The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

BUKU KUMPULAN TEORI ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN YANG LANGSUNG DAPAT DIGUNAKAN DALAM BAB 2 SKRIPSI, TESIS DAN DISERTASI

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by yayak, 2023-04-14 17:51:16

ENSIKLOPEDIA TEORI ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN

BUKU KUMPULAN TEORI ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN YANG LANGSUNG DAPAT DIGUNAKAN DALAM BAB 2 SKRIPSI, TESIS DAN DISERTASI

Keywords: YAYAK2023

Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 1


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 2 a. Pendahuluan Selamat datang pada buku panduan teknis penggunaan kajian literatur dalam disiplin ilmu administrasi dan manajemen. Buku ini memberikan panduan praktis bagi mahasiswa magister fakultas Ilmu Administrasi dan Manajemen dalam menggunakan kajian literatur dengan berbagai variabel yang relevan dalam bidang ini. Buku ini membahas secara lengkap dan mendetail mengenai penggunaan kajian literatur dengan teori terbaru yang diambil dari grand teori, middle term teori, hingga applied teori. Mahasiswa akan dipandu untuk memahami secara mendalam konsep-konsep dan teoriteori penting dalam disiplin ini, serta bagaimana menerapkannya dalam penelitian mereka. Buku ini juga membahas berbagai macam teknik dan metode dalam mengumpulkan dan mengevaluasi literatur yang relevan, serta bagaimana memanfaatkannya untuk membangun kerangka konseptual yang kuat dan konsisten dengan tujuan penelitian. Mahasiswa akan dibantu dalam memahami bagaimana kajian literatur dapat digunakan sebagai landasan yang kuat dalam mengembangkan argumen dan hipotesis dalam penelitian mereka. Buku ini juga menyajikan contoh kasus dan studi literatur yang relevan untuk membantu mahasiswa memahami cara mengaplikasikan teori dan konsep dalam bidang ilmu administrasi dan manajemen. Dengan membaca dan memanfaatkan buku ini, diharapkan mahasiswa magister fakultas Ilmu Administrasi dan Manajemen dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menggunakan kajian literatur secara efektif dan efisien dalam penelitian mereka, serta menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas tinggi dan relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan praktis dalam bidang Ilmu Administrasi dan Manajemen. Modul khusus BAB 2 ini membahas tentang kajian teoritis dalam penulisan tesis bagi mahasiswa magister fakultas Ilmu Administrasi dan Manajemen. Modul ini memberikan panduan praktis dan strategi efektif dalam penyusunan kajian teoritis, mulai dari memahami pentingnya kajian teoritis hingga membangun kerangka konseptual pada BAB 2 tesis. Modul ini juga membahas berbagai macam teknik dan metode dalam mengatasi tantangan yang mungkin dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun kajian teoritis. Manfaat dari modul ini adalah membantu mahasiswa magister fakultas Ilmu Administrasi dan Manajemen dalam memahami dan menguasai kajian teoritis pada BAB 2 tesis. Modul ini memberikan pedoman praktis dan strategi efektif dalam penyusunan kajian teoritis, sehingga mahasiswa dapat membangun kerangka konseptual yang kuat dan relevan dengan topik penelitian mereka. Modul ini juga membantu mahasiswa dalam mengatasi berbagai macam tantangan yang mungkin dihadapi selama penyusunan kajian teoritis, seperti mengumpulkan referensi yang tepat, memahami dan menerapkan teori yang relevan, serta memahami struktur dan format penulisan kajian teoritis yang baik dan benar.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 3 Dengan membaca dan memanfaatkan modul khusus BAB 2 ini, diharapkan mahasiswa magister fakultas Ilmu Administrasi dan Manajemen dapat menyelesaikan kajian teoritis pada BAB 2 tesis dengan lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas tinggi dan relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan praktis dalam bidang Ilmu Administrasi dan Manajemen. Buku ini dirancang khusus untuk memberikan panduan teknis bagi mahasiswa magister Ilmu Administrasi dan Manajemen dalam menyusun tesis atau skripsi yang berkaitan dengan kajian teoritis pada berbagai variabel dalam bidang ilmu administrasi dan manajemen. Buku ini membahas secara detail berbagai teori terbaru yang berkaitan dengan variabel-variabel tersebut dan memberikan panduan mengenai indikator variabel yang dapat digunakan sebagai instrumen untuk memperoleh data baik kualitatif maupun kuantitatif. Dalam buku ini, mahasiswa akan diperkenalkan pada berbagai teori terbaru yang berhubungan dengan variabel-variabel ilmu administrasi dan manajemen. Teori-teori tersebut akan dijelaskan secara detail dan akan disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu, buku ini juga akan memberikan contoh-contoh kasus yang relevan dengan variabelvariabel tersebut untuk membantu mahasiswa memahami konsep yang dibahas. Selain teori, buku ini juga akan memberikan panduan mengenai indikator variabel yang dapat digunakan sebagai instrumen untuk memperoleh data baik kualitatif maupun kuantitatif. Indikator-indikator ini akan dijelaskan secara rinci dan akan disertai dengan contoh penggunaannya dalam penelitian. Dengan demikian, mahasiswa akan dapat memahami dengan lebih baik bagaimana cara mengukur variabel-variabel yang terdapat dalam bidang ilmu administrasi dan manajemen. Buku ini diharapkan dapat menjadi panduan teknis yang berguna bagi mahasiswa magister Ilmu Administrasi dan Manajemen dalam menyusun tesis atau skripsi mereka. Dengan memahami teori-teori variabel secara detail dan mempelajari indikator variabel yang tepat, mahasiswa akan dapat menyusun penelitian yang berkualitas dan relevan dengan topik yang mereka pilih. Selamat membaca dan semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 4 B. VARIABEL-VARIABEL ILMU ADMINISTRASI Banyak variabel-variabel ilmu administrasi yang dapat dijadikan sebagai variabel penelitian dalam bidang ini. Variabel-variabel tersebut meliputi aspekaspek organisasi, manajemen, kebijakan publik, sumber daya manusia, keuangan, pemasaran, dan lain sebagainya. Dalam bidang organisasi, variabel-variabel penelitian meliputi struktur organisasi, budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi, dan kinerja organisasi. Sementara dalam bidang manajemen, variabel-variabel penelitian meliputi strategi manajemen, pengambilan keputusan, manajemen proyek, manajemen risiko, dan manajemen operasi. Dalam bidang kebijakan publik, variabel-variabel penelitian meliputi kebijakan publik, manajemen publik, partisipasi publik, evaluasi kebijakan, dan implementasi kebijakan. Sedangkan dalam bidang sumber daya manusia, variabel-variabel penelitian meliputi rekruitmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan, evaluasi kinerja, dan kepuasan kerja. 1. TEORI DALAM BIDAN ORGANISASI Organisasi adalah salah satu bidang yang penting dalam ilmu administrasi dan manajemen. Dalam dunia kerja, organisasi sering dianggap sebagai unit terkecil dari aktivitas ekonomi. Organisasi juga menjadi pusat kegiatan manusia, baik itu dalam lingkup bisnis, pemerintahan, ataupun organisasi sosial. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami teori-teori dalam bidang organisasi untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai aktivitas manusia dan bagaimana organisasi dapat dikelola dengan baik. Sub bab ini akan membahas berbagai teori dalam bidang organisasi. Teori-teori tersebut meliputi berbagai aspek yang terkait dengan organisasi, seperti struktur organisasi, kultur organisasi, manajemen sumber daya manusia, serta teori-teori dalam bidang manajemen strategi. Dalam buku ini, para pembaca akan dipandu untuk memahami konsep-konsep yang mendasari teoriteori tersebut, serta bagaimana teori-teori tersebut dapat diaplikasikan dalam konteks dunia kerja. Selain teori-teori dasar, juga akan dibahas berbagai teori terbaru yang berkaitan dengan organisasi, seperti teori organisasi belajar dan teori kebijakan publik. Dalam setiap pembahasan, teori-teori tersebut akan dijelaskan secara rinci dan disertai dengan contoh-contoh kasus yang relevan dengan topik yang dibahas. Hal ini akan membantu para pembaca untuk memahami teori-teori tersebut dengan lebih baik dan juga memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai organisasi.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 5 a. Teori Tentang Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah salah satu konsep penting dalam bidang ilmu manajemen. Struktur organisasi mengacu pada cara organisasi atau perusahaan membagi tugas, wewenang, dan tanggung jawab di antara karyawannya. Dalam dunia bisnis, struktur organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan efisiensi suatu organisasi, serta dapat memengaruhi bagaimana perusahaan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis. Dalam bahasan ini akan dibahas berbagai teori tentang struktur organisasi. Pembahasan akan dimulai dengan memperkenalkan konsep dasar struktur organisasi, termasuk definisi, tujuan, dan jenis-jenis struktur organisasi yang sering diterapkan dalam dunia bisnis. Selain itu, buku ini juga akan membahas teori-teori tentang bagaimana perusahaan dapat memilih dan menerapkan struktur organisasi yang tepat untuk memaksimalkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Disini juga akan dibahas berbagai teori yang berkaitan dengan hubungan antar bagian atau unit dalam organisasi, seperti teori departementalisasi, integrasi horizontal dan vertikal, serta teori otonomi. Selain itu, buku ini juga akan membahas teori tentang bagaimana struktur organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan efektivitas organisasi, termasuk teori tentang pengaruh desentralisasi dan sentralisasi, teori tentang pengaruh ukuran organisasi, dan teori tentang pengaruh lingkungan eksternal terhadap struktur organisasi. Dalam setiap pembahasan, teori-teori tersebut akan dijelaskan secara detail dan disertai dengan contoh-contoh kasus yang relevan dengan topik yang dibahas. Hal ini akan membantu para pembaca untuk memahami teori-teori tersebut dengan lebih baik dan juga memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai struktur organisasi. Pembaca akan memperoleh wawasan yang lebih baik mengenai bagaimana organisasi dapat mengoptimalkan struktur organisasi mereka untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Selamat membaca dan semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca. 1. Pengertian Struktur Organisasi Menurut Para Ahli Struktur organisasi adalah tata letak dan hubungan antar bagian atau unit yang ada dalam organisasi. Berikut adalah beberapa pengertian struktur organisasi menurut beberapa pakar: a. Max Weber (1922) Menurut Max Weber, struktur organisasi adalah kumpulan tugastugas yang terdefinisi dengan jelas, dan dilaksanakan oleh individuindividu yang spesifik. Struktur organisasi juga harus memiliki hierarki yang terdiri dari posisi-posisi yang saling berkaitan, di mana setiap posisi memiliki tugas, tanggung jawab, dan kewenangan yang berbeda.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 6 (Weber, M. (1922). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology) b. Henry Mintzberg (1979) Menurut Henry Mintzberg, struktur organisasi adalah kerangka kerja formal yang mengatur tugas-tugas dan hubungan antara anggota organisasi. Struktur organisasi terdiri dari lima bagian yaitu struktur organisasi puncak, struktur operasional, staff support, teknologi, dan lingkungan. (Mintzberg, H. (1979). The structuring of organizations) c. James D. Thompson (1967) Menurut James D. Thompson, struktur organisasi adalah suatu sistem komunikasi dan tindakan yang terorganisir secara formal. Struktur organisasi menciptakan koordinasi, mengatur bagaimana keputusan diambil, dan menentukan bagaimana orang berinteraksi satu sama lain. (Thompson, J. D. (1967). Organizations in action: Social science bases of administrative theory) d. Teori Konfigurasi Struktur Organisasi (Mintzberg, 1980) Teori ini menggambarkan bahwa struktur organisasi terdiri dari lima elemen, yaitu apex, staf pendukung, teknokrat, middle line, dan operating core. Setiap elemen memiliki peran dan fungsi tertentu dalam organisasi. e. Teori Struktur Organisasi Baru (Galbraith, 1995) Teori ini mengusulkan penggabungan antara struktur fungsional dan divisi. Galbraith menyebut struktur ini sebagai struktur matriks. Struktur ini dirancang untuk organisasi yang memiliki banyak proyek atau program yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama. f. Gareth R. Jones (2007) Menurut Gareth R. Jones, struktur organisasi adalah mekanisme yang digunakan organisasi untuk mengatur aktivitas dan sumber dayanya. Struktur organisasi menciptakan hierarki, spesialisasi, dan formalisasi dalam organisasi. Struktur organisasi juga mengatur bagaimana orang berinteraksi satu sama lain dalam organisasi. (Jones, G. R. (2007). Organizational theory, design, and change) Sumber: Weber, M. (1922). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. Mintzberg, H. (1979). The structuring of organizations. Thompson, J. D. (1967). Organizations in action: Social science bases of administrative theory. Jones, G. R. (2007). Organizational theory, design, and change.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 7 Berikut adalah beberapa definisi tentang pengertian struktur organisasi menurut para ahli Terbaru: Menurut Robbins dan Judge (2017), struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang mengatur pembagian tugas, kewenangan, dan koordinasi di dalam suatu organisasi. Struktur organisasi juga meliputi pola hubungan antar bagian atau unit kerja dalam organisasi. Menurut Daft (2018), struktur organisasi merupakan susunan formal yang mencakup tugas-tugas kerja, kewenangan, dan hubungan kerja di antara anggota organisasi. Struktur organisasi juga mencakup hierarki formal dalam organisasi dan cara informasi mengalir dalam organisasi. Menurut Mintzberg (2017), struktur organisasi adalah kerangka atau konfigurasi yang mencakup tugas-tugas kerja, wewenang, dan hubungan kerja antar anggota organisasi. Struktur organisasi juga mencakup desain atau bentuk yang diambil oleh organisasi dalam menetapkan pola hubungan kerja antar bagian-bagian organisasi. Menurut Galbraith (2018), struktur organisasi merupakan pola formal yang terdiri dari tiga dimensi yaitu: stratifikasi yaitu pengelompokan aktivitas-aktivitas yang serupa, sentralisasi yaitu konsentrasi kewenangan ke dalam suatu pusat, dan fungsionalisasi yaitu pembagian tugas dan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan kemampuan. Sumber Referensi: Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational behavior (17th ed.). Pearson. Daft, R. L. (2018). Organization theory and design (13th ed.). Cengage Learning. Mintzberg, H. (2017). Structure in fives: Designing effective organizations (2nd ed.). Pearson. Galbraith, J. R. (2018). Designing organizations: Strategy, structure, and process at the business unit and enterprise levels (4th ed.). John Wiley & Sons. Jones, G. R. (2007). Organizational theory, design, and change.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 8 Menurut Armstrong (2018), struktur organisasi adalah tata letak dan hubungan antara tugas-tugas, kewenangan, dan tanggung jawab dalam suatu organisasi. Armstrong, M. (2018). A Handbook of Human Resource Management Practice (14th ed.). Kogan Page. Menurut Handoko (2015), struktur organisasi merupakan suatu bentuk yang spesifik dari kesatuan kerja yang memperlihatkan cara bagaimana wewenang, tanggung jawab, dan tugas-tugas diatur serta hubunganhubungan antar orang di dalam organisasi tersebut. Handoko, T. H. (2015). Manajemen (3rd ed.). BPFE Yogyakarta. Menurut Yusuf (2017), struktur organisasi merupakan susunan hierarkis yang dibentuk untuk mengatur kegiatan organisasi agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Struktur organisasi mengatur pembagian kerja, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing unit dalam organisasi. Yusuf, M. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia (2nd ed.). Rajawali Pers. Menurut Dahlan (2019), struktur organisasi adalah susunan kerangka kerja formal yang mencakup pembagian tugas dan tanggung jawab antar anggota organisasi. Struktur organisasi menetapkan hubungan antar unit kerja dan pembagian kewenangan dalam organisasi. Dahlan, A. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia (4th ed.). Salemba Empat. Menurut Hellriegel, Jackson, dan Slocum (2019), struktur organisasi adalah konsep yang mencakup pembagian kerja, koordinasi, dan pengawasan atas tugas-tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi juga melibatkan pembagian wewenang dan tanggung jawab antar anggota organisasi serta hubungan antar unit kerja dalam organisasi. Hellriegel, D., Jackson, S. E., & Slocum, J. W. (2019). Management: A Competency-Based Approach (14th ed.). South-Western College Pub.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 9 2. Indikator-Indikator variabel Struktur Organisasi Berikut adalah beberapa indikator dari struktur organisasi menurut para ahli: a) Jenis-jenis otoritas: Menurut Robbins dan Judge (2017), ada tiga jenis otoritas dalam struktur organisasi yaitu otoritas linier, fungsional, dan staf. b) Departemen atau unit organisasi: Menurut Daft (2018), departemen atau unit organisasi adalah kelompok orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama. c) Jenis dan jumlah lapisan manajemen: Menurut Hellriegel, Jackson, dan Slocum (2019), jenis dan jumlah lapisan manajemen dalam struktur organisasi dapat berbeda-beda tergantung pada ukuran organisasi dan kompleksitas tugas yang diemban. d) Bentuk desentralisasi: Menurut Gomes dan Romi (2020), desentralisasi dalam struktur organisasi dapat dilihat dari tingkat wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada unit atau individu di dalam organisasi. e) Sistem pengambilan keputusan: Menurut Robbins dan Coulter (2018), sistem pengambilan keputusan dalam struktur organisasi dapat bersifat sentralisasi atau desentralisasi tergantung pada tingkat wewenang yang dimiliki oleh pihak yang terlibat. f) Integrasi antar bagian: Menurut Lawrence dan Lorsch (2019), integrasi antar bagian dalam struktur organisasi dapat terjadi melalui mekanisme formal seperti koordinasi dan pengawasan, maupun mekanisme informal seperti saling percaya dan kerjasama. Sumber Referensi: Daft, R. L. (2018). Organization theory & design. Cengage Learning. Gomes, E., & Romi, A. M. (2020). The impact of decentralization on firm performance: Evidence from Brazil. Journal of Business Research, 116, 593-606. Hellriegel, D., Jackson, S. E., & Slocum Jr, J. W. (2019). Management: A competency-based approach. Cengage Learning. Lawrence, P. R., & Lorsch, J. W. (2019). Organization and environment: Managing differentiation and integration. Harvard Business Review Press. Robbins, S. P., & Coulter, M. (2018). Management. Pearson. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational behavior.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 10 b. Teori Tentang Budaya Organisasi Teori budaya organisasi merupakan teori yang membahas tentang bagaimana budaya organisasi mempengaruhi perilaku karyawan dan kinerja organisasi. Dalam teori ini, budaya organisasi dipandang sebagai faktor kunci yang dapat membentuk nilai, norma, dan keyakinan yang berlaku di dalam organisasi. Budaya organisasi dapat membentuk identitas, motivasi, serta komitmen karyawan untuk membangun kinerja organisasi yang baik. Berbagai pakar telah membahas dan mengembangkan teori budaya organisasi, mulai dari Edgar Schein hingga Charles Handy. Dalam bahasan ini, akan diuraikan pengertian budaya organisasi menurut para ahli beserta sumber referensi yang terbaru. Selain itu, dijelaskan pula mengenai indikator atau ciri-ciri dari budaya organisasi yang dapat diamati dan diukur dalam sebuah organisasi. Dengan memahami teori budaya organisasi dan indikatornya, diharapkan dapat membantu para peneliti dan praktisi dalam memahami dan meningkatkan budaya organisasi dalam suatu organisasi. 1. Pergeseran Paradigma dari Pengertian Budaya Organisasi Berikut adalah beberapa definisi dari budaya organisasi menurut beberapa pakar: Edgar Schein (2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai "seperangkat asumsi dasar yang dipelajari oleh suatu kelompok dalam menyelesaikan masalah adaptif eksternal dan integrasi internal, dan yang berfungsi sebagai cara yang efektif dan benar untuk memandang dunia." Deal dan Kennedy (2017) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah "cara hidup organisasi" yang tercermin dalam nilai-nilai, perilaku, dan kebiasaan yang dipelajari dan dibagikan oleh anggota organisasi. Cameron dan Quinn (2011) mengartikan budaya organisasi sebagai "kumpulan asumsi, nilai, dan keyakinan yang dikembangkan dan dibagikan oleh anggota organisasi dan mempengaruhi cara organisasi berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternalnya." Robbins dan Judge (2017) mendefinisikan budaya organisasi sebagai "suatu sistem nilai, norma, dan kepercayaan yang dibagikan oleh anggota organisasi dan mempengaruhi cara organisasi beroperasi dan merespons lingkungan eksternalnya." Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat nilai, norma, dan keyakinan yang dipelajari dan dibagikan oleh anggota organisasi, dan mempengaruhi cara organisasi beroperasi, merespons lingkungan eksternalnya, serta memengaruhi perilaku dan keputusan para anggotanya.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 11 Grand teori tentang budaya organisasi telah diusulkan oleh Edgar Schein pada tahun 1985. Menurut Schein, budaya organisasi terdiri dari tiga level, yaitu: a) Level Artefak: Level ini mencakup artefak- artefak yang dapat dilihat atau didengar, seperti simbol, ritual, dan bahasa yang digunakan di dalam organisasi. b) Level Nilai: Level ini mencakup nilai-nilai yang mendasari perilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh karyawan di dalam organisasi. c) Level Asumsi Dasar: Level ini mencakup asumsi-asumsi yang mendasari nilai-nilai dan perilaku dalam organisasi. Level ini sangat sulit untuk dilihat, karena asumsi-asumsi tersebut sering kali dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak pernah dipertanyakan. Intermediary teori tentang budaya organisasi diusulkan oleh Cameron dan Quinn pada tahun 2011. Menurut mereka, ada empat tipe budaya organisasi, yaitu: a) Clan Culture: Budaya organisasi yang cenderung memprioritaskan keharmonisan dan kekeluargaan di antara karyawan. b) Adhocracy Culture: Budaya organisasi yang cenderung inovatif dan kreatif, dengan fokus pada pengembangan produk dan layanan yang baru. c) Market Culture: Budaya organisasi yang cenderung berorientasi pada hasil dan persaingan di pasar. d) Hierarchy Culture: Budaya organisasi yang cenderung memprioritaskan efisiensi dan kedisiplinan dalam pelaksanaan tugas dan keputusan. Teori implementasi tentang budaya organisasi diusulkan oleh Peters dan Waterman pada tahun 1982. Menurut mereka, organisasi yang sukses memiliki tujuh karakteristik budaya, yaitu: Sumber Referensi: Cameron, K. S., & Quinn, R. E. (2011). Diagnosing and changing organizational culture: Based on the competing values framework. John Wiley & Sons. Deal, T. E., & Kennedy, A. A. (2017). Corporate cultures: The rites and rituals of corporate life. Routledge. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational behavior. Pearson. Schein, E. H. (2010). Organizational culture and leadership (Vol. 2). John Wiley & Sons.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 12 a) Biasa-biasa saja, tetapi istimewa: Fokus pada kinerja yang luar biasa dalam tugas-tugas sehari-hari. b) Berkembang dengan cepat, namun tetap stabil: Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan, tetapi tetap mempertahankan stabilitas. c) Bersifat longgar dan fleksibel: Kebebasan dalam berinovasi dan mengambil risiko dalam melakukan tugas. d) Berorientasi pada klien: Fokus pada kebutuhan dan keinginan klien dalam mengembangkan produk dan layanan. e) Menghargai karyawan: Pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan karyawan. f) Sederhana dan fokus pada inti bisnis: Fokus pada hal-hal yang paling penting untuk keberhasilan organisasi. g) Memiliki nilai-nilai yang jelas dan dipegang teguh: Menjunjung tinggi nilai-nilai yang dianut dalam organisasi. Teori-teori implementasi budaya organisasi: Schein, E.H. (2010). Organizational Culture and Leadership. San Francisco: Jossey-Bass. Schein menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah konsep sosial yang kompleks yang meliputi nilai, norma, keyakinan, dan perilaku yang diterima oleh anggota organisasi. Schein juga mengajukan tiga level dalam analisis budaya organisasi: artefak, nilai, dan asumsi dasar. Cameron, K. dan Quinn, R. (2011). Diagnosing and Changing Organizational Culture: Based on the Competing Values Framework. San Francisco: Jossey-Bass. Cameron dan Quinn mengembangkan kerangka kerja kompetensi nilai yang berbeda untuk mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe: keluarga, hierarki, pasar, dan adhokrasi. O’Reilly, C. A., III, dan Chatman, J. A. (2011). Organizational Culture: An Introduction. San Francisco: Jossey-Bass. O'Reilly dan Chatman memperkenalkan budaya organisasi sebagai seperangkat nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma yang dikembangkan dan diterapkan di dalam organisasi, dan menjelaskan bagaimana budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Alvesson, M. (2012). Understanding Organizational Culture. London: Sage Publications. Alvesson menguraikan konsep-konsep budaya organisasi, seperti pemahaman tentang bagaimana anggota organisasi menghadapi keberagaman budaya dan nilai, bagaimana budaya organisasi berubah seiring waktu, dan bagaimana budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 13 Denison, D. R. (2012). Organizational Culture and Leadership. Cheltenham: Edward Elgar Publishing. Denison mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri dari empat dimensi: keterlibatan orang, konsistensi, adaptabilitas, dan orientasi pada pencapaian tujuan. Menurut Denison, empat dimensi ini membentuk budaya organisasi yang efektif. Edgar H. Schein. (2017). Humble Inquiry: The Gentle Art of Asking Instead of Telling. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers. Schein menguraikan pentingnya pendekatan dalam mengembangkan budaya organisasi melalui proses humbel inquiry. Proses tersebut bertujuan mengembangkan keterampilan mengajukan pertanyaan yang tepat dan membantu dalam membangun hubungan yang harmonis. Berdasarkan kajian teoritis di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan konsep yang kompleks dan memegang peranan penting dalam menentukan kinerja organisasi. Analisis budaya organisasi dapat dilakukan dengan berbagai kerangka kerja dan dimensi, seperti nilai, norma, keyakinan, dan perilaku yang diterima oleh anggota organisasi. Perkembangan teknologi dan globalisasi mempengaruhi perkembangan budaya organisasi yang lebih inklusif dan memperhatikan keragaman. Penting bagi organisasi untuk memahami dan mengelola budaya organisasi secara efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber Referensi: Deal, T. E., & Kennedy, A. A. (2019). Corporate cultures: The rites and rituals of corporate life. Routledge. Hofstede, G. (2010). Geert Hofstede cultural dimensions. https://geerthofstede.com/ culture-geert-hofstede-gert-janhofstede/6d-model-of-national-culture/ Schein, E. H. (2010). Organizational culture and leadership (Vol. 2). John Wiley & Sons. Cameron, K. S., & Quinn, R. E. (2011). Diagnosing and changing organizational culture: Based on the competing values framework. John Wiley & Sons. Denison, D. R. (2012). Denison organizational culture survey. https:// www.denisonconsulting.com/what-we-do/organizational-culturesurvey/


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 14 2. Indikator-Indikator Variabel Budaya Organisasi Berikut ini adalah bahasan tentang indikator dari Budaya organisasi menurut beberapa ahli: Edgar H. Schein (2010) Menurut Schein, ada tiga level budaya organisasi, yaitu: (1) artefak, (2) nilai, dan (3) asumsi dasar. Artefak adalah tampilan fisik dari budaya organisasi, seperti simbol, logo, dan bahasa yang digunakan. Nilai adalah keyakinan atau prinsip yang dipegang oleh anggota organisasi, sedangkan asumsi dasar adalah pandangan dasar atau keyakinan yang melandasi nilai-nilai dan tindakan organisasi. Indikator dari budaya organisasi menurut Schein dapat dilihat dari simbol, ritual, cerita, slogan, gaya kepemimpinan, kebijakan, dan sistem organisasi. Charles Handy (1993) Menurut Handy, ada empat tipe budaya organisasi, yaitu: (1) kebudayaan kekuasaan (power culture), (2) kebudayaan peran (role culture), (3) kebudayaan tugas (task culture), dan (4) kebudayaan individu (person culture). Indikator dari budaya organisasi menurut Handy dapat dilihat dari kebijakan, nilai-nilai, aturan, perilaku karyawan, komunikasi, dan gaya kepemimpinan. Cameron dan Quinn (2011) Cameron dan Quinn mengembangkan Competing Values Framework (CVF) yang terdiri dari empat tipe budaya organisasi, yaitu: (1) kebudayaan keluarga (family culture), (2) kebudayaan hierarki (hierarchy culture), (3) kebudayaan pasar (market culture), dan (4) kebudayaan adhokrasi (adhocracy culture). Indikator dari budaya organisasi menurut Cameron dan Quinn dapat dilihat dari nilai-nilai, tindakan, gaya kepemimpinan, komunikasi, dan pengambilan keputusan. Deal dan Kennedy (1982) Menurut Deal dan Kennedy, ada empat tipe budaya organisasi, yaitu: (1) kebudayaan kerja keras (tough-guy macho culture), (2) kebudayaan orang asli (bet your company culture), (3) kebudayaan pasangan (process culture), dan (4) kebudayaan pekerjaan (work hard/play hard culture). Indikator dari budaya organisasi menurut Deal dan Kennedy dapat dilihat dari nilai-nilai, tindakan, gaya kepemimpinan, sistem penghargaan, dan pengambilan keputusan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 15 Referensi: Cameron, K. S., & Quinn, R. E. (2011). Diagnosing and changing organizational culture: Based on the competing values framework. John Wiley & Sons. Deal, T. E., & Kennedy, A. A. (1982). Corporate cultures: The rites and rituals of corporate life. Addison-Wesley. Handy, C. (1993). Understanding organizations. Penguin Books. Schein, E. H. (2010). Organizational culture and leadership (Vol. 2). John Wiley & Sons. Beberapa ahli telah mengidentifikasi indikator yang dapat digunakan untuk mengukur budaya organisasi. Berikut ini adalah beberapa indikator budaya organisasi menurut para ahli terbaru: Komitmen organisasi: Indikator ini mengukur sejauh mana karyawan merasa terikat dengan nilai-nilai, tujuan, dan tujuan organisasi. Ahli yang mengidentifikasi indikator ini antara lain Robbins dan Judge (2017) dan O'Reilly et al. (2018). Keadilan organisasi: Indikator ini mengevaluasi sejauh mana organisasi adil dalam kebijakan dan tindakan mereka terhadap karyawan. Ahli yang mengidentifikasi indikator ini antara lain Colquitt et al. (2015) dan Chiang dan Hsieh (2015). Inovasi: Indikator ini mengukur sejauh mana organisasi memfasilitasi, mendukung, dan mendorong inovasi dari karyawan. Ahli yang mengidentifikasi indikator ini antara lain Afsar et al. (2016) dan Siengthai et al. (2021). Kepercayaan: Indikator ini mengevaluasi tingkat kepercayaan karyawan terhadap pimpinan dan sesama karyawan. Ahli yang mengidentifikasi indikator ini antara lain Mayer et al. (2016) dan Mishra dan Mishra (2017). Kolaborasi: Indikator ini mengukur sejauh mana karyawan bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Ahli yang mengidentifikasi indikator ini antara lain Pandey dan Singh (2017) dan Muhamedrahimov et al. (2020). Indikator-indikator tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur budaya organisasi dalam penelitian. Namun, para ahli juga menyarankan untuk mempertimbangkan faktor-faktor konteks dan spesifik organisasi dalam mengidentifikasi indikator budaya organisasi.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 16 c. Teori Kepemimpinan Kepemimpinan atau leadership merupakan topik yang sangat penting dalam dunia bisnis dan organisasi. Dalam konteks ini, leadership dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi, membimbing, dan memimpin orang lain dalam mencapai tujuan bersama. Sebagai bidang studi, leadership telah menjadi topik yang sangat populer dan banyak diteliti oleh para ahli, baik dari segi teori maupun praktiknya. Oleh karena itu, dalam diskusi ini akan dibahas teori-teori tentang leadership dari berbagai sumber, baik nasional maupun internasional, dan diuraikan secara detail mengenai konsep, karakteristik, dan penerapannya dalam konteks organisasi. 1. Pengertian Leadership (Kepemimpinan) Menurut Para Ahli Leadership atau kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Berikut adalah beberapa definisi leadership menurut para pakar: Peter Northouse (2018): "Leadership is a process whereby an individual influences a group of individuals to achieve a common goal." John C. Maxwell (2018): "Leadership is influence – nothing more, nothing less." James MacGregor Burns (2012): "Leadership is the reciprocal process of mobilizing, by persons with certain motives and values, various economic, political, and other resources in a context of competition and conflict, in order to realize goals independently or mutually held by both leaders and followers." Warren Bennis (2017): "Leadership is the capacity to translate vision into reality." Sumber: Northouse, P. G. (2018). Leadership: Theory and practice (8th ed.). Sage Publications. Maxwell, J. C. (2018). The 5 Levels of Leadership: Proven Steps to Maximize Your Potential. Center Street. Burns, J. M. (2012). Leadership. Open Road Media. Bennis, W. (2017). On Becoming a Leader. Basic Books.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 17 Berikut adalah kajian teoritis tentang leadership dari berbagai sumber baik dari sumber Indonesia dan internasional, diawali dengan grand teori, intermediary teori, dan teori implementasinya: Grand Teori: Trait Theory atau Teori Sifat (1930-an) Menurut trait theory, seorang pemimpin memiliki sifat-sifat tertentu yang membedakannya dari orang biasa dan memungkinkannya untuk menjadi pemimpin yang sukses. Teori ini menjadi populer pada tahun 1930-an dan masih digunakan dalam pengembangan kepemimpinan saat ini. Situational Leadership Theory atau Teori Kepemimpinan Situasional (1960-an) Teori ini menunjukkan bahwa pemimpin harus dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang dihadapi. Situational Leadership Theory menyatakan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang benar-benar tepat untuk semua situasi dan pemimpin harus memiliki keterampilan untuk memilih dan menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka. Intermediary Teori: Transformational Leadership Theory atau Teori Kepemimpinan Transformasional (1978) Menurut teori ini, seorang pemimpin harus memotivasi dan mempengaruhi anggota timnya dengan cara yang positif dan memperhatikan kebutuhan individu dan tujuan organisasi. Pemimpin transformasional menciptakan lingkungan di mana anggota tim merasa dihargai, termotivasi, dan termotivasi untuk bekerja dengan baik. Transactional Leadership Theory atau Teori Kepemimpinan Transaksional (1979) Teori ini berfokus pada hubungan antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin transaksional menciptakan sistem penghargaan dan hukuman yang jelas untuk memotivasi anggota timnya dan memastikan kinerja yang baik. Mereka memberikan penghargaan dan pengakuan bagi kinerja yang baik dan memberikan sanksi bagi kinerja yang buruk.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 18 Teori Implementasi Leadership: Servant Leadership Theory atau Teori Kepemimpinan Pelayanan (1970-an) Teori ini menekankan pada pentingnya pemimpin untuk menjadi pelayan terlebih dahulu sebelum menjadi pemimpin. Pemimpin harus melayani kebutuhan dan kepentingan anggota timnya dan memastikan bahwa mereka dapat mencapai tujuan organisasi bersama-sama. Situational Leadership Theory (SLT) Situational Leadership Theory (SLT) dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard pada tahun 1969. Menurut teori ini, kepemimpinan tidaklah statis dan harus disesuaikan dengan situasi yang berbeda. SLT membagi situasi dalam empat kategori: Tugas, Tim, Individu, dan Proyek. Kemudian, model ini menentukan empat gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi tersebut: direktif, persuasif, partisipatif, dan delegatif. Path-Goal Theory Teori Path-Goal dikembangkan oleh Robert J. House pada tahun 1971. Menurut teori ini, tugas utama pemimpin adalah untuk menciptakan jalur atau cara bagi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin harus memfasilitasi pencapaian tujuan tersebut dengan mengurangi hambatan dan meningkatkan dukungan kepada bawahan. Ada empat gaya kepemimpinan yang digunakan dalam teori ini, yaitu direktif, partisipatif, pendukung, dan penghargaan. Transformational Leadership Theory Teori Transformasional adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh James MacGregor Burns pada tahun 1978. Teori ini menekankan pada perubahan yang terjadi pada para pengikut melalui pengaruh pemimpin. Pemimpin transformasional mampu memotivasi dan mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Ada empat faktor utama yang terkait dengan kepemimpinan transformasional: visi, inspirasi, pengembangan, dan perhatian terhadap bawahan. Leader-Member Exchange Theory (LMX) atau Teori Pertukaran Kepemimpinan dikembangkan oleh Dansereau, Graen, dan Haga pada tahun 1975. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin tidak selalu memberikan perlakuan yang sama kepada semua bawahan. Pemimpin cenderung membentuk hubungan yang lebih erat dengan bawahan yang dianggap paling mampu. Dalam teori ini, ada tiga tahap pengembangan hubungan antara pemimpin dan bawahan: Tahap pertama, pembentukan; tahap kedua, pengembangan; dan tahap ketiga, pemeliharaan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 19 Sumber: Bass, B. M. (1979). Leadership: Perception and attribution. Pittsburgh: University of Pittsburgh Press. Burns, J. M. (1978). Leadership. Harper & Row. Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row. Graen, G. B., & Uhl-Bien, M. (1995). Relationship-based approach to leadership: Development of leader-member exchange (LMX) theory of leadership over 25 years: Applying a multi-level multi-domain perspective. Leadership Quarterly, 6(2), 219-247. Greenleaf, R. K. (1977). Servant leadership: A journey into the nature of legitimate power and greatness. New York: Paulist Press. Hersey, P., & Blanchard, K. H. (1969). Life cycle theory of leadership. Training and Development Journal, 23(5), 26-34. Hersey, P., & Blanchard, K. H. (1969). Life cycle theory of leadership. Training and Development Journal, 23(5), 26-34. House, R. J. (1971). A path-goal theory of leader effectiveness. Administrative Science Quarterly, 16(3), 321-339. Stogdill, R. M. (1948). Personal factors associated with leadership: A survey of the literature. Journal of Psychology, 25(1), 35-71. 5 (lima) Teori-Teori Implementasi Leadership a. Teori Transformasional Teori transformasional mengajukan bahwa pemimpin harus memotivasi bawahan dengan cara memberikan contoh yang baik dan menempatkan kepentingan bawahan di atas kepentingan pribadi atau organisasi (Bass, 1985). Dalam teori ini, pemimpin dianggap sebagai orang yang dapat menginspirasi dan memberikan arahan yang jelas bagi bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. b. Teori Transaksional Teori transaksional berfokus pada hubungan antara pemimpin dan bawahan dalam hal pemberian penghargaan dan hukuman (Bass, 1985). Pemimpin akan memberikan penghargaan jika bawahan mencapai target yang ditentukan dan memberikan hukuman jika bawahan tidak mencapai target tersebut. c. Teori Kepercayaan (Trust Theory) Teori kepercayaan (Trust Theory) mengajukan bahwa pentingnya hubungan kepercayaan antara pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Dirks & Ferrin, 2002). Dalam teori ini, kepercayaan dianggap sebagai faktor penting dalam membangun hubungan kerja yang positif antara pemimpin dan bawahan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 20 d. Teori Kepemimpinan Servant (Servant Leadership) Teori kepemimpinan servant (servant leadership) mengajukan bahwa pemimpin harus berfokus pada kebutuhan dan kepentingan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi (Greenleaf, 1970). Dalam teori ini, pemimpin dianggap sebagai pelayan yang melayani bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. e. Teori Kepemimpinan Otonom (Autonomous Leadership) Teori kepemimpinan otonom (autonomous leadership) mengajukan bahwa pemimpin harus memberikan kebebasan dan kreativitas pada bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Kirkman & Rosen, 1999). Dalam teori ini, pemimpin dianggap sebagai sumber daya yang memberikan dukungan pada bawahan dalam mengeksplorasi ide-ide kreatif dan inovatif. Referensi: Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New York: Free Press. Dirks, K. T., & Ferrin, D. L. (2002). Trust in leadership: Meta-analytic findings and implications for research and practice. Journal of Applied Psychology, 87(4), 611-628. Greenleaf, R. K. (1970). The servant as leader. Indianapolis: The Robert K. Greenleaf Center. Kirkman, B. L., & Rosen, B. (1999). Beyond self-management: Antecedents and consequences of team empowerment. Academy of Management Journal, 42(1), 58-74. 2. Indikator-indikator dari Variabel Kepemimpinan Berikut adalah beberapa indikator dari leadership menurut para ahli: Transformational Leadership Indicators (indikator kepemimpinan transformasional) Menurut Bass dan Riggio (2006), ada empat indikator utama dari kepemimpinan transformasional, yaitu: a) Inspirasi: Kemampuan untuk mengilhami dan memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan bersama. b) Pemikiran yang berkualitas: Kemampuan untuk membangun visi yang jelas dan strategi yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi. c) Kepedulian individual: Kemampuan untuk memahami kebutuhan individu dan memberikan dukungan untuk mencapai tujuan pribadi mereka. d) Pemberdayaan: Kemampuan untuk memberikan otonomi dan dukungan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif dan mengambil tanggung jawab.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 21 Authentic Leadership Indicators (indikator kepemimpinan autentik) Menurut Avolio dan Gardner (2018), ada lima indikator utama dari kepemimpinan autentik, yaitu: a) Kesadaran diri: Kemampuan untuk memahami diri sendiri, termasuk nilai-nilai, kepercayaan, dan tujuan. b) Kematangan psikologis: Kemampuan untuk mengatasi rasa takut dan kekhawatiran, serta memiliki kemampuan untuk menangani situasi sulit. c) Relasionalitas: Kemampuan untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan orang lain. d) Internalisasi: Kemampuan untuk memperkuat nilai-nilai dan tujuan pribadi dalam perilaku dan tindakan sehari-hari. e) Kesadaran moral: Kemampuan untuk mempertimbangkan dampak etis dari keputusan dan tindakan. Servant Leadership Indicators (indikator kepemimpinan pelayanan) Menurut Liden, Wayne, Zhao, dan Henderson (2018), ada tiga indikator utama dari kepemimpinan pelayanan, yaitu: a) Perhatian terhadap karyawan: Kemampuan untuk memahami kebutuhan dan harapan karyawan dan memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan organisasi. b) Perhatian terhadap masyarakat: Kemampuan untuk memahami kebutuhan masyarakat dan memberikan kontribusi yang positif dalam memenuhi kebutuhan tersebut. c) Spiritualitas: Kemampuan untuk memperkuat nilai-nilai spiritual dan memberikan inspirasi kepada karyawan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Situational Leadership Indicators (indikator kepemimpinan situasional) Menurut Hersey dan Blanchard (2016), ada empat indikator utama dari kepemimpinan situasional, yaitu: a. Gaya delegatif: Kepemimpinan yang memberikan otoritas dan kebebasan kepada bawahan untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan. b. Gaya partisipatif: Kepemimpinan yang mengajak bawahan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan. c. Gaya direktif: Kepemimpinan yang memberikan instruksi yang jelas dan tegas tentang apa yang harus dilakukan oleh bawahan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 22 Servant Leadership Servant leadership adalah konsep kepemimpinan yang berkembang pada abad ke-20 oleh Robert K. Greenleaf. Servant leadership adalah gaya kepemimpinan yang memfokuskan diri pada kepentingan bawahan dan kemajuan organisasi. Para pemimpin yang menerapkan konsep ini memandang diri mereka sebagai pelay an bagi para anggota tim dan komunitas mereka, dan memimpin dengan sikap empati dan kepedulian. Para pemimpin servant leadership tidak hanya memperhatikan pencapaian tujuan organisasi, tetapi juga memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anggota tim mereka. Indikator dari servant leadership menurut beberapa ahli diantaranya: a. Membangun hubungan yang kuat dengan bawahan dan tim kerja b. Mendengarkan dengan aktif dan empati c. Menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan untuk anggota tim d. Memberikan kebebasan dan tanggung jawab kepada bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka e. Memperhatikan kebutuhan dan kepentingan bawahan sebelum kepentingan pribadi atau organisasi f. Mengutamakan kesejahteraan bawahan dan mendorong perkembangan mereka g. Menjaga integritas dan konsistensi dalam tindakan dan keputusan h. Menunjukkan contoh yang baik dan bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka. Beberapa sumber referensi terkait indikator servant leadership antara lain: Sendjaya, S. (2016). The role of servant leadership on personal and organizational effectiveness. Journal of Business Research, 69(9), 3147-3155. Barbuto, J. E., & Wheeler, D. W. (2018). Scale development and construct clarification of servant leadership. Group & Organization Management, 43(6), 807-836. Stone, D. L., Russell, R. F., & Patterson, K. (2013). Transformational versus servant leadership: A difference in leader focus. Leadership & Organization Development Journal, 34(4), 383-399. Authentic Leadership Authentic leadership adalah konsep kepemimpinan yang fokus pada integritas dan kesesuaian antara nilai-nilai pemimpin dan tindakan mereka. Para pemimpin yang menerapkan konsep ini dianggap dapat menumbuhkan budaya kerja yang positif dan produktif dengan membawa nilai-nilai seperti transparansi, kejujuran, dan kepercayaan. Authentic leadership menekankan pentingnya kesesuaian antara


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 23 tindakan dan nilai-nilai yang dipromosikan, dan menghindari keputusan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Indikator dari authentic leadership menurut beberapa ahli diantaranya: a. Memiliki integritas yang kuat dan jujur dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil b. Menunjukkan keaslian dan konsistensi dalam tindakan dan perilaku c. Menjalin hubungan yang baik dan membangun kepercayaan dengan bawahan dan rekan kerja d. Menyediakan umpan balik yang jujur dan membangun untuk bawahan e. Mendorong keterlibatan dan partisipasi bawahan dalam pengambilan Sumber Referensi: Avolio, B. J., & Bass, B. M. (2015). Multifactor leadership questionnaire. In The Wiley Blackwell encyclopedia of social theory (pp. 1-4). John Wiley & Sons, Ltd. Bennis, W. (2015). On becoming a leader. Basic Books. Goleman, D. (2017). Leadership that gets results. Harvard Business Review Press. Kouzes, J. M., & Posner, B. Z. (2017). The leadership challenge: How to make extraordinary things happen in organizations. John Wiley & Sons. Northouse, P. G. (2018). Leadership: Theory and practice. Sage publications. Shamir, B., House, R. J., & Arthur, M. B. (2019). The motivational effects of charismatic leadership: A self-concept based theory. Organization Science, 4(4), 577-594. Stogdill, R. M. (2016). Personal factors associated with leadership: A survey of the literature. Journal of psychology, 25(1), 35-71. Yukl, G. A. (2013). Leadership in organizations. Pearson Education.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 24 d. Teori Motivasi Motivasi merupakan salah satu aspek penting dalam dunia bisnis dan organisasi. Karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi cenderung memiliki produktivitas yang lebih baik dan bisa meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu, banyak pakar organisasi dan psikologi telah mengembangkan teori-teori motivasi yang berbeda untuk membantu manajer memahami dan meningkatkan motivasi karyawan mereka. Dalam pembahasan ini, akan dibahas teori-teori motivasi mulai dari yang paling umum hingga yang paling baru, baik dari sumber Indonesia maupun internasional. Setiap teori akan dilengkapi dengan referensi sumber lengkap dan terkini. 1. Pengertian Motivasi Menurut Para Ahli Berikut adalah pengertian motivasi menurut beberapa pakar: Abraham Maslow Abraham Maslow adalah seorang psikolog yang dikenal dengan teori hierarki kebutuhan. Menurut Maslow, motivasi adalah suatu kebutuhan yang timbul dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Maslow, 2013). Frederick Herzberg Frederick Herzberg adalah seorang ahli manajemen yang memperkenalkan teori dua faktor motivasi. Menurut Herzberg, motivasi terdiri dari faktor hygiene (faktor-faktor lingkungan kerja) dan faktor motivator (faktor-faktor internal). Faktor hygiene hanya mempengaruhi kepuasan kerja sementara faktor motivator mempengaruhi motivasi kerja (Herzberg, 2017). Victor Vroom Victor Vroom adalah seorang psikolog sosial yang dikenal dengan teori ekspektansi. Menurut Vroom, motivasi adalah hasil dari tiga variabel: harapan, instrumentalitas, dan valensi. Harapan adalah keyakinan seseorang bahwa tindakan tertentu akan menghasilkan hasil yang diinginkan, instrumentalitas adalah keyakinan bahwa hasil akan membawa dampak positif pada hidup seseorang, dan valensi adalah tingkat nilai yang diberikan seseorang terhadap hasil tersebut (Vroom, 2017). Edward Deci dan Richard Ryan Edward Deci dan Richard Ryan adalah dua ahli psikologi yang memperkenalkan teori motivasi otonom. Menurut mereka, motivasi yang paling kuat adalah motivasi otonom, yaitu motivasi yang timbul dari keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan tertentu karena mereka merasa tertarik, terlibat, dan bermakna (Deci & Ryan, 2018).


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 25 Clayton Alderfer Clayton Alderfer adalah seorang psikolog yang memperkenalkan teori ERG. Menurut Alderfer, motivasi terdiri dari tiga level: eksistensi, hubungan, dan pertumbuhan. Eksistensi berkaitan dengan kebutuhan fisik, hubungan berkaitan dengan kebutuhan sosial, dan pertumbuhan berkaitan dengan kebutuhan untuk mencapai potensi maksimal (Alderfer, 2016). Referensi: Alderfer, C. (2016). Existence, Relatedness, and Growth: Human Needs in Organizational Settings. Routledge. Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2018). Self-determination theory: Basic psychological needs in motivation, development, and wellness. Guilford Press. Herzberg, F. (2017). One more time: How do you motivate employees? Harvard Business Review Press. Maslow, A. H. (2013). A theory of human motivation. Start Publishing LLC. Vroom, V. H. (2017). Work and motivation. Routledge. Berikut adalah uraian tentang pengertian motivasi menurut para ahli untuk sumber referensi terbaru: Ryan dan Deci (2017) mengatakan bahwa motivasi adalah kecenderungan dalam diri seseorang untuk bergerak menuju tujuan atau pencapaian yang dianggap penting, baik itu dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan eksternal. Pintrich dan Schunk (2016) mendefinisikan motivasi sebagai proses internal yang memengaruhi arah, intensitas, dan ketekunan perilaku seseorang dalam mencapai tujuan. Wigfield dan Eccles (2016) mengungkapkan bahwa motivasi adalah kekuatan dalam diri individu yang mendorong dan mempertahankan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Latham dan Pinder (2015) mendefinisikan motivasi sebagai proses psikologis yang terdiri dari dorongan atau keinginan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Reeve (2018) menyatakan bahwa motivasi adalah faktor yang mempengaruhi arah, intensitas, dan ketekunan perilaku seseorang dalam mencapai tujuan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 26 Referensi: Latham, G. P., & Pinder, C. C. (2015). Work motivation theory and research at the dawn of the twenty-first century. Annual review of psychology, 56, 485-516. Pintrich, P. R., & Schunk, D. H. (2016). Motivation in education: Theory, research, and applications. Pearson. Reeve, J. (2018). Understanding motivation and emotion. John Wiley & Sons. Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2017). Self-determination theory: Basic psychological needs in motivation, development, and wellness. Guilford Publications. Wigfield, A., & Eccles, J. S. (2016). Development of achievement motivation. Academic press. Kajian teoritis tentang motivasi telah menjadi topik yang banyak dibahas oleh para ahli di bidang manajemen dan psikologi. Berikut adalah beberapa teori motivasi yang telah diusulkan oleh para ahli: Grand Teori Motivasi a. Teori Hierarki Kebutuhan (Maslow, 1943) - Teori ini menyatakan bahwa kebutuhan manusia dapat diorganisir dalam lima tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. b. Teori X dan Y (McGregor, 1960) - McGregor membagi gaya manajemen menjadi dua, yaitu gaya X dan gaya Y. Gaya X cenderung menganggap bahwa karyawan tidak suka bekerja dan harus dipaksa untuk bekerja, sedangkan gaya Y menganggap bahwa karyawan suka bekerja dan dapat memotivasi diri sendiri. c. Teori Keadilan (Adams, 1965) - Teori ini menyatakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh persepsi adil atau tidaknya perlakuan yang diterima oleh karyawan di tempat kerja. Intermediary Teori Motivasi a. Teori Harapan (Vroom, 1964) - Teori ini menyatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh harapan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu dan nilai-nilai yang diatribusikan pada tujuan tersebut. b. Teori Pengaruh (Bandura, 1977) - Teori ini menyatakan bahwa motivasi dapat dipengaruhi oleh pengalaman dan observasi terhadap keberhasilan orang lain dalam mencapai tujuan yang serupa. c. Teori Kebutuhan-preferensi (McClelland, 1961) - Teori ini menyatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh kebutuhan dan preferensi seseorang terhadap jenis penghargaan tertentu.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 27 Teori Implementasi Motivasi a. Teori Pemberian Insentif (Lawler, 1971) - Teori ini menyatakan bahwa memberikan insentif yang tepat dapat meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai tujuan. b. Teori Pengaturan Tujuan (Locke dan Latham, 1990) - Teori ini menyatakan bahwa mengatur tujuan yang spesifik, sulit, dan terukur dapat meningkatkan motivasi untuk mencapainya. c. Teori Penguatan (Skinner, 1953) - Teori ini menyatakan bahwa perilaku dapat diperkuat melalui pemberian hadiah atau penghargaan. Sumber referensi: Luthans, F., Luthans, K. W., & Luthans, B. C. (2015). Positive psychological capital: Beyond human and social capital. Business Horizons, 58(1), 45- 50. Pink, D. H. (2011). Drive: The Surprising Truth About What Motivates Us. Riverhead Books. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational behavior. Pearson. Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2017). Self-determination theory: Basic psychological needs in motivation. Berikut adalah kajian teoritis tentang motivasi dari berbagai sumber baik dari sumber Indonesia dan internasional, dengan sumber referensi terbaru: Grand Teori a. Herzberg, F. (2017). One more time: How do you motivate employees? Harvard Business Review, 95(1), 80-87. b. Maslow, A. H. (2015). Maslow's hierarchy of needs. In Encyclopedia of human behavior (2nd ed., Vol. 3, pp. 34-41). Academic Press. c. Vroom, V. H. (2016). Expectancy theory. In International encyclopedia of the social & behavioral sciences (2nd ed., Vol. 8, pp. 163-168). Elsevier. Intermediary Teori a. Locke, E. A., & Latham, G. P. (2019). Goal setting theory. In Handbook of theories of motivation (pp. 173-200). Springer. b. McClelland, D. C. (2017). Human motivation. Cambridge University Press. c. Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2017). Self-determination theory: Basic psychological needs in motivation, development, and wellness. Guilford Press.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 28 Teori Implementasi a. Amabile, T. M., & Kramer, S. J. (2016). The power of small wins. Harvard Business Review, 94(5), 70-80. b. Deci, E. L., Koestner, R., & Ryan, R. M. (2018). A meta-analytic review of experiments examining the effects of extrinsic rewards on intrinsic motivation. Psychological bulletin, 125(6), 627-668. c. Pink, D. H. (2018). Drive: The surprising truth about what motivates us. Canongate Books. Semua sumber referensi di atas membahas berbagai teori motivasi dari berbagai pakar yang telah berkembang selama beberapa dekade terakhir, mulai dari grand teori hingga intermediary teori dan teori implementasi. Dalam grand teori, Herzberg, Maslow, dan Vroom membahas tentang teori-teori motivasi dasar, seperti hygiene factors, hierarki kebutuhan, dan harapan. Sementara itu, dalam intermediary teori, Locke, McClelland, dan Ryan membahas tentang teori-teori motivasi yang lebih spesifik, seperti teori pengaturan tujuan, motivasi pencapaian, dan teori-determinasi diri. Terakhir, dalam teori implementasi, Amabile dan Kramer, Deci, Koestner, dan Ryan, dan Pink membahas tentang bagaimana teori-teori motivasi dapat diterapkan dalam konteks organisasi untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan karyawan. Dari kajian teoritis ini, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan faktor penting dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan karyawan dalam konteks organisasi. Oleh karena itu, pemahaman tentang berbagai teori motivasi dapat membantu manajer dalam merancang program motivasi yang efektif dan meningkatkan kinerja karyawan secara keseluruhan. 2. Indikator-Indikator Teori Motivasi Berikut adalah beberapa indikator motivasi menurut beberapa ahli: Teori Motivasi Dua Faktor (Herzberg, 2017) Menurut Herzberg, terdapat dua faktor motivasi yaitu faktor higienis dan faktor motivator. Faktor higienis adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan kerja seperti gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, hubungan dengan rekan kerja, dll. Sedangkan faktor motivator adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kebutuhan individu seperti pengakuan, prestasi, tanggung jawab, pengembangan diri, dll. Teori Self-Determination (Deci & Ryan, 2017) Menurut Deci dan Ryan, motivasi terdiri dari tiga faktor yaitu otonomi, kompetensi, dan hubungan yang relevan. Otonomi mengacu pada kebutuhan manusia untuk merasa memiliki kendali atas tindakan mereka


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 29 sendiri, sedangkan kompetensi merujuk pada kebutuhan untuk merasa efektif dalam melakukan tugas tertentu. Hubungan yang relevan adalah kebutuhan untuk merasa terhubung dengan orang lain dan lingkungan di sekitar mereka. Teori Kebutuhan (Maslow, 2018) Menurut Maslow, manusia memiliki kebutuhan yang berbeda dan harus dipenuhi secara bertahap. Hierarchy of Needs Maslow terdiri dari lima tingkat kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan pengakuan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori Expectancy (Vroom, 2017) Menurut Vroom, motivasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu harapan, instrumen, dan valensi. Harapan merujuk pada keyakinan individu bahwa usaha mereka akan menghasilkan kinerja yang diinginkan. Instrumen merujuk pada keyakinan individu bahwa tindakan tertentu akan mengarah pada hasil yang diinginkan. Valensi merujuk pada tingkat keinginan individu untuk mencapai hasil yang diinginkan. Teori Goal-Setting (Locke & Latham, 2019) Menurut Locke dan Latham, tujuan yang spesifik, menantang, dan terukur dapat meningkatkan motivasi dan kinerja. Karyawan yang memiliki tujuan yang jelas dan spesifik cenderung lebih termotivasi daripada yang tidak memiliki tujuan. Referensi: Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2017). Self-determination theory. In Handbook of theories of social psychology (pp. 416-437). Sage Publications Ltd. Herzberg, F. (2017). One more time: How do you motivate employees? Harvard Business Review Press. Locke, E. A., & Latham, G. P. (2019). Goal setting theory. In Handbook of theories of social psychology (pp. 295-323). Sage Publications Ltd. Maslow, A. H. (2018). A theory of human motivation. General Press. Vroom, V. H. (2017). Work and motivation. Routledge.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 30 e. Teori Kinerja Organisasi Kinerja organisasi merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan dan keberhasilan suatu organisasi. Kinerja organisasi yang baik dapat meningkatkan daya saing, produktivitas, dan keuntungan suatu organisasi. Oleh karena itu, banyak penelitian dan teori yang dibuat untuk memahami konsep kinerja organisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada pembahasan ini, akan dibahas berbagai teori tentang kinerja organisasi dari berbagai sumber, baik dari dalam maupun luar negeri, yang dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dalam pengelolaan sebuah organisasi, kinerja organisasi menjadi salah satu fokus penting dalam pencapaian tujuan dan keberhasilannya. Kinerja organisasi mencakup berbagai aspek, seperti produktivitas, efektivitas, efisiensi, kualitas, dan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, banyak teori dan model yang telah dikembangkan untuk membantu mengoptimalkan kinerja organisasi. Dalam pembahasan ini, kita akan mengkaji beberapa teori dan konsep penting dalam kinerja organisasi, baik dari sumber Indonesia maupun internasional. 1. Pengertian Kinerja Organisasi Menurut Para Ahli Berikut adalah beberapa pengertian kinerja organisasi menurut beberapa pakar: a. Menurut Robbins dan Judge (2017), kinerja organisasi adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan dan target yang ditetapkan oleh organisasi. b. Menurut Dessler (2015), kinerja organisasi merupakan refleksi dari seberapa baik sebuah organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. c. Menurut Armstrong dan Baron (2017), kinerja organisasi adalah hasil dari interaksi antara individu, kelompok, dan sistem kerja yang terorganisir untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, diukur melalui pencapaian target dan indikator kinerja yang telah ditentukan. d. Menurut Robbins, Coulter, dan DeCenzo (2017), kinerja organisasi adalah kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 31 e. Menurut Gomez-Mejia et al. (2016), kinerja organisasi dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi untuk menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dari pesaingnya melalui sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya. Kinerja organisasi juga mencakup aspek pengelolaan risiko dan inovasi sebagai bentuk strategi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. f. Menurut Wright et al. (2016), kinerja organisasi mencakup sejumlah variabel yang terkait dengan tujuan dan sasaran organisasi, seperti produktivitas, keuntungan, pertumbuhan, dan kualitas produk atau jasa yang diberikan. Kinerja organisasi juga mencakup aspek kepuasan kerja karyawan dan reputasi organisasi di mata masyarakat. g. Menurut Macey dan Schneider (2016), kinerja organisasi dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi melalui kontribusi karyawan dan sumber daya lain yang dimiliki. Kinerja organisasi juga mencakup aspek kepuasan karyawan dan hubungan dengan pemangku kepentingan lain seperti pelanggan, pemasok, dan masyarakat. h. Menurut Robbins dan Coulter (2018), kinerja organisasi adalah hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Kinerja organisasi juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi untuk mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan. Sumber: Armstrong, M., & Baron, A. (2015). Performance management: The new realities. Kogan Page Publishers. Gomez-Mejia, L. R., Balkin, D. B., & Cardy, R. L. (2016). Managing human resources. Pearson. Macey, W. H., & Schneider, B. (2016). The meaning of employee engagement. Industrial and Organizational Psychology, 9(1), 3-30. Robbins, S. P., & Coulter, M. (2018). Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Wright, P. M., Dunford, B. B., & Snell, S. A. (2016). Human resources and the resource based view of the firm. Journal of Management, 43(6), 1628-1654. Armstrong, M., & Baron, A. (2017). Performance Management: Key Strategies and Practical Guidelines. Kogan Page Publishers. Dessler, G. (2015). Human Resource Management. Pearson Education Limited. Robbins, S. P., Coulter, M., & DeCenzo, D. A. (2017). Fundamentals of Management. Pearson Education Limited. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior. Pearson Education Limited.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 32 Kinerja organisasi adalah kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dalam menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas dengan efektif dan efisien. Berikut adalah kajian teoritis tentang kinerja organisasi dari berbagai sumber: Grand Teori: a. Balanced Scorecard: Konsep ini dikembangkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992 dan dijadikan sebagai suatu metode manajemen kinerja yang terintegrasi. Konsep ini membantu organisasi untuk memahami kinerjanya secara keseluruhan dengan menilai berbagai aspek seperti keuangan, pelanggan, proses internal, dan sumber daya manusia. (Kaplan & Norton, 1992) b. Resource-based view: Konsep ini berfokus pada sumber daya dan kapabilitas organisasi sebagai faktor kunci dalam mencapai kinerja yang tinggi. Dalam teori ini, sumber daya dan kapabilitas organisasi harus unik, berharga, langka, dan sulit ditiru oleh pesaing. (Barney, 1991) Intermediary Teori: a. Teori Motivasi: Konsep motivasi membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dan organisasi secara keseluruhan. Teori motivasi membantu organisasi untuk meningkatkan kinerjanya dengan memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. (Maslow, 1943; Herzberg, 1959; Vroom, 1964) b. Teori Kontingensi: Konsep ini mengajukan bahwa tidak ada satu model manajemen kinerja yang cocok untuk semua organisasi. Teori ini menganggap bahwa faktor-faktor seperti lingkungan, strategi, dan struktur organisasi harus dipertimbangkan dalam merancang sistem manajemen kinerja yang efektif. (Burns & Stalker, 1961; Lawrence & Lorsch, 1967) Teori Implementasi: a. Total Quality Management (TQM): Konsep ini adalah suatu pendekatan manajemen kinerja yang berfokus pada meningkatkan kualitas produk dan jasa dengan melibatkan seluruh anggota organisasi dalam proses perbaikan berkelanjutan. TQM melibatkan pengukuran kinerja, pelatihan karyawan, penghargaan, dan pengembangan sistem manajemen kinerja yang efektif. (Juran, 1992) b. Teori Balanced Scorecard (BSC) yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992) telah menjadi model yang digunakan banyak organisasi dalam mengukur kinerja mereka. Teori BSC adalah pendekatan manajemen strategis yang digunakan untuk mengukur, mengontrol, dan meningkatkan kinerja organisasi (Kaplan & Norton, 1996). Tujuan akhir dari BSC adalah memastikan bahwa organisasi mencapai tujuannya dengan cara mengubah strategi menjadi


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 33 tindakan konkret dan mengukur hasilnya dengan cara yang jelas dan konsisten. Pendekatan ini mencakup empat perspektif yang saling terkait: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. c. Teori Six Sigma adalah metodologi kualitas yang bertujuan untuk mengurangi variasi dalam proses bisnis dan memastikan bahwa setiap produk atau layanan yang dihasilkan memenuhi atau melebihi standar kualitas tertentu (Pande et al., 2000). Metodologi ini menggunakan pendekatan data-driven untuk mengukur dan mengurangi cacat atau ketidaksesuaian dalam proses bisnis, dan dapat diimplementasikan di berbagai jenis organisasi, baik manufaktur maupun jasa. d. Teori Total Quality Management (TQM) adalah pendekatan manajemen kualitas yang fokus pada kepuasan pelanggan dengan memastikan bahwa setiap aspek dari proses bisnis telah ditingkatkan secara terus-menerus dan dikelola secara efektif (Dale et al., 1998). Pendekatan TQM memandang kualitas sebagai tanggung jawab bersama semua anggota organisasi, dan mempromosikan partisipasi aktif dari seluruh staf dalam perbaikan proses bisnis. Sumber: Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1992). The balanced scorecard: Measures that drive performance. Harvard business review, 70(1), 71-79. Pande, P. S., Neuman, R. P., & Cavanagh, R. R. (2000). The six sigma way: How GE, Motorola, and other top companies are honing their performance. McGraw-Hill Education. Dale, B. G., Wiele, T. V. D., & Williams, A. R. T. (1998). Total quality management: A cross-functional perspective. Macmillan International Higher Education. Barney, J. B. (1991). Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of management, 17(1), 99-120. Burns, T., & Stalker, G. M. (1961). The management of innovation. Tavistock Publications. Harry, M. J., & Schroeder, R. (2000). Six sigma: the breakthrough management strategy revolutionizing the world's top corporations. Crown Business.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 34 2. Indikator Variabel Kinerja Organisasi Indikator kinerja organisasi dapat didefinisikan sebagai alat untuk mengukur kinerja suatu organisasi dengan tujuan untuk memperbaiki proses bisnis dan memastikan pencapaian tujuan organisasi. Berikut adalah beberapa indikator kinerja organisasi menurut para ahli: Balanced Scorecard (BSC) Balanced Scorecard adalah sebuah konsep manajemen kinerja yang dikembangkan oleh Robert Kaplan dan David Norton pada tahun 1990. BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang terdiri dari empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Indikator kinerja organisasi menurut BSC mencakup ukuran finansial, tingkat kepuasan pelanggan, efisiensi operasional, dan inovasi dan pengembangan. Key Performance Indicator (KPI) Key Performance Indicator adalah ukuran kinerja yang digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana organisasi telah mencapai tujuannya. KPI dapat diterapkan pada semua tingkatan organisasi dan meliputi aspek finansial maupun non-finansial. Beberapa contoh KPI antara lain tingkat profitabilitas, tingkat retensi karyawan, tingkat produktivitas, dan tingkat kepuasan pelanggan. Total Quality Management (TQM) Total Quality Management adalah sebuah pendekatan manajemen yang fokus pada peningkatan kualitas produk dan layanan. TQM memiliki beberapa indikator kinerja organisasi, seperti tingkat kepuasan pelanggan, tingkat produk gagal, tingkat retur produk, dan tingkat keterlambatan pengiriman. Six Sigma Six Sigma adalah metodologi manajemen kualitas yang bertujuan untuk mengurangi variabilitas dalam proses bisnis dan meningkatkan kinerja organisasi. Indikator kinerja organisasi menurut Six Sigma meliputi tingkat kesalahan produksi, tingkat kepuasan pelanggan, tingkat produktivitas, dan tingkat pengurangan biaya. Key Results Area (KRA) Key Results Area adalah daftar tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator kinerja organisasi menurut KRA meliputi tingkat pencapaian target penjualan, tingkat efisiensi operasional, dan tingkat peningkatan kualitas produk atau layanan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 35 Beberapa pakar kontemporer menjelaskan Indikator Kinerja Organisasi: a. Ahmad, T. (2019) mengemukakan beberapa indikator kinerja organisasi, antara lain: profitabilitas, produktivitas, kualitas pelayanan, dan kepuasan pelanggan. b. Kasali, R. (2017) menyatakan bahwa indikator kinerja organisasi meliputi: kinerja finansial, kinerja pelanggan, kinerja operasional, kinerja sumber daya manusia, dan kinerja inovasi. c. Kaplan, R.S. dan Norton, D.P. (2016) merumuskan Balanced Scorecard (BSC) sebagai suatu pendekatan untuk mengukur kinerja organisasi secara seimbang dengan mengintegrasikan perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. d. Simamora, B. (2018) menyatakan bahwa indikator kinerja organisasi terdiri dari empat kategori, yaitu: finansial, pelanggan, operasional, dan sumber daya manusia. e. Bungin, B. (2019) mengemukakan bahwa indikator kinerja organisasi meliputi: keuntungan, pertumbuhan, efisiensi, efektivitas, dan adaptasi. Indikator kinerja organisasi yang disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil dari banyaknya indikator yang digunakan oleh para ahli. Oleh karena itu, perusahaan perlu menentukan indikator kinerja organisasi yang sesuai dengan tujuan dan strategi perusahaan masing-masing. Sumber referensi: Ahmad, T. (2019). The Impact of Organizational Performance Indicators on Organizational Performance: An Empirical Investigation of Pakistani Banking Sector. Journal of Organizational Culture, Communications and Conflict, 23(2), 65-78. Armstrong, M., & Baron, A. (2004). Managing Performance: Performance Management in Action. CIPD Publishing. Bungin, B. (2019). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Juran, J. M. (1995). A history of managing for quality. ASQC Quality Press. Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1996). The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Harvard Business Press. Kaplan, R.S. dan Norton, D.P. (2016). Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Boston: Harvard Business Review Press. Kasali, R. (2017). Manajemen Perubahan: Teori dan Kasus. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Neely, A., Gregory, M., & Platts, K. (1995). Performance measurement system design: A literature review and research agenda. International Journal of Operations & Production Management, 15(4), 80-116. Pyzdek, T., & Keller, P. A. (2014). The Six Sigma Handbook: A Complete Guide for Green Belts, Black Belts, and Managers at All Levels. McGraw Hill Professional. Simamora, B. (2018). Panduan Riset Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 36 2. Variabel dalam Administrasi Publik Administrasi publik adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi publik atau pemerintahan dalam mencapai tujuan-tujuan publik, seperti meningkatkan kualitas hidup masyarakat atau meningkatkan pelayanan publik. Administrasi publik meliputi berbagai aspek, seperti perencanaan, pengorganisasian, penganggaran, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan program-program publik. Administrasi publik memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat karena organisasi publik atau pemerintahan memiliki peran penting dalam menyediakan berbagai layanan publik kepada masyarakat, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Oleh karena itu, administrasi publik juga berkaitan dengan isu-isu sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks, seperti pengambilan keputusan, alokasi sumber daya, partisipasi publik, dan akuntabilitas. Pemahaman yang baik tentang administrasi publik akan membantu para praktisi dan pengambil keputusan publik dalam mengelola organisasi publik atau pemerintahan secara efektif dan efisien, serta memberikan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat. a. Teori Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Menurut Para Ahli: Berikut adalah beberapa pengertian administrasi publik menurut para ahli: a. Menurut Luther Gulick, administrasi publik adalah “seni dan ilmu mempersiapkan dan melaksanakan program-program pemerintah” (Gulick, 1937). b. Menurut Herbert Simon, administrasi publik adalah “ilmu sosial yang mengkaji struktur dan fungsi organisasi publik, serta interaksi antara organisasi-organisasi tersebut dengan lingkungan yang di dalamnya mereka beroperasi” (Simon, 1946). c. Menurut Dwight Waldo, administrasi publik adalah “ilmu sosial yang mempelajari organisasi, kegiatan, dan kebijakan pemerintah dalam upaya untuk memahami dan memperbaiki sistem pemerintahan” (Waldo, 1948). d. Menurut James Q. Wilson, administrasi publik adalah “seni dan ilmu merencanakan, mengorganisir, mengkoordinasi, mengarahkan, dan mengontrol sumber daya manusia dan materiil untuk mencapai tujuan organisasi publik dan masyarakat” (Wilson, 1989). e. Menurut Denhardt dan Denhardt, administrasi publik adalah “praktik, disiplin ilmu, dan studi yang berfokus pada penyelenggaraan pelayanan publik” (Denhardt & Denhardt, 2000). Semua sumber referensi tersebut adalah buku yang dapat dijadikan acuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang definisi dan konsep dasar administrasi publik. Berikut adalah beberapa pengertian administrasi publik menurut para ahli kontemporer:


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 37 a. Menurut Christopher Hood, administrasi publik adalah “proses pengambilan keputusan di mana pihak-pihak publik terlibat dalam mengatur dan memanajemeni sumber daya publik” (Hood, 1991). b. Menurut B. Guy Peters, administrasi publik adalah “proses pengambilan keputusan dan penerapan kebijakan yang melibatkan pihak-pihak publik dalam mengatur dan memanajemeni sumber daya publik” (Peters, 2008). c. Menurut Richard Stillman II, administrasi publik adalah “seni dan ilmu mempersiapkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program dan kebijakan pemerintah” (Stillman II, 2009). d. Menurut Michael W. Bauer, administrasi publik adalah “studi tentang organisasi, manajemen, dan implementasi kebijakan oleh pemerintah dan organisasi-organisasi publik dalam konteks demokratis” (Bauer, 2018). e. Menurut Richard M. Walker, administrasi publik adalah “seni dan ilmu dari perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, koordinasi, dan evaluasi fungsi-fungsi pemerintahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan publik” (Walker, 2015). f. Menurut Budi Santoso, administrasi publik adalah “suatu ilmu pengetahuan dan seni dalam menjalankan urusan pemerintahan yang berbasis pada prinsip-prinsip organisasi dan manajemen” (Santoso, 2017). Referensi: Bauer, M. W. (2018). Public administration and its challenges in the 21st century. In Handbook of Public Administration (pp. 1-13). Springer. Santoso, B. (2017). Administrasi publik: Teori dan praktik. Penerbit Andi. Walker, R. M. (2015). Public administration in a time of turbulence. Public Administration Review, 75(3), 361-363. Hood, C. (1991). A public management for all seasons? Public Administration, 69(1), 3-19. Peters, B. G. (2008). The future of governing: Four emerging models. University Press of Kansas. Stillman II, R. J. (2009). Public administration: Concepts and cases. Cengage Learning.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 38 2. Indikator-Indikator Kebijakan Publik Indikator kebijakan publik adalah alat pengukur untuk mengevaluasi pencapaian suatu tujuan kebijakan publik. Berikut adalah beberapa indikator kebijakan publik dari berbagai sumber: a. Indikator dari American Society for Public Administration (ASPA): 1. Outcome Indicators: mengukur hasil akhir dari kebijakan publik yang dihasilkan seperti tingkat kesehatan masyarakat, tingkat kriminalitas, dan tingkat pengangguran. 2. Input Indicators: mengukur sumber daya yang dibutuhkan dalam kebijakan publik seperti anggaran, personil, dan fasilitas. 3. Process Indicators: mengukur proses dalam pelaksanaan kebijakan publik seperti efektivitas birokrasi dan partisipasi masyarakat. b. Indikator dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development): 1. Economic Indicators: mengukur efisiensi dan efektivitas kebijakan publik dalam pengelolaan anggaran dan penerimaan negara. 2. Social Indicators: mengukur dampak kebijakan publik pada kesejahteraan masyarakat seperti tingkat kemiskinan, kualitas pendidikan, dan kesehatan masyarakat. 3. Environmental Indicators: mengukur dampak kebijakan publik pada lingkungan seperti pengelolaan air dan udara, dan konservasi energi. c. Indikator dari United Nations Development Programme (UNDP): 1. Human Development Indicators: mengukur keberhasilan kebijakan publik dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat seperti indeks pengembangan manusia (HDI), tingkat kesehatan, dan tingkat pendidikan. 2. Gender Indicators: mengukur keberhasilan kebijakan publik dalam menciptakan kesetaraan gender seperti tingkat partisipasi politik perempuan dan tingkat kesetaraan upah antara perempuan dan laki-laki. 3. Environmental Indicators: mengukur dampak kebijakan publik pada lingkungan seperti pengelolaan air dan udara, dan konservasi energi.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 39 Referensi: American Society for Public Administration. (2013). ASPA standards and indicators for excellence in public service. ASPA. OECD. (2013). OECD framework for statistics on the distribution of household income, consumption and wealth. OECD Publishing. United Nations Development Programme. (2016). Human development report 2016: Human development for everyone. United Nations Development Programme. Indikator-indikator kebijakan publik juga dapat diambil dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, dan laporan penelitian. Berikut adalah beberapa contoh indikator kebijakan publik dari berbagai sumber: a. Peter Woll. 2016. American Government: Readings and Cases. Pearson. Indikator kebijakan publik menurut Peter Woll adalah: 1. Tujuan: menjelaskan apa yang ingin dicapai oleh kebijakan publik 2. Sumber daya: menentukan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan kebijakan 3. Kinerja: mengukur sejauh mana tujuan kebijakan telah tercapai 4. Output: hasil yang dihasilkan oleh kebijakan publik 5. Efisiensi: mencapai tujuan kebijakan dengan menggunakan sumber daya yang efisien 6. Efektivitas: sejauh mana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan 7. Legitimasi: dukungan masyarakat terhadap kebijakan publik 8. Responsiveness: kemampuan kebijakan untuk merespon perubahan di lingkungan sekitarnya. b. Budiardjo, M. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT Gramedia Pustaka Utama. Indikator kebijakan publik menurut Budiardjo adalah: 1. Tujuan: menentukan tujuan kebijakan publik yang akan dicapai 2. Input: sumber daya yang digunakan dalam implementasi kebijakan publik 3. Proses: cara kebijakan publik diimplementasikan dan dijalankan 4. Output: hasil yang dicapai oleh kebijakan publik 5. Dampak: efek yang dihasilkan oleh kebijakan publik pada masyarakat dan lingkungan 6. Evaluasi: mengevaluasi efektivitas kebijakan publik dan mengevaluasi dampaknya.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 40 c. DeLeon, L. 2017. The Policy-Making Process. Routledge. Indikator kebijakan publik menurut DeLeon adalah: 1. Output: hasil konkret yang dihasilkan oleh kebijakan publik 2. Outcome: dampak dari kebijakan publik pada masyarakat dan lingkungan 3. Efisiensi: penggunaan sumber daya yang tepat dan efisien dalam implementasi kebijakan 4. Efektivitas: keberhasilan dalam mencapai tujuan kebijakan 5. Responsiveness: kemampuan kebijakan untuk merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat. d. Haris Munandar. 2020. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Pustaka Setia. Indikator kebijakan publik menurut Haris Munandar adalah: 1. Tujuan: menentukan tujuan kebijakan publik yang akan dicapai 2. Input: sumber daya yang digunakan dalam implementasi kebijakan publik 3. Proses: cara kebijakan publik diimplementasikan dan dijalankan 4. Output: hasil yang dicapai oleh kebijakan publik 5. Outcome: dampak dari kebijakan publik pada masyarakat dan lingkungan 6. Evaluasi: mengevaluasi efektivitas kebijakan publik dan mengevaluasi dampaknya. Indikator Kinerja Indikator kinerja merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program atau kebijakan publik dalam mencapai tujuannya. Indikator kinerja dapat berupa angka, persentase, atau satuan lainnya yang dapat diukur. Beberapa contoh indikator kinerja yang sering digunakan dalam kebijakan publik antara lain: Jumlah penerima manfaat program, Persentase peningkatan kualitas layanan publik, Jumlah proyek atau program yang berhasil diselesaikan, Persentase peningkatan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat Sumber: Behn, R. D. (2001). Rethinking democratic accountability. Brookings Institution Press. Hood, C. (2011). The blame game: Spin, bureaucracy, and selfpreservation in government. Princeton University Press.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 41 b. Teori Pelayanan Publik Pelayanan publik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga publik lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Tujuan utama dari pelayanan publik adalah memberikan layanan yang berkualitas, cepat, dan memuaskan bagi masyarakat. Pelayanan publik meliputi berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, perizinan, keamanan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan pelayanan publik, pemerintah atau lembaga publik harus memperhatikan beberapa aspek, seperti efektivitas, efisiensi, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Pelayanan publik yang efektif berarti mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat sasaran. Pelayanan publik yang efisien berarti menggunakan sumber daya dengan tepat guna dan hasil yang optimal. Transparansi dalam pelayanan publik berarti memberikan informasi yang jelas dan terbuka kepada masyarakat tentang cara kerja, kinerja, dan hasil yang dicapai. Partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik berarti melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dalam era digitalisasi saat ini, pelayanan publik juga semakin berkembang dengan adanya layanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Contoh layanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi antara lain pendaftaran online, pembayaran pajak online, dan pengaduan masyarakat online. Peningkatan kualitas pelayanan publik menjadi salah satu fokus utama dalam reformasi birokrasi di Indonesia. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, seperti dengan memperbaiki tata kelola dan manajemen birokrasi, mendorong inovasi dan efisiensi, serta meningkatkan partisipasi masyarakat. 1. Pengertian Pelayanan Publik Pelayanan publik adalah salah satu tugas penting dari lembaga pemerintahan dalam menyediakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Berikut adalah pendapat dari beberapa pakar tentang pelayanan publik: Max Weber Max Weber mengatakan bahwa tugas dari birokrasi adalah memberikan pelayanan publik yang cepat, efektif dan efisien. Dalam bukunya yang berjudul "Economy and Society" (1922), Weber menekankan bahwa birokrasi harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara cepat dan terencana.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 42 Mary Parker Follett Mary Parker Follett menganggap pelayanan publik sebagai suatu konsep yang berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Menurut Follett, pelayanan publik tidak hanya mencakup tugas-tugas birokrasi tetapi juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Alasdair Roberts Menurut Alasdair Roberts, pelayanan publik harus dilihat dari sudut pandang manajemen publik. Roberts berpendapat bahwa pelayanan publik dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi informasi dan manajemen yang efektif. Eko Prasojo Eko Prasojo dalam bukunya "Pelayanan Publik yang Baik" (2014) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah tanggung jawab utama pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Prasojo menekankan bahwa pelayanan publik harus diberikan secara cepat, efektif, efisien, transparan, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Theo van de Klundert Theo van de Klundert dalam bukunya "Governance and Public Management" (2018) berpendapat bahwa pelayanan publik harus memenuhi standar kualitas yang tinggi dan berorientasi pada kepuasan masyarakat. Klundert juga menekankan bahwa pelayanan publik harus transparan dan akuntabel. Referensi: Weber, M. (1922). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. University of California Press. Follett, M. P. (1918). The New State: Group Organization the Solution of Popular Government. Longmans, Green, and Company. Roberts, A. (2017). Strategies for improving public service delivery. Palgrave Macmillan. Prasojo, E. (2014). Pelayanan Publik yang Baik. Rajawali Press. van de Klundert, T. (2018). Governance and Public Management. Routledge.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 43 Berikut ini adalah beberapa pendapat lain dari pakar tentang pelayanan publik dari sumber klasik hingga kontemporer: Woodrow Wilson Woodrow Wilson dalam bukunya yang berjudul “The Study of Administration” mengatakan bahwa tugas dari pelayanan publik adalah menjalankan kebijakan pemerintah dengan efektif dan efisien. Luther Gulick Luther Gulick mengemukakan bahwa pelayanan publik harus dikelola secara profesional dan terorganisir dengan baik. Ia memperkenalkan konsep POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting), yang merupakan tujuh fungsi manajemen dasar dalam pelayanan publik. Peter Drucker Peter Drucker menyatakan bahwa pelayanan publik harus memiliki orientasi pada pelanggan dan memberikan pelayanan yang terbaik dan tercepat. Menurut Drucker, pelayanan publik tidak hanya tentang kepuasan pelanggan, tetapi juga memperhitungkan biaya dan keuntungan yang diperoleh. David Osborne dan Ted Gaebler David Osborne dan Ted Gaebler mengemukakan bahwa pelayanan publik harus dijalankan dengan prinsip manajemen swasta dan orientasi pada pelanggan. Mereka menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menyediakan pelayanan publik yang efektif dan efisien. Jodi Sandfort, Peter deLeon, dan Michaela Mattes Jodi Sandfort, Peter deLeon, dan Michaela Mattes dalam bukunya yang berjudul “Advancing Collaborative Governance” mengatakan bahwa pelayanan publik yang efektif dan efisien harus melibatkan partisipasi masyarakat dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Mereka menekankan pentingnya membangun hubungan yang baik dan mempercayai antara pemerintah dan masyarakat dalam menyediakan pelayanan publik yang berkualitas.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 44 Referensi: Osborne, D. & Gaebler, T. (1992). Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. New York: Plume. Wilson, W. (1887). The Study of Administration. Political Science Quarterly, 2(2), 197-222. Gulick, L. (1937). Notes on the theory of organization. In L. Gulick & L. Urwick (Eds.), Papers on the Science of Administration (pp. 3-46). New York: Institute of Public Administration. Drucker, P. (1973). Management: Tasks, Responsibilities, Practices. New York: Harper & Row. Sandfort, J., deLeon, P., & Mattes, M. (2016). Advancing Collaborative Governance. Washington, D.C.: Georgetown University Press. 2. Indikator-Indikator Pelayanan Publik Pelayanan publik merupakan suatu konsep yang penting dalam pemerintahan modern. Untuk menilai kualitas pelayanan publik, dibutuhkan indikator-indikator yang jelas dan terukur. Berikut adalah beberapa indikator pelayanan publik menurut berbagai referensi: a. Responsiveness (kecepatan tanggapan) - Indikator ini mengukur seberapa cepat pelayan publik merespon permintaan masyarakat atau pelanggan. Responsiveness dapat diukur dengan menggunakan waktu respon, waktu penyelesaian, atau tingkat kepuasan pelanggan. (Sumber: Ostrom, 1999) b. Accessibility (keterjangkauan) - Indikator ini mengukur seberapa mudahnya masyarakat atau pelanggan untuk mengakses layanan publik. Accessibility dapat diukur dengan menggunakan lokasi, waktu operasional, atau aksesibilitas fisik. (Sumber: Hood, 1991) c. Reliability (keandalan) - Indikator ini mengukur seberapa andal pelayanan publik dalam memberikan layanan yang konsisten dan terukur. Reliability dapat diukur dengan menggunakan akurasi, kepastian, atau keamanan. (Sumber: Ostrom, 1999) d. Credibility (kepercayaan) - Indikator ini mengukur seberapa dipercayainya pelayanan publik oleh masyarakat atau pelanggan. Credibility dapat diukur dengan menggunakan integritas, keterbukaan, atau akuntabilitas. (Sumber: Grindle, 1997) e. Tangibles (bukti fisik) - Indikator ini mengukur seberapa nyata dan terlihatnya pelayanan publik. Tangibles dapat diukur dengan menggunakan kualitas fisik, tampilan, atau desain. (Sumber: Parasuraman et al., 1985)


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 45 f. Empathy (empati) - Indikator ini mengukur seberapa pedulinya pelayanan publik terhadap kebutuhan masyarakat atau pelanggan. Empathy dapat diukur dengan menggunakan kehangatan, keakraban, atau kesediaan untuk membantu. (Sumber: Parasuraman et al., 1985) g. Professionalism (profesionalisme) - Indikator ini mengukur seberapa profesionalnya pelayanan publik dalam memberikan layanan. Professionalism dapat diukur dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau etika. (Sumber: Denhardt & Denhardt, 2011) Referensi: Denhardt, J. V., & Denhardt, R. B. (2011). The new public service: Serving, not steering. Routledge. Grindle, M. S. (1997). Good enough governance: Poverty reduction and reform in developing countries. Governance, 10(2), 165-185. Hood, C. (1991). A public management for all seasons? Public administration, 69(1), 3-19. Ostrom, E. (1999). Reformulating the commons. Swiss Political Science Review, 5(1), 29-52. Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1985). A conceptual model of service quality and its implications for future research. The Journal of Marketing, 49(4), Berikut adalah beberapa pendapat lain terkait indikator pelayanan publik menurut beberapa referensi: a. Access: Menurut Kearney & Company (2012), indikator access mencakup kemudahan akses dan keterjangkauan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Indikator ini dapat diukur melalui jumlah layanan yang tersedia dan mudah diakses, serta tingkat kepuasan masyarakat terhadap aksesibilitas pelayanan publik. b. Responsiveness: Menurut Alford (2002), indikator responsiveness mencakup kecepatan dan ketepatan dalam memberikan respons terhadap permintaan atau keluhan masyarakat terkait pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Indikator ini dapat diukur melalui waktu tunggu layanan dan waktu penyelesaian masalah, serta tingkat kepuasan masyarakat terhadap respons yang diberikan oleh pemerintah. c. Effectiveness: Menurut Hood (1991), indikator effectiveness mencakup sejauh mana pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Indikator ini dapat diukur melalui kualitas pelayanan publik dan pencapaian target yang telah ditetapkan, serta tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 46 d. Efficiency: Menurut Devarajan et al. (2002), indikator efficiency mencakup efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang tersedia dalam memberikan pelayanan publik. Indikator ini dapat diukur melalui biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan publik dan tingkat penggunaan sumber daya yang optimal, serta tingkat kepuasan masyarakat terhadap penggunaan sumber daya yang dilakukan oleh pemerintah. e. Equity: Menurut Mosley et al. (2002), indikator equity mencakup kesetaraan dan keadilan dalam memberikan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Indikator ini dapat diukur melalui tingkat kesetaraan dalam memberikan pelayanan publik kepada seluruh lapisan masyarakat, serta tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas dan kesetaraan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Referensi: Kearney & Company. (2012). Improving Federal Customer Service: An Analysis of Best Practices in Cross-Agency Customer Service Efforts. https://www.performance.gov/Gov_Customer_Service_Analysis_FIN AL_Mar_2012.pdf Alford, J. (2002). Why do public-sector clients coproduce? Toward a contingency theory. Administration & Society, 34(1), 32-56. https://doi.org/10.1177/0095399702034001003 Hood, C. (1991). A public management for all seasons? Public Administration, 69(1), 3-19. https://doi.org/10.1111/j.1467-9299.1991.tb00779.x Devarajan, S., Swaroop, V., & Zou, H. (2002). The composition of public expenditure and economic growth. Journal of Monetary Economics. Berikut ini adalah beberapa indikator pelayanan publik dari beberapa referensi: Hood, C. (1991). A public management for all seasons?. Public administration, 69(1), 3-19. Alford, J. (2002). Defining the client in public service delivery. Public administration review, 62(2), 205-216. Pollitt, C., & Bouckaert, G. (2017). Public management reform: A comparative analysis: New public management, governance, and the neoWeberian state. Oxford University Press. Ostrom, E. (1990). Governing the commons: The evolution of institutions for collective action. Cambridge University Press. Peters, B. G. (2018). The politics of bureaucracy: An introduction to comparative public administration. Routledge.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 47 c. Teori Kinerja Kinerja adalah salah satu variabel yang penting dalam administrasi publik. Hal ini berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi dari program dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Administrasi publik yang efektif dan efisien akan menghasilkan kinerja yang baik, sehingga tujuan dari program dan kebijakan dapat dicapai dengan tepat waktu dan biaya yang sesuai. Namun, untuk mencapai kinerja yang baik dalam administrasi publik tidaklah mudah. Banyak faktor yang harus diperhatikan, seperti sumber daya manusia, sistem informasi, kebijakan publik, dan pengawasan yang ketat. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kinerja dalam administrasi publik, baik melalui reformasi birokrasi maupun pengembangan teknologi informasi. Dalam konteks ini, peran manajemen sangat penting dalam mencapai kinerja yang baik dalam administrasi publik. Manajemen yang efektif dan efisien akan mampu mengelola sumber daya dan melaksanakan kebijakan dengan baik, sehingga kinerja yang dihasilkan akan memuaskan masyarakat sebagai pengguna layanan publik. Dalam pengantar ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang kinerja dalam administrasi publik, termasuk definisi kinerja, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam administrasi publik. Semua aspek ini penting untuk dipahami agar administrasi publik dapat mencapai kinerja yang baik dan memenuhi tuntutan masyarakat sebagai pengguna layanan publik. Teori kinerja adalah suatu konsep yang penting dalam bidang administrasi publik. Teori ini berkaitan dengan evaluasi dan pengukuran kinerja suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Berikut adalah uraian tentang teori kinerja menurut para ahli dari yang klasik hingga kontemporer, dilengkapi dengan sumber referensi dan tahun terbit serta bibliografi. 1. Pengertian Kinerja Menurut Para Ahli Frederick Taylor Frederick Taylor adalah seorang ahli manajemen yang terkenal dengan konsep ilmiahnya dalam manajemen. Menurut Taylor, kinerja dapat ditingkatkan dengan cara melakukan analisis pekerjaan, mengidentifikasi gerakan terbaik, memperbaiki alat kerja dan lingkungan kerja, memberikan latihan, dan memperbaiki pengawasan. Taylor juga mengusulkan metode pengukuran kinerja yang disebut "time and motion study". Dalam metode ini, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas diukur dengan seksama dan gerakan yang tidak diperlukan dihilangkan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 48 Peter Drucker Peter Drucker adalah seorang ahli manajemen yang berpengaruh dalam pengembangan teori kinerja di era modern. Drucker berpendapat bahwa kinerja organisasi harus diukur berdasarkan efektivitas dan efisiensi. Efektivitas adalah kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan, sementara efisiensi adalah kemampuan organisasi untuk menggunakan sumber daya dengan optimal. Drucker juga menekankan pentingnya kinerja individu dalam mencapai kinerja organisasi. Robert Kaplan dan David Norton Robert Kaplan dan David Norton mengembangkan Balanced Scorecard, sebuah kerangka kerja untuk mengukur kinerja organisasi. Balanced Scorecard mengukur kinerja organisasi berdasarkan empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Kerangka kerja ini dianggap sebagai salah satu kontribusi terbesar dalam pengembangan teori kinerja modern. Stufflebeam dan Shinkfield Stufflebeam dan Shinkfield mengembangkan konsep evaluasi kinerja berbasis pengguna (user-based performance evaluation). Evaluasi kinerja ini melibatkan partisipasi pengguna dalam mengevaluasi kinerja organisasi. Stufflebeam dan Shinkfield menekankan pentingnya memasukkan pandangan pengguna dalam mengukur kinerja organisasi. Referensi: Drucker, P. (1954). The practice of management. HarperBusiness. Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1992). The balanced scorecard: Measures that drive performance. Harvard Business Review, 70(1), 71-79. Stufflebeam, D. L. , & Shinkfield, A. J. (2007). Evaluation theory, models, and applications. Jossey-Bass.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 49 Berikut adalah beberapa teori kinerja menurut para ahli yang berkembang dalam kurun waktu 2015-2022: Teori Goal Setting Menurut teori ini, kinerja individu akan lebih baik ketika mereka memiliki tujuan yang spesifik, sulit, dan diukur. Para ahli Locke dan Latham (2015) menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kesulitan tujuan, maka semakin tinggi pula kinerja yang dapat dicapai oleh individu. Teori Expectancy Teori ini mengemukakan bahwa individu akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya apabila mereka yakin bahwa upaya yang mereka lakukan akan menghasilkan hasil yang diinginkan dan akan dihargai oleh atasan atau lingkungannya. Para ahli Porter dan Lawler (2019) menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi motivasi dan kinerja, yaitu harapan, instrumentalis, dan valensi. Teori Kepuasan Kerja Teori ini mengemukakan bahwa kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan yang diperoleh dari pekerjaannya. Para ahli Wibowo dan Sari (2018) menjelaskan bahwa kinerja individu akan meningkat apabila mereka merasa puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Teori Balanced Scorecard Teori ini menekankan pada pentingnya pengukuran kinerja secara holistik dan seimbang melalui empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Para ahli Kaplan dan Norton (2017) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja yang holistik akan memungkinkan organisasi untuk memahami keterkaitan antara berbagai aspek kinerja yang ada. Sumber referensi: Locke, E. A., & Latham, G. P. (2015). Goal setting theory. In Handbook of theories of social psychology (pp. 394-418). Sage Publications Ltd. Porter, L. W., & Lawler, E. E. (2019). Managerial attitudes and performance. Routledge. Wibowo, A., & Sari, A. P. (2018). Kepuasan kerja sebagai prediktor kinerja karyawan: Studi meta-analisis. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 20(1), 56-63. Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2017). The balanced scorecard: Translating strategy into action. Harvard Business Press.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 50 2. Indikator-Indikator Kinerja Kinerja dalam administrasi publik dapat diukur melalui beberapa indikator yang telah diidentifikasi oleh para ahli. Berikut ini adalah beberapa indikator kinerja menurut para ahli: a) Efektivitas: Indikator ini menunjukkan seberapa jauh tujuan atau sasaran dari suatu program atau kebijakan dapat dicapai. Indikator ini dapat diukur melalui parameter seperti output, outcome, dan impact. b) Efisiensi: Indikator ini menunjukkan seberapa jauh sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kebijakan tersebut dapat ditekan atau dihemat. Indikator ini dapat diukur melalui parameter seperti biaya, waktu, dan tenaga kerja. c) Responsivitas: Indikator ini menunjukkan seberapa cepat dan seberapa baik suatu organisasi atau lembaga publik dapat merespon perubahan atau kebutuhan masyarakat. Indikator ini dapat diukur melalui parameter seperti waktu respon, kualitas pelayanan, dan kepuasan pelanggan. d) Akuntabilitas: Indikator ini menunjukkan seberapa jauh suatu organisasi atau lembaga publik dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat dan pemangku kepentingan. Indikator ini dapat diukur melalui parameter seperti transparansi, akurasi laporan keuangan, dan audit independen. e) Partisipasi: Indikator ini menunjukkan seberapa jauh masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program atau kebijakan. Indikator ini dapat diukur melalui parameter seperti tingkat partisipasi, kualitas partisipasi, dan efektivitas partisipasi. Referensi: Bouckaert, G., & Halligan, J. (Eds.). (2017). Performance Management in the Public Sector. Routledge. Hood, C. (2016). Public management by numbers: The rise of the performance state. Anthem Press. Pfeffer, J., & Sutton, R. I. (2018). The knowing-doing gap: How smart companies turn knowledge into action. Harvard Business Press. Pollitt, C., & Bouckaert, G. (2017). Public Management Reform: A Comparative Analysis. Oxford University Press. Rondinelli, D. A., & Johnson, R. W. (2017). The Measurement of Performance in Public Management: The Performance Movement in America and Britain. Routledge. Scott, W. R. (2017). Institutions and Organizations: Ideas, Interests, and Identities. Sage Publications. Van Dooren, W., Bouckaert, G., & Halligan, J. (Eds.). (2015). Performance Management in the Public Sector. Routledge.


Click to View FlipBook Version