15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 100 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Profil Pengobatan dan Hasil BTA Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Treatment Profile and Results of AFB in Pulmonary Tuberculosis Patients at Abdul Wahab Sjahranie Hospital Samarinda Jihan Huwaida Noor Santung* , Adam M Ramadhan, Hidfzur Rashif Rija’i Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ lain terutama paru paru. Keberhasilan pada pengobatan tuberkulosis sangatlah penting untuk mengurangi resiko penularan penyakit dan kematian pada pasien, salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu pemberian obat yang sesuai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik, profil pengobatan serta hasil BTA pada pasien tuberkulosis paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie pada periode tahun 2020-2022. Penelitian ini menggunakan data secara retrospektif dengan metode non eksperimental kemudian data dianalisis secara deskriptif dan analitik. Hasil penelitian menunjukkan dari 33 pasien didominasi oleh laki laki laki laki sebanyak 19 pasien (57,6%), usia 46-55 tahun sebanyak 10 pasien (30,3%), tahap pengobatan lanjutan sebanyak 25 pasien (75,5%), kategori 2 OAT tahap lanjutan sebanyak 15 pasien (45,5%), pasien relaps sebanyak 23 pasien (69,7%), dan profil pengobatan pasien paling banyak kategori 2 OAT tahap lanjutan (RH 150/150) + E(400) mg sebanyak 9 pasien (27,3%) dengan dosis 3 tablet (rifampisin (R), isoniazid (H)) diberikan seminggu 3 kali dan hasil BTA (-) sebanyak 20 pasien (60,6%). Kata Kunci: Tuberkulosis, Profil Pengobatan, BTA Abstract Tuberculosis is a disease caused by infection with the bacterium Mycobacterium tuberculosis that attacks other organs, especially the lungs. The success of disease treatment is important to reduce the risk of disease transmission and death in patients, one of the influencing factors is the administration of appropriate drugs. The purpose of this study was to determine the characteristics, treatment profile Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Profil Pengobatan dan Hasil BTA Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 101 and results of AFB in pulmonary tuberculosis patients at Abdul Wahab Sjahranie Hospital in the period 2020-2022. This study used retrospective data with non-experimental methods and then the data were analyzed descriptively and analytically. The results showed that from 33 patients, 19 patients (57.6%) were male dominated by men, 10 patients aged 46-55 years (30.3%), 25 patients (75.5%) continued treatment. ), category 2 advanced OAT were 15 patients (45.5%), relapsed patients were 23 patients (69.7%), and the patient's treatment profile was category 2 advanced OAT (RH 150/150) + E(400 ) mg as many as 9 patients (27.3%) with a dose of 3 tablets (rifampin (R), isoniazid (H)) given 3 times a week and the results of BTA (-) were 20 patients (60.6%). Keywords: Tuberculosis, Treatment Profile, BTA DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.625 1 Pendahuluan Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya penyakit ini dapat menyebar saat penderita tuberkulosis paru mengeluarkan droplet menuju udara, kemudian terhirup kedalam saluran pernapasan [1,2] Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang sangat signifikan di seluruh dunia [3] Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang penyebab utama kesehatan yang buruk, salah satu dari 10 penyebab kematian teratas di seluruh dunia. Pada tahun 2019, sekitar 10 juta orang mengembangkan TB dan 1,4 juta meninggal.1 TB disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis, yang menyebar ketika orang yang sakit TB mengusir bakteri ke udara; misalnya dengan batuk Penyakit ini biasanya mempengaruhi paru-paru (Tuberkulosis paru) tetapi juga dapat mempengaruhi tempat lain (Tuberkulosis ekstra paru). Berdasarkan data dari WHO, Indonesia merupakan dengan negara penderita TB terbanyak kedua di dunia setelah India dengan jumlah penderita TB sebanyak 360.565 jiwa [4,5] Pada pengobatan tuberkulosis sendiri dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap intensif (dua bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan tuberkulosis adalah minimal 3 macam obat pada tahap intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada tuberkulosis berat). Obat tuberkulosis harus diminum secara rutin selama 6 bulan tanpa henti hal ini dapat mencegah kuman TB [6,7] Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik, profil pengobatan serta hasil BTA pada pasien tuberkulosis paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie pada periode tahun 2020- 2022. 2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif dari data retrospektif yang bersumber dari data rekam medik pasien yang didiagnosis tuberkulosis paru pada tahun 2020- 2022 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan rekam medik pasien. Penentuan sampel yang digunakan adalah menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien penderita tuberkulosis paru yang masuk dalam kriteria inklusi. 3 Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan jumlah sampel 33 rekam medis pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dengan data karaktersitik yang diperoleh meliputi jenis
Profil Pengobatan dan Hasil BTA Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 102 kelamin, usia, tahap pengobatan, kategori OAT dan jenis pasien, kemudian data profil pengobatan serta data hasil BTA pada pasien tuberkulosis paru. 3.1 Karakteristik pasien Laki-laki Perempuan 0 10 20 30 40 50 60 42,4 57,6 Jumlah (Persen) Jenis Kelamin Gambar 1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil penelitian yang ditunjukkan pada gambar 1 menunjukkan karakteristik berdasarkan jenis kelamin paling banyak dominasi oleh laki-laki sebanyak 19 pasien (57,6%) dan perempuan sebanyak 14 pasien (42,4%), menurut WHO jumlah kasus TB banyak menyerang laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan hal ini terjadi karena laki-laki memiliki resiko dalam hal merokok dan kurangnya ketidakpatuhan dalam minum obat. Hal ini sesuai dengan penelitian suarni dkk mengatakan tb paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan karena kebiasaan laki-laki yang sebagian besar merokok sehingga hal tersebut dapat memudahkan terinfeksi tuberkulosis paru[8] pada laki-laki juga sebagian besar mempunyai kebiasaan minum alkohol, dan menggunakan obat-obatan terlarang, Selain itu merokok salah satu faktor diketahui secara konsisten meningkatkan pasien TB kambuh (relaps) kemudian pada wanita sendidri biasanya lebih patuh dengan pengobatan TB dibandingkan dengan laki-laki yang tingkat kepatuhannya lebih rendah[9]. Hasil penelitian yang ditunjukkan pada gambar 2 menunjukkan karakteristik berdasarkan usia paling banyak dominasi oleh usia 46-55 tahun, hal ini sejalan dengan penelitian fitria, 2017 pada umur 45-54 dan 55- 64 mendominasi kejadian TB paru karena biasanya TB sendiri menyerang, pada usia tersebut merupakan usia produktif dimana biasanya memiliki lebih banyak aktivitas dengan banyak orang sehingga memungkinkan dapat tertular dari penderita lain [10]. 18-25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65 0 5 10 15 20 25 30 3 9,1 30,3 27,3 15,1 15,1 Jumlah (Persen) Rentang Usia (Tahun) Gambar 2. Karakteristik Pasien Berdasarkan usia Intensif Lanjutan 0 10 20 30 40 50 60 70 80 75,7 24,2 Jumlah (Persen) Tahapan Pengobatan Gambar 3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Tahap Pengobatan Hasil penelitian yang ditunjukkan pada gambar.3 menunjukkan karakteristik berdasarkan tahap pengobatan paling banyak dominasi oleh pasien lanjutan sebanyak 25 pasien (75,7%) kemudian terakhir pasien intensif sebanyak 8 pasien (24,5%). Pada tahap pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada intensif diberikan obat selama 2 bulan lalu pada tahap lanjutan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan tuberkulosis adalah minimal
Profil Pengobatan dan Hasil BTA Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 103 3 macam obat pada tahap intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian wulandari,2016 menyebutkan bahwa pada pengobatan fase lanjutan karena semakin jenuh mengonsumsi obat maka semakin tidak patuh juga penderita dalam minum obat TB [11]. OAT 1 Intensif OAT 1 Lanjutan OAT 2 Lanjutan 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 45,5 30,3 24,4 Jumlah (Persen) Kategori OAT Gambar 4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Kategori OAT Hasil penelitian pada gambar.4 berdasarkan kategori OAT menunjukkan presentase terbanyak pada OAT 2 tahap lanjutan sebanyak 15 pasien (45,5%), kemudian OAT 1 tahap intensif sebanyak 8 pasien (24,2%) dan OAT 1 tahap lanjutan sebanyak 10 pasien (30,3%). Hal ini dikarenakan pada pasien di RSUD AWS sendiri kebanyakan pasien yang sudah pernah menggunakan OAT kategori 1. Baru Relaps 0 10 20 30 40 50 60 70 69,7 30,3 Jumlah (Persen) Jenis Pasien Gambar 5. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Pasien Hasil penelitian pada gambar. 5 pasien berdasarkan jenis pasien dominasi oleh pasien relaps sebanyak 23 pasien (69,7%) dan 3.2 Profil Pengobatan Tabel 2. Profil Pengobatan Profil Pengobatan Jumlah Pasien Presentase (%) 2 tab 2KDT (RH 150/150) 2 6,06% 2 tab 4KDT (RHZE 150/75/400/275) 1 3,03% 3 tab 2KDT (RH 150/150) 6 18,2% 3 tab 4KDT (RHZE 150/75/400/275) 6 18,2% 4 tab 2KDT (RH 150/150) 3 9,09% 5 tab 2KDT (RH 150/150) 1 3,03% 2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol (RH 150/150 + E 400) 2 6,06% 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol (RH 150/150 + E 400) 9 27,3% 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol (RH 150/150 + E 400) 3 9,09% Keterangan: H: Isoniazid R: Rifampicin Z: Pirazinamid E: Etambutol S: Streptomisin Hasil penelitian pada Tabel.2 menunjukkan profil pengobatan pasien yang digunakan yaitu kategori 2 OAT tahap lanjutan (RH 150/150) + E(400) mg sebanyak 9 pasien (27,3%) dengan dosis 3 tablet (rifampisin (R), isoniazid (H)) diberikan seminggu 3 kali. Obatobatan yang dikonsumsi oleh pasien biasanya diambil di puskesmas terdekat. Pada profil pengobatan sendiri di rumah sakit lebih banyak pasien dengan obat 3 tablet 2KDT + 3 tab Etambutol (RH 150/150 + E 400). Pada obat KDT sendiri merupakan paket kombiasi dosis tetap, dimana pengunaan obatnya menggunakan berat badan pasien[12]. 3.3 Hasil Pemeriksaan BTA Tabel 3. Hasil BTA BTA Jumlah Pasien Presentase (%) (+) positif 13 pasien 39,4% (-) negatif 20 pasien 60,6% Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel.3 menunjukkan bahwa pemeriksaan BTA didominasi oleh BTA(-) sebanyak 20 pasien dengan presentase (60,6%) kemudian pada BTA (+) sebanyak 13 pasien dengan presentase
Profil Pengobatan dan Hasil BTA Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 104 (39,4%). Pada pemeriksaan BTA dilakukan secara dahak Sewaktu dan pagi. Jika hasil pada dahak menunjukkan hasil pada BTA + maka 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat didimpulkan bahwa dari 33 pasien pada karaktersitik pasien didominasi oleh laki laki sebanyak 19 pasien (57,6%), usia 46-55 tahun sebanyak 10 pasien (30,3%), tahap pengobatan lanjutan sebanyak 25 pasien (75,5%), kategori 2 OAT tahap lanjutan sebanyak 15 pasien (45,5%), pasien relaps sebanyak 23 pasien (69,7%), dan profil pengobatan pasien paling banyak kategori 2 OAT tahap lanjutan (RH 150/150) + E(400) mg sebanyak 9 pasien (27,3%) dengan dosis 3 tablet (rifampisin (R), isoniazid (H)) diberikan seminggu 3 kali dan hasil BTA (-) sebanyak 20 pasien (60,6%). 5 Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala Diklit, Komite Etik, serta seluruh Staff Rekam Medis RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarida terkhusus Instalasi Rawat jalan dan Poli Paru yang telah mengizinkan pengambilan data pada penelitian ini 6 Kontribusi Penulis Jihan Huwaida Noor Santung: Melaksanakan Penelitian dari pengumpulan data rekam medis pasien, analisis data dan pustaka, membahas hasil penelitian serta penyusunan draft manuskrip, Adam M Ramadhan dan Hidfzur Rashif Rija’i: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Etik Surat persetujuan kelayakan etik oleh komite etik penelitian kesehatan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, No: 056/KEPKAWS/III/2022 9 Daftar Pustaka [1] Vidyastari YS, dkk. 2019. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Target Cdr (Case Detection Rate) Oleh Koordinator P2tb Dalam Penemuan Kasus di Puskesmas Kota Semarang. Kesehat Masy; 7(1) [2] Tripathi, L.P., Chen, Y.A., Mizuguchi, K. and Morita, E., 2019. Network-based analysis of host-pathogen interactions. Elsevier: 932-937. [3] Adane AA, dkk. 2013. Non Adherence to Anti Tuberculosis Treatment and Determinant Factors Among Patients with Tuberculosis in Northwest Ethiopia. PLoS One. 8(11) [4] World Health Organization (WHO). 2020. Global Tuberculosis Report 2020. Geneva: World Health Organization 2020. [5] World Health Organization. 2018. World health Organization: Fact Sheet. [6] PDPI. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Indah. Offset Citra Grafika. Jakarta [7] Mapparenta, M.A., dkk. 2013. Perilaku Pasien Tuberkulosis Tipe MDR Di BBKPM dan RSUD Labung Baji Kota Makassar Tahun 2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. [8] Sihombing H, Sembiring H, Amir Z, Sinaga B. Pola Resistensi Primer Pada Penderita [9] TB Paru Kategori I Di RSUP H. Adam Malik. Medan: Jurnal Respirologi Indonesia, 2012. [10] Adane AA, dkk. 2013. Non-adherence to AntiTuberkulosis Treatments and Determinant Factors among patients with Tuberkulosis in Northwest Ethiopia. PLoS ONE;8(11): e78791 [11] Tadesse f. risk factors for multidrug resistant tuberculosis in addis ababa, Ethiopia. [12] Universal journal of public health, 2015;3(2):65-70 [13] Wulandari, D. H. 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum Obat di RS Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 2(1). [14] World Health Organization (WHO). 2003. Treatment of Tuberculosis:Guidelines for National Programmes. 3rd ed. Geneva: World Health Organization 2003
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 105 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Observasi Klinik Penggunaan Madu dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi Clinical Observations of the Use of Honey and Sechium Edule Extract as Antihypertensive Kiki Nur Azizah Hidayatul Fitria1* , Dewi Rahmawati1,2, Laode Rijai1,3 1Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 2Kelompok Bidang Ilmu Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Mulawarrman, Samarinda, Indonesia. 3Kelompok Bidang Ilmu Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Mulawarrman, Samarinda, Indonesia. *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Madu dan buah labu siam (Sechium edule) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki aktivitas antihipertensi. Kandungan bahan aktif flavonoid, alkaloid, saponin, tanin serta tinggi kalium dalam madu dan buah labu siam memiliki efek sinergis dalam menurunkan tekanan darah tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola pengobatan responden hipertensi serta pengaruh penggunaan madu dan ekstrak labu siam terhadap tekanan darah. Penelitian ini dilakukan pada 28 responden yang terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok uji dan kelompok normal diberi perlakuan berupa minuman ekstrak labu siam yang dicampur dengan madu sekali sehari selama 7 hari. Sedangkan, kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Pengukuran nilai tekanan darah tiap kelompok dilakukan pada hari ke-0 sebelum perlakuan dan hari ke-8 setelah perlakuan. Hasil dari data karakteristik responden hipertensi didapatkan persentase tertinggi berusia 56 – 65 tahun (39%), berjenis kelamin perempuan (89%), memiliki riwayat keluarga hipertensi (89%), bekerja sebagai ibu rumah tangga (83%). Pola penggunaan obat yang digunakan sebagai terapi hipetensi terdiri dari Amlodipine (83%) dan Captopril (17%). Hasil uji statistik Paired T-Test pada kelompok uji dan kelompok normal data berdistribusi dengan normal dan memiliki nilai p value < 0.05, yang berarti madu dan ekstrak labu siam (Sechium edule) berpengaruh dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Kata Kunci: Madu, Labu Siam, Hipertensi Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 106 Abstract Honey and chayote (Sechium edule) are natural ingredients that have antihypertensive activity. The active ingredients of flavonoids, alkaloids, saponins, tannins, and high potassium in honey and chayote have a synergistic effect in lowering high blood pressure. This study aims to determine the characteristics and treatment patterns of hypertension respondents and the effects of using honey and chayote extract on blood pressure. This research was conducted on 28 respondents who were divided into 3 groups. The test group and the normal group were given treatment in the form of chayote extract drinks mixed with honey once a day for 7 days. Meanwhile, the control group was not given any treatment. Measurement of blood pressure in each group was carried out on day 0 before treatment and on day 8 of treatment. The results of the data on the characteristics of hypertension respondents showed that the highest percentage were 56-65 years old (39%), female (89%), had a family history of hypertension (89%), and worked as a housewife (83%). The pattern of drug use used as hypertension therapy consisted of amlodipine (83%) and captopril (17%). The results of the Paired T-Test statistical test in the test group and the normal group, the data is normally distributed and has a p value <0.05, which means that honey and chayote extract (Sechium edule) have an effect on lowering systolic and diastolic blood pressure. Keywords: Honey, Sechium edule, Hypertension DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.626 1 Pendahuluan Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu penyakit tidak menular yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg dalam keadaan cukup istirahat/tenang pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit [1]. Penyakit hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami kenaikan dari 25.8% menjadi 34.11% dengan estimasi jumlah kasus penyakit hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, dengan kematian akibat penyakit hipertensi sebesar 427.218. Prevalensi hipertensi di Provinsi Kalimantan Utara cukup besar yaitu 33,02% [2]. Penderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar menderita Corony Artery Disease (CAD), empat kali lebih besar menderita gagal jantung kongestif, dan tujuh kali lebih besar menderita penyakit stroke dan serebrovaskular daripada orang dengan tekanan darah normal [3]. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa penyakit hipertensi adalah salah satu penyebab meningkatnya mordibitas dan mortalitas yang terjadi. Menurut WHO, prevalensi penderita hipertensi akan terus meningkat setiap tahunnya. Penanganan hipertensi dilakukan dengan terapi farmakologi maupun non farmakologi. Sebagian besar pasien lebih menyukai terapi farmakologis karena lebih cepat dalam menurunkan tekanan darah sehingga dijadikan pilihan utama untuk mengobati hipertensi. Namun, sekitar 32,27% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak rutin minum obat bahkan 13,33% tidak minum obat [2]. Ketidakpatuhan ini terjadi akibat adanya persepsi bahwa pengobatan memberikan efek negatif lebih besar dari pada manfaat. Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi penghambat karena biaya pengobatan yang tidak sedikit, padahal pengobatan untuk resiko terjadinya komplikasi akan jauh lebih mahal dibandingkan meminum obat secara teratur. Oleh karena itu, perlu dikembangkan terapi dari bahan alam sebagai pilihan pengobatan yang lebih murah dan mudah dilakukan namun tetap efektif dan aman.
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 107 Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai terapi pengobatan hipertensi ialah madu dan labu siam. Madu adalah produk yang dihasilkan oleh lebah dari nektar dan endapan manis dari tumbuhan. Madu merupakan satu-satunya gizi yang diberikan sifat sebagai obat bagi manusia oleh Allah SWT. sebagaimana terdapat dalam QS. An Nahl [16]: 69. Madu memiliki banyak manfaat sehingga dijadikan alternatif pengobatan oleh banyak orang. Kandungan senyawa aktif kimia pada madu antara lain flavonoid, saponin dan alkaloid. Madu kaya akan antioksidan yang dapat perbaiki tekanan oksidatif dan menekan atau mengurangi peningkatan tekanan darah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu dkk pada tahun 2020, mengkonsumsi madu lebah sebanyak 20 cc selama 7 hari dapat menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi sebesar 8,87 mmHg [4]. Berdasarkan penelitian Fransiska dkk pada tahun 2019, pemberian 20 mL madu murni dari hutan danau semayang selama 6 hari efektif menurunkan tekanan darah sebesar 12,8/7,3 mmHg [5]. Labu siam atau Sechium edule adalah tanaman subtropis yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai makanan dan obat karena harganya yang cukup murah, mudah ditemukan serta rasanya yang enak dan dingin. Pemanfaatan labu siam dibidang pengobatan cukup luas, beberapa penyakit yang dapat diobati dengan mengkonsumsi labu siam antara lain penyakit batu ginjal, arteriosklerosis, hipertensi, hipokalemia berat pada kehamilan, ulkus dan usus, dan peradangan kulit [6]. Labu siam terbukti bermanfaat sebagai terapi antihipertensi karena kandungan flavonoidnya yang dapat menghambat aktivitas ACE, serta mempunyai efek diuretik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anas dkk pada tahun 2021, pemberian fraksi n-heksan dan etil asetat ekstrak etanol labu siam dengan dosis 132 mg/kgbb satu kali sehari selama 14 hari secara per oral pada tikus hipertensi menunjukkan penurunan tekanan darah sebesar 4,92/12,24 mmHg dan 16,62/12,81 mmHg [7]. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Septiana & Juwariyah tahun 2021, mengkonsumsi jus buah labu siam 100 g selama 7 hari efektif menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi dengan nilai penurunan 30,00/10,00 mmHg [8]. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran karakteristik, mengetahui pola pengobatan, dan mengetahui efektivitas atau pengaruh penggunaan kombinasi madu dan ekstrak labu siam (Sechium edule) terhadap tekanan darah responden hipertensi dan responden normotensi. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan bahan Alat yang digunakan adalah sphygmomanometer digital merk TensiOne 1A OneMed, timbangan, pisau, gelas takar, sendok takar, blender, saringan, kalkulator, jam dan botol plastik 100 mL. Bahan yang digunakan adalah madu, labu siam, air, lembar pengumpulan data dan lembar informed consent. 2.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas Juata Permai, Tarakan Utara, Kota Tarakan dan orang sehat dengan tekanan darah normal yang berada di wilayah kerja Puskesmas Juata Permai, Tarakan Utara, Kota Tarakan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 28 orang yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 8 orang kelompok uji, 10 orang kelompok kontrol, dan 10 orang kelompok normal. Jumlah sampel ditentukan menggunakan metode Purposive Sampling berdasarkan pada keputusan peneliti dilihat dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan peneliti. Adapun kriteria inklusi untuk responden hipertensi yaitu responden yang mengalami hipertensi, berusia <60 tahun, sedang mengkonsumsi obat antihipertensi, dan dapat berkomunikasi aktif secara verbal. Kriteria inklusi untuk responden normotensi yaitu responden yang memiliki tekanan darah normal, berusia <60 tahun, memiliki riwayat keluarga hipertensi, dan dapat berkomunikasi aktif secara verbal. Kriteria eksklusi pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah responden yang memiliki alergi terhadap sampel madu atau buah labu siam (Sechium edule), dan responden yang sedang menjalani terapi komplementer lain. Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 108 bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi informed consent dinyatakan sebagai responden penelitian. 2.3 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode penelitian eksperimen semu (Quasy Experiment) dengan desain penelitian Non Equivalent Control Grup Design. Penelitian dilakukan selama bulan Maret - April tahun 2022. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian sediaan berupa minuman madu dan ekstrak labu siam atau air perasan labu siam, sedangkan variabel terikat yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik pada responden penelitian. Penelitian dilakukan dengan cara mengobservasi efek penggunaan madu dan ekstrak labu siam terhadap tekanan darah responden hipertensi dan responden normotensi. Responden penelitian dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok uji, kelompok kontrol dan kelompok normal. Kelompok uji adalah kelompok yang mengalami hipertensi, sedang minum obat antihipertensi dan diberikan perlakuan. Kelompok kontrol adalah kelompok yang mengalami hipertensi, sedang minum obat antihipertensi, tetapi tidak diberi perlakuan. Kelompok normal adalah kelompok yang tidak menderita hipertensi (tekanan darah normal) dan diberikan perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah memberikan minuman air perasan labu murni yang dicampur dengan madu murni sehari sekali pada sore hari 2 jam sebelum atau sesudah makan selama 7 hari. Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum perlakuan yaitu pada hari ke-0 (pre-test) dan sesudah perlakuan yaitu pada hari ke-8 (post-test) menggunakan alat sphygmomanometer digital. Data gambaran karakteristik dan pola pengobatan diperoleh secara langsung pada saat responden mengisi Informed Consent. Data karakteristik meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat keluarga. Pengolahan data karakteristik dan pola pengobatan akan dianalisis secara deskriptif kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Sedangkan, data hasil pengukuran nilai tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis menggunakan analisis Paired T - Test dengan program komputer SPSS versi 22.0 kemudian disajikan dalam bentuk tabel. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Karakteristik Responden Hipertensi Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2022 – April 2022 di Puskesmas Juata Permai Tarakan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik responden hipertensi meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga dan pengobatan yang digunakan. Hasil persentase data dapat dilihat pada masingmasing tabel. 3.1.1 Usia Tabel 1 Data Karakteristik Usia Responden Hipertensi Usia Responden Frekuensi (f) Persentase (%) 26 – 35 tahun 0 0 36 – 45 tahun 5 28 46 – 55 tahun 6 33 56 – 59 tahun 7 39 Total 18 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 pasien hipertensi yang menjadi responden penelitian, kejadian hipertensi dengan persentase tertinggi terjadi pada fase lansia akhir (56–59 tahun) yaitu sebanyak 7 responden (39%). Diikuti dengan fase lansia awal yaitu kelompok usia 46-55 tahun berjumlah 6 responden (33%). Kemudian fase dewasa akhir yaitu kelompok usia 36-45 tahun berjumlah 5 responden (28%). Usia merupakan salah satu faktor resiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi. Seiring dengan bertambahnya usia, responden mengalami penurunan fungsi pada sistem organ dan pembuluh darah. Penumpukan zat kolagen pada lapisan otot akan membuat dinding arteri mengalami penebalan hingga pembuluh darah menyempit, menjadi kaku dan kurang merespons tekanan darah sistolik [9]. Tekanan darah diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak mampu kembali ke posisi semula dengan keelastisitasan yang sama saat terjadi penurunan tekanan [10]. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 109 bahwa kejadian hipertensi seiring dengan bertambahnya usia. 3.1.2 Jenis Kelamin Tabel 2 Data Karakteristik Jenis Kelamin Responden Hipertensi Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%) Laki – laki 2 11 Perempuan 16 89 Total 18 100 Hasil menunjukkan bahwa dari 18 pasien hipertensi yang menjadi responden penelitian, sebanyak 16 responden berjenis kelamin perempuan (89%) dan sebanyak 2 pasien berjenis kelamin laki-laki (11%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2018 yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 36,85%. Faktor yang mendominasinya perempuan daripada laki-laki adalah pada saat premenopause dan menopause. Perempuan yang belum mengalami menopause memiliki hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi dapat melindungi dan mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Pada masa premenopause (usia 45-55 tahun) sedikit demi sedikit hormon estrogen yang berperan melindungi pembuluh darah dari kerusakan mulai hilang. Proses ini terus berlanjut seiring dengan bertambahnya usia hingga hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya secara alami. Setelah menopause, tekanan darah sistolik wanita cenderung lebih tinggi karena sudah tidak dilindungi oleh hormon estrogen [11]. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh bahwa hipertensi banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan. 3.1.3 Riwayat Keluarga Tabel 3 Data Karakteristik Riwayat Keluarga Responden Hipertensi Riwayat Keluarga Frekuensi (f) Persentase (%) Ada 16 89 Tidak Ada 2 11 Total 18 100 Hasil menunjukkan bahwa dari 18 pasien hipertensi yang menjadi responden penelitian, sebanyak 16 responden memiliki riwayat penyakit hipertensi (89%) dan sebanyak 2 pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi (11%). Riwayat keluarga atau keturunan merupakan salah satu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi tetapi dapat diantisipasi sedini mungkin. Individu yang berasal dari keluarga dengan riwayat hipertensi mempunyai resiko lebih besar untuk menderita hipertensi dibanding dengan individu dengan keluarga tanpa riwayat hipertensi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Henulili et al tentang pola pewarisan penyakit hipertensi dalam keluarga menyatakan bahwa gen penyebab hipertensi lebih banyak berperan dalam timbulnya penyakit hipertensi dibandingkan faktor lingkungan [12]. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, maka 45% keturunannya beresiko menderita hipertensi. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita hipertensi, maka sekitar 30% keturunannya beresiko menderita hipertensi [13]. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kadar sodium intraselular dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium [14]. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh bahwa responden dengan riwayat keluarga hipertensi lebih banyak menderita hipertensi. 3.1.4 Pekerjaan Tabel 4 Data Karakteristik Pekerjaan Responden Hipertensi Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%) Ibu Rumah Tangga 15 83 Wiraswasta 2 11 Swasta 1 6 Total 18 100 Hasil menunjukkan bahwa dari 18 pasien hipertensi yang menjadi responden penelitian, sebanyak 15 responden bekerja sebagai ibu rumah tangga (83%), diikuti wiraswasta sebanyak 2 responden (11%) dan karyawan swasta sebanyak 1 responden (6%). Ibu rumah tangga memiliki aktifitas fisik yang cukup aktif,
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 110 namun pada penelitian ini faktor usia juga mempengaruhi aktivitas fisik dimana responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga berusia 40–59 tahun sehingga tidak dapat dipastikan bahwa responden memiliki aktifitas fisik yang cukup aktif. Apalagi pada kehidupan modern ini banyak kegiatan yang dapat dilakukan dengan cepat dan praktis sehingga tubuh tidak banyak bergerak. Individu yang kurang beraktifitas fisik meningkatkan resiko kelebihan berat badan dan beresiko menderita hipertensi [15]. Selain itu, stress diduga menjadi faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada ibu rumah tangga. Hal ini karena beberapa faktor seperti masalah dalam keluarga atau beban dalam mengerjakan seluruh pekerjaan rumah seorang diri yang membutuhkan kesiapan fisik maupun mental. Stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara tidak menentu (intermiten). Ketika individu mengalami stress, tubuh menghasilkan lebih banyak hormon adrenalin kemudian meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan denyut jantung. Tekanan darah akan tetap tinggi jika stress berlanjut bahkan menyebabkan hipertensi [14]. Teori-teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa hipertensi paling banyak terjadi pada responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. 3.2 Pola Pengobatan Tabel 5 Data Pola Pengobatan Responden Hipertensi Jenis Terapi Golongan Obat Pengobata n Frekuens i (f) Persentas e (%) Terapi Tungga l Calcium Channel Blocker (CCB) Amlodipin e 15 83 Terapi Tungga l Angiotensi n Converting Enzyme (ACE) Inhibitor Captopril 3 17 Total 18 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 18 pasien hipertensi yang menjadi responden penelitian, sebanyak 15 responden menggunakan terapi tunggal yaitu Amlodipine (83%). Amlodipine merupakan obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB) kelas dihidropiridin yang bekerja sebagai arteri perifer vasodilator dengan mencegah kalsium masuk ke dalam dinding pembuluh darah sehingga pembuluh darah melebar dan tekanan darah menurun. Amlodipine hanya diberikan satu kali dalam sehari karena memiliki durasi kerja yang panjang dan aman jika dikonsumsi bersama dengan obat lain tertama untuk pasien hipertensi dengan penyakit penyerta. Selain amlodipine, sebanyak 3 responden menggunakan terapi tunggal yaitu Captopril (17%). Captopril merupakan obat golongan Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) yang bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah. Captopril harus dikonsumsi dua sampai tiga kali dalam sehari untuk dapat menurunkan tekanan darah selama 24 jam karena memiliki durasi kerja yang singkat. Obat ini jarang digunakan karena terdapat efek samping yaitu batuk non produktif yang tidak merespon obat antitusif dengan gejala gatal pada tenggorokan hingga mengiritasi tenggorokan bahkan akan memburuk pada malam hari yang tidak dapat disembuhkan sehingga terapi yang paling efektif untuk mengatasi efek samping tersebut adalah dengan menghentikan dan menggantikan obat golongan tersebut. Penggunaan obat captopril pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta harus lebih diperhatikan karena memiliki interaksi terhadap beberapa obat. Oleh karena itu, penggunaan obat antihipertensi golongan CCB lebih banyak digunakan daripada ACEI [16]. 3.3 Pengaruh Penggunaan Madu dan Ekstrak Labu Siam Terhadap Tekanan Darah Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan madu dan ekstrak labu siam (Sechium edule) terhadap tekanan darah responden hipertensi dan responden normotensi yang memiliki tekanan darah normal. Sebanyak 8 responden hipertensi pada kelompok uji diberikan perlakuan berupa mengkonsumsi obat antihipertensi sebagai terapi farmakologi dan diberikan minuman kombinasi madu dan ekstrak labu siam yang berperan sebagai terapi komplementer.
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 111 Sebanyak 10 responden hipertensi pada kelompok kontrol hanya akan mengkonsumsi obat antihipertensi. Sebanyak 10 responden normotensi pada kelompok normal diberikan minuman kombinasi madu dan ekstrak labu siam. Perlakuan diberikan satu kali dalam sehari selama tujuh hari. Pengukuran nilai tekanan darah tiap kelompok dilakukan hari ke0 sebelum perlakuan dan hari ke-8 setelah perlakuan. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan madu dan ekstrak labu siam sebagai antihipertensi pada responden hipertensi, data dianalisis menggunakan uji Paired T-Test. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 77. Tabel 6 Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Kelompok Kode Responden Pre-test (mmHg) Post-test (mmHg) Selisih Tekanan Darah (mmHg) Kelompok Uji R01 169 129 40 R02 151 145 6 R03 160 117 43 R04 160 137 23 R05 181 147 34 R06 180 175 5 R07 220 207 13 R08 191 161 30 Rata-rata (M) 176.5 152.2 24.25 Kelompok Kontrol R11 166 158 8 R12 159 150 9 R13 154 145 9 R14 180 158 22 R15 187 163 24 R16 159 153 6 R17 179 152 27 R18 171 164 7 R19 140 149 -9 R20 147 164 -17 Rata-rata (M) 164.2 155.6 8.6 Kelompok Normal R21 139 129 10 R22 107 107 0 R23 128 122 6 R24 113 121 -8 R25 134 122 12 R26 123 111 12 R27 117 111 6 R28 124 129 -5 R29 111 109 2 R30 120 114 6 Rata-rata (M) 121.6 117.5 4.1 *Keterangan (-) : Selisih kenaikan tekanan darah. Tabel 7 Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastolik Kelompok Kode Responden Pre-test (mmHg) Post-test (mmHg) Selisih Tekanan Darah (mmHg) Kelompok Uji R01 104 82 22 R02 91 89 2 R03 112 81 31 R04 93 72 21 R05 113 90 23 R06 105 111 -6 R07 119 113 6 R08 118 104 14 Rata-rata (M) 106.8 92.75 14.12 Kelompok Kontrol R11 96 90 6 R12 100 92 8 R13 85 92 -7 R14 102 90 12 R15 99 89 10 R16 77 91 -14 R17 95 91 4 R18 94 90 4 R19 83 93 -10 R20 87 87 0 Rata-rata (M) 91.8 90.5 1.3 Kelompok Normal R21 88 80 8 R22 72 77 -5 R23 81 69 12 R24 72 70 2 R25 85 79 6 R26 79 67 12 R27 70 68 2 R28 86 81 5 R29 74 70 4 R30 86 74 12 Rata-rata (M) 79.3 73.5 5.8 *Keterangan (-) : Selisih kenaikan tekanan darah. Hasil pengukuran tekanan darah pada kelompok uji atau kelompok yang mengkonsumsi obat antihipertensi dan juga mengkonsumsi minuman kombinasi madu dan ekstrak labu siam, diperoleh nilai penurunan tekanan darah sistolik rata-rata sebesar 24.25 mmHg. Responden yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik yaitu R01 sebesar 40 mmHg; R02 sebesar 6 mmHg; R03 sebesar 43 mmHg; R04 sebesar 23 mmHg; R05 sebesar 34 mmHg; R06 sebesar 5 mmHg; R07 sebesar 13 mmHg; dan R08 sebesar 30 mmHg. Tekanan darah diastolik responden juga mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 14.12 mmHg. Responden yang mengalami penurunan tekanan darah diastolik yaitu R01 sebesar 22 mmHg; R02 sebesar 2 mmHg; R03 sebesar 31 mmHg; R04 sebesar 21 mmHg; R05 sebesar 23 mmHg; R07 sebesar 6 mmHg; dan R08 sebesar 14 mmHg. Namun, pada kode responden R06
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 112 mengalami peningkatan tekanan darah diastolik sebesar 6 mmHg. Hasil pengukuran tekanan darah pada kelompok kontrol atau kelompok yang hanya mengkonsumsi obat antihipertensi, diperoleh nilai penurunan tekanan darah sistolik rata-rata sebesar 8.6 mmHg. Responden yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik yaitu R11 sebesar 8 mmHg; R12 sebesar 9 mmHg; R13 sebesar 9 mmHg; R14 sebesar 22 mmHg; R15 sebesar 24 mmHg; R16 sebesar 6 mmHg; R17 sebesar 27 mmHg; dan R18 sebesar 7 mmHg. Namun, pada kode responden R19 dan R20 mengalami peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 9 mmHg dan 17 mmHg. Tekanan darah diastolik responden juga mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 1.3 mmHg. Responden yang mengalami penurunan tekanan darah diastolik yaitu R11 sebesar 6 mmHg; R12 sebesar 8 mmHg; R14 sebesar 12 mmHg; R15 sebesar 10 mmHg; R17 sebesar 4 mmHg; dan R18 sebesar 4 mmHg. Terdapat beberapa responden yang mengalami peningkatan tekanan darah diastolik yaitu R13 sebesar 7 mmHg; R16 sebesar 14 mmHg; dan R19 sebesar 10 mmHg. Sedangkan, pada kode responden R20 tidak mengalami penurunan atau peningkatan nilai tekanan darah diastolik. Hasil pengukuran tekanan darah pada kelompok normal atau kelompok dengan tekanan darah normal yang mengkonsumsi minuman kombinasi madu dan ekstrak labu siam, diperoleh nilai penurunan tekanan darah sistolik rata-rata sebesar 4.1 mmHg. Responden yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik yaitu R21 sebesar 10 mmHg; R23 sebesar 6 mmHg; R25 sebesar 12 mmHg; R26 sebesar 12 mmHg; R27 sebesar 6 mmHg; R29 sebesar 2 mmHg; dan R30 sebesar 6 mmHg. Pada kode responden R24 dan R28 terjadi peningkatan nilai tekanan darah sistolik masing-masing sebesar 8 mmHg dan 5 mmHg, sedangkan pada R22 tidak mengalami penurunan maupun peningkatan nilai tekanan darah sistolik. Tekanan darah diastolik responden juga mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 5.8 mmHg. Responden yang mengalami penurunan tekanan darah diastolik yaitu R21 sebesar 8 mmHg; R23 sebesar 12 mmHg; R24 sebesar 2 mmHg; R25 sebesar 6 mmHg; R26 sebesar 12 mmHg; R27 sebesar 2 mmHg; R28 sebesar 5 mmHg; R29 sebesar 4 mmHg; dan R30 sebesar 12 mmHg. Namun, pada kode responden R22 mengalami peningkatan nilai tekanan darah sebesar 5 mmHg. Berdasarkan nilai selisih antara sebelum dan setelah perlakuan yang diperoleh, didapatkan nilai rata-rata tekanan darah sistolik dari yang terbesar yaitu pada kelompok uji sebesar 24.25 mmHg, diikuti kelompok kontrol sebesar 8.6 mmHg, kemudian kelompok normal sebesar 4.1 mmHg. Sedangkan, nilai rata-rata tekanan darah diastolik dari yang terbesar yaitu pada kelompok uji sebesar 14.12 mmHg, diikuti kelompok normal sebesar 5.8 mmHg, kemudian kelompok kontrol sebesar 1.3 mmHg. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pada penggunaan madu dan ekstrak labu siam (Sechium edule) terhadap tekanan darah sistolik maupun diastolik. Penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok uji diduga karena adanya efek sinergis dari obat antihipertensi sebagai terapi farmakologi dan minuman kombinasi madu dan ekstrak labu siam (Sechium edule) sebagai terapi komplementer. Aktivitas antihipertensi kedua bahan alam ini dihasilkan dari kandungan bahan aktif flavonoid, alkaloid, saponin, tanin serta kalium yang tinggi dalam madu dan buah labu siam (Sechium edule). Madu dapat mengurangi darah dari kolesterol jahat dan meningkatkan kadar kolesterol baik sehingga dapat menghilangkan lemak dan mencegah pembentukan plak pada dinding pembuluh darah. Madu juga mempunyai sifat antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alami [4]. Selain itu, madu kaya akan antioksidan yang dapat memperbaiki stress oksidatif yang berperan pada keseimbangan mekanisme vasokontriksi dan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini menjadikan madu sebagai bahan yang menunjang efek terapi dari labu siam [17]. Labu siam adalah tanaman subtropis yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai makanan dan obat karena harganya yang cukup murah, mudah ditemukan serta rasanya yang enak dan dingin. Secara empiris, masyarakat memanfaatkan labu siam sebagai obat penurun tekanan darah tinggi dengan cara meminum air perasan buahnya pada pagi dan sore hari [18]. Aktivitas antihipertensi yang diberikan labu
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 113 siam ini dipengaruhi oleh kandungan kalium yang tinggi. Mekanisme kalium dalam menghasilkan efek hipotensi yaitu dengan cara menurunkan reabsorbsi garam dan air melalui mekanisme pemblokan transport aktif natrium yang menyebabkan tubuh banyak mengeluarkan cairan dan kadar garam dalam darah akan berkurang. Bekurangnya kadar garam yang sifatnya menahan air ini akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah sehingga terjadi penurunan tekanan darah [19]. Selain itu, kalium memiliki efek pompa Na-K yaitu kalium dipompa dari cairan ekstra selular ke dalam sel, dan natrium dipompa keluar sehingga kalium dapat menurunkan tekanan darah [20]. 3.4 Analisis Data Secara Statistik Data hasil pengukuran nilai tekanan darah sistolik dan diastolik yang telah diperoleh dilakukan uji normalitas terlebih dahulu menggunakan uji Shapiro Wilk. Nilai yang diperoleh untuk data hasil pengukuran nilai tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok uji, kelompok kontrol dan kelompok normal adalah p > 0.05 yang berarti data berdistribusi secara normal sehingga dapat dilakukan uji Paired T-Test. Tabel 8 Hasil Analisis Paired T-Test Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Pre-test dan Post-test Pada Kelompok Uji Tekanan Darah Pre-test Mean ± SD Post-test Mean ± SD Nilai P Value Sistolik 176.5 ± 21.99 152.2 ± 28.50 0.002 Diastolik 106.8 ± 10.62 92.75 ± 15.00 0.015 Nilai P < 0.05 Berdasarkan tabel 8, kelompok uji mengalami penurunan tekanan darah sistolik dari 176.5 mmHg menjadi 152.2 mmHg dan mengalami penurunan tekanan darah diastolik dari 106.8 mmHg menjadi 92.75 mmHg dengan nilai signifikansi (2-tailed) p < 0.05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pre-test dan post-test pada nilai tekanan darah sistolik dan diastolik kelompok uji. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan madu dan ekstrak labu siam berpengaruh secara signifikan terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik. Tabel 9 Hasil Analisis Paired T-Test Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Pre-test dan Post-test Pada Kelompok Kontrol Tekanan Darah Pre-test Mean ± SD Post-test Mean ± SD Nilai P Value Sistolik 164.2 ± 15.19 155.6 ± 6.78 0.081 Diastolik 91.80 ± 8.31 90.50 ± 1.71 0.653 Nilai P > 0.05 Berdasarkan tabel 9, kelompok kontrol mengalami penurunan tekanan darah sistolik dari 164.2 mmHg menjadi 155.6 mmHg dan mengalami penurunan tekanan darah diastolik dari 91.80 mmHg menjadi 90.50 mmHg dengan nilai signifikansi (2-tailed) p > 0.05 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pre-test dan post-test pada nilai tekanan darah sistolik dan diastolik kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan obat antihipertensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik. Tabel 10 Hasil Analisis Paired T-Test Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Pre-test dan Post-test Pada Kelompok Normal Tekanan Darah Pre-test Mean ± SD Post-test Mean ± SD Nilai P Value Sistolik 121.6 ± 10.15 117.5 ± 8.04 0.045 Diastolik 79.30 ± 6.84 73.50 ± 5.35 0.009 Nilai P < 0.05 Berdasarkan tabel 10, kelompok normal mengalami penurunan tekanan darah sistolik dari 121.6 mmHg menjadi 117.5 mmHg dan mengalami penurunan tekanan darah diastolik dari 79.30 mmHg menjadi 73.50 mmHg dengan nilai signifikansi (2-tailed) p < 0.05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pre-test dan post-test pada nilai tekanan darah sistolik dan diastolik kelompok normal. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan madu dan ekstrak labu siam berpengaruh secara signifikan terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik.
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 114 4 Kesimpulan Karakteristik responden hipertensi di Puskesmas Juata Permai Kota Tarakan adalah 39% berusia 56 – 65 tahun, 89% berjenis kelamin perempuan, 89% memiliki riwayat keluarga hipertensi, dan 83% bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pola penggunaan obat sebagai terapi antihipertensi pada responden hipetensi terdiri dari Amlodipine (83%) dan Captopril (17%). Hasil uji statistik Paired T-Test pada kelompok uji dan kelompok normal dengan data berdistribusi secara normal diperoleh nilai p value < 0.05, yang berarti penggunaan madu dan ekstrak labu siam (Sechium edule) berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik responden hipertensi serta berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik responden normotensi. 5 Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada seluruh responden penelitian serta Pimpinan Puskesmas Juata Permai Kota Tarakan atas izin dan bantuan yang diberikan selama penelitian. 6 Etik No. 06/KEPK-FFUNMUL/EC/EX/02/2022 oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman. 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] Kemenkes RI, “Hipertensi,” Infodatin Pus. Data dan Inf. Kementrian Kesehat. RI, pp. 1–6, 2014. [2] Kementrian Kesehatan RI, “Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS),” 2018. Doi: 10.1088/1751-8113/44/8/085201. [3] V. Mohan, Y. Seedat, R. P.-I. Journal Of, and U. 2013, “The Rising Burden Of Diabetes And Hypertension In Southeast Asian And African Regions: Need For Effective Strategies For Prevention And Control In Primary,” Int. J. Hypertens., 2013, Accessed: Jul. 18, 2021. [Online]. Available: https://www.hindawi.com/journals/ijht/2013 /409083/abs/. [4] N. F. Napitupulu, M. Napitupulu, and H. Simangunsong, “Pengaruh Pemberian Madu Lebah Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi,” CHMK Nurs. Sci. J., vol. 4, no. April, pp. 303–309, 2020, doi: https://doi.org/10.37792/thenursing.v4i3.892 [5] M. Fransiska, J. Fadraersada, and F. Prasetya, “Potensi Madu sebagai Penurun Tekanan Darah dan Kolestrol,” Proceeding Mulawarman Pharm. Conf., vol. 10, pp. 1–5, 2019, doi: 10.25026/mpc.v10i1.350. [6] E. F. Vieira, O. Pinho, I. M. P. L. V. O. Ferreira, and C. Delerue-Matos, “Chayote (Sechium edule): A review of nutritional composition, bioactivities and potential applications,” Food Chemistry, vol. 275. 2019, doi: 10.1016/j.foodchem.2018.09.146. [7] Y. Anas, I. N. Cahyani, and F. Sukma, “Efektivitas Fraksi Aktif Ekstrak Etanol Labu Siam (Sechium Edule (Jack) Sw) Sebagai Antihipertensi Pada Tikus Hipertensi Yang Diinduksi Monosodium Glutamat,” J. Ilmu Farm. Dan Farm. Klin., vol. 18, no. 1, pp. 1–07, 2021, Accessed: Aug. 23, 2021. [Online]. Available: www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.ph p/ilmufarmasidanfarmasiklinik. [8] S. Septiana and S. Juwariyah, “Pemberian Jus Labu Siam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi,” Manaj. Asuhan Keperawatan, vol. 5, no. 1, pp. 32–41, 2021. [9] V. Syafrianti, P. Adelin, and R. Malik, “Gambaran Faktor Risiko Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Tahun 2017,” Baiturrahmah Med. J., vol. 1, no. 1, pp. 14–20, 2019. [10] A. S. Siwi and A. Susanto, “Jurnal of Bionursing Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Hipertensi,” J. Bionursing, vol. 3, no. 2, pp. 164–166, 2020. [11] B. Nuraini, “Risk Factors of Hypertension,” J Major., vol. 4, no. 5, 2015. [12] V. Henuhili, T. Rahayu, and L. Nurkhasanah, “Pola Pewarisan Penyakit Hipertensi Dalam Keluarga Sebagai Sumber Belajar Genetika,” Pros. Semin. Nas. Penelitian, Pendidik. Dan penerapan MIPA, pp. 242–247, 2011. [13] Kemenkes RI, “Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.” 2013. [14] Suparta and Rasmi, “Hubungan Genetik Dan Stress Dengan Kejadian Hipertensi,” J. Ilm. Kesehat. Pencerah, vol. 7, no. 2, pp. 117–125, 2018. [15] M. I. K. H. Bisnu and B. J. Kepel, “Ranomuut Kota Manado,” Keperawatan, vol. 5, 2017. [16] A. Susilowati and C. Risnawati, “Gambaran Pola Pengobatan Hipertensi Di Puskesmas Berbah Sleman Yogyakarta Bulan Januari,” vol. 2, no. 1, pp. 25–32, 2017.
Observasi Klinik Penggunaan Madu Dan Ekstrak Labu Siam (Sechium Edule) sebagai Antihipertensi 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 115 [17] E. O. Aluko, T. H. Olubobokun, D. E. Atang, and V. U. Nna, “Honey’s Ability to Reduce Blood Pressure and Heart Rate in Healthy Male Subjects,” Front. Sci., vol. 4, no. 1, 2014. [18] S. Nurhalimah, S. Milwati, and Sulasmini, “Pengaruh Labu Siam (Cucurbitaceae) Terhadap Tekanan Darah Dan Kolesterol Pada Pasien Hipertensi Di Kelurahan Tlogomas Malang,” Mhs. Progr. Stud. Ilmu Keperawatan Fak. Ilmu Kesehat. Univ. Tribhuwana Tunggadewi Malang, vol. 3, 2018. [19] I. Jayani, “Pemberian Labu Siam Berimplikasi Terhadapt Tekanan Darah Ibu Hamil Preeklampsi,” J. Care, vol. 4, no. 2, pp. 36–44, 2016. [20] G. Perilaku et al., “Pengaruh Kukusan Labu Siam Terhadap Mean Arteri Pressure Lansia Penderita Hipertensi Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Wilayah Binjai,” sarimutiara.ac.id/index.php/Kesehatan_Masyaraka t, vol. Vol. 3, no. No. 2, pp. 18–26, 2017, [Online]. Available: http://e-journal.sarimutiara.ac.id/index.php/Kesehatan_Masyarak at. [21] F. Nadila, “Antihypertensive Potential Of Chayote Fruit Extract Kandungan Labu Siam Potensi Flavonoid,” Vol. 3, pp. 34–38, 2014. [22] R. Munawassalmiah, Hajrah, and L. Rijai, “Observasi Klinik Ekstrak Labu Siam (Sechium edule) Sebagai Antihipertensi,” Proceeding Mulawarman Pharm. Conf., vol. 8, no. November 2018, pp. 128–135, 2018, doi: 10.25026/mpc.v8i1.314.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 116 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Identifikasi Metabolit Sekunder Air Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) dan Bawang Dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) yang Berpotensi sebagai Inhibitor α-Glukosidase Identification of Secondary Metabolites of Kelor Leaf (Moringa oleifera Lam.) and Dayak Onion (Sisyrinchium palmifolium L.) Steeping Water Which Have Potential as Inhibitor α-Glucosidase M. Khalid Akbar, Hajrah, Yurika Sastyarina* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera Lam) dan bawang dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) mengandung metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, tanin, dan kuinon. Metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, tanin, dan kuinon telah diteliti memiliki kemampuan untuk menghambat enzim α-glukosidase. Air seduhan daun kelor dan bawang dayak dipercaya oleh masyarakat dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metabolit sekunder dari air seduhan daun kelor dan bawang dayak yang berpotensi memiliki aktivitas sebagai inhibitor α-glukosidase. Identifikasi metabolit sekunder dilakukan dengan menggunakan reagen yang sesuai dan pengamatan perubahan warna serta endapan yang terjadi pada air seduhan daun kelor dan bawang dayak. Hasil penelitian menunjukkan air seduhan daun kelor mengandung flavonoid, saponin, dan tanin. Sedangkan bawang dayak mengandung metabolit sekunder flavonoid, saponin, tanin dan kuinon. Metabolit sekunder yang memiliki aktivitas sebagai antidiabetes adalah flavonoid, saponin, tanin, dan kuinon yang dapat menghambat enzim αglukosidase. Kata Kunci: Daun kelor, bawang dayak, antidiabetes, α-glukosidase Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Identifikasi Metabolit Sekunder Air Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) dan Bawang Dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) yang Berpotensi Sebagai Inhibitor α-Glukosidase 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 117 Abstract The aqueous extract of elor leaf (Moringa oleifera Lam) and dayak onion (Sisyrinchium palmifolium L.) contains secondary metabolites, namely alkaloids, flavonoids, saponins, steroids, tannins, and quinones. Secondary metabolites such as alkaloids, flavonoids, saponins, steroids, tannins, and quinones have been investigated to have the ability to inhibit α-glucosidase enzymes. Kelor leaf and dayak onions are believed by public to reduce blood sugar levels. This study aims to determine the secondary metabolites of kelor leaf and dayak onion steeping water which have possible antidiabetic activity. Identification of secondary metabolites was carried out using appropriate reagents and observing changes and deposits that occurred in the infusion of kelor leaf and dayak onions. The results showed that the steeping water of kelor leaf contains flavonoids, saponins, and tannins. Dayak onions contain secondary metabolites of flavonoids, saponins, tannins, and quinones. Secondary metabolites that have antidiabetic activity are flavonoids, saponins, tannins, and quinones which can inhibit the α-glucosidase enzyme. Keywords: Kelor leaf, dayak onion, antidiabetic, α-glucosidase DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.627 1 Pendahuluan Tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.) adalah tanaman asli dari India. Tanaman Kelor mempunyai banyak manfaat pada semua bagian tanamannya sehingga di sebut Miracle Tree, Amazing Tree, dan Mother’s Best Friend. Salah satu bagian tanaman kelor yang sering dimanfaatkan adalah pada bagian daun, yang mempunyai manfaat sebagai nutrisi, obat tradisional, dan memiliki aktivitas farmakologi [1], [2]. Ekstrak daun kelor mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, antarquinon dan terpenoid [1]. Bawang dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) merupakan tanaman khas Kalimantan yang telah dimanfaatkan masyarakat Dayak sebagai obat alternatif karena mudah diperoleh dan harganya yang relatif murah. Secara empiris bawang dayak digunakan untuk mengobati kanker payudara, kanker usus, hipertensi, diabetes melitus, menurunkan kolestrol, stroke, dan bisul [3]. Ekstrak air bawang dayak mengandung metabolit sekunder yaitu, flavonoid, alkaloid, steroid, triterpenoid, saponin dan kuinon [4]. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang dapat timbul dari berbagai mekanisme patogenesis, yang mengakibatkan hiperglikemia. Faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada patogenesisnya dan menyebabkan sekresi insulin yang berkurang dan tidak mencukupi, peningkatan produksi glukosa dan kelainan pada metabolisme lemak dan protein [5]. Salah satu terapi farmakologi diabetes melitus adalah dengan menghambat enzim α-glukosidase sehingga pembentukan glukosa dapat ditunda dan menyebabkan kadar glukosa darah setelah makan (postprandial) tidak langsung mencapai puncak dan mencegah terjadinya hiperglikemia postprandial [6]. Senyawa kuinon diketahui dapat menghambat enzim α-glukosidase sehingga dapat mencegah terjadinya hiperglikemia postprandial [7], alkaloid dan flavonoid juga diketahui efektif sebagai antidiabetes dan tanin berperan penting pada terapi farmakologi diabetes melitus dengan menghambat enzim αglukosidase [8], senyawa saponin telah diteliti memiliki kemampuan untuk menghambat enzim α-glukosidase [9]. Air seduhan daun kelor dan bawang dayak dipercaya oleh masyarakat dapat menurunkan kada gula dalam darah, sehingga bermanfaat sebagai antidiabetes. Penelitian menggunakan teh bawang dayak pada penderita diabetes yang dilakukan oleh Setyawan dan Masnina [10] menyatakan bahwa rata-rata penurunan kadar
Identifikasi Metabolit Sekunder Air Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) dan Bawang Dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) yang Berpotensi Sebagai Inhibitor α-Glukosidase 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 118 gula darah kelompok kontrol adalah 14,35, sedangkan kelompok perlakuan 6,65 ini menunjukkan perbedaan yang bermakna antara rata-rata kadar glukosa kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Sedangkan penelitian menggunakan air rebusan daun kelor yang dilakukan oleh Syamra, dkk [11] menyatakan bahwa air rebusan daun kelor dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes. Sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian mengenai metabolit sekunder pada air seduhan daun kelor dan bawang dayak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metabolit sekunder dari air seduhan daun kelor dan bawang dayak yang berpotensi memiliki aktivitas inhibitor αglukosidase. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, timbangan analitik, blender, sendok, saringan teh, tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, hot plate, gelas kimia. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelor, bawang dayak, akuades, reagen dragendorrf, reagen mayer, reagen wagner, HCl, H2SO4, kloroform, magnesium, FeCl3 1%, dan NaOH 1N. 2.2 Proses penyeduhan sampel Daun kelor dan bawang dayak yang telah dikumpulkan, dicuci menggunakan air mengalir kemudian dikeringakan dengan dianginanginkan. Daun kelor yang telah kering diblender hingga bagian menjadi serbuk. Sedangkan sampel bawang dayak dilakukan proses pengovenan dengan suhu 50℃ selama 8 jam, kemudian diblender hingga menjadi serbuk. Sampel daun kelor sebanyak 2 g dan bawang dayak sebanyak 4 g di seduh menggunakan air panas sebanyak 200 mL dengan suhu 90℃ selama 10 menit dan diaduk beberapa kali, kemudian disaring untuk memisahkan air dari ampas sampel. 2.3 Identifikasi metabolit sekunder 2.3.1 Uji alkaloid Sampel air seduhan diambil masingmasing sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam 3 tabung reaksi. Tabung reaksi pertama diteteskan reagen dragendroff, tabung reaksi kedua diteteskan reagen mayer, dan tabung reaksi kedua diteteskan reagen wagner. Hasil positif mengandung alkaloid jika reagen dragendroff menghasilkan endapan jingga, reagen mayer menghasilkan endapan putih, reagen wagner menghasilkan endapan cokelat. 2.3.2 Uji flavonoid Sampel air seduhan sebanyak 2 mL kemudian ditambahkan 0,1 g magnesium dan diberi 5 tetes HCl. Positif mengandung flavonoid jika terjadi perubahan warna merah/kuning/jingga. 2.3.3 Uji saponin Sampel air seduhan sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan 5 mL akuades dan dikocok kuat-kuat selama 5 menit. Positif mengandung saponin jika buih yang terbentuk bertahan selama 5 menit. 2.3.4 Uji steroid Sampel air seduhan sebanyak 5 mL kemudian diberi 3 tetes HCl dan 1 tetes H2SO4, digojok perlahan dan biarkan selama beberapa menit. Positif mengandung steroid jika terjadi perubahan warna biru atau hijau. 2.3.5 Uji terpenoid Sampel air seduhan sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan 2 mL kloroform dan 3 mL H2SO4. Positif mengandung terpenoid jika terjadi perubahan warna merah kecoklatan pada batas antara kedua fase. 2.3.6 Uji tanin Sampel air seduhan sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Positif mengandung tanin jika terjadi perubahan warna hitam kebiruan atau hijau. 2.3.7 Uji kuinon Sampel air seduhan sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan beberapa tetes NaOH 1
Identifikasi Metabolit Sekunder Air Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) dan Bawang Dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) yang Berpotensi Sebagai Inhibitor α-Glukosidase 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 119 N. Positif mengandung kuinon jika terbentuknya warna merah. 3 Hasil dan Pembahasan Metabolit sekunder adalah molekul organik yang tidak terlalu berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan suatu makhluk hidup, seperti tanaman dan mikroorganisme, namun berperan penting dalam kelangsungan hidup [12]. Metabolit sekunder berperan penting sebagai obatobatan, rasa, racun, dan bahan industri [13]. Metabolit sekunder air seduhan daun kelor dan bawang dayak diindentifikasi menggunakan reagen-reagen yang sesuai dengan jenis metabolit sekunder. Hasil identifkasi metabolit sekunder dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Identifikasi Metabolit Sekunder Metabolit Sekunder Pereaksi Hasil positif Hasil pengujian Daun kelor Bawang dayak Alkaloid Mayer endapan putih - - Wagner endapan cokelat - - Dragnedroff endapan jingga + + Flavonoid 0.1 g magnesium + 5 tetes HCl pekat Perubahan warna kuning + + Saponin 5 mL akuades dan digocok selama 5 menit Terbentuknya buih yang bertahan selama 5 menit + + Steroid 3 tetes HCl pekat + 1 tetes H2SO4 Perubahan warna biru atau hijau - - Terpenoid 2 mL kloroform + 3 mL H2SO4 Warna kecoklatan pada batas antara kedua fase - - Tanin 10 mL akuades + beberapa tetes FeCl3 Perubahan warna hijau tua + + Kuinon Beberapa tetes NaOH 0.1 M Perubahan warna merah - + Air seduhan daun kelor dan bawang dayak dilakukan uji metabolit sekunder, yang pertama adalah uji alkaloid dengan menggunakan reagen dragendorff, wagner dan mayer. Air seduhan daun kelor dan bawang dayak menunjukan hasil negatif pada reagen mayer dan wagner, dan hasil postif pada reagen dragendroff dengan membentuk endapan warna jingga. Sehingga air seduhan daun kelor dan bawang dayak tidak mengandung senyawa alkaloid. Hal ini dapat disebabkan karena senyawa alkaloid sukar larut dalam pelarut polar seperti air [14]. Kemudian pengujian metabolit sekunder steroid dan terpenoid pada sampel bawang dayak dan daun kelor menunjukkan hasil negatif senyawa steroid dan terpenoid. Hal ini disebabkan karena senyawa steroid dan terpenoid merupakan senyawa non polar yang larut dalam lemak atau senyawa non polar dan tidak larut dalam pelarut polar seperti air [14]. Hasil uji tannin pada sampel bawang dayak dan daun kelor menunjukkan hasil positif mengandung senyawa tanin, hal tersebut dikarenakan senyawa tannin dapat larut dalam air [15] yang dikonfirmasi dengan adanya perubahan warna hitam kehijauan setelah di teteskan pereaksi FeCl3 1%. Terjadinya perubahan warna hitam kehijauan disebabkan oleh reaksi FeCl3 yang berikatan dengan struktur tanin yang merupakan senyawa polifenol hingga terbentuknya senyawa kompleks. Tanin diketahui dapat menghambat beberapa enzim, seperti enzim α-amilase dan αglukosidase yang berperan penting pada terapi farmakologi diabetes melitus [8]. Pengujian flavonoid pada sampel air seduhan daun kelor dan bawang dayak menunjukan hasil positif mengandung senyawa flavonoid, hal ini ditunjukkan dengan berubahnya warna sampel menjadi warna kuning setelah ditambahkan serbuk magnesium dan HCl pekat. Magnesium dan HCl pekat digunakan untuk mereduksi inti benzopiron pada struktur flavonoid dan membentuk garam flavilium berwarna kuning [16]. Flavonoid merupakan golongan senyawa polifenol yang larut dalam air, sehingga melalui penyeduhan dengan air dapat menarik senyawa flavonoid [14]. Senyawa flavonoid seperti kuersetin diketahui dapat menghambat enzim αglukosidase secara kompetitif sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial yang bagus dalam menangani kejadian hiperglikemia pada penderita diabetes [17]. Uji metabolit sekunder saponin pada sampel daun kelor dan bawang dayak menunjukan hasil positif mengandung saponin, dengan terbentuknya buih yang stabil selama
Identifikasi Metabolit Sekunder Air Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) dan Bawang Dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) yang Berpotensi Sebagai Inhibitor α-Glukosidase 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 120 10 menit setelah dikocok. Senyawa saponin dapat menurunkan tegangan permukaan air, sehingga dapat membentuk buih pada permukaan air setelah dikocok [18]. Saponin memiliki aktivitas sebagai hypolipidemia dan hipoglikemia [19], 13 senyawa saponin yang telah diisolasi dari akar tanaman Aralia taibaiensis diketahui dapat menghambat enzim α-glukosidase [9]. Pengujian metabolit sekunder kuinon pada sampel daun kelor tidak menunjukkan hasil positif, namun pada sampel bawang dayak menunjukkan hasil positif yang dikonfirmasi dengan perubahan warna menjadi merah setelah diteteskan NaOH 1N. Warna merah terbentuk disebabkan oleh ion fenolat menyerap cahaya dan menimbulkan warna merah,ion fenolat terbentuk dari reaksi antara NaOH 1N yang mendeprotonasi gugus fenol pada kuinon. [14]. Senyawa Eleutherinoside A yang diisolasi dari bawang dayak memiliki aktivitas menghambat enzim α-glukosidase [7]. Air seduhan daun kelor dan bawang dayak mengandung flavonoid, saponin, kuinon dan tanin. Senyawa flavonoid seperti kuersetin diketahui dapat menghambat enzim αglukosidase secara kompetitif sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial yang bagus dalam menangani kejadian hiperglikemia pada penderita diabetes [17], senyawa kuinon dari bawang dayak memiliki aktivitas menghambat enzim α-glukosidase sehingga dapat mencegah terjadinya hiperglikemia postprandial [7], senyawa tanin dan saponin diketahui dapat menghambat beberapa enzim, seperti enzim α-amilase dan αglukosidase yang berperan penting pada terapi farmakologi diabetes melitus [8]. Inhibitor α-glukosidase bekerja dengan menghambat enzim α-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. enzim αglukosidase (sukrase, maltase, glukomaltase, dan isomaltase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida pada dinding halus. Penghambatan pada enzim ini dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya sehingga dapat mengurangi kadar glukosa postprandial pada penderita diabetes. Obat ini juga dapat menghambat enzim α-amilase pankreas yang berperan dalam hidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus [20]. 4 Kesimpulan Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa air seduhan daun kelor dan bawang dayak memiliki efektivitas dalam menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Sehingga daun kelor dan bawang dayak dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal antidiabetes. Kandungan metabolit sekunder pada air seduhan daun kelor dan bawang dayak yaitu flavonoid, saponin, tanin dan kuinon. Senyawa-senyawa seperti flavonoid, saponin, tanin dan kuinon diketahui memiliki peran penting sebagai antidiabetes dengan menghambat enzim α-glukosidase yang mencegah terjadinya hiperglikemia pada penderita diabetes. 5 Kontribusi Penulis Kontribusi penulis dalam penelitian ini terdiri atas peneliti utama dan peneliti pendamping. M. Khalid Akbar sebagai peneliti utama. Sedangkan Yurika Sastyarina dan Hajrah sebagai peneliti pendamping. 6 Konflik Kepentingan Seluruh peneliti menyatakan tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian, penyusunan, dan publikasi artikel ilmiah. 7 Daftar Pustaka [1] Koul, B. dan Chase, N., 2015. Moringa oleifera Lam .: Panacea to several maladies, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, vol. 7, no. 6, hal. 687–707. [2] Purba, E.C., 2020. Kelor (Moringa oleifera Lam.): Pemanfaatan dan Bioaktivitas, Pro-Life, vol. 7, no. 1, hal. 1–12. [3] Galingging, R.Y., 2009. Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) Sebagai Tanaman Obat Multifungsi, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, vol. 15, no. 3, hal. 1–32. [4] Febrinda, A.E., Astawan, M., Wresdiyati, T. dan Dewi Yuliana, N., 2013. Kapasitas Antioksidan Dan Inhibitor Alfa Glukosidase Ekstrak Umbi Bawang Dayak, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, vol. 24, no. 2, hal. 161–167. [5] Brunton, L.L., Hilal-Dandan, R. dan Knollmann, B.C., 2018. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, cetakan 13. New York: McGraw Hill.
Identifikasi Metabolit Sekunder Air Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) dan Bawang Dayak (Sisyrinchium palmifolium L.) yang Berpotensi Sebagai Inhibitor α-Glukosidase 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 121 [6] Hitner, H. dan Nagle, B., 2012 Pharmacology — An Introduction to Drugs, cetakan 6. New York: McGraw Hill. [7] Ieyama, T., Gunawan-puteri, M.D.P.T. dan Kawabata, J., 2011. a -Glucosidase inhibitors from the bulb of Eleutherine americana, Food Chemistry, vol. 128, no. 2, hal. 308–311. [8] Sieniawska, E., 2015. Activities of tannins-From In Vitro Studies to Clinical Trials, Natural Product Communications, vol. 10, no. 11, hal. 1877–1884. [9] Dou, F. dkk., 2013. α-Glucosidase and α amylase inhibitory activities of saponins from traditional Chinese medicines in the treatment of diabetes mellitus, Pharmazie, vol. 68, hal. 1–6. [10] Setyawan, A.B. dan Masnina, R., 2018. Efektivitas Teh Bawang Dayak untuk Menurunkan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, vol. 7, no. 2, hal. 7–13. [11] Syamra, A., Indrawati, A. dan Warsyidah, A.A., 2018. Pemberian Rebusan Daun Kelor Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Penderita Diabetes Mellitus (DM), Jurnal Media Laboran, vol. 8, no. 2, hal. 50–55. [12] Ak, M., 2019. Chemistry of Secondary Metabolites, Annals of Clinical Toxicology, vol. 2, no. 1, hal. 1–22. [13] Taiz, L., Zeiger, E., Moller, I.M. dan Murphy, A., 2015. Secondary Metabolites, dalam: Plant Physiology and Development, cetakan 6, Sinauer Associates, hal. A41–A418. [14] Harborne, J.B., 1984. Phytochemical Methods : A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis, 2nd Ed,. New York: Chapman and Hall. [15] Supriyanto, B.W., S., M., R. dan Yunianta, 2017. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksdian Ekstrak Daun Mimba (Azaradiracta indica Juss), Prosiding SNATIF, hal. 523–529. [16] Ergina, Nuryanti, S. dan Pursitasari, I.D., 2014. Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Palado yang Diekstrasi dengan Pelarut Air dan Etanol, Akademika Kimia, vol. 3, no. 3, hal. 165–172. [17] Proença, C. dkk., 2017. α-Glucosidase inhibition by flavonoids: an in vitro and in silico structure– activity relationship study, Journal of Enzyme Inhibition and Medicinal Chemistry, vol. 32, no. 1, hal. 1216–1228. [18] Nurzaman, F., Djajadisastra, J. dan Elya, B., Identifikasi Kandungan Saponin dalam Ekstrak Kamboja Merah ( Plumeria rubra L .) dan Daya Surfaktan dalam Sediaan Kosmetik, Jurnal Kefarmasian Indonesia, vol. 8, no. 2, hal. 85–93, 2018. [19] Desai, S.D., Desai, D.G. dan Kaur, H., 2017. Saponins and their Biological Activities, Pharma Times, vol. 41, no. 3, hal. 13–16. [20] Muchid, A. dkk., 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes mellitus. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 218 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak Quality of Life on Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Hospital Pontianak Muhammad Akib Yuswar*, Shoma Rizkifani, Ghea Egikania Sutanto Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit seumur hidup dimana tubuh tidak mampu memproduksi atau menggunakan insulin dengan cara yang benar. Orang dengan DM tipe 2 dikatakan memiliki resistensi insulin. Komplikasi yang tidak segera ditangani dengan baik dan tepat dapat menyebabkan pendeknya rentang hidup seseorang, sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup pasien DM Tipe 2. Delapan domain kualitas hidup pasien DM tipe 2 yaitu keterbatasan peran karena kesehatan fisik, kemampuan fisik, kesehatan umum, kepuasan pengobatan, frekuensi gejala, masalah keuangan, kesehatan psikologis, dan kepuasan diet. Tujuan: Mengukur Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observasional yang bersifat deskriptif. Pengambilan data penelitian menggunakan kuesioner Diabetes Quality of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ) serta berdasarkan rekam medik pasien. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dengan mengunakan 62 responden. Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat. Hasil analisis didapatkan sebagian besar responden yang memiliki kualitas hidup yang baik sebesar 54,8%, dibandingkan kualitas hidup yang buruk. Kesimpulan dari penelitian kualitas hidup penderita DM tipe 2 tergolong baik. Kata Kunci: Kualitas hidup, instrument DQLCTQ, Diabetes Melitus tipe 2 Abstract Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) is a lifelong disease in which the body is unable to produce or use insulin properly. People with T2DM are said to have insulin resistance. Complications that are not Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 219 handled properly and appropriately can cause a person's life span to be shortened, so that it greatly affects the decline in the quality of life of T2DM patients as for symptom frequency, financial problems, psychological health, and dietary satisfaction. Objective: Measuring the Quality of Life of T2DM Patients at Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Hospital Pontianak. This type of research is quantitative with an observational research design that is descriptive. The research data was collected using the Diabetes Quality of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ) and based on the patient's medical record. The sampling technique used total sampling technique using 62 respondents. The data analysis used is univariate analysis. The results of the analysis showed that most of the respondents who had a good quality of life were 54.8%, compared to a poor quality of life. The conclusion from the study of the quality of life of patients with T2DM at Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Hospital were good. Keywords: Quality of Life, DQLCTQ Instruments, Diabetes Mellitus type 2 DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.629 1 Pendahuluan Diabetes melitus (DM) menjadi sebuah permasalahan yang kompleks dan menjadi ancaman kesehatan masyarakat diseluruh dunia yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein. Diabetes mellitus dibagi menjadi beberapa tipe yaitu diabetes mellitus tipe 1 (DM tipe 1), diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2), diabetes tipe lain dan gestasional [1]. DM tipe 2 merupakan penyakit seumur hidup dimana tubuh tidak mampu memproduksi atau menggunakan insulin dengan cara yang benar. Orang dengan DM tipe 2 dikatakan memiliki resistensi insulin [2]. Dikatakan DM tipe 2 jika kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 126 md/dl dan kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl [2]. Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF) yang dikutip dari Kementerian Kesehatan RI [3], memperkirakan sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun didunia menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama. Prevalensi diabetes diperkirakan meningkat seiring penambahan umur penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka ini diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2020 dan 700 juta ditahun 2045. Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dan konteks budaya serta sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam hubungannya dengan tujuan individu, harapan, standar, dan perhatian [4]. Penelitian Nagpal dkk [5], mengemukakan bahwa terdapat delapan domain kualitas hidup pasien DM tipe 2 yaitu keterbatasan peran karena kesehatan fisik, kemampuan fisik, kesehatan umum, kepuasan pengobatan, frekuensi gejala, masalah keuangan, kesehatan psikologis, dan kepuasan diet. 2 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain observasional bersifat deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak yang berjumlah 62. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu sampel yang diambil meliputi keseluruhan unsur populasi. Tempat penelitian dilakukan di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2021. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner hasil isian responden yang kemudian diolah lebih lanjut.
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 220 3 Hasil dan Pembahasan Responden dalam penelitian ini terdiri dari 62 orang, berdasarkan karakteristik responden yang dilihat yaitu jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, komplikasi dan kualitas hidup. Tabel 1. Karakteristik Responden di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kategori Jumlah Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 29 33 46,8 53,2 Usia 26-35 36-45 46-55 56-65 > 65 4 6 10 31 11 6,5 9,7 16,1 50,0 17,7 Pendidikan SD SMP SMA PT 3 7 39 13 4,8 11,3 62,8 21,0 Status Pekerjaan PNS Tidak bekerja Petani/buruh Wiraswasta Swasta 22 13 2 7 18 35,5 21,0 3,2 11,3 29.0 Status perkawinan Menikah Duda/Janda 52 10 83,9 16,1 Lama menderita < 5 tahun ≥ 5 tahun 22 40 35,5 64,5 Komplikasi Tidak ada komplikasi Hipoglikemia Hipertensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) Lain-lain 11 14 25 6 6 17,7 22,6 40,3 9,7 9,7 Pada tabel 1 dapat dilihat karakteristik responden berupa jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan dan komplikasi. dari 62 responden. Penderita DM tipe 2 sebagian besar yang berjenis kelamin perempuan 33 orang (52,2%), rentang usia 56-65 tahun sebesar 50,0%, menyelesaikan pendidikan SMA 39 orang (62,8%), bekerja sebagai PNS 22 orang (35,5%), menikah 52 orang (83,9%), lamanya menderita ≥ 5 tahun dan ada komplikasi hipertensi 25 orang (40,3%). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan sebesar 53,2% penderita DM tipe 2 adalah perempuan. Perempuan memiliki banyak keterbatasan pada fungsi otot yang mempengaruhi pemulihan fisik dibanding dengan laki-laki. Kemampuan perempuan berkurang untuk pemulihan yang merupakan faktor penting terhadap kualitas hidup jangka panjang [6]. Orang dengan tingkat pendidikannya rendah 1,27 kali berisiko menderita DM daripada orang yang berpendidikan tinggi. Orang dengan tingkat pendidikan rendah biasanya memiliki pengetahuan yang sedikit [6]. Mereka yang berusia lebih dari 56 tahun memiliki kualitas hidup lebih rendah dibanding dengan kelompok yang lebih muda dikarenakan sebagian besar peristiwa kehidupan yang penuh dengan stress telah mereka lalui [6]. Tabel 2. Nilai domain kualitas hidup Domain kualitas hidup Rata-rata Standar Deviasi Fisik 7,39 0,70 Energi 12,14 0,59 Tekanan kesehatan 11,37 0,90 Kesehatan mental 11,30 1,12 Kepuasan pribadi 2,32 0,56 Kepuasan pengobatan 16,82 2,31 Efek pengobatan 5,18 0,40 Frekuensi gejala 11,20 8,51 Kualitas hidup responden dengan outcome klinis menunjukkan nilai lebih tinggi pada ketujuh domain kecuali domain kepuasan pribadi. Pada domain fungsi fisik, terkait pengaruh penyakit DM, sebagian kecil responden merasakan kondisi yang lebih terbatas dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan sehari-hari. Pada domain energi, sebagian kecil dari responden dengan outcome klinis sama-sama merasa lelah, kurang bersemangat dan bertenaga dalam melakukan kegiatan. Didukung hasil penelitian Teli [7], pada domain fungsi fisik, penderita sama-sama merasa tidak terbatas dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan sehari-hari. Pada domain energi, sering merasa capek/lelah, merasa kurang berenergi dan bersemangat. Pada domain tekanan kesehatan, hampir seluruh responden berbesar hati dalam menerima kondisi kesehatannya, merasa ketakutan dan putus asa karena penyakit DM.
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 221 Pada domain kesehatan mental, hampir semua responden lebih merasa tenang, bahagia, tidak merasa cemas, takut, sedih, dan rendah hati dalam menghadapi DM. Pada domain tekanan kesehatan, penderita sama-sama berbesar hati menerima kondisi kesehatannya, tidak putus asa menghadapi penyakit DM tipe 2. Pada domain kepuasan pribadi, hampir seluruh responden lebih merasa puas dengan keadaan yang dialami, merasa penyakit DM yang dialami tidak membahayakan dirinya, puas terhadap waktu yang dihabiskan untuk memeriksakan diri ke dokter, serta dapat mengatur atau mengendalikan DM dengan menggunakan obat dan pola hidup yang baik. Pada domain kepuasan pengobatan, sebagian besar responden merasa puas dengan terapi yang dijalani, lebih merasa puas dengan pengobatan yang diterima serta memiliki harapan terhadap pengobatan di masa yang akan datang dalam memperbaiki kondisi DM yang dialami. Pada domain efek pengobatan, hampir seluruh responden merasakan efek pengobatan dari obat antidiabetik yang diterima. Pada domain frekuensi gejala, sebagian besar responden sering mengalami gejala penglihatan kabur, mual, lemah, lesu, haus, mulut kering, mudah lapar, sering buang air kecil, serta kesemutan pada tangan dan kaki. Hasil penelitian Laoh [8] menunjukkan bahwa ada penurunan kualitas hidup pasien DM pada semua aspek kehidupan. Dari 8 aspek yang dikaji didapatkan bahwa pada fungsi fisik, emosional, energi, nyeri, kesehatan umum, fungsi sosial perubahan peran akibat masalah fisik, dan perubahan peran akibat masalah emosional mengalami penurunan (semua aspek < 80). Pada fungsi fisik didapatkan rata-rata 69. Dari data tersebut didapatkan 54% pasien mengalami hambatan dalam melakukan aktifitas berat, 12% mengalami kesulitan untuk menaiki beberapa anak tangga. Hal ini bisa disebabkan karena Hiperglikemia (peningkatan kadar gula dalam darah tinggi) yang tidak terkontrol menimbulkan komplikasi kronik seperti neuropati perifer (hilangnya sensibilitas terhadap nyeri, tekanan dan suhu). Oleh Karena itu, pasien seringkali merasa nyeri di kaki yang berdampak pada berbagai aktifitas fisik pasien. Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kualitas Hidup Kategori Jumlah Persentase (%) Kualitas Hidup: Buruk Baik 28 34 45,2 54,8 Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kualitas hidup yang baik sebanyak 34 orang (54,8%) dengan rata-rata ≥60 yang menunjukkan bahwa kualitas hidupnya baik, dan sebanyak 28 orang (45,2%) mempunyai rata-rata <60 yang menunjukkan bahwa kualitas hidupnya buruk. Pengukuran kualitas hidup dengan DQLCTQ pada penelitian ini meliputi delapan domain, yaitu fungsi fisik, kebutuhan energi, tekanan kesehatan, kesehatan mental, kepuasan pribadi, kepuasan pengobatan, efek pengobatan serta frekuensi gejala-gejala penyakit. Masing-masing penderita DM tipe 2 memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada setiap domain pengukuran. Sebagian penderita memiliki kualitas hidup yang buruk dapat dikarenakan fungsi fisik, kebutuhan energi, tekanan kesehatan, kesehatan mental, kepuasan pribadi, kepuasan pengobatan, efek pengobatan serta frekuensi gejala-gejala penyakit dalam kondisi yang rendah, sehingga berdampak pada kualitas hidup yang penderita DM tipe 2 rasakan. Hasil penelitian Laoh [8] yang mengatakan bahwa kualitas hidup merupakan salah satu tujuan utama dalam perawatan, khususnya pada penderita DM. Apabila kadar gula darah dapat terkontrol dengan baik maka keluhan fisik akibat komplikasi akut ataupun kronis dapat dicegah. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan merupakan perasaan dan sikap individu terkait dengan dengan berbagai kepentingan yang terganggu akibat proses penyakit atau masalah kesehatan. Proses penyakit, masalah kesehatan dan terapi pengobatan secara langsung akan menurunkan kualitas hidup penderita. Hal ini menunjukkan penurunan kualitas hidup penderita DM tipe 2 pada masalah fisik, psikologis yang dapat membatasi aktifitas sehari-hari atau rutin.
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 222 4 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini yaitu Sebagian besar responden pasien DM tipe 2 yang memiliki kualitas hidup yang baik sebanyak 34 orang (54,8%) 5 Etik Penelitian ini telah dikaji dan dinyatakan lulus etik oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura dengan nomor surat 6054/UN22.9/PG/2021 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Utami, D. T., Karim, D., & Agrina. 2014. Faktorfaktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus dengan Ulkus Diabetikum. JOM PSIK, 1, (2), 1-7. [2] Decroli, E. 2019. Diabets Melitus Tipe 2. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas [3] KemenKes. 2020. Tetap Produktif, Cegah dan Atasi Diabetes Mellitus [4] Sari, R.M., Thobari, J.A., Andayani, T.M. 2011. Evaluasi Kualitas Hidup PAsien Diabetes Melliyus Tipe 2 yang diterapi Rawat Jalan dengan Anti Diabetek Oral di RSUP Dr. Sardjito. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 1, (1), 35-42. [5] Nagpal, J., Kumar, A., Kakar, S., & Bhartia, A. 2010. The development of ‘quality of life instrument for indian diabetes patients (QOLID): A validation and reliability study in middle and higher income groups. J. Assoc. Physicians. India, 58, 295–304. [6] Adikusuma, W., Perwitasari, D.A., Supadmi, W. 2016. Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang Mendapat Antidiabetik Oral di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1, (1), 1-8. [7] Teli, M. 2017. Quality of Life Type 2 Diabetes Mellitus At Public Health Center Kupang City Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Se Kota Kupang. Jurnal Info Kesehatan, 15, (1), 119-134. [8] Laoh, J.M., Tampongangoy, D. 2015. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Endokrin RSUP Prof.Dr. R. Kandaou Manado. Juiperdo, 4, (1), 32-37.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 122 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) Formulation of Antioxidant Cream from Ethanol Extract of Kepok Banana Peel (Musa acuminata Colla) Natalia Rara Samban*, Fajar Prasetya, Fika Aryati Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Kulit pisang kepok memiliki kandungan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, dan tannin yang memiliki potensial antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit pisang kepok dan menguji aktivitas antioksidan sediaan krim ekstrak etanol kulit pisang kepok menggunakan metode DPPH serta menguji kestabilan fisik sediaan krim. Krim diformulasikan dengan membandingkan konsentrasi ekstrak etanol kulit pisang kepok yaitu F1 (1%), F2 (0,1%), dan F3 (0,01%). Uji stabilitas sediaan menggunakan metode Cycling Test dengan evaluasi fisik sediaan krim meliputi uji organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, viskositas, dan tipe emulsi. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit pisang kepok memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 93,25 ppm yang termasuk kategori antioksidan kuat. Nilai IC50 hasil pengujian antioksidan sediaan krim ekstrak etanol 70% kulit pisang kepok F1, F2, dan F3 berturut-turut sebesar 113,11 ppm, 705,87 ppm, dan 2289,70 ppm. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak pada sediaan krim menunjukkan nilai aktivitas antioksidan yang semakin baik. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan konsentrasi ekstrak pada sediaan krim menyebabkan viskositas krim menurun dan daya sebar meningkat tetapi hasil uji stabilitas pada ketiga sediaan menyatakan bahwa ketiganya memenuhi persyaratan sediaan krim yang baik. Formula dengan aktivitas antioksidan terbaik terdapat pada Formula 1 dengan IC50 sebesar 113,11 ppm yang termasuk kategori antioksidan sedang. Kata Kunci: Ekstrak kulit pisang kepok, krim, aktivitas antioksidan Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 123 Abstract Kepok banana peel contains alkaloids, saponins, flavonoids, and tannins which had antioxidant potential. This study aims to test the antioxidant activity of ethanol extract of the kepok banana peel and to test the antioxidant activity of cream preparations of 70% ethanol extract of kepok banana peels preparation using the DPPH method and test the physical stability of the cream preparation. The cream was formulated by comparing the concentrations of the ethanol extract of the kepok banana peel, F1 (1%), F2 (0.1%), and F3 (0.01%). The stability test of the preparation used the Cycling Test method with a physical evaluation of the cream preparation including organoleptic tests, homogeneity, pH, spreadability, viscosity, and emulsion type. The results obtained showed that the ethanol extract of the kepok banana peel had an antioxidant activity with an IC50 value of 93.25 ppm which was included in the category of strong antioxidants. The IC50 value of the antioxidant test results for the preparation of 70% ethanol extract of banana peel kepok F1, F2, and F3 were 113.11 ppm, 705.87 ppm, and 2289.70 ppm, respectively. The higher the extract concentration in the cream preparation, the better the antioxidant activity value. The results showed that increasing the concentration of the extract in the cream preparations caused the viscosity of the cream to decrease and the spreadability to increase, but the results of the stability test on the three preparations stated that they met the requirements of a good cream preparation. The formula with the best antioxidant activity was found in Formula 1 with an IC50 of 113.11 ppm which was included in the moderate antioxidant category. Keywords: Kepok banana peels extract, cream, antioxidant activity DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.630 1 Pendahuluan Tanaman pisang merupakan jenis buahbuahan tropis yang banyak dihasilkan di Indonesia. Pisang (Musa paradisiaca) dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi maupun dataran rendah, hal ini menyebabkan Indonesia menjadi salah satu Negara penghasil pisang terbesar di dunia karena beriklim tropis. Salah satu jenis pisang yang dapat dimanfaatkan adalah pisang kepok. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kulit pisang kepok (Musa acuminata Colla) memiliki kandungan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, dan tannin [1]. Pada tubuh manusia terdapat antioksidan enzimatik, namun seiring bertambahnya usia menyebabkan diperlukannya antioksidan tambahan dari luar, yang salah satunya memiliki manfaat untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh radikal bebas seperti hilangnya elastisitas jaringan kolagen dan otot sehingga membuat kulit menjadi keriput, terjadinya lipofuchsin atau bintik-bintik pigmen kecokltan pada kulit yang merupakan timbunan sisa pembakaran dalam sel [2]. Bentuk sediaan yang umum digunakan pada kulit adalah krim. Krim merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi kental yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%, sediaan ini ditujukan untuk pemakaian luar [3]. Krim memiliki 2 tipe, yaitu tipe minyak dalam air (O/W) dan tipe air dalam minyak (W/O). Kelebihan krim yaitu mudah menyebar merata, mudah dalam pengaplikasiannya, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, tidak lengket terutama pada sediaan krim minyak dala air, pada time air dalam minyak memberikan rasa dingin [4]. Pemilihan basis krim yang baik mempengaruhi hasil dari formula krim secara keseluruhan yang mengandung bahan aktif tertentu termasuk dari bahan alam. Berdasarkan hasil evaluasi fisik dan uji stabilitas fisik basis krim yang telah dilakukan,
Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 124 penggunaan emulgator kombinasi asam stearat 18% dan trietanolamin 2% memberikan hasil yang baik sebagai basis krim. Untuk itu dalam formulasi krim antioksidan ekstrak kulit pisang kepok ini dipilih basis krim dengan kombinasi emulgator tersebut. Untuk mengetahui berapa konsentrasi ekstrak yang optimal dan stabil secara fisik ketika diformulasikan ke dalam bentuk sediaan krim, maka dilakukanlah penelitian untuk membandingkan konsentrasi ektrak etanol kulit pisang kepok yaitu 1%, 0,1%, dan 0,01%. 2 Metode Penelitian 2.1 Penyiapan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) Kulit pisang kepok (Musa acuminata Colla) diperoleh di Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Kulit pisang kepok yang telah diperoleh kemudian dibersihkan dari pengotor dan dipotong kecilkecil, kemudian dikeringkan dengan bantuan alat oven, dan dihaluskan dengan bantuan alat blander. Simplisia kering yang telah didapat dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70%, lalu diuapkan pelarutnya dengan bantuan alat rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. 2.2 Formulasi Sediaan Krim Pembuatan sediaan krim dilakukan dengan memisahkan bahan menjadi 2 fase yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak terdiri dari asam stearate, setil alkohol, propil paraben, dan paraffin cair. Sedangkan fase air terdiri dari TEA, gliserin, metil paraben, propilen glikol dan aquades. Langkah awal dimasukkan fase minyak ke dalam cawan porselin kemudian dileburkan di atas penangas air. Pada wadah lain, fase air yaitu metil paraben dan TEA dilarutkan dalam aquadest dan dipanaskan hingga suhu 70°C. Dimasukkan fase air ke dalam mortir hangat dan ditambahkan fase minyak sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen. Setelah homogen, ditambahkan ekstrak kulit pisang kepok kemudian digerus kembali hingga basis dan ekstrak menjadi homogen. Krim dimasukkan ke dalam wadah. 2.3 Evaluasi Fisik Sediaan Krim 2.3.1 Organoleptis Pemeriksaan uji organoleptik meliputi bau, warna, dan bentuk sediaan krim. Uji Homogenitas Pengujian ini dilakukan dengan cara dioleskan sediaan krim pada kaca objek dan diamati apakah ada butiran-butiran kasar yang terdapat dalam sediaan krim atau terjadi pemisahan. 2.3.2 Uji pH Pengujian pH sediaan krim menggunakan bantuan alat pH meter yang sudah dikalibrasi terlebih dahulu, kemudian diukur pH sediaan. 2.3.3 Uji Viskositas Pengujian dilakukan dengan menggunakan viscometer Rheosys dengan kecepatan 10 rpm. 2.3.4 Uji Daya Sebar Pengujian ini dilakukan dengan menimbang 0.5 gram krim, lalu letakkan ditengah kaca transparan di atas kertas grafik kemudian kaca tersebut ditutup dengan kaca transparan lainnya, dibiarkan selama satu menit dengan penambahan beban tiap menit selama 5 menit dengan beban 50, 100, 150, dan 200 gram. 2.3.5 Uji Tipe Emulsi Penentuan tipe emulsi sediaan krim dilakukan dengan meletakkan sejumlah krim diatas kaca pengamatan, kemudian ditambahkan satu tetes metilen biru dan diaduk dengan bantuan batang pengaduk. Metilen biru yang tersebar merata pada krim menandakan bahwa sediaan krim tersebut memiliki tipe emulsi m/a. 2.3.6 Uji Stabilitas Uji stabilitas dilakukan dengan metode cycling test. Krim disimpan pada suhu ±4°C selama 24 jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu ± 40°C selama 24 jam (1 siklus). Pengujian dilakukan selama 6 siklus, dimana tiap siklus diamati perubahan fisik krim meliputi organoleptik, homogenitas, pH, daya sebar. viskositas, dan uji tipe emulsi.
Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 125 2.4 Pengukuran Aktivitas Antioksidan 2.4.1 Pembuatan Larutan DPPH Bahan DPPH diambil sebanyak 2 mg, dilarutkan dengan etanol p.a sampai 50 ml, sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 40 ppm. 2.4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara 2 ml larutan DPPH 40 ppm ditambahkan 2 ml etanol p.a ke dalam tabung reaksi, dihomogenkan, dan diamati serapannya pada panjang gelombang 515-520 nm. Nilai absorbansi paling tinggi menunjukkan panjang gelombang maksimum. 2.4.3 Pembuatan Larutan Blanko Sejumlah 2 ml larutan DPPH 40 ppm dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah dibalut dengan aluminium foil, ditambahkan 2 ml etanol p.a kemudian dihomogenkan. 2.4.4 Pembuatan Larutan Induk Ekstrak Ekstrak ditimbang 25 mg, dilarutkan ke dalam 25 ml etanol p.a (1000 ppm). Kemudian dibuat larutan seri konsentrasi 15, 20, 25, 50, dan 100 ppm. Larutan induk dipipet sebanyak 0,375 ml ; 0,5 ml ; 0,625 ml ; 1,25 ml ; dan 2,5 ml kemudian ditambahkan etanol p.a hingga 10 ml. 2.4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim Ekstrak Timbang 25 mg dari masing-masing formula sediaan krim kemudian dilarutkan dalam 25 ml etanol p.a (1000 ppm). Dibuat seri konsentrasi 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm. Larutan induk dipipet sebanyak 1,25 ml; 2,5 ml; 3,75 ml; 5 ml; dan 6,25 ml kemudian ditambahkan etanol p.a hingga 10 ml. Dari masing-masing seri konsentrasi dipipet sebanyak 2 ml kemudian ditambahkan larutan DPPH sebanyak 2 ml. 2.4.6 Pengukuran Absorbansi Diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum. Setelah nilai absorbansi diperoleh, dihitung % inhibisi dan didapatkan % aktivitas penghambatan, kemudian dicari nilai IC50 dari persamaan regresi linier dengan persamaan y = ax + b, dimana y = 50 dan nilai x menunjukkan nilai IC50. 3 Hasil dan Pembahasan Formula krim yang dibuat terdiri dari tiga sediaan. Konsentrasi bahan tambahan dalam ketiga seiaan krim adalah sama dan yang membedakan adalah konsentrasi ekstrak yang digunakan. Berdasarkan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit pisang kepok diketahui bahwa konsentrasi tertinggi ekstrak dalam menghambat radikal bebas adalah pada konsentrasi 100 ppm. Mengacu pada hasil tersebut, peneliti membuat formula krim dengan memvariasikan konsentrasi ektsrak yaitu 10.000 ppm, 1.000 ppm, dan 100 ppm yang masing masing diberi label F1, F2, dan F3. Ketiga formulasi basis kemudian dilakukan uji stabilitas selama 6 siklus dengan menggunakan metode Cycling Test. Tiap satu siklus terdiri dari penyimpanan selama 24 jam pada suhu ±4°C dan dilanjutkan pada penyimpanan selama 24 jam pada suhu 40°C. Evaluasi sediaan krim dilakukan setiap satu siklus meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, pH, daya sebar, viskositas, dan uji tipe emulsi. Pengujian organoleptis dilakukan dengan tujuan melihat sifat fisik sediaan krim meliputi warna, bau, dan bentuk sediaan. Hasil uji organoleptis dan homogenitas selama 6 siklus dapat dilihat pada tabel 1, peningkatan konsentrasi ekstrak etanol kulit pisang kepok mempengaruhi warna dari sediaan krim tetapi tidak mempengaruhi bau,bentuk, dan homogenitas sediaan. Hasil pengamatan F1, F2, dan F3 tidak mengalami perubahan warna, bau, dan bentuk menunjukkan bahwa ketiga sediaan stabil selama masa penyimpanan Tabel 1. Uji Organoleptis Krim Formula Konsentrasi Ekstrak (ppm) Organoleptis 1 10.000 Coklat, bau khas bahan, semi padat 2 1.000 Putih kecoklatan, bau khas bahan, semi padat 3 100 Putih, bau khas baham, semi padat Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah krim yang dibuat tidak terdapat butiran kasar dan tidak mengalami pemisahan fase. Sediaan krim dapat dikatakan homogen apabila fase dalam krim tidak
Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 126 mengalami pemisahan fase dan bebas dari agregat kasar pada saat diuji di atas kaca. Pada pengujian homogenitas sebelum penyimpanan menunjukkan hasil dari ketiga sediaan krim yang homogen dan setelah masa penyimpanan selama 6 siklus, sediaan krim antioksidan ekstrak kulit pisang kepok masih tetap homogen (Tabel 2). Tabel 2. Uji Homogenitas Krim Formula Homogenitas Siklus 0 Siklus 6 1 Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen 2 3 Uji pH dilakukan pada ketiga formula selama 6 siklus. Berdasarkan pengukuran pH sediaan krim mengalami perubahan selama penyimpanan tetapi tidak terlalu berarti (Tabel 2). pH dari ketiga sediaan masih masuk dalam range pH kulit yang baik yaitu 4,5–6,5. Peningkatan konsentrasi ekstrak dalam sediaan krim membuat pH sediaan semakin basa dikarenakan ekstrak etanol bersifat sedikit basa. pH sediaan yang terlalu asam dapat menyebatkan iritasi kulit sedangkan pH sediaan krim yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit kering dan menjadi bersisik. Pengujian daya sebar sediaan krim dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa luas krim yang dibuat dapat menyebar. Hasil pengujian daya sebar ketiga sediaan krim menunjukkan daya sebar yang memenuhi persyaratan yaitu 5 – 7 cm [5]. Hasil pengujian daya sebar krim ekstrak kulit pisang kepok selama 6 siklus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan hubungan yang terbalik dengan hasil viskositas yang semakin lama waktu penyimpanan maka semakin mengalami penurunan. Ketiga formula sediaan mengalami peningkatan daya sebar tetapi nilai daya sebar masih masuk range daya sebar yang baik untuk sediaan selama masa penyimpanan 6 siklus seperti yang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 3. Uji pH Krim Formula pH Rata- Rata Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 1 6,55 6,43 6,50 6,38 6,36 6,36 6,43±0,08 2 6,36 6,38 6,35 6,37 6,36 6,35 6.36±0,02 3 6,25 6,22 6,28 6,24 6,32 6,30 6.27±0,04 Tabel 4. Uji Daya Sebar Krim Formula Daya Sebar (cm) Rata- Rata Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 1 5,65 5,57 5,60 5,65 5,80 5,83 5,68±0,11 2 5,46 5,43 5,45 5,55 5,60 5,63 5,52±0,08 3 5,25 5,36 5,40 5,45 5,50 5,55 5,42±0,11 Tabel 5. Uji Viskositas Sediaan Krim Formula Viskositas (cPs) Rata- Rata Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 1 4.563 4.904 4.649 4.572 4.536 4.353 4.596±179,99 2 5.014 5.459 5.723 5.122 4.796 4.718 5.139±388,40 3 7.632 6.691 6.147 6.934 5.604 5.083 6.349±927,78 Tabel 6. Uji Tipe Emulsi Formula Homogenitas Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 1 M/A M/A M/A M/A M/A M/A 2 M/A M/A M/A M/A M/A M/A 3 M/A M/A M/A M/A M/A M/A
Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 127 Tabel 7. Uji Aktivitas Antioksidan Ektsrak Konsentrasi (ppm) Absorbansi Inhibisi (%) IC50 (ppm) Kontrol Sampel 15 0,549 0,471 14,27 93,25 20 0,466 15,06 25 0,466 15,18 50 0,390 29,02 100 0,237 56,77 Tabel 8. Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim Ektsrak Etanol 70% Kulit Pisang Kepok Formula Konsentrasi (ppm) Absorbansi Inhibisi (%) IC50 (ppm) Kontrol Sampel F1 (10.000 ppm) 50 0,456 0,324 29,02 113,11 100 0,267 41,52 150 0,201 55,92 200 0,158 65,35 250 0,099 78,22 F2 (1.000 ppm) 50 0,355 0,319 10,05 705,87 100 0,298 15,96 150 0,273 23,19 200 0,260 26,85 250 0,246 30,70 F3 (100 ppm) 50 0,456 0,401 2,27 2289,70 100 0,446 4,02 150 0,434 4,82 200 0,401 11,99 250 0,400 12,13 Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sediaan krim. Viskositas dalam sediaan krim merupakan tahanan dari suatu sediaan untuk mengalir, semakin besar tahanannya maka viskositas juga semakin besar. Viskositas yang baik pada sediaan krim berkisar antara 2.000-50.000 cPs [6]. Berdasarkan hasil pengujian pada ketiga sediaan krim ekstrak kulit pisang kepok mengalami penurunan viskositas seiring bertambahnya waktu penyimpanan selama 6 siklus tetapi viskositas ketiga sediaan masih dalam rentang viskositas yang baik untuk sediaan krim. Perubahan viskositas dapat dipengaruhi beberapa hal seperti pencampuran, pengadukan, pemilihan emulgator dan proporsi fase terdispersi [7]. Uji tipe emulsi dilakukan pada ketiga formula sediaan selama masa penyimpanan 6 siklus. Tabel 6 menunjukkan bahwa selama masa penyimpanan, sediaan krim ekstrak kulit pisang kepok tidak mengalami perubahan tipe krim. Tipe krim menunjukkan sistem emulsi ketiga formula krim menunjukkan sistem emulsi minyak dalam air (M/A). Dari hasil penelitian dapat diperoleh hasil bahwa semakin besar konsentrasi sampel maka akan semakin kecil nilai absorbansi yang diperoleh sehingga mengakibatkan nilai persentase inhibisi akan semakin besar. Dapat dilihat pada tabel 7 bahwa ekstrak etanol 70% kulit pisang kepok memiliki nilai IC50 sebesar 93,25 ppm. Nilai IC50 yang diperoleh tersebut tergolong aktivitas antioksidan yang kuat. Berdasarkan standar nilai IC50 suatu sampel dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat apabila nilai IC50 berada di bawah 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 berada pada rentang 50-100 ppm, sedang apabila IC50 berada pada rentang 101-150 ppm, dan lemah jika nilai IC50 antara 151-200 ppm [8]. Pada sediaan krim ekstrak etanol kulit pisang kepok yang memiliki nilai antioksidan paling besar yaitu pada formula satu dengan konsentrasi ekstrak sebesar 1% dengan nilai IC50 sebesar 113,11 ppm (Tabel 8). Hal ini dikarenakan semakin besar konsentrasi ekstrak pada sediaan maka nilai aktivitas antioksidan semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh kadar ekstrak kulit pisang kepok yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula lainnya. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak pada sediaan maka nilai absorbansinya semakin kecil dan nilai persentasi inhibisinya akan semakin besar.
Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata Colla) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 128 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ketiga krim stabil secara fisik. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% kulit pisang kepok memiliki nilai IC50 93,25 ppm yang termasuk golongan antioksidan kuat. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak pada sediaan krim maka semakin besar aktivitas antioksidan yang terdapat pada sediaan. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] Hasma dan Winda. 2019. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit Pisang Kepok dengan Metode KLT. Jurnal Kesehatan Manarang. [2] Anies. 2009. Cepat Tua Akibat Radiasi. Jakarta:Elex Media Komputindo. [3] Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [4] Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa Ibrahim, F. Jakarta: UI Press. [5] Ulaen, S. P.J., Banne, Y. dan Suatan R. A. 2012. Pembuatan salep anti jerawat dari ekstrak rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(2). [6] Mailana, D., Nuryanti., Harwoko. 2016. Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanolik Daun Alpukat (Persea Americana Mill.) Acta Pharmaciea Indonesia, 4(2), 7-15. [7] Alfred, M., James, S., Arthur,C. 1993. Farmasi Fisik, Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetika Jilid III. Jakarta: UI Press. [8] Zuhra,C.F., Juliarti,B.T., dan Herlince,S., 2008, Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Daun Daun Katuk (Sauropus androgynus (L)Merr.), Jurnal Biologi Sumatra, 3(1), Departemen Kimia FMIPA-USU.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 129 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) sebagai Antijerawat Optimization of Cream Formula from Watermelon White Skin Extract (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) as an Antiacne Ni Made Mela Santi*, Nurul Fitriani, Hadi Kuncoro Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Kulit putih buah semangka merupakan bahan alam yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan dapat diolah kembali menjadi produk untuk perawatan kulit wajah seperti krim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terbaik dari basis krim yang selanjutnya akan digunakan dalam formulasi sediaan krim berbahan aktif kulit putih buah semangka. Optimasi dilakukan dengan uji evaluasi fisik sediaan krim seperti organoleptis, homogenitas, tipe krim, pH, daya sebar, viskositas dan uji stabilitas. Basis krim dibuat dalam 3 formula yang memiliki konsentrasi asam stearat yang berbeda yaitu 8%, 12%, dan 16% yang selanjutya ditambahkan 25% ekstrak kulit putih buah semangka. Evaluasi yang dilakukan pada ketiga formula memperoleh hasil basis krim memiliki warna putih, berbentuk semisolid, tidak berbau, homogen, tipe M/A, dan nilai pH, daya sebar dan viskositas yang telah memenuhi syarat. Kemudian uji stabilitas krim ekstrak kulit putih buah semangka dilakukan pada suhu ruang dan freeze thaw didapatkan krim berwarna kuning kecoklatan, berbau khas ekstrak, berbentuk semisolid, homogen, dan memiliki tipe M/A. Krim memiliki nilai pH, daya sebar, dan vikositas yang sesuai dengan syarat sediaan krim yang baik. Berdasarkan hasil evaluasi fisik pada optimasi basis krim dan uji stabilitas krim didapatkan bahwa asam stearat dengan konsentrasi 8% dan 25% ekstrak kulit putih buah semangka telah memenuhi kriteria pembuatan sediaan krim yang baik. Kata Kunci: Optimasi, Formula Krim, Kulit Putih Buah Semangka Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Sebagai Antijerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 130 Abstract The white skin of watermelon is a natural ingredient that has potential as an antibacterial and can be reprocessed into products for facial skin care such as creams. This research was conducted to determine the best concentration of cream base which will then be used in the formulation of cream preparations with the active ingredient of watermelon white skin. Optimization is done by testing the physical evaluation of cream preparations such as organoleptic, homogeneity, cream type, pH, spreadability, viscosity and stability tests. The cream base was made in 3 formulas with different concentrations of stearic acid, namely 8%, 12%, and 16% which was then added 25% watermelon white skin extract. The evaluation carried out on the three formulas obtained resulted that the cream base has a white color, semisolid form, odorless, homogeneous, type O/W, and the values of pH, spreadability and viscosity have met the requirements. Then the stability test of the watermelon white skin extract cream which was carried out at room temperature and freeze thaw, the cream was brownish yellow, had a characteristic smell of extract, semisolid, homogeneous, and an O/W type. The cream has a pH value, spreadability, and viscosity that are in accordance with the requirements of a good cream preparation. Based on the results of physical evaluation on the cream base optimization and the cream stability test, it was found that the stearic acid with a concentration of 8% and 25% watermelon white skin extract had met the criteria for making a good cream preparation. Keywords: Optimization, Cream Formula, Watermelon White Skin DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.631 1 Pendahuluan Jerawat merupakan suatu keadaan dimana pori-pori kulit tersumbat sehingga menimbulkan kantung nanah yang meradang [1]. Jerawat sering terjadi pada kulit wajah, leher dan punggung manusia baik pada laki-laki maupun perempuan. Jerawat paling sering menyerang remaja pada saat memasuki pubertas, tetapi juga bisa terjadi pada semua usia. Untuk pengobatan jerawat, digunakan antibiotik yang dapat membunuh bakteri penyebab jerawat, contohnya klindamisin, eritrosin, dan tetrasiklin. Namun obat sintetik ini jelas mempunyai efek samping berupa iritasi atau resistensi apabila digunakan dalam jangka panjang [2]. Oleh sebab itu, dibutuhkan alternatif lain dalam mengobati jerawat yaitu dengan menggunakan bahan alam yang diharapkan bisa meminimalkan efek samping dari penggunaan obat antibiotik yang tidak diinginkan. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit jerawat ini adalah kulit putih buah semangka yang dapat dibuat dalam bentuk sediaan topikal seperti krim. Kulit buah semangka memiliki beberapa senyawa aktif sebagai antibakteri diantaranya alkaloid, fenol, saponin, dan terpenoid. Terpenoid dengan kandungan likopen ini merupakan senyawa paling aktif terhadap antibakteri. Senyawa-senyawa tersebut berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri khususnya bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acnes [3]. Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi ke dalam bahan dasar yang sesuai [4]. Sediaan krim dipilih karena merupakan salah satu sediaan farmasi yang digunakan secara topikal untuk pengobatan berbagai penyakit kulit. Selain itu karena praktis penggunaan, mudah menyebar, tidak lengket seperti halnya salep atau sediaan farmasi lainnya dan dalam hal krim dari emulsi jenis minyak dalam air lebih mudah dibersihkan daripada kebanyakan salep. Suatu sediaan krim yang baik harus memenuhi syarat tertentu seperti memiliki kestabilan fisik yang memadai
Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Sebagai Antijerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 131 sehingga perlu dilakukan uji evaluasi sifat fisik dari sediaan krim tersebut. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, batang pengaduk, beaker glass (pyrex), blender (miyako), cawan porselin, gelas ukur (pyrex), hot plate (stuart), kaca arloji, kertas saring, lempeng kaca, mortir & stemper, object glass, penjepit tabung, pH meter (hanna), pipet tetes, pot krim, rotary evaporator, sendok tanduk, spatel logam, timbangan analitik (precisa), dan viscometer rheosys. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, asam stearat, etanol 96%, gliserin, kulit putih buah semangka, methylen blue, metil paraben, parafin cair, propil paraben, setil alkohol, dan trietanolamin. 2.2 Penyiapan Sampel Sampel kulit putih buah semangka yang telah dikumpulkan selanjutnya dirajang lalu dilakukan sortasi basah untuk memisahkan sampel dengan kotoran . Sampel dikeringkan dan dihaluskan untuk memudahkan proses ekstraksi. Simplisia yang telah siap lalu ditimbang untuk dilakukan proses ekstraksi. 2.3 Proses Ekstraksi Simplisia kulit putih buah semangka yang telah kering ditimbang sebanyak 340 gram dan di ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama 3x24 jam. Hasil maserasi yang didapatkan lalu disaring menggunakan kertas saring dan diperoleh filtrat hasil penyaringan berupa ekstrak etanol kulit putih buah semangka. Ekstrak tersebut selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan hasil yang didapatkan diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian ekstrak kental tersebut ditimbang dan dihitung nilai rendemennya. 2.4 Optimasi Basis Krim Tabel 1. Formula optimasi basis krim Bahan Konsentrasi (%) F1 F2 F3 Asam stearat 8 12 16 Trietanolamin 2 2 2 Setil alkohol 2 2 2 Parafin cair 2 2 2 Propil paraben 0,02 0,02 0,02 Metil paraben 0,18 0,18 0,18 Gliserin 10 10 10 Aquades Ad 100 Ad 100 Ad 100 Keterangan: F1=Formula basis ke-1 dengan konsentrasi asam stearat 8% F2=Formula basis ke-2 dengan konsentrasi asam stearat 12% F3=Formula basis ke-3 dengan konsentrasi asam stearat 16% Pembuatan formula optimasi basis krim dilakukan dengan cara asam stearat, setil alkohol, parafin cair, dan propil paraben dileburkan dalam cawan porselin (fase minyak), sedangkan trietanolamin, metil paraben, gliserin dan aquades (fase air) dileburkan dalam cawan porselin lainnya di atas penangas air. Panaskan terlebih dahulu mortir, lalu dimasukkan fase minyak kedalam mortir panas dan ditambahkan fase air kemudian digerus hingga homogen dan terbentuk basis krim. Setelah itu krim dimasukkan kedalam pot krim dan diberi tanda sesuai formula yang dibuat [5]. 2.5 Pembuatan Krim Tabel 2. Formula Krim Ekstrak Bahan Formula (%) Fungsi Ekstrak kulit putih semangka 25 Zat Aktif Asam stearat 8 Emulgator Trietanolamin 2 Emulgator Setil alkohol 2 Stiffening agent Parafin cair 2 Emolien Propil paraben 0,02 Pengawet Metil paraben 0,18 Pengawet Gliserin 10 Humektan Aquades Ad 100 Pelarut Keterangan : Ad = sampai Pembuatan formula krim dilakukan dengan cara asam stearat, setil alkohol, parafin cair, dan propil paraben dileburkan dalam cawan porselin (fase minyak), sedangkan trietanolamin, metil paraben, gliserin dan
Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Sebagai Antijerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 132 aquades (fase air) dileburkan dalam cawan porselin lainnya di atas penangas air. Panaskan terlebih dahulu mortir, lalu dimasukkan fase minyak kedalam mortir panas dan ditambahkan fase air selanjutnya digerus hingga homogen dan terbentuk basis krim. Kemudian ditambahkan ekstrak dan digerus kembali hingga terbentuk krim yang homogen. 2.6 Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan 2.6.1 Uji Organoleptis Uji organoleptis bertujuan untuk mengetahui penampilan fisik sediaan krim. Evaluasi organoleptis meliputi pengamatan secara visual perubahan-perubahan bentuk, bau, dan warna pada sediaan krim pada suhu kamar (25℃). 2.6.2 Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan cara sediaan krim ditimbang 0,1 g kemudian dioleskan secara merata dan tipis pada kaca obyek. Krim harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya bintik-bintik atau partikel kasar. 2.6.3 Uji Tipe Krim Pengujian tipe krim dilakukan dengan cara yaitu diletakkan sedikit krim diatas kaca objek lalu tambahkan 1 tetes methylen blue, aduk menggunakan batang pengaduk hingga tercampur. Jika methylen blue terdispersi merata artinya krim yang dibuat merupakan tipe M/A dan bila terbentuk butir-butir biru diatas kaca objek berarti tipe krim yang dibuat ialah tipe A/M. 2.6.4 Uji pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dimana pH meter dikalibrasi terlebih dahulu, lalu diletakkan pada krim kemudian dibaca hasilnya pada monitor. 2.6.5 Uji Daya Sebar Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara sebanyak 0,5 gram sediaan krim lalu diletakkan diatas kaca berukuran 20 x 20 cm. Selanjutnya ditutupi dengan kaca yang lain dengan ukuran yang sama dan diletakkan pemberat diatasnya hingga bobot mencapai 150 gram dan kemudian diukur diameter setelah didiamkan selama 1 menit . 2.6.6 Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan menggunakan viskometer rheosys dengan cara sebanyak 1 g sediaan krim diletakkan pada plat viskometer, setelah itu diatur nomor spindle dan kecepatan yang akan digunakan. 2.6.7 Uji Stabilitas Uji stabilitas dilakukan dengan metode cycling test (freeze-thaw test) yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi pemisahan fase pada suhu yang berbeda pada sediaan krim.Sediaan kim yang baik tidak menunjukkan adanya pemisahan fase. Sampel krim disimpan pada suhu 2-4°C, pada suhu kamar 16-25°C, dan pada suhu panas 40°C selama 24 jam. 3 Hasil dan Pembahasan Ekstrak kental dari hasil maserasi dan pemekatan dengan rotary evaporator yang diperoleh adalah sebanyak 88 g dengan nilai rendemen sebesar 25,88 %. Pada optimasi basis krim dilakukan evaluasi sifat fisik seperti uji organoleptis, homogenitas, tipe krim, pH, daya sebar dan viskositas. Pengujian organoleptis dimaksudkan untuk melihat tampilan fisik dari suatu sediaan menggunakan pengamatan visual atau secara langsung terhadap warna, bentuk, dan bau dari sediaan. Dari pengujian ini diperoleh sediaan krim yang berwarna putih, berbentuk semisolid, dan tidak berbau. Hasil yang didapatkan pada basis krim menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam stearat maka semakin kental krim yang diperoleh. Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah semua bahan yang digunakan dapat tercampur dengan baik yaitu sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat butiran kasar. Krim yang homogen mengindikasikan semua bahan yang digunakan tercampur sempurna [6]. Standar homogenitas ditunjukan dengan tidak adanya butiran kasar dan warna yang merata pada sediaan. Homogenitas dari ketiga formula terlihat tidak terdapat butiran kasar dan warna yang sama sehingga diperoleh krim yang homogen.
Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Sebagai Antijerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 133 Uji tipe krim untuk mengetahui tipe krim yang sebenarnya. Dari pengujian yang dilakukan ketiga formula termasuk dalam tipe krim minyak dalam air (M/A) ditunjukkan dengan warna biru yang merata. Hal ini dikarenakan sifat dari methylen blue yang dapat larut dalam air dan tidak larut dalam minyak [6]. Selain itu, tipe krim juga dapat diketahui dari persentase fase minyak dan fase air yang digunakan, jika persentase bahan yang masuk dalam fase air lebih banyak dari fase minyak, maka sediaan krim yang dihasilkan memiliki tipe minyak dalam air (M/A) [7]. Tipe krim minyak dalam air memiliki tekstur yang lembut dan mudah menyebar sehingga memudahkan dalam aplikasinya. Sediaan krim yang baik adalah sediaan yang tidak menyebabkan iritasi pada kulit saat digunakan. Oleh karena itu dilakukan uji pH untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan krim. Pada pengujian pH dapat diketahui bahwa nilai yang dihasilkan dari ketiga formula memiliki rata-rata pada rentang 7,31-7,35 yang berarti sediaan krim yang dibuat aman karena masuk kedalam rentang pH sediaan topikal yaitu 4,5-8,0 [8]. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan dari sediaan krim yang diharapkan agar mudah dioleskan. Persyaratan viskositas yang baik pada sediaan krim adalah sebesar 2-50 Pa.s [9]. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini adalah nilai viskositas paling tinggi ada pada formula 3. Hal ini menunjukkan penambahan konsentrasi asam stearat yang lebih besar mempengaruhi tingginya nilai viskositas [7]. Tabel 3. Hasil Evaluasi Fisik Optimasi Basis Krim Evaluasi Organoleptis Konsentrasi F1 F2 F3 Warna Putih Putih Putih Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Bentuk Semisolid Semisolid Semisolid Homogenitas Homogen Homogen Homogen Tipe krim M/A M/A M/A pH 7,33 ± 0,009 7,34 ± 0,005 7,31 ± 0,012 Daya sebar (cm) 6,06 ± 0,10 5,96 ± 0,03 5,75 ± 0,08 Viskositas (Pa.s) 18,81 ± 0,97 27,22 ± 0,90 30,10 ± 0,61 Keterangan : F = Formula Daya sebar dengan konsistensi semisolid yang sangat nyaman dalam penggunaannya adalah daya sebar yang berkisar antara 5-7 cm. Dari hasil pengujian diperoleh ketiga formula memenuhi syarat tersebut. Daya sebar yang baik membuat kontak antara krim dan kulit menjadi lebih luas sehingga zat aktif lebih cepat terabsorbsi [10]. Dari hasil uji evaluasi sifat fisik pada optimasi basis yang telah dilakukan maka diperoleh bahwa konsentrasi asam stearat sebanyak 8% yaitu pada formula 1 telah memenuhi persyaratan untuk membuat krim yang baik. Selanjutnaya dibuat krim sebanyak 3 replikasi dengan menggunakan formula 1 di tambahkan ekstrak kulit putih buah semangka sebanyak 25% lalu diuji kembali stabilitas dari sediaan krim tersebut. Uji stabilitas dilakukan pada suhu ruang selama 2 minggu dan freeze thaw sebanyak 6 siklus dengan uji evaluasi fisik setiap siklus yaitu uji organoleptis, homogenitas, tipe krim, pH, daya sebar, dan viskositas. Untuk uji organoleptis pada suhu ruang diperoleh sediaan krim dengan warna kuning kecoklatan, berbentuk semisolid, dan bau khas ekstrak kulit putih semangka. Kemudian pada uji freeze thaw selama 6 siklus diperoleh bahwa tidak terjadi perubahan pada warna, bau maupun bentuk dari sediaan. Dari hasil pengamatan uji homogenitas pada sediaan di suhu ruang dan uji freeze thaw menunjukkan susunan yang homogen. Uji tipe krim pada suhu ruang dan freeze thaw menunjukkan bahwa ketiga replikasi sediaan krim termasuk kedalam tipe minyak dalam air dan tidak terjadi perubahan terhadap tipe krim dari siklus 1 sampai dengan siklus 6. Pada pengamatan uji pH diperoleh hasil bahwa formula krim untuk suhu ruang menunjukkan bahwa sediaan memiliki rentang pH antara 5,98-6,09 sedangkan untuk freeze thaw dari hari pertama penyimpanan sampai siklus ke-6 menunjukkan pH sediaan yang berada pada rentang 6,03-6,10 dimana pH tersebut relatif stabil dan memenuhi syarat pH sediaan krim yang baik sesuai dengan pH kulit yaitu sekitar 4,5-6,5 [11].
Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Sebagai Antijerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 134 Tabel 4. Hasil Evauasi pH Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka Kondisi Penyimpanan Siklus pH Suhu ruang 0 minggu 5,98 ± 0,01 1 minggu 6,04 ± 0,02 2 minggu 6,09 ± 0,02 Suhu 4℃ dan 40℃ 0 6,10 ± 0,06 1 6,05 ± 0,03 2 6,10 ± 0,004 3 6,04 ± 0,04 4 6,06 ± 0,04 5 6,05 ± 0,04 6 6,03 ± 0,02 Hasil uji daya sebar didapatkan bahwa sediaan krim sebelum dan sesudah stabilitas memiliki daya sebar yang baik dan memenuhi persyaratan diameter daya sebar krim yang baik yaitu berkisar antara 5,25-5,40 cm pada suhu ruang sedangkan untuk freeze thaw dari hari pertama penyimpanan sampai siklus 6 menunjukkan nilai daya sebar berkisar antara 5,34-5,43 cm. Kemampuan sebaran yang baik ketika diaplikasikan ke kulit dapat membantu sediaan dalam meratakan zat aktif agar memaksimalkan efektivitasnya serta dapat diabsorbsi dengan cepat oleh kulit [12]. Tabel 5. Hasil Evaluasi Daya Sebar Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka Kondisi Penyimpanan Siklus Daya Sebar Suhu ruang 0 minggu 5,25 ± 0,17 1 minggu 5,33 ± 0,20 2 minggu 5,40 ± 0,16 Suhu 4℃ dan 40℃ 0 5,34 ± 0,08 1 5,41 ± 0,10 2 5,41 ± 0,04 3 5,42 ± 0,04 4 5,42 ± 0,02 5 5,42 ± 0,04 6 5,43 ± 0,01 Tabel 6. Hasil Evauasi Viskositas Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka Kondisi Penyimpanan Siklus Viskositas Suhu ruang 0 minggu 9,55 ± 1,51 1 minggu 8,92 ± 0,87 2 minggu 8,89 ± 1,41 Suhu 4℃ dan 40℃ 0 9,07 ± 0,49 1 7,73 ± 0,30 2 7,67 ± 0,18 3 7,10 ± 1,05 4 7,008 ± 0,49 5 6,84 ± 0,98 6 6,84 ± 1,76 Dari hasil uji viskositas yang dilakukan didapatkan hasil bahwa sediaan krim memiliki nilai viskositas yang memenuhi syarat viskositas sediaan krim, dimana pada suhu ruang berkisar antara 8,89-9,55 Pa.s dan pada uji freeze thaw berkisar antara 6,84-9,07 Pa.s. 4 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa asam stearat dengan konsentrasi 8% telah memenuhi kriteria pembuatan sediaan basis krim yang baik dan sediaan krim yang dibuat dengan formula konsentrasi asam stearat 8% ditambahkan 25 % ekstrak kulit putih buah semangka tersebut telah memenuhi peryaratan sediaan krim yang baik. 5 Kontribusi Penulis Ni Made Mela Santi : Melakukan pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Nurul Fitriani dan Hadi Kuncoro : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Antika, Rindi Novitri., Nuraini, Nita., dan Mukaromah, Ervina. 2020. Peningkatan Pemahaman Remaja Tentang Bakteri Propionibacterium acnes Bagi Kesehatan Kulit. Jurnal Pengabdian Kepada Mayarakat, Vol. 4, No. 3. [2] Wardani, Alvi Kusuma., Fitriana, Yuli., dan Malfadinata, Sugandi. 2020. Uji Aktivitas Antibakteri Jerawat Staphylococcus epidermidis Menggunakan Ekstrak Daun Ashitaba (Angelica keiskei). Jurnal Ilmu Kefarmasian, Vol.1, No. 1. [3] Okafor, C., et al. 2015. Quantitative and Qualitative Analysis of The Ethanolic Extract of Watermelon Peels. International Journal of Development Research, Vol. 5, Issue 06, pp. 4686-4688. [4] Lumentut, Natalia., Edy, Hosea Jaya., dan Rumondor, Erladys Melindah. 2020. Formulasii dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang Goroho (Musa
Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Putih Buah Semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Sebagai Antijerawat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 135 acuminafe L.) Konsentrasi 12,5% Sebagai Tabir Surya). Jurnal MIPA 9 (2), 42-46. [5] Hamka, Zulfahmi., dan Hardiyanty, St. Ratih. 2021. Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Krim Minyak Nilam (Pogestemon cablin, Benth) Terhadap Propionibacterium acnes. Jurnal Kesehatan Yamasi Makassar, Vol. 5, No.1. [6] Hasani, Rifa Hikmah., Nawangsari, Desy., dan Febrina, Dina. 2021. Formulasi Sediaan Krim Body Scrub Biji Salak Pondoh dengan Emulgator Span 80 dan Tween 80. Jurnal Dunia Farmasi, Vol. 6, No. 1. [7] Mudhana, Aditya Rahma., dan Pujiastuti, Anasthasia. 2021. Pengaruh Trietanolamin dan Asam Stearat Terhadap Mutu Fisik dan Stabilitas Mekanik Krim Sari Buah Tomat. Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product, Vol. 4, No. 2. [8] Malik, Fadhliyah., dkk. 2020. Formulasi Sediaan Krim Body Scrub dari Ekstrak Etanol Daun Singkong (Manihot esculenta) Sebagai Antioksidan. Journal of Vocational Health Studies. [9] Baskara, Ida Bagus Bas., Suhendra, Lutfi., dan Wrasiati, Luh Putu. 2020. Pengaruh Suhu Pencampuran dan Lama Pengadukan Terhadap Karakteristik Sediaan Krim. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, Vol. 8, No. 2. [10] Mulyani, Evi., Suryadini, Halida., dan Rahmadina, Rizka. 2022. Formulasi Sediaan Krim Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Rambusa (Passiflora foetida L). Jurnal Surya Medika, Vol. 7, No. 2. [11] Leny,dkk. 2021. Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Body Scrub Labu Kuning (Cucurbita moschata). Majalah Farmasetika, 6 (4) 2021, 375-385. [12] Wahyuni, Fiesta Eka., Rochmah, Nikmah Nuur., dan Nugroho, Ikhwan Dwi Wahyu. 2022. Aktivitas Antibakteri Sediaan Krim Kombinasi Ekstrak Kulit Batang Mangrove (Avicennia marina) dan Minyak Atsiri Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Journal of Pharmacy, Vol. 3, No. 2.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 136 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri Penyebab Jerawat dari Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Aktivitas Antibakteri Penyebab Jerawat Dari Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Nur Aini*, Maria Almeida, Angga Cipta Narsa Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Jerawat merupakan masalah umum yang terjadi pada populasi manusia di dunia yang disebabkan oleh bakteri penyebab jerawat seperti Propionibacterium acne. Pemanfaatan limbah dari bahan alam seperti daun kelapa sawit yang memiliki kandungan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga dapat mengatasi masalah jerawat yang terjadi kebanyakan remaja di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen, kandungan metabolit sekunder dan aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne dari ekstrak n-butanol, etil asetat dan n-heksana daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan menggunakan metode difusi sumuran. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak n-butanol memiliki nilai rendemen tertinggi sebesar 7,5% dibandingkan nilai rendemen ekstrak etil asetat dan n-heksana sebesar 4,29% dan 2,11%. Ekstrak n-butanol mengandung tiga senyawa metabolit sekunder berupa senyawa flavonoid, fenol dan steroid sedangkan ekstrak etil asetat dan n-heksana hanya mengandung senyawa steroid. Aktivitas antibakteri ketiga ekstrak tersebut tidak menunjukkan kemampuan daya hambat terhadap Propionibacterium acne. Kata Kunci: Elaeis guineensis Jacq., antibakteri, jerawat, metode difusi sumuran Abstract Acne is a common problem that occurs in the human population in the world caused by acne-causing bacteria such as Propionibacterium acnes. Utilization of waste from natural materials such as oil palm leaves that contain compounds that can inhibit the growth of bacteria can overcome the problem of acne in most teenagers in Indonesia. This study aimed to determine the effect of solvents type on yield, Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri Penyebab Jerawat dari Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 137 secondary metabolite content, and antibacterial activity against Propionibacterium acne from extracts of n-butanol, ethyl acetate, and n-hexane of oil palm leaves (Elaeis guineensis Jacq.) using the well diffusion method. The results showed that the n-butanol extract had the highest yield value of 7.5%, whereas the yield of ethyl acetate and n-hexane extracts of 4.29% and 2.11%, respectively. The nbutanol extract contains three secondary metabolites in the form of flavonoid, phenol, and steroid compounds, whereas ethyl acetate and n-hexane extract only contain steroid compounds. The antibacterial activity of the three extracts did not show the ability to inhibit Propionibacterium acne. Keywords: Elaeis guineensis Jacq., antibacterial, acne, well diffusion method DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.632 1 Pendahuluan Jerawat merupakan gangguan inflamasi primer yang melibatkan unit pilosebaceous. Di Indonesia, usia remaja memiliki pravelensi tertinggi menderita jerawat akan mempengaruhi kehidupan sosial penderita. Jerawat akan mempengaruhi psikis bn yang memiliki resiko besar terhadap sikap dan sifat penderita berupa tingkat kecemasan yang tinggi, rasa kurang percaya diri dan depresi dibandingkan dengan mereka yang tidak berjerawat [1], [2]. Salah satu penyebab timbulnya jerawat karena adanya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne yang tidak terkendali. Propionibacterium acne merupakan bakteri gram positif nonmotil, berbentuk filament bercabang bersifat peliomorfisme, anaerobic dan berproliferase pada lingkungan yang banyak mengandung lemak. Proliferasi berlebih Propionibacterium acnes akan menghidrolisis trigliserida sebum sehingga menghasilkan asam lemak bebas yang dapat meningkatkan pembentukan komedo dan jerawat[3]. Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas terbesar di Indonesia dengan memproduksi minyak kelapa sawit. Di Pulau Kalimantan tercatat luas areal perkebunan sawit mencapai 5.588.075 Ha pada tahun 2018 dan diprediksi akan bertambah di tiap tahunnya. Dengan demikian akan semakin meningkat limbahlimbah kelapa sawit. Limbah-limbah kelapa sawit telah dimanfaatkan sebagai pakan dan pupuk namun ada pula sedikit informasi mengenai limbah kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan obat dari beberapa penelitian. Phin [4] telah melaporkan ekstrak metanol daun kelapa sawit secara kualitatif mengandung senyawa flavonoid, tanin, fenolik, saponin dan alkaloid yang dapat dimanfaatkan sebagai agen antibakteri baru. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka peneliti tertarik untuk melakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak nbutanol, etil asetat dan n-heksana daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan menggunakan metode difusi sumuran. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting, pisau, grinder, desikator, autoclave, rotary evaporator, timbangan digital, desikator, mikrometer sekrup, mikropipet, LAF (Laminal Air Flow), incubator, gelas kimia, dan Erlenmeyer. 2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun kelapa sawit, n-butanol, etil asetat, n-heksana, akuades, serbuk Mg, FeCl3, HCl pekat, kertas saring, dan bakteri Propionibacterium acne. 2.3 Penyiapan Sampel Daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diperoleh dari perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan Samarinda-Bontang Km 52,
Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri Penyebab Jerawat dari Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 138 Kalimantan Timur. Daun kelapa sawit dilakukan sortasi basah kemudian dicuci menggunakan air mengalir hingga bersih dari kotoran. Setelah dicuci, daun kelapa sawit dikeringkan dibawah sinar matahari. Daun kelapa sawit yang sudah kering dirajang kemudian di oven selama 4 jam pada suhu 50℃ untuk menghilangkan kandungan air dalam daun kelapa sawit. Simplisia daun kelapa sawit di haluskan menggunakan alat grinding hingga diperoleh serbuk daun kelapa sawit yang siap diekstraksi. 2.4 Ekstraksi Sampel Masing-masing sebanyak 500 mg simplisia daun kelapa sawit ditimbang kemudian diekstraksi menggunakan pelarut n-butanol, etil asetat dan n-heksana selama 2×24 jam setiap hari diaduk. Maserat sampel disaring kemudian di pekatkan menggunakan Rotary Evaporator pada suhu 50℃ dengan tekanan hingga diperoleh ekstrak pekat. Masing-masing ekstrak diuapkan kembali kedalam Dry Cabinet dan Desikator untuk memperoleh ekstrak yang siap dilakukan pengujian. 2.5 Identifikasi Metabolit Sekunder Identifikasi metabolit sekunder dilakukan dengan merekasikan sampel yang telah dilarutkan dengan masing-masing pelarutnya dengan pereaksi-pereaksi khas. Pada penelitian mengidentifikasi golongan metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, fenol, saponin, dan steroid/triterpenoid. 2.6 Sterilisasi Alat Alat-alat kaca yang digunakan dalam pengujian dicuci, dikeringkan dan dibungkus dengan kertas lalu disterilkan dalam autoclave pada suhu 121℃ selama 15 menit. 2.7 Pembuatan Media NA Media NA dibuat dengan menimbang 14 g serbuk NA kemudian dilarutkan dalam 500 mL aquades. Larutan tersebut dipanaskan diatas Hot Plate sampai larutan menjadi bening. Kemudian disterilisasi menggunakan Autoclave selama 15 menit pada suhu 121℃. Sehingga media NA siapkan digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri serta peremajaan bakteri. 2.8 Pembuatan Bakteri Uji dan Pembuatan Suspensi Bakteri Uji Pembuatan bakteri uji dilakukan dengan mengambil 3 ose bulat bakteri kemudian dioleskan diatas permukaan media NA yang sudah memadat di dalam tabung reaksi steril secara aseptis. Tabung reaksi berisi biakan bakteri diinkubasi selama 1×24 jam di dalam incubator. Kemudian pembuatan suspensi bakteri uji dengan memasukkan 3 ose bakteri yang telah dibiakkan kedalam tabung reaksi berisi 10 mL NaCl 0,9%. 2.9 Pengujian Aktivitas Antibakteri Suspense bakteri sebanyak 200 µL dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu dimasukkan 15 mL media NA steril kemudian dihomogenkan membentuk angka delapan, ditunggu hingga media memadat. Setelah media memadat, dibuat lubang sumuran menggunakan pencadang berdiameter 7 mm. Lubang tersebut diisi oleh masing-masing konsentrasi ekstrak 20%, 40% dan 60% sebanyak 20 µL. Sampel diinkubasi selama 1x24 jam didalam incubator. Kemudian diamati dan diukur diameter zona bunuh/zona hambat yang timbul setelah proses inkubasi menggunakan mikrometer sekrup. Selama pengerjaan pengujian antibakteri dilakukan secara aseptik. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Rendemen Ekstrak Rendemen adalah persentase hasil perolehan ekstrak terhadap jumlah simplisia sampel yang diperoleh dari metode ektraksi maserasi yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan pelarut n-butanol, etil asetat dan n-heksana. Ekstraksi secara maserasi dipilih karena memiliki keunggulan yaitu tidak perlu menggunakan peralatan yang rumit, mudah, dan ekonomis. Adapun kekurangan dari metode ini yaitu memiliki waktu ekstraksi yang lama dan membutuhkan pelarut yang lebih banyak[5].
Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri Penyebab Jerawat dari Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 139 Tabel 1. Rendemen Ekstrak Jenis Pelarut Berat Simplisia (g) Berat Ekstrak (g) Rendemen Ekstrak (%) N-Butanol 500 37,50 7,50 Etil Asetat 500 21,44 4,29 N-Heksana 500 10,56 2,11 Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ekstrak n-butanol daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) memiliki nilai rendemen terbesar yaitu 37,50% sedangkan ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana daun kelapa sawit masing-masing memiliki nilai rendemen sebesar 4,29% dan 2,11%. Perbedaan jumlah rendemen ketiga ekstrak dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan. Konstanta dielektrik, pelarut n-butanol memiliki nilai sebesar 12,5 sedangkan pelarut etil asetat dan n-heksana sebesar 6 dan 1,9. Nilai konstanta dielektrik, sejalan dengan tingkat kepolaran suatu pelarut dimana jika nilao konstanta dielektrik yang tinggi akan semakin polar sifat suatu pelarut sehingga dapat menarik lebih banyak senyawa di dalam proses maserasi [6]. 3.2 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa dalam ekstrak daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq,) dengan menggunakan pereaksi khas masingmasing uji. Dapat dilihat tabel 2 senyawa alkaloid, terpenoid, saponin tidak menunjukkan perubahan positif terhadap ketiga ekstrak. Hasil uji flavonoid menunjukkan bahwa dari ketiga ekstrak daun kelapa sawit hanya ekstrak butanol yang dilarutkan dalam air terdeteksi mengandung golongan senyawa flavonoid yang ditandai perubahan larutan setelah diberikan pereaksi menjadi larutan berwarna jingga. Reaksi reduksi yang menyebabkan perubahan warna larutan tersebut menjadi jingga karena penambahan serbuk Mg dan HCl pekat. HCl pekat diberikan untuk menghidrolisis O-glikosil yang ada dalam struktur flavonoid menjadi bentuk aglikonnya. Glikosil akan tergantikan oleh hidrogen dari asam serta tereduksi oleh magnesium sehingga menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavonol[7]. Hasil uji fenol menunjukkan bahwa dari ketiga ekstrak daun kelapa sawit hanya ekstrak butanol daun kelapa sawit yang dilarutkan dalam aquades menunjukkan reaksi positif berupa perubahan warna larutan menjadi hijau kehitaman. Perubahan warna larutan tersebut diakibatkan dari pembentukan kompleks antara golongan senyawa fenol dengan ion Fe3+ dari larutan FeCl3 10% yang diduga membentuk senyawa besi (III) heksa fenolat, senyawa kompleks[8]. Hasil uji steroid menunjukkan bahwa ketiga ekstrak daun kelapa sawit menunjukkan reaksi positif berupa larutan yang berubah menjadi warna hijau kebiruan. Perubahan warna larutan tersebut terjadi karena terbentuknya ikatan rangkap terkonjugasi pada steroid akibat reaksi oksidasisetelah penambahan pereaksi Lieberman-Burchard [9]. Tabel 2. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Kelapa Sawit No. Uji Senyawa Pereaksi Ekstrak NButanol1 NButanol2 Etil Asetat NHeksana 1. Alkaloid Dragendorff - - - - Wagner - - - - Mayer - - - - 2. Terpenoid LiebermanBurchard - - - - 3. Steroid LiebermanBurchard - + + + 4. Flavonoid Mg + HCl pekat + - - - 5. Saponin Air panas + HCl 2N - - - - 6. Fenol FeCl3 + - - - Keterangan: Data berupa data kualitatif (-) dan (+) dimana: (-) : Tidak terdapat atau tidak terdeteksi metabolit sekunder (+) : Terdapat atau terdeteksi metabolit sekunder 1 : Ekstrak n-butanol dilarutkan dengan aquades 2 : Ekstrak n-butanol dilarutkan dengan pelarut butanol 3.3 Aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri dari ekstrak n-butanol, ekstrak etil asetat dan ekstrak nheksana terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acne. Pada penelitian ini menggunakan metode difusi sumuran. Adanya aktivitas antibakteri ditandai dengan zona bunuh/hambat yang muncul setelah diinkubasi menggunakan incubator selama 24 jam. Zona bunuh/hambat diukur bagian horizontal, vertikal dan diagonal zona yang terbentuk menggunakan mikrometer sekrup sehingga didapatkan diameter zona bunuh/hambat. Diameter zona hambat inilah
Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri Penyebab Jerawat dari Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 140 yang menjadi ukuran kekuatan aktivitas antibakteri sampel yang akan diuji. Berdasarkan Gambar 1, ekstrak n-butanol daun kelapa sawit menunjukkan zona bening di semua konsentrasi uji 20%, 40% dan 60% sebesar 2,31; 1,97; dan 1,27 mm. Namun pada kontrol negatif berupa pelarut n-butanol juga menunjukkan zona bening. Hal ini menunjukkan zona bening yang diperoleh dari ekstrak n-butanol daun kelapa sawit merupakan pengaruh dari kontrol negatif sehingga tidak dianggap memiliki aktivitas antibakteri. Dapat dilihat dari Gambar 2 dan Gambar 3, ekstrak etil asetat dan n-heksana daun kelapa sawit tidak memiliki zona bening yang menandakan bahwa kedua ekstrak tersebut tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne. Ketiga ekstrak daun kelapa sawit tersebut memiliki kandungan metabolit yang sama yaitu steroid. Secara mekanisme steroid sebagai agen antibakteri, steroid menurunkan integritas membran sehingga morfologi sel bakteri akan rapuh dan lisis akibat terjadinya interaksi antara membran fosfolipid sel yang bersifat permeabel terhadap steroid yang bersifat lipofilik [10]. Gambar 1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak N- Butanol Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Gambar 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Gambar 3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak N-Heksana Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri Penyebab Jerawat dari Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 141 Tabel 3. Hasil Pengukuran Diameter Zona Bening Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Bakteri Propionibacterium acne Menggunakan Metode Sumuran Perlakuan Konsentrasi Ekstrak (%) Replikasi (mm) Jumlah (mm) Rata-rata I II III (mm) Ekstrak N-Butanol 20 2.32 2.03 2.57 6.92 2.31 40 2.26 2.01 1.63 5.90 1.97 60 1.57 1.17 1.06 3.80 1.27 N-Butanol (K-) 2.54 2.22 2.50 7.26 2.42 Ekstrak Etil Asetat 20 0 0 0 0 0 40 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 Etil Asetat (K-) 0 0 0 0 0 Ekstrak N-Heksana 20 0 0 0 0 0 40 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 N-Heksana (K-) 0 0 0 0 0 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penrlitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Ekstrak n-butanol memiliki nilai rendemen tertinggi sebesar 7,5% dibandingkan nilai rendemen ekstrak etil asetat dan n-heksana sebesar 4,29% dan 2,11%. 2. Ekstrak n-butanol mengandung senyawa flavonoid, fenol dan steroid sedangkan ekstrak etil asetat dan n-heksana hanya mengandung senyawa steroid. 3. Eksrak n-butanol, etil asetat dan n-heksana daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] Madelina, W. dan Sulistyaningsih. 2018. Review: Resistensi Antibiotik Pada Terapi Pengobatan Jerawat. Farmaka, Vol. 16 (2): 105-117. [2] Zaenglein, A.L. 2018. Acne Vulgaris. The New England Journal Of Medicine, 1343-1352. [3] Misnadiarly dan Djajaningrat, H. 2014. Mikrobiologi Untuk Klinik Dan Laboratorium. Jakarta: Rineka Cipta. [4] Phin, Chong Khim et al. 2008. Phytochemical Constituents From Leaves Of Elaeis Guineensis And Their Antioxidant And Antimicrobial Activities. International Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences, Vol. 5 (4): 137- 140. [5] Rasul, M.G. 2018. Conventional Extraction Methods Use in Medicinal Plants, Their Advantages And Disadvantages. Internasional Journal Of Basic Sciences And Applied Computing, Vol. 2 (6): 10-14. [6] Egra, S., Mardhiana, Rofin, M., Adiwena, M., Jannah, N., Kuspradini, H., dan Mitsuniga, T. 2019. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bakau (Rhizophora mucronata) Dalam Menghambat Pertumbuhan Ralstonia Solanacearum Penyebab Penyakit Layu. Agrovigor, Vol. 12 (1): 26-31. [7] Marliana, S.D., Suryanti, V. dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia Dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) Dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi, Vol. 3 (1): 26-31. [8] Marliana, E. dan Saleh, C. 2011. Uji Fitokimia Dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Etanol, Fraksi n-Heksana, Etil Asetat Dan Metanol Dari Buah Labu Air (Ligenari siceraria (Molina) Standi). Jurnal Kimia Mulawarman, Vol. 8 (2): 63-69. [9] Ikalinus R., Widyastuti, S.K. dan Setiasih, N.L.K. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera). Indonesia Medicus Veterinus, Vol. 4 (1): 71-79. [10] Sogandi dan Nilasari, P. 2019. Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dan Potensinya Sebagai Inhibitor Karies Gigi. Jurnal Kefarmasian Indonesia, Vol. 9 (2): 73-81.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 142 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong Tahun 2020 Evaluation of Drug Use in Diabetes Mellitus Patients with Stroke Complications at Aji Muhammad Parikesit Hospital Tenggarong in 2020 Nuraisyah*, Adam M. Ramadhan, Dewi Maya Sari Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang akan menimbulkan aterosklerosis dan menghambat aliran darah ke otak akhirnya dapat menyebabkan kematiaan sel-sel otak dan mengakibatkan stroke. Hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer dan menyebabkan aterosklerosis. Penelitian dilakukan dengan mengamati data rekam medik pasien diabetes melitus dengan komplikasi stroke. Pengumpulan data berdasarkan rekam medis pasien lalu dianalisis berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan obat yang digunakan. Setelah dikelompokkan dan yang dihitung berdasarkan jumlah kasus dan dihitung presentasinya. Hasil penelitian menunjukkan pasien diabetes melitus dengan komplikasi stroke terbanyak yaitu perempuan 65% dengan rentang usia 46-55 tahun 45%. Presentase tertinggi dari status pendidikan yaitu SLTA sebesar 35% diikuti dengan status pekerjaan terbanyak yaitu pegawai swasta 45%. Penggunaan obat baik pemberian tunggal maupun kombinasi yang paling banyak digunakan yaitu obat antidiabetik parenteral, obat antidiabetik oral, obat antihipertensi, obat antiplatelet serta obat antitukak . Evaluasi rasionalitas penggunaan obat pasien yang memenuhi tepat indikasi 85%, tepat pasien 80%, tepat obat 100%, tepat dosis 95%, dan tepat cara pemberian 100%. Kejadian terapi tidak rasional masih ditemukan pada 6 orang pasien tersebar pada indikator tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis dan tepat cara pemberian. Kata Kunci: Diabetes Mellitus, Stroke, Evaluasi Penggunaan Obat Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong tahun 2020 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 143 Abstract Diabetes mellitus is able to thicken the walls of the blood vessels of the brain which will cause atherosclerosis and inhibit blood flow to the brain which can eventually lead to the death of brain cells and lead to stroke. Hyperglycemia causes damage to the walls of large blood vessels and peripheral blood vessels and causes atherosclerosis. The study was conducted by observing the medical records of patients with diabetes mellitus with stroke complications. Data collection is based on patient medical records and then analyzed based on age, gender, occupation, education and drugs used. After being grouped and calculated based on the number of cases and calculated the presentation. The results showed that diabetes mellitus patients with the most stroke complications were women 65% with an age range of 46-55 years 45%. The highest percentage of education status is high school at 35%, followed by the highest employment status, namely private employees at 45%. The most widely used drugs are parenteral antidiabetic drugs, oral antidiabetic drugs, antihypertensive drugs, antiplatelet drugs and antiulcer drugs. Evaluate the rationality of the use of drugs by patients who meet the correct indications for 85%, the patients 80%, the drugs 100%, the dosages 95%, and the method of administration 100% correct. Incidence of irrational therapy was still found in 6 patients scattered on the right indication indicators, right patient, right drug, right dose and right route of administration. Keywords: Diabetes Mellitus, Stroke, Evaluation of Drug Use DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.633 1 Pendahuluan Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein. Gangguan ini disebabkan karena kekurangan sekresi insulin, penurunan sensitivitas aksi insulin atau keduanya. Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mengurangi terjadinya komplikasi penakit mikrovaskuler dan makrovaskuler, umemperbaiki gejala, mengurangi angka kematian dan memperbaiki taraf kualitas hidup [1]. Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya kerusakan neurologik karena gangguan akut pada aliran darah ke otak akibat terjadinya penyumbatan atau pendarahan pada stroke hemoragik [2]. Strok merupakan salah satu komplikasi yang muncul pada pasien diabetes mellitus. Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar yang akan menimbulkan aterosklerosis dan menghambat aliran darah ke otak yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematiaan sel-sel otak dan mengakibatkan stroke [3]. Selain itu, penyebab lain diabetes melitus menjadi stroke adalah adanya proses aterosklerosis. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer disamping itu juga akan meningkatkan agregat platelet dimana kedua proses tersebut dapat menyebabkan aterosklerosis. Hiperglikemia uga dapat meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan naiknya tekanan darah atau hipertensi dan berakibat terjadinya stroke [4] [5]. Tujuan dari penelitian ini antara lain, untuk mengetahui karakteristik profil pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap rumah sakit Parikesit Tenggarong , mengetahui gambaran pengobatan pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap rumah sakit Parikesit Tenggarong, serta evaluasi penggunaan obat pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong.
Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong tahun 2020 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 144 2 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan survei non eksperimental karena dalam penelitian tidak memberikan perlakuan lebih lanjut pada subjek uji. Penelitian dilakukan dengan mengamati data rekam medik pasien diabetes melitus dengan komplikasi stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong pada bulan Januari–Desember 2020. Besarnya sampel penelitian ini adalah total populasi yang memenuhi kriteria restriksi penelitian. Pengumpulan data berdasarkan rekam medis pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke dengan atau tanpa penyakit penyerta lainnya yang memuat nomer rekam medis pasien, umur, jenis kelamin, lama dirawat, dan obat yang digunakan untuk pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke Setelah dikelempokkan dan yang dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan obat tersebut dan dihitung presentasinya. Kriteria insklusi pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke, pernah dirawat inap di rumah sakit ,dan berusia ≥ 18 tahun. Kriteria eksklusi pengambilan sampel untuk penelitian ini yaitu pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap dan wanita hamil dan menyusui. Variabel bebas penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus dengan kompliksi stroke di unit rawat inap, sedang variabel terikat adalah lembar rekam medik pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Data Karakteristik Hasil dari survey penelitian di RSUD AM Parikesit Tenggarong pada tahun 2020 data yang memenuhi kriteria inklusi subyek penelitian sebanyak 20 sampel dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara purposive sampling. Sehingga didapat hasl sebagai berikut: Gambar 1. Karakteristik pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke berdasarkan jenis kelamin Distribusi pasien diabetes melitus dengan komplikasi stroke terbanyak sesuai hasi Tabel 1 yaitu pada perempuan (65%), rentang usia 46-55 tahun (45%), pendidikan terakhir Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) (35%), dan pada pekerjaan Karyawan Swasta (45%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien diabetes dengan komplikasi stroke terbanyak yaitu perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi, Amatiria dan Yamin (2014) yang menunjukkan pasien perempuan lebih banyak menderita diabetes melitus yaitu sebanyak 11 pasien dibandingkan pasien laki-laki yaitu sebanyak 8 pasien. Adanya peningkatan kejadian diabetes melitus pada perempuan dapat disebabkan oleh kecendrungan perempuan untuk mengalami stres [6]. Penelitian lain pada jurnal National Center for Health Statistic menyebutkan berdasarkan jenis kelamin pada individu yang terkena stroke pertama kali ditemukan ratarata kejadian stroke lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki [7]. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi khusus yang disebut Risk Factors Unique yaitu kondisi yang ditemukan pada wanita, seperti kehamilan dimana kondisi tersebut dinamakan diabetes gestasional yaitu kondisi yang disebabkan intoleransi glukosa pada saat hamil dimana kondisi diabetes melitus tersebut dapat menetap setelah melahirkan. 7 13 0 2 4 6 8 10 12 14 Laki-laki Perempuan Jumlah Jenis Kelamin