Tamadun Melayu Lingga
SULTAN MAHMUD RIAYAT SYAH&
STRATEGI PERLAWANAN GERILYA LAUT
TERAKHIR KESULTANAN MELAYU
PROF. DR. SUSANTO ZUHDI
Guru Besar pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
Hampir saja menjadi kenyataan sewaktu masyarakat Kepulauan
Riau mengusulkan Sultan Mahmud Riayat Syah (SMR) kepada
pemerintah Malaysia untuk dijadikan “Pahlawan Nasional”.Persoalan
masa itu muncul karena pengusulan SMR ditolak oleh Tim Pengkaji
dan Penilai Gelar Pusat (TP2GP) yang dibentuk Kementerian
Sosial R.I. pada tahun 2015.Dalam peraturan perundangan suatu
pengusulan calon pahlawan hanya diperbolehkan sebanyak dua kali.
Oleh karena itu maka pada kali yang kedua, suatu pengusulan “tidak
boleh” gagal.Perjalanan untuk mempersiapkan naskah akademik
yang semula ditolak itu dilakukan dengan segenap upaya Tim yang
dibentuk kemudian terdiri atas anggota dari daerah Kepulauan Riau
dan dari Jakarta.
Pengantar ini dianggap perlu karena di dalam serangkaian rapat
dan seminar lebih dari lima kali dalam dua tahun itulah kemudian
ditetapkan apa tema perjuangan yang paling menonjol yang
diperankan SMR. Mengambil pelajaran dari tema usulan sebelumnya
yang tidak fokus maka lebih baik agak lama persiapannya asalkan
memperoleh hasil yang prima.Di dalam salah satu forum diskusi
intensif dalam persiapan itu, diangkatlah tema perlawanan strategi
laut yang dilakukan SMR dalam menghadapi VOC/Belanda. Selain
memang betul bahwa SMR berperan dalam bidang perjuangan ini,
alasan kuat mengapa tema ini dipilih karena pemerintah Jokowi
(2014—2019) mempunyai visi-misi untuk menjadikan Indonesia
sebagai negara maritim dan mengembalikan bangsa jaya di laut.
82
Tamadun Melayu Lingga
Makalah ini sebagai bahan “Perbincangan Tamadun Melayu”
untuk memperlihatkan inilah Sultan Melayu terakhir melawan
VOC/Belanda—dalam makna sebelum traktat London 1824—yang
menjadi sempadan antara Indonesia dan Malaysia oleh karena
kolonialisme Eropa.
MENERUSKAN PERLAWANAN RAJA HAJI FI SABILILAH vs
VOC/BELANDA
Kesultanan Johor-Riau semakin berkembang karena ramainya
perdagangan lada dan timah. Dengan adanya konflik antara Belanda
dan Inggris sejak 1780,pihakJohor-RiaubekerjasamadenganBelanda
untuk menghadapi Inggris, namun mereka berselisih paham tentang
pembagian harta rampasan dari kapal dagang Inggris yang berhasil
ditangkap kapal VOC. Merasa tidak diberikan jatah pampasan
dari kapal Inggris membuat Sultan dan Yang dipertuan Muda Raja
Haji melakukan serangan terhadap kapal-kapal VOC tahun 1783,
bulan Januari 1784, kapal utama VOC berhasil dihancurkan oleh
armada laut Johor-Riau. Namun pada Mei 1784 armada bantuan
dari Belanda yang dipimpin Jacob van Braam datang dan berhasil
menghancurkan armada laut Johor-Riau di teluk Ketapang di dekat
Malaka, dengan menewaskan Raja Haji dan panglima-panglima
militer Kesultanan Johor-Riau. Untuk selanjutnya armada Belanda
terus bergerak dengan menaklukkan Sultan Selangor pada bulan
Agustus 1784, sedangkan pada bulan Oktober, Belanda berhasil
menguasai kekuatan Bugis di Riau dan memaksa Sultan Mahmud
untuk menandatangi penyerahan dan perjanjian dengan Belanda.
(Ricklefs, 2005: 161; Hall, 1988: 320-322)
Sikap bermusuhan Raja Haji ini disikapi oleh VOC dengan
keputusannya untuk menyerang Riau yang menjadi pusat kekuatan
Bugis.VOC berharap sebagaian penguasa Melayu seperti Sultan
Trengganu dan Siak bersedia membantu VOC melawan kekuatan
Johor-Riau.Pengiriman pasukan dilakukan dari Batavia dipimpin
oleh Kapten Toger Abo dengan kekuatan enam kapal yang membawa
910 pasukan untuk melakukan blokade terhadap Riau.Komandan
83
Tamadun Melayu Lingga
tertinggi VOC dipimpin Arnoldus Lemker dari benteng Malaka.
Serangan pertama ke Riau dilakukan 6 Januari 1784, namun terjadi
insiden di mana kapal perang Welvarren meledak.Setelah sebulan
melakukan blokade, pasukan Belanda ditarik mundur ke Malaka
karena berbagai sebab karena komandan sipil Lemker dianggap
lemah, kekurangan peralatan, suplai makanan dan penyakit disentri
yang menyerang pasukan. Raja Haji tidak menunda kesempatan ini,
dengan mendaratkan pasukannya pada 13 Februari 1784 di Teluk
Ketapang yang berjarak hanya 5 mil selatan kota Malaka. Sebelumnya
Raja Haji menempatkan Sultan Mahmud Riayat Syah yang masih
belia di suatu tempat di Muar, sebelah selatan Teluk Ketapang.
Pasukan Raja haji membangun dua benteng di Teluk Ketapang yang
diperkuat dengan ribuan prajurit. Sultan Ibrahim Selangor, sekutu
Raja Haji bersiap menyerang Malaka dari Tanjung Kling, Rembau dan
Pedas. Pada bulan maret serangan-serangan Raja Haji dan sekutunya
dilakukan terhadap perbentengan Belanda di Semabok, Bunga Raya,
Bandar Hilir dan Bukit Cina.Bantuan dari Siak datang membantu
Belanda di Malaka, namun pihak VOC kewalahan. Untunglah pada
tanggal 4 Maret 1784, armada enam kapal perang yang dipersenjatai
326 meriam dan 2130 pasukan mendarat di Malaka dari Batavia,
armada Belanda ini dipimpin oleh Jacob Pieter van Braam. Pada
tanggal 1 Juni 1784, armada mengepung Teluk Ketapang, malam
hari 18 Juni, pasukan Belanda mendarat di Teluk Ketapang dengan
kekuatan 734 prajurit bersenapan bayonet, dengan bantuan tembakan
meriam mengarah kepada armada laut Bugis dan parajurit yang ada
di darat. Sepanjang hari 19 Juni 1784, pertempuran berlangsung
hebat, Raja Haji tertembak dan dilarikan oleh pasukannya. Laporan
dari tawanan Bugis yang tertangkap 21 Juni 1784 menginformasikan
bahwa jenazah Raja Haji diangkut penghulu Padang dan seorang
Budak dengan tikar bersama beberapa perempuan dan diletakkan di
semak belukar. Jenazah Raja Haji berhasil diidentifikasi dan dibawa
ke Bukit Hilir dan kemudian dimakamkan pada 25 juni 1784 di kaki
Bukit St Paul. (Winstedt, 1932:63)
84
Tamadun Melayu Lingga
Selanjutnya armada VOC dan Siak menyerang Selangor dan
berhasil mendudukinya, Sultan Ibrahim Selangor mengungsi ke
Pahang dengan membawa barang kekayaan dan keluarga, serta 1100
sampai 1200 pengikut. Belanda kemudian mendirikan benteng di
Selangor yaitu Altingburg dan Utrecht.Sultan Muhammad Ali dari
Siak diangkat sebagai penguasa Selangor. Dengan catatan pedagang
Cina dan Inggris dilarang masuk Selangor, semua produk timah harus
dijual kepada VOC. Setelah menyelesaikan tugasnya di Selangor dan
Riau, armada VOC pimpinan van Braam kembali ke Malaka. Van
Braam menerima surat dari Raja Ali, penguasa Bugis, pengganti Raja
Haji untuk mengadakan perdamaian dengan VOC. Namun VOC
tidak menanggapinya, karena rencana VOC adalah membebaskan
Sultan Johor-Riau, Mahmud Riayat Syah dari pengaruh Bugis.
Sisa-sisa armada Bugis meninggalkan Teluk Ketapang dan
membawa Sultan Mahmud dari Muar untuk dibawa ke Riau.Sebagai
pengganti Raja Haji, diangkatlah Raja Ali anak Daeng Kemboja
sebagai Yang Dipertuan Muda V bergelar Sultan Alauddin Syah.
Bulan Agustus 1784, dua kapal perang VOC tiba di Riau, disusul
dengan armada besar VOC yang dipimpin van Brram tiba 10 Oktober
1784. Pieter van Braam berusaha memisahkan Sultan Mahmud dari
pengaruh Bugis, van Braam juga mengultimatum pasukan Bugis
untuk meninggalkan Riau dan jabatan Yang Dipertuan Muda akan
dihapus di Kerajaan Johor-Riau. Pada tanggal 31 Oktober 1784,
sejumlah besar armada laut Bugis meninggalkan Riau dimalam
hari. Pada tanggal 1 November 1784, Raja Tua, Raja Bendahara,
dan Tumenggung, menandatangani penyerahan Riau kepada VOC.
Selanjutnya perjanjian dilakukan pada tanggal 10 November 1784,
Riau Telah diambil alih Belanda. (63)
Terkait penandatangan penyerahan Riau kepada VOC, Sultan
Mahmud menulis surat kepada van Braam bahwa dia tidak berniat
datang ke kapal Utrecht karena harga dirinya sebagai Sultan, bahwa
seorang Raja Melayu yang datang untuk menyerahkan kehormatannya
kepada penguasa yang lain, secara terbuka mengirimkannya kepada
penguasa lainnya, tidak membuat Johor lebih rendah kedudukannya
85
Tamadun Melayu Lingga
dari VOC.
Semua kontrak dengan penguasa Bugis dibatalkan, bagi
Sultan Mahmud yang dianggap masih muda tidak dapat mengambil
keputusannya sendiri, melainkan diharuskan berkonsultasi dengan
Raja Tua, Raja Bendahara, Raja Tumenggung dan Raja Bongsu.
Kerajaan Johor-Riau adalah sekutu VOC untuk saling melindungi.
Kapal-kapal Belanda bebas berdagang di wilayah Johor-Riau dan
menopoli perdagangan timah, lada dan komoditas lainnya.Belanda
membangun benteng di Riau berkekuatan 254 prajurit dan sejumlah
meriam untuk melindungi Riau dari serangan kekuatan Bugis dan
Inggris. (64-5)
Sebenar Sultan Mahmud tidak menghendaki sekutu Bugisnya
dihapuskan oleh VOC dalam dunia perpolitikan di Kerajaan Johor-
Riau.Beberapa sumber menyebutkan bahwa Sultan Mahmud tidak
merasa senang terhadap sikap VOC yang mengusir Raja Ali dan
pengikutnya orang-orang Bugis keluar dari Riau. Meski akhirnya
Sultan Mahmud mengomentari surat dari Raja Ali yang menginginkan
dirinya sebagai Raja yang asli, Sultan Mahmud menyebut dia hanya
Raja Muda sedangkan dirinyalah Raja Riau yang sesungguhnya,
tentu saja hal ini dimanfaatkan oleh van Braam untuk menjalankan
politik VOC untuk mengeluarkan kekuatan Bugis dari wilayah Riau.
Sultan Mahmud dalam suratnya juga menambahkan agar penduduk
peranakan Bugis dibiarkan menetap di Riau karena mereka sudah
menjadi penduduk asli Kerajaan Johor-Riau.
Strategi Gerilya Laut Sultan Mahmud
Pada bulan Juni 1785, Resident David Ruhde memulai
menjabat di kantornya di Pulau Bayan dekat Tanjung Pinang, yang
diperkuat dengan perbentengan.Meski berada dalam penguasaan
Belanda, namun Sultan Mahmud dan para pembesarnya yang
masih menjalankan administrasi kerajaan. Dalam bulan Desember
1786, pada saat Sultan Mahmud bersama Raja Bendahara, Raja
Tumenggung dan raja Indrabongsu berkunjung ke Malaka, pada saat
yang sama Sultan Mahmud mengirim utusannya untuk memohon
86
Tamadun Melayu Lingga
dengan sangat (entreat) kepada Raja Tempasok dan para bajak laut
Ilanun pengikutnya untuk membantunya membebaskan dirinya dari
cengkeraman Belanda. Dalam kunjungan ke Malaka, Sultan harus
menandatangani perjanjian yang baru dengan VOC, 7 Februari 1787.
Dalam perjanjian tersebut Belanda memaksa sultan untuk meminta
pertimbangan residen Belanda untuk memutuskan masalah-masalah
yang dianggap penting, baik sosial, hukum maupun ekonomi.
Sultan harus membayar kewajiban atau pajak kepada Belanda atas
perdagangan timah dan lada. (66)
Pada tanggal 2 Mei 1787, sebuah armada terdiri dari 40-55 kapal
yang membawa 1500 hingga 2100 prajurit berlabuh di dekat Tanjung
Pinang. Dalam beberapa saat jumlah kapal yang berlabuh mencapai
90 kapal dan membawa tidak kurang 7000 pasukan.Armada tersebut
bukan berasal dari orang Melayu atau Bugis, melainkan para bajak
laut orang Ilanun, yang berasal dari Kepulauan Sulu yang terletak
antara Kalimantan Utara dengan Filipina.Sultan Mahmud nampak
pura-pura tidak tahu tentang kemunculan armada bajak laut
yang dipimpin oleh seorang pangeran dari Kalimantan.Laporan
kepada sultan menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang
yang berasal dari Solok, terbawa angin akibat badai, mereka sangat
membutuhkan beras dan memperbaiki kapalnya yang rusak. Mereka
kemudian diberikan bantuan beras dan perbekalan lainnya dan akan
kembali ke Kalimantan pada musim angin berikutnya. Kemunculan
armada bajak laut Ilanun tersebut merupakan permohonan khusus
dari Sultan Mahmud, Raja Tua dan pembesar kerajaan lainnya
untuk mengirimkan armadanya. Menurut pimpinan Ilanun mereka
diijinkan untuk menjarah benteng VOC di Riau. Sultan Mahmud
segera mengirimkan pemandu untuk menuju Pulau Bayan dan
mengepung selat didekat Tanjung Pinang. (Vos, 1993: 182-183)
Laporan prajurit Belanda di benteng Tanjung Pinang
menyebutkan bahwa malam hari 10 Mei 1787, beberapa meriam
ditembakkan ke arah benteng. Pada 13 Mei 1787, terjadi pertempuran
selama9jamdanparapenyerangmembakardanmenjarahpemukiman
di sekitar benteng Tanjung Pinang. Serangan-serangan berikutnya
87
Tamadun Melayu Lingga
memaksa Residen Ruhde dan pasukan Belanda meninggalkan
benteng Tanjung Pinang menaiki kapal Bangka mengungsi ke
Malaka. Dalam penyerangan tersebut tercatat 20 serdadu Belanda
yang tewas dan beberapa orang ditangkap dan dijadikan budak oleh
orang Ilanun. Pihak Belanda di Malaka menuduh Sultan Mahmud
dan YDM Raja Ali terlibat dalam penyerangan benteng belanda di
Tanjung Pinang. Sumber Melayu Hikayat Negeri Johor danTuhfat
al nafis keduanya mengakui bahwa sultan terlibat dalam serangan
tersebut. (Winstedt, 1932:66-67, ARA dalam Vos, 1932: 183)
Pada hari Jumat setelah penyerangan benteng Tanjung Pinang
dan berhasil mengusir pasukan Belanda dari Riau. Sultan Mahmud
dan pemimpin bajak laut Ilanun melakukan upacara selamatan di
Masjid yang diikuti juga oleh para penduduk. Menurut laporan saksi
mata bersumber dari ARA Den Haag, dilaporkan bahwa Sultan
Mahmud mengirimkan sejumlah meriam dan amunisi dari Riau ke
daratan Johor untuk dijadikan hadiah bagi pasukan lanun atau bajak
laut Ilanun. Selanjutnya tercatat keinginan Sultan Mahmud meminta
kepada Raja Alam pemimpin Ilanun untuk menyerang Malaka,
namun Raja Alam tidak bersedia karena armadanya terlalu kecil
untuk menyerang benteng Belanda di Malaka. Para bajak laut Ilanun
juga tidak ingin berdiam lama di Riau, mereka hanya menginginkan
barang rampasan.Pada pertengahan Juni 1787, armada Ilanun
berlayar kembali ke Kalimantan. (sumber ARA Juli, September 1787,
dalam Vos, 1993: 184)
Beberapa hari setelah kembalinya armada bajak laut Ilanun
ke Kalimantan, Sultan Mahmud, para pembesar Melayu dan Bugis
juga meninggalkan Riau.Sultan Mahmud mencari pemukiman yang
aman sebagai strategi menghadapi serangan balik dari VOC. Dalam
situasi yang tidak menentu Sultan Mahmud dan para bangsawannya
berlayar ke selatan ke Kepulauan Lingga menggunakan 200 buah
kapal, dalam rombongan Sultan mahmud ikut bergabung orang
Bugis dan 200 orang Cina kaya, sedangkan Raja Bendahara berlayar
menuju Pahang menggunakan 150 kapal dan sebagian kapal berlayar
ke Bulang. Begitu juga dengan Raja Tua, dan Raja Indrabongsu
88
Tamadun Melayu Lingga
ikut berlayar menuju Pahang dan Trengganu. Sementara Raja
Tumenggung mengambil tempat di Pulau Bulang sebagai bajak laut.
Sementara itu pemukiman mereka di Riau dibumi hanguskan, yang
tersisa dari penduduk Riau hanyalah 3000 orang Cina petani lada
dan gambir. (Vos, 1993: 184)
Belanda bereaksi terhadap kehancuran bentengnya di Tanjung
Pinang dengan mengirimkan armada kapal perang yang dipimpin
Silvester dan berhasil menguasai Riau kembali pada Desember 1787.
Meski demikian kekuasaan Belanda di Riau tidak berarti, dalam
Tuhfat al Nafisdiceritakan ketika Komandan van Braam (seharusnya
Silvester) bertanya kepada petani Cina disana, dimana orang Melayu
dan Bugis, disini sudah tidak ada penduduk kecuali kami, mereka
semua menyebar ke Lingga, Pahang dan Trengganu. Sekarang sangat
sulit mengejar para pangeran Melayu karena menyebar ke mana
mana.Kami pun juga tidak betah tinggal disini, kami takut dengan
bajak laut dan disini bahan makanan harus diimpor dari luar. (Vos,
184:185)
Strategi yang dilakukan oleh Sultan Mahmud tidak berhenti
ketika dia memindahkan pusat kekuasaannya ke Lingga.Dia masih
terus menjajaki pentingnya bersekutu dengan kekuatan Eropa
lainnya yaitu Inggris. Sultan Mahmud juga meminta saudara
sekaligus pemimpin Pahang dan Trengganu untuk membantunya
berkomunikasi dengan pihak Inggris di Pulau Penang untuk
membantunya, pada saat itu Inggris tidak mau terlibat terlalu dalam
masalah konflik di Riau, karena akan banyak berurusan dengan
VOC. Inggris bahkan memberikan masukan kepada Sultan Mahmud
untuk menerima pertuanan Belanda.(Vos, 1993:1991-1992)
Sultan tidak memperdulikan nasihat Inggris tersebut, dalam
Tuhfat Al Nafis’ diceritakan bahwa Sultan Mahmud lebih memikirkan
kehidupan rakyatnya baik penduduk Melayu maupun peranakan
Bugis. Sultan bersyukur kepada Allah SWT karena di Pulau Singkep
banyak ditemukan timah.Yang Mulia Sultan Mahmud kemudian
mengirimkan tenaga kerja terdiri atas orang Melayu dan Bugis
untuk menambang timah. Kapal-kapal Inggris, Cina dan pedagang
89
Tamadun Melayu Lingga
lainnya berdatangan ke sana membawa uang, beras, senjata api
(meriam dan senapan), mesiu untuk dipertukarkan dengan timah.
Pihak Inggris yang lebih bersemangat berdagang dengan Sultan
Mahmud di Singkep.Tuhfat juga mencatat bahwa bajak laut ramai
beroperasi di Riau dan Lingga.Bajak laut yang dipimpin Panglima
Raman menjarah Pulau Bangka, dan membawa penduduknya ke
Lingga.Keramaian perdagangan timah dan kehadiran penduduk
yang dibawa oleh armada bajak laut, menjadikan penduduk Lingga
semakin bertambah. (Vos: 192-193)
Banyak sumber menyebutkan bahwa selama berdiam dan
membangun Lingga, Sultan Mahmud bekerjasama dengan sejumlah
kelompok perompak laut.Perompak laut tersebut adalah orang-
orang dari Siak yang dipimpin oleh Sayid Ali, orang laut yang
berdiam disekitar Lingga, dan orang-orang Ilanun. Menurut laporan
Inggris, Scott, 1794, melaporkan bahwa setelah direbutnya Riau oleh
Belanda tahun 1785, ternyata Raja Melayu, Mahmud Riayat Syah
tetap menguasai wilayah kepulauan yang luas antara Semenanjung
Melayu, Bangka dan Sumatra. Sultan berkoalisi dengan para bajak
laut untuk merompak kapal-kapal Belanda dan pulau-pulau yang
dikuasai Belanda.Mahmud memiliki kemampuan untuk menarik
kekuatan para bajak laut untuk melayaninya, para bajak laut sangat
menghormatinya, bahkan banyak dari mereka rela menjadi martir
bagi Raja Melayu tersebut.Surat pejabat Inggris dari Penang ke
Calcutta, India melaporkan bahwa Sultan Mahmud adalah penguasa
terbesar dan jenius dari kalangan Melayu. (Surat dari Penang ke
Calcutta, 10-1-1788, koleksi IOH London dalam Vos, 192-193)
Salah satu pimpinan bajak laut terbesar adalah Panglima Raman,
dia adalah anak didik Raja Melayu Engku Muda yang melakukan
banyak serangan bajak laut yang beroperasi di Riau-Lingga selama
beberapa tahun. Raja Engku Muda masih bersaudara dengan Sultan
Mahmud, sama-sama keturunan dari kakeknya Sultan Sulaiman.
Sultan Mahmud juga mampu mengendalikan bajak laut dari Siak
pimpinan Sayid Ali dan juga para pimpinan orang laut.Antara
tahun 1788-1790, terjadi banyak penjarahan uyang dilakukan oleh
90
Tamadun Melayu Lingga
para bajak laut dari Siak yang menyerang wilayah penghasil timah
Kelabat dan Merawang di Bangka. Serangan juga dilakukan oleh
bajak laut Ilanun di Bangka dan menjarah ribuan pikul timah dari
wilayah Kelabat dan Merawang tahun 1789, terakhir tercatat orang
laut yang berasal dari Lingga dan Johor juga melakukan serangan
ke Bangka untuk menjarah timah di sana. Penggunaan kekerasan
melalui serangan bajak laut dan penyelundupan semakin marak
di Riau pasca penaklukkan Riau oleh Belanda.Menurut Reinout
Vos bahkan dikatakan inilah serangan-serangan dari belakang atas
kekuasaan Kompeni di Riau yang dilakukan dari Lingga.Kerjasama
yang dilakukan oleh Sultan untuk mendapatkan kekuatan dari para
bajak laut sangat mengkhawatirkan VOC. Perang bajak laut melawan
Belanda ini dilakukan tidak semata-mata membalas dendam atas
kekalahannya di Riau, dan keinginannya membangun imperium
dari Lingga, tetapi juga dipengaruhi persaingan dalam perdagangan
timah. Kekhawatiran ini betul betul dirasakan oleh Guber Malaka de
Bruijn, bahwa kekuatan armada laut Belanda pimpinan Silvester di
Malaka yang terdiri atas 19 kapal, dibandingkan kekuatan armada
bajak laut Siak, tidak ada apa-apanya ketika harus berhadap-
hadapan. Sementara itu operasi-operasi militer menghadapi para
bajak laut di Kepulauan Lingga juga tidak terbayangkan, banyaknya
pulau yang tidak terhitung, banyaknya beting pantai, batu karang,
anak sungai dan sungai menjadikan Lingga seperti sebuah belantara
lautan. Terlebih lagi Sultan Mahmud memiliki ribuan pasukan di
sana.(sumber koleksi IOH London, Surat dari Penang ke Calcutta,
10-1-1788, dalam Vos: 198-199)
Kekuatan kapal perang VOC semakin berkurang, bahkan
ketika Kesultanan Palembang meminta bantuan VOC untuk
mengamankan Selat Bangka dari perompak, Belanda tidak mampu
membantu. (ARA Den Haag, General Missiven, 31-1-1793 dalam
Vos: 199)
Tahun 1788, Sultan Mahmud berlayar ke Pahang, dan
mengirimkan Raja Indrabongsu ke Solok untuk meminta bantuan
bajak laut Ilanun untuk menyerang Malaka. Selain itu strategi yang
91
Tamadun Melayu Lingga
dijalankan oleh Sultan Mahmud adalah meminta Inggris (Surat Sultan
Mahmud kepada Kapten Francis Light di Penang, 1788, koleksi Arsip
Penang 1788) menjadi sekutunya, dan pada saat yang bersamaan dia
meminta kepada Sultan Trengganu, Sultan Mansur untuk membantu
membujuk Belanda agar mengakui kembali kekuasaannya di Riau.
(68)
Terkait Raja Ali YDM V yang diusir dari Riau tahun 1784
dan Sukadana 1786, terakhir bermarkas di Siantan (kepulauan
Natuna) Kalimantan dan memiliki pengikut bajak laut, diyakini
sangat membenci Belanda. Pada Februari 1785, Raja Ali telah
berusaha meminta bantuan kepada Inggris untuk menghadapi
Belanda yang terus menyerangnya di Sukadana, Kalimantan Barat,
dengan mengirim surat kepada kantor Indian Kompeni Inggris
di Bengal. Pada bulan Juni 1785, sekutu Sultan Mahmud, Sultan
Ibrahim dari Selangor (mengungsi di Pahang) meminta bantuan
kapten armada India Kompeni Inggris Francis Light, untuk
membebaskan Selangor dari kekuasaan Belanda. (67) Pada saat itu
dengan kekuatan 1000-2000 pasukan Sultan Ibrahim (keponakan
Raja Haji) berhasil merebut kembali Selangor dan berhasil mengusir
pasukan kecil VOC di sana. Keberhasilan Sultan Ibrahim ini tidak
dapat dilepaskan bantuan pasukan Pahang, yang merupakan daerah
kekuasaan Raja Bendahara.Beberapa sumber menyebutkan bahwa
putra tertua Raja Tua dan Raja Tumenggung telah berangkat ke
Pahang untuk bertemu dengan Sultan Ibrahim. Namun demikian
perang telah memporakporandakan Selangor yang terpuruk secara
ekonomi, bahkan penduduknya pun berkurang dalam jumlah
besar, tersisa hanya 1000-1500 penduduk menurut laporan Kapten
Glass April 1787.(Vos, 1993: 176-178)Hal ini menunjukkan adanya
upaya penguasa Johor-Riau untuk melakukan perlawanan terhadap
kekuasaan VOC.
Menurut Tuhfat al Nafis diterangkan bahwa peperangan yang
dilakukan oleh VOC terhadap Kesultanan Johor-Riau mengakibatkan
para pedagang dari Siam, Cina, Cochin Cina menderita kerugiaan
karena tidak mendapat komoditas dari Riau.Beras dari Jawa dan
92
Tamadun Melayu Lingga
Bali juga sukar diperoleh, bahkan produk yang laris seperti sarang
burung, tripang, rumput laut juga sulit diperoleh.Mereka takut
berdagang di Riau karena situasi perang yang berlangsung.Perang
telah menghancurkan kehidupan ekonomi di Riau dan Selangor.
(Vos, 1993: 179)
Penguasaan kembali Riau membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, pengerahan sembilan kapal perang dengan 400 awaknya
membutuhkan biaya hampir 1,5 juta gulden sampai tahun 1787. Selain
itu VOC juga harus menghadapi para bajak laut dan penyelundup
yang menjadikan Kepulauan Riau sebagai pusat operasinya, termasuk
yang berada di kawasan Kalimantan Barat.
Pada tahun 1788, Raja Ali, YDM VI, yang terusir dari
Riau sejak 1784, berlayar menuju Lingga bertemu dengan Sultan
Mahmud untuk menyelesaikan permasalahan hubungan antara
Melayu dan Bugis. Namun masih banyak bangsawan Melayu yang
menolak mengakui kembali kekuasaan Bugis di Riau. Raja Ali
kemudian meminta bantuan saudara sepupunya Sultan Ibrahim
Selangor untuk menyurati Malaka, bahwa Selangor yang kaya akan
timah lebih suka menjualnya ke Penang (Inggris) dari pada ke
Belanda, jika Belanda tidak menjawab permintaan Selangor untuk
berdamai. Raja Ali mendukung perjanjian antara VOC dengan
Sultan Selangor.Selanjutnya Raja Ali bersama keluarganya berdiam
di Muar.Kedudukannya sebagai YDM sangat tergantung pemulihan
kekuasaan Sultan Mahmud kembali ke Riau.Sementara itu dari
pihak Sultan Mahmud melalui penasehatnya yaitu Raja Indrabongsu
yang menawarkan $ 60.000 kepada VOC untuk mengembalikan
kekuasaan Sultan Mahmud di Riau seperti kakeknya Sultan Sulaiman.
Surat Gubernur Jenderal tertanggal 29 Mei 1795 menerima tawaran
dari pihak Sultan Mahmud, meskipun pada saat itu Inggris telah
menguasai Malaka. Surat yang menyatakan penyerahan Riau kepada
Sultan Mahmud, Sultan atas Johor, Pahang ditandatangani oleh
Gubernur Couperus atas nama Gubernur Jenderal VOC dan Henry
Newcome dan A. Brown sebagai perwakilan kantor pusat Angkatan
Perang Kerajaan Inggris di Malaka. Pada tanggal 9 September 1795,
93
Tamadun Melayu Lingga
Komandan Newcome berlayar ke Riau dan memindahkan residen dan
pasukan Belanda dan mengembalikan pulau tersebut kembali kepada
Sultan mahmud yang saat itu masih berdiam di Lingga. Menurut
Netscher bahwa tanggal 3 mei 1796, Sultan Mahmud berterima
kasih kepada Gubernur Jenderal VOC di Batavia atas pemulihan dia
sebagai penguasa Johor, Pahang dan daerah taklukkan lainnya, meski
hanya Riau yang direstorasi, namun paling tidak kedaulatannya
dikembalikan seperti sebelum perjanjian 10 Nopember 1784 yang
menahan kedaulatannya sejak 1784. (Winstedt: 69-70).
Pasca serangan bajak laut Ilanun terhadap benteng Tanjung
Pinang, Belanda mulai membangun kembali bentengnya.Riau
telah ditinggalkan oleh orang Melayu yang bahkan banyak yang
menjadi bajak laut, orang Bugis berpindah ke Selangor, Siantan dan
Kalimantan.Riau hanya ditinggali desa orang Cina petani gambir
dan prajurit Belanda sebanyak 312 orang. Pada tanggal 22 Oktober
1790, pemerintah pusat VOC di Batavia menerima usulan Gubernur
Malaka untuk membuat perdamaian dengan Sultan Mahmud,
dengan harapan akan dapat meningkatkan kesejahteraan di Riau.
(68). Arsip Penang tertanggal 20 Juni 1790 mencatat adanya armada
koalisi yang terdiri atas 400 kapal besar dan kecil yang diperlengkapi
dengan 120 meriam, berawak 8000 orang prajurit laut dan 20.000
prajurit darat. Terjadi ketegangan antara armada dari Siak melawan
fregat-fregat VOC. Sementara tercatat armada Ilanun merajalela di
kawasan tersebut. (Winstedt:69). Kenyataan ini yang membuat VOC/
Belanda mengakui bahwa SMR merupakan musuh yang berbahaya.
PENUTUP
Serangan VOC ke Bintan dihadapi SMR dengan segenap
kekuatannya termasuk bantuan dari Tempasuk, meskipun kemudian
mengalami kekalahan di pihak sultan. SMR meninggalkan Bintan
menuju Lingga yang merupakan wilayah kepulauan.Sikap yang
diambil ini jangan dilihat sebagai kekalahan tetapi merupakan langkah
awal untuk suatu strategi gerilya laut untuk melanjutkan perlawanan
terhadap VOC. Mengapa memilih mundur dari Bintan ke Lingga
94
Tamadun Melayu Lingga
merupakan pertanyaan yang relevan dikaitkan dengan strategi tsb.
Pertama, dengan perhitungan pada faktor geografis Lingga di bagian
selatan dengan posisi sejumlah pulau yang secara alamiah telah
“ditakdirkan” berfungsi melindungi pusat pemerintahan Sultan di
Daik. Letak pulau-pulau antara lain Bukit Cening, Cempa, Mepar
sudah seperti benteng-benteng penjagaan terhadap serangan
VOC yang sewaktu-waktu datang dari arah utara. Memang di atas
pulau-pulau itulah kemudian dibangun benteng-benteng dalam
arti sesungguhnya.Masih terdapat situs dan tinggalan persenjataan
berupa meriam di pulau-pulau tsb.Kedua faktor logistik.Perang di
laut dengan strategi gerilya dalam waktu lama,diperlukan dukungan
pangan yang memadai.Di Pulau Lingga terdapat tanaman sagu yang
cukup menjadi sumber dan bahan makanan dalam jumlah besar dan
berjangka panjang.Ketiga, faktor dukungan armada lanun yang telah
lama beroperasi di kepulauan Lingga.
Tampak bahwa dengan cermat SMR memilih ke Lingga
(Daik) bukan sebagai bentuk kekalahan justru sebagai langkah
“maju” karena dari sinilah suatu strategi perlawanan laut amouh
dijalankan menghadapi VOC. Memang strategi gerilya tidak
dapat “mengalahkan” musuh tetapi untuk membuat musuh
“lelah”. Begitulah pada akhirnya pada tahun 1795 Sultan Mahmud
memperoleh kembali “kedaulatan” Melayu sebagai kesultanan yang
bermarwah.Sejarah terus berjalan hingga terjadilah sempadan
antara kedua-dua bangsa Indonesia dan Malaysia ke dalam entitas
politik berupa negara-bangsa “baru”. Sejarah (politik) boleh berpisah
tetapi ingatan akan masa lalu (tradisi-budaya) tetaplah terpelihara,
hendaknya. ***
95
Tamadun Melayu Lingga
MUSIK MELAYU SEBAGAI PEREKAT
KESERUMPUNAN TAMADUN:
TINJAUAN HISTORIS DAN STRUKTURAL
MUHAMMAD TAKARI BIN JILIN SYAHRIAL
Prodi Etnomusikologi dan Penciptaan dan Pengkajian Seni FIB
USU serta Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI)
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Pengantar
Dalam konteks kebudayaan di seluruh dunia, seni musik yang
hidup dan berkembang di dalam masyarakat tertentu, menjadi
identitas kebudayaan mereka secara umum. Musik memegang
peranan penting dalam konteks kontinuitas dan perubahan
kebudayaan. Musik mengandung aspek-aspek struktural, estetika,
fungsional, kontekstual, yang biasa juga berhubung erat dengan
berbagai cabang seni lain seperti tari, sastra, teater, rupa, bahkan
media. Musik menjadi bahagian dari kehidupan sehari-hari, atau
juga adat-istiadat, ritual, rahasiakelompok, dan lain-lainnya.
Dalan konteks kebudayaan, musik adalah salah satu cabang
kesenian. Di sisi lain, kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan.
Kadangkala istilah kesenian selalu diidentikkan dengan kebudayaan.
Bahkan banyak orang mengartikan kesenian sinonim dengan
kebudayaan. Namun menurut kajian ilmu-ilmu budaya, kesenian
hanya salah satu bagian dari kebudayaan yang sangat luas.
Kesenian ini dapat berwujud ide, kegiatan, atau benda-benda. Di
antara benda- benda seni musik, adalah alat-alat musik. Demikian
pula yang terdapat dalam kebudayaan musik Melayu.1
Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud gagasan, seperti
konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar,
interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula
melodi, dan lain-lainnya. Dimensi ruang dalam musik ini
96
Tamadun Melayu Lingga
merupakan organisasi suara. Sementara, di sisi lain, musik juga
dibangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari: metrum atau birama,
nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti
lambat, sedang, cepat, sangat cepat), dan lainnya. Kedua dimensi
pendukung musik ini, kadang juga berhubungan dengan seni tari
yang diiringinya. Dalam konteks budaya Melayu sendiri, integrasi
antara musik dengan tari terwujud dalam konsep begitu musik begitu
pula tarinya. Dengan demikian, budaya musik menjadi bagian yang
tak terpisahkan dengan kebudayaan Melayu pada umumnya.
Secara fungsional, pertunjukan musik tradisional mengikuti
aturan-aturan tradisional.
Pertunjukan ini, selalu berkaitan dengan penguasa
alam, mantera (jampi) yang tujuan menjauhkan bencana,
mengusir hantu, atau setan. Musik tradisi Melayu berkembang
secara improvisasi, berdasarkan transmisi tradisi lisan. Setiap
musik mempunyai nama tertentu dan alat-alat musik mempunyai
legenda asal-usulnya. Pertunjukan musik mengikuti aturan dan
menjaga etika permainan. Di lain sisi, terdapat pula berbagai jenis
musik selain yang sifatnya tradisi di dalam budaya Melayu, seperti
musik populer Melayu, musik akulturatif modern, dan lain-lainnya.
Musik didalam kebudayaan Melayu mengekspresikan
kebersamaan daalam keserumpunan dan sekaligus juga ciri-ciri
tempatan. Beberapa jenis musik memperlihatkan sebaran yang
merata di seluruh dunia Melayu, seperti rentak: asli atau senandung,
1 Keadaan budaya musik Melayu di Semenanjung Malaysia, sebagai wilayah
budaya yang sama dengan masyarakat Melayu Sumatera Utara, menurut
seorang pengamat seni dari Malaysia, Hamzah (1988), perkembangan musik
Melayu di Malaysia dapat diklasifikasikan kepada sembilan bentuk, yaitu: (1)
musik tradisional Melayu; (2) musik pengaruh Ind ia, Persia, dan Thailand atau
Siam, seperti: nobat, menhora, makyong, dan rodat; (3) musik pengaruh Arab
seperti: gambus, kasidah, ghazal, zapin, dan hadrah; (4) nyanyian anak-anak;
(5) musik vokal (lagu) yang berirama lembut seperti Tudung Periuk, Damak,
Dondang Sayang, dan ronggeng atau joget; (6) keroncong dan stambul yang
tumbuh dan berkembang awalnya di Indonesia; (7) lagu-lagu langgam; (8)
lagu-lagu patriotik tentang tanah air, kegagahan, dan keberanian; (9) lagu-lagu
ultramodern yang kuat dipengaruhi budaya Barat.
97
Tamadun Melayu Lingga
inang, kagu dua atau joget, zapin, masri, dan lain-lain. Namun setiap
daerah di dalam tamadun Melayu yang luas ini, memiliki seni musik
yang berciri daerah setempat. Misalnya di dalam kebudayaan
Melayu Asahan terdapat sinandong dan gubang. Di daerah lain
seperti Perlis dan sebahagaian Malaysia bahagian Utara terdapat
musik ulit mayang. Di Labuhanbatu Sumatera Utara terdapat
senandung Kualuh, di Langkat terdapat Dedeng Siti Fatimah, dan
masih banyak contoh yang lainnya.
Melalui makalah ini, penulis akan meninjau fenomena
musik Melayu di Dunia Melayu berdasarkan dua aspek. Yang
pertama adalah tinjauan historis, yang memperlihatkan bahwa
musik Melayu merupakan unsur perekat keserumpunan peradaban
Dunia Melayu. Yang kedua adalah tinjauan setruktural yang juga
membuktikan akar budaya yang sama namun diperkaya dengan
kekuatan-kekuatan kutural lolak dalam konteks Dunia Melayu.
Tinjauan Historis
Mengharungi Ruang dan Waktu: Animisme, Hindu-Budha, Islam,
dan Globalisasi
Sebelum datangnya pengaruh seni pertunjukan Hindu, Islam,
dan Barat, sebenarnya etnik Melayu telah memiliki konsep-konsep
tersendiri tentang tangga nada atau ritme. Berdasarkan penelitian
yang penulis lakuan, etnik Melayu memiliki konsep musik, baik yang
diteruskan dari tradisinya, yang disebut bunyi-bunyian atau yang
diambil dari Barat.
Sebelum datangnya agama Hindu dan Islam ini, dapat
dilihat dari kajian sistem msik Melayu yang menggunakan suara
dengan sebutan seperti mersik, garau, garau alang, dan pekak.
Sebuah ide yang mencakup pengertian nada dengan karakteristik
tertentu. Termasuk unsur pelarasan alat musik, yang dalam hal ini
biasanya dihubungkan dengan biola dan rebab, serta sistem modus.
Para pemusik dan pencipta lagu Melayu masa dahulu kala
juga telah mengenal konsep-konsep improvisasi, baik melodi atau
ritme. Dalam improvisasi dikenal istilah-istilah: (1) cengkok yang
98
MMeelnagyhuarteulnaghi mReumanilgikdi aknonWseapk-tkuo: nAsnepimtiesrmseen, dHiriindteun-tBaundghtaa,nIgsglaamn,addaanaGtaluobriatlmisea.si Berdasarkan
ssspppSSStMMtMtpppkkkTMMMmmccrrreeiiieeeoooeeeeeeisssaaannuueeeeebbbnelllnnnnnntttdddggaaallllleeessnuuujeeesssaaaaaiiikkrrriimmmaSSSSSPPPlllssseeeaaagkkyyyyyaaaooiiiueeeeeiiipppaaahhhhtttkksssuuuuunnnbbbbbiiiarrrBBmmmaaaaaaayyyaaaeeeeenyynnnaaiiirnnnttyyyiiiaaalllllooodddaammmeeurruuuuuaaa,,,dddHpppaallnneeenaaayyymmmmmnnnaapppttyyyuuueeeggllligaaahhgggaaammmrrryyyaaabcnssssssnnnioootttbbnnntee...oaaaddeammdddgggmmmouuuvvvppReennngggnrmmmaadaaarsssiiirreeagggeetteeepppussstiiiiatttaadddaarruuummsrokkknnnaaaaaaeeea,rrttnniiitssssssmmmnnnhgggiinnttsssniiiyiiiggiiiiidddeeegggllgggkkkuuu,,,ttgiieeeasnnbbbeesnnnkkuuussaaa,,,lllnnnenyykkuiiiuuuuudnnniiyyybbbnnnssspcccyyynngaaaaatttaaaaaaaaaaaaakkaaaeiitlllttniiipppkkkbbbkkkkkaaannnuuurdookkkppaaaeeeuuuuuukkkaaatgggnnWaeessnnninnngggiipppuuunnnnnisslllmmmddcccbiidaaaayyydddeeaaaggddiiieemmmmppeesssnnneeeiiipppkaaapppiiaa---nnuuurlll--lll,,,tttbbbtiirreeeaaaoooaaakkimmaauggiaaauunnnuuukeeedddmmmmmoorrr:hhtttgggnnnuppppHHHiiiaaannnnnlllANupiieeeyyyaaarrtssttiiihhhssiii.oorrrgggNsrkkkiiiaaaccndddeennnoeeaaattthhaaavvoiuuutttppiiiieeedddnnktnnnoaaalll,,aaaMMMmiivnnnassiiuuutuuunnnddiMMMiiiasgggaaBttaaaisnnneeeppeeieessssaaatttallliiiaeeerrrnnidddrrmiinnneeaaaaaa1nnnsiiirsslllrrggbbbyyyuuuaaaaa1ttt:iaaaddaeettemmmaadddiiinnnuuu:uyyysssCnnt,eeaaayyydnneeeCaaauuunnddeeennsssoaaaHbbbsmmmeIII...aaaojjggiinnncceuunsssnuuudddrrnnninmmmooeeeaaplllgggiikknttttgaaaeeeyyymmmtnnnnaaaoeaaonnndaaammmaDDDaattdddnnntthrnneessshiiinooggguttiiilllaaatnnaaaeeaaahhiiidddaaa-iClllssskkkCttkkiiiHHBmmmaaannntiiieeennnaadddiiithhhssnneemmmeupppnneiiiiibbbeeaaannkiiuuu,,,nnkkkkkkdkeeeggkkppiiihhhggnbbbddlllooorrraaahndddeeuuukkiiitttuuunnnirrrmmuuttdddmmmrriiiaoikaaallloaaaannnsssttk,,uuuk,aaapppnniieekkkkmmmeeepppgggrrrIInnIaaatttmpppggbbsiiirrrkkksseeeeeeskkktttgglggooolleerrraaaBBBlirrraaaaaemmmsssaaavvvdaarriiinnnaaammdddllliiinsssiiyymiiiiaaakkkkkrrruuutttsssniiinnuugT,,,iiiaaa,,llluuaaaddd,ssskkkaiiigaaanntttjjjhhhsssmgggiiidduuutteeed...ddykkkiiikk..aaaaaannnpaagggauttt,,,aarrraadtttgggnneeeiaaanaaaunnndddbbbtrrraaauuuaanctttdddiiiaaakBBGnnnttttth,,,eeekkkMnniiieeeaaaaaaaannnkkkeee,lggglllerrruuaanbbbrraaaonnntttliiiaaadddaaauuuyyyiiihhhbaaarrryooottrraaeaaa...uaaankkklll,,iialll--nuuutnnntaaaLmmmaaaalnnssmmgggiigiiijjjdeenTTTaaiiisssseeeaaadddaaaaeegbbddatttaeeellldddnnng..nnnniiiaaaaaees-rrraaallliiigggnnnnnnnaaaimmm,,ttteeegggeeehhhaasssBByynnnaaarrrrrr,,,iiirr---eeeeesssuuuiiissaannaasssdddrrtttbbbuuunnssslllyyeeetttddaaakkkaakkkiiikkkggmmmaalllaannnbbboooaaaaaass,,,nnnnnnddhhhuuueeaapppsssaatt:::mmmsssrrnnneeenndddeeelleeekkkkksssaapppsssiirrraaa(((aaaaauuukkmmiiittt111---rrrkkknnkkkaaarrr)))iii...
cengkok yang berarti suatu ide improvisasi dengan teknik mengayunkan nada-nada, yang dalam
musik Barat seperti teknik sliding pitNcho, tdaesni g1a: nCocnotnothohCseenpgekrotki berikut.
r(2a)pagte,remneekn,dye(ak2na)gti ngbekaerodernaansr-eetnkipa,sdtyaraateunmygaiodnbleogeirdbmaierpNdrtdriaooelstavnaamistssuiiatm1saii:dsuCdersoeaiiknnmptgaBopatah,rnromaCmvte,einesndangedskgneioggkkduaaenntnai ckgkoaaonnnntosmnheapedsnetagbr-engamgaudanoiaalbokyeadarninikgutb. erdensitas
(2) gerenek, yangdbaelraamrtimsuatsuikidBearimatp, droevnigsaasni cdoenntgoahn smebeanggagiubnearkiaknutn. ada-nada yang berdensitas
rapat, mendekati konsep tremolo di Ndaoltaamsi m2:uCsoikntBoahraGt,erdeennegk an contoh sebagai berikut.
(2) gerenek, yang berarti satu ide idmNi pNdoratoolatavasmiissia2ms2:i:CuCdsooeinknntgtBooaahhnraGGmt,eeerrdeneenngneeggkkuannackoanntonhadseab-nagadaiabyearinkgutb.erdensitas
rapat, mendekati konsep tremolo
Notasi 2: Contoh Gerenek
(3) patah lagu, yang berarti suatu ide improvisasi melodi dengan memerikan tekanan-tekanan
(aksentuasi) pada nada-nada tertentu, terutama pada nada down beat, dengan contoh sebagai
bb(((3a3ee)k)rrsiikkeppnuuaattttu..aahhasillaa) gg(uup3,,a)d yymptaeaaarnnettnggmaeahndebbtraeeluair-rk,naagararuttndt,iieayrssuauuttntaaeeargttkmuutaeNbnnaiieddotaruteenaap, -rsiiattitmmedie3krppas:uaurrCtnooaanovvamtniiuanssadtaaoiass(dhpiiaeakPmmddsiaomeateeawnllhoopntnddurLaoiiadavsgbaddiiues)eeadannotsgg,wipaannnadmdebmmaenelaeegotmma,dnneeidarrediidkkncaaageo-nnnannngatttoadeecnhakkoaannntoaahnn--ttseeekkbaaanngaaanni
(aksentuasi) padsaebnaagdaai-bneardiakutte.rteNnotuta, site3r:uCtaomnatohpaPdaatahnLadagaudown beat, dengan contoh sebagai
berikut.
Konsep tentang ritme, padaNmNoatosatasaissi3e:b3:CelCuoomnnttooHhhinPPdaautaahhdaLLnaaggIusulam, seacra umum disebut rentak,
yang mengandung pengertian pola-pola ritme, durasi, onomatopeik/tiruan bunyi oleh suara
manuKsoianseppadtaenbtaenrbgagraitimteip, epagdeandmanasga, soesbtnealutom, dHainndlauindnayna,Isylamng, sjuegacaradaupmatumdikdaiistekbaunt drengtaakn,
ykaongsepm-keonngsaenpduhnigtunpgeanng,eratitaanu pgoelra-kpotlaari riytamneg, diuiriansgi,i ornenotmakatoipnie.ik/tiUrumaunmbnuynayistroulekhtursutaarrai
maemnuKpsouiannsyepapaidtakenebstaiennrbkgarogrnaitaimnteip,depeangdgeaanndmanaksgoa,nssoeespbt-nekaluotonm,sedHpainnrdelanuitnadnkaynam,Iusylsaaimnkg., sjueDgaicarPadeauspimsaitur mdTikidmaiisutekrbaunStudmreenantgteaarkna,
ymkmmkaooaeennnmmngssueeppsppmuui--annkkeyyoonpaanngaiissadeepsnapkkpedoeeaulbsscahhniiernniirgarttbkkKuuiarrtunnopmoogmggnnneaaaenaaisunn,gnnemt,,pedipruddaatteidrtteeeaaaannninguussggteeiaaan,bpggnnndouoeegalnrrtanakkaro-rkkgooipmet,nnmontsstaloaateeaetsarrppo,iitk--nprpkk,iyyaetooaaatymionndnnka,sseagg/nee,tdgppimddrdaumniiuaiirrarrsreeeiilnaannannnsiggttsingbaa,iienakkubonyrrneneeadmmylnn,ouuittmuumynaaosskkaagiilnkkteHog..hpiipnnieniiejsn..uidDDukgguaii/aertrdPPaiUUdtriaeeuammamssnpaniiuussnaaIiimmtnrrsplubodnnaTTusyylmiakiiinaamma-a,yiuuitsskttrrrroauunlSSekkuuhttdmmuuerrsnaauttgttaeeaaarrrrrnaaaii
pada berbagai tipe gendang, ostnato, dan lainnya, yang juga
dapat dikaitkan dengan konsep-konsep hitungan, atau gerak tari
yang diiringi rentak ini. Umumnya struktur tari mempunyai
kesinkronan dengan konsep-konsep rentak musik. Di Pesisir
99
Tamadun Melayu Lingga
Timur Sumatera Utara, pada umumnya hitungan pertama ritme
bukan pada jatuhnya pukulan gong/tetawak, tetapigong/tetawak
dianggap sebagai akhir dari rangkaian siklus musik dan tarinya.
Menurut Nasuruddin (1977:162) musik etnik Melayu
awalnya berasal dari musik masyarakat primitif yang memiliki
religi animisme. Goldsworthy (1979:42-43) mengklasifikasikan
musik ini kepada musik pra-Islam. Lebih lanjut, menurut
Nasuruddin, musik yang berasal dari masa animisme ini,
dipergunakn untuk mengiringi teater-teater tradisional Melayu,
di antaranya untuk teater wayang kulit, makyong, menhora,
mendu, bangsawan, dan lainnya.
Unsur-unsur religi animisme yang terkandung dalam
kebudayaan musikal etnik Melayu antara lain dapat dipantau dari
penggunaannya pada masyarakat, seperti musik dalam wayang
kulit, dimainkan seusai menuai padi, sebagai rasa terima kasih
etnik Melayu kepada kuasa- kuasa ghaib, yang telah mengaruniai
hasil padi yang melimpah-ruah. Alat-alat musik pada teater ini,
sebelum dipergunakn terlebih dahulu diberi jampi (mantera) yang
berciri animisme. Begitu juga repertoar lagu, seperti Lagu Bertabuh,
bertujuan untuk menyatakan rasa perdamaian dengan kuasa
ghaib, seperti: hantu, jembalang tanah, jembalang laut, jin, puaka,
mambang, dan lain-lain (Nasaruddin 1977:162). Sebenarnya
pernyataan yang dikemukakan Nasuruddin ini, tidak semuanya
benar, karena pada teater wayang kulit, instrumentasi atau materi
wayang, dan cerita yang disajikan, terdapat pula pengaruh-pengaruh
kebudayaan Hindu, bukan animisme.
Pada era animisme masyarakat Melayu umumnya
menumpukan perhatian kepeda keperluan hidup sehari-hari.
Mereka meyakini bahwa di alam ini semua benda dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan ghaib. Kemudian mereka melakukan berbagai
ritus kepada kekuatan ghaib tersebut. Selanjutnya, mereka
melakukan enkulturasi budayanya dengan menggunakan berbagai
mitos dan legenda. Melalui ritual ini, mereka juga telah beraktivitas
tari dan teatrikal. Mereka selalu mengadakan upacara pada siklus
100
Tamadun Melayu Lingga
musim tertentu. Unsur-unsur religi animisme yang terkandung
dalam kebudayaan Melayu dapat dipantau dalam penggunaannya
dalam masyarakat, seperti pada pesta panen padi, sebagai rasa
terima kasih kepada kuasa-kuasa ghaib, yang telah mengkaruniai
hasil yang melimpah ruah.
Menurut Nasaruddin (2000) ritual animisme atau primitif
terdapat pada masyarakat Melayu lama, terutama di kalangan orang
asli di Malaysia, seperti pada kelompok masyarakat Temiar, Senoi,
Semai, Jakun, Iban, Dayak, dan Mahameri. Umumnya ritual
yang mereka lakukan adalah untuk memahami alam sekitar dan
memuja roh-roh. Salah satu contoh ritual tersebut adalah Tari Balai
Raya pada masyarakat Mahameri yang merupakan bagian perayaan
dari hari nenek moyang, yaitu hari ulang tahun roh-roh. Pada
tarian ini, topeng mewakili berbagai moyang atau roh dan sekali
gus berfungsi untuk menghormati roh-roh ini. Di Pesisir Timur
Sumatera Utara tarian yang mengandungi unsur animisme ini
misalnya pada tari meghadap rebab pada pertunjukan makyong,
yang mengindikasikan pemujaan terhadap penguasa tanah
(jembalang tanah)--namun telah diislamisasi dengan kata-kata
seperti: “berkat La Ilaha Ilallah”. Begitu juga dengan Tari Gebuk,
yaitu tari pengobatan penyakit yang dianggap sebagai penyakit
keturunan di daerah Serdang.
Unsur peradaban Hindu yang masuk ke dalam kehidupan
masyarakat Melayu adalah secara kesejarahan, sejak akhir abad ke-2
Masehi, yang dibawa oleh orang-orang India dan Asia Tenggara.
Yang paling utama membawa agama Hindu (Budha) ialah masyarakat
Funan, yang terdapat di Sungai Mekong (sekarang di Kamboja)
mengadakan perdagangan secara maritim dengan kerajaan di
Sumatera pada abad ke-3 Masehi. Selanjutnya pada abad ke-5
dan ke-6 terdapat tulisan tentang kerajaan-kerajaan di Sumatera dan
Jawa yang dijumpai di China (Hall 1968:12).
Referensi tentang kerajaan-keajaan Melayu, Langkasuka, dan
Ligor, terdapat pula dalam catatan-catatan berbahasa China. Pada
abad pertama Masehi, ekonomi dan kebudayaan Melayu berkembang
101
Tamadun Melayu Lingga
di kawasan Utara yang disebut dengan daerah Semenanjung
Malaysia. Mereka telah mencapai tinkat peradaban yang tinggi.
Kerajaan Langkasuka ditaklukkan dan dikuasai oleh Rajendra
Chola dari Coromandel India sekitar tahun 1025 (Sheppard 1972:9).
India dengan agama Hindu masuk ke dalam kehidupan etnik
Melayu pada abad pertama dan kedua Masehi, yang dibawa oleh para
penyiar agamanya atau pedagangnya. Selanjutnya pada bada ke-18,
ketika Penang menjadi basis koloni Inggris di Semenanjung Malaya,
daerah ini tunduk ke Madras di India Selatan. Sehingga banyak
pegawai dan serdadu Sepahi India yang bekerja pada pemerintah
Inggris bertugas di Penang dan Singapura (Luckman Sinar 1986:17).
Selain itu, terdapat pula lagu dan tari yang diolah dari
budaya Hindu. India dengan agama Hindu masuk ke dalam
kehidupan etnik Melayu pada abad pertama dan kedua Masehi,
yang dibawa oleh para penyiar agamanya atau pedagang.
Selanjutnya pada abad kedelapan belas, ketika Penang menjadi
basis koloni Inggeris di Semenanjung Melaka, daerah ini tunduk
ke Madras di India Selatan, sehingga banyak pegawai dan serdadu
sepahi keturunan India yang bekerja pada kerajaan Inggris yang
bertugas di Penang dan Singapura (Sinar 1986:17).
Menurut Hall (1968:12) hubungan antara orang-orang
India dengan orang-orang Asia Tenggara telah lama terjadi, sejak
zaman prasejarah. Daerah Asia Tenggara merupakan bagian yang
penting dari route perdagangan antara India dan China. Sumber-
sumber kesejarahan dari China menyebutkan bahwa masyarakat
Melayu juga memainkan peran yang penting dan menjadi pionir
dalam hubungan perdagangan ini. Pelabuhan-pelabuhan di Asia
Tenggara merupakan pelabuhan yang baik untuk perdagangan
antara India dan China dan sebagai tempat persinggahan. Para
pedagang atau pelayar dari Asia Tenggara selalu berkunjung ke
India, Srilangka, dan China untuk berdagang langsung.
Salah satu contoh genre musik dari budaya Hindu yang
diserap etnik Melayu adalah musik chalti, yaitu ensambel yang
menggunakan harmonium, biola, dan tabla. Rentak chalti selalu
102
Tamadun Melayu Lingga
dibawakan olehorkesorkes Melayu sejak dasawarsa lima puluhan
dipelopori oleh seniman serba bisa Tan Sri P. Ramlee,2 dengan
filmnya Juwita (1952) dan di Jakarta penyanyi Said Effendi3
dalam filmnya Serodja (1955). Selanjutnya pada dasawarsa enam
dan ujuh puluhan abad ke-20, musik ini dikembangkan oleh A.
Chalik, Husin Bawafie, Hasnah Tahar, dan Elya Alwi Khadam, dan
kemudian diikuti oleh Rhoma Irama dan Elvi Sukaesih, dan lainnya
yang membawakan lagu Melayu rentak dangdut, yang berakar dari
musik chalti.
Pada kesenian hadrah yang memakai konsep musik Islam,
pengaruh India terdapat pada penggunaan teksnya, yang memakai
bahasa Hindustani, seperti yang dideskripsikan oleh Nasuruddin
di Perlis Semananjung Malaysia. Kesenian ini dalam beberapa
lagu memakai bahasa India seperti pada lagu Pari Melayang, Cempa
2 P. Ramlee bernama Teuku Nyak Puteh saat lahir. Ayahnya seorang suku Aceh
yang merantau ke Penang, Malaysia. P. Ramlee berbakat dalam musik dan film.
Dia belajar piano, biola, dan ukulele dengan seroang guru yang berkebangsaan
Jepang, selama pendudukan Jepang di Malaysia. Setelah berakhirnya Perang
Dunia Kedua, P. Ramlee bermain drama keliling di Penang. Tahun 1948, P.
Ramlee ditawari oleh B.S. Rajhan, seorang sutradara keturunan India dari
Singapura, untuk bernyanyi dalam produksi sebuah film. Judul lagunya
adalah Azizah (yang dipercayai masyarakat ramai sebagai nama kekasihnya),
yang kemdian mengangkat pupularitasnya sebagai seniman. Dari dasawarsa
1950-an sampai 1960-an, P. Ramlee menjadi penulis lagu dan komposer
paling terkenal di Malaysia. Setelah P. Ramlee wafat, pemerintah Malaysia
mendirikan P. Ramlee Memorial untuk mengenang jasa-jasanya di bidang seni
(khususnya musik dan film). P. Ramlee juga dianugerahi gelar kehormatan Tan
Sri. P. Ramlee juga mendukung para pelatih dan pengarah tari Melayu untuk
menemukan motif-motif tari tradisi Melayu dan motif- motif tari baru, untuk
dipergunakan pada produksi film-film Melayu. Dia dan kawan-kawanya sering
mengunjungi kabaret untuk menari. P. Ramlee percaya bahwa beberapa motif
tari zapin yang dijumpai pada tari zapin nasional Malaysia, dihasilkan para
pengarah dari studio filmnya. Lebih jauh lihat Mohd Anis Md Nor (1990:168).
3 Said Effendi adalah putera Melayu (keturunan Arab) dari Sumatera Utara,
yang berhasil membina karirnya sebagai pencipta lagu dan penyanyi lagu-lagu
popular Melayu. Lagu-lagu ciptaannya antara lain adalah: Bunga Serodja, Bunga
Tanjung, dan Hanya Nyanyian. Lagu-lagu ciptaannya ini sekarang dinyanyikan
oleh penyanyi-penyanyi muda seperti: Edi Silitonga, Betharia Sonata, Iis Dahlia,
Iyeth Bustami, dan lain-lainnya.
103
Tamadun Melayu Lingga
Vella, dan Kutum Marogi. Dari keberadaan ini, dapat dilaak bahwa
kesenian Islam sebahagian datang melalui orang-orang India juga.
Unsur yang diadun lainnya adalah dari budaya Budha.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, kerajaan-kerajaan di Asia
Tenggara telah mengadakan kontak dengan masyarakat Budha
sekitar akhir abad kedua Masehi (Hall 1968:24 dan Sheppard
1972:56). Perdagangan melalui laut terjadi pada abad ketiga
Masehi. Kemudian pada abad kelima dan keenam deskripsi
tentang kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Jawa telah dijumpai pada
tulisan-tulisan di China (Hall 1968:38, 40).
Adanya hubungan antara orang-orang Budha dengan orang
Melayu dapat dilihat dari tulisan penulis China yang beragama
Budha I-Tsing, yang berkunjung dan menulis tentang Sumatera
tahun 671, 685, dan 689 Masehi (Blagden 1899:211-213 dan
Hall 1968:42). Dalam tulisannya, I-Tsing membicarakan tentang
suatu negeri yang disebut dengan Mo-Lo-Yeu. Ia tinggal di negeri
ini selama dua bulan dalam perjalanannya dari India ke kerajaan
Sriwijaya, yaitu kerajaan nasional pertama letaknya di Sumatera
Selatan. Kata Mo-Lo-Yeu dalam tulisan ini dapat diidentifikasikan
sebagai Melayu, yaitu suatu kerajaan yang berada di Jambi, di
tepian sungai Batanghari (Hall 1968:42).
Selanjutnya Sriwijaya merupakan negeri resmi yang memeluk
agama Budha. Pada akhir abad kesebelas kepemimpinan Sriwijaya
berada di Palembang sampai Jambi (Melayu). Pada akhir abad
ketiga belas Melayu merupakan suatu negeri di Sumatera yang
berdiri sendiri. Pada saat kepemimpinan Adityawarman (raja
kerajaan Pagaruyung Minangkabau), kerajaan Melayu disatukan
pada pertengahan abad keempat belas.
Bagian utara pantai Sumatera Timur dibagi kepada beberapa
kerajaan yang bertipe Hindu
dan Budha, termasuk Panai (Tapanuli Selatan) dan Aru di
Besitang (Sinar 1971:19). Kebanyakan kerajaan di sini merupakan
bagian dari kerajaan Sriwijaya, pada awal perkembangan Budha di
104
njutnya Sriwijaya merupakan negeri resmi yang memeluk agama Budha. P
ebelas kepemimpinan Sriwijaya berada di Palembang sampai Jambi (Melay
bad ketiga belas Melayu merupakan suatu negeri di Sumatera yang berdi
at kepemimpinan Adityawarman (raja kerajaan PaTagmaadruunyMuelanyugLinMggainangkabau)
disatukan pada pertengahan abad keempat belas.
an utara pSaunmtaatierSau. mKaetreajraaanTiAmrurddijiubmapgaii kpeapdadsaumbbeebre-sruampaberkesreajajraaahn yang berti
ha, termasbuekrbPahaansai C(Thianpaasneujalki tSaehluanta1n2)25d. an Aru di Besitang (Sinar 1971:19). Ke
di sini merupaBkerabnagabi augnisaunr Bduadrhi akweruajujadapnulSardiwalaijmaysae,ni ppaerdsaembaawhanl perkembang
tera. KerMajealaynu. MArisualnydaijutemateprami enphoardaayasnugmdbipeerr-ksiurmakabner besreajsaarladhariberbahasa C
25. Thailand, pada berbagai tarinya mengekspresikan budaya Budha.
agai unsuDri BSuudmhaaterawuTjiumdur,ptualrai ddanalmamusiksesneiperptierSseenmanbdauhnganChMinaelayu. Misaln
yang dipaetrakuirInaaknagnChbinearajusgaal mdenagriadoTphsiaiulannsudr,-unpsaudr abubdearyba aBguadihatianrii.nya mengek
Budha. DiDaSlaummmatuesriak uTnimsururB,udtahrai (dAasina Tmenugsgikaras)eipnei rdtaipSatendailnihdautndgariChina atau In
ngadopsi upnensgugru-unanasnuralabt umduasiykachBinugd(hsiambinali.kecDiladlaarmi Thmaiulasnidk). unBseugrituBudha (Asia
t dilihat djaurgia ptaennggggaunnaadaan aanlhaetmmitounsiikk cphenintagto(nsiikmb(laiml akencialdadatrainpTahailand). B
nada anhejmariatkonsiektenpgaehntlaatroasn)i,kata(ulimlaagu-nlaagduaMtealanypuayajnagrabkertsanetgegnagnaahda laras), atau
yang bertapnegngtaatonnaikdkarepateinf steaptoerntiikpakdarelaagtiuf SseenpaenrdtuingpaCdhianala, IgnuanSgeCnhainndau, ng China, In
ah, TudungMaPseMriuerka,h,dTaundulnaginPneryiuak—, dnaanmlaiunnnyad—ennagmaunnmdeenngganalmamenigaplaemniyesuasian-pe
cita rasa mpuesniykesMuaesilaany-upe. nyeCsuoaniatonhdepngeanngcgiutanraaasanmtuasnikgMgaelanyaud. aCpoenntoahtonik dari da
Tenggarapaedngaglauhnapanadatancoggtoahnabdearipkeuntationni.ik dari dataran Asia dan Asia
Tenggara adalah pada cotoh berikut ini.
Notasi 4N: Cotoadnstaiolha4m:TCanKognegbtaMouNuhdasidaTkayaMaPnaeegnnlagtyaaMutoNnuisakidkdaaMlPameenlKatyeabutoudnaiykaan
Di Pesisir Timur Sumatera Utara, unsur-unsur musik Budha
Pesisir TimiunirdaSpuamt dailtiehraat daUritamraat,erui tnansuggra-uynansug rdipmerugsuinkakBanudphadaa isneriudnaaipat dilihat d
yang diperdgeungnaankamn enpgagdunaaksaenrunlaanigkdahe-nlagnagnkahmeenkgugaduinstaaknatnujulhanngadkaah-langkah e
da sepertiseppaerdtiapadaumuummunmynaya mmuussiikkdidwi iwlayialahyAashia ATesnigagaTrae.ngSgeaprear.ti Seperti m
nakan padamsuesnikiysainlagtddipaenrgiunnaai.kan pada seni silat dan inai.
semua pengarDuahri yasnemg ubaerpteanpgaakrukhuyaatndg ablaermtapbaukdkauyaat dMalealmayubudadayaalah peradaba
ndiri meruMpealakyaunadaaljaahrapneraddaablaamn Isblaemnt.uk wahyu Ilahi. Dalam keadaan sede
udaya tetapi wIsalhamyus.enDdirailammerubpeanktaunkajaakratnividtaalsammbaesnytaurkawkaaht yIuslIalamhi. ia akan lah
amadun IsDlaamla,mtekremadaasaunkseddeamlaikmianb,uida bauykaanMbeuldaayyua .tetapi wahyu. Dalam
pedagangbeAntruakbaktetilvaihtasamktaisfyamraeknagt aIsdlaamkania haukbaunnlaghainr pseebradgaaigsaenbguaahn dengan ora
auan NusatnamtaardaunseIsjalakmb, teelrummasuklahdairlamdabnudtuayrauMnnelyayau.agama Islam (Legge 1964:44
para nelayan Melayu telah mengadakan hubungan persahabatan deng
rab sebelum datangnya agama Islam. Setelah lahirnya agama Islam di Timu
ni menyebar secara luas di dunia, ter1m05asuk ke Gujarat dan daerah Barat Laut I
m yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung dari or
u dari India. Masuknya Islam yang berdensitas padat ke Asia Tenggara ya
ejarah adalah pada abad ketiga belas. Marco Polo mencatat bahwa tahun
Tamadun Melayu Lingga
Para pedagang Arab telah aktif mengadakan hubungan
perdagangan dengan orang-orang di kepulauan Nusantara sejak
belum lahir dan turunnya agama Islam (Legge 1964:44) dan juga
mungkin para nelayan Melayu telah mengadakan hubungan
persahabatan dengan orang- orang Arab sebelum datangnya agama
Islam. Setelah lahirnya agama Islam di Timur Tengah, agama ini
menyebar secara luas di dunia, termasuk ke Gujarat dan daerah
Barat Laut India.
Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik
langsung dari orang-orang Arab atau dari India. Masuknya Islam
yang berdensitas padat ke Asia Tenggara yang tercatat dalam sejarah
adalah pada abad ketiga belas. Marco Polo mencatat bahwa
tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan Islam yang
bernama Perlak (Hill 1963:8). Dalam abad- abad ini Islam menyebar
ke daerah lainnya. Pada awal abad kelima belas, kerajaan Aru di
pesisir timur Sumatera Utara merupakan suatu kerajaan yang
rakyatnya sebagian besar beragama Islam (Coedes 1968:235),
sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini.
Bandar Melaka menjadi pusat perdagangan maritim, sekali
gus sebagai pusat persebaran agama Islam ke seluruh kepulauan
di kawasan ini. Melaka merupakan bandar yang letaknya strategis
dan tidak memiliki saingan sehingga begitu maju (Sheppard
1972:14). Penguasa Melaka menganut Islam pada awal dasawarsa
abad kelima belas; sejak abad ini Melaka menjadi pusat dan
persebaran Islam ke seluruh Asia Tenggara (Hill 1963:213-214).
Di Pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16
terdapat tiga kesultanan Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli,
dan Serdang—yang berada di kawasan bekas Kerajaan Aru pada
masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam yang
penting di Sumatera. Pada abad ke-16 dan ke-17, Aru menjadi
rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua,
berdiri abad ke-16. Sesudah tahun 1612, kerajaan ini lebih dikenal
sebagai Kerajaan Deli. Kemudian Serdang memisahkan diri dari
Kesultanan Deli tahun 1720 (Sinar 1986:67).
106
Tamadun Melayu Lingga
Pada masa sekarang ini, mantera-mantera yang berciri khas
animisme, yang dapat dilihat melalui teksnya seperti memuja
kayu, sungai, laut, atau hewan, telah diubah dengan teks yang
berciri kebudayaan Islam seperti menggunakan kata pembukaan
Bismillahirrahmanirrahiim. Selain itu, kata-kata yang mengandung
unsur animisme itu dan sejenisnya, diganti dengan sebutan Allah,
Nabi Muhammad, Nabi Khaidir, Nabi Sulaiman, dan lainnya
sesuai dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam.
Dengan keadaan seperti ini, dapatdikatakan telah terjadi
penyesuaian budaya era animisme dengan era Islam. Selanjutnya
menjadi spesifikasi peralihan budaya Islam pada umumnya di
Nusantara.
Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di dalam
kebudayan Melayu Sumatera Utara, antara lain adalah: zikir,
bazanji, marhaban, rodat, ratib, hadrah, nasyid, irama padang
pasir, dan lainnya. Dalam kebudayaan musik, dapat dilihat dengan
dipergunakannya alat-alat musik khas budaya Islam, seperti: rebab,
biola (melalui budaya Barat), gendang nobat, nafiri, serunai, gambus,
‘ud, dan lain-lainnya.
Konsep musik Islam juga turut diserap oleh etnik Melayu di
kawasan ini. Apalagi kosep adat bersendi syarak, syarak bersendi
kitabullah turut mengabsahkan proses ini. Di kawasan Islam di
Timur Tengah dan sekitarnya, konsep-konsep dimensi ruang
(modus) dalam musik, dikenal dengan istilah maqam di Turki,
datsgah di Persia, naghmah di Mesir, dan taba di Afrika Utara.
Sedangkan ide ritme dikenal denagn iqaat di Arab Timur, durub di
Mesir, usul di Turki, dan mazim di Maghribi.
Kita juga dapat melihat penyerapan unsur musik Islam
dalam bentuk gaya-gaya ritmik yang tak terikat ke dalam metrum,
terutama dalam melodi-melodi pembuka musik Islam seperti pada
zapin dan nasyid. Di dalam musik Islam teknik demikian dikenal
dengan sebutan avaz.
Setiap negeri Islam memunyai sejumlah pola ritme dalam
teori dan praktik—tetapi pada umumnya dari beberapa ketukan
107
Tamadun Melayu Lingga
dasar (beat) sampai 50 ketukan dasar dalam satu siklusnya. Dalam
musik Islam, pola-pola ritme secara umum selalu ditulis dan
dihubungkan dengan gendang tamburin, dengan mempergunakan
mnemonik atau onomatopeik dalam proses belajarnya.
Seni membaca Al-Qur’an sendiri mengandung unsur-
unsur musikal, walau pada prinsipnya kegiatan membaca Al-
Qur’an (termasuk azan dan iqamat), tidak dapat disamakan
dengan musik, dalam pemahaman Islam ia “lebih” dari pengertian
musik secara konvensional.
Di Pesisir Timur Sumatera Utara konsep-konsep musik
Islam dalam teori dan praktiknya mereka serap dari budaya Islam
lainnya. Hal ini merupakan penerapan dari konsep bahwa sesama
muslim di seluruh dunia adalah saudara.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat beberapa
maqam yang mereka serap sebagai dasar pengembangan melodi
musik-musik Islam, seperti: rast, bayai, husaini, hijaz, yaman hijaz,
sikahira, ushaq, sama’ani, nilwan, nahawan, dan lain-lain. Maqam-
maqam inilah yang menjadi dasar pengembangan melodi musik-
musik Islam, seperti: nasyid, hadrah, marhaban, barzanji, qasidah,
dan sejenisnya. Teks lagu-lagunya umumnya berdasar kepada Kitab
Al-Barzanji dan karya-karya seniman Melayu di kawasan ini.
Dalam setiap festival (pesta) budaya Melayu berbagai seni musik
Islam ini selalu dipertunjukkan.
Dalam konteks seni tari, Islam memberikan kontribusi
ke dalam berbagai jenis tari, seperti pada tari zapin. Dengan
berbagai normanya seperti adanya gerak sembah atau salam,
gerak ragam-ragam (langkah belakang, siku keluang), anak ayam,
anak ikan, buang anak, lompat kecil, lompat tiung, pisau belanak,
pecah, tahto, tahtim, dan lain-lainnya. Begitu juga dengan genre
hadrah, yang menggunakan gerak-gerak selepoh, senandung,
ayun, sembah dan lainnya. Berbagai unsur tari sufisme juga
muncul dalam kebudayaan Melayu. Gerak-gerak simbolik seperti
alif, mim, ba, merupakan bagian dari tradisi sufi di kawasan
ini. Dengan demikian, kontinuiti dan perubahan tari Melayu
108
\ Tamadun Melayu Lingga
drah, yang menggunakan gerak-gerak selepoh, senandung, ayun, sembah dan lainnya.
erbagai unsumr etanrui rsuutfiismpeerujbuaghaamn uinnctuerl ndaalladmalakmebubuddayaayaanMMelealyauyus.enGdeirraik-agtearuak simbolik
perti alif, mipme,rubbaa, hmaenruekpsatkearnnabl adgairainludaarr.i tradisi sufi di kawasan ini. Dengan demikian,
ontinuiti dan perubahan tari Melayu menuruti perubahan internal dalam budaya Melayu
ndiri atau perubahan Nekosttaesrin5a:l SdiasrtiemluaMr. aqam (Tangga Nada) dan Ritme
Notasi 5: SdisatreimBuMdaaqyaamI(sTlaamngdgai NTiamdau)rdTaennRgaithme dari
Budaya Islam di Timur Tengah
ortuBguidsaymaenBaakrlautkkmaBnausduMakyealkaekBadtraaahlatumnmka1se5uh1k1id. ukpeSaenjdaakeltansmiakatkMeitheuliadymuupaasdyneanragekatanntikdMeMnelsaeiytlaausyumpaednagtadsoejpaski
erbagai unsurdeknegbaundadyeanansitBasarpata,dsaetpesretjiakalPato-ratluatgims umsiekn: aakklourkdkioann, Msakeslaokfont,ahdurnum trap set,
tar akustik, u1k5u1l1e.le, jSuegjaakalastaamt uistiuk emleakstyroanraikka(tkeyMboealardyu, pmiaennogealdekotprsiki,bgeirtbaar gealiektrik, biola
erskseetrnliudkri,uridhabndauglnaisuiiananmk,nssayutosearyrf)ou.antrkaaB,mekubaaddutarddyuraiaumybmaBiadpanarutanrntagpBiMnsaias,reieanlptats,ay, dugdaiastnueamprntaetesuarkakktniusoesmlktoaieagklnari,a.ut-nunagktOluaumltteleheilnlemmkj,aauudjruseiigndkbaaa:engiatilauttauke,tkomknmrudoeuanliootsjagnipdki,einBtgaaarnartutahnbngayagnai
emajuan budaeyleakntyrao.nik (keyboard, piano elektrik, gitar elektrik, biola elektrik,
Dengan udraainanlasiendneyma)ik. iaBnudruaypaa Bmaernatjeilnasi,kapnadkaempaadsaa skeiktaarbaanhgwma etnamjaaddi ubnegmituusik Melayu
deraklaehmbhaansgial nkduzaaaritmpapner.nosgHeasraul khiennsiyeajsaerdsauihaasienludreyunaghnagndumknoeinan,sdetupenriukat,oanmtairnatuindityiaasbiddmaaunnsgikpseariMunbsealahdyaaunn mengikuti
pada adat
elayu yakni adat yang teradat, bahwa adat Melayu mestilah mengikuti perkembangan zaman,
amu harus pula meneruskan secara tekal 1h0al9-hal yang asas dalam kebudayaan. Sejarah
usikal ini juga merupakan perekat keserumpunan masyarakat Melayu. Bahwa sebagai warga
elayu kita memiliki sejunmlah besar persamaan dalam hal kebudayaan, termasuk pula
ebudayaan musik yang kita warisi dari zaman ke zaman, dari satu generasi ke generasi
erikutnya. Dalam mencapai kontinuitas dan perubahan yang semula jadi (alamiah) dalam
Tamadun Melayu Lingga
teknologi. Oleh karena itu, menjadi tantangan tersendiri bagi
masyarakat rumpun Melayu untuk menuntut ilmu dan teknologi
Barat bagi kemajuan budayanya.
Dengan uraian sedemikian rupa menjelaskan kepada kita
bahwa tamadun musik Melayu adalah hasil dari proses kesejarahan
yang mendunia, artinya musik Melayu mengikuti perkembangan
zaman. Hal ini sesuai dengan konsep kontinuitas dan perubahan
pada adat melayu yakni adat yang teradat, bahwa adat Melayu
mestilah mengikuti perkembangan zaman, namun harus pula
meneruskan secara tekal hal-hal yang asas dalam kebudayaan.
Sejarah musikal ini juga merupakan perekat keserumpunan
masyarakat Melayu. Bahwa sebagai warga Melayu kita memiliki
sejunmlah besar persamaan dalam hal kebudayaan, termasuk pula
kebudayaan musik yang kita warisi dari zaman ke zaman, dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam mencapai kontinuitas
dan perubahan yang semula jadi (alamiah) dalam budaya musik ini,
yang perlu diperhatikan adalah bahwa kita perlu mempertahankan
identitas musik Melayu, seperti ide-ide musik dan kosmologis,
musik dengan ruang, estetika cara Melayu, pengkategorian musik
dan seni lainnya secara etnoklasifikasi, dan lain-lainnya.
Tinjauan Struktural
Alat-alat Musik Melayu
Salah satu unsur struktur musikal yang paling kasat mata dan
cepat dapat diurai adalah apa yang disebut alat-alat musik. Alat-alat
musik sebagai aretfak juga memberikan data bagaimana kebudayaan
musik itu dibangun oleh sebuah tamadun.
Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs
dan Eric M. Von Hornbostel (1914), maka keseluruhan alat-alat
musik Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam
klasifikasi: (1) idiofon, penggetar utamanya badannya sendiri;
(2) membranofon, penggetar utamanya membran; (3) kordofon,
penggetar utamanya senar; dan (4) aerofon, penggetar utamanya
kolom udara (Hornbostel dan Sachs 1914).
110
\
Tinjauan Struktural Tamadun Melayu Lingga
Alat-alat Musik Melayu
Salah satu unsur struktur musikal yang paling kasat mata dan cepat dapat diurai adalah apa
yang disebut alat-alSaetbmaguasiik.coAnlatto-hal,at amlaumsikkesbebuadgaayiaaarnetfamkujsuigka mMeemlabyeurikPanesidsairta bagaimana
kebudayaan mTuimsikurituSudmibaantegruan Uolteahras,ebaulaaht-atalamtamduunsi.k yang termasuk ke dalam
d1a9l1a4mB)e, rdmkalaasksaiarfkikckaeklaanressasiisce:fiailsukpt(rea1ums)(ihkaekindsliadii)osia,ifofoliadfknotaa,-nnasilapgyteaaandmmngaggulbaedsahtiinakt:ragw.MtuaeerttAlakaamlwayanutaa-nkoay,SlleaaughtmoCmbnauagtuedr,rstaaicnSkaanUncyyhataaansnrgdags,aentdnecdaErapimrrlaieict;amsMdup(2i.kok)Vnekolgmoen,meHmpoobrkrnkabanonosftoeknle,
penggetar utdamalaamnya kmlaesimfibkraasni ; m(3e)mkborradnoofofno,n paedngaglaehta:r guetnadmaanngyda rsoennagrg; endgan,4 (4) aerofon,
penggetar utagmenandyaangkorleobmanuada(rhaa(dHroarhn,btoasatre)l,dkaonmSapcahnsg1, 9g1e4n).dang silat (gendang
mceurasciSkaepbya(agknaegisi)ctdd,eouirdnmaaatonnmahtsga,uurakkaamalnak)bym,eaangdgekaa.deldbaoamAumldalabahktay-:lakaalsa,‘aiunfttidakmb,malsguauias,simiikdkdbaiyonuMafsnoe,bnglaabtyyaeiaudro.malalPAaa,ehslsu:adikstat-iernaktlaeTawtridmeaambkluaa,urmbsg.iSokkunlmgakAs,oailtfrcaiedaktrno-aaaasfnoilUangmtt,aercmaa,lbearmalanpto-oafnloagnt,
adalah: gendamngudsikronagegroenfogn,4 gdeindaanntgarraenbyaanaa(shaaladhra:h,aktaoarrd),iokno,mpbaanngg,sig, esnedruanligngs,ilat (gendang
dua muka), gneadfiormi,bdaakn, ptaubplua,t bdaatnanbgaypaa.di.Alat-alat musik kordofon di antaranya adalah: ‘ud,
gambus, biola, dan rebab. Alat-alat musik aerofon di antaranya asalah: akordion, bangsi,
seruling, nafiri, dan puput batang padi. Bagan 1
Klasifikasi AlBata-gaalnat1Musik Melayu
BerdasarkKanlasSiifsikteamsi AKllaats-iafliaktaMsi uHsoikrnMbeolsatyeul dan Sachs
Berdasarkan Sistem Klasifikasi Hornbostel dan Sachs
Dari keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan, kita dapat melihat bahwa etnik
Melayu mempunyai alat-alat musik yang berciri khas dari alur utama kebudayannya dan juga
menyerap musik luar dengan tapisan budaya. Transformasi yang terjadi adalah untuk
pengkayaan khasanah. Keberadaan alat-alat musik tersebut juga mengalami proses kesejarahan.
Misalnya alat musik pra-Islam contohnya adalah gong, tetawak, dan gendang ronggeng.
Kemudian selepas masuknya Islam mereka juga menyerap alat-alat musik khas Islam seperti ‘ud
dan gedombak (darabuka). Kemudian dengan masuknya Portugis, Inggris, dan Belanda, mereka
menyerap alat musik akordion dan biola.5 Kemudian diteruskan dengan mengambil alat musik
4Dalam konteks Dunia Melayu, alat musik gendan1g 1ro1nggeng ini memiliki penyebutan yang berbeda-beda. Di
Riau, Jambi, dan Palembang, alat musik ini disebut dengan gendang Medan, karena mereka banyak membeli gendang
ni dari Medan, buatan Yusuf Wibisono, Ahmad Setia, Syahrial Felani, Retno Ayumi, dan lainnya. Sementera di
Semenanjung Malaysia, alat musik gendang ronggeng ini lazim disebut dengan rebana. Dari semua tempat di
kawasan Dunia Melayu, gendang ronggeng buatan orang-orang dari Medan dianggap memiliki kualitas yang relatif
baik, dan disertai dengan ornamentasi yang khas pula.
5
Tamadun Melayu Lingga
Dari keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan, kita
dapat melihat bahwa etnik Melayu mempunyai alat-alat musik
yang berciri khas dari alur utama kebudayannya dan juga menyerap
musik luar dengan tapisan budaya. Transformasi yang terjadi
adalah untuk pengkayaan khasanah. Keberadaan alat-alat musik
tersebut juga mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik
pra-Islam contohnya adalah gong, tetawak, dan gendang ronggeng.
Kemudian selepas masuknya Islam mereka juga menyerap alat-alat
musik khas Islam seperti ‘ud dan gedombak (darabuka). Kemudian
dengan masuknya Portugis, Inggris, dan Belanda, mereka menyerap
alat musik akordion dan biola.5 Kemudian diteruskan dengan
mengambil alat musik Kemudian kedua saksofon, klarinet, trumpet,
drum trap set, gitar akustik, gitar elektronik, dan yang terkini adalah
keyboard.
Walaupun mempergunakan alat musik dari budaya luar,
namun struktur musiknya khas garapan Melayu. Selain itu, musik
dari luar ini dianggap menjadi bagian dari musik tradisi Melayu.
Dari keadaan ini tampaklah bahwa proses transformasi sosiobudaya
musik mengikuti sejarah budaya seperti yang telah diuraikan di atas.
Dengan bergulirnya waktu, maka teknologi elektronika dunia
turut pula diserap oleh etnik Melayu. Pada masa kini ensambel musik
4 Dalam konteks Dunia Melayu, alat musik gendang ronggeng ini memiliki
penyebutan yang berbeda-beda. Di Riau, Jambi, dan Palembang, alat musik
ini disebut dengan gendang Medan, karena mereka banyak membeli gendang
ini dari Medan, buatan Yusuf Wibisono, Ahmad Setia, Syahrial Felani, Retno
Ayumi, dan lainnya. Sementera di Semenanjung Malaysia, alat musik gendang
ronggeng ini lazim disebut dengan rebana. Dari semua tempat di kawasan
Dunia Melayu, gendang ronggeng buatan orang-orang dari Medan dianggap
memiliki kualitas yang relatif baik, dan disertai dengan ornamentasi yang khas
pula.
5 Para penganut teori difusi di dalam etnomusikologi meyakini bahwa alat musik
biola Barat berasal dari alat musik spike fiddle muslim, yang secara umum
disebut rebab. Kemudian menjadi bowed lute Eropa pada abad pertengahan,
yang disebut rebec sampai kemudian berkembang menjadi biola modern
(violin). Kemudian kedua jenis alat musik yang memiliki asal-usul sama ini,
sampai juga ke Dunia Melayu (Nusantara), tetapi melalui dua peradaban yang
berbeda—biola dari Eropa dan rebab dari Timur Tengah. Lebih jauh lihat Albert
Seay (1975:75).
112
Tamadun Melayu Lingga
ronggeng, peranan musikalnya sering pula diganti dalam bentuk
(orkes) dan kombo Melayu, dengan menggunakan alat-alat
band \
msaukssoikfon,ykalanringetb, terurmapseat,l ddruamritrBapasreat,tg.itarPakaudstaik,pgeitsartael-ekptreosntika, dpaenrynanigktaerhkianni a,dkalaahlau
pakedybaoWarmadl.auupluannymaemdpiesrgaujnikakaann amlatumsuiksikddaanri tbaudraiyianlauair,, snialmatu,nhstarudkrtuarhm, umsikanryha akbhaasn,
dagManerlaapyjaoun.gMeDteal,raiykkue.iandSiaealntaeinilnaiithtua,mmdpauikgsliakahndbtaairhikwlauanarprinossi eedsciatranagrngasafopr“memfaesenikjastdoisifiob”baugddiaaneynadgamraiunsmikuksmiekeyntgbraikoduiastiird
buseajatrDaahennbguJadneapybaearsngeupglei,rrntidyyaeanwngagkteatluan,hmdbaiukeraraibtkeakanngodaloiigaitmaesl.eekrtreonkika(sdeupniearttuiruKt pNula Tdiesecrahpnoilceh 1et0ni0k0,
20dMa0elal0amy,u.6be0Pna0tdu0ka )mb.aansda A(koirlnkaietse)nsdaammnbueklosmmikbuosiikMnreiolandyguga,epndgae,ntgpmaenraenmannegngmhguuasnsiakikallaknnyaanalsaetb-raienlagrt bpmauulgasaikdiigyjaaennntgi is
subearrasaaladlaarti Bmaraut.siPka,dampeesmta-pbeustatupherkniakanhanh, akanlayuapasdeaomraulnangyapdeismajikaainnmaulsaikt dmanutasriik.
Bbienuraaibt,aasniglaJeta,piahnalgda,rgadhue,nmgbaainrshabaebradbnai,gpadiraonmgejorregaketm,(skeipndeirattiellaKahmNdTigaecalhnantitikcamn100use0sc, ai2rk0a00“i,enf6ei0k,0t0imf)”. deAellnaagtlaunmikuessyiibksotairendim
MIDI atau sejenisnya.dapat menghasilkan berbagai jenis suara alat musik, membutuhkan hanya seorang pemain alat
musik. Berbagai lagu bisa diprogram dalam alat musik ini, melalui sistem MIDI atau sejenisnya.
Gambar 1: Rebab Melayu Gambar 2: Gendang Ronggeng
jenis alat musik yang memiliki asal-usul sama ini, sampai juga ke Dunia Melayu (Nusantara), tetapi melalui dua
peradaban yang berbeda—biola dari Eropa dan rebab dari Timur Tengah. Lebih jauh lihat Albert Seay (1975:75).
113
Tamadun Melayu Lingga
\
GGeennrreeBBuduaydaaMyuasikMMueslaiyku Melayu rkoaeglaedmahlaamtGautoigglaednmsreawsbao,udryatayihtauy:
DariDari tabel Mtyaaebnlagyeuldipbyeusaaitsnirsgetciamdrauirb“kSuueatmatta”teorlaseehUctGaaorraldadswikoe“rltokhmyepto(a1kt9k”7a9n)
musikal etnik
(1P9ra7-I9sla)mr, aIsglaamm, daantPaauscag-ePonrtruegibs.uJidkaaydialihmat usesciakraasleekstanmiak, kMlaseiflikaaysiurapgeamsisiniirmtiemmiluikri
SuPbermab-eIrsaaltapemar,kaIeslUleammta,aharatanau,dPmiaksisceaall-noPyomar:tupsgaoitsu.kgkBeiansranesamkjauesdidukaatialdataamuk kseteptiigegnaaunhymnayabaesramp,aednyucaeridmtaulian:mkPansreabgu-aaIyhsalgamemnasrae,
Ismmlaeunmsigki,ritnedgritaetnnatrui.PsearaMsmcipsaaanl-ngPyadouraptabudelaagsildsaga.rui SJPeiurkldaaaungSd,airsilt,riuhykaatiuttur smseautcsuiakrnlaaygausmeyeakmnsgpaedrmliiphaeart,gkuaknnlaamkasanisfai-ukmnatausskai
ratteegrrstaeemnbtuut,.innMaimemluodneinmdyaailalbmiekrcpiierbineypabrjaie-aInsrlnaaympa addekenneggalaennmnaakadoahr-dnaeanodna, mtmeirkdriaosptaoatnlnaplyudlaaa:nustnaasktuutrergnikaeadnta-prnaeaddmaa muaoksdoiurkds
tiydaangklaszeimpednipuerhgunnyakaanmdealnamcemrumsikinBkaraatn, nagmauynahmarmaosnainPyarati-dIaskladimsus,uInslsaebmag,aiamtaanua
PlaasyackSane-ylaPainoperirttauutukgraeibnsu.hdaaryBmaaoisnnai mmsuuassjiiakk Bdinauriaatt.idaatkauberksiefattigstaatnisy, ayabituerspamada udadlaamlakmurusnebwuakatuh
gekteinrtatrenemtuem.ngTukeansltaiuskifsiakjataseiikraatnemnenstegucaa.lraamistpMateirsik. seMamlbinsaanylngayaan-ppaeparakdkeaamh barlonangggagnuensgehP(ijnuogglaeat)tuidbaekrSasmaalurnid,gakriinyambiaatsguai
saPsetonuriturgloainsg?ggueTnegyntauantakugitajoddgiaeppt aeMtremglaeuynunja, wateaktbaanpnyialautgiduna-ltkaugsuktatyimsanpeganddagipmierraigsnuangPaiokrattnaugrsiisepsienerirtitaimGmubnupulannygnagSraadygauanmga,
bteePRbreluasargliaekasumubdtS-uraiaantrgiri.,.aimJMaSlaesekerlnLodiendamtneiunngsgi,yk, adsyatbanrneuglarkiacndtinauryiardpipmkraaaduwa-asIskisaeklnsaennmSyiuamandamitenenri,eagmbUaertnpaarseaanlraalddidaahrlaaiah-tmnksaeaaspadnerasteibmmyealuniamkgsradoP-iuomtrrotauiankgsaaisanl.
dSaunmAattaderakapuUtnetarrgiaek,nbareetr-dgpeansaardrekaamnmupseioknedlyiutaiansngtyetaernrtgdeakpnaamttui d,laaklanumkaamnkeaubdunadlaahydasaaenplearMmtieylaapynuegndPyiedsaeissjiikrarinpTsinimkyaunar
dbdeeenrniggkauantniannia. kaD.kaDloaimradnketeaobraunndyaayataaednarldaMhaepLlaayaguut MdipemSuubumlaaaiteAurnanakUs, utyaarriatutennradanaydpiaaatn-gnyeananrdge adlaipgueargykuaonnagrkdabnerykuaanitntuagnk
lamzeinmidudrkiapnearngaku. nSaelkaiannituddiakleanaml pumlaulasgiukDBodaoirSaitd,odnoiaamtauuDnodhoiaDrimdodooi,nyianityualagtuidyaankg
djdiusigguausnuuankntaunksemubnentauigdkuarmikmaenmabanunaaaikk.laanDyiaaknkaanwk.yasaKanepmAeusrdaahiatanun rtaeadrndaaphjuaagt arlamglaugouSni iLTaimmLaaunugsLiekyayiBatuitaurlalaaggtuu. yang
yang
Selain itu kebudayaan musik ini tidak bersifat statis, yaitu
sama dalam kurun waktu tertentu. Tentu saja ia mengalami
perkembangan-perkembangan sehinga tidak mungkin bagi kita
114
Tamadun Melayu Lingga
mengkalasifikasikan secara statis. Misalnya apakah ronggeng
(joget) berasal dari masa Portugis? Tentu kita dapat menjawabnya
tidak statis pada masa Portugis ini timbulnya ragam seni ronggeng
atau joget Melayu, tetapi lagu-lagu yang dipergunakan seperti
Gunung Sayang, Pulau Sari, Jalak Lenteng, dan lainnya pada
kesenian ini, berasal dari masa sebelum Portugis. Ragam-ragam
seni musik yang ada di kawasan Sumatera Utara adalah seperti yang
diuraikan berikut ini.
Adapun genre-genre musik yang terdapat dalam kebudayaan
Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, berdasarkan penelitian yang
kami lakukan adalah seperti yang dideskripsikan berikut ini. Dalam
kebudayaan Melayu di Sumatera Utara terdapat genre lagu yang
berkaitan dengan anak. Di antaranya adalah Lagu Membuai Anak,
yaitu nanyian yang dipergunakan untuk menidurkan anak. Selain
itu dikenal pula lagu Dodoi Sidodoi atau Dodoi Didodoi, yaitu lagu
yang juga untuk menidurkan anak. Di kawasan Asahan terdapat
lagu Si La Lau Le yaitu lagu yang digunakan untuk membuaikan
anak. Kemudian ada juga lagu Timang yaitu lagu yang
digunakan untuk membuaikan anak. Seterusnya ada satu lagu lagu
yang bertajuk Tamtambuku yang digunakan untuk permainan anak.
Musik yang berkaitan dengan mengerjakan ladang. Musik
ini contohnya adalah: Lagu Dedeng Mulaka Ngerbah, yaitu
nyanyian yang disajikan pada saat awal kali menebang hutan
untuk dijadikan lahan pertanian. Kemudian ada pula lagu yang
bertajuk Dedeng Mulaka Nukal, yaitu nyanyian yang disajikan pada
saat menukal (melubangi dan mengisi lubang tanah dengan padi),
sebagai proses penanamn. Kedua jenis lagu tersebut secara umum
dikenal pula dengan istilah Dedeng Padang Rebah. Lagu-lagu ini
terdapat di bahagian utara Pesisir Timur Sumatera Utara, seperti di
Langkat dan Deli.
Nyanyian hiburan sambil kerja (working song) atau dalam
konteks bekerja juga terdapat dalam kebudayaan Melayu. Musik
seperti ini biasanya dilakukan dalam rangka bercocok tanam, bekerja
menyiangi gulma, menuai benih, mengirik padi, menumbuk
115
Tamadun Melayu Lingga
padi, sampai menumbuk emping. Begitu juga dengan nyanyian
sambil bekerja di laut, yang dikenal dengan Sinandung Nelayan atau
Sinandung Si Air yang dijumpai di kawasan Asahan dan Labuhanbatu.
Musik yang berhubungan dengan memanen padi. Ragam
ini terdiri dari Lagu Mengirik Padi atau Ahoi, yaitu lagu dan tarian
memanen padi—melepaskan gabah padi atau bertih padi dari
tangkainya dengan cara menginjak-injaknya. Posisi para penari
biasanya membentuk lingkaran.6 Kemudian ada pula Lagu
Menumbuk Padi yaitu lagu yang disajikan pada saat menumbuk
padi—melepaskan kulit padi menjadi beras. Seterusnya adalah
Lagu Menumbuk Emping yaitu lagu yang dinanyikan pada saat
memipihkan beras menjadi emping.
Musik yang memperlihatkan ekspresi masa animisme.
Adapun contoh lagunya adalah Dendang Ambil Madu Lebah
yaitu lagu yang dipergunakan untuk mengambil madu lebah yang
dilakukan seorang pawang madu lebah. Contoh lainnya adalah
Lagu Memanggil Angin atau Sinandong Nelayan kadang disebut
pula Senandung atau Nandung saja, yaitu lagu yang dinyanyikan
oleh nelayan untuk memanggil angin agar menghembus layar
perahu (sampannya). Lagu ini yang terkenal adalah Senandung
Asahan, senandung Bilah, Senandung Panai, dan Senandung
Kualuh. Contoh genre ini adalah Lagu Lukah Menari, yaitu lagu
untuk mengiringi nelayan menjala ikan. Berikutnya adalah Lagu
Puaka, yaitu lagu yang dinyanyikan pada upacara yang bersifat
animistik, memuja roh-roh ghaib. Bagaimanapun lagu ini dilarang
oleh alim-ulama Islam, sehingga lagu ini saat sekarang tinggal tersisa
bagi mereka-mereka yang mengamalkannya saja.
Nyanyian naratif, yaitu nyanyian yang sifatnya bercerita.
Contohnya adalah Lagu Hikayat, yaitu nyanyian tentang cerita
6 Di Semenanjung Malaysia, seperti di Kedah dan Perlis, tari sejenis Ahoi ini
disebut dengan Tari Lerai Padi, yang tujuan dan struktur persembahannya
mendekati seni Ahoi dari Sumatera Utara ini. Di Sumatera Utara, tarian ini
dijumpai di kawasan utara budaya Melayu, terutama wilayah budaya Langkat.
116
Tamadun Melayu Lingga
rakyat, sejarah, dan mite. Contoh lainnya adalah Syair dengan
berbagai judul, yang terkenal adalah Syair Puteri Hijau tulisan A.
Rahman tahun 1959.
Musik hiburan, yang terdiri dari Lagu Dedeng yaitu lagu solo
tanpa iringan alat musik untuk hiburan pdaa pesta perkawinan atau
panen. Kemudian adalah Lagu Gambang, yang dibawakan secara solo
oleh pemain gambang (xilofon) yang terbuat dari kayu. Lagu lainnya
adalah Musik Tari Pencak Silat yaitu musik yang dipergunakan
untuk mengiringi tari pencak silat, yang gerakannya diambil
dari pencak silat, gerakan-gerakan mempertahankan diri dari
serangan musuh. Kemudian lagu pendukung genre ini adalah Musik
Tari Piring atau Musik Tari Lilin atau Musik Tari Inai, yaitu musik
yang dipakai untuk mengiringi Tari Piring, Tari Lilin, atau Tari Inai.
Genre musik lainnya adalah yang kuat mengekspresikan
ajaran-ajaran Islam, yang dapat dirinci lagi sebagai berikut. Yang
khusus merupakan kegiatan keagamaan Islam dan dipandang lebih
dari sekedar musik adalah azan, yaitu merupakan seruan untuk
sembahyang. Kemudian takbir, yaitu nyanyian pujian kepada Allah
pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Ada juga lagu dan musik
rakyat Islam, di antaranya adalah qasidah, yaitu nyanyian solo
tanpa iringan musik, menggunakan teks-teks agama seperti dari
Kitab Al-Barzanji. Ada pula marhaban, yaitu nyanyian paduan
suara yang menggunakan teks-teks keagamaan seperti dari Kitab
Al-Barzanji. Kemudian ada pula lagu Kur Semangat yaitu nyanyian
yang bersifat religius tanpa diiringi oleh alat musik. Selanjutnya
ada barodah yaitu nyanyian yang menggunakan teks keagaman
dan umumnya diiringi oleh alat musik. Selain itu ada hadrah, yaitu
nyanyian sekelompok pria yang disajikan dengan teknik responsorial
atau antifonal, mempergunakan teks-teks religius dengan iringan alat
musik rebana berbentuk frame disertai dengan tarian. Selanjutnya ada
genre gambus atau zapin adalah nyanyian dan tarian tentang moral
atau religius yang disajikan secara solo, diiringi oleh suatu ensambel
gendang marwas dan alat musik gambus disertai oleh tarian yang
mengutamakan gerakan kaki. Genre lainnya kelompok ini adalah
117
Tamadun Melayu Lingga
dabus, yaitu nyanyian tarian trance (seluk) untuk memperlihatkan
kekebalan tubuh terhadap benda tajam seperti dari besi karena
ridha Allah. Diiringi oleh gendang berbentuk frame dan
penyanyi solo atau berkelompok.
Hubungan antara rakyat yang diperintah dan golongan yang
memerintah juga terekspresi dalam seni musik. Nobat adalah musik
yang menjadi lambang kebesaran negara, dan ada hubungannya
dengan struktur sosial. Secara etnomusikologis, nobat
diperkirakan berasal daripada Persia. Perkataan nobat berasal dari
akar kata naba (pertabalan), naubat bererti sembilan alat musik. Kata
ini kemudian diserap menjadi salah satu upacara penobatan raja-
raja Melayu. Nobat yang dipercayai berdaulat telah diinstitusikan
sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad kelima belas.
Ensambel musik ini dapat memainkan berbagai jenis lagu dan
orang yang memainkannya dihidupi oleh kerajaan dan disebut
dengan orang kalur (kalau). Alat-alat musik nobat dipercayai
mempunyai daya magis tertentu, dan tak semua orang dapat
menyentuhnya. Nobat menjadi musik istiadat di istana-istana
Pattani, Melaka, Kedah, Perak, Johor, Selangor, Terengganu, Deli,
dan Serdang Sumatera Utara. Alat-alat musik nobat yang menjadi
asas adalah: gendang, nafiri, dan gong. Namun, serunai, nobat besar
dan kecil, dan gendang nekara juga dipergunakan.
Pada masa sekarang ini, sebahagaian warga etnik Melayu
menyadari perlunya mengembangkan musik-musik Islam sebagai
salahsatujatidirinya. Upaya-upayapemeliharaandanpengembangan
musik Islam di Sumatrera Utara dilakukan oleh setiap warga muslim
yang secara organisasi tergabung dalam Perhimpunan Seni Budaya
Islam (PSBI). Medan sendiri banyak melahirkan pemusik-pemusik
Islam. Di antaranya adalah: Ahmad Baqi, Mukhlis, A. Chalik, Said
Effendi, Ahmad C.B., Umar Asseran, Husin Bawafie, dan Hajjah
Nurasiah Jamil. Musik mereka ini selanjutnya meluas secara
nasional, bahkan sampai ke negeri-negeri jiran seperti Malaysia,
Singapura, dan Brunei Darussalam. Ciri khas musik Melayu turut
mewarnai musik-musik Islam, seperti penggunaan sajak, puisi,
118
Tamadun Melayu Lingga
bahasa Melayu, rentak musik dan tari Melayu, dan lainnya—yang
digabungkan dengan ide-ide musik Timur Tengah, India, dan Barat
dengan sintesis yang baik sekali. Akulturasi terjadi secara alami.
Dengan demikian tata cara, norma, dan sistem estetika Melayu tetap
diperunakan dalam proses pembentukan musik Islam di Sumatera
Utara.
Selain itu, di dalam budaya Melayu Sumatera Utara dikenal
pula ensambel makyong yang mengiringi teater makyong. Alat-alat
musik yang dipergunakan adalah rebab, gendang anak, gendang
ibu, gong ibu, gong anak, dan serunai. Dalam persembahannya,
makyong mempergunakan unsur-unsur ritual. Teater ini memiliki
lebih dari 100 cerita dan 64 jenis alat musik, dan 20 lagu. Di antara
lagu-lagu makyong yang terkenal adalah Pak Yong Muda, Kijang Mas,
Sedayung, Buluh Seruan, Cagok Manis, Pandan Wangi dan lainnya.
Pada genre hadrah, marhaban, zikir, tampak pengaruh yang
diserap dari Timur Tengah. Pada genre-genre ini aspek ajaran-ajaran
agama Islam muncul. Biasanya alat musik yang menjalani asasnya
adalah jenis rebana. Genre musik seperti ini memainkan peran
penting dalam berbagai aktivitas sosial seperti upacara perkawinan
dan khitanan, dan khatam Al-Quran.
Genre musik lainnya adalah ronggeng atau joget. Musik
ini adalah hasil akulturasi antara musik Portugis dengan musik
Melayu. Musik ronggeng terdapat di kawasan yang luas di Dunia
Melayu. Genre musik dan tari ronggeng adalah seni pertunjukan
hiburan yang melibatkan penonton yang menari bersama ronggeng
yang dibayar melalui kupon atau tiket dengan harga tertentu. Tari
dan musik ronggeng termasuk ke dalam tari sosial yang lebih banyak
melibatkan perkenalan antara berbagai bangsa. Di dalam seni
ronggeng juga terdapat unsur berbagai budaya menjadi satu. Hingga
sekarang seni ini tumbuh dan berkembang dengan dukungan yang
kuat oleh masyarakat Melayu, walau awalnya dipandang rendah.
119
Tamadun Melayu Lingga
Musik Barat populer sejak etnik Melayu dengan budaya
Barat sejak awal abad keenam belas. Etnik Melayu menyerap genre-
BMaregbalaeteygnpuuroeinmpm,uehluneasyriwekrsaaedipjaaankng,eteanwtrrnaieil-kssge,epMsneurereiltnaig:my,fuoubksld\isukteernosdg,ta,abnrnoutlamebrruiobd,asae,dpytaaaenrntBgis:agefroboa,katmsgtsaraeoimntja,ykbraou.a,mRwsbaeaam,nl ttbaaaanbk,gagdo,kmeeanmabmo,
Musik
belas. Etnik
samba, beguin, jhaazwzaidana,n wsawlsi,ngsujinugg,a bslaunesg,atboploerpou, lderandasleabmaglaaignuy-al.agRueMntaeklayjuaz.z dan swing juga
sangat populer dalam lagu-lagu Melayu.
NNoottaassii66::LLaagguu BBiissmmiillllaahhMMuulal-aM-Mulua ldaadriarGieGnreenHreaHdraadhrah
Dikaji dari aspek historis, maka musik Melayu Sumatera
Dikaji darUi taasrpaekdahpisattordisi,klmasaifkiakasmikuasnikkeMpealdayaumSausam-matearsaa: UPtraaraIsldaampa; tIsldaimkl,asifikasikan
kepada masa-mdaasna:GPlorabaIslilsaams;i. IsUlanmtu, kdmanasGaloPbraal-iIssalsaim. Utenrtdukirimdaasrai mPraas-aIs:laanmimteisrdmirei, dari masa:
animisme, Hindu, dan Budha. Masa Pra-Islam yang terdiri dari lagu anak-anak: lagu membuai
anak atau Dodo Sidodoi; Si La Lau Le; ddaennglaangu1m2Te0nimgeanrjga.kaLnagluadpanergmtaeirndainri anak yang terkenal
Tamtambuku. Musik yang berhubungan dari: Dedeng Mulaka
Ngerbah, Dedeng Mulaka Nukal dan Dedeng Padang Rebah. Musik yang berhubungan dengan
memanen padi; lagu Mengirik Padi atau Ahoi, Lagu Menumbuk Padi, dan Lagu Menumbuk Emping.
Musik yang bersifat animisme terdiri dari: Dedeng Ambil Madu Lebah (nyanyian pawang
mengambil madu lebah secara ritual), Lagu Memanggil Angin atau Sinandong Nelayan (nyanyian
Tamadun Melayu Lingga
Hindu, dan Budha. Masa Pra-Islam yang terdiri dari lagu anak-
anak: lagu membuai anak atau Dodo Sidodoi; Si La Lau Le; dan
lagu Timang. Lagu permainan anak yang terkenal Tamtambuku.
Musik yang berhubungan dengan mengerjakan ladang terdiri dari:
Dedeng Mulaka Ngerbah, Dedeng Mulaka Nukal dan Dedeng
Padang Rebah. Musik yang berhubungan dengan memanen
padi; lagu Mengirik Padi atau Ahoi, Lagu Menumbuk Padi, dan Lagu
Menumbuk Emping. Musik yang bersifat animisme terdiri dari:
Dedeng Ambil Madu Lebah (nyanyian pawang mengambil madu
lebah secara ritual), Lagu Memanggil Angin atau Sinandong Nelayan
(nyanyian nelayan ketika mengalami mati angin di tengah lautan),
Lagu Lukah Menari (mengiringi nelayan menjala ikan), dan Lagu
Puaka (lagu memuja penguasa ghaib tetapi pada masa sekarang
telah diislamisasi). Selain itu dijumpai juga lagu-lagu hikayat, yang
umum disebut syair. Terdapat juga musik hiburan: dedeng, gambang,
musik pengiring silat, musik tari piring/lilin/inai.
Pada masa Islam, “musik-musik” pada masa ini di antaranya
adalah azan (seruan untuk shalat), takbir (nyanyian keagamaan
yang dipertunjukkan pada saat Idul Fitri dan idhul Adha), qasidah
(musik pujian kepada Nabi), marhaban dan barzanji (musik yang
teksnya berdasar kepada Kitab Al-Barzanji karangan Syekh Ahmad
Al-Barzanji abad kelima belas). Di samping itu dijumpai pula
barodah (seni nyanyian diiringi gendang rebana dalam bentuk
pujian kepada Nabi), hadrah (seni musik dan tari sebagai salah satu
seni dakwah Islam, awalnya adalah seni kaum sufi), gambus/zapin
(musik dan tari dalam irama zapin yang selalu dipergunakan dalam
acara perkawinan), dabus (musik dan tari yang memperlihatkan
kekebalan penari atau pemain dabus terhadap benda-benda tajam
atas ridha Allah), dan sya’ir (nyanyian yang berdasar kepada konsep
syair yaitu teks puisi keagamaan) dan lain-lain.
121
Nabi), hadrah (seni musik dan tari sebagai salah satu seni dakwah Islam, awalnya adalah seni
kaum sufi), gambus/zapin (musik dan tari dalam irama zapin yang selalu dipergunakan dalam
acara perkawinan), dabus (musik dan tari yang memperlihatkan kekebalan penari atau pemain
dabus terhadap benda-benda tajam atas ridha Allah), dan sya'ir (nyanyian yang berdasar kepada
konsep syair yaTiatmuadteukn sMeplauyiusLi inkgegaagamaan) dan lain-lain.
NNotoatsais7i:7L: aLgauguBuBnugnagTaanTjaunnjgundgendgeanngRanenRtaekntSaeknaSnednuanngdung
Pada masa pengaruh Barat terdapat musik dondang sayang
Pada masa(mpuesnikgarduahlamBarattemteprdoapaastli,mbuirsaikmadnoynadang8, siaryaamngan(ymaulsaimk bdaatlaymangtempo asli,
ymbairenangmjamadnieynsagataud8o,gpaseirasnwaitrmuaeblnaeygnryaebyannaagrgeaaltaideymrauaklnbnaeasnhgutartluyentatraentkrrugieukndtaaaamwmlnaeatmlennrdiuyudisatuMiakramkeddlaaaaunklnadaih)iaa,,Mnurdoaneenktnlug,aggkkdaeananm)gn,reednrknoaiedtnnmaugkjrugokeigdnaneinatagnn(gtdaa,nmarjanioekgdn,ejaotjd,nagaddemntai nuksaeismkli)us,odpsioiaanpl
Melayu (yaitu (ltaagrui -dlaagnu mMuesliakyusoysaianlg ydaniggarmapenbgearddaospasrikabnergbaaygaai muunssiukr ktoanritedmapnorer Barat).
Pengaruh Baramt uinsiikddaupnatiad, dileihnagtandernegnatankdinibaenngt,ujkongyeat, dkaunmapsulil)a,np-okpumMpeullaaynu (kyoamitbuo atau band
yang terkenal dliaganut-alaragnuyMa belaanyduSyearndgandgigdaarnapLbaenrgdkaastadrki SanumgaaytearamTuismikukr.ontemporer
inovasDiensegnainmadBneamrdaiaktn)ia. nPm,eangsgyenaarrraeukhamt uBMsaikrealatMyueilnadiyiutdamasepbbaaethnadrdnielyinhagaatnaddaalkeanuhgltaumnraesnidceisbremecnaintruakkanknryeaaastipfekd-eanspgaenk
budaya-budaya yang datang dari luar. Masyarakat Melayu sangat menghargai aspek-aspek
universal (seperti yang dianjurkan dalam Isla1m2),2 dalam mengisi kehidupannya. Demikian
sekilas budaya lagu dan musik Melayu Sumatera Utara dan selanjutnya kita lihat bagaimana
budaya tari Melayu di kawasan tersebut.
Tamadun Melayu Lingga
kumpulan-kumpulan kombo atau band yang terkenal di antaranya
band Serdang dan Langkat di Sumatera Timur.
Dengan demikian, genre musik Melayu sebenarnya adalah
mencerminkan aspek-aspek inovasi seniman dan masyarakat
Melayu ditambah dengan akulturasi secara kreatif dengan
budaya-budaya yang datang dari luar. Masyarakat Melayu sangat
menghargai aspek-aspek universal (seperti yang dianjurkan dalam
Islam), dalam mengisi kehidupannya. Demikian sekilas budaya
lagu dan musik Melayu Sumatera Utara dan selanjutnya kita lihat
bagaimana budaya tari Melayu di kawasan tersebut.
\
NNotoatsaisi8:8:LLaagguuMMeemmbbuuaaii AAnnaakkddeenngagnanMMeteetreBr eBbeabsas
Rentak
Salah satu aspek komunikasi bukan lisa1n2d3alam seni pertunjukan Melayu adalah dengan
menggunakan rentak-rentak, yaitu jalinan not dengan durasi sedemikian rupa dan membentuk
pola ritme. Adapun rentak-rentak dalam seni pertunjukan Melayu di antaranya ialah: asli, inang,
agu dua (joget), zapin, ghazal, hadrah, dan lainnya. Rentak ini juga berkaitan erat dengan ekspresi
emosi, misalnya rasa gembira diekspresikan oleh rentak joget atau lagu dua. Rasa sedih
Tamadun Melayu Lingga
Rentak
Salah satu aspek komunikasi bukan lisan dalam seni
pertunjukan Melayu adalah dengan menggunakan rentak-rentak,
yaitu jalinan not dengan durasi sedemikian rupa dan membentuk
pola ritme. Adapun rentak-rentak dalam seni pertunjukan Melayu
di antaranya ialah: asli, inang, lagu dua (joget), zapin, ghazal, hadrah,
dan lainnya. Rentak ini juga berkaitan erat dengan ekspresi emosi,
misalnya rasa gembira diekspresikan oleh rentak joget atau lagu dua.
Rasa sedih diekspresikan menerusi rentak asli atau senandung.
Rentak saStuelaasinpekiktuo,musneilkaarsii bdueknagnalnisanpderaklaemmbseannigpanertzuanmjuaknan, Mmealasyyuaraadkaaltah dengan
Salah
menggunakan Mrenetlaaky-urejnutgaka,myeanitguadjaolipnsainsnecoat rdaenagkaunltudruartaifsibseerdbeamgiakiiarnenrtuapkamduansikmembentuk
pola ritme. Addapuunniar,enntaamk-urenntdaekndgaalnampesretnimi pbearntugnajnukamn aMtaenlagyudadni asnistateramnytaapiaislaahn: asli, inang,
ledamigeuokssdip,uraems(ijikosgaaelnnt)y,mdyazaeaennpnraiggensra,baungashgiikaebz,rmuaealnbdg, tiaarharyakaadbrdauasihdMel,ikaedysalpaataarnyreueuslnai.skitneaanCnnkayonmanod.ltuueosRhnhiegkn.rdetraneuSktnnaetkiilaanakiinjiojtuguyigetauatsn,ebgassetuearlkaumaiarieiltdaradgeanknuenaergsdaeauatnpadda.opdepneasgrnikaRneamseabkassnpegrdeaisnhi
zaman, masyaraadkaatlahMeclahyauchjau,garummenbgaa, dbopegsiuisne,carwaalask, ulrteugrgaatief bdearnbaglaaiinrneynatakdamriusik dunia,
namun denganbpuedratiymabatnagriandamnatmanugsidkanBasirsatte.mBetraipkiusatninyiaandgablaahikb, eabgearrabpuadcaoynatorehntak musik
dunia itcuhascehsau,areirnudtmaanbkad,saebplaeamgduaimnn,udsweiknagldsa,annrebtgaugrdaiaeMyadelaaMnyeullaayiynaunn.ygalaCdzoianmrtiodhbiugrdueannytaaakkatnayr.ai ndganmemreuksaik adopsi
adalah Barat.
Berikut ini adalah beberapa contoh rentak dalam musik dan tari Melayu yang lazim digunakan.
Notasi 9: Siklus (Perputaran) Pola Ritme Rentak Senandung
Notasi 9: Siklus (Perputaran) Pola Ritme Rentak Senandung
\
Bagan 2: Meter Pola Ritme Rentak Senandung
Notasi 10: Pola Dasar Ritme Rentak Mak Inang
124
\
Bagan 2: Meter Pola Ritme Rentak Senandung
Tamadun Melayu Lingga
Notasi 10: Pola Dasar Ritme Rentak Mak Inang
Notasi 10: Pola Dasar Ritme Rentak Mak Inang
Notasi 11: Kombinasi Tangan Kiri dan Tangan Kanan
pada Pola Rentak Mak Inang
Notasi 11: Kombinasi Tangan Kiri dan Tangan Kanan
pada Pola Rentak Mak Inang
Keterangan:
kn: kaKnaente(rtaannggaannk:anan)
kr: kirki n(t:akngaannankir(it)angan kanan)
Ket erangkkarn:n: :kkiarinka(rtna:n(ktgaiarnniga(kTntiaraiknb)ageTnalaan1bne:)klKi1ro:im)KobminbainsaiRsOienOntanokommLaaattgoouppeDeikiukaddaalalmamPoPlaolRaitRmietme
Tabel 1: KombinRasei nOtanokmLaatogpueiDk udaalam Pola Ritme
Rentak Lagu Dua
125
Tamadun Melayu Lingga
Kesimpulan
Dari uraian di tas tergambar dengan jelas bahwa musik
Melayu di Alam Melayu memikliki sejarah yang sama, yakni mulai
di era animisme dan dinamisme yakni sejak adanya manusia Melayu
di kawasan ini sampai datangnya kebudayaan Hindu dan Budha abad
pertame Masehi. Kemudian Hindu dan Budha ini eksis dari abad
pertama samapi ke-13, yang dintandai dengan artefak-artefak khas
Asia Selatan dan Daratan Asia. Di dalam struktur musiknya juga
terdapat konsep-konsep raga dan tala serta pentatonik khas Assia.
Dari semua pengaruh luar Islam emmainkan peran paling
utama dalam budaya musik Melayu. Peran ini dimulai dari sisi
ideologis Islam, yakni semuanya dalam rangka mentauhidkan
Allah yang Ahad. Kosmologi dalam musik juga mengekspresikan
hal ini, seperti yang terdapat dalam konsep lembut menyahdu,
patah, lagu, cengkok, gerenek, mersik, dan lain- lainnya. Secara
kuantitatif unsur Islam dalam Melayu juga memegang peranan
utama. Sebahagian besar musik Melayu pada masa sekarang ini
adalah mengnadung roh dan intikad Islam. Semua kegiatan musik
sedapat mungkin dimuatkan nilai-nilai Islam ke dalamnya.
Pengaruh budaya Barat terutama dalam budaya populer dan
global masuk juga ke dalam kehidupan musik Melayu, tetapi
tetap diubahsuai dengan gaya akulturasi masyarakat Dunia Melayu.
Dari sisi struktural memperlihatkan pula bahwa proses yang
terjadi adalah mengkuti berbagai kebijaksanaan umat Melayu.
Antaranya aadalah: (a) mempertahankan struktur dan estetika
tradisinya, (b) melakukan pengelolaan akulturasi secara bijaksana,
(c) menetapklan musik dalam konteksnya secara fungsional, (d)
memiliki aturan-aturan baku dalam pertunjukabnnya, (e) struktur
mengungkapkan makna dan kearifan masyarakatnya.***
126
Tamadun Melayu Lingga
Daftar Pustaka untuk Memperdalam Kajian
Anderson, John, 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823.
Singapura: Oxford University Press. A. Rahim Noor dan Salin
A.Z.,1984. Sembilan Wajib Tari Melayu. (t.p.)
Beg, M.A.J., 1980. Islamic and the Western Concept of Civilization.
Kuala Lumpur: Universiti Malaya Press. Blagden, C.O., 1899.
“The Name Melayu”, Journal of the Straits Branch of the Royal
Asiatic Society.
Blink, 1918. Sumatra’s Oostkust: In Here Opkomst en Ontwikkelings
Als Economisch Gewest. S’Gravenhage: Mouton & Co.
Broersma, R., 1919. De Ontlinking van Deli, Deel I, Batavia: De
Javasche Boekhandel & Drukkerij.
Castles, Lance. 1972. The Political Life of A Sumatra Resiency:
Tapanuli 1915-1940. Yale: Yale University (Disertasi Doktoral).
Cortesão, Armando, (1944), The Suma Oriental of Tomé Pires,
London: Hakluyt Society. Crawfurd, J. 1820. History of the
Indian Archipelago. Edinburg: Archibald Constable and Co.
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.), 1995. Handbook of
Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi:
Sage Publications.
Elvy Syahrani. 2007. 9 Wajib Tari Melayu: Tinjauan dari Sisi
Kesejarahan. Medan: Universitas Negeri Medan (Skripsi dalam
Meraih Gelar Sarjana Pendidikan).
Encyclopedia Brittanica (versi elektronik). 2007. London:
Encyclopedia Brittanica.
Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola
Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur. Medan: Jurusan
Etnomusikologi (Skripsi Sarjana).
Garraghan, Gilbert J., S.J., 1957. A Guide o Historical Method. New
York: Fordam University Press.
Goldsworthy, David J., 1979. Melayu Music of North Sumatra:
Continuities and Changes. Sydney: Monash University (Disertasi
Doktoral).
127
Tamadun Melayu Lingga
Gullick, J.M., 1972. Sistem Politik Bumi Putera Tanah Melayu Barat.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Guru Sauti, t.t., “Tari Melayu (Dari Daerah Sumaera Timur).” Medan.
Guru Sauti, 1956. “Tari Pergaulan” dalam Buku Kenang-kenangan
Kongres II Lembaga Kebudayaan Melayu di Medan, 4 Februari.
Medan: Hasmar.
Halewijn, M., t.t., “Borneo, Eenige Reizen in de Binnenlanden
van Dit Eiland, Door Eenen Ambtenaar an Het
Goverment, in Het Jaar 1894,” Tijdschrift voor Nederlands Indië, Le
Jaargang.
Hall, D.G.E., 1968, A History of South-East Asia, St. Martin’s Press,
New York. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E.
Hall, 1988. Sejarah Asia Tenggara (diterjemahkan oleh I.P.
Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Mustopo).
Surabaya: Usaha Nasional.
Hamzah Daud. 1974. “Perkembangan Musik Pop Hingga
Sekarang.” Kertas kerja Seminar Muzik Nasional, 3 November.
Hamzah Ismail . 1975/76. Tinjauan Beberapa Aspek tentang
Permainan Silat Melayu di Kelantan. Kuala Lumpur: Latihan
Ilmiah LBKM, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Hariyanto, 1992. Lagu Pulau Sari dalam Konteks Tari Serampang Dua
Belas: Analisis Penyajian Gaya Melodi Tiga Pemusik Akordion di
Deli Serdang. Medan: (Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi,
Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara).
Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan
Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Hasan A. 1962. Al-Furqan (Tafsir Qur’an). Jakarta: Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia.
Hasan M. Hambari, 1980. “Peranan Beberapa Bandar Utama di
Sumatera Abad Ke-7 sampai 16 M dalam Jalur
Darat Melalui Lautan,” dalam Saraswati. Jakarta: Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional.
Hawkes, Terence, 1977. Structuralism and Semiotics. Berkeley and
Los Angeles: University of California Press.
128
Tamadun Melayu Lingga
Hill, A.H., 1963. “The Coming of Islam to North Sumatra,” Journal of
Southeast Asian History, 4(1). Holt, Claire, 1967. Art in Indonesia:
Continuities amd Changes. New York: Cornell University Press.
Howell, W., 1923. The Pacific Islanders. London: Weidenfeld
and Nicolson.
Hutington, Samuel P.,1996. The Clash of Civilizations and the
Remaking of World Order. New York: Simon & Schuster. Holt,
Claire, 1967. Art in Indonesia: Continuities and Changes. Ne
York: Cornell University Press.
Ibrahim Alfian, 1993. “Tentang Metodologi Sejarah” dalam
Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Jose Rizal Firdaus, 2006. “Teknik Tari Serampang 12 Karya Guru
Sauti. Makalah pada Seminar Internasional Tari
Serampang Dua Belas di Medan, yang diselenggarakan oleh Dewan
Kesenian Medan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai Pustaka.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) [versi elektronik]. Disebut
juga KUBI Luring (Luar Jaringan). Jakarta.
Ku Zam Zam, 1980. Muzik Tradisional Melayu Kedah Utara:
Ensembel-ensembel Wayang Kulit, Mek Mulung dan Gendang
Keling dengan Tumpuan kepada Alat-alat, Pemuzik-pemuzik dan
Fungsi. Kuala Lumpur: Jabatan Pengajian Melayu, Universiti
Malaya (Skripsi Sarjana).
Langenberg, Michael van, 1976. National Revolution in North
Sumatra: Sumatra Timur and Tapanuli 1942-1950. Sydney:
University of Sidney (Disertasi Doktor Filsafat).
Legge, J.D., 1964. Indonesia. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice
Hall.
Lomax, 1968. Folksong Styles and Culture. New Brunswick, New
Jersey: Transaction Book.
Malm, William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East,
and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta
terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm,
129
Tamadun Melayu Lingga
1993. Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia,
dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas
Sumatera Utara Press.
Matusky, Patricia An dan Tan Soi Beng, 2004. The Music of Malysia:
The Classical, Folk, and Syncretic Traditions. Kuala Lumpur.
Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North
Western University Press.
Mohd Anis Md Nor, 1990. The Zafin Melayu Dance of Johor: From
Village to A National Performance Tradition. disertasi doctoral.
Michigan: The University of Michigan.
Mohd Anis Md Nor, 1994. “Continuity and Change: Malay Folk
Dances of the Pre-Second World War Period.” Sarjana. Kuala
Lumpur: University Malaya.
Mohd Anis Md Nor, 1995. “Lenggang dan Liuk dalam Tari Pergaulan
Melayu,” Tirai Panggung, jilid 1, nombor 1. Mohd. Ghouse
Nasuruddin, 1977. Musik Melayu Tradisi. Selangor, Malavsia:
Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. Mohd. Ghouse
Nasaruddin, 1994. Tarian Melayu. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.
Mohd. Ghouse Nasaruddin, 2000. Teater Tradisional Melayu. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Mohd. Zain Hj. Hamzah, 1961 Pengolahan Muzik dan Tari Melayu.
Singapura: Dewan Bahasa dan Kebudayaan Kebangsaan.
Muhammad Suhaimi bin Haji Ismail Awae, 2007. “Peradaban Islam
dalam Konteks Masyarakat Thai: Satu Analisis
Berasaskan YAKIS.” Makalah pada Seminar Kebudayaan Wahana
Keamanan, di C.S. Pattani Hotel.
Muhammad Takari, 1998. Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah,
Fungsi dan Strukturnya. tesis S-2. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.Muhammad Takari dan Heristina Dewi, 2008, Budaya
Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas
Sumatera Utara Press.
Muhammad Takari dan Fadlin, 2009. Sastra Melayu Sumatera Utara.
Medan: Bartong Jaya.
130
Tamadun Melayu Lingga
Muhammad Said, 1973. “What was the ‘Social Revolution’ of 1946 in
East Sumatra?” terjemahan Benedict Anderson dan T. Siagian.
Indonesia. nomor 15, Cornell Modern Indonesia Project.
Nurwani. 2003. Serampang Dua Belas: Tari Kreasi yang Mentradisi
pada Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada (Tesis untuk Mencapai Gelar
Magister dalam Bidang Pengkajian Seni Pertunjukan).
Orang Kaya Zubaidi, 2006. “Serampang Dua Belas: Sejarah Tari
Serampang Dua Belas Ciptaan O.K. Adram pada
Tahun 1941.” Medan: Makalah pada Seminar Internasional Tari
Serampang Dua Belas yang Diselenggarakan oleh Dewan
Kesenian Medan.
Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the
Agrarian Struggle in East Sumatra 1863-1847.
s’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik
Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. Terjemahan J.
Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan.
Rahmad Martuah, 2003. Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera
Ratu: Sebuah Kajain mengenai Kontinuitas dan Perubahan
dalam Keorganisasian dan Pertunjukan. Medan: Jurusan
Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara
(Skripsi Sarjana Seni).
Ratna, 1990. Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad
XIX. Tesis S-2. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Reid, Anthony (ed.), 2010. Sumatera Tempo Doeloe, dari Marco
Polo sampai Tan Malaka. Jakarta: Komunitas Bambu. Royce,
Anya Paterson, 2002. The Anthropology of Dance. Bloomington:
Princeton Book Co Pub.
Sachs, Curt dan Eric M. von Hornbostel, 1914. “Systematik der
Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin:
Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan
Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classification of Musical
Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P.
131