The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by aurllsyakira10, 2021-12-19 20:45:18

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DAN
ANALISIS ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

THE POLLUTION LOAD OF TOFU INDUSTRY AND ANALYSIS
OF ALTERNATIVE MANAGEMENT STRATEGY

Muhammad Romli1 dan Suprihatin2

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB
e-mail: [email protected]; [email protected]

Abstract
This research work is aimed to evaluate the process performance profile of tofu industry and its associated
pollution load as well as analysing its management strategy. The work was carried out through industrial
survey and measurement in various technological states of tofu processing in the regions of Tegal, Klaten,
Solo, Jakarta, and Bogor. An experimental work was also conducted to optimise the level of process
water usage in tofu processing. The research work showed that every 1 kg soybean processed results in
3.3±0.7 kg tofu curd, 2.0-2.2 kg pressed cake, and 17±3 L effluent in average. This wastewater exhibits
the main source of environmental pollution, having the characteristics of BOD5, total COD, soluble COD,
TSS, and TKN of 50±8, 110±20, 80±20, 9±3, and 4±2 g/kg soybean processed, respectively. The
experimental work indicated that varying the amount of process water in the range of 16-25 L/kg soybean
did not result in a significant improvement of the product yield as well as pressed cake. Based on the
measurement results, the laboratory analysis, and theoretical information, this paper demonstrates
quantitatively some potential benefits derived from utilising the organic content of tofu processing
effluent by treating it anaerobically to generate biogas.

Keywords: tofu industry, pollution load, anaerobic treatment, biogas

1. PENDAHULUAN sumber daya dan minimisasi dampak negatif
terhadap lingkungan. Kajian komprehensif
Industri tahu telah berkontribusi signifikan tentang profil industri tahu yang ada saat ini
dalam penyediaan pangan bergizi, penyerapan diperlukan untuk mengidentifikasi potensi
tenaga kerja, dan pengembangan ekonomi konservasi sumber daya dan merencanakan
daerah. Namun industri tahu juga berpotensi manajemen limbah.
mencemari lingkungan, karena industri ini
menghasilkan limbah (padat, cair, dan gas) Usaha minimisasi limbah atau produksi bersih
yang jumlahnya cukup besar. Limbah tersebut di berbagai industri umumnya hanya mampu
dapat menimbulkan masalah lingkungan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan
berupa bau tidak sedap dan polusi pada badan terhadap lingkungan (UNEP, 1998).
air penerima. Akibat dari dampak negatif Pendekatan ini sering harus dikombinasikan
tersebut, pengembangan industri tahu sering dengan pendekatan end-of-pipe untuk
menghadapi hambatan dari masyarakat mengolah limbah agar tidak menimbulkan
sekitarnya. Kondisi tersebut terjadi seiring pencemaran lingkungan (Qureshi et al., 2005).
dengan semakin meningkatnya kesadaran Salah satu alternatif pengolahan limbah
dan apresiasi masyarakat pada kualitas organik dari limbah cair industri tahu adalah
lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengolahan biologis dengan sistem anaerobik.
pengembangan industri tahu yang lebih ramah Proses degradasi sistem anaerobik berlangsung
lingkungan dengan fokus pada dua aspek pada kondisi tanpa oksigen dan menghasilkan
pokok. Dua aspek tersebut, yaitu konservasi produk akhir berupa metana (Qureshi et al.,

150

2005). Proses pengolahan limbah cair secara Solo 2 teknologi Tradisional), dan Klaten.
anerobik kembali menjadi perhatian seiring Penelitian lapangan mengkaji pemakaian
dengan semakin langkanya sumber energi sumber daya untuk produksi, jumlah dan
minyak bumi. Hal ini menyebabkan dewasa karakteristik hasil utama, serta hasil samping
ini, ada kecenderungan aplikasi pengolahan atau limbah. Pengambilan sampel dilakukan
limbah cair secara anaerobik dibandingkan dengan memperhatikan aspek representasi
secara aerobik (Geissen, 2008; Rangsivek, sampel untuk industri tersebut. Meskipun
2008; Iza, Palencia, dan Fernandez-Polanco, variabel bebas tidak dapat divariasikan dalam
1990). penelitian survei, tetapi hasil penelitian survei
ini memungkinkan untuk menemukan
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsi- hubungan antara variabel-variabel yang ada.
kan profil industri tahu ditinjau dari aspek Terutama variabel penggunaan air dengan
kinerja proses produksi dan aspek lingkungan perolehan tahu dan beban pencemaran.
berkaitan dengan berbagai tingkatan teknologi
proses yang diterapkan. Penelitian ini juga Eksperimen
bertujuan untuk melakukan analisis secara Penelitian eksprimen dimaksudkan untuk
kuantitatif terhadap keuntungan yang akan mengetahui hubungan sebab-akibat antara
diperoleh dari pemanfaatan bahan organik jumlah penambahan air terhadap perolehan
yang terkandung dalam limbah cair industri tahu dan beban polutan limbah cair. Variabel
tahu. Pemanfaatan dilakukan dimana limbah bebas penambahan air dipilih untuk diteliti
diolah secara anaerobik untuk menghasilkan karena menentukan jumlah perolehan tahu,
biogas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempengaruhi biaya produksi dan jumlah
digunakan sebagai pertimbangan dalam buangan limbah cair yang harus diolah.
memilih kegiatan yang terkait pengelolaan Eksperimen dilakukan pada skala teknis, yaitu
lingkungan industri tahu atau industri sejenis. pabrik tahu di Bogor. Eksperimen dilakukan
dengan cara memvariasikan penggunaan air
2. METODOLOGI proses dan mengamati karakteristik hasil
produk yang diperoleh serta limbah yang
Observasi Lapang dihasilkan secara kuantitatif dan kualitatif.
Observasi lapang dilakukan untuk men- Sebagai pembanding (control treatment)
diskripsikan atau mendomentasikan kondisi adalah praktik jumlah penggunaan air yang
atau praktik industri tahu yang ada. Survei dilakukan selama ini.
meliputi kegiatan wawancara, observasi dan
pengukuran, serta pengambilan sampel untuk Analisis Laboratorium.
dianalisis di laboratorium. Kajian dilakukan Analisis laboratorium dilakukan terhadap
terhadap industri tahu berdasarkan tingkatan sampel produk tahu dan ampas tahu, meliputi
teknologi yang diterapkan dalam proses kadar air, padatan, protein, dan abu. Analisis
produksi tahu. Teknologi tersebut mencakup tersebut dilakukan untuk mengetahui
produksi tradisional (konvensional), industri karakteristik limbah cair industri tahu,
yang telah menerapkan prinsip-prinsip eko- meliputi pH, COD (Chemical Oxygen
efisiensi, dan industri tahu dengan teknologi Demand), BOD5 (Biochemical Oxygen
modern (Teknologi Jepang). Ketiga istilah Demand), TKN (Total Kjeldahl Nitrogen), dan
tersebut diambil dari istilah yang dikenal di TSS (Total Suspended Solids). Pengujian
masyarakat industri tahu, dengan kekhasan parameter dilakukan sesuai metoda APHA
masing-masing sebagaimana dideskripsikan (1998) di laboratorium yang terakreditasi oleh
pada Tabel 1. Lokasi survei meliputi industri KAN, yaitu Laboratorium Pengujian
tahu di Jakarta, Bogor, Tegal (Teknologi Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Jepang), Solo (Solo 1 dengan Eko-Efisiensi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

151

Tabel 1. Deskripsi Tingkatan Teknologi Produksi Tahu Tahu

No. Teknologi (Lokasi) Fasilitas Deskripsi
Pemisahan ampas dengan saringan ”diaduk” oleh
1 Industri tahu tradisional/ Lantai produksi dari tanah; Tempat pemasakan manusia, wadah pemasakan stainless steel, pemanasan
konvensional dari wajan mild steel; Pemasakan dengan langsung di atas tungku atau sumber panas dari uap
(Industri tahu di Jakarta, pemanasan langsung; Tidak memiliki fasilitas (steam) dari boiler sederhana (boiler drum)
Bogor, dan Solo - 2) penggilingan; Tungku pemasakan dengan bahan
Pemisahan ampas menggunakan kain saringan yang
bakar kayu; Tidak ada fasilitas pengolahan “digoyang” dengan tenaga manusia, pelapisan tempat
limbah cair pemasakan (tong beton ) dengan stainless steel, dan
sumber panas dari uap dari boiler sederhana
2 Industri yang telah Lantai tempat produksi dirancang khusus
Pemisahan ampas dilakukan dengan menggunakan
menerapkan prinsip-prinsip (sebagian lantai terbuat dari keramik); Tempat sentrifus, pemasakan dalam tanki stainless steel ,
sumber panas dari uap (steam) dari boiler, dan kondisi
eko-efisiensi pemasakan terbuat dari beton, bagian dalam lingkungan produksi lebih bersih

(Industri tahu di Klaten dan dilapisi stainless steel; Boiler sederhana;
Solo – 1) Fasilitas pengolahan limbah cair anaerobik
treatment

3 Industri tahu dengan Lantai tempat produksi dirancang khusus
(sebagian lantai terbuat dari keramik); Fasilitas
teknologi modern produksi terbuat dari stainless steel; Pemisahan
(“Teknologi Jepang”)

(Industri tahu di Tegal) ampas dengan alat sentrifus; Boiler; Tempat
pemasakan/pewarnaan dengan kunyit; Tidak
ada fasilitas pengolahan limbah

Estimasi Potensi Emisi. dalam larutan kunyit. Industri tahu di Tegal
Dalam kegiatan ini juga dilakukan estimasi menggunakan “Teknologi Jepang”, tahu di-
terhadap potensi emisi dari proses bungkus satu per satu. Semua industri tahu
perombakan limbah cair industri tahu yang yang disurvei mencetaknya dengan cara
tak terkendali dalam kondisi anaerobik atau memotong tahu dalam satu cetakan besar
estimasi produksi biogas apabila limbah sesuai dengan ukuran tertentu. Cara yang
tersebut diolah secara anaerobik. Pendekatan terakhir ini lebih efisien dan menghasilkan
yang digunakan untuk estimasi tersebut produktivitas pengolahan yang lebih tinggi.
adalah pendekatan stoikiometri dan neraca Perbedaan kuantitas pemakaian air yang ada di
masa pada proses degradasi anaerobik limbah antara berbagai industri tahu yang disurvei
cair industri tahu. Jumlah produksi biogas bukan disebabkan karena perbedaan prinsip
dipengaruhi oleh komposisi limbah cair dan teknologi prosesnya. Perbedaan tersebut lebih
kondisi proses degradasi (USDA dan NSCS, disebabkan karena perbedaan penggunaan
2007; Moletta, 2005; Wilkie, 2005). beberapa unit fasilitas produksi variasi
kebiasaan kerja atau tradisi antar daerah, serta
3. HASIL DAN PEMBAHASAN desain dan jenis produk tahu yang dihasilkan.
Fasilitas produksi yang dimaksud di atas, yaitu
Profil Proses Produksi dan Kinerja tempat kerja, tungku, alat pemasak, dan
Lingkungan Industri Tahu saringan.
Proses pembuatan tahu terdiri atas tahapan
perendaman dan pencucian kedele, peng- Pemasakan tahu dilakukan dengan pemanasan
gilingan, pemasakan, dan penyaringan. langsung di atas tungku (industri di Bogor,
Tahapan pembuatan tahu selanjutnya adalah Solo Tradisional). Pemasakan juga dapat
penggumpalan, pemisahan tahu dari whey, dilakukan melalui pemanasan dengan uap yang
pencetakan dan pengepresan, serta pe- dihasilkan oleh boiler sederhana (industri di
motongan. Melalui tahapan proses tersebut Jakarta, Tegal, Solo, dan Klaten). Cara
dihasilkan tahu putih yang dapat dibentuk pemanasan tidak langsung ini selain
dengan berbagai ukuran. Sebagian industri menghasilkan tahu dengan kualitas lebih baik
menjual hasil tahunya sebagai tahu putih juga lebih efisien penggunaan bahan bakarnya.
dalam wadah-wadah plastik dalam keadaan Efisiensi tersebut terjadi, terutama, apabila di
terendam air bersih. Sebagian industri tahu suatu pabrik tahu terdapat beberapa lini proses
lainnya menjual produknya dalam bentuk tahu produksi (proses pemasakan) yang dijalankan
kuning, dengan cara merebus tahu putih di secara paralel. Bahan bakar yang dipakai

152

adalah kayu, serbuk gergaji, atau sekam.
4. KESIMPULAN

Prinsip pembuatan tahu terdiri atas tahapan
perendaman dan pencucian kedele, peng-
gilingan, pemasakan, penyaringan, peng-
gumpalan, pemisahan tahu dari whey,

153

pencetakan dan pengepresan, dan pe- pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar, (2)
reduksi/substitusi bahan bakar (minyak, kayu),
motongan. Melalui tahapan proses tersebut (3) produksi sludge sebagai pupuk organik, (4)
reduksi masalah lingkungan lokal (bau busuk)
dihasilkan tahu putih dengan berbagai ukuran. dan gangguan serangga, (5) reduksi emisi gas
rumah kaca akibat pemanfaatan biogas, dan (6)
Dari 1 kg kedele dihasilkan tahu sejumlah perbaikan sistem sanitasi yang dapat
mereduksi penyebaran mikroorganisme
3,3±0,7 kg dan ampas tahu sejumlah 2,0-2,2 patogen.

kg. Jumlah limbah cair per kg kedele yang Hasil survei menunjukkan ada variasi yang
sangat besar dalam penggunaan air pada
diolah adalah 17±3 L. Perbedaan kuantitas tahapan ini akibat dari perbedaan fasilitas atau
cara kerja yang diterapkan di masing-masing
pemakaian air yang ada diantara berbagai daerah. Pengubahan kebiasaan pekerja ini
tampaknya sulit dilakukan secara cepat.
industri tahu yang disurvei bukan disebabkan Masalah tersebut dapat diatasi melalui
introduksi teknologi ekstrasi (penyaringan)
karena perbedaan prinsip teknologi yang mampu mengoptimumkan pemakaian air,
misalnya dengan penyaringan mekanis atau
prosesnya. Perbedaan kuantitas pemakaian air sentrifugasi.

tersebut disebabkan karena perbedaan beberapa Pengolahan limbah cair dengan bioreaktor
anaerobik dapat digunakan sebagai solusi
unit fasilitas produksi, yaitu tempat kerja, masalah lingkungan. Hal ini disebabkan karena
selain tidak membutuhkan biaya investasi dan
tungku, alat pemasak, saringan. Perbedaan operasional yang tinggi juga dapat
menghasilkan biogas yang dapat digunakan
kuantitas pemakaian ini juga disebabkan oleh sebagai bahan bakar. Hal tersebut juga dapat
memberikan manfaat ekonomi dan ekologi,
variasi kebiasaan kerja atau tradisi antar seperti reduksi masalah lokal (pencemaran
tanah, air dan udara/bau busuk), memberikan
daerah, serta desain dan jenis produk tahu yang dampak global (reduksi emisi GRK) dan
pengurangan laju pemakaian kayu bakar.
dihasilkan. Pendekatan ini diperkirakan akan lebih efektif
dan operasional dibandingkan dengan
Nilai rata-rata (± standar deviasi) BOD5, COD pendekatan regulasi (misalnya penerapan baku
total dan COD terlarut, TSS, dan TKN limbah mutu). Hal ini dikarenakan keterbatasan
cair industri tahu berturut-turut adalah kemampuan pelaku usaha industri tahu, baik
3.500±900, 7.300±1.700, 5.600±1.800, 500± finansial maupun teknis-teknologis.
250 dan 280±140 mg/L, atau setara dengan
beban 50±8, 110±20, 80±20, 9±3, dan 4±2 DAFTAR PUSTAKA
gr/kg kedele yang diolah. Hasil pengamatan
lapang dan hasil eksperimen menunjukkan APHA (American Public Health Association)
bahwa dalam rentang 16–25 L/kg kedele (1998). Standard Methods for the
variasi jumlah penambahan air tidak Examination of Water and wastewater.
mempengaruhi tingkat konversi kedele 18th Ed. American Public Health
menjadi tahu. Variasi jumlah penambahan air Association, New York
juga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah ampas tahu yang
dihasilkan. Penambahan air pada tingkat 16-
19 L/kg kedele sebenarnya sudah cukupuntuk
memperoleh tingkat konversi yangoptimum.

Bahan organik dalam limbah cair industri
tahu berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber
biogas. Metoda recycling ini murah dalam
biaya investasi dan operasionalnya, ramah
lingkungan, serta dapat mensubstitusi
sebagian energi untuk proses produksi dalam
industri tahu. Berbagai keuntungan dapat
diharapkan dari pemanfaatan limbah cair
industri tahu sebagai bahan biogas, antara
lain: (1) reduksi biaya produksi melalui

154

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

.Boenke, B., Bischofberger, W., dan Seyfried,
C.F. (1993). Anaerobitechnik. Springer- Verlag, Berlin

Capps, R.W., Montelli, G.N., dan Dradford,
M.L. (1995). Design Concepts for Biological Treatment. Env. Progress. 14. p. 1-8

Chin, K. K. (1981). Anaerobic Treatment Kinetics of Palm Oil Sludge. Wat. Res. 15. pp. 199-202

Geissen, S.U. (2008). Wertstoffgewinnung aus dem Abwasser. Paper Internationale Alumni -

Sommerschule“Trinkwasse-rversorgung und

Abwasserbehandlung in Ballungraeumen – New Anwendungen und

Technologien. Berlin, 27.4- 9.5.2008.

Iza, J., Palencia, J.I. dan Fernandez-Polanco,
F. (1990). Wastewater Management in Sugar Beet Factory: A Case Study Comparison
Between Anaerobic Technologies. Wat. Res. 22 (9,).pp. 123-130

Fuentes, M., Scenna, N.J., Aguirre, P.A., dan Mussati, M.C. (2007). Anaerobic Digestion of
Carbohydrate andProteinbased Wastewaters in FluidizedBed Bioreactors. Latin American
Applied Research. 37, pp. 235-242

Moletta, R. (2005). Winery and Distillery Wastewater Treatment by Anaerobic Digestion. Wat.
Sci. Techn. 51 (1). pp. 137-144

Muthangya, M., Mshandete , A.M., dan Kivaisi, A.K. (2009). Two-Stage Fungal Pre-Treatment
for Improved Biogas Production from Sisal Leaf Decortication Residues. Int. J. Mol. Sci.
10. pp. 4805-4815

155

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

Proteous, A. (1992). Dictionary ofEnvironmental Science and Technology. 2nd ed. John Wiley
and Sons, New York

Qureshi, N., Annous, B.A., Ezeji, T.C., Karcher, P., dan Maddox, I.S. (2005). Biofilm Reactor
for Industrial Bioconversion Processes: Employing Potential of Enhanced Reaction Rates.
Diakses tanggal 17 September 2008. Website:<http://www.microbialcellfactor ies.com/
content/4/I/24>

Rangsivek, A.R.R. (2008). Zukunft der anaeroben Verfahren in

Entwicklungsländern. Paper pada Internationale Alumni-Sommerschule

“Trinkwasserversorgung undAbwasserbehandlung in Ballungraeumen

– New Anwendungen und Technologien.

Berlin, 27.4-9.5.2008.

Soemarwoto, O. (2001). Peluang Berbisnis Lingkungan Hidup di Pasar Global untuk
Pembangunan Berkelanjutan. MakalahSeminar “Kebijakan PerlindunganLingkungan dan

Pembangunanberkelanjutan Indonesia di Era Reformasi dalam Menghadapai KTT Rio
+ 10”. Jakarta, 8 Februari 2001

Sulaiman, A., Busu, Z., Tabatabaei, M., dan Yacob, S. (2009). The Effect of Higher Sludge
Recycling Rate on Anaerobic Treatment of Palm Oil Mill Effluent in ASemi-commercial
Closed Digester for Renewable Energy. American Journal of Biochemistry and
Biotechnology. 5 (1).
pp. 1-6

UNEP (United Nations Environment Programme) (1998). Cleaner Pro-ductionand Eco-Efficiency:
Complementary Approaches to Sustainable Development.Diakses tanggal 10 Agustus 2008.
Website:<www.wbcsd.org/DocRoot/R2R1IIWwjO2GLlAjpiLU/ cleanereco.pdf

155

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

Penurunan Parameter Pencemar Limbah Cair Industri Tekstil
Secara Koagulasi Flokulasi

(Studi Kasus: IPAL Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Jawa
Tengah, Indonesia)

Elvis Umbu Lolo1*, Yonathan Suryo Pambudi2

1,2Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Surakarta
*Koresponden email : [email protected]

Diterima: 14 April 2020 Disetujui: 12 Mei 2020

Abstract
The batik home industry of Kampung Laweyan, Surakarta City did not make efforts to prevent environmental
pollution from the wastewater produced. Waste water is discharged into the Jenes river, so that the river
becomes polluted and contributes to the pollution of the Bengawan Solo River Basin. The study was
conducted at the Environmental Laboratory, Environmental Engineering Study Program, Faculty of
Engineering, Surakarta Christian University by conducting the coagulation process of flocculation with the
jart test. This study uses variations and dosages of the type of FeSO4 and PAC coagulants with levels of 5%
each for 100 ml / sec waste discharge. The results of the research are that before the waste is processed by the
coagulation process, the value of BOD = 660.28 mg / l and COD = 1600. After the coagulation process, the
efficiency of each type of coagulant is with FeSO4, BOD = 85.63% and COD = 82.67 %. With PAC
coagulant, BOD = 90.21%, COD = 88.97%. This shows that the ability of PAC to reduce pollutant
parameters is greater than ferrous sulfate.
Keywords: Kampung Laweyan, batik, Textile wastewater, coagulation flocculation, waste processing

Abstrak
Industri batik rumahan Kampung Laweyan, Kota Surakarta tidak melakukan upaya pencegahan pencemaran
lingkungan dari air limbah yang dihasilkan. Air limbah dibuang ke sungai Jenes, sehingga sungai menjadi
tercemar dan menjadi penyumbang tercemarnya DAS Bengawan Solo. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Lingkungan, Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Surakarta dengan
melakukan proses koagulasi flokulasi dengan alat jart test. Penelitian ini menggunakan variasi dan dosis jenis
koagulan FeSO4 dan PAC dengan kadar masing-masing 5% untuk debit limbah 100 ml/detik. Hasil penelitian
adalah sebelum limbah diolah dengan proses koagulasi flokulasi nilai BOD = 660,28 mg/l dan COD = 1600.
Setelah proses koagulasi flokulasi efisiensi masing-masing jenis koagulan adalah dengan FeSO4,
BOD=85,63% dan COD=82,67%. Dengan koagulan PAC, BOD=90,21%, COD=88,97%. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan PAC untuk menurunkan parameter pencemar lebih besar dari ferro sulfat.
Kata kunci: Kampung Laweyan, batik, Air limbah tekstil, flokulasi koagulasi, pengolahan limbah

1. Pendahuluan
Pencemaran air akibat limbah industri tekstil merupakan masalah yang sering terjadi di negara-negara

berkembang dunia, salah satunya Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara
lainnya, Indonesia merupakan negara dengan beban air limbah industri tekstil terbesar. Beban air limbah
organik yang dihasilkan di Indonesia adalah sebesar 883 ton/hari, yang mana 29% dari beban ini berasal dari
industri tekstil. Industri tekstil biasanya menghasilkan limbah cair yang berwarna pekat serta mengandung
BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), pH, temperatur, turbiditas,
salinitas, dan bahan kimia toksik yang tinggi dan berfluktuasi [1].

Salah satu kawasan industri batik di Kota Surakarta adalah Kampung Batik Laweyan. Daerah ini

155

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

memiliki banyak industri batik skala rumah tangga akan tetapi secara individu tidak mempunyai sistem
pengolahan limbah cair yang baik, dimana air limbah yang dihasilkan selain langsung dialirkan ke sungai
Jenes, sebagian juga diolah pada sistem pengolahan yang dibangun pada tahun 2008. Akan tetapi sistem

155

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

pengolahan IPAL ini belum maksimal mengolah air limbah batik karena tidak menggunakan proses koagulasi
flokulasi. Hal ini dapat dilihat pada kualitas air limbah yang dihasilkan memiliki warna sintetis dan nilai COD
tinggi (1600 mg/l) dan BOD= 660,28 mg/l sehingga mencemari air tanah dangkal dan sungai di sekitarnya
khususnya Kali Jenes. Perlu upaya agar air limbah diolah dengan baik sehingga ketika air limbahnya dibuang
telah sesuai dengan standard baku mutu pemerintah Kota Surakarta.

Definisi air limbah menurut titik asalnya sebagai campuran cairan hasil limbah rumah tangga
(permukiman), instansi perusahaan, pertokoan, dan industri dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan
[2]. Dari definisi ini menunjukkan bahwa ketika air limbah industri batik yang mengandung zat warna sintetis
dan detergen bercampur dengan sumber air limbah lainnya yang akan mencemari tanah dan air tanah.

Pada proses pewarnaan batik, zat warna yang paling banyak digunakan pada industri batik antara lain
zat warna turunan benzonaphthalene, zat warna turunan azonaphthalene, zat warna langsung (alami) dan zat
warna reaktif.Berdasarkan struktur kimianya zat warna dibagi menjadi bermacam-macam, antara lain: zat
warna nitroso, nitro, azo, stilben, difenil metana, trifenil metana, akridin, kinolin, indigoida, aminokinon, anin
dan indofenol. Namun, secara garis besar zat warna digolongkan menjadi dua golongan yaitu zat warna alami
dan zat warna sintetik. Salah satu contoh struktur zat warna yang digunakan industri tekstil adalah remazol
black, red dan golden yellow [3]. Dari hasil uji laboratorium diatas nilai BOD dan COD air limbah Kampung
Batik Laweyan telah melampaui nilai buku mutu air limbah industri tekstil sesuai dengan peraturan Daerah
Propinsi Jawa Tengah No 5 Tahun 2012 tentang Baku Air limbah, yaitu nilai BOD=60 mg/l, COD=150 mg/l
[4].

Kampung Batik Laweyan terus diupayakan menjadi daerah dengan label Eco Cultural Creative Batik
untuk mendukung upaya pemerintah kota Surakarta untuk mewujudkan kota Solo sebagai kota Eco Cultural
City. Eco Cultural City adalah sebuah konsep pengembangan kota yang menggabungkan nuansa budaya yang
ramah lingkungan [5]. Konsep ini untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan /SDGs (Sustainable Development Goals) PBB sebagai agenda pembangunan.
SDGs adalah kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah
pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong
pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Pembangunan Lingkungan SDGs adalah tercapainya
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan sebagai penyangga seluruh kehidupan [6].

Hal ini yang menyebabkan penulis ingin melakukan penelitian untuk mencari alternatip pengolahan
yang sesuai dengan kondisi air limbah Kampung Batik Laweyan.Usulan pengolahan yang baik adalah dengan
proses koagulasi karena dengan tahap ini maka polutan sintetis yang sulit diolah akan mudah dikurangi
sehingga ketika selesai proses pengolahan air limbahnya telah sesuai dengan standar baku mutu lingkungan
yang ditetapkan oleh pemerintah kota Surakarta. Koagulasi adalah proses pengadukan cepat untuk
mencampurkan koagulan dengan partikel koloid, guna mendestabilisasikan partikel koloid sehingga
membentuk mikroflok sedangkan flokulasi adalah proses pengadukan lambat untuk menggabungkan
mikroflok menjadi makroflok yang dapat mengendap secara grafitasi [7]. Dalam proses koagulasi flokulasi
ini akan diteliti koagulan mana yang lebih efisien dalam pengolahan air limbah industri tekstil Kampung
Batik Laweyan, apakah koagulan PAC atau FeSO4, sehingga dalam perencanaan ulang konstruksi IPAL
Laweyan dapat dipakai koagulan yang cocok dengan karakteristik air limbah industri batik Laweyan.

Adapun parameter yang akan diteliti adalah parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan
Chemical Oxygen Demand (COD) karena kedua parameter ini yang menunjukkan kandungan total bahan
organik sintetis dalam air limbah industri batik Kampung Laweyan. Limbah yang dihasilkan dari proses
pembuatan batik berwarna hitam pekat seperti terlihat pada Gambar 1.

156

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

Gambar 1. Air limbah di Kampung Batik Laweyan, berwarna hitam pekat

2. Metodologi Penelitian
Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kampung Batik Laweyan terletak di JL Dr.Rajiman,
Laweyan, Kota Surakarta (belakang Kantor Kelurahan Laweyan). Lokasi pengambilan sampel sudah
ditentukan yaitu pada bak equalising sebelum instalasi pengolahan, sesuai dengan standard Nasional
Indonesia (SNI), yang menentukan bahwa salah satu lokasi titik pengambilan sampel dilakukan pada titik
sebelum instalasi pengolahan [8]. Air limbah diambil sebanyak 1 liter untuk analisa awal dengan wadah
yang sebelumnya sudah dibilas dengan air limbah secara hati-hati.

Gambar 2. Titik pengambilan sampel di bak equalising
IPAL Kampung Batik Laweyan Solo

156

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

Penyiapan Bahan Koagulan
Koagulan yang digunakan penelitian ini adalah koagulan Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan Ferro

Sulfat dengan rumus kimia Aln(OH)mCl(3n-m)x. PAC merupakan koagulan anorganik yang tersusun dari
polimer makromolekul yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: tingkat adsorpsi yang kuat, mempunyai
kekuatan lekat, pembentukan flok-flok yang tinggi dengan dosis kecil dan tingkat sedimentasi cepat.
Keunggulan lainnya adalah cakupan penggunaan yang luas [9].

Ferro sulfat dengan rumus kimia Fe2(SO4)10.H20 dikenal juga dengan nama Copper adalah salah satu
koagulan yang sering dipergunakan dalam pengolahan limbah cair industri. Kombinasi Ferro Sulfat dan
kapur sangat efisien digunakan sebagai koagulan dalam proses pengolahan air limbah untuk pH tinggi [10]
Langkah Kerja

a. Disiapkan Jar test dan 6 buah gelas beker ukuran 1000 ml
b. Dimasukkan 1000 ml air limbah ke dalam masing-masing gelas beker yang sebelumnya sudah diatur

pH yaitu 8 dengan menggunakan H2SO4
c. Dimasukkan bahan koagulan dengan jenis dan dosis yang bervariasi yaitu 10 ml, 20 ml, 30 ml, 40

ml,dan 50 ml.
d. Diaduk cepat dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit
e. Diaduk lambat dengan kecepatan 40 rpm selama 20 rpm
f. Sampel didiamkan selama 30 menit, setelah itu diambil supernatannya untuk dianalisa parameternya

yaitu BOD dan COD [11].
g. Membuat larutan PAC 5% yaitu menimbang 10,512 gr PAC dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
h. Membuat larutan Fe2SO4 5% yaitu menimbang 8,33 gr Fe2SO4 dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.

Peralatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah diperoleh data dari penelitian tersebut maka
dapat dihitung efisiensi penurunan parameter pencemar air buangan yaitu BOD dan COD. Pengukuran nilai
BOD dan COD menggunakan standard Pengukuran yang telah berlaku secara internasional yaitu
menggunakan American Public Health Association, Standard Methods for The Examination of Water and
Wastewater 23rd [12]

Rumus Efisiensi :

Dimana : E = Co – Ci x 100%
Co

E = Efisiensi (%)
Co = Konsentrasi BOD dan COD sebelum diolah
Ci = Konsentrasi BOD dan COD setelah diolah

Gambar 3. Proses koagulasi flokulasi dengan alat jart test
156

Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1090 - 1098 p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934

3.Hasil Dan Pembahasan
Pengaruh Dosis Koagulan Terhadap Penurunan BOD dan COD

BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memecah atau
mengoksidasi bahan-bahan pencemar yang terdapat didalam suatu perairan. Umumnya BOD mempunyai
nilai lebih rendah dari COD. Hal ini dikarenakan senyawa kimia yang dapat dioksida secara kimiawi lebih
besar dibandingkan dengan oksidasi secara biologis. Semakin tinggi nilai BOD dan COD maka makin tinggi
tingkat pencemaran suatu badan perairan [13]. COD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bahan pengoksidasi misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan – bahan organik yang terdapat
dalam air. Hasil uji COD pada umumnya mempunyai angka yang lebih tinggi dari pada uji BOD karena uji
COD dapat mengoksidasi beberapa komponen yang tidak dapat dioksidasi dengan pertolongan
mikroorganisme [14].

Dari Tabel 1 dan Tabel 2 terlihat bahwa air limbah asli sebelum proses koagulasi flokulasi memiliki
nilai BOD sebesar 660,8 mg/l dan nilai COD sebesar 1600 mg/l. Ini menunjukkan bahwa kualitas air limbah
mengandung banyak zat pewarna batik dan detergen dalam proses produksi. Semua zat pewarna dan deterjen
dalam air limbah batik ada dalam bentuk terlarut, koloid dan tersuspensi. Kondisi inilah yang menyebabkan
nilai BOD dan COD menjadi tinggi. Partikel koloid adalah partikel yang sangat sulit diolah karena sifatnya
yang sangat stabil, oleh karena itu perlu didestabilisasikan dengan proses koagulasi koagulasi.

Tabel 1. Pengukuran BOD setelah koagulasi flokulasi sedimentasi dengan FeSO4 dan kapur
(perbandingan 1:1 kadar 5%) dalam tiga kali ulangan

Debit *) BOD (mg/l) Penurunan

LA FeSO4 LA I II III Rata-rata

660,28

2 127,8 137,5 135,28 133,53 79,77

3 117,3 127,5 123,77 122,76 81,40

4 106,5 106 112,69 108,40 83,58

5 96,3 96,9 91,32 94,84 85,63

6 105,5 97,5 103,77 102,26 84,51

7 98,6 103,2 97,17 99,66 84,90

Data Primer, 2018

Keterangan :*) ml/dtk, LA=limbah asli

% penurunan BOD 86 85,63
84,9

85 84,51

84 83,58

83
82 81,4 BOD Vs Fe2SO4

81
79,77

80

79 8
0246

Dosis Koagulan (mg/L)
Gambar 4. Penurunan BOD dengan koagulan FeSO4

Dari Tabel 1 dan Gambar 4 dapat diketahui efisiensi penurunan BOD dengan bahan koagulan Ferro
Sulfat mencapai 85,63% dengan dosis koagulan 50 ml. Konsentrasi BOD yang semula 660,28 mg/l turun

156

menjadi 94,84 mg/l. Menurut Baku Mutu
Limbah Cair, konsentrasi BOD ini sudah
melampaui standar baku mutu yaitu 300
mg/l. Tingkat penurunan BOD terendah
terjadi pada dosis koagulan 20 ml dengan
efisiensi penurunan 79,77% yaitu menjadi
133,53 mg/l.

159


Click to View FlipBook Version