ISBN 978-602-459-506-7
PETUNJUK TEKNIS
REHABILITASI LAHAN BEKAS
TAMBANG UNTUK PERTANIAN
Penyunting:
Fahmuddin Agus
Yoyo Soelaeman
Markus Anda
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
JAKARTA 2019
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Sitasi
Agus F, Soelaeman Y, Anda M (Eds.). 2019. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Lahan Bekas
Tambang untuk Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Sitasi untuk masing-masing bab disesuaikan berdasarkan nama penulis dan judul bab.
Perbanyakan buku ini, baik dalam bentuk elektronik, maupun tercetak untuk tujuan non-komersial
diperbolehkan tanpa batas asalkan tidak merubah isi buku. Untuk perbanyakan tersebut, nama
pengarang dan penerbit asli harus disebutkan. File buku ini dalam format pdf dapat diunggah dari
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/buku
Jumlah Halaman: x; 113
Kontak
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu
Bogor 16114
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/
[email protected]
Tel: +62 251 8323012
Fax: +62 251 8311256
Cover depan: Tailing lahan bekas tambang timah yang didominasi oleh pasir kuarsa (kiri), dan
dari tengah atas menurut arah jarum jam: penambahan bahan organik berupa pupuk kandang,
tanaman mukuna sebagai salah satu jenis tanaman penutup tanah dan penyedia bahan organik,
ternak sapi sebagai penyedia pupuk kandang, dan jagung sebagai salah satu tanaman yang
dapat ditanam pada lahan bekas tambang timah.
Design dan Layout
Ika Mustika Sundari
ii
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
KATA PENGANTAR
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan penggunaan lahan yang
bersifat sementara dan akan berakhir pada saat penambangan tidak ekonomis
lagi atau setelah tidak ada lagi bahan tambang pada lokasi setempat. Setelah
kegiatan penambangan selesai, lahannya menjadi lahan yang sangat tidak subur
dari aspek kimia, fisik dan biologi tanahnya, sehingga dalam pemanfaatannya
untuk berbagai kegiatan pertanian memerlukan proses rehabitlitasi.
Dalam rangka mendukung percepatan pemanfaatan lahan bekas tambang
untuk pertanian, Badan Litbang Pertanian melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan pada lahan bekas tambang sejak tahun 2016, terutama pada
lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka, dan tambang batubara di
Kalimantan Timur. “Petunjuk Teknis Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk
Pertanian” ini diharapkan dapat membantu para praktisi lapang tingkat
Kabupaten, Provinsi, dan Nasional dalam memberikan penjelasan/sosialisasi
kepada petani tentang pengelolaan lahan untuk produksi tanaman dan tanaman
pakan ternak pada lahan bekas tambang. Contoh yang diberikan pada buku ini
kebanyakan berasal dari lahan bekas tambang timah, namun cara pengelolaan
hara dan bahan organik tidak banyak berbeda antara lahan bekas tambang
timah dan lahan bekas tambang batubara.
Buku ini ditujukan untuk penyuluh dan petani, serta dapat dijadikan referensi oleh
dosen, mahasiswa dan pelajar.
Semoga buku petunjuk teknis ini bermanfaat
Jakarta, November 2019
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Dr. Fadjry Djufry
iii
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
DAFTAR ISTILAH
Amelioran adalah bahan yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah, seperti kapur pertanian, bahan organik, zeolit, dan fosfat alam.
Antinutrisi adalah senyawa bersifat racun yang dapat menghambat proses
pemasukan dan penyerapan zat makanan yang ada di dalam tubuh.
Bahan organik in-situ adalah bahan organik yang diperoleh dari hasil proses
produksi setempat, termasuk sumber dari hijauan sisa tanaman, tanaman
legum penutup tanah (Legum Cover Crop, LCC), hijauan tanaman pagar
jenis legum, dan pupuk kandang yang berasal dari sistem integrasi
tanaman dan ternak (SITT).
Bijih tambang (Ore) adalah bijih batuan yang ditambang, mengandung logam
bernilai ekonomi tinggi. Ore timah dipisahkan dari material ikutan dengan
pencucian dan pengendapan secara gravitasi.
Bintil akar adalah benjolan akar yang terbentuk akibat infeksi bakteri pengikat
nitrogen (N2) yang bersimbiosis secara mutualistis dengan tumbuhan
legum.
Biochar adalah arang hasil pembakaran tidak sempurna (proses pirolisis,
kontiki) dari limbah tanaman.
Daya cerna adalah kemampuan mencerna pakan menjadi senyawa yang siap
diserap oleh saluran pencernaan.
Defoliasi (pruning) adalah pemangkasan bagian hijau tanaman.
Fertigasi adalah teknik aplikasi pupuk secara simultan dengan pengairan
melalui jaringan irigasi.
Formula pupuk adalah komposisi bahan aktif penyusun pupuk anorganik,
organik dan pupuk hayati, atau kombinasi dua atau tiga jenis bahan
tersebut.
Hijauan pakan ternak (HPT) adalah bagian berwarna hijau dari tumbuhan
terutama rumput dan legum yang dipergunakan sebagai pakan ternak.
IRR (internal rate of return) adalah tingkat bunga yang menghasilkan NPV
sama dengan nol, diukur dalam persen (%).
Kapasitas tampung (carrying capacity) adalah kemampuan lahan untuk
menyediakan pakan secara optimal bagi sejumlah satuan ternak setara
sapi dewasa per hektar.
Kolong/Void adalah kolam-kolam atau danau kecil yang terbentuk akibat
kegiatan penggalian pertambangan dengan kisaran diameter antara
iv
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
beberapa sampai ratusan meter dan kedalaman antara beberapa sampai
puluhan meter.
Kuarsa adalah jenis mineral dengan komposisi SiO2 yang tahan pelapukan dan
miskin unsur hara. Mineral ini ditemukan pada lahan bekas tambang timah
di Kepulauan Bangka Belitung.
Lanskap adalah bentuk permukaan (bentang) lahan yang terdiri atas (untuk
lahan bekas tambang) tumpukan tailing, overburden, permukaan tanah
yang masih utuh, serta kolong.
Legum adalah tanaman kacang-kacangan yang mampu memfiksasi N2 dari
udara melalui simbiosis dengan bakteri rhizobium.
Logam berat adalah logam yang mempunyai kepadatan tinggi (berat jenis lebih
dari 4 g cm-3) atau berat atom tinggi dan beracun bagi tanaman, hewan
dan manusia.
Model kandang sapi Balitbangtan adalah kandang sapi yang dirancang
sedemikian rupa, dengan lantai semen, kandang tidak perlu dibersihkan
setiap hari dari kotoran sapi. Mekanisme alamiah yang terjadi dimana
setelah kotoran jatuh di lantai kandang, kotoran tersebut akan terinjak dan
teraduk melalui aktivitas ternak dalam kandang. Dengan sistem ini,
kandang tidak bau dan ternak tetap bersih, secara tidak langsung dapat
mempercepat proses pematangan kotoran menjadi kompos.
Monokultur adalah sistem pertanaman dengan satu jenis tanaman dalam satu
hamparan lahan.
Mulsa adalah material penutup permukaan tanah yang berasal dari sisa atau
pangkasan tanaman, atau lembaran plastik untuk menjaga kelembaban
tanah serta menekan pertumbuhan gulma.
Mulsa plastik adalah lembaran plastik penutup lahan tanaman budi daya yang
bertujuan untuk melindungi permukaan tanah dari erosi, menjaga
kelembaban dan struktur tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma.
NPV (Net Present Value) adalah nilai manfaat bersih (net benefit) yang
diperkirakan akan diperoleh pada masa yang akan datang yang dihitung
saat ini dengan menggunakan faktor pengurang tertentu (diskonto), diukur
dalam nilai uang (Rp).
Overburden adalah lapisan tanah yang berasal dari bagian atas bahan
tambang.
Palatabilitas adalah tingkat kesukaan yang ditunjukan oleh ternak untuk
mengkonsumsi suatu bahan pakan.
Perbanyakan vegetatif adalah sistem perbanyakan tanaman menggunakan
stek batang, sobekan rumpun, stolon, atau rizhoma.
v
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Pertanaman lorong adalah sistem budidaya tanaman yang tersusun dari
komponen tanaman pagar (hedgerows) berupa legum pohon atau perdu
dan komponen tanaman lorong (alley) berupa tanaman pangan, tanaman
hortikultura, atau tanaman pakan ternak.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari kotoran ternak, dan bahan
tanaman lainnya baik yang dikomposkan atau digunakan dalam keadaan
segar.
Rasio B/C adalah perhitungan yang menunjukkan perbandingan antara jumlah
pendapatan (benefit) dengan biaya (cost) suatu usaha/investasi.
Rehabilitasi lahan tambang adalah perbaikan lahan bekas tambang untuk
meningkatkan kondisi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kegiatan ini
biasanya dilaksanakan sesudah reklamasi lahan.
Rumput lokal atau rumput alam adalah rumput yang sudah lama beradaptasi
dengan kondisi Indonesia.
Rumput unggul adalah rumput yang sudah mengalamai pemuliaan yang dapat
beradaptasi dengan kondisi Indonesia dan mempunyai hasil dan mutu
yang lebih tinggi dari rumput lokal.
Sistem integrasi tanaman ternak (SITT) adalah sistem pengintegrasian
tanaman dengan ternak, misalnya jagung, karet, kelapa sawit, atau lada
dengan sapi.
Tailing adalah tanah sisa dari hasil pencucian bijih (ore) tambang, biasanya
bertekstur kasar (pasir).
Tanaman pagar adalah tanaman perdu jenis legum yang ditanam sebagai pagar
pembatas kepemilikan lahan atau sebagai barisan tanaman perdu atau
pohon (hedgerow) di antara lorong (alley) tanaman utama. Pangkasan
tanaman pagar tersebut biasanya digunakan untuk pupuk hijau dan/atau
pakan ternak.
Tanaman pakan ternak (TPT) adalah tanaman penghasil hijauan pakan ternak
(HPT) yang dibudidayakan.
Tanaman penutup tanah adalah tanaman merambat, biasanya dari jenis legum
yang berguna untuk melindungi permukaan tanah dari percikan air hujan,
mempertahankan suhu tanah, dan menyediakan bahan organik serta hara
untuk tanaman.
Ternak Ruminansia adalah ternak pemamah biak (sapi, kambing, domba,
kerbau). Grup ternak ini porsi pakan terbesarnya adalah hijauan.
Topsoil menurut istilah pertambangan adalah lapisan tanah atas (lapisan
tanah pucuk) dengan kedalaman 0-1,5 m. Menurut istilah pertanian,
topsoil adalah lapisan permukaan tanah dengan kedalaman 0-20 cm yang
relatif kaya kandungan bahan organik dan unsur hara tanaman.
vi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR ISTILAH............................................................................................... iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
DAFTAR BACAAN............................................................................................ 3
2. REHABILITASI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH UNTUK PERTANIAN 5
2.1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
2.2. PEMILIHAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN ............. 6
2.3. PENGELOLAAN LANSKAP LAHAN BEKAS TAMBANG ........................ 6
2.3.1. Keadaan Lahan Bekas Tambang Timah............................................ 6
2.3.2. Penataan Lahan Bekas Tambang Timah untuk Tanaman Pertanian 8
2.4. PRODUKSI BAHAN ORGANIK ............................................................. 10
2.4.1. Kotoran Ternak ................................................................................. 11
2.4.2. Tanaman Legum dan Sisa Tanaman ............................................... 11
2.4.3. Tanaman Pagar ................................................................................ 12
2.4.4. Pengembangan Pakan Ternak......................................................... 13
2.5. SOSIALISASI DAN DISEMINASI TEKNOLOGI .................................... 14
2.6. PENUTUP............................................................................................... 17
DAFTAR BACAAN.......................................................................................... 17
3. PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN PADA LAHAN BEKAS
TAMBANG ......................................................................................................... 19
3.1. PENDAHULUAN .................................................................................... 19
3.2. PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG.............................................. 20
3.2.1. Varietas Unggul ................................................................................ 20
3.2.2. Benih Bermutu .................................................................................. 20
3.2.3. Pengolahan Tanah ........................................................................... 21
3.2.4. Ameliorasi, Pemupukan dan Penanaman........................................ 21
3.2.5. Pemeliharaan Tanaman ................................................................... 22
3.2.6. Pengairan.......................................................................................... 23
3.2.7. Panen................................................................................................ 23
3.2.8. Pasca Panen..................................................................................... 24
vii
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
3.3. PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG TANAH.................................24
3.3.1. Varietas..............................................................................................25
3.3.2. Penyiapan Lahan...............................................................................25
3.3.3. Ameliorasi Tanah...............................................................................25
3.3.4. Cara Tanam.......................................................................................26
3.3.5. Pemupukan........................................................................................26
3.3.6. Pengendalian Hama dan Penyakit....................................................26
3.3.7. Penyiangan dan Pembumbunan.......................................................26
3.3.8. Pengairan ..........................................................................................27
3.3.9. Panen dan Pascapanen ....................................................................27
3.4. KEAMANAN PANGAN.............................................................................28
DAFTAR BACAAN ..........................................................................................28
4. BUDIDAYA TANAMAN CABAI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH
.............................................................................................................................31
4.1. PENDAHULUAN .....................................................................................31
4.2. PENYIAPAN LAHAN...............................................................................33
4.3. PENYIAPAN JARINGAN IRIGASI TETES .............................................34
4.4. PENYIAPAN PESEMAIAN .....................................................................36
4.5. PENANAMAN CABAI..............................................................................36
4.6. PEMUPUKAN..........................................................................................37
4.7. PENYIRAMAN.........................................................................................39
4.8. PEROMPESAN .......................................................................................40
4.9. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT.............................................40
4.9.1. Penyakit Tanaman Cabai ..................................................................41
4.9.2. Hama .................................................................................................41
4.10. PENGENDALIAN GULMA .....................................................................42
4.11. PANEN ...................................................................................................43
4.11.1. Pemanenan .....................................................................................43
4.11.2. Pasca Panen ...................................................................................43
4.11.3. Kualitas Buah ..................................................................................44
DAFTAR BACAAN ..........................................................................................44
5. PENGEMBANGAN TANAMAN PERKEBUNAN PADA LAHAN BEKAS
TAMBANG TIMAH .............................................................................................49
5.1. PENDAHULUAN .....................................................................................49
viii
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
5.2. TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN KEMIRI SUNAN, SERAI WANGI, DAN
LADA DI LAHAN TAMBANG TIMAH ............................................................. 50
5.2.1. Tumpangsari Kemiri Sunan dan Serai Wangi.................................. 50
5.2.2. Tumpangsari Lada dan Serai Wangi................................................ 52
5.2.3. Serai Wangi ...................................................................................... 54
5.2.4. Lada .................................................................................................. 55
DAFTAR BACAAN.......................................................................................... 57
6. PENGELOLAAN TANAMAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA PADA
LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH ................................................................. 59
6.1. PENDAHULUAN .................................................................................... 59
6.2. JENIS TANAMAN PAKAN TERNAK DI INDONESIA............................ 60
6.3. BUDIDAYA TANAMAN PAKAN TERNAK ............................................. 61
6.4. SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PAKAN TERNAK .............................. 71
6.5. POTENSI PRODUKSI DAN KUALITAS HIJAUAN TANAMAN PAKAN
TERNAK ......................................................................................................... 71
DAFTAR BACAAN.......................................................................................... 73
7. INTEGRASI TANAMAN – TERNAK PADA LAHAN BEKAS TAMBANG
TIMAH ................................................................................................................ 75
7.1. PENDAHULUAN .................................................................................... 75
7.2. INTEGRASI TANAMAN – TERNAK PADA LAHAN BEKAS TAMBANG
TIMAH ............................................................................................................. 75
7.2.1. Integrasi Tanaman Jagung, Pakan Ternak, dan Ternak ................. 76
7.2.2. Integrasi Tanaman Lada, Pakan Ternak, dan Ternak pada Lahan
Bekas Tambang Timah............................................................................... 78
7.2.3. Integrasi Tanaman Penutup Tanah dan Ternak pada Lahan Bekas
Tambang Timah .......................................................................................... 80
7.2.4. Integrasi sawit dan sapi pada lahan bekas tambang timah ............. 82
DAFTAR BACAAN.......................................................................................... 84
8. KEBIJAKAN DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BEKAS TAMBANG
TIMAH ................................................................................................................ 85
8.1. PENDAHULUAN .................................................................................... 85
8.2. KEBIJAKAN DALAM PEMANFAATAN LAHAN BEKAS TAMBANG .... 86
8.3. PERMASALAHAN DALAM PEMANFAATAN LAHAN BEKAS
TAMBANG ...................................................................................................... 87
8.4. POTENSI DAN KERAGAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
..............................................................................................................88
ix
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
8.5. RESPON MASYARAKAT TERHADAP REKLAMASI LAHAN BEKAS
TAMBANG .......................................................................................................93
8.6. PERMASALAHAN SOSIAL EKONOMI DALAM PEMANFAATAN
LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH UNTUK PERTANIAN ............................96
8.7. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................98
DAFTAR BACAAN ..........................................................................................99
9. ANALISIS FINANSIAL PENGELOLAAN LAHAH BEKAS TAMBANG
TIMAH ...............................................................................................................101
9.1. PENDAHULUAN ...................................................................................101
9.2. KEBUTUHAN DAN KELAYAKAN INVESTASI REKLAMASI...............102
9.2.1. Kebutuhan Biaya Investasi..............................................................102
9.2.2. Analisis Kelayakan Investasi...........................................................106
9.3. KELAYAKAN INVESTASI PENGELOLAAN LAHAN BEKAS TAMBANG
TIMAH UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN ....................................................110
9.3.1. Rumput Pakan Ternak ....................................................................112
9.3.2. Usahatani Cabai ..............................................................................113
9.3.3. Usahatani Lada ...............................................................................114
9.4. PENUTUP .............................................................................................115
DAFTAR BACAAN ........................................................................................116
x
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
1 Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
PENDAHULUAN
Husnain, Asmarhansyah, dan Fahmuddin Agus
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor
Indonesia merupakan salah satu penghasil utama mineral timah dengan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Riau, dan Provinsi Kepulauan
Riau sebagai wilayah penghasil timah utama. Kegiatan tambang timah dilakukan
di darat dan di laut, namun aktivitas penambangan terbanyak adalah di darat.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki 1.085 Izin Usaha Penambangan
(IUP) timah yang terdiri atas IUP milik perusahaan negara, perusahaan swasta,
dan perorangan (Kementerian ESDM 2015).
Luas areal IUP timah pada tahun 2012 mencapai 0,47 juta ha (29%) dari
total luasan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sekitar 1.64 juta ha (Dinas
Pertambangan dan Energi Kepulauan Bangka Belitung 2016). Dari area IUP
tersebut, lahan bekas tambang di Pulau Bangka seluas 79.163 ha, terdiri atas
lahan darat seluas 70.176 ha dan kolong seluas 8.987 ha, sedangkan di Pulau
Belitung seluas 45.675 ha, terdiri atas lahan darat seluas 42.515 ha dan kolong
seluas 3.160 ha (Sukarman dan Gani 2017). Ini menunjukkan bahwa luas lahan
bekas tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sekitar 27%
dari luas area IUP dan sisanya adalah permukaan lahan biasa yang belum
terpengaruh galian atau timbunan hasil galian. Ini berarti pula bahwa lahan bekas
tambang timah di Kepulauan Pulau Bangka Belitung adalah sekitar 11% (= 40%
x 27%) dari luas total daratan. Luas ini dapat bertambah sejalan dengan
bertambah luasnya aktivitas penambangan.
Kegiatan penambangan timah yang dilakukan oleh perusahan tambang
maupun penambang inkonvensional secara signifikan menurunkan kualitas
lahan dan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari buruknya lanskap, sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah bekas penambangan timah. Lahan-lahan bekas tambang timah
sangat didominasi oleh tekstur pasir yang memiliki status kesuburan tanah
sangat buruk untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. Oleh
karena itu, saat kegiatan penambangan dinyatakan berakhir, maka perusahaan
penambang timah diwajibkan melakukan kegiatan reklamasi lahan untuk
memperbaiki kondisi biofisik lahan seperti semula.
Masalah dalam mengembalikan sifat tanah seperti semula sangat
kompleks dan hampir tidak mungkin dilakukan. Ini disebabkan karena lapisan
tanah pada lahan bekas tambang timah secara total berbeda dengan lapisan
tanah asli. Untuk timbunan yang berasal dari overburden, lapisan tanah
1
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
permukaan merupakan campuran dari berbagai lapisan, mulai dari lapisan
batuan induk, lapisan bahan induk, dan lapisan tanah (solum) asli. Karena
berbagai lapisan tersebut sangat bercampur aduk, maka solum tanah asli tidak
dapat lagi dikenali. Berdasarkan ketentuan, perusahaan penambang diwajibkan
mereklamasi dengan mengembalikan lapisan tanah pucuk (topsoil) ke
permukaan. Walaupun itu dilakukan, karena lapisan tanah pucuk (menurut istilah
pertambangan adalah lapisan atas 0-1 sampai 0-1,5 m), dan topsoil (Horison A)
tanah sebelum penambangan yang relatif kaya bahan organik (menurut istilah
pertanian), yang hanya berketebalan antara 15 sampai 20 cm, akan menghilang
karena bercampur dengan tanah lapisan 0-1 sampai 0-1,5 m. Jika permukaan
tanah lapisan atas merupakan tumpukan tailing (pasir sisa pencucian bahan
tambang), maka keadaan tanahnya akan lebih buruk lagi karena didominasi oleh
pasir kuarsa yang miskin hara, tidak punya daya memegang air dan hara dan
tidak mampu meredam (buffer) fluktuasi suhu malam dan siang hari.
Reklamasi (perataan tanah dan penanaman dengan tanaman pioneer)
serta rehabilitasi (penyiapan tanah untuk dijadikan lahan pertanian) merupakan
langkah yang sulit dan mahal, namun dapat dilakukan dengan menguntungkan
dari aspek finansial dan lingkungan. Pemberian bahan organik terutama dari
pupuk kandang dan pangkasan hijauan tanaman legum merupakan perlakuan
kunci memperbaiki sifat tanah untuk dapat ditanami tanaman pionir (fast
growing) atau tanaman pertanian.
Pada umumnya kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah terbatas
hanya melalui penanaman komoditas tanaman kehutanan yang bersifat cepat
tumbuh (fast growing). Namun lahan tersebut sebenarnya dapat diusahakan
untuk kegiatan pertanian produktif lainnya. Untuk tanah bekas tambang yang
sudah diratakan dan dipadatkan, perbaikan sifat tanah lapisan atas dapat
dilakukan dengan penambahan bahan organik berupa pupuk kandang dengan
dosis 30 sampai 40 ton ha-1. Seperti lahan pertanian lainnya, penambahan
pupuk, terutama nitrogen, posfor, dan kalium, diperlukan untuk produksi
tanaman dan ternak secara memuaskan.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian kecil lahan bekas
tambang timah telah diusahakan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian,
peternakan, dan perikanan dengan hasil yang memuaskan. Pola Integrated
Farming System efektif dalam memperbaiki kualitas lahan bekas tambang timah.
Misalnya, integrasi tanaman pakan ternak - tanaman pangan, hortikultura atau
tanaman perkebunan – ternak, dapat menciptakan suatu siklus hara antara
kotoran hewan, sisa tanaman atau pangkasan tanaman legum pakan ternak
untuk tanaman lainnya, serta penyediaan pakan untuk ternak. Dengan pola ini
akan ada penyediaan bahan organik secara kontinu. Apabila inovasi teknologi
pertanian tersebut dikombinasikan dengan kelengkapan sarana dan prasarana
pertanian, serta komitmen pemerintah untuk mendukung petani dalam hal status
lahan dan bantuan sarana dan prasarana produksi, maka lahan bekas tambang
2
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
timah dapat dijadikan sebagai alternatif lahan untuk memproduksi pangan dan
ternak serta sekaligus memperbaiki kualitas lahan dan lingkungan.
Biaya untuk reklamasi bervariasi tergantung bagaimana sistem pertanian
yang diusahakan. Biaya untuk meratakan dan memadatkan tanah yang
bergelombang, cukup tinggi, dan ini menjadi tanggungjawab perusahaan
penambang. Biaya pengelolaan selanjutnya, bila sistem yang diusahakan tanpa
integrasi tanaman dan ternak akan bervariasi. Biaya pengadaan pupuk kandang
bisa sangat mahal, namun bisa pula relatif murah, tergantung populasi ternak
dan kebiasaan petani – apakah petani pada umumnya menggunakan pupuk
kandang atau tidak.
Keamanan pangan (food safety) sering dipertanyakan bila lahan bekas
tambang digunakan untuk pertanian karena sebagian lahan bekas tambang
mengandung logam berat dengan konsentrasi tinggi. Akan tetapi untuk lahan
bekas tambang timah di kepulauan Bangka Belitung, data menunjukkan bahwa
konsentrasi unsur logam berat tidak berbeda nyata antara lahan bekas tambang
dengan lahan di sekitarnya yang bukan bekas tambang.
Bab 2 Buku Petunjuk Teknis ini menguraikan bagaimana mengelola
lanskap lahan bekas tambang agar siap dijadikan untuk lahan pertanian. Bab 3,
Bab 4, dan Bab 5 menguraikan tentang cara pengelolaan tanah dan tanaman
pada lahan bekas tambang timah untuk komoditas tanaman pangan, tanaman
hortikultura (terutama cabai), dan tanaman perkebunan. Cara pengelolaan
tanaman pakan ternak diuraikan pada Bab 6, dan tata cara integrasi tanaman
dan ternak diuraikan pada Bab 7. Aspek sosial ekonomi dan aspek finansial dari
pengelolaan lahan bekas tambang diuraikan pada Bab 8 dan Bab 9.
DAFTAR BACAAN
Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kepulauan Bangka Belitung.
2016. Data Pertambangan dan IUP Timah di Provinsi Bangka Belitung.
Pangkal Pinang.
Kementerian ESDM. 2015. Renstra Kementerian ESDM 2015-2019.
Kementerian EDDM, Jakarta.
Sukarman, Gani RA. 2017. Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka dan
Belitung, dan Kesesuaiannya untuk Komoditas Pertanian. Jurnal Tanah
dan Iklim, 41(2): 101-114.
3
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
4
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
2 REHABILITASI LAHAN BEKAS
TAMBANG TIMAH UNTUK
PERTANIAN
Deddy Erfandi, Achmad Rachman, dan Fahmuddin Agus
Balai Penelitian Tanah, Bogor
2.1. PENDAHULUAN
Lahan bekas tambang (LBT) merupakan lahan yang sudah berubah dari
bentuk aslinya, terutama dalam hal lanskap, sifat fisik, sifat kimia dan biologi
tanah. Permukaan yang datar berubah menjadi berbukit atau membentuk
cekungan/lubang yang bervariasi dari kecil hingga besar, sehingga estetika
lahan menjadi terganggu. Tanah yang tercampur aduk dari lapisan top soil
sampai bahan induk menyebabkan lapisan topsoil tanah awal menjadi hilang.
Hal ini berdampak buruk terhadap kesuburan tanah, karena lapisan tanah atas
(topsoil) sebagai media tumbuh tanam sudah hilang. Begitu juga sifat fisik tanah
yang telah jauh berubah dari sifat tanah aslinya yang menjadikan tanah mudah
mengalami erosi parit (gully erosion) akibat banyaknya rongga yang terbentuk
sewaktu pengembalian tanah over burden dan tailing. Lahan adakalanya
terkontaminasi logam berat bila lapisan tanah yang mengandung logam berat
tersingkap ke lapisan permukaan.
Lahan produktif saat ini semakin menyusut akibat alih fungsi lahan, di lain
pihak pemerintah sedang menggalakkan program swasembada pangan,
sehingga diperlukan lahan pertanian alternatif untuk mendukung program
tersebut. Lahan bekas tambang timah merupakan salah satu lahan sub optimal
yang dapat dijadikan alternatif untuk pengembangan lahan pertanian. Lahan
tersebut dapat berupa timbunan bergelombang hingga datar yang terdiri dari
bahan batuan pasir kasar hingga halus bercampur lumpur (tailing) dan lubang
bekas galian dapat berupa kolam atau danau (Kolong). Tailing yang berasal dari
liat marin mengandung sulfat masam dengan pH berkisar antara 2,7 sampai 3,5,
yang bersifat toksik bagi tanaman. Hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) dan mikro
menjadi tidak tersedia bagi tanaman sehingga tanaman sulit tumbuh dan
berproduksi.
Petunjuk teknis ini membahas teknik rehabilitasi lahan bekas tambang
timah dengan cara membangun penyediaan sumber bahan organik secara in-
situ (pada lokasi setempat). Hal ini penting karena kunci keberhasilan rehabilitasi
LBT adalah peningkatan bahan organik tanah. Sumber bahan organik yang
dihasilkan selain dari pupuk kandang, tandan kosong kelapa sawit, juga dari
tanaman legum yang ditanam sebagai tanaman rehabilitasi, serta dari sisa
5
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
tanaman setelah panen. Disamping itu, pemanfaatan tanaman pagar jenis legum
yang dipangkas secara periodik sangat membantu dalam penyediaan bahan
organik secara in-situ.
2.2. PEMILIHAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN
Pemilihan lahan bekas tambang untuk dijadikan areal pertanian agar
mempertimbangkan enam aspek sebagai berikut:
Pertama, pilih lahan bekas tambang yang tidak akan ditambang lagi.
Banyak kasus dimana kegiatan penambangan dihentikan untuk sementara
waktu karena menunggu harga hasil tambang yang menguntungkan. Lahan
tersebut harus dihindari, sehingga perlu dicari LBT yang benar-benar tidak akan
ditambang kembali.
Kedua, pilih lahan bekas tambang yang berada dalam kawasan
peruntukan areal penggunaan lain (APL), bukan dalam kawasan hutan produksi
(HP), apalagi hutan lindung (HL) untuk menghindari masalah hukum.
Ketiga, pilih lahan yang sudah direklamasi selama dua atau tiga tahun. Ini
bermanfaat agar LBT sudah relatif stabil, mudah diperbaiki lanskapnya, dan
mudah ditata untuk media tanam.
Keempat, pilih lokasi lahan bekas tambang yang tidak terganggu oleh
kegiatan operasional tambang aktif.
Kelima, terdapat petani atau kelompok pada areal bekas tambang
sehingga ada tenaga kerja yang akan menggarap lahan.
Keenam, yang tidak kalah penting adalah adanya kesepahaman dengan
perusahaan dan pemerintah daerah (Pemda) tentang status lahan dan rencana
penggunaan lahan.
2.3. PENGELOLAAN LANSKAP LAHAN BEKAS TAMBANG
2.3.1. Keadaan Lahan Bekas Tambang Timah
Kegiatan penambangan timah umumnya (>60 %) dilakukan dengan cara
terbuka (open-pit-mining). Kegiatan ini menyebabkan bukit terpotong,
terciptanya bukit-bukit baru dan terbentuk lubang besar berwujud kawah hingga
danau yang disebut dengan “kolong” (Gambar 1). Permukaan lahan yang tidak
beraturan merusak estetika lahan, tanah tidak berstruktur, miskin hara, aktivitas
mikroba tanah berkurang, dan tanah peka terhadap erosi.
Lahan bekas tambang timah dominasi fraksi pasir dengan kandungan lebih
dari 70 persen, yang dapat mengakibatkan air cepat hilang melalui infiltrasi
sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Gambar 2).
6
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 1. Keadaan lanskap lahan bekas tambang timah sebelum direklamasi
dan direhabilitasi
Gambar 2. Fraksi pasir rata-rata lebih tinggi dibandingkan fraksi debu dan liat,
terutama pada tailing lahan bekas tambang timah
Tanah pada lahan bekas tambang timah yang merupakan percampuran
antara lapisan atas sampai lapisan bahan induk, menyebabkan tanahnya sangat
tidak subur sehingga menyulitkan usaha revegetasi dan pengembangan
pertanian karena kegiatan revegetasi yang gagal. Oleh karena itu, keberhasilan
kegiatan. Pemanfaatan lapisan tanah atas untuk areal timbunan merupakan cara
yang baik untuk mengurangi dominasi fraksi pasir, sehingga tanah dapat
7
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
dijadikan sebagai media tanam. Untuk tanaman pangan yang memiliki akar
serabut, lapisan tanah liat diberikan setebal 10-20 cm dan dicampur dengan
lapisan tanah timbunan lahan bekas tambang berkedalaman 0-20 cm.
Keadaan lahan bekas tambang timah yang ditemukan di lapangan hampir
semuanya tanpa lapisan tanah atas. Hal ini sebagai akibat dari banyaknya lahan
bekas tambang yang sudah ditinggalkan oleh perusahaan di tambang kembali.
Bahkan ada lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi, ditambang
kembali, akibatnya lahan timbunan dilapisi krokos bercampur pasir pada bagian
atasnya (Gambar 3).
Gambar 3. Permukaan tanah bekas tambang terdiri atas campuran pasir dan
krokos (kiri), gundukan tanah bekas galian tambang yang perlu diratakan
sebelum ditanami (kanan)
2.3.2. Penataan Lahan Bekas Tambang Timah untuk Tanaman Pertanian
Penataan lahan merupakan kegiatan pasca tambang yang sangat penting
karena berhubungan dengan upaya revegetasi baik untuk tanaman tahunan
maupun semusim. Beberapa hal penting untuk diperhatikan dalam penataan
lahan bekas tambang timah untuk tanaman pertanian adalah:
1) Desain lanskap dapat memberikan estetika dan keserasian/keselarasan
terhadap alam sekitarnya serta mempermudah perbaikan plotting area tanam,
2) Buat media tanam yang sesuai dengan jenis tanaman, bila yang ditanam
tanaman berumur pendek pastikan bedengan penanaman dekat dengan
sumber air,
3) Kemiringan lahan dibuat agar tidak lebih curam dari 5 persen,
4) Saluran drainase perlu dibuat. Meskipun lahan dominan fraksi pasir, namun
untuk tanah overburden, fraksi liat dapat menghambat infiltrasi dan perkolasi
air sehingga dapat terjadi genangan yang merugikan pertumbuhan tanaman,
8
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
terutama tanaman berumur pendek seperti cabai, caisin, kangkung, dan
bayam.
5) Perlu identifikasi kolong. Kolong yang kurang baik, misalnya karena bocor,
sebaiknya ditimbun, namun sebaliknya bila kolongnya baik dan airnya jernih,
dapat dipelihara untuk dijadikan sumber.
Gambar 4. Lahan bekas tambang timah yang mulai ditumbuhi semak (kiri),
kolong dan tumpukan overburden dengan lapisan permukaan berupa campuran
bahan induk dan sub-soil (kanan)
Gambar 5. Perataan tanah sebagai bagian dari reklamasi menggunakan
buldoser (kiri) dan lahan yang sudah rata (kanan)
9
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 6. Survey identifikasi kolong untuk sumber air pada lahan bekas
tambang timah
2.4. PRODUKSI BAHAN ORGANIK
Kondisi lahan yang didominasi fraksi pasir yang tinggi dan kesuburan tanah
yang rendah, memerlukan input bahan organik yang cukup tinggi. Dengan
demikian pemberian bahan organik menjadi kunci keberhasilan rehabilitasi lahan
bekas tambang timah. Ketersediaan bahan organik di lapang menjadi sangat
penting. Bahan organik karena berhubungan dengan rehabilitasi lahan bekas
tambang timah untuk pertanian. Kebutuhan pupuk kandang sangat tinggi, hampir
setiap periode tanam dibutuhkan 30-40 ton ha-1. Penggunaan pupuk kandang
dan/atau kompos (hijauan tanaman yang dikomposkan) cukup efektif dalam
memperbaiki ketersediaan hara pada lahan bekas tambang timah. Dalam
penyediaan bahan organik yang cukup tinggi, diperlukan sumber bahan organik
hijauan tanaman yang diperoleh pada lokasi LBT.
Ada beberapa cara untuk memproduksi sumber bahan organik antara lain:
1) Menanam tanaman rehabilitasi lahan jenis legum seperti mukuna (Mucuna
sp.), sentro (Centrosema pubescens) dan kalopo (Calopogonium sp.),
2) Memanfaatkan hasil panen sisa tanaman,
3) Membuat tanaman pagar dari tanaman legum pohon, seperti gamal, turi dan
lamtoro, dan
4) Menanam tanaman pakan dari jenis rumput dan legum.
10
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
2.4.1. Kotoran Ternak
Dalam merehabilitasi lahan bekas tambang seperti bekas tambang timah,
kotoran ternak dengan jumlah besar sangat diperlukan. Kotoran ternak sebagai
sumber bahan organik dapat berasal dari ternak sapi, kambing dan ayam.
Setelah melalui proses dekomposisi secara alami atau dengan memberikan
bahan aktif seperti mikrobia, kotoran ternak dapat berubah menjadi pupuk yang
mudah diserap tanaman. Oleh karena itu pada kalangan petani atau pengguna
kotoran ternak menyebutnya dengan pupuk kandang. Penggunaan pupuk
kandang banyak dilakukan petani sayuran dengan jumlah besar hingga 40 ton
ha -1 per musim tanam.
Pada lahan bekas tambang, penggunaan pupuk kandang menjadi kunci
keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang. Hal
ini karena lahan bekas tambang yang minus unsur hara dapat terpenuhi dengan
cepat bila diterapkan pupuk kandang. Untuk penanaman tanaman penutup tanah
(legume cover crops: LCC) pada lahan bekas tambang, penggunaan pupuk
kandang adalah suatu keharusan. Penggunaannya mencapai 30 hingga 40 t ha-
1. Bangka Tengah banyak memiliki kelompok petani ternak dan juga sebagai
sentra ternak sapi di Pulau Bangka. Untuk itu pengelolaan kotoran ternak perlu
ditingkatkan, karena kebutuhan pada lahan bekas tambang cukup tinggi.
2.4.2. Tanaman Legum dan Sisa Tanaman
Tanaman legum seperti mukuna, sentro dan kalopo merupakan tanaman
pionir pada rehabilitasi lahan bekas tambang karena dapat memperbaiki
ketersediaan hara dan struktur tanah, oleh sebab itu tanaman tersebut
dinamakan tanaman rehabilitasi lahan. Pada Gambar 7 disajikan cara
penggunaan pupuk kandang 30 t ha-1 terhadap tanaman sentro. Pemberian
pupuk kandang dengan jarak 50 cm, sedangkan tanaman sentro ditanam
dengan cara larikan, sehingga kebutuhan benih relatif lebih banyak. Hal ini
dimaksudkan agar permukaan lahan lebih cepat tertutup. Tanaman dipangkas
Gambar 7. Penggunaan pupuk kandang 30 ton ha-1 dengan sistem larikan (kiri),
tanaman sentro umur tiga minggu (tengah), tanaman sentro umur 120 hari
menutup permukaan tanah dan siap untuk dipangkas (kanan)
11
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
pada saat berumur 120 HST dan disebarkan sebagai mulsa. Hasil hijauan
beberapa tanaman rehabilitasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil hijauan tanaman penutup tanah pada umur 120 hari setelah tanam
pada lahan bekas tambang timah
Tanaman penutup tanah Berat hijauan (t ha-1)
Mukuna Tahun 1 Tahun 3
Sentro
Kalopo 12,6 33,2
13,7 -
36,8 35,9
Gambar 8. Memanfaatkan sisa tanaman jagung sebagai mulsa pada sistem
pertanaman lorong (kiri) dan sistem monokultur (kanan)
Sumber bahan organik dari sisa tanaman dapat membantu merehabilitasi
lahan bekas tambang timah. Sisa tanaman disebar sebagai mulsa sangat
bermanfaat untuk mengurangi penguapan dan menghambat pertumbuhan
gulma.
2.4.3. Tanaman Pagar
Jenis tanaman pagar yang digunakan sebagai sumber bahan organik
sebaiknya dari jenis legum seperti gamal, lamtoro dan turi (Gambar 9). Tanaman
tersebut sebelum ditanam dilapang terlebih dahulu disemai dan setelah 2-3
minggu dipindahkan dalam polybag. Setelah berumur 3 minggu dalam polybag
dapat dipindahkan ke lapang. Penanaman tanaman sebagai tanaman pagar
harus diusahakan mengarah Timur - Barat. Hal ini dilakukan agar tanaman yang
ditanam pada lorong mendapatkan sinar matahari secara maksimal. Tanaman
turi sebagai tanaman pagar memiliki kelemahan karena tidak tahan terhadap
pangkasan dibandingkan dengan lamtoro, terutama pada saat curah hujan mulai
berkurang.
12
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
2.4.4. Pengembangan Pakan Ternak
Jenis legum pakan ternak yang adaptif pada lahan bekas tambang timah
adalah Arachis pintoi, kembang telang, stylo dan indigofera. Keragaan tanaman
tersebut disajikan pada Gambar 10. Pengembangan tanaman tersebut dapat
diintegrasikan dengan ternak (sapi atau kambing), sehingga kotorannya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan organik tanah.
Gambar 9. Sistem budidaya tanaman lorong dengan tanaman pagar turi dan
tanaman utama padi gogo (kiri) dan tanaman utama ubi jalar dengan tanaman
pagar lamtoro (kanan)
Gambar 10. Beberapa jenis legum pakan yang adaptif pada lahan bekas
tambang timah
13
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 11. Tanaman Indigofera sebagai salah satu tanaman yang adaptif untuk
rehabilitasi lahan bekas tambang timah
2.5. SOSIALISASI DAN DISEMINASI TEKNOLOGI
Sosialisasi dan diseminasi teknologi LBT timah penting dilaksanakan
terutama untuk memperkenalkan pada pemerintah daerah (OPD) termasuk
Dinas Pertanian, penyuluh dan petani/masyarakat, kelompok tani dan gapoktan
sekitar demplot dan di luar areal demplot.
Sebagai contoh, demplot tanaman pakan ternak (TPT) yang ada di lokasi
LBT Timah di Bukit Kijang, Bangka tengah, telah dimanfaatkan oleh beberapa
petani sebagai sumber hijauan (pada saat panen) dan sumber bibit TPT untuk
dibudidayakan. Atas inisiatif Pemda Bangka Tengah, telah dilakukan perkenalan
beberapa jenis TPT sebagai sumber HPT yang dapat tumbuh baik pada Lahan
Bekas Tambang (LBT) Timah dan pembagian bibit TPT dan dilanjutkan dengan
pemanenan. Kegiatan ini melibatkan 5 Kelompok Tani Ternak yang berada di
Bangka Tengah yaitu Kawa Mua, Nadi Lestari, Barokah, Hidup Makmur, dan
Pesantren Tahfidz dan Agribisnis Daarul Mahabbah, dengan jumlah petani
ternak ± 60 orang.
14
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 12. Poster sebagai alat diseminasi dengan paparan keadaan sifat tanah,
cara pengelolaan, dan hasil tanaman pada lahan bekas tambang timah
Gambar 13. Temu lapang sebagai salah satu metode sosialisasi, seperti
terhadap tanaman pakan ternak yang dikembangkan pada lahan bekas tambang
timah, Bukit Kijang, Bangka Tengah, tanggal 14 Maret 2017
15
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 14. Sosialisasi rehabilitasi lahan bekas tambang timah pada bulan Maret
tahun 2017, dihadiri Gubernur terpilih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
Ketua Tim Penggerak PKK, Polisi, TNI, Pemuka Masarakat, Pejabat Provinsi dan
Kabupaten, Peneliti, Penyuluh, Petani, serta stakeholder lainnya
Gambar 15. Workshop dan paparan progress kegiatan kepada Pemda,
perusahaan, dan stakeholder merupakan bagian dari sosialisasi teknologi
rehabilitasi lahan bekas tambang timah
16
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
2.6. PENUTUP
Pendekatan lansekap penting dalam rehabilitasi lahan bekas tambang
karena adanya saling keterkaitan antara cekungan (termasuk kolong) dengan
gundukan yang terbentuk selama aktivitas penambangan. Perataan lahan
merupakan langkah awal yang perlu ditempuh sebelum lahan dapat dijadikan
lahan pertanian. Kunci keberhasilan selanjutnya dalam mengelola LBT adalah
kemampuan memproduksi dan menggunakan bahan organik secara in-situ.
Bahan organik utama yang berkualitas tinggi adalah pupuk kandang, terutama
yang sudah diproses menjadi kompos. Selain pupuk kandang, hijauan tanaman
legum, baik berupa legum menjalar, maupun legum pohon merupakan sumber
bahan organik yang penting untuk peningkatan kesuburan tanah serta perbaikan
kualitas pakan ternak.
Bila ada jaminan ketersediaan bahan organik, terutama pupuk kandang
sebanyak 20-40 ton/ha pada awal rehabilitasi, dan sekitar 10-20 ton per ha pada
tahun berikutnya, maka diyakini bahwa lahan bekas tambang timah dapat
direhabilitasi menjadi lahan pertanian produktif.
Pendekatan sosial dan kelembagaan penting dalam pemilihan lokasi serta
sosialisasi dan diseminasi hasil penelitian. Ini dikarenakan kompleksnya
masalah status lahan, regulasi, dan keadaan sosial ekonomi terkait lahan bekas
tambang.
DAFTAR BACAAN
Asmarhansyah, Subardja D. 2013. Perbaikan kualitas lahan bekas tambang
timah Bangka Tengah melalui penggunaan tanah mineral dan pupuk
organik. Pros. Semnas Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan
Terdegradasi. Bogor, 29-30Juni 2012. 369-384. Badan Litbang Pertanian,
Jakarta.
Buyantogtokh U, Guo M. 2013. Reclamation of Abandoned mine land through
poultry litter biochar amendment. Poster paper was presented at the 2013
National Meeting of the American Society of Mining and Reclamation,
Laramie, WY Reclamation Across Industries,June 1–6, 2013. R.I.
Barnhisel (Ed.) ASMR, 3134, Lexington (USA).
Dere AL, Stehouwer RC, Aboukila E, McDonald KE. 2012. Nutrient Leaching and
Soil Retention in Mined Land Reclaimed with Stabilized Manure. Journal of
Environmental Quality 41(6): 2001-2008.
Hao B, Li-xun K. 2014. Review Article Mine Land Reclamation and Eco-
Reconstruction in Shanxi Province I: Mine Land Reclamation Model, The
Scientific World Journal Volume 2014, Article ID 483862, 9 Hal.
17
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Hidayat Z, Asmarhanysah, Risfaheri. 2013. Perbaikan lahan bekas tambang
timah melalui pengembangan ternak sapi. Prosiding Ekspose dan Seminar
Nasional Pertanian Ramah Lingkungan. Makassar, 19 -21 Juni 2013. Hal.
209 -217.
Mensah AK. 2015. Role of revegetation in restoring fertility of degraded mined
soils in Ghana: A review. Int. J. Biodivers. Conserv. 7(2): 57-80.
Munawar. 1999. Coal-mine Soil Reclamation and Its Possible Agricultural Uses
in Bengkulu. Pros. Sem. Toward Sustain-able Agriculture in Humid Tropics
Facing the 21st Century 107-124.
Nurtjahya E, Setiadi D, Guhardja E, Muhadiono, Setiadi Y. 2007. Populasi
Collembola di lahan revegetasi tailing timah di Pulau Bangka. Biodiversitas
8(4):309-313.
Pratiwi E, Santoso, Turjaman M. 2012. Penentuan dosis bahan pembenah tanah
(ameliorant) untuk perbaikan tanah dari tailing pasir kuarsa sebagai media
tumbuh tanaman hutan. Jurnal Penelitian Hutan dan konservasi alam. 9(2):
163-174.
Sembiring. 2008. Sifat Kimia dan Fisik Tanah Pada Areal Bekas Tambang
Bauksit di Pulau Bintan Riau. Info Hutan 5(2):123-134.
Sheoran AS, Sheoran V, Poonia P. 2008. Rehabilitation of mine degraded land
by metallophytes. Mining Engineers Journal 10(3):11-16.
Sheoran V, Sheoran AS, Poonia P. 2010. Soil Reclamation of Abandoned Mine
Land by revegetation: A Review, International Journal of Soil, Sediment
and Water 3(13): 1-20.
Subardja D, Kasno A, Sutono, Sosiawan H. 2010. Identifikasi dan karakterisasi
lahan bekas tambang timah untuk pencetakan sawah baru di Perlang,
Bangka Tengah. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan
Pertanian. Bogor, 30 November - 1 Desember 2010. Hlm; 109 -122.
18
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
3 PENGEMBANGAN TANAMAN
PANGAN PADA LAHAN BEKAS
TAMBANG
I W. Suastika dan Umi Haryati
Balai Penelitian Tanah, Bogor
3.1. PENDAHULUAN
Pemanfaatan lahan terlantar bekas tambang (LBT) untuk perluasan areal
pertanian merupakan suatu peluang untuk memecahkan persoalan pangan,
minimal ketahanan pangan rumah tangga (household food security), dan
masalah lingkungan. Namun perlu dipahami bahwa LBT mempunyai berbagai
masalah biofisik berupa sangat rendahnya kesuburan tanah, di samping
berbagai masalah sosial ekonomi dan kelembagaan. Oleh karena itu, untuk
melaksanakan reklamasi dan pemanfaatan lahan bekas tambang secara tepat
perlu dukungan data dan informasi terkait kondisi biofisik dan social ekonomi
sehingga upaya reklamasi dapat dilakukan dengan baik. Dari data tersebut akan
dapat diperkirakan berapa dan bagaimana input untuk rehabilitasi yang
diperlukan dan dengan biaya berapa.
Melalui pengelolaan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik tanah,
secara teknis lahan-lahan bekas tambang dapat dijadikan areal pertanian yang
produktif. Kuncinya adalah penambahan bahan organik berupa pupuk kandang
atau pupuk kompos, pupuk hijau, pupuk buatan, dan ada kalanya diperlukan
pemberian amelioran (zat pembenah tanah) dan penyiraman. Kompos yang
berasal dari pupuk kandang merupakan perlakukan kunci karena selain
menyediakan hara makro dan mikro, juga dapat meningkatkan daya tanah dalam
memegang air dan dapat menyangga naik-turunnya suhu tanah.
Kompos atau pupuk kandang bisa didapatkan dengan menanam tanaman
penutup tanah dan rumput pakan disertai dengan memelihara ternak seperti
sapi dalam sistem integrasi tanaman dan ternak (Bab 7 buku ini). Dengan dua
modal ini, akan ada suplai bahan organik secara kontinu untuk memenuhi
kebutuhan tanaman dan tersedianya pakan untuk ternak, baik dari sisa tanaman
utama, maupun dari tanaman rumput dan legum penutup tanah. Selanjutnya
akan dapat dikembangkan berbagai jenis tanaman pertanian, termasuk tanaman
pangan.
Lahan bekas tambang timah yang tadinya ditinggalkan karena kurang
produktif, dengan sentuhan teknologi yang sesuai dengan karakteristik lahannya
dapat dikembangkan menjadi areal pertanian yang produktif. Pengalaman
Badan Litbang Pertanian pada lahan bekas tambang timah di Desa Bukit Kijang,
19
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Kabupaten Bangka Tengah, dan lahan bekas tambang batu bara di Embalut,
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dari tahun 2016 sampai tahun 2019,
menunjukkan bahwa lahan bekas tambang “dapat disulap” menjadi lahan
pertanian produktif. Beberapa komoditas tanaman pangan yang dapat
berkembang dengan baik antara lain adalah jagung, kacang tanah, ubikayu
(singkong), dan ubi jalar.
3.2. PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu jenis tanaman pangan utama di
Indonesia dan termasuk tanamanpangan yang paling banyak dibudidayakan
oleh petani. Selain untuk pangan dan pakan, jagung juga banyak digunakan
dalam industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. Tanaman jagung
termasuk golongan Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminae, dan
familia Graminaceae serta genus Zea.
Sekarang jagung telah menjadi komoditas perdagangan dunia. Berbagai
negara berlomba-lomba meningkatkan produksinya guna memenuhi permintaan
pangan, pakan dan industri. Untuk itu, jagung yang akan digunakan sebagai
benih sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun fisiologinya, dan
berasal dari varietas unggul. Pengembangan jagung dengan produktivitas tinggi
saat ini dimungkinkan mengingat banyaknya jagung hibrida yang telah tersedia
di pasaran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengusahaan
tanaman jagung di lahan bekas tambang, sebagaimana uraian berikut.
3.2.1. Varietas Unggul
Hal pertama yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengusahaan
jagung adalah pemilihan varietas. Pemilihan varietas unggul merupakan hal
yang sangat penting dalam kegiatan budidaya jagung di lahan bekas tambang.
Varietas yang ditanam sebaiknya jenis hibrida dengan potensi hasil tinggi serta
dapat beradaptasi pada kondisi lahan yang tidak subur seperti lahan bekas
tambang. Penggunaan varietas yang sesuai dan disertai dengan teknik budidaya
yang tepat, berpotensi memberikan asil sampai 11 t ha-1. Varietas berdaya hasil
tinggi dan umur genjah-sedang seperti NASA 29, Bisi2, NK22, dan varietas
jagung hibrida lainnya dapat beradaptasi di lahan bekas tambang.
3.2.2. Benih Bermutu
Produksi sangat tergantung pada mutu benih yang ditanam, dengan ciri,
mengkilap, tidak keriput, sehat dan tidak tercampur kotoran atau varietas lain,
dengan daya tumbuh minimal 90%. Kebutuhan benih per hektar berkisar antara
15-20 kg.Untuk mencegah serangan penyakit bulai diperlukan perlakuan benih,
20
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
yaitu mencampurkan 1 kg benih dengan 2 gr fungisida powder atau fungisida
cair yang dilarutkan dalam 7,5-10 ml air.
3.2.3. Pengolahan Tanah
Sebelum penanaman, tanah diolah sedalam 15-20 cm untuk
menggemburkan tanah, memperbaiki drainase, mendorong aktivitas mikroba
tanah sekaligus untuk mematikan gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan
cara dicangkul atau menggunakan hand tractor kemudian diratakan. Untuk lahan
bekas tambang, perlakuan meratakan tanah merupakan perlakuan utama
karena permukaan tanahnya yang kasar dan berbukit kecil pada saat pertama
kali ditanami. Setelah tanah diolah sempurna, dibuat bedengan-bedengan
dengan lebar 2-2,5 m dan panjang 20-30 m. Kemudian dibuatkan larikan yang
sesuai dengan calon lajur tanaman jagung.
3.2.4. Ameliorasi, Pemupukan dan Penanaman
Penggunaan amelioran seperti pupuk kandang, kapur pertanian, biochar,
dan atau fosfat alam dilakukan sebelum penanaman. Bahan-bahan tersebut
diaplikasikan pada larikan tanaman atau ditempatkan pada lubang yang dibuat
pada bedengan tanaman, kemudian dicampur dengan tanah asli, lalu diinkubasi
(dibiarkan) selama minimal satu minggu (Gambar 1).
Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 5 cm. Jarak tanam
yang dianjurkan adalah 75 cm x 20 cm dengan 1 tanaman per lubang atau 75
cm x 40 cm dengan 2 tanaman per lubang. Setelah benih ditanam, sebaiknya
ditutup dengan pupuk kandang atau tanah.
Gambar 1. Cara pemberian pupuk kandang dengan sistem pot (kiri) dan sistem
larikan (kanan)
21
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Untuk lahan bekas tambang timah dan batubara diperlukan pupuk
kandang sebanyak 30 t ha-1. Penambahan kapur pertanian sebanyak 2 t ha-1
terutama jika pH tanah<5, biochar 5 t ha-1, dan fosfat alam sebanyak 1 t ha-1
meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah. Pemupukan anorganik
dilakukan dengan cara dilarik pada baris tanaman kemudian pupuk dibenamkan
untuk menghindari kehilangan pupuk karena hujan. Unsur hara yang tersedia
dengan cukup pada waktu yang tepat di dalam tanah diperlukan untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, dimulai dari pertumbuhan vegetatif sampai
dengan keluarnya tongkol. Takaran pupuk buatan yang dianjurkan untuk lahan
bekas tambang batubara adalah ± 250 kg Urea ha-1 + Ponska 300 kg ha-1
sedangkan untuk lahan bekas tambang timah sebanyak 300 kg Urea ha-1 +
Phonska 350 kg ha-1. Pupuk diberikan 3 kali, yang pertama pada saat tanaman
berumur 7-10 hari setelah tanam dengan dosis 300-350 kg phonska ha-1; kedua
pada umur 30-35 hari setelah tanam dengan dosis 125-150 kg urea ha-1 dan
ketiga pada umur 40-45 hari setelah tanam (pembentukan dan perkembangan
tongkol) dengan dosis urea 125-150 kg ha-1. Pupuk diberikan dalam
lubang/larikan ±10 cm di samping tanaman dan ditutup dengan tanah.
Gambar 2. Keragaan tanaman jagung pada fase vegetatif di lahan bekas
tambang timah di Desa Bukit Kijang, Kabupaten Bangka Tengah
3.2.5. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah
pengendalian hama dan penyakit serta pengendalian gulma. Pengendalian
hama penyakit dilakukan dengan menerapkan konsep pengendalian hama dan
penyakit secara terpadu, yaitu dengan mengkombinasikan pengendalian hama
dan penyakit secara mekanik dan kimiawi menggunakan pestisida. Tanaman
jagung biasanya rentan terhadap serangan hama penggerek batang dan
penyakit bulai. Oleh karena itu pengendaliannya hendaknya dilakukan secara
22
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
dini. Untuk mencegah penyakit bulai perlu dilakukan seed treatment dengan
menggunakan fungisida. Jika ditemukan tanaman jagung yang diserang penyakit
bulai maka tanaman tersebut segera dicabut dan dieradikasi dengan cara
dibakar agar tidak menular ke tanaman lainnya yang masih sehat.
Penyiangan dilakukan minimal dua kali yaitu pertama pada umur 15 hari
setelah tanam (HST) dan kedua pada umur 28-30 HST sebelum pemupukan
kedua. Pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi merupakan pilihan
terkahir jika pengendalian dengan cara yang lainnya tidak berhasil. Hama
penggerek batang yang kerap menyerang pertanaman jagung dapat
dikendalikan dengan insektisida Carbofuran.
3.2.6. Pengairan
Jagung membutuhkan air yang cukup untuk mendukung proses
fotosintesis sehingga pengisian biji menjadi optimal. Khusus pada pertanaman
musim kemarau atau saat tidak ada hujan, disarankan untuk mengairi tanaman
pada saat sebelum tanam, 15 HST, 30 HST, 45 HST, 60 HST, dan 75 HST (6
kali pemberian). Sumber air dapat berupa air yang berasal dari kolong (asalkan
warna airnya tidak ekstrim hijau kebiruan, atau kemerahan) dengan sistem irigasi
tetes, sprinkler, atau penyiraman sederhana menggunakan gembor.
3.2.7. Panen
Panen jagung dapat dilakukan pada saat kadar air biji jagung antara 17-
18% atau dengan karakteristik ketika kelobot sudah mengering dan berwarna
coklat muda dan biji mengkilap. Apabila biji ditekan dengan kuku tidak
membekas, yang biasanya terjadi pada umur antara 80-105 HST.
Sebelum dipanen dapat dilakukan pemangkasan batang bagian atas untuk
menurunkan kadar air tongkol disertai dengan pengupasan klobot sebagian atau
seluruhnya. Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan memutar
tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai
buah jagung. Pada lahan yang luas dan pertumbuhan jagung merata,
pemanenan dapat menggunakan mesin. Setelah panen diperlukan pengeringan
yang cukup sebelum jagung dipipil agar biji tidak retak/pecah dan tidak mudah
diserang jamur.
23
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 3. Keragaan tanaman jagung siap panen pada lahan bekas tambang
timah di Desa Bukit Kijang, Bangka Tengah
Tanaman jagung Sukmaraga yang ditanam dengan sistem pertanaman
Lorong (alley cropping) pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah,
menghasilkan 9,96 t ha-1 berat tongkol kering atau 5,81 t ha-1 pipilan kering.
3.2.8. Pasca Panen
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum di dalam Standar Nasional
Indonesia SNI 01-03920-1995. Syarat Umum yang harus dipenuhi agar hasil
panen jagung dianggap mempunyai kualitas baik antara lain bebas hama dan
penyakit, bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya, bebas dari bahan
kimia, seperti insektisida dan fungisida, serta memiliki suhu normal. Sedangkan
syarat khususnya adalah sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Syarat mutu jagung sesuai standar nasional
Nomor Komponen Persyaratan Mutu (% Maks) IV
I II III 17
1 Kadar air (%) Maks 14 14 15 8
2 Butir Rusak 246 10
3 Warna lain 137 3
4 Butir pecah 123 2
5 Kotoran 112
3.3. PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG TANAH
Kacang tanah merupakan salah satu tanaman yang bernilai ekonomis
tinggi karena selain digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga juga
dapat digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri. Sebagai bahan
baku industri, kacang tanah digunakan sebagai bahan untuk membuat keju,
24
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
mentega, sabun dan minyak goreng. Sedangkan sebagai bahan pangan dan
pakan ternak, kacang tanah mengandung lemak, protein, karbohidrat serta
vitamin (A, B, C, D, E dan K), juga mengandung mineral.
Kacang tanah (Arachis Hypogaea) sangat cocok ditanam di daerah
dataran rendah yang memiliki suhu tinggi. Oleh karena itu, pada umumnya
tanaman kacang tanah lebih cocok ditanam pada musim kemarau dibandingkan
musim hujan. Tanaman kacang tanah sangat memerlukan sinar matahari secara
penuh untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangannya dengan
baik serta menghasilkan polong dan biji yang berkualitas.
3.3.1. Varietas
Aspek pertama yang perlu mendapatkan perhatian jika akan
mengembangkan tanaman kacang tanah pada lahan bekas tambang batubara
maupun timah adalah pemilihan varietas yang adaptif dengan karakteristik
tanahnya. Umumnya dipilih varietas unggul yang mempunyai potensi hasil tinggi,
ukuran biji seragam, sehat dan jelas asal usulnya. Pada umumnya biji kacang
tanah yang baru dipanen sangat baik untuk dijadikan benih. Pemilihan varietas
sebaiknya memperhatikan kesesuaian lingkungan, ketahanan terhadap
hama/penyakit, dan kebutuhan pasar. Untuk keperluan pasokan industri kacang
garing, biasanya digunakan varietas berbiji dua, sedangkan untuk keperluan lain
bisa dipilih kacang tanah biji 3 atau 4 seperti varietas Kelinci, Singa, Turangga,
dan Domba yang hasilnya lebih tinggi.
3.3.2. Penyiapan Lahan
Kacang tanah memerlukan media tanah yang gembur, tanah dibajak
sebanyak dua kali sedalam 15-20 cm, lalu digaru, dan diratakan, dibersihkan dari
sisa tanaman dan gulma, dan dibuat bedengan selebar 3-4 meter. Antar
bedengan dibuat saluran drainase sedalam 30 cm dan lebar 20 cm untuk
menyalurkan kelebihan air pada saat hujan.
3.3.3. Ameliorasi Tanah
Tanah bekas tambang batubara maupun timah pada umumnya
mempunyai tingkat kesuburan rendah dan kandungan bahan organik yang
sangat rendah. Oleh karena itu, pemberian bahan organik harus dilakukan.
Aplikasi bahan organik dan amelioran lainnya seperti kapur pertanian atau
biochar dapat dilakukan sebelum penanaman. Bahan organik dan amelioran
lainnya diaplikasikan pada larikan tanaman atau ditempatkan pada lubang yang
dibuat pada bedengan tanaman, kemudian dicampur dengan tanah asli, lalu
diinkubasi selama minimal 1 minggu. Untuk lahan bekas tambang batubara,
dosis bahan organik atau pupuk kandang berkisar antara 5-10 ton h-1, sedangkan
pada lahan bekas tambang timah dosisnya mencapai 25-30 ton h-1. Ini
25
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
disebabkan karena lahan bekas tambang timah, terutama tailing, sangat rendah
kandungan bahan organiknya dan teksturnya sangat berpasir.
3.3.4. Cara Tanam
Penanaman kacang tanah dilakukan dengan cara ditugal dengan jarak
tanam 40 cm x 20 cm atau 40 cm x 10 cm dengan satu biji per lubang tanam,
sehingga dibutuhkan benih sekitar 90-100 kg ha-1.
3.3.5. Pemupukan
Dosis pupuk yang dianjurkan berbeda antara lahan bekas tambang
batubara dengan timah. Untuk lahan bekas tambang batubara yang tingkat
kesuburan tanahnya relatif lebih tinggi maka dosis pupuknya lebih rendah
dibandingkan dengan dosis pupuk untuk di lahan bekas tambang timah. Untuk
lahan bekas tambang batubara dosis pupuk yang dianjurkan adalah Urea 75 kg
ha-1, SP36 100 kg ha-1 dan KCl 100 kg ha-1, sedangkan untuk lahan bekas
tambang timah adalah Urea 100 kg ha-1, SP36 150 kg ha-1dan KCl 125 kg ha-1.
Pupuk diaplikasikan bersamaan waktu tanam atau saat tanaman berumur
antara 7-15 hari. Pemupukan yang paling efisien dilakukan secara larik atau
tugal.
3.3.6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama utama kacang tanah antara lain wereng kacang tanah (Empoas
cafasialin), penggerek daun (Stomopteryx subscevivella), ulat jengkal (Plusia
chalcites) dan ulat grayak (Prodenia litura). Hama tersebut dapat dikendalikan
dengan insektisida endosulfan, klorfirifos, monokrotofos, metamidofos, diazinon
yang diaplikasikan pada umur 25, 35, dan 45 hari.
Penyakit utama kacang tanah antara lain layu bakteri (Pseudomonas
solanacearum), bercak daun (leafspot), penyakit karat (Puccinia arachidis).
Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan menanam varietas tahan atau
menggunakan fungisida benomil, mankozeb, bitertanol, karbendazim, dan
klorotalonil yang diaplikasikan pada umur 35, 45, dan 60 haris esudah tanam.
3.3.7. Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan gulma dilakukan sebelum tanaman berbunga. Setelah ginofor
masuk kedalam tanah tidak boleh disiang karena akan menyebabkan kegagalan
pembentukan polong. Pembumbunan dapat dilakukan bersamaan dengan
penyiangan ke I.
26
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
3.3.8. Pengairan
Bila tersedia pengairan, dilakukan pengairan pada periode kritis tanaman
yaitu pada periode pertumbuhan awal (umur hingga 15 hari), umur 25 hari (awal
berbunga), umur 50 hari (pembentukan dan pengisian polong), dan umur 75 hari
(pemasakan). Air kolong (void) dapat digunakan jika kualitasnya tidak diragukan,
misalnya tidak berwarna hijaup pekat.
3.3.9. Panen dan Pascapanen
Panen biasanya dilakukan pada umur 90 hari sesudah tanam, ditandai
dengan daun yang mulai mengering. Panen dilakukan dengan cara mencabut
rumpun. Setelah panen polong segera dirontokkan dan dikeringkan sampai
kadar air 12% yang ditandai oleh mudah terkelupasnya kulit ari. Membiarkan
polong dalam kondisi basah lebih dari 24 jam menyebabkan polong berlendir,
mudah terinfeksi jamur Aspergillus flavus dan terkontaminasi aflatoksin yang
menyebabkan kacang menjadi pahit dan beraroma tengik.
Hasil polong kering tanaman kacang tanah yang ditanam di lahan bekas
tambang timah di Desa Bukit Kijang, Kabupaten Bangka Tengah sekitar 4,8 t ha-
1.
Gambar 4. Keragaan tanaman kacang tanah pada lahan bekas tambang timah
di Bukit Kijang, Bangka Tengah
27
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
3.4. KEAMANAN PANGAN
Salah satu kekhawatiran di areal bekas tambang adalah apakah pangan
atau pakan yang dihasilkan mengandung logam berat dalam konsentrasi yang
mengancam kesehatan manusia. Pengkajian fitotoksisitas logam berat di
Indonesia masih sangat jarang, apalagi mengenai peningkatan pemasukan
logam berat kedalam rantai pangan yang menimbulkan persoalan pencemaran
pangan. Hasil analisis berangkasan tanaman jagung yang ditanam di areal bekas
tambang Batubara, Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kandungan beberapa
jenis logam berat nilainya lebih rendah dari nilai ambang batas yang
dikemukakan oleh Mengel dan Kirby (1987). Untuk unsur Pb hasil analisisnya
0,003 ppm sedangkan nilai ambang batasnya 10-20 ppm; Cd nilainya 0,052 ppm
lebih rendah dibandingkan dengan nilai ambang batas 5-10 ppm. Begitu juga
dengan unsur Cu, hasil analisisnya sebesar 10 ppm sedangkan nilai ambang
batasnya 15-20 ppm; Zn hasil analisisnya 27 ppm sedangkan nilai ambang
batasnya 150-200 ppm; Ni hasil analisisnya 0,003 ppm sedangkan nilai ambang
batasnya 20-30 ppm; dan Cr hasil analisisnya 0,144 ppm sedangkan nilai ambang
batasnya 1-2 ppm. Sedangkan untuk unsur Se dan As nilainya tidak terdeteksi.
Dengan demikian tidak ada kekhawatiran ancaman unsur logam berat pada
produk pangan yang dihasilkan pada lahan bekas tambang batubara di Embalut,
Kalimantan Timur. Untuk lokasi lain keadaannya diperkirakan tidak berbeda.
Hasil analisis tanah oleh Sukarman dan Gani untuk lahan bekas tambang
timah di Bangka Tengah tidak menunjukkan perbedaan dari konsentrasi pada
lahan yang bukan bekas tambang. Dengan demikian pada tanaman tidak
dikhawatirkan akan terjadi masalah.
DAFTAR BACAAN
Adisarwanto T, Rahmianna AA. 1991. Pengelolaan lahan, cara tanam dan
penggunaan pupuk kandang untuk kacang tanah di lahan bekas luapan
gunung Kelud. hlm. 68–73 dalam Adisarwanto, T.Y. Widodo dan A. Winarto
(Ed.) Risalah Hasil Penelitian.
Agrita, Arpila D. 2012. Pengaruh kombinasi dosis pupuk fosfat dengan pupuk
kotoran ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays
L.) Hibrida Varietas Bisi-2 pada Inceptisol Jatinangor. Sumedang. Fakultas
Pertanian Universitas Padjajaran.
Ali AH. 2004. Pengaruh jarak tanam dan pemberian berbagai dosis kotoran ayam
terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah (Arachis hypogaea)
Varietas Gajah. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. 43 Hlm.
28
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2015. Buku Pedoman GP-Ptt Jagung.
Jakarta. 89 hlm.
Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2017, Peta
Jalan (Roadmap) Jagung Menuju Indonesia sebagai lumbung pangan
dunia 2045. Ditjen Tanaman Pangan, Jakarta.
Mengel K, Kirby EA. 1987. Priciple of Plant Nutrition. 4thEdition. International
Potash Institute. Bern. 687 h.
Kuyik, Antonius R, Tumewu P, Sumampow DMF, Tulungen EG. 2012. Respons
tanaman jagung manis (Zea mays saccharata L.) terhadap pemberian
pupuk organik. Faperta Univ. Sam Ratulangi. Manado.
Ridwan D, Jamin. 1994. Sistem Pengolahan Tanah dan Pemberian Pupuk
Kandang pada Tanaman Jagung, Dalam: Risalah Seminar Balai Penelitian
Tanaman Pangan Sukarami. Vol. V. Hal. 60 – 66.
29
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
30
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
4 BUDIDAYA TANAMAN CABAI PADA
LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH
I G. M. Subiksa, Umi Haryati, Sutono, dan I W. Suastika
Balai Penelitian Tanah, Bogor
4.1. PENDAHULUAN
Tanaman Cabai (Capsicum sp.) adalah salah satu dari tujuh komoditas
strategis Kementerian Pertanian yang banyak dibudidayakan karena memiliki
nilai ekonomi tinggi. Harga jual komoditas ini di pasaran sangat fluktuatif,
tergantung pada musim dan permintaan konsumen. Tanaman cabai yang umum
ditanam antara lain adalah cabai rawit (Capsicum frustecen), cabai keriting
(Capsicum annum L.), dan cabai merah (Capsicum annum L.) (Gambar 1).
Beberapa daerah di Indonesia memiliki preferensi tinggi terhadap jenis cabai
tertentu, sehingga pemilihan jenis cabai yang diusahakan perlu disesuaikan
dengan preferensi masyarakat setempat. Sebagai contoh, masyarakat di
Provinsi Bangka Belitung menyukai cabai rawit putih dan cabai keriting,
sedangkan masyarakat Jawa lebih menyukai cabai merah besar.
Tanaman cabai adalah tanaman semusim yang memiliki adaptasi yang
luas terhadap kondisi tanah dan iklim. Tanaman cabai dapat ditanam di dataran
rendah sampai dataran tinggi sampai 1.000 m diatas permukaan laut (dpl).
Tanaman cabai rawit lebih cocok ditanam di dataran rendah sampai 500 m dpl,
sedangkan cabai merah lebih menyukai elevasi yang lebih tinggi hingga 1.400 m
dpl. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan cabai merah adalah sekitar 600-
1.200 mm per tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai
merah adalah 25-27 °C pada siang hari dan 18-20 °C pada malam hari.
Gambar 1. Beberapa jenis tanaman cabai (dari kiri ke kanan): cabai rawit, cabai
keriting dan cabai merah besar
31
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Budidaya cabai pada lahan bekas tambang timah memerlukan upaya lebih
intensif dibandingkan dengan lahan lain pada umumnya. Upaya tersebut meliputi
perbaikan kondisi lahan dan iklim mikro setempat. Lahan bekas tambang timah
sebagaian besar berupa tailing pasir sehingga diperlukan upaya khusus agar
tanaman cabai dapat tumbuh optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
budidaya tanaman cabai di lahan bekas tambang timah produktivitasnya rendah
dibandingkan dengan produktivitas cabai di lahan bukan bekas tambang. Namun
demikian, dari segi kelayakan ekonomi, budidaya cabai di lahan bekas tambang
timah masih menguntungkan karena komoditas cabai tergolong memiliki harga
jual yang tinggi di pasar setempat. Hal lain karena komoditas cabai masih banyak
didatangkan dari luar daerah untuk memenuhi permintaan yang cukup tinggi di
wilayah Pulau Bangka.
Tantangan yang dihadapi untuk budidaya cabai di lahan bekas tambang
adalah tanah yang berupa tailing pasir dengan sifat fisik dan kimia tanah yang
tidak mendukung penyediaan air dan hara secara optimal. Tanah pasir secara
fisik memiliki daya memegang air yang sangat rendah sehingga tanah cepat
kering. Air hujan akan cepat hilang melalui proses perkolasi yang tinggi karena
pori makro lebih dominan. Akibatnya tanaman mengalami stres air dan tidak
berkembang. Tanah berpasir juga mengakibatkan fluktuasi suhu yang tinggi,
siang hari cepat panas dan malam hari cepat dingin, sehingga berpengaruh
terhadap fisiologi tanaman. Teknologi yang diperlukan untuk mengatasi kondisi
fisik lahan demikian adalah teknologi yang mampu meningkatkan daya
memegang air (water holding capacity), antara lain penambahan bahan organik,
hydro gel, dan tanah mineral liat.
Tanah pasir secara kimia memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang
rendah sehingga tidak mampu menahan dan mempertahankan unsur hara
dalam tanah. Akibatnya tanah menjadi lebih miskin hara, baik hara makro
maupun mikro. Kapasitas tukar kation (KTK) pada tailing pasir sekitar 2-4 cmol
kg-1 (Santi 2005; Hanura 2005) sedangkan pada humik tailing 6,99 cmol kg-1.
KTK yang sangat rendah (0,95-1,15 cmol kg-1) juga dilaporkan Pusat Penelitian
Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB (2002). Penyebab utama kondisi tanah
yang buruk ini adalah tercucinya mineral liat dan bahan organik pada waktu
proses penambangan. Mineral liat dan bahan organik adalah bahan aktif tanah
yang menentukan tingkat kesuburan tanah.
Tingkat kemasaman lahan berkisar pada pH 4,64-5,6 (Inonu 2011; Subiksa
et al. 2019; Pusat Penelitian Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB 2002).
Kondisi kemasaman tanah juga berpengaruh terhadap ketersediaan hara.
Kondisi optimum pH tanah untuk ketersediaan hara makro maupun mikro adalah
sekitar 6-7, sehingga untuk budidaya cabai pada lahan bekas tambang perlu
dinaikkan dengan bahan pembenah tanah, seperti kapur dan atau bahan
organik.
32
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dapat diupayakan dengan menambah
bahan amelioran dan pemupukan. Penambahan unsur hara juga harus dilakukan
secara perlahan dengan dosis rendah tetapi frekuensinya tinggi. Penambahan
hara melalui air irigasi (fertigasi) diharapkan akan mampu meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pemupukan.
Fertigasi adalah teknik aplikasi pupuk secara simultan dengan pengairan
melalui jaringan irigasi. Fertigasi pada umumnya diterapkan pada budidaya
tanaman di rumah kaca atau lingkungan tertutup lainnya menggunakan media
tanpa tanah. Penerapan sistem fertigasi langsung di lapangan terbuka
memerlukan beberapa modifikasi karena tanah adalah sistem terbuka.
Penambahan secara simultan bahan-bahan yang mampu menyimpan air lebih
lama seperti kompos, pupuk kandang, atau cocopeat sangat diperlukan.
Sistem fertigasi memerlukan jenis pupuk lengkap dengan konsentrasi
rendah. Salah satu produk yang dapat digunakan adalah fomula pupuk AB-mix
yang mengandung hara makro dan mikro lengkap. Pada tingkat petani, AB-mix
dapat diganti dengan pupuk yang mengandung NPK dan unsur mikro pilihan
tergantung status hara tanahnya, asalkan tidak menimbulkan endapan yang bisa
menyumbat selang tetes (dripper pada sistem drip irrigation).
Bab ini menguraikan tentang penyiapan lahan, penyiapan jaringan irigasi
tetes, penyemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan panen.
4.2. PENYIAPAN LAHAN
Aktivitas penambangan yang tidak mengindahkan lingkungan
mengakibatkan lahan bekas tambang pada umumnya memiliki pola yang tidak
teratur. Ketidakteraturan tersebut nampak dari relief hamparan lahan yang terdiri
dari gundukan tanah pasir dan bekas lubang galian dengan berbagai ukuran
yang tersebar tidak beraturan. Oleh karenanya, tahap awal penyiapan lahan,
perlu dilakukan perataan lahan, agar pengelolaan lahan selanjutnya dapat lebih
mudah.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan bedengan yang berukuran lebar
1-1,2 m dan tinggi 20-25 cm, sedangkan panjang bedeng disesuaikan dengan
kondisi lahan, tapi tidak lebih dari 15 m (Gambar 2). Jarak antar bedeng berkisar
antara 50-70 cm tergantung jenis cabai yang akan ditanam. Kalau jenis cabai
rawit yang memiliki tajuk yang lebar, maka sebaiknya jarak antar bedeng sekitar
70 cm. Lahan bekas tambang timah yang berupa tailing pasir, proporsi pasir
biasanya >90%. Oleh karenanya, akan lebih baik bila diupayakan penambahan
tanah mineral liat, agar tanah memiliki daya memegang air dan hara lebih besar.
Jumlah tanah liat yang ditambahkan tebalnya sekitar 3-5 cm kemudian diaduk
sampai kedalaman 15 cm.
33
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Sebelum ditutup dengan mulsa plastik, bedengan diberi perlakuan
campuran pupuk kandang dan arang sekam sebanyak 25 t ha-1 atau 40 kg per
bedeng (kalau panjang bedeng 10 m). Selain pupuk kandang dan arang sekam,
bedengan juga diberi kapur dengan dosis 1 t ha-1 atau sekitar 2 kg per bedeng.
Semua bahan yang ditambahkan tersebut diaduk secara merata sampai
kedalaman 15-20 cm. Sebelum ditutup mulsa plastik, bedengan disiram dengan
air sampai dalam kondisi lembab atau kadar air kapasitas lapang. Penutupan
dengan mulsa dilakukan 3-5 hari sebelum tanam.
Gambar 2. Persiapan bedengan (kiri) dan aplikasi pupuk organik (kanan
4.3. PENYIAPAN JARINGAN IRIGASI TETES
Bahan dan peralatan jaringan irigasi tetes antara lain pompa air, bak
cadangan air (reservoir), tangki distribusi, pipa paralon, penyaring, selang HDPE,
naple, dripper dan peralatan pendukung lainnya (Tabel 1). Sumber air untuk
penyiraman dapat diambil dari kolong (kolam), air sumur atau sumber air lainnya.
Air dari sumber air tersebut dialirkan ke bak cadangan air dengan kapasitas 6-
10 m3, yang juga berfungsi sebagai bak pengendapan agar air yang digunakan
langsung untuk menyiram tidak mengandung kotoran yang bisa menyumbat
dripper. Selain tangki distribusi, juga diperlukan 2 tangki untuk membuat larutan
induk A dan larutan induk B dengan kapasitas masing-masing 100 L. Kedua
tangki tersebut harus ditempatkan pada tempat yang teduh dan tidak terpapar
cahaya matahari. Pemasangan jaringan irigasi harus dilakukan dengan teliti,
agar tidak mengalami kebocoran yang menimbulkan inefisiensi. Ilustrasi skema
jaringan fertigasi dapat dilihat pada Gambar 3.
34
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 3. Skema sistem budidaya tanaman cabai menggunakan sistem
fertigasi langsung di lapang
Walaupun biaya peralatan dan instalasi fertigasi dengan irigasi tetes cukup
tinggi, namun peralatan tersebut bisa digunakan sampai 5 tahun sehingga masih
layak secara ekonomi. Jaringan irigasi tetes meliputi sumur, pompa air, bak
penyimpan air, toren, jaringan pipa dan penetes/dripper. Sistem irigasi tetes bisa
mengurangi kebutuhan tenaga kerja hingga 90%. Selain untuk irigasi, jaringan
irigasi tetes juga bisa dimanfaatkan untuk memupuk secara intensif dengan jenis
pupuk yang bisa dilarutkan dalam air irigasi (Subiksa et al. 2019; Haryati et al.
2019).
Tabel 1. Kebutuhan alat dan bahan untuk jaringan irigasi dan fertigasi untuk luas
lahan 1.000 m2
No. Jenis Alat/bahan Jumlah
1 Pompa air 2 unit
2 Tangki distribusi 1000 L 1 buah
3 Tangki larutan induk 100 L 2 buah
4 Pipa paralon 1 inchi 14 batang
5 Sambungan Knee 1 inchi 10 buah
6 Stop kran 1 inchi 2 buah
7 Sambungan Tee 1 inchi 2 buah
8 Disk-filter 1 inchi 1 buah
9 Selang /pipa HDPE 16 mm 600 m
10 Selang poliethelene 5 mm 800 m
11 Sambungan knee 16 mm 56
12 Sambungan Tee 16 mm 28
13 Nepel 5 mm 2.250
14 Dripper/ regulating stick 2.250
15 Labu ukur 5 L 1
16 Ember 2
35
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
4.4. PENYIAPAN PESEMAIAN
Benih yang akan ditanam harus disemaikan terlebih dahulu di dalam
pesemaian khusus untuk mendapatkan bibit yang sehat. Untuk 1 ha lahan
diperlukan sekitar 0,5 kg benih atau sekitar 50 gram untuk lahan 1.000 m2.
Pesemaian dibuat langsung dalam polybag berukuran 4 x 6 cm (Gambar 4).
Polybag diisi dengan campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan
3:1. Sebelum ditanam dalam polybag, bibit terlebih dahulu direndam dalam air
hangat kemudian diperam selama 1 malam. Selanjutnya benih ditanam satu
persatu dalam polybag. Untuk lahan 1.000 m2, perlu disiapkan sekitar 3.000
polybag, termasuk untuk persiapan bibit penyulaman. Setelah benih ditanam,
ditutup dengan campuran tanah dan pupuk kandang yang sudah diayak halus.
Penyirangan dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban tanah pesemaian.
Untuk menjaga serangan hama dan penyakit, bibit yang sudah tumbuh
disemprot dengan fungisida dan insektisida secara berkala. Untuk mendapatkan
bibit yang sehat dan kuat, perlu dilakukan penjarangan letak polybag dan
mengurangi naungan.
Untuk merangsang terbentuknya cabang produktif, pertumbuhan cabang
bisa diinduksi dengan pemotongan pucuk bibit pada umur 3 minggu.
Pemotongan pucuk dilakukan dengan gunting yang telah dicelupkan dalam
larutan fungisida untuk mencegah terjadinya infeksi jamur saat dilakukan
pemotongan. Pemotongan pucuk dilakukan pada saat cabang baru tumbuh. Bibit
siap dipindahkan ke lapang bila sudah berumur 1 bulan. Sebelum dipindah, perlu
dilakukan pemilihan bibit yang sehat dan seragam agar di lapang tanaman
tumbuh lebih seragam dan sehat.
Gambar 4. Persemaian bibit di polibag umur 1 bulan yang sudah siap ditanam di
lapangan
4.5. PENANAMAN CABAI
Penanaman bibit cabai di lapang dilakukan setelah bibit berumur 1-1,5
bulan, tergantung kondisi bibit. Bibit yang dirangsang percabangannya
36
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
(pangkasan pucuk) di pesemaian sebaiknya ditanam pada umur 1,5 bulan.
Sebelum bibit dipindahkan ke lapang, terlebih dahulu harus dipersiapkan lubang
tanamnya. Mulsa plastik biasanya digunakan untuk untuk mempertahankan
kelembaban tanah, mencegah infestasi gulma dan mencegah erosi pada
guludan. Plastik mulsa dilubangi menggunakan kaleng panas berukuran
diameter 12-15 cm. Lubang tanam diberi pupuk dasar NPK sekitar 10 g tanaman-
1 dan furadan untuk mencegah serangan ulat tanah dan diaduk merata.
Penanaman bibit dilakukan dengan melepaskan plastik polibag dan
ditanam tegak sampai menutupi semua bekas semai. Setelah tanam dilakukan
penyiraman agar tanaman tidak mengalami stres. Sebaiknya setelah selesai
penanaman, langsung dipasang ajir dari bambu atau batang kayu dengan tinggi
sekitar 120 cm. Hal ini dilakukan agar pemasangan ajir tidak melukai akar yang
sudah tumbuh yang bisa menjadi tempat infeksi penyakit.
Dripper stick (regulating stick) ditancapkan sekitar 5 cm dari batang
tanaman. Dripper ini setiap saat bisa dipindahkan di sekeliling batang tanaman
agar penyiraman bisa dilakukan secara efektif.
Gambar 5. Tanaman cabai yang berumur 2 minggu setelah tanam
4.6. PEMUPUKAN
Pemupukan tanaman cabai pada sistem fertigasi menggunakan pupuk
khusus yaitu formula AB-mix. Pupuk ini masih terbatas di pasar, maka bisa
diganti menggunakan pupuk konvensional mudah larut, seperti ZA, Urea, KCl,
dan NPK. Sebagai pelengkap unsur mikro bisa ditambahkan pada formula pupuk
daun. Pupuk AB-mix terdiri dari 2 bagian campuran hara yaitu campuran hara A
dan campuran hara B yang tidak boleh disatukan sebelum terbentuk larutan
encer. Sebelum digunakan untuk memupuk tanaman, campuran hara A dan B
dilarutkan dalam air bersih menggunakan wadah yang terpisah untuk
membentuk larutan induk A dan larutan induk B. Cara membuatnya ikuti petunjuk
yang tertera dalam kemasan pupuk.
37
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Larutan yang siap untuk digunakan melalui jaringan irigasi tetes
dipersiapkan dalam tangki distribusi. Untuk 1.000 L air, tambahkan 5 L larutan A
dan 5 L larutan B dan aduk secara merata sebelum didistribusikan ke tanaman
melalui pipa distribusi dan dripper. Setelah itu ukur pH larutan dan pastikan pH
larutan berkisar antara 5-6,5. Namun biasanya, produsen pupuk AB-mix sudah
memperhitungkan hal tersebut sehingga formula yang dijual tersebut akan
memiliki pH dalam kisaran yang disyaratkan.
Pemupukan dilakukan 3 hari sekali dengan volume pemupukan 300-400
ml per pohon. Larutan pupuk yang disiapkan sekitar 1.000 L cukup untuk
pemupukan seluas 1.000 m2, dengan asumsi populasi tanaman 2.500 pohon per
1.000 m2. Dengan demikian satu paket AB-mix (sekitar 40 kg) bisa digunakan
untuk 20 kali aplikasi atau untuk 2 bulan.
Selain pemupukan melalui air irigasi, pemupukan juga dilakukan
menyemprotkan cairan pupuk melalui daun. Pupuk yang disemprotkan melalui
daun antara lain adalah pupuk untuk pertumbuhan vegetatif Gandasil-D dan
pupuk untuk merangsang pembentukan buah Gandasil-B. Pemupukan melalui
daun masih diperlukan pada saat tanaman memasuki fase pertumbuhan yang
pesat pada umur 1-2 bulan dan merangsang pembungaan. Pemupukan dapat
dilakukan bersamaan dengan aplikasi pestisida atau fungisida dengan dosis
yang disesuaikan dengan petunjuk yang ada pada kemasan produk pupuk daun
tertentu.
Gambar 6. Tangki larutan induk (kiri atas), tangki distribusi (kanan atas),
penyaring (kiri bawah), selang fertigasi (kanan bawah)
38
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
4.7. PENYIRAMAN
Cabai termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan tetapi juga
tidak tahan terhadap genangan air. Air diperlukan dalam jumlah cukup, tidak
berlebihan atau kurang. Air tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab
tetapi tidak becek) sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan
tanaman cabai merah. Masa kritis tanaman ini terhadap kebutuhan air adalah
saat pertumbuhan vegetatif cepat sejak tanaman dipindahkan ke lapang sampai
tanaman berumur 2 bulan dan saat pembentukan bunga dan buah. Kelembaban
tanah yang ideal untuk pertumbuhan dan hasil cabai merah berkisar antara 60-
80% kapasitas lapang, ditunjukkan dari perkembangan panjang akar, jumlah
bunga dan bobot buah cabai merah yang memuaskan pada kelembaban
tersebut (Tabel 2). Jumlah kebutuhan air per tanaman selama fase pertumbuhan
vegetatif adalah 200 ml tiap 2 hari dan meningkat menjadi 400 ml tiap 2 hari pada
fase pembungaan dan pembuahan (Sumarna dan Kusandriani 1992). Enam
puluh persen (60%) kapasitas lapang merupakan nilai ambang batas kadar air
tanah yang dapat ditoleransikan untuk tanaman cabai (Haryati et al. 2010). Ini
berarti apabila kadar air di dalam tanah telah hilang 40% (tersisa 60% dari
kapasitas lapang), maka penyiraman atau irigasi harus segera dilakukan sampai
kelembaban tanah kembali mencapai 100% kapasitas lapang.
Penyiraman tanaman cabai di lahan bekas tambang menjadi perhatian
yang penting karena tekstur tanah pasir menyebabkan kelembaban tanah cepat
menurun. Tanaman cabai, terutama pada awal pertumbuhannya sangat rentan
mengalami cekaman air karena cuaca yang panas. Cekaman air berlebihan
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat bahkan mengalami kematian.
Penyiraman dilakukan bila kelembaban tanah mulai berkurang dari
kondisi kapasitas lapang atau curah hujan kurang. Penyiraman harus dilakukan
setiap hari sehingga tenaga kerja yg dicurahkan untuk menyiram cukup tinggi.
Oleh karenanya, teknologi fertigasi irigasi tetes akan sangat membantu
mengurangi biaya tenaga kerja. Setiap kali penyiraman diperlukan sekitar 500 cc
(0,5 liter) per hari untuk setiap tanaman. Penyiraman berlebihan tidak disarankan
karena bisa menyebabkan hara tercuci.
Tabel 2. Pengaruh kelembaban tanah relative kapasitas lapang, terhadap hasil
cabai merah
Kelembaban tanah Panjang akar Jumlah bunga Bobot buah
(%) (cm) (g/tanaman)
100 14,1 53,0 141,83
80 50,9 72,8 274,23
60 49,5 59,3 194,73
40 45,5 48,3 163,39
20 4,7
5,7 3,75
39
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian