The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by aurllsyakira10, 2021-12-19 20:45:18

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

ancaman yang demikian besar dari pen- kelapa atau sering juga disebut karbon aktif
cemaran limbah cair penyamakan kulit, maka adalah jenis karbon yang memiliki luas
upaya untuk mengatasi cemaran logam berat permukaan yang besar (500 m2 /g)(APCC,

telah banyak dilakukan. Upaya tersebut 2007) dan mempunyai daya serap tinggi
dengan jalan mengurangi konsentrasi logam karena mempunyai situs aktif yang dapat
berat yang dibuang ke sungai, tetapi upaya menyerap bahan-bahan organik maupun
tersebut sering tidak efektif dan dalam jangka anorganik sehingga digunakan sebagai
waktu yang lama cemaran logam berat substrat untuk menempelkan kitosan agar
dapat merusak lingkungan karena proses dapat menyerap logam berat dan bahan-
akumulasi logam berat yang tidak seimbang bahan organik dari limbah cair industri lebih
dengan kemampuan swapentahiran dari efektif. Hal ini sesuai dengan Rodrigues dan
lingkungan itu sendiri. Reinoso (1998) yang menyatakan bahwa

Salah satu upaya untuk mengatasi pen- arang aktif adalah spesies dengan karakter
cemaran disebabkan oleh industri penyama- amfoterik yaitu dapat bermuatan negatif
kan kulit adalah dengan cara menghilangkan atau positif dan tergantung pada pH larutan
krom dan bahan organik dari limbah cair untuk menyerap bahan-bahan organik
industri penyamakan kulit yang murah maupun anorganik. Adsorpsi anionik akan
dan alami misalnya dengan adsorpsi meng- suka pada pH rendah dan sebaliknya untuk
gunakan adsorben yang berbasis sumber spesies kationik akan menyukai pH tinggi.
alam atau limbah yaitu dengan kitosan dan Karena kegunaannya juga untuk menyerap
arang aktif tempurung kelapa. Menurut
Griffon et al, 2006 menyatakan bahwa kitosan logam berat makanya digunakan sebagai
substratnya kitosan dalam menyerap logam
merupakan polimer kationik yang bersifat berat pada industri penyamakan kulit.
nontoksik,dapatmengalamibiodegradasidan Adapun Tujuan Penelitian: Mengevaluasi
biokompatibel. Metode adsorpsi umumnya karakteristik parameter kualitas limbah cair
didasarkan pada interaksi logam dengan dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah
gugus fungsional yang ada pada permukaan (IPAL) maupun tanpa Instalasi Pengolahan
adsorben melalui interaksi pembentukan Air Limbah (IPAL) dan dibandingkan
kompleks. Kitosan adalah biosorben bahan dengan Peraturan Gubernur DIY Nomor 7
pencemar yang efektif karena Derajat
Deasetilasi yang tinggi dan memiliki gugus Tahun 2010; Menganalisa Pengaruh pH dan
amino bebas yang dikandungnya, sehingga konsentrasi Kitosan yang melapisi arang
bersifat polikationik yang mempunyai ke- aktif sebagai adsorben terhadap efisiensi
mampuan untuk mengikat logam, protein penurunan kandungan logam berat (Cr total),
dan zat warna (Zakaria et al, 2002). Selain BOD, COD, pada limbah cair penyamakan
kulit.
memiliki beberapa kelebihan, kitosan juga
memiliki kekurangan. Penggunaan kitosan Penelitian ini dilakukan dengan metode
sebagai biosorben telah banyak digunakan pengambilan sampel untuk limbah cair
tetapi mempunyai kelemahan yaitu kitosan menggunakan teknik Stratified Random Sam-
mudah larut pada pH rendah sehingga pling dengan mempertimbangkan bahwa
tidak mampu untuk mengadsorpsi logam
Cr(III) pada keadaan pH rendah (Onar dan kegiatan yang dikaji memiliki karakteris-
Sarisik, 2002). Hal ini disebabkan situs aktif tik yang berbeda yaitu limbah cair yang
(gugus amina) dari kitosan mengalami menggunakan Instalasi Pengolahan Air
protonasi dan kemampuan adsorpsinya Limbah (IPAL) dan limbah cair tanpa Instalasi
mudah dipengaruhi oleh anion-anion dalam Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengamatan
perairan, sebaliknya arang aktif tempurung limbah cair industri penyamakan kulit
dilakukan di laboratorium, untuk menge-
tahui kandungan Cr (total), BOD, COD, dan

50

dilanjutkan dengan menguji daya adsorpsi aktif hasil pelapisan dikeringkan pada suhu
dari kitosan yang melapisi arang aktif. 600 C hingga kering dan diperoleh berat yang
konstan. Dengan prosedur yang sama juga
Pengambilan Sampel Limbah Cair dilakukan untuk 15 ml gel kitosan 2% : 15 g
arang aktif dengan perbandingan 2:1 (K2A1)
Industri Penyamakan Kulit. dan 15 ml gel kitosan 3 % : 15 ml arang aktif.
Sampel limbah cair penyamakan kulit
Uji Pengaruh ph dan Konsentrasi
diambil pada saluran pembuangan limbah
yang tidak menggunakan Instalasi Pengola- Kitosan yang Melapisi Arang Aktif
han Air Limbah (IPAL) dan menggunakan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Tempurung Kelapa terhadap Adsorpsi
serta dianalisa di Laboratorium meliputi:
Suhu, pH, BOD, COD, Cr (total), TSS, dan Cr (total), BOD, COD
Minyak/Lemak serta dibandingkan dengan Sampel industri penyamakan kulit
Baku Mutu Limbah Cair Peraturan Gubernur
DIY Nomor 7 Tahun 2010. diambil sebanyak 25 ml, dipipet, dan di-
masukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. pH
Pembuatan Kitosan yang Melapisi larutan di dalam masing-masing erlenmeyer
diatur dengan menambahkan larutan HCl
Arang Aktif Tempurung Kelapa. 0,1 M dan NaOH 0,1 M. Variasi pH yang
Pembuatan Kitosan yang melapisi arang digunakan adalah pH 1, 2,3, 4, 5, 6, dan pH 7.
Kedalam setiap larutan dimasukkan 5 gr ad-
aktif mengacu seperti yang dilakukan oleh sorben. Lakukan pengocokan dengan shaker
Nomanbhay dan Palanisamy. Sebanyak 15 g selama 24 jam. Larutan yang diperoleh di-
Arang aktif dimasukkan kedalam 15 ml gel saring dan filtrat yang diperoleh dianalisis
kitosan 1% (1 g kitosandalam 100ml asam dengan Spektrofotometer Serapan Atom,
oksalat 10%) dan campuran dikocok dengan untuk mengetahui jumlah Cr (total), dan
shaker selama 24 jam. Perbandingan 15 ml menganalisa BOD, COD yang tersisa dalam
gel kitosan 1% : 15 g Arang aktif dianggap larutan setelah interaksi dengan adsorben.
1:1 yang diberi kode (K1A1) (Nomanbhay
dan Palanisamy, 2005). Campuran kemudian PEMBAhASAN
disaring, dicuci dengan aquades, dan dike-
ringkan. Proses pelapisan diulang sebanyak hasil Analisis Kualitas Limbah Cair
3 kali untuk memperoleh kitosan yang tebal
pada arang aktif. Arang aktif hasil pelapisan Penyamakan Kulit.
dengan kitosan dipisahkan dari larutan dan Hasil analisis pengambilan sampel
direndam dalam larutan NaOH 0,5% selama
3 Jam untuk penetralan kemudian dilakukan limbah cair penyamakan kulit tanpa
penyaringan dan pencucian dengan aquades Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan
hingga diperoleh substrat yang netral. Arang pengambilan sampel limbah cair penyamakan
kulit dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) untuk berbagai parameter fisika dan
kimia disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Analisis sampel Limbah Cair Penyamakan Kulit Tanpa IPAL

No Paramater Satuan Hasil Uji Baku Mutu Limbah Cair Provinsi DIY no 7 tahun 2010
3 6,0 - 9,0
1 pH - 25,5 ± 3 ˚C
920. 00 -
2 Suhu ˚C 1. 200,1 40
3900 90
3 DHL μmhos 640 40

4 BOD mg/L

5 COD mg/L

6 TSS mg/L

51

No Paramater Satuan Hasil Uji Baku Mutu Limbah Cair Provinsi DIY no 7 tahun 2010
644,850 0,4
7 Cr mg/L

Tabel 2. Hasil Analisis Limbah Cair Penyamakan Kulit dengan IPAL

No Paramater Satuan HasilUji Baku MutuLimbahCairProvinsi DIY no 7 tahun 2010
1 pH - 7,28 6,0 - 9,0
2 Suhu ˚C 30,6 ± 3 ˚C
3 DHL μmhos 550 -
4 BOD mg/L 128 40
5 COD mg/L 114,608 90
6 TSS mg/L 105 40
7 Cr mg/L 0,5 0,4

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 diatas Derajat Keasaman (ph).
dikemukakan pembahasan yangberkaitan Derajat keasaman (pH) menunjukkan
dengan parameter fisikadan parameterkimia.
kadar asam atau basa dalam suatu larutan
Temperatur. melalui konsentrasi atau aktivitas ion H+. pH
Pengukuran temperatur limbah cair merupakan suatu parameter fisik penting

sangat diperlukan untuk pengamatan dalam pengendalian limbah cair. Karena
aktivitas-aktivitas biologi, kimiawi, tingkat banyak reaksi-reaksi kimia dan biologis yang
kelarutan, dan kejenuhan oksigen serta proses melibatkan mikroorganisme berlangsung
pembusukan. Aktivitas biologis serta reaksi- dalam pH tertentu. Apabila pH air sungai
reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat mengalami perubahan yang ekstrim, yaitu
setiap kenaikan temperatur 100 C, tingkat pH lebih kecil dari 5 seperti terlihat pada
oksidasi bahan organik jauh lebih tinggi pada limbah cair Tanpa Instalasi Pengolahan Air
temperatur yang relatif tinggi dibandingkan Limbah (IPAL), apabila langsung dibuang
pada temperatur yang rendah. Peningkatan ke badan air, maka akan terjadi perubahan
temperatur ini disertai dengan penurunan
kadar oksigen terlarut, sehingga tidak dalam air sungai, seperti terganggunya
mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi aktivitas atau kehidupan ikan dan hewan air
organisme perairan untuk melakukan proses lainnya, terlarutnya beberapa mineral atau
metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). logam berbahaya tertentu, terjadinya korosif
Dari hasil analisis limbah cair penyamakan atau pengkaratan pipa-pipa besi dalam
kulit tanpa Instalasi Pengolahan Air Limbah air (Fardiaz. , 1992). Menurut Palar (1994)
(IPAL), temperatur limbah nilainya 25,50 C, menyatakan bahwa proses-proses kimia yang
dan limbah cair penyamakan kulit dengan berlangsung dalam badan perairan dapat
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
temperaturnya sebesar 30,6 0C, masih mengakibatkan terjadinya peristiwa reduksi
dianggap normal untuk kehidupan aquatik dari senyawa-senyawa Cr (VI) menjadi Cr
jika limbah cair dengan Instalasi Pengolahan (III)dapat berlangsung bila badan perairan
Air Limbah(IPAL) dibuang ke badan air atau berada dalam kondisi asam dan untuk
sungai. Menurut Baku Mutu Limbah Cair perairan yang bersifat basa, ion-ion Cr (III)
provinsi DIY No 7 Tahun 2010 temperatur akan diendapkan di dasar perairan. Menurut
limbah cair masih sesuai dengan baku mutu. Baku Mutu Limbah Cair Provinsi DIY No 7
Tahun 2010 pH limbah cair Tanpa Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak dapat

dibuang langsung ke badan perairan.

52

BOD (Biological Oxygen Demand). bahan organik akan dioksidasi oleh kalium
BOD yaitu kebutuhan oksigen untuk bikromat menghasilkan gas CO2 dan H2O
serta sejumlah ion Cr (III) (Sawyer et al,
oksidasi biologis merupakan jumlah oksigen 2003). Uji COD hanya memerlukan waktu
yang dikonsumsi atau dibutuhkan oleh sekitar 3 jam, sedangkan BOD memerlukan
mikrobiologi dalam proses dekomposisi waktu 5 hari. Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel
bahan-bahan organik yang membutuhkan 2 diatas bahwa hasil analisis menunjukkan
oksigen terlarut dalam air untuk merombak COD limbah cair tanpa IPAL sebesar 3900
bahan organik menjadi senyawa yang mg/l dan COD dengan IPAL sebesar 114,608
lebih sederhana. Nilai BOD menunjukkan mg/l. Jika dibandingkan dengan Baku
oksigen terlarut yang dibutuhkan hidup Mutu Limbah cair Provinsi DIY No 7 Tahun
mikroorganisme untuk memecahkan atau 2010 baik nilai limbah cair tanpa Instalasi
mengoksidasi bahan organik dalam air. Nilai Pengolahan Air Limbah (IPAL) maupun
BOD tidak menunjukkan bahan organik limbah cair dengan Instalasi Pengolahan Air
sebenarnya dalam air yang umum digunakan Limbah (IPAL) telah melampaui ambang
sebagai indikator pencemaran sungai yang batas dan tidak memenuhi baku mutu, Hal
secara tidak langsung menggambarkan ini tidak layak untuk dibuang langsung ke
bahan organik dalam badan air (Davis badan perairan karena akan menambah
dan Masten, 2004). Besarnya nilai BOD pencemaran pada badan air.
menyatakan jumlah kandungan zat organik
dalam air limbah, makin banyak jumlah zat Cr (total)
organik yang dapat dioksidasi dalam air Kromium (Cr) adalah salah satu logam
limbah, maka makin tinggi nilai BOD nya.
Hasil analisis BOD limbah cair tanpa IPAL berat yang cukup luas penggunaannya
maupun dengan IPAL pada Tabel 1 dan Tabel dalam industri penyamakan kulit. Limbah
2 terlihat BOD tanpa Instalasi Pengolahan cair krom berasal dari proses penyamakan
Air Limbah (IPAL) sebesar 1200,1 mg/l kulit, mempunyai sifat yang berbeda-
dan BOD dengan Instalasi Pengolahan Air beda, tergantung dari besarnya krom yang
Limbah (IPAL) sebesar 128 mg/l. Hal ini digunakan pada tahapan-tahapan proses
dihubungkan dengan Baku Mutu Limbah dan tidak diserap dengan sempurna oleh
Cair Provinsi DIY No 7 Tahun 2010 keduanya kulit yang diolah. Sehingga krom pada
tidak memenuhi baku mutu, berarti limbah proses basah masih mengandung sisa-sisa
cair tanpa Instalasi Pengolahan Air Limbah krom dalam jumlah yang cukup besar.
(IPAL) maupun limbah cair dengan Instalasi Seperti terlihat pada hasil analisis Tabel 1
Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak layak dan Tabel 2, di mana Cr (total) pada limbah
untuk dibuang langsung kesungai karena cair tanpa IPAL sebesar: 644,8500 mg/l dan
akan menyebabkan pencemaran pada badan Cr (total) pada limbah cair dengan Instalasi
air. Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebesar: 0,5
mg/l. hal ini apabila dibandingkan dengan
COD (Chemical Oxygen Demand) Baku Mutu Limbah Cair Provinsi DIY No 7
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Tahun 2010 baik limbah cair tanpa Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan limbah
kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah cair dengan Instalasi Pengolahan Air
oksigen yang diperlukan agar bahan Limbah (IPAL) tidak sesuai dengan baku
buangan organik yang ada di dalam air mutu, sehingga tidak layak untuk dibuang
dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. COD langsung ke badan perairan. Jadi limbah cair
dapat digunakan untuk mengukur bahan tersebut perlu diolah lagi untuk menurunkan
organik dari limbah domestik maupun Cr (total).
industri, reaksi kimia yang terjadi adalah

53

Uji Pengaruh ph dan Konsentrasi mengadsorpsi Cr (total) dan juga disebabkan
karena peran arang aktif tempurung kelapa
Kitosan yang Melapisi Arang Aktif yang menyerap apa saja yang berinteraksi
dengan arang aktif menyebabkan ion logam
TempurungKelapa terhadapJumlah Cr berat (Cr total) ditarik oleh karbon aktif dan
melekat pada permukaan arang aktif dalam
(total) Teradsorpsi kombinasi dari daya fisik kompleks dan
reaksi kimia. Jadi gugus-gugus aktif yang
Interaksi antara logam Cr (total) dengan dapat mengikat ion logam Cr (total) tidak
kitosan yang melapisi arang aktif tempurung hanya berasal dari situs-situs aktif pada
kelapa merupakan interaksi kimia melalui kitosan saja, tetapi juga dari arang aktif
pembentukan ikatan kimia logam dengan tempurung kelapa. Hasil analisis pengaruh
gugus-gugus fungsional kitosan yang pH dan konsentrasi kitosan yang melapisi
melapisi arang aktif sehingga adsorpsi arang aktif terhadap Cr (total) teradsorpsi
logam oleh kitosan yang melapisi arang aktif dapat dilihat pada Gambar 1.
dipengaruhi oleh pH. Untuk mengetahui
pengaruh pH terhadap adsorpsi, maka Gambar 1
larutan Cr (total) diinteraksikan dengan Pengaruh pH dan Konsentrasi Kitosan yang
adsorben A (K1A1), adsorben B (K2A1), Melapisi Arang Aktif terhadap Jumlah Cr (total)
dan adsorben C (K3A1) pada beberapa
variasi pH yaitu pH 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan pH Teradsorpsi
7. Variasi pH pada adsorpsi Cr (total) dalam
larutan merupakan faktor yang berpengaruh Pengaruh ph dan Konsentrasi
pada adsorpsi Cr (total) oleh Kitosan yang Kitosan yang Melapisi Arang Aktif
melapisi arang aktif. Hal ini sesuai dengan terhadap Jumlah BOD Teradsorpsi.
hasil uji statistik Oneway. Variabel Cr (total)
signifikan pada 0,05 (p<0,05), maka variasi Untuk mengetahui pengaruh pH
pH berpengaruh terhadap penurunan Cr terhadap jumlah adsorpsi oleh kitosan
(total) limbah cair industri penyamakan kulit. yang melapisi arang aktif tempurung
Adanya perbedaan penurunan Cr(total) kelapa, maka sampel limbah penyamakan
dapat dilihat pada Gambar 1. Terlihat bahwa kulit yang mengandung bahan organik
adsorpsi Cr (total) semakin meningkat pada maupun anorganik diinteraksikan dengan
pH 4 sampai 5. Hal ini disebabkan pada pH adsorben A, adsorben B, dan adsorben C
4 dan pH 5 jumlah ion H+ dalam larutan pada beberapa variasi pH yaitu pH 1, 2, 3,
semakin berkurang sehingga adsorpsi Cr 4, 5, 6, dan pH 7. Variasi pH pada adsorpsi
(total) lebih mudah terjadi dan Cr (total) BOD dalam larutan merupakan faktor
yang teradsorpsi semakin meningkat yang berpengaruh pada adsorpsi BOD oleh
jumlahnya. Adsorpsi Cr (total) oleh kitosan kitosan yang melapisi arang aktif tempurung
yang melapisi arang aktif terlihat bahwa kelapa. Hal ini sesuai dengan hasil uji
pada pH 4 jumlah Cr (total) yang teradsorpsi statistik Oneway Anova. Variabel BOD
cenderung naik dari 87,8,%; 90,6%; 91,9%
(adsorben A, adsorben B, dan Adsorben
C). Sesuai dengan penelitian Nomanbhay
dan Palanisamy, 2005 menyatakan bahwa
pH optimum adalah pH 4 untuk adsorpsi
Cr(VI). Pada adsorben A (K1A1) adsorpsi
Cr (total) lebih kecil dibandingkan dengan
adsorben B (K2A1) dan adsorben C (K3A1).
Hal ini disebabkan pada adsorben B dan
adsorben C kitosan yang melapisi arang
aktif lebih banyak sehingga lebih banyak

54

signifikan pada 0,05 (p<0,05) maka variasi Pengaruh ph dan Konsentrasi
pH berpengaruh terhadap penurunan BOD
limbah cair industri penyamakan kulit. Hasil Kitosan Melapisi Arang Aktif
analisis BOD yang teradsorpsi disajikan pada
Gambar 2. Terlihat bahwa pada pH 5 dan pH Tempurung Kelapa terhadap Jumlah
6 terjadi peningkatan efisiensi penurunan
BOD, dimana BOD yang teradsorpsisemakin COD Teradsorpsi.
tinggi sebesar 99,3%; 99,4% dan 99,5% Untuk mengetahui pengaruh pH
(adsorben A, adsorben B, dan adsorben C).
Peningkatan adsorpsi BOD oleh kitosan terhadap jumlah adsorpsi COD oleh kitosan
yang melapisi arang aktif tempurung yang melapisi arang aktif tempurung kelapa,
kelapa disebabkan kitosan dengan Derajat maka sampel limbah cair penyamakan kulit
Deasetilasi yang tinggi dan memiliki gugus
amino sehingga bersifat polikationik yang yang mengandung bahan organik maupun
mempunyai kemampuan untuk mengikat anorganik diinteraksikan dengan adsorben A,
logam, protein, dan zat warna (Zakaria et adsorben B, dan adsorben C dengan beberapa
al, 2002), menurut Marganof, 2003 kitosan variasi pH, yaitu pH 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan pH 7.
dapat dijadikan sebagai koagulan dalam Variasi pH pada adsorpsi COD dalam larutan
proses penanganan limbah cair baik organik merupakan faktor yang berpengaruh pada
maupun anorganik dan juga karena adanya adsorpsi COD. Hal ini sesuai dengan hasil
arang aktif tempurung kelapa sebagai uji statistik Oneway Anova. Variabel COD
substrat menempelnya kitosan yang mem- signifikan pada 0,05 (p<0,05), maka variasi
punyai daya serap yang tinggi dan memiliki
luas permukaan yang besar (Hadi., 2011). pH berpengaruh terhadap penurunan COD
Oleh karena itu, adsorpsi BOD oleh kitosan limbah cair industri penyamakan kulit. Hasil
yang melapisi arang aktif tempurung kelapa analisis COD teradsorpsi pada kitosan yang
menjadi lebih efektif sebagai adsorben melapisi arang aktif tempurung kelapa dapat
karena kombinasi kitosan dengan arang aktif dilihat pada Gambar 3. Terlihat bahwa pada
tempurung kelapa. pH 1 terjadi peningkatan efisiensi penurunan
COD, di mana COD yang teradsorpsi lebih
Gambar2 besar dibandingkan dengan pH yang lain.
Pengaruh pH dan Konsentrasi Kitosan Arang
Aktif TempurungKelapa terhadap Jumlah BOD Hal ini disebabkan adanya bahan kimia yang
tahan terhadap oksidasi biokimia, tetapi
Teradsorpsi tidak tahan terhadap oksidasi kimia. Seperti
yang dikemukakan oleh Fardiaz, 1992 bahwa
uji COD pada dasarnyamenghasilkan nilai
kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada
uji BOD karena adanya bahan-bahan yang
stabil terhadap reaksi biokimia dapat ikut
teroksidasi dalam uji COD. Pada pH 6 dan

pH 7 terjadi peningkatan efisiensi penurunan,

hal ini disebabkan pada pH yang rendah

kitosan tidak optimum untuk menyerap zat-

zat organik karena gugus amina terprotonasi

menjadi bentuk NH + sehingga kurang
4
efektif untuk mengadsorpsi zat-zat organik

yang ada pada limbah cair penyamakan

kulit. Hasil analisis adsorpsi COD terhadap

perbedaan konsentrasi adsorben, terlihat

bahwa perbedaan konsentrasi berpengaruh
pada efisiensi penurunan adsorpsi COD
pada adsorben A, adsorben B, dan adsorben
C. Hal ini disebabkan pada adsorben C lebih

55

banyak konsentrasi kitosan dibandingkan Davis, M. L and Masten, S. J. , 2004. Principles
dengan adsorben A dan adsorben B yang of Environmental Engineering and
mempengaruhi adsorpsi COD menyebabkan Science. Singapore; Mc Graw Hill
kitosan yang memiliki gugus amino yang Higher Education.
dikandungnya dan bersifat polikationik
mampu mengikat protein sisa penyamakan Effendi, H. , 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
kulit. Menurut Marganof, 2003 kitosan dapat Pengelolaan Sumber Daya Dan Ling-
sebagai koagulan dalam proses penanganan kungan Perairan. Penerbit Kanisius
limbah cair baik organik maupun anorganik Yogyakarta.
sehingga mempengaruhi adsorpsi COD.
Fardiaz, S. , 1992. Polusi Air dan Udara.
Gambar 3. Diterbitkan dalam kerjasama dengan
Pengaruh pH dan Konsentrasi Kitosan yang Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi IPB Bogor. Penerbit Kanisius
Melapisi Arang Aktif Tempurung Kelapa Yogyakarta.
terhadap Jumlah COD Teradsorpsi
Griffon, D. J. , Sedighi, M. R. , Schaeffer, D. V. ,
SIMPULAN Eurell,J. A.,andJohnson,A.L.,2006.
Dari hasil penelitian dan pembahasan Chitosan scaffolds: Interconnective
pore size and cartilage engineering,
dapat disimpulkan sebagai berikut:Pertama, Acta. Biomaterialia.
karakteristik parameter kualitas limbah cair
dengan IPAL maupun Tanpa IPAL melampaui Hadi, R. , 2011. Sosialisasi Teknik Pembuatan
Baku Mutu Limbah Cair Penyamakan Kulit Arang Aktif Tempurung Kelapa
Peraturan Gubernur DIY No 7 Tahun 2010. Dengan Pembakaran Sistem Suplai
Kedua, Kitosan yang melapisi arang aktif Udara Terkendali. Buletin Teknik
tempurung kelapa lebih efektif menyerap Pertanian.
logam berat Cr (total) pada pH 4, lebih efektif
menyerap BOD pada pH 6 dan lebih efektif Jost. P. D. T., 1990. Solid Waste Generated
meyerap COD pada pH 1. Ketiga, Sedangkan By Ranning Industry, Handling and
Konsentrasi kitosan yang melapisi arang aktif Management. Pertemuan Teknis Indus-
tempurung kelapa pada adsorben C (K3A1) tri Kulit. BBKKP. Yogyakarta.
lebih efektif menyerap logam Cr (total), BOD,
dan COD dibandingkan dengan adsorben A Kaim W and Schwederski B., 1994. Bioinor-
(K1A1) dan adsorben B (K2A1). ganic Chemistry: Inorganic Elements
in the Chemistry of Life, John Wiley &
DAFTAR PUSTAKA Sons.
APCC (Asian Pacific Coconut Community). ,
Marganof. , 2003. Potensi Limbah Udang
2007. Negeri Berjuta Cocos. Trubus 469 Sebagai Penyerap Logam Berat
(Desember 2008 / XXXIX): 32. (Timbal, Kadmium dan Tembaga) di
Perairan. http://rudyct. topcities.
com/pps. marganof htm.

Nomanbhay, S. M and Palanisamy, K. , 2005.
Removal of Heavy Metal From Industrial
Wastewater Using Chitosan Coated Oil
Palm Shell Charcoal. Electronic
Journal of Biotechnology, 8 (1) :48.

Ohtake, H and Silver, S. , 1994. Bacterial
Detoxification Of Toxic Chromate In
Biological Degradation and Bioreme-

56

diation Of Toxic Chemical, Firth edition, Sawyer, C. N. , McCarty, P. L. , and Parkin, G.
Chapman and Hall, London. F. , 2003. Chemistry for Environmental
Engineering and Science. Fifth ed. New
Onar, N and Sarisik, M. , 2002. Using and York: Mc. Graw Hill.
Properties Biofibers Based on Chitin and
Chitosan On Medical Application. Textile Zakaria, M. B. , M. J. Jais. , Wan-Yaacob Ahmad. ,
Engineering Department, Turkey. Mohd Rafidi Othman dan Z. A. Harahap.
, 2002. Penurunan Kekeruhan Efluen
Palar, H. , 1994. Pencemaran dan Toksikologi Industri Minyak Sawit (EIMS) Oleh
Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta. Koagulan Konvensional Dan Kitosan.
Prosiding Seminar Bersama UKM-ITB
Palar, H. , 2008. Pencemaran dan Toksikologi ke-5. Universitas Kebangsaan
Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta. Malaysia. Malaysia.

Rodriguez. , Reinoso, F. , 1998. The Role Of
Car- bon Materials In Heterogeneous
Cata- lysis. Carbon. Volume 36, No 3.

57

Daya Tampung Sungai Gede Akibat PencemaranLimbah Cair
Industri Tepung Singkong di Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten

Kediri

Capacity of Gede’s River Caused by Liquid Waste Disposal from Cassava
Flour Industry in Ngadiluwih, Kediri

Charista Dewa1, Liliya Dewi Susanawati2*, Bambang Rahadi Widiatmono2
1Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Brawijaya, Jl Veteran Malang 65145

2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran malang 65145

*Email Korespondensi : [email protected]

ABSTRAK

Salah satu permasalahan lingkungan adalah pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran
sungai oleh bahan pencemar, salahsatunya Sungai Gede yang mengalami pencemaran akibat
limbah cair industri tapioka. Penelitian ini bertujuan menganalisi kondisi kualitas air sungai,
menghitung daya tampung dan status mutu air Sungai Gede berdasakan kesesuaian terhadap
baku mutu air sesuai peruntukannya. Analisis kualitas air sungai dilakukan dengan menguji
dan membandingkan parameter sebelum (T1) dan setelah (T3) mendapatkan masukan limbah
(T2) dengan parameter yang digunakan yaitu BOD, COD, TSS, pH dan suhu. Pengambilan dan
pengukuran sampel untuk parameter debit, suhu, pH, BOD, COD dan TSS dilakukan pada T1
dan T2, untuk T3 hanya dilakukan pengukuran suhu saja. Perhitungan daya tampung didapat
dari selisih antara baku mutu air sungai dengan konsentrasi air pada T3 menggunakan metode
neraca massa. Perhitungan status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran. Hasil
penelitian T3 sudah melampaui daya tampung untuk parameter BOD, COD dan TSS namun
parameter Suhu dan pH belum melampaui daya tampung. Hasil penelitian menunjukan bahwa
T1 dan T3 mengalami pencemaran ringan dan T2 mengalami pencemaran sedang, Penurunan
pencemaran pada T3 terjadi karena mengalami pengenceran dan self purification sungai.

Kata Kunci : Analisis Sungai, daya tampung, status mutu, Sungai Gede

Abstract

One of the environmental problems is environmental pollution. River pollution caused by pollutant was
also occurred, at Gede River pollution due to tapioca industrial wastewater. This study aims to analyze
the water quality of the river, calculating river capacity to receive pollutant and water quality status of
Gede River compared to the water quality standard. Analysis of water quality was done by testing and
comparing parameters before (T1) and after (T3) the waste discharge (T2). The parameters used are BOD,
COD, TSS, pH and temperature. Parameters such as debit, temperature, pH, BOD, COD and TSS was
performed at T1 and T2, while T3 was only for temperature. Calculation of the river capacity was
obtainedat T3 using amass balance method. The determination of the water quality statusat T1,T2 and
T3 were using pollutionindex.The results showed that T3hasexceeded therivercapacity on parameters
such as BOD, COD and TSS. While temperature and pH, was not. T1 and T3 categorized as light
polluted and T2 was moderate polluted, the pollution declining in T3 occurred was due to dilution and
self purification of the river

Keywords: River analysis, assimilative capacity, quality status, Gede’s River

58

PENDAHULUAN perikanan, peternakan dan pertanian
(Peraturan Gubernur, 2010). Sungai
Peningkatan penduduk dan perkembangan memiliki kemampuan untuk pulih kembali,
sungai juga memiliki kemampuan untuk
kawasan menyebabkan permasalahan menerima masukan limbah tanpa
menyebabkan air pada sungai tersebut
lingkungan. Permasalahan akan terus tercemar yang disebut daya tampung (KLH,
2001). Tingkat pencemaran suatu sungai
muncul selama penduduk tidak segera dapat mempengaruhi daya tampung sungai
semakin tinggi tingkat pencemaran maka
memikirkan dan mengupayakan dapat mengurangi daya tampung sungai
bahkan melebihi daya tampung sungai yang
keselamatan dan keseimbangan lingkungan. telah ditentukan.

Salah satu permasalahan lingkungan adalah Sungai diklasifikasikan menjadi empat
kelas. Kelas satu, air yang peruntukannya
pencemaran lingkungan, khususnya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang
pencemaran sungai oleh bahan pencemar, mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut. Kelas dua, air
baik dari industri ataupun domestik. yang peruntukannya dapat digunakan
untuk sarana dan prasarana rekreasi air,
Pencemaran di hulu sungai menimbulkan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
dan air untuk mengair pertanaman. Kelas
biaya sosial di hilir dan pelestarian di hulu tiga, air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk pembudidayaan ikan air
akan memberikan manfaat di hilir (Azwir, tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
2006). mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut. Kelas empat, air
Keberadaan sungai dapat memberikan yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman (KLH, 2001).
manfaat baik pada kehidupan manusia
Berdasarkan latar belakang di atas,
maupun pada alam. Manfaat atas maka tujuan penelitian penelitian ini adalah
menganalisi kondisi kualitas air sungai,
keberadaan sungai ini dikenal dengan menghitung daya tampung dan status mutu
air Sungai Gede berdasakan kesesuaiannya
fungsi sungai. Fungsi sungai terhadap terhadap baku mutu air sesuai
peruntukannya.
kehidupan manusia antara lain sebagai
BAHAN DAN METODE
penyedia air dan wadah air untuk
Area Studi
memenuhi kebutuhan rumah tangga, Penelitian ini merupakan penelitian
diskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan
sanitasi lingkungan, pertanian, industri, di Sungai Gede Desa Dukuh Kecamatan
Ngadiluwih Kabupaten Kediri (Gambar 1).
pariwisata, olah raga, pertahanan, Desa Dukuh berada pada 07054'11,4 '' LS dan
112001'11,9 '' BT pada tanggal 15 Februari
perikanan, pembangkit tenaga listrik, 2015.

transportasi, dan kebutuhan lainnya Pengambilan sampel dilakukan pada 2
titik dengan jarak antar titik ±800 m. pada
(Agustining, 2012). masing-masing titik dilakukan tiga kali
pengulangan, dengan pengambilan sampel
Pencemaran air dapat terjadi akibat dilakukan di tepi kiri dan kanan dengan

adanya unsur atau zat lain yang masuk ke

dalam air, sehingga menyebabkan kualitas

air menjadi turun (Salmin, 2005). Sungai

Gede yang terletak di Kabupaten Kediri

merupakan salah satu sungai yang diduga

mengalami pencemaran dan juga

merupakan salah satu anak dari sungai

yang arah alirannya menuju Sungai Brantas.

Pembuangan limbah cair tepung tapioka

pada Sungai Gede di Kecamatan Ngdiluwih

kabupaten Kediri ini dilakukan sebanyak 3

hingga 4 kali pembungan dalam satu

minggu tergantung jumlah bahan yang

didapat. Limbah cair yang merupakan hasil

pencucian singkong dan pengendapan

langsung mempunyai karakteristik

cenderung keruh.

Sungai Gede mengalami pencemaran

tepatnya pada Desa Dukuh yang berada di

Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri

diamana terdapat beberapa industry tepung

tapioka. Sungai Gede digolongkan kedalam

kelas II yang digunakan sebagai pemenuhan

sarana prasarana wisata perairan,

59

jarak 1 m dari dinding sungai serta pada dipantau, sampel ini hanya
tengah sungai. Titik pengambiulan sampel menggambarkan karakteristik air pada saat
sungai dibagi menjadi tiga titik Titik 1 pengambilan sampel. Pengambilan sampel
adalah titik Sungai Gede yang terletak air sungai dilakukan dengan menggunakan
sebelum terkena masukan limbah cair metode SNI No. 57 Tahun 2008 tentang
tepung tapioka dengan koordinat 07054'11,4 '' pengambilan contoh air permukaan, dimana
LS dan 112001'11,9 '' BT. Titik 2 merupakan air diambil secara langsung dengan
titik Sungai Gede yang berjarak 5 m dari memasukkan botol kedalam sungai dengan
tempat bercampurnya air sungai dengan air arah berlawanan arus kemudian
limbah cair tepung tapioka hasil keluaran menutupnya di dalam agar tidak
pabrik tepung tapioka, dengan koordinat tekontaminasi udara luar. Pengambilan
titik 07054'12,7” LS dan 112000'50,8” BT. Data sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan
yang didapat dari T1 dan T2 akan dalam satu titik dengan ukuran 1,5 L yang
digunakan untuk memperkirakan kualitas, ditempatkan pada botol air mineral dan
daya tampung dan status mutu air pada T3. kemudian disimpan pada coolbox untuk
Titik 3 adalah titik Sungai Gede yang pengawetan sampel. Pengukuran pH
merupakan lokasi hilir atau outlet Sungai menggunakan pH meter dan pengukuran
Gede atau titik sesudah terjadi pencemaran, suhu menggunakan thermometer.
dengan koordinat titik 07054'13,4” LS dan
112000'21,6” BT.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan beberapa

tahap, tahap pertama pengumpulan data

primer dan sekunder. Data sekunder berupa

peta penggunaan lahan, peta administrasi

dan peraturan peraturan yang berhubungan

dengan pembuangan limbah, yang

kemudian digunakan untuk menentukan

titik lokasi. Titik koordinat diambil dengan

menggunakan GPS.

Data debit air diperoleh dari data

primer. data debit di dapat dari hasil kali Gambar 1. Peta titik pengambilan sampel

pengukuran kecepatan menggunakan

current meter dengan luas sungai Keterangan : Pemukiman, Sawah,

menggunakan pendekatan luas trapesium. Sungai, Limbah Industri Tepung Tapioka,

Luas sungai di dapat dari hasil pengukuran Titik Pengambilan Sampel, T1 : Sebelum

lebar dan panjang menggunakan meteran. Pencemaran, T2 : Waktu Pencemaran atau

Titik pengambilan data debit dapat dilihat Bercampurnya Limbah dengan Air Sungai, T3 :

pada Gambar 1. Setelah Pencemaran .

Pengambilan sampel untuk analisis air Setelah dilakukan pengambilan sampel
air pada setiap titik, perlu dilakukan
sungai dilakukan pada T1 dan T2 dengan dilakukan penangan sampel sesuai standart
yaitu pelabelan sampel dan pengawetan
parameter debit, suhu, TSS, pH, BOD, dan penyimpanan sampel menggunakan
coolbox dan kemudian dimasukkan dalam
COD untuk T3 hanya dilakukan freezer sebelum dibawa ke laboratorium
agar tidak terjadi perubahan beberapa
pengukuran Kecepatan arus sungai dan parameter.

lebar sungai. Pengambilan sampel

dilakukan pada tanggal 15 Februari 2015

tepatnya pada pukul 07.00 WIB dimana

pada waktu itu terjadi aktivitas

pembuangan limbah cair tepung tapioka.

Pengambilan sampel menggunakan metode Analisis Sampel
Sampel yang diuji terdapat beberapa
grab sample. Menurut effendi (2003), Grab parameter yaitu pH, Suhu, TSS, BOD, dan

sample adalah sampel yang diambil secara

langsung dari badan air yang sedang

60

COD. Pengujian parameter dilakukan di Dimana Lij = Konsentrasi parameter
kualitas air yang dicantumkan dalam baku
laboratorim IIP (ilmu-ilmu perikanan) mutu peruntukan air (j), Ci = Konsentrasi
parameter kualitas air (i) (mg/L atau 0C), PIj
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan = Indeks pencemaran bagi eruntukan (j),
(Ci/Lij)M = Nilai Ci/Lij maksimum,
Universitas Brawijaya Malang. Pengukuran (Ci/Lij)R = Nilai Ci/Lij rata-rata (KLH,
2003).
pH menggunakan pH meter, sedangkan
Penentuan kualitas air dan daya
suhu menggunakan thermometer. tampung sungai dilakukan dengan

Pengujian TSS yang digunakan mendiskripsikan kondisi Sungai Gede yaitu
dengan membandingkan hasil pengujian
laboratorium IIP FPIK UB yaitu laboratorium dan hasil perhitungan daya
tampung dengan baku mutu standart kelas
menggunakan metode gavimetri II yaitu digunakan sebagai sarana prasarana
wisata air atau pemandian yang ditetapkan
menggunakan system penyaringan dan oleh Peraturan Gubernur No. 61 Tahun

pemanasan menggunakan oven dengan 2010. Penentuan status mutu air sungai
berdasarkan hasil perhitungan Indeks
suhu antara 103-105oC selama 1 jam, Pencemaran ini dapat menunjukan tingkat
ketercemaran Sungai Metro dengan
kemudian didinginkan menggunakan membandingkannya dengan baku mutu
sesuai kelas air yang ditetapkan
destikator untuk kemudian dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 82 Tahun 2001. Sehingga dapat
perhitungan konsentrasi (TSS Persamaan diperoleh informasi dalam menentukan
dapat atau tidaknya air sungai dipakai
1). untuk peruntukan tertentu sesuai kelas air.
Tabel criteria dapat dilihat di Tabel 1.
TSS = (1)

Analisa BOD ditentukan berdasarkan Tabel 1 Kriteria Indeks Pencemaran (Pij)
metode yang telah dilakukan (Anggraeni, Nilai IP Mutu Perairan
2014). Nilai BOD diukur dengan penentuan
selisih DO5 terhadap DO1. Analisa COD 0 -1.0 Kondisi Baik
menggunakan metode SNI No. 2 Tahun
2009 yaitu menggunakan spektrofotometer 1.0 – 5.0 Cemar Ringan
dengan panjang gelombang 600 nm. 5.0 – 10.0 Cemar Sedang

Analisis Data
Analisi daya tampung dilakukan pada T3,
setelah mendapatkan masukan yang berasal
dari limbah cair industri tepung tapioka.
Perhitungan daya tampung menggunakan
metode neraca massa (persamaan 2).

>10.0 Cemar Berat

CR= = (2) Ket : Kep- MENLH No. 115 Tahun 2003

Dimana CR = konsentrasi rata-rata HASIL DAN PEMBAHASAN
aliran gabungan (mg/L atau 0C), Ci =
Konsentrasi konsituen pada aliran ke-i Kondisi Wilayah
(mg/L atau 0C), Qi = Debit alirin ke-i dan Mi Sungai Gede ada penelitian ini terletak di
= Massa konstituen pada aliran ke-i (m3/s)
(KLH, 2003) Desa Dukuh Kecamatan Ngadiluwih
Kabupaten Kediri, Sungai Gede merupakan
Sedangkan penentuan status mutu air sungai yang melewati beberapa desa di
kecamatan ngadluwih yaitu Desa Dukuh,
sungai dalam penelitian ini dilakukan Purwokerto dan Desa Ngadiluwih sendiri.
dengan menggunakan metode Indeks Desa Ngadiluwih berbatasan dengan
Pencemaran. Rumus perhitungan dengan Kecamatan Kras, Kandat, Mojo, Pesantren
metode Indeks Pencemaran (persamaan 3). dan Kecamatan kota Kediri. Sungai Gede
pada Kecamatan Wates merupakan hulu
Pij= (3) sungai, Kecamatan Kandat bagian tengah
sungai dan Kecamatan Ngadiluwih ini
merupakan hilir sungai dari aliran
keseluruhan Sungai Gede.

61

Desa Ngadiluwih memiliki 1. Debit
Hasil pengukuran debit pada setiap
kepandatan penduduk ± 71.111 jiwa, Sungai
titik yaitu 3.82 m3s-1 untuk T1, 1.89 m3s-
Gede digunakan warga sebagai pengairan 1untuk T2 dan 5.71 m3s-1untuk T3. Jika di
bandingkan dengan baku mutu kelas II
sawah namun menurut Peraturan Gubernur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2001 yaitu keadaan alamiahnya,
No. 61 Tahun 2010, Sungai Gede masuk maka kondisi kualitas air masih memenuhi
baku mutu sesuai dengan peruntukannya.
dalam Kelas II dimana digunakan sebagai
Debit air sungai merupakan jumlah air
Sarana Prasarana reereasi air, perikanan, yang mengalir di dalam saluran ungai per
satuan waktu, pengukuran debit air
peternakan dan pertanian. Mata memiliki banyak fungsi, salah satunya
adalah dalam menentukan kualitas air
pencaharian penduduk sektar Desa sungai. Fluktuasi debit air terjadi
disebabkan perbedaan kecepatan aliran
Ngadiluwih adalah wirasasta, swasta, sungai. Nilai kecepatan aliran sungai pada
T1 sebesar 1.71 m3s-1 dan pada T2 sebesar
pegawai PNS, perkebunan, perikanan, dan 0.66 m3s-1, kecepatan pada T1 lebih besar
dari pada T2 disebabkan pada saat menuju
pertanian dan industri. Industri di Desa aliran T2 terdapat banyaknya sampah dan
ranting pohon bambu yang berasal dari
Ngadiluwih yaitu industri kecil sebanyak aktivitas manusia disekitar sungai dan
dapat menghambat laju aliran air.
±1804 dan industri besar sebanyak ± 2.
2. Suhu
Industri tepung tapioka masuk dalam Berdasarkan hasil pengujian sampel air

industry kecil (Pemerintah Kabupaten, Sungai Gede pada masing-masing titik
menunjukkan suhu berkisar 270C-28.50C
2013). (Gambar 2). Pada T1 suhu sebesar 270C, T2
sebesar 280C, T3 sebesar 27.50C. Jika
Karakteristik limbah cair tepung tapioka dibandingkan dengan baku mutu kelas II
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82
Tabel 2 merupakan konsentrasi rata-rata Tahun 2001 yaitu deviasi 3 dari keadaan
alamiahnya, maka kondisi kualitas air masih
dari karakteristik limbah cair industry memenuhi baku mutu sesuai dengan
peruntukannya.
tepung tapioka. Parameter pH, TSS, BOD

dan COD tidak memenuhi baku mutu yang

ditentukan Peraturan Menteri LH RI No. 5

tahun 2014 tentang baku mutu air limbah

buangan. Parameter suhu saja yang masih

memenuhi baku mutu yang ditentukan.

Tabel 2. Karakteristik limbah tepung tapioka

(T0)

Parameter Rata-rata Baku mutu

Suhu (0C) 27 NA

TSS (mgL-1) 6321 100

pH 4.98 6-9

BOD (mgL-1) 225.373 150

COD (mgL-1) 1489.333 300

NA : Not Available

Analisis kualitas air
Analisis kualitas air Sungai Gede dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian air sesuai
peruntukan dengan membandingkan baku
mutu air sesuai kelas air. Berdasarkan
peruntukannya Sungai gede termasuk
dalam kelas II, maka hasil pengamatan
parameter fisika TSS, Suhu, Debit dan
parameter kimia BOD, COD, pH
dibandingkan dengan baku mutu kelas II
yang terdapat pada Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Timur No. 2 Tahun 2008.
tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air, Hasil analisa
dapat dilihat sebagai berikut :

62

Tinggi rendah suhu air sungai Menurut Tarigan dan Edward (2003)
dipengaruhi oleh suhu udara sekitarnya dan TSS (Total Suspendes Solids) semua zat padat
intensitas paparan sinar matahari yang (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-
masuk ke badan air, intensitas sinar partikel yang tersuspensi dalam air dan
matahari dipengaruhi oleh penutupan dapat berupa komponen hidup (biotik)
awan, musim dan waktu dalam hari, seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri,
semakin banyak intensitas sinar matahari fungi, ataupun komponen mati (abiotik).
yang mengenai badan air maka akan Tinggi TSS pada T1 diduga disebabkan
membuat suhu air sungai semakin tinggi adanya masukan limbah domestik yang
(Agustining, 2012). masuk sebelum T1 dan pada T2 nilai TSS
turun disebabkan berkurangnya laju aliran
3. TSS(Total Suspended Solids) air sehingga sebagian TSS terendapkan dan
Berdasarkan pemantauan dari setiap debit aliran air berkurang.

titik pengamatan di Sungai Gede 4. Derajat Keasaman (pH)
menunjukakan besarnya konsentrasi pada Hasil pemantuan parameter pH pada
masing masing titik sebesar 234.67 mgL-1
untuk T1, 158.67 mgL-1 untuk T2 dan 209.51 setiap titik pengamatan menunjukkan
mgL-1 untuk T3. Sehingga jika dibandingkan terjadinya peningkatan pada T1 ke T2 dan
dengan baku mutu kelas II berdasarkan terjadi penurunan ada T2 ke T3. Besarnya
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 pH pada T1 sebesar 6.4, pada T2 sebessar
yaitu 50 mgL-1, maka kondisi kualitas air 6.46 dan T3 sebesar 6.42 (Gambar 4). Apabila
Sungai Gede untuk parameter TSS melebihi dibandingkan dengan baku mutu kelas II
baku mutu yangditetapkan atau tidak sesuai berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82
dengan peruntukannya (Gambar 3). Tahun 2001 menunjukkan bahwa parameter
pH masih dalam baku mutu atau sesuai
dengan peruntukan sungai kelas II.

Fluktuasi nilai pH dipengaruhi oleh
adanya buangan limbah organik dan
anorganik ke sungai (Yuliastuti, 2011).
Peningkatan nilai pH pada T2 disebabkan
karena adanya masukan limbah cair tepung
tapioka dan penurunan pH pada T3 terjadi
karena terjadi pengenceran dengan air
sungai. Untuk parameter pH masih sesuai
dengan peruntukan yang ditentukan kelas II
yaitu pH berkisar antara 6-7.

63

5. Biological Oxygen Demand (BOD) Angka COD yang tinggi,
Berdasarkan hasil pemantauan mengindikasikan semakin besar tingkat
pencemaran yang terjadi (Yudo, 2010).
parameter BOD menunjukan bahwa terjadi Peningkatan kadar COD pada Sungai Gede
kenaian kadar BOD pada T1 ke T2 dan disebabkan adanya masukan limbah cair
Terjadi penurunan pada T2 keT3. Besar nilai industri tapioka pada T2. Nilai BOD pada
BOD pada T1 14.99 mgL-1, pada T2 sebesar perairan yang tidak tercemar biasanya
30.89 mgL-1, pada T3 sebesar 20.25 mgL-1 kurang dari 20 mgL-1 (Ali, 2013). Kualitas
(Gambar 5). Jika dibandingkan dengan baku Sungai Gede dengan parameter COD tidak
mutu kelas II berdasarkan Peraturan dapat mendukung penyedia air sebagai
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 yaitu 3 mgL- sarana prasarana rekreasi air.
1, parameter BOD pada T1, T2 dan T3 tidak
sesuai dengan peruntukan atau melebihi Analisis daya tampung Sungai Gede
baku mutu kelas II.
Hasil perhitungan daya tampung beban
Menurut Rahmawati (2011) bahan
buangan organik umumnya berupa limbah pencemaran dengan metode neraca massa
yang dapat membusuk atau terdegradasi
oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang menghasilkan daya tampung pada titik 3
ke perairan akan menaikkan BOD. Kenaikan
kadar BOD pada T2 disebabkan masuknya untuk setiap parameter. Hasil dari
limbah cair industri tapioka ke badan
Sungai Gede. Kualitas Sungai Gede dari perhitungan daya tampung tersebut
hulu ke hilir menunjukkan tidak sesuai
dengan peruntukan kelas II dan perlu upaya kemudian akan dibandingkan dengan baku
pengelolaan.
mutu perairan untuk kelas II pada
6. Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil pengamatan menenjukkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001

bahwa parameter COD pada T1 ke T2 dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis
mengalami peningkatan kadar COD dan
pada T2 ke T3 mengalami penurunan. Nilai dilakuakan berdasarakan Keputusan
kada COD pada T1 sebesar 93.55 mgL-1, T2
sebesar 370.44 mgL-1, dan T3 sebesar 185.2 Menteri LH No 110 Tahun 2003 dengan
mgL-1. Jika dibandingkan dengan baku
mutu kelas II berdasarkan Peraturan metode indeks pencemaran.
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 yaitu 25
mgL-1, parameter COD pada semua titik Tabel 3. Daya tampung Sungai Gede
telah melebihi baku mutu dan tidak sesuai Lokasi Pengambilan sampel
dengan peruntukan kelasII.
Parameter T1 T2 Baku T3
Mutu

Debit (m3s-1) 3.82 1.89 NA 5.71
50 209.5*
TSS(mgL-1) 234.7 158.7
25 185.2*
COD(mgL-1) 93.6 370.4 3 20.25*

BOD(mgL-1) 14.9 30.9 6-9 6.46
NA 28.5
pH 6.4 6.42

Suhu (0C) 27 28

NA : Not available

* : Melampaui Baku Mutu

Ket : PP No. 82 tahun 2001

64

Tabel 3 merupakan hasil perhitungan Tabel 4 merupakan tabel perhitungan
daya tampung Sungai Gede pada titik outlet
atau T3, menunjukkan bahwa pada daya indeks pencemaran untuk menentukan
tampung Sungai Gede pada T3 untuk
parameter TSS, COD dan BOD melebihi status mutu Sungai Gede. Hasil perhitungan
baku mutu kelas II pada Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan sudah menunjukan bahwa semua titik mengalami
tidak memiliki daya tampung lagi. Pada
parameter suhu dan debit masih memiliki pencemaran tetapi berbeda tingkat
daya tampung atau masih dalam standarat
baku mutu yang telah ditetepkan karena pencemarannya. T1 dan T3 mengalami
pada parameter suhu dan debit tidak
terdapat baku mutu sehingga sesuai dengan pencemaran ringan dan T2 mengalami
keadaan alaminya. Parameter pH masih
sesuai dengan baku mutu berkisar pada pH pencemaran sedang. T2 mengalami
6-9. Jika terdapat masukan limbah selain
limbah cair tepung singkong dan diantara pencemaran sedang karena pada T2
titik T1 dan T2 maka limbah tersebut tidak
boleh memiliki kadar BOD, COD dan TSS merupakan tempat bercampurnya limbah
yang tinggi dan tidak juga menyebabkan
kenaikan maupaun penurunan juga cair tepung tapioka dengan air sungai. T1
peningkatan pH yang menyebabkan tidak
sesuai pada baku mutu kelas II yang mengami pencemaran diduga terdapat
ditetapkan di Sungai Gede.
masukan limbah domestik sebelum T1 dan

juga banyaknya padatan atau erosi yang

masuk dalam sungai sebelum titik T1. T3

mengalami pencmaran ringan karena

dampak dari T1 dan T2 yang menyebabkan

pada titik outlet menjadi tercemar ringan.

Pada T2 ke T3 mengalami penurunan angka

dan tingkat pencemaran dikarenakan

sungai mempunyai kemampuan self

purification atau memulihkan dirinya sendiri

dari bahan pencemar (Agustining, 2012).

Berdasarkan hasil analasis karakteristik

limbah cair tepung tapioka menunjukkan

Analisis status mutu Sungai Gede telah melebihi baku mutu yang ditetapkan

Menurut Ali (2013), Status mutu air yaitu Peraturan Menteri LH No. 5 Tahu

mencerminkan kondisi mutu air yang 2014. Hasil analisi kualitas air Sungai Gede

menunjukan tingkat pencemaran suatu pada T1, T2 dan T3 un tuk parameter suhu

sumber air dalam waktu tertentu, dan pH tidak melebihi baku mutu kelas II

dibandingkan dengan baku mutu air yang menurut Peraturan Pemerintah No. 82

ditetapkan. Suatu sungai dikatakan terjadi Tahun 2001, namun untuk parameter BOD,

penurunan kualitas air, jika air tersebut COD dan TSS telah melebihi baku mutu

tidak dapat digunakan sesuai dengan status yang ditetapakan.

mutu air secara normal. Pada penelitian ini Berdasarkan perhitungan daya

parameter yang digunakan untuk tampung pada T3 sudah tidak memeliki

menentukan besarnya status mutu air daya tampung lagi untuk parameter BOD,

sungai gede adalah BOD, COD, TSS dan pH. COD dan TSS namun untuk parameter pH

Sedangkan baku mutu yang digunakan dan suhu masih dalam batas baku mutu,

yaitu baku mutu kelas II berdasarkan PP RI sedangkan perhitungan indeks pencemaran

No. 82 Tahun 2001 dapat dilihat pada Tabel untuk menentukan status mutu air

3. Analisis dilakukan berdasarkan menunjuukan semua titik mengalami

Keputusan Menteri LH No 115 Tahun 2003 pencemaran namun berbeda tingkatan pada

dengan metode indeks pencemaran. masing-masing titik. Oleh sebab itu perlu

Tabel 4. Status mutu air Sungai Gede adanya pengolahan limbah cair tepung

Lokasi Status Mutu Air tapioka untuk menurunkan kadar pencmar
Pengambilan Berdasarkan
Nilai PIj seperti TSS, BOD, COD dan pH agar tidak

Sampel Kelas II mencemari sungai selainitu juga
memerlukan pengkajian ulang tentang
Titik 1 (T1) 4,25 Cemar ringan
limbah yang masuk sebelum titik yang
Titik 2 (T2) 5,91 Cemar sedang
Titik 3 (T3)* 4,89 Cemar ringan ditentukan sebagai objek penelitian dan

* : Merupakan titik setelah terjadi pencemaran perlu adanya upaya pengelolaan sungai

atau outlet agar kondisi sungai tetapbaik.

65

DAFTAR PUSTAKA Rahmawati, D. 2011. Pengaruh Kegiatan

Industri Terhadap Kualitas Air Diwak

Agustiningsih, D. 2012. Kajian Kualitas Air di Bergas Kabupaten Semarang dan

Sungai Blukar Kabupaten Kendal Upaya Pengendalian Pencemaran Air

dalam Upaya Pengendalian Sungai. Tesis. Universitas

Pencemaran Air Sungai. Tesis. Diponegoro, Semarang.

Universitas Diponegoro. Semarang.. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan

Ali, A. Soemarno dan Purnomo, M. 2013. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Sebagai Salah Satu Indikator Untuk

Air Sungai Metro di Kecamatan Menentkan Kualitas Perairan. Jurnal

Sukun Kota Malang. Tesis. Universitas Oseana, 30. 21-26.

Brawijaya. Malang. Standar Nasional Indonesia (SNI

Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air 6889.57:2008) tentang Metoda

Tapung Kiri oleh Limbah Industri Pengambilan Contoh Air Permukaan.

Kelapa Sawit PT.Peputra Masterindo Tarigan, M.S. and Edward. 2003. Kandungan

di Kabupaten Kampar. Tesis. Progam Total Zat Padat Tersuspensi (Total

megister ilmu lingkungan. Universitas Suspended Solids) di Perairan Raha

Diponegoro. Semarang Sulawesi Tenggara. Jurnal Sains, Vol

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi 7(3) : 110-111.

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Yudo, S. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai

Lingkungan Perairan. Penerbit Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta

Kanisius. Yogyakarta. ditinjau dari Parameter Organik,

KLH, 2001. Peraturan Pemerintah Republik Amoniak, Fosfat, Detergen dan

Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Bakteri Coli. Jurnal Akuakultur

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Indonesia, Vol. 6(1) : 34-36.

Pendendalian Pencemaran Air. Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air

KLH, 2003. Keputusan Menteri Negara Sungai Ngringo Karanganyar dalam

Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun Upaya Pengendalian Pencemaran Air.

2003 tentang Pedoman Penetapan Tesis. Universitas Diponegoro,

Daya Tampung Beban Pencemaran Semarang.

Air Pada Sumber Air.

KLH, 2003. Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun

2003 tentang Pedoman Penentuan

Status Mutu Air.

KLH, 2010. Peraturan Gubernur Nomor 61

Tahun 2010 Penetapan Kelas Air Pada

Air Sungai.

KLH, 2014. Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup Rebuplik Indonesia Nomor 5

Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air

Limbah.

Pavita, K. D. 2014. Studi Penentuan Daya

Tampung Beban Pencemaran Kali

Surabaya Dengan Menggunakan

Metode Neraca Masa. Skripsi.

Universitas Brawijaya. Malang.

66

TINGKAT PENCEMARAN LIMBAH CAIR DOMESTIK
DI PERAIRAN PESISIR KECAMATAN TANJUNGPINANG BARAT

KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DOMESTIC WASTE WATER POLLUTION LEVELS
IN COASTAL WATERS WEST DISTRICT TANJUNGPINANG

CITY TANJUNGPINANG RIAU ISLANDS PROVINCE

WINARNO¹, WINNY RETNA MELANI, M.Sc², T. SAID RAZA’I, MP³

Programme Study Of Aquatic Resource Management
Marine Science and Fisheries Faculty, Maritime Raja Ali Haji University

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tingakat Pencemaran limbah cair domestik di perairan
pesisir Kecamatan Tanjungpinang Barat Kota Tanjungpinang, Adapun manfaat dari penelitian
ini di harapkan dapat dijadikan sebagai salah satu dasar untuk pengelolaan wilayah pesisir
Kecamatan Tanjungpinang Barat berwawasan lingkungan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kandungn TSS di dalam perairan berkisar 1,04 mg/l – 1,37 mg/l Ph 8,91 mg/l – 9,27 mg/l,
BOD5 8,33 mg/l – 10,17 mg/l lemak dan minyak 20,07 mg/l – 61,13 mg/l. Kondisi ini jika
mengacu kepada baku mutu KEPMEN LH NO 122 TAHUN 2003 masih dalam kisaran toleransi
(kondisi baik) kecuali derajat keasaman (pH) dan kandungan lemak dan minyak perairan di atas
ambang baku mutu, ini di duga karena pada daerah penelitian ini merupakan daerah reklamasi
dan daerah pemukiman masyarakat yang sudah pasti terdapat buangan limbah rumah tangga
berupa daging, minyak sisa masakan, cucian dapur, serta alat pemanggang dimana menyumbang
limbah domestik yang lebih tinggi.

Keyword: Perairan pesisir, Pencemaran, Kecamatan Tanjungpinang Barat

ABSTRAK

This study aims to determine the Tertiary domestic wastewater pollution in the coastal waters of
West Tanjungpinang Tanjungpinang District, The benefit of this study is expected to be used as a
basis for the management of coastal district of West Tanjungpinang environmentally sound.

67

Results of this study indicate that kandungn TSS in the water ranged from 1.04 mg / l - 1.37 mg /
l pH 8.91 mg / l - 9.27 mg / l, BOD5 of 8.33 mg / l - 10.17 mg / l fats and oils 20.07 mg / l -
61.13 mg / l. This condition refers to the quality standard if KEPMEN LH NO 122 OF 2003 is
still in the range of tolerance (good condition) unless the degree of acidity (pH) and fat content
and oil waters above the threshold standards, this is thought to have on the study area is an area
of reclaimed and residential areas there are definitely people who have household waste such as
meat, leftover cooking oil, laundry kitchen and grill which accounts for the higher domestic
waste.

Keyword: coastal waters, pollution, District of West Tanjungpinang

PENDAHULUAN

Kota Tanjungpinang merupakan Tabel 1. Luas wilayah kecamatan
Kecamata Luas Penduduk Kepadatan
pusat Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

yang terletak pada posisi 00.51-00.59 Bukit 69,0 61.092 885

Lintang Utara dan 104.023-104.034 Bujur TPI Timur 83,5 73.193 877

Timur dengan luas wilayah sebesar 239,50 TPI Kota 52,5 23.974 457

KM2 atau 23.950 Ha. Secara adminitrasi

kota Tanjungpinang terdiri dari 4 TPI Barat 34,5 62.117 1800

kecamatan, yaitu: Kecamatan Jumlah 239, 220.376 920

Tanjungpinang Barat 3.450 Ha, Kecamatan Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kota Tanjungpinang (2009)
Tanjungpinang Kota 5.250 Ha, Kecamatan

Bukit Bestari 6.900 Ha dan Kecamatan

Tanjungpinang Timur 8.360 Ha. Tingginya aktifitas dan

Berdasarkan laporan tahunan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai bentuk
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Tanjungpinang, menunjukan bahwa Perkembangan pembangunan kota
Kecamatan Tanjungpinang Barat memiliki
tingkat kepadatan penduduk yang cukup Tanjungpinang sebagai ibu kota Provinsi
tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan
yang ada di Sekitarnya, dimana dengan luas Kepualauan Riau di khawatirkan akan
wilayah 34,5 KM2 terdapat 62.117 jiwa
dengan Tingkat Kepadatan penduduk memberikan pengaruh pada lingkungan
sebesar 1.800 Jiwa/KM2 yang tersebar di
berbagai kelurahan. Walaupun jumlah sekitarnya. Perubahan lingkungan secara
penduduk belum merata pada setiap
kelurahan tetapi kepadatan penduduk di perlahan akan memberikan efek secara
daerah pesisir cukup tinggi, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. langsung maupun tidak langsung kepada

biota-biota perairan dan manusia sebagai

pengkonsumsinya.

Kondisi tersebut juga bisa terjadi
pada Kecamatan Tanjungpinang Barat yang
merupakan salah satu kecamatan yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk yang
cukup tinggi serta memiliki berbagai bentuk
usaha di daratan maupun lautannya.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik
Kota Tanjungpinang pada tahun 2009,
Kecamatan Tanjungpinang Barat memiliki

68

usaha mikro kecil dan menengah berupa Tabel 2 alat dan bahan
makanan dan non makanan sebanyak 625 NO Alat dan bahan
usaha, memiliki 12 penginapan berupa hotel 1 Kamera Digital
berbintang 3, berbintang 1 dan penginapan 2 Alat Tulis
kelas melati dan memiliki 3 tempat wisata 3 Multi parameter testing kit
kuliner serta usaha kecil lainnya. 4 Botol sampel
5 Formalin 4%
Padatnya penduduk dan banyaknya 6 Secchi Disk
aktivitas atau kegiatan yang terjadi akan 7 Turbidi Meter
menghasilkan limbah yang tidak sedikit 8 Spektrofotometer
,baik berupa limbah organik, anorganik 9 Kuisioner
maupun fecal coliform, sehingga 10 Kapal pompon / speed boad
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
perairan dari tahun ke tahun. Sehingga perlu Metode yang digunakan dalam
diketahui Tingkat pencemaran limbah cair penelitian adalah metode penelitian survey
domestik untuk dasar dalam membuat atau observasi lansung ke lapangan dengan
tindakkan preventif untuk menjaga menggabungkan penelitian fisik dan
kelestarian biota-biota perairan. penelitian sosial, dimana untuk data Tingkat
pencemaran Limbah cair domestik
Dengan demikian tujuan dari dilakukan penelitian fisik terhadap
penelitian ini adalah untuk mengetahui parameter kimia, fisika dan biologi,
Tingakat Pencemaran limbah cair domestik sedangkan untuk data prilaku masyarakat
di perairan pesisir Kecamatan menggunakan penelitian sosial melalui
Tanjungpinang Barat Kota Tanjungpinang. kuisioner.

Adapun manfaat dari penelitian ini Prosedur kerja
di harapkan dapat dijadikan sebagai salah
satu dasar untuk pengelolaan wilayah pesisir Sampel diambil dilokasi titik
Kecamata Tanjungpinang Barat berwawasan pengambilan sampel dengan 2x ulangan
lingkungan waktu pagi anatara pukul 6-8 dan sore antara
pukul 16-18. Adapun cara kerja
METODE PENELITIAN pengambilan sampel air laut meliputi :
1. Ambil sampel dengan menggunakan
Waktu dan Tempat
botol Van Dorn. Adapun cara
Penelitian dilaksanakan dari bulan pengambilannya menurut Hariyadi et
Januari 2013 sampai dengan bulan Agustus al (1992) sebagai berikut :
2013 diperairan pesisir Kecamatan  Van Dorn dalam posisi terbuka
Tanjungpinang Barat provinsi Kepulauan
Riau. dimasukkan tegak lurus ke
dalam perairan sampai ke
Alat dan Bahan kedalaman yang dikehendaki
 Kemudian dengan meluncurkan
Penelitian ini akan menggunakan pemberat, maka kedua tutup
alat dan bahan sebagaimana disajikan karet di kedua ujung tabung
pada Tabel 2. akan menutup tabung Van Dorn
 Air contoh dalam tabung siap
diangkat ke permukaan.

70

 Pengeluaran air dalam tabung dari 4 Stasiun 12 Titik yang menjadi
dilakukan dengan membuka parameter utama dalam penelitian ini dapat
penjepit pada selang dilihat pada gambar 1
pengeluaran pada bagian bawah
dan selang pengudaraan di 80 TSS
bagian atas. 60
40
2. Lalu air dimasukkan kedalam botol 20
sampel.
Stasiun Stasiun
3. Kemudian dilakukan pengawetan
sampel air, dengan cara memberikan Gambar 1Grafik Pengukuran Parameter
penambahan formalin 4% Utama

4. Setelah itu sampel dimasukan kedalam Berdasarkan gambar 1 dapat
ice box. Kemudian dibawa ke diketahui bahwa kandungn TSS di dalam
laboratrium. perairan berkisar 1,04 mg/l – 1,37 mg/l Ph
8,91 mg/l – 9,27 mg/l, BOD5 8,33 mg/l –
Pengambilan kuisioner 10,17 mg/l lemak dan minyak 20,07 mg/l –
Teknik Penetapan sampel kuisioner 61,13 mg/l. Kondisi ini jika mengacu kepada
baku mutu KEPMEN LH NO 122 TAHUN
di lakukan dengan metoda Simple Random 2003 masih dalam kisaran toleransi (kondisi
terbilang 30 kepala keluarga yang di anggap baik) kecuali derajat keasaman (pH) dan
mampu memberikan jawaban keterwakilan kandungan lemak dan minyak perairan di
dari jumlah penduduk. Cara pengambilan atas ambang baku mutu, ini di duga karena
sampel ini, dengan memilih sub grup dari pada daerah penelitian ini merupakan daerah
populasi sedemikian rupa sehingga sampel reklamasi dan daerah pemukiman
yang di pilih mempunyai sifat yang sesuai masyarakat yang sudah pasti terdapat
dengan sifat-sifat populasi. buangan limbah rumah tangga berupa
daging, minyak sisa masakan, cucian dapur,
Metode Analisa serta alat pemanggang dimana menyumbang
limbah domestik yang lebih tinggi.
Data yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan laboratrium disajikan dalam Total Suspended Solid (TSS)/Total
bentuk tabel distribusi dan pembahasannya Padatan Tersuspensi
dilakukan secara deskriptif Kemudian hasil
analisisnya dibandingkan dengan baku mutu TSS merupakan salah satu
berdasarkan keputusan menteri Negara parameter yang dapat menghambat penetrasi
lingkungan hidup No. 112 Tahun 2003 cahaya dimana mampu menurunkan
tentang baku mutu air laut selanjutnya data aktivitas fotosintesis. Menurut Erlina et al
didukung dengan menunjukan hasil dari (2011) bahwa kadar tertentu padatan
quizsioner kemudian data penelitian tersuspensi akan dapat menghambat
dianalisis secara deskriptif. penetrasi cahaya ke dalam perairan yang
berakibat terhadap menurunnya aktivitas
HASIL DAN PEMBAHASAN fotosistensis. Hasil penelitian diperoleh nilai
TSS berkisar 1,04 – 1,37 mg/l. Untuk lebih
Hasil pengukuran terhadap jelasnya dapat di lihat pada gambar 2
parameter fisika-kimia perairan yang diukur

71

Gambar 2 Perbedaan nilai TSS pada Setiap kepentingan perikanan, karena menurut
Stasiun Pengamatan. Efendi (2003) kategori TSS <5 tidak
berpengaruh bagi kehidupan perikanan.
Berdasarkan Gambar 2 dapat di
ketahui kandungan TSS pada perairan, pH
dimana pada stasiun 2 kandungan TSS 1,37 pH merupakan derajat keasaman
mg/l sedangakan pada stasiun lainya hanya
mencapai 1,14 mg/l hal ini di duga daerah yang memiliki arti penting untuk
tersebut merupakan daerah pemukiman menentukan nilai guna bagi perikanan. pH
padat penduduk sehingga kontribusi limbah air bervariasi tergantung beberapa faktor
domestik dari aktifitas masyarakat menjadi seperti suhu, alkalinitas, Do, dan kandungan
tinggi seperti limbah cucian pakaian, anion serta kation. Hal ini juga diungkapkan
pembuangan tinja, serta kondisi daerah yang oleh Pescod (1973) menyatakan bahwa
masih berbatasan dengan daratan yang tidak toleransi jasad perairan terhadap pH air
menuntut kemungkinan pengikisan tanah bervariasi tergantung beberapa faktor antara
pada badan air. Kondisi ini sesuai yang di lain suhu, kandungan oksigen terlarut,
kemukakan Efendi (2003) bahwa Padatan alkalinitas dan adanya berbagai anion dan
tersuspensi total (Total Suspended Solid kation.
atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi
yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta Dari hasil penelitian diperoleh nilai
jasad-jasad renik yang terutama disebabkan pH berkisar 8,91 – 9,27. Berdasarkan nilai
oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang tersebut pH pada lokasi pengamatan lebih
terbawa ke perairan. bersifat alkalis. Untuk parameter pH ini,
nilai tersebut diatas baku mutu perairan,.
Akan tetapi mengacu kepada Karena menurut Efendi (2003) bahwa Air
standar baku mutu KEPMEN LH NO. 112 normal yang memenuhi syarat untuk suatu
TAHUN 2003 kondisi perairan ini msih kehidupan mempunyai pH berkisar antara
dikatakan baik, meskipun secara fisik dan 6,5 – 7,5. Untuk lebih jelas nilai pH antar
kasat mata kondisi perairan tersebut sudah stasiun dapat dilihat pada Gambar 3.
tidak layak. Hal ini sesuai dengan hasil
kuisioner terhadap responden masyarakat pH
mengatakan kondisi perairan sudah tidak
layak (kotor), dimana 83,3 % mengatakan Gambar 3 Perbedaan nilai pHpada Setiap
kotor, 6,6 % mengatakan bersih dan 10% Stasiun Pengamatan.
mengatakan tercemar.
Berdasarkan Gambar 3 dapat
Dengan kisaran nilai TSS 1,04 –
1,37 mg/l masih tidak berpengaruh bagi dilihat nilai pH tertinggi berada pada stasiun

1 yang berada pada daerah reklamasi. Hal

ini juga di dukung oleh intensitas

masyarakat dalam keseharianya

72

menggunakan sabun mandi, shampoo, bahan organik, karena pada stasiun 2 itu
pewangi pakaian, deterjen, pemutih pakaian berada pada daerah permukiman yang
berlebihan sehingga mempengaruhi pH mengandung bahan organik dari
perairan. pembuangan limbah domestik masyarakat
sekitar, hal ini sesuai dengan hasil kuisioner
BOD5 masyarakat pemukiman dalam proses
pembuangan tinja tanpa melalui daur ulang
BOD merupakan oksigen yang atau spitenk melainkan langsung di buang
keperairan. Dimana penduduk masyarakat
dibutuhkan mikroba aeraob untuk pesisir hanya 6,6 % yang rumahnya
memiliki WC dengan septinktank, 16,6 %
mengoksidasi bahan organik, sehingga WC dirumah lalu lalu dialirkan kesungai
atau pantai dan sebanyak 76,6 % maryarakat
menunjukkan jumlah oksigen yang pesisir hanya memiliki WC “cemplungan’.
Hal ini didukung oleh pendapat Efendi
dikonsumsi untuk respirasi. Sesuai dengan (2003) bahwa Limbah cair yang dihasilkan
oleh rumah tangga banyak mengandung
pendapat Davis and Cornwell (1991). BOD bahan organik yang dicirikan dengan
tingginya nilai BOD pada air yang tercemari
merupakan kadar bahan organik, yaitu limbah ini.

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh Lemak dan Minyak

mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan Lemak dan minyak merupakan
salah satu limbah cair domestik yang umum
organik menjadi bahan karbondioksida dan terdapat dari hasil pembungan dari sampah
rumah tangga masyarakat. Limbah cair
air . Sedangkan Boyd (1988) menyatakan domestik pada umum menghasilkan
senyawa organik. Menurut Fakhrizal (2000)
bahwa BOD menunjukan jumlah oksigen Limbah cair domestik ini menghasilkan
senyawa organik berupa, protein,
yang di konsumsi oleh proses respirasi karbohidrat, lemak dan asam nukleat

mikroba aerob yang terdapat dalam botol Dari hasil penelitian kisaran nilai
lemak dan minyak yaitu 20,07 – 61,13 mg/l.
BOD yang diinkubasi pada suhu 20ºC Dengan kisaran nilai lemak dan minyak
seperti itu, lokasi penelitian telah mengalami
selama lima hari, dalam keadaan tanpa pencemaran, dimana jika dibandingkan
dengan baku mutu air laut untuk biota laut
cahaya. berdasarkan Kepmenlh No. 112 Tahun 2003
jauh diatas ambang baku mutu yaitu sebesar
Kisaran BOD5 pada hasil penelitian 10 mg/l. Untuk melihat nilai lemak dan
minyak pada lokasi penelitian dapat dilihat
yaitu 8,33 – 10,17 mg/l, dimana masih pada Gambar 5.

dapat mendukung kehidupan biota laut, Pada Gambar 5 menjelaskan bahwa
nilai lemak dan minyak yang tertinggi
karena berdasarkan Kepmenlh No.51 terdapat pada Stasiun 1 sedangkan tertinggi

Tahun 2003, baku mutu untuk BOD5

maksimal 20 mg/l.

BOD5

Gambar 4 Perbedaan Nilai BOD5 pada
Setiap Stasiun Pengamatan.

Pada Gambar 4 dapat dilihat nilai
BOD5 tertinggi berada pada Stasiun 2
dimana bernilai 10,17 mg/l. Hal ini diduga
karena pada stasiun itu banyak mengandung

73

ke dua berada pada Stasiun 2, dimana KESIMPULAN
masing-masing bernilai 61,13 mg/l dan
51,60 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian kondisi

Minyak perairan pesisir Tanjungpinang Barat,

Gambar 5 Perbedaan Nilai Lemak & Tingakat pencemaran perairan pesisir
Minyak pada Setiap Stasiun.
Kecamatan Tanjungpinang Barat
Tingginya nilai lemak dan minyak
pada satsiun 1 dan 2 diduga karena pada berdasarkan Baku Mutu limbah Cair
daerah tersebut merupakan daerah reklamasi
dan daerah pemukiman, dimana Domestik KEPMEN LH NO 112 TAHUN
menyumbang limbah domestik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. 2003 nilai pH, BOD, TSS, Minyak dan
Pada daerah reklamasi tersebut diduga
terjadi pencucian alat berat, adanya daerah Lemak meningkat, Hal ini diduga karena
perkantoran, tempat rekreasi masyarakat
yang dapat menyumbang kandungan lemak pada daerah tersebut banyak terdapat jasad-
dan minyak di dalam perairan, selain itu
pada daerah tersebut juga terdapat restaurant jasad renik dari pembuangan limbah rumah
yang juga menyumbang bertambahnya
lemak dan minyak diperairan dengan tangga, serta daerah ini masih berbatasan
dibuangnya sisa-sisa masakan, sedangkan
stasiun 2 merupakan daerah permukiman dengan daratan yang tidak menutup
masyarakat yang sudah pasti terdapat
buangan limbah rumah tangga berupa kemungkinan terjadi pengikisan oleh tanah
daging, minyak sisa masakan, cucian dapur,
serta alat pemanggang. Hal tersebut yang terbawa ke badan air.
didukung oleh pendapat Hendrawan (2008)
yang menyatakan bahwa Sumber minyak SARAN
dan lemak di perairan diduga berasal dari
kegiatan rumah tangga, bengkel, restaurant Diharapkan dengan hasil penelitian
yang bersumber dari kegiatan domestik
rumah tangga, kantor, hotel, restaurant, ini, memberi inpirasi kepada masyarakat
tempat hiburan, pertokoan dan rumah sakit.
untuk lebih menjaga kebersihan dan

lingkungan pesisir Kecamatan

Tanjungpinang Barat.

Pemerintah juga hendaknya

mensosialisasikan kepada masyarakat

tentang pentingnya spitank, karna

masyarakat pesisir kecamatan

Tanjungpinang barat pada umumnya tidak

mempunyai spitank.

UCAPAN TERIMAKASIH
1. Ibu Winny Retna Melani, SP, M.Sc
2. Bapak Tengku Said Raza’I, S.Pi, MP

3. Ibu Diana Azizah, M.Si
4. Bapak Andi Zulfikar, MP

5. Bapak Dr.Ir. Bustami, M.Sc
6. Ayah (alm) dan Ibunda tercinta yang tiada

henti-hentinya mendo’akan ananda
hingga detik ini hingga dapat menempuh

pendidikan yang layak.
7. Istriku tercinta Marlinda,S.Pd.I yang slalu

memberi motifasi baik moril maupun
materil.

74

8. Terkhusus buat Kakandaku Sunandar
(alm) semoga allah swt menrima amal
ibadahnya amin.

9. Buat sahabat, mas, mbak, kakak, adik yg
slalu mendoakan.

10. Rosnah,S.pi dan Tri Febrianto, S.Pi yang
telah banyak berkorban tenaga dan waktu
dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hariyadi,. S., Suryadiputra, Widigdo, B.
1992. Metoda Analisa Kualitas Air.
Laboratrium Limnologi. ITB Press. Bogor

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
258 p.
Keputusan Mentri Lingkungan Hidup
Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu
Limbah Cair Domestik

Dinas Kelautan Dan Perikanan. 2007.
Laporan Akhir Studi Kelayakan
Pemanfaatan Bekas Galian Pasir Untuk
Usaha Budidaya Air Tawar. Kabupaten
Bintan

http://www.kepriprov.go.id dan www.dprd-
kepriprov.go.id

http://bitskelelawar.blogspot.com/2010/04/fi
sika-perairan.html

75

PRIMA: Journal of Community Empowering and Services. 4(1), 45-50, 2020
URL: https://jurnal.uns.ac.id/prima/issue/view/41228
DOI: https://doi.org/10.20961/prima.v4i1.41228

Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik sebagai Upaya
Rehabilitasi Pesisir di Desa Malangrapat, Kabupaten Bintan

Ginanjar Pratama1, Itok Dwi Kurniawan2*, dan Aidil Fadli Ilhamdy3

1Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret

3Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim
Raja Ali Haji

*Corresponding Author: [email protected]

ABSTRAK

Desa Malangrapat merupakan salah satu destinasi wisata pantai yang sangat menjanjikan di wilayah
Kabupaten Bintan. Banyaknya wisatawan yang datang tiap tahun membuat daerah tersebut
mengalami penurunan kualitas lingkungan pantai akibat buangan sampah domestik. Hal itu terlihat
dari banyaknya sampah yang berada di bibir pantai dan berkurangnya tangkapan nelayan. Upaya
awal dalam menjaga kelestarian lingkungan pesisir yaitu dengan cara sosialisasi tentang
pengendalian limbah domestik di daerah tersebut. Peran serta masyarakat untuk menjaga daerah
wisata di Desa Malangrapat sangat berpengaruh, mengingat sebagian besar masyarakat berprofesi
sebagai nelayan. Tujuan kegiatan ini adalah mengedukasi masyarakat nelayan agar mengetahui cara
mengendalikan cemaran limbah domestik. Tahapan kegiatan ini yaitu, tahap persiapan (koordinasi
dengan Kepala Desa), field study (survei limbah domestik di pesisir pantai dan survei pengetahuan
masyarakat tentang limbah domestik), dan yang terakhir adalah sosialisasi-evaluasi (sosialisasi
tentang pengendalian pencemaran limbah domestik dan evaluasi pengujian baku mutu air). Hasil
yang diperoleh dari kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman masyarakat tentang cara
mengendalikan cemaran limbah domestik.

Kata kunci: limbah domestik, nelayan, pencemaran, pesisir, wisata pantai

ABSTRACT

Malangrapat Village is one of the tourism destinations in the Bintan Regency area. The tourists who
come every year makes the area experience a decrease in the quality of the environment due to
domestic waste disposal. This can be seen from the amount of waste, and the reduction in fishing
catches. The initial effort in preserving the coastal environment was the socialization of domestic
waste control in the area. The role of the community to protect the tourism area in Malangrapat
Village was very influential, considering that most of the people work as fishermen. The objective of
this study was to educate the fishing community so that they know how to control the pollution of
domestic waste. The stages of this study were the preparatory (coordination with the Head Village),
a field study (a survey of domestic waste on the coast and survey of community knowledge about
domestic waste), and the last was socialization-evaluation (the socialization about controlling
domestic waste pollution and evaluation of water quality test). The results obtained from this study
are increased public understanding of how to control domestic waste pollution in the area.

Keywords: beach tourism, coast, fishermen, domestic waste, pollution

PENDAHULUAN integral dari lingkungan hidup manusia yang
relatif banyak dipengaruhi oleh berbagai macam
Perkembangan aktifitas manusia yang kegiatan manusia serta dapat dijadikan sebagai
terjadi di sekitar wilayah pesisir akan pedoman untuk kerusakan lingkungan (Muchtar,
memberikan dampak adanya pencemaran 2012). Salah satu dampaknya adalah aktivitas
perairan. Ekosistem perairan merupakan bagian sosial-ekonomi yang menurun di wilayahpesisir

76

(Suriadarma, 2011). Pencemaran lingkungan yang dapat merusak ekosistem pesisir.
menyebabkan kualitas lingkungan menjadi Pencemaran laut akibat wisata sebenarnya relatif
menurun sehingga akan berdampak pada sektor lebih kecil dibandingkan dengan limbah
wisata dan penangkapan di wilayah pesisir. domestik (Laapo et al., 2009). Elyazar et al.
Pencemaran bahan organik berdasarkan (2007) menyatakan bahwa aktivitas hotel dan
sumbernya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu restoran, pemukiman dan nelayan berpotensi
limbah domestik, limbah industri dan limbah menghasilkan limbah terbesar yang bersumber
pertanian (Tchobanoglous et al., 2003). dari aktivitas rumah tangga.

Limbah domestik umumnya mengandung Terkait dengan permasalahan tersebut
lima sifat utama yaitu mengandung bakteri, maka diperlukan solusi untuk mengatasinya.
parasit dan kemungkinan virus, dalam jumlah Salah satu solusi yang dapat diberikan untuk
banyak sering mengkontaminasi dalam tubuh pengendalian limbah domestik adalah
kerang-kerangan dan areal mandi di pesisir laut, mengedukasi tentang bahaya dan dampak yang
mengandung bahan organik dan padatan ditimbulkan dari pencemaran kepada
tersuspensi sehingga BOD5 tinggi, padatan masyarakat. Adapun sasaran edukasinya adalah
organik akan terurai secara biologis, sehingga di Desa Malangrapat, Kabupaten Bintan. Desa
akibatnya kandungan oksigen berkurang, Malangrapat merupakan salah satu destinasi
kandungan unsur hara terutama fosfor dan wisata di Pulau Bintan karena memiliki banyak
nitrogen tinggi sehingga menyebabkan terjadi pantai yang indah. Keindahan pantai di Desa
eutrofikasi, mengandung bahan terapung berupa Malangrapat semakin hari semakin tergerus oleh
bahan-bahan organik dan anorganik dalam banyaknya aktivitas wisata dan rumah tangga
bentuk tersuspensi (Sawyer et al., 1994). Limbah akibat adanya limbah domestik. Hal ini yang
domestik yang paling dominan adalah jenis menjadi fokus utama dalam kegiatan pengabdian
organik yang berupa kotoran manusia dan ini untuk mengedukasi masyarakat yang
hewan. Jenis limbah domestik yang lain adalah sebagian besar adalah nelayan. Adapun tujuan
limbah domestik anorganik yang diakibatkan kegiatan ini adalah mengedukasi masyarakat
oleh plastik serta penggunaan deterjen, sampo, nelayan agar mengetahui cara mengendalikan
cairan pemutih, pewangi dan bahan kimia cemaran limbah domestik.
lainnya (Yudo, 2010). Limbah domestik jenis ini
relatif lebih sulit untuk dihancurkan. Jika METODE
kuantitas dan intensitas limbah domestik ini
masih dalam batas normal, alam masih mampu Kegiatan pengabdian ini dilakukan
melakukan proses kimia, fisika, dan biologi dengan tiga tahapan metode yaitu tahap
secara alami (Laapo et al., 2009). Namun, persiapan, field study (survei) dan sosialisasi-
peningkatan populasi manusia telah evaluasi (Rijati et al., 2012).
menyebabkan peningkatan kuantitas dan 1. Tahap persiapan dilakukan dengan cara
intensitas pembuangan limbah domestik
sehingga membuat proses penguraian limbah berkoordinasi dengan Kepala Desa
secara alami menjadi tidak seimbang (Hindriani Malangrapat Kabupaten Bintan. Tahap ini
et al., 2013). Selain itu, limbah domestik jenis dilakukan untuk merencanakan kegiatan
plastik sangat berpengaruh terhadap kesehatan yang akan dilakukan bersama dengan mitra
manusia karena dapat mengakibatkan timbulnya yang dituju. Rencana ini kemudian disusun
penyakit kanker dan kerusakan jaringan pada sesuai dengan kesepakatan bersama dengan
tubuh manusia (karsinogenik) (Karuniastuti, mitra kegiatan.
2013). 2. Tahap field study (survei) di bagi menjadi dua
yaitu tentang limbah domestik di pesisir
Aktivitas wilayah pesisir di Kabupaten pantai dan tentang pengetahuan masyarakat
Bintan setiap tahunnya mengalami peningkatan, terhadap limbah domestik di pesisir. Pada
hal itu dapat dilihat daribanyaknya hotel, rumah tahap pertama dilakukan survei keadaan
makan dan perumahan penduduk yang limbah domestik di pesisir Desa
dibangun. Jumlah hotel dan rumah makan di Malangrapat. Pada tahap kedua dilakukan
Kabupaten Bintan pada tahun 2014 naik dari 10 survei pengetahuan masyarakat tentang
menjadi 35 hotel dan untuk rumah makan dari sumber bahan pencemar, cara pengelolaan
350 menjadi 550 selama 5 tahun terakhir (BPS, limbah, dan dampak pencemaran terhadap
2015). Pencemaran yang terjadi akibat limbah perairan kepada 30 orang responden yang
domestik sejatinya merupakan ancaman nyata mewakili Desa Malangrapat. Tahap ini

77

dilakukan untuk mengumpulkan data tentang styrofoam dan plastik bekas deterjen (Gambar 3
pengetahuan responden tentang bahaya dan 4). Limbah tersebut sangat berbahaya
limbah domestik terhadap perairan. mengingat akan berdampak pada kelestarian
3. Pada tahap sosialisasi-evaluasi diperkenalkan sumberdaya dari biota perairan. Limbah plastik
tentang sumber bahan pencemar, cara jika masuk ke dalam perairan semakin lama akan
pengelolaan limbah, dan dampak semakin terkikis dan akhirnya menjadi
pencemaran terhadap perairan. Pelaksanaan mikroplastik. Mikroplastik diketahui sangat
sosialisasi ini diberikan kepada 30 orang berbahaya bagi organisme akuatik karena
responden yang telah melalui tahap survei bersifat toksik sehingga dapat menghambat laju
pengetahuan sebagai perwakilan masyarakat pertumbuhan dan menyebabkan kematian jika
dari Desa Malangrapat. Pada tahap evaluasi masuk ke dalam sel (Jovanovic, 2017). Selain
akhir diberikan petunjuk tentang pengujian limbah plastik, limbah lain berupa deterjen dan
baku mutu perairan dengan sampel air bahan kimia dari rumah tangga akan
menggunakan test-kit sehingga dapat menyebabkan kondisi kimia perairan akan
diketahui perbedaan mendasar tentang menjadi terganggu jika terus menerus masuk ke
kandungan kimia di suatu perairan. dalam perairan (Laapo et al., 2009). Salah satu
contohnya adalah blooming algae yang
HASIL DAN PEMBAHASAN menyebabkan organisme lain tidak mendapatkan
ruang hidup sehingga menyebabkan kematian
Kegiatan pengabdian masyarakat diawali massal (Elyazar et al., 2007).
dengan menemui Kepala Desa Malangrapat
sebagai pelaksanaan koordinasi awal (Gambar
1). Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara
memberikan gambaran tentang kegiatan yang
akan dilakukan oleh tim peneliti. Selanjutnya
dipaparkan tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam kegiatan pengabdian ini.

Gambar 2. Pantai Trikora di Desa Malangrapat

Gambar 1. Koordinasi dengan Kepala Desa
Malangrapat

Hasil dari koordinasi awal didapatkan Gambar 3. Limbah domestik masyarakat
bahwa untuk pelaksanaan survei limbah
domestik akan didampingi oleh perwakilan dari Tahap selanjutnya dari kegiatan ini adalah
desa, sedangkan untuk survei pengetahuan survei pengetahuan dan sosialisasi pengendalian
masyarakat dan sosialisasi-evaluasi dilaksana- pencemaran limbah domestik (Gambar 5).
kan di Balai Desa Malangrapat. Kegiatan ini dilakukan di Balai Desa
Malangrapat, dengan tahapan survei awal
Pada tahap kedua dilakukan survei ke kepada perwakilan masyarakat sebanyak 30
daerah pesisir Desa Malangrapat, salah satu orang.
pantai yang dikunjungi adalah Pantai Trikora
(Gambar 2) yang merupakan destinasi andalan di
wilayah tersebut. Berdasarkan hasil survei
ditemukan beberapa limbah domestik berupa

78

Gambar 4. Limbah domestik yang berada di Pada survei ini diberikan beberapa
perairan pertanyaan mengenai limbah domestik yang
meliputi jenis pencemaran, sumber pencemaran,
bahaya pencemaran, penyakit akibat
pencemaran dan cara pengelolaan sampah. Hasil
survei didapatkan untuk pertanyaan tentang
penyakit akibat pencemaran sebanyak 25
responden menjawab mengetahui sedangkan
sisanya kurang paham, sedangkan untuk
pertanyaan cara mengelola sampah 27 responden
menjawab mengetahui dan sisanya kurang
paham. Hasil ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar masyarakat mengetahui tentang
bahaya yang ditimbulkan dari limbah domestik
(Tabel 1).

Tabel 1. Survei pengetahuan pencemaran limbah domestik

No. Pertanyaan Mengetahui Kurang Paham
30 -
1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang jenis-jenis 30 -
cemaran? 30 -
25 5
2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang sumber-sumber 27 3
cemaran?

3. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang bahaya akibat
pencemaran pada lingkungan perairan?

4. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang penyakit akibat
pencemaran?

5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui cara mengelola sampah?

Gambar 5. Survei pengetahuan masyarakat pertumbuhan lambat, inflammatory dan
tentang limbah domestik sebagainya). Poin terakhir adalah tentang cara
mengelola limbah domestik yaitu pengenalan
terhadap teknologi 3R (reuse, reduce, recycle)
sehingga diharapkan dapat dikembangkan
menjadi produk yang memiliki nilai jual.
Selanjutnya dilakukan test-kit peraga untuk
mengetahui kualitas suatu perairan sesuai aturan
baku mutu perairan dengan cara
membandingkan sampel air minum, sampel air
laut di sekitar dan sampel air yang diberi deterjen
(Gambar 7).

Kegiatan sosialisasi dilakukan setelah Gambar 6. Sosialisasi pengendalian
tahapan survei, kegiatan ini dilakukan dengan pencemaran limbah domestik
metode pembelajaran tanya jawab (Gambar 6).
Adapun poin-poin utama dalam sosialisasi ini
adalah tentang jenis-jenis pencemar (cemaran
air, tanah, udara) dan sumber-sumber pencemar
(kimia organik, kimia anorganik biologis dan
fisik) yang diakibatkan oleh limbah domestik.
Selanjutnya adalah tentang bahaya pencemaran
terhadap lingkungan perairan (coral bleaching,
blooming alga, mikroplastik, kematian massal
biota) dan kesehatan manusia (keracunan,

79

Gambar 7. Penjelasan uji test-kit kualitas air Alat peraga ini dapat mengukur
kandungan pH, nitrat, nitrit dan sulfat dalam
suatu perairan. Hasilnya didapatkan untuk
sampel air minum dan sampel air laut masih
dalam aturan baku mutu suatu perairan,
sedangkan untuk sampel air yang diberi deterjen
hasilnya berada diambang batas baku mutu
perairan. Kegiatan ini dapat mengedukasi secara
langsung masyarakat. Hal itu terlihat dari hasil
evaluasi pengetahuan warga setelah mengetahui
cara mengendalikan limbah domestik yang
berada di perairan (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil Evaluasi Pengetahuan Pencemaran Limbah Domestik setelah Sosialisasi

No. Pertanyaan Mengetahui Kurang Paham

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang jenis-jenis 30 -
cemaran?

2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang sumber-sumber 30 -
cemaran?

3. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang bahaya akibat 30 -
pencemaran pada lingkungan perairan?

4. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang penyakit akibat 30 -
pencemaran?

5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui cara mengelola sampah? 30 -

KESIMPULAN 0dd72c85dd4a/kepulauan-riau-dalam-ang
ka-2014.html
Kegiatan pengabdian ini telah Elyazar, N., Mahendra, M., & Wardi, I. (2007).
dilaksanakan kepada masyarakat dan diperoleh Dampak Aktivitas Masyarakat terhadap
kesimpulan bahwa secara umum peserta Tingkat Pencemaran Air Laut di Pantai
sosialisasi sebanyak 30 warga yang mewakili Kuta Kabupaten Badung serta Upaya
Desa Malangrapat mendapatkan wawasan dan Pelestarian Lingkungan. Ecotrophic:
pengetahuan mengenai pengelolaan limbah Jurnal Ilmu Lingkungan (Journal of
domestik. Hal ini terlihat dari meningkatnya Environmental Science), 2(1), 1–18.
pemahaman peserta tentang cara mengendalikan Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/
cemaran limbah domestik dari hasil evaluasi. index.php/ECOTROPHIC/article/view/2
Selanjutnya diharapkan warga yang telah paham 468
cara mengendalikan limbah domestik dapat Hindriani, H., Sapei, A., Surihatin, & Machfud.
mengembangkannya menjadi produk yang (2013). Pengendalian Pencemaran Sungai
memiliki nilai jual serta menularkannya kepada Ciujung berdasarkan Daya Tamping
masyarakat yang lain. Beban Pencemaran. Jurnal Sumber Daya
Air, 9(2), 169–184. Retrieved from
UCAPAN TERIMA KASIH https://jurnalsda.pusair-pu.go.id/index.ph
p/JSDA/article/view/157
Penulis menyampaikan banyak terima Jovanovic, B. (2017). Ingestion of Microplastics
kasih kepada Kepala Desa Malangrapat, by Fish and Its Potential Consequences
Kabupaten Bintan atas dukungan dan from A Physical Perspective. Integrated
dedikasinya terhadap kegiatan pengabdian ini. Environmental Assesment and
Management, 13(3), 510–515. https://doi.
DAFTAR PUSTAKA org/10.1002/ieam.1913
Karuniastuti, N. (2013). Bahaya Plastik terhadap
BPS. (2015). Kepulauan Riau dalam Angka Kesehatan dan Lingkungan. Forum
2014. Badan Pusat Stastistik Kepulauan Teknologi, 3(1), 6–14. Retrieved from
Riau. Retrieved from https://kepri.bps.go. http://ejurnal.ppsdmmigas.esdm.go.id/sp/
id/publication/2014/12/23/c9d8d53c23d0 index.php/swarapatra/article/view/43#:~:t

80

ext=BAHAYA%20PLASTIK%20TERH 5
ADAP%20KESEHATAN%20DAN%20 Sawyer, C., McCarty, P., & Parkin, G. (1994).
LINGKUNGAN,-Nurhenu%20Karunias
tuti&text=Menurut%20penelitian%2C%2 Chemistry For Environmental
0penggunaan%20plastik%20yang,pada% Engineering. New York: McGraw-Hill
20tubuh%20manusia%20(karsinogenik). Education
Laapo, A., Fahrudin, A., Bengen, D., & Damar, Suriadarma, A. (2011). Dampak Beberapa
A. (2009). Pengaruh Aktivitas Wisata Parameter Faktor Fisika Kimia terhadap
Bahari terhadap Kualitas Perairan Laut di Kualitas Lingkungan Perairan Wilayah
Kawasan Wisata Gugus Pulau Togean. Pesisir Karawang-Jawa Barat. Jurnal
Jurnal Ilmu Kelautan, 14(4), 215–221. Riset Geologi dan Pertambangan, 21(2),
Retrieved from https://ejournal.undip.ac. 21–36. http://dx.doi.org/10.14203/risetge
id/index.php/ijms/article/download/1619/ otam2011.v21.43
1382 Tchobanoglous, G., Burton, F., Stensel, H.,
Muchtar, M. (2012). Distribusi Zat Hara Fosfat, Metcalf, & Eddy, I. (2003). Wastewater
Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Engineering: Treatment and Reuse (4th
Natuna. Jurnal Ilmu dan Teknologi Edition). Boston: McGraw-Hill.
Kelautan Tropis, 4(2), 304–317. Retrieved from https://www.academia.
Retrieved from http://lipi.go.id/publikasi/ edu/36512973/Wastewater_Engineering_
distribusi-zat-hara-fosfat-nitrat-dan-silika Treatment_and_Reuse_Fourth_Edition
t-di-perairan-kepulauan-natuna/1657 Yudo, S. (2010). Kondisi Kualitas Air Sungai
Rijati, S., Intan, T., & Subekti, M. (2012). Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta Ditinjau
Sosialisasi Daur Ulang Sampah Sebagai dari Parameter Organik, Amoniak, Fosfat,
Upaya Pengembangan Eko-Budaya di Deterjen dan Bakteri Coli. Jurnal Air
Lingkungan Desa Sayang Jatinangor, Indonesia, 6(1), 34–42. Retrieved from
Kabupaten Sumedang. Jati Emas, 1(2), http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JAI/ar
29–34. https://doi.org/10.36339/je.v1i2.4 ticle/view/2452

81

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

STUDI PENCEMARAN LIMBAH CAIR DENGAN PARAMETER
BOD5 DAN PH DI PASAR IKAN TRADISIONAL DAN PASAR
MODERN DI KOTA SEMARANG

M.T Oktafeni Atur Pamungkas
Email : [email protected]

Abstract

Because of its location at the coast, most of the population at Semarang city have
a profession as fishermen. Demand for marine products consumption, especially
fish have led to a flow of trade between fishermen and buyers. Production process
of fish industry requires extensive water thus resulting large amount of
wastewater discharged into the surrounding environment. The waste water is
contaminating because it contains harmful chemicals, organic and inorganic
compounds, either dissolved or suspended and additional compounds that are
formed during the production process. Preliminary study of wastewater inspection
at the Traditional Fish Market obtained BOD5 level at 1098.25 mg / l. The result
exceeds the quality standard established by Central Java Local Regulation
Number 5 on 2012, thus further study of fish waste water contamination is
needed. The purpose of this study is to determine BOD5 and pH differences at
traditional fish market and modern market in Semarang City. The research type is
descriptive analytic with purposing sampling method. Sample in this study are
waste water from the traditional fish market and modern fish market in Semarang
City. Statistical analysis uses Wilcoxon and Mann Whitney test. The result shows
there is significant difference between the mean values of BOD5 waste water in
the traditional fish market and modern market (p=0,043). There are 10 samples at
the traditional market that exceed the BOD5 level of waste water standard quality.
For the modern market, there are 6 samples that exceed the BOD5 level of waste
water standard quality. The waste water pH level at both market are all still
conform the standard quality. Traditional fish market and modern fish market
merchants should process the waste water in order not to cause pollution in the
surrounding environment.

Keywords : pollution, BOD5, pH, traditional market, modern market

Pendahuluan kawasan pesisir pantai utara Jawa. Kota
Industri perikanan di Indonesia kini Semarang yang berada di pesisir pantai ini
menempatkan sebagian penduduknya
telah mengalami perkembangan yang memiliki profesi sebagai nelayan.
sangat pesat dan tersebar di berbagai Kebutuhan akan konsumsi produk laut,
daerah di Indonesia seperti Jawa Timur, khususnya ikan telah memunculkan suatu
Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, serta alur perdagangan antara nelayan dan
beberapa daerah lainnya di luar pulau pembeli. Kegiatan ini merupakan bagian
Jawa. Semarang merupakan ibu kota dari perekonomian kota.(1) Lokasi
Provinsi Jawa Tengah yang berada pada

82

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

perdagangan ikan di daerah pesisir pantai nilai nitrat dan amoniak yang cukup tinggi.
utara kota Semarang sekarang ini berpusat Proses ini akan menyebabkan turunnya
di Tambak Lorok yang terletak di Sungai kandungan oksigen terlarut dalam air,
Banger, Kelurahan Tanjung Mas. Salah sehingga ketersediaan oksigen bagi
satu tempat perdagangan ikan segar di organisme di lingkungan tersebut
Kota Semarang yang sifatnya tradisional berkurang, bahkan dapat menyebabkan
terdapat di pasar Rejomulyo yang kematian bagi organisme tersebut.(4)
masyarakat mengenalnya dengan nama
Pasar Kobong. Lokasi perdagangan ikan Limbah perikanan, khususnya
yang ada tersebut masih bersifat limbah cair biasanya langsung dibuang ke
tradisional, becek karena drainase yang lingkungan, dalam hal ini adalah sungai.
buruk, serta tidak higienis dari segi tempat Limbah tersebut dapat menyebabkan
penjualan. Saluran yang seringkali mampat pencemaran atau gangguan lingkungan
karena tersumbat oleh limbah ikan, seperti merancang pertumbuhan tanaman
menjadikan citra kumuh di pasar ikan pengganggu, muncul toksisitas terhadap
tradisional Rejomulyo.(2) Seiring dengan kehidupan air, menurunkan kadar DO
berkembangnya waktu, pasar modern juga (oxygen demand) pada lingkungan
menyediakan tempat untuk penyediaan dan perairan, membahayakan kesehatan
pengolahan ikan segar. Pengolahan ikan di masyarakat, serta dapat menimbulkan bau
pasar modern sangat dijaga kebersihannya yang mengganggu estetika lingkungan.(5)
karena berkaitan dengan standar mutu
produk. Seperti yang terjadi pada Pasar ikan
Rejomulyo Semarang, limbah cair ikan
Bahan organik yang terkandung dari kegiatan yang dilakukan di pasar
dalam limbah cair dapat menghabiskan tersebut sehari-harinya langsung dibuang
oksigen terlarut dalam limbah, serta melalui saluran kecil menuju ke Sungai
menimbulkan bau yang tidak sedap, dan Pengampon tanpa pengolahan terlebih
akan berbahaya apabila bahan tersebut dahulu. Berdasarkan permasalahan yang
merupakan bahan yang beracun.(3) dikemukakan oleh Kepala Pasar
Terjadinya proses oksidasi bahan organik Rejomulyo tahun 2009 hingga sekarang,
oleh mikroorganisme dalam air limbah, bahwa saluran di Pasar Rejomulyo secara
akan mengakibatkan air limbah berubah umum kondisinya sangat memprihatinkan,
warna menjadi coklat kehitaman atau air tidak bisa mengalir dengan maksimal.
berbau busuk. Apabila air limbah ini Kondisi Pasar Rejomulyo sekarang lebih
meresap ke dalam tanah yang dekat rendah kurang lebih 40cm dari jalan raya
dengan sumur, maka sumur akan Pengapon. Pada saat turun hujan, pada saat
berpotensi tercemar. Sedangkan apabila air laut pasang atau ROB genangan air
limbah ikan cair ini dialihkan ke sungai mencapai ketinggian 40cm.(6)
maka akan menimbulkan penyakit gatal,
diare, dan pencemaran lingkungan.(3) Parameter BOD5 merupakan
parameter utama untuk mengetahui jumlah
Setiap operasi pengolahan ikan akan oksigen yang diperlukan oleh
menghasilkan cairan yang berasal dari mikroorganisme untuk menguraikan bahan
proses pemotongan, pencucian, dan organik yang terlarut dan tersuspensi
pengolahan ikan atau produk lainnya. dalam air buangan secara biologi, dan
Cairan ini banyak mengandung darah, dinyatakan dengan BOD5 hari pada suhu
potongan daging ikan, kulit serta isi perut. 20oC dalam mg/liter atau ppm.(7)
Limbah cair yang mengandung banyak
protein dan lemak ini akan mengakibatkan Menurut Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 tentang
baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau

83

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

kegiatan pengolahan hasil perikanan yang Pencemaran Air, beban pencemaran adalah

melakukan lebih dari satu jenis kegiatan jumlah suatu unsur pencemaran yang
terkandung dalam air atau air limbah.(10)
pengolahan, kadar pH maksimum yang
diijinkan adalah 6,0 – 9,0 mg/l. Kadar Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair

BOD5 limbah cair maksimum yang Industri Ikan Kadar Maksimal (mg/l)
diijinkan adalah 100mg/l. Berdasarkan
No Parameter

hasil observasi secara langsung di lokasi 1. TSS 100
2. Sulfida 1
dan hasil pengukuran yang telah dilakukan
3. Amonia 5
sebelumnya melalui studi awal
4. Klor bebas 1
pendahuluan, diketahui kadar BOD5 yang 5. BOD5 100
melebihi kadar maksimum yang telah 6. COD 200

ditetapkan yaitu sebesar 1098,25 mg/L. 7. Minyak Lemak 15

Kadar BOD5 dan pH yang tinggi akan 8. pH 6,0-9,0
mempengaruhi kualitas dan kualitas air di
Sumber : Perda Jateng No 5 Tahun 2012.(10)
sekitarnya, sehingga perlu adanya studi
tentang pencemaran limbah cair ikan.(8) C. Biological Oxygen Demand (BOD5)

. BOD5 dapat mencerminkan tingkat

Tinjauan Pustaka pencemaran suatu badan air oleh buangan

A. Tinjauan Tentang Limbah organik, semakin tinggi nilai BOD5 berarti

Air limbah industri cenderung semakin besar tingkat pencemaran.

mengandung zat-zat berbahaya bagi Pemeriksaan BOD5 diperlukan untuk

lingkungan, oleh karena itu harus dicegah menentukan beban pencemaran akibat air

agar tidak dibuang sembarangan ke saluran buangan penduduk atau industri, serta

umum. Dibuangnya limbah ke lingkungan untuk mendesain sistem-sistem

air menyebabkan terjadinya pencemaran. pengolahan biologis yang tepat untuk air

Limbah cair industri perikanan yang tercemar tersebut. Penguraian zat

mengandung banyak protein dan lemak, organik merupakan peristiwa ilmiah, jika

sehingga mengakibatkan nilai nitrat dan sewaktu-waktu badan air dicemari oleh zat

amonia yang cukup tinggi. Produk organik maka bakteri dapat menghabiskan

perikanan, sebagaimana produk pertanian, oksigen terlarut dalam air selama proses

mudah membusuk disebabkan oleh oksidasi tersebut, yang dapat

dekomposisi protein, lemak, dan mengakibatkan kematian pada ikan-ikan

karbohidrat jaringan tubuh biota perikanan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik

oleh bakteri pengurai (dekomposer). dan dapat menimbulkan bau busuk pada

Bagian atau organ tubuh biota perikanan air tersebut.(28)

yang paling cepat membusuk adalah D. Derajat Keasaman (pH)
insang dan jeroan.(25) Sisa-sisa makanan
Secara umum nilai pH air
dan kotoran ikan dari perikanan juga dapat menggambarkan keadaan seberapa besar
tingkat keasaman atau kebasaan suatu
menimbulkan masalah di dalam perairan perairan. Perairan dengan nilaii pH=7
berarti kondisi air bersifat netral, pH<7
khususnya dapat menyebabkan berarti kondisi air bersifat asam,
sedangkan pH>7 berarti kondisi air
eutropikasi.(24) bersifat basa.(30)

B. Beban Pencemaran

Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian

84

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

E. Pasar bebas dalam penelitian ini adalah jenis pasar
Pasar merupakan tempat dimana

pembeli dan penjual tertentu dan
berfungsi, barang atau jasa bersedia untuk
dijual, dan terjadi perpindahan hak milik.
Menurut Jaya WK (1994), pasar terdiri
atas satu kelompok penjual dan pembeli
yang mempertemukan barang dapat
disubstitusikan. Dibedakan dari jenisnya
yaitu pasar tradisional dan pasar modern.

(31)

F. Industri Ikan Wilayah Pesisir
Dalam pola pemasaran produk

perikanan berdasarkan tingkat pembelinya,
seorang pengusaha perikanan seperti
nelayan atau pembudidaya ikan dapat
menjual hasil panennya ke berbagai
tingkat pedagang. Pertama, pedagang
pengecer, umumnya memasarkan barang-
barang yang dibelinya di pasar-pasar lokal
yang masih dalam satu kabupaten. Kedua,
pedagang pengumpul, baik pengumpul
lokal maupun pengumpul antar kabupaten.
Ketiga, pedagang pengumpul besar.
Penjualan ke pedagang pengumpul besar
dapat dilakukan oleh pembudidaya bila
volume hasil panennya cukup besar.
Keempat, institutional market. Kelima,
pasar swalayan, yang berfungsi sebagai
pedangang eceran.(33)

Metode

Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode observasi
dengan jenis penelitian observasional
analitik dan rancangan penelitian cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini
adalah limbah cair ikan dari pasar ikan
tradisional dan limbah cair ikan dari salah
satu pasar modern di Kota Semarang.

Pengambilan sampel dilakukan di
daerah sebelum ada kegiatan yang
memberikan beban pancemaran yaitu 3 titik di
titik perendaman, di titik setelah pencucian,
dan di titik effluent dengan 5 kali pengulangan
sehingga didapatkan 30 sampel. Variabel

85

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ikan yaitu pasar tradisional dan pasar modern.
Variabel terikatnya adalah parameter kadar
BOD5 dan pH. Sedangkan variabel
pengganggunya adalah suhu. Pengumpulan
data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan
kadar BOD5 dan pH sampel air limbah yang
dilakukan di Laboratorium BPIK Semarang.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat menggunakan softare SPSS.
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann
Whitney.

Hasil
1. Ada perbedaan rerata nilai BOD5

yang bermakna pada limbah cair
antara titik perendaman dan setelah
pencucian di pasar ikan tradisional.
(p=0,043)
2. Ada perbedaan rerata nilai BOD5
yang bermakna pada limbah cair di
titik setelah pencucian dan titik
effluent di pasar ikan tradisional.
(p=0,043)
3. Ada perbedaan rerata nilai BOD5
yang bermakna pada limbah cair di
titik perendaman dan titik effluent di
pasar ikan tradisional. (p=0,043)
4. Ada perbedaan rerata nilai BOD5
yang bermakna pada limbah cair
antara titik perendaman dan setelah
pencucian di pasar modern. (p=0,043)
5. Ada perbedaan rerata nilai BOD5
yang bermakna pada limbah cair di
titik setelah pencucian dan titik
effluent di pasar modern. (p=0,043)
6. Ada perbedaan rerata nilai BOD5
yang bermakna pada limbah cair di
titik perendaman dan titik effluent di
pasar modern. (p=0,043)
7. Tidak ada perbedaan rerata nilai
BOD5 yang bermakna pada limbah
cair antara titik perendaman di pasar
ikan tradisional dan pasar modern.
(p=0,175)
8. Ada perbedaan rerata nilai BOD5
yang bermakna pada limbah cair
antara titik setelah pencucian di pasar
ikan

86

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tradisional dan pasar modern. titik effluent antara pasar ikan
(p=0,021)
9. Tidak ada perbedaan rerata nilai
BOD5 yang bermakna pada limbah
cair antara titik effluent di pasar ikan
tradisional dan pasar modern.
(p=0,090)
10. Tidak ada perbedaan rerata nilai pH
yang bermakna pada limbah cair
antara titik perendaman dan setelah
pencucian di pasar ikan tradisional.
(p=0,138)
11. Tidak ada perbedaan rerata nilai pH
yang bermakna pada limbah cair
antara titik setelah pencucian dan titik
effluent di pasar ikan tradisional.
(p=0,686)
12. Tidak ada perbedaan rerata nilai pH
yang bermakna pada limbah cair
antara titik perendaman dan titik
effluent di pasar ikan tradisional.
(p=0,138)
13. Tidak ada perbedaan rerata nilai pH
yang bermakna pada limbah cair
antara titik perendaman dan setelah
pencucian di pasar modern. (p=0,686)
14. Tidak ada perbedaan rerata nilai PH
yang bermakna pada limbah cair
antara titik setelah pencucian dan titik
effluent di pasar modern. (p=0,345)
15. Tidak ada perbedaan rerata nilai PH
yang bermakna pada limbah cair
antara titik perendaman dan titik
effluent di pasar modern. (p=0,893)
16. Tidak ada perbedaan rerata nilai PH
yang bermakna pada limbah cair
antara titik perendaman di pasar ikan
tradisional dan pasar modern.
(p=0,600)
17. Tidak ada perbedaan rerata nilai PH
yang bermakna pada limbah cair
setelah pencucian antara pasar ikan
tradisional dan pasar modern.
(p=0,076)
18. Tidak ada perbedaan rerata nilai PH
yang bermakna pada limbah cair di

87

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tradisional dan pasar
modern. (p=0,347)

Pembahasan

1. Biological Oxygen Demand (BOD5)
Berdasarkan Peraturan Daerah

Propinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012
tentang baku mutu air limbah cair ikan,
hasil analisa laboratorium mengenai
kualitas BOD5 limbah cair di pasar ikan
tradisional dari 3 titik sampel dengan 5
kali pengulangan menunjukkan bahwa 15
sampel yang diambil terdapat 10 sampel
yang melebihi nilai baku mutu dan 5
sampel lainnya berada dibawah nilai
baku mutu. Sedangkan hasil analisa
laboratorium mengenai kualitas BOD5
limbah cair di pasar modern dari 3 titik
sampel dengan 5 kali pengulangan
menunjukkan bahwa 15 sampel yang
diambil terdapat 6 sampel yang melebihi
baku mutu dan 9 sampel lainnya berada
dibawah nilai baku mutu.

Hasil analisa juga menunjukkan
bahwa kadar BOD5 pada setiap sampel
yang diambil menunjukkan perbedaan,
hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya
ikan ada dalam produksi untuk proses
pencucian maupun proses perendaman.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
nilai BOD5 meliputi: jenis limbah, suhu
air, derajat keasaman (pH) dan kondisi
air secara keseluruhan. Kandungan
senyawa organik yang tinggi pada air
limbah menyebabkan terjadinya
peningkatan nilai zat padat
tersuspensi.(21) Hal itu ditunjukkan pada
hasil pemeriksaan yang menghasilkan
kandungan BOD tinggi.

Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Deazy Rahmawati pada tahun 2011,
hasil analisa kegiatan industri terhadap
kualitas air sungai Diwak Bergas
Kabupaten Semarang, menunjukkan
konsentrasi BOD5, pH, COD dan TSS
masih melebihi baku mutu.(36) Pada
penelitian Rosidah tahun 2000

88

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

menunjukkan p<0.05 yang menunjukkan sebagai parameter kualitas air karena bisa
ada perbedaan yang bermakna pada kadar
BOD5 di sungai daerah industri dengan
sungai daerah pemukiman Kotamadya dan
Kabupaten Semarang.(37) Ari Rubianto
tahun 2009 menunjukkan nilai BOD5 pada
air limbah tempe sebesar 9200 mg/l.(38)
Uji pendahuluan yang dilakukan oleh
Widya Pangesti di tahun 2009 pada
limbah industri batik menunjukkan nilai
BOD5 sebesar 202,9 mg/l.(39) Penelitian
yang dilakukan Suyata pada tahun 2005
menunjukkan nilai BOD5 sebelum diolah
berada diatas baku mutu.(40)

Jenis limbah akan menentukan besar
kecilnya BOD5, jenis limbah cair yang
dihasilkan dari proses produksi ikan di
pasar ikan tradisional maupun di pasar
modern mempunyai bahan organik yang
cukup tinggi sehingga mudah membusuk.
Nilai BOD5 dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang mempengaruhi aktifitas
mikro-organisme itu sendiri, untuk itu
maka sebelum uji BOD5 dilakukan
identifikasi terhadap limbah yang diduga
mengandung bahan toxic.(41) Semakin
mudah terjadi pembusukan/ dekomposisi,
maka nilai BOD5 akan semakin besar.
Proses dekomposisi bahan organik dalam
limbah cair sangat dipengaruhi oleh suhu
air karena aktivitas mikroorganisme
semakin tinggi pada suhu yang semakin
meningkat. Limbah cair yang dihasilkan
pasar ikan tradisional langsung dibuang
ke badan sungai tanpa adanya pengolahan
limbah terlebih dahulu. Limbah yang
berada dalam kondisi terbuka dan terkena
paparan sinar matahari memungkinkan
suhu air limbah tinggi sehingga aktivitas
mikroorganisme semakin meningkat dan
terjadi proses dekomposisi bahan organik
secara cepat.

2. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH ini sangat penting

89

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi
beberapa bahan di dalam air. Rata-rata
nilai pH pada pemeriksaan sampel air
limbah di pasar ikan tradisional
didapatkan hasil 7,28 di titik perendaman,
7,12 di titik setelah pencucian, dan 7,08
setelah titik effluent. Sedangkan rata-rata
nilai pH pada pemeriksaan sampel air
limbah di pasar modern didapatkan hasil
7,28 di titik perendaman, 7,35 di titik
setelah pencucian, dan 7,24 setelah titik
effluent.

Berdasarkan Peraturan Daerah
Propinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012
tentang baku mutu air limbah cair ikan,
hasil analisa laboratorium mengenai
kualitas pH limbah cair di pasar ikan
tradisional dan di pasar modern, dari 3
titik sampel dengan 5 kali pengulangan
menunjukkan bahwa kadar pH dari 30
sampel yang diambil semua masih sesuai
baku mutu, baik di pasar ikan tradisional
maupun di pasar modern.

Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Estri Aurorina pada tahun 1996, nilai
pH pada limbah pemotongan RPH
Semarang sebesar 6,7-7,1 dan masih
memenuhi baku mutu Perda Jateng nomor
5 tahun 2012.(42) Penelitian Komariah
tahun 2011 terhadap limbah lateks pada
industri karet menunjukkan nilai pH 3,5-
4,5 yang menunjukkan tidak memenuhi
baku mutu Perda Jateng nomor 5 tahun
2012.(43)

Uji statistik yang digunakan yaitu
uji Wilcoxon pada sampel berpasangan
dan uji Mann Whitney pada sampel tidak
berpasangan. Hasil penghitungan dengan
uji Wilcoxon pada tabel 4.24, tabel 4.26,
tabel 4.28, tabel 4.30, tabel 4.32, dan
tabel
4.34 menunjukkan tidak ada perbedaan
rerata nilai pH yang bermakna pada
limbah cair di pasar ikan tradisional dan
pasar modern. Sedangkan hasil
perhitungan dengan uji Mann Whitney
pada tabel 4.36, tabel 4.38, dan tabel 4.40
juga menunjukkan tidak ada perbedaan
rerata

90

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

nilai pH yang bermakna pada limbah cair mengukur parameter suhu, TSS, COD, dan
parameter-parameter lainnya. Terbatasnya
di pasar ikan tradisional dan pasar modern. informasi mengenai kualitas air yang ada
di pasar ikan tradisional maupun yang ada
Pengukuran pH ini sangat penting sebagai di pasar modern, termasuk diantaranya
belum adanya pemeriksaan kualitas air
parameter kualitas air karena bisa sumur artetis di pasar ikan tradisional,
pemeriksaan kualitas limbah cair serta data
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi mengenai jumlah pedagang ikan basah di
pasar ikan tradisional yang tidak/belum
beberapa bahan di dalam air. Hasil analisa terdaftar sebagai pedagang aktif.

laboratorium terhadap kualitas air pada Proses perizinan yang lama dan tidak
mudah, seperti pengajuan surat izin
saluran pembuangan di lokasi Industri ikan penelitian, penyerahan proposal penelitian
terutama di pasar modern. Selain faktor
pada semua titik pengambilan sampel diatas, keterbatasan waktu dan dana juga
mempengaruhi pengambilan hasil dan
menunjukkan pH suatu perairan yang sampel dari penelitian ini, karena peneliti
membatasi jumlah sampel dengan kriteria
bersifat netral yaitu antara 7,0-8,0. kapasitas besar, dengan asumsi bahwa di
lokasi tersebut menghasilkan limbah cair
Perairan dengan nilai pH=7 bersifat netral, lebih banyak dan berpotensi memiliki
kontribusi lebih tinggi terhadap
pH<7 dikatakan kondisi perairan bersifat pembuangan limbah ke lingkungan.

asam, sedangkan pH>7 dikatakan kondisi Kesimpulan

perairan bersifat basa. Setiap spesies a) Rata-rata nilai BOD5 di pasar ikan
tradisional didapatkan hasil 39,66 mg/l
memiliki toleransi yang berbeda terhadap di titik perendaman, 664,20 mg/l di titik
setelah pencucian, dan 6.134,37 mg/l di
pH. Nilai pH ideal bagi kehidupan titik effluent. Sedangkan rata-rata nilai
BOD5 pada pemeriksaan sampel air
organisme akuatik termasuk plankton pada limbah di pasar modern didapatkan
hasil 16,96 mg/l di titik perendaman,
umumnya berkisar 7 sampai 8,5.(44) Derajat 110,57 mg/l di titik setelah pencucian,
dan 3.014,47 mg/l di titik effluent.
keasaman (pH) pada kondisi alkalinitas
b) Rata-rata nilai pH di pasar ikan
tinggi > 9 dapat menyebabkan aktifitas tradisional didapatkan hasil 7,28 di titik
perendaman, 7,12 di titik setelah
mikroorganisme meningkat. (45) pencucian, dan 7,08 di titik effluent.
Sedangkan rata-rata nilai pH pada
Derajat keasaman mempunyai

pengaruh yang besar terhadap tumbuh-

tumbuhan dan hewan air, sehingga sering

digunakan untuk menyatakan baik

buruknya keadaan air. Adanya karbonat,

bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan

kebasaan air, sementara adanya asam-asam

mineral bebas dan asam karbonat

menaikkan keasaman suatu perairan.

Limbah buangan industri dan rumah

tangga dapat mempengaruhi nilai pH

perairan. Derajat keasaman (pH) air akan

sangat menentukan aktivitas

mikroorganisme, pada pH antara 6,5-8,3

aktivitas mikroorganisme sangat baik.

Pada pH yang sangat kecil atau sangat

besar, mikroorganisme tidak aktif, atau

bahkan akan mati.(44)

3. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini belum sempurna,

karena dalam penelitian ini masih
didapatkan adanya keterbatasan.
Keterbatasan tersebut adalah peneliti tidak

91

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pemeriksaan sampel air limbah di pasar industri ikan terhadap kelestarian sungai
modern didapatkan hasil 7,28 di titik dan laut, serta melakukan penelitian lebih
perendaman, 7,35 di titik setelah lanjut mengenai dampak limbah cair
pencucian, dan 7,24 di titik effluent. industri ikan terhadap kualitas air tanah.
c) Berdasarkan Perda Jateng No.5 Tahun
2012, hasil analisa parameter BOD5 Daftar Pustaka
pada semua sampel di pasar ikan
tradisional maupun di pasar modern 1. Mudzakir AK. Laporan Hasil
masih melebihi baku mutu. Pada pasar
ikan tradisional terdapat 10 sampel Penelitian Analisis Potensi dan
yang melebihi baku mutu yaitu dari
saluran akhir dan ketika proses Upaya Pengembangan Sumberdaya
produksi. Sedangkan kualitas BOD5 di
Pasar Modern terdapat 6 sampel yang Perikanan. Jawa Tengah: 2003
masih melebihi baku mutu. Hasil
analisa pH dari sampel yang diambil 2. Rahmanditya T. Pasar Ikan
dari pasar ikan tradisional dan pasar
modern semua sesuai baku mutu. Higienis Kota Semarang. 2011.
d) Industri ikan di Pasar ikan tradisional
maupun di pasar modern berpotensi (Online).
tinggi dalam pencemaran air sebab
sebagian besar konsentrasi BOD5 (http://eprints.undip.ac.id/33528/
melebihi baku mutu.
diakses pada tanggal 22 Maret
Saran
2014)
1. Untuk pengelola di Pasar Ikan
Tradisional maupun di Pasar modern 3. Sugiharto. Dasar-dasar
sebaiknya melakukan pengolahan
terlebih dahulu terhadap air limbah Pengelolaan Air Limbah. UI-Press:
yang dihasilkan agar tidak
menimbulkan pencemaran di 1987
lingkungan sekitar lokasi produksi.
4. Anonim. Penanganan Limbah
2. Untuk pemerintah, UPT / Dinas Pasar
merencanakan instalasi pengolahan air Hasil Perikanan secara
limbah, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan kualitas limbah cair yang Mikrobiologis. 2009. (Online)
berada di wilayah industri ikan secara
berkala serta mengontrol kadar (www.scribd.com/doc/43617742
pencemaran dari limbah cair industri
ikan sesuai kebijakan/peraturan yang diakses pada tanggal 22 Maret
ada.
2014)

5. Rahayu W.P dan Jennie.

Penanganan Limbah Industri

Pangan, Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi IPB. Bogor:

Penerbit Kanisiun,184 halaman,

1993.

6. Barodin. Profil Permasalahan

Pasar Rejomulyo Semarang.

Semarang: 2009

7. Ginting. Sistem Pengelolaan

Lingkungan dan Limbah Industri,

cetakan ke tiga. Bandung: Yrama

Widya, 2007

8. Peraturan Daerah Provinsi Jawa

Tengah Nomor 5 Tahun 2012

tentang Baku Mutu Air Limbah

bagi Kegiatan Industri.

9. Kristianto, P. Ekologi industri.

Yogyakarta, Penerbit ANDI, 2004.

10 Kementrian Lingkungan Hidup.

92

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Peraturan Pemerintah Republik Draft Final Sekretariat Tkpsda.

Indonesia Nomor 82 tahun 2001 Jakarta, 2003

Tentang Pengelolaan Kualitas Air 24. Asmadi dan Suharno. Dasar-dasar

dan Pengendalian Pencemaran Air. Tekologi Pengelolaan Air Limbah.

Jakarta: 2002 Pontianak: Gosyen Publishing,

11. Ginting, Perdana. Mencegah Dan 2012

Mengendalikan Pencemaran 25. Effendi I dan Wawan. Manajemen

Industri. Jakarta, Pustaka Sinar Agribisnis Perikanan. Jakarta:

Harapan, 1992. Penebar Swadaya, 2006

12. Ryadi, Slamet. Pencemaran Air. 26. Effendi, Hefni. Telaah Kualitas Air

Surabaya, Karya Anda, 1984. Bagi Pengelolaan Sumber Daya

13. Arya Wardhana, Wisnu. Dampak dan Lingkungan Perairan.

Perencanaan Lingkungan (Edisi Yogyakarta: Kanisius, 2003

Revisi). Yogyakarta: ANDI offset. 27. Raharjo Mursid. Manajemen

2001 Kesehatan Lingkungan.

14. Sary. Manajemen Kualitas Air. Departemen Pendidikan Nasional

Politehnik vedca. Cianjur. 2006 Universitas Diponegoro Lembaga

15. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Pusat Penelitian

Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Kependudukan dan Kebijakan

Rineka Cipta, 2010 Publik: 2010

16. Thcobanoglous. G. Theisen. H dan 28. Alaerts. Sri Sumestri. Metoda

Vigil. S.A. Integrated Solid Waste Penelitian Air. Surabaya: Usaha

Management. Engineering Nasional, 1984

Principles and Management Issues. 29. Notoatmodjo S. Metodologi

New York: McGraw-Hill Penelitian Kesehatan. Jakarta:

International Edition, 1993 Rineka Cipta, 2010

17. Azwar A. Pengantar Ilmu 30. Effendi, Hefni. Telaah Kualitas Air

Kesehatan Lingkungan. Cetakan ke Bagi Pengelolaan Sumber Daya

empat. Jakarta: Mutiara Sumber dan Lingkungan Perairan, Penerbit

Widya, 1989 Kanisius, Yogyakarta. 2003

18. Keputusan Menteri Negara 31. Nursanyoto, H. Ilmu Gizi, Zat Gizi

Lingkungan Hidup No. 51 Tahun Utama. PT Golden Terayon Press,

1995 Tentang Baku Mutu Limbah Jakarta. 1992.

Cair Bagi Kegiatan Industri 32. Riawan, S. Kimia Organik. Bina

19. Keputusan Gubernur Kepala Rupa Aksara. Jakarta. 1990.

Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 33. Rahardi, Regina dan Nazaruddin.

660.1/02/1997 Agribisnis Perikanan. Jakarta:

20. Daryanto. Masalah Pencemaran. Penebar Swadaya, 2006

Bandung: Tarsito, 1995 34. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun

21. Tebbut. TH. Principles of Water 2002 yang mengatur mengenai

Quality Control (4rd edition). perizinan

Oxford: Pergamon Press, 251p; 35. SNI 6989.72:2009. Air dan Air

1992 Limbah – Bagian 72: Cara Uji

22. Palar, H. Pencemaran dan Kebutuhan Oksigen Biokimia

Toksikologi Logam Berat. Rineke (BOD/ Biological Oxygen Demand)

Cipta: Jakarta. 2008 36. Rahmawati Deazy. Pengaruh

93

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

23. Direktorat Pengairan Dan Irigasi. Kegiatan Industri Terhadap

94

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kualitas Air Sungai Diwak di 43. Aurorina Estri. Pemeriksaan warna,

Bergas Kabupaten Semarang dan

Upaya Pengendalian Pencemaran

Air Sungai. Tesis. Semarang:

Universitas Diponegoro. 2011

37. Rosidah. Studi Tentang Perbedaan

Kadar Biochemical Oxygen

Demand (BOD) dan Total

Dissolved Solid (TDS) di Sungai

Daerah Industri dengan Sungai di

Daerah Pemukiman Kotamadya dan

Kabupaten Semarang. Skripsi.

Semarang: Universitas Diponegoro.

2000

38. Rubianto Ari. Efisiensi Penggunaan

Reaktor Anaerobik Biofilter dalam

Penurunan Kadar BOD5 Air

Limbah Tempe. Skripsi. Semarang:

Universitas Diponegoro. 2009

39. Pangesti Widya. Efektivitas Metode

Elektrokoagulasi dengan Berbagai

Variasi Jumlah Lempeng Besi

dalam Menurunkan Kandungan

BOD5, COD dan TSS pada Air
Limbah Industri Batik “CV Batik

Indah Raradjonggrang”

Yogyakarta. Skripsi. Semarang:

Universitas Diponegoro. 2009

40. Suyuta,dkk. Penurunan BOD dan

COD Limbah Cair Industri Tapioka

di kabupaten Purbalingga dengan

Metode Pelapisan Tanah Berganda.

Jurnal MIPA Unsoed. 2006.

(Online) diakses pada tanggal 14

Maret 2016

41. Soetrisno, Yudhi. Uji BOD

Indikator Kekuatan Limbah yang

Masih Bermasalah. Jurnal Teknik

Lingkungan. Januari 2000. (Online)

diakses pada tanggal 14 Maret 2016

42 Medawaty, Ida. Sanitasi Taman

Salah Satu Alternatif Sistem

Pengolahan Air Limbah. Jurnal

Pemukiman Volume 4 No. 1 Mei

2009. (Online) diakses pada tanggal

14 Maret 2016

95

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pH dan Jumlah Bakteri pada

Daging Sapi Hasil Pemotongan

RPH Semarang

dengan Pemotongan

Bukan RPH Semarang yang

Dijual di Wilayah Kodya

Semarang. Skripsi. Semarang:

Universitas Diponegoro. 1996

44. Komariah. Pengaruh Isolat

Fungsi Trichoderma sp Terhadap

Kadar COD dan BOD Limbah

Lateks pada Industri Karet.

45. Junaidi, Bima dan Patria Dwi

Hatmanto. Analisis Teknologi

Pengolahan Limbah Cair Pada

Industri Tekstil Studi Kasus PT

Iskandar Indah Printing Textile

Surakarta. Tesis. Semarang:

Universitas Diponegoro, 2006

96

Strategi Penurunan Pencemaran Limbah Domestik di Sungai Code DIY

Widodo B.1); Kasam 1); Ribut L2)dan Ike A.3)

1) Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia;
2) Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PuSPIK), UII
3) Fakultas Psikologi, UII
Email: [email protected]; [email protected]

Abstrak

Kualitas air sungai terutama yang terletak di kawasan urban saat ini kondisinya semakin memprihatinkan. Upaya
mengatasi permasalahan pencemaran air yang paling efektif adalah mencegah masuknya bahan pencemaran ke dalam
badan air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pencemaran limbah dometik, menganalisis potensi
pencemar air yang masuk ke Sungai Code, serta menganalisis strategi pengelolaan Sungai Code untuk menurunkan
beban pencemaran yang masuk dari sumber domestik. Pengambilan sampel air limbah untuk uji laboratorium dari
sumber pencemar domestik untuk 12 IPAL komunal. Parameter yang dianalisis antara lain COD, TSS, dan NH3.
Penentuan responden didasarkan pada pendekatan penentuan sampel secara acak pada wilayah tertentu (area random
sampling). Analisis Data terdiri dari analisa pencemaran limbah domestik, analisis potensi sumber pencemar, serta
analisis strategi penurunan bebab pencemaran. Hasil penelitian menunjukkan kondisi yang baik, dimana konsentrasi
outlet lebih rendah daripada inlet antara lain untuk COD di titik 2,3,4, dan 8, TSS di titik 2,3,4,5,6,11, dan 12 serta
untuk NH3 di titik 2,3,4,8, dan 9. Artinya, IPAL pada titik selain itu perlu dicek kembali optimalisasi fungsinya. Strategi
sosial penurunan pencemaran limbah domestik antara lain dengan pemberdayaan masyarakat, penguatan komunitas
lokal, serta optimalisasi kelembagaan formal.

Kata Kunci : Limbah Domestik, Strategi Penurunan, Sungai Code, Yogyakarta

1. PENDAHULUAN

Semakin meningkatnya aktivitas pembangunan ekonomi, perubahan tata guna lahan dan
meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan tingginya tekanan terhadap lingkungan.
Sungai sebagai bagian lingkungan hidup saat ini kondisinya memprihatinkan, terjadi kecenderungan
perubahan ekosistem sungai yang ditunjukkan dengan degradasi kuantitas dan kualitas air.

Hampir sebagian besar daerah aliran sungai di Indonesia mengalami kerusakan, dari 82 sungai besar
di Indonesia 62 diantaranya tergolong dalam sungai yang kritis (BBWS Serayu Opak, 2008).
Sebagian besar kerusakan sungai diakibatkan oleh aktivitas manusia yang mengibaratkan sungai
sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah gratis. Segala macam limbah dan kotoran dibuang
ke sungai tanpa ada pengolahan lebih dahulu. Sungai-sungai yang melewati kota besar pada
umumnya kualitas airnya tercemar oleh limbah baik dari industri, rumah tangga, perikanan, dan
pertanian. Dampak yang ditimbulkan dari segi kesehatan sangat berbahaya, karena air sungai masih
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari baik mandi, mencuci ataupun untuk air minum. Polusi air
juga akan mengancam habitat ikan di sungai. Sungai yang tercemar dari segi estetika juga tidak
nyaman, selain berwarna hitam, banyak sampah yang terapung, juga baunya menyengat.

97

Sungai Code menjadi pusat perhatian banyak pihak dan memiliki tingkat kemendesakan dalam
pengelolaannya. Sungai Code melintasi Kota Yogyakarta dan berdekatan dengan beberapa tempat
strategis, seperti Malioboro, Tugu, Kraton, dan lainnya. Sungai Code melintas pada kawasan
pemukiman yang cukup padat di kiri kanan sungai serta kondisinya menunjukkan kecenderungan
makin memburuk dari tahun ke tahun.

Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk kawasan Sungai Code pun menjadi
sasaran untuk dijadikan daerah permukiman. Akibatnya permasalahan di daerah aliran Sungai Code
pun menjadi sangat kompleks. Mulai terjadinya pencemaran air sungai, penyempitan badan sungai,
tingginya erosi dan sedimentasi, hingga berujung pada seringnya terjadi banjir di daerah aliran
Sungai Code. Sungai Code menunjukkan kualitas air terburuk, dibandingkan sungai lainnya yang
melintas di Kota Yogyakarta, karena bakteri Coliform Tinja terdeteksi paling tinggi dan kandungan
oksingen terlarut paling rendah.

Upaya mengatasi permasalahan pencemaran air yang paling efektif adalah mencegah masuknya
bahan pencemaran ke dalam badan air. Sebagai langkah awal merumuskan upaya tersebut,
informasi tingkat pencemaran, potensi sumber pencemar serta kondisi karakteristik psikologi dan
sosial penduduk perlu tersedia secara baik dan komprehensif. Penelitian ini akan menganalisis
berdasarkan data-data tersebut guna merumuskan strategi penurunan beban pencemar yang optimal
sesuai dengan karateristik penduduk di kawasan Sungai Code.

2. METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel air limbah untuk uji laboratorium dari sumber pencemar domestik untuk 12
IPAL komunal. Parameter yang dianalisis antara lain COD, TSS, dan NH3. Pengambilan sampel
air dilakukan untuk dianalisis baik secara langsung di lapangan maupun di laboratorium
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010
tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. Penentuan responden didasarkan pada
pendekatan penentuan sampel secara acak pada wilayah tertentu (area random sampling). Lokasi
sampel responden ditentukan di daerah Cokrodiningratan RT 37 RW 08 dengan jumlah responden
21 KK (dari 43 KK yang ada).

Analisis Data terdiri dari analisa pencemaran limbah domestik, analisis potensi sumber pencemar,
serta analisis strategi penurunan bebab pencemaran. Pertama, Analisis Pencemaran Limbah

98

Domestik dilakukan dengan pengukuran dan uji laboratorium air limbah domestik untuk parameter
COD, TSS, dan NH3. Sampel dilakukan pada titik inlet dan outlet limbah. Hasil uji laboratorium
selanjutnya dianalisis dengan baku mutu serta membandingkan nilai antara inlet dan outlet. IPAL
dinyatakan efektif jika konsentrasi pada outlet sudah lebih rendah dibandingkan inlet untuk suatu
parameter. Kedua, Analisis potensi sumber pencemar didasarkan pada hasil pengolahan data
kuesioner serta laporan pemantauan dari instansi terkait. Analisis mencakup aspek besaran,
frekuensi, proyeksi, jenis serta faktor yang mempengaruhinya. Ketiga Analisis strategi Penurunan
Beban Pencemar dilakukan dengan deskriptif. Analisis deskriptif didasarkan pada hasil pengolahan
data kuesioner, studi konseptual, studi kebijakan, serta kondisi eksisting. Rekomendasi berupa
strategi diletakkan atas prinsip partisipatif dan untuk kepentingan lingkungan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Beban dan Sumber Pencemaran Limbah Domestik
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau limbah.
Besarnya beban pencemaran ini sangat mempengaruhi kualitas air dan dapat menjadi indikator
tercemar atau tidaknya suatu perairan. Limbah domestik terdiri dari sampah dan limbah cair.
Limbah domestik di DAS Code dibagi menjadi dua kategori yaitu limbah domestik potensial dan
riil. Limbah domestik potensial adalah limbah rumah tangga yang limbahnya dibuang pada saluran
pembuangan dalam batas DAS sungai, sedangkan limbah domestik riil adalah limbah rumah tangga
yang limbahnya dibuang secara langsung ke sungai utama atau melalui saluran air yang langsung
mengarah ke sungai utama. Hasil pengukuran terhadap konsentrasi limbah domestik pada inlet dan
outlet IPAL sebagaimana tersaji pada gambar berikut.

Gambar 1. Perbandingan Konsentrasi COD pada Inlet dan Outlet

99

Gambar 2. Perbandingan Konsentrasi TSS pada Inlet dan Outlet

Gambar 3. Perbandingan Konsentrasi NH3 pada Inlet dan Outlet
Berdasarkan grafik di atas kondisi yang baik, dimana konsentrasi outlet lebih rendah dari pada inlet
antara lain untuk COD di titik 2,3,4, dan 8, TSS di titik 2, 3, 4, 5, 6, 11, dan 12 serta untuk NH3 di
titik 2,3,4,8, dan 9. Artinya IPAL pada titik selain itu perlu dicek kembali optimalisasi fungsinya.
Bahan pencemar domestik dari Sungai Code dapat dibedakan secara umum menjadi beberapa
kelompok, yaitu :
1. Bahan pencemar organik, baik yang dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme maupun

yang tidak dapat mengalami penguraian.
2. Bahan pencemar anorganik, dapat berupa logam-logam berat, mineral (garam-garam anorganik

seperti sulfat, fosfat, halogenida, nitrat)
3. Bahan pencemar berupa sedimen/endapan tanah atau lumpur.
Berdasarkan data survei identifikasi sumber pencemar air dari BLH Provinsi DIY terdapat 214
sumber pencemar di Sub DAS Code yang dapat dilihat rinciannya di Tabel 1.

100


Click to View FlipBook Version