The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by vivisulviana, 2021-10-25 02:09:37

EBOOK PAHLAWAN DALAM HIDUPKU

EBOOK PAHLAWAN DALAM HIDUPKU

Keywords: ebook,gendissewuberkarya,pahlawandalamhidupku

Aku merasa bersalah kemudian meminta
maaf kepada Mama.

Jam dinding menunjukkan pukul 22:30,
tetapi Mama juga belum pulang. Terdengar suara
ketukan pintu, aku segera membukanya dan
alhamdulillah, ternyata itu Mama.

“Mama,” panggilku dengan memeluk Mama.
“Ayo, sayang ikut Mama sekarang,” ajak
Mama.
“Kita mau kemana, Ma?” tanyaku.
“Sudah, sekarang Senja ambil jaket dan
helm. Nanti mama jelaskan sayang,” jawab Mama.
Setelah itu, aku dan Mama mengendarai
motor. Mama mengendarai motor dengan sangat
cepat. Aku mulai merasa ketakutan.
“Senja sayang, peluk perut Mama erat-erat
dan berdoa, ya? Semoga kita dilindungi oleh Allah
SWT pada malam ini,” ucap Mama.
“Ada apa ini, Ma? Apa yang terjadi?”
tanyaku heran melihat kegaduhan seperti adegan
film yang pernah kutonton.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 35

Selama perjalanan Mama bercerita bahwa

mama telah menyelamatkan nenek tua yang telah

direbut tasnya oleh seorang perampok. Dia tidak

terima Mama telah merebut tas itu lagi. Dia

memanggil teman-temannya berencana

mengancam untuk datang ke rumah kita.

Astagfirullah ternyata Mamaku seorang

pemberani ucapku dalam hati. Tampak dari

belakang para perampok itu mengejar motor

mama. Aku hanya bisa berdoa di dalam hati agar

terlindungi dari perampok itu.

“Lalu kita mau kemana, Ma?” tanyaku.

“Kita akan pergi ke rumah Paman Ari. Dia

kan seorang polisi yang tinggal di kompeks polisi,”

jawab Mama.

“Mama akan lewatkan mereka di belokan

gang kecil yang akan menuju asrama polisi Paman

Ari,”tambah Mama.

“Benar, Ma. Para perampok itu tidak akan

mungkin tahu dengan jalan kecil ini,”kataku.

Mama terus melajukan motor dengan cepat.

Ternyata Mama telah menghubungi Paman Ari

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 36

sebelumnya dan sudah menjelaskan apa yang
terjadi saat ini.

Setibanya di rumah paman, Mama dan aku
telah ditunggu Paman Ari dan teman-temannya.
Mereka memang sudah menjaga dengan
berpakaian bebas agar tidak ketahuan
penyamarannya dari para perampok itu.

Motor Mama diarahkan masuk ke dalam
rumah Paman Ari. Kami sembunyi di dalam rumah.
Para perampok ditangkap Paman Ari dan teman-
temannya, lalu mereka dibawa ke kantor polisi.

Saat berada di rumah Paman Ari. Kita
disambut oleh Bibi Ira, yaitu istri dari Paman Ari.
Kita diberi jamuan yang sangat lezat. Setelah
urusan perampok selesai, Paman Ari dan teman-
temannya datang ke rumah paman. Paman Ari
bercerita bahwa Mama dulu pernah ikut latihan bela
diri. Semenjak itu Mama jadi seorang yang
pemberani dan bisa jaga diri dari orang jahat.

Setelah memahami cerita Paman Ari, aku
sangat terharu dan merasa bersalah pada Mama.
Bahwa pekerjaan Mama sangat beresiko. Aku

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 37

senang dan bangga menjadi anak yang dilahirkan
dari seorang Mama, pahlawan ojek.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 38

PROFIL DIRI

Oleh Aura Sukma Andreani Putri
Sebut saja namaku Aura Sukma Andreani
Putri. Saat ini aku bersekolah di SMPN 21
Surabaya. Saat ini aku berada di kelas VIII. Suatu
hari nanti, aku ingin menjadi seorang penyanyi
terkenal yang dapat membanggakan orang-orang
di sekitarku. Aku juga senang membaca buku untuk
mengisi waktu luang. Aku senang berada di TBM
untuk menambah wawasan dan membuatku
semakin senang membaca.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 39

PAHLAWAN KESIANGAN

Oleh Krisna Eka Prayoga Putra Edgar

***
Joko, itulah nama pemberian orang tuaku.
Sekolahku terletak di atas bukit. Setiap hari kulalui
jalan menanjak menuju ke sekolah. Sekolahku
mempunyai dua lantai yang cukup luas. Kami
leluasa bermain sesuka hati di lapangan sekolah.
Tampak bersih, sejuk, pemandangannya pun asri
banyak pepohonan yang ditanam di sekolah. Tiba-
tiba aku mendengar suara tangisan.
“Hu … hu … hu ….,”
Di saat jam sekolah aku mendengar
temanku menangis karena diganggu oleh teman
yang usil. Aku pun datang untuk menanyakan apa
yang terjadi.
“Ra, kamu kenapa? Kamu menangis?”
tanyaku iba kepadanya.
“Aku menangis karena diganggu oleh Abdul
dan Udin,” jawabnya tersedu-sedu.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 40

Kemudian aku bergegas menghampiri
mereka.

“Mengapa kalian suka mengganggu semua
orang?” tanyaku pada Abdul dan Udin.

“Terserah aku dong, kan bukan kamu yang
aku ganggu,” ujar Abdul sambil mengunyah permen
karet.

“Aku harus menghentikan perbuatan
jahatmu itu karena sudah banyak yang menjadi
korban kejahilanmu,” jawabku tegas.

“Jika kamu masih jahil aku akan melaporkan
kepada Bu Guru,” seruku padanya agar mereka
menghentikan perbuatan jahilnya.

Jam pelajaran sekolah pun berakhir.
Awas kamu kalau berani melaporkan kepada
Bu Guru, begitu mungkin batin Abdul.
Mereka pulang dengan perasaaan yang
kesal. Esok harinya mereka pergi ke sekolah
seperti biasa. Lagi-lagi Abdul dan Udin menjahili
salah satu murid dengan meminta uang saku untuk
membeli jajan.
“He, mana uangnya!” ujar mereka memaksa.
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 41

Aku yang melihat kejadian itu langsung
melaporkan kepada Bu Guru. Kemudian mereka
dipanggil Bu Guru dan dimarahi.

“Kalian kemari!” perintah Bu Guru kepada
mereka.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Bu Guru.
“Benarkah kalian meminta uang kepada
Anya? Ibu berharap kalian menjawab dengan jujur,”
tegur Bu Guru.
Mereka terdiam, menunduk, keringat
dinginnya keluar bercucuran, menjawab dengan
terbata-bata ketakutan.
“Bu … kami …,” jawab mereka ketakutan
dihukum oleh Bu Guru.
“Tatap mata Ibu, Nak,” seru Bu Guru pada
mereka.
Sepertinya kejadian ini menjadi penanda
kejadian yang memilukan bagi mereka. Bu Guru
bijak menasihati muridnya yang bandel itu.
“Kenapa? Kalian takut pada Bu Guru? Kalau
kalian takut pada Bu Guru berarti kalian berbuat
kesalahan. Sadarkah kalian akan itu? Nak, di
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 42

lingkungan sekolah teman-temanmu ini adalah
saudaramu juga. Hiduplah damai berdampingan
agar tercipta kerukunan, tolong-menolong, saling
mendukung satu sama yang lainnya,” nasihat Ibu
Guru sambil mengelus rambut mereka.

“Iya, Bu. Kami menyesalinya, tidak
seharusnya kami berbuat seperti itu. Maafkan
kami,” pinta mereka dengan menundukkan
kepalanya.

Sejak saat itu mereka sudah tidak lagi
menjahili semua teman yang ada di sekolah.
Keesokan harinya tiba-tiba ada dua temanku
sedang bertengkar.

“He, awas kamu. Tadi kamu pukul
kepalaku,” seru David.

“Apa! Kenapa? Enak kan kupukul kepalamu.
Hahaha …,” ketus Dino dan menertawainya.

“Ayo, terus. Ayo … ayo … ayo …,” teriak
teman-teman menyorakinya. Keadaan bertambah
genting.

“Bagaimana kepalan tanganku, Vid? Kena
bogemku, ya? Hahaha …,” kelakarnya sambil

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 43

menunjuk mata David yang terkena kepalan tangan
Dino.

“Joss … rek menang Dino,” ujar salah satu
temannya yang bernama Zahid.

Kejadian ini sangat memilukan. Mereka
semuanya bukannya melerai, malah menyorakinya.
Sorakannya membuat Dino semakin sok kuat dan
semena-mena. Aku yang melihat kejadian tersebut
langsung melerai pertengkaran tersebut.

“Heh! Setop!” peringatan dariku sambil
berjalan mengarah kepada mereka.

Mereka berdua melotot di depanku.
Keadaan mereka sangat berantakan, seragamnya
lusuh dan basah terkena air keringat, rambutnya
acak-acakkan, serta mukanya kotor keringat
bercucuran baunya pun seperti amis.

“Pantaskah kalian seperti itu di sekolah?”
tanyaku.

Mereka menatapku dengan sinis sambil
napasnya tersengal-sengal, geliat mimik mukanya
seperti akan mengumpat dan seakan-akan
meludah di depanku. Kudekati mereka sembari

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 44

menatap matanya dalam-dalam penuh kesabaran.
Menghentikan langkah kaki saat berada di depan
mereka seperti formasi titik segititiga.

“Posisikan perasaanmu bagaimana kalau dia
itu adalah adikmu atau kerabatmu diperlakukan
seperti itu. Apa yang kamu rasakan?” tanyaku pada
mereka dengan menempatkan posisi yang sama
seperti sebagai korban.

“Tidak seharusnya kalian seperti itu di
sekolah, sekolah bukan sebagai ajang pergulatan,
berilah contoh yang baik untuk adik kelasmu agar
mereka tidak menyesal sekolah di sini,” imbuhku
pada mereka yang mukanya kusut akibat
perkelahian itu.

Mereka mulai memahami perannya di
lingkup sekolah. Aku telah menyadarkan dan
membuka pemahaman pola pikirnya.

“Aku menyesali perbuatanku, Joko. Ternyata
kita juga berperan dalam kualitas lingkup sekolah,”
jawab Dino dengan senyum kemudian tangannya
menepukku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 45

“Iya, aku malu nih seharusnya kita memberi
contoh teladan untuk adik kelas. Lebih baik kita
fokus sekolah, ya!” ujar David kepadaku.

“Satu lagi, jangan mudah diadu domba dan
jangan sombong, ya!” tukasku.

Aku kemudian beralih menuju kantin untuk
membeli minum. Tiba-tiba kembali lagi ke arah
mereka berdua. Dia masih saja penasaran kenapa
harus bertengkar segala.

“Ngomong-ngomong, kenapa kalian
bertengkar sih?” tanyaku kepo.

“Kami berebut mainan, Ko,” jawab David
sambil meringis malu.

***
Aku bangun tidur dalam keadaan basah
kuyup. Bunda rupanya membangunkanku dengan
paksa. Rupanya tadi aku bermimpi.
“Aish … dasar aku ini pahlawan kesiangan,”
gumamku sambil menyengir.
Aku menceritakan mimpiku semalam kepada
Bundaku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 46

“Bun, aku tadi mimpi. Aku bermimpi, aku
adalah Ayah di masa kecil. Saat dalam mimpi, aku
menjadi pahlawan di sekolah. Kupikir itu beneran
Bun, ternyata hanya sebatas mimpi. Kapan aku
bisa menjadi pahlawan seperti Ayah, ya?” ujarku
pada Bunda sambil tersipu malu.

“Nak, kamu bisa menjadi pahlawan di saat
kapan pun, asal kamu mempunyai jiwa patriotisme.
Kamu kangen sama Ayah, ya? Jangan lupa kirim
doa, Nak!” respon Bunda padaku sambil mengusap
rambutku dan mencium keningku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 47

PROFIL DIRI

Oleh Krisna Eka Prayoga

Hai nama saya Krisna Eka Prayoga Putra
Edgar. Saya lahir di Surabaya tanggal 14 Mei 2009
dan beragama Islam. Saya tinggal bersama Ibu,
Ayah, Kakek, dan Nenek. Saya anak pertama dari
dua bersaudara dan memiliki satu adik. Usia saya
sekarang 11 tahun dan adik saya berusia tujuh
tahun. Saya memiliki empat kucing. Saya mengikuti
kelas penulisan daring Taman Kalimas untuk
meningkatkan bakat saya. Cita-cita saya menjadi
pengusaha yang sukses.

Hobi saya adalah bermain playstation, yaitu
sebuah alat untuk bermain game. Pengalaman
saya yang paling indah adalah berlibur di gunung.
Hobi saya yang lain adalah bermain sepak bola.
Sebelum ada COVID-19, saya sering diajak berlibur
oleh Ibu.

Ketika ada COVID-19 saya harus di rumah
saja. Terlalu lama di rumah saja membuat saya

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 48

menjadi bosan. Sekolah pun diliburkan, saya tidak
bisa bermain dengan teman-teman saya. Meskipun
sekolah diliburkan, saya setiap hari mengerjakan
tugas daring dari sekolah. Saya tetap belajar di
rumah.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 49

HARAPAN MANDY

Oleh Nur Azizah Fitri

***
“Mandy, apakah kamu tahu kenapa
bulannya hanya separuh di langit malam itu?”
“Tidak tahu, Yah. Kenapa memangnya?”
“Karena separuh bulan yang hilang tersebut
menemani Ayah sekarang ada di samping Ayah.
Terima kasih telah berhasil bertahan saat kau
keluar dari perut Bundamu.”

***
Diriku terbangun malam itu dengan pipiku
yang sudah basah. Rupanya diriku merindukan
sosok Ayah yang sudah jauh dariku hingga tak bisa
kugapai dengan tanganku. Waktu sudah
menunjukkan pukul 4 pagi sehingga aku langsung
bangun dan bersiap untuk salat subuh. Kulihat
sebentar wajah-wajah kecil yang tidur pulas. Wajah
mereka sangat polos dan umurnya masih belia.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 50

Mereka ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan
hidup bersama di panti asuhan ini.

“Mandy, ayo, cepat! Salat jamaah sudah
mau dimulai, Dek!” ujar pengasuh panti asuhan.

“Oke Kak, sebentar.”
Pagi yang selalu ramai dipenuhi dengan
anak kecil yang kurawat untuk membantu Ibu panti
guna mengurangi bebannya di rumah panti.
Setelah itu, kusisir rambutku dengan rapi. Rambut
yang agak bergelombang itu kuikat agar rapi dilihat
dan tidak lupa tersenyum kemudian berangkat ke
sekolah. Aku duduk di bangku kelas tiga SMA,
bersiap menuju ke dunia yang lebih kejam, dan sulit
lagi di luar sana. Aku bertekad dan berjuang untuk
kehidupanku selanjutnya dengan kemampuanku
sendiri.
Aku mengarahkan tanganku ke angkot yang
akan datang. Di antara orang yang saling sibuk
dengan urusannya masing-masing, kumanfaatkan
waktuku untuk membaca buku. Sesampai di
sekolah, aku langsung menuju ke kelas dan
bertemu teman-temanku.
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 51

“Mandy, gimana nih bentar lagi UTBK. Aku
takut apalagi aku masih belum tahu mau masuk
mana. Lalu bagaimana dengan kamu?”

“Hmm … aku tidak tahu. Aku sudah
mengikuti beberapa beasiswa, tapi tidak diterima.
Walaupun ada itu pun hanya half scholarship. Aku
tidak tahu bagaimana?”

“Eh, bentar. Aku ada info beasiswa nih untuk
kamu. Gimana kalau kamu ikut beasiswa Mitsui ini?
Tidak ada salahnya mencoba, mungkin saja kamu
beruntung.”

“Serius? Baiklah akan kucoba.”
Beberapa minggu kemudian ada telepon
yang masuk.
“Halo, apakah benar ini dengan Mandy
Azalea. Selamat telah lolos untuk tes pemilihan
berkas. Anda bisa mengikuti tiga tes lagi untuk
kedepannya.”
Rasanya ingin teriak karena senang sudah
lolos tahap satu, namun aku masih takut dengan
tes selanjutnya. Minggu depan aku akan berencana

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 52

pergi ke luar kota untuk mengikuti seleksi tes
kedua.

***
Soal demi soal kukerjakan hingga sampai
akhirnya tes wawancara. Hal yang sangat
mencemaskan. Pertanyaan demi pertanyaan sudah
kujawab dengan sempurna hingga akhirnya
pertanyaan dilontarkan kepadaku.
“Apa alasan kamu ingin mengikuti beasiswa
ini dan bagaimana selanjutnya apabila kamu bisa
terpilih sebagai salah satu dari tiga penerima
beasiswa ini?”
Tentu saja aku bimbang menjawab tes
tersebut, tapi sesaat teringat pembicaraan bersama
Ayah waktu itu.
“Saya mengikuti beasiswa ini karena saya
yakin saya bisa mengubah dunia ini untuk ke
depannya. Lalu apabila saya terpilih menjadi salah
satu dari penerima beasiswa, saya akan memenuhi
panggilan jiwa saya untuk mengubah dunia yang
akan menunggu saya.”

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 53

Alhamdulillah setelah semua proses panjang
yang kulalui demi mendapatkan beasiwa, aku
akhirnya lolos. Aku berharap nantinya dapat
mengubah dunia menjadi yang lebih baik. Aku ingin
berguna bagi diriku, orang tua, dan masyarakat.
Semoga harapanku ini terwujud dan menjadi
kenyataan untuk ke depannya dalam meraih cita-
citaku. Aku bisa menjadi kebanggaan orang tuaku
dan bermanfaat untuk masyarakat.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 54

PROFIL DIRI

Oleh Nur Azizah Fitri

Nur Azizah Fitri, biasa dipanggil Azizah. Aku
lahir dan besar berasal dari kota Surabaya. Lahir
pada bulan April 2003, bertepatan dengan hari
kelahiran Ibu Kartini. Ibuku adalah seorang guru
yang mengajar di sekolah dasar negeri di daerah
Surabaya sedangkan Ayahku sudah almarhum.
Semasa kecil aku tinggal di daerah Kapasan
bersama nenekku.

Aku suka sekali menggambar sejak duduk di
bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Setiap
mendapat tugas dari sekolah, aku selalu
mengerjakannya dan tidak pernah absen. Berawal
sedari kecil suka coret-coret kini aku bisa
menggambar serta melukis lalu bisa mengikuti
pameran.

Ketika aku berumur 7 tahun aku sekolah di
daerah Kapasan, yaitu SDN Simokerto. SMP
Negeri 9 di daerah Surabaya. Kemudian aku

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 55

mendapatkan kesempatan bersekolah di SMA
Negeri 1 Surabaya. Sekolah favorit yang banyak
diidamkan oleh semua siswa-siswi.

Tahun 2018, aku diterima di sekolah SMA
favorit di Kota Surabaya. Alhamdulillah aku menjadi
salah satu murid Sekolah Menegah Atas Negeri 1
Surabaya hingga sekarang aku masih duduk di
kelas XII. Aku sangat bersyukur bisa masuk dan
mendapatkan pendidikan di sekolah ini. Orang
tuaku pun juga sangat bangga tentunya.

Sekitar awal tahun 2019 aku muai tertarik
dengan alat musik biola. Entah mengapa aku
sangat tertarik dan ingin mempelajari alat musik ini.
Aku pun berkeliling kota Surabaya mencari tempat
untuk belatih biola. Semenjak kelas satu SMA aku
selalu mengumpulkan tugas menggambar serta
mewarnai tepat waktu tidak pernah ketinggalan.
Semua karya lukisku ada di pameran lukisan di
Taman Dayu Golf.

Saat kelas dua aku mendapatkan
kesempatan untuk belajar bahasa di Brazil, tetapi
terhalang oleh studi di sekolah. Kesempatan ini pun

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 56

terlewatkan. Harapanku di masa pandemi ini,
pandemi COVID-19 telah berlalu dan kita semua
bisa berkumpul kembali di sekolah.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 57

HOBIKU DARI MAMA

Oleh Clarissa Valentina Aryyanto

Apa ya yang bisa aku lakukan agar orang
tuaku bangga padaku.

Pertanyaan ini selalu muncul dipikiranku
sejak aku mulai duduk di bangku kelas lima sekolah
dasar. Aku selalu berharap suatu saat kelak aku
akan bisa membuat Mama dan Papa bangga. Aku
adalah Clarissa Valentina Aryanto. Aku anak kedua
dari dua bersaudara. Aku memiliki seorang kakak
laki-laki.

Aku selalu berpikir dengan apa aku bisa
membanggakan orang tua. Aku hanya berpikir
betapa lelahnya orang tuaku merawat dan
membesarkanku.

Bagaimana menurut kalian jika seorang ibu
yang sudah hamil selama sembilan bulan,
melahirkan kalian dengan susah payah, dan
kemudian merawat lalu membesarkan dengan

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 58

cinta. Namun kalian tidak bisa membanggakan
beliau? tanyaku dalam hati.

“Clara. Ayo, cepat! Nanti terlambat loh,”
teriak Mama.

“Iya, Ma. Ini sudah siap kok. Sebentar ini
mau jalan,” sahutku dari dalam kamar.

Hari ini adalah jadwalku untuk latihan
menari. Aku mengikuti komunitas penari remo yang
diselenggarakan di Balai Pemuda Surabaya. Dari
kecil aku sangat suka menari. Mama dan Papa
yang mengetahui bahwa aku suka menari langsung
menawarkanku untuk mengikuti komunitas penari
Remo. Di sana aku bisa belajar tari remo dan aku
juga bisa mendapatkan teman baru. Mama dan
Papa selalu mendukung setiap aktivitasku.

“Bagaimana tadi, Clar? Sudah bisa
tariannya?” tanya Mama penasaran.

“Belum, Ma. Masih kesusahan aku, Ma,”
jawabku.

“Sudah, tenang aja. Nanti kamu akan bisa,
asal kamu rajin berlatih,” kata Mama
menenangkanku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 59

“Iya, Ma,” jawabku.
Mengikuti latihan tari ini adalah keinginanku.
Sejak kecil aku memiliki hobi menari. Mama dan
Papa mendorongku untuk rutin berlatih. Aku
berlatih menari setiap seminggu dua kali. Namun,
suatu saat ketika aku giat sekali berlatih, aku
terkena sakit tifus.
Saat aku sakit orang tuaku sangat
mencemaskanku. Mereka sangat khawatir akan
kesehatanku. Selama sakit tifus ini, aku tidak
diperbolehkan untuk melakukan banyak aktivitas.
“Bagaimana keadaanmu sekarang, Clar?”
tanya Mama sambil memasuki kamarku.
“Masih panas, Ma. Badanku sakit semua,
Ma,” jawabku sambil meringis kesakitan.
“Sudah diminum obat dari dokter tadi?”
tanya Mama lagi.
“Sudah, Ma. Barusan aku minum, rasanya
pahit sekali,” keluhku.
“Ya sudah, kalau begitu kamu segera
istirahat. Supaya tubuhmu segera pulih,” ujar
Mama.
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 60

“Iya, Mama. Terima kasih,” jawabku.
Setelah aku meminum obat dan Mama
keluar dari kamar, aku langsung tertidur pulas. Aku
harus banyak istirahat agar tubuhku segera pulih
dan sembuh.

***
“Pagi sayang. Bagaimana keadaanmu
Clara?” tanya Mama.
“Pagi juga Mama sayang. Pagi ini Clara
merasa segar, Mama. Clara sudah tidak panas
lagi,” jawabku.
“Wah ... Alhamdulillah, ya sayang. Kalau
begitu ayo, cepat sarapan ini! Ini bubur buatan
Mama,” kata Mama sambil menyuapiku.
“Enak sekali, Ma,” kataku.
“Ya, sudah. Ayo, habiskan!” kata Mama.
Mamaku adalah wanita yang hebat, Mama
yang selalu menjagaku setiap hari. Merawatku dari
kecil hingga saat ini. Bahkan ketika aku sakit
seperti ini, Mama adalah orang pertama yang
paling khawatir akan kesehatanku. Mama adalah

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 61

orang pertama yang akan menjaga dan
melindungiku. Terutama saat sakit seperti ini.

Aku sangat bersyukur mempunyai Mama
yang sangat sayang padaku. Aku dirawat dan
dijaga dengan sepenuh hati. Walaupun terkadang
aku membuat Mama jengkel dan marah. Mama
masih tetap sayang padaku. Mama merawatku
sampai sembuh dari sakit tifus ini. Aku sakit tifus
selama satu minggu. Selama itu Mama dengan
sepenuh hati menyuapiku, memberiku obat, dan
menjagaku. Walaupun, Mama melakukannya di
sela-sela pekerjaan Mama.

“Wah, anak Mama sudah sehat, ya,” ujar
Mama.

“Alhamdulillah, Ma. Clara sudah sehat.
Terima kasih ya, Ma sudah menjaga Clara,” kataku.

“Iya, anakku. Jangan lupa jaga kesehatan,
ya,” sahut Mama.

Setelah sembuh, aku pun bisa melanjutkan
aktivitasku selama ini. Aku akan tetap latihan
menari lagi. Bahkan dua bulan lagi aku akan tampil
di acara kota Surabaya. Sebagai penari dalam

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 62

tarian pembuka. Hal ini membuatku semakin
semangat dan lebih giat belajar karena selama
seminggu ini aku sudah tertinggal banyak materi.
Mama dan Papa juga memberiku semangat agar
aku bisa memberikan penampilan yang terbaik
nanti.

Tak terasa waktu pun berjalan. Segala
usaha dan upaya agar aku bisa menampilkan yang
terbaik pun aku lakukan. Mama dan Papa yang
selalu memberiku semangat agar aku tetap
berjuang memberikan yang terbaik.

“Sudah siap Clara untuk penampilan hari
ini?” tanya Mama.

“Sudah siap, Ma. Tolong doakan Clara, ya
Ma,” ujarku.

“Kalau begitu ayo, kita berangkat! Mama
percaya dan yakin kamu akan memberikan yang
terbaik,” Mama memberiku semangat.

“Semangat! Semangat!” teriakku.
Kami pun berangkat ke tempat acara yang
diselenggarakan. Tiba waktuku untuk tampil. Aku
harus tetap semangat dan memberikan yang
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 63

terbaik. Aku pun sudah memberikan penampilan
yang terbaik. Aku yakin, Mama dan Papa akan
bangga padaku. Mama dan Papa yang selama ini
memberikan petuah dan semangat untukku.
Semangat hidup Mama dan Papa dalam
mendidikku. Didikan yang sudah diberikan padaku
akan kuterapkan dalam kehidupanku karena
mereka adalah masa depanku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 64

PROFIL DIRI

Oleh Clarissa Valentina Aryyanto

Halo, perkenalkan nama saya Clarissa
Valentine Arryanto biasa dipanggil Clara. Saya
anak ke dua dari dua bersaudara. Saya lahir di
Surabaya tanggal 8 Agustus 2008. Sekarang saya
berusia 12 tahun. Saya tinggal bersama orang tua
dan kakak laki-laki. Nama Papa saya Markan
Arryanto. Nama Mama saya Nur Kayatina serta
kakak saya Raffy Andrean Arryanto.

Papa saya berprofesi sebagai pembuat
pigura dan ibu saya sebagai ibu rumah tangga.
Saya kelas 6 di SDN Dukuh Kupang III-490. Alamat
rumah saya di Ngesong Dukuh Kupang Gang 1 No
7 Surabaya.

Hobi saya adalah menari dan berenang.
Saya juga berharap bisa menjadi penulis
profesional. Selain itu cita-cita saya adalah ingin
menjadi seorang gamers yang hebat, yang bisa
menjadi juara. Saya mulai tertarik untuk membaca

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 65

buku offline maupun online dan dari situlah saya
mulai menyukai membaca dan menulis.

Saya membaca tentang majalah atau artikel
tentang game mulai dari buku sampai dari google.
Setelah saya baca, lalu saya menulisnya di buku
khusus untuk game mulai dari caranya. Saya
memberi nama buku itu buku EVOSku agar
menjadi player yang lebih pintar dan lebih jago.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 66

IBUKU HEBAT

Oleh Anelia Sonia Sari

Pagi yang cerah, aku mendengar suara
burung dengan merdu.

CIT … CIT … CIT ….
Tiba-tiba terdengar suara memanggilku dari
kejauhan.
“Anel! Ayo bangun, Nak. Ini sudah siang,”
teriak Ibu membangunkanku.
“Iya, Bu. Anel sudah bangun,” jawabku
dengan cepat.
Aku pun bergegas bangun dan berjalan ke
kamar mandi. Aku hendak mandi sebelum
melakukan aktivitas. Di dalam kamar mandi aku
selalu bersenandung menyanyikan lagu
kesenangan. Banyak lagu yang aku nyanyikan
ketika berada di dalam kamar mandi. Setelah
selesai mandi, aku bergegas turun ke bawah untuk
membantu Ibu. Sebelumnya aku akan mengajak

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 67

adik-adikku, Febrina Putri Calista dan Muhammad
Javier, bermain terlebih dahulu.

“Enaknya main apa, ya sama adik-adikku,”
gumamku.

“Oh .... iya, aku tahu apa yang akan aku
lakukan,” pikirku.

Setelah aku menuruni anak tangga dan tiba
di bawah. Aku mencari adik-adikku, namun Ibu
menghampiriku.

“Anel, kenapa mandimu lama sekali?
Apakah kamu enggak takut telat?” tanya Ibu.

“Telat? Bukannya hari ini hari Minggu, Bu?”
tanyaku balik.

“Anel, sekarang ini masih hari Sabtu. Ayo
sana segera bersiap-siap, ganti pakaianmu!”
perintah Ibu sambil berteriak.

Tanpa sadar aku langsung melihat jam
dinding. Saat ini waktu menunjukkan pukul 06.30
WIB. Aku harus segera berangkat ke sekolah
karena waktunya sangat pendek. Namun, apakah
waktunya mencukupi sedangkan aku belum
sarapan.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 68

“Wah, bagaimana ini? Aku belum sarapan,
tapi sudah pukul 06.30,” ujarku kebingungan.

Aku pun segera bergegas ganti baju,
mengambil tas dan memakai sepatu sekolah.

“Anel, kamu tidak sarapan? Ayo, makan
dulu!” perintah Ibu.

“Tidak, Bu. Anel makan di sekolah saja. Ini
Anel sudah telat, Bu,” jawabku sambil berlari.

“Tidak boleh! Ayo, sarapan sedikit saja,”
perintah Ayah.

“Iya, Bu,” jawabku dengan berat hati.
Akhirnya aku pun sarapan dengan keluarga.
Setelah sepulang sekolah, aku selalu membantu
Ibu. Ayah dan Ibu bekerja sebagai wirausaha.
Mereka membuka warung nasi. Tugas utamaku
sepulang sekolah, yaitu membantu Ibu di warung
sebentar saat jam makan siang, karena saat itulah
banyak sekali pelanggan yang datang. Tak lama
setelah membantu Ibu, aku pulang ke rumah untuk
beristirahat dan tidur siang.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 69

“Anel, pelanggan warung nasi sudah mulai
sepi. Kamu pulang saja ke rumah, istirahat, dan
tidur. Jangan lupa ajak kedua adikmu,” kata Ibu.

“Iya, Anel juga sudah lelah,” jawabku sambil
berpamitan pulang.

Ayah dan Ibu tidak pernah menyuruhku
untuk membantu mereka di warung nasi. Sebagai
tanda rasa cinta dan sayangku pada mereka,
dengan senang hati aku membantu mereka
berjualan.

Aku berjalan pulang ke rumah. Sesampainya
di rumah, aku bermain sebentar dengan adikku.
Kemudian aku beristirahat dan tidur. Dua jam
kemudian aku bangun, kulihat waktu sudah
menunjukkan pukul enam malam, waktunya aku
untuk belajar.

“Ibu, aku tidak bisa pelajaran ini. Soal ini
susah sekali,” rengekku ke Ibu.

“Soal apa, Nel? Matematika?” tanya Ibu.
“Iya, Ibu. Susah sekali ini. Ibu bisa
mengajariku?” rengekku lagi.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 70

“Iya, akan Ibu ajari. Tapi tunggu, ya setelah
Ibu membantu adikmu belajar, ” jawab Ibu.

Ibu pun segera mengajari adikku Febri
belajar dan mengerjakan PRnya. Setelah Ibu
selesai membantu dan mengajari Febri, Ibu datang
kepadaku dan mengajariku. Perlahan namun pasti,
Ibu dengan sabar mengajariku pelajaran
matematika. Pelajaran ini menurutku sangat susah,
karena memang aku tidak begitu suka. Butuh waktu
lama bagiku untuk memahami dan belajar
matematika. Namun, kali ini materi pelajarannya
sangat sulit, yaitu tentang soal cerita, Ibu sempat
kesusahan mengajariku.

“Begini loh Anel cara jawabnya,” Ibu
berusaha menjelaskan.

“Bagaimana, Bu?” tanyaku agar ibu
mengulangi yang dijelaskan.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan
malam. Waktunya aku dan adik-adikku tidur. Ayah
dan Ibu pun sudah pulang dari warung. Tak terasa
waktu telah bergulir. Minggu depan adalah
waktunya aku menghadapi Ujian Akhir Semester

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 71

(UAS). Kali ini aku telah berjanji pada diriku sendiri.
Aku harus bisa mendapatkan nilai yang bagus dan
masuk dalam peringkat sepuluh besar. Aku akan
belajar dengan keras agar bisa mendapatkan nilai
yang bagus dan memuaskan.

Aku ingin sekali membuat Ayah dan Ibu
bangga padaku. Hari ujian pun tiba, aku sudah
belajar dengan sungguh-sungguh dan sudah
memberikan kemampuan yang terbaik. Aku hanya
bisa berserah kepada Tuhan. Aku yakin kali ini bisa
membuat Ayah dan Ibu bangga. Ayah dan Ibu
selalu memberikan yang terbaik untukku. Aku juga
akan memberikan yang terbaik untuk mereka.

“Wah, tak terasa besok kamu sudah
menerima raport ya, Nel,” kata Ibu.

“Iya, Bu. Aku tidak sabar melihat nilaiku Bu.
Semoga Ayah dan Ibu bisa bangga ya padaku,”
sahutku.

***
“Ibu … Ibu … Bagaimana hasil raportku?”
tanyaku sambil berteriak tidak sabar.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 72

“Sabar dong, Nel. Iya, ini rapormu,” kata Ibu
sambil memberikan raport kepadaku.

“Wah, bagus semua, Bu. Terima kasih, ya.
Ayah dan Ibu sudah mengajariku selama ini dalam
belajar,” ujarku dengan rasa haru.

“Iya, Nel. Ibu dan Ayah bangga sekali kamu
bisa masuk peringkat ke tujuh,” kata Ibu.

Aku sangat bangga pada Ayah dan Ibu.
Walaupun mereka sangat sibuk berjualan di
warung sedari pagi hingga malam mereka masih
memiliki waktu untukku. Mereka juga selalu
menemaniku belajar. Ayah, Ibu cintamu yang
begitu besar padaku akan kubuat kalian bangga
padaku kelak.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 73

PROFIL DIRI

Oleh Anelia Sonia Sari

Hai perkenalkan nama saya Anelia Sonia
Sari, biasa dipanggil Anel. Saya anak pertama dari
dua bersaudara. Saya lahir tanggal 17 Agustus
2008. Hobi saya adalah bernyanyi dan berenang.
Saat ini saya tinggal bersama orang tua dan adik-
adik saya tercinta.

Saya juga berharap bisa menjadi penulis
profesional. Selain itu, cita-cita saya ingin menjadi
guru. Untuk mencapai cita-cita tersebut, saya akan
berusaha untuk belajar dengan giat. Saya juga
ingin membanggakan orang tua saya. Saya harus
belajar banyak hal mulai dari belajar ilmu
pengetahuan, ilmu teknologi, ilmu fisika, ilmu
sejarah, dan ilmu yang lainnya.

Saya juga dilatih menulis oleh guru saya di
sekolah. Selain oleh guru, saya juga dibimbing oleh
kakak petugas TBM untuk membuat tulisan yang
bagus dan benar.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 74

IBU

Oleh Putri Aira Candra Qirana

Ayam mulai berkokok, sang fajar mulai terbit.
Aku terbangun karena mendengar suara gaduh di
dapur. Tak lama Ibu mengetuk pintu kamar dan
menghampiri agar aku segera bangun dan
melaksanakan salat Subuh. Aku pun bergegas
mengambil air wudhu. Setelah selesai salat, aku
melihat Ibu di dapur sedang asyik mengolah
makanan untuk dijual.

"Ibu, ada yang bisa Laila bantu?" tanyaku
pada ibu.

"Tidak ada yang perlu kamu bantu Laila.
Kamu bergegas saja ke sekolah," perintah ibu
padaku.

Aku kembali masuk ke kamar, merapikan
tempat tidur dan menyiapkan perlengkapan
sekolah. Kemudian aku bergegas mandi dan
berpakaian. Aku pun siap sekolah. Tercium aroma
yang sangat enak menusuk hidungku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 75

Hem … aroma nasi goreng yang enak nih
batinku.

"Ibu masak nasi goreng, ya?" tanyaku saat
kuhampiri Ibu di meja makan.

"Iya Laila, kali ini Ibu masak nasi goreng
spesial kesukaanmu. Dihabiskan, ya! Ibu lanjut
membungkus nasi dan lauk di dapur," ucap ibu
sambil tersenyum padaku. Aku pun makan dengan
lahap.

Tak lama setelah aku makan, Ibu terlihat
sudah siap di depan untuk mengantarkanku
sembari berjualan nasi di pinggir jalan dekat
sekolahku.

Terdengar bel masuk kelas, aku berpamitan
kepada Ibu. Beliau selalu berpesan untuk selalu
memperhatikan jika guru menerangkan. Aku
merespon dengan senyuman dan mulai bergegas
masuk.

Sepulang sekolah Ibu sudah menungguku di
depan pintu gerbang dengan sepeda tua yang
sudah pudar warna catnya. Aku melihat Ibu yang
tidak pernah terlihat lelah dan putus asa,

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 76

dagangannya sudah habis terjual. Aktivitas seperti
biasanya, kami selalu mampir ke pasar untuk
membeli bahan-bahan yang akan di masak Ibu
untuk dijual. Setelah mendapat semua bahan-
bahannya kami bergegas pulang. Setibanya di
rumah, Ibu meletakkan sepeda di samping rumah
dan aku melepas sepatu kemudian meletakkan di
tempatnya. Ibu selalu mengajarkan hal baik
kepadaku. Ibu adalah pahlawan dalam hidupku.

Malam pun datang ditemani cahaya bulan
dan bintang. Aku belajar di kamar mengerjakan
tugas sekolah. Aku mengerjakan tiga soal, tapi aku
merasa kesusahan untuk menjawab soal
selanjutnya. Aku pun menghampiri Ibu dan
memintanya membantuku menyelesaikan dua soal
tersebut. Ibu tersenyum padaku kemudian kita
mencari jawaban bersama.

Suatu ketika, aku lupa membawa buku PR
kemudian aku meminta izin kepada Ibu Guru untuk
menemui Ibu agar bisa mengambilkan bukuku yang
tertinggal. Ibu Guru pun mengizinkan. Ibu akhirnya
membawakan bukuku yang tertinggal. Aku lega

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 77

tidak dapat hukuman dari Ibu Guru. Ibu menegurku
dengan kasih sayangnya dan menasihatiku setiba
di rumah.

Esok harinya, aku tidak pulang bersama Ibu
karena ada keperluan mengantarkan pesanan. Aku
pulang bersama teman-temanku dengan berjalan
kaki. Kami diganggu oleh gonggongan anjing di
tengah perjalanan. Kami sangat takut dan
berharap ada yang menolong kami. Tampak dari
kejauhan terlihat sepeda tua Ibu, iya itu Ibu. Aku
spontan teriak memanggilnya.

"Ibu ... Ibu ... tolong kami!" teriakku
ketakutan.

Beliau segera mendekati kami dan mengusir
anjing yang terus menggongong.

"Sudah aman. Kalian pulang hati-hati, ya!"
pesan Ibu kepada teman-temanku, sambil bersiap
pulang bersamaku.

Beruntung sekali Ibu datang. Ibu melindungi
aku dan teman-teman pikirku dalam hati.

Aku bahagia sekali memiliki Ibu. Selalu ada
saat aku membutuhkan, selalu mengajariku

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 78

kebaikan, dan menyayangiku dengan tulus
kasihnya juga mencukupi kebutuhanku dengan
kedua tangannya. Tanpa kehadirannya, aku tidak
pernah bisa belajar baik dan buruknya dalam
menjalani kehidupan. Di dalam doaku, selalu
kusebut namamu Ibu.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 79

PROFIL DIRI

Oleh Putri Aira Candra Qirana

Hi, perkenalkan. Aku biasa dipanggil Aira
oleh teman-temanku. Aku terlahir tanggal 31
Oktober 2009 di kota pahlawan Surabaya. Di
usiaku yang 11 tahun ini aku duduk di kelas lima.
Aku mempunyai seorang adik perempuan yang
selisih enam tahun umurnya denganku. Aku sayang
pada adikku, kita biasa bermain bersama dan aku
juga menjaganya saat dia main di luar rumah
bersama teman-temannya. Ibu berpesan agar aku
bisa menjadi kakak yang baik untuk adikku.

Aku hobi sekali membaca, apalagi buku
cerita. Sejak aku kecil Ibu senang membacakan
buku cerita. Aku senang meminjam buku di Taman
Bacaan Masyarakat dekat dengan rumah. Selain itu
aku sering mengerjakan tugas dan bermain
bersama kakak petugasnya. Petugasnya ramah
dan baik terhadap anak-anak yang berkunjung.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 80

Suatu ketika, aku mempunyai tugas yang
menurutku susah karena harus menulis cerita
sesuai deskripsi. Aku datang ke TBM untuk
meminta bantuan kakak TBM. Kakak tersebut
membantuku menyelesaikan tugasku. Aku ditawari
olehnya untuk belajar menulis dengan teman-
temannya dari tim penulis. Aku senang ditawari
karena ingin mengerti cara menulis yang baik dan
benar. Aku ingin suatu saat nanti bisa menulis
cerita yang menarik dan bisa menjadi penulis
terkenal.

Kakak TBM memberi pesan, selagi muda
harus banyak berlatih dan belajar, itu akan berguna
saat kita dewasa kelak. Cukup sekian terima kasih.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 81

LORONG PANTI ASUHAN

Oleh Aisyah Oktavia Ramadhani

Apa yang kau pikirkan mengenai manusia?
Bagi Katya manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang paling menyeramkan setelah Megalodon.
Katya memang sangat takut dengan Megalodon,
entah apa alasannya. Megalodon adalah sejenis
hewan yang menyeramkan, tetapi rasa takutnya
pada manusia pun tak kalah besar.

Manusia itu iblis berkedok malaikat. Mahluk
yang paling besar kemunafikannya. Manusia
tampak selembut kapas tanpa ada yang tahu
sebenarnya ia setajam pedang. Katya percaya
tidak semua manusia sepenuhnya jahat. Ia
menyadari bahwa masih ada manusia yang berhati
baik. Baginya, manusia itu pasti mempunyai sisi
buruk. Oleh karenanya, manusia mempunyai
benteng pelindung untuk melindungi dari manusia-
manusia yang berhati jahat, seperti monster di luar
sana.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 82

“Sudah belum?” tanya gadis bernama Katya
pada temannya.

“Sudah kok. Yuk cuus,” jawab Reva sembari
menaiki motor bebek milik Katya yang sejak pagi
terpajang di depan indekos.

“Memangnya mau ke mana sih, Va? Ini hari
Minggu waktunya melampiaskan mager untuk
kaum rebahan,” ucap Katya sambil menjalankan
motornya.

“Udahlah, Ya. Ikutin yang di maps aja
kenapa sih! Lo tuh sebagai seorang mahasiswi tuh
seharusnya selalu berprogres. Mau jadi apa negeri
kita tercinta ini kalo generasinya para kaum
rebahan kaya lo!” ucap Reva ketus.

Katya hanya memutar bola mata malas
seraya memonyongkan bibirnya mengikuti gerak
bibir Reva. Jalanan tampak seperti biasanya.
Sesekali Reva memukul helm bogo milik Katya bila
ia menyetir ugal-ugalan, seperti menantang
malaikat.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 83

Katya memarkir motornya di depan sebuah
gedung modern yang cukup besar dan eksotis.
Seketika ia tampak kagum dengan bangunan itu.
Matanya dimanjakan dengan ornamen kaca yang
bening dan berkilauan.

“Ssst … ssst …. Ngapain kita ke sini? Lo
kata gua segembel itu apa mau minta sumbangan
ke panti asuhan!” ujar Katya tak lupa mendaratkan
tangannya dengan sempurna di kepala Reva.

“Ya, gue tahu lo tuh temen gue yang paling
bego, tapi please lah difilter dikit otak lo. Malu gue
punya temen polos bego begini,” jawab Reva
dengan mengelus dada.

“Apaan sih lebay lo, Mamet,” balas Katya.
“Sudah. Ayo, masuk,” jawab Reva lalu
menarik lengan Katya memasuki gedung besar
tersebut.
Ia menemui seorang resepsionis yang
memberi tahu letak ruangan tempat ia membuat
janji dengan seseorang.
“Wah, keren lo, Va. Selama ini lo ternyata
jadi donatur di sini. Keren banget temen gue nih,”
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 84


Click to View FlipBook Version