untuk membebaskan diri, dan tiba-tiba ia terbangun. Ia sendirian di kamarnya.
Paige duduk di tempat tidur, dan seluruh tubuhnya gemetaran.
Setelah itu ia tidak bisa tidur kembali, dan ia duduk sambil menunggu
telepon.dari Inspektur Bums. Petugas polisi itu menelepon pukul sepuluh pagi.
"Dr. Taylor?"
"Ya?" Paige menahan napas.
"Saya baru terima laporan ketiga dari ahli forensik kami."
"Apa katanya?" Jantung Paige berdebar-debar.
"Dia tidak menemukan khloral hidrat atau obat penenang apa pun dalam tubuh
Dr. Hunter. Sama sekali tidak ada."
Tak mungkin f Pasti ada. Tak ada tanda-tanda kekerasan yang bisa menyebabkan
Kat tidak sadar. Tak ada luka memar pada lehernya. Ini tidak masuk akal! Kat
pasti tidak sadar ketika Mallory membunuhnya. Ahli forensik itu keliru.
Paige memutuskan berbicara langsung dengannya-
Dr. Dolan tampak jengkel. "Saya tidak suka ditodong seperti ini," katanya.
"Sudah tiga kali saya periksa mayat korban. Saya sudah memberitahu Inspektur
Bums bahwa saya tidak menemukan khloral hidrat dalam organ-organ tubuh
korban, dan memang tidak ada." "Tapi..."
"Ada lagi, Dokter?"
Paige menatapnya dengan pandangan tak berdaya. Harapannya yang terakhir
telah sirna. Ken Mallory berhasil lolos. "Saya... saya rasa tidak. Kalau Anda
sama sekali tidak menemukan bahan kimia dalam tubuh Kat, ..." tejjf>v >. •.
"Saya tidak bilang sama sekali tidak ada bahan kimia."
Paige menatapnya dengan harapan baru. "Anda menemukan sesuatu?"
"Ada jejak trikhloroetilen."
Paige mengerutkan kening. "Bagaimana pengaruhnya?"
Dr. Dolan angkat bahu. "Tidak ada pengarah sama sekali. Itu obat analgesik.
Takkan ada orang yang tertidur karenanya."
"Oh, begitu."
"Maaf, saya tidak bisa membantu Anda."
Paige mengangguk. "Terima kasih."
Ia berjalan menyusuri lorong panjang di kamar mayat, tertekan. Dalam hati ia
merasa ada sesuatu yang terlewatinya. Semula ia begitu yakin Kat dibius dengan
khloral hidrat.
Dia cuma menemukan jejak trikhloroetilen. Takkan ada yang tertidur karenanya.
Tapi kenapa ada trikhloroetilen dalam tubuh Kat? Kat tidak minum obat sebelum
kematiannya. Paige berhenti di tengah koridor. Otaknya bekerja keras.
Ketika tiba di rumah sakit, Paige segera mengunjungi perpustakaan medis di
lantai lima. Cuma perlu waktu kurang dari satu menit untuk mencari
trikhloroetilen. Keterangannya berbunyi demikian: Cairan tak berwarna, bening,
mudah menguap, dengan berat spesifik 1,47 pada 59 Fahrenheit. Termasuk
hidrokarbon yang terhalogenasi, dengan rumus kimia C C h, CHCl.
Dan kemudian, di baris terakhir, Paige menemukan apa yang dicarinya. Pada
saat terurai, khloral hidrat menghasilkan trikhloroetilen sebagai produk
sampingan.
421
35
"Inspektur, Dr. Taylor ingin bertemu Anda."
"Lagi?" Burns sempat mempertimbangkan menolak kedatangannya. Wanita itu
terobsesi teori setengah matang yang telah disusunnya. Bums bertekad
mengakhirinya. "Suruh dia masuk."
Ketika Paige masuk ke ruang kerjanya, Inspektur Burns berkata, "Begini,
Dokter, saya pikir ini sudah keterlaluan. Dr. Dolan menelepon saya dan
mengeluh tentang..."
"Saya tahu bagaimana Ken Mallory melakukannya!" Suara Paige penuh
semangat. "Dr. Dolan menemukan trikhloroetilen dalam tubuh Kat."
Bums mengangguk. "Dr. Dolan sudah memberi tahu saya Tapi dia menegaskan
korban tak mungkin pingsan karena itu. Dia..."
"Khloral hidrat berubah menjadi trikhloroetilen!" Paige berkata dengan puas.
"Mallory bohong waktu mengaku tidak ikut masuk ke apartemen bersama Kat.
Dia mencampurkan khloral hidrat ke minuman Kat. Cairan itu tidak memiliki
rasa jika dicampur alkohol, dan hanya memerlukan waktu
422
beberapa menit untuk bekerja. Setelah Kat tidak sadar, Mallory membunuhnya.
Dia sengaja mengatur semuanya agar kelihatan seperti aborsi yang gagal."
"Dokter Taylor, Anda terlalu berspekulasi."
"Tidak. Mallory menuliskan resep untuk pasien bernama Spyros Levathes, tapi
dia tak pernah memberikan resep itu."
"Dari mana Anda tahu itu?"
"Karena dia tak mungkin memberikannya. Saya sudah memeriksa catatan Spyros
Levathes. Dia menderita porfiria eritropoiesis."
"Apa itu?"
"Gangguan metabolisme bersifat turunan. Gangguan tersebut menyebabkan
kepekaan berlebihan terhadap sinar dan luka-luka, hipertensi, jantung berdebar-
debar, dan sejumlah gejala tak menyenangkan lainnya."
"Saya tetap belum mengerti." "Dr. Mallory tidak memberikan khloral hidrat
kepada pasiennya, karena obat itu akan membunuhnya! Khloral hidrat
dikontraindikasi untuk porfiria, karena akan menimbulkan kejang-kejang."
Untuk pertama kali Inspektur Bums tampak terkesan. "Anda betul-betul bekerja
keras rupanya?"
Paige tems mendesak, "Untuk apa Ken Mallory mendatangi apotek yang jauh
dari tempat tinggalnya, dan menebus sebuah resep yang tak mungkin
diberikannya kepada pasien bersangkutan? Anda harus menahannya." Inspektur
Bums mengangkat sebelah tangan.
423
"Baiklah. Begini saja. Saya akan bicara dengan kantor jaksa wilayah untuk
memastikan apakah bukti ini cukup kuat."
Paige tahu ia tak dapat berbuat apa-apa lagi. "Teruna kasih, Inspektur." "Saya
akan menghubungi Anda."
Setelah Paige pergi, Inspektur Bums duduk sambil merenungkan percakapan
mereka. Tak ada bukti-bukti nyata yang memberatkan Dr. Mallory; hanya
kecurigaan seorang wanita yang keras kepala. Bums meninjau fakta-fakta yang
telah diperolehnya. Dr. Mallory sempat bertunangan dengan Kat Hunter. Dua
hari setelah wanita itu tewas, ia bertunangan dengan putri Alex Harrison.
Menarik, namun tidak melanggar hukum.
Mallory mengaku mengantar Dr. Hunter sampai ke pintu apartemen, tapi tidak
ikut masuk. Autopsi menunjukkan adanya sperma dalam tubuh korban, tapi
Mallory memberikan penjelasan yang masuk akal.
Lalu masih ada masalah khloral hidrat itu. Mallory menuliskan resep untuk obat
yang bisa berakibat fatal bagi pasiennya. Apakah ia bersalah melakukan
pembunuhan? Tidak bersalah?
Bums menekan tombol interkom untuk memanggil sekretarisnya. "Barbara,
buatkan janji dengan Jaksa Wilayah untuk nanti sore."
Sudah ada empat pria di mang kerja itu ketika
Paige masuk: Jaksa Wilayah, asistennya pria bernama Warren, dan Inspektur
Burns.
"Terima kasih atas kedatangan Anda, Dr. Taylor," Jaksa Wilayah berkata.
"Inspektur Bums telah menceritakan perhatian Anda atas kematian Dr. Hunter.
Saya hargai itu. Dr. Hunter tinggal bersama Anda, dan Anda mencari keadilan."
Rupanya Ken Mallory jadi ditahan!
"Ya," ujar Paige. "Tak ada yang perlu diragukan. Dr. Mallory membunuhnya.
Setelah Anda menahannya..."
"Kelihatannya itu tidak mungkin."
Paige menatapnya dengan bingung. "Apa?"
"Kami tidak bisa menahan Dr. Mallory."
"Kenapa?"
"Karena belum ada bukti kuat."
"Siapa bilang?" sem Paige. "Trikhloroetilen itu membuktikan..."
"Begini, Dokter, kelalaian dalam bidang hukum tak bisa dijadikan alasan dalam
sidang pengadilan. Lain halnya dengan kelalaian dalam bidang kedokteran."
"Saya tidak mengerti."
"Mudah saja. Artinya, Dr. Mallory bisa saja mengaku melakukan kesalahan, dia
tidak mengetahui pengaruh khloral hidrat terhadap penderita porfiria. Tak ada
yang bisa membuktikan dia bohong. Tindakannya mungkin menunjukkan dia
dokter yang sembrono, tapi tidak membuktikan dia bersalah melakukan
pembunuhan."
Paige frustrasi. "Anda akan membiarkan dia lolos?"
Jaksa Wilayah mengamatinya sejenak. "Begini saja. Saya sudah
membicarakannya dengan Inspektur Bums. Dengan seizin Anda, kami akan
mengirim petugas ke apartemen Anda untuk mengambil gelas-gelas itu dari bar.
Kalau kami menemukan jejak khloral hidrat, kami akan mengambil langkah
berikut."
"Bagaimana kalau dia sudah mencuci gelas-gelas ftu?"
Inspektur Burns angkat bicara, "Saya rasa dia takkan sempat mencuci gelas-
gelas itu dengan sabun. Kalau sekadar dibilas, kami akan menemukan apa yang
kami cari."
Dua jam kemudian, Inspektur Bums menelepon Paige.
"Kami sudah melakukan analisis kimia terhadap gelas-gelas itu, Dokter," ujar
Burns.
Paige bersiap-siap menerima berita mengecewakan.
"Kami menemukan satu gelas dengan jejak trikhloroetilen."
Paige memejamkan mata dan memanjatkan doa syukur dalam hati.
"Selain itu, kami juga menemukan sidik jari. Kami akan membandingkan sidik
jari itu dengan sidik jari Dr. Mallory."
Semangat Paige bangkit kembali.
Petugas polisi itu melanjutkan. "ketika mem-
bunuh korban—kalau memang dia yang membunuhnya—dia memakai sarung
tangan, agar sidik jarinya tidak tertinggal pada kuret. Tapi rasanya tak mungkin
dia mengenakan sarung tangan pada waktu menyerahkan minuman itu, dan
barangkali saja dia juga tidak memakai sarung tangan /waktu mengembalikan
gelas-gelas itu."
"Saya juga pikir begitu," ujar Paige.
"Terus terang, mula-mula saya meragukan teori Anda. Sekarang saya kira ada
kemungkinan Dr. Mallory bersalah. Tapi untuk membuktikannya, itu masalah
lain." Inspektur Bums terdiam sejenak. "Ehm, sikap Jaksa Wilayah memang
beralasan. Memperkarakan Dr. Mallory hanya buang-buang waktu. Dia tinggal
mengaku tidak mengetahui akibat sampingan dari obat yang hendak
diberikannya. Tak ada undang-undang yang melarang kesalahan medis. Saya
tidak tahu bagaimana..."
"Tunggu dulu!" sem Paige dengan berapi-api. "Rasanya saya tahu bagaimana
caranya."
Ken Mallory sedang mendengarkan Lauren melalui telepon. "Ayah dan aku telah
menemukan tempat praktek yang pasti cocok untukmu, Sayang! Sebuah suite di
490 Post Building. Aku akan mencarikan resepsionis untukmu, tapi yang tidak
terlalu cantik."
Mallory tertawa. "Kau tidak perlu khawatir soal itu, Sayang. Di dunia ini hanya
kau seorang yang kuinginkan."
"Aku sudah tak sabar menunggu sampai kau melibatnya. Kau bisa datang
sekarang?" "Beberapa jam lagi aku sudah selesai bertugas." "Oke! Bagaimana
kalau kau menjemputku di mmah?"
"Boleh. Tunggu saja." Mallory meletakkan gagang. Nasibku tak mungkin lebih
baik dari ini, ia berkata dalam hati. Ternyata Tuhan memang ada, dan Dia
menyayangiku.
Ia mendengar namanya dipanggil melalui pengeras suara. "Dr. Mallory... Kamar
430... Dr. Mallory... Kamar 430." Mallory duduk sambil melamun,
membayangkan masa depan indah yang menantinya. Sebuah suite di 490 Post
Building, gedung yang penuh wanita tua kaya raya, yang siap menghambur-
hamburkan uang. Sekali lagi ia mendengar namanya. "Dr. Mallory... Kamar
430." Ia menghela napas dan berdiri. Sebentar lagi aku sudah keluar dari tempat
keparat ini, pikirnya. Ia menuju Kamar 430.
Seorang resident menunggunya di koridor, di luar mangan itu. "Sepertinya ada
masalah," katanya "Ini pasien Dr. Peterson, tapi Dr. Peterson tidak ada di tempat.
Saya berselisih pendapat dengan salah satu dokter lain."
Mereka masuk. Di dalam ada tiga orang—seorang pria di tempat tidur, seorang
juru rawat pria, dan seorang dokter yang belum pernah dilihat Mallory.
Resident tadi berkata "Ini Dr. Edwards. Kami perlu saran Anoa, Dr. Mallory."
"Apa masalahnya?"
Si resident menjelaskan, "Pasien ini menderita porfiria eritropoiesis, dan Dr.
Edwards berkeras memberikan obat penenang."
"Boleh saja."
"Terima kasih," ujar Dr. Edwards. "Sudah 48 jam pasien ini tak bisa tidur. Saya
akan memberikan khloral hidrat agar dia bisa beristirahat dan..."
Mallory menatapnya sambil membelalakkan mata. "Anda sudah gila? Itu bisa
membunuhnya! Dia akan mengalami kejang-kejang takhikardia, dan
kemungkinan dia akan mati. Di mana Anda belajar kedokteran?" j,
Pria itu menatap Mallory dan berkata, "Saya tidak belajar kedokteran." Ia
memperlihatkan sebuah lencana. "Saya dari San Francisco Police Department,
Bagian Pembunuhan." Ia menoleh ke pria di tempat tidur. "Dapat semuanya?"
Orang itu mengeluarkan alat perekam dari bawah bantal. "Ya, setiap kata."
Mallory menatap mereka satu per satu. Ia mengerutkan kening. "Saya tidak
mengerti. Ada apa ini? Ada apa sebenarnya?"
Petugas polisi itu berpaling kepada Mallory. "Dr. Mallory, Anda ditahan atas
pembunuhan terhadap Dr. Kate Hunter."
36
Judul berita utama di San Francisco Chronicle berbunyi: DOKTER DITAHAN
SEHUBUNGAN PEMBUNUHAN TUNANGAN. Artikel di bawahnya
membahas kasus tersebut secara panjang-lebar dan mendetail.
Mallory membaca koran itu di dalam sel, lalu mencampakkannya.
Teman satu selnya berkomentar, "Kelihatannya kau tak bisa berkelit, kawan."
"Jangan terlalu yakin," balas Mallory dengan congkak. "Aku punya koneksi, dan
mereka akan mencarikan pengacara terbaik untukku. Dalam 24 jam aku sudah
keluar dari sini. Aku tinggal angkat telepon."
alex dan Lauren Harrison sedang membaca koran sambil sarapan.
"ya tuhan!" sem Lauren. "Ken! Aku tidak percaya."
seorang pelayan menghampiri meja makan. "maaf, mis* harrison. dr. mallory
ingin bicara
430
dengan Anda. Kalau tidak salah, dia menelepon dari rumah tahanan."
"Terima kasih." Lauren hendak berdiri.
"Kau tetap di sini dan habiskan sarapanmu," Alex Harrison berkata dengan
tegas. Ia berpaling kepada pelayannya. "Kami tidak kenal orang bernama Dr.
Mallory."
Paige membaca koran sambil berpakaian. Mallory akan dihukum karena
perbuatan mengerikan yang dilakukannya, tapi Paige tidak gembira Apa pun
hukuman yang dijatuhkan kepada Mallory takkan membuat Kat kembali.
Bel pintu berdering. Paige membuka pintu, dan berhadapan dengan pria yang
belum pernah dilihatnya. Orang itu mengenakan jas berwarna gelap dan
membawa tas kantor.
"Dr. Taylor?"
"Ya..."
"Saya Roderick Pelham. Saya pengacara dari Rothman & Rothman. Boleh
masuk?" Paige menatapnya dengan terheran-heran. "Ya." Pria itu melangkah
masuk. "Ada perlu apa?"
Paige memperhatikannya membuka tas dan mengeluarkan sejumlah dokumen.
"Tentunya Anda sudah tahu bahwa Anda ahli waris utama.John Cronin?"
Paige mengeratkan kening. "Apa maksud Anda? Saya rasa ada kekeliruan."
431
"Oh, ini bukan kekeliruan. Mr. Cronin mewarisi kan uang sejumlah satu juta
dolar kepada Anda."
Paige menjamhkan diri ke salah satu kursi. Ia teringat pesan John Cronin.
Kapan-kapan Anda harus ke Eropa. Lakukan ini untuk saya. Pergilah ke Paris
dan menginaplah di Crillon. Anda harus makan malam di Maxim's, pesan steak
yang besar dan tebal dan sebotol sampanye. Dan pada waktu Anda makan steak
dan minum sampanye itu, saya minta Anda mengingat saya.
Tolong tanda tangani di sini, dan kami akan mengurus semua surat yang
diperlukan."
Paige menoleh. "Saya... saya tidak tahu harus bilang apa. Saya... dia punya
keluarga."
"Berdasarkan surat wasiat Mr. Cronin, mereka akan menerima sisa kekayaannya.
Jumlahnya tidak seberapa."
"Saya tidak bisa menerima ini," ujar Paige. Pelham menatapnya dengan heran.
"Kenapa ti-dakT
Paige tak bisa menjawab. John Cronin ingin agar Paige memperoleh uangnya.
"Entahlah. Rasanya., rasanya tidak etis. Dia pasien saya."
"Hmm, cek ini akan saya tinggal di sini. Terserah Anda apa yang akan Anda
lakukan. Tolong tanda tangani di sini."
Paige membubuhkan tanda tangan dalam keadaan linglung. "Sampai jumpa
Dokter." Ia memperhatikan pengacara itu pergi lalu ia duduk sambil mengenang
John Cronin.
Berita mengenai warisan yang diterima Paige segera menyebar di rumah sakit.
Sebenarnya Paige bermaksud merahasiakannya. Ia belum memutuskan apa yang
akan dilakukannya dengan uang itu. Aku tidak patut menerimanya, pikir Paige.
Dia* punya keluarga.
"Secara emosional, Paige belum siap kembali bekerja- tapi pasien-pasiennya
harus ditangani. Pagi itu ia dijadwalkan melakukan operasi. Arthur Kane
menunggu Paige di koridor. Sejak insiden foto sinar-X yang terbalik, mereka tak
pernah bertegur sapa lagi. Walaupun Paige tidak mempunyai bukti Kane yang
bertanggung jawab, kasus ban mobilnya yang disayat-sayat telah membuatnya
ngeri.
"Halo, Paige. Bagaimana kalau kita lupakan saja apa yang telah terjadi? Setuju?"
Paige angkat bahu. "Boleh saja."
"Siapa sangka Mallory ternyata tega berbuat begitu?" tanya Kane. "Mengerikan
sekali, hmm?"
"Ya," balas Paige. '%M
Kane menatapnya sambil tersenyum simpul. "Bayangkan, seorang dokter
sengaja mencabut nyawa sesama manusia. Keterlaluan sekali, kan?"
"Ya."
"Oh, ya," ujar Kane. "Selamat. Kudengar kau jadi jutawan sekarang." "Aku tidak
..."
"Aku punya karcis untuk pertunjukan teater nan-
ti malam, Paige. Bagaimana kalau kita nonton
bG^anks,n sahut Paige. "Aku sudah bertunangan."
"Kalau begitu, kusarankan pertunangan dibatalkan saja."
Paige menatapnya dengan bmgung. Apa mak-' siidmu?"
Kane maju selangkah. "Aku sudah minta agar mayat John Cronin diautopsi."
Jantung Paige mulai berdebar-debar. "Lalu?"
"Penyebab kematiannya bukan serangan jantung. Dia diberi insulin dalam dosis
berlebihan oleh seseorang. Kurasa orang yang bersangkutan tidak menduga
Cronin akan diautopsi."
Mulut Paige mendadak kering.
"Kau bersamanya waktu dia'meninggal, kan?"
Paige diam sejenak. "Ya."
"Hanya aku yang tahu itu, dan hanya aku yang punya laporannya." Kane
menepuk-nepuk lengan Paige. "Dan mulutku terkunci rapat. Nah, sekarang soal
karcis teater itu..."
Paige langsung menjauh. Tidak."
"Jangan gegabah. Kau tahu apa akibatnya?"
Paige menarik napas panjang. "Ya. Dan sekarang aku permisi dulu."
Kane meniperhatikan Paige pergi, wajahnya menjadi kencang. Ia membalik dan
menuju kantor Ur- Benjamin Wallace.
™gan tele^ndi ^ ?aige terbangun karena de-apartemen.
"Rupanya kau belum jera juga."
Suara itu berbisik-bisik dengan parau, tapi kali ini Paige mengenalinya. Ya
Tuhan, ia berkata dalam hati, ternyata ketakutanku memang beralasan.
Ketika tiba di rumah sakit keesokan paginya, Paige telah ditunggu dua pria.
"Dr. Paige Taylor?"
"Ya."
"Silakan ikut kami. Anda ditahan dengan tuduhan membunuh John Cronin."
37
Hari terakhir persidangan telah tiba. Alan Perin, pembela terdakwa,
menyampaikan kesimpulannya kepada juri.
"Saudara-saudari, Anda telah mendengar sejumlah kesaksian mengenai
kemampuan atau ketidakmampuan Dr. Taylor. Hmm, Hakim Young akan
mengingatkan Anda bahwa bukan itu tujuan persidangan ini Saya yakin, untuk
setiap dokter yang mencela pekerjaan Dr. Taylor, kita bisa menampilkan selusin
dokter yang memujinya. Tapi bukan itu masalahnya.
"Paige Taylor diadili sehubungan dengan ke-matian John Cronin. Dia telah
mengaku membantu kematiannya. Dia melakukannya karena John Cronin sangat
menderita, dan karena John Cronin memintanya. Itu disebut eutanasia, dan
semakin lama semakin diterima di seluruh dunia. Tahun lalu, Mahkamah Agung
California telah mengesahkan hak setiap orang dewasa yang tidak sakit jiwa
untuk menolak atau menuntut penghentian perawatan medis dalam segala
bentuk. Orang bersang-
kutanlah yang hams hidup atau mati dengan perawatan yang dipilih atau
ditolaknya."
Ia menatap wajah para anggota juri. "Eutanasia merupakan 'kejahatan' yang
didasarkan atas rasa iba, dan saya berani memastikan bahwa eutanasia, dalam
berbagai perwujudan, terjadi di rumah sakit di seluruh dunia. Saudara Jaksa
menuntut hukuman mati. Saya berharap tuntutan tersebut tidak mengaburkan
pandangan Anda mengenai inti masalahnya. Belum pernah ada hukuman mati
untuk kasus eutanasia. Enam puluh tiga persen warga Amerika berpendapat
eutanasia seharusnya disahkan, dan di delapan belas negara bagian negeri ini,
eutanasia sudah disahkan. Pertanyaannya adalah, apakah kita berhak memaksa
pasien-pasien yang tak berdaya hidup dalam keadaan tersiksa? Apakah kita
berhak memaksa mereka tetap hidup dan menderita? Pertanyaan tersebut
semakin sukar dijawab akibat kemajuan besar yang dicapai dalam bidang
teknologi kedokteran. Perawatan pasien telah diambil alih mesin. Mesin tidak
mengenal belas kasihan. Jika seekor kuda patah kaki, kita menembaknya untuk
membebaskannya dari penderitaan. Kalau menyangkut manusia, kita
menghukum orang bersangkutan untuk melanjutkan hidup yang terasa bagaikan
di dalam neraka.
"Bukan Dr. Taylor yang memutuskan kapan John Cronin akan meninggal. John
Cronin sendiri yang mengambil keputusan itu. Jangan salah paham, perbuatan
Dr. Taylor merupakan perwujudan rasa iba. Dia bertanggung jawab penuh untuk
itu.
Tapi percayalah, dia tidak tahu-menahu mengenai uang yang diwariskan
padanya. Dia bertindak atas dasar belas kasihan. John Cronin menderita
gangguan jantung serta kanker fatal yang telah menyebar ke seluruh tubuhnya
dan membuatnya menderita. Tanyalah pada diri Anda masing-masing. Dalam
keadaan seperti itu, maukah Anda tetap hidup? Terima kasih." Ja membalik,
kembali ke mejanya, dan duduk di samping Paige.
Gus Venable bangkit dan berdiri di depan juri.
"Rasa iba? Belas kasihan?" Ia menoleh ke arah Paige, menggelengkan kepala,
lalu kembali berpaling kepada juri. "Saudara-saudari, sudah lebih dari dua puluh
tahun saya ikut menegakkan hukum di ruang pengadilan, dan teras terang,
selama itu saya belum pernah—belum pernah—menemui kasus segamblang ini
Tak ada sebersit keraguan pun bahwa perbuatan Dr. Taylor merupakan
pembunuhan berdarah dingin untuk memperoleh keuntungan."
Paige mendengarkan setiap kata dengan cermat. Ia tampak tegang, pucat.
"Saudara Pembela berbicara mengenai eutanasia. Betulkah perbuatan Dr. Taylor
dilandasi belas kasihan? Saya kira tidak. Dr. Taylor dan beberapa saksi lain telah
menyatakan usia John Cronin ting- < gal beberapa hari lagi. Kenapa dia tidak
membiarkan John Cronin hidup selama beberapa hari itu? Mungkin karena Dr,
Taylor khawatir Mrs.
Cronin akan mengetahui pembahan' surat wasiat suaminya, lalu berusaha
mencegahnya.
"Apakah sekadar kebetulan apabila segera setelah Mr. Cronin mengubah surat
wasiatnya dan meninggalkan uang sejumlah satu juta dolar untuk Dr. Taylor, Dr.
Taylor memberinya suntikan insulin dalam dosis mematikan?
"Berulang kali ucapan terdakwa membuktikan dia memang bersalah. Dr. Taylor
mengaku akrab dengan John Cronin, John Cronin menyukai dan
menghormatinya. Tapi Anda telah mendengar keterangan sejumlah saksi bahwa
John Cronin membencinya, dia menyebutnya 'si perempuan keparat', dan dia
tidak mau dirawat Dr. Taylor."
Sekali lagi Gus Venable menoleh ke arah terdakwa. Paige tampak putus asa.
Venable kembali berpaling kepada juri. "Seorang pengacara telah memberi
kesaksian mengenai komentar Dr. Taylor terhadap uang satu juta dolar yang
diwarisinya 'Rasanya tidak etis. Dia pasien saya' Namun Dr. Taylor tetap
menerima uang tersebut. Dia membutuhkannya. Di ramahnya ada satu laci
penuh brosur wisata—Paris, London, Riviera. Dan harap diingat biro perjalanan
itu tidak didatanginya setelah memperoleh uang itu. Oh, tidak. Perjalanan itu
telah direncanakannya jauh sebelumnya. Dia hanya membutuhkan uang dan
kesempatan, dan John Cronin memberikan kedua-duanya. Seorang pria tak
berdaya yang sedang menunggu ajal, yang dengan mudah bisa dipengaruhinya
Dr. Taylor menghadapi orang yang berdasarkan pengakuan
Dr. Taylor sendiri menderita rasa sakit yang luar biasa. Jika Anda mengalami
rasa sakit seperti itu, Anda tentu bisa membayangkan betapa sulitnya berpikir
dengan jernih. Kita tidak tahu bagaimana Dr. Taylor membujuk John Cronin
untuk mengubah surat wasiatnya, mengabaikan keluarga yang dicintainya, dan
menetapkan Dr. Taylor sebagai ahli waris utama. Yang pasti, John Cronin
memanggil Dr. Taylor pada malam fatal itu. Apa yang mereka bicarakan?
Mungkinkah John Cronin menawarkan satu juta dolar agar Dr. Taylor
mengakhiri penderitaannya? Kemungkinan itu memang ada. Bagaimanapun
juga, perbuatan Dr. Taylor merupakan pembunuhan berdarah dingin.
"Saudara-saudari, tahukah Anda siapa saksi paling memberatkan yang tampil
selama persidangan ini?" Dengan gaya dramatis ia menuding Paige, "Terdakwa
sendiri. Kita sudah mendengar kesaksian bahwa dia memberikan transfusi darah
secara ilegal, lalu memalsukan catatannya. Terdakwa tidak menyangkal hal
tersebut. Terdakwa mengaku belum pernah menewaskan pasien selain John
Cronin, tapi kita telah mendengar kesaksian bahwa Dr. Barker, seorang dokter
yang dihormati semua orang, menuduh Dr. Taylor menewaskan pasiennya.
"Sayangnya, Saudara-saudari, Lawrence Barker mengalami stroke sehingga
tidak dapat hadir memberi kesaksian. Tapi izinkan saya menyegarkan ingatan
Anda mengenai pendapat Dr. Barker tentang terdakwa. Ini keterangan Dr.
Peterson, menyangkut pasien yang dioperasi Dr. Taylor."
Ia membaca dari transkrip persidangan. . "Apakah Dr. Barker memasuki mang
operasi pada waktu operasi tengah berlangsung?' "'Ya.'
"'Dan apakah Dr. Barker mengatakan sesuatu kepada Dr. Taylor?'
"Dijawab, Ta berpaling kepada Dr. Taylor dan berkata, "Anda telah
membunuhnya.'"
"Ini dari keterangan Suster Berry. 'Apakah Anda dapat mengulangi beberapa
percakapan?'
"Dijawab, 'Dr. Barker menyebut Dr. Taylor tidak kompeten, dan pada
kesempatan lain dia berkata anjingnya pun takkan dibiarkannya dioperasi Dr.
Taylor.'"
Gus Venable menoleh ke arah juri. "Entah semua dokter dan juru rawat
terhormat itu bersekongkol dan memberikan keterangan palsu mengenai
terdakwa, atau Dr. Taylor pembohong. Bukan sekadar pembohong, tapi..."
Pintu -belakang, mang sidang membuka dan salah satu pembantu Gus Venable
bergegas masuk. Ia berhenti sejenak, seakan-akan ragu-ragu, lalu menyusuri
gang dan menghampiri jaksa penuntut umum itu.
"Sir..."
Gus Venable membalik dengan geram. "Anda tidak lihat saya sedang...?"
Pembantunya membisikkan sesuatu.
Gus Venable menatapnya sambil membelalakkan mata. "Apa? Bagus!"
Hakim Young mencondongkan tubuh ke depan.
441
Dengan nada tenang namun mengancam ia berkata, "Maaf kalau saya
mengganggu, tapi apa yang sedang Anda lakukan?"
Penuh semangat Gus Venable berpaling kepada hakim itu. "Yang Mulia, saya
bara menerima kabar bahwa Dr. Lawrence Barker menunggu di luar ruang
sidang ini. Dia terpaksa duduk di kursi roda, tapi sanggup memberi keterangan.
Saya ingin memanggilnya sebagai saksi." Para pengunjung langsung berbisik-
bisik. Alan Penn bangkit. "Keberatan!" ia berseru. "Jaksa Penuntut Umum
sedang menyampaikan kesimpulan akhir. Tidak ada preseden untuk memanggil
saksi pada tahap selanjut ini. Saya..."
Hakim Young mengetukkan palu. "Saudara Pembela dan Saudara Jaksa harap
mendekat." Penn dan Venable maju. "Ini sangat tidak lazim, Yang Mulia. Saya
keberatan..." jjj&V
Hakim Young berkata, "Anda benar, ini memang tidak lazim. Tapi Anda keliru
kalau menyatakan belum pernah ada preseden. Saya bisa menyebutkan selusin
kasus di seluruh negeri, di mana saksi-saksi penting diizinkan memberi
keterangan dalam situasi khusus. Dan kalau Anda memang begitu berminat pada
preseden, silakan cari keterangan mengenai perkara yang diadili di ruang sidang
ini lima tahun lalu. Kebetulan saya sendiri yang bertugas sebagai hakim waktu
itu." Alan Penn menelan ludah. "Apakah ini berarti
Anda akan mengizinkan pemanggilan saksi tersebut?"
Hakim Young tampak serius. "Berhubung Dr. Barker merupakan saksi kunci
dalam kasus ini, dan karena alasan kesehatan tak sanggup memberi keterangan
sebelumnya, saya akan memutuskan dia boleh dipanggil sebagai saksi."
"Keberatan! Tidak ada bukti saksi sanggup memberikan keterangan. Saya
menuntut pemeriksaan menyeluruh oleh sekelompok psikiater..."
"Mr. Penn, di ruang sidang ini, kita tidak menuntut. Kita mengajukan
permohonan." Hakim Young berpaling pada Gus Venable. "Silakan panggil saksi
Anda."
Alan Penn berdiri dengan lesu. Tamatlah sudah, ia berkata dalam hati. Kasus kita
hancur berantakan.
Gus Venable berkata kepada pembantunya, "Bawa Dr. Barker masuk."
Pintu membuka pelan-pelan, dan Dr. Lawrence Barker memasuki ruang sidang.
Ia duduk di kursi roda. Kepalanya miring, dan sebelah sisi wajahnya agak
tertarik ke atas.
Semua orang memperhatikan sosok pucat dan rapuh itu didorong ke bagian
depan mang sidang. Ketika melewati Paige, Dr. Barker menatapnya.
Tak ada kesan bersahabat dalam sorot matanya dan Paige teringat kata-katanya
yang terakhir, Kaupikir kau siapa...?
Ketika Lawrence Barker sampai di depan, Hakim Young membungkuk sedikit
dan bertanya de-
ngan lembut, "Dr. Barker, apakah Anda sanggup memberi kesaksian hari ini?"
Ucapan Barker kurang jelas. "Sanggup, Yang Mulia."
"Anda sadar apa yang sedang terjadi di ruang sidang ini?"
"Ya, Yang Mulia." Ia menoleh ke tempat duduk Paige. "Wanita itu diadili karena
pembunuhan terhadap pasien."
Paige meringis. Wanita itu!
Hakim Young mengambil keputusan. Ia berpaling kepada petugas tata tertib.
"Tolong ambil sumpahnya."
Setelah Dr. Barker mengucapkan sumpah, Hakim Young berkata, "Anda boleh
tetap duduk di kursi roda. Saudara Jaksa akan melanjutkan pemeriksaan, dan
Saudara Pembela akan diberi kesempatan melakukan pemeriksaan silang."
Gus Venable tersenyum. "Terima kasih, Yang Mulia." Ia menghampiri kursi roda
itu. "Kami tidak akan menyita waktu Anda terlalu lama, Dokter, dan kami sangat
menghargai kedatangan Anda dalam keadaan yang sangat memberatkan ini.
Anda mengetahui kesaksian-kesaksian yang telah diberikan selama sebulan
terakhir?"
Dr. Barker mengangguk. "Saya mengikuti persidangan ini melalui TV dan koran,
dan saya betul-betul muak."
Paige menutup wajah dengan kedua tangannya.
Gus Venable menampilkan senyum kemenang-
an. "Saya yakin banyak orang yang merasa seperti Anda," ia berkomentar.
"Saya datang ke sini agar keadilan bisa ditegakkan."
Venable tersenyum. "Persis. Sama halnya dengan kami."
Lawrence Barker menarik napas panjang, dan ketika angkat bicara, suaranya
penuh kemarahan, "Kalau begim, kenapa Anda menyeret Dr. Taylor ke
pengadilan?"
Venable menyangka ia salah dengar. "Maaf?"
"Persidangan ini hanya olok-olok."
Paige dan Alan Penn bertukar pandang dengan heran.
Gus Venable mendadak pucat. "Dr. Barker..."
"Saya belum selesai!" Barker membentaknya. "Anda telah memanfaatkan
kesaksian sejumlah orang yang berat sebelah dan iri untuk menyerang ahli bedah
yang cemerlang. Dia..."
"Tunggu dulu!" Venable mulai dicekam panik. "Bukankah benar bahwa
kemampuan Dr. Taylor Anda cela dengan begitu keras, sampai Dr. Taylor
akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari Em-barcadero County Hospital?"
"Ya."
Gus Venable mulai tenang kembali. "Kalau begitu," ia berkata dengan sikap
menggurui, "bagaimana mungkin Anda menyebut Dr. Taylor sebagai ahli bedah
yang cemerlang?"
"Karena memang begitu adanya." Barker menoleh ke arah Paige, lalu berbicara
kepadanya,
seakan-akan hanya mereka berdua yang ada di ruang sidang, "Ada orang yang
dilahirkan untuk menjadi dokter. Kau termasuk orang yang langka itu. Sejak
awal aku sudah melihat kemampuanmu. Aku bersikap keras terhadapmu—
mungkin terlalu keras—karena kau memang hebat. Aku bersikap keras
terhadapmu, karena ingin kau lebih keras lagi terhadap dirimu sendiri. Dalam
profesi kita tidak ada tempat untuk kesalahan, sekecil apa pun."
Paige terus menatap Barker. Kepalanya serasa berputar-putar. Semuanya terjadi
terlalu cepat. Suasana menjadi hening.
Gus Venable merasakan kemenangannya terlepas dari tangan. Saksi yang ia
andalkan telah menjadi mimpi buruk yang paling parah baginya. "Dr. Barker...
salah satu kesaksian menyebutkan Anda menuduh Dr. Taylor membunuh pasien
Anda, Lance Kelly. Bagaimana...?"
"Saya berkata begitu karena Dr. Taylor- memimpin operasi tersebut. Dia
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi. Sebenarnya, ke matian Mr.
Kelly disebabkan kesalahan penata anestesi."
Ruang sidang langsung riuh.
Paige terpana.
Dengan susah payah Dr. Barker melanjutkan, "Dan mengenai warisan yang
ditinggalkan John Cronin, Dr. Taylor tidak tahu-menahu tentang itu. Saya sempat
bicara langsung dengan Mr. Cronin. Dia memberitahu saya bahwa uang itu
hendak diberikannya kepada Dr. Taylor karena dia membenci keluarganya dan
dia berkata akan minta Dr.
Taylor mengakhiri penderitaannya. Saya menyetujuinya."
Para pengunjung kembali berseru-seru. Gus Venable berdiri terperangah.
Alan Penn bangkit. "Yang Mulia, saya minta terdakwa dibebaskan dari
tuduhan!"
Hakim Young mengetukkan palu. "Tenang!" ia membentak. Ia menatap kedua
penasihat hukum. "Harap ke kamar kerja saya."
Hakim Young, Alan Penn, dan Gus Venable duduk di mang kerja Hakim Young.
Gus Venable kalang kabut. "Saya... saya tidak tahu hams berkata apa.
Kelihatannya Dr. Barker kurang sehat, Yang Mulia. Dia bingung. Dia hams
diperiksa psikiater dan..."
"Maaf, Anda sendiri yang mengajukan Dr. Barker sebagai saksi, Gus.
Tampaknya Anda terpaksa menerima kekalahan. Sebaiknya Anda jangan
mempermalukan diri Anda lebih lanjut, oke? Saya akan membebaskan terdakwa
dari tuduhan pembunuhan. Ada yang keberatan?"
Beberapa saat semuanya membisu. Akhirnya Venable menggeleng. "Saya kira
tidak."
Hakim Young berkata "Keputusan yang bijaksana. Saya ada saran untuk Anda.
Jangan sekali-kali memanggil saksi sebelum Anda tahu pasti apa yang akan
dikatakannya."
Sidang dilanjutkan kembali. Hakim Young berkata "Para anggota juri yang
terhormat, terima kasih
atas waktu dan kesabaran Anda. Sidang ini memutuskan bahwa tuduhan
terhadap terdakwa dicabut/terdakwa dinyatakan bebas."
Paige memberikan ciuman jarak jauh kepada Jason, lalu bergegas menghampiri
Dr. Barker. Ia berlutut dan merangkulnya.
"Saya tidak tahu bagaimana bisa berterima kasih," ia berbisik.
"Seharusnya kau jangan sampai terjebak dalam kekacauan ini," Barker
menggeram. "Bodoh sekali. Ayo, kita cari tempat lain untuk bicara."
Hakim Young mendengarnya. Ia berdiri dan berkata, "Anda bisa menggunakan
ruang kerja saya. Paling tidak, ku yang bisa kami lakukan untuk Anda."
Paige, Jason, dan Dr. Barker berada di mang kerja hakim, bertiga saja.
Dr. Barker berkata, "Maaf, aku tidak bisa datang lebih cepat untuk
membantumu. Kau tahu sendiri, seperti apa dokter-dokter itu."
Paige nyaris tak sanggup membendung air mata. "Saya tak bisa mengatakan
betapa..."
"Kalau begitu, jangan!" Barker memotong dengan ketus.
n PaiSe menatapnya, dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Kapan Anda bicara dengan
John Cronin?" "Apa?"
"Jangan pura-pura. Kapan Anda bicara dengan John Cronin?" "kapan?"
Paige berkata pelan-pelan, "Anda sama sekait tidak pernah bertemu dengan John
Cronin. Anda tidak mengenalnya."
Senyum tipis terbayang di sekeliling mulut Barker. "Tidak. Tapi aku
mengenalmu."
Paige membungkuk dan memeluknya.
"Jangan sembrono," Barker menggeram. Ia menoleh kepada Jason. "Kadang-
kadang dia sembrono. Jaga dia baik-baik, atau Anda hams bertanggung jawab
pada saya."
Jason berkata, "Jangan khawatir, Sir. Saya akan menjaganya sebaik mungkin."
Paige dan Jason menikah keesokan harinya. Dr. Barker menjadi pengiring
pengantin pria.
EPILOG
Paige curtis membuka praktek pribadi dan berafiliasi dengan North Shore
Hospital yang bergengsi. Paige menggunakan uang sejuta dolar yang diwariskan
John Cronin untuk mendirikan yayasan kesehatan di Afrika Selatan atas nama
ayahnya.
Lawrence Barker membuka praktek bersama dengan Paige, sebagai konsultan
bedah.
Arthur Kane diperiksa Medical Board of California, dan izin prakteknya dicabut.
Jimmy Ford pulih sepenuhnya dan menikah dengan Betsy. Anak perempuan
pertama mereka di-•beri nama Paige. feC
Honey Taft pindah ke Irlandia bersama Sean Reilly, dan bekerja sebagai juru
rawat di Dublin.
Sean Reilly berhasil membangun karier sebagai seniman, dan sampai saat ini
belum memperlihatkan gejala-gejala AIDS.
Mike Hunter dihukum penjara karena perampokan bersenjata dan masih
menjalani hukuman.
Alfred Turner bergabung dengan praktek bersama di Park Avenue dan sangat
sukses.
Benjamin Wallace dipecat sebagai kepala Em-barcadero County Hospital.
Lauren Harrison menikah dengan pelatih tenisnya.
Lou Dinetto dihukum penjara lima belas tahun karena menghindari pajak.
Ken Mallory dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Satu minggu setelah
Dinetto tiba di penjara, Mallory ditemukan tewas tertikam di dalam selnya.
Embarcadero County Hospital masih berdiri tegak, menunggu gempa bumi
berikutnya.