The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by nink.mart, 2022-06-19 22:35:49

14. Modul Budaya Anti KOrupsi APBDES

MODUL PEBELAJARAN ANTIKORUPSI
PENDEKATAN BUDAYA DALAM PENYULUHAN ANTIKORUPSI APBDESA



Hak Cipta 2020 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi RI
Pengguna dapat melakukan share, adapt, attribution sesuai dengan ketentuan Creative Common.

Pengguna dapat memperbanyak dan mendistribusikan materi dalam berbagai format namun tidak
diizinkan untuk komersial.
Pengarah dan Penanggungjawab:
1. Dian Novianthi, Koordinator Pusat Edukasi Antikorupsi, KPK
2. Tomi Murtomo, Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Eksternal, Pusat Edukasi Antikorupsi, KPK



Supervisi
Widiarta Wahyupasha

Tim Penyusun
Penulis Modul :
1. Maya Rostanty, MA
2. Bejo Untung, S.Pd, M.Si
3. Fitria, S.S

4. Yulius Hendra
5. Agus Salim, M.A.P
6. Wawanudin, S.IP, M.Si

Editor :
Nadia Sarah, S.Si, M.Bus
Desain dan tata letak :
Meytrin Suci Pratiwi, S.Ds
Kontributor dari Tenaga Ahli/Tenaga Pendamping Kemendes PDTT :

Rusdin M. Nur, Adang Rujiana, Didik Subandrio, Eka Kusala, Nur Kholis, Ratih Noermala Dewi,
Misbah Solihin, Karnudin, Adam Purnomo, Usman Rauf, Anwar Arafit, Ismail, Ichsan Hadjar,
Fritsam, Mariyani Yustin Paat, Alif, Susilawati, Sofwan Sofyan, Diki Purnama Jaya, Riza Surya

Kusumah, Erwita Lista, Muhammad Roup, Dedi Rohendri, Sinsin Husaeni, Didi Miharja
Kontributor dari Komisi Informasi Pusat : Wafa Patria Umma, Agus W Nugroho, Tya Tirtasari
Kontributor praktisi : Danis Setyo Budi Nugroho, Kepala Desa Gondowangi


Cetakan I, Februari 2020

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Gedung Merah Putih, Jl. Kuningan Persada Kav K-4, Jakarta 12950
Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi – ACLC, Jl. HR. Rasuna Said Kav C-1, Jakarta 12950

Situs : www.kpk.go.id
e-learning : https://elearning.kpk.go.id
Instagram : @official.kpk
Twitter : @KPK_RI
Youtube : KPK RI



SAMBUTAN




Sejak tahun 2014 pemerintah memberikan kewenangan kepada desa untuk
mengatur dan mengelola APBDes melalui Undang-Undang No. 6 tahun 2014 yang
memberikan perluasan kewenangan kepada desa di bidang penyelenggaraan peme-
rintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan

pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan
adat istiadat desa. Perluasan kewenangan ini tidak sepenuhnya diikuti dengan kemam-
puan desa untuk melaksanakan nilai partisipatif, nilai transparansi dan nilai akuntabilitas

dalam pembangunan desa, sehingga berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi.

Masyarakat desa memiliki karakter budaya berupa ikatan sosial yang kuat yang
dibentuk oleh rasa solidaritas yang tinggi sebagai masyarakat komunal yang menjalankan
urusan kolektif secara bersama secara gotong royong dan kekeluargaan serta mengede-

pankan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan. Berdasarkan karakter bu-
daya di desa inilah KPK merasa perlu untuk membuat suatu modul Diklat Mengguna-
kan pendekatan Kompetensi melalui Pendekatan Budaya dalam Penyuluhan Antikorupsi

terkait APBDes. Tujuan dari modul ini adalah mendorong terciptanya masyarakat desa
yang antikorupsi melalui:
• Transformasi nilai-nilai elite capture (nilai-nilai negatif yang menghambat gerakat
antikorupsi) menjadi nilai-nilai benevolent capture (nila-nilai kebajikan yang men-
dukung antikorupsi);

• Memberdayakan tokoh/pemimpin budaya, pranata sosial dan item budaya untuk
mendukung antikorupsi antara lain melalui musyawarah desa, seni budaya, komuni-
tas, dan perkumpulan/kegiatan lainnya;



Semoga modul ini dapat memberikan andil dalam mengembalikan dan memper-
tahankan nilai-nilai budaya antikorupsi di desa-desa yang tersebar diseluruh Indonesia
serta memberikan manfaat seluas-luasnya dalam upaya pencegahan korupsi.







Koordinator Pusat Edukasi Antikorupsi KPK

Dian Novianthi

4






ACUAN STANDAR KOMPETENSI KERJA DAN SILABUS PELATIHAN




A. Acuan Standar Kompetensi Kerja


Materi modul pelatihan ini mengacu pada hasil pemetaan kebutuhan penyusu-
nan dan pengembangan modul pelatihan untuk Pendamping Desa (PD) dan Pendam-

ping Lokal Desa (PLD) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Trans-
migrasi dengan uraian sebagai berikut:



Kode Unit : Tidak Ada
Judul Unit : Menjelaskan pendekatan budaya dalam penyuluhan
antikorupsi APBDes.
Deskripsi Unit : Unit kompetensi ini merupakan unit kompetensi yang mendukung
unit kompetensi SKKNI penyuluh antikorupsi dalam Kepmennaker

No. 303 tahun 2016 .
Unit ini meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diper-
lukan untuk menjelaskan Siklus Pembangunan Desa, menjelaskan

mekanisme Pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa,
menjelaskan unsur pasal dan modus Tindak Pidana Korupsi (TPK)
terkait APBDes, mengidentifikasi potensi permasalahan dalam
pengawasan pembangunan Desa dan pengelolaan informasi
publik, menjelaskan informasi publik desa yang wajib disampai-

kan kepada pemangku kepentingan, menjelaskan konsep budaya
dalam masyarakat Desa dan ragam budaya di Indonesia, menje-
laskan pendekatan budaya secara generik yang dapat digunakan

untuk mencegah korupsi APBDesa beserta contoh praktik baiknya,
mendeskripsikan langkah-langkah menggunakan pendekatan bu-
daya untuk mencegah korupsi APBDes.

5





Elemen Kompetensi Kriteria Unjuk Kerja

1. Menjelaskan Pengawasan pembangu- 1.1 Siklus Pembangunan Desa dijelas-
nan Desa, transparansi informasi dan kan secara sistematis.
potensi permasalahannya 1.2 Unsur Pasal dan Modus Tindak Pi-
dana Korupsi (TPK) terkait APBDes

dijelaskan secara sistematis.
1.3 Mekanisme pengawasan dan pe-
mantauan pembangunan Desa di-
jelaskan secara sistematis.

1.4 Potensi permasalahan dan rumu-
san solusi dalam pengawasan
pembangunan Desa dan pengelo-
laan informasi publik dijelaskan se-

cara sistematis.
1.5 Informasi publik Desa yang wajib
disampaikan kepada pemangku
kepentingan dijelaskan secara sis-

tematis.


2. Mendeskripsikan Langkah-langkah 2.1 Konsep budaya dalam masyarakat
Menggunakan Pendekatan Budaya Desa dan Ragam budaya di Indo-

dalam Mencegah Korupsi APBDesa nesia dijelaskan secara sistematis.
2.2 Pendekatan budaya secara gene-
rik yang dapat digunakan untuk
mencegah korupsi APBDesa dan

contoh praktik baiknya dijelaskan
secara sistematis.
2.3 Langkah-langkah pendekatan bu-
daya dalam pencegahan korupsi

APBDesa disusun dengan runtut
dan sistematis.

6












B. Pengetahuan yang harus dimiliki sebelumnya


Ada pun pengetahuan yang harus dimiliki sebelumnya oleh peserta pelatihan
adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta peraturan perundangan
terkait lainnya;
2. Undang-Undang Antikorupsi : Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penye-

lenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme, Un-
dang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pembernatasan Tindak Pidana Korupsi,
Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Un-
dang-Undang Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi
3. Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

4. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta
peraturan perundangan terkait lainnya
5. Pengantar Ilmu Kebudayaan


C. Silabus Pelatihan Menggunakan pendekatan Kompetensi (PBK)



Judul : Menjelaskan Pendekatan Budaya dalam Penyuluhan
Antikorupsi APBDesa

Kode Unit Kompetensi : Tidak Ada
Deskripsi Unit Kompetensi : Unit ini meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap
kerja yang diperlukan untuk mengidentifikasi konsep
pengawasan dan pemantauan pembangunan desa,
transparansi informasi dan potensi permasalahannya dan

mendeskripsikan langkah-langkah menggunakan
pendekatan budaya dalam mencegah korupsi APBDesa.
Perkiraan waktu pelatihan : 24 JP@50 menit

7






Perkiraan Waktu Pelajaran Keterampilan Pengetahuan 10,5 JP



















Sikap Cermat Teliti Berpikir analitis dan evaluatif



• Menjelaskan • • Unsur Pasal dana Korupsi (TPK) terkait Menjelaskan Mekanisme pengawasan dan peman-


Tabel Silabus Unit Kompetensi Materi Pelatihan Ketrampilan Pengetahuan • Konsep dan konsep dan tahapan tahapan pembangu- Pembangu- nan desa nan Desa, Siklus APB serta siklus Des APBDes Pembangu- Analisis • nan Desa Unsur Pasal dan Modus dan Modus Tindak Pi- Tindak Pi- dana Korupsi (TPK) terkait APBDes APBDes • Mekanisme pengawasan dan peman- tauan pem- tauan pem- bangunan bangunan Desa Desa Potensi p


















Indikator Unjuk Kerja • Dapat menjelaskan secara sistematis tentang Siklus Pem- bangunan Desa. • Dapat menjelaskan secara sistematis • mengenai unsur pasal dan modus • Tindak Pidana Ko- rupsi (TPK) terkait APBDes. Dapat menjelaskan secara sistematis mengenai meka- • nisme pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa. •








Kriteria Unjuk Kerja 1.1 Siklus Pemba- ngunan Desa dijelas- kan secara sistematis 1.2 Unsur Pasal dan Modus Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait APBDes dijelaskan secara sistematis 1.3 Mekanisme pengawasan dan pemantauan pem- bangunan Desa dijelaskan secara sistematis











Elemen Kompetensi Menjelaskan Pengawasan pembangunan Desa, transpa- ransi informasi dan potensi per- masalahannya

8





Perkiraan Waktu Pelajaran Keterampilan Pengetahuan 10,5 JP 5 JP 8,5 JP



















Sikap Cermat Teliti Berpikir analitis dan evaluatif Cermat Teliti Berpikir analitis dan evaluatif Kreatif



• • • • • • •
Materi Pelatihan Ketrampilan Menjelas- • kan Potensi permasala- han dan rumusan solusi dalam pengawasan pembangu- nan Desa dan pe- ngelolaan informasi publik Menjelaskan • Informasi publik Desa yang wajib disampai- kan kepada pemangku kepentingan. Menjelaskan • konsep bu- daya dalam masyarakat Desa dan Ragam budaya di Indonesia









Pengetahuan Informasi • publik Desa yang wajib disampai- kan kepada pemangku kepentingan. Konsep bu- • daya dalam masyarakat Desa dan Ragam budaya di Indonesia










Indikator Unjuk Kerja Dapat menjelaskan secara sistematis tentang Siklus Pem- bangunan Desa Dapat menjelaskan secara sistematis mengenai po- tensi permasalahan dalam pengawasan pembangunan Desa dan pengelolaan informasi publik Dapat menjelaskan secara sistematis mengenai konsep budaya dalam masyarakat Desa dan ragam budaya di Indonesia secara sistematis








Kriteria Unjuk Kerja 1.4 Potensi per- masalahan dan rumusan solusi dalam pengawasan pembangunan Desa dan pengelolaan informasi publik dijelaskan secara sistematis 1.5 Informasi publik Desa yang wajib disampaikan kepada pemangku kepenti- ngan dijelaskan secara sistematis 2.1 Konsep budaya dalam masyarakat Desa dan Ragam budaya di Indonesia dijelaskan secara sistematis










Elemen Kompetensi Mendeskripsikan Langkah-langkah Menggunakan Pendekatan Budaya dalam Mencegah Ko- rupsi APBDesa

9





Perkiraan Waktu Pelajaran Keterampilan Pengetahuan



















Sikap




Materi Pelatihan Ketrampilan Menjelaskan • pendekatan budaya se- cara generik yang dapat diguna- kan untuk mencegah korupsi APB- Desa dan contoh prak- tik baiknya Mengidenti- • fikasi unsur pasal, mo- dus korupsi dan modal budaya (pra- nata sosial, item budaya, pemimpin budaya) Menyu- • sun Ren- cana Aksi Pencegahan Korupsi APB- Desa Meng- gunakan pendekatan Budaya.









Pengetahuan Pendekatan • budaya se- cara generik yang dapat diguna- kan untuk mencegah korupsi APB- Desa dan contoh prak- tik baiknya Strategi • anti ko- rupsi dengan pendekatan budaya Langkah- • langkah pendekatan budaya dalam pencega- han korupsi APBDes.










Indikator Unjuk Kerja








Kriteria Unjuk Kerja










Elemen Kompetensi

10





Perkiraan Waktu Pelajaran Keterampilan Pengetahuan



















Sikap




Materi Pelatihan Ketrampilan









Pengetahuan










Indikator Unjuk Kerja Dapat menjelaskan secara sistematis mengenai pendeka- tan budaya secara generik yang dapat digunakan untuk mencegah korupsi APBDesa dan con- toh praktik baiknya Dapat menjelaskan strategi anti korupsi dengan pendeka- tan budaya, dan mampu mengi- dentifikasi bentuk- bentuk tindakan elite capture dan strategi pendeka- tan budaya yang dilakukan. Dapat menyusun langkah-langkah pendekatan buday








Kriteria Unjuk Kerja 2.2 Pendekatan budaya untuk mencegah korupsi APB Des. 2.3. Strategi anti korupsi dengan pen- dekatan budaya 2.4 Langkah-langkah pendekatan budaya dalam penacegahan korupsia APBDes disusaun daengan runtut dan sistema- tis










Elemen Kompetensi

11


LAMPIRAN


1. BUKU INFORMASI
2. BUKU KERJA

3. BUKU PENILAIAN
4. RENCANA DETAIL PEMBELAJARAN



DAFTAR ISI




SAMBUTAN 3
RENCANA PELATIHAN 4

DAFTAR ISI


BAB I Pendahuluan 16

A. Tujuan Umum 16
B. Tujuan Khusus 16


Bab II Menjelaskan Pengawasan Pembangunan Desa, Transparansi Informasi dan Potensi
Permasalahannya 18

A. Pengetahuan yang diperlukan dalam Menjelaskan tentang Pengawasan Pembangunan
Desa, Transparansi Informasi dan Potensi Permasalahannya 18
A.1 Siklus Pembangunan Desa 18

A.2 Unsur Pasal dan Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait APBDes 23
A.3 Mekanisme Pengawasan dan Pemantauan Pembangunan Desa 52
A.4 Potensi Permasalahan dan Rumusan Solusi dalam Pengawasan Pembangunan Desa dan
pengelolaan informasi publik 52
A.5 Informasi publik Desa yang wajib disampaikan kepada pemangku kepentingan 54

B. Ketrampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Pengawasan Pembangunan Desa,
transparansi informasi dan potensi permasalahannya 59
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan Pengawasan Pembangunan Desa,

Transparansi Informasi dan Potensi Permasalahannya 59


Bab III Mendeskripsikan Langkah-langkah Menggunakan Pendekatan Budaya dalam Mencegah
Korupsi APBDes 62
A. Pengetahuan yang diperlukan dalam Mendeskripsikan Langkah-langkah Menggunakan

Strategi Pendekatan Budaya dalam Mencegah Korupsi APBDes 62
A.1 Konsep budaya dalam Masyarakat Desa dan Ragam budaya di Indonesia
A.2 Pendekatan budaya secara generik yang dapat digunakan untuk mencegah korupsi APB

Desa serta contoh praktik baiknya 66
A.3 Langkah-langkah pendekatan budaya dalam pencegahan korupsi APBDes disusun
dengan runtut dan sistematis 69
B. Ketrampilan yang Diperlukan dalam Mendeskripsikan Langkah-langkah Menggunakan
Pendekatan Budaya dalam Mencegah Korupsi APBDes 91

C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Mendeskripsikan Langkah-langkah Menggunakan
Pendekatan Budaya dalam Mencegah Korupsi APBDes 91

DAFTAR ISI








Daftar Referensi 92
Tentang Penulis 95
Daftar Alat dan Bahan 97



16


a. Tujuan Umum
Setelah mempelajari Modul ini peserta latih diharapkan mampu menjelaskan

pendekatan budaya dalam penyuluhan antikorupsi APBDes.


b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui Buku Informasi menjelas-
kan pendekatan budaya dalam penyuluhan antikorupsi APBDes ini guna memfasilitasi
peserta latih sehingga pada akhir pelatihan diharapkan memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1. Menjelaskan pengawasan pembangunan desa, transparansi informasi dan potensi

permasalahannya.
2. Menjelaskan unsur-unsur pasal tindak pidana korupsi yang terkait dengan APBDes.
3. Mendeskripsikan langkah-langkah menggunakan pendekatan budaya dalam

mencegah korupsi APBDes.


Perkiraan waktu pelatihan : 24 JP@50 menit



18






A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan tentang Pengawasan
Pembangunan Desa, Transparansi Informasi dan Potensi Permasalahannya


A.1. Pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa.



a. Konsep Pembangunan Desa
UU Desa telah menegaskan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan kewenangan
skala lokal Desa. Berdasarkan kewenangan yang dimiliki, Desa melakukan pembangu-

nan Desa.
Dalam pasal 78 ayat (1), dijelaskan bahwa tujuan pembangunan Desa adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta pe-
nanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana

dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sum-
ber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Pembangunan Desa menggunakan pendekatan “satu desa, satu rencana, satu
anggaran”, yaitu pembangunan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat

Desa yang dirumuskan dan diputuskan sendiri oleh Desa dengan melibatkan partisipasi
masyarakat berdasarkan kewenangan desa. Dengan demikian, pemerintah desa dapat
menentukan sendiri rencana pembangunannya dengan memperhatikan keberpihakan
kepada masyarakat yang diputuskan di dalam Musyawarah Desa (Musdes).

Rencana pembangunan Desa dituangkan dalam dua dokumen, yaitu :
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka
waktu 6 (enam) tahun.
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja

Pemerintah Desa (RKP Desa) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP Desa
merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Kedua dokumen perencanaan ini ditetapkan dengan Peraturan Desa.


Selanjutnya, RKP Desa akan menjadi pedoman penyusunan Anggaran Pendapa-
tan dan Belanja Desa (APBDesa).

b. Tahapan Pembangunan Desa

Pasal 78 UU Desa menyebutkan pembangunan desa meliputi: tahap perenca-
naan, pelaksanaan, dan pengawasan. Dalam pelaksanaannya pembangunan desa di-
laksanakan dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong royong.
Aspek budaya sangat dikedepankan dalam proses pembangunan di Desa.

19

Gambar 1 Tahapan Pembangunan Desa


Tahap Tahap
perencanaan pem- pengawasan dan
bangunan desa pemantauan
pembangunan
desa



















Sumber: Permendagri No. 114 Tahun 2014



Tahap Perencanaan Pembangunan Desa



Penyusunan RPJM Desa Penyusunan RKP Desa




Tahapan

1. Pembentukan tim penyusun RPJM Desa;
2. Penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan
kabupaten/kota;
Penyusunan 3. Pengkajian keadaan Desa;
RPJM Desa 4. Penyusunan rencana pembangunan Desa melalui
musyawarah Desa;
5. Penyusunan rancangan RPJM Desa;
6. Penyusunan rencana pembangunan Desa melalui
musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
7. Penetapan RPJM Desa.
1. Penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui
musyawarah Desa;
2. Pembentukan tim penyusun RKP Desa;
3. Pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/
Penyusunan kegiatan masuk ke Desa
RKP Desa 4. Pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
5. Penyusunan rancangan RKP Desa;
6. Penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan Desa;
7. Penetapan RKP Desa;
8. Perubahan RKP Desa; dan
9. Pengajuan daftar usulan RKP Desa.

20






Perencanaan pembangunan desa lebih lanjut diatur dalam Permendagri No.
114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Peraturan lainnya yang menga-
tur perencanaan pembangunan Desa adalah Permendesa No. 17 tahun 2019 tentang
Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Kedua peratu-

ran ini pada dasarnya sama, yaitu mengatur tentang proses perencanaan pembangu-
nan Desa. Sedangkan Permendesa menambahkan pengaturan tentang pemberdayaan
masyarakat Desa.





c. Siklus APB Desa
Siklus APBDes terdiri dari: 1) Tahap Penyusunan APBDes; 2) Tahap penetapan
dan pengesahan; 3) Tahap pelaksanaan; dan 4) Tahap pertanggungjawaban APBDes.

Di bawah ini dijelaskan detail dari setiap tahapan siklus APBDes.


Tahap Penyusunan APBDes.
Tahap penyusunan APBDes terdiri dari 2 tahapan utama, yaitu:

Penyusunan RKP Desa dan Penyusunan RAPB Desa.


Penyusunan RKP Desa
RKP Desa disusun untuk jangka waktu 1 tahun dengan mengacu kepada RPJM

Desa. RKP Desa menjadi acuan dalam penyusunan APBDes.


Tahapan penyusunan RKP Desa berdasarkan Pasal 30 Permendagri No. 114
tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa:



a. Musyawarah Desa, dilakukan pada bulan Juni membahas rancangan awal RKP
Desa, yang meliputi:
i. Evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;

ii. Prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa (APBDes);
iii. Prioritas program, kegiatan, dan anggaran yang dikelola melalui kerjasama antara-
Desa dan pihak ketiga;
iv. Rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh desa sebagai

kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten
b. Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa
c. Tim penyusun yang telah dibentuk, menyusun Rancangan RKP Desa, dengan

21





melakukan:
i. Pencermatan terhadap pagu indikatif desa;
ii. Penyelarasan program dan kegiatan yang masuk ke desa;

iii.Pencermatan ulang terhadap RPJM Desa.


d. Musrenbang RKP Desa, dilakukan antara bulan Agustus - September, membahas:
i. Usulan kegiatan yang akan didanai oleh APBDes;
ii. Membahas daftar usulan kegiatan yang akan disampaikan di tingkat pemerinta-

han di atasnya (pada Musrenbang RKPD tingkat kecamatan), yang disebut dengan
Daftar Usulan RKP Desa;
iii.Menetapkan prioritas, program, kegiatan, kebutuhan pembangunan desa yang

akan didanai oleh APBDes, APBD Kab/Kota, dan atau swadaya masyarakat.
e. Penetapan RKP Desa menjadi Perdes.


Penyusunan RAPB Desa
Proses penyusunan RAPB Desa mengacu pada Pasal 31 dan 32 Permendagri No.

20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dengan tahapan sebagai berikut:
a. Sekdes mengkoordinasikan penyusunan RAPB Desa berdasarkan RKP Desa dan
pedoman penyusunan APBDes yang diatur dengan Perbup/Perwal setiap tahun;

b. Rancangan Perdes tentang APBDes yang telah disusun, disampaikan oleh Sekdes
kepada Kepala Desa, paling lambat bulan Oktober.




1. Penetapan dan Pengesahan APB Desa



Setelah Kepala Desa menerima Rancangan Perdes tentang APBDes dari Sekdes,
selanjutnya adalah proses penyepakatan dan pengesahan Rancangan Perdes tentang

APBDes. Berikut adalah tahapan proses pengesahan dan penetapannya:
a. Kepala Desa menyampaikan Rancangan Perdes tentang APBDes kepada BPD untuk
dibahas dan disepakati bersama dalam musyawarah BPD.
b. Kepala Desa dan BPD meyepakati bersama Rancangan Perdes tentang APB Desa
paling lambat bulan Oktober tahun berjalan. Apabila BPD tidak menyepakati Ran-

cangan Perdes tentang APBDes, maka Pemerintah Desa hanya dapat melakukan
kegiatan operasional penyelenggaraan pemerintahan desa dengan menggunakan
pagu tahun sebelumnya, yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala Desa sebagai

dasar pelaksanaan kegiatan.
c. Apabila Rancangan Perdes tentang APBDes telah disepakati bersama Kepala Desa

22






dan BPD, selanjutnya Kepala Desa menyiapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa
mengenai penjabaran APBDes, yang dikoordinasikan atau disusun oleh Sekdes.
d. Kepala Desa menyampaikan Rancangan Perdes tentang APBDes kepada Bupati/
Walikota melalui camat, dilakukan paling tiga hari setelah disepakati bersama de-

ngan BPD untuk dievaluasi.
e. Kepala Desa menetapkan Rancangan Perdes tentang APBDes yang telah dievaluasi
menjadi Perdes, dilakukan paling lambat 31 Desember.
f. Kepala Desa menyampaikan Perdes tentang APBDes dan Peraturan Kepala Desa

tentang Penjabaran APBDes kepada Bupati/Walikota paling lama tujuh hari kerja
setelah ditetapkan.


2. Pelaksanaan APBDes


APBDes dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dalam kurun waktu 1 tahun ang-
garan berjalan. Dalam pelaksanaan APBDes, Pemerintah Desa wajib melibatkan
masyarakat dan memberikan informasi mengenai pelaksanaan pembangunan sesuai

dengan Pasal 82 UU No. 6 tentang Desa. Pasal ini menyatakan secara tegas hak
masyarakat untuk mendapatkan informasi dan terlibat aktif mengawasi pelaksanaan
pembangunan. Pasal ini juga memuat kewajiban pemerintah Desa untuk memberi-
kan informasi rencana pembangunan apa saja yang akan dilaksanakan. Mengacu pada

pasal ini, masyarakat Desa dapat melakukan pemantauan pelaksanaan pembangunan
Desa. Berbagai temuan hasil pemantauan, termasuk berbagai keluhan atas pelaksa-
naan pembangunan Desa, dapat disampaikan masyarakat kepada Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa.



Adanya pernyataan yang jelas mengenai hak masyarakat mendapatkan infor-
masi dan terlibat aktif dalam proses pelaskanaan APBDes merupakan upaya pelaksa-
naan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Penyampaian informasi mengenai APBDes

kepada masyarakat juga telah diatur di dalam Pasal 39 Permendagri No. 20 tahun 2018.


3. Evaluasi dan Pertanggungjawaban
Kepala Desa memiliki kewajiban menyusun Perdes tentang Laporan Pertang-

gungjawaban APB Desa dan disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat pa-
ling lambat tiga bulan setelah akhir tahun anggaran. Laporan pertanggungjawaban
ini diinformasikan kepada masyarakat melalui media informasi, sebagaimana diatur
dalam Pasal 72 Permendagri No. 20 tahun 2018. Informasi yang disampaikan kepada

masyarakat mencakup: laporan realisasi APB Desa, laporan realisasi kegiatan, kegiatan

23





yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana, sisa anggaran, dan informasi pengaduan.


Jenis pelaporan lain yang harus disiapkan oleh pemerintah Desa adalah Lapo-

ran keterangan penyelenggaraan pemerintahan yang dilaporkan kepada BPD dan LPPD
(Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa) yang disampaikan kepada Bupati. Kedua
laporan ini disampaikan di setiap akhir tahun anggaran.


A.2. Unsur Pasal dan Modus Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait APBDes.



UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan UU No 31/1999 tentang Pemberan-
tasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk/jenis tindak pi-

dana korupsi yang dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap
3. Penggelapan dalam jabaran
4. Pemerasan

5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi



Uraian pasal terkait tujuh kategori di atas, dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini:


1. Kerugian Negara


Dalam kategori perbuatan yang merugikan keuangan negara, hanya terdapat
dua pasal dari 13 pasal yang mengatur seluruh tindak pidana korupsi dalam undang-
undang, yaitu Pasal 2 dan Pasal 3. Secara sederhana Pasal 2 digunakan terhadap pelaku

tindak pidana korupsi yang bukan merupakan pejabat negara, sedangkan Pasal 3 digu-
nakan terhadap pelaku yang merupakan pejabat negara (PNS/ASN) yang memiliki ke-
wenangan, kesempatan, atau sarana tertentu yang berasal dari negara.

24



Pasal 2






No Unsur Keterangan
1. Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Secara melawan hukum Melawan hukum dalam arti materiil (berlawa-
nan dengan norma-norma yang hidup dalam
masyarakat) dan dalam arti formil (berlawa-
nan dengan ketentuan dalam peraturan ter-
tulis).
3. Melakukan perbuatan Menurut KBBI, melakukan perbuatan berarti
melakukan sesuatu yang diperbuat, berupa
tindakan apapun. Dalam hukum pidana dike-
nal adanya jenis delik formil dan delik yang di-
lakukan secara aktif.
4. Memperkaya diri sendiri, atau orang Secara harfiah memperkaya adalah kegia-
lain, atau korporasi. tan apapun yang menjadikan bertambahnya
kekayaan, terlepas dari kuantitas penamba-
han yang terjadi. Misalkan dengan membeli,
menjual, mengambil, memindah bukukan
rekening, serta perbuatan lainnya sehingga
pelaku jadi bertambah kekeyaannya (Mul-
yadi, 2007:81). Bertambahnya kekayaan
pelaku juga harus memiliki hubungan dengan
berkurangnya kekayaan negara. Selain itu,
tidak ada keharusan bahwa pelaku saja yang
bertambah kekayaannya, tapi juga orang lain
(seperti keluarga) atau bahkan korporasi (Ali,
2014:93-94).
5. Dapat merugikan keuangan atau pereko- Kerugian yang dimaksud bukan hanya seke-
nomian negara. dar pengertian kerugian seperti dalam suatu
perusahaan, tetapi kerugian yang terjadi ka-
rena sebab perbuatan (perbuatan melawan
hukum atau peyalahgunaan wewenang (Ali,
2014:105).

25



Pasal 3



Pada intinya pasal ini melarang setiap perbuatan mengambil atau mencari un-

tung yang dilakukan dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa mencari untung adalah naluri setiap
orang sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi. Tetapi yang dilarang oleh undang-

undang adalah perbuatan mencari untung yang dilakukan dengan menyalahgunakan
wewenang, kesempatan, atau sarana. Sebagai catatan, keuntungan dalam arti nama
baik tidak termasuk dalam pengertian ini.


No Unsur Keterangan
1. Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
nusia tetapi juga korporasi, baik yang berbadan
hukum maupun tidak berbadan hukum.
2. Dengan tujuan Merupakan penjabaran dari ajaran kesalahan
dan pertanggungjawaban pidana, yaitu opzet
atau kesengajaan atau dengan sengaja. Unsur
dengan tujuan merupakan bentuk kesengajaan
sebagai tujuan.
3. Menguntungkan diri sendiri atau orang Menurut KBBI menguntungkan berarti men-
lain, atau suatu korporasi dapatkan labat atau manfaat. Keuntungan
yang diperoleh harus merupakan keuntungan
materiil, dan keuntungan materill tidak harus
berupa uang. Memperoleh suatu keuntungan
atau menguntungkan pada dasarnya memiliki
arti memperoleh atau menambah kekayaan
dari yang sudah ada sebelumnya (Lamintang,
1991:276).

4. Menyalahgunakan kewenangan, kesem- Syarat utama diterapkannya unsur ini adalah
patan, atau sarana yang ada padanya bahwa pelaku merupakan orang yang sung-
karena jabatan atau kedudukan. guh-sungguh mempunyai kewenangan, ke-
sempatan, atau sarana. Karena orang yang
tidak memilikinya tentunya tidak dapat me-
nyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana, dan oleh karenanya dalam hal demikian
terdapat unsur melawan hukum.
5. Yang ada padanya karena jabatan atau Unsur ini harus dikaitkan dengan unsur sebe-
kedudukan lumnya, karena terdapat alternatif di dalam
penerapannya berupa:
a. Penyalahgunaan kewenangan karena
jabatan atau kedudukan.
b. Penyalahgunaan kesempatan karena jabatan
atau kedudukan.
c. Penyalahgunaan sarana karena jabatan atau
kedudukan.

26






Catatan penting dalam konteks penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 ini adalah, bahwa
unsur kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak bersifat mutlak, yai-
tu bahwa kerugian itu tidak harus selalu terjadi. Sekadar suatu perbuatan memperkaya
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara karena perbuatan mem-

perkaya secara melawan hukum telah memenuhi rumusan pasal ini.


2. Suap


Jenis suap dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) suap aktif (active bribery), dan (2)
suap pasif (passive bribery). Kategori pelaku yang menerima suap pun dibagi menjadi
dua jenis, yakni penegak hukum (hakim, advokat, jaksa, dan polisi – tidak diuraikan
dalam modul ini) dan non-penegak hukum yaitu penyelenggara negara dan pegawai

negeri sipil (Ali, 2014:125).

Pasal 5 ayat (1) huruf a



No Unsur Keterangan
1. Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Memberi atau menjanjikan sesuatu Memberi berarti beralihnya benda yang di-
jadikan objek pemberian dari tangan pemberi
ke tangan penerima, dan hal ini tidak men-
syaratkan benda tersebut beralih secara fisik,
tetapi cukup dengan beralihnya penguasaan
benda tersebut kepada penerima.


Sedangkan arti menjanjikan sesuatu berarti
apa yang dijanjikan tersebut belum diwujud-
kan sebelum pengawai negeri atau penye-
lenggara negara yang disuap melakukan atau
tidak melakukan sesuatu (Ali, 2014:126-127).
3. Pegawai negeri atau penyelenggara Pegawai negeri meliputi (1) pegawai negeri
negara yang diatur dalam UU Kepegawaian dan UU
Aparatur Sipil Negara, (2) pegawai negeri se-
bagaimana dimaksud dalam KUHP, (3) orang
yang menerima gaji/upah dari keuangan ne-
gara/daerah, (4) orang yang menerima gaji/
upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara/daerah, dan
(5) orang yang mempergunakan modal atau
fasilitas dari negara/masyarakat.

27





No Unsur Keterangan
Sedangkan penyelenggara negara menurut
UU No. 28 Tahun 1999 meliputi:
• Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi
Negara
• Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Ne-
gara
• Menteri
• Gubernur
• Hakim
• Pejabat Negara lain sesuai dengan ke-
tentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan
• Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis
dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan perun-
dang-undangan yang berlaku.


4. Dengan maksud Merupakan penjabaran dari ajaran kesalahan
dan pertanggungjawaban pidana, yaitu opzet
atau kesengajaan atau dengan sengaja. Unsur
dengan tujuan merupakan bentuk kesenga-
jaan sebagai tujuan.
5. Supaya pegawai negeri atau penyeleng- Pada waktu memberikan hadiah atau jan-
gara negara tersebut berbuat atau tidak ji, pelaku menghendaki agar pegawai ne-
berbuat sesuatu dalam jabatannya geri atau penyelenggara negara melakukan
atau tidak melakukan sesuatu menurut ke-
hendaknya. Cukup membuktikan bahwa pada
waktu memberikan hadiah atau janji, pelaku
mempunyai maksud tertentu.
6. Yang bertentangan dengan kewajiban- Pelaku harus mengetahui bahwa dengan me-
nya laksanakan kehendaknya itu si pegawai negeri
atau penyelenggara negara telah tidak me-
menuhi kewajibannya.


Karena Pasal 5 ayat (1) huruf a ditarik dari Pasal 209 KUHP, maka perlulah kita
cermati yurisprudensi yang berkaitan dengan Pasal 209 KUHP, karena dapat diterapkan

juga dalam Pasal 5, beberapa yurisprudensi itu antara lain:
1) Arrest Hoge Raad 24 November 1980, W. 5969
“Pasal ini dapat juga diperlakukan seandainya hadiah itu tidak diterima.”

2) Arrest Hoge Raad 25 April 1916, N.J. 1916, 300 W. 9896
“Memberi hadiah di sini mempunyai arti yang lain daripada menghadiahkan sesua-
tu semata-mata karena kemurahan hati. Ia meliputi setiap penyerahan dari sesuai -
yang bagi orang lain mempunyai nilai.”

28






3) Putusan Mahkamah Agung No. 145 K/Jr/1955, 22 Juni 1955
“Pasal 209 KUHP tidak mensyaratkan bahwa pemberian itu diterima dan maksud
daripada Pasal 209 KUHP ialah untuk menetapkan sebagai suatu kejahatan tersendiri,
suatu percobaan yang dapat dihukum menyuap.”




Pasal 5 ayat (1) huruf b



No Unsur Keterangan
1. Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Memberi sesuatu Memberi sesuatu adalah perbuatan menga-
lihkan atau memindahkan penguasaan atas
objek pemberian. Sesuatu yang diberikan bisa
berupa dan berwujud apa saja.
3. Pegawai negeri atau penyelenggara (Lihat penjelasan unsur pegawai negeri dan
negara penyelenggara negara pada bagian sebelum-
nya).
4. Karena atau berhubungan dengan Pemberian dilakukan terkait suatu hal yang
sesuatu melekat pada penerima.
5. Yang bertentangan dengan kewajiban Pemberian yang dilakukan bersifat melang-
gar atau tidak boleh dilakukan karena berten-
tangan dengan kewajiban.
6. Dilakukan atau tidak dilakukan dalam Unsur ini tidak mensyaratkan bahwa pe-
jabatannya nerima harus melakukan sesuatu yang ber-
tentangan dengan kewajiban itu dilakukan
dalam jabatannya.



Perbedaan pasal 5 ayat (1) huruf a dan b adalah sebagai berikut:





Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 5 ayat (1) huruf b

Pemberian atau janji dilakukan dengan Pemberian atau janji dilakukan karena
tujuan agar pegawai negeri atau pe- pegawai negeri atau penyelenggara negara
nyelenggara negara berbuat atau tidak telah melakukan sesuatu yang bertentangan
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang dengan kewajiban yang dilakukan atau tidak
bertentangan dengan kewajibannya. dilakukan dalam jabatannya (suap setelah
(suap sebelum berbuat atau tidak ber- berbuat atau tidak berbuat sesuatu).
buat sesuatu)

29





Pasal 5 ayat (2)



No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara (lihat penjelasan unsur ini pada bagian sebe-
negara lumnya).


2. Menerima pemberian atau janji Selesainya perbuatan menerima adalah apabi-
la suatu pemberian (misalnya sejumlah uang)
telah berpindah kekuasaanya secara mutlak
dan nyata ke tangan pegawai negeri atau pe-
nyelenggara yang menerima. Sedangkan per-
buatan menerima janji dianggap telah selesai
dan sempurna jika ada keadaan-keadaan yang
dapat digunakan sebagai indikator bahwa apa
isi yang dijanjikan telah diterima oleh pegawai
negeri atau penyelenggara negara (misalnya
dengan anggukan kepala, atau kata-kata yang
sifatnya dapat dinilai atau dianggap meneri-
ma) (Ali, 2014:133).
3. Berbuat atau tidak berbuat sesuatu Bahwa terdapat tindakan berbuat atau tidak
dalam jabatannya, yang bertentangan berbuat sesuatu yang terkait dengan peneri-
dengan kewajibannya, atau berhubu- maan barang atau janji tersebut, misalnya de-
ngan dengan sesuatu yang bertentangan mikian (1) A menyuap X agar memenangkan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dirinya dalam tender pengadaan barang di in-
dilakukan dalam jabatannya. stansi Z, (berbuat sesuatu), atau (2) A menyu-
ap X agar tidak memproses pelanggaran yang
dilakukan oleh A di instansi Z, (tidak berbuat
sesuatu), yang mana hal-hal tersebut berten-
tangan dengan kewajiban X sebagai pegawai
negeri atau penyelenggara negara.



Pasal 11


No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara (lihat penjelasan unsur ini pada bagian sebe-
negara lumnya).

2. Menerima pemberian atau janji Menerima hadiah adalah perbuatan beralih-
nya objek pemberian dari kekuasaan pemberi
ke dalam kekuasaan penerima.

Menerima janji adalah sikap, perbuatan, atau
pernyataan yang menundukkan diri adanya
suatu ikatan.

30




No Unsur Keterangan

3. Diketahui atau patut diduga Diketahui adalah bentuk kesalahan berupa
kesengajaan bahwa pelaku menyadari per-
buatannya sebagai perbuatan yang diketahui
dan dikehendaki.


Patut diduga adalah bentuk kesalahan berupa
kekurang hati-hatian penerima bahwa apa
yang diterima terkait dengan kekuasaaan atau
kewenangan terkait kedudukan/jabatannya.

4. Hadiah atau janji tersebut diberikan ka- Objek yang diterimanya adalah terkait de-
rena kekuasaan atau kewenangan yang ngan kekuasaan atau kewenangan yang dimi-
berhubungan dengan jabatannya atau liki penerima, atau penerima mampu men-
yang menurut pikiran orang yang mem- duga bahwa pemberian dilakukan karena
berikan hadiah atau janji tersebut ada pemberinya memandang bahwa penerima
hubungan dengan jabatannya memiliki kekuasaan tertentu.




Pasal ini ditarik langsung dari Pasal 418 KUHP. Sedangkan terdapat beberapa

yurisprudensi terkait Pasal 418 KUHP, yaitu sebagai berikut:
1) Arrest Hoge Raad 10 April 1893, W. 6333
“Adalah tidak perlu bahwa pemberian itu diterima oleh si pegawai negeri di dalam
sifatnya sebagai pegawai negeri.”

2) Putusan Mahkamah Agung No. 50 K/Kr/1960, 13 Desember 1960
“Undang-undang atau hukum tidak mengenal ketentuan, bahwa apabila seorang
pegawai negeri dituduh melakukan kejahatan yang dimaksud oleh Pasal 418 KUHP,
maka orang yang memberi kepada pegawai negeri itu harus dituntut lebih dahulu atas

kejahatan tersebut di Pasal 209 KUHP.”
3) Putusan Mahkamah Agung No. 77 K/Kr/1973, 19 November 1974
“Terdakwa dipersalahkan melakukan korupsi c.q. menerima hadiah, walaupun menu-
rut anggapannya uang yang diterima itu dalam hubungannya dengan kematian kelu-

arganya, lagipula penerima barang-barang itu bukan terdakwa melainkan istri atau
anak-anak terdakwa.”
4) Putusan Mahkamah Agung No. 1/1955/M.A.Pid., 23 Desember 1955
“Seorang menteri adalah “pegawai negeri” dalam arti yang dimaksudkan di dalam

pasal-pasal 418 dan 419 KUHP. Dalam hal dua orang atau lebih dituduh bersama-sama
dan bersekutu melakukan kejahatan menurut pasal-pasal 418 dan 419 KUHP, tidaklah
perlu masing-masing dari mereka, memenuhi segala unsur yang oleh pasal itu diru-
muskan untuk tidak pidana tersebut. In casu tidak perlu mereka semua melakukan tin-

dakan menerima uang.”

31




Pasal 12 huruf a


No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
negara
2. Yang menerima hadiah atau menerima Menerima hadiah diartikan bahwa objek yang
janji diberikan telah berpindah tangan atau pe-
nguasaan dari pemberi kepada penerima.

Menerima janji diartikan bahwa telah terca-
pai kesepakatan mengenai objek yang akan
diberi/diterima.
3. Padahal diketahui atau patut diduga (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).

4. Hadiah atau janji tersebut diberikan Objek yang disepakati akan diterima atau
untuk menggerakkan disepakati akan diterima atau disepakati akan
diterima adalah sarana agar muncul niat pe-
nerima untuk mengikuti kehendal pemberi.
5. Agar melakukan atau tidak melakukan Perbuatan yang dilakukan Penerima, baik
sesuatu dalam jabatannya berupa melakukan atau tidak melakukan
sesuatu adalah atas ke hendak pemberi.
6. Yang bertentangan dengan kewajiban- Penerima melanggar kewajiban jabatannya
nya diakibatkan adanya pemeberian atau janji
dari pemberi.



Pasal 12 huruf b



No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
negara
2. Yang menerima hadiah atau menerima (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
janji

3. Padahal diketahui atau patut diduga (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
4. Diberikan sebagai akibat atau disebab- Perbuatan melakukan atau tidak melakukan
kan telah melakukan atau tidak melaku- sesuatu merupakan kausa dari pemberian ke-
kan sesuatu dalam jabatannya. pada pegawai negeri atau penyelenggara ne-
gara.
5. Yang bertentangan dengan kewajiban- Perbuatan melakukan atau tidak melakukan
nya sesuatu oleh pegawai negeri atau penyeleng-
garan negara itu melanggar kewajibannya.

32



Pasal 15



No Unsur Keterangan
1. Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Yang melakuan percobaan, Percobaan, pembantuan, atau permufakatan
atau pembantuan, atau permufakatan jahat, ketiganya ini mengacu pada ketentuan
jahat yang sama yang ada di KUHP.


Percobaan tindak pidana (Pasal 53 KUHP) pada
hakikatnya adalah tindak pidana yang tidak
selesai. Namun demikian tindak pidana yang
tidak selesai tersebut dapat diancam dengan
sanksi pidana, sepanjang memenuhi syarat-
syarat berikut, yaitu (1) adanya niat, (2) ada-
nya permulaan pelaksanaan, dan (3) tidak se-
lesainya delik bukan karena kehendak pelaku.
Perbantuan diberikan dengan cara memberi
kesempatan, sarana, atau keterangan. Karena
tidak ditentukan secara definitif, maka setiap
perbuatan apapun dapat dikategorikan seba-
gai suatu bentuk bantuan bagi pelaku utama
apabila seseorang tidak menghalangi orang
lain melakukan delik. Mengenai permufaka-
tan jahat, KUHP mengatur permufakatan jahat
atas delik tertentu saja yang dapat dipidana,
seperti delik makar, delik pembunuhan kepala
negara dan/atau tamu negara.


3. Untuk melakukan tindak pidana korupsi Bahwa tujuan percobaan, pembantuan, atau
permufakatan jahat itu adalah untuk melaku-
kan tindak pidana korupsi.
4. Dipidana sama dengan pelaku tindak Berbeda dengan KUHP, percobaan, pemban-
pidana korupsinya tuan, atau permufakatan jahat memiliki anca-
man hukuman yang sama dengan ancaman
hukuman pelaku utama.

33



3. Penggelapan Jabatan

Pasal 8


No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau orang lain selain Pengertian pegawai negeri lihat penjelasan
pegawai negeri sebelumnya, selain pegawai negeri adalah
siapa saja, setiap orang.
2. Yang ditugaskan menjalankan suatu Ditugaskan menjalankan suatu jabatan adalah
jabatan umum adanya penugasan secara resmi untuk me-
megang jabatan tertentu.
3. Secara terus menerus atau untuk Jabatan yang ditugaskan kepada pegawai ne-
sementara waktu geri atau orang selain pegawai negeri itu bisa
bersifat permanen ataupun untuk jangka wak-
tu tertentu saja.
4. Dengan sengaja: Penggelapan merupakan tindak pidana beru-
pa memperlakukan barang yang bukan milik
• menggelapkan uang atau surat ber- sendiri sebagai seakan miliknya sendiri.
harga yang di simpan karena jabatan
nya, atau Perbuatan menggelapkan uang atau surat
• membiarkan uang atau surat berhar- berharga dilakukan sehubungan keberadaan
ga itu diambil atau digelapkan oleh uang atau surat berharga itu di tangannya se-
orang lain, atau bagai konsekuensi jabatan yang diembannya,
• membantu dalam melakukan per- diperlakukan seakan milik sendiri dan kare-
buatan (mengambil atau menggelap- nanya ia (bertujuan) mendapatkan keuntu-
kan uang atau surat berharga) terse- ngan.
but
Membiarkan diambil atau digelapkan berarti
pegawai negeri atau selain pegawai negeri itu
tidak melakukan perbuatan apapun yang ber-
sifat menghalangi.


Membantu mengambil atau menggelap-
kan terjadi secara sadar untuk memudahkan
pelakunya.


5. Yang bertentangan dengan kewajiban- Perbuatan melakukan atau tidak melakukan
nya sesuatu oleh pegawai negeri atau penyeleng-
garan negara itu melanggar kewajibannya.
6. Yang bertentangan dengan kewajiban- Penerima melanggar kewajiban jabatannya
nya diakibatkan adanya pemberian atau janji dari
pemberi.
7. Untuk mempengauhi nasihat atau pen- Unsur ini terkait dengan unsur maksud, yaitu
dapat yang akan diberikan bahwa pemberian atau janji dihubungkan
dengan itikad pemberi yang menginginkan
agar penerima mengikuti kehendaknya.

34



Pasal 9



No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau orang lain selain Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
pegawai negeri nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Yang diberi tugas menjalankan suatu (Telah dijelaskan pada bagian tabel unsur
jabatan umum: Pasal 8 di atas).

• Secara terus menerus, atau
• Untuk sementara waktu
3. Dengan sengaja Doktrin menjelaskan dengan sengaja sebagai
“mengetahui dan menghendaki”, dan dalam
pasal ini kesengajaan berbuat harus diartikan
kesengajaan dalam arti sebagai tujuan (opzet
als oogmerk).
4. Memalsukan buku-buku atau daftar-daf- Perbuatan memalsukan dijelaskan sebagai:
tar yang khusus untuk pemeriksaan ad-
ministrasi • Membuat keadaan palsu dari keadaan
yang tidak ada
• Membuat keadaan palsu dari keadaan
yang sebenarnya ada.

Perbuatan memalsu dalam unsur ini dilakukan
secara khusus terhadap daftar-daftar khusus
pemeriksaan administrasi.

Pasal 10 huruf a


No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau orang lain selain Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
pegawai negeri nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Yang diberi tugas menjalankan suatu (Telah dijelaskan pada bagian tabel unsur
jabatan umum secara terus menerus Pasal 8 di atas).
atau sementara waktu
3. Menggelapkan, menghancurkan, merus- Menggelapkan adalah perbuatan memper-
akkan, atau membuat tidak dapat dipa- lakukan barang yang bukan milik sendiri seba-
kai gai seakan miliknya sendiri.

Perbuatan menghancurkan adalah perbuatan
apapun yang mengakibatkan hancurnya ba-
rang.

35




No Unsur Keterangan
Perbuatan merusakkan adalah perbuatan apa-
pun yang mengakibatkan rusaknya barang.


Perbuatan mengakibatkan tidak dapat dipakai
adalah perbuatan apapun yang menimbulkan
tidak dapat dipakai.

4. Barang, akta, surat, atau daftar Objek kejahatan ini adalah terbatas pada ba-
rang, akta, surat, atau daftar saja.

5. Yang digunakan untuk meyakinkan atau Objek yang dihancurkan, dirusak, atau men-
membuktikan di muka pejabat yang ber- jadi tidak dapat dipakai itu adalah objek yang
wenang digunakan untuk meyakinkan atau pembuk-
tian penting di hadapan pejabat.
6. Yang dikuasai karena jabatannya Objek barang, akta, surat, atau daftar ada di
tangan pelaku kejahatan ini karena jabatan-
nya dan bukan karena sebab lain.
7. Untuk mempengaruhi nasihat atau pen- Unsur ini terkait dengan unsur maksud, yaitu
dapat yang akan diberikan bahwa pemberian atau janji dihubungkan
dengan itikad pemberi yang menginginkan
agar penerima mengikuti kehendaknya.


Pasal 10 huruf b



No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau orang lain selain (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
pegawai negeri
2. Yang diberi tugas menjalankan suatu (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
jabatan umum secara terus menerus
atau sementara waktu

3. Membiarkan orang lain menghilang- Unsur ini pada dasarnya sama dengan unsur
kan, menghancurkan, merusakkan, atau Pasal 10 huruf a kecuali penambahan unsur
membuat tidak dapat dipakai membiarkan dan menghilangkan, yaitu per-
buatan pasif/omission delict dengan tidak
berbuat yang seharusnya, dan perbuatan apa-
pun yang mengakibatkan hilangnya barang.
4. Barang, akta, surat, atau daftar Telah dijelaskan pada tabel unsur Pasal 10
huruf a di atas).

36



Pasal 10 huruf c



No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau orang lain selain Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
pegawai negeri nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Yang diberi tugas menjalankan suatu (Telah dijelaskan pada bagian tabel unsur
jabatan umum secara terus menerus Pasal 8 di atas).
atau sementara waktu
3. Membantu orang lain menghancurkan, Unsur ini pada dasarnya sama dengan unsur
menghilangkan, merusakkan, atau mem- Ps. 10 huruf b kecuali penambahan unsur
buat tidak dapat dipakai membantu, yaitu dengan sengaja memberi-
kan kesempatan, sarana, atau keterangan se-
belum kejahatan dilakukan maupun perbua-
tan apapun yang bersifat tidak menghalangi
terjadinya suatu kejahatan pada saat sedang
terjadi.
4. Barang, akta, surat, atau daftar Telah dijelaskan pada tabel unsur Pasal 10
huruf a di atas).


4. Pemerasan


Perbedaan antara suap dengan pemerasan terletak pada inisiatifnya. Apabila
inisiatif ada di pemberi, maka dikategorikan sebagai suap. Apabila inisiatif ada di pe-

nerima, maka dikategorikan sebagai pemerasan

Pasal 12 huruf e




No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara Setiap orang yang dimaksud tidak hanya ma-
negara nusia tetapi juga korporasi, baik yang ber-
badan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2. Dengan maksud Merupakan bentuk kesalahan pelaku yang
harus diartikan berupa kesengajaan sebagai
tujuan (opzet als oomerk).

3. Menguntungkan diri sendiri atau orang Mendapatkan manfaat pada diri pelaku mau-
lain. pun orang lain.
4. Secara melawan hukum Meliputi pengertian melawan hukum dalalm
arti formil dan materiil.
5. Dengan menyalahgunakan kekuasaan- Pelaku memiliki kekuasaan sehubungan de-
nya. ngan kedudukannya sebagai pegawai negeri
atau penyelenggara negara.

37




No Unsur Keterangan
6. Memaksa seseorang Perbuatan yang mengakibatkan orang lain
merasa tidak berdaya baik dalam arti mutlak
maupun relatif.
7. Memberikan sesuatu yang dibayar, atau Terdapat keterpaksaan pada orang yang mem-
menerima pembayaran dengan poto- bayar, menerima pembayaran, dengan poto-
ngan, atau mengerjakan sesuatu bagi di- ngan padahal seharusnya tidak ada pemoto-
rinya sendiri ngan, atau mengerjakan sesuatu bagi pelaku,
perbuatan mana merupakan keuntungan bagi
pelaku.

Pasal 12 huruf f



No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
negara
2. Pada waktu menjalankan tugas Perbuatan dilakukan pada saat menjalankan
tugas dan bukan pada saat lain.
3. Meminta, menerima, atau memotong Cukup jelas.
pembayaran kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara lain atau ke-
pada kas umum
4. Seolah mereka itu mempunyai utang Pelaku beralasan bahwa apa yang diminta,
kepadanya. diterima, atau potongan yang dilakukannya
adalah karena adanya utang kepada dirinya.
5. Padahal diketahui bukan utang Unsur ini merupakan bentuk kesengajaan
pelaku bahwa ia mengetahui utang itu kecuali
sebagai cara untuk mendapatkan sejumlah
uang.

Pasal 12 huruf g


No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
negara

2. Pada waktu menjalankan tugas Perbuatan dilakukan pada saat menjalankan
tugas dan bukan pada saat lain.
3. Meminta, menerima, atau memotong Pada dasarnya unsur ini sama dengan unsur
pembayaran kepada pegawai negeri pada Pasal 12 huruf f, perbedaannya hanya
atau penyelenggara negara lain atau pada bentuknya yaitu pekerjaan atau barang
kepada kas umum sedangkan pada Pasal 12 huruf f adalah uang/
pembayaran.


Meminta atau menerima pekerjaan maupun
penyerahan barang merupakan perbuatan
curang oleh pelaku.

38






5. Perbuatan curang

Pasal 7 ayat (1) huruf a



No Unsur Keterangan
1. Pemborong atau ahli bangunan yang Kejahatan korupsi ini merupakan delik ba-ngu-
pada waktu membuat bangungan atau nan yang pada waktu khusus yang hanya bisa
penjual bahan bangunan yang pada wak- dilakukan oleh membuat bangungnan atau
tu menyerahkan bahan bangunan subjek dengan kualifikasi tertentu penjual ba-
han bangunan yang yaitu pemborong, ahli ba-
ngunan, atau pada waktu menyerahkan ba-
han bangunan.
2. Melakukan perbuatan curang Perbuatan curang adalah perbuatan yang
tidak sesuai dengan keadaan yang sesung-
guhnya, utamanya menyangkut kualitas dan
atau kuantitas barang.
3. Yang dapat membahayakan Perbuatan curang pemborong, ahli bangunan,
atau penjual bahan bangunan itu berpotensi
• keamanan orang atau menimbulkan bahaya keamanan orang atau
• barang, atau barang.
• keselamatan negara dalam keadaan
perang
Perbuatan curang pemborong, ahli bangunan,
atau penjual bahan bangunan itu berpotensi
menimbulkan bahaya bagi keselamatan ne-
gara dalam keadaan perang.




Pasal 7 ayat (1) huruf b



No Unsur Keterangan
1. Setiap orang (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
2. Yang bertugas mengawasi Pembangu- Perbuatan mengawasi pembangunan atau
nan atau penyerahan bahan bangunan mengawasi penyerahan bahan bangunan.
3. Dengan sengaja (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
4. Membiarkan perbuatan curang seba- Pembiaran adalah kualifikasi perbuatan
gaimana dimaksud huruf a berupa perbuatan pasif/omission delict de-
ngan tidak berbuat yang seharusnya.

39






Pasal 12 huruf h


No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau orang lain selain (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
pegawai negeri

2. Pada waktu menjalankan tugas Perbuatan dilakukan pada saat menjalankan
tugas dan bukan pada saat lain.
3. Menggunakan tanah negara yang di Menggunakan tanah negara yang di atasnya
atasnya terdapat hak pakai seolah-olah terdapat hak pakai seolah-olah sesuai peratu-
sesuai peraturan perundang-undangan. ran perundang-undnagan.
4. Telah merugikan orang yang berhak Untuk menerapkan kejahatan ini harus dibuk-
tikan adanya kerugian yang nyata pada orang
yang berhak.
5. Padahal diketahuinya Merupakan bentuk kesalahan sebagai syarat
pertangungjawaban pidana berupa kesenga-
jaan.
6. Perbuatan tersebut bertentangan de- Perbuatan menggunakan tanah negara meru-
ngan peraturan perundang-undangan. pakan perbuatan melanggar peraturan perun-
dang-undangan.




6. Benturan Kepentingan


Pasal 12 huruf i


No Unsur Keterangan
1. Pegawai negeri atau orang lain selain (telah dijelaskan pada bagian terdahulu).
pegawai negeri

2. Langsung maupun tidak langsung Cukup jelas.
3. Turut serta dalam pemborongan, pe- Perbuatan turut serta dapat diartikan sebagai
ngadaan, atau persewaan perbuatan yang dilakukan secara bersama-
sama dan tidak harus dalam pengertian turut
melakukan (medeplegen) sebagaimana dalam
konsep penyertaan tindak pidana.
4. Yang pada saat perbuatan dilakukan se- Perbuatan curang yang dimaksud dalam pasal
luruh atau sebagian ditugaskan untuk ini adalah berupa (potensi) benturan kepen-
mengurus atau mengawasinya tingan mengingat pelaku adalah orang yang
seharusnya mengurus atau mengawasi pem-
borongan, pengadaan, atau persewaan.

40






7. Gratifikasi
Pemberian gratifikasi pada dasarnya bukan merupakan tindak pidana. Gratifi-
kasi menjadi tindak pidana apabila pemberian dilakukan sehubungan dengan jabatan
yang diemban oleh penerima, baik sebagai pegawai negeri atau pun penyelenggara

negara. Tanpa kedudukan pegawai negeri atau penyelenggara negara, pemberian tidak
akan terjadi atau dilakukan. Pada praktiknya pemberian seperti ini kerapkali dijadikan
modus untuk “membina” hubungan baik dengan pejabat sehingga dalam seseorang
tersangkut suatu masalah yang menjadi kewenangan pejabat tersebut, kepentingan

orang itu sudah terlindungi karena ia sudah berhubungan baik dengan pejabat terse-
but.
Pasal 12 B


No Unsur Keterangan
1. Setiap gratifikasi Gratifikasi sebagaimana dijelaskan pada ba-
gian penjelasan memiliki makna yang sangat
luas meliputi merupakan dalam arti luas dan
fasilitas lainnya.
2. Kepada pegawai negeri atau penyeleng- Penerima gratifikasi adalah subjek hukum pi-
gara dana tertentu dengan kualifikasi pegawai ne-
geri atau penyelenggara negara.
3. Berhubungan dengan jabatan dan berla- Dalam kasus gratifikasi, makna unsur “ber-
wanan dengan kewajiban atau tugasnya hubungan dengan jabatan” ditafsirkan lebih
sederhana dibandingkan dengan kasus suap
(kasus suap perlu antara lain memenuhi unsur
bahwa penerima suap melakukan hal hal yang
dikehendaki pemberi suap). Hal itu dapat dili-
hat dari Putusan Pengadilan dengan terdakwa
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan. Inti
dari pertimbangan hakim dalam kasus Gayus
bahwa unsur “berhubungan dengan jabatan”
tidak perlu dibuktikan secara rinci pada se-
tiap penerimaan. Cukup dibuktikan bahwa
memang penerima adalah pegawai negeri/
penyelenggara negara, dan ketika aset yang
dikuasai tidak dapat dibuktikan oleh terdakwa
berasal dari penghasilan yang sah, dan ter-
dakwa tidak pernah melaporkan penerimaan
tersebut pada KPK dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja, maka uang,
barang atau aset lain yang dikuasai terdakwa
tersebut dikualifikasikan sebagai gratifikasi
yang “berhubungan dengan jabatan” sekali-
gus bertentangan dengan kewajiban dan tu-
gasnya.

41




No Unsur Keterangan
Unsur berlawanan dengan kewajiban atau tu-
gasnya dapat dipahami sebagai berikut:


a) Penerimaan gratifikasi dilarang oleh hu-
kum yang berlaku. Hal ini tidak dibatasi
aturan hukum tertulis semata, namun juga
menyentuh aspek kepatutan dan kewaja-
ran yang hidup dalam masyarakat.
b) Unsur ini tidak menghendaki berbuat/
tidak berbuatnya pegawai negeri/penye-
lenggara negara sebelum ataupun sebagai
akibat dari pemberian gratifikasi.
c) Penerimaan yang memiliki konflik kepen-
tingan.


4. Penerimaan gratifikasi tidak dilaporkan Pelaporan gratifikasi dianggap telah dilaku-
kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kan oleh penerima gratifikasi jika memenuhi
kerja sejak diterimanya gratifikasi syarat di bawah ini:

1. Laporan gratifikasi disampaikan pada KPK
atau saluran lain yang ditunjuk KPK, se-
perti Unit Pengendali Gratifikasi pada Ke-
menterian/Lembaga/Organisasi Lainnya/
Pemerintah Daerah (K/L/O/P) yang telah
mengimplementasikan Sistem Pengenda-
lian Gratifikasi;
2. Laporan gratifikasi harus berisi informasi
lengkap yang dituangkan dalam Formulir
Laporan Gratifikasi yang ditetapkan oleh
KPK;
3. Telah dinyatakan lengkap dan diterima
oleh KPK.




Gratifikasi hanya ditujukan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
sebagai penerima suatu pemberian. Selain itu sifat pidana gratifikasi akan hapus de-

ngan dilaporkannya penerimaan gratifikasi itu oleh pegawai negeri atau penyelenggara
negara kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak tindakan yang diduga gratifikasi
tersebut diterima. Kunci memahami gratifikasi sebenarnya bukan pada besaran nilai-
nya melainkan pada konteks pemberian dan hubungan antara pemberi dan penerima.

Begitu ada indikasi conflict of interest dapat menjadi suap dan gratifikasi. Meskipun
demikian dalam beberapa momentum tertentu KPK masih memberikan kelonggaran
untuk menghargai kearifan lokal turun temurun, terutama tradisi memberikan sesuatu
saat ada teman atau kerabat menggelar hajatan (pesta pernikahan, masa berkabung,

42






dsb.) di mana pemberian masih diperbolehkan asalkan nilainya di bawah Rp1.000.000,-.
Sebagai catatan, ketentuan ini tercantum dalam Pedoman Pengendalian Gratifikasi KPK
yang diterbitkan pada bulan Juni 2015 (KPK, 2015).



Modus dan Contoh Penyelewengan APBDes
Pasca terbitnya UU Desa, sejak tahun 2015 jumlah APBDes yang dikelola Desa
meningkat secara signifikan. Kenaikan ini salah satunya disumbang oleh kenaikan jum-
lah Dana Desa. Kenaikan jumlah APBDesa yang dikelola pemerintah desa meningkatkan

potensi terjadinya korupsi. Data Bank Dunia dalam KPK (2019) menyebutkan kondisi
tindak pidana korupsi APBDes sebagai dijelaskan dalam tabel berikut ini.


Tabel 1. Kondisi Korupsi APB Desa
Pelaku Jumlah Nilai % Nilai Rata-rata Modus
Penyimpangan Utama

Kepala Desa 207 46.664.768.000 15,6% 225.433.662 >85%
Penyelewengan
Anggaran
Infrastruktur
Perangkat 12 3.358.555.687 1,1% 279.879.641 Penggelapan
Desa dana dari Kas
Desa
BPMD Kab 7 191.837.870.000 64,1% 27.405.410.000 Pengadaan
fiktif memakai
Dana Desa

Bupati 8 48.825.000.000 16,3% 6.103.125. Pemotongan
Dana Desa
Camat & 5 1.962.473.000 0,7% 392.494.600 Pemotongan
staf Dana Desa
Masyarakat 10 619.853.383 0,2% 619.853.383 Penggelapan
Dana Kegiatan
Lainnya 14 6.075.610.400 2,0% 433.972.171
TOTAL 263 299.344.130.470 100% 1.138.190.610

Sumber: Data KPK 2019.

Dari data di atas, kondisi korupsi APBDes adalah sebagai berikut:

• Terdapat 263 kasus korupsi dengan total nilai sebesar Rp 299,3 miliar.
• Pelaku utama korupsi APBDes adalah Kepala Desa (207 kasus) dan Perangkat Desa
(12 Kasus).
• Modus utama korupsi APBDes adalah penyelewengan anggaran (terutama angga-
ran infrastruktur ), pengadaan fiktif, penggelapan dana Kas Desa dan penggelapan

Dana Kegiatan.

43






Data ini selaras dengan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW)
dalam Outlook Dana Desa 2018, bahwa tindak pidana korupsi yang terjadi di Desa ta-
hun 2015-2017 mencapai 154 kasus.
Menurut ICW, maraknya tindak pidana korupsi di Desa dipengaruhi oleh ber-

bagai faktor, antara lain minimnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan
dan pengawasan pembangunan Desa, belum optimalnya lembaga desa seperti Badan
Permusyawaran Desa (BPD), terbatasnya kompetensi Kepala Desa dan perangkat desa,
serta tingginya biaya politik dalam pemilihan kepala desa.

Hubungan antara penyelewengan APBDes, tahapan pembangunan desa dan
dugaan delik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dapat dilihat pada matriks berikut


Tabel 4
Matriks Tahapan Pembangunan Desa – Modus penyelewenangan APBDes –
Contoh Dugaan delik Tipikor



Tahapan Pembangunan Modus Penyelewenangan Contoh Dugaan Delik Tipikor
Desa APBDes *)

Perencanaan Membuat rancangan anggaran Dugaan menguntungkan diri
di atas harga pasar. sendiri atau orang lain atau kor-

Laporan dan Mengklaim pembangunan porasi (Pasal 3 UU Tipikor).
pertanggungjawaban fisik yang dibangun dari dana
proyek lain diklaim sebagai Dugaan menyalahgunakan
proyek yang didanai dari APB kewenangan,kesempatan, atau
Desa. sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan (Pasal 3
UU Tipikor).

Dugaan Berbuat atau tidak ber-
buat sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan
kewajibannya, atau berhubu-
ngan dengan sesuatu yang ber-
tentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya (Pasal 5 ayat
(2) UU Tipikor)

44






Tahapan Pembangunan Modus Penyelewenangan Contoh Dugaan Delik Tipikor
Desa APBDesa *)
Pelaksanaan Meminjam sementara dana Dugaan menguntungkan diri
desa untuk kepentingan priba- sendiri atau orang lain atau kor-
di namun tidak dikembalikan. porasi (Pasal 3 UU Tipikor).
Adanya pungutan atau pemo- Dugaan Perbuatan yang menga-
tongan dana desa oleh oknum kibatkan orang lain merasa tidak
pejabat kecamatan/kabupaten. berdaya baik dalam arti mutlak
maupun relatif (Pasal 12 huruf e)
Dugaan meminta, menerima,
atau memotong pembayaran ke-
pada pegawai negeri atau penye-
lenggara negara lain atau kepada
kas umum (Pasal 12 huruf f).
Penggelembungan honor pe- Dugaan menguntungkan diri
rangkat desa dan pembelian sendiri atau orang lain atau kor-
alat tulis kantor porasi (Pasal 3 UU Tipikor).


Memungut pajak atau retribusi Dugaan menyalahgunakan ke-
desa namun hasil pungutan wenangan, kesempatan, atau
tidak disetorkan ke kas desa sarana yang ada padanya karena
atau kantor pajak. jabatan atau kedudukan (Pasal 3
UU Tipikor).


Membuat proyek fiktif yang Dugaan berbuat atau tidak ber-
dananya dibebankan ke dana buat sesuatu dalam jabatannya,
desa . yang bertentangan dengan
kewajibannya, atau berhubu-
ngan dengan sesuatu yang ber-
tentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya (Pasal 5 ayat
(2) UU Tipikor).
Adanya permainan kongka- Dugaan benturan kepentingan
lingkong dalam pelaksanaan (pasal 12 huruf I UU Tipikor)
proyek/kegiatan yang didanai Dugaan Suap (Pasal 5 UU Tipikor).
dari dana desa.

*) Sumber : Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI)

45






Contoh Analisis Unsur pasal Tipikor dalam Korupsi APBDes








KASUS 1


Kepala Desa ABC, bernama A menjadi tersangka dalam kasus

dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa. A sebagai Kepala
Desa diduga menyelewengkan Dana Desa sebesar Rp 278,4
juta dari dua kegiatan yang dilaksanakan tahun 2018, yaitu

proyek pembangunan tembok penahan tanah (TPT) di Dusun
K, senilai Rp. 250,8 juta, dan dana bantuan kegiatan sosial ke-
masyarakatan senilai Rp. 21,6 juta. Diduga Kepala Desa mem-
beli tanah dengan dana yang diselewengkan tersebut.



Hasil penyelidikan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) menemukan
adanya penyelewengan, dimana hasil penyeledikan ini selaras
dengan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat Peme-

rintah Kabupaten XYZ. Menurut Kejari, penyelewengan di-
duga dilakukan dengan menerima anggaran namun tidak ada
pengerjaan proyek atau proyek fiktif, tetapi ada laporannya.


Selain proyek fiktif pembangunan TPT, A juga diduga meraup

Dana Desa pada pos bantuan sosial kemasyarakatan senilai
Rp. 21,6 juta. Anggaran kegiatan non-fisik berupa bantuan un-
tuk kegiatan sosial kemasyarakatan dikeluarkan dari kas desa.

Namun, anggaran tersebut tidak diketahui ke mana perun-
tukannya. Padahal anggaran tersebut untuk bantuan PAUD,
pembelian alat peraga, pembelian alat kesenian, untuk forum
kewaspadaan dini, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya

di desa. A dinilai menyalahgunakan kewenangannya sebagai
Kepala Desa yang digunakan untuk memperkaya diri sendiri.

46






Analisis unsur pasal Tipikor

Dugaan Kerugian Negara Pasal 2:

No Unsur Keterangan
1. Setiap orang Kepala Desa ABC.

2. Secara melawan hukum Laporan pertanggung jawaban penggunaan
anggaran tidak sesuai dengan realisasi fisik
bangunan.
Catatan:
Untuk analisis unsur melawan hukum dapat
dilanjutkan dengan melakukan penelaahan
pada pelanggaran aturan perundangan terkait
Pengadaan Barang dan Jasa, Larangan Kepala
Desa dalam UU Desa dll.
3. Melakukan perbuatan Perbuatan yang dilakukan oleh Kepala Desa
yaitu,
• Memberikan persetujuan laporan fiktif;
• mengambil dana yang bersumber dari
APB Desa dengan cara tidak sah.
4. Memperkaya diri sendiri, atau orang Kepala Desa membeli tanah untuk kepenti-
lain, atau korporasi ngan pribadinya dengan menggunakan dana
APBDes.
Catatan:
Untuk analisis unsur pasal lebih lanjut dapat
dilanjutkan dengan melakukan penelaahan
pada bertambahnya kekayaan Kepala Desa
yang berhubungan dengan berkurangnya ke-
kayaan negara. Penelaahan juga dapat dilaku-
kan terhadap bertambah kekayaan kerabat
atau teman dekat Kepala Desa teramsuk kor-
porasi yang dikuasai atau dimiliki Kepala Desa.
5. Dapat merugikan keuangan atau pereko- Kerugian Negara sebesar Ro 278,4 Juta dan Rp
nomian negara 21,6 juta.
Catatan:
Untuk analisis unsur pasal lebih lanjut da-
pat dilanjutkan dengan meminta perhitun-
gan kerugian negara kepada BPKP sesuai de-
ngan pasal 3 huruf e Perpres No. 192 Tahun
2014, fungsi BPKP antara lain melakukan au-
dit investigatif terhadap kasus-kasus penyim-
pangan yang berindikasi merugikan keuangan
negara/daerah, audit penghitungan kerugian
keuangan negara/daerah, pemberian kete-
rangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi.

47









Dugaan Kerugian Negara Pasal 3:

No Unsur Keterangan
1. Setiap orang Kepala Desa ABC.

2. Dengan tujuan Mengambil dana desa untuk tujuan menam-
bah hartanya, merupakan bentuk kesenga-
jaan yang dilakukan oleh Kepala Desa ABC.
3. Menguntungkan diri sendiri, atau Keuntungan yang diperoleh Kepala Desa yaitu
orang lain, atau suatu korporasi bertambahnya aset kepala desa berupa tanah.
Catatan:
Untuk analisis unsur pasal lebih lanjut dapat
dilanjutkan dengan melakukan penelahaan
pada bertambahnya aset Kepala Desa dari
yang sudah ada sebelumnya atau yang belum
ada sebelumnya.
4. Menyalahgunakan kewenangan, kesem- Adanya laporan pertanggungjawaban proyek
patan, atau sarana yang ada padanya fiktif mengindikasikan bahwa Kepala Desa
karena jabatan atau kedudukan telah melanggar kewajibannya yang tercan-
tum dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang
Desa dalam Pasal 26 ayat (4) huruf f, melak-
sanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang
akuntabel, transparan, profesional, efektif
dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, ko-
rupsi, dan nepotisme;
Catatan:
Untuk analisis unsur pasal lebih lanjut dapat
dilanjutkan dengan melakukan penelaahan
pada wewenang dan kewajiban kepala desa
lainnya yang diatur dalam peraturan perun-
dangan lainnya.
5. Yang ada padanya karena jabatan atau Kepala Desa diberikan kewenang dalam hal
kedudukan anggaran sebagaiman diatur dalam UU No 6
tahun 2014 tentang desa dalam pasal 26 ayat
(2) yaitu antara lain kepala desa memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset
desa dan kepala desa berwenang dalam me-
netapkan APBDes. Kewenangan ini diberikan
karena jabatan atau kedudukannya sebagai
kepala desa.

48










KASUS 2


Kepala desa BA diduga melakukan penyelewenangan Dana
Desa. Kasus ini bermula ketika Desa C mendapatkan Dana Desa

tahun 2017 sebesar Rp. 825 juta. Pencairan tahap pertama
dicairkan sebesar Rp. 490 juta. Uang iitu dialokasikan untuk
bantuan modal BUMDes senilai Rp. 150 juta, pembangunan
infrastruktur jalan hotmix lingkungan di tiga RT senilai Rp. 288

juta, dan pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di satu
RT senilai Rp. 52 juta.


Bersama dengan bendahara, BA mencairkan Dana Desa pada

22 Juni, 3 Juli, dan 11 Juli 2017. Setiap pencairan, BA selalu me-
minta dana tersebut untuk disimpan sendiri tanpa melibatkan
perangkat desa. BA meminta Z (Humas LPMD) untuk membuat
laporan pertanggungjawaban keuangan dengan membuat SPJ

fiktif. Padahal tugas ini bukan merupakan tugas pokok dari Hu-
mas LPMD. Dengan modus ini, BA dengan mudah membuat
laporan dan menghindari pemeriksaan dari Inspektorat Pem-
kab S.



BA juga diketahui menjual hotmix untuk pembangunan jalan
tersebut ke pihak lain (CV. Y) seharga Rp. 21 juta seberat 21 ton
tanpa adanya Musdes. Diduga CV. Y sebelumnya telah mem-

berikan gratifikasi melalui isteri kepala desa berupa perhiasan
senilai Rp. 3 juta, dan Kepala desa BA tidak melaporkan peneri-
maan gratifikasi tersebut kepada KPK.
Perbuatan BA merugikan negara sebesar Rp. 111 juta.


Click to View FlipBook Version