The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Sultan Muhammad Syah memerintah Kesultanan Lingga-Riau sejak 1832 hingga 1841. Dalam memerintah, baginda didampingi oleh Yang Dipertuan Muda VII Lingga-Riau yaitu Raja Abdul Rahman yang berkedudukan di Pulau Penyengat, sedangkan Baginda sendiri berkedudukan di Daik Lingga. Masa pemerintahannya terpaksa harus diwarnai kerjasama dengan Pemerintah Hindia-Belanda, hal ini tentu merugikan Kesultanan Lingga-Riau, namun Sultan mampu menyiasatinya dengan mengembangkan kerajinan tembaga serta terus meningkatkan ekonomi dari sektor pertanian, pertambangan dan perdagangan. Pada masa tersebut bandar di Daik Lingga berkembang menjadi pusat perdagangan regional yang menarik bagi para peniaga asing dari barat dan timur.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Sejarah Lokal Kabupaten Lingga, 2022-10-06 23:58:41

SULTAN MUHAMMAD SYAH

Sultan Muhammad Syah memerintah Kesultanan Lingga-Riau sejak 1832 hingga 1841. Dalam memerintah, baginda didampingi oleh Yang Dipertuan Muda VII Lingga-Riau yaitu Raja Abdul Rahman yang berkedudukan di Pulau Penyengat, sedangkan Baginda sendiri berkedudukan di Daik Lingga. Masa pemerintahannya terpaksa harus diwarnai kerjasama dengan Pemerintah Hindia-Belanda, hal ini tentu merugikan Kesultanan Lingga-Riau, namun Sultan mampu menyiasatinya dengan mengembangkan kerajinan tembaga serta terus meningkatkan ekonomi dari sektor pertanian, pertambangan dan perdagangan. Pada masa tersebut bandar di Daik Lingga berkembang menjadi pusat perdagangan regional yang menarik bagi para peniaga asing dari barat dan timur.

Keywords: sultan muhammad syah,lingga-riau,melayu,kesultanan lingga

SULTAN MUHAMMAD SYAH

YANG DIPERTUAN BESAR

KESULTANAN LINGGA LINGGA–RIAU 1832–1841

dami

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

SULTAN MUHAMMAD SYAH
YANG DIPERTUAN BESAR

KESULTANAN LINGGA – RIAU 1832 – 1841
Tim Penulis:

Assoc. Prof. Dr. H. Abdul Malik, M.Pd.
Dr. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A.
M. Fadlillah
Muhammad Hasbi
xiv + 172 halaman, 14 x 21 cm
Cetakan I, Oktober 2021
Olahan Cover : Milaz Grafika
Desain Isi : Milaz Grafika

damiPenerbit

Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga
ISBN ; 978 - 53286 - 3 - 3

Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

SULTAN MUHAMMAD SYAH

YANG DIPERTUAN BESAR

KESULTANAN LINGGA LINGGA–RIAU 1832–1841

damiTim Penulis:

Assoc. Prof. Dr. H. Abdul Malik, M.Pd.
Dr. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A.
M. Fadlillah
Muhammad Hasbi

DINAS KEBUDAYAAN KABUPATEN LINGGA

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

dami

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

SAMBUTAN
BUPATI LINGGA

dami

Assalamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,

atas segala rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga kita
dapat berbakti kepada bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia tercinta sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
kita masing-masing. Selawat dan salam kita ucapkan bagi
Junjungan Alam Nabi Muhammad SAW, Allahumma shalli
’ala saiyidina Muhammad wa’ala ali saiyidina Muhammad.
Semoga kita tetap dalam keadaan sehat wal’afiat, dimurahkan
rezeki, dipanjangkan umur, dan dapat berbuat yang terbaik
bagi masyarakat, daerah, bangsa, dan negara berkat hidayah,
inayah, dan rahmat Allah SWT.

Selaku Bupati Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, saya atas
nama pemerintah dan masyarakat Kabupaten Lingga, sudah
sejak lama berikhtiar untuk mengkaji dan selanjutnya berbuat
nyata bagi mengenang dan menghargai jasa-jasa para

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU v

pendahulu, yang bakti dan perjuangan mereka melampaui
masa hidup mereka bagi bangsa dan negara kita. Mereka
adalah putra-putra bangsa terbaik yang telah berbuat banyak
pada zamannya untuk kemajuan bangsa dan negara. Yang lebih
membanggakan lagi, mereka berjuang dan berbakti dari Bumi
Lingga, Negeri Bunda Tanah Melayu.

Satu di antara pemimpin yang pernah bertahta di
Kesultanan Lingga-Riau yang pusatnya di Daik, Lingga, kala
itu adalah Duli Yang Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang
Dipertuan Besar Sultan Muhammad Syah. Baginda meme-
rintah pada 1832-1841. Walaupun berada di bawah tekanan
Pemerintah Hindia-Belanda, Baginda Sultan terbukti mampu
mempertahankan harkat dan martabat bangsa dengan
mengupayakan kehidupan rakyat yang harmonis dan sejahtera.
Dalam hal ini, sendi-sendi kehidupan rakyat meliputi bidang
pemerintahan, ekonomi, pertahanan-keamanan, pendidikan,

damiagama, dan sosial-budaya dapat berkembang dengan cukup

baik. Kenyataan itu membuktikan bahwa Baginda Sultan
sangat arif dan visioner dalam mengelola atau mentadbir
kerajaannya.

Kita sebagai anak bangsa yang hidup pada masa kini, lebih-
lebih masyarakat Kabupaten Lingga khasnya, seyogianya
memahami bahwa tokoh kita pada masa lampau telah
melakukan perjuangan dengan pelbagai strategi untuk
mencapai kemerdekaan. Siasat politik mereka ada yang
melalui perjuangan fisik sehingga mengakibatkan jatuhnya
korban nyawa dan atau musnahnya harta-benda. Strategi
lainnya yang tak kalah pentingnya adalah perjuangan nonfisik,
misalnya dalam pemerintahan, politik, ekonomi, kebudayaan
dan peradaban, serta perjuangan lainnya yang serupa seperti

vi SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

yang dilakukan oleh Sultan Muhammad Syah.
Sultan Melayu yang sangat berjasa bagi rakyat yang berada

di bawah kekuasaan Kesultanan Melayu saat itu, khususnya
masyarakat Kepulauan Riau sekarang, di antaranya adalah
Yang Dipertuan Besar Sultan Muhammad Syah. Baginda telah
melakukan perjuangan nonfisik dengan memilih memajukan
kerajaan dan rakyatnya dengan mengembangkan aspek sosial-
ekonomi, sosial-budaya, dan agama.

Dengan cara itu, Kesultanan Lingga-Riau dan seluruh
rakyat dapat bertahan walaupun secara politik-pemerintahan
cenderung dikendalikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda.
Strategi dan taktik Baginda Sultan dalam mengelola

damipemerintahan kala itu seyogianya dapat dijadikan contoh dan

tauladan dalam kita membangun negara dan bangsa pada masa
kini, khasnya membangun Kabupaten Lingga dan Provinsi
Kepulauan Riau ke depan sehingga semakin maju dan jaya
seperti yang kita harapkan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti yang
terdiri atas Assoc. Prof. Dato’Perdana Dr. Drs. H. Abdul Malik,
M.Pd. (Ketua), Dr. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A., M.
Fadlillah, dan Muhammad Hasbi (Anggota) yang telah berhasil
mengungkapkan sejarah pemerintahan Yang Dipertuan Besar
Sultan Muhammad Syah (1832-1841) di Kesultanan Lingga-
Riau. Buku ini sangat penting dan bermanfaat bagi kita dalam
melaksanakan pembangunan di Kabupaten Lingga, khususnya,
dan Provinsi Kepulauan Riau, umumnya.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memprakarsai dan membantu pelaksanaan
pekerjaan ini sehingga buku ini dapat diterbitkan. Kepada para
pembaca, saya mengucapkan selamat membaca buku sejarah

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU vii

yang mustahak ini dengan pelbagai kebijakan dan kebijak-
sanaan pemimpin kita pada masa lalu, Duli Yang Mahamulia
Seri Paduka Baginda Sultan Muhammad Syah, Yang Dipertuan
Besar III Kesultanan Lingga-Riau, yang bertahta di Daik,
Lingga, ibukota Kabupaten Lingga sekarang. Semoga
Allahyarham Baginda Sultan senantiasa beroleh rahmat Allah
di alam barzah dan amal-bakti Baginda selama hidupnya
menjadi amal jariyah yang pahalanya mengalir kepada
Allahyarham Sultan.

Mudah-mudahan, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa melindungi, memberkahi, dan meridhai kita
sehingga bakti kita membangun daerah, masyarakat, bangsa,
dan negara senantiasa dipermudahkan-Nya. Akhirnya, semoga
kita beroleh cucuran rahmat-Nya.

Wabillahi taufik walhidayah

damiWassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Daik-Lingga, 9 September 2021

Bupati Lingga,

M. Nizar, S.Sos.

viii SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

KATA PENGANTAR

SEGALA puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, Tuhan seru
sekalian alam, yang tiada tuhan selain Dia. Berkat rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya jualah buku ini dapat ditulis sampai

damiselesai.
Selawat dan salam kepada Junjungan Alam, Nabi Besar
Muhammad SAW, para ahli keluarga Baginda, sahabat-sahabat
Baginda, dan para pengikut Baginda sampai ke akhir zaman.
Semoga dengan sentiasa bersalawat kepada Baginda
Rasulullah SAW, kita senantiasa beroleh cahaya kemerlangan
iman dan ilmu-pengetahuan yang berfaedah bagi kehidupan
di dunia juga sebagai bekal hidup di alam akhirat yang kekal
abadi. Ajaran itulah, antara lain, yang diwasiatkan oleh
Baginda Rasulullah SAW kepada seluruh umat manusia
zaman-berzaman.

Buku ini memerikan dan membahas perihal pentadbiran
Kesultanan Lingga-Riau pada masa Duli Yang Mahamulia Seri
Paduka Baginda Sultan Muhammad Syah, Yang Dipertuan
Besar III Kesultanan Lingga-Riau (1832-1841). Baginda naik
tahta menggantikan Seri Paduka Baginda Sultan Abdul
Rahman Muazzam Syah I (1812-1832), Sultan Lingga-Riau
II, ayahanda Baginda yang mangkat.

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU ix

Buku ini dibadi atas delapan bab. Bab I menyajikan penda-
huluan, Bab II memerikan bidang pemerintahan, Bab III mem-
bahas bidang ekonomi, Bab IV membicarakan bidang pendi-
dikan, Bab V menguraikan bidang agama, Bab VI memaparkan
bidang kebudayaan, Bab VII membahas bidang pertahanan
dan keamanan, dan Bab VIII menyajikan simpulan kajian.

Yang Dipertuan Besar Sultan Muhammad Syah melan-
jutkan pentadbiran atau pemerintahan Kesultanan Lingga-Riau
setelah nenenda (kakek) dan ayahanda Baginda. Pada masa
pemerintahan Baginda telah diupayakan pemerintahan
kesultanan berjalan dengan sebaik-baiknya walaupun
intervensi Pemerintah Kolonial-Belanda telah mulai dirasakan.
Baginda juga mampu mempertahankan dan mengukuhkan
kehidupan ekonomi, sosial-budaya, dan agama di kalangan
rakyat dengan cukup baik. Tamadun dan kebudayaan Melayu-
Islam, yang bersebati di dalam penyelenggaraan politik dan

damipemerintahan, juga berkembang cukup baik. Bahkan, kalangan

intelektual awal dan ternama Kesultanan Lingga-Riau seperti
Lebai Abu, Raja Ahmad Engku Haji Tua, dan Daeng Wuh
berkarya pada masa pemerintahan Baginda. Begitu pula halnya
bidang pertahanan dan keamanan dapat dikelola dengan cukup
memadai, terutama karena adanya kerja sama dengan
Pemerintah Hindia-Belanda.

Dengan selesainya kajian dan selanjutnya penulisan buku
ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bupati Lingga
dan seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Lingga, khususnya
Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga. Kepercayaan yang
diberikan kepada kami untuk mengkaji dan menyusun buku
sejarah pemerintahan Kesultanan Lingga-Riau pada masa
Sultan Muhammad Syah sangat mencabar kami dan hasilnya

x SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

ternyata sungguh memuaskan.
Kepada semua pihak yang telah memberi sumbangsih

pemikiran, kami juga mengucapkan terima kasih. Jika ada
kata-kata atau kalimat yang janggal, kurang elok, tak pada
tempatnya, bahkan mungkin masih terkesan kurang tepat,
nescaya, tak akan secuil pun mengurangi jasa-jasa Duli Yang
Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Besar Sultan
Muhammad Syah dalam pengabdian Baginda bagi negeri,
rakyat, bangsa, dan negara yang wujud dan nyata dirasakan
hasilnya sampai setakat ini dan sampai bila-bila masa pun.
Jikalau ada kesalahan pemerian tentang Baginda, kami mohon
maaf karena pekerjaan manusia memang tak sepi dari salah

damidan khilaf. Berhubung dengan itu, kami juga mengharapkan

saran dan kritik yang membangun dari sesiapa pun untuk
perbaikan buku ini, baik tentang isi maupun penyajiannya.

Akhirulkalam, semoga buku ini bermanfaat, sama ada
secara akademik ataupun secara praktik, dalam upaya kita
membangun Kabupaten Lingga dan Provinsi Kepulauan Riau,
khususnya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
tercinta, umumnya. Fakta dan peristiwa sejarah seyogianya
menjadi suri tauladan dalam pembangunan semua aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, kita
telah menghargai pengorbanan para pendahulu sesuai dengan
tempat dan patutnya.

Daik-Lingga, 7 September 2021
Ketua tim penulis,

Assoc. Prof. Dato’ Perdana Dr. Drs. H. Abdul Malik, M.Pd.

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU xi

dami

xii SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

DAFTAR ISI

SAMBUTAN BUPATI LINGGA____ v
KATA PENGANTAR ____ ix
DAFTAR ISI ____ xiii

BAB I Pendahuluan ____ 1

damiBAB II Bidang Pemerintahan ____ 7

1. Pendahuluan ____ 7
2. Terikat Kontrak dengan Pemerintah

Hindia-Belanda ____ 9
3. Melantik Yang Dipertuan Muda ____ 17
4. Mempersiapkan Pewaris Tahta ____ 19
5. Kemangkatan Sultan Muhammad Syah ____ 22

BAB III Bidang Ekonomi ____ 27
1. Pendahuluan ____ 27
2. Pembangunan Ekonomi ____ 28
3. Pengembangan Sektor Ekonomi Lain ____ 43

BAB IV Bidang Pendidikan ____ 47 xiii
1. Pendahuluan ____ 47
2. Pendidikan di Lingkungan Istana ____ 48
3. Pendidikan Kalangan Rakyat ___ 61

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

BAB V Bidang Agama ____ 69
1. Pendahuluan ____ 69
2. Islam di Kesultanan Melayu Semenanjung dan

Selat Melaka ____ 70
3. Islam di Kesultanan Lingga-Riau-Johor-Pahang ____ 75
4. Islam di Kesultanan Lingga-Riau ____ 82

BAB VI Bidang Kebudayaan ____ 91
1. Pendahuluan ____ 91
2. Pengetahuan Tradisional ____ 98
3. Ekspresi Budaya Tradisional ____ 110
4. Tradisi Kepengarangan ____ 114

BAB VII Bidang Pertahanan dan Keamanan ____ 123
1. Pendahuluan ____ 98
2. Gangguan Keamanan ___ 127
3. Upaya Menumpas Perompak ___ 133

dami4. Bermuhibah ke Semenanjung ____ 142

5. Penyelesaian Masalah Perompak ____ 144
6. Armada Laut Kesultanan Lingga-Riau ____ 147
7. Benteng dan Kubu Pertahanan ____ 152

BAB VIII Penutup ____ 155

DAFTAR PUSTAKA ____ 161

xiv SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

BAB I
PENDAHULUAN

Duli Yang Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan
Besar Sultan Muhammad Syah adalah putra sulng Sultan
Abdul Rahman Syah dengan permaisurinya Raja Fatimah binti
Raja Sulaiman. Baginda ditabalkan menjadi Sultan Lingga-
Riau menggantikan ayahanda Baginda yang telah mangkat

damipada 1832 sampai dengan 1841.
Sultan Muhammad memiliki sembilan orang isteri. Isteri
pertama Baginda Tengku Kulsum Puteh binti Sultan Ahmad
Shah, yakni Tengku Besar Perempuan Kesultanan Trengganu.
Istri kedua Baginda Sultan adalah Tengku Cik Lebar binti
Sultan Ahmad dari istri keduanya Tengku Putri Bulang binti
Sultan Mahmud. Istri ketiga Encik Buru binti Dato’ Ibrahim
bin Dato’ Bandar Hasan Dato Siliwatang Lingga. Istri keempat
pula Raja Fatima binti Yang Dipertuan Muda Raja Jaafar. Istri
kelima Baginda adalah Ecik Amina, seorang perempuan dari
Sumbawa. Encik Halima binti Abdullah merupakan istri
keenam Baginda, yakni seorang Tionghoa yang masuk Islam.
Istri ketujuh Baginda Sultan adalah Encik Pungut, seorang
perempuan Jawa. Istri yang kedelapan adalah Encik Biba dan
yang kesembilan Encik Sajah.

Dari pernikahan tersebut Seri Paduka Baginda Sultan
Muhammad Syah mendapatkan enam orang putra dan delapan
putri.

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 1

Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Besar Sultan
Muhammad Syah mangkat pada 1841. Baginda dimakamkan
di Kompleks Pemakaman Bukit Cengkih yang juga menjadi
pemakaman ayahnda Baginda, Sultan Abdul Rahman
Muazzam Syah I. Baginda Sultan Muhammad Syah bergelar
Marhum Keraton atau Kedaton.

Kesultanan Lingga-Riau kemudian dipimpin putra sulung
Baginda dari hasil pernikahan dengan permaisuri Baginda
Tengku Kulsum. Setelah naik tahta putra Baginda Sultan itu
bergelar Duli Yang Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang
Dipertuan Besar Sultan Mahmud Muzzafar Syah atau biasa
juga dikenal dengan sebutan Sultan Mahmud IV.

Penelitian dan atau pengkajian terhadap tokoh-tokoh
sejarah memang patut dilakukan dan masih relevan dalam
pembangunan pada masa kini. Pasalnya, mereka merupakan
tokoh pada zamannya. Selain itu, bangsa yang besar adalah

damibangsa yang mengenang jasa-jasa tokoh pendahulu bangsa.

Oleh sebab itu, pengkajian terhadap para pendahulu itu
merupakan upaya untuk mengingat sekaligus tanda berterima
kasih kepada mereka. Dalam hal ini, contoh dan tauladan yang
baik dari mereka ketika menjadi pemimpin dapat menjadi
pedoman dalam pembangunan bangsa dan negara pada era
sekarang dan ke depan.

Sultan Muhammad Syah (1932-1841) merupakan salah satu
pemimpin yang memberikan tauladan dan sumbangsih
pemikiran pada masa Kesultanan Lingga-Riau. Sumbangan
Baginda tersebut meliputi bidang pemerintahan, ekonomi,
pendidikan, agama, budaya, serta pertahanan dan keamanan.

Pada 1832 Sultan Muhammad Syah naik tahta meng-
gantikan ayahanda Baginda, Sultan Abdul Rahman Muazzam

2 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

Syah I (1812-1832) yang telah mangkat. Pada tahun berikutnya
(1833), Raja Abdul Rahman ibni Raja Jaafar juga dinobatkan
sebagai Yang Dipertuan Muda VII Lingga-Riau, juga
menggantikan ayahanda beliau yang telah mangkat. Sultan
Muhammad Syah-lah yang menabalkan Yang Dipertuan Muda
itu.

Duet pemimpin itu meneruskan tradisi kepemimpinan
Sultan atau Yang Dipertuan Besar dan Yang Dipertuan Muda,
yang telah dimulai sejak masa Kesultanan Riau-Lingga-Johor-
Pahang ketika dipimpin oleh Sultan Sulaiman Badrul Alam
Syah I pada 1722, yang berpusat di Hulu Riau, Sungai Carang
di Pulau Bintan (wilayah Kota Tanjungpinang sekarang).

damiSultan Muhammad Syah (1832-1841) merupakan Yang

Dipertuan Besar III Lingga-Riau. Di samping taat beragama,
Baginda dikenal sebagai pemimpin yang menyukai seni-
budaya. Di bidang pemerintahan Baginda tak sepenuhnya
dapat menerapkan kebijakan sendiri karena ada intervensi dari
Pemerintah Hindia-Belanda yang mulai dirasakan kala itu.
Pola pemerintahan Sultan Muhammad Syah disajikan dan
diuraikan pada Bab II.

Pada Bab III diperikan pembangunan ekonomi pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Syah. Baginda tergolong
sultan yang memperhatikan kesejahteraan rakyat. Pada masa
Baginda memerintah, dikembangkan kerajinan tembaga untuk
memajukan ekonomi rakyat, di samping meningkatkan
pembangunan ekonomi di sektor-sektor lain yang telah dimulai
pada masa pemerintahan pendahulu Baginda.

Peran Sultan Sulaiman Muhammad Syah dalam pem-
bangunan bidang pendidikan diperikan pada Bab IV. Baginda
menerapkan pendidikan di lingkungan istana bagi keluarga

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 3

diraja dan di rumah-rumah ibadah dan rumah penduduk bagi
pendidikan kalangan rakyat. Umumnya pendidikan dilak-
sanakan secara tradisional, tetapi kemudahan bagi rakyat untuk
mendapatkan pendidikan tetap diperioritaskan.

Bab V menguraikan pembangunan bidang agama. Dalam
bidang ini Sultan Muhammad Syah telah mengukuhkan dan
mengembangkan agama Islam di wilayah kerajaannya.
Kehidupan beragama berlangsung sangat baik. Baginda sendiri
dan Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman merupakan
tauladan pemimpin yang taat beragama. Kedua pemimpin itu
sangat peduli dalam pembangunan agama.

Pembangunan kebudayaan pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Syah juga berkembang cukup pesat. Tradisi lisan
dan tulis mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Pada
masa ini tradisi intelektual telah dimulai sehingga tamadun
dan budaya Melayu mengalami kemajuan yang cukup berarti.

damiPerian pembangunan bidang kebudayaan ditempatkan pada

Bab VI.
Pada Bab VII diuraikan bidang pertahanan dan keamanan

yang menjadi kebijakan pemerintahan Sultan Muhammad
Syah. Baginda Sultan memperkuat bidang pertahanan dan
keamanan, antara lain, dengan melakukan konsolidasi internal
dan bekerja sama dengan Pemerintah Hindia-Belanda.

Simpulan kajian terdapat pada Bab VIII yang menjadi
penutup buku ini. Sultan Muhammad Syah mampu mem-
pertahankan Kesultanan Lingga-Riau walaupun pemerin-
tahannya telah diintervensi oleh Pemerintah Kolonial-Belanda.
Baginda telah melakukan program pembangunan yang
bermanfaat bagi rakyat. Dari pengalaman-pengalaman ke luar
wilayah kerajaan, juga diperkuat dengan latar belakang

4 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

Baginda Sultan dari kalangan bangsawan yang terdidik,

kesemuanya itu telah melahirkan pemikiran-pemikiran baru

yang cukup cemerlang. Utamanya dalam hal siasat bertahan

di tengah campur tangan pihak asing, yakni Pemerintah

Hindia-Belanda.

Kepiawaian siasat politiknya memungkinkan Baginda

dapat bekerja sama dengan Pemerintah Hindia-Belanda.

Nyaris tak terjadi pertikaian yang berarti dengan kuasa asing

itu ketiga Baginda memerintah. Dengan strategi itu,

Kesultanan Lingga-Riau tetap berdiri, pembangunan berjalan,

dan rakyat dapat menjalani kehidupan secara memadai. Itulah

di antara kearifan Sultan Muhammad Syah yang memang patut

dikenang. dami

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 5

dami

6 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

BAB II
BIDANG PEMERINTAHAN

1. Pendahuluan
Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah mangkat pada Senin,

subuh, 16 Rabi’ul Awal 1248 H. bersamaan 13 Agustus 1832
M. Kemangkatan ayahanda baginda itu menjadi awal bagi
Tengku Besar Muhammad mengemban tugas sebagai Yang

damiDipertuan Besar Sultan Lingga-Riau. Kala itu, Tengku Besar

(Putra Mahkota) Kesultanan Lingga-Riau tersebut sedang tak
berada di Daik. Beliau sedang berada di Riau mewakili
Baginda Sultan untuk melakukan perundingan dengan Residen
Belanda di Tanjungpinang berkenaan dengan pengganti Yang
Dipertuan Muda Raja Jaafar yang baru saja mangkat.

Setelah beberapa hari Tengku Besar Muhammad berada di
Riau untuk menyelesaikan perundingan dengan Belanda itu,
utusan istana dikirim ke Riau untuk menyampaikan kabar duka
tersebut kepada beliau. Setelah mengetahui berita duka itu,
Tengku Besar Muhammad segera pulang ke Daik. Peristiwa
ini tercatat di dalam Tuhfat al-Nafis sebagai berikut.

“Syahdan kata sahibul hikayat sepeninggalan Tengku
Besar itu berangkat ke Riau, maka Baginda Sultan Abdul
Rahman pung Geringlah. Maka apabila sampai dua tiga
hari mangkin bertambah-tambah sangatnya, maka
menyuruhlah bonda Tengku Besar itu memberitahu
padua anakda ke Riau. Maka segeralah suruhan itu pergi,

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 7

maka sebelum suruhan itu balik maka baginda Sultan
Abdul Rahman pun mangkatlah. Maka gemparlah pula
di dalam Lingga dengan ratap tangis segala isi negeri
apa lagi segala raja-raja laki-laki perempuan dan segala
orang besar-besarnya. Setelah itu dikerjakan oleh
oranglah akan jenazah baginda marhum itu. Maka
dimasukkan ke dalam keranda maka belum ditanam lagi
menantikan Tengku Besar datang dari Riau,” (Ahmad
& Haji, dalam Matheson (Ed.), 1997: 269).

Sesampainya di Lingga bersama sejumlah pejabat istana
dari Riau, Tengku Besar Muhammad menyegerakan prosesi
pemakaman Baginda Sultan sesuai dengan adat-istiadat
kerajaan. Menurut adat-istiadat istana, pengganti sultan
ditabalkan sebelum jenazah dimakamkan. Maka, pada saat
itu juga Tengku Besar Muhammad dilantik sebagai Sultan
Lingga-Riau III dengan gelar Yang Dipertuan Besar Sultan

damiMuhammad Syah.
“Maka apabila tiba ke Lingga maka Tengku Besar pun
hendak menyegerakan paduka ayahndanya al-marhum hendak
ditanam. Maka Raja Haji Ahmad serta Habib Syekh serta raja-
raja dan orang besar-besar mintalah kepada Tengku Besar
menggantikan nama paduka ayahndanya baginda marhum itu
ketika hendak mengangkat jenazah itu di balai. Maka
menerimalah Tangku Besar akan mermintaan mereka itu.
Maka dilahirkanlah pada ketika itu akan Tengku Besar ganti
paduka ayahnda bagindanya bergelar Sultan Muhammad Syah.
Setelah itu maka baharulah diangkat orang jenazah marhum
itu ditanam di Bukit Cengkih, berapa adat istiadat raja yang
besar mengkat pada menanamnya, demikianlah adanya.
Syahdan adalah mangkatnya baginda Sultan Abdul Rahman

8 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

marhum itu, iaitu pada tahun 1248 pada enam belas hari bulan
Rabiul Awal malam Isnin, waktu subuh tamat,” (Ahmad &
Haji, dalam Matheson (Ed.), 1997: 269-270).

damiGambar 2.1 Komplek Makam Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah I
di Bukit Cengkih
Sumber: Dokumentasi Tim Penulis 2020

Sejak saat itu pula Sultan Muhammad Syah resmi menjadi
Yang Dipertuan Besar melanjutkan dinasti Johor yang
kemudian berganti nama menjadi Lingga-Riau saja. Hal itu
disebabkan oleh wilayah taklukannya telah berubah mengikut
Taraktat London yang dibuat antara pihak Inggris dan Belanda
pada 17 Maret 1824. Sebagai penerus tahta kerajaan, Sultan
Muhammad Syah terikat dengan sejumlah perjanjian dengan
Pemerintah Kolonial Belanda yang telah berlangsung pada
masa pemerintahan ayahnda baginda.

2. Terikat Kontrak dengan Pemerintah Hindia-Belanda
Tak dapat dinafikan bahwa pengaruh Pemerintah Hindia-

Belanda semakin jelas di Kesultanan Lingga-Riau. Tak hanya
dalam hal perdagangan, tetapi juga pengaruh itu berkaitan
dengan adat-istiadat istana dalam menentukan pengganti Yang

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 9

Dipertuan Besar dan Yang Dipertuan Muda. Konflik internal
yang kerap terjadi di Kesultanan Melayu itu dimanfaatkan oleh
pihak asing ini. Kenyataan itu terlihat jelas setelah
kemangkatan Sultan Mahmud Riayat Syah (1761-1812),
Sultan Lingga-Riau I.

Konflik internal timbul di antara pembesar-pembesar istana.
Ada pihak yang mendukung Tengku Husein karena merupakan
anak tertua dan ada pula yang kemudian mendukung Tengku
Abdul Rahman untuk menjadi Sultan Lingga-Riau meng-
gantikan ayahanda mereka yang telah mangkat. Hal ini
dimanfaatkan oleh pihak Inggris dan Belanda, yang kemudian
mengakibatkan terpecahnya wilayah Kesultanan Lingga-Riau-
Johor-Pahang.

Sejumlah perjanjian yang telah berlangsung sebelum
pemerintahan Sultan Muhammad Syah mau tidak mau harus
tetap dijalankan. Secara tak langsung, perjanjian itu berdampak

damiterhadap pengaruh jabatan dan kuasa Baginda Sultan sendiri

sebagai pemimpin tertinggi di kerajaannya.
Pada 27 November 1818 berdasarkan perjanjian antara

kedua belah pihak, Pemerintah Hindia-Belanda dan
Kesultanan Lingga-Riau memandang perlu untuk mem-
perbaharui kontrak politik. Menurut Belanda, akibat dari
terpecahnya Kesultanan Johor, sultan tak lagi berhak
menggelarkan dirinya sebagai Sultan Johor-Pahang, hanya
Sultan Lingga dan Riau saja.

Selanjutnya, bermufakatlah Residen Eliot dari pihak
Pemerintah Hindia Belanda dengan Yang Dipertuan Muda
Raja Jaafar atas perjanjian sebelumnya yang dibuat pada 1784
dan 1818. Berdasarkan kontrak baru itu, terjadilah sejumlah
perubahan dan pembatalan kontak terdahulu, tetapi tetap

10 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

menjadi acuan, yang kemudian memuat 21 pasal. Perjanjian
baru itu dibuat di Pulau Penyengat. Penandatanganannya atas
nama sultan yang dilakukan oleh Yang Dipertuan Muda dan
baru dilaksanakan dua belas tahun kemudian, yakni pada 29
Oktober 1830.

Isi perjanjian atau kontrak politik tersebut dapat ditemukan
di dalam buku De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot
1865, yang ditulis oleh Residen Belanda di Riau sekitar 1865,
E. Netscher. Isi kontrak tersebut sebagai berikut.

Pasal 1

Semua kontrak yang terdahulu dianggap batal, tetapi

damikontrak 10 November 1784 dan November 1818 diambil

sebagai dasar.

Pasal 2
Tetap adanya perdamaian dan persahabatan antara kedua
pihak.

Pasal 3
Sultan menerangkan secara resmi, bahwa ia memiliki
kerajaanya hanya sebagai pinjaman dan anugrah dari
pemerintah dan berjanji akan tetap setia kepada Raja dan
Gubernur Jendral. Sahabat Gubernemen adalah sahabatnya
dan musuh Gubernemen adalah musuhnya pula. Dimana
perlu ia akan membantu Gubernemen dengan tenga
manusia dan kapal-kapal.

Pasal 4
Apabila Seri Paduka Sultan mangkat, maka yang

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 11

menggantikannya ialah keturunan dari Seri Paduka Sultan
yang sah. Apabila Sultan itu tidak berketurunan tidak
dibenarkan orang-orang besar kerajaan memilih sendiri
Sultan yang baru, tanpa persetujuan Pemerintah Belanda.
Setiap penabalan Sultan yang baru hendaknya menyatakan
setianya kepada Pemerintah Belanda dan mengikuti isi
kandungan surat perjanjian yang dibuat oleh Sultan yang
terdahulu.

Pasal 5
Sultan juga hendaklah berjanji bahwa tidak boleh
menyerahkan sepotong tanah pun kepada bangsa lain tanpa
mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pemerintah Belanda,
dan tidak dibenarkan membuat perjanjian dengan bangsa-
bangsa lain sebelum diketahui oleh pemerintah Belanda.

damiPasal 6

Pemerintah tertinggi Hindia belanda mengakui bahwa
kerajaan Riau, Lingga dan daerah taklukannya berada di
bawah perlindungannya.

Pasal 7
Sebagaimana sudah diadatkan sejak raja-raja terdahulu
dibawah Sultan memerintahkan seorang Raja Muda (Yang
Dipertuan Muda) dari Keturunan Bugis.

Apabila Raja Muda itu meninggal dunia, Sultan hendaklah
berundingdengan Pemerintah Hindia Belanda untuk
menentukan siapa pengganti Yang Dipertuan Muda Riau
yang baru itu. Sedapat-dapatnya orang yang akan menjadi

12 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

Raja Muda atau Yang Dipertuan Muda Riau hendaklah dari
keturunan dari Raja Muda yang sekarang ini, yaitu Raja
Jaafar.

Pasal 8
Ditentukan bahwa Riau ditempatkan seorang Residen yang
menjadi utusan Pemerintah Belanda dengan kerajaan Riau
yang bertempat di Tanjung Pinang, dan yang menjabat
pangkat itu dijanjikan oleh Pemerintah Hindia Belanda
akan diangkat orang-orang yang paham dengan kebiasaan
adat-istiadat setempat.

damiPasal 9

Apabila Sultan berkeberatan terhadapResiden, ia dapat
langsung menyampaikan masalahnya kepada Pemerintah
Tertinggi.

Dalam hal biasa, hendaklah Residen dianggap sebagai
pemegang kuasa Pemerintah Belanda dan segala surat-
menyurat hendaklah dilakukan melaluinya, begitu juga
dalam hal mengirim perutusan.

Pasal 10
Kekuasaan kehakiman terhadap pemerintah kerajaan
Lingga Riau tetap berada dalam tangan Sultan dan Raja
Muda atau Yang Dipertuan Muda Riau. Sultan dan Raja
Muda itu hendaklah berjanji akan membuang hukuman
siksa seperti memotong anggota badan. Dalam perkara-
perkara penting, hendaklah Sultan meminta nasehat
Residen.

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 13

Pasal 11
Orang Eropah, Amerika, rakyat Pemerintah Belanda, dan
penduduk Tanjung Pinang tidak berada di bawah kekuasaan
hokum Sultan sebagaimana ditegaskan dalam surat
bertanggal 5 April 1820 melainkan di bawah Residen.
Apabila orang-orang tersebut berada di luar sempadan
Tanjung Pinang, maka hendaklah diserahkan kepada
penguasa didaerah Reseiden. Lagipula di Tanjung Pinang
seseorang hanya boleh bertempat tinggal dengan izin dari
Residen.

Pasal 12
Segala orang yang duduk dan diam di pulau Bintan dalam
hal pajak dan cukai berada di bawah kekuasaan Residen.

Pasal 13

damiAdanya Pedagang-pedagang asing di daerah kerajaan

hendaknyalah dilaporkan dan dirundingkan oleh pihak
Sultan dengan Residen.

Pasal 14
Kapal-kapal Eropah dan Cina yang kandas, hendaklah
dilaporkan segera kepada Residen; Sultan dan Raja Muda
tidak berhak atas soal tersebut.

Pasal 15
Di tempat-tempat dimana berada pejabat belanda,
pemerintah dapat memungut pajak. Di tempat lain, hak
tersebutberada pada Sultan, dan apabila akan menaikkan
tarip pajak hendaklah semufakat dengan Raja Muda dan

14 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

Residen.

Pasal 16
Pemerintah bebas mengambil kayu di hutan.

Pasal 17
Pemerintah Hindia Belanda menjamin tidak akan
merugikan pihak kerajaan dalam soal cukai dan bea yang
seperti itu. Begitu juga kelak jika Pemerintah Belanda
merasa perlumemindahkan tempat kediamannya dalam
kerajaan itu dan hal itu menyebabkan pihak kerajaan
mendapat hasil yang agak kurang, pemerintah belanda akan

damimengganti dan mengisi kekurangan itu dengan seadilnya.

Pulau Penyengat menjadi tempat kedudukan Raja Muda
dan Lingga menjadi tempat kedudukan Sultan; pada kedua
tempat itu pemerintah Hindia Belanda tidak menempatkan
orang-orangnya dan para tentaranya jika tidak dikehendaki
Sultan.

Pasal 18
Sultan dengan segenap kekuatannya akan membasmi
pekerjaan rompak-merompak dan pihak kerajaan tidak akan
sekali-kali memberikan perlindungan dan tempat
berlindung kepada para perompak itu.

Pasal 19
Kapal-kapal berbendera Sultan dan surat izin dari Sultan,
yang dikuatkan oleh Residen, mempunyai hak yang sama
diwilayah Hindia Belanda, sama dengan kapal-kapal yang
tunduk dibawah kekuasaan Hindia Belanda.

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 15

Pasal 20
Semua kapal hendaklah memiliki izin yang berlaku satu
tahun dan dibubuhi catatan tanggal hari dan bulan oleh
Residen.

Pasal 21
Apabila kelak timbul hal-hal yang tidak tercantum di dalam
surat perjanjian atau kontrak politik ini hendaklah hal-hal
tersebut diselesaikan secara baik-baik antara kedua belah
pihak dan dicantumkan dalam surat tambahan dengan
ditandatangani oleh kedua belah pihak itu. Surat ini dibuat
sebanyak empat rangkap, satu akan tinggal pada Pemerintah
Hindia Belanda, satu kepada Seri Sultan Riau dan Lingga
serta daerah taklukannya sekalian, satu kepada Raja Muda
atau Yang Dipertuan Muda Riau, dan yang satu lagi kepada
Tuan Residen.

damiKontrak politik yang dibuat dua tahun sebelum naik

tahtanya Tengku Besar Muhammad inilah yang menjadi acuan
sultan dalam menjalankan roda pemerintahnnya. Meski cukup
singkat masa pemerintahannya jika dibandingkan dengan
pendahulunya, yakni dari 1832 sampai 1841, Sultan
Muhammad Syah dapat dikatakan cukup berhasil meng-
amankan jalur pelayaran dari gangguan para bajak laut. Di
samping itu, pada masa pemerintahannya Sultan Muhammad
Syah memberi warna yang khas di Kesultanan Lingga-Riau.
Dalam hal ini, baginda telah menumbuhkembangkan seni dan
kerajinan sebagai salah satu pekerjaan yang digeluti oleh
penduduk di Bandar Daik, ibukota Kesultanan Lingga-Riau.

16 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

3. Melantik Yang Dipertuan Muda
Setelah sah menjadi Sultan Lingga-Riau pada 1832, Sultan

Muhammad Syah perlu segera melaksanakan pelantikan Yang
Dipertuan Muda. Hal itu disebabkan oleh jabatan penting ini
telah kosong hampir dua tahun sejak mangkatnya Yang
Dipertuan Muda Raja Jaafar pada 18 Desember 1831 di
Lingga.

Lebih kurang dua minggu sebelum mangkatnya Baginda
Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah I, ayahanda baginda,
Sultan Muhammad Syah, yang kala itu masih berstatus sebagai
Tengku Besar, telah mendapat tugas mewakili ayahanda
baginda untuk melakukan perundingan dengan Residen Riau

damidi Tanjungpinang, berhubung dengan pengangkatan Yang

Dipertuan Muda Riau.

“Hasil dari perundingan itu adalah, bahwa Tengku Abdul
Rahman terpilih sebagai pengganti ayahndanya, sesuai
dengan pasal 7 dari kontrak tanggal 29 Oktober 1830,
keputusan mana disampaikan kepada Gubernemen yang
serta-merta memberikan pula persetujuannya,”
(Netscher, 1870: 489).

Perundingan itu merupakan satu bentuk perjanjian atau
kontrak politik antara Kesultanan Lingga-Riau dan Pemerintah
Hindia-Belanda. Selain itu, juga nampak dengan jelas
pengaruh Yang Dipertuan Muda Riau, Raja Jaafar, sebagai
perwakilan sultan ketika itu mendapatkan legitimasi dan
tercantum di dalam pasal perjanjian tersebut. Dalam hal ini,
pengganti dirinya kelak berasal dari keturunan beliau. Bahkan,
sebelum kemangkatannya, Raja Jaafar ibni Raja Haji
Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang itu secara langsung juga

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 17

telah menyiapkan putra sulungnya, yakni Raja Abdul Rahman.

“Sejak keberangkatan Raja Jaafar ke Lingga, beberapa
hari sebelum ia meninggal, telah diserahkannya urusan-
urusan kenegaraan kepada putra tuanya, Tengku Abdul
Rahman, untuk mengurus kepentingan-kepentingan
Riau, yang setelah menerima berita wafatnya ayah-
ndanya, kedudukannya untuk sementara dikukuhkan
oleh Residen Riau, menunggu pengukuhan yang
sebenarnya dari Sultan,” (Netscher, 1870:488).

Meskipun pengganti Yang Dipertuan Muda telah dipastikan
anak sulung Raja Jaafar, pelaksanaan pelantikan juga belum
dapat dilaksanakan dengan cepat. Hal itu disebabkan oleh dari
pihak Yang Dipertuan Besar, di istana Kesultanan Lingga-Riau
kala itu, juga terjadi duka serupa, yakni mangkatnya Sultan
Abdul Rahman Muazzam Syah I ibni Sultan Mahmud Riayat

damiSyah.
Setelah dilantik menjadi Sultan III Kesultanan Lingga-Riau,
Sultan Muhammad Syah lebih dahulu melakukan kunjungan
ke beberapa wilayah Semenanjung Melayu sebelum baginda
melanatik Yang Dipertuan Muda VII Riau. Bersama
rombongannya, Baginda Sultan berangkat dari Daik Lingga
menuju Johor, kemudian ke Pahang, yang disambut oleh
Bendahara Tun Ali. Baginda Sultan juga kemudian menuju
ke Kemaman untuk mengetahui keadaan Tengku Umar yang
ketika itu sedang berselisih dengan mamandanya, Sultan
Mansyur Syah II.

Alhasil, pelantikan Yang Dipertuan Muda Riau baru dapat
dilaksanakan pada 1833. Peristiwa ini tercatat di dalam Tuhfat
al-Nafiz.

18 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

“Sebermula selesailah daripada pekerjaan yang tersebut
itu, maka baginda Sultan Muhammad Syah pun
menyilakan Raja Abdul Rahman itu akan dilantik di
dalam negeri Lingga menjadi Yang Dipertuan Muda
Riau menggantikan paduka ayahndanya Marhum Jaafar.
Setelah itu maka Raja Abdul Rahman pun datanglah ke
Lingga dengan segala sanak saudaranya. Maka apabila
tiba ia ke Lingga lalu dilantik menjadi Yang Dipertuan
Muda Riau sebagaimana adat istiadat menggelar dan
melantik Raja Muda yang dahulu-dahulu. Sayahdan
adalah dilantik Raja Abdul Rahman itu pada Hijarat
sanat 1249,” (Ahmad & Haji, dalam Matheson (Ed.),
1997: 270).

dami4. Mempersiapkan Pewaris Tahta
Lima tahun sebelum kemangkatan Sultan Muhammad Syah

ibni Sultan Abdul Rahman, baginda telah mempersiapkan

putranya, Tengku Muhmud, sebagai pengganti. Baginda Sultan

wafat pada usia cukup muda. Pada 20 Juli 1841 Sultan

Muhammad Syah mangkat ketika berusia 38 tahun.

Pemerintahan Sultan III Kesultanan Lingga-Riau itu hanya

berlangsung sembilan tahun, dari 1832 hingga 1841.

Gambar 2.2 Komplek Makam
Bukit Cengkih, Bangunan
Persegi Delapan
Tempat Bersemayamnya
Sultan Muhammad Syah
Foto: Dokumentasi Tim
Penulis 2020

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 19

Penababalan Tengku Besar oleh Yang Dipertuan Besar
Sultan Muhammad Syah dilaksanakan setelah baginda
kembali dari Pahang. Keberangkatan Yang Dipertuan Besar
itu awalnya karena keinginan berziarah ke makan Raja-Raja
Melayu di Johor. Dari sana, kemudian, Baginda Sultan
melakukan perjalanan lagi ke Pahang. Namun, sesampainya
baginda di Negeri Terenganu telah terjadi pergolakan di antara
raja-raja di sana setelah mangkatnya Raja Ahmad.

Baginda yang sedang berada di Pahang didatangi pembesar
kerajaan yang tengah bersengketa untuk meminta bantuan agar
persoalan tersebut dapat diselesaikan. Namun, kedua pihak
yang tengah bersengketa ini enggan didamaikan. Setelah
mendapat surat balasan dari Yang Dipertuan Terengganu,
Sultan Muhammad Syah memaklumi bahwa kedua belah
pihak, yakni Yang Dipertuan Terengganu dan anak saudaranya,
tetap enggan berdamai. Oleh sebab itu, kembalilah Baginda

damiSultan ke Lingga bersama Datuk Bendahara.
Setibanya di istana di Daik, Lingga, Sultan Muhammad
Syah berkeinginan mengkhatankan anandanya Tengku
Mahmud, yang kemudian dilanjutkan dengan menabalkan
anandanya itu menjadi Tengku Besar Kesultanan Lingga-Riau.

“Maka apabila tiba ke Lingga maka musyawarahlah
baginda dengan paduka ayahndanya Datuk Bendahara
hendak mekhatankan serta merajakan paduka anakda
baginda itu Tangku Mahmud. Maka Apabila sudah putus
mufakatnya itu maka menyuruhlah baginda itu
menyilakan paduka ayahndanya Yang Dipertuan Muda
Raja Abdul Rahman ke Riau. Maka ratanglah Yang
Dipertuan Muda ke Lingga. Maka Baginda Sultan
Muhammad Syah pun memulailah pekerjaan berapa adat

20 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

raja-raja bekerja. Maka tiada berapa lamanya di dalam
pekerjaan itu, makan dikhatanlah Tengku Mahmud itu.
Di dalam tiada berapa antaranya maka baharulah
Baginda Sultan Muhammad Syah serta Datuk Ben-
dahara mentabalkan paduka anaknda baginda Tengku
Mahmut itu betapa adat istiadat bertabalkan raja-raja
besar. Syahdan apabila selesai daripada mentabalkan
Tengku Mahmud itu bergelar Sultan Mahmud Muzaffar
Syah maka Yang Dipertuan Muda pun bermohonlah
balik ke Riau dan Datuk Bendahara berlayar balik ke
Pahang. Bermula adapun baginda Sultan Muhammad
Syah itu tetaplah ia di dalam negeri Lingga meme-
rintahkan kerajaan paduka seri anakda Sultan Mahmud

damiMuzaffar Syah karena paduka anakda itu lagi hukum

budak jua adanya,” (Netsher, 1870: 277).

Penabalan Tengku Besar kepada anandanya Tengku
Mahmud dilangsungkan pada 1835. Selain upacara adat istana,
Baginda Sultan juga mengadakan pesta yang sangat meriah.

“Sultan Muhammad Syah setelah mengadakan kera-
maian dalam istiadat pertabalan puteranya Raja
Mahmud menjadi Tengku Besar, perayaan itu diadakan
selama 4 bulan dengan mengadakan acara kesenian
Melayu Johor, seperti Tarian Zapin, Berodat, Kompang
dan Tarian Berdabus,” (Yacob, 2004: 80).

Seperti halnya penabalan yang lazim dilakukan oleh sebuah
kerajaan, penabalan Tengku Besar Tengku Mahmud ini juga
dihadiri pembesar-pembesar kerajaan. Di antaranya adalah
Bendahara Seri Maharaja Pahang.

“Di dalam Hikayat Pahang ada diceritakan bahwa dalam

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 21

tahun 1835 Yang Mulia Dato’ Bendahara Seri Maharaja
(1806-0857) telah berangkat ke Lingga karena Yang
Maha Mulia Sultan hendak mengangkat gelaran
puteranya Sultan Mahmud Muzaffar Syah,” (Hasan,
1982: 28).

Perayaan tersebut diserikan dengan pelbagai upacara dan
persembahan kesenian. Jenis kesenian yang dipersembahkan,
antara lain, gamelan. Jelaslah bahwa pada masa pemerin-
tahannya Yang Dipertuan Besar Sultan Muhammad Syah juga
telah mengembangkan pelbagai jenis kesenian di wilayah
pemerintahan baginda.

5. Kemangkatan Sultan Muhammad Syah
Sultan Muhammad Syah mangkat karena kondisi kesehatan

baginda yang semakin menurun setelah ibu dan ayah baginda

damimangkat. Baginda dimakamkan di Bukit Cengkeh, dengan

prosesi pemakaman yang diurus sendiri oleh puteranya Tengku
Mahmud. Penamaan Bukit Cengkih kemungkinan merujuk
jenis tanaman yang dibudidayakan pada masa itu.

Gambar 2.3 Makam Yang Dipertuan Besar Sultan Muhammad Syah
Foto: Dokumentasi Tim Penulis 2020

22 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

Peristiwa ini tercatat dalam naskah Tuhfat al-Nafi. sebagai

berikut.

“Alkisah maka tersebut(lah) perkataan baginda Sultan
Muhammad Syah di dalam negeri Lingga. (Maka)
dengan takdir Allah subhanahu wa Taala maka (jatuhlah)
baginda itu gering pak ipa penyakit (raja kena kepada
pihak sebelah kiri. Maka geringnya itu pun mangkin
sehari mangkin berat, maka kesusahanlah segala isi
negeri daripada orang besar-besar dan orang tua-tua
apalagi isi istana daripada paduka adinda bagindanya
dan paduka anakanda-anakanda dan nendanya. Maka
berhimpunlah sekalian mereka itu ke dalam duduk
bertunggu dan berjaga tiap-tiap malam serta muafakat

damimereka itu daripada segala ubat-ubatnya yang

bermacam-macam jenis. Maka tiada juga ringannya
mangkin berat lagi pula. Maka di dalam hal itu maka
Yang Dipertuan ((Besar Sultan Mahmud Muzaffar
Syah)) menyuruh memberi tahu ke Riau kepada paduka
nendanya Yang Dipertuan Muda Raja Abd al-Rahman
akan hal geringnya paduka ayahanda baginda itu Sultan
Muhammad Syah itu. Maka apabila sampai suruhan itu
maka bersegeralah Yang Dipertuan Muda berangkat ke
Lingga. Maka adalah pada masa itu angin selatan
((tengah)) keras permulaan tenggara Air Putih, maka

terlambatlah ia di laut.

Sebermula adapun Baginda Sultan Muhammad Syah
sepeninggalan suruhan paduka anakanda baginda itu
Yang Dipertuan Besar Sultan Mahmud Muzaffar Syah
maka geringnya pun bertambah-tambah sangat. [Maka
apabila sampailah bilangannya maka Baginda Sultan
Muhammad Syah itu) mangkatlah, (meninggalkan

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 23

negeri yang fana kembali kepada negeri yang baka iaitu
akhirat, /kalu/ inna liLlahi wa inna ilaihi rajiun), iaitu
pada ((dua)) (hari bulan) Jamadilakhir (malam Arbaa
pada Hijrat) sanat. Maka gemparlah (orang di dalam
negeri Lingga akan mangkat baginda itu riuh rendahlah)
dengan ratap tangis isi negeri (istimewa pula di dalam
kota dan isi istana daripada paduka nenda-nendanya dan
bonda saudaranya dan paduka anakandanya dan orang
besarbesar dan orang tua-tua sekalian). Maka bermu-
lalah ((pada hari itu)) orang bergondol. Kemudian maka
Sultan Mahmud Muzaffar Syah pun mengerjakanlah
akan jenazah paduka ayahanda baginda (hendak)
dimakamkan di Bukit Cengkih (bersama-sama dengan
paduka nendanya al-marhum. Maka apabila sudah
disucikan dan dikafankan maka disembahyangkanlah,
kemudian baharulah dimasukkan ke dalam keranda,
maka dinaiklah ke atas usungan raja diraja. Maka
beraturlah segala jawatan di atas usungan itu dan

damiterkembanglah payung putih uburubur yang delapan

iaitu payung yang tertentu kepada rajaraja besar jua.
Kemudian baharulah diangkat orang lalu dibawa
berjalan ke Bukit Cengkih dikuburkannya di sana.
Setelah selesai dikuburkan baharulah dibacakannya
talkin,” (Ahmad & Haji dalam Matheson (Ed.), 1991:

595).

Sultan Muhammad Syah mangkat pada 9 Januari 1841.
Setelah kemangkatannya, baginda diberi gelar Marhum

Kedaton/Keraton. Baginda digantikan oleh puteranya Tengku

Besar Mahmud yang setelah menjadi sultan bergelar Yang
Dipertuan Besar Sultan Mahmud Muzzafar Syah atau Sultan

Mahmud Syah IV. Yang Dipertuan Besar merupakan gelar bagi

Sultan Lingga-Riau sejak kerajaan itu masih bernama

24 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang, yakni dimulai pada
1722 ketika sultan didampingi oleh Yang Dipertuan Muda pada
masa pemerintahan Yang Dipertuan Besar Sultan Sulaiman
Badrul Alam Syah I.

dami

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 25

dami

26 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

BAB III
BIDANG EKONOMI

1. Pendahuluan
Pada 1831 Yang Dipertuan Muda VI Lingga-Riau Raja

Jaafar wafat di Penyengat. Raja Jaafar mewariskan perjanjian
yang dibuat pada 17 Maret 1824 di London, antara Yang
Dipertuan Besar dan Netherland serta antara Yang Dipertuan

damiBesar dan Negeri Great Britain dan Ireland. Dari perjanjian

tersebut, terdapat sebuah pasal, Pasal Ketiga Belas, yang terkait
dengan perekonomian, terutama perdagangan dan pelayaran
di Lingga-Riau. Apabila terjadi permasalahan atas kapal
dagang ataupun bencana atas kapal dagang terkait kondisi
alam, maka Kesultanan Lingga Riau tidak mengambil barang
dagangan yang ada di kapal tersebut, tetapi melaporkannya
kepada Residen Riau. Bunyi Pasal Ketiga Belas itu sebagai
berikut.

Fasal yang Ketiga Belas
Demikian juga segala perkana dan penkana niaga;
jikalau kena kepada onang atas angin, maka bicana itu
jadi di tempat dalam kenajaan Paduka Sen Sultan, di
mana tiada seonang duduk dan pihak Govermen
Nethenland, maka bicana itu tiada boleh diputuskan oleh
kepala tempat itu, melainkan dibeni tahu olehnya kepada
Yang Dipertuan Riau. Maka Yang Dipentuan Riau pula
hendaklah membenitahu kepada Residen Riau. Maka

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 27

kedua-dua mi akan menyertai bensama-sama pada putus
bicana itu. Syahadan, jikalau kapal atau perahu yang
mempunyai orang Eropah atau lain dan atas angin, atau
orang nakyat kepada Govenmen Nethenland, apa lagi
Cina kena kandas atau pecah, maka Paduka Sen Sultan
dengan Yang Dipertuan Riau, tiadakan mengambil
tawanan banang suatu jua pun, melainkan di mana-mana
jadi yang demikian itu, kepala-kepala tempat itu, lantas
beritahu kepada Yang Dipertuan Riau. Maka Yang
Dipentuan Riau itu membenitahu kepada Residen Riau,
supaya bendua dia selesaikan hal itu turut undang-
undang yang dibuat pada perkana itu oleh Komisanis
Jeneral pada 26 hanibulan Julai tahun 1829. Maka surat
itu nombor 19, yang tenmaktub di dalam surat undang-
undang Staat Blad No. 54, adanya (Ahmad, 1985: 155).

Perjanjian itu berpengaruh dalam perhubungan peme-

damirintahan dan bisnis antara Kesultanan Lingga-Riau dan pihak

Belanda. Dalam hal ini, pemerintahan sultan berikutnya yang
menggantikan pendahulu baginda juga terikat dengan
perjanjian yang telah dibuat itu.

2. Pembangunan Ekonomi
Pada 1832 Sultan Abdul Rahman Syah mangkat di Daik,

Lingga. Baginda digantikan oleh putranya, Tengku Besar yang
bergelar Sultan Muhammad Syah. Tuhfat al-Nafis mencatat
pertabalan Tengku Besar menjadi sultan sebagai berikut.

“Maka apabila ia sampai ke Lingga (naiklah ia ke istana
ayahanda baginda itu) berjumpa dengan bonda baginda
itu (maka) bertangis-tangisanlah dengan segala isi istana
(itu). Sebermula adalah yang beriring dengan Tengku

28 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

Besar balik ke Lingga itu, iaitu Habib (Syekh) serta Raja
Ahmad. Maka apabila tiba (ia) ke Lingga maka (Raja
Ahmad pun berjumpalah dengan paduka anakanda
baginda Raja Antiah, maka Raja Antiah, pun me-
nangislah. Setelah selesai daripada bertangis-tangisan
itu), maka Tengku Besar pun hendak menyegerakan
paduka ayahanda (bagindanya itu) al-marhum hendak
(segera) dikebumikannya ditanam. Maka Raja Ahmad
serta Habib Syekh serta raja-raja dan orang besar-besar
(dan orang tuha-tuha) mintalah (ia) kepada Tengku
Besar (itu akan) menggantikan nama paduka ayahanda
baginda (Tengku Besar pada) ketika hendak mengangkat
jenazah itu di balai. Maka menerimalah Tengku Besar

damiitu) akan permintaan mereka itu. Maka dilahirkanlah

pada ketika itu akan Tengku Besar ganti paduka
ayahanda bagindanya (maka) bergelar Sultan Muham-
mad Syah. Setelah (sudah selesai daripada) itu maka
baharulah diangkat orang jenazah (Baginda Sultan Abd
al-Rahman) al-Marhum itu dikuburkan di Bukit

Cengkih,” (Ahmad & Haji dalam Matheson-Hoocker

(Ed.), 1991: 569).

Dalam pada itu, pengganti Yang Dipertuan Muda VI Riau,
yaitu putra Raja Jaafar, Raja Abdul Rahman. Hal ini juga
tercatat dalam Tuhfat al-Nafis sebagai berikut.

“(Maka disebut orang Marhum Bukit Cengkih.
Kemudian daripada itu maka tahlillah dan memberi
sedekah dan membaca Quran serta khenduri kepada roh
baginda almarhum), sebagaimana adat istiadat raja yang
besar(besar) mangkat pada menanamnya, (dan)
demikian (daripada menanamnya demikianlah hal)
adanya. Syahadan adalah mangkatnya Baginda Sultan

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 29

Abd al-Rahman itu iaitu pada (Hijrat) tahun (sanat) 8
pada enam belas hari bulan Rabiulawal malam (Isnin)
waktu subuh adanya. Sebermula selesailah daripada
pekerjaan yang tersebut itu, maka baginda Sultan
Muhammad Syah pun (menyuruhlah ke Riau) men-
yilakan Raja Abd al-Rahman itu akan dilantik di dalam
negeri Lingga menjadi Yang Dipertuan Muda Riau
menggantikan paduka ayahanda (bagindanya al-
Marhum (Raja) Jaafar,” (Virginia Matheson, 1991: 570).

Sultan Muhammad Syah (1832-1841) disebut-sebut
sebagai seorang yang mencintai seni dan lebih banyak berada
di Terengganu daripada di Lingga. Selain sering ke
Terengganu, Baginda Sultan juga sering bepergian ke
Singapura. Kepergiannya ke Singapura untuk mengambil anak
Raja Maimunah, anak Tengku Besar Singapura, sebagai
menantunya. Perkawinan anak Raja Maimunah dengan

damiputeranya, Sultan Mahmud Muzaffar Syah, menurut Tuhfat

al-Nafis, dilakukan dengan adat-istiadat Melayu secara besar-
besaran dengan proses pernikahan lengkap. Kutipan peristisa
dalam Tuhfat al-Nafis itu adalah sebagai berikut.

“… maka Baginda Sultan Muhammad Syah pun
berangkatlah ke Singapura lalu mengambil paduka
anakanda Baginda Raja Maimunah putera paduka
kakanda (baginda) Tengku Besar Singapura (yang telah
mangkat di Teluk Belanga), dibawanya ke Lingga.
(Maka) lalu didudukkannya dengan puteranya Yang
Dipertuan Besar Sultan Mahmud Muzaffar Syah,
(dikahwinkannya betapa adat istiadat raja yang besar-
besar nikah kahwin daripada bekerjanya dan berletak
hinainya dan bersatunya dan mandi-mandinya dan

30 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

lainnya), serta selalu(lah) digelarnya (sekali akan)
paduka anakanda baginda yang perempuan itu (bergelar)
Tengku Empuan. Maka selesailah pekerjaannya itu)
adanya ….” (Virginia Matheson, 1991: 571).

Pada masa pemerintahannya disebut-sebut banyak
menghasilkan barang-barang peralatan rumah tangga dari
tembaga. Beliau mendatangkan pengrajin tembaga dari Pulau
Jawa untuk meningkatkan pembangunan di bidang seni dan
kerajinan itu. Sumber lisan menuturkan bahwa pengrajin
tembaga itu tinggal di sebuah perkampungan yang diyakini
sebagai Kampung Tembaga (kini).

dami

Gambar 3.1 Kampung Tembaga (Sekarang)
Sumber: Dokumentasi Tim Penulis (2021)

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 31

Gambar 3.2 Salah Satu Rumah di Kampung Tembaga (Sekarang)
Sumber: Dokumentasi Tim Penulis (2021)

Pembuatan barang-barang peralatan dari tembaga tersebut
diyakini terdapat di Kampung Siak (kini). Tepatnya di
perbatasan Kampung Siak dan Kampung Tembaga. Dahulu
lokasi ini berada dalam wilayah Kampung Daik, yang berada

damitak jauh dari Sungai Daik. Kamupung itu dinamai Kampung

Daik, menurut cerita yang berkembang pada masyarakat,
karena tempatnya baik untuk Kota Parit pada masa
pemerintahan Sultan Mahmud Riayat Syah. Kampung Daik
ini dahulu diyakini merupakan sebuah perkampungan yang
tanahnya berpasir, rata, dan berada di tepi Sungai Daik.

32 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

damiGambar 3.3 Lokasi Tempat yang Diyakini sebagai Tempat Pembuatan Peralatan
Rumah Tangga dari Tembaga di Kampung Siak (Kini)
Sumber: Dokumentasi Tim Penulis (2021)

Keberadaan Kampung Tembaga sebagai kampung
pendatang tersebut diperkuat oleh tulisan Repelita Wahyu
Oetomo (2001) yang menyebutkan bahwa kampung-kampung
pendatang di Kerajaan Lingga kemungkinan dihuni secara
permanen atau sementara. Indikasi kampung tersebut dihuni
secara permanen adalah keberadaan pemakaman. Nisan
dianggap sebagai indikan kubur sekaligus indikasi permu-
kiman. Tiap-tiap kampung memiliki kompleks makam sendiri
dan umumnya berdekatan dengan Sungai Daik, kecuali makam
Cina yang ditempatkan secara khusus. Tidak seluruh makam
terletak dekat permukiman. Mengingat keterbatasan lahan dan
prioritas kepentingan lain menyebabkan makam jauh dari
permukiman (Santosa,1986: 242-248).

Apabila dilihat dari luas areal yang dipakai untuk
permukiman, kampung-kampung tersebut tidak memung-

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 33

kinkan untuk dihuni manusia dalam jumlah banyak. Demikian
juga dengan jumlah makam yang relatif sedikit di tiap-tiap
kampung. Hal itu mengindikasikan bahwa kampung tersebut
tidak dihuni oleh banyak orang.

Lebih lanjut, Repelita Wahyu Oetomo (2001) juga
menguatkan bahwa Kampung Tembaga kemungkinan
merupakan sebuah kampung bagi pengrajin tembaga. Letak
kampung di tepi Sungai Daik kemungkinan berkaitan dengan
untuk kemudahan pengangkutan bahan baku yang didatangkan
dari luar ataupun untuk mengekspor barang jadinya.

Selain berkembanganya kerajian tembaga yang menjadi ciri
aktivitas perekonomian pada masa Sultan Muhammad Syah
ini, tidak dapat ditemukan data secara rinci lainnya. Namun,
melihat pola permukiman, perekonomian kerajaan dilakukan
di kampung-kampung di tepi Sungai Daik, sedangkan
kampung-kampung lain lebih banyak digunakan untuk

damipembangunan fasilitas-fasilitas sosial.
Kegiatan perekonomian masa Sultan Muhammad Syah
didukung oleh kondisi geografis Pulau Lingga. Di Pulau
Lingga terdapat Gunung Daik, Sipincan, dan Gunung Tanda,
yang terletak di sebelah barat laut. Dari gunung-gunung
tersebut mengalir sungai-sungai yang melintasi kota, seperti
Sungai Daik, Sungai Sipincan, dan Sungai Tanda. Selain
sungai-sungai tersebut terdapat sungai-sungai kecil yang
merupakan anak sungainya yaitu Sungai Resun, Budus,
Panggak Laut, dan lain-lain. Sungai-sungai tersebut, selain
untuk memenuhi keperluan sehari-hari, juga digunakan
sebagai sarana transportasi.

Repelita Wahyu Oetomo (2001) juga menyebutkan bahwa
Sungai Daik berperan besar bagi Kesultanan Lingga. Alirannya

34 SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU

merupakan sarana transportasi bagi hasil alam Pulau Lingga
untuk dikirim ke luar. Sebaliknya, barang-barang yang datang
dari luar didistribusikan ke kota. Sungai sebagai jalur distribusi
dijadikan pertimbangan untuk mendirikan permukiman di
tepinya, mengingat sungai dianggap memiliki potensi dan
berbagai kemudahan bagi kehidupan manusia (Santosa, 1986:
244).

Bronson mengajukan model dendritik, dengan asumsi
bahwa transportasi barang komoditi dibawa dari pedalaman
melalui jalur sungai yang mengalir ke pantai, dari pantai
menuju ke luar pulau. Letak pasar diduga berada di hulu, tetapi
tidak sejauh wilayah penghasil. Micksic mengajukan model

damiserupa dengan asumsi bahwa pemukiman cenderung

berkembang ke arah lokasi sumberdaya (Micksic dalam
Wibisono,1986: 302). Subroto menyatakan bahwa kota
berkembang sejajar dengan sungai, tidak dengan pantai,
sedangkan perkembangan jalan daratan mengikuti arah aliran
sungai (Subroto,1985).

Beberapa hasil produksi tembaga pada masa Sultan
Muhammad Syah saat ini tersimpan di Museum Linggam
Cahaya, Daik-Lingga. Di antaranya berupa sangku, dulang,
teko, perlengkapan pakaian wanita, dan sebagainya.

SULTAN MUHAMMAD SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KESULTANAN LINGGA - RIAU 35


Click to View FlipBook Version