3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.
88
Curcuma domestica Valeton
(Kunyit)
Nama Daerah
Sumatera: kakunye, (Enggano), kunyet (Aceh), kuning (Gayo), kunyet
(Alas), kuning, hunik, unik (Batak), odil, ondil, kondin (Simalur), undre
(Nias), kunyit (Melayu), kunyir, jinten (Lampung). Kalimantan: kunit, janar
(Banjar), henda (Ngaju), kunyit (Non Maanyan), cahang (Dayak Panyabung),
dio (Penihing), kalesiau (Kenya), kunyit (Tidung). Jawa: kunyir, koneng,
koneng temen (Sunda), kunir, kunir bentis, temu kuning (Jawa), konye, temo
koneng (Madura). Nusa Tenggara: kunyik (Sasak), huni (Bima), kaungi,
wingir, winguru (Sumba Timur), dingira, hingiro, kunita, kunyi, konyi,
wingira (Sumba Barat), kewunyi (Sawu), kuneh, guni (Flores), kuma (Sohn),
kumoh (Alor), kunik, huni, unik (Roti), hunik, kunir (Timor). Sulawesi:
uinida (Talaud), kuni, hamu (Sangir) alawahu (Gorontalo), kolalagu (Buol),
pagidon (Toli-Toli), uni, kuni (Toraja), kunyi (Makasar), kunyi (Salayar), unyi
(Bugis), kuni, nuyik (Mandar). Maluku: kurlai (Leti), lulu malai (Babar), ulin
(Tanimbar), turn (Kai), unin (Goram), ina, kunin, uni (Seram Timur), unin,
unine, one (Seram Barat), enelo (Seram Selatan), kumino, unin, unine,
unino, uninun (Ambon), unino (Haruku), kunine (Nusa Laut), kunino, uni
89
henal (Saparana), kone, konik, uni, unin (Burn), kuni, kon (Sula), gurati,
gulati, gogohiki (Halmahera), guraci (Temate, Tidore). Irian: raffle (Kapaur),
kandeifu (Nufor), nikwai (Windesi), mingguai (Wandamen), yaw (Arzo).
Botani
Kunyit tumbuh dan ditanam di Indonesia, Asia selatan, Cina Selatan, Taiwan
dan Filipina. Tumbuh dengan baik di tanah yang baik tata pengairannya,
curah hujan yang cukup banyak 2000-4000 mm tiap tahun dan di tempat
yang sedikit terlindung. Untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar dan
baik menghendaki tempat yang terbuka. Tanah ringan seperti tanah lempung
berpasir, baik untuk pertumbuhan rimpang. Terna dengan batang berwarna
semu hijau atau agak keunguan, rimpang terbentuk dengan sempurna,
bercabang-cabang, berwarna jingga. Setiap tanaman berdaun 3-8 helai,
panjang tangkai daun beserta pelepah daun sampai 70 cm; tanpa lidah-
lidah, berambut halus jarang-jarang, helaian daun berbentuk lanset lebar,
ujung daun lancip berekor, keseluruhannya berwarna hijau atau hanya
bagian atas dekat tulang utama berwarna agak keunguan, panjang 28-
85 cm, lebar 10-25 cm. Perbungaan terminal, gagang berambut, bersisik,
panjang gagang 16-40 cm; tenda bunga, panjang 10-19 cm, lebar 5-10 cm;
daun kelopak berambut, berbentuk lanset, panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5
cm, daun kelopak yang paling bawah berwarna hijau, bentuk .bundar telur,
makin keatas makin menyempit serta memanjang, wama semu putih atau
keunguan, kelopak berbentuk tabung, panjang 9-13 mm, bergigi 3 dan tipis
seperti selaput; tajuk bagian bawah berbentuk tabung, panjang lebih kurang
20 mm, berwarna krem, bagian dalam tabung berambut; tajuk bagian ujung
berbelah-belah, warna putih atau merah jambu, panjang 10-15 mm, lebar
11-14 mm; bibir berbentuk bundar telur, panjang 16-20 mm, lebar 15-18
mm, warna jingga atau kuning keemasan dengan pinggir berwarna cokelat
dan ditengahnya berwarna kemerahan.
Budidaya
Untuk membudidayakan kunyit maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pemilihan benih
Untuk penyiapan benih yang berkualitas maka dipilih benih dengan
kriteria:
a. Varietas unggul yang teridentifikasi dengan jelas asal usulnya.
b. Merupakan spesies/varietas murni yang tidak tercampur.
c. Bentuk, warna dan ukuran seragam.
90
d. Berasal dari tanaman induk yang sehat dan berumur 9-10 bulan.
e. Tidak ada gejala penyakit layu bakteri, busuk akar rimpang, karat
daun, bercak daun, busuk rimpang, dan nematoda akar.
f. Bila rimpang dipatahkan akan terlihat banyak serat.
g. Kulit kencang dan tidak mudah terkelupas.
h. Warna lebih mengkilat dan terlihat bernas.
i. Jika menggunakan anak rimpang mempunyai bobot antara 15-20
gram atau jika menggunakan rimpang induk maka dapat dibagi empat
bagian (satu rimpang induk dibelah 4 membujur).
j. Rimpang mempunyai 2-3 mata tunas.
k. Benih tidak cacat fisik (luka, memar).
l. Kebutuhan benih 500-700 kg/ha untuk anak rimpang atau 1.000-
1.500 kg/ha untuk rimpang induk.
2. Persiapan lahan
a. Lahan untuk penanaman kunyit tanahnya harus diolah dengan baik.
b. Pembukaan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari
bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain.
c. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor atau
cangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm kemudian tanah diratakan
dan digemburkan.
d. Pada tanah miring, dibuat guludan dan drainase harus sebaik mungkin
dengan jarak tanam sekitar 50 cm x 40 cm, 50 cm x 50 cm, 40 cm x 40
cm atau 50 cm x 60 cm.
e. Pada tanah datar, dibuat bedengan dengan lebar sekitar 2-6 m, tinggi
bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan (20 cm – 30 cm).
f. Kemudian dibuat lubang tanam sedalam 10 cm dengan jarak tanam
untuk sistem monokultur bervariasi antara 50 cm x 40 cm, 50 cm x 50
cm, 40 cm x 40 cm atau 50 cm x 60 cm.
g. Pemberian pupuk organik/pupuk kandang yang matang (min 25-3 kg/
lubang) ke dalam lubang tanam 1 minggu sebelum penanaman.
3. Penanaman
a. Penanaman kunyit sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan.
b. Penanaman disesuaikan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan
dengan kedalaman tanam sekitar 10 cm, kemudian bibit diletakkan
secara hati-hati ke dalam lubang tanam dengan posisi rebah dan
tunas menghadap ke atas.
91
c. Tahap selanjutnya yaitu dengan menimbun bibit dan memadatkan
tanah di sekitar bibit.
4. Pemeliharaan
a. Pada fase awal pertumbuhan, tanaman kunyit banyak memerlukan
air. Oleh karena itu, pengairan sebaiknya silakukan setiap seminggu
sekali atau tergantung cuaca dan kelembaban tanah. Setelah tanaman
cukup kuat, pengairan berangsur-angsur dikurangi.
b. Pemupukan areal tanam yang telah diberi pupuk dasar berupa
pupuk organik kompos atau pupuk kandang sebanyak 10-20 ton/ha.
Pupuk kandang yang diberikan bermutu baik dengan ciri tidak berbau
menyengat, tidak membawa gulma dan hama penyakit.
c. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat
dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, dan untuk
mencegahnya maka dilakukan dengan menanam bibit sehat,
penanaman dilakukan pada musim kemarau, penggiliran tanaman
dan perbaikan drainase. Penyemprotan pestisida sangat tidak
dianjurkan karena tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan
hama cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan
pestisida nabati berupa ekstrak tembakau atau ekstrak mimba.
d. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis sekaligus untuk upaya
penggemburan tanah. Penyulaman dilakukan pada umur satu bulan
setelah tanam dengan menggunakan benih/bibit dengan umur
yang sama. Penyiangan dilakukan 2-3 minggu setelah tanam (sesuai
kondisi gulma), lalu dilanjutkan sekitar 3-6 minggu sekali. Penyiangan
dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak akar tanaman dan
mencegah masuknya penyakit. Pembubunan dilakukan setiap
bulan, mulai umur 2 bulan dan bisa dilakukan bersamaan dengan
penyiangan.
5. Panen
a. Rimpang kunyit dapat dipanen setelah berumur setahun atau lebih
dari waktu tanam. Untuk menentukan masa panen yang tepat
umumnya ditandai setelah daun menguning atau mati secara
fisiologis. Pada beberapa daerah petani memanen kunyit setelah
berumur lebih dari 2 musim, agar diperoleh hasil produksi yang lebih
besar. Namun pada dasarnya panen kunyit sudah dapat dilakukan
setelah tanaman berumur 1 tahun.
92
b. Cara panen rimpang kunyit yaitu dengan cara membongkar rimpang
dengan memakai garpu atau cangkul secara hati-hati. Selanjutnya
rimpang dipukul secara hati-hati untuk menghilangkan tanah yang
menempel, kemudian akar-akar yang menutupi rimpang dipotong
menggunakan pisau.
6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk
memisahkan rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga
bahan organik lain yang terikut selama proses panen.
b. Pencucian
Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan
air bersih secara bertahap. Paling tidak ada 3 tahap pencucian
rimpang, pertama adalah perendaman untuk membuat tanah yang
melekat menjadi lunak, tahap kedua adalah pencucian awal untuk
membersihkan tanah, dan terakhir adalah pencucian akhir untuk
menjamin rimpang bersih dari kotoran pencemar. Setelah pencucian
maka dilakukan penirisan di rak peniris untuk mengeringkan air sisa
pencucian.
c. Pengubahan bentuk
Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah
bentuknya atau dirajang/diiris, maka rimpang dibersihkan dari akar
yang masih melekat. Pengirisan rimpang kunyit sebaiknya dengan
menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi atau baja (bersifat
inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau menggunakan
mesin perajang/pemotong. Tebal tiap irisan 3-4 mm pada waktu
segar.
d. Pengeringan
1) Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di
bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering.
Setelah kering tebal irisan menjadi 2-3 mm.
2) Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan
meletakkan irisan tidak saling tertumpukan. Untuk alas
penjemuran dipakai anyaman bambu atau kain hitam, di lantai
penjemur atau tikar atau di rak pengering. Pengeringan dengan
alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40oC agar diperoleh
warna yang baik dan bertahap dinaikkan sampai suhu mencapai
50oC.
93
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih
kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan
dengan tangan dan berbunyi nyaring.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia
kering yang pasih terlewat pada sortasi awal.
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur
keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek
plastik.
2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia
meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah
bahan.
3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.
94
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
(Temulawak)
Nama Daerah
Sumatera: temu lawak (Melayu). Jawa: koneng gede (Sunda), temulawak
(Jawa), temo labak (Madura).
Botani
Temulawak merupakan tumbuhan asli Indonesia. Tumbuh di seluruh pulau
Jawa, tumbuh liar di bawah naungan di hutan jati, di tanah yang kering dan
di padang alang-alang, ditanam atau tumbuh liar di tegalan; tumbuh pada
ketinggian tempat 5-1500 m di atas permukaan laut. Temulawak merupakan
terna berbatang semu, tinggi lebih kurang 2 m, berwarna hijau atau coklat
gelap, akar rimpang terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang kuat,
berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai berbentuk
bundar memanjang sampaim bangun lanset, berwarna hijau atau coklat
keunguan terang sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang
tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan lateral, tangkai
ramping, berbulu 10-37 cm, sisik berbentuk garis, berbulu halus, panjang 4-12
cm, lebar 2-3 cm. Bentuk bulir bulat memanjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6
cm, berdaun pelindung banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan
95
mahkota bunga, berbtnuk bundar telur sungsang sampai bangun jorong,
berwarna merah, ungu atau putih dengan sebagian dari ujungnya berwarna
ungu, bagian bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm,
lebar 1,5-3,5 cm; kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8-13 mm;
mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm,
tabung berwarna putih atau kekuningan, panjang 2-2,5 cm, helaian bunga
berbentuk bundar telur atau bundar memanjang, berwarna putih dengan
ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25-2 cm, lebar 1
cm; bibir berbentuk bundar atau bundar telur sungsang, berwarna jingga dan
kadang-kadang pada tepinya berwarna merah, panjang 14-18 cm, lebar 14-20
mm; benang sari berwarna kuning muda, panjnag 12-16 mm, lebar 10-15 mm;
panjang tangkai sari 3-4,5 mm, lebar 2,5-4,5 mm; kepala sari berwarna putih,
panjang 6 mm; tangkai putik panjang 3-7 mm. Buah berbulu, panjang 2 cm.
Budidaya
Untuk membudidayakan temulawak diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pemilihan bibit
Bibit yang digunakan harus berkualitas dengan ciri-ciri:
a. Bersal dari varietas unggul yang teridentifikasi dengan jelas asal
usulnya; merupakan spesies/varietas murni yang tidak tercampur.
b. Berasal dari tanaman induk yang sehat dan berumur 10-12 bulan dan
atau anakan dari rimpang yang sehat.
c. Apabila menggunakan rimpang induk hanya seperempat bagian (satu
rimpang dibelah menjadi empat bagian membujur) untuk satu lubang
tanam, sedangkan untuk rimpang anak berukuran 20-40 gr/potong.
d. Tidak ada gejala penyakit layu, dan lalat rimpang.
e. Jika rimpang dipatahkan akan terlihat banyak serat; kulit rimpang
kencang dan tidak mudah terkelupas.
f. Warna lebih mengkilat dan terlihat bernas.
g. Rimpang mempunyai 2-3 mata tunas.
h. Benih tidak cacat fisik (luka, memar.
i. Kebutuhan bibit yang berasal dari rimpang anak 1.500-1.700kg/ha
dan untuk rimpang induk 2.000-2.500 kg/ha.
2. Persiapan lahan
a. Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari
bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain.
96
b. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor atau
cangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm kemudian tanah diratakan
dan digemburkan.
c. Pada tanah miring, dibuat guludan dan drainase harus sebaik
mungkin. Pada tanah datar, dibuat bedengan dengan lebar sekitar
90-120 cm, tinggi bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan (10 cm
– 30 cm).
d. Kemudian dibuat lubang tanam sedalam 10 cm dengan jarak tanam
untuk sistem monokultur bervariasi antara 50 cm x 50 cm, 50 cm x
60 cm, atau 60 cm x 60 cm dan jarak tanam untuk pola tumpangsari
dengan tanaman sisipan 75 cm x 50 cm.
e. Pemberian pupuk organik/pupuk kandang yang matang (min 0,5 kg/
lubang) ke dalam lubang tanam 1 minggu sebelum penanaman.
3. Penanaman
a. Penanaman temulawak sebaiknya dilakukan pada awal musim
penghujan.
b. Penanaman disesuaikan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan
dengan kedalaman tanam sekitar 10 cm, kemudian bibit diletakkan
secara hati-hati ke dalam lubang tanam dengan posisi rebah dan
tunas menghadap ke atas.
c. Tahap selanjutnya yaitu dengan menimbun bibit dan memadatkan
tanah di sekitar bibit.
4. Pemeliharaan
a. Pada fase awal pertumbuhan, tanaman temulawak banyak
memerlukan air. Oleh karena itu, pengairan sebaiknya dilakukan
setiap seminggu sekali atau tergantung cuaca dan kelembaban tanah.
Setelah tanaman cukup kuat, pengairan berangsur-angsur dikurangi.
b. Pemupukan areal tanam yang telah diberi pupuk dasar berupa
pupuk organik kompos atau pupuk kandang sebanyak 10-20 ton/ha.
Pupuk kandang yang diberikan bermutu baik dengan ciri tidak berbau
menyengat, tidak membawa gulma dan hama penyakit.
c. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat
dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, dan untuk
mencegahnya maka dilakukan dengan menanam bibit sehat,
menghindari perlukaan, penanaman dilakukan pada musim kemarau,
97
penggiliran tanaman dan perbaikan drainase. Penyemprotan pestisida
sangat tidak dianjurkan karena tanaman bisa tercemar.
d. Penyulaman pada umur satu bulan setelah tanam dengan
menggunakan benih/bibit yang telah disiapkan dengan umur
yang sama. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma.
Diusahakan pada umur 3-6 bulan tanaman bebas dari gulma, setelah
tanaman berumur 6 bulan dilakukan penyiangan sesuai kebutuhan.
Penyiangan dilakukan dengan mekanis/manual, tidak boleh
menggunakan herbisida. Penyiangan pada tanaman yang berumur
4 bulan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran
tanaman dan mencegah masuknya penyakit. Pembubunan dilakukan
setiap bulan, mulai umur 2 bulan dan dapat dilakukan bersamaan
dengan waktu penyiangan.
5. Panen
a. Tanaman temulawak dapat dipanen setelah berumur 9 bulan
atau lebih, bahkan pada beberapa lokasi, panen temulawak dapat
dilakukan setelah tanaman berada di lahan selama 2 kali musim.
Panenan dilakukan apabila daun dan bagian tanaman di atas tanah
sudah mengering. Untuk daerah yang musim kemaraunya jelas dan
penanamannya dilakukan pada pertengahan musim hujan, tanaman
akan mengering pada umur kurang dari 9 bulan.
b. Panenan dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Di daerah
yang banyak dan merata curah hujannya dan tidak jelas musim
kemaraunya, tanaman dapat dipanen pada umur 9 bulan atau lebih.
Cara panenan dilakukan dengan membongkar rimpang menggunakan
garpu. Hasil rimpang segar berkisar antara 10-20 ton tiap hektar,
pada umur 9-24 bulan. Rimpang yang baru dibongkar cepat-cepat
dibersihkan dari akar dan tanah yang melekat.
6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk
memisahkan rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga
bahan organik lain yang terikut selama proses panen.
b. Pencucian
Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan
air bersih secara bertahap. Paling tidak ada 3 tahap pencucian
rimpang, pertama adalah perendaman untuk membuat tanah yang
98
melekat menjadi lunak, tahap kedua adalah pencucian awal untuk
membersihkan tanah, dan terakhir adalah pencucian akhir untuk
menjamin rimpang bersih dari kotoran pencemar. Setelah pencucian
maka dilakukan penirisan di rak peniris untuk mengeringkan air sisa
pencucian.
c. Pengubahan bentuk
Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah
bentuknya atau dirajang/diiris, maka rimpang dibersihkan dari akar
yang masih melekat. Pengirisan rimpang temulawak sebaiknya
dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi atau baja
(bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau
menggunakan mesin perajang/pemotong. Tebal tiap irisan 5-6 mm
pada waktu segar.
d. Pengeringan
1) Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di
bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering.
Setelah kering tebal irisan menjadi 4-5 mm.
2) Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan
meletakkan irisan tidak saling tertumpukan. Untuk alas
penjemuran dipakai anyaman bambu atau kain hitam, di lantai
penjemur atau tikar atau di rak pengering. Pengeringan dengan
alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40oC agar diperoleh
warna yang baik dan bertahap dinaikkan sampai suhu mencapai
50oC.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih
kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan
dengan tangan dan berbunyi nyaring.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia
kering yang pasih terlewat pada sortasi awal.
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur
keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek
plastik.
2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia
meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah
bahan.
99
3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.
100
Foeniculum vulgare Mill.
(Adas)
Nama daerah
Hades (Sunda), adas, adas londa, adas landi (Jawa),; adhas (Madura), adas
(Bali), wala wunga (Sumba).; das pedas (Aceh), adas, adas pedas (melayu).;
adeh, manih (Minangkabau), paapang, paampas (Menado).; popoas (Alfuru),
denggu-denggu (Gorontalo), ; papaato (Buol), porotomo (Baree), kumpasi
(Sangir Talaud).; adasa, rempasu (Makasar), adase (Bugis).
Botani
Foeniculum vulgare Mill. adalah tanaman obat dari famili Umbelliferae
(Apiaceae) yang memiliki nama umum adas. Tanaman ini merupakan terna
menahun, tinggi mencapai 2 m atau lebih tanpa batang utama dan sedikit
cabang, tumbuh meroset dengan banyak anakan. Daun tungga, duduk
berseling, pangkal tangkai bersayap, helaian berbagi, bentuk jarum, jumlah
banyak, kalau diremas berbau harum. Bunga majemuk, bentuk paying, muncul
di ujung cabang atau batang, kelopak bertaju 5, hijau, mahkota kecil, berbagi
5, kuning. Buah bentuk bulir, panjang 2-5 mm, sewaktu muda hijau setelah tua
hitam. Perakaran tunggang, berwarna putih kekuningan.
Adas disebutkan berasal dari kawasan pantai Mediterania, namun tumbuh
tersebar di hampir semua wilayah Eropa dan India. Saat ini kultivasinya
dikembangkan di Prancis Selatan, Saxony, Galicia dan Rusia juga di India, Persia
termasuk di Indonesia. Tanaman ini di beberapa wilayah ditemukan tumbuh
101
liar mulai dari daerah pantai sampai pegunungan dengan ketinggian lebih dari
1.500 m dpl. Di Indonesia pengembangan budidayanya terbatas di wilayah
dengan ketinggian di atas 800 m dpl atau di wilayah pegunungan saja. Daerah
penghasil utama buah adas adalah Malang, Karanganyar, Temanggung, Boyolali
dan Salatiga. Untuk pertumbuhan yang optimal tanaman adas membutuhkan
daerah dengan kelembaban rendah dan cahaya matahari penuh, curah hujan
tinggi tidak menghalangi tanaman ini untuk berproduksi secara maksimal,
sehingga cocok dikembangkan di daerah pegunungan. Tanah yang baik untuk
budidaya adas adalah yang gembur dan subur dengan kandungan bahan
organik tinggi. Saat tanam yang tepat adalah pada awal musim penghujan
(Oktober-November) sehingga panen dapat dilakukan pada musim kemarau
(Juni-Juli).
Budidaya
Untuk usaha budidaya adas diperlukan beberapa tahap kegiatan yaitu :
1. Pembibitan
a. Adas mudah dikembangbiakkan dengan menggunakan bijinya atau
secara generatif.
b. Untuk bahan pembibitan pilih benih dari buah yang tua dan berasal
dari pohon adas yang sehat dan produktivitasnya tinggi.
c. Biji disemaikan terlebih dahulu dalam polibag yang berisi media
pembibitan yaitu campuran arang sekam dan kompos dengan
perbandingan 1:1.
d. Biji selanjutnya ditanam dalam polibag sebanyak 2 biji/polibag,
kemudian disemprot dengan air untuk menjaga kelembabannya.
e. Pesemaian membutuhkan waktu antara 6-7 minggu untuk
menghasilkan bibit adas yang siap dipindah ke lahan dengan jumlah
daun berkisar antara 3-4 helai.
f. Di beberapa daerah pembibitan adas sering tidak dilakukan dan
petani lebih suka langsung menanam benih di lahan budidaya.
g. Namun demikian untuk menjamin keberhasilan usaha budidaya, maka
disarankan untuk melakukan penyiapan bibit melalui penyemaian
benih terlebih dahulu.
h. Kelebihan dari penanaman bibit hasil pesemaian adalah keberhasilan
tumbuh lebih besar dari pada jika benih langsung di tanam di lahan.
2. Persiapan lahan
a. Lahan untuk penanaman adas harus dipilih yang terbuka atau tidak
ternaungi.
102
b. Jika penanaman menggunakan metode monokultur maka lahan perlu
diolah terlebih dahulu.
c. Pengolahan lahan dimulai dengan pencangkulan, pemberian pupuk
dasar berupa pupuk kandang sebanyak 20 ton/Ha dan pupuk TSP (P)
dengan dosis 250 kg/Ha.
d. Lahan kemudian dibedeng-bedeng dengan ukuran lebar 1,2 m
dan panjangnya menyesuaikan dengan panjang lahan, jarak antar
bedengan adalah 60 cm.
e. Jika penanaman menggunakan metode tumpang sari maka cukup
disiapkan lubang tanam dengan diameter 40 cm dan kedalaman 30
cm, kemudian ke dalam lubang tanam dimasukkan pupuk kandang
sebanyak 1 kg/lubang dan pupuk TSP 5 gram/lubang.
3. Penanaman dan pemeliharaan
a. Bibit yang telah disiapkan ditanam dalam lubang tanam kemudian
disiram agar terjaga kelembabannya.
b. Jarak tanam untuk metode penanaman secara monokultur adalah 60
x 100 cm.
c. Tanaman adas merupakan tanaman menahun dan umumnya mampu
berproduksi optimal dalam waktu 2 tahun dan sesudahnya dapat
dilakukan peremajaan.
d. Tanaman adas sebaiknya ditanam pada awal musim penghujan yaitu
antara bulan Oktober – November, namun jika air bukan kendala
maka penanaman adas dapat dilakukan sepanjang tahun.
e. Pemeliharaan tanaman yang harus dilakukan meliputi kegiatan
pemupukan, penyiangan, pendangiran dan perlindungan dari
serangan hama penyakit.
f. Pemupukan lanjutan dapat diberikan pada saat tanaman berumur 2,
4 dan 6 bulan di lahan, menggunakan pupuk Urea dengan dosis 150
kg/Ha.
g. Penyiangan dan pendangiran dapat dilakukan bersamaan untuk
mengendalikan gulma dan memperbaiki tekstur tanah. Tanaman ini
hampir tidak pernah mengalami serangan hama dan penyakit yang
berarti, namun perlu diperhatikan lingkungan tumbuhnya agar tidak
terlalu lembab untuk menghindari serangan jamur.
4. Panen dan pascapanen
a. Tanaman adas dapat dipanen setelah berumur lebih kurang 6 bulan.
103
b. Panen buah adas dilakukan setelah buah masak penuh ditandai
dengan bulir yang keras dan berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan.
c. Panen yang terlambat mengakibatkan banyaknya buah yang gugur
sehingga dapat mengurangi hasil.
d. Tandan buah yang masak dipotong menggunakan gunting dan
dikumpulkan dalam wadah penampung, selanjutnya bulir-bulir buah
dipisahkan secara manual atau dengan mesin perontok.
e. Bulir-bulir buah adas kemudian dikeringkan secara alami di ruang
terbuka yang memiliki aerasi bagus atau di bawah sinar matahari
dengan ditutup kain hitam.
f. Pengeringan dengan oven menggunakan suhu tidak lebih dari 40oC
g. Pengeringan dilakukan sampai kadar air buah adas tidak lebih 10%.
h. Buah yang sudah kering dikemas dalam wadah yang bersih, kedap air,
dan tertutup rapat dengan bahan dari plastik atau kertas tebal.
i. Simplisia yang telah dikemas kemudian diberi label dengan keterangan
waktu simpan, kadar air, dan berat bahan.
j. Bahan selanjutnya disimpan ditempat penyimpanan yang bersih,
kering, bersirkulasi udara baik dan terhindar dari sinar matahari
langsung dengan sistem FIFO (first in first out).
k. Syarat simplisia buah adas bahan organik asing tidak lebih dari 2%,
kadar abu total tidak lebih dari 12,9%, kadar abu tidak larut asam
tidak lebih dari 2,9%, kadar sari larut etanol tidak kurang dari 11,8%
dan kadar minyak atsiri tidak kurang dari 1,2%.
l. Penyimpanan buah adas harus dalam wadah tertutup dan terhindar
dari sinar matahari langsung.
5. Produktivitas
a. Dalam 1 Ha lahan menghasilkan produksi buah adas segar antara
4-6 ton dan setelah melalui proses pengeringan akan menghasilkan
simplisia antara 1,5 – 3 ton/Ha.
b. Jika pola tanam tumpang sari maka hasilnya bervariasi tergantung
dari jenis tanaman pokoknya dan berapa jarak tanam yang dipakai.
c. Secara umum produksi buah adas yang optimal dapat dipertahankan
sampai tanaman berumur lebih kurang 2 tahun, setelah itu maka
produksi mulai menurun dan sebaiknya mulai diremajakan.
d. Kadar ekstrak total dengan pelarut etanol 70% sebesar 13,8% dengan
pemerian: warna coklat kehitaman, berbau harum, berasa pahit
sedikit manis.
104
Graptophyllum pictum (L) Griff
(Daun Ungu)
Nama daerah
Puding (Melayu), handeuleum (Sunda), wungu (Jawa), karotong (Madura),
temen (Bali), daun putri (Ambon), kabi-kabi (Ternate)
Botani
Perawakan semak tegak atau perdu, tidak berambut, tinggi 1,5–8 m (Darma,
1987), cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan berbuku-buku nyata.
Daun tunggal, letak daun berseling berhadapan. Helaian daun bulat memanjang
atau lancet, panjang 8–20 cm, lebar 3–13 cm. Pangkal daun berbentuk pasak
(segitiga terbalik), ujung meruncing, tepi bergelombang, warna ungu kehijauan,
ungu bercak hijau, ungu bercak putih atau hijau. Panjang tangkai daun 0,5–1
cm. Perbungaan berbentuk mayang (majemuk malai) dengan panjang malai
3-12 cm yang terletak di ketiak daun atau di ujung cabang atau batang serta
memiliki daun pelindung. Panjang tangkai bunga 0,5–0,75 cm sedang panjang
rata-rata kelopak bunga 3 mm. Mahkota bunga berwarna merah tua, tabung
mahkota pipih kedua sisi (bilateral) dengan panjang 2–3 cm, mahkota berbibir.
Daun ungu memiliki benang sari fertile, bagian belakang kecil. Buah berbentuk
kapsul. Di Jawa buah ini tidak berkembang dengan sempurna Perakaran
berjenis tunggal dan berwarna coklat muda
105
Spesies ini aslinya berasal dari Papua Nugini dan Polinesia. Kemudian,
diperkenalkan ke Indo-Cina, Semenanjung Malaya, Filipina, dan Indonesia. Di
Jawa, daun ungu tumbuh sampai pada 1.250 mdpl. Tumbuhan ini dibudidayakan
sebagai tumbuhan pagar dan tumbuhan hias, yaitu yang bervarietas daun yang
berwarna merah).
Gambar berbagai varitas daun ungu
Budidaya
1. Pembibitan
a. Daun ungu umumnya dikembangbiakkan secara vegetative (Perry,
1980) yaitu dengan stek batang.
b. Batang daun ungu dipilih yang tidak terlalu tua dipotong sepanjang
20 – 25 cm.
c. Batang dipilih yang memiliki mata tunas yang terletak di ketiak daun.
d. Daun dipotong dibiarkan hanya sepertiga bagian daun, satu stek
batang minimal mengandung sepasang daun.
e. Pembibitan dapat dilakukan di polibang berdiameter 10 cm yang diisi
dengan media campuran pasir, pupuk kandang dan tanah dengan
perbandingan 1:1:1 masing-masing polibag disisa satu stek batang.
f. Pembibitan dapat juga menggunakan media pasir yang ditempatkan
pada bak plastik.
g. Media stek selalu dijaga kelembaban dan diletakkan di tempat teduh,
tidak terkena cahaya matahari yang terik.
h. Setelah satu bulan tunas akan tumbuh. Bibit dengan panjang tunas
minimal 15 cm (umur 3 bulan) bias dipindah ke lahan.
2. Persiapan lahan
a. Tanaman daun ungu menghendaki penyinaran yang cukup, walaupun
masih dapat tumbuh cukup baik pada lahan ternaungi.
106
b. Pada penanaman secara monokultur lahan dibuat guludan dengan
lebar 50–60 cm antar guludan dibuat parit drainase.
c. Jarak tanam yang digunakan adalah 60–75 cm (antar guludan) x 50–
75 cm (dalam guludan).
d. Pupuk kandang 20–40 ton/Ha diberikan saat pembuat guludan yaitu
dengan cara ditebarkan membujur sepanjang guludan selanjutnya
pupuk kandang ditutup dengan tanah sehingga pupuk kandang
berada di dalam guludan sedalam ± 10–25 cm.
e. Untuk tanah masam dengan pH tanah 5–6 seperti Latosol dan Andosol
dapat ditambah dolomite dengan dosis 3–0,75 ton/Ha dicampur
merata pada saat pengolahan tanah
f. Untuk penanaman tumpang sari dengan tanaman lain dapat
menggunakan jarak tanam yang disesuaikan dengan tanaman
utamanya.
g. Sedangkan bila ditanam sebagai tanaman pagar, tanah dipinggir lahan
dapat dibuat guludan atau dibuat lobang tanam berukuran 40x40x40
cm jarak antar lobang tanam 50–60 cm.
h. Tiap lobang tanam diberi pupuk kandang 1,5–2 kg.
3. Penanaman
a. Waktu tanam sebaiknya pada awal musim penghujan, sehingga tidak
membutuhkan biaya dan tenaga untuk pengairan.
b. Polibang yang digunakan untuk menanam bibit dibuang dengan hati-
hati agar tanah tidak hancur dan perakaran tidak rusak.
c. Bibit dibenamkan sedemian rupa sehingga permukaan media yang
digunakan untuk bibit terbenam sedalam 3–5 cm dari permukaan
tanah.
d. Tanah benaman disekitar bibit dipadatkan dan segera disiram dengan
air.
4. Pemeliharaan
a. Pemeliharaan tanaman daun ungu meliputi: pemupukan, pengairan
dan penyiangan, pendangiran,dan pengendalian hama penyakit.
b. Beberapa jenis hama yang sering menyerang daun ungu adalah Trips
sp, Coccus sp, Pseudococcus lilacinus, Deloschalia polibette, dan
Valanga sp.
107
c. Adapun hama utama yang menyerang daun adalah ulat Doleschalia
polibette Cramer (Lepidoptera, Nympalidae). Ulat tersebut dapat
memakan habis daun ungu, baik daun yang masih muda ataupun
daun tua sehingga tanaman gundul.
d. Untuk mengatasi ulat tersebut dapat dilakukan penyemprotan
dengan insektisida nabati, yaitu ekstrak daun mimba (3.000 ppm)
dengan dosis 25 mL/L dilanjutkan dengan piretrum (17.900 ppm)
dosis 5 mL/L. Pengendalian ulat tersebut dapat pula menggunakan
Bacillus thuringiensis (1 g formulasi/L air)
5. Panen
a. Panen dapat dilakukan pada saat tanaman sudah berumur 6 bulan,
namun panen pertama ini belum bisa mendapatkan hasil yang cukup.
b. Panen sebaiknya tidak dilakukan dengan memotong salah satu
cabang dengan menyisakan cabang lainnya.
c. Panen pertama ini juga dapat digunakan sebagai sarana pruning,
yaitu memotong batang tanaman (terutama pucuk) agar cabang yang
terbentuk semakin banyak sehingga dihasilkan daun yang semakin
banyak.
d. Setelah 3 atau 4 bulan daun dapat dipanen dengan cara memotong
ranting atau cabang dan menyisakan sebagian cabang, dengan cara
ini daun ungu akan semakin rimbun pada saat panen berikutnya.
6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Daun dipisahkan dari batangnya, daun yang sudah kering, menguning,
busuk dan kenampakan fisik tidak baik dipisahkan dari daun sehat
(utuh, permukaan mengkilap dan tidak mengandung hama penyakit
tanaman) dan dikumpulkan pada keranjang atau wadah.
b. Pencucian
Daun sehat yang telah dikumpulkan dicuci dengan cara merendam
dengan air bersih selama 5–10 menit agar kotoran yang menempel
di daun mudah dihilangkan. Selanjutnya daun dicuci dengan cara
mengaduk-aduk sampai rata, daun dibilas dengan air bersih yang
mengalir hingga tidak ada kotoran yang menempel di daun.
c. Pengubahan bentuk
Daun yang telah dicuci ditiriskan untuk menghilangkan air bekas
pencucian dengan diangin-anginkan, selanjutnya dapat dilakukan
perajangan dengan lebar rata-rata 1,5–2 cm.
108
d. Pengeringan
Rajangan daun dikeringkan dengan sinar matahari atau dengan oven
dengan suhu 40–47oC hingga kadar air 10–12%.
e. Sortasi kering
Setelah kering ditandai dengan hancurnya daun bila diremas
selanjutnya dilakukan sortasi kering untuk menghilangkan daun
yang mengalami kerusakan (busuk) selama proses penirisan hingga
pengeringan serta untuk menghilangkan bahan pencemar misalnya
bahan lain atau bagian tanaman lain ataupun bahan atau benda yang
tidak diinginkan lainnya
f. Pengemasan dan penyimpanan.
Simplisia daun ungu kering dan bersih selanjutnya dikemas sesuai
berat tertentu sesuai yang diinginkan menggunakan wadah yang
kedap udara (plastic ber-seal). Kemasan diberi label yang memuat
nama bahan, asal panen, tanggal pengemasan, kadar air, berat per
kemasan dan keterangan lain apabila dibutuhkan.
109
Guazuma ulmifolia Lamk
(Jati belanda)
Nama Daerah
Sumatra : jati blanda (Melayu); Jawa: jati londo, jatos landi (Jawa)
Botani
Jati belanda berperawakan semak atau pohon, tinggi dapat mencapai 20 m.
Percabangan ramping, bentuk daun bulat telur sampai lanset. Di Indonesia
dikenal Guazuma ulmifolia Lamk berasal dari Amerika tropis, di Indonesia
tanaman ini sebagai tanaman pekarangan atau pohon peneduh di tepi jalan
dan tumbuh liar didaerah tertentu. Jati belanda dapat tumbuh baik ditanah
yang subur, mengandung tanah liat dan tanah berpasir. Jati belanda dapat
tumbuh diketinggian 0-800 m dpl. dan dapat tumbuh baik pada keadaan tanpa
naungan.
Budidaya
Untuk membudidayakan jati belanda maka diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pembibitan
Tanaman jati belanda bisa diperbanyak dengan biji dan stek
a. Benih dari biji.
110
1) Benih dari biji harus disemaikan terlebih dahulu didalam
bedengan atau tanah tempat (media) pembenihan yang dibuat
berbentuk persegi empat berukuran 1 x 3 m yang berisi campuran
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.
2) Kemudian biji disemaikan dipersemaian dan disiram pagi dan
sore.
3) Perkecambahan biasanya pada umur 2 minggu atau setelah
berdaun 3-4 helai (tinggi + 6 cm) yang kemudian dipindah
kepolibag berisi media tanah dan pupuk kandang (1:1).
4) Setelah umur 4 bulan (tinggi bibit 30-40 cm) bibit siap untuk
dipindah ke lapangan.
b. Biit dari stek
1) Penanaman benih stek dilakukan dengan menggali lubang tanah
20 x 20 x 20 cm dengan jarak antar lubang 5 m.
2) Media tanam yang dipergunakan berupa campuran tanah dan
pupuk kandang yang telah matang dengan perbandingan 1:5.
3) Setelah tumbuh, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang.
4) Pupuk kandang diletakkan disekitar batang tanaman, tetapi tidak
boleh terlalu dekat, karena bisa menyebabkan pembusukan akar
dan batang tanaman.
2. Persiapan lahan
a. Lahan untuk penanaman jati belanda dipilih yang tidak ternaungi.
b. Lahan dibersihkan dari gulma dan dicangkul sedalam 20 cm atau
lebih.
c. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 10 x 40 x 40 cm. Saluran drainase
sedalam 0,5 dan lebar 0,5 m dibuat untuk mencegah genangan
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menimbulkan
penyakit. Untuk menyuburkan tanah dengan menggunakan pupuk
kandang atau pupuk kompos. Tanah juga harus disiangi dari tumbuhan
yang tidak berguna serta dicangkul agar tetap gembur.
3. Penanaman
a. Untuk pola monokultur, jati belanda dapat ditanam dengan jarak
tanam berturut-turut 5 x 5 m pada tanah yang kurang subur, 10 x 10
m pada tanah subur dan 10 x 15 m untuk tanaman pagar.
b. Pola tanam campuran atau polikultur dapat dengan sambiloto, kumis
kucing dan temu-temuan, jati belanda dapat ditanam dengan jarak
tanam 10 x 15 m atau 15 x 15 m.
111
c. Lubang tanam digali selebar mata cangkul, sedalam + 20 cm.
d. Bibit dipisahkan dari polibagnya kemudian ditanam dengan posisi
tegak.
e. Untuk mencegah kerusakan akar tanaman, dilakukan pemberian
termisida (anti-rayap) disekeliling perakaran.
4. Pemeliharaan
a. Pemeliharaan dilakukan sampai tanaman berumur 3-4 bulan.
b. Pemupukan sebaiknya menggunakan pupuk organik berupa pupuk
kandang atau kompos diberikan sekitar 2-5 kg untuk setiap tanam.
c. Pupuk diberikan 2-5 hari sebelum penanaman dengan cara diaduk
dengan tanah dalam lubang tanam.
d. Untuk 1 hektar tanah dibutuhkan 10 ton pupuk kandang atau 5 ton
kompos.
e. Agar bibit yang ditanam tumbuh dengan baik maka harus dijaga
kelembabannya sampai bibit benar-benar tumbuh baik dengan
cara memberikan pengairan yang cukup. Pengairan dapat dilakukan
dengan cara kocoran.
f. Penyiangan secara teratur minimal dilakukan ketika tanaman masih
muda. Penyiangan intensif dilakukan saat tanaman masih muda
minimal setiap bulan
g. Setelah tanaman lebih tua penyiangan cukup 2-3 kali setahun.
h. Setelah tanaman berumur lebih dari satu tahun pemupukan teratur
dengan kompos dapat meningkatkan produksi daun.
i. Teknik budidaya jati belanda dapat dilakukan menggunakan metode
pruning seperti teh.
5. Panen
Untuk memperoleh simplisia jati belanda yang bermutu perlu
memperhatikan tahap berikut:
a. Bagian tanaman jati belanda yang digunakan adalah daunnya
b. Panen Jati belanda yang baik dilakukan pada musim kemarau, karena
pada waktu tersebut kandungan senyawa senyawa aktif pada kadar
yang tinggi.
c. Tanaman dapat dipanen setelah berumur 1 tahun atau lebih setelah
tanam.
d. Pada panen awal dapat dilakukan dengan cara memetik daun secara
langsung dari ranting atau cabang yang dapat dijangkau.
e. Daun yang dipanen haus daun yang telah dewasa dan bentuknya
sempurna
112
f. Jika pemanenan daun jati belanda dilakukan pada tanaman yang
telah dewasa (pohon), maka sebaiknya menggunakan gunting atau
alat pemotong dengan cara memotong ranting atau cabang-cabang
tanaman.
g. Agar hasil panen tidak kotor dibawah pohon diberi alas berupa plastik
atau terpal.
h. Pemanenan dapat dilakukan setiap 2-3 bulan atau saat kebutuhan
meningkat.
i. Pada tanaman yang berumur 4-5 tahun dapat dihasilkan 2,5 kg daun
kering/pohon setiap pemangkasan.
Gambar daun jati belanda siap panen
6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Ranting atau cabang jati belanda hasil panen dibawah ke tempat
pengolahan selanjutnya dilakukan pemetikan daun dari ranting
atau cabangnya. Kegiatan ini sekaligus dilakukan sortasi basah, yaitu
memisahkan daun-daun yang terkena serangan penyakit atau daun
yang sudah menguning.
b. Pencucian
1) Daun yang telah disortasi dicuci dibawah air mengalir yang bersih
sambil dibolak-balik secara hati-hati agar tidak rusak.
113
2) Pencucian dilakukan minimal 3 kali agar daun benar-benar bersih
dari debu atau tanah yang nemempel pada permukaan daun.
3) Setelah pencucian selesai, maka segera dilakukan penirisan di rak
peniris. Penirisan sebaiknya dilakukan ditempat yang sejuk dan
beraerasi baik sehingga air bekas pencucian segera bisa kering.
c. Pengeringan
1) Setelah bahan bersih dan kering dari bekas air pencucian, maka
dilakukan pengeringan dengan tahap awal dilakukan secara
langsung dibawah sinar matahari.
2) Pengeringan dengan matahari dilakukan sampai menjadi layu.
3) Pada saat pengeringan ini bahan harus sering dibolak balik agar
daun bisa kering secara merata.
4) Jika peralatan tersedia, tahap pengeringan selanjutnya dapat
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40oC, namun
jika tidak tersedia oven maka pengeringan dengan sinar matahari
dilakukan sampai daun benar-benar kering.
5) Daun yang telah kering ditandai dengan cara diremas, jika daun
dengan mudah hancur maka pengeringan dihentikan atau
pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih
kurang 10%.
d. Sortasi kering
Daun yang telah selesai dikeringkan sebelum dikemas perlu disortasi
terlebih dahulu. Sortasi kering dimaksudkan untuk membuang atau
memisahkan bahan yang rusak karena terjadi pembusukan, bahan
organik lain yang terikut dalam proses pengeringan, bahan anorganik
yang mencemari seperti plastik, batu dan tanah.
Gambar simplisia jari belanda kering
114
e. Pengemasan
1) Setelah bahan bersih dan kering maka segera dikemas dalam
wadah yang kedap air, bersih dan kuat.
2) Tutup rapat kemasan dan simpan di tempat yang bersih, beraerasi
baik dan tidak terkena sinar matahari.
3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.
115
Gynura procumbens (Lour.) Merr.
(Sambung Nyawa)
Nama Daerah
Indonesia : beluntas cina, daun dewa, sambungnyawa (Jawa), kalingsir (Sunda).
Botani
Sambung nyawa merupakan tanaman asli Malaysia, Indonesia dan Thailand. Di
Malaysia, tanaman ini tumbuh di bagian barat semenanjung Malaysia. Tanaman
dapat tumbuh di selokan, pagar rumah, pinggir hutan, padang rumput dan
ditemukan pada ketinggian 1 – 1.200 mdpl, dataran beriklim sedang sampai
basah dengan curah hujan 1.500 – 3.500 mm/tahun dan tumbuh baik pada
tanah yang agak lembab sampai lembab dan subur. Tanaman ini sangat ideal
dibudidayakan di daerah dengan suhu udara 25 – 32 oC. Kelembaban yang
dibutuhkan 70 – 90 % dengan intensitas sinar matahari agak tinggi. Tanaman
ini menyukai daerah yang tidak terlalu terbuka atau ternaungi sebesar 25
%, sehingga dapat ditumpangsarikan bersama tanaman lain yang tidak
mengganggu pertumbuhannya.
Budidaya
Adapun langkah-langkah yang harus dipenuhi untuk membudidayakan
sambung nyawa, antara lain :
1. Pembibitan
Pembibitan tanaman daun sambung nyawa dapat dilakukan dengan
tiga cara, yaitu stek batang, tunas akar (umbi) dan umbi. Bakal bibit
diambil dari tanaman yang memiliki pertumbuhan baik dan subur, serta
116
tidak terserang penyakit. Berikut merupakan beberapa cara pembibitan
sambung nyawa :
a. Pembibitan dengan stek batang
1) Batang yang dipilih adalah yang tidak terlalu tua ataupun muda
memiliki ketinggian lebih kurang 15 – 20 cm, kemudian dipotong
dengan pisau atau gunting yang tajam dan steril/bersih.
2) Pangkal stek dipotong dengan kemiringan 45o agar daerah
tumbuh perakaran menjadi lebih luas, lalu dibenamkan 1/3
bagiannya atau sedalam 5 cm ke dalam media tanam, dimana
setiap lubang tanam cukup ditanami satu stek batang kemudian
tanah disekitarnya dipadatkan. Ukuran lubang tanam adalah 20 x
20 x 20 cm.
3) Daun yang terlalu dekat dengan pangkal dipangkas untuk
memperluas daerah tumbuh tunas.
4) Persemaian dapat dilakukan langsung pada areal produksi
(bedengan) atau polybag selama kurang lebih 2 – 3 bulan,
dimana media persemaian yang umum digunakan adalah tanah
dan sekam (3 : 1), pupuk kandang dan tanah (1 : 1) atau pupuk
kandang, pasir dan tanah (1 : 1 : 1).
5) Jarak tanam yang dipergunakan pada ketiga cara pembibitan
tersebut adalah 50 x 75 cm.
6) Tanaman tumbuh optimal bila dikondisikan ternaungi dengan
intensitas cahaya matahari sekitar 60%.
b. Pembibitan dengan tunas akar
1) Tunas akar sambung nyawa dipilih yang memiliki kenampakan
baik, masih segar, tidak terserang jamur dan memiliki harapan
tumbuh tunas yang cukup banyak dengan panjang tunas sekitar
1 – 2 cm serta daun yang telah terbuka secara sempurna.
2) Tunas yang tumbuh dipisahkan (dengan ataupun tanpa akar)
dengan menggunakan alat bantu pisau atau gunting.
3) Proses persemaian dapat dilakukan langsung pada areal produksi
(bedengan) atau polybag dan memerlukan waktu kurang lebih
2 – 3 bulan. Dimana media persemaian yang umum digunakan
adalah tanah dan sekam (3 : 1), pupuk kandang dan tanah (1 : 1)
atau pupuk kandang, pasir dan tanah (1 : 1 : 1).
4) Jarak tanam yang dipergunakan pada ketiga cara pembibitan
tersebut adalah 50 x 75 cm.
5) Tanaman tumbuh optimal bila dikondisikan ternaungi dengan
intensitas cahaya matahari sekitar 60%.
117
c. Pembibitan dengan umbi
1) Umbi sambung nyawa dipilih yang memiliki kenampakan baik,
masih segar, tidak terserang jamur dan memiliki harapan tunas
yang cukup banyak.
2) Umbi langsung ditanam di lahan produksi dengan kedalaman
3 – 4 cm, dimana setiap lubang tanam yang telah dibuat cukup
ditanami satu umbi kemudian tanah disekitar umbi dipadatkan.
Ukuran lubang tanam adalah 20 x 20 x 20 cm.
3) Media persemaian yang umum digunakan adalah tanah dan
sekam (3 : 1), pupuk kandang dan tanah (1 : 1) atau pupuk
kandang, pasir dan tanah (1 : 1 : 1) selama 2 – 3 bulan.
4) Tanaman tumbuh optimal bila dikondisikan ternaungi dengan
intensitas cahaya matahari sekitar 60%.
Akan tetapi, pembibitan dengan stek batang biasanya kurang
memuaskan, karena sambung nyawa cenderung kerdil dan kurus,
pertumbuhan daun terhambat dan jumlahnya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan tanaman hasil perbanyakan tunas dari umbi.
2. Persiapan lahan
a. Sambung nyawa idealnya ditanam pada lahan yang gembur dan
subur, banyak mengandung bahan organik (humus) dan memiliki
kondisi pH 6 – 7.
b. Jenis tanah yang baik untuk budidaya sambung nyawa adalah tanah
regosol dan andosol.
c. Sambung nyawa memerlukan intensitas sinar matahari yang cukup
dan sirkulasi serta drainase yang baik. Hindarkan dari genangan
air ataupun tanah yang terlalu kering, karena akan menyebabkan
ganggungan pada proses metabolisme (fisiologis) dan pertumbuhan
tanaman.
d. Persiapan lahan yang akan digunakan sebagai lahan produksi sambung
nyawa dilakukan melalui pengolahan tanah dengan kedalaman 30 –
40 cm.
e. Mula-mula tanah dicangkul hingga gembur. Lahan yang telah
dicangkul dibersihkan dari kayu-kayu atau pengganggu lainnya,
kemudian dibiarkan selama 7 – 10 hari.
f. Lahan yang akan ditanami dapat disiapkan dengan membuat
bedengan-bedengan selebar 1 – 2 m dan tinggi 30 – 40 cm serta
panjang yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan.
118
3. Penanaman
a. Penanaman bibit sambung nyawa yang paling sesuai adalah pada saat
akhir musim hujan, terutama di daerah yang memiliki kelembaban
tinggi dan air tanah cukup memadai.
b. Bibit yang ditanam adalah yang memiliki pertumbuhan baik dari
tempat persemaian, yaitu setelah berumur sekitar satu bulan.
c. Penanaman juga perlu memperhatikan waktu, yaitu pada pagi atau
sore hari.
d. Pada saat penanaman, bibit sambung nyawa dibenamkan kira-kira
sampai batas helai daun yang paling bawah atau dengan kedalaman
tanam sekitar 6 – 8 cm, lalu ditutup dengan tanah sebelah kanan dan
kiri lubang tanam.
e. Sambung nyawa yang ditanam terlalu dalam akan mengalami
pertumbuhan lambat dan hasil yang rendah. Namun, bila ditanam
terlalu dangkal akan berpengaruh pada batang yang mudah roboh.
4. Pemeliharaan tanaman
a. Penyiraman
1) Tanaman sambung nyawa yang kekurangan air penampilan
daunnya kecil-kecil dan tebal, sedangkan tanaman yang cukup
air akan memiliki helaian daun lebar dan panjang.
2) Penyiraman dalam jumlah cukup harus dilakukan secara rutin.
Akan tetapi, hindari genangan air yang cukup lama disekitar
tanaman karena tanaman sambung nyawa tidak tahan terhadap
genangan air.
3) Pada awal pertumbuhan pengairan dilakukan 1 – 2 kali sehari atau
disesuaikan dengan musim dan kelembaban tanah, sebaiknya
dilakukan pagi atau sore hari dengan menggunakan gembor.
b. Pemupukan
1) Pemupukan yang tepat akan meningkatkan jumlah daun, cabang
dan bobot umbi.
2) Pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk kandang atau
pupuk kompos dengan dosis 0,3 – 0,5 kg/lubang tanam atau
setara dengan 12 – 15 ton/Ha.
3) Pupuk diberikan 3 – 7 hari sebelum penanaman, diaduk dengan
tanah di dalam lubang tanam.
4) Pemupukan selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan
pupuk daun, terutama bila tanaman tampak kekurangan unsur
hara. Dosis dan waktu pemberian pupuk daun disesuaikan
dengan rekomendasi jenis pupuk yang digunakan.
119
5) Selain menggunakan pupuk, untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman sambung nyawa juga perlu diberikan zat pengatur
tumbuh (ZPT), yaitu pupuk organik cair (POC).
6) Dosis yang digunakan adalah 2 cc/liter. Untuk 1 hektar lahan
diperlukan 8 – 10 liter. Pengaplikasiannya, yaitu dengan cara
disemprot atau disiram ke tanaman. ZPT POC dapat diberikan
ketika sudah tumbuh tiga daun (2 minggu setelah tanam) dan
selanjutnya dilakukan setiap 2 minggu sekali.
c. Penyulaman
1) Penyulaman terhadap tanaman sambung nyawa yang mati atau
tidak baik pertumbuhannya (abnormal) dapat dilakukan 7 – 10
hari setelah penanaman.
2) Penyulaman dilakukan dengan tanaman yang memiliki
pertumbuhan baik dan seragam.
3) Penyulaman diusahakan agar tidak terlambat karena akan
berpengaruh pada keseragaman panen dan kemudahan dalam
perawatan.
d. Penyiangan
1) Penyiangan atau pemberantasan rumput dan gulma harus
dilakukan secara rutin, yaitu dengan memberantas rumput-
rumput dan tanaman pengganggu.
2) Tujuan penyiangan adalah menghindari terjadinya persaingan
zat-zat makanan antara tanaman pokok dan gulma. Penyiangan
juga bermanfaat untuk meningkatkan intensitas sinar matahari
yang masuk.
3) Proses penyiangan dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan
menggunakan tangan.
e. Pengendalian hama penyakit
Hama yang sering ditemukan menyerang tanaman sambung nyawa
adalah Nyctemera colera, Psylliodes sp., Plococcus sp., Sylepta
chinensis, Ularchis miliaris dan Acrida turhita. Untuk mengurangi
serangan hama tersebut dapat dilakukan pemangkasan daun-daun
yang rusak, berlubang-lubang dan daun yang menyentuh tanah
serta pemulsaan areal penanaman dengan daun orok-orok kebo dan
daun lamtoro. Pemberantasan hama dan penyakit sebaiknya tidak
menggunakan pestisida sebab racun atau residu pestisida dapat
menempel atau tertinggal pada bagian tanaman.
120
5. Panen
Kegiatan panen untuk tanaman sambung nyawa terdiri dari :
a. Panen daun
1) Panen daun pertama dilakukan setelah tanaman berumur sekitar
1 – 2 bulan setelah tanam. Selanjutnya panen dapat dilakukan
secara rutin setiap satu bulan.
2) Panen dilakukan dengan cara memetik atau memangkas daun
tua, sebanyak 4 – 6 helai kearah pucuk, yaitu daun yang berwarna
hijau tua mengkilap. Pada batang bekas pangkasan akan tumbuh
tunas baru yang dapat dipanen kembali secara bertahap.
3) Setelah dipanen, tanaman dipupuk kembali.
b. Panen umbi
1) Panen umbi dilakukan pada tanaman yang telah berumur 4 –
5 bulan setelah tanam, yaitu setelah tanaman berbunga untuk
yang kedua kalinya.
2) Pemanenan dapat dilakukan dengan mencabut atau membongkar
tanaman dengan menggunakan cangkul secara hati-hati agar
tidak melukai umbi. Untuk mempermudah pemanenan sebaiknya
tanah bedengan disiram terlebih dahulu agar gembur.
6. Pascapanen
Kegiatan pascapanen untuk tanaman sambung nyawa terdiri dari :
a. Pascapanen daun
1) Sortasi basah
a) Pilih daun yang kenampakan baik ( tidak rusak atau cacat)
b) Buang bahan lain yang tidak berguna (gulma) serta kotoran
lainnya agar tidak tercampur
2) Pencucian
a) Cuci dengan menggunakan air bersih dan mengalir agar sisa
kotoran yang masih menempel mudah dibersihkan.
b) Lalu tiriskan pada wadah yang berongga agar airnya
terbuang.
3) Pengeringan
a) Keringkan dengan menjemur di bawah sinar matahari
selama sekitar 3 hari hingga diperoleh produk daun kering
atau menggunakan oven dengan suhu dinaikkan perlahan
hingga 50 – 60 oC sampai kadar air daun antara 10 – 12 %.
b) Selama pengeringan, daun perlu dibolak-balik agar diperoleh
hasil daun yang kering merata.
121
c) Penjemuran dapat dilakukan dengan menghamparkan daun
pada wadah yang terbuat dari anyaman bambu, agar tidak
lembab dan mengandung uap air.
4) Sortasi kering
a) Pilih daun yang telah kering dan tidak busuk
b) Buang bahan pengganggu lainnya agar tidak terbawa dalam
kemasan
5) Pengemasan dan penyimpanan
a) Simplisia daun sambung nyawa dapat dikemas dalam karung
atau kantong plastik
b) Tempatkan pada tempat yang kering (suhu tidak melebihi 30
oC), tidak lembab, bersih, beraerasi baik dan terhindar dari
sinar matahari langsung.
c) Terakhir tempatkan simplisia tidak bersentuhan langsung
dengan lantai (seperti pada rak kayu) dan susun berdasarkan
konsep FIFO (first in first out).
b. Pascapanen umbi
1) Sortasi basah
Tunas dan akar pada umbi sambung nyawa dibersihkan dari
bahan lainnya dengan cara memotongnya menggunakan pisau,
gunting atau dipetik langsung dengan tangan.
2) Pencucian
a) Umbi dicuci dengan air mengalir dan dilakukan sebentar saja
untuk menghindari penurunan kualitas dan senyawa aktif
yang terkandung didalam umbi yang terlarut dalam air.
b) Kemudian, ditiriskan dalam wadah yang berongga agar sisa
air dapat dipisahkan dan diangin-anginkan.
3) Pengubahan bentuk
a) Umbi direndam dalam air hangat (suhu 55 – 60 oC) selama
5 – 10 menit.
b) Setelah perendaman, umbi ditiriskan agar airnya hilang,
kemudian diiris tipis-tipis melintang dengan ketebalan 4 –
5 mm menggunakan pisau stainless steel dan dialasi atau
menggunakan mesin pemotong.
4) Pengeringan
a) Umbi yang telah dirajang, dijemur dibawah sinar matahari
selama 3 hari atau dikeringkan menggunakan oven hingga
kadar air mencapai 9 – 10 %.
122
b) Selama pengeringan harus dibolak-balik setiap 4 jam sekali
dan irisan tidak boleh saling menumpuk agar pengeringan
merata.
c) Sebaiknya simplisia dihindarkan dari air, udara yang lembab
dan bahan lain yang bisa mengkontaminasi.
5) Pengemasan dan penyimpanan
a) Simplisia umbi dapat dikemas dalam karung atau plastic
b) Simpan di tempat yang kering, tidak lembab, bersih,
beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung.
c) Penempatannya tidak boleh bersentuhan langsung dengan
lantai (misalnya pada rak kayu).
d) Disusun berdasarkan konsep FIFO (first in first out).
123
Mentha piperita L.
(Menta)
Nama Daerah
Menta (Jawa Tengah)
Botani
Menta merupakan terna menahun dengan tinggi mencapai 40 cm, membentuk
stolon. Akar tunggang berwarna putih. Batang lunak, bersegi, beruas-ruas ,
bercabang, berwarna putih atau hijau. Daun tunggal, bulat telur, ujung runcing,
pangkal tumpul, tepi bergerigi, bertangkai dan berwarna hijau. Pembungaan
berupa bunga majemuk berkarang dengan mahkota bunga terbelah empat
berwarna ungu. Buah buni, kecil, bulat telut, halus, warna coklat tua. Tanaman
ini berasal dari Eropa dan di Indonesia masih dibudidayakan secara terbatas.
Kadang ditemukan tumbuh liar di Jawa Tengah dan dibudidayakan di Kebun
Koleksi Tawangmangu dan di Kebun Manoko.
Menta ditanam di daerah bersuhu sedang hingga dingin karena tanaman ini
membutuhkan lama penyinaran panjang dan suhu siang yang tinggi dan suhu
malam yang rendah untuk dapat membentuk komponen senyawa tanaman.
Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 400 hingga 700 m dpl dengan
curah hujan diatas 1000 mm/tahun. Menta dapat tumbuh pada berbagai
jenis tanah, namun tanaman ini tumbuh dengan baik pada tanah yang subur,
gembur, drainase baik dengan kelembaban terjaga, PH antara 5,5 hingga 7,0.
124
Budidaya
Untuk membudidayakan menta maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembibitan
a. Menta diperbanyak dengan geragih (stolon) atau stek batang.
b. Geragih sebaiknya langsung ditanam karena cepat layu dan mati.
c. Perbanyakan menggunakan stek batang:
1) Batang dipotong sepanjang 10 cm atau minimal memiliki 4 mata
tunas.
2) Stek batang ditanam dalam polybag berisi media berupa
campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1
3) Stek ditanam dengan posisi tegak sedalam 2-3 cm, kemudian
ditutup dengan sungkup plastik selama 1 minggu untuk menjaga
kelembaban dengan lebar 1 m dan tinggi 0,5 m, panjang sesuai
kebutuhan.
4) Tempat pembibitan diberi naungan yang dibuat menghadap ke
timur dengan tinggi 180 cm dan di sebelah barat 150 cm.
5) Penyiraman dilakukan setiap pagi hari atau menyesuaikan kondisi
lingkungan.
6) Bibit siap tanam setelah berumur 1 bulan (15-20cm).
2. Persiapan lahan
Penyiapan lahan dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pembibitan.
Tahapan persiapan lahan meliputi:
a. Tanah dibersihkan dari gulma, batuan dan sisa pertanaman kemudian
dicangkul sedalam 30 cm agar perakaran dapat tumbuh dengan baik
dan stolon dapat tumbuh menyebar di sekitar perakaran.
b. Kemudian lahan dibiarkan selama 2 minggu.
c. Setelah 2 minggu, tanah dibersihkan dari sisa gulma, digemburkan
dan dibuat bedengan/guludan setinggi 20-30 cm, lebar 1-1,5 m dan
panjang menyesuaikan kondisi lahan. Jarak antar bedengan 30-40
cm.
d. Setelah pembuatan bedengan selesai, tanah diberi pupuk kandang
5-10 kg/bedengan dengan cara dibenamkan dan diaduk merata.
e. Pembuatan lubang tanam dilakukan setelah tanah diberi pupuk
kandang.
f. Lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 20-60 cm antar baris dan
20-40 cm dalam baris.
125
3. Penanaman
a. Bibit setinggi 15-20 cm ditanam dalam lubang tanam, dalam posisi
tegak dan sedikit ditekan pada bagian pangkal batang.
b. Penanaman dilakukan pada pagi hari dan dilanjutkan dengan
penyiraman hingga guludan benar-benar basah.
c. Tanaman yang tidak sehat atau mati segera diganti dengan melakukan
penyulaman.
d. Bibit yang telah ditanam diberi naungan agar terhindar dari panas
matahari.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman menta meliputi:
a. Pengairan
Pengairan menta dapat dilakukan dengan cara penggenangan atau
menggunakan sprinkler.
Pengairan dengan cara penggenangan dilakukan dengan menggenangi
lahan antar bedengan selama beberapa saat hingga tanah bedengan
basah, kemudian sisa air pada lahan antar bedengan dibuang untuk
menghindari adanya genangan.
Pengairan dilakukan sesuai kondisi lahan untuk menjaga kelembaban
tanah.
b. Pemupukan
Pada pertanaman menta secara organik, pemupukan dilakukan dengan
menggunakan pupuk kandang 1 minggu sebelum tanam dengan dosis
15-30 kg/ha dan dapat dilanjutkan dengan penyemprotan pupuk
organik cair secara berkala.
Sedangkan pertanaman menta secara anorganik, pemupukan
dilakukan dengan menggunakan Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis
masing-masing 150 kg/ha.
Cara pemupukan anorganik adalah sebagai berikut:
1) Umur 2-3 minggu setelah tanam: 75 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36
dan KCl
2) Umur 1-2 bulan setelah tanam: 75 kg/ha Urea
3) Pemupukan ini diulangi kembali setelah panen dengan dosis
yang sama.
Penentuan dosis perlu memperhatikan tingkat kesuburan tanah,
umur tanaman dan kondisi iklim.
126
c. Penyiangan
1) Penyiangan dilakukan 1 minggu sekali dan lebih intensif
menjelang panen.
2) Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan gulma dan
menggemburkan tanah di sekitar perakaran tanaman.
3) Selain menjadi pesaing penyerapan hara dan sebagai tanaman
inang penyebab penyakit bagi menta, gulma juga mengganggu
pertumbuhan stolon menta.
4) Gulma yang terbawa saat panen, akan mempengaruhi mutu dan
kualitas produksi.
d. Pengendalian hama dan penyakit
Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat
dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara rutin, sehingga pada
serangan awal sudah bisa dilakukan pengendalian.
Hama tanaman menta:
1) Tungau merah (Tetranychus sp.)
2) Serangga yang disebut juga spider mites atau red spider mites
menyerang dengan menghisap cairan tanaman. Serangan ditandai
dengan timbulnya bercak-bercak yang awalnya berwarna putih
kekuningan dan lama-kelamaan berubah seperti karat. Bercak
ini meluas pada seluruh permukaan daun seiring meluasnya
serangan. Tanda serangan dapat dilihat dari bentuk daun menjadi
berlekuk-lekuk tidak teratur akhirnya merontok. Populasi tungau
berkembang dan tumbuh cepat pada M. Piperita.
3) Rayap tanah
4) Populasi rayap tanah dalam jumlah sangat tinggi menyerang
perakaran menta sehingga tanaman kering dan mati.
5) Hama sekunder berupa ulat pemakan daun, ulat penggulung
daun (Sylepta sp.), kutu putih (Planococcus sp.) dan belalang.
Cara pengendalian meliputi:
1) Kultur teknis
a) Pengaturan pola tanam, tata tanam dan jarak tanam
b) Penanaman serempak
c) Penggunaan tanaman perangkap (Angelica acutibola dan
Ricinus communis) untuk mencegah tungau merah.
d) Pemangkasan/pemetikan daun terserang
e) Pemupukan yang tepat.
127
2) Biologis
a) Penggunaan musuh alami
b) Penggunaan agensia hayati
c) Penggunaan pestisida nabati
3) Kimiawi
a) Pengendalian kimiawi dilakukan jika pengamatan rutin
menunjukkan bahwa populasi tungau merah mengalami
peningkatan pesat.
b) Pengendalian dengan menggunakan pestisida harus
berdasarkan 6 tepat (tepat sasaran, tepat mutu, tepat
jenis, tepat waktu, tepat dosis/konsentrasi dan tepat cara
penggunaan).
Penyakit tanaman menta:
1) Karat mint (Puccinia menthae)
Gejala berupa munculnya bintik melepuh berwarna kuning
terang pada tunas muda yang kemudian tumbuh menjadi bintik
merah kecoklatan yang dikelilingi lingkaran kuning. Daun yang
terinfeksi jatuh dan terjadi kerontokan parah pada tanaman.
Pengendalian dapat dilakukan dengan membajak tanah bekas
pertanaman mint untuk mengubur spora jamur penyebab
penyakit.
2) Layu (Verticillium dahliae)
Gejala awal penyakit ini adalah daun bagian atas (pucuk)
tumbuh seperti terpelintir dan keriting. Tanaman yang terinfeksi
menjadi kerdil dan warna daun menjadi kuning atau merah
tembaga. Kematian diawali daun terendah dan diikuti bagian
tanaman diatasnya. Pada saat pembungaan atau terjadi tekanan
pertumbuhan, menta dapat mati lebih cepat tanpa terdeteksi
terlebih dahulu.
Pengendalian dilakukan dengan melakukan rotasi tanaman
dengan tanaman yang tidak rentan penyakit tersebut, segera
mencabut dan membakar tanaman yang terinfeksi sebelum
menular ke tanaman lain, dan menggunakan bibit tanaman yang
sehat.
3) Antraknosa mint (Sphaceloma menthae)
Gejala diawali dengan adanya bintik cekung kecil berwarna
coklat pada daun bagian bawah, batang dan stolon. Bintik
tersebut kemudian membesar membentuk luka oval dengan
pusat berwarna abu cerah dan warna coklat kemerahan pada
128
bagian pinggir. Luka oval dalam jumlah banyak akan menyatu
dan menyebabkan kerontokan atau bahkan membentuk kanker
besar yang membelah batang. Kelembaban dan curah hujan
yang tinggi memperburuk infeksi antraknosa.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pengolahan tanah yang
baik.
4) Busuk batang (Phoma strasseri)
Penyakit ini sering muncul di musim hujan. Gejala meliputi
adanya kanker hitam atau coklat gelap pada batang atau akar,
biasanya terdapat pada sambungan cabang lateral. Penyakit ini
melingkari batang hingga bagian tanaman diatas bagian yang
terinfeksi layu dan mati.
5) Busuk daun, batang dan akar (Rhizoctonia solani)
Gejala berupa munculnya warna coklat atau hitam secara cepat
pada bagian yang busuk. Tanaman layu secara tiba-tiba.
Pengendalian dilakukan dengan membuang tanaman terinfeksi
dan melakukan pendangiran pada tanah bekas tanaman yang
sakit.
6) Powdey mildew (Erysiphe cichoracearum)
Gejala penyakit ini adalah munculnya tepung jamur warna putih
abu tumbuh pada permukaan daun hingga kemudian daun
menguning dan rontok.
Cara pengendalian dengan menimbun tanaman yang terinfeksi
penyakit tersebut agar tidak menular.
Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena daun
tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama cukup tinggi
maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan pestisida nabati
atau dengan menggunakan agensia hayati seperti Trichoderma,
Gliocladium, bakteri Pseudomonas fluorescens, Bacillus substilis dan
musuh alami.
5. Panen
a. Sebelum pemanenan, dilakukan penyiangan gulma untuk menjaga
kualitas produksi menta.
b. Menta dipanen dengan cara memotong bagian tanaman dengan
sabit atau gunting stek + 20 cm dari permukaan tanah.
c. Panen pertama dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 3-4
bulan setelah tanaman mencapai puncak pertumbuhan vegetatif.
129
d. Panen dilakukan pada pagi hari pukul (08.00-10.00) saat udara cerah,
agar tidak ada embun yang menempel pada daun yang menyebabkan
daun cepat busuk yang akan mempengaruhi aroma minyak.
e. Pemanenan dilakukan 3-4 kali setahun.
f. Hasil panen tidak boleh disimpan lebih dari 1 minggu karena akan
mempengaruhi kadar minyaknya.
6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Bagian tanaman menta yang digunakan adalah semua bagian tanaman
di atas tanah (herba). Sortasi basah dilakukan dengan memisahkan
menta dengan kotoran, bahan asing lainnya serta gulma dan tanah
yang terbawa. Selain itu juga dilakukan pemisahan bagian-bagian
tanaman yang rusak atau tidak terpakai.
b. Pencucian
1) Setelah melalui proses sortasi basah, dilakukan pencucian
dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat.
2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau diangin-
anginkan.
c. Pengeringan
1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian,
dikeringkan di tempat yang beraerasi baik (dikering-anginkan)
selama 3-4 hari tergantung kondisi cuaca.
2) Selama dikering-anginkan bahan dibolak-balik.
3) Untuk bahan penyulingan, pengering-anginan dilakukan hingga
kadar air mencapai sekitar 30-35% atau penyusutan bahan
mencapai kira-kira 1/3 dari berat semula.
4) Untuk simplisia, pengering-anginan dilakukan hingga kadar air
mencapai maksimal 12%.
5) Pengeringan menggunakan sinar matahari langsung harus
dihindari karena menyebabkan penguapan minyak dan terjadi
reaksi polimerisasi.
d. Sortasi kering
Setelah pengeringan selesai, dilakukan sortasi kering dengan
memisahkan benda asing seperti kotoran-kotoran yang masih
tertinggal dan bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan sebelum
kemudian dikemas dan disimpan atau digunakan untuk proses
selanjutnya.
130
e. Penyulingan
1) Alat yang digunakan untuk penyulingan dibuat dari bahan
alumunium atau stainless steel, tidak boleh menggunakan bahan
besi atau tembaga.
2) Cara penyulingan dilakukan dengan cara kukus selama 6 jam atau
cara uap langsung dengan boiler selama 4 jam.
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Minyak hasil penyulingan, disaring menggunakan kertas sablon
atau kertas saring.
2) Minyak yang telah jernih dikemas dalam botol berwarna gelap,
botol alumunium atau jerigen berjenis poly ethylene kemudian
ditutup rapat.
3) Pengisian minyak tidak boleh terlalu penuh.
4) Untuk pemilihan bahan pengemasan simplisia, menggunakan
wadah transparan dan tertutup rapat.
5) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
6) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
7) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.
131
Orthosiphon aristatus (Thunb.) B.B.S non Bth.
(Kumis Kucing)
Nama Daerah
Kumis kucing (Melayu), remujung (Jawa), remukjung, kumis kucing (Sunda),
sesalaseyan, soengot koceng (Madura).
Botani
Kumis kucing tumbuh di dataran rendah sampai sedang. Selain di Indonesia
ditemukan juga di Asia Tengah, Cina, Kepulauan Pasifik dan Australia.
Perawakan terna tegak, tinggi sampai dapat mencapai 2 m. Batang bersegi
empat dari pangkal, agak beralur, tidak berambut sampai berambut pendek.
Daun tunggal, letak bersilang-berhadapan, helaian daun berbentuk bulat telur,
bulat memanjang-lanset, oval atau belah ketupat, pangkal meruncing, runcing
sampai tumpul, petulangan daun menyirip, tulang daun berambut, di seluruh
permukaan daun berbitik-bitik kelenjar, panjang tangkai 3 cm. Perbungaan
berupa bunga majemuk tandan, di ujung batang atau cabang, panjang 7-29 cm,
tertutup rambut berwarna ungu, saat kering berwarna putih, tangkai bunga
berambut halus dan jarang, panjang 1-6 mm. Kelopak bunga berbintik kelenjar,
alur dan pangkal daun kelopak berambut halus jarang, bagian ujung tidak
berambut, saat bunga mekar panjang kelopak 4-7,5 mm, saat tua mencapai 12
mm, Mahkota bunga berbibir 2, daun mahkota berwarna ungu pucat sampai
putih, panjang 13-27 mm, tabung mahkota 10-18 mm, bibir 4,5-10 mm, toreh
mahkota bunga membulat sampai tumpul, putih atau ungu terang. Benang
132
sari lebih panjang dari tabung mahkota bunga, melebihi bibir mahkota bagian
atas. Buah berwarna coklat gelap, panjang 1,75-2 mm.
Budidaya
Untuk membudidayakan kumis kucing diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembibitan
a. Perbanyakan tanaman kumis kucing dapat dilakukan dengan stek
batang atau stek cabang.
b. Untuk mendapatkan bibit yang baik, ambil bahan stek dari tanaman
yang sehat, memiliki pertumbuhan yang optimal dan dari jenis atau
varietas yang jelas.
c. Bahan stek diambil dari pucuk batang atau cabang atau dari cabang
atau batang yang tidak terlalu tua dan berdiameter antara 3-5 mm.
d. Panjang stek antara 15 sampai 20 cm.
e. Stek disemaikan terlebih dahulu untuk menjamin keseragaman
pertumbuhan di lahan.
f. Pesemaian stek dilakukan di tempat yang teduh dan lembab dengan
media semai berupa campuran tanah, pupuk kandang dan pasir
dengan perbandingan 1:1:1.
g. Pesemaian dilakukan sampai stek tumbuh dengan baik antara 6-8
minggu.
2. Persiapan lahan
a. Pola penanam kumis kucing dapat dilakukan secara monokultur atau
tumpangsari tergantung dari tujuannya, untuk budidaya monokultur
pengolahan lahan sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya
memberikan tempat tumbuh yang optimal.
b. Sebelum diolah, lahan dibersihkan terlebih dahulu dari gulma dan
sisa perakarannya, kemudian dicangkul secara merata sedalam 30 cm
dan diratakan.
c. Setelah lahan dicangkul dibuat lajur-lajur dan dibuat lubang tanam
dengan jarak 40 cm antar lubang dan 60 cm antar baris.
d. Dalam setiap lubang tanam diberi pupuk kandang sebanyak 1 kg dan
pupuk TSP sebanyak 5 gram.
3. Penanaman
a. Bibit yang telah disiapkan langsung ditanam dalam lubang tanam.
133
b. Setelah penanaman bibit harus dijaga kebutuhan airnya sampai
benar-benar tumbuh dengan baik di lahan.
c. Penanaman dengan menggunakan pola tumpang sari harus
menyesuaikan dengan tanaman pokoknya apakah itu semusim atau
menahun.
d. Jika ditanam di bawah tegakan (tanaman menahun), penanaman
dilakukan diantara tanaman pokok yang masih memungkinkan
memperoleh sinar matahari cukup.
4. Pemeliharaan
a. Pemeliharaan tanaman kumis kucing di lahan dimulai dari pemberian
pupuk susulan berupa NPK dengan dosis 3gr/tanaman diberikan pada
saat tanaman berumur 3 bulan di lahan.
b. Untuk menjaga kebutuhan air maka pengairan harus dilakukan secara
teratur terutama pada saat musim kemarau. Meskipun tanaman
kumis kucing termasuk tanaman yang tahan terhadap kekeringan
namun guna menjaga pertumbuhan vegetatifnya perlu dijaga
kebutuhan airnya.
c. Selain pengairan maka penyiangan dan pendangiran juga perlu
dilakukan secara intensif. Untuk menjaga tanaman dari serangan hama
penyakit harus dilakukan pengamatan secara intensif. Umumnya
jenis penyakit yang sering menyerang tanaman kumis kucing adalah
jamur upas (Upasia salmonicolor atau Corticum salmonicolor).
Untuk pengendalian penyakit ini perlu dilakukan dengan perbaikan
drainase, pemotongan tanaman yang sakit parah, rotasi tanaman dan
jika serangan sangat parah bisa dilakukan penyemprotan fungisida.
5. Panen
a. Waktu panen kumis kucing yang tepat sebaiknya dilakukan pada saat
tanaman memasuki fase vegetatif optium yaitu pada saat tanaman
akan membentuk calon bunga, dengan perhitungan waktu, berkisar
pada umur 6-8 minggu sejak penanaman.
b. Pemetikan atau pemanenan yang dilakukan lebih awal justru lebih
baik karena akan merangsang pertunasannya.
c. Pemanenan dilakukan secara manual dengan memetik cabang kumis
kucing sampai daun ke-8 dihitung dari pucuknya.
d. Keterlambatan panen dapat menyebabkan kumis kucing lebih cepat
berbunga dan jika sudah berbunga maka simplisia yang dihasilkan
akan menurun kualitasnya.
134
e. Pemanenan dapat dilakukan secara rutin setiap 2-3 minggu sampai
tanaman berumur 2-3 tahun dan selanjutnya perlu dilakukan
peremajaan.
6. Pascapanen
Pengelolaan pascapanen terutama proses pengeringan daun kumis kucing
memerlukan perlakuan sedikit berbeda. Hal ini disebabkan kandungan
fenol yang terdapat pada daun kumis kucing menyebabkan daun cepat
mengalami proses pencoklatan akibat reaksi oksidasi.
a. Sortasi basah
Pada tahap ini dipisahkan daun kumis kucing dari tangkainya. Selain
itu juga memisahkan daun dari kotoran (batu, kerikil, gulma) dan
pengotor lain yang tidak diinginkan. Selain itu juga memisahkan daun
yang bagus dengan daun yang busuk, rusak, atau berpenyakit.
b. Pencucian
Pembersihan daun dari kotoran yang melekat dilakukan dengan
mencuci daun menggunakan air mengalir hingga kotoran lepas dari
permukaan daun. Kotoran yang melekat pada bagian yang susah
dibersihkan, dihilangkan dengan cara penyemprotan air bertekanan
tinggi atau dengan disikat menggunakan sikat halus.
c. Penirisan
Penirisan bertujuan untuk menghilangkan air yang melekat pada
permukaan daun. Penirisan ini dilakukan dengan cara menghamparkan
daun di atas rak peniris yang bersih. Kemidian rak peniris diletakkan
di tempat yang teduh dengan aliran udara yang cukup.
d. Pengeringan
1) Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar
matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Pengeringan
menggunakan sinar matahari tidak dengan sinar matahari
langsung, tetapi dikering anginkan.
2) Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu 40oC-
50oC. Suhu pengering yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi
agar kandungan di dalam daun kumis kucing tidak rusak.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih
kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan
dengan tangan.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia
kering yang pasih terlewat pada sortasi awal.
135
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur
keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek
plastik.
2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia
meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah
bahan.
3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.
136
Murraya paniculata [L] Jack
(Kemuning)
Nama Daerah
Minangkabau: kamuniang; Jawa : kamuning; Bali : kuning; Nusa Tenggara:
kemuni (Bima), kemiuning (Sumba), sukik (Bread); Sulawesi: kamuning
(Manado), kamoni (Bare), kamuning (Napier), Palopo (Bugis); Maluku: eschi
(Wetar), fanasa (Aru), kamoni (Ambon)
Botani
Perawakan semak atau pohon rendah, bercabang banyak, tinggi dapat
mencapai 7 m. Batang keras, beralur, tidak berduri. Daun majemuk menyirip
ganjil dengan anak daun berjumlah 3-8, umumnya 4–7, letak daun berseling.
Helaian anak daun bertangkai, bentuk bulat telur sungsang (terbalik) atau
lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata atau agak beringgit, panjang 2-7
cm, lebar 1-3 cm, permukaan licin, mengkilap, warna hijau, bila diremas tidak
berbau. Perbungaan berupa bunga majemuk tandan, tersusun atas 1-8 bunga,
warna putih, harum, tumbuh dari ketiak daun atau ujung cabang batang.
137