101 Lapang Dada Karya : Mailil Hasanah Sudut sekolah itu terlihat amat ramai. Suara canda tawa dan tangisan membaur menjadi satu. Ini adalah momen terakhir mereka bisa berkumpul bersama tanpa memikirkan beban apapun. Waktu terasa begitu cepat membawa mereka sampai di penghujung masa SMA. Mau tidak mau dan suka tidak suka, mereka harus memilih kehidupan masing-masing untuk kedepannya. Sebentar lagi mereka akan disibukkan dengan kesibukan masing-masing. Berkumpul seperti ini tentu akan menjadi salah satu hal yang sukar untuk dilakukan. Begitu juga yang dirasakan oleh Rani. Siswi SMA 12 Surabaya yang kini harus memikirkan kehidupannya kedepan. Lulus dengan predikat terbaik di sekolahnya membuat ia dilingkupi kebahagiaan dan rasa bangga. Perjuangan yang ia lakukan selama tiga tahun ini tidak berakhir sia-sia. Semua orang yang mengenalnya pun turut berbangga hati. Ia juga sudah mempersiapkan planning-planning yang akan dilakukan setelah lulus dari SMA. Pergi ke luar kota dan berkuliah di universitas favorit adalah harapan terbesarnya. “kamu kemarin jadinya daftar dimana ran?” Tanya teman sekelasnya, Fadli “di UI sama UGM, fad.” Timpal Rani “wow keren banget. Pasti keterima sih elo mah.” Rani hanya tersenyum menanggapi ucapan Fadli tersebut. Dalam hatinya juga ia berkata demikian. Ia selalu percaya bahwa ia akan diterima di universitas pilihannya. Menurutnya dengan nilai yang telah ia dapatkan itu sudah cukup menjadi bekal dan jaminan bahwa ia akan diterima di universitas manapun. Melalui tahap pertama seleksi mahasiswa baru ini, ia mencoba keberuntungan dengan mendaftar di Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada. Jika teman-temannya justru memilih untuk menunggu hasil
102 seleksi dengan belajar untuk SBMPTN, ia sungguh merasa percaya diri dan menunggu saat hari pengumuman tiba dengan berleha-leha dirumah. Hingga saat pengumuman pun tiba, Pukul tiga sore, Rani memutuskan untuk langsung membuka hasil pengumuman dengan suka cita. Ia sudah amat percaya diri bahwa hasilnya akan memuskan, namun perasaan bahagia itu tak bertahan lama. Satu detik setelah laman itu terbuka, ia hanya bisa diam membisu, tidak menyangka dengan hasil yang ia dapatkan. Perasaannya campur aduk. Marah, kesal, kecewa, dan sedih bercampur menjadi satu. Ini bukanlah hal yang ia harapkan. Ia berusaha memukul wajahnya berharap ini hanyalah mimpi belaka. Namun ternyata ini adalah kenyataan. Kenyataan yang membuatnya harus berpikir keras hal apa yang harus ia lakukan. Ya, ia mendapat warna merah, yang artinya ia tertolak dari seleksi perguruan tinggi. Harapan harapan yang telah ia rajut sedemikian indah harus pupus seketika. Melihat instastory teman-temannya yang mendapat warna biru membuat mentalnya semakin tak terkendali. Ia merasa tidak rela dengan semua ini. Air matanya pun perlahan luruh, tangannya menggenggam dengan amat erat hingga memutih, dan batinnya berkata “ini semua tidak boleh terjadi”. Ia bertekad untuk mengusahakan bagaimana caranya agar bisa masuk ke perguruan tinggi negeri. Menjadi lulusan terbaik membuat dia berambisi untuk bisa lebih dari teman-temannya. Sebulan berlalu setelah pengumuman itu, Rani akhirnya datang ke kampus terdekat dari rumahnya untuk melakukan tes seleksi. Selama sebulan penuh ia telah mempelajari berbagai materi, latihan soal, dan mengikuti les. Ia sangat yakin bahwa apa yang ia persiapkan sudah amat matang. Ia mengerjakan soal dengan tenang dan tepat waktu, semua berjalan sesuai dengan apa yang ia
103 harapkan. Seraya menunggu pengumuman hasil seleksi, ia menghabiskan waktu untuk berlibur, mencoba melupakan sakit hatinya atas hasil yang ia dapatkan di seleksi pertama. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Hari yang ditunggu-tunggu pun telah tiba. Pengumuman sudah didepan mata. Ia membuka hasil pengumuman dengan hati yang cemas dan jantung yang berdegup amat kencang. Dengan perlahan ia membuka mata dan melihat hasil yang ia dapatkan. Dan ya, lagi lagi ia mendapatkan warna merah. Melihat itu, Rani langsung berteriak keras diiringi dengan tangisan yang menggema di ruang kamarnya. Ia sangat hancur menghadapi semua ini. Mentalnya terasa terombang ambing. Ini adalah kesempatan terakhirnya untuk mengikuti seleksi perguruan tinggi di tahun ini. Karena orangtuanya tidak menyanggupi jika harus mengikuti ujian mandiri dengan biaya yang lumayan besar, sedangkan adik-adiknya masih duduk di bangku sekolah. Setelah menerima semua kenyataan itu, Rani berubah menjadi pribadi yang sangat pendiam. Bahkan ia hanya menghabiskan waktunya untuk berdiam diri di kamar. Ia amat merasa terpuruk. Mengingat dia yang menjadi lulusan terbaik, tatpi tidak bisa masuk ke perguruan tinggi favorit. Melihat teman-temannya yang bersuka ria dengan kehidupan barunya sebagai mahasiswa di kampus impiannya membuatnya semakin terpuruk. Bahkan untuk sekedar berbincang dengan keluarganya pun ia merasa tidak punya tenaga. Setiap hari ia hanya meratapi nasib, merenung, melamun, dan menangis. Pipi yang dulunya chubby itu kian tirus. Badan yang dulu berisi sekarang kurus kering. Rambut yang dulu selalu rapi kini selalu berantakan. Waktu demi waktu berlalu, Rani masih saja berada dalam keterpurukannya. Orangtua Rani pun merasa sedih melihat
104 putrinya yang terpukul sedemikian hebatnya. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga untuk membujuk Rani tapi tak menghasilkan apa apa. Hingga suatu ketika, Rani akhirnya memutuskan untuk keluar rumah untuk menghirup udara segar. Sudah lama rasanya ia tidak melihat pemandangan di sekitarnya. Orang-orang yang berlalu lalang, anak-anak kecil yang sedang bermain, muda mudi yang sedang bercanda tawa dan lain sebagainya. Namun perhatiannya tiba-tiba terpusat pada seorang anak kecil yang duduk di bangku taman, memandangi anak-anak seusianya yang sedang bermain. Dengan perlahan ia berjalan menghampiri anak itu. “Hai” “Haloo kak” “Kamu lagi apa kok sendirian?” “Lagi jualan donat kak. Kakak mau beli nggak?” “Boleh boleh. Kamu nggak sekolah” “Enggak kak. Orangtuaku sudah pergi, jadi aku nggak ada biaya buat sekolah” Mendengar hal itu membuat Rani termenung. Ia merasa iba dengan anak itu. Dalam hatinya ia bergumam harusnya ia merasa beruntung masih dikaruniai keluarga yang utuh dan finansial yang mencukupi. Namun apa yang ia lakukan beberapa waktu terakhir ini terlihat sangat bodoh. Ia terlalu menutup mata untuk melihat bahwa masih banyak yang peduli padanya. Masih banyak kegiatan dan hal positif yang bisa ia lakukan untuk mengisi waktu luang. Segala sesuatu yang terjadi pasti ada alasan. Harusnya ia yakin bahwa Tuhan telah mempersiapkan scenario terbaik bagi dirinya, bukan malah mengeluh dan mengeluh atas nasib yang ia dapatkan.
105 HATI HATI DI JALAN Karya : Mailil Hasanah Dua gadis berusia 17 tahun itu tampak tertawa bersama. Terlihat menikmati perjalanan, melewati hiruk pikuk pantura, menerjang tanjakan dan kobangan, menyalip kanan kiri dengan luwes agar segera sampai ke tempat tujuan Dengan semangat yang masih terlihat membara, secerah cuaca saat itu. Walaupun terbesit sedikit kekhawatiran, tetapi kedua gadis tersebut mencoba tetap berjalan dan mengabaikan hal tersebut. Melihat kehidupan baru yang akan segera mereka jalani, setelah 2 tahun terbelenggu dengan kehidupan yang monoton, karena adanya virus yang melanda dunia, covid 19. Mereka melihat bahwa inilah awal kehidupan mereka kembali dimulai. Dengan suasana baru, dengan tempat baru, dengan orang baru, dan dengan tempat tinggal baru. Ya, merantau. Itulah langkah besar yang telah mereka ambil, demi merubah kehidupan, demi cita-cita, dan demi harapan orang tua yang tertata rapi di pundak kedua gadis mungil itu. Tiinnn… Tiiinnn… Tiinnn… Terdengar suara klakson dari mobil-mobil dan motor yang saling bersahutan, saling berlomba untuk bisa cepat sampai ke tempat tujuan, bahkan tak sedikit pengendara yang mengemudi dengan ugal-ugalan sampai menerobos lampu merah. “Kenapa pengendara disini ugal-ugalan semua ya, ngga bisa sabar” ucap Ranti, seorang yang tengah mengendarai motor. “Iya, aku juga gatau, padahal jalan juga udah lebar, kalau missal buru-buru haruse berangkat lebih awal biar ngga kebut-kebutan. Bahaya banget” timpal Rani Kedua gadis tersebut terus melanjutkan perjalanan, diselingi dengan decak kagum dan juga gerutuan karena kelakuan para
106 pengemudi yang sungguh membuat mereka geleng-geleng kepala. Walaupun seperti itu, mereka tetap menikmati pengalaman pertama mereka melakukan perjalanan dengan jarak yang jauh tanpa pengawasan orang tua dan hanya bermodalkan nekat. “Ih gedungnya bagus-bagus ya, tapi cuacanya panas banget ngga kuat” “Iya, emang Semarang kan terkenal panas, banyak yang bilang kalau Semarang mataharinya ada 5 saking panasnya” “Tapi bener sih, ini panas bangett, kita butuh asupan es” “Iya, nanti kita mampir beli es dulu didepan” Percakapan kecil antara dua gadis tersebut turut mengiringi perjalanan mereka menuju kota yang sedang mereka tuju. Semarang. Ya, mereka melakukan perjalanan menuju kota Semarang, kota yang mungkin akan menjadi tempat tinggal mereka selama beberapa tahun dan semoga bisa mengubah nasib mereka seperti apa yang mereka harapkan. Ditengah hiruk pikuk kota semarang, kedua gadis tersebut mencoba memberanikan diri untuk teerbiasa hidup mandiri. Tujuan mereka mendatangi kota tersebut padahal pembelajaran masih dilakukan secara daring, yaitu untuk mencari kos. Adanya kabar burung yang mengatakan bahwa dalam waktu dekat, perkuliahan akan dilakukan secara tatap muka membuat dua orang tersebut panic dan berusaha secepat mungkin mencari kos, agar saat tiba-tiba ada pengumuman tersebut, keduanya sudah memiliki tempat tinggal sehingga tidak berburu dengan mahasiswa lain yang juga sedang mencari kos. Sebelum melakukan survey, kedua gadis tersebut beristirahat sejenak untuk menikmati semangkok mie kuah untuk mengisi tenaga yang telah habis di perjalanan. Mereka menikmati suasana
107 semarang dengan berbincang-bincang kecil, walaupun keresahan masih saja terasa di sudut hati mereka. Setelah beristirahat beberapa menit, kedua gadis tersebut melanjutkan perjalanan untuk melihat tempat yang akan menjadi tempat tinggal mereka kelak. Mereka melihat-lihat dan keliling mengitari lingkungan tempat kos tersebut. Hingga akhirnya setelah berpikir ribuan kali mereka merasa cocok dan melakukan transaksi uang muka. Mereka berharap kelak akan merasa betah dan nyaman tinggal disana. Keluar dari pelataran kos, udara panas terasa sangat menyengat tubuh kedua gadis itu. Mereka yang terbiasa hidup di daerah yang ber suhu dingin merasa sedikit kaget dengan udara yang ada di Semarang. Sungguh perbedaan yang sigkifikan. Akhirnya, setelah muter-muter mengitari kampus, kedua gadis tersebut berencana untuk pergi ke tempat makan yang sedang viral yang tidak dapat ditemui di daerah mereka. Dengan bermodalkan maps, kedua gadis tersebut nekat menyusuri panasnya kota semarang untuk mencari tempat makan tersebut. Namun, setelah menuruni lembah dan menaiki gunung, harapan mereka pupus saat sampai di tujuan. Tempat makan itu sangat ramai dan atriannya mengular sampai pelataran. Motor motor bahkan terjajar rapi sampai jalanan. Hingga akhirnya kedua gadis tersebut memutuskan untuk putar balik, karena melihat antriannya saja membuat mereka sangat malas. Sambil melihat maps, kedua gadis tersebut mencoba mencari arah jalan pulang. Pada suatu perempatan, keduanya bingung untuk tetap lurus atau berbelok ke kiri. Akhirnya, dalam kebimbangan mereka memutuskan untuk tetap lurus. Namun, tanpa diduga
108 setelah berjalan beberapa meter, ada polisi yang menghadang mereka dan menyuruhnya menepi. Masih dalam kekagetannya, kedua gadis tersebut akhirnya menepi. “Maaf mba, jalur kiri hanya digunakan untuk yang belok, ngga boleh lurus” ucap polisi tersebut “Oh maaf pak, kita gatau” Jawab Ranti “Coba tunjukkan SIM dan STNK” Ucapan polisi tersebut tentu membuat mereka panic. Hal ini karena kedua gadis tersebut sama-sama belum memiliki SIM. Dengan penuh kebingungan, mereka hanya menyerahkan STNK saja. “SIM nya mana?” Tanya polisi ber nametag Rudi “Belum punya pak” “yasudah ikut ke pos” Akhirnya dengan penuh ketakutan dan keresahan, mereka pun mengikuti polisi tersebut walaupun tak dipungkiri diperjalanan tersebut mereka selalu mengumpat tiada henti meratapi kesialan mereka hari ini. Sampainya di pos polisi “Tau kan kesalahan kalian? Selain kalian melanggar aturan marka jalan, kalian juga belum memiliki surat izin mengemudi. Dengan hal itu, kalian dikenai sanksi 2 poin. Untuk itu, sementara stnk saya sita untuk selanjutnya bisa diambil saat sidang minggu depan” “Baik, Pak” ucap Ranti dengan lesu Setelah mendapatkan kesialan yang tak terduga itu, kedua gadis tersebut akhirnya memutuskan untuk mampir ke Kota Lama, tempat wisata yang sangat digandrungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
109 Walaupun dengan pikiran yang kalut dan dengan cuaca yang sangat menusuk kulit, keduanya tetap duduk di salah satu sudut kota lama. Di awali dengan helaan nafas, mereka sama-sama meratapi kesialan hari ini. Mereka yang niatnya hanya ingin survey kos dan sedikit refreshing, malah berakhir dengan menggenggam surat tilang. Tentu mereka bingung akan berkata seperti apa kepada orang tua mereka. Karena ada satu hal yang membuat mereka was was, yaitu mereka pergi ke Semarang tanpa sepengetahuan dan izin orang tua. Itulah mengapa, disepanjang perjalanan dilubuk hati mereka terdapat keresahan yang tak dapat terelakkan. “Apa ini karma ya? Gara-gara kita ngga izin?” ucap Rani sambil melihat langit “Kayaknya iya deh” Timpal Ranti Setelah lelah meratapi nasib, kedua gadis tersebut memutuskan untuk pulang, dengan bermodalkan maps. Mereka kembali melawan kepadatan pantura yang saat itu sedang dilanda kemacetan yang mengular akibat dari adanya perbaikan jalan. Tak sampai disitu saja, ditengah perjalanan mereka menerobos kemacetan, tanpa sengaja terdapat mobil berwarna merah yang tiba-tiba menabrak mereka dari belakang. Karena tidak sempat untuk menghindar dan kaget, tanpa sengaja Ranti justru menambah kecepatan sepeda motor sehingga mereka oleng dan terjatuh di parit yang ada di pinggir jalan. Hal itu tentu menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada disekitar kejadian. Orang-orang disana berbondong-bondong membantu kedua gadis tersebut untuk keluar dari parit yang kemudian segera dilarikan ke rumah sakit karena keduanya mengalami luka yang cukup parah. Mobil yang
110 bersangkutan pun turut serta ke rumah sakit karena merasa ia yang bersalah atas kejadian ini. Setelah tiba di rumah sakit, mereka segera dilarikan ke UGD untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Sebelum dilakukan penanganan, peimilik mobil merah tersebut meminta nomor orantua dari Ranti dan Rani untuk dihubungi dan bisa datang ke rumah sakit tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, keduanya segera mendapatkan penanganan. Ranti dengan 15 jahitan di kaki kiri, dan rani dengan 5 jahitan di tangan kiri. Selain itu, badan keduanya juga mengalami luka luka. Pukul 19.00 WIB setelah mendapatkan penanganan, keduanya segera dipindahkan ke ruang rawat inap. Orang tua dari kedua gadis tersebut juga sudah tiba di rumah sakit itu dengan keadaan panik, melihat putri mereka mengalami kecelakaan yang bertempat cukup jauh dari kediaman mereka, bahkan sudah beda kota. Hal itu tentu membuat mereka merasa shock karena belum mengetahui sebelumnya dan putri mereka juga tidak meminta izin untuk melakukan perjalanan tersebut. Namun apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, dan keduanya sudah babak belur. Rani dan Ranti pun merasa menyesal karena tidak meminta izin sehingga mendapatkan banyak kesialan dalam sehari ini. Meskipun demikian, kedua orang tua mereka juga tetap memaafkan mereka dengan legowo. Karena apa boleh buat, semua sudah terjadi dan tidak ada yang perlu disesali. Mereka hanya berpesan bahwa untuk selanjutnya jika ingin melakukan sesuatu sebaiknya izin terlebih dahulu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
111 Balasan Karya : Mailil Hasanah Pagi hari di hari kamis, salah satu sekolah swasta di Bandung itu terlihat sangat ramai. Segerombolan murid yang berlarian memasuki kelas, bercanda dipinggir lapangan, bahkan mencontek pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan. Hal itu merupakan sebuah rutinitas pagi yang mungkin akan dirindukan kelak. Kringgg…. Kringgg…. Suara bel terdengar amat nyaring dipenjuru sekolah. Seluruh murid berbondong-bondong memasuki kelas untuk mengikuti pembelajaran. Salah satu dari mereka yaitu Raka. Seorang siswa berkacamata dengan pakaian yang selalu rapi serta amat rajin. Sifatnya yang introvert membuatnya tidak memiliki teman satupun. Kemana mana ia selalu sendiri dan selalu menjadi bahan ejekan bagi teman-temannya. Ejekan demi ejekan yang ia terima selalu ia hadapi dengan sabar dan diam tentunya. Dia tidak pernah melawan karena tidak memiliki kekuatan lebih. Menurutnya lebih baik memahami mata pelajaran daripada harus meladeni omong kosong seperti itu. Hingga pada suatu hari saat jam istirahat ia sedang membaca buku di perpustakaan, ada seorang gadis yang menghampiri mejanya sambil membawa buku. “Hai. Kamu sendirian aja?” Ucap gadis itu “Eh, iya sendiri” jawab raka setelah menetralisir keterkejutannya. Tentu saja ia merasa terkejut. Pasalnya selama ini tidak pernah ada seseorang yang mengajaknya mengobrol di lingkungan sekolah, namun tiba-tiba gadis itu datang menghampirinya bahkan mengajaknya berbicara. Bukan hal itu saja yang membuatnya
112 terkejut. Ia tau betul bahwa gadis bernama Alea itu adalah anak dari kepala sekolah dan juga primadona di SMA 30 Bandung. “Aku boleh duduk disini kan?” Tanya Alea “Boleh” jawab Raka singkat “Kamu suka baca novel ngga? Apa lebih suka buku ilmiah?” “Suka. Kebetulan lagi nyari sesuatu jadi baca buku ini.” Percakapan mereka pun berlanjut dengan membahas buku-buku yang menurut mereka menarik. Setelah 10 menit berlalu, mereka pun kembali ke kegiatannya masing-masing. Raka dengan buku ilmiahnya dan Alea dengan novelnya. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengamati kegiatan mereka sambil tersenyum licik. Orang itu kemudian berbalik keluar dari perpustakaan dan berjalan dengan santai menyusuri koridor. Waktu istirahat berakhir. Raka dan Alea pun kembali ke kelas masing-masing untuk mengikuti pembelajaran terakhir. Seperti biasa, Raka selalu menjadi siswa teraktif di kelas. Dibalik sifatnya yang introvert, Raka merupakan seorang siswa yang amat cerdas. Sehingga hal tersebut membuat siswa dikelasnya semakin tidak suka padanya. Melihat hal itu tentu Raka bersikap acuh. Ia tidak pernah memikirkan bagaimana pandangan orang-orang terhadapnya. Menurutnya hal itu hanya membuang-buang waktu. Hingga saat pulang sekolah tiba, dengan sisa-sisa tenaganya Raka mengendarai sepeda untuk pulang ke rumah. Namun dipertengahan jalan ia dicegat oleh segerombolan orang yang berseragam sama dengannya. “Berhenti lo!” ucap salah satu diantara mereka “Berani-beraninya lo deketin Alea. Lo tuh cupu. Ga pantes sama Alea” Bugh Bugh Bugh
113 Tanpa aba-aba, orang-orang itu secara bergantian memukul seluruh tubuh Raka. Melihat jumlah lawannya yang tidak seimbang tentu membuat Raka kuwalahan dalam menangkis pukulan mereka. Pukulan demi pukulan ia terima diseluruh tubuh hingga ia terkapar lemas tak berdaya dan ditinggalkan begitu saja di trotoar. Dalam sisa-sisa kesadarannya ia amat marah dan bersumpah atas kejadian ini. Ia sungguh merasa tidak terima dengan apa yang mereka lakukan padanya. Ia bersumpah agar orang-orang yang memukulinya mendapatkan balasan yang setimpal. Dengan sisa-sisa tenaganya ia mencoba mengambil handpone untuk menghubungi adiknya agar dapat menjemput dirinya. Hingga setelah beberapa menit adiknya pun sampai dengan raut panik kemudian menuntunnya untuk masuk ke mobil dan segera dibawa ke klinik untuk mendapatkan pengobatan. Dua hari setelah kejadian itu, Raka masuk kembali ke sekolah dengan bekas lebam yang masih terlihat di wajahnya. Seperti sebelum-sebelumnya, ia segera memasuki kelas dan duduk di bangku paling depan kemudian mengeluarkan buku bacaannya sambil menunggu bel masuk berbunyi. Di sela-sela kegiatan membacanya, samar samar ia mendengar perbincangan siswi-siswi di kelasnya. “Iya tau, kasian banget ya. Padahal niatnya liburan. Eh malah masuk jurang” “ngga heran sih, kita jelas tau kaya apa Rangga kalau nyetir mobil. Serasa jalanan milik pribadi” “iya banget, mentang-mentang orang kaya” Dengan mata yang tetap terfokus pada buku, Raka membuka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan cerita-cerita yang dilontarkan oleh kumpulan siswi tersebut. Dari hasil ngupingnya itu,
114 informasi yang dapat ia tangkap yaitu Rangga dan teman genk-nya mengalami kecelakaan hingga masuk ke jurang dan membuat mereka harus dirawat di rumah sakit dan Rangga mengalami koma. Mendengar hal itu membuat Raka tersenyum tipis. Mungkin ini adalah jawaban dari doa yang ia serukan 3 hari lalu. Ya, mereka adalah pelaku yang memukulinya habis-habisan karena merasa tidak terima ia mengobrol dengan Alea. Karena sudah menjadi rahasia public bahwa Rangga menyukai Alea sedari lama, sehingga ia mencoba menyingkirkan orang-orang yang mencoba untuk mendekati Alea.
115 Cintaku Bersemi di Organisasi Karya : Mailil Hasanah Angga dan Mila adalah mahasiswa baru di kampus Udayana. Setelah mendaftar, mereka berdua bergabung dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) kampus tersebut. Mereka tidak saling mengenal, namun nasib berkata lain. Hari pertama mereka bertemu di dalam ruangan BEM. Mereka saling melihat, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun. Angga sibuk memeriksa dokumen organisasi sedangkan Mila sibuk mengisi formulir keanggotaan. Meski begitu, mereka berdua merasakan getaran aneh yang tidak dapat dijelaskan. Hari itu, Mila mendaftar ditemani oleh teman seperjuangannya yang bernama Vania. Vania hanya mengantarkannya sja, tidak turut ikut mendaftar. Teman Mila yang satu itu memang lebih hobi tidur di kamar sambil membaca novel daripada ikut kegiatan-kegiatan diluar. “Eh liat tu cowo mayan, Mil” bisik Vania kepada Mila yang berada disampingnya “Biasa aja” ucap Mila sambil melirik cowo yang ditunjuk oleh Vania Vania yang mendengarnya pun hanya menggelengkan kepala. Tidak heran dengan sahabatnya yang satu ini yang sangat cuek dengan pria. Hal ini dikarenakan ia memiliki trauma tersendiri dengan pria yaitu pernah diselingkuhi dalam usia hubungan yang sudah berjalan 3 tahun. Hubungan itu harus kandas begitu saja karena sang cowo memilih wanita lainyang notabennya merupakan teman seangkatannya diuniversitas. Melupakan kenangan-kenangan yang telah mereka ukir merupakan bukan hal yang mudah. Oleh sebab itu, ia masih belum bisa percaya dengan yang namanya laki-laki. Ia selalu menganggap bahwa semua laki-laki sama saja.
116 Padahal pada kenyataannya masih banyak lelaki yang memiliki sifat yang tulus. Namun entah mengapa ketika bersama Angga justru hatinya berkata lain. Ia merasa aman dan nyaman ketika berada disekitarnya. Otaknya berusaha menolak keras dengan apa yang ia pikirkan. Namun, hatinya tak berkata demikian. Ia mencoba tetap bersikap biasa untuk menutupi secercah perasaannya itu. Hari-hari selanjutnya, mereka berdua sering bertemu di BEM. Walaupun mereka masih jarang berbicara, namun keduanya merasa nyaman ketika berada di dekat satu sama lain. Angga merasa Mila adalah gadis yang cerdas dan cantik, sementara Mila merasa Angga adalah sosok yang ramah dan bertanggung jawab. Suatu hari, mereka berdua ditempatkan di sebuah tim proyek. Mereka saling membantu dalam menyelesaikan tugas dan selalu mendukung satu sama lain. Angga selalu memberikan ide yang kreatif dan Mila selalu membantu dalam menyelesaikan tugas administratif. “Hai, Mil” sapa Angga kepada Mila yang tengah bersantai didepan laptop karena tugasnya baru saja selesai “Hallo” “Gimana? Aman ngga tugasnya? Sini gue bantuin kalau belum selesai” ucap Angga “Aman kok, udah kelar. Terima kasih atas tawarannya. Btw thanks ya, ide ide lo bagus banget jadi bisa cepet kelar deh ni tugas” “Aelah santai aja, kita kan satu tim. Jadi harus saling bantu. Btw abis ini lo mau kemana? “Belom tau sih, paling mau balik kos aja” “Makan bareng aja yuk. Gue traktir deh” ajak Angga “Yaudah boleh deh. Lumayan gratis haha”
117 Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli makan disekitar kampus. Mereka makan sambil bercanda tawa bercerita tentang banyak hal. Mulai dari kehidupan kampus, hal-hal lucu, dan pengalaman-pengalaman yang pernah mereka lewati. Tanpa mereka sadari, obrolan ini membuat mereka semakin dekat. Mila yang awalnya masih merasa canggung kini sudah mencair karena seorang Angga. Logikanya yang dulu bersikeras berpikir bahwa semua cowo sama saja, kini perlahan pudar. Setelah itu, Angga dan Mila semakin dekat dan sering melakukan kegiatan bersama. Mereka saling bertukar pengalaman dan pandangan tentang kehidupan, membuat mereka semakin memahami satu sama lain. Hingga pada suatu hari, Angga mengungkapkan perasaannya kepada Mila. “Lo mau ngga jadi pacar gue?” ucap Angga ditengah makan malam mereka di sudut café malam itu “Hah? Lo beneran” ucap Mila terkejut “1000% beneran” jawab Angga dengan yakin “Tapi gue masih banyak kurangnya” jawab Mila lesu “Semua orang pasti banyak kurangnya, Mil. Gue juga masih banyak kurangnya. Kita jalanin hubungan tu bukan karena mencari kesempurnaan, tapi saling melengkapi kekurangan. Kita jalan bareng-bareng ya. Apapun yang terjadi nanti kita hadapi bareng- bareng oke.” “Hmm oke. Gue mau jadi pacar lo” ucap Mila sembari tersenyum Mila merasa senang dan terkejut, namun dia juga memiliki perasaan yang sama terhadap Angga. Mereka berdua sepakat untuk menjalin hubungan dan melanjutkan kebersamaan mereka di BEM.Dari sinilah, Angga dan Mila menjadi pasangan yang harmonis dan terus mendukung satu sama lain dalam segala hal. Mereka
118 tumbuh bersama dalam organisasi BEM kampus Udayana dan menjadi inspirasi bagi banyak orang dalam membangun hubungan yang baik.
119 Choice Karya : Mailil Hasanah Alexa selalu menjadi sosok yang dihormati dan disegani oleh teman-temannya. Dia adalah gadis yang cerdas dan berprestasi, serta memiliki kepribadian yang menarik. Namun, nasib baik tak berpihak padanya, suatu hari, dia menemukan bahwa pacarnya, Rafa, telah berselingkuh dengan teman sekolah mereka. Alexa merasa sangat terpukul dan kecewa. Dia merasa bahwa kepercayaannya telah dikhianati, dan dia tidak tahu harus berbuat apa. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan perasaannya. Beberapa hari kemudian, Alexa bertemu dengan seorang cowok bernama Alex di sebuah kafe. Alex adalah seorang cowok yang nakal dan suka bergurau, tetapi dia juga sangat berbakat dalam bidang seni. “Halo cantik” sapa Alex “Ya” balas Alexa singkat “kenalin aku Alex” ucap Alex sambil menyodorkan tangannya “Alexa” jawab Alexa sembari menjabat tangan Alex “Wow nama kita mirip ternyata” Kemudian berlanjutlah percakapan mereka. Dalam pertemuan itu mereka membicarakan banyak hal seakan-akan mereka adalah kawan lama yang sudah lama tidak berjumpa. Melupakan sisa-sisa kekesalannya akibat diselingkuhi sang pacar, ternyata Alex juga sedang berlaku demikian. Tiga bulan yang lalu, ia juga mengalami nasib yang sama. Ditinggal oleh sang pacar karena telah menemukan orang lain di sekolahnya. Mendengar hal itu mmbuat mereka semakin berpikir bahwa mereka memiliki banyak kesamaan. Alexa awalnya merasa tidak tertarik pada Alex, tetapi seiring berjalannya waktu, dia mulai merasa bahwa ada sesuatu yang
120 menarik pada dirinya. Alex dan Alexa mulai menghabiskan waktu bersama-sama dan Alexa menyadari bahwa dia mulai menyukai Alex. Meskipun Alex adalah orang yang berbeda dari Rafa dan memiliki kepribadian yang sangat berbanding terbalik dengan Rafa. Hal itu tidak membuat Alexa merasa rish, namun justru membuat Alexa merasa lebih nyaman dan bahagia. Namun, ditengah-tengah hubungan mereka yang kian dekat, hal yang tidak diharapkan justru muncul kembali. Suatu malam, Rafa datang ke rumah Alexa dan meminta maaf atas kesalahannya. Dia mengatakan bahwa dia sangat menyesal dan ingin kembali bersama Alexa. Alexa merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi ia telah jatuh cinta kepada Alex, namun di sisi lain ia juga merasa sedikit goyah karena ia telah menjalin hubungan cukup lama dengan Rafa sehingga sudah banyak kenangan yang pernah mereka lakukan bersama-sama. Ia tidak serta merta menjawab permintaan dari Rafa. Ia masih amat bimbang dengan perasaannya. Ia tidak mau jatuh untuk kedua kalinya. Ditengah kebimbangan hatinya Alexa memutuskan untuk pergi berbicara dengan Alex dan menceritakan semuanya kepadanya. “Alex mau cerita” ucap Alexa dihadapan Alex dengan wajah yang murung “Iya, sini sini cerita” jawab Alex dengan senyuman khasnya Mendengar hal tersebut membuat Alex turut merasa takut dan khawatir. Takut akan Alexa yang memilih untuk kembali bersama Rafa dan meninggalkan ia seorang diri. Namun di sisi lain, Alex merasa ia tidak berhak untuk melarang dan mengatur kehidupan Alexa karena menyadari ia bukan siapa-siapa. Tetapi dia mengatakan bahwa dia akan selalu mendukung Alexa dan membuatnya bahagia.
121 Akhirnya, Alexa memutuskan untuk memilih Alex. Meskipun Rafa telah meminta maaf dan berjanji untuk tidak pernah menyakiti Alexa lagi, Alexa menyadari bahwa dia lebih bahagia bersama Alex dan merasa bahwa dia lebih cocok dengan kepribadian Alex. Alexa dan Alex menjadi semakin dekat dan saling mencintai satu sama lain. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama-sama dan saling mendukung dalam hal apapun. Alexa merasa bahwa dia telah menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya dan menerima dirinya apa adanya. Sementara itu, Rafa merasa sangat menyesal atas kesalahannya dan berusaha untuk memperbaikinya. Meskipun dia sangat sedih karena kehilangan Alexa, dia akhirnya memahami bahwa dia telah melakukan kesalahan besar dan belajar untuk tidak melakukan hal yang sama di masa depan. Akhirnya, semua orang bahagia dan Alexa merasa bahwa dia telah menemukan cinta sejatinya. Meskipun dia telah mengalami kesedihan dan penderitaan, dia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya dan menerima dirinya apa adanya.
122