The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen TO

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by B2P2TOOT Tawangmangu, 2020-09-03 23:11:46

Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen TO

Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen TO

Panjang kelopak bunga 2 – 2,5 mm. Panjang daun mahkota bunga 6–27 mm,
lebar 4–10 mm, berwarna putih, tangkai bunga 2–9 mm. Benang sari dengan
tangkai berbentuk garis, panjang 3,5 – 13 mm, tangkai putik 4–9 mm. Buah
tebal, berdaging, berbentuk telur atau lonjong, panjang 8-12 mm, masih muda
hijau setelah tua merah mengkilap, berisi 2 biji.

Budidaya
Untuk membudidayakan kemuning maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembibitan

a. Untuk penanaman biji disemaikan terlebih dahulu di tempat
persemaian atau dalam polibag dengan media tanam berupa
campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1.

b. Biji akan berkecambah dalam waktu 1-2 minggu dan siap dipindah ke
lahan setelah tumbuh 15-20 cm yaitu pada umur 2-3 bulan.

2. Pengolahan lahan
a. Tanah dicangkul kemudian tanah dicampur dengan pupuk
kandangatau pupupk kompos (1:1).
b. Campur sampai rata dan selanjutnya tanam bibit yang sudah siap
dalam media tanam.

3. Penanaman
a. Penanaman kemuning dilakukan pada awal musim penghujan,
dilahan yang subur dan gembur.
b. Untuk penanaman awal ke lubang tanam diberi pupuk kandang
sebanyak 5 kg/ lubang.

4. Pemupukan
a. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemberian pupuk susulan secara
berkala yaitu 6 bulan sekali menggunakan pupuk NPK dengan dosis
10 g/tanaman.
b. Panen kemuning sudah dapat dimulai setelah tanaman berumur 2-3
tahun, dan selanjutnya secara berkala setiap 6 bulan sekali.

5. Panen
a. Untuk memperoleh kandungan senyawa aktif yang optimal,
pemanenan daun kemuning sebaiknya dilakukan dengan cara
memetik daun-daun yang telah tua atau telah tumbuh optimal
namun belum mengalami senescen (mati fisiologis).

138

b. Hasil panen bisa ditampung dalam kantong plastik atau tempat lain.
Jika panen dilakukan terhadap pohon kemuning yang telah tumbuh
tinggi (lebih dari 3m), maka dibagian bawah diberi alas terpal dan
hasil pemetikan bisa langsung ditampung dibawahnya. Cara ini untuk
menghindarkan daun kontak langsung dengan tanah.

6. Pascapanen
a. Sortasi dan pencucian
1) Setelah bahan hasil panen dibawa ke tempat pengolahan maka
pertama kali yang harus dilakukan adalah sortasi.
2) Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan bahan asing, daun
yang telah kuning dan daun yang rusak akibat pemanenan.
3) Selanjutnya bahan dicuci dibawah air mengalir dari sumber air
yang bersih.
4) Pencucian dilakukan dengan berhati-hati agar daun tidak rusak.
5) Segera setelah pencucian selesai maka daun harus segera
ditiriskan di dalam wadah peniris atau rak peniris sampai bahan
kering dari air pencuci.
b. Pengeringan
1) Daun kemuning yang telah dicuci dan ditiriskan kemudian
dikeringkan dengan pengeringan alami dan mesin.
2) Pengeringan alami dilakukan di rak atau wadah pengering
langsung dibawah sinar matahari, sedangkan dengan mesin
pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven.
3) Untuk pengeringan dibawah sinar matahari perlu dilakukan
pembalikan secara teratur agar daun kering secara merata
dan juga tumpukan daun tidak terlalu tebal sehingga tidak
mengakibatkan pengeringan berjalan sempurna.
4) Jika tumpukan daun terlalu tebal juga dapat mengakibatkan
terjebaknya uap air di antara tumpukan daun yang memicu
proses enzimatis (browning) sehingga warna daun menjadi
coklat.
5) Pengeringan dihentikan setelah kadar air daun mencapai lebih
kurang 10% ditandai daun jika diremas langsung hancur dan
tangkai daun dapat dengan mudah dipatahkan.
c. Sortasi kering
1) Kegiatan sortasi kering sebenarnya bisa dilakukan sekaligus
ketika pengeringan tengah berlangsung.
2) Sortasi kering dimaksudkan untuk membuang bahan asing yang
mencemari atau daun yang rusak akibat pengeringan, misalnya
gosong atau busuk.

139

3) Namur sortasi kering dapat juga dilakukan setelah bahan selesai
dikeringkan dan biasanya akan memberikan hasil lebih bersih.

4) Bahan pencemar yang biasanya terikut selama proses
pengeringan seperti debu, kerikil, tali plastik, dan rambut harus
dibuang.

d. Pengemasan dan penyimpanan
1) Bahan yang telah selesai dikeringkan harus segera dikemas dalam
wadah yang kedap air, bersih dan kuat.
2) Bahan pengemas untuk simplisia tanaman obat juga harus
bersifat inert atau tidak bereaksi dengan simplisia, sebagai
contoh bahan yang baik terbuat dari kantong plastik yang tebal,
kertas semen tebal atau kertas yang berlapis aluminium foil.
3) Penyimpanan simplisia harus digudang yang bersih, beraerasi
baik, kelembaban rendah dan terhindar dari sinar matahari
langsung.

140

Piper retrofractum Vahl
(Cabe Jawa)

Nama Daerah
Sumatera: lada panjang, cabai jawa, cabai panjang (Melayu); Jawa cabean,
cabe alas, cabe areuy,cabe jawa, cabe sula (Jawa); Madura: cabhi jhamo, cabi
onggu, cabi salah (Madura); Sulawesi: cabia (Makassar)
Botani
Cabe jawa merupakan tanaman semak, merayap di tanah atau membelit di
batang pohon dengan panjang mencapai 10 meter. Daun tunggal, letaknya
tersebar, berbentuk bulat telur sampai lonjong dengan pangkal daun berbentuk
jantung atau membulat. Ujung daun runcing. Buah berbentuk bulat, lonjong
berwarna merah. Biji berukuran 2-2,5 mm.
Tumbuh di Bali, Jawa, Sumatera dan Maluku pada ketinggian 0-600 m dpl,
terutama banyak ditemukan di daerah pantai, hutan sekunder, lereng bukit,
menempel pada tiang atau batang pohon. Tumbuh baik pada daerah tanah
sedikit berpasir dengan kandungan bahan organik yang banyak. Cabe jawa
dapat hidup di daerah naungan maupun daerah dengan intensitas cahaya
tinggi.

141

Terdapat beberapa varitas seperti varitas Madura, Ponorogo dan Wonogiri.
Sentra produksi banyak tersebar di beberapa daerah. Salah satunya di pesisir
barat Sumatera.

Budidaya
Untuk membudidayakan cabe jawa diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembibitan

a. Diperbanyak dengan stek batang atau stek sulur panjat, sulur tanah
atau sulur cacing dan sulur buah.

b. Panjang stek 30-40 cm dengan jumlah tunas 3-4.
c. Stek dicelup dalam larutan auksin atau auksin ditambah gula selama

4 jam atau larutan air kelapa 25% selama 12 jam untuk memacu
pertumbuhan akar.
d. Media penyemai menggunakan campuran tanah (3) : pasir (1) : pupuk
kandang (1), tergantung jenis tanahnya.

2. Persiapan lahan
a. Lahan berprosentase kandungan tanah liat agak tinggi dicampur
pupuk kandang dengan perbandingan 7:3.
b. Lahan digemburkan denga cara dicangkul.
c. Dibuat parit pemisah untuk menjaga drainase.
d. Tiang panjat ditata dengan jarak 1,5-2 m.
e. Dibuat lubang tanam dengan ukuran 50x50x50 cm, berjarak 20-30 cm
dari tiang panjat. Setiap tiang panjat dapat dibuat 1-3 lubang tanam

3. Penanaman
a. Waktu tanam dipilih pada awal musim penghujan agar suplai air
cukup.
b. Bibit cabe jawa ditanam sebanyak lubang tanam yang telah disiapkan
pada setiap tiang panjat.
c. Cabe jawa dapat ditanam secara monokultur ataupun polikultur.
Polikultur dapat dengan jagung atau padi.
d. Penanaman cabe jawa di perkebunan dapat dilakukan dengan jarak
antar baris sejauh 2-3 m

4. Pemeliharaan
a. Pemeliharaan tanaman meliputi pembentukan tajuk, pembuangan
sulur, penyiangan, pemulsaan dan pemupukan

142

b. Pemupukan: 25-40 g Urea, 10-25 g SP-36 dan 10-25 g KCl per tanaman
per tahun.

c. Penyakit yang sering muncul pada tanaman cabe jawa lebih banyak
disebabkan oleh cendawan dan kutu daun.

5. Panen
a. Panen dilakukan dengan cara memetik buah masak (kekuningan-
merah)
b. Pemanenan dilakukan secara bertahap karena pematangan buah
tidak bersamaan.

6. Pascapanen
a. Buah cabe jawa setelah dipanen dilakukan sortasi basah untuk
menghilangkan benda-benda asing.
b. Setelah disortasi, buah cabe jawa segera diangin-anginkan di atas
tikar atau kerai bambu (tampah) untuk mencegah tumbuhnya jamur.
c. Sebelum dikeringkan, rendam cabe jawa dalam air mendidih selama
10 menit (blanching) untuk menghentikan proses pematangan lebih
lanjut.
d. Setelah direndam selama 10 menit kemudian ditiriskan, yang
selanjutnya untuk dilakukan proses pengeringan.
e. Pengeringan dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari
Cabe jawa akan kering dalam waktu 5-7 hari pada cuaca cerah atau
dengan oven pada suhu 40-500C. Proses pengeringan dengan oven
selama 1-2 hari. Kadar air setelah proses pengeringan antara 10-12%.
f. Simplisia yang telah cukup kering dikemas dalam kantong plastik dan
disimpan
g. Setelah kering, cabe dikemas dimasukkan dalam karung atau kantong
plastik.

143

Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.
(Iler)

Nama Daerah
Sumatera: si gresing (Batak), adang-adang (Palembang), miana, pilado
(Minangkabau); Jawa: jawer kotok (Sunda), iler, kentangan (Jawa), Madura:
dhin-kamandhinan (Madura); Sulawesi: rangon, serewung (Minahasa), ati-ati,
panci-panci, saru-saru (Bugis).
Botani
Iler merupakan tumbuhan berbatang lunak tidak berkayu, bersegi empat dan
tinggi mencapai 1 meter. Tumbuhan ini mempunyai ratusan varietas yang
dicirikan pada variasi bentuk daun, warna daun, habitus dan karakteristik
perbungaan. Warna daun hibrid iler sangat bervariasi antara lain hijau, hijau
muda, merah, ungu, merah muda, kuning maupun campuran dari berbagai
warna tersebut. Iler lebih sering ditanam sebagai tanaman hias, tumbuh
di pekarangan, maupun di area persawahan. Tanaman ini dapat tumbuh di
dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian mencapai 1.300 m.
Budidaya
Untuk membudidayakan iler maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pembibitan

Iler dikembangbiakkan secara vegetatif menggunakan stek batang yang
akan berakar dengan mudah.

144

a. Panjang stek 15-20 cm diambil dari ujung batang muda.
b. Pesemaian dilakukan menggunakan polibag kecil yang telah diisi

dengan media semai berupa campuran tanah, pasir dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1:1. Pesemaian dilakukan di tempat
yang teduh.
c. Setelah tumbuh tunas diketiak daun maka bibit siap dipindah ke lahan
penanaman.

2. Persiapan lahan
a. Lahan untuk penanaman iler dipilih yang tidak ternaungi atau di
tempat terbuka dengan sinar matahari yang cukup sepanjang hari.
b. Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa perakaran kemudian dicangkul
sedalam ± 30 cm sambil digemburkan dan dibuat guludan.
c. Buat lubang tanam dalam guludan dengan ukuran diameter 15 cm
dengan kedalaman 30 cm.

3. Penanaman
a. Lubang tanaman diberi pupuk kandang sebanyak 0,5 kg.
b. Bibit iler dimasukkan ke dalam lubang tanam dan ditimbun dengan
tanah dengan sedikit ditekan-tekan serta dengan jarak tanam 30 x 30
cm.

4. Pemeliharaan
a. Setelah bibit tertanam dilakukan penyiraman untuk menjaga
kelembaban tanah dengan cara kocoran atau sistem genangan.
b. Pemupukan susulan menggunakan pupuk NPK dengan sebanyak 5-10
g/tanaman yang diberikan setiap bulan sekali.
c. Lakukan penyiangan terhadap gulma atau tanaman pengganggu
lainnya untuk mengurangi persaingan dalam memperoleh hara tanah.
d. Pengamatan secara intensif dilakukan untuk mengendalikan serangan
awal hama penyakit.

5. Panen
a. Iler dapat dipanen setelah berumur 4-6 bulan menjelang berbunga.
b. Panen dilakukan dengan memotong batang atau cabang sepanjang
yang memiliki daun 8-10 daun dihitung dari daun bagian pucuk.
c. Batang dipotong-potong dengan ukuran panjang 5-10 cm.
d. Bahan dikumpulkan dalam wadah untuk dibawa ke tempat
pengelolaan pascapanen.

145

6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Bahan yang masih segar dipisahkan dari bahan pencemar lain berupa
tanah, kotoran, daun yang busuk, atau tanaman lain yang terikut dari
proses panen secara cermat.

b. Pencucian
1) Pencucian bahan dilakukan dalam bak pencuci atau dalam
keranjang pencuci di bawah air mengalir yang berasal dari
sumber air yang bersih
2) Lalukan proses pencucian secara hati-hati agar daun atau
bahan tidak rusak karena kerusakan bahan akan memicu proses
pembusukan
3) Pencucian dilakukan secara bertingkat sampai air pencuci jernih.
4) Setelah bahan dicuci kemudian ditiriskan dalam rak peniris
sampai air bekas pencucuian hilang. Penirisan sebaiknya
dilakukan di tempat yang teduh dengan aerasi yang baik.

c. Pengubahan bentuk
Pengubahan bentuk dilakukan dengan perajangan atau pemotongan
dengan ukuran panjang ±5 cm menggunakan pisau stainless steel.

d. Pengeringan
1) Pengeringan iler dapat dilakukan dengan menggunakan oven
pengering maupun secara alamiah di bawah sinar matahari.
2) Pengeringan menggunakan oven dilakukan dengan cara bahan
langsung dimasukkan dalam oven dengan suhu tidak lebih dari
500C.
3) Pengeringan dengan sinar matahari dapat dilakukan dalam rak
pengering atau di atas tambir.
4) Selama proses pengeringan bahan harus sering dibalik-balik agar
diperoleh dapat kering secara serentak.
5) Pengeringan dihentikan setelah bahan cukup kering dengan
kadar air tidak lebih 10%, secara fisik ditandai dengan mudah
dipatahkan batangnya, dan daunnya jika diremas langsung
hancur.

e. Sortasi kering
Selama proses pengeringan dapat dilakukan kegiatan sortasi
kering untuk memisahkan atau membuang pencemar baik organik
maupun an-organik yang terikut selama proses pengolahan maupun
pengeringan.

146

f. Pengemasan
1) Bahan yang telah kering harus segera dikemas jika tidak langsung
digunakan
2) Bahan pengemas harus terbuat dari bahan yang kedap air, kuat
dan bersih.
3) Setelah dikemas langsung ditutup rapat, diberi label dan disimpan
di tempat yang bersih, bersirkulasi udara baik dan terhindar dari
sinar matahari.

147

Sonchus arvensis (L).
(Tempuyung)

Nama Daerah
Jawa: Rayana, galibug (Sunda), tempuyung (Jawa)
Botani
Tempuyung merupakan terna semusim, tegak, tinggi dapat mencapai 1,5 m
dan mempunyai akar tunggang yang kuat. Tumbuhan ini hidup terutama
di daerah yang banyak curah hujannya, pada ketiggian 50 m-1.650 m dari
permukaan laut. Tumbuh di tempat terbuka atau sedikit terlindung pada tanah
bertebing, di pematang dan di pinggir saluran air.
Tempuyung mempunyai 2 keanekaragaman, yaitu berdaun kecil (Sunda,
Lampung) dengan daun berukuran panjang 30 cm, lebar 6 cm dan tanaman
yang berdaun besar (rayana) dengan tinggi batang sampai 2 m, daun berukuran
panjang 48 cm dan lebar 10 cm. Tempuyung banyak ditemukan si Sumatera,
Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua.
Budidaya
Untuk membudidayakan sambiloto maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:

148

1. Pembibitan
Tempuyung diperbanyak dengan biji. Biji tempuyung berukuran kecil dan
halus. Setiap gram berisis 2.500 biji. Benih tempuyung bersifat rekalsitran,
artinya daya kecambahnya cepat menurun. Benih yang sudah disimpan
lebih dari 1 bulan tidak direkomendasikan untuk digunakan.
a. Benih disemai dalam bedeng pesemaian yang ditutup dengan plastik
dan dinaungi.
b. Diperlukan 100-200 g benih/Ha lahan, dengan luas pesemaian 10-
20m2.
c. Benih akan berkecambah dalam 5 hari.
d. Setelah berumur 1 minggu, bibit dipindahkan ke dalam polybag yang
telah diisi campuran tanah dan pupuk kandang.

2. Persiapan lahan
a. Lahan yang akan digunakan untuk menanam tempuyung diolah
dengan bedengan 20-30 cm.
b. Panjang bedengan disesuaikan dengan keadaan lahan, dan dipupuk
dengan pupuk organik.
c. Tanah hendaknya dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa
tanaman yang sukar lapuk.
d. Saluran drainase harus diperhatikan, terutama pada lahan yang datar
jangan sampai terjadi genangan (drainase kurang baik).
e. Pembuatan dan pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk
menghindari berkembangnya penyakit tanaman.

3. Penanaman
a. Tempuyung dapat dibudidayakan di lahan kering atau tanah tegalan
pada musim penghujan.
b. Pilih bibit yang baik, seragam dengan tinggi 10 cm, berdaun 4.
c. Tanamkan bibit tersebut ke dalam lubang-lubang yang tersedia
sedalam 5 cm.
d. Padatkan tanah sekitar pangkal bibit, dengan jarak tanam 30 x 40 cm.
e. Tanaman muda perlu dinaungi selama 1-2 minggu untuk mencegah
cekaman akibat tingginya intensitas cahaya matahari.

4. Pemeliharaan
a. Pengairan tempuyung dapat dilakukan dengan cara kocoran atau
sistem genangan.

149

b. Pemupukan dilakukan 3 minggu setelah ditanam dengan dosis per
Ha75 kg Urea, 100 kg SP36 dan 50 kg KCl.

c. Pemupukan berikutnya dilakukan 8 minggu setelah tanam dengan
dosis yang sama.

d. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan,
pemupukan dan pengendalian hama.

5. Panen
a. Panen pertama dilakukan pada usia 2,5-3 bulan.
b. Cara memanen daun tempuyung yaitu dengan memotong daun dan
batang sampai pangkalnya dengan menggunakan gunting atau pisau
tajam.
c. Tanaman tersebut akan segera tumbuh kembali dengan munculnya
tunas dan daun-daun baru.
d. Panen kedua dilakukan dua bulan setelah panen pertama, dan
seterusnya. Tanaman tersebut dapat dipanen 4-5 kali.
e. Potensi hasil dalam bentuk daun kering adalah 750-1200 kg daun
kering/Ha.
f. Penyakit yang sering menyerang tempuyung adalah jamur karat
(Puccina sp) dan busuk pangkal batang.

6. Pascapanen
a. Sortasi basah
1) Bagian tanaman tempuyung yang digunakan sebagai bahan jamu
adalah daun.
2) Tanaman tempuyung setelah di panen, dipisahkan dari bahan
organik asing (seperti rumput) dan bahan anorganik asing
(seperti tanah) yang terbawa saat panen.
3) Selanjutnya tanaman dipisahkan daun dan tangkainya. Daun
tempuyung kemudian dicuci.
b. Pencucian
1) Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang
bersih dan sehat.
2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau diangin-
anginkan.
c. Pengubahan bentuk
Tempuyung yang tumbuh di jawa adalah tempuyung berdaun kecil,
sehingga tidak diperlukan tindakan pengubahan bentuk ataupun
perajangan.

150

d. Pengeringan
1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian,
dikeringkan ditempat yang beraerasi baik, dan jangan di bawah
sinar matahari langsung.
2) Setelah bahan setengah kering maka dapat dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu tidak lebih dari 400C.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih
kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan
dengan tangan dan berbunyi nyaring.

e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan terhadap daun tempuyung pasca
pengeringan, untuk mencegah tercampurnya simplisia tempuyung
dengan simplisia lain yang tidak diinginkan. Organoleptis simplisia
tempuyung: warna coklat kehijauan, bau lemah, tidak berasa.

f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur
keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek
plastik.
2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering
(kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.
4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.

151

Stelechocarpus burahol (BI.) Hook.F. & Th.
(Kepel)

Nama Daerah
Jawa: Burahol, turalak (Sunda), kepel, kecindul, simpol, cindul (Jawa)
Botani
Kepel atau burahol (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f & Thomson)
termasuk salah satu jenis buah. Jenis ini merupakan salah satu famili
Annonacecae, merupakan flora asli dari Indonesia. Tumbuhan ini biasa
dijumpai di keraton-keraton yang ada di Pulau Jawa. Buah kepel digemari
puteri keraton karena dipercaya menyebabkan keringat beraroma wangi dan
membuat air seni tidak berbau tajam. Kepel merupakan tanaman identitas
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepel saat ini sudah sulit dijumpai dan
menjadi pohon langka. Jenis ini termasuk salah satu jenis yang masuk dalam
Daftar Tanaman Langka.

152

Pohon kepel tegak dengan tinggi mencapai 25 M. Daun berwana hijau gelap
berbentuk lanset (bulat telur), tidak berbulu dan merotal tipis dengan pangkal
daun panjangnya mencapai 1,5 cm. Tajuk atau kanopinya berbentuk kubah
meruncing (layaknya pohon cemara). Cabang-cabangnya mendatar, sementara
batangnya berwarna coklat cenderung hitam dengan diameter berkisar 40 cm.
Bunga muncul pada tonjolan-tonjolan batang adalah bunga yang berkelamin
tunggal, mula-mula berwarna hijau kemudian berubah menjadi keputih-
putihan. Bunga jantan terletak di batang sebelah atas dan di cabang cabang
yang lebih tua, berkumpul sebanyak 8-16 kuntum berdiameter 1 cm. Sementara
bunga betina hanya berada di pangkal batang, diameter mencapai 3 cm. Buah
bergerombol antara 1-13 buah. Panjang tangkai buaha mencapai 8 cm; buah
yang matang hampir bulat bentuknya, berwarna kecoklat-coklatan, diameter
5-6 cm, dan berisi sari buah yang dapat dimakan. Biji berbentuk menjorong,
berjumlah 4-6 butir, panjang sekitar 3 cm. Berat segar buah antara 62-105
g, dengan bagian yang dapat dimakan sebanyak 49% dan biji 27% dari berat
buah segar. Buah kepel dianggap matang jika digores kulit buahnya terlihat
berwarna kuning atau coklat muda.

Budidaya
Untuk membudidayakan kepel maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembibitan

a. Kepel umumnya diperbanyak dari biji yang diambil dari buah matang
dan disemaikan.

b. Penyetekan dan pencangkokan sudah pernah dicoba, tetapi tidak
berhasil.

c. Benih dibersihkan dengan cara dicuci dan dikeringkan di tempat
teduh.

d. Sebelum disemai benih disakarifikasi, tetapi perkecambahannya
masih memerlukan waktu beberapa bulan.

e. Lambat-laun persentase perkecambahannya menigkat.
f. Perkecambahan hipogeal, akar tunggangnya membengkak dan tidak

bercabang untuk beberapa waktu.
g. Mula-mula semai tumbuh lambat.
h. Pada saat semai berdaun 3-5 helai, dipindahtanamkan ke dalam pot.
i. Ketika tinggi mencapai 0,5-1,0 m bibit dipindahtanamkan ke

lahan dengan jarak tanam 6-8 meter. Fase pertumbuhan vegetatif
(vegetative phase, juvenile phase) berlangsung selama 6-9 tahun.

153

2. Persiapan lahan
a. Lahan yang akan digunakan untuk menanam kepel diolah dan
dilakukan pembuatan lubang-lubang tempat penanaman berukuran
50 x 50 x 50 cm.
b. Tanah lapisan atas hasil galian dicampur dengan pupuk kandang
selanjutnya dikembalikan ke tempat penanaman setelah tanaman
dipindahtanamkan.

3. Penanaman
a. Kepel dapat dibudidayakan di lahan kering atau tanah tegalan pada
musim penghujan.
b. Pilih bibit yang baik dan tinggi mencapai 0,5-1,0 m.
c. Tanamkan bibit tersebut ke dalam lubang-lubang yang tersedia
dengan jarak tanam 6-8 m.
d. Untuk memacu pertumbuhan vegetatif daun, tanaman kepel perlu
dipupuk dengan kompos 75 kg/Ha, yang diberikan setiap 9 bulan.

4. Pemeliharaan
a. Setelah satu tahun tumbuh, tanaman diberi pupuk kandang, dua
minggu sesudahnya diberi pupuk kimia, berupa campuran urea 400
g, dubbel superfosfat 150 g dan kalium sulfat 500 g. Pemupukan
dilakukan apda awal musim penghujan demikian seterusnya dilakukan
pemupukan setiap tahunnya. Pemeliharaan meliputi penyiraman,
penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama.
b. Belum ada laporan mengenai hama dan penyakit yang berbahaya,
tetapi pohon harus dijaga dari serangan kelelawar dan binatang
pengerat.

5. Panen
Panen dapat dilakukan setiap 3 bulan. Cara memanen daun kepel yaitu
dengan memotong daun dari batangnya menggunakan gunting atau
pisau tajam. Kepel merupakan tanaman menahun sehingga bisa dipanen
berulang kali.

6. Pascapanen
a. Sortasi basah
Bagian tanaman kepel yang digunakan sebagai bahan jamu adalah
daun. Setelah di panen, daun dipisahkan dari bahan organik asing

154

(seperti rumput) dan bahan anorganik asing (seperti tanah) yang
terbawa saat panen. Selanjutnya tanaman dipisahkan daun dan
tangkainya. Daun kepel kemudian dicuci.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih
dan sehat. Setelah pencucian bahan segera ditiriskan atau diangin-
anginkan.
c. Pengubahan bentuk
Daun kepel berukuran lebar sehingga perlu pengubahan bentuk
melalui perajangan menjadi bagian yang lebih kecil untuk
mempercepat proses pengeringan. Perajangan menggunakan pisau
stainless untuk menghindari tercampurnya logam berat dan reaksi
kimia yang tidak diinginkan bahan dengan komponen bahan perajang.
d. Pengeringan
1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian,

dikeringkan ditempat yang beraerasi baik, dan jangan di bawah
sinar matahari langsung.
2) Setelah bahan setengah kering dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu tidak lebih dari 400C.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air kurang
dari 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan
tangan dan berbunyi nyaring.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan terhadap daun kepel paska pengeringan,
untuk mencegah tercampurnya simplisia daun kepel dengan simplisia
lain yang tidak diinginkan. Organoleptis simplisia daun kepel: warna
coklat kehijauan, bau lemah, tidak berasa.
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur
keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek
plastik.
2) Simplisia daun kepel disimpan dalam wadah tertutup rapat, pada
suhu kamar, di tempat kering, sejuk, sirkulasi udara lancar dan
terhindar dari cahaya.
3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di
lantai.

155

4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya
bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar
pertama kali juga.

156

Thymus vulgaris L.
(Timi)

Nama Daerah
Timi (Jawa)
Botani
Thymus vulgaris L. (timi) merupakan tanaman obat dari famili Lamiaceae,
berupa terna menahun dengan tinggi mencapai 80 cm. Tumbuh tegak
merumpun, tanpa batang utama, dengan percabangan yang banyak.
Batang keras berkayu, bulat berwarna coklat. Daun tunggal, letak bersilang
berhadapan, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 3-5 mm dan lebar 2-3
mm, berbau harum. Bunga majemuk bentuk malai, terletak di ujung batang
atau cabang, kelopak bentuk mangkok warna hijau bertaju 5, mahkota bentuk
bibir berwarna ungu. Biji kecil, keras, berwarna hitam. Akar serabut, berwarna
putih kecoklatan. Bagian yang digunakan untuk obat sesuai persyaratan
Farmakope Indoneisa adalah pucuk berbunga.
Timi merupakan tanaman yang berasal dari daerah Mediterania dan secara
umum dibudidayakan sebagai tanaman pekarangan di hampir seluruh
wilayah Eropa. Di Indonesia timi pertama kali diintroduksi pada era sebelum
kemerdekaan, kemungkinan dibawa oleh bangsa Belanda. Tanaman ini

157

diketahui hanya dibudidayakan di pulau Jawa yaitu di Lembang Bandung,
lereng Gunung Salak Bogor dan di lereng gunung Lawu, Tawangmangu. Karena
daerah asalnya adalah wilayah sub tropis sangat logis jika tanaman ini di
Indonesia hanya tumbuh di wilayah pegunungan yang berhawa dingin saja.

Daerah yang memungkinkan untuk ditanami timi terbatas di ketinggian lebih
dari 1.500 m di atas permukaan laut saja untuk menghasilkan simplisia yang
memenuhi standar farmakope. Di bawah ketinggian 1.500 m dpl, timi tidak
mampu menghasilkan bunga yang merupakan syarat dari herba timi menurut
farmakope untuk menghasilkan senyawa aktif timol dan karvakrol. Tanah
yang baik untuk menanam timi harus bertektur gembur, mengandung bahan
organik dalam jumlah yang tinggi umumnya berjenis andosol atau organosol.
Curah hujan berkisar antara 4.000 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian di
bawah 20oC.

Budidaya
Tahap-tahap budidaya timi adalah sebagai berikut :

1. Pembibitan
Timi mudah dikembangbiakkan dengan menggunakan stek batang,
meskipun di daerah asalnya timi juga secara umum dikembangbiakkan
dengan menggunakan bijinya atau secara generatif. Untuk membuat bibit
timi yang baik, pilih bahan stek dari tanaman yang sehat dan telah cukup
umurnya (lebih dari 1 tahun).
a. Stek diambil dari pucuk tanaman timi dengan panjang rata-rata 15
cm.
b. Semaikan stek timi dalam bedeng pesemaian dengan media berupa
campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 yang
dipadatkan.
c. Untuk mempercepat perakaran maka penggunaan hormon
penumbuh akar dianjurkan.
d. Setelah stek timi ditanam dalam bedeng pembibitan maka bedengan
disungkup menggunakan plastik untuk menjaga kelembaban.
e. Pesemaian dijaga kelembabannya dengan cara menyemprot air
secara teratur.
f. Dalam waktu 6-8 minggu stek timi sudah menghasilkan akar yang
cukup untuk dilakukan pemindahan ke lahan (transplanting).

2. Persiapan lahan
Dalam budidaya timi, pemilihan lokasi penanaman sangat menentukan
keberhasilan usaha kultur tekniknya. Timi tergolong tanaman sub-tropis,
sehingga budidaya timi di wilayah tropis perlu mencari lokasi yang

158

memiliki iklim mirip dengan kondisi sub-tropis, untuk itu di Indonesia
budidaya timi harus mencari lokasi pada ketinggian di atas 1.500 m dpl
guna memperoleh kondisi lingkungan yang dikehendaki.
a. Lahan untuk penanaman perlu diolah terlebih dahulu yaitu dengan

cara dicangkul secara merata dengan kedalaman 30 cm.
b. Tujuan pengolahan lahan adalah untuk menyiapkan media tanam

yang optimal bagi pertumbuhan akar tanaman, selain itu juga untuk
menghilangkan gulma dari penanaman sebelumnya.
c. Setelah lahan dicangkul secara merata maka diberi pupuk dasar
berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton/Ha dan pupuk TSP
dengan dosis 250 kg/Ha.
d. Kemudian lahan dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 0,7
m dan panjang menyesuaikan dengan keadaan lahan dan jarak antar
bedengan adalah 50 cm.
e. Untuk penanaman timi dibuat bedengan dalam bentuk lajur-lajur
guna memudahkan pemeliharaan dan pemanenan mengingat
tanaman timi termasuk tanaman menahun.

3. Penanaman
a. Bibit timi yang telah disiapkan kemudian ditanam dalam lubang
tanam yang telah dibuat dalam bedengan-bedengan.
b. Jarah tanam yang baik adalah 40 cm sedangkan jarak bedengan
adalah 50 cm, sehingga dalam satu hektar lahan diperlukan lebih
kurang 50.000 bibit timi.
c. Setelah penanaman selesai maka segera dilakukan penyiraman
untuk memberikan kelembaban yang cukup pada bibit yang baru
dipindahkan ke lahan.
d. Waktu penanaman yang dianjurkan adalah pada awal musim
penghujan yaitu berkisar antara bulan Oktober – November agar bisa
dipanen tepat pada musim kemarau yaitu bulan Juni-Juli.

4. Pemeliharaan
Timi termasuk tanaman yang mudah dipelihara, dengan kecukupan bahan
organik dan pengairan maka sudah cukup untuk mendukung pertumbuhan
tanaman.
a. Pemeliharaan yang selanjutnya dilakukan adalah pemupukan,
penyiangan dan pendangiran serta perlindungan tanaman dari
serangan hama penyakit.
b. Pemupukan susulan dilakukan setiap 3 bulan sekali menggunakan
pupuk NPK dengan dosis 300 kg/Ha.

159

c. Setelah panen dapat diberikan pupuk Nitrogen guna merangsang
pertunasan dengan dosis 150 kg/Ha.

d. Penyiangan tanaman timi dapat dilakukan bersamaan dengan
pendangiran mengingat bentuk bedengan berupa lajuran.

e. Kegiatan penyiangan ini harus dilakukan secara intensif guna menjaga
pertumbuhan tanaman yang optimal.

f. Meskipun hampir tidak pernah ditemukan adanya serangan hama
dan penyakit namun dalam usaha budidaya timi, perlu terus dilakukan
monitoring guna mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit.

5. Panen dan pascapanen
a. Panen timi dapat dilakukan setelah tanaman berumur lebih kurang 9
bulan, selanjutnya panen dapat dilakukan setiap 4-6 bulan.
b. Bagian tanaman yang dipanen adalah pucuk tanaman yang berbunga
dengan panjang lebih kurang 15 cm.
c. Pemanenan menggunakan gunting tanaman dari bahan steinsteel
agar tidak menimbulkan reaksi antara alat potong dengan senyawa
kimia yang dikandung.
d. Pucuk-pucuk yang telah dipotong dikumpulkan dalam wadah yang
bersih untuk dibawa ke tempat pemrosesan lanjut.
e. Setelah pucuk-pucuk timi dikeluarkan dari wadah panenan maka
segera dilakukan pencucian menggunakan air bersih dan selanjutnya
sesegera mungkin ditiriskan.
f. Setelah bahan kering dari air pencucuian maka dilakukan pengeringan.
Mengingat herba timi mengandung minyak atsiri maka pengeringan
tidak boleh dilakukan di bawah sinar matahari.
g. Umumnya pengeringan dilakukan di ruangan terbuka dengan udara
mengalir.
h. Pengeringan dihentikan setelah kadar air bahan mencapai batas
kering standar yaitu kandungan air berkisar 12%.
i. Secara organoleptis simplisia timi dicirikan sebagai pucuk-pucuk timi
kering, berwarna hijau kecoklatan, berbau khas dan berasa pahit.

6. Produktivitas
Dari budidaya seluas 1 Ha lahan akan menghasilkan biomasa timi segar
sebanyak 15–25 ton/tahun dan akan menghasilkan simplisia sebanyak
6-12 ton/tahun.

160

Tinospora crispa (L.) Miers ex Hook. F. & Thoms.
(Brotowali)

Nama Daerah
Jawa: antawali, bratawali, daun gadel, putrawali (Jawa Tengah), andawali
(Sunda), Bali: antawali (Bali)
Botani
Brotowali termasuk salah satu tanaman obat keluarga karena dapat ditanam
di pekarangan rumah. Perawakan semak berkayu memanjat dengan cara
membelit, tinggi atau panjang tanaman dapat mencapai 15 m. Batang tua
permukaan berbintil-bintil sampai bertotol-totol kasar, batang muda tidak
berambut, pahit. Daun tunggal, letak daun tersebar, helaian daun berbentuk
jantung, ujung meruncing pangkal terbelah, panjang 6–13 cm, tangkai 4–16
cm. Perbungaan berupa bunga majemuk tandan, panjang 7–25 cm. Bunga
jantan : 3 bersama satu tangkai, kelopak hijau, daun mahkota 6, panjang rata-
rata 2,5 mm, panjang benang sari 2 – 2,5 mm. Tumbuh mulai dari dataran
rendah sampai 1.000 m dpl.
Budidaya
Untuk membudidayakan kepel maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembibitan

a. Untuk memperbanyaknya cukup dengan menanam batang pendek
atau stek batang lebih kurang 5 cm menggunakan polibag. Hal ini erat
kaitannya dengan morfologi batangnya yang berbintil-bintil.

b. Polibag yang dipakai tidak perlu terlalu besar, cukup dengan yang
berdiameter 15 cm.

161

c. Stek batang ini dibiarkan selama 1-2 minggu hingga bertunas.
d. Jika kondisi ini sudah tercapai, bibit brotowali sudah siap ditanam.

2. Persiapan lahan
Tanah diolah dengan cara dicangkul kemudian diberi pupuk kandang atau
pupuk kompos dengan perbandingan tanah dan pupuk kandang (1:1)

3. Penanaman
a. Jika kondisi ini sudah tercapai, bibit brotowali sudah siap ditanam.
b. Bibit brotowali ditanam dengan jarak beberapa sentimeter dan
dibiarkan merambat pada tonggak penopang yang tingginya 2 meter.
c. Untuk pertumbuhan selanjutnya, sering-sering diberikan kapur dan
pupuk organik.
d. Pertumbuhannya akan lebih cepat jika merambat ke pohon, pagar
atau tegakan yang sesuai.

4. Untuk penanaman dalam jumlah banyak dapat digunakan potongan
kayu atau bamboo yang disusun segitiga. Dengan penampang berbentuk
segitiga ini, areal rambat untuk brotowali menjadi semakin luas
dan pertumbuhannya optimal. Jika digunakan penampang lain lain,
dikhawatirkan penampang tersebut rusak atau roboh. Hal ini terjadi karena
tanaman brotowali cenderung lebih berat, terutama jika dibandingkan
dengan tanaman sejenis labu. Brotowali tumbuh baik di daerah tropis
dengan cara merambat. Daerah yang biasa ditempati biasanya memiliki
ketinggian 0-1.000 m dpl.

5. Pemeliharaan
a. Brotowali tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif. Meskipun
demikian, untuk mendapatkan hasil yang optimal, dapat dipergunakan
pupuk. Pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk kandang seperti
kotoran hewan. Pupuk ini dicampur tanah dengan perbandingan 1:3.
b. Jika akan digunakan insektisida, sebaiknya dipilih jenis insektisida
alami seperti ekstrak nimbi dan tembakau. Namun brotowali dapat
tumbuh dengan baik tanpa diberi insektisida. Berdasarkan laporan
Warta Tumbuhan Obat Indonesia, ada penelitian yang menyebutkan
batang brotowali dapat berperan sebagai anti serangga. Senyawa
antiserangga tersebut adalah minyak atsiri yang terkandung dalam
fraksi glikosida. Hal inilah yang mendukung pernyataan bahwa

162

brotowali tidak perlu mendapatkan semprotan insektisida. Malahan
hewan pemakan daun sekalipun seperti belalang,kambing dan sapi
tidak menyukai tanaman brotowali.

6. Panen
a. Bagian tanaman brotowali yang dipanen adalah batangnya.
b. Pemanenan daun jika diperlukan biasanya dilakukan mengikuti panen
batang. Bagian tanaman yang dipanen ini tentunya disesuaikan
dengan kebutuhan.
c. Batang yang baik untuk dipanen adalah batang yang berumur cukup
tua dengan diameter lebih dari 1 cm.
d. Batang tua yang paling baik digunakan sebagai obat adalah yang
berwarna coklat.
e. Biasanya, untuk menghasilkan produk tanam yang baik dan berjumlah
cukup, pemanenan dapat dilakukan setelah masa tanam mencapai
8-12 bulan. Meskipun demikian, tanaman yang berumur 3 bulan juga
sudah dapat dipanen.
f. Panen batang brotowali dilakukan dengan memilih cabang-cabang
yang sudah cukup umurnya, potong menggunakan gunting atau
sabit lalu tarik sulur secara hati-hati agar tidak mematahkan batang
pohonnya.
g. Batang yang telah dipanen dibersihkan dari daun-daun yang
menempel dan digulung untuk dibawa ke tempat pengolahan.

7. Pascapanen
a. Sortasi dan pencucian
1) Setelah bahan hasil panen dibawa ke tempat pengolahan maka
pertama kali yang harus dilakukan adalah sortasi. Kegiatan ini
bertujuan untuk memisahkan bahan asing, daun yang telah
kuning dan daun yang rusak akibat pemanenan.
2) Selanjutnya bahan dicuci dibawah air mengalir dari sumber air
yang bersih.
3) Segera setelah pencucian selesai maka batang harus segera
ditiriskan di dalam wadah peniris atau rak peniris sampai bahan
kering dari air pencuci.
b. Perubahan bentuk dan pengeringan
1) Batang brotowali yang telah dicuci dan ditiriskan kemudian
dirajang kecil-kecil dengan ukuran kira-kira 1-2 cm.
2) Kemudian dikeringkan dengan pengeringan alami dan mesin.

163

3) Pengeringan alami dilakukan di rak atau wadah pengering
langsung dibawah sinar matahari, sedangkan dengan mesin
pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven.

4) Untuk pengeringan dibawah sinar matahari perlu dilakukan
pembalikan secara teratur dan juga tumpukan jangan terlalu
tebal sehingga dapat mengakibatkan pengeringan tidak berjalan
sempurna.

5) Pengeringan dihentikan setelah kadar air daun mencapai lebih
kurang 10%.

c. Sortasi kering
1) Kegiatan sortasi kering sebenarnya bisa dilakukan sekaligus
ketika pengeringan tengah berlangsung.
2) Sortasi kering dimaksudkan untuk membuang bahan asing yang
mencemari bahan.
3) Namun sortasi kering dapat juga dilakukan setelah bahan selesai
dikeringkan dan biasanya akan memberikan hasil lebih bersih.
4) Bahan pencemar yang biasanya terikut selama proses
pengeringan seperti debu, kerikil, tali plastik, dan rambut harus
dibuang.

d. Pengemasan dan penyimpanan
1) Bahan yang telah selesai dikeringkan harus segera dikemas dalam
wadah yang kedap air, bersih dan kuat.
2) Bahan pengemas untuk simplisia tanaman obat juga harus
bersifat inert atau tidak bereaksi dengan simplisia, sebagai
contoh bahan yang baik terbuat dari kantong plastik yang tebal,
kertas semen tebal atau kertas yang berlapis aluminium foil.
3) Penyimpanan simplisia harus digudang yang bersih, beraerasi
baik, kelembaban rendah dan terhindar dari sinar matahari
langsung.

164

Daftar Pustaka

Acuan Sediaan Herbal, 2000, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, vol
4 edisi 1, Jakarta, 80-84

Backer, C.A.D.Sc.& R.C.B. Van Den Brick, 1963. Flora of Java (Spermatophytes
only) Vol II. Wolters-Noordhoff N.V.-Groningen, The Netherlands

Backer CA and RCB van den Brink, 1965. Flora of Java (Spermatophyte only)
Vol.II, Wolters-Noordhoff N.V. Groningen, The Netherlands.

Clarke CB, 1882. Oleaceae, dalam Hooker JD (Ed.): The Flora of British India.
Periodical Expert Book Agency, New Delhi, India, Vol.3 part 9, 590-618

De Guzman C.C., Siemonsma J.S. (Eds.), 1999. Plant Resources of South-East
Asia No.13: Spices, Backhuys Publisher, Leiden, Netherland.

Delahaut, K. A. 1999. Crop Profile for Mint in Wisconsin. http://www.
ipmcenters.org/cropprofiles/docs/wimint.pdf, January 1st,2015

Dharma, A.P. 1987. Tanaman-Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
ISBN 979-407-032-7.

Essential Oil Crops Production Guidelines for Peppermint. Peppermint
Production. 2012. Department of Agriculture, Forestry and Fishery,
Directorate: Plant Production. South Africa.

Hadipoentyanti, E. 2012. Pedoman Teknis Budidaya Mentha (Mentha arvensis
L.). Sirkuler Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Balittro. Kementerian
Pertanian. Jakarta.

Heyne K, 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Terjemahan badan
Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana wana Jaya, Jakarta.

Hutape JR dkk. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Bdaan Litbangkes,
Depkes RI.

Hutape JR dkk. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Depkes RI
IPTEKnet, sentra informasi IPTEK, www.iptek.net.id (22 Maret 2010).
Januwati M dan J Pitono, 1996. Budidaya dan Pengembangan tempuyung

sebagai obat. Jurnal Litbang. Pert. 15(3):69-73
Krisdiatin, Fatma. 2011. Tugas Akhir : Budidaya Daun Dewa (Gynura

procumbens (Lour.) Merr.) dan Khasiatnya sebagai Obat Tradisional di PT.
Indmira, Kaliurang, Yogyakarta. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta. http://digilib.uns.ac.id
Lamoureux, C.H. (ed.). 1980. Fruits. Rome: IBPGR Secretariat.
Lebowitz R., 1985. The Genetics And Breeding Of Coleus. Plant Breeding Rev.,
3: 343-360

165

Lemmens, R.H.M.J. & Breteler, F.J., 1999. Abrus Adanson[Internet]
Record from Proseabase. de Padua, L.S., Bunyapraphatsara, N. and
Lemmens, R.H.M.J. (Editors). PROSEA (Plant Resources of South-
East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. http://www.proseanet.org.
Accessed from Internet: 02-Jan-2015

Liliek Haryjanto. 2012. Konservasi kepel (stelechocarpus burahol (blume)
hook.f & thomson): jenis yang telah langka kepel (Stelechocarpus burahol
(Blume) hook.f & Thomson) conservation: an endangered. Mitra Hutan
Tanaman, vol.7 no.1.

Materia Medika Indonesia (Jilid I), 1977. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Materia Medika Indonesia (Jilid 3), 1983. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Mogea JP, 2001. Kategori dan Kriteria Tumbuhan Langka. Dalam: Mogea JP,
Djunaedi Gandawidjaja, Harry Wiriadinata, Rusdy E. Nasution dan Irawati.
Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologl
– Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Muhammad H, M Januwati dan M Iskandar, 1993. Pengaruh Jarak tanam
terhadap produksi daun tempuyung (Sonchus arvensis L.). Warta
Tumbuhan Obat Indonesia Vol.2(3):13-14

Perry, L.M. 1980. Medicinal plants of East and South-East Asia; Attributed
Properties and Uses. MIT press, Cambridge, United States and London,
p. 2.

Pscheidt, J.W., and Ocamb, C.M. (Senior Eds.). 2014. Pacific

Northwest Plant Disease Management Handbook.

© Oregon State University. Cited at http://pnwhandbooks.org/

plantdisease/, January 1st, 2015.

Plant Resources of South-East Asia 12, 12-1. 1999. Medicinal and Posonous
Plants 1, Prosea Foundation, Bogor, 119-123.

Priadi S.M., Andang. 2004. Budi Daya Daun Dewa. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

Pribadi, E. R. 2010. Peluang Pemenuhan Kebutuhan Produk Mentha Sp. dii
Indonesia. Perspektif Vol. 9 No. 2: 66 – 77.

Samanta, J. N., B. D. Solanki and K. Mandal. 2009. First Report Of Sweet
Wormwood Leaf Blight Disease In India. Australasian Plant Disease Notes
4: 78-79. Cited at http://paperity.org/p/30932142/first-report-of-sweet-
wormwood-leaf-blight-disease-in-india, January 1st, 2015.

166

Serial Tanaman Obat: Saga. 2007. BPOM. Jakarta.
Siswanto U, Risnailly dan E. Inoriah, 2012. Kajian Penggunaan Vermikompos

Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tempuyung (Sonchus arvensis L). Prosiding
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXVI. 199-205
Sudarsono, Phil. Nat., 2001, Tumbuhan Obat II Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan
Penggunaan, Pusat Studi Obat Tradisional, UGM, Yogyakarta
Suganda, A.G., dkk. 2007. Serial Tanaman Obat Jati Belanda. Badan POM.
Deputi Bidang Pengawas Obat Tradisional, kosmetik dan Produk
Komplemen. Direktorat Obat Asli Indonesia. Jakarta.
Standart Prosedur Operasional Budidaya Cabe Jawa, Mengkudu, Jambu Biji,
Jati Belanda Dan Salam, Circular No. 10, 2004. Balai Penelitian Tanaman
Obat dan rempah (Balittro) Balitbang pertanian, Bogor.
Syamsuhidayat SS dan JR Hutapea, 2000. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia
I, Jilid I, Badan Litbangkes, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Thai Herbal Pharmacopoeia, Vol.4, 1995. Prachachon Co. Bangkok.
Vademekum bahan obat alam, 1985, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Vademekum Bahan Obat Alam, 1989. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Vademekum Tanaman Obat Untuk Saintifikasi Jamu Jilid 2. 2011. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.
Vedemekum Tanaman Obat Untuk Saintifikasi Jamu Jilid 1, ed. Revisi, 2012.
Edt. Pramono, et. al., Kementerian Kesehatan RI.
Van Valkenburg JLCH and N Bunyapraphtasara, Ed., 2002. Plant Resources
of South-East Asia No. 12 (2). Medicinal and Poisonous Plants 2. Prosea
Foundation. Bogor. Indonesia
Winarto, W.P dan Tim Karyasari. 2003. Sambung Nyawa, Budi Daya dan
Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.

167


Click to View FlipBook Version