The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

052_Kajian Pengembangan Wisata Syariah_2015_201

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2018-07-08 04:54:11

052_Kajian Pengembangan Wisata Syariah_2015_201

052_Kajian Pengembangan Wisata Syariah_2015_201

Tabel 4.1. Jumlah Kunjungan Wisman di Kota Banda Aceh
Menurut Kawasan Negara (Orang), 2012 – 2014

No Kawasan 2012 2013 2014

1 Asean 8.530 11.351 19.817

2 Afrika 26 30 30

3 Amerika 435 424 575

4 Asia (Tanpa Asean) 582 730 986

5 Eropa 1.812 1.825 2.276

6 Oseania 336 438 503

7 Timur Tengah 53 35 53

Total 11.774 14.833 24.240

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh

(2014)

Berdasarkan kawasan negara asal wisman yang datang ke Banda
Aceh, berasal dari kawasan Asia (negara-negara ASEAN dan non-ASEAN)
yaitu sebanyak 20.803 orang atau mencapai 85,82% dari total wisman. Dari
jumlah tersebut, 95,26% atau 19.817 orang adalah wisman dari kawasan
ASEAN, dan 4,73% atau 986 orang adalah wisman dari kawasan Asia non
ASEAN (Bangladesh, Hongkong, India, Jepang, Korsel, Pakistan, RRC, Srilanka,
Taiwan, dan Asia lainnya). Di posisi kedua adalah wisman dari kawasan
Eropa sebesar 2.276 orang (9,39%), kemudian kawasan Amerika sebanyak
575 orang (2,37%), kawasan Oseania sebanyak 503 orang (2,08%), kawasan
Timur Tengah sebanyak 53 orang (0,22%) dan terakhir kawasan Afrika
sebanyak 30 orang (0,12%).

Tabel 4.2. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Negara Asal Utama
di Kota Banda Aceh (orang), 2014

Negara Jumlah Wisman %

Malaysia 18.870 77,85

Singapura 520 2,15

Australia 441 1,82

Jerman 421 1,74

Amerika Serikat 413 1,70

Inggris 404 1,67

Perancis 370 1,53

Republik Rakyat Cina 308 1,27

Thailand 275 1,13

Belanda 191 0,79

Sumber: Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh, 2014

Jika diuraikan menurut negara dari masing-masing kawasan, maka
pada tahun 2014 negara penyumbang wisman terbesar ialah negara dari
Malaysia sebanyak 18.870 orang (77,85% dari total wisman), Singapura
sebanyak 520 orang (2,15%), Australia yaitu 441 orang (1,82%), Jerman
yaitu 421 orang (1,74%), Amerika Serikat sebesar 413 orang (1,70%),

- 45 -

Republik Rakyat Cina sebesar 308 orang (1,27%), Inggris yaitu 404 orang
(1,67%), Arab Saudi sebesar 15 orang (0,06%) dan negara Afrika Selatan
sebesar 6 orang (0,02%). Dari 18.870 wisman Malaysia, sebanyak 18.612
orang menggunakan izin BVKS (Bebas Visa Kunjungan Singkat), 217 orang
menggunakan visa kunjungan, 22 orang menggunakan Visa Kunjungan
Beberapa Kali Perjalanan.

Peningkatan kunjungan wisatawan di Aceh tidak lepas dari semakin
terkenalnya Aceh terutama lewat penerapan syariat Islam dan tsunami yang
membuat wisatawan dari negara lain penasaran. Selain itu, kondisi Aceh
yang sudah kondusif untuk menerima kunjungan wisatawan. Banyaknya
wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Aceh, berdasarkan hasil wawancara
dikarenakan adanya kedekatan kultur melayu dan histori, sehingga Malaysia
menjadi target market utama bagi Aceh. Dengan demikian, perlu suatu
strategi pembuatan paket wisata yang menarik dengan cara menyediakan
sesuatu di Aceh, dimana Malaysia tidak memilikinya.

Merujuk Banda Aceh dalam Angka 2014, tingkat kunjungan wisatawan
nusantara sebanyak 183.286 orang tahun 2013. Namun, berdasarkan
banyaknya kunjungan wisatawan domestik di situs pariwisata tertentu Kota
Banda Aceh pada tahun 2013 (Kapal di atas Lampulo Kuta Alam, Kapal PLTD
Apung Punge Blang Cut, dan Makam Syiah Kuala) sebesar 390.256
kunjungan. Sebagai contoh pada masa liburan panjang hari raya Idul Fitri di
kawasan Lhoknga atau sekitar 17 kilometer arah barat Kota Banda Aceh,
para pengunjung objek wisata itu tidak hanya didominasi masyarakat lokal,
tapi juga wisatawan nusantara terutama asal Kota Medan, Padang,
Palembang, dan Jakarta.

Jumlah wisatawan ke Kota Banda Aceh jika dihitung dari jumlah tamu
yang menginap di hotel/akomodasi adalah sebagai berikut: Jumlah
kunjungan wisman selama 2014 mencapai 11.103 dibandingkan 5.317 pada
tahun 2013. Jumlah wisnus tahun 2014 sebanyak 224.939 dibandingkan
dengan tahun 2013 yang mencapai 229.589. Tahun 2015 ini Aceh telah
menetapkan target kunjungan wisnus ke Aceh sebesar satu juta. Target
wisman yang awalnya 40 ribu kunjungan kini dinaikkan menjadi 100 ribu.
Dan total jumlah wisatawan yang datang ke kota Banda Aceh ditargetkan
25% dari total jumlah wisatawan yang berkunjung ke Provinsi Aceh.

Konsep wisata syariah tidak hanya akan menarik minat kunjungan
wisatawan domestik, tapi juga mancanegara. Terlebih baru-baru ini Aceh
resmi memiliki Qanun (peraturan daerah) tentang Hukum Jinayat (hukum
pidana Islam) yang berlaku bagi Muslim dan nonMuslim. Pengesahan Qanun
tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan menurunkan jumlah wisatawan ke
Aceh. Justru, pemerintah Aceh harus mengambil kesempatan, yakni

- 46 -

pengembangan wisata syariah. Dengan Qanun tersebut, Aceh lebih aman bagi
wisatawan yakni ada polisi syariah.

Berdasarkan data statistik Provinsi Aceh, dilihat dari segi kuantitas,
wisatawan di Aceh memang mengalami peningkatan namun tidak dalam
kualitas wisatawannya. Berdasarkan Length of Stay (LoS) wisatawan, di Aceh
belum menjadi tempat tujuan wisata utama para wisatawan domestik dan
mancanegara. Hal itu terlihat dari menurunnya rata-rata lama menginap
wisatawan di sejumlah hotel di Aceh, yakni dari 3-4 hari pada 2012 menjadi
berkisar 1-2 hari tahun 2013 (Asdhiana, 2014). Pada tahun 2015 ini angka
kunjungan wisatawan ke Provinsi Aceh ditargetkan naik 30 persen atau
sebanyak 1,8 juta orang pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut,
pemerintah setempat telah menyiapkan berbagai even dan atraksi wisata
yang digelar sepanjang tahun 2015.

4.1.5. Dampak Pariwisata di Banda Aceh
a. Sumbangan Terhadap PDRB

Naiknya angka kunjungan ke Banda Aceh, telah meningkatkan
perekonomian warga dan menghidupkan industri kreatif masyarakat.
Disbudpar Banda Aceh terus membenahi sektor pariwisata untuk
menggenjot kunjungan lebih banyak lagi. Bahkan gencar melakukan promosi
potensi wisata lewat berbagai even dan media. Andalan pariwisata Banda
Aceh adalah situs tsunami, sejarah, budaya, bahari, dan kuliner.

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk
dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha
memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan
pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan
dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Perkembangan
pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun
investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang
dan jasa. Selama berwisata, wisatawan akan melakukan belanjaannya,
sehingga secara langsung menimbulkan permintaan (Tourism Final Demand)
pasar barang dan jasa. Selanjutnya final demand wisatawan secara tidak
langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan baku
(Investment Derived Demand) untuk berproduksi memenuhi permintaan
wisatawan akan barang dan jasa tersebut. Dalam usaha memenuhi
permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang transportasi dan
komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan industri
produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain
(Spillane, 1994 : 20). Berikut ini Struktur PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Kota Banda Aceh:

- 47 -

Tabel 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Kota Banda Aceh (Juta Rupiah), 2011 – 2013

No Sektor 2011 2012*) 2013**)

(1) (2) (3) (4) (5)

I Pertanian 176.231,55 180.371,69 201.958,65

II Pertambangan & Penggalian 0,00 0,00 0,00

III Industri Pengolahan 172.720,10 190.907,52 208.982,65

IV Listrik, Gas, dan Air Minum 71.095,61 90.514,13 110.227, 18

V Konstruksi 782.637,44 878.745,31 965.626,86

VI Perdagangan, Hotel, & Restoran 1.995.021,58 2.293.635,22 2.613.108,17

1. Perdagangan Besar & Eceran 1.931.107,33 2.220.553,23 2.529.749,95

2. Hotel 15.796,16 17.799,11 20.015,10
(12,68%) (12,45%)

3. Restoran 48.118,10 55.282,88 63.343,13

(14,89%) (14,58%)

VI Pengangkutan & Rekreasi 2.640.522,39 2.820.931,11 3.011.140,90
(6,83%) (6,74%)

VI Keuangan, Persewaan & Jasa 368.502,57 414.414,87 441.571,73

Perusahaan

VII Jasa-Jasa 2.785.316,42 3.480.915,73 4.229.089,62

A. Pemerintahan Umum 2.633.544,43 3.312.143,25 4.046.024,79

B. Swasta 151.771,99 168.772,48 183.064,83

1. Sosial Kemasyarakatan 98.122,24 110.109,83 119.090,39

2. Hiburan & Rekreasi 16.343,21 17.854,14 20.150,19

(9,24%) (12,86%)

3. Perorangan & Rumah 37.306,54 40.808,51 43.824,26

Tangga

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh

*) Angka diperbaiki

**) Angka Sementara

Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa sumbangan sektor
pariwisata jika dilihat dari hotel, restoran, hiburan dan rekreasi belum
memberikan angka yang cukup besar. Sebagai contoh pada tahun 2013
sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Banda Aceh hanya
sebesar 0,55 – 0,6 persen saja. Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan
(growth) juga tidak menunjukan pertumbuhan yang cukup besar, dimana
terlihat pertumbuhan sektor pariwisata dari tahun 2012 ke tahun 2013 rata-
rata hanya sebesar 11,66 persen.

Meskipun terlihat dampak sektor pariwisata terhadap PDRB Kota
Banda Aceh belum terlalu besar, namun dengan berkembangnya sektor
pariwisata Aceh ini akan membawa dampak positif bagi perekonomian Aceh.
Dampak positif tersebut akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
cukup besar, serta dapat membuka peluang usaha di sektor pariwisata di
Aceh. Kreatifitas bernilai syariat, dapat menjadi salah satu nilai jual Banda
Aceh sebagai Kota Madani sekaligus destinasi wisata Islami dunia.

- 48 -

b. Dampak Sosial Pariwisata di Banda Aceh
Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat

dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal seperti kegiatan
keagamaan, adat istiadat, dan tradisi, dan diterimanya pengembangan objek
wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal. Sedangkan dampak
negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon
masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya
perselisihan atau konflik kepentingan di antara para stakeholders, kebencian
dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalah-
masalah sosial seperti praktek perjudian, prostitusi dan penyalahgunaan
seks (sexual abuse).

Apabila melihat dampak negatif dari pariwisata sebagaimana yang
telah diuraikan di atas, maka wajar bila sebagian masyarakat di Aceh agak
keberatan terhadap pengembangan pariwisata. Sebagai muslim yang taat
dalam menjalankan syariat Islam, masyarakat Aceh akan selalu menjaga
daerahnya dari kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam.

Dalam pandangan beberapa kelompok masyarakat, kegiatan
pariwisata kebanyakan bertentangan dengan syariat Islam. Walaupun tidak
seluruhnya benar, namun pandangan tersebut pada akhirnya membawa
dampak bagi pengembangan pariwisata di Aceh. Adanya sikap sebagian
masyarakat yang menganggap pengembangan pariwisata bertentangan
dengan syariat Islam pada dasarnya menjadi tantangan tersendiri bagi kita
semua terutama para pengambil kebijakan pariwisata di Aceh. Untuk
mengantisipasinya perlu adanya perubahan strategi dalam pengembangan
pariwisata di Aceh. Salah satunya adalah menempatkan masyarakat bukan
sebagai objek wisata yang selama ini terjadi, tetapi menempatkan
masyarakat sebagai subjek pariwisata.

Dengan demikian masyarakat dalam menjalankan kegiatan pariwisata,
tidak hanya berkewajiban melayani wisatawan – sebagaimana yang selama
ini didengungkan oleh slogan sapta pesona, bahwa masyarakat harus
menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan – melainkan juga mempunyai
kekuatan untuk membuat keputusan mengenai hal-hal apa yang menjadi
bagian budayanya yang dapat dikonsumsi wisatawan.

Dengan demikian masyarakat dapat berperan aktif menjadi kontrol
aktivitas pariwisata yang terjadi, termasuk menciptakan program-program
paket wisata beserta sarana pendukungnya.

4.1.6. Kebijakan Pemerintah Daerah Banda Aceh Terkait Pariwisata
Menpar mengatakan tahun ini diperkirakan lebih dari 1,5 juta warga

Malaysia berdatangan ke berbagai destinasi wisata di Tanah Air – dengan
estimasi akan tumbuh sebesar 9,26% pada tahun 2016 mendatang.

- 49 -

Kebijakan baru di bidang Pariwisata yang memudahkan pelancong asal
Malaysia ke Indonesia antara lain mengenai bertambahnya jumlah Tempat
Pemeriksaan Imigrasi (TPI) bagi wisawatan asal Malaysia, peraturan baru
yang menghapuskan peraturan mengenai Clearance Approval for Indonesia
Territory (CAIT) sehingga memudahkan perahu layar pesiar (yacht) masuk
ke wilayah Indonesia melalui 18 pelabuhan di Indonesia, dan menghapuskan
Asas Cabotage kemudahan singgah kapal pesiar (cruise) untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang di lima pelabuhan di Indonesia (paradiso,
2015)

a. Pembangunan Kepariwisataan dalam Perspektif Peraturan
Perundangan-undangan
Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong

pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu
menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.
Pembangunan kepariwisataan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi masyarakat lokaldi seluruh tanah air. Sudah menjadi kewajiban
pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada warga negaranya untuk
dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan melalui kepariwisataan.

Untuk mewujudkan pembangunan kepariwisataan yang
berkesinambungan, maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor
9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan dan Peraturan Pemerintah Nomor 67
Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Selanjutnya
peraturan tersebut dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan.

Huruf c konsideran Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
menegaskan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu,
berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan
perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam
masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta kepentingan
nasional.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan,
pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana
pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,
keunikan dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk
berwisata. Rumusan arah kepariwisataan yang lebih operasional tertuang
dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan menerangkan bahwa penyelenggaraan
kepariwisataan dilaksanakan dengan memperhatikan:

- 50 -

a. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan
kehidupan ekonomi dan sosial budaya;

b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat;

c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; dan
d. Kelangsungan usaha wisata.

Pada pasal selanjutnya dikemukakan bahwa lingkup pembangunan
kepariwisataan meliputi: a) Industri Parawisata, b) Destinasi Parawisata, c)
Pemasaran dan d) Kelembagaan Kepariwisataan.

Prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yaitu: (a).
menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan
dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan
Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan
hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi
manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; (c). memberi manfaat untuk
kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; (d.)
memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; (e). memberdayakan
masyarakat setempat; (f). menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah,
antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam
kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan;
(g). mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional
dalam bidang pariwisata; dan (h). memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Agar kondisi yang mendukung penyelenggaraan kepariwisataan dapat
terlaksana, maka pembangunan kepariwisataan di daerah dilakukan
berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPKD)
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dari
sini dapat diketahui bersama bahwa daerah memiliki kewenangan pula
dalam menyelenggarakan kepariwisataan berdasarkan Rencana Induk
pembangunan Kepariwisataan Daerah. Demikian pula hal nya dengan
Provinsi Aceh, serta Kotamadya Banda Aceh, sebagai daerah yang memiliki
beberapa keistimewaan, maka kebijakan kepariwisataan dimaksud menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam implementasi keistimewaan Provinsi
Aceh yang diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.

Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 mengakui ada 4 (empat)
keistimewaan Provinsi Aceh: a) Penyelenggaraan kehidupan beragama, b)
Penyelenggaraan kehidupan adat, c) Penyelenggaraan kehidupan pendidikan,
dan d) Peran ulama dalam menetapkan kebijakan daerah. Penyelenggaraan
kehidupan beragama di Provinsi Aceh diwujudkan dalam bentuk

- 51 -

pelaksanaan Syariat Islam bagi pemeluknya. Sementara pada Pasal 18 B ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Provinsi Aceh, sebagai salah satu daerah yang memiliki otonomi
khusus, setelah adanya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh memberikan kekhususan dan pengaturan yang berbeda
dalam pengelolaan pemerintahan.

Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 membuka kemungkinan
penyelenggaraan pemerintahan di Aceh disesuaikan dengan sistem adat dan
budayanya.Maka lahirlah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih lanjut sesuai dengan perkembangan
politik lokal, maka UU No.18 Tahun 2001 dicabut dan digantikan dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Pasal 165 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 memberi
kewenangan kepada pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota mengelola
wisata dan pengelolaan kepariwisataan, dimana menurut undang-undang
tersebut selanjutnya akan diatur dengan Qanun, istilah peraturan
perundangan bagi wilayah Aceh.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
telah memberi ruang atau wadah bagi keistimewaan Aceh untuk dapat
diaktualisasi kembali. Karenanya, maka kebijakan pembangunan
kepariwisataan di provinsi Aceh harus dilihat dalam kerangka wilayah
kekhususannya. Sehingga kebijakan-kebijakan kepariwisataan dapat
dilaksanakan dan tidak bertentangan satu sama lain (antara kebijakan pusat
dan daerah).

Otonomi hanya dapat diwujudkan melalui desentralisasi yaitu
penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat
atasnya (pemerintah pusat) kepada daerah (pemerintah daerah) menjadi
urusan rumah tangga sendiri. Desentralisasi tidak lain bertujuan untuk
memberikan wewenang, tugas dan tanggung jawab kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri.

Rencana induk pengembangan kepariwisataan secara nasional
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan untuk provinsi,
kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pemerintah daerah
harus menyiapkan rencana induk penyelenggaraan kepariwisataan di
daerahnya, tidak hanya peraturan daerah yang mengatur tentang restribusi,
izin usaha pariwisata, dan retribusi tempat rekreasi.

Konsep penyelenggaraan pariwisata yang baru harus melibatkan
secara aktif masyarakat, pengusaha dan pemerintah (baik pusat dan daerah),

- 52 -

serta harus melaksanakan tugas, peran, hak dan kewajiban masing-masing.
Arah dan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan Undang-
undang No 10 Tahun 2009 mengalami orientasi yang berbeda tajam apabila
dibandingkan Undang-undang No 9 Tahun 1990. Penyelenggaraan
kepariwisataan bukan lagi memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan
dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata, melainkan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghapus kemiskinan, mengatasi
pengangguran. Pembangunan kepariwisataan selain melestarikan alam,
lingkungan, dan sumber daya; juga memajukan kebudayaan; mengangkat
citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan
kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antarbangsa.

Dengan demikian, penyelenggaraan dan pengeloaan usaha pariwisata
mau tidak mau harus diurus dan dikelola secara profesional. Hal ini
memerlukan peraturan-peraturan daerah yang memuat dan mengatur
pengurusan dan pengelolaan kepariwisataan mengarah pada usaha
kepariwisataan yang bermutu dan sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan. peraturan-peraturan daerah dibuat dalam usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau menghapus kemiskinan, dengan
memberikan perspektif bagi pengembangan dunia usaha pariwisata, tidak
hanya mengejar restribusi semata.

b. Peraturan Kepariwisataan di Aceh (Banda Aceh)
Aceh adalah daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat

hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yang
dipimpin oleh seorang gubernur.

Dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of
Understanding Between The Government of Republic of Indonesia and The Free
Aceh Movement, Helsinki 15 Agustus 2005), Pemerintah Republik Indonesia
dan Gerakan Aceh Merdeka menegaskan komitmen mereka untuk
menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan
bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi
sehingga Pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses
yang demokratis dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kekayaan potensi alam, budaya, sejarah, dan kekhususan yang
dimiliki Aceh merupakan anugerah Allah yang mempunyai .fungsi dan
peranan penting bagi kehidupan masyarakat dan wilayah Aceh

- 53 -

Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berfungsi: mensyukuri nikmat
Allah SWT; meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap tanah air;
meningkatkan taraf hidup jasmani dan rohani; menambah pengetahuan dan
pengalaman; dan membangun jiwa kewirausahaan.

Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berasaskan: iman dan Islam;
kenyamanan; keadilan; kerakyatan; kebersamaan; kelestarian; keterbukaan;
dan adat, budaya dan kearifan lokal.

Penyelenggaraan kepariwisataan di Aceh merupakan upaya untuk
mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui perluasan dan
pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong
pembangunan dan meningkatkan pendapatan Aceh, menumbuhkan rasa
cinta tanah air, serta melestarikan sejarah dan budayanya.

Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh bertujuan: melestarikan,
mempromosikan, mendayagunakan, dan meningkatkan mutu objek dan daya
tarik wisata; mengangkat nilai-nilai sejarah dan budaya Aceh yang islami
sebagai daya tarik wisata; memperluas lapangan kerja dan memeratakan
kesempatan berusaha; dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh menuju
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Usaha pariwisata digolongkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: (a) usaha
jasa pariwisata; (b) pengusahaan objek dan daya tarik wisata; dan (c) usaha
sarana pariwisata. Selain itu, Pemerintah Aceh berwenang menetapkan
usaha pariwisata lainnya.

Pengembangan Usaha Pariwisata Aceh ditujukan untuk tercapainya
manfaat yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekonomi bagi
masyarakat, terutama masyarakat sekitar objek dan daya tarik wisata, dan
akselerasi pembangunan Aceh. Untuk mencapai tujuan dimaksud,
Pemerintah Aceh melaksanakan pembinaan, pengendalian, perizinan dan
pengawasan usaha secara terpadu, terarah dan bertanggung jawab dengan
menjaga kelangsungan usaha pariwisata bagi kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat.

Usaha Jasa Pariwisata meliputi: jasa wisata syariat; jasa biro
perjalanan wisata; jasa pramuwisata; jasa konvensi, perjalanan insentif dan
pameran; jasa penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; jasa
konsultan pariwisata; jasa informasi pariwisata; jasa makanan dan minuman;
jasa penyediaan akomodasi; jasa spa; dan jasa wisata kesehatan.

Objek dan daya tarik wisata di Aceh digolongkan berdasarkan jenis
dan pemanfaatannya. Objek dan daya tarik wisata terdiri atas:
1) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Allah yang berwujud alam, flora, dan

fauna;
2) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia seperti museum,

peninggalan purbakala, peniggalan sejarah, seni budaya, wisata agro,

- 54 -

wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan
tempat hiburan; dan Selain objek dan daya tarik wisata tersebut,
Pemerintah Aceh dapat pula menetapkan objek dan daya tarik wisata
lainnya.

Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan
memperhatikan: nilai-nilai Islam, adat-istiadat, serta kearifan lokal,
kehidupan ekonomi dan sosial budaya, kelestarian budaya dan mutu
lingkungan hidup, dan kelangsungan usaha pariwisata.

Pengelola hotel berbintang berkewajiban:
1) memberi kenyamanan kepada tamu hotel;
2) memberi laporan singkat tentang penghunian kamar secara berkala setiap

3 (tiga) bulan kepada gubernur melalui instansi yang menangani bidang
kepariwisataan Aceh;
3) memberikan kesempatan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan apabila dibutuhkan;
4) menjaga dan mencegah penggunaan hotel berbintang dari kegiatan yang
dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum serta melanggar
syariat Islam;
5) melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia secara terus
menerus berdasarkan standarisasi dan sertifikasi kompetensi;
6) memelihara higienis dan sanitasi dalam hotel dan lingkungan
pekarangannya;
7) menetapkan persyaratan penghunian kamar, termasuk tarif kamar yang
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh tamu hotel;
dan
8) melampirkan perubahan persetujaun prinsip dan izin usaha pada setiap
perubahan nama atau pemindahtanganan pemilik hotel berbintang.
9) Masyarakat, tokoh adat, dan ulama memiliki kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan
kepariwisataan Aceh. Peran serta masyarakat tersebut berupa pemberian
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan terhadap
pengembangan kepariwisataan, dan berperan aktif dalam pengelolaan
objek wisata serta pengawasan penyelenggaraan kepariwisataan Aceh.

Masyarakat dapat membentuk kelompok-kelompok masyarakat
pariwisata yang disebut dengan kelompok sadar wisata pada kawasan objek
wisata. Kelompok masyarakat wisata dibina oleh Instansi yang menangani
bidang kepariwisataan. Kelompok masyarakat pariwisata yang dibentuk
secara resmi, dapat melaksanakan segala kegiatan pariwisata di daerahnya
sesuai dengan syariat Islam. Kelompok masyarakat pariwisata berperanserta
dalam memberikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan dan masukan
terhadap arah kebijakan pengembangan pariwisata Aceh.

- 55 -

Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat
berupa:
1) memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat;
2) melaksanakan pengembangan teknis ketenagakerjaan dan standarisasi;
3) menerbitkan lisensi dan sertifikasi tenaga kerja pariwisata; dan
4) melaksanakan pengembangan dan pemantapan kelembagaan pariwisata.

Tugas pembinaan tenaga kerja pada sektor pariwisata termasuk
pendataan, dan pengembangan SDM bidang pariwisata. Perlindungan tenaga
kerja sesuai dengan standar dan Peraturan Perundang-undangan.

Pemerintah Aceh berkewajiban untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas tenaga kerja di bidang pariwisata termasuk melaksakan
pendidikan, pelatihan serta menghimbau usaha pariwisata untuk dapat
mempekerjakan tenaga kerja lokal.

Pemerintah Aceh berkewajiban mendidik, memberdayakan dan
mengeluarkan lisensi pramuwisata serta memantau keberadaannya dalam
melaksanakan tugasnya. Pemerintah Aceh berkewajiban membina asosiasi
dan lembaga pariwisata di Aceh.

Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat
berupa memberikan penyuluhan kepada masyarakat, pengembangan teknis
ketenagakerjaan dan standarisasi lisensi tenaga kerja pariwisata Aceh serta
pengembangan lembaga pariwisata Aceh.

c. Larangan di Tempat-Tempat Wisata
Sesuai dengan qanun Aceh, di tempat-tempat wisata setiap orang

dilarang:
1) meminum minuman keras dan mengkonsumsi barang yang memabukkan

lainnya;
2) melakukan perbuatan asusila;
3) berjudi/maisir; dan/atau
4) merusak sebagian atau seluruh fisik objek dan daya tarik wisata.

Ketentuan lainnya bagi wisatawan yang datang ke Aceh terkait dengan
syariat Islam antara lain: bagi wisatawan nusantara dan wisatawan manca
negara diwajibkan berbusana sopan di tempat-tempat wisata; bagi
wisatawan muslim diwajibkan berbusana sesuai dengan syariat Islam;
pemandian di tempat umum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan; bagi
masyarakat yang menonton pertunjukan/hiburan; dipisahkan antara laki-
laki dan perempuan; bagi pengusaha, kelompok masyarakat atau aparatur
pemerintah dan badan usaha dilarang memberikan fasilitas kemudahan
dan/atau melindungi orang untuk melakukan mesum, khamar/mabuk-
mabukan dan maisir/judi; setiap orang, baik sendiri maupun kelompok
berkewajiban mencegah terjadinya perbuatan maksiat.

- 56 -

d. Ketentuan Pidana
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan

kepariwisataan Aceh yang meliputi kegiatan usaha jasa pariwisata,
pengusahaan objek dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata
sebagaimana diatur dalam qanun ini, dikenakan Sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dan peraturan perundang-undangan lainnya.

e. Fatwa terhadap Penyelenggaraan Kepariwisataan di Aceh
Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh melaksanakan Kegiatan Sidang

Paripurna ke IV pada bulan Mei 2014, dibuka oleh Ketua MPU Aceh Drs. Tgk.
H. Gazali Mohd. Syam dan diikuti oleh 44 orang peserta, terdiri dari Pimpinan
dan Anggota MPU Aceh yang berasal dari utusan provinsi dan utusan
Kabupaten/Kota se-Aceh. Agenda Sidang Paripurna adalah mengenai
“Pariwisata dalam Pandangan Islam”.

Dalam rumusan Keputusan Sidang/Fatwa yang dihasilkan dalam
Sidang Paripurna MPU Aceh, disampaikan poin-poin keputusan tentang
Pariwisata dalam Pandangan Islam, yaitu:
Pertama : FATWA
Satu : Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,

termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang terkait dengan bidang tersebut;
Dua : Pariwisata yang di dalamnya terkandung unsur-unsur kemaksiatan
hukumnya haram;
Tiga : Pariwisata yang didalamnya terkandung nilai-nilai kemaslahatan
hukumnya mubah (boleh).

Kedua : TAUSHIYAH
Satu : Pemerintah Aceh diharapkan untuk lebih mengedepankan nilai-nilai

Syariat Islam dalam pembangunan pariwisata di Aceh;
Dua : PEmerintah Aceh diharapkan untuk menyusun buku panduan wisata

yang berbasis Syariat Islam bersama lembaga dan instansi terkait;
Tiga : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mensosialisasikan wisata Syariah

kepada pengelola wisata dan masyarakat;
Empat : Masyarakat Aceh diharapkan untuk turut serta melakukan

pengawasan terhadap kegiatan pariwisata;
Lima : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mempersiapkan SDM pemandu

wisata profesional yang memahami syariat kearifan lokal;
Enam : Pemerintah Aceh lebih memprioritaskan promosi wisata Syariah ke

luar daerah dan negara-negara muslim;

- 57 -

Tujuh : Pemerintah Aceh mempersiapkan sarana ibadah yang memadai pada
lokasi-lokasi wisata;

Delapan : Pemerintah Aceh menempatkan personil Wilayatul Hisbah dan
petugas terkait lainnya pada lokasi-lokasi wisata;

Sembilan : Pemerintah Aceh memberikan sanksi bagi pengelola wisata dan
wisatawan yang melanggar nilai-nilai Syariat Islam.

4.2. Hasil Penelitian Aceh
4.2.1. Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden

Profil demografi wisatawan yang dinyatakan dalam survei ini adalah
jenis kelamin, kebangsaan, usia, tingkat pendidikan, domisili, dan pekerjaan.
Berikut ini hasil survei melalui kuesioner terhadap 100 responden
wisatawan di Aceh:

KEBANGSAAN JENIS KELAMIN

Malaysia Cina perem
3% 1% puan
31%
laki-
Indonesia laki
96% 69%

Gambar 4.7. Kebangsaan dan Jenis Kelamin Responden (n=100)

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden adalah berkebangsaan Indonesia sebanyak
96%, sedangkan responden dari negara lain yang ditemui adalah dari
Malaysia sebanya 3% dan Cina sebanyak 1%. Sedangkan berdasarkan jenis
kelaminnya, sebagian besar adalah laki-laki sebanyak 69%.

- 58 -

TINGKAT PENDIDIKSAMNP
tidak 2%
>S2 menjawa
13% b
3%
SMA
34%

S1
44%

Diploma
4%

Gambar 4.8. Tingkat Pendidikan dan Usia Responden (n=100)

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Dari segi tingkat pendidikan sebanyak 44% responden berlatar
pendidikan Sarjana/S1, 34% berpendidikan SMA dan 13% berpendidikan
Magister (S2). Sedangkan dari segi usia sebanyak 45% berusia 15-25 tahun.

Gambar 4.9. Domisili Responden (n=100)

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden penelitian yaitu sebanyak 44% berdomisili
di wilayah Aceh, 26% berasal dari Sumatera Utara, dan sisanya berasal dari
daerah lain seperti Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, beberapa ada yang berasal dari Malaysia dan Cina.

Gambar 4.10. Pekerjaan Utama Responden (n=100)

Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 59 -

Sebanyak 28% responden merupakan pelajar/mahasiswa, 27%
merupakan profesional/swasta, 13% merupakan PNS, sisanya berprofesi
sebagai pensiunan, ibu rumah tangga dan lain-lain.

4.2.2. Persepsi Wisatawan terhadap Kesiapan Destinasi Wisata Syariah
di Aceh

1. Daya Tarik Wisata Aceh
Enam pertanyaan untuk menguji kesiapan tarik wisata Aceh sebagai

destinasi wisata syariah dari persepsi wisatawan yang berkunjung.
Pertanyaannya sebagai berikut:
Apakah Aceh memiliki daya tarik wisata:
a. Yang meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan.
b. Berbagai produk seperti wisata belanja, kuliner, sightseeing, atraksi

budaya dll.
c. Makanan dan minuman halal di destinasi wisata mudah diperoleh.
d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan

dengan kaidah syariah.
e. Yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan

sarana bersuci memadai di destinasi wisata.
f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan

baik.

Hasil survei sebagai berikut:
a. Aceh memiliki DTW meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata

buatan
Untuk pertanyaan pertama distribusi frekuensi jawaban responden
seperti pada gambar 4.10:

Gambar 4.10. Aceh memiliki DTW meliputi wisata alam, budaya, dan buatan

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Persepsi responden mengenai kondisi DTW (wisata alam, budaya, dan
buatan) di Aceh menunjukkan bahwa 58% responden menjawab baik, 30%
menjawab sangat baik dan 6% sisanya menjawab netral. Skoring jawaban

- 60 -

pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 406. Jadi untuk pertanyaan pertama berada pada kategori baik. Grafik
skor bisa dilihat pada gambar 4.11. sebagai berikut:

Gambar 4.11. Skoring Persepsi Responden mengenai kondisi DTW
(wisata alam, budaya, dan buatan) di Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Aceh Memiliki Berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing,
Atraksi Budaya
Untuk pertanyaan kedua berkaitan dengan atraksi wisata di Manado,

distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.12:

Gambar 4.12. Persepsi Responden mengenai kondisi berbagai Produk Wisata
Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi budaya di Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden sebanyak 51% menjawab Baik, 26%
menjawab Netral, dan 13% persen menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban
pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 361. Grafik skor dapat dilhat pada gambar 4.13. dibawah ini :

- 61 -

Gambar 4.13. Skoring Persepsi Responden mengenai kondisi berbagai
Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi budaya
di Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Makanan dan Minuman Halal di Destinasi Wisata Mudah Diperoleh
Untuk pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan

halal di destinasi wisata, distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.14. sebagai berikut:

Gambar 4.14. Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan Minumam
Halal Mudah Diperoleh di Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan Minumam
Halal Mudah Diperoleh di Aceh menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 42% menjawab Sangat Tidak Baik, 36% menjawab Baik,
dan 16% persen menjawab Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan
pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 411.
Nilai/skoring tersebut dapat dilhat pada gambar 4.14. dibawah ini:

- 62 -

Gambar 4.14. Skoring Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan
Minumam Halal Mudah Diperoleh di Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan
dengan kaidah syariah
Pertanyaan keempat berkaitan dengan seni dan budaya yang

dipertontonkan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar 4.15:

Gambar 4.15. Persepsi Responden Mengenai Pertunjukan Seni Budaya yang
Diselenggarakan

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar 4.15 di atas, sebagian besar responden sebanyak
34% cenderung menjawab Baik, 31% menjawab Netral, dan 24% persen
menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan ini dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 360. Grafik skor dapat dilhat
pada gambar 4.16. dibawah ini:

- 63 -

Gambar 4.16. Skoring Persepsi Responden Mengenai Pertunjukan Seni
Budaya yang Diselenggarakan Tidak Bertentangan dengan
Kaidah Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

e. Aceh memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak dan
suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di
destinasi wisata
Pertanyaan kelima berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah yang

layak di daya Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada Gambar
4.17:

Gambar 4.17. Persepsi Responden Mengenai Aceh Memiliki DTW yang
Menyediakan Tempat Ibadah Layak dan Suci

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan Gambar di atas, sebagian besar responden sebanyak
44% menjawab cenderung Sangat Baik, 37% menjawab Baik, dan 15%
persen menjawab Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ini dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 417. Grafik skor dapat dilhat
pada gambar 4.18 dibawah ini:

- 64 -

Gambar 4.18. Skoring Persepsi Responden Mengenai Aceh Memiliki DTW
yang Menyediakan Tempat Ibadah Layak dan Suci

Sumber: Hasil penelitian, 2015

f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga
dengan baik
Pertanyaan keenam berkaitan dengan sanitasi pada destinasi wisata

di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada Gambar
4.19 berikut ini :

Gambar 4.19. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan
Lingkungan di destinasi wisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden sebanyak 32% menjawab Baik, 23%
menjawab Netral, dan 20% persen menjawab Tidak Baik. Skoring jawaban
pada pertanyaan ini dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai
329. Grafik skor dapat dilhat pada Gambar 4.20 dibawah ini:

- 65 -

Gambar 4.20. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan
Lingkungan di destinasi wisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Daya Tarik Wisata di Aceh
menghasilkan nilai 1624, atau berada pada kategori Netral. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.21. Total Skoring Persepsi Responden Mengenai Daya Tarik Wisata
di Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil total skoring pada pertanyaan terkait Daya Tarik Wisata Syariah,
menunjukan bahwa responden secara umum berpendapat bahwa Daya Tarik
Wisata di Aceh cukup potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi
wisata syariah. Namun, memang belum dipahami oleh masyarakat secara
keseluruhan dengan kata lain definisi dan pemahaman tentang wisata
syariah itu sendiri belum terdapat kesepakatan di masyarakat. Sehingga
jawaban dari responden cenderung netral. Hal ini dibuktikan dengan hasil
skoring yang menunjukan kategori Netral. Padahal Aceh mempunyai potensi
yang luar biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena
mempunyai daya tarik wisata yang cukup beragam baik nature based (Pantai
Ulee Lheu, Pantai Lhok Nga, Pantai Lhampuuk), culture based (Rumoh Cut
Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda,
Masjid Baiturrahin Ulee Lheu, Kawasan Kuliner Peunayong), maupun man
made based (Kuburan massal Ulee Lheu, Replika Pesawat Seulawah di Blang
Padang, Taman Sari, Kapal Apung Lampulo, Kapal PLTD Apung). Potensi daya

- 66 -

tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim
friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata.
Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah
(sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Aceh. Namun masih banyak
yang perlu dibenahi jika menerapkan konsep syariah dalam pariwisata Aceh,
diantaranya sarana prasarana wisata yang mendukung syariah tidak jelas.
Sebagai contoh di pinggir pantai masih ada yang menyediakan kursi hanya
untuk berdua saja, padahal jika menggunakan konsep syar’i ada aturan yang
melarang orang yang tidak muhrim/lain jenis kelamin untuk berkhalwat
(berdua-duaan). Daerah-daerah di Provinsi Aceh juga menerapkan konsep
syar’i yang berbeda-beda.

2. Akomodasi Wisata Syariah di Aceh
Untuk kategori akomodasi wisata syariah terdapat 5 pertanyaan.

a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat

menginap lainnya.
d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan

bisnis.
e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik.

Hasil survei sebagai berikut:

a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap
lainnya

Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah di
hotel atau tempat menginap lainnya di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar 4.22. :

Gambar 4.22. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Tempat Ibadah yang
Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya

Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 67 -

Berdasarkan Gambar 4.22 di atas, sebesar 62% responden cenderung
menjawab Baik, 20% responden menjawab Netral dan 16% menjawab
Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 318. Skor bisa dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 4.23. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Tempat
Ibadah yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya

Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap
lainnya
Pertanyaan kedua berkaitan dengan kelayakan sarana bersuci di hotel

atau tempat menginap lainnya di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar 4.24. berikut ini:

Gambar 4.24. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana Bersuci yang
Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan Gambar 4.24. di atas, terlihat bahwa 53% responden menjawab
Baik, 24% responden menjawab Netral dan 21% menjawab Sangat Baik.
Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 389. Skor bisa dilihat pada gambar 4.25. sebagai
berikut:

- 68 -

Gambar 4.25. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana Bersuci
yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya

Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat
menginap lainnya.
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan dan

minuman halal di akomodasi di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar 4.25:

Gambar 4.26. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Makanan dan
Minuman Halal di Hotel/Tempat Menginap Lainnya

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa 58% responden cenderung
menjawab Baik, 25% responden menjawab Sangat Baik dan 15% menjawab
Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan
skala Likert menghasilkan nilai 402. Skor bisa dilihat pada gambar 4.27.
sebagai berikut:

- 69 -

Gambar 4.27. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Makanan dan
Minuman Halal di Hotel/Tempat Menginap Lainnya

Sumber: Hasil penelitian, 2015

d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan
keperluan bisnis
Pertanyaan keempat berkaitan dengan suasana hotel atau tempat

menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.28 sebagai berikut:

Gambar 4.28. Persepsi Responden Mengenai Suasana Hotel, Aman, Nyaman
dan Kondusif untuk Keluarga dan Keperluan Bisnis

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, 47% responden menjawab baik, 27%
responden menjawab sangat baik dan 22% responden menjawab netral.
Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 393, atau berada berada pada kategori baik. Skor bisa
dilihat pada gambar 4.29 sebagai berikut:

- 70 -

Gambar 4.29. Skoring Persepsi Responden Mengenai Suasana Hotel, Aman,
Nyaman dan Kondusif untuk Keluarga dan Keperluan Bisnis

Sumber: Hasil penelitian, 2015

e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik
Pertanyaan kelima berkaitan dengan sanitasi (kebersihan) hotel atau

tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada Gambar 4.30 berikut:

Gambar 4.30. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan
Lingkungan Hotel Terjaga Baik

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 41% responden menjawab
baik, 26% responden menjawab netral dan 22% responden menjawab sangat
baik. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 363, atau berada berada pada kategori baik. Skor
bisa dilihat pada gambar 4.31. sebagai berikut:

Gambar 4.31. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan
Lingkungan Hotel Terjaga Baik

Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 71 -

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan akomodasi syariah di Aceh
menghasilkan nilai 1935, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada grafikberikut:

Gambar 4.32. Total Skoring Persepsi Responden Tentang Akomodasi Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil total skoring pada pertanyaan terkait akomodasi wisata syariah,
menunjukan bahwa responden secara umum berpendapat bahwa akomodasi
di Aceh dalam hal ini hotel siap dalam menunjang Aceh sebagai destinasi
wisata syariah. Hal ini dibuktikan dengan hasil skoring yang menunjukan
kategori Baik. Pada umumnya ketersediaan akomodasi pada sebagian besar
hotel dan tempat menginap lainnya di Aceh sudah menerapkan konsep
syariah baik dari segi produk, pelayanan, dan pengelolaannya. Dari segi
produk, misalnya toilet hotel sudah tersedia penyekat antar bilik dan
menyediakan air mengalir selain tissue; pada setiap kamar di hampir
sebagian besar hotel sudah menyediakan sajadah, arah kiblat, tidak tersedia
akses pornografi, tidak tersedia minuman beralkohol di mini bar setiap
kamar, dll. Dari segi pelayanan diantaranya melakukan seleksi terhadap tamu
yang datang berpasangan, tidak ada fasilitas hiburan yang mengarah kepada
pornografi/asusila, dll. Dan dari segi pengelolaan, diantaranya seluruh
karyawan dan karyawati memakai seragam yang sopan, karyawati pada
umumnya menggunakan jilbab, dll.

3. Usaha Penyedia Makanan dan Minuman di Aceh
Untuk variable yang berkaitan dengan restoran atau usaha

penyediaan makanan dan minuman terdapat 2 pertanyaan sebagai berikut:
a. Terdapat Restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang

terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI.
b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa makanan

dan minuman terjaga dengan baik.

- 72 -

Hasil survei sebagai berikut:
a. Terdapat restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang

terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan restoran dengan

serttifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Distribusi frekuensi
jawaban responden seperti pada gambar 4.33 berikut:

Gambar 4.33. Persepsi Responden Mengenai Terdapat Restoran yang
Menyediakan Makanan & Minuman yang Terjamin
Kehalalannya dengan Sertifikasi Halal dari MUI

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar 4.33, terlihat bahwa 40% responden menjawab Siap,
31% responden menjawab Sangat Siap, 25% responden menjawab Netral.
Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 363. Grafik
skor bisa dilihat pada gambar 4.34 sebagai berikut:

Gambar 4.34. Skoring Persepsi Responden Mengenai Terdapat Restoran
yang Menyediakan Makanan & Minuman yang Terjamin
Kehalalannya dengan Sertifikasi Halal dari MUI

Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 73 -

b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa
makanan dan minuman terjaga dengan baik
Pertanyaan kedua untuk menguji kesiapan restoran dari aspek

sanitasi atau kebersihan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.35:

Gambar 4.35. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan
Lingkungan Restoran dan Penyedia Jasa Makanan dan
Minuman Terjaga dengan Baik

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, terlihat 51% responden cenderung
menjawab Siap, 27% responden menjawab Netral, 16% responden
menjawab sangat siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 371, atau berada berada pada kategori netral. Skor bisa
dilihat pada Gambar 4.36. sebagai berikut:

Gambar 4.36. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan
Kebersihan Lingkungan Restoran dan Penyedia Jasa
Makanan dan Minuman Terjaga dengan Baik

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Daya Tarik Wisata di Aceh
menghasilkan nilai 764, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 74 -

Gambar 4.37. Total Skoring Persepsi Responden tentang Penyediaan
Makanan dan Minuman Halal

Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan
dengan penyedia jasa makanan dan minuman menunjukkan bahwa menurut
persepsi wisatawan, Aceh sudah siap untuk menjadi tujuan wisata syariah
dari aspek ini. Secara umum, restoran dan penyedia jasa makanan minuman
di Aceh dalam pengolahan dan penyajiannya sudah menerapkan prinsip
halal. Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas adalah muslim, sehingga
kehalalalan makanan dan minuman merupakan suatu hal yang sudah lumrah
dan menjadi kewajiban sebagai muslim. Namun, Menurut peserta FGD,
standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan
belum siap. Masih sangat diperlukan adanya pengawasan dan sosialisasi dari
hulu ke hilir mengenai produk makanan yang terjamin halal.

4. SPA, Sauna dan Massage di Aceh
Kelompok pertanyaan keempat untuk menguji kesiapan usaha SPA,

sauna dan massage di Manado. Terdapat 4 pertanyaan sebagai berikut:
a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk

pelanggan wanita.
b. Praktik SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan

pornografi.
c. Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan

produk turunannya.
d. Tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah di tempat SPA,

sauna dan massage.

Hasil survei sebagai berikut:
a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita

untuk pelanggan wanita
Pertanyaan pertama untuk menguji pertanyaan tentang terapis pada

usaha SPA atau massage, distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.38:

- 75 -

Gambar 4.38. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Terapis Pria untuk
Pelanggan Pria, dan Terapis Wanita untuk Pelanggan
Wanita

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa 42% responden
cenderung menjawab Siap, 37% responden menjawab netral, 11% menjawab
sangat siap, 8% menjawab tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 350. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.38
sebagai berikut:

Gambar 4.39. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Terapis Pria
untuk Pelanggan Pria, dan Terapis Wanita untuk Pelanggan
Wanita

Sumber: Hasil penelitian, 2015

e. Praktik SPA, sauna, massage tidak mengandung unsur pornoaksi
dan pornografi
Pertanyaan kedua untuk menguji apakah praktik SPA mengandung

unsur pornografi atau pornoaksi. Distribusi jawaban responden seperti pada
gambar 4.40 berikut ini:

- 76 -

Gambar 4.40. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage
tidak Mengandung Unsur Pornoaksi dan Pornografi

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden
menjawab netral, 31% responden menjawab siap, 16% menjawab sangat
tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai
352. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.41 sebagai berikut:

Gambar 4.41. Skoring Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna,
Massage tidak Mengandung Unsur Pornoaksi dan Pornografi

Sumber: Hasil penelitian, 2015

f. Praktik SPA, Sauna, Massage Menggunakan Bahan Yang Halal dan
Tidak Terkontaminasi Babi dan Produk Turunannya
Pertanyaan keempat untuk menguji bahan-bahan yang dipergunakan

dalam praktik SPA, sauna atau massage. Distribusi frekuensi jawaban
responden sebagai berikut:

- 77 -

Gambar 4.42. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage
Menggunakan Bahan Halal

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa 33% responden menjawab
netral, 31% responden menjawab sangat siap, 21% menjawab siap. Skoring
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 357. Grafik skor bisa
dilihat pada Gambar 4.43 sebagai berikut:

Gambar 4.43. Skoring Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna,
Massage Menggunakan Bahan Halal

Sumber: Hasil penelitian, 2015

g. Tersedia Sarana yang Memudahkan untuk Beribadah di Tempat
SPA, Sauna, dan Massage
Pertanyaan kelima untuk menguji ketersediaan tempat ibadah pada

tempat SPA, sauna atau massage. Distribusi jawaban responden seperti pada
gambar 4.44 berikut ini:

- 78 -

Gambar 4.44. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana yang
Memudahkan untuk Beribadah di Tempat Spa, Sauna, dan
Massage

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa 40% responden menjawab
netral, 29% responden menjawab siap, 20% menjawab sangat siap. Skoring
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 351. Grafik skor bisa
dilihat pada Gambar 4.45 sebagai berikut:

Gambar 4.45. Skoring Persepsi Responden Tersedia Sarana Yang
Memudahkan untuk Beribadah di Tempat Spa, Sauna, dan
Massage

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Usaha Spa, Sauna,
dan Massage di Aceh menghasilkan nilai 1402, atau berada pada kategori
Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 79 -

Gambar 4.46. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Ketersediaan Spa,
Sauna, dan Massage

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Untuk usaha SPA, dari hasil FGD, menyatakan bahwa praktik SPA di
Aceh belum ada yang secara khusus membuka usaha spa, kalaupun ada
masih menyatu dengan usaha hotel dan salon. Kondisi salon yang ada di Aceh
pada umumnya memang sudah khusus diperuntukkan hanya untuk
muslimah. Terapis wanita biasanya hanya untuk pelanggan wanita. Praktik
SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi.
Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk
turunannya. Serta pada umumnya tersedia sarana yang memudahkan untuk
beribadah di tempat SPA, sauna dan massage.

5. Biro Perjalanan Wisata Syariah di Aceh
Kelompok pertanyaan kelima untuk menguji kesiapan Biro Perjalanan

Wisata di Manado. Terdapat 3 pertanyaan sebagai berikut:
a. Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata

syariah
b. Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum

akomodasi pariwisata syariah
c. Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai

dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman
pariwisata syariah

Hasil survei sebagai berikut:
a. Menyediakan Paket Wisata yang Sesuai Dengan Kriteria Pariwisata

Syariah
Pertanyaan pertama untuk menguji ketersediaan paket wisata syariah.
Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:

- 80 -

Gambar 4.47. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam
Menyediakan Paket Wisata Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 43% responden
cenderung menjawab siap, 36% menjawab netral, 11% menjawab sangat
siap, 7% menjawab tidak siap. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 349 atau pada ketegori netral. Skor dapat dilihat
pada gambar 4.48. sebagai berikut:

Gambar 4.48. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah
dalam Menyediakan Paket Wisata Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Perjalanan Wisata Syariah: Memiliki Daftar Akomodasi yang Sesuai
Dengan Panduan Umum Akomodasi Pariwisata Syariah
Pertanyaan kedua berkaitan dengan daftar akomodasi syariah.

Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.49 berikut
ini:

- 81 -

Gambar 4.49. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam
Memiliki Daftar Akomodasi Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 44% responden
cenderung menjawab netral, 30% menjawab siap, 15% menjawab sangat
siap, 8% menjawab sangat tidak siap dan 1% tidak menjawab. Skoring
jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 343 atau pada
ketegori netral. Skor dapat dilihat pada gambar 4.50 sebagai berikut:

Gambar 4.50. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah
dalam Memiliki Daftar Akomodasi Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan dan Minuman yang Sesuai
Dengan Panduan Umum Usaha Penyedia Makanan dan Minuman
Pariwisata Syariah
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan daftar usaha penyedia makanan

dan minuman. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
4.51 berikut ini:

- 82 -

Gambar 4.51. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam
Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan & Minuman Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 40% responden
menjawab netral, 32% menjawab siap, 16% menjawab sangat siap, 9%
menjawab sangat tidak siap dan 3% tidak menjawab. Skoring jawaban
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 346 atau pada ketegori
netral. Skor dapat dilihat pada Gambar 4.52 sebagai berikut:

Gambar 4.52. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah
dalam Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan & Minuman
Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Usaha Spa, Sauna,
dan Massage di Aceh menghasilkan nilai 1038, atau berada pada kategori
Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 83 -

Gambar 4.53. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW
Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
jawaban dengan kategori Siap. Berdasarkan jawaban responden, Biro
Perjalanan Wisata di Aceh dapat dikatakan telah siap untuk mendukung Aceh
menjadi destinasi wisata syariah. Kesiapan ini dapat disimpulkan dari
jawaban responden karena mayoritas penduduk Aceh adalah muslim,
sehingga dalam melakukan segala hal umumnya sudah didasarkan pada
peraturan dan kaidah syariah islam. Akan tetapi dalam implementasinya di
Aceh memang secara umum belum terdapat BPW (tours and travel) yang
mengkhususkan penyediaan paket wisata syariah, walaupun BPW yang ada
di Aceh sebenarnya sudah mampu untuk menyediakan paket wisata yang
sesuai dengan kriteria pariwisata syariah, BPW di Aceh memiliki daftar
akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi pariwisata
syariah serta memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang
menyediakan makanan dan minuman yang halal dan cocok untuk wisatawan
muslim.

6. Pramuwisata
Kelompok pertanyaan keenam untuk menguji kesiapan pramuwisata

di Aceh dengan 4 pertanyaan sebagai berikut:
a. Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam

menjalankan tugas.
b. Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab.
c. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam.
d. Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku.

Hasil survei sebagai berikut:
a. Pramuwisata Syariah memahami dan mampu melaksanakan nilai-

nilai syariah dalam menjalankan tugas.

- 84 -

Pertanyaan pertama untuk menguji pemahaman pramuwisata
terhadap nilai-nilai syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden seperi
pada gambar 4.54 berikut ini:

Gambar 4.54. Persepsi Responden Terhadap Pemahaman Pramuwisata
Syariah dalam Menjalankan Tugas

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 49% responden
menjawab baik, 26% menjawab netral, 18% menjawab sangat baik, 5%
menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat baik dan 1% tidak menjawab.
Skoring jawaban dengan menggunakan skala likert menghasilkan nilai 374
atau pada kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.55. Skoring Persepsi Responden Terhadap Pemahaman
Pramuwisata Syariah dalam Menjalankan Tugas

Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Pramuwisata Syariah berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan
bertanggungjawab
Pertanyaan kedua untuk menilai attitude dari pramuwisata di Kota

Banda Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar di
bawah ini:

- 85 -

Gambar 4.56. Persepsi Responden Terhadap Sikap Pramuwisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden
menjawab baik, 28% menjawab sangat baik, 20% menjawab netral, 2%
menjawab sangat tidak baik, 1% menjawab tidak baik dan 1% tidak
menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 392 atau pada ketegori Baik.

Gambar 4.57. Skoring Persepsi Responden Terhadap Sikap Pramuwisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Pramuwisata Syariah berpenampilan sopan dan menarik sesuai
dengan nilai etika islam
Pertanyaan ketiga untuk menilai penampilan dari pramuwisata di

Kota Banda Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar berikut ini:

- 86 -

Gambar 4.58. Persepsi Responden Terhadap Penampilan Pramuwisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 34% responden
menjawab baik, 35% menjawab sangat baik, 25% menjawab netral, 3%
menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik, dan 2% tidak
menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 393 atau pada kategori netral.

Gambar 4.59. Skoring Persepsi Responden Terhadap Penampilan
Pramuwisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

d. Pramuwisata Syariah memiliki kompetensi kerja sesuai dengan
standar profesi yang berlaku
Pertanyaan keempat untuk menilai kompetensi kerja pramuwisata di

Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut
ini:

Gambar 4.60. Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 87 -

Berdasarkan gambar di atas, 37% responden menjawab baik, 34% menjawab
netral, 25% menjawab sangat baik dan 1% menjawab tidak baik, 1%
menjawab sangat tidak baik dan 2% tidak menjawab. Skoring jawaban
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 378 atau pada kategori
baik.

Gambar 4.61. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Kerja
Pramuwisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Pramuwisata di Aceh
menghasilkan nilai 1537, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.62. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Pramuwisata Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan hasil observasi, jumlah pramuwisata yang sudah
tersertifikasi sudah ada sekitar 100 orang dan sebagian besar adalah muslim.
Namun belum terdapat pramuwisata (tour guide) yang khusus untuk
melayani tamu atau wisatawan muslim. Secara umum pramuwisata
berpenampilan sopan dan menarik sesuai etika serta memiliki kompetensi
kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku, namun terkait akhlak dan

- 88 -

kesesuaian perilaku dengan nilai-nilai syariah tentu sangat tergantung
dengan individu pramuwisata itu masing-masing.
7. Aksesibilitas

Untuk aspek aksesibilitas terdapat 4 pertanyaan :
a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal
b. Objek wisata mudah dijangkau
c. Transportasi (darat, Laut, udara) mudah dijangkau
d. Biaya transportasi sesuai standar

Hasil survei sebagai berikut:
a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal

Distribusi jawaban responden seperti pada gambar 4.61 berikut ini:

Gambar 4.63. Persepsi Responden Terhadap Kemudahan Akses Informasi
Wisata Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden
cenderung menjawab baik, 24% menjawab netral, 18% menjawab sangat
baik, 6% menjawab tidak baik, 2% menjawab sangat baik dan 3% tidak
menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 364 atau pada ketegori baik.

Gambar 4.64. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kemudahan Akses
Informasi Wisata Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Objek wisata mudah dijangkau
Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 89 -

Gambar 4.65. Persepsi Responden Terhadap Objek Wisata Mudah Dijangkau

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 49% responden menjawab
baik, 27% menjawab netral, 16% menjawab sangat baik, 5% menjawab tidak
baik dan 3% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 367 atau pada kategori baik.

Gambar 4.66. Skoring Persepsi Responden Terhadap Objek Wisata Mudah
Dijangkau

Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Biaya transportasi sesuai standar
Distribusi frekuensi jawaban responden untuk biaya transportasi

seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.65. Persepsi Responden Terhadap Biaya Transportasi
Sesuai Standar

Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 90 -

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 39% responden
cenderung menjawab baik, 31% menjawab netral, 15% menjawab sangat
baik, 10% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik dan 4%
tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 367 atau pada kategori baik

Gambar 4.66. Skoring Persepsi Responden Terhadap Biaya Transportasi

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Pramuwisata di Aceh
menghasilkan nilai 1430, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

TOTAL SKORING AKSESIBILITAS

Gambar 4.67. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Aksesibilitas

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil skoring menunjukan bahwa secara umum aksesibilitas terhadap
kemudahan memperoleh informasi tentang wisata di Aceh, keterjangkauan
daerah wisata dengan transportasi baik darat, laut, maupun udara, serta
keterjangkauan biaya transprtasi bagi wisatawan berada pada kategori Baik.
Aksesibilitas dari segi ketersediaan informasi dapat diperoleh melalui media
internet yang disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun pelaku usaha
wisata.

Pemerintah daerah menyediakan website yang memberikan informasi
tempat-tempat wisata seperti: bandaacehkota.go.id, bandaacehtourism.com.
Sementara pelaku usaha wisata seperti: acehexplorer.com, inbandaaceh.com,
inaceh.com, wisataaceh.com, seputaraceh.com, visitaceh.id, selain itu juga
membuat page di facebook seperti NTA tour and Travel, acehexplorer, dan

- 91 -

lain-lain. Adapun dari segi transportasi melalui udara, Aceh dapat dijangkau
dengan penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly,
serta pesawat Garuda Indonesia untuk domestik. Secara umum, kondisi
ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik, walaupun
kendala aksesibilitas masih ditemui di daya tarik wisata alam yang jauh dari
pusat kota.
8. PERTANYAAN TERBUKA

Selain menggunakan pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan jawaban,
kuesinoner juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sebagai berikut:
a. Apakah anda menggunakan biro perjalanan wisata syariah

Gambar 4.68. Responden Menggunakan Biro Perjalanan Wisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebesar 79%
responden cenderung menyatakan tidak menggunakan BPW syariah
dalam melakukan perjalanan wisata. Sedangkan yang menggunakan BPW
Syariah sebanyak 21%. Alasan responden menggunakan BPW syariah,
24% berpendapat bahwa dengan menggunakan Biro Perjalanan Wisata
Syariah maka terasa lebih aman, nyaman dan informatif, sedangkan 43%
lainnya memberikan jawaban variatif seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.69. Alasan Responden Menggunakan Biro Perjalanan Wisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, sebagian besar responden memilih untuk
tidak menggunakan Biro Perjalanan Wisata Syariah karena 40% responden
memiliki saudara atau kolega yang memandu selama berwisata ke Aceh, 11%
menjawab masih minimnya informasi tentang keberadaan travel syariah,

- 92 -

dan alasan lainnya seperti lebih mudah menentukan tujuan sendiri tanpa
BPW Syariah, memiliki kendaraan sendiri, perjalanan dinas,
touring/backpacker dan sudah beberapa kali ke Aceh sehingga tidak
memerlukan panduan. Prosentase alasan tidak menggunanakan Biro
Perjalanan Wisata Syariah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.70. Alasan Responden Tidak Menggunakan Biro Perjalanan Wisata
Syariah

Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Apakah anda mengutamakan "halal" dalam melakukan perjalanan
wisata

Gambar 4.71. Responden Mengutamakan Halal dalam Melakukan
Perjalanan Wisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukan bahwa 91% responden
menyatakan mengutamakan kehalalan dalam melakukan perjalanan wisata.
Hanya 9% saja yang tidak mengutamakan “halal” dalam melakukan
perjalanan wisata.

- 93 -

Gambar 4.72. Alasan Responden Mengutamakan Halal dalam
Perjalanan Wisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Gambar diatas menunjukan bahwa sebagian besar alasan responden
yang mengutamakan konsep halal dalam perjalanan wisata adalah karena
“halal” merupakan keutamaan sebagai muslim, 13% berpendapat bahwa
“halal” berarti bersih, aman, dan nyaman.

Gambar 4.73. Alasan Responden Tidak Mengutamakan Halal dalam
Perjalanan Wisata

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sedangkan alasan responden yang tidak mengutamakan “halal” dalam
perjalanan wisatanya adalah karena sebanyak 44% bukan beragama islam.
Sedangkan 56% lainnya dengan jawaban yang variatif.

Gambar 4.74. Saran Responden Guna Pengembangan Wisata Syariah di Aceh

Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 94 -


Click to View FlipBook Version