SEMINAR NASIONAL DAN MUSYAWARAH NASIONAL I 2016
Perhimpunan Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan Indonesia (PERSEPSI)
PROSIDING
“Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam
Pembangunan Peternakan Indonesia”
12 - 13 Februari 2016
di Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta
ISBN: 978-979-1215-27-5
BG AGRI-FOOD
Diterbitkan oleh:
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada
2016
SEMINAR NASIONAL DAN MUSYAWARAH NASIONAL I 2016
Perhimpunan Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan Indonesia (PERSEPSI)
PROSIDING
“Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam
Pembangunan Peternakan Indonesia”
12 - 13 Februari 2016
di Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta
ISBN: 978-979-1215-27-5
BG AGRI-FOOD
Diterbitkan oleh:
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada
2016
EDITOR:
Ir. F. Trisakti Haryadi, M.Si., Ph.D.
Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., Ph.D.
Dr. Tri Anggraeni Kusumastuti, S.P., M.P.
Dr. Siti Andarwati, S.Pt., M.P.
Dr. Ir. Suci Paramitasari Syahlani, M.M.
Dr. Ir. Rochadi Tawaf, MS
Sutrisno Hadi Purnomo, S.Pt., M.Si., Ph.D
Diterbitkan oleh:
Himpunan Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan Indonesia
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL DAN MUSYAWARAH NASIONAL I 2016
Perhimpunan Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan Indonesia
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
12-13 Februari 2016
©2016, Perhimpunan Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan Indonesia
Alamat : Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada
Jl. Fauna 3, Kampus UGM Bulaksumur 55281
Telp/Fax : 0274 513363/521578
Email : [email protected]
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr wb.,
Dalam rangka menindak lanjuti Deklarasi PERSEPSI yang dilakukan tanggal 23 Oktober 2015, maka Fakultas
Peteranakan Universitas Gadjah Mada menyelenggaakan MUNAS I dan sekaligus Seminar Nasional dengan tema
“Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peteranakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia”, yang
dilaksanakan di Fakultas Peternakan UGM tanggal 12-13 Februari 2016.
Dalam Seminar Nasional ini, Panitia mengundang para Praktisi, Dosen, Peneliti, Dinas dan Mahasiswa
Pascasarjana Peternakan. Di samping Pembicara Tamu dari kalangan Profesional dan Pengusaha, Panitia juga
mengundang para ilmuwan untuk mengemukakan hasil-hasil penelitian ke dalam tulisan ilmiah. Untuk itu, Prosiding
ini memuat hasil-hasil pemikiran dan penelitian serta dokumen hasil dari Musyawarah Nasional PERSEPSI I.
Kami berharap, Prosiding ini bermanfaat bagi banyak kalangan terutama bagi Ilmuwan, penentu kebijakan, dan
tentunya dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu terutama Ilmu Sosial Ekonomi Peternakan.
Majulah dan Jayalah Peternakan Indonesia.
Yogyakarta, 13 Februari 2016
Ketua Panitia Pelaksana
Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., Ph.D.
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................................................... i
ii
Editor................................................................................................................................................................... iii
iv
Kata Pengantar....................................................................................................................................................
2
Daftar Isi.............................................................................................................................................................. 8
15
MAKALAH UTAMA
25
KONDISI TERKINI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI INDONESIA 30
Yudi Guntara Noor .............................................................................................................................................
35
REVIEW BISNIS BROILER TAHUN 2015 43
Joko Susilo..........................................................................................................................................................
RANCANGAN PENGEMBANGAN SAPI PASUNDAN DI JAWA BARAT
Rochadi Tawaf....................................................................................................................................................
MAKALAH PENDUKUNG
PEMBERDAYAAN EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT BERBASIS POTENSI “EMAS PUTIH” MELALUI
PENGUATAN PERAN KELOMPOK TANI-TERNAK DI DESA SINGOSARI KECAMATAN MOJOSONGO
KABUPATEN BOYOLALI
Shanti Emawati, Aqni Hanifa, dan Ayu Intan Sari................................................................................................
MANAGEMENT AND INFORMATION SYSTEM SEBAGAI SOLUSI BAGI KONFLIK DATA KOMODITI
PANGAN YANG PENTING BAGI PIJAKAN PEMBANGUNAN
Minar Ferichani....................................................................................................................................................
SKENARIO PEMODELAN SISTEM INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN TANAMAN DI BAWAH
POHON KELAPA DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Meiske L. Rundengan, Anneke K. Rintjap, dan Maasje T. Massie.....................................................................
ANALISIS SIKAP MULTIATRIBUT FISHBEIN TERHADAP PRODUK RENDANG PARU DI KAMPUNG
RENDANG KOTA PAYAKUMBUH SUMATERA BARAT
Elfi Rahmi dan James Hellyward.........................................................................................................................
TINGKAT DAYA SAING USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR DI KABUPATEN MAROS,PROPINSI
SULAWESI SELATAN
iv
Sitti Nurani Sirajuddin, Ilham Rasyid, dan Nurul Ilmi Harun................................................................................. 48
53
MODEL ALTERNATIF UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI PRODUKTIF BAGI PETERNAK KAMBING DI 58
KABUPATEN MAJENE SULAWESI BARAT 63
Tanri Giling Rasyid, Sitti Nurani Sirajuddin, dan Sofyan Nurdin Kasim................................................................ 68
TANGGAPAN PETERNAK SAPI POTONG TERHADAP LEMBAGA PEMBIAYAAN FORMAL DAN INFORMAL 73
DI PEDESAAN 77
Aslina Asnawi, A. Amidah Amrawaty, Hastang, dan Ikrar Mohammad Saleh..................................................... 82
87
PERANAN PENYULUH TERHADAP ADOPSI INOVASI INSEMINASI BUATAN (IB) PADA USAHA
PETERNAKAN SAPI POTONG DI DAERAH TRANSMIGRASI KABUPATEN DHARMASRAYA 92
Ediset, A. Anas dan E. Heriyanto......................................................................................................................... 99
ANALISIS SEKTOR PEREKONOMIAN MENGGUNAKAN LOCATION QUONTIENT (LQ) DI PROPINSI JAWA
TENGAH
Nurdayati dan Bambang Sudarmanto .................................................................................................................
PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG TENTANG PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI
PAKAN TERNAK (STUDI KASUS DI KECAMATAN MAIWA, KABUPATEN ENREKANG, SULAWESI
SEATAN)
Veronica Sri Lestari, Djoni Prawira Rahardja, Hastang, Muhammad Ridwan, Ahmad Ramadhan Siregar,
Tanrigiling Rasyid, Kasmiyati Kasim, dan Wachniyati.........................................................................................
THE PERCEPTION FARMERS ABOUT INTEGRATION SYSTEM OF BEEF CATTLE ON OIL PALM
PLANTATION IN DHARMASRAYA REGENCY
Amna Suresti, Asdi Agustar, dan Nilsen Oktafiardi.............................................................................................
ADOPSI INOVASI PADA TEKNIS PEMELIHARAAN USAHA PETERNAKAN DI SITIUNG, SUMATERA BARAT
Winda Sartika, Basril Basyar, dan Ediset.............................................................................................................
PENGARUH KARAKTERISTIK PETERNAK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBIAYAAN USAHA BROILER
MELALUI KEMITRAAN DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN
Dwi Yuzaria, Ikhsan Rias, dan Mulina Wati...........................................................................................................
PRODUKTIVITAS USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT BERDASARKAN BANGSA SAPI DI
JAWA TENGAH
(BEEF CATTLE FATTENING PRODUCTIVITY BASED ON CATTLE BREED IN CENTRAL JAVA)
Edy Prasetyo, Titik Ekowati Wiludjeng Rossali, dan Mukson................................................................................
IDENTIFIKASI PENGETAHUAN LOKAL PADA PETERNAK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU, PROPINSI
SULAWESI SELATAN
A. Amidah Amrawaty, Sitti Nurani Sirajuddin, Aslina Asnawi, dan Hastang..........................................................
ANALISA EKONOMI USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR JANTAN DI DESA BALESARI KECAMATAN
NGAJUM KABUPATEN MALANG
v
Dimas Pratidina Puriastuti Hadiani, Henny Leondro, dan Sri Wahyudi ................................................................. 103
108
KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN MODEL SISTEM INTEGRASI TERNAK SAPI˗TANAMAN DI
KABUPATEN MINAHASA (KASUS DI KECAMATAN LANGOWAN SELATAN)
Bonny F.J. Sondakh dan Richard E.M.F. Osak.....................................................................................................
vi
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
MAKALAH UTAMA
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 1
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Yudi Guntara Noor
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 2
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 3
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 4
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 5
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 6
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 7
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 8
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 9
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 10
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 11
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 12
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 13
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 14
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
RANCANGAN PENGEMBANGAN SAPI PASUNDAN DI JAWA BARAT
Rochadi Tawaf
Laboratorium Ekonomi Peternakan Departemen Sosial Ekonomi Pembangunan, Fakultas
Peternakan, Universitas Padjadjaran
[email protected]
PENDAHULUAN
Sampai saat ini, pengembangan peternakan sapi potong masih sepenuhnya diserahkan
kepada kemampuan peternakan rakyat dalam penyediaan bibit atau bakalan. Dimasa mendatang
hal tersebut tidak mungkin dibebankan sepenuhnya kepada peternakan rakyat. Pasalnya,
ketersediaan daging sapi yang digambarkan oleh pertumbuhan populasi sapi potong domestik
masih sangat rendah hanya sekitar 5,41 % per tahun. Sementara itu permintaan yang
digambarkan oleh konsumsi daging sapi tumbuh jauh lebih tinggi sekitar 12,42 %. Berdasarkan
kajian Soedjana (2014) bahwa angka partisipasi konsumsi daging sapi berdasarkan hasil Susenas
BPS sejauh ini hanya diwakili oleh 26,15% (2002), 21,93% (2005), 16,18%(2008), 16,16%
(2011), dan 15,25% (2014) yang menurun sejak tahun 2002 – 2014 dari 26 % rumah tangga (RT)
menjadi 15 % RT. Namun demikian, sebenarnya telah terjadi peningkatan konsumsi pada kluster
RT tersebut menjadi sekitar 15.5 Kg/kapita/tahun (2014) atau meningkat dibanding 6,71 kg
(2002), 10,47 kg (2005), 10,82 kg (2008), 13,11 kg (2011). Sehingga peningkatan konsumsi
daging sapi per kapita per tahun terus meningkat pada kluster pengkonsumsinya. Apabila
dihitung, jumlah konsumsi daging nasional setahun tidak kurang dari 650 ribu ton. Sementara itu
kemampuan produksi dalam negeri diprediksi hanya 400 ribu ton sisanya dipenuhi oleh impor
sapi bakalan dan daging sapi.
Peternakan rakyat yang menguasai populasi ternak sapi 98 % secara nasional hanya
mampu berkontribusi sekitar 80 % dalam penyediaan daging sapi secara nasional. Sementara
perusahaan peternakan yang menguasai sekitar 2 % dari populasi ternak, ternyata mampu
berkontribusi 20 % terhadap konsumsin nasional. Berdasarkan fenomena tersebut, kiranya peran
industri peternakan dapat dijadikan “kendaraan” bagi percepatan kemandirian dalam
ketersediaan pangan protein hewani asal daging sapi, tentu dengan melakukan kerjasama dengan
peternakan rakyat.
Berdasarkan Tawaf (2009) bahwa Jawa Barat sebagai wilayah produsen ternak sapi
nasional saat ini sangat potensial untuk mengembangkan usaha ternak penggemukan sapi, hal
tersebut didukung pula oleh kondisi daya dukung wilayahnya. Potensi hijauan pakan yang
menjadi andalan saat ini, juga diarahkan oleh ketersediaan hijauan pakan asal dari jerami padi.
Di jawa Barat, luas lahan usahatani padi tidak kurang dari 2.000.000 hektar lahan yang selama
ini terpisah dari kegiatan usahaternak sapi mapun kerbau. Sesungguhnya usahatani padi mampu
menyediakan hijauan pakan ternak dan usaha ini membutuhkan pupuk kandang yang cukup
banyak.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 15
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Selain hal tersebut, pengembangan peternakan sapi potong di Jawa Barat menurut
penelitian Tawaf dkk(2014) dan Yuhani dkk (2014) bahwa pengembangan sapi potong di Jawa
Barat mengikuti pola pertumbuhan ekonominya, terdapat di wilayah timur, mendukung
perkembangan Cirebon Raya; wilayah tengah mendukung perkembangan Metropolitan Bandung
dan barat mendukung pengembangan wilayah kawasan industri di Bodebekarpur (Bogor Depok
Bekasi Karawang dan Purwakarta) Jawa Barat.
Guna efisiensi dan peningkatan daya saing produk yang dihasilkan, perlu dilakukan
integrasi usaha antara peternakan sapi potong dengan usaha pertanian, khususnya pertanian
tanaman pangan (padi). Hal tersebut disebabkan, pasca diintroduksikannya sistem irigasi di
pantura Jawa Barat, telah terjadi monbilisasi ternak secara besar-besaran sehingga tenaga kerja
ternak digantikan oleh mekanisasi pertanian. Dampaknya adalah terjadinya kelangkaan
ketersediaan pupuk organik sehinga terjadi yang disebut dengan „petroleum agribisnis‟ sehingga
dikhawaatirkan akan melemahkan daya saing produksinya.
Upaya mengembangan integrasi usahatani padi dan sapi merupakan suatu hal yang perlu
dikaji secara intensif dan sejauhmana ampu memberikan kontribusi bagi pengembangan
peternakan sapi potong di Jawa Barat.
IDENTIFIKASI MASALAH
Jawa barat memeiliki potensi sumberdaya genetik sapi lokal yang baru ditetapkan oleh
Menteri Pertanian melalui SK No. 1051/Kpts/SR.120/10/2014 tentang rumpun sapi pasundan.
Menurut Dinas Peternakan Jawa Barat (2015) keberadaan sapi ini di Jawa Barat tersebar di
beberapa wilayah antara lain di Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Pangandaran dan Ciamis.
Profil bisnis sapi pasundan sampai saat ini masih sangat terbatas, khususnya berkaitan denngan
integrasi usaha ternak sapi potong dengan usahatani padi.
Menurut data statistik (2013) lahan sawah di Jawa Barat seluas 925.566,19 hektar, dari
seluas itu dapat menghasilkan hijauan pakan yang sangat potensial dan dapat dimanfaatkan oleh
ternak sapi. Menurut Muller (1974) dalam Tanuwiria dkk (2013) bahwa untuk menghitung
jumlah ketersediaan jerami padi sebagai pakan ternak dapat dihitung dengan rumus Y = (2,5 x
Luas Lahan X 0,70) Ton BK/tahun atau Y = 1.619.739.082,5 Ton/tahun. Berdasarkan analisis
tersebut, berapa banyak ternaknyang mungkin dapat dikembangkan di kawasan usahatani padi,
yang selama ini telah terjadi mobilisasi ternak dari kawasan usahatani padi.
Dalam upaya menjaga dan melestarikan sumberdaya genetik sapi pasundan ini, serta
melihat potensi yang dimiliki Jawa Barat dalam usahatani padi, kiranya merupakan peluang bagi
pengembangan ternak di kawasan ini. Penelitian yang dilakuan oleh Diwyanto dkk (2012) bahwa
pola Crop Livestock System (CLS) dapat meningkatkan produktivitas usaha tani padi dan ternak
secara bersamaan, sehingga dapat meningkatkan daya saing produksinya. Pada kasus perbibitan,
sesuai dengan UU No. 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan, bahwa perbibitan
adalah tugas pemerintah. Oleh karenanya pengembangan peternakan sapi potong yang berkaitan
dengan pengadaan bibit merupakan tanggung Jawab Pemerintah.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 16
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Berdasarkan fenomena tersebut kiranya beberapa permasalahan pengembangan sapi
potong di Jawa Barat dapat dilakukan di wilayah pengembangan usahatani padi sekaligus dapat
menyelamatkan sumberdaya genetik lokal sapi pasundan di Jawa Barat.
PROFIL PETERNAKAN SAPI POTONG
Populasi ternak sapi potong di Jawa Barat berjumlah 327.720 ekor, yang terdiri atas
127.145 ekor jantan (38,80%) dan 200.605 ekor betina (61,20%). Sedangkan menurut hasil
PSPK 2011, populasi sapi potong di Jawa Barat berjumlah 422.989 ekor, terdiri atas 210.312
ekor jantan (49,72%) dan 212.677 ekor betina (50,28%). Hal ini membuktikan bahwa dengan
pendekatan yang berbeda, diperoleh angka jumlah populasi sapi potong yang berbeda (BPS,
2010). Selanjutnya menurut data sementara BPS (2012) bahwa populasi ternak sapi di Jawa
Barat di prediksi berjumlah 444.155 ekor.
Dalam program percepatan swasembada daging sapi dan kerbau 2014, pemerintah Jawa
Barat telah menetapkan bahwa ternak sapi potong diarahkan menjadi komoditas andalan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi di Provinsi Jawa Barat yang senantiasa meningkat
dari tahun ke tahun. Populasi ternak sapi potong di Jawa Barat mencapai 327.720 ekor dengan
laju pertumbuhan sekitar 6,18 % per tahun (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2010). Sudah sejak
awal, usaha peternakan sapi potong di Jawa Barat didominasi oleh peternakan rakyat, akan tetapi
sesuai dengan perkembangan permintaan sejak tahun 1993 mulai berkembang perusahaan
penggemukan sapi potong dengan menggunakan sapi bakalan impor.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dinas Peternakan (2011) bahwa Struktur populasi
sapi potong di Jawa Barat berdasarkan hasil PSPK 2011 lebih lanjut dapat digambarkan secara
skematis sebagai berikut :
Tabel 1. Struktur populasi sapi potong menurut umur dan jenis kelamin hasil PSPK Jawa
Barat 2011 (dalam %)
Umur Sex Jantan Betina Total
15,33 33,87 49,19
Dewasa 24,90 9,82 34,73
(diatas 2 tahun) 9,49 6,59 16,08
49,72 50,28 100
Muda
(1 tahun s/d 2 tahun)
Anak
(dibawah 1 tahun)
Total
Berdasarkan struktur popuasi terssebut dapat digambarkan dalam diagram sapi potong
sebagaimana tampak pada gambar 1. Berdasarkan pada gambar 2. dapat dilihat bahwa telah
terjadi ketimpangan prosentase jumlah kelahiran dari 68.031 ekor, rasio jantan dan betina (59,02
: 40,08). Jumlah tersebut dihasilkan dari 143.246 ekor betina induk dengan struktur umur diatas
2 tahun s/d 8 tahun. Artinya, induk sapi potong di Jawa Barat hanya mampu melahirkan anak
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 17
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
sekitar 47,49%. Sementara jantan muda berjumlah 105.315 ekor, sedangkan jantan dewasa
berjumlah 64.846 ekor.
Populasi sapi potong di Jawa Barat memiliki kecenderungan meningkat pada tiap
tahunnya. Namun, selain dari pertumbuhan populasi ternak, besaran populasi juga sangat
dipengaruhi oleh arus mutasi atau perdagangan ternak, terutama pada ternak bibit. Pada tahun
2010 pemasukan bibit jantan sapi potong tercatat sekitar 25.000 ekor dan tingkat pengeluarannya
sekitar 768 ekor. Sementara tingkat pemasukan bibit betina ke Jawa Barat tahun 2010 mencapai
sekitar 52.000 ribu serta tingkat pengeluarannya sekitar 985 ekor.
Gambar 1. Komposisi Struktur Populasi Sapi Potong Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Jawa
Barat.
Selanjutnya, Penelitian Dinas Peternakan Jawa Barat (2011) bahwa sistem
pengembangan budidaya sapi potong di Jawa Barat dapat dilihat berdasarkan siklus kegiatan
usaha budidaya pembibitan dan penggmukan yang dilakukan peternak sapi potong, menyangkut
aspek : Penyiapan bibit induk, perkawinan, kebuntingan, kelahiran, penyapihan, pembesaran
(rearing), penggemukan, pemasaran, pemotongan dan penggantian stok (raplacement stock) serta
pola afkir (culling). Seperti tampak dalam Gambar 2 di bawah ini.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 18
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Gambar 2. “Model Keterkaitan Delapan Aspek” Sistem Pengembangan budidaya Peternakan
Sapi potong di Jawa Barat
Berdasarkan gambar 2. dapat dijelaskan bahwa “Model Keterkaitan 8 (delapan) Aspek”
sistem pengembangan budidaya sapi potong di Jawa Barat, adalah sebagai berikut :
Penyediaan Induk : berdasarkan hasil kajian dapat diketahui bahwa penyiapan bibit indukan
sapi potong yang ada di Jawa Barat adalah bibit sapi lokal (PO) dan sapi-sapi silangan. Tingkat
keberhasilan penyediaan bibit sapi lokal (PO) lebih baik daripada sapi-sapi silangan.
Sistem Perkawinan : Berdasarkan hasil pengamatan ternyata sistem perkawinan yang dilakukan
atas pengembangan sapi potong di Jawa Barat sebagian besar di lakukan dengan pola IB dan
hanya sebagian kecil saja yang menggunakan pola Kawin Alam.
Tingkat Kebuntingan : Berdasarkan hasil pengamatan di 5 lokasi kajian diperoleh angka
kebuntingan berkisar antara 63 % sampai 87 %. Sedangkan di Jawa Barat pada tahun 2010 telah
mencapai angka rerata kebuntingan 80 persen dari akseptor.
Kelahiran : Dari hasil pengamatan di 5 lokasi penelitian didapatkan bahwa proporsi kelahiran
pada tahun 2010 berkisar antara 27% sampai 79% dari jumlah akseptor. Sedangkan di Jawa
Barat proporsi tersebut sebesar 62% dari akseptor, atau hanya 47,49% dari jumlah populasi
betina dewasa.
Penyapihan : Rerata umur penyapihan ternak sapi potong di 5 lokasi penelitian adalah sekitar
191 hari (6,37 bulan). Sedangkan umur penyapihan target sapi potong distandarkan pada umur
205 hari. Hal ini dikarenakan kebutuhan ekonomi peternak sehingga pemeliharaan pedet hanya
dilakukan selama 190 hari.
Pembesaran (Rearing) : Dilihat dari aspek lamanya pemeliharaan pada 5 lokasi kajian, ternyata
lamanya usaha pembesaran berkisar antara 6 – 12 bulan, paling lama berada di wilayah Ciamis
dan paling pendek adalah wilayah Cianjur.
Penggemukan (feedlot) : berdasarkan hasil kajian, ternyata telah terjadi pergeseran pola usaha
penggemukan. Selama ini, usaha penggemukan dilakukan oleh peternak di sekitar pusat
konsumen, kini mulai bergeser ke wilayah-wilayah perbibitan (kasus di sekitar kecamatan
Rancah Ciamis). Peternak pembibitan telah mulai mengusahakan penggemukan sapi potong
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 19
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
yang diusahakan bersamaan dengan usaha pembesaran sapi. Hal ini dilakukan karena nilai
tambahnya lebih besar jika hanya memelihara sapi pembesaran. Lokasi usaha penggemukan
banyak dilakukan di sekitar pusat-pusat konsumen seperti di Kab. Garut, Kab. Sumedang, Kab.
Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab. Bogor dan Kab. Cianjur.
Pemasaran sapi : dalam kajian ini teridentifikasi berbagai komoditi pemasaran, menyangkut
pemasaran pedet (jantan dan betina), sapi bakalan (jantan dan betina), sapi siap kawin (feeder
heifer), sapi siap potong (jantan) serta sapi culling (jantan dan betina). Mekanisme pasar berlaku
pada keseluruhan pola transaksi yang terjadi di tingkat peternak maupun pedagang. Selama
pengamatan ternyata harga transaksi bagi sapi-sapi silangan harganya lebih baik daripada sapi-
sapi lokal. Faktor inilah yang menyebabkan peternak lebih menyukai sapi-sapi silangan.
Kabupaten-kabupaten yang memiliki populasi ternak sapi potong cukup tinggi adalah
Ciamis, Subang, Sumedang, Tasikmalaya, Cianjur, Sukabumi dan Purwakarta dibandingkan
dengan kabupaten lainnya di Jawa Barat. Data populasi ternak tersebut mencakup usaha
peternakan rakyat dan perusahaan yang bergerak di bidang usaha pembibitan, pembesaran dan
penggemukan. Sebaran lokasi yang jauh dari pusat konsumen umumnya berorientasi pada
kegiatan pembibitan dan pembesaran. Hal ini terutama didukung oleh kondisi ketersediaan
sumberdaya alam sebagai sarana produksi yang menyebabkan rendahnya biaya produksi.
Sedangkan di wilayah-wilayah yang mendekati pusat pasar (konsumen), seperti Kabupaten
Bandung, Sumedang, Purwakarta, Bekasi dan Kabupaten Bogor, usaha peternakan sapi potong
berkembang ke arah usaha penggemukan. Sebaran lokasi kecamatan sebagai sentra
pengembangan peternakan sapi potong, serta potensi ternak yang ada saat ini disetiap kabupaten
di Jawa Barat secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Lokasi Kecamatan Sentra Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Jawa Barat
No. Kabupaten Lokasi Kecamatan sebagai Sentra Pengembangan
1 Sukabumi Ciracap, Surade, Ciemas, Cibitung, Jampang Kulon,
Tegalbuleud
2 Cianjur Agrabinta, Cileles, Cidaun, Sindangbarang
3 Tasikmalaya Cibalong, Cikalong, Parungponteng, Pancatengah,
Cikatomas, Cipatujah, Jatiwaras, Salopa, Karangnunggal,
Bantarkalong
4 Ciamis Cimerak, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran,
Padaherang, Cigugur, Langkaplancar , Tambaksari,
Rancah,
5 Sumedang Jatigede, Ujungjaya, Pamulihan, Tanjungkerta, Congeang,
Tanjungmedar, Cisitu, Situraja, Darmaraja, Tanjungsari,
Rancakalong, Cibugel
Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Jabar dalam Tawaf (2009). diolah.
Data sentra pengembangan di tingkat kecamatan ini pun merupakan gabungan berbagai
pola kegiatan usaha peternakan sapi potong, meliputi kegiatan pembibitan, pembesaran maupun
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 20
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
penggemukan. Sentra-sentra usahaternak sapi potong di berbagai wilayah kecamatan tersebut,
perkembangannya sesuai dengan daya dukung potensi fisik, sosial dan ekonomi wilayah,
walaupun dalam beberapa tahun terakhir ini, usaha peternakan sapi potong di beberapa wilayah
cenderung mulai terdesak oleh laju pertumbuhan dan pengembangan sektor lainnya.
Apabila dilihat bahwa pengembangan peternakan sapi potong berada pada posisi lokasi di
kawasan selatan Jawa Barat, berada pada wilayah-wilayah produksi non padi sawah hanya
sebagian kecil saja yang berkembang di wilayah tersebut. Untuk itu, perlu kiranya merubah
keadaan ini, dengan melakukan integrasi sapi padi di wilayah pantura. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan, ternyata para peternak yang mengelola sapi lokal (sapi pasundan),
pada umumnya mengharapkan produk atau anak yang dihasilkan dari induk sapi lokal yang
dipelihara akan lebih baik atau lebih besar daripada induknya. Oleh karenanya sebagian besar
peternak melakukan uspaya „cross breeding‟ dengan jenis atau bangsa sapi impor yaitu sapi-sapi
“simental” atau “limousin”.
PENGEMBANGAN POLA KEMITRAAN
Dalam pengembangan peternakan sapi potong di Jawa Barat, konsep yang paling
memungkinkan dikerjakan adalah penyediaan bibit sapi lokal oleh Pemerintah. Konsep ini
dilaksanakan dengan melakukan kemitraan “inti plasma” dalam suatu pengembangan integrasi
sapi-padi dimana lembaga pemerintah yang menjadi inti adalah BUMN (Sanghyang Sri persero
perusahaan perbenihan padi) yang dalam hal ini menerapkan dan mengoptimalkan fungsi dari
Balai Perbenihan Padi unggul. Sementara itu yang menjadi plasma adalah para peternak sapi
potong yang berada di sekitar Perusahaan Inti yang juga memiliki mata pencaharian usahatani
padi maupun peternak lainnya. Model pengembangan kemitraan ini mengacu kepada kajian
Tawaf (2010)
Desain kemitraan ini dimaksudkan adalah dalam rancangannya mengakomodasikan kondisi dan
budaya masyarakat yang berlaku saat ini serta mengantisipasi bagi kegiatan usaha di masa
datang. Kondisi dan budaya tersebut adalah:
a. Perusahaan inti adalah BUMN yang mengelola perbenihan padi, dengan konsep integrasi
diharapkan mampu berkontribusi terhadap peningkatan ketersediaan bibit sapi potong
dengan memanfaatkan limbah pertanian.
b. Pola perkawinan selang seling antara bibit lokal dan cross breeding.
c. Model ini ditujukan untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong rakyat yang telah
ada, bukan bagi peternak sapi potong pemula.
d. Ternak yang dimitrakan kepada peternak adalah sapi potong produktif (sapi induk) atau
dara bunting.
e. Produk usaha rearing : Sapi Dara bunting, dengan umur kebuntingan sekitar 7 bulan.
f. Produk usaha plasma dapat berupa pedet jantan/betina lepas sapih.
g. Peternak plasma menerima ternak dalam bentuk natura, yang akan dikembalikan kepada
Perusahaan Inti berupa 2 pedet betina.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 21
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
h. Seluruh biaya produksi usaha ternak yang dilakukan plasma dibebankan kepada peternak
penggaduh.
i. Hasil yang diperoleh peternak plasma adalah sapi pedet jantan/betina.
j. Model kemitraan integrasi sapi-padi seperti tampak pada Gambar 3.
induk /dara bunting hasil rearing
Pedet :Hasil PERUSAHAAN PLASMA : INDUK (ASET
di Balai INTI : 1. PETERNAK INTI)
(perush Inti)
Penjaringan 1. BUMN (Padi) RAKYAT PEDET
hasil IB : 2. BALAI 2. KELOMPOK JANTAN (ASET
VBC, Pasar 3. SWASTA
Hewan dan PETERNAK PLASMA)
RPH
PEDET BETINA
(ASET INTI)
Pedet betina utk rearing
Gambar 3.
Model Kemitraan Industri Rearing Sapi potong (Tawaf dkk, 2011)
Pada Gambar3. Pedet yang dibesarkan di perusahaan inti berasal dari hasil perusahaan itu
sendiri, penjaringan pedet hasil IB, dari RPH atau dari village breeding center. Kedepan setelah
plasma menghasilkan pedet, maka pedet betina dapat di jual ke inti atau dibesarkan sendiri oleh
plasma. Selain distribusi sapi hasil rearing perusahaan inti berkewajiban melakukan pembinaan
dan pemberdayaan kepada plasmanya.
Keuntungan plasma dalam model ini, mereka akan memperoleh pedet dihasilkan, serta
berkesempatan melakukan usaha rearing secara mandiri. Sedangkan pemerintah akan
memperoleh manfaat berupa; terjaganya kualitas bibit sebar, peningkatan produktivitas sapi
potong rakyat yang berdampak terhadap peningkatan ekonomi wilayah, peningkatan pendapatan
PAD, dan social benefit lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Dalam rangka pengembangan peternakan sapi potong lokal Pasundan sebagai SDG sapi asli
di Jawa Barat perlu dilakukan penelitian yang mendalam dan komprehensif mengenai
integrasinya dengan usahatani padi (Sapi padi).
2. Pola perbibitan sapi Pasundan dengan melakukan integrasi antara usaha ternak sapi dengan
usaha perbenihan padi, dapat memberikan dampak terhadap efisiensi usaha yang akan
menghasilkan produk hasil ternak berdaya saing.
3. Model kemitraan yang memiliki muatan lokal perlu diadopsi untuk memberikan percepatan
inovasi dan pengembangan sapi potong di Jawa Barat.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 22
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
4. Usaha perbibitan sapi potong merupakan tanggung jawab pemerintah, yang dapat
diimplementasikan oleh BUMN maupun UPTD Dinas Peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Peternakan Prov Jawa Barat (2011) Kajian Sistem Pengembangan Sapi Potong Di Jawa
Barat Tahun 2011.
Rochadi Tawaf*), Rachmat Setiadi**) dan Cecep Firmansyah*) Pengembangan Usaha
Perbibitan Sapi Potong Melalui Model Kemitraan Aspiratif
Diwyanto Kusuma, Bambang R. Prawiradiputra, dan Darwinsyah Lubis (2012) Integrasi
Tanaman-Ternak dalam Pengembangan Agribisnis yang Berdaya Saing; Wartazoa Vol.
12 No. 1 Th. 2002
Yuhani, R. Tjahari, Rochadi Tawaf, A. Sumartini dan Laila Nur Shasta (2013) Rencana
Pengembangan Klaster Sapi Potong Di Jawa Barat Tahun 2014 – 2018; Bappeda Jawa
Barat
Badan Pusat Statistik (2013) Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009-2013
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 23
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
MAKALAH PENDUKUNG
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 24
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
PEMBERDAYAAN EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT BERBASIS
POTENSI “EMAS PUTIH” MELALUI PENGUATAN PERAN
KELOMPOK TANI-TERNAK DI DESA SINGOSARI KECAMATAN
MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI
Shanti Emawati, Aqni Hanifa, dan Ayu Intan Sari
Prodi Peternakan Fakultas Pertanian UNS, Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan-Surakarta
Email : [email protected]
ABSTRAK
Konsep pemberdayaan melingkupi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat
potensi atau daya (empowering) dan terciptanya kemandirian. Selaras dengan hal ini, kegiatan
Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) merupakan bentuk
nyata kontribusi universitas dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat, industri,
pemerintah daerah serta kelompok masyarakat yang ingin mandiri secara ekonomi dan sosial.
KKN-PPM ini bertujuan untuk : 1) Meningkatkan kepedulian dan empati mahasiswa
pada permasalahan di masyarakat, menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan ; 2)
Mengatasi permasalahan di masyarakat melalui metode pemberdayaan dalam bidang ketahanan
pangan, ekonomi, pertanian, peternakan, dan kesehatan lingkungan ; 3) Meningkatan peran KTT
sapi perah dalam peningkatan ekonomi kreatif masyarakat.
Kegiatan KKN-PPM ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan (Persiapan, Pelaksanaan,
Monitoring dan Evaluasi) dalam waktu 2 bulan di Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali
dengan metode penentuan lokasi purposive sampling (secara sengaja) dengan
mempertimbangkan berbagai potensi SDM dan SDA di lokasi kegiatan. Rangkaian kegiatan
dimulai dengan tahapan persiapan yang meliputi sosialisasi, seleksi/rekruitmen dan pembekalan
mahasiswa, serta survey dan orientasi lapangan. Tahapan pelaksanaan menggunakan metode
Participatory Rural Appraisal (PRA) melalui kegiatan survei potensi dan identifikasi masalah,
Focus Group Discussion (FGD), Penyuluhan, Pelatihan, Percontohan, dan Pendampingan
Produksi. Kegiatan yang dilaksanakan selama program KKN PPM meliputi kegiatan utama
berupa pedampingan peningkatan produksi susu, pelatihan pembuatan pakan sapi perah berbasis
limbah pertanian (konsentrat dan UMMB), pengolahan limbah kotoran tenak menjadi pupuk cair
organik; diversifikasi usaha pangan olahan susu (es katsu dan puding susu), sosialisasi gerakan
hidup sehat dan gemar minum susu, pelatihan pembukuan, pemasaran, dan penyusunan program
kerja bagi kelompok tani ternak dan UKM, serta kegiatan pendukung berupa bimbingan belajar
untuk SD dan SLTP, Taman Pendidikan Al Quran, semarak peringatan hari kemerdekaan RI,
Posyandu, bakti sosial dan sebagainya. Monitoring DPL dilakukan melalui kunjungan lapangan
secara periodik seminggu sekali serta di tengah dan di akhir kegiatan akan dilaksanakan evaluasi
bersama-sama antara masyarakat dan DPL sendiri.
Kata kunci : pemberdayaan, emas putih, diversifikasi usaha, limbah, kelompok tani ternak
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 25
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
PENDAHULUAN
Kabupaten Boyolali dilihat dari sisi topografi berada di lereng pegunungan yaitu Gunung
Merapi dan Gunung Merbabu sehingga wilayah ini sangat potensial untuk dikembangkan pada
bidang pertanian dan peternakan. Jenis ternak yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah
sapi perah dan sapi potong dengan populasi masing-masing sebesar 5.106 dan 5.258 ekor.
Dengan produksi susu sebesar 12.820.000 l/tahun, maka wajar jika Boyolali terkenal dengan
sebutan “Kota Susu” (Dinas Peternakan dan Perikanan, 2010).
Peternakan sapi perah merupakan salah satu potensi andalan Kabupaten Boyolali. Sektor
usaha itu menjanjikan perputaran uang hingga lebih dari Rp 100 miliar per tahun. Sayang potensi
itu belum tergarap maksimal. Peternak masih terganjal kualitas dan rendahnya posisi tawar
terhadap industri pengolahan susu. Pemerintah Kabupaten Boyolali bukan tidak sadar akan
potensi sapi perah ini. Lihat saja berapa banyak patung sapi perah yang dibangun di jalan-jalan di
Kabupaten Boyolali. Menurut data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, pada
tahun 2009 terdapat 60.205 sapi perah dengan produksi harian mencapai 86,021 ton per hari.
Angka itu mencapai 43 persen dari total produksi susu Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang
berdasarkan data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jateng-DIY mencapai 220 ton per
hari.
Perputaran uang dari usaha persusuan juga tidak kecil. Dengan asumsi harga susu yang
diterima koperasi dari industri pengolahan susu sekitar Rp 2.900-Rp 3.500 per liter, setiap hari
ada perputaran uang Rp 249 juta hingga Rp 301 juta atau mencapai Rp 104,1 miliar sampai Rp
125,65 miliar per tahun. Bukan nominal yang kecil jika melihat Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Boyolali yang tak sampai Rp 100 miliar. Dengan prakiraan kasar perputaran uang itu,
artinya susu di Boyolali menjadi penyokong 10 persen Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB) Boyolali dari sektor pertanian atau sekitar 2,5 persen dari total PDRB Boyolali Rp 4,069
triliun. Dengan demikian sangat tepat jika susu disebut sebagai “emas putih” bagi masyarakat
Kabupaten Boyolali. Sektor usaha peterakan sapi perah mampu menopang kehidupan sekitar
30.000 peternak atau jika termasuk keluarga, mencapai lebih dari 100.000 jiwa di lima dari 19
kecamatan di Boyolali, yakni Cepogo, Selo, Musuk, Mojosongo, serta Boyolali Kota. Salah satu
sentra budidaya ternak sapi perah yang ada di kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Mojosongo,
tepatnya di Desa Singosari.
Potensi lain “emas putih” belum mampu dimanfaatkan oleh peternak secara optimal.
Pada ummnya peternak hanya menjual susu dalam bentuk segar walaupun harganya rendah.
Padahal susu dapat diolah menjadi aneka produk makanan dan minuman yang bernilai ekonomi
tinggi. Jika peternak mampu mengolah susu menjadi aneka produk, maka susu yang ditolak
pengepul karena kualitasnya dinyatakan rendah masih dapat dimanfaatkan dan dapat
memberikan tambahan pendapatan. Selain itu limbah dari kotoran ternak (feses dan urine)
dibuang begiu saja oleh peternak, padahal jika diolah dapat mejadi sumber energy biogas dan
pupuk.
Dengan demikian dibutuhkan suatu program pemberdayaan masyarakat khususnya
peternak sapi perah, untuk mengarahkan cara pandang masyarakat agar lebih mengoptimalkan
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 26
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
potensi-potensi yang terdapat di sekeliling mereka dengan memperkenalkan beberapa teknologi
sederhana dan tepat guna. Sebuah program pemberdayaan harus mampu memberikan stimulasi
terhadap munculnya ketahanan dan kemandirian rakyat yang rentan dan powerless serta
memiliki keterbatasan dalam akses jenis-jenis pekerjaan dan penghasilan yang layak. Konsep
pemberdayaan menurut Winarni, 1998 dalam Sulistiyani, 2004 adalah: melingkupi tiga hal, yaitu
pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering) dan terciptanya
kemandirian. Hal ini dapat diartikan bahwa pemberdayaan tidak saja terjadi pada masyarakat
yang tidak memiliki kemampuan akan tetapi pada masyarakat yang masih terbatas sehingga
dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian.
Sejalan dengan Visi-Misi pemerintah sebagaimana tertuang dalam RPJMD Kabupaten
Boyolali Tahun 2010-2015 yang menyebutkan prioritas utama pembangunan adalah
penanggulangan kemiskinan, maka program pemberdayaan masyarakat merupakan program
strategis yang bersinergi dalam penanggulangan kemiskinan. Selaras dengan hal ini, kegiatan
Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) merupakan bentuk
nyata kontribusi universitas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat, industri,
pemerintah daerah serta kelompok masyarakat yang ingin mandiri secara ekonomi dan sosial.
METODE PELAKSANAAN
Kegiatan KKN-PPM ini dilaksanakan di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali dengan metode penentuan lokasi purposive sampling (secara sengaja)
dengan mempertimbangkan berbagai potensi SDM dan SDA di lokasi serta tingkat urgency
pemecahan masalah yang sedang dihadapi masyarakat setempat. Pemilihan lokasi desa
didasarkan pada pertimbangan memiliki populasi ternak sapi perah tertinggi kedua sebesar 11,3
% dari total populasi sapi perah di Kecamatan Mojosongo.
Program pemberdayaan melalui kegiatan KKN-PPM ini sejauh mungkin melibatkan
masyarakat sasaran dalam pelaksanaannya atau dengan menggunakan metode Participatory
Rural Appraisal (PRA). PRA adalah suatu metode yang menempatkan masyarakat sebagai
subyek, perencana, pelaksana, sekaligus sebagai penilai dalam program pemberdayaan sehingga
tim KKN-PPM dan stakeholder yang terlibat sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai
pelakunya (Sidu, 2006).
Bentuk dan cara pemberdayaan sangat beraneka ragam, mengacu pada konsep-konsep
pemberdayaan masyarakat ke arah kemandirian dan ketangguhannya dalam berusahatani.
Kondisi tersebut dapat ditumbuhkan melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan melalui kegiatan
focus group discussion (FGD) dalam membentuk perubahan perilaku, yakni meningkatkan
kemampuan peternak untuk dapat menentukan sendiri pilihannya, dan memberikan respons yang
tepat terhadap berbagai perubahan sehingga mampu mengendalikan masa depannya dan
mendorong untuk lebih mandiri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan KKN-PPM merupakan solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh
masyarakat dengan teknologi dan manajemen melalui pendekatan secara terpadu, yang
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan pelayanan masyarakat, serta kaji tindak
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 27
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
dari ipteks yang dihasilkan perguruan tinggi. Selaras dengan hal tersebut program KKN-PPM
menghasilkan luaran yang terukur, bermakna, dan berkelanjutan bagi kelompok masyarakat atau
kelompok pengusaha mikro. Rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi :
1. Orientasi lapangan, perijinan, serta koordinasif antara tim pelaksana KKN-PPM,
mahasiswa, dan masyarakat serta pemeritah (Desa/Kecamatan/Kabupaten) lokasi tempat
pelaksanaan kegiatan
2. Koordinasi DPL dengan Unit Pelaksana KKN-PPM di Perguruan Tinggi
3. Sosialisasi, seleksi dan rekrutmen mahasiswa calon peserta KKN-PPM
Sosialisasi pada mahasiswa berkaitan dengan adanyan program KKN-PPM dilaksanakan
oleh Tim pada bulan Maret 2015 (setelah pengumuman penerimaan program). Sosialisasi
dilakukan melalui pertemuan umum, media papan pengumuman, serta media social
komunikasi (facebook). Sosialisasi dilanjutkan dengan proses seleksi dan rekruitmen
mahasiswa.
4. Pembekalan kepada mahasiswa peserta program KKN-PPM dilaksanakan 3 kali pertemuan
5. Koordinasi internal antara Tim Pelaksana KKN-PPM (DPL dengan mahasiswa peserta)
dalam merencanakan kegiatan di lapangan
Mahasiswa calon peserta KKN-PPM terpilih yang berasal dari 3 fakultas yaitu Pertanian,
Hukum, dan FKIP, berkumpul untuk koordinasi internal dengan Tim pelaksana mengenai
rencana pelaksanaan program. Koordinasi ini penting untuk menjalin kedekatan secara
emosional antara mahasiswa dengan Tim Pelaksana, serta diantara mahasiswa sendiri,
karena kedepannya dalam pelaksanaan program KKN-PPM Tim Pelaksana dan mahasiswa
merupakan team work yang harus saling bekerjasama.
6. Uji coba pembuatan aneka produk olahan susu berupa yogurt, kerupuk susu, dan stick susu.
Uji coba ini dilaksanakan agar nanti ketika terjun di masyarakat mahasiswa telah memiliki
bekal ketrampilan yang cukup.
7. Pelaksanaan kegiatan Lapangan
Tim mahasiswa KKN PPM mulai diterjunkan di lokasi yaitu Desa Singosari pada
tanggal 11 Agustus 2015. Kedatangan mahasiswa KKN mendapatkan sambutan yang luar
biasa dari masyarakat ditunjukkan dengan kehadiran Camat Mojosongo, seluruh RT, RW,
serta jajaran pemerintahan Desa Singosari.
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama pelaksanaan KKN meliputi kegiatan
utama yaitu pendampingan pemeliharaan sapi perah, pelatihan pembuatan pakan ternak
alternative (UMB), pelatihan dan pengembangan usaha pengolahan susu menjadi Es Katsu
dan Pudding Katsu, Pelatihan dan pendampingan pengolahan limbah kotoran ternak, serta
Kampanye Gemar Minum Susu, serta kegiatan pendukung meliputi bimbingan belajar anak
sekolah dan TPA, peringatan HUT Pramuka dan HUT Kemerdekaan RI, Kegiatan
kemasyarakatan (pengajian, pertemuan PKK, pertemuan warga, Posyandu, Senam Lansia,
Karang Taruna), Kegiatan budaya hidup sehat dengan cuci tangan dan gosok gigi, Bakti
social, jalan sehat serta jalan sehat. Kegiatan KKN PPM-DIKTI Universitas Sebelas Maret
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 28
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
2015 yang dilaksanakan di Desa Singosari secara umum berjalan lancar dan mendapatkan
dukungan sepenuhnya dari warga masyarakat.
KESIMPULAN
Melalui pelaksanaan program KKN-PPM ini dapat meningkatkan kepedulian dan empati
mahasiswa pada permasalahan yang ada di masyarakat sehingga terjadi perubahan perilaku
mahasiswa, menumbuhkan jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, dan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah (problem solving) berbasis masyarakat. Dengan adanya kegiatan KKN ini
mahasiswa mampu bersosialisasi dan menghadapi permasalahan yang terjadi di masyarakat
dengan baik. Inovasi dan kreativitas dari mahasiswa juga tumbuh dengan adanya kegiatan KKN
ini yang berguna untuk memajukan daerah yang ditempati khususnya Desa Singosari .
Adanya kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh mahasiswa selama pelaksanaan
kegiatan KKN ini, mendapatkan respon atau tanggapan yang baik dari masyarakat. Hal ini
terbukti dengan banyaknya masyarakat yang berpartisipasi dalam acara yang dilaksanakan oleh
mahasiswa KKN dan dengan terjalinnya hubungan baik antara mahasiswa dan masyarakat
sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. 2010. Boyolali Dalam Angka. BPS. Boyolali
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali. 2010. Data Statistik Peternakan Tahun
2010. Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Boyolali
Emawati, S dan Lutojo. 2011. Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Pertanian Peternakan
Terpadu (Integrted Croop Livestock System) sebagai upaya pemulihan kondisi sosial
ekonomi dan mendukung pariwisata di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Penelitian
Fakultas Pertanian UNS, Surakarta
Sidu, D. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Lindung Jompi, Kabupaten Muna,
Propinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi Doktor. Pasca Sarjana IPB. Bogor
Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gaya Media. Yogyakarta.
www.kompas.com. 2010. Potensi Limbah Sayuran Kabupaten Boyolali. Diakses November
2010.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 29
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
MANAGEMENT AND INFORMATION SYSTEM SEBAGAI SOLUSI BAGI
KONFLIK DATA KOMODITI PANGAN YANG PENTING BAGI
PIJAKAN PEMBANGUNAN
Minar Ferichani1)
1)Prodi. Agribisnis, Fakultas Pertanian UNS
e-mail korespondensi : [email protected]
INTISARI
Pembangunan pertanian yang sedang dilaksanakan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak terlepas dari kebutuhan data yang akurat hingga ke pelosok terkecil. Saat
sekarang penyediaan data pertanian dilakukan oleh Badan Pusat Statistik yang bertindak sebagai
‘Data Bank” di Indonesia dan Kementrian Pertanian, atau kerjasama keduanya dengan
prosentase kontribusi 25% : 75% . Akan tetapi publikasi data yang berasal dari kedua institusi
tersebut sering menimbulkan konflik data pangan (produk pertanian/peternakan) sebagai dasar
pijakan bagi program-program pembangunan di sektor pertanian dan sub sektor peternakan.
Sebagai contoh data produksi dan kebutuhan impor beras dan daging; data populasi dan
ketersediaan riil daging. Perbedaan angka yang disajikan oleh kedua lembaga tersebut
menimbulkan pertanyaan tentang keakuratan data dari kedua sumber tersebut. Kondisi kekurang
akuratan data ini sangat berpotensi memunculkan permasalahan baru yang beruntun terkait
dengan arah kebijakan pemerintah; efisiensi penggunaan anggaran Negara; keberpijakan pada
data yang tidak akurat akan cenderung menyebabkan arah pembangunan yang misleading; belum
lagi terkait dengan trend perdagangan regional sepeti MEA dan perdagangan global lainnya.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membuka wawasan kita bersama bahwa
permasalahan ketidak akuratan data komoditi pangan yang berujung pada simpang siurnya
kebijakan pemerintah dalam pengadaan produk pangan, sebetulnya dapat dicarikan solusinya.
Penghitungan luas panen yang dilakukan BPS di tahun 2015 dengan menggunakan citra satelit
atau foto udara, juga kurang memberikan keakuratan data yg valid karena produktifitas lahan
belum tentu sama. Perkembangan teknologi informasi yang meliputi infrastruktur, basis data dan
perangkat lunak bisa dimanfaatkan dalam banyak bidang untuk mempermudah pekerjaan.
Tulisan ini merupakan review dari media pemberitaan, publikasi data pertanian oleh
Kementrian Pertanian Republik Indonesia seperti Pusdatin (pusat data dan informasi) dan
Renstra (Rencana Strategis) pertanian Indonesia, beserta data BPS. Hasil review dari beberapa
sumber mengindikasikan bahwa hampir selalu terdapat perbedaan data angka yang disajikan oleh
Kementrian Pertanian dan BPS yang berujung pada kebijakan yang kurang strategis bahkan tidak
efisien.
Kata kunci : manajemen data, teknologi informasi, pangan
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 30
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
ABSTRAK
This paper is aimed to reveal that Technology of Information System Management is
very important to make improvements in data management. Especially for problems in food data
conflict that occurred in Indonesia. Based on the technology of information system, we can have
a solution to serve fix data without error. For examples, production data of rice, meat and other
products related to requirement data. On the other hand the technology of information system
can produce commodity zoning map. By using the commodity zoning map, it will make easier
for government to make every planning in agricultural development program based on
commodity. It is also give beneficial for other users such as make easier for data analysis, and
also to minimize overlapping on development program between department. It is mean that
efficient for development funding. Through this paper, the author wish to the policy maker to
rely that information system technology is the best solution. It is means that information system
technology is effective and efficient to serve valid data. So the valid data can be an appropriate
foundation for further development
PENDAHULUAN
Simpang siurnya permasalahan pengadaan pangan baik bahan pangan pokok sumber
karbohidrat yang dalam hal ini adalah beras maupun sumber protein berupa produk peternakan
yang terkait masalah kurang akuratnya data sudah berlangsung lama, dan sekilas tampak sebagai
permasalahan yang sulit dicari jalan keluarnya. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi
informasi yang meliputi infrastruktur, basis data dan perangkat lunak yang bisa dimanfaatkan
dalam banyak bidang untuk mempermudah pekerjaan, sebetulnya sangat disayangkan bila
permasalahan di atas tidak kunjung terselesaikan. Sementara permasalahan yang dihadapi adalah
permasalahan yang menyangkut kepentingan semua penduduk negeri tanpa kecuali.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkap begitu pentingnya pembenahan manajemen
penyediaan data pangan dengan menggunakan teknologi sistem informasi. Berbasis pada
penggunaan teknologi sistem informasi, disamping dapat memberikan jalan keluar pada
permasalahan pengadaan data pangan, terkait kebutuhan dan ketersediaannya, tekonologi sistem
informasi juga dapat digunakan untuk merancang peta perwilayahan komoditi. Jika peta
perwilayahan komoditi yang akurat telah tersedia, maka berbagai perencanaan pembangunan
pertanian yang berbasis komoditi dapat dilakukan dengan mudah. Disamping itu peta
perwilayahan komoditi yang akurat bisa dimanfaatkan oleh kelompok pengguna lain untuk
melakukan analisis data. Dengan ketersediaan data pertanian yang akurat maka akan
meminimalisir tumpang tindih program yang dilakukan antar departemen, sehingga pembiayaan
pembangunan yang dilakukan akan lebih efisien. Melalui tulisan ini, diharapkan para pemangku
kebijakan menyadari bahwa teknologi sistem informasi merupakan solusi yang efektif dan
efisien untuk penyediaan data yang akurat, sehingga data yang ada dapat digunakan sebagai basis
atau pijakan pembangunan yang dapat diandalkan.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 31
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
MATERI DAN METODE
Tulisan ini didasari oleh beberapa sumber penulisan antara lain dari media pemberitaan;
publikasi data pertanian oleh Kementrian Pertanian Republik Indonesia seperti Pusdatin (pusat
data dan informasi) dan Renstra (Rencana Strategis) pertanian Indonesia; makalah-makalah
seminar beserta publikasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS). Tulisan ini merupakan
riview dari berbagai sumber tersebut yang kemudian ditarik benang merah permasalahan yang
mendominasi beberapa tulisan, untuk dicarikan kemungkinan solusi yang tepat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Badan Pusat Statistik meragukan kualitas data luas panen pangan sebagai basis
penghitungan produksi pangan yang dikumpulkan Kementerian Pertanian dan dinas pertanian di
daerah. Konflik kepentingan muncul karena data yang dikumpulkan menjadi justifikasi
keberhasilan program oleh institusi pengumpul data. Hal itu terungkap dalam lokakarya
wartawan dalam rangka peningkatan pemahaman data pangan oleh Badan Pusat Statistik (BPS),
Rabu (25/11/2015), di Jakarta. Lokakarya itu bertema ”Data Pangan sebagai pijakan
Pengambilan.kebijakan”.
Gambar 1. Perbandingan luas lahan pertanian (dalam hektar). Dalam gambar 1, data BPS berasal
dari laporan statistic pertanian (SP) Tanaman Panga, BPS. Sedangkan data Kementrian Pertanian
berasal dari Statistik Lahan Pertanian 2014, Pusdatin yang diambil dari BPS. Perhitungan
produksi padi yang dihitung berdasarkan luas lahan jelas-jelas tidak valid karena produktifitas
lahan tidak dapat diseragamkan. Bustanul Arifin Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian
Universitas Lampung mengatakan, data yang tidak akurat menyebabkan beban bagi anggaran.
Sementara BPS pada 2015 tengah melakukan survey penghitungan luas panen, stok
beras, dan citra satelit atau menggunakan foto udara. Direktur Statistik Tanaman Pangan,
Hortikultura, dan Perkebunan BPS S Happy Hardjo mengatakan, mekanisme penghitungan
produksi padi yang berlaku sejak 1973 adalah hasil perkalian luas panen padi dengan
produktivitas tanaman padi perhektar. Data produksi diperoleh dari hasil kerja sama BPS dengan
Kementerian Pertanian dengan BPS sebagai koordinator. Pengumpulan data luas panen menjadi
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 32
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
tanggung jawab Kementan dan dinas pertanian. Adapun data produktivitas dikumpulkan dan
menjadi tanggung jawab BPS bekerja sama dengan Kementan dan dinas pertanian. ”Sebanyak
75 persen data dikumpulkan Kementan atau dinas pertanian. BPS hanya berkontribusi 25
persen,”ucapnya. Metodologi yang dilakukan adalah dengan pengumpulan data di tingkat
kecamatan. Saat ini ada 6.700 kecamatan. Petugas pengumpul data adalah koordinator cabang
dinas (KCD), petugas penyuluh lapangan, dan petugas dinas pertanian lain.
Dalam kondisi berbagai keraguan terhadap data produksi pangan nasional, BPS terus
melakukan upaya perbaikan kualitas data dengan uji coba kerangka sampel area, akan tetapi
hasilnya belum signifikan. Penyajian data produksi pangan pokok yang tidak akurat juga akan
berdampak pada penyediaan jenis pangan sumber protein yang berasal dari hewan ternak yang
mengunakan input pakan dari biji-bijian seperti jagung, kelangkaan jagung yang membuat harga
daging ayam terus meningkat signifikan (Susilo, 2016), adalah juga merupakan dampak dari data
yang kurang akuat antara kebutuhan dan ketersediaan. Metode pengumpulan data pangan yang
masih konvensional seperti saat ini, sangatlah tidak efisien dan jika tidak ada terobosan baru
mustahil untuk dapat menghasikan data yang akurat. Jika metode pengumpulan data
dimodernisasi dengan teknologi informasi maka bukan tidak mungkin permasalahan data yang
selama ini tidak kunjung terselesaikan menjadi memperoleh solusi atau jalan keluar, karena
kegunaan teknologi adalah untuk mempermudah pekerjaan yang sulit dilakukan.
KESIMPULAN
Selama ini, kontribusi BPS dalam pengumpulan data produksi padi hanya 25 persen,
tetapi tanggung jawabnya 100 persen untuk mempublikasikannya, karena BPS adalah lembaga
penyedia data yang diakui. Konflik data pangan pokok yang melebar ke berbagi permasalahan
lain termasuk berimbas pada penyediaan bahan pangan sumber protein yang berasal dari hewan
ternak terjadi karena metode pengumpulan data yang masih konvensional. Modernisasi metode
pengumpulan data dengan memanfaatkan system teknologi informasi merupkan terobosan baru
yang bukan saja dapat mengatasi permasalahan data untuk jenis bahan pangan pokok, tetapi
sangat memungkinkan diterapakan untuk semua jenis komoditi bahan pangan. Penggunaan
teknologi system informasi dalam manajemen data akan menghasilkan peta perwilayahan
komoditi yang sangat bermanfaat baik untuk perencanaan program-program pembangunan,
analisis data, atupun bagi pengguna lain.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada pihak panitia Musyawarah Nasional
I PERSEPSI yang telah terselenggara di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Dengan
jerih payah panitia juga penulis diberikan kesempatan untuk dapat mengikuti seminar, MUNAS
sekaligus menulis makalah untuk diterbitkan dalam prosiding MUNAS.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 33
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Kompas, 26 november 2015. Data Pangan Tidak akurat
Kompas, 26 januari 2016. Lonjakan Harga Pangan Merupakan Tanggung Jawab Bersama
Susilo, Joko
Renstra, 2015-2019 Kementrian Pertanian.
Pusdatin, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 34
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Skenario Pemodelan Sistem Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman di
Bawah Pohon Kelapa Di Kabupaten Minahasa Selatan
Meiske L. Rundengan, Anneke K. Rintjap1dan Maasje T. Massie
Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado, 95115
[email protected]
INTISARI
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara.
Penelitian bertujuan untuk mendesain model sistem integrasi sapi–tanaman, yang cocok dengan
potensi dan ketersediaan sumberdaya petani, dalam menunjang pembangunan pertanian
peternakan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Kabupaten Minahasa Selatan. Penelitian
ingin mengkaji sistem integrasi ternak sapi dan tanaman kelapa, sehingga peternak sampel harus
memenuhi kriteria utama penelitian, yaitu memiliki ternak sapi dan areal tanaman kelapa.
Penelitian ini menggunakan unit penelitian yaitu para peternak sapi anggota kelompok
petani/peternak sebagai unit penelitian utama, dan pihak-pihak yang terlibat dalam sistem
agribisnis ternak sapi. Pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (Multistage Random
Sampling) mulai tingkat kecamatan, desa, kelompok tani, dan petani responden. Analisis
dilakukan melalui pemodelan (modelling) dengan menggunakan aplikasi software Win QSB.
Luaran yang diharapkan yaitu: di antara beberapa skenario yang dianalisis, diperoleh model
sistem integrasi sapi–tanaman di lahan kelapa yang memberikan keuntungan paling maksimal
bagi anggota kelompok petani/peternak sapi. Hasil skenario pemodelan melalui metode optimasi
model menunjukkan bahwa model usahatani terpadu pada lahan kelapa yang melibatkan
tanaman jagung di dalam sistem pertanian terpadu kelapa dengan sapi menghasilkan total
pendapatan lebih tinggi diperoleh pada model sistem kelapa-sapi-jagung dengan pendapatan
usahatani sebesar Rp 16.457.915 dan pendapatan usaha ternak sapi sebesar Rp 9.076.571 atau
total pendapatan usahatani terpadu sebesar Rp 25.534.486. Untuk pemberdayaan petani, maka
perlu penerapan sistem pertanian terpadu model sistem Kelapa-Sapi-Jagung yang memberikan
pendapatan usahatani tertinggi di dalam sistem pertanian terpadu, menghasilkan efisiensi
pembiayaan dan total pendapatan petani lebih tinggi, dibandingkan sistem kelapa dan sapi non
integrasi.
Kata kunci: Skenario, Integrasi, Sapi-Tanaman, Minahasa Selatan
ABSTRACT
The research was conducted in South Minahasa Regency of North Sulawesi Province. The
research aims to design a model of a cattle-crops under coconut tree integration system, which
fits with the potential and available of farming resources, to support the development of
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 35
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
sustainable and environmentally friendly livestock farming in South Minahasa Regency. The
study evaluated the system integration of cattle, crops and coconut plant, so farmers must meet
the criteria of the main sample study, which has cattle and coconut plant farming. Sampling was
done by Multistage Random Sampling began sub-district, village, and farmers respondent. The
analysis was conducted through modeling using software applications Win QSB. Expected
outcomes were: among several scenarios analyzed, obtained a integration system model of cattle-
crop in coconut lands that provide the maximum benefit for farmers. The results of modeling
scenarios through the model optimization method showed that the model of integrated farming in
coconut lands involving corn crop with cattle integrated farming systems in coconut land
produce higher total revenue earned on the coconut-cattle-corn system model with farm income
of IDR16,457,915 and cattle farming income of IDR9,076,571 or total integrated farming
income of IDR25,534,486. To empower farmers, it is necessary the implementation of
integrated farming system model of Cattle-Corn-Coconut that provides the highest farming
income in the integrated farming system, generating efficiency and the financing of farmers' total
income is higher, than the non integration system.
Keywords: Scenario, Integration, Cattle-Crops, South Minahasa.
PENDAHULUAN
Pertanian dan peternakan berwawasan lingkungan dewasa ini menjadi urgen dan menjadi
pertimbangan pengambilan kebijakan, mengingat praktek pertanian konvensional selama ini
dianggap kurang memberi perhatian terhadap aspek lingkungan. Sistem usahatani ternak sapi
potong perlu dikembangkan dengan sistem terpadu (integrated system) sapi dan tanaman, sebab
banyak manfaat yang jelas dari sistem integrasi tanaman ternak antara lain, yaitu: pertama,
teratasinya kekurangan pakan ternak; kedua, termanfaatkannya ternak sebagai penghasil pupuk
organik dan sumber energi terbarukan; ketiga, terjaganya kualitas lahan pertanian dengan
pasokan pupuk organik asal ternak; terakhir, terhindarnya pencemaran udara dari kotoran ternak
atau sisa tanaman.
Sistem integrasi ternak sapi dengan tanaman telah menjadi salah satu program prioritas
pemerintah dalam program pencapaian swasembada daging sapi. Sujana (2009) menjelaskan
sistem peternakan terpadu dengan tanaman, di mana sistem integrasi ternak sapi dengan tanaman
ini telah menjadi prioritas nasional untuk menciptakan lingkungan pertanian yang bersahabat.
Selanjutnya dikatakannya bahwa usaha ternak sapi mempunyai peluang besar untuk dilakukan
pengembangan dilihat dari potensi sumberdaya pakan yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Untuk mencapai ketersediaan pakan, maka dengan luasan sekitar 14,4 juta hektar kebun
tanaman hijauan yang sudah ada masih membutuhkan 12,4 juta hektar lagi di mana saat ini
adalah kesempatan istimewa dalam menambah populasi ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan
domba menuju sistem terintegrasi ternak dan tanaman. Dengan sistem integrasi, asumsi
sederhananya 25% dari 26,8 juta hektar lahan tanam secara nasional dapat digunakan untuk
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 36
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
menambah kapasitas penggunaannya untuk satu ekor ternak per hektar. Diharapkan ke depan
akan ada penambahan 6,7 juta ekor ternak sapi yang setara dengan 1,2 ton daging sapi.
Pengembangan sistem integrasi ternak sapi-tanaman dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pemodelan dan simulasi. Sridadi (2009) menjelaskan bahwa
pemodelan dan simulasi sistem begitu pesat berkembang. Pendekatan pemodelan dan simulasi
secara ekoagribisnis atau ecofarming yang telah dikenal menurut Franzluebbers (2007) yaitu
Model Sistem Usahatani Terintegrasi atau Integrated Farming System Model (IFSM) ataupun
Model Sistem Tanaman-Ternak Terintegrasi atau Integrated Crop–Livestock Systems Model
(ICLSM).
Provinsi Sulawesi Utara yang dikenal dengan julukan daerah nyiur belambai telah
menetapkan kelapa sebagai salah satu komoditas unggulan. Potensi lahan kelapa di Provinsi
Sulawesi Utara yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman
kelapa, yaitu seluas 273.194 Ha atau 71.21% dari luas areal perkebunan di daerah ini (BPS,
2009), dengan asumsi 25 persen atau 68.298 hektar dapat dimanfaatkan untuk usaha ternak sapi
dengan asumsi kapasitas penggunaannya (carrying capacity) satu ekor ternak per hektar maka
dapat dipelihara sebanyak 68.298 ekor. Lahan areal tanaman kelapa dapat dijadikan kebun
tanaman hijauan yang diintegrasikan dengan ternak sapi potong.
Peternak memiliki sumberdaya lahan dan asset yang merupakan faktor utama
keberhasilan program pemberdayaan petani peternak. Program pemerintah dalam pemberdayaan
petani peternak umumnya ditujukan pada pemberdayaan kelompok peternak, termasuk peternak
sapi. Namun sering program kurang memberikan insentif ekonomi bagi peternak sehingga
program mengalami kegagalan disebabkan petani kurang memperoleh dampak yang signifikan
dari program, sehingga petani kembali ke aktivitas usahatani semula yang lebih memberi
stabilitas ekonomi bagi keluarganya. Permasalahannya bagaimana potensi dan prospek secara
fisik dan ekonomis agar kelompok petani peternak yang menjadi sasaran pelaku program
pemerintah pada pengembangan ternak sapi potong, mampu menerapkan sistem integrasi sapi
dan tanaman.
Kabupaten Minahasa Selatan di Provinsi Sulawesi Utara terdapat kelompok-kelompok
tani peternak yang sebagian di antaranya telah memperoleh bantuan program pengembangan
peternakan sapi, baik melalui Badan Ketahanan Pangan dan Dinas Pertanian Peternakan ataupun
Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak). Hanya saja program-program tersebut dilaksanakan
tidak didasarkan atas ketersediaan sumberdaya petani peternak, serta belum mempertimbangkan
aspek lingkungan untuk mengembangkan peternakan berkelanjutan dan ramah lingkungan di
Sulawesi Utara. Untuk itu yang menjadi masalah penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kondisi usahatani ternak sapi potong dan usahatani saat ini baik dari produktivitas
dan keuntungan yang diperoleh petani peternak.
2. Bagaimana model memperdayaan kelompok tani peternak sapi secara Sistem Integrasi Sapi–
Tanaman, yang paling optimal dan cocok dengan potensi dan ketersediaan sumberdaya
petani.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 37
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
3. Bagaimana keberlanjutan usaha model Sistem Integrasi Sapi–Kelapa, baik secara fisik
maupun finansial agar peternak anggota kelompok tani yang menjadi sasaran pelaku program
mau dan mampu menerapkan sistem integrasi ini di Kabupaten Minahasa Selatan.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara, di
mana dipilih 3 (tiga) Kecamatan yang memiliki areal lahan tanaman kelapa dan populasi ternak
sapi, yaitu Kecamatan Sinonsayang, Kecamatan Tumpaan dan Kecamatan Tareran. Penelitian
ingin mengkaji sistem integrasi ternak sapi dan tanaman kelapa, sehingga peternak sampel harus
memenuhi kriteria utama penelitian, yaitu memiliki ternak sapi dan areal tanaman kelapa.
Kriteria khusus yaitu peternak sampel penelitian harus anggota kelompok petani/peternak,
memiliki jumlah ternak sapi yang dipelihara sebanyak minimal dua ekor ternak sapi dewasa
dengan lama beternak minimal lima tahun dan memiliki areal tanaman kelapa minimal 0,25
hektar.
Penelitian ini menggunakan unit penelitian yaitu para peternak sapi anggota kelompok
petani/peternak sebagai unit penelitian utama, dan pihak-pihak yang terlibat dalam sistem
agribisnis ternak sapi. Pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (Multistage Random
Sampling) mulai tingkat kecamatan, desa, kelompok tani, dan petani responden sesuai petunjuk
Parel et.al., (1973), dan Singarimbun dan Effendi (1989). Definisi variabel penelitian, yaitu:
Produksi Ternak Sapi adalah jumlah ternak sapi yang dipelihara dan dihasilkan oleh peternak
selama satu tahun periode pemeliharaan terakhir, yang diukur dengan jumlah ekor satuan
ternak (ST).
Biaya Usaha Ternak Sapi, adalah keseluruhan jumlah uang yang dibayarkan peternak dalam
membiayai ternak sapinya selama satu tahun periode pemeliharaan terakhir yang diukur
dalam satuan rupiah.
Tenaga Kerja, adalah keseluruhan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ternak
sapi selama satu tahun periode terakhir yang diukur dalam hari orang kerja (HOK).
Pendapatan Usaha Ternak Sapi adalah pendapatan dari nilai penggunaan tenaga kerja ternak
sapi baik disewakan maupun digunakan sendiri, serta nilai jual ternak sapi dan hasil
ikutannya (seperti pupuk) selama satu tahun periode terakhir (Rp).
Luas Lahan Kelapa adalah luas areal lahan kelapa diukur dengan satuan Ha.
Luas Lahan Jagung adalah luas areal lahan ditanami jagung diukur satuan Ha.
Luas Lahan Padi adalah luas areal lahan ditanami padi diukur satuan Ha.
Kapasitas Tampung adalah luas areal lahan kelapa, jagung dan padi ladang yang dapat
dipelihara ternak sapi, ditanami hijauan maupun menghasilkan bahan pakan penguat yang
diukur dengan satuan ternak (ST/Ha).
Produksi Kelapa adalah jumlah kelapa/kopra yang dihasilkan dari areal sendiri, diukur
dengan Kg/Tahun.
Pendapatan Usaha Kelapa adalah nilai jual dari hasil kelapa/kopra dan hasil ikutannya (Rp).
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 38
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Produksi Jagung adalah jumlah jagung pipil kering yang dihasilkan dari areal sendiri, diukur
dengan Kg/Tahun.
Pendapatan Usaha Jagung adalah nilai jual dari hasil jagung, jagung muda (babycorn) dan
hasil ikutannya (jerami dll), diukur dengan Rp/Tahun.
Produksi Padi adalah jumlah gabah kering padi ladang yang dihasilkan dari areal sendiri,
diukur dengan Kg/Tahun.
Pendapatan Padi adalah nilai jual dari hasil gabah kering giling dan hasil ikutannya (dedak
dll), diukur dengan Rp/Tahun.
Untuk pengembangan peternakan ternak sapi Sistem Integrasi Sapi–Kelapa dilakukan
melalui skenario pemodelan (modelling) dengan menggunakan aplikasi software Win QSB.
Luaran yang diharapkan yaitu: di antara beberapa skenario yang dianalisis, diperoleh model
sistem integrasi sapi–tanaman di lahan kelapa yang memberikan keuntungan paling maksimal
bagi anggota kelompok petani/peternak sapi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan penelitian telah dilakukan melalui survei pengumpulan data primer dari
reponden penelitian yaitu anggota dari empat kelompok peternak sapi, terdiri dari satu kelompok
peternak di Desa Pinapalangkow Kecamatan Suluun Tareran, dua kelompok peternak di Desa
Ongkaw II Kecamatan Sinonsayang, dan satu kelompok peternak di Desa Paslaten Kecamatan
Tumpaan. Sedangkan data sekunder menyangkut keadaan umum dan data statistik di Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Minahasa Selatan, dan di Kantor Badan Pusat Statistik
(BPS) Sulawesi Utara.
Analisis Optimasi dapat dilakukan dengan sasaran tunggal (Single Goal Programming)
terhadap satu output, maupun dengan beberapa sasaran (Multiple Goal Programming) terhadap
beberapa output. Penelitian ini terhadap sistem usahatani terpadu dengan output kelapa, jagung,
padi, dan ternak sapi, sehingga dilakukan secara Multiple Goal Programming. Optimasi
dilakukan pada sistem usaha tani terpadu antara sapi dan kelapa disertai jagung dan/atau padi
ladang. Ada dua kendala dalam optimasi yaitu kendala lahan, dan tenaga kerja keluarga. Kendala
yang pertama adalah luasan lahan usaha (yang menjadi dasar pembentukan optimasi). Berikut
disajikan pemaparan hasil luasan usaha pada keempat pola usahatani yang terkait pada 3 jenis
tanaman.
Tabel 1. Kendala Luasan Usaha
Pola Luas Lahan Luas Untuk Luas Untuk Luas Untuk
Kelapa Saja Jagung Saja Padi Saja
Kelapa
Kelapa-Jagung 1,508 1,508 - -
Kelapa-Padi -
Kelapa-Jagung-Padi 1,550 1,395 0,620 0,610
0,308
1,525 1,373 - 0,459
1,542 1,388 0,310
Rata-rata 1,416 0,465
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 39
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Berdasarkan beberapa tujuan dan kendala di atas, maka optimasi Multiple Goal
Programming dalam penelitian ini akan menyelesaikan permasalahan setiap tujuan, kendala, dan
variable keputusan, sebagai berikut:
Tujuan:
T1: Max: 6.149.616 X1 + 8.287.997 X2 + 6.945.392 X3 X3
T2: Max: 4.332.042 X1 + 3.235.447 X2 + 3.254.868 X3
T3: Min: 367.553 X1 + 183.558 X2 + 207.564
T4: Min: 1.469.256 X1 + 1.044.026 X2 + 1.015.059 X3
T5: Min: 2.650.246 X2
T6: Min: 2.657.161 X3
Kendala:
K1: X1 + X2 + X3 ≤ 2.340
K2: 23.72X1 + 62.49X2 + 54.24X3 ≤ 109.55
K3: X1 ≥ 1.373, X2 ≥ 0, serta X3 ≥ 0
Setiap tujuan, kendala, dan variable keputusan di atas, disajikan secara matriks
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 2. Matriks Tujuan dan Kendala Optimasi Multiple Goal Programming
Usaha Kelapa Usaha Jagung Usaha Padi Tanda Right Hand
(X1) (X2) (X3) Side (RHS)
Tujuan
T1 6.149.616 8.287.997 6.945.392 Max
T2 4.332.042 3.235.447 3.254.868 Max
T3 367.553 183.558 207.564 Min
T4 1.469.256 1.044.026 1.015.059 Min
T5 2.650.246 Min
T6 2.657.161 Min
Kendala
K1 1 1 1 2,340
K2 23,72 62,49 54,23 109,550
K3 1 1,373
K4 1 0
K5 1 0
Sumber: Diolah dari data primer.
Variabel Keputusan:
X1 : luas areal kelapa yang dioptimasikan (ha)
X2 : luas areal jagung yang dioptimasikan (ha)
X3 : luas areal padi yang dioptimasikan (ha)
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 40
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
Penyelesaian dan hasil optimalisasi Multiple Goal Programming dengan menggunakan
perangkat lunak Win QSB yang dapat disajikan secara ringkas pada Tabel 3. menunjukkan bahwa
pada keempat pola tanam (kelapa, kelapa-jagung, kelapa padi, kelapa-jagung-padi)
direkomendasikan untuk mempertahankan jumlah tanaman dan produksi kelapa untuk
keseluruhan luas lahan 1,37 Ha, disertai penanaman tanaman jagung seluas 0,97 ha.
Tabel 3. Hasil Optimalisasi Multiple Goal Programming
Fungsi Simbol Solusi
1,37 Ha
Keputusan Usaha Kelapa X1 0,97 Ha
Tujuan Usaha Jagung X2
Usaha Padi X3 0 Ha
Maksimasi Pendapatan Tani T1 16.457.915 Rp/thn
9.076.571 Rp/thn
Maksimasi Pendapatan Ternak T2
682.150 Rp/thn
Minimasi Biaya Ternak T3 3.026.861 Rp/thn
2.562.787 Rp/thn
Minimasi Biaya Kelapa T4
0 Rp/thn
Minimasi Biaya Jagung T5 2,34 Ha
Minimasi Biaya Padi T6 93 HOK/thn
Kendala Luas Lahan K1
Tenaga Kerja Keluarga K2
Jika dikonversi 90 persen dan 40 persen kenyataan yang sebenarnya adalah 1,80 Ha akan
menghasilkan tujuan sebagai berikut:
1. Pendapatan hasil pertanian (kelapa dan jagung) tertinggi yaitu mencapai Rp 16.497.915 per
ha tiap tahun,
2. Pendapatan hasil pemeliharaan sapi tertinggi yaitu mencapai Rp 9.076.571 per ha tiap
tahun,
3. Biaya pemeliharaan sapi terendah mencapai Rp 682.150 per ha tiap tahun.
4. Biaya produksi kelapa terendah mencapai Rp 3.026.861 per ha tiap tahun,
5. Biaya produksi jagung terendah mencapai Rp 2.562.787 per ha tiap tahun,
6. Biaya produksi padi terendah mencapai Rp 0 per ha tiap tahun (optimasi tidak
merekomendasi untuk mengusahakan padi).
Sistem usaha tani terpadu pada usaha tani kelapa dapat menghemat biaya pembelian
saprodi pada tanaman kelapa. Pembelian saprodi meliputi pembelian herbisida, pupuk anorganik
dan pestisida. Petani kelapa secara non terpadu mengeluarkan biaya untuk pembelian saprodi
pertanian per hektar lebih banyak dibandingkan dengan petani yang mempergunakan sistem
pertanian terpadu. Kelapa yang ditanam dengan sistem pertanian terpadu membutuhkan biaya
pembelian saprodi per hektar lebih rendah. Penurunan biaya pembelian saprodi melalui sistem
pertanian terpadu karena setiap komponen dalam sistem tersebut akan saling melengkapi. Hal
tersebut mengakibatkan biaya pembelian saprodi pertanian dapat menurun. Pada sistem pertanian
terpadu, kotoran sapi dipergunakan sebagai pupuk organik sehingga biaya pembelian pupuk
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 41
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
anorganik menjadi menurun. Hijauan yang ada di sekitar lahan kelapa dimanfaatkan sebagai
pakan ternak, sehingga lahan kelapa menjadi lebih bersih. Kondisi lahan yang bersih membuat
hama penyakit menjadi lebih rendah sehingga biaya untuk pembelian pestisida menurun.
KESIMPULAN
Hasil pemodelan melalui metode optimasi model menunjukkan bahwa model usahatani
terpadu pada lahan kelapa yang melibatkan tanaman jagung di dalam sistem pertanian terpadu
kelapa dengan sapi menghasilkan total pendapatan lebih tinggi. Pendapatan tertinggi diperoleh
pada model sistem kelapa-sapi-jagung dengan pendapatan usahatani sebesar Rp 16.457.915 dan
pendapatan usaha ternak sapi sebesar Rp 9.076.571 atau total pendapatan usahatani terpadu
sebesar Rp 25.534.486. Untuk pemberdayaan petani, maka perlu penerapan sistem pertanian
terpadu model sistem Kelapa-Sapi-Jagung yang memberikan pendapatan usahatani tertinggi di
dalam sistem pertanian terpadu, menghasilkan efisiensi pembiayaan dan total pendapatan petani
lebih tinggi, dibandingkan sistem kelapa dan sapi non integrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, 2011. Pemeliharaan Sapi di Bawah Pohon Kelapa.
http://epetani.deptan.go.id/budidaya/pemeliharaan-sapi-di-bawah-pohon-kelapa-1875
diakses Jumat, 16 Mei 2015.
BPS Sulut, 2013. Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 52/09/71/Th. VII, 2
September 2013. Badan Pusat Statistik, Manado.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006. Statistik Perkebunan. Direktorat Perkebunan Departemen
Pertanian, Jakarta.
Diwyanto, K., S. Rusdiana dan B. Wibowo, 2010. Pengembangan Agribisnis Sapi Potong dalam
Suatu Sistem Usahatani Kelapa Terpadu. Wartazoa, Buletin Ilmu Peternakan dan
Kesehatan Hewan Indonesia. 20(1):31-43. Maret 2010.
Ibrahim, M.N.M and T.N. Jayatileka. 2000. Livestock Production under Coconut Plantations in
Srilanka : Cattle and Buffalo Production Systems. Asian-Aus.Sci. 13(1):60-67.
Ifar, S., 2007. Peran Ruminansia dalam Sistem Pertanian (Referensi untuk Integrasi Sapi pada
Crash Program Agribisnis Jagung di Sulawesi Utara). J. Ternak Tropika. 6 (2) :71-78.
Rogi, J.E.X., J.I. Kalangi, J.A. Rombang, A. Lumingkewas, S. Tumbelaka, dan Y. Paskalina,
2010. Produktivitas Jagung (Zea mays L.) Pada Berbagai Tingkat Naungan Kelapa
(Cocos nucifera L.). Buletin Palma 38:49-59.
Salendu, H.S., Maryunani, Sumarsono, and B. Polii, 2012a. Analysis of Carrying Capacity of
Agro-Ecosystem Coconut-Cattle in South Minahasa Regency. Journal of Animal
Production 14(1):56-62.
Singarimbun, M. dan S. Effendi, 1989. Metode Penelitian Survay. LP3ES. Jakarta.
Sridadi, B., 2009. Pemodelan dan Simulasi Sistem : Teori, Aplikasi dan Contoh Program dalam
Bahasa C. Penerbit Informatika, Bandung.
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 42
Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional I PERSEPSI
Peran Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan dalam Pembangunan Peternakan Indonesia
ANALISIS SIKAP MULTIATRIBUT FISHBEIN TERHADAP PRODUK
RENDANG PARU DI KAMPUNG RENDANG KOTA PAYAKUMBUH
SUMATERA BARAT
Elfi Rahmi dan James Hellyward
Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis Padang
e-mail : [email protected]
INTISARI
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis analisis sikap konsumen terhadap Rendang
Paru yang diproduksi Kampung Rendang Kota Payakumbuh. Responden penelitian adalah 60
orang. Data yang dikumpulkan berhubungan dengan atribut produk. Atribut produk yang
menjadi variabel pada penelitian ini adalah pernyataan positif tentang tekstur, rasa, keamanan,
tampilan, dan kemasan. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis fishbein. Dari analisis
fishbein menunjukkan bahwa rendang paru dari tiga merek yang jadi objek penelitian
mendapatkan skor 11.01, 12.04 dan 3.47. Ini artinya, konsumen mempunyai sikap positif dan
setuju dengan pernyataan positif terhadap atribut rendang paru.
Keywords: rendang telur, perilaku konsumen, atribut produk, fishbein, marketing
ABSTRACT
The objective of this research was to analyze consumer attitude of Rendang Paru product
that is produced by ‘Kampung Rendang’ in Payakumbuh City. There were 60 respondents. Data
that were collected related with atributtes of product, the attributes were positive statement
about tecture, taste, savety, colour/performance, and packaging. Collected data were analyzed
by fishbein analysis. From fishbein analysis, the result of the research showed that rendang paru
product of three home industries, got the score 11.64, 12.65 and 3.97. It was mean, the
consumers had positif attitude of rendang paru, and agreed with the positive statements of
attributes that it was of rendang paru.
Keywords: rendang telur, attitude of consumers, attributes of product, fishbein, marketing
PENDAHULUAN
Usaha rendang di Kota Payakumbuh berkembang pesat, pemerintah daerah menamakan
kawasan ini kampung rendang, dan bahkan pemerintah membuatkan gapura saat memasuki
kawasan tersebut yang bertuliskan selamat datang di Kampung Rendang Kota Payakumbuh.
Sebagai ikon daerah setempat diharapkan outlet-outlet rendang ini ramai dikunjungi dan menjadi
salah satu daerah tujuan wisata kuliner di Sumatera Barat. Beberapa outlet rendang yang
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta | 12 - 13 Februari 2016 43