L
k : konstanta pegas (N/m)
y : simpangan (m) • Modulus Young/ Modulus Elastisitas
Modulus Young adalah perbandingan
2. Usaha pada Pegas
Pegas melakukan usaha yang sebanding antara tegangan dengan regangan.
Modulus Young menunjukkan tingkat
dengan besarnya konstanta pegas, gaya elastisitas bahan.
pemulih, dan simpangannya. Modulus Young dirumuskan dengan:

Usaha pegas dirumuskan dengan: E = σ = F⋅L
ε A ⋅ ∆L
W = 1 k ⋅ y2 = 1F ⋅ y
22 • Konstanta Pegas
Konstantapegasmenunjukkankekuatan

pegas. Semakin besar nilai konstanta

317

pegas maka semakin sulit untuk menarik • Susunan seri pegas
atau menekan pegas tersebut.
Jika PEGAS DIRANGKAI SERI maka
Rumus konstanta pegas hubungannya GAYA yang dialami masing-masing
dengan modulus Young adalah: PEGAS adalah SAMA DENGAN GAYA
TARIKNYA, tetapi SIMPANGANNYA
k = E⋅A BERBEDA.
L
Rumus yang berlaku:
Keterangan:
σ : tegangan yang terjadi pada bahan 1 = 1 + 1 + ....
(N/m2) ks
ε : regangan bahan k1 k2
A : luas penampang bahan (m2)
DL: pertambahan panjang (m) F = F1 = F2 = ….
L : panjang bahan awal (m)
E : modulus Young/elastisitas bahan Dx = Dx1 + Dx2 + .....

(N/m2) • Susunan paralel pegas
k : konstanta/tetapan pegas (N/m)
Jika PEGAS DIRANGKAI PARAREL
4. Periode dan Frekuensi Pegas maka SIMPANGAN masing-masing
pegas adalah SAMA, tetapi GAYA yang
Periode adalah waktu yang dibutuhkan dialaminya BERBEDA.
untuk mel­akukan satu kali getaran.
k1 k2
Frekuensi adalah banyaknya getaran yang m
terjadi pada saat satu detik.
k1 k2
Besarnya periode dan frekuensi pegas
tergantung pada massa beban dan m
konstanta pegas. Rumus periode dan
frekuensi pada pegas, yaitu: Rumus yang berlaku pada susunan
paralel pegas adalah:
T = 2π ⋅ m k = m ⋅ ω2 kp = k1 + k2 = ….

k F = F1 + F2 = ….
∆x = ∆x1 = ∆x = ….
f=1⋅ k ω = 2π ⋅ f = 2π
Keterangan:
2π m T ks : tetapan pegas total seri (N/m)
kp : tetapan pegas total paralel (N/m)
f=1 atau T = 1 F : gaya pegas (N)
T f Dx : simpangan pegas (m)

Keterangan: b. Bandul
T : periode pegas (s) Periode dan Frekuensi
F : frekuensi pegas (hertz = Hz) Periode bandul tergantung pada panjang
m : massa beban (kg)
k : konstanta pegas (N/m) tali dan percepatan gravitasi dan tidak
w : frekuensi sudut (rad/s) bergantung pada massa bandul.

5. Susunan pegas
Pegas dapat disusun secara seri dan paralel

atau gabungan keduanya.

318

Rumus periode dan frekuensi bandul adalah: d. Persamaan Energi Gerak Harmonik

T = 2π ⋅ L 1. Energi Total Gerak Harmonik
Pada benda yang bergerak harmonik
g
memiliki energi total yang dirumuskan
f = 1 g dengan:

2π L Em = 1k ⋅ A2
2
Keterangan:
T : periode bandul (s) Em = Ek + Ep
F : frekuensi bandul (Hz)
L : panjang tali bandul (m) 2. Energi Kinetik Gerak Harmonik
g : percepatan gravitasi (m/s2) Energi kinetik benda bergerak harmonik

c. Persamaan Gerak Harmonik adalah:

1. Persamaan Simpangan Ek = 1m⋅ v2
Besarnya SIMPANGAN TERGANTUNG pada 2

AMPLITUDO dan SUDUT simpangannya.

Persamaan simpangan adalah: ( )= 1 k A2 − y2
2


y = A ⋅ Sinωt ymaks = A 3. Energi Potensial Gerak Harmonik
Energi potensial benda saat bergerak
2. Persamaan Kecepatan
harmonik dirumuskan dengan:
Kecepatan benda bergerak harmonik

adalah turun­an pertama dari persamaan Ep = 1k ⋅ y2
2
simpangan benda dan dirumuskan dengan:

Keterangan:

v = A ⋅ ω ⋅ Cosωt vmaks = A ⋅ ω Em: energi mekanik (energi total) (J)
Ek : energi kinetik (J)
3. Persamaan Percepatan Ep: energi potensial (J)
A : amplitudo (m)
Persamaan percepatan adalah turunan
pertama dari persamaan kecepatan dan y : simpangan dari titik keseimbangan (m)
dirumuskan dengan:
k : konstanta pegas (N/m)

a = A ⋅ ω2 ⋅ Sinωt amaks = A ⋅ ω2 B. Gelombang

4. Fase Getaran Gelombang adalah getaran yang merambat. Panjang
Rumus fase getaran adalah: gelombang dirumuskan dengan:

ϕ= t =f⋅t λ =T⋅v = v
f
T

Keterangan:

y : simpangan a. Gelombang Berjalan

v : kecepatan getar Gelombang berjalan adalah gelombang
yang mem­ iliki AMPLITUDO TETAP di setiap
a : percepatan titiknya. Contoh: gelombang yang merambat
pada tali yang sangat panjang.
A : amplitudo

t : waktu

ϕ : fase

319

1. Persamaan Simpangan ikatan longgar, kemudian digetarkan maka
terjadi gelombang diam ujung bebas.
Persamaan simpangan pada gelombang
berj­alan dirumuskan dengan: • Persamaan simpangan
Persamaan simpangan untuk
y= A ⋅ S in 2π  ± t ± x 
 T λ  gelombang sta­sioner ujung bebas
adalah:

y = A.sin(± ωt ± kx) y = 2A . coskx . sinwt

Keterangan: y = 22AA.⋅ cCoosskkxx.⋅ Ssiinnwω ⋅  t − L 
l : panjang gelombang  v 
k : bilangan gelombang (BUKAN
Keterangan:
konstanta pegas), k = 2π L : panjang tali (m)
v : cepat rambat gelombang (m/s)
λ w : frekuensi sudut (rad/s)

Catatan: k : bilangan gelombang, k = 2π
+wt artinya simpangan pertama ke atas.
–wt artinya simpangan pertama ke bawah. λ
+kx artinya arah rambat ke sumbu X negatif
–kx artinya arah rambat ke sumbu X positif • Jarak perut dari tiang

2. Fase dan Beda Fase Gelombang Perut (amplitudo terbesar). Untuk
Fase dan beda fase untuk gelombang mencari jarak perut gelombang
stasioner ujung bebas dari tiang,
berjalan dirumuskan dengan: gunakan persamaan:

j =  t − x  x = ( 2n) ⋅ 1 λ
 T λ  4

Dj = ∆x Keterangan:
λ x : jarak perut
n : 0, 1, 2, 3, ....
Keterangan: l : panjang gelombang
j : fase gelombang
Dj : beda fase gelombang • Jarak simpul dari tiang
Dx : jarak antara dua titik pada gelombang
Simpul (amplitudo nol). Untuk
3. Sudut Fase Gelombang mencari jarak simpul gelombang
stasioner ujung bebas dari tiang,
Rumus sudut fase untuk gelombang gunakan persamaan berikut:

berjalan adalah:

θ = 2π  t − x  x = ( 2n + 1) 1 λ
 T λ  4

b. Gelombang Stasioner Keterangan:
x : jarak simpul
GelombangstasioneratauGELOMBANGDIAM n : 0, 1, 2, 3, ....
adalah gelombang yang AMPLITUDONYA λ : panjang gelombang
BERU­ BAH di setiap titik. 2. Gelombang Stasioner Ujung Terikat
1. Gelombang Stasioner Ujung Bebas/Ikatan
Longgar Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan
Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan

320

ikatan kuat, kemudian digetarkan maka Keterangan:
dapat diamati terjadinya gelombang diam I : intensitas bunyi (W/m2)
ujung terikat. P : daya bunyi (watt)
A : luas penampang (m2)
• Persamaan simpangan R : jarak dari sumber bunyi (m)

Persamaan simpangan untuk b. Energi Gelombang
gelombang stas­ ioner ujung terikat
adalah: Energi gelombang tergantung pada variabel
frekuensi dan amplitudonya. Energi
y = 2A ⋅ sinkx ⋅ cosω ⋅ t L gelombang dirumuskan dengan:
 v 
y = 2A ⋅ Sinkx ⋅ Cosω ⋅  t − 

E = 2 ⋅ m ⋅ π2 ⋅ f 2 ⋅ A 2
m
• Jarak perut dari tiang
Keterangan:
Perut (amplitudo terbesar). Untuk
mencari jarak perut gelombang E : energi gelombang (J)
stasioner ujung terikat dari tiang,
gunakan persamaan berukut: f : frekuensi (Hz)

( 1) 1 Am : amplitudo (m)
4 m : massa (kg)

x = 2n + ⋅ λ c. Taraf Intensitas Bunyi

Keterangan: Taraf intensitas bunyi adalah tingkat
kebisingan sumber bunyi yang didengar oleh
x : jarak perut dari tiang pengamat pada jarak tertentu.

n : 0, 1, 2, 3, ....

λ : panjang gelombang TI = 10log I

• Jarak simpul dari tiang Io

Simpul (amplitudo nol). Untuk Keterangan:
mencari jarak simpul gelombang
stasioner ujung bebas dari tiang, TI : taraf intensitas bunyi (dB)
gunakan persamaan berikut:
I : intensitas bunyi yang akan diukur taraf

intens­ itasnya (W/m2)

x = (2n) ⋅ 1 λ I0 : intensitas ambang batas pendengaran
4
( )1012 w m2

Ingat: 1 bel (B) = 10 desibel (dB)

Keterangan: d. Efek Doppler

x : jarak simpul dari tiang Gejala perubahan frekuensi yang diterima
pendengar dibandingkan dengan frekuensi
n : 0, 1, 2, 3, .... sumbernya akibat gerak relatif pendengar dan
sumber. Efek Doppler di rumuskan dengan:
λ : Panjang gelombang

C. Bunyi v ± vp
v ± vs
Bunyi termasuk gelombang longitudinal dan ge­ fp = fs
lombang mekanik. Catatan:

a. Intensitas Bunyi 1. Kecepatan pengamat (vp) akan bernilai:
• 0, apabila PENDENGAR DIAM
Intensitas bunyi yang terdengar pada jarak R
dari sumber bunyi dirumuskan dengan: • + (positif), apabila PENDENGAR

MEN­DEKATI SUMBER

I= P = P • – (negatif), apabila PENDENGAR
A 4πR2
MEN­JAUHI SUMBER

321

2. Kecepatansumberbunyi(vs)akanbernilai: Keterangan:
• 0, apabila SUMBER bunyi DIAM L : panjang pipa organa
• + (positif), apabila SUMBER bunyi l : panjang gelombang
MEN­JAUHI PENDENGAR f0 : frekuensi nada dasar
• – (negatif), apabila SUMBER bunyi f1 : frekuensi nada atas 1
MEN­DEKATI PENDENGAR
Jumlah Simpul dan Perut
Keterangan: Gelombang yang dihasilkan pada pipa
v : kecepatan bunyi di udara (340 m/s)
vp : kecepatan pendengar (m/s) organa terbuka akan menghasilkan simpul
vs : kecepatan sumber bunyi (m/s) dan perut gelombang yang memiliki
fp : frekuensi yang didengar oleh pendengar hubungan sebagai berikut:

(Hz) ∑ ∑perut = simpul + 1
fs : frekuensi yang dihasilkan sumber bunyi (Hz)
2. Pipa Organa Tertutup
e. Pelayangan Pipa organa tertutup merupakan pipa yang

Pelayangan adalah peristiwa penguatan salah satu ujungnya tertutup.
atau pe­lemahan bunyi yang terjadi secara Hubungan antara Lp (panjang pipa organa
bergantian akibat perpaduan dua gelombang
bunyi yang berbeda sedikit. tertutup) dan λ (panjang gelombang)
dapat dirumuskan sebagai berikut:
fply = f1 − f2

Keterangan:

fply : frekuensi pelayangan (Hz) Lp = ( 2n + 1) 1 λn = 1 λ0 = 3 λ1 = 5 λ 2 =....
f1 : frekuensi sumber yang lebih tinggi (Hz) 4 4 4 4
f2 : frekuensi sumber yang lebih rendah (Hz)
Dengan n adalah orde yang bernilai:

f. Pipa Organa • 0, jika terjadi nada dasar

1. Pipa Organa Terbuka • 1, jika terjadi nada atas 1
Pipa organa terbuka merupakan sebuah
• 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya
pipa yang terbuka di kedua ujungnya.
Hubungan antara Lb (panjang pipa organa Sedangkan, perbandingan frekuensinya
adalah per­bandingan bilangan ganjil, yaitu:
terbuka) dan l (panjang gelombang) bisa
dirumuskan sebagai berikut: f0 : f1 : f2 : f3 : ..... = 1 : 3 : 5 : 7 : .....

Lb = (n + 1) 1 λn = 1 λ0 = λ1 = 3 λ2 = .... Jumlah Simpul dan Perut
2 2 2 Gelombang yang dihasilkan pada pipa

Dengan n adalah orde yang bernilai: organa tertutup akan menghasilkan simpul
• 0, jika terjadi nada dasar dan perut gelombang yang memiliki
• 1, jika terjadi nada atas 1 hubungan sebagai berikut:
• 2,jikaterjadinadaatas2,danseterusnya
∑ ∑perut = simpul

Sedangkan, perbandingan frekuensinya
adalah per­bandingan bilangan asli, yaitu:

f0 : f1 : f2 : f3 : ..... = 1 : 2 : 3 : 4 : .....

322

g. Dawai m : massa dawai (kg)
L : panjang dawai (m)
Dawai adalah senar yang dapat dipetik/ digetarkan.
Pada dawai hubungan antara panjang Jangan lupa juga rumus hubungan antara
frekuensi (f), cepat rambat gelombang (v),
gelombang ( λ ) dengan panjang dawai (L) dan panjang gel­ombang ( λ ), yaitu:
sama seperti pipa organa terbuka, yaitu:

LD = (n + 1) 1 λn = 1 λ0 = λ1 = 3 λ2 =.... f=v
2 2 2 λ

Dengan n adalah orde yang bernilai:
2. Cepat Rambat Gelombang Bunyi
• 0, jika terjadi nada dasar
• Cepat rambat bunyi pada gas
• 1, jika terjadi nada atas 1 Pada gas, cepat rambat bunyi

• 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya bergantung pada variabel suhu
dan massa molekul relatif gas.
Jumlah Simpul dan Perut Cepat rambat gas berbanding
Gelombang yang dihasilkan pada dawai akan lurus dengan akar suhu dan
berbanding terbalik dengan akar
mengh­ asilkan simpul dan perut gelombang massa molekul relatif.
yang memiliki hubungan sebagai berikut:

∑ simpul = ∑perut + 1

h. Cepat Rambat Gelombang v = γ⋅R⋅T
Mr
1. Cepat Rambat Gelombang Transversal
dalam Dawai Keterangan:
γ : konstanta Laplace
Hukum Melde merupakan hukum yang R : konstanta gas universal = 8,3 J/mol K
mengh­ u­bungkan antara cepat rambat T : suhu (K)
bunyi pada dawai, tegangan dawai, massa, Mr : massa molekul relatif gas
dan panjang dawai.
• Cepat rambat bunyi pada benda
Dari hukum Melde, dapat diambil padat
kesimpulan bahwa cepat rambat bunyi
berbanding lurus dengan akar tegangan Pada benda padat, cepat rambat
dawai dan panjang dawai serta berbanding bunyi ter­gantung pada variabel
terbalik dengan akar massa dawai. modulus elastisitas dan massa jenis.

v = F , karena µ = m maka Cepat rambat bunyi pada benda
µ L padat berb­ anding lurus dengan akar
modulus elastisitas dan berbanding
terbalik dengan akar massa jenisnya.

v = F ⋅L v= E
ρ
m

Keterangan: Keterangan:
v : cepat rambat bunyi pada dawai E : modulus elastisitas (N/m2)
ρ : massa jenis bahan (kg/m3)
(m/s)
F : tegangan dawai/senar/tali (N)
µ : rapat massa tali/dawai (kg/m)

323

Bab 12
Listrik

A. Listrik Statis c. Medan Listrik
Yaitu, daerah di sekitar muatan listrik yang
a. Muatan Listrik
Rumus muatan listrik, yaitu: masih memiliki pengaruh gaya elektrostatis.
Muatan POSITIF memiliki ARAH MEDAN
q = N⋅e
LISTRIK KE LUAR, sedangkan muatan
Keterangan: NEGATIF memiliki ARAH MEDAN LISTRIK KE
q : muatan listrik (coulomb) DALAM.
N : jumlah elektron
e : muatan satu elektron (1,6 x 10-19 J)

b. Gaya Elektrostatis Besarnya medan listrik (disebut juga kuat
Gaya elektrostatis adalah gaya interaksi
med­ an listrik) di titik tertentu dirumuskan
antara dua partikel bermuatan listrik.
• Jika dua partikel bermuatan listrik TIDAK dengan:

SEJENIS (POSITIF - NEGATIF) maka terjadi EA = k⋅q q1 A
gaya TARIK-MENARIK. r2 F
• Jika dua partikel bermuatan listrik SEJENIS
(POSITIF - POSITIF atau NEGATIF - NEGATIF) r
maka terjadi gaya TOLAK-MENOLAK.
Keterangan:

q1 q2 q1 q2 EA : kuat medan listrik di titik A (tesla)
F F F r : jarak titik A terhadap muatan (m)

F d. Potensial Listrik
Potensial listrik adalah besarnya energi
rr
potensial yang dimiliki muatan satu
Besarnya gaya elektrostatis, yaitu: coulomb. Pada suatu titik yang berjarak r
dari muatan q dinyatakan oleh persamaan:
F = k ⋅ q1 ⋅ q2
r2

Keterangan: V = k⋅q
F : gaya elektrostatis (N) r
k : konstanta (9.109 N m2/C2)
r : jarak antara dua muatan (m) Jika terdapat beberapa muatan titik persa­
maannya menjadi:

∑ q
V =k r

324

e. Energi Potensial Listrik C = K ⋅ ε0 ⋅ A
Energi potensial listrik adalah usaha yang d

diperlukan untuk memindahkan muatan Keterangan:
listrik dari jarak jauh tak hingga ke suatu C : kapasitas kapasitor (farad)
titik. A : luas keping ( m2)
d : jarak antara dua keping (m)
Energi potensial listrik yang dimiliki oleh dua C0 : kapasitas kapasitor di ruang vakum/udara
buah muatan q1 dan q2 yang terpaut jarak (farad)
sebesar r di­rumuskan dengan: ε0 : permitivitas listrik vakum (8,85 x 10-12)
K : konstanta dielektrik
Ep = k ⋅ q1 ⋅ q2
r


Sedangkan, hubungan antara potensial Sedangkan, muatan listrik yang disimpan di
listrik dan energi potensial listrik adalah: dalam kapasitor adalah:

Ep = q ⋅ V Q = C ⋅ V
Energi yang tersimpan di dalam kapasitor,
f. Usaha Listrik
Apabila sebuah muatan q akan dipindahkan yaitu:

dari suatu titik berpotensial V1 ke titik W = 1 C ⋅ V2 = 1 Q ⋅ V = 1 Q2
berpotensial V2 maka diperlukan usaha 2 2 2C
sebesar selisih energi potensial pada kedua
titik dirumuskan: Keterangan:
Q : muatan yang tersimpan (C)
W = ∆Ep = q∆V = q(V2 − V1) V : potensial listrik (V)
W : energi yang tersimpan (J)

B. Kapasitor Keping Sejajar b. Rangkaian Kapasitor

Kapasitor adalah komponen listrik yang fungsinya 1. Rangkaian Kapasitor Seri
untuk menyimpan muatan listrik. Jika KAPASITOR dirangkai secara SERI maka
Kapasitor terdiri atas dua penghantar dan disekat
oleh bahan dielektrik (bahan yang tidak dapat MUATAN yang tersimpan pada masing-
menghantar muatan listrik dengan baik/isolator). masing kapasitor BERNILAI SAMA.

a. Kapasitas Kapasitor Keping Sejajar A C1 C2 C3 B
Jika sebuah kapasitor, medium antara dua
1 =1+ 1+ 1
buah kepingnya adalah vakum/udara maka CS C1 C2 C3
kapasitas kapasitor adalah: Qs = Q1 = Q2 = Q3
VAB = V1 + V2 + V3
C0 = ε0 A A
d Keterangan:
medium Cs : kapasitas kapasitor seri (F)
d Qs : muatan total seri (C)
VAB : beda potensial AB (V)
Jika terdapat medium berupa bahan di-
elektrik maka kapasitas kapasitor menjadi: 2. Rangkaian Kapasitor Paralel
Jika KAPASITOR dirangkai secara PARAREL

maka TEGANGAN LISTRIK masing-masing
kapasitor BERNILAI SAMA.

325

C1 R0 : hambatan awal (W)
a : koefisien hambatan (/oC)
C2 B ∆T : perubahan suhu (oC)
A C3

c. Rangkaian pada Resistor

Keterangan: RESISTOR adalah salah satu elemen
Cp : kapasitas kapasitor paralel (F) elektronika yang digunakan sebagai
Qp : muatan total paralel (C) HAMBATAN LISTRIK.
VAB : beda potensial AB (V)
1. Rangkaian Resistor Seri
C. Listrik Dinamis Arus DC Pada RESISTOR yang dirangkai SERI maka

(Searah) KUAT ARUS yang melewati masing-masing
resistor adalah SAMA.
Listrik dinamis arus searah dibangkitkan dari suatu
sumber arus searah, contohnya baterai dan aki. R1 I1 R2 R3
a. Arus Listrik dan Kuat Arus Listrik A I2 I3 B

1. Arus Listrik IAB V2 V3
Arus listrik adalah gerakan atau aliran VAB
V1
muatan listrik. Gerakan atau aliran muatan
terjadi pada bahan yang disebut konduktor Rs = R1 + R2 + R3
(bahan penghantar arus listrik, contoh: IAB = I1 = I2 = I3
besi, tembaga, dan lain-lain). VAB = V1 + V2 + V3
Arah arus listrik sesuai dengan arah aliran
muatan positif, atau berlawanan arah Keterangan:
dengan arah aliran muatan negatif. Rs : hambatan seri (W)
2. Kuat Arus Listrik IAB : kuat arus total (A)
Kuat arus listrik adalah besar muatan yang VAB : beda potensial listrik total (V)
mengalir pada suatu konduktor tiap satuan
waktu. 2. Rangakaian Resistor Paralel
Rumus kuat arus listrik adalah: Pada RESISTOR yang dirangkai PARAREL

maka TEGANGAN LISTRIK yang dimiliki
oleh masing-masing resistor adalah SAMA.

I= q I1 R1
t
V1
b. Hambatan pada Konduktor Listrik A I2 R2 B
Pada konduktor listrik maka akan memiliki IAB
V2
nilai ham­batan sebesar: I3 R3

R= ρL V3
VAB
A

R′ = R0 (1+ α ⋅ ∆T)

Keterangan: 1 = 1 +1 +1
R : hambatan konduktor (ohm = W) RP R1 R2 R3
ρ : hambatan jenis ( Ω m)
L : panjang konduktor (m) VAB = V1 = V2 = V3
A : luas penampang konduktor (m2) IAB = I1 + I2 + I3
R’ : hambatan setelah terjadi perubahan

suhu (W)

326

3. Rangkaian Jembatan Wheatstone Sedangkan, beda potensial antara titik A
dan B di­sebut tegangan jepit, yaitu:
R1 ⋅ R3 = R2 ⋅ R4 A
VAB = 0 R1 R2
Vjepit = I ⋅ Rtotal = e – I.r
R4 R3
Keterangan:
B
∑ε : GGL total loop (V)
Jika perkalian antara hambatan yang
berhadapan sama maka beda potensial r : hambatan dalam (W)
AB adalah nol.

d. Hukum Ohm f. Energi dan Daya Listrik
Pada hukum ohm dapat diketahui bahwa Daya listrik dirumuskan dengan:

tegangan listrik (V) berbanding lurus dengan P = V ⋅I = V2 = I2 ⋅ R
kuat arus (I) dan hambatan (R). Hukum ohm R
dirumuskan dengan:
Sedangkan, energi listrik adalah daya listrik
V = I ⋅ R atau I = V atau R = V dikali waktu.
RI
W =P⋅t
e. Hukum Kirchoff
1. Hukum I Kirchoff Keterangan:
Hukum I Kirchoff berbunyi:
“JUMLAH kuat ARUS listrik yang MASUK ke P : daya listrik (watt)
suatu titik cabang SAMA DENGAN jumlah
kuat arus yang KELUAR dari titik cabang.” W : energi listrik (joule)

t : waktu (sekon)

D. Listrik Arus AC
(Bolak-Balik)

∑ ∑ Imasuk = Ikeluar Listrik arus AC (bolak-balik) dihasilkan oleh
sumber tegangan arus bolak-balik, contohnya
Contoh: I1 I2 adalah gen­ erator AC.
I3
a. Persamaan Tegangan Listrik Arus Bolak-Balik
Maka dari hukum I Kirchoff berlaku: Pada arus AC, berlaku persamaan tegangan

sebagai berikut:

I1 = I2 + I3 V(t) = Vm ⋅ Sinωt

Vef = Vm
2

2. Hukum II Kirchoff b Persamaan Kuat Arus Listrik AC

Hukum II Kirchoff berbunyi: Pada arus AC, berlaku persamaan kuat arus
sebagai berikut:
“Di dalam sebuah rangkaian tertutup,
JUMLAH aljabar GAYA GERAK LISTRIK I(t) = Im ⋅ Sinωt
= Im
(∑ε) DENGAN PENURUNAN TEGANGAN Ief 2
(∑I⋅R) SAMA DENGAN NOL.”

∑ ∑ε + I⋅R = 0

327

Keterangan: Z = ( )R2 + XL − XC 2
V(t) : persamaan tegangan menurut waktu (V)
I(t) : persamaan arus menurut waktu (A) ( ) Vef = VR2 + VL − VC 2
Im : arus maksimum (A)
Vm : tegangan maksimum (V) Keterangan:
ω : frekuensi sudut (rad/s) Z : impedansi (W)
Ief : arus efektif (A)
Vef : tegangan efektif (V) 2. Daya Efektif

c. Rangkaian Seri R-L-C P = Vef ⋅ Ief ⋅ Cosϕ
P = I2ef ⋅ R
R LC
3. Frekuensi Resonansi
VR VL VC
Ketika besarnya REAKTANSI INDUKTIF (XL)
XL = ω ⋅ L VR = Ief ⋅ R SAMA DENGAN REAKTANSI KAPASITIF
VL = Ief ⋅ XL (XC) maka terjadi RESONANSI, dimana
VC = Ief ⋅ XC frekuensi resonansinya di­rumuskan
dengan:

XC = 1 f= 1. 1
ω⋅C 2π LC

ω = 2π ⋅ f

Keterangan: Keterangan:
XL : reaktansi induktif (W) L : induktansi (H)
XC : reaktansi kapasitasif (W) C : kapasitas kapasitor ( F)
f : frekuensi (Hz)
L : induktansi (H)
C : kapasitas kapasitor ( F)
VR : tegangan pada resistor (V)
VL : tegangan pada induktor (V)
VC : tegangan pada kapasitor (V)

1. Diagram Fasor dan Impedansi

XL

(XL –XC) Z
XC
R Cosϕ = R
Z

328

Bab 13
Magnet

A. Medan Magnet Listrik b. Medan Magnet pada Kawat Melingkar
Berarus Listrik
a. Medan Magnet pada Kawat Lurus Berarus
Listrik Besarnya medan magnet di titik O (pusat
lingkaran) akibat kawat melingkar berarus
Besarnya medan magnet di titik P akibat listrik seperti pada gambar di bawah adalah:
kawat lurus berarus listrik seperti pada
gambar berikut adalah: P

xr

Oa

I

P B0 = µ0 .i.N
2a
B

a

Bp = µ0 .i = k.i Sedangkan, besarnya medan magnet di titik
2π.a a P adalah:

Pada gambar di atas merupakan KAIDAH Bp = µ0 .i.a.sinθ.N
TANGAN KANAN: 2.r2
• “IBU JARI menunjukkan ARAH ARUS listrik.
• A R A H K E E M P A T J A R I y a n g Keterangan:
MENGGENGGAM menyatakan arah garis- N : Jumlah lilitan kawat
garis MEDAN MAGNETIK.” r : a2 + x2

Keterangan: c. Medan Magnet pada Solenoida
Bp : kuat medan magnet di titik P (Tesla)
µ0 : permeabilitas ruang hampa IB
(4p. 10-7 Wb A-1 m-1 )
i : kuat arus pada kawat (A) Besarnya medan magnet DI TENGAH-
a : jarak kawat terhadap titik acuan P (m) TENGAH SOLENOIDA seperti pada gambar
k : tetapan (Wb/Am) di atas adalah:

329

Bo = µ0 .i.n • JARI TELUNJUK menunjukkan ARAH
L MEDAN MAGNET (B).

Sedangkan besarnya medan magnet DI • JARI TENGAH menunjukkan ARAH GAYA
UJUNG SOLENOIDA adalah: LORENTZ (F)

Bo = µ0 .i.N • i-B-F SALING TEGAK LURUS.
2.L
i
Keterangan:
N : jumlah lilitan solenoida B
L : panjang solenoida (m)
F
B. Gaya Lorentz
Keterangan:
Gaya Lorentz atau Gaya Magnet adalah gaya yang i : arah kuat arus
terjadi akibat interaksi antara medan magnet B : arah medan magnet
dan arus listrik atau muatan yang bergerak. Gaya F : arah gaya Lorentz
Lorentz ini dapat terjadi pada:
1. Kawat lurus berarus listrik di dalam medan c. Gaya Interaksi Antara Dua Kawat Sejajar
Berarus Listrik
magnetik.
2. Dua kawat sejajar berarus listrik. Jika kedua kawat berarus listrik ARAH
3. Muatan yang bergerak di dalam medan ma­g­net. ARUSNYA SEARAH maka akan muncul GAYA
interaksi TARIK-MENARIK.
a. Gaya Lorentz pada Kawat Lurus Berarus
Listrik Sebaliknya, jika ARAH ARUSNYA
BERLAWANAN ARAH maka akan muncul
I GAYA interaksi TOLAK-MENOLAK.

qB F12 F21 F12 F21
i1 i2 i1 i2
Apabila kawat berarus listrik berada di
dalam medan magnet maka besarnya gaya aa
Lorentz yang dialami kawat adalah:
Besarnya gaya interaksi tersebut adalah:
F = B.i.L sin q
F = µ0 .i1.i2.L = k.i1.i2.L
Keterangan:
F : gaya Lorentz (N) 2 π.a a
L : panjang kawat (m)
q : sudut antara B dan i Keterangan:

b. Aturan Kaidah Tangan Kanan I-B-F F : gaya interaksi antara dua kawat berarus
Jika kita mengatur tangan kanan seperti listrik (N)

pada gambar di bawah, yaitu: k = µ0 = 2 ⋅10−7 Wb / A ⋅ m
• IBU JARI menunjukkan ARAH ARUS (i).


a : jarak antara dua kawat (m)
L : panjang kawat ( m)

330

d. Gaya Lorentz pada Muatan yang Bergerak f. Lintasan Partikel Bermuatan di dalam
di dalam Medan Magnet Medan Magnet

v v+ B (masuk)

qB +F
F
q
v
Jika muatan q bergerak dengan kecepatan v F
memb­ entuk sudut terhadap medan magnet
B maka akan muncul gaya Lorentz dengan per- +v
samaan:
Jika muatan positif q bergerak di dalam
F = B.q.v.sin q medan magnet B maka muatan tersebut
akan membuat lintasan berupa lingkaran
Keterangan: dengan jari-jari R.
F : gaya Lorentz (N)
q : muatan listrik ( C) Akibat lintasan melingkar ini maka gaya Lo-
v : kecepatan gerak muatan q (m/s) rentz yang terjadi akan berperan sebagai
q : sudut yang dibentuk antara v dan B gaya sentripetal, jika dibuat persamaan akan
menjadi:
e. Aturan Tangan v-B-F F = Fsp
Jika kita mengatur TANGAN KANAN seperti
q ⋅ v ⋅ B = m ⋅ v2 = m ⋅ ω2 ⋅ R
pada gambar di bawah, yaitu:
• IBU JARI menunjukkan ARAH KECEPATAN R

(v). Maka, besarnya jari-jari R dapat dirumuskan
• JARI TELUNJUK menunjukkan ARAH dengan:

MEDAN MAGNET (B). R = m ⋅ v
• JARI TENGAH menunjukkan ARAH GAYA
B⋅q
LORENTZ (F)
• v-B-F SALING TEGAK LURUS. Keterangan:
Aturan TANGAN KANAN ini hanya untuk Fsp : gaya sentripetal (N)
PARTIKEL BERMUATAN POSITIF, dan untuk m : massa partikel (kg)
PARTIKEL BERMUATAN NEGATIF maka R : jari-jari lintasan (m)
menggunakan aturan TANGAN KIRI. w : kecepatan sudut partikel (rad/s)

V C. Induksi Elektromagnetik

B a. Fluks Magnetik

F Fluks magnetik adalah banyaknya garis-
garis gaya magnet (medan magnetik) yang
Keterangan: dilingkupi luas bidang tertentu.
v : arah kecepatan muatan positif
B : arah medan magnet normal B (medan magnet)
F : arah gaya Lorentz
θ

A (luas bidang)

331

φ = B ⋅ A ⋅ Cosθ v : kecepatan gerak kawat (m/s)
R : hambatan (ohm)
Keterangan: I : kuat arus pada loop (A)
f : fluks magnetik (Weber)
B : kuat medan magnet (Tesla) d. GGL Induksi karena Perubahan Sudut
A : luasan yang ditembus garis gaya (m2) Antara Medan Magnet dan Garis Normal
q : sudut antara B dengan garis normal
Pada generator, GGL induksi yang dihasilkan
b. Gaya Gerak Listrik (GGL) Induksi pada outpunya dirumuskan dengan:

GGL induksi terjadi karena perubahan jumlah ε = N ⋅ B ⋅ A ⋅ ω ⋅ Sinθ
garis-garis gaya magnet yang menembus εmaks = N ⋅ B ⋅ A ⋅ ω
suatu kawat loop. GGL induksi dirumuskan:
GGL induksi diri dirumuskan dengan:

ε = −N ⋅ dφ = −N ⋅ ∆φ ε = −L ∆I
dt ∆t ∆t

Keterangan: Sedangkan, koefisien induksi diri dirumus-
e : GGL induksi (V) kan dengan:
N : jumlah lilitan kumparan
dφ : turunan f terhadap waktu t L = N⋅φ
I
dt
Besarnya energi yang tersimpan di dalam
Df : perubahan fluks magnetik (Wb)
∆t : selisih waktu (sekon) induktor/kumparan tersebut adalah:

c. GGL Induksi karena Perubahan Luasan W = 1 L ⋅I2
2
C B B′
Keterangan:

L : koefisien induksi diri (H)

RV ∆I : perubahan kuat arus dalam induktor (A)

∆t : perubahan waktu (sekon)

D A A′ W : energi yang tersimpan (joule)

Jika sebuah loop kawat ABCD ditembus e. Transformator (Trafo)
oleh medan magnet B secara tegak lurus
dan salah satu sisinya digeser sehingga • Transformator adalah sebuah alat yang
terjadi perubahan luasan loop kawat yang terdiri atas susunan lempeng-lempeng
ditembus maka akan terjadi GGL induksi besi yang dililit oleh dua kumparan, yaitu
yang dirumuskan: kumparan primer (input) dan kumparan
sekunder (output), dan inti besi lunak.
∆A
ε = −N ⋅ B ∆t ε =B⋅⋅v

Sehingga terjadi arus listrik pada loop Sumber Inti besi
ABCD karena terdapat hambatan R yang tegangan
dirumuskan: bolak-balik ke rangkaian
biasa

I= ε
R

Keterangan:

∆A : perubahan luasan (m2) kumparan primer kumparan sekunder

l : panjang kawat AB (m)

332

• Transformator harus menggunakan sumber • Persamaan trafo dirumuskan sebagai
arus listrik AC (arus bolak-balik) agar dapat berikut, yaitu:
terjadi perubahan garis-garis gaya magnet
di sekitarnya sehingga menghasilkan arus VP = NP dan NP = IS
listrik induksi. VS NS NS IP

• Fungsi utama transformator adalah Keterangan:
MENAIKKAN atau MENURUNKAN tegangan Vp = tegangan primer (volt)
listrik. Vs = tegangan sekunder (volt)
Np = banyaknya lilitan primer
• Terdapat dua jenis transformator (trafo), Ns = banyaknya lilitan sekunder
yaitu: Ip = kuat arus primer (ampere)
Is = kuat arus sekunder (ampere)
1. Transformator step up, yaitu trafo yang
dapat MENAIKKAN TEGANGAN listrik. Efisiensi Transformator

Trafo step-up memiliki sifat-sifat sebagai • Efisiensi trafo menunjukkan kemampuan
berikut: trafo untuk menghasilkan daya keluar yang
• Vs > Vp g artinya, tegangan sekunder sama dengan daya masuk. Dirumuskan,
lebih besar daripada tegangan sebagai berikut:
primernya.
• Ns > Np g artinya, jumlah lilitan η = Ps x100% dan P = V ⋅I
sekunder lebih banyak daripada Pp
jumlah lilitan primernya.
Keterangan:
• Is < Ip g artinya, arus primer lebih besar Ps = daya sekunder (daya output) (watt)
daripada arus sekundernya. Pp = daya primer (daya input) (watt)
η = efisiensi trafo
2. Transformator step down, yaitu jenis V = tegangn trafo (volt)
trafo yang dapat digunakan untuk i = kuat arus pada trafo (ampere)
MENURUNKAN TEGANGAN listrik.
• Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
Trafo step-down memiliki sifat-sifat men­ gurangi panas pada trafo sehingga
berikut, yaitu: membuat efisiensinya mendekati 100%,
• Vs < Vp g artinya, tegangan primer yaitu:
lebih besar daripada tegangan 1. Mengalirkan udara dingin pada trafo.
sekundernya. 2. Melapisi trafo dengan bahan pendingin.
• Ns < Np g artinya, jumlah lilitan 3. Inti besi dibuat berbentuk lempengan.
primer lebih besar dari­pada lilitan
sekundernya.

• Is > Ip g artinya, arus sekunder lebih
besar daripada arus sekundernya.

333

Bab 14
Gravitasi

A. Gaya Gravitasi

Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik antara g = G ⋅ M g ' = G ⋅ (R M
dua buah benda yang bermassa dan terletak R2
pada jarak tert­entu. + h)2

Hukum gravitasi umum Newton dirumuskan Keterangan:
dengan: g : medan gravitasi di permukaan planet
g’ : medan gravitasi pada h dari permukaan
M m M : massa planet (kg)
F F R : jari-jari planet (m)
h : ketinggian benda dari permukaan
R
planet (m)


C. Kecepatan Lepas Landas

F = G ⋅ M⋅m Roket
R2
Roket yang lepas landas dari permukaan bumi
Keterangan: dapat keluar dari pengaruh gravitasi bumi jika
F : gaya gravitasi (N) memiliki kec­ epatan minimum sebesar:
G : konstanta gravitasi (6,67 x 10-11 Nm2/kg2)
M : massa benda 1 (kg) v = 2⋅G⋅M = 2⋅g⋅R
m : massa benda 2 (kg) R
R : jarak antara pusat massa 1 dan 2 (m)
Keterangan:
B. Medan Gravitasi v : kecepatan satelit minimum untuk lepas

Medan gravitasi adalah daerah di sekitar benda dari pe­ngaruh gravitasi bumi (m/s)
bermassa yang masih dipengaruhi oleh gaya M : massa bumi (6. 1024 kg)
gravitasi. g : medan gravitasi di permukaan planet
Perhatikan gambar berikut! R : jari-jari bumi (6.400 km)
G : konstanta gravitasi (6,67 x 10-11 Nm2/kg2)

g′ D. Energi Potensial Gravitasi
Mutlak
g
h Energi potensial dari suatu benda bermassa m
yang berjarak r dari pusat planet yang bermassa
R M di­rumuskan dengan:

334 Fisika SMA/MA

Ep = −G ⋅ M⋅m Luas kedua juring yang diarsir adalah sama.
r Berd­ asarkan hukum ini maka dapat diketahui
bahwa pada saat berevolusi, planet akan
Tanda negatif artinya untuk memindahkan benda bergerak lebih cepat ketika dekat dengan
bermassa m dari pusat massa planet ke titik yang matahari, sebaliknya gerakan planet semakin
berjarak r diperlukan usaha atau energi. lambat ketika jauh.

E. Hukum-hukum Keppler c. Hukum III Keppler

a. Hukum I Keppler “Perbandingan kuadrat periode terhadap
“SEMUA PLANET BERGERAK pada lintasan
pangkat tiga dari jari-jari rata-rata orbit
elips MENGITARI MATAHARI dengan
matahari berada di salah satu fokus elips.” planet adalah sama untuk semua planet”.

b. Hukum II Keppler  T1 2 =  R1 3
“SUATU GARIS KHAYAL yang T2   R2 
menghubungkan MATAHARI dengan 
PLANET menyapu LUAS JURING YANG SAMA
dalam SELANG WAKTU YANG SAMA.“ Keterangan:
T1 & T2: periode revolusi planet 1 dan 2
Perhatikan ilustrasi dari hukum II Keppler R1 & R2: jarak planet 1 dan 2 dengan matahari
berikut!
Hukum ini menjelaskan bahwa SEMAKIN
planet DEKAT PLANET DARI MATAHARI maka
PERIODE REVOLUSINYA SEMAKIN CEPAT.
Contohnya adalah periode revolusi
merkurius lebih cepat daripada bumi dan
revolusi bumi lebih cepat daripada yupiter.

matahari

Rangkuman Lengkap SMA/MA IPA 335

Bab 15
Fisika Modern

A. Gelombang Elektromagnetik 2. c = λ ⋅ f

a. Sifat-sifat Gelombang Elektromagnetik 3.  = P = c ⋅ Bm2 = Em2
1. Merupakan PERPADUAN antara MEDAN S
LISTRIK dan MEDAN MAGNET yang arah A 2 ⋅ µo 2 ⋅ c ⋅ µo
perambatan­nya SALING TEGAK LURUS.
2. Merupakan gelombang transversal. d. Aturan Tangan E-B-c
3. T I DA K P E R LU M E D I U M U N T U K
MERAMBAT. Untuk menentukan arah medan listrik (E),
4. Dapat mengalami interferensi, difraksi, medan magnet (B), dan arah rambatan
polarisasi, pemantulan, dan pembiasan. gelombang (c) maka kita gunakan aturan
5. TIDAK DIBELOKKAN oleh MEDAN LISTRIK tangan kanan E-B-c seperti di bawah ini:
maupun MEDAN MAGNET.
6. Kecepatannya di ruang hampa sama E
dengan kec­ epatan cahaya c = 3.108 m/s. B

b. UrutanSpektrumGelombangElektromagnetik C
Berdasarkan dari ENERGI PALING TINGGI
Y
ke REND­ AH gelombang elektromagnetik
memiliki urut­an sebagai berikut: Arah rambatan (c) Medan Listrik (E)
1. Sinar Gamma
2. Sinar X Medan Magnet (B)
3. Sinar ultraviolet/ultraungu
4. Sinar tampak (cahaya) X
5. Inframerah
6. Gelombang mikro (radar) KSet e: rlaajnugeanne:rgi tiap satuan luas (watt/m2)
7. Gelombang televisi P : daya radiasi (watt)
8. Gelombang radio A : luas permukaan (m2)
µo : permeabilitas magnetik udara vakum
c. Rumus Gelombang Elektromagnetik
(4p.10-7 Wb/A.m)
1. E = B ⋅ c E : kuat medan listrik (N/C)
Em : amplitudo medan listrik (N/C)
336 B : kuat medan magnet (Tesla)

Bm : amplitudo medan magnet (Tesla) Q : energi kalor radiasi (J)
c : kecepatan cahaya (3.108 m/s) t : waktu (s)
f : frekuensi (Hz) e : emisivitas radiasi (e = 1 untuk benda
λ : panjang gelombang (m)
hitam sempurna) emisivitas adalah
e. Pencampuran Warna Cahaya kemampuan benda untuk me­mancarkan
energi (gelombang elektro­magnetik)
Warna cahaya dapat kita bagi menjadi tiga, A : luas permukaan benda. (m2)
yaitu WARNA PRIMER, SEKUNDER, dan σ : konstanta Stefan–Boltzman (5,67. 10-8
KOMPLE­MENTER. W/m2.K4)
T : suhu benda (K)
1. Warna primer (dasar)
• Hijau Laju Perpindahan Kalor Radiasi
• Biru
• Merah Jika suatu benda bersuhu T1 memancarkan
panas ke ruangan yang bersuhu T2 maka
2. Warna sekunder (pencampuran dua terjadi perpindahan kalor radiasi yang
warna primer) besarnya adalah:
• Hijau + Biru = Sian
• Biru + Merah = Magenta ( ) P = Q
• Merah + Hijau = Kuning t = e⋅A ⋅σ⋅ T14 − T24

3. Komplementer (pencampuran tiga warna Keterangan:
primer) T1 : suhu tinggi (K)
• Sian (hijau + biru) + Merah = Putih T2 : suhu rendah (K)
• Magenta (biru + merah) + Hijau =
Putih b. Hukum Pergeseran Wien:
• Kuning (merah + hijau) + Biru = Putih “Jika suhu suatu benda yang memancar-

Hijau kan cahaya semakin tinggi maka panjang
gelombang untuk intensitas maksimum
λmaks semakin kecil.”

Kuning Sian

Putih Intensitas radiasi (W/m2) 15 λmaks 1
T1 = 6.000 K

Merah Magenta Biru 10

λmaks 2 T2 = 5.000 K

B. Radiasi Benda Hitam 5 λmaks 3 T3 = 4.000 K

a. Daya Radiasi Kalor 0
Daya radiasi yang dipancarkan benda
Pergeseran Wien. Spektrum benda hitam
bersuhu T adalah: untuk berb­ agai suhu yang berbeda.

P = Q = e ⋅ A ⋅ σ ⋅ T4 Persamaan Wien dirumuskan dengan:

t λmaks ⋅ T = C = 2,898 x 10-3 mK
Keterangan:
P : daya radiasi kalor (W)

337

Keterangan: E=h⋅f Elektron
λmaks : panjang gelombang pada Cahaya
intensitas mak­simum (m)
T : suhu (Kelvin) Ek
C : konstanta Wien
W0
C. Dualisme Cahaya
Plat Logam
Dualisme cahaya adalah cahaya memiliki dua
sifat, yaitu sebagai GELOMBANG dan PARTIKEL Rumus efek fotolistrik secara sederhana
(DUALISME GELOMBANG PARTIKEL). dapat di­tuliskan dengan:
a. Teori Kuantum Planck
Max Planck mengajukan gagasan tentang E = W0 + Ek

energi gelombang elektromagnetik (cahaya) h⋅ f = W0 + 1 me v 2
yang terpan­car bersifat diskrit dalam bentuk 2
PAKET-PAKET ENERGI yang disebut sebagai W0 = h ⋅ f0 = h ⋅ c
FOTON. Energi 1 buah foton adalah hf.
λ0
Energi Foton
Menurut Planck, energi yang dimiliki oleh Keterangan:

sebanyak N buah foton dapat dirumuskan E : energi 1 foton (J)
dengan:
W0 : energi ambang (J)
E = N ⋅ h ⋅ f = N ⋅ h ⋅ c Ek : energi kinetik fotoelektron (J)
f : frekuensi cahaya (Hz)
λ
me : massa elektron (9,1. 10-31 kg)
Keterangan: v : kecepatan fotoelektron (m/s)
E : energi foton (J)
N : jumlah foton f0 : frekuensi ambang (Hz)
h : konstanta Planck (6,63 x 10-34 J.s) λ0 : panjang gelombang ambang (m)
f : frekuensi foton (Hz)
c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/s) Fotoelektron akan dapat keluar dari dalam
λ : panjang gelombang foton (m) atom jika:

b. Cahaya sebagai Partikel • Energi cahaya yang datang lebih besar
Beberapa penjelasan mengenai sifat partikel di­bandingkan dengan energi ambang
logam (E > W0).
pada cahaya adalah seperti di bawah ini:
1. Efek Fotolistrik • Frekuensi cahaya yang datang lebih
Pada saat berumur 28 tahun, Einstein besar dibandingkan dengan frekuensi
ambang logam (f > f0).
mengemukak­ an sebuah ide tentang efek
fotolistrik. • Panjang gelombang cahaya yang
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya datang lebih kecil dibandingkan
elektron-elektron dari permukaan logam dengan panjang gelombang ambang
ketika logam tersebut disinari dengan logam (l > l0).
cahaya.
2. Efek Compton
338
elektron
terhambur

l′

foton datang q

l Ek
elektron
diam

Compton meneliti bahwa ketika foton 2. Panjang gelombang de Broglie elektron
dengan panjang gelombang λ menumbuk yang dipercepat dengan beda potensial V
suatu elektron yang diam, ternyata
elektron bergerak dengan energi kinetik Jika pada suatu tabung sinar katoda,
Ek dan foton terhambur dengan panjang sebuah elektron diam dipercepat dengan
gelombang λ’ dengan membentuk sudut beda potensial tertentu maka elektron
q terhadap arah gerak semula. akan bergerak dengan panjang gelombang
de Broglie dengan rumus:
Panjang gelombang foton yang terhambur
dapat dituliskan dengan persamaan: λ= h
2 ⋅ qe ⋅ V ⋅ me
λ′ − λ = h c (1− cos θ)
me ⋅ Keterangan:
h : konstanta Planck (6,63 x 10-34 Js)
Keterangan: λ : panjang gelombang de Broglie elektron
λ′ : panjang gelombang foton yang
(m)
terhambur (m) qe : muatan elektron (1,6 x 10-19 C)
λ : panjang gelombang foton me : massa elektron (9,1. 10-31 kg)
datang (m) V : beda potensial (V)
θ : sudut hamburan

Besaran h/mec biasa disebut sebagai D. Teori Relativitas Khusus
PANJANG GELOMBANG COMPTON.
a. Relativitas Kecepatan
c. Cahaya sebagai Gelombang Jika terdapat dua buah benda yang bergerak

Suatu benda yang memiliki sifat gelombang den­gan kecepatan tertentu dan seorang
pasti memiliki nilai panjang gelombang (λ) pengamat yang dianggap diam maka
tertentu. kecepatan relatif benda terhadap pengamat
1. Panjang gelombang de Broglie dapat dirumuskan dengan:

Jika suatu benda bergerak dengan v 2p = v21 + v1p
kecepatan v maka benda tersebut akan
memiliki panjang gelombang de Broglie 1+ v21 ⋅ v1p
yang dirumuskan dengan: c2

λ=h= h Keterangan:

p m.v v2p : kecepatan benda 2 relatif terhadap
pengamat (m/s)
Keterangan:
λ : panjang gelombang de Broglie (m) v21 : kecepatan benda 2 relatif terhadap benda
p : momentum (Ns) 1 (m/s)
m : massa benda (kg)
v : kecepatan benda (m/s) v1p : kecepatan benda 1 relatif terhadap
pengamat (m/s)
Dari rumus ini dapat diambil kesimpulan
bahwa setiap benda yang memiliki c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
momentum (berarti memiliki massa dan
kecepatan) dapat memiliki sifat seperti Perlu diperhatikan bahwa kecepatan adalah
gelombang. besara­ n vektor maka arah juga menentukan
tanda negatif dan positif. Agar mudah diingat,
arah kanan adalah positif dan arah kiri adalah
negatif.

339

b. Relativitas Panjang (Kontraksi Lorentz) v : kecepatan benda

Jika benda bergerak dengan kecepatan v f. Relativitas Energi
mendekati kecepatan cahaya maka benda • Energi diam: E0 = m0.c
akan tampak lebih pendek jika dilihat oleh • Energi total: E = m.c
pengamat menurut persamaan:. • Energi kinetik: Ek = E - E0
Keterangan:
L = L0 ⋅ γ dengan γ= 1− v2 E0 : energi benda ketika diam (J)
c2 m0 : massa benda ketika diam (kg)
c : kecepatan cahaya (3.108 m/s)
Keterangan:
L : panjang benda ketika bergerak Ingat
Lo : panjang benda ketika diam
v : kecepatan benda (m/s) Untuk mempermudah
perhitungan γ , jika diketahui
c. Relativitas Waktu (Dilatasi Waktu) nilai v:
Persamaan relativitas waktu adalah:

∆t′ = ∆t Kecepatan (v)  1− v2 
Nilai γ  dengan γ = c2 
γ
0,6 c 0,8
Keterangan: 0,8 c 0,6
∆t′ : waktu yang dihitung oleh pengamat yang 0,85 c 0,5
bergerak terhadap kejadian 0,98 c 0,2
∆t : waktu yang dihitung oleh pengamat yang
diam terhadap kejadian E. Fisika Atom

d. Relativitas Massa a. Teori Atom
Pada saat benda bergerak dengan Demokritus seorang filsuf Yunani (460—

kecepatan v, massa benda akan bertambah 370 SM) mengatakan bahwa jika suatu
besar menurut pers­ amaan: benda dibelah terus-menerus maka akan
didapatkan atom, yaitu bagian terkecil dari
m = m0 suatu benda yang tidak dapat dibagi lagi.
γ
1. Teori Atom Dalton
Keterangan: Pada abad 18, John Dalton menyampaikan
m : massa benda ketika bergerak
mo : massa ketika benda diam konsep dasar teori atomnya, yaitu:

e. Relativitas Momentum • Atom adalah bagian terkecil dari
Persamaan momentum untuk benda suatu unsur dan tidak dapat dibagi
lagi.
bergerak de­ngan kecepatan v adalah:
• Atom-atom suatu unsur semuanya
p = m ⋅ v = m0 v serupa dan tidak dapat berubah
γ menjadi atom unsur lain.

Keterangan:
p : momentum benda yang bergerak
mo : massa benda ketika diam

340

• Dua atom atau lebih dari unsur yang Jika elektron berpindah dari kulit satu
berlainan dapat membentuk suatu ke kulit lainnya maka selisih energinya
molekul. adalah:

• Pada suatu reaksi kimia, atom- ∆E =  1 − 1 
atom berpisah, kemudian bergabung  n22 n12  ⋅13,6eV
dengan unsur lain yang berbeda,
tetapi massa keseluruhannya tetap. Keterangan:
En : energi elektron pada kulit
• Pada reaksi kimia, atom-atom ke-n (eV)
bergabung me­nurut perbandingan n : orbit/kulit elektron (1, 2, 3, ...) n2
tertentu yang sederhana. < n1
ΔE : selisih energi lintasan (eV)
2. Teori Atom Thomson
Thomson mengemukakan ide tentang b. Spektrum Atom Hidrogen

atom, yaitu atom dianggap sebuah bola Dari hasil penelitian pada tabung
yang muatan positif dan negatifnya lucutan gas, jika elektron berpindah
tersebar merata di permukaannya (mirip dari kulit dalam ke kulit luar maka akan
roti kismis). memancarkan spektrum garis/diskontinu.
3. Teori Atom Rutherford Spektrum ini memiliki panjang ge­lom­bang
yang dirumuskan dengan:
Model atom Rutherford mengatakan
bahwa: 1 = 1 − 1 
• Semua muatan positif dan sebagian λ  n12 n22  ⋅ R
besar massa atom terkumpul di pusat
atom yang disebut inti atom. Keterangan:
• Inti atom dikelilingi oleh elektron λ : panjang gelombang spektrum hidrogen
pada jarak yang sangat jauh pada n : bilangan kuantum utama (n1 < n2)
lintasan tertentu, mirip lintasan R : konstanta Rydberg (1,097 x 107 m-1)
planet mengelilingi matahari.
Terdapat lima deret spektrum hidrogen,
4. Teori Atom Bohr yaitu:

Teori atom Bohr antara lain: 1. Deret Lyman (daerah ultraviolet), terjadi
• Elektron tidak dapat mengelilingi inti jika elektron pindah dari n1 = 1 ke n2 = 2,
atom dengan sembarang lintasan, 3, 4, 5….
tetapi dengan lintasan tertentu.
Jari-jari lintasan orbit elektron pada 2. Deret Balmer (daerah cahaya tampak),
atom hidrogen dirumuskan: terjadi jika elektron pindah dari n1 = 2 ke
n2 = 3, 4, 5, 6….
rn = 0,53 ⋅ n2 angstrom
3. Deret Paschen (daerah inframerah), terjadi
Keterangan: jika elektron pindah dari n1 = 3 ke n2 = 4, 5,
rn : jari-jari lintasan elektron pada kulit 6, 7….

ke-n 4. Deret Bracket (daerah inframerah), terjadi
n : nomor kulit (1,2,3…….) jika elektron pindah dari n1 = 4 ke n2 = 5, 6,
7, 8….
• Elektron dapat pindah dari satu
lintasan orbit ke lintasan orbit
lainnya dengan cara melepas­kan atau
menerima energi.

341

5. Deret Pfund (daerah inframerah), terjadi b. Defek Massa (Δm)
jika elektron pindah dari n1 = 5 ke n2 = 6,
7, 8, 9…. Defek massa adalah selisih dari jumlah
massa pen­ yusun inti dengan massa inti yang
c. Energi Ionisasi sebenarnya. Persamaannya adalah:
Energi ionisasi adalah ENERGI yang
∆m = Z ⋅ mp + (A − Z)mn − minti
diperlukan untuk MELEPAS ELEKTRON
KELUAR DARI ATOM. Rumusnya adalah: Keterangan:
mp : massa proton (1,00728 sma)
En = 13,6 ⋅ Z2 mn : massa neutron (1,00866 sma)
n2 minti: massa inti atom yang sebenarnya (sma)

Keterangan: c. Energi Ikat Inti
En : energi ionisasi (eV) Energi ikat inti adalah energi yang mengikat
n : bilangan kuantum utama (1,2,3…..)
Z : nomor atom proton dan neutron di dalam inti atom.
Persamaannya adalah:

F. Fisika Inti E = ∆m(931 MeV/sma)

a. Penulisan Nuklida d. Peluruhan Unsur Radioaktif
Nuklida atau INTI ATOM terdiri atas dua Unsur-unsur yang inti atomnya tidak stabil

partikel subatomik, yaitu: akan meluruh menjadi unsur yang lebih
• NEUTRON (muatan netral) stabil. Akibat peluruhan tersebut maka
• PROTON (muatan positif) sebagian dari massa unsur mula-mula akan
berkurang.
Penulisan nuklida adalah:
t t

N = No ⋅  1  T1/ 2 A = Ao ⋅  1  T1/ 2
 2   2 

A X atau Z XA Keterangan:
Z N : jumlah nukleon/massa yang tersisa
No : jumlah nukleon/massa mula-mula
Keterangan: t : waktu peluruhan
X : nuklida atau inti atom T1/2 : waktu paro
A : nomor massa atom/nukleon A : laju radiasi setelah meluruh
(jumlah proton + neutron) Ao : laju radiasi mula-mula
Z : nomor atom (jumlah proton)

342


Click to View FlipBook Version