The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-book berisi Antologi Cerpen yang artinya berisi kumpulan cerpen-cerpen dengan judul “Ikhtara: Sebuah Goresan Tentang Kehidupan”. Antologi ini merupakan karya mahasiswa semester 4 prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sebagai bentuk untuk menuntaskan tugas mata kuliah Ekspresi Tulis Prosa dan Drama.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Najwa Faradilah Tri Utami, 2023-03-27 20:15:48

ANTOLOGI CERPEN "IKHTARA"

E-book berisi Antologi Cerpen yang artinya berisi kumpulan cerpen-cerpen dengan judul “Ikhtara: Sebuah Goresan Tentang Kehidupan”. Antologi ini merupakan karya mahasiswa semester 4 prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sebagai bentuk untuk menuntaskan tugas mata kuliah Ekspresi Tulis Prosa dan Drama.

Keywords: #ebook #antologicerpen

1


2 Kata Pengantar Assalamu’alaikum wr. wb Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan Antologi Cerita Pendek ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah, hanya dengan izinNya kami berhasil mewujudkan salah satu mimpi besar kami yaitu menyelesaikan suatu karya fenomenal kami berupa Antologi Cerpen “Ikhtara: Sebuah Goresan Tentang Kehidupan”. Antologi ini merupakan karya mahasiswa semester 4 prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sebagai bentuk untuk menuntaskan tugas mata kuliah Ekspresi Tulis Prosa dan Drama, semata-mata juga untuk meningkatkan kedalaman kami dalam menulis karya sastra dalam hal ini yaitu cerpen. Antologi Cerpen ini sangat menarik dan mudah dimengerti oleh pembaca, di dalamnya berisi tentang berbagai cerita kehidupan yang menarik. Dengan berbagai keunggulannya, kami berharap Antologi Cerpen ini dapat bermanfaat dan berkontribusi lebih maksimal untuk menambah khazanah literasi. Karya ini merupakan sekian langkah kecil sekaligus upaya pengabdian literasi kami. Semoga Allah SWT mencatatnya sebagai bagian amal saleh yang ikhlas. Hanya kepada Allah kami bergantung dan Dialah sebaik-baik Zat untuk dimintai pertolongan. Wassalamu’alaikum wr. wb Semarang, 28 Maret 2023


3 DAFTAR ISI Kata Pengantar ..................................................................................................2 DAFTAR ISI......................................................................................................3 Buah Kesabaran.................................................................................................5 Ayah................................................................................................................... 13 BARANG MENYULITKAN ............................................................................19 Kisah Kita Memang Baru Sebentar ...........................................................24 ARUNIKA DAN KALA...................................................................................27 Menjadi Diri Sendiri......................................................................................31 Empat Sekawan ............................................................................................... 34 Serendipity; Kebetulan Yang Indah......................................................... 37 Cermin Ajaib.................................................................................................... 44 If Ain’t Got You ............................................................................................. 49 Kau Abadi..........................................................................................................55 Merindu Haribaan...........................................................................................60 Perjuangan Hidup ............................................................................................63 Mengikhlaskanmu .............................................................................................65 Senja, Ayah, dan Arkan..............................................................................67 Mimpiku Mimpinya...........................................................................................75 Miko .................................................................................................................... 79 Sadar ..................................................................................................................81 Kenapa Aku? .....................................................................................................84 Dokter Cantik dan TNI yang Gagah........................................................ 87 Kehilangan Maya ............................................................................................. 90 Tak Semuanya Rumah adalah Rumah....................................................... 92 Roda Berputar ................................................................................................. 97 Lapang Dada...................................................................................................101 HATI HATI DI JALAN.............................................................................105


4 Balasan .............................................................................................................111 Cintaku Bersemi di Organisasi................................................................. 115 Choice ...............................................................................................................119


5 Buah Kesabaran Karya : Najwa Faradilah Tri Utami Hidup dengan merangkap peran menjadi sosok kakak dan ayah bagi adik-adiknya, tak membuat semangat Vano luntur. Menjadi anak sulung, mempunyai satu adik kecil yang cantik, serta sosok Ibu yang begitu tangguh. Kepergian ayah Vano tiga tahun lalu akibat terkena serangan jantung, membuat keadaan ekonomi keluarga menjadi buruk. Vano yang menginjak jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan ia juga bekerja sebagai kuli panggul di pasar untuk membantu Ibu memenuhi kebutuhan hidupnya. Ibu Raina bekerja sebagai buruh cuci di rumah tetangganya. “Bu, Vano berangkat sekolah dulu ya. Assalamu’alaikum” (Vano menjabat tangan Ibunya untuk berpamitan). “Putri juga berangkat dulu ya Bu, Assalamu’alaikum” “Wa’alaikumussalam, hati-hati ya kalian. Vano antar adiknya sampai ke depan gerbang sekolah ya” “Baik Bu” Sekolah Putri tidak jauh dari sekolah Vano, saat ini Putri kelas 3 Sekolah Dasar (SD) sedangkan Vano kelas 10 SMA. Setiap pagi mereka pasti berangkat bersama dan Vano merupakan sosok kakak yang cuek namun sangat menyayangi adiknya. Putri dan Vano terpaut umur 7 tahun, Vano sangat suka menjahili adik kecilnya. “Kak, nanti putri pulang lebih awal lo” “Hmm, kenapa emangnya?” “Guru Putri mau rapat katanya, makannya siswa pulang lebih awal. Tapi nanti Putri mau main ke tempat Ara” “Ya, hati-hati ya dek” “Shap komandan” (sembari bergaya hormat)


6 Perbincangan mereka saat berjalan kaki menuju sekolah. Sekitar 10 menit mereka sampai, Vano tak lupa mengantarkan adiknya sampai ke depan gerbang. Vano disekolah merupakan sosok siswa yang berprestasi, terkhusus dalam bidang olahraga. Vano sangat menyukai olahraga, terutama bola. Sejak kecil Vano hobi bermain bola bersama tema-temannya hingga sore hari, yang membuat ibunya setiap sore mencarinya karena terlalu lama bermain. Vano bercita-cita ingin masuk ke sekolah bola, namun ada banyak faktor yang membuat Vano mengurungkan niatnya terutama faktor meninggalnya Ayahnya. Selain bercita-cita ingin masuk sekolah bola, Vano juga bercita-cita menjadi pemain timnas Indonesia dikemudian hari. Namun keadaan sekarang, Vano menjadi sosok ayah untuk adiknya, serta membantu ibunya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. “Van, tugas IPS yang kemarin kamu udah selesai?” “Udah Ron, semalem aku lembur” “Mau minta ajarin dong Van, aku gapaham” “Sini Ron, aku bantu” “Eh Van, kamu dipanggil Pak Bobi tuh suruh keruangan beliau” “Eh iyakah? Oke dehh otw” Sesampainya diruangan Pak Bobi, Vano merasa bingung kenapa tiba-tiba Pak Bobi memanggilnya. “Permisi Pak, tadi katanya saya disuruh menemui Bapak?” “Iya benar Van, oke to the point aja ya. Jadi Bapak diperintah oleh Ibu Kepala Sekolah untuk memilih satu anak dan menjadikan wakil sekolah untuk bergabung dalam tim bola tingkat provinsi. Selama menjadi wakil sekolah, nantinya akan dikarantina kurang lebih selama sebulan lamanya. Nah bapak lihat, kamu sangat berpotensi dalam olahraga sepak bola. Kamu bisa kan menjadi wakil buat sekolah Van?”


7 Mendengar hal tersebut Vano cukup terkejut dan pastinya sangat senang karena nantinya bakal bertemu dengan orang-orang hebat yang sehobi dengannya. Di lain sisi, dia akan jauh dari Ibu dan Adiknya selama satu bulan. “Hah serius Pak?, tetapi wajib dikarantina ya Pak” “Iya Van, kamu nantinya dikarantina selama satu bulan jika mengikutinya. Gimana van?” “Saya tanya dulu sama Ibu saya ya Pak, jadi saya belum bisa mengiyakannya Pak” “Oke Van, Semangat terus ya. Semoga Ibumu mengizinkanmu” “Baik Pak, sebelumnya terima kasih banyak ya Pak. Permisi Pak” Vano terus memikirkan, apakah Ibu akan mengizinkannya. Apakah Vano tega meninggalkan Ibu dan Adiknya selama satu bulan lamanya, bagaimana nanti dengan pekerjaannya. Pikiran Vano terus berkecamuk. Sepulang sekolah, dia melakukan rutinitasnya sebagai kuli panggul dipasar. Ia biasanya menyelesaikan pekerjannya ketika adzan maghrib berkumandang. “Assalamu’alaikum Bu, Vano pulang” “Wa’alaikumsalam Kak, bagaimana hari ini? Lancar semuanya?” “Alhamdulilah Bu, seperti biasanya. Hari ini Vano dapat 70.000 Bu, ini buat Ibu 50.000 dan Vano menyisihkan 20.000 ya Bu” “Maafin Ibu ya Van, kamu terus-terusan kelelahan. Yang harusnya pulang sekolah buat istirahat, kamu malah membantu Ibu bekerja di pasar” “Gapapa Bu, kan emang tugas Vano sebagai anak Bu. Vano juga gamau kalo Ibu terlalu lelah” Pikiran Vano terus berkecamuk. Menjadi sosok laki-laki yang dituntut tangguh dan tak banyak berkeluh kesah membuat dirinya memendam segala apa yang dirasakannya. Sebenarnya ia sangat


8 ingin bercerita tentang apapun, namun dia takut akan menjadi beban bagi orang lain. Vano sangat lelah akan semuanya, realita memang tak seindah ekspetasinya. Dia sebenernya lemah, tetapi dia harus membohongi semua orang bahwa dirinya merupakan sosok Vano yang kuat dan ceria. Ibu dan Adiknya menjadi alasan mengapa Vano mampu bertahan dititik sekarang. Masa kecil yang begitu menyenangkan, tertawa tanpa beban, bermain hingga larut petang. Sekolah di antar Ibu sampai di depan gerbang, pulang dijemput ayah dengan perasaan yang riang. Waktu terus berjalan, angan-angan yang sudah direncanakan terkadang memang tidak berjalan dengan semestinya. Kehilangan seseorang menjadi rasa trauma yang berat bagi Vano. Tetapi semua yang diciptakan dan dititipkan, pasti akan kembali kepada Sang Pencipta-Nya. Sebagai seorang manusia hanya bisa berserah diri dengan apa yang menjadi takdirnya. Di lain sisi, Ibunya termangu dalam lamunan. Dia merenung, kenapa harus dia yang diberi ujian yang seberat ini. Mengapa dia sangat tega membiarkan anaknya kelelahan karena membantu dirinya demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Ibu merasa belum pantas dikatakan sebagai seorang Ibu yang baik karena belum sampai membahagiakan kedua anaknya. Menikmati hidup layak, perasaan yang damai, dan tidak khawatir untuk semua hal. Tapi dia yakin, roda kehidupan akan terus berputar. Tuhan tidak tidur, Tuhan pasti melihat hambanya yang terus berusaha dengan kegigihannya. Seorang hamba yang bisa berdoa dan berusaha, sebagai sosok seorang Ibu dan merangkap peran sebagai seorang Ayah dirinya hanya bisa berdoa. Semoga kelak dikemudian hari, anak-anaknya bisa mewujudkan cita-citanya. Doa dan keridhoan seorang Ibu akan membuka jalan kemudahan hidup bagi seorang anak.


9 Pagi harinya ketika sarapan bersama, Vano ingin mengatakan apa yang disampaikan Pak Bobi kemarin kepada Ibu dan Adiknya. Tetapi Vano tidak tega untuk mengatakannya, Ibu ternyata jatuh sakit. “Bu, kenapa gak bilang ke Vano kalau Ibu nggak enak badan dari kemarin. Harusnya dari kemarin Ibu istirahat, mau ya Vano antarkan ke Dokter?” “Ibu tidak apa-apa kok Kak, hanya sedikit kelelahan. Ini Ibu punya simpanan obat pusing, pasti nanti sembuh. Gak perlu ke dokter, kamu lanjutkan sarapan dan segera berangkat sekolah nanti kesiangan” “Bu hari ini harus istirahat ya Bu, nanti kalau ada butuh apa-apa langsung menghubungi Vano aja Bu” “Iya Kak, Ibu gak papa” Ketika melihat Ibunya jatuh sakit, menjadi tamparan yang keras bagi Vano. Ingin rasanya Vano menggantikan posisi Ibunya, menahan rasa sakitnya. Vano sangat sedih ketika melihat Ibu menahan sakit, tetapi beliau selalu berkata “Ibu baik-baik saja Kak”. Rasanya tidak becus sebagai seorang anak tidak bisa menjaga satu-satu sumber kebahagiannya, satu-satu orang yang menjadi sumber kekuatannya. Harusnya Ibu dan Adiknya hidup dengan penuh kenyamanan, dai merasa harusnya dia yang lebih gigih dalam bekerja. Dalam benaknya, dia tidak bisa menerima tawaran dari Pak Bobi. Dia tidak tega meninggalkan Ibu yang dalam keadaan sakit dan Adiknya. Dia harus ikhlas merelakan kesempatannya, baginya Ibu dan Adiknya jauh lebih penting dari segalanya. Dia yakin, Tuhan akan memberikan kesempatan di lain hari dalam waktu yang tepat. “Bu jangan lupa diminum obatnya ya, Vano dan Putri berangkat sekolah dulu. Assalamu’alaikum Bu” “Baik Kak, Wa’alaikumsalam hati-hati dijalan ya”


10 Ketika jam istirahat, Vano berniat mendatangi Pak Bobi untuk menyampaikan jawabannya. “Permisi Pak, Vano izin masuk” “Masuk saja Van. Gimana Van dengan tawaran kemarin? Ibumu memberikan izin kepadamu kan untuk menjadi wakil dari sekolah?” “Saya sebelumnya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Bobi, karena telah memberikan kesempatan untuk saya. Dan saya mohon maaf, saya tidak dapat menjadi mewakili sekolah dalam hal tersebut Pak. Jadi Bapak mungkin bisa cari siswa lain yang jauh lebih berpotensi ketimbang saya” “Kenapa alasannya Van?” “Ibu saya jatuh sakit dan saya tidak tega meninggalkannya dalam waktu yang cukup lama. Saya takut terjadi hal-hal yang tidak saya inginkan Pak” “Oke baik Van, menurut Bapak apa yang kamu lakukan sungguh mulia Van. Bapak yakin dilain waktu pasti akan ada kesempatan lagi bagi kamu. Kamu cerdas, kamu berpotensi, dan kamu sangat memuliakan Ibumu. Semoga kelak kamu dapat menggapai cita-citamu ya Van, bapak bangga mempunyai siswa yang baik dan berprestasi seperti dirimu Van” “Terima kasih Pak Bobi, semoga Tuhan mendengarnya dan menijabah segala doa-doa baik” Setelah mengatakan hal tersebut, Vano merasa lega. Tetapi dilubuk hati yang paling dalam dia sangat ingin menerima tawaran tersebut. Roda kehidupan terus berputar, hari demi hari dilalui oleh Vano dengan kegigihan dan semangatnya dalam belajar dan bekerja. Tak terasa kelulusan sudah di depan mata, ia menginjak kelas 12. Adik kecilnya yang cantik, juga akan naik kelas 6.


11 Ketika jam istirahat, Vano melihat banyak siswa yang sedang melihat mading. Vano jadi penasaran, ia segera menuju ke papan mading. "Seleksi Timnas U-17", ternyata pengumumannya berisi tentang seleksi timnas. Hatinya sangat menggebu-gebu, ingin sekali mengikuti seleksi tersebut. Vano termangu, apakah ini kesempatan kedua yang dihadirkan Tuhan? Apakah Ibunya akan mengizinkannya? Banyak pertanyaan yang berkecamuk dipikirannya. Akankah dia mampu memberanikan diri untuk mengatakan hal tersebut kepada Ibunya. "Van kesempatan bagus tu buat kamu, ikut aja Van" "Pengen si Ron, tapi gatau nanti" "Coba dulu aja Van, siapa tau rezekimu" Vano sekarang tidak lagi bekerja menjadi kuli panggul. Dia sekarang bekerja sebagai pelatih sekolah sepak bola (SSB) untuk anak umur 7-15 tahun yang dirintis oleh Pak Bobi. Dia sangat bersyukur, karena Pak Bobi begitu baik kepadanya. Dia melatih selepas pulang sekolah, ketika sore hari. Dia akan melakukan semua pekerjaan, namun kali ini pekerjannya sejalan dengan apa yang dia suka. Vano lebih enjoy dalam bekerja. Selepas melatih SSB Vano segera pulang. Diperjalanan dia tetap memikirkan, akankah dia akan mencoba untuk mendaftar. Dia mengumpulkan keberanian untuk mengatakan kepada Ibunya. "Dah pulang kak, gimana hari ini? Lancar kan Kak" "Iya Bu, alhamdulilah lancar seperti biasanya Bu" Ibu Vano tidak lagi menjadi buruh cuci. Kini ia memiliki laundry dan mempunyai 5 karyawan. Roda kehidupan berputar, yang dulunya ia bekerja sebagai buruh cuci kini ia dapat mempekerjakan orang lain. (Di meja makan)


12 “Hari kelulusannya kapan kak?” “Minggu depan Bu. Oiya Bu tadi di mading sekolah ada pengumuman pendaftaran timnas. Ibu tau kan itu cita-cita Vano dari dulu, kalo Vano daftar Ibu mengizinkan atau tidak?” “Kak, peran orang tua selain merawat dan membimbing ialah mendukung apa yang menjadi cita-cita anaknya. Setelah SMA, remaja akan memasuki fase menuju kehidupan yang sebenarnya. Kamu bahkan sudah menjalaninnya, dengan bekerja selepas sekolah hanya demi membantu Ibumu Kak. Ibu akan mendoakan dan mendukung apa yang menjadi cita-citamu Kak” “Terima kasih buat segala pengorbananmu Bu, semoga Vano bisa mewujudkan cita-cita Vano” Suasananya menjadi sendu, mereka bertiga berpelukan. Setelah mendapatkan perizinan dari Ibunya, Vano mencoba untuk mendaftar. Kelulusan sudah diperoleh Vano, tiba saatnya pengumuman seleksi tim nasional U-17. Setelah mengikuti beberapa tes fisik dan lain-lain, Vano dinyatakan lolos. Selanjutnya Vano akan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti karantina. Keberangkatannya membawa kesedihan karena meninggalkan Ibu dan Adiknya dan membawa kebahagiaan karena cita-citanya sejak kecil berhasil diwujudkannya. Ia yakin bahwa ini hasil dari doa Ibunya serta buah dari kesabarannya. Manusia hanya bisa berdoa dan berusaha, segala hal tentunya sudah diatur oleh yang Maha Kuasa.


13 Ayah Karya : Najwa Faradilah Tri Utami “oekk…oekk”suara tangisan terdengar menggema disebuah ruangan. Suara yang dinanti-nantikan selama sembilan bulan lamanya oleh Ahmed dan Aisyah. Setelah mendengar suara bayi mungil yang cantik, rasa syukur dan bahagia yang menyeruak dihati Ahmed. “Aku jadi seorang Ayah, ini bukan mimpi kan?”, ucap Ahmed yang meyakinkan pada dirinya. “Bagaimana kondisi istri saya dok? Bagaimana juga kondisi putri saya dok?”, tanya Ahmed kepada dokter yang keluar dari ruangan. “Putri bapak, alhamdulilah sehat dan sangat cantik”, ucap dokter kepada Ahmed namun setelah mengatakan hal tersebut sang dokter seketika menunduk dan tampak begitu gelisah. “Lalu istri saya dok?” “Mohon maaf Pak, saya dan dokter lainnya sudah bekerja semampunya untuk menyelamatkan Ibu Aisyah tetapi Tuhan berkehendak lain. Ibu Aisyah meninggal dunia setelah melahirkan putri bapak” Hal yang begitu mengagetkan bagi Ahmed, badan Ahmed seketika luluh kelantai. Kabar yang membuat Ahmed begitu lemas. “Ini nggak mimpi kan? Ini nggak mimpi kan?”, ujar ahmed sambil menepuk- nepuk badannya sendiri yang begitu gemetar. Tak terasa Ahmed meneteskan air mata, dia kehilangan dunia nya. Ahmed merupakan pria yatim piatu sejak dia berumur 17 Tahun. Sebelum ditinggalkan kedua orang tuanya, dia dijodohkan dengan anak dari teman ayahnya. Ya dialah Aisyah, sosok yang menemani perjalanan Ahmed sejak masa remaja hingga saat ini. Aisyah yang begitu cantik parasnya, sosok wanita yang sabar,


14 wanita yang begitu tangguh. Ahmed juga sosok suami yang begitu hangat, penyayang, dan pekerja keras. Ahmed dan Aisyah hidup sederhana disebuah rumah kecil namun begitu hangat bagi keduanya. Mereka berdua menantikan buah hati selama 6 tahun lamanya. Lantas kini? Tuhan menitipkan buah cinta kepada mereka, tetapi Tuhan lebih menyayangi Aisyah. Aisyah adalah satu-satunya orang yang Ahmed punya. Kini dunianya hilang, kini seseorang yang menjadi salah satu alasan untuk Ahmed kuat telah pergi. Ketakutan-ketakutan yang begitu berisik di dalam pikiran Ahmed menyeruak, menahan sesak. Ahmed harus terus melanjutkan perjalanan kehidupannya, dia diberi amanah oleh tuhan untuk menjaga buah cintanya dengan Aisyah. Buah cinta yang diberi nama Jema, setelah sepeninggalan Aisyah. Walau kini hari-harinya tak semenyenangkan dulu, senyumannya tak selebar dulu, kini Jema lah yang menjadi alasan untuk Ahmed bisa kuat. *** “Anak Ayah cantik sekali hari ini, makan yang banyak ya Nak”, ucap Ahmed kepada Jema yang tengah lahap memakan nasi serta terlur ceplok kesukaannya. “Ayah…Ayah Jema tidak sabal mau ketemu teman-teman dicekolah nanti”, Jema yang belum lancar berkata huruf “R” membuat Ahmed tertawa. Tak terasa Jema sekarang sudah masuk sekolah Taman Kanak-Kanak. Hal yang tak mudah untuk membesarkan anak sendirian. Ahmed harus membagi waktunya antara bekerja dan mengurus Jema. Ketika ia bekerja, Jema dititipkan kepada bibi nya. Kini ia sebelum berangkat bekerja harus mengantarkan Jema


15 ke sekolah dulu, lalu kemudian ketika pulang ia harus menjemputnya. “Ayah ganteng banget pake jas, ayah pasti bekelja di gedung yang besar banget kan yah”, ucap Jema kepada Ayahnya. Ahmed hanya bisa tersenyum. Pada kenyataanya ia belum menemukan pekerjaan yang tetap. Ia berpakaian menggunakan kemeja dan jas karena ia sedang melamar kerja kesana kemari demi mendapatkan pekerjaan yang tetap. Di lain sisi, ia bekerja sebagai kuli panggul di pasar untuk memenuhi kebetuhan hidupnya. Jema tidak mengtahui hal tersebut, karena Ahmed takut jika dia mengetahui pekerjaan Ayah nya dia akan merasa malu dan takut menjadi bahan ejekan teman-temannya. Hal yang Ahmed alami ketika ia kecil, tidak ingin dirasakan juga oleh Jema. Baginya, Jema adalah hidupnya, Jema adalah segala-galanya. “Ayo Nak segera berangkat, ambil tas mu putri kecil yang cantik”, ucap Ahmed sambil mencubit hidung mungil Jema. Dalam perjalanan menuju sekolah Jema bertanya tentang banyak hal. Dari mulai kenapa pohon lebih tinggi darinya sampai ke hal-hal lucu lainnya. Ahmed termenung, teman-teman Jema lainnya diantar oleh Ibunya atau supirnya dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan Jema, hanya mampu berjalan kaki bersama dirinya. Mungkin suatu saat nanti, ia bisa memberikan kehidupan yang layak untuk Jema. “Dah Ayah, Jema masuk dulu. Ayah semangat bekeljanya, Love you Ayah”, Jema mengecup punggung tangan Ayahnya dan memeluk Ayahnya. “Yang baik disekolah ya Nak, Love you too peri kecil Ayah”.


16 Jema berlari untuk memasuki sekolahnya yang sudah disambut oleh para guru. Ia sangat bahagia ketika melihat senyuman yang terukir manis diwajah mungil Jema. Jema sangat cantik, Jema miniatur dari Aisyah. Dari mulai warna bola matanya yang begitu indah, wajah imutnya, senyuman manisnya, dan ia hanya mendapat persamaan pada hidung dan bibirnya yang minimalis. Ketika Jema tertidur, Ahmed selalu memperhatikan setiap inci wajah Jema untuk mengobati kerinduan kepada Aisyah. Tak terasa 7 tahun sudah Aisyah meninggalkannya. *** Ahmed mendaftar pekerjaan kesana-kemari namun tetap nihil, karena rata-rata syarat untuk dapat bekerja di sebuah perusahan yaitu memiliki minimal ijazah S1 sedangkan Ahmed hanya lulusan SMA. Hingga pada akhirnya, ia tetap melanjutkan pekerjaannya menjadi kuli panggul di pasar. Dalam diamnya Ahmed termangu, apakah nantinya putri kecilnya ketika mengetahui pekerjaan ayahnya yang sebenarnya akan merasa malu dan marah padanya. Ketika melihat jam menunjukan pukul 12.00 yang artinya Jema pulang sekolah, ia bergegas mengganti pakainnya dengan setelan jas. Ia segera mendatangi sekolah Jema, Ahmed menunggu di depan gerbang sekolah. “Ayah, Jema kangen ayah”, ucap Jema dengan merentangkan kedua tangannya yang meminta untuk dipeluk. Di perjalanan pulang, Jema banyak bercerita kegiatan apa saja yang dilakukan disekolah. Ia juga tak lupa mengenalkan ayahnya kepada teman-temannya dan mengatakan bahwa ayahnya bekerja di gedung besar seperti bapak bos. Perkataan tersebut membuat Ahmed tersenyum simpul pada Jema, dalam benaknya ia merasakan lara karena kehidupan yang masih cukup sederhana. Rutinitasnya yang merangkap menjadi


17 sosok ibu dan ayah untuk Jema, mengantarnya dan menjemputnya sekolah tak membuat Ahmed menjadi lemah. Suatu ketika, Jema pulang sekolah lebih awal. Namun, Ayahnya tidak mengetahuinya dan Jema memberanikan diri untuk pulang sendiri. Ketika ia sedang berjalan melewati keramaian pasar, ia seperti melihat sosok laki-laki yang mirip dengan Ayahnya. Jema memanggil-manggilnya, namun sosok laki-laki yang mirip dengan Ayahnya tak mendengarnya. Karena penasaran, Jema mengikuti laki-laki tersebut. Ia mengintip dari balik ruko kecil dan memperhatikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh laki-laki tersebut. Ya benar, sosok laki-laki yang membuatnya penasaran itu memang Ayahnya. Memanggul karung-karung besar, dengan baju yang lusuh, nafas yang tek beraturan, keringat yang menetes deras membuat Jema menetaskan air mata. Ia ingin berlari untuk memeluk Ayahnya, namun dalam lamunannya tiba-tiba Ayahnya sudah terlihat. Ia mencari-carinya, namun tidak menemukannya hingga pada akhirnya Jema memilih pulang. Keesokan harinya setelah mengantarkan Jema seperti biasanya, Ahmed tak sengaja menemukan kertas pada saku jas yang dipakainya. Ia membuka kertas tersebut, ternyata kertas tersebut dari Jema. Isi dari surat tersebut ialah “Dari peri kecil Ayah, untuk Ayah tersayang. Ayah, Ayah tau tidak kalo Jema itu sayang banget sama Ayah. Ayah pun juga kan? Ayah itu sosok ayah terhebat sedunia, Ayah terkuat seperti ailonmen, gak ada yang ayah gabisa. Masakan ayah selalu abis dilahap Jema. Ayah, Jema tau kalo Ayah tidak bekerja digedung yang besar itu. Jema tau itu, Jema tidak marah karena Ayah berbohong pada Jema apalagi sampai merasa malu. Jema bangga punya Ayah hebat seperti Ayah. Nanti Jema akan beritahu seluruh dunia, kalo Jema punya Ayah yang kuat dan hebat. Semoga Jema bisa hebat di sekolah seperti Ayah. Apapun pekerjaan Ayah, Jema tetap bangga pada Ayah.


18 Nanti pulang sekolah seperti biasa beli eskrim di depan hehehe, Love You Ayah…”. Tak terasa Ahmed meneteskan air mata, ia tak percaya dengan umur Jema yang masi kecil tetapi ia begitu mengerti keadaan Ayahnya. Seperti biasa ketika jam pulang sekolah, Ahmed sudah menunggu Jema. Lalu spontan ia memeluk putri kecilnya “Maafkan Ayah ya Nak, Ayah tak bermaksud membohongi peri kecil Ayah”, ucap Ahmed kepada Jema. “Ayah sudah membacanya?, Jema akan dan selalu bangga sama Ayah. Sudah Ayah jangan belsedih, Jema tidak suka. Mending kita beli esklim stobeli walls”, ucap Jema yang belum jelas mengatakan huruf R yang membuat Ahmed gemas sendiri kepada putri kecilnya. “Baik tuan putri, lets gooo”, ucap Ahmed sambil mencubit hidung pesek Jema.


19 BARANG MENYULITKAN Karya : Najwa Faradilah Tri Utami “Eh jangan pergi dulu mbak, sok nggak liat aja mbak.” Seorang pria yang keliatannya usia 20 tahunan itu muncul tiba-tiba mengagetkanku yang hendak tancap gas cari toko lain. “Astagfirullah mas, ngagetin aja. Bentaran doang tadi, nggak dapet barangnya juga.” “Ya dapet nggak dapet, bentar apa lama, mbak tetep pake jasa saya.” Agak aneh rasanya mendengar si masnya bilang aku pake jasa dia. Jasa apa coba, nggak sampe dua menit ini. “Jasa apaan, masnya tadi nggak ada, tiba tiba muncul aja.” “Ini namanya kerja efektif efisien mbak, bayar lah mbak timbang dua ribu doang.” Efektif katanya, pinter banget ngomongnya kerja efektif buat ngeles aja. Bukan aku pelit apa gimana, tapi ini sangat tidak worth it untuk parkir motor yang nggak sampe dua menit buat nyari barang yang ternyata nggak ada di tokonya. Mana nggak dibantuin markirin atau ngeluarin motornya juga. Bagi aku yang berkecukupan ini, dua ribu itu sebuah pengeluaran, uang abu-abu ini bisa buat isi angin kalo roda motor ini kempes, atau beli es teh plastik kalo haus. “Dua ribu bisa buat isi angin mas, nih dua ribu.” “Nah gini dong dari tadi kan lancer mbak. Monggo jalan.” “heleh”, jawabku asal. Nggak cukup kata monggo, masnya neriakin aku yang udah dua meter ngegas motor pelan. “Eh, jangan lupa bayar pajak motornya mbak.” Ingin banget ngumpat gara-gara tu orang. Motor ini memang udah waktunya bayar pajak, keliatan dari platnya ini udah lewat


20 waktu ganti plat dan bayar pajak. Tapi ya gimana lagi, aku bilang kan aku berkecukupan, ya cukup untuk makan sehari-hari, cukup untuk beli bensin seliter, cukup deh pokoknya dicukup-cukupin. Aku memang tidak beruntung dalam keadaan ekonomi, tapi aku sealu beruntung dalam hal lain buktinya sampe sekarang meskipun motor ini belum dibayar pajaknya, motor ini belum pernah kena tilang polisi sampe sekarang. Aku berharap banget keberuntungan ini berlanjut sampai aku bisa bayar pajak dan ganti plat motornya, yaa meskipun bayarnya beserta denda. Motor kebangganku ini termasuk sudah tua jika dibandingkan sainganya dijalanan sekarang. Mamah beli motor ini pas aku kelas 4 SD, 2012 pas jaman heboh-hebohnya dunia mau kiamat mamah malah beli motor. Ya waktu itu keluargaku masih di masa jaya jayanya sampe bisa beli motor baru cash. Udah sebelas tahun aja ya ri, Pario namanya. Berarti enam tahun lagi sweet seventeen nih. Meskipun udah sebelas tahun dia masih sangat kuat gesit dan rupawan. Si Rio ini sering aku banggain pas lewat pita kejut, suaranya masih alus nggak kaya motor lain yang lebih muda tapi suaranya udah kaya marakas isi kerikil tugas prakarya anak SD. Aku lanjut jalan lagi mencari toko toko yang masih buka. “Yah udah tutup kan, ini udah jam 10 malem mana ada yang buka. Mau nyari kemana lagi ini.” Aku tinggal di kabupaten bukan kota besar, makanya jam 10 malem pasti toko- toko udah pada tutup. Kemana lagi aku harus mencari barang yang nyusahin ini. Apakah aku harus bertanya pada rumput gajah yang bergoryang. Mending aku pulang cuci kaki, buang air kecil, gosok gigi, cuci muka lalu tidur cantik. “Dapet nggak mbak?” Asem banget ini bocah, nggak bisa apa tunggu aku masuk rumah dengan sempurna dulu. Ini baru parkir motor udah ditodong.


21 “Ya dipikir aja ini udah jam berapa, toko mana yang masih buka.” “Yah nggak dapet ya? Terus besok aku pake apa dong?” “Pikir sendiri ahh, itu urusan kamu, aku mau tidur, udah dibantuin juga.” Mamah yang masih berkutat dengan tumpukan baju dan setrika panas dari dalam kamar ikut menanyaiku yang baru saja masuk dan mau menenggak air minum di gelas kecil. “Mbak nyari dimana aja, kok nggak dapet?” “Jam segini yang masih buka itu konter pulsa sama fotokopian. Udah aku tanyain di konter pulsa sama fotokopian nggak ada.” “Ya masa kamu cari kaya gitu di konter pulsa, mana ada mereka jual ring hasduk pramuka.” “Habis gimana lagi yang buka cuma itu, ya malu aku nanya kaya gitu ke masnya mana bayar parkir lagi.” “Nah salah kamu sendiri sih An pake ilang segala, usaha sendiri dong sekarang, udah dibantuin sama mbak juga kok.” Nah udah kaya pembantu belum panggilan ku ‘Mbak’, nggak papa si di daerahku wajar kakak perempuan emang panggilannya mbak, tapi entah kenapa di aku jadi kaya pembantu. Ya udah bisa dikira pembantu juga sama pembantunya tetangga. Ini barang dipakenya cuma sekali seminggu tapi yang punya teledor juga, usah sering banget hal kek gini kejadian. Yang susah siapa? saya juga yang susah, dengan kata-kata ‘kamu kan kakak, dibantuin dong adeknya’ benci banget aku sama kalimat ini sumprit. “Aku nggak ngilangin mah, Cuma lupa naronya aja” Ini manusia masih ngelak aja kerjanya “ketemu nggak” aku tanya lagi “Enggal” jawabnya “Ya itu ilang namanya, tuyul” Aku jalan kedapur buat naruh gelas tadi ke tempat cuci piring. Tidak sengaja aku liat harta berharganya mamah yang warna warni. Ada merah, hijau, dan kuning. Mayoritas merah, ada lebih dari


22 sepuluh sepertinya. Disusul diurutan kedua warna hijau cuma ada lima biji, soalnya keluargaku yang suka pedes cuma mamah. Bapak sama aku juga suka pedes sebenernya tapi kata bapak, perutnya udah turun mesin alias tidak sanggup lagi mencerna makanan yang pedes. Kalo makan pedes, belum juga sejam makanan itu masuk, perutnya udah bereaksi. Nah kalo aku ya versi litenya bapak lah, prosesnya masih lebih lama, yaa sekitar 6 jam baru bereaksi. Diantara merah sama hijau, aku ambil yang kuning hehehe. Memang butuhnya yang kuning, untung ada dua biji. Ini yang kadang jadi pikiranku kenapa karet warna kuning itu jarang banget. Langsung aku bidik karet kuning ini ke sasaranku. “Aww sakit, kenapa aku dijepret karet sih mbak” dia mengeluh saat karetku tepat sasaran kena jidatnya. “Pake itu aja besok, nggak usah protes adanya itu” “Apaan, masa peke karet bungkus kuning sii” masih protes aja makhluk hidup ini. “Adanya itu, warnanya juga sama kan kaya ring hasduk” “Jelek banget, nanti kalo ketahuan aku pake karet bisa kena hukum sama bantara” protesnya. “Ya resikomu lah” capek banget aku ngadepin makhluk hidup banyak masalah ini. Aku berjalan menuju kamarku untuk segera istirahat karena memang mata ini sudah memaksa untuk dipejamkan, punggungku juga sudah minta diistirahatkan. Sebelum masuk kamar aku melewati kamar mamah yang didalamnya ada mamah yang masih berkutat dengan pakaian yang hendak disetrika dan terlihat tinggal beberapa baju saja. Melihatku hendak masuk kamar, mamah malah memanggilku untuk melakukan satu kali lagi pekerjaan yang aku tidak bisa tolak yaitu memasukan baju yang sudah disetrika tadi olah mamah.


23 “Eit, jangan masuk kamar dulu mbak, ini tolong bajunya masukin lemari dulu yaa, baru kamu tidur nyenyak okeyy.” Ucap mamah mencegahku masuk kamar. Yahh itulah sedikitnya gambaran kegiatan yang menghambatku menikmati malam yang tenang.


24 Kisah Kita Memang Baru Sebentar Karya : Najwa Faradilah Tri Utami Rasa takut untuk kembali melukis dengan yang baru, seperti halnya peribahasa sebuah gelas yang sudah pecah tidak akan kembali utuh. Kepercayaan yang dikhianati membuat diriku seperti sekarang, menganggap semua yang datang hanyalah penasaran dan bermain-main tentang perasaan. Untuk sembuh tidak semudah membalikan telapak tangan, butuh waktu, dan rasa untuk kembali percaya bahwa sejatinya diriku layak untuk dicinta. Aku Zema, perempuan yang takut akan malam dan kesepian. Orang-orang banyak menyukai malam, karena bisa beristirahat setelah menyibukan diri dengan hal- hal dunia serta ada sebagian orang juga yang menyukai malam karena bisa melihat keindahan bulan dan bintang. Aku lebih menyukai menikmati indahnya awan di atas langit nan cerah, daripada melihat cantiknya bintang dikala malam yang petang. Ketika malam memori ingatan terus berputar tentang semua hal yang telah kita lalui. Hari-hari yang telah kita jalani, tak ada waktu yang terlewatkan tanpa ada kamu. Dari mulai mencari sarapan hingga nanti gosok gigi ketika malam, video call tak pernah terlewatkan. Sebelum memasuki ke alam mimpi, kita selalu berangan-angan, untuk serapan apa keesokan harinya. “Enaknya makan apaya besok?”, ucapnya. “Nasi uduk deket gang jeruk yuk?”, jawabku padanya. “Tapi kan kita kemarin udah, ganti varian yang lainnya”. Itu bukan perdebatan, melainkan kita beradu argumen pilihan sarapan hehehe. Hingga tak terasa rasa kantuk mulai datang dan aku mulai mendengar dengkuran. Dalam benaku “Senyaman itu ya dia padaku, apakah aku akan selalu menikmati selalu dengkurannya hingga nantinya kita berada ditempat yang sama?”. Kalo diriku sudah jatuh hati pada seseorang, aku akan menaruh kepercayaanku


25 sepenuhnya padanya. Apakah itu bentuk rasa ketulusanku? Apakah dapat dikatakan kebodohanku?. Ya memang, temanku sempat berkata “Jaga selagi ada, dekap selagi bersama. Tapi cintailah sewajarnya saja”. Tetapi berpikir dengan mengandalkan perasaan lebih berperan didiriku, daripada berpikir dengan logika. Terkadang karena hal tersebut, aku lebih menjaga perasaan orang lain daripada perasaanku sendiri. Dia bukan cinta pertamaku, tetapi dengan dirinya lah diriku mencoba banyak hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya, aku kunjungi dengan dirinya. Walaupun bukan pergi ke mall besar tetapi pergi dengannya ke tempat sederhana akan terasa istimewa. Hal apapun kalau dengannya akan terasa begitu istimewa. Namun, disamping rasa bahagiaku banyak luka yang mencoba aku simpan sendiri. Terus-terusan memaklumi hal yang tidak aku suka, terus-terusan mencoba memaafkan segala kesalahannya, dan mencoba “gapapain semua”. “Aku minta maaf ya” permintaan maaf tanpa perubahan adalah manipulatife. Iya itu dirinyaa, minta maaf secara terus-terusan tetapi nantinya mengulangi hal tersebut kembali. Seperti yang tadi sudah aku bilang, aku lebih mengandalkan perasaan ketimbang logika. “Iya dimaafin, besok jangan lagi ya. Kan kamu tau aku gasuka”, ucapku padanya. “Iyaa”, jawabnya padaku yang membuat diriku seyakin itu bahwa dia tidak akan melakukannya lagi. Dari hal-hal yang terus saja dimaklumi, membuat diriku mulai merasa cape. “Kok lama-lama kaya gini yaa, kenapa dia maunya terus-terusan dimengerti tapi gamau ngertiin balik. Nanti kalo ngulangin lagi, minta maaf lagi. Aku ngrasa aku gampang banget luluh dan dibodohi sama dia”, dalam benaku. Suatu ketika aku pernah berucap padanya, sebelum kami resmi bersama “apapun kesalahanya yang masih bisa dimaklumi aku akan maklumi, kecuali


26 satu ketika kamu sudah mulai mencintai orang lain”. Hal yang paling aku takuti dan paling tidak aku sukai, pada dasarnya semua orang mempunyai hak akan itu. Tapi ketika kamu sudah berkomitmen jangan kau khianati rasa kepercayaan yang telah orang lain beri padamu. Suatu hari apa yang aku takutkan benar-benar terjadi, dia diam-diam menaruh hati kepada orang lain. Hal tersebut yang membuat rasa trauma pada diriku untuk bisa memulai hubungan baru dengan orang lain. 4 tahun sudah aku memilih sendiri, terkadang rasa kangen terus mengetahui. Terkadang orang lain bertanya “kenapa si gabisa move on? padahal dia juga jahat sama kamu”, mereka tidak tau rasanya walaupun sama dia banyak lukanya tetapi rasa bahagia ketika bersamanya memadu cakap dengan hal-hal kerandomannya, candaannya yang sedikit garing, terkadang sedikit rasa pedulinya itu yang orang lain tidak ketahui. Kisahku bersamanya mungkin belum sewindu lamanya, hanya terhitung 4 bulan. Tetapi hal-hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya yang mungkin menjadi faktor kesekian yang membuat pikiranku tidak bisa lari darinya. Kisah ini memang baru sebentar, namun terukir sangat indah.


27 ARUNIKA DAN KALA Karya : Najwa Faradilah Tri Utami Arunika Anjani Naheswari, si cantik yang begitu sangat pemalu. Dia bisa mengabiskan waktu seharian hanya berdiam diri dikamar hingga Ibunya selalu memanggilnya untuk sekadar sarapan atau menyuruh pergi bermain keluar dengan temannya. Remaja pada umumnya lebih banyak mengabiskan waktu untuk pergi hangout dengan teman-temannya, berbeda dengan Arunika yang lebih suka berdiam diri dikamarnya untuk mengabiskan novel-novel bergenre romance kesukaannya. Dia enggan untuk beranjak menoba genre lain, Arunika sudah terlalu jatuh hati kepada genre romance. Arunika termasuk orang berprestasi dan disegani di sekolahnya. Ia berangan-angan untuk bisa berkuliah di luar negeri selepas ujian nasional nanti. “Aaa baper banget, jatuh cinta banget sama cerita ini. Enak kali ya nikah muda? punya suami dokter muda mana ganteng pisan uyyy. Aaa mama aku pengen dokter mudaaaa”, ucapnya sambil berjingkrak kegirangan setelah membaca novel yang berjudul “Hatiku diambil oleh dokter muda”. Tak hanya kegirangan, tetapi ia juga berangan-angan dapat memiliki pacar seorang dokter muda. Arunika memang sangat hobi berkhayal akan dirinya, Ibunya sering menjadi korban teriakan Arunika yang seperti toa. Setiap pagi Arunika diantar oleh Ayahnya, jika Ayahnya meeting sangat pagi Arunika diantar oleh supir pribadinya. “Nak nanti ada kegiatan nggak?”, tanya Ayah Arunika. “Engga yah, kenapa?”. “Oh gapapa, jangan pulang terlalu larut ya Nak. Ada yang mau Ayah bilang sama kamu”, ucap Ayahnya. “Bilang apa si yah? Orang ini juga lagi bilang kan?, jawab Arunika dengan candaannya. “Dah cepat masuk sana, tu pak satpam udah nunggu”. Sesudah menyelesaikan mata pelajarannya, Arunika bergegas pulang mengingat pesan Ayahnya, dan dia juga kepo hal apa yang akan


28 dikatakan Ayahnya padanya. Apakah dia akan diizinkan untuk membawa mobil sendiri?, apakah dia akan diizinkan liburan bersama teman-temannya?, pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada pikirannya. “Assalamu’alaikum wahai penghuni surga”, teriaknya ketika memasuki rumahnya. “Wa’alaikumsalam, yaampun jangan teriak-teriak”. “Hehehe, Ibu tau ga Ayah mau bilang apa sama Aku?”, tanya Arunika pada Ibunya. “Tu tanyain langsung sama Ayah”, jawab Ibunya sembari menunjuk sang Ayah yang sedang berjalan menghampiri. “Apa yah? Arunika diizinin bawa mobil ya? Apa Ayah mau beliin mobil baru buat aku yah?”, serobot Arunika pada Ayahnya. “Gini Nak, Anak Ayah yang sangat cantik kan udah dewasa. Arunika Ayah jodohin sama anak temen Ayah ya? Ayah yakin dia cocok buat kamu”, ucap Ayahnya yang membuat kaget Arunika akan hal tersebut. “HAH?!! Serius yah? Kok gitu si Yah, kan aku masi sekolah yah. Gimana sekolah aku yah?”, jawab Arunika yang masih kaget. “Masalah itu, ntar Ayah yang atur. Nanti malam kita akan bertemu dengan keluarga teman Ayah. Kamu jangan lupa dandan yang cantik ya”. Arunika menghela nafas panjang saat ia memasuki ruangan keluarganya. Kepalanya terasa berat dan hatinya hampir berhenti ketika ia mendengar berita yang keluarganya sampaikan. Ia tahu apa artinya itu, meskipun ia tidak pernah merasa siap. Ia dijodohkan dengan Kala, seorang dokter muda yang baru saja lulus dari universitas dan akan segera memulai praktiknya. "Kamu tahu bahwa kami tidak bisa mengubah keputusan ini, Nak," kata ayahnya sambil meletakkan tangannya di atas bahunya. "Kita berhutang pada keluarga Kala dan ini adalah cara terbaik untuk melunasi hutang itu. Kala adalah seorang dokter yang berbakat dan ia akan menjadi suami yang baik untukmu.” Arunika hanya bisa mengangguk dalam keheningan, tahu bahwa perdebatan akan sia-sia. Ia selalu merasa bahwa hidupnya bukan miliknya sendiri, tetapi milik orang lain. Dan sekarang, hidupnya sepenuhnya diambil alih oleh keluarga


29 Kala. Kala merasa sedikit gugup saat ia memasuki rumah keluarga Arunika. Ia tidak pernah berbicara dengan gadis itu sebelumnya dan ia tidak yakin bagaimana cara mengobrol dengannya. Namun, ia tahu bahwa ia harus melakukan yang terbaik untuk membuat Arunika nyaman dengannya. Setelah bertukar sapaan dan memperkenalkan diri, Kala mencoba memulai percakapan dengan Arunika. Ia bertanya tentang hobi dan minatnya, tetapi Arunika hanya memberikan jawaban singkat dan tidak menunjukkan minat pada topik yang mereka bicarakan. Kala merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia mencoba untuk tersenyum dan menawarkan diri untuk membantu Arunika dengan apa pun yang ia butuhkan. Arunika hanya mengangguk dan kembali ke kamarnya tanpa berkata apa-apa. Beberapa minggu berlalu dan Arunika dan Kala mulai mengenal satu sama lain lebih baik. Kala mulai memahami minat dan hobi Arunika, dan ia bahkan membantunya belajar untuk ujian sekolahnya. Arunika mulai merasa nyaman dengan Kala, meskipun ia tidak yakin apakah ia bisa mencintainya. Suatu malam, ketika mereka sedang menonton film di ruang keluarga, Kala mendekat ke Arunika dan memegang tangannya. Arunika terkejut dan menarik tangannya kembali. Kala mengatakan bahwa ia tahu Arunika tidak merasa sama dengannya, tetapi ia berharap Arunika bisa memberinya kesempatan untuk membuktikan dirinya sebagai pasangan yang baik. Arunika merenung sejenak dan akhirnya mengambil keputusan. Ia tahu bahwa ia tidak bisa hidup dalam perjodohan selamanya, dan ia harus memutuskan apakah ia akan memberikan kesempatan pada Kala atau tidak. Akhirnya, Arunika memberikan kesempatan pada Kala dan mereka memulai hubungan mereka. Hubungan Arunika dan Kala terus berkembang dengan baik. Kala selalu mendukung Arunika dalam hal apapun, dan Arunika mulai merasakan bahwa ia bisa terbuka dengan Kala tentang segala hal.


30 Kala dan Arunika akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan keluarga masing-masing. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan pernikahan mereka mempengaruhi bisnis keluarga dan masa depan mereka sendiri. Mereka juga meminta dukungan keluarga mereka dalam keputusan mereka. Arunika dan Kala menikah beberapa bulan kemudian. Mereka memiliki upacara pernikahan yang indah dan memulai kehidupan baru mereka bersama. Meskipun awalnya pernikahan itu diatur oleh orang tua mereka, Arunika dan Kala kini tahu bahwa mereka benar-benar mencintai satu sama lain dan ingin menghabiskan sisa hidup mereka bersama. Beberapa tahun kemudian, Arunika dan Kala memiliki dua anak yang lucu dan sehat. Mereka bekerja sama dalam praktek Kala, di mana mereka dapat membantu pasien dan juga menghabiskan waktu bersama. Mereka bahagia, dan meskipun awalnya pernikahan mereka diatur, mereka menyadari bahwa itu adalah kesempatan untuk menemukan cinta sejati dan kebahagiaan yang abadi.


31 Menjadi Diri Sendiri Karya : Najwa Faradilah Tri Utami Zarifa adalah seorang gadis introvert yang sangat tertutup. Dia lebih suka menghabiskan waktu sendirian daripada bergaul dengan orang lain. Harinya-harinya berada dikamar kost, berkutat dengan tugas-tugas yang menggunung. Sebenarnya dia punya banyak teman, hanya saja dia terlalu malas untuk bersosialisasi. “Ayolah Zar, besok ikut jalan santai Dies Natalis. Banyak cogan-cogan lhoo, cuci mata kita. Siapa tau kan ada yang nyangkut, lo tuh jomblo terusss”, ucap Vani yang mengajak Zarifa untuk jalan santai. Vani merupakan salah satu teman dekat Zarifa, ia sangat mengenal bagimana karakter Zarifa. Vani sangat hobi menjodoh-jodohkan Zarifa dengan pria-pria di luar sana. Namun hingga kini, Zarifa enggan untuk dekat dengan pria-pria yang dijodohkan oleh Vani. Sebenarnya ada satu hal yang membuat hatinya berdebar kencang setiap kali dia melihat sosok pria tampan bernama Askara. Dia awal melihat pria tersebut melalui instagram kampusnya yang tiba-tiba ada foto sosok Askara dalam postingan feed instagram kampus. Askara adalah seorang aktivis yang terkenal di kampus mereka. Dia juga menjadi bagian dari Badan Eksekutif Mahasiswa, yang merupakan organisasi yang sangat dihormati di kampus mereka. Zarifa sangat kagum dengan Askara, dalam benaknya “aduh masyaAllah banget ini orang, tapi keknya ga cocok sama aku. Pasti dia banyak yang nyukain, pasti tipe cewe dia yang aktivis juga”. Kekaguman itu hanya bisa dipendam, sudah dua semester lamanya. Pada semester baru ini, BEM kampus membuka rekrutmen anggota baru. “Apa aku join BEM aja, pengen banget bisa kenal Askara”. Karena kekagumannya pada Askara, Zarifa bergabung


32 dengan Badan Eksekutif Mahasiswa. Tapi bukan karena dia ingin aktif dalam organisasi, melainkan karena dia ingin mensejajarkan valuenya dengan Askara. Dia merasa bahwa valuenya belum setara dengan seorang Askara yang banyak dikagumi oleh banyak orang. Meskipun awalnya Zarifa merasa canggung dan tidak nyaman dalam kelompok, dia akhirnya bisa mengatasi rasa takutnya dan mulai merasa nyaman dengan teman-temannya. Dia belajar banyak dari mereka dan mulai merasa lebih percaya diri. Dalam satu program kerja tak sengaja dia digabungkan bersama Askara. “Yaampun, ga nyangka aku bisa dititik ini sekarang”. Namun, semakin dekat Zarifa dengan Askara, semakin dia merasa tidak cukup baik. Dia merasa bahwa dia tidak sepadan dengan sosok Askara yang hebat dan berprestasi. Zarifa merasa bahwa dia tidak mampu mencapai hal-hal yang sama dengan Askara, meskipun dia sudah berusaha keras. Tapi suatu hari, Askara melihat Zarifa dengan cara yang berbeda. Dia melihat potensi yang besar dalam dirinya dan mulai membimbingnya. Dia memberi tahu Zarifa bahwa setiap orang memiliki potensi yang besar dan tidak perlu menjadi seperti orang lain untuk merasa berharga. Dari situlah, Zarifa mulai menyadari bahwa setiap orang memiliki nilai dan potensi yang unik. Dia mulai menghargai dirinya sendiri dan berhenti membandingkan dirinya dengan orang lain. Akhirnya, Zarifa menjadi lebih percaya diri dan bahagia dengan siapa dirinya sebenarnya. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, dia akan menjadi sosok yang sama hebatnya seperti Askara. Zarifa menjadi semakin terinspirasi oleh Askara dan terus belajar dari bimbingannya. Dia belajar tentang kebijakan kampus, hak-hak mahasiswa, dan menjadi lebih aktif dalam kegiatan organisasi. Berkat bantuan Askara, Zarifa mulai merasa bahwa nilai dan kontribusinya sama pentingnya dengan orang lain dalam kelompok.


33 Dia juga menemukan teman-teman baru yang mendukungnya dan mendorongnya untuk tumbuh lebih baik. Namun, suatu hari, Zarifa mengetahui bahwa Askara akan segera lulus dan meninggalkan kampus. Dia merasa kehilangan dan sedih karena akan kehilangan sosok panutannya. Tapi Askara memberitahu Zarifa bahwa meskipun dia akan pergi, dia yakin bahwa Zarifa memiliki kemampuan untuk menjadi sosok yang sama hebatnya. Dia memberitahu Zarifa untuk terus belajar dan mengembangkan dirinya sendiri, dan memberi tahu dia bahwa dia selalu akan ada untuk memberikan dukungan. Dengan bimbingan dan dukungan dari Askara, Zarifa mulai tumbuh dan menjadi semakin percaya diri. Dia terus bekerja keras dan akhirnya berhasil memimpin sebuah proyek besar dalam organisasi. Prestasinya diakui oleh banyak orang, dan dia merasa bangga dan puas dengan dirinya sendiri. Ketika hari kelulusan tiba, Zarifa merasa sedih karena harus mengucapkan selamat tinggal pada Askara. Tapi dia juga merasa bahagia karena telah belajar banyak dari Askara dan memiliki teman-teman baru yang mendukungnya. Seiring berjalannya waktu, Zarifa terus tumbuh dan mengembangkan dirinya. Dia menjadi lebih percaya diri dan memiliki rasa percaya diri yang kuat pada nilai dan kontribusinya dalam kelompok. Dia juga belajar untuk menerima dirinya sendiri apa adanya dan menjadi bahagia dengan siapa dia sebenarnya. Akhirnya, Zarifa menyadari bahwa dia tidak perlu menjadi seperti orang lain untuk merasa berharga dan dihargai. Dia hanya perlu menjadi dirinya sendiri dan melakukan yang terbaik yang dia bisa. Dan dia berterima kasih kepada Askara karena telah membantunya menemukan kepercayaan dirinya dan memberinya dukungan yang dibutuhkannya.


34 Empat Sekawan Karya : Najwa Faradilah Tri Utami Aceng, Akum, Idoy, dan Dadang adalah empat mahasiswa baru yang baru saja diterima di sebuah universitas ternama di kota mereka. Aceng si pendiam tapi lawak, Akum si paling dewasa, Idoy dan Dadang hampir serupa hebohnya. Mereka berempat satu frekuensi lawakannya. Awal mereka bertemu secara tidak sengaja di sebuah kafe di dekat kampus. Aceng, yang duduk di meja di sudut kafe sedang sibuk mengamati laptopnya, ketika Akum mendekatinya dan bertanya “permisi, apakah kursi ini kosong kak?”. “Iya kosong, duduk saja”, jawab Aceng dengan sangat ramah. Akum pun duduk di sebelahnya. Tidak lama kemudian, Idoy dan Dadang juga datang dan duduk di meja yang sama, karena yang tersisa hanya kursi yang terdapat Aceng dan Akum. Mereka mulai berbicara dan saling mengenal satu sama lain, dan dengan cepat merasa akrab seperti teman lama. Mereka bahkan terkejut ketika mengetahui bahwa mereka semua berasal dari kota yang sama dan memiliki minat yang sama dalam bidang studi mereka yaitu sastra. Sejak hari itu, Aceng, Akum, Idoy, dan Dadang menjadi teman yang tak terpisahkan. Mereka sering bertemu di kampus atau di kafe tempat mereka bertemu untuk pertama kalinya dan mulai merajut persahabatan yang semakin erat. Mereka sudah mengetahui karakter satu sama lain, terkadang juga membicarakan tentang kelurga. Namun pada dasarnya, pria tidak seperti wanita. Mereka ditakdirkan untuk lebih kuat dan tangguh, walau terkadang merasa lelah ataupun sedih. Namun, kehidupan perkuliahan tidaklah selalu mudah bagi mereka. Mereka semua menghadapi tekanan dan stres dalam mengejar prestasi akademik yang tinggi. Kadang-kadang, mereka bahkan merasa putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Terkadang tekanan juga tak hanya dunia kampus saja, tekanan dari


35 lingkungan keluarga, lingkungan luar yang membuat mental berantakan. Tetapi, dalam saat-saat seperti itu mereka selalu ada untuk satu sama lain dan saling menguatkan. Mereka mendukung, memberikan semangat, dan motivasi yang dibutuhkan untuk terus maju. “Bisa-bisa, kita bisa hadepi bareng-bareng”, ucap akum. “Yok skripsi yok, selesein”. Ucapan-ucapan tersebut yang membuat mereka kembali semangat, ketika ada yang membutuhkan pertolongan satu sama lain juga saling membantu. Tak terasa waktu terus berjalan, mereka sibuk berkutat dengan skripsi yang tak kunjung di acc. Setelah beberapa bulan, mereka berhasil merampunngkannya. Saat mereka mendekati akhir masa studi mereka, Aceng, Akum, Idoy, dan Dadang mendapat kabar bahwa mereka semua lulus dengan predikat cumlaude. Mereka sangat bahagia dan merasa bangga dengan diri mereka sendiri, tetapi lebih dari itu, mereka merasa bersyukur atas persahabatan yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun. Awal pertemuan tanpa disengaja, hari-hari penuh drama mereka lalui, tekanan demi tekanan, hingga akhirnya mereka telah sampai pada titik ini. Kebanggan dan kepuasan bagi mereka sendiri. Setelah lulus, mereka berpisah untuk mengejar karir masing-masing, tetapi tetap menjaga hubungan yang erat. Mereka selalu menghubungi satu sama lain dan berkumpul kembali untuk merayakan momen-momen penting dalam kehidupan mereka. Persahabatan yang mereka bangun selama masa kuliah menjadi bukti bahwa persahabatan yang kuat dan erat dapat terjalin di mana saja, bahkan pada saat-saat yang tidak terduga. Aceng, Akum, Idoy, dan Dadang menjadi bukti bahwa persahabatan yang


36 tulus dan penuh kasih selalu bisa bertahan meskipun banyak hal yang terjadi dalam hidup.


37 Serendipity; Kebetulan Yang Indah Karya : Rachel Wardhati Aliyah Aku tidak tahu kita akan sejauh ini. Dua tahun sudah setelah pertemuan yang tak terduga itu, sampai akhirnya sekarang aku memilih untuk mengabadikan namamu dalam cerita singkat ini yang menurutku tidak akan cukup untuk mengisahkan cerita bahagia tentang kita. Dan dari sinilah awal cerita kita dimulai. Sore itu, ketika seorang gadis bernama Ghaitsa baru saja selesai dari perkuliahannya hari itu, ia segera pergi keluar dari kampus untuk pulang ke kos nya. Ghaitsa berjalan menuju kosnya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampusnya. Sembari membawa beberapa tumpukan buku di tangannya, Ghaitsa berjalan menikmati sore nan indah di kota Yogyakarta. Pandangannya tak fokus ke depan. Brukk. Ia terjatuh dan tak sengaja menabrak seseorang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Ghaitsa terdiam dan melamun sembari memandangi sosok laki-laki yang tepat berada di depannya, yang tak bukan adalah laki-laki yang telah ia tabrak dengan tak sengaja. Laki-laki berpostur tubuh tinggi, kulit sawo matang, serta tatapan matanya yang tajam. “Maaf, maaf. Kakaknya nggak papa?” ucap laki-laki itu yang langsung membuat Ghaitsa tersadar dari lamunannya. “Tidak apa-apa, Kak. Saya yang harusnya minta maaf karena nggak hati-hati ketika jalan” balas Ghaitsa. “Lain kali hati-hati, Kak”, laki-laki itu pergi meninggalkan Ghaitsa yang masih tersipu dengan senyuman laki-laki itu. Ghaitsa segera melanjutkan perjalanan pulangnya, ditemani langit sore Yogyakarta yang cantik seraya merestui pertemuan tak disengaja dua insan manusia itu. Langit sore mulai menenggelamkan mentari, warna jingga telah berganti menjadi kelabu. Setibanya di kamar kos, Ghaitsa segera


38 membersihkan badannya dilanjutkan dengan sholat maghrib. Alih-alih merebahkan tubuhnya di kasur untuk beristirahat dari penatnya hari ini, Ghaitsa mendapat notif dari akun intagramnya, yang setelah ia cek dan stalking akunnya ternyata ia adalah laki-laki tampan yang sore tadi tak sengaja ditabrak olehnya. “Hai Ghaitsa, salam kenal dari seseorang yang sudah ditakdirkan untuk bertemu denganmu-Aska” Begitulah kiranya pesan instagram yang Ghaitsa dapatkan dari si laki-laki tampan itu. Ghaitsa memang tipikal orang yang sangat cuek dan enggan berkenalan dengan orang baru, apalagi orang tersebut baru saja ia temui sore tadi. Sangat tidak heran jika dia hanya membiarkan pesan itu, yang kemudian dia hanya melanjutkan scroll sosial medianya dilanjutkan dengan makan malam, mengerjakan tugas kuliah, setelah itu ia bergegas untuk tidur. Meskipun sebenarnya dia juga merasa tersipu dengan pesan yang dikirimkan Aska. Melanjutkan hari-hari berikutnya seperti kebanyakan orang yang mengharapkan kebahagiaan. Ghaitsa seperti biasa menjalani hari-harinya dengan berkuliah. Pagi itu, ketika Ghaitsa baru tiba di kelas, ia bertemu dengan sahabatnya, Nando namanya, ya bisa dibilang Nando merupakan sahabat satu-satunya yang dekat dengan Ghaitsa. “Sa, ada salam dari si Aska” ucap Nando yang baru saja datang dan menempati tempat duduk di depan Ghaitsa. Ghaitsa tak terlalu menghiraukan ucapan Nando, meskipun sebenarnya Ghaitsa sedikit merasakan kupu-kupu di dalam hatinya. Siapa coba yang tidak merasa salah tingkah ketika mendapat salam dari Kak Aska yang memang terkenal ganteng dan berwibawa, sekalipun Ghaitsa yang memang tipe orang yang cuek dan sulit bergabung dengan orang baru, sebenarnya bukan sulit bergabung dengan orang baru, namun Ghaitsanya saja yang malas duluan ngobrol dengan orang, selain dengan orang-orang terdekatnya. Selesai dari kelas, Nando mengajak Ghaitsa untuk makan di warung


39 depan Fakultas Ilmu Budaya, yang tak lain adalah fakultas Ghaitsa dan Nando. Karena merasa tidak enak untuk menolak ajakan dari sahabatnya itu, akhirnya Ghaitsa menerima ajakan Nando. Setibanya di warung, ketika Ghaitsa dan Nando sedang fokus menyantap makanannya, tiba-tiba seseorang menyapa Nando dari belakang dan menepuk pundaknya, “Halo, Bro. Kesini juga lo?”, Ghaitsa dan Nando sontak menghadap kea rah seseorang yang menyapa Nando, dan orang tersebut ternyata Aska. Memang tidak heran jika Aska juga makan di warung tersebut, karena memang letak Fakultas mereka juga bersebelahan, Aska merupakan mahasiswa Fakultas Teknik yang satu angkatan lebih tinggi dari Ghaitsa dan Nando. Nando dan Aska ini memang sudah kenal dan berteman cukup lama, sejak mereka duduk di bangku SMA. Nando kemudian mempersilahkan Aska untuk duduk dan bergabung makan bersama dengannya dan Ghaitsa. Seketika Ghaitsa diam mematung, merasa canggung karena ia teringat pesan dari Aska yang semalam ia hiraukan. “Ka, kenalin ini Ghaitsa. Sa, ini Aska”, ucap Nando yang berusaha memecah keheningan diantara kami, meskipun sebenarnya Nando sudah tahu bahwa mereka berdua sudah saling mengenal dan pernah bertemu sebelumnya. “Nan, kalo gua pinjem temen lo untuk diajak senang-senang, boleh nggak?”, Ghaitsa yang masih sibuk menyantap makanannya, seketika ia tersedak ketika mendengar ucapan tersebut dari Aska. “Gua sih nggak masalah, Bro. Gua yakin juga dia aman sama lo, tapi balik lagi gimana Ghaitsanya, ya”, balas Nando sembari cekikikan dan menoleh antara Aska dan Ghaitsa. Mendengar ucapan Nando tersebut, Ghaitsa mendelik kepada Nando, yang mengisyaratkan bahwa ucapan Nando terlalu blakblakan, yang apabila dipikir-pikir, ini terlalu cepat untuk Ghaitsa dan Aska jalan berdua. Setelah dari percakapan tersebut tak mendapat balasan dari Ghaitsa, mereka bertiga melanjutkan perjalanan pulang menuju kos masing-masing.


40 Selalu dengan ditemani indahnya suasana Kota Yogyakarta, di perjalanan pulang, tiba-tiba terbesit di benak Ghaitsa, muncul perasaan tidak enak kepada Aska yang sudah ia hiraukan pesannya dan omongannya itu. Perasaan bersalah dan gelisah menyertai perjalanan pulang Ghaitsa menuju kosnya. Hingga saat tiba di kosnya, Ghaitsa memutuskan untuk menyampaikan rasa bersalahnya kepada Aska. “Hai, Kak. Aku minta maaf, kalo ada perlakuan atau sikapku yang kurang baik ke Kakak”, begitu kiranya pesan yang dikirimkan Ghaitsa kepada Aska. Tak perlu menunggu waktu lama, Aska langsung membalas pesan dari Ghaitsa “Nggak papa. Besok temenin gua jalan ya?”. Setelah membaca balasan pesan dari Aska, Ghaitsa sangat bimbang, hingga akhirnya ia menyetujui ajakan Aska. Hari yang dinanti-nanti Aska telah tiba, hari dimana ia akan dapat lebih mengenal seseorang yang sudah lama ia kagumi diam-diam. Jam mata kuliah Aska selesai lebih awal dari hari-hari biasanya. Aska memutuskan untuk menjemput Ghaitsa langsung di depan kelasnya, yang mana ia harus berjalan ke Fakultas sebelah terlebih dahulu. Setibanya ia di depan ruang kelas Ghaitsa, Aska melihat bahwa masih ada dosen yang mengajar di ruang kelas tersebut, hal itu membuatnya menunggu beberapa menit sampai kelas selesai dan dosennya pun pergi. “Panggilan kepada Ghaitsa Kenanga”, Aska memanggil nama Ghaitsa dengan keras di depan kelas, hingga membuat seisi kelas sontak menoleh ke arahnya. Ghaitsa merasa malu dan juga salah tingkah, ia segera pergi keluar kelas menghampiri Aska yang terus tersenyum memandangi Ghaitsa. Dengan segera Ghaitsa membawa Aska menjauh dari keramaian kelas tersebut. “Mau kemana sih kita? Kenapa Kakak ngajak aku?” “Udah, kamu ikut aja, ya. Aku yakin kamu bakal senang”


41 Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Ghaitsa, ia tidak tahu Aska akan membawanya kemana, mau ngapain, dengan siapa, ada maksud apa, ntah lah. Semua pertanyaan itu memenuhi isi kepala Ghaitsa, ia melamun sembari memandangi lalu lalang kendaraan yang melintas di depannya ketika ia sedang duduk di halte untuk menunggu Bus Trans Jogja. Aska yang duduk di sebelah Ghaitsa, terlihat raut wajahnya sangat bahagia, ia sudah tidak sabar akan menghabiskan waktu hari ini bersama Ghaitsa. Tak lama, bus itu datang, terlihat keadaan di dalam bus yang ramai, tidak ada kursi kosong yang tersisa, banyak orang-orang yang menggantungkan tangannya untuk berpegangan, dengan terpaksa Aska dan Ghaitsa pun ikut sebagai penumpang yang menggantung. Tidak heran jika saat itu keadaan bus sangat ramai, karena saat itu merupakan jam-jam orang pulang dari tepat pekerjaannya. Jika akan menunggu bus selanjutnya, itu akan memakan lebih banyak waktu. “Maaf, ya. Kalo kamu nggak senang” Melihat Ghaitsa yang terdiam sedari tadi, membuat Aska merasa khawatir jika ada yang membuat Ghaitsa merasa tidak senang dan nyaman. “Nggak, kok. Aku nggak papa, Kak” Ghaitsa menunjukkan senyumnya dengan maksud memberi tahu Aska bahwa ia tak apa-apa. Tidak terasa setelah kurang lebih 30 menit perjalanan dengan ditemani kemacetan di tengah kota Yogyakarta, akhirnya Aska dan Ghaitsa tiba di halte terdekat dengan tempat yang akan mereka kunjungi. Karena tempat tersebut tidak tepat berada di pinggir jalanan, mereka harus berjalan kaki kurang lebih selama 10 menit. “Kita jalan kaki dulu, ya. Setelah itu baru kita sampai di tempat yang indah, dan aku yakin kamu pasti senang” Ghaitsa hanya mengangguk mendengar perkataan Aska tersebut yang menandakan bahwa ia setuju.


42 Setelah berjalan kaki 10 menit, barulah mereka sampai di tempat yang orang-orang sebut dengan Laguna Pantai Kembar. Laguna Pantai Kembar itu seperti tempat pertemuan air sungai dan air laut dan di pinggiran Laguna itu terdapat bebatuan yang dijadikan sebagai tempat duduk bagi orang-orang yang berkunjung kesana, sembari melihat pemandangan air laut dan bisa juga sembari melihat pemandangan senja jika datang ketika waktu matahari akan terbenam. Memang langit senja Yogyakarta selalu punya keindahannya tersendiri. Aska dan Ghaitsa duduk bersebelahan di bebatuan sambil menghadap ke arah laut dan senja. Saat itu juga Ghaitsa tak henti-hentinya memperlihatkan lengkungan sabit di bibirnya, ia sangat senang bisa melihat pemandangan seindah itu. Angin laut yang saat itu cukup sejuk dan agak besar, membuat rambut Ghaitsa bergerak-gerak dan akan membuat rambutnya terlihat berantakan. Aska yang sedari tadi memperhatikan Ghaitsa, ia mengetahui bahwa ia berhasil membuat Ghaitsa senang. Melihat rambut Ghaitsa yang bergerak-gerak karena angin, tangan Aska berusaha merapihkan rambut Ghaitsa, dan dalam hatinya bergumam “Aku ingin membahagiakanmu”. Tak sengaja, mata mereka saling bertemu dan mereka berdua saling berpandangan, kemudian mereka saling balas dengan senyuman. Matahari sudah terbenam, langit pun sudah mulai gelap. Aska dan Ghaitsa segera bangkit dari tempat mereka duduk. “Makasih, Kak. Udah ajak aku kesini” “Kita makan ice cream yuk” Aska justru malah membalas ucapan Ghaitsa dengan mengajaknya makan ice cream. Ghaitsa dan Aska tiba di toko ice cream yang letaknya tak jauh dari Laguna Pantai Kembar. Memang disitu banyak tersedia jenis makanan dan penjual-penjual lainnya. Ghaitsa memilih ice


43 cream rasa matcha, dan Aska memilih ice cream rasa vanilla. Mereka menghabiskan hari itu dengan penuh canda dan tawa. Aska merasa senang bisa melihat perempuan cantik itu tertawa karenanya. Tentunya malam itu akan menjadi malam yang selalu diingat oleh Aska dan Ghaitsa. Hari berganti hari, semakin lama, Aska dan Ghaitsa semakin dekat. Setelah satu bulan lebih tiga hari kedekatan mereka berdua, akhirnya mereka resmi menjadi pasangan kekasih. Mereka selalu berbagi kasih satu sama lain dan saling melengkapi. Ghaitsa dan Aska sama-sama tidak menyangka, bahwa pertemuan yang sangat tak terduga-duga itu bisa menjadi kisah bahagia yang akan terus berlanjut. Mereka sangat berharap nantinya akan banyak lagi cerita-cerita bahagia, suka dan duka yang bisa mereka lewati bersama-sama.


44 Cermin Ajaib Karya : Rachel Wardhati Aliyah Di sebuah desa yang terletak di pegunungan, tinggalah seorang nenek bernama Iris bersama dengan cucunya yaitu Blair. Nenek itu memiliki sebuah cermin, yang konon katanya cermin itu merupakan kunci dari kecantikan nenek tersebut. Masyarakat di desa itu sudah mengetahui dari mulut ke mulut bahwa sang nenek itu memiliki cermin ajaib. Tak sesekali, banyak warga desa yang tertarik ingin mendekati sang nenek hanya untuk merebut cermin itu darinya. Bahkan, banyak laki-laki di desa yang ingin mempersunting Blair, cucu dari nenek tersebut. Iris membuat peraturan kepada Blair, bahwa mereka tidak pernah mengijinkan seorang pun masuk ke dalam rumahnya, dengan tujuan agar seseorang tidak bisa mengambil cermin yang mereka miliki itu. Hari demi hari dilalui nenek Iris dan Blair, Iris yang sehari-harinya bekerja mencari kayu di hutan, dan Blair yang terkadang membantu neneknya, sesekali ia juga bermain dengan teman-teman sebayanya di desa. “Blair, tolong bantu angkatkan kayu-kayu itu ke gudang belakang”, Iris memerintah Blair yang saat itu Blair sedang bermain di halaman depan rumah, dan kemudian Blair menurut atas perintah sang neneknya. Suatu ketika, saat Blair sudah tumbuh menjadi dewasa, ia senang sekali bermain dengan teman-teman sebayanya, hingga tiba saatnya ia bertemu dengan pria tampan yang sedikit lebih dewasa darinya. Pria itu bernama Dareen. Kedekatan Blair dengan Dareen itu semakin terlihat. Sampai suatu saat, ketika sang petinggi di desa itu akan mengadakan semacam pesta minum teh, Blair diajak


45 untuk datang ke pesta tersebut oleh Dareen. Karena Blair menganggap acara ini bukan acara yang sembarangan, ia ingin terlihat rapih pada saat menghadiri acara pesta tersebut. Sampai-sampai ia lalai dan melanggar peraturan dari sang neneknya. Blair membawa masuk Dareen ke dalam rumahnya, ia sudah menghiraukan peraturan yang telah dibuat oleh iris, karena ia merasa sudah sangat dekat dengan Dareen, jadi Blair merasa tidak akan terjadi apa-apa jika ia membawa masuk Dareen ke dalam rumahnya, ia juga berpikir bahwa Dareen hanya akan membantunya untuk memilihkan baju yang akan ia kenakan saat pesta. Ketika Blair mengajak Dareen untuk masuk ke dalam rumahnya, saat itu Iris sedang mencari kayu di pegunungan yang jaraknya agak jauh dari desa. “Masuklah kemari, tak apa-apa”, ucap Blair kepada Dareen yang kemudian ia melangkahkan kakiknya untuk ikut masuk ke dalam rumah Bersama dengan Blair. “Bantu aku memilih baju, ya”, Blair meminta itu kepada Dareen sambal ia berjalan menuju kamarnya untuk memilih-milih baju yang akan ia kenakan saat pesta. Sementara itu, sembari menunggu Blair memilih baju, Dareen duduk di kursi tunggal dekat kamar Blair. Kemudian Dareen teringat akan sesuatu, ia telah mendengar dan mengetahui bahwa di rumah tersebut terdapat cermin ajaib yang dapat membuat seseorang menjadi cantik atau tampan abadi. Hasrat siapa yang tidak tertarik dengan suatu hal yang memiliki kekuatan ajaib. Masih berada di posisi duduknya, Dareen pun sembari menoleh-noleh, ia melihat ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang mencari keberadaan cermin tersebut sekirannya cermin itu berada disekitarnya. Tak lama kemudian, Blair keluar dari kamarnya, ia mengenakan baju pilihan pertamanya yang kemudian ia mempertanyakan saran kepada Dareen. “Apakah ini terlihat bagus?”, Blair mempertanyakan baju yang ia kenakan kepada Dareen sembari ia memutarkan badannya agar terlihat semua


46 bagian bajunya. Dareen seakan mengerinyitkan alisnya sembari menatap Blair dari atas sampai bawah, “Mmm, menurutku kurang cocok, cobalah ganti baju yang lain”, seperti itulah pendapat Dareen terhadap baju pertama yang Blair tanyakan kepada Dareen. Kemudia Blair menurut akan pendapat Dareen, ia kembali masuk ke dalam kamarnya dan berganti baju yang kedua. Saat Blair kembali masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju, hasrat Dareen semakin tinggi bahwa ia ingin mengetahui dimana keberadaan cermin itu. Dareen beranjak dari duduknya, ia melangkah menuju dapur yang letaknya tak jauh dari kamar milik Blair. Dengan langkah yang perlahan seperti mengindik-indik, Dareen terus mencari keberadaan cermin itu di setiap sudut dapur. Terdengar seperti suara langkah kaki yang akan keluar dari kamar Blair, mendengar hal itu, sesegera mungkin Dareen kembali ke kursi tunggal yang berada dekat dengan kamar Blair. Benar saja, Blair keluar dari kamarnya dengan mengenakan baju pilihannya yang kedua, kembali lagi ia menanyakan pendapat mengenai baju yang ia kenakan kepada Dareen. “Ah, masih kurang cocok, coba ganti dengan baju yang lain”, Dareen seperti sengaja mengulur waktu agar ia tetap berlama-lama berada di dalam rumah itu dan kembali melanjutkan mencari keberadaan cermin ajaib milik Iris. Mata Dareen tertuju pada kamar yang berada tepat di seberang kamar Blair. Ia perlahan-lahan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar tersebut. Kembali mencari-cari di setiap sudut ruangan yang ia datangi. Dareen sangat terkejut melihat sebuah cermin berwarna coklat keemasan dan terdapat sebuah gagang cermin untuk memegang cermin tersebut. Ia temukan cermin itu di sebuah lemari yang berada di kamar, yang tak bukan itu adalah kamar milik Iris. Setelah berhasil menemukan cermin tersebut, sesegera mungkin Dareen menyembunyikannya dibalik baju yang ia kenakan, dan ia cepat-cepat kembali lagi duduk di kursi tunggal agar Blair tidak curiga dengannya. Blair keluar dari kamarnya


47 mengenakan baju pilihannya yang ketiga, yang langsung disambut persetujuan akan baju tersebut oleh Dareen. Setelah melewati bimbangnya Blair akan baju yang ia kenakan, dan Dareen dengan aksinya mengambil cermin milik Iris. Mereka berdua kemudian bergegas keluar rumah, karena Blair teringat jika neneknya mengetahui bahwa ia telah membawa orang lain masuk ke dalam rumahnya, pasti Iris akan marah besar. Blair dan Dareen berjalan keluar dari rumah Iris, Blair merasa tenang bahwa neneknya belum kembali dari pegunungan untuk mencari kayu dan neneknya tidak akan mengetahui bahwa ia sudah mengajak orang lain untuk masuk ke dalam rumahnya. Blair dan Dareen telah selesai bersiap untuk datang ke pesta, mereka bergegas pergi keluar untuk mencari perlengkapan lainnya yang dirasa masih kurang. Sementara di lain sisi, Iris yang sebenarnya sudah kembali dari pegunungan sedari tadi dan tidak diketahui oleh Blair dan juga Dareen. Ia memantau dari gudang belakang akan kejadian tersebut. Sepulangnya ia dari pegunungan, ketika ia akan masuk ke dalam rumahnya, ia melihat ada sebuah sandal yang terlihat asing baginya, lalu Iris sengaja untuk tidak dulu masuk ke dalam rumahnya dan ia memilih untuk bersembunyi di gudang sembari memantau cucunya bersama dengan orang lain, selain itu Iris juga ingin mengetahui apakah orang yang bersama cucunya tersebut akan mempunyai maksud lain untuk mengambil cermin miliknya atau tidak. Dengan segera Iris mengecek keberadaan cermin yang ia letakkan di lemari miliknya, dan benar saja, cermin itu sudah tidak ada. Namun, Iris lebih pintar dari itu. Cermin yang telah diambil oleh Dareen, sebenarnya bukan cermin ajaib yang asli, melainkan itu merupakan cermin biasa yang ia letakan sembarang di lemari, mana mungkin ia menaruh barang ajaib dengan tidak aman. Dan sebenarnya, cermin ajaib yang asli dan memiliki kekuatan itu selalu dibawa pergi oleh


48 Iris, terutama ketika ia berpergian jauh. Ia sudah mewanti-wanti akan hal itu dan tidak mempercayakan sepenuhnya kepada cucunya. Ia tahu bahwa orang bisa lalai dan mengabaikan perintah kapan saja.


49 If Ain’t Got You Karya : Rachel Wardhati Aliyah Namaku Clara Anggita, orang-orang biasa memanggilku Clara, kecuali untuk orang-orang terdekat dan bisa dibilang sudah akrab dengan ku, mereka biasa memanggilku Yaya. Aku lahir di Kota Surabaya 18 tahun silam. Aku anak pertama dari satu bersaudara, ya benar, aku adalah anak tunggal. Hidupku di Surabaya sudah terbilang sangat berkecukupan. Ayahku yang bekerja sebagai direktur utama di sebuah perusahaan ternama di Kota Surabaya, tentunya ia sangat sibuk sekali mengurus pekerjaannya itu. Sedangkan Ibuku, ia tak kalah sibuknya dengan Ayah, Ibuku seorang wanita karir yang setiap harinya bekerja dari pagi hingga menjelang malam. “Yayaa, bangun. Sudah setengah tujuh” Hal yang biasa terjadi ketika Ibuku berteriak membangunkanku sembari ia bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Ayah, Ibu, dan aku, kita semua pisah mobil. Ayah dengan mobilnya sendiri, begitu juga Ibu, dan aku biasa diantar Pak Agus, sopir di rumahku. Saat ini aku masih duduk di bangku SMA kelas 12. Remaja seusiaku memang sedang semangat-semangatnya untuk mencoba hal-hal baru dan mencari jati dirinya. Sama halnya denganku, aku termasuk siswi yang aktif di sekolah, banyak kegiatan yang ku coba untuk aku ikuti. Ada satu ekstrekulikuler yang sangat aku minati dan itu memang sesuai dengan bidangku. Ya, aku sangat suka bernyanyi. Entah hal baik apa yang telah aku perbuat atau bahkan karena kedua orang tuaku, sehingga Tuhan memberikan suara yang indah kepadaku. Ayah juga memfasilitasiku sebuah alat musik piano dan gitar untuk bisa terusku kembangkan bakatku itu. Sudah banyak lomba yang aku ikuti, yang semata-mata untuk mencari pengalaman dan tentunya untuk mengembangkan juga mengukur


50 tingkat kemampuanku dalam bernyanyi dan memainkan alat musik. Tak sedikit dari lomba yang aku ikuti mendapatkan juara. Suatu malam, ketika Ayah dan Ibuku sibuk mengerjakan pekerjaan kantor mereka masing-masing. Aku sibuk bermain piano sembari bernyanyi. Alunan suara piano yang aku mainkan ditambah suara nyanyianku, membuatku sangat menikmati setiap nada yang muncul dari sebuah lagu yang aku nyanyikan. Aku menyanyikan salah satu lagu favoritku, If Ain’t Got You dari Alicia Keys sembari diiringi piano yang kumainkan sendiri. Some people want it all But I don’t want nothing at all If it ain’t you, baby If I ain’t got you, baby Aku sangat menikmati lagu yang kunyanyikan, hingga tak terasa suara nyanyianku membuat bising satu rumah dan mengganggu Ayah dan Ibuku yang saat itu sibuk berkutik dengan pekerjaan kantornya. Karena sudah tak tahan lagi dengan kebisinganku, Ayah menghampiriku. “Daripada kamu membua bising satu rumah, mending Ayah daftarkan kamu audisi untuk masuk satu agensi di Jakarta”. “Nanti Ayah bicarakan dengan teman Ayah, dia bisa membantu”. Aku hanya mematung dan tercengang mendengar perkataan Ayah. Tak bisa kubayangkan jika nantinya aku benar-benar dikirim Ayah untuk ikut audisi suatu agensi di Jakarta. Apa aku bisa hidup jauh dari kedua orang tuaku?. Bagaimana nanti aku disana?. Dengan siapa aku disana?. Seperti apa hidupku nanti?. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benakku saat itu. Tapi, tak bisa disalahkan juga, mungkin usulan dari Ayah tersebut dapat membuka jalan untuk aku dan bakatku yang bisa lebih berkembang lagi. Yang kebetulannya juga, saat ini aku sudah menginjak kelas 12 dan tak lama lagi aku akan lulus.


Click to View FlipBook Version