The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Modul ini terdiri dari 4 bab dengan materi pembahasan yang saling berkaitan antar bab, sehingga dalam penyajiannya peserta didik diharapkan mampu memahami materi agar dapat melanjutkan ke materi di bab berikutnya. Di bab pertama akan menguraikan mengenai islam sebagai agama yang membawa pengaruh budaya dan awal mula masuknya agama islam di Indonesia, pada bab ke dua akan membahas mengenai propaganda dalam masuknya islam di Indonesia, pada bab ke tiga akan membahas mengenai kebudayaan apa saja yang akan di bawa oleh agama islam di Indonesia dan pada bab ke empat atau bab terakhir akan membahas mengenai dampak masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by novikurnia2018, 2024-05-19 05:39:02

MASUKNYA AGAMA ISLAM KE INDONESIA

Modul ini terdiri dari 4 bab dengan materi pembahasan yang saling berkaitan antar bab, sehingga dalam penyajiannya peserta didik diharapkan mampu memahami materi agar dapat melanjutkan ke materi di bab berikutnya. Di bab pertama akan menguraikan mengenai islam sebagai agama yang membawa pengaruh budaya dan awal mula masuknya agama islam di Indonesia, pada bab ke dua akan membahas mengenai propaganda dalam masuknya islam di Indonesia, pada bab ke tiga akan membahas mengenai kebudayaan apa saja yang akan di bawa oleh agama islam di Indonesia dan pada bab ke empat atau bab terakhir akan membahas mengenai dampak masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia.

Keywords: SEJARAH,ISLAM

MASUKNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA Sejarah Indonesia Kelas X SMA/MA Penyusun: Farach Audi Zaskia Dosen Pembimbing: Dra. Sani Safitri,M.Si PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2023/2024


KATA PENGANTAR Puji dan syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt., karena atas karunianya dan rahmat-Nya penyusunan modul ajar electronic materi masuknya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia dapat diselesaikan. Materi dalam buku ini disesuaikan dengan kompetensi peserta didik agar mampu memahami mengenai masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia dengan baik. Sejarah masuknya agama dan kebudayaan di Indonesia ini tidak bisa dibeberkan oleh karena ini melalui modul ajar electronik ini diharapkan peserta didik mampu memahami mengenai mproses masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia dan mengambil makna yang terkandung dalam penjelasan pada materi ini. Secara garis besar buku ini membahas mengenai latar belakang proses masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia dengan menjelaskan secara rinci sebab masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia ini, dengan materi yang dikemas secara rinci namun tidak bertele tele guna mempermudah peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran pada materi ini. Selanjutnya akan dibahas juga mengenai berbagai hal yang menyebabkan masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia dan dikahiri dengan dampak serta keuntungan apa yang didapat bagi rakyat Indonesia atas masuknya agama dan kebudayaan baru yang disebarkan di Indonesia. Pada setiap bab dalam modul ajar ini tersedia forum diskusi sebagai acuan dan ranah untuk peserta didik dalam bertukar pendapat maupun pikiran atas materi yang telah dipelajari serta terdapat juga rangkuman untuk mengulas kembali materi yang ada telah dibahas dalam setiap bab pada modul ajar ini. Kemudian untuk menguji tingkat pemahaman peserta didik pada akhir dari setiap bab juga disediakan tes formatif yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan mengukur tingkat berpikir kritis sehingga dapat memecahkan kasus yang telah diberikan. Penulis berharap dalam penyusunan modul ajar elektronik ini mampu bermanfaat dan secara bersama sama dapat meningkatkan pemahaman kita terhadap masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia. Kritik dan saran sangat amat dinanti untuk memperbaiki isi dari modul ajar elektronik materi masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia.


PENDAHULUAN A. Identitas Modul Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia Kelas/Semester : X/Genap Alokasi Waktu : 40 Menit Judul Modul : Masuknya Agama Dan Kebudayaan Islam Di Indonesia B. Kompentensi Dasar 3.5 Menganalisi masuknya agama dan budaya islam di Indonesia dan respon masyarakat 4.5 Menalar masuknya agama dan budaya islam serta menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah C. Deskripsi Singkat Materi Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenisjenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar. D. Petunjuk Belajar Modul ini terdiri dari 4 bab dengan materi pembahasan yang saling berkaitan antar bab, sehingga dalam penyajiannya peserta didik diharapkan mampu memahami materi agar dapat melanjutkan ke materi di bab berikutnya. Di bab pertama akan


menguraikan mengenai islam sebagai agama yang membawa pengaruh budaya dan awal mula masuknya agama islam di Indonesia, pada bab ke dua akan membahas mengenai propaganda dalam masuknya islam di Indonesia, pada bab ke tiga akan membahas mengenai kebudayaan apa saja yang akan di bawa oleh agama islam di Indonesia dan pada bab ke empat atau bab terakhir akan membahas mengenai dampak masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia. Untuk membantu peserta diddik dalam menguasai kemampuan dan memahami materi yang telah disebutkan diatas anda dapat mempelajari keseluruhan e-module ini dengan cara yang berurutan dan jangan memaksakan diri sebelum benar-benar menguasai bab demi bab dalam modul ini dikarenakan masing-masing bab dalam modul insaling berkaitan satu sama lain. setiap kegiatan belajar dilengkapi dengan latihan yang dapat digunakan sebagai alat ukur tinkat penguasaan peserta didik setelah mempelajarai materi dalam e-module ini. Jika peserta didik belum menguasai 75% dari setiap kegiatan, maka anda dapat mengulangi untuk mempelajarai materi yang tersedia dalam e-module ini dan apabila anda mengalami kesulitan memahami materi yang tersedia dalam e-module silahkan mencari referensi maupun sumber belajar lainnya dan juga silahkan diskusikan dengan teman atau guru.


BAB 1 AWAL MULA MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA Pada bab pertama kali ini akan membahas mengenai awal mula masuknya islam di Indonesia. Pada bab ini peserta didik akan diberikan penjelasan mengenai masuknya islam di Indonesia melewati sejarah yang panjang, seperti teori teori serta saluran dan cara islamisasi di Indonesia. Untuk membekali kemampuan peserta didik dalam memahami materi pada bab 1 ini, diakhir penjelasan peserta didik akan diajak untuk berdiskusi pada topik forum diskusi dan menjawab tes formatif. Kemudian untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan, seluruh peserta didik juga diminta untuk menganalisis kasus yang diberikan sesuai dengan materi yang ada pada bab 1 ini yaitu latar belakang islam masuk ke Indonesia dan teori-teori apa saja yang memperkuat kedatangan islam di Indonesia untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik mengenai materi awal mula masuknya islam di Indonesia. Capaian pembelajaran Ditinjau dari materi pada bab 1 ini, peserta didik bias mendapatkan pemahaman dari materi masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia secara lebih rinci, setelah mendapat buku ini peserta didik dapat mendeskripsikan masuknya agama islam di Indonesia serta pengaruh budaya islam di Indonesia. Pengalaman belajar Pengalaman belajar yang akan didapat peserta didik yakni: 1. Apa itu teori teori masuknya islam di Indonesia 2. Mengapa islam dapat memasuki Indonesia 3. Memahami alasan orang asing memasuki Indonesia dan menyebarkan agama islam 4. Awal mula masuknya agama islam di Indonesia 5. Memahami factor masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia


Masuknya Islam di Indonesia melewati sejarah yang panjang. Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai, tanpa merusak tatanan budaya lokal. Ada beberapa teori terkait masuknya Islam di Indonesia. Ada yang menyebut Islam datang di Indonesia melalui orang India, ada juga teori yang menyebut Islam di Indonesia di bawa oleh orang Arab. A. Teori-teori Masuknya Islam Di Indonesia Gambar 1. Teori masuknya agama islam ke Indonesia Sumber: (Akbar Media, 2003) Teori India (Gujarat) Teori ini meyakini, Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang dari Gujarat, India, pada abad ke-13 Masehi. Teori ini dicetuskan oleh G.W.J. Drewes yang lantas dikembangkan oleh Snouck Hugronje, J. Pijnapel, W.F. Sutterheim, J.P. Moquette, hingga Sucipto Wirjosuparto. Dalam teori ini disebutkan, kaum saudagar Gujarat datang melalui Selat Malaka dan menjalin kontak dengan orang-orang lokal di bagian barat Nusantara yang kemudian melahirkan Kesultanan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Salah satu bukti yang mendukung teori ini adalah ditemukannya makam Malik As-Saleh dengan angka 1297. Nama asli Malik As-Saleh sebelum masuk Islam adalah Marah Silu. Ia merupakan pendiri Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Dikutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara (2009) karya Uka Tjandrasasmita, corak batu nisan Sultan Malik As-Saleh memiliki kemiripan dengan corak batu nisan di Gujarat. Selain itu, hubungan dagang antara Nusantara dengan India telah lama terjalin Ditemukan pula batu nisan lain di pesisir utara Sumatera bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H atau 27 September 1428 M. Makam ini memiliki batu nisan serupa dari Cambay, Gujarat,


dan menjadi nisan pula untuk makam Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo, yang wafat tahun 1419. Teori Arab (Mekah) Teori ini menyebutkan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori ini didukung oleh J.C. van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. Buya Hamka menyebutkan, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak abad 7 M. Hamka dalam bukunya berjudul Sejarah Umat Islam (1997) menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke Nusantara dari orang-orang Arab. Bukti yang diajukan Hamka adalah naskah kuno dari Cina yang menyebutkan bahwa sekelompok bangsa Arab telah bermukim di kawasan Pantai Barat Sumatera pada 625 M. Di kawasan yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya itu juga ditemukan nisan kuno bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 M. Teori dan bukti yang dipaparkan Hamka tersebut didukung oleh T.W. Arnold yang menyatakan bahwa kaum saudagar dari Arab cukup dominan dalam aktivitas perdagangan ke wilayah Nusantara. Sebagian dari pedagang Arab tersebut kemudian menikah dengan warga lokal dan membentuk komunitas muslim. Mereka bersama-sama kemudian melakukan kegiatan dakwah Islam di berbagai wilayah di Nusantara. Teori Persia (Iran) Teori ini didukung oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat. Teori ini menyebutkan bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia (atau wilayah yang kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi. Abdurrahman Misno dalam Reception Through Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan, Djajadiningrat berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan Persia. Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharam. Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah. Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Persia yang saat ini merujuk pada negara Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni.


Teori Cina Selain dari Tengah dan India, penyebaran Islam di Indonesia juga diperkirakan masuk dari Cina. Ajaran Islam berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh panglima muslim dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Ustman bin Affan, yakni Saad bin Abi Waqqash. Kanton pernah menjadi pusatnya para pendakwah muslim dari Cina.Jean A. Berlie (2004) dalam buku Islam in China menyebut relasi pertama antara orang-orang Islam dari Arab dengan bangsa Cina terjadi pada 713 M. Diyakini bahwa Islam memasuki Nusantara bersamaan migrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka dan memasuki wilayah Sumatera bagian selatan Palembang pada 879 atau abad ke-9 M. Bukti lain adalah banyak pendakwah Islam keturunan Cina yang punya pengaruh besar di Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring dengan keruntuhan Kemaharajaan Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari mereka disebut Wali Songo. Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna diungkapkan, Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki nama Cina, Jin Bun, memimpin Demak bersama Wali Songo sejak 1500 M. B. Proses Masuknya Islam di Indonesia Gambar 2 : proses masuknya islam di Indonesia Sumber: ( laman online dzikir fadhilla) Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia,


ada pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokohtokoh itu diantaranya, Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted (P.A. Hoesain Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), hlm.119). a. Berita dari Arab Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah datang ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya dengan sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa.5 Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib Al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang mengatakan Islam datang dari India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni. (Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), hlm. 207). b. Berita Eopa Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya di Indonesia, ketika ia kembali dari cina menuju eropa melalui jalan laut. Ia dapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembagkan kepada kaisar Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di Sumatera bagian utara. Di daerah ini ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai.7 Diantara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M. Vlekke. (Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), hlm. 207). c. Berita India Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena disamping berdagang mereka aktif juga mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisisr pantai.9 Teori ini lahir selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize (Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 195).


d. Berita Cina Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak kira-kirakira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulai Jawa.11 T.W. Arnol pun mengatakan para pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, ketika mereka mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera (disebut Ta‘shih). (Badri Yatim, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998), hlm. 30). e. Sumber dalam Negeri Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang menerangkan berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua, Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-tulisan Arab. (Busman Edyar, dkk (Ed.), op.cit., hlm. 187). 1. Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M, langsung dari negeri Arab. 2. Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh. 3. Para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada saaat itu dakwah disebarkan secara damai. C. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia Gambar 3 : saluran islamisai di nusantara


Sumber: (kompas.com) Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu: a. Saluran Perdagangan Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang. Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampunganperkampungan. Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut Pekojan. (Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media, 2003), hlm. 336). b. Saluran Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu yauitu suami isteri membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat muslim. putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan, lingkungan mereka makin luas.


Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim (Ibid., hlm. 201.) c. Saluran Tasawuf Tasawuf merupakan salah satu saluran yang penting dalam proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas pada tulisantulisan antara abad ke-13 dan ke-18. hal itu bertalian langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia. Dalam hal ini para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian untuk menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Jalur tasawuf, yaitu proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilainilai budaya bahkan ajaran agama yang ada yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima. (Athoullah Ahmad, Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf, (Serang: Saudara, 1995), hlm. 109). d. Saluran Pendidikan Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar dalam proses Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di pondok pesantren ini diajarkan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, atau ulama-ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-kitab, setelah keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke masingmasing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai yang menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi. (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 221) e. Saluran Kesenian Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, Ternate dan sebagainya. Contoh lain dalam seni adalah dengan pertunjukan wayang, yang digemari oleh masyarakat.


Melalui cerita-cerita wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk melihat pertunjukan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah keagamaan Islam. (Badri Yatim, op.cit., hlm. 203). f. Saluran Politik Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 206- 207). D. Perkembangan Islam di Indonesia Masa Kerajaan-Kerajaan Islam dimulai di wilayah ini lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari penduduk asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka. Islam tersebar sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai dilakukan secara besar-besaran ketika dakwah telah memiliki orang-orang yang khusus menyebarkan dakwah. Setelah fase itu kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk di kepulauan ini. (Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia, 1991), hlm. 39). Gambar 4: Perkembangan islam di Indonesia Sumber : (Yatim, Badri, 1998) 1. Kerajaan Malaka (803-917 H/1400-1511M)


Gambar 5: sejarah kesultanan malaka Sumber: (jktv_disway) Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Sebutan ini diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalulintas bagi pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuahan-pelabuhan Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan, yang menjadi jalan sialng anntara AsiaTimur dan asia Barat. Dengan letak geografis yang demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya Setelah Malaka menjadi kerajaan Islam, para pedagang, mubaligh, dan guru sufi dari negeri Timur Tengah dan India makin ramai mendatangi kota Bandar Malaka. Dari bandar ini, Islam di bawa ke pattani dan tempat lainnya di semenanjung seperti Pahang, Johor dan perlak.(Busman Edyar, dkk (Ed.), op.cit., hlm. 190). Kerajaan Malaka menjalin hubungan baik dengan Jawa, mengingat bahwa Malaka memerlukan bahan-bahan pangan dari Jawa. Di mana hal ini untuk memenuhi kebutuhan kerajaannya sendiri. Persediaan dalam bidang pangan dan rempah-rempah harus selalu cukup untuk melayani semua pedagangpedagang. Begitu pula pedangan-pedagang Jawa juga membawa rempahrempah dari Maluku ke Malaka. Selain dengan Jawa, Malaka juga menjalin hubungan dengan Pasai. Pedagang-pedangan Pasai membawa lada ke pasaran Malaka. Dengan kedatanganpedagang Jawa dan Pasai, maka perdagangan di Malaka menjadi ramai dan lebih berarti bagi para pedagang Cina. Selain dalam bidang ekonomi, Malaka juga maju dalam bidang keagamaan. Banyak alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini. Penguasa Malaka dengan sendirinya sangat besar hati. Meskipun penguasa belum memeluk agama Islam namun pada abad ke-15 mereka telah mengizinkan agama


Islam berkembang di Malaka. Penganut-penganut agama Islam diberi hakhak istimewa bahkan penguasa membuatkan bangunan masjid.( Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm.18) Kesultanan Malaka mempunyai pengaruh di daerah Sumatera dan sekitarnya, dengan mempengaruhi daerah-daerah tersebut untuk masuk Islam seperti: Rokan Kampar, India Giri dan Siak. Dan kesultanan Malaka merupakan pusat perdagangan internasional antara Barat dan Timur, pelabuhan transit. Maka dengan didudukinya Kesultanan Malaka oleh Portugis tahun 1511, maka kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh dan berkembang karena jalur Selat Malaka tidak digunakan lagi oleh pedagang Muslim sebab telah diduduki oleh Portugis. Dengan demikian tidaklah akan dicapai kemajuan oleh kerajaan Malaka jika kerajaan itu tidak mempunyai peraturan-peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada keamanan perdagangan. Seperti contohnya aturan bea cukai, aturan tentang kesatuan ukuran, sistem pemakaian uang logam dan sebagainya. Di samping aturan yang diterapkan juga sistem pemerintahannya sangat baik dan teratur. (Taufik Abdullah (Ed.), hlm. 3). 2. Kerajaan Aceh (920-1322 H/1514-1904 M) Pada abad ke-16, Aceh mulai memegang peranan penting dibagin utara pulau Sumatra. Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah utara hingga sebelah selatan di daerah Indrapura. Indrapura sebelum di bawah pengaruh Aceh, yang tadinya merupakan daerah pengaruh Minangkabau. Yang menjadi pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim (1514-1528), ia berhasil melepaskan Aceh dari Pidie.Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi bagian wiliyah Aceh dan pergantian agama diperkiraan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14.( Dedi Supriyadi, op.cit., hlm. 196-197). Kerajaan Aceh yang letaknya di daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya.42 Aceh mengalami kemajuan ketika saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya dagang di Malaka kemudian memindahkan perdagangannya ke Aceh, ketika Portugis menguasai Malaka tahun 1511.43 Ketika Malaka di kuasa Portugis tahun 1511, maka daerah pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim, kerajaaan Aceh


mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitarnya. Operasioperasi militer diadakan tidak saja dengan tujuan agama dan politik, akan tetapi juga dengan tujuan ekonomi (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm 21). Kebesaran kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Alauddin Riayat Syah. Kekuasaannya sampai ke wilayah Barus. Dua putra Alauddin Riayat Syah kemudian diangkat menjadi Sultan Aru dan sultan Parlaman dengan nama resmi Sultan Ghori dan Sultan Mughal. Dalam menjaga keutuhan kerajaan Aceh, maka di mana-mana di daerah pengaruh kekuasaan Aceh terdapat wakil-wakil Aceh.46 Aceh menjalin hubungan yang baik dengan Turki dan negara-negara Islam lain di Indonesia, hal ini terbukti di mana ketika Aceh mengahadapi balatentara Portugis Aceh meminta bantuan Turki tersebut. Dalam membangun aggkatan perangnya yang baik hal ini pun berkat bantuan Turki Aceh hanya sebagai kenangan masa silam dari bayngannya sendiri. Akhirnya kesultanan Aceh menjadi mundur (Badri Yatim, op.cit., hlm. 209). 3. Kerajaan Demak ( 918- 960 H/ 1512-1552 M) Gambar 6: kerajaan demak Sumber: (sejarah budaya nusantara_webleey) Di Jawa Islam di sebarkan oleh para wali songo (wali sembilan), mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja seolah-olah baru sah seorang raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi wali songo.52 Para wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam dan sekaligus menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang menunjuk Raden Patah sebagai


Rajanya. Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad 15 dan abad 16 M. Di samping kerajaan Demak juga berdiri kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Cirebon, Banten, dan Mataram. (Uka Tjandrasasmita (ed.), op.cit., hlm. 197). Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang berkembang di pantai utara Pulau Jawa. Raja pertamanya adalah Raden Patah.56 Sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak masih menjadi daerah Majapahit. Baru Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan pemberontakan yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat dikatakan bahwa pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa. Setelah Raden Patah berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke16, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus. Dan kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546 dan berhasil menguasai beberapa daerah. (Badri Yatim, op.cit., hlm. 212). Perkembangan dan kemajuan Islam di pulau Jawa ini bersamaan dengan melemahnya posisi raja Majapahit.58 Hal ini memberi peluang kepada rajaraja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari wali Songo. Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat.Kerajaan Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat itu tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomi. Politiknya adalah untuk mematahkan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis di Malaka. (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 5). 4. Kerajaan Banten (960-1096 H/1552-1684 M) Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke16, setelah pedagang-pedagang India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya, Banten, pelabuhan yang penting dan ekonominya mempunyai letak yang strategis dalam penguasa Selat Sunda, yang menjadi uratnadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indoneia di bagian selatan dan barat Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka di bawah pengawasan politik Portugis di Malaka. (Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.) hlm. 73).


Sejak sebelum kedatangan Islam, ketika berada di bawah kekuasaan rajaraja Sunda (dari Pajajaran), Banten sudah menjadi kota yang berarti. Pada tahun 1524 Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orangorang Islam di sana. Kerajaan Islam di Banten yang semula kedudukannya di Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan, di Banten lama dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir Sumatera, melalui selat sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan dengan kondis politik di Asia Tenggara masa itu setelah malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang yang segan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Tentang keberadaan Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan, bahwa di daerah Cimanuk, kota pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dengan Cirebon, banyak dijumpai orang Islam. Ini berarti pada akhir abad ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada masyarakat yang beragama Islam.66 Karena tertarik dengan budi pekerti dan ketinggian ilmunya, maka Bupati Banten menikahkan Syarif Hidayatullah dengan adik perempuannya yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini Syaraif Hidayatullah dikaruniai dua anak yang diberi nama Ratu winaon dan Hasanuddin. Tidak lam kemudian, karena panggilan uwaknya, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah berangkat ke Cirebon menggantika umawknya yang sudah tua. Sedangkan tugas penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada anaknya yaitu Hasanuddin (Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, op.cit., hlm. 43.) Hasanuddin sendiri menikahi puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan. Pada tahun 1568, disaat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap sebagai seorang raja Islam yang pertama di Bnaten. Banten sejak semula memang merupakan vassal dari Demak. Pada masa kekuasaan Maulana Hasanuddin, banyak kemajuan yang dicapai Banten dalam segala bidang kehidupan. Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan di


makamkan di samping Masjid Agung. Untuk meneruskan kekuasaannya beliau digantikan oleh anaknya yaitu Maulana Yusuf (Ibid., hlm.51). Pada masa pemerintahan dijalankan oleh Maulana Yusuf, strategi pembangunan lebih dititikberatkan pada pengembangan kota, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian. Di tahun 1579 Maulana Yusuf dapat menaklukan Pakuan, ibukota kerajaan Pajajaran yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian besar daerah pedalaman Jawa Barat. Maulana Yusuf meninggal dunia pada tahun 1580, dan di makamkan di pakalangan Gede dekat kampung kasunyatan. (Ibid., hlm. 81-85). Setelah meninggalnya Maulana Yusuf, pemerintahan selanjutnya di teruskan oleh anaknya yaitu Muhammad yang masih muda belia. Selama Maulana Muhamad masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh qadhi. Maulana Muhamad terkenal sebagai orang yang saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak mengarang kitabkitab agama yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Pada masa pemerintahannya Masjid Agung yang terletak di tepi alun-alun diperindahnya. Tembok masjid dilapisi dengan porselen dan tiangnya dibuat dari kayu cendana. Untuk tempat solat perempuan dibuatkan tempat khusus yang disebut pawestren atau pawedonan. Maulana Muhamad meninggal tahun 1596 M, ketika sedang mengadakan penyerangan terhadap Palembang Abdulfath. Pada masa pemerintahannya pernah terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dengn VOC, dan berakhir dengan perjanjian damai tahun 1659 M. (Badri Yatim, op.cit., hlm. 219). 5. Kerajaan Goa (Makasar) (1078 H/1667 M) Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi adalah Goa-Tallo, kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama Tumaparisi-Kallona yang berkuasa pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. Ia adalah memerintah kerajaan dengan peraturan memungut cukai dan juga mengangkat kepala-kepala daerah. (Sartono Kartodirdjo, hlm.114). Kerajaan Goa-Tallo menjalin hubungan dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Penguasa Ternate mengajak penguasa Goa-tallo untuk masuk agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan Goa-


Tallo. Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam tahun 1605 M. (Ibid., hlm.31). Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun 1611, namun ekspansi itu menimbulkan permusuhan antara Goa dan Bone. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Goa-Tallo berhasil, hal ini merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan hal baik kepada yang lain. Seperti Luwu, Wajo, Sopeng, dan Bone. Luwu terlebih dahulu masuk Islam, sedangkan Wajo80 dan Bone81 harus melalui peperangan dulu. Raja Bone yang pertama masuk Islam adalah yang dikenal Sultan Adam. (Sartono Kartodirdjo, hlm.114). 6. Kerajaan Maluku Kerajaan Maluku terletak dibagian daerah Indonesia bagian Timur. Kedatangan Islam keindonesia bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja ternate yang keduabelas, Molomateya, (1350-1357) bersahabat baik dengan orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 Islam sudah datng di daerah Maluku. Pengislaman di daerah Maluku, di bawa oleh maulana Husayn. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Marhum di Ternate. (Badri Yatim, op.cit., hlm. 224). Raja pertama yang benar-benar muslim adalah Zayn Al- Abidin (1486- 1500), Ia sendiri mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah Giri. Zainal Abidin ketika di Jawa terkenal sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkeh, karena membawa cengkeh dari Maluku untuk persembahan. Sekembalinya dari jawa, Zainal abiding membawa mubaligh yang bernama Tuhubabahul. Yang mengantar raja Zainal Abidin ke Giri yang pertama adalah Jamilu dari Hitu. Hubungan Ternate, Hitu dengan Giri di Jawa Timur sangat erat.(Nugroho Notosusanto, op.cit., hlm. 18). Tentang masuknya Islam ke Maluku, Tome Pires mengatakan bahwa kapalkapal dagang dari Gresik ialah milik Pate Cucuf. Raja ternate yang sudah memeluk Islam bernama Sultan Bem Acorala, dan hanyalah raja ternate yang disebut sultan sedang yang lainnya digelari raja. Dijelaskan


bahwa ia sedang berperang dengan mertuanya yang menjadi raja Tidore yang bernama Raja Almancor. Di Banda, Hitu, Maluku dan Bacan sudah terdapat masyarakat Muslim. Di daerah Maluku itu raja yang mula-mula masuk Islam sebagaimana dijelaskan Tome Pires sejak kira-kira 50 tahun yang lalu, berarti antara 1460-1465. Tahun tersebut boleh dikatakan bersama dengan berita antonio Galvano yang mengatakan bahwa Islam di daerah ini di mulai 80 atau 90 tahun yang lalu yang kalau dihitung dari waktu Galvano di sana sekitar 1540-1545 menjadi 1460-1465. Karena usia Islam masih muda di Ternate, Portugis yang sampai di sana tahun 1522 M, berharap dapat menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit.89 Dalam proses Islamisasi di Maluku menghadapi persaingan politik dan monopoli perdagangan diantara orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Persaingan diantara pedagang-pedagang ini pula menyebabkan persaingan diantara kerajaan-kerajaan Islam sendiri sehingga pada akhirnya daerah Maluku jatuh ke bawah kekuasaan politik dan ekonomi kompeni Belanda (Badri Yatim, op.cit., hlm.222). E. Forum Diskusi Dalam perkembangannya setelah membelajari materi mengenai masuknya agama dan kebudayaan islam di Indonesia. Setelah itu bentuklah kelompok bersama temanmu lalu diskusikan mengenai berbedaan masuknya agama islam di Indonesia melalui teori dan apa saja kebudayaan yang di bawa para penyebar di Indonesia? F. Rangkuman


Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokohtokoh itu diantaranya, Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted (P.A. Hoesain Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang. Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampunganperkampungan. Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut Pekojan. (Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Kemudian Masa Kerajaan-Kerajaan Islam dimulai di wilayah ini lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari penduduk asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka. Islam tersebar sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai dilakukan secara besar-besaran ketika dakwah telah memiliki orang-orang


yang khusus menyebarkan dakwah. Setelah fase itu kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk di kepulauan ini. G. Tes Formatif 1. Identifikasilah alasan negara lain membawa agama islam ke Indonesia melalui perdagangan! 2. Tuliskan teori-teori masuknya agama islam di Indonesia! 3. Bagaimana proses masuknya islam di Indonesia 4. Uraikanlah kebudayaan apa saja yang dibawa negara lain dalam menyebarkan agama islam di idnonesia! 5. Apa Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan! H. Inquiry Learning Melalui materi yang telah disampaikan pada bab 1, peserta didik diharapkan mampu untuk menyelesaikan kasus yang diberikan. Untuk itu silahkan cermati petunjuk mengerjakan soal dibawah ini: a.) Petunjuk mengerjakan soal: 1. Pahami materi yang telah dipelajari tentang masuknya islam di Indonesia melalui teori-teori. 2. Baca dan pahami dengan seksama kasus yang telah diberikan. 3. Setelah dibaca dan dipahami jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar dan tepat. b.) Kasus: masuknya agama melalui teori-teori yang dibawa oleh negara asing, perkembangan islam di Indonesia melalui saluran islamisasi di Indonesia Teori India (Gujarat)Teori ini meyakini, Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang dari Gujarat, India, pada abad ke-13 Masehi. Teori ini dicetuskan oleh G.W.J. Drewes yang lantas dikembangkan oleh Snouck Hugronje, J. Pijnapel, W.F. Sutterheim, J.P. Moquette, hingga Sucipto Wirjosuparto. Dalam teori ini disebutkan, kaum saudagar Gujarat datang melalui Selat Malaka dan menjalin kontak dengan orang-orang lokal di bagian barat Nusantara yang kemudian melahirkan Kesultanan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Salah satu bukti yang mendukung teori ini adalah ditemukannya makam Malik As-Saleh dengan


angka 1297. Nama asli Malik As-Saleh sebelum masuk Islam adalah Marah Silu. Ia merupakan pendiri Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Teori Arab (Mekah) Teori ini menyebutkan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori ini didukung oleh J.C. van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka.Buya Hamka menyebutkan, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak abad 7 M. Hamka dalam bukunya berjudul Sejarah Umat Islam (1997) menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke Nusantara dari orang-orang Arab. Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu: Saluran Perdagangan Diantara saluran Islamisasi di Indonesia. pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang. Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampunganperkampungan. Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut Pekojan. (Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. I. Pertanyaan: Pada teori-teori yang disampaikan, teori-teori tersebut menyebutkan alasan yang meyakinkan mengapa islam masuk ke Indonesia. Teori ini menyebutkan bahwa masuknya agama islam di Indonesia karena beberapa factor yang meyakinkan kemudian Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. saluran Islamisasi di Indonesia. pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuia


dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia. Apa motiv dan tujuan pendatang yang dating ke Indonesia untuk menyebarkan agama islam? Jelaskan pendapat kamu! DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik, ―Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara‖ dalam Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989) Abdullah, Taufik (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia, 1991) Ahmad Amin, Husayn, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999). Ahmad, Athoullah, Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf, (Serang: Saudara, 1995). Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam, Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media, 2003). A Steenbrink, Karel, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). Azra, Azyumardi (Ed.), Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989). Dhofier, Zamachsyari, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3S, 1982). Djajadiningrat, P.A. Hoesain, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983). Edyar, Busman, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss,


2009). Efendi Yusuf, Slamet, Dinamika Kaum Santri, (Jakarat: Rajawali, 1983). Halwany Microb dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masalalu Banten, (Serang: Saudara, 1993). Hamka, Dari Pembendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 74). Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid 1, (Jakarta: Gramedia, 1987). Machmud, Anas, Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Sumatra, dalam A. Hasymy, (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Jakarta: Almaarif, 1989). Notosusanto, Nugroho, dkk, Sejarah Nasional Indonesia 2, (Jakarta: Depdikbud, 1992). Sugiri, Ahmad, ―Proses Islamsisasi dan Percaturan Politik Umat Islam di Indonesia‖, dalam Al-Qalam, Majalah Ilmiah Bidang Keagamaan dan Kemasyarakatan, No. 59/XI/1996, (Serang: IAIN SGD, 1996). Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Tjandrasasmita, Uka, (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984). Van Bruinessen, Martin, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarikat, TradisiTradisi Islam di Indonesia, (Bandung: 1995, Mizan). Yatim, Badri, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998). ---------------, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja G BAB II PROPAGANDA MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA Bab kedua ini akan membahas mengenai propaganda masuknya islam di Indonesia pada massa penjajahan jepang. Pada bab ini peserta didik akan diberikan penjelasan mengenai propaganda umat islam pada zaman jepang dan masuknya islam di Indonesia ,Propaganda Agama dan Ancaman Terhadap


Toleransi Beragama, dan Bentuk – Bentuk Kariktur Nabi dan Wacana Yang Dimunculkan. Untuk membekali kemampuan peserta didik dalam memahami materi pada bab II ini, diakhir pmbelajaran peserta didik akan diajak untuk berdiskusi pada topik forum diskusi dan menjawab tes formatif. Kemudian untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan, seluruh peserta didik juga diminta untuk menganalisis kasus yang diberikan sesuai dengan materi yang ada pada bab ini, yaitu propaganda masuknya islam di Indonesia untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik mengenai materi bentuk propaganda masuknya islam di Indonesia. Campaian Pembelajaran: Ditinjau dari materi pada bab II ini, peserta didik bias mendapatkan pemahaman dari materi propaganda masuknya islam di Indonesia secara lebih rinci, setelah mempelajari e-modul ini peserta didik dapat mendeskripsikan berbagai propaganda dan masuknya agama islam pada massa penjajahan jepang. Pengalaman Belajar: 1. Apa itu propaganda 2. Mengetahui propaganda masuknya islam di Indonesia 3. Memahami berbagai bentuk propaganda terhadap umat islam pada zaman jepang 4. Mengetahui berbagai propaganda agama dan ancaman terhadap toleransi beragama 5. Memahami bentuk propaganda pada islam di indonesia A. Propaganda terhadap Umat Islam Pada Zaman Jepang dan masuknya islam di Indonesia Islam Indonesia begitu menarik di mata orang-orang Jepang sehingga mereka segera melakukan pendekatan kepada kaum Muslim Indonesia pada era kekuasaannya. Bahkan jauh sebelum kedatangannya ke Jawa, Jepang telah melakukan berbagai studi mengenai karakteristik ajaran Islam yang ada di Jawa melalui sejumlah lembaga studi Islam di Jepang yang telah bermunculan sejak paruh kedua tahun 1920-an. Dalam simpulan studi-studi yang mereka laksanakan, orang Jepang melihat bahwa umat Islam memiliki sikap yang sangat berlawanan dengan kolonialisme atau dengan kata lain Islam Indonesia sangat anti-imperialisme Barat, dan karenanya kelompok ini memiliki potensi yang baik untuk mendatangkan kekuatan massa yang besar (Nugroho Notosusanto 1979, h. 54-55).


Pada masa selanjutnya, yaitu pada tahun 1930-an, pemerintah kolonial Belanda senantiasa bersikap represif terhadap pergerakan yang dilakukan oleh orang Hindia. Hal itu melahirkan sikap antipati yang kuat terhadap segala hal yang berbau kolonial. Karenanya, timbulah semangat nasionalisme yang semakin menguat dan mereka mulai mencari model yang tepat untuk energi mereka itu ke negeri-negeri di sekitarnya. Jepang menjadi salah satu negara yang kemudian menjadi contoh model ideologi nasionalisme melalui orang-orang Indonesia yang melakukan kontak dengan Jepang seperti Madjid Usman, Mahjuddin Gaus, Purwadarminta, Joesoef Hassan, Soetomo, Raden Sudjono, dan Soekardjo Wirjopranoto (Ahmad Mansur Suryanegara, 1995 h. 254). Kesan baik dari Jepang semakin mengemuka ketika Jepang memberikan izin penyelenggaraan Kongres dan Pameran Islam berskala internasional yang dilaksanakan di negerinya. Pimpinan Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) yang diwakili oleh Abdul Kahar Muzakkir, Achmad Kasmat, Faried Ma‟roef Machfud Siddiq, dan Abdulah Al Moedi, hadir dalam acara terebut. Dalam acara tersebut, terdapat kesan positif yang sulit dilupakan oleh para delegasi dari MIAI yaitu pengibaran bendera Merah Putih yang sejajar dengan bendera negara-negara lainnya. Untuk memperkuat hubungan yang telah terjalin, Jepang mengutus para ahlinya ke beberapa negara, termasuk ke tanah Jawa yang diwakili oleh T. Kanaya. Dengan adanya perutusan ini, hubungan Jepang dengan kaum muslim di Hindia pun semakin mesra (Harry J. Benda h. 134). Gambar 5: islam pada massa penjajahan jepang Sumber: (racik mercik ilmu) Pada tahun 1942, Jepang berhasil memaksa Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat. Sejak masa awal kekuasaannya itu, orang Jepang langsung memulai propagandanya terhadap kalangan umat Islam di Jawa. Sejumlah propaganda yang dilakukan oleh pemerintah Jepang saat itu, di antaranya adalah:


1. Aktif dalam kegiatan keagamaan Tidak lama setelah Jepang berhasil menguasai tanah Hindia, mereka langsung melakukan pendekatan yang khusus terhadap kelompok Islam. Di beberapa masjid di Batavia, saat acara keagamaan berlangsung, orang muslim yang seharusnya khusyu beribadah itu dikagetkan dengan kehadiran sejumlah muslim Jepang yang berseragam tentara mengikuti kegiatan masjid mereka. Tidak lama setelah itu, Kolonel Horie beserta Muhammad Abdul Muniam Inada, orang muslim Jepang, melakukan orasi dan berpidato di Masjid Kwitang mengenai kehadiran pendudukan Jepang dan hubungan dekat mereka dengan kalangan Islam (Harry J. Benda h.142). Pembicaraan itu merupakan upaya yang dilakukan oleh Jepang untuk meyakinkan kelompok Islam bahwa mereka adalah sahabat yang tidak berseberangan, malah memiliki kepentingan bersama, dan tidak memiliki potensi membahayakan eksistensi Islam sama sekali. Kecuali setelah adanya tindak pemaksaan dan represif, upaya pendekatan Jepang itu membuahkan hasil karena dalam beberapa waktu selanjutnya, kaum muslim sama sekali tidak menganggap orang-orang Jepang sebagai lawan ―kafir‖ sama sekali seperti halnya anggapan mereka terhadap orang-orang Belanda. Bahkan orang Jepang dianggap sebagai saudara, terlebih ada desas-desus bahwa Sang Kaisar Jepang pun akan menjadi muallaf dan membentuk kekhalifahan raya di dunia (Harry J. Benda, h 135). 2. Pendekatan terhadap Pemuka Agama Islam Propaganda yang selanjutnya dilakukan oleh Pemerintah Bala Tentara Nippon adalah pendekatan terhadap orang-orang terpandang di dalam agama Islam yang disebut dengan nama ulama. Dalam kebijakan politik khusus Jepang terhadap Islam Jawa yang disebut oleh Benda sebagai Nippon’s Islamic Grass Roots Policy, diketahui bahwa sasaran penting dari propaganda mereka tersebut adalah para tokoh Islam atau kelompok agamawan terpandang yang ada di tengah masyarakat, yang antara lain: kyai, ajengan, ulama, pemimpin pondok pesantren, dan tokoh-tokoh agama Islam lainnya (Dwi Purwoko, h. 71). Dengan pendekatan yang ditujukan pada pemimpin teras kaum muslim tersebut, pemerintah militer Jepang berharap agar mereka mau membantu pengkondisian spirit perjuangan di tengah masyarakat yang mayoritasnya adalah Islam.


Saat itu para pemimpin Jepang menganggap bahwa dengan menguasai tokoh agama Islam, maka mereka secara tidak langsung akan menguasai pelbagai kalangan muslim yang tersebar di desa- desa, pesantren-pesantren, dan kantong-kantong pemeluk agama Islam lainnya. Tidak jarang upaya tersebut dibarengi dengan hal-hal yang seolah tidak masuk akal. Dengan cara yang demikian, Jepang berusaha untuk mengambil keuntungan dari sikap loyal para santri dan masyarakat terhadap para ulama dan para pemimpin agama. Militansi yang tinggi dan semangat juang yang pantang menyerah menunjukkan bahwa peran para ulama sangat vital dan menguntungkan bagi Jepang. Untuk mempermudah kinerjanya, pemerintah militer Jepang mendikotomikan antara ulama dan para tokoh politik/organisasi (Harry J. Benda, h. 139). Kesempatan besar yang diberikan terhadap tokoh-tokoh Islam untuk berkiprah di dalam kegiatan politik dan keagamaan di tingkat nasional semakin memperkuat kecurigaan akan propaganda Jepang dalam bidang ini. Sebagai contoh, melalui penunjukan Ki Bagus H. Hadikusumo, K.H.M. Mansur, Sukiman, Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan Agus Salim agar menjadi bagian dalam BPUPKI dan PPKI, kita melihat adanya usaha keras Jepang untuk mewujudkannya karena hal ini belum pernah terjadi pada masa kolonial Belanda. Secara praktis, apa yang diberikan oleh Jepang tersebut membuat pamor para pemimpin teras Islam semakin naik dan meningkat sehingga mereka pun menjadi lebih masyhur dari sebelumnya (Tamaddun, Vol. 6, No. 1, Januari – Juni 2018). 3. Keberpihakan dalam Kebijakan Pendidikan Islam Di samping mendekati umat Islam Jawa melalui para tokohnya, Pemerintahan Bala Tentara Nippon juga melakukan pendekatan dengan cara menggulirkan kebijakan yang populis terhadap pendidikan Islam. berbeda dengan Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang begitu ketat dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan pendidikan Islam di Jawa, Pemerintahan Militer Jepang memberikan banyak ruang toleransi terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam di era kekuasaannya( Dwi Purwoko,1993, h. 71). Pelaksanaan pendidikan tidak bersifat berat sebelah, melainkan seimbang dan setara antara orang Jepang dan bumiputera. Tidak jarang di kelas-kelas sekolah saat itu terdapat siswa berkebangsaan Jepang dan pribumi yang belajar bersama meskipun dalam beberapa hal masih terdapat kekhususan tertentu yang diberikan kepada orang-orang Jepang (Qadaruddin, Muhammad. 2016 h. 192).


Penerapan kebijakan yang demokratis dan egaliter dalam dunia pendidikan Islam tersebut, telah membuat orang-orang Islam mengerti arti kesetaraan dan kesamaan derajat manusia. Terlebih di masa ini, tidak ada lagi kebijakan yang mengekang seperti halnya aturan ordonansi di zaman Belanda, sehingga para ulama yang hendak mengajarkan agama bisa lebih bebas untuk mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan Islam tanpa takut ancaman untuk dijebloskan ke dalam bilik dingin penjara (Affandi, Muhajir. 2017. H, 55). Tentara-tentara Nippon pun tidak jarang memberikan pengajaran ilmu-ilmu bela diri yang baik kepada para pemuda muslim secara langsung. Hal ini terdapat dalam pembelajaran yang selanjutnya dikhususkan dalam programprogram tertentu yang digarap pemerintah untuk mendukung laju gerak perang yang diikutinya. Pada masa pendudukan tersebut, banyak pula pembangunan tempat ibadah dan lembaga pendidikan yang dilakukan sehingga kegiatan kegamaan dan pendidikan yang berlabel Islam bisa berjalan dengan nyaman (Muljana, Slamet. 2008 h, 67). 4. Pembentukan Lembaga-Lembaga untuk Kaum Islam Untuk mendukung kegiatan pemerintahannya dalam sektor keagamaan, pemerintahan Jepang membentuk lembaga tertentu yang membawahi bidang tersebut. Lembaga pemerintah yang dimaksud adalah Shumubu dan Shumuka yang di era sekarang seperti Kantor Urusan Aagama (KUA), baik itu di tingkat pusat ataupun daerah (Liliweri, Alo. 2011, h 179). Tujuan pembentukan Shumubu dan Shumuka adalah untuk pengurusan berbagai hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Melalui kedua lembaga tersebut, Jepang bermaksud untuk menunjukkan pada umat muslim di Hindia bahwa Jepang memiliki kepedulian dan menaruh perhatian yang besar terhadap pelaksanaan ajaran agama Islam. Kehadiran lembaga tersebut selanjutnya berhasil memunculkan kepercayaan masyarakat muslim terhadap Pemerintahan Militer Jepang (Goto, Ken‟ichi. 1998 h 33). Dalam bingkai yang lebih besar, Pemerintah Militer Nippon juga membentuk Majelis Syuro Islam Indonesia (Masyumi) untuk mengakomodir kelompok Islam. Lembaga ini didirikan sebagai pengganti Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang sebelumnya dibubarkan karena adanya perintah dalam Osamu


Seirei (Maklumat) yang dikeluarkan untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman. Meskipun secara politis pembentukan Masyumi itu seolah menjadi cara bagi Jepang untuk menghentikan gerak MIAI yang mulai tidak bisa dikontrol, namun dalam kenyataannya Masyumi semakin menjelma seperti halnya MIAI. Hal itu dapat dilihat dari segi kegiatan dan kepengurusan yang menunjukkan persamaan kental di antara keduanya. Gagasan, pemikiran, dan aspirasi politik kaum muslim pun masih bisa disalurkan melalui wadah keagamaan ini (Koen, Auwjong Peng. 1957 h. 144). Kebermanfaatan yang paling terasa dari organisasi tersebut bagi para pemuka agama Islam adalah adanya suatu media yang memungkinkan terjalinnya komunikasi antar-ulama di tingkat nasional, dan itu dapat berlangsung melalui lembaga MIAI, sehingga para tokoh agama yang berasal dari pelbagai daerah dan kalangan dapat saling menyapa, bersilaturahmi, dan bertukar-pikiran mengenai pelbagai isu keagamaan yang tengah berkembang pada masa itu (Nasution, Abdul Haris. 1977 h, 132). Di bidang militer, Pemerintahan Bala Tentara Nippon juga membangun suatu kesatuan yang terdiri dari orang-orang Islam yang diberikan pelatihan secara ketat dan terstruktur. Kesatuan yang dimaksud adalah Tentara Hizbullah (Tentara Allah) yang masih memiliki afiliasi dengan Masyumi (Notosusanto, Nugroho, ed.. 1977 h. 177). Memang Jepang juga membentuk kesatuan militer lain seperti Seinendan, Keibodan, Suishintai, dan Gakutotai, yang bersifat semi-militer ataupun PETA dan Heiho yang bersifat militer, namun pembentukan Hizbullah tetap dirasa istimewa karena hanya satuan ini yang dibentuk berdasarkan satu orientasi kepercayaan tertentu (Muljana, Slamet. 2008. H, 155). Bagaimanapun polemik yang ditimbulkan oleh pembahasan mengenai satuansatuan ini, yang jelas pembentukan organisasi militer dan semi-militer yang terjadi di zaman Jepang berhasil membuat semangat dan mental orang Indonesia berubah ke arah yang lebih baik. Jika sebelumnya rasa pesimis selalu menghinggapi, pasca pelatihan itu mereka merasa lebih optimis. Dan jika sebelumnya ketakutan selalu berada di dalam diri, maka setelah mengikuti program itu mereka dapat menjadi lebih berani (Moedjanto, G. 1988. h, 22). Dengan kata lain, pembentukan Hizbullah telah berhasil memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai cara berorganisasi, penyusunan strategi,


dan penggunaan senjata modern yang mendalam terhadap kelompok Islam sehingga kaum muslim menjadi semakin mengerti dunia militer dengan lebih baik. Pelatihan intensif yang dilakukan pada masa pendudukan Jepang, membuat pemuda-pemuda Islam semakin bersemangat dan bermental kuat (Sastropoetro, R.A Santoso. 1991. h, 179). B. Propaganda Agama dan Ancaman Terhadap Toleransi Beragama ( Studi Hadis Karikatur Nabi) 1. Propaganda ditinjau dari sudut pandang agama Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern telah menyadarkan kita ke titik dimana keserasian hidup di antara sesama bergantung kepada pengenalan akan keyakinan sesame manusia. Dalam kenyataannya, manusia mempunyai pengertian yang dangkal perihal agamanya sendiri, apalagi agama lain. Oleh karenanya, wajar jika ketegangan kerap kali muncul disebabkan kesalahpahaman yang tidak mempunyai dasar agama samawi sama sekali (Muchtarom, 1990:37). Konflik yang muncul disebabkan oleh isu agama seringkali menjadi api pemantik bagi tindakantindakan anarkis yang lain. Di antara hal yang menjadi sumber kesalahpahaman tersebut adalah kurang menghormati simbol agama lain, dan ini merupakan propaganda yang harus dijelaskan pengertiannya dan apa saja unsur-unsur yang mempengaruhi munculnya propaganda tersebut. Term propaganda berasal dari bahasa Latin, "propagare" yang berarti perluasan, penyebarluasan, pengembangan, dan pemekaran. Kata tersebut mengacu pada sebuah lembaga yang didirikan pada tahun 1622 oleh Gereja Katolik Roma (waktu itu dipimpin oleh Paus Gregorius XV) yang tugasnya antara lain menyebarluaskan ajaran Khatolik ke luar negeri (Sastropoetro, 1983:16). Apabila dilihat dari konteks penggunaan propaganda oleh gereja, ini adalah penggunaan kata propaganda yang utuh terdapat ilmu komunikasi. Namun pada tahap selanjutnya propaganda sebagai ilmu komunikasi telah disalahgunakan oleh oknumoknum yang ingin menyebarkan keinginan pribadi atau suatu kelompok.


Harry Shaw seperti dikutip oleh Sunu Wasono menyatakan propaganda adalah informasi, ide-ide atau gosip yang disebarluaskan untuk mendukung atau menghancurkan seseorang, kelompok, gerakan, keyakinan, lembaga atau bangsa. Dari defenisi ini jelas bahwa propaganda tidak hanya mengenai masalah keagamaan, tetapi juga berhubungan dengan hal lain (Wasono, 2007:54). Propaganda di satu sisi memiliki dampak positif yaitu meneguhkan pendirian seseorang dan menjadi negatif apabila ditujukan untuk memberikan image negatif terhadap sesuatu yang dipropagandakan. Propaganda dalam tataran aplikatif adalah bagian dari komunikasi massa yang digunakan oleh individu atau kelompok sebagai media untuk menyebarluaskan suatu keyakinan atau doktrin. Propaganda sering dianggap suatu usaha dalam melakukan komunikasi yang bersifat persuasif, direncanakan untuk mempengaruhi pandangan dan tingkah laku individu agar sesuai dengan keinginan dari propagandis. Sumber propaganda dan tujuannya dapat bersifat nyata dan tersembunyi bagi audiens, dan dapat bersifat terbuka atau tertutup. Dapat pengelompokkannya, ada istilah yang disebut dengan counter propaganda atau propaganda yang melawan atau kontra suatu propaganda dengan tujuan menangkis atau melawan (Wasono, 2007:61). Tujuan yang akan dicapai dalam proses propaganda adalah jelas untuk mempengaruhi dan merubah pandangan masyarakat dalam suatu hal, maka segala sesuatu yang mendukung hal ini harus dipersiapkan, mulai dari aktor, isu yang akan dibangun, dan yang paling penting adalah skenario apa yang akan dilakukan setelah propaganda terjadi. Mobilisasi yang sadar dari media dalam mengubah sikap masyarakat dapat disebu sebagai propaganda. Kata ini pada awalnya merupakan istilah keagamaan yang diciptakan untuk menjelaskan misi agama Kristen, namun kata ini mendapatkan makna yang peyoratif pada akhir abad 18 ketika orang-orang Protestan menggunakannya untuk menjelaskan tekhnik yang digunakan Gereja Katolik. Ketika Revolusi Prancis istilah ini diadaptasikan untuk politik. Kata propaganda menunjukkan kepada suatu fenomena yang baru, yaitu penggunaan gambar dan teks membentuk sikap jauh ke belakang dalam sejarah manusia, namun kesadaran diri dan skala kampanye media yang revolusioner merupakan suatu yang baru (Briggs dan Burke, 2006:123). Dalam operasi militer, propaganda disebut juga sebagai perang urat syaraf yang bertujuan untuk menanamkan rasa takut dan teror kepada pihak yang bersalah dan diniscahayakan akan mengalami kekalahan. Strategi manusia untuk menggunakan topeng yang menakutkan dan suara-suara untuk menyampaikan kepalsuan dan kebohongan dalam rangka memanipulasi kawan maupun lawan, Propaganda


umurnya sama tuanya dengan manusia sendiri. Lihat saja pada suku primitif yang menggunakan topeng dalam bentuk dan wujudnya yang bertujuan untuk menimbulkan rasa takut pada musuh mereka (Meerlo, 1956:3). Propaganda dalam penerapannya memiliki sembilan tekhnik, antara lain (Nurudin, 2001:30): a. Name Calling (umpatan) Name Calling adalah tekhnik umpatan. Tekhnik ini merupakan tekhnik propaganda dengan memberikan sebuah ide atau label yang buruk. Tujuannya adalah agar orang menolak dan menyangsikan ide tertentu tanpa mengoreksi atau memeriksa terlebi dahulu. Salah satu ciri yang melekat pada tekhnik ini adalah propagandis menggunakan sebutan-sebutan yang buruk atau sesuatu yang berkonotasi negatif terhadap lawan. Ada banyak contoh penggunaan tekhnik ini dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: dasar baru, dasar otaku udang atau anak mami. b. Glittering Generalities (Sebutan muluk-muluk) Tekhnik propaganda sebutan yang mulukmuluk adalah suatu tekhnik dengan mengasosiasikan sesuatu dengan sesuatu kata bijak yang digunakan untuk membuat kita menerima dan menyetujui hal tersebut tanpa memeriksa terlebih dahulu. Jik dibandingkan dengan tekhnik umpatan yang menggunakan kata-kata kasar dan berkonotasi negatif, dalam tekhnik ini menggunakan kata-kata sanjungan, kata muluk-muluk atau berkonotasi pasif. Contoh penggunaan tekhnik ini adalah jargon yang sering digunakan untuk retorika politik, demi tegaknya persatuan dan kesatuan. c. Trasnsfer (meminjam ketenaran) Tekhnik ini meliputi kekuasaan, sanksi, dan pengaruh sesuatu yang lebih dihormati serta lebih dipuja dari hal lain agar membuat sesuatu lebih bisa diterima oleh komunikan. Tekhnik ini menggunakan pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan berwibawa dalam suatu lingkungan. Penggunaan artis cantik dalam iklan produk kosmetik merupakan salah satu contoh penggunaan tekhnik ini. d. Testimonials (pemberian kesaksian) Testimonials merupakan tekhnik propaganda yang berisi perkataan orang yang dihormati atau dibenci bahwa ide atau program adalah baik atau buruk. Dalam kegiatan politik banyak artis yang sebelumnya tidak menjadi anggota partai, tetapi


menjelang Pemilu mereka menjadi anggota suatu partai sekaligus menjadi juru kampanye partai tersebut. e. Plain Folk (identifikasi terhadap suatu ide) Plain Folk adalah propaganda dengan menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Tekhnik ini mengidentikkan yang dipropagandakan milik atau mengabdi pada komunikan. Contoh penggunaan tekhnik ini adalah pada saat berkampanye, calon presiden tiba-tiba datang ke pasar tradisional, bergaul dan bersosialisasi dengan masyarakat yang ada di pasar, hingga berbelanja di pasar, padahal sebelumnya calon presiden tersebut tidak pernah mendatangi pasar tradisional. f. Card Stacking (menonjolkan hal-hal baik) Card Stacking adalah penumpukan fakta yang meliputi seleksi dan kegunaan fakta atau kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan, dan masuk akal atau tidak masuk akal terhadap suatu pernyataan agar memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik untuk suatu gagasan, program, manusia, dan barang. Tekhnik ini hanya menonjolkan hal-hal yang baik saja sehingga publik hanya melihat hanya satu sisi. Contoh penggunaan tekhnik ini adalah iklan penggunaan kondom. Dalam iklan kondom sering muncul pernyataan seks aman dengan kondom. Di satu sisi penggunaan kondom dapat mengamankan pengguna dari penyakit HIV/AIDS, namun di sisi lain iklan ini dapat mendorong orang untuk melakukan seks bebas atau seks pranikah. g. Bandwagon Technique (tekhnik ikut-ikutan) Teknik ini dilakukan mengkampanyekan sukses yang dicapai seseorang, lembaga atau organisasi. Tekhnik ini merupakan tekhnik propaganda yang mendorong kita untuk mendukung suatu tindakan karena hal demikian pouler atau dengan kata lain banyak atau bahkan hampir semua orang melakukannya. Melalui tekhnik ini pikiran atau cita rasa kita diarahkan untuk mengikuti orang kebanyakan. Contoh penggunaan tekhnik ini adalah slogan dalam iklan Pepsi, inilah generasi Pepsi. Hal ini memberikan kesan bahwa seluruh generasi meminum Pepsi, bagi yang tidak minum berada diluar generasi yang berbeda dengan orang kebanyakan. h. Repubtable mouthpiece (sanjungan yang tidak sesuai fakta)


Repubtable mouthpiece merupakan tekhnik yang dilakukan dengan mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Tekhnik ini biasa digunakan oleh seseorang yang menyanjung pemimpin akan tetapi tidak tulus. Seperti pengangkatan Bung Karno sebagai wali al-amri dan panglima besar revolusi. Tekhnik ini dilakukan karena ambisi seseorang atau kelompok yang ingin aman dalam suatu kedudukan, posisi atau jabatan yang berhubungan dengan kekuasaan. i. Using all forms of persuation (penggunaan semua bentuk persuasi) Using all forms of persuation dapat diartikan sebuah tekhnik yang menggunakan semua bentuk persuasi. Tekhnik ini merupakan tekhnik propaganda yang digunakan untuk membujuk orang lain dengan rayuan, imabuan dan iming-iming. Tekhnik ini sering digunakan dalam kampanye Pemilu, seperti partai politik menjanjikan biaya berobat di Rumah Sakit digartiskan jika partainya menang. Menurut Duyker dalam melakukan propaganda, propagandis kadang-kadang akan melakukan tindakan beloven (memberikan janji), voorspiegelen (menggambarkan atau membayangkan, insinueren (menyindir), serta appeleren aan emoties en interessen (mengimbau kepada emosi dan perhatian). Semua tindakan tersebut diulang-ulang sehingga orang yang dipropagandakan akan tergerak dengan keinginan sendiri untuk melakukan sesuatu yang menyebabkan bertingkah laku sesuai dengan pola yang ditentukan oleh propagandis (Sastropoetro,1983:17). Bentuk propaganda terbagi kepada dua hal: pertama propaganda putih, yaitu mendorong pihak lain untuk mendukung kebijakan atau rencana sendiri. Kedua, propaganda hitam, yaitu mengarahkan pihak lain untuk berpikir, bersikap, dan bertindak sebaliknya. Propaganda putih pada hakikatnya tidak berbeda denganiklan atau promosi. Sedangkan propaganda hitam merupakan penyampaian informasi yang didalamnya disisipkan sebagian atau tanpa memuat fakta yang benar sama sekali dengan maksud menyampaikan gagasan atau situasi yang tidak ada (Maulani, 2002:2). Penggunaan kata propaganda dalam dunia Islam disandingkan dengan kata dakwah yang berarti call to Allah ketika menerjemahkan ( دعوة ال ي إل هللا ( atau propagation, namun kata ini dalam komunikasi modern berkonotasi negatif mungkin karena pengaruh penggunaan oleh Hitler serta dalam istilah politik dan cenderung menghalalkan segala cara. Perbedaan propaganda dengan dakwah terletak pada hasil propaganda yang mendahulukan kepentingan (keuntungan) bagi pelakunya tanpa mempedulikan sasaran apakah beruntung atau tidak (Taufik, 2013:6). Dalam istilah Roger Brown (1958) sasaran cenderung menjadi korban.


Laswell (1937) mendefenisikan propaganda dengan suatu tekhnik mempengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi (penyajian). Respresentasi tersebut dapat berupa lisan, tulisan, gambar atau musik. Kata propaganda memiliki medan makna negative dan kurang mewakili makna dakwah sebagai konsep yang dipahami masyarakat Muslim (Severin dan Tankard, 2005:128). Kecenderungan beragama merupakan tren dominan di anak benua India sejak awal abad 19 dan kemudian menjadi model pemikiran penting bagi gerakan-gerakan agama modern, termasuk apa yang disebut dengan religion swissenchaft. Tersebarnya tren pemikiran ini ke luar India adalah berkat Gerakan Ramakrishna (Ramakrishna Movement). Tokoh dari gerakan ini adalah Ramakrishna Parama hamsa (1886) yang melalui pengalaman spiritualnya dan berpindahpindah (passing over) melampau batas agama, sementara ia tetap pada agama aslinya. Pada waktu yang sama pengalaman ini mendorongnya untuk menyebarluaskan nilai-nilai universal kepada manusia, seperti toleransi, persaudaraan manusia, dan semua agama merupakan jalan jalan menuju Tuhan yang sama. Oleh karena itu, Ramakrishna sangat mengecam dakwah atau propaganda agama yang bertujuan proselitasi atau mengajak seseorang pindah dari agamanya ke agama lain, sebaliknya ia menganjurkan perlunya seseorang tetap berada dalam agama aslinya (Toha, 2005:1999). Pandangan Ramakrishna merupakan pedoman dalam mewujudkan toleransi beragama, karena yang diperjuangkan adalah nilai-nilai agama itu sendiri bukan simbol-simbol agama yang sering dijadikan oleh umat beragama sebagai akar konflik. Bentuk kemajemukan yang sangat krusial mengundang konflik atau pertentangan adalah diversitas dalam beragama. Dalam realitanya, perbedaan dalam aspek-aspek lain sering digunakan oleh sebagian orang atau kelompok karena pemahaman agama yang literal dalam rangka pembenaran (truth claim). Pada tahap selanjutnya peningkatan perjumpaan agama secara keras (hard encounter) di antara agamaagama tidak hanya terjadi Kristen dan Islam, tetapi juga terjadi di kalangan agama-agama lain non-Abrahamic religions. Hard encounter khususnya antara Kristen dan Islam bukan hal yang baru, fenomena ini telah berlangsung selama berabad-abad (Faizin, 2013:189). Wujud gerakan Islam fundamental yang kaku sering diidentikkan dengan perwujudan masyarakat Islam secara keseluruhan. Walaupun kenyataannya beraneka ragam, namun eksistensi Islam sebagai agama dunia dan kekuatan ideologis yang besar akan terus menimbulkan rasa takut terhadap sebuah ancaman Hijau. Islam sering disamakan dengan perang suci berlatar kebencian, fanatisme, dan kekerasan serta tidak mempunyai toleransi juga menekan kaum wanita. Kesan


negatif seperti ini mendorong lahirnya gagasan dari Barat yang berhaluan pragmatis untuk merekayasa penghancuran Islam sebagai kekuatan politik dan ideologi. Keyakinan bahwa pertentangan pandangan dunia, nilai-nilai dan peradaban mengarah pada konfrontasi antara Islam dan Barat tercermin dalam headlineheadline dan artikel dengan judul yang mengancam (Yulianto:2). Islam adalah agama yang menjamin toleransi beragama, hal ini telah dipraktekkan oleh Rasulullah dalam perjanjian Hudaibiyah dengan fokus pembangunan hubungan yang baik antara kaum Muslim dan non-Muslim Madinah. Toleransi ini juga tercermin ketika Yahudi menjadi sasaran kebencian dan penindasan di wilayah Kristen Eropa, wilaya wilayah muslim menjadi tempat yang aman bagi Yahudi. Meskipun memberikan gambaran yang tidak terlalu tepat terhadap perkembangan Islam, Enciclopedia Judaica masih mengakui bahwa sikap muslim terhadap Yahudi jauh lebih toleran dibandingkan sikap Kristen. Since Islam spread by force or arms rather than by spiritual propaganda, it did not generally aspire, at least initially, to conquer souls. Therefore, it displayed greater tolerance than Christianity. Meskipun Islam disebarkan dengan kekuatan atau senjata lebih daripada dengan propaganda spiritual, Islam tidak bermaksud menaklukkan jiwa (memaksa perpindahan agama) (Husaini, 2004:161). Menurut Jalaluddin Rakhmat (2003:34), fungsi agama antara lain: a. Edukatif Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyruruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan baik. b. Penyelamat Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat. c. Perdamaian Melalui agama seorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian bathin melalui tuntunan agama. d. Fungsi pengawasan social Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok. e. Pemupuk rasa solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan.


f. Transformatif Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk terkadang mampu merubah kesetiaan atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya. C. Bentuk – Bentuk Kariktur Nabi dan Wacana Yang Dimunculkan Sebuah surat kabar di Denmark telah memuat karikatur Nabi Muhammad dan dapat dipahami bahwa karikatur tersebut telah menimbulkan amarah besar bagi duni Islam. Redaktur surat kabar telah meminta maaf, namun Pemerintah Denmark pada awalnya enggan untuk meminta maaf karena hal demikian adalah bagian dari kebebasan pers yang dianut di Denmark. Agama dalam konsep kemerdekaan pers di Denmark termasuk wilayah yang tidak bebas dari kritik atau sindiran seperti yang terjadi dalam kasus ini (Sulastomo, 2008:56). Dapat dimaklumi bahwa kebebasan dan liberalisasi merupakan acuan yang terkuat di negara Eropa, sehingga kebebasan tersebut sering disalahgunakan dan menerabas batas-batas sensifitas dalam agama, seperti halnya menggambar Nabi Muhammad yang sangat tabu di dunia Islam. Kebebasan apabila kita kembalikan kepada mereka, terlihat jelas bahwa Negara di Eropa juga tidak bebas seutuhnya, seperti pelarangan menggunakan hijab di depan umum. Media dalam pemberitaan mempunyai tanggung jawab besar dalam menjaga kestabilan dan keharmonisan umat beragama. Tanggung jawab tersebut harus didukung dengan paradigm yang diberikan oleh media terhadap karakter suatu etnis atau kepercayaan tertentu. Radio BBC Skotlandia pernah menyiarkan katakata yang menyebutkan Islam adalah agama Alien atau agama yang mengajarkan teror ketika terjadi pengeboman di Inggris (majalah Tempo edisi April 2007). Hal ini merupakan pemicu tindakan yang kurang menyenangkan dari negara tersebut. Informasi dalam media tersebut terkadang sengaja dibuat untuk memicu suatu perselisihan di antara beberapa kelompok untuk kepentingan kelompok tertentu (Widianingrum, 2012:2). Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1988 mengeluarkan fatwa tentang penggambaran sosok Nabi Muhammad, baik dalam bentuk gambar, patung, maupun dalam seni peran teater dan film. Dewan pimpinan MUI yang pada saat itu diketuai oleh KH. Hasan Basri memutuskan menolak penggambaran Nabi dalam bentuk apapun baik gambar maupun film. Dalam mengambil keputusan tersebut, MUI merujuk kepada riwayat Fath Makkah, Rasulullah memerintahkan


untuk menghancurkan gambar dan patung para Nabi yang terdahulu yang terletak di depan ka‘bah. Para ulama juga telah melakukan ijma’ sukuti tentang pelarangan melukis Nabi dan Rasul. Kaidah pencegahan (sad al-zari’ah) untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama dan kemurnian Islam baik segi akidah, akhlak, maupun syari‘ah. Dalam hadis Rasulullah menjelaskan, Barangsiapa yang berdusta terhadapku dengan sengaja, maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka (HR. Muttafaq ‗Alaih). Maksud dari hadis tersebut adalah pada zaman Nabi tidak ada satu pun manuskrip, gambar, patung yang benar-bena menggambarkan sosok Nabi secara sempurna. Maka apabila ditemukan orang yang melukis sosok Nabi, dia adalah golongan yang mendustakan Nabi (http://www.republika.co.id). Karikatur Nabi Muhammad yang berisi pandangan negatif telah dimulai pada tahun 911 oleh kartunis Eropa Barat yang gemar memprovokasi umat Islam dengan alas an kebebasan dalam berkarya, globalisasi tanpa batas, media internet dan sebagainya. Islam melarang keras menggambar Nabi Muhammad walaupun dengan tujuan baik, karena khawatir akan terjadi penyembahan. Ada beberapa karikatur yang berhubungan dengan Nabi Muhammad, antara lain: a. Pelukis Swedia Lars Vilks (63) melukis kepala Nabi dengan berbadan anjing dan disiarkan dalam surat kabar Nerikes Allehanda pada tanggal 18 Agustus 2007. Kemudian hendak dijadikan bahan pameran di pusat warisan budaya Swedia, tetapi ditolak karena khawatir terhadap keselamatan pengunjung. Namun tiga surat kabar Dagens Nyheter, Expressen, dan Koran Malmo, Sydsvenska Dagbladet menampilkannya. Dia ingin menyindir semua agama termasuk Islam. Koran Dagens Nyheter menegaskan bahwa Vilk tidak sendirian dalam pembuatan gambar, dan ancaman terhadap terhadap Vilk adalah ancaman terhadap semua rakyat Swedia. b. Pada tanggal 7 Maret 2010, Koran harian Denmark, Politiken enggan memohon maaf kepada umat Islam terkait peyiaran karikatur Nabi Muhammad dengan menggunakan sorban berbentuk bom pada tahun 2008. Polisi Denmark mengungkapkan ada beberapa komplotan yang membunuh kartunis Kurt Westergaard, pengacara Arba Saudi yang mewakili delapan anggota organisasi Islam di Asia Barat dan Australia yang berniat menggugat lewat politik. c. Pada tanggal 25 Agustus 2007, pengurus besar Makkal Osai, SM. Periasamy menggugat Koran Tamil Nesan karena menyiarkan karikatur Nabi Isa memegang sebatang rokok dan sebotol arak.


d. Pada tanggal 22 Februari 2006, ruangan Coffe Break Koran The New Straits Times menyiarkan kartun Nabi Muhammad karya Willie Miller (http://id.wikipedia.org). Nabi Muhammad adalah sosok yang tida habis-habis untuk diteliti, terutama oleh kalangan Barat. Kelompok Orientalis dalam mengkaji Nabi memiliki orientasi dan tujuan yang jelas, salah satu dari tujuan tersebut apabila dirunut semenjak tahun 1948 adalah menyingkap Muhammad sebagai Nabi palsu, al-Qur‘an merupakan tiruan yang mengerikan, hadis rekayasa, dan hukum Islam sangat lemah yang berasal dari campuran berbagai unsur budaya. Penemuan-penemuan tersebut berorientasi kepada demoralisasi kaum Muslim (khususnya pemimpin tingkat atas yang paling mendekati kemungkinan untuk dipengaruhi) dan membantu kekuatan penjajah dalam mewujudkan kepatuhan penduduknya dengan menggempur tiap Negara yang memiliki sejarah gemilang dan identitas keislaman tersendiri (A'zami, 2005:369). Pembuktian segala bentuk kejahatan Muhammad dan pencurian kitab suci sebelumnya dalam al-Qur‘an, Geiger Tisdal dan lain-lain berperan aktif menjadi pertahanan dalam proyek besar ini. Kemudian seluruh perhatian tertuju pada sunnah Nabi Muhammad, di mana rasa hormat dan kebanggaan dalam upaya pemusnahan dianugerahkan pada Goldziher (1850-1921). Dalam penilaian Humphreys, karya Goldziher telah berhasil menunjukkan bahwa kebanyakan hadis yang dapat diterima dalam koleksi kaum Muslim melalui sistem yang paling ketat dianggap pemalsuan yang dibuat sejak abad ke 2 hingga ke 3 mengakibatkan ketelitian jaringan isnad,yang memperkuat hadis-hadis terang-terangan dianggap fiktif. Josep Schacht mengikuti langkah gurunya dengan menyatakan bahwa isnad merupakan peninggalan revolusi Abbasyiah pada pertengahan 2 hijriyah. Dengan sempurnanya sebuah isnad, maka semakin mungkin terjadi pemalsuan (A'zami, 2005:369). Ketika menganalisis kasus majalah Charlie Hebdo yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad, maka yang harus diperhatikan adalah latar belakang dan tujuan pembuatan majalah tersebut. Di Prancis terdapat tradisi satire, yaitu sindir menyindir baik dalam bidang politik maupun agama. Karakter masyarakat Prancis yang suka berdebat dalam hal-hal intelektualitas dan bersikap apatis terhadap pemerintahan monarki absolut telah diwariskan oleh Raja Louis XIV. Kalangan intelektual Prancis berasal dari kalangan borjuis atau rakyat jelata yang mulai berani mempublikasikan selebaran-selebaran yang berisi cemoohan terhadap keluarga kerajaan. Golongan apatis ini disebut golongan kiri yang mewakili pendukung revolusi Prancis dan memperjuangkan pemisahan agama dan negara. Pada saat ini Charlie Hebdo diidentikkan dengan perwakilan sayap kiri anti-konpromis. Menurut editornya Sthepane Charbonnier, majalah ini memang menampilkan berbagai anekdot,


lelucon, polemic dari sudut pandang kelompok pluralis termasuk golongan putih (golput) (Mardiana, http://www. parlezfrancais.net). Pemimpin redaksi baru Charlie Hebdo, Gerard Biard menjelaskan bahwa majalah yang dipimpinnya bukanlah majalah provokatif. ―Setiap kali kami menggambar kartun Nabi Muhammad, setiap kali kami menggambar seorang Nabi, setiap kali kami menggambar Tuhan, kami membela kebebasan untuk berpikir dan kami telah berikrar bahwa Tuahan bukan politisi dan tokoh masyarakat. Apabila Tuhan terkait dengan politik, maka demokrasi dalam bahaya. Untuk menganut suatu kepercayaan adalah pilihan pribadi. Kami memang bukan pejuang, namun kami mempertahankan suatu hal, yaitu kebebasan. Kebebasan kami adalah sekularisme dan kebebasan berpikir dan demokrasi (www. umm.ac.id). Jhon L. Esposito menjelaskan bahwa karikatur Nabi yang kemudian banyak menimbulkan kecaman dari komunitas muslim dunia akan menjadi presden buruk baik jangka pendek maupun jangka panjang. Persoalan tersebut tidak ada kaitannya dengan demokrasi Barat. Media barat pada saat ini sedang mengalami islamphobia, kebencian yang tidak rasional terhadap segala sesuatu yang berbau Islam. Mereka juga tekenapenyakit Xenophobik, yang membenci segala sesuatu yang asing. Karikatur Nabi tidak lain adalah upaya untuk memprovokasi dan bukan hanya kemenangan mereka terhadap Osama bin Laden, atau yang mereka anggap teroris, namun mereka telah menodai apa yang dianggap oleh orang lain sebagai sesuatu yang sacral. Anehnya pelecehan ini terjadi ketika msyarakat Barat mengaku menjunjung tinggi kebebasan demikrasi dan menghormati pilihan oranglain (Salwasabila, 2008:60). D. Forum Diskusi Setelah mempelajari propaganda masuknya islam di Indonesia pada massa penjajahan jepang, lakukanlah diskusi bersama temanmu untuk membahas mengenai apakah Propaganda ditinjau dari sudut pandang agama pada massa itu! E. Rangkuman Islam Indonesia begitu menarik di mata orang-orang Jepang sehingga mereka segera melakukan pendekatan kepada kaum Muslim Indonesia pada era kekuasaannya. Bahkan jauh sebelum kedatangannya ke Jawa, Jepang telah melakukan berbagai studi mengenai karakteristik ajaran Islam yang ada di Jawa melalui sejumlah lembaga studi Islam di Jepang yang telah bermunculan sejak paruh kedua tahun 1920-an. Dalam simpulan studi-studi yang mereka laksanakan, orang Jepang melihat bahwa umat Islam memiliki sikap yang sangat berlawanan dengan kolonialisme atau dengan kata lain Islam Indonesia sangat antiimperialisme Barat, dan karenanya kelompok ini memiliki potensi yang baik


untuk mendatangkan kekuatan massa yang besar (Nugroho Notosusanto 1979, h. 54-55). Pada masa selanjutnya, yaitu pada tahun 1930-an, pemerintah kolonial Belanda senantiasa bersikap represif terhadap pergerakan yang dilakukan oleh orang Hindia. Hal itu melahirkan sikap antipati yang kuat terhadap segala hal yang berbau kolonial. Karenanya, timbulah semangat nasionalisme yang semakin menguat dan mereka mulai mencari model yang tepat untuk energi mereka itu ke negeri-negeri di sekitarnya. Jepang menjadi salah satu negara yang kemudian menjadi contoh model ideologi nasionalisme melalui orang-orang Indonesia yang melakukan kontak dengan Jepang seperti Madjid Usman, Mahjuddin Gaus, Purwadarminta, Joesoef Hassan, Soetomo, Raden Sudjono, dan Soekardjo Wirjopranoto (Ahmad Mansur Suryanegara, 1995 h. 254). Propaganda dalam tataran aplikatif adalah bagian dari komunikasi massa yang digunakan oleh individu atau kelompok sebagai media untuk menyebarluaskan suatu keyakinan atau doktrin. Propaganda sering dianggap suatu usaha dalam melakukan komunikasi yang bersifat persuasif, direncanakan untuk mempengaruhi pandangan dan tingkah laku individu agar sesuai dengan keinginan dari propagandis. Sumber propaganda dan tujuannya dapat bersifat nyata dan tersembunyi bagi audiens, dan dapat bersifat terbuka atau tertutup. Dapat pengelompokkannya, ada istilah yang disebut dengan counter propaganda atau propaganda yang melawan atau kontra suatu propaganda dengan tujuan menangkis atau melawan (Wasono, 2007:61). Tujuan yang akan dicapai dalam proses propaganda adalah jelas untuk mempengaruhi dan merubah pandangan masyarakat dalam suatu hal, maka segala sesuatu yang mendukung hal ini harus dipersiapkan, mulai dari aktor, isu yang akan dibangun, dan yang paling penting adalah skenario apa yang akan dilakukan setelah propaganda terjadi. Mobilisasi yang sadar dari media dalam mengubah sikap masyarakat dapat disebu sebagai propaganda. Kata ini pada awalnya merupakan istilah keagamaan yang diciptakan untuk menjelaskan misi agama Kristen, namun kata ini mendapatkan makna yang peyoratif pada akhir abad 18 ketika orang-orang Protestan menggunakannya untuk menjelaskan tekhnik yang digunakan Gereja Katolik. Ketika Revolusi Prancis istilah ini diadaptasikan untuk politik. Kata propaganda menunjukkan kepada suatu fenomena yang baru, yaitu penggunaan gambar dan teks membentuk sikap jauh ke belakang dalam sejarah manusia, namun kesadaran diri dan skala kampanye media yang revolusioner merupakan suatu yang baru (Briggs dan Burke, 2006:123). F. Tes Formatif


1. Uraikan apa yang dimaksud propaganda? 2. Analisilah mengapa jepang tertarik pada islam pada massa penjajahannya? 3. Apa saja bentuk propaganda yang dilakukan oleh jepang terhadap umat islam? 4. Teknik apa saja yang dilakukan dalam penerapan propaganda ini? 5. Lembaga apa yang dibuat pemerintahan Jepang dalam sektor keagamaan? G. Inquiry Learning Melalui materi yang telah disampaikan pada bab II, peserta didik diharapkan mampu menyelesaikan kasus yang diberikan. Untuk itu silahkan cermati petunjuk mengerjakan soal di bawah in: a.) Petunjuk mengerjakan soal: 1. Pahami materi yang telah dipelajari tentang propaganda masuknya islam di Indonesia 2. Baca dan pahami dengan seksama kasus yang telah diberikan 3. Setelah dibaca dan dipahami jawablah pertanyaan dengan tepat dan benar b.) Kasus: propaganda masuknya islam di Indonesia,Propaganda Agama dan Ancaman Terhadap Toleransi Beragama Islam Indonesia begitu menarik di mata orang-orang Jepang sehingga mereka segera melakukan pendekatan kepada kaum Muslim Indonesia pada era kekuasaannya. Bahkan jauh sebelum kedatangannya ke Jawa, Jepang telah melakukan berbagai studi mengenai karakteristik ajaran Islam yang ada di Jawa melalui sejumlah lembaga studi Islam di Jepang yang telah bermunculan sejak paruh kedua tahun 1920-an. Dalam simpulan studi-studi yang mereka laksanakan, orang Jepang melihat bahwa umat Islam memiliki sikap yang sangat berlawanan dengan kolonialisme atau dengan kata lain Islam Indonesia sangat anti-imperialisme Barat, dan karenanya kelompok ini memiliki potensi yang baik untuk mendatangkan kekuatan massa yang besar (Nugroho Notosusanto 1979, h. 54-55). Term propaganda berasal dari bahasa Latin, "propagare" yang berarti perluasan, penyebarluasan, pengembangan, dan pemekaran. Kata tersebut mengacu pada sebuah lembaga yang didirikan pada tahun 1622 oleh Gereja Katolik Roma (waktu itu dipimpin oleh Paus Gregorius XV) yang tugasnya antara lain menyebarluaskan ajaran Khatolik ke luar negeri (Sastropoetro, 1983:16). Apabila dilihat dari konteks penggunaan propaganda oleh gereja, ini adalah penggunaan kata propaganda yang utuh terdapat ilmu komunikasi. Namun pada tahap selanjutnya propaganda sebagai ilmu komunikasi telah disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin


menyebarkan keinginan pribadi atau suatu kelompok. Harry Shaw seperti dikutip oleh Sunu Wasono menyatakan propaganda adalah informasi, ide-ide atau gosip yang disebarluaskan untuk mendukung atau menghancurkan seseorang, kelompok, gerakan, keyakinan, lembaga atau bangsa. Dari defenisi ini jelas bahwa propaganda tidak hanya mengenai masalah keagamaan, tetapi juga berhubungan dengan hal lain (Wasono, 2007:54). Propaganda di satu sisi memiliki dampak positif yaitu meneguhkan pendirian seseorang dan menjadi negatif apabila ditujukan untuk memberikan image negatif terhadap sesuatu yang dipropagandakan. c.) Pertanyaan: Propaganda agama merupakan bagian dari komunikasi massa yan digunakan oleh individu atau kelompok sebagai media untuk menyebarluaskan suatu keyakinan atau doktrin. Propaganda sering dianggap suatu usaha dalam melakukan komunikasi yang bersifat persuasif, direncanakan untuk mempengaruhi pandangan dan tingkah laku individu agar sesuai dengan keinginan dari propagandis. Sumber propaganda dan tujuannya dapat bersifat nyata dan tersembunyi bagi audiens, dan dapat bersifat terbuka atau tertutup. Menurut pendapat anda apakah propaganda dalam agama islam yang diterapkan jepang di Indonesia sudah berhasil? Daftar Pustaka Artikel dan Buku Affandi, Muhajir. 2017. Komunikasi Propaganda Suatu Pengantar. Yogyakarta: Deepublish. Anderson, Benedict R.C.G. 1972. Java in a Time of Revolution 1945-1946. London. Benda, Harry J. 1980. Bulan Sabut dan Matarahari Terbit: Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang. Penerjemah: Daniel Dhakidae. Jakarta: Pustaka Jaya. Elsbrec, Williard H. 1953. Japan’s Role in Southeast Asean Natioanlist Movement’s 1940-1945, Massachusset. Goto, Ken‟ichi. 1998. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Penerjemah: Hiroko Otsuka, nandang


Rahmat, dan Edy Mulyadi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kahin, George Mc. Turner. 1952. Nationalism and Revolution in Indonesia. New York, Cornell University Press. Koen, Auwjong Peng. 1957. Perang Pasifik 1941-1945. Jakarta: Pintu besar. Kurasawa, Aiko, 1987. "Propaganda Media On Java Under the Japanese 1942-1945." dalam Indonesia No. 44, October 1997. Kurasawa, Aiko, 1993. Mobilisasi dan Kontrol, Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Gramedia, Jakarta. Laswell, Harold D. 1971. Propaganda Technique in World War I. Cambridge, MA: MIT Press. Legge, John David. 1977. Indonesia .Sydney: Prentice-Hall of Australia. Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Prenada Media Group. Moedjanto, G. 1988. Indonesia abad Ke-20: Dari Kebangkitan nasional Sampai Linggarjati, Volume 1. Yogyakarta: Kanisius. Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan, Jilid II. Yogyakarta: LKiS. Nasution, Abdul Haris. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Jilid 1. Bandung: Penerbit Angkasa. Notosusanto, Nugroho, ed.. 1977. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI, Jakarta: Balai Pustaka. Notosusanto, Nugroho, ed.. 1979. Tentara PETA pada Jaman Pendudukan Jepang di 80


Sumber Website: http://elektro.umm.ac.id http://islamlib.com http://www.republika.co.id http://id.wikipedia.org


BAB III MASUKNYA KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA Bab ke III ini membahas mengenai masuknya kebudayaan islam di Indonesia. Pada bab ini peserta didik akan diberikan penjelasan mengenai berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia salah satunya pengaruh budaya bagi agama islam dan masuknya kebudayaan islam di Indonesia. Untuk membekali peserta didik dalam memahami materi pada bab III ini, diakhir penjelasan peserta didik akan diajak untuk berdiskusi pada topik forum diskusi dan menjawab tes formatif. Kemudian untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan, seluruh peserta didik juga diminta untuk menganalisis kasus yang diberikan sesuai dengan materi yang ada pada bab III ini yaitu latar belakang kebudayaan islam di Indonesia, berbagai macam kebudayaan Indonesia, untuk mengukur kemampuan peserta didik mengenai materi masuknya kebudayaan islam di Indonesia. Capaian Pembelajaran: Ditinjau dari materi pada bab III, peserta didik bisa mendapatkan pemahaman dari materi masuknya kebudayaan islam di Indonesia secara lebih rinci, setelah mempelajari e-modul ini peserta didik dapat mendeskripsikan latar belakang kebudayaan islam di Indonesia dan berbagai budaya yang ada di Indonesia. Pengalaman Belajar: Pengalaman belajar yang akan didapatkan oleh peserta didik yakni: 1. Apa penyebab pengaruhnya agama islam dalam kebudayaan di Indonesia 2. Memahami masuknya agama islam dalam membawa kebudayaannya 3. Mengetahui masuknya kebudayaan di Indonesia 4. Mengetahui berbagai macam kebudayaan Indonesia yang kemudian dibawa oleh agama islam 5. Mengetahui pola masuknya kebudayaan islam di Indonesia


Ragam Budaya Islam di Indonesia A. Latar belakang Budaya islam Gambar 6: contoh akulturasi budaya islam Sumber: Berdasarkan hasil pengkajian penulis terhadap tema ragam agama dengan kebudayaan lokal di Indonesia atau pun terkait hubungan Islam dengan kebudayaan lokal pada masyarakat Indonesia, pada umumnya mengambil bentuk integrasi dalam beragam pola. Nur Syam mengelompokkan bentuk integrasi tersebut ke dalam dua pola, yaitu: pertama, pola hubungan yang bercorak sinkretik kedua pola hubungan yang bercorak akulturatif. Juga terdapat pola hubungan yang lain yaitu pola hubungan bercorak kolaboratif, dan pola hubungan yang bercorak legitimasi. Di samping beberapa corak tersebut, bisa jadi masih ada lagi pola hubungan agama dan kebudayaan dalam corak lainnya (Baiti, R., & Razzaq, A. 2014). Agama Islam sejak kehadiranya di muka bumi ini, telah memainkan peranannya sebagai salah satu agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Ini, tentunya membawa Islam sebagai bentuk ajaran agama yang mampu mengayomi keberagaman umat manusia dimuka bumi ini. Islam sebagai agama universal sangat menghargai kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat, sehingga kehadiran Islam di tengahtengah masyarakat tidak bertentangan, melainkan Islam dekat dengan kehidupan masyarakat, di sinilah sebenarnya, bagaimana Islam mampu membuktikan dirinya sebagai ajaran yang lentur di dalam memahami kondisi kehidupan suatu masyarakat (Dewantara Vol. XI, 2021). Kedatangan Islam juga telah membawa Indonesia kepada kemajuan dan juga kecerdasan yang nyata. juga telah banyak meubah kehidupan sosial budaya dan juga tradisi kerohanian yang ada di Indonesia. dengan adanya pengaruh ajaran agama Islam Indonesia menjadi lebih maju dalam bidang perdagangan terutama dalam hubungannya dengan perdagangan internasional dengan Timur Tengah. Khususnya


Click to View FlipBook Version