Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong tahun 2020 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 145 Gambar 2. Karakteristik pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke berdasarkan usia Pada kelompok kategori usia didapatkan hasil terbanyak pada usia 46 – 55 tahun paling banyak mengalami kasus diabetes melitus dengan komplikasi stroke. Hal ini tidak sesuai dengan hasil riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2007 yang menyatakan bahwa usia yang paling rawan adalah usia diatas 65 tahun dibandingkan di bawah usia 65 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena perubahan gaya hidup yang tidak sehat dari waktu ke waktu. Setelah usia 50 tahun arteri-arteri serebral kecil cenderung mengalami proses aterosklerosis. Penyempitan oleh plak aterosklerosis bisa mencakup 80-90 % lumen arteri. Aterosklerosis sendiri dapat menyebabkan diabetes melitus menjadi stroke. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer, selain itu dapat meningkatkan agregat platelet yang kedua proses tersebut dapat menyebabkan aterosklerosis. Gambar 3. Karakteristik pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke berdasarkan pendidikan Gambar 4. Karakteristik pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke berdasarkan pendidikan Untuk hasil penelitian pada kategori pendidikan tersebut dikaitkan dengan tingkat pengetahuan seseorang tentang informasi kesehatan yang didapat pun berkurang menyebabkan kurangnya kemampuan individu dalam mencapai kesehatan yang optimal. Pada kategot pekerjaan diperoleh paling banyak pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi stroke yaitu pegawai swasta. Hasil tersebut dikaitkan dengan rentannya seorag pegawai mengalami stres dalam mengatur pekerjaannya. Stres merupakan salah satu penyebaba terjadinya penyakit 3.2 Profil Penggunaan Obat Berdasarkan Tabel 2, hasil penelitian pola penggunaan obat diperoleh penggunaan obat secara kombinasi maupun tunggal. Penggunaan obat kombinasi terbanyak yaitu pengunaan obat antidiabetes oral ialah metformin dengan glimepirid sebanyak 15 %. Tingginya penggunaan golongan sulfonilurea ini disebabkan karena golngan obat sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diaetes, selain itu efek samping dari golongan obat ini umunya ringan dengan frekuensi yang rendah [8]. Kombinasi obat antidiabetes oral dengan insulin sebanyak 15 % dan penggunaan obat antidiabetes insulin sebanyak 5%. Kombinasi antara obat antidiabetes oral merupakan kombinasi yang tepat karena mempunyai cara kerja yang sinergis karena dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing. Selain kombinasi obat antidiabetes oral, pemakaian obat antidiabetes 0 0 1 1 2 9 5 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 5-11 tahun 12-16 tahun 17-25 tahun 25-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun >65 tahun Jumlah Usia 2 4 7 4 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 SD SMP SMA Sarjana Tidak diketahui Jumlah Tingkat Pendidikan 2 5 9 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 PNS IRT Karyawan Swasta Tidak diketahui Jumlah Pekerjaan
Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong tahun 2020 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 146 oral dengan insulin juga digunakan untuk pasien yang tidak berhasil ditangani dengan obat antidiabetes oral. Pemakaian obat antidiabetes oral dan insulin yang paling banyak digunakan adalah kombinasi antara metformin dan injeksi novorapid serta gliclazid dan injeksi novorapid dengan presentase sebesar 5%. Kombinasi ini diberikan jika sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Kombinasi beberapa obat antidiabetes insulin juga serng diberikan , pemakaian kombinasi obat tersebut yang sering digunakan adalah injeksi novorapid dan lantus sebesar 5%. Menurut Pharmacotherapy Review Program for Advanced Clinical Pharmasy, ACCP), penggunaan insulin diberikan jika kondisi pasien telah drop atau memiliki kadar glukosa darah yang tinggi. Banyaknya penggunaan injeksi novorapid disebabkan karena memiliki kerja yang cepat (rapid acting) serta dapat memberikan efek penurunan kadar glukosa postprandial yang lebih cepat dibandingkan insulin reguler. Tabel 1. Pola penggunaan obat pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi stroke Obat Jumlah Pasien (orang) Dosis Rute Presentase (%) Kombinasi Actrapid + Glimepirid + Metformin 1 3 × 12 IU 1 × 2 mg 3 × 500 mg SC PO PO 5 Metformin+ Glimepirid 3 3 × 500 mg 1 × 2 mg PO PO 15 Novorapid+ Metformin 1 3 × 4 IU 3 × 500 mg SC PO 5 Novorapid+ Lantus 3 3 × 4 IU 1 × 16 IU SC IV 15 Novorapid+ Gliclazid 1 3 × 4 IU 3 × 100 mg SC PO 5 Glimepirid+ Novorapid+ Lantus+ Metformin 1 1 × 2 mg 3 × 12 IU 1 × 12 IU 3 × 500 mg PO SC IV PO 5 Tunggal Actrapid 1 3 × 12 IU SC 5 Glikuidon 2 1 × 15 mg PO 10 Novorapid 4 3 × 4 IU SC 20 Levemir 1 1 × 10 IU IV 10 Glibenklamid 1 1 × 2,5 mg PO 10 Metformin 1 3 × 500 mg PO 5 Candesartan 4 1 × 8 mg PO 20 Losartan 1 1 × 100 mg PO 5 Amlodipine 3 1 × 5 mg PO 15 Diltiazem 1 3 × 30 mg PO 5 Aspirin 8 1 × 80 mg PO 40 Klopidogrel 1 1 × 75 mg PO 5 Simvastatin 4 1 × 10 mg PO 45 Ranitidine 11 50 × 2 mg IV 55 Pantoprasol 3 1 × 40 mg IV 15 Furosemide 6 1 × 20 mg IV 30 Pirasetam 1 2 × 3 g IV 5 Penggunaan obat tunggal pada pasien yang digunakan yaitu obat antihipertensi kelompok ARB candesartan (20%) dan kelompok CCB amlodipine (15%). Penggunaan obat kelompok ARB dan CCB lebih banyak digunakan dibandingkan ACEI dikarenakan efek samping ARB lebih rendah dibandingkan dengan antihipertensi yang lain seperti ACEI dengan efek samping batuk serta memiliki efektivitas yang hampir sama dengan ACEI [9]. Pemberin antihipertensi diberikan kepada pasien yang mengalami hipertensi tak terkontrol. Penggunaan antiplatelet aspirin (40%) juga penting untuk menurunkan resiko vakular terutama pada 24-48 jam saat serangan. Aspirin adalah agen antiplatelet yang paling umum digunakan karena mengurangi kejadian vaskular berulang 22% menjadi 13% dan resiko stroke berulang 15% dibanding placebo [10].
Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong tahun 2020 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 147 3.3 Evaluasi Penggunaan Obat Tabel 3. Evaluasi penggunaan obat pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke Indikator Jumlah Kejadian Presentase (%) Tepat Indikasi 17 85 Tepat Pasien 16 80 Tepat Obat 20 100 Tepat Dosis 19 95 Tepat Cara Pemberian 20 100 Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian terkait dengan evaluasi rasionalitas penggunaan obat untuk pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke. Didapatkan tepat indikasi sebesar (85%), terdapat tiga kejadian dikategorikan tidak tepat indikasi karena tidak sesuai dengan diagnosis yang dialami pasien, yaitu kadar gula darah sewaktu yang belum melebihi >200 mg/dl. Pada indikator tepat pasien sebesar (80%), terdapat empat kejadian dikategorikan tidak tepat pasien karena mengalami gangguan fungsi ginjal karena memiliki kadar ureum dan kreatinin yang melebihi batas normal (ureum 43 mg/dl dan kreatinin : 1,3 mg/dl untuk wanita dan 1,2 mg/dl untuk pria) yang tetap mendapatkan obat metformin dengan dosis normal. Menurut literature (Pharmacotherapy Review Program for Advanced Clinical Pharmasy, ACCP), metformin tidak boleh diberikan pada penderita gangguan ginjal sehingga pada pasien tersebut dikatakan tidak memenuhi kriteria ketepatan pasien. Pada indikator tepat obat didapatkan presentase ketepatan sebesar 100 % karena sudah sesuai dengan pilihan obat untuk pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke. Untuk indikator tepat dosis diperoleh hasil sebesar (95%) dinyatakan tepat dosis, sedangkan (5%) lainnya dinyatakan tidak tepat dosis. Berdasarkan pedoman JNC VII, terdapat satu pasien yang dinyatakan tidak tepat dosis yaitu diltiazem yang diberikan 3×30 mg belum mencukupi dosis harian. Dosis diltiazem harian sebagai antihipertensi 120-540 mg/hari dalam 2-3 dosis terbagi, direkomendasikan untuk meningkatkan dosis diltiazem menjadi 3×60 mg/hari. Pada indikator tepat cara pemberian didapatkan presentase ketepatannya sebesar 100%. Namun, aturan penggunaan obat (sebelum/sesudah makan) tidak tertera pada rekam medis sehingga tidak dapat dicantumkan dan dianalisis dalam ketepatan cara pemberian obat. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis maka, karakteristik pasien diabetes mellitus dengan komplikasi strok, diperoleh hasil : 1) Karakteristik pasien diabetes mellitus dengan kompliksi stroke berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan 13 pasien (65%) dibanding laki-laki yaitu 7 pasien (35%). Berdasarkan usia terbanyak yaitu pada usia 46-55 tahun sebanyak 9 pasien (45%). Karakteristik berdasarkan pendidikan terbanyak yaitu SLTA dengan 7 pasien (35%) dan untuk pekerjaan terbanyak yaitu pegawai swasta dengan 9 pasien (45%). 2) Penggunaan obat untuk pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke baik kombinasi maupun tunggal didominasi oleh penggunaan obat antidiabetik parenteral seperti injeksi novorapid, obat antidiabetik oral seperti glimepiride, obat antihipertensi, obat antiplatelet serta obat antitukak seperti ranitidine. 3) Dari jumlah total sampel 20 pasien, pasien yang memenuhi tepat indikasi yaitu 17 pasien (85%), tepat pasien 16 pasien (80%), tepat obat 20 pasien (100%), tepat dosis 19 pasien (95%), dan tepat cara pemberian sebanyak 20 pasien (100%). 5 Etik Keterangan layak etik pada penelitian dikeluarkan oleh Komite Etik Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No.23/KEPK-FFUNMUM/EC/EXE/04/2022 6 Kontribusi Penulis Nuraisyah: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip, Adam M. Ramadhan dan Dewi Maya Sari: pengaruh, pembimbing serta penyelarasan akhir manuskrip.
Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong tahun 2020 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 148 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] Triplet, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L. 2005. Diabetes Mellitus, dalam Pharmacotherapy A PathoPhysiologic Approach, Sixth Edition, edited by J.T. Dipiro, McGraw-Hill Companie, Inc., 1333-1363. [2] Wibowo, S., dan Gofir, A. 2001. Farmakoterapi dalam Neurologi, edisi 1. Jakarta: Salemba Medika, , 53-73. [3] Robert, H. Eckel et al, 2002, Pathogenesis of Atherosclerosis in Diabetes, http://arc.ahajournals.org/cgi/content/full/10 5/18/e138. [4] Gilroy, J. 2000. Basic Neurology 3rd ed. New York : McGraw-Hill. [5] Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. London: Mosby International Limited. [6] Kusumawati, I. 2015. Kepatuhan Menjalani Diet ditinjau dari Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Fakultas Psikologi. [7] Gofil, Abdul. 2009. Manajemen STROKE. Yogyakarta: pustaka cendekia press. [8] Handoko, T., dan Suharto B. 1995. Insulin Glukagon dan Antidiabetik Dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV, editor: Sulistia G. Ganiswara, Jakarta : Gaya Baru. Halaman 469, 471-472. [9] Aronow, W.S., Fleg, J.L., Pepine, C.J., Artinian, N.T., Bakris, G., Brown, A.S., et al. 2011. ACCF/AHA 2011 Expert Consensus Document on Hypertension in The Elderly. Journal of American Society of Hypertension, 5(4):259-352. [10] Gonya, G., Arrich, J., Wolzt, M., Huber, K., Verheugt, F.W., Gurbel, P.A., et al. 2014. Antiplatelet treatment for prevention of cerebrovascular events in patients with vascular diseases: A systematic review and meta-analysis, Stroke, 45:492-503.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 149 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Optimasi Metode MAE terhadap Kadar Polifenol dan Profil KLT dari Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale) Optimization of MAE Method on Polyphenol Levels and Profile of Red Ginger (Zingiber officinale) Rhizome Nursya’bani Bismar Nugraha*, Muhammad Faisal, Herman Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum kadar polifenol dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum rhizoma) yang diekstraksi menggunakan metode MAE dengan variabel: waktu (menit), rasio padat-cair (ml/g) dan power (watt) dengan optimasi RSM serta mengetahui profil kromatografi lapis tipis (KLT) pada rimpang jahe merah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang dilakukan dengan menimbang simplisia kering sebanyak 5 gram kemudian diekstraksi menggunakan metode MAE yang dipengaruhi oleh perbedaan variabel antara waktu ekstraksi selama 10, 15, dan 20 menit; rasio padat-cair 10, 15, dan 20 ml/g dan power 10, 30, dan 50 watt. Ekstrak yang diperoleh kemudian dilakukan pengamatan profil KLT, ditimbang rendemen dan dihitung kadar polifenol dengan spektrofotometer UV-Visibel. Hasil optimum dari nilai rendemen ekstrak adalah 9,2% g ekstrak/g sampel diperoleh dengan kondisi optimal menggunakan waktu ekstraksi 15 menit; rasio cair-padat 15 ml/g; power 30 watt dan diperoleh profil KLT dari rimpang jahe merah. Dari hasil tersebut menunjukkan proses ekstraksi untuk memperoleh respon rendemen dengan kondisi ekstraksi yang diprediksi sudah konsisten dan proses terpisahnya senyawa pada profil KLT. Kata Kunci: Zingiber officinale, Metode MAE, Polifenol, Rendemen, Kromatografi lapis tipis Abstract This study aims to determine the optimum conditions for polyphenol levels from red ginger (Zingiber officinale var. rubrum rhizoma) extracted using the MAE method with variables: time (minutes), solidliquid ratio (ml/g) and power (watts) with RSM optimization. and to know the profile of thin layer Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Optimasi Metode MAE terhadap Kadar Polifenol dan Profil KLT dari Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 150 chromatography (TLC) on red ginger rhizome. This research is a laboratory experimental study which was carried out by weighing 5 grams of dry simplicia then extracted using the MAE method which was influenced by the difference in variables between the extraction time of 10, 15, and 20 minutes; solidliquid ratios of 10, 15, and 20 ml/g and 10, 30, and 50 watts of power. The extract obtained was then observed for the TLC profile, the yield was weighed and the polyphenol content was calculated using a UV-Visible spectrophotometer. The optimum yield of the extract yield was 9.2% g extract/g sample obtained under optimal conditions using an extraction time of 15 minutes; liquid-solid ratio 15 ml/g; 30 watts of power and obtained TLC profile from red ginger rhizome. These results indicate that the extraction process to obtain a yield response with the predicted extraction conditions is consistent and the process of separating compounds on the TLC profile. Keywords: Zingiber officinale, MAE Method, Polyphenols, Yield, Thin layer chromatography DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.634 1 Pendahuluan Indonesia kaya akan berbagai macam tumbuhan obat yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, salah satu tumbuhan itu adalah Jahe [1]. Tumbuhan jahe adalah tumbuhan yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Tumbuhan ini banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan kosmetik, bahan rempah, tanaman hias, tanaman obat, bumbu masak, dan sebagainya [2]. Kandungan kimia atau metabolit sekunder dari jahe telah banyak diidentifikasi, seperti senyawa fenolik dan terpene. Senyawa dari golongan fenolik utamanya ada gingerol, paradol, dan shogaol, yang dapat menjelaskan beragamnya bioaktivitas jahe. Senyawasenyawa tersebut berperan dalam ditemukannya aktivitas biologis dalam beberapa tahun terakhir, seperti antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, dan antikanker [3]. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jahe memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antikanker, antiobesitas, antidiabetes, dll. Oleh sebab itu, perlu lebih banyak senyawa bioaktif dalam jahe diisolasi dan diidentifikasi dengan optimal, dan aktivitas biologis mereka dan mekanisme aksi terkait harus diselidiki lebih lanjut [3]. Sehingga diperlukan metode ekstraksi yang lebih efektif dan efisien untuk menarik senyawa-senyawa tersebut. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah microwave, oven, kuvet, mikropipet, spektrofotometer, vial, labu ukur, gelas ukur, pipet ukur, gelas kimia, batang pengaduk, spatel, sendok tanduk, timbangan analitik dan blender. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale var rubrum rhizome) yang diperoleh dari Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara, Propinsi Kalimantan Timur. Pelarut etanol 70%, asam galat, pereaksi Folin-Ciocalteau, toluene, etil asetat, FeCl3, H2SO4, aquadest dan plat KLT. 2.2 Prosedur Dilakukan penyiapan dan pembuatan sampel, rimpang jahe merah disortir dan dicuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan sampel. Setelah itu, sampel yang telah kering dihaluskan hingga berbentuk serbuk menggunakan blender sehingga didapatkan simplisia serbuk kering yang telah siap digunakan untuk proses ekstraksi. Dilakukan ektraksi sampel menggunakan metode MAE sebanyak 17 kali dengan variabel yang berbeda. Lima gram serbuk simplisia rimpang jahe merah dilarutkan dengan etanol dalam gelas kimia dengan rasio pelarut sebanyak 10, 15 dan 20 ml/g. Ekstraksi dilakukan selama 10, 15 dan
Optimasi Metode MAE terhadap Kadar Polifenol dan Profil KLT dari Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 151 20 menit dibawah level yang berbeda dengan daya gelombang mikro (10, 30 dan 50 watt). Kemudian, setelah selesai ekstraksi, larutan ekstrak dan residu dipisahkan dengan kertas saring, selanjutnya ekstrak dikeringkan dalam suhu ruang sehingga didapatkan ekstrak kental. Selanjutnya dilakukan perhitungan rendemen ekstrak rimpang jahe merah dan dilakukan pengujian profil KLT. 2.2.1 Perhitungan Rendemen Perhitungan rendemen dilakukan dengan cara ekstrak ditimbang, kemudian berat ekstrak dibagi berat sampel awal, lalu dikali 100%. Didapatkan nilai rendemen masing-masing running berupa % gram ekstrak/gram sampel. 2.2.2 Pengujian Profil KLT Pengujian Profil KLT dilakukan dengan cara dimasukkan 0,01 gram ekstrak ke dalam vial dan ditambahkan 1 ml pelarut awal. Dilakukan analisis pada pelat KLT dari garis awal (1 cm dari dasar KLT). Deteksi pelat KLT dipantau di bawah sinar lampu tampak dan UV pada panjang 254 nm dan 366 nm serta setelah disemprot pereaksi H2SO4. Eluen yang digunakan untuk jahe merah adalah toluene : etil asetat dengan perbandingan 7:3. 3 Hasil dan Pembahasan Metode ekstraksi konvensional sering melibatkan penggunaan lebih banyak pelarut, waktu yang dibutuhkan lebih lama, dan peningkatan risiko degradasi komponen yang tidak tahan panas. Metode ekstraksi MAE baik pelarut yang digunakan dan sampel disimpan dalam bejana ekstraksi tertutup di bawah kondisi suhu dan tekanan yang terkontrol. Bejana tertutup memungkinkan suhu pelarut naik di atas titik didihnya, yang mempersingkat waktu ekstraksi dan meningkatkan efisiensi ekstraksi [4]. MAE dapat dipengaruhi oleh banyak parameter termasuk waktu, suhu, rasio perbandingan pelarut, konsentrasi pelarut, dan tingkat daya gelombang mikro. Parameter ini dapat mempengaruhi hasil. Oleh karena itu, RSM adalah teknik yang efektif untuk mengoptimalkan parameter ekstraksi. RSM digunakan dalam merancang percobaan statistik, memodelkan parameter ekstraksi, dan memperoleh kondisi optimal dari proses ekstraksi [5]. Berdasarkan hasil perhitungan rendemen ekstrak rimpang jahe merah menunjukkan pengaruh waktu (menit), rasio padat-cair (ml/g), dan power (watt) memiliki pengaruh terhadap penarikan senyawa dalam suatu tanaman dalam hal ini nilai rendemen dari ekstrak rimpang jahe merah. Kadar rendemen semakin meningkat mengikuti nilai variabel waktu, rasio padat-cair, dan power. Pada tabel 1 merupakan nilai aktual dan prediksi dari kadar rendemen yang mana dapat dilihat bahwa antara nilai aktual dan prediksi memiliki selisih yang tidak berbeda jauh. Pada penelitian ini juga didapatkan verifikasi kondisi optimum yang direkomendasikan oleh Design Expert 11.0® dengan RSM-BoxBehnken Design. Kondisi optimum yang direkomendasikan program yaitu pada waktu 15 menit, rasio padat-cair 15 ml/g, dan daya gelombang mikro 30 watt. Diperoleh nilai aktual rendemen running 4 yaitu 9,2 %, jika dibandingkan dengan hasil prediksi maka nilai ini yang paling mendekati nilai prediksi dari program, hal ini berarti proses ekstraksi untuk memperoleh respon kadar rendemen dengan kondisi ekstraksi yang diprediksi program sudah konsisten [6]. Hasil pemisahan senyawa ekstrak rimpang jahe merah menggunakan KLT dengan eluen toluene : etil asetat (7:3) yang ditunjukkan pada tabel 2 menunjukkan terpisahnya senyawa yang ada pada ekstrak rimpang jahe merah.
Optimasi Metode MAE terhadap Kadar Polifenol dan Profil KLT dari Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 152 Gambar 1 Grafik perolehan rendemen menggunakan berbagai variabel Tabel 1. Hasil kadar rendemen yang diprediksi berdasarkan Desain Eksperimental Box-Behnken Run Order Actual Value Predicted Value Residual Standard Order 1 8,00 8,65 -0,6471 13 2 9,00 8,65 0,3529 16 3 11,20 11,62 -0,4221 12 4 9,20 8,65 0,5529 17 5 10,60 8,65 1,95 15 6 11,20 10,67 0,5279 11 7 14,00 8,65 5,35 14 8 12,60 12,27 0,3279 8 9 5,80 7,05 -1,25 1 10 6,40 5,67 0,7279 9 11 8,00 7,27 0,7279 6 12 6,80 9,30 -2,50 2 13 10,20 8,00 2,20 3 14 7,20 10,02 -2,82 7 15 3,60 6,62 -3,02 10 16 9,00 10,25 -1,25 4 17 4,20 5,02 -0,8221 5
Optimasi Metode MAE terhadap Kadar Polifenol dan Profil KLT dari Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 153 Tabel 2. Profil KLT ekstrak rimpang jahe merah menggunakan metode MAE Eluen Toluena : Etil Asetat (7:3) RUN Visual UV 254 nm UV 366 nm H2SO4 1,2,3 4,5,6 8,9,10 11,12,13 14,16
Optimasi Metode MAE terhadap Kadar Polifenol dan Profil KLT dari Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 154 Tabel 2. Profil KLT ekstrak rimpang jahe merah menggunakan metode MAE (Lanjutan) Eluen Toluena : Etil Asetat (7:3) RUN Visual UV 254 nm UV 366 nm H2SO4 17 7,15 4 Kesimpulan Berdasarkan peneitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ekstrak rimpang jahe merah pada kondisi optimum : 15 menit. 15 ml/g, power 30 watt menghasilkan rendemen sebesar 9,2 %. 2. Profil KLT ekstrak rimpang jahe merah menunjukkan adanya pemisahan senyawa. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] A. N. Kaban, Daniel, dan C. Saleh, “UJI FITOKIMIA, TOKSISITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI n-HEKSAN DAN ETIL ASETAT TERHADAP EKSTRAK JAHE MERAH (Zingiber officinale var. amarum.),” J. Kim. Mulawarman, vol. 14, no. 1, hal. 24–28, 2016. [2] Y. Sarangnga, Suaib, dan T. Wijayanto, “KARAKTERISASI MORFOLOGI TUMBUHAN JAHE-JAHEAN (Zingiberaceae) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KATANGANA TIWORO SELATAN Morphological Characterization of Gingers (Zingiberaceae) In the Area of Katangana River in South Tiworo,” Berk. Penelit. Agron., vol. 2, no. 2, hal. 87–93, 2013. [3] Q. Q. Mao et al., “Bioactive compounds and bioactivities of ginger (zingiber officinale roscoe),” Foods, vol. 8, no. 6, hal. 1–21, 2019. [4] T. S. Ballard, P. Mallikarjunan, K. Zhou, dan S. O’Keefe, “Microwave-assisted extraction of phenolic antioxidant compounds from peanut skins,” Food Chem., vol. 120, no. 4, hal. 1185– 1192, 2010. [5] O. R. Alara, N. H. Abdurahman, dan O. A. Olalere, “Optimization of microwave-assisted extraction of flavonoids and antioxidants from Vernonia amygdalina leaf using response surface methodology,” Food Bioprod. Process., vol. 107, hal. 36–48, 2018. [6] M. Y. Noordin, V. C. Venkatesh, S. Sharif, S. Elting, dan A. Abdullah, “Application of response surface methodology in describing the performance of coated carbide tools when turning AISI 1045 steel,” J. Mater. Process. Technol., vol. 145, no. 1, hal. 46–58, 2004.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 155 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Identifikasi Metabolit Sekunder dan Toksisitas Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica Linn.) Identification of Secondary Metabolites and Toxicity of Putri Malu Leaf Extract (Mimosa Pudica Linn.) Putri Purnamasari*, Dewi Rahmawati, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Daun putri malu (Mimosa pudica Linn.) merupakan salah satu tanaman yang jarang diketahui manfaatnya dan berkesan sebagai tanaman liar. Daun putri malu merupakan tanaman yang memiliki ciri khusus daun yang menutup dengan sendirinya saat disentuh dan akan kembali terbuka setelah beberapa lama. Putri malu biasa ditemui di pinggir jalan atau kebun atau di tempat-tempat terbuka. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dan toksisitas ekstrak daun putri malu (Mimosa Pudica Linn.). Dari pengujian kandungan metabolit sekunder diperoleh bahwa daun putri malu memiliki kandungan alkaloid, steroid, flavonoid, tannin dan saponin. Dan untuk pengujian toksisitas dari daun putri malu menggunakan metode BSLT (Brine Shrimpt Lethality Test) kemudian hasilnya dihitung menggunakan analisis probit diperoleh nilai LC50 sebesar 1789,781 ppm. Kata Kunci: Metabolit sekunder; toksisitas; daun putri malu; BSLT Abstract Putri malu Leaf (Mimosa pudica Linn.) is one of the plants that is rarely known for its benefits and is impressive as a wild plant. Putri malu Leaf is a plant that has a special feature of leaves that close by themselves when touched and will open again after a while. Putri malu Leaf is usually found on the side of the road or garden or in open places. The purpose of this study was to determine the content of secondary metabolites and the toxicity of the leaf extract of Putri malu (Mimosa Pudica Linn.). From testing the content of secondary metabolites, it was found that the leaves of Putri malu contain alkaloids, steroids, flavonoids, tannins and saponins. And for testing the toxicity of Putri malu Leaf Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Identifikasi Metabolit Sekunder dan Toksisitas Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica Linn.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 156 using the BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) method, then the results are calculated using probit analysis, the LC50 value is 1789,781 ppm. Keywords: Secondary metabolites; toxicity; putri mau leaf; BSLT DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.635 1 Pendahuluan Bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh masyarakat dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang sebagai obat tradisional. Sekitar 80% masyarakat negara berkembang masih mengandalkan obat tradisional dan 85% pengobatan tradisional menggunakan tumbuhtumbuhan [1]. Pengobatan secara tradisional sebagian besar menggunakan ramuan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan baik berupa akar, batang, biji, bunga, daun ataupun kulit kayu. Bagianbagian dari tumbuhan tersebut mengandung senyawa metabolit sekunder yang terdiri dari empat golongan utama, yaitu steroid, flavonoid, alkaloid dan terpenoid [2]. Senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh senyawa aktif terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas. Salah satu orgaisme yang sesuai untuk hewan uji adalah Artemia (udang laut) jenis Artemia salina. Keistimewaan Artemia yaitu memiliki kemampuan beradaptasi dan bertahan diri pada kisaran kadar air garam yang luas. Artemia salina Leach dapat dimanfaatkan sebagai hewan uji dalam penentuan ketoksikan suatu ekstrak tanaman atau senyawa yang diwujudkan sebagai racun. Metode ini dikenal dengan BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) [3]. Putri malu (Mimosa Pudica Linn.) merupakan salah satu contoh tumbuhan liar yang sering terancam keberadaannya karena dapat merugikan tanaman budidaya, sehingga masyarakat cenderung untuk memangkasnya dengan mengabaikan khasiatnya. Namun, sebagian besar masyarakat telah memanfaatkan tanaman putri malu dengan cara tumbuhan segar digiling hingga halus lalu ditempelkan pada bagian tubuh yang sakit, seperti luka, memar dan radang kulit bernanah [4][5]. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin meneliti kandungan senyawa metabolit sekunder dan toksisitas menggunakan metode BSLT dari daun putri malu. Selain itu, belum ada penelitian yang dilakukan untuk pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT pada daun putri malu. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, Rotary evaporator, toples kaca, tabung reaksi, Erlenmeyer, lampu pijar dan aerator. Dan bahan yang digunakan etanol 96%, pereaksi mayer, pereaksi dragendorf, pereaksi bouchardat,HCl pekat, FeCl3, aquadest, NaOH, telur udang, air laut dan ragi. 2.2 Ekstraksi Sampel Tumbuhan putri malu (Mimosa Pudica Linn.) diolah menjadi simplisia kering. Kemudian diekstraksi menggunakan etanol 96%, maserta yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator hingga terbentuk ekstrak pekat. Selanjutnya ekstrak diangin-anginkan hingga menjadi kental dan ditimbang berat ekstraknya. 2.3 Pengujian Metabolit Sekunder 2.3.1 Alkaloid Masing-masing ekstrak dilarutkan dalam pelarut etanol kemudian hasil yang diperoleh disaring untuk mendapatkan filtratnya. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian masing-masing 5 ml lalu ditambahkan dengan tabung pertama
Identifikasi Metabolit Sekunder dan Toksisitas Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica Linn.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 157 pereaksi Mayer terbentuk endapan menggumpal putih ataukuning yang larut dalam metanol. Tabung kedua pereaksi Dragendorf terbentuk endapan coklat jingga. Tabung ketiga pereaksi Bourchardat terbentuk endapan coklat hingga hitam. Positif Alkaloid apabila dua atau tiga bagian terdapat endapan yang dimaksud. 2.3.2 Sterid/Terpenoid Sebanyak 5 mL ekstrak yang dilarutkan dalam etanol ditambahkan dengan pereaksi Lieberman-Bouchard. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya terpenoid, dan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid. 2.3.3 Flavonoid Sebanyak 5 mL ekstrak yang dilarutkan dalam etanol kemudian ditambahkan serbuk Mg dan ditetesi HCl pekat 5 tetes. Bila hasilnya berwarna merah atau kuning atau jingga berarti positif mengandung flavonoid. 2.3.4 Tannin Sebanyak 5mL ekstrak yang dilarutkan dalam etanol ditambahkan dengan pereaksi FeCl3. Ekstrak yang mengandung Tannin akan berwarna biru atau hijau kehitaman. 2.3.5 Saponin Ekstrak etanol dari masing-masing sampel ditambahkan 10 ml air suling panas dan dilarutkan terlebih dahulu sambil dipanaskan dalam penangas air kemudian dikocok kuatkuat. Bila tidak terbentuk buih berarti negatif, namun bila tetap berbuih setelah didiamkan selama 10 menit kemudian ditambahkan HCl 2 N diperoleh buih tersebut tidak hilang, maka positif mengandung saponin. 2.4 Pengujian Toksisitas Sebanyak 1 gram telur udang (Artemia Salina Leach ) direndam didalam toples kaca yang berisi air laut sebanyak 1 L dibawah cahaya lampu pijar 40 atau 60 watt pada suhu kamar 25°C yang dilengkapi dengan aerator. Telur udang akan menetas selama 24 jam menjadi larva, setelah larva berumur 48 jam larva udang siap untuk diujikan. Dibuat larutan stok ekstrak daun putri malu (Mimosa Pudica Linn.) dengan menimbang100 mg dan dilarutkan dengan air laut sebanyak 100 ml. Dipipet kemudian dimasukkan kedalam botol vial masing-masing dibuat 5 seri konsentrasi 800, 700, 600, 500 dan 400 ppm serta dibuat 1 kontrol positif. Vial yang berisi ekstrak dengan masingmasing konsentrasi sebanyak 5 replikasi dimasukkan dengan 10 ekor larva udang (Artemia Salina Leach). Kemudian ke dalam vial dimasukkan 1 tetes ragi sebagai makanan bagi larva udang. Vial-vial tersebut didiamkan selama 24 jam, setelah 24 jam diamati jumlah larva yang mati dicatat dan hitung nilai LC50 dengan menggunakan perhitungan analisis probit. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengujian Metabolit Sekunder Ekstrak daun putri malu (Mimosa Pudica Linn.) yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dihasilkan rendemen ekstrak sebanyak 16,36%. Hasil uji kualitatif dari identifikasi metabolit sekunder ekstrak daun putri malu diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1. Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder No Uji Hasil 1 2 3 4 5 Alkaloid Steroid Flavonoid Tannin Saponin + + + + + Skrining fitokimia atau uji metabolit sekunder adalah metode analisis kandungan metabolit sekunder pada suatu bahan secara kualitatif. Analisis metabolit sekunder pada penelitian ini dilakukan terhadap daun putri malu (Mimosa Pudica Linn.) yang telah dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Pengujiannya metabolit sekunder dilakukan dengan cara menguji sedikit sampel dari ekstrak, lalu ditambahkan reagensesuai dengan senyawa yang akan di identifikasi. Senyawasenyawa yang diperiksa keberadaannya adalah alkaloid, steroid, flavonoid, tannin dan saponin. Hasil skrining metabolit sekunder seperti ditunjukan pada tabel 1 diperoleh bahwa pada ekstrak etanol daun putri malu positif
Identifikasi Metabolit Sekunder dan Toksisitas Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica Linn.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 158 mengandung metabolit sekunder yaitu alkaloid, steroid, flavonoid, tannin dan saponin. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa daun putri malu memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, tannin, polifenol, saponin dan fenolik [6]. Menurut Lakshmibai, daun dari tanaman putri malu mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, steroid, fenol, glikosida dan alkaloid [7]. 3.2 Pengujian Toksisitas Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach dengan menggunakan metode Brine Lethality Shrimp Test (BSLT) dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah pada uji sitotoksik. Korelasi antara uji toksisitas dengan uji sitotoksik adalah jika mortalitas terhadap Artemia salina Leach yang ditimbulkan memiliki harga LC50< 1000 μg/mL. Parameter yang untuk menunjukkan adanya aktivitas biologi pada suatu senyawa pada Arthemia salina Leach adalah kematiannya. Adapun range dari toksisitas BSLT yaitu : LC50 ≤ 30 ppm : Sangat toksik 31 ppm ≤ LC50 ≤ 1000 : Toksik LC50 > 1000 ppm : tidak toksik Hasil pengujian toksisitas dapat diketahui dari jumlah kematian larva Artemia salina Leach yang disebabkan adanya pengaruh dari pemberian ekstrak daun putri malu ( Mimosa pudica Linn. ) pada konsentrasi 400 ppm, 500 ppm, 600 ppm,700 ppm dan 800 ppm. Hal ini disebabkan karena adanya pengenceran akibat penambahan air laut 9 ml pada tabung reaksi. Tabel 2. Persen Kematian Larva Udang Artemia Salina Leach Konsentrasi Pengulangan I Pengulangan II Pengulangan III % Kematian 400 ppm 1 1 3 16,667 500 ppm 1 3 2 20 600 ppm 2 3 3 26,667 700 ppm 3 2 4 30 800 ppm 4 5 3 40 Kontrol Positif 0 0 0 0 Hasil Artemia Salina Leach yang mengalami kematian dengan penambahan ekstrak etanol daun putri malu yang telah dilakukan 3 kali pengulangan (triplikat) sehingga didapat persen kematian dari masingmasing konsentrasi. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun putri malu yang diberikan pada larva Artemia Salina Leach maka semakin tinggi pula persen larva kematian Artemia Salina Leach. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 3. Perhitungan LC50 menggunakan perhitungan probit Hasil Uji Hasil Perhitungan Konsentrasi (ppm) Log Konsentrasi (X) % Mati Probit (Y) X2 Y2 XY 400 ppm 2,602 16,667 4,0323 6,770 16,259 10,492 500 ppm 2,698 20 4,1684 7,279 17,375 11,246 600 ppm 2,778 26,667 4,3770 7,717 19,158 12,159 700 ppm 2,845 30 4,4756 8,094 20,030 12,733 800 ppm 2,903 40 4,7467 8,427 22,531 13,778 Jumlah 13,826 21,8 38,287 95,353 60,409 Berdasarkan hasil pengujian toksisitas daun putri malu diperoleh nilai LC50 sebesar 1789,78 ppm dengan menggunakan perhitungan probit dan dapat dikatakan memiliki nilai LC50 >1000 ppm. Ekstrak dikatakan bersifat toksik jika harga LC50 <1000 ppm, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun putri malu bersifat non toksik terhadap larva Artemia salina Leach sehingga diperkirakan tidak memiliki potensi sebagai antikanker. 4 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun putri malu adalah alkaloid, steroid, flavonoid, tannin dan saponin. Sedangkan, untuk uji toksisitas daun putri malu diperoleh nilai LC50 sebesar 1789,781 ppm. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
Identifikasi Metabolit Sekunder dan Toksisitas Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica Linn.) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 159 6 Daftar Pustaka [1] Gana, A.K. 2008. Effects of Organic and Ionorganic Fertilizer on Surgance Production. African Jurnal of General Agriculture Vol.4 No.1. [2] Mustapa, Kasmudin., Amalia Rizky dan Minarni Rama Jura. 2017. Pengaruh Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica Linn.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit (Mus musculus). Jurnal Akademika Kimia Vol. 6 No. 1. [3] Marlinda, Mira/. Meiske S. Sangi dan Audy D. Wuntu. 2012. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea Americana Mill.). Jurnal MIPA Unstrad Online Vol. 1 [4] Djauhariya, Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. [5] Suyatna N. 2009. Kearifan Tradisional Masyarakat Selamatkan Tumbuhan Obat. Jakarta: Pustaka Bunda. [6] Kaur. P, Kumar. N, Shivananda. T.N, & Kaur. G. (2011). Phytochemical Screening and Antimicrobial Activity of the Plant Extract of Mimosa Pudica L. Against Selected Microbes. Translam Institute of Pharmaceutical, Lovely Professional University, India. Journal of Medicinal Plants, Vol.5(22): 5356-5359. [7] Lakhsmibai R, Amirtham D, & Radhika S. (2015). Preliminary Phytochemical Analysis and Antioxidant Activities of Prosopis Juliflora and Mimosa Pudica Leaves. International Journal of Scientific Engineering and Technology Research Vol.04, Issue.30: 5766- 5770.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 160 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Evaluasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Peserta Vaksinasi di Puskesmas Teluk Dalam, Tenggarong Seberang Evaluation of Adverse Events Following Immunization in Vaccination Participants at Teluk Dalam Tenggarong Seberang Community Health Center Renaldi Adi Saputra*, Niken Indriyanti, Dewi Rahmawati Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan pada saat proses imunisasi. KIPI dari berbagai jenis vaksin memiliki efek yang beragam mulai dari yang ringan hingga berat. KIPI pada vaksin COVID-19 berpengaruh penting dalam penerimaan vaksin oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat KIPI vaksin COVID-19 pada masyarakat kecamatan tenggarong seberang. Desain penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode penelitian observasional secara retrospektif dengan menggunakan teknik purposive sampling. Subyek penelitian terdiri atas 102 orang masyarakat yang telah melakukan vaksinasi COVID-19 tahap 1 maupun tahap 2 di puskesmas Teluk Dalam kecamatan tenggarong seberang yang diseleksi hingga tersisa sebanyak 100 orang yang masuk kedalam kriteria inklusi. Hasil penelitian dari total jumlah responden yang ada pada Vaksinasi Dosis ke-1 melaporkan berbagai macam KIPI yang dialami oleh responden yaitu kehilangan nafsu makan (1,05 %), mengantuk (14,73 %), pusing (5,26 %), mual (3,15 %), demam (17,89 %), nyeri (26,31 %), myalgia (5,26 %), Lemas (1,05 %), kram otot (1,05 %), malaise (1,05 %), nyeri sendi (5,26 %), menggigil (1,05 %), sakit kepala (1,05 %), kebas (3,15 %), lapar (8,42 %), pembengkakan (3,15 %), serta kelelahan sebanyak (1,05 %). Pada dosis ke2 menunjukkan KIPI dengan persentase masing-masing yaitu kram otot (2,08 %), nyeri (12,50 %), demam (31,25 %), menggigil (2,08 %), myalgia (8,33 %), lemas (6,25 %), mengantuk (10,41 %), pusing (6,25 %), lapar (8,33 %), pembengkakan (6,25 %), kebas (2,08 %), kelelahan (2,08 %), serta nyeri sendi (2,08 %.). Dapat disimpulkan bahwa tingkat KIPI terbesar pada dosis ke-1 adalah nyeri (26,31 %) dan pada dosis ke-2 adalah demam sebesar (31,25 %). Kata Kunci: Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), COVID-19, Vaksinasi Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Evaluasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Peserta Vaksinasi di Puskesmas Teluk Dalam, Tenggarong Seberang 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 161 Abstract Adverse Events Following Immunization (AEFI) is an unexpected event during the immunization process. AEFIs from various types of vaccines have effects ranging from mild to severe. The AEFI on the COVID-19 vaccine has an important effect on vaccine acceptance by the public. This study aims to determine the AEFI level of the COVID-19 vaccine in the Tenggarong opposite sub-district community. The research design used was retrospective observational research using purposive sampling technique. The research subjects consisted of 102 people who had been vaccinated against COVID-19 stage 1 and stage 2 at the Teluk Dalam public health center, Tenggarong opposite sub-district, which were selected until there were 100 people remaining who entered the inclusion criteria. The results of the study of the total number of respondents who were in the 1st dose of vaccination reported various kinds of AEFIs experienced by respondents, namely loss of appetite (1.05%), drowsiness (14.73%), dizziness (5.26%), nausea (3.15%), fever (17.89%), pain (26.31%), myalgia (5.26%), weakness (1.05%), muscle cramps (1.05%), malaise ( 1.05% %), joint pain (5.26 %), chills (1.05% %), headache (1.05% %), numbness (3.15% %), hunger (8.42 %), swelling ( 3.15 %), and fatigue (1.05%). The second dose showed AEFI with respective percentages, namely muscle cramps (2.08%), pain (12.50%), fever (31.25%), chills (2.08%), myalgia (8, 33 %), weakness (6.25% %), drowsiness (10.41 %), dizziness (6.25% %), hunger (8.33 %), swelling (6.25% %), numbness (2.08% ), fatigue (2.08%), and joint pain (2.08%.). It can be concluded that the highest level of AEFI at the 1st dose was pain (26.31%) and at the 2nd dose was fever (31.25%). Keywords: Adverse events following immunization (AEFI), COVID-19, Vaccination DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.636 1 Pendahuluan Penelitian dan pengembangan mengenai vaksin COVID-19 telah dimulai sejak awal pandemi dengan harapan dapat mengakhiri pandemi tersebut. Di dunia saat ini terdapat empat milyar orang telah divaksin lengkap dimana hal itu sekitar 58% dari total populasi dunia dan juga setidaknya terdapat lima milyar orang telah mendapatkan vaksin dosis pertama. vaksin astrazeneca merupakan jenis vaksin yang paling banyak digunakan di dunia dengan jumlah total negara yang menggunakannya adalah sebanyak 179 negara diikuti oleh Pfizer dengan 159 negara, Moderna dengan 103, Sinopharm 94 negara, serta Sinovac pada 60 negara [1]. Indonesia sendiri menargetkan sekitar dua ratus juta target sasaran vaksinasi nasional, dari target tersebut saat ini telah tercapai seratus enam puluh enam juta penduduk telah melakukan vaksinasi ke-2 atau sekitar 80% dari target sasaran vaksinasi nasional dan juga sudah terdapat setidaknya seratus Sembilan puluh Sembilan orang telah mendapatkan minimal vaksinasi ke-1 [2]. Badan POM telah memberikan izin penggunaan darurat terhadap 10 jenis vaksin mulai dari Astrazeneca, Pfizer, Sinopharm, Moderna, Sinovac, Novavax, Sputnik-V, Janssen, Convidencia hingga Zifivax [3]. Penelitian yang dilakukan di Republik Ceko terhadap para tenaga Kesehatan menunjukkan timbulnya beberapa efek samping seperti nyeri di tempat suntikan, kelelahan, sakit kepala nyeri otot, hingga tidak enak badan yang dimana hal ini lebih banyak terjada pada orang dewasa dengan usia di bawah 43 tahun, hal ini selaras dengan temuan Food Drug Administration (FDA) dimana nyeri ditempat suntikan lebih banyak terjadi pada kelompok usia 55 tahun ketimbang kelompok usia diatas 55 tahun, begitu pula dengan nyeri otot, sakit kepala serta kelelahan lebih banyak terjadi pada kelompok usia yang lebih muda [4].
Evaluasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Peserta Vaksinasi di Puskesmas Teluk Dalam, Tenggarong Seberang 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 162 Penelitian yang dilakukan di Padang mengenai vaksin kejadian ikutan pasca imunisasi vaksin COVID19 menunjukkan beberapa efek seperti kemerahan, nyeri di tempat suntikkan, bengkak, kelelahan, sakit kepala dan juga demam yang dimana pada efek demam ini lebih banyak terjadi pada dosis ke-2 [5]. Kemudian juga penelitian yang dilakukan di Jember menunjukkan efek samping yang paling umum terjadi adalah nyeri di daerah suntikan yang diikuti dengan malaise yang terjadi paling umum kedua [6]. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebeleumnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara tingkat kejadian ikutan pasca imunisasi serta faktor yang mempengaruhinya. 2 Metode Penelitian 2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian observasional secara retrospektif dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan melakukan wawancara terhadap masyarakat yang melakukan vaksinasi di Puskesmas Teluk Dalam, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. 3 Hasil dan Pembahasan Karakteristik jenis kelamin dalam penelitian ini berdasarkan pada tabel 1 yaitu sebanyak 57% memiliki jenis kelamin pria dan 43 % sisanya merupakan perempuan. Pada pemberian vaksin dosis pertama laki-laki yang mengalami efek samping terdapat sebanyak 72,09% dimana pada Wanita menunjukkan hasil yang agak serupa yaitu sebesar 70,17%. Namun berbeda Pada pemberian dosis ke-2 vaksin, perempuan cenderung lebih banyak mengalami efek samping yaitu sebesar 40,35% ketimbang pria yang hanya 34,88% dari total responden yang ada. Jika berdasarkan kelompok usia, pada pemberian vaksin dosis pertama kelompok usia 18-24 tahun memiliki tingkat kejadian sebesar 77,27% dan merupakan tingkat kejadian yang tertinggi dibanding kelompok usia 25-44 tahun yang memiliki tingkat kejadian 72,46%, sedangkan kelompok usia 45-60 tahun memiliki tingkat kejadian terendah yaitu sebesar 44,44%. Kemudian pada pemberian vaksin dosis ke-2 juga kelompok usia 18-24 tahun masih memiliki tingkat kejadian tertinggi dengan nilai sebesar 59,09% yang berbeda cukup signifikan dengan kelompok usia 25-44 tahun yang hanya 31,88% dan pada kelompok usia 45-60 tahun masih menjadi yang terendah dengan 33,33%. Hal ini selaras dengan penilitian sebelumnya yang dilakukan oleh Urakawa dkk. mengenai vaksin Pfizer dimana perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi efek samping yang terjadi pada pemberian vaksin Pfizer dosis pertama, tetapi tingkat kejadiannya lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih muda dan juga pada dosis kedua lebih tinggi pada perempuan dan tingkat kejadianya lebih rendah pada kelompok usia yang lebih tua [7]. Tabel 1 Karakteristik Responden Variabel Karakteristik Persentase Jenis Kelamin Laki-Laki 57% Perempuan 43% Usia 18 - 24 tahun 22 % 25 - 44 tahun 69 % 45 – 60 tahun 9 % Jenis Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 38 % Wiraswasta 35 % Pelajar 6 % Karyawan 5 % Buruh 4 % Guru 3 % Pegawai Negeri 2 % Analis Kimia 1 % Pramusaji 1 % Pekerja Konstruksi 1 % Petani 1 % Tidak Bekerja 3 %
Evaluasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Peserta Vaksinasi di Puskesmas Teluk Dalam, Tenggarong Seberang 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 163 Gambar 1 Efek Samping vaksin Dosis I Gambar 2 Efek Samping Vaksin Dosis II Berdasarkan dari Gambar 1 pada pemberian vaksin dosis pertama efek samping terbanyak adalah nyeri di daerah suntikan dengan 26,31%, diikuti dengan demam 17,89% dan mengantuk 14,73%. Lalu pada Gambar 2 menunjukkan bahwa demam merupakan efek samping terbesar dengan nilai sebesar 31,25%, diikuti oleh Nyeri di daerah suntikan dengan 12,50% serta mengantuk dengan 10,41%. Pada pemberian vaksin dosis ke-1 nyeri di daerah suntikan merupakan efek samping terbanyak dengan jumlah sebesar 26,31% dari total semua efek samping, hal ini terjadi akibat adanya trauma pada jaringan di daerah suntikan akibat dari proses penyuntikan vaksin [8]. Efek samping seperti demam, sakit kepala, myalgia dan malaise pada vaksin berbasis mRNA yakni vaksin Pfizer dan moderna berkaitan dengan produksi sitokin yang berlebihan, hal ini berperan penting dalam potensiasi tahap awal respon imun interferon tipe I (IFN-I). [9]. Vaksin Pfizer telah mendapatkan izin pengunaan darurat oleh FDA sejak 11 desember 2020, sedangkan vaksin moderna mendapatkan izin 1.05% 14.73% 5.26% 3.15% 17.89% 26.31% 5.26% 1.05% 1.05% 1.05% 5.26% 1.05% 1.05% 3.15% 8.42% 3.15% 1.05% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% Persentase Efek Samping 2.08% 12.50% 31.25% 2.08% 8.33% 6.25% 10.41% 6.25% 8.33% 6.25% 2.08% 2.08% 2.08% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% Kram otot Nyeri di daerah suntikan Demam Menggigil Myalgia Lemas Mengantuk Pusing Lapar Pembengkakan Kebas Kelelahan Nyeri Sendi Persentase Efek Samping
Evaluasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Peserta Vaksinasi di Puskesmas Teluk Dalam, Tenggarong Seberang 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 164 sejak 18 desember 2020. Vaksin Pfizer bekerja dengan cara diformulasikan kedalam partikel lipid yang memungkinkan proses terjadinya pengiriman RNA ke dalam sel inang yang dapat memungkinkan terjadinya ekspersi antigen SARS-Cov-2 sehingga dapat memunculkan respon imun terhadap antigen S yang dapat melindungi dari virus COVID-19. Sedangkan Moderna merupakan vaksin berbasis mRNA yang memiliki nukleosida yang dimodifikasi dimana diformulasikan kedalam partikel lipid sehingga dapat memungkinkan pengiriman mRNA dengan nukleosida yang telah dimodifikasi ke dalam sel inang untuk memungkinkan terjadinya ekspresi antigen S dari SARS-Cov-2, vaksin tersebut memicu respon imun terhadap antigen S yang dapat melindungi dari COVID-19. [10] 4 Kesimpulan Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kejadian yang signifkan pada perbedaan jenis kelamin pada pemberian vaksin dosis pertama namun pada dosis kedua perempuan memiliki kecenderungan tingkat kejadian yang lebih tinggi. kelompok usia 18-24 tahun memiliki tingkat kejadian yang paling tinggi, sedangkan kelompok usia 45-60 tahun memiliki tingkat kejadian yang paling rendah. Efek saamping terbesar pada pemberian vaksin dosis pertama adalah nyeri di daerah suntikan 26,31%, sedangkan pada dosis kedua demam merupakan yang tertinggi dengan 31,25 %. Dari beberapa vaksin yang digunakan di Indonesia menunjukkan gejala yang tergolong ringan. 5 Etik Protokol penelitian ini telah disetujui dan telah mendapatkan surat laik etik yang dikeluarkan oleh KEPK FF UNMUL dengan nomor sertifikat No. 03/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/01/2022. 6 Kontribusi Penulis Renaldi Adi Saputra melakukan penelitian, pengumpulan data serta menganalisis hasil data. Niken Indriyanti dan Dewi Rahmawati melakukan pengarahan serta bimbingan. 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] https://covid.cdc.gov/covid-datatracker/#global-vaccinations (Diakses Pada 23 Mei 2022) [2] https://covid19.go.id/artikel/2022/05/21/sit uasi-covid-19-di-indonesia-update-21-mei2022 (Diakses Pada 23 Mei 2022) [3] https://covid19.go.id/index.php/artikel/2021 /12/28/10-vaksin-covid-19-yang-sudahdapatkan-izin-penggunaan-darurat-daribadan-pom (Diakses Pada 23 Mei 2022) [4] A. Riad, A. Pokorná, 2021. Prevalence of covid19 vaccine side effects among healthcare workers in the Czech Republic,” J. Clin. Med., vol. 10, no. 7, pp. 1–18, doi: 10.3390/jcm10071428. [5] R. Desnita, V. S. Sapardi, 2022. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ( KIPI ) Vaksin Covid-19 Dosis Pertama dan Kedua Adverse Events After Immunization ( AEFI ) First and Second Dose of Covid-19 Vaccine, vol. 6, no. 1, pp. 20–26. [6] Supangat, E. N. Sakinah, 2021. COVID-19 Vaccines Programs: adverse events following immunization (AEFI) among medical Clerkship Student in Jember, Indonesia,” BMC Pharmacol. Toxicol., vol. 22, no. 1, pp. 1–7, doi: 10.1186/s40360-021-00528-4. [7] R. Urakawa, E. T. Isomura, 2022. Impact of age, sex and medical history on adverse reactions to the first and second dose of BNT162b2 mRNA COVID-19 vaccine in Japan: a cross-sectional study, BMC Infect. Dis., vol. 22, no. 1, pp. 1–8, doi: 10.1186/s12879-022-07175-y. [8] A. Pormohammad et al., 2021. Efficacy and safety of covid-19 vaccines: A systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials, Vaccines, vol. 9, no. 5, pp. 1–21, 2021, doi: 10.3390/vaccines9050467. [9] J. Sprent, C. King, 2021. COVID-19 vaccine side effects: The positives about feeling bad, Sci. Immunol., vol. 6, no. 60, pp. 2–4, 2021, doi: 10.1126/sciimmunol.abj9256. [10] Meo SA, Bukhari IA, 2021. COVID-19 vaccines: comparison of biological, pharmacological characteristics and adverse effects of Pfizer/BioNTech and Moderna Vaccines, Eur. Rev. Med. Pharmacol. Sci., vol. 25, no. 3, pp. 1663–1669.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 165 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Menggunakan Metode DPPH Phytochemical Screening and Antioxidant Activity Testing Ethanol Extract of Lime Skin (Citrus aurantifolia) Using DPPH Method Ririn Novriyanti*, Novita Eka Kartab Putri, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Citrus aurantifolia adalah sejenis tanaman perdu yang banyak tumbuh dan dikembangkan di Indonesia. Jeruk nipis juga merupakan salah satu tanaman toga yang di gunakan oleh masyarakat, baik untuk bumbu masakan, obat-obatan, dan minuman segar. Tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dan menetukan aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit jeruk nipis. Skrining Fitokimia untuk alkaloid ditentukan dengan menggunakan pereaksi Mayer, Dregendorff, Wagner. Terpenoid dan steroid ditentukan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchad. Senyawa tannin ditentukan dengan larutan FeCl3 1%. Senyawa saponin ditentukan menggunakan aquades dan HCl. Ekstrak kulit jeruk nipis diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dan uji aktivitas antioksidan menggunakan metode 1-1-difenil-2-pikrihidrazil (DPPH). Hasil penelitian menunjukan kandungan senyawa kimia kulit jeruk nipis positif mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan tanin. Sedangkan untuk senyawa saponin dan terpenoid memberikan hasil yang negatif. Aktivitas antioksidan dengan konsentrasi 60; 70; 80; 90; 100 ppm, memberikan hasil berturut-turut yaitu 54.88 %, 56.13 %, 57.58 %, 58.31 %, 59.35 % dengan nilai IC50 sebesar 5,81 µg/mL. Kulit jeruk nipis memiliki persen aktivitas antioksidan yang baik, sehingga dapat didigunakan sebagai salah satu sumber antioksidan alami. Kata Kunci: Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia), Antioksidan Abstract Citrus aurantifolia is a type of herbaceous plant that is widely grown and developed in Indonesia. Lime is also one of the toga plants used by the community, both for cooking spices, medicines, and fresh Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Menggunakan Metode DPPH 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 166 drinks. The purpose of this study was to carry out phytochemical screening to determine the content of secondary metabolites and to determine the antioxidant activity of lime peel extract. Phytochemical screening for alkaloids was determined using Mayer, Dregendorff, Wagner reagents. Terpenoids and steroids were determined using the Liebermann-Burchad reagent. Tannin compounds were determined with 1% FeCl3 solution. Saponin compounds were determined using distilled water and HCl. Lime peel extract was obtained by maceration method using 96% ethanol solvent and antioxidant activity test using 1-1-diphenyl-2-picrihydrazil (DPPH) method. The results showed that the chemical compounds of lime peel positively contained flavonoid compounds, alkaloids, and tannins. Meanwhile, saponins and terpenoids gave negative results. Antioxidant activity with a concentration of 60; 70; 80; 90; 100 ppm, gave the results in a row, namely 54.88 %, 56.13%, 57.58%, 58.31 %, 59.35% with an IC50 value of 5.81 g/mL. Lime peel has a good percentage of antioxidant activity, so it can be used as a source of natural antioxidants. Keywords: Citrus Aurantifolia, Antioxidant DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.637 1 Pendahuluan Indonesia adalah negara dengan hutan tropis paling besar ketiga di dunia (setelah Brazil dan Zaire). Keanekaragaman hayati merupakan basis berbagai pengobatan dan penemuan industri farmasi dimasa mendatang. Jumlah tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia diperkirakan sekitar 1.260 jenis tumbuhan. Tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, zat perwarna, penambah aroma makanan, parfum, insektisida dan obat. Ada 150.000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi dan ada 4000 metabolit sekunder “baru” setiap tahun [1]. Tumbuhan merupakan sumber senyawa kimia baik senyawa kimia hasil metabolisme primer seperti karbohidrat, protein, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya, maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid, saponin dan tanin. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang kurang menguntungkan seperti suhu, iklim, gangguan hama, penyakit tanaman, dan dapat juga digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia. Skrining fitokimia merupakan metode yang digunakan untuk mempelajari komponen senyawa aktif yang terdapat pada sampel, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacammacam jenis tanaman. Letak geografis, suhu, iklim dan kesuburan tanah suatu wilayah sangat menentukan kandungan senyawa kimia dalam suatu tanaman. Sampel tanaman yang digunakan dalam uji fitokimia dapat berupa daun, batang, buah, bunga dan akarnya yang memiliki khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern maupun obat-obatan tradisional [2]. Antioksidan berperan aktif dalam menanggulangi kelebihan radikal bebas yang pada umumnya bekerja sebagai penangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi dua yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami yang berasal dari dalam tubuh seperti enzim superoksida dismutase (SOD), glutation dan katalase, sedangkan antioksidan alami yang berasal dari luar tubuh seperti vitamin C, vitamin E, β-karoten, xantofil dan flavonoid [3].
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Menggunakan Metode DPPH 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 167 Jeruk nipis adalah sejenis tanaman perdu yang banyak tumbuh dan dikembangkan di Indonesia. Selain daerah penyebarannya yang sangat luas, jeruk ini juga dapat berbuah terusmenerus sepanjang tahun. Jeruk nipis juga merupakan salah satu tanaman toga yang di gunakan oleh masyarakat, baik untuk bumbu masakan, obat-obatan, dan minuman segar. Pemanfaatan buah jeruk sebagai obat diantaranya sebagai penambah nafsu makan, penurun panas (antipireutik), diare, menguruskan badan, antiinflamasi, antibakteri dan antioksidan[4]. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat kaca dan alat non kaca, timbangan analitik, oven, rotary evaporator, tabung reaksi, labu ukur, gelas kimia, gelas ukur, batang pengaduk, spatel, kertas saring, cawan porselin, pipet ukur, mikropipet, stop watch, spektrofotometer UV-Vis, sonikator, rak tabung, vortex, corong, hotplate, blender, alumunium foil, pipet tetes, gunting dan tissue. Bahan yang digunakan adalah Aquadest, etanol 96%, logam magnesium, padatan KI (Kalium Iodida), padatan FeCl3 (Besi(III) Klorida), HCl pa (Asam Klorida), H2SO4 pa (Asam Sulfat), padatan Bi(NO3)3 (Bismut(III) Nitrat), HNO3 pa (Asam Nitrat), padatan HgCl2 (Merkurri(II) Klorida), Pereaksi Mayer, Pereaksi Dragendrof, Pereaksi Wagner, etanol pa.96%, DPPH dan sampel ekstrak kulit jeruk nipis. 2.2 Pengumpulan Bahan dan Pembuatan Serbuk Simplisia Pengumpulan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yang diperoleh dari Bayur, Dusun Pinang Seribu Kelurahan Sempaja, Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan Timur. Kulit diambil berwarna hijau tua, tidak rusak, sebanyak 10 kg. Bahan yang telah diperoleh dari pengumpulan, dikupas lalu dipotong berukuran 3x5 cm, dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel, tiriskan, kemudian diangin-anginkan di tempat yang teduh atau tidak terkena sinar matahari langsung dan ditutup dengan kain hitam sampai kering. Simplisia yang sudah kering diblender [5]. 2.3 Pembuatan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Ekstraksi kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Sebanyak 537 gram serbuk kulit jeruk nipis direndam dengan pelarut etanol 96% sebanyak 2 liter selama 4 x 24 jam kemudian disaring menggunakan kertas saring sehingga didapat maserat. Maserat kemudian dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 ֯C sampai diperoleh ekstrak kental [6]. 2.4 Uji Senyawa Metabolit Sekunder 2.4.1 Uji Flavonoid Sebanyak 5 mL ekstrak yang dilarutkan dalam etanol kemudian ditambahkan serbuk Mg dan ditetesi HCl pekat 5 tetes. Bila hasilnya berwarna merah atau kuning atau jingga berarti positif mengandung flavonoid. 2.4.2 Uji Alkaloid Masing-masing ekstrak dilarutkan dalam pelarut etanol kemudian hasil yang diperoleh disaring untuk mendapatkan filtratnya. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian masing-masing 5 ml lalu ditambahkan dengan 3 pereaksi(Mayer, Wagner, Dragendrof). Pada penambahan pereaksi Mayer, positif mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih atau kuning. Pada penambahan pereaksi Wagner, positif mengandung alkaloid jika terbentuk endapan coklat. Pada penambahan pereaksi Dragendrof, mengandung alkaloid jika terbentuk endapan jingga. Positif Alkaloid apabila dua atau tiga bagian terdapat endapan yang dimaksud. 2.4.3 Uji Steroid dan Terpenoid Sebanyak 5 mL ekstrak yang dilarutkan dalam etanol ditambahkan dengan pereaksi Lieberman-Bouchard. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya terpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid.
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Menggunakan Metode DPPH 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 168 2.4.4 Uji Tanin Sebanyak 5 mL ekstrak yang dilarutkan dalam etanol ditambahkan dengan pereaksi FeCl3. Ekstrak yang mengandung Tannin akan berwarna biru atau hijau kehitaman. 2.4.5 Uji Saponin Ekstrak etanol dari masing-masing sampel ditambahkan 10 ml air suling panas dan dilarutkan terlebih dahulu sambil dipanaskan dalam penangas air kemudian dikocok kuatkuat. Bila tidak terbentuk buih berarti negatif, namun bila tetap berbuih setelah didiamkan selama 10 menit kemudian ditambahkan HCl 2 N diperoleh buih tersebut tidak hilang, maka positif mengandung saponin [7]. 2.5 Pengujian Aktivitas Antioksidan 2.5.1 Pembuatan blanko DPPH Serbuk DPPH ditimbang sebanyak 2 mg dan dilarutkan dalam etanol p.a sampai tepat 50 mL. 2.5.2 Penentuan panjang gelombang maksimal larutan DPPH Penentuan panjang gelombang (λ) dengan cara mengukur 4,0 mL larutan DPPH pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 515-520 nm untuk mendapatkan absorbansi ± 0,2-0,8. 2.5.3 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH Sebanyak 4,0 mL DPPH dimasukkan tabung reaksi, tambahkan 4,0 mL ekstrak etanolik kulit buah jeruk nipis dengan berbagai konsentrasi, kemudian di vortex 2 menit sampai homogen dan diamkan selama 30 menit ditempat gelap, baca absorbansinya pada λ maksimal (517 nm) [8]. Besarnya aktivitas antioksidan dihitung dengan menggunakan rumus: %Aktivitas Antioksidan=(.−.) . 100% Data absorbansi yang diperoleh dibuat persamaan regresi linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi bahan uji (x) dengan aktivitas antioksidan rata-rata (y) dari suatu seri replikasi pengukuran sehingga diperoleh harga IC50 yaitu konsentrasi bahan uji yang diperlukan untuk menangkap 50% radikal DPPH selama 30 menit (operating time), atau jeda waktu yang dibutuhkan oleh bahan uji untuk mereduksi radikal DPPH dengan sempurna [9]. 3 Hasil dan Pembahasan Ekstrasi menggunakan metode maserasi yang merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut pada temperatur ruangan. Proses maserasi dilakukan dengan merendam potongan kulit jeruk nipis dalam pelarut etanol 96% sampai sampel terendam dan sampel tersebut direndam selama 4×24 jam. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan antara filtrat dan residu. Filtrat yang dihasilkan berwarna hijau pekat karena pelarut etanol yang dapat melarutkan pigmen berupa warna hijau dari kulit jeruk nipis. Filtrat yang didapatkan kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C sampai diperoleh ekstrak kental. Hasil ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 174 gram dengan rendemen ekstrak sebesar 32,40% [10]. %Rendemen= 100% = 174 537 = 32,40%
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Menggunakan Metode DPPH 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 169 Gambar 1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Metabolit Sekunder Pereaksi Hasil Reaksi Positif Flavonoid Mg+ HCl Pekat + Terbentuk warna merah Alkaloid Mayer Wagner Dragendrof + + + Terbentuk endapan putih Terbentuk endapan coklat Terbentuk endapan jingga Steroid Terpenoid Liebermann-burchard + - Terbentuk cincin biru kehijauan Terbentuk cincin kecoklatan/violet Tanin FeCl3 + Terbentuk warna biru kehitaman Saponin Aquades+HCl - Terbentuk busa stabil Keterangan: (+) positif, (-) negatif Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Sampel Konsentrasi Sampel Rata-Rata Absorbansi Aktivitas Antioksidan (%) Persamaan Garis IC50 Ket. Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis 60 0,434 54,88 y= bx+a y=0,1112x+48,3577 r =0,9939 5,81 ppm Sangat Kuat 70 0,422 56,13 80 0,408 57,58 90 0,401 58,31 100 0,391 59,35 Absorbansi blanko DPPH = 0,962 4 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka, dapat disimpulkan bahwa skrining fitokimia ekstrak etanol kulit jeruk nipis mengandung senyawa falonoid, alkaloid, steroid dan tanin. Ekstrak etanol kulit buah jeruk nipis juga mempunyai aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dengan nilai IC50 sebesar 5,81 µg/ml yang termasuk dalam kategori antioksidan sangat kuat. 5 Kontribusi Penulis Ririn Novriyanti : Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Laode Rijai dan Novita Eka Kartab Putri : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip 6 Konflik Kepentingan Seluruh penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dari penelitian, penyusunan, dan publikasi artikel ilmiah ini. 7 Daftar Pustaka [1] Yuhernita, Juniarti. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Metanol Daun Surian Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Makara Sains, 2014, 15 (1) : 1 [2] Agustina, S., dkk. Skrining Fitokimia Tanaman Obat Di Kabupaten Bima. Indonesia E-Journal of Applied Chemistry. Vol 4 No 1 Th 2016.2016
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Menggunakan Metode DPPH 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 170 [3] Nugraheni, 2007, Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sunchus arvensis L.) serta Penentuan EC50 dengan Metode DPPH (1,1- difenil-2-pikrilhidrazil), Skripsi, 36-39, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi, Semarang. [4] Haryanto, S. Sehat dan Bugar Secara Alami. 2006. Jakarta: Penebar Plus [5] Khasanah, Ismiyyatun dkk. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Kulit Buah Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2- Pikrilhidrazil). Semarang: Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang. [6] Nurhaini, R., Arrosyid, M., & Susanti, T. (2021). Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Anting-Anting (Acalypha indica L.). CERATA Jurnal Ilmu Farmasi, 12(1), 42-46. [7] Arifuddin, Muhammad dkk. 2020. Skrining Fitokimia dan Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Tumbuhan Antimalaria Asal Indonesia. J. Sains Kes. Vol 2. No 3 [8] Sastrawan, Idza N. S. dkk. 2013. Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Adas (Foeniculum Vulgare) Menggunakan Metode DPPH. Jurnal Ilmiah Sains Vol. 13 No. 2 [9] Sugara, Barly dkk. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata) Dengan Metode 1,1-Difenil-2- Pikrilhidrazil (DPPH). Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian [10] Magdalena, Putri N. dkk. 2021. Uji Antelmintik dari Ekstrak Etanol Daun Kadamba (Mitragyna speciosa). Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 171 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Uji Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Bawang Batak (Allium chinense L.) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) Antihyperlipidemic Test of Batak Onion (Allium chinense L.) Ethanol Extract in Wistar Male Rats (Rattus norvegicus) Seprinto Pranata Tamba*, Andi Tenri Kawareng, Adam M. Ramadhan Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan peningkatan kadar lemak yang terdapat dalam darah karena mengkonsumsi lemak secara berlebih (pada manusia >200mg/dl), sehingga asupan dan perombakan lemak tidak seimbang, hal ini ditandai dengan meningkatnya kadar konsentrasi trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL), dan kolesterol total. Bawang Batak merupakan tumbuhan yang banyak terdapat di daerah batak Sumatera Utara yang juga tersebar di Asia Timur. Bawang batak mengandung banyak senyawa biologis seperti steroid, saponin, asam amino, flavonoid, dan nitrogen sehingga tumbuhan ini memiliki potensi untuk mencegah hipertensi, menurunkan kolesterol darah, antioksidan, dan antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol bawang batak dan efek terhadap penurunan kadar kolesterol total pada tikus jantan galur wistar yang diberi pakan tinggi kolesterol dan Propiltiourasil (PTU). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 5 kelompok yang uji yang terdiri dari kelompok kontrol positif yang diberikan obat simvastatin, kelompok kontrol negatif yang diberikan NaCMC 0,5%, kelompok dosis 1 (2 mg/200 gBB), kelompok dosis 2 (4 mg/200 gBB), dan kelompok dosis 3 (8 mg/200 gBB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol bawang batak memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol total dengan kelompok dosis 3 (8 mg/200 gBB) memiliki efektivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis lainnya. Kata Kunci: Hiperlipidemia, Bawang Batak, Kolesterol Total Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Uji Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Bawang Batak (Allium chinense L.) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 172 Abstract Hyperlipidemia is a condition of increased levels of fat in the blood due to excessive consumption of fat (in humans > 200 mg/dl), so that the intake and breakdown of fat is not balanced, this is characterized by increased levels of triglyceride concentrations, Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL), and total cholesterol. Batak onion is a plant that is widely found in the Batak area of North Sumatra which is also spread in East Asia. Batak onions contain many biological compounds such as steroids, saponins, amino acids, flavonoids, and nitrogen so that this plant has the potential to prevent hypertension, lower blood cholesterol, antioxidants, and antibiotics. This study aims to determine the secondary metabolite content in the ethanolic extract of Batak onion and its effect on reducing total cholesterol levels in male Wistar strain rats fed a diet high in cholesterol and Propylthiouracil (PTU). This study was conducted using 5 test groups consisting of a positive control group given simvastatin, a negative control group given 0.5% NaCMC, a dose group 1 (2 mg/200 gBW), a dose group 2 (4 mg/200 gBW), and dose group 3 (8 mg/200 gBW). The results showed that the ethanolic extract of Batak onion had the ability to reduce total cholesterol levels with group 3 doses (8 mg/200 gBW) having the highest effectiveness compared to the negative control group and other dose groups. Keywords: Hyperlipidemia, Batak Onion, Total Cholesterol DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.638 1 Pendahuluan Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan peningkatan kadar lemak yang terdapat dalam darah karena mengkonsumsi lemak secara berlebih (pada manusia > 200mg/dl), sehingga asupan dan perombakan lemak tidak seimbang, hal ini ditandai dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida, LDL (low density lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan kolesterol total. [1] Sejak zaman dulu, masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal dan memakai tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat yang merupakan bentuk upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi. Hal ini sudah dilakukan jauh sebelum adanya pelayanan kesehatan formal dengan sediaan obat – obatan modern menyentuh masyarakat. Pengetahuan tentang tumbuhan obat merupakan salah satu warisan budaya bangsa secara turun temurun.[2] Tanaman Bawang Batak (Allium chinense L.) merupakan tumbuhan rempah yang banyak tumbuh di daerah suku batak yang banyak digunakan masyarakat Sumatera Utara atau masyarakat batak sebagai bahan bumbu masakan. Bawang batak dipercaya oleh beberapa masyarakat sekitar sebagai Tanaman Obat Keluarga yang mampu menurunkan kadar kolesterol dan sudah digunakan turun – temurun. Tumbuhan ini masuk kedalam kelompok bawang – bawangan yang memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi, magnesium, fosfor, karoten, dan Vitamin C serta kaya akan senyawa biologis seperti sulfur, steroidal saponin, nitrogen, flavonoid, dan asam amino. Bawang memiliki potensi untuk mencegah penyakit kanker, hipertensi, dan menurunkan kadar kolesterol darah, sebagai antioksidan, antibiotik, antikanker, dan antibakteri. [3] Penelitian ini bertujuan untuk megetahui kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol bawang batak dan efek terhadap penurunan kadar kolesterol total pada tikus jantan galur wistar yang diberi pakan tinggi kolesterol dan Propiltiourasil (PTU)
Uji Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Bawang Batak (Allium chinense L.) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 173 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya batang pengaduk, corong kaca, easytouch GCU, etiket, gelas kimia 100ml, gelas ukur 25ml, hot plate, kaca arloji, kertas saring, labu ukur (50ml dan 100ml) oven, pipet tetes, pipet ukur, propipet, rotary evaporator, sonde, strip kolesterol easytouch GCU, timbangan analitik, dan toples kaca. Bahan yang digunakan pada penelinitan ini diantaranya ada aquadest, bawang batak (Allium chinense L.), etanol 96%, FeCl3, H2SO4, HCl, kertas saring, kuning telur puyuh, kuning telur ayam, tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus), NaCMC 0,5%, propiltiourasil (PTU), pereaksi dragendorf, pereaksi liebemanburchard, serbuk magnesium, simvastatin 10mg, swab alkohol. 2.2 Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode ekstraksi maserasi. Bawang batak dicuci terlebih dahulu lalu ditiriskan, kemudian bawang batak dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50°C selama ± 8 jam untuk mendapatkan simplisia bawang batak. Setelah mendapatkan simplisia bawang batak, simplisia kemudian dihaluskan menggunakan untuk mendapatkan serbuk simplisia bawang batak. Setelah itu diambil serbuk simplisia bawang batak sebanyak 250g dimasukkan kedalam toples kaca dan direndam menggunakan pelarut etanol 96% selama 5×24 jam dan diaduk setiap 1×24 jam, kemudian dilakukan penyaringan dan re-maserasi selama 2×24 jam dan didapatkan ekstrak etanol bawang batak sebanyak 5L. Selanjutnya ekstrak yang sudah didapat dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 50°C selama ± 5 jam untuk mendapatkan ekstrak kental bawang batak. 2.3 Skrining Fitokimia 2.3.1 Uji Alkaloid Dilakukan pemeriksaan alkaloid dengan menggunakan pereaksi pereaksi Mayer yang akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning, pereaksi Dragendorff yang akan terbentuk endapan coklat atau jingga kecoklatan, dan pereaksi Bouchardat yang akan terbentuk endapan coklat hingga kehitaman. Positif alkaloid jika terjadi endapan pada dua dari tiga pelarut yang digunakan [4] 2.3.2 Uji Flavonoid Dilakukan pemeriksaan flavonoid dengan menggunakan Serbuk magnesium, Asam klorida pekat, dan amil alkohol. Positif flavonoid jika terbentuk warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol [5] 2.3.3 Uji Saponin Pemeriksaan saponin diamati berdasarkan busa yang terbentuk dengan tinggi 1 – 10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N [4] 2.3.4 Uji Steroid Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pereaksi Liebermann – Burchard. Positif mengandung biru hijau atau warna merah ungu [5] 2.3.5 Uji Tanin Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pereaksi besi (III) klorida 1%, positif mengandung tannin jika terbentuk warna biru kehitaman atau hijau kehitaman [5] 2.4 Uji Aktivitas Antihiperlipidemia 2.4.1 Penyiapan Hewan Uji Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus) dengan usia 2- 3 bulan dan berat minimal 200g sebagai hewan uji yang dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok dengan masing – masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Tikus diaklimatisasikan terlebih dahulu selama 7 hari agar terbiasa dengan kondisi laboratorium. 2.4.2 Penyiapan Pakan Hiperlipidemia Pakan hiperlipidemia terbuat dari telur ayam yang dicampur dengan pakan japfa comfeed sebanyak 150g. Kemudian menggunakan kuning telur puyuh dan Propiltiourasil 1,8mg/kgBB melalui rute oral.
Uji Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Bawang Batak (Allium chinense L.) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 174 2.4.3 Pengujian Antihiperlipidemia Hewan uji yang telah dikelompokkan ditimbang berat badan dan diukur kadar kolesterol total untuk mendapatkan nilai berat badan dan kadar kolesterol total yang dilakukan pada hari ke-0, 14, 28. Hewan uji diberi pakan hiperlipidemia pada hari ke-0 hingga hari ke-14 untuk meningkatkan kadar kolesterol total pada hewan uji, kemudian pada hari ke-15 hingga hari ke-28 hewan uji diberikan perlakuan dengan keterangan kelompok 1 (2mg/200gBB), kelompok 2 (4mg/200gBB), kelompok 3 (8mg/200gBB), kelompok 4 (kontrol negatif), dan kelompok 5 (kontrol positif) untuk mendapatkan data penurunan kadar kolesterol dari ekstrak etanol bawang batak sebagai sampel uji, NaCMC 0,5% sebagai kontrol negatif, dan simvastatin sebagai kontrol positif. Pengukuran kadar kolesterol total dilakukan melalui ekor tikus dengan cara membersihkan bagian ekor tikus terlebih dahulu menggunakan swab alkohol (sterilisasi ekor tikus). Lalu diambil darah menggunakan strip kolesterol easytouch GCU melalui ekor yang telah dilukai dan dilakukan pengukuran menggunakan alat easytouch GCU dengan rentang pemeriksaan (100 – 400mg/dl). 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Ekstraksi Ekstraksi pada pengujian ini menggunakan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Metode maserasi digunakan karena cara pengerjaan yang sederhana dan alat yang dibutuhkan mudah untuk didapatkan. Pada penelitian ini didapatkan maserat sebanyak 5L yang kemudian dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental pada bawang batak. Hasil ekstraksi dari simplisia bawang batak didapatkan ekstrak kental dengan berat 67g dengan nilai rendemen ekstrak sebesar 26,8%. 3.2 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia atau uji metabolit sekunder dilakukan menggunakan metode analisis kualitatif dengan melihat reaksi perubahan warna atau pengendapan yang terjadi setelah diberikan larutan pereaksi tertentu dengan tujuan mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada ekstrak etanol bawang batak. Tabel 1.Metabolit Sekunder Metabolit Sekunder Pengujian Warna yang terbentuk +/- Alkaloid Ekstrak tambahkan pereaksi dragendorf, mayer, dan bouchardat Endapan jingga kecoklatan dan endapan coklat + Flavonoid Ekstrak ditambah HCl pekat dan serbuk magnesium Endapan coklat + Saponin Ekstrak ditambah asam klorida 2N Terbentuk busa + Steroid Ekstrak ditambah pereaksi Lieberman - burchard Berwarna merah keunguan + Tanin Ekstrak ditambah FeCl3 1% Tidak terjadi perubahan warna - 3.3 Pengukuran Kadar Kolesterol Total Pengukuran kadar kolesterol total pada hewan uji dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada hari ke-0, 14, dan 28. Pengukuran pertama pada hari ke-0 dilakukan sebelum diberi pakan hiperlipidemia untuk mengetahui kadar awal kolesterol total pada hewan uji, lalu pengukuran kedua dilakukan pada hari ke-14 setelah hewan uji diberi pakan hiperlipidemia dengan tujuan untuk meningkatkan kadar kolesterol total hewan uji, kemudian pengukuran ketiga dilakukan pada hari ke-28 setelah hewan uji dari setiap kelompok diberi perlakuan berdasarkan kategori dengan keterangan kelompok 1 ekstrak etanol bawang batak dosis I (2mg/200gBB), kelompok 2 ekstrak etanol bawang batak dosis II (4mg/200gBB), kelompok 3 ekstrak etanol bawang batak dosis III (8mg/200gBB), kelompok 4 sebagai kontrol negatif (NaCMC 0,5%) dan kelompok 5 sebagai kontrol positif (Simvastatin). Tabel 2. Rata – Rata Pengukuran Kolesterol Total Kelompok Rata-Rata Kolesterol Total (mg/dl) Selisih Kadar Kolesterol Total Hari ke-14 Hari ke-28 (mg/dl) Dosis I 153 141,6 11,4 Dosis II 153 136,2 16,8 Dosis III 151,6 129,6 22 K- 144,4 134 10,4 K+ 159,6 114,8 44,8
Uji Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Bawang Batak (Allium chinense L.) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 175 Berdasarkan tabel 2. dapat dilihat bahwa pada hari ke-14 terjadi peningkatan kadar kolesterol total pada setiap kelompok perlakuan. Peningkatan kadar kolesterol ini dipengaruhi oleh pemberian pakan hiperlipidemia yang diberikan terhadap hewan uji yang terdiri dari telur ayam yang dicampur dengan pakan japfa comfeed sebanyak 150g dan emulsi kuning telur puyuh yang dikombinasikan dengan obat Propiltiourasil 1,8mg/kgBB dengan pemberian melalui rute oral yang diberikan selama 14 hari.[6] Selisih rata–rata kadar kolesterol total pada tabel 2. menunjukkan bahwa semua kelompok mengalami penurunan kadar kolesterol total. Kelompok dosis 2mg/200gBB dan kelompok kontrol negatif menunjukkan nilai kadar kolesterol total yang hampir sama dengan nilai masing – masing 11,4mg/dl dan 10,4mg/dl yang menunjukkan bahwa pengaruh pemberian ekstrak etanol bawang batak dengan dosis yang kecil memiliki efek yang sama dengan pemberian larutan NaCMC 0,5%. Pada kelompok dosis 4mg/200gBB menunjukkan penurunan kadar kolesterol total sebesar 16,8mg/dl. Kemudian pada kelompok dosis 8mg/200gBB menunjukkan penurunan kadar kolesterol sebesar 22mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol positif yang diberikan obat simvastatin memiliki efek paling tinggi karena mampu me nurunkan kadar kolesterol total sebesar 44,8mg/dl. Hasil dari pengukuran kadar kolesterol total pada ekstrak etanol bawang batak dengan dosis 2mg/200gBB, 4mg/200gBB, dan 8mg/200gBB menunjukkan adanya pengaruh dalam menurunkan kadar kolesterol total pada hewan uji. Penggunaan kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif pada penelitian ini bertujuan sebagai parameter untuk mengetahui adanya efek ekstrak etanol bawang batak sebagai antihiperlipidemia dengan mengukur kadar kolesterol total pada hewan uji. Penelitian ini menggunakan NaCMC 0,5% sebagai kontrol negatif dan menggunakan obat simvastatin 10mg sebagai kontrol positif. Simvastatin digunakan sebagai kontrol positif dikarenakan obat simvastatin mampu menurunkan kadar kolesterol sebanyak 20% dan mampu menurunkan resiko penyakit pembuluh darah sebesar 24% [7]. Simvastatin juga mempunyai mekanisme sebagai antikolesterol dengan cara menghambat enzim HMG-CoA yang berfungsi sebagai katalis dalam penentuan kolesterol dalam darah.[8] Berdasarkan hasil uji metabolit sekunder, menunjukkan ekstrak etanol bawang batak mengandung kelompok senyawa saponin dan flavonoid yang memiliki aktivitas untuk dapat menurunkan kadar kolesterol total [9]. Kelompok senyawa saponin mampu bekerja dengan mengendapkan kolesterol, dengan mekanisme pengikatan saponin – kolesterol yang dapat menurunkan kadar trigliserida dengan menghambat pancratic lipoprotein lipase.[10] 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan, maka peneliti menyimpulkan bahwa ekstrak etanol bawang batak memiliki aktivitas sebagai antihiperlipidemia berdasarkan parameter pengukuran kadar kolesterol total. Dosis ekstrak etanol bawang batak yang mampu menurunkan kadar kolesterol total paling besar terdapat pada kelompok dosis 8mg/200gBB dengan rata–rata penurunan kadar kolesterol sebesar 22mg/dl. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut melakukan penelitian antihiperlipidemia dengan menggunakan parameter lain seperti kadar low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL), dan kadar trigliserida. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 6 Daftar Pustaka [1] Chairunnisa, N.H., 2015, Efectivity of Roselle Extract (Hibiscus sabdariffa L.) as Treatment For Hyperlipidemia, Jurnal Majority, 4(4) [2] Allo, I.G., Pemsi, M.W., dan Henoch, A., 2013, Uji Efek Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L) Terhadap Kadar Kolesterol Total Tikus Wistar (Rattus norvegicus), Jurnal eBiomedik, 1(1) [3] Bah, A.A., Wang, F., Huang, Z., Shamsi, I.H., Zhang, Q., Jilani, G., dkk. 2012. Phytocharacteristics, Cultivation and Medicinal Prospect of Chinese Jiaotou (Allium chinense). International Journal of Agriculture & Biology. 14(4): 650 – 657
Uji Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Bawang Batak (Allium chinense L.) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 176 [4] Jones, W.P. dan Kinghorn, A.D., 2006, Extraction of plant secondary metabolites, In:L Sarker, S.D., Latif, Z. dan Gray, A.I,. Natural Products Isolation, 2nd Ed. New Jersey Humana Press. [5] Farnsworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. J.Pharm.Sci., 55(3),225-276 [6] Nofianti, T., Devi, W., dan Yulius, P., (2015), Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Krop Kubis Putih (Brassica oleracea L.var. capitata) Terhadap Kadar Kolesterol Total Dan Trigliserida Serum Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Jurnal Kesehata Bakti Tunas Husada, 14(1) [7] Perki.2013 Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Centra Communications, Jakarta [8] Umami, S.R., Sarifa, S.H., Rosita, F., dan Ahefman, H., 2016, Uji Penurunan Kolesterol Pada Mencit Putih (Mus Musculus) Secara In-Vivo Menggunakan Ekstrak Metanol Umbi Talas (Colocasia Esculenta L) Sebagai Upaya Pencegahan Cardiovascular Disease, J. Pijar MIPA, 11(2) [9] Gross, Myron. 2004. Flavonoid and Cardiovascular Disease. Pharmaceutical Biology. 21-35. [10] Francis, G., Z. Kerem, P.S., Harider. 2002. The Ciological Action Of Saponins in Animal Systems: A Review. British Journal Of Nutriion. (88):587-605.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 177 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Observasi Klinik Kombinasi Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Clinical Observation on Effect of Combinations Extract Cucumber (Cucumis sativus L.) and Chayote (Sechium edule) on Blood Pressure in Patient of Hypertension Susan*, Febrina Mahmudah, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Mentimun (Cucumis sativus L) dan labu siam (Sechium edule) ini mengandung kalium yang membantu dalam menurunkan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, dan pekerjaan serta mengetahui adanya pengaruh pemberian kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam dalam menurunkan tekanan darah pada kelompok perlakuan pada pasien hipertensi di Puskesmas Segiri Samarinda. Metode penelitian yang digunakan yaitu quasy experiment, yang menggunakan jenis rancangan pre test and post test design terhadap kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mengkonsumsi obat antihipertensi dan terapi komplementer kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam selama 5 hari pada kelompok perlakuan. Data karakteristik responden terbanyak dengan usia 41-50 sebanyak 85%, jenis kelamin perempuan sebanyak 75%, dan pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 40%. Hasil uji statisik menggunakan paired sample t-test terjadi penurunan setelah pemberian kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam, tekanan darah sistolik menjadi p=0.001 < α (0.05) sebesar 27, 3 mmHg dan tekanan darah diastolik menjadi p= 0.001 < α (0.05) sebesar 11,7 mmHg. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah. Kata Kunci: Hipertensi, mentimun, labu siam Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Observasi Klinik Kombinasi Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Judul 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 178 Abstract Cucumber (Cucumis sativus L) and chayote (Sechium edule) which contain potassium which helps in lowering blood pressure. This study aims to determine the characteristics of respondents including age, gender, and occupation and to determine the effect of giving the combination of cucumber extract and chayote juice in reducing blood pressure in the treatment group of hypertension patients at the Segiri Health Center, Samarinda. The research method used is a quasi experiment, which uses a pretest and post-test design for the control group and the treatment group taking antihypertensive drugs and complementary therapy with a combination of cucumber extract and chayote juice for 5 days in the treatment group. The data on the characteristics of respondents are mostly ages 41-50 years 85%, female 75%, and work as traders 40%. The results of statistical tests using paired sample t-test showed a decreased blood pressure after administration of a combination of cucumber and chayote extract juice, systolic blood pressure was p=0.001 < (0.05) of 27.3 mmHg and diastolic blood pressure was p= 0.001 < (0.05) of 11.7 mmHg. Based on the results, it can be concluded that the combination of cucumber extract and chayote juice can reduce blood pressure. Keywords: Hypertension, cucumber, chayote DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.639 1 Pendahuluan Hipertensi adalah salah satu masalah terbesar di dunia karena berhubungan dengan meningkatnya penyakit kardiovaskular. Bahkan di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan mengalami hipertensi untuk kalangan orang dewasa [1]. The silent killer merupakan julukan hipertensi dengan pengobatan terlambat, penyakit ini dapat membahayakan nyawa seseorang yang menyebabkan kematian tanpa disertai gejala [2]. Terjadinya hipertensi ini sering sekali dikaitkan dengan faktor-faktor penyebab diantaranya adalah umur, jenis kelamin, riwayat kelurga, genetik, merokok, konsumsi garam, mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak, obesitas, stress, kurangnya olahraga [3]. Upaya sebagai pencegahan timbulnya penyakit hipertensi di Indonesia yaitu dengan mengubah gaya hidup. Penatalaksanaan hipertensi dilakukan dengan dua cara yaitu secara farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi dijadikan terapi pendamping dari terapi farmakologi untuk memperoleh hasil yang maksimal [4]. Terapi komplementer ini memiliki peran yang sangat penting dalam pengobatan sebagai terapi non farmakologi karena efek samping yang aman dibandingkan dengan efek samping dari reaksi obat. Terapi komplementer yang membantu dalam menurunkan tekanan darah antara lain adalah menggunakan tumbuhan, akupuntur, akupressur, bekam, dan lainnya. Biasanya masyarakat menggunakan terapi ini dengan alasan keyakinan, murah, dan mudah di dapatkan [5]. Mentimun (Cucumis sativus L) memiliki sifat diuretik karena banyak kandungan air di dalamnya yang dapat menurunkan tekanan darah [6]. Kalium yang tinggi dalam mentimun mampu meningkatkan konsentrasi intraseluler yang akan menarik cairan ektraseluler yang mampu menurunkan tekanan darah karena memiliki efek vasodilatasi pada pembuluh darah [7]. Dalam penelitian (Christine dkk., 2021) pada saat pre-test rata-rata tekanan darah sistol yaitu 150 mmHg dan diastol 91,7 mmHg tetapi setelah post test yang diberikan jus mentimun rata-rata tekanan darah sistol 124,7 mmHg dan diastol 78,8 mmHg maka terdapat efektivitas jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah [8]. Labu siam (Sechium edule) ini kaya akan kalium yang berguna untuk mengendalikan tekanan darah, kandungan kalium yang tinggi dalam labu siam ini yang dapat menurunkan tekanan darah [9].
Observasi Klinik Kombinasi Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Judul 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 179 Dalam penelitian (Djaelani, 2015) setelah diberikan sari buah labu siam selama lima hari pada lansia yang mengalami hipertensi berpengaruh dalam menurunkan tekanan darah awal 170,71/96,82 mmHg menjadi 148,94/87,52 [10]. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan membuat peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh penurunan tekanan darah setelah mengkonsumsi kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, dan pekerjaan serta mengetahui adanya pengaruh pemberian kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam dalam menurunkan tekanan darah pada kelompok perlakuan pada pasien hipertensi di Puskesmas Segiri Samarinda. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah Sphygymomanometer digital, timbangan, blender, pisau, gelas ukur, dan saringan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah mentimun, labu siam, lembar informed consent, air mineral, botol. 2.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah panderita hipertensi di Puskesmas Segiri Samarinda di wilayah Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Pemilihan responden dalam penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi yaitu orang yang mengalami hipertensi, berusia 25 tahun sampai 50 tahun, bersedia mengisi informed consent, dapat berkomunikasi dengan baik, mengkonsumsi obat antihipertensi, bersedia di beri kombinasi ektrak mentimun dan labu siam selama 5 hari. 2.3 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan quasy experiment dengan pretest and postest control group design, yang mana pada kedua kelompok dilakukan pengukuran tekanan darah untuk mengetahui adanya penurunan tekanan darah. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari hingga April 2022 . Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam. Sedangkan untuk variabel terikat pada penelitian ini adalah pengukuran tekanan darah responden. Responden yang masuk kedalam kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang samasama mengkonsumsi obat antihipertensi, sementara untuk kelompok perlakuan dengan terapi tambahan yang diberikan intervensi kombinasi air perasan ektrak mentimun dan labu siam diberikan selama 5 hari pada sore hari. Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel dan data diolah menggunakan uji normalitas seta uji paired sample t-test dan independen sample ttest untuk mengetahui adanya perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah pada masing-masing kelompok. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Data Karakteristik Diperoleh hasil data karakteristik yang telah dilakukan selama bulan Februari hingga April 202. Tabel 1 menunjukkan hasil data karakteristik panderita hipertensi di Puskesmas Segiri Samarinda di wilayah Kecamatan Samarinda Ulu, yang meliputi usi, jenis kelmain, dan pekerjaan. Hasil presentase data dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data karakteristik panderita hipertensi di Puskesmas Segiri Samarinda Karakteristik Presentase Usia 20-30 5% 31-40 10% 40-50 85% Jenis Kelamin Perempuan 75% Laki-laki 25% Pekerjaan ART 5% Buruh 20% IRT 35% Pedagang 40%
Observasi Klinik Kombinasi Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Judul 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 180 Data Tabel 1. menunjukan bahwa dari 20 orang yang menderita hipertensi, presentase responden yang paling banyak menderita hipertensi berusia 40-50 tahun sebanyak 17 responden (85%). Semakin bertambahnya usia penderita hipertensi akan meningkat. Usia diatas 45 tahun biasanya memiliki tekanan darah 140/90 mmHg. Hal tersebut merupakan pengaruh degenerasi bertambahnya usia. Tekanan darah cendrung akan naik antara umur 20-40 tahun. Setelah itu, tekanan darah akan naik lebih cepat [11]. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, bahwa meningkatnya usia dapat menyebabkan terjadinya hipertensi sesuai dengan data karakteristik yang didapatkan dalam penelitian ini, dimana responden yang lebih banyak yaitu usia 40-50 tahun. Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa jumlah penderita hipertensi lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian (Yulianti 2007) mengatakan bahwa adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penyebab hipertensi. Jenis kelamin sangat berkaitan dengan terjadinya hipertensi yang mana pada perempuan yang telah memasuki masa monopouse. Kejadian hipertensi pada perempuan berpengaruh oleh kadar hormon estrogen. Hormon ini yang menyebabkan menurunnya kadar setelah memasuki masa monopouse sehingga perempuan menjadi lebih rentan terkena hipertensi [12]. Pekerjaan sebagai pedang dengan jadwal yang sangat padat membuat sesorang menjadi stress dan memiliki waktu yang kurang untuk melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sangat mempengaruhi tekanan darah, semakin sering seseorang melakukan aktivitas fisik maka semakin kecil terkena hipertensi. Kurangnya melakukan aktivitas fisik dapat menyebabkan resiko hipertensi meningkat [13]. 3.2 Pengaruh Pemberian Sampel Terhadap Tekanan Darah Hasil pengukuran tekanan darah sistol kelompok kontrol yang mengkonsumsi obat antihipertensi (Gambar 1), diperoleh penurunan tekanan darah pada responden KK2 sebesar 39 mmHg; KK3 10 mmHg; KK4 3 mmHg; dan KK9 2 mmHg. Tetapi sebagian responden juga mengalami kenaikan tekanan darah sistol yaitu KK1 28 mmHg; KK5 6 mmHg; KK6 6 mmHg; KK7 9 mmHg; KK8 37 mmHg; dan KK10 12 mmHg. Tekanan darah diastol (Gambar 2) mengalami penurunan pada responden KK3 4 mmHg; KK4 9 mmHg; KK5 4 mmHg; KK6 4 mmHg, KK7 2 mmHg, KK 8 6 mmHg, dan KK9 6 mmHg. Sementara sebagaian responden mengalami kenaikan tekanan darah diastole yaitu KK1 12 mmHg; KK2 1 mmHg, dan KK10 11 mmHg. Gambar 1. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistol Kelompok Kontrol Gambar 2. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastol Kelompok Kontrol Hasil pengukuran tekanan darah kelompok perlakuan yang mengkonsumsi air perasan ektrak mentimun dan labu siam (Gambar 3) tekanan darah sistol yang mengalami penurunan pada reponden KP1 15 mmHg; KP2 37 mmHg; KP3 20 mmHg; KP4 12 mmHg; KP5 14 mmHg; KP6 24 mmHg; KP7 20 0 50 100 150 200 250 KK 1 KK 2 KK 3 KK 4 KK 5 KK 6 KK 7 KK 8 KK 9 KK 10 Tekanan Darah (mmHg) Responden Pre-test Post-test 0 20 40 60 80 100 120 140 KK 1 KK 2 KK 3 KK 4 KK 5 KK 6 KK 7 KK 8 KK 9 KK 10 Tekanan Darah (mmHg) Responden Pre-test Post-test
Observasi Klinik Kombinasi Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Judul 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 181 mmHg; KP8 19 mmHg; KP9 62 mmHg; KP10 49 mmHg. Tekanan darah diastol (Gambar 4) juga mengalami penurunan pada responden KP1 7 mmHg; KP2 13 mmHg; KP3 7 mmHg; KP4 7 mmHg; KP5 10 mmHg; KP6 21 mmHg; KP7 1 mmHg; KP8 6 mmHg; KP9 26 mmHg; KP10 19 mmHg. Gambar 3. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistol Kelompok Perlakuan Gambar 4. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastol Kelompok Perlakuan Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah sistol dan diastol kelompok kontrol mengalami penurunan tetapi ada pula yang mengalami peningkatan tekanan darah. Sedangkan pada kelompok perlakuan tekanan darah sitol dan diatol mengalami penurunan tekanan darah. Kalium yang tinggi dalam mentimun mampu meningkatkan konsentrasi intraseluler yang akan menarik cairan ektraseluler yang mampu menurunkan tekanan darah karena memiliki efek vasodilatasi pada pembuluh darah [7]. Labu siam juga mengandung kalium sebagai vasodilator dalam menurunkan tekanan perifer dan curah jantung yang menyebabkan tekanan darah menjadi normal, peningkatan konsumsi kalium dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi [14]. 3.3 Analisis data secara statistik Analisis data yang digunakan yaitu uji normalitas menggunakan shapiro wilk, diperoleh data nilai tekanan darah sistol dan diastol pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dengan nilai p > 0.05, meunjukkan bahwa data yang diperoleh terdistribusi normal. Sementara itu, untuk melihat perbedaan tekanan darah sistol dan diastol sebelum (pre-test) dan sesudah (posttest) kelompok kontrol dan perlakuan dilakukan analisis menggunakan paired sample t-test. Tabel 2. Hasil pre-test dan post-test pemeriksaan tekanan darah sistol dan diastol kelompok kontrol Tekanan Darah Pre-test Mean ± SD Post-test Mean ± SD Nilai p Value Sistol 151,4 ± 28,43 157,5 ± 32,34 0,292 Diastol 95,0 ± 17,68 93,0 ± 18,60 0,401 Nilai P >0.05 Berdasarkan Tabel. 2 diketahui bahwa pada kelompok kontrol mengalami kenaikan tekanan darah sistol dari 151,4 mmHg menjadi 157,5 mmHg dengan nilai p value 0,292 (α > 0.05) dan tekanan darah diastol mengalami penurunan dari 95,0 mmHg menjadi 93,0 mmHg dengan nilai p value 0,401 (α > 0.05), sehingga pemberian obat antihipertensi pada kelompok kontrol tidah berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tekanan darah sistol maupun diastol sebelum dan sesudah perlakuan. 0 50 100 150 200 250 KP 1 KP 2 KP 3 KP 4 KP 5 KP 6 KP 7 KP 8 KP 9 KP 10 Tekanan Darah (mmHg) Responden Pre-test Post-test 0 20 40 60 80 100 120 140 KP 1 KP 2 KP 3 KP 4 KP 5 KP 6 KP 7 KP 8 KP 9 KP 10 Tekanan Darah (mmHg) Responden Pre-test Post-test
Observasi Klinik Kombinasi Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Judul 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 182 Tabel 3. Hasil pre-test dan post-test pemeriksaan tekanan darah sistol dan diastol kelompok perlakuan Tekanan Darah Pre-test Mean ± SD Post-test Mean ± SD Nilai p Value Sistol 172,8 ± 19,43 145,5 ± 12,42 0,001 Diastol 100,2 ± 11,28 88,5 ± 6,38 0,001 Nilai P <0.05 Berdasarkan Tabel. 3 diketahui bahwa pada kelompok perlakuan mengalami penurunan tekanan darah sistol dari 172,8 mmHg menjadi 145,5 mmHg dengan nilai p value 0,001 (α < 0.05) dan tekanan darah diastol mengalami penurunan dari 100,2 mmHg menjadi 88,5 mmHg dengan nilai p value 0,001 (α < 0.05), sehingga pemberian obat antihipertensi dengan penambahan kombinasi air perasan ekstrak mentimun dn labu siam pada kelompok perlakuan berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tekanan darah sitol maupun diastol sebelum dan sesudah perlakuan. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) Hasil data karakteristik karakteristik responden terbanyak dengan usia 41-50 sebanyak 85%, jenis kelamin perempuan sebanyak 75%, dan pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 40%. 2) Hasil uji statisik menggunakan paired sample t-test terjadi penurunan setelah pemberian kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam, tekanan darah sistolik menjadi p=0.001 < α (0.05) sebesar 27, 3 mmHg dan tekanan darah diastolik menjadi p= 0.001 < α (0.05) sebesar 11,7 mmHg. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi air perasan ekstrak mentimun dan labu siam berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah. 5 Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan banyak-banyak berterimakasih kepada seluruh responden yang ikut serta dalam penelitian ini serta pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam kelancaran penelitian ini. 6 Kontribusi Penulis Susan yang telah berkontribusi dalam melakukan penelitian, menganalisis dan menyusun data, membuat pembahasan dari hasil penelitian dan pembuatan naskah. Laode Rijai berkontribusi dalam pemilihan judul dan penelitian. Febrina Mahmudah berkontribusi dalam pembuatan judul, pembuatan naskah, dan penelitian. 7 Etik Penelitian No.20/KEPK-FFUNMUL/EC/EXE/03/ 2022 8 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 9 Daftar Pustaka [1] Hamria., Mien., Muhaimin Saranani. 2020. Hubungan Pola Hidup Penderita Hipertensi Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Batalaiwouk Kabupaten Muna. Jurnal Keperawatan Vol. 04 No. 01 [2] Vitahealt. 2006. Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum [3] Pringgayuda, Fitria., Cikwanto., Zam Zami Hidayat. 2021. Pengaruh Jus Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol. 10 No.1 [4] Kusuma, Weny., Yulius Tiranda., Sukron. 2021. Terapi Komplementer Yang Berpengaruh Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Indonesia. JKM Vol. 1 No. 2 [5] Trisnawati, Elly., dan Ikhlas M Jenie. 2019. Terapi Komplemeter Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi: ALiteratur Review. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta Vol. 6 No. 3 [6] Hermawan, Nur Sefa Arief., Nana Novariana. 2018. Terapi Herbal Sari Mentimun Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3 No. 1 [7] Marvia, Eva., Febriati Astuti., Nurul Jannah. 2018. Efektivitas Pemberian Jus Mentimun dan Semangka Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Dusun Al-Liqok Wilayah Kerja Puskesmas Korleko Lombok Timur. Prima Vol. 4 No. 1
Observasi Klinik Kombinasi Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Judul 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 183 [8] Christine, Meirlina., Theresia Ivana., Margareta Martini. 2021. Pengaruh Pemberian Jus Mentimun Terhadap Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi Di PSTW Sinta Rangkang Tahun 2020. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (JKSI) Vol.6 No.10 [9] Yanti, Etri., dan Ratna Indah SD. 2017. Pengaruh Pemberian Perasan Labu Siam (Sechium edule) Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Kesehatan Medika Santika Vol. 1 No. 1 [10] Djaelani, Eka Kurnia Putra. 2015. Pengaruh Sari Buah LAbu siam Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi di PSTW Budhi Luhur Kosongan Bantul. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehata Aisyiyah. Yogyakarta [11] Dafriani, Putri. 2019. Pendekatan Herbal dalam Mengatasi Hipertensi. Padang: CV. Berkah Prima [12] Yuliarti. 2007. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT. Intisari Mediatama [13] Tamamilang, Christi Desi., Grace D. Kandou., Jeini Ester Nelwan. 2018 Hubungan Antara Umur Dan Aktivitas Fisik Dengan Derajat Hipertensi Di Kota Bitung Sulawesi Utara. Jurnal KESMAS Vol. 7 No. 5 [14] Utami, Rizky Suryaning., Erinda Budi Cahyanto., Endang Listyaningsih S. 2018. Pengaruh Pemberian Jus Labu Siam Tehadap Perubahan Tekanan Darah Pada Wanita Lanjut Usia dengan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan. PLACENTUM Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya Vol. 6 No. 2
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 188 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Perbandingan Efektivitas Teh Daun Kecombrang (Etlingera elatior) dan Teh Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan Comparison of The Effectiveness of Kecombrang Leaf Tea (Etlingera elatior) and Kecombrang Flower Tea (Etlingera elatior) to Decreased Blood Glucose Levels in Mice (Mus musculus) Induced Alloxan Winchy Putri Cantika*, Vita Olivia Siregar, Riski Sulistiarini Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Diabetes melitus merupakan suatu gangguan metabolik yang di karakterisasikan dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah. Kecombrang (Etlingera elatior) merupakan tanaman liar yang mudah dijumpai dan tersebar luas di Indonesia. Tanaman ini diklaim oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit seperti hipertensi, tumor, kanker, diabetes dan lain-lain. Adapun beberapa flavonoid yang terkandung pada kecombrang yang memiliki fungsi sebagai antihiperglikemik yaitu quertecin dan asam klorogenat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan perbandingan pemberian teh daun kecombrang dan teh bunga kecombrang terhadap penurunan kadar glukosa darah pada mencit yang diinduksi aloksan. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yakni kelompok kontrol uji teh daun kecombrang (UTDK), kelompok uji teh bunga kecombrang (UTBK), kelompok kontrol negatif NaCMC 1% dan kelompok kontrol positif glibenklamid 1,3 mg/kgBB. Kemudian dioralkan selama 11 hari dan dilakukan pengecekan kadar glukosa darah pada hari ke-4, ke-8 dan ke-11. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa kelompok teh daun kecombrang memiliki aktivitas penurunan kadar glukosa darah paling tinggi yaitu 196,67 mg/dL dibandingkan kelompok pembanding lainnya. Kata Kunci: Kecombrang (Etlingera elatior), diabetes melitus, kadar glukosa darah Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Perbandingan Efektivitas Teh Daun Kecombrang (Etlingera elatior) dan Teh Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 189 Abstract Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by an increase in blood glucose levels. Kecombrang (Etlingera elatior) is a wild plant that is easy to find and widespread in Indonesia. This plant is claimed by the public to treat various diseases such as hypertension, tumors, cancer, diabetes and others. There are some flavonoids that are contained in kecombrang that have an antihyperglycaemic function, namely quertecin and chlorogenic acid.This study aims to determine the effect and comparison of giving kecombrang leaf tea and kecombrang flower tea on reducing blood glucose levels in alloxan-induced mice. Mice were divided into 4 groups, namely the control group for the kecombrang leaf tea test, the kecombrang flower tea test group, the negative control group for NaCMC 1% and the positive control group for glibenclamide 1.3 mg/kgBW. Then it was orally administered for 11 days and blood glucose levels were checked on the 4th, 8th and 11th days. Based on the results of the study, it was concluded that the kecombrang leaf tea group had the highest activity of reducing blood glucose levels, namely 196.67 mg/dL compared to the other comparison groups. Keywords: Kecombrang (Etlingera elatior), diabetes mellitus, blood glucose level DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.641 1 Pendahuluan Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolit yang memiliki tanda dengan terjadinya peristiwa hiperglikemia yang disebabkan dengan berkurangnya produksi insulin. Diabetes melitus kerap disebut dengan sebutan the great imitator, lantas disebut demikian karena penyakit ini dapat menjalar hingga keseluruh organ tubuh serta dapat menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala yang bervariasi [1]. Diabetes melitus adalah suatu penyakit endokrin yang merupakan hasil dari proses dekstruksi sel pankreas sehingga insulin mengalami kekurangan [2]. Diabetes ditemukan pada semua populasi di dunia, baik di negara maju dan berkembang. Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥15 tahun sebesar 2%. Angka ini menunjukkan bahwa peningkatan kasus dibandingkan pada tahun 2013 yaitu sebesar 1,5%. Namun prevalensi diabetes meningkat dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018 [3]. Meningkatnya prevalensi pasien diabetes dari tahun ke tahun, pengobatan antihiperglikemik sintesis yang tersedia dipasaran akan semakin mahal, serta dibutuhkan terapi jangka panjang guna mengobati diabetes melitus. Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat pun mulai banyak mengombinasikan pengobatan medis dengan terapi non medis (herbal) yang terbuat dari bahan alam [4]. Salah satu dari banyak tanaman herbal yang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah Kecombrang (Etlingera elatior). Kecombrang merupakan tanaman herba dengan tinggi bisa mencapai 5 meter yang mudah dijumpai dan tersebar luas di Indonesia. Tanaman ini mudah tumbuh serta tidak membutuhkan perlakuan khusus dalam merawat serta mengembangkannya. Kecombrang banyak digunakan sebagai bahan obat tradisional dan sebagai bahan tambahan pada masakan [5],[6]. Kecombrang memiliki efek farmakologi sebagai antihipertensi, antioksidan, antitumor, antisitotoksik, antikanker, antiaging, larvasida dan antihiperglikemik. Kecombrang mengandung metabolit sekunder dari golongan terpenoid dan fenolik. Essensial oil atau yang biasa disebut dengan minyak atsiri golongan terpenoid merupakan senyawa utama yang ditemukan dalam tanaman ini. Kandungan fenolik pada kecombrang berupa flavonoid,
Perbandingan Efektivitas Teh Daun Kecombrang (Etlingera elatior) dan Teh Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 190 saponin, tanin dan polifenol. Adapun beberapa flavonoid pada kecombrang yang berfungsi sebagai antihiperglikemik yaitu quertecin dan asam klorogenat [7]. Telah dilakukan penelitian awal efek antihiperglikemik pada ekstrak etanol 70% daun kecombrang dengan dosis 100 mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah hewan uji dengan penurunan sebesar 76,62%. Dan hasil penelitian yang dilakukan pada ekstrak bunga kecombrang menunjukkan bahwa bunga kecombrang memiliki kemampuan untuk menghambat enzim α-amilase dan αglukosidase secara in vitro dan memiliki aktivitas antihiperglikemik pada model tikus DM tipe 2 [8]. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dan perbandingan pemberian teh daun kecombrang dan teh bunga kecombrang terhadap penurunan kadar glukosa darah pada mencit yang telah diinduksi aloksan. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gelas ukur, glucometer, alat medis, hot plate, kantong teh, oven, spoid, strip test glucometer dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, NaCMC, aloksan, glibenklamid, mencit jantan, NaCl, daun kecombrang dan bunga kecombrang. 2.2 Pengumpulan dan Identifikasi Sampel Daun kecombrang dan bunga kecombrang diperoleh dari Dusun Berambai, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Determinasi tumbuhan dilakukan di Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. 2.3 Penyiapan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan galur Balb/C yang telah diadaptasi dengan bobot 20-40 gram, berusia 2-3 bulan dengan kondisi sehat, tidak bercacat serta memiliki aktivitas visual yang normal. Selama masa adaptasi berat badan mencit tidak berubah lebih dari 10%. Hewan uji diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Kalimantan Timur. 2.4 Penyiapan Sampel Sampel daun kecombrang dan bunga kecombrang di sortasi basah dan kering, kemudian diiris-iris sampel hingga berukuran kecil, lalu didiamkan daun dan bunga diruangan yang dilengkapi dengan kipas angin selama 18 jam. Setelah itu dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 65°C selama 7 jam. Kemudian dimasukkan 1 gram bunga yang telah dikeringkan kedalam kanting teh celup, lalu diseduh dengan air suhu 90°C sebanyak 100 mL. Diceluk kantong teh dengan gerakan naik turun selama 5 menit, dikeluarkan kantong teh dari larutan dan didinginkan hingga suhu ruangan. 2.5 Uji Antidiabetes dengan Induksi Aloksan Monohidrat Dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu guna menentukan dosis optimum pemberian aloksan monohidrat agar terjadi hiperglikemik dengan kadar glukosa darah ≥180 mg/dL. Mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 10- 12 jam dengan tetap diberikan akses untuk minum. Aloksan dilarutkan dengan pelarut NaCl 0,9%. Induksi pada mencit lakukan melalui intraperitoneal dengan dosis 175 mg/kgBB. Kemudian dilakukan pengecekan kadar glukosa darahnya lalu mencit diinduksi dengan aloksan monohidrat secara intraperitoneal dengan volume pemberian disesuaikan pada bobot mencit. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah mencit pada hari ke-3 dan ke-6 pasca induksi aloksan, sehingga diperoleh kadar glukosa darah setelah induksi hari pertama. Mencit dinyatakan diabetes dengan kadar glukosa darah ≥180 mg/dL, maka dilanjutkan untuk prosedur selanjutnya. Kemudian mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yang terdiri dari 1 kelompok uji teh daun kecombrang (UTDK), 1 kelompok uji teh bunga kecombrang (UTBK), 1 kelompok kontrol negatif NaCMC 1% dan 1 kelompok kontrol positif glibenklamid 1,3 mg/kgBB. Pengukuran kadar glukosa darah mencit dilakukan pada hari ke-4, 8 dan 11. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah presentase penurunan kadar glukosa darah. Data dianalisis secara statistik dengan
Perbandingan Efektivitas Teh Daun Kecombrang (Etlingera elatior) dan Teh Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 191 menggunakan uji normalitas, uji homogentisa dan uji Paired T Test untuk melihat perbandingan sebelum dan sesudah perlakuan. 3 Hasil dan Pembahasan Sampel daun kecombrang dan bunga kecombrang dipanen kemudian dilakukan sortasi basah guna memisahkan kotorankotoran atau bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput ataupun bagian dari sampel yang terlah rusak. Setelah itu, sampel dicuci untuk menghilangkan tanah atau pengotor lainnya yang melekat pada sampel. Pencucian dilakukan pada air bersih yang mengalir karena dapat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal pada sampel [9]. Selanjutnya, dilakukan proses perajangan, guna mempercepat proses waktu pengeringan [10]. Kemudian sampel didiamkan dalam ruangan yang telah dilengkapi dengan kipas angin selama 18 jam, lalu dikeringkan dengan menggunakan oven selama 7 jam pada suhu 65°C, semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin rendah aktivitas antioksidannya [1]. Tahap selanjutnya dilakukan sortasi kering yang dilakukan untuk memisahkan bendabenda asing atau bagian tanaman yang tidak diinginkan, seperti bagian yang terlalu gosong atau rusak [11]. Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai, maka simplisia daun dan bunga dimasukan kedalam kantong teh masingmasing sebanyak 1 gram dan disimpan dalam wadah yang tertutup. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pada kadar glukosa darah mencit dengan menggunakan alat glukometer sebelum diinduksi aloksan monohidrat. Namun, sebelum itu mencit dipuasakan selama 10-12 jam dengan diberikan akses air minum. Dosis aloksan yang diberikan adalah 175mg/kg BB. Aloksan monohidrat digunakan pada penelitian ini karena aloksan memiliki sifat toksik selektif terhadap sel beta pankreas yang memproduksi insulin, dimana aksi sitotoksik aloksan dimediasi oleh senyawa radikal bebas [12]. Mencit dipuasakan agar kadar glukosa darah stabil dan tidak terjadi perubahan kadar glukosa darah karena asupan makanan [13]. Setelah dilakukan penginduksian aloksan, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-3 dan ke-6. Mencit dinyatakan diabetes apabila kadar glukosa darahnya telah mencapai ≥180 mg/dL. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yang terdiri dari 1 kelompok uji teh daun kecombrang (UTDK), 1 kelompok uji teh bunga kecombrang (UTBK), 1 kelompok kontrol negatif NaCMC 1% dan 1 kelompok kontrol positif glibenklamid 1,3 mg/kgBB. Kemudian dilanjutkan dengan pengoralan teh daun kecombrang dan teh bunga kecombrang, dengan aquades pada suhu 90°C dan didiamkan hingga suhu ruangan. Pengoralan dilakukan selama 11 hari dengan volume pemberian disesuaikan dengan bobot mencit. Serta dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke -4, 8 dan 11. Tabel 1. Rata-rata perubahan kadar glukosa darah pada mencit sebelum dan sesudah diinduksi aloksan Kelompok Perlakuan Kadar glukosa darah (mg/dL) Penurunan Puasa Awal 4 8 11 Kelompok Uji Teh Daun Kecombrang 91.33 487.33 366.33 340.33 290 196.67 Kelompok Uji Teh Bunga Kecombrang 123 393.33 307.67 255.33 218.33 175 Kelompok Kontrol Negatif NaCMC 1% 85.3 454.67 338 429.67 418 62.33 Kelompok Kontrol Positif Glibenklamid 1,3 mg/kgBB 104.33 418 238 264.67 204.67 213.33 Dari data yang didapatkan menunjukkan rata-rata kadar glukosa puasa pada kelompok UTDK 91.33 mg/dL, kelompok UTBK 123 mg/dL, kelompok NaCMC 85.3 mg/dL dan kelompok glibenklamid 104.33 mg/dL. Setelah didapatkan kadar glukosa puasa maka diinduksi aloksan secara intraperitoneal dengan dosis 175 mg/kgBB. Pasca induksi aloksan, dicek kembali kadar glukosa darah mencit dan ratarata mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari kadar glukosa darah puasa yaitu pada kelompok UTDK 478.33 mg/dL, kelompok UTBK 393.33 mg/dL, kelompok NaCMC 454.67 mg/dL dan kelompok glibenklamid 418 mg/dL. Kenaikan kadar glukosa darah terjadi karena mekanisme dari aloksan yang bersifat toksik selektif terhadap beta pankreas yang memproduksi insulin yang menyebabkan diabetes[14].
Perbandingan Efektivitas Teh Daun Kecombrang (Etlingera elatior) dan Teh Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 192 Setelah didapatkan data kadar glukosa darah post aloksan, masing-masing kelompok diberi perlakuan pengoralan selama 11 hari dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-4, 8 dan 11. Pada hari ke-4 terlihat terjadi penurunan kadar glukosa darah pada semua kelompok yaitu pada kelompok UTDK 366.33 mg/dL, kelompok UTBK 307.67 mg/dL, kelompok NaCMC 338 mg/dL dan kelompok glibenklamid 238 mg/dL. Pada hari ke -8 terjadi kenaikan pada kelompok kontrol NaCMC yaitu 429.67 dan kelompok glibenklamid 264.67 mg/dL, terlihat potensi glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah lebih rendah dibandingkan kelompok UTDK dan UTBK. Hal ini diduga karena adanya perbedaan mekanisme kerja antara glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan kondisi diabetes akibat pemberian aloksan, sehingga penurunannya tidak terlalu signifikan [12]. Sedangkan pada dua kelompok uji lainnya, terjadi penurunan kadar glukosa darah pada kelompok UTDK 340.33 mg/dL dan kelompok UTBK 255.33 mg/dL. Pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke -11, didapatkan kadar glukosa darah pada semua kelompok mengalami penurunan. Pada kelompok UTDK yaitu 290 mg/dL, kelompok UTBK 218.33 mg/dL, kelompok NaCMC 418 mg/dL dan kelompok glibenklamid 204. 67 mg/dL. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari hari awal pengoralan hingga hari ke-11, menunjukkan bahwa kelompok UTDK mengalami penurunan yang signifikan dengan rata-rata penurunan kadar glukosa darah sebesar 190.67 mg/dL. Pada kelompok UTBK juga mengalami penurunan yang cukup signifikan dengan rata-rata kadar glukosa darah mencit dengan rata-rata penurunan sebesar 175 mg/dL, hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antihiperglikemik pada kelompok UTDK lebih besar tinggi dibandingkan kelompok UTBK. Pada kelompok NaCMC cenderung tidak mengalami penurunan kadar glukosa darah yang tinggi yaitu dengan ratarata penurunan di angka 62.33 mg/dL, hal ini terjadi karena NaCMC sebagai suspending agent sehingga tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit kelompok negatif [13]. Pada kelompok positif yang diberikan glibenklamid sebagai antidiabetik menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan, dimana rata-rata penurunan kadar glukosa darah mencit sebesar 213.33 mg/dL. Glibenklamid merupakan golongan sulfonilurea yang bekerja dengan menstimulasi sekresi insulin pankreas ketika terjadinya hiperglikemik sehingga efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah [15]. Data yang telah didapatkan, dilanjutkan dengan uji normalitas dan homogenitas. Didapatkan hasil bahwa data terdistribusi normal dan homogen dengan nilai signifikan <0,05, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Paired T test dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil uji statistik Paired T test diperoleh nilai P (Signifikan) sebesar 0,000, hal ini menunjukkan terdapat perbedaan kadar glukosa darah antara sebelum dan sesudah diberikan terapi. Daun kecombrang memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang didominasi oleh quertecin dan asam klorogenat. Asam klorogenat memiliki peran dalam metabolisme glukosa yaitu memperbaiki mekanisme seluler dalam proses uptake glukosa ke dalam sel, menghambat kerja enzim α-glukosidase, meningkatkan konsentrasi GIP (peptida insulintropik yang responsif terhadap glukosa), mengaktivasi AMPK sehingga dapat meningkatkan ekspresi dan translokasi GLUT-4 yang dapat meningkatkan uptake glukosa pada jaringan perifer, dan menghambat ekspresi dan aktivitas glukosa-6-fosfatase hepatik sehingga menurunkan glukoneogenesis pada hati[8]. Quertecin juga memiliki peran sebagai antihiperglikemik karena daya antioksidannya yang dapat mengikat dan menetralisir senyawa radikal bebas [16]. Pada bunga kecombrang diketahui dapat menurunkan absorpsi karbohidrat dan menurunkan absorpsi gula setelah makan yang berkontribusi terhadap penurunan kadar gluksoa darah, karena bunga kecombrang diketahui memiliki efek antihiperglikemik. Mekanismenya yaitu dengan menghambat enzim α-glukosidase dan enzim α-amilase [17]. Senyawa fenolik dan flavonoid yang terdapat pada bunga kecombrang dipercaya dapat menurunkan radikal bebas pada sistem fisiologi manusia [18].
Perbandingan Efektivitas Teh Daun Kecombrang (Etlingera elatior) dan Teh Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 193 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa kelompok UTDK dan kelompok UTBK memiliki aktivitas antihiperglikemik. Kelompok UTDK memiliki aktivitas penurunan kadar glukosa darah yang paling tinggi dibanding kelompok UTBK, yaitu 196.67 mg/dL sedangkan kelompok UTBK yaitu 175 mg/dL. 5 Kontribusi Penulis Winchy Putri Cantika: Melaksanakan pengumpulan data, analisis data dan pustaka, membahas hasil penelitian dan penyusunan draft manuskrip. Riski Sulistiarini dan Vita Olivia Siregar: Pengarah, pembimbing serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Misnadiarly. 2006. Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Melitus. Jakarta: Pustaka Populer Obor [2] Imelda, S. I. 2019. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes melitus di Puskesmas Harapan Raya tahun 2018. Scientia Journal, 8(1), 28-39. [3] Kementrian Kesehatan RI (2018) RISKESDAS 2018 [4] Putri, H. S. 2021. Etlingera Elatior sebagai Antihperglikemi pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 3(1), 189-198. [5] Handayani, S., Notopuro, H., & Prabowo, G. I. (2019). Kecombrang (s elatior) Leaves Ethanol Extract Effect to Lens and Erythrocyte Aldose Reductase Activity in Wistar strain white rats (Rattus norvegicus) Streptozotocin induced. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 217, No. 1, p. 012012). IOP Publishing. [6] Hidayat, S., Napitupulu, R. M. 2015. Kitab tumbuhan obat. Indonesia: AgriFlo. [7] Silalahi, M. 2017. Senyawa metabolit sekunder pada Etlingera elatior (Jack) RM Smith. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek II. [8] Fitrianita, A., Yardi, Y., & Musir, A. 2018. Uji efek antihiperglikemia ekstrak etanol 70% daun kecombrang (Etlingera elatior) pada tikus sprague dawley dengan penginduksi aloksan. Jurnal Ilmiah Farmasi, 14(1), 9-16. [9] Melinda. 2014. Aktivitas Antibakteri Daun Pacar (Lawsonia inermis L). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. [10] Gunawan, D., dan Sri, M. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1. Jakarta : Penebar Swadaya Hal: 106-120. [11] Nor, N. A. M., Noordin, L., Bakar, N. H. A., & Ahmad, W. A. N. W. 2020. Evaluation of antidiabetic activities of Etlingera elatior flower aqueous extract in vitro and in vivo. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 10(08), 043- 051. [12] Samsul, E., Soemardji, A. A., & Kusmardiyani, S. (2020). Aktivitas Antidiabetes Serbuk Semut Jepang (Tenebrio molitor Linn.) pada Mencit Swiss Webster Jantan yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Sains dan Kesehatan, 2(4), 298- 302. [13] Pujiastuti, E., & Megawati, A. (2019). Efek Hipoglikemik Fraksi Etil Asetat dan Air Ranting Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar dengan Metode Induksi Aloksan. Cendekia Journal of Pharmacy, 3(2), 66-73. [14] Rahman, S., Kosman, R., & Rahmaniar, I. (2014). UJI aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L) pada tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes melitus yang diinduksi aloksan dengan parameter malondialdehid (mda). Jurnal Ilmiah AsSyifaa, 6(1), 34-42. [15] DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris. [16] Shengxi, et al., (2013). Roles of Chlorogenic Acid on regulating glucose and lipid metabolism: a review. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. [17] Srey, C., C. Sontimuang, S., Thengyai, C., Ovatlarnporn, & P. Puttarak. (2014). AntiGlucosidase, AntiAmylase, Anti-Oxidation and Anti-Inflammation Activities of Etlingera elatior Rhizome. J Chem Pharm Res, 6: 885-891. [18] Juwita, T., Puspitasari, I. M., & Levita, J. (2018). Torch Ginger (Etlingera elatior): A Review on Its Botanical Aspect, Phytoconstituents and Pharmacology Activities. Pakistan Journal of Biological Sciences, 21(4): 151-165.
15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 223 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Studi Pengamatan Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Kefarmasian Unit Rawat Jalan RSUD Provinsi Sulawesi Barat Observation Study of Patient Satisfaction of BPJS Health Participants with Outpatient Pharmacy Services at the West Sulawesi Provincial Hospital Wita Oileri Tikirik*, Hariyanto Program Studi D-III Farmasi, STIKes Andini Persada, Mamuju, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak RSUD Provinsi Sulawesi Barat merupakan rumah sakit milik pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang tugasnya memberikan pelayanan untuk pasien BPJS. Belum ada penelitian terkait kepuasan pasien BPJS rawat jalan terhadap pelayanan kefarmasian di unit rawat jalan rumah sakit tersebut. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui tingkat kepuasan pasien BPJS dan prioritas perbaikan yang perlu dilakukan di unit rawat jalan terhadap pelayanan kefarmasian pada pasien BPJS. Penelitian ini termasuk non-eksperimental bersifat deskriptif menggunakan kuesioner. Responden dipilih dengan teknik convenience sampling. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien dan evaluasi pelayanan digunakan metode SERVQUAL. Sedangkan, untuk mengetahui prioritas perbaikan dilakukan analisis dengan Customer Window Quadrant. Hasil penelitian menunjukan tingkat kepuasan pada aspek tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty dengan rata-rata >60% yang berarti masuk dalam pelayanan yang memuaskan. Sedangkan, prioritas utama yang perlu dilakukan pada pelayanan kefarmasian di unit rawat jalan yaitu pelayanan pasien agar tidak menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan farmasi, waktu tunggu obat jadi dan obat racikan serta ketersediaan obat di apotik rumah sakit. Kata Kunci: Pelayanan Kefarmasian; Analisis CWQ; Tingkat Kepuasan; BPJS Abstract West Sulawesi Provincial Hospital is a hospital owned by the West Sulawesi Provincial government whose job is to provide services for BPJS patients. There has been no research related to the satisfaction of outpatient BPJS patients with pharmaceutical services in hospital's outpatient unit. The Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Studi Pengamatan Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Kefarmasian Unit Rawat Jalan RSUD Provinsi Sulawesi Barat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 224 purpose this study is to determine the level satisfaction of BPJS patients and the priority of improvements that need to be made in the outpatient unit for pharmaceutical services for BPJS patients. This research is a descriptive non-experimental using a questionnaire. Respondents were selected by convenience sampling technique. SERVQUAL method is used to determine the level of patient satisfaction and service evaluation. Meanwhile, to determine the priority of repairs, an analysis was carried out with the Customer Window Quadrant. The results showed the level of satisfaction in the aspects of tangible, reliability, responsiveness, assurance and empathy with an average of > 60% which means that it is included in a satisfactory service. Meanwhile, the main priority that needs to be carried out on pharmaceutical services in outpatient units is patient care so as not to wait long to get pharmaceutical services, waiting time for finished and concoction drugs and the availability of drugs in hospital pharmacies. Keywords: Pharmaceutical Services; CWQ analysis; Satisfaction Level; BPJS DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v15i1.642 1 Pendahuluan Kesehatan adalah kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Segala aktivitas tidak dapat berjalan apabila fisik dan mental seseorang tidak sehat. Maka dari itu setiap individu sangat menjaga diri agar dalam keadaan baik baik saja. Kesehatan memiliki suatu keterkaitan yang sangat erat dengan ekonomi. Kondisi kesehatan masyarakat akan mempengaruhi produktifitas kerja. Pemerintah dalam upaya memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat selalu berusaha menyediakan pelayanan kesehatan bermutu, merata, dan terjangkau bagi masyarakat secara ekonomis [1]. Dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia pemerintah menyelenggarakan program kesehatan, yang mulai tanggal tanggal 1 Januari 2014, Indonesia melakukan perubahan dalam system pembiayaan kesehatan, seperti tercantum dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN), yang mana seluruh rakyat Indonesia secara bertahap mulai tahun 2014 sampai dengan 2019 akan ditanggung biaya kesehatannya. Adapun penyelenggara jaminan kesehatan nasional ini diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BadaDalamn Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS merupakan badan usaha milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk rakyat Indonesia, terutama untuk pegawai negeri sipil, penerima pensiun PNS dan TNI/POLRI, veteran, perintis kemerdekaan beserta kelarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa [2]. Salah satu instansi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah Rumah Sakit. Tujuan utama dari adanya rumah sakit adalah menyediakan layanan kesehatan yang bermutu namun dengan biaya yang relatif terjangkau untuk masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas ekonomi menengah kebawah. Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah sakit dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang optimal. Hal tersebut sebagai akuntabilitas rumah sakit supaya mampu bersaing dengan rumah rakit lainnya. Rumah sakit adalah bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif, mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat [3]. Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat adalah salah satu rumah sakit khusus milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Rumah sakit ini mempunyai tugas dan kewajiban membantu pemerintah dalam pembangunan kesehatan. Oleh karena itu,
Studi Pengamatan Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Kefarmasian Unit Rawat Jalan RSUD Provinsi Sulawesi Barat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 225 rumah sakit ini dituntut untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dari rumah sakit lain dengan memberikan pelayanan yang lebih berkualitas. Salah satu pelayanan yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah pelayanan kefarmasian karena pelayanan kefarmasian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit [4]. RSUD Provinsi Sulawesi Barat dalam pelayanannya menerima pasien umum maupun pasien penerima jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian merupakan suatu hal yang bersifat subyektif, yang dapat di pengaruhi oleh pengalaman pasien dimasa lalu, pendidikan, situasi psikis saat itu, dan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Kepuasan pasien merupakan cerminan dari pelayanan di Apotek, pelayanan yang dimaksud berupa interaksi pelayanan medis, pasien, atau sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan baik dari administrasi, keuangan, serta tenaga kesehatan. Kepuasan menggunakan jasa apotek merupakan sikap dari konsumen menentukan tujauan akhir dari pembelian suatu produk obat dengan demikian pasien harus dipuaskan dengan pelayanan kefarmasian, karena jika tidak mereka akan beralih pada rumah sakit lain, dan tentunya ini akan menimbulkan kerugian bagi rumah sakit. Semakin tinggi kualitas pelayanan, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang di terima oleh pasien [5] Berdasarkan data tahun 2019 pengunjung RSUD Provinsi Sulawesi Barat mayoritas pasien pengguna BPJS Kesehatan sekitar 80%. Oleh karena itu, pelayanan kefarmasian untuk pasien BPJS menjadi prioritas untuk dilakukan evaluasi. Mutu pelayanan farmasi dapat dianalisa menggunakan metode Service Quality (SERVQUAL), yaitu metode yang mengukur kualitas jasa berdasarkan lima dimensi pokok yang meliputi sarana dan prasarana (tangible); kehandalan (reliability); kualitas pelayanan yang tanggap (responsiveness); memberikan rasa percaya serta keyakinan (assurance); serta pelayanan yang baik dan pemahaman kebutuhan pasien (empathy) dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Untuk memberikan gambaran prioritas yang harus ditingkatkan pada pelayanan kefarmasian digunakan metode Customer Window Quadrant (CWQ). Customer Window Quadrant adalah suatu alat analisis kesenjangan untuk memahami kepuasan dan kepentingan relatif pelanggan terhadap jasa yang diperoleh [6]. 2 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah resep yang ditebus oleh pasies peserta BPJS di unit rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2020 yakni sebanyak 7825 orang. Penetapan jumlah sampel menggunakan metode slovin dengan teknik convenience sampling adalah 382 orang [7]. Teknik dan instrument pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner untuk menilai service quality terhadap aspek tangibles, responsiveness, reliability, assurance dan emphaty antara pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang diterima pasien BPJS Kesehatan pada pelayanan kefarmasian di unit rawat jalan RSUD Provinsi Sulawesi Barat. Sebelum dilakukan penelitian kuesioner terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas [6]. Teknik pengolahan data dilakukan dengan pemeriksaan data dan tabulasi data (tabulating). Teknik analisis data dilakukan dengan cara pembuatan tabel distribusi frekuensi yang ditetapkan berdasarkan skala likert. Deskripsi data berdasakan pada perhitungan rata-rata untuk menetukan skor kepuasan pasien dengan kategori sebagai berikut: sangat puas (81-100%), puas (61- 80%), cukup puas (41-60%), kurang puas (21- 40%) dan tidak puas (0-20%), untuk mengetahui prioritas perbaikan dilakukan analisis dengan Customer Window Quadrant [8] 3 Hasil dan Pembahasan Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien pengguna fasilitas BPJS, telah merasakan pelayanan di RSUD Provinsi Sulawesi Barat minimal 2 kali, berusia lebih dari 17 tahun, menguasai baca tulis, dapat berkomunikasi dengan baik, serta bersedia mengisi informed consent sebanyak 382 orang. Berdasarkan Tabel. 1 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar dari seluruh subjek penelitian yaitu sebanyak 193 subjek (50.5%)
Studi Pengamatan Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Kefarmasian Unit Rawat Jalan RSUD Provinsi Sulawesi Barat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 226 adalah laki-laki. Hampir setengahnya dari responden dengan umur antara 26-35 tahun yaitu sebanyak 117 subjek atau (30.6%). Setengahnya dari responden dengan pendidikan SMA sebanyak 184 subjek (48.2%). Hampir setengahnya dari responden dengan pekerjaan LL yaitu sebanyak 118 subjek (30.9%). Setengahnya dari responden dengan kelas III BPJS yaitu sebanyak 171 (44.8%) dan sebagian besar dengan tingkat kepuasan yang puas sebanyak 209 subjek (54.7%). Data responden dalam penelitian ini meliputi: jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan fasilitas kesehatan yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2 menunjukkan bahwa setiap variabel memiliki keberagaman data yang relatif kecil. mean menggambarkan nilai ratarata, sedangkan nilai Standard Deviation (SD) menggambarkan seberapa jauh bervariasinya data. SD kecil merupakan indikasi data representatif. Jika nilai SD jauh lebih besar dibandingkan niai mean, maka nilai mean tidak representatif dari keseluruhan data dan nilai SD yang sangat kecil dibandingkan nilai mean, maka nilai mean dapat digunakan sebagai representatif dari keseluruhan data. Untuk melihat kepentingan relatif pelanggan dapat dilihat pada kuadran jendela pelanggan atau Customer Window Quadrant (CWQ). Kuadran jendela pelanggan adalah suatu alat analisis kesenjangan untuk memahami kepuasan dan kepentingan relatif pelanggan terhadap jasa yang diperoleh. CWQ membagi karakteristik produk ke dalam empat kuadran. Kuadran A menggambarkan kondisi harapan tinggi sedangkan kinerja rendah atau belum maksimal. Kuadran B mengambarkan item yang memiliki harapan tinggi dengan kinerja tinggi. Kuadran C menggambarkan kondisi harapan rendah tetapi kinerja tinggi. Serta, kuadran D menggambarkan kondisi harapan rendah dan kinerja rendah [9][5]. Tabel 1. Pengelompokkan responden Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%) Jenis Kelamin Laki – laki 193 50.5 Perempuan 189 49.5 Umur 17-25 103 27.0 26-35 117 30.6 36-45 84 22.0 46-55 44 11.5 56-65 23 6.0 66-75 11 2.9 Pendidikan Tidak sekolah 7 1.8 SD 31 8.1 SMP 36 9.4 SMA 184 48.2 Sarjana 124 32.5 Pekerjaan TNI/Polri 1 .3 Petani 40 10.5 PNS 75 19.6 IRT 51 13.4 LL 118 30.9 Karyawan Swasta 97 25.4 Kelas BPJS Kelas I 91 23.8 Kelas II 120 31.4 Kelas III 171 44.8 Mutu Layanan Kurang Puas 173 45.3 Puas 209 54.7
Studi Pengamatan Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Kefarmasian Unit Rawat Jalan RSUD Provinsi Sulawesi Barat 15 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2022. e-ISSN: 2614-4778 Samarinda, 27-29 Mei 2022 227 Tabel. 2 Data Kepuasan Pasien pada Masing- Masing Dimensi Mutu Item No Pernyataan Skor Kinerja Nilai SD Skor Harapan Nilai SD Tingkat Kepuasan (%) Bukti Fisik 1 Lokasi apotik rumah sakit mudah dijangkau 3.88 0.83 4.38 0.73 87.59 2 Obat di etalase tersusun dengan rapi dan bersih 3.85 0.78 3.94 0.75 78.85 3 Penampilan petugas farmasi selalu rapi 3.85 0.70 3.95 0.75 79.06 4 Obat diberikan dalam wadah yang baik 3.89 0.69 3.95 0.73 78.95 Keandalan 5 Waktu tunggu penyerahan obat jadi tidak lebih dari 20 menit 3.63 0.74 3.72 0.78 74.45 6 Waktu tunggu penyerahan obat racikan tidak lebih dari 30 menit 3.65 0.72 3.77 0.76 75.45 7 Prosedur pelayanan resep mudah dan tidak berbelit 3.87 0.72 3.94 0.74 78.85 8 Petugas farmasi memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat 3.90 0.69 3.97 0.70 79.48 Daya Tanggap 9 Petugas farmasi memberikan informasi mengenai obat kepada pasien 3.97 0.71 4.17 0.81 83.46 10 Petugas farmasi cepat tanggap terhadap kondisi pasien 3.85 0.64 4.03 0.82 80.52 11 Pasien tidak menunggu lama untukmendapatkan pelayanan farmasi 3.81 0.72 4.02 0.84 80.42 12 Petugas farmasi selalu ada sesuai jadwal (tidak pernah kosong) 3.92 0.68 4.15 0.81 82.98 Jaminan 13 Petugas farmasi menyiapkan obat dengan benar 3.89 0.73 4.06 0.84 81.15 14 Petugas farmasi memberikan obat dalam kondisi yang baik 3.84 0.71 4.02 0.89 80.47 15 Obat di Apotik Rumah sakit selalu tersedia 3.44 0.99 3.82 0.99 76.44 16 Pasien merasa aman dengan pelayanan yang diberikan petugas farmasi 3.83 0.70 3.97 0.84 79.32 Empati 17 Petugas farmasi sabar dalam melayani pasien 3.84 0.77 3.96 0.91 79.16 18 Petugas farmasi memberikan pelayanan yang sama pada setiap pasien 3.88 0.66 3.96 0.81 79.27 19 Petugas farmasi mendengar dengan seksama setiap keluhan pasien 3.89 0.68 4.02 0.79 80.47 20 Petugas farmasi sopan dan ramah terhadap pasien 3.91 0.68 4.02 0.76 80.47 Gambar 1. Hasil kuadran jendela pelanggan (customer window quadrant) Kuadran pada Gambar 1. memberikan gambaran prioritas perbaikan yang perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di Unit Rawat Jalan RSUD Provinsi Sulawesi Barat kepada pasien peserta BPJS. Untuk melihat kepentingan relatif pelanggan dapat dilihat pada kuadran jendela pelanggan atau Customer Window Quadrant (CWQ). Kuadran jendela pelanggan adalah suatu alat analisis kesenjangan untuk memahami kepuasan dan kepentingan relatif pelanggan terhadap jasa yang diperoleh [10] Berdasarkan hasil penelitian pada dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy rata-rata semua serqual