The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Farhan Atthariq, 2023-08-27 10:09:22

bangak

adada

Keywords: ada

nya bisa lebih tinggi jika promosi daerah ini bisa lebih genjar dan terjadi penguatan pada literasi Digital Media Sosial dan komunikasi kelompok UMKM Wisata Desa Namo Sialang juga memiliki destinasi ekowisata yakni : 1. Pemandian Tangkahan 2. Kawasan Konservasi Gajah 3. Kawasan Konservasi Flora dan Fauna lainnya 4. Camping Ground Untuk mendukung kegiatan Wisata Masyarakat setempat sudah membentuk : 1. UMKM Wisata 2. Team Ranger 3. Koperasi Wisata 4. Lembaga Pelatihan Bahasa Inggris Gambar 3.3 FGD di Desa Namo Sialang


3.2 Desa Sei Musam Desan Sei Musam merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Di desa ini terdapat dua potensi wisata yang sedang di kembangkan, yaitu air panas di dusun sei glugur dan batu rongring di dusun penampean. Kepala Desa : Bahagia Ginting Sekretaris Desa : Roni Pianata Sembiring Perangkat Desa : 1. Nama : Ermaninanta Br bangun Jabatan : Kaur Keuangan 2. Nama : Suryati Karmeliana Ginting Jabatan : Kasi Pemerintahan 3. Nama : Triana Jabatan : Kaur T.U 4. Nama : Kamusta Sembiring Jabatan : Kaur Perencanaan


5. Nama : Kiki Mulyah Jabatan : Kasi Pelayanan Jumlah Penduduk : 7.226 Jiwa Kepala Keluarga : 1.400 KK Dan Desa Sei Musam terdiri atas 21 Dusun. Gambar 3.4 Kantor Kepala Desa Sei Musam Desa Sei Musam memiliki beberapa UMKM yaitu seperti : 1. Makanan (Ayam Penyet, Bakso, dan makanan khas lainnya) 2. Counter Hp 3. Agen Brilink Dan untuk Pendapatan UMKM per harinya yang ada di desa Sei Musam adalah : Rp. 100.000 – 200.000. Nominal tersebut sudah lumayan untuk pendapatan yang ada di desa meskipun seharusnya bisa lebih tinggi dikerenakan memiliki Ekowisata, banyak turis mancanegara maupun lokal yang berdatangan sehingga seharusnya pendapatan UMKM bisa lebih tinggi. Kearifan Lokal : 1. Pahatan/ Ukiran Kayu 2. Gantungan Kunci


Pariwisata : 1. Sungai Gelugur 2. Air Terjun 3. Pemandian air panas 4. Goa Kalong Gambar 3.5 FGD di Desa Sei Musam Pemasaran Ekowisata dan kearifan lokal melalui media sosial masih terkendala kerena kurangnya fasilitas jaringan yang tidak memadain. Layanan Pariwisata Desa masih belum ada support untuk infrastruktur jadi masih terkendala dalam pariwisata. Tetapi dalam destinasi wisata pengelola tempat tersebut memberikan tour guide yang berpengalaman Pengembangan kondisi lapangan adalah wisatawan datang sebanyak - banyaknya agar tingkat ekonomi desa bisa juga meningkat melalui UMKM Di dearah. Dalam pengembangan Ekowisata masih kurangnya branding di instagram dan Facebook, dan berkurangnya wisatawan semenjak konflik dengan satwa liar seperti harimau.


Gambar 3.6 Wisata Pemandian Air Panas Glugur Ini merupakan salah satu Pemandian Air Panas yang ada di desa Sei Musam, bahkan semakin panasnya ular sampai mati melepuh kerena panasnya air tersebut. Tetapi untuk mencapai tempat tersebut butuh perjuangan jalan kedalam menyisirin hutan dan sungai yang ada di Desa Sei Musam.


3.3 Desa Sei Serdang Desa Sei Serdang merupakan salah satu desa ada di kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Probinsi Sumatra Utara, Indonesia. Di desa sei serdang lebih menganut ke budaya adat jawa. Gambar 3.7 Kantor Kepala Desa Sei Serdang Kepala Desa : Perganinta Sekretaris Desa : Edwiniyah Hasibuan Perangkat Desa : 1. Nama : Dewi Ratna Sari Jabatan : Kasi Pemerintahan 2. Nama : Kiki Wahyudi Jabatan : Kasi Kesejahteraan 3. Nama : M. Ali Azhari Damanik Jabatan : Kaur Keuangan 4. Nama : Supriyati Jabatan : Kaur Perencanaan & umum 5. Nama : Putri Dayu Lestari Jabatan : Staff Desa Jumlah Penduduk : 4.972 Jiwa 1. Laki – Laki : 2.005 Jiwa 2. Perempuan : 2.967 Jiwa


Jumlah Kepala Keluarga : 1.600 KK Dan Desa Sei Serdang terdiri atas 12 Dusun. Desa Sei Serdang memiliki beberapa UMKM yaitu seperti : 1. Toko Kelontong 2. Pembuatan Gula Merah 3. Kuliner / RM Dan untuk Pendapatan UMKM per harinya yang ada di desa Sei Serdang adalah : Rp. 500.000. Pendapatan tersebut lebih tinggi diantara ke 3 Desa tersebut dimana kemungkinan UMKM lebih memeliki Branding untuk memasarkan produk mereka kepada orang lain. Desa Sei Serdang juga memiliki beberapa Ekowisata yang menarik seperti : 1. Pengamatan Gajah Liar 2. Seni Budaya pertunjukan Kuda Kepang Gambar 3.8 Kearifan Lokal Kuda Kepang Pemasaran Ekowisata masih merupakan masalah seperti ke 3 Desa lainnya dalam hal Media Sosial kerena kuranggnya fasilitas internet. Layanan Pariwisata mungkin masih kesusahan dikerenakan ada kendala seperti infrastruktur maupun seperti jaringan jadi sampai sekarang bisa dikatan masih belum maksimal dalam hal layanan Pariwisata.


Dalam pengembangan Ekowisata sama seperti desa Sei Musam permasalahanya adalah Satwa Liar yang menganggu sehinga pihak baik Turis maupun masyarakat setempat kesusahan di dalam perjalanan. Gambar 3.8 FGD di Desa Sei Serdang


Flora dan Fauna di daerah Tangkahan A. Flora Hydnocarpus castanea Kayu Buntut Gambar 4.1 Kayu Buntut Pohon dengan tinggi 15 – 20 m dan diameter batang berukuran 60 cm. Dikenal dengan bahasa lokal kayu buntut. Sering dijumpai di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser pada ketinggian 120 mdpl. Habitatnya banyak ditemukan di pinggir sungai dan punggungan bukit. Distribusi pohon ini mencakup Sumatera, Malaysia, Thailand. Dalam pemulihan ekosistem jenis ini merupakan jenis yang bertipe slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari biji yang terdapat didalam buah yang disemai setelah buah masak, biasanya akan berkecambah setelah 2 Minggu di rumah kecambah. Rumah kecambah diusahakan selalu teduh. Buah pohon ini bertipe keras dengan banyak biji yang tidak beraturan. Buah pohon ini merupakan salah satu pakan satwa Hydno: Umbi Carpus : Buah Castanea : Kacang


terutama Orangutan. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, pohon ini berbuah pada bulan Mei hinggaAgustus. Mangifera quadrifida Asam kumbang, Mancang Hutan Gambar 4.2 Asam kumbang Pohon dengan tinggi hingga 25 m dan diameter batang mencapai 100 cm. Masyarakat lokal di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser mengenal pohon ini dengan nama lokal asam kumbang dan mancang hutan Habitat pohon ini di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser, hingga ketinggian 500 mdpl, sering ditemukan di punggungan bukit dan pinggir sungai. Status konservasi pohon ini dalam IUCN terdaftar sebagai hampir terancam (Least Concern). Jenis pohon ini merupakan jenis yang bertipe slow growing species. Buah pohon ini bertipe lunak, disukai oleh berbagai satwa terutama Orangutan berbagai jenis primata dan mamalia. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan April hingga September. Mango : Bahasa latin mangga ferre : Bahasa latin fero “menanggung” quadrifida : empat bagian (mengacu pada daun)


Spondias pinnata Kedondong Gambar 4.3 Kedondong Pohon dengan tinggi hingga 25 m dan diameter batang mencapai 115 cm. Dikenal dengan nama lokal kendondong. Habitat pohon ini dijumpai di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser pada ketinggian 70 - 120 mdpl, sering ditemukan di punggung bukit. Pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan pohon yang bertipe slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah yang disemai setelah masak serta juga bisa didapat dari Stek batang. Bibit membutuhkan banyak kelembaban dan naungan cahaya di persemaian. Buahnya bisa dimakan oleh manusia dan disukai oleh berbagai satwa terutama Orangutan, berbagai jenis primata dan mamalia. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, pohon ini berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan Agustus hingga Oktober. Spondias : Nama tanaman yunani Pinnata : Mengacu pada daun menyirip species ini


Gluta wallichii Rengas Pendek Gambar 4.4 Rengas Pendek Pohon dengan tinggi hingga 36 m dan diameter mencapai 50 cm, dikenal dengan nama lokal pohon rengas pendek. Secara ekologi, habitatnya sering dijumpaidi hutan dataran rendah dan hutan dataran tinggi Taman Nasional Gunung Leuser dari ketinggian 70 hingga 500 mdpl, terutama pada punggung bukit. pemulihan ekosistem, Pohon ini merupakan jenis yang bertipe slow growing species.Buah bersayap dengan warna merah. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah yang disemai. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan Agustus hingga Desember. Gluta : Latin-gluten, Kental. Mengacu pada getah yang kental Wallichii : Memperingati. Wallich, 1786-1854, ahli botani Denmark


Cananga odorata Kenanga Gambar 4.5 Kenanga Pohon dengan tinggi hingga 20 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Sering dikenal dengan bahasa lokal kenanga, pohon ini merupakan flora identitas dari Provinsi Sumatera Utara. Secara ekologi, habitat pohon ini banyak dijumpai di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser,terutama pada ketinggian 90 hingga 200 mdpl, pada lokasi terbuka dan lokasi yangberbatasan dengan hutan primer. Status konservasi pohon ini menurut IUCN masuk dalam kategori hampir terancam (Least concern). Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Fast growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat buah yang dikecambah dan stek batang. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Mei hingga Agustus Canangan : Cananga berasal dari nama Tagalog “alang ilang Odorata : Wangi, Harum


Dyera costulata Jelutung, Gapuk Gambar 4.6 Jelutung Pohon dengan tinggi hingga 75 m dengan diameter batang hingga 145 cm. Pohon inidikenal dengan nama lokal jelutung dan gapuk. Dijumpai di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser pada ketinggian 70- 150 Mdpl, secara ekologi, habitat pohon ini berada di lokasi terbuka seperti bekas tebangan. kulit kambium dari pohon ini disukai oleh Orangutan sumatera. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Fast growing species. Perbanyakan tanamannya didapat dari buah, dengan waktu kecambah 1 hingga 2 minggu di rumah kecambah. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, pohon ini berbuah setiap tahun dengan musim buah yang tidak beraturan. Dyera : Memperingati Sir W. Thistleton Dyer (Wafat 1928) seorang ahli botani Inggris Odorata : Bergaris , Kemungkinan mengacu pada ranting tanaman


Canarium denticulatum Kenari Hutan Gambar 4.7 Kenari Hutan Pohon dengan tinggi hingga 30 m dengan diameter batang mencapai 50 Cm. Masyarakat lokal sering menyebut dengannama lokal kenari. Banyak dijumpai di hutan dipterocarpaceae campuran yang tidak tergangu. Di Taman Nasional Gunung Leuser ditemukan pada ketinggian 120 mdpl. Kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan pohon tipe slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah. Buah disemai pada lokasi yang mempunyai naungan, biasanya berkecambah setelah 2 minggu. Buahnya dapat dimakan oleh manusia dan disukai oleh berbagai satwa terutama burung rangkong, berbagai primata termasuk Orangutan sumatera. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Mei hingga Oktober. Canarium : dari kata kenari denticulatum : Dari Bahasa latin yang artinya bergigi halus, mengacu pada tepi daun


Garcinia nervosa Manggis hutan Gambar 4.8 Mangis Hutan Pohon dengan tinggi hingga 30 m dengan diameter batang mencapai 60 cm, dikenal dengan bahasa lokal manggis hutan. Pada Taman Nasional Gunung Leuser habitatnya terdapat pada hutan yang tidak terganggu, biasanya ditemukan pada lereng dan punggung bukit, jenis ini dapat hidup hingga ketinggian 1500 mdpl. Batang bergetah kuning jika disayat. Buah dari pohon inibisa dimakan oleh manusia dan disukai oleh berbagai jenis satwa seperti Orangutan, monyet dan beruang. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat daribiji yang dikecambahkan di rumah kecambah dan tempat pembibitan. Sebelum dikecambahkan, biji jenis ini biasanya dijemur terlebih dahulu supaya pada saat dikecambahkan tidak dimakan oleh semut. Dari pengamatan fenologi jenis ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Mei hingga September. Garcinia : Garcinia dinamai ahli botani Prancis, naturalis dan kolektor tanaman, Laurent Garcin (1685 – 1752) Nervosa : Urat daun yang mencolok, mengacu pada dedaunan tanaman.


Macaranga conifera Marak Batu Gambar 4.9 Marak batu Pohon dengan tinggi hingga 30 m dan diameter mencapai 50 cm, sering disebut dengan pohon marak batu. Di Taman Nasional Gunung Leuser pohon ini hadir sebagai jenis pioner yang banyak tumbuh secara alami pada lokasi bekas gangguan, biasanya tumbuh secara berkelompok. Jenis ini dapat ditemukan hingga ketinggian 1100 mdpl. Buah pohon ini disukai oleh berbagai jenis burung pemakan biji. Dalam pemulihan ekosistem, Jenis ini merupakan jenis yang bertipe Fast growing species. Dalam satu tahun pertumbuhannya mencapai 6M. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah yang disemai, buahnya akan berkecambah setelah 3-4 minggu di rumah kecambah. Bibit membutuhkabanyak naungan dipersemaian. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Agustus hingga Desember. Macaranga : Nama dearah dari Madagascar Conifera : Berbentuk Kerucut


Archidendron bubalinum Jengkol Hutan, Kabau, Redas Gambar 4.10 Jengkol Hutan Pohon dengan tinggi hingga 20 m dan diameter batang mencapai 30 cm, seringdikenal dengan nama lokal jengkol hutan, kabau dan redas. Di Taman Nasional Gunung Leuser, sering ditemukan pada lereng dan punggung bukit. Pohon ini banyak ditemukan di hutan dataran rendah, terutama pada ketinggian 200 mdpl. Buah pohon ini bisa dimakan dan juga disukai oleh berbagai jenis primata seperti Orangutan Sumatera, berbagai jenis monyet, gibon dan siamang. Dalam pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan pohon ini bisa didapat dari buah yang disemai, biasanya akan berkecambah setelah 1 minggu di rumah kecambah. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun, terutama pada bulan Juni hingga Agustus. Archi : dari Bahasa Yunani artinya primitf; Dendron : dari bahasa Yunani artinya Bubalinium : Latin – Bubalos, Kerbau


Intsia bijuga Merbau Gambar 4.11 Merbau Pohon dengan tinggi hingga 50 m dengan diameter batang mencapai 120 cm. Biasa dikenal dengan nama lokal merbau. Di Taman Nasional Gunung Leuser habitatnya sering ditemukan pada hutan primer dengan tanah berpasir hingga tanah liat, sering juga dijumpai pada pinggir sungai, jenis ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 1000 mdpl. Buah pohon disukai oleh berbagai satwa seperti orangutan, monyet dan landak. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah dengan cara buah di belah untuk mempercepat perkecambahan. Untuk perkecambahan biasanya biji membutuhkan waktu 1-2 minggu untuk berkecambah. Dari pengamatan fenologi, pohon ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan September hingga Desember. Intsia : Intsia, berasal dari nama indian untuk Acacia intsia bijuga : berasal dari Bahasa latin dua pasang bergabung , yang mengacu pada daunnya


Parkia speciosa Petai Gambar 4.12 Petai Pohon dengan tinggi mencapai 45 m dengan diameter batang mencapai 60 cm. Pohon yang dikenal dengan nama lokal petai ini habitatnya sering ditemukan pada hutan primer dengan tanah berpasir hingga tanah liat, sering juga dijumpai pada perkebunan masyarakat. Jenis ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 1000 mdpl. Buah pohon disukai oleh berbagai satwa seperti Orangutan Sumatera dan berbagai jenis monyet. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah. Untuk perkecambahan biasanya biji membutuhkan waktu 1 minggu untuk berkecambah. Dari pengamatan fenologi, pohon ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Maret hingga Agustus. Pakia : Dari Bahasa latin memperingati Mungo Park, penjelajah Skotlandia speciosa : cantik, tampan mengacu pada bentuk pohon saat dewasa


Durio oxleyanus Durian Hutan Gambar 4.13 Durian Hutan Pohon dengan tinggi mencapai 40 m, dengan diameter batang mencapai 90 cm. Dikenal dengan nama lokal durian hutan. Di Taman Nasional Gunung Leuser, habitat pohon ini sering dijumpai di hutan primer yang tidak terganggu. Pohon ini adapat tumbuh dengan baik hingga ketinggian 500 mdpl. Buah pohon bisa dimakan oleh manusia dan juga disukai oleh berbagai primata seperti Orangutan Sumatera dan berbagai jenis monyet. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing, perbanyakannyabisa didapat dari biji yang disemaikan, biasanya berkecambah setelah 1 minggu di rumah kecambah atau di pembibitan. Pada pengamatan fenologi, pohon ini berbuahsetiap tahun dengan musim buah yang tidak beraturan. Durio : Dari nama melayu Durian Oxyleyanus : Memperingati T. Oxley, seorang tabib Inggris yang mengoleksi tumbuhan.


Aphanamixis borneensis Duku Hutan Gambar 4.14 Duku Hutan Pohon dengan tinggi mencapai 10-15 m dengan diameter batang mencapai 30 cm. Dikenal dengan nama lokal pohon duku hutan. Di Taman Nasional Gunung Leuser, habitat pohon ini sering ditemukan pada hutan primer, terutama pada lereng dan punggung bukit. Pohon ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 1.700 mdpl. Pohon ini merupakan pohon asli dari Pulau Kalimantan tetapi penyebarannya sampai ke Pulau Sumatera. Buah pohon ini bisa dimakan oleh manusia dan juga disukai oleh berbagai satwa terutama orangutan danberbagai jenis primate seperti Orangutan Sumatera dan Berbagai jenis monyet. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Aphanamixis : Dari bahasa Yunani, tidak terlihat ; Mixis: Dari bahasa Yunani , Kawin Borneensis : Dari Kalimantan


Aporosa nitida Mata Rusa Gambar 4.15 Mata Rusa Pohon dengan tinggi mencapai 20 m dengan diameter batang mencapai 80 cm. pohon ini dikenal dengan nama pohon mata rusa. Pohon ini sering ditemukan di hutan primer, biasanya menyukai lokasi lembah dan pinggir sungai untuk tumbuh. di Taman Nasional Gunung Leuser, banyak ditemukan di Resor Sei Betung. Jenis Ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 1000 mdpl. Buah jenis ini bisa dimakanoleh manusia, selian itu juga disukai oleh Orangutan Sumatera dan berbagai jenis primata. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari biji. Biasanya biji berkecambah setelah 3 minggu di rumah kecambah. Pada pengamatanfenologi, pohon ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Agustus hinggaOktober. Apo : Jauh Oros : Gunung nitida : Mengkilap


Eurycoma longifolia Pasak Bumi, Tongkat Ali Gambar 4.16 Pasak Bumi Pohon kecil dengan tinggi mencapai 15 m dengan diameter batang mencapai20 cm. Pohon dengan nama lokal pohon pasak bumi,tongkat ali, di Taman Nasional Gunung Leuser habitatnya terdapat di hutan primer terutama dilereng dan punggung bukit. Pohon ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 500 mdpl. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakannya bisa didapat dari biji yang dikecambahkan, biasanya akan berkecambah setelah 3 minggu. Pada pengamatan fenologi pohon jenis ini berbuahsetiap tahun dengan waktu berbuah tidak beraturan. Eurycoma : Yunani eurus = luas , kome = kuncung ;daun-daun berjejel di ujung cabang longifolia : Berdaun panjang


Syzygium zeylanicum Nasi-Nasi Gambar 4.17 Nasi-nasi Pohon dengan tinggi mencapai 20 m dengan diameter batang mencapai 80 cm. Dikenal dengan nama lokal pohon nasi-nasi. Di Taman Nasional Gunung Leuser, habitat pohon ini sering ditemukan pada hutan primer dan hutan sekunder terutama pada pinggiran sungai dan alur, jenis ini bisa hidup hingga ketinggian 300 mdpl. Buah pohon ini disukai oleh berbagai jenis burung pemakan biji dan bisadi makan oleh manusia. Dalam pemulihan ekosistem jenis ini merupakan jenis Slowgrowing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari biji dengan cara dikecambahkan, biasanya membutuhkan waktu 4 minggu untuk berkecambah. Dalam pengamatan fenologi, pohon ini berbuah setiap tahun terutama pada bulanJanuary hingga Maret. Syzygium : Dari bahasa Yunani Syzygos Artinya bergabung, mengacu pada daun berpasangan dari species ini zeylanicum : Mengacu pada ceylon (nama lama di sri langka)


Aporosa frutescens Kopi-Kopi Gambar 4.18 Kopi-kopi Pohon dengan tinggi mencapai 16 m dengan diameter batang mencapai 67 cm. Dikenal dengan nama pohon kopi-kopi. Pohon ini sering ditemukan di hutan sekunder terutama pada lokasi terbuka dan bekas kebakaran. Jenis ini sering hadir sebagai pioner Bersama dengan pohon Macaranga, di Taman Nasional Gunung Leuser, pohon ini banyak ditemukan di Resor Sei Betung terutama di sekitar lokasi restorasi Halaban. Jenis Ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 700 mdpl. Buah jenis ini disukai oleh berbagai jenis burung pemakan biji. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Fast growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari biji. Biasanya biji berkecambah setelah 1 minggu di rumah kecambah. Pada pengamatan fenologi, pohon ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Agustus hingga Oktober Apo : Jauh Oros : Gunung Frutescens : Semak atau Lebat


Aglaia tomentosa Setur Bulu Gambar 4.19 Kenari Hutan Pohon dengan tinggi mencapai 23 m dengan diameter batang mencapai 90 cm. Dikenal dengan nama lokal pohon Setur bulu. Di Taman Nasional Gunung Leuser, habitat pohon ini sering ditemukan pada hutan primer, terutama pada lereng, punggung bukit dan pinggir sungai. Jenis ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 2000 mdpl. Buah masaknya disukai oleh berbagai primata terutama Orangutan Sumatera dan berbagai jenis monyet. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah, biasanya akan berkecambah setelah 2 minggu di rumah kecambah. Dari pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Agustus hingga November. Aglalia : Dari bahasa Yunani yang artinya kemegahan dan keindahan Tomentosa : Bahasa Latin untuk „berbulu‟


Chisocheton macrophyllus Bergang Gajah Gambar 4.20 Bergang Gajah Pohon dengan tinggi mencapai 20-25 m dengan diameter batang mencapai 100 cm. Dikenal dengan nama lokal bergang gajah. Di Taman Nasional Gunung Leuser, habitat pohon ini sering ditemukan pada hutan primer, terutama pada lokasilembah. Pohon ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 1000 mdpl. Buah masak disukai oleh berbagai jenis primata seperti Orangutan Sumatera dan berbagai jenis monyet. Buahnya yang besar, membuat jenis ini mudah dikenali jika menemukannya di hutan. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah , biasanya akan berkecambah setelah 4 minggu di rumah kecambah. Dari pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun terutamapada bulan Agustus. Schizos : Dari bahasa Yunani yang berarti Chitton dari bahasa Yunani yaitu jubah, tunik Macrophyllus : Daun besar, mengacu pada daun species ini


Monocarpia marginalis Bau Langit Pohon dengan tinggi hingga 35 m dengan diameter batang hingga 65 cm, biasa dikenal dengan nama lokal bau langit. Secara ekologi habitat pohon ini dijumpai di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser pada ketinggian 50 – 500 mdpl. Pohon ini sering ditemukan pada punggung bukit dan lokasi dengan elevasi yang miring. Buah pohon ini disukai oleh berbagai primata terutama Orangutan. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis pohon yang bertipe slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah yang disemai setelah masak. Perkecambahannya sangat cepat sekali, biasanya membutuhkan waktu 1 minggu untuk berkecambah. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, pohon ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Agustus hingga Oktober. Mono : Tunggal Carpia : Dari kata carpus =buah Marginaf : Tipis


Polyalthia cauliflora Banitan Pohon kecil dengan tinggi hingga 15 m dengan diameter batang hingga 18 cm. Dikenal dengan nama lokal banitan. Pohon ini Sering dijumpai di hutan dataran rendah TamanNasional Gunung Leuser pada ketinggian 70 mdpl, secara ekologi habitat pohon ini berada dipunggung dan lereng bukit. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis pohon yang bertipe slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah yang disemai, biasanya akan berkecambah setelah 1 minggu di rumah kecambah. Buah dari jenis ini disukai berbagai primate terutama Orangutan. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun dengan musim buah yang tidak beraturan. Poly : Banyak Althia : Obat Cauli : Batang Flora : Bunga dan Buah dibantang


Alstonia scholaris Pulai (umum) Rutih, Gecih (Aceh) Pohon dengan tinggi hingga 40 m dengan diameter batang hingga 125 cm, dikenal dengan nama lokal pulai. Pohon ini dijumpai di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser pada ketinggian 70- 150 mdpl. Secara ekologi, habitat pohon ini berada di lokasi terbuka seperti bekas tebangan, punggung dan lereng bukit. Kulit kambium dari pohon ini disukai oleh Orangutan sumatera. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis pohon yang bertipe Fast growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari stek batang dan buah. Bibit membutuhkan lokasi terbuka untuk dapat berkembang dengan baik. Perkecambahan biji sangat cepat sekali dengan waktu 1-2 minggu untuk berkecambah. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, pohon ini berbuah setiap tahun dengan musim buah yang tidak beraturan. Alstonia: Diambil dari Dr. Charles Alston (1685-1760), yang adalah profesor botani di Universitas Edinburgh, Schoaris :


Tabernaemontana macrocarpa Bongang, Gempol kambing Pohon dengan tinggi hingga 25 m dengan diameter batang hingga 50 cm, dikenal dengan nama lokal bongang dan gempol kambing. Pohon ini dijumpai di hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser pada ketinggian 70-150 Mdpl. Secara ekologi, pohon ini biasa ditemukan di pinggir sungai, lereng dan punggung bukit. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis pohon yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan pohon ini didapat dari biji, dengan lama kecambah 2 hingga 3 minggu di rumah kecambah. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun dengan waktu yang tidak beraturan. Tabernaenmontana : Memperingati Jacob Dietrich of Bergzabern Macro : Besar Carpa: Buah


Gironniera nervosa Medang bulu, Tapis Pohon dengan tinggi hingga 30 m dengan diameter batang mencapai 64 Cm Habitatnya sering ditemukan di hutan dataran rendah hingga dataran tinggi terutama pada lokasi bekas gangguan, dapat hidup hingga ketinggian 1000 mdpl. Pada Taman Nasional Gunung Leuser banyak ditemukan di hutan dataran rendah seperti di besitang hingga sekoci. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah dengan lama kecambah 3-4 minggu. Dari pengamatan fenologi pohon ini berbuah setiap tahun, terutama pada bulan April hingga Agustus. Gironniera : Gironnier, seorang warga negara Prancis (1840) Nervosa : dari bahasa Latin dengan arti urat jelas, mengacu pada pertulangan daun.


Terminalia foetidissima Ketapang hutan Pohon dengan tinggi hingga 35 m, dengan diameter batang mencapai 65 cm.Pohon ini dikenal dengan nama lokal Ketapang hutan. Di Taman Nasional Gunung Leuser banyak ditemukan di Resor Sei Betung, habitatnya pada hutan yang tidak terganggu, biasanya ditemukan pada lereng dan punggung bukit, jenis ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 200 Mdpl. Buah dari pohon ini disukai oleh berbagai primata. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari biji yang di kecambahkan di rumah kecambah dan tempat pembibitan, lama perkecambahan adalah 2 sampai 3 minggu. Dari pengamatan fenologi jenis ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Agustus dan September. Terminalia : Mengacu pada daun tanaman yang bergerombol di ujung ranting foetidissima : Berbau tidak enak


Alangium rotundifolium Medang Kapur Pohon dengan tinggi hingga 25 m dengan diameter batang mencapai 30 cm.Dikenal dengan nama lokal medang kapur. Secara ekologi habitat pohon ini adalah di hutan dipterocarpaceae campuran terganggu dan bekas kebakaran sampai ketinggian 500 mdpl. Pada Taman Nasional Gunung Leuser banyak ditemukan di hutan dataran rendah seperti di besitang hingga sekoci. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Fast growing species. Perbanyakan tanamannyabisa didapat dari buah. Dari pengamatan fenologi berbuah setiap tahun terutama pada bulan April. Alangium : Dari Bahasa Malabar Rotundifolium : Daun berbentuk bulat


Dillenia indica Simpur Pohon dengan tinggi hingga 30 m dengan diameter batang mencapai 120 cm. Pohon ini dikenal dengan nama lokal simpur. Pada Taman Nasional Gunung Leuser, habitat pohon ini sering ditemukan pada tepi sungai. Pohon ini dapat hidup dengan baik hingga ketinggian 500 mdpl. Pohon ini mudah dikenali dengan batang berwarna kuning. Buah pohon ini dapat dimakan dan disukai oleh berbagai satwa seperti Orangutan sumatera dan berbagai jenis primata. Dalam kegiatan pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe Slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah. Dari pengamatan fenologi, pohon ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Agustus hingga Desember. Dillenia : Memperingati Johann Jacob Dillenius (1687 – 1747) indica :


Dipterocarpus humeratus Kruing Minyak Pohon dengan tinggi hingga 55 m dan diameter batang mencapai 110 cm, dikenal dengan bahasa lokal kruing minyak. Secara ekologi habitat pohon ini banyak dijumpai di hutan primer dibawah ketinggian 700 mdpl, terutama di lereng dan punggung bukit. Pada Taman Nasional Gunung Leuser, pohon ini sering dijumpai di hutan dataran rendah dari Besitang hingga Bukit lawang. Dalam IUCN status jenis ini adalah hampir terancam (Least concern). Dalam pemulihan ekosistem, pohon ini merupakan jenis yang bertipe slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah yang disemai. Buah yang disemai biasanya membutuhkan waktu 3-4 minggu untuk berkecambah. Bibit membutuhkan banyak kelembaban dan naungan cahaya dipersemaian. Buah jenis ini bersayap, bibit banyak terkumpul di bawah tegakan. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun, terutama pada bulan Juli hingga November. Dipretos : Bersayap dua Carpos: Buah Humeratus : humerus = bahu


Hopea dryobalanoides Damar Mata Kucing Pohon besar dengan tinggi hingga 55 m dan diameter batang mencapai 110 cm, pohon ini dikenal dengan nama lokal damar mata kucing. Habitatnya pada tanah liat di punggung bukit pada ketinggia dibawah 600 mdpl. Status pohon ini dalam IUCN adalah resiko rendah (Least Concern). Dalam pemulihan ekosistem, jenis ini merupakan jenis yang bertipe slow growing species. Perbanyakan tanamannya bisa didapat dari buah yang disemai, bisanya akan bertunas setelah 1 bulan di persermaian. Bibit membutuhkan banyak kelembaban dan naungan di persemaian. Buah jenis ini bersayap, bibit banyak terkumpul di bawah tegakan. Berdasarkan pengamatan fenologi pohon, jenis ini berbuah setiap tahun terutama pada bulan Juni hingga Agustus, tetapi beberapa kali dijumpai juga berbunga dari bulan September hingga November. Hopea : Memperingati John Hope dryobalonoides :


B. Fauna Elephas maximus sumatranus Gajah Sumatera Gambar 4.21 Gajah Sumatera Gajah Sumatera merupakan salah satu subspesies dari species Gajah Asia yang keberadaannya pun hampir punah. Gajah sumatera merupakan subspesies dari Gajah Asia sehingga diberi nama Elephas maximus dengan subspecies sumatranus. Menurut Garsetiasih et al. (2017), Gajah merupakan mamalia besar yang memiliki bobot 1000 kg. Sedangkan Gajah Sumatera memiliki bobot 2000–3000 kg yang berarti gajah sumatera memiliki bobot 2-3x lebih besar dari gajah pada umumnya. Gajah Sumatera memiliki morfologi yang tidak berbeda jauh dengan Gajah Asia. Menurut Zein dan Sulandari (2016), Gajah Asia memiliki morfologi berupa telinga yang lebih kecil dibanding Gajah afrika, berdahi rata, serta memiliki dua bonggol di kepala yang merupakan puncak tertinggi gajah dimana gajah afrika hanya memiliki satu bonggol. Gajah Asia memiliki satu bibir pada ujung belalainya sedangkan gajah afrika memiliki dua bibir di ujung belalainya. Ciri khas yang dimiliki Gajah Asia Elephas maximus : Gajah Asia Sumatranus : Sumatera


dimana hanya gajah jantan yang memiliki gading. Menurut Garsetiasih et al. (2017) Gajah Sumatera memiliki daya pakan hijauan dengan kisaran 200 kg hingga 300 kg per individu. Tumbuhan pakan yang disukai oleh Gajah Sumatera berasal dari suku Cyperaceae dan Poaceae disebabkan tekstur morfologinya yang lunak dan bentuknya seperti rerumputan. Gajah Sumatera merupakan salah satu satwa yang terancam punah. Gajah Sumatera memiliki manfaat yang sangat penting bagi lingkungan disekitarnya. Menurut Salsabila et al. (2017), gajah merupakan penjaga ekosistem di hutan Taman Nasional Way Kambas. Gajah juga memiliki peran sebagai penyebar benih tumbuh tanaman atau pepohonan di dalam hutan, sedangkan dalam fungsi ekonomi gajah dapat berperan sebagai objek wisata. Populasinya yang semakin sedikit dan lambatnya proses perkembang biakan gajah menyebabkan gajah memiliki berbagai ancaman yang serius. Menurut Zein dan Sulandari (2016), banyak populasi gajah yang berkurang karena terjebak dalam kantung-kantung kecil yang tidak cocok untuk mendukung kehidupan gajah. Hal ini memicu konflik antara manusia dan gajah yang mengancam punahnya Gajah Sumatera. Berkurangnya populasi Gajah Sumatera akibat perburuan sebab gadingnya sangat bernilai di dunia ekonomi. Penangkaran Gajah di Gunung Leuser berada di Tangkahan yang merupakah penangkaran untuk Gajah liar dimana sudah dilatih dan dijinakan oleh petugas penangkaran yang ada di Tangkahan yaitu Team Ranger. SOURCE (https://id.wikipedia.org/wiki/Gajah_sumatra. )


Pongo abelii Orang Utan Sumatera Gambar 4.22 Orang Utan Sumatera Orangutan sumatra adalah spesies orangutan terlangka. Orangutan sumatra hidup dan endemik di Sumatra, sebuah pulau yang terletak di Indonesia. Tubuh mereka lebih kecil daripada orangutan kalimantan. Orangutan sumatra memiliki tinggi sekitar 4,6 kaki dan berat 200 pon. Hewan betina berukuran lebih kecil, dengan tinggi 3 kaki dan berat 100 pon. ibandingkan orangutan kalimantan, orangutan sumatra lebih suka makan buah-buahan dan terutama juga serangga.Buah yang disukai termasuk buah beringin dan nangka. Mereka juga makan telur burung dan vertebrata kecil.Orangutan sumatra lebih singkat dalam makan di batang dalam suatu pohon. Orangutan Sumatra endemik dari pulau Sumatra dan hidupnya terbatas di bagian utara pulau itu. Di alam, orangutan Sumatra bertahan di provinsi Aceh (NAD), ujung paling utara Sumatra. Primata ini dulu tersebar lebih luas, saat mereka ditemukan lebih ke Selatan tahun 1800-an seperti di Jambi dan Padang. Ada populasi kecil di provinsi Sumatra Pongo : Orang Utan Pongo abelii : Orang utan Sumatera


Utara sepanjang perbatasan dengan NAD, terutama di hutan-hutan danau Toba. Survei di danau Toba hanya menemukan dua areal habitat, Bukit Lawang (didefinisikan sebagai suaka margasatwa) dan Taman Nasional Gunung Leuser. Tahun 2002, World Conservation Union menempatkan spesies ini dalam IUCN Red List dengan status kritis. Survei baru-baru ini tahun 2004 memperkirakan ada sekitar 7.300 ekor orangutan Sumatra yang masih hidup di alam liar. Beberapa di antaranya dilindungi di lima daerah di Taman Nasional Gunung Leuser dan lainnya hidup di daerah yang tidak terlindungi: blok Aceh barat laut dan timur laut, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat. Program pembiakan telah dibuat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di provinsi Jambi dan Riau dan menghasilkan populasi orangutan Sumatra yang baru. SOURCE (https://id.wikipedia.org/wiki/Orang_utan_sumatra. )


Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera https://id.wikipedia.org/wiki/Badak_sumatra Badak Asia bercula dua merupakan spesies langka dari famili Rhinocerotidae dan termasuk salah satu dari lima spesies badak yang masih lestari. Badak sumatra merupakan satu-satunya spesies yang tersisa dari genus Dicerorhinus. Spesies ini merupakan jenis badak terkecil, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang besar. Tingginya 112-145 cm sampai pundak, dengan panjang keseluruhan tubuh dan kepala 2,36-3,18 m, serta panjang ekor 35–70 cm. Beratnya dilaporkan berkisar antara 500 sampai 1.000 kg, dengan rata-rata 700–800 kg, meskipun sebuah catatan melaporkan mengenai seekor spesimen dengan berat 2.000 kg. Sebagaimana spesies badak Afrika, badak sumatra memiliki dua cula; yang lebih besar adalah cula pada hidung, biasanya 15–25 cm, sedangkan cula yang lain biasanya berbentuk seperti sebuah pangkal. Sebagian besar tubuh badak sumatra diselimuti rambut berwarna cokelat kemerahan. Badak sumatra yang pertama kali didokumentasikan ditembak di suatu daerah yang berjarak 16 km dari luar Benteng Marlborough, dekat pesisir barat Sumatra, pada tahun 1793. D. s. sumatrensis, juga dikenal sebagai badak sumatra barat, tersisa antara 75 sampai 85 individu, kebanyakan berada di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Gunung Leuser di Sumatra, tetapi juga ada sejumlah kecil yang menghuni Taman Nasional Way Kambas. Subspesies ini sudah tak tersisa lagi di Semenanjung Malaya. Ancaman utama terhadap subspesies ini adalah perambahan habitat dan perburuan liar. Badak sumatra timur dan barat memiliki Dicerorhinus : Badak Sumatrensi : Badak dari Sumatera


sedikit perbedaan genetis. Badak-badak di Semenanjung Malaysia pernah diberi nama taksonomi D. s. niger, tetapi studi lanjutan menggabungkannya dengan populasi di sumatra. Panthera tigris sumatrae Harimau Sumatera Harimau sumatra adalah populasi yang mendiami pulau Sumatra, Indonesia dan satu-satunya anggota subspesies harimau sunda yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Ia termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di Pegunungan Bukit Barisan jama sejarah taman-taman nasional di Sumatra jaman pra-sejarah. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tandatanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau sumatra terbunuh antara tahun 1998 dan 2000. Harimau sumatra merupakan harimau yang memiliki ukuran terkecil.Harimau sumatra mempunyai warna paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat dan juga berhimpitan. Harimau sumatra jantan dewasa memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke kaki atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatra merupakan yang Panthera tigris : Harimau Sumatrae : berasal dari Sumatera


paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga jingga tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan. Harimau sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing besar ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau sumatra mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan sering kali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia. https://id.wikipedia.org/wiki/Harimau_sumatra


BAB IV Analisis data 5.1 Psikografis Responden. Total responden yang berhasil diperoleh adalah 147 orang yang terdiri dari delapan orang perangkat desa, empat orang pengelola wisata dan seratus tiga puluh lima pelaku UMKM. yang berasal dari tiga desa. Berikut adalah profil responden penelitian : Tabel 5.1. Profil Responden Gender Laki laki 89 60,5 Perempuan 58 39,5 Age < 20 tahun 1 0,8 21 s/d 30 29 19,7 31 s/d 40 58 39,5 41 s/d 50 39 26,5 51 s/d 60 17 11,5 61 s/d 70 3 2 Education SD 33 22,4 SMP 45 30,6 SMA 64 43,5 D3 2 1,4 Sarjana 3 2 Jenis Usaha Kuliner 41 27,9 Grosir 30 20,4 Penginapan 7 4,8 Jasa wisata 21 14,3 Pokdarwis 4 2,7 Perangkat desa 8 5,4 Lainnya 36 24,4 Berdasarkan dari hasil pengumpulan data, 60,5% responden berjenis kelamin laki laki dan mayoritas usia responden berada pada kisaran usia 31 s/d 40 tahun yaitu


mencapai 39,5% diikuti rentang usia 41 s/d 50 tahun sebesar 26,5%. Dengan mayoritas usia responden yang cukup matang di harapkan responden dapat memberikan respon yang memuaskan sesuai dengan pengalaman yang dialami responden. Mayoritas responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 43,5% diikuti pendidikan SMP sebesar 30,6%. Hanya 2% responden yang berpendidikan sarjana, hal ini disebabkan karena tingginya tingkat kemiskinan di wilayah Desa wisata Tangkahan yang berdampak pada keterbatasan kemampuan orang tua menyekolahkan anak anaknya ke pendidikan tinggi Mayoritas jenis usaha yang ditekuni responden adalah bidang kuliner sebesar 27,9% kebanyakan responden merupakan pengusaha makanan baik itu rumah makan maupun oleh oleh di kawasan desa wisata Tangkahan. Jenis usaha kedua adalah grosir yang mencapai 20,4%, dimana masyarakat banyak membuka toko kelomtomg dan grosir di tiga desa wisata Tangkahan. 14,3% responden berprofesi di bidang jasa wisata seperti guide, fotografer, dan sebagainya. Sedangkan lainnya yang mencapai 24,4% merupakan jenis usaha yang tidak disebutkan dalam penelitian ini seperti usaha sayur mayor, SPBU, bengkel sepeda motor, dan lain sebagainya. 5.2 Kontribusi, Hambatan, dan Jenis Penggunaan Media Sosial di kalangan pelaku UMKM Kawasan Tangkahan Tabel 5.2 . Persentase Kedekatan Responden Dengan Media Sosial Ya Tidak UMKM terbiasa menggunakan media sosial 90 10 UMKM menggunakan media sosial untuk bekerja 57,8 42,2 UMKM menggunakan media sosial untuk promosi produk 66,7 33,3 Dari data yang terhimpun menunjukkan bahwa 90% responden menggunakan media sosial dalam kegiatan sehari hari. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial sudah menjadi gaya hidup masyarakat kawasan desa wisata Tangkahan. Hasil ini juga menunjukkan bahwa 57,8% responden menggunakan media sosial untuk mempermudah pekerjaan, artinya pelaku UMKM di kawasan wisata sudah mengandalkan media sosial dalam aktivitas usaha meskipun masih cukup banyak yang menyatakan tidak menggunakan media sosial untuk usaha


yaitu 42,2%. Kemudian, 66,7% UMKM sudah memanfaatkan media sosial untuk melakukan promosi produk barang dan jasa mereka. Berdasarkan acuan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, (2022) kontribusi penggunaan internet secara nasional dikalangan pekerja dan pelaku UMKM adalah sebesar 86,90% itu artinya penggunaan internetuntuk melakukan usaha di Tangkahan yang mencapai 57,8% dan 66,7% masih berada di bawah angka nasional. Dari temuan tersebut pelaku UMKM kawasan wisata Desa Tangkahan memerlukan strategi dan model penguatan literasi digital media sosial untuk memaksimalkan penggunaan media sosial secara efektif dalam menjalankan usaha sekaligus mengenalkan wisata Tangkahan secara nasional. Dari penelusuran tim peneliti, terdapat beberapa hambatan dalam menggunakan media sosial dalam bisnis, hambatan tersebut ada pada tabel 4 yaitu 42,9% UMKM tidak memiliki kemampuan membuat konten yang menarik dalam media sosial, ketidak mampuan membuat konten dirasakan responden sebagai hambatan utama dalam melakukan promosi produk barang dan jasa. Hambatan berikutnya berturut turut adalah keterbatasan sinyal (22,4%), jangkauan jaringan yang buruk membuat motivasi pelaku UMKM memaksimalkan media sosial menjadi rendah, kondisi geografis perbukitan menjadi salah satu penyebab ketidak stabilan jaringan internet di kawasan wisata Tangkahan. Kendala berikutnya adalah responden tidak mampu membuat animasi yang sebenarnya dapat diperoleh dari aplikasi yang tersedia di smartphone. Dan hanya 4,1% responden menyatakan tidak ada kendala dalam memanfaatkan medsos dalam usaha Tabel 5.3 Kendalan Bermedia Sosial Kendala menggunakan media sosial : a. Membuat narasi yang menarik b. Membuat konten c. Membuat animasi d. Sinyal e. Tidak ada kendala 10,2 42,9 20,4 22,4 4,1 Jenis Media Sosial a. WA b. Facebook c. Instagram d. Youtube 41,2 44,2 13,3 1,3


Dari tabel di atas, 44,2% responden menggunakan Facebook untuk kegiatan usaha, diikuti WA sebesar 41,2%. Berdasarkan persepsi responden aplikasi Facebook dan WA mudah digunakan, tidak memerlukan banyak editing seperti halnya di instagram maupun youtube. Hal ini menyebabkan WA dan FB digunakan responden untuk melakukan promosi usaha dan wisata Tangkahan. 5.3 Analisis SWOT Strategi Pengembangan Desa Wisata Penelitian ini menggunakan analisis SWOT untuk menyusun strategi dan model penguatan literasi digital media sosial dan komunikasi pelaku UMKM di kawasan tiga desa wisata Tangkahan. Analisis SWOT menggunakan matriks External Factor Analysis (EFAS) dan Internal Factor Anaysis (IFAS) dalam menganalisis persepsi responden mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi. Analisis SWOT merupakan analisis dalam penelitian kualitatif yang mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dengan mengidentifikasi empat faktor tersebut, diharapkan pengguna analisis SWOT dapat mengurangi kelemahan dan memaksimalkan kekuatan serta memperbesar peluang dan memperkecil ancaman (2,3). a. Analisis Matriks Internal Analisis matriks internal berisi skor total kekuatan dan kelemahan internal yang ada pada obyek penelitian, yaitu situasi yang dihadapi oleh pelaku UMKM di tiga Desa Wisata Tangkahan. Tabel 5.4 . MAtriks IFAS ktor Kekuatan Internal/strength Total Nilai Bobot Rating Skor 1. Desa wisata Tangkahan (Desa Sei Musam, Desa Sei Serdang, dan Desa Namo Sialang) memiliki atraksi wisata yang menarik (misal industri rumahan/home industri dan atraksi kuda lumping) 443 0,072 3 0,216 2. Desa wisata Tangkahan memiliki sejumlah lokasi sentra kuliner yang dapat menarik wisatawan 429 0,069 3 0,207 3. Mata pencaharian masyarakat desa sebagai petani dan pedagang dapat mendukung pengembangan desa wisata 451 0,073 3 0,219


4. Desa wisata termasuk dalam wilayah Taman Nasional Gunung Leuser yang menjadi daya tarik wisatawan 443 0,072 3 0,216 5. Masyarakat antusias berpartisipasi dalam mengembangkan wisata (mis: membuka usaha di sekitar lokasi, bergabung dalam kelompok penggerak wisata, dsb) 451 0,073 3 0,073 6. Masyarakat desa wisata memiliki sikap ramah dan peduli pada wisatawan 453 0,073 3 0,219 7. Desa wisata memiliki aparat desa dan BKM yang memiliki kerjasama yang baik 448 0,073 3 0,219 8. Situasi keamanan desa cukup baik 441 0,071 3 0,213 9. Harga produk desa wisata (makanan, minuman, cinderamata, penginapan, jasa pemandu wisata) murah dan terjangkau wisatawan 446 0,072 3 0,216 Total Kekuatan internal 4005 0,648 1,798 Faktor Kelemahan Internal/Weakness Total Nilai Bobot Rating Skor 1. Akses/sarana transportasi (angkutan umum) menuju Desa kurang memadai 272 0.044 2 0,088 2. Infrastruktur/kondisi jalan menuju desa banyak rusak dan berlubang. 279 0,045 2 0,09 3. Komitmen pemerintah kurang maksimal mendukung pengembangan desa wisata 312 0,051 2 0,102 4. Belum ada inisiator atau penggerak yang sukses menggerakkan kelompok wisata di Desa 312 0,051 2 0,102 5. Minimnya informasi dari website maupun social media mengenai pemberitaan wisata di kawasan Desa wisata Tangkahan 317 0,052 2 0,104 6. Masyarakat kesulitan berkreativitas menggunakan media sosial untuk mempopulerkan desa wisata Tangkahan 332 0,054 2 0,108 7. Desa tidak memiliki kemampuan pendanaan yang cukup memadai dalammengembangkan wisata 347 0,057 2 0,114 Total Kelemahan Internal 2171 0,352 0,708 Total Faktor Internal 6176 1,00 Tabel hasil matriks IFAS menunjukkan bahwa kekuatan internal memiliki skor 1,798 yang lebih besar daripada skor kelemahan internal (0,708). Dari


Click to View FlipBook Version