BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang. Alam yang indah ditambah lagi Flora dan Fauna yang terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) wajib dipelihara dan lindungi kelestariannya. TNGL berada di kawasan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. TNGL memiliki kawasan konservasi penting seperti Gajah Sumatera, dan Orang Utan Sumatera. Selain Kawasan Konservasi, TNGL juga memiliki beragam satwa yang terdiri dari Harimau Sumatera, Macan Dahan, Badak Sumatera, Gibon, dan berbagai jenis burung Endemik yang langka. TNGL juga memiliki beragam Flora langka yang terdiri Tongkat Ali, Epifit, Anggrek Hutan, Sirih Hutan dan tumbuhan lainnya yang hanya bisa ditemui di hutan hujan tropis. Dianggap sebagai salah satu kawasan konservasi penting bagi Gajah Sumatera dan upaya untuk melindungi habitat alami serta untuk meminimalisir konflik dengan manusia. Pengelolaan konservasi yang baik diharapkan dapat membantu mengurangi ancaman terhadap keberlanjutan populasi Gajah dan ekosistem di sekitarnya. Gambar 1.1. lokasi Kawasan konservasi dan tiga desa lokasi penelitian Konservasi Gajah WWF dan mitranya bekerja untuk mengurangin konflik dengan Gajah liar melalui berbagai teknik. Gajah tidak hanya diperas ke daerah
yang semakin kecil, tetapi petani menanam tanaman yang disukai gajah. Akibatnya, gajah sering menyerang dan merusak tanaman Mereka juga bisa sangat bahaya , sementara banyak orang di Barat menganggap gajah dengan kasih sayang dan kekaguman, hewan tersebut sering menimbulkan ketakutan dan kemarahan pada mereka yang berbagi tanah mereka. Gajah makan hingga 450kg makanan per hari. Mereka adalah pemakan yang berantakan, mencabut dan menyebarkan sebanyak yang dimakan. Seekor gajah membuat pekerjaan ringan dari satu hektar tanaman dalam waktu yang sangat singkat. Termasuk Pencegahan berbasis cabai dan tembakau untuk mencegah Gajah keluar dari ladang; mengubah praktik pertanian – membuat pertanian lebih mudah dipetahankan; menanam tanaman yang disukai gajah. Status konservasi dua spesies kera besar endemik pulau Sumatera: orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), masuk dalam kategori Sangat Terancam Punah (Critically Endangered) menurut Daftar Merah (Redlist) IUCN. Penetapan status tersebut berdasarkan pada ukuran (kelimpahan dan sebaran) populasi yang cenderung menurun dan diprediksi akan berkurang sebesar 80% di masa mendatang (Nowak et al. 2017; Singleton et al. 2017). Saat ini diperkirakan kurang dari 14.000 individu orangutan Sumatera dan tidak lebih dari 800 individu orangutan Tapanuli tersebar di habitat alaminya (Wich et al. 2016). Populasi orangutan Sumatera dan Orangutan Tapanuli saat ini diketahui tersebar di sedikitnya 10 kantong habitat di seluruh Sumatera. Habitat utama bagi populasi orangutan Sumatera antara lain adalah Kawasan Ekosistem Leuser, Jantho, dan Bukit Tigapuluh. Sementara itu Orangutan Tapanuli diketahui hanya tersebar di kawasan ekosistem Batang Toru. Keberlangsungan populasi-populasi ini menghadapi tantangan terutama adanya faktor-faktor tekanan terhdap habitat. dan konflik dengan manusia (Gaveau et al. 2009; Nijman 2017; Wich et al. 2016, 2019). Tangkahan juga telah dikembangkan menjadi tujuan ekowisata yang populer. Wisatawan dapat mengunjungi kawasan ini untuk mengamati gajah Sumatera di alam liar, menjelajahi hutan hujan, dan menikmati keindahan alam sekitar.
Gambar 1.2 Foto peneliti Bersama gajah di Kawasan konservasi Dari Pendapatan pariwisata tersebut diharapkan dapat memberikan insentif ekonomi bagi PAD Kabupaten Langkat dan UMKM Wisata masyarakat setempat. Desa-desa wilayah sekitar konservasi telah telah mendapat predikat sebagai desa wisata, akan tetapi faktanya ada masalah yakni kurang terekposnya wisata yang ada. Dari kenyataan yang ada maka perlu adanya literasi digital media sosial dan komunikasi terhadap kelompok UMKM diwilayah tersebut yang nantinya akan mendorong pengembangan kemampuan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan Masyarakat setempat. Gambar 1.3 Jumlah Penduduk Pra Sejahtera
Rendahnya literasi digital pada masyarakat Tangkahan berpengaruh terhadap kesadaran masyarakat dan pelaku UMKM dalam memanfaatkan teknologi digital untuk mengekspos wisata Tangkahan di ruang publik. Padahal, komunikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi berperan penting dalam memberikan informasi keberadaan lokasi wisata secara luas (9). Hal tersebut menjadi ironi, mengingat Indonesia memasuki era revolusi industry 4.0 Hal ini dapat dilihat dalam rilis dokumen oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, pada tahun 2021 sampai dengan 2022 pengguna internet di Indonesia mencapai 77,02% dari 270 juta penduduk. Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas maka disusunlah sebuah rencana penelitian ke Direktorat Riset Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat dengan judul “ Penguatan Literasi Digital Sosial Media sosial Dan Komunikasi Kelompok UMKM Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat dan telah mendapatkan pendanaan tahun 2023 Gambar 1.4 Peneliti saat menerima bantuan DRPTM melalui LPM Universitas Medan Area 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana strategi mengembangkan Komumikasi kelompok UMKM di tiga desa wisata di kawasan Tangkahan? 2. Bagaimana model penguatan literasi digital media sosial dan komunikasi kelompok UMKM Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat? Hal ini rendahnya
kesejahteraan masyarakat desa disebabkan rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Tangkahan, sehingga dukungan berbagai pihak diperlukan dalam mengekspos keindahan wisata 1.2 Tujuan Peneltian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Merumuskan strategi pengembanagan desa wisata Tangkahan, 2. Model penguatan Literasi Media Sosial dan Komunikasi Kelompok UMKM Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat di kawasan tiga desa wisata Tangkahan. 1.3. Team Peneliti Team penelitian ini adalah Dosen-dosen dari Universitas Medan Area dan dibantu dengan Team Suport dari Mahasiswa Universitas Medan Area. Peneliti : 1. Dr. Nina S Salmanina Siregar (Ketua Peneliti) dengan tugas mengkoordinir kegiatan penelitian, penyelengaraan FGD, dan menyusun laporan akhir 2. Dr. Ahmad Prayudi, SE, MM (Anggota Peneliti), melakukan pengumpulan data, menyelengarakan FGD, dan publikasi jurnal internasional terindeks scopus 3. Warsani Purnama Sari, SE, Ak, MM (Anggota Peneliti), bertanggung jawab melaksanakan pengumpulan data, merumuskan model, dan penyusunan buku hasil penelitian
Gambar 1.5 Foto Bersama Team Peneliti dan Suport Dan Team Suport dari Mahasiswa Universitas Medan Area terdiri dari : 1. Farhan Atthariq Dalimunthe 2. Rut Nopiyanti Br Sitorus 3. Naufal Helmi Wiratama 4. Naufal detra Utoyo tarigan
BAB II Literasi Sosial Media 2.1 Literasi Digital Kemampuan individu untuk membaca, memahami, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi tertulis untuk berpartisipasi dalam kehidupan seharihari. Ini mencakup kemampuan dalam membaca, menulis, dan mengolah informasi dengan cara yang efektif ini sering disebut dengan literasi. Literasi tidak hanya berfokus pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga melibatkan pemahaman yang baik tentang konten yang dibaca dan kemampuan untuk berpikir kritis, menganalisis, dan mengartikan informasi yang diterima. Gambar 2.1 Keindahan alam di Lokasi penelitian Literasi juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menggunakan berbagai media, termasuk media sosial dan media digital lainnya. Dalam era informasi seperti sekarang, literasi media menjadi semakin penting untuk dapat memilah dan memahami informasi yang berasal dari berbagai sumber. Menurut Gilster, 1997 Dalam buku Digital Literacy, literasi digital didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format yang berasal dari berbagai sumber yang disajikan melalui computer Hague ,2010, menyatakan bahwa literasi digital adalah kemampuan mengkaryakan dan kesanggupan berbagi ( sharing ) dalam modus yang berbeda,
semisal dalam membuat, mengolaborasi, mengkomunikasikan secara efektif serta memiliki pemahaman perihal kapan dan bagaimana menggunakan perangkat teknologi informasi guna mendukung tujuan tersebut Gambar 2.2. Keindahan alam di Lokasi penelitian Dari kedua pandangan tersebut,dapat diambil kesimpulan bahwa literasi digital adalah : 1. Kemampuan Menggunakan Informasi Teknologi: Kedua pandangan menyoroti kemampuan individu untuk memahami dan menggunakan informasi yang disajikan melalui teknologi, khususnya komputer dan perangkat teknologi informasi. 2. Beragam Format dan Sumber Informasi: Baik Gilster (1997) maupun Hague (2010) mengakui bahwa literasi digital mencakup berbagai format informasi yang berasal dari berbagai sumber. Ini menunjukkan pentingnya dapat berinteraksi dengan berbagai jenis konten digital. 3. Kemampuan Berbagi dan Kolaborasi: Hague (2010) menekankan kemampuan untuk berbagi dan berkolaborasi melalui berbagai mode digital. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam definisi Gilster, aspek berbagi dan kolaborasi ini masih dapat dihubungkan dengan kemampuan untuk menggunakan informasi secara efektif. 4. Penggunaan Teknologi untuk Tujuan Tertentu: Kedua pandangan menyoroti bahwa literasi digital melibatkan penggunaan teknologi
informasi untuk mencapai tujuan tertentu, seperti mengkomunikasikan, mengolah informasi, atau menciptakan konten. 5. Efektivitas dalam Penggunaan Teknologi: Kedua pandangan menekankan pentingnya penggunaan teknologi secara efektif, baik dalam hal komunikasi, kolaborasi, maupun dalam mencapai tujuan lainnya. 6. Pemahaman Konteks Penggunaan: Hague (2010) menekankan pemahaman tentang kapan dan bagaimana menggunakan perangkat teknologi informasi untuk mendukung tujuan tertentu. Meskipun tidak ditekankan secara khusus oleh Gilster, pemahaman tentang konteks penggunaan teknologi juga dapat dianggap sebagai bagian dari literasi digital Gambar 2.3 Keindahan alam di Lokasi penelitian Seiring dengan perkembangan komunikasi dan teknologi informasi, juga pesatnya teknologi digital, kesadaran dan kemampuan bermedia. literasi media dan literasi digital merupakan pendekatan yang memiliki fokus analisis kritis terhadap konten dari pesan media. Paparan berbagai macam informasi dari media membuat kebanyakan orang kebingungan mana informasi yang bermanfaat dan mana yang tidak. Maka dengan adanya fenomena tersebut, pengetahuan literasi media sangat dibutuhkan sebagai modal bagi khalayak untuk memiliki
kemampuan dalam memilah dan mengevaluasi isi media dengan tajam dan teliti sehingga mampu memanfaatkan isi media sesuai dengan kebutuhannya. Setiap orang harus memiliki tanggung jawab atas penggunaan teknologi untuk berinteraksi atau berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari. Menangani beraneka informasi, kemampuan dalam menafsirkan pesan dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain merupakan berbagai kemampuan dalam literasi digital. Adanya proses menciptakan, mengolaborasi, mengkomunikasikan berdasarkan etika, memahami kapan dan bagaimana menggunakan teknologi secara efektif merupakan kompetensi digital yang dibutuhkan saat ini. Hal yang paling mendasar dalam menghadapi perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah dengan memiliki kemampuan atau keterampilan dalam berliterasi digital. Dengan memiliki keterampilan digital yang mumpuni maka akan menciptakan masyarakat yang cermat dalam penggunaan teknologi digital. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) telah melaksanakan survei status read literasi digital skala nasional di mana pensurveian tersebut mengacu kepada kerangka literasi digital UNESCO dan hasil surveinya menyebutkan bahwa Indonesia berada pada angka 3,407 dari skala 1 sampai dengan 4. Hal ini memiliki makna bahwasanya tingkat literasi digital masyarakat Indonesia belum mencapai tingkat baik karena posisinya berada sedikit di atas sedang (Kemdikbud, 2021). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh kemkominfo maka hal yang perlu ditingkatkan adalah sumber daya manusia disertai dengan inovasi-inovasi yang dapat membawa perubahan lebih ke arah yang positif.
Kominfo (2022) menyatakan bahwa pada tahun 2022 indeks literasi digital nasional mengalami kenaikan sebesar 0,005 poin menjadi 3,54, berikut ini diagram kenaikan indeks literasi digital skala nasional: Sumber: Kominfo (2022) Gambar 2.4 Indeks Literasi Digital 2021-2022 Berdasarkan gambar di atas maka dapat diketahui hanya 3 pilar saja yang mengalami kenaikan yakni pilar 1: digital skill, naik sebesar 0,08 poin, pilar 2: digital ethics, naik sebesar 0,15 poin, dan pilar 3: digital safety, naik 0,02 poin. Sedangkan pilar ke-4 mengalami penurunan sebesar 0,06 poin. Kehadiran revolusi Industri 4.0 sangat mempengaruhi kondisi pelaku Usaha Kecil dan Menengah saat ini dikarenakan semakin banyaknya tuntutan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pelaku usaha. Menurut Harto (2018) kompetensi merupakan perpaduan dalam penguasaan sikap dengan nilai-nilai yang direfleksikan menjadi satu kebiasaan dalam berfikir serta bertindak sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kompetensi juga dapat dimaknai dengan kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugas serta fungsinya yang disesuaikan dengan standar mutu kinerja. Sebagai pelaku usaha dan anggota masyarakat saat ini juga dituntut untuk mampu memahami dan mengevaluasi kualitas informasi yang diterima dan yang akan disebarluaskan melalui berbagai media sosial . Kemampuan menerima, memahami , menelusuri dan mengidentifikasi informasi dalam bentuk digital inilah yang disebut dengan literasi digital. Literasi digital secara garis besar sebenarnya dapat diartikan sebagai upaya memahami, menggunakan, melibatkan, mentransformasi teks dan menganalisis. Dimana kelima hal tersebut sebenarnya berfokus pada kompetensi atau mengembangkan kemampuan dalam membaca dan menulis. Untuk memahami lebih jelas mengenai pengertian atau definisi literasi digital, ada 7 pengertian literasi digital yang dipaparkan menurut para ahli berikut ini. 1. Literassi Digital Menurut UNESCO ( The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization ) Pengertian literasi menurut UNESCO mengartikan bahwa literasi sebagai perangkat keterampilan. Baik itu keterampilan kognitif, menulis ataupun keterampilan membaca. Semua keterampilan tersebut dapat dikembangkan dan di bentuk lewat berbagai jalur. Misalnya lewat penelitian akademi, pengalaman, pendidikan ataupun nilai-nilai budaya. Menurut UNESCO, konsep literasi digital itu sendiri sebagai upaya untuk memahami perangkat teknologi komunikasi dan informasi. Dalam hal ini berupa literasi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang mengarah fokus pada kamampuan teknis yang sifatnya untuk mengembangkan
pelayanan publik berbasis digital. Literasi Digital itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu literasi teknologi yang lebih menekankan pada pemahaman teknologi digital dalam pengguna dan kemampuan teknis serta literasi informasi yang menekankan pada aspek pengetahuan. Masih menurut UNESCO, aspek dari literasi digital terbagi menjadi dua. Pertama dari segi aspek pendekatan konseptual dan aspek operasional. Dimana pada pendekatan konseptual memfokuskan pada perkembangan kognitif hingga sosial emosional. Sedangkan secara operasional menekankan pada kemampuan teknis penggunaan media yang tidak boleh diabaikan. 2. Literasi Menurut Merriam Webster Menurut Merriam Webster, pengertian literasi sebagai kemampuan melek aksara. Maksud dari melek aksara itu sendiri sebenarnya inti maknanya tidak jauh beda dengan yang diungkapkan oleh UNESCO, yaitu meliputi kemampuan menulis, membaca dan memahami ide. 3. Literasi Menurut National Institute for Literacy Pendapat dari National Institute for literacy juga berbeda . Pengertian literasi itu sebagai bentuk kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah pada tingkat permasalahan yang berbeda-beda. Jadi tidak hanya sebatas sebagai kemampuan berbicara, menulis dan membaca saja. Tetapi juga di tingkat pekerjaan, masyarakat dan keluarga pun juga termasuk di dalamnya. Seperti yang diketahui bahwa literasi digital itu sendiri sebenarnya seharihari sudah bisa dan sering dilakukan. Dibandingkan membuat bacaan, memang lebih banyak yang membaca dan menikmati literasi bacaan tersebut.
Padahal dalam literasi digital, tidak selalu diartikan bahwa individu sebagai penikmat, tetapi juga bisa sebagai pencipta atau penulisnya. 4. Literasi Menurut Paul Gilster Menurut seorang penulis dari buku yang berjudul Digital Literacy yang diterbitkan pada tahun 1997 mengartikan bahwa, pengertian literasi digital adalah kemampuan seseorang dalam memafaatkan informasi dalam berbagai bentuk. Baik itu dari sumber dari perangkat komputer ataupun dari ponsel. Literasi digital itu tidak hanya di komputer, tetapi juga dapat disimpan di ponsel pintar masing-masing. Inilah kecanggihan dan kepraktisan yang di tawarkan oleh teknologi dan kemutakhiran data. Dan kini literasi digital pun sudah bukan sesuatu yang asing di era informasi saat ini. 5. Literasi Digital Menurut Bawden Sedangkan Bawden menekankan bahwa literasi digital sebenarnya lebih menekankan pada literasi komputer dan literasi informasi. Dimana literasi komputer ini sendiri sudah ada sejak tahun 1980an yang lalu dan baru menyebar luas di tahun 1990an. Dari sinilah perkembangan literasi digital semakin mudah diakses dan semakin tersebar luas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa arti literasi digital menurut Bawden sebagai keterampilan teknis dalam mengakses, memahami, merangkai dan menyebarluaskan informasi. Dimana di era millenial seperti sekarang, hal semacam ini sangat akrab sekali. tidak hanya akrab, tetapi sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. 6. Literasi Digital Menurut Douglas A.J. Belshaw Dalam sebuah tesis yang berjudul what is digital literacy? yang ditulis oleh Douglas A.J. Belshaw yang menyatakan bahwa literasi ditigal sebenarnya
memiliki beberapa elemen penting untuk meningkatkan dan mengembangkan literasi digital. Elemen tersebut meliputi beberapa poin sebagai seperti kultur atau budaya, dimana elemen ini diperlukan pemahaman ragam kotneks penggunaan dunia digital.Ada juga elemen akan kemampuan kognitif, dimana perlunya daya pikir dalam memnilai kontens. Elemen lain pun juga ada lemen konstruktif, komunikatif, kepercayaan, kreatif, kritis dan bertanggung jawab secara sosial. Jika semua elemen tersebut bekerja dengan baik, maka dapat memaksimalkan membantu aspek kognitif dalam menilai konten Belshaw itu sendiri menyimpulkan bahwa literasi digital sebagai pengetahuan dan kecakapan seseorang dalam memanfaatkan dan menggunakan media digital. Mulai dari menggunakan jaringan alat komunikasi hingga bagaimana menemukan evaluasi. 7. Literasi Digital Menurut Mayes dan Fowler Menurut Mayes dan Fowler ada prinsip dalam mengembangkan literasi digital secara berjenjang. Pertama kompetensi digital yang menekankan pada keterampilan, pendekatan, perilaku dan konsep. Selain itu juga ada penggunaan digital itu sendiri yang memfokuskan pada pengaplikasian kompetensi digital. Terakhir, adannya transformasi digital yang tentu saja membutuhkan yang namannya inovasi dan kreativitas, sebagai unsur penting dalam digitalisasi. Anwar & Rusmana (2017) menyebutkan bahwa komunikasi digital adalah proses penyampaian pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan menggunakan media digital. Komunikasi digital memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan komunikasi tradisional. Perbedaan pertama terletak pada proses dalam membentuk, mengemas, dan menyajikan pesan, dimana komunikasi digital memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan kemudahan. Selanjutnya dalam hal daya tarik pesan yang juga jauh lebih unggul pada komunikasi digital karena adanya beragam fitur teknologi yang memungkinkan pesan dikemas dan disampaikan dengan cara-cara yang unik dan menari
Anwar & Rusmana (2017) menyebutkan bahwa daya tarik tinggi dari komunikasi digital menjadi dasar terbentuknya respon yang sangat besar dari penerima pesan. Besarnya respon tersebut juga dipengaruhi oleh jangkauan dari komunikasi digital yang jauh lebih luas, yang bahkan dapat mengabaikan faktor tempat dan waktu, di mana komunikator dan komunikan dapat saling berkomunikasi atau berkirim pesan meskipun berada pada tempat yang berjauhan. Pesan dalam komunikasi digital dapat diakses oleh komunikan secara cepat atau dalam waktu yang berbeda dengan waktu penyampaian pesan oleh komunikator. Dengan kata lain, fleksibilitas penyampaian pesan dan akses menjadi karakteristik lain yang membedakan antara komunikasi digital dan komunikasi tradisional Menurut Nasrullah (2021), terdapat beberapa konsep mengenai komunikasi digital menurut beberapa ahli, konsep tersebut antara lain: a. Konsep komunikasi digital menurut Meinel dan Sack. Meinel & Sack menyebutkan bahwa pembahasan komunikasi digital akan melibatkan ilmu komunikasi dan ilmu komputer di mana komunikasi yang terjadi melibatkan berbagai sinyal, yang dalam ilmu komputer disebut dengan angka 0 dan 1. Gambaran model komunikasi pada konsep ini adalah sebagai berikut: Sumber: Nasrullah (2021) Gambar 2.5 Model Komunikasi Digital dalam Perspektif Teori Informasi
Model komunikasi digital ini menjelaskan bahwa internet menghasilkan dua dasar sinyal di mana pesan akan diterjemahkan dengan menggunakan kode dan kode tersebut akan diterjemahkan/encode dari sumber aslinya yang bersifat analog lalu akan ditransmisikan dengan menggunakan saluran komunikasi digital ke dalam format pesan digital. Hal ini dapat terjadi tergantung pada jenis dari medianya, bisa berbentuk teks, gambar, suara, video, dan lain sebagainya yang secara prosedur akan diterjemahkan dan bagaimana bentuk dari data media tersebut digunakan akan bergantung pula dengan saluran komunikasinya dan tergantung pada protokol komunikasi yang diterapkan. Hal inilah yang akan mengontrol dalam menghadirkan konten komunikasi ke dalam bentuk format tertentu dan sebagai tempat untuk memproses komunikasi itu sendiri. b. Konsep dalam perspektif teknologi informasi menurut Ziemer & Peterson. Ziemer & Peterson menyatakan bahwa pesan secara digital akan diproses dengan menggunakan teknologi informasi dan diterima juga dengan menggunakan teknologi informasi. Konsep ini dapat digambarkan dalam model komunikasi digital berikut ini: Sumber: Nasrullah (2021) Gambar 2.6 Model Transmisi dalam Komunikasi Digital Pada perspektif ini komunikasi yang terjadi membutuhkan media/chanel teknologi informasi dan komputer untuk melakukan proses pesan yang ditransmisikan. Hal ini dapat diilustrasikan dengan penulisan e-mail, e-mail yang ditulis kemudian akan dienskripsikan oleh sistem/encryptor lalu dilakukan sejumlah proses teknologi sebelum akhirnya kode-kode tersebut dideskripsi melalui sistem/decryptor sebelum akhirnya pesan tersebut sampai oleh penerima.
Nasrullah (2021) menyebutkan pada dua konsep mengenai komunikasi digital yang telah dijelaskan di atas maka terdapat dua elemen penting yang ada dalam komunikasi digital, elemen tersebut adalah elemen aktivitas komunikasi dan teknologi atau media. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa komunikasi digital adalah aktivitas penyampaian dan penerimaan pesan di antara entitas sebagai produsen sekaligus penerima pesan dengan medium teknologi internet. Nasrullah (2021) menjelaskan pada praktiknya komunikasi digital dapat didekati dengan terminologi Computer Mediated Communication (CMC) atau komunikasi termediasi komputer yang merupakan proses komunikasi manusia melalui komputer yang melibatkan khalayak, tersituasi dalam konteks tertentu di mana proses tersebut memanfaatkan media untuk tujuan-tujuan tertentu. Cantoni dan Tardini dalam Nasrullah menyebutkan bahwa komunikasi termediasi komputer merupakan interaksi antar individu yang terjadi melalui komputer. Realitas komunikasi digital akan menunjukkan bahwa dalam komunikasi digital maka terdapat lima elemen dalam proses komunikasi yang harus mendapatkan perhatian dan pemahaman baik secara teori maupun praktik. Walaupun kelima elemen dalam proses komunikai memiliki fungsi yang sama dalam melakukan komunikasi digital, namun berbagai realitas virtual memberikan semacam “cara pandang baru” dalam berkomunikasi. Hallahan dalam Nasrullah, (2021) menjelaskan bahwa teknologi komunikasi telah memberikan dampak pada praktik komunikasi, yaitu: a. Meningkatnya volume informasi dari praktisi kehumasan dalam konteks mengkreasikan, mendistribusikan, dan pengelolaan sebuah tren yang membutuhkan perencanaan, penyabaran dan pengarsipan yang matang. b. Kebutuhan organisasi dalam mendiseminasikan informasi dengan menggunakan beragam perangkat untuk menggapai khalayak yang sama namun terfragmentasi sebagai hasil dari peningkatan dan juga pengurangan sumber daya manusa. c. Menjunjung tinggi ketepatan waktu. Namun, ketergesa-gesaan dalam mendistribusikan informasi sering kali mengakibatkan penyebaran informasi yang tidak lengkap atau keliru dan mengaburkan waktu yang sebelumnya tidak ada.
d. Ekspektasi khalayak yang berubah tentang ketersediaan informasi. Memang, khalayak menuntut informasi setiap hari, dan sekarang khalayak bukan organisasi yang menentukan kapan, di mana, dan bagaimana informasi didistribusikan. Mengabaikan preferensi khalayak dapat membahayakan akses dan keterpaparan. e. Mentransformasikan khalayak yang kini juga sebagai produser sekaligus penerima pesan kehumasan. Beragam upaya yang dilakukan kehumasan secara online dan mobile saat ini untuk meminta balasan langsung atau mendorong khalayak agar dapat meneruskan pesan ke teman mereka, menilai konten, membuat rekomendasi atau membuat konten buatan pengguna (user generated content). f. Menyediakan mekanisme dialog. Pada dasarnya interaktivitas memungkinkan organisasi berkomunikasi dua arah dengan konstituen dan juga memfasilitasi komunikasi di antara berbagai konstituen. Sisi negatif dari tren ini dapat berupa umpan balik yang bias maupun perbincangan dari mulut ke mulut (word of mouth), rumor, dan gosip yang berpotensi merusak organisasi itu sendiri. g. Nilai sosial yang berubah terkait dengan informasi, kerahasiaan, transparansi, dan privasi dalam organisasi. Khalayak sekarang mengharapkan organisasi untuk memberikan saran dan informasi dengan tanpa biaya, tetapi juga sekarang mengharapkan organisasi akan melindungi informasi pribadi yang diberikan kepada mereka. h. Memungkinkan terjadinya manipulasi dan duplikasi yang mudah atau kekayaan intelektual organisasi oleh orang lain, sehingga membuat organisasi rentan terhadap penyerangan digital, peretas, pengintai, sampai tindakan pencurian. Walaupun internet memberikan alternatif media dan menyebabkan adanya perubahan budaya dalam berinteraksi dengan khalayak, penggunaan media massa tradisional atau aktivitas offline tetap diperlukan. Oleh karena itu, model integrasi media yang dilakukan kehumasan bisa dianggap sebagai “melebarkan jaring”, artinya jaring yang selama ini digunakan dalam aktivitas kehumasan seperti media publik, media terkontrol, kegiatan atau komunikasi
langsung, kini bertambah dan dikombinasikan dengan saluran baru yakni media interaktif (Nasrullah, 2021: 8- 9). Tabel di bawah ini akan menjabarkan bagaimana cara media interaktif berada pada posisi di antara komunikasi massa dengan komunikasi yang bersifat personal. Posisi ini akan memberikan keuntungan dari segi waktu dan ruang dalam melaksanakan aktivitas kehumasan. Bahkan berbagai aspek mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada keterlibatan sumber daya manusia dan pembiayaan dapat lebih efektif dan efisien dengan kehadiran media interaktif (Nasrullah, 2021). Tabel 2.1 Model Integrasi Media Kehumasan Nasrullah (2021) menyebutkan bahwa komunikasi dengan menggunakan jaringan internet memiliki beberapa aspek, yakni: 1. Interaksi tidak harus terjadi dalam waktu yang sama, sender dan receiver tidak harus berada dalam lokasi yang sama sebagaimana yang terjadi dalam komunikasi dua arah baik tatap muka maupun melalui media seperti telepon. Namun, bukan berarti konten atau lingkungan interaksi itu terbatas oleh waktu karena konten dan lingkungan itu selalu “hidup” dan ada kapan pun. 2. Jadwal bisa disesuaikan dengan yang diinginkan oleh pengguna saat
terkoneksi ke dalam jaringan dan komunikasi bisa terjadi dalam kondisi ruang dan waktu yang sama (synchronous) dan bisa juga berbeda (asynchronous). 3. Interaksi yang terjadi di internet pada kenyataannya terjadi melalui medium teks. Bentuk teks yang beragam serta melibatkan simbol (icons) menjadi medium yang digunakan oleh pengguna dalam berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi tatap muka di mana tanda-tanda seperti ekspresi wajah atau intonasi suara menjadi penentu dalam penyampaian dan penerimaan pesan, di dunia siber ekspresi dan intonasi diwakili oleh teks (the diactic expressions). 4. Interaksi yang terjadi tidak mensyaratkan adanya kesamaan seperti status atau tingkat pengetahuan (astigmatic). Komunikasi teks di dunia siber tidak juga melibatkan visualisasi para pengguna sebagaimana di dunia nyata yang terkadang dalam komunikasi tatap muka seseorang akan mengambil sikap tertentu ketika berhadapan dengan seseorang karena stigma yang muncul pertama kali dibenaknya. Nasrullah (2021) menjelaskan bahwa perkembangan pada komunikasi digital tidak hanya berhenti pada aktivitas komunikasi yang melibatkan pada sistem informasi dan komputer saja atau hanya sebagai penjelas bagaimana pesan itu diproduksi dan diterima secara digital. Kehadiran internet memberikan makna berbeda dari komunikasi digital, bukan hanya sekedar dari bentuk komunikasi yang menggunakan saluran digital saja melainkan memberikan pengaruh pada peradaban manusia baik di dalam bidang budaya, sosial-politik, pendidikan, ekonomi, pemerintahan dan lain sebagainya. Menurut Pratyaksa & Putri (2022), komunikasi digital memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1. Alat-alat pada teknologi digital dinilai lebih praktis, stabil, dan memiliki daya tahan yang lama dalam pemakaiannya. 2. Teknologi digital menawarkan biaya yang lebih rendah, keandalan yang lenihh baik, pemakaian ruang yang lebih kecil serta konsumsi daya yang rendah. 3. Teknologi digital membuat kualitas komunikasi tidak tergantung pada jarak. 4. Teknologi integrated circuit (IC) atau yang lebih dikenal dengan sebutan
chips membuat penggunaan teknologi digital lebih praktis karena ukurannya yang kecil. Sedangkan kekurangan dari penggunaan komunikasi digital adalah: 1) Rangkaian elektronika lebih rumit atau kompleks. 2) Memerlukan perangkat tertentu. 3) Kesalahan ketika digitalisasi. 4) Tidak mewakili emosi penggunanya. 5) Dominasi dunia oelh teknologi analog. Perubahan Sosial Budaya dalam Komunikasi Digital Menurut Freeman C (1990), Teknologi informasi merupakan gelombang panjang terkini dari evolusi sosial ekonomi umat manusia dengan membawa perubahan di segala lini kehidupan manusia, termasuk sosial, ekonomi dan politik. Kelahiran komunikasi digital telah membawa perubahan pada perilaku sosial masyarakat, meliputi pergeseran budaya, etika dan norma yang ada. Penelitian tentang teknologi informasi dan perubahan sosial telah berkembang secara signifikan, mulai dari studi spekulatif tentang efek potensialnya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi hingga analisis rinci tentang komunikasi digital. Diskusi komunikasi digital dan perubahan sosial adalah bagian dari literatur yang lebih luas tentang teori inovasi dan dimulai dengan konseptualisasi Shannon tahun 1948 tentang "digital" dalam telekomunikasi. Boestam & Derivanti (2022) menjelaskan bahwa fenomena dalam perkembangan teknologi komunikasi saat ini telah terjadi di mana penggunaan perangkat seperti smartphone dan konvergensi telekomunikasi, internet dan penyiaran berdampak langsung pada perubahan intensitas interaksi sosial tatap muka. Telah banyak perubahan bentuk interaksi sosial dari fisik ke virtual melalui teknologi komunikasi digital, sehingga saat ini orang begitu mudah berinteraksi melalui digital. Saat ini telah terjadi revolusi komunikasi, melahirkan revolusi sosial. Apa yang dulu dianggap aktivitas "virtual" di dunia maya kini semakin besar dan dominan. Aktivitas di dunia maya tidak lagi dihargai secara virtual. Pavlik & Shawn (2004) menjelaskan bahwa fenomena konvergensi teknologi terjadi ketika teknologi komputer, telekomunikasi, internet, penyiaran dan media
cetak secara kolektif diintegrasikan ke dalam satu unit digital. Pavlik dan McIntosh memberikan pemahaman bahwa konvergensi merupakan perpaduan komputer, telekomunikasi dan media dalam lingkungan digital. Konvergensi digital dapat pula dipahami sebagai kolaborasi antara penyedia layanan informasi dan komunikasi. Meskipun definisi konvergensi pada saat ini belum mencapai kesepakatan, namun pada intinya konvergensi merupakan peningkatan teknolog komunikasi, sehingga besar kemungkinan peningkatan juga terjadi pada kalangan kreatif atau profesional, serta di industri, masyarakat bahkan pemerintahan. oestam & Derivanti (2022) menyebutkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan politik tidak hanya berlangsung di dunia fisik, tetapi semakin bergeser ke dunia siber (cyber life). Pembaharuan dari fitur pendukung komunikasi digital semakin massif dilakukan oleh industri pengembang sehingga semakin mengikat masyarakat dalam penggunaan komunikasi digital. Di masa lalu, masyarakat lebih cenderung melakukan interaksi fisik dalam kegiatan sosial maupun ekonomi, namun semenjak adanya teknologi komunikasi digital interaksi secara fisik lambat laun mulai tergantikan khususnya dikalangan kelompok masyarakat generasi Z dan milenial yang cenderung banyak menghabiskan waktu untuk aktivitas komunikasi digital. Boestam & Derivanti (2022) menjelaskan bahwa akibat dari pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2019, semua orang di dunia terpaksa mengurangi interaksi sosial tatap muka. Akibatnya, teknologi digital berkembang pesat dan pola perilaku individu berubah di luar batas normal. Aplikasi Zoom Meeting merupakan salah satu contoh bentuk komunikasi digital yang tidak dapat dihindari akibat pandemi Covid-19. Setiap orang dipaksa untuk berkomunikasi melalui antarmuka atau online agar tidak menyebarkan virus Covid-19. Hal ini tentunya berdampak pada perubahan sosial di masyarakat. Tribun.com dalam Boestam & Derivanti (2022) menyebutkan bahwa Perubahan signifikan karena kehadiran teknologi komunikasi digital, tidak hanya pada model industri, tetapi juga pada perilaku sosial masyarakat. Awalnya, penggunaan frekuensi hanya digunakan untuk telekomunikasi dan penyiaran. Namun, pada tahun 1990-an, Internet mulai berkembang dan munculnya penyedia
layanan Internet menyebabkan munculnya industri teknologi informasi baru yang disebut layanan Over The Top (OTT). Munculnya industri komputasi OTT telah mengalami perubahan besar dalam penggunaannya dimana tidak hanya industri telekomunikasi dan penyiaran tetapi juga masyarakat umum dapat memanfaatkannya. Hal ini tergambar dari frekuensi penggunaan internet seperti yang dijelaskankita sosial dalam Boestam & Derivanti (2022), menyatakan secara umum masyarakat Indonesia melakukan komunikasi digital selama 8 jam 52 menit sehari melalui media sosial dan sejenisnya. Fenomena perubahan perilaku sosial akibat komunikasi digital dijelaskan dalam penelitian Hamzani KH, Daeng S. Ferdiansyah dan Muhammad Yani dalam Boestam & Derivanti (2022), menyatakan bahwa komunikasi dengan teknologi digital yang terus berkembang mengubah perilaku sosial masyarakat dalam hal ini. tradisi phubbing menjadi fenomena tersendiri. Perilaku komunikasi digital ditunjukkan oleh masyarakat melalui tradisi phubbing atau yang dikenal dengan perilaku berlebihan saat menggunakan handphone dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi digital telah mengubah kebiasaan masyarakat dalam berinteraksi sosial. Bahkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perilaku phubbing ini bertentangan dengan norma sosial yang ada di masyarakat, yaitu saling menghormati antar sesama saat berkomunikasi. Kemudian penelitian Astari C. Sari, dkk dalam Boestam & Derivanti (2022) menyatakan bahwa kehadiran media sosial sebagai saran komunikasi digital berdampak sangat signifikan terhadap perubahan perilaku masyarakat, kehadiran media sosial berdampak pada cara dan aspek yang dikomunikasikan dimana hal tersebut berjalan lebih efektif. Keberadaan teknologi digital telah berhasil mengubah pola komunikasi antar masyarakat, memberikan akses informasi, hiburan, dan hiburan yang luas dan terjangkau telah membentuk pola pikir, sikap dan tindakan atau perilaku yang akan membawa orang ke dalam gaya hidup yang instan. Namun, terdapat perubahan sosial yang negatif terutama pada norma-norma sosial yang ada di masyarakat Indonesia. Seperti bullying, sarkasme, rasisme dan sebagainya. Terjadinya fenomena penyimpangan norma sosial disebabkan oleh kemudahan dan kebebasan berekspresi melalui media teknologi, sehingga mendorong masyarakat untuk lebih berani dalam berbicara. Oleh karena itu,
masyarakat perlu lebih bijak dalam menggunakan teknologi yang berkembang pesat saat ini. Peran pemerintah sebagai pengawas juga penting dalam menjaga norma dan batasan sebagai akibat dari kebebasan dan arus globalisasi di masyaraka Menurut Boestam & Derivanti (2022), komunikasi digital melalui penggunaan media baru secara perlahan melemahkan nilai dan norma di masyarakat, seperti anak muda masa kini yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget dan berinteraksi di dunia maya. Wajar jika remaja sulit bersosialisasi di masyarakat karena sebenarnya proses interaksi atau proses asosiatif yang dilakukan berkurang secara signifikan. Dengan fenomena seperti itu, nilai-nilai dan norma-norma suatu masyarakat menjadi hilang dan juga menghilangnya proses asosiatif dalam suatu organisasi yang melaluinya muncul individualis. Memang beberapa orang saat ini sulit untuk berinteraksi dengan orang lain, tetapi mereka dapat berkomunikasi di dunia maya, bahkan beberapa orang perlu memiliki komunitas di dalamnya. Boestam & Derivanti (2022) menjelaskan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan luas di industri informasi juga bertanggung jawab untuk mempersempit kesenjangan digital di masyarakat. Pasalnya, perbedaan penguasaan teknologi informasi komunikasi memberikan dampak pula terhadap kesenjangan ekonomi masyarakat. Karena masyarakat yang memiliki akses terhadap komunikasi digitas akan memiliki kemudahan dalam melakukan proses perekonomiannya seperti memiliki keleluasaan dalam melakukan pemasaran yang tidak terbatas. Boestam & Derivanti (2022) menyebutkan bahwa masifnya penggunaan media digital saat ini tentunya memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat, produk komunikasi berbasis teknologi kecerdasan buatan digital dan jaringan siber mengubah konektivitas sosial, ekonomi, politik dan budaya dari tatap muka menjadi membentuk pola pandang. kata-kata dan gambar. Dampak komunikasi digital menimbulkan banyak kontroversi di masyarakat, termasuk krisis kepercayaan yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dijelaskan dalam penelitian Terry Flew (2019) yang berpendapat bahwa kebangkitan populisme di seluruh dunia dapat dilihat sebagai konsekuensi dari krisis kepercayaan yang lebih umum terhadap institusi sosial dan proyek globalisasi yang telah terjadi di masyarakat liberal Barat.
Menurut Boestam & Derivanti (2022), penyebaran berita palsu lebih merupakan gejala krisis kepercayaan daripada pendorong utama, karena apa yang disebut gelembung filter mencerminkan lebih banyak polarisasi politik daripada penyortiran algoritme, dan interaksi antara apa yang disebut media arus utama dan media sosial mudah terlihat. dalam penyebaran berita sosial. Anti-elitisme meluas ke jurnalis dan organisasi berita seperti halnya ke elit politik dan bisnis, tetapi ada tanda-tanda bahwa kepercayaan pada berita sedang meningkat karena semakin banyak pertanyaan yangdiajukan tentang kepercayaan pada platform digital. Artinya, dampak teknologi digital menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap penguasa yang ada, arus informasi yang kuat dan luas, maka semakin banyak ketidakpastian yang dapat diungkap masyarakat terhadap informasi yang beredar, sehingga berdampak pada masyarakat. kepercayaan terhadap suatu institusi atau informasi tertentu. Selain itu, maraknya berita palsu semakin meningkatkan ketidakpercayaan publik terhadap informasi yang berasal dari platform digital. Menurut Boestam & Derivanti (2022) perkembangan teknologi digital telah merubah kebiasaan pada masayarakat. Perubahan sosial yang terjadi diakibatkan kemajuan teknologi yang pesat dan tidak dapat dihindarkan oleh masayarakat. Kemajuan teknologi yang terjadi dalam berbagai aspek menuntut masyarakat untuk merubah pola perilaku mereka termasuk interaksi sosial. Disadari bahwa perubahan interaksi yang terjadi di masyarakat merubah dalam berbagai aspek seperti, hiburan, informasi, edukasi, hingga ekonomi yang mana hal tersebut saling berkaitan. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan fenomena komunikasi digital terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, dampak teknologi digital sangat besar, tidak hanya mengubah interaksi sosial, ekonomi, bahkan kebijakan pemerintah dapat diubah untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi saat ini. Komunikasi digital digunakan sebagai media masyarakat untuk mengkritisi penguasa yang ada. Komunikasi digital bukan lagi sekedar forum interaksi masyarakat, memberikan komunikasi digital perspektif yang lebih luas.
Model Komunikasi SMCR (Source, Message, Channel, Response) . Menurut Putri (2021), model komunikasi merupakan representasi visual dari identifikasi bagaimana sebuah proses komunikasi berjalan. Bisa dikatakan model komunikasi merupakan perwujudan dari sebuah komunikasi berjalan. Mulai dari sebuah pesan disampaikan hingga pesan diterima. Para pakar mengklasifikasikan bahwa model komunikasi dibagi ke dalam tiga jenis, yakni model komunikasi linear, model komunikasi transaksional, dan model komunikasi interaksional Dari ketiga model tersebut David Kenneth Berlo memperkenalkan istilah SMCR sebagai penggambaran dari salah satu jenis model komunikasi linear. Menurut Warsita (2014), liner artinya pesan dikirimkan dan kemudian diterima oleh penerima. Maka proses komunikasi pada model komunikasi Berlo ini tidak terjadi secara berkesinambungan yang terus menerus bergantian dari penyampai pesan ke penerima pesan. Gambar 2.7 Model Komunikasi SMCR
Berlo dalam Idris (2017) memberi penekanan lebih pada komunikasi sebagai sebuah proses yang mana proses tersebut melibatkan beberapa komponen. Menurut Berlo dalam Suryanto (2015), terdapat empat komponen penting yang ditekankan dalam model komunikasi ini, yaitu Sender, Message, Channel, dan Receiver. Karena empat komponen inilah, model komunikasi Berlo disebut pula model komunikasi SMCR. Berikut ini merupakan gambar dari model komunikasi SMCR:Sumber: (Haryadi, 2018) Berikut ini merupakan penjelasan menurut Suryanto (2015) pada komponen model komunikasi SMCR: 1. Source (Sumber) Menurut Suryanto (2015), Sender/source atau pengirim pesan adalah sumber berasalnya pesan atau bisa dikatakan seseorang yang memberikan pesan. Sumber dalam komunikasi dapat disebut komunikator. Sabrinah (2017) menjelaskan bahwa sumber bisa terdiri dari satu orang atau beberapa orang yakni kelompok. Kelompok disini seperti halnya organisasi, partai, atau lembaga tertentu. Sumber juga sering dikatakan sebagai source, sender, atau encoder. Menurut Wijayani (2022), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi elemen sender/source atau sumber yaitu: a. Keterampilan komunikasi (communication skills) merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi seperti kemampuan untuk membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, dan lain sebagainya. Keterampilan komunikasi yang dimiliki oleh sender/source merupakan faktor yang mempengaruhi proses komunikasi. Jika sender/source memiliki keterampilan komunikasi yang baik, maka pesan akan dapat dikomunikasikan dengan lebih baik, begitu juga sebaliknya. b. Sikap (attitudes) merupakan sikap yang diberikan oleh sender/source kepada diri sendiri, khalayak, dan lingkungan dapat memberikan perubahan makna dan efek pesan. c. Pengetahuan (knowledge) merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh sender/source tentang subyek pesan yang membuat pesan dikomunikasikan memiliki efek yang lebih terhadap khalayak. Dengan
memiliki pengetahuan yang baik tentang subyek akan membuat pesan dapat dikirimkan secara lebih efektif oleh komunikator. Perlu dipahami bahwa pengetahuan disini menyangkut pengetahuan tentang subyek bukan pengetahuan secara umum. d. Sistem sosial (social systems) meliputi beberapa aspek sistem sosial seperti nilai-nilai, kepercayaan, budaya, agama, dan pemahaman umum terkait masyarakat. Aspek-aspek ini mempengaruhi cara sender/source dalam mengkomunikasikan pesan. e. Budaya (culture) merupakan bagian dari masyarakat yang juga berada dalam sistem sosial. Latar belakang budaya yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi dalam pembentukan serta penerimaan pesan. Dengan kata lain, perbedaan budaya mempengaruhi dalam penerimaan pesan. 2. Message (pesan) Yang dimaksud dengan elemen message atau pesan dalam model komunikasi Berlo adalah substansi yang dikirimkan oleh sender/source kepada penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh sender/source dapat berbentuk suara, teks, video, ataupun media lainnya. Pesan adalah isi dari komunikasi yang memiliki nilai dan disampaikan oleh seseorang (komunikator). Pesan bersifat menghibur, informatif, edukatif, persuasif, dan juga bisa bersifat propaganda. Pesan disampaikan melalui dua cara, yaitu verbal dan nonverbal. Bisa melalui tatap muka atau melalui sebuah media komunikasi. Pesan bisa dikatakan sebagai Message, Content, atau Information. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi elemen Message/pesan yakni: a. Isi (content), merujuk pada materi dalam pesan yang dipilih oleh sender/source untuk mengekspresikan tujuannya. Isi atau content memiliki elemen dan struktur. b. Elemen (elements), menyangkut beberapa hal nonverbal seperti bahasa, gestur, bahasa tubuh dan lain sebagainya. Dalam pesan selalu terdapat beberapa elemen yang melengkapi isi pesan atau content. c. Perlakuan (treatment), merujuk pengemasan pesan yang mencakup bagaimana pesan dikirimkan kepada penerima pesan serta memberikan
efek terhadap umpan balik yang diberikan oleh d. receiver atau penerima pesan. Perlu diingat pula bahwa perlakuan yang berlebihan terhadap pesan justru akan menghambat jalannya komunikasi. e. Struktur (structure), merujuk pada struktur pesan yang berdampak pada keefektifan sebuah pesan. Pesan bisa jadi sama namun struktur pesan yang tidak baik akan membuat pesan tidak dapat diterima dengan baik oleh receiver atau penerima pesan. f. Kode (code), merujuk pada kode pesan dalam artian bagaimana bentuk pesan yang dikirimkan misalnya bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa tubuh, gestur, musik, dan budaya. Melalui kodekode, kita memberikan atau menerima pesan. Pesan akan sangat jelas apabila kode-kode pesan sangat baik. Sebaliknya, kode pesan yang tidak baik dapat menimbulkan misinterpretasi. 3. Channel (Media dan Saluran Komunikasi) Dalam melakukan komunikasi, sender/source harus memilih sebuah saluran komunikasi untuk membawa atau mengirimkan pesan yang dimiliki. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi elemen Channel/saluran komunikasi yakni: a. Hearing (mendengarkan), yaitu menggunakan telinga untuk menerima pesan b. Seeing (melihat), yaitu saluran komunikasi visual misalnya televisi yang dapat kita lihat dan pesan yang disampaikan dapat kita terima c. Touching: Menyentuh, yaitu sensasi sentuhan dapat digunakan sebagai sebuah saluran komunikasi misalnya ketika akan membeli gorengan kita akan menyentuh gorengan tersebut apakah masih hangat atau tidak. d. Smelling (mencium), dapat menjadi saluran untuk berkomunikasi. Misalnya ketika kita mencium bau bawang goreng maka kita menjadi paham bahwa ada yang memasak makanan e. Tasting (merasa), indera pengecap yakni lidah juga dapat kita gunakan sebagai saluran komunikasi misalnya ketika kita mencicipi makanan maka komunikasi pun dapat terjadi. 4. Receiver (Penerima Pesan)
Receiver atau penerima pesan merujuk pada individu yang menerima pesan yang dikirimkan oleh pengirim pesan. Sebagaimana sender/source atau sumber atau pengirim pesan, maka receiver atau penerima pesan juga memiliki berbagai elemen yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor tersebut antara lain: a. Keterampilan komunikasi (communication skills) merupakan kemampuan individu dalam hal ini penerima pesan atau receiver dalam menerima pesan. Keterampilan komunikasi yang dimaksud meliputi kemampuan mendengarkan, menulis, berbicara, membaca, dan lain-lain. b. Sikap (attitudes) Merupakan sikap yang diberikan oleh penerima pesan sebelum dan setelah menerima pesan. c. Pengetahuan (knowlwdge) Merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh receiver atau penerima pesan agar pesan dapat diterima dengan baik. d. Sistem sosial (social systems) meliputi nilai-nilai, kepercayaan, agama, dan lain-lain mempengaruhi receiver atau penerima pesan dalam menerima pesan yang dikirimkan oleh pengirim pesan. e. Budaya (culture) Bagian dari sistem sosial mempengaruhi cara receiver atau penerima pesan dalam menerima pesan.Literasi Media Digital Potter (2011).mendefinisikan literasi media sebagai berikut: “literasi media merupakan seperangkat perspektif bahwa kita secara aktif mengekspos diri sendiri terhadap media untuk menafsirkan makna dari peranperan yang kita hadapi. kita membangun perspektif kita dari struktrstruktur pengetahuan. Untuk membangun struktur pengetahuan, kita memperlukan alatalat dan bahan baku. Alat-alat ini adalah ketrampilan kita. Bahan bakunya adalah informasi dari media dan dunia nyata. Menggunakan secara aktif berarti kita sadar terhadap pesan-pesan dan berinteraksi secara sadar dengan pesanpesan ini”
Dengan demikian, literasi media tidak hanya sekedar kemampuankemampuan tertentu, tetapi juga merupakan suatu yang bersifat umum. Literasi media tidak hanya mengonsumsi media, tetapi juga memproduksi, menciptakan dan mengomunikasikan informasi secara berhasil dalam semua bentuknya, tidak hanya dalam bentuk cetak. Karena itu literasi media merupakan sebuah ketrampilan komunikasi dan informasiyang diperluas yang digunakan untuk menanggapi perubahan informasi dalam lingkungan kita. Berbeda dengan Potter, Zacchetti dalam Effendi (2019) mengemukakan definisi literasi media berdasarkan pendekatan kritis, menurutnya:Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, untuk memahami dan mengevaluasi secara kritis isi media dan aspek media yang berbeda, serta untuk menciptakan komunikasi dalam berbagai konteks. Literasi media berhubungan dengan semua media, termasuk televisi dan film, radio dan rekaman music, media cetak, internet dan teknologi komunikasi digital lainnya”Dari kedua Batasan ini kita dapat memahami, literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan-pesan dalam berbagai bentuk termasuk cetak dan noncetak. Dalam literasi media kita dituntut untuk secara kritis untuk memahami sifat media, Teknik yang digunakan oleh media, dan dampak dari Teknik ini. Dengan kata lain, literasi media merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan media secara aktif dan kritis. Kemampuan Literasi Media Ardianto et al. (2007) menjelaskan bahwa kegiatan mengonsumsi media selayaknya membalikan telapak tangan, hanya dengan menekan tombol tertentu, tayangan apapun bisa kita saksikan. Tidak perlu memiliki keterampilan khusus seperti membaca atau menulis, kebiasan atau pemahaman simbol-simbol tertentu cukup membuat kita mudah untuk menjadi konsumen media, baik melalui televisi maupun radio. Begitu pula internet, sudah bukan menjadi rahasia lagi semua orang saat ini mulai aktif menggunakannya. Itu pun terjadi sebagai bentuk kemudahan yang diberikan teknologi saat ini. Berbeda halnya dengan kemampuan literasi media, yang menuntut hal sebaliknya. Orang yang setiap harinya berhubungan dengan media belum tentu memiliki kemampuan ini. Literasi media pun bukan menjadi hal yang tidak penting dalam kegiatan mengonsumsi media.
Dalam mengonsumsi media, seseorang membutuhkan kemampuan spesifik agar ia terhindar dari efek negatif media. Kemampuan ini seringkali disebut dengan istilah media literacy skill, yang menurut Baran dalam Ardianto et al. (2007) sebagai berikut: a. Memiliki kemampuan dan keinginan untuk membuat suatu kemajuan dalam ia memahami konten media, serta melakukan proses seleksi dengan memperhatikan dan menyaring informasi yang datang dari luar. b. Memiliki pemahaman dan responsif atas kekuatan yang dimiliki konten media. c. Memiliki kemampuan dalam membedakan antara emosi dan reaksi yang muncul sebagai respon atas konsumsi konten media. d. Mampu mengembangkan harapan atas konsumsi konten media yang dipilihnya. e. Memiliki pengetahuan secara khusus tentang konvensi bentuk-bentuk ekspresi dalam berbagai media, serta bisa menerimanya ketika terjadi penggabungan. f. Memiliki kemampuan untuk berfikir secara kritis terkait konten media, yang tidak hanya memperhatikan sisi kredibilitas sumbernya saja. g. Memiliki pengetahuan tentang bahasa internal yang dimiliki oleh media. h. Memiliki kemampuan untuk memahami dampak media, yang tidak hanya memahami masalahnya secara kompleks saja. Sementara menurut Centre For Media Literacy dalam Tamburaka (2013) kemampuan berfikir secara kritis atas konten media meliputi hal-hal berikut: a. Kemampuan dalam mengkritik media b. Kemampuan dalam memproduksi media c. Kemampuan dalam mengajarkan media d. Kemampuan dalam mengeksplorasi sistem pembuatan media e. Kemampuan dalam mengeksplorasi berbagai posisi f. Kemampuan dalam berfikir secara kritis atas isi media Secara lebih terperinci, kompetensi literasi media oleh Schuldermann dalam Iriantara (2009) sebagai berikut: 1. Kemampuan mengkritik media, dengan kategori perilaku:
a. Analistis, yaitu secara tepat melakukan pemahaman atas problemproblem dalam proses social, seperti kosentrasi kepemilikan media. b. Refleksif, yaitu kemampuan dalam menerapkan pengetahuan secara analitis, baik untuk diri maupun secara tindakannya. c. Etis, yaitu dimensi-dimensi berupa perpaduan antara pemikiran analitis dan refleksi, yang itu menunjukan pada tanggung jawab sosial. 2. Pengetahuan media yang berkaitan dengan pengetahuan media kontemporer dan sistem media, dengan kategori perilaku: a. Dimensi informatif, yaitu pengetahuan secara tradisional tentang sistem penyiaran dualistik, misalnya bagaimana sistem kerja wartawan, genre media, dan yang lainnya. b. Dimensi instrumental dan kualifikasi, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan kualifikasi penggunaan teknologi baru untuk bekerja. 3. Pemanfaatan media, dengan kategori perilaku: a. Reseptif, yaitu kemampuan dalam menggunakan program-program media yang berbeda. b. Interaktif, yaitu kemampuan dalam berkomunikasi dengan menggunakan layanan. 4. Desain media, dengan kategori perilaku: a. Inovatif, yaitu kemampuan dalam hal logika, misalnya terkait perubahanperubahan dan perkembangan dari suatu system media. b. Kreatif, yaitu kemampuan untuk memfokuskan dalam hal estetika dan mampu menembus batas-batas kebiasaan dalam komunikasi. Elemen Literasi Media, Silverblatt dalam Tamburaka (2013) memaparkan lima elemen dalam proses penerapan literasi media, yaitu: a. Kesadaran akan dampak media pada individu masyarakat. b. Pemahaman atas proses komunikasi massa. c. Pengembanagan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media. d. Kesadaran atas konten media sebagai sebuah teks yang memberikan pemahaman kepada budaya kita dan diri kita
sendiri. e. Pemahaman kesenangan, pemahaman dan apresiasi yang ditingkatkan konten media. Apabila literasi media merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi terpaan informasi media massa sekaligus menggiring orang tersebut untuk berpikir secara kritis tentanf konten apa yang mestinya dikonsumsi, maka orang itu pun akan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan media selanjutnya. Berawal dari media analog menjadi media digital memunculkan istilah baru yakni literasi digital, untuk menghadapi perkembangan teknologi yang semakin kompleks. Tujuan Literasi Media, Silverblatt dalam Tamburaka (2013) juga menyebutkan ada empat tujuan literasi media, yaitu kesadaran kritis, diskusi, pilihan kritis, dan aksi sosial. Namun kesadaran kritis yang paling utama memberikan manfaat bagi khalayak untuk mendapat informasi secara benar terkait coverage media dengan membandingkan antara media yang satu dengan yang lain secara kritis; lebih sadar akan pengaruh media dalam kehidupan sehari-hari; menginterpretasikan pesan media; membangun sensitivitas terhadap program-program sebagai cara mempelajari kebudayaan; mengetahui pola hubungan antara pemilik media dan pemerintah yang memengaruhi isi media; serta mempertimbangkan media dalam keputusan-keputusan individu. Kesadaran kritis khalayak atas realitas media inilah yang menjadi tujuan utama literasi media. Ini karena media bukanlah entitas yang netral. Ia selalu membawa nilai, baik ekonomi, politik, maupun budaya. Keseluruhannya memberikan dampak bagi individu bagaimana ia menjalani kehidupan sehari-hari. Potter (2011) menjelaskan bahwa literasi media hadir sebagai benteng bagi khalayak agar kritis terhadap isi media, sekaligus menentukan informasi yang dibutuhkan dari media. Literasi media diperlukan ditengah kejenuhan informasi, tingginya terpaan media, dan berbagai permasalahan dalam informasi tersebut yang mengepung kehidupan kita sehari-hari. Untuk itu, khalayak harus bisa mengontrol informasi atau pesan yang diterima. Literasi media memberikan panduan tentang bagaimana mengambil kontrol atas informasi yang disediakan
oleh media. Semakin media literate seseorang, maka semakin mampu orang tersebut melihat batas antara dunia nyata dengan dunia yang dikonstruksi oleh media. Orang tersebut juga akan mempunyai peta yang lebih jelas untuk membantu menentukan arah dalam dunia media secara lebih baik. Pendeknya, semakin media literate seseorang, semakin mampu orang tersebut membangun hidup yang kita inginkan alih-alih membiarkan media membangun hidup kita sebagaimana yang media inginkan. Potter (2011) menekankan bahwa literasi media dibangun dari personal locus, struktur pengetahuan, dan skill. Personal locus merupakan tujuan dan kendali kita akan informasi. Ketika kita menyadari akan informasi yang kita butuhkan, maka kesadaran kita akan menuntun untuk melakukan proses pemilihan informasi secara lebih cepat, pun sebaliknya. Struktur pengetahuan merupakan seperangkat informasi yang terorganisasi dalam pikiran kita. Dalam literasi media, kita membutuhkan struktur informasi yang kuat akan efek media, isi media, industri media, dunia nyata, dan diri kita sendiri. Sementara skill adalah alat yang kita gunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi media kita. Menurut Potter (2011), ada 7 keterampilan (skill) yang dibutuhkan untuk meraih kesadaran kritis bermedia melalui literasi media. Ketujuh keterampilan atau kecakapan tersebut adalah: 1. Kemampuan analisis menuntut kita untuk mengurai pesan yang kita terima ke dalam elemen-elemen yang berarti. 2. Evaluasi adalah membuat penilaian atas makna elemen-elemen tersebut 3. Pengelompokan (grouping) adalah menentukan elemen-elemen yang memiliki kemiripan dan elemen-elemen yang berbeda untuk dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang berbeda. 4. Induksi adalah mengambil kesimpulan atas pengelompokan di atas kemudian melakukan generalisasi atas pola-pola elemen tersebut ke dalam pesan yang lebih besar. 5. Deduksi menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan sesuatu yang spesifik. 6. Sintesis adalah mengumpulkan elemen-elemen tersebut menjadi satu struktur baru.
7. Abstracting adalah menciptakan deskripsi yang singkat, jelas, dan akurat untuk menggambarkan esensi pesan secara lebih singkat dari pesan aslinya. Literasi Media Digital Menurut Gilster (2007) literasi digital adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam banyak format dari berbagai sumber ketika itu disajikan melalui komputer. Literasi digital yang juga dikenal sebagai literasi komputer merupakan salah satu komponen dalam kemahiran literasi media yang merupakan kemahiran penggunaan komputer, Internet, telepon, PDA dan peralatan digital yang lain. Literasi digital merujuk pada adanya upaya mengenal, mencari, memahami, menilai dan menganalisis serta menggunakan teknologi digital. American Library Association mendefinisikan “Digital Literacy is the ability to use information and communication technologies to find, evaluate, create, and communicate information, requiring both cognitive and technical skills”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi, yang membutuhkan keterampilan kognitif dan teknis. Sedangkan menurut sudut pandang Caitrin Blake dalam Gilster (2007), “Digital literacy is defined as a person’s ability to use cognitive and technical skills to appropriately use technology in its various forms to cate, assess and interpret information. A person who has achieved digital literacy is able to use technology to convey information to others and collaborate and contribute to their own learning” Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa literasi digital adalah kemampuan seseorang menggunakan keterampilan kognitif dan teknis untuk menggunakan teknologi dengan tepat dalam berbagai bentuknya untuk menemukan, menilai dan menafsirkan informasi. Seseorang yang telah mencapai keaksaraan digital dapat menggunakan teknologi untuk menyampaikan informasi kepada orang lain dan berkolaborasi dan berkontribusi dalam pembelajaran mereka sendiri.
Sementara itu, International Federation of Library Association and Institutions (IFLA) dalam Gilster (2007) menjabarkan bahwa literasi digital adalah “Ability to harness the potential of digital tools. IFLA promotes an outcome orientated definition to be digitally literate means one can use, technology to its fullest effect efficiently, effectively and ethically to meet information needs in personal, civic and professional lives”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa literasi digital adalah kemampuan untuk memanfaatkan potensi alat digital. IFLA mempromosikan definisi berorientasi hasil untuk melek digital yang bisa digunakan seseorang, teknologi untuk efek maksimalnya secara efisien, efektif dan etis untuk memenuhi informasi kebutuhan dalam kehidupan pribadi, sipil dan profesional. Menurut Subandy & Akhmad (2014) literasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Media digital termasuk salah satu gadget dalam media baru, Dennis McQuail dalam Subandy & Akhmad (2014) menyebutkan bahwa definisi dari media baru memilikiempat kategori utama yaitu: a. Media komunikasi interpersonal seperti email. b. Media permainan interaktif seperti game. c. Media pencarian informasi seperti mesin pencari. d. Media partisipatoris, seperti ruang chat di Net. Berdasarkan definisi literasi digital oleh beberapa pakar dan beberapa lembaga internasional perpustakaan di atas, penulis menyimpulkan bahwa literasi digital menurut penulis adalah kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan memahami, mengevaluasi, mengkritisi, menganalisis setiap informasi yang disajikan dalam berbagai bentuk format digital berdasarkan era perkembangannya.
Manfaat Literasi Media Digital, Menurut Wright (2015) bahwa ada sepuluh manfaat penting dari adanya literasi media digital: 1. Menghemat waktu. Seorang pelajar atau mahasiswa yang mendapatkan tugas dari guru atau dosennya, maka akan mengetahui sumber-sumber informasi terpercaya yang dapat dijadikan referensi untuk keperluan tugasnya. Waktu akan lebih berharga karena dalam usaha pencarian dan menemukan informasi itu menjadi lebih mudah 2. Belajar lebih cepat. Pada kasus ini misalnya seorang pelajar yang harus mencari definisi atau istilah kata-kata penting misalnya di Glosarium. Dibandingkan dengan mencari referensi yang berbentuk cetak, maka akan lebih cepat dengan memanfaatkan sebuah aplikasi khusus Glosarium yang berisi istilah-istilah penting. 3. Menghemat uang. Saat ini banyak aplikasi khusus yang berisi tentang perbandingan diskon sebuah produk. Bagi seseorang yang bias memanfaatkan aplikasi tersebut, maka ini bias menghemat pengeluaran ketika akan melakukan pembelian di internet. 4. Membuat lebih aman. Sumber informasi yang tersedia dan bernilai di internet jumlahnya sangat banyak. Ini bisa menjadi referensi ketika mengetahui dengan cepat sesuai kebutuhannya. 5. Selalu memperoleh informasi terkini. Kehadiran aplikasi terpercaya akan membuat seseorang selalu memperoleh informasi baru. 6. Selalu terhubung. Mampu menggunakan beberapa aplikasi yang dikhususkan untuk proses komunikasi, maka akan membuat orang selalu terhubung. Dalam hal-hal yang bersifat penting dan mendesak, maka ini akan memberikan manfaat tersendiri. 7. Membuat keputusan yang lebih baik.
Literasi media digital membuat individu dapat membuat keputusan yang lebih baik karena memungkinkan mampu untuk mencari informasi, mempelajari, menganalisis dan membandingkannya kapan saja. 8. Dapat membuat anda bekerja. Kebanyakan pekerjaan saat ini membutuhkan beberapa bentuk ketrampilan computer. Dengan literasi media digital maka ini dapat membantu pekerjaan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan komputer. 9. Membuat lebih bahagia Di internet banyak sekali berisi konten-konten seperti gambar atau video yang bersifat menghibur. Oleh karenanya, dengan mengaksesnya bisa berpengaruh terhadap kebahagian seorang. 10. Mempengaruhi dunia. Di internet tersedia tulisan-tulisan yang dapat mempengaruhi pemikiran para pembacanya. Wright (2015) mengemukakan bahwa literasi digital dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis, yaitu: a. Internet, di mana setiap pengguna dapat mengakses berbagai bentuk keaksaraan. b. Media sosial yaitu sebuah media yang digunakan untuk bersosialisasi satu sama lain secara online yang memungkinkan manusia untuk berinteraksi tanpa ada batas waktu. c. Buku Berbicara Elektronik (ETB) yaitu buku cerita digital yang suaranya dari komputer, perangkat eloktronik atau internet. d. E-Book yaitu buku yang dicetak dalam bentuk digital, perangkat ini memungkinkan pengguna men-download danmenyimpan ribuan majalah, surat kabar, atau buku dalam bentuk digital. e. Blog atau Weblog adalah entri seperti buku harian yang bisa ditulis oleh siapa saja dan ditampilkan di halaman web. f. IPhone dan smart-phone lainnya yaitu HP pintar yang dapat digunakan oleh pengguna dalam berbagai hal dalam melakukan komunikasi, dan mendapatkan informasi termasuk secara online. g. CD dan DVD adalah sebuah media penyimpanan optik dan populer untuk
penyimpanan vidio dan data yang dapat diputar kembali saat dibutuhkan. Berdasarkan jenis-jenis literasi digital diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa e-learning bisa dilakukan dengan berbagai bentuk dan jenis yang tujuannya memudahkan user/students untuk memperoleh informasi (literasi informasi).Buku Berbicara Elektronik (ETB) yaitu buku cerita digital yang suaranya dari komputer, perangkat eloktronik atau internet. a. E-Book yaitu buku yang dicetak dalam bentuk digital, perangkat ini memungkinkan pengguna men-download danmenyimpan ribuan majalah, surat kabar, atau buku dalam bentuk digital. b. Blog atau Weblog adalah entri seperti buku harian yang bisa ditulis oleh siapa saja dan ditampilkan di halaman web. c. IPhone dan smart-phone lainnya yaitu HP pintar yang dapat digunakan oleh pengguna dalam berbagai hal dalam melakukan komunikasi, dan mendapatkan informasi termasuk secara online. d. CD dan DVD adalah sebuah media penyimpanan optik dan populer untuk penyimpanan vidio dan data yang dapat diputar kembali saat dibutuhkan. Berdasarkan jenis-jenis literasi digital diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa e-learning bisa dilakukan dengan berbagai bentuk dan jenis yang tujuannya memudahkan user/students untuk memperoleh informasi (literasi informasi). Gambar 2.8 Keindahan alam di Lokasi penelitian
Sebagai pelaku usaha dan anggota masyarakat saat ini juga dituntut untuk mampu memahami dan mengevaluasi kualitas informasi yang diterima dan yang akan disebarluaskan melalui berbagai media sosial . Kemampuan menerima, memahami , menelusuri dan mengidentifikasi informasi dalam bentuk digital inilah yang disebut dengan literasi digital. Literasi digital secara garis besar sebenarnya dapat diartikan sebagai upaya memahami, menggunakan, melibatkan, mentransformasi teks dan menganalisis. Dimana kelima hal tersebut sebenarnya berfokus pada kompetensi atau mengembangkan kemampuan dalam membaca dan menulis. Untuk memahami lebih jelas mengenai pengertian atau definisi literasi digital, ada 7 pengertian literasi digital yang dipaparkan menurut para ahli berikut ini. 8. Literassi Digital Menurut UNESCO ( The United Nations The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization ) Pengertian literasi menurut UNESCO mengartikan bahwa literasi sebagai perangkat keterampilan. Baik itu keterampilan kognitif, menulis ataupun keterampilan membaca. Semua keterampilan tersebut dapat dikembangkan dan di bentuk lewat berbagai jalur. Misalnya lewat penelitian akademi, pengalaman, pendidikan ataupun nilai-nilai budaya. Menurut UNESCO, konsep literasi digital itu sendiri sebagai upaya untuk memahami perangkat teknologi komunikasi dan informasi. Dalam hal ini berupa literasi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang mengarah fokus pada kamampuan teknis yang sifatnya untuk mengembangkan pelayanan publik berbasis digital. Literasi Digital itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu literasi teknologi yang lebih menekankan pada pemahaman teknologi digital dalam pengguna dan kemampuan teknis serta literasi informasi yang menekankan pada aspek pengetahuan. Masih menurut UNESCO, aspek dari literasi digital terbagi menjadi dua. Pertama dari segi aspek pendekatan konseptual dan aspek operasional. Dimana pada pendekatan konseptual memfokuskan pada perkembangan kognitif hingga sosial emosional. Sedangkan secara operasional menekankan pada kemampuan teknis penggunaan media yang tidak boleh diabaikan.
9. Literasi Menurut Merriam Webster Menurut Merriam Webster, pengertian literasi sebagai kemampuan melek aksara. Maksud dari melek aksara itu sendiri sebenarnya inti maknanya tidak jauh beda dengan yang diungkapkan oleh UNESCO, yaitu meliputi kemampuan menulis, membaca dan memahami ide. 10. Literasi Menurut National Institute for Literacy Pendapat dari National Institute for literacy juga berbeda . Pengertian literasi itu sebagai bentuk kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah pada tingkat permasalahan yang berbeda-beda. Jadi tidak hanya sebatas sebagai kemampuan berbicara, menulis dan membaca saja. Tetapi juga di tingkat pekerjaan, masyarakat dan keluarga pun juga termasuk di dalamnya. Seperti yang diketahui bahwa literasi digital itu sendiri sebenarnya sehari-hari sudah bisa dan sering dilakukan. Dibandingkan membuat bacaan, memang lebih banyak yang membaca dan menikmati literasi bacaan tersebut. Padahal dalam literasi digital, tidak selalu diartikan bahwa individu sebagai penikmat, tetapi juga bisa sebagai pencipta atau penulisnya. 11. Literasi Menurut Paul Gilster Menurut seorang penulis dari buku yang berjudul Digital Literacy yang diterbitkan pada tahun 1997 mengartikan bahwa, pengertian literasi digital adalah kemampuan seseorang dalam memafaatkan informasi dalam berbagai bentuk. Baik itu dari sumber dari perangkat komputer ataupun dari ponsel. Literasi digital itu tidak hanya di komputer, tetapi juga dapat disimpan di ponsel pintar masing-masing. Inilah kecanggihan dan kepraktisan yang di tawarkan oleh teknologi dan kemutakhiran data. Dan kini literasi digital pun sudah bukan sesuatu yang asing di era informasi saat ini. 12. Literasi Digital Menurut Bawden Sedangkan Bawden menekankan bahwa literasi digital sebenarnya lebih menekankan pada literasi komputer dan literasi informasi. Dimana literasi komputer ini sendiri sudah ada sejak tahun 1980an yang lalu dan baru menyebar luas di tahun 1990an. Dari sinilah perkembangan literasi digital semakin mudah diakses dan semakin tersebar luas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa arti literasi digital menurut Bawden sebagai
keterampilan teknis dalam mengakses, memahami, merangkai dan menyebarluaskan informasi. Dimana di era millenial seperti sekarang, hal semacam ini sangat akrab sekali. tidak hanya akrab, tetapi sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. 13. Literasi Digital Menurut Douglas A.J. Belshaw Dalam sebuah tesis yang berjudul what is digital literacy? yang ditulis oleh Douglas A.J. Belshaw yang menyatakan bahwa literasi ditigal sebenarnya memiliki beberapa elemen penting untuk meningkatkan dan mengembangkan literasi digital. Elemen tersebut meliputi beberapa poin sebagai seperti kultur atau budaya, dimana elemen ini diperlukan pemahaman ragam kotneks penggunaan dunia digital.Ada juga elemen akan kemampuan kognitif, dimana perlunya daya pikir dalam memnilai kontens. Elemen lain pun juga ada lemen konstruktif, komunikatif, kepercayaan, kreatif, kritis dan bertanggung jawab secara sosial. Jika semua elemen tersebut bekerja dengan baik, maka dapat memaksimalkan membantu aspek kognitif dalam menilai konten Belshaw itu sendiri menyimpulkan bahwa literasi digital sebagai pengetahuan dan kecakapan seseorang dalam memanfaatkan dan menggunakan media digital. Mulai dari menggunakan jaringan alat komunikasi hingga bagaimana menemukan evaluasi. 14. Literasi Digital Menurut Mayes dan Fowler Menurut Mayes dan Fowler ada prinsip dalam mengembangkan literasi digital secara berjenjang. Pertama kompetensi digital yang menekankan pada keterampilan, pendekatan, perilaku dan konsep. Selain itu juga ada penggunaan digital itu sendiri yang memfokuskan pada pengaplikasian kompetensi digital. Terakhir, adannya transformasi digital yang tentu saja membutuhkan yang namannya inovasi dan kreativitas, sebagai unsur penting dalam digitalisasi.
Gambar 2.9 Keindahan alam di Lokasi penelitian 2.2 Media Sosial Menurut Nasrullah, 2015, Media sosial adalah media di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtua Hermawan Kartajaya, menyarankan konsep 5A ini merupakan suatu pendekatan dalam memahami dan melayani konsumen dengan baik dimedia sosial : 1. Awareness: Tahap ini adalah ketika pelanggan sadar akan kehadiran produk atau jasa yang ditawarkan. Hal ini bisa dicapai melalui berbagai cara, seperti iklan, promosi, testimoni, atau rekomendasi. 2. Appeal: Tahap ini adalah ketika pelanggan tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang produk atau jasa yang ditawarkan. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan informasi yang menarik, relevan, dan bermanfaat bagi pelanggan, seperti fitur, manfaat, harga, atau kualitas. 3. Ask: Tahap ini adalah ketika pelanggan mulai bertanya atau mencari informasi lebih detail tentang produk atau jasa yang ditawarkan. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan layanan pelanggan yang responsif, ramah, dan
profesional, serta menyediakan saluran komunikasi yang mudah dan nyaman bagi pelanggan. 4. Act: Tahap ini adalah ketika pelanggan memutuskan untuk membeli atau menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan kemudahan dan keamanan dalam proses. 5. Advocate: Tahap ini adalah ketika pelanggan merasa puas dan loyal terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, serta merekomendasikannya kepada orang lain. 2.3 Komunikasi Kelompok Menurut Nurudin 2005, Komunikasi Sebagai proses sosial menunjukan perannya ketika membangun hubungan dan saling mempengaruhi antara manusia di tengah Masyarakat Membangun komunikasi yang baik di media sosial akan membantu Anda menjaga hubungan yang positif, mempromosikan interaksi. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda ambil: 1. Pertimbangkan Isi dan Konteks: Sebelum Anda berbagi atau mengomentari sesuatu, pastikan Anda memahami konteksnya secara keseluruhan. 2. Berbagi Informasi Bermakna: Berbagi konten yang bermanfaat, informatif, atau menghibur. 3. Pantau dan Kelola Komentar: Jika Anda memiliki akun yang memiliki banyak pengikut atau interaksi, pastikan untuk memantau komentar dengan seksama. Hapus atau tanggapi dengan bijak komentar yang tidak sesuai atau merugikan. 4. Minta Masukan dan Dengarkan Umpan Balik: Jangan ragu untuk meminta masukan dari pengikut atau teman, agar konten saudara menjadi semakin berkembang.
Gambar 2.10 Keindahan alam di Lokasi penelitian Anwar Arifin (1984) berpendapat bahwa komunikasi kelompok merupakan salah satu jenis komunikasi yang terjadi dari beberapa individu dalam suatu kelompok seperti kegiatan rapat, pertemuan, konferensi, dan kegiatan lainnya Membangun komunikasi yang baik dalam kelompok akan berdampak sebagai berikut : 1. Produktivitas: Komunikasi yang baik memastikan bahwa anggota kelompok memiliki pemahaman yang jelas tentang tujuan, tanggung jawab, dan progres proyek. 2. Hubungan Antaranggota yang Positif: Komunikasi yang terbuka, jujur, dan penuh pengertian membangun hubungan yang baik antara anggota kelompok. 3. Kesuksesan Proyek atau Tujuan Bersama: Dengan komunikasi yang baik, anggota kelompok dapat berkolaborasi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama.
BAB III Kondisi Eksisting KeTiga Desa 3.1 Desa Namo Sialang Desa Namo Sialang merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Batang Serangan,Kabupaten Langkat, provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Desa ini berbatasan langsung dengan NAD Taman Nasional Gunung Leuser, Ekowisata Tangkahan adalah merupakan objek wisata desa ini. Desa ini dibelah oleh Sungai Batang Serangan, hulunya sungai ini adalah di Provinsi NAD dan hilir bermuara langsung ke Selat Malaka di Tanjung Pura. Kepala Desa : Rasliadi Sekretaris Desa : Duga Pinem Perangkat Desa : 1. Nama : Anjar Aris Munandar Jabatan : Kaur Keuangan 2. Nama : Majelis Ginting Jabatan : Kaur Pemerintahan 3. Nama : Iqbal Jani Sembiring Jabatan : Perencanaan 4. Nama : Asniyar Jabatan : Operator 5. Nama : Mina Junianta Sembiring Jabatan : Kaur Tata Usaha Jumlah Penduduk : - Laki - Laki : 3.121 Jiwa - Perempuan : 3.316 Jiwa Jumlah Kepala Keluarga : 1.184 KK Dan Desa Namo Sialang terdiri atas 18 Dusun.
Gambar 3.1 Kantor Kepala Desa Namo Sialang Desa ini memiliki beberapa UMKM seperti : 1. Kuliner (gula merah dari pohon aren) 2. Anyaman tikar 3. Pembuatan cincin dan gelang dari akar pohon 4. Obat Tradisioanal Karo 5. Makanan khas daerah setempat Gambar 3.2 UMKM desa Namo Sialang Dan untuk Pendapatan UMKM per harinya yang ada di desa Namo Sialang adalah : Rp. 70.000 - 100.000. dan ini merupakan angka yang lumayan tetapi seharus