The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Teras Budaya Jakarta, 2023-06-28 01:19:26

Heru Marwata

Heru Marwata (e-book)

Keywords: Antologi Puisi

BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 39 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 5. PEMBUNUHAN BERENCANA (1) (Tragedi Dini Hari) “Ngeeeeng ... ngeeeeeng ...”, memekik tinggi suara motor di jalan besar sebelah kampung. Pukul 02:00 WIB. Tiba-tiba terdengar suara “braaaaaak .... gubraaak ...” keras sekali seiring hilangnya suara deru melengking knalpot motor. “Telah terjadi kecelakaan tadi malam. Seorang pemotor menabrak pembatas jalan dan terlempar hingga seberang parit. Motornya hancur dan penunggangnya tewas di tempat. Polisi masih mengolah TKP”, kubaca berita koran lokal pagi ini. “Tolong Pak, sebenarnya aku dikejar dan disenggol mobil sebelum oleng dan menabrak pembatas jalan. Ini foto mobil yang mengejarku dan plat nomornya. Bantu aku ya, Pak. Trims”, aku terima sebuah pesan WhatsApp dari nomor tak kukenal bersama sebuah foto mobil besar dengan plat nomornya. Apakah ini pembunuhan berencana? Bagaimana aku harus membantu mengungkapnya? salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 11032021


40 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 6. PEMBUNUHAN BERENCANA (2) Kemarin aku mendatangi rumah korban kecelakaan dini hari di jalan raya sebelah kampung. Aku menanyakan nomor yang secara misterius menghubungiku. Ternyata benar, itu memang nomor korban. Ketika kutanyakan di mana HP korban, saudaranya menjawab bahwa sampai sekarang belum ditemukan. Kemungkinan jatuh saat kecelakaan. Di jalan pulang aku mencoba menghubungi nomor yang mengirimiku pesan “nyalawadi”. Ada nada sambung, tapi tidak ada jawaban. Aku coba kirim pesan via WA, hanya centang satu. Lalu, aku iseng-iseng kontak seorang polisi yang masih terhitung saudara, lewat WA. Aku menanyakan kelanjutan olah TKP korban kecelakaan. Lalu aku alihkan percakapan dengan bilang akan membeli mobil sport. Aku kirimkan foto mobil yang dikirimkan kontak korban. Astaga, saudara jauhku yang polisi itu malah nanya, “Loh kok pingin mobil kayak gitu? Tahu nggak Mas, itu mobil siapa?” tanyanya. “Tidak, memangnya punya siapa?” aku penasaran. “Nanti kita ketemu, aku akan mampir rumah,” janjinya. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 13032021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 41 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 7. PEMBUNUHAN BERENCANA (3) Sesuai dengan janjinya, saudaraku yang polisi kemarin sore benar-benar mampir ke rumah sambil pulang dari kantor. Setelah ngobrol santai, aku lanjutkan investigasi amatiranku. “Oh ya, mobil keren yang kukirim fotonya tadi milik siapa?” tanyaku menyimpan berjuta penasaran. “Ha ha ha itu mobil komandanku, pastilah keren, harganya juga keren,” jawabnya. Aku pun menyimpan keterkejutan 220 voltku. “Pantesan,” sahutku. Aku makin bertanya-tanya, dan rasanya sangat aneh kalau mobil itu, apalagi pemiliknya yang komandan polisi melakukan pembunuhan. Kemudian aku pura-pura menjelaskan kalau sebelum membeli ingin mencobanya. Aku akan mencari rentalan mobil yang kemungkinan memilikinya. Tanpa kuduga, saudara polisi itu bilang, “Kalau hanya ingin mencoba, kapan ‘njenengan’ sela Mas, aku bisa mengajak.” “Loh, Om Polisi punya juga?” tanyaku makin penasaran. “Enggak, tapi aku cukup akrab dengan Pak Komandan dan aku bisa meminjam mobilnya barang sehari,” lanjutnya. Wauw, pucuk dicinta ulam pun tiba, benar-benar kebetulan, aku akan memeriksa bagian depan mobil itu, pasti ada bekas, sekecil apa pun, setelah menabrak motor dan menewaskan pengendaranya. Deal, kebetulan besok Minggu kami samasama libur dan bisa jalan-jalan dengan mobil “pembunuh” itu. Tampaknya investigasi amatiranku akan menemukan jalan. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 16032021


42 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 8. PEMBUNUHAN BERENCANA (4) Sesuai perjanjian, Minggu pagi ini Om Polisi benar-benar datang “ngampiri” dengan membawa mobil pembunuh yang memang superduper keren. ‘Tongkrongannya’ memang oye oye oyesss 169 derajat. Dengan penuh kekaguman aku segera memfoto mobil itu serta membuat video sambil berjalan memutar. Tentu saja bagian depan dan bemper sisi tengah ke kiri menjadi pusat perhatian untuk kurekam, baik dalam bentuk foto maupun video. Setelah ngobrol “ngalor ngidul” sambil ngopi kami pun pamitan ke orang rumah untuk jalan-jalan nggaya dengan mobil pembunuh eeh mobil Pak Komandan Polisi. Ketika ditawari untuk nyopir, aku menolak dengan alasan agak takut karena belum terbiasa “membawa” mobil seperti itu. Padahal, sebenarnya alasan utamaku adalah supaya sambil jalan bisa mencermati hasil jepretan dan video mobil yang ada di HP. Tentu saja Om Polisi tidak curiga ketika berkali-kali aku memeriksa foto dan menonton video dengan decak kagum untuk menyembunyikan investigasi rahasiaku. Cara Jawane, ben gak ketok semata-mata. ... dan ... seperti yang kuduga, di bemper depan kiri dan sisi luar slebor mobil memang ada bekas baretan tipis. Tampaknya sudah ada upaya menghilangkan bekas baret itu dengan kompon. Hm ... ini dia, kerja amatiranku tampaknya akan berhasil. Aku tinggal mencari tahu siapa yang memakai mobil ini pada malam kejadian. Meski perlahan, lewat jalur Om Polisi, pasti akan kutemukan titik terang. Tinggal mengatur waktu dan memainkan peran secara baik. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 18032021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 43 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 9. PEMBUNUHAN BERENCANA (5) “Greek greeek ....” pagar pintu sebuah rumah besar dan mewah di sebuah kompleks perumahan kecil terbuka (tampaknya secara otomatis) dan Om Polisi pun memasukkan si mobil keren ke pekarangan rumah mewah itu. Aku kaget bukan kepalang karena aku tahu pasti ini bukan rumah si Om. Aku curiga inilah rumah Pak Komandan. Spontan aku buka HP dan “shareloc” ke grup keluarga yang di dalamnya ada istri serta anak-anakku. Sungguh aku takut setengah mati. Jangan-jangan aku sudah dicurigai kalau melakukan investigasi kecelakaan berbuntut kematian itu. Aku pun jadi makin curiga ketika pintu pagar ditutup. Jangan-jangan aku juga akan “dihabisi” ya? Mobil keren itu diparkir di depan garasi besar, dimatikan mesinnya, dan si Om Polisi pun mengajakku turun. “Ayo Mas kukenalkan pada Pak Komandan agar bisa ngobrol santai soal mobil,” kata si Om Polisi. Aku pun turun dan mengikuti si Om menuju pendapa yang sangat asri sekaligus tampak kokoh kuat dan berwibawa. Tak berapa lama pintu rumah besar itu terbuka dan seseorang dengan tampilan “nggenthileng”, perawakan gagah, berkumis, potongan rambut bros keluar sambil mengembangkan senyum ceria. Pupus sudah segala rasa curiga, hilang pula rasa tegang yang bertahta. “Pasti aku takkan ‘dihabisi’ di sini,” batinku. “Ah, tapi belum tentu,” bisik hatiku. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 21032021


44 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 10. PEMBUNUHAN BERENCANA (6) Tiba-tiba “makjegagik” aku kaget setengah hidup ketika Pak Komandan menyapa ramah dan bertanya, “Jarene arep nuku mobilku ya, Her?” Loh, kok tahu namaku, bahkan memanggilku begitu akrab dengan “Her” seperti teman-teman sekampung atau sesekolahku? Aku tergagap. Siapa bilang aku akan membeli mobilnya? Terus, kok rasanya suara Pak Komandan itu seperti tidak asing di telingaku ya? Apalagi “dêdêk piyadêk” orang itu, rasanya sudah cukup kukenal. “Mesthi lali karo aku?” katanya sambil menyorongkan sikunya untuk “berjabat tangan” gaya masa pandemi COVID-19. Aku menyambut salamnya dengan siku juga sambil memperhatikan wajahnya. “Ya, ampun, diancuk tenan, jebul kowe ta?” kataku spontan begitu ingat siapa orang itu. Pak Komandan ketawa terbahak-bahak, juga si Om Polisi. “Wah wah, asyem tenan, sapa ngira malah pethuk kanca lawas sing meh 35 tahun gak ketemu ha ha ha,” kata Pak Komandan diikuti gelegar ketawanya. Dia kembali menyorongkan sikunya, dan kami pun adu siku agak keras. “Mentang-mentang polisi tangane atos njur nyikut aku sakkayange,” kataku. Kami bertiga kembali ngakak bersama. Ternyata Pak Komandan belum lama pindah tugas ke Yogya. Dia bilang sementara tinggal di rumah ini karena anak dan menantunya sedang studi ke luar negeri. Wah bakalan seru ini pelacakan jejak yang kulakukan. Ternyata aku akan berhadapan dengan komandan polisi yang sekaligus teman lama dan si Om Polisi yang masih terhitung saudara. “Tak peduli siapa mereka, investigasi akan tetap kulanjutkan,” kataku dalam hati, dengan mantap. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 22032021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 45 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 11. PEMBUNUHAN BERENCANA (7) Obrolan di pendapa tempat tinggal Pak Komandan benar-benar meriah dan sangat akrab. Suasana itu nyaris menghilangkan pradugaku tentang pembunuhan berencana yang telah terjadi dan melibatkan mobil Pak Komandan. Rasanya tak dapat dipercaya polisi bersekongkol membunuh seseorang. “Hm ... apa pun yang terjadi, penyelidikanku takkan berhenti,” batinku, manstap jiwa. Setelah ngobrol “ngetan ngulon” dan bertukar cerita, termasuk kisah gombal-gombalan, aku pun pamitan. Pak Komandan menawarkan mobilnya kalau aku ingin mencoba, kapan saja, karena memang jarang dipakai. Yang cukup menenteramkan hatiku adalah pernyataan Pak Komandan bahwa ia takkan menjual mobil itu, apalagi padaku, tapi aku bisa meminjamnya setiap saat. “Hm ... hilang sudah satu bebanku tentang pura-pura akan beli mobil,” kata hatiku. Jangan-jangan dia sudah mencium gelagat kalau aku selidiki ya? Bukankah polisi selalu punya indra keenam untuk menebak sesuatu? Yang jelas aku harus segera mencari tahu siapa yang memakai mobil itu pada malam kejadian. Semoga segera kutemukan titik terang. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 23032021


46 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 12. PEMBUNUHAN BERENCANA (8) Sepulang dari jalan-jalan dengan mobil keren serta ngobrol dengan dua polisi, komandan dan anak buahnya, aku merasa makin penasaran. Bagaimana mungkin mobil itu terlibat dalam pembunuhan sementara pemiliknya seorang komandan polisi? Kemudian aku mereka-reka kemungkinan skenario eksekusi penghilangan nyawa itu. Mungkinkah pemakai mobil pada malam kejadian adalah Pak Komandan atau Om Polisi? Hm ... rasanya tidak mungkin. Ah, siapa tahu ada kasus tertentu. Aku harus ke rumah korban. Akan kucari keterangan ke mana korban pergi pada malam kejadian itu. Tentu saja harus kucari info juga beberapa kemungkinan lainnya, termasuk kebiasaan malam si korban. Yang penting aku tidak boleh menimbulkan kecurigaan karena sampai sekarang keluarga korban masih berkeyakinan bahwa yang terjadi adalah murni kecelakaan dan merupakan kecelakaan tunggal. Aku harus mendapatkan informasi posisi korban sebelum kecelakaan. Skenario pelacakan pun segera kususun. Pertama, ke rumah korban. Kedua, cari keterangan kebiasaan korban. Ketiga, ke tempat tujuan korban ketika meninggalkan rumah. Semoga dia pamitan saat akan pergi. Jalur masih panjang, tetapi justru makin menantang. Tampaknya perlu pula menziarahi makam korban. Siapa tahu ada bisikan gaib atau petunjuk baru. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 24032021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 47 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 13. TANGAN TUHAN SELALU BERMAIN CANTIK Pagi itu aku dapat telepon dari seorang teman baik yang menjadi pejabat di Biro KLN. Intinya visaku belum jadi dan aku harus segera berangkat ke Jakarta untuk mengurus sendiri ke Kedubes T. ‘Gedabikan’ aku siapkan tas, baju, dan dompet, langsung ke bandara cari tiket. Alhamdulillah dapat. “Begitu sampai Jakarta, kabar-kabar ya, saya sudah minta sopir pribadi saya untuk mengantar Pak HM ke mana pun sampai urusan beres,” kata teman baik itu. “Pak Heru, tolong kabari saya kalau urusan visanya belum beres ya,” kata teman dosen di GDUFS. Seorang mantan mahasiswaku yang jadi dosen di BFSU juga meminta info soal visa. Dua hari lagi aku harus berangkat, dan sampai sekarang belum dapat visa. Benar-benar superpanik. Takut kekurangan uang, aku minta adik ipar transfer pinjaman dan langsung kuambil bersama sopir pribadi teman dalam perjalanan ke kedubes. Jam 5 sore ada pesan masuk, “Pak, visa sudah jadi, silakan ambil lewat pintu samping karena kantor sudah tutup”. Meluncur. Ketika kutanya berapa biayanya, petugas bilang gratis. Aku kaget. Layanan kilat dan gratis. Petugas bilang kalau semua sudah dibereskan Mas Surya. OMG. Surya adalah mantan mahasiswa teman dosen GDUFS, teman seangkatan dosen BFSU. Aku kontak teman minta bantuan carikan tiket ke Jogja. Dadakan, tapi Alhamdulillah dapat juga berkat kegesitannya. ‘Lemah teles, Gusti Allah sing mbales’. Salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 16062021


48 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 14. KAMAR PENGANTIN Aku masih setengah tidur ketika kudengar pintu dibuka dan kemudian ditutup serta dikunci. Antara tidur dan jaga di balik selimut aku mendengar suara langkah kaki dengan high heel, berhenti di dekat pembaringan, lalu ada suara kresek-kresek pakaian dibuka dan dilepas. Kudengar desah lembut napas seseorang yang duduk di bibir tempat tidur. Seperti tersetrum, aku menggeser diri mepet ke tembok seperti memberi ruang. Rasanya kantukku langsung meraja dan mata tak tertahan untuk terpejam. Dalam lelap tidur kurasa di kasur ada sepasang kekasih yang sedang saling mencumbu. Kudengar napas yang memburu, juga jerit-jerit kecil orang yang bertukar kenikmatan, hingga akhirnya …. Ketika terbangun dan bermandikan keringat masih kudengar langkah kaki menuju pintu, membuka, dan menutupnya kembali. Aku ingin ke kamar mandi. Kusambar HP di meja. Saat duduk di toilet kubaca pesan whatsapp dari nomor tak dikenal, “Terima kasih telah berkenan berbagi kamar pengantin ini dengan kami”. Dengan penuh keheranan dan penasaran, aku cek lokasi di google maps, dan ternyata aku sedang menginap di sebuah kamar terbaik di Hotel Phoenix, hotel berusia ratusan tahun di Intramuros, Manila. Oh …. Salam pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 2022


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 49 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 15. DI LUBUK HATI Aku tak tahu lagi. Aku juga tak punya lagi. Tempat untuk sembunyi. Sedang kamarmu telah terisi. Jika keheningan milikmu, kebisingan adalah duniaku. Jika puisi adalah lembar hidupmu, diksi adalah kembaranku. tinggallah kau di sana. tak akan ada yang mengusiknya. memang ragaku bukan punyamu, tapi jiwaku sepenuhnya. bukan aku yang menolakmu, tapi takdir memisahkan kita. jadi, jangan pernah pergi dari lubuk hatiku meskipun seluruh tubuhku tak terjamah olehmu. di lubuk hatiku hanya ada kamu, dan kamu adalah satu-satunya penghuni serta pemiliknya. #pondokilusikatatanpaaeri,2022


50 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 16. KE RELUNG HATIMU Aku masih selalu ingat betapa sulitnya mendekatimu. Pernah kuingin mampir sekadar singgah di terasmu saja kau tolak, apalagi waktu kuingin bercengkerama di berandamu yang asri. Pernah aku berusaha keras untuk melihat daun pintu dan jendela istanamu, dan itu pun tak kau izinkan. Pagar hidup yang rimbun, dan pepohonan yang begitu banyak serta cukup tinggi benar-benar seperti menyembunyikanmu, tempat tinggalmu, kedirianmu, juga kesendirianmu yang terasakan olehku. Begitu inginnya, aku bahkan memohon sampai merengekrengek untuk sekadar melihat atap rumahmu, dan itu pun tak kau kabulkan. Aku benar-benar cemburu pada kucing dan ayam tetanggamu yang kau biarkan keluar masuk lewat celah-celah kecil pagarmu. Mereka bahkan bisa melihat tamanmu, melihat kolammu, kadang-kadang juga kubayangkan bermanja-manja padamu. Burung-burung dan rama-rama juga bebas merdeka mengunjungi rumahmu. Kenapa engkau biarkan aku mati kutu dalam cemburu? Kecemburuanku benar-benar tak tertahankan lagi sehingga satu keputusan nekat pun akhirnya terpaksa kuambil. Siang itu kuajak ayah, ibu, dan adik-adikku untuk mengetuk gerbang istanamu. Mungkin kau merasa kasihan telah menyiksaku sekian lama hanya bisa melihat dari kejauhan dalam bayangan sehingga akhirnya seseorang membukakan pintu dan mempersilakan rombonganku masuk. Singkat cerita dan tanpa basa-basi, setelah saling memperkenalkan diri, ayahku menyampaikan maksud kedatangan, yakni melamarmu menjadi istriku. Ketika ayah dan ibumu minta pendapatmu, aku pun terperanjat mendengar jawabanmu. “Kuterima lamaranmu, asalkan jangan hanya ingin di teras, beranda, atau rumahku karena kuingin engkau menetap di relung hatiku,” katamu membuat kami semua tergugu. Salam pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 2022


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 51 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 17. AIR SUSU DAN AIR TUBA Suatu hari sepasang suami-istri datang ke kontrakan kami. Setelah memperkenalkan diri, mereka menyampaikan permohonan bantuan. Ketika kami tanya apa bentuk bantuannya, ternyata mereka hanya minta izin berjualan mi ayam di kebun yang kami beli beberapa waktu lalu. Karena memang belum akan digunakan, kami mengizinkan, tanpa sewa, cukup dengan beberapa kesepakatan saja. Alhamdulillah mereka sukses. Setahun kemudian gerobak mi ayamnya sudah ganti besar dan bagus. Mulailah kami merasa dia melanggar kesepakatan. Tenda gulungnya sudah diganti semipermanen. Tanpa izin mereka membangun rumahrumahan berbahan bambu. Mereka juga menanam beberapa pohon di lahan kami. Tanpa izin kadang-kadang mereka juga memanen hasil kebun kami. Tidak apa. Setelah memiliki dana, kami bermaksud membangun rumah di tanah kami. Tanggapan mereka sungguh ajaib. Mereka keberatan pindah karena sudah punya banyak langganan. Terpaksalah kami mohon bantuan pejabat padukuhan setempat. Negosiasi sangat alot. Akhirnya mereka bersedia pindah ke tanah kas desa dengan bantuan Pak Dukuh. Namun, yang mengherankan, mereka minta ganti rugi atas kepindahan itu, atas rumah-rumahan yang mereka bangun, dan atas pepohonan yang mereka tanam. Total uangnya cukup banyak. Demi kelancaran pembangunan rumah, kami mengalah dan akan membantu setengah nilai permintaan ganti rugi. Ketika mengakhiri pertemuan, Pak Dukuh menasihati mereka, “Besok jangan diulangi, kalian itu sungguh terlalu, sudah dikasih hati, masih minta jantung, ‘jiiaaan, diwenehi ati malah ngrogoh rempela’”. salam #pentigrafperibahasa tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 30032022


52 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 18. TANGIS BOMBAY AYU TINGTING Seperti biasanya, bulan Ruwah kali ini kami juga ziarah kubur serta “nyekar” ke makam leluhur. Bersama kakak, adik, dan keponakan, kami mengurutkan rangkaian “nyadran” ke empat peristirahatan terakhir para sesepuh, mulai dari golongan muda ke cikal bakal trah. Di makam terakhir, kami agak lama karena memang banyak sesepuh dan anggota keluarga trah yang dikubur di sana. Setelah selesai membersihkan makam, kami pun segera meninggalkan kompleks kuburan trah. Saat mencuci tangan dan kaki di kran air yang disediakan, tiba-tiba kami dikejutkan oleh tangisan keras, bahasa Jawanya “gerung-gerung” atau “tangis badai bombay” dari arah kuburan keluarga kami. Kami berempat kaget karena ternyata yang menangis itu adalah seorang ibu muda yang tadi berpapasan di pintu makam sambil menggandeng dua anaknya. Kami makin keheranan karena yang ditangisi ternyata salah satu batu nisan keluarga kami. Tangis bombay ibu muda itu benar-benar menyayat. Tak berapa lama datanglah rombongan peziarah yang terdiri dari anak-anak muda. Begitu mendengar tangisan si ibu muda dan melihat keberadaannya, salah seorang di antaranya berkata, “Tante, makam Budhe di sebelah sini”. Rombongan baru itu kemudian menuju sisi lain kuburan yang ternyata model penataannya mirip dengan kompleks trah kami. Di sana juga ada pohon kamboja merah sebagai penanda. Ibu muda itu tiba-tiba berdiri, berhenti menangis, dan kemudian tertawa terpingkal-pingkal sambil mengatakan sesuatu yang tidak jelas. Kami pun ikut tertawa geli, dan kakakku berbisik, “Begitulah, malu bertanya, sesat di jalan (dan kuburan)”. salam #pentigrafperibahasa tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 30032022


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 53 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 19. NYOLONG PÊTHÈK *) Suatu siang tahun 2021 di Jalan Affandi. Karena agak tergesagesa, saat keluar dari sebuah toko HP, gerobakku menyenggol BMW kincling yang parkir di sebelah kiriku. Ada baret-baret dan sedikit penyok di bemper mobil mewah itu. Sebagai pertanggungjawaban, aku cari pemiliknya berdasarkan ciri-ciri yang diberikan tukang parkir. Aku kaget setengah mati, ternyata pemiliknya adalah anak musuh bebuyutanku karena suatu masalah. Dia tampak kaget juga setelah mengenaliku. “Waduh, bakalan runyam ini,” batinku sambil membayangkan kelanjutan permusuhanku dengan ayahnya, juga cuan yang harus kukeluarkan. Aku jelaskan masalahnya dan kukatakan bahwa aku siap mengganti biaya perbaikan/penggantian bempernya. Kami keluar dari toko dan bersama-sama mengecek mobilnya. “Oh, ini gakpapa, Om, lecet kecil, biar saja, gak ada masalah, nanti saya perbaiki sendiri,” katanya, setelah melihat bempernya. Aku terpesona oleh kata-katanya. Aku masih belum begitu percaya ketika dia melanjutkan, “Om santai saja, yang bermasalah kan Om dengan Bapak, padahal saya tahu kok sebenarnya Bapak yang terlalu ngotot,” sambil menjabat tanganku dan berlalu. “Nyolong pêthèk tenan bocah iki, ternyata peribahasa ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya,’ bisa berubah menjadi ‘tak selamanya buah jatuh dekat dari pohonnya,’” kataku dalam hati. *) nyolong pethek (bahasa Jawa) = sesuatu yang tidak sesuai dengan dugaan (tak terduga) salam #pentigrafperibahasa tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 24112021


54 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 20. SUNAN JAGA KALI “Tak ada sampah, tak ada main tebang,” kata kakek tua itu sambil bertolak pinggang dan menatap ibu-ibu yang sedang menyapu dan mengarahkan sampah ke tepian sungai. Sejak saat itulah dia sering muncul ke bantaran Sungai Gajahwong pinggiran kampung kami. Bahkan, belakangan dia seperti mambangun sarang di sebuah ceruk dekat rumpun bambu. Mulanya kami, penduduk kampung, mengira bahwa kakek itu orang gila, minimal kurang genap atau “owah” pikirannya. Belakangan kami justru yakin bahwa kakek itu “ora sakbaene” uwong. Makin lama kami makin tertarik mengamati aktivitas kakek itu. Pagi-pagi, sekitar pukul 7 dia sudah berada di TKP bantaran sungai, entah dari mana munculnya. Dia segera membersihkan sampah di pinggir sungai, mengumpulkannya di di dekat rumpun bambu, dan menimbunnya. Dia juga masuk ke sungai, menata batu-batu, dan menyingkirkan “slangkrah” di aliran sungai dekat ceruk tempat istirahatnya. Ada aktivitas yang lebih menarik belakangan ini. Dia selalu membakar dupa (kemenyan) dan menaburkan bunga mawar-melati-kantil di bawah pohon asem besar di dekat ceruk rumah-rumahannya. Setelah dua minggu kakek itu muncul di sungai, anak-anak kampung kami mulai mengenal dan akrab dengannya. Lalu remaja yang hobi mancing pun ikut membantu si kakek membersihkan sungai. Sebulan kemudian, ibu-ibu dan bapakbapak pun ada yang ikut turun ke sungai dan membantu si kakek bersih-bersih. Sungai kami menjadi kelihatan asri. Suatu saat kami menanyakan di mana rumah aslinya, dan dia hanya menjawab singkat, “Njabalkat.” Ketika kami tanya siapa namanya, dia menjawab “Jenengku Sunan Jaga Kali”, dan hari berikutnya dia tidak pernah lagi muncul di sungai, seperti hilang begitu saja. Yogyakarta, 31 Maret 2021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 55 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 21. WARUNGKU-WARUNGMU Sejak awal 80-an Pak W dikenal sebagai pemilik warung makan favorit anak kos. Betapa tidak. Di warung itu anak-anak kos bisa makan sepuasnya dengan harga semurah-murahnya. Bahkan, untuk menumbuhkan keberanian pada anak-anak kos, Pak W sengaja memberi nama warung makannya “WarungkuWarungmu”. Konon, tujuan penamaan itu adalah agar anakanak kos tidak segan atau takut makan di warungnya. Itu adalah warung makan prasmanan pertama di kota J. Di warung itu anak-anak kos bisa mengambil nasi dan sayur seberapa pun banyaknya dan ketika membayar hanya akan ditanya “lauknya pakai apa” dan “minum apa”. Yang jelas, makan dengan lauk apa pun, jatuhnya akan selalu sangat murah. Banyak anak kos yang makan di warung itu. Tentu saja terutama adalah anak kos dengan uang saku “cupet” alias kurang. Itulah warung makan termurah di kompleks kos-kosan kampung P. Bagaimana kalau uang saku habis? Anak-anak kos bisa menuliskan namanya di buku bon yang disediakan di meja, menuliskan sendiri apa yang dimakan dan diminumnya. Suatu saat datanglah sepasang suami istri ke warung Pak W. Mereka membawa mobil mewah dan diparkir di halaman warung. Pak W yang sudah lumayan “sepuh” agak kaget karena merasa seperti mengenal si laki-laki. Laki-laki itu mengajak istrinya menemui Pak W, menjabat tangannya, mengguncangguncangnya sambil berkata, “Sayang, inilah Pak W yang selalu aku ceritakan padamu. Beliau dengan warungnya telah menyalamatkan aku dan kawan-kawanku sehingga bisa tetap makan sampai lulus kuliah.” Pak W masih terpesona ketika si perempuan menjabat tangannya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali. Lelaki itu bilang akan melunasi seluruh hutangnya dan hutang teman-temannya yang belum sempat


56 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata dibayar sampai lulus kuliah. Si lelaki terkejut dan menangis sambil memeluk Pak W ketika Pak W bilang bahwa ia telah membakar semua buku catatan bon anak-anak kos karena ia merasa senang dan bahagia telah bisa membantu. Yogyakarta, 31 Maret 2021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 57 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 22. REZEKI YANG BERTUKAR Sore itu, seperti biasa selama ramadhan, aku sedang berolahraga bersepeda santai bersama istri sambil ‘ngabuburit’. Kami berangkat habis ashar dan selalu pulang sebelum maghrib sekalian membeli minuman atau makanan untuk berbuka. Setelah “nggowes”, sekitar 15 km dari rumah, kami bertemu dengan seorang ibu yang tengah mendorong motornya di jalan persawahan. Keringatnya bercucuran. Kami berhenti dan bertanya kenapa motornya didorong, padahal barang bawaannya banyak dan tampak berat. Si ibu menjawab bahwa rantai motornya putus. Saya membantu mendorong motornya sambil menuntun sepeda, sementara istri saya mendahului untuk mencari dan memanggil bengkel. Siapa tahu ada yang bisa datang sekadar menyambung rantai. Tak berapa lama ada bengkel datang. Rantai disambung agar motor bisa jalan sampai bengkel untuk diganti karena sudah sangat tua dan aus. Di bengkel, si ibu tidak mau ganti rantai karena sudah tidak punya uang lagi. Istriku membujuk dan bilang akan membantu membayar biayanya. Selesai. Si ibu pulang dengan wajah haru, dan kami pun pulang sekalian beli ‘takjil’. Sehabis berbuka dan maghrib kami mendengar dua kali letusan agak keras di lantai atas. Agak curiga, aku pun naik dan memeriksa. Oh, ternyata ada rangkaian balon tersangkut di pohon asem di pot kami. Ketika kuambil, ada plastik kecil berisi kartu bertuliskan “BAWA KARTU INI KE TOKO KAMI (bla bla bla). ANDA MENDAPATKAN HADIAH 5 JUTA RUPIAH”. Alhamdulillah, terima kasih, ya Allah. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 14052021


58 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 23. JARI-JEMARI Hm, siapa sangka kini jari-jemari demikian sakti. Memang sebenarnya sejak dahulu mereka sudah digdaya. Pasti secara historis banyak yang masih ingat bahwa karena rasa suka atau tidak suka, jemari bisa berlaga. Kadang orang bisa main tunjuk saja untuk menjatuhkan atau menyingkirkan orang lain. Bahkan, tak jarang riwayat seseorang bisa tamat hanya karena ditunjuk oleh seseorang atas nama suatu kepentingan. Jempol memang bisa membuat senang, sangat senang, tapi bisa juga menciptakan kesedihan hanya karena perbedaan posisi. Jari tengah yang berpose tertentu pun bisa membuat orang marah atau tersipu. Jempol dan kelingking selalu mengingatkan orang Jawa pada lelucon “jempol jenthik, paijem ngompol dithik-ithik” atau “mung le njenthik malah dijempol”. Ya ya, semua punya peran, juga kehebatan masingmasing. Jemari nanakah yang kini tersakti? Ternyata jempollah jawabannya. Bayangkan berapa miliar manusia di seluruh jagat raya saat ini. Lalu bayangkan, berapa miliar di antaranya yang menggunakan HP. Kemudian, bayangkan berapa yang main medsos dengan HP-nya. Nah, sekarang cek diri Anda sendiri, jemari manakah yang paling sering menyentuh-nyentuh layar HP atau “nunulnunul” huruf di dalamnya. Bayangkan sekarang berapa gambar, video, tautan, pesan palsu, berita pohong, dan segala rupa informasi yang beredar di dunia akibat sentuhan jempol Anda. Pernahkah Anda bayangkan bahwa di antara hasil kerja jempol Anda itu ada yang merusak hubungan pertemanan, persahabatan, atau persaudaraan. Belum lagi akibat buruk lain yang terkandung di dalamnya. Jadi, mari kita gunakan jempol dan jemari kita sebijak mungkin di dunia maya. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 14052021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 59 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 24. ENTUT (KENTUT) Topik ini sebenarnya sangat menjijikkan. Betapa tidak. Membayangkan aromanya, campurannya, apalagi jalur yang dilewatinya, hmm ... menjijikkan. Begitulah. Dalam sejarah dunia, senjata yang hampir “selalu mengarah ke lantai, tetapi hampir secara sempurna senantiasa mengenai muka, khususnya hidung” ini tergolong sangat menyebalkan. Lebih menyebalkannya lagi karena meski jelas-jelas terdengar dan terdeteksi asalnya pun, si pemilik tembakan masih tetap bisa mengelak, dan bahkan bisa bilang, “kandhani dudu aku kok, yen gak percaya, hambok enyoh digledhah”. *) Kenyataan sulitnya menemukan penembak gelap, apalagi kalau senapannya berperedam, telah menginspirasi seorang ahli balistik dan sekaligus paranormal di negeri kami untuk menciptakan alat supercanggih yang bisa menangkap entut. Dengan alat canggih itu, peluru gas berbau akan bisa dianalisis sumber asalnya, kecepatannya, campuran bahannya, hingga pemicu aromanya. Lebih hebatnya lagi, alat canggih itu akan bisa mendeteksi moncong senapan yang melontarkannya seakurat uji balistik di laboratorium forensik tingkat “mintilihir”. Dari analisis yang dihasilkan, pemilik asli peluru itu tidak akan pernah bisa mengelak lagi. Ada semacam ulir ukir yang berfungsi sebagai sidik jari ketika peluru gas itu ditembakkan, dan jenis senjata yang menembakkannya akan selalu terdeteksi. Sejak alat itu diciptakan dan diproduksi secara massal serta dipergunakan secara luas, penduduk negeri kami benar-benar takut membuang gas sembarangan, apalagi di kerumunan. Ternyata ini sangat positif korelasinya dengan imbauan menjaga atau menaati prosesur kesehatan di masa pandemi corona. Akibatnya memang menjadi serius. Orang-orang yang dulunya


60 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata bisa kentut (dengan bunyi atau tidak, dengan bau tengik atau wangi) kapan pun di mana pun, kini terpaksa menahan diri, dan tak jarang terpaksa menikmati sendiri peluru yang ditembakkannya. *) (terjemahan bebas): sudah kubilang bukan aku kok, kalau tidak percaya, nih silakan geledah. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 14052021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 61 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 25. TIKUNGAN MESRA Gadis cantik itu ternyata putri paman jauhku. Sejak pertama jumpa dan kenalan, dia tampak acuh tak acuh dan seperti meremehkanku. Tampaknya dia begitu banga dan kemudian tinggi hati karena kuliah di Kedokteran Gigi. Dia merasa lebih layak unjuk gigi daripada aku yang hanya di Fakultas Sastra dan paling pol bisa unjuk puisi. Meski tak terucapkan, sebenarnyalah aku punya dendam padanya. “Awas, ya, suatu saat ‘kan kubuat kamu termehekmehek,” batinku. Aku yang ‘penguasa’ Jogja pasti jauh lebih menguasai medan daripada dia yang asli Medan. Aku yakin akan mendapatkan kesempatan karena kami sama-sama tinggal menumpang di rumah Pakdhe. Waktu itu, tahun 80-an, kami sama-sama mahasiswa baru. Benar juga, ulam itu datang pula. Suatu hari gadis bergaya itu diminta Pakdhe ke rumah kakek di desa. Dia yang tak bisa naik motor, juga omprengan ke rumah Kakek masih agak sulit, terpaksa menerima instruksi Pakdhe agar mau kuantar dengan motor. Cihuiiiii, kesempatan nih. “Kan kubuat kamu menangis di jalan,” kata hatiku. Berangkatlah kami. Dia yang sok-sokan jual mahal gak mau duduk mepet. Ok, lihat saja. Mulailah aku ngebut ke arah Klaten utara. Di sebuah tikungan agak tajam di Pasar Jambon aku ngebut dan miring. Sialnya, dia tidak mau nempel dan pegangan, tapi justru meliukkan badan melawan arah kemiringanku. Akibatnya, keseimbangan terganggu, motor oleng, dan grobyaaak, glangsar, kami terpeleset dan jatuh. Kaki tangan lecet-lecet dan harus mampir rumah sakit. Untung motornya hanya rusak sedikit dan tetap bisa jalan. Entah kenapa, sejak itu, hingga saat ini, gadis gaya itu selalu nempel dan pegangan kalau kubonceng motor. Bahkan, jalan lurus pun sekarang menjadi “tikungan mesra”. Horeeeee. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 19052021


62 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 26. MAIDO *) Lelaki setengah baya itu bernama Godril. Sejak muda ia dikenal sebagai tukang kritik. Apa saja dikritik dan dianggap salah. Dia memosikan diri sebagai orang yang selalu benar, gak ada salahnya. Setelah berkeluarga dan punya tiga anak, dia mendapatkan julukan baru, yakni “jawara maido”. Itu berawal dari perayaan 17-an tingkat kampung, yang isengiseng menggelar lomba maido, dan Godrillah pemenangnya. Pokoknya, urusan maido, serahkan pada Godril. Tahun lalu, pada awal masa pandemi corona, Godril kembali menunjukkan kelasnya sebagai jawara maido. Dia selalu berkoar bahwa virus corona itu tidak ada, itu hanya konspirasi, itu hanya akal-akalan, itu hanya pengalihan isu, itu hanya kebohongan publik, itu hanya .... Ia sampaikan keyakinannya itu dalam semua kesempatan: rapat RT, rapat RW, rapat kampung, kelompok ronda, jagongan, angkringan, dst. Intinya dia dan keluarganya tidak akan ikut-ikutan panik beli dan pakai hand sanitizer, beli dan pakai masker, jaga jarak sosial, atau mematuhi imbauan serta prosedur kesehatan. Ajaibnya, selama pandemi hampir setahun, dia dan keluarganya baik-baik saja, semua sehat, tidak ada keluhan, dan mereka menjalani kehidupan seperti biasanya, tidak mengenal new atau next normal. Pokoknya dengan tetap maido, keluarga Godril tetap juga mandali (aman terkendali), hingga suatu saat .... Anaknya pertamanya demam dan batuk-batuk. Anak keduanya mengeluh sesak napas serta tidak doyan makan. Anak ketiganya pusing-pusing dan muntah-muntah. Istrinya diare dan sangat lemas. Hanya Godril yang tetap tanpa keluhan apa pun. Tetangganya heboh dan melaporkan keadaan itu kepada Ketua RW. Datanglah ambulans dan beberapa petugas kesehatan lengkap dengan seragam dan peralatan untuk


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 63 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata memeriksa keluarga Godril. Di depan Ketua RW dan petugas kesehatan Godril pun berucap dengan penuh percaya diri, “Inilah akibatnya kalau istri maido pada suami dan anak-anak maido pada bapaknya.” Menurut Godril, istri dan anak-anaknya kena tuah karena percaya bahwa corona ada. Akibatnya, setelah dipaksa warga untuk menjalani isolasi mandiri dengan dukungan penuh tetatangganya, tidak sampai 5 hari semua anggota keluarganya dinyatakan sehat dan negatif corona. Tinggal Godril yang terpaksa hampir 30 hari harus dirawat di RS karena terpapar. *) bahasa Jawa, dalam bahasa Indonesia kira-kira = tidak percaya salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 23052021


64 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 27. BAGONG Waktu itu pertengahan 90-an di sebuah kereta Yogya--Jakarta. Aku mengantar Pakdhe Hendra menengok Om Adi yang sakit. Kami duduk berhadap-hadapan dengan dua orang pemuda 20 tahunan. Sejak naik dari Stasiun Tugu dan duduk di depan kami, salah seorang pemuda itu selalu memperhatikan Pakdhe. Tampaknya Pakdhe juga agak memperhatikannya. “Pak Hendra, ya?” tanya pemuda itu kepada Pakdhe. Pakdhe menganggukkan kepala dan mengiyakannya, lalu tampak serius memperhatikan pemuda itu. Kelihatannya Pakdhe sedang mengingat-ingat sesuatu. Kemungkinan Pakdheku yang pensiunan guru SD mencoba mengingat murid-muridnya. “Pasti Bapak lupa pada saya? Saya Bagong, Pak, Bagong,” kata pemuda itu. Pakdhe tampak bingung, tetapi menganggukangguk. Lalu mereka ngobrol “ngalor-ngidul”. Kadang-kadang aku dan teman si pemuda menimpalinya. Kami berpisah di Gambir. Di dalam taksi Pakdhe baru mengaku kalau dia bingung dan benar-benar lupa pemuda tadi Bagong yang mana. Pakdhe memang selalu memberikan ‘parapan’ (panggilan dengan kekhususan) kepada murid-muridnya, dan tidak jarang menggunakan tokoh Bagong. Kebiasaan itu sangat aku benci. Apalagi aku, keponakan kesayangannya, yang termasuk pernah menjadi muridnya juga mendapatkan parapan: Bagong. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 26052021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 65 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 28. WALAH-WALAH Rutinitas pagi, berangkat ke kantor. “Braaaaak,” terdengar suara di belakang ‘gerobakku’, ada sedikit goncangan, kemudian ada orang menjerit. Aku melihat spion. Ada motor roboh di sisi kanan belakangku dan tampak seorang gadis tergopoh-gopoh mengurusi motornya. Aku berjalan pelan lalu minggir dan berhenti. “Maaf, Pak, saya tadi naik motor sambil HP-nan,” kata gadis cantik itu begitu aku membuka pintu dan turun. Dengan gaya seorang polisi, aku pun minta si gadis menunjukkan KTP, SIM, dan STNK. Dia keluarkan dompet dan memberikan surat-surat yang kuminta, lalu kuterima sambil jalan memeriksa bagian belakang gerobakku. Alhamdulillah, untung sudah kupasangi bemper sehingga hanya bempernyalah yang baret-baret serta sedikit ‘mlenyok’. Si gadis mengaku salah dan akan mengganti kerusakan. Dia memberikan KTP sebagai jaminan, lalu minta nomor HP dan bilang besok akan menghubungi karena sekarang tergesa-gesa ikut ujian. Malamnya ada sebuah nomor tak terdaftar di buku telepon mengirim pesan via WhatsApp. “Le, nyuwun tulung ya, iki putuku lagi ujian neng Jogja, jare nabrak mobile uwong lan kudu ngganti kerusakan,” kubaca pesan yang di bawahnya ada nama seseorang yang sangat kukenal. Aku memanggil dia Pakdhe karena sudah menjadi “sedulur sinarawedi” ayahku. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12062021


66 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 29. MANTAN “Ya, mundur, kiri, terus ...oke sip, selamat jalan,” kataku membantu sebuah mobil yang akan keluar dari halaman warung sahabatku. Aku juga akan “cabut”, pulang, eh ternyata mobil gadis itu menghalangi jalanku. Karena tukang parkirnya sedang salat, aku pun membantu memberikan aba-aba ala tukang parkir. “Gak usah, Mbak, aku hanya membantu,” kataku saat si gadis memberiku selembar 100 ribuan merah baru. Dia malah turun dan memasukkan uang itu ke saku bajuku. Aku justru terpukau dan lupa mengembalikan uang itu. Apa mau dikata. Aku nunggu tukang parkir selesai salat dan kemudian kuberikan uang 100 ribu itu padanya seusai memberi aba-aba. Dia tersenyum dan berulang kali mengucapkan terima kasih. Malamnya iseng-iseng aku buka FB dan menggeser-geser layar, dan tiba-tiba aku terkejut menemukan sebuah status pemilik akun dengan profil seorang gadis manis. “Senang sekali, hari ini aku bisa sedikit membantu mantan dosen kakakku yang sekarang jadi tukang parkir,” tulisnya. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12062021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 67 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 30. MESIN KETIKKU Aku memang sangat mencintai semua barang yang pernah kubeli dan kumiliki, termasuk mesin ketik yang sangat berjasa. Tak hanya karena membuat skripsiku kelar dan aku jadi sarjana, tapi mesin ketik itu juga telah berjasa “mencetak” uang saku dengan jasa pengetikan. Suatu malam aku lupa mengunci jendela dan paginya kusadari mesin ketikku raib. Tampaknya ada maling yang mengambilnya lewat sela-sela jeruji jendela. Aku melaporkan kehilangan ke kantor polisi. Polisi menyarankan agar aku mencoba mencari ke pasar ‘klithikan’. Nihil. Seminggu kemudian aku mendengar suara mesin ketik dari sebuah kamar di deretan paling ujung kos-kosanku. Aku hafal suara itu. Untuk mengurangi rasa penasaran aku ke kamar itu dan menyapa penghuninya yang sudah kukenal baik. Benar saja, itu mesin ketikku. “Mas, bolehkah nanti malam aku pinjam mesin ketikmu sebentar untuk menulis surat lamaran?” tanyaku. Dia mengiyakan sambil bilang bahwa mesin ketik itu kemarin dibelinya dari pasar lowak. Malamnya, setelah di kamar, kuperiksa mesin ketik itu. Benar ini milikku. Lalu aku buka bagian tersembunyinya dan aku lepas stiker namaku yang masih menempel. Sejam kemudian mesin ketik kukembalikan. “Mesin ini enak sekali untuk menulis sehingga saya kemarin membelinya agar bisa segera menyusul Mas Heru jadi sarjana,” kata si Mas pemilik baru, dan aku pun mengiyakannya. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12062021


68 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 31. AKU TAKUT Sudah setahun aku menjadi pejabat baru menggantikan pejabat lama yang memasuki masa pensiun. Namun, setahun ini aku masih tetap merasa dihantui oleh kehadiran di pejabat yang kugantikan. Kebetulan juga, pejabat lama itu masih sering ke kantor memanfaatkan jasa layanan untuk mengurus aneka keperluan. Karena merasa dihantui, entah kenapa, aku selalu mencoba menyapa dan menemuinya ketika dia ke kantor. Harapanku hanya satu: agar dia tidak sempat “ngrasani” aku di depan para pegawai. Wntah kenapa, aku merasa bahwa dia itu seperti belum ikhlas aku gantikan. Mungkin ini hantu dalam pikiranku saja. Puncak ketakutanku atas kehadirannya pun akhirnya datang juga. Inilah yang paling aku takutkan. Dia melambaikan tangan ke para pegawaiku sambil bilang, “Piye kabare, enak zamanku ta?” Aku benar-benar tergagap, “njenggirat”, dan bahkan sampai jatuh dari tempat tidur. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12062021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 69 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 32. RUMAH KESEMBUHAN Aku sangat mencintai rumah dan selalu merasa sangat prihatin jika melihat rumah yang dibiarkan rusak tanpa perawatan. Bulan lalu aku menemukan rumah porak-poranda dan rusak parah, padahal di sebelahnya ada orang yang tinggal, konon pemilik rumah itu. Aku pun bertanya, “Kenapa rumah ini dibiarkan rusak parah, Pak?” Dengan wajah sedih dia cerita kalau rumah itu disewa orang untuk jangka waktu 45 tahun, tetapi tidak dihuni lagi karena penyewa sudah punya rumah baru dan besar. Dia bilang pernah memohon agar rumah itu dikembalikan saja kalau memang tidak dipakai biar bisa diperbaiki dan ditempati. Ternyata penyewanya keberatan karena merasa pernah mengeluarkan banyak biaya untuk merenovasi di awal masa sewa. Hari berikutnya aku datangi rumah penyewa itu. Ternyata dia sedang struk dan lumpuh. Aku ajak ngobrol dia dan keluarganya dan aku minta dia mengikhlaskan untuk mengembalikan rumah yang dia sewa kepada pemiliknya. Minggu lalu aku lewat depan rumah itu. Ternyata rumah sedang diperbaiki dan sudah kelihatan bersih serta rapi. Lalu aku lewat jalan depan rumah penyewanya yang struk. Kulihat dia tampak segar, duduk di teras sambil ngobrol bersama si pemilik rumah. Di meja ada minuman dan ‘nyamikan’. Alhamdulillah, batinku. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12062021


70 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 33. CINCIN PERTUNANGAN Nie begitu gelisah. Hari pertunangannya dengan Ta sudah tinggal 24 jam. Besok malam keluarga Ta akan ke rumah. Undangan terbatas sesuai prokes pun telah beredar. Hidangan juga sudah dipesan. “Tak apa Nie jika cincin itu tak bisa dilepas karena aku bisa memasangnya di jari manis tangan kananmu,” kata Ta sepulang dari toko perhiasan kemarin. Tunangan Nie meninggal tahun lalu karena COVID-19 usai menangani pasien di RSUP. Orangnya sudah pergi. Nie sudah mengikhlaskannya. Namun, entah kenapa cincin pertunangannya dari Wan tak bisa dilepas dari jarinya. Cincin itu telah menyatu dengannya, seperti hati Nie dan Wan. Pukul 20:30 sampailah acara ‘liru kalpika rukmi’ (tukar cincin). Dengan gemetar Nie mengulurkan tangan kanannya, tetapi Ta mengambil tangan kirinya. “Mas, aku mohon izin menggantikanmu ya, di jemari dan di hati Nie,” kata Ta, mencium tangan Nie, kemudian perlahan-lahan melepas cincin dari jari Nie, memasukkannya ke saku jasnya, kemudian memasangkan cincin baru penuh khidmat. Nie tergagap, terpesona, dan bertanya-tanya kenapa cincin Wan itu dapat dilepas dengan mudahnya. Saat mereka duduk berdampingan sambil menikmati hidangan, dengan penuh penasaran Nie pun menanyakannya. Ta membisikkan rahasianya ke telinga Nie. Mata Nie membelalak karena kaget dan sekaligus bahagia. Ternyata Tirta dan Awan itu .... salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 17062021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 71 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 34. RATU KOMPLAIN Sudah puluhan tahun aku menjadi panitia “tètèk bêngèk” (bahasa gaulnya = susu ashma) dan mengurusi bermacam acara, tapi baru kali ini sampai “gèdhèg-gèdhèg” (pusing plus jengkel) melayani keluhan. Sejak naik ke bus, orang itu (maaf, tanpa nama ya supaya tidak jadi fitnah) sudah mulai komplain dan ngomel. Menurutnya, busnya kurang bersih, ACnya kurang dingin, tempat duduk tidak bisa diatur maksimal, dan lain-lainnya. Demikian pula ketika kami mampir restoran untuk makan siang, omelan pun berlanjut. Restonya dibilang kurang representatif, menunya tidak menarik, fasilitasnya tidak memadai. Pokoknya, semua tidak ada yang benar dan semua layanannya buruk. Di hotel, keluhannya makin menjadi. Hotelnya jadul. Lokasinya tidak strategis. Layanannya tidak prima. Puncaknya, dia benarbenar meradang ketika akan mandi. Air hangatnya tidak keluar, padahal dia sudah beberapa menit menghidupkan kran. Dia telepon bagian “house keeping” dan mencak-mencak. Habis telepon dan ngamuk, dia menuju wastafel untuk cuci muka. Cuci tangan, lalu akan mencuci wajahnya, dan dia pun berteriak histeris (bahasa Jawa = njêmpling-njêmpling) karena tangan dan mukanya kepanasan. Kulitnya seperti luka bakar. Rupanya air panas hotel itu terpusat sehingga baru sampai kamar-kamar setelah kran beberapa menit dinyalakan. “Tamatlah ceritanya,” batinku sambil mengelus dada. Tentu saja dadaku sendiri. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 25062021


72 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 35. ANAK MENCARI BAPAK Siang yang agak gerah menjadi buncah dan sedikit gegeran karena ada kasus penting. Tiba-tiba istriku yang sedang dudukduduk di teras masuk sambil menunjuk jidatku. “Bapak harus bertanggung jawab, itu di depan ada gadis remaja mengaku mencari bapaknya dan menyebut nama Bapak,” kata istriku dengan muka ‘mbesengut’. Aku pun segera menemui gadis remaja itu. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Lalu aku tanya di mana dia tinggal dan untuk keperluan apa dia mencariku. Tentu saja aku khawatir dan takut kalau gadis ini sengaja datang untuk bikin gara-gara. Dengan lancar gadis itu menceritakan asal usulnya dan keperluan mencariku. Dia mengantarkan oleh-oleh khusus dari ibunya untuk orang yang dianggap sebagai ayahnya. Waduh. Dia menyerahkan sebuah bungkusan kecil berisi kotak perhiasan, dan ketika kubuka, ada tulisannya, “Pak Heru, anak ini selamat berkat donor darah Bapak dan karena itu, maaf, ia menganggap Bapak sebagai salah satu ayahnya.” Salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12082021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 73 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 36. GENDAM BERBALAS Dari salah seorang kakekku yang tinggal di Banyuwangi aku mendapatkan strategi mengatasi gendam. Prinsipnya sederhana, yang penting harus dilakukan secepatnya. Syukur kalau bisa dengan penuh keyakinan dan tetap tenang. Siang itu, di Pasar Sentul, aku ingin beli jagung untuk persiapan pesta tahun baru. Tiba-tiba seorang laki-laki muda mendekat dan menepuk bahuku sambil bilang, “Hayoo mesthi lali karo aku”. Spontan saja, teringat pesan kakekku, aku pun langsung membalas menepuk punggungnya agak keras sambil bilang “Aku ora lali”. Mendadak, ‘makklumbruk’, laki-laki muda itu seperti lumpuh dan jatuh tanpa daya. Aku kaget setengah mati. Lalu datang tiga orang setengah baya langsung menyalahkanku yang disebutnya telah melakukan penganiayaan. Hadew. Ketiganya minta aku bertanggung jawab mengobati keponakannya. Cilemet tenan. Aku bilang minta waktu menelepon saudara untuk membantu membereskan karena tidak membawa cukup uang. Sepuluh menit kemudian keponakanku datang dengan mobil patroli dan seragam polisi. Begitu mendekat dan bertanya “Ada apa Pakdhe?” eeh lha kok laki-laki muda yang lumpuh itu mendadak sehat dan lari tunggang langgang bersama ketiga temannya. Salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12082021


74 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 37. TAHUN 2045 “Maaaas, aku kangen bangeeet”, kubaca pesan di telapak tanganku yang sudah ditanami microchip canggih dan menjadikan kulit mana pun yang kulihat menjadi layar sentuh ala superandroid. Cepat kugerakkan pikiranku dan balasan pun segera melayari semesta sampai ke penerimanya. Tentu saja seorang gadis jelita yang jadi buruan buuuanyak sekali cowok keren beken bahkan sampai pejabat serta selebritis pun antre menunggu hasil tembakannya. Persis dengan yang kupikirkan, pesan yang terkirim adalah, “Aku juga. Superduperkangen. Kapan bisa ketemu?” tanyaku. Ketika aku melihat layar HP supercanggih yang bisa kutaruh di udara dan selalu siap melayani kapan pun dibutuhkan, “screen”-nya membesar seperti layar tancep bioskop misbar (gerimis bubar) di lapangan desa tahun 70-an. Terlihat di sana sebuah lokasi. Cepat sekali pikiranku yang sudah mengadopsi teknologi industri 69.0 (jangan membayangkan lagi teknologi era industri 4.0 yang sudah ditinggalkan dan jadi artefak ya) memindai lokasi itu, dan brum brum brum ... mobil terbang yang kuparkir di Planet Jupiter pun melayang di depanku dalam hitungan kurang dari 5 menit. Hmmm ... anak-anak “zaman now” pasti akan berteriak, “Horeeee, mimpi-mimpi itu ternyata sudah menjadi kenyataan”. Dasar anak-anak ketinggalan zaman, wislaaah, lupakan. Aku segera naik mobil terbang itu. Sambil masuk dan kemudian duduk di joknya yang nyaman, telapak tangan kuarahkan ke monitor baca di bagian depan. ... dan wus wus wus tanpa suara mobil terbang itu menuju lokasi yang kupindai, dalam hitungan detik saja. Waauw, aku kaget dan heran karena begitu memasuki gerbang waktu di hotel berbintang 7 itu, semua hal


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 75 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata terasa begitu ketinggalan zaman. Bergegas setengah berlari aku menuju kamar paling luks di hotel itu: nomor 13. Sampai di depan pintunya, kayu jati berukir klasik warna cokelat dengan serat-serat yang masih jelas, aku terpaku. Ada kertas memo kecil tertempel di dekat tempat menggesek kunci elektronik. “Maaas, di sini baru tanggal 1 April 2019”. Diiiiaaaancuuuk. #pentigrafhmsitahubulat di Yongin-Korea, #pondokilusikatatanpaarti, 05042019


76 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 38. SUJUD TERAKHIR Sebagai santri, aku begitu kagum pada tauladan Ustaz Umar dalam hal ketepatan waktu salat. Aku pernah penasaran dan bertanya kepadanya kenapa saat mengimami salat wajib dia selalu mengajak makmumnya menggunakan waktu yang cukup lama pada sujud terakhirnya. “Kita bisa mengajukan banyak permohonan pada-Nya saat sujud terakhir itu”, jawabnya. Anehnya, saat mengimami salat luhur dua hari lalu sujud terakhirnya begitu pendek, sependek sujud sebelumnya. Aku bertanya, “Kenapa, Ustaz?”. Ustaz Umar balik bertanya, “Jam berapa waktu kita salat itu?” Aku menjawab, “Jam 14:30, Ustaz”. Ustaz Umar merenung sejenak, lalu menjawab dengan sebuah pertanyaan lagi, “Apa yang kamu lakukan jika terlambat menghadiri pertemuan sangat penting?” Aku menjawab, “Memohon maaf, Ustaz”. “Nah, masih pantaskah kamu mengajukan banyak permohonan ketika kamu ternyata telah terlambat hampir 3 jam dari pertemuan yang kamu janjikan sendiri jam mulainya?” Aku pun tersipu malu. salam #pentigraf tahoe boelat dari #pondokilusikatatanpaarti, 10052020


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 77 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 39. CARA LAKI-LAKI Sebagai laki-laki tulen baru kali ini aku benar-benar mendapatkan tantangan gila. Menyelesaikan satu urusan dengan (cara) kekerasan. Apa boleh buat. Ibarat nasi telah menjadi bubur. Tak ada istilah mundur. Apalagi kalah sebelum hancur. Bermula dari sebuah diskusi. “Kriwikan dadi grojokan”, kata orang Jawa. Perbedaan kecil yang memicu pertengkaran dan harus diselesaikan: dengan cara laki-laki sejati. Bukan dengan tangan kosong. Bukan. Kami, aku dan lawanku, harus samasama bersenjata. Agar tidak ada kecurangan, pertempuran kami harus menghadirkan saksi, bahkan cukup banyak. Waktu ditentukan. Tempat disiapkan. Senjata disediakan. Semua saksi bilang “Siap laksanakan!” Tak ada celah bermain curang. Semua saksi menjadi juri. Pada hari H aku bangun pagi. Segera kusiapkan diri. Berdoa memohon perlindungan Ilahi agar selamat. Juga pamit anak istri. Lalu bergegas aku pergi menuju tempat pertandingan. Lawanku pasti begitu juga. Hampir bersamaan kami tiba. Lokasi pertempuran sudah steril. Senjata sudah disiapkan. Kami dipanggil berurutan. Berdebar hati, jiwa, ragaku. Mungkin juga dia. Kami masuki arena berbatas tali. Lalu kami pun siap untuk saling menikam menentukan kemenangan. Inilah akhir drama yang harus kami jalani. Menyelesaikan pertikaian tanpa tepi dengan cara laki-laki. #pentigrafhm di #pondokilusikatatanpaarti, 10022019


78 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 40. PENGAMEN BANGJO Di kotaku hampir semua “bangjo” (lampu merah--kuning--hijau yang dipasang di persimpangan jalan) memiliki anak jalanan, pengemis, pengamen, atau penjaja koran. Pada pengemis, sesuai anjuran pemerintah, aku sudah lama tidak memberi uang. Sudah lama juga aku tidak membeli koran karena nyaris tidak pernah lagi membacanya. Pada pengamen aku masih ‘lihat-lihat’ dan lebih sering memberi, biasanya 2, 5, atau 10 ribu. Beberapa bulan ini ada pengamen yang menarik hatiku: Pak Tua dengan gitar tua dan lagu-lagu lama. Pada pengamen yang senang menyanyikan lagu ceria dan penuh harapan ini aku selalu tergerak untuk memberi uang minimal 10 ribu, bahkan pernah kuberi 100 ribu. Aku merasa sangat suka pada gaya dan gairah ngamennya. Karena itu, kalau keluar rumah aku hampir selalu mengarahkan jalanku agar melewati tempat mangkalnya, kalau tidak pas berangkat, ya pasti pas pulangnya. Suatu sore, saat jalan-jalan di sekitar Prambanan, aku merasa melihat Pak Tua itu. Dia mendorong kursi roda yang ditumpangi seorang anak yang tampaknya lumpuh. Aku pun mengikutinya. Dia menuju sebuah rumah sederhana. Ketika dia datang, beberapa anak kecil menghambur menyambutnya dengan gembira. Ada yang membantu mendorong kursi roda, ada pula yang menggelayuti lengannya. Bahkan, ada anak kecil yang minta digendongnya. Di pagar rumah itu kubaca tulisan, “Rumah Tinggal Anak Tanpa Keluarga”. Aku pun menitikkan air mata. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 20082021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 79 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 41. SURGA BAGI PARA PENYAIR Konon katanya di surga nanti ada kapling khusus untuk penyair. Itu adalah surganya para penyair. Agar gambarannya lebih mudah diimajinasikan, konon lagi, besok sangat mungkin akan muncul dialog antara ruh atau arwah penyair dengan malaikat penjaga. “Berhenti, kenapa kau menuju pintu ini?” tanya malaikat kepada sebayang ruh penyair. “Saya penyair, ini surga kami,” jawab ruh penyair. “Mana buktinya kalau kau penyair?” sambung malaikat. Ruh penyair pun menunjukserahkan gebokan puisinya yang ribuan, juga antologi pribadi serta kumpulan karya bersamanya yang bertumpuk. “Ngacau,” kata malaikat, “ini bukan puisi, ini hanya sampah,” lanjutnya. Dengan wajah pucat pasi ruh penyair menerima buku-buku dan jilidan puisinya. “Ini hanya ‘curhatan’ atau ‘curcolan’, bukan puisi yang baik. Apalagi di sini tak satu pun tanda tangan kritikus muda hebat dari zamanmu. Sudah, kuberi waktu beberapa bulan untuk kembali ke dunia dan berusahalah mendapatkan tanda tangan kritikus hebat itu. Minimal harus ada dua puisi dalam antologimu yang sudah dikritik pengamat top itu dan harus kelihatan bahwa kau sudah memperbaiki setelah dibahas olehnya. Mengerti? Silakan bawa semua karya ini ke dunia. Ini belum layak berada di sini,” malaikat mengakhiri kata-katanya dan berlalu. Dengan wajah lusuh dan badan lungkrah ruh penyair itu memunguti buku-buku dan kata-kata puisinya yang berceceran. Dengan langkah gontai ia bawa semua karyanya yang ia kemas di tas punggung kesayangannya. Lewat jarak dan waktu sekejapan usai melintasi batas wilayah sakral, ruh penyair itu kembali ke dunia dalam formasi utuh sempurna seperti ketika hidup di dunia. Segera ia menyeberangi dunia maya dan mencari-cari nama kritikus muda hebat kebanggaan


80 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata bangsa. Tentu dengan permohonan tulus agar karya-karyanya dikritik dan diberi masukan untuk diperbaiki lalu diberi tanda tangan. Lama ia mengelana di dunia maya, di dunia imajinasi, di wilayah inspirasi, dengan sambil terus berkarya menulis puisi. Begitu asyiknya terus berkarya ia pun lupa bahwa kritikus hebat itu belum memberikan satu pun catatan di karyanya. Masih teronggok di dunia nyata. Entah apa yang akan terjadi kemudian, ia tak peduli lagi. Baginya berkarya dan terus menulis lebih berarti untuk menandai keberadaannya di dunia nyata dan maya, lebih dari sekadar mendapatkan tanda tangan sang kritikus. Tamat. Yongin, Korea, #pondokilusikatatanpaarti, 09092017


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 81 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 42. JARKONI Dunia ini memang begitu kaya. Kekayaan hayatinya melimpah ruah. Kekayaan flora faunanya juga demikian dahsyatnya. Tak kalah dari semua itu, kekayaan variasi manusianya juga luar biasa. Gaya, perilaku, citra, tingkah polah, dan sisi-sisi kemanusiaan manusia juga demikian lengkapnya. Di kampung kecil berinisial PK saja varian manusia penghuninya begitu beragam. Dalam salah satu aspek bernama gotong royong atau kerja bakti saja, varian tipe manusia kampung kecil ini sudah sangat lengkap. “Si J itu memang menyebalkan, kalau kerja bakti hanya bisa ‘main’ perintah”, kata Pak K dalam satu perbincangan di pos ronda ‘Malem Sloso/Senin Malam’. Semua anggota kelompok ronda setuju. Begitulah si J. Istilah untuknya, kata mereka ‘jarkoni’ atau ‘gajah diblangkoni’, ‘isa ngajar, isa kojah, nanging ora isa nglakoni’ (bisa mengajari atau memberi aba, tetapi tidak bisa menjalankan atau menjalani). Begitulah, si J terkenal di seantero kampung kecil PK sebagai ‘jarkoni’ atau ‘gajah diblangkoni’. Memang setiap ada acara gotong royong atau kerja bakti apa pun, si Jarkoni ini hanya jadi tukang memberi aba-aba, hanya nunjuk-nunjuk, main tunjuk, dan sok kuasa, bahkan kadang kala suka memerintah. Pokoknya, si Jarkoni telah membuat jengkel dan gemas tingkat dewa seisi kampung. Karena itu, ketika si Jarkoni dikabarkan terserang stroke dan harus dirawat di RS justru banyak warga yang ‘setengahe nyukurke’ (seperti bilang, ‘rasain’). Hari itu kira-kira satu setengah bulan setelah Jarkoni menghadap Allah karena stroke dan sempat dirawat di RS selama 5 harinan, penduduk kampung PK sedang gotong royong menyiapkan panggung dan tenda untuk peringatan 17-an. Ini adalah kerja bakti kampung pertama semenjak


82 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata kepergian Jarkoni ke alam baka. Entah kenapa suasana kerja bakti itu demikian loyo dan seperti kehilangan ruh. Penduduk akhirnya bisa menyelesaikan persiapan perhelatan peringatan 17-an, tetapi benar-benar dengan susah payah. Tujuh hari berikutnya orang-orang kampung PK bergotong royong lagi. Kali ini mereka membantu Pak F menyiapkan upacara pernikahan putrinya. Lagi-lagi, entah kenapa, suasana kerja bakti itu juga terasa ada yang kurang. Mereka seperti kehilangan sesuatu sehingga terasa lamban dalam membereskan pekerjaan. Sebulan kemudian kampung PK mengadakan kerja bakti membersihkan makam menjelang ‘ruwahan’. Lagi-lagi suasananya seperti kehilangan gairah. Entah kenapa, mereka seperti kehilangan sesuatu. Pak Ketua RW yang menangkap atmosfir warga itu tiba-tiba duduk di depan sebuah gundukan kuburan yang belum begitu lama. Komat-kamit mulut Pak Ketua RW tampak berdoa. Entah apa yang menggerakkannya, semua peserta kerja bakti kemudian berjejer duduk di samping dan belakang Pak Ketua RW, lalu berdoa sambil meneteskan air mata. Di luar pagar makam, seorang anak berusia 12-an tahun begitu keheranan setengah tak percaya melihat ulah orang kampung di dekat kuburan bapaknya.


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 83 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 43. PEGANGAN Sebulan sebelum UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) datanglah 6 orang pemuda lulusan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) diantar kedua orang tuanya. Tujuan kedatangan mereka sama, agar lolos UMPTN. Satu per satu pemuda itu dipanggil untuk diajak ngobrol santai dan kemudian diberi pinjaman ‘pegangan’ agar lolos ujian. Dua bulan berikutnya mereka datang lagi, juga diantar orang tua atau kakaknya. Tujuan mereka sama: mengembalikan ‘pegangan’ dan memberikan ‘tanda kasih’. Keenamnya lolos UMPTN. Satu setengah bulan menjelang pilkada di Kabupaten A, datanglah Pak B bersama seseorang. Setelah ngobrol cukup lama, Pak B pamitan dan dia pun mendapatkan pinjaman ‘pegangan’ agar lolos seleksi dan kemudian memenangkan pemilihan bupati. Lima hari kemudian datanglah Pak C diantar oleh dua orang. Setelah ngobrol santai dan berdiskusi, Pak C minta diri. Dia pun mendapatkan pinjaman ‘pegangan’ agar lolos seleksi dan terpilih menjadi bupati. Sepuluh hari kemudian datang Pak D diantar oleh tiga orang. Setelah ngobrol santai dan berdiskusi serta berdoa bersama, Pak D pamitan. Dia pun mendapatkan pinjaman ‘pegangan’ agar lolos seleksi dan memenangkan pemilihan bupati. Sebulan setelah pemilihan bupati, Pak D datang bersama istri dan kedua anaknya. Pak D mengembalikan ‘pegangan’ yang dipinjamkan kepadanya sambil menyerahkan tanda kasih. Suatu hari datanglah seorang wartawan bersama seorang peneliti. Setelah ngobrol santai dan berdiskusi ketiganya pergi bersama ke sebuah restoran. Sambil menikmati makanan dan minuman, mereka melanjutkan diskusi. Tema utamanya tentang ‘pegangan’. Diskusi santai itu diselingi dengan canda tawa. Usai makan, minum, dan berdiskusi sambil bercanda, mereka saling bertukar ‘pegangan’ sehingga masing-masing orang membawa dua ‘pegangan’.


84 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 44. TULAK SARIK LAN WEWALATING SITI (Pentigraf Tahu Bulat based on true story) Sebagai Ketua RT, aku banyak berurusan dengan warga, lengkap dengan seluk beluknya, termasuk urusan tanah. Masalah tanah itu pula yang kuhadapi pertama begitu menjabat Ketua RT lima bulan lalu. Masalah itu muncul karena melibatkan orang yang “kikrik”. Kisahnya berawal ketika salah seorang paman teman dekatku menjual tanah warisan. Karena kekurangtahuan dan tidak melakukan pengecekan, ternyata jalan masuk ke rumah keluarga besarnya termasuk dalam cakupan sertifikat tanah yang telah diperjualbelikan. Kalang kabut keluarga temanku melobi agar diperkenankan membeli jalan itu. Pembelinya keberatan, padahal tanah itu tetap masih luas dan strategis jika dikurangi jalan. Kemudian keluarga temanku menawarkan tukar guling dengan tanah keluarganya yang gandeng dengan tanah itu. Mulanya pembeli setuju, semua senang, dan proses administrasi pengurusan sertifikat baru pun berjalan. Namun, entah kenapa, tujuh hari kemudian, si pembeli tergopoh-gopoh minta kuantar ke rumah keluarga temanku untuk membatalkan kesepakatan tanpa alasan, kemudian langsung pamitan. Kulihat temanku menangis, lalu keluar rumah. Aku mengikutinya. Ia menuju kuburan. Di pusara ayah dan kakek buyutnya, cikal bakal kampung kami, ia mengadu dan menumpahkan kesedihannya. Empat bulan kemudian, saat kami kerja bakti membuat jalan baru untuk akses ke rumah teman itu, ada petugas mencariku. Dia memberi tahu bahwa tanah si pembeli telah disita bank. Sebulan kemudian kudengar pembeli itu jatuh sakit. Sakitnya sangat berat dan harus dirawat di RS sampai saat ini. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 19112021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 85 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 45. AMPLOP SUMBANGAN Waktu itu 14 Agustus. Aku menjadi ketua panitia resepsi manten anak seniorku di sebuah gedung megah. Di pertengahan acara, gadis penjaga buku tamu tergopoh-gopoh mendatangiku. Setengah menangis ia memohon agar aku menuju meja buku tamu karena ada orang aneh. “Pak, tolong saya Pak, saya telah salah memasukkan amplop ke kotak sumbangan itu dan saya harus mengambil serta menukarnya,” kata laki-laki tegap usia 50-an diikuti rengek istrinya yang berdandan menor. Laki-laki itu bersikeras meminta agar kotak dibuka supaya dia bisa menukar amplopnya. Itulah yang membuat gadisgadis penjaga buku tamu ketakutan. Dengan tegas aku tolak permintaan itu. “Kotak tidak boleh dibuka,” kataku. Itu hak keluarga pengantin. Kuncinya juga dibawa keluarga pengantin. Karena laki-laki dan perempuan itu terus merengek dan mengganggu, bahkan sampai akan nangis, aku pun memintanya menuliskan nama, alamat, nomor HP, dan ciri-ciri amplop serta jumlah uangnya. “Aku berjanji akan berkoordinasi dengan keluarga pengantin dan mengirimkan amplop itu jika memang terbukti ada kesalahan,” kataku. Setelah resepsi selesai aku mohon izin keluarga pengantin ikut melihat ketika salah satu kotak sumbangan dibuka. Akhirnya kami pun menemukan amplop dengan ciri-ciri yang sesuai dan kemudian kami buka. Ternyata isinya cek senilai lima juta dan sebuah cenderamata kecil berupa liontin yang gemerlapan. Yang membuat kami kaget adalah ternyata kartu nama yang ada dalam amplop itu bukanlah nama laki-laki yang meminta membuka kotak, tetapi nama direktur perusahaan tempat pengantin pria bekerja. Hmm ... dasar penipu. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 03112021


86 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 46. DASAR LIK MUKIDI Pagi-pagi pukul tujuh ada berita lelayu. Yang meninggal adalah Lik Mukidi, pensiunan pegawai di kantorku. Ia meninggal karena sakit tua, 88 tahun, bukan karena terpapar Covid-19. Seperti biasa, kalau ada orang meninggal, warga segera berkumpul di rumah duka untuk memberikan bantuan apa saja. Aku pun bergegas ke rumah Lik Mukidi yang aku kenal baik sebagai pegawai yang sangat rajin dan penuh dedikasi. Setelah bertemu anak sulungnya aku pun menanyakan di mana Lik Mukidi akan dimakamkan. Aku tegaskan bahwa sebagai pensiunan pegawai, Lik Mukidi, juga istrinya, berhak dimakamkan di pemakaman kantor kami. Aku pun menawarkan bantuan untuk mengurusnya. Yang membuat aku terkejut, ternyata, menurut si sulung, Lik Mukidi tidak mau dikuburkan di pemakaman kantor kami yang cukup besar dan sangat tertata. Bahkan, kemudian istri Lik Mukidi menghampiri kami dan mengatakan bahwa suaminya telah meninggalkan wasiat soal kuburannya. Dia ingin dikuburkan di pemakaman kampung saja. “Bapaknya sudah menulis surat wasiat juga, Pak,” kata istri Lik Mukidi. Si sulung kemudian masuk kamar. Ketika keluar ia membawa amplop yang katanya berisi wasiat ayahnya dan diserahkan padaku. Amplop kubuka dan kubaca isinya. Tegasnya Lik Mukidi wanti-wanti tidak mau dikuburkan di pemakaman kantor. Ketika kutanyakan alasannya, si sulung menjawab dengan suara datar. “Bapak itu kan hanya pegawai biasa, Pak. Katanya selama bekerja di kantor hanya disuruh-suruh dan kadang-kadang dimarahi oleh atasannya. Nah, kalau dikubur bersama para pejabat dan atasannya, Bapak takut setelah meninggal pun arwahnya tetap disuruh-suruh dan bahkan dimarahi atasannya di pemakaman,” jelas si sulung. Duuuh, aku kudu piye, jajali? salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 17112021


BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA 87 (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 47. RAMPOK PENGEMIS RAMPOK Siang yang terik. Aku membawa gerobak menuju rumah saudara di Pakem. Agar santai dan tidak harus selalu “menthelengi” jalan, sengaja aku menghindari Jalan Kaliurang. Di sebuah ruas jalan agak sepi sebelum daerah Besi aku lihat seorang ibu setengah baya berjalan terseok-seok menggendong anak kecil di punggungnya. Rasanya aku ingin menawarkan tumpangan. Tiba-tiba dari arah belakang muncul pemotor berboncengan. Begitu menyalip gerobakku dengan sedikit “nyerok ngepot” langsung mendekati ibu-ibu itu dan menyambar tas kecil yang ditentengnya. Aku kaget dan reflek menginjak rem. Begitu cepat peristiwa terjadi. Pemotor pun langsung tancap gas pergi. Ibu-ibu itu terjatuh karena sedikit tertarik pemotor. Aku turun dan membantunya. Si Ibu memohon aku mengejar si perampas karena tasnya berisi uang 500 ribu hasil meminta-minta selama seminggu. Dia bilang akan membeli obat untuk suaminya yang sakit. Aku tak mungkin mengejar motor yang sudah tak kelihatan. Karena kasihan, aku tawarkan bantuan. Aku antar si ibu sampai depan sebuah apotek dan kuberi uang 500 ribu. Dia bilang rumahnya sudah dekat dan aku diminta melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah saudara, aku pun menceritakan kejadian perampasan yang kutemui di jalan. Ekspresi saudaraku terasa aneh, lalu dia mengambil HP dan bilang, “Baca pesan yang kukirimkan barusan”. Aku buka WA dan kulihat kirimannya yang berjudul “Hati-hati modus perampokan terselubung, sudah banyak korbannya” yang kisahnya sama persis dengan yang baru saja kualami. Diancuk tenan, batinku. Salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 16092021


88 BELAJAR BERSASTRA DARI DUNIA MAYA (Pentigraf dan Cerita Keberadaannya) Heru Marwata 48. PESAN TANGAN “Sudahlah, gak usah akting, ayo segera bangun,” kataku pada seorang laki-laki setengah baya yang sedang meringis dan mendesis-desis seperti menahan sakit menggeletak di pinggir lapangan badminton. Dia ini sahabat lama waktu kuliah. Tadi pagi-pagi berkabar kalau akan menyusulku ke GOR Lembah UGM untuk ikut main bulutangkis. Begitu sampai GOR dia langsung menuju lapangan 5 tempatku bermain bersama rombongan FIB UGM. Pas bola mati, aku pun menuju pinggir lapangan untuk menemuinya. Sebagai teman lama yang sangat akrab, kami memang sudah sangat biasa saling meledek dan bahkan kadang setengah berkelahi. Setelah dekat dia langsung memukul bahu kananku agak keras sambil bilang, “Gila, badanmu jadi kayak petinju.” Karena tangan kananku memegang raket, aku pun membalas “nabok” (seperti menampar dengan tangan terbuka) bahu kanannya, juga agak keras. Tiba-tiba ia berteriak, dan kemudian jatuh terduduk lalu telentang sambil meringis kesakitan. Aku jadi ingat soal penggendam di Pasar Sentul beberapa waktu lalu. Ah, tapi ini temanku, masa akting? “Tangan kirimu,” katanya sambil menahan sakit. Duh, aku baru ingat pesannya puluhan tahun silam bahwa aku tak boleh memukul orang dengan tangan kiri karena, katanya, tangan itu berat dan ada rajahnya. salam #pentigraf tahu bulat dari #pondokilusikatatanpaarti, 28082021


Click to View FlipBook Version