The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Literasi Informasi Media by Yusrin Ahmad Tosepu (z-lib.org)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Indahtarimahsrg, 2022-03-26 06:17:04

Literasi Informasi Media by Yusrin Ahmad Tosepu (z-lib.org)

Literasi Informasi Media by Yusrin Ahmad Tosepu (z-lib.org)

dengan keinginan serba praktis. Budaya instan secara umum tidak mendukung tingkat literasi
digital. Karena itu, membaca sebagai keterampilan dan kebiasaan perlu dilatihkan dan
dibiasakan.

Membangun literasi digital tidak bisa dielakkan lagi mengingat terapaan informasi yang masif
di era digital. Upaya membangun literasi digital memerlukan kesadaran dan partisipasi
seluruh pemangku kepentingan, keluarga, masyarakat, pemerintah dan lembaga/institusi
pendidikan. Literasi digital merupakan cara yang efektif dikembangkan, baik pada individu
maupun masyarakat secara luas. Literasi digital merupakan sarana untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, dan berguna untuk melawan
terpaan informasi palsu dan berita bohong yang tersebar di internet. Selain itu, literasi digital
merupakan kemampuan setiap individu untuk mengakses, memahami, membuat,
mengkomunikasikan, serta mengevaluasi informasi melalui perangkat teknologi digital.
Kemampuan ini mencakup aspek pengetahuan dan keterampilan praktis. Seseorang yang
memiliki kemampuan literasi digital dapat memanfaatkan teknologi internet dengan beragam
fasilitas untuk menulis dan membagikan hal-hal yang positif serta menjadikan internet sebagai
sumber informasi yang akurat dengan meningkatkan minat baca dan daya berpikir kritis.
Misalnya memanfaatkan buku digital sebagai sumber bacaan. E-book atau buku elektronik
sekarang mudah didapat dengan hanya men-download file yang dibutuhkan. Buku elektronik
berisikan informasi digital yang juga dapat berwujud teks atau gambar, sehingga
memudahkan pembacanya untuk membawa kemana saja hanya dengan menyimpannya di
gawai mereka. Literasi digital bisa menjadi cara untuk membentuk karakter yang aktif, pada
perkataan, penulisan, menghitung, dan juga berpikir.

Konsep literasi pada era modernisasi dengan kecanggihan teknologi yang berkembang sangat
pesat ini memberikan banyak ruang dan tempat untuk dapat berliterasi. Namun, hasil riset
terakhir menunjukkan bahwa pendidikan literasi digital di Indonesia mayoritas hanya
dilaksanakan di level perguruan tinggi. Hal ini tentunya tidak memadai mengingat mayoritas
pengguna aktif internet tidak selalu berada di bangku universitas. Maka perlu adanya gerakan
literasi digital nasional yang mampu menjangkau seluruh kalangan. Hal tersebut tentunya
bukan pekerjaan yang mudah dan membutuhkan kolaborasi dengan masyarakat dan platform
media sosial. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hoaks dan disinformasi yang tersebar di
Indonesia paling banyak ditemukan pada platform media sosial Facebook (82,5%), Line (11,
37%), dan Twitter (10,38%). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa platform media
sosial memegang peran penting terjadinya persebaran disinformasi di kalangan masyarakat.
Namun, para penyedia platform media sosial di Indonesia belum menerapkan tindakan yang
cukup ketat untuk dapat turut serta mencegah persebaran disinformasi dan berita bohong di
kalangan penggunanya. Untuk itu pemerintah dan seluruh kepentingan terkait perlu
mengambil langkah-langkah konkrit pencegahan persebaran disinformasi melalui penegakan
hukum, pembuatan kebijakan dan program khusus terkait penggunaan media digital. Hal ini
penting untuk melindungi masyarakat dari dampak-dampak negatif yang ditimbulkan akibat
persebaran disinformasi di media sosial.

Pemerintah, institusi/lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan
penyedia platform media sosial serta seluruh elemen terkait bekerjasama membangun literasi
digital. Melakukan upaya-upaya advokasi kepada masyarakat terkait hoaks dan keamanan
saiber. Keamanan siber telah menjadi isu prioritas seluruh negara di dunia semenjak teknologi
informasi dan komunikasi dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam aspek
sosial, ekonomi, hukum, organisasi, kesehatan, pendidikan, budaya, pemerintahan, keamanan,
pertahanan, dan lain sebagainya. Berbanding lurus dengan tingginya tingkat pemanfaatan

151 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

teknologi informasi dan komunikasi tersebut, tingkat risiko dan ancaman penyalahgunaan
teknologi informasi dan komunikasi juga semakin tinggi dan semakin kompleks.
Kompleksitas tersebut semakin meningkat sejak akhir tahun 2019, dimana dunia disibukkan
dengan merebaknya kasus Corona Virus yang kemudian disebut sebagai COVID-19.
Semenjak saat itu terjadi akselerasi transformasi digital yang sangat cepat. Dengan adanya
pembatasan sosial yang mengurangi pertemuan fisik maka pertemuan secara virtual (digital),
bekerja dan bersekolah secara digital menjadi hal yang lumrah. Hal ini tentu saja mempunyai
implikasi besar mengenai seberapa siap organisasi menyiapkan infrastruktur keamanan
sibernya. Kebijakan keamanan tradisional dalam perimeter organisasi menjadi jauh lebih sulit
untuk diterapkan di seluruh jaringan yang lebih luas yang terdiri dari jaringan rumah dan
pribadi lainnya serta aset yang tidak dikelola di jalur konektivitas. Saat organisasi terus
memindahkan aplikasi ke layanan Cloud Computing, terlihat penjahat dunia maya
meningkatkan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) untuk mengganggu akses
pengguna dan bahkan mengaburkan infiltrasi yang lebih berbahaya pada sumber daya
organisasi. Menyikapi fenomena tersebut, maka literasi keamanan digital perlu terus
dilakukan untuk menciptakan lingkungan siber strategis dan penyelenggaraan sistem
elektronik yang aman, andal dan terpercaya, memajukan dan menumbuhkan ekonomi digital
dengan meningkatkan daya saing dan inovasi siber, serta membangun kesadaran dan
kepekaan terhadap ketahanan dan keamanan nasional dalam ruang siber.

1. Literasi Digital dan Kebebasan Berekspresi

Berkomunikasi lewat internet sudah menjadi kebutuhan masyarakat dewasa ini. Pemanfaatan
internet telah mengubah pola hidup dan budaya manusia dalam belajar, bekerja,
berkomunikasi, berbelanja dan aspek lainnya. Saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan
internet dalam berkomunikasi seperti surat elektronik (e-mail), serta jejaring sosial (social
networking) yang dianggap lebih efektif dan efisien. Fasilitas yang disediakan oleh internet
memang menggiurkan. Didukung aplikasi jejaring sosial, pengguna bisa berkomunikasi
secara langsung dan interaktif dengan jarak tak terbatas. Pengguna dapat berkirim komentar
secara langsung dengan berbagai bentuk emoticon-nya. Video call pun dapat dilakukan setiap
saat hanya bermodal jaringan internet yang baik. Tak hanya itu, bila pengguna ingin
mendokumentasikan aktivitas sehari-hari dengan video, media sosial seperti facebook,
Instagram, twitter, LinkedIn pun menawarkan berbgai fasilitas yang memudahkan
penggunanya. Pencarian informasi pun mudah dilakukan di media sosial. Penyebaran
Informasi berita sudah banyak menggunakan Youtube, Facebook, Instagram, hingga Line.
Umpan balik berupa tanggapan atas informasi pun langsung bisa terjadi. Selain informasi
berita, informasi hiburan seperti kegiatan travelling, bisnis, dan lainnya pun dapat dengan
mudah diperoleh di aplikasi media sosial.

Cohen (2011) menyatakan karakteristik media sosial adalah sebagai berikut.
1. Memiliki variasi konten yaitu teks, video, foto, audio, PDF dan Powerpoint
2. Banyak media sosial menggabungkan berbagai variasi konten menjadi satu.
3. Memungkinkan adanya interaksi ke berbagai platform melalui 3. sosial sharing, email,
dan feed.
4. Melibatkan banyak pengguna untuk dapat berkomentar di jejaring media sosial secara
real time.
5. Memfasilitasi peningkatan kecepatan dan penyebaran informasi yang luas.
6. Menyediakan komunikasi timbal balik antar perorangan ke banyak orang, dan banyak
orang ke banyak orang.
7. Komunikasi dapat dilakukan melalui komputer, tablet, atau ponsel.

152 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Masyarakat dari berbagai usia telah meraskan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan
masing-masing media sosial. Terkhusus generasi mileneal yang terkenal dengan sebutan
generasi melek teknologi yang menjadi pasar terbesar pengguna internet di Indonesia yang
mencapai 49,52%. Generasi ini menjadikan teknologi khususnya internet sebagai kebutuhan
pokok sehingga pola pikir, nilai, serta perilaku banyak dipengaruhi oleh internet. (Ali &
Purwandi, 2016). Generasi ini menjadikan teknologi khususnya internet sebagai kebutuhan
pokok sehingga pola pikir, nilai, serta perilaku banyak dipengaruhi oleh internet. Riset dari
Alvara Research Center tentang Indonesia 2020: The Urban Middle-Class Millennials (Ali &
Purwandi, 2016, h. 18) mendeskripsikan soal karakter generasi milenial. Generasi milineal
memiliki tiga ciri yaitu 3C (Creative, Connected, Confidence). Creative berkaitan dengan ciri
generasi ini yang berpikir kreatif (out of the box), connected yang berarti pandai bersosialisasi
khususnya di dunia maya, dan confidence di mana mereka berani untuk mengemukakan
pendapat di depan umum. Ciri ketiga yakni confidence sejalan dengan hak kebebasan
berekspresi di dunia maya. Hak kebebasan berekspresi adalah hak yang dimiliki setiap
individu. Di Indonesia, hak ini diberikan oleh negara dan tertuang dalam pasal 28 UUD 1945.
Dalam pasal tersebut disebutkan soal kemerdekaan berserikat dan berkumpul,mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan, ditetapkan dengan undang-undang. Di dunia internasional,
hak ini juga diakui dan dijamin oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1948.

Hak Digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses,
menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak untuk mengakses (right to
access) : Meliputi kebebasan mengakses Internet, seperti ketersediaan infrastruktur,
kepemilikan dan control layanan penyedia Internet, kesenjangan digital, kesetaraan akses
antar gender, penapisan dan blokir. Hak untuk berekspresi (right to express) : Meliputi
jaminan atas keberagaman konten, bebas menyatakan pendapat, dan penggunaan Internet
dalam menggerakkan masyarakat sipil. Dan hak untuk merasa aman (right on safety) :
Meliputi bebas dari penyadapan massal dan pemantauan tanpa landasan hukum, perlindungan
atas privasi, hingga aman dari penyerangan secara daring. Hak kebebasan berekspresi (Elsam,
2013, h. 17) dilihat dari dua hal, yakni hak untuk mengakses, menerima, dan menyebarkan
informasi, serta hak mengekpresikan diri lewat media apapun. Sementara itu, di Indonesia,
hak penyebaran informasi juga diatur dalam UU khusus yakni UU No.19 Tahun 2016 yang
merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. UU ITE mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau
teknologi informasi secara umum. Juga mengatur penyebaran informasi elektronik hingga
sanksi pidana bagi yang melanggar. Sanksi pidana ini akan dikenakan pada pengguna yang
dengan sengaja menyebarkan konten yang dilarang UU. Berikut ini adalah konten yang
dilarang menurut UU ITE.

Konten yang Dilarang menurut UU Jenis Konten

Pornografi anak, pornografi dewasa,

perjudian, penganiayaan hewan,

1 Konten kesusilaan eksploitasi anak, perdagangan anak,

penyalahgunaan narkotika, aborsi ilegal,

dll.

Konten penghinaan/pencemaran nama Penistaan (mencela), fitnah(perkataan

2 baik bohong tanpa kebenaran), penghinaan

dengan sarkasme (cemoohan/ejekan kasar).

3 Konten kebencian berdasarkan suku, Menjelekkan orang lain berdasarkan

153 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

agama, ras, dan antargolongan (SARA) SARA, stereotipe, pendapat buruk

terhadap rasa tertentu, menghina agama

tertentu.

Perkelahian, ancaman pada pihak lain,

bullying, persekusi

4 Konten kekerasan/menakut-nakuti yang (penganiayaan/pemburuan sewenang-

ditujukan secara pribadi wenang terhadap seseorang/sejumlah

warga yang kemudian disakiti, dipersusah

atau ditumpas).

Tabel 3.1 Konten yang Dilarang Menurut UU UU ITE No.19 Tahun 2016
Sumber: Setiawan (2018)

Perilaku di media sosial yang diatur oleh Undang-undang juga memiliki sanksi dan dapat
dijerat hukum. Berikut sanksi dari UU ITE No.19 Tahun 2016.

PASAL ITE PELANGGARAN HUKUMAN
Pasal 27 Kesusilaan
Pasal 28 Perjudian Maksimal 6 tahun penjara
Penghinaan Denda Rp 1 M
Pemerasan
Berita palsu/hoax Maksimal 6 tahun penjara
Ujaran kebencian
Pengancaman
Pasal 29 Pengancaman Maksimal 4 tahun penjara
Denda Rp 750 juta
Pasal 30 Akses Ilegal Maksimal 7 tahun penjara
Pencurian Data Elektro Denda Rp 700 juta
Peretas Sistem Data Maksimal 7 tahun penjara
Denda Rp 700 juta
Maksimal 8 tahun penjara
Denda Rp 800 juta

Tabel 3.2 Sanksi Menurut UU ITE No.19 Tahun 2016
Sumber: Setiawan (2018)

Penerapan UU ITE banyak masyarakat terjerat dalam aturan ini. Khususnya dalam pasal 27
ayat 1 dan 3 serta pasal 28 ayat 2. Dalam pasal 27 ayat 1 mengatur terkait pornografi. Bagi
pelanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 dipidana penjara paling
lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu milyar. Korban terbanyak terjadi dalam Pasal
27 ayat 3. Berdasarkan perincian data dari Safe.net, dari 324 kasus pidana di UU ITE,
sebanyak 209 orang dijerat dengan pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik. Pasal 27
ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 Jo UU No. 11 Tahun 2008 ini selengkapnya berbunyi :
―Setiaporang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik." Bagi pelanggar Pasal 27 ayat
3, diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 dan dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 tahun maupun denda paling banyak Rp750 juta. Selain itu, sebanyak 76 kasus dijerat
dengan Pasal 28 ayat (3) tentang ujaran kebencian. Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016

154 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Jo UU No. 11 Tahun 2008 berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan asa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).‖ Ancaman hukuman atas pelanggaran Pasal 28 ayat (2) UU No. 19
Tahun 2016 adalah penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Karenanya tersangka yang dikenakan tuduhan atas pasal ini biasanya langsung di tahan oleh
pihak kepolisian. Dari jumlah kasus laporan hukum ini, sebanyak 172 kasus yang dilaporkan
itu berasal dari unggahan di media Facebook termasuk Facebook pages.
(https://nasional.kontan.co.id/news/pidana-di-uu-ite)

Berdasarkan data SAFEnet (https://id.safenet.or.id/), jumlah kasus UU ITE sejak tahun 2008
hingga 2019, terdapat 285 kasus pemidanaan terhadap hak kebebasan berekspresi dengan
menggunakan pasal-pasal di UU ITE.. Dalam catatan SAFEnet, pada 2019 terdapat 24 kasus
UU ITE. Sementara pada tahun 2018, tercatat ada 25 kasus. Kasus tertinggi lainnya yakni
mengenai dugaan provokasi dan ujaran kebencian. Untuk Januari hingga Oktober 2020,
SAFEnet mencatat ada 59 kasus. Dengan rincian 11 orang dilaporkan dijerat pasal 28 ayat 1.
Kemudian 14 orang dijerat pasal 28 ayat 2. Lalu 4 orang dijerat pasal 27 ayat 3. Sedangkan
jumlah kasus kejahatan terkait internet selama tiga tahun terakhir memang terus bertambah.
Berdasarkan data Siber Polri, tercatat pada tahun 2017 ada 1.338 kasus, lalu pada tahun 2018
bertambah menjadi 2.552 kasus, dan pada bulan Oktober 2019 tercatat 3.005 kasus. Dari
jumlah tersebut, kasus yang paling banyak menyangkut penghinaan tokoh, penguasa dan
badan umum. Rinciannya, pada 2017 ada 679 kasus yang diselidiki terkait penghinaan.
Meningkat pada 2018 menjadi 1.177 dan pada 2019 menurun menjadi 676 kasus. Dari
sebaran wilayah, kasus pelanggaran kebebasan berekspresi daring yang dihimpun SAFEnet
pada tahun 2019, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus tertinggi, yakni 10 kasus.
Disusul Sulawesi Tenggara 3 kasus, kemudian Provinsi Aceh dan Jawa Timur masing-masing
2 kasus, serta enam provinsi lainnya masing-masing 1 kasus.

Profil kasus pemidanaan terhadap hak kebebasan berekspresi daring pada 2019 tidak jauh
berbeda dengan tahun sebelumnya Menurut data dari SAFEnet, terdapat 245 kasus
pelanggaran UU ITE sejak tahun 2008-2018. Jenis pelanggaran paling banyak pada kasus
pencemaran nama baik (174 kasus), kedua yakni menyebarkan kebencian sebanyak 41 kasus,
dan posisi ketiga yakni pencemaran nama baik dan menyebarkan kebencian sebanyak 12
kasus. Melansir data dari safenet.or.id kasus pidana menggunakan Undang-Undang No 19
Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
hingga 30 Oktober 2020, mencapai 324 kasus. Dalam database SAFEnet di 2018 terjadi 25
kasus UU ITE. Lebih sedikit dibandingkan tahun 2017 sebanyak 52 kasus.

155 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Gambar 3.11 Jumlah kasus UU ITE Menurut Jenis Pelanggaranhttps://id.safenet.or.id/wp-
content/uploads/2019/11/Persoalan-UU-ITE-dan-Pelanggaran-Hak-Digital-SAFEnet-
2019.pdf)

Banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia terkait pelanggaran UU ITE mencerminkan bahwa
kebebasan bereskpresi di dunia maya tidak bisa dianggap hal sepele. Meskipun bebas, namun
masyarakat harus dapat mempertanggungjawabkan pendapat atau informasi yang
disampaikan. Dengan begitu, setiap pengguna harus memikirkan dengan baik-baik konten apa
yang akan diunggah di media sosial kita. Pertanyaannya kemudian sejauh mana kebebasan
bisa dipertanggungjawabkan dalam komunikasi media jejaring sosial? Dengan kata lain,
sejauh mana individu memiliki otonomi dalam melakukan atau tidak melakukan komunikasi
dengan menggunakan jejaring sosial yang ada? Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih
dahulu, kita harus memahami karakteristik media jejaring sosial dan khalayaknya. Ada dua
sifat media jejaring sosial yang saling berhubungan satu dengan lainnya, yakni interaktivitas
dan khalayak aktif. Interaktivitas menandakan bahwa khalayak media jejaring sosial adalah
aktif karena jika pasif maka interaktivitas tidak akan berjalan. Dalam media sosial, khalayak
menentukan akses atas informasi yang disediakan media sosial itu dalam tiga hal, yakni kapan
informasi itu diakses, jenis informasi apa yang akan diakses, dan apakah khalayak itu akan
membagikan (sharing) atas informasi yang mereka dapatkan ataukah tidak (dikutip dari
Rianto, 2016).

Visi khalayak aktif berarti pula otonomi. Dalam media jejaring sosial seperti facebook,
Instagram, Twitter khalayak memilik otonomi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
para khalayak media massa. Seperti dikemukakan oleh Ruggiero (Baran dan Davis, 2010:
296), sekali pesan terdigitalisasi, manipulasi media menjadi tidak dapat diukur, membuat
individu memiliki lebih banyak kontrol daripada terhadap media tradisional. Ini mengandung
pengertian bahwa khalayak media baru jauh lebih bebas dan otonom dibandingkan dengan

156 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

media massa. Oleh karena itu, ketika tuntutan etis komunikasi massa dilandasi oleh profesi-
setiap perilaku profesi harus disandarkan pada kaidah-kaidah etis demi menjamin kepentingan
publik (Haryatmoko, 2007; Siregar, 2006)-maka etis dalam media baru merupakan
konsekuensi atas otonomi dan kebebasan komunikasi itu sendiri. Maka, jika etika komunikasi
hendak memecahkan dilema antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab media sebagai
instansi pelayanan publik (Haryatmoko, 2007) maka dalam konteks media baru, tuntutan etis
tentu saja bukan soal kebebasan dan tanggung jawab layanan publik, tapi bahwa kebebasan
itu senantiasa membawa konsekuensi.

Etika merupakan pilihan nilai moral dalam menghadapi realitas, yang secara substansial dapat
ditarik ke akarnya, yaitu bagaimana pelaku mendefinisikan alter dalam interaksi sosial
(Siregar, 2006: 73). Kebutuhan akan etika hadir karena manusia adalah makluk sosial.
Sebagai makluk sosial, keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari interaksinya dengan pihak
lain. Dalam interaksinya itu, dibutuhkan pedoman perilaku agar masing-masing mengetahui
bagaimana seharusnya bertindak, menempatkan diri dalam keseluruhan interaksi dengan
manusia lainnya sehingga tidak menimbulkan kegoncangan ataupun kekacauan sosial
(Nasution, 2015). Oleh karena etika ditempatkan dalam interaksinya dengan orang lain, maka
etika dapat dilihat sebagai filosofi tentang apa perilaku yang baik dan berterima (right and
acceptable behavior), mempromosikan suatu fair play bahkan terhadap orang yang tidak
disukai sekalipun, dan merupakan kode personal berupa suatu pilihan pribadi untuk
berperilaku etis (Nasution, 2015: 22). Etika merupakan orientasi bagi manusia bagaimana
seharusnya ia menjalani hidup dalam kehidupan sosial. Etika sebagai sarana orientasi bagi
manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental, yakni bagaimana saya harus
hidup dan bertindak? (Magnis-Suseno, 1987).

Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada dirinya sendiri maupun kepada
masyarakat. Kebiasaan baik ini lantas disebarluaskan, disosialisasikan, dan diturunkan dari
satu ke generasi ke generasi berikutnya. Kaidah-kaidah, norma, dan aturan menyangkut baik
buruk perilaku manusia yang secara singkat kemudian dipahami sebagai kaidah yang
menentukan apa yang baik harus dilakukan dan yang buruk harus ditinggalkan. Dalam
konteks ini, etika disamakan dengan ajaran moral. Etika secara lebih luas dipahami sebagai
pedoman bagaimana manusia harus hidup, dan bertindak sebagai orang baik. Etika memberi
petunjuk, orientasi, dan arah bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia (Keraf,
2002: 3). Etika, di sisi lain, bisa dipahami sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situsi khusus tertentu (Keraf, 2002: 4). Etika
dipahami sebagai filsafat moral, suatu ilmu yang membahas secara kritis persoalan benar dan
salah secara benar, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret (Keraf, 2002: 5).
Menurut Nasution (2015: 23), ―etik merupakan filosofi untuk berperilaku yang berterima di
tengah orang lain. Etik mempertanyakan apa yang harus kita perbuat pada situasi tertentu
(what we should do in some circumstance) atau apa yang harus kita lakukan selaku partisipan
dalam berbagai aktivitas atau profesi.‖

Para pengguna media baru mempunyai kebebasan dan otonomi, dan karenanya harus dituntut
tanggung jawabnya. Berdasarkan data yang telah dikemukakan sebelumnya terkait
pelanggaran UU ITE memberikan pelajaran bahwa menggunakan media jejaring sosial tidak
sekadar menulis dan membagi informasi, tapi bahwa tindakan tersebut harus disadari oleh
pertimbangan-pertimbangan etis. Pada bagian sebelumnya, telah dikemukakan bahwa
dibandingkan khalayak media massa, khalayak media jejaring sosial jauh lebih bebas dan
otonom. Ia tidak hanya bisa membaca, tapi sekaligus memberikan respon segera atas apa yang
dibacanya itu dalam waktu dan situasi yang dipilihnya. Selain itu, para pengguna media baru

157 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

juga mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki khalayak media massa karena bisa
memproduksi pesan dan menyebarkannya. Seorang pengguna facebook tidak hanya bisa
membaca dari tulisan atau berita yang di share oleh teman-teman mereka, tapi sekaligus bisa
memproduksi pesan media untuk didistribusikan. Dalam waktu bersamaan, ia bertindak
sebagai penerima dan pemroduksi pesan sekaligus. Di sinilah, tindakan komunikasi itu harus
benar-benar mempertimbangkan segi etis. Ini karena bukan hanya bahwa media jejaring sosial
seperti facebook atau twitter mampu menjangkau khalayak luas karena bisa di share dan
menjadi viral, tapi bahwa media jejaring sosial itu sendiri mempunyai ―kehidupan sosial‖.
Oleh karenanya, setiap tindakan komunikasi terutama dalam memproduksi dan
mendistribusikan konten atau pesan-pesan komunikasi harus selalu dilandasi oleh etis
komunikasi.

Tindakan etis semacam itu bisa dilakukan dengan cara mempertanyakan secara kritis apakah
tindakan-tindakan komunikasi yang ia lakukan sesuai dengan kewajiban universal sesuai
ajaran etika deontologi atau memberikan manfaat terbesar bagi banyak orang sesuai ajaran
etika utilitarianisme. Jika bukan karena pertimbangan kewajiban moral atau manfaat atas
tindakan komunikasinya, maka ia bisa merujuk pada hati nuraninya, pada pengalaman-
pengalaman pribadinya, apakah jika menulis sebuah pesan ataupun mendistribusikan sebuah
pesan maka itu baik atas pertimbangan hati nurani dan pengalaman pribadinya. Dari
perspektif ini, meskipun media jejaring sosial memberikan keleluasan dan otonomi yang lebih
besar, tapi tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab. Begitu juga bahwa tidak ada kebebasan
yang sifatnya mutlak. Setiap kebebasan dibatasi oleh hak-hak orang lain, dan etika hendak
menjamin bahwa kebebasan itu tidak menuju pada keburukan dan kekacauan. Dengan
mempertimbangkan segi-segi etis atas tindakan komunikasi-menulis atau mendistribusikan
sebuah pesan komunikasi melalui media sosial-tidaklah sederhana. Ia harus senantiasa
melibatkan pertimbangan-pertimbangan etis, ajaran-ajaran dan nilai-nilai moral yang
berkembang dalam masyarakat. Di sini, diperlukan semacam keterbukaan pikiran agar
pertimbangan-pertimbangan etis bisa dilakukan dengan baik.

Model yang ditawarkan oleh Louis Alvin Day (2003) mengenai bagaimana mencapai suatu
pertimbangan moral kiranya akan sangat membantu para pengguna media jejaring sosial
dalam menentukan pertimbangan-pertimbangan etis komunikasi. Model Day ini dibagi ke
dalam tiga tahap, yakni difinisi situasi, analisis situasi, dan pengambilan keputusan.
Gambaran model Day adalah sebagai berikut.

Gamnar 3.12 Etika dalam Kasus dan Kontroversi Komunikasi Media Model Louis Alvin Day
Sumber: Louis Alvin Day (2003). Ethics in Media Communications Cases and Controversies,

fourth edition, United States Thompson dan Wadswort, hal. 67

158 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Model yang ditawarkan Day di atas bisa digunakan oleh para pengguna media jejaring sosial
dalam beragam situasi. Dalam situasi komunikasi tertentu, para pengguna harus lebih dahulu
mengidentifikasi isu-isu etis utama, dan mendata fakta-fakta, prinsip, nilai yang penting
dalam proses pengambilan keputusan. Pada tahap awal, harus dideskripsikan dulu faktanya,
dan mengidentifikasi nilai-nilai relevan yang saling bersaing. Berikutnya, membuat
pernyataan yang jelas atas pertanyaan etis atau isu-isu yang terlibat. Langkah selanjutnya
adalah menggunakan informasi yang tersedia untuk menjelaskan situasi dan alternatif-
alternatif etika. Akhirnya, pengambilan keputusan etis. Dari model ini, menjadi sangat jelas
bahwa menggunakan media jejaring sosial bukan hanya menulis dan mengirimkan pesan, tapi
bahwa pesan yang ditulis dan dikirimkan itu harus mempertimbangkan dimensi-dimensi etis
komunikasi. Olehnya itu, dalam penggunaannya, tentu kita di berikan kebebasan agar bisa
berkomunikasi dengan siapa saja. Namun, bebas bukan berarti tanpa etika.

Etika bermedia sosial merupakan bagian dari tanggung jawab untuk melindungi setiap
individu dan masyarakat dari dampak buruk media sosial. Pentingnya literasi media sebagai
kapasitas penting yang harus dimiliki oleh setiap individu maupun masyarakat secara luas.
Pemberian literasi media kepada masyarakat melalui upaya penyadaran akan pentingnya
membekali diri dengan etika bermedia sosial secara sehat. Undang-undang ITE pada
prinsipnya merupakan panduan berperilaku dan bertindak yang mengacu pada apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari. Serta sebagai payung hukum bahwa kebebasan
mengeluarkan pendapat harus diimbangi oleh pertanggungjawaban sosial atas apa yang tulis,
disebarkan. Karena penyebaran informasi dan berita berita yang tidak sesuai dengan etika
bermediasosial akan memberikan efek psikologis bagi yang membaca dan melihatnya. Maka
itu penting pemahaman akan etika komunikasi dan bermedia sosial sehingga hal-hal apapun
yang diunggah dan disebarkan tidak menimbulkan konflik di masyarakat. Oleh karenanya
ekspresi kebebasan berpendapat di media jejaring sosial harus memegang etika agar tidak
terjerat pada kasus hukum. Alangkah baiknya apabila setiap pengguna lebih bijak
menggunakan jejaring media sosial serta mengetahui etika apa saja yang harus di perhatikan
pada saat menggunakan jejaring media sosial agar penggunaanya dapat memberikan kebaikan
dan kemanfaatan bagi diri sendiri, pihak lain, dan secara umum kebaikan bagi umat manusia.

2. Etika Penggunaan Sosial Media

Konsumsi digital di Indonesia terus meningkat tapi untuk memproduksi konten digital masih
kurang pengetahuan. Karena itulah, perlunya etika bermediasosial bagi masyarakat,
khususnya dalam memproduksi konten yang positif dan bermanfaat. Menurut KBBI, definisi
konten adalah informasi yang tersedia melalui media atau produk elektronik. Sedangkan
definisi positif menurut KBBI adalah bersifat nyata dan membangun. Dapat disimpulkan
bahwa konten positif adalah informasi melalui media atau produk elektronik yang bersifat
nyata dan membangun. Konten positif sangat dibutuhkan di media sosial karena akan
bermanfaat dalam banyak hal. Euforia penggunaan media sosial menunjukkan tingkat
pengetahuan masyarakat pada kesenjangan. Pertama, mereka yang mampu menggunakan
gadget dan aplikasi media sosial secara fungsional, semakin berpengetahuan, semakin
berdaya, dan memiliki peluang dalam banyak hal berkat teknologi. Golongan kedua adalah
mereka yang gagap teknologi, hanya mengikuti tren, menjadi sasaran empuk pasar teknologi,
dan terus berkutat dengan cerita dan keluhan negatif akibat penggunaan gadget dan media
sosial terhadap kehidupan sehari-hari. Melihat dua sisi tersebut apakah lantas perlu
mengisolasi diri dan bersikap antimedia-sosial? Meskipun tetap merupakan pilihan, kehadiran
media sosial adalah keniscayaan sebagai konsekuensi kemajuan zaman dan pergaulan global.
Media sosial secara empiris telah terbukti memberi manfaat positif bagi masyarakat sebagai

159 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

sarana komunikasi, akses informasi, hiburan, eksistensi diri, sekaligus sebagai alat strategis-
produktif, misalnya menciptakan branding, charity-filantropi, berdagang, hingga kegiatan
dakwah. Dalam kondisi demikian, media sosial bukanlah entitas yang ―penting‖ atau ―tidak
penting‖, melainkan sebagai pelengkap hidup dan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan.

Lebih lanjut, perkembangan media sosial juga melahirkan bentuk aktivisme baru, yakni click
activism (Nugroho & Syarief, 2012: 96; Adhrianti, 2013: 280). Dukungan terhadap ide, kasus,
person, grup, gerakan, maupun pemilihan, dapat dilakukan hanya dengan mengklik menu
yang tersedia (like, retweet, vote, share, forward). Dalam hitungan hari, ratusan hingga jutaan
pendukung maya bisa dikumpulkan oleh seorang mobilisator politik virtual. Click activism,
yang awalnya tidak tak nyata (online), telah menjadi gerakan diperhitungkan di dunia nyata
(offline). Sebutlah di Facebook, Twitter, Change, dan Kaskus. Namun, media sosial, ibarat
pisau bermata dua, media sosial juga kerap digunakan sebagai katarsis bertindak negatif
sampai aneka bentuk perbuatan yang menjurus pada kriminalitas. Dalam kaitan ini, beberapa
isu negatif yang jamak dihadapi pengguna media sosial, antara lain: sekadar mengikuti tren,
merasa yang penting update, bersikap reaksioner, dan ikut dalam arena perdebatan yang tidak
bermanfaat, bahkan seringkali andil menyebarluaskan informasi palsu (hoax). Akibatnya,
informasi simpang siur bertebaran lewat pesan singkat, foto-gambar meme, thread, situs berita
abal-abal, blog, termasuk kolom komentar. Tanpa disadari pula, pengguna media sosial sering
terlibat dalam tindakan kontraproduktif bagi kebebasan berpendapat, seperti trolling,
provoking, spamming, bullying, dan hate speech. Di sisi lain karena kepolosan dan
ketidakhuan, tidak sedikit pengguna sosial media yang terkena jebakan predator (penipuan,
pelecehan), atau sekadar ikut-ikutan mengubah identitasnya di media sosial menjadi ―alay‖,
compaliner, pencitraan berlebihan, dan sebagainya.

Di sinilah literasi media baru (new-media literacy) memiliki peran penting sehingga
masyarakat dapat menggunakan media sosial secara proporsional. Pengguna yang literasinya
cukup akan memiliki kesadaran, kendali, dan batasan yang jelas dalam menggunakan
teknologi. Literasi media baru diperlukan akibat semakin gencarnya terpaan informasi dari
berbagai teknologi dan media digital yang tidak diimbangi dengan kecakapan mengaksesnya,
sehingga dibutuhkanlah pemahaman dalam mennggunakan media baru secara sehat. Di dunia
maya seseorang tidak bisa bebas bertindak tanpa peduli kepentingan orang lain. Sekalipun
banyak orang bilang internet adalah dunia tanpa batas, namun seperti halnya interaksi dalam
dunia nyata, saat bersinggungan dengan orang lain maka sudah pasti ada aturan formal
ataupun etika yang harus dipatuhi. Dalam kaitan ini, di luar hukum formal, terdapat panduan
khusus yang dikenal sebagai ―netiket‖, singkatan dari ―internet etiket‖ atau ―network etiket‖.
Netiket atau Nettiquette adalah penerapan etika dalam berkomunikasi menggunakan internet.
Netiket dalam diterapkan pada one to one communications dan one to many communicatios.

Prinsip Etika Berienternet secara Sehat (Di kutip dari W heru Prasetyo, setelah dioleh
kementrian perdagangan). yakni:

1. Sebaiknya memberikan informasi pribadi dan keluarga secara bijak atau tidak
mengumbar informasi yang mengandung privasi.

2. Berkomunikasi secara santun dan tidak mengumbar kata-kata kasar serta
menggunakan kaidah-kaidah bahasa dengan baik dan benar.

3. Jangan menyebarkan konten yang bersifat pornografi dan dapat mengganggu suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA), baik itu berupa tulisan, foto, gambar, ilustrasi,
suara maupun video.

160 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

4. Think before you write. Mengecek kebenaran konten dan informasi suatu berita atau
kejadian sebelum menyebarkannya kembali.

5. Hormati hasil karya orang lain dengan mengutip sumber asli (bukan
copypaste/Copas). Hal ini dilakukan agar nilai-nilai orisinalitas juga dijunjung tinggi
dalam konteks ilmiah, seni dan budaya.

6. Sebaiknya mengomentari sesuatu hal, topik, dan masalah dengan memahami dulu
isinya secara komprehensif dan tidak sepotongpotong.

7. Jangan menggunakan media sosial saat hati dalam kondisi emosi, pikiran jenuh dan
kondisi kejiwaan yang labil.

8. Jangan menggunakan nama samaran, nama orang lain atau membuat akun samara
dengan tujuan apa pun. Hal itu bisa menjadi awal dari bentuk penipuan karena
menyembunyikan identitas aslinya.

9. Pergunakan media sosial untuk hal-hal positif, baik dari segi konten maupun cara
10. menyampaikannya.

Konsep etika berteknologi secara umum melekat pada tatanan masyarakat informasi. Konsep
netiket dapat diturunkan dari banyak sumber norma. Selain yang bersifat universal, netiket
bermedia sosial dapat diturunkan dari perspektif budaya dan agama. Ironisnya, dengan
banyaknya informasi yang diakses masyarakat, justru menjadikan masyarakat yang literasinya
belum mencukupi, cenderung gagap dan bingung dengan keberlimpahan informasi. Yang
terjadi selanjutnya adalah proses selektif namun keliru. Laporan penelitian Brendan Nyhan
and Jason Reifler (2012) berjudul Misinformation and Fact-checking: Research Findings
From Social Science menyimpulkan, ketika dihadapkan pada berita dan informasi yang
bertolak belakang dengan keyakinan, seseorang cenderung akan menolak betapapun berita-
berita tersebut menunjukkan data dan fakta yang relatif lengkap. Sebaliknya, terutama di
media sosial, seseorang lebih suka mencari, membaca, dan menyebarkan berita yang sesuai
dengan apa yang ia yakini meski berita itu belum jelas kebenarannya. Jika kemudian terbukti
keliru dan menyadari sudah menyebarkan informasi salah, ia menganggapnya sebagai
masalah kecil, bahkan seringkali tidak dianggap sebagai kesalahan. Ketika dipertanyakan
motifnya, ia akan menyalahkan media lain yang dikutip sebagai sumber tidak valid dan ujung-
ujungnya menyalahkan penulis aslinya.

Kondisi ini jelas memperlihatkan salah kaprah di kalangan masyarakat. Penyebaran berita
yang simpang siur dianggap hanya menjadi tanggung jawab penulis aslinya. Di era digital
yang memungkinkan duplikasi dan penyebaran informasi dengan cara yang sangat mudah,
publik juga memiliki kode etik terkait penyebaran berita tersebut. Dalam 10 Elemen
Jurnalisme yang berisi panduan etika universal bagi pelaku penyampai berita di seluruh dunia,
pada poin 10 disebutkan, ―Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang
terkait dengan berita‖. Elemen ke-10 ini ditambahkan karena perkembangan teknologi
informasi khususnya internet yang semakin massif dengan fitur-fitur interaktif. Dalam kaitan
ini, warga dilihat bukan lagi sekadar konsumen pasif media, namun prosumen: produsen
sekaligus konsumen informasi. Olehnya itu, diperlukan konsep saring sebelum sharing
khususnya dalam memproduksi konten digital untuk menghindari pelanggaran etika bermedia
sosial. Maka penting bagi pengguna internet untuk tahu apa saja konten positif yang bisa di
unggah di media sosial. Inilah konten-konten positif yang bisa kita unggah di media sosial
(Ayuningtyas, 2017).

1. Konten inspiratif : berisi konten yang menginspirasi orang lain untuk bisa melakukan hal
positif/ kebaikan. Konten inspiratif ini misalnya berkaitan dengan:

161 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

• Pengalaman pribadi : travelling di suatu tempat, menikmati kuliner unik, perjalanan
sukses diri atau orang lain, dan lainnya.

• Foto: foto tempat wisata unik serta kuliner, foto aktivitas menarik, dan lainnya.
• Prestasi sekolah: prestasi teman atau sekolah yang membanggakan sekolah
2. Konten informasi: berisi informasi yang dibutuhkan orang lain.
• Berita terbaru : menyertakan link berita, melaporkan sendiri kejadian yang dilihat
• Beasiswa
• Event: pameran pendidikan, pameran kesenian, dan lainnya.
• Review : melakukan review dari buku, film, makanan, tempat wisata, dan lainnya.
3. Konten edukatif: berisi konten mendidik yang dapat menambah pengetahuan orang lain.
• Tutorial/tips
• Hasil riset
• Opini tentang suatu hal
4. Konten menghibur: berisi koten ringan yang sifatnya menghibur.
• Video lucu yang tidak mengandung unsur kekerasan, penghinaan, SARA
• Meme lucu yang tidak mengandung unsur kekerasan, penghinaan, SARA
• Komik
• Tebak-tebakan

Konten positif yang diunggah di media sosial bisa ditambahkan dengan fitur-fitur menarik
seperti infografis, video, serta gambar-gambar menarik. Tentu saja kemampuan editing juga
perlu ditingkatkan untuk menghasilkan konten yang menarik. Berikut tips aman berekspresi di
dunia maya:

1. Tidak mengunggah konten terlarang seperti penghinaan, kekerasan, pencemaran nama
baik, kesusilaan, serta menebar ujian kebencian.

2. Unggahlah konten positif yang membangun dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
3. Bila ingin mengkritik orang lain, kritiklah pada kebijakan yang 3. ia buat. Jangan

mengkritik personal atau urusan pribadi.
4. Jangan terlalu mengumbar masalah pribadi di media sosial. Hati-hati mengumbar

informasi pribadi di media sosial. Data yang kita berikan sangat dengan mudah dibaca
oleh internet dan bisa dipergunakan untuk hal yang merugikan.
5. Jadilah jurnalis warga. (citizen journalist). Anda bisa menjadi jurnalis dengan
melaporkan hal-hal yang ada di sekitar kita. Laporan ini bisa disampaikan lewat blog
atau media mainstream yang menyediakan kanal citizen journalist. Tetap ingat bahwa
laporan harus berdasar pada fakta yang ada.
6. Tidak percaya pada hoax. Perlu menyaring dan mencari kebenaran informasi ketika
mendapat info yang tidak jelas. Kita bisa membandingkan informasi yang dicurigai
hoax dengan membandingkan di situs berita lain. Cara lain bisa dicek di website yang
dibuat oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia yang menyediakan laman turnbackhoax.
Situs ini berisi data referensi berita hoax dan menampung berita hoax. Perlu diingat
jangan ikut menyebarkan informasi hoax kepada teman, karena hal ini sama saja akan
memperparah penyebaran hoax.

Martin (2017) menyebutkan pentingnya konten positif di media sosial:

1. Merasakan kebahagiaan. Sherrie Bourg Carter, psikolog dan penulis asal Florida
mengatakan kekacauan merangsang indera untuk bekerja lebih. Tanpa kekacauan dan
bahasa sarkasame, kita akan lebih sering tersenyum.

162 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

2. Tumbuhnya rasa percaya diri. Dengan membagi posting dengan pesan yang
membangun dan mengandung kebaikan, membuat rasa kemanusiaan dan percaya diri
meningkat

3. Terbebas dari cerita (melibatkan konflik dan emosi) yang tidak. penting. Semakin kita
bisa menghapus cerita yang membuat racun di tubuh kita, maka kita tidak akan terikat
dengan drama/cerita yang tidak penting.

4. Menarik banyak orang positif. Semakin dipenuhi rasa optimis dan positif, maka akan
banyak mendapatkan energi positif dari orang-orang sekitar.

5. Produktivitas meningkat. Jika berfokus pada pada kehidupan yang baik, maka akan
memiliki upaya untuk mencapai tujuan. Kreativitas dan produktivitas akan meningkat
seiring dengan pikiran positif.

6. Bernafas dengan mudah. Kemampuan membersihkan racun media sosial akan
membuat lebih santai dan siap menghadapi tantangan berikutnya.

7. Menemukan diri dan sedikit mengkritik/mengurusi privasi. orang lain. Melihat konten
positif, membuat kita tidak banyak mengurusi privasi orang lain dan lebih berorientasi
pada pengembangan diri.

8. Penampilan diri meningkat. Terlalu sering melihat konten negatif di sosial media
membuat suasana hati akan berubah. Dengan melihat dan mencerna konten positif,
maka penampilan diri akan semakin meningkat

9. Lebih bersyukur. Melihat hal positif, menjadikan kita lebih bersyukur akan hidup.
10. Menjadi lebih baik. Melihat konten positif yang menginspirasi membuat lebih empati

dan tidak mementingkan diri.

3. Penggunaan Internet Secara Sehat dan Aman

Pengaruh konten negatif sudah sering diberitakan di berbagai media berupa pemuatan gambar
porno, perjudian, penipuan, pelecehan, pencemaran nama baik dan berita bohong. Selain itu
penggunaan jejaring sosial juga memiliki dampak negatif, salah satunya adalah cyberbullying
yang biasanya menimpa anak-anak dan sesama remaja. Bahkan kejahatan dunia maya yang
dikenal sebagai cybercrime sudah sampai pada peretasan situs-situs penting dalam negeri.
Untuk menghindari kejahatan di dunia maya, selalu ditekankan prinsip dasar yang harus
diketahui dalam menggunakan internet. Prinsip dasar di dunia nyata berlaku pula di dunia
maya. Penggunaan internet secara sehat dan aman perlu ditanamkan semenjak dini melalui
pembelajaran etika berinternet secara sehat (cyber ethics). Hal ini perlu disampaikan untuk
menghindari kebiasaan jelek di dunia nyata akan terbawa di dunia maya dan menimbulkan
kembali efek negatif di dunia nyata.

Pemanfaatan media sosial dan internet yang digunakan oleh para anak-anak, remaja dan usia
dewasa memiliki manfaat positif seperti untuk informasi, hiburan, edukasi dan sebagainya.
Kendati begitu, pemanfaatan internet khususnya oleh anak-anak dan remaja harus tetap
diawasi sebab tak bisa dipungkiri dari laju perkembangan teknologi informasi itu memiliki
dampak negatif seperti ujaran kebencian, berita palsu dan konten SARA. Berdarkan data
kemeneterian Informasi dan Komunikasi (Keminfo), tahun 2019, jumlah pengguna internet
130 juta orang. Dalam kurun waktu setahun jumlahnya meningkat menjadi 143 juta jiwa dan
sebanyak 65 persen digunakan oleh anak dan remaja. dengan durasi 8 sampai 11 jam dalam
sehari. Media sosial dan media mainstream amat berbeda ketika memproduksi informasi.
Media mainstream ada tahapan verifikasi yang dilakukan pers atau media terpercaya.
Sedangkan di media sosial, sebanyak 92,40 persen berbagai kabar yang ada adalah hoax serta
konten kebencian. dengan kata lain, informasi yang tersebar di media sosial tidak ada
penyaringnya sehingga jauh dari nilai-nilai etika yang menjadi ancaman generasi muda. Pola

163 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

komunikasi yang dilakukan masyarakat telah berubah menjadi pola 10 to 90. Sejumlah 10
persen masyarakat aktif membuat konten di media sosial sedangkan 90 persennya bertugas
menyebarkan informasi tersebut.

Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mengawasi anak anak dalam menggunakan internet.
Orang tua harus mewaspadai jika anak-anak berkomunikasi dengan akun yang tidak jelas asal
usulnya di media sosial. Kita tidak pernah tahu, siapa identitas asli di balik akun media sosial
yang membuat anak kita tidak nyaman. Hal ini penting, berdasarkan survei di Amerika
Serikat, 70% anak selalu menyembunyikan aktivitas mereka di dunia maya. Dengan kata lain,
banyak orang tua yang tidak tahu apakah anaknya mengakses konten negatif atau tidak di
dunia maya. Selain itu, banyak kasus pelecehan dan kriminal di media sosial terjadi, salah
satu faktor pemicunya adalah percekcokan atau perseteruan antara orang tua dan anak. Curhat
di media sosial menjadi katarsis atau pelarian anak terhadap ketidaknyamanan yang mereka
hadapi di rumah. Proses katarsis tersebut merupakan peluang bagi predator di dunia maya
untuk mendekati mangsanya, sebagai modus operandi tindakan kriminal yang akan segera
dilakukannya. Pada titik ini, orang tua harus berkomunikasi dengan baik kepada anak. Pada
usia remaja atau dewasa muda, antara 13-18 tahun, berdasarkan berbagai survei, anak sangat
rentan terhadap infiltrasi konten negatif. Pada rentang usia tersebut, secara biokimia, hormon-
hormon tertentu pada remaja, seperti adrenalin dan seksual (testosteron dan esterogen) mulai
aktif dan menimbulkan gejolak perilaku dan emosi terhadap mereka.

Kesabaran dan ketenangan orang tua merupakan kunci untuk menghadapi gejolak emosi
remaja. Apalagi, sekarang sudah mulai ada tendensi sebagian anak tidak punya teman di dunia
nyata, namun banyak teman di dunia maya. Di sini orang tua harus dapat meyakinkan anak
dengan baik, bahwa jika anak menemukan sesuatu yang tidak nyaman di dunia maya, terkait
konten negatif, harus segera didiskusikan dengan baik dengan orang tua. Walau terkesan
sangat klise bagi sebagian kalangan, pendidikan agama berperan sangat penting di sini. Jika
anak menerima pendidikan agama yang baik, maka otomatis dirinya akan mempunyai filter
kuat terhadap apapun jenis agitasi konten negatif di dunia maya. Di lembaga pendidikan di
tingkat SD sampai SMA, siswa sudah diajarkan dengan pengetahuan sains dan teknologi dan
pendidikan Agama. Peran lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam membekali siswa
dengan kecakapan literasi digital di tengah badai informasi dari dunia maya. Begitupula peran
orang tua dalam mendidik anak selalu menanamkan nilai-nilai religi. Aktifitas Internet Sehat
sebaiknya mulai di terapkan sejak dini, disinilah peran orang tua sangat di butuhkan dalam
mewujudkan aktifitas Internet yang sehat. Anak dan remaja adalah kebanyakan korban dari
kejahatan internet, Dampak buruk dari internet ini sendiri bisa merubah psikologis anak. Anak
belum bisa menentukan baik buruknya suatu aktifitas yang berada di sekitarnya termasuk
kejahatan internet itu sendiri.

Penggunaan internet secara sehat dan aman sangat penting untuk dibudayakan guna
melindungi keluarga dari konten negatif dunia maya. Oleh karena itu, perlunya membangun
literasi digital melalui penggunaan internet sehat dan aman guna menghindari konten nagatif
terutama bagi anak dan remaja. Berikut pengertian internet sehat yang dihimpun dari
berbagai sumber.

1) Internet Sehat adalah aktifitas manusia yang sedang melakukan kegiatan online baik
browsing, Chating, Social media, upload dan download secara tertib, baik dan beretika
sesuai norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

2) Internet Sehat adalah cara berprilaku yang beretika saat mengakses suatu informasi
dari internet, selain itu juga Pengguna Internet yang sehat tidak melakukan aktifitas

164 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

internet yang melanggar hukum seperti Pelanggaran Hak Cipta (Ilegal), Hacking dan
Mengakses Konten Ilegal (Situs Dewasa).
3) Internet Sehat adalah Internet yang di gunakan untuk tidak mengakses konten-konten
negatif seperti halnya situs porno, sehingga Orang tua saat ini harus lebih teliti soal
anaknya yang sudah mengenal Internet.
4) Internet Sehat adalah adalah aktifitas Internet yang di sesuaikan dengan kebutuhan
pengguna internet secara kriteria umur, profesi dan keyakinan yang bertujuan adanya
Konten yang pas dan tidak melanggar dengan aturan hukum Cyber yang berlaku.

Aktifitas Internet sehat bukanlah berarti bahwa internet itu sedang sakit yang harus di obati
oleh para pengguna internet. Penggunaan internet sehat diperlukan karena aktifitas Internet di
dunia maya saat ini masih terbilang bebas tanpa ada aturan hukum yang ketat, banyaknya
aktifitas-aktifitas Internet secara ilegal ini membuat Internet menjadi teknologi yang cukup
berbahaya, aktifitas ilegal yang paling umum adalah Warez (pelanggaran hak cipta suatu
karya), Cyber Bullying (Penghinaan dan Kata-kata kasar di internet), Penghinaan dan
pelecehan SARA, konten dewasa dan aktifitas kejahatan lainya. Guna mencegah penggunaan
internet secara negatif, pemerintah melalui Kominfo intens melakukan sosialisasi ke berbagai
tempat, terutama ke sekolah dengan program, yaitu 'Internet Sehat dan Aman' (INSAN).
Internet Sehat dan Aman (INSAN) adalah suatu program dari pemerintah yang dicanangkan
oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia (Kemkominfo) dengan tujuan untuk
mensosialisasikan penggunaan internet secara sehat dan aman melalui pembelajaran etika
berinternet secara sehat dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Salah satu
implementasi program INSAN adalah Sistem Trustpositif yang dapat digunakan untuk
melindungi user terhadap konten negatif dari tingkat konten, URL, dan domain. Awalnya
program diinisiasi lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ICT Watch, dengan nama program
'Internet Sehat'. Kemudian juga ada program 'DNS Nawala' yang menggunakan proxy server
untuk memblokir konten negatif. Ada baiknya ICMI mencoba bekerja sama dengan Kominfo
terkait program INSAN maupun DNS Nawala, sehingga dapat menghindari polemik yang
tidak diperlukan di media massa. Pastinya orang tua menginginkan program yang solutif
untuk melindungi anak-anak mereka dari dampak negatif bermediasosial. Program INSAN
diselenggarakan dalam bentuk kegiatan sosialisasi, roadshow dan forum diskusi dengan
melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Tujuan sosialisasi penggunaan internet sehat dan aman adalah proses edukasi dengan
memberikan pemahaman yang cukup mengenai penggunaan internet secara bijak sehingga
memaksimalkan dampak positif internet dan meminimalkan dampak negatif dari berinternet,
sehingga tercipta masyarakat cerdas dan produktif. Budaya INSAN ditujukan dengan
melibatkan peran keluarga, orang tua, guru, dosen, komunitas, asosiasi, lembaga pelatihan,
anak-anak, remaja, dan siswa didik. Aplikasi filtering dengan menggunakan blacklist DNS
dan Whitelist DNS dan juga sosialisasi UU ITE bagi penegak hukum dan penyelenggara
sistem elektronik. Media yang digunakan dalam kegiatan sosialisasi INSAN antara lain media
tatap muka, internet, televisi, radio, cetak, media luar ruang dan animasi. Disamping itu juga
dilakukan kegiatan bersifat interaktif seperti lomba game insan dan interaksi langsung dengan
masyarakat di area publik. Pelaksanaan sosialisasi INSAN selalu melibatkan berbagai
pemangku kepentingan, misalnya pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat,
komunitas penggiat literasi digital. Kehadiran internet sehat dan aman juga disosialisasikan
kepada orangtua dan guru karena pemanfaatan internet juga merupakan tanggung jawab
orangtua dalam mengawasi putra-putrinya agar terhindar dari konten negatif, dan mendorong
untuk lebih cerdas dalam menciptakan kreativitas. Kegiatan sosialisasi INSAN
diselenggarakan di beberapa lokasi di seluruh Indonesia, bahkan telah mencapai daerah

165 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

perbatasan Indonesia-Malaysia (Entikong, Kalimantan Barat). Sejak tahun 2012 Kominfo
bekerjasama dengan Asia Internet Coalition (AIC) yang terdiri dari Google, Yahoo, Ebay,
Skype dan PayPal melaksanakan sosialisasi INSAN, Salah satu bentuk sosialisasi INSAN
berupa talkshow dengan menghadirkan narasumber beberapa tokoh dibidang komunikasi
informatika. Selain talkshow, juga diisi dengan kegiatan pelatihan literasi internet, yaitu
tentang pemanfaatan internet.

Selain program INSAN, Kominfo telah melakukan upaya strategis guna mencegah konten
negatif di internet seperti membuat aplikasi web aduankonten.go.id. Publik dapat mengajukan
aduan konten negatif melalui situs http://trustpositif.kominfo.go.id/. Database Trustpositif ini
digunakan oleh ISP (internet service provider) lokal sebagai rujukan utama untuk memblokir
konten negatif. Selain mengandalkan DNS Nawala atau program INSAN, orang tua bisa
proaktif dengan menggunakan software proteksi konten negatif seperti Netnanny. Namun,
karena Netnanny sangat mengandalkan inisiatif dari orang tua, akhirnya semua kembali ke
orang tua untuk melakukan kontrol tersebut. Ide supaya Indonesia memilki mesin pencarian
dan media sosial sendiri untuk mengganti Google dan lain-lain sebenarnya menarik. Hanya
saja, perlu ditekankan, bahwa sudah ada konten provider yang mencoba mengembangkan
mesin pencarian dan media sosial untuk lokal, namun karena minimnya dukungan
pemerintah, semua mentah. Kita bisa lihat contoh media sosial Koprol, yang akhirnya dijual
ke Yahoo. Ada pula mesin pencarian lokal yang baru dan mulai banyak digunakan, namun
bersifat special purpose seperti Indonesia One Search, yang berguna sebagai perpustakaan
daring. Sehingga tidak bisa digunakan sebagai mesin pencarian yang general purpose seperti
miliki Google. Rasanya pemerintah harus memperbanyak program bantuan atau hibah untuk
mengembangkan aplikasi atau tools ini, sebagai inisiatif untuk melindungi keluarga dan
masyarakat secara umum.

Internet Sehat dan pencegahan konten negatif di internet meliputi:
1. Cyber bullying
Cyber bullying yaitu perilaku anti-sosial yang melecehkan ataupun merendahkan
seseorang, kebanyakan menimpa anak-anak dan remaja, baik yang dilakukan secara
online atau melalui telepon seluler. Cyber bullying memanfaatkan pesan SMS, email,
instant messaging (IM), blog, situs jejaring sosial, atau halaman web untuk
mengganggu, mempermalukan dan mengintimidasi anak. Bentuk dari cyber bullying
ini adalah menyebarkan isu-isu palsu (hoax), memposting foto-foto memalukan,
pelecehan seksual, ancaman hingga tindakan yang berbuntut pemerasan.
2. Hoax
Hoax adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjukan pemberitaan palsu atau
usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai
sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah
palsu.
3. Ancaman di Internet
Ancaman di Internet meliputi :
a. Spam
Spam adalah e-mail sampah yang kerap membanjiri ke mailbox kita, tanpa kita
kehendaki. Isi dari spam tersebut bermacam-macam, dari sekedar menawarkan
produk/jasa hingga penipuan berkedok bisnis kerjasama, tawaran multi-level
marketing dan iklan-iklan yang tidak dikehendaki. Spam termasuk ke dalam daftar
masalah keamanan yang serius karena dapat digunakan untuk mengirimkan trojan,
virus, worm, spyware, dan sasaran serangan phishing.
b. Malware

166 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Malware adalah sebuah program berisi kode berbahaya, termasuk di antaranya
virus, worm, dan trojan. Malware menyebarkan diri dengan memanfaatkan media-
media komunikasi populer, seperti email, pesan instan, situs, dan material
download lewat koneksi peer-to-peer. Malware juga akan berusaha
mengeksploitasi kelemahan pada sistem.
c. Spyware
Spyware adalah program jahat yang bersembunyi di dalam komputer. Program ini
akan memata-matai segala aktivitas yang kita lakukan di internet tanpa
sepengetahuan kita, lalu mencuri data-data penting seperti username, password,
dan informasi rekening bank. Data tersebut kemudian akan dikirim kepada si
pembuat program. Spyware biasanya akan terinstal secara otomatis ketika kita
men-download software tertentu, atau mengklik iklan tertentu dari sebuah situs,
atau mengklik link tertentu dari sebuah pesan e-mail atau yang muncul secara tiba-
tiba di pesan instan.
d. Phishing
Phishing dikenal juga sebagai aksi penipuan online yang mencoba mencuri
datadata penting pengguna internet seperti username, password, dan detil
informasi kartu kredit. Teknik serangan yang dilakukan umumnya dengan
rekayasa sosial, misalnya dengan memanfaatkan isu-isu terkini seperti peristiwa
bencana alam dan gempa bumi, ajang kompetisi olahraga seperti Olimpiade atau
Piala Dunia, dan sebagainya. Teknik ini digunakan untuk mengelabui kita agar
mau menyerahkan informasi pribadi. Phishing biasanya menyebar lewat email
yang mengatasnamakan sebuah perusahaan ternama, di mana kita akan
mendapatkan link yang jika diklik maka link tersebut akan mengarahkan kita ke
sebuah situs palsu yang mirip dengan situs resmi perusahaan. Lalu kita akan
diminta untuk menginputkan username dan password serta data penting lainnya.

4. Tips Internet Sehat dan aman
a. Hindari SPAM. Jangan pernah membuka atau mengklik link situs yang ditawarkan
atau diinformasikan oleh e-mail yang kita tak kenal pengirimnya. Apabila
diperlukan, pasang software anti spam di computer
b. Antisipasi MALWARE. Jangan pernah membuka file attachment ataupun link
yang berasal dari sumber yang tidak dikenal, termasuk attachment di email dan
instant message. Jangan lupa untuk selalu meng-update antivirus Anda secara
rutin.
c. Tangkal SPYWARE. Selektiflah dalam memilih material-material yang kita
download dari Internet ke dalam komputer. Waspadailah aksi penipuan
antispyware. Ada beberapa software antispyware yang justru berisi spyware.
d. Proteksi dari PHYSING. Jangan pernah meng-klik link yang tampak
mencurigakan, yang muncul di inbox e-mail Anda, instant messenger ataupun
Facebook. Kemungkinan besar link ini akan mengarahkan Anda ke situs phishing.
Jangan pernah memberikan informasi pribadi ke siapapun. Bank tidak akan pernah
menanyakan password atau PIN perbankan Anda.

5. Cara bijak menggunakan sosial media
a. Memasang profil diri secukupnya saja, tidak perlu terlalu lengkap seperti alamat
rumah/sekolah, nomor telepon, dan sebagainya karena rentan dimanfaatkan oleh
orang yang memiliki niat tidak baik
b. Waspadalah ketika mengadakan pertemuan offline (face-to-face) dengan
seseorang yang baru pertama kali dikenal di Internet. Kalaupun memang harus

167 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

bertemu, ajak beberapa teman atau anggota keluarga yang lebih dewasa untuk
menemani dan lakukan pertemuan di tempat publik yang ramai Jangan memajang
foto yang kurang pantas, karena berpotensi disalahgunakan oleh orang lain yang
dapat merugikan kita.
c. Lebih selektif dalam meng-approve atau meng-add teman, khususnya yang tak
kita kenal sebelumnya.
d. Ingatlah bahwa apa yang ditulis di situs jejaring sosial akan dibaca banyak orang
dan tersebar luas. Dampaknya bisa merugikan diri sendiri ataupun pihak lain, dan
sangat mungkin berujung pada tuntutan hukum. Think before posting!

Internet sehat bisa di lakukan dengan mudah, banyak aplikasi-aplikasi yang membantu para
pengguna internet agar aman dari kejahatan-kejahatan yang di lakukan di internet. Hal yang
bisa di lakukan untuk mendukung akses Internet Sehat antara lain :

1. Hindari Situs Atau Forum yang berbahasa (menjurus ke aktifitas kejahatan internet)
2. Pasang Aplikasi Parental Control bagi Orang tua yang anaknya yang sudah mengenal

dan menggunakan internet
3. Berikan Sosialisai Kepada Anak sejak dini soal hal baik dan hal buruk saat

menggunakan internet
4. Gunakan DNS yang bisa memblok situs berbahaya seperti situs Judi, Situs Dewasa

yang lainya (Misal DNS Nawala)
5. Pertebal iman dan agama adalah salah satu Firewall utama dalam diri pengguna

internet.

ICW Watch salah satu lembaga penggiat literasi media digital meluncurkan alternatif
"Kerangka Literasi Digital Indonesia" guna memperkaya khazanah dan diskursus tentang
literasi digital di Indonesia, Kerangka ini dirancang berdasarkan pengalaman ICT Watch
dalam menjalankan pilar Internet Safety ―Internet Sehat‖ sejak 2002 dan dilanjutkan dengan
pilar Internet Rights dan Internet Governance yang berkesinambungan hingga saat ini.
Kerangka terdiri atas 3 (tiga) bagian utama, yaitu 1) proteksi (safeguard), 2) hak-hak (rights),
dan 3) pemberdayaan (empowerment).

Gambar 3.13 Kerangka Literasi Digital Indonesia
Sumber : https://internetsehat.id/ict-watch-rilis-kerangka-literasi-digital-indonesia/

168 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Adapun Kerangka Literasi Digital Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Proteksi (Safeguard)

Bagian ini memberikan pemahaman tentang perlunya kesadaran dan pemahaman
atas sejumlah hal terkait keselamatan dan kenyamanan siapa pun pengguna Internet.
Beberapa di antaranya adalah perlindungan data pribadi (personal data protection),
keamanan daring (online safety & security), serta privasi individu (individual
privacy), dengan layanan teknologi enkripsi sebagai salah satu solusi yang
disediakan. Sejumlah tantangan di ranah maya yang termasuk risiko pesonal
(personal risks) masuk pula dalam dalam bagian ini, di antaranya terkait isu
cyberbully, cyber stalking, cyber harassment, dan cyber fraud.

2. Rights and Empowerment
Ada sejumlah hak-hak mendasar yang harus diketahui dan dihormati oleh para
pengguna Internet, sebagaimana digambarkan pada bagian ini. Hak ini berkenaan
dengan kebebasan berekspresi yang dilindungi (freedom of expression) serta hak
atas kekayaan intelektual (intellectual property rights) semisal hak cipta dan hak
pakai semisal model lisensi Creative Commons (CC). Kemudian tentu saja hak
untuk berkumpul dan berserikat (assembly & association), termasuk di ranah maya,
adalah keniscayaan ketika bicara tentang aktivisme sosial (social activism),
contohnya untuk melakukan kritik sosial melalui hashtag di media sosial, advokasi
melalui karya multimedia (meme, kartun, video, dll) hingga mendorong perubahan
dengan petisi online.

3. Pemberdayaan (Empowerment)
Internet tentu saja dapat membantu penggunanya untuk menghasilkan karya serta
kinerja lebih produktif dan bermakna bagi diri, lingkungan dan masyarakat luas.
Untuk itulah bagian ini meliputi sejumlah pokok bahasan yang menjadi tantangan
tersendiri semisal jurnalisme warga (citizen journalism) yang berkualitas,
kewirausahaan (entrepreneurship) terkait dengan pemanfaatan TIK dan/atau produk
digital semisal yang dilakukan oleh para technopreneur, pelaku start-up digital, dan
pemilik UMKM. Pada bagian ini juga ditekankan khusus hal etika informasi
(information ethics) yang menyoroti tantangan hoax, disinformasi, dan ujaran
kebencian serta upaya menghadapinya dengan pilah-pilih informasi, wise while
online, dan think before posting. Dari kerangka ini diharapkan muncul sejumlah
inisiatif swadaya dari berbagai pihak untuk melakukan pemetaan, penyediaan,
ataupun kolaborasi konten/materi (buku, booklet, modul pelatihan, website, dll)
maupun kegiatan (seminar, workshop, bimbingan teknis, dan lain lain).
(https://internetsehat.id/ict-watch-rilis-kerangka-literasi-digital-indonesia/)

Penggunaan internet sehat harus terus di dikampanyekan di berbagai media. Kolaborasi antara
pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan merupakan sebuah hal penting untuk
membangun kesuksesan gerakan internet sehat pada skala nasional. Melalui kolaborasi,
pemerintah dapat mengoptimalkan kampanye dan gerakan internet sehat sebagai upaya
menghindarkan masyarakat dari dampak negatif internet. Membangun budaya internet sehat
perlu komitmen semua pihak karena usaha kebijakan dan program pemerintah maupun tools
dari swasta semua tidak ada gunanya, jika seluruh pemangku kepentingan terkait (orang tua,
keluarga, institusi/lembaga pendidikan, media massa, lembaga swadaya masyarakat, dan

169 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

penyedia platform media sosial) tidak berperan aktif dan kritis dalam memberikan informasi
dan pengetahuan literasi digital kepada masyarakat.
TIPS. Cara Blokir Konten Pornografi di Internet
1. Blokir Konten Pornografi di Youtobe.

Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Buka youtube
b. Pilih tiga titik di pojok kanan atas
c. Pilih setting/setelan, lalu pilih umum/general
d. Pilih restricted mode / mode terbatas
e. Selesai
f. Restricted mode akan memfilter video-video yang memiliki konten tidak layak bagi

anak maupun dewasa. Segera lakukan di gadget anak kita, karena pornografi sangat
berbahaya bagi anak kita.
g. Selain youtube, sebaiknya dilakukan filter juga untuk PlayStore Android supaya anak-
anak tidak menginstall aplikasi/game yg tidak baik sesuai umurnya.
2. Setting Filter Konten di Playstore
Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Cari menu ―Settings‖ di Play Store.
b. Kemudian ―Parental Controls‖
c. Geser tombol ―On‖ ke posisi kanan
d. Kemudian ―Set content restrictions for this device‖ pilih sesuai umur yang diinginkan.
e. Buka pengaturan (setelan) –> kontrol orang tua. Secara default off. Aktifkan.

Gambar Kotak Dialog Pengaturan Kontrol Orang Tua
f. Buat PIN 4 digit untuk mengaktifkan

170 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Gambar Kotak Dialog PIN Konten
g. Normalnya semua aplikasi dan game akan tercentang. Terdapat 5 Rating + Semua
diijinkan.

Gambar Kotak Dialog Aplikasi & Game dan Rating Deskripsi
3. Blokir Konten Pornografi di Android dengan Aplikasi Secureteen Parental Control

Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Unduh dan instal SecureTeen Parental Control. Bisa menginstalnya langsung melalui

Google Play Store. Agar pencarian lebih cepat, langsung memasukkan kata kunci
SecureTeen Parental Control pada kolom pencarian Play Store.

171 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Gambar Kotak Dialog Play Store
b. Setelah aplikasi terinstal, jalankan aplikasi tersebut. Jika belum memiliki akun, buat

akun baru dengan cara tap pada tombol register.

Gambar Kotak Dialog Register
c. Verifikasi perangkat yang akan digunakan dan tap "Next". Selanjutnya tap ―Add New

Child Profile‖ untuk membuat profile akun apa saja yang akan dibatasi aksesnya. Jika
sudah selesai memasukkan detail profile, tap ―Active Now‖.

172 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Gambar Kotak Dialog Add New Child Profile
d. Untuk mulai mengatur konten yang ingin diblok, langsung saja tap menu ―Set Device

Rules‖ yang bisa dijumpai pada halaman dashboard

Gambar Kotak Dialog Set Device Rules
e. Jangan lupa login terlebih dahulu untuk mulai mengubah beberapa setting yang

dibutuhkan.

173 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Gambar Kotak Dialog Login to Dashboard
f. Jika sudah masuk, tap pada menu ―Category Settings‖. Tunggu beberapa saat hingga

jendela baru terbuka.

Gambar Kotak Dialog Category Settings
g. Pada jendela baru ini, kamu akan melihat beberapa kategori seperti entertainment,

pornography, gambling, dating, addiction, dan lain-lain dengan tombol "blocked" di
sampingnya. Untuk melakukan blokir pada konten tertentu, cukup tap tombol tersebut
hingga berganti status dari ―Allowed‖ menjadi ―Blocked‖. Jika semua proses tersebut
berjalan sukses, setiap website yang diakses melalui browser seperti Chrome atau
browser Android lainnya akan diblokir secara otomatis oleh SecureTeen Parental
Control.

174 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Gambar Kotak Dialog Status Blocked

I. GERAKAN LITERASI DIGITAL DI INDONESIA

1. Gerakan Literasi Digital di Masyarakat

Kecerdasan bermedia digital di masyarakat sangat penting. Penggunaan media digital telah
menjadi gaya hidup, yang terkoneksi dengan teknologi informasi. Pertumbuhan media digital
memungkinkan pergeseran perilaku masyarakat. Keterbukaan informasi di media sosial tidak
dibarengi dengan kecerdasan bermedia untuk menganalisis data dan konten yang ada. Tujuan
literasi digital di masyarakat adalah mengedukasi masyarakat dalam memanfaatkan teknologi
dan komunikasi dengan menggunakan teknologi digital dan alat-alat komunikasi atau jaringan
untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan membuat informasi secara
bijak dan kreatif. Selain itu, literasi digital juga bertujuan untuk menggunakan media digital
secara bertanggung jawab, mengetahui aspek-aspek dan konsekuensi hukum terkait dengan
UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Fitur-fitur yang perlu
dipahami mencakup dasar-dasar komputer, penggunaan internet dan program-program
produktif, keamanan dan kerahasiaan, gaya hidup digital, dan kewirausahaan.

Sasaran spesifik dari gerakan literasi digital di masyarakat yang ingin dicapai sebagai berikut.

1. Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki setiap
fasilitas publik;

2. Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital setiap hari;
3. Meningkatnya jumlah bahan bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat setiap

hari;
4. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga lembaga atau instansi

dalam penyediaan bahan bacaan literasi digital;
5. Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang mendukung literasi digital;
6. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang ada di masyarakat;
7. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi digital;
8. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada

masyarakat;

175 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

9. Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam memberikan akses
informasi dan layanan publik;

10. Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
11. Meningkatnya angka ketersediaan akses dan pengguna (melek) internet di suatu

daerah; dan
12. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada

masyarakat.

Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat

a. Penguatan Kapasitas Fasilitator
1. Pelatihan Penggunaan Aplikasi atau Perangkat Digital
Penggunaan aplikasi atau perangkat digital dalam berliterasi di era digital saat ini
sangatlah penting. Untuk itu perlu pelatihan atau sosialisasi kepada para pegiat literasi
atau yang memiliki hobi membaca buku untuk memiliki aplikasi, seperti Goodreads,
Google Play Books, atau Aldiko Book Reader pada telepon pintar (smartphone) yang
mereka miliki.
2. Pelatihan Penulisan dan Pembuatan Blog Atau Media Jurnal
Harian Daring
Media digital untuk menuangkan hasil tulisan saat ini sangat beragam, seperti
menuangkan tulisan pada blog, Facebook, situs berita daring, dan sebagainya. Untuk
itu pelatihan menulis, memiliki akun, serta cara menuangkan tulisan pada akun
tersebut menjadi salah satu hal yang perlu didorong kepada para pegiat literasi agar
tulisan yang telah dibuat dapat dibaca oleh banyak orang.
3. Pelatihan Penggunaan Perangkat atau Aplikasi Internet yang Bijaksana
Penguatan literasi digital untuk pegiat literasi dapat dilakukan melalui seminar atau
pelatihan tentang cara menggunakan internet sehat. Pegiat diajarkan cara
menggunakan media sosial dengan bijaksana dengan cara menulis atau menebar
konten tulisan yang positif, dapat menganalisis dan mencari kebenaran informasi yang
didapatkan agar tidak menebar berita bohong (hoaks), memaksimalkan internet dalam
mencari informasi dan pengetahuan yang berguna untuk masyarakat, dan sebagainya.
4. Sosialisasi Bahan Referensi tentang Hukum dan Etika dalam Menggunakan Media
Digital
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
perlu disosialisasikan kepada masyarakat melalui para pegiat literasi. Penggunaan
informasi yang sangat bebas perlu ditunjang dengan aturan yang ada agar setiap orang
dapat memajukan pemikiran dan dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan secara bertanggung jawab.
Selain itu, adanya sosialisasi aturan ini dapat memberikan rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

b. Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
4. Penyediaan Sumber Belajar tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi di Ruang
Publik
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi informasi dan
komunikasi dalam bentuk koran, majalah, atau buku di ruang publik, seperti stasiun,
terminal, bandara, taman bacaan masyarakat, dan perpustakaan umum. Selain itu,
sumber belajar berbentuk salinan lunak atau informasi digital juga perlu diperbanyak
dan diletakkan pada sarana umum yang tersedia, misalnya, komputer atau layar digital

176 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

yang ada di ruang publik atau dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses melalui
komputer dan gawai.
5. Penyebaran Informasi dan Pengetahuan Melalui Media Sosial
Media sosial, seperti pos-el (email), Whatsapp, Line, Facebook, dan Messenger sudah
dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Pemanfaatan media sosial ini dapat
digunakan sebagai penyebaran informasi dan pengetahuan sebagai bentuk sumber
belajar masyarakat. Namun, masyarakat perlu kritis dan bijak dalam menyebarkan
informasi dan pengetahuan yang dibuat atau yang diperolehnya.

c. Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Akses Internet di Ruang Publik
Penyediaan akses internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan
dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien.
Kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pengetahuan dan mengasah keterampilan
harus ditunjang oleh kesediaan oleh akses internet yang ada di masyarakat. Misalnya,
di desa terdapat pojok internet khusus yang disediakan untuk masyarakat; pada ruang
publik lainnya, seperti perpustakaan umum, terminal, bandara, pelabuhan dapat
disediakan akses internet untuk masyarakat.

2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital di Ruang Publik
Penyediaan layar dan papan informasi digital di ruang publik dapat membantu
masyarakat dalam memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Layar informasi yang
ada di bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, persimpangan jalan strategis, dan pasar
dapat diisi dengan konten-konten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta
sains sederhana, beritaberita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan
sebagainya. Semuanya dapat ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan
wawasan masyarakat.

d. Peningkatan Pelibatan Publik

6. Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar untuk berbagi tentang cara
mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang
berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat dapat
meningkatkan literasi digital masyarakat melalui berbagai kegiatan yang
menyenangkan, seperti pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan
oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Kegiatan sharing session dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan organisasi-
organisasi yang ada di masyarakat, seperti karang taruna, PKK, komunitas baca, dan
lain-lain.

2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini adalah pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, media, dan relawan pendidikan.
Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital
di masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, membuat
kegiatan/aktivitas literasi digital dalam bentuk pameran digital, menyediakan sarana

177 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi
digital di lingkungan masyarakat, khususnya untuk para pegiat literasi.

e. Penguatan Tata Kelola
1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan
Kesepakatan atau aturan dalam komunitas dan pemerintah desa atau daerah terkait
dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dibuat berdasarkan
kebutuhan dan perkembangan setiap daerah. Misalnya, pemerintah mengimbau
masyarakat untuk menggunakan akses gawai, televisi, atau internet pada waktu-waktu
tertentu, menggunakan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia
secara bergantian dan teratur; komunitas membuat aturan, yaitu dengan mewajibkan
anggotanya untuk menulis di blog atau media digital lainnya.
2. Pengalokasian Anggaran Khusus dalam Dana Desa
Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa dapat ditujukan untuk membiayai
sarana prasarana dan pendampingan masyarakat terkait dengan pengembangan literasi
digital. Sarana prasarana tentang teknologi informasi dan komunikasi yang ada di desa
perlu dikelola dengan baik agar keberlanjutan dan kebermanfaatannya dapat terus
digunakan oleh masyarakat.
3. Pemanfaatan dana desa tidak hanya untuk menjaga sarana prasarana, tetapi juga untuk
membekali petugas pengelola dengan pengetahuan dan keterampilan agar dapat
mengoperasikan sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi tersebut.
Misalnya, sebuah desa yang memiliki pojok internet untuk masyarakat dalam rangka
desa melek internet dan juga mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait
dengan pemanfaatan fasilitas yang telah disediakan tersebut.

2. Gerakan Literasi Digital Di Keluarga

Tujuan dari penguatan budaya literasi digital di keluarga terutama bagi anak-anak adalah
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan positif dalam menggunakan
media digital dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua juga diharapkan mampu secara bijak
dan tepat mengarahkan dan mengembangkan budaya literasi digital di keluarga. Selain itu,
penguatan budaya literasi di keluarga juga meningkatkan kemampuan anggota keluarga dalam
menggunakan dan mengelola media digital (teknologi informasi dan komunikasi) secara
bijak, cerdas, cermat, dan tepat untuk membina komunikasi dan interaksi antaranggota
keluarga dengan lebih harmonis serta untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat bagi
kebutuhan keluarga. Sasaran literasi digital dalam keluarga yang lebih spesifik adalah sebagai
berikut :

1. Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
2. Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital dalam keluarga setiap

harinya;
3. Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
4. Meningkatnya frekuensi akses anggota keluarga terhadap penggunaan internet secara

bijak;
5. Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam berbagai kegiatan di

keluarga; dan
6. Jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.

Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga

178 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Strategi pengembangan literasi digital keluarga dimulai dari orang tua karena orang tua harus
menjadi teladan literasi dalam menggunakan media digital. Orang tua harus menciptakan
lingkungan sosial yang komunikatif dalam keluarga, khususnya dengan anak. Membangun
interaksi antara orang tua dan anak dalam pemanfaatan media digital dapat berupa diskusi,
saling menceritakan pemanfaatan media digital yang positif. Langkah selanjutnya dalam
strategi pengembangan literasi digital dalam keluarga adalah mengenalkan materi dasar yang
diberikan kepada anggota keluarga, yaitu ayah, ibu, dan anak, antara lain, dengan
melakukan hal-hal berikut.

a. Penguatan Kapasitas Faslititator
Penyuluhan tentang internet sehat kepada orang tua. Penguatan literasi digital untuk
orang tua dapat dilakukan melalui penyuluhan, seminar, dan pelatihan tentang
bagaimana menggunakan internet sehat. Orang tua diajarkan menggunakan situs yang
aman yang bisa digunakan oleh anak, diajarkan cara menggunakan media sosial dengan
bijaksana, cara memaksimalkan internet dalam mencari informasi dan pengetahuan, dan
sebagainya.

b. Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
1. Penyediaan Bahan Bacaan Terkait Media Digital di Rumah
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi informasi dan
komunikasi dalam bentuk koran, majalah, buku, dan dalam bentuk salinan lunak
yang dapat diakses melalui komputer dan gawai.
2. Pemilihan Acara Televisi dan Radio yang Edukatif
Pemilihan acara televisi dan radio yang edukatif bagi anggota keluarga terutama
pada anak dapat menjadi sumber pengetahuan. Orang tua wajib menyaring acara-
acara yang layak ditonton dan didengar oleh anak. Dari acara televisi dan radio yang
edukatif tersebut anak juga mendapatkan bahan pembelajaran dan kegiatan literasi
yang menyenangkan di keluarga.
3. Pemilihan Situs dan Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Anggota Keluarga
Situs dan aplikasi edukatif dapat digunakan oleh anggota keluarga. Misalnya, orang
tua dapat menggunakan situs Ruangguru, sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id atau
keluargakita.com atau situs yang lain untuk mengembangkan pengetahuan diri
terkait dengan keluarga. Anak dapat membuka situs dan aplikasi untuk menambah
pengetahuan dan mengasah kreativitasnya, seperti aplikasi anak cerdas, tebak
gambar, permainan matematika, atau situs seperti kbbi.kemdikbud.go.id,
inibudi.com, dan sebagainya.

c. Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Komputer, Laptop, Gawai, dan Akses Internet di Keluarga
Penyediaan komputer dan akses internet merupakan salah satu upaya penting dalam
perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan
dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien.
Kebutuhan keluarga terutama anak dalam mempelajari ilmu teknologi informasi dan
komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet
yang ada di rumah. Orang tua dan anak dapat mengikuti kelas daring tentang beragam
pengetahuan dan keterampilan.

2. Penyediakan Televisi dan Radio Sebagai Sumber Informasi dan Pengetahuan
Televisi dan radio dapat digunakan sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi
anggota keluarga. Saat ini televisi banyak dikembangkan dan disambungkan dengan

179 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

acara televisi dari berbagai saluran dunia melalui TV kabel. Dengan demikian,
anggota keluarga memiliki banyak pilihan untuk menentukan stasiun TV dan acara
yang dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keluarga.

d. Peningkatan Pelibatan Publik
Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar, praktisi, dan relawan yang
didukung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, relawan
pendidikan, dan media untuk berbagi informasi tentang cara mereka mengaplikasikan
teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para pakar, praktisi,
dan relawan secara personal atau kelembagaan ini berkaitan dengan penggunaan dan
pemanfaatannya teknologi informasi dan komunikasi untuk keluarga. Kegiatan sharing
session dapat dilakukan melalui kegiatan yang ada di sekolah dan masyarakat, tetapi fokus
pembahasannya disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan literasi digital pada
keluarga.

e. Penguatan Tata Kelola
1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan Keluarga
Pembuatan kesepakatan atau aturan keluarga terkait dengan pemanfaatan dan
penggunaan teknologi dan media digital dapat mendukung pengembangan diri anggota
keluarga terutama anak. Misalnya, mengimbau anak untuk bermain aplikasi permainan
edukatif tertentu, menggunakan akses gawai, televisi, dan internet pada waktu-waktu
tertentu.
2. Pendampingan
Keluarga ikut mendampingi dalam penggunaan media digital sebagai sarana
pengembangan literasi (keselamatan dan keamanan media digital). Pendampingan
keluarga terutama orang tua kepada anak dalam menggunakan alat elektronik dan
mengakses internet di rumah menjadi hal yang sangat penting di tengah bebasnya arus
informasi. Orang tua harus mendampingi anak dalam hal menggunakan internet untuk
membantu tugas sekolah, mengawasi fitur yang boleh dipakai dan tidak boleh dipakai,
menjaga kesopanan dalam berkomunikasi di media sosial, memastikan informasi yang
didapat berasal dari sumber yang tepercaya dan dapat dipertanggungjawabkan,
menjaga agar anak tidak mengirimkan atau mengunggah pesan, gambar, dan video
yang dapat menyakiti orang lain, dan lain-lain.

e. Gerakan Literasi Digital Di Sekolah
Literasi digital sekolah harus dikembangkan sebagai mekanisme pembelajaran terintegrasi
dalam kurikulum atau setidaknya terkoneksi dengan sistem belajar mengajar. Siswa perlu
ditingkatkan keterampilannya, guru perlu ditingkatkan pengetahuan dan kreativitasnya dalam
proses pengajaran literasi digital, dan kepala sekolah perlu memfasilitasi guru atau tenaga
kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah. Adapun sasaran literasi
digital dalam keluarga yang lebih spesifik adalah sebagai berikut :

1. Basis Kelas
a. Jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga
kependidikan;
b. Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran;
dan
c. Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam
menggunakan media digital dan internet.

180 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

2. Basis Budaya Sekolah
a. Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital;
b. Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
c. Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi;
d. Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital atau situs
laman;
e. Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
f. Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan
komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan,
dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.)
g. Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
h. Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan lembaga dalam pengembangan literasi
digital.

Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
a. Penguatan Kapasitas Fasilitator
Penguatan aktor atau fasilitator literasi di lingkungan sekolah ditekankan pada pelatihan
kepala sekolah, pengawas, guru, dan tenaga kependidikan tentang literasi digital.
Pelatihan-pelatihan tersebut terkait dengan penggunaan atau pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi dalam pengembangan sekolah, misalnya, kepala sekolah dan
pengawas diberikan pelatihan tentang penggunaan media digital dalam manajemen
sekolah, guru diberikan pelatihan tentang pemanfaatan media digital dalam pembelajaran,
serta peserta didik didorong untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
secara cerdas dan bijaksana. Pelatihan di sini juga ditekankan pada keteladanan yang
diberikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan terkait dengan penerapan
literasi digital di lingkungan sekolah.

b. Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
Peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu di sekolah menjadi kebutuhan
yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu
cepat dalam era digital menuntut pembaharuan dan penambahan pengetahuan baru di
lingkungan sekolah. Dalam hal ini, sekolah dituntut dapat meningkatkan jumlah dan
ragam sumber belajar bermutu bagi warga sekolahnya, terutama untuk peserta didik.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam peningkatan jumlah dan ragam
sumber belajar bermutu terkait literasi digital di lingkungan sekolah adalah sebagai
berikut.
1. Penambahan Bahan Bacaan Literasi Digital di Perpustakaan
Perpustakaan menjadi salah satu jantung pengetahuan sekolah. Penambahan bahan
bacaan literasi dalam berbagai bentuk sumber belajar perlu ditingkatkan. Misalnya,
menyediakan bahan bacaan bertemakan digital, menyediakan bahan bacaan dalam
bentuk salinan lunak, atau penyediaan alat peraga sebagai sumber belajar terkait
dengan literasi digital.
2. Penyediaan Situs-Situs Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Situs edukatif dapat digunakan oleh seluruh warga sekolah. Misalnya, guru dapat
menggunakan situs ruangguru.com atau belajar.indonesiamengajar.org atau situs lain
untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan pembelajaran. Kepala sekolah
dapat menggunakan situs kemdikbud.go.id, sekolahaman.kemdikbud.go.id atau

181 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

sahabatkeluarga, danlain sebagainya sebagai sumber belajar untuk pengembangan
sekolah.
3. Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Aplikasi-aplikasi edukatif yang bisa digunakan oleh warga sekolah adalah Jelajah
Seru, Anak Cerdas, Kumpulan Dongeng, dan sebagainya. Kepala sekolah dan guru
dapat mengarahkan peserta didik untuk menggunakan aplikasiaplikasi tersebut untuk
menambah pengetahuan dan kreativitas. Guru juga dapat mengaitkan aplikasi-aplikasi
tersebut dalam pembelajaran.
4. Pembuatan Mading Sekolah dan Mading Kelas
Majalah dinding yang sering disebut mading adalah sarana yang dapat digunakan
warga sekolah dalam menyediakan sumber informasi dan untuk belajar. Dalam
kaitannya dengan literasi digital, warga sekolah dapat mengisi konten mading dengan
hal-hal bertemakan digital atau memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk memperoleh informasi dalam pembuatan karyanya.

c. Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Komputer dan Akses Internet di Sekolah
Penyediaan komputer dan akses internet merupakan salah satu upaya yang penting
dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang
dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat
dan efisien. Kebutuhan warga sekolah terutama peserta didik dalam mempelajari ilmu
teknologi informasi dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat
komputer dan internet di sekolah.
2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital
Penyediaan layar dan papan informasi digital di beberapa titik strategis di lingkungan
sekolah dapat membantu warga sekolah dalam memperoleh informasi dan
pengetahuan baru. Konten-konten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta
sains sederhana, berita-berita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan lain
sebagainya dapat ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan warga
sekolah.

d. Peningkatan Pelibatan Publik
1. Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar untuk berbagi bagaimana
mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang
berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di sekolah dapat
meningkatkan literasi digital warga sekolah melalui berbagai kegiatan yang
menyenangkan, seperti pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan
oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat disesuaikan dengan kebutuhan warga
sekolah.
2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Para pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini adalah pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, relawan pendidikan, dan media.
Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital
di sekolah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, membuat aktivitas
literasi digital dalam bentuk pameran karya peserta didik dalam hal literasi digital,
menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi
pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan sekolah.
3. Penguatan Forum Bersama Orang Tua dan Masyarakat

182 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Forum bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat di sekitar lingkungan
sekolah sudah diwadahi melalui komite sekolah. Forum yang melibatkan orang tua
dan masyarakat dalam segala hal terkait dengan perkembangan sekolah, terutama yang
akan berdampak peserta didik, perlu disesuaikan dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Misalnya, dengan menggunakan
media sosial, komunikasi antara orang tua dan sekolah dapat terjalin dengan baik dan
cepat. Forum bersama juga dapat mengimbau orang tua untuk terlibat dalam
mengontrol peserta didik dalam mengakses gawai dan internet di luar sekolah.

e. Penguatan Tata Kelola
1. Pengembangan Sistem Adminstrasi secara Elektronik (administrasi-e)
Sekolah mengembangkan sistem administrasi secara digital melalui penyediaan
aplikasi atau format yang memudahkan sekolah dalam mengadministrasikan segala
keperluan sekolah. Misalnya, dalam mencatat data peserta didik, daftar pengeluaran
sekolah, dan lain-lain. Petugas administrasi sekolah juga dilatih dengan keterampilan
dalam mengelola administrasi dengan memanfaatkan sistem administrasi berbasis
elektronik.
2. Pembuatan Kebijakan Sekolah tentang Literasi Digital
Pembuatan kebijakan sekolah terkait dengan pemanfaatan teknologi dan media digital
dapat mendukung pengembangan sekolah yang lebih baik dan inovatif. Misalnya, guru
diwajibkan menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi, menggunakan
aplikasi rapor yang terintegrasi dengan kepala sekolah dan orang tua, mengimbau
peserta didik untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan akses
gawai dan internet pada waktu-waktu tertentu, mengelola perpustakaan sekolah
dengan memanfaatkan teknologi dan media digital, dan mengelola sarana prasarana
tentang teknologi yang baik dan berkala.

J. LITERASI DIGITAL DAN PEMBELAJARAN ONLINE

Bidang pendidik di seluruh dunia terlibat dalam proses pembelajaran online selama masa
virus corona. Tetapi belajar mengajar dengan baik secara online tidak terjadi dalam semalam.
Butuh perencanaan yang matang untuk agar berhasil dalam kegiatan pembelajaran di masa
pandemic covid 19. Dikutip dari Media Literacy dan Online Learning
(https://mediaedlab.com/2020/03/28/online-learning-media-literacy/).

Gambar 3.14 Literasi Digital dan Pembelajaran Online
Sumber : https://mediaedlab.com/2020/03/28/online-learning-media-literacy/

183 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Berikut adalah ikhtisar singkat tentang alat dan platform digital yang gunakan dalam kegiatan
pembelajara yang menyelaraskan alat digital dengan kerangka AACRA untuk literasi media
pembelajaran dengan menggunakan Notion untuk memposting silabus, kalender, spesifikasi
tugas, dan beberapa sumber multimedia. Siswa memposting karya kreatif mereka sendiri di
halaman Notion ini, yang memberi mereka halaman yang terbuka untuk publik untuk
memamerkan karya mereka kepada audiens publik. Masing-masing dari lima proses
pedagogis ini memainkan peran penting dalam pembelajaran siswa:

MENGAKSES. Mengajar tidak menggunakan pendekatan hanya ―duduk dan dapatkan‖. Tapi
mengajar siswa untuk mengembangkan kompetensi literasi digitalnya sendiri dengan
mengakses berbagai sumber informasi melalui membaca dan menonton.

Video & Audio Buatan Instruktur. Setiap minggu, pengajar (guru/dosen) menyajikan
ikhtisar 5 menit untuk memandu pemikiran siswa tentang pekerjaan yang mereka
selesaikan setiap modul (minggu). Pengajar harus memodelkan penggunaan berbagai
bentuk media yang berbeda, termasuk podcasting dengan Soundcloud, animasi video
dengan Powtoon, produksi video dengan Adobe Spark dan screencasting dan vlog
dengan Screencast-o-matic. Setiap minggu, pengajar harus menawarkan beberapa
bacaan.

Buku, Artikel, Situs Web, Film, Video yang diperlukan, yang diposting ke LMS.
Beberapa minggu, siswa memilih di antara daftar sumber daya yang dikurasi, dan
minggu lainnya, siswa bertanggung jawab untuk mencari dan menemukan informasi
tentang masalah atau topik yang kami jelajahi sendiri.

MENGANALISA. Siswa menganalisis ide dan informasi melalui PDF dan video digital
anotasi, menggunakan protokol dan kerangka kerja yang telah dirancang pengajar untuk
mendukung proses interogasi sumber informasi. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri
dari 7 - 10 orang untuk membuat anotasi PDF dan video. Ini memberi mereka kesempatan
untuk mempertimbangkan berbagai interpretasi, komentar, dan pertanyaan dari rekan-rekan
mereka (dan instruktur) saat kami mengevaluasi dan menganalisis ide dan informasi.

Diskusi Berulir Asinkron. Pengajar dapat menggunakan Pathwright LMS, atau
platform sistem pengelolaan pembelajaran yang dapat mendukung kegiatan diskusi
berulir sebagai bagian penting dari pembelajaran online. Jika dilakukan dengan baik,
ini melampaui ruang seminar untuk memajukan analisis dan refleksi yang bijaksana
dan ini menuntun peserta didik untuk menghasilkan ide-ide baru.

Anotasi Digital Individu dan Kolaboratif: Saya meminta siswa untuk melihat dan
mengomentari video YouTube menggunakan Video Ant dan siswa terlibat dalam
anotasi individu dan kolaboratif dalam pembacaan kursus menggunakan Chrome. Hal
ini tidak seperti diskusi kelas F2F, setiap orang bertanggung jawab untuk berbagi ide
dan interpretasi mereka.

MEMBUAT. Membuat media merupakan cara yang ampuh bagi peserta didik untuk
merepresentasikan pengetahuan dan keterampilan yang berkembang, dan selain karya tulis,
peserta didik menghasilkan minimal 2 atau lebih produk karya digital yang signifikan selama
masa belajar.

184 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Screencasting, Video, Animasi. Proyek kreatif siswa dibuat dengan Screencasting,
Adobe Spark atau Powtoon, diposting ke situs publik dengan Notion, dan dinilai
menggunakan Video Ant.

PowerPoint Kolaboratif. Siswa bekerja sama untuk membuat karya yang melibatkan
setiap individu melakukan penelitian dan merancang satu atau lebih halaman PPT.

Papan Buletin Digital. Dengan menggunakan Padlet, siswa dapat mencari dan
menemukan contoh untuk merepresentasikan konsep teoretis atau menanggapi suatu
bacaan dengan mengadopsi sudut pandang tertentu. Dengan menggunakan Padlet,
pengajar berkesempatan untuk melihat bagaimana siswa menerapkan apa yang
mereka pelajari.

MENCERMINKAN. Ini mungkin bagian terpenting dari proses pembelajaran. Siswa terlibat
dalam refleksi terjadi dalam dialog video sinkron opsional serta menulis reflektif.

Video Asinkron. Pengajar dapat menggunakan Flipgrid untuk refleksi dan penilaian.
Flipgrid membantu siswa menjadi lebih nyaman dalam menggunakan kosakata
akademis dan menampilkan diri mereka sebagai profesional muda.

Diskusi Sinkron. Pengajar dapat menggunakan Zoom selama kegiatan pembelajaran.
Frekwensi penggunaannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, misal
hanya menggunakannya 3 kali per semester. Diskusi video sinkron baik untuk
pengembangan hubungan, berbagi perasaan, dan pengalaman terkait. Tetapi karena
banyak siswa serta banyaknya kegiatan pekerjaan dan sekolah, sehingga jarang dapat
bertemu pada waktu tertentu, maka pengajar dapat menggunakan fungsi grup kecil
Zoom agar orang-orang berbicara dalam kelompok 3 - 6.

BERTINDAK. Siswa mengambil tindakan di ruang publik dengan berbagi pekerjaan mereka
dengan khalayak luas dan menggunakan media sosial untuk terhubung dengan orang lain
yang memiliki minat yang sama. Terkadang proyek mereka relevan dengan masalah yang
menjadi perhatian masyarakat.

Media sosial. Pengajar dapat mengarahkan siswa berbagi konten, berinteraksi satu
sama lain, menjangkau orang lain, dan mempromosikan ide menggunakan Twitter,
facebook, linkedIn, dan media sosial lainnya.

Di akhir semester, pengajar dapat mempertimbangkan penilaian tentang praktik pembelajaran
mana yang lebih atau kurang berguna bagi mereka, dan pendapat mereka akan
menginformasikan apa yang akan digunakan di masa mendatang.

Di era virus corona, disarankan kepada pengajar (gur/dosen) untuk bereksperimen,
bereksperimen dan bereksperimen lagi. Tetapi tidak perlu mencoba semua alat yang berbeda
dalam satu semester. Sebaliknya, cobalah satu atau dua alat digital dan gunakan secara kreatif
sampai Anda mahir menggunakannya. Beberapa dari upaya Anda akan berhasil dan yang
lainnya akan gagal, dan tidak apa-apa. Bagaimanapun, Anda akan belajar banyak begiupula
dengan siswa Anda. (https://mediaedlab.com/2020/03/28/online-learning-media-literacy/)

TIPS : Strategi Penelusuran Informasi Model Literasi Informasi Seven Pilars

185 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Model literasi informasi Seven Pilars sebagai Keterampilan menemukan informasi,
Keterampilan mengidentifikasi berbagai jenis sumber informasi, dan Keterampilan pencarian
informasi di internet dan temu kembalinya

Gambar 3.15 Penelusuran Informasi Model Literasi Informasi Seven Pilars

Kemampuan Dasar
 Identify
 Scope
 Plan

Kemampuan Tingkat Lanjut
 Gather
 Evaluate
 Manage
 Present

Identifikasi Kebutuhan Informasi
 Penentuan topik
 Informasi apa yang dibutuhkan
 Tujuan penelusuran (pribadi, tugas kantor, tugas belajar)
 Kata kunci yang berkaitan

Creativity and Innovation Tools
Tools ini digunakan dalam rangka menggali gagasan ataupun ide untuk menjawab pertanyaan
pertanyaan dari masalah atau topik yang sedang dicari dengan menggunakan pendekatan
sebagai berikut :

 5W + 1H
 Brainstorming

186 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

 Brainwriting
 Mind map
Tips : dalam menentukan kata kunci
 Gunakan creativity tools
 Kreatif dalam menghubungkan istilah yang berkaitan
 Gunakan kamus, ensiklopedia, atau tesaurus untuk menentukan kata kunci yang tepat
 Perhatikan konteks (beda ranah, beda istilah)
Strategi Penelusuran
 Sumber Informasi
 Jenis Informasi
 Strategi Pencarian Umum
Jenis Sumber Informasi
 Tercetak
 Elektronik/Digital
Strategi Pencarian Umum
 Gunakan Advanced Search (Jika ada).

 Gunakan Boolean Logic: AND (+), OR (|), NOT (-)

187 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Strategi Penelusuran
 Menggunakan search engine Google
 Kemampuan penelusuran, pencarian, dan cross-check

Langkah - langkah Penelusuran
 Identifikasi kebutuhan informasi. Menentukan topik besar dan spesifik
 Menggunakan daftar istilah / keyword yang tepat untuk menelusur
 Menelusur di tempat yang seharusnya dicari
 Menggunakan fungsi dan strategi pencarian (Boolean Search dan Advanced search)
 Pembatasan penelusuran ke jumlah yang dapat dikelola
 Evaluasi proses keseluruhan

Tips Penelusuran Google (1)
 Google menghilangkan stopwords dalam pencarian pada query
 Google stopwords (https://www.gobloggingtips.com/stop-words/)
 Daftar Google Stopwords: I, a, about, an, are, as, at, be, by, com, for, from, how, in, is,
it, of, on, or, that, the, this, to, was, what, when, where, who, will, with, the, www

Tips Penelusuran Google (2)
 Gunakan tanda kutip (―) untuk pencarian frasa yang lebih akurat
 Contoh: ―Literasi Informasi‖

Tips Penelusuran Google (3)
 Penelusuran di Google tidak bersifat case sensitive (tidak membedakan huruf besar
dan huruf kecil)

AaABBABdfad = aaabbabdfad

Tips Penelusuran Google (4)
 Apabila istilah query yang dipakai memiliki lebih dari satu arti, contoh: mouse dapat
berarti tikus atau komponen komputer, pemakai dapat memakai tanda ―-‖ untuk
menghindari halaman web yang mengandung istilah tertentu. Misal Mouse -
computer. Operator ini berfungsi sama dengan operasi ―NOT‖.

Tips Penelusuran Google (5)
Apabila pemakai tahu situs web yang ingin dicari, tapi tidak yakin dibagian mana terdapat
informasi yang diinginkan, pemakai dapat menggunakan Google untuk mencari khusus pada
domain tersebut. Lakukan ini dengan memasukkan istilah query diikuti dengan ―site‖ lalu
tuliskan nama domain situs tersebut. Misalnya : tax amnesty site:kemenkeu.go.id. Atau bisa
menggunakan site:.go.id untuk mencari informasi di dalam situs dengan domain .go.id

Tips Penelusuran Google (6)
Numrange (jarak antar angka) dapat dipergunakan di Google saat mencari informasi yang
mengandung angka dalam range yang telah ditetapkan pada query. Pencarian ini dapat
dilakukan dengan menspesifikan dua angka yang dipisahkan dengan dua titik, tanpa spasi.
Pastikan terdapat unit ukuran atau indikator lain yang diwakili oleh angka tersebut. Contoh:
pemakai mencari sejarah perekonomian Indonesia periode 1900-1950, maka cara mencarinya:
sejarah perekonomian Indonesia 1900..1950

188 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Tips Penelusuran Google (7)
Pada Advanced search, Google menyediakan pilihan untuk menampilkan hasil pencarian
hanya pada bahasa tertentu. Indonesia termasuk di dalam pilihan bahasa tersebut. Pemakai
dapat memanfaatkan pilihan ini untuk menghindari situs-situs negara asing.

Tips Penelusuran Google (8)
Query<link:> akan menampilkan halaman web yang mempunyai link ke halaman web pada
query. Contoh: link:www.bpk.go.id. akan menampilkan halaman-halaman web yang
mempunyai link ke homepage BPK.

Tips Penelusuran Google (9)
Query<related:> akan menampilkan halaman web yang mirip dengan halaman web pada
query. Contoh: related:www.cnn.com. akan menampilkan halaman-halaman web yang mirip
dengan CNN, seperti: ―The New York Times‖, ―ABC News Homepage‖, dsb.

Tips Penelusuran Google (10)
Query<define:> akan menyediakan berbagai definisi dari istilah yang dituliskan setelahnya.
Definisi-definisi tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber online. Definisi tersebut adalah
untuk seluruh istilah yang tuliskan pada query sesuai urutan penulisannya. Contoh: define:
digital library

Tips Penelusuran Google (11)
 Waktu: Time + nama kota
 Skor olahraga
 Cuaca: Weather + nama kota
 Konversi unit:
o 1 USD in IDR
o 1 Meter in centimeter
o 98 f in celcius

Tips Penelusuran Google (12)
 Kalkulator
 Perkalian: (*)
 Pembagian: (/)
 Penjumlahan: (+)
 Pengurangan: (-)
 Sin (), Cos(), Tan()

Tips Penelusuran Google (13)
 Mencari kata pada field judul dengan kata intitle:<kata kunci> atau allintitle:<kata
kunci>
 Mencari kata pada filed teks dengan kata allintext:<kata kunci>
 Mencari kata pada url saja dengan kata allinurl:<kata kunci url>

Tips Penelusuran Google (14)
 Memfilter dan membatasi pencarian pada lokasi tertentu dengan kata location:<nama
lokasi>
 Pencarian judul pada suatu blog dengan kata inblogtitle:<kata kunci>
 Pencarian ulasan (review) film dengan kata movie:<nama film>

189 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Tips Penelusuran Google (15)
 Mencari dokumen dengan format tertentu bisa dengan <kata kunci> filetype:<format
dokumen>
―pertumbuhan ekonomi‖ location:jakarta filetype:pdf

Tips Penelusuran Google (16)
 Hindari kemungkinan terjadinya plagiarisme dengan mengcopy text tertentu ke dalam
google
 Jika terdapat banyak kesamaan antara teks dengan hasil pencarian, kemungkinan
plagiarisme lebih besar

Tips Penelusuran Google (17)
 Pencarian menggunakan gambar melalui Google Image
 Digunakan untuk mengidentifikasi gambar yang pernah digunakan sebelumnya di
internet
 Sangat berguna untuk memvalidasi suatu berita atau informasi tertentu (pencegahan
hoax)

190 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

ALA. 1989. ALA Presidential Committee on Information Literacy Final Report . Chicago:
American Library Association ALA.

American Library Association. 2000. Information Literacy Competency Standards for Higher
Education.‖ 22 Februari 2013.

Bawden, D. 2001. ―Information and Digital Literacies: A Review of Concepts― in Journal of
Documentation, 57(2), 218-259.

Anttiroiko, A.-V., Lintilä, L. & Savolainen, R. 2001. Information Society Competencies of
Managers: Conceptual Considerations,‖ In: E. Pantzar, R.

Buckland, M. (2001)."What is a 'document'?" Journal of the American Society for
Information Science 48, no. 9 (Sept 1997): 804-809, reprinted in Hahn,T. B. & M.
Buckland, eds. Historical Studies in Information Science. Medford, NJ: Information
Today, 1998, pp. 215-220.

Bainton, T. 2001. Information Literacy and Academic Libraries: the SCONUL Approach.‖
Proceedings of the 67th IFLA Council and General Conference, August 16-25, 2001.

Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol. 14 No.2. 2016: 79-94.
Considine, D. (1995). An Introduction to Media Literacy: The What, Why and How To‘s.

Published in the Fall 1995 issue of
Cohen, H. ―Social media definition.‖ Heidicohen.com. https://heidicohen.com/social-media-

definition/ (2021, 9 Januari).
Definisi dan Manfaat New Media. IT-JURNAL.com. https://www.itjurnal.com/definisi-dan-

manfaat-newmedia/
Elsham. 2013. Buku saku kebebasan ekspresi di internet. Jakarta: Elsam.
Fattah, Z.A. 2010. Perbandingan konten yang dikecualikan dalam tindak pidana kesusilaan.

Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI.
Lee, S. 2014. Digital Literacy Education for the Development of Digital Literacy,

5(September), 29–43. http://doi.org/10.4018/ijdldc.2014070103
Markauskaite, L., 2006. "Towards an integrated analytical framework of information and

communications technology literacy: from intended to implemented and achieved
dimensions" Information Research, 11(3) paper 252 [Available at
Mohammadyari, S., & Singh, H. (2015). Computers & Education Understanding the effect of
e-learning on individual performance : The role of digital literacy. Computers &
Education, 82, 11–25. http://doi.org/10.1016/j.compedu.2014.10.025
Potter, W. James 2004. Theory of Media Literacy: A Cognitive Approach. London:
Sage.Potter, W. James (2005). Media Literacy. Third Edition. London: Sage.
Science 48, no. 9 (Sept 1997): 804-809, reprinted in Hahn, T. B. & M. Buckland, eds.
Historical Studies in Information Science. Medford, NJ: Information Today, 1998, pp.
215-220.
Sense, A. C. (2009). Digital Literacy and Citizenship in the 21st Century. San Francisco:
Common Sense Media.
Silverblatt, Art (1995). Media Literacy: Keys to Interpreting Media Messages. London:
Praeger.
Setiawan, B.S. 2018. Strategi melawan hoax dan hate speech dalam rangka lokakarya indeks
kebebasan pers 2018. Paper dipresentasikan dalam lokakarya indeks kebebasan pers
2018. Jakarta, 5 November.

191 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

Savolainen & P. Tynjälä, eds. In Search for A Human-Centred Information Society. Tampere:
Tampere University Press.

Sulistyo-Basuki. (2007). Kemelekan Informasi. Seminar dan Pelatihan Kemelekan Informasi
UI Model. Banten.

Telemedium, The Journal of Media Literacy, Volume 41, Number 2.
Tilley, C.M., Bruce, C.S., Hallam, G. & Hills, A.P., (2006). "A model for the development of

virtual communities for people with long-term, severe physical disabilities" Information
Research, 11(3) paper 253 [Available at http://InformationR.net/ ir/11-
3/paper253.html].
Taylor, R. S. (1979). Reminiscing about the Future. Library Journal , 104: 1871 — 1875.
Town, J. S. (2002). ―Information Literacy and the Information Society.‖ In: Challenge and
Change in the Information Society , edited by S. Hornby & Z. Clarke. London: Facet.
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). (2008).
―Information for All Programme (IFAP): Towards Information
Paul, Monty (2014), Delivering The New Primary Computing Curriculum:
https://primaryblog.wordpress.com/2014/03/04/delivering-the-primary-computing-
curriculum/ , diakses tanggal 5 Pebruari 2021.
Wright, Brian (2015), Top 10 Benefits of Digital Skills: http://webpercent.com/top-10-
benefits-of-digital-skills/, diakses tanggal 5 Janauri 2021 Praeger.
Wiedarti, P., dkk. (2016). Desain induk gerakan literasi sekolah.
Yusup, P. M. (1988). Pedoman Mencari Sumber Informasi. Bandung: Remadja Karya

INTERNET

http://pustekkom.kemdikbud.go.id/literasi-digital-sebagai-tulang-punggung-pendidikan/
http://internetsehat.id/literasi/ [diakses tanggal 18 Nopember 2020]
http://www.lsisi.org/pakar-literasi-media-penting-untuk-masyarakat-digital/ [diakses tanggal

25 Nopember 2020]
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132309682/pengabdian/membangun-karakter-bangsa-

melalui-literasi-digital.pdf [diakses tanggal 29 Nopember 2020]
http://lib.um.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Makalah-Keberaksaraan-Informasi-dan-

Gerakan-Literasi-Sekolah-2016-Baru.pdf [diakses tanggal 2 Desember 2020]
http://duta.co/menginspirasi-pendidikan-dengan-literasi-digital/
https://www.bps.go.id/publication/ [diakses tanggal 5 Desember 2020]
https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2020/ [diakses tanggal 10

Desember 2020]
http://InformationR.net/ir/113/paper252.h tml. [diakses tanggal 12 Desember 2020]
www.InternetLiveStats.com [diakses tanggal 21 Desember 2020]
https://teknologi.bisnis.com [diakses tanggal 26 Desember 2020]
https://smeru.or.id/sites/default/files/events/paparan4_cfds-ugm.pdf [diakses tanggal 29

Desember 2020]
https://nasional.kompas.com [diakses tanggal 2 Januari 2021]
https://id.safenet.or.id/wp-content/uploads/2019/11/Persoalan-UU-ITE-dan-Pelanggaran-Hak-

Digital-SAFEnet-2019.pdf [diakses tanggal 2 Januari 2021]
https://internetsehat.id/ict-watch-rilis-kerangka-literasi-digital-indonesia/ [diakses tanggal 8

Januari 2021]
https://mediaedlab.com/2020/03/28/online-learning-media-literacy/ [diakses tanggal 10

Janauri 2021]
http://melekmedia.org/kajian/literasi-baru/apa-dan-mengapa-media-literacy-melekmedia/

[diakses tanggal 10 Janauri 2021]

192 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

http://wisnumartha14.blogspot.com/2011/05/literasi-media-pengantar-memahami.html
[diakses tanggal 13 Janauri 2021]

http://sadidadalila.wordpress.com/2010/03/20/media-literasi/ [diakses tanggal 16 Janauri
2021]

http://www.nclis.gov/libinter/infolitconf&meet/papers/rader-fullpaper.pdf. [diakses tanggal 20
Janauri 2021]

http://www.ala.org/ala//mgrps/divs/aasl/aaslarchive/pubsarchive/information
power/InformationLiteracyStandards_final.pdf . [diakses tanggal 23 Janauri 2021]

http://www.ics.ltsn.ac.uk/pub/italics/issue1/stubbings/010.html. [diakses tanggal 23 Janauri
2021]

http://www.ala.org/ala/mgrps/divs/acrl/standards/standards.pdf. [diakses tanggal 21 Janauri
2021]

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt517f3d9f2544a/perbuatan-perbuatan-yang-
termasuk-pencemaran-nama-baik/ [diakses tanggal 28 Janauri 2021]

http://www.webpagefx.com/internet-real-time/, diakses tanggal 5 Oktober 2015
http://webpercent.com/top-10-benefits-of-digital-skills/, [diakses tanggal 5 Pebruari 2021]
http://www.uis.unesco.org/ [diakses tanggal 10 Pebruari 2021]
https://tekno.kompas.com/read/2018/03/01/10340027/riset-ungkap-pola-pemakaian-medsos-

orang-indonesia [diakses tanggal 13 Pebruari 2021]
https://www.researchgate.net/publication/272812918_Tablet_dan_pembelajaran_digital_di_se

kolah [diakses tanggal 16 Pebruari 2021]
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/08/22494171/sudah-saatnya-remaja-menjadi-

produsen-konten-positif?page=all [diakses tanggal 20 Pebruari 2021]
https://www.internetlivestats.com/total-number-of-websites/, [diakses tanggal 20 Pebruari

2021]

193 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )

BIODATA PENULIS

Yusrin Ahmad Tosepu, Lahir di Kendari Tanggal 13 Januari 1976.
Menempuh Pendidikan Sarjana Jurusan Manajemen Informatika di
STMIK Dipanegara Makassar, 2001.
Menempuh Pendidikan Pascasarjana Jurusan Ilmu Komunikasi di
Universitas Hasanuddin Makassar, 2010.
Menempuh Pendidikan Pascasarjana Jurusan Ilmu Komputer di
Universitas Budi Luhur Jakarta, 2015.
Dosen Tetap Pada Program Studi Manajemen Informatika STMIK Handayani Makassar.
Dosen Pengajar prodi Sistem Informasi dan MultiMedia Komunikasi di beberapa
Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wilayah IX Sulawesi
Periset Pada Lembaga Studi Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Tinggi Indonesia
(LSP3I) Pusat Makassar.
Ketua Kajian Data dan Informasi Digital (LKDID) KAVITA MEDIA Makassar
Penggiat Literasi Media ICT (Information Communication and Technology)

194 | L i t e r a s i I n f o r m a s i & M e d i a ( L I M )


Click to View FlipBook Version