The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by vivisulviana, 2021-10-25 02:09:37

EBOOK PAHLAWAN DALAM HIDUPKU

EBOOK PAHLAWAN DALAM HIDUPKU

Keywords: ebook,gendissewuberkarya,pahlawandalamhidupku

puji Katya setelah mengetahui bahwa Reva adalah
seorang donatur.

"Makanya nabung jangan jajan mulu,
lumayan kan uang dari magang bisa dikumpulin
buat jadi donatur kecil-kecilan di sini,” jawab Reva.

Reva mempunyai jiwa empati yang luar
biasa sebagai contoh untuk para generasi muda
yang saat ini mungkin sedang terancam pergaulan
bebas dan terjerumus pada kenakalan remaja.
Keduanya sampai di depan ruangan berpintu kaca
yang buram. Reva memasuki ruangan tersebut
dengan senyum sumringah yang diikuti oleh Katya.

“Selamat pagi semuanya!” sapa Reva begitu
ramah.

Katya sempat terdiam beberapa saat dan
memandangi ruangan ini. Berbagai gambar lucu
dan beberapa tempelan gambar abstrak yang ia
yakini hasil karya dari anak-anak berjejer rapi.

“Nah, Mbak Reva sudah datang dengan
temannya. Wah, senangnya. Mbak bisa perkenalan
sebentar?” sambut salah satu pengurus panti itu
pada Katya yang tak bergeming. Reva menyikut

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 85

lengan temannya berniat menyuruh si teman
berkenalan.

“Ah, iya. Nama kakak … Katya. Kalian bisa
panggil apa saja kok. Senang bertemu kalian
semua,” sapanya memamerkan deretan gigi
putihnya.

"Hai, kak Katya!" ucap anak-anak panti
dengan kompak.

“Nah, adik-adik. Hari ini kita akan
menggambar dan mewarnai bersama dengan Kak
Reva dan Kak Katya, ya,” ujar Reva membagikan
kertas bergambar dan beberapa krayon.

Sorakan riang dari anak asuh membuat hati
Katya menghangat. Bibirnya tersenyum getir. Ia jadi
merasa malu karena kurang bersyukur dengan
hidupnya, sedangkan di luar sana masih banyak
orang yang bisa bahagia hanya dengan hal
sederhana. Terkadang manusia memang sedikit
egois dalam hal memilih kebahagiaan, kalah
dengan gengsi mungkin.

Reva mencolek perut Katya karena melihat
Katya melamun. Katya tersadar dan ikut

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 86

memperhatikan anak-anak istimewa ini mencoret
kertas mereka. Pandangan Katya berpindah pada
seorang pemuda pendiam yang duduk paling
belakang.

"Va, itu yang belakang namanya siapa?
Kelas berapa? Kayanya udah gede deh,” tanya
Katya.

“Oh, namanya Puja. Keliatan udah gede,
ya? Dia anak berkebutuhan khusus dan sekolah di
SLB,” tukas Reva membuat Katya bungkam.

“Kenapa? Mau kenalan?” tanya Reva.
Katya mengangguk dan menghampiri anak
itu. Namun, langkahnya terhenti karena Puja sudah
berdiri duluan. Ia lihat Puja berjalan keluar kelas
entah ingin ke mana.
“Susulin aja enggak apa-apa. Palingan dia
bosen pengin ke luar,” ucap Reva.
Katya pun mengikuti langkah Puja. Ia
berhenti dan duduk pada bangku panjang di
sebuah koridor.
“Hai, Puja!" sapa Katya duduk di samping
anak itu. Puja lantas menoleh lalu kembali
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 87

mengalihkan pandangan. Ia mencoba menghindari
interaksi pada orang lain. Membuat Katya sedikit
bingung harus mulai dari mana.

“Puja, kenapa keluar kelas? Puja tidak suka
menggambar, ya?” taya Katya berbasa-basi.

“Suka,” jawaban Puja singkat padat dan
jelas.

"Terus kenapa keluar kelas? Apa kelasnya
panas?” tanyanya kepo dan lagi-lagi Katya
mencoba untuk membuat anak itu bicara.

“Tidak,” jawab Puja.
“Lalu?” tanya Katya penasaran disusul
suasana hening beberapa saat. Katya masih sabar
menunggu anak itu bersuara kembali.
“Ah, ya sudah kalau begitu,” ucap Katya
hampir mengangkat pantatnya untuk berdiri.
“Kak Katya punya Mama?” tanya anak itu
membuat Katya terpaku. Ia menatap lekat mata
berkilau Puja yang kini menatapnya dengan sendu.
“Mama? Ibu maksudnya? Iya, punya,"
jawab Katya.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 88

“Bagaimana rasanya?” lagi-lagi anak itu
bertanya.

“Rasanya apa? Punya Mama?" ucapan
Katya diiringi mata yang berkaca-kaca.

Ia hanya takut akan salah bicara dan malah
melukai perasaan anak itu.

“Tapi kenapa Mama tidak mengutusku? Apa
dia tidak punya cinta? Apa Mama bukan
manusia?” pertanyaan Puja seketika membungkam
mulutku.

Setelah kalimat itu terlontar, hening
memenuhi lingkungan tersebut. Puja masih
menatap lekat mata Katya seolah menyalurkan
sedikit lara yang ia bungkam selama ini.

“Tidak, Mama memiliki sejuta cinta yang luar
biasa. Saking luar biasanya sampai tidak bisa
sembarang orang bisa merasakannya,” jawab
Katya lembut.

“Kak Katya pernah membenci orang?" lagi-
lagi Puja bertanya seraya tak melepaskan kontak
mata pada Katya.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 89

“Ehm, Puja sendiri?” Katya membalas
dengan pertanyaan. Ia hanya ingin tahu ada apa
sebenarnya tujuan anak itu bertanya.

“Ada. Papa. Puja benci sama Papa. Papa itu
pembohong yang paling Puja benci. Papa bilang,
Papa bakalan selalu belain Puja kalau Mama
pukulin Puja. Papa bilang bakalan jadi pahlawan
hebat yang selalu lindungi Puja, tapi ternyata …,”
ujar anak itu sembari mata yang semakin basah
terkena tetesan air mata.

“Tidak apa-apa kok. Puja boleh menangis,”
ucap Katya menenangkan.

Puja mengangkat wajahnya yang basah lalu
kembali menatap wajah teduh Katya yang
menatapnya hangat.

“Kata Bunda di panti, anak laki-laki itu tidak
boleh menangis. Soalnya anak laki-laki itu kuat,”
jawabnya dengan sesenggukan.

“Puja, dengar, ya. Setiap manusia itu akan
mengalami masa yang sulit. Kadang kita akan lelah
dengan semua itu, menyerah bukanlah jalan yang
baik apalagi menyalahkan takdir dan Tuhan. Laki-

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 90

laki juga punya air mata, boleh menangis, seperti
perempuan. Kalau orang yang sering menangis itu
biasanya hatinya mudah peka, bukan berarti orang
itu cengeng,” tutur Katya panjang lebar.

“Kenapa Puja berbeda? Kenapa Puja tidak
sama seperti teman teman yang lain? Puja juga
ingin berteman dengan teman-teman yang lain, tapi
kenapa Puja tidak bisa?” tanyanya lagi.

“Kata siapa Puja tidak bisa? Semua orang
itu tidak ada yang sama Puja. Mereka berbeda-
beda. Puja itu tidak aneh, hanya saja Puja lebih
istimewa dari teman-teman yang lain,” jawabnya
penuh kelembutan.

"Puja tidak sakit, Kak. Kenapa Puja harus
minum obat terus?” tanya Puja.

“Dengar, ya. Terkadang ada rasa sakit yang
tidak bisa dirasakan oleh tubuh. Rasa sakit itu ada
di sini Bisa jadi hati Puja sedang terluka kan?"
Katya menyentuh lembut bagian dada Puja.

Anak itu hanya mengerjap polos, sepertinya
belum paham dengan apa yang dibicarakan Katya.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 91

“Terima kasih ya, Kak Katya. Kak Katya
sudah mau jadi telinga Puja. Kak Katya baik. Ayo,
jadi pacar Puja aja!” kata Puja dengan polos.

“Pacar itu apa sih Puja?” pancing Katya.
“Kata teman-teman, pacar itu orang yang
cinta sama kita. Itu namanya pacar,” jawab Puja
sekenanya.
"Tidak semua orang yang cinta sama kita itu
pacar kita, tidak semua orang baik itu cinta sama
kita, tapi kita berhak untuk cinta pada siapa saja
seperti pada Tuhan, Mama, Papa, dan teman
teman yang lainnya. Begitu, Puja,” jelasnya lagi.
“Berarti kak Katya enggak cinta sama Puja?
Kalau begitu Puja saja, ya yang cinta sama kak
Katya. Boleh?" tanya Puja diiringi senyum simpul.
“Oalah, di sini toh. Dicari dari tadi. Ayo, balik!
Sudah mau sore. Anak-anak juga harus istirahat,”
ucap Reva memecah keheningan antara Katya dan
Puja.
“Puja kembali ke kamar, ya. Supaya Bunda
tidak cari-cari Puja. Kak Katya mau pulang,” pamit
Reva.
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 92

“Kak Katya janji bakal ke sini lagi, ya?” tanya
Puja merengek lantas dibalas Katya dengan
anggukan.

“Ya, udah. Daah … daah … pacar Puja,”
ucapnya sampai Katya yang berjalan di koridor
bersama Reva pun merasa kaget.

“Lu, ajarin apa anak orang? Jangan ngadi-
ngadi ye lu, Nyet!” protes Reva.

"Apa sih, Va. Orang enggak ada apa-apa,"
jawab Katya seadanya.

“Oh, gitu, ya udah deh cuss balik,” kata Reva
singkat.

Saat perjalanan Katya tersenyum-senyum
sendiri di bawah langit sore kota Surabaya yang
padat pengendara. Ia teringat dengan kepolosan
Puja yang tiba-tiba membuat status mereka
menjadi sepasang kekasih. Ia ingin berada di panti
asuhan sesering mungkin. Ia ingin menjadi
pahlawan dalam hidup Puja. Setidaknya ia ingin
memberikan arti kehidupan pada Puja yang tak
hanya diisi oleh kesedihan, banyak alasan untuk
bahagia.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 93

PROFIL DIRI

Oleh Aisyah Oktavia Ramadhani

Namaku Aisyah Oktavia Ramadhani.
Seorang gadis kelahiran Surabaya, 8 Oktober
2006. Kini aku berusia 14 tahun. Aku sedang
menempuh pendidikan di SMPN 56 SURABAYA.
Ada beberapa hal yang aku suka, yaitu membaca
buku, menonton film, dan merangkai cerita.

Aku mulai menyukai kegiatan itu sejak
usiaku sembilan tahun. Selain itu, aku suka
membaca artikel-artikel sejarah. Entahlah, itu
semua terasa mengasyikan untukku. Tak hanya itu,
aku juga mencoba menulis cerita. Ada beberapa
teman yang berkata, "Ngapain sih suka nulis
cerita? Toh cuman nyusahin diri sendiri,"
celetuknya.

Mungkin dari pandangan orang lain, menulis
sangat membosankan. Nah, alasanku suka menulis
adalah agar aku bisa menuangkan perasaan apa

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 94

pun melalui cerita yang kutulis. Aku merasa sedikit
lega seusai menulis cerita.

Oh, ya! Aku juga menyukai gula-gula dan
cokelat. Bahkan saat sedih pun, makanan-
makanan itu dapat mengembalikan suasana hatiku.
Memang aku anak yang susah mengendalikan
suasana hati. Terkadang dalam waktu sekejap
dapat berubah-ubah secara ekstrem. Terkadang
aku merasa sangat senang, bahkan dengan hal
sekecil apa pun.

Namun, terkadang aku merasa gelisah atau
pun sedih tanpa sebab. Aku berusaha menuangkan
perasaan itu dengan cara menulis cerita. Bagiku
tempat ternyaman selain di rumah adalah di
perpustakaan. Rasanya aku bisa tenang di sana.
Melihat jejeran buku-buku yang tersusun rapi dan
bau buku-buku baru di sana dapat membuatku
melupakan sedikit kerumitan yang bergelut
dipikiranku.

Mungkin untuk beberapa orang, hal itu
terasa membosankan. Namun, untukku semua hal
yang kulakukan mampu membuatku nyaman.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 95

Bagiku sulit untuk mengekspresikan perasaan diri
sendiri. Maka dari itulah, dengan membaca
setidaknya aku mampu melupakan sedikit
kegelisahan hingga terkadang hanyut dalam alur
cerita yang kubaca.

Ada satu pesan dari sebuah novel yang
pernah kubaca, bahkan sampai sekarang kata-kata
itu masih tersimpan dipikiranku. "Tuhan
menciptakan manusia secara berbeda-beda,
bukan? Sebab itulah buat ciri khas dirimu sendiri
dari hal yang kamu sukai. Tak apa menjadi
berbeda. Tunjukkan pada dunia bahwa kamu bisa
melakukannya.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 96

AYAHKU PAHLAWAN DALAM HIDUPKU

Oleh Desi Aulia Rachmawati

Namaku Desi Aulia Rachmawati. Aku biasa
dipanggil Desi. Aku anak kedua dari dua
bersaudara. Aku punya kakak perempuan yang
bernama Annisa Arofatul Jannah. Akulah anak
termuda di keluarga kami.

Siapa yang tak kenal dengan sosok ini.
Sosok yang selalu menjaga dan melindungi kami.
Sibuk pontang-panting ke sana kemari, tak kenal
siang atau malam hanya untuk mencari nafkah
agar keluarga dapat bertahan hidup dengan baik.
Iya, dia adalah Ayah. Ayah yang sangat aku cintai.

Ia adalah sosok superhero yang paling nyata
buatku. Ayah adalah sosok pahlawan yang luar
biasa dalam keluargaku. Aku merupakan salah satu
murid dari sekolah SD Bahrul Ulum Putat Jaya
yang berada di Surabaya. Aku terbilang anak biasa
saja, tidak pintar dan tidak bodoh. Nilai yang
kumiliki tidak sebagus dengan nilai teman-teman.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 97

Aku pun dari keluarga sederhana. Ayah
seorang tukang bengkel mobil. Ibu hanya seorang
ibu rumah tangga yang mengurusi semua
pekerjaan yang ada di rumah.

Pagi hari yang cerah ini aku berangkat ke
sekolah untuk menimba ilmu. Ayah hanya
mengantar sampai gerbang sekolah seperti hari-
hari sebelumnya. Begitu pun saat aku pulang
sekolah. Ayah selalu menyempatkan waktu untuk
menjemputku. Oleh karena itu, beliau selalu izin
pada bos bengkel hanya untuk meminta sedikit
waktu agar bisa menjemputku.

Semua yang Ayah lakukan hanya untuk
memastikan agar aku baik-baik saja. Ayah tampak
lega jika setibanya di rumah, aku pulang dengan
selamat padahal sebenarnya sekolahku tak terlalu
jauh. Teman-temanku pun kebanyakan berangkat
dengan sepedanya, hanya sebagian kecil yang
diantar oleh orang tua mereka termasuk aku.
Setibanya di rumah, Ayah langsung beranjak
kembali ke tempat kerjanya seperti itu setiap
harinya.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 98

Hari itu ayah pulang membawa sepeda.
“Ayah, apakah sepeda itu untukku? Tapi aku
kan belum bisa naik sepeda, Yah," jawabku senang
saat menyambut kedatangan Ayah.
“Iya, Nak. Nanti kalo sudah besar kita
belajar, ya?" ujar Ayah.
Spontan ada suara yang membuat hatiku
mendadak sedih, "Sepedanya buat kak Annisa
dulu,” sahut Ibu yang sedang memasak sembari
menghampiriku dan memeluk.
Sedih sekali hatiku, aku juga ingin berangkat
sekolah naik sepeda sendiri. Semenjak itu aku
mulai merasa Ayah pilih kasih. Aku merasa Ayah
lebih sayang kak Annisa daripada aku. Semenjak
sekolah diliburkan, semua kegiatan sekolah beralih
basis online. Semua ini karena pandemi yang
menyerang negaraku, yaitu virus corona (COVID-
19).
Virus itu mematikan. Nah, untuk
mengantisipasi penyebaran wabah ini, semua
aktivitas pembelajaran melalui daring atau online.
Di sisi lain aku khawatir dengan kondisi Ayah yang
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 99

tidak ada hari libur kerja. Ia harus tetap melawan
rasa takut menghadapi pandemi ini demi
mencukupi kebutuhan keluarga dan aku selalu
berdoa agar keluargaku dijauhkan dari penyakit
mematikan itu.

Sekarang sekolah berjalan daring, jadi aku
harus pakai ponsel untuk mengikuti kelas belajar.
Tapi aku masih kecil dan tidak diperbolehkan
mempunyai ponsel sendiri. Apalagi Ayah tidak
mempunyai uang sebanyak itu untuk membeli
ponsel. Kami bisa makan saja sudah bersyukur.

“Tapi lagi-lagi Ayah membelikan ponsel
untuk Kak Annisa dan aku hanya menggunakan
ponsel Ayah untuk ikut sekolah daring,” gumamku
sedih.

“Kenapa sih kak Annisa terus yang
dibelikan?” ucapku jengkel.

"Kak Annisa lebih butuh, Nak. Lain waktu
kamu pasti akan dibelikan,” ujar Ibu mencoba
meyakinkanku.

Hingga suatu malam Ayah terlihat sangat
lelah dan lemas saat pulang dari bekerja. Aku

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 100

menghampiri dan mencium tangannya, tapi aku
merasakan tubuh Ayah yang begitu panas.

“Ayah lelah, ya? Apakah Ayah demam?
Kenapa begitu panas tangan Ayah?” khawatirku.

“Ayah baik-baik saja, Nak,” jawab ayah
tenang.

Aku tahu Ayah berbohong. Ibu langsung
menuju dapur dan membuatkan teh hangat serta
makanan untuk Ayah.

“Bu, sepertinya Ayah sedang demam,”
ucapku memelas pada Ibu.

“Iya, sayang. Kamu harus banyak berdoa,
ya, supaya Ayah sehat selalu," ucap Ibu.

Keesokan harinya Ibu mengantar Ayah ke
dokter. Saat pulang sekolah, aku lihat Ibu tidak
sedang bersama Ayah.

“Bu, Ayah mana?” ucapku sembari mencium
tangan Ibu.

“Bagaimana kata dokter, Bu?” sahut kak
Annisa yang juga khawatir.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 101

“Ayah positif COVID-19, jadi Ayah harus
tinggal di asrama sementara. Kita banyak berdoa,
ya," ucap Ibu yang sedih berlinang air mata.

Aku sangat terpukul lalu menangis sedih
meratapi nasib keluargaku. Aku takut kehilangan
Ayah. Aku tidak mau Ayah pergi. Sudah 2 minggu
Ayah berada di asrama, aku sangat merindukan
Ayah.

“Bu, kapan Ayah pulang?” tanyaku.
“Sabar, ya, sayang. Ayah pasti sembuh," Ibu
mencoba menenangkanku.
Aku lihat Ibu dan Kak Annisa masak banyak
sekali.
“Tidak biasanya Ibu masak banyak. Apa
mau ada acara, Bu?” tanyaku.
“Mulai hari ini Ibu jualan nasi, Nak untuk
tambahan pemasukan,” jelas ibu.
Tepat satu bulan akhirnya Ayah pulang.
Ayah sudah sehat kembali, aku langsung berlari
menuju Ayah dan memeluk sambil mengucap, “Aku
rindu Ayah.”

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 102

Aku memeluk erat Ayah. Namun, ternyata
keluarga kami mendapat kabar kalau Ayah
diberhentikan dari bengkel sehingga Ayah harus
mencari pekerjaan lain. Beruntung sekali Ibu masih
ada dana dari jualan nasi kucing setiap pagi. Di
samping itu pula Ayah tak kenal lelah mencari
pekerjaan ke sana kemari.

Beberapa hari kemudian karena kegigihan
Ayah yang hebat itu. Ayah bisa bekerja menjadi
satpam di salah satu rumah besar. Ekonomi
keluarga kami kembali normal dan Ibu tidak perlu
berjualan nasi kucing lagi. Namun, Ibu tetap
melayani penjualan nasi kucing karena sudah
mempunyai pelanggan.

Walaupun terkadang Ayah cuek terhadapku
akan tetapi, di balik itu tersimpan kelembutan yang
begitu besar. Ayah itu sangat istimewa, lebih
istimewa dari apa pun di dunia ini. Hanya sosok
Ayah yang menjadi panutan. Ayah tak akan pernah
menyerah dengan keadaan. Ayah tidak pernah
mengeluh di depan keluarganya.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 103

Ia selalu menutupi segala rasa sakit yang ia
rasakan. Di kala sakit pun ia masih terlihat tegar
dan semangat. Walaupun sesungguhnya ia lelah
dan memiliki rasa sakit yang tidak ia ceritakan
kepada siapa pun termasuk aku anaknya. Ayah
adalah bentuk kasih sayang yang tak akan pernah
luntur dimakan usia. Semangat yang ia miliki
membuat aku bisa duduk di bangku SD.

Ayah pahlawanku, Ibu idolaku dan Kakak
adalah penyemangatku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 104

PROFIL DIRI

Oleh Desi Aulia Rachmawati

Namaku Desi Aulia Rachmawati, biasanya
aku dipanggil Desi. Aku lahir di kota Surabaya,
pada tanggal 20 Desember 2009. Aku anak kedua
dari dua bersaudara. Aku menjadi salah satu siswi
kelas 4 SD Bahrul Ulum. Annisa Arofatul jannah
adalah nama kakakku yg sedang duduk dibangku
kelas 2 SMP Bahrul Ulum. Aku dan kakakku
mempunyai hobi yang sama, yaitu memasak dan
membaca buku.

Aku banyak dikenal sebagai anak yang aktif
di sekolah dan di TBM. Cita-citaku ingin menjadi
orang yang sukses dan bisa membanggakan kedua
orang tua. Maka dari itu aku sangat suka membaca
buku, untunglah di dekat rumahku ada Taman
Bacaan Masyarakat. Hampir setiap hari aku
mengajak kakakku, membaca buku di sana. Ketika
ada kesulitan mengerjakan tugas sekolah, aku bisa
meminta bantuan kak Ria sebagai petugas TBM

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 105

untuk mengajariku serta membimbing mengerjakan
tugas yang belum aku pahami.

Seusai mengerjakan tugas sekolah aku
selalu langsung bergegas membaca buku cerita
sepuasnya. Suatu hari Kak Ria memberiku
tantangan untuk membuat cerita. Menurutku
menulis adalah hal yang melelahkan dan
membosankan bagiku pada saat itu. Namun, berkat
dorongan dan bimbingan Kak Ria, aku mulai
mencoba menulis. Meskipun menurutku itu adalah
kegiatan yang sangat membosankan. Sejak saat itu
aku mulai sadar bahwa ilmu itu seperti hewan
buruan dan tulisan itu adalah tali ikatannya agar si
hewan buruan atau ilmu yg sudah kita dapat tidak
terlupakan, kita harus menulis agar selalu diingat.
Jika kita terlupa akan ilmu yang kita dapat, kita bisa
melihat tulisan kita lagi.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 106

PERSELISIHANKU

Oleh Azzahra Bunga H

Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara.
Ketika kecil aku dirawat Mama, disuapi, dimanja,
merasakan kasih sayangnya. Mama adalah orang
yang aku sayangi dan orang terpenting di dunia ini.
Tanpa Mama aku tidak akan terlahir ke dunia.

Jika sakit, Mama selalu siap siaga merawat
penuh kasih sayang. Jika aku menangis, Mama
ada di sampingku dengan memeluk penuh
kelembutan. Aku bersyukur mempunyai Mama
yang selalu siap siaga tanpa lelah. Mama selalu
mengajakku pergi ke mana pun. Jika ada masalah,
Mama selalu menghiburku dan mengarahkanku.

Mama adalah malaikat tanpa sayap dan
wanita terhebat untukku. Apa pun yang kuminta
berusaha untuk ia sediakan. Aku tidak selalu
dimanja karena hal ini demi kebaikanku agar
mampu belajar lebih mandiri.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 107

“Alea, kamu tidak boleh selalu bersikap
sesuai keinginanmu karena ada orang lain di
sekitar yang belum tentu sependapat denganmu,
Alea bisa melatih kesabaran, dan lebih menghargai
orang-orang sekitar,” nasihat Mama.

“Kamu harus menjadi anak yang sukses,
supaya Mama dan Papa bangga. Jika Alea tidak
mandiri siapa yang akan menolongmu? Orang lain
tidak akan ikhlas jika kamu tidak memberi imbalan,”
pinta Mama.

“Bukan berarti Mama jahat memarahi Alea,
ini demi kebaikan diri sendiri,” ucap Mama sambil
mengelus kepalaku.

Walaupun aku sering dimanja, dimarahi
ketika berbuat salah, namun Mama tetap
memberikan saran dan menunjukkan hal yang
benar. Aku mengagumi Mama yang selalu bekerja
keras.

Mama kok tidak capek ya, mengerjakan
pekerjaan rumah dan kadang pulang membawa
pekerjaan kantor yang belum selesai batinku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 108

Ketika siang hari Mama sering video call
untuk menanyakan kondisiku.

"Nak, bagaimana di rumah?” tanya Mama.
“Baik, Ma,” jawabku.
Salah satu kesalahanku yang paling kuingat
dan tidak akan kuulang adalah membentak Mama.
Suatu hari kepalaku terasa sangat pusing karena
tugas yang kukerjakan masih belum selesai.
Jumlah soal yang diberikan sangatlah banyak,
selain itu aku juga belum mengerjakan pekerjaan
rumah yang diberikan oleh Mama. Aku lupa
melakukan pekerjaan rumah, lalu Mama
memanggilku.
“Ada apa, Ma," sahutku.
"Kamu itu ya dikasih pekerjaan yang ringan
malah tidak mau mengerjakan!" kata Mama sedikit
marah.
"Mama tidak tahu, ya. Aku dapat PR
banyak," seruku kesal.
Mama menghiraukanku dan pergi ke kamar.
Tanpa bersalah, aku melanjutkan mengerjakan PR
sekolah. Selain itu aku juga pernah pergi dari
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 109

rumah dan menginap di rumah teman selama
beberapa hari. Waktu itu aku sangat terpukul
karena selalu berselisih paham.

Mama yang mengetahui bahwa aku kabur,
kemudian mencariku ke semua tempat hingga
akhirnya menemukanku di rumah teman. Aku
sangat bersalah. Betapa khawatirnya beliau saat
tahu aku kabur dari rumah. Aku sangat menyayangi
Mama, tetapi kita sering berselisih karena aku
sering melawan karena hal sepele.

Hal ini membuat kondisi rumah tidak
nyaman, mengakibatkan tiap hari selalu dimarahi,
tetapi itu semua demi aku. Dulu aku sempat
membenci Mama karena menurutku, Mama adalah
orang yang sering marah dan jahat. Ternyata itu
semua salah dan aku sadar Mama marah demi
kebaikanku. Mama tidak mau anaknya diremehkan
orang lain.

Lebih baik aku dimarahi sebelum
diremehkan ucapku dalam hati.

Mama mengajak aku berkunjung ke panti
asuhan. Aku melihat banyak anak-anak seusiaku

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 110

hidup dalam kesederhanaan, harus mau berbagi,
dan mengalah kepada sesama saudara yang
lainnya. Aku membayangkan, bagaimana bila tidak
memiliki orang tua.

Kemudian aku bersusah payah membantu
keperluan panti asuhan. Aku juga melihat pakaian
mereka yang sederhana dan terkesan kurang
bersih, sedangkan Mama selalu menyiapkan
kebutuhan pakaian dengan baik. Aku ingin sekali
membalas jasa orang tuaku, terlebih kepada
Mama. Aku ingin sekali menjadi anak yang berbakti
dan sigap membantu saat beliau mengalami
kerepotan. Aku mendapat motivasi dari anak-anak
yatim piatu untuk menghargai orang tua karena jika
tanpa orang tua aku tidak ada di dunia.

Mama dan Papa adalah orang tua yang
memiliki hati dan perasaan lembut. Sungguh tidak
pantas apabila aku membuat mereka sedih. Aku
berdoa semoga orang tuaku selalu memperoleh
kebahagiaan. Aku bertekad menjadi anak
kebanggan mereka saat aku besar nanti. Aamiin.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 111

PROFIL DIRI

Oleh Azzahra Bunga H. I

Hai, perkenalkan. Nama saya Azzahra
Bunga Habibah Hany Irawan, biasa dipanggil Zahra
atau Alea. Saya anak kedua dari dua bersaudara.
Saya lahir di Surabaya tanggal 21 maret 2009.
Sekarang usia saya 11 tahun.

Saya tinggal bersama orang tua serta kakak
laki-laki saya yang bernama Muhamad Habibi Hany
Irawan. Kedua orang tua saya berprofesi sebagai
TNI AD. Saya murid kelas enam SD Siti Aminah
Surabaya. Hobi saya adalah menulis cerita, renang,
dan bernyanyi.

Saya suka membaca komik dan
mengoleksinya. Buku yang saya suka adalah buku
berjudul Aveen Kenzie. Buku tersebut sangat
menarik untuk dibaca. Saya bisa belajar berbagai
macam sifat dan karakter dari tokoh cerita yang
saya baca. Hal ini membuat saya merasakan

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 112

bahwa buku adalah jendela dunia. Sejak saat itu
saya suka membaca.

Saya mempunyai kenangan menjadi juara
menulis, ketika saya sekeluarga pulang kampung.
Selama liburan, Paman memberi info bahwa
kampung sedang mengadakan lomba menulis
cerita antar RW. Saya memutuskan untuk
mengikuti dan alhamdulillah saya mendapat juara
3.

Ketika TBM RW IV Gunungsari mencari bibit
penulis, saya antusias untuk mendaftarkan diri.
Orang tua sangat mendukung kegiatan saya
sebagai bibit penulis. Harapan saya menjadi bibit
penulis adalah ingin menjadi penulis cilik yang
hebat dan membanggakan kedua orang tua.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 113

PAHLAWAN DALAM HIDUPKU

Oleh Perwitasari Darmastuti

Seorang pahlawan adalah mereka yang baik
hati dan bijaksana. Pahlawan juga seorang yang
rela mengorbankan kepentingan individu dan
mengutamakan orang lain. Pahlawan dalam
hidupku adalah Mama. Tanpa Mama mungkin aku
tidak akan seperti ini. Jika Mama tiada, mungkin
aku juga tidak ada di dunia ini. Jelas saja karena
beliau yang melahirkanku.

Mama yang merawatku sedari kecil hingga
sekarang. Aku tak bisa membalas jasa-jasa Mama.
Meskipun Mama selalu marah, tetapi itu yang
membuatku semakin semangat belajar. Kini aku
menyadari bahwa Mama menasihatiku agar kelak
aku dapat sukses dan bisa membanggakan Mama.
Aku akan menyimpan nasihat-nasihat Mama
hingga aku dewasa nanti.

"Sari, jangan lupa salat lima waktu dan
belajar yang giat ya, Nak," ucap Mama.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 114

"Siap, Ma akan Sari laksanakan," ucapku
dengan tersenyum.

Selain Mama, Ayah juga seorang pahlawan
yang terhebat dalam hidupku. Kusebut pahlawan
karena Ayah rela mencari nafkah untuk aku, Mama,
Kakak, dan Adik juga. Beliau adalah Ayah yang
paling baik dan sederhana. Orang yang rela
berpanas-panasan untuk mencari nafkah.

"Sari, Ayah kerja dulu, ya. Kamu jaga adik-
adik,” ucap Ayah saat hendak bekerja.

"Siap, Yah. Ayah hati-hati di jalan, Yah,"
ucapku dengan senyum manis sembari sebuah
lesung menghias di pipi.

Tidak pernah kulupakan jasa-jasamu. Aku
berjanji akan membuatmu bangga dan yakin bahwa
aku akan menjadi anak yang sukses di kemudian
hari.Mereka sangat sibuk sekali, terkadang Mama
dan Ayah tidak ada waktu untukku. Ayah bekerja
dan Mama mengurus kedua adikku. Mulai dari sini
aku belajar mandiri. Semua hal kulakukan sendiri
tanpa menyuruh siapa pun.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 115

Malam yang begitu sunyi, aku merasa sepi.
Saat aku merasa tidak enak badan, aku ingin sekali
diperhatikan oleh mereka. Meskipun sakit, mereka
hanya memberikan obat biasa. Bukan obat yang
kubutuhkan, tapi perhatian dari mereka. Aku lelah
sekali.

Aku ingin sekali diperhatikan oleh kedua
orang tuaku. Aku juga ingin diperhatikan mereka
batinku dengan berurai air mata.

"Ma, badanku enggak enak banget. Bisakah
Mama mengantarku ke dokter?" kataku dengan lirih
sembari menghampiri Mama yang masih sibuk
mengurus kedua adikku.

"Iya, sebentar ya, Nak. Mama lagi ngurusin
adik-adikmu dulu. Kamu minum obat dulu saja, ya.
Ada di kotak P3K,” kata Mama tanpa sempat
melihatku.

"Iya, Ma," ucapku sedikit menggerutu.
Walaupun Mama dan Papa kurang
memperhatikanku karena kesibukanya, aku masih
memiliki tiga sahabat yang sangat menyayangiku.
Mereka adalah sahabat dekatku yang baik, pintar,
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 116

lucu, suka melawak, dan lain sebagainya. Mereka
bernama Septi, Sakila, dan Omar. Sahabatku
adalah yang terbaik. Mereka yang selalu
menanyakan kegiatanku sehari-hari misalnya
sudah salat, sudah mandi, dan sudah makan.
Mereka yang selalu peduli padaku.

Saat aku tidak masuk sekolah karena sakit,
mereka juga khawatir padaku. Pada sore hari saat
aku tidak masuk sekolah, Omar menanyaiku lewat
telepon.

“Assalamualaikum, Omar,” jawabku dengan
nada pelan.

“Waalaikumsalam, Sari,” ucapnya dengan
nada khawatir.

"Sari, kenapa kamu enggak ikut rapat
OSIS?" tanya Omar.

"Iya, aku sakit, Mar," jawabku pelan.
"Kamu sakit apa? Kamu enggak ke dokter?"
tanyanya lagi.
"Aku belum ke dokter karena tidak ada yang
mengantarku ke dokter. Aku sakit mag,” jawabku
pada Omar.
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 117

"Oh, kalau begitu ayo, kita sama-sama ke
dokter," kata Omar.

"Tidak usah Omar. Biar nanti aku yang minta
antar Ayahku saat pulang kerja,” jawabku dengan
tersenyum.

Beberapa hari kemudian, Omar datang ke
rumahku dengan teman-teman yang lain. Ia
membawakan banyak bingkisan agar aku kembali
sehat.

"Assalamualaikum, Sari," ucap Omar dan
teman-temanku.

"Waalaikumsalam," ucapku dengan kaget
karena kedatangan mereka yang tiba-tiba.

"Iya, kami ke rumahmu karena kamu tidak
masuk tiga hari. Kami khawatir kepadamu Sari,”
kata Septi dengan nada khawatir kepadaku.

"Iya, terima kasih, ya. Aku jadi terharu deh,"
kataku dengan senyum.

Aku ingin menunjukkan pada mereka bahwa
aku masih baik-baik saja.

"Semoga cepat sembuh," kata Sakila.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 118

Mendengar percakapan teman-temanku,
Mama datang membawakan suguhan minum dan
makanan. Mama berterima kasih karena telah
menjengukku.

"Terima kasih ya, Nak. Kalian sudah mau
menjenguk Sari," kata Mama.

"Sama-sama, Tante. Semoga Sari cepet
sembuh,” ucap Septi.

"Aamiin," kata Mama yang kuikuti.
“Sari, maafin Mama ya, Nak. Kamu sakit dan
Mama kurang peduli padamu. Kemarin Mama
telepon temanmu agar mereka menjengukmu,”
ucap Mama dengan mata berkaca-kaca.
“Terima kasih, Mama. Aku sayang Mama,”
jawabku dengan haru.
Aku berusaha memaklumi orang tuaku,
apabila mereka kurang memperhatikanku. Kini aku
sadar, orang tuaku bukan tak sayang padaku,
mereka justru sangat menyayangiku. Sakit yang
kuderita tidak sebanding dengan keringat
berjatuhan saat mereka berkerja keras mengurus
aku dan kedua adikku. Aku tahu sebenarnya
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 119

mereka sayang padaku. Namun, orang tuaku pasti
sangat sibuk sehingga mereka tidak sempat
menanyakan keadaanku. Aku bersyukur karena
memiliki orang tua dan sahabat yang sangat
memperhatikanku.

“Tanpa mereka aku sudah tidak kuat lagi. I
love you Mah, Yah, dan sahabat terbaikku,”
gumamku tersenyum senang.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 120

PROFIL DIRI

Oleh Perwitasari Darmastuti

Hai, kenalkan nama saya Perwitasari
Darmastuti, biasa dipanggil Sari. Saya anak kedua
dari empat bersaudara. Saya lahir di Surabaya
tanggal 4 Mei 2007. Sekarang saya berusia 13
tahun. Saya tinggal bersama kedua orang tua,
kakak, dan adik saya. Nama Ayah Suwarto, nama
Ibu Widyawati, nama kakak saya Perdana, nama
adik saya Nimas, dan Gendis.

Saya bersekolah di SMPN 46 Surabaya
kelas satu. Alamat rumah saya Jalan Raya Dukuh
Pakis No 43 Surabaya. Aku memiliki dua sahabat
bernama Sakila dan Septi. Saya menjalin
persahabatan dengan Sakila selama 9 tahun.
Sakila adalah teman sejak TK hingga sekarang dan
kami bertetangga. Septi adalah sahabat sejak SD
sampai sekarang.

Saya pernah menjabat sebagai ketua OSIS
periode 2019-2020 dan menjabat sebagai SEKBID

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 121

Olahraga. Saya senang berorganisasi karena bisa
menambah wawasan dan pertemanan. Suatu hari
nanti, saya ingin menjadi seorang walikota wanita,
seperti sosok Bu Risma yang pernah menjabat
sebagai walikota di Surabaya.

Hobi saya adalah membaca buku,
memasak, berenang, dan lain-lain. Buku yang
biasa saya baca buku dongeng dan KKPK. Saya
suka membaca buku di TBM sekitar rumah saya,
perpustakaan sekolah, dan kamar. Saya suka
memasak masakan Indonesia, seperti kari ayam,
soto ayam, rawon, dan bakso. Saya terinspirasi
untuk memasak, karena saya ingin memiliki hobi
baru.

Saya biasa renang di kodam Brawijaya.
Saya ingin menjadi atlet renang. Hobi saya yang
lainnya, yakni membaca, dapat menjadikan saya
sebagai penulis profesional seperti Raditya Dika,
Ria Ricis, dan penulis profesional lainnya. Saat ini
saya menjadi bibit penulis di TBM RW 6 Dukuh
Pakis untuk mengasah kemampuan saya dalam

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 122

menulis cerita. Saya juga membiasakan diri
menulis cerita saya di buku diary.

Semoga suatu hari nanti, saya dapat
memiliki buku sendiri yang dapat menghibur dan
menginspirasi banyak orang.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 123

PAHLAWAN TANPA TANDA JASAKU

Oleh Angga Sirait

Pagi ini terasa berat bagiku. Hari ini aku
akan pergi meninggalkan kota kelahiran. Kota
Medan tempat aku dilahirkan dan dibesarkan
hingga aku duduk di kelas dua sekolah dasar. Hari
ini aku akan pergi ke kota Surabaya. Aku akan
sekolah dan menuntut ilmu di kota tersebut.

Aku tidak sendiri pergi ke Surabaya, kakak
perempuanku yang bernama Indah juga turut serta.
Lain halnya dengan kakak perempuanku yang lain.
Dia akan menetap di ibu kota, Jakarta. Sedih dan
berat sekali rasanya hati ini untuk pergi
meninggalkan Ayah dan saudara-saudaraku.

Keesokan harinya, aku tiba di kota
Surabaya. Aku tinggal bersama Paman, Tante, dan
ketiga kakak sepupu. Mereka menyambutku
dengan gembira, begitu juga dengan diriku. Aku
merantau ke kota Surabaya untuk menuntut ilmu.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 124

Aku akan sekolah di sini karena aku akan
menggapai mimpi dan cita-citaku di kota ini. Aku
bermimpi ketika aku besar nanti aku akan bekerja
sebagai guru. Aku ingin membanggakan orang
tuaku dan keluarga besarku. Setelah beberapa hari
aku berada di sini, aku mulai melanjutkan
aktivitasku.

Besok aku akan mulai sekolah di sekolah
yang dekat dengan rumah.

“ Bondan, kamu tidur cepat, ya! Besok kamu
akan sekolah,” tante Mira mengingatkanku.

“Iya, Tante,” jawabku.
Aku pun mulai tidur agar aku besok tidak
bangun kesiangan. Pagi hari pun tiba, aku bangun
pukul lima pagi. Tak lupa aku membantu menyapu
dan membersihkan rumah. Setelah itu aku bersiap-
siap pergi ke sekolah. Aku sangat antusias sekali
dan menunggu bertemu dengan teman-teman
baruku, pasti sangat menyenangkan.
“Selamat pagi! Perkenalkan nama saya
Bondan Budi Utama. Saya datang dari kota

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 125

Medan,” kataku memulai perkenalan di depan
kelas.

Setelah berkenalan, aku dipersilakan duduk
oleh guruku. Aku duduk dengan Shania. Wali
kelasku saat kelas dua sekolah dasar ini bernama
bu Ana. Di sekolahku yang baru ini, aku diterima
dengan baik oleh teman-teman. Bukan hanya itu,
Bu Ana yang mengetahui aku adalah anak baru
langsung membimbingku agar tidak tertinggal
materi pelajaran.

“Bondan, apakah kamu kesusahan dengan
materinya? Nanti siang datang ke ruang guru, biar
Ibu ajari kamu materi pelajaran yang tertinggal,”
kata Bu Ana kepadaku.

“Agak kesusahan, Bu, tapi saya sangat
berterima kasih, jika Ibu berkenan mengajarkan
saya materi yang tertinggal,” jawabku.

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
Menjadi guru juga tidak memandang status sosial
muridnya. Sikap guru seperti Bu Ana inilah yang
menginspirasiku ingin menjadi guru. Guru yang

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 126

berjuang menjadikan murid-muridnya menjadi anak
yang cerdas dan anak yang bermanfaat.

Perjuangan seorang guru dalam mengajar
dan mendidik murid-murid inilah yang
menjadikanku memilih dan bermimpi kelak aku
akan menjadi guru. Bukan hanya itu, di saat
menghadapi murid-murid yang nakal dan usil pun
guru wajib memiliki stok kesabaran yang banyak.

Bel untuk pulang sekolah pun berbunyi, aku
dan teman-teman bersiap-siap untuk pulang ke
rumah.

“Bondan pulang,” seruku sambil masuk ke
dalam rumah.

“Bagaimana tadi sekolahnya Bondan?
Sudah dapat teman?” tanya Tante Mira.

“Wah, tadi banyak sekali teman Bondan,
Tante. Bondan sudah punya banyak teman. Tadi
juga bu Ana menawarkan Bondan untuk belajar
bersama beliau, jadi ya sepulang sekolah untuk
mengejar ketertinggalan materi pelajaran,”
jawabku.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 127

“Oh begitu, iya tidak apa-apa Bondan,” seru
tante Mira.

Tante Mira berprofesi sebagai guru, beliau
merupakan guru sekolah menengah pertama.
Selama menunggu persiapan sekolah, Tante Mira
dengan sabar mengajari aku. Tante Mira memiliki
kesabaran yang sangat tinggi, terutama saat aku
menghadapi pelajaran matematika yang menurutku
adalah pelajaran yang sangat sulit. Tante Mira
dengan sabar melatih dan mengajariku
matematika. Melihat keberhasilan Tante Mira yang
mendidik kakak sepupu dengan baik sampai
mereka lulus dan bekerja dengan baik, semakin
membuatku yakin akan keputusanku untuk
menggapai impianku kelak bekerja sebagai guru.

Sore hari tiba, keluarga berkumpul di ruang
tamu untuk menonton televisi bersama dan
bercerita.

“Bondan, apa cita-citamu?” tanya Paman.
“Hmmm, cita-citaku sebagai guru, Paman,”
jawabku dengan semangat.
“Wow, seperti Tantemu dong,” kata Paman.
Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 128

“Iya, Paman. Aku sangat ingin menjadi guru.
Menurutku menjadi guru itu merupakan pekerjaan
yang sangat mulia. Kita harus memiliki kesabaran
yang tinggi untuk mengajar murid-murid, apalagi
jika ada murid yang nakal,” ceritaku menjelaskan.

“Itu sangat luar biasa, Bondan. Segala
pekerjaan itu sangat mulia, namun apabila kamu
bercita-cita sebagai guru, kejar, dan raihlah.
Paman, Tante, dan kakak-kakakmu akan selalu
mendukungmu dan membantumu dalam belajar,”
kata Paman memberi dukungan.

Aku sangat senang sekali, Paman, Tante
dan Kakak-kakak sepupuku sangat mendukungku
meraih cita-cita. Semoga kelak aku bisa menjadi
seperti Tante Mira dan Bu Ana. Menjadi guru yang
hebat dan luar biasa.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 129

PROFIL DIRI

Oleh Angga Sirait

Perkenalkan namaku Angga. Aku lahir
tanggal 10 Agustus 2007. Aku lahir di kota Medan
dan saat ini umurku 12 tahun. Tahun ajaran baru ini
naik ke kelas tujuh. Namun, karena ada wabah
COVID-19 yang melanda dunia membuat aku dan
teman-teman tidak dapat pergi ke sekolah.

Selama berada di rumah, aku sering
membaca buku. Teringat ketika menginjakkan
kakiku pertama kali di Kota Surabaya, saat itu aku
duduk di kelas dua SD dan aku masih belum bisa
membaca. Ketika itu Pakde dan Bude menyuruhku
untuk datang ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM).
Selain itu, di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) aku
juga pertama kali belajar membaca bersama kakak
petugas. Hal itu membuatku bersyukur sekali,
akhirnya aku bisa membaca dengan lancar saat ini.

Di Taman Bacaan Masyarakat, aku belajar
memahami isi bacaan. Kakak petugas mengajari

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 130

aku tentang isi bacaan dan mulai dari situ aku
lebih mengerti isi bacaan. Aku juga belajar
meringkas bacaan. Berawal dari meringkas
membuatku penasaran dan memulai kegiatanku
menulis. Namun, ketika aku kurang mengerti, atau
merasa bosan, dan ada rasa ingin menyerah di
saat itulah kakak petugas selalu mendukung,
mengajari dan memberiku semangat.

Setiap kata dan masukan yang kakak
petugas berikan, aku simak dengan baik-baik dan
membuatku semangat lagi untuk meringkas bacaan
dan menulis cerita.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 131

IBUKU ADALAH PAHLAWANKU

Oleh Carissa Nadya Putri Prasetyo

Hai namaku Melody Yudhistira Azahra, biasa
dipanggil Amel. Aku anak tunggal yang tinggal
dengan Ayah dan Ibu. Mereka sangat
menyayangiku. Setiap hari kami selalu meluangkan
waktu untuk bersama. Aku mulai mengenal
pergaulan yang berhubungan dengan gadget dan
mulai menginginkan sesuatu yang harus aku
dapatkan.

Kini aku sering merasa kesal dengan Ibu
tanpa sebab. Aku selalu membantah ketika Ibu
menasihatiku, selalu marah-marah dengannya,
apalagi jika aku meminta sesuatu tapi Ibu
menundanya. Aku sangat marah sampai-sampai
aku mengobrak-abrik barang-barang di sekitarku
tepat di depan Ibu.

Ibu tidak pernah memarahiku, beliau hanya
berkata “Sabar, Nak. Besok pasti Ibu belikan,” kata
Ibu sambil merapikan baju.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 132

Aku semakin jengkel kepada Ibu. Tidak lama
kemudian Ayah datang.

“Amel, kenapa kamu, Nak?” tanya Ayah
kepadaku.

“Hehehe … tidak apa-apa, Yah,” ucapku
sambil masuk kamar.

Entah kenapa, sepertinya aku merasa takut
dengan Ayah. Saat aku bangun dari tempat tidur,
aku langsung mandi dan bersiap ke sekolah.
Sebelumnya kulihat di meja makan telah tersaji
makanan untuk sarapan pagi bersama. Ibu jarang
ikut sarapan dan hanya menyiapkan makanan.

“Nanti, ingin Ibu masakin apa?” tanyanya
selalu padaku setelah sarapan.

“Terserah … yang penting enak,” ucapku
meringis.

Kemudian Ibu bergegas untuk pergi ke pasar
membeli bahan makan siang dan makan malam
nanti. Aku jarang menemui Ibu saat aku berangkat
ke sekolah. Meskipun demikian, Ibu selalu
berpesan kepadaku dan Ayah sebelum berangkat

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 133

agar selalu hati-hati di jalan. Aku hanya berpamitan
dengan Ayah yang juga mau berangkat bekerja.

“Assalamualaikum,” salamku sepulang
sekolah dan masuk rumah.

Aku melihat Ibu yang ketiduran di depan TV
setelah memasak dan menungguku pulang. Kulihat
wajah Ibu yang berkeringat mungkin karena
kelelahan setiap hari melakukan pekerjaan rumah
sendiri.

“Oh, Amel anak Ibu yang cantik sudah
pulang?” respon Ibu kemudian bangun.

“Iya, Bu” jawabku singkat sembari menuju
kamar.

Ibu menyuruhku agar segera makan, tetapi
aku tertidur hingga akhirnya aku lupa makan siang.
Saat ibu membangunkanku, aku malah marah-
marah kepadanya. Malam harinya aku baru makan
bersama Ayah dan Ibu. Aku melihat makanan Ibu
dengan lauk yang sedikit, tapi laukku sangat
banyak padahal aku tak pernah membantu ibu
memasak. Aku menolak ketika disuruh menyapu.

Gendis Sewu Berkarya | Pahlawan dalam Hidupku 134


Click to View FlipBook Version