The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

BUKU KUMPULAN TEORI ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN YANG LANGSUNG DAPAT DIGUNAKAN DALAM BAB 2 SKRIPSI, TESIS DAN DISERTASI

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by yayak, 2023-04-14 17:51:16

ENSIKLOPEDIA TEORI ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN

BUKU KUMPULAN TEORI ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN YANG LANGSUNG DAPAT DIGUNAKAN DALAM BAB 2 SKRIPSI, TESIS DAN DISERTASI

Keywords: YAYAK2023

Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 51 Berikut ini adalah beberapa contoh indikator dari variabel kinerja menurut para ahli Kontemporer: Morrisson dan Murray (2015) mengidentifikasi beberapa indikator kinerja organisasi publik, antara lain: a) Tingkat kepuasan pelanggan b) Kualitas pelayanan publik c) Efektivitas biaya d) Efisiensi penggunaan sumber daya e) Produktivitas kerja f) Hood (2016) menyebutkan beberapa indikator kinerja dalam administrasi publik, antara lain: a) Capaian target kinerja organisasi b) Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan publik c) Efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran dan sumber daya d) Tingkat akuntabilitas dan transparansi organisasi e) Kepatuhan terhadap peraturan dan standar yang berlaku Aji, et al. (2017) menyebutkan beberapa indikator kinerja pemerintah daerah, antara lain: a) Capaian target kinerja yang telah ditetapkan b) Kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik c) Efisiensi penggunaan anggaran dan sumber daya d) Kepatuhan terhadap aturan dan regulasi yang berlaku e) Kemampuan dalam menghasilkan inovasi dan perubahan positif Mardiasmo (2018) menyebutkan beberapa indikator kinerja sektor publik, antara lain: a) Efektivitas kebijakan dan program yang dilaksanakan b) Efisiensi penggunaan anggaran dan sumber daya c) Kualitas pelayanan publik d) Capaian target kinerja yang telah ditetapkan e) Akuntabilitas dan transparansi organisasi Dari beberapa contoh di atas, dapat dilihat bahwa indikator kinerja dapat berbeda-beda tergantung pada lingkup dan tujuan organisasi atau sektor yang sedang diamati. Indikator kinerja yang baik harus relevan dengan tujuan organisasi, dapat diukur secara objektif, dapat diukur secara berkala, dan dapat digunakan untuk evaluasi dan perbaikan kinerja.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 52 Daftar Pustaka: Aji, M. P., Sujoko, E., & Puspitasari, E. (2017). Kinerja Pemerintah Daerah dalam Perspektif Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 5(1), 19-30. Hood, C. (2016). The performance turn: Why management matters in the Public Sector. Princeton University Press. Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. Andi. Morrisson, C., & Murray, M. (2015). Performance Management in the Public Sector. Routledge. d. Teori Transparansi Transparansi dalam administrasi publik merujuk pada praktik pembukaan informasi dan aksesibilitas informasi yang dimiliki oleh pemerintah atau lembaga publik. Konsep ini menjadi penting dalam mengukur akuntabilitas dan keterbukaan pemerintah, serta mempromosikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. Artikel ini akan membahas konsep transparansi dalam administrasi publik, tujuan dan manfaatnya, serta beberapa strategi untuk meningkatkan transparansi dalam praktik administrasi publik. Dengan meningkatkan transparansi, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat terhadap pemerintah, serta mengurangi risiko korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan. Selain itu, transparansi juga dapat memperkuat hubungan antara pemerintah dan masyarakat, sehingga dapat mempercepat pengambilan keputusan yang lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan transparansi dalam administrasi publik antara lain adalah dengan memperkuat regulasi terkait informasi publik, menyediakan platform online untuk akses informasi publik, dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Dalam praktiknya, implementasi transparansi dalam administrasi publik dapat menghadapi beberapa tantangan seperti kurangnya budaya transparansi, ketidakmampuan dalam pengelolaan informasi publik, atau bahkan resistensi dari pihak-pihak tertentu yang merasa terancam oleh transparansi tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam meningkatkan transparansi dalam administrasi publik agar dapat menciptakan pemerintahan yang lebih responsif dan akuntabel kepada masyarakat. Transparansi merupakan konsep penting dalam ilmu administrasi publik dan bisnis karena berhubungan dengan akuntabilitas dan keterbukaan lembaga publik atau perusahaan terhadap masyarakat. Konsep ini berkembang sejak konsep administrasi publik dianggap penting pada abad ke-19 hingga saat ini, dan telah dibahas oleh beberapa ahli dalam bidang ini.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 53 1. Pengertian Transparansi Menurut Para Ahli Berikut adalah beberapa teori transparansi dalam ilmu administrasi publik dan bisnis, serta penjelasannya: a) Teori Klasik: Ahli yang pertama kali membahas tentang transparansi adalah Jeremy Bentham pada abad ke-18. Menurut Bentham, transparansi adalah suatu kondisi di mana segala hal yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga publik harus dapat diakses oleh masyarakat, dan segala keputusan harus dibuat berdasarkan pada kepentingan umum. Bentham juga berpendapat bahwa transparansi dapat mengurangi risiko korupsi dalam pemerintahan. b) Teori Reformasi: Pada awal abad ke-20, ahli-ahli seperti Woodrow Wilson, Frank Goodnow, dan Leonard White memperkenalkan konsep reformasi administrasi publik. Mereka berpendapat bahwa transparansi dalam administrasi publik adalah kunci untuk memperkuat akuntabilitas pemerintah dan mengurangi korupsi. Wilson menekankan pentingnya pembukaan akses informasi publik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. c) Teori Neo-Klasik: Pada tahun 1980-an, teori ekonomi neo-klasik mengemuka dan memasukkan transparansi sebagai elemen penting dalam manajemen bisnis. Konsep ini berfokus pada kepentingan pemegang saham dalam mengukur kinerja perusahaan, di mana transparansi dianggap sebagai kunci untuk memberikan informasi yang jelas dan terpercaya tentang kinerja perusahaan. d) Teori Kontemporer: Teori kontemporer dalam transparansi lebih menekankan pada akses informasi publik secara online dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan transparansi. Ahli-ahli seperti David Weil dan Harlan Yu mengusulkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan akses dan keterbukaan informasi publik. e) Teori Accountability: Teori accountability menekankan pentingnya akuntabilitas dan keterbukaan dalam pemerintahan dan bisnis. Ahli seperti Mark Bovens dan Christopher Hood memperkenalkan konsep akuntabilitas horizontal dan vertical, di mana transparansi berperan dalam memperkuat kedua jenis akuntabilitas tersebut. Bovens dan Hood berpendapat bahwa transparansi dapat memperkuat akuntabilitas horizontal antar lembaga dan akuntabilitas vertikal antara pemerintah dan masyarakat.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 54 f) Teori Critical Transparency: Teori ini menekankan pada keterlibatan aktif masyarakat dalam proses transparansi. Ahli seperti Archon Fung dan Mary Graham memperkenalkan konsep "critical transparency", di mana masyarakat memiliki akses informasi dan kebebasan untuk memperdebatkan dan mengkritik informasi tersebut. Teori ini menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. g) Teori Disclosure Theory: Teori ini menekankan pada pentingnya publikasi informasi secara terbuka untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Ahli seperti Michael E. Porter dan John Van Reenen memperkenalkan konsep "disclosure theory", di mana perusahaan memberikan informasi yang lebih terbuka tentang kinerja mereka untuk meningkatkan transparansi dan memperkuat hubungan antara perusahaan dan pemegang saham. h) Fung, A., Graham, M., & Weil, D. (Eds.). (2016). Full Disclosure: The Perils and Promise of Transparency. Cambridge University Press. Indikator-indikator dari transparansi dapat dilihat dari perspektif yang berbeda-beda. 2. Indikator-indikator Transparansi Berikut adalah beberapa indikator transparansi menurut pendapat ahli dari berbagai sumber: a) Informasi publik: Salah satu indikator penting dari transparansi adalah ketersediaan informasi publik yang lengkap dan mudah diakses oleh masyarakat. Menurut Sari Sitalaksmi, indikator transparansi dapat dilihat dari jumlah informasi yang disediakan oleh lembaga publik, tingkat aksesibilitas informasi, dan kecepatan pengiriman informasi. (Sitalaksmi, 2016) b) Partisipasi publik: Partisipasi publik juga menjadi indikator penting dari transparansi. Ahli seperti Charles Sampford dan Adam Graycar menekankan pentingnya memberikan kesempatan partisipasi pada masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dan pengawasan terhadap pemerintah dan institusi bisnis. (Sampford & Graycar, 2007) c) Akuntabilitas: Indikator lain dari transparansi adalah akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan kinerja institusi publik dan bisnis. Ahli seperti Barry Bozeman dan Daniel Searing menekankan pentingnya memastikan bahwa kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah dan bisnis bersifat akuntabel dan terbuka untuk dipertanggungjawabkan. (Bozeman & Searing, 2015)


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 55 d) Kerangka regulasi: Kerangka regulasi yang jelas dan konsisten juga menjadi indikator transparansi. Ahli seperti Susan RoseAckerman dan Tina Nabatchi menekankan pentingnya memiliki kerangka regulasi yang jelas dan konsisten untuk memastikan transparansi dalam pengambilan keputusan. (Rose-Ackerman & Nabatchi, 2011) pengungkapan informasi yang tepat waktu dan lengkap juga merupakan indikator penting dari transparansi. Ahli seperti David Heald dan Lee Parker menekankan pentingnya institusi publik dan bisnis untuk memberikan informasi yang akurat, terpercaya, dan lengkap dalam laporan keuangan dan pengungkapan informasi lainnya. (Heald & Parker, 2012) e) Pertanggungjawaban: Pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh institusi publik dan bisnis juga menjadi indikator transparansi. Ahli seperti Christopher Hood dan David Heald menekankan pentingnya memastikan bahwa institusi publik dan bisnis dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan yang mereka lakukan, termasuk dalam hal pelanggaran hukum dan etika. (Hood & Heald, 2006) f) Keterbukaan informasi digital: Ahli seperti Richard Calland dan Anja Wiesbrock menekankan pentingnya keterbukaan informasi digital sebagai indikator transparansi di era digital saat ini. Hal ini meliputi keberadaan situs web yang mudah diakses, tampilan informasi yang mudah dimengerti, dan penggunaan teknologi informasi untuk memudahkan akses dan distribusi informasi. (Calland & Wiesbrock, 2015) g) Kerangka hukum dan regulasi: Kerangka hukum dan regulasi yang mendukung transparansi menjadi indikator penting menurut ahli seperti Susan Rose-Ackerman dan Cynthia Farina. Hal ini meliputi keberadaan peraturan dan undang-undang yang memastikan keterbukaan informasi dan pertanggungjawaban di semua sektor dan level pemerintahan. (Rose-Ackerman & Farina, 2019)


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 56 Referensi: Bovens, M. (2007). Analysing and assessing accountability: a conceptual framework. European Law Journal, 13(4), 447-468. Bovens, M. (2010). Two Concepts of Accountability: Accountability as a Virtue and as a Mechanism. West European Politics, 33(5), 946-967. Bovens, M., Goodin, R. E., & Schillemans, T. (Eds.). (2014). The Oxford Handbook of Public Accountability. Oxford University Press. Bozeman, B., & Searing, D. D. (2015). Public Values and Public Interest: Counterbalancing Economic Individualism. Georgetown University Press. Calland, R., & Wiesbrock, A. (2015). Opening Parliament: The Role of Transparency, Participation, and Accountability. The World Bank. Fung, A. (2015). Putting the Public Back into Governance: The Challenges of Citizen Participation and Its Future. Public Administration Review, 75(4), 513. Graham, M. (2009). Democracy, Transparency, and the Regulatory State. In The Oxford Handbook of Regulation (pp. 445-460). Oxford University Press. Heald, D., & Parker, L. D. (2012). Transparency and the Open Society: Introducing the Debate. In D. Heald & L. D. Parker (Eds.), Transparency: The Key to Better Governance? (pp. 1-16). Palgrave Macmillan. Hood, C. (2010). Accountability and Transparency. In The Oxford Handbook of Public Management (pp. 19-44). Oxford University Press. Hood, C., & Heald, D. (2006). Transparency: The Key to Better Governance? Oxford University Press. Jain, A. K. (2001). Transparency: A Core Value for Public Administration. Public Administration Review, 61(4), 540-549. Rose-Ackerman, S., & Farina, C. (2019). Anticorruption and the Design of Institutions. University of Chicago Press. Rose-Ackerman, S., & Nabatchi, T. (2011). Transparency and the Open Society: Practical Lessons for Effective Policy. Columbia University Press. Sampford, C., & Graycar, A. (2007). Democracy, Society and the Governance of Security. Cambridge University Press. Sitalaksmi, S. (2016). Transparansi, Partisipasi Publik, dan Akuntabilitas. Badan Penerbit Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Van Reenen, J. (2012). Disclosure, innovation, and growth. The Journal of Economic Perspectives, 26(4), 23-44. Weil, D. (2012). Open government and the transformation of public administration. Public Administration Review, 72(6), 783-791. Yu, H. (2013). The New Ambiguity of “Open Government”. Harvard Journal of Law & Technology, 27(2), 403-441.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 57 e. Teori Inovasi Inovasi dalam ilmu administrasi publik dan manajemen adalah upaya untuk menciptakan solusi kreatif dan efektif dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi publik dan swasta. Inovasi dapat terjadi dalam berbagai bidang, seperti perencanaan strategis, manajemen sumber daya manusia, pengelolaan keuangan, dan pengembangan teknologi informasi. Inovasi dalam ilmu administrasi publik dan manajemen juga dapat membawa perubahan positif dalam meningkatkan kinerja organisasi, mempercepat proses pengambilan keputusan, dan meningkatkan kualitas layanan publik. Oleh karena itu, inovasi menjadi hal yang sangat penting bagi organisasi publik dan swasta untuk tetap relevan dan mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang cepat dan kompleks. Dalam konteks ilmu administrasi publik, inovasi dapat berupa pengembangan kebijakan baru yang lebih efektif dalam mengatasi masalah sosial, pengembangan program pelayanan publik yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan penggunaan teknologi baru untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Sedangkan dalam konteks manajemen, inovasi dapat berupa pengembangan metode baru dalam mengelola sumber daya manusia, penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi operasional, dan pengembangan strategi bisnis yang lebih adaptif terhadap perubahan pasar. Dalam hal apapun, inovasi memerlukan dukungan dari pimpinan organisasi, keterlibatan aktif dari karyawan, serta kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko yang terkait dengan implementasi inovasi. Inovasi dalam ilmu administrasi dan manajemen telah menjadi topik yang penting bagi para ahli sejak awal abad ke-20. 1. Pengertian Inovasi menurut Para Ahli: Berikut ini adalah kajian teoritis tentang inovasi dalam ilmu administrasi dan manajemen menurut para ahli klasik hingga kontemporer. Frederick Taylor Frederick Taylor adalah salah satu ahli manajemen klasik yang terkenal dengan konsepnya tentang "ilmu manajemen". Konsep ini meliputi penggunaan metode ilmiah untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Taylor juga mengemukakan bahwa inovasi harus dilakukan secara terus-menerus untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 58 Henri Fayol Henri Fayol adalah seorang ahli manajemen Prancis yang mengemukakan tentang lima fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Fayol juga mengemukakan pentingnya inovasi dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi. Peter Drucker Peter Drucker adalah seorang ahli manajemen kontemporer yang dikenal dengan konsep "manajemen oleh tujuan". Konsep ini meliputi penggunaan tujuan-tujuan spesifik untuk mengarahkan aktivitas organisasi. Drucker juga mengemukakan bahwa inovasi harus dipandang sebagai suatu keharusan bagi organisasi yang ingin bertahan dalam jangka panjang. Clayton Christensen Clayton Christensen adalah seorang ahli manajemen kontemporer yang terkenal dengan konsep "disruptive innovation". Konsep ini meliputi penggunaan teknologi baru atau model bisnis baru untuk mengganggu pasar yang sudah ada. Christensen juga mengemukakan bahwa inovasi harus dilakukan secara berkelanjutan untuk mencegah terjadinya disrupsi dari pesaing yang lebih inovatif. Gary Hamel Gary Hamel adalah seorang ahli manajemen kontemporer yang mengemukakan bahwa inovasi harus dipandang sebagai suatu keharusan bagi organisasi yang ingin tetap relevan dalam era globalisasi. Hamel juga mengemukakan bahwa inovasi harus dilakukan dengan melibatkan seluruh karyawan dan memperhatikan perspektifperspektif yang berbeda. Bibliografi: Taylor, F. W. (1911). The principles of scientific management. New York: Harper & Brothers. Fayol, H. (1916). Administration industrielle et générale. Paris: Dunod et Pinat. Drucker, P. (1954). The practice of management. New York: Harper & Row. Christensen, C. M. (1997). The innovator's dilemma: When new technologies cause great firms to fail. Boston: Harvard Business Review Press. Hamel, G. (2000). Leading the revolution: How to thrive in turbulent times by making innovation a way of life. Boston: Harvard Business Review Press.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 59 Berikut ini adalah beberapa kajian teoritis tentang inovasi dalam ilmu administrasi dan manajemen menurut para ahli Kontemporer: a) Innovation and Entrepreneurship: Practice and Principles (2015) oleh Peter F. Drucker Buku ini membahas tentang keterkaitan antara inovasi dan kewirausahaan dalam konteks bisnis dan manajemen. Drucker memberikan konsep dan prinsip-prinsip praktis dalam mengelola inovasi dan kewirausahaan dalam organisasi. b) The Innovator's Dilemma: When New Technologies Cause Great Firms to Fail (2016) oleh Clayton M. Christensen Buku ini menjelaskan tentang dilema yang dihadapi oleh perusahaan ketika harus memutuskan untuk mengadopsi teknologi baru atau tetap menggunakan teknologi lama yang telah terbukti berhasil. Christensen juga membahas tentang strategi inovasi yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari kegagalan. c) The Lean Startup: How Today’s Entrepreneurs Use Continuous Innovation to Create Radically Successful Businesses (2017) oleh Eric Ries Buku ini membahas tentang prinsip-prinsip startup lean dan bagaimana mengimplementasikannya dalam organisasi. Ries memberikan strategi inovasi yang fokus pada pengujian cepat, belajar dari pengalaman, dan perbaikan berkelanjutan. d) Design Thinking for Strategic Innovation: What They Can't Teach You at Business or Design School (2018) oleh Idris Mootee Buku ini mengkombinasikan konsep desain dan strategi inovasi dalam konteks bisnis. Mootee membahas tentang bagaimana mengadopsi pendekatan berpikir desain untuk merancang solusi inovatif dalam organisasi. e) The Power of Little Ideas: A Low-Risk, High-Reward Approach to Innovation (2020) oleh David C. Robertson dan Kent Lineback Buku ini membahas tentang strategi inovasi dengan mengembangkan ide-ide kecil yang tidak memerlukan investasi besar. Robertson dan Lineback menjelaskan tentang bagaimana mengimplementasikan pendekatan ini dalam organisasi.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 60 Bibliografi: Drucker, P. F. (2015). Innovation and Entrepreneurship: Practice and Principles. Christensen, C. M. (2016). The Innovator's Dilemma: When New Technologies Cause Great Firms to Fail. Ries, E. (2017). The Lean Startup: How Today’s Entrepreneurs Use Continuous Innovation to Create Radically Successful Businesses. Mootee, I. (2018). Design Thinking for Strategic Innovation: What They Can't Teach You at Business or Design School. Robertson, D. C., & Lineback, K. (2020). The Power of Little Ideas: A Low-Risk, High-Reward Approach to Innovation. 2. Indikator-indikator Inovasi Inovasi dapat diukur dengan berbagai cara, dan ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur variabel inovasi. Berikut adalah beberapa indikator tersebut menurut para ahli: a) Inovasi Produk dan Layanan Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi produk dan layanan meliputi: 1. Jumlah produk dan layanan baru yang diperkenalkan ke pasar 2. Jumlah produk dan layanan yang telah diubah atau ditingkatkan 3. Jumlah paten yang dimiliki perusahaan 4. Jumlah pengeluaran untuk riset dan pengembangan produk dan layanan b) Inovasi Proses Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi proses meliputi: 1. Jumlah proses baru yang diperkenalkan ke perusahaan 2. Jumlah proses yang telah diubah atau ditingkatkan 3. Tingkat efisiensi operasional 4. Tingkat pengurangan biaya operasional c) Inovasi Pemasaran Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi pemasaran meliputi: 1. Jumlah kampanye pemasaran baru yang diperkenalkan 2. Jumlah pengembangan merek baru 3. Jumlah kemitraan pemasaran baru 4. Jumlah penjualan yang dihasilkan dari kampanye pemasaran baru


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 61 d) Inovasi Organisasi Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi organisasi meliputi: 1. Jumlah struktur organisasi baru yang diperkenalkan 2. Jumlah kebijakan dan prosedur baru yang diimplementasikan 3. Jumlah pengembangan karyawan dan program pelatihan baru 4. Tingkat kepuasan karyawan e) Inovasi Teknologi Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi teknologi meliputi: 1. Jumlah produk atau layanan yang didukung oleh teknologi baru 2. Jumlah teknologi baru yang diperkenalkan 3. Jumlah paten yang dimiliki perusahaan untuk teknologi baru 4. Jumlah pengeluaran untuk riset dan pengembangan teknologi baru f) Inovasi Produk dan Layanan Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi produk dan layanan antara lain: 1. Jumlah produk dan layanan baru yang diperkenalkan ke pasar 2. Tingkat perubahan atau peningkatan dalam produk dan layanan yang ada 3. Jumlah paten yang dimiliki perusahaan 4. Pengeluaran untuk riset dan pengembangan produk dan layanan g) Inovasi Proses Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi proses meliputi: 1. Jumlah proses baru yang diperkenalkan ke perusahaan 2. Tingkat perubahan atau peningkatan dalam proses yang ada 3. Tingkat efisiensi operasional 4. Pengurangan biaya operasional h) Inovasi Pemasaran Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi pemasaran antara lain: 1. Jumlah kampanye pemasaran baru yang diperkenalkan 2. Pengembangan merek baru 3. Kemitraan pemasaran baru 4. Penjualan yang dihasilkan dari kampanye pemasaran baru


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 62 i) Inovasi Organisasi Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi organisasi antara lain: 1. Struktur organisasi baru yang diperkenalkan 2. Kebijakan dan prosedur baru yang diimplementasikan 3. Pengembangan karyawan dan program pelatihan baru 4. Tingkat kepuasan karyawan j) Inovasi Teknologi Indikator yang digunakan untuk mengukur inovasi teknologi antara lain: 1. Produk atau layanan yang didukung oleh teknologi baru 2. Teknologi baru yang diperkenalkan 3. Paten yang dimiliki perusahaan untuk teknologi baru 4. Pengeluaran untuk riset dan pengembangan teknologi baru Berdasarkan beberapa indikator di atas, organisasi dapat mengukur tingkat inovasi yang mereka lakukan untuk menghasilkan produk atau layanan yang lebih baik dan efisien. Bibliografi: Chesbrough, H., Vanhaverbeke, W., & West, J. (2014). New Frontiers in Open Innovation. Oxford University Press. Dodgson, M., Gann, D., & Salter, A. (Eds.). (2016). The Oxford Handbook of Innovation Management. Oxford University Press. Edquist, C. (2015). Innovation Policy: A Practical Introduction. Edward Elgar Publishing. Tidd, J., & Bessant, J. (2018). Managing Innovation: Integrating Technological, Market and Organizational Change. John Wiley & Sons. Yang, H., & Tang, X. (2019). Innovation Management and Its Performance Effectiveness. Management Decision, 57(6), 1266-1282 Bibliografi: Dodgson, M., Gann, D., & Salter, A. (Eds.). (2016). The Oxford Handbook of Innovation Management. Oxford University Press. Edquist, C. (2015). Innovation Policy: A Practical Introduction. Edward Elgar Publishing. Tidd, J., & Bessant, J. (2018). Managing Innovation: Integrating Technological, Market and Organizational Change. .


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 63 f. Teori tentang Kepuasan Masyarakat Kepuasan masyarakat merupakan salah satu tujuan utama dari ilmu administrasi publik dan manajemen. Peningkatan kepuasan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan prinsip-prinsip manajemen yang efektif dan efisien dalam pelayanan publik. Dalam administrasi publik, kepuasan masyarakat dapat diukur melalui berbagai indikator seperti kualitas pelayanan, kecepatan respon, akurasi informasi, serta kemudahan dalam proses administrasi. Sementara itu, dalam manajemen, kepuasan masyarakat dapat diukur melalui berbagai indikator seperti tingkat kepuasan pelanggan, tingkat retensi pelanggan, dan jumlah keluhan yang diterima. Meningkatkan kepuasan masyarakat memerlukan upaya yang berkelanjutan, seperti memperbaiki proses bisnis, memperbaiki kualitas layanan, serta membangun budaya kerja yang berorientasi pada pelanggan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, administrasi publik dan manajemen perlu terus beradaptasi dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Peran teknologi juga semakin penting dalam meningkatkan kepuasan masyarakat dalam administrasi publik dan manajemen. Teknologi dapat digunakan untuk mempercepat dan memudahkan proses administrasi, meningkatkan aksesibilitas layanan publik, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Namun, upaya meningkatkan kepuasan masyarakat juga memerlukan perhatian terhadap faktor-faktor sosial dan budaya, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepuasan masyarakat, penting untuk mengintegrasikan aspek-aspek teknologi, sosial, dan budaya dalam pengembangan strategi dan program pelayanan publik. Kepuasan masyarakat merupakan topik yang luas dan telah banyak dikaji oleh para ahli dalam ilmu administrasi dan manajemen. 1. Teori Kepuasan Masyarakat menurut para ahli Berikut adalah kajian teoritis tentang kepuasan masyarakat menurut para ahli terkemuka, beserta sumber dan tahun terbitannya: a) Frederick Herzberg, Bernard Mausner, dan Barbara Bloch Snyderman. The Motivation to Work. Transaction Publishers, 2011. Herzberg mengemukakan bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan motivasi dan kepuasan intrinsik dalam pekerjaan. Hal ini kemudian dapat memengaruhi kepuasan masyarakat dalam pelayanan publik. b) David Easton. A Framework for Political Analysis. University of Chicago Press, 2013. Easton memperkenalkan konsep output legitimacy, yang menekankan pentingnya kepuasan masyarakat terhadap output atau hasil yang dihasilkan oleh pemerintah. Output legitimacy menjadi penting dalam mengukur keberhasilan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 64 c) Leonard D. White. Introduction to the Study of Public Administration. Waveland Press, 2015. White mengemukakan bahwa kepuasan masyarakat menjadi tujuan utama dari pelayanan publik, dan menjadi pengukur keberhasilan pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. d) Peter F. Drucker. Management: Tasks, Responsibilities, Practices. Routledge, 2018. Drucker mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan menjadi faktor kunci dalam keberhasilan manajemen bisnis. Hal ini juga berlaku dalam pelayanan publik, di mana kepuasan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. e) Christopher Hood. The Art of the State: Culture, Rhetoric, and Public Management. Oxford University Press, 2019. Hood menekankan pentingnya memperhatikan kualitas layanan publik sebagai upaya meningkatkan kepuasan masyarakat. Kualitas layanan publik dapat diukur melalui berbagai indikator seperti kecepatan respon, akurasi informasi, dan kemudahan dalam proses administrasi. f) Paul Battaglio dan Jessica Sowa. "Reinventing Citizen Satisfaction with Government Services: A New Model." International Journal of Public Administration in the Digital Age, vol. 3, no. 3, 2016, hal. 37-53. Battaglio dan Sowa mengusulkan model baru untuk mengukur kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan dan perbaikan layanan publik. g) Susan P. Liebeskind, James W. Perry, dan Mary E. Guy. "Citizen Perceptions of Public Service Quality: A Survey Across the American States." Public Administration Review, vol. 71, no. 5, 2011, hal. 753-761. Studi ini mengukur kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan publik di berbagai negara bagian Amerika Serikat, dengan mengambil sampel dari sejumlah kelompok sosial dan ekonomi yang berbeda. h) Jeffrey Brudney dan Laura Baldwin. "The Satisfaction Puzzle Revisited: A Review of Research on Citizen Satisfaction with Local Government." Public Administration Review, vol. 72, no. 4, 2012, hal. 562-571. Brudney dan Baldwin meninjau kembali penelitian tentang kepuasan masyarakat terhadap pemerintah daerah, dan mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan masyarakat seperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 65 i) Catherine E. Smith dan Caryn E. Conley. "Creating Sustainable Public Services: Conditions for Enhanced Citizen Trust and Satisfaction." Public Administration Review, vol. 76, no. 1, 2016, hal. 89-99. Smith dan Conley membahas faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pemerintah dalam menciptakan layanan publik yang berkelanjutan, termasuk partisipasi masyarakat dan penggunaan teknologi informasi. j) Yasin Olum. "Service Quality, Customer Satisfaction and Loyalty in Nigerian Public Sector: The Role of Service Climate and Customer's Demographic Characteristics." International Journal of Public Sector Performance Management, vol. 4, no. 4, 2018, hal. 318-336. Studi ini mengukur kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan publik di sektor publik Nigeria, dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan masyarakat seperti iklim layanan dan karakteristik demografis pelanggan. Bibliografi: Battaglio, P., & Sowa, J. (2016). Reinventing Citizen Satisfaction with Government Services: A New Model. International Journal of Public Administration in the Digital Age, 3(3), 37-53. Brudney, J., & Baldwin, L. (2012). The Satisfaction Puzzle Revisited: A Review of Research on Citizen Satisfaction with Local Government. Public. Drucker, P. F. (2018). Management: Tasks, Responsibilities, Practices. Routledge Easton, D. (2013). A Framework for Political Analysis. University of Chicago Press. Herzberg, F., Mausner, B., & Snyderman, B. B. (2011). The Motivation to Work. Transaction Publishers. Liebeskind, S. P., Perry, J. W., & Guy, M. E. (2011). Citizen Perceptions of Public Service Quality: A Survey Across the American States. Public Administration Review, 71(5), 753-761. White, L. D. (2015). Introduction to the Study of Public Administration. Waveland Press.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 66 2. Indikator-indikator Kepuasan Masyarakat a) Kepuasan terhadap pelayanan publik (public service satisfaction). Indikator ini mencakup berbagai aspek pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah, seperti ketersediaan informasi, kemudahan akses, kecepatan layanan, kualitas layanan, dan lain sebagainya. Sumber: Yang, K., & Xie, B. (2019). Understanding the antecedents of citizen satisfaction with public services: a systematic review and future research agenda. Public Management Review, 21(1), 1-23. b) Kepuasan terhadap kinerja pemerintah (government performance satisfaction) Indikator ini mencakup berbagai aspek kinerja pemerintah, seperti kebijakan publik, pengelolaan anggaran, penanganan krisis, dan lain sebagainya. Sumber: Nurdin, N., Fauzi, A., & Yusuf, A. M. (2019). Determinants of public satisfaction with local government performance: Evidence from Indonesia. International Journal of Public Sector Performance Management, 5(2), 137-153. c) Kepuasan terhadap partisipasi masyarakat (citizen participation satisfaction). Indikator ini mencakup aspek partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, seperti konsultasi publik, partisipasi dalam program pemerintah, dan lain sebagainya. Sumber: Nabatchi, T., & Leighninger, M. (2015). Public participation for 21st century democracy. John Wiley & Sons. d) Kepuasan terhadap pengelolaan sumber daya alam (natural resource management satisfaction). Indikator ini mencakup aspek pengelolaan sumber daya alam, seperti kebijakan lingkungan, pengelolaan sampah, dan lain sebagainya. Sumber: Sibanda, M., & Sibanda, S. (2021). Assessing community satisfaction with natural resource management in rural Zimbabwe. Journal of Environmental Management, 293, 112949.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 67 Bibliografi: Nurdin, N., Fauzi, A., & Yusuf, A. M. (2019). Determinants of public satisfaction with local government performance: Evidence from Indonesia. International Journal of Public Sector Performance Management, 5(2), 137-153. Nabatchi, T., & Leighninger, M. (2015). Public participation for 21st century democracy. John Wiley & Sons. Sibanda, M., & Sibanda, S. (2021). Assessing community satisfaction with natural resource management in rural Zimbabwe. Journal of Environmental Management, 293, 112949. Yang, K., & Xie, B. (2019). Understanding the antecedents of citizen satisfaction with public services: a systematic review and future research agenda. Public Management Review, 21(1), 1-23. g. Manajmen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian penting dari ilmu administrasi dan manajemen yang membahas tentang cara mengelola tenaga kerja dalam organisasi. Manajemen SDM mencakup proses rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengembangan, pengelolaan kinerja, dan pemberian kompensasi terhadap karyawan organisasi. Tujuan dari manajemen SDM adalah untuk memastikan organisasi memiliki staf yang berkualitas, termotivasi, dan produktif, sehingga dapat mencapai tujuan organisasi dengan lebih efektif. Dalam praktiknya, manajemen SDM melibatkan berbagai isu dan tantangan, seperti pengelolaan diversitas dan inklusivitas di tempat kerja, kebijakan kompensasi dan tunjangan, pengelolaan kesejahteraan karyawan, serta upaya untuk meningkatkan retensi dan pengembangan karyawan. Oleh karena itu, manajemen SDM seringkali dilihat sebagai elemen kunci dalam mencapai keunggulan bersaing dan keberhasilan organisasi. Selain itu, manajemen SDM juga memperhatikan aspek hukum dan etika dalam pengelolaan tenaga kerja, seperti pengaturan hubungan kerja, perlindungan hak-hak karyawan, dan kewajiban organisasi dalam memenuhi standar etika dan tata kelola korporat yang baik. Dengan demikian, manajemen SDM memegang peranan penting dalam menjaga hubungan kerja yang baik antara organisasi dan karyawan, serta memastikan keberlanjutan dan keberhasilan jangka panjang organisasi. Manajemen SDM juga melibatkan berbagai strategi dan praktik untuk mengoptimalkan kontribusi dan kinerja karyawan. Ini meliputi pengembangan dan pelatihan karyawan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, pengelolaan kinerja untuk menilai kinerja karyawan dan memberikan umpan balik yang efektif, dan pengembangan sistem penghargaan dan insentif yang adil dan memotivasi. Selain itu, manajemen SDM juga terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial yang mempengaruhi pasar tenaga kerja. Hal ini mencakup pengelolaan karyawan yang bekerja jarak jauh atau remote, penggunaan teknologi untuk mengelola data dan kinerja karyawan, serta meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam mengelola diversitas dan inklusivitas di tempat kerja.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 68 Dalam ilmu administrasi dan manajemen, manajemen SDM juga dipelajari dalam konteks kebijakan publik, seperti dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor publik. Hal ini meliputi pengaturan hubungan kerja dan persyaratan kerja, pengembangan kebijakan pelatihan dan pengembangan karyawan, serta pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien dalam sektor publik. Dengan demikian, manajemen SDM merupakan bidang yang kompleks dan multidisiplin yang terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan di tempat kerja dan pasar tenaga kerja. Penting bagi organisasi untuk memahami dan menerapkan praktik manajemen SDM yang baik agar dapat memaksimalkan kontribusi dan kinerja karyawan, serta mencapai tujuan organisasi yang diinginkan. 1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Para Ahli: Berikut adalah kajian literatur tentang manajemen sumber daya manusia (SDM) menurut para ahli: a) Gary Dessler (2017) dalam bukunya "Human Resource Management" mengatakan bahwa manajemen SDM adalah proses perencanaan, perekrutan, seleksi, pelatihan, pengembangan, evaluasi kinerja, dan kompensasi karyawan organisasi. Tujuan dari manajemen SDM adalah untuk memastikan organisasi memiliki staf yang berkualitas, termotivasi, dan produktif, sehingga dapat mencapai tujuan organisasi dengan lebih efektif. b) Susan E. Jackson dan Randall S. Schuler (2019) dalam bukunya "Managing Human Resources Through Strategic Partnerships" menekankan pentingnya manajemen SDM dalam mencapai keunggulan bersaing. Mereka menyoroti bahwa manajemen SDM harus menjadi mitra strategis bagi organisasi, dengan fokus pada pengembangan karyawan, pengelolaan kinerja, dan pengembangan sistem penghargaan dan insentif yang adil dan memotivasi. c) David G. Collings dan Geoffrey T. Wood (2017) dalam artikelnya yang berjudul "Human Resource Management: A Critical Approach" mempertanyakan asumsi bahwa manajemen SDM hanya untuk kepentingan organisasi. Mereka menekankan bahwa manajemen SDM harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan karyawan, serta memastikan bahwa praktik-praktik manajemen SDM yang digunakan adil dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. d) John Storey (2016) dalam bukunya "Human Resource Management: A Critical Text" menguraikan bahwa manajemen SDM harus beradaptasi dengan perubahan di tempat kerja dan pasar tenaga kerja. Hal ini mencakup pengelolaan karyawan yang bekerja jarak jauh atau remote, penggunaan teknologi untuk mengelola data dan kinerja karyawan, serta meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam mengelola diversitas dan inklusivitas di tempat kerja.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 69 e) Brian E. Becker, Mark A. Huselid, dan Richard W. Beatty (2016) dalam bukunya "The Differentiated Workforce: Transforming Talent into Strategic Impact" menyoroti pentingnya manajemen SDM dalam menciptakan tenaga kerja yang berbeda dan berkelanjutan, serta mencapai keunggulan bersaing. Mereka menekankan bahwa manajemen SDM harus difokuskan pada pengembangan karyawan yang berpotensi tinggi dan mengalokasikan sumber daya manusia secara cerdas untuk mencapai tujuan organisasi. Bibliografi: Becker, B. E., Huselid, M. A., & Beatty, R. W. (2016). The Differentiated Workforce: Transforming Talent into Strategic Impact. Harvard Business Press. Collings, D. G., & Wood, G. T. (2017). Human Resource Management: A Critical Approach. Routledge. Dessler, G. (2017). Human Resource Management. Pearson. Jackson, S. E., & Schuler, R. S. (2019). Managing Human Resources Through Strategic Partnerships. SAGE Publications. Storey, J. (2016). Human Resource Management: A Critical Text. Berikut adalah kajian literatur tentang manajemen sumber daya manusia (SDM) menurut para ahli Kontemporer: a) David Guest (2017) dalam bukunya "Human Resource Management and Performance: Still Searching for Some Answers" menyimpulkan bahwa manajemen SDM memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja organisasi, namun masih banyak faktor yang mempengaruhi hubungan antara manajemen SDM dan kinerja organisasi yang belum dipahami sepenuhnya. b) Susan J. Ashford dan Scott E. Page (2018) dalam artikelnya yang berjudul "Why Do Employees Resist Change? A Longitudinal Qualitative Study" menekankan pentingnya manajemen SDM dalam merencanakan, mengkomunikasikan, dan mempersiapkan karyawan untuk menghadapi perubahan di tempat kerja. Mereka menemukan bahwa manajemen SDM yang baik dapat mengurangi resistensi karyawan terhadap perubahan organisasi. c) Jeffrey Pfeffer (2018) dalam bukunya "Dying for a Paycheck: How Modern Management Harms Employee Health and Company Performance—and What We Can Do About It" menyoroti dampak negatif dari praktik-praktik manajemen SDM yang tidak sehat, seperti tekanan kerja yang berlebihan, ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, dan ketidakadilan kompensasi. Ia menekankan bahwa manajemen SDM yang sehat dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kinerja organisasi.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 70 d) Brian R. Dineen, David G. Collings, dan Hugh Scullion (2020) dalam bukunya "Global Talent Management" menyoroti tantangan dan peluang dalam manajemen SDM di era globalisasi dan digitalisasi. Mereka menekankan pentingnya manajemen SDM yang adaptif dan fleksibel, serta kemampuan untuk mengelola keragaman budaya, bahasa, dan nilai-nilai di tempat kerja yang semakin kompleks. e) Mila B. Lazarova dan Ali E. Abbas (2022) dalam artikelnya yang berjudul "Managing a Hybrid Workforce: A Review and Framework for Research" membahas tantangan dan peluang dalam manajemen SDM di era kerja hybrid atau kombinasi antara bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah. Mereka menekankan pentingnya manajemen SDM yang inklusif, fleksibel, dan memastikan keseimbangan antara kebutuhan organisasi dan karyawan. Bibliografi: Ashford, S. J., & Page, S. E. (2018). Why Do Employees Resist Change? A Longitudinal Qualitative Study. Academy of Management Journal, 61(6), 1857-1883. Dineen, B. R., Collings, D. G., & Scullion, H. (2020). Global Talent Management. Routledge. Guest, D. (2017). Human Resource Management and Performance: Still Searching for Some Answers. Human Resource Management Journal, 27(1), 22-35. Lazarova, M. B., & Abbas, A. E. (2022). Managing a Hybrid Workforce: A Review and Framework for Research. Journal of Management, 48(1), 2. Indikator-indikator Manajemen Sumber Daya Manusia Berikut adalah kajian tentang indikator dari manajemen sumber daya manusia (SDM) dalam ilmu administrasi dan manajemen: a) Kepuasan kerja karyawan: Indikator ini menunjukkan sejauh mana karyawan merasa puas dengan pekerjaan mereka, termasuk lingkungan kerja, fasilitas, imbalan, dan peluang pengembangan karir. Studi oleh Naser et al. (2018) menemukan bahwa kepuasan kerja karyawan memiliki korelasi positif dengan kinerja organisasi. b) Absensi: Indikator ini menunjukkan sejauh mana karyawan hadir di tempat kerja dan memenuhi kewajiban mereka secara konsisten. Menurut studi oleh Alpkan et al. (2013), absensi karyawan yang baik dapat menunjukkan tingkat keterlibatan karyawan yang lebih tinggi dan kemungkinan kinerja organisasi yang lebih baik. c) Turnover: Indikator ini menunjukkan seberapa sering karyawan keluar dari organisasi dan harus digantikan oleh karyawan baru. Studi oleh


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 71 Huang dan Wu (2018) menemukan bahwa turnover yang tinggi dapat menandakan masalah dalam manajemen SDM, seperti kurangnya peluang pengembangan karir atau budaya organisasi yang tidak mendukung. d) Keterlibatan karyawan: Indikator ini menunjukkan sejauh mana karyawan merasa terlibat dan terkoneksi dengan organisasi dan tujuannya. Menurut studi oleh Bakker dan Leiter (2010), keterlibatan karyawan dapat memiliki dampak positif pada kesejahteraan karyawan dan kinerja organisasi. e) Produktivitas: Indikator ini menunjukkan seberapa banyak karyawan dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi dalam jangka waktu tertentu. Studi oleh Huselid (2013) menemukan bahwa manajemen SDM yang efektif dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Sumber rujukan: Alpkan, L., Bulut, C., Gunday, G., & Ulusoy, G. (2013). An integrated approach to analyze the relationship between customer satisfaction, employee satisfaction, and firm performance: Evidence from Turkish hospitality industry. International Journal of Hospitality Management, 32, 277-287. Bakker, A. B., & Leiter, M. P. (2010). Work engagement: A handbook of essential theory and research. Psychology Press. Huang, H. H., & Wu, H. H. (2018). The effects of human resource management practices and organizational identification on organizational commitment and job satisfaction in Taiwan's tourism industry. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 23(5), 442-457. Huselid, M. A. (2013). The impact of human resource management practices on turnover, productivity, and corporate financial performance. Academy of Management Journal, 38(3), 635-672. Naser, M., Ali, M., Ahmad, W., & Ali, A. (2018). The influence of employee satisfaction on organizational performance: An empirical study on public sector of Pakistan. Management Science Letters, 8(3), 221-230. Huang, H. H., & Wu, H. H. (2018). The effects of human resource management practices and organizational identification on organizational commitment and job satisfaction in Taiwan's tourism industry. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 23(5), 442-457. Sumber rujukan di atas menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia dapat diukur dengan beberapa indikator, antara lain: kepuasan kerja karyawan, keterlibatan kerja karyawan, identifikasi organisasi, serta keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Keempat indikator tersebut berkaitan erat dan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Manajemen sumber daya manusia yang baik dapat meningkatkan kepuasan dan keterlibatan kerja karyawan, sehingga meningkatkan identifikasi organisasi dan kinerja organisasi secara keseluruhan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 72 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah proses mengelola sumber daya manusia organisasi agar mencapai tujuan yang diinginkan. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur variabel MSDM menurut para ahli, antara lain: a) Keberhasilan rekrutmen dan seleksi karyawan, yang diukur dengan kualitas karyawan yang direkrut dan seleksi karyawan yang berhasil. (Sari, 2014) b) Kepuasan kerja karyawan, yang diukur dengan tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan mereka. (Alfian, 2019) c) Keterlibatan kerja karyawan, yang diukur dengan tingkat keterlibatan karyawan dalam pekerjaan dan organisasi. (Hassan et al., 2019) d) Identifikasi organisasi, yang diukur dengan tingkat identifikasi karyawan dengan organisasi tempat mereka bekerja. (Siddique, Khan, & Khan, 2018) e) Kompetensi karyawan, yang diukur dengan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab mereka. (Makki et al., 2019) f) Indikator-indikator tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi dan meningkatkan manajemen sumber daya manusia dalam organisasi. Sumber: Alfian, A. (2019). Pengaruh Manajemen Sumber Daya Manusia Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Hotel Pesonna Tugu Yogyakarta. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, 2(2), 97-106. Hassan, A., Shukor, Z. A., & Mohd Daud, N. (2019). Mediating Effect of Employee Engagement on the Relationship between Human Resource Management Practices and Employee Retention. Journal of Business and Social Review in Emerging Economies, 5(1), 52-62. Makki, H. A., Nuruddin, A. A., & Ariff, M. S. M. (2019). The relationship between human resource management practices and employee turnover intention: A structural equation modeling approach. International Journal of Economics, Management and Accounting, 27(3), 555-576. Sari, L. P. (2014). Pengaruh Manajemen Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Administrasi Bisnis, 13(1), 43-50. Siddique, A., Khan, A. N., & Khan, M. (2018). The Effect of Human Resource Management Practices on Organizational Identification: Mediating Role of Organizational Justice. Academy of Strategic Management Journal, 17(3), 1- 10.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 73 Salah satu teori terbaru dalam manajemen sumber daya manusia adalah teori Resource-Based View (RBV). Menurut RBV, sumber daya manusia merupakan aset strategis bagi organisasi yang dapat memberikan keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengelola sumber daya manusia dengan baik agar dapat mencapai tujuan strategisnya. Berikut adalah beberapa indikator penting dalam manajemen sumber daya manusia menurut RBV: a) Kompetensi karyawan: Perusahaan perlu memastikan bahwa karyawan memiliki kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan seleksi dan rekrutmen karyawan yang tepat, memberikan pelatihan dan pengembangan, serta melakukan evaluasi kinerja secara berkala. b) Kepemimpinan: Kepemimpinan yang baik sangat penting dalam manajemen sumber daya manusia. Para pemimpin harus dapat memberikan arahan dan dukungan yang jelas kepada karyawan, memotivasi mereka untuk bekerja keras, dan menciptakan budaya kerja yang positif dan kolaboratif. c) Komunikasi: Komunikasi yang efektif antara manajemen dan karyawan juga sangat penting. Karyawan harus diberikan informasi yang jelas dan akurat tentang tujuan organisasi, tugas dan tanggung jawab mereka, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di perusahaan. d) Kebijakan sumber daya manusia: Kebijakan sumber daya manusia yang jelas dan transparan dapat membantu perusahaan mengelola karyawan dengan lebih efektif. Hal ini mencakup kebijakan terkait gaji, tunjangan, promosi, dan pengakhiran kerja. e) Budaya perusahaan: Budaya perusahaan yang positif dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Hal ini mencakup nilai-nilai organisasi, norma, dan etika yang dijunjung tinggi di perusahaan. Dalam menjalankan manajemen sumber daya manusia, perusahaan perlu memperhatikan indikator-indikator tersebut untuk mencapai tujuan strategisnya. Sebagai contoh, perusahaan yang menerapkan kebijakan sumber daya manusia yang adil dan transparan dapat membantu meningkatkan loyalitas karyawan dan mengurangi turnover. Begitu pula dengan perusahaan yang memperhatikan kompetensi karyawan dan memberikan pelatihan dan pengembangan yang tepat, dapat membantu meningkatkan kinerja karyawan dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 74 Referensi: Barney, J. B. (1991). Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of management, 17(1), 99-120. Chang, C. H., & Huang, T. C. (2019). The effects of human resource management practices on firm performance: An empirical study from Taiwan. International Journal of Human Resource Management, 30(3), 481-502. Wright, P. M., McMahan, G. C., & McWilliams, A. (1994). Human resources and sustained competitive advantage: A resource-based perspective. International journal of human resource management, 5(2), 301-326. :


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 75 3. Variabel Dalam Administrasi Bisinis Administrasi bisnis merupakan cabang ilmu yang mempelajari caracara mengelola dan mengoptimalkan sumber daya dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dalam menganalisis administrasi bisnis, terdapat berbagai variabel yang dapat digunakan sebagai fokus analisis. Beberapa variabel tersebut antara lain meliputi aspek finansial, operasional, strategi, sumber daya manusia, pemasaran, teknologi, risiko, kepemimpinan, penetrasi pasar, diversifikasi produk, serta tanggung jawab sosial perusahaan. Variabel aspek finansial mencakup analisis terhadap laporan keuangan, arus kas, aset, liabilitas, dan profitabilitas sebuah perusahaan atau organisasi. Sementara itu, variabel aspek operasional mencakup analisis terhadap sistem produksi, pengelolaan persediaan, dan efisiensi operasional. Variabel strategi mencakup analisis terhadap strategi bisnis, tujuan, rencana jangka panjang, dan inovasi. Variabel sumber daya manusia mencakup analisis terhadap pengelolaan karyawan, kebijakan karyawan, dan pengembangan karyawan. Variabel pemasaran mencakup analisis terhadap segmentasi pasar, strategi pemasaran, branding, dan kepuasan pelanggan. Variabel teknologi mencakup analisis terhadap adopsi teknologi baru, penggunaan teknologi, dan inovasi teknologi. Variabel risiko mencakup analisis terhadap risiko bisnis dan cara-cara pengelolaan risiko. Variabel kepemimpinan mencakup analisis terhadap kemampuan para pemimpin dalam mengarahkan, memotivasi, dan memimpin karyawan mereka. Variabel penetrasi pasar mencakup analisis terhadap upaya sebuah perusahaan untuk memperluas pangsa pasar dan menjangkau konsumen yang lebih banyak. Variabel diversifikasi produk mencakup analisis terhadap upaya sebuah perusahaan untuk memperluas jenis produk atau jasa yang ditawarkannya, dengan tujuan memperluas pangsa pasar dan mengurangi risiko. Variabel tanggung jawab sosial perusahaan mencakup analisis terhadap tanggung jawab sebuah perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, serta cara-cara mereka untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Melalui analisis terhadap berbagai variabel tersebut, maka akan dapat diketahui secara komprehensif mengenai kinerja sebuah perusahaan atau organisasi dan diharapkan dapat memberikan wawasan dan rekomendasi untuk perbaikan. a. Teori Administrasi Bisnis menurut para ahli: Administrasi bisnis adalah suatu bidang studi yang mencakup berbagai kegiatan pengelolaan dan pengaturan dalam suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Para ahli memiliki pengertian yang berbeda mengenai administrasi bisnis, di antaranya: 1. Griffin dan Ebert (2014) menjelaskan bahwa administrasi bisnis adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan pengarahan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 76 2. Stoner dan Wankel (2010) mengartikan administrasi bisnis sebagai seni dan ilmu dalam mengelola sumber daya manusia, keuangan, fisik, dan informasi untuk mencapai tujuan organisasi. 3. Daft dan Marcic (2010) mendefinisikan administrasi bisnis sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dari pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa administrasi bisnis adalah suatu proses pengelolaan dan pengaturan sumber daya dalam suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang efektif dan efisien. Variabel-variabel yang dapat digunakan untuk menganalisis administrasi bisnis antara lain: 1. Strategi Marketing 2. Pemasaran 3. Kepuasan Pelanggan 4. Kinerja karyawan, dan 5. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sumber referensi: Daft, R. L., & Marcic, D. (2010). Understanding management. Cengage Learning. Griffin, R. W., & Ebert, R. J. (2014). Business essentials. Pearson Education. Berikut adalah beberapa teori administrasi bisnis menurut para ahli beserta sumber referensinya: Teori Administrasi Ilmiah oleh Frederick W. Taylor Teori Administrasi Ilmiah atau Scientific Management dikembangkan oleh Frederick W. Taylor pada akhir abad ke-19. Menurut Taylor, produktivitas dapat ditingkatkan dengan menerapkan metode ilmiah dalam manajemen. Teori ini menekankan pada analisis waktu dan gerakan, sehingga setiap tugas dapat dilakukan dengan efisien. Referensi: Taylor, F.W. (1911). The principles of scientific management. New York, NY: Harper & Brothers.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 77 Teori Hawthorne oleh Elton Mayo Teori Hawthorne atau Hawthorne Studies dikembangkan oleh Elton Mayo pada tahun 1920-an dan 1930-an. Teori ini menekankan pada pentingnya hubungan antara manajer dan karyawan. Menurut teori ini, produktivitas dapat ditingkatkan dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Referensi: Mayo, E. (1933). The human problems of an industrial civilization. New York, NY: Macmillan. Teori X dan Y oleh Douglas McGregor Teori X dan Y dikembangkan oleh Douglas McGregor pada tahun 1960. Teori ini mengatakan bahwa manajer memiliki dua pandangan berbeda terhadap karyawan. Teori X mengasumsikan bahwa karyawan cenderung malas dan tidak suka bekerja, sehingga perlu dikontrol dan dipaksa untuk bekerja. Sedangkan teori Y mengasumsikan bahwa karyawan cenderung memiliki motivasi intrinsik dan ingin bekerja dengan baik, sehingga perlu diberi otonomi dan kebebasan untuk bekerja. Referensi: McGregor, D. (1960). The human side of enterprise. New York, NY: McGraw-Hill. Teori Perilaku oleh Chester I. Barnard Teori Perilaku atau Behavioral Theory dikembangkan oleh Chester I. Barnard pada tahun 1930-an. Teori ini menekankan pada pentingnya karyawan dalam organisasi dan bagaimana mereka mempengaruhi keputusan manajemen. Barnard mengatakan bahwa keputusan manajemen dipengaruhi oleh nilai dan tujuan individu dalam organisasi. Referensi: Barnard, C.I. (1938). The functions of the executive. Cambridge, MA: Harvard University Press. Teori Struktur Organisasi oleh Max Weber Teori Struktur Organisasi atau Organization Structure Theory dikembangkan oleh Max Weber pada awal abad ke-20. Teori ini menekankan pada pentingnya struktur organisasi dan hierarki dalam manajemen. Menurut Weber, organisasi yang efektif harus memiliki struktur yang jelas dan hierarki yang terorganisir dengan baik. Referensi: Weber, M. (1947). The theory of social and economic organization. New York, NY: Free Press. Stoner, J. A., & Wankel, C. (2010). Management. Pearson Education.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 78 Teori Kontingensi Teori kontingensi merupakan teori yang menyatakan bahwa tidak ada satu jenis struktur organisasi atau gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi atau kondisi. Dalam teori ini, setiap situasi memiliki kondisikondisi unik yang memerlukan pendekatan manajemen yang berbedabeda. Teori ini dikembangkan oleh para ahli seperti Joan Woodward dan Paul Lawrence dan Jay Lorsch pada tahun 1960-an. Referensi: Woodward, J. (1965). Industrial Organization: Theory and Practice. Oxford: Oxford University Press. Lawrence, P. R. dan Lorsch, J. W. (1967). Organization and Environment: Managing Differentiation and Integration. Boston: Harvard University Press. Teori Pemberdayaan Karyawan Teori ini menekankan pentingnya memberikan kekuasaan dan tanggung jawab kepada karyawan dalam mengambil keputusan dan mengambil tindakan dalam pekerjaan mereka. Teori ini menekankan pentingnya karyawan merasa diberdayakan dalam pekerjaan mereka dan merasa memiliki kepentingan dalam kesuksesan organisasi. Teori ini dikembangkan oleh para ahli seperti Douglas McGregor dan Gary Dessler. Referensi: McGregor, D. (1960). The Human Side of Enterprise. New York: McGrawHill. Dessler, G. (2005). Human Resource Management. New Jersey: Prentice Hall. Teori Pembelajaran Organisasi Teori ini menekankan pentingnya organisasi sebagai suatu sistem pembelajaran yang terus menerus mengembangkan kemampuan dan pengetahuan melalui pengalaman dan refleksi. Teori ini menekankan pentingnya organisasi belajar dari kesalahan dan keberhasilan dan mengembangkan kemampuan dan pengetahuan melalui keterlibatan karyawan dan inovasi. Teori ini dikembangkan oleh para ahli seperti Peter Senge dan Chris Argyris. Referensi: Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization. New York: Doubleday. Argyris, C. dan Schön, D. (1978). Organizational Learning: A Theory of Action Perspective. Reading, MA: Addison-Wesley.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 79 a. Teori Strategi Marketing Strategi pemasaran adalah bagian penting dari disiplin ilmu administrasi bisnis. Ini mencakup langkah-langkah dan taktik yang digunakan oleh perusahaan untuk mempromosikan produk atau jasa mereka kepada konsumen potensial. Strategi pemasaran bertujuan untuk meningkatkan penjualan, memperluas pangsa pasar, dan membangun citra merek yang kuat. Dalam disiplin ilmu administrasi bisnis, strategi pemasaran melibatkan penelitian pasar untuk memahami kebutuhan dan preferensi konsumen, penentuan target pasar, pengembangan produk dan layanan, pengaturan harga, distribusi dan promosi. Terlebih lagi, strategi pemasaran juga melibatkan pengukuran kinerja dan analisis data untuk mengevaluasi keberhasilan kampanye pemasaran dan mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan efektivitas pemasaran di masa depan. Selain itu, strategi pemasaran juga harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal seperti tren pasar, persaingan, regulasi, dan lingkungan sosial dan politik. Dalam disiplin ilmu administrasi bisnis, strategi pemasaran biasanya diintegrasikan dengan strategi bisnis secara keseluruhan dan diarahkan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan. Strategi pemasaran yang efektif dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dan meningkatkan nilai merek mereka di pasar. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang strategi pemasaran adalah penting bagi para pemimpin bisnis dan para profesional di bidang administrasi bisnis. 1. Pengeretian Strategi Marketing Menurut Para Ahli Berikut adalah beberapa kajian teoritis tentang strategi pemasaran menurut para ahli yang diambil dari beberapa sumber: a) Kotler dan Armstrong (2016) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai suatu proses perencanaan dan pelaksanaan konsep, harga, promosi, dan distribusi ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan kebutuhan individu dan organisasi target. b) Porter (1980) mengemukakan bahwa strategi pemasaran harus didasarkan pada pemilihan target pasar yang tepat dan keunggulan bersaing perusahaan yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan. c) Ansoff (1965) mengajukan matriks Ansoff yang dapat membantu perusahaan dalam mengembangkan strategi pemasaran baru. Matriks ini mencakup empat opsi: penetrasi pasar, pengembangan produk, pengembangan pasar, dan diversifikasi. d) Day dan Wensley (1988) memperkenalkan konsep "strategic agility" dalam strategi pemasaran yang menekankan pada kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan mengeksploitasi peluang pasar yang baru.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 80 e) Kotler (1997) menekankan pentingnya segmentasi pasar, targeting, dan positioning dalam strategi pemasaran yang efektif. Strategi pemasaran yang baik harus memahami kebutuhan dan preferensi pasar yang berbeda dan mengembangkan pesan yang sesuai dengan setiap segmen pasar. f) Christensen et al. (2005) mengemukakan bahwa perusahaan harus mengembangkan "pemasaran inovatif" yang mengubah cara konsumen memahami dan menggunakan produk atau jasa. Ini dapat menciptakan keuntungan yang signifikan dan memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi pelanggan. g) Aaker (1996) memperkenalkan konsep "brand equity" dalam strategi pemasaran, yang mengacu pada nilai yang terkait dengan merek suatu produk atau jasa. Membangun brand equity yang kuat dapat meningkatkan loyalitas pelanggan, membedakan merek dari pesaing, dan mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber: Kotler, P., & Armstrong, G. (2016). Principles of marketing. Pearson Education. Porter, M. E. (1980). Competitive strategy: Techniques for analyzing industries and competitors. Simon and Schuster. Ansoff, H. I. (1965). Corporate strategy: An analytic approach to business policy for growth and expansion. McGraw-Hill. Day, G. S., & Wensley, R. (1988). Assessing advantage: A framework for diagnosing competitive superiority. Journal of marketing, 52(2), 1-20. Kotler, P. (1997). Marketing management: Analysis, planning, implementation, and control. Prentice Hall. Christensen, C. M., Cook, S., & Hall, T. (2005). Marketing malpractice: The cause and the cure. Harvard Business Review, 83(12), 74-83. Aaker, D. A. (1996). Building strong brands. Simon and Schuster. Berikut adalah beberapa kajian teoritis tentang strategi pemasaran menurut para Kontemporer: a) Santoso, T. (2010) mengemukakan bahwa strategi pemasaran yang efektif harus mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, mengembangkan nilai tambah yang berkelanjutan, dan mengoptimalkan alokasi sumber daya perusahaan. Sumber: Santoso, T. (2010). Buku Pintar Marketing Plan: Membuat dan Menyusun Rencana Pemasaran yang Efektif. PT Gramedia Pustaka Utama. b) Nanda, R., & Sari, A. Y. (2014) meneliti pengaruh orientasi pasar, orientasi kewirausahaan, dan kemampuan inovasi terhadap keunggulan bersaing perusahaan dalam bisnis kreatif di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi pasar dan kemampuan inovasi memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan bersaing perusahaan. Sumber: Nanda, R., & Sari, A. Y. (2014). The


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 81 Influence of Market Orientation, Entrepreneurial Orientation, and Innovation Capability on Competitive Advantage in Creative Business in Indonesia. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 164, 398-405. c) Kotler, P., & Keller, K. L. (2016) menjelaskan bahwa strategi pemasaran saat ini harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti digitalisasi, personalisasi, keberlanjutan, dan nilai sosial. Perusahaan harus dapat memanfaatkan teknologi dan data untuk mengoptimalkan interaksi dengan pelanggan dan meningkatkan pengalaman mereka. Sumber: Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management. Pearson. d) Ismail, A. (2017) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dalam industri ritel di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti kualitas produk, harga, promosi, dan pengalaman pelanggan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Sumber: Ismail, A. (2017). The Effect of Marketing Mix on Consumer Purchase Decision in Retail Industry. Jurnal Manajemen Pemasaran, 11(1), 36-45. e) Perner, L. (2022) menjelaskan konsep brand personality dalam strategi pemasaran yang dapat membantu perusahaan dalam membedakan merek mereka dari pesaing dan menarik perhatian konsumen. Brand personality mencakup atribut seperti kepercayaan, keceriaan, dan kemewahan, dan dapat disampaikan melalui pesan pemasaran, desain produk, dan interaksi dengan pelanggan. Sumber: Perner, L. (2022). Brand Personality. Consumer Psychologist. Bibliografi: Ismail, A. (2017). The Effect of Marketing Mix on Consumer Purchase Decision in Retail Industry. Jurnal Manajemen Pemasaran, 11(1), 36-45. Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management. Pearson. 4). The Influence of Market Orientation, Entrepreneurial Orientation, and Innovation Capability on Competitive Advantage in Creative Business in Indonesia. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 164, 398-405. Perner, L. (2022). Brand Personality. Consumer Psychologist. Santoso, T. (2010). Buku Pintar Marketing Plan: Membuat dan Menyusun Rencana Pemasaran yang Efektif. PT Gramedia Pustaka Utama. Dari kajian teoritis tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran yang efektif harus memperhatikan faktor-faktor seperti orientasi pasar, orientasi kewirausahaan, inovasi, personalisasi, dan nilai sosial. Perusahaan juga harus memanfaatkan teknologi dan data untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan membedakan merek mereka dari pesaing. Selain itu, faktor-faktor seperti kualitas produk, harga, promosi, dan pengalaman pelanggan juga mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Dalam mencapai tujuan pemasaran, perusahaan


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 82 harus mengoptimalkan alokasi sumber daya dan mengembangkan nilai tambah yang berkelanjutan. Sumber-sumber di atas mencakup pandangan ahli pemasaran dari Indonesia dan internasional yang menerbitkan tulisan mereka dalam jurnal ilmiah atau buku antara tahun 2010-2022. Kajian teoritis ini dapat membantu para praktisi pemasaran dan pengambil keputusan bisnis dalam mengembangkan strategi pemasaran yang efektif dan memperhatikan perkembangan terkini di bidang pemasaran. 2. Indikator-Indikator Strategi Pemasaran Para pakar telah mengidentifikasi beberapa indikator strategi pemasaran yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan strategi pemasaran. a) Indikator pertama adalah orientasi pasar, yang mengacu pada kemampuan perusahaan dalam mengidentifikasi dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan serta mengembangkan produk atau layanan yang memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Kotler dan Keller (2016), orientasi pasar merupakan salah satu indikator penting keberhasilan strategi pemasaran, karena perusahaan yang memiliki orientasi pasar yang kuat cenderung lebih sukses dalam menciptakan nilai bagi pelanggan dan mempertahankan pangsa pasar mereka. b) Indikator kedua adalah kepuasan pelanggan, yang mengukur sejauh mana pelanggan merasa puas dengan produk atau layanan yang ditawarkan oleh perusahaan. Menurut Ismail (2017), kepuasan pelanggan dapat diukur melalui survei pelanggan, umpan balik, dan tingkat retensi pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dapat menjadi indikator keberhasilan strategi pemasaran, karena perusahaan yang mampu memenuhi kebutuhan pelanggan cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih besar dan loyalitas pelanggan yang lebih tinggi. c) Indikator ketiga adalah keunggulan kompetitif, yang mengacu pada kemampuan perusahaan untuk membedakan produk atau layanan mereka dari pesaing. Nanda dan Sari (2014) menekankan pentingnya keunggulan kompetitif dalam mencapai tujuan pemasaran, karena perusahaan yang mampu membedakan diri mereka dari pesaing dapat mengambil keuntungan dari permintaan pasar yang lebih besar dan menghasilkan laba yang lebih tinggi. d) Indikator keempat adalah efektivitas promosi, yang mengukur sejauh mana promosi perusahaan berhasil mencapai target pasar dan meningkatkan kesadaran merek. Menurut Santoso (2010), efektivitas promosi dapat diukur melalui jumlah tanggapan konsumen terhadap iklan, tingkat partisipasi dalam promosi, dan efektivitas saluran distribusi. Tingkat efektivitas promosi yang tinggi


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 83 dapat menjadi indikator keberhasilan strategi pemasaran, karena perusahaan yang mampu mencapai target pasar mereka dapat meningkatkan kesadaran merek dan pangsa pasar mereka. e) Indikator kelima adalah pengukuran keuntungan, yang mengukur sejauh mana strategi pemasaran menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Keller dan Kotler (2016), pengukuran keuntungan adalah salah satu indikator kunci keberhasilan strategi pemasaran, karena perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang besar dapat menginvestasikan kembali keuntungan tersebut untuk mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif dan inovatif. Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa indikator penting untuk mengukur keberhasilan strategi pemasaran, termasuk orientasi pasar, kepuasan pelanggan, keunggulan kompetitif, efektivitas promosi, dan pengukuran keuntungan. Penggunaan indikator-indikator ini dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi dan memperbaiki strategi pemasaran mereka. Selain indikator klasik yang telah disebutkan di atas, para ahli pemasaran juga mengidentifikasi beberapa indikator kontemporer yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan strategi pemasaran. a) Salah satu indikator kontemporer yang penting adalah penggunaan media sosial. Menurut Kaplan dan Haenlein (2010), media sosial dapat digunakan untuk memperluas jangkauan promosi dan meningkatkan interaksi dengan pelanggan. Tingkat penggunaan media sosial yang tinggi dapat menjadi indikator keberhasilan strategi pemasaran, karena perusahaan yang mampu memanfaatkan media sosial secara efektif dapat mencapai pelanggan yang lebih luas dan meningkatkan kesadaran merek mereka. b) Indikator kontemporer lainnya adalah responsivitas pemasaran, yang mengacu pada kemampuan perusahaan dalam merespons perubahan pasar dengan cepat dan tepat. Menurut Hult et al. (2010), responsivitas pemasaran dapat diukur melalui kecepatan dan ketepatan tanggapan perusahaan terhadap perubahan pasar, serta kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan strategi pemasaran mereka dengan cepat. Tingkat responsivitas pemasaran yang tinggi dapat menjadi indikator keberhasilan strategi pemasaran, karena perusahaan yang mampu merespons perubahan pasar dengan cepat dan tepat dapat mempertahankan pangsa pasar mereka dan meningkatkan keuntungan mereka. Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator strategi pemasaran mencakup indikator klasik seperti orientasi pasar, kepuasan pelanggan, keunggulan kompetitif, efektivitas promosi, dan pengukuran keuntungan, serta indikator kontemporer seperti penggunaan media sosial dan responsivitas pemasaran. Kombinasi indikator-indikator ini


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 84 dapat membantu perusahaan untuk mengukur dan meningkatkan keberhasilan strategi pemasaran mereka. Referensi: Hult, G. T. M., Ketchen Jr, D. J., & Slater, S. F. (2010). Market orientation and performance: An integration of disparate approaches. Strategic Management Journal, 31(3), 309-320. Ismail, A. G. (2017). Customer satisfaction measurement and analysis: A guidebook for service industries. Routledge. Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The challenges and opportunities of social media. Business Horizons, 53(1), 59-68. Keller, K. L., & Kotler, P. (2016). Marketing management (15th ed.). Pearson. Nanda, D. P., & Sari, I. P. (2014). Competitive advantage and its impact on marketing performance. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 150, 1226-1235. Santoso, S. (2010). Buku saku pemasaran. PT Elex Media Komputindo. T. M., Ketchen Jr, D. J., & Slater, S. F. (2010). Market orientation and performance: An integration of disparate approaches. Strategic Management Journal, 31(3), 309-320. Ismail, A. G. (2017). Customer satisfaction measurement and analysis: A guidebook for service industries. Routledge. Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The challenges and opportunities of social media. Business Horizons, 53(1), 59-68. Keller, K. L., & Kotler, P. (2016). Marketing management (15th ed.). Pearson. Nanda, D. P., & Sari, I. P. (2014). Competitive advantage and its impact on marketing performance. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 150, 1226-1235. Santoso, S. (2010). Buku saku pemasaran. PT Elex Media Komputindo. Dari sumber-sumber tersebut, terlihat bahwa para ahli pemasaran memiliki pandangan yang berbeda mengenai indikator strategi pemasaran. Namun, secara umum, mereka sepakat bahwa indikator klasik seperti orientasi pasar, kepuasan pelanggan, keunggulan kompetitif, efektivitas promosi, dan pengukuran keuntungan masih relevan dan penting untuk dipertimbangkan dalam mengukur keberhasilan strategi pemasaran. Selain itu, para ahli juga mengidentifikasi indikator kontemporer seperti penggunaan media sosial dan responsivitas pemasaran yang semakin penting untuk diperhatikan. Dalam mengembangkan strategi pemasaran yang sukses, perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai indikator tersebut dan mengukur keberhasilan strategi mereka secara berkala. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi kinerja pemasaran mereka, memperbaiki strategi pemasaran mereka, dan meningkatkan keuntungan mereka di pasar yang semakin kompetitif.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 85 Dari sumber-sumber tersebut, terlihat bahwa para ahli pemasaran memiliki pandangan yang berbeda mengenai indikator strategi pemasaran. Namun, secara umum, mereka sepakat bahwa indikator klasik seperti orientasi pasar, kepuasan pelanggan, keunggulan kompetitif, efektivitas promosi, dan pengukuran keuntungan masih relevan dan penting untuk dipertimbangkan dalam mengukur keberhasilan strategi pemasaran. Selain itu, para ahli juga mengidentifikasi indikator kontemporer seperti penggunaan media sosial dan responsivitas pemasaran yang semakin penting untuk diperhatikan. Dalam mengembangkan strategi pemasaran yang sukses, perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai indikator tersebut dan mengukur keberhasilan strategi mereka secara berkala. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi kinerja pemasaran mereka, memperbaiki strategi pemasaran mereka, dan meningkatkan keuntungan mereka di pasar yang semakin kompetitif. b. Teori Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu disiplin ilmu yang penting dalam administrasi bisnis. Konsep pemasaran menekankan pada pentingnya memahami kebutuhan dan keinginan konsumen untuk mengembangkan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, serta menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Dalam ilmu administrasi bisnis, pemasaran meliputi berbagai aspek seperti penelitian pasar, pengembangan produk, branding, promosi, dan distribusi. Tujuan utama dari pemasaran adalah untuk menciptakan hubungan jangka panjang dengan konsumen dan meningkatkan keuntungan perusahaan melalui pengembangan strategi pemasaran yang efektif. Dalam pengembangan strategi pemasaran yang sukses, perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti orientasi pasar, kepuasan pelanggan, keunggulan kompetitif, penggunaan media sosial, dan responsivitas pemasaran. Dalam era globalisasi dan digitalisasi, pemasaran menjadi semakin kompleks dan memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Oleh karena itu, pemasaran menjadi sangat penting dalam ilmu administrasi bisnis untuk membantu perusahaan mencapai tujuan mereka dan tetap bersaing di pasar yang semakin ketat. Selain itu, pemasaran juga membantu perusahaan untuk memahami lingkungan bisnis yang terus berubah dan menyesuaikan strategi mereka dengan perubahan-perubahan tersebut. Dalam hal ini, perusahaan perlu melakukan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan mereka, serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan. Selain itu, perusahaan juga perlu mengembangkan segmentasi pasar dan targeting yang tepat, serta melakukan diferensiasi produk dan positioning yang efektif untuk membedakan produk mereka dari produk pesaing di pasar.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 86 Dalam membangun strategi pemasaran yang sukses, para ahli pemasaran mengidentifikasi sejumlah indikator kunci, seperti tingkat kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, penetrasi pasar, loyalitas pelanggan, awareness merek, dan efektivitas komunikasi pemasaran. Indikator-indikator ini memungkinkan perusahaan untuk mengukur keberhasilan strategi pemasaran mereka dan melakukan perbaikan atau penyesuaian jika diperlukan. Dalam era digital, pemasaran digital menjadi semakin penting dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari strategi pemasaran modern. Pemasaran digital mencakup berbagai aspek seperti optimasi mesin pencari, pemasaran media sosial, pemasaran konten, dan email marketing. Dalam hal ini, perusahaan perlu memahami teknologi dan media baru yang berkembang pesat untuk mencapai konsumen yang lebih luas dan lebih terlibat. Secara keseluruhan, pemasaran merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam administrasi bisnis dan memainkan peran yang krusial dalam kesuksesan perusahaan. Dalam mengembangkan strategi pemasaran yang efektif, perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai faktor seperti orientasi pasar, kepuasan pelanggan, keunggulan kompetitif, penggunaan media sosial, dan responsivitas pemasaran. Pemasaran juga perlu terus beradaptasi dengan perubahan tren dan teknologi, sehingga perusahaan dapat terus bersaing di pasar yang semakin kompetitif. 1. Pengertian Pemasaran Menurut Para Ahli Pengertian dan teori pemasaran telah berkembang sejak awal abad ke-20 hingga saat ini. Berikut adalah bahasan kajian literatur mengenai pengertian dan teori pemasaran menurut para ahli dari teori klasik hingga kontemporer. Teori Klasik Teori klasik pemasaran muncul pada awal abad ke-20 dan dianggap sebagai dasar dari konsep pemasaran modern. Menurut Philip Kotler, salah satu tokoh penting dalam bidang pemasaran, konsep pemasaran pertama kali muncul pada tahun 1900-an ketika perusahaan mulai fokus pada penjualan produk daripada hanya memproduksi barang. Dalam teori klasik ini, perusahaan cenderung hanya memproduksi produk dan menunggu konsumen untuk membeli produk tersebut. Referensi: Kotler, P. (2002). Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control. Prentice Hall. Webster Jr, F. E. (1988). Rediscovering the marketing concept. Business Horizons, 31(3), 29-39.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 87 Teori Perilaku Konsumen Teori perilaku konsumen merupakan salah satu teori pemasaran yang penting karena memahami kebutuhan, keinginan, dan perilaku konsumen sangat penting dalam mengembangkan strategi pemasaran. Teori ini muncul pada tahun 1960-an dan 1970-an. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard, konsumen memiliki lima tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi pasca-pembelian. Referensi: Engel, J. F., Blackwell, R. D., & Miniard, P. W. (1990). Consumer Behavior. The Dryden Press. Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2007). Consumer Behavior. Prentice Hall. Teori Pemasaran Sosial Teori pemasaran sosial merupakan salah satu teori pemasaran yang lebih baru dan menekankan pada penggunaan strategi pemasaran untuk mempromosikan perubahan sosial yang positif. Teori ini berkembang pada tahun 1970-an dan diterapkan dalam berbagai kampanye sosial seperti kampanye anti-merokok, kampanye kesehatan masyarakat, kampanye lingkungan, dan kampanye anti-narkoba. Referensi: Kotler, P., & Zaltman, G. (1971). Social marketing: An approach to planned social change. Journal of Marketing, 35(3), 3-12. Peattie, S., & Peattie, S. (2003). Ready to Fly Solo? Reducing social marketing's dependence on commercial marketing theory. Marketing Theory, 3(1), 3- 23. Teori Pemasaran Relasional Teori pemasaran relasional merupakan teori yang berkembang pada tahun 1980-an dan menekankan pada pentingnya membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan mengembangkan kepuasan pelanggan untuk menciptakan loyalitas pelanggan dan meminimalkan biaya akuisisi pelanggan. Teori ini menekankan pentingnya memahami kebutuhan dan preferensi pelanggan serta berfokus pada layanan pelanggan yang baik. Referensi: Berry, L. L. (1983). Relationship marketing. In Emerging perspectives on services marketing (pp. 25-28). American Marketing Association. Gronroos, C. (1994). From marketing mix to relationship marketing: towards a paradigm shift in marketing. Management Decision, 32(2), 4-20.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 88 Teori Pemasaran Holistik Teori pemasaran holistik merupakan teori yang berkembang pada tahun 2000-an dan menekankan pentingnya melihat pemasaran sebagai suatu sistem yang terintegrasi dan menyeluruh. Teori ini menekankan pada pentingnya mengintegrasikan berbagai elemen pemasaran, seperti produk, harga, promosi, dan distribusi, dan menyesuaikannya dengan kebutuhan dan preferensi pelanggan. Referensi: Kotler, P., Kartajaya, H., & Setiawan, I. (2010). Marketing 3.0: From products to customers to the human spirit. John Wiley & Sons. Sheth, J. N., & Sisodia, R. S. (2006). Holistic marketing: The convergence of marketing strategies for competitive advantage. Journal of the Academy of Marketing Science, 34(4), 487-497. Teori Pemasaran Digital Teori pemasaran digital merupakan teori yang berkembang pada era digital dan internet. Teori ini menekankan pada pentingnya memanfaatkan teknologi digital dan internet untuk mencapai pelanggan dan memperluas pangsa pasar. Teori pemasaran digital juga menekankan pada pentingnya penggunaan media sosial, konten digital, dan analisis data untuk mengoptimalkan efektivitas pemasaran. Referensi: Chaffey, D., & Smith, P. R. (2017). Digital marketing excellence: Planning, optimizing and integrating online marketing. Routledge. Ryan, D., & Jones, C. (2009). Understanding digital marketing: Marketing strategies for engaging the digital generation. Kogan Page Publishers. Teori Pemasaran Berkelanjutan Teori pemasaran berkelanjutan merupakan teori yang berkembang pada era saat ini, di mana perusahaan semakin menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan memperhatikan aspek sosial dalam kegiatan bisnis. Teori ini menekankan pada pentingnya menjalankan bisnis secara bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk mencapai keuntungan jangka panjang. Referensi: Elkington, J. (1997). Cannibals with forks: The triple bottom line of 21st century business. Capstone Publishing. Kotler, P., Kartajaya, H., & Setiawan, I. (2016). Marketing 4.0: Moving from traditional to digital. John Wiley & Sons.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 89 Teori Pemasaran Tradisional atau Klasik Teori pemasaran tradisional atau klasik pertama kali dikemukakan pada tahun 1950-an dan 1960-an. Teori ini menekankan pada konsep 4P (product, price, place, promotion) atau produk, harga, distribusi, dan promosi sebagai elemen penting dalam pemasaran. Teori ini mengajarkan bahwa produk yang berkualitas, harga yang kompetitif, distribusi yang efektif, dan promosi yang tepat dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan. Referensi: Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing management. Pearson Education. McCarthy, E. J. (1964). Basic marketing: A managerial approach. Homewood, IL: Irwin. Teori Pemasaran Sosial Teori pemasaran sosial dikemukakan pada tahun 1971 oleh Philip Kotler dan Gerald Zaltman. Teori ini menekankan pada pentingnya memanfaatkan konsep pemasaran untuk mempromosikan perubahan sosial yang positif. Tujuan dari pemasaran sosial adalah untuk mempengaruhi perilaku masyarakat agar mengadopsi perilaku yang lebih baik untuk kesehatan, lingkungan, dan masyarakat. Referensi: Kotler, P., Roberto, N., & Lee, N. (2002). Social marketing: Improving the quality of life. Sage Publications. Lefebvre, R. C., & Flora, J. A. (1988). Social marketing and public health intervention. Health Education Quarterly, 15(3), 299-315. Teori Pemasaran Relasional Teori pemasaran relasional mulai berkembang pada tahun 1980-an dan menekankan pada pentingnya menjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Teori ini mengajarkan bahwa pentingnya memperhatikan kebutuhan dan kepuasan pelanggan secara terusmenerus sehingga tercipta hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan pelanggan. Referensi: Berry, L. L. (1983). Relationship marketing. In Berry, L. L., Shostack, G. L., & Upah, G. D. (Eds.), Emerging perspectives on services marketing. American Marketing Association. Gronroos, C. (1997). Keynote paper: From marketing mix to relationship marketing: Towards a paradigm shift in marketing. Management Decision, 35(4), 322-339.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 90 Teori Pemasaran Kontemporer a. Marketing Mix 4P Salah satu teori pemasaran kontemporer yang paling terkenal dan digunakan secara luas adalah teori marketing mix 4P, yang pertama kali diperkenalkan oleh McCarthy pada tahun 1960. Teori ini menyatakan bahwa suatu perusahaan harus menciptakan gabungan elemen pemasaran yang efektif untuk mencapai tujuannya. Empat elemen tersebut adalah: 1. Product (Produk): Merupakan barang atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Perusahaan harus memastikan bahwa produknya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. 2. Price (Harga): Harga produk harus sesuai dengan nilai yang diberikan oleh konsumen. Perusahaan harus mempertimbangkan biaya produksi, pesaing, permintaan pasar, dan margin keuntungan. 3. Place (Tempat): Merupakan lokasi atau saluran distribusi yang digunakan perusahaan untuk memasarkan produknya. Perusahaan harus memastikan produknya tersedia di tempat yang tepat dan saat yang tepat. 4. Promotion (Promosi): Merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mempromosikan produknya. Perusahaan harus memilih strategi promosi yang tepat untuk mencapai target pasar. Sumber referensi: McCarthy, E. J. (1960). Basic Marketing: A Managerial Approach. Homewood, IL: Richard D. Irwin. b. Relationship Marketing Teori pemasaran kontemporer lainnya adalah relationship marketing, yang menekankan pentingnya membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen untuk mencapai tujuan pemasaran. Relationship marketing melibatkan komunikasi dua arah antara perusahaan dan konsumen, di mana perusahaan berusaha memahami kebutuhan dan keinginan konsumen untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen. Sumber referensi: Gronroos, C. (1994). From Marketing Mix to Relationship Marketing: Towards a Paradigm Shift in Marketing. Management Decision, 32(2), 4-20.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 91 c. Marketing Holistik Teori pemasaran kontemporer lainnya adalah marketing holistik, yang menekankan pentingnya memandang pemasaran sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Dalam teori ini, semua aktivitas perusahaan, termasuk pemasaran, harus berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi. Marketing holistik juga menganggap konsumen sebagai partner yang berinteraksi dengan perusahaan dalam mencapai tujuan bersama. Sumber referensi: Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management, 15th Edition. Upper Saddle River, NJ: Pearson. Daftar Pustaka: Gronroos, C. (1994). From Marketing Mix to Relationship Marketing: Towards a Paradigm Shift in Marketing. Management Decision, 32(2), 4-20. Kotler, P. (1967). Marketing Management: Analysis, Planning, and Control. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management, 15th Edition. Upper Saddle River, NJ: Pearson. Levitt, T. (1960). Marketing Myopia. Harvard Business Review, 38(4), 45-56. Teori Perilaku Konsumen Teori perilaku konsumen merupakan teori yang menitikberatkan pada perilaku konsumen dalam membeli produk atau jasa. Teori ini menjelaskan tentang bagaimana konsumen memilih, membeli, menggunakan, dan membuang produk atau jasa yang mereka beli. Beberapa ahli yang terkenal dalam teori perilaku konsumen di antaranya adalah Engel, Blackwell, dan Miniard (EBM) dengan model keputusan konsumen yang mereka kembangkan pada tahun 1968, Kotler dan Armstrong (2014) dengan konsep kepuasan konsumen, serta Schiffman dan Kanuk (2010) dengan model perilaku konsumen yang lebih modern. Menurut EBM, konsumen melakukan lima tahap dalam keputusan pembelian, yaitu: 1. Pengenalan kebutuhan 2. Pencarian informasi 3. Evaluasi alternatif 4. Keputusan pembelian 5. Evaluasi pasca pembelian Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2014), kepuasan konsumen merupakan tingkat kesesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja produk atau jasa yang diberikan. Jika kinerja produk atau jasa kurang dari harapan konsumen, maka konsumen akan merasa tidak puas, dan sebaliknya jika kinerja produk atau jasa melebihi harapan konsumen, maka konsumen akan merasa puas.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 92 Schiffman dan Kanuk (2010) mengembangkan model perilaku konsumen yang lebih modern dengan menambahkan faktor sosial, psikologis, dan situasional dalam pengambilan keputusan konsumen. Model ini terdiri dari empat tahap, yaitu: 1. Pengenalan masalah 2. Pencarian informasi 3. Evaluasi alternatif dan pengambilan keputusan 4. Perilaku pasca pembelian 5. Dalam model ini, konsumen dianggap sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dalam pengambilan keputusan pembelian. Teori Branding Teori branding merupakan teori yang berfokus pada pengembangan merek (brand) sebagai alat untuk membangun citra positif di mata konsumen. Teori ini didasarkan pada keyakinan bahwa merek yang kuat dapat meningkatkan nilai produk atau jasa dan memperkuat hubungan antara konsumen dan perusahaan. Beberapa ahli yang terkenal dalam teori branding di antaranya adalah Keller (1993) dengan konsep manajemen merek yang terdiri dari enam langkah, Aaker (1991) dengan model identitas merek yang terdiri dari empat dimensi (kepribadian, nilai, budaya, dan penggunaan), serta Kapferer (2008) dengan model manajemen merek yang terdiri dari sepuluh elemen. Menurut Keller (1993), manajemen merek melibatkan enam langkah, yaitu: 1. Membangun kesadaran merek 2. Meningkatkan pengetahuan merek 3. Mengembangkan asosiasi merek 4. Membangun kesetiaan merek 5. Mengelola kualitas merek Mengelola Berikutnya, teori pemasaran dari era 1990-an hingga sekarang, fokus pada memperkuat hubungan pelanggan dan menciptakan nilai pelanggan yang lebih baik. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan internet, pemasaran digital dan pemasaran sosial juga semakin berkembang dalam hal ini. Menurut Kotler dan Keller (2021), pemasaran saat ini difokuskan pada menciptakan nilai bagi pelanggan dan memperkuat hubungan dengan pelanggan yang ada. Pemasar harus memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan mereka, dan memastikan bahwa produk atau layanan mereka memenuhi kebutuhan dan keinginan itu. Pemasar juga


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 93 harus mampu membangun merek yang kuat dan mengelola reputasi merek mereka di dunia digital. Menurut Armstrong dan Kotler (2022), pemasaran saat ini juga berkaitan erat dengan teknologi dan inovasi. Pemasar harus mampu memanfaatkan teknologi terbaru dan inovasi untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik dan lebih menarik. Selain itu, pemasaran saat ini juga mempertimbangkan keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan dalam menciptakan nilai bagi pelanggan dan masyarakat secara keseluruhan. Pendekatan pemasaran kontemporer yang baru-baru ini dikembangkan, seperti pemasaran holistik dan pemasaran berbasis nilai, memandang pemasaran sebagai proses yang melibatkan seluruh organisasi dan berfokus pada penciptaan nilai bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) perusahaan. Menurut Grönroos (2011), pemasaran holistik menggabungkan elemen pemasaran tradisional dengan elemen manajemen sumber daya manusia, manajemen operasi, dan manajemen keuangan untuk menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan perusahaan. Secara keseluruhan, teori pemasaran telah berkembang seiring dengan perubahan dunia bisnis dan perkembangan teknologi dan internet. Pemasaran saat ini fokus pada menciptakan nilai bagi pelanggan dan memperkuat hubungan dengan pelanggan yang ada. Pemasar harus memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan mereka, memanfaatkan teknologi dan inovasi terbaru, dan mempertimbangkan keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan dalam menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan perusahaan. Referensi: Armstrong, G., & Kotler, P. (2022). Principles of marketing. Pearson. Grönroos, C. (2011). A service perspective on business relationships: The value creation, interaction and marketing interface. Industrial marketing management, 40(2), 240-247. Kotler, P., & Keller, K. L. (2021). Marketing management. Pearson. Kotler, P., Kartajaya, H., & Setiawan, I. (2018). Marketing 4.0: Moving from traditional to digital. John Wiley & Sons. Armstrong, G., & Kotler, P. (2022). Principles of marketing. Pearson. Grönroos, C. (2011). A service perspective on business relationships: The value creation, interaction and marketing interface. Industrial marketing management.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 94 c. Teori Kinerja karyawan Kinerja karyawan adalah salah satu aspek penting dalam ilmu administrasi bisnis karena karyawan merupakan aset berharga bagi perusahaan. Kinerja karyawan yang baik dapat berdampak positif terhadap keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Kinerja karyawan dapat diukur melalui berbagai metode dan indikator, seperti produktivitas, kualitas kerja, absensi, dan kepuasan kerja. Dalam meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan perlu melakukan manajemen kinerja yang efektif, seperti memberikan umpan balik, pengembangan karyawan, dan pengakuan atas prestasi kerja. Karyawan juga perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai kinerja yang optimal. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi karyawan dan cara-cara untuk meningkatkan motivasi tersebut. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan perlu melakukan evaluasi kinerja secara teratur guna mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan karyawan dalam menjalankan tugasnya. Evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, seperti penilaian kinerja oleh atasan langsung, peer review, dan selfassessment. Selain itu, perusahaan juga perlu memberikan pelatihan dan pengembangan kepada karyawan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka. Pelatihan dapat membantu karyawan memahami tugas-tugas mereka dengan lebih baik, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki kualitas kerja. Pengembangan karyawan juga dapat membantu meningkatkan motivasi karyawan karena mereka merasa dihargai dan memiliki peluang untuk memajukan karir mereka di perusahaan. Penting juga bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kompensasi dan tunjangan yang layak, lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta kebijakan manajemen yang adil dan transparan. Dalam lingkungan kerja yang kondusif, karyawan akan merasa dihargai dan termotivasi untuk bekerja dengan baik. Dalam kesimpulannya, kinerja karyawan merupakan aspek penting dalam ilmu administrasi bisnis. Perusahaan perlu melakukan manajemen kinerja yang efektif, evaluasi kinerja yang teratur, pelatihan dan pengembangan karyawan, serta menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk meningkatkan kinerja karyawan. Semua faktor ini saling terkait dan mempengaruhi kinerja karyawan secara keseluruhan. Kinerja karyawan adalah salah satu aspek yang penting dalam manajemen sumber daya manusia. Kinerja karyawan diukur berdasarkan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam menjalankan tugasnya. Menurut para ahli, terdapat beberapa pengertian kinerja karyawan yang berbeda.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 95 1. Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Para Ahli Berikut adalah penjelasan pengertian kinerja karyawan menurut beberapa ahli: Edwin Flippo Menurut Edwin Flippo, kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya selama periode tertentu. Kinerja karyawan mencakup tiga dimensi, yaitu kuantitas, kualitas, dan waktu. Mathis dan Jackson Menurut Mathis dan Jackson, kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Robert L. Mathis dan John H. Jackson Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson, kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam menjalankan tugasnya, termasuk dalam hal produktivitas, efektivitas, efisiensi, dan kualitas. George T. Milkovich dan Jerry M. Newman Menurut George T. Milkovich dan Jerry M. Newman, kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Aswathappa Menurut Aswathappa, kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya, termasuk dalam hal produktivitas, kualitas, dan kehadiran. Referensi: Flippo, E. B. (1974). Principles of Personnel Management. McGraw-Hill. Mathis, R. L., & Jackson, J. H. (2011). Human Resource Management (13th ed.). South-Western Cengage Learning. Milkovich, G. T., & Newman, J. M. (2017). Compensation (12th ed.). McGraw-Hill. Aswathappa. (2010). Human Resource Management: Text and Cases (5th ed.). Tata McGraw-Hill.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 96 Kinerja karyawan adalah suatu ukuran tentang seberapa baik seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya dengan memperhitungkan hasil kerjanya, kualitas pekerjaan, produktivitas, dan faktor-faktor lainnya. Beberapa teori tentang kinerja karyawan telah dikemukakan oleh para ahli, berikut adalah kajian literatur tentang teori kinerja karyawan menurut para ahli: Teori Perilaku Teori ini dikembangkan oleh Douglas McGregor pada tahun 1960. Teori perilaku mengatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh perilaku mereka di tempat kerja. Perilaku tersebut dapat berupa kepatuhan, tanggung jawab, inisiatif, dan kreativitas. McGregor membagi perilaku menjadi dua jenis, yaitu X dan Y. Jenis X mengacu pada perilaku negatif, seperti malas, tidak bertanggung jawab, dan tidak dapat diandalkan. Jenis Y mengacu pada perilaku positif, seperti memiliki motivasi yang kuat, bertanggung jawab, dan produktif. Referensi: McGregor, D. (1960). The human side of enterprise. McGraw-Hill. Teori Motivasi Teori motivasi berfokus pada faktor-faktor yang memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik. Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow pada tahun 1954. Menurut Maslow, karyawan membutuhkan pemenuhan kebutuhan tertentu untuk mencapai motivasi yang tinggi. Ia mengidentifikasi lima kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori motivasi juga dikembangkan oleh Herzberg pada tahun 1959 dengan menyebutkan faktor-faktor motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Referensi: Maslow, A. H. (1954). Motivation and personality. Harper & Row. Herzberg, F. (1959). The motivation to work. Wiley. Teori Penilaian Kinerja Teori ini berfokus pada metode penilaian kinerja karyawan. Metode penilaian kinerja yang baik dapat membantu perusahaan untuk memahami kinerja karyawan dan memberikan umpan balik yang efektif. Teori ini dikembangkan oleh Robert Bacal pada tahun 1999. Beberapa metode penilaian kinerja yang biasa digunakan adalah penilaian oleh atasan langsung, penilaian oleh rekan kerja, penilaian diri sendiri, dan penilaian oleh pelanggan. Referensi: Bacal, R. (1999). Performance management. McGraw-Hill.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 97 Teori Balanced Scorecard Balanced Scorecard merupakan kerangka kerja untuk mengukur dan memantau kinerja organisasi yang dibuat oleh Robert Kaplan dan David Norton pada tahun 1992. Balanced Scorecard bertujuan untuk memperluas ukuran kinerja dari sekedar keuangan saja menjadi ukuran kinerja yang lebih holistik dan seimbang, yang mencakup aspek keuangan dan non-keuangan. Salah satu tujuan Balanced Scorecard adalah untuk membantu organisasi mencapai visi dan strategi jangka panjangnya. Dalam implementasinya, Balanced Scorecard membagi kinerja organisasi menjadi empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan & Norton, 1992). Teori Competing Values Framework Teori Competing Values Framework merupakan kerangka kerja yang menggambarkan empat model manajemen yang berbeda dan menghubungkannya dengan gaya kepemimpinan, budaya organisasi, dan kinerja organisasi. Keempat model tersebut adalah hierarki, pasar, keluarga, dan sinergi. Teori ini dikembangkan oleh Robert Quinn dan Kim Cameron pada tahun 1983 dan telah diuji dan dikembangkan lebih lanjut dalam beberapa penelitian. Competing Values Framework menyatakan bahwa tidak ada model manajemen yang lebih baik daripada yang lain dan bahwa organisasi harus memilih model manajemen yang sesuai dengan konteks dan tujuannya. Organisasi yang berhasil adalah yang dapat mengintegrasikan keempat model manajemen tersebut (Quinn & Cameron, 1983). Teori Job Characteristics Model Teori Job Characteristics Model adalah teori yang menggambarkan hubungan antara karakteristik pekerjaan, kebutuhan psikologis karyawan, dan kinerja karyawan. Teori ini dikembangkan oleh J. Richard Hackman dan Greg Oldham pada tahun 1976. Job Characteristics Model menekankan bahwa pekerjaan yang dirancang dengan baik dapat meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan. Model ini mengidentifikasi lima karakteristik pekerjaan yaitu keterampilan variasi, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik. Menurut teori ini, pekerjaan yang lebih kaya akan karakteristik ini akan memberikan karyawan dengan kebutuhan psikologis yang lebih tinggi, dan dengan demikian akan meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan (Hackman & Oldham, 1976). Teori Goal-Setting Theory Teori Goal-Setting Theory adalah teori yang menyatakan bahwa peningkatan kinerja dapat dicapai melalui penetapan tujuan yang jelas dan spesifik. Teori ini dikembangkan oleh Edwin Locke pada tahun 1968. Menurut teori ini, tujuan yang spesifik, sulit, dan menantang akan meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan. Tujuan yang telah ditetapkan juga harus diukur dan dipantau secara teratur untuk memastikan bahwa karyawan dapat melacak kemajuan mereka dan menerima umpan balik tentang kinerja mereka. Selain itu, menurut evaluasi kinerja karyawan yang dilakukan oleh Borman dan Motowidlo


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 98 (1993), kinerja karyawan dapat dilihat dari dua dimensi yaitu kinerja tugas (task performance) dan kinerja konteks (contextual performance). Kinerja tugas meliputi kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, sedangkan kinerja konteks meliputi perilaku karyawan yang membantu organisasi mencapai tujuannya, seperti membantu rekan kerja, menjaga kehadiran, dan berpartisipasi dalam kegiatan organisasi. Teori kinerja karyawan yang kontemporer mencakup konsep-konsep seperti employee engagement (pengikut aktif), emotional intelligence (kecerdasan emosional), dan positive organizational behavior (perilaku organisasi positif). Employee engagement mengacu pada tingkat keterlibatan dan komitmen karyawan terhadap organisasi, sedangkan emotional intelligence mencakup kemampuan karyawan untuk memahami dan mengelola emosi mereka sendiri dan orang lain di lingkungan kerja. Positive organizational behavior fokus pada memperkuat aspek-aspek positif dari perilaku karyawan seperti kreativitas, inovasi, dan kepuasan kerja. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang memengaruhi kinerja karyawan, seperti kepribadian, kepuasan kerja, lingkungan kerja, dan budaya organisasi. Penelitian oleh Barrick dan Mount (1991) menunjukkan bahwa kepribadian karyawan, termasuk keterbukaan, kesopanan, dan neurotisisme, dapat memengaruhi kinerja tugas dan kinerja konteks. Penelitian juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan lingkungan kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja karyawan, sedangkan budaya organisasi yang kuat dan jelas dapat membantu mengarahkan perilaku karyawan dan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Secara umum, teori kinerja karyawan mencakup konsep-konsep yang kompleks dan multifaset, yang meliputi banyak faktor yang memengaruhi kinerja karyawan. Para ahli sepakat bahwa kinerja karyawan dapat ditingkatkan melalui pengembangan dan penerapan strategi manajemen yang efektif, seperti memberikan umpan balik yang jelas, memberikan pelatihan dan pengembangan karyawan, dan membangun budaya organisasi yang positif dan terbuka. Referensi: Barrick, M. R., & Mount, M. K. (1991). The Big Five personality dimensions and job performance: A meta-analysis. Personnel Psychology, 44(1), 1-26. Borman, W. C., & Motowidlo, S. J. (1993). Expanding the criterion domain to include elements of contextual performance. In N. Schmitt & W. C. Borman (Eds.), Personnel selection in organizations (pp. 71-98). Jossey-Bass. Dessler, G. (2015). Human resource management (14th ed.). Pearson. Harter, J. K., Schmidt, F. L., & Hayes, T. L. (2002). Business-unit-level relationship between employee satisfaction,


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 99 Beberapa teori lain yang terkait dengan kinerja karyawan antara lain: Teori Motivasi-Higiene (Herzberg) Teori ini juga dikenal dengan nama teori dua faktor. Menurut Herzberg, ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja karyawan, yaitu faktor hygiene dan faktor motivasi. Faktor hygiene adalah faktorfaktor yang berkaitan dengan lingkungan kerja, seperti gaji, kondisi kerja, relasi dengan atasan dan rekan kerja, serta kebijakan perusahaan. Sedangkan faktor motivasi berkaitan dengan kebutuhan karyawan akan prestasi, pengakuan, pengembangan diri, dan tanggung jawab. Menurut Herzberg, faktor motivasi yang mempengaruhi kinerja karyawan lebih penting daripada faktor hygiene. Teori Harapan (Expectancy Theory) (Vroom) Menurut teori ini, kinerja karyawan dipengaruhi oleh harapan mereka terhadap hasil yang akan dicapai dan persepsi mereka tentang hubungan antara usaha yang diberikan dan hasil yang dicapai. Teori ini menyatakan bahwa karyawan yang merasa bahwa usaha yang diberikan akan menghasilkan hasil yang diinginkan, maka akan cenderung bekerja dengan lebih baik dan mencapai kinerja yang tinggi. Teori Equity (J. Stacy Adams) Teori equity menyatakan bahwa karyawan membandingkan upah dan kondisi kerja mereka dengan orang lain di sekitarnya, seperti teman sejawat, atasan, dan karyawan lain di perusahaan yang sama. Jika karyawan merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil dan dibayar setara dengan karyawan lain yang melakukan pekerjaan serupa, maka mereka cenderung memiliki kinerja yang lebih baik. Namun, jika karyawan merasa bahwa mereka diperlakukan secara tidak adil, misalnya jika mereka dibayar lebih rendah daripada rekan kerja mereka yang melakukan pekerjaan yang sama, maka mereka cenderung memiliki kinerja yang buruk. Teori Reinforcement (B.F Skinner) Menurut teori ini, kinerja karyawan dipengaruhi oleh umpan balik yang mereka terima dari lingkungan sekitar. Umpan balik positif seperti pujian dan pengakuan akan meningkatkan kinerja karyawan, sedangkan umpan balik negatif seperti hukuman akan menurunkan kinerja karyawan. Referensi:: Latham, G. P., & Pinder, C. C. (2005). Work motivation theory and research at the dawn of the twenty-first century. Annual review of psychology, 56, 485- 516. Robbins, S. P., Judge, T. A., Millett, B., & Boyle, M. (2017). Organizational behavior. Pearson. Steers, R. M., & Porter, L. W. (1991). Motivation and work behavior. McGraw-Hill. Vroom, V. H. (1964). Work and motivation. Wiley.


Ensiklopedi Teori Kontemporer untuk Ilmu Administrasi dan Manajemen 100 2. Indikator Kinerja Karyawan Latham, G. P., & Pinder, C. C. (2005). Work motivation theory and research at the dawn of the twenty-first century. Annual review of psychology, 56, 485-516. Indikator kinerja karyawan dapat dijelaskan sebagai metrik atau ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan. Beberapa ahli telah mengidentifikasi indikator kinerja karyawan yang berbeda. Berikut adalah beberapa contoh indikator kinerja karyawan menurut beberapa ahli: Robert Cardy (2017) menjelaskan bahwa indikator kinerja karyawan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu kinerja karyawan yang terukur dan kinerja karyawan yang tidak terukur. Indikator kinerja karyawan yang terukur antara lain produktivitas, kualitas kerja, ketepatan waktu, dan kehadiran. Sedangkan indikator kinerja karyawan yang tidak terukur meliputi sikap, inisiatif, kreativitas, dan kepuasan kerja. Wayne F. Cascio (2018) menyatakan bahwa indikator kinerja karyawan dapat dikelompokkan menjadi enam kategori yaitu produktivitas, kualitas kerja, ketepatan waktu, biaya, kepuasan pelanggan, dan inovasi. Ia menekankan bahwa indikator kinerja karyawan harus dipilih berdasarkan strategi bisnis perusahaan dan harus terkait dengan tujuan bisnis yang diinginkan. William J. Rothwell (2015) menjelaskan bahwa indikator kinerja karyawan harus diukur berdasarkan enam dimensi yaitu kuantitas, kualitas, biaya, waktu, kepuasan pelanggan, dan kepuasan karyawan. Ia menekankan bahwa indikator kinerja karyawan harus dihubungkan dengan tujuan strategis perusahaan dan harus mengukur kontribusi karyawan terhadap pencapaian tujuan tersebut. Michael Armstrong (2012) menyatakan bahwa indikator kinerja karyawan harus diukur berdasarkan lima dimensi yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, efektivitas, efisiensi, dan inisiatif. Ia menekankan bahwa indikator kinerja karyawan harus berfokus pada pencapaian tujuan perusahaan dan harus mengukur kontribusi karyawan terhadap tujuan tersebut. Susan M. Heathfield (2021) menjelaskan bahwa indikator kinerja karyawan dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kinerja individu, kinerja tim, dan kinerja organisasi. Indikator kinerja individu meliputi produktivitas, kualitas kerja, ketepatan waktu, kehadiran, inisiatif, dan kepuasan kerja. Indikator kinerja tim meliputi kerja sama, komunikasi, dan pencapaian tujuan tim. Indikator kinerja organisasi meliputi kepuasan pelanggan, pertumbuhan bisnis, dan profitabilitas.


Click to View FlipBook Version