The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen TO

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by B2P2TOOT Tawangmangu, 2020-09-03 23:11:46

Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen TO

Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen TO

d. Alat-alat Panen
– Alat dan wadah yang digunakan untuk panen tanaman obat harus
bersih dan bebas dari sisa tanaman yang dipanen sebelumnya.
– Jika wadah yang digunakan berupa plastik harus dipastikan
memiliki sirkulasi udara yang baik sehingga kelembaban di dalam
wadah terjaga.
– Ketika wadah tidak digunakan, dijaga agar tetap kering dan
diletakkan dalam ruang yang bersih, terhindar dari serangga,
burung dan binatang lain.

e. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Saat Panen
– Hasil panen berupa daun dan bunga yang lebih rapuh atau
mudah membusuk harus ditangani dengan hati-hati.
– Kerusakan yang tidak semestinya harus dihindari agar tanaman
yang dipotong dapat tumbuh kembali.
– Kerusakan mekanis bahan yang dipanen harus dihindari untuk
mencegah perubahan kualitas bahan.
– Gulma atau tanaman beracun yang mungkin mencampuri bahan
simplisia dan mengurangi kemurniannya harus dibuang.
– Masing-masing jenis tanaman yang dipanen harus dimasukkan
ke dalam wadah terpisah.

Gambar 30. Rimpang temulawak terpotong saat penggalian merupakan kerusakan mekanis yang dapat
menurunkan kualitas simplisia

38

5. Panduan Khusus Panen Tanaman Obat
a. Pedoman Panen Akar
Pada beberapa tanaman obat, senyawa aktif ditemukan pada akar
sehingga seluruh bagian tanaman akan terambil dan akhirnya tidak
dapat ditumbuhkan lagi. Jika teknik tersebut digunakan pada banyak
tanaman dalam jangka waktu pendek, tanaman akan punah. Dalam
rangka memastikan keberlangsungan panen bahan berupa akar,
disarankan teknik sebagai berikut:
● Akar digali pada jarak minimal 30 cm dari batang atau akar utama.
● Hanya akar pada bagian tepi yang dipanen.
● Setelah penggalian, lubang ditutup kembali untuk perlindungan
dari infeksi dan hama.

Gambar 31. Akar Kelembak (Rheum officinale); A. Belum siap panen; B. Siap panen

39

b. Pedoman Panen Kulit Kayu
Kulit kayu secara tradisional dipanen dengan parang atau pisau.
Jika suatu tanaman sangat sering dan banyak digunakan, teknik
tersebut dapat membahayakan tanaman. Praktek salah yang paling
umum terjadi adalah seluruh kulit kayu dipanen secara melingkar
mengelilingi pohon sehingga dapat mematikan pohon tersebut.
Dalam rangka memastikan keberlangsungan panen bahan berupa
kulit kayu, disarankan teknik sebagai berikut:
● Kulit kayu dikelupas dalam potongan-potongan kecil memanjang
arah vertikal menggunakan pisau yang sesuai.
● Kulit kayu tidak dikelupas secara melingkar mengelilingi pohon.
● Kulit kayu tidak dipotong bagian tepinya dengan kapak karena
dapat mengakibatkan kulit kayu yang tersisa terkelupas dan
mengering.
● Jika memungkinkan gunakan “tree seal” atau segel khusus pohon,
misal menempelkan pupuk kandang basah pada bekas potongan
kulit kayu. Hal ini dapat mencegah bekas potongan mengering.

Gambar 32. Tahapan panen kulit kayu manis jangan (Cinnamomum burmanii)

40

c. Pedoman Panen Daun
Pada panen daun harus dihindari terjadinya kerusakan tanaman.
Berikut pedoman untuk panen daun :
– Daun dari tanaman herba harus dipanen sebelum tanaman
berbunga, kecuali jika ditentukan lain. Sebisa mungkin daun
dipanen dari tanaman dewasa.
– Untuk tanaman berupa pohon, dihindari memanen keseluruhan
daun yang ada pada tanaman sehingga proses fisiologi tidak
terganggu.
– Dihindari memanen daun yang masih muda kecuali sudah
diketahui terdapat kandungan kimia yang diinginkan.
– Apabila biomassa daun yang dipanen menurun dari periode
sebelumnya, maka frekuensi panen harus dikurangi.

Gambar 33. Panen daun dari tanaman perdu dan herba

Gambar 34. Panen daun sembung (Blumea balsamifera)

41

Gambar 35. Panen herba sambiloto (Andrographis paniculata)

d. Pedoman Panen Buah dan Biji
Panen buah dan biji harus memperhatikan regenerasi tanaman,
dengan cara menyisakan sebagian biji sebagai sumber benih.
Berikut adalah pedoman pemanenan buah :
– Buah dan biji dipanen saat masak kecuali dinyatakan buah dan
biji muda mengandung senyawa aktif yang dimaksud.
– Jika diperlukan, biji dapat dipisahkan langsung dari buahnya.

Gambar 36. Panen buah kesumba (Bixa orelana)

42

Gambar 37. Panen buah adas (Foeniculum vulgare)

Gambar 38. Panen bunga kamilen (Matricaria chammomilla)

43

PEDOMAN UMUM PASCAPANEN TANAMAN OBAT

1. Gambaran umum
Tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional atau obat alam harus
mengalami beberapa tahap penanganan sebelum menjadi simplisia,
diantaranya adalah budidaya, panen dan penanganan pascapanen.
Tanaman budidaya sebagai sumber bahan baku memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan tumbuhan liar, yakni kejelasan asal-usul bahan,
kemurnian spesies, umur dan saat panen, cara panen, dan iklim yang
mendukung (kondisi tempat tumbuh). Budidaya yang baik tanpa diikuti
penanganan pascapanen yang sesuai akan menurunkan mutu bahan baku
secara kualitas dan kuantitas.

Pengelolaan pascapanen tanaman obat merupakan suatu perlakuan yang
diberikan pada hasil panen tanaman obat hingga produk siap dikonsumsi
atau menjadi simplisia sebagai bahan baku obat alam. Pengelolaan
pascapanen bertujuan untuk memproteksi bahan baku dari kerusakan
fisik dan kimiawi sehingga dapat mempertahankan mutu bahan baku/
simplisia tersebut. Tahap pengelolaan pascapanen tanaman obat meliputi
pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian, penirisan, pengubahan
bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan.

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
lain berupa berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan asalnya
simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Simplisia nabati: adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksundat tanaman (yaitu isi sel yang keluar secara
spontan dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya atau zat-zat nabati lain yang dipisahkan dari tanamannya
secara tertentu).
b. Simplisia hewani: adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni
c. Simplisia pelikan/mineral : adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

44

Catatan : karena sebagian besar simplisia berasal dari tanaman obat
(nabati), maka yang dimaksud simplisia pada pedoman ini adalah simplisia
nabati.

Prosedur standar pengolahan tanaman obat menjadi simplisia bertujuan
untuk memenuhi persyaratan simplisia sebagai bahan baku obat
tradisional, terutama untuk menjamin keseragaman senyawa aktif,
keamanan dan khasiat sediaan akhir (produk).

2. Ruang Lingkup
Pengelolaan pascapanen dimulai sesaat sejak bahan tanaman dipanen
sampai siap dikonsumsi. Pedoman pascapanen ini meliputi tata aturan
pengelolaan, sarana dan prasarana kegiatan, standar kompetensi
pelaksana (SDM) sampai pada panduan teknis dalam pelaksanaan
kegiatan.

3. Maksud dan Tujuan
Maksud:
Memberikan panduan penanganan pascapanen tanaman obat, untuk
menjamin penyediaan bahan baku jamu bermutu, aman dan berkelanjutan.
Tujuan
Menjamin ketersediaan bahan baku jamu yang bermutu, dalam jumlah
cukup dan berkelanjutan.

4. Sarana dan Prasarana
a. Bangunan
Bangunan dan fasilitas yang digunakan dalam penanganan paska
panen sebaiknya memenuhi kaidah-kaidah berikut:
Cahaya dan ruang: Gedung paska panen sebaiknya menyediakan
ruang dan cahaya yang cukup untuk kemudahan jalannya proses
paska panen.
Pengendalian serangga: Rancangan dan pengelolaan gedung paska
panen harus dapat mencegah masuknya serangga dan hewan
pengerat.
Kebersihan: Rancangan dan pengelolaan gedung paska panen harus
mengutamakan kebersihan guna mencegah terjadinya kotaminasi
dari bahan pencemar.

45

b. Peralatan
Material alat: gunakan hanya peralatan yeng terbuat dari bahan tidak
beracun, bersifat inert (netral), serta mudah dibersihkan.
Perawatan: peralatan paska panen diuji terlebih dahulu sebelum
digunakan, agar dapat digunakan dengan optimal. Perawatan berkala
untuk mesin harus dijadwalkan, dan alat timbang harus ditara secara
teratur.
Bersih: peralatan paska panen sebaiknya mudah dibersihkan,
serta mudah digunakan. Dipastikan bagian peralatan yang kontak
langsung dengan material tanaman sebaiknya bersih dan bebas dari
pencemaran.
Hindari pencemaran silang: bersihkan alat yang digunakan untuk
paska panen, sebelum digunakan untuk penanganan bahan panen
yang lain.
Wadah: dipastikan wadah yang digunakan bersih, dan tidak koyak,
sehingga dapat melindungi materil bahan tanaman yang diproses.

Dalam pelaksanaan kegiatan pascapanen maka diperlukan
ketersediaan peralatan sebagai berikut: bak pencucian bertingkat,
rak penirisan, keranjang pencucian, air pencuci yang memenuhi
standar kesehatan, rak pengering, alat pengubah bentuk (penyerut,
perajang dan penyerbuk), oven pengering, bahan pengemas, lemari
penyimpan, kotak plastik penyimpan, alat pembuat serbuk (Grinding
mill), blower, gunting, tambir, kain hitam, kursi perajang, meja/alas
perajang, wadah simplisia, vacuum cleaner, ruang penyimpanan
(gudang), timbangan gantung dan timbangan duduk, alat pengepres
simplisia, dan label (etiket).

5. Sumber Daya Manusia (SDM)
Terdapat 3 hal utama berhubungan dengan SDM pengelolaan paska panen
yang baik, yaitu: Pelatihan, keamanan dan kebersihan
a. Pelatihan
1) Pelaksana kegiatan paska panen harus orang yang telah terlatih
dan memiliki kompetensi di bidang paska panen, yang dapat
diperoleh melalui jalur pelatihan, maupun magang.
2) Pelaksana paska panen harus orang mengetahui identifikasi
tanaman, guna mencegah kesalahan dalam penanganan paska
panen.

46

3) Pelaksana paska panen harus menjaga kebersihan diri dan
lingkungannya guna mencegah terjadinya pencemaran bahan
simplisia dari mikroba.

b. Keamanan
1) Pelaksana paska panen mengenakan pakaian dan sepatu khusus
untuk melindungi tubuh.
2) Pelaksana paska panen, juga mengenakan alat pelindung yang
sesuai, seperti masker, pelindung mata, pelindung telinga dan
sarung tangan.
3) Dipastikan untuk melindungi pelaksana paska panen dari
lingkungan yang merusak, seperti suhu yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah, suara bising, serta debu, ataupun gigitan
serangga dan alergi terhadap spesimen tanaman tertentu.
4) Dipastikan alat dan perlengkapan yang digunakan dalam
kegiatanpaska panen terpelihara dengan baik, sehingga aman
untuk digunakan.

c. Kebersihan
1) Mencegah terjadinya kontaminasi, terjadi karena mikroba
ataupun bahan simplisia lain yang tidak dikehendaki.
2) Dipastikan tersedianya fasilitas kamar kecil, lengkap dengan
sabun, tisu dan handuk, untuk memastikan kebersihan diri
pelaksana paska panen.
3) Dipastikan pelaksana paska panen dalam kondisi sehat. Bagi
pelaksana paska panen yang sedang sakit, memiliki luka terbuka
ataupun infeksi kulit, sebaiknya tidak melakukan kegiatan paska
panen.

6. Prosedur Pelaksanaan
Tujuan pengelolaan pascapanen tanaman obat adalah membuat
simplisia nabati siap dikonsumsi baik secara langsung oleh masyarakat
umum, bahan baku jamu, industri OT maupun untuk keperluan ekspor.
Kegiatannya meliputi pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian,
penirisan, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengemasan
dan penyimpanan.

47

a. Sortasi basah
Sortasi basah dimaksudkan untuk memisahkan kotoran atau bahan
asing serta bagian tanaman lain yang tidak diinginkan dari bahan
simplisia. Kotoran yang dimaksud dapat berupa tanah, kerikil,
rumput/gulma, tanaman lain yang mirip, bahan yang telah busuk/
rusak, serta bagian tanaman lain yang memang harus dipisahkan
dan dibuang. Pemisahan bahan simplisia dari kotoran ini bertujuan
menjaga kemurnian serta mengurangi kontaminasi awal yang dapat
mengganggu proses selanjutnya, mengurangi cemaran mikroba serta
memperoleh simplisia dengan jenis dan ukuran seragam. Oleh karena
itu dalam tahapan ini juga dilakukan pemilihan bahan berdasarkan
ukuran panjang, lebar, besar kecil dan lain-lain.

Gambar 39. Sortasi Basah
A. Sortasi basah Temulawak (Curcuma

Xanthorrhiza Roxb)
B. Sortasi basah Tempuyung (Shonchus

arvensis L.)
C. Sortasi basah Daun Ungu (Graptophyllum

pictum (Linn) Griff)

Sortasi basah dilakukan secara teliti dan cermat. Kotoran ringan yang
berukuran kecil dapat dipisahkan menggunakan nyiru dengan arah
gerakan ke atas ke bawah dan memutar. Kotoran akan bertebangan
dan memisah dari bahan simplisia. Kegiatan sortasi basah dapat juga
dilakukan bersamaan dengan pencucian dan penirisan. Pada saat
pencucian, bahan dibolak-balik untuk memisahkan kotoran yang
menempel/ terikut dalam bahan.

48

b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain
yang melekat pada bahan simplisia. Dilakukan dengan menggunakan
air bersih (standar air minum), bisa air sumber, air sumur atau air PAM.
Khusus untuk bahan yang mengandung senyawa aktif mudah larut
dalam air, pencucian dilakukan secepat mungkin (tidak direndam).
Pencucian harus dilakukan secara cermat, terutama pada bahan
simplisia yang berada di dalam tanah atau dekat dengan permukaan
tanah, misalnya rimpang, umbi, akar, dan batang yang merambat
serta daun yang melekat/ dekat dengan permukaan tanah.

Gambar 40. Pencucian A. Daun sambung nyawa (Gynura procumbens);
B. Daun Ungu (Grapthophyllum pictum)

Pencucian sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar kotoran
yang terlepas tidak menempel kembali. Pencucian bahan simplisia
dalam jumlah besar dapat lebih efektif bila dilakukan dalam bak
bertingkat yang menerapkan konsep air mengalir. Kotoran yang
melekat pada bagian yang susah dibersihkan dapat dihilangkan
dengan penyemprotan air bertekanan tinggi atau dengan disikat.
Bahan simplisia berupa akar, umbi, batang, atau buah dan biji dapat
dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi mikroba
awal, karena sebagian jumlah mikroba biasanya terdapat pada

49

permukaan bahan simplsia dan dengan pencucian saja belum mampu
membebaskan mikroba tersebut. Bahan yang telah dikupas dengan
cara yang tepat dan bersih kemungkinan tidak perlu dicuci lagi.
c. Penirisan
Setelah bahan dicuci bersih segera ditiriskan pada rak-rak yang
telah diatur sedemikian rupa untuk mencegah pembusukan atau
bertambahnya kandungan air. Penirisan dimaksudkan untuk
mengurangi atau menghilangkan kandungan air di permukaan bahan
dan dilakukan sesegera mungkin sehabis pencucian.
Selama penirisan bahan dibolak-balik untuk mempercepat
penguapan, dilakukan di tempat teduh dengan aliran udara cukup
agar terhindar dari fermentasi dan pembusukan. Setelah air yang
menempel di permukaan bahan menetes atau menguap, bahan
simplisia dikeringkan dengan cara yang sesuai.

Gambar 41. Proses penirisan dalam rak peniris

d. Pengubahan bentuk
Beberapa jenis bahan baku/simplisia seringkali harus diubah
menjadi bentuk lain, misalnya irisan, potongan dan serutan untuk
memudahkan kegiatan pengeringan, pengemasan, penggilingan

50

dan penyimpanan serta pengolahan selanjutnya. Selain itu juga
dimaksudkan untuk memperbaiki penampilan fisik dan memenuhi
standar kualitas (terutama keseragaman ukuran) serta membuat agar
lebih praktis dan tahan lebih lama dalam penyimpanan. Pengubahan
bentuk dilakukan dengan hati-hati dengan pertimbangan tepat karena
perlakuan yang salah justru berakibat turunnya kualitas simplisia
yang diperoleh.
Tidak semua jenis simplisia mengalami pengubahan bentuk, umumnya
hanya terbatas pada simplisia akar, rimpang, umbi, batang, kayu, kulit
batang, daun dan bunga. Perajangan bisa dilakukan dengan pisau
(terbuat dari Stainless stell) atau alat perajang khusus yang didesain
sedemikian rupa (misal Rasingko) sehingga menghasilkan rajangan
yang seragam. Sedangkan untuk menghasilkan simplisia serutan
digunakan alat penyerut kayu (elektrik) yang dapat diatur ukuran
ketebalannya.

Gambar 42. Proses perubahan bentuk daun ungu (perajangan secara manual)

51

Gambar 43. Proses perubahan bentuk
kunyit (Curcuma domestica) (perajangan

menggunakan mesin perajang)

Gambar 44. Hasil perajangan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza)
menggunakan mesin perajang

Semakin tipis ukuran hasil rajangan atau serutan semakin cepat proses
penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan. Namun
demikian rajangan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurang
atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap sehingga
mempengaruhi komposisi, bahu dan rasa yang diinginkan. Oleh
sebab itu bahan simplisia berupa rimpang seperti jahe, temulawak,
kunyit dan sejenisnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk

52

mencegah berkurangnya minyak atsiri. Selain itu perajangan yang
terlalu tipis juga menyebabkan simplisia mudah rusak saat dilakukan
pengeringan dan pengemasan. Ukuran ketebalan simplisia harus
seragam tergantung pada bagian tumbuhan yang diiris. Ketebalan
irisan simplisia rimpang, umbi, akar ± 3 mm, sedangkan untuk
material daun dipotong melintang dengan lebar daun ± 2 cm dan
kulit batang diiris dengan ukuran 2x2 cm. Pada umumnya rimpang
diiris melintang, kecuali rimpang jahe, kunyit dan kencur dipotong
membujur.

e. Pengeringan
Bahan tanaman jarang sekali digunakan dalam keadaan segar, karena
mudah rusak dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama. Bahan
segar umumnya hanya digunakan pada penyarian/penyulingan
minyak atsiri atau untuk konsumsi sendiri dalam jumlah kecil. Untuk
keperluan stok/penyimpanan agar lebih praktis dan tahan lebih
lama, bahan perlu dikeringkan dan disimpan dalam bentuk simplisia
(kering).

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan
simplisia tidak rusak dan dapat disimpan, menghentikan reaksi
enzimatis dan mencegah pertumbuhan kapang, jamur dan jasad renik
lain. Dengan matinya sel bagian tanaman, maka proses metabolisme
(seperti sintesis dan transformasi) terhenti sehingga senyawa aktif
yang terbentuk tidak diubah secara enzimatik. Di lain pihak ada pula
bahan simplisia tertentu yang memerlukan proses enzimatik setelah
dipetik/ dipanen; sehingga diperlukan proses pelayuan (pada suhu dan
Rh tertentu) atau pengeringan bertahap sebelum proses pengeringan
sebenarnya. Proses enzimatik disini sangat perlu mengingat senyawa
aktif masih berada dalam ikatan kompleks. Contoh buah vanili, buah
kola, umbi bidara upas dan umbi bawang. Tetapi untuk simplisia yang
mengandung senyawa aktif mudah menguap penundaan pengeringan
justru akan menurunkan kadar senyawa aktifnya.

Dikenal dua macam pengeringan, yakni pengeringan secara alamiah
(dengan sinar matahari langsung dan keringanginkan) dan pengeringan
buatan (menggunakan oven, uap panas atau alat pengering lain).
Pengeringan alamiah dapat dilakukan dua cara pengeringan:

53

1) Panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu,
kulit kayu dan biji serta bagian yang mengandung senyawa aktif
yang relatif stabil. Pengeringan ini kelebihan yaitu mudah dan
murah, sedangkan kelemahannya yaitu kecepatan pengeringan
sangat tergantung dengan cuaca.

2) Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar
matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan
bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan bagian
tanaman yang mengandung senyawa aktif mudah menguap.

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah
suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu (lamanya)
pengeringan dan luas permukaan bahan. Dengan pengeringan yang
benar diharapkan tidak terjadi face hardening yaitu bagian luarnya
kering tetapi bagian dalam masih basah.

Adapun penyebab terjadinya face hardening antara lain:
a) Irisan/rajangan simplisia terlalu tebal sehingga panas sulit

menembusnya
b) Suhu pengeringan terlalu tinggi dengan waktu yang singkat
c) Keadaan yang menyebabkan penguapan air di permukaan bahan

jauh lebih cepat dari pada difusi air dari dalam ke permukaan
bahan. Akibatnya bagian luar bahan menjadi keras dan
menghambat proses pengeringan lebih lanjut.

Suhu pengeringan tergantung bahan simplisia dan cara pengeringan.
Bahan simplisia pada umumnya dapat dikeringkan pada suhu < 60oC.
Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap
(volatil), tidak tahan panas (termolabil) sebaiknya dikeringkan pada
suhu rendah, yaitu antara 30-40oC selama waktu tertentu. Kelembaban
dalam ruang pengering juga dipengaruhi oleh bahan simplisia, cara
pengeringan dan tahapan-tahapan selama pengeringan. Kelembaban
akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan.

Pada umumnya dengan pengeringan buatan didapatkan simplisia
yang mutunya lebih baik, karena pengeringan lebih merata dalam
waktu relatif cepat dan tidak dipengaruhi cuaca (tidak tergantung

54

kondisi alam). Selain itu proses pengeringan dapat dipersingkat
(hanya beberapa jam) dan kadar air bahan dapat ditekan serendah
mungkin.

Gambar 45. Proses pengeringan
A. Pengeringan daun dengan sinar matahari
B. Pengeringan temulawak menggunakan oven
C. Mesin oven dengan kapasitas 200 liter

mampu mengeringkan 200 kg bahan segar
D. Batch drying, mekanisme pengeringan

dengan aliran udara panas, cocok untuk
pengeringan daun

f. Sortasi kering
Prinsip kegiatan sortasi kering sama dengan sortasi basah, tetapi
dilakukan terhadap simplisia (bahan yang telah dikeringkan) sebelum
dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan
asing dan simplisia yang belum kering seutuhnya. Kegiatan sortasi
kering dilakukan untuk menjamin simplisia benar-benar bebas dari
bahan asing. Kegiatan ini dilakukan secara manual, simplisia yang
telah bersih dari bahan asing kadang untuk tujuan tertentu (misalnya
agar memenuhi standar mutu) masih perlu dilakukan grading atau
pemisahan menurut ukuran sehingga diperoleh simplisia dengan
ukuran seragam.

55

Gambar 46. Proses sortasi kering
A. Sortasi kering daun tempuyung (Sonchus arvensis)
B. Sortasi kering daun kemuning (Murraya paniculata)

g. Pengemasan dan Pemberian Label
Pengepakan atau pengemasan simplisia sangat berpenagruh
terhadap mutunya terkait dengan pengangkutan dan penyimpanan
simplisia. Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi (proteksi) simplisia
saat pengangkutan, distribusi, dan penyimpanan dari gangguan
luar seperti suhu, kelembaban, cahaya, pencemaran mikroba serta
gangguan berbagai jenis serangga. Bahan pengemas harus kedap air
dan udara serta dapat melindungi isinya terhadap berbagai gangguan
dari luar. Untuk jenis simplisia tertentu bisa dikemas dengan kain

56

katun atau karung yang terbuat dari plastik, jerami atau goni. Guci
porselin dan botol kaca biasanya digunakan untuk menyimpan
simplisia yang berbentuk cairan. Simplisia daun dan herba umumnya
dimampatkan (dipress) dulu untuk mempermudah pengemasan dan
pengangkutan. Setelah padat baru dilakukan pengemasan dengan
mengunakan karung plastik yang dijahit tiap sisinya. Setiap kemasan
ditambahkan silica gel yang dibungkus dengan tujuan menyerap air
dan menjaga kondisi kemasan agar tidak lembab.

Bahan pengemas seyogyanya memenuhi persyaratan berikut :
1) Bersifat inert/netral, artinya tidak bereaksi dengan simplisia yang

dapat berakibat terjadinya perubahan bau, warna, rasa, kadar air
dan kandungan senyawa kimia aktifnya
2) Mampu mencegah terjadinya kerusakan mekanis dan fisiologis
3) Mudah digunakan, tidak terlalu berat dan harga relatif murah

Setelah simplisia dikemas dalam wadah atau kemasan yang sesuai
langkah selanjutnya yaitu pemberian label atau etiket. Label ditempel
pada kemasan harus menunjukkan informasi simplisia yang jelas
meliputi nama ilmiah tumbuhan obat, asal bahan (tempat budidaya),
tanggal panen dan tanggal simpan, berat simplisia dan status kualitas
bahan.

Gambar 47. Pengemasan dan pemberian label
A. Proses pengemasan dan penimbangan
B. Pemberian label

h. Penyimpanan
Simplisia yang telah dikemas dan diberi label kemudian disimpan
dalam gudang yang telah dipersiapkan dengan berbagai pertimbangan.
Tujuan penyimpanan adalah agar simplisia tetap tersedia setiap

57

saat bila diperlukan serta sebagai stok bila secara kuantitatif hasil
panen melebihi kebutuhan. Penyimpanan merupakan upaya untuk
mempertahankan kualitas fisik dan kestabilan kandungan senyawa
aktif sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
Selama dalam penyimpanan, simplisia dapat rusak dan turun
kualitasnya karena beberapa faktor internal dan eksternal berikut ini :
1) Cahaya, sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat

mempengaruhi mutu simplisia secara fisik dan kimiawi (misal
terjadi proses isomerasi dan polimerasi).
2) Reaksi kimiawi internal, terjadinya perubahan kimia simplisia
karena proses fermentasi, polimerisasi atau autooksidasi.
3) Oksidasi, oksigen dari udara dapat menyebabkan teroksidasinya
senyawa aktif simplisia sehingga kualitasnya menurun
4) Dehidrasi, bila kelembaban di luar lebih rendah dari pada di
dalam simplisia, akan terjadi proses kehilangan air yang disebut
”shrinkage”
5) Absorpsi air, pada simplisia yang higroskopis dapat menyerap air
dari lingkungan sekitarnya
6) Kontaminasi, sumber kontaminan utama debu, pasir, kotoran
bahan asing (minyak tumpah, organ binatang/ manusia, fragmen
wadah).
7) Serangga, dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran
simplisia dalam bentuk larva, imago dan sisa-sisa metamorfosisnya
(kulit telur, kerangka yang telah usang dll).
8) Kapang, jika kadar air simplisia masih tinggi akan mudah
ditumbuhi kapang, jamur, ragi dan jasad renik lain yang dapat
menguraikan senyawa aktif atau menghasilkan aflatoksin yang
membahayakan konsumen.

58

Gambar 48. Gudang penyimpanan simplisia

A. Seorang pegawai mengambil stok simplisia di gudang induk B2P2TOOT
B. Gudang induk simplisia B2P2TOOT dengan sistem pengambilan first in first out yang dilengkapi dengan

alat pengatur kelembaban udara
C. Termometer untuk mengatur suhu udara di dalam ruangan penyimpanan
D. Gudang transit simplisia

Oleh karena itu perlu diperhatikan wadah dan gudang penyimpanan
simplisia; temperatur, intensitas cahaya, kelembaban dan sebagainya.
Demikian pula tentang waktu (lama) simpan setiap jenis bahan
berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi mutu simplisia. Cara
penyimpanan simplisia sejenis harus memenuhi kaidah ”first in first
out” artinya simplisia yang disimpan lebih awal harus digunakan
terlebih dahulu.

Dengan melakukan pengelolaan pascapanen tanaman obat secara
seksama (cermat, tepat dan benar) diharapkan dapat bermanfaat
untuk menjaga kestabilan mutu simplisia nabati. Secara umum
pengelolaan pascapanen tanaman obat dapat :
a) Mencegah terjadinya perubahan fisiologi bahan
b) Mencegah timbulnya gangguan mikroba patogen
c) Mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan hama
d) Mengurangi kehilangan atau kerusakan fisik akibat proses panen

dan pengangkutan.

59

i. Kontrol Kualitas
Parameter kontrol kualitas setiap tahapan pengelolaan pascapanen
tanaman obat dapat diikhtisarkan sebagai berikut :

TAHAPAN TUJUAN PARAMETER
Sortasi QUALITY CONTROL
Kebenaran bahan Mikroskopis/makroskopis
Pencucian Eliminasi bahan organik Persentasi bahan organik
Perajangan asing asing
Angka cemaran mikroba dan
Pengeringan Eliminasi cemaran fisik, residu pestisida
Pengemasan mikroba dan pestisida Keseragaman bentuk dan
ukuran
Aspek kepraktisan dan
grading Tingkat kekeringan bahan
Memudahkan proses Kestabilan kandungan kimia
berikutnya Angka cemaran mikroba
% kadar air/susut
Pencapaian kadar air pengeringan
< 10%

Mencegah kontaminan
Menjaga kestabilan
tingkat kekeringan

60

PEDOMAN
BUDIDAYA DAN PASCAPANEN TANAMAN

OBAT TERPILIH

61

Abrus precatorius L.
(Saga)

Nama Daerah
Sumatera: thaga, seugeu, saga, parusa, saga biji, saga batino, kandari; Jawa:
Saga areuy, saga leutik, saga telik, saga manis, ga saga an lake; Kalimantan:
saga, taning bajan; Bali: piling-piling; Nusa Tenggara: Maat metan; Sulawesi:
walipopo, punu no matiti, saga, kaca; Maluku: war kamasin, war kamasan,
mali-mali, aliwensi, pikalo, kaitasi, ailalu picar, pikal, pikalo, punci; Papua:
kalepik.
Botani
Saga merupakan tanaman perdu, tumbuh membelit ke kiri, tinggi 2 hingga
5 m. Daun majemuk, menyirip genap dengan panjang ibu tangkai daun 5-10
cm, anak daun 8-20 pasang dengan bentuk bulat memanjang, pangkal daun
membulat sampai rompang, tepi daun rata, ujung sedikit terbelah dan berekor,
warna hijau, berasa manis. Pembungaan berupa bunga majemuk tandan,
tandan bunga di ketiak daun berkelamin banci, sedangkan di ujung berkelamin
jantan. Panjang cabang pendukung bunga 3-18 cm, panjang tangkai bunga
1-1,5 cm. Kelopak terdiri atas 5 helai, berlekatan. Mahkota bunga berbentuk
kupu-kupu, mula-mula berwarna ungu muda, kemudian menjadi kemerahan.
Buah polong, bulat memanjang, 2-5 cm, tiap polong berisi 3-6 biji. Biji bulat
lonjong, warna merah dengan bintik hitam di sekitar pusar biji, pusar biji
berwarna putih, mengkilat, licin, tebal dan keras. Masa pembungaan hingga
berbuah sejak bulan April hingga Oktober.

62

Di Indonesia, saga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dengan sedikit
naungan, pada ketinggian 0-1.000 m dpl dengan curah hujan 1.500-4.500 mm/
tahun. Tanaman ini tumbuh liar di hutan, ladang atau pekarangan.

Budidaya
Untuk membudidayakan menta maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembibitan

a. Perbanyakan saga dilakukan dengan menggunakan biji.
b. Biji saga dapat ditanam secara langsung atau disemaikan terlebih

dahulu.
c. Biji terlebih dahulu dirambang, biji yang digunakan sebagai benih

adalah biji yang tenggelam.
d. Penyemaian saga dengan menanam benih dalam polybag berisi media

berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan
1:1.
e. Penyiraman dilakukan setiap pagi hari atau menyesuaikan kondisi
lingkungan.
f. Bibit siap ditanam setelah berumur 3-4 bulan.

2. Persiapan lahan
Tahapan persiapan lahan meliputi:
a. Tanah dibersihkan dari gulma, batuan dan sisa pertanaman kemudian
tanah dicangkul sedalam 30 cm agar perakaran dapat tumbuh dengan
baik.
b. Kemudian lahan dibiarkan selama 2 minggu.
c. Setelah 2 minggu, tanah dibersihkan dari sisa gulma dan digemburkan.
d. Tanah diberi pupuk kandang 5 kg/bedengan dengan cara dibenamkan
dan diaduk merata.

3. Penanaman
a. Pada penanaman secara langsung, benih ditanam dalam lubang
sedalam 3-5 cm dengan jarak tanam 25-60 cm, tiap lubang diisi 3 biji.
Kebutuhan benih untuk luasan 1 Ha adalah 25-40 kg.
b. Penanaman dilakukan di musim hujan.
c. Penanaman dilakukan pada pagi hari dan dilanjutkan dengan
penyiraman.

63

4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman saga meliputi:
a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan segera saat tanaman menunjukkan
pertumbuhan yang tidak sehat atau mati.
b. Pengairan
Pengairan dilakukan sesuai kondisi lahan untuk menjaga kelembaban
tanah.
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan menambahkan pupuk kandang 1
minggu sebelum tanam.
d. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma yang mengganggu
pertumbuhan tanaman.
e. Pengendalian hama dan penyakit
f. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat
dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara rutin, sehingga pada
serangan awal sudah bisa dilakukan pengendalian.
Hama tanaman saga:
1) Nematoda Meloidogyne sp.
2) Heterodera marioni.
3) Kutu perisai (Coccidae sp.).

Penyakit tanaman saga:
1) Sapu setan (Witches broom)

Penyebab: Mycoplasma-like organism
2) Busuk batang

Penyebab: Rhizoctonia solani

Cara pengendalian meliputi:
a. Kultur teknis

1) Pengaturan pola tanam, tata tanam dan jarak tanam
2) Penanaman serempak
3) Pemangkasan/pemetikan daun terserang
4) Pemupukan yang tepat.
b. Biologis
1) Penggunaan agensia hayati
2) Penggunaan pestisida nabati

64

c. Kimiawi
Pengendalian kimiawi dilakukan jika pengamatan rutin
menunjukkan bahwa populasi hama penyakit mengalami
peningkatan pesat. Pengendalian dengan menggunakan
pestisida harus berdasarkan 6 tepat (tepat sasaran, tepat mutu,
tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis/konsentrasi dan tepat cara
penggunaan).

Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena daun
tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama cukup tinggi
maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan pestisida nabati
atau dengan menggunakan agensia hayati seperti Trichoderma,
Gliocladium, bakteri Pseudomonas fluorescens, Bacillus substilis dan
musuh alami.

5. Panen
a. Panen pertama dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 bulan.
b. Panen dilakukan dengan cara pemangkasan tanaman setinggi 25-30
cm diatas permukaan tanah.
c. Setelah 6 kali pemangkasan, produksi daun meningkat 26%.

6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Bagian tanaman saga yang digunakan adalah daun. Sortasi basah
dilakukan dengan memisahkan daun dari bagian tanaman yang lain
ataupun dengan kotoran, bahan asing lainnya serta gulma dan tanah
yang terbawa. Selain itu juga dilakukan pembuangan daun yang rusak
atau tidak terpakai.
b. Pencucian
1) Setelah melalui proses sortasi basah, dilakukan pencucian
dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat.
2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau diangin-
anginkan.
c. Pengeringan
Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dilayukan
dan dikeringkan hingga kadar air kurang dari 10%.
d. Sortasi kering
Setelah pengeringan selesai, dilakukan sortasi kering dengan
memisahkan benda asing seperti kotoran-kotoran yang masih
tertinggal dan bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan sebelum
kemudian dikemas dan disimpan atau digunakan untuk proses
selanjutnya.

65

e. Pengemasan dan penyimpanan
1) Pengemasan dilakukan dalam wadah transparan dan tertutup
rapat.
2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.

66

Amomum compactum Soland ex Maton
(Kapulaga)

Nama Daerah
Sumatera: Kapulaga (Aceh), palaga, puwa palago (Minangkabau); Jawa:
Kapol (Sunda), kapulaga (Jawa); Madura: kapolagha, palagha; Bali: kapulaga,
karkolaka; Sulawesi: Garidimong, kapulaga (Makasar), kapulaga (bugis).
[Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 1, (Terjemahan). Badan
Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.]
Botani
Kapulaga memiliki perawakan terna berbatang semu, tinggi bisa mencapai
1,5 m. Rimpang berdaging, agak keras dan bercabang-cabang. Daun tunggal,
lengkap, berbentuk lanset, panjang 30-50 cm, lebar 4-9 cm, pangkal runcing
atau berlekuk sampai berbentuk hati, tepi rata, ujung meruncing, helaian daun
tebal, warna kemerahan, permukaan licin, berbau khas jika diremas, lidah daun
berambut kasar seperti sikat kemudian rambut-rambut gugur, panjang lidah
daun 5-7 mm. perbungaan berupa bunga majemuk bulir, muncul dari rimpang,

67

daun-daun pelindung berbentuk bulat sampai bulat telur memanjang, ujung
tumpul, pangkal agak runcing, berambut atau gundul, beralur memanjang,
sangat rapuh bila kering, warna pucat, panjang 2-2,5 cm, lebat 0,75-1 cm.
kelopak bunga 3 helai, mahkota 3 helai, panjang kelopak sama dengan panjang
mahkota bunga, berambut, panjang 12,5 mm. Bunga berbibir, warna putih
atau atau kekuningan, helaian lebih panjang dari tabungnya, kuning dengan
garis melingkar yang berwarna ungu gelap atau putih kekuningan, tepi ungu
dan bergaris melingkar yang berwrana kuning dibagian tengahnya, panjang
1,5-1,8 cm, lebar 1-1,5 cm. buah kotak , bentuk bulat telur, permukaan licin
beralur jelas, berbau harum. Biji berusuk banyak, tumpul, diameter 4 mm,
kulit ari berwarna putih, menempel pada plasenta buah.

Budidaya
Untuk membudidayakan kapulaga maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pemilihan benih

Perbanyakan tanaman kapulaga dilakukan dengan generatif dan/atau
vegetatif. Petani umumnya melakukan perbanyakan tanaman kalupalga
dengancara vegetatif, yaitu dengan stek anakan atau sobekan rumpun
tanaman. Cara memilih stek anakan yag berkualitas, dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Berasal dari jenis unggul (buah besar, berwarna merah) yang

teridentifikasi dengan jelas asal-usulnya;
b. Merupakan jenis murni yang tidak tercampur;
c. Berasal dari tanaman induk yang sehat, berumur 10-12 bulan dan

merupakan anakan sehat berasal dari rhizome berakar yang telah
mempunyai daun antara 4-10 helai;
d. Rimpang/rhizome mempunyai 2-3 mata tunas;
e. Tidak ada gejala penyakit layu bakteri, busuk akar, busuk rimpang,
karat daun, bercak daun, nematoda akar, dan hama penggerek
rimpang.
f. Benih dari tunas induk atau tunas anakan yang sehat.
g. Benih tidak cacat fisik (luka, memar, layu, dan lain-lain);
h. Kulit rimpang tidak keriput/kencang dan tidak mudah terkelupas.

Asal-usul benih induk dicatat, memastikan benih jenis unggul. Pemisahan
benih dari induknya dengan garpu atau skop dan memotong rimpang
dengan pisau. Tanaman induk tetap disisakan agar bertunas dan

68

berkembang kembali sehingga bisa menjadi sumber benih baru atau
untuk cadangan penyulaman. Luka pada bekas potongan ditutup dengan
abu dapur, abu pembakaran tanaman, atau pasta yang terbuat dari kapur.
Sedangkan benih anakan dapat direndam seluruh rimpangnya dengan
desinfektan.

Setelah semua persyaratan benih bermutu terpenuhi, tahap selanjutnya
adalah penyiapan benih. Benih siap tanam memiliki ciri-ciri:
a. Anakan yang sehat berasal dari rhizome yang berada dalam tanah;
b. Mempunyai daun antara 4-10 helai;
c. Tunas berumur ± 3 bulan, tingginya 80-100 cm;
d. Tunas berhizome yang memiliki akar dan 2-3 mata tunas.

Jika benih dibeli dari pedagang/penangkar, sebaiknya benih kapulaga
yang dapat langsung ditanam, hal ini untuk menghindari layu. Benih yang
belum ditanam, diusahakan disimpan ditempat yang teduh tidak terkena
sinar matahari langsung dan aman dari gangguan lainnya. Benih yang
tidak bisa segera ditanam dalam jangka waktu cukup lama, sebaiknya
disemai ditempat pembenihan khusus atau ditanam dalam polibag yang
terlindung dari sinar matahari langsung dan aman dari gangguan lainnya.

2. Persiapan lahan
a. Pembersihan lahan
Pembersihan lahan adalah kegiatan memberishkan lahan dari segala
sesuatu yang dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Sangat dianjurkan untuk melakukan
penyiapan lahan dengan cara yang dapat memperbaiki dan
memelihara struktur tanah serta dapat menekan laju erosi.
Tahapan kegiatannya sebagai berikut:
1) Lahan bersih dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanman lainnya.
2) Membongkar dan memusnahkan dengan cara membakar sisa
tanaman atau bagian tanaman yang dapat menjadi sumber
penyakit.
3) Mengubur/membenamkan sisa-sisa gulma dan semak belukar.
Membuat pembatas lahan kapulaga dengan pertanaman atau
sarana lainnya sesuai dengan situasi dan kebutuhan setempat.
4) Menanam pohon pelindung/naungan seperti pisang, albasia,
mahoni, manggis, karet dan lain-lain sebanyak ± 30% sebelum
menanam kapulaga.

69

b. Pengolahan tanah dan pembuatan bedengan
Pengolahan tanah dan pembuatan bedengan adalah kegiatan
membuat lahan pertanaman menjadi siap ditanami dengan cara
mencangkul, menggembur, dan meratakannya, selanjutnya membuat
bedengan dengan bentuk membujur atau disesuaikan dengan letak
lahan/arah kontur dan mengikuti kaidah konservasi lahan.
Tahapan kegiatannya sebagai berikut:
1) Pengolahan lahan dilakukan dengan kedalaman sekitar 30 cm,
kemudian tanah diratakan dan digemburkan.
2) Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 150-250 cm, tinggi 30-40
cm, dan panjangnya disesuaikan kondisi lapangan. Jarak antar
bedengan ± 50 cm.
3) Lubang tanam dibuat ditengah bedengan dengan ukuran sesuai
rekomendasi. Jarak antar lubang tanam 150-200 cm. Pada satu
bedengan hanya dibuat satu baris lubang tanam mengarah ke
panjang bedengan.
4) Tanah galian dimasukkan dan pupuk kandang yang telah matang
ke dalam lubang tanam dan mengaduknya dengan tanah sampai
merata. Dilakukan pada 1-2 minggu sebelum tanam.
5) Apabila menanam tanpa membuat bedengan, maka dua bulan
sebelum tanam tanah dicangkul/digemburkan, lalu dibuatkan
lubang tanam dengan ukuran rekomendasi dan membuat
drainase pada setiap 2-4 baris tanaman (setiap jarak 10-20 m)
dengan lebar ± 50 cm dan kedalaman 30-40 cm.
6) Satu sampai dua minggu sebelum tanam, masukkan tanah galian
dan pupuk kandang ke dalam lubang tanam dan aduk sampai
merata.

3. Penanaman
a. Menentukan waktu tanam pada kondisi yang tepat sesuai dengan
rekomendasi.
b. Penanaman menyesuaikan dengan jarak tanam yang telah ditentukan.
c. Penanaman dilakukan dengan posisi benih tegak, dengan kedalaman
tanam 3-5 cm dari batas rimpang, kemudian sedikit memadatkan
tanah sekitar pangkal batang tanaman.
d. Ajir dipasang untuk menopang tanaman dan mengikatkan dengan
hati-hati.

70

4. Pemeliharaan
a. Pemupukan
1) Pupuk organik yang bermutu diberikan pada tahap penyiapan
lahan sebanyak 10-20 ton/ha atau 5-10 kg/lubang tanam.
2) Pupuk organik susulan diberikan pada 6 bulan setelah tanam
(BST) sebanyak 10 kg/rumpun
3) Jika menggunakan pupuk anorganik diberikan menjelang akhir
musim kemarau dengan cara membuat lubang melingkar pada
jarak ± 20 cm dari rumpun batang kapulaga, ke dalam 5-10 cm,
lalu disebarkan merata dan ditutup kembali dengan tanah
b. Pemeliharaan
1) Melakukan penyiangan dan pembumbunan dimulai sekitar umur
tanaman 2 BST dan melakukannya secara rutin setiap 2 bulan
sekali, dengan memperhatikan agar rumpun/tunas baru tidak
rusak akibat mekanis.
2) Melakukan penyiraman sesuai dengan kebutuhan dan keadaan
iklim setempat.
3) Melakukan penyulaman jika benih yang ditanam mati atau tidak
dapat tumbuh normal pada umur 1 BST, dengan menggunakan
benih yang berumur sama.
4) Melakukan pemangkasan batang-batang tua/tidak produktif
mulai umur 2 tahun.
5) Memangkas dahan dan ranting dari pohon naungan yang terlalu
rimbun.
6) Pengaturan saluran drainase terutama saat hujan lebat agar
lahan tidak jenuh air dan tergenang.
c. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
1) Sangat dianjurkan pengendalian OPT menggunakan biopestisida
dan agens hayati
2) Hama pada tanaman kapulaga antara lain:
a) Conogethes punctiferalis
Gejala serangan: pertumbuhan terhambat dan terjadi
perubahan warna pada daun.
Pengendalian:
– Mekanis; sanitasi lahan dengan membakar daun
tanaman yang terserang
– Fisik; penggunaan perangkap lampu
– Hayati; ekstrak mimba, sereh wangi

71

b) Aphis craccivora
Gejala serangan: pertumbuhan tidak normal pada,
perubahan warna, dan embun jelaga pada daun.
Pengendalian:
– Mekanis; sanitasi lahan
– Hayati; ekstrak mimba, sereh wangi

c) Pentalonia nigronervosa Cog./Banana aphid
Gejala serangan: membentuk simbiosis saling mengun-
tungkan dengan semut. Menyebabkan daun menggulung,
aphid hidup di dalamnya. Daun terserang berwarna
kekuningan. Serangga sebagai vektor penyakit kerdil, gejala
muncul setelah 25 hari.
Pengendalian:
– Mekanis; sanitasi lahan.

d) Bajing
Pengendalian:
– Kultur teknis dan sanitasi; menanam tanaman budidaya
dengan jarak tidak terlalu rapat. Membersihkan daun
tua, apabila ada pohon kelapa, buah yang jatuh segera
dibersihkan/bakar agar tidak menjadi sarang.
– Hayati; konservasi musuh alami yaitu burung hantu,
elang, ular, kuing hutan, dll.

3) Penyakit pada tanaman kapulaga antara lain:
a) Karat daun
Gejala serangan: timbul karat-karat warna kuning kecoklatan,
daun muda lebih awal diserang menyebabkan pertumbuhan
tanaman tidak optimum sehingga panen menurun.
b) Bercak daun
Gejala serangan: muncul bintik atau bercak hitam terdiri
badan buah cendawan.
c) Busuk akar dan busuk akar rimpang
Gejala serangan: daunmenguning, setelah tanaman dicabut
tampak pangkal batang semu terjadi busuk basah, warna
coklat kehitaman. Pembusukan dapat meluas ke pangkal
batang menyebabkan batang rebah dan mudah dicabut
lepas. Akar rimpang busuk sering tertutup miselium
cendawan.

72

d) Mosaik
Gejala serangan: daun belang dan mengeriting, daun muda
menjadi lebih kecil dan akhirnya seluruh rumpun jadi
mengalami degenerasi. Dapat dikarenakan pemakaian bibit
yang berasal dari rumpun yang terinfeksi. Virus tidak dapat
menular secara mekanis dan tidak terbawa dalam biji.
Pengendalian:
– Mekanis; pemusnahan tanaman terserang dengan
dibakar
– Kultur teknis; pergiliran tanaman

e) Penyakit akar nematoda
Gejala serangan: menginfeksi akar, umbi, dan rimpang
tanaman lalu menyebabkan busuk rimpang, daun
menguning, dan terjadi perubahan warna.
Pengendalian:
Kultur teknis; sanitasi kebun, untuk lahan yang sudah pernah
terinfeksi diperlakukan secara kimiawi sekurang-kurangnya
2-3 minggu sebelum tanam, rotasi tanaman, penggunaan
benih bebas nematoda.

5. Panen
Pemanenan buah kapulaga dilakukan dengan cara yang baik agar mutu
produk dapat tetap dipertahankan. Panen buah kapulaga yang pertama
dilakukan pada saat tanaman teah berumur 7 bulan.

Persyaratan buah kapulaga yang siap panen (tua) dicirikan dengan:
a. Buah yang membesar sampai maksimal
b. Sebagian kelopak buah (katup) sudah mengelupas
c. Mahkota pada tandan buah bagian atas sudah rontok
d. Butir buah keras, bernas
e. Warna kulit buah putih kemerah-merahan atau putih kecoklat-

coklatan sampai coklat
f. Bila dikelupas warna kulit biji putih kecoklatan

Panen buah kapulaga dapat dilakukan secara rutin dan berkala sampai
tanaman tidak produktif lagi yaitu pada umur 5-6 tahun. Panen dilakukan
dengan cara memotong pangkal tandan yang semua buahnya sudah siap
dipanen/tua, dengan memperhatikan agar rimpang, bunga, buah muda,

73

dan tunas muda tidak rusak secara mekanis. Panen sebaiknya dilakukan
pada saat tidak hujan, untuk menghindari kelembaban tinggi pada buah.
Wadah hasil panen yang digunakan harus dalam keadaan baik, bersih, dan
tidak terkontaminasi.

Tahapan pemanenan adalah sebagai berikut:
a. Memilih tandan yang semua buahnya siap dipanen.
b. Buah kapulaga dipanen dengan cara memotong tandan buah secara

hati-hati agar tidak merusak tunas, bunga, dan buah muda yang
belum siap dipanen.
c. Buah pertama kali dipanen pada saat tanaman berumur 7 bulan.
Selanjutnya dilakukan pemanenan apabila terdapat buah berikutnya
yang siap dipanen.
d. Hasil panen dikumpulkan dalam keranjang panen yang bersih dan
menghindarkan kotoran/tanah.
e. Hasil panen diangkut dari lahan usaha ke tempat penanganan
pascapanen yang dilakukan secara hati-hati.

6. Pascapanen
a. Hasil panen pada keranjang panen diangkut dari lahan usaha tani
ke tempat sortasi dilakukan secara hati-hati dengan dipikul atau
menggunakan alat transportasi seperti gerobak dorong, gerobak
motor roda tiga atau sejenisnya.
b. Memipil dilakukan dengan tangan untuk melepaskan buah satu
persatu dari tandannya.
c. Sortasi buah segar, dilakukan dengan tujuan memisahkan antara buah
kapulaga yang baik dengan buah kapulaga yang tidak baik (rusak,
cacat, busuk dan lain-lain)
d. Buah kapulaga dibersihkan dari kelopak buah yang masih melekat
dan kotoran lainnya.
e. Mencuci, yang dilakukan apabila diperlukan, dengan cara
menggoyang-goyangkan wadah/keranjang panen berisi kapulaga
dibawah air yang mengalir.
f. Pengeringan dilakukan dengan cara menjemur buah kapulaga segar/
basah dibawah terik sinar matahari diatas lantai jemur dan dibolak-
balik dengan tangan menggunakan sarung tangan yang bersih,
sampai diperoleh buah kapulaga kering dengan kadar air maksimal
12%, yang dicirikan apabila ditekan dengan 2 jari akan pecah dan
bijinya terpisah-pisah, serta warna buah kuning emas hingga kuning
kecoklatan.

74

g. Mengeringkan dengan cara lain, yaitu menggunakan alat mesin
pengering.

h. Sortasi kering, dilakukan secara manual dengan menampi
menggunakan tampir guna memisahkan kotoran seperti kelopak
buah yang mengelupas, bahan asing yang mengotori saat proses
sebelumnya dan memisahkan kualitas (grade) buah.

75

Andrographis paniculata (Burm.f) Nees
(Sambiloto)

Nama Daerah
Sumatera: Ampadu (Minangkabau), pepaitan (Melayu). Jawa: Bidara, sadilata,
sambiloto, takila (Jawa), ki oray, ki peurat, takilo (Sunda)
Botani
Sambiloto merupakan Terna semusim, tinggi 50 – 90 cm, batang disertai banyak
cabang berbentuk segi empat, tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian
700 m dpl. Secara alami, sambiloto tumbuh pada daerah dengan curah hujan
2000-3000 mm/th. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari atau
sedikit ternaungi. Sambiloto mampu tumbuh hampir pada semua jenis tanah.
Namun demikian, untuk menghasilkan produksi yang maksimal, diperlukan
kondisi tanah yang subur, seperti Andosol dan Latosol.
Sambiloto tumbuh di India, semenanjung Malaya dan hamper di seluruh
Indonesia pada tempat terbuka, di kebun, di tepi sungai, seringkali tumbuh
berkelompok.
Budidaya
Untuk membudidayakan sambiloto maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:

76

1. Pembibitan
Pembenihan dengan biji dilakukan dengan cara merendam biji terlebih
dahulu selama 24 jam dan kemudian dikeringkan sebelum disemai.
Penyemaian dilakukan pada bedeng dengan media campuran tanah, pasir,
dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Perkecambahan akan
terjadi sekitar 7 hari kemudian. Setelah mempunyai 5 helai daun, benih
kemudian dipindah ke polibag dengan media tanam campuran tanah,
pasir, dan pupuk kandang. Benih dapat dipindah ke lapang setelah 21 hari.

Benih dari setek diambil dari 3 ruas pucuk tanaman yang sudah berumur
1 tahun. Benih setek siap dipindahkan ke lapang setelah berumur 21 hari.
Benih dari setek lebih cepat berbunga dibandingkan benih dari biji.

2. Persiapan lahan
Pengolahan tanah dilakukan agar diperoleh tanah yang gembur dengan
cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam ± 30 cm. Tanah hendaknya
dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk.
Saluran drainase harus diperhatikan, terutama pada lahan yang datar
jangan sampai terjadi genangan (drainase kurang baik). Pembuatan dan
pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk menghindari berkembangnya
penyakit tanaman.

3. Penanaman
Untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang maksimal, jarak tanam
yang dianjurkan adalah 40 x 50 cm atau 30 x 40 cm disesuaikan dengan
tingkat kesuburan tanah. Penanaman dapat dilakukan pada bedengan
maupun guludan yang disesuaikan dengan kondisi lahan.

4. Pemeliharaan
a. Pengairan sambiloto dapat dilakukan dengan cara kocoran atau
sistem genangan.
b. Pemupukan yang dianjurkan untuk tanaman sambiloto meliputi
pupuk kandang, pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pupuk kandang diberikan
seminggu sebelum tanam. Dosis pupuk kandang anjuran berkisar
antara 10-20 ton/ha, disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah.
Sedangkan pupuk buatan diberikan 2-3 kali setelah tanam dengan
dosis antara 150-200kg/Ha. Penyiangan dan pemeliharaan drainase
perlu dijaga sepanjang pertumbuhan tanaman.

77

c. Organisme pengganggu tanaman seperti hama dan penyakit yang
ditemukan menyerang pertanaman sambiloto adalah Aphis spp
dan Sclerotium sp. Sclerotium sp seringkali menyerang sambiloto
khususnya pada musim hujan, dan menyebabkan tanaman layu.
Penggunaan bubuk cengkeh atau eugenol dapat mencegah
penyebaran Sclerotium sp. Untuk menghindarkan serangan hama
penyakit maka sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan
secara intensif, sehingga pada serangan awal sudah bisa dilakukan
pengendalian. Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan
karena daun tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama
cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan
pestisida nabati berupa ekstrak tembakau atau ekstrak mimba. Selain
pengendalian hama penyakit maka pengendalian gulma juga sangat
diperlukan agar pertumbuhan tanaman optimal. Pengendalian gulma
dilakukan secara mekanis sekaligus untuk upaya penggemburan
tanah.

5. Panen
Panen dilakukan sebelum tanaman berbunga, yaitu sekitar 2 - 3 bulan
setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara memangkas batang utama
sekitar 10 cm diatas permukaan tanah. Panen berikutnya dapat dilakukan
2 bulan setelah panen pertama. Produksi sambiloto dapat mencapai 35
ton biomas segar per ha, atau sekitar 3 - 3,5 ton simplisia per ha. Biomas
hasil panen dibersihkan, daun dan batang kemudian dijemur pada suhu
40 - 50°C sampai kadar air 10 %. Penyimpanan ditempatkan dalam wadah
tertutup sehingga tingkat kekeringannya tetap terjaga.

6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Bagian tanaman sambiloto yang digunakan sebagai bahan jamu adalah
herba. Herba sambiloto setelah di panen, dipisahkan dari bahan
organik asing (seperti rumput) dan bahan anorganik asing (seperti
tanah) yang terbawa saat panen. Herba sambiloto selanjutnya di cuci.
b. Pencucian
1) Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang
bersih dan sehat.
2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau diangin-
anginkan.

78

c. Pengubahan bentuk
Pengubahan bentuk herba sambiloto dilakukan dengan perajangan.
Herba sambiloto yang sudah ditiriskan dirajang dengan pisau stainless
stell. Panjang herba rajangan + 5 cm.

d. Pengeringan
1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian,
dikeringkan ditempat yang beraerasi baik, dan jangan di bawah
sinar matahari langsung.
2) Setelah bahan setengah kering maka dapat dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu tidak lebih dari 400C.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih
kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan
dengan tangan dan berbunyi nyaring.

e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan terhadap herba sambiloto, untuk mencegah
tercampurnya sambiloto dengan simplisia lain yang tidak diinginkan.
Herba sambiloto paska pengeringan memiliki organoleptis: warna
coklat kehijauan, bau khas, rasa sangat pahit.

f. Pengemasan dan penyimpanan (gambar kemasan)
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur
keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek
plastik.
2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.

79

Apium graveolens
(Seledri)

Nama Daerah
Seledri (Jawa), Saladri (Sunda).
Botani
Seledri adalah tanaman dari famili Umbelliferae (Apiaceae). Berupa semak dua
musim (biennial), batang bulat, beralur, tegak, tinggi bisa mencapai 1 m. Daun
tunggal berbentuk menyirip (pinnatipartus) berbagi lima sampai sembilan
dengan masing-masing bagian daun berujung meruncing, tepi bergerigi,
panjang 10-30 cm, lebar 5-15 cm, berbau harum. Bunga majemuk, bentuk
payung, tangkai muncul seperti batang dari pokok tanaman, kelopak kecil,
bertaju lima, hijau, mahkota halus, berbagi lima, berwarna putih. Biji keras,
kecil, beralur, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih kekuningan.
Seledri merupakan tanaman yang dikenal secara umum sebagai sayuran dan
berasal dari Eropa dan Asia bagian Utara. Saat ini tanaman seledri sudah
banyak dibudidayakan hampir di semua negara sub-tropis sampai tropis. Di
Indonesia budidayanya terbatas di daerah-daerah dataran tinggi lebih dari 800
m dpl. Menyukai daerah terbuka dengan intensitas cahaya mataharit tinggi,
tanah yang gembur dan subur dengan kandungan bahan organik yang tinggi
umumnya berjenis latosol atau andosol. Curah hujan yang optimum berkisar
antara 2000 sampai 3000 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian tidak lebih
dari 24oC. Daerah sentra produksi di Jawa Tengah terdapat di Tawangmangu
Kab. Karanganyar, Kopeng Salatiga, dan Bandungan Kab. Semarang.

80

Budidaya
Untuk membudidayakan seledri maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Persiapan bibit

Untuk penyiapan bibit seledri dimulai dengan pesemaian benih di bak
pesemaian yang telah diisi media semai berupa campuran pasir halus
dan kompos. Benih akan berkecambah dalam waktu 7-12 hari sejak
penyemaian. Pisahkan bibit setelah memiliki daun 2-3 helai dalam polibag
yang berisi media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1. Kemudian bibit ditempatkan dalam empat
pesemaian yang ternaungi dari air hujan dan memiliki aerasi cukup baik.
Setelah bibit dalam pesemaian memiliki tinggi antara 15 – 20 cm maka
bibit siap dipindah ke lahan penanaman.

2. Persiapan lahan penanaman
Lahan untuk penanaman seledri dipilih yang tidak ternaungi atau di tempat
yang lapang dengan cahaya matahari sepanjang hari. Sebelum penanaman
lahan dibersihkan terlebih dahulu dari gulma dan sisa perakarannya,
kemudian dicangkul sedalam lebih kurang 30 cm sambil digemburkan.
Lahan dibiarkan terbuka selama 7 minggu untuk membunuh mikroba dan
selanjutnya diberi pupuk kandang dengan dosis 20 ton/Ha. Setelah diberi
pupuk kandang secara merata maka dibuat bedengan-bedengan dengan
ukuran lebar 1 m dan tinggi 30 cm, dan panjangnya menyesuaikan dengan
panjang lahan.

3. Penanaman
1. Bibit seledri ditanam dalam bedengan yang telah disiapkan dengan
jarak tanam 20 x 40 cm.
2. Penanaman harus dilakukan dengan hati-hati agar akar tanaman
tidak rusak, untuk itu sebaiknya dibuat lubang penanaman terlebih
dahulu.
3. Setelah bibit tertanam, maka bedengan ditutup dengan mulsa jerami
atau kulit padi untuk menjaga kelembaban tanah.
4. Dalam satu hektar lahan dibutuhkan lebih kurang 100.000 bibit
seledri.

81

4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang paling utama adalah menjaga kelembaban
tanah dengan jalan memberikan pengairan secara teratur. Pengairan
seledri dapat dilakukan dengan cara kocoran atau sistem genangan.
Pemupukan susulan dapat diberikan pada saat tanaman berumur 4 – 6
minggu di lahan dengan menggunakan pupuk Urea dan KCl dengan dosis
masing-masing 300 kg/Ha dan 150 kg/Ha. Selanjutnya jika memungkinkan
penambahan pupuk organik dapat diberikan setelah tanaman berumur
8-10 minggu dengan cara menaburkan kompos di permukaan lahan
penanaman. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka
sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, sehingga
pada serangan awal sudah bisa dilakukan pengendalian. Penyemprotan
pestisida sangat tidak dianjurkan karena daun tanaman bisa tercemar. Jika
intensitas serangan hama cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan
menggunakan pestisida nabati berupa ekstrak tembakau atau ekstrak
mimba. Selain pengendalian hama penyakit maka pengendalian gulma
juga sangat diperlukan agar pertumbuhan tanaman optimal. Pengendalian
gulma dilakukan secara mekanis sekaligus untuk upaya penggemburan
tanah.

5. Panen
a. Panen tanaman seledri sudah dapat dilakukan sejak tanaman berumur
8 minggu, yaitu dengan memetik daun-daun yang telah dewasa atau
yang pertumbuhannya sudah maksimal.
b. Daun-daun yang telah dipetik selanjutnya dikumpulkan dan kemudian
dilakukan pengolahan pascapanennya.

6. Pascapanen
a. Pengolahan pascapanen seledri dimulai dengan pencucian daun
dengan air bersih, kemudian segera ditiriskan di tempat penirisan.
b. Setelah daun bebas dari air pencucian kemudian dilayukan di tempat
pelayuan selama lebih kurang 24 jam.
c. Setelah layu daun segera dikeringkan di bawah sinar matahari
langsung atau dalam oven hingga kadar air mencapai 10% ditandai
dengan mudahnya daun hancur ketika diremas.
d. Secara organoleptis ciri simplisia daun seledri adalah berupa helaian
daun seledri kering, bentuk tidak beraturan, menggulung atau melintir,
berwarna hijau, berbau harum, dan berasa sedikit menyengat.

82

7. Produktivitas
Dalam satu hektar tanaman seledri mampu menghasilkan produksi daun
segar sebanyak 12 ton setara dengan simplisia sebesar 2 ton. Kadar
ekstrak total dengan penyari etanol 70% adalah sebesar 18,63% dengan
ciri organoleptis berwarna coklat kehijauan, berasa pahit menyengat dan
berbau sedikit harum.

83

Blumea balsamifera (L.) DC.
(Sembung)

Nama Daerah
Sembung, capa (Melayu), sembung, sembung utan (Sunda), sembung,
sembung gantung, sembung gula, sembung kuwuk, sembung legi, sembung
mingsa (Jawa), kamandhin (Madura), sembung (Bali), capo (Minangkabau),
afoat (Timor), ampampau ampompase, capo (Bugis), madikapu (Ternate)
Botani
Sembung tumbuh di India, Filipina, semenanjung Malaya, Australia dan
tersebar di seluruh Indonesia. Tanaman ini tumbuh ditempat terbuka sampai
tempat yang agak ternaungi, di tepi sungai, tanah pertanian, hutan bambu,
jati dan hutan sekunder, pada tanah berpasir dan tanah agak basah mulai
dataran rendah sampai ketinggian 2.200 m di atas permukaan laut. Sembung
mencakup lebih dari 50 spesies, yang sebagian besar tersebar di Asia tropika
mulai dari Sri Lanka sampai China dan sebagian wilayah Malaysia, bahkan
sebagian menyebar sampai Afrika barat dan Australia selatan, Pasifik dan
Hawaii. Sebagian besar spesies Blumea ditemukan di Asia Tenggara, yang

84

diperkirakan sebagai pusat asalnya. Blumea ditemukan di seluruh Malaysia,
dengan jumlah spesies paling banyak, yaitu 19 spesies dan 4 diantaranya
endemik, kemudian di Indonesia ditemukan 18 spesies dan 2 diantaranya
endemik dan di Semenanjung Malaysia ditemukan sebanyak 6 spesies.

Umumnya spesies Blumea toleran terhadap kekeringan dan dijumpai di daerah
relatif kering hingga kering. Kekeringan ekstrim akan memacu tumbuhnya
tunas dari bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah.

Perawakan perdu tegak menahun, tinggi dapat mencapai 4 m, tumbuhan
beraroma khas. Daun tunggal, letak daun berseling, helaian berbentuk elips
pendek sampai lonjong, panjang 8–40 cm, lebar 2 – 20 cm, ujung dan pangkal
meruncing, memiliki 2-3 tonjolan daun menyerupai sayap pada tangkai,
tepi bergigi atau bergerigi, permukaan daun bagian bawah berambut rapat
dan halus, permukaan atas agak kasar. Perbungaan berupa bunga majemuk
bongkol dengan daun pembalut, bongkol tersusun dalam suatu malai (mayang)
yang berbentuk kerucut, panjang bongkol 7-8 mm, setiap bongkol terdiri atas
8-25 bunga, mahkota bunga berbentuk tabung, tabung mahkota 5-7 mm,
kuning kadang-kadang ungu. Buah berbentuk silindris, berambut warna putih
kecokelatan. Biji pipih, warna putih.

Budidaya
Untuk membudidayakan sembung diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pembibitan

Persiapan bibit merupakan langkah paling dasar yang harus diperhatikan.
Langkah persiapan bibit adalah sebagai berikut :
a. Siapkan media semai dalam polibag ukuran 5 kg.
b. Media semai berupa campuran tanah gembur dan kompos fermentasi

dengan perbandingan 1:2 (untuk tanah yang kurang subur) atau 2:1
(untuk tanah yang subur).
c. Bersamaan dengan pengadukan tanah dan kompos, semprotkan
pestisida nabati dengan konsentrasi 3-10 cc per liter, lalu diamkan
selama 3 hari.
d. Rendam biji sembung yang telah dikeringkan pada larutan kultur
bakteri dengan kosentrasi 3-5 cc per liter selama 15-20 menit.
Pisahkan biji yang buruk (yang mengambang, lalu tiriskan biji yang
baik pada kain bersih yang lembab selama 24 jam.
e. Masukkan benih kedalam media semai. Setelah berumur 1 bulan,
pindahkan bibit kelubang tanam.

85

2. Persiapan lahan
Selama masa pemeliharaan bibit, aktivitas yang dapat dilakukan adalah
persiapan lahan penanaman. Adapun langkah persiapan lahan tanam
sebagai berikut. Bajak lahan dan campur dengan kompos fermentasi atau
pupuk kandang 15 ton/ha.

3. Penanaman
Setelah penyiapan bibit dan persiapan lahan dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah penanaman. Langkah penanaman dilakukan sebagai
berikut. Buat lubang tanam dan keluarkan bibit dari polibag dan masukkan
ke lubang tanam. Selanjutnya, tutup lubang tanam dengan tanah. Lakukan
penanaman pada sore atau pagi hari sebelum sinar matahari terasa
menyengat.

4. Pemeliharaan
a. Mulai saat tanam sampai tanaman berumur 2 bulan dilakukan
penyemprotan pestisida nabati 2 minggu sekali keseluruh bagian
tanaman.
b. Setelah tanaman berumur 2 bulan, penyemprotan cukup dilakukan 1
bulan sekali.
c. Penyemprotan tidak diperlukan lagi setelah tanaman berumur 6
bulan.
1) Untuk menjaga kebutuhan air maka pengairan harus dilakukan
secara teratur terutama pada saat musim kemarau.
2) Selain pengairan maka penyiangan dan pendangiran juga perlu
dilakukan secara intensif.

5. Panen
a. Panen dilakukan dengan cara diambil daun yang telah tua.
b. Daun yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak
pada bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari
sempurna. Ciri daun sembuh dapat dipanen apabila tanaman sudah
menjelang berbunga.
c. Daun yang dipilih yaitu daun yang sudah tua, ukuran daun seragam,
dan tidak berpenyakit.

86

6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Pada tahap ini memisahkan daun dari kotoran (batu, kerikil, gulma)
dan pengotor lain yang tidak diinginkan. Selain itu juga memisahkan
daun yang bagus dengan daun yang busuk, rusak, atau berpenyakit.
b. Pencucian
Pembersihan daun dari kotoran yang melekat dilakukan dengan
mencuci daun menggunakan air mengalir hingga kotoran lepas dari
permukaan daun. Kotoran yang melekat pada bagian yang susah
dibersihkan, dihilangkan dengan cara penyemprotan air bertekanan
tinggi atau dengan disikat menggunakan sikat halus.
c. Pengubahan bentuk
Setelah daun dicuci dan ditiriskan, daun sembung dirajang dengan
panjang daun 6-8 cm. Pengirisan rimpang daun sembung sebaiknya
dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi atau baja
(bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau
menggunakan mesin perajang daun.
d. Pengeringan
1) Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar
matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Pengeringan
menggunakan sinar matahari dapat dikeringkan 2-3 hari.
2) Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu 40oC-
50oC. Suhu pengering yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi
agar kandungan di dalam daun sembung tidak rusak.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih
kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan
dengan tangan.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia
kering yang pasih terlewat pada sortasi awal.
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur
keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek
plastik.
2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia
meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah
bahan.

87


Click to View FlipBook Version