Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 7. Bak penampung air persediaan/reservoir untuk penyiraman (kiri) dan
penetes/dripper (kanan)
4.8. PEROMPESAN
Tanaman cabai cenderung membentuk cabang yang banyak pada saat
setelah induksi percabangan. Oleh karenanya jumlah cabang yang akan
dipertahankan harus dibatasi dengan cara membuang cabang yang berlebihan
yang tidak produktif (dirompes) (Gambar 8). Cabang utama cukup disisakan 3
cabang dan dilakukan sekitar 3 minggu setelah tanam. Perompesan bisa
dilakukan beberapa kali agar energi hasil fotosintesis terkonsentrasi pada
cabang-cabang produktif.
Gambar 8. Perompesan cabang tidak produktif
4.9. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Serangan hama dan penyakit pada tanaman cabai harus diwaspadai
karena sangat merugikan petani. Tindakan pencegahan serangan hama dan
penyakit harus dikedepankan karena lebih murah dibandingkan pemberantasan.
Pengendalian serangan hama dan penyakit harus sudah dimulai dari penyiapan
bibit sampai tanaman fase panen berlangsung. Berikut ini disajikan beberapa
cara efektif pengendalian penyakit dan hama tanaman cabai.
40
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
4.9.1. Penyakit Tanaman Cabai
Penyakit rebah semai (dumping off). Penyakit ini menyerang tanaman
cabai dipesemaian, yang ditandai dengan kelayuan tiba-tiba. Cara pengendalian
adalah sterilisasi media semai, pemilihan benih (memastikan benih berasal dari
tanaman yang sehat), perlakuan benih dengan fungisida.
Penyakit layu. Penyakit ini disebabkan oleh serangan bakteri atau jamur.
Penyakit layu bakteri ditandai dengan kelayuan tanaman secara menyeluruh
sedangkan layu jamur ditandai dengan kelayuan tanaman secara parsial.
Pengendaliannya, selain mempersiapkan bibit sehat, tanaman di lapang harus
disemprot secara preventif (pencegahan) dengan fungisida dan bakterisida.
Gejala serangan tanaman layu secara tiba-tiba, mengering dan gugur daun.
Penyakit virus. Gejalanya pertumbuhan bibit terhambat dan warna daun
mosaik atau pucat. Gejala timbul lebih jelas setelah tanaman berumur lebih dari
2 minggu. Cara mengatasi; bibit terserang dicabut dan dibakar, semprot vektor
virus dengan insektisida
Penyakit bercak daun, Cercospora capsici. Jamur ini menyerang pada
musim hujan diawali pada daun tua bagian bawah. Gejala serangan berupa
bercak dalam berbagai ukuran dengan bagian tengah berwarna abu-abu atau
putih, kadang bagian tengah ini sobek atau berlubang. Daun menguning
sebelum waktunya dan gugur, tinggal buah dan ranting saja. Akibatnya buah
menjadi rusak karena terbakar sinar matahari.
Penyakit busuk buah antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides). Gejala
serangan mula-mula bercak atau totol-totol pada buah yang membusuk melebar
dan berkembang menjadi warna orange, abu-abu atau hitam. Pengendalian
dilakukan secara preventif dengan penyemprotan bakterisida secara teratur.
4.9.2. Hama
Ulat Tanah (Agrotis ipsilon). Hama ini makan tanaman muda dengan jalan
memotong batang atau tangkai daun. Pengendalian dilakukan dengan
menaburkan insektisida furadan saat tanam.
Ulat Grayak (Spodoptera litura dan S. exigua). Hama in menyerang dan
memakan daun dan batang muda. Ulat sangat aktif di malam hari, pada siang
hari bersembunyi di bawah tanah. Pengendalian dilakukan dengan sanitasi
lingkungan dan penyemprotan dengan insektisida pada malam hari.
Kutu - kutuan ( Aphis, Thrips, Tungau ). Hama ini menyerang bagian pucuk
tanaman sehingga pucuknya terlihat sampai keriting. Pengendalian dilakukan
dengan penyemprotan insektisida secara rutin.
Lalat Buah (Dacus dorsalis). Hama ini berupa larva atau ulat yang
menyerang buah cabai sehingga busuk. Serangan yang berat oleh hama bisa
menyebabkan kerugian total bagi petani. Pengendalian bisa dilakukan dengan
41
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
memasang perangkap yang berisi feromon Eugenol untuk menarik lalat jantan
atau dengan memasang perangkap yang berisi perekat. Pengendalian juga
dilakukan dengan penyemprotan insektisida secara rutin.
Gambar 9. Buah cabai yang terserang penyakit busuk buah antraknosa (kiri) dan
perangkap hama lalat buah dengan lem perekat (kanan)
4.10. PENGENDALIAN GULMA
Pertumbuhan tanaman pengganggu atau gulma pada lahan bekas
tambang sebenarnya tidak terlalu cepat dan lebih mudah dibersihkan
dibandingkan dengan tanah mineral yang subur. Namun demikian gulma yang
tumbuh di pangkal batang tanaman cabai akan menjadi pesaing dalam
menyerap hara. Oleh karenanya pertumbuhan gulma harus selalu dikendalikan
atau dibersihkan saat gulma masih muda. Pembersihan gulma yang sudah besar
di pangkal batang cabai dengan mencabut, bisa merusak perakaran tanaman
cabai. Pembersihan rumput juga dilakukan di area antar bedeng dan di
sekitarnya agar tidak menjadi sumber penyebaran hama penyakit.
Gambar 10. Gulma rumput yang banyak di lahan bekas tambang (kiri); Sanitasi
kebun penting untuk mencegah serangan hama (kanan)
42
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
4.11. PANEN
4.11.1. Pemanenan
Bila pertumbuhan tanaman optimal, maka panen pertama akan dilakukan
sekitar umur 70-75 hari setelah tanam. Dua minggu sebelum dipanen,
penyemprotan dengan pestisida dihentikan untuk meniadakan residu pestisida.
Panen dilakukan bila buah cabai berubah warna dari putih atau hijau menjadi
merah dengan tingkat kematangan 70-80%. Buah cabai yang dipanen terlalu
masak biasanya lebih cepat mengalami kerusakan. Panen sebaiknya dilakukan
di pagi hari setelah tidak ada lagi embun pada tanaman cabai. Hasil panen
ditampung pada wadah atau karung paranet agar uap air dari proses penguapan
tidak ada yang tertahan yang bisa menyebabkan buah cabai cepat busuk.
Pada tahap awal biasanya panen 1 minggu sekali, tetapi pada puncaknya
panen bisa dilakukan 2 kali seminggu. Dalam satu musim tanam, tanaman cabai
rawit bisa dipanen lebih dari 20 kali tergantung pada kondisi tanaman dan cara
perawatannya. Sedangkan tanaman cabai keriting atau cabai merah jumlah kali
panennya lebih sedikit dibandingkan cabai rawit. Setiap 2 kali atau 3 kali panen
dilakukan penyemprotan hormon tumbuh agar tanaman dapat tumbuh lebih
lama. Dari komulatif hasil panen, budidaya cabai di lahan bekas tambang bisa
menghasilkan 0,3-0,7 kg pohon-1 atau 7,2-14,4 t ha-1. Hasil yang dicapai ini masih
jauh dari potensi produksinya antara 1,5-2,0 kg pohon-1. Hal ini karena status
kesuburan tanah bekas tambang jauh lebih buruk dengan tanah di sentra
produksi cabai.
Gambar 11. Tanaman cabai pada puncak masa panen
4.11.2. Pasca Panen
Hasil buah dianginkan untuk mencegah pembusukan dengan membuang
panas lapang sebelum dijual ke pasar dan untuk memaksimalkan pembentukan
serta kestabilan warna cabai sebelum dikeringkan.
43
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Kemasan untuk cabai merah yang akan dikirim ke tempat yang jaraknya
jauh menggunakan karung jala dengan kapasitas sekitar 50 kg atau kotak-kotak
karton yang diberi lubang angin yang cukup. Tempat penyimpanan harus kering,
sejuk, dan mempunyai sirkulasi udara yang cukup baik.
4.11.3. Kualitas Buah
Karakteristik kualitas cabai merah yang dikehendaki oleh konsumen rumah
tangga (Sumarni dan Muharam 2003):
1) Warna buah merata dan tua,
2) Kekerasan buah sedang-keras,
3) Bentuk buah memanjang (± 10 cm),
4) Diameter buah sedang (± 1,5 cm), dan
5) Permukaan buah halus dan mengkilap.
DAFTAR BACAAN
Ang LH. 1994. Problems and prospects of afforestation on sandy tin tailings in
Peninsular Malaysia. Journal of Tropical Forest Science 7(1):87-105.
Asmarhansyah, Rusmawan D, Muzammil. 2012. Soil chemistry and yield of
maize as influenced by different levels of fertilizer in ex-tin land Central
Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. International Maize Conference
Agribusinees of Maize- Livestock Integration. Gorontalo, 21 – 23 November
2012. Pp 205 – 208.
Asmarhansyah, Subardja D. 2012. Strategi Pemanfaatan Lahan Bekas
Tambang Timah untuk Kegiatan Pertanian Produktif di Kepulauan Bangka
Belitung. Hlm. 479 – 489 Dalam Rejekiningrum et al. (Eds). Prosiding
Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Banjarbaru, 13 – 14 Juli 2011.
Buku I. Inovasi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Tanah dan Tanaman.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Asmarhansyah. 2015. Characteristics of Physical and Chemical Properties of
Former-Tin Mining Areas for Crop Production in Bangka Island. In
Rejekiningrum et al. (Eds) Prosiding Nasional Sistem Informasi dan
Pemetaan Sumberdaya Lahan Mendukung Swasembada Pangan. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2012. Pembenah Tanah Biochar/Arang. Leaflet. Badan
Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian, Jakarta.
44
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Dariah A, Abdurachman A, Subardja D. 2010. Reklamasi Lahan Eks-
Penambangan untuk Perluasan Areal Pertanian. Jurnal Sumberdaya
Lahan 4(1):1-12.
Erfandi D. 2017. Pengelolaan Lansekap Lahan Bekas Tambang : Pemulihan
Lahan Dengan Pemanfaatan Sumberdaya Lokal (in-situ). Jurnal
Sumberdaya Lahan 11(2):55 – 66.
Hanura. 2005. Perbaikan sifat kimia bahan tailing asal lahan pasca
penambangan timah yang diberi kompos dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai. Tesis. Program Studi Ilmu Tanaman
Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang.
Hilman, Y. dan Suwandi. 1992. Pengaruh pupuk nitrogen dan triple super
phosphate pada tanaman cabai. Bul.Penel.Hort. 23(1):107-116.
Haryati U, Sinukaban N, Murtilaksono K, Abdurachman A. 2010. Management
Allowable depletion (MAD) Level untuk Efisiensi Penggunaan Air Tanaman
Cabai pada Tanah Typic Kanhapludults Tamanbogo, Lampung. Jurnal
Tanah dan Iklim 31:12–26.
Haryati, U. 2010. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Untuk Pertanian Lahan
Kering Berkelanjutan Melalui Berbagai Teknik Irigasi Pada Typic
Kanhapludult Lampung. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Haryati U, Sutono S, Subiksa I G M. 2019. Pengaruh Amelioran terhadap
Perbaikan Sifat Tanah dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum frutescens)
pada Lahan Bekas Tambang Timah. Jurnal Tanah dan Iklim 43(2):123-
134.
Kusandriani, Y. dan A. Sumarna. 1993. Respons varietas cabai pada beberapa
tingkat kelembaban tanah. Buleton Penelitian Hortikultura. 25(1):31-36.
Ningrum LP, Navastara AM. 2015. Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas
Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto. Jurnal Teknik ITS
4(1):36-40.
Nurida NL, Rachman A,Sutono. 2012. Potensi pembenah tanah biochar dalam
pemulihan sifat tanah terdegradasi dan peningkatan hasil jagung pada
Typic Kanhapludult Lampung. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kelaman :
Buana Sains. Tribhuana Press 12(1):69-74.
Nurida NL, Dariah A, Rachman A. 2013. Peningkatan kualitas tanah dengan
pembenah tanah biochar limbah pertanian. Jurnal Tanah dan Iklim
37(2):69–78.
Nurida NL. 2014. Potensi pemanfaatan biochar untuk rehabilitasi lahan kering
di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan. Edisi Khusus Karakteristik dan
Variasi Sumberdaya Lahan Pertanian, Desember 2014:57 – 68.
45
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Nurida NL, Dariah A, Sutono S. 2015. Pembenah tanah alternatif untuk
meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman kedelai di lahan kering
masam. Jurnal Tanah dan Iklim 39(2):99–108.
Nurcholis M, Wijayani A, Widodo. 2013. Clay and organic matter application on
the coarse quartz tailing material and the sorgum growth on the post tin
mining at BANGKA island. J of Degraded and Mining Lands Management,
1(1):27–32.
Noviardi, Razizta, Irianta, Sukmayadi B, Kumoro D, Djakamiharja Y, Subarja A.
2003. Studi Pengelolaan dan Pemanfaatan Lahan Bekas Penambangan
Timah di Pulau Bangka. http://opac.geotek.lipi.go.id. [10 Februari 2015]
Pratiwi, Santoso E, Turjaman M. 2012. Penentuan dosis bahan pembenah tanah
(ameliorant) untuk perbaikan tanah dari tailing kuarsa sebagai medium
tumbuh tanaman hutan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 9
(2):163-174.
Pusat Penelitian Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB. 2002. Effect of bio-
organic on soil and plant improvement of post tin mine site at PT, Koba Tin
Project Area, Bangka, Pusat Penelitian Bioteknologi IPB, Bogor.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1996. Studi Upaya Rehabilitasi
Lingkungan Penambangan Timah. Pusa Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Badan Litbang Pertanian.
Rachman A, Sutono, Irawan, Suastika IW. 2017. Indikator Kualitas Tanah pada
Lahan Bekas Penambangan. Jurnal Sumberdaya Lahan 11(1):1- 10.
Renner R. 2007. Rethinking biochar. Environ. Sci. Technol. 41:5932–5933.
Santi R. 2005. Pertumbuhan Nilam (Pogostemon cablin Benth) pada sandy
tailing asal lahan pasca penambangan timah yang diberi kompos dan
tanah kupasan (overburden). Tesis. Program Studi Ilmu Tanaman Program
Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang.
Sumarni, N dan A. Muharam. 2003. Budidaya Cabai Merah. Panduan Teknis
Pengelolaan Tanaman Terpadu Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Lembang.
Sumarni, N dan A. Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Panduan
Teknis PTT Cabai Merah No.2, Tahun 2005. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Lembang.
Sukarman, Gani RA. 2017. Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka dan
Belitung dan Kesesuaiannya untuk Komoditas Pertanian. Jurnal Tanah dan
Iklim 41(2):92–100.
Sukarman, Husnain. 2016. Karakteristik Lahan Bekas Tambang dan
Permasalahannya di Bangka Belitung dan Pulau Buru Dalam Pasandaran
46
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
et al. (eds.) Sumberdaya Lahan dan Air. Prospek Pengembangan dan
Pengelolaan. Hal :54-71. IAARD Press.
Subiksa IGM, Suastika IW, Sutono. 2019. Chili cultivation on tin mined land at
Bangka Island: Prospect and Constraints. Proceeding of International
Seminar and Congress of Indonesian Soil Science Society. Bandung 4-6
October 2019 (In press).
Subiksa IGM., Adnyana MO, Haryati U, Husnain. 2019Effect of fertilizers
application through fertigation system on chili cultivation on tin mined land
in Bangka Island. International Journal of Research Studies in Agriculture
Sciences 5 (5):15-26
Sukartono, Utomo WH. 2012. Peranan biochar sebagai pembenah tanah pada
pertanaman jagung di tanah lempung berpasir (sandy loam) semiarid tropis
Lombok Utara. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kelaman: Buana Sains.
Tribhuana Press. 12(1): 91-98.
Sutono. 2012. Reklamasi pasir tailing bekas penambangan timah untuk budidaya
padi gogo (Oryza sativa (L) Merril). Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB,
Bogor.
Sutono, Nurida NL. 2012. Kemampuan biochar memegang air pada tanah
bertekstur pasir. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kelaman: Buana Sains.
Tribhuana Press.12 (1): 45 – 52.
Tanpibal, V. dan p. Sahunalu .1989. Characteristics and management of tin mine
tailing in Thailand. Soil Technology 2:17-26.
47
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
48
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
5 PENGEMBANGAN TANAMAN
PERKEBUNAN PADA LAHAN
BEKAS TAMBANG TIMAH
Asmarhansyah1, Maman Herman2, dan Deddy Erfandi1
1Balai Penelitian Tanah,Bogor 2Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar,
Sukabumi
5.1. PENDAHULUAN
Kegiatan tambang timah di darat pada umumnya dilakukan melalui
penambangan open pit dan penambangan terbuka menggunakan hidrolic
system. Pada tambang timah yang tidak mengindahkan aspek biofisik dan
lingkungan hanya akan meninggalkan lahan-lahan kritis dengan lanskap yang
tidak beraturan dan status kesuburan tanah yang rendah. Asmarhansyah (2016)
melaporkan bahwa tanah-tanah bekas tambang timah didominasi oleh fraksi
pasir dengan kandungan unsur hara makro dan mikro esensial yang rendah.
Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Inonu (2011) dan Nurtjahya (2015).
Karakteristik biofisik lahan tersebut di atas perlu dimodifikasi sehingga
lahan bekas tambang timah dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
komoditas pertanian. Inovasi teknologi pertanian diyakini mampu untuk
memperbaki lahan bekas tambang timah menjadi lahan pertanian, seperti
dengan mengembangkan tanaman perkebunan. Komoditas tanaman
perkebunan yang dapat dikembangkan di lahan bekas tambang timah adalah
kemiri sunan, serai wangi, dan lada.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, lahan bekas tambang timah selain
ditanami tanaman kehutanan, juga dikembangkan tanaman sawit, kelapa, karet,
serai wangi, dan lada. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa lahan-lahan
bekas tambang timah yang selama ini direklamasi dan direhabilitasi melalui
penanaman tanaman tahunan sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk komoditas
pertanian, seperti tanaman perkebunan. Pemanfaatan lahan bekas tambang
timah sebagai area pengembangan komoditas perkebunan memiliki peluang dan
potensi yang cukup baik mengingat adanya ketersediaan lahan, inovasi teknologi
pertanian, dan dukungan dari pemerintah.
Tanaman kemiri sunan merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan
yang memiliki adaptabilitas yang tinggi pada berbagai tipologi lahan, termasuk
lahan marginal seperti lahan bekas tambang timah. Kemiri sunan merupakan
jenis tanaman penghasil bahan bakar nabati. Tanaman serai wangi merupakan
salah satu tanaman konservasi mengingat tanaman ini memiliki keunggulan,
49
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
seperti kemampuan hidup pada lahan marginal dan perakaran serabut yang
kuat. Tanaman lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang secara
ekonomi dan sosial memiliki peluang strategis dalam sistem usaha perkebunan,
dan merupakan penyedia lapangan kerja yang cukup luas, terutama pada
daerah sentra produksi seperti di Pulau Bangka dan Pulau Belitung.
Petunjuk teknis ini menguraikan teknik budidaya tanaman perkebunan di
lahan bekas tambang timah. Budidaya tanaman perkebunan di lahan bekas
tambang timah diharapkan mampu mengubah lahan bekas tambang timah yang
tidak produktif menjadi lahan pertanian produktif.
5.2. TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN KEMIRI SUNAN, SERAI WANGI, DAN
LADA DI LAHAN TAMBANG TIMAH
Tanaman perkebunan yang berpotensi diusahakan di lahan bekas
tambang timah adalah kemiri sunan, serai wangi, dan lada. Penanaman
komoditas tersebut dapat dilakukan secara monokultur maupun pola tumpang
sari. Di beberapa lahan bekas tambang timah, pengembangan tanaman
perkebunan dikombinasikan dengan penanaman legume cover crop (LCC)
sebagai upaya menurunkan iklim mikro sekitar tanaman. Penanaman LCC
tersebut juga bermanfaat sebagai sumber pupuk organik bagi tanaman
perkebunan yang diusahakan.
5.2.1. Tumpangsari Kemiri Sunan dan Serai Wangi
Penyiapan Lahan. Sebelum dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman
perkebunan, lahan bekas tambang timah yang tidak beraturan terlebih dahulu
diratakan menggunakan alat berat, seperti bulldozer atau backhoe. Pada saat
kegiatan penyiapan lahan juga dilakukan penutupan kolong-kolong berukuran
kecil, sedangkan kolong air yang tergolong besar dipertahankan sebagai sumber
air untuk budidaya tanaman.
Jarak Tanam dan Lubang Tanam. Jarak tanam kemiri sunan adalah 9 m x
9 m jajaran genjang dan jarak tanam serai wangi adalah 1 x 1 m, dan jarak serai
wangi dari kemiri sunan adalah 1,5 m (Gambar 1). Ukuran lubang tanam kemiri
sunan adalah 0,60 m x 0,60 m (atas), 0,40 m x 0,40 m (bawah) dengan
kedalaman 0,60 m, dan lubang tanam serai wangi adalah 20 x 20 x 20 cm.
Pembuatan lubang tanam dilakukan 3-4 minggu sebelum tanam. Lubang tanam
diisi campuran tanah liat + kompos perbandingan 1:1 (10 kg tanah liat:10 kg
kompos) dan 500 g NPK. Pengolahan tanah total dilakukan untuk penanaman
serai wangi.
Varietas. Varietas kemiri sunan yang digunakan adalah Kemiri Sunan-2
dan varietas serai wangi yang digunakan adalah varietas G-2.
50
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 1. Sistem tumpangsari tanaman kemiri sunan dan serai wangi pada
lahan bekas tambang timah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman kemiri sunan
hingga umur 24 bulan pada lahan bekas tambang timah di Kabupaten Bangka
keragamananya tidak terlalu tinggi (18,1-26,6%) (Tabel 1), walaupun di
beberapa tempat terlihat tanaman yang menunjukan gejala kekuningan dan
kerdil.
Tabel 1. Rata-rata tinggi, jumlah daun, lilit batang, dan cabang tanaman kemiri
sunan pada lahan bekas tambang timah umur 24 bulan
Rataan Tinggi tanaman Jumlah daun Lilit batang Jumlah
Koefisien (cm) (helai) (cm) Cabang
Keragaman 117,3 50,5 11,1
(%) 3,1
18,1 26,6 16,2
22,8
Kemiri sunan di lahan bekas tambang timah mempunyai daun lebih
pendek dan jumlahnya lebih sedikit tetapi mempunyai lilit batang yang lebih
besar (Gambar 2). Lahan bekas tambang timah mempunyai kandungan pasir
yang tinggi (>90%) tidak dapat menahan air sehingga tanaman akan mengalami
kahat air jika tidak turun hujan. Walaupun demikian tanaman kemiri sunan
dengan pemberian pupuk kandang pada setiap lubang penanaman dapat
tumbuh dengan baik.
51
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 2. Keragaan kemiri sunan umur 24 bulan setelah tanam dan Serai
Wangi umur 3 bulan setelah tanam pada lahan bekas tambang timah
5.2.2. Tumpangsari Lada dan Serai Wangi
Penyiapan Lahan. Penyiapan lahan untuk tumpang sari lada dan serai
wangi sama seperti persiapan lahan pada tumpang sari kemiri sunan dan serai
wangi.
Jarak Tanam dan Lubang Tanam. Setelah dilakukan perataan lahan,
selanjutnya dilakukan pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam 3,0 m x 2,5
m atau dengan populasi tanaman sebanyak 1.333 tanaman per hektar. Ukuran
lubang tanam untuk tanaman lada adalah 45 cm x 45 cm x 45 cm sampai 60 cm
x 60 cm x 60 cm (panjang x lebar x dalam). Tanah galian dibiarkan terbuka (kena
matahari) selama 40 hari sebelum tanam. Tanah yang berasal dari bagian atas
dicampur dengan bahan organik/kompos dan dolomit. Pada saat pembuatan
lubang tanam dilakukan penambahan sebanyak 10 kg tanah liat, 10 kg pupuk
organik, dan 1 kg dolomit per lubang tanam. Serai wangi ditanam dengan jarak
tanam 1 x 1 m, jarak dari tanaman lada 1 m (Gambar 3).
Tiang Panjat Hidup. Tiang panjat hidup menggunakan tanaman Glirisidia.
Penanaman tiang panjat lebih awal 6 bulan sebelum penanaman lada.
Varietas. Varietas tanaman lada yang digunakan terdiri atas 4 (empat),
yaitu varietas Petaling 1 (P-1), petaling 2 (P-2), Lampung Daun Kecil (LDK), dan
Chunuk (CNK) sedangkanvarietas serai wangi yang digunakan adalah varietas
G-2.
52
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 3. Sistem tumpangsari tanaman lada dan serai wangi pada lahan bekas
tambang timah
Penanaman Bibit Lada. Sebelum bibit lada ditanam, plastik polybag harus
dibuka dan dibuang. Bibit lada yang telah berakar dan tumbuh menjadi 5-7 buku
ditanam dengan cara diletakkan miring mengarah tajar, 3-4 buku bagian pangkal
(tanpa daun) dibenamkan mengarah ke tajar sedang sisanya 2-3 buku (berdaun)
disandarkan dan diikat pada tajar. Kemudian tanah disekelilingnya dipadatkan
(Gambar 4). Bibit yang baru ditanam diberi pelindung/naungan agar terlindung
dari sinar matahari. Bahan untuk naungan dapat berupa daun alang-alang atau
lainnya yang mudah diperoleh. Naungan dibuka/diangkat apabila tanaman lada
telah kuat.
Pemupukan. Secara umum pada tahun pertama pertumbuhan, diberikan
10 kg bahan organik tanaman-1 dan pupuk anorganik NPK 12:12:17 sebanyak
300 g tanaman-1 tahun-1. Pemberian pupuk anorganik displit/dibagi empat kali
yaitu 30g, 60g, 90g, dan 120g dengan interval tiga bulan (IPC, 2011).
Tanaman lada yang belum berproduksi dipupuk 5-10 kg bahan organik
tanaman-1 per tahun dengan dua kali pemberian. Pemberian pupuk NPK
sebanyak 600 g tahun-1 dengan cara displit/dibagi empat kali (interval 3 bulan)
yaitu sebanyak 150g setiap kali pemberian.
Pemberian pupuk anorganik dilakukan dengan cara mengikis
(mengangkat) lapisan permukaan tanah di sekeliling tanaman lada secara hati-
hati, kemudian pupuk disebar di seluruh permukaan tanah kemudian ditutup
bahan organik dan tanah yang tadi diangkat, ditambah tanah yang berasal dari
antara tanaman lada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiri sunan di lahan bekas tambang
timah, daun lebih pendek dan jumlahnya daun lebih sedikit tetapi mempunyai lilit
batang yang lebih besar. Lahan bekas tambang timah mempunyai kandungan
53
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
pasir yang tinggi (>90%) tidak dapat menahan air sehingga tanaman akan
mengalami kahat air jika tidak turun hujan. Walaupun demikian tanaman kemiri
sunan dengan pemberian pupuk kandang pada setiap lubang penanaman dapat
tumbuh dengan baik.
Gambar 4. Penanaman lada pada lahan bekas tambang timah
5.2.3. Serai Wangi
Hasil pengamatan pertumbuhan serai wangi umur 4 minggu setelah tanam
disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 5. Pengamatan pertumbuhan Serai Wangi
hingga umur 4 minggu setelah tanam menunjukan bahwa tinggi tanaman
mencapai 22,35 cm, jumlah daun 2,33 helai, dan jumlah anakan per rumpun 1,18
batang dengan tingkat keragaman masing-masing 18,46; 21,22; dan 23,33 %.
Sama halnya dengan pertumbuhan kemiri sunan, tanaman serai wangi yang
ditanam di antara kemiri sunan menunjukan keragaman yang relatif tinggi
berkisar antara 18,46-23,33 % (Tabel 2).
Tabel 2. Keragaan tanaman serai wangi umur 4 minggu setelah tanam sebagai
tanaman sela di antara tanaman lada pada lahan bekas tambang timah
Rataan Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah
Koefisien (cm) (helai) Anakan
Keragaman (%) 22,35 2,33
1,18
18,46 21,22
23,33
54
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 5. Keragaan tanaman sela Serai Wangi umur 4 minggu setelah tanam
di antara tanaman lada
5.2.4. Lada
Kegiatan tumpang sari lada dengan serai wangi yang dilakukan di
Kabupaten Bangka Tengah menunjukkan bahwa pertumbuhan lada sampai
umur delapan minggu setelah tanam tergolong cukup baik (Tabel 3 dan Gambar
6). Walaupun demikian, penanganan tanaman lada di lahan bekas tambang
timah memerlukan teknik khusus. Hal ini berkaitan dengan karakteristik lahan
yang bertekstur pasir dengan kondisi iklim yang berisiko terhadap kematian
tanaman yang cukup tinggi. Kendala tersebut dapat diatasi dengan penggunaan
bahan organik pada saat penanaman maupun perawatan.
Tabel 3. Keragaan tanaman lada umur delapan minggu setelah tanam pada
lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah, tahun 2016
Parameter Petaling-1 Varietas LDK Chunuk
Petaling-2
Tinggi Tanaman (cm) 28,4 25,3 26,7
Koefisien Keragaman (%) 3,7 21,3 5,5 6,7
Jumlah ruas (batang) 8,2 3,9 7,6 7,4
Koefisien Keragaman (%) 6,7 6,8 7,9 7,7
Jumlah daun (helai) 9,5 5,0 8,6
Koefisien Keragaman (%) 8,0 8,4 9,7 10,1
7,7 9,5
55
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
PENGAJIRAN DAN PENANAM
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Stek batang Glirisidia ditanam untuk Stek batang bagian bawah dilukai
penyangga lada untuk merangsang pertumbuhan
akar
Jarak tanam: Tajar : Ambas/GGambar 6. Penanaman glirisidia dari stek batang sebagai tanaman panjatan lada
2,5 x 2,5 m atau 3 x 3 m lain.
Panjangnya ste
belum penanam
sedalam 30 cm
Gambar 7. Keragaan tanaman lada umur delapan minggu setelah tanam di
lahan bekas tambang timah Bangka Tengah
Gambar 8. Keragaan tanaman serai wangi dan glirisidia pada lahan bekas
tambang timah di Kabupaten Bangka Tengah
56
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
DAFTAR BACAAN
Asmarhansyah. 2016. Improving soil properties and yield of corn (Zea mays) by
application of organic amendment on abandoned tin-mining areas in
Bangka Island. Journal of Tropical Soils, 21(3):141-151.
Inonu I. 2011. Toleransi tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di tailing
pasir untuk revegetasi lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka.
Disertasi. Universitas Sriwijaya. Palembang. Indonesia.
International Pepper Community (IPC). 2011. Pedoman budidaya lada yang baik.
Versi Indonesia Disusun untuk Petani. Dialih Bahasa oleh D. Manohara.
International Pepper Community. Jakarta. 26 Hal.
Nurtjahya E, Agustina F. 2015. Managing the socio-economic impact of tin
mining on Bangka Island, Indonesia – preperation for closure. In Fourie
(eds) Mine Closure 2015, Vancouver, Canada.
PT Timah. 2018. Laporan Tahunan 2018. PT Timah. Pangkalpinang
57
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
58
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
6 PENGELOLAAN TANAMAN PAKAN
TERNAK RUMINANSIA PADA
LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH
1Nurhayati D. Purwantari, 1Sajimin, 2Fahmudin Agus, 2Deddy Erfandi, dan
3Markus Anda
1 Balai Penelitian Ternak, Bogor, 2Balai Penelitian Tanah, Bogor, dan 3Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
6.1. PENDAHULUAN
Penanaman tanaman pakan ternak (TPT) ruminansia dan penggunaan
hijauannya untuk pakan ternak, sangat penting dalam rehabilitasi lahan bekas
tambang. Seterusnya kotoran ternak (pupuk kandang) penting sebagai sumber
hara makro dan mikro tanaman serta sebagai sumber bahan organik tanah.
Pengembangan ternak ruminansia dipengaruhi oleh ketersediaan hijauan pakan
yang cukup jumlah maupun kualitasnya.
Selama ini alokasi lahan untuk produksi hijauan pakan ternak (HPT)
biasanya pada lahan marjinal. Untuk areal sekitar pertambangan timah, lahan
bekas tambang merupakan salah satu alternatif sumberdaya lahan yang dapat
digunakan untuk budidaya TPT.
Kondisi lahan bekas tambang timah didominasi oleh tekstur pasir sehingga
kapasitas memegang air (water holding capacity) rendah; artinya air hujan yang
turun cepat bergerak melalui proses perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Akibatnya tanah akan cepat kering dan tanaman mudah mengalami kekeringan.
Tanah berpasir juga cepat naik dan turun suhunya tergantung perubahan suhu
udara. Proses penambangan yang membolak-balikkan lapisan tanah
menyebabkan kesuburan tanah sangat rendah, tidak stabil, daya dan kesuburan
tanah juga sangat rendah, aktivitas mikroba tanah juga rendah bahkan mungkin
tidak ada, tanah cepat kering, dan sangat miskin bahan organik. Untuk
mengelola lahan bekas tambang timah menjadi area atau lahan yang lebih
produktif memerlukan strategi khusus agar dapat digunakan sebagai lahan
budidaya tanaman termasuk TPT
Petani-peternak yang berada di wilayah lahan bekas tambang biasanya
menggunakan rumput liar, limbah pertanian, dan atau limbah perkebunan
sebagai sumber pakan ternaknya. Keberadaan lahan bekas tambang timah yang
relatif luas, memberikan peluang untuk mengembangkan TPT dengan berbagai
fungsinya. Selain sebagai sumber hijauan pakan, tanaman pakan ternak, dapat
berfungsi sebagai tanaman penutup tanah (terutama kelompok legum),
59
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
pengontrol erosi, sumber bahan organik, sumber energi biomasa, dan agen
fitoremediasi.
Bab ini menguraikan teknik rehabilitasi lahan bekas tambang timah untuk
pengembangan TPT sebagai sumber hijauan di lahan bekas tambang timah.
6.2. JENIS TANAMAN PAKAN TERNAK DI INDONESIA
Sumber pakan hijauan ternak dapat berasal dari rumput alam, limbah
pertanian, limbah tanaman perkebunan, dan tanaman pakan ternak yang
sengaja dibudidayakan. Tanaman sumber hijauan pakan ternak yang
dibudidayakan mencakup rumput unggul dan legum yang kebanyakan
diintroduksi dari negara lain, namun sudah beradaptasi pada kondisi Indonesia.
Menurut penggunaannya, rumput dapat dikelompokkan menjadi rumput potong,
rumput gembala dan rumput potong dan gembala (Tabel 1).
Tabel 1. Beberapa jenis rumput unggul dan penggunaannya
Jenis rumput Nama lokal Rumput Rumput
Potong Gembala
Brachiaria decumbens cv Mulato** Rumput bede √
B. humidicola** Rumput beha √
Rumput ruzi √
B. ruziziensis
Cenchrus ciliaris Rumput cenchrus √
Chloris gayana Rumput rhodes √
Cynodon dactylon* Rumput kawat
C. plectostachyus Rumput bintang √
√
Euchlaena mexicana raksasa √ √
Panicum maximum* Rumput meksiko √
Paspalum atratum** Rumput benggala √
P. notatum* Rumput atratum √
Rumput notatum
Pennisetum purpureum cv. Rumput gajah taiwan √ √
Taiwan** Rumput gajah √
P. purpureum cv Mott**
mini/odot
Pennisetum hybrid Rumput raja √
Setaria spp Rumput setaria √√
Vetiveria zizanoides* Rumput vetiver √√
*Telah diuji pada lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka
**Beradaptasi dengan baik dan direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai sumber
pakan ternak pada lahan bekas tambang timah
Tanaman legum dapat dikelompokkan sesuai penggunaannya dan sifat
tumbuhnya. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman legum dapat digolongkan ke
dalam tanaman legum pohon/perdu dan herba (menjalar, merambat). Legum
60
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
pohon biasanya untuk dipotong (cut and carry), sedangkan legum herba
biasanya digunakan untuk potong angkut, gembala dan penutup tanah.
Tanaman legum mempunyai kemampuan mengikat N2 dari atmosfir
(bentuk yang tidak tersedia untuk tanaman) serta berasosiasi dengan bakteri
Rhizobium dan mengubahnya menjadi N organik dan seterusnya di dalam tanah
dapat terurai menjadi bentuk NO3 atau NH4 yang tersedia bagi tanaman. Dengan
demikian tanaman legum dapat menyediakan unsur hara N untuk kebutuhannya
bahkan untuk tanaman di lingkungannya. Asosiasi yang efektif dapat dilihat
apabila bintil akar yang terbentuk diiris berwarna ping atau merah. Tabel 2
memperlihatkan beberapa jenis tanaman legum unggul yang dapat beradaptasi
di Indonesia.
Tabel 2. Beberapa Jenis legum unggul dan penggunaannya
Jenis rumput Nama local Potong Gembala
√
Arachis pintoi** Kacang pinto √
A.glabrata Kacang pinto √
√
Calliandra calothyrsus Kaliandra √ √
√
Calopogonium mucunoides Kalopo √
√
Calopogonium cerealium Kalopo √
Centrosema pubescens Sentro √
Centrosema pascuorum* Pascuorum √
√
Centrosema plumeri Plumeri √ √
Clitoria ternatea* Kembang telang
√
Desmodium intortum Desmodium √
Desmodium rensonii Rensoni √
Gliricidia sepium Gamal √
Indigofera zollingeriana** Indigo √
Lablab purpureus* Lablab √
Leucaena leucocephala Petai Cina, Lamtoro √
L. leucocephala cv. Tarramba** Lamtoro Tarramba √
Macroptilium atropurpureum Siratro
Macroptilium bracteatum Kacang burgundy
Pueraria javanica PJ √
Sesbania grandiflora Turi √
Sesbania sesban Janti √
Stylosanthes guianensis** Stilo √
*Telah diuji coba pada lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka
**Beradaptasi dengan baik dan direkomedasikan untuk dikembangkan pada lahan bekas
tambang timah
6.3. BUDIDAYA TANAMAN PAKAN TERNAK
Budidaya tanaman pakan ternak, pada dasarnya sama dengan budidaya
tanaman/komoditas lain. Namun pada lahan bekas tambang timah perlu
beberapa tambahan perlakuan. Lahan bekas tambang timah yang berpasir,
miskin hara, dan miskin bahan organik ini perlu diperbaiki dulu sebelum
61
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
digunakan untuk budidaya tanaman pakan ternak. Pupuk organik sangat penting
untuk memperbaiki struktur tanah.
Tabel 3. Karakteristik tanaman pakan ternak yang diperlukan bila dibudidayakan
pada lahan bekas tambang timah
Karakter lingkungan Keterangan
Toleran polutan dan logam Toleran terhadap kondisi kering, bahkan sangat
tertentu kering, tahan polutan (logam)
Toleran kekeringan dan Toleran terhadap curah hujan rendah (musim
genangan kemarau) maupun genangan dalam waktu yang
pendek.
Mudah dikembangkan Benih harus tersedia dan cepat tumbuh dengan
perawatan minimal
Tahan terhadap defoliasi Tahan terhadap frekuensi pemotongan, interval
potong rumput 6-8 minggu. Kemampuan
Toleran terhadap hama dan pertumbuhan kembali (coppice) cepat.
penyakit Kebanyakan pakan ternak (TPT) toleran terhadap
hama dan penyakit, namun untuk legum Indigofera
Untuk ternak zollingeriana yang ditanam pada LBT timah, biji yang
Disukai ternak terbentuk sering diserang hama sehingga tidak
bernas.
Tidak mengandung unsur
antinutrisi (penghambat daya TPT harus bermanfaat untuk pertumbuhan dan
cerna) reproduksi ternak baik dalam bentuk tanaman segar,
Tinggi daya cerna, tinggi layu, maupun hay
kandungan energi dan protein Beberapa TPT mengandung zat kimia yang
mengganggu metabolisme ternak (anti nutrisi)
TPT bervariasi dalam kualitas
Tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam membudidayakan TPT di
lahan bekas tambang timah adalah:
Analisis tanah, dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Analisis tanah dapat dilakukan di lembaga atau perusahaan yang
menyediakan jasa analisis tanah. Sebagai alternatif dapat dicari informasi
data tanah dari berbagai pihak dan dari publikasi yang tersedia. Data tanah
tersebut menjadi dasar dalam proses budidaya TPT.
Pengolahan tanah, sebaiknya dilakukan menjelang atau pada awal musim
hujan (tergantung ketersediaan air). Tanah yang sudah bersih dari tumbuhan
liar khususnya semak-semak berkayu dicangkul atau dibajak untuk
menggemburkan tanah, kemudian bongkahan tanah dihaluskan dan
diratakan.
62
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Setelah tanah rata, dibuat lubang tanam dengan ukuran 20 x 20 cm (selebar
mata cangkul) dengan dalam sekitar 20-25 cm.
Gambar 1. Pengolahan yang diikuti penyiraman tanah (kiri) dan pembuatan
lubang tanam dan pemberian pupuk kandang (kanan)
Pupuk kandang dimasukan ke dalam lubang tanam kurang lebih setengah isi
lubang kemudian dicampur dengan tanah sehingga lubang tanam terisi
penuh. Dosis pupuk kandang/organik yang dianjurkan adalah 24 t ha-1 atau
sekitar 6 kg lubang tanam-1. Pupuk KCl dan TSP digunakan sebagai pupuk
dasar dengan dosis 100 kg KCl ha-1 (5 gram lubang tanam-1) dan 100 kg TSP
ha-1 (5 gram TSP lubang tanam-1). Sedangkan pupuk urea 200 kg ha-1 (10
gram lubang tanam-1) yang diberikan setelah akar TPT tumbuh (umur 30 hari).
Pemberian pupuk kandang dilakukan dua kali setahun untuk mendapatkan
produksi yang optimal.
Gambar 2. Pemberian pupuk kandang sekitar 30 ton ha-1 sebelum tanam
63
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Pemilihan jenis tanaman yang berdaya adaptasi pada lahan bekas tambang
timah merupakan langkah yang krusial untuk mendapatkan produksi yang
optimal
Bahan tanam untuk rumput kebanyakan stek, anakan, atau sobekan rumpun
karena biji sangat sulit diperoleh di Indonesia (tidak tersedia di pasaran).
Sedang untuk legum kebanyakan dalam bentuk biji.
Penanaman, rumput dapat ditanam langsung di lapangan (Gambar 3) dan
dapat juga ditanam terlebih dahulu di dalam polybag. Untuk skala besar
sebaiknya ditanam langsung untuk efisiensi biaya dan tenaga. Penanaman
dengan stek pelru dipilih batang yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Potong batang sepanjang 20-30 cm sehingga terdapat 2-3 buku pada setiap
potongannya sesuai performa tanaman. Stek batang ditanam miring dengan
posisi 30-40o dengan 1-2 buku masuk kedalam tanah dan satu buku ada
diatas permukaan tanah. Satu lubang ditanami dua stek. Untuk bahan
tanaman pols (anakan) setiap lubang digunakan 2-3 anakan. Potong bagian
atas anakan sehingga tersisa kurang lebih 30 cm. Anakan ditanam pada
lubang yang sudah diberi pupuk kandang kemudian tanah agak dipadatkan
agar tanaman tidak goyah. Jarak tanam antar lubang sekitar 0,7 x 0,7 m
sampai 1,0 x1,0 m.
Setelah penanaman diusahakan agar rumput yang baru ditanam mendapat
pengairan pada hari yang sama dan kalau tidak turun hujan harus dilakukan
penyiraman.
Penanaman legum, kebanyakan ditanam dengan biji dan disemaikan terlebih
dahulu di polybag selama 1-2 bulan tergantung kecepatan pertumbuhannya.
Gulma perlu rutin dibersihkan, walaupun pada lahan bekas tambang timah
gulma tidak agresif.
Pemanenan pertama dapat dilakukan pada umur 3-4 bulan setelah tanam
tergantung pada kesuburan tanah. Panen pertama disebut sebagai proses
penyeragaman. Selanjutya interval panen 30-60 hari tergantung pada musim.
Pada lahan bekas tambang timah interval panen lebih baik sekali dalam 2
bulan, mengingat kondisi lahan yang marjinal. Tinggi pemotongan dari atas
tanah 10-15 cm. Sangat dianjurkan agar panen dilakukan sebelum rumput
berbunga. Apabila terlambat dipanen sehingga terlanjur keluar bunga,
kualitas rumput sudah menurun karena kandungan protein kasar semakin
rendah dan kandungan serat kasar semakin tinggi.
Data curah hujan diperlukan, sebaiknya alat pengukur curah hujan dipasang
dilokasi budidaya tanaman pakan ternak, tapi kalau tidak tersedia alat
tersebut maka data curah hujan dapat diperoleh dari BMKG.
64
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 3. Tanaman yang telah ditanam dan diberi pupuk kandang di lahan
bekas tambang timah di Bangka Tengah
Gambar 4. Pengamatan tinggi tanaman Panicum maximum (kiri) dan
pemanenan tanaman Paspalum notatum (kanan)
65
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 5. Pemanenan rumput gajah mini (odot) oleh Kepala Dinas Peternakan
Bangka Tengah dan Camat (Kecamatan Namang), Kabupaten Bangka Tengah
pada bulan Desember tahun 2017
Gambar 6. Keragaan tanaman Paspalum atratum
66
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 7. Keragaan tanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum cv Taiwan)
dan bahan tanam berupa stek (sudut kanan bawah)
Gambar 8. Keragaan tanaman gajah mini/odot (Pennisetum purpureum cv. Mott)
dan bahan tanam berupa stek (sudut kanan bawah)
67
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 9. Keragaan tanaman Stylosanthes guianensis dan bahan tanam
berupa biji (sudut kanan bawah)
Gambar 10. Keragaan tanaman Clitoria ternatea (kembang telang) di lahan
bekas tambang timah dan bunga serta biji (sudut kanan bawah)
68
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 11. Keragaan tanaman kacang pinto (Arachis pintoi) pada lahan bekas
tambang timah dan bahan tanam berupa stek (sudut kanan bawah)
Gambar 12. Keragaan tanaman Indigofera zollingeriana dan bahan tanam
berupa biji (sudut kanan bawah)
69
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 13. Keragaan tanaman rumput gajah mini (odot) dengan latar belakang
tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala cv. Tarramba) dan biji tanaman
lamtoro (sudut kanan bawah)
Gambar 14. Hamparan lahan koleksi tanaman pakan ternak pada lahan bekas
tambang timah di Desa Bukit Kijang, Bangka Tengah
70
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
6.4. SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PAKAN TERNAK
Beberapa sistem budidaya TPT yang dapat dilakukan di lahan LBT,
adalah:
Monokultur rumput maupun legum pakan
Pertanaman campuran. Sistem ini banyak diaplikasikan di Indonesia.
Pertanaman campuran antara rumput dengan tanaman pangan,
tanaman horikultura, tanaman perkebunan, dan legum pakan
Pertanaman lorong, dapat dilakukan dengan berbagai kombinasi
tanaman. Untuk tanaman pagar biasanya digunakan tanaman legum
pohon, yang dipotong secara berkala sedemikian rupa sehingga tidak
menaungi tanaman lorong. Penyusun tanaman lorong dapat berupa
tanaman rumput, tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman
rempah
Relay cropping, penanaman legum pakan sebelum tanaman pangan atau
lainnya seperti jagung dipanen.
O O O OOO
X x x xxx
X x x xxx
X x x xxx
O O O OOO
X x x xxx
X x x xxx
X x x xxx
O O O OOO
Keterangan: O = tanaman pagar, misalnya Lamtoro
X = tanaman lorong, misalnya tanaman rumput atau legum herba
Gambar 15. Bagan sistem pertanaman lorong (alley cropping)
6.5. POTENSI PRODUKSI DAN KUALITAS HIJAUAN TANAMAN PAKAN
TERNAK
Produksi dan kualitas hijauan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
jenis tanaman, kultivar/varietas, kesuburan tanah, iklim dan pengelolaan
tanaman. Kualitas hijauan akan mempengaruhi performa ternak yang
mengkonsumsinya. Kualitas hijauan, ditentukan oleh kandungan nutrisi berupa
protein, karbohidrat, lemak, mineral kalsium dan fosfor, dan daya cerna. Makin
muda tanaman dipotong maka nilai nutrisi hijauannya makin tinggi, sebaliknya
makin tua umur potong (panen) makin rendah nilai nutrisinya. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah palatabilitas (kesukaan ternak terhadap suatu hijauan).
71
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Hijauan pakan bila tidak disukai ternak maka ada beberapa kemungkinan (1)
ternak belum terbiasa makan hijauan tersebut atau (2) hijauan tersebut beracun.
Untuk kasus nomor (1) diperlukan waktu untuk membiasakan ternak
memakannya.
Tabel 4. Produksi dan kualitas hijauan beberapa jenis rumput
Jenis rumput Potensi produksi Produksi hijauan Protein kasar
hijauan segar (t pada LBT timah (% Bahan
Brachiaria decumbens ha-1 tahun-1) (t ha-1 tahun-1) kering)
B. humidicola 80 – 150 170 11,20
B ruziziensis 189,05 104 8,75
70 -100 - 7,60
Cenchrus ciliaris
Chloris gayana 30 – 40 - 9
Cynodon dactylon 30 – 40 - 8-9
Euchlaena Mexicana - 26 4,38
Panicum maximum 100 – 120 - 8-13
Paspalum atratum 100 – 150 122 6,72–7,98
79,92 179 7,40
P. notatum
Pennisetum purpureum cv. - 53 9.89
Taiwan 350 – 400 216 9,89
P. purpureum cv Mott
Setaria spp 46,35 – 99,28 177 6 7, 7
Vetiveria zizanoides 100-110 - 6-7
- 24 12,93
Tabel 5 .Produksi dan kualitas hijauan beberapa jenis legum
Jenis rumput Produksi hijauan segar Protein kasar
(t ha-1 tahun-1) (% bahan kering)
Arachis pintoi 42
A.glabrata 12 – 19 11
Calliandra calothyrsus 140 20
Calopogonium mucunoides 2,4 – 6,4 24
Centrosema pubescens 240 15
C. pascuorum 19 16-19
Clitoria ternatea 69 24
Desmodium intortum 17
Desmodium rensonii 11 20 – 22
Gliricidia sepium 31
Indigofera zollingeriana 119 19
Leucaena leucocephala 15 27
18
L. leucocephala cv. Tarramba 32
Macroptilium atropurpureum 21 27
14 -16
M. bracteatum 5,5
Pueraria javanica 16 14 – 16
Sesbania grandiflora 5,7 18 – 30
Stylosanthes guianensis 227 13- 19
72
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Tanaman Pakan Ternak yang direkomendasikan sebagai rumput potong
antara lain P. purpureum cv taiwan, P.purpureum cv Mott/odot. Untuk
penggembalan/pangonan direkomendasikan P.atratum, B.decumbens cv Mulato
dan P.purpureum cv Mott/odot. Legum yang cocok untuk penggembalaan adalah
C. ternatea (kembang telang), S. guianensis dan untuk potong L. leucocephala
cv taramba dan Indigofera.
DAFTAR BACAAN
ACIAR 2013. Mengintegrasikan Legum Herba ke dalam sistem tanaman dan
ternak di Indonesia bagian timur. Eds. Nulik J, Dalgliesh N, Cox K dan
Gabb S. Monograph 154a.
Bamualim A, Tiesnamurti B. 2009. Konsep Sistem Integrasi antara Tanaman
Padi, Sawit dan Kakao Dengan Ternak Sapi di Indonesia. Dalam Sistem
Integrasi Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao. Fagi AM, Subandriyo,
Rusastra IW (eds). Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Hlm 1-14.
Ball D, Collins M, Lacefield, G, Martin N, Mertens D, Olson K, Putnam D,
Undersander D, Wolf M. 2011. Understanding Forage Quality. University
of Minnesota.
Prawiradiputra BR, Sajimin, Purwantari ND. 2006. Hijauan Pakan Ternak di
Indoesia. Fanindi A, Sutedi (eds). Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta. 163 hlm.
Prawiradiputra BR, Sutedi E, Sajimin, Fanindi A. 2012. Hijauan Pakan Ternak
Untuk Lahan Sub-Optimal. AARD Press. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta. 63 hlm.
Purwantari ND, Sajimin, Fanindi A, Sutedi E. 2012. Sumber Daya Genetika
Tanaman Pakan Ternak Adaptif Lahan Kritis. IAARD Press. Jakarta. 79
hlm.
73
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
74
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
7 INTEGRASI TANAMAN – TERNAK
PADA LAHAN BEKAS TAMBANG
TIMAH
1Nurhayati, 1Sajimin, 2Fahmuddin Agus, dan 2Husnain
1Balai Penelitian Ternak, Bogor, 2Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
7.1. PENDAHULUAN
Sistem integrasi tanaman-ternak sudah banyak dipraktekkan di Indonesia.
Sistem ini juga dapat, bahkan penting untuk dipraktekkan pada lahan bekas
tambang termasuk tambang timah. Pada prinsipnya sistem integrasi tanaman
ternak (SITT) adalah suatu sistem pertanian yang saling terkait antara komponen
tanaman dan komponen ternak. Integrasi yang benar adalah bila keuntungan
dari integrasi tersebut lebih besar dari pada keuntungan masing-masing
komoditas. Dalam sistem ini, hijauan tanaman dan limbah hasil pertanian dapat
menjadi sumber pakan bagi ternak dan sebaliknya ternak menyediakan pupuk
kandang yang kaya akan hara makro dan mikro yang diperlukan oleh tanaman
dan bahan organik yang penting untuk memperbaiki struktur tanah.
Beberapa komoditas tanaman yang telah diuji-cobakan di lahan bekas
tambang timah, terutama di Pulau Bangka antara lain adalah tanaman pangan
(ubi jalar, jagung) (Bab 3 buku ini), tanaman hortikultura seperti cabe, nanas
terong (Bab 4), tanaman perkebunan seperti lada, kemiri sunan, sereh wangi
(Bab 5), dan tanaman penutup tanah dan tanaman pakan ternak (Bab 6). Dengan
pengelolaan yang tepat budidaya tanaman-ternak tersebut dapat menghasilkan
produk yang optimal dibandingkan sistem monokultur, baik tanaman maupun
ternak saja
Berdasarkan komoditas yang telah diuji di lahan bekas tambang timah
maka model integrasi yang berpotensi untuk diterapkan antara lain, integrasi
tanaman perkebunan, tanaman pangan, tanaman hortikultura, atau tanaman
pakan ternak dengan ternak.
7.2. INTEGRASI TANAMAN – TERNAK PADA LAHAN BEKAS TAMBANG
TIMAH
Konsep terpadu tanaman-ternak telah diterapkan petani sejak mengenal
pertanian. Integrasi tanaman dan ternak merupakan bagian dari sistem
75
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
usahatani yang terdiri atas beberapa subsistem seperti subsistem rumah tangga
petani, lahan, tanaman, ternak dan lain-lain yang terintegrasi dan saling
tergantung satu sama lain. Sistem usahatani tanaman ternak pada dasarnya
merupakan respon petani terhadap faktor resiko yang harus dihadapi.
7.2.1. Integrasi Tanaman Jagung, Pakan Ternak, dan Ternak
Jagung, salah satu tanaman pangan yang limbah jagungnya (daun, klobot,
tongkol, tumpi) dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak dan biji jagung
dapat sebagai pangan maupun pakan ternak terutama untuk ternak unggas.
Jagung tumbuh baik pada bekas lahan tambang dengan pengelolaan yang
tepat. Jagung dapat ditanam secara monokultur maupun ditanam bersama
tanaman pakan ternak, misalnya dengan sistem pertanaman Lorong. Dalam
sistem ini jagung ditanam sebagai pengisi lorong sedangkan legum pohon
sebagai tanaman pagar. Tanaman pagar harus dipotong secara rutin sehingga
tidak menaungi tanaman dalam lorong dan hasil potongan daunnya dapat
digunakan sebagai pakan ternak dan pupuk hijau.
Pada pola integrasi tanaman dengan ternak di lahan bekas tambang timah,
kotoran yang dihasilkan dapat diolah menjadi kompos dan dimanfaatkan untuk
tanaman. Sedangkan limbah tanaman dapat digunakan sebagai sumber pakan
sapi, kambing, domba. Kotoran sapi sebagai pupuk organik yang dihasilkan dari
13 ekor sapi dewasa adalah sekitar 27 ton tahun-1. Jumlah ini dapat memperbaiki
kesuburan sekitar satu ha lahan bekas tambang timah.
Tabel 1. Produksi bagian jagung yang dapat digunakan untuk pakan ternak pada
lahan bekas tambang timah
Bagian tanaman jagung Produksi Kapasitas tampung ternak sapi*(ST)
Brangkasan basah (t ha-1) 20,7 6,30
Berat Tongkol + klobot (t ha-1) 11,8 3,59
Biji pipil kering (t ha-1) 5,81 -
*Asumsi porsi limbah jagung 30 % dari ransum dengan rata-rata berat badan 300 kg/ekor
untuk pakan
76
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 1. Bagan integrasi tanaman jagung, pakan ternak, dan ternak pada
lahan bekas tambang timah
Tahapan budidaya jagung – tanaman pakan ternak pada sistem
pertanaman lorong:
Penyiapan lahan. Perataan permukaan tanah penting untuk persiapan lahan.
Sesudah itu lahan bisa diolah atau tanpa olah (no tillage), tergantung
kepadatan tanah.
Perlu dipilih benih yang berkualitas dan mempunyai potensi hasil tinggi (lihat
Bab 3)
Penanaman jagung, dilakukan setelah tanaman pagar berumur 6 bulan. Tiap
lubang ditanam 1 biji jagung dan jarak tanam 75 cm x 25 cm
Penanaman tanaman pagar, yaitu legum TPT sebaiknya ditanam sebelum
tanaman jagung. Biasanya tanaman legum pohon ini disemaikan terlebih
dahulu di dalam polybag selama kira kira 2 bulan, sebelum dipindahkan ke
lapang.
Pemupukan, digunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk kimia.
Dosis pupuk organik (pupuk kandang) sekitar 20-30 t ha-1, NPK (pupuk
majemuk 15:15:15) 300 kg ha-1 dan jika menggunakan pupuk tunggal, maka
urea 300 kg ha-1, SP36 300kg ha-1 dan KCl 100 kg ha-1.
Tanaman pagar dipangkas secara rutin 1.0 m di atas permukaan tanah agar
tidak menaungi tanaman jagung dan tanaman pagar dapat memproduksi
kembali bahan hijauan. Hasil pangkasan biomasa digunakan sebagian untuk
77
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
tanah sebagai pupuk hijau, terutama bagian dahan yang keras dan sebagian
dapat digunakan sebagai pakan ternak yang nutrisinya tinggi.
Tanaman jagung dipanen pada umur 75 hari untuk jagung manis dan 110 hari
untuk jagung yang bijinya sebagai pakan ternak. Sisa tanaman jagung berupa
batang dan kelobot dapat digunakan sebagai pakan sapi.
7.2.2. Integrasi Tanaman Lada, Pakan Ternak, dan Ternak pada Lahan
Bekas Tambang Timah
Lada merupakan komoditas unggulan di Kepulauan Bangka Belitung.
Salah satu cara menanamnya adalah menggunakan Gliricidia sepium yang
merupakan tanaman legum pohon yang berfungsi sebagai panjatan atau
penyangga tanaman lada, dan secara berkala pangkasannya dapat digunakan
sebagai tanaman pakan ternak. Dalam budidaya lada, di antara baris tanaman
lada dapat ditanam Arachis pintoi untuk penutup tanah dan pencegah serangan
hama. Jenis ini juga merupakan tanaman pakan ternak yang mempunyai
kandungan nutrisi yang tinggi (berkualitas) karena kandungan protein yang
tinggi. Tanaman Arachis yang tumbuh dengan baik akan membentuk semacam
karpet yang dapat melindungi permukaan tanah dari erosi. Penyiangan Arachis
dilakukan dalam radius satu meter di sekeliling tanaman lada (Gambar 2).
Gambar 2. Bagan integrasi tanaman lada dengan Glirisidia, Arachis, dan ternak
sapi
78
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 3. Tanaman glirisidia untuk produksi hijauan dan benih
Pangkasan daun Glirisidia dapat digunakan untuk pakan ternak dengan
nilai gizi yang bervariasi sesuai dengan umur tanam. Nilai gizi protein kasar
berkisar 18-30 %, serat kasar 13-30 %, kecernaan 48-77 %.
Gambar 4. Ternak sapi Peranakan Ongole yang diberi hijauan pakan daun
Glirisidia sebagai suplemen
Cara pemberian daun Glirisidia agar dimakan dan disukai ternak antara
lain dengan menaburkan garam atau tetes gula pada daun untuk meningkatkan
palatalabilitas atau daun dijemur sampai sedikit layu. Frekuensi pemangkasan
Glirisidia disarankan setiap tiga bulan dan dengan frekuensi tersebut dapat
79
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
dihasilkan 3-7 kg hijauan segar per pohon. Proporsi hijauan Glirisidia yang
disarankan adalah 30% dari total hijauan pakan yang diberikan.
7.2.3. Integrasi Tanaman Penutup Tanah dan Ternak pada Lahan Bekas
Tambang Timah
Tanaman penutup tanah, sangat diperlukan dalam kegiatan pertanian
pada lahan bekas tambang karena merupakan sumber bahan organik atau
pupuk hijau untuk meningkatkan kesuburan tanah. Jenis tanaman penutup tanah
yang banyak digunakan adalah jenis legum yang merambat, seperti
Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, Mucuna pruriens, Pueraria
javania, Mucuna bracteatum. Jenis yang terakhir, saat ini banyak digunakan
sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, terutama pada perusahaan
perkebunan besar. Mucuna pruriens beradaptasi dengan baik pada lahan bekas
tambang timah.
Jenis tanaman penutup tanah tersebut merupakan pakan ternak dengan
nilai gizi yang tinggi untuk mendukung pertumbuhan ternak terutama ternak
ruminansia seperti sapi, domba, dan kambing. Pada integrasi tanaman penutup
tanah dengan ternak, tanaman akan mendapatkan pupuk kandang (pupuk
organik) dari ternak dan setelah waktunya tanaman penutup tanah dipangkas,
daunnya merupakan sumber bahan organik, pakan hijauan atau pupuk hijau bagi
tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman pakan ternak.
Gambar 5. Tanaman penutup tanah Mucuna pruriens (kiri) dan Centrosema
pubescens (kanan) pada lahan bekas tambang timah
Tahapan penanaman tanaman penutup tanah:
Penyiapan lahan dilakukan untuk membersihkan permukaan tanah dari
gulma. Sebelum tanaman legum penutup tanah ditanam, tanah diberi amelioran
berupa kompos pupuk kandang sebanyak 30 t ha-1 dan kapur dolomit sebanyak
80
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
2,5 t ha-1. Setelah itu lahan dibiarkan selama 15 hari agar kapur dolomit yang
diberikan bereaksi dengan tanah.
Pupuk Urea, SP36, dan KCl diberikan berturut-turut sebanyak 75, 150, dan
150 kg ha-1. Tanaman legum dipangkas pada umur empat bulan setelah tanam
dan hasil pangkasannya dijadikan mulsa atau pupuk hijau. Sebagian pangkasan
tersebut dapat dijadikan pakan ternak.
Tabel 2. Rata-rata hasil hijauan tanaman penutup tanah pada umur 120 hari
setelah tanam pada lahan bekas tambang timah di Desa Bukit Kijang, Bangka
Tengah
Tanaman penutup Berat Kandungan N* Setara Urea
tanah (kg ha-1) (kg)
hijauan
(t ha-1) 328 728
343 761
Mukuna 13 957 2.126
Sentro 14
Kalopo 37
*Sumber: Fanindi dan Prwiradiputra 2005
Dengan semakin pentingnya peran pupuk kandang, maka harga pupuk
kandang bisa menjadi (sangat) mahal. Dalam hal tertentu petani peternak
berpotensi mendapatkan pendapatan yang sebanding, bahkan lebih tinggi dari
penjualan kotoran ternak dibandingkan dengan hasil penjualan susu, ternak
hidup atau karkas. Tabel 3 memberikan contoh kasus analisis finansial dari
pengelolaan kotoran ternak.
Tabel 3. Analisis finansial usaha ternak dengan komponen pupuk kandang dari
ternak sapi model kandang Balitbangtan
No Jenis kegiatan peternak Jumlah
1. Memelihara ternak sapi 7 ekor
2. Jumlah kebutuhan Hijauan pakan ternak (HPT) setiap hari 100-120 kg
3. Waktu mendapatkan HPT 1,5-3 jam hari-1
4. Jarak/lokasi sumber HPT dari kediaman 1-2 km
5. Harga HPT per kg Rp 300,-
6. Pupuk kandang yang dihasilkan selama 4 bulan 4.000 kg
7. Harga jual pupuk kandang Rp 2.000 kg-1
8. Pendapatan dari pupuk kandang Rp 8.000.000/4
bulan
Sumber: Komunikasi dengan ketua kelompok ternak Tunas Maju II (Lesmono, Bangka
Tengah)
81
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Gambar 6. Kandang sapi model Balitbangtan di kelompok tani Tunas Maju II
Desa Bukit Kijang, Bangka Tengah
Gambar 7. Kandang sapi konvensional milik petani di Desa Bukit Kijang, Bangka
Tengah
7.2.4. Integrasi sawit dan sapi pada lahan bekas tambang timah
Luas perkebunan kelapa sawit di Bangka Tengah baik kepemilikan
perusahaan maupun masyarakat adalah sekitar 23.000 ha dan sekitar 5% (1.150
ha) dibudidayakan pada lahan bekas tambang timah (Komunikasi Dinas
Pertanian Bangka Tengah). Integrasi sawit dan sapi telah banyak dilakukan di
Indonesia. Pada integrasi ini sapi memanfaatkan hasil samping kebun berupa
pelepah daun kelapa sawit dan tandan buah kosong, sedangkan produk samping
industri kelapa sawit digunakan sebagai suplemen pakan (Tabel 4 dan Tabel 5).
Sebaliknya, tanaman kelapa sawit menggunakan urin dan pupuk kandang
sebagai sumber pupuk organik.
82
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
Tabel 4. Produk samping kebun kelapa sawit
Produk Perlakuan yang Keterangan
Pelepah dan daun diperlukan
Dicacah dengan Satu pohon menghasilkan 22
Vegetasi alam di Shredder, difermentasi pelepah/tahun, berat basah satu
bawah pohon sawit untuk meningkatkan nilai pelepah sekitar 7,5 kg dengan
*Sumber Mathius (2009) nutrisi kadar air 30-40%.
Disabit atau sebagai Produksi hijauan berkurang
lahan penggembalaan sejalan dengan tutupan kanopi
sawit
Tabel 5. Produk samping pabrik kelapa sawit
Produk samping Perlakuan yang Keterangan
Tandan kosong diperlukan
Cacah Sebagai pakan juga bahan
pupuk organik
Bungkil inti sawit (BIS) Nilai nutrisi tinggi, kadar lemak
tinggi, tidak dapat disimpan
lama, digunakan sebagai
konsentrat
Sapi yang digembala di bawah kebun sawit dapat menggunakan vegetasi
di bawah tanaman sawit sebagai sumber hijauan. Sistem gembala di bawah
perkebunan kelapa sawit lebih efisien untuk tujuan pembiakan sapi dibandingkan
untuk penggemukan. Penggembalaan sapi di bawah perkebunan kelapa sawit
hanya disarankan pada tanaman kelapa sawit umur di atas 6 tahun, untuk
meghindari rusaknya pelepah sawit oleh keberadaan sapi.
Gambar 8. Penggembalaan sapi di bawah pohon kelapa sawit umur enam tahun
atau lebih
83
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
DAFTAR BACAAN
Agus F. 2018. Demfarm rehabilitasi dan pengembangan usaha tani integrasi
tanaman dan ternak pada lahan bekas tambang. Laporan Akhir Tahun
Anggaran 2018. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian, Bogor. 82 hlm.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). 2019. Teknologi
Pembuatan Biochar Sederhana. http://www.litbang.pertanian.go.id. Akses
Agustus 2019.
Fanindi A, Prawiradiputra BR. 2005. Karakteristik dan pemanfaatan kalopo
(Calopogonium sp). Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.
Puslitbangnak, Bogor.
Glover N.1996. Glirisidia: Produksi dan Manfaat. NFTA. USA.49 p.
Kusnadi U. 2008. Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-
ternak untuk menunjang swasembada daging sapi. Pengembangan
Inovasi Pertanian. 3:189-205.
Manohara D, Wahyuno D. 2013. Pedoman Budidaya merica. World Agroforestry
Centre (ICRAF), South East Asia Regional Program, Bogor.
Mathius IW. 2009. Produk samping kelapa sawit dan teknologi pengkayaan
sebagai bahan pakan sapi yang terintegrasi. Dalam: Sistem Integrasi
Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. hlm. 65-109
Nusantara S.2009. Keunggulan Gamal Sebagai Pakan Ternak. Balai Pembibitan
Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa. Dirjen. Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Kementan. 48 hlm.
Pasandaran E, Djajanegara A, Kaiyasa K, Kasryno F. 2006. Kerangka
Konseptual Integrasi Tanaman – Ternak di Indonesia. Dalam: Integrasi
Tanaman – Ternak di Indonesia (eds)E Pasandaran, F Kasryno dan AM
Fagi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. DEpartemen
Pertanian. Jakarta. Hlm 11-31.
Prawiradiputra BR. 2009. Masih adakah peluang pengembangan integrasi
tanaman dengan ternak di Indonesia. Wartazoa. 19(3):143-149.
Puastuti W. Setiadi B, Diwyanto K. 2012. Strategi pemanfaatan biomasa
perkebunan sawit dan produk samping untuk pengembangan sapi potong
di perkebunan sawit. Inovasi pengembangan sapi sistem integrasi sapi
sawit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanain, Jakarta.
Winarso B, Basuno E. 2013. Pengembangan pola integrasi tanaman-ternak
merupakan bagian upaya mendukung usaha pembibitan sapi potong
dalam negeri. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 31(2):151–169.
84
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
8 KEBIJAKAN DAN STATUS
PENGUASAAN LAHAN BEKAS
TAMBANG TIMAH
Handewi P. Saliem, dan Adang Agustian
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor
8.1. PENDAHULUAN
Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pertanian dengan
target swasembada pangan dan kelestarian lingkungan, Kementerian Pertanian
telah mempelajari berbagai kemungkinan peningkatan produksi, termasuk pada
lahan bekas tambang (LBT), terutama tambang rakyat. Sesuai dengan amanat
tersebut, Badan Litbang Pertanian melakukan serangkaian kegiatan
demonstration farm (Demfarm) untuk mengevaluasi kelayakan usahatani pada
lahan bekas tambang (rakyat) di beberapa provinsi di Indonesia. Kegiatan
tersebut dikemas dalam bentuk Block Program dalam suatu Konsorsium
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang yang dikoordinasikan oleh Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Salah satu kegiatan dalam
konsorsium tersebut adalah aspek sosial ekonomi terkait kondisi eksisting dan
prospek pengembangan pertanian pada lahan bekas tambang timah, terutama
tambang timah rakyat.
Data dan informasi terkait dengan luasan, lokasi dan khususnya aspek
sosial ekonomi lahan terlantar bekas tambang sangat terbatas. Belum tersedia
data dan informasi yang cukup detil dan komprehensif khususnya kondisi
sebenarnya lahan terlantar bekas tambang tersebut beserta aspek sosial
ekonomi yang terdapat di dalamnya. Sementara itu, telah banyak lahan-lahan
terdegradasi dan terlantar di areal bekas tambang dan lahan-lahan di sekitarnya
yang terkena dampak akibat penambangan baik legal maupun ilegal yang
dilakukan oleh masyarakat setempat. Kondisi ini mengancam keberlangsungan
pembangunan pertanian dan meningkatkan kerawanan pangan dan konflik
sosial. Oleh karena itu, upaya pemulihan lahan dan percepatan peningkatan
produktivitas lahan terlantar bekas tambang perlu segera dilakukan.
Tulisan ini membahas kebijakan dan peraturan terkait perijinan, status
penguasan dan pemanfaatan lahan bekas tambang (LBT), khususnya di LBT
timah. Kajian dilakukan melalui studi pustaka hasil-hasil penelitian terdahulu
yang diperkaya dengan kajian singkat yang dilakukan di lokasi lahan bekas
tambang timah di Provinsi Bangka Belitung, khususnya di Pulau Bangka.
85
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
8.2. KEBIJAKAN DALAM PEMANFAATAN LAHAN BEKAS TAMBANG
Salah satu amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) adalah untuk meningkatkan
nilai tambah mineral dan batubara. Berdasarkan Pasal 103 dan 170 UU Minerba,
mineral wajib ditingkatkan nilai tambahnya melalui pengolahan dan pemurnian
mineral di dalam negeri. Kewajiban meningkatkan nilai tambah mineral tersebut,
khususnya bagi pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) dan ijin usaha
pertambangan khusus (IUPK) Operasi Produksi, diatur dalam Peraturan Menteri
(Permen) ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Sebelum diberlakukannya Permen ESDM No 1 tahun 2014, terjadi
peningkatan ekspor mineral secara besar-besaran dalam tahun 2008-2011
karena belum dilakukannya pengaturan tata niaga ekspor terhadap komoditas
mineral dalam bentuk ore (raw material). Terjadi peningkatan ekspor untuk
beberapa komoditas pertambangan seperti bijih nikel (meningkat 8 kali lipat),
bijih besi dan pasir besi (meningkat 7 kali lipat), bijih tembaga (meningkat 11 kali
lipat), dan bijih bauksit (meningkat 5 kali lipat). Bedasarkan data Kementerian
ESDM (2015) bahwa produksi mineral utama pada tahun 2010-2014 secara
umum mengalami peningkatan, kecuali untuk logam tembaga dan emas
menurun. Penurunan tersebut disebabkan adanya kewajiban peningkatan nilai
tambah mineral, sehingga perusahaan pertambangan mineral yang belum
mengolah dan memurnikan mineral mulai menghentikan produksinya.
Pemerintah Pusat maupun Daerah telah banyak menerbitkan ijin usaha
pertambangan untuk memproduksi mineral bagi perusahaan besar maupun
perusahaan kecil. Sebelum berlakunya UU No.23/2014, perijinan usaha
tambang dapat dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun setelah
berlakunya UU No. 23/2014 mengenai Pemerintahan Daerah, kewenangan
perijinan usaha tambang dari Pemerintah Kabupaten/Kota dicabut dan ijin
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Pemerintah
Provinsi berwenang menetapkan wilayah usaha pertambangan (WIUP) di areal
tambang yang ada di wilayahnya (lintas kabupaten) sedangkan daerah tambang
lintas provinsi menjadi kewenangan pusat yang diwakili oleh Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, ternyata UU Pemerintahan Daerah
ini tidak sinkron dengan UU Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam UU
Minerba, Bupati dan walikota masih memiliki kewenangan untuk menerbitkan ijin
usaha pertambangan.
Dalam hal IUP mineral dan batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara Kementerian ESDM (2014) telah mengeluarkan ijin sebanyak 10.918
IUP di seluruh Indonesia. Sebanyak 6.041 telah berstatus clean and clear (CNC)
dan 4.877 sisanya berstatus non-CNC. Dua permasalahan yang sering muncul
dalam aktivitas pertambangan adalah terkait dengan (1) pelaksanaan kewajiban
86
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
reklamasi dan pascatambang, dan (2) IUP tumpang tindih dengan kawasan
hutan.
8.3. PERMASALAHAN DALAM PEMANFAATAN LAHAN BEKAS TAMBANG
Penelitian tentang pemanfaatan lahan bekas tambang yang direklamasi
untuk pertanian telah dilakukan oleh beberapa pihak. Dariah et al. (2010)
menyebutkan bahwa jika terdapat suatu penutupan tambang, adakalanya
menimbulkan dampak yang menakutkan apabila perekonomian masyarakat
hanya bergantung pada usaha pertambangan, dan tidak ada penggerak ekonomi
lainnya sebagai pengganti. Ketidaksiapan masyarakat sekitar tambang untuk
beralih usaha dapat menjadi kendala pemanfaatan lahan bekas tambang
termasuk pemanfaatan untuk budidaya pertanian. Lebih jauh, kegiatan usaha
penambangan yang telah berjalan lama banyak mempengaruhi aspek budaya,
dan juga melemahkan kemampuan masyarakat untuk melakukan usaha baru.
Lebih lanjut Dariah et al. (2010) menyebutkan bahwa langkah awal yang
perlu dilakukan dalam pemanfaatan lahan bekas tambang adalah melakukan
pemetaan lahan-lahan bekas tambang dilengkapi dengan status
kepemilikan/penguasaan lahannya (land tenure), agar pemanfaatan selanjutnya
baik untuk pertanian maupun usaha lain dapat berjalan berkelanjutan. Upaya
pemanfaatan lahan bekas tambang perlu memperhatikan aspek-aspek teknis
(seperti kualitas tanah, erosi dan pencemaran logam berat), dan non teknis
(kesiapan masyarakat beralih usaha, kekurangan tenaga terampil, ketersediaan
dana, dan sebagainya). Penentuan jenis pemanfaatan lahan, apakah untuk
tanaman pangan, perkebunan, perikanan, agrowisata, atau lainnya, perlu
didasarkan atas status kepemilikan dan kondisi bio-fisik lahan, serta kebutuhan
masyarakat atau Pemda setempat. Provinsi Bangka-Belitung dengan produksi
beras tahunannya hanya cukup untuk konsumsi penduduk dalam waktu satu
bulan saja, maka pemilihan reklamasi lahan untuk pertanian tanaman pangan
merupakan satu alternatif yang tepat.
Hasil penelitian Subardja et al. (2010) menunjukkan bahwa untuk
mereklamasi lahan bekas tambang timah menjadi sawah subur memerlukan
waktu dan biaya yang besar, serta perlu didukung oleh teknologi pengelolaan
lahan dan air lebih maju yang lebih rumit dari teknologi tradisional.
Studi yang dilakukan Mulyanto (2008) dan Soelarso (2008) menyebutkan
bahwa sesungguhnya perusahaan penambangan dituntut untuk mampu
mengembalikan lahan bekas tambang ke kondisi yang sesuai dengan
persyaratan tataguna lahan berdasarkan tata ruang daerah. Artinya, setelah
penambangan selesai, harus terjadi transformasi manfaat atau mengembalikan
lahan yang ditambang ke kondisi awal, sehingga selaras dengan azas manfaat
dan bersifat berkelanjutan. Namun, kedua hal tersebut sulit dicapai, karena
umumnya perencanaan penutupan tambang (termasuk reklamasinya) tidak
87
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
terintegrasi dengan operasi penambangan sejak awal sampai penutupan,
sehingga pasca penambangan timbul berbagai permasalahan. Namun
demikian, hasil penelitian Patiung et al. (2011) mengemukakan bahwa reklamasi
lahan bekas tambang batubara memberikan pengaruh positif terhadap
penurunan erosi dan aliran permukaan.
Dalam UU lingkungan hidup sebenarnya telah diatur kewajiban
perusahaan untuk melakukan reklamasi. Artinya perencanaan kegiatan
reklamasi lahan seharusnya sudah dipikirkan perusahaan sebelum memulai
usaha penambangan. Namun dalam prakteknya, upaya reklamasi lahan tersebut
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Upaya reklamasi lahan oleh perusahaan
lebih diwujudkan dalam bentuk royalti yang dibayarkan ke negara, apabila
dihitung nilai royalti jauh lebih kecil dibanding upaya pemulihan lahan tersebut.
Pada beberapa kasus bahkan reklamasi tersebut hanya terfokus pada aspek
fisik lahan bekas tambang, sementara dampak sosial ekonomi masyarakat
sekitar lokasi penambangan sering tidak diperhatikan. Seharusnya kegiatan
reklamasi melibatkan peran masyarakat. Kegiatan reklamasi tersebut harus
menyentuh sisi sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berkembang di
masyarakat. Tanpa pemahaman yang baik aspek-aspek tersebut, maka
keberlanjutan kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Aspek sosial ekonomi
menjadi penting diperhatikan karena aspek tersebut menyangkut bagaimana
proses dan metode reklamasi tersebut sebaiknya dilakukan, serta apa manfaat
atau nilai sosial ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Kendala utama dalam masalah reklamasi dan pengembangan LBT terkait
dengan aspek pengawasan dan pengendalian. Dalam hal ini, dibutuhkan
konsistensi penegakan hukum. Selain itu, kendala teknis juga sangat
menentukan keberhasilan rehabilitasi dan pemanfaatan lahan bekas tambang
yaitu keterbatasan kapasitas teknis perusahaan untuk melakukan rehabilitasi
dan pengembangan lahan. Demikian juga kemampuan aparat pemerintah yang
semestinya tidak hanya mengawasi dan mengevaluasi kegiatan rehabilitasi,
tetapi juga harus menyediakan bimbingan teknis untuk pelaksanaan rehabilitasi
yang efektif.
8.4. POTENSI DAN KERAGAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
Menurut Data Kementerian ESDM (2015) bahwa di Provinsi Bangka
Belitung (Babel) terdapat 1.085 IUP timah. Jumlah IUP terdiri dari IUP PT Timah,
IUP swasta dan IUP perorangan. Hal ini sebagaimana tertuang pada UU No. 4
tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan
bahwa IUP dapat diberikan pada badan usaha, koperasi, dan perseorangan.
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Babel (2017) menyebutkan
bahwa untuk mengidentifikasi lahan bekas tambang (LBT) tidak terlepas dari
proses atau tahapan penambangan yang telah dituangkan dalam peraturan
88
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Petunjuk Teknis
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang untuk Pertanian
usaha pertambangan. Data Distamben Babel tahun 2016 menunjukkan bahwa
40,5% dari luas areal Pulau Babel merupakan wilayah IUP Timah (tambang
mineral). Luas areal IUP timah pada tahun 2012 mencapai 473,99 ribu ha dari
total luasan Provinsi Babel sekitar 1.169.540 ha. Rincian luas area IUP tersebut
adalah 328,82 ribu ha merupakan area IUP PT. Timah, 41,07 ribu ha areal IUP
PT. Koba Tin, dan 104,11 ribu ha merupakan areal IUP swasta lainnya
(Distamben Babel 2016).
Berdasarkan informasi dari para pemangku kepentingan yang terkait
dengan pertambangan, menyatakan bahwa “ketertiban melakukan
penambangan jaman dahulu lebih baik, terutama dalam proses penambangan
dan reklamasi lahan bekas tambang, karena lahan permukaan bagian atas (top
soil), pasir bekas tambang (tailling) sudah dipisah-pisah dan dikembalikan ke
lubang bekas tambang sesuai dengan lapisan-lapisannya (sesuai urutan)”.
Seiring dengan perjalanan waktu, terutama terkait dengan masa reformasi pasca
krisis ekonomi dan perkembangan teknologi alat pengolah dan pemurnian timah,
muncul berbagai aktifitas di lokasi lahan bekas tambang. Diantara berbagai
aktifitas tersebut, antara lain adalah: (i) tumbuhnya kegiatan pengulangan
penambangan (re-penambangan) pada lokasi yang sudah direklamasi, karena
tailling yang sudah ditimbun atau masih menumpuk bisa ditambang kembali
dengan kadar timah yang lebih rendah, dan (ii) tumbuhnya penambang rakyat
dan atau swasta kecil yang menjadi mitra PT. Timah untuk menambang pada
IUP PT.Timah yang sudah tidak ditambang lagi.
Pada tahun 2009 dengan mengacu kepada UUD 1945 Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3), serta persetujuan bersama antara DPR RI dan
Pemerintah dikeluarkan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 yang antara lain
mengatur tentang reklamasi lahan bekas tambang. Kegiatan Reklamasi
merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha penambangan
untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem
agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
Berdasarkan informasi dari PT. Timah bahwa IUP yang dimiliki PT. Timah
untuk periode 2010-2025 adalah seluas 328 ribu hektar. Sampai tahun 2016,
luas areal yang sudah dibuka menjadi areal operasional penambangan seluas
15.000 hektar. Dari luasan tersebut yang merupakan areal bekas tambang dan
sudah direklamasi seluas 7.000 hektar yang dilakukan oleh pihak ketiga
(lembaga mitra atau perguruan tinggi yang bekerjasama dengan PT Timah).
Pengertian reklamasi disini adalah meratakan, me-revegetasi tanaman hutan
dan menanam dengan tanaman produktif (jagung, tanaman buah naga, kemiri
sunan, padi, karet).
Untuk IUP yang berada di lahan kehutanan yaitu pada hutan produksi
masih diperbolehkan, dengan persetujuan pemberian izin pinjam pakai dilakukan
oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Sedangkan UU Kehutanan No. 41 tahun 1999 pasal 38
89
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian