The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Perpustakaan Fakultas Farmasi Unissula, 2024-01-23 05:01:18

Proceeding of 15th Mulawarman Pharmaceutical Converences "Prospek dan Aksi Pengembangan Jamu sebagai Produk Farmasi Unggulan dan Utama di Indonesia Berbasis Efikasi, Keamanan, serta Filosofi Djampi-Oesodo"

PCD010FF
Fak. Farmasi Universitas Mulawarman, 2022

Keywords: Pengembangan Jamu,Produk Farmasi Unggulan dan Utama,Filosofi Djampi-Oesodo,Prosiding,Universitas Mulawarman

Formulasi Sediaan Krim Body scrub dari Serbuk Kopi yang Dikombinasikan dengan Minyak Zaitun sebagai Pencerah dan Pelembab Kulit 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 50 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Penyiapan Sampel Dimulai dengan pencarian sampel yaitu serbuk kopi. Pertama dipilih biji kopi yang sesuai dengan jenis yang akan dipakai. Yaitu kopi arabica. Setelah sampel didapatkan kemudian dihaluskan menggunkan mesin automatic grinder coffe sampai menjadi serbuk. 2.2.2 Formulasi Dilakukan optimasi basis terlebih dahulu untuk mendapatkan basis krim yang sesuai dengan perbedaan konsentrasi. Setelah didapatkan konsentrasi yang sesuai dilakukan formulasi dengan penambahan serbuk kopi ke dalam basis dengan konsentrasi 10%,15% dan 20%. 2.2.3 Uji Homogen Sebanyak 1 g sediaan body scrub dioleskan pada kaca objek, kemudian diamati partikelpartikel kasar dengan cara diraba dan diperhatikan tekstur sediaan. Homogenitas sediaan ditunjukkan dengan tidak terdapat partikel-partikel kasar pada sediaan dan warna sediaan merata. 2.2.4 Uji Organoleptis Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk,bau dan warna yang diamati secara visual. Uji organoleptis ini digunakan sebagai indikator kualitatif ketidakstabilan fisik sediaan yang berhubungan dengan kenyamanan sediaan oleh konsumen. 2.2.5 Uji Daya Sebar Sebanyak 1 g sediaan body scrub dietakkan diatas plat kaca, biarkan 1 menit, diukur diameter sebaran krim,kemudian ditimpah dengan beban 50g, beban didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameter sebarnya. 2.2.6 Uji pH Pengujian ini dilakukan menggunakan pH meter dengan cara 1 g sediaan dimasukkan dalam gelas kimia dan diencerkan dalam 100 ml aquadest. pH sediaan diukur menggunakan pH meter. Sediaan kosmetik yang digunakan pada kulit harus memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit, berkisar antara 4,5-6,5[4]. 2.2.7 Uji Iritasi Pengujian ini dilakukan dengan cara mengoleskan body scrub pada lengan bawah terhadap 10 orang relawan. Reaksi yang diamati adalah apabila terjadi iritasi pada kulit atau tidak. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama dua hari berturut-turut [4]. 2.2.8 Uji Efektivitas (Kelembapan dan Kecerahan) Uji efektivitas menggunakan sebanyak 9 orang wanita yang bermasalah dengan kulit kusam dan kering. Pengujian dilakukan selama 3 kali dalam seminggu untuk melihat perubahan kulit sebelum dan sesudah pemakaian body scrub. Pemakaian body scrub selama 15 menit diatas permukaan lengan, setelah itu dibilas kemudian dibandingkan dengan sebelum awal memakai sediaan, untuk uji kelembapan menggunakan skin analyzer dan untuk uji kecerhan menggunakan kertas indikator. 2.3 Analisis Data Prosedur analisis data untuk pengujian ini yaitu data diolah berdasarkan hasil evaluasi fisik sediaan body scrub kemudian disajikan dalam bentuk tabel kemudian dijabarkan dalam bentuk narasi. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Uji Homogenitas Hasil pemeriksaan homogenitas menunjukkan bahwa sediaan tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki susunan yang homogen. 3.2 Hasil Uji Organoleptis Kestabilan formulasi dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur dari formulalsi tersebut. Evaluasi stabilitas sediaan dilakukan selama penyimpan 14 hari. Sediaan krim body scrub disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan bau,warna, dan bentuk. Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa masing-masing formula yang telah diamati selama 14 hari memberikan


Formulasi Sediaan Krim Body scrub dari Serbuk Kopi yang Dikombinasikan dengan Minyak Zaitun sebagai Pencerah dan Pelembab Kulit 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 51 hasil yang baik yaitu tidak mengalami perubahan warna, bau dan bentuk. 3.3 Hasil Uji Daya Sebar Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan menyebar krim pada saat diaplikan. Data hasil pengukuran daya sebar dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1 Hasil Uji Daya Sebar Berdasarkan hasil yang didapatkan terdapat pada gambar 1. Menunjukkan bahwa formula 1 dengan konsentrasi serbuk kopi sebanyak 10% didapatkan hasil 6,3; formula 2 dengan konsentrasi serbuk kopi sebanyak 15% didapatkan hasil daya sebar sebesar 6,5; formula 3 dengan konsentrasi serbuk kopi sebanyak 20% didapatkan hasil daya sebar 5,5 yang mana rentan yang baik untuk uji daya sebar krim adalah 5-7 cm. 3.4 Hasil Uji Daya Lekat Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui kemampuan krim untuk melekat padaa permukaan kulit. Daya lekat semakin besar maka waktu kontak antara krim dan kulit semakin lama, sehingga absorbsi obat melalui kuli semakin besar. Gambar 2 Hasil Uji Daya Lekat Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat diliat dari gambar 2 yaitu untuk formula 1 memiliki daya lekat sebesar 85,14 detik; formula 2 sebesar 143,28 detik; dan formula 3 sebesar 191,85 detik, yang mana rentan yang baik untuk sediaan krim adalah 2-300 detik. 3.5 Hasil Uji pH Uji pH pada sediaan krim bertujuan untuk mengetahui krim yang dihasilkan bersifat asam atau basa dilihat dari pH yang diperoleh. pH yang baik untuk krim adalah 4,5-6,5. Dalam sediaan topikal, pH berkaitan dengan rasa ketika dioleskan, pH yang terlalu asam atau basa akan menimbulkan iritasi pada kulit sehingga perlu kesesuaian sediaan krim dengan pH kulit. Gambar 3 Hasil Uji pH Pada formula 1 didapatkan hasil pengukuran pH sebesar 5,79; formula 2 sebesar 5,25; formula 3 sebesar 5,14. Yang mana dari ketiga formula tersebut masuk kedalam rentan pH yang sesuai. 3.6 Hasil Uji Iritasi Uji Iritasi, uji ini dilakukan terhadap sediaan untuk mengetahui sifat iritatif sediaan. Reaksi positif iritasi ditandai dengan adanya kemerahan, gatal, atau bengkak pada kulit yang diberi perlakuan. Tabel 1 Hasil Uji Iritasi No Pengamatan Hasil 1 Kemerahan - 2 Gatal-Gatal - 3 Bengkak - Dari tabel 1, menunjukkan tidak ada efek iritasi berupa gatal, kemerahan dan bengkak 5 6 7 F1 F2 F3 Daya Sebar Formula 0 100 200 300 F1 F2 F3 Daya Lekat Formula 5 5.5 6 6.5 7 F1 F2 F3 pH Formula


Formulasi Sediaan Krim Body scrub dari Serbuk Kopi yang Dikombinasikan dengan Minyak Zaitun sebagai Pencerah dan Pelembab Kulit 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 52 pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan krim body scrub yang diaplikasikan pada kulit. 3.7 Hasil Uji Efektivitas Pengukuran efektivitas dilakukan dengan mengukur kondisi awal kulit sukarelawan yang meliputi kelembapan dan kecerahan. Hal ini bertujuan agar bisa melihat seberapa besar pengaruh krim body scrub dari serbuk kopi yang digunakan dalam perawatan kulit. Untuk uji kelembapan diukur menggunakan skin analyzer dan uji kecerahan menggunakan kertas indikator sebagai perbandingan. Untuk uji kelembapan dan kecerahan dilakukan selama 2 minggu perawatan dengan pemberian sediaan krim bodyscrub 3 kali secara rutin dalam seminggu pada kulit responden mengalami peningkatan terutama dari formula F3 memiliki presentase peningkatan kadar air yang lebih tinggi dari formula F1 dan F2. 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang didapatkan diperoleh kesimpulan yaitu penggunaan sediaan krim body scrub yang mengandung serbuk kopi 20% menunjukkan peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik, meliputi kadar air pada kulit yang meningkat (10,4%) sehingga kulit menjadi lembab dan untuk kecerahan meningkat setelah pemakaian. 5 Etik Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik penelitian (ethical clearance) dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No.88/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/12/2021. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Puspitasari, Dewi Fitriani,dkk. Pemanfaatan Ampas Kopi (Coffea sp) Sebagai Sediaan Bodyscrub Di Desa Tempur Jepara. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (DiMas) Vol.1 No.2 [2] Novitasari,N.K.A. 2018. Uji Angka Lempeng Total dan Identifikasi Staphylococcus aureus Pada Lulur Tradisional. KaryaTulis Ilmiah. Jurusan Analisis Keshatan. Politeknik Kemenkes Denpasar.Denpasar, Halaman 9-10. [3] Ansel, H.C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farnasi. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit UIPress. Hal 491 [4] Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 53 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Skrinning Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Evaluasi Sediaan Krim Wajah Phytochemical Screening of Kepok Banana Peel Ethanol Extract (Musa paradisiaca L.) and Its Face Cream Evaluation Ester Melenya Looys Nababan*, Laode Rijai, Erwin Samsul Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) dimanfaatkan secara nyata, hanya dianggap sebagai limbah organik saja atau hanya sebatas digunakan sebagai pakan ternak. Sehingga pada penelitian ini dilakukan skrinning fitokimia untuk mengetahui senyawa apa saja yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit pisang kepok sehingga dapat dimanfaatkan dalam dunia kesehatan salah satunya sebagai bahan untuk pembuatan krim. Selanjutnya telah dilakukan optimasi dan evaluasi sediaan krim yang bertujuan untuk mengetahui basis optimum dari sediaan krim. Penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96% dan pengujian skrining fitokimia yang digunakan untuk mendeteksi kandungan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid/terpenoid, flavonoid,tanin, saponin, glikosida dan kuinon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit pisang kepok memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, tanin, flavanoid, terpenoid. Hasil evaluasi sediaan krim dilakukan setelah pembuatan sediaan yang terdiri dari uji viskositas dengan nilai 16.95752 Pa.s, uji pH dengan nilai 5,96, uji organoleptis pada formula yaitu semi padat putih khas, uji homogenitas sediaan homogen tidak ada butiran kasar, serta uji daya sebar dengan nilai 6,2. Sehingga dapat disimpulkan formulasi sediaan krim telah memenuhi syarat uji evaluasi fisik sediaan krim. Kata Kunci: Kulit Pisang Kepok, Krim, Metabolit Sekunder Abstract Kepok Banana peel (Musa paradisiaca L.) is used for real, only considered as organic waste or only limited to use as animal feed. So that in this study conducted phytochemical screening to find out what Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Skrinning Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Evaluasi Sediaan Krim Wajah 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 54 compounds are contained in the extract of ethanol kepok banana peel so that it can be used in the world of health one of them as an ingredient for the manufacture of creams. Optimization and evaluation of cream preparations that aim to find out the optimum basis of the cream preparation. The study used a method of maceration with 96% ethanol solvents and phytochemical screening testing used to detect the content of secondary metabolite compounds such as alkaloids, steroids/terpenoids, flavonoids, tannins, saponins, glycosides and quinones. The results showed that the ethanol extract of kapok banana peels has secondary metabolite compounds, namely alkaloids, tannins, flavanoids, terpenoids. The results of the evaluation of cream preparations are carried out after the manufacture of preparations consisting of viscosity tests with a value of 16.95752 Pa.s, pH tests with a value of 5.96, organoleptic tests on formulas that are typical white semi-solids, homogeneous preparation homogeneity tests without coarse grains, and scatter power tests with a value of 6.2. So that it can be concluded that the formulation of cream preparations has met the requirements for the physical evaluation test of cream preparations. Keywords: Kepok Banana Peel, Cream, Secondary metabolites DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.617 1 Pendahuluan Seiring perkembangan jaman salah satu tanaman yang telah digunakan sebagai tanaman obat tradisional adalah famili pisang (Musa sp.) yang memiliki berbagai jenis atau spesies. Salah satu jenis pisang yaitu pisang kepok (Musa paradisiaca L.) diketahui mempunyai kandungan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan aktivitasnya terhadap bakteri Propionibacterium acne [1]. Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) memiliki banyak khasiatnya adalah pisang kepok dengan nama ilmiah Musa paradisiaca L. [2]. Kulit pisang merupakan limbah buah pisang yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dianggap sebagai limbah organik (bahan buangan) saja atau hanya sebatas digunakan sebagai pakan ternak. Padahal kulit pisang kepok dapat digunakan sebagai obat tradisional sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Saraswati (2015) tentang ekstrak kulit pisang kepok kuning ditemukan adanya kandungan saponin, alkaloid, tannin, kuinon dan flavonoid yang dapat digunakan sebagai antifungi [3]. Skrinning fitokimia merupakan suatu tahap awal untuk mengidentifikasi kandungan suatu senyawa dalam simplisia atau tanaman yang akan diuji. Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, penyebarannya secara ilmiah serta fungsi biologinya. Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya serta sangat banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang digunakan obat-obatan yang dikenal sebagai obat tradisional sehingga diperlukan penelitian tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa kimia yang berfungsi sebagai obat. Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam, yaitu saponin, steroid, tanin, flavonoid dan alkaloid [4]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh formula optimal dari basis krim yang memenuhi persyaratan farmasetika dan mengetahui senyawa metabolit sekunder apa saja yang terdapat didalam tumbuhan kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.).


Skrinning Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Evaluasi Sediaan Krim Wajah 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 55 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah asam stearate, trietanolamin, lanolin, paraffin cair, DMDM hydantoin, aquadest, dan tumbuhan kulit pisang kepok. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah etanol 96% dan pereaksi yang digunakan dalam skrining fitokimia adalah Mayer, Dragendorf, LiebermanBouchard, FeCl3, HCl 2 N dan NaOH 1 N sedangkan bahan lain yang digunakan air suling, serbuk Mg dan HCl pekat. Alat yang digunakan pada penelitian adalah neraca analitik, timbangan analitik, toples, blender, pipet tetes, batang pengaduk, gelas kimia, gelas ukur, labu ukur, tabung reaksi, kaca arloji, kaca objek, kaca dengan ukuran 20 cm×20 cm, anak timbang 50 g, 100 g, 200 g, pH meter, spatula, pinset, rak tabung reaksi, penangas air, penjepit tabung, mortir stamper, kertas saring dan viscometer rheosys. 2.2 Pembuatan Basis Pembuatan basis (Tabel 1) diawali dengan memanaskan mortir. Kemudian bagi bahan menjadi dua fase yaitu fase minyak dan fase air, dimana fase minyak terdiri dari parafin cair, lanolin, asam stearat sedangkan fase air terdiri dari trietanolamin, DMDM hydantoin dan aquadest. Kedua fase dimasukkan ke dalam masing-masing cawan porselin dan leburkan di atas penangas air dengan suhu 70oC. Setelah kedua fase melebur, masukkan terlebih dahulu fase air ke dalam mortir dan gerus, kemudian masukkan fase minyak sedikit demi sedikit dan gerus hingga terbentuk massa krim. Tabel 1 Formula Basis Krim Wajah Basis Konsentrasi Basis (%) F1 F2 F3 Asam Stearate 14,5 16,5 17 Trietanolamin 1,5 2,5 2 Lanolin 3 3 3 Paraffin Cair 25 25 25 DMDM Hydantoin 0,5 0,5 0,5 Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100 2.3 Evaluasi Karakteristik Fisik 2.3.1 Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan pengamatan pada bentuk, warna, dan bau dari basis krim. 2.3.2 Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan menimbang basis sebanyak 0,5 gram kemudian dioleskan di atas kaca objek lalu tutup dengan kaca objek yang lain. Amati ada tidaknya butiran-butiran kasar atau gumpalan. 2.3.3 Uji pH Uji pH dilakukan dengan mengkalibrasi terlebih dahulu pH meter menggunakan larutan standar pH 4 dan pH 7. Cuci elektroda menggunakan aquades kemudian keringkan menggunakan tissue. Masukkan elektroda ke dalam basis dan ditunggu hingg ph meter menunjukkan nilai pH yang konstan. 2.3.4 Uji Daya Sebar Uji daya sebar dilakukan dengan menimbang basis sebanyak 0,5 gram kemudia letakkan basis ke permukaan kaca dengan ukuran 20 cm x 20 cm lalu tutup dengan kaca yang lain. Diamkan selama 1 menit dan ukur diameter penyebaran. Lakukan hal yang sama dengan penambahan beban 50 g, 100 g, dan 150 g. 2.3.5 Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan menggunakan alat viskometer rheosys. Timbang basis sebanyak 0,5 gram lalu letakkan pada permukaan cone & plate kemudian ukur viskositas basis dengan kecepatan 10 rpm. 2.4 Skrinning fitokimia Sampel tumbuhan dicuci, sortasi basah, dan dikeringkan, kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender lalu dimaserasi (direndam) dalam etanol 96% selama 12 jam. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ekstrak etanol dari ampasnya, lalu ekstrak cair dilakukan uji skrinning fitokimia. 2.4.1 Alkaloid Sebanyak 3 ml ekstrak etanol dimasukkan ke masing-masing 3 tabung reaksi lalu


Skrinning Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Evaluasi Sediaan Krim Wajah 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 56 diteteskan masing-masing pereaksi 5 tetes, tabung I pereaksi Mayer terbentuk endapan menggumpal putih atau kuning yang larut dalam metanol. Tabung II Pereaksi Dragendorf terbentuk endapan coklat jingga. Tabung III Pereaksi Bourchardat terbentuk endapan coklat hingga hitam. Positif Alkaloid apabila dua atau tiga bagian terdapat endapan yang dimaksud [5]. 2.4.2 Tannin Sebanyak 3 ml ekstrak etanol dimasukkan ke tabung reaksi ditambahkan dengan pereaksi FeCl3 10%. Ekstrak yang mengandung Tannin akan berwarna biru atau hijau kehitaman [5]. 2.4.3 Saponin Sebanyak 3 ml ekstrak etanol dimasukkan ke tabung reaksi ditambahkan 10 ml air suling panas kemudian dikocok kuat-kuat. Bila tidak terbentuk buih berarti negatif, namun bila tetap berbuih setelah didiamkan selama 10 menit kemudian ditambahkan HCl 2 N diperoleh buih tersebut tidak hilang, maka positif mengandung saponin [5]. 2.4.4 Flavonoid Sebanyak 3 ml ekstrak etanol dimasukkan ke tabung reaksi kemudian ditambahkan serbuk Mg dan ditetesi HCl pekat 5 tetes. Bila hasilnya berwarna merah atau kuning atau jingga berarti positif mengandung flavonoid [5]. 2.4.5 Steroid / Terpenoid Sebanyak 3 ml ekstrak etanol dimasukkan ke tabung reaksi ditambahkan dengan pereaksi LiebermanBouchard. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya terpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid [5]. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Evaluasi Karakteristik Fisik Evaluasi karakteristik fisik dilakukan berdasarkan uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, dan uji viskositas (Tabel 2). Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui warna sediaan, konsistensi sediaan dan bau dari sediaan [6]. Hasil yang diperoleh adalah pada ketiga formula basis krim berbentuk semipadat, berwarna putih, dan berbau khas bahan. Tabel 2 Evaluasi Karakteristik Fisik Parameter Uji Formula F1 F2 F3 Bentuk Semi Padat Semi Padat Semi Padat Warna Putih Putih Putih Bau Khas Bahan Khas Bahan Khas Bahan Homogenitas Homogen Homogen Homogen pH 6,2 6,6 5,9 Daya Sebar 6,2 cm 6,3 cm 6,3 cm Viskositas 10.010 cPs 11.378 cPs 16.957 cPs Uji homogenitas dilakukan untuk melihat kemerataan dari zat dalam sediaan. Homogenitas suatu sediaan ditunjukkan dengan susunan yang homogen dan tidak terdapat butiran-butiran kasar atau gumpalan [7]. Hasil yang diperoleh adalah pada ketiga formula basis krim memiiki susunan yang homogen. Uji pH dilakukan untuk mengukur tingkat keasaman atau kebasaan dari sediaan [6]. Sedangkan pH kulit wajah memiliki kriteria yaitu sekitar 4,5- 6,5 sehingga aman dalam penggunaan dan tidak mengiritasi kulit. Nilai pH yang kurang dari 4,5 dapat mengiritasi kulit sementara pH yang melebihi 6,5 dapat membuat kulit menjadi bersisik [8]. Hasil yang diperoleh dari uji ini adalah pada F1 diperoleh nilai pH sebesar 6,2, pada F2 diperoleh nilai pH sebesar 6,6, dan pada F3 diperoleh nilai pH sebesar 5,9. Uji daya sebar dilakukan untuk melihat seberapa besar luas daerah sebar dari sediaan saat diaplikasikan ke kulit[ 6]. Persyaratan daya sebar untuk sediaan topical yaitu sekitar 5-7 cm [8]. Hasil yang diperoleh dari uji ini adalah pada F1 memiliki daya sebar 6,2 cm, dan pada F2 dan F3 memiliki daya sebar 6,3 cm. Berdasarkan hasil uji daya sebar dari sediaan krim tersebut memenuhi persyaratan daya sebar yang baik. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat dan kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit berlangsungg cepat [8]. Uji Viskositas diamati untuk mengetahui seberapa besar tahanan dari sediaan mengalir [6]. Persyaratan viskositas yang baik pada sediaan semisolid adalah sebesar 4000-40.000 cPs [8]. Hasil yang diperoleh adalah pada F1 memiliki viskositas sebesar 10.010 cPs, F2 memiliki viskositas sebesar 11.378 cPs, dan F3 memiliki viskositas sebesar 16.957 cPs.


Skrinning Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Evaluasi Sediaan Krim Wajah 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 57 Penggunaan asam stearat dapat meningkatkan viskositas krim dikarenakan salah satu fungsi dari asam stearat yaitu stiffening agent yang mana asam stearat akan membentuk massa krim [8]. 3.2 Skirinning Fitokimia Ekstraksi beberapa sampel tumbuhan dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dan diperoleh ekstrak dari sampel tumbuhan. Ekstraksi ini bertujuan untuk mengambil komponen fraksi etanol dari sampel tumbuhan. Dimana ekstrak fraksi etanol ini digunakan untuk analisis kandungan senyawa aktif yang terdapat di dalam sampel tumbuhan. Ekstrak fraksi etanol sampel tumbuhan dianalisis kandungan senyawa kimia dengan tes uji warna menggunakan beberapa pereaksi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan steroid/terpenoid. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Hasil Uji Metabolit Sekunder EEKPK Senyawa Hasil Uji Hasil +/- Alkaloid Dragendroff Adanya endapan + Mayer Adanya endapan + Tannin Coklat kehijauan + Flavanoid Kuning jingga + Steroid Coklat - Terpenoid Merah + Telah dilakukan analisis terhadap sampel tumbuhan yang diekstraksi dengan pelarut etanol 96% dan diperoleh bahwa sampel tumbuhan kulit pisang kepok mengandung alkaloid, tanin, flavanoid, terpenoid. 3.2.1 Analisis Senyawa Alkaloid Adanya alkaloid pada ekstrak ini diuji dengan menggunkan preaksi mayer, wagner dan dragondorf. Alkaloid merupakan rangkaian produk alami yang beragam secara struktural, dan senyawa ini memiliki berbagai aktivitas biologis sera memiliki sifat seperti alkali dan setidaknya satu atom nitrogen dalam heterosiklik. Kandungan alkaloid pada tanaman dapat digunakan dalam banyak hal termasuk dalam obat-obatan. Tanaman dianggap sebagai sumber alkaloid tertua, dan beberapa alkaloid yang paling dikenal luas, seperti morfin, kina, strychnine, dan kokain, berasal dari tumbuhan. Selama beberapa dekade terakhir, berbagai alkaloid alami yang terbuat dari tumbuhan atau tanaman obat telah menarik minat yang besar karena antioksidan dan antiinflamasi yang sangat baik. Selain itu, alkaloid ini telah dilaporkan dapat mengurangi peradangan dan kerusakan kolon pada berbagai model colitis [9]. 3.2.2 Analisis Senyawa Tanin Identifikasi pereaksi FeCl3 untuk mengidentifikasi adanya tanin dalam sampel. Positif jika terjadi perubahan warna menjadi hijau kehitaman atau biru terjadi akibat pembentukan senyawa kompleks antara tanin dengan FeCl3. Jika pada sampel menghasilkan warna biru pada larutan maka tumbuhan tersebut mengandung tanin golongan pirogalatamin, sedangkan jika warna yang dihasilkan hitam kehijauan menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung tanin golongan katekol. Tanin (biasa disebut sebagai asam tanat) adalah polifenol yang larut dalam air yang ada di banyak tumbuhan. Tannin adalah proanthocyanidins oligomerik dan polimerik yang terdiri dari unit katekin (digabungkan flavan-3-ol). Tanin telah ditemukan dalam berbagai jenis tumbuhan dimanfaatkan sebagai makanan dan pakan. Tannin dapat ditemukan pada biji-bijian seperti sorgum, millet, barley, kacang kering, kacang faba, kacang polong, carob, kacang merpati, buncis, dan kacangkacangan lainnya. Tannin memiliki sifat antimikroba yang dapat digunakan dalam pengolahan makanan untuk meningkatkan umur simpan makanan tertentu. Tanin juga telah dilaporkan digunakan lainnya efek fisiologis, seperti mempercepat pembekuan darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar lipid serum, menghasilkan nekrosis hati, dan memodulasi respons imun. Tannin juga dikenal sebagai suatu senyawa antioksidan yang larut dalam air dengan berat molekul 500 - 3000 g/mol. Tannin juga memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein dan alkaloid. Tannin juga dianggap sebagai antioksidan pada tanaman [9]. 3.2.3 Analisis Senyawa flavonoid Uji flavonoid dilakukan dengan menggunakan penambahan serbuk magnesium


Skrinning Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Evaluasi Sediaan Krim Wajah 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 58 dan asam klorida pekat. Penambahan pereaksi ini menyebabkan terjadinya reaksi reduksi pada senyawa flavonoid sehingga menimbulkan reaksi warna merah, kuning, atau jingga. Tujuan penambahan pereaksi asam klorida pekat, yaitu untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikon dengan memutus ikatan glikosida pada Oglikosil, kemudian glikosil akan digantikan oleh H+ dari asam yang memiliki sifat elektrofilik. Perubahan pada uji flavonoid menjadi warna merah sampai jingga menunjukkan adanya senyawa flavon, perubahan warna merah tua menunjukkan adanya senyawa flavonol atau flavonon, dan perubahan warna hijau sampai biru akibat adanya senyawa aglikon atau glikosida. Flavonoid mempunyai tipe yang cukup beragam dan terdapat dalam bentuk bebas (aglikon) maupun terikat sebagai glikosida. Aglikon polimetoksi memiliki sifat non polar, aglikon polihidroksi bersifat semi polar sedangkan glikosida flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar karena mengandung sejumlah gugus hidroksil dan gula sehingga dapat tersari oleh pelarut air yang bersifat polar [10]. 3.2.4 Analisis Senyawa Steroid/Terpenoid Analisis ini didasarkan pada kemampuan senyawa steroid dan terpenoid membentuk warna oleh pereaksi lieberman-burchard. pereaksi Liebermann-Bouchard (asam asetat anhidrat-H2SO4) menunjukkan hasil positif dengan adanya perubahan warna menjadi merah kecoklatan untuk steroid dan coklatungu untuk triterpenoid. Reaksi triterpenoid dengan pereaksi Liebermann menghasilkan warna merah-ungu sedangkan steroid memberikan warna hijau-biru. Terpenoid merupakan senyawa kimia yang terdiri dari beberapa unit isopren. Kebanyakan terpenoid mempunyai struktur siklik dan mempunyai satu gugus fungsi atau lebih. Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri atas beberapa kelompok. Terpenoid memberikan sifat aromatik pada tanaman yang meliputi aroma, rasa, warna, dll. Terpenoid juga digunakan sebagai antioksidan bagi tanaman untuk pertumbuhan ekstensif tanaman. Selain itu, aktivitas hipoglikemik dan antihiperglikemik daun kelor dapat disebabkan oleh adanya terpenoid [9]. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil optimasi basis dapat disimpulkan bahwa F3 dengan konsentrasi asam stearat 17% merupakan formula yang optimal dengan karakteristik fisik berbentuk semipadat, berwarna putih, berbau khas bahan, homogen, pH 5,9, daya sebar 6,3 cm, dan viskositas 16.957 cPs. Dan dapat disimpulkan bahwa hasil skrinning fitokimia ekstrak etanol tumbuhan kulit pisang kepok yang telah di analisis menunjukkan bahwa kulit pisang kepok mengandung alkaloid, tanin, flavanoid, terpenoid. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] Ningsih, Ayu Putri., et al., 2013. “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kental Tanaman Pisang Kepok Kuning (Musa paradisiaca Linn.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli”. Jurnal Biologi Universitas Andalas. [2] Rina Fitrianingsih, dan Musdalifah. 2015. Efektivitas Penggunaan Media Video Pada Pembelajaran Pembuatan Strapless Siswa Kelas XII SMK Negeri 1 Jambu. Fashion and Fashion Education Journal. Vol 4, No 1. ISSN. 2252- 6803. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. [3] Saraswati, Faradhila Nur. 2015. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96% limbah kulit pisang kapok kuning (Musa balbisiana) terhadap bakteri penyebab jerawat (Staphylococcus epidermis Staphylococcus aureus, dan Propionibacterium acne). [Skripsi]. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta. [4] Dewatisari, Whika Febria., Leni Rumiyanti., Ismi Rakhmawati. 2017. Rendemen dan Skrining Fitokimia pada Ekstrak Daun Sanseviera sp. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (3): 197-202. [5] Arifuddin, M., & Bone, M. (2020). Skrining Fitokimia dan Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Tumbuhan Antimalaria Asal Indonesia. Jurnal Sains dan Kesehatan, 2(3), 174-181. [6] Legifani, Maria Elisa. 2018. Karakteristik Dan Uji Stabilitas Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia calabura L.). Karya Tulis Ilmiah. Kementerian kesehatan republik


Skrinning Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Evaluasi Sediaan Krim Wajah 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 59 indonesia politeknik kesehatan kemenkes kupang program studi farmasi. Kupang. [7] Suryani., Putri, AEP., Agustyiani, P. 2017. Formulasi Dan Uji Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak Terpurifikasi Daun Paliasa (Kleinhovia hospita L.) Yang Berefek Antioksidan. Pharmacon, 6(3): 157-169. [8] Genatrika,Erza., Isna Nurkhikmah., Indri Hapsari. 2016. Formulasi sediaan krim minyak jintan hitam (nigella sativa l.) Sebagai antijerawat terhadap bakteri Propionibacterium acnes. PHARMACY, Vol.13 No. 02.,ISSN 1693-3591. [9] Rivai, Andi Tenri Ola. 2020. Identifikasi Senyawa yang Terkandung pada Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera). Indonesian Journal of Fundamental Sciences Vol.6, No.2. [10] Syafriana, V., Dewanti, N. P., & Yulyana, A. (2021). Analisis Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Sempur (Dillenia suffruticosa (Griff.) Martelli) Terhadap Shigella dysentriae dan Staphylococcus aureus. Jurnal Farmasi Etam (JFE), 1(2), 82-91.


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 60 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Standarisasi Mutu Sediaan Rebusan Ramuan Herbal Kunyit (Curcuma longa), Daun Kelor (Moringa aloifera), Gula Aren, dan Madu Kelulut Quality Standaritation of Concoction from Turmeric Rhizome (Curcuma longa), Moringa Leaf (Moringa aloifera), Palm Sugar, and Kelulut Honey Fairuzzainab Fahriyah* , Hajrah, Fajar Presetya Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Standarisasi mutu suatu sediaan herbal penting untuk merupakan komponen terpenting yang wajib dilakukan untuk menjaga kualitas sediaan rebusan rimpang kunyit, daunkelor, gula aren dan madu kelulut berdasarkan persyaratan yang berlaku. Standarisasi mutu rebusan ramuaan herbal kunyit, daun kelor, gula aren dan madu kelulut ditentukan berdasarkan peraturan kepala BPOM nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan melakukan pengujian mutu rebusan dengan menguji berat jenis, pH, angka lempeng total, dan angka kapang kamir. Hasil yang diperoleh dari pengujian mutu sediaan berupa berat jenis rebusan sebesar 1,19 gram/mL, pH 4,77, angka lempeng total 20 koloni/g, angka kapang kamir yaitu sebesar 20 koloni/g. Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan sediaan rebusan telah memenuhi seluruh standar parameter mutu sediaan herbal berdasarkan peraturan kepala BPOM nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional. Kata Kunci: Standarisasi, Kunyit, Daun Kelor, Gula Aren, Madu Kelulut Abstract Standardization of the quality of a preparation is the most important component that must be done to determine the quality of a preparation based on applicable requirements. The standardization of the quality of the decoction of the herbal concoction of turmeric, moringa leaves, palm sugar and kelulut honey is determined based on the regulation of the head of BPOM number 12 of 2014 concerning the quality requirements of traditional medicines. The research method used is experimental research by testing the quality by testing the specific gravity, pH, total plate number, and the number of molds. Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Standarisasi Mutu Sediaan Rebusan Ramuan Herbal Kunyit (Curcuma longa), Daun Kelor (Moringa aloifera), Gula Aren, dan Madu Kelulut 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 61 The results obtained from testing the quality of the preparation with the parameters tested in the form of specific gravity that is equal to 1.1918 gram/mL, pH 4.77, total plate number 20 colonies/g, mold number 20 colonies/g, all quality testing parameters preparations are within the range based on the regulation of the head of BPOM number 12 of 2014 concerning the quality requirements of traditional medicines. Keywords: Standardization, Turmeric, Moringa Leaves, Palm Sugar, Kelulut Honey DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.618 1 Pendahuluan Indonesia adalah negara yang memiliki beranekaragam tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Masyarakat Indonesia juga banyak memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk digunakan sebagai bahan obat tradisional seperti kunyit dan kelor. Tumbuhan kunyit dan kelor ini biasanya digunakan oleh masyarakan sebagai obat untuk mengatasi dispepsia atau rasa tidak nyaman pada saluran cerna [1]. Kunyit merupakan tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai bahan baku obat herbal terutama pada bagian rimpangnya. Rimpang kunyit memiliki kandungan zat aktif utama berupa kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan kurkuminoid terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin, dan bisdesmetoksikurkumin, sedangkan minyak atsiri terdiri dari keton sesquiterpen, turmeron, tumeon, zingiberen, felandren, sabinen, borneol, dan sineil. Kandungan tersebut yang memiliki manfaat sebagai antiinflamasi dan antioksidan, tetapi manfaat yang paling dominan dari kunyit ini sendiri sebagai antiinflamasi yang baik sehingga bagus diberikan kepada penderita dispepsia [2]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Simbolon,2018 [3] kunyit dan madu mampu mengurangi ulkus pada lambung mencit yang diinduksi menggunakan aspirin. Dosis ekstrak kunyit dan madu yang digunakan agar mampu mencapai efek mengurangi ulkus pada lambung mencit yaitu 30mg/20g BB, sedangkan dosis madu 0,12mg/g BB. Tanaman kelor juga dilaporkan memiliki banyak aktivitas farmakologis antioksidan yang mampu memulihkan luka dengan cepat. Kandungan yang terdapat dalam daun kelor diketahui mengandung zat flavonoid, βsitosterol yang dapat mengurangi tukak pada lambung [4]. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi,2018[5] yaitu pembuatan salep kelor untuk penyembuhan luka bakar pada kelinci yang memiliki aktifitas yang baik dan penyembuhan yang cepat pada luka bakar dengan dosis ekstrak kelor yang digunakan yaitu 10%. Selain kedua tanaman tersebut madu kelulut dan gula aren juga dipercaya oleh masyarakat khususnya daerah Kalimantan di gunakan untuk menyembuh luka karna memiliki manfaat gastroprotektor dan antioksidan yang baik. Madu kelulut sendiri memiliki manfaat dapat memperbaiki selaput mukosa dalam saluran pencernaan. Pemanfaatan tumbuhan kunyit dan daun kelor untuk penderita dispepsia biasanya diolah dengan cara dikeringkan dan direbus dengan menambahkan gula aren dan madu kelulut kedalam air rebusan. Sediaan obat herbal yang baik merupakan sediaan yang telah melewati proses standarisasi sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh Badan Pengawan Obat dan Makanan. Standarisasi obat herbal di Indonesia memiliki arti yang penting untuk menjaga mutu obat tradisional. Standarisasi obat tradisional diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) no. 12 tahun 2014 tentang persyaratan sediaan mutu obat tradisional. Peraturan tersebut mengatur semua jenis bentuk sediaan obat tradisional,


Standarisasi Mutu Sediaan Rebusan Ramuan Herbal Kunyit (Curcuma longa), Daun Kelor (Moringa aloifera), Gula Aren, dan Madu Kelulut 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 62 termasuk obat yang jenisnya sediaan obat dalam. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengujian mutu obat tradisional dengan sediaan obat dalam yaitu pengujian berat jenis, pH, angka lempeng total dan angka kapang kamir [6]. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah autoclave, batang pengaduk, blender, bunsen, cawan petri, erlenmeyer, kompor, laminar air flow, pH meter, piknometer,tabung reaksi, timbangan. Bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah air, daun kelor, gula aren, madu kelulut, nutrien agar, potato dextrose agar, rimpang kunyit. 2.2 Prosedur Rimpang kunyit dan daun kelor disortasi dan dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan sampel sampai keliring hingga menjadi simplisia. disiapkan 0,5 gram rimpang kunyit, 1 gram daun kelor, 3 gram gula aren, dan 30 mL madu kelulut 60 mL air. Direbus rimpang kunyit dan daun kelor menggunakan 60 mL air hingga air menyusut kurang lebih 30 mL, kemudian disaring dan dipisahkan antara air rebusan dengan residu rebusan kemudian ditambahkan 3 gram gula aren dan diaduk hingga larut kemudian didinginkan. Kemudian ditambahkan 30 mL madu kelulut dan diaduk kembali hingga homogen. 2.2.1 Berat Jenis Pengujian berat jenis dilakukan dengan cara disiapkan piknometer yang bersih, ditimbang pikno kosong dan dicatat berat pikno, kemudian dimasukkan sampel kedalam pikno hingga penuh, kemudian ditutup piknometer lalu dibersihkan piknometer hingga bersih dan kering, kemudian di timbang piknometer dan sampel kemudian dicatat berat pikno dan sampel. 2.2.2 Uji pH Pengujian pH dilakukan dengan cara disiapkan pH meter, dilakukan kalibrasi menggunakan larutan penyangga yang netral dengan pH 7 kemudian menggunakan larutan penyangga dengan pH 4 dan pH 10. Kemudian dilakukan pengujian sampel dengan membersikan elektroda, lalu dicelupkan elektroda ke dalam sampel yang akan diuji, kemudian ditunggu angka pH stabil yang menunjukkan pH sampel kemudian dicatat. 2.2.3 Angka Lempeng Total Pengujian angka lempeng total dilakukan dengan cara pembuatan media tumbuh bakteri yaitu menggunakan nutrien agar kemudian diuji sampel yang telah dilakukan pengenceran didalam cawan petri kemudian diinkubasi 1 x 24 jam. Diamati dan dihitung koloni bakteri yang tumbuh disetiap cawan petri menggunakan colonicounter. 2.2.4 Angka Kapang Kamir Pengujian angka kapang kamir dilakukan dengan cara pembuatan media tumbuh kapang dan kamir yaitu potato dextrose agar, dilakukn pengenceran sampel dan dilakukan pengujian dengan wadah cawan petri kemudian ditambahkan 1 ml sampel dan dihomogenkan kemudian diinkubasi 2×24 jam. Diamati dan dihitung koloni bakteri yang tumbuh disetiap cawan petri menggunakan colonicounter. 3 Hasil dan Pembahasan Standarisasi mutu rebusan herbal kunyit, daun kelor, gula aren dan madu kelulut berdasarkan peraturan kepala BPOM no.12 tahun 2014. Standardisasi merupakan proses penjaminan produk akhir (simplisia, ekstrak atau produk herbal) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Standarisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut [7]. Standarisasi yang dilakukan berdasarkan peraturan kepala BPOM no.12 tahun 2014 yaitu pengujian berat jenis, pengujian pH, angka lempempeng total, dan angka kapang kamir [6]. Berat jenis adalah suatu besaran yang menyatakan perbandingan antara massa (g) dengan volume (ml), jadi satuan berat jenis g/ml. Penentuan berat jenis ini untuk mengetahui kemurnian dari suatu sediaan khususnya yang berbentuk larutan. Berat jenis ini merupakan pilihan yang tepat terutama


Standarisasi Mutu Sediaan Rebusan Ramuan Herbal Kunyit (Curcuma longa), Daun Kelor (Moringa aloifera), Gula Aren, dan Madu Kelulut 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 63 untuk sediaan cair digunakan sebagai standar karena mudah didapat dan mudah dimurnikan . Berat jenis juga dapat digunakan untuk mempermudah dalam memformulasi obat agar tercampur bahan tercampur dengan baik dan homogen. Berat jenis ramuan herbal kunyi, daun kelor, gula aren dan madu kelulut sebesar 1,19 gram / mL, nilai tersebut sudah masuk kedalam rentang berdasarkan farmakope indonesia yang menyatakan standar berat jenis suatu sediaan cair yaitu lebih dari 1 [8]. Tingkat asam atau basa pada umumnya dinyatakan sebagai nilai pH dan dapat diukur dengan pH meter. Nilai pH memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dan perlu dipantau bagi kontrol kualitas produk farmasi, kosmetik, dan makanan. Kondisi pH pada cairan tubuh perlu dipantau untuk mengetahui tingkat kualitas kesehatan tubuh sehingga Sediaan obat yang akan diberikan kepada manusia harus sesuai sengan ph fisiologi tubuh manusia. Kadar pH pada rebusan herbal kunyit, daun kelor gula aren dan madu kelulut yaitu 4,77, nilai tersebut telah masuk kedalam rentang pH yang telah ditetapkan yaitu 4-7 berdasarkan farmakope indonesia. Kesesuaian pH pada sediaan sangat penting untuk diperhatikan karena apa bila terjadi ketidaksesuain kadar pH maka dapat menyebabkan iritasi dan ketidakstabilan suatu sediaan [9]. Tabel 1. Hasil Paremeter Mutu Sediaan No. Parameter Hasil Berat jenis 1,19 gram / mL pH 4,77 Angka lempeng total 20 ⁄ Angka kapang kamir 20 ⁄ Berdasarkan hasil uji mikroba dengan melakukan pengujian angka lempeng total dan angka kapang dan kapang kamir menunjukkan hasil ALT yaitu 20 ⁄, hasil tersebut sudah masuk kedalam rentang perkap BPOM yaitu ≤ 104 ⁄, hasil yang didapat kan dalam pengujian angka kapang kamir yaitu 20 ⁄, hasil tersebut juga sudah masuk kedalam rentang Per KBPOM yaitu ≤ 103 ⁄. Angka lempeng total dan angka kapang kamir dapat digunakan sebagai petunjuk Cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB). Semakin kecil angka lempeng total dan angka kapang kamir pada pengujian maka menunjukan semakin tinggi nilai penerapan CPOTB dalam proses pembuatan obat tradisional tersebut . Pertumbuhan kapang atau kamir pada bahan makanan maupun bahan baku obat tradisional dapat mengurangi kualitas obat tradisional karena kapang menghasilkan toksin yang berbahaya bagi tubuh manusia. Nilai ALT yang melebihi batas dapat membahayakan kesehatan masusia karena dalam ALT yang tinggi kemungkinan terdapat patogen diantaranya Salmonela, E. Coli, dan Shigella yang dapat menyebabkan demam dan diare terutama pada bayi karena sistem imun bayi yang belum sempurna dan rentan terkena penyakit [10]. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Pengujian angka kapang kamir (a) pengenceran 10-1 (b) pengenceran 10-2 (c) pengenceran 10-3 (d) pengenceran 10-4


Standarisasi Mutu Sediaan Rebusan Ramuan Herbal Kunyit (Curcuma longa), Daun Kelor (Moringa aloifera), Gula Aren, dan Madu Kelulut 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 64 (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Pengujian angka lempeng total (a) pengenceran 10-1 (b) pengenceran 10-2 (c) pengenceran 10-3 (d) pengenceran 10-4 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Ramuan herbal kunyit, daun kelor, gula aren dan madu kelulut memiliki hasil berat jenis sebesar 1,19 gram / mL, pH sebesar 4,77, angka lempeng total dan angka kabar kamir sebesar 20 ⁄ segingga masuk dalam persyaratan mutu sediaan herbal berdasarkan peraturan kepala BPOM nomor 12 tahun 2014 . 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] Azis A. 2019. Kunyit ( Curcuma domestica Val ) Sebagai Obat Antipiretik Abdul Azis Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Azis Vol. 6 No. 2 Hal. 116–120. [2] Budianto, Nugroho EkoBudianto, N. E. 2014. Ekstrak etanol kunyit. Jurnal Ilmiah Kedokteran Nol. 3 No. 1 Hal. 48–56. [3] Pratiwi A. D. 2020. Efek Gastroprotektor Kunyit Terhadap Penyembuhan Tukak Lambung. J. Ilmia Kesehatan Sandi Husada Vol. 11 No. 1 Hal. 512–51,. [4] Putri O. H, dkk. 2018. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera L.) Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran Mikroskopis Gaster Tikus Wistar Jantan Yang Diinduksii Formalin. Jurnal (Jurnal Kedokt. Diponegoro) Vol. 7 No. 2 Hal. 1358–1368. [5] Wahyudi dan H. Agustina 2018. Sediaan Salep Ekstrak Daun Kelor ( Moringa Oleifera Lam ) Sebagai Penyembuhan Luka Bakar Topikal,” Jurnal Farmasimed (JMF). Vol. 1 No. 1 Hal. 2016–2019,. [6] BPOM. 2014. Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.. [7] Anam S, dkk. 2013 Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco). Online Jurnal Naural Science. Vol. 2 No. 3 Hal. 1– 8. [8] Fauziah A. 2021. Formulasi Dan Evaluasi Fisik Sampo Antioksidan Dari Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.). Jurnal Farmasi Lampung Vol. 10 No. 1 Hal. 1–10. [9] Wasito H, dkk. 2017. Test Strip Pengukur pH dari Bahan Alam yang Diimmobilisasi dalam Kertas Selulosa. Indonesia Jurnal Chemica Science Vol. 6 No. 3 Hal. 223–229. [10] Atma Y. 2016. Angka Lempeng Total (Alt), Angka Paling Mungkin (Apm) Dan Total Kapang Khamir Sebagai Metode Analisis Sederhana Untuk Menentukan Standar Mikrobiologi Pangan Olahan Posdaya. Jurnal Teknologi Vol. 8 No. 2, Hal. 77.


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 65 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas DPPH dari Ekstrak Etil Asetat Batang Penara (Myristica Iners Blume.) DPPH Free Radical Scavenging Activity Test Of Ethyl acetate Extract of Stem Penara (Myristica iners Blume.) Faizah Hanan Lestari* , Hifdzur Rashif Rija’i , Herman Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Tumbuhan penara (Myristica iners Blume) merupakan tumbuhan asli dari Indonesia yang termasuk marga dari Myristica. Informasi ilmiah mengenai tumbuhan penara belum banyak diketahui dan masih terbatas penelitian tentang aktivitas antiradikal bebas terhadap tanaman ini. Penelitian ini bertujuan untuk uji aktivitas penghambatan radikal bebas DPPH (2,2-diphenyl-1-pikrylhidrazyl) dari ekstrak etil asetat batang penara. Metode yang dilakukan yaitu simplisia batang penara dilakukan ekstraksi dengan maserasi bertingkat. Uji skrining fitokimia secara kualitatif dan uji antiradikal bebas secara kuantitatif dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm. Hasil penelitian diperoleh ekstrak etil asetat memiliki rendemen yang paling tinggi yaitu sebesar 6,5% b/b kemudian ekstrak metanol sebesar 3% b/b dan ekstrak n-heksana sebesar 0,2% b/b. Pada uji skrining fitokimia ekstrak n-heksana memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid dan flavonoid. Pada ekstrak etil asetat memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan tanin. Sedangkan ekstrak metanol memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin. Dan nilai aktivitas antiradikal bebas dari ekstrak etil asetat tergolong kategori kuat yang memiliki nilai IC50 sebesar 94,94 microgram/mL. Kata Kunci: Myristica iners Blume, Fitokimia, Antiradikal, DPPH Abstract Penara plant (Myristica iners Blume) is a native Indonesian plant from Myristica genus. Scientific information and research about the Penara plant is not widely known and anti-free radical activity of this plant is still limited. The aim of this study is the DPPH (2,2-diphenyl-1-pikrylhydrazyl) free radical Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas DPPH dari Ekstrak Etil Asetat Batang Penara (Myristica Iners Blume.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 66 scavenging activity test of the ethyl acetate extract of Penara stem will be tested. The method used is extraction with graded maceration. Qualitative phytochemical screening test and quantitative antifree radical test with UV-Vis spectrophotometer at a wavelength of 515 nm. The results in this study indicate that the ethyl acetate extract had the highest yield of 6.5% w/w, then methanol extract was 3% w/w and n-hexane extract was 0.2% w/w. In the phytochemical screening test, the n-hexane extract contains a group of alkaloids and flavonoids. The ethyl acetate extract contains a group of alkaloids, flavonoids and tannins. While the methanol extract contains a group of alkaloids, flavonoids, and tannins. And the value of the free antiradical activity of the ethyl acetate extract belongs to the strong category which has an IC50 value of 94,94 microgram/mL. Keywords: Myristica iners Blume, Phytochemical, Antiradical, DPPH DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.619 1 Pendahuluan Indonesia dikenal sebagai negara tropis yang dianugerahi kekayaan sumber daya hayati yang sangat melimpah. Berbagai macam tumbuhan Indonesia telah banyak dimanfaatkan bagi kehidupan antara lain sebagai bahan obat alami [1]. Namun, masih sedikit dilakukannya penelitian pada tumbuhan di Indonesia salah satunya batang penara (Myristica iners blume). Myristica iners Blume merupakan salah satu marga dari Myristica dengan nama lokal penarahan, dara-dara, pala hutan, kumpang dan lain-lain [2]. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli dari indonesia dengan penyebaran ada di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Malaysia, Filipina, Thailand dan lain-lain [3]. Tumbuhan ini mempunyai ketinggian 5-40 meter dengan diameter batang hingga 59 cm [4]. Selain itu, tumbuhan ini memiliki cabang ramping berwarna coklat tua, daun tipis dan lonjong hingga 7 inci serta buahnya berbentuk lonjong besar hingga 3 inci panjangnya dan setengah tebal [5]. Tumbuhan ini sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional yaitu sebagai obat susah buang air besar dengan memanfaatkan pada bagian kulit batang penara [6]. Selain itu pada bagian batang penara juga dimanfaatkan sebagai obat bisul dan getah penara dimanfaatkan sebagai obat untuk memudahkan buang air kecil, serta kulit dan batang penara dapat dimanfaatkan sebagai bahan aromatik [7]. Informasi ilmiah mengenai tanaman penara belum banyak diketahui dan masih terbatasnya penelitian tentang aktivitas antiradikal bebas terhadap tanaman ini. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas penghambatan radikal bebas DPPH (2,2-diphenyl-1-pikrylhidrazyl) dari ekstrak etil asetat batang penara 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu toples kaca, buncher, batang pengaduk, spatel besi, gelas kimia, wadah ekstrak, desikator, rotary evaporator, pipet tetes, pipet ukur, tabung reaksi, propipet, hotplate, penjepit tabung, plastik wrap, alumunium foil, labu ukur, vial coklat, spektrofotometer UV-VIS, kaca arloji, timbangan analitik (Precisa®). Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu batang penara (Myristica iners Blume.), aquadest, n-heksana, etil asetat, metanol, pereaksi mayer, pereaksi dragendorf, pereaksi wagner, pereaksi Lieberman-bouchard, FeCl3 1%, HCl, serbuk Mg, kertas saring, DPPH. 2.2 Pengumpulan dan Identifikasi Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu batang penara (Myristica iners Blume.)


Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas DPPH dari Ekstrak Etil Asetat Batang Penara (Myristica Iners Blume.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 67 yang diperoleh dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sampel tanaman diidentifikasi di Herbarium Wanariset Balai Konservasi Sumber Daya Alam Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dengan nomor spesimen FF15.21. di Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. 2.3 Preparasi Sampel Dilakukan sortasi basah pada sampel kemudian dicuci dengan air mengalir. Setelah itu, ditiriskan dan dikeringkan ditempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung lalu sampel dihaluskan sampai diperoleh simplisia dan dilakukan penimbangan terhadap simplisia. 2.4 Ekstraksi Sampel Simpilisia batang penara sebanyak 736 g dilakukan ekstraksi menggunakan metode maserasi bertingkat dengan pelarut yang berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu nheksana (non-polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Simplisia batang penara direndam menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 3 L selama 24 jam, kemudian filtrat disaring menggunakan kertas saring dan dilakukan replikasi dengan cara yang sama. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 40 °C sampai 50 °C sehingga diperoleh ekstrak kental. Setelah itu, ampas dari n-heksana dikeringkan dan dilakukan maserasi kembali dengan menggunakan pelarut etil asetat (diulangi perlakuan yang sama). Selanjutnya, ampas etil asetat dikeringkan dan dilakukan maserasi kembali dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam toples dan dikeringkan di dalam desikator. 2.5 Menghitung Nilai Rendemen Ekstrak yang sudah kering kemudian dilakukan perhitungan nilai rendemen dengan menggunakan rumus sebagai berikut: %Rendemen = berat ekstrak kental (g) berat simplisia awal (g) x 100% 2.6 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia dilakukan dengan cara masing-masing ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dilarutkan dengan pelarut nheksana, etil asetat, dan metanol sebanyak 10 mL. Lalu, dilakukan uji alkaloid, flavonoid, tanin, steroid/terpenoid, dan saponin pada masingmasing ekstrak. 2.6.1 Uji Alkaloid Masing-masing ekstrak diambil 2 mL kemudian dimasukan ke dalam 3 tabung reaksi dan masing-masing tabung reaksi ditambahkan pereaksi yang berbeda. Pada tabung reaksi 1 ditambahkan 2-3 tetes pereaksi dragendorff, tabung reaksi 2 ditambahkan 2-3 tetes pereaksi mayer, pada tabung reaksi 3 ditambahkan 2-3 tetes pereaksi wagner. Hasil dikatakan positif alkaloid pada pereaksi dragendorff jika terbentuk endapan coklat jingga, pada pereaksi mayer terbentuk endapan menggumpal putih atau kuning [8], pada pereaksi wagner terbentuk endapan merah, coklat [9] atau coklat kemerahan [10]. 2.6.2 Uji Flavonoid Masing-masing ekstrak diambil 2 mL dan dimasukan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan serbuk Mg dan HCl pekat 5 tetes. Hasil dikatakan positif flavonoid jika pada masing-masing larutan terbentuk warna merah, jingga atau kuning.[8] 2.6.3 Uji Tanin Masing-masing ekstrak diambil 2 mL kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 2-3 tetes pereaksi FeCl3 1%. Hasil dikatakan positif tanin jika pada masingmasing larutan terbentuk warna biru atau hijau kehitaman.[8] 2.6.4 Uji Steroid/Terpenoid Masing-masing ekstrak diambil 2 mL dan dimasukan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2-3 tetes pereaksi liebermanbouchard. Hasil dikatakan positif steroid jika terbentuk cincin biru kehijauan pada perbatasan larutan,sedangkan jika terbentuk cincin kecoklatan atau violet maka positif terpenoid.[8]


Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas DPPH dari Ekstrak Etil Asetat Batang Penara (Myristica Iners Blume.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 68 2.6.5 Uji Saponin Diambil 2 ml masing-masing ekstrak kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml air panas dan dikocok kuat selama 10 detik hingga muncul buih. Selanjutnya ditambahkan HCl 2 N sebanyak 1 tetes untuk mengamati ketahanan buih. Hasil dikatakan positif saponin ditandai adanya buih yang stabil [11] 2.7 Uji Aktivitas Antiradikal Bebas Secara Spektrofotometri UV-VIS 2.7.1 Pembuatan Larutan Sampel Ekstrak batang penara ditimbang sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan sedikit etil asetat p.a sambil diaduk dan dihomogenkan. Lalu, dicukupkan volumenya sampai 10 ml sehingga didapatkan larutan stok 100 ppm. Setelah itu, dibuat larutan variasi seri konsentrasi 20 ppm; 40 ppm; 60 ppm; 80 ppm; dan 100 ppm. 1. Diambil 0,2 ml dari larutan stok dan dimasukan kedalam labu ukur lalu dicukupkan volumenya sampai 10 ml, sehingga didapatkan konsentrasi 20 ppm. 2. Diambil 0,4 ml dari larutan stok dan dimasukan kedalam labu ukur lalu dicukupkan volumenya sampai 10 ml, sehingga didapatkan konsentrasi 40 ppm. 3. Diambil 0,6 ml dari larutan stok dan dimasukan kedalam labu ukur lalu dicukupkan volumenya sampai 10 ml, sehingga didapatkan konsentrasi 60 ppm. 4. Diambil 0,8 ml dari larutan stok dan dimasukan kedalam labu ukur lalu dicukupkan volumenya sampai 10 ml, sehingga didapatkan konsentrasi 80 ppm. 5. Diambil 1 ml dari larutan stok dan dimasukan kedalam labu ukur lalu dicukupkan volumenya sampai 10 ml, sehingga didapatkan konsentrasi 100 ppm. 2.7.2 Pembuatan dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH Serbuk DPPH ditimbang sebanyak 4 mg kemudian dilarutkan dalam 100 ml metanol di dalam labu ukur (yang ditutup alumunium foil) sehingga diperoleh konsentrasi 40 ppm. Lalu, dihomogenkan dan diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit kemudian dilakukan pengukuran serapan panjang gelombang dari rentang 510 nm sampai 520 nm dengan blanko etil asetat. 2.7.3 Pengujian Aktivitas Antiradikal Dibuat larutan blanko dengan cara diambil 2 ml DPPH 40 ppm dan 2 ml etil asetat kemudian dimasukan kedalam vial coklat. Lalu, dibuat larutan sampel uji dengan cara diaambil 2 ml dari masing-masing seri konsentrasi (20 ppm; 40 ppm; 60 ppm; 80 ppm; 100 ppm) dan dimasukan ke dalam vial coklat. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan DPPH 40 ppm dan dihomogenkan lalu diinkubasi selama 30 menit. Setelah itu, dimasukan kedalam kuvet dan diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Selanjutnya, nilai IC50 dihitung menggunakan persamaan regresi linier. Adapun rumus persentase peredaman radikal DPPH dihitung dengan menggunakan persamaaan sebagai berikut : % Peredaman = − × 100% Dimana : A : Nilai absorbansi DPPH B : Nilai absorbani Blanko 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil % Rendemen Simplisia batang penara yang telah dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi bertingkat kemudian diperoleh ekstrak kental n-heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol batang penara. Selanjutnya, dilakukan perhitungan nilai rendemen. Nilai rendemen ekstrak batang penara dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil % Rendemen Ekstrak Batang Penara Jenis Ekstrak Bobot simplisia Bobot Ekstrak Rendemen (%) n-heksana 732 g 1,5 g 0,2 % Etil asetat 732 g 47,9 g 6,5 % Metanol 732 g 21,7 g 3 % Berdasarkan Tabel 1 menunjukan ekstrak etil asetat memiliki rendemen yang paling tinggi yaitu sebesar 6,5% b/b, kemudian ekstrak


Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas DPPH dari Ekstrak Etil Asetat Batang Penara (Myristica Iners Blume.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 69 metanol sebesar 3% b/b dan paling rendah ekstrak n-heksana 0,2% b/b. Adanya perbedaan nilai rendemen disebabkan oleh jenis pelarut yang digunakan [12]. Ekstrak etil asetat menghasilkan nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak yang lain. Hal ini menunjukan bahwa kandungan senyawa didalam batang penara lebih banyak terlarut dengan pelarut etil asetat (semi polar) dibanding pelarut metanol (polar) dan pelarut n-heksana (non polar). 3.2 Hasil Skrining Fitokimia Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak batang penara. Pengujian ini merupakan langkah awal untuk mengetahui ada tidaknya senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antiradikal. Adapun skrining fitokimia yang akan diuji meliputi alkaloid, flavonoid, tanin, steroid/terpenoid dan saponin. Hasil pengujian fitokimia ekstrak batang penara dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Batang Penara Golongan Senyawa Hasil Ekstrak n-heksana Ekstrak Etil asetat Ekstrak Metanol Alkaloid -Dragendorf -Mayer -Wagner + + + + + + + + + Flavonoid + + + Tanin - + + Steroid - - - Terpenoid - - - Saponin - - - Keterangan : (+) : Positif mengandung metabolit sekunder (-) : Negatif mengandung metabolit sekunder Berdasarkan tabel 2 menunjukan ekstrak n-heksana memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid dan flavonoid. Pada ekstrak etil asetat memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan tanin. Sedangkan ekstrak metanol memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin. 3.3 Hasil Uji Aktivitas Antiradikal Bebas Uji aktivitas antiradikal bebas secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 515 nm. Pengujian ini menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH karena merupakan metode yang mudah digunakan, sederhana, cepat, dan memerlukan sedikit sampel [13]. Untuk mengetahui nilai aktivitas penghambatan radikal bebas dapat dinyatakan dalam IC50 yang dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier. IC50 merupakan nilai untuk mengetahui besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50% [14] Hasil penelitian dari ekstrak etil asetat batang penara didapatkan persamaan regresi linier yaitu y = 70,63x – 89,668. Kemudian dilakukan perhitungan nilai IC50 dengan mengganti nilai y = 50 sehingga diperoleh nilai IC50 sebesar 94,94 microgram/mL. Tingkat kekuatan antiradikal bebas dapat dibagi menjadi beberapa golongan. Golongan pertama dikatakan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 microgram/mL, kuat apabila nilai IC50 diantara 50 microgram/mL sampai 100 microgram/mL. Sedang apabila nilai IC50 diantara 101 microgram/mL sampai 150 microgram/mL dan lemah apabil nilai IC50 diatas 150 microgram/mL [13]. Berdasarkan tingkat kekuatan antiradikal bebas dapat dinyatakan ekstrak etil asetat masuk ke dalam golongan kuat karena memiliki nilai IC50 sebesar 94,94 microgram/mL (50 microgram/mL - 100 microgram/mL) . Tabel 3 Aktivitas Antiradikal Bebas Ekstrak Etil Asetat Batang Penara Konsentrasi (ppm) Absorbansi % Peredaman Radikal DPPH Persamaan (y=bx+a) IC50 (microgram/mL) Blanko 0,468667 - 20 0,465000 0,782361 y = 70,63x - 89,668 94,94 40 0,362667 22,61735 60 0,275667 41,18065 80 0,250000 46,65718 100 0,249667 46,72831


Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas DPPH dari Ekstrak Etil Asetat Batang Penara (Myristica Iners Blume.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 70 Gambar 1 Uji Aktivitas Antiradikal Bebas Ekstrak Etil asetat batang penara 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan yaitu ekstrak etil asetat batang penara memiliki rendemen yang paling tinggi yaitu sebesar 6,5% b/b, kemudian ekstrak metanol sebesar b/b 3% dan paling rendah ekstrak n-heksan sebesar 0,2% b/b. Kemudian ekstrak n-heksan memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid dan flavonoid. Pada ekstrak etil asetat memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan tanin. Sedangkan ekstrak metanol memiliki kandungan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin. Dan nilai aktivitas penghambatan radikal bebas DPPH dari ekstrak etil asetat tergolong kategori kuat yang memiliki nilai IC50 sebesar 94,94 microgram/mL. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] Wulandari dan Chairul, 2011, Penapisan Aktivitas Antioksidan Dan Beberapa Tumbuhan Obat Indonesia Menggunakan Radikal 2,2-Diphenyl-1 Picrylhydrazyl (Dpph), Majalah Obat Tradisional, 16(1), 22 – 25 [2] Raffles Museum of Biodiversity Research, 2022, Myristica iners Blume, https://asianplant.net/Myristicaceae/Myristic a_iners.htm, [diakses tanggal 18 Mei 2022] [3] Royal Botanic Garden. 2022, Royal Botanic Garden, Kew : Myritica Iners Blume, https://powo.science.kew.org/taxon/urn:isid:i pni.org:names:586130-1 , [diakses tanggal 18 Mei 2022] [4] Fern, K. 2014. Useful Tropical Plants Database. Myristica iners blume, http://tropical.theferns.info/viewtropical.php? id=Myristica+iners, [diakses tanggal 18 Mei 2022] [5] Taylor, W. A., 2012, Inventory of Seeds and Plants Imported, United States : Forgotten Books [6] Susilo, A., dan Denny. 2016. Keragaman Tumbuhan Dan Potensi Pemanfaatannya Di Kawasan Hutan Alam Sekunder RPH Cisujen KPH Sukabumi, Jawa Barat. Pros Sem Nas Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 2(2), 256- 262 [7] Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia IIV (terjemahan: de Nuttige planten van Indenesie). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan: Jakarta [8] Arifuddin, M., dan Mahfuzun Bone. 2020. Skrining Fitokimia dan Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Tumbuhan Antimalaria Asal Indonesia. Jurnal Sains dan Kesehatan, 2(3), 174-181 [9] Triwahyuono, D. A., dan Nurul H. 2020. Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Batang MahonI (Swietenia mahagoni Jacq.). Journal of Chemistry : UNES 9(1). [10] Novia, D., Agung G. S. Dan Nopri S. 2020. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Jati Dan Infusa Daun Jati (Tectona Grandis L.S) dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (Klt). Jurnal Ilmiah Farmacy,7(2) y = 70.63x - 89.668 R² = 0.9634 0 10 20 30 40 50 60 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Peredaman Radikal DPPH (%) Konsentrasi (ppm)


Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas DPPH dari Ekstrak Etil Asetat Batang Penara (Myristica Iners Blume.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 71 [11] Sulistyarini, I., Diah A. S., dan Tony A. W. 2020. Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Batang Buah Naga (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta, 5(1) [12] Edison, Andarini D., Nurul M. A., dan Mirna I. 2020. Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Sargassum plagyophyllum. JPHPI, 23(1). [13] Dahlia, A. A., Rachmat K., dan Halija. 2013. Uji Aktivitas Antiradikal Bebas Fraksi Dietil Eter Beruwas Laut (Scaevola taccada (Gaertn.) Roxb.) Menggunakan DPPH. As-syifaa : Jurnal Farmasi 5(1), 62-71. [14] Purwanto, D., Syaiful B., dan Ahmad R. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Purnajiwa (Kopsia arborea Blume.) dengan Berbagai Pelarut. Kovalen :Jurnal Riset Kimia, 3(1), 24-32.


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 72 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Analisis Kandungan Zat Gizi Makro Cookies Kombinasi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.) Analysis of Macro Nutrient Content of Cookies Combination of Moringa Leaf Flour (Moringa oleifera L.) and Purple Sweet Potato Flour (Ipomea batatas L.) Fitriani Miranda, Andi Tenri Kawareng, Yurika Sastyarina* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Cookies merupakan salah satu jenis kue kering yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Cookies seringkali dikonsumsi sebagai makanan selingan untuk menyumbangkan energi dan sebagai pengganti energi yang telah dikeluarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat gizi makro (lemak, protein dan karbohidrat) pada cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu. Formulasi yang digunakan adalah 30% tepung daun kelor : 70% tepung ubi jalar ungu. Analisis zat gizi makro yang dilakukan adalah analisis kadar lemak metode soxhlet, analisis kadar protein metode biuret dan analisis karbohidrat by difference. Hasil penelitian menujukkan kandungan gizi yaitu 28,60% kadar lemak, 11,50% kadar protein dan 51,97% kadar karbohidrat. Cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu dapat dijadikan makanan selingan yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi perharinya. Kata Kunci: cookies, tepung daun kelor, tepung ubi jalar ungu Abstract Cookies are one type of pastries that are widely consumed by people from children to adults. Cookies are often consumed as a snack to donate energy and as a substitute for energy that has been expended. This study aims to determine the content of macronutrients (fat, protein and carbohydrates) in cookies combined with moringa leaf flour and purple sweet potato flour. The formulation used was 30% moringa leaf flour: 70% purple sweet potato flour. Analysis of macronutrients carried out was analysis of fat content by Soxhlet method, analysis of protein content by Biuret method and analysis of carbohydrates by difference. The results showed that the nutritional content was 28.60% fat Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Analisis Kandungan Zat Gizi Makro Cookies Kombinasi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 73 content, 11.50% protein content and 51.97% carbohydrate content. Cookies a combination of moringa leaf flour and purple sweet potato flour can be used as a snack that can meet their daily nutritional needs. Keywords: cookies, moringa leaf flour, purple sweet potato flour DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.620 1 Pendahuluan Cookies merupakan salah satu produk alternatif yang dapat dikonsumsi secara instan dan praktis. Cookies merupakan salah satu jenis kue kering yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa [1]. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016-2020 konsumsi rata-rata kue kering (termasuk cookies) adalah 4.250 kg/tahun. Cookies seringkali dikonsumsi sebagai makanan selingan untuk menyumbangkan energi dan sebagai pengganti energi yang telah dikeluarkan. Pada umumnya cookies kaya akan energi terutama berasal dari sumber karbohidrat dan lemak, lemak yang ditambahkan pada cookies berfungsi untuk melembutkan atau membuat renyah, sehingga menjadi lebih lezat [2]. Selain itu, protein juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak [3]. Daun kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu tanaman tropis yang sudah tumbuh dan berkembang di daerah tropis seperti Indonesia. Daun kelor memiliki kandungan nutrisi yang cukup kompleks, senyawa organik yang terkandung dalam 100 g tepung daun kelor diantaranya adalah tinggi kandungan protein 6,8 g, ß-karoten 6,78 mg, mineral terutama zat bezi 7 mg, fosfor 70 mg, dan vitamin C 220 mg [4] Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas) merupakan salah satu jenis ubi jalar yang banyak ditemui di Indonesia. Ubi jalar ungu mengandung energi, β-karoten, vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin dan mineral. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang cukup tinggi. Setiap 100 gram tepung ubi jalar ungu mengandung 3,9 mg besi, 0,80 mg tembaga, 0,40 mg tiamina, 12,9 gram serat, 940 mg kalium dan 125 mg fosfor [5]. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat gizi makro (lemak, protein dan karbohidrat) pada cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium foil, baking paper, batang pengaduk, blender, cawan porselen, gelas kimia, gelas ukur, hand mixer manual, labu ukur, loyang, mixing bowl, oven, rotary evaporator, sokhlet, spektrofotometri UV-Vis, tabung reaksi dan timbangan analitik. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung daun kelor, tepung ubi ungu, kuning telur, margarin, susu bubuk, madu kelulut, baking powder dan garam. Bahan kimia yang digunakan adalah aquadest, bovin serum albumin (BSA), CuSO4.5H2O, NaOH 10 %, natrium kalium tartarat dan pertalite. 2.2 Pembuatan Tepung Daun Kelor Daun kelor yang digunakan adalah daun kelor segar. Setelah mendapatkan daun kelor segar, kemudian dilakukan sortasi dan pencucian. Selanjutnya daun kelor yang telah dicuci ditiriskan untuk mengurangi jumlah air pada daun kelor, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 45oC selama 3 jam. Setelah kering dihaluskan menggunakan


Analisis Kandungan Zat Gizi Makro Cookies Kombinasi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 74 blender kemudian diayak sehingga diperoleh hasil tepung daun kelor [6]. 2.3 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu Dilakukan sortasi dan pencucian pada ubi jalar ungu kemudian dikukus selama 20 menit. Setelah itu, ubi jalar ungu dipotong lalu dioven selama 5 jam dengan suhu 60oC [7]. 2.4 Pembuatan Cookies Formulasi yang digunakan adalah 30% tepung daun kelor : 70% tepung ubi jalar ungu. Margarin dihomogenkan dengan kuning telur, tambahkan madu kelulut sehingga diperoleh adonan. Selanjutnya ditambahkan garam, baking powder, susu bubuk, tepung ubi jalar ungu dan tepung daun kelor. Adonan dicetak dan dipanggang menggunakan oven selama 50 menit dengan suhu 120oC. Tabel 1. Formulasi Cookies Bahan Jumlah (g) Tepung daun kelor 24 Tepung ubi jalar ungu 56 Madu kelulut 60 Kuning telur 30 Susu bubuk 30 Margarin 60 Garam 1 Baking powder 0.1 2.5 Destilasi Pertalite Destilasi pertalite dilakukan untuk mendapatkan petroleum eter. Sebanyak 5 L pertalite didestilasi dengan suhu 60oC selama 3 jam. 2.6 Pembuatan Pereaksi Biuret Larutkan 0,15 g CuSO4.5H2O dan 0,6 g Na K tartarat dalam 50 mL aquadest pada labu ukur 100 mL. Kemudian tambahkan 30 mL NaOH 10% sambil dikocok [8]. 2.7 Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 30 menit, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Sampel yang digunakan sebanyak 65 gram dan telah dihaluskan, kemudian dibungkus dengan kertas saring (dibentuk seperti tabung) kemudian dimasukkan ke dalam tabung soxhlet yang telah terisi pelarut petroleum eter sebanyak 650 mL. Proses soxhlet dilakukan selama 5 jam dengan total siklus sebanyak 7 siklus, semakin banyak terjadinya siklus maka proses pemisahan akan maksimal [8]. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan di rotary evaporator selama 3 jam dengan suhu 65oC untuk menghilangkan pelarut yang terdapat pada lemak. Setelah itu, hasil ekstraksi yang telah di rotary evaporator dipanaskan dalam oven dengan suhu 1050C selama 30 menit hingga didapatkan berat konstan, didinginkan selama 15 menit dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak=(Berat cawan+lemak)−Berat cawan kosong Berat sampel ×100% 2.8 Analisis Kadar Protein Metode Biuret Sampel yang digunakan sebanyak 2 gram, yang ditempatkan pada labu 250 mL ditambahkan aquadest hingga tanda batas, kemudian sampel di saring menggunakan kertas saring hingga didapatkan filtrat. Hasil filtrat dipipet sebanyak 4 mL kemudian ditempatkan pada tabung reaksi, tambahkan 6 mL pereaksi biuret ke dalam masing-masing tabung reaksi. Inkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Absorbansi pada sampel didapatkan dari setiap larutan standar menggunakan larutan BSA dengan konsentrasi 0 (blanko), 0.1 , 0.2 , 0.4 , 0.6 , 0.8 , 1 mL dan 2 mL [8]. Kadar protein=Berat protein Berat sampel×100%


Analisis Kandungan Zat Gizi Makro Cookies Kombinasi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 75 2.9 Analisis Kadar Karbohidrat secara by difference Kadar karbohidrat pada sampel dihitung dengan cara mengurangkan 100% dengan nilai total dari kadar air, kadar abu, kadar protein kadar lemak dan kadar serat kasar [8]. Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak + kadar serat kasar) 3 Hasil dan Pembahasan Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi ke dalam dua golongan yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat Gizi makro adalah makanan utama yang membina tubuh dan memberi energi. Zat gizi makro dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram (g). Zat gizi makro terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein. Zat gizi mikro adalah komponen yang diperlukan agar zat gizi makro dapat berfungsi dengan baik. Zat gizi mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil atau sedikit, tetapi ada di dalam makanan. Zat gizi mikro terdiri atas mineral dan vitamin. Zat gizi mikro menggunakan satuan miligram (mg) untuk sebagian besar mineral dan vitamin [9]. Tabel 2. Hasil Analisis Analisis Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Hasil (%) Lemak 29,4 28,8 27,6 28,60 Protein 11,6 11,6 11,3 11,52 Karbohidrat 50,71 51,55 53,46 51,91 Lemak berfungsi sebagai sumber cita rasa dan memberikan tekstur yang lembut pada cookies. Selain itu, lemak juga merupakan sumber energi yang dapat memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal/g [8]. Lemak pada penelitian ini diukur dengan menggunakan metode soxlet. Berdasarkan Tabel 2, kadar lemak cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu sebesar 28.60%. Jika dibandingkan dengan syarat mutu cookies yang telah ditetapkan SNI (2011), dimana kadar lemak minimal yang terdapat pada cookies adalah 9,5% maka kadar lemak cookies yang dihasilkan lebih besar dari persyaratan SNI, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar lemak cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu memenuhi persyaratan mutu biskuit berdasarkan SNI. Nilai kadar lemak juga dipengaruhi oleh penambahan bahan-bahan lain yang kaya akan lemak seperti margarin dan kuning telur. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan pembangun dan pengatur [3]. Penetapan kadar protein pada cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu dilakukan dengan metode biuret. Kadar protein cookies yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 11.50%, nilai tersebut telah memenuhi standar SNI (2011) yaitu minimal 9%. Hal ini disebabkan karena tepung daun kelor mempunyai kandungan protein yang tinggi sebesar 6.8 g/100 g dibandingkan tepung ubi jalar ungu yang kandungan proteinnya sebesar 2.8 g/100 g, selain itu penggunaan susu bubuk dan kuning telur dapat meningkatkan kandungan protein cookies. Susu bubuk dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena bersifat adesif dan menambah nilai gizi [10]. Penggunaan telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan tekstur produk dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur. Telur mengandung asam amino lengkap yang memiliki daya cerna tinggi. Dari semua sumber protein, telurlah yang paling sempurna kandungan asam aminonya [11]. Karbohidrat selain berperan sebagai sumber energi utama juga berperan mencegah pemecahan protein tubuh secara berlebihan, kehilangan mineral dan membantu dalam metabolisme lemak dan mineral [3]. Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu adalah 51,97%. Jika dibandingkan dengan syarat mutu cookies yang telah ditetapkan SNI (2011), dimana kadar karbohidrat minimal yang terdapat pada cookies adalah 70% maka kadar karbohidrat yang dihasilkan kurang dari persyaratan SNI (2011). Hal ini disebabkan oleh penggunaan suhu yang tinggi dari proses


Analisis Kandungan Zat Gizi Makro Cookies Kombinasi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 76 pembuatan tepung hingga pembuatan cookies sehingga kandungan karbohidrat dan molekulmolekul karbohidrat rusak sehingga nilai gizinya menurun [12]. Meskipun memiliki kandungan karbohidrat yang tergolong rendah, cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu dapat dijadikan alternatif dan makanan selingan. Rendahnya kadar karbohidrat cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu merupakan keunggulan tersendiri apabila dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. 4 Kesimpulan Penggunaan 30% tepung daun kelor : 70% tepung ubi jalar ungu pada cookies menujukkan kandungan gizi yaitu 28.60% kadar lemak, 11.50% kadar protein dan 51.97% kadar karbohidrat. Cookies kombinasi tepung daun kelor dan tepung ubi jalar ungu dapat dijadikan makanan selingan yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi perharinya 5 Kontribusi Penulis Kontribusi penulis dalam penelitian ini terdiri atas peneliti utama dan peneliti pendamping. Fitriani Miranda sebagai peneliti utama. Sedangkan Yurika Sastyarina dan Andi Tenri Kawareng sebagai peneliti pendamping. 6 Konflik Kepentingan Seluruh penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian, penyusunan, dan publikasi artikel ilmiah. 7 Daftar Pustaka [1] Mutmainna, N. 2013. Aneka Kue Kering Paling Top. Jakarta: Dunia Kreasi. [2] Astawan, Made. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang Dan Biji-Bijian. Penebar Swadaya : Jakarta. [3] Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. [4] Augustyn, Gelora Helena., Helen Cynthia Dewi Tuhumury dan Matheos Dahoklory. 2017. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Karakteristik Organoleptik Dan Kimia Biskuit MOCAF (Modified Cassava Flour). Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 6 (2): 52-58. [5] K'osambo, L., Carey, E. E., Misra. A. K., Wilkes, J., and Hagenimana, V., 2012, Influence of Age, Farming Site, and Boiling on Pro-Vitamin A Content in Sweet Potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Storage Roots. J. Food Technology 4(3) : 23-32. [6] Aminah, Siti. 2019. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Snack Bar Biji Hanjeli (Coix lacryma jobi-L ) dan Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). Jurnal Agroindustri Halal 5(2):212-219. [7] Zakaria, Thamrin A, Lestari RS, Hartono R. 2012. Penambahan Tepung Daun Kelor pada Menu Makanan Sehari-hari Dalam Upaya Penanggulangan Gizi Kurang Pada Anak Balita. Media Gizi Pangan. 13: 41-47. [8] AOAC. 2005. Official methods of analysis of the Association of Analytical Chemist. Virginia USA : Association of Official Analytical Chemist, Inc. [9] Mardalena, Ida., Eko Suryani. 2016. Ilmu Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. [10] Wilson, N.R.P., E.J. Dyett, R.B. Hughes and C.R.V. Jones. 1981. Meat and Meat Product: Factors Affecting Quality Control. Appliend Science Publishers. London. [11] Lingga, L. 2012. Sehat dan Sembuh dengan Lemak. Jakarta : Alex Media Komputindo. [12] Afrianti, Leni Herliana. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung.


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 77 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Identifikasi Potensi Peresepan Obat Tidak Tepat pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Kardiovaskular Berdasarkan Kriteria STOPP START di Salah Satu Rumah Sakit Balikpapan Identification of Potentially Inappropriate Drug Prescribing in Geriatric Patients with Cardiovascular Disease Based on STOPP START Criteria at One of The Hospitals in Balikpapan Hanifah Hibattulwafi*, Adam M. Ramadhan, Wisnu Cahyo Prabowo Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Geriatri cendrung memiliki lebih dari satu penyakit yang menyebabkan pemberian resep polifarmasi. Polifarmasi merupakan faktor terjadinya peresepan obat tidak tepat. Kriteria STOPP START dapat digunakan untuk mengidentifikasi peresepan obat yang tidak tepat meliputi Potentially Inappropriate Medications (PIM) dan Potentially Prescribing Omissions (PPO) pada pasien geriatri. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik pasien dan prevalensi potensi terjadinya PIM dan PPO dalam peresepan obat berdasarkan kriteria STOPP START pada pasien geriatri yang dirawat inap dengan penyakit Kardiovaskular di salah satu rumah sakit Balikpapan periode Januari-Desember 2021. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan data retrospektif dengan teknik pengambilan data secara purposive sampling. Hasil penelitian yang diperoleh dari 55 data pasien dengan karakteristrik berdasarkan pasien geriatri paling banyak pada 60-74 tahun (65,45%), berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki (58,18%), berdasarkan penggunaan jumlah obat paling banyak adalah 5-10 obat (65,45%), dan penyakit kardiovaskular paling banyak adalah angina tidak stabil (34,55%). Prevalensi potensi terjadinya PIM sebesar (32,72%) dan PPO sebesar (3,64%) pada pasien geriatri rawat inap dengan penyakit kardiovaskular di salah satu rumah sakit Balikpapan. Kata Kunci: Geriatri, Kriteria STOPP START, Polifarmasi, Peresepan Tidak Tepat Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Identifikasi Potensi Peresepan Obat Tidak Tepat pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Kardiovaskular Berdasarkan Kriteria STOPP START di Salah Satu Rumah Sakit Balikpapan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 78 Abstract Geriatrics tend to have more than one disease that causes polypharmacy prescribing. Polypharmacy has the potential to cause inappropriate drug prescribing. STOPP START criteria can be used to identify inappropriate drug prescribing are Potentially Inappropriate Medications (PIM) and Potentially Prescribing Omissions (PPO) in geriatric patients. The purpose of this study was to determine patient characteristics and the potential prevalence of PIM and PPO in drug prescribing according to the STOPP START criteria in geriatric patients hospitalized with cardiovascular disease at a Balikpapan hospital for the period January-December 2021. This study is an observational study with data retrospectively with purposive sampling data collection technique. The results obtained from 29 patient with the most characteristics data of geriatrics patients was man (58,18%), eldery age group 60-74 years (65,45%), the most number of prescribing drugs on 5-10 drugs (65,45%), and the most common cardiovascular disease is unstable angina (34.55%). The potential prevalence of PIM (32,73%) and PPO (3.64%) in hospitalized geriatrics with cardiovascular disease at a Balikpapan hospital. Keywords: Geriatrics, STOPP START Criteria, Polypharmacy, Inappropriate Presscribing DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.621 1 Pendahuluan Secara global populasi lansia didunia akan terus meningkat, hal ini dikarenakan peningkatan angka harapan hidup seseorang. Menurut WHO pada tahun 2019 populasi lansia mencapai 13,4% dan diperkirakan pada tahun 2050 mengalami peningkatan menjadi 25,3% dari total penduduk [1]. Indonesia saat ini mengalami periode aging population, yaitu terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia. Peningkatan jumlah lansia di Indonesia menjadi 275,9 juta atau 9,7% pada tahun 2019. Diperkirakan pada tahun 2035 meningkat menjadi 48,2 juta jiwa atau 15,77% [2]. Geriatri adalah pasien usia lanjut dengan multi penyakit dan atau ganguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendeketan multidisplin yang bekerja secara interdisiplin [3]. Faktor penuaan pada geriatri menyebabkan menurunnya fungsi fisiologis dan kognitif yang bersifat progresif serta peningkatan keretanan pada kondisi sakit. Menurut Badan Pusat Statistik, angka kesakitan pada geriatri pada tahun 2021 sebesar 22,48%. Umumnya penyakit pada geriatri adalah penyakit degeneratif yang tidak menular dan bersifat kronis. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit terbanyak pada geriatri [4]. Pada tahun 2019, 17,9 juta jiwa meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada dan mewakili 32% dari semua kematian global [5]. Perubahan fisiologis menyebabkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada pasien geriatri. Pasien geriatri cendrung memiliki banyak komorbiditas yang menyebabkan pemberian resep polifarmasi [6]. Polifarmasi adalah penggunaan bersamaan 5 atau lebih obat. Menurut WHO prevalensi polifarmasi di dunia tahun 2015 mencapai 38,1%-91,2% [7]. Polifarmasi berkontribusi terhadap akumulasi obat pada geriatri yang mengakibatkan efek samping yang serius. Berbagai penelitian menunjukan Potentially Inappropriate Prescribing (PIP) disebabkan oleh polifarmasi [8]. Kriteria STOPP START dapat menjadi upaya mengurangi tingkat kejadian inappropriate presscribing pada pasien geriatri. Kriteria STOPP (Screening tool for older people’s prescriptions) dan START (Screening Tool to


Identifikasi Potensi Peresepan Obat Tidak Tepat pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Kardiovaskular Berdasarkan Kriteria STOPP START di Salah Satu Rumah Sakit Balikpapan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 79 Alert to Right Treatment) dipublikasikan pada tahun 2003 yang telah divalidasi dengan metodologi konsesus Delhi pada tahun 2006. Kriteria STOPP START terdiri dari 80 kriteria STOPP yang menjelaskan Potentially Inappropriate Medications (PIM) dan 34 kriteria START yang menjelaskan Potentially Prescribing Omissions (PPO) pada pasien geriatri berusia ≥65 tahun [9]. Studi yang dilakukan di salah satu rumah sakit Yogyakarta pada tahun 2019 mengungkapkan angka kejadian PIM sebesar 35,48% dan PPO sebesar 6,45% [6]. Meningkatnya populasi geriatri di Indonesia maupun di dunia akan meningkat pula kebutuhan akan kesehatan. Maka dari itu identifikasi peresepan obat pada populasi geriatri sangat penting untuk terus dilakukan karena peresepan yang tidak tepat berisiko meningkatkan morbiditas, terjadi kejadian yang tidak diinginkan terkait obat, dan mortalitas. Hasil identifikasi PIM dan PPO berdasarkan kriteria STOPP START masih jarang ditemui di Indonesia khususnya di Balikpapan, maka dari itu peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait identifikasi peresepan obat tidak tepat pada pasien geriatri dengan penyakit kardiovaskular di salah satu rumah sakit Balikpapan. 2 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pengambilan data secara retrospektif dengan metode pengambilan data purpossive sampling. Sampel penelitian ini adalah pasien geriatri yang menjalani rawat inap dengan diagnosa utama penyakit cardiovascular di salah satu rumah sakit Balikpapan periode Januari-Desember 2021 dan memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi meliputi: pasien geriatri ≥65 tahun, catatan rekam medik lengkap. Kriteria eksklusi meliputi: pasien meninggal dunia, pasien pulang paksa, dan pasien yang belum dipulangkan saat penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa data rekam medik, lalu ditentukan karakteristik pasien, dan diindentifikasi peresepan obat tidak tepat meliputi Potentially Inapropriate Medications (PIM) dan Potentially Prescribing Omissions (PPO) berdasarkan kriteria STOPP START versi 2 2016. Seluruh data yang didapatkan dianalisis secara dekskriptif kemudian disajikan dalam bentuk presentase dan tabel distribusi frekuensi. 3 Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan 55 sampel berupa rekam medik pasien geriatri dengan penyakit kardiovaskular yang menjalani pelayanan rawat inap dan telah sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Pada bagian ini akan dibahas mengenai karakterisasi pasien dan identifikai peresepan obat yang tidak tepat pada geriatri. 3.1 Karakterisasi Pasien Laki-laki Perempuan 0 5 10 15 20 25 30 23 32 Jumlah (Orang) Jenis Kelamin Gambar 1 Karaktersistik Berdasarkan Jenis Kelamin 60-74 75-90 0 5 10 15 20 25 30 35 19 36 Jumlah (Orang) Rentang Usia (Tahun) Gambar 2 Karakteristik Berdasarkan Usia


Identifikasi Potensi Peresepan Obat Tidak Tepat pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Kardiovaskular Berdasarkan Kriteria STOPP START di Salah Satu Rumah Sakit Balikpapan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 80 1-4 5-10 >10 0 5 10 15 20 25 30 35 16 34 4 Jumlah (Orang) Jumlah Obat Gambar 3 Karakteristik Berdasarkan Penggunaan Jumlah Obat HTGJ HTPJ HTGG Ate ATS SH SI 0 5 10 15 20 15 3 19 1 10 3 4 Jumlah (Orang) Jenis Penyakit Gambar 4 Karakteristik Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat. HTGJ=Hipertensi dengan gagal jantung, HTPJ=Hipertensi dengan penyakit jantung, Ate=Aterosklerosis, ATS=Angina tidak stabil, SH=Stroke Hemoragik, SI=Stroke Iskemik. Hasil karakterisasi pasien pada tabel 1, dimana laki-laki (48%) menjadi mayoritas pengidap penyakit kardiovaskular. Laki-laki cendrung lebih berisiko terhadap penyakit stroke dan hipertensi sedangkan perempuan cendrung lebih berisiko terhadap penyakit jantung dan gagal jantung. Merokok menjadi faktor risiko utama laki-laki dibandingkan perempuan [10]. Kandungan tembakau pada rokok menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun yang menyebabkan darah cendrung menggumpal. Gumpulan darah dalam darah tersebut dapat membentuk plak pada arteri dan berisiko menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah serta kematian mendadak. Merokok dapat meningkatkan kebutuhan oksigen oleh otot jantung dan menurunkan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen ke jaringan perifer [11]. Dalam penelitian ini, usia pada pasien geriatri paling banyak pada rentang 60-74 tahun. (65,4%) Pada tahun 2017 populasi geriatri dengan rentang umur 60-74 tahun lebih tinggi dibandingkan populasi dengan usia >80 tahun. Diperkirakan populasi usia >80 tahun di dunia akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050 [12]. Penggunaan obat terbanyak pada rentang 5-10 obat (61,82%). Geriatri cendrung menderita beberapa penyakit kronis, akibatnya jumlah obat yang digunakan meningkat dibandingkan kelompok usia lainnya sehingga berisiko meningkatkan Adverse Drug Reaction (ADR). Selain itu perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada pasien geriatri sehingga perlu penyesuaian dosis untuk mengurangi kejadian ADR. . Potensi risiko interaksi obat pada geriatri yang mendapatkan 5-9 obat mencapai 50%, dan risiko akan meningkat 100% pada pasien yang mendapatkan obat lebih dari 20 obat [13]. Unstable angina (19%) menjadi diagnosa terbanyak pada pasien geriatri. Unstable angina merupakan bagian dari sindrom koroner akut. Secara global prevalensi angina meningkat seiring bertambahnya usia. Angina dialami 12% pada pria dan 10% pada wanita berusia 65-85 tahun [14]. 3.2 Prevalensi kejadian Potentially Inappropriate Medications (PIM) dan Potentially Prescribing Omissions (PPO) PIM PPO 0 5 10 15 2 18 Jumlah Kejadian Gambar 5 Prevalensi Kejadian PIM dan PPO


Identifikasi Potensi Peresepan Obat Tidak Tepat pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Kardiovaskular Berdasarkan Kriteria STOPP START di Salah Satu Rumah Sakit Balikpapan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 81 Pada Gambar 5 menunjukan dari 55 total sampel sebanyak 20 pasien (34,54%) mengalami kejadian Inappropriate Presscribing berdasarkan kriteria STOPP START. 19 pasien (32,73%) dengan kejadian PIM dan 2 pasien (3,64%) dengan kejadian PPO. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan penelitian yang dilakukan Viviandhari, et. al. [6] yang menyatakan kejadian PIM sebedar 35,48% dan kejadian PPO sebesar 6,45% [6]. Angka kejadian PIM dan PPO dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Rusdi, et al. [14] yang mengungkapkan kejadi PIM sebesar 1,9% dan kejadian PPO sebesar 3,8%. 3.2.1 Potentially Inappropriate Medications Identifikasi berdasarkan kriteria STOPP START toolkit versi 2 2016. Berdasarkan tabel 3, prevalensi kejadian PIM pada pasien geriatri yang paling sering terjadi adalah penggunaan bersamaan agonis aldosteron dengan ACEIs atau ARB (12,73%), terdapat 7 kejadian PIM dalam kriteria ini. Penggunaan bersaam aldosterone antagonist dengan agen ACEI atau ARB dapat meningkat risiko hiperkalemia berat yang dapat menyebabkan aritmia jantung dan kematian jantung mendadak, maka dari itu serum kalium penting untuk dimonitoring setiap 2-4 minggu jika pasien menggunakan ACEI atau ARB dengan agonis aldosteron [15]. Tabel 1 Kriteria PIM Berdaarkan STOPP START Kriteria PIM Jumlah % Antagonis aldosteron bersamaan dengan ACEI atau ARB 7 12,73 Dosis Aspirin digunakan >150 mg/day 2 3,64 NSAID pada pasien dengan eGFR <50 ml/min/1,73 mL 1 1,82 Sulfonilurea kerja panjang dengan pasien DM 2 1 1,82 Diuretik Tiazid dengan pasien gout 1 1,82 Antihipertensi kerja sentral digunakan pada geriatri 3 5,45 ACEI atau ARBs digunakan pada pasien hiperkalemia 2 3,64 Total 18 32,73 Kejadian PIM paling banyak kedua yaitu antihipertensi kerja sentral yang digunakan pada pasien geriatri (5,45%), terdapat 3 kejadian PIM dalam kriteria ini. Antihipertensi kerja sentral seperti clonidin bukanlah terapi lini pertama pada pasien geriatri. Obat ini menyebabkan sedasi yang menganggu atau bradikardia, dan penghentian secara mendadak dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung yang pada akhirnya memperburuk iskemia dan/ atau gagal jantung. Agen ini dapat digunakan sebagai bagian dari rejimen kombinasi untuk memaksimalkan kontrol tekanan darah setelah agen lain telah digunakan [16]. Terdapat 2 kejadian (3,64%) dari Aspirin yang digunakan lebih dari 150 mg perhari, megingat kurangnya manfaat yang terbukti dan risiko yang lebih tinggi dari perdarahan yang signifikan dengan dosis yang tinggi maka aspirin dengan dosis >150 mg/hari perhari tidak dianjurkan kepada pasien geriatri [17]. Ditemukan 2 kejadian (3,64%) dari ACEIs atau ARBs diberikan kepada pasien dengan hiperkalemia. ACEIs atau ARBs dapat meningkatkan serum Kalium dan penurunan filtrasi glomelurus hingga dapat memperburuk pasien dengan hiperkalemia [18][19]. Didapatkan 1 kejadian (1,82%) penggunaan NSAID pada pasien dengan kadar eGFR dibawah 50 ml/min/1,73 m2 . NSAID memperburuk penurunan eGFR sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan kerusakan ginjal akut [20]. Dalam penelitian ditemukan 1 kejadian (1,82%) penggunaan golongan sulfonilurea aksi panjang pada pasien geriatri dapat meningkatkan risiko hipoglikemia berkepanjangan. Monitoring kadar gula darah penting dilakukan saat pemberian berulang obat golongan sulfonilurea aksi panjang [21]. Ditemukan 1 kejadian (1,82%) pada penggunaan diuretik tiazid pada pasien dengan gout atritis. Diuretik tiazid meningkatkan absrobsi asam urat di ginjal sebaliknya menurunkan kadar ekskresi asam urat di urin [22]. Maka dari itu penggunaan diuret tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat pada pasien gout. 3.2.2 Potentially Presscribed Omissions Tabel 2 Kriteria PIM Berdasarkan STOPP START Kriteria PPO Jumlah % PPI untuk pasien yang menerima obat berisiko perdarahan 2 3,63 Total 2 3,63


Identifikasi Potensi Peresepan Obat Tidak Tepat pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Kardiovaskular Berdasarkan Kriteria STOPP START di Salah Satu Rumah Sakit Balikpapan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 82 Berdasarkan tabel 4, didapatkan 2 kejadian (3,63%) potentially presscribed omissions bahwa Proton Pump Inhibitors perlu diberikan kepada pasien geriatri yang menggunakan obat-obatan yang berisiko perdarahan lambung sepeti antiplatelet, kostikosteroid, dan NSAID [16]. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, karakteristik pasien geriatri dengan penyakit kardiovaskular terbanyak pada lakilaki (58,18%), dengan rentang usia paling banyak 60-74 tahun (65,45%), penggunaan obat terbanyak pada rentang 5-10 obat (61,82%), dan penyakit kardiovaskular paling banyak adalah angina tidak stabil (34,55%). Dari 55 total pasien dalam penelitian ini, 18 pasien (32,73%) mengalami kejadian PIM dan 2 pasien (3,64%) mengalami kejadian PPO. 5 Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala DIKLAT, Komite Etik, serta staf rekam medis rumah sakit yang telah mengizinkan penelitian ini dilakukan. 6 Kontribusi Penulis Hanifah Hibattulwafi: Melaksanakan Penelitian, pengumpulan dan analisis data, membahas hasil penelitianserta penyusunan draft manuskrip. Adam M. Ramadhan dan Wisnu Cahyo Prabowo: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Etik Surat persetujuan kelayakan etik dikeluarkan oleh Komite Penelitian Kesehatan Rumah Sakit Kota Balikpapan, No.02/1/KEPKRSKD/2022 8 Konflik Kepentingan Seluruh Persetujuan Menyatakan tidak ada konflik dari penelitian, penyusunan, dan publikasi artikel almiah ini. 9 Daftar Pustaka [1] Putri, Dian Eka. 2021. Hubungan dan Fungsi Kognitif dengan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Inovasi Penelitian (2)(2) 1147-1152 [2] Kemenkes RI. 2019. Indonesia Memasuki Periode Aging Population. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umu m/20190704/4530734/indonesia-masukiperiode-aging-population. Diakses pada 20 Mei 2022 [3] Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014. Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan [4] Misnaniarti. 2017. Analisis Situasi Pendudukan Lanjut Usia dan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial di Indonesia. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 8(2):67-68. [5] World Health Organization. 2019. The Top Ten Causes Death. https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/the-top-10-causes-ofdeath. Diakses pada 20 Mei 2022. [6] Viviandhari Daniek, et. al. 2020. Assesing Potentially Inappropriate Medications in Hospitalized Geriatric Patient in 2 Hospital in Jakarta using STOPP START Criteria. JMPC 10(1) 26-34. [7] Sinaja, Celline A. dan Shirly Gunawan. 2020. Polifarmasi pada Lansia di Panti Wreda: Fokus pada Penggunaan Kardiovaskular. Tarumanegara Medical Journal 3(1) 226-232. [8] Fauziyah, Siti., Maksum Radji., dan Retnosari Andrajati. 2017. Polypharmacy in Eldery and Their Problems. Asian J Pharm Clin Res, 10 (7) 44-49. [9] Fauziah, Husna., Roza Mulyana., dan Rose Dinda M. 2020. Polifarmasi pada Pasien Geriatri. Jurnal Human Care, 5(3): 804-812 [10] Kemenkes RI. 2013. Pusat Data dan Informasi: Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI [11] Nurhidayat S., Rosidji CH. 2008. Perawatan Cedera Kepala dan Stroke. Yogyakarta: Ardana Media [12] World Heart Fondation. Cardiovascular Disease Risk Factor. Cited: 22 Mei 21. AvailableFrom:http://www.worldheartfederat ion.org/fileadmin/user_upload/documents/Fa ct_sheets/2012/ PressBackgrounderApril2012RiskFactors pd [13] Doan J. et. al 2013. Prevalence and Risk of Potential Cytochrome P450–Mediated DrugDrug Interactions in Older Hospitalized Patients with Polypharmacy. Ann Pharmacother, 47(3):324-332.


Identifikasi Potensi Peresepan Obat Tidak Tepat pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Kardiovaskular Berdasarkan Kriteria STOPP START di Salah Satu Rumah Sakit Balikpapan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 83 [14] Rusdi,N. K., et. al. 2018. Identification of Potentially Inappropriate Prescribing in Outpatient Geriatric using STOPP/START Criteria at X Hospital Jakarta. MICH-PhD 1 (1) [15] United Nations. 2017. Department of Economic and Social Affairs, Population Division. World Population Ageing 2017. Cited cited 22 Mei 21. Available from: http://www.un.org/en/development/desa/po pulation/publications/pdf/age ing/WPA2017_Highlights.pdf. [16] Montalescot, Gilles et. al. 2014. Prehospital ticagrelor in ST-segment elevation myocardial infarction. N Engl J Med, 371:1016-1027. [17] O’Mahony, D., et al. 2014. STOPP/START criteria for potentially inappropriate prescribing in older people: Version 2. Age and Ageing, 44(2), 213– 218 [18] Navaneenthan, et. al. 2009. Aldosterone Antagonists for Preventing the Progression of Chronic Kidney Disease: A Systematic Review and Meta-analysis. Clin J Am Soc Nephrol 4: 542– 551. [19] American Heart Association. 2011. Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly. doi: 10.1161/ijcp2011 [20] Modig Sara and Sölve Elmståh. 2018. Kidney function and use of nonsteroidal anti‑infammatory drugs among elderly people: a cross‑sectional study on potential hazards for an at risk population. International Journal of Clinical Pharmacy 40:870–877. [21] Dwi, A. S., Nila, D.L., Fitri, K. 2017. Evaluasi Ketidaktepatan Pemilihan Obat Berdasarkan Kriteria STOPP Pada Pasien Geriatri. Jurnal Farmasi Indonesia: Surakarta. 14(2). 182-190 [22] Raja, Ravi et. al. 2019. Hyperuricemia Associated with Thiazide Diuretics in Hypertensive Adults. Cureus 11(8): e5457.


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 84 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Optimasi Basis Footspray Sebagai Alternatif Bahan Dasar Antibakteri Kaki Optimization of Footspray Base on Alternative to Antibacterial Foot Base Hawanda Nur Afifah* , Riski Sulistiarini, Satriani Badawi Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Bagian tubuh yang paling banyak memproduksi keringat adalah kaki. Hal ini bisa membuat kuman mudah berkembang biak dan menyebabkan bau kaki yang dapat mengganggu kepercayaan diri seseorang. Ada beberapa cara untuk menghilangkan permasalahan pada kaki yang telah diketahui, akan tetapi cara tersebut kurang praktis untuk dilakukan, sehingga pada penelitian ini akan dibuat alternatif dengan footspray. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui basis optimum footspray. Optimasi dilakukan dengan melihat sifat fisik sediaan footspray meliputi uji organoleptis, pH, viskositas, kejernihan, dan waktu kering. Basis footspray dibuat dalam dua formula yang berbeda dengan menggunakan basis Carbopol 940 dan HPMC dengan konsentrasi yang sama sebesar 0,06%. Diperoleh hasil warna putih keruh untuk basis karbopol dan warna bening untuk basis HPMC, bau kedua basis khas dan bentuk basis cair, pH 5,62-6,14. Diperoleh nilai viskositas basis HPMC 18,83 cP dan basis karbopol 19,70 cP. Uji kejernihan dan waktu kering diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan hasil evaluasi yang diperoleh,basis HPMC telah memenuhi kriteria sebagai basis yang optimal. Kata Kunci: Footspray, Optimasi basis, Antibakteri Abstract The part of the body that produces the most sweat is the feet. It can make it easy for germs to breed and cause smelly feet, which can interfere with a person's confidence. There are several known ways to eliminate foot problems, but those methods are less practical to do, so in this research, an alternative with foot spray will be made. This research aimed to determine the optimum foot spray base. Optimization is conducted by looking at the physical properties of the foot spray preparation, including organoleptic, pH, viscosity, clarity, and dry time tests. The foot spray base was made in two Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Optimasi Basis Footspray Sebagai Alternatif Bahan Dasar Antibakteri Kaki 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 85 different formulas using Carbopol 940 base and HPMC with the same concentration of 0.06%. The results obtained were cloudy white color for carbopol base and clear color for HPMC base; both bases were typical and had liquid base form, pH 5.62-6.14. The viscosity value of the HPMC base was 18.83 cP, and the carbopol base was 19.70 cP. As well as the clarity test and dry time obtained results that met the requirement. According to the evaluation results obtained, the HPMC base was chosen as the optimal basis. Keywords: Foot spray, Base optimization, Antibacterial DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.622 1 Pendahuluan Setiap masing-masing orang pasti melakukan berbagai aktivitas fisik yang tidak jarang mengakibatkan terjadinya produksi keringat. Rutinitas yang dilakukan membuat metabolisme manusia menjadi lebih aktif, sehingga produksi keringat pada manusia menjadi lebih banyak. Bagian tubuh yang paling banyak memproduksi keringat adalah kaki. Pada bagian kaki terdapat berbagai kelenjar keringat yang tidak sama jumlahnya pada permukaan kulit. Kondisi kaki yang sering tertutup dan sirkulasi udara yang kurang membuat kaki menjadi panas dan keringat menjadi meningkat. Sehingga hal ini membuat kaki menjadi lembab, kuman mudah berkembang biak dan menyebabkan bau tidak sedap pada kaki yang dapat mengganggu kepercayaan diri seseorang [1]. Keringat merupakan sekresi aktif yang dikeluarkan dari kelenjar keringat dibawah pengendalian saraf simpatis. Jika keringat terinfeksi oleh bakteri yang berperan dalam proses pembusukan, maka akan menghasilkan bau tidak sedap pada kaki. Bakteri yang menyebabkan bau tidak sedap pada kaki diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis, Corynbacterium acne, Streptococcus pyogenes [2]. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Antibakteri merupakan suatu senyawa yang berfungsi sebagai penghambat bakteri. Senyawa tersebut bekerja dengan cara merusak dinding sel, menghambat kerja enzim, mengganggu sintesis protein, dan mengubah permeabilitas membran [3]. Upaya menjaga kebersihan kaki umumnya dilakukan dengan mencuci kaki menggunakan sabun antibakteri, menggunakan bodyscrub yang mengandung antibakteri atau menggunakan bedak tabur. Namun, upaya tersebut masih dianggap tidak efektif dan membutuhkan alternatif antibakteri yang higienis dan lebih praktis [4]. Maka dari itu, penelitian ini akan membuat sediaan antibakteri yang lebih praktis yaitu footspray. Berdasarkan uraian diatas, maka dilaksanakan penelitian dengan tujuan memperoleh formulasi basis footspray yang optimal secara fisik dan nantinya akan digunakan sebagai alternatif antibakteri kaki. Bahan yang digunakan sebagai basis footspray adalah Carbopol 940 dan HPMC. Uji evaluasi basis yang dilakukan antara lain pengujian organoleptik, uji pH, uji viskositas, uji kejernihan dan uji waktu kering. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan analitik, kaca arloji, spatel besi, sendok tanduk, batang pengaduk, pipet tetes, mortar dan stamper, cawan porselin, pipet ukur, propipet, erlenmeyer, gelas ukur, hot plate, alat sprayer, pH meter, viskometer. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Carbopol 940, HPMC, Tween 80, Gliserin, Mentol, Propilenglikol, Isopropil alkohol dan Aquades.


Optimasi Basis Footspray Sebagai Alternatif Bahan Dasar Antibakteri Kaki 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 86 2.2 Pembuatan sediaan footspray Pembuatan sediaan footspray dilakukan dengan cara membuat basis footspray menggunakan gelling agents yang berbeda yaitu Carbopol 940 dan HPMC yang masing-masing dikembangkan dengan air suling, lalu dihomogenkan. Kemudian ditambahkan Propilenglikol sambil diaduk hingga homogen (campuran A). Pada wadah terpisah, dilarutkan Isopropil alkohol, lalu ditambahkan Mentol aduk hingga homogen dan ditambahkan Gliserin (campuran B). Disatukan campuran B dan campuran A. Keduanya dihomogenkan hingga benar-benar tercampur. Selanjutnya ditambahkan Tween 80. Kemudian, dilakukan evaluasi fisik basis footspray meliputi uji organoleptik, uji pH, uji viskositas, uji kejernihan dan uji waktu kering. Tabel 1 Formulasi basis footspray Bahan Konsentasi (%) Formulasi 1 Formulasi 2 Karbopol 0,06 - HPMC - 0,06 Gliserin 0,2 0,2 Isopropil alkohol 20 20 Propilenglikol 5 5 Tween 80 4,3 4,3 Mentol 0,5 0,5 Aquades Ad 100 Ad 100 2.3 Evaluasi sediaan footspray 2.3.1 Uji organoleptik Pengujian organoleptik ini dilakukan dengan melihat perubahan fisik dari sediaan meliputi warna, bau dan bentuk secara kualitatif dengan menggunakan indera [4]. 2.3.2 Uji pH Pengukuran pH ini dilakukan dengan menggunakan pH meter pada suhu ruang. Sebelum pengukuran pH sediaan, alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7) dan larutan dapar pH asam (pH 4). Kemudian elektroda dicuci dengan air suling dan dikeringkan menggunakan tisu. Selanjutnya, elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut sampai alat menunjukkan harga pH yang konstan [5]. 2.3.3 Uji viskositas Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan suatu sediaan [6]. Pengukuran viskositas ini menggunakan viskometer Rheosys dengan cara diambil 20 ml basis sediaan kemudian diletakkan pada wadah silinder lalu diatur kecepatan 30 rpm selama 60 detik pada temperatur 25°C. 2.3.4 Uji kejernihan Uji kejernihan bertujuan untuk mengetahui jernih atau tidaknya suatu sediaan spray. Uji ini dilakukan dengan mengamati sediaan spray, sebaiknya sediaan harus bebas partikel [2]. 2.3.5 Uji waktu kering Pengujian waktu kering dilakukan dengan mengaplikasikan sediaan pada lengan dalam bagian bawah. Kemudian dihitung dan dicatat waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering [7]. 3 Hasil dan Pembahasan Sediaan spray merupakan sediaan larutan yang dimasukkan dalam sebuah alat sprayer sehingga pemakaiannya dengan cara disemprot. Bentuk spray merupakan sediaan yang memiliki sifat yang dapat memberikan suatu kandungan konsentrat, namun disaat yang bersamaan memiliki profil yang cepat kering sehingga mudah dipakai untuk pengguna [1]. Kelebihan sediaan spray dibandingkan dengan sediaan topikal lainnya yaitu lebih aman, lebih praktis penggunaannya, dan lebih mudah dicuci [7]. Optimasi basis sediaan footspray dilakukan untuk mendapatkan basis footspray yang optimal dengan melihat hasil evaluasi fisik yang meliputi uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji kejernihan dan uji waktu kering. 3.1 Uji Organoleptis Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bentuk dan bau secara visual terhadap sediaan footspray. Diperoleh bentuk sediaan basis footspray yang cair, berbau khas dan hasil warna pada basis carbopol 940 berwarna putih keruh dan basis HPMC berwarna bening.


Optimasi Basis Footspray Sebagai Alternatif Bahan Dasar Antibakteri Kaki 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 87 Tabel 2 Hasil Uji Organoleptis Sediaan Warna Bau Bentuk Basis Carbopol Putih keruh Khas Cair Basis HPMC Bening Khas Cair Berdasarkan hasil pengujian organoleptis dapat dilihat secara penampilan warna bahwa basis HPMC lebih baik dibandingkan dengan basis Carbopol. Untuk bau dan bentuk dari kedua basis tidak diperoleh perbedaan. 3.2 Uji pH Pengujian pH pada basis footspray bertujuan untuk mengetahui nilai pH pada sediaan. Apabila nilai derajat keasaman (pH) sediaan terlalu asam maka dapat menyebabkan kulit menjadi mengkerut, sedangkan apabila sediaan terlalu basa maka dapat menyebabkan kulit mudah merasa kering dan mudah mengelupas [8]. Tabel 3 Hasil Uji pH Sediaan pH Basis Carbopol 5,62 Basis HPMC 6,14 Berdasarkan hasil pengujian pH pada basis footspray basis Carbopol dan HPMC dengan konsentrasi 0,06% dapat disimpulkan kedua basis masuk dalam rentang persyaratan pH kulit. Menurut standar SNI No. 06-2588 nilai pH kulit yaitu 4,5-6,5 [9]. 3.3 Uji Viskositas Pengujian viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan suatu sediaan. Karena kekentalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengaplikasiaan sediaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Umumnya rentang nilai viskositas pada sediaan spray gel kurang dari 400 cPs [9]. Tabel 4 Hasil Uji Viskositas Waktu (s) Basis Carbopol (cPs) Basis HPMC (cPs) 60 19,06 19,03 120 19,89 19,13 180 20,16 18,33 Rata-rata 19,54 ± 0,567 18,83 ± 0,435 Berdasarkan hasil pengujian viskositas tersebut basis footspray telah memenuhi rentang nilai viskositas sediaan spray gel yaitu nilai viskositas kurang dari 400 cPs. 3.4 Uji Kejernihan Pengujian kejernihan bertujuan untuk mengetahui sediaan footspray jernih atau tidak dengan parameter sediaan harus bebas partikel atau butiran [6]. Tabel 5 Hasil Uji Kejernihan Sediaan Hasil Basis Carbopol Jernih Basis HPMC Jernih Berdasarkan hasil pengujian kejernihan semua basis memenuhi persyaratan karna sediaan bebas partikel dan tidak terdapat butiran. 3.5 Uji Waktu Kering Pengujian waktu kering bertujuan untuk mengetahui lama waktu yang dibutuhkan untuk sediaan footspray mengering. Parameter dalam pengujian waktu kering sediaan spray gel yang baik adalah kurang dari 5 menit [7]. Tabel 6 Hasil Uji Waktu Kering Sediaan Waktu kering Basis Carbopol 3 menit 27 detik Basis HPMC 2 menit 5 detik Berdasarkan hasil pengujian waktu kering terhadap kedua basis formula tersebut, maka hasil pengujian telah memenuhi syarat waktu kering yang baik untuk sediaan spray gel. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai optimasi basis dan uji evaluasi fisik sediaan footspray maka dapat ditarik kesimpulan bahwa diperoleh basis footspray yang optimal menggunakan basis HPMC dengan karakteristik warna bening, bau khas, bentuk cair dan hasil semua evaluasi fisik yang memenuhi persyaratan.


Optimasi Basis Footspray Sebagai Alternatif Bahan Dasar Antibakteri Kaki 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 88 5 Kontribusi Penulis Hawanda Nur Afifah: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Riski Sulistiarini dan Satriani Badawi: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Ashfia, F., Adriane, F.Y., Sari., D.P., Rusmini, R., 2019. Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Footspray Anti Bau Kaki yang Mengandung Ekstrak Kulit Jeruk Nipis dan Ampas Kopi. Indonesian Chemistry Application Journal Volume 3. [2] Riyanta, A.B., Febriyanti, R., 2018. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Biji Kopi Dan Rimpang Jahe Terhadap Sifat Fisik Sediaan Foot Sanitizer Spray. Jurnal para pemikir. Vol. 7. No.2. P-ISSN 2089-5313. [3] Septiani., Dewi E.N., Wijayanti, I., 2017. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Lamun (Cymodocea rotundata) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus dan Eschercia Coli. Indonesia Journal of Fisheries Science and Technology. Vol. 13, No. 1: 16. [4] Santoso, J., Riyanta, A.B., 2019. Aktivitas Antibakteri Sediaan Foot Sanitizer Spray Yang Mengandung Ekstrak Biji Kopi Dan Jahe. Jurnal Ilmu Farmasi Volume 8. [5] Risnayanti., Dalimunthe, Gabena Indrayani., 2022. Formulasi Foot Spray Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum africanum L.) Sebagai Penghilang Bau Kaki Serta Uji Aktivitas Antibakteri. Jurnal Farmasi, Sains, dan Kesehatan. Vol. 1 No. 2. [6] Ulfa, Ade Maria., Nofita., Bangun, Saras Sandi., 2020. Uji Aktivitas Antibakteri Spray Bau Kaki Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Dengan Variasi Gelling agent Terhadap Bakteri Bacillus subtilis. Jurnal Farmasi Lampung. Vol. 9 No. 1. [7] Fitriansyah, S.N., dkk. 2016. Formulasi dan Evaluasi Spray Gel Fraksi Etil Asetat Pucuk Daun Teh Hijau (Camelian sinensis (L.) Kuntze). PHARMACY. Volume 13 No.2: 202-216. [8] Barel, A., et al. 2009. Skin pH and skin flora. In Handbook of Cosmetics Science and Technology. Third Edition. New York: Informa Healthcare USA. [9] Ramadhani, Diah., Listiyanti, Kurnia. 2021. Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan Antiseptik Foot Spray Gel Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopogon nardus (L.) Randle). Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal Vol. 6 No.1.


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 89 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Optimasi Basis Carbopol dan Uji Fisik Basis Gel Anti Jerawat Optimization of the Carbopol and Physical Testing of the Anti-acne Gel Base Helga Lisu Sarira, Juniza Firdha Suparningtyas, Herman* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati dimana terdapat sekitar 70,000 jenis tumbuhan dan 7,000 diantaranya merupakan tumbuhan obat. Namun pemanfaatan tanaman dalam bentuk formula siap pakai masih sangat kurang, kebanyakan penggunaan tanaman obat masih dalam bentuk tradisional yang dinilai kurang praktis. Sediaan gel dapat dijadikan pilihan untuk sediaan anti jerawat. Bentuk sediaan gel dapat bertahan lama di kulit dan pelepasan zat aktif yang baik dibanding sediaan lainnya. karbopol dipilih sebagai agen pembentuk gel karena karbopol dilaporkan memiliki sifat pembentuk gel yang lebih banyak dibandingkan polimer lainnya. Polimer karbopol terbukti menjadi pembawa yang menjanjikan untuk pelepasan terkontrol dari senyawa aktif dalam formulasi gel. Optimasi basis gel yang dilakukan dengan memvariasikan basis karbopol dalam 3 formula (0,5%; 1%; dan 1,5%). Dari evaluasi didapatkan Formula 1 dengan konsentrasi karbopol 0,5% menjadi formula yang paling memenuhi standar sediaan gel yang dapat digunakan sebagai anti acne. Kata Kunci: gel, karbopol, optimasi basis Abstract Indonesia has high biodiversity, there are around 70,000 plant species, and 7,000 of them are medicinal plants. However, the use of plants in ready-to-use formulas is still very lacking. Most of the use of medicinal plants is still in the traditional form. Gel preparation can be used as an option for antiacne preparations. The gel dosage form can last long in the skin and release suitable active substances. carbopol was chosen as a gelling agent because carbopol was reported to have more gelling properties than another polymer. Carbopol polymer proved to be a good carrier for the controlled release of active phytoconstituents in the gel formulation. The optimization of the gel base was carried out by diversifying the carbopol as the gel in 3 formulas that is 0.5%, 1%, and 1.5%. The evaluation found Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Optimasi Basis Carbopol dan Uji Fisik Basis Gel Anti Jerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 90 that Formula 1 (carbopol 5%) was the formula that fully filled the gel base's standard that can be used as an anti-acne gel. Keywords: gel, carbopol, base optimization DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.623 1 Pendahuluan Pendahuluan Kulit merupakan pelindung atau pembatas bagian dalam tubuh dari lingkungan luar, kulit sangat mendukung penampilan manusia, namun seringkali kulit mengalami permasalahan yang dapat mengganggu tampilan kulit, salah satunya adalah jerawat. Jerawat adalah gangguan pada kulit yang disebabkan oleh bertumpuknya debu dan sebum yang kemudian menjadi komedo yang ditumbuhi oleh bakteri sehingga menyebabkan peradangan. Bakteri yang seringkali menjadi pencetus jerawat yaitu Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan bakteri Staphylococcus aureus [1]. Prevalensi terjadinya Jerawat di Indonesia mencapai 90% pada tahun 2009. Akne vulgaris merupakan masalah utama bagi remaja karena dapat menimbulkan kemerahan hingga bekas luka yang dapat mengganggu penampilan, yang kemudian menunjukkan bahwa acne vulgaris memiliki efek negatif pada kesehatan mental remaja maupun dewasa yang menyebabkan kehilangan kepercayaan diri hingga stress [2]. Gel adalah bahan seperti jeli padat yang memiliki sifat mulai dari lembut dan lunak hingga kaku dan liat. Gel didefinisikan sebagai sistem ikatan silang encer yang pada dasarnya tidak menunjukkan aliran saat dalam kondisi mapan. Berdasarkan beratnya, gel sebagian besar adalah cair, namun mereka berperilaku seperti padatan karena jaringan ikatan silang tiga dimensi di dalam cairan dimana ikatan silang di dalam fluida inilah yang memberi gel struktur yang kaku [3]. Aplikasi topikal gel pada tempat patologis menawarkan keuntungan besar dalam pelepasan obat yang lebih cepat langsung ke tempat kerja dibandingkan dengan krim dan salep, selain itu bentuk sediaan gel dapat bertahan lama di kulit [4]. Sehingga sediaan gel dapat dijadikan pilihan untuk sediaan anti jerawat. Sediaan farmasi memiliki mutu yang baik jika tidak toksik, efektif, efisien, stabil, dan nyaman. Sehingga perlu dilakukannya optimasi terhadap basis sediaan sehingga diperoleh sediaan yang dapat mencapai tempat terapi yang diinginkan, memiliki ketoksikan seminimal mungkin, kestabilan tinggi dan nyaman digunakan. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan karbopol sebagai agen pembentuk gel karena penelitian lain melaporkan bahwa karbopol menunjukkan pelepasan obat yang unggul dalam formulasi gel [4]. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, timbangan analitik, batang pengaduk, spatel besi, geas kimia, pipet tetes, mortar dan stamper, plat kaca, alat uji daya lekat, ph meter, viskometer, kaca objek,beban 150 g; 50 g; 20 g; dan 10 g. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, karbopol, metil paraben, propilen glikol, trietanolamin, dan aquades. 2.2 Prosedur 2.2.1 Optimasi Basis karbopol sediaan gel anti jerawat Optimasi basis dilakukan dengan membandingkan evaluasi fisik dari sediaan gel dengan konsentrasi karbopol yang berbeda beda. Karbopol dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5% masing masing ditambahkan 50 mL aquades. Kemudian dikembangkan basis selama 24 jam. Setelah 24 jam masing masing basis


Optimasi Basis Carbopol dan Uji Fisik Basis Gel Anti Jerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 91 karbopol digerus secara perlahan. Metil paraben sebanyak 0,02% dilarutkan dalam 5 mL aquades kemudian dipanaskan hingga larut dan didinginkan. dimasukkan larutan metil paraben, propilen glikol sebanyak 15% dan sisa aquades kedalam basis karbopol, aduk secara perlahan. Kemudian ditambah trietanolamin sebanyak 1% tetes demi tetes, diaduk secara perlahan hingga terbentuk massa gel. Selanjutnya dilakukan evaluasi fisik masing masing sediaan gel yang meliputi, uji organoleptik, uji daya sebar, uji daya lekat, uji homogenitas, uji pH, dan uji viskositas. 2.2.2 Uji organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap sediaan gel, dimana diamati bentuk, warna, dan bau. 2.2.3 Uji daya lekat Sebanyak 0,25 g sediaan gel diletakkan diatas kaca objek kemudian ditutup dengan kaca objek lainnya. Ujung dari masing masing kaca objek dijepit pada alat uji daya sebar, kemudian beban 80 g dijatuhkan, dan dihitung lama waktu duakaca tersebut terlepas sebagai nilai dari daya lekat sediaan gel. 2.2.4 Uji daya sebar Sebanyak 1 g sediaan gel diletakkan pada plat kaca kemudian diletakkan plat kaca lain di atasnya, dibiarkan selama 1 menit, kemudian diukur diameter sebaran sediaan. Selanjutnya beban seberat 150 g diletakkan diatas plat kaca yang menutupi sediaan kemudian didiamkan selama 1 menit, kemudian diukur diameter sebaran sediaan. 2.2.5 Uji Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada kaca objek kemudian diamati ada tidaknya partikel pada sediaan 2.2.6 Uji pH Sebelum melakukan pengukuran ph, alat pH meter terlebih dahulu dilakukan kalibrasi. Kemudian masing masing sediaan diukur pH nya menggunakan pH meter. 2.2.7 Uji viskositas Sebanyak 1 g sediaan gel diletakkan pada permukaan silinder viscometer rheosys dengan spindle cone plate. Kemudian dilakukan pengukuran viskositas dengan kecepatan 12 rpm dan pada suhu 25oC hingga data hasil pengukuran viskositas ditampilkan pada komputer. 3 Hasil dan Pembahasan Gel adalah bahan seperti jeli padat yang memiliki sifat mulai dari lembut dan lunak hingga kaku dan liat. Bentuk sediaan gel dapat bertahan lama di kulit dan pelepasan zat aktif yang baik. Formulasi gel membuat sediaan lebih mudah dilepas dari kulit dibandingkan salep dan krim [4]. Optimasi sediaan gel dilakukan guna mendapatkan konsentrasi bahan yang tepat yang nantinya akan dinilai melalui evaluasi fisik yang mencangkup, uji organoleptik, uji daya lekat, uji daya sebar, uji homogenitas, uji pH, dan uji viskositas. 3.1 Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui bentuk, warna dan bau dari gel yang sudah dibuat [5]. Pengujian ini perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai estetika dari suatu sediaan. Hasil uji organoleptis disajikan dalam tabel 1. dari hasil uji organoleptis pada tabel dapat dilihat secara penampilan formula 1 dengan konsentrasi karbopol 0,5% lebih baik dibanding dengan formula lainnya dilihat dari jumlah gelembung udara yang lebih sedikit. Untuk bau dan warna dari ke-3 formula tidak didapatkan perbedaan. Tabel 1 Hasil Uji Organoleptik Formula Bau Bentuk Warna F1 (karbopol 0.5%) Tidak berbau Gel, terdapat sedikit gelembung udara bening F2 (karbopol 1%) Tidak berbau Gel, terdapat banyak gelembung udara Bening F3 (karbopol 1.5%) Tidak berbau Gel, terdapat banyak gelembung udara bening 3.2 Uji Daya Lekat Uji kelengketan dilakukan untuk mengetahui kemampuan formula ekstrak etanol kulit manggis untuk tetap melekat pada kulit pada saat aplikasi. Semakin lama gel menempel pada kulit, semakin efektif untuk penyembuhan. Adhesi gel lebih besar, penyerapan zat aktif juga


Optimasi Basis Carbopol dan Uji Fisik Basis Gel Anti Jerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 92 bisa lebih besar, karena interaksi gel dengan kulit lebih lama, sehingga basis gel akan melepaskan lebih banyak zat aktif [6]. Kriteria nilai daya lekat yang baik untuk sediaan topikal tidak kurang dari 4 detik. Hasil uji daya lekat didapatkan semua formula memenuhi syarat uji daya lekat, hasil uji daya lekat juga menunjukkan hasil yang sesuai dimana Waktu daya lekat berbanding lurus dengan viskositas, semakin rendah viskositas maka akan menghasilkan waktu adhesi yang lebih rendah. Tabel 2 Hasil Uji Daya Lekat Formula Sediaan Gel Hasil Uji Daya Lekat (s) F1 (karbopol 0,5%) F2 (karbopol 1%) F3 (karbopol 1,5%) 05.91 06.12 08.28 3.3 Uji Daya Sebar Pengujian daya sebar merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyebaran gel. Daya sebar berbanding lurus dengan kecepatan gel untuk menyebar. Semakin besar nilai diameter daya sebar makin tinggi kecepatan gel menyebar dengan hanya sedikit pengolesan sehingga kontak obat dengan permukaan kulit akan meningkat. Daya sebar 5-7 cm menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman dalam penggunaan [1]. Dari hasil uji daya sebar dapat dilihat pada tabel 3. Bahwa formula 1 memenuhi syarat daya sebar yang baik, sedangkan formula 2 dan 3 tidak mencapai nilai daya sebar yang baik. Konsentrasi karbopol yang digunakan mempengaruhi daya sebar sediaan gel, dimana semakin tinggi konsentrasi karbopolnya maka semakin kental suatu sediaan, sehingga daya sebar yang diberikan semakin kecil. Tabel 3 Hasil Uji Daya Sebar Formula Sediaan Gel Hasil Uji Daya Sebar (cm) F1 (karbopol 0,5%) F2 (karbopol 1%) F3 (karbopol 1,5%) 6,45 4,97 4,09 3.4 Uji Homogenitas Pengujian homogenitas merupakan pengujian terhadap ketercampuran bahan bahan dalam sediaan gel yang menunjukkan susunan yang homogen .homogen yang ditunjukkan dengan tidak adanya partikel kasar yang terlihat pada kaca observasi [1]. Hasil uji homogenitas menunjukkan semua formula memenuhi syarat homogenitas, dimana gel yang telah dioleskan pada kaca observasi bening sehingga mudah diamati, terlihat tidak terdapat partikel kasar. Tabel 4 Hasil Uji Homogenitas Formula Sediaan Gel Hasil Uji Homogenitas F1 (karbopol 0,5%) F2 (karbopol 1%) F3 (karbopol 1,5%) Homogen, Tidak terdapat partikel Homogen, Tidak terdapat partikel Homogen, Tidak terdapat partikel 3.5 Uji pH Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan saat digunakan pada kulit. pH sediaan topikal harus sesuai dengan pH kulit topikal (4,5-6,5) Nilai pH yang terlalu asam dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan pH terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik. Nilai pH ini sesuai dengan pH kulit sehingga aman jika diaplikasikan pada kulit [1]. Hasil uji pH menunjukkan semua formula memiliki pH yang masih masuk dalam rentang pH kulit. Tabel 5 Hasil Uji pH Formula Sediaan Gel Hasil Uji pH F1 (karbopol 0,5%) F2 (karbopol 1%) F3 (karbopol 1,5%) 6,36 5,51 5,12 3.6 Uji Viskositas Viskositas menyatakan resistensi cairan untuk mengalir, Standar kriteria viskositas untuk gel adalah 2-50 Pa.s berdasarkan SNI 16- 4399-1996 [7]. Dari hasil uji viskositas didapatkan semua formula masuk dalam rentang nilai viskositas yang baik. Terjadi peningkatan viskositas yang berbanding lurus dengan jumlah karbopol yang digunakan,


Optimasi Basis Carbopol dan Uji Fisik Basis Gel Anti Jerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 93 dimana semakin banyak karbopol yang digunakan maka viskositasnya akan semakin naik juga. Tabel 6 Hasil Uji Viskositas Formula Sediaan Gel Hasil Uji Viskositas (Pa.s) F1 (karbopol 0,5%) F2 (karbopol 1%) F3 (karbopol 1,5%) 2,90 3,27 6,50 4 Kesimpulan Karbopol memberi pengaruh terhadap hasil evaluasi sediaan gel, baik dari segi penampilan maupun uji fisik lainnya, yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan keamanan dalam penggunaan sediaan gel. Hasil optimasi basis gel yang dilakukan pada uji organoleptis, daya lekat, homogenitas, pH, dan viskositas, ketiga sediaan memiliki nilai evaluasi yang memenuhi standar evaluasi basis gel. Namun pada uji daya sebar yang memenuhi syarat daya sebar sediaan gel hanya formula 1 dengan nilai uji daya sebar yaitu 6,45 cm sedangkan untuk formula 2 sebesar 4,974 cm dan formula 3 sebesar 4,0875 cm, dimana syarat yang memenuhi untuk uji daya sebar adalah 5-7 cm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari ketiga formula yang memenuhi syarat sebagai sediaan gel yang baik adalah formula 1 dengan konsentrasi karbopol 5%. 5 Kontribusi Penulis Helga Lisu Sarira : Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Herman dan Juniza Firdha Suparningtyas : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Pelen, Sarah dkk. 2016. Formulasi Sediaan Gel Antijerawat Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Dan Uji Aktivitas Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 5, No.4. https://doi.org/10.35799/pha.5.2016.13984 [2] Ollyvia, Zsa Zsa et al. The Association between Acne Vulgaris and Stress among Adolescents in Kenjeran, Surabaya. Journal Psikiatri Surabaya. Volume 10 No 1. https://doi.org/10.20473/jps.v10i1.23483 [3] Yadav, Samiksha, and Mansi Gupta. 2019. Formulation and Evaluation of Anti- Acne Herbal Face Wash Gel Samiksha. Journal of Drug Delivery and Therapeutics. Journal of Drug Delivery and Therapeutics. 9, No. 4. https://doi.org/10.22270/jddt.v9i4.3096 [4] Kusuma, Sri Agung Fitri et al. 2018. Formulation And Evaluation Of Anti Acne Gel Containing Citrus Aurantifolia Fruit Juice Using Carbopol As Gelling Agent. International Journal of Applied Pharmaceutical, Vol. 10, No. 4. https://doi.org/10.22159/ijap.2018v10i4.26788 [5] Apriana, Rina dkk. 2017. Formulasi Dan Uji Stabilitas Gel Antijerawat Yang Mengandung Kuersetin Serta Uji Efektivitas Terhadap Staphylococcus epidermidis. Jurnal Pharmascience, Vol. 04, No.02. http://dx.doi.org/10.20527/jps.v4i2.5772 [6] Ermawati, Dian Eka and Cahyarani Intan Ramadhani. 2019. Formulation of Anti-Acne Gel of Moringa oleifera L Ethanolic Extract and Antibacterial Test on Staphylococcus epidermidis. Journal of Food Pharm.Sci. 7(1), 34- 44. https://doi.org/10.22146/jfps.707 [7] Badan Standarisasi Negara, SNI 01-2346-2006, 2006., Jakarta


15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 94 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Optimasi Konsentrasi Basis HPMC Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Kombinasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) Optimization of HPMC Base Concentration for Anti-dandruff Shampoo Preparations Starfruit Leaf Extract (Averrhoa bilimbi L.) Combination of Pandan Fragrant Leaf Extract (Pandanus amaryllifolius Roxb) Herlita Gasella Salsabila, Nur Masyithah Zamruddin, Herman* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Daun belimbing wuluh memiliki kandungan senyawa flavonoid, saponin, sulfur, asam format, peroksida, dan steroid dengan aktivitas anti kapang dan khamir pada Candida albicans. Daun pandan wangi dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans karena mengandung senyawa monoterpen, flavonoid dan alkaloid yang berperan sebagai antifungi. Sampo merupakan sediaan yang mengandung surfaktan dengan bentuk berupa cairan, padatan, ataupun serbuk yang digunakan untuk membantu menghilangkan minyak pada permukaan kepala, kotoran kulit dari batang rambut dan juga kulit kepala. Penggunaan HPMC sebagai pengental untuk meningkatkan stabilitas fisik sediaan sampo dan menciptakan tekanan dalam mengalir sehingga sampo mudah digunakan. HPMC merupakan derivat selulosa yang dapat menstabilkan busa sehingga meningkatkan nilai estetika dan psikologis konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi HPMC terhadap sifat fisik basis sampo. Basis sampo dibuat tiga variasi konsentrasi yaitu F I ( HPMC 1,5 % ), F II ( HPMC 2 % ), F III ( HPMC 2,5 % ). Evaluasi yang dilakukan pada basis sampo yaitu organoleptis, homogenitas, pH, Tinggi Busa, Viskositas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh basis sampo bewarna bening, tidak berbau, agak kental, nilai rata – rata pH 4,5 -6,5, Tinggi Busa 1,3 – 22 cm, Viskositas 4 – 40 d.Pa.s. Formulasi yang terbaik adalah Formula I dengan konsentrasi HPMC 1,5 %. Kata Kunci: Sampo, Basis Sampo, HPMC Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Optimasi Konsentrasi Basis HPMC Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Kombinasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 95 Abstract Star fruit leaves have flavonoid compounds, saponins, sulfur, formic acid, peroxide, and steroids with anti-mold and yeast activity in Candida albicans. Fragrant pandan leaves can inhibit the growth of Candida albicans because they contain monoterpene compounds, flavonoids and alkaloids that act as antifungi. Shampoo is a preparation that contains surfactants with a form of liquid, solids, or powders that are used to help remove oil on the surface of the head, skin dirt from the hair shaft and also the scalp. The use of HPMC as a thickener to increase the physical stability of shampoo preparations and create pressure in flowing so that shampoo is easy to use. HPMC is a cellulose derivate that can stabilize foam so as to increase the aesthetic and psychological value of consumers. This study aims to find out the effect of HPMC variation on the physical properties of the shampoo base. The shampoo base made three concentration variations namely F I (HPMC 1.5%), F II (HPMC 2%), F III (HPMC 2.5%). Evaluations carried out on the basis of shampoos are organoleptic, homogeneity, pH, High Foam, Viscosity. The results showed that the entire base of the shampoo was clear, odorless, slightly viscous, average pH value 4.5 -6.5, Foam Height 1.3 - 22 cm, Viscosity 4 – 40 d.Pa.s. The best formulation is Formula I with an HPMC concentration of 1.5%. Keywords: Shampoo, Shampoo Base, HPMC DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.624 1 Pendahuluan Rambut mempunyai peranan yang penting dalam sejarah kehidupan manusia. Rambut tidak hanya berfungsi sebagai pelindung sekujur tubuh dari panas, dingin, atau sebabsebab lain yang dapat melukai tetapi juga berpengaruh pada segi estetika seperti untuk diurai, diikat, dibando, dikepang, diluruskan, dikeriting, dan lain-lain. Rambut yang sehat akan cenderung memberikan kesan positif pada seseorang misalnya tampak lebih cantik, tampan, muda, atau percaya diri. Oleh karena itu banyak orang baik pria maupun wanita tidak segan-segan melakukan perawatan rambut untuk menjaga kesehatan rambutnya [1]. Sampo merupakan suatu sediaan yang mengandung surfaktan (bahan aktif permukaan) dengan bentuk yang sesuai, dapat berupa cairan, padatan, ataupun serbuk yang apabila digunakan pada kondisi tertentu dapat membantu menghilangkan minyak pada permukaan kepala, kotoran kulit dari batang rambut dan juga kulit kepala [2]. Salah satu kosmetik perawatan rambut yang banyak di sukai adalah sampo. Daun belimbing wuluh mempunyai daya hambat pertumbuhan bakteri dikarenakan terdapat komponen kimia aktif antimikroba yaitu senyawa flavonoid, fenol, dan steroid sehingga daun belimbing wuluh dapat dijadikan obat tradisional karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang sering disebut zat anti septik. Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) mempunyai manfaat yaitu sebagai obat anti ketombe, obat lemah syaraf, tidak nafsu makan, rematik, pegal linu, sakit disertai gelisah, rambut rontok, serta sebagai penghitam rambut. Selain itu, tumbuhan ini digunakan sebagai antidiabetes, antioksidan, analgetik (obat sakit gigi), antibakteri. Kandungan daun pandan wangi yang meliputi senyawa monoterpen, alkaloid dan flavonoid memiliki aktivitas sebagai antifungi [3]. Pada formulasi sampo ini menggunakan Hidroksi Propil Methyl Cellulose (HPMC) sebagai basis sampo. HPMC merupakan derivat selulosa yang dapat menstabilkan busa sehingga meningkatkan nilai estetika dan psikologis konsumen [8]. Kelebihan lain dari HPMC adalah sifatnya yang tidak terpengaruh oleh elektrolit,


Optimasi Konsentrasi Basis HPMC Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Kombinasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 96 dapat tercampurkan dengan pengawet, dan kisaran pH-nya yang luas [4]. Suatu bentuk kosmetika untuk perawatan rambut yang banyak di pilih oleh masyarakat adalah sampo. Karena pasti setiap orang menggunakan sampo untuk membersihkan rambut serta kulit kepala. Selain itu juga sampo memiliki harga yang ekonomis dan mampu dibeli oleh semua orang. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, magnetik stirer, gelas ukur, sendok tanduk, mortir dan stemper, cawan porselin, kaca arloji, timbangan analitik, batang pengaduk, pH meter, viskometer Brookfield. 2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam adalah SLS (Sodium Lauryl Sulfate), Propilen Glikol, Metil Paraben, Propil Paraben, HMPC, Asam sitrat, Green Tea Oil, dan Aquades. Tabel 1. Rancangan Formula Basis No Nama Bahan Fungsi Konsentrasi % FI FII FIII 1. SLS Detergen 10 10 10 2. Propilen Glikol Humektan 15 15 15 3. HPMC Basis 1, 5 2 2,5 4. Propil Paraben Pengawet 0,02 0,02 0,02 5. Metil Paraben Pengawet 0,18 0,18 0,18 6. Asam sitrat Peningkat pH Qs qs qs 7. Green tea oil Pewangi 0,5 0,5 0,5 8. Aquades Pelarut Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Keterangan : F = Formula 2.3 Formulasi Basis Sampo Pembuatan basis sampo diawali dengan menimbang bahan yang akan digunakan yaitu SLS, propilen glikol, metil paraben, propil paraben, HPMC dan disiapkan aquades sebagai pelarut. Green tea oil . Asam sitrat secukupnya. Cara kerja yang pertama adalah HPMC dimasukan kedalam mortir 1 (massa 1) lalu ditambahkan air panas kemudian digerus kuat sampai terbentuk mucilago. Kemudian SLS, propilen glikol panaskan dahulu diatas hotplate, kemudian SLS yang sudah dipanaskan dimasukkan kedalam mortir 2 (massa 2) digerus ada homogen. Propilen glikol yang sudah dipanaskan dimasukan ke dalam gelas kimia di aduk sampai larut, kemudian dimasukkan metil paraben, propil paraben (massa 3) dimasukkan kedalam gelas kimia kemudian di aduk menggunakan batang larutan sampai larut. Kemudian masukkan massa 3 ke dalam massa 1 lalu digerus sampai homogen setelah itu dimasukkan massa 2 kedalam campuran massa 1 dan massa 3 secara perlahan-lahan , lalu digerus sampai homogen. 2.4 Evaluasi basis sampo 2.4.1 Uji Organoleptis Uji organoleptis bertujuan untuk mengamati dengan menggunakan pancaindera seperti melihat bentuk, warna, aroma selama 3 minggu dari minggu ke 1, minggu ke 2, dan minggu ke 3. 2.4.2 Uji pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter digital yang telah dikalibrasi dengan laturan pH 7 (Dapar fosfat ekimolal) dan pH 4 (Dapar kalium biftalat), kemudian dicelupkan elektroda pH meter dalam sediaan lalu di catat hasilnya. Pengamata dilakukan selama 3 minggu dari minggu ke 1, minggu ke 2 dan mingguke 3.


Optimasi Konsentrasi Basis HPMC Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Kombinasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 97 2.4.3 Uji Homogenitas Uji homogenitas Sediaan sampo diamati apakah terdispersi secara merata atau tidak dengan cara melihat menggunakan pancaindera lalu diamati ada atau tidak adanya butiran kasar pada sediaan. Pengamatan dilakukan selama 3 minggu dari minggu ke 1 minggu ke 2 minggu ke 3 [5]. 2.4.4 Uji Tinggi Busa Uji Tinggi Busa dilakukan menggunakan tabung reaksi dengan cara dimasukkan sediaan kedalam tabung reaksi kemudian ditutup lalu di kocok selama 20 detik dengan cara membalikkan tabung reaksi secara berurutan. Tinggi busa yang berbentuk lalu diamati. Pengamatan selama 3 minggu dari minggu ke 1 minggu ke 2 dan minggu ke 3. Persyaratan tinggi busa yaitu 1,3-22 cm [6]. 2.4.5 Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viscometer Brookfield. Dimasukkan sediaan kedalam gelas kimia, kemudian diletakkan dibawah alat viskometer dengan tongkat pemutar ( spindel ) yang sesuai. Spindel dimasukkan kedalam sediaan sampai terendam, kemudian dibaca skalanya dan dicatat. Pengamatan dilakukan selama 3 minggu dari minggu ke 1 minggu ke 2 dan minggu ke 3 [7]. 3 Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini dilakukan uji kestabilan fisika, dimana akan dilakukan formulasi basis sampo menggunakan basis HMPC dengan konsentrasi berbeda yaitu 1,5 %, 2 %, 2,5 % dengan penyimpanan selama 3 minggu dari minggu ke 1, minggu ke 2, dan minggu ke 3 dalam 1 minggu dilakukan pengujian 1 kali. Tujuan dari optimasi basis adalah untuk melihat dari ketiga basis tersebut manakah basis yang terbaik. Kestabilan fisika basis sampo ditetapkan melalui pengamatan berupa uji evaluasi fisik seperti uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji viskositas, uji tinggi busa. Pada formulasi sampo ini menggunakan Hidroksi Propil Methyl Cellulose (HPMC) sebagai basis sampo. HPMC merupakan derivat selulosa yang dapat menstabilkan busa sehingga meningkatkan nilai estetika dan psikologis konsumen [8]. HPMC ini mempunyai sifat alir pseudoplastis dapat berfungsi sebagai pengental dan penstabil busa dengan cara gelatinasi. Struktur HPMC mengentalkan dan memperkuat dinding sehingga memperlambat kecepatan dalam mengalir. Selain itu juga karena lebih jernih dibanding selulosa lainnya, HPMC dapat digunakan untuk membuat sediaan sampo jernih. Kelebihan lain dari HPMC adalah sifatnya yang tidak terpengaruh oleh elektrolit, dapat tercampurkan dengan pengawet, dan kisaran pH-nya yang luas [4]. Formulasi basis sampo ini mengandung bahan seperti HPMC sebagai basis, SLS sebagai detergen, propilen glikol berfungsi sebagai humektan, propil paraben dan metil paraben sebagai pengawet, akuades sebagai pelarut, asam sitrat digunakan untuk mencapai ph sampo dan ph stabilitas yang baik. 3.1 Uji organoleptis Uji organoleptis bertujuan untuk mengamati dengan menggunakan pancaindera seperti melihat bentuk, warna, aroma selama 3 minggu dari minggu ke 1, minggu ke 2, dan minggu ke 3. Berdasarkan hasil pengamatan dari tabel dibawah yang dilakukan selama 3 minggu terhadap basis sampo diketahui bahwa basis sampo dengan konsenstrasi HPMC 1,5 %, 2 %, 2,5 % tidak mengalami perubahan warna, dimana warna yang dihasilkan tetap bening dan tidak berbau sedangkan konsistensi basis sampo HPMC 1,5 % agak kental, 2 % kental, 2,5 % kental. Hal ini bisa disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi HPMC maka akan semakin kental basis sampo yang diperoleh. Sehingga basis yang baik adalah konsentrasi HPMC 1,5 %. Tabel 2. Hasil Uji Organoleptis Basis Uji Minggu ke 1 2 3 1, 5 % Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tekstur Agak kental Agak kental Agak kental Warna Bening Bening Bening 2 % Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tekstur Kental Kental Kental Warna Bening Bening Bening 2, 5 % Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tekstur Kental Kental Kental Warna Bening Bening Bening


Optimasi Konsentrasi Basis HPMC Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Kombinasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 98 3.2 Uji Homogenitas Uji homogenitas Sediaan sampo diamati apakah terdispersi secara merata atau tidak dengan cara melihat menggunakan pancaindera lalu diamati ada atau tidak adanya butiran kasar pada sediaan. Pengamatan dilakukan selama 3 minggu dari minggu ke 1 minggu ke 2 minggu ke 3 [5]. Berdasarkan hasil pengamatan dari tabel dibawah selama 3 minggu terhadap pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan basis sampo menunjukkan adanya bahwa semua sediaan tidak memperlihatkan adanya butiran kasar pada saat dilihat secara visual. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen. Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Basis Minggu ke 1 2 3 1,5 % Homogen Homogen Homogen 2 % Homogen Homogen Homogen 2,5 % Homogen Homogen Homogen 3.3 Uji pH Uji pH bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan dapat diterima pH kulit atau tidak, karena hal ini berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan sediaan ketika digunakan. Apabila tidak sesuai dengan pH kulit maka sediaan dapat menyebabkan iritasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan dalam penggunaan. pH shampoo yang terlalu asam maupun terlalu basa akan mengiritasi kulit kepala. Menggunakan pH meter digital yang telah dikalibrasi dengan laturan pH 7 (Dapar fosfat ekimolal) dan pH 4 (Dapar kalium biftalat), kemudian dicelupkan elektroda pH meter dalam sediaan lalu di catat hasilnya. Pengamata dilakukan selama 3 minggu dari minggu ke 1, minggu ke 2 dan mingguke 3). Evaluasi pH sediaan shampoo antiketombe dilakukan untuk menjamin pH sediaan berada pada rentang toleransi pH kulit. Persyaratan pH sediaan shampoo menurut pedoman SNI 06- 2692-1992 yaitu pH 5-9. pH kulit normal berkisaran pH 4,5-6,5 [10]. Berdasarkan hasil pengamatan dari tabel di bawah selama 3 minggu pada suhu ruang dapat dilihat terjadi naik turunnya nilai pH pada sediaan. Tetapi perubahan pH tidak terjadi secara signifikan sehingga masih berada dalam range pH kulit normal yaitu pH sediaan shampoo menurut pedoman SNI 06-2692-1992 yaitu pH 5-9. pH kulit normal berkisaran pH 4,5-6,5. Mengacu pada nilai pH tersebut maka tiga basis sampo masih memenuhi persyaratan. Tabel 4. Hasil Uji pH Basis Minggu ke Rata – rata 1 2 3 1,5 % 5, 16 5, 41 5, 61 5, 39 2 % 5, 54 4, 57 5, 61 5, 24 2,5 % 6, 35 4, 81 5, 84 5, 66 3.4 Uji Tinggi Busa Uji tinggi busa bertujuan untuk menunjukkan kemampuan surfaktan membentuk busa. Busa dari sampo merupakan hal yang sangat penting. Hal ini karena busa menjaga sampo tetap berada pada rambut, membuat rambut mudah dicuci, serta mencegah batangan-batangan rambut menyatu sehingga menyebabkan kusut [9]. Dimasukkan sediaan kedalam tabung reaksi kemudian ditutup lalu di kocok selama 20 detik dengan cara membalikkan tabung reaksi secara berurutan. Tinggi busa yang berbentuk lalu diamati. Pengamatan selama 3 minggu dari minggu ke 1 minggu ke 2 dan minggu ke 3. Persyaratan tinggi busa menurut yaitu 1,3-22 cm [9]. Berdasarkan hasil pengamatan dari tabel dibawah selama 3 minggu menunjukkan bahwa nilai rata–rata tinggi busa ke tiga basis sampo sesuai dengan persyaratan yaitu 1,3–22 cm. Tabel 5. Hasil Uji Tinggi Busa Basis Minggu ke Rata – rata 1 2 3 1,5 % 4, 5 cm 5 cm 5,3 cm 4, 9 cm 2 % 5 cm 4,3 cm 4, 7 cm 4, 6 cm 2,5 % 4,5 cm 5,5 cm 6,7 cm 5, 5 cm 3.5 Uji Viskositas Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan dari sediaan shampoo. Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat


Optimasi Konsentrasi Basis HPMC Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Kombinasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 99 viscometer Brookfield. Dimasukkan sediaan kedalam gelas kimia, kemudian diletakkan dibawah alat viskometer dengan tongkat pemutar (spindel) yang sesuai. Spindel dimasukkan kedalam sediaan sampai terendam, kemudian dibaca skalanya dan dicatat. Pengamatan dilakukan selama 3 minggu dari minggu ke 1 minggu ke 2 dan minggu ke 3 [ 7 ]. Hasil memenuhi persyaratan uji viskositas shampoo yaitu 4- 40 d.Pas [11] . Berdasarkan hasil pengamatan dari tabel dibawah selama 3 minggu menunjukkan bahwa basis sampo yang paling baik adalah HPMC 1,5 %, karena nilai viskositas rata–rata yaitu dengan hasil 18 d.Pa.s telah memenuhi persyaratan. Tabel 6. Hasil Uji Viskositas Basis Minggu ke Rata – rata 1 2 3 1,5 % 18 d.Pa.s 13 d.Pa.s 23 d.Pa.s 18 d.Pa.s 2 % 60 d.Pa.s 50 d.Pa.s 23 d.Pa.s 44 d.Pa.s 2,5 % 90 d.Pa.s 80 d.Pa.s 42 d.Pa.s 70 d.Pa.s 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang telah didapatkan dapat disimpulkan bahwa formula optimum yang terbaik terdapat pada F I dengan konsentrasi HPCM 1,5 % yang dihasilkan berupa sediaan basis sampo yang homogen, tidak berbau, bening, memiliki tekstur agak sedikit kental, dengan tinggi busa 4,9 cm. yang menghasilkan nilai pH kulit kepala yaitu 5,39. Dan memiliki nilai viskositas sebesar 18 d.P.as. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] Trancik, R. J,. 2000. Hair Growth Enhancers. Dalam: Elsner, Peter; Maibach, Howard I., Cosmeuticals, 58, 59. [2] Polutri, Anusha, G. Haris, B. Pragathi Kumar, and Dr. Durraivel. 2013.Formulation and evaluation of herbal anti-dandruff shampoo. Indian Journal of Research in PHarmacy and Biotechnology. 1(6) : 835-839. [3] Suwendar., 2016., Evaluasi Potensi Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Candida albicans Secara In Vitro., Prosiding Farmasi., ISSN: 2460-6472. Volume 2. Nomor 2. [4] Faizatun, Kartiningsih, & Liliyana, 2008, Formulasi Sediaan Shampo Ekstrak Bunga Chamomile dengan Hidroksi Propil Metil Selulosa sebagai Pengental, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, ISSN 1693-1831,Vol. 6, No.1 hal. 15-22. [5] Adnan, J., 2016, Formulasi Gel Ekstrak Daun Beluntas (Pluceaindica Less) Dengan Na-CMC Sebagai Basis Gel, Journal of Pharmaceutical Science and Herbal Technology, 1 (1), 41-44. [6] Wilkinson JB, Moore R., editors. Harry’s Cosmeticology: The Principles and Practice and Practice of Modern Cosmetic. Seventh Ed. London: Leonard Hill Book; 1982. [7] Rieger M. Harry’s Cosmeticology. Eight. New York: Chemical Publishing Co Inc; 2000. [8] Hunting LL. Encyclopedia of shampoo ingredients. Cranford, New Jersey and London: Micelle press; (1983). pp. 250-1, 341-2, 362-3. [9] Mitsui T., 1997, New Cosmetic Science, Dalam Elsevier Science B.V., Amsterdam. [10] Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [11] Schmitt W.H. 1996. Skin Care Products. Di dalam Williams DF and Schmitt WH, editor. Chemistry and Technology of The Cosmetics and ToiletriesIndustry. 2nd Ed. London: Blackie Academe and Profesional.


Click to View FlipBook Version