The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Untuk Pertanian

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Slamet Kadarisman, 2022-03-23 06:45:27

Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Untuk Pertanian

Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Untuk Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

menyatakan bahwa pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan
penambangan dengan pola pertambangan terbuka (Pasal 38 ayat 4). Untuk
wilayah hutan yang dilakukan pinjam pakai dievaluasi setiap 5 tahun sekali, dan
bisa diperbarui hingga 5 tahun ke depan, dengan total waktu pinjam pakai bisa
sampai 10 tahun, tergantung kapasitas perusahaan. Syarat untuk bisa pinjam
pakai hutan produksi harus memiliki IUP.

Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Babel, sesuai
kesepakatan hasil supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa
seluruh IUP yang ada di hutan lindung di Provinsi Babel sudah ditiadakan.
Bahkan saat ini, seiring dengan kebijakan Kementerian Perdagangan Nomor 33
tahun 2015, perdagangan timah batangan dalam negeri harus melalui bursa
komoditas, dengan berat satu batang timah murni batangan adalah 25 kg ± 2 kg.
Permendag No.33/2015 mewajibkan perdagangan timah dalam negeri harus
melalui bursa komoditas agar penggunaannya dapat diawasi. Selain itu, revisi
aturan ini menambahkan bahwa timah yang akan diekspor juga harus membayar
royalti, memiliki seritifikat CnC (Clear and Clean, jelas asal usul timahnya dan
pertambangannya memiliki IUP), dan adanya persetujuan ekspor.

Dari 15.000 hektar luasan operasional penambangan tersebut, yang sudah
direncanakan sejak tahun 2014 untuk dilaksanakan kegiatan reklamasi seluas
344 hektar. Reklamasi dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan luas
penambangan. Rencana reklamasi untuk periode lima tahun yang dilaksanakan
pada 9 (sembilan) IUP oleh PT. Timah disajikan Tabel 1.

Keberhasilan kegiatan reklamasi salah satunya ditentukan oleh kondisi
tanah bekas tambang yaitu kesuburan tanah. Menurut PT. Timah (2014) bahwa
kesuburan tanah dikelompokkan dalam tiga gologan, yaitu: sangat subur (S1),
cukup subur (S2) dan tidak subur (S3). Kriteria penilaian kesuburan tanah
didasarkan atas: tekstur, KTK (Kapasitas Tukar Kation), kandungan bahan
organik, pH dan permeabilitas. Menurut hasil uji tanah dari PT. Timah, bahwa
pada umumnya rencana penambangan di wilayah IUP Kabupaten Bangka
termasuk dalam kategori tidak subur. Menurut informasi dari Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Selatan, bahwa lahan reklamasi
bekas tambang timah (kolong yang ditimbun) akan sangat rendah
keberhasilannya jika digunakan untuk budidaya tanaman, karena pola ekstraksi
tambang yang tidak mengikuti aturan pengembalian lapisan tanah. Lapisan
dengan kandungan logam berat yang tadinya berada pada kedalaman 40-60 m
di bawah permukaan tanah, justru berubah menjadi berada di permukaan atas
tanah. Sehingga untuk pertanaman, diperlukan urugan top soil baru yang kaya
humus dan zat/bahan organik.

Lahan reklamasi yang umumnya bisa ditanami adalah merupakan lahan
terganggu pada saat penambangan timah, dan dengan direklamasi yang tidak
terlalu berat akan bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Hal ini antara lain telah
diuji coba oleh BPPT dengan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten

90

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

Bangka Selatan. Lahan bekas tambang harus dibedakan antara tambang besar
(yang digali dengan kedalaman 20-60 meter) dan tambang rakyat. Penggalian
tambang yang dilakukan oleh masyarakat mudah untuk dilakukan reklamasi, dan
hasil reklamasi juga dapat digunakan untuk pertanian.

Tabel 1. Luas dan biaya reklamasi IUP di Kabupaten Bangka, 2015-2019

No Nama IUP IUP Luas Anggaran

(ha) (Juta Rupiah)

1 Gunung Muda - Belinyu 1512 50,20 1.522,60

2 S. Sembuang - Belinyu 1513 38,28 1.102,19
3 S. Simping – Belinyu 1515 1,29 40,01
4 S. Mapur – Belinyu 1516 48,34
5 S. Lumut – Belinyu 1517 93,32 1.313,23
6 Parit Padang – Sungai Liat 1519 1,29 2.460,80
7 Parit Padang – Sungai Liat 1520 12,58
8 Rebo Batu Ampar – Sungai 1521 94,82 39,63
346,60
3.142,68

Liat 1523 3,88 117,07
9 Jurung – Marawang

JUMLAH 9 344,00 10.083,81

Sumber: Rencana Reklamasi PT. Timah (Pesero) Tbk, 2014 dalam BBSDLP, 2016

Dari luas areal operasi penambangan yang sudah dibuka oleh PT Timah
seluas 15.000 hektar, luas LBT yang sudah direklamasi dan memungkinkan
untuk dimanfaatkan lebih lanjut untuk komoditas tanaman pangan secara resmi
baru mencapai 7.000 hektar. Penggunaan LBT yang tidak resmi juga ada yang
dilakukan oleh masyarakat untuk usaha pertanian.

Terdapat beberapa LBT yang sudah tidak ditambang lagi karena deposit
timah sudah tidak ada dan dimanfaatkan untuk pertanian, yaitu yang berada di
lokasi: (a) Di Desa Matras, Kecamatan Sungai Liat, Kabupaten Bangka seluas
6 hektar yang sudah ditanami padi dan telah berjalan 2 tahun, (b) Di Desa
Benteng, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, masyarakat
keturunan Tionghoa memanfaatkan LBT untuk pertanian hortikultura dengan
perlakuan pemberian top soil dan pupuk organik. Adapun rataan penguasaan
lahan bekas tambang yang diusahakan berkisar antara 0,5–1 hektar per petani,
dimana jumlah petani yang ada sekitar 60 petani yang terhimpun dalam 4
kelompok tani; dan (c) Di Desa Bukit Kijang, Kecamatan Namang, Kabupaten
Bangka Tengah merupakan lahan bekas tambang dari IUP PT Timah dengan
status lahan berupa APL yang digunakan sebagai areal Demfarm (Gambar 2).
Areal lahan bekas tambang ini potensial untuk pengembangan tanaman
sayuran, buah naga dan palawija.

Potensi LBT yang sudah direklamasi lainnya, dan potensial dimanfaatkan
untuk pertanian dengan perlakuan pemberian top soil dan pemberian pupuk

91

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

organik juga terdapat di lokasi: (a) Di Desa Kepoh (Dusun Parit II) Kecamatan
Toboali, Kabupaten Bangka Selatan terdapat potensi LBT eks IUP PT. Timah
seluas 50 ha belum ada pertanaman pertanian pangan, serta tanaman yang
telah tumbuh adalah akasia dan rumput; (b) Di Desa Air Jangkang, Kecamatan
Merawang Kabupaten Bangka, pada area ini potensinya sekitar 15 ha (Gambar
1). Pada lahan ini sudah mulai ada percobaan Demplot Jagung kerjasama BKP
(Badan Ketahanan Pangan) Kementerian Pertanian dengan PT. Timah dengan
tingkat pertumbuhan jagung yang kurang memuaskan.

Gambar 1. Potensi LBT di Desa Air Jangkang, Kecamatan Merawang,
Kabupaten Bangka, 2016

Gambar 2. Lahan bekas tambang timah yang sudah ditanami mukuna sebagai
tanaman penutup tanah dan sumber bahan organik

Selain itu, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan usaha
penambangan dengan skala yang lebih kecil, salah satunya adalah PT. Kobatin

92

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

dengan luas Kuasa Penambangan (KP) seluas 41,3 ribu hektar dengan sistem
kontrak karya selama 30 tahun, mulai tahun 1971 dan berakhir pada 31 Maret
2013. Saat ini PT. Kobatin berada pada tahap pasca tambang dan lahan bekas
tambang sampai saat ini belum dilakukan reklamasi. Lahan KP PT. Kobatin saat
ini dialih tangankan ke PT. Timah yang lahannya dirubah menjadi IUPK (Izin
Usaha Penambangan Khusus).

8.5. RESPON MASYARAKAT TERHADAP REKLAMASI LAHAN BEKAS
TAMBANG

Studi yang dilakukan Agustian et al dalam BBSDLP (2016) menunjukkan
bahwa respon dan persepsi masyarakat terhadap reklamasi lahan bekas
tambang (LBT) cukup beragam antar kabupaten dan antar lokasi tambang.
Secara dejure, yang bertanggungjawab melakukan reklamasi adalah pemangku
kepentingan, dalam hal ini adalah pemegang Ijin Usaha Penambangan (IUP).
Dalam pelaksanaannya, reklamasi LBT biasanya dilakukan oleh pihak ketiga
(pihak mitra perusahaan timah) dimana umumnya menggunakan tenaga kerja
setempat. Dalam hal demikian, keterlibatan masyarakat dalam reklamasi
tambang hanya dalam penyediaan tenaga kerja.

Di Provinsi Kepulauan Babel, penambangan di darat sudah diserahkan
oleh PT. Timah kepada mitra kerjanya dengan jumlah unit tambang sekitar 300
kontraktor dimana perencanaan dan pengawasan tetap dipegang oleh PT.
Timah. Namun masih banyak masyarakat membuka tambang pada lahan milik
mereka dalam skala kecil, tetapi kadang-kadang tidak memperhatikan kerusakan
lingkungan. Hal-hal seperti ini perlu diatur dan diarahkan agar pemanfaatan
lahan untuk pertambangan tidak menimbulkan kerugian bagi kepentingan
masyarakat dimasa yang akan datang. Partisipasi masyarakat dan dunia usaha
(perusahaan tambang timah) dalam pengembangan pertanian perlu terus
ditumbuhkembangkan, hal ini untuk menjamin pembangunan pertanian
berkelanjutan (sustainable) dan kelestarian lingkungan.

Pada lokasi yang berada di daerah perbatasan perkotaan, masyarakat
melakukan reklamasi sendiri (meningkatkan kesuburan tanah, menanam
vegetasi yang menghasilkan, dan bahkan melakukan pemupukan) pada lahan
bekas tambang. Masyarakat melakukan upaya tersebut karena lahan bekas
tambang sudah sangat lama tidak ditambang lagi sehingga sedimen tanah sudah
mulai terbentuk dan subur untuk usahatani tanaman pangan. Namun mereka
tetap dibayang-bayangi oleh ketidakjelasan status lahan yang dikelolanya.

Kegiatan reklamasi pasca penambangan yang dilakukan perusahaan
menjadi dokumen awal dalam perencanaan tambang. Sementara pada
penambangan timah rakyat, kegiatan reklamasi peluangnya bisa dikerjakan
ataupun tidak. Terkait hal ini, data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian

93

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

besar (70%) responden petani menyatakan bahwa umumnya rakyat biasa
melakukan pengurugan kembali tanah dari lahan yang bekas ditambangnya.

Bila dilihat dari sisi efektivitas hasil reklamasi lahan bekas tambang hingga
lahan bisa digunakan kembali, 60% responden menyatakan bisa digunakan
kembali, namun butuh waktu dan upaya yang cukup mahal dengan perlakuan
pupuk organik (Tabel 2.). Bagi yang tidak yakin akan efektivitas reklamasi atas
lahan bekas tambang, disebabkan adanya beberapa contoh lahan bekas
tambang timah yang sudah direklamasi namun setelah ditanami kurang efektif
dan tingkat keberhasilannya rendah. Pada lahan tersebut lebih banyak tumbuh
tanaman akasia dan rumput. Oleh karena itu, banyak lahan bekas tambang yang
digunakan sebagai lahan untuk penggembalaan ternak sapi.

Tabel 2. Respon Petani terhadap Reklamasi Lahan Bekas Tambang Timah di
Lokasi Penelitian Provinsi Bangka Belitung, 2016

No. Uraian Respon (%)

1. Tanggapan responden mengenai tanggung jawab reklamasi

lahan bekas tambang (%):

a. Perusahaan/pihak penambang 100

b. Pemilik lahan 0

c. Pemerintah 0

d. Lainnya 0

2. Penambangan rakyat/skala kecil telah melakukan kegiatan 70
reklamasi (%)

3. Efektivitas reklamasi yang telah dilakukan pihak penambang 60
hingga lahan bisa digunakan kembali untuk pertanian (%)

Persepsi responden mengenai tanggung jawab (pembinaan 0
4. dan bantuan) pasca reklamasi lahan, jika lahan memungkinkan 70
30
akan digunakan untuk pertanian (%):
a. Tinggi 0
b. Sedang
c. Rendah
d. Tidak ada

Sumber: BBSDLP (2016)

Tanggapan responden mengenai tanggungjawab pasca reklamasi pada
lahan yang akan digunakan untuk pertanian berkisar antara rendah hingga
sedang. Tanggungjawab perusahaan penambang akan muncul ketika ada
program atau permintaan mengenai pengembangan lahan bekas tambang untuk
pengembangan pertanian. Pihak perusahaan penambang akan memfasilitasi
atas penyediaan lahan dan menjelaskan status lahan yang akan digunakannya,
terlebih jika merupakan program pemerintah.

94

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

Hasil studi BBSDLP (2016) menyebutkan bahwa respon masyarakat
terkait minat pemanfaatan LBT beragam antar lokasi tambang di beberapa lokasi
kajian di Kabupaten Bangka. Keberagaman ini tergantung kepada beberapa hal,
yaitu: (a) luas kepemilikian lahan yang digarap (non LBT), semakin luas lahan
yang dimiliki masyarakat, akan semakin rendah kemauan atau bahkan tidak
berminat untuk memanfaatkan LBT, (b) kesuburan lahan, dengan melihat secara
langsung pertumbuhan tanaman yang ada pada LBT, masyarakat dapat menilai
bahwa LBT tidak mungkin ditanami dengan tanaman yang menghasilkan pangan
dan mereka mengatakan kalaupun akan dilakukan maka akan cukup berat biaya
produksi yang harus ditanggungnya, (c) status hukum dari lahan LBT,
kendatipun tampak lahan tersebut sudah mulai dapat ditanami dengan tanaman
pangan, namun masyarakat tetap merasa takut untuk menggarap LBT tersebut.
Mereka khawatir, jika lahan yang digarap sudah makin subur dan menghasilkan
justru akan diambil oleh pemilik LBT.

Pada kasus pemanfaatan lahan bekas tambang di Desa Bukit Kijang,
Kabupaten Bangka, petani cukup antusias untuk mendukung kegiatan reklamasi
LBT, karena usahatani di lahan bekas tambang merupakan kegiatan baru, yang
selama ini belum pernah mereka lakukan. Selama ini mereka menganggap
bahwa usahatani di lahan bekas tambang sulit berkembang kecuali ditunjang
teknologi usahatani terutama pemupukan yang intensif. Pengembangan sistem
usaha tani dengan teknologi alternatif pada LBT di lokasi ini mendapat respon
positif dari para petani. Oleh karena itu, untuk merancang teknologi usahatani
pada LBT perlu mempertimbangkan komponen usahatani di lahan non bekas
tambang yang selama ini sudah biasa masyarakat usahakan, sehingga dapat
diperoleh teknologi alternatif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan analisis respon petani yang ada, diketahui bahwa seluruh
petani (100%) yang diwawancarai berminat dalam memanfaatkan lahan bekas
tambang jika ditunjang oleh kejelasan status lahan yang akan digarapnya.
Penggarapan lahan bekas tambang dari eks IUP perusahaan tambang timah
akan efektif jika dikordinasikan dan dinaungi dalam suatu kelompoktani. Hal ini
agar pembinaan termasuk jika ada program dari pemerintah dapat secara sinergi
dilakukan dalam suatu hamparan pemanfaatan LBT.

Pada lahan tambang yang ada dan merupakan lahan perseorangan,
sekitar 70% petani akan memanfaatkannya untuk tanaman pangan seperti
palawija, jagung, ubikayu dan hortikultura sayuran. Sementara sisanya
memanfaatkan lahan bekas tambang untuk tanaman lada dan karet. Inisiatif
pemanfaatan lahan bekas tambang murni seluruhnya (100%) oleh petani dalam
rangka perluasan areal usahatani. Kondisi lahan bekas tambang akan dirasakan
mulai subur jika telah berulang kali dibudidayakan dengan mencampurkan pupuk
organik ke lahan usahataninya. Minat masyarakat dalam menggarap LBT akan
tumbuh jika kepemilikan lahan usahatani sangat terbatas dan sangat
membutuhkan perluasan lahan usahataninya, status hukum penggunaan lahan
tersebut telah jelas (menjadi milik, pinjam-pakai, izin menggarap), dan

95

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

terdapatnya dukungan program pemerintah berupa bantuan sarana dan
prasarana untuk pengembangan tanaman pangan (Tabel 3).

Tabel 3. Respon Petani terkait Minat Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang
Timah di Lokasi Penelitian Provinsi Bangka Belitung, 2016

No. Uraian Respon (%)
1. Petani berminat memanfaatkan lahan bekas tambang untuk 100

pertanian (%) 70
2. Lahan bekas tambang yang dikelola telah
100
ditanami/dimanfaatkan tanaman pangan (%)
3. Inisiatif pemanfaatan lahan bekas tambang untuk pertanian 0
60
berasal dari petani (%) 40
4. Kondisi lahan bekas tambang yang dimanfaatkan:

a. Sangat subur
a. Subur
b. Kurang/Tidak Subur
Sumber: BBSDLP (2016)

8.6. PERMASALAHAN SOSIAL EKONOMI DALAM PEMANFAATAN LAHAN
BEKAS TAMBANG TIMAH UNTUK PERTANIAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan
(dinas-dinas terkait, kelompok tani dan masyarakat petani) dapat diketahui
bahwa terdapat beberapa permasalahan sosial ekonomi yang dihadapi
masyarakat dalam pemanfaatan LBTsebagai berikut:

a. Status lahan LBT. Jika pemerintah akan berupaya untuk meningkatkan
produksi pangan melalui pemanfaatan LBT oleh masyakarat, maka langkah
pertama yang perlu dilakukan adalah kejelasan status lahan LBT tersebut.
Sebelum melakukan perubahan status perlu mendeliniasi lahan LBT yang
memungkinkan untuk digarap oleh masyarakat, misalnya deposit timahnya
sudah tidak ada sehingga tidak mungkin lagi dilakukan penambangan baik
oleh masyarakat maupun oleh swasta.

b. Ketersediaan sumberdaya manusia (petani yang akan menggarap).
Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani di lokasi penelitian,
diperoleh informasi bahwa petani yang sudah menggarap LBT adalah petani
yang memang tidak memiliki lahan sendiri atau memiliki luas lahan sempit
yang sangat kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah
tangganya.

c. Keterampilan petani dalam berusahatani pada lahan LBT. Kegiatan usahatani
pada lahan LBT sangat berbeda dengan usahatani pada lahan biasa, karena
tingkat kesuburan yang sangat rendah, dan sangat rentan terhadap serangan
OPT, sehingga petani dituntut untuk lebih inovatif terhadap teknik budidaya
dan upaya meningkatkan kesuburan tanah. Untuk menangani masalah ini,

96

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

diperlukan introduksi inovasi/teknologi usahatani pada lahan bekas tambang
serta bimbingan dan pendampingan dalam kegiatan peningkatan kapasitas
SDM untuk berusahatani.
d. Keterbatasan modal berusaha tani. Petani yang mau menggarap LBT adalah
petani yang tidak memiliki sumberdaya kapital yang memadai baik lahan
maupun modal kerja. Oleh karena itu, permasalahan klasik yang dihadapi
petani adalah modal. Untuk menanggulangi hal ini, diperlukan dukungan
melalui bantuan program pemerintah dan menghubungkan petani binaan
tersebut dengan sumber permodalan baik perbankan maupun pihak swasta
serta PT. Timah dalam mendayagunakan pemanfaatan dana CSRnya untuk
kegiatan produktif usahatani.

Tabel 4. Tanggapan responden mengenai permasalahan dan prospek
pemanfaatan lahan bekas tambang timah di lokasi penelitian di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, 2016

No. Uraian Respon (%)

1. Berbagai permasalahan yang dihadapi responden dalam 20
pemanfaatan lahan bekas tambang (LBT) untuk 0
pengembangan pertanian:
a. Belum jelasnya status LBT yang digarap 15
b. Kurangnya jumlah SDM petani yang berminat 80
menggarap LBT
c. Kurang/tidak suburnya lahan bekas tambang 100
d. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan usahatani 100
pada LBT
e. Kurangnya permodalan Usahatani 60
f. Kurangnya pembinaan/penyuluhan usahatani

2. g. Terdapatnya kendala pemasaran & harga jual hasil
pertanian

Prospek Pemanfaatan Lahan bekas tambang: 100
0
a. Berprospek baik untuk dikempangkan kedepan 0
3. b. Tidak berprospek dalam pengembangannya

c. Tidak tahu

Dukungan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang yang 20
100
telah ada bagi pengembangan pertanian:
40
a. Terdapatnya dukungan program termasuk pembinaan 40
b. Terdapatnya dukungan teknologi budidaya/usahatani
c. Terdapatnya dukungan pasar hasil pertanian 0
d. Terdapatnya dukungan kebijakan harga output & input
e. Terdapatnya dukungan kelembagaan permodalan

usahatani
Sumber: BBSDLP (2016)

Data pada Tabel 4. menunjukkan pendapat responden petani atas
permasalahan pemanfaatan LBT. Status lahan bekas tambang yang digarap

97

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

menjadi permasalahan penting dalam pelaksanaan usahatani. Untuk LBT yang
sifatnya pinjam pakai, maka perjanjian pinjam pakai menjadi landasan hukum
dalam pelaksanaan kegiatan usahatani. Namun, beberapa petani yang telah
sejak dahulu menggarap LBT dan lahannya mulai subur tetapi lahan tersebut
belum jelas status hukumnya. Sebenarnya seluruh petani sangat berminat
mengelola LBT, dengan syarat status lahan yang dikelolanya jelas apakah
merupakan status pinjam pakai, sewa atau hasil pembelian. Lahan bekas
tambang yang telah lama dikelola dan diberikan pupuk organik secara periodik
sesuai kebutuhan akan menjadi subur. LBT yang dianggap kurang subur hanya
dinyatakan oleh sekitar 15% petani.

Dalam mengelola kegiatan usahatani pada lahan bekas tambang,
umumnya petani bertumpu pada pengalaman usahatani yang telah dilakukan
dan diperoleh secara turun temurun. Hal ini disebabkan kurangnya penyuluhan
atau pembinaan petani dalam mengelola usahatani di LBT. Sesungguhnya
petugas penyuluh pertanian telah ada di lokasi kajian namun jumlahnya terbatas,
sehingga intensitas penyuluhan masih belum dilakukan secara khusus pada
petani di LBT. Selain itu, mengelola usahatani di LBT membutuhkan biaya atau
modal usahatani yang besar untuk meningkatkan kesuburan lahan terutama: (1)
pemberian lapisan top soil, dengan kebutuhan 10 truk per hektar lahan bekas
tambang dengan harga Rp 300.000/truk (tahun 1990-an) dan (2) pupuk
kandang/bahan organik, dimana kebutuhan pupuk kandang untuk usahatani
sayuran memerlukan 6 ton/ha, dengan harga pupuk kandang (tahun 1990-an)
berkisar antara Rp 850/kg-Rp 1.000/kg. Setiap 3-4 tahun sekali lahan harus tetap
diberikan tambahan top soil minimal 50%nya dan pupuk kandang.

8.7. KESIMPULAN DAN SARAN

Berbagai peraturan terkait pertambangan telah dikeluarkan pemerintah
antara lain Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba),
aturan pemberian ijin pertambangan (IUP) termasuk aturan mengenai Reklamasi
dan Pascatambang. Namun dalam pelaksanaan masih ditemui berbagai
permasalahan. Beberapa permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam
pemanfaatan lahan bekas tambang (LBT), yaitu: (a) kejelasan status lahan untuk
digarap masyarakat, (b) tingkat kesuburan tanah LBT, (c) ketersediaan
sumberdaya petani yang akan menggarap, (d) keterampilan petani dalam
berusahatani di lahan LBT, dan (e) keterbatasan modal usahatani.

LBT timah di beberapa desa di Provinsi Babel yang telah dimanfaatkan
maupun potensial dimanfaatkan untuk pertanian ke depan adalah: (a) Desa
Matras, Kecamatan Sungai Liat Kabupaten Bangka seluas 6 hektar yang sudah
ditanami padi selama 2 tahun berjalan; (b) Desa Benteng, Kabupaten Bangka
Tengah, masyarakat memanfaatkan LBT untuk tanaman sayuran; (c) Desa Bukit
Kijang Kabupaten Bangka, yang merupakan LBT dari APL yang berasal dari milik
perseorangan, potensial untuk pengembangan tanaman sayuran, buah naga

98

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

dan palawija; (d) Desa Kepoh kabupaten Bangka Selatan, terdapat potensi LBT
yang telah ditanami akasia dan rumput; dan (e) Desa Air Jangkang Kabupaten
Bangka, potensinya sekitar 15 ha untuk pengembangan palawija.

Respon dan persepsi masyarakat terhadap reklamasi lahan bekas
tambang (LBT) cukup beragam antar kabupaten dan bahkan antar lokasi
tambang di lokasi penelitian. Keberagaman ini tergantung pada luas
kepemilikian/penguasaan lahan yang digarap petani, kesuburan lahan, dan
status hukum dari LBT. Kegiatan usahatani lada, cabai merah dan kacang
panjang di lahan bekas tambang timah telah berkembang dan dilakukan oleh
petani di Provinsi Babel.

Prospek pemanfaatan LBT di desa yang terdapat LBT di Provinsi Babel
secara keseluruhan cukup baik apabila dikelola dengan baik menggunakan input
yang cukup sesuai keadaan tanah dan kebutuhan tanaman (Bab 2-7 buku ini).
Dalam rangka pengembangan tanaman pangan di wilayah tersebut, diperlukan
perencanaan dan program yang baik mulai dari penetapan status lahan,
dukungan sarana dan prasarana serta pembinaan SDM secara
berkesinambungan mulai dari on farm, panen, pasca panen hingga pemasaran
hasil.

DAFTAR BACAAN

BBSDLP Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang
Pertanian. Kementerian Pertanian. 2016. Survey Sosial Ekonomi Prospek
Pengembangan Pertanian pada Lahan Reklamasi Bekas Tambang.
Laporan Hasil Penelitian.

Dariah A, Abdurachman A, Subardja D. 2010. Reklamasi Lahan Eks-
Penambangan untuk Perluasan Areal Pertanian. Jurnal Sumberdaya
Lahan Vol. 4 No. 1 Juli 2010: 1-12.

Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Bangka Belitung. 2016. Data
Pertambangan dan IUP Timah di Provinsi Bangka Belitung. Pangkal
Pinang.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM. 2014. Jumlah Ijin
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di beberapa provinsi. www.
hukumonline.com. 2014. 2 November 2015.

Kementerian ESDM. 2015. Renstra Kementerian ESDM 2015-2019. Jakarta.

Mulyanto B. 2008. Hubungan fungsi tanah dan kelembagaan pengelolaan
kawasan pasca tambang. Makalah disampaikan dalam Seminar dan
Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Tambang Pasca

99

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

Penutupan Tambang. Pusat Studi Reklamasi Tambang. LPPM-Institut
Pertanian Bogor. Bogor, 22 Mei 2008.

Patiung O, Sinukaban N, Tarigan SD, Darusman D. 2011. Pengaruh umur
reklamasi lahan bekas tambang batubara terhadap fungsi hidrologis.
Jurnal Hidrolitan 2 (2):60-73.

PT. Timah. 2014. Rencana Reklamasi PT. Timah. Pangkal Pinang.

Soelarso, S.W. 2008. Perencanaan reklamasi dan penutupan tambang sebagai
bagian integral perencanaan tambang. Makalah disampaikan dalam
Seminar dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Tambang
Pasca Penutupan Tambang. Pusat Studi Reklamasi Tambang. LPPM-IPB.
Bogor, 22 Mei 2008.

Subardja, D., H. Sosiawan, Kasno, dan Dariah, A. 2010. Identifikasi dan
karakterisasi lahan bekas tambang timah untuk pencetakan sawah baru di
Perlang, Bangka Tengah. Seminar Nasional Inovasi Teknologi
Sumberdaya Lahan. Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian.

www.hukumonline.com. 2014. KPK Awasi Sektor Tambang di 12 Provinsi.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5332c7b8bbac5/kpk-awasi-
sektortambang-di-12-provinsi. 2 November 2015.ROV

100

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

9 ANALISIS FINANSIAL
PENGELOLAAN LAHAH BEKAS
TAMBANG TIMAH

Irawan
Balai Penelitian Tanah, Bogor

9.1. PENDAHULUAN

Lahan kritis karena pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka-
Belitung mencapai 275.500 hektar terdiri atas 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP)
di dalam kawasan hutan seluas 5.500 hektar dan 470 IUP di luar kawasan hutan
seluas 270.000 hektar. Kerusakan lingkungan sebagai dampak dari aktivitas
penambangan, termasuk tambang timah memerlukan biaya investasi yang
cukup tinggi untuk memulihkan fungsinya, terutama bila lahan akan dijadikan
lahan pertanian. Aktivitas penambangan pada umumnya akan merubah bentang
alam, menurunkan kualitas tanah dan air, merubah pola aliran air, merusak atau
menghilangkan habitat dan keragaman hayati, menyebabkan terjadinya erosi
dan sedimentasi, serta ada kalanya menjadi sumber gangguan keamananan dan
kesehatan masyarakat sekitar lahan bekas tambang.

Diperlukan suatu usaha reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang
agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Reklamasi adalah
kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang
terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi
dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya. Reklamasi selain memperbaiki
lingkungan yang rusak juga dapat memfungsikan kembali lahan dari tidak
produktif menjadi produktif (Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
No. 18 tahun 2008). Reklamasi dan revegetasi merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk memperbaiki kondisi lahan pasca penambangan. (Pujawati,
2009).

Pengelolaan lahan bekas tambang dimulai dari tahapan reklamasi,
rehabilitasi dan budidaya tanaman memerlukan investasi yang tidak kecil
sehingga perlu perencanaan yang matang agar investasi tersebut
menguntungkan, baik bagi investor maupun masyarakat sekitar kawasan lahan
bekas tambang. Bab ini menyajikan tentang analisis finansial pengelolaan lahan
bekas tambang yang disarikan dari berbagai sumber, termasuk hasil observasi
lapangan di lokasi penelitian Badan Litbang Pertanian dan diskusi dengan aparat
desa dan petani di Desa Bukit Kijang, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka
Tengah, serta dari kunjungan lapangan dan wawancara dengan petani yang

101

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

sudah melakukan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang timah di Desa
Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka.

9.2. KEBUTUHAN DAN KELAYAKAN INVESTASI REKLAMASI

Investasi merupakan bagian penting dari rehabilitasi lahan bekas tambang.
Investasi yang tepat dapat menambah penghasilan seseorang, namun investasi
juga dapat membawa risiko kerugian finansial jika investasi tersebut salah
sasaran. Keberhasilan investasi dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya
adalah ketepatan pemilihan komoditas yang akan dikembangkan, efisiensi
dalam penanaman modal, faktor keamanan (baik dari bencana alam maupun
faktor manusia), kepastian atau aspek legalitas kegiatan investasi. Oleh karena
itu diperlukan kehati-hatian dalam perencanaan investasi, ketelitian dalam
menghitung kelayakan investasi, dan memperhitungkan secara cermat dan
mendalam faktor-faktor risiko yang akan dihadapi selama periode investasi
tersebut.

Sumber dana investasi bisa berasal dari dana milik pribadi, pinjaman dari
lembaga perbankan, atau kombinasi dari kedua sumber dana tersebut. Seorang
investor akan menginvestasikan dananya pada suatu aktivitas ekonomi,
termasuk misalnya kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang
menjadi lahan pertanian, karena dia berkeyakinan bahwa manfaat investasi atau
nilai pendapatan yang akan diperoleh dari investasi tersebut akan lebih tinggi
daripada dana tersebut disimpan dalam bentuk tabungan atau deposito di bank.

Bagi investor tertentu manfaat investasi itu tidak terbatas pada nilai
finansial, tetapi juga nilai sosial-ekonomi dan lingkungan, misalnya berupa
penyerapan angkatan kerja dan terbukanya sumber pendapatan baru bagi
masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan biofisik yang lebih asri, nyaman
dan sehat. Manfaat sosial-ekonomi dan lingkungan tersebut tidak bisa dihitung
nilai nominalnya untuk meningkatkan kelayakan investasi secara finansial, tetapi
secara sosial-ekonomi kelayakan investasi tersebut akan meningkat atau sangat
layak.

Penggunaan sumber dana pribadi untuk investasi tidak terikat dengan
keharusan untuk mengembalikan pinjaman, baik pokok maupun jasa/bunganya,
sehingga jika investasi gagal tidak berakibat langsung pada aspek hutang-
piutang bagi investornya. Sebaliknya jika investasi meggunakan sumber dana
dari pihak luar (bank), baik sebagian, apalagi seluruhnya maka akan berakibat
tingginya pengeluaran untuk mengembalikan modal dan bunga pinjaman.

9.2.1. Kebutuhan Biaya Investasi

Biaya investasi untuk reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang
sangat tergantung pada banyak faktor antara lain: luas lahan, kondisi bentang
lahan pasca tambang, sistem atau teknik penambangan termasuk cara

102

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

penimbunan tanah bagian atas (top soils), status kesuburan tanah, biaya sewa
peralatan, tingkat upah tenaga kerja, dan harga-harga sarana produksi
pertanian. Pemerintah, melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral telah
memberikan petunjuk terkait dengan biaya yang diperlukan untuk kegiatan
penutupan tambang dan reklamasi lahan bekas tambang (Permen Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 18 tahun 2008). Jaminan penutupan tambang
merupakan Deposito Berjangka sebagai uang jaminan yang disetorkan oleh
pihak penambang kepada bank Pemerintah atas nama menteri, gubernur, atau
bupati/walikota cq perusahaan yang bersangkutan. Besaran biayanya harus
dapat menutup seluruh biaya pekerjaan penutupan lahan bekas tambang.

Besaran uang jaminan penutupan tambang sebagaimana tertuang pada
Peraturam Menteri tersebut harus dihitung berdasarkan komponen biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Komponen biaya langsung terdiri atas: (1)
biaya pembongkaran bangunan dan sarana penunjang yang sudah tidak
digunakan, kecuali ditentukan lain; (2) biaya reklamasi tapak bekas tambang,
fasilitas pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas penunjangnya, (3) biaya
penanganan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbah B3 jika ada, (4)
biaya pemeliharaan dan perawatan; (5) biaya pemantauan; dan (6) biaya terkait
dengan aspek sosial, budaya, dan ekonomi yang ditimbulkan akibat penutupan
tambang. Komponen biaya tidak langsung mencakup: (1) mobilisasi dan
demobilisasi peralatan, (2) perencanaan kegiatan; (3) administrasi dan margin
keuntungan pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana penutupan tambang; dan
(4) kegiatan supervisi.

Uang jaminan biaya reklamasi lahan bekas tambang juga sama seperti
halnya uang jaminan penutupan tambang, yakni berupa deposito berjangka yang
harus disetorkan oleh perusahaan tambang kepada bank pemerintah untuk
kurun waktu lima tahun. Perhitungan besaran biaya reklamasi lahan bekas
tambang dirinci per tahun dan terdiri atas komponen biaya kangsung dan biaya
tidak langsung. Uraian teknis rencana kegiatan reklamasi tersebut harus memuat
informasi mengenai (1) lokasi lahan yang akan direklamasi, yakni mencakup
lahan bekas tambang, timbunan tanah/batuan penutup di luar tambang, jalan
tambang atau non-tambang yang tidak digunakan lagi, bekas kolam sedimen
atau kolong, dan fasilitas penunjang lainnya; (2) teknik dan peralaan yang akan
digunakan, (3) sumber, jenis, dan volume material pengisi untuk back filling, (4)
revegetasi, (5) pekerjaan sipil sesuai peruntukkan pasca-tambang, dan (6)
pemeliharaan.

Berdasarkan uraian di atas maka komponen biaya langsung kegiatan
reklamasi lahan bekas tambang terdiri atas: (1) penataan kegunaan lahan, (2)
pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, (3) pekerjaan sipil sesuai
peruntukkan lahan bekas tambang, dan (4) revegetasi. Komponen biaya tidak
langsung terdiri atas: (1) biaya mobilisasi dan demobilisasi peralatan sebesar
2,5% dari biaya langsung atau berdasarkan hasil perhitungan aktual, (2) biaya
perencanaan reklamasi sebesar 2-10% dari biaya langsung, (3) biaya

103

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

administrasi dan keuntungan kontraktor sebesar 3-14% dari biaya langsung, (4)
biaya supervisi sebesar 2-7% dari biaya langsung, dan (5) pajak-pajak sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan Dokumen Rencana Penyusunan Reklamasi (Lampiran 1
pada Permen Energi dan Sumber Daya Mineral No 18 tahun 2008 tentang
Reklamasi dan Penutupan Tambang) diperoleh beberapa informasi yang dapat
dijadikan rujukan dalam kegiatan penimbunan, sebagai berikut:

(a) Diperlukan penggunaan alat berat sejenis loader selama 31,7 jam kerja/ha
untuk pekerjaan pemindahan tanah bekas tambang.

(b) Diperlukan penggunaan alat angkut sejenis dump truck sebanyak 3 unit
selama masing-masing 27,7 jam kerja /ha per unit truk untuk mengangkut
tanah timbunan pada jarak tempuh sekitar 450-500 m.

(c) Diperlukan penggunaan alat berat sejenis loader selama 7,7 jam kerja/ha
untuk memindahkan tanah pucuk (top soils).

(d) Diperlukan penggunaan alat dump truck sebanyak 2 unit selama 41,1 jam/ha
per unit truk untuk mengangkut tanah lapisan atas (top soils) pada jarak
tempuh sekitar 300 m.

(e) Diperlukan penggunaan alat berat sejenis excavator selama 44,9 jam/ha
untuk kegiatan pengisian armada truk dengan tanah timbunan (over
burden).

(f) Diperlukan penggunaan alat berat sejenis bulldozer selama 7,1 jam/ha untuk
kegiatan penataan awal permukaan lahan sehingga membentuk kontur yang
baik untuk revegetasi.

(g) Diperlukan penggunaan alat berat sejenis bulldozer selama 6,2 jam kerja
untuk kegiatan perataan akhir lahan dan penataan tanah pucuk agar siap
ditanami.

Berdasarkan tolok ukur pekerjaan tersebut di atas diperlukan penggunaan
alat-alat berat sebanyak 263 jam/ha untuk kegiatan reklamasi lahan bekas
tambang. Jenis alat berat tersebut mencakup loader, excavator dan dump truck
yang tarif biaya sewanya bebeda-beda di berbagai lokasi tambang. Biaya sewa
alat berat tersebut pada pasar internasional mencapai US$ 99/jam untuk jenis
loader, US$ 80/jam untuk jenis excavator, US$ 68/jam untuk jenis dump truck,
dan US$ 105/jam untuk jenis bulldozer. Biaya sewa alat tersebut belum termasuk
upah tenaga operator alat, supervisor, spotter, dan tenaga administrasi yang
nilainya berkisar antara US$ 13-15/jam. Total biaya investasi yang diperlukan
tersebut berkisar antara Rp 54.440.000 – Rp 65.327.000/ha dengan periode
waktu kegiatan reklamasi dan rehabilitasi selama 5-6 tahun. Jumlah biaya
investasi tersebut belum termasuk biaya revegetasi dan pemeliharaan tanaman.

Pada bulan Juli 2018 dilakukan diskusi antara tim peneliti dan teknisi
Badan Litbang Pertanian dengan Kepala Desa dan staf Desa Bukit Kijang,
Kepala Desa Pangkalan Baru, para petani, dan mahasiswa perguruan tinggi
yang sedang melaksanakan program KKN mengenai kegiatan reklamasi dan

104

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

rehabiliasi lahan bekas tambang dan pemanfataannya menjadi lahan pertanian
(Gambar 1). Para kepala dan aparat desa serta petani yang hadir pada acara
diskusi tersebut sudah berpengalaman dalam melakukan reklamasi dan
rehabilitasi lahan bekas tambang timah untuk budidaya pertanian. Hasil diskusi
tersebut menyimpulkan beberapa hal, yakni:

1. Kegiatan reklamasi lahan
Investasi untuk kegiatan reklamasi merupakan tanggung-jawab dari
penambang sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya Pasal 2 dan Pasal 6
Permen Energi dan Sumberdaya Mineral No 18 tahun 2008, serta Pasal 2
Keputusan Dirjen Pertambangan Umum No 336/1996 tentang Jaminan
Reklamasi.
a. Penataan lahan bekas tambang memerlukan 6-9 hari kerja bullzozer/ha
dengan jam kerja selama 8-10 jam/hari.
b. Penataan akhir dan penyiapan lahan untuk siap ditanami memerlukan 5-7
hari kerja bulldozer/ha dengan jam kerja selama 8-10 jam/hari.
c. Tenaga kerja untuk penyiapan lahan secara manual (guludan atau
terasering, dan lainnyal): 30-50 HOK/ha.

2. Kegiatan rehabilitasi lahan
a. Pupuk kandang 30-40 ton/ha
b. Bibit tanaman penutup tanah (LCC), seperti mukuna 25 kg/ha
c. Dolomit 2000 kg/ha
d. Pupuk SP36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha.

3. Budidaya pertanian
a. Pupuk kandang sekitar 20-30 ton/ha
b. Bibit tanaman yang akan dibudidayakan, seperti tanaman pangan
(jagung, padi ladang), sayuran (cabai, tomat, terung), tanaman
perkebunan (lada), dan/atau rumput pakan ternak
c. Pupuk buatan seperti urea dan NPK sesuai dengan jenis tanaman yang
dibudidayakan, dengan kisaran totalnya 400-600 kg/ha
d. Biaya pengendalian OPT sesuai kebutuhan
e. Biaya pemeliharaan (penyiraman, penyiangan, pengairan) dan panen

Berdasarkan hasil diskusi tersebut diperoleh informasi kebutuhan biaya
untuk reklamasi lahan bekas tambang timah sebesar Rp 74.800.000/ha. Lingkup
kegiatan reklamasi lahan tersebut berupa penataan lahan bekas tambang
sedemikian rupa sehingga lahan tersebut siap untuk direhabilitasi. Sebagai
acuan kondisi awal lahan bekas tambang yang direklamasi disajikan pada Bab
2 Buku Juknis ini. Selanjutnya biaya untuk rehabilitasi lahan bekas tambang
dihitung sekitar Rp 68.800.000/ha. Komponen terbesar biaya rehabilitasi lahan
tersebut adalah untuk pemberian pupuk kandang minimal sebanyak 30 ton/ha
dengan harga beli Rp 2.000/kg. Ketersediaan pupuk kandang di lokasi sangat
terbatas sehingga harga pasarnya cukup tinggi. Diperlukan kebijakan
pemerintah setempat untuk memberikan subsidi harga pupuk kandang, misalnya

105

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

sebesar 50% agar kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang timah dapat
dilakukan secara luas oleh masyarakat/petani.

Rehabilitasi lahan bekas tambang dengan penggunaan pupuk kandang
dosis tinggi, dolomit, pupuk buatan dan penanaman mukuna sebagai legume
cover crop (LCC) menunjukkan hasil yang bagus. Pertumbuhan dan
perkembangan mukuna sebagai LCC tersebut sangat bagus dalam menutup
permukaan tanah secara rapat dalam waktu 3 bulan. Mukuna menghasilkan
bahan organik dalam jumlah yang banyak yang dapat dijadikan sebagai mulsa
atau dibenamkan (inkorporasi) ke dalam tanah sebelum penanaman tanaman
utama.

Gambar 1. Diskusi dengan teknisi, peneliti, dan petani setempat mengenai
reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang timah dan pemanfaatannya
untuk pertanian, di Desa Bukit Kijang, Bangka Tengah (2018)

9.2.2. Analisis Kelayakan Investasi

Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menghitung
kelayakan investasi, antara lain nilai kini manfaat investasi (NPV), rasio manfaat

106

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

terhadap biaya (Rasio B/C), dan tingkat discount rate bila nilai NPV = 0 atau
disebut juga dengan Internal Rate of Return (IRR). Berdasarkan ketiga indikator
tersebut, suatu investasi dinyatakan layak apabila memenuhi kriteria: (1) NPV >0
atau positif, (2) Rasio B/C > 0 atau positif, dan (3) IRR > bunga pinjaman
komersial. Besaran nilai ketiga indikator kelayakan investasi tersebut dapat
dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini. Tulisan ini tidak menjelaskan
secara rinci cara menghitung indikator tersebut karena rumus (formula) tersebut
sudah tersedia di dalam aplikasi tabulasi Excel (Tabel 1). NPV dapat dihitung
sebagai berikut:

n ……………………… (1)
NPV = ∑ NB

i=1 (1+i)n

Dimana: NB = Net Benefit, yakni Penerimaan – Pengeluaran, i= discount factor
(suku bunga), dan n=tahun

Penerimaan = nilai komoditas yang dihasilkan
Pengeluaran = biaya investasi dan biaya operasional/usahatani

Variabel penerimaan dan pengeluaran tersebut dihitung berdasarkan discount
factor yang sudah ditetapkan selama periode waktu investasinya.

IRR= i + NPV1 x (i2 - i1)……… (2)

NPV1-NPV2)

Dimana: i1 = discount factor yang menghasilkan NPV1
i2 = discount factor yang menghasilkan NPV2

Rasio B/C = B/C …………………………… (3)

Dimana: B=Benefit atau Penerimaan (nilai komoditas yang dihasilkan)
C= Cost atau Pengeluaran
Variabel B dan C tersebut dihitung berdasarkan discount factor yang
sudah ditetapkan selama periode waktu investasinya.

107

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Tabel 1. Analisis investasi rehabiltasi LBT dengan usaha rumpu

Input/Output Satuan

1 23 4 5

Investasi *) Rp 74.800.000 0
Bibit Rp
Rp - -
Pupuk NPK Rp 487.500
Phonska Rp 4.000.000 800.000
Pupuk Urea Rp 40.000.000
Rp 487.500 41.287.500 487.500 487.50
Pupuk Rp 9.760.000 800.000
kandang Kg 800.000 51.047.500 40.000.000 800.00
Total Saprodi Rp 120.000 41.287.500
82.000.000 9.760.000 40.000.00
Upah kerja Rp 51.047.500
87.287.500 120.000 41.287.50
Total Biaya
Hasil 15.600.000 9.760.00
pangkasan 74.800.000 102.887.500 51.047.50
Nilai jual
rumput 80.000 120.00
pakan**)
Hasil bersih 32.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.00

-74.800.000 -70.887.500 -3.047.500 -3.047.500 -3.047.50

NPV (15%/th) Rp -Rp129.640.002

***)

IRR(%) ****) % Tidak dapat

dihitung

Sumber data: Hasil diskusi dengan teknisi dan petani setempat, 2018

Keterangan : *) biaya sewa alat berat; **) Harga awal RPT Rp 400/kg;

10

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

ut pakan ternak, Desa Bukit Kijang, Bangka Tengah (Rp/ha)

Tahun ke Keterangan

6 7 8 9 10 11

-- -- --
-

487.500 487.500 487.500 487.500 487.500 487.500
00

800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000
00

40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000
00

41.287.500 41.287.500 41.287.500 41.287.500 41.287.500 41.287.500
00

9.760.000 9.760.000 9.760.000 9.760.000 9.760.000 9.760.000
00
00 51.047.500 51.047.500 51.047.500 51.047.500 51.047.500 51.047.500
00 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000

00 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 Rp 400/kg

00 -3.047.500 -3.047.500 -3.047.500 -3.047.500 -3.047.500 -3.047.500

; ***) Tidak layak pada harga RPT awal

08

Tabel 2. Analisis lebih lanjut dengan harga RPT yang lebih tingg

Harga RPT (Rp -74.800.000 40.000.000 60.000.000 60.000.000 60.0
500/kg) -Rp80.294.817 -62.887.500 8.952.500 8.952.500 8.9

NPV (15%)

IRR (%) -9%
(Tidak layak)
Harga RPT (Rp - 60.000.000 90.000.000 90.000.000 90.0
750/kg) -74.800.000 -42.887.500 38.952.500 38.952.500 38.9
Rp43.068.146
NPV (15%)

IRR (%) 25%
Rasio B/C 1,13
(Layak)
PV Benefit Rp370.088.887
PV Cost Rp327.020.741

10

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

gi: 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000
8.952.500 8.952.500 8.952.500 8.952.500 8.952.500 8.952.500
000.000
952.500

000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000
952.500 38.952.500 38.952.500 38.952.500 38.952.500 38.952.500 38.952.500

09

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

9.3. KELAYAKAN INVESTASI PENGELOLAAN LAHAN BEKAS TAMBANG
TIMAH UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN

Ada teladan yang dapat dijadikan rujukan pengelolaan lahan bekas
tambang timah di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Pangkalan Baru,
Kabupaten Bangka Tengah. Petani di desa tersebut mengelola lahan bekas
tambang timah menjadi lahan pertanian yang ditanami sayuran dan lada.
Informasi dari Kepala Desa yang merangkap sebagai petani andalan sayuran
pada lahan bekas tambang menyatakan bahwa kunci keberhasilan reklamasi
dan rehabilitasi lahan bekas tambang timah menjadi lahan hortikultura sayuran
dan lada adalah penggunaan pupuk kandang dan pengairan. Keragaan
usahatani sayuran pada lahan bekas tambang yang direklamasi disajikan pada
Bab 3 dan Bab 4 Buku Juknis ini, sedangkan keragaan tanaman lada yang
dikelola petani disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Keragaan pertumbuhan tanaman lada pada lahan bekas tambang
yang sudah direhabilitasi puluhan tahun oleh petani, Desa Pangkalan Baru,
Bangka Tengah (Sumber foto: Irawan 2018)

Pada skala penelitian kegiatan reklamasi dan penanaman kembali
(revegetasi) lahan bekas tambang batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan
dilaporkan berhasil setelah 12 tahun (Hermawan 2011). Cara reklamasi yang
dilakukan juga tergolong sederhana, tanpa rehabilitasi tetapi hanya berupa
penimbunan tanah secara bertahap hingga berbentuk teras-teras. Lebih lanjut
peneliti tersebut menyatakan bahwa dari aspek investasi kegiatan reklamasi
lahan bekas tambang tersebut belum memberikan manfaat finansial selama 12
tahun, tetapi secara sosial dan lingkungan hidup sudah ada manfaatnya, antara

110

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

lain berupa kenyamanan masyarakat sekitar untuk melewati wilayah tersebut
karena suhu udaranya sudah relatif normal dan tidak gersang, juga
keanekaragaman hayatinya sudah meningkat dibanding saat sebelum dilakukan
reklamasi.

Adakalanya tingkat keuntungan untuk usahatani pada lahan bekas
tambang tidak memuaskan. Hasil forum ahli untuk pemanfatan lahan bekas
tambang menunjukkan bahwa penggunaan untuk tujuan wisata mendapat nilai
83%, sedangkan untuk budidaya pertanian hanya 14% dan industri 3% (Adha et
al. 2015). Hal serupa dinyatakan oleh Iswandi et al. (2017) bahwa lahan bekas
tambang tidak selalu dapat dijadikan lahan pertanian. Hasil penelitian Haridjaja
et al. (2011) menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang terdampak oleh
kegiatan tambang batu kapur di Kecamatan Kalapanunggal dan Citeureup,
Kabupaten Bogor masih berpotensi untuk pengembangan usahatani tanaman
pangan (jagung dan ubikayu), sayuran (kacang panjang dan mentimun), buah
manggis, dan kayu albasia yang diintergrasikan dengan ternak kambing.

Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di lokasi
Demfarm Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Untuk Pertanian di Desa Bukit
Kijang, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah tahun 2016-2019
menunjukkan keberhasilan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang timah
dengan tanaman kaliadra dan diperoleh beberapa komoditas pertanian yang
prospektif dapat dikembangkan di lokasi tersebut. Kondisi awal lahan bekas
tambang timah dengan kondisinya setelah dilakukan reklamasi, rehabilitasi dan
revegetasi sangat berbeda.

Untuk lokasi di Bangka Tengah tersebut, analisis usahatani (tanpa
memperhitungkan biaya reklamasi dan rehabilitasi, karena merupakan
tanggungjawab perusaaan tambang) diperoleh informasi bahwa beberapa jenis
usahatani layak dikembangkan pada lahan bekas tambang timah. Ini ditunjukkan
oleh rasio penerimaan atas biaya produksinya masing-masing sebesar 1,76-1,94
untuk cabai, 2,97 untuk mentimun, 1,09 untuk jagung dan 2,03 untuk rumput
pakan ternak (Anonim 2017).

Berikut ini disajikan hasil analisis investasi reklamasi dan rehabilitasi lahan
bekas tambang timah di lokasi Demfarm tersebut, khususnya untuk tanaman
pakan ternak (TPT), cabai, dan lada. Dalam analisis tersebut digunakan tingkat
suku bunga pinjaman komersial (discount factor) 15%/tahun. Kuantifikasi
beberapa variabel diperoleh dari hasil diskusi dengan teknisi, petani setempat
dan “expert judgement”, sedangkan harga sarana produksi pertanian, seperti
pupuk, merupakan harga non-subsidi. Tabulasi dan analisis data disajikan pada
lampiran (sebagai contoh untuk usaha rumput pakan ternak).

111

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

9.3.1. Rumput Pakan Ternak

Sekitar 2 hektar lahan Demplot ditanami TPT yang dipangkas dengan
interval 2-3 bulan (60-90 hari) sekali. Jenis rumput yang dikembangkan termasuk
rumput Gajah, Gajah mini (rumput Odot), Paspalum maximum (rumput
benggala), dan lain-lain. Setiap selesai pemangkasan, rumput tersebut dipupuk
dengan pupuk kandang atau kompos tandan kosong kelapa sawit (tankos)
dengan dosis 30-40 t/ha. Selain itu diberi pupuk dasar berupa 200 kg urea/ha
dan 20 kg KCl/ha. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran hasil
pangkasan terdapat beberapa jenis TPT yang potensial untuk dikembangkan
seperti Panicum maximum, Pennisetum purpureum cv. Taiwan; Pennisetum
purpureum cv. Mott (rumput gajah mini), TPT jenis penggembalaan Brachiaria
decumbens. cv. Mulato dan Brachiaria humidicola, dan RPT jenis legum seperti
Indigofera zolingeriana. TPT ini mempunyai potensi produksi hijauan pakan
ternak (HPT) sekitar 80-120 t/ha/tahun dari populasi rumput 4.000 rumpun/ha
dengan umur produktif sekitar 10 tahun. Keragaan TPT pada lahan bekas
tambang yang direklamasi disajikan pada Bab 6 Buku Juknis ini.

Para petani ternak sapi di sekitar lokasi penelitian belum terbiasa
menyediakan HPT secara komersial. Kebutuhan HPT dapat dipenuhi dari rumput
lokal yang tumbuh di lokasi. Saat ditanya berapa kemauan petani untuk membeli
(willingness to pay, WTP) rumput seperti yang tersedia di lokasi Demplot, nilai
WTP tersebut maksimum Rp 250 /kg HPT. Pada tingkat harga tersebut hasil
analisis investasi reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang untuk
pengembangan RPT ternyata tidak layak. Hal itu ditunjukkan oleh NPV (15%)
dan Rasio B/C negatif. Nilai IRR juga tidak bisa dihitung karena arus manfaat
bersih tahunan selama periode investasi (11 tahun) bernilai negatif. Kelayakan
investasi tersebut tidak berubah walaupun harga HPT dinaikan menjadi Rp
300/kg, Rp 400/kg, atau Rp 500/kg. Investasi menjadi layak pada tingkat harga
HPT sebesar Rp 750/kg, dan kelayakan tersebut dicapai pada tahun ke tiga sejak
rehabilitasi (Gambar 3).

Pada tingkat harga RPT Rp 500/kg arus manfaat bersih investasi sudah
positif mulai tahun ketiga sekitar Rp 9 juta/ha, tetapi besaran manfaat bersih
tersebut belum bisa mengimbangi tingginya nilai investasi yang dikeluarkan
untuk reklamasi pada tahun pertama dan rehabilitasi lahan tahun ke dua
sehingga NPV 15%) dan Rasio B/C bernilai negatif. Sebaliknya, pada tingkat
harga jual RPT Rp 750/kg investasi tersebut layak dengan NPV (15%) mencapai
Rp 43 juta, IRR 25% dan Rasio B/C 1,13.

Kelayakan investasi pengelolaan lahan bekas tambang timah untuk
pengembangan TPT dapat ditingkatkan apabila ada kebijakan yang
meringankan pihak petani, misalnya: (1) biaya reklamasi (penataan lahan hingga
siap ditanami) tidak dibebankan kepada petani, karena biaya reklamasi
seyogyanya merupakan tanggungjawab perusahaan atau individu penambang,
dan (2) petani diberi subsidi sarana produksi, seperti pupuk kandang dan pupuk

112

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

buatan dengan harga yang lebih murah, atau petani diberi subsidi ternak sapi
agar petani dapat langsung memanfaatkan rumput sebagai pakan dan dapat
memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai pupuk kandang. Apabila kedua
kebijakan tersebut dapat diimplementasikan maka kelayakan investasi
pengembangan RPT dapat dicapai pada tingkat harga jual HPT sekitar Rp 300-
400/kg.

Gambar 3. Manfaat bersih hasil investasi kegiatan reklamasi dan rehabilitasi
lahan bekas tambang timah untuk pengembangan tanaman pakan ternak pada
tingkat harga RPT Rp 500/kg dan Rp 750/kg, di Desa Bukit Kijang, Bangka
Tengah dengan menggunakan biaya usahatani tahun 2018

9.3.2. Usahatani Cabai

Tanaman cabai yang dibudidayakan pada Demplot adalah Varietas TM-
999. Produktivitasnya cukup tinggi, walaupun sangat bervariasi. Pada analisis ini
digunakan rata-rata produksi cabai sekitar 6 – 7,5 t/ha dengan harga jual cabai
Rp 10.000/kg. Diasumsikan juga bertanam cabai dapat dilakukan selama dua
kali tanam setahun. Hasil analisis, sebagaimana disajikan pada Gambar 4,
menunjukkan bahwa investasi pengelolaan lahan bekas tambang timah untuk
usahatani cabai, layak secara finansial. Indikator kelayakan investasi
digambarkan dengan nilai NPV (15%) sebesar Rp 74 juta, IRR 25% dan Rasio
B/C 1,6. Pada Gambar 4 tersebut diasumsikan biaya reklamasi dan rehabilitasi
ditanggung oleh pengelola lahan. Apabila biaya reklamasi lahan dikeluarkan dari
perhitungan (karena ditanggung oleh penambang), NPV (15%) meingkat
menjadi Rp 165 juta dan IRR menjadi 76%. Artinya usahatani cabai sangat

113

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

menguntungkan, tetapi analisis ini belum memperhitungkan faktor resiko gagal
panen. Pada saat diskusi diperoleh informasi bahwa tidak ada petani setempat
yang berani menanam cabai dua kali dalam satu tahun dan dalam jumlah yang
luas, apalagi satu hektar.

Gambar 4. Manfaat bersih hasil investasi kegiatan reklamasi dan rehabilitasi
lahan bekas tambang timah untuk usahatani cabai, di Desa Bukit Kijang, Bangka
Tengah, dengan menggunakan biaya usahatani tahun 2018.

Sebagaimana kasus untuk pengembangan TPT, kelayakan investasi untuk
budi daya tanaman cabai juga bisa ditingkatkan apabila ada kebijakan subsidi
sarana produksi, seperti harga pupuk kandang (Pukan) dan pupuk buatan
sumber unsur N, P, dan K.

9.3.3. Usahatani Lada

Budidaya lada pada areal Demplot masih belum menghasilkan dan perlu
penanaman ulang, namun demikian para petani setempat sangat mengenal lada
dengan baik dan berpengalaman dalam bertani tanaman lada. Harga jual lada di
tingkat petani juga cukup tinggi, umumnya di atas Rp 100.000/kg, kecuali pada
periode Juni-Agustus 2018 harga lada mencapai titik terendah, yakni sekitar Rp
50.000-60.000/kg. Menurut petani pada tingkat produktivitas lada sekitar 1,2 -2,5
t/ha/tahun maka dengan harga jual minimal Rp 75.000/kg sudah tergolong
menguntungkan. Umur produktif usahatani lada sekitar 5-7 tahun dan sangat
tergantung pada pemeliharaan dan varietas tanamannya. Berdasarkan informasi

114

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

dari para petani lada, dilakukan analisis investasi yang hasilnya disajikan pada
Gambar 5.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa investasi reklamasi dan rehabilitasi
lahan bekas tambang timah untuk budidaya usahatani lada menguntungkan atau
layak. Indikator kelayakannya ditunjukkan oleh nilai NPV (15%) sebesar Rp 71
juta, IRR 28% dan Rasio B/C 1,72. Kelayakan investasi tersebut akan meningkat
apabila biaya reklamasi tidak diperhitungkan. Keuntungan akan lebih tinggi bila
ada subsidi harga pupuk kandang dan pupuk buatan. Usahatani lada pada lahan
non-bekas tambang timah oleh petani maju memberikan nilai NPV (15%)
sebesar Rp 345 juta dengan IRR 178% dalam periode waktu usahatani lada 6
tahun, sesuai dengan umur ekonomis tanaman lada.

Gambar 5. Manfaat bersih hasil investasi kegiatan reklamasi dan rehabilitasi
lahan bekas tambang timah untuk usahatani lada, di Desa Bukit Kijang, Bangka
Tengah, tahun 2018

9.4. PENUTUP

Lahan bekas tambang timah dapat dikelola menjadi lahan pertanian
sesudah melalui proses reklamasi dan rehabilitasi lahan. Reklamasi lahan
terutama adalah untuk meratakan lahan sehingga secara fisik siap untuk
ditanami. Rehabilitasi lahan dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan
meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Investasi utama reklamasi
adalah penggunaan alat berat, sedangkan untuk rehabilitasi lahan adalah

115

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

penggunaan pupuk kandang dan penanaman tanaman penutup tanah untuk
perbaikan kualitas tanahnya. Investasi untuk pertanian pada lahan bekas
tambang akan layak bila biaya reklamasi dan rehabilitasi tidak diperhitungkan
sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh petani, karena berdasarkan
peraturan perudangan, biaya tersebut ditanggung oleh pihak penambang.

Tingkat keuntungan usahatani sangat ditentukan oleh komoditas yang
dipilih. Penanam cabai memberikan keuntungan tertinggi, diikuti oleh tanaman
lada dan tanaman rumput pakan.

Biaya investasi untuk reklamasi dan rehabilitasi lahan sangat tinggi.
Apabila lahan bekas tambang tidak direklamasi dan direhabilitasi oleh pihak
penambang, lahan cenderung akan tetap terlantar disebabkan tidak imbangnya
biaya investasi dibandingkan dengan penghasilan usaha tani. Untuk itu
pemerintah perlu mendorong pelaksanaan reklamasi yang benar pasca tambang
agar lahan bekas tambang bisa berubah menjadi lahan produktif.

DAFTAR BACAAN

Anonim 2017. Laporan Hasil Penelitian Analisis Finansial, Rekayasa
Kelembagaan dan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang. Pusat
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.

Anonim. 2008. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18
tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang.

Adha DJ, Hidayato AN, Subagayo WH. 2015. Arahan Pemanfaatan Lahan Pasca
Tambang Pasir Di Desa Besuk Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang.
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Nasional, Malang.

Erfandi D. 2017. Pengelolaan lansekap lahan bekas tambang: pemulihan lahan
dengan pemanfaatan sumberdaya lokal (in-situ). Jurnal Sumberdaya
Lahan Pertanian 11(2): 55-66.

Haridjaja O, Haryanti DW, Oktaviani R. 2011. Perencanaan pengelolaan
sumberdaya lahan yang terkena dampak penggunaan lahan untuk
penambangan kapur. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 16(1):35-42.

Hermawan B. 2011. Peningkatan kualitas lahan bekas tambang melalui
revegetasi dan kesesuaiannya sebagai lahan pertanian tanaman pangan.
Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian: Urgensi dan Strategi
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Bengkulu 7 Juli 2011. ISBN
978-602-19247-0-9.

116

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian

Iswandi RM, La Baco, Yunus L, Alwi LO. 2017. Kelayakan finansial
pengembangan usaha tani dalam suatu wilayah lingkar tambang emas di
Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Agro-Ekonomi,
35(1):67-76.

Pujawati ED. 2009. Jenis-jenis fungi tanah pada areal revegetasi Acacia
mangium di Kecamatan Cempaka Banjarbaru. Jurnal Hutan Tropis Borneo,
10: 2-8).

Rinaldi SE, Suryanto, Yassir I. 2016. Biaya reklamasi dan revegetasi lahan bekas
tambang batubara di Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Basah, Hal. 356-361. LUKU, PAPUA, DAN PAPUA BARATNG DAN

117

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian


Click to View FlipBook Version