The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Celine Manurung, 2023-05-18 09:10:47

novel anak sekolah

NOVEL MASA MASA SEKOLAH

51 harus seperti ini? Apa gara-gara aku tidak les dengan guruku ini, hingga mendapatkan peringkat 4? Apa salahku? Padahal aku sudah belajar dengan giat. Apa karena aku lengah dengan strategi lawanku hingga mendapatkan peringkat 5 besar bukan 3 besar? Apa? Kenapa? Dimana letak kesalahanku? Sial, bikin aku marah dan kesal saja. Lebih baik aku tidak memikirkan nilaiku yang jeblok dan peringkatku yang turun. Pikirkanlah ujian kenaikan sabuk yang sudah ada di depan mata ini. Ya, seminggu setelah pembagian rapot...ujian sabuk diadakan. Ujian ini di laksanakan dalam 3 hari 2 malam. Berangkat hari Jumat dan kembali hari Minggu.. Aku yang saat itu masih kelas 3 SD mengikuti ujian kenaikan sabuk. Di mulai dari tes kepahaman jurus, jurit


52 malam, games, dan di tutup dengan berkumpul di tengah-tengah api unggun. Tesnya? Lumayan sulit. Ada beberapa jurus yang harus kami praktekan setiap warna sabuk yang dimiliki. Di mulai dari putih, orange, hijau, biru, coklat, hitam strip 1 hingga 3, dan sebagainnya. Dan aku sedang ujian tingkatan sabuk dari putih ke orange. Jurit malam? Ada beberapa pertanyaan serta tes gerakan di setiap posnya. Sabuk putih sampai hijau atau tingkatan SD tesnya di sekitaran komplek saja. Sedangkan untuk untuk tingkatan biru sampai hitam atau tingkatan SMP sampai SMA/SMK harus jurit malam keluar komplek dan melewati makam untuk mencapai setiap posnya. Sungguh menyeramkan. Untungnya aku masih tingkatan putih. Kalau tidak...aku harus melewati makam di tengah malam seperti itu. Bukannya aku menakut nakuti. Tapi keadaan komplek yang gelap dan ada beberapa peserta ujian yang kesurupan membuatku ketakutan.


53 Pada malam api unggun...kami di buat menangis dengan penuh penyesalan. Menangis untuk mengingat pengorbanan orang tua bagi kami. Di buat berfikir jika di saat kami membuka mata yang pertama kali di lihat adalah tubuh orang tua yang sudah terkulai lemas dan ditutupi kain putih, bukan senyumnya yang selalu membuat hati damai. Kami harus sungkem, meminta pengampunan dan permohonan maaf saat menyelesaikan api unggun dimalam kedua ujian kenaikan sabuk. Lalu di akhiri dengan pesta BBQ atau sekedar bakar-bakar ikan hasil pancingan dan jagung yang sudah disediakan Cerita seram saat kenaikan sabuk? Tentu saja ada. Malam pertama saat ujian sabuk setelah jurit malam kami di kejutkan dengan diniding kamar yang seakan diketuk seseorang di tengah malam. Semua teman sekamarku juga ikut kaketakutan. Bahkan teman sebelah kamar langsung masuk kekamar kami dan terjadilah umpel-umpelan di kasur. Walau ada kasur di


54 ranjang dan tambahan kasur. Tetap saja umpel umpelan. Dan kenangan itu tak akan aku lupakan. Tahun 2013... Seiring berjalannya waktu...perasaanku masih saja sama seperti dulu. Diam dan bungkam, tak akan mengungkapkan perasaanku sampai ia mengatakannya padaku. Dulu aku menggapnya sebatas teman saja. Tapi kini aku menganggap dia sebagai sahabat. Bukan, bukan. Tapi sahabat perempuan pertamaku. Semua yang dia tanya, aku jawab. Seperti setiap malam menanyakan tugas yang lupa dicatatnya dan hal lain sebagainya. Sebenarnya ada beberapa hal yang membuatku bangga atau bahkan merujuk kearah kasihan oleh Desi. Setiap malam dia harus belajar hingga pagi atau setidaknya jam 12 malam lewat. Belajar sendiri di dapur. Matanya yang sudah berat harus ia tahan hanya untuk belajar saja.


55 Aku harus apa? Kadang dia datang ke sekolah dengan keadaan mengantuk dan hampir tertidur di kelas. Aku bukan guru yang mempunyai kuasa untuk memarahi. Aku hanya seorang teman yang hanya bisa memperingati sahaja. Jika sudah dimarahi...ya bukan salahku. Tapi mau bagaimana lagi. Kalau dia tidak belajar, nanti dia akan di marahi momy. Bahkan setelah pulang sekolah...bukannya dia istirahat, tapi harus mengikuti beberapa les. Seperti les bahasa asing dan les bersama Bu Dewi. Jadwalnya begitu padat. Aku selalu lihat wajah lelahnya itu. Wajah penuh beban dan kesengsaraan itu membuatku tak bisa diam. Bak terbelenggu, namun dia terus saja tersenyum seolah keadaannya baik-baik saja. Kenapa kau tersenyum? Kenapa kau selalu begitu kuat melewati ini? Apa karena musuhmu dalam hal pelajaran begitu kuat hingga kau harus belajar seperti ini?


56 Aku hanya bisa tersenyum pasrah melihat sikap mu yang seperti ini. Maaf. Tapi aku tak bisa membantumu lebih dari ini. Sekali lagi maaf. Sudah banyak sekali cara agar aku bisa mendapatkan perhatianmu. Mendekati mu sebagai teman ataupun sahabat. Tapi kini? Perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan. Sakit, sakit sekali. Kau masih saja menyukai Denis yang jelas-jelas tak menyukaimu, Desi. Kau terus mengejarnya. Aku hanya bisa pasrah saja di saat kau semakin jauh dariku, namun semakin dekat dengannya. Tanganku bisa menyentuh mu, namun tidak bisa menggam erta tangan itu. Aku bisa bercanda sebagai sahabat, bukan bercanda seorang yang spesial bagimu. Untuk kesekian kalinya...aku hanya bisa menjadi sahabatmu saja. Sesekali lihatlah aku sebagai orang yang spesial bagimu, bukan orang yang dipergunakan saat kau membutuhkannya saja.


57 Ada suatu kali di acara hari Kartini. Dimana kita memakai baju adat dari berbagai daerah. Ah aku begitu malu mengingatnya. Aku mengejutkan semua teman temanku, karena satu hari itu...aku memakai baju Adat Batak. Itu yang dipilihkan oleh mamakku. Terlihat ganteng dan menawan. Bahkan para guru juga ada yang pangling saat melihatku. Satu hal yang masih ku simpan sampai sekarang. Potret diriku dan Desi yang berdiri bersebelahan. Coba dia memakai adat Batak. Bisa-bisa sudah seperti sepasang pengatin saja. Apasih kok ngarep. Udah ah jangan ngayal. Nanti kalo dah ketinggian, susuah turun lagi. Simpan saja foto itu. Barang kali bisa buat kenang-kenangan untuk di masa depan. Berhari-hari. Berminggu-minggu. Berbulan-bulan. Terus saja seperti itu. Hingga masa 02SN cabang bela diri karate tiba. Aku berlatih dengan giat hanya untuk karate seni saja. Bukan seni namun tanding jugaku tekuni. Sialnya


58 aku selalu saja gagal. Aku mengikuti perolombaan dalam kategori tanding dan seni karate. Namun dalam pertandingan seni karate, aku kalah. Kekesalan ku tidak sampai situ saja. Di saat aku memulai keberuntunganku melalui O2SN cabang seni bela diri karate pada tahun 2014. Aku kalah. Pulang tak membawa piala satu pun. Bahkan di saat ikut lomba festifal karate. Aku berhasil. Kelompok kami menang membawa piala yang sangat besar. Memang peranku di dalam kelompok itu tidak banyak. Tapi dari sanalah...aku punya kenangan tentang bela diri karate. Tunggu. Kalau di ingat-ingat lagi...seharusnya aku sudah ikut ujian kenaikan sabuk lagi. Kali ini kenaikan dari sabuk orange ke sabuk hijau. Terlalu sibuk dengan pelajaran serta lomba-lomba karate yang dijalani, membuat pikiranku terpecah. Antara harus bisa menghafal rumus pelajaran, maupun menghafal jurus. Dan begitu pula aku lupa dengan perasaan ini.


59 Kedua sahabatku memang tidak terlalu tertarik dengan karate. Namun melihat diriku yang seperti ini...mereka hanya bisa menyemangatiku saja. "Semangat ya Do," Azmi memberiku semangat. "Semoga menang ya Do," Wisnu memberi sebuah harapan yang begitu besar bagiku. Kalut dan takut tidak bisa berhasil. Apa dayaku di saat seperti ini? Apa aku harus berbohong di hadapan mereka, jika aku gagal hm? Sudahlah, ini hidupku. Kenapa harus mereka yang ambil pusing. Dia? Tetap menjadi rivalku. Denis? Tetap menjadi orang yang patutku waspadai dalam hubungan ini. Berharap? Tentu saja. Semoga keberuntungan datang kepadaku, hingga Desi benar-benar menyukaiku. Ah...apa ini obsesi semata? Entahlah. Aku tak peduli lagi dengan ini. Ujian kenaikan kelas saja sudah menghantuiku. Bagaimana dengan perasaan ini? Lupakan saja, pasti nanti dapat yang lebih baik dari pada dirinya.


60 Percayalah. Orang sabar selalu di sayang Allah. Kau hanya perlu besabar saja Valdo. Hingga permainan takdir yang menentukan jalan hidupmu. Ikuti saja, kemana arus hidup ini akan membawamu pergi. Tepat 2 minggu setelah ujian kenaikan kelas, pembagian rapotpun terjadi. Aku sudah gelisah dengan nilai rapot. "Pasti jelek," gumamku penuh dengan rasa penasaran dan takut. Saat rapot itu sudah berada di depan mataku...hanya kata penuh kepasrahan yang keluar dari bibirku. "Tuhkan benar," lirihku seakan tidak menyangka. "Kamu harus banyak belajar lagi ya, Valdo. Padahal semester 1 nilai kamu bagus loh. Kenapa tiba-tiba bisa turun?" Tanya Bu Dewi rapot dengan ciri khas seorang guru saat menasihati muridnya saat pembagian rapot.


61 "Bagaimana tidak jeblok, kalau ibu membuat hal yang benar menjadi tidak benar. Aku sudah mati-matian belajar tapi kekuatan orang dalam membuat semuanya berubah. Di bayar berapa sih hingga yang les dengan ibu dapet peringkat bagus. Bisa-bisanya dari peringkat 4 sekarang turun jadi peringkat 7. Terjun bebas sekali peringkatku higga turun 3 peringkat. Di geser hingga masuk ke 10 besar," benakku mencibir perkataan Bu Dewi. Muak. Aku benar-benar muak akan hal ini. Aku mengucapkan terima kasih, karena kau sudah mengajariku. Namun aku lebih berterima kasih pada waktu yang sudah mempercepat masa kelas 3 SD ini, hingga aku tak bertemu guru selicik dia lagi. Aku berdoa...semoga seterusnya aku tidak di ajar lagi olehmu, wahai guru yang budiman. Terimah kasih. Terima kasihhhh sekali. Tapi cukup sekali saja aku di ajari olehmu selama 1 tahun ini. Wahai pihak sekolah yang mengocok sistem pertukaran guru dan murid dalam kenaikan kelas. Aku


62 mohon padamu, agar tidak bertemu lagi dengannya hingga aku lulus di kelas 6 SD nanti. Sudah itu saja permohonanku padamu wahai tim pengocok. Bay bay masa lalu...selamat datang masa yang akan datang. Kubur semua kenangan buruk, bakar semua kenangan indah yang tak berarti ini. Buka catatan keseharian, dan coret semua nama yang membuatku kesal dan gelisah. Kalau bisaku sobek dan kuel-kuel itu kertas hingga di bakar bersama kenangan indah namun penuh keburukan ini. Buka lembaran baru dan tulis keinginan hidup lagi dari awal untuk keseharian yang akan datang. "Baiklah. Dengan ini...semua yang mengganguku sudah berakhir. Selamat tinggal masa lalu. Selamat datang masa yang baru"


63 Kebobrokan Dikelas 4 SD Baiklah, harusku bilang berapa kali lagi. Untung dan tidak untung. Lagi dan lagi aku harus sekelas dengan kedua sahabat dan musuh bebuyutan. Yang ku sesali adalah...kenapa harus sekelas dengan dia yang aku suka? Kenapa harus dia? Membuatku gak bisa move on aja. Ok, wali kelasku kali ini adalah Ibu Lubis. Untuk wali kelas 4-B itu Ibu Cimah. Menurut cerita yang ku dengar dari ayah, Bu Lubis ini adalah anak dari salah satu guru yang mengajar di masanya dulu. Ayah selalu bilang, kalu Bu Lubis dulu pas masih kecil sering main ular tangga di depan rumah dinas bagi para guru. Dan menurut cerita yang ku dengar dari mamak, kalau Bu Cimah itu dulu adalah teman seangkatan tanteku. Sebuah kebetulan yang sangat luar biasa. Pertama kali masuk kelas, kita sudah di suruh perkenalan lagi. Bosen tau perkenalan mulu. Banyak sih


64 muka-muka baru, karena kali ini gabungan sama sekolah siang. Tapi ada beberapa anak yang juga ku ingat juga. Contohnya? Seperti teman semasa Paud dan di satu SD yang sama. Namun syukuri saja. Lama-lama juga hapal nama temen sendiri, saking sudah terbiasa. Pertama kali masuk ke kelas, aku duduk dengan teman waktu paud, yaitu Nisa. Yang ku ingat tentangnya dari dulu adalah...dia tak pernah berubah, dalam artian kata. Dia masih saja kurus, persis seperti dulu. Sudah, sudah. Jangan ngomongin orang dari belakang. Yang ada dia bersin bersin mulu gara-gara aku. Ah, iya. Dulu saat baru seminggu masuk sekolah tahun ajaran baru, kita disuruh memilih ketua kelas. Bukannya milih, tapi lebih tepatnya sudah ada yang tunjuk tangan. Siapa lagi kalo bukan Desi. "Bagus. Dia lagi yang jadi ketua kelas," batinku berucap dengan kesal.


65 Aku tahu. Beban menjadi ketua kelas itu sangatlah berat. Tapi kalo ketua kelasnya kaya dia, apa kelas kita bisa bertahan? Ah sudahlah, aku tidak peduli. Kalian tahu. Aku mempunyai rival baru dalam hal nilai, namanya Raisa. Dia rival baruku dikelas 4. Potensi nilainya sudah telihat dari pertama kali masuk ke kelas ini. "Ck...menyebalkan. Kenapa ada lagi rival baru di setiap tingkatan kelasnya?" Decakku menahan kesal. Ini ada lagi yang aneh. Disuruh bikin kelompok yang isinya minimal 6 anak dan maxsimal 7 anak, itu paling banyak. Aku? Kini aku ditempatkan di kelompok 4 yang lebih sialnya langsung didepan meja guru. Enak sih depan meja guru, karena bisa langsung liat papan tulis. Aku kenalin dulu deh anggota kelompokku. Pertama ada Icha (si kembar 3), Okta (dia cewe loh ya), Satya,


66 Amirudin dan lan yang badannya paling kecil di kelompok. Didalam kelompok juga, aku ditunjuk menjadi ketua kelompok dan okta menjadi Sekretaris. Seingatku sih, dari 5 kelompok yang ada di kelas, yang paling pinter adalah kelompok 1 dan yang paling bar-bar adalah kelompok 5. Gimana gak bar-bar, isinya anak nakal semua. Ditambah Eksha ada di kelompok itu. Dah ah, bikin spaneng aja. Aku jadi teringat akan sebuah cerita yang memalukan. Dulu, pas anak cewe pada ganti baju di kelas buat pelajaran olahraga. Ada kejadian yang bikin anak cewe malu. Dimana Eksha buka seragam dan cuman pake tanktop doang. Terus dia naik ke atas meja sambil joget joget gak jelas, gara-gara anak laki ngintip-ngintip di jendela dari luar. Dalam sekejap aku malu, sumpah malu banget.


67 "Nih anak bikin malu aja," gerutuku. "Udah biarin aja do, dia emang gitu. Urat malunya dah putus dari lama," sahut Wisnu padaku. "Eh, tuh anak ya gak punya otak apa. Dah tau dia cewe, malah pamer-pamer aurat. Dasar gak ada akhlak," Azmi sampe geleng-geleng kepala pas liat tingkah laku Eksha. Ya, tunggu dulu. Ada juga kenangan yang bikin guru kaget. Jadi tuh dulu pas Bu Lubis ulang tahun, kita anak sekelas berencana bikin pesta kejutan buat dia. Bu Lubis di bikin geger gara-gara anak-anak sekelas gak ada di dalam kelas. Eh pas buka pintu, Bu Lubis langsung di kagetin sama balon yang diledakin sama anak-anak sekelas dan semburan kertas warna warni dari party popper. Alihasil Bu Lubis yang masih memiliki sifat seperti anak-anak jadi kegirangan.


68 Ah pokoknya seru deh waktu itu. Main ledakledakan balon, makan kue ulang tahun. Dan ngasih kado ke guru, walau harus pake uang tabungan. Kalian tahu kado apa yang aku berikan buat Bu Lubis? Kipas angin. lya kipas angin. Kok kipas angin, kenapa gak yang lain? Jadi gini. Dari jauh-jauh hari aku udah cari-cari hadiah buat ulang tahun Bu Lubis. Aku sampe ubek-ubek deretan dari toko buku yang jualan pernak pernik dan segala macemnya. Pertama kali yang ku lihat itu adalah lampu tidur, tapi gak jadi di beli. Kedua boneka, tapi dah sering di beli orang. Ketiga lampu belajar yang ada kipas anginnya terus warnanya hijau. "Menarik," ucapku saat melihatnya. Saat melihat harganyapun juga terbilang murah walau sudah 100 ribu lebih. Kalau kuambil sedikit uang tabungan rasanya tidak masalah. Dan jadilah hadiah itu aku berikan untuk Bu Lubis. Semoga guruku masih menyimpannya sampai sekarang.


69 Tak semenyangkan itu teman-teman. Abis acara di kelas, kita disuruh bersih-bersih gara-gara kelas kotor. Padahal bukan jadwalnya piket, tapi aku disuruh ikutan ngebersihin kelas. Dan sialnya kita sekelas di marahin sama Bu Lubis gara-gara papan tulis di tempelin balon pake lakban dan sisa lemnya gak bisa ilang. Eh tunggu dulu. Ada salah satu pengalaman dari anak laki yang bikin Bu Lubis sampai nangis. Saat itu kita disuruh literasi ke perpustakaan. Udah tau aturannya disuruh diem pas didalam perpustakaan. Tapi Fais, teman semasa Paudku dulu itu bikin kegaduhan di perpustakaan. Sudah diperingatkan oleh Desi tapi tetap saja gak diem. Hingga Bu Lubis dateng dan nangis ngeliat kegaduhan kelasnya saat literasi di perpustakaan. Saat itu juga, Fais di geret keluar dari perpustakaan sama Bu Lubis. Walupun sudah minta ampun, tapi tetap aja Fais gak dimarahin.


70 Satu kata untukmu Fais, 'Mampus' dah tau gak boleh berisik sama kerjain tugas yang di kasih. Tapi tetap aja ngalanggar. Yah, jadinya kaya gini deh. Marah dan kesal. Kenapa masih saja, dia mengejar laki-laki yang bahkan tak menyukainya. So, aku sebagai seorang sahabat hanya bisa memberi doa dan dukungan agar dia bisa diterima oleh sang gadis pujaan hati. Aku ikut senang di saat Desi ingin mengutarakan isi hatinya dulu pada Agung. Namun ada sisi lain dari diriku yang tak terima, jika dia mengutarakannya. Cemburu? Ya iyalah cemburu. Dah tau suka, tapi masih aja purapura bego buat nutupin perasaan biar gak nyakitin hati dia. Persaingan ya persaingan aja. Jangan bawa-bawa perasaan. Kisah ini ku percepat hingga semesteran. Banyak kok kenangannya, tapi malas ku utarakan saking panjangnya. Kalian tahu apa yang terjadi padaku waktu itu? Di saat aku sudah cape-capenya belajar, dan sering masuk


71 setiap hari ke sekolah. Cuman dapet peringkat 4 karena kalah dari anak yang jarang masuk sekolah. Oh yang benar saja. Aku kalah dari Aisyah, temanku yang jarang masuk sekolah itu. Bahkan dia tidak tahu jadwal ujian akhir semester. Memang pintar. Tapi ini namanya gak adil. Masa aku udah cape-cape ngerjain tugas, tapi dia yang jarang masuk dapet peringkat dia atasku. ya, Aku masih terima kalau peringkat pertama di ambil sama Raisa dan peringkat 2 dia ambil sama Desi yang waktu itu sempet turun nilainya. Tapi ini, peringkat 3 loh. Kenapa dia ambil sama Aisyah? Eh, Desi sempet turun karena momynya ngurusin adiknya yang baru lahir beberapa bulan yang lalu yah. Nama adik Desi itu Bintang, dia aku udah anggep kaya adik sendiri. Orang dari kecil sama aku mulu, kok. Lah ini Aisyah boro-boro ngasih kabar kalo gak sekolah. Alesannya sakit terus. Yah kali mimisan, terus


72 gak masuk sekolah. Desi aja yang sering mimisan di sekolah tetep masuk tuh. Kenapa dia kagak? Aku aja walau sakit panas, batuk dan pilek. Masih tetep maksa masuk sekolah tuh. Kenapa dia gak? Dasar guru pilih kasih. Untung imut, kalo kagak....ah udahlah. Jadi ngingetin Bu Dewi aja. Ngeselin. Tahun 2014... Semester 2 mulai kembali dengan pelajaranpelajaran yang baru lagi. Inget, semseter 2 itu lebih ngeselin pelajarannya dari semester 1. Kenapa? Gampang jawabannya. Karena kita di persiapkan mengahadapi ujian yang terbilang cepat dan tak bisa dihitung. Tiba-tiba udah tengah semster aja.


73 Ada satu kisah yang dimana kita di suruh buat sebuah maket dari barang bekas. Contohnya rumahrumahan. la sih rumah-rumahan. Namun apa daya diriku ini. Yang lain bikin rumah, hm...terbilang mudah sih. Tapi aku bikin yang anti mainsrtem. Yaitu bikin sebuah maket hotel dari kardus bekas. Ukurannya? Beh...kira-kira tinggi keseluruhan 60 cm. Lebarnya? Aku gak ngitung. Di hotelku ini terdapat tempat pengambilan tiket masuk, parkiran basement, lift yang terletak di luar gedung, kolam renang di luar gedung atau lebih tepatnya diatas parkiran basement, musolah dan lapangan terbang helicopter, tepat di atas atap gedung hotel. Oh, iya. Tak lupa dengan beberapa mobil dan satu helikopter mainan untuk melengkapi maketku ini, hingga terlihat seperti nyata. Terbukti. Pas masuk sekolah sambil bawa maketnya, membuat beberapa pasang mata melihat


74 maketku. Berat sih. Karena untuk mengangkut ini semua, diperlukan karton ukuran besar sebagai tatakannya. Gak terlalu besar kok, paling seukuran kerdus air mineral gelas. Bahkan pas mau masuk ke kelas, maket ku ketubruk pintu kelas. Saking gak bisa masuk. Dan akhirnya masuknya miring. Hadeh...pusing aku. Helikopter? Lucu nih disini. Karena dulu terkenal karena Raja Salman yang sedang kunjungan ke Indonesia. Jadi lapangan tebangnya jadi terkenal garagara helikopter Raja Salman. Ah, temenku gak ngadi-ngadi ngasih julukannya. Kan bikin malu. Bahkan ada yang pengen ngambil mobil mainan yang ditempel buat aksesoris. Ih padahal aku beli sekotak mainannya mahal. Ayah sih, kasih inspirasi suruh ada mobil-mobilannya. Jadi menarik perhatian banyak orang deh. Sampe pulang sekolahpun maketku masih menjadi pusat perhatian banyak orang disekolah. Mulai dari


75 guru, karyawan sekolah, adik/kakak kelas bahkan mak mak yang nungguin anaknya pulang sekolah. Ada lagi nih tugas bikin prakarya tapi kelompok. Waktu itu aku sekelompok sama Edi, Nisa dan Doni. Ya Doni, teman saat aku kelas 2 dulu yang gak naik kelas. Kita disuruh buat patung replika dari bubur kertas. Yang lain bikin kaya contoh yang ada di buku, kalau gak salah wanita yang sedang menari tarian piring dari Sumatera Barat. Tapi kelompok kita anti mainstrem. Kita bikin replika tugu tani. Lengkap dengan topi caping dan tombaknya. Kalian tahu. Aku sampai datang kerumah tetanggaku yang bisa mengelas besi. Tatakannya dari balok kayu yang dipotong tebal. Dan setelah besi itu dilas pada potongan kayu tadi, kita lapisi lagi dengan kawat sesuai contoh yang ada di buku.


76 Pembuatan patung bubur kertas ini memakan waktu sekitar seminggu. Mulai dari mengelas hingga menempelkan bubur dari kertas yang sudah dihancurkan dan sudah dicampur dengan lem serta tepung kanji untuk perekatnya. Sebelum di cat bubur ini harus dikeringkan. Karena gak boleh dikeringin dibawah sinar matahari langsung, karena takut pecah pecah. Jadi tuh patung kita keringin di bawah ac dari malem sampai pagi. Sumpah, karena semaleman tuh patung di keringin di bawah ac...paginya tuh patung malah jadi dingin. Padahal gak di masukin ke freezer kulkas. Pengecatannyapun dipercepat tak sesuai jadwal. Setelah kering kami langsung mengecatnya. Bahkan sempat ada perombakan warna karena tidak sesuai yang diinginkan. Waktunya tidak banyak lagi. Kami hanya menambahkan aksen tongkat dari bambu kuning yang diberi bendera merah putih dari plastik sebagai tongkat yang dipegang oleh pak tani. Serta kain fanel yang berwarna hijau muda untuk menutupi kayu agar terlihat


77 sedikit bagus, cantik menarik dan yang paling utama agar tatakan telihat rapih. Lengkap sudah. Kelompok kami jadi pusat perhatian lagi. Berat patungnya? Hm sekitar 1 sampai 2 kilogram. Tidak berat sih, kaya bawa piala berukuran sedang. Tapi karya kami mampu memikat setiap pandang mata. Kini patung itu, terpajang di atas lemari guru yang ada di kelas sampai sekarang. Entahlah. Mau sampai kapan patung buatan kami akan terus dipajang. Mungkin hingga kami lulus SD. Semoga karya kami mampu membuat adik kelas kami terinspirasi. Tapi jangan copas loh ya. Karena semua komposisi dari patung itu, hanya kami yang tahu. Jangan harap mendapatkan bocoran. Ingatanmu dan ingatanku juga. Kisahmu terselip ceritaku juga. Walau terdapat banyak dari sisi diriku yang di ungkapkan disini. Kita dulu sama-sama mengingat bahwa...


78 Ujian kenaikan sabuk sudah didepan mata lagi. Lagi? Kenapa lagi? Oh jelas. Setiap tahunnya, minimal ada 2 kali kenaikan sabuk. Jadi nih temen-temen. Karena dari semua angkatan sabuk pasti ada yang ikut, yah mau gimana lagi. Kenaikan sabuk kali ini dilaksanakan. Sesuai namanya, kali ini aku naik tingkatan dari sabuk hijau ke sabuk biru. Bukannya sombong. Tapi pas kenaikan sabuk inilah yang bikin berat. Tingkatan baru, makan uji tes kemapuannya baru. Bahkan jurus rahasia juga di tes oleh kakak pelatih. Ah, kak Baba ngasih tesnya gak ngadi-ngadi. Dah tau tuh jurus belom pernah di ajarin. Eh malah dites buat ujian. Ya satu kelompok cengo semua lah. Jahat. Padahal itu kakak pembina yang paling enak kalo ngajarin aku jurus seni tunggal. Perawakannya emang serem, tapi kalo ngajarinnya pasti enak. Tunggu dulu. Pas pembagian sabuk dan sertifikat kelulusan yang lain udah pada dapet, kenapa aku enggak. Curiga nih ada apa-apa.


79 Saat itu ada pembagian hadiah untuk nilai tertinggi. Kalian tahu, aku mendapatkan juara 1 dengan nilai kelulusan yang paling tinggi. Wah udah dapat hadiah, sekarang di kasih kaos dengan tulisan perguruan. Keren. Padahal aku gak banyak belajar. Gerakan ku juga masih banyak yang salah dan tidak hapal jurus. Tapi kenapa juara 1. Aneh. Kata ayah itu hasil sogokan orang dalem. Yang bener aja. Dah tau aku latihan, bilangnya pake sogokan orang dalem. "Eh, kamu aja gerakannya masih klemar-klemer gitu dapet juara 1. Salah nilai kali tuh kakaknya," ucap ayah tidak menyangka. Aku akui. Diriku hanya menang sabauk, tapi tidak hapal banyak jurus seperti Fira maupun para seniorku yang lain. Aku akui kalau aku hanya ikut lomba jika ada O2SN saja. Karena aku trauma atas kekalahan tanding duel. Tenagaku kuat, tapi belum mampu membanting orang. Malah menjadi samsak terus menerus. Aku hanya


80 bisa menangis setelah kalah dan emosi yang tak terkontrol membuatku benar-benar kalut. Maka dari itu. Aku hanya mencintai seni tunggal karate, dan tak mau turun ke ring untuk tanding duel. Tak akan pernah lagi. Susah senang kita jalani bersama. Suka duka kita rasakan bersama juga. Awal kita bertemu di mulai dengan perkenalan, perpisahan kita akhiri dengan senyuman. Ambisiku untuk menyingkirkan Aisyah dari peringkat 3, berhasilku gapai kali ini. Karena penghinaan di semester 1 benar-benar tak bisaku terima, akhirnya aku lakukan berbagai cara agar dia tersingkirkan. Bukan cara kotor atau sogokan yang ku pakai. Namun akal dan kecerdasan yang aku pergunakan. Di dukung dengan daftar kehadiran yang benar-benar berhasil. selalu sempurna membuatku


81 Semenjak semester 2 juga, Aisyah mulai jarang masuk sekolah. Absenpun banyak yang kosong dan terbilang alfa. Batinku mulai tertawa. Di saat aku berhasil membuktikan kata-kata yang sempat di janjikan kepada ayahku. "Sebisa mungkin, aku akan singkirkan Aisyah dari peringkat paling nyaman itu," janjiku pada ayah. Yah, urutan yang sempurna. Peringkat pertama di tempati oleh Raisa, peringkat kedua ditempati oleh Desi dan peringkat ketiga ditempati olehku. Namun diriku masih kesal. Kenapa Aisyah hanya turun satu peringkat di bawahku? Dan sahabatku Azmi yang terbilang masih pintar tetap mendapatkan peringkat 5. Padahal Azmi selalu masuk sekolah. Untuk urusan nilai, dia lumayan bagus. Kenapa? Apa alasannya? Sial, ini benar-benar tidak adil bagiku.


82 Cerita dari Bu Lubis saat pulang kampung menjadi penutup bagi kisah ini. Di saat dia berada di kereta dan bertemu dengan bapak-bapak. Bu Lubus bercerita dalam grub chat yang terdiri antara dirinya serta anak-anak sekelas. "Anak-anak, tau gak. Tadi saat ibu dikereta. Ibu ketemu orang terus dia pake minyak wangi. Beh, aromanya gak enak, kaya minyak nyong-nyong. Itu bapak-bapak pake minyak wangi apa minyak nyong-nyong?" keluh Bu Lubis pada para mantan muridnya. Minyak nyong-nyong? Jaman ya sekarang pake minyak nyong-nyong. Bu Tiara ada-ada aja. Inilah akhir dari kebobrokan kelas 4 ku. Entah apa kalian mengingatnya atau tidak. Yang pasti, kalian tak akan ingat. Karena ini, diambil dari sudut pandangku. Tidak dari sudut pandang kalian. Hihi...aku bercanda. Jangan dibawa ke hati ya teman. Karena setelah ini, kita akan mengingat kenangan yang tak akan terlupakan. Sampai saat ini dan untuk selamanya.


83 Kesedihan Di Kelas 5 SD Tahun 2015... Kembali dari awal lagi. Lagi dan lagi. Sama seperti dulu, formasi 3 sahabat dan musuh bebuyutan kembali sekelas. Entahlah, aku ikut senang atau tidak. Tapi kali ini yg membuatku kesal semakin bertambah. Heru dan Rafael sekelas denganku lagi. Kenapa dia sekelas lagi denganku? Heru yang masih di cintai oleh Desi dan Rafael yang berotak licik ini harus sekelas denganku selama setahun. Aku muak dengan semua ini. Kali ini...wali kelasku adalah guru laki-laki. Entahlah, dari dulu aku mendapatkan wali kelas guru


84 perempuan terus dan baru pertama kali mendapatkan wali kelas guru laki-laki. Bahagia? Tentu saja. Siapa yang tak bahagia mendapatkan kesempatan menjadi murid dari dia. Baiklah, nama wali kelasku adalah Pak Rusli. Sementara kelas 5A di ajar oleh Ibu Cimah dan 5B di ajar oleh Ibu Minda. Ada rumor yang bilang, kalau Bu Cimah ini mata duitan. lya sih, pakiannya yang selalu bagus dan paling heboh kalau melakukan apapun. Dalam artian kata...cara berpakian dan tas yang selalu di kenakan atau dibawanya, terkesan gelamor dan mewah. Sungguh luar biasa. Pertama kali masuk sekolah, ada pemilihan ketua kelas dan yang terpilih adalah Desi. Lalu kita dipilihkan tempat duduk oleh Pak Rusli. Entah alasannya apa, hingga dia membuat pertukaran tempat duduk ini. Sialnya, kenapa aku sebangku sama anak perempuan yang nyebelin kaya romarta? Menyebalkan.


85 Kalian tahu. Saking kesalnya aku sama romarta...aku jadi sering gangguin dia. Seperti mengumpatkan isian pulpen dibawah laci meja belajar punyaku dan kadang menyembunyikan bukunya juga. Mau bagaimana lagi? Habis dia kelewat batas. Kenapa harus nyontek setiap jawabanku dan diberikan kepada teman-temannya? Otakku-kan sudah mengepul karena jawaban yang begitu sulit. Tapi dia malah menyontek dan memberikan jawabannya pada teman-temannya itu. Apa gunanya aku belajar, hah? Sungguh menyebalkan. lya sih mintanya satu...tapi kalau keterusankan malah semua soal terjawab dengan sendirinya. "Do, bagi jawabanya satu dong," pintanya padaku. "Iya. Nih, satu doang," aku langsung meberikan jawabannya. "Satu lagi dong," bujuknya.


86 "Satu-satu aja terus. Lama-lama semuanya diminta," saking kesalnya. Bukuku langsung diberikan padanya agar disalin sendiri. Biarlah mulutku ini diam sesaat, dari pada berceloteh dengan orang seperti dia. Menyusahkan saja. Semua orang bilang kalau di ajar oleh guru yang perempuan itu sudah biasa. Tapi gimana rasanya diajarin sama guru yang laki-laki? Rasanya cukup menyenangkan kok. Banyak hal yang ku pelajari darinya. Kami berbagi suka duka dan kesenangan bersama. Sama halnya seperti pepatah yang mengatakan "guru adalah orang tua di sekolah". Bagiku itu sangatlah benar. Guru perempuan bagikan ibu bagi kami. Sedangkan guru laki-laki adalah ayah bagi kami. Mereka yang mengajarkan kami hingga bisa. Mereka terus menjaga dan mendidik kami dari jam masuk sekolah hingga jam pulang sekolah. Walau sistemnya lebih ketat ketimbang di rumah.


87 Pak Rusli. Sosok ayah yang sangat luar biasa bagi kami. Sosok yang yang baru bagi kami. Walau guru agama kami juga seorang laki-laki...tapi rasanya berbeda. Kami selalu bertatap muka setiap harinya. Dia benar-benar spesial bagi kami saat itu. Aku masih ingat. Disaat kami membuat pesta ulang tahun sederhana sesaat setelah Upacara Bendera 17 Agustus. Di tanggal itulah juga, guru kami yang tercinta berulang tahun. Sekedar kue ulang tahun yang dibeli dari hasil uang patungan. Tetapi bertuliskan selamat dari Heru. Kenapa harus dari dia? Padahal kue itu, kita beli dari uang hasil patungan bersama. Sungguh, hal itu membuatku kesal. Tapi lupakan saja, kita rayakan ulang tahun Pak Rusli dengan penuh senyuman. Walau acara kami di ganggu oleh kakak kelas yang rese. Mereka ikut-ikutan berpose saat akan ada sesi foto bersama Pak Rusli dengan murid muridnya. Lalu pada hari jumat-nya Pak Rusli mengajak semua muridnya untuk berfoto di taman sekolah sehabis kultum bersama. Seakan ini adalah kenangan terakhir


88 yang akan terabadikan dalam sebuah foto. Memang ada rencana tentang Pak Rusli yang akan pindah sekolah entah itu dimana, namun sudah tersebar luas hingga terdengar ketelinga para muridnya. Tapi saat itu, masih belum ada kejelasan yang pasti kapan dia akan di pindah tugaskan ke sekolah lain. Namun kesenangan itu hanya bertahan selama 2 bulan saja. Dia meninggalkan kami secara tiba-tiba. Disaat kami masih membutuhkannya. Hari Senin, tanggal 21 Agustus 2015. Waktu itu adalah hari yang paling menyedihkan. Bermula dari saat upacara bendera yang tak terlihat sosok sang guru tercinta. "Eh, Do. Pak Rusli kok gak ada disitu ya. Apa dia gak masuk lagi?" Tanya salah satu temanku yang sejak tadi memperhatikan tempat para guru berkumpul saat sedang melaksanakan upacara bendera sembari berbisik-bisik.


89 "Mungkin dia telat atau gak masuk sekolah kaya biasanya," jawabku mengira-ngira keadaan yang terjadi. Namun perkiraanku kali ini salah. Setelah upacara usai dan semua murid ke kelas masing-masing. Hanya Pak Rusli, guru yang tak masuk ke kelasnya. Entah itu sekedar salam maupun pembiasaan kelas seperti memberikan materi ataupun penjelasan lainnya, tidak dia lakukan sama sekali. Hingga jam pelajaran olahraga ingin dimulaipun, beliau tak kunjung datang. Karena waktu yang terus mendesak, kami langsung mengganti pakaian dan turun ke lapangan untuk olahraga. Selama olahragapun kami tak sedikitpun melihat siluet sosok Pak Rusli di lorong sekolah. Biasanya para guru akan memberi tahukan alasan Pak Rusli tidak mengajar ke sekolah. Namun kali ini tak ada satupun guru yang memberi tahu kami. Resah dan bingung. Itu yang membuatku tak bisa tenang. Entah kenapa perasaanku tidak enak sejak pagi.


90 Apakah terjadi sesuatu pada Pak Rusli, hingga tak mengajar ke sekolah? Entahlah, aku tidak tahu. Setelah pelajaran olahraga berakhir...semua murid kembali ke kelas. Mereka duduk-duduk istirahat setelah mengganti pakaian dan sebagainya. Tiba-tiba datanglah karyawan sekolah yang disuruh salah satu guru untuk memperbaiki proyektor yang tersimpan dikelas kami. Hanya dialah harapan terkahir kami untuk mengetahui, kenapa Pak Rusli tak masuk sekolah. "Bang. Pak Rusli gak masuk sekolah, kenapa ya? Dari pagi juga gak keliatan disekolah," Tanyaku pada karyawan sekolah tersebut. "Pak Ruslikan udah pindah sekolah," jawabnya santai sembari membenarkan proyektor sekolah. "Ah, yang bener bang. Kok gak ada yang bilang sih," singgung salah satu temanku tak percaya.


91 "Ih beneranlah, abang mah gak bohong. Kalo gak percaya, tanya aja sama guru yang lain. Pasti jawabannya sama semua," ujarnya tenang. Kami yang tidak percayapun langsung lari keluar kelas dan mencari guru terdekat yang bisa ditanyakan mengenai Pak Rusli. Hingga didekat toliet, kami bertemu Ibu Dewi. "Ibu, maaf mau tanya. Pak Rusli emang beneran udah pindah sekolah ya hari ini?" tanyaku dengan santun dan tekesan memaksa. "Iya, bener kok," jawabnya dengan santai namun bisa dipercaya. Tubuhku seakan lemas sesaat, setelah mendengar perkataan yang keluar dari mulut Bu Dewi. Kami kembali membawa kabar yang sangat memilukan bagi semuanya.


92 Saat kami melangkah ke dalam kelaspun, serasa ada yang berbeda. Hening dan menunggu kabar yang sebenarnya. "Gimana Do? Pak Rusli beneran pindah?" Tanya penuh desak. Aku hanya bisa mengangguk saja, air matapun sudah mulai menggenangi pelupuk mata. Semua tercengang, tak percaya dengan jawabanku. Bahkan ada yang keluar dan mencari tahu lagi seperti kami tadi. Aku hanya bisa duduk termenung dibangkuku. Mengangis dan meratapi kenyataan sembari menginggat kenangan indah semasa bersamanya. Semua murid perempuan mengangis haru, bahkan ada yang menangis didalam pelukanku. Sementara murid laki-laki ada yang menangis adapun yang hanya meratapi tanpa menangis tersedu-sedu. Seharian penuh kami menangis saat mengetahui ini. Kenapa semuanya berlalu begitu cepat? Kenapa kau pindah tiba-tiba tanpa bilang pada kami Pak Rusli?


93 Kenapa? Sehari setelah itupun kami dikejutkan dengan kabar guru baru, pengganti Pak Rusli yang akan mengajar kami. Namun hal itu kami tolak keras, dengan menulis kata serta ucapan bak demo di papan tulis. "Kami menolak guru baru" "Kembalikan Pak Rusli" "Kami tidak mau diajar oleh orang lain, kecuali dengan Pak Rusli" Begitulah kata-kata yang dituliskan pada papan tulis oleh anak-anak, agar kami bisa di ajar kembali oleh Pak Rusli. Namun takdir berkata lain. Pihak sekolah tak membiarkan itu tejadi dan tetap memindah tugaskan Pak Rusli ke sekolah lain sesuai permintaan dari pemerintah. Kami hanyalah anak kecil yang tak bisa menolak aturan. Mau tidak mau kami harus terima keputusan yang telah dibuat saja.


94 Guru barupun tak lama masuk ke kelas kami. Seorang guru perempuan berumur sekitar 40 tahun lebih. Beliau berambut pendek dan menggunakan kaca mata bulat. "Selamat pagi anak-anak," sapanya pada kami sembari masuk menggunakan jaket dan tas ransel hitam miliknya. Kesanku pertama kali padanya cukup baik, entah seterusnya bagaimana. Hanya waktu yang bisa menjawab segalanya. Setelah guru itu masuk kami hanya bisa diam dan hanya mendengarkan perkataanya saja. "Perkenalkan, nama Ibu adalah Muslina Mukti Rahayu, panggil aja Ibu Ayu. Mulai hari ini, ibu akan mengajar dikelas kalian," Dia mulai memperkenalkan diri didepan murid-murid. Ucapannya yang mengandung kegembiraan serta semangat yang kuat, membuat kami teralihkan dari kesedihan sementara.


95 "Oh, ya. Ibu ini temannya Pak Rusli. Katanya nanti Pak Rusli mau kesini sebentar," ucapnya seakan memberi harapan bagi kami. Namun tiba-tiba, Ibu Ayu keluar dari kelas dan berbincang dengan seseorang. Dan ternyata orang itu adalah Pak Rusli. "Sebentar ya Bu Ayu," ucapnya meminta izin karena mengganggu jam pelajaran. "Iya, gak apa-apa pak. Lagian kayanya anak-anak kangen sama bapak," ucap Ibu Ayu memberi izin padanya. Saat Pak Rusli masuk ke dalam kelas, dia sudah disambut dengan tangis haru serta nama yang terus memnggilnya seolah rindu yang telah lama terpendam. "Pak Rusli" Semua anak-anak meneriaki namanya saat dia berdiri di depan kelas.


96 "Maaf ya anak-anak, bapak telat bilang. Kemarin bapak sibuk karena ngurusin surat kepindahan tugas sekolah. Dan hari ini juga bapak tidak bisa lama-lama disini. Kalian tetap semangat belajar ya. Terus kejar cita-cita, walau bukan bapak yang mengajar kalian lagi," ucap Pak Rusli seakan menunjukkan kata perpisahan sambil menangis. la masih belum rela melepas murid-murid kesayangnnya. Setelah itu dia langsung pergi meninggalkan kelas. Walau dia ada didepan kelas dengan sangat lama karena berbincang dengan Bu Ayu, bagi kami beliau sudah meninggalkan kami. Terhalang oleh dinding dan pintu kelas, membuat kami tak bisa bertemu dengannya. Tangis kami semakin menjadi-jadi setelah beliau melangkah pergi meninggalkan teras kelas. "PAK RUSLIII"


97 Kami berteriak agar dia kembali. Sebentar saja, berikan kami waktu lebih banyak lagi agar bisa bercengkrama dengannya untuk yang terakhir kalinya. Namun semuanya sia-sia. Dia benar-benar meninggalkan kami untuk selamanya. Percayalah. Dibalik cerita sedih, terdapat sebuah kisah yang memilukan. Kisah itu pula, akan terus dikenang sampai akhir. Waktupun terus berjalan. Kini semua kembali normal. Tak ada kepedihan dan tak ada pula kesedihan. Kini yang ada hanyalah kegembiraan semata. Perasaanku pada Desi? Teralihkan. Semua teralihkan pada romarta, teman sebangkuku. Dia sudah mampu membuatku jatuh cinta. Apa yang membuatku suka padanya? Rambutnya, aku suka ramputnya. Entah kenapa, waktu itu aku menyukainya saat dia membenarkan ramput panjangnya itu. Sama seperti kakak karate yang kusukai.


98 Aku begitu suka padanya, dia jugalah yang memberikan panggilan kasur padaku. Panggilan ayah Valdo-pun terus melebar hingga sebagian anak perempuan memanggilku dengan sebutan itu. Bahkan anak-anakku sudah banyak berderet. Aku suka dengan hal ini, namun tidak begitu dengannya. Semua berjalan dengan sendirinya. Bak arus yang terlupakan, semuanya fokus dengan kegiatannya masing-masing. Kini sahabatku Wisnu sedang patah hati. Baru beberapa hari pacaran, dia sudah putus dengan kekasihnya. "Gw tuh kesel Do sama dia. Kemaren gw masih baik baik aja sama dia. Malah bangku kita tuh dipepetin buat dapetin jawaban dari gw. Tapi hari ini, dia ngajakin putus. Katanya gak cinta lagi sama gw. Padahal gw tuh tau, kalau dia udah suka sama cewe lain," curhatnya padaku. Sesaat dia menangis, sesaat dia marah, sesaat


99 dia merasa frustasi dan aku hanya bisa menengakannya saja. "Nu, udahlah. Cewek kaya gitu mending lu lupain. Gak ada gunanya juga. Jelas-jelas dia udah ketahuan selingkuh dibelakang lu. Tapi lu tetep aja suka sama dia. Udah sih, lupain aja," ucap Rizwan berusaha membuat Wisnu kembali tegar. Orang kalau patah hati memang merepotkan. "Bener kata Azmi, Wisnu. Kamu tuh harus bisa move on. Waktu kita masih panjang. Bahkan, masih banyak cowo diluar sana yang cocok buat kamu," ucapku memberi semangat. "Benar juga," Wisnh sudah kembali sadar dari keterpurukannya. "Udahlah. Kita ini Jomblo Happy. Walau jomblo, tapi kita tetap happy," ujarku dan langsung disambut dengan tawa para sahabat.


100 Benar. Selalu ada hal indah dan menyenangkan di balik cerita yang bahagia. Kenangan serta masa-masa yang paling indah, tak akan pernah terlupakan oleh masa. Tak terasa semester 1 pun berakhir dengan sendirinya. Setidaknya untuk kali ini perasaanku campur aduk. Berawal dari kesedihan, berakhir dengan kebahagiaan. Hanya itu yang kurasakan sekarang. Tahun 2015... Sekarang di mulai dari awal lagi. Tak seperti dulu, yang diawali dengan kesedihan. Kini berawal dengan kebahagiaan. Senyum bahagia terpampang jelas dimanamana. Rasa sukaku pada Romarta semakin kuat. Tak tahu kenapa, tapi aku suka saja. Tapi...tiba-tiba pertukaran bangku yang dipilih oleh Bu Ayu membuatku sebal. Gak


Click to View FlipBook Version