The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by aurllsyakira10, 2021-12-19 20:45:18

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

AUREL SYAKIRA (E-BOOK pencemaran limbah cair)

Tabel 1. Jumlah dan Jenis Sumber Pencemar di Sub DAS Code

No Jenis Sumber Jumlah Parameter Pencemar
Pencemar
20 BOD,COD,TSS,NH3,PO4,Minyak
1. Pelayanan Kesehatan 68 Minyak dan Lemak, pH, Detergen
2. Bengkel/Cuci Motor 1 BOD,COD,TSS,Minyak,pH
3. Industri Batik 1 BOD,COD,TSS,Phenol,CR,
4. Industri Tekstil Amoniak,Sulfida,pH,Minyak
BOD,COD,TSS,Sulfida,pH
5. Industri Tahu Tempe 4 Pb,biru Metilen,Minyak,pH
6. Industri Percetakan 15 BOD,COD,TSS,CR,NH3,Sulfida,
7. Industri Kulit 3 Minyak,pH
BOD,TSS,Detergen,Minyak dan
8. Hotel/Restoran/Mall 90 Lemak,pH
Minyak
9. SPBU/Stasiun KA 10 BOD,COD,TSS,Sulfida,
10. Peternakan 2 Amoniak,pH

Sumber: BLH Provinsi DIY Tahun 2012

Sumber pencemar yang mendominasi di Sub DAS Code adalah Hotel/Restoran/Mall, diikuti
dengan bengkel/cuci motor dan pelayanan kesehatan. Dari 10 (sebelas) jenis pencemar terdapat 7
sumber pencemar yang menyumbangkan parameter pencemar BOD, COD, TSS. Hal inilah yang
menyebabkan hasil BOD, COD melebihi baku mutu. Selain itu dengan keberadaan Industri
Percetakan maka ancaman logam berat berpotensi terjadi. Untuk parameter pencemar minyak
terdapat di 8 dari 10 jenis pencemar.

Strategi Penurunan Limbah Domestik

Pencemaran air sungai sebagian besar berasal dari limbah rumah tangga, kemudian industri/usaha.
Sistem pengelolaan air limbah dan sanitasi dapat dilakukan dengan :
a) Pengembangan jaringan air limbah komunal, off side, dan on side.
b) Perbaikan sarana sanitasi dasar permukiman, yaitu dengan membuat SPAL (saluran

pembuangan air limbah) yang meliputi tanki septik dan sumur peresapan.
c) Pembangunan jamban keluarga maupun komunal termasuk tanki septik komunal, MCK dan

WC umum.
d) Pengembangan sistem pengumpulan dan pengolahan lumpur tinja, untuk melayani masyarakat

dalam menguras tanki septik.

101

e) Perbaikan sarana pengolahan air limbah peternakan dan industri. Air kotor hasil dari limbah
peternakan, industri, bengkel, dan sejenisnya harus ditreatment terlebih dahulu sebelum dibuang
ke saluran drainase.

Konsep pembuangan air limbah yang onsite dapat dikombinasikan dengan sistem jaringan drainase
dan air hujan dalam satu saluran. Sebelum dibuang ke saluran, air limbah diolah melalui Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) terutama limbah dari rumah sakit, industri, dan limbah lain yang
bisa mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia.

Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan hendaknya memiliki dimensi ekologi, ekonomi dan
sosial (Zulkifli, 2003 dalam Widodo et al, 2005). Dimensi ekologi lebih menekankan pada
pentingnya upaya-upaya untuk mencegah terganggunya fungsi dasar ekosistem sungai sehingga
tidak akan mengurangi fungsi layanan ekologi. Dimensi ekonomi menekankan bahwa pertumbuhan
dan efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya alam harus diupayakan secara terus menerus. Dimensi
sosial mencakup isu-isu yang berkaitan dengan distribusi kekayaan/pemerataan secara adil serta
penghapusan kemiskinan. Berdasarkan konsepsi tersebut maka secara umum pengelolaan Sungai
Code dapat dilakukan dengan 3 strategi, yaitu:

a. Pemberdayaan Sosial – Budaya

Ada beberapa isu yang penting diperhatikan dalam pengembangan sektor sosial - budaya yakni
(1) upaya meningkatkan kualitas sosial-budaya dalam berkehidupan, (2) mengembangkan
konsep pembangunan sosial – budaya yang partisipatif, dan (3) kegiatan pembangunan sosial –
budaya merupakan proses pembangunan yang berkelanjutan.

b. Pendekatan Politis

Strategi politis lebih dititikberatkan pada institution building. Beberapa hal yang diperlukan
dalam strategi politis adalah: (1) Kesiapan aparat pemerintah dalam pembangunan dan
pengendalian, baik dari segi kebijaksanaan, dukungan personalia maupun administratif; (2)
Kesiapan pihak - pihak lain dalam menghadapi kemungkinan adanya hambatan dan dukungan;
dan (3) Kesiapan masyarakat setempat.

c. Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Strategi pengembangan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni (1) faktor
ketersediaan sumber daya yang ada di kawasan ini, baik sumber daya lokal (tanah, informasi,

102

teknologi, energi,dan kreativitas) maupun sumber daya manusia, termasuk proses pengolahan
sumber daya tersebut, (2) tingkat pendapatan dan pola konsumsi masyarakat, (3) faktor
ketersediaan infrastruktur untuk produksi dan distribusi barang dan jasa, (4) faktor
suprastruktur yang ada, yakni peraturan dan kebijakan pemerintah setempat, dan (5) faktor
kondisis sosial-budaya. Bentuk spesifik dan konkrit yang dapat direkomendasikan adalah
pengembangan ekonomi masyarakat berbasis potensi ekowisata.

Salah satu IPAL komunal yang ada di bantaran Sungai Code adalah di Cokrodiningratan RT 37 RW
08. Hasil survei kuesioner menunjukkan 99% warga memanfaatkan IPAL komunal, hanya 1 KK
yang diputus. Partisipasi besar dari warga ini selain kesadaran dan tuntutan lingkungan, juga faktor
ekonomi dimana pembangunan dan pemasangan instalasinya dibiayai penuh pemerintah, sedangkan
untuk operasionalisasi dan pemeliharaan hanya dikenakan iuran Rp. 2000/KK/bulan. Berdasarkan
kondisi ini maka strategi penanganan pencemaran yang paling utama adalah menggerakkan
partisipasi masyarakat hingga secara sistematis mengoptimalkan kelembagaan maupun komunitas
lokal.

Salah satu pendekatan penting dalam pengelolaan sungai adalah penggunaan konsep community-
based development. Pembangunan berbasis masyarakat dapat dimaknai sebagai co-management
(pengelolaan bersama), yakni pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan
pemerintah setempat, yang bertujuan untuk melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam
kegiatan perencanaan dan pelaksanaan suatu pembangunan dan pengelolaan. Community
development adalah suatu upaya perubahan terencana (planned change) yang dilakukan secara
sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama masyarakat untuk memperbaiki keragaan sistem
kemasyarakatan (Chambers, 2006).
Pendekatan ini perlu ditempuh karena masyarakat lokal adalah orang-orang yang paling tahu
kondisi sosial budaya setempat. Setiap kegiatan pembangunan harus memperhatikan nilai-nilai
sosial budaya pembangunan. Setiap langkah keputusan perencanaan harus mencerminkan keaktifan
masyarakat lokal yang ikut terlibat di dalamnya. Pelibatan masyarakat sejak awal akan lebih
menjamin kesesuaian program pengembangan dengan aspirasi masyarakat karena adanya rasa
memiliki yang kuat. Konsep pendekatan ini dalam jangka panjang akan memungkinkan tingkat
kontinuitas yang tinggi. Pengembangan masyarakat lokal perlu didasarkan pada kriteria sebagai
berikut (Law dan Hartig, J.H, 1993):

 memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas dan budaya lokal

103

 meningkatkan pendapatan secara ekonomis sekaligus mendistribusikan merata pada
penduduk lokal

 berorientasi pada pengembangan usaha berskala kecil dan menengah dengan daya serap
tenaga besar dan berorientasi pada teknologi tepat guna

 mengembangkan semangat kompetisi serta koperasi
 memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen penyumbang tradisi budaya

dengan dampak seminimal mungkin

Tata kelola sungai juga perlu melibatkan berbagai pihak: pemerintah daerah, akademisi dan
masyarakat pinggir sungai sebagai pemangku. Dalam konteks community development, ada tiga hal
yang perlu mendapat penekanan yaitu partisipasi publik, community education, dan keberlanjutan.

Banyak pihak memberi perhatian terhadap agenda pengelolaan Sungai Code, baik dari pemerintah,
perguruan tinggi , masyarakat maupun kalangan LSM. Pada tahun 2003 tujuh perguruan tinggi di
Yogyakarta telah membentuk konsorsium bagi pengelolaan kawasan sungai yang berada di
Yogyakarta. Berbagai kelompok masyarakat lokal yang peduli Sungai Code juga telah
bermunculan dengan membawa agenda masing-masing, misalnya Gerakan Cinta Code (GCC) di
Suryatmajan, Team Komunitas Pinggiran Sungai (TKPS) di Gondolayu, Forum Masyarakat Code
Utara (FMCU) dan Masyarakat Peduli Winongo di Badran. Beberapa komunitas telah berkoordinasi
dalam Forum Pemerti Kali Code. Permasalahan mendasarnya adalah pihak-pihak terkait tersebut
belum terkoordinasi secara terpadu dan program penataannya juga belum sistematis.

Masyarakat selama ini secara kreatif telah berinisiatif melakukan kegiatan, seperti upacara Merti
Code, lomba kebersihan lingkungan, pembuatan jalan, juga tamanisasi pinggir sungai. Berbagai
kegiatan, program, studi, dan aktivitas lainnya menyangkut pengembangan Sungai Code oleh
beberapa pihak masih terkesan sporadis dan belum menyentuh sisi manajemen yang berkelanjutan.

Berdasar pada pola keruangan dan kecenderungan masyarakat yang terbiasa dengan kenyamanan
dan komunalitas, maka pemberdayaan harus dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Code sebagai
kawasan wisata, Code sebagai laboratorium pengolahan air, dan kampung Code yang ditata Romo
Mangun dan dilukis oleh para pembuat mural, sudah dilakukan dan memperindah kawasan ini.
Kawasan Sungai Code membutuhkan perubahan budaya yang tentunya membutuhkan waktu dan
membutuhkan bukti keberhasilan, yakni tercapainya kehidupan yang lebih baik. Posisi pedagang

104

VCD, penjual burjo, atau pun karyawan toko membuat mereka terpatri pada aktivitas hariannya.
Jika tidak ada kebutuhan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, maka masyarakat akan
berkutat dalam rutinitas dan tidak memikirkan perubahan, karena perubahan berarti merubah
tatanan yang terlanjur nyaman. Maka dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah perubahan cara
pandang, bahwa hidup bukan hanya untuk mendapat uang namun perubahan gaya hidup yang
peduli dengan lingkungannya.

Proses perubahan sosial akan lebih efektif jika didorong oleh faktor dari dalam yang sering disebut
sebagai immanent change, dimana perubahan dikarenakan oleh ditemukannya berbagai inovasi baru
dalam masyarakat itu sendiri. Perubahan semacam ini tidak membutuhkan berbagai macam
penyesuaian sosial masyarakat karena berasal dari masyarakat itu sendiri. Sementara itu, perubahan
yang dikarenakan oleh berbagai program pembangunan dari luar masyarakat dan dibawa oleh agen
pembangunan disebut sebagai direct contact change. Perubahan semacam ini membutuhkan
berbagai macam penyesuaian, baik program yang ditawarkan maupun masyarakat penerima
program.

Masyarakat Yogyakarta sangat menyukai simbol dan mencintai budaya. Budaya yang perlu
ditanamkan perlu dilakukan secara simultan sejak dini dan didukung oleh keluarga dan contoh/role
model. Role model ini bukan hanya dilihat dari tokoh formal, namun juga insan terdidik dari Sungai
Code yang tergerak membangun kampungnya. Perubahan ini bisa dimulai dengan mengajak warga
untuk melakukan perubahan, bahwa Yogyakarta merupakan salah satu tolok ukur kedewasaan di
Indonesia. Sungai Code di Yogyakarta dapat menjadi role model bagi penataan sungai di
Indonesia. Padatnya pemukiman di Sungai Code bukan menjadi halangan untuk melakukan
perubahan gaya hidup dan etos kerja. Dan itu dimulai dari segala sisi, pemerintah, akademisi,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Pemerintah tentu memiliki kuasa untuk
melakukan penataan dan mengeluarkan kebijakan terkait penataan wilayah. Terlebih lagi komunitas
dan lembaga sosial yang secara khusus menangangi pendidikan dan kesenian. Upaya ini dapat terus
dilakukan bersama sehingga Sungai Code ke depan menjadi percontohan pengelolaan sungai di
Indonesia dengan masyarakat sebagai aktor perubahannya. Pancingan dan dukungan dari luar tentu
diperlukan untuk mempercepat proses ini.

Saluran komunikasi antar warga dan partisipasi hanya dapat dilakukan dengan proses
institusionalisasi (pelembagan). Tujuan utamanya adalah menjaring pendapat dan usulan,

105

melakukan klarifikasi, kategorisasi hingga verifikasi usulan, dan akhirnya melakukan langkah-
langkah riil. Integrasi kekuatan dalam sebuah lembaga merupakan salah satu wujud masyarakat
modern, dimana tatanan sosial mempunyai payung hukum serta langkah-langkah operasional
berdasarkan planning yang jelas dalam menggapai tujuan. Berbeda dengan komunitas yang
mempunyai sanksi sosial berdasarkan pranata tanpa tujuan “keuntungan” yang jelas. Sifat dari
komunitas adalah komunal dengan mengandalkan pemimpin yang kharismatik, namun sering
melupakan kapasitas intelektul. Hal ini yang diharapkan berkembang dengan terwujudnya lembaga
untuk masyarakat Sungai Code.

Integrasi kekuatan di Sungai Code adalah modal sosial masyarakat Code untuk mengatur diri
mereka sendiri, untuk mewujudkan wilayah sungai yang khas Yogyakarta. Wilayah sungai Code
akan menjadi wilayah self design yang dapat di rekayasa masyarakat setempat sesuai budaya relasi
manusia dengan Sungai Code itu sendiri. Komunikasi yang terbangun melalui lembaga nantinya
diharapkan dapat menjadi social relationship menuju harapan-harapan seluruh warga Code atas
perbaikan kehidupan yang berbasis pada lingkungan sungai. Oleh karena itu yang terpenting dari
lembaga tersebut adalah pola komunikasi. Pola komunikasi inilah yang akan disepakati dengan
terbentuknya lembaga masyarakat yang menaungi keseluruhan warga masyarakat yang ada
dibantaran Sungai Code, apakah utara, tengah maupun selatan. Sebagai embrio telah terbentuk
lembaga Forum Pemerti Kali Code, meskipun prinsip keterwakilan dan kelangkapannya masih
belum memenuhi.

Kelembagaan yang ada nantinya harus benar-benar disepakati, mewakili kepentingan masyarakat,
dan bersifat semi otonom. Kesepakatan dapat dilakukan dengan proses penjaringan aspirasi serta
kordinasi antar komunitas yang ada, seperti unsut lembaga pemerhati, unsur pemerintahan, dan
komunitas sosial budaya lainnya. Pelembagaan ini haruslah didukung oleh pemerintah daerah, oleh
karena itu pembentukan lembaga disahkan dengan Surat Keputusan Walikota atau sejenisnya.
Keberadaan AD/ART dan akte notaris juga mutlak diperlukan pada tahap berikutnya untuk
memenuhi kelengkapan lembaga formal. Bagaimanapun proses pengorganisasian masyarakat,
apalagi dalam skala cukup besar rentan terhadap potensi konflik sosial. Proses ini haruslah benar-
benar berorientasi pada keterlibatan penuh masyarakat secara sistematis dan simultan.

Pengembangan komunitas lokal selain dipengaruhi kebutuhan dan aspirasi / kehendak publik lokal,
juga tergantung oleh kebijakan publik pada herarki birokrasi lebih atas. Proses penguatan

106

komunitas lokal dengan demikian tidak lepas dari kemauan politis pemerintah. Oleh karena itu,
pemerintah dan legislatif harus benar-benar ‘rela’ memberikan keenangan pengelolaan melalui
komunitas nantinya. Lembaga yang terbentuk harus menyentuh pada semua elemen (institusi)
publik hingga level paling bawah dimana arah pengembangannya diorientasikan pada penguatan
partisipasi masyarakat. Lembaga tersebut harus memenuhi keterwakilan pemerintah, swasta, dan
unsur lainnya, namun porsi terbesar dan peran strategis tentu harus berada pada komunitas lokal.

Beberapa hal yang diperlukan dalam strategi pengembangan kelembagaan lokal, antara lain:
 Kesiapan pemerintah dalam pembangunan dan pengendalian, baik dari segi
kebijaksanaan, dukungan personalia,anggaran maupun administratif.
 Kesiapan masyarakat setempat.
 Kesiapan pihak - pihak lain (swasta) dalam menghadapi kemungkinan adanya hambatan
dan dukungan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pilihan strategi sudah seharusnya mempertimbangkan dan
menyentuh pada tiga hal tersebut di atas. Dalam hal ini, pengembangan kelembagaan perlu
dipertegas sebagai upaya untuk mengatur berbagai aspek agar dapat mengantisipasi berbagai
hambatan dan benturan yang diperkirakan akan terjadi di masa datang.

Kelembagaan pada ranah formal juga perlu mendapat perhatian untuk dibenahi. Peran pemerintah
yang terdiri dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Opak-Oyo-Progo di bawah Kementerian
Kehutanan, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak di bawah Kementerian Pekerjaan Umum,
Dinas PUP-ESDM Provinsi DIY, Bappeda, Badan Lingkungan Hidup, dan Dinas terkait di bawah
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam membangun kebersamaan menjadi
sangat penting. Pemahaman terhadap peta kelembagaan di wilayah DAS Code diperlukan untuk
melakukan analisis kelembagaan yang bertujuan untuk menentukan lembaga manakah yang paling
tepat untuk melakukan Koordinasi, Intergrasi, Sinergitas, Sinkronisasi pengelolaan lingkungan di
sub DAS Code . Penguatan kelembagaan diharapkan dapat mengoptimalkan peran aktif para pihak
yang terkait dalam pengelolaan lingkungan di wilayah DAS Code. Kaitannya dengan pengendalian
dan pengelolaan kualitas lingkungan, seperti air limbah, sampah, dan lainnya.

107

4. KESIMPULAN

Hasil dan pembahasan di atas akhirnya memberikan kesimpulan sbb:
1. Pada inlet, konsentrasi NH3 melampaui baku mutu di semua titik, konsentrasi TSS belum
melampui semua, dan COD yang sudah melampui antara lain di titik 2, 3, dan 8.
2. Pada outlet, konsentrasi NH3 melampaui baku mutu di semua titik, konsentrasi TSS belum
melampui semua, dan COD juga sudah melampui semua.
3. Konsentrasi limbah pada outlet lebih rendah daripada inlet antara lain untuk COD di titik 2,
3, 4, dan 8, TSS di titik 2, 3, 4, 5, 6, 11, dan 12 serta untuk NH3 di titik 2, 3, 4, 8, dan 9.
4. Sumber pencemar air di Sub DAS Code berjumlah sekitar 214 sumber pencemar.
5. Strategi teknis penurunan pencemaran limbah domestik antara lain dengan pengembangan
dan optimalisasi IPAL komunal serta pengelolaan sampah terpadu.
6. Strategi sosial penurunan pencemaran limbah domestik antara lain dengan pemberdayaan
masyarakat, penguatan komunitas lokal, serta optimalisasi kelembagaan formal.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM)
UII yang telah membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. 2008. Revitalisasi Sungai Code dan Anak Sungainya

Provinsi DIY. Laporan Akhir Penelitian. Yogyakarta : BBWS Serayu Opak Departemen
Pekerjaan Umum.
Chambers, Robert. 2006. Participatory Rural Appraisal : Memahami Desa Secara Partisipatif.
Yogyakarta : OXFAM - Penerbit Kanisius.
Law dan Hartig, J.H. 1993. Public Participation in Great Lakes Remedial Action Plan. Plan
Canada. March : 31-5.
Seyhan, Ersin, 1977, The Watershed as An Hydrologic Unit, Utrecht : Geografisch Instituut
Rijkuniversiteit.
Widodo, 2005, Managing Water Resources in Yogyakarta Region, Germany : Kalsruhe University.

108

Jurnal Administrasi Publik (Public Administration Journal), 8 (2) Desember 2018
ISSN 2088-527X (Print) ISSN 2548-7787 (Online), DOI: 10.31289/jap.v8i2.1906

Jurnal Administrasi Publik

(Public Administration Journal)

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jap

Implementasi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Limbah Cair
Hotel di Kota Yogyakarta Tahun 2017

Implementation of Liquid Waste Pollution Control Policy in
Yogyakarta City 2017

Oki Oktami Yuda*1) & Eko Priyo Purnomo** 1) 2)

1) Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia
2) Departement of Governmental of Studies and a fellow at Jusuf Kalla’s School (JKSG), Indonesia

Diterima: Oktober 2018; Disetujui: Desember 2018; Dipublish: Desember 2018
Coresponding *E-mail: [email protected]
** E-mail: [email protected]

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan pengendalian pencemaran limbah
cair hotel di Kota Yogyakarta tahun 2017. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
teknik pengambilan data melalui wawancara staff Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta dan
dokumentasi. Hasil dari analisis data diketahui implementasi kebijakan dilaksanakan melalui 3 kegiatan yaitu
pengendalian, pengawasan dan pembinan. Adapun hasil dari implementasi kebijakan pengendalian
pencemaran limbah cair hotel terlaksana dengan baik, hal tersebut dapat dilihat dari sasaran utama capaian
kinerja tahun 2017 mencapai 99.60%, penggunaan anggaran yang efisien, sarana dan prasarana yang sudah
memadai, Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas serta adanya dorongan dari lembaga swadaya
masyakarat yang secara tidak langsung membantu dalam proses pelaksanaan, komunikasi yang informatif
kepada pihak manajemen hotel, adanya koordinasi dengan stakeholder terkait, Dinas Lingkungan Hidup Kota
Yogyakarta bertindak sebagai mediator antara masyarakat dan pihak hotel. Kendala yang terjadi dalam
pelaksanaan kebijakan pengendalian masih minimnya sumber daya manusia sehingga pelaksanaan kegiatan
pengawasan menjadi terhambat.
Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan Pemerintah, Pengendalian Limbah Cair Hotel.

Abstract
The aims of this study are to determine the implementation of the policy of pollution control for hotel
wastewater in Yogyakarta in 2017. This study applies a type of a qualitative research, data collection
techniques through interviews with Yogyakarta City Environmental Service staff and documentation analysis.
The results of the data analysis show that policy implementation is carried out through 3 activities, namely
control, supervision and supervision, while the results of the implementation of the policy are implemented
well as seen from the main targets of performance achievement in 2017 which reached 99.60%, efficient use
of budget, adequate facilities and infrastructure, Clear Standard Operating Procedure SOPs and
encouragement from Non Governmental Organization (NGOs) that indirectly help in the implementation
process, informative communication to hotel management, coordination with relevant stakeholders,
Yogyakarta City Environment Agency acts as a mediator between the community and the hotel. Constraints
that occur in the implementation of control policies are still lacking in human resources so that the
implementation of supervisory activities becomes hampered.
Keywords: Implementation, Government Policy, Hotel Liquid Waste Control.

How to Cite: Yuda, O.O. & Purnomo, E.P. (2018). Implementasi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Limbah Cair Hotel
di Kota Yogyakarta Tahun 2017. Jurnal Administrasi Publik (Administration Public Journal). 8 (2): 163-171

109

PENDAHULUAN jumlah limbah cair hotel yang dibuang ke
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi sungai sangat lah besar. Hal ini akan tetap
menimbulkan pencemaran sungai, apalagi
dan penduduk, jenis dan kuantitas limbah jumlah hotel yang kian bertambah (WALHI,
akan menjadi pelik dan menjadi masalah 2014). Menurut (BLH, 2015),
besar di masa depan, hal tersebut terjadi hotel merupakan penyebab utama
karena ketidakpedulian pelaku ekonomi dan pencemaran sungai.
masyarakat terhadap kaidah pelestarian
lingkungan, sosial budaya dan hukum (Eris, Tabel 1.
2009). Kota Yogyakarta merupakan kota Jenis Sumber Pencemar Daerah Aliran Sungai
budaya dan wisata yang banyak dikunjungi
oleh wisatawan domestik maupun luar negeri, Jenis Sumber Pencemar Jumlah
banyaknya jumlah wisatawan mendorong
kebutuhan akan akomodasi yaitu hotel, hal Pelayanan Kesehatan 62
tersebut membuat pembangunan hotel yang Industri Batik 11
terus bertambah setiap tahunnya di Kota Industri Percetakan 38
Yogyakarta.
Industri Kulit 6
70 Laundry 45
Hotel Berbintang dan Melati 204
60

50 Sumber: (BLH, 2015)
40
30 Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta mengeluarkan Peraturan
20 Gubernur DIY Nomor 7 tahun 2016 tentang
Baku Mutu Air Limbah yang bertujuan untuk
10 membatasi kadar bahan pencemar yang
dihasilkan oleh aktivitas- aktivitas industri
0 Tahun Tahun Tahun Tahun dan sejenisnya.
Jumlah Hotel 2013 2014 2015 2016
Menurut (DLH, 2016), Sungai Code
43 57 59 62 yang ada di Kota Yogyakarta tercemar oleh
limbah dengan kadar yang melebihi batas
Grafik 1. Jumlah Hotel di Kota Yogyakarta yang ditentukan. Berdasarkan pantauan yang
Sumber: (BPS, 2017), data diolah dilakukan (Yuliana, 2012) didapatkan bahwa
air di beberapa sungai di Derah Istimewa
Pada sisi lain bertambahnya jumlah Yogyakarta kotor, tercium aroma sampah
hotel di Kota Yogyakarta berakibat pula pada yang menyengat, air sungai tampak keruh
meningkatnya permasalahan lingkungan berwarna hijau kehitaman, dan agak sedikit
utamanya pencemaran limbah cair berbusa.
(Hardjanto, 2016). Limbah cair perhotelan
menurut (Mallongi, 2017) adalah limbah Tabel 2. Bahan Pencemar Sungai Code
dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh
kegiatan hotel yang dibuang ke lingkungan Parameter Batas Tahun
dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan, kondisi tersebut disebabkan 20144 20155 2016
karena aktivitas yang ada di hotel relatif sama
dengan seperti pada pemukiman dan fasilitas Ph 6-8.5 7.2 7.8 7.9
tambahan lainnya. TSS 50 182∗ 29 15

Limbah cair yang dihasilkan hotel di TDS 1000 123 148 192
olah dengan menggunakan Instalasi BOD 3 10.5∗ 7.5∗ 11.83∗
Pengolahan Limbah (IPAL) yang kemudian
dibuang ke sungai. Walaupun setiap hotel COD 25 27.4∗ 13.9 16
diwajibkan memiliki IPAL, akan tetapi
Detergen 200 300∗ 291.8 329.7∗

Sumber: (DLH, 2016)
∗ (Tidak memenuhi baku mutu)

Jika dilihat dari tabel 2 diatas, maka dapat

diketahui Sungai Code dicemari oleh

110

bahan pencemar yang tidak memenuhi batas tugas dan wewenang dalam mengelola
baku mutu per tiap tahunnya. Pencemaran lingkungan hidup daerahnya.
tersebut dapat terjadi disebabkan oleh
lambannya birokrasi menangangi masalah Meski upaya kebijakan pengendalian
yang rutin terjadi (Purnomo, 2016). pencemaran limbah cair hotel telah
diterapkan akan tetapi masih adanya limbah
Menurut penelitian yang dilakukan oleh cair hotel yang tidak sesuai dengan baku
(Bahruddin, 2015), kondisi IPAL di beberapa mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan
hotel di Kota Yogyakarta tidak bekerja secara hasil pengujian kualitas limbah cair hotel
maksimal dikarenakan beban limbah yang berbintang yang dilakukan (Bahruddin, 2015)
terlalu banyak (overload) sehingga limbah di laboratorium hidrologi dan kualitas air
mengendap dan mengakibatkan penyaringan Fakultas Geologi UGM Yogyakarta diketahui
limbah menjadi tidak maksimal, akibatnya bahwa limbah cair di beberapa hotel
zat-zat berbahaya dari limbah cair hotel berbintang di kawasan Kota Yogyakarta
mencemari sungai. menunjukan parameter bahan pencemar BOD
pada hotel berbintang ada yang mencapai
Limbah hotel memiliki karakteristik angka 12,7 g/L, untuk COD sangat tinggi ada
yang berbeda dengan limbah cair rumah yang mencapai 38.3 g/L dan TSS ada yang
tangga, karena potensi limbah tersebut tidak mencapai 85 g/L. Hal tersebut
hanya berasal dari kegiatan dapur, tetapi juga mengindikasikan bahwa limbah cair hotel
kegiatan kantor, kamar hotel, kolam renang yang ada di Kota Yogyakarta masih ada yang
dan laundry (Elystia, 2012). tidak sesuai dengan baku mutu yang telah
ditetapkan.
Adanya limbah cair yang mengaliri
daerah aliran sungai maka menyebabkan Bila permasalahan ini terus dibiarkan
pencemaran lingkungan, akibatnya daur maka kerusakan lingkungan dan pencemaran
materi lingkungan hidup mengalami akibat limbah cair hotel akan semakin meluas
ketidakseimbangan struktur dan fungsinya dan mengganggu ekosistem alam maupun
maka akan berbahaya bagi makhluk hidup makhluk hidup di Kota Yogyakarta.
(Faisal, 2012).
Berdasarkan hal diatas yang menarik
Limbah cair hotel yang mencemari dijadikan penelitian adalah apakah
sungai memberikan efek yang negatif pencemaran limbah cair industri hotel yang
terhadap ekosistem dan kesehatan manusia. terjadi di Kota Yogyakarta tersebut karena
Penyakit yang ditimbulkan akibat sungai belum optimalnya implementasi kebijakan
yang tercemar oleh limbah cair hotel yaitu: pengendalian pencemaran limbah cair hotel
diare, tipus, hepatitis, disentri, kholera oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota
(Mallongi, 2017). Yogyakarta selaku pemegang otoritas
perumus dan pelaksana kebijakan bidang
Sehubungan dengan itu, Pemerintah lingkungan hidup di wilayahnya. Maka dari
Kota Yogyakarta telah melakukan upaya itu, rumusan masalah dalam penelitian ini
preventif untuk meminalisir pencemaran adalah untuk mengetahui bagaimana
yang disebabkan oleh limbah cair hotel implementasi kebijakan pengendalian
dengan melalui kebijakan pengendalian pencemaran limbah cair hotel di Kota
pencemaran limbah cair hotel. Kebijakan Yogyakarta pada tahun 2017. Perbedaan
tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta adalah dalam analisis proses implementasi
sebagaimana tercantum dalam pasal 63 ayat 3 kebijakan pengendalian pencemaran limbah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 cair hotel berdasarkan teori (Nugroho, 2017)
tentang Perlindungan dan Pengelolaan yaitu 6 indikator
Lingkungan Hidup bahwa pemerintah
Kabupaten/Kota memiliki

111

penilaian keberhasilan suatu kebijakan. Enam HASIL DAN PEMBAHASAN
indikator penilaian keberhasilan dalam suatu Standar dan Sasaran Kebijakan
kebijakan tersebut adalah (1) standar dan
sasaran kebijakan, (2) sumber daya, (3) Upaya yang dilakukan Dinas
karakteristik organisasi pelaksana, (4) Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta dalam
komunikasi antar komunikasi dan kegiatan- mengendalikan pencemaran yang diakibatkan
kegiatan pelaksanaan, (5) sikap para limbah cair hotel dengan melalui 3 langkah
pelaksana dan yaitu, pengendalian, pengawasan dan
(6) lingkungan eksternal.
pembinaan.
METODE PENELITIAN Pengendalian dilakukan untuk menilai dan
Penelitian ini merupakan jenis memeriksa dokumen izin lingkungan agar
rekomendasi izin lingkungan hotel dapat
penelitian kualitatif dengan menggunakan diterbitkan, serta untuk mengetahui secara
metode deksriptif. Penelitian ini dilaksanakan detil rancangan perencanaan hotel mulai dari
di Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta tahapan pra konstruksi sampai tahap
karena merupakan otoritas pemerintah operasional. Pengawasan dilakukan untuk
penanggung jawab kebijakan bidang mengawasi ketaatan perusahaan terhadap izin
lingkungan hidup. Jenis dan sumber data lingkungan, mengawasi pengelolaan dan
yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 pemantauan lingkungan hidup hotel serta
macam, yaitu (1) Data primer yang diperoleh mengawasi ketaataan pihak manajemen hotel
dari wawancara secara langsung ke subjek terhadap izin perlindungan dan pengelolaan
penelitian yang dipilih dengan teknik lingkungan hidup. Pembinaan dilakukan
purposive sampling yaitu atas dasar orang- untuk mensosialisasikan baku mutu cair
orang yang terlibat langsung pada kepada pihak manajemen hotel agar dapat
pelaksanaan kebijakan pengendalian mengelola limbah cairnya sesuai dengan baku
pencemaran limbah cair hotel yaitu Kepala mutu yang telah ditetapkan beserta
Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup sistematika pelaporannya. Pembinaan
Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta dilakukan apabila limbah cair hotel belum
(2) Data sekunder adalah data yang diperoleh sesuai dengan baku mutu yang belum taat
yang digunakan sebagai penunjang dalam dokumen lingkungan baik disengaja atau
menganalisa masalah penelitian yang berupa belum mengetahui sistematika pelaporan
peraturan perundang-undangan, literatur, dokumen lingkungan Tahapan tersebut juga
dokumen, laporan, dan arsip yang memberikan saran dan arahan kepada pihak
dikeluarkan oleh pemerintah yang berkaitan manajemen hotel agar dapat melakukan
dengan permasalahan yang diteliti adapun pengelolaan limbah cair hotel secara tepat
data sekunder dalam penelitian ini adalah dan benar dengan adanya pembinaan
Renstra dan Lakip Dinas Lingkungan Hidup diharapkan pihak manajemen hotel dapat
Kota Yogyakarta serta Undang-Undang mengelola limbah cair sesuai dengan baku
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan mutu yang telah ditetapkan. Kebijakan
dan Pengolahan Lingkungan Hidup. Setelah pengendalian pencemaran limbah cair hotel.
data diperoleh kemudian dilakukan teknik
analisis data dengan mereduksi data, Adapun indikator kinerja sasaran dari
penyajian data dan penarikan kesimpulan. kebijakan pengendalian pencemaran limbah
cair hotel pada tahun 2017 mencapai 99,60%,
dimana dari target Indikator Kualitas Air
(IKA) sebesar 50,20 dapat tercapai IKA
sebesar 50,00. Dengan capaian tahun 2017 ini
juga menunjukkan keberhasilan capaian atas
target akhir

112

Renstra sebesar 97,66%. Meskipun belum menunjukkan keberhasilan pencapaian target
dapat mencapai target 100%, namun capaian kinerja yang baik
tersebut sudah dapat dikatakan cukup baik Sumber Daya
karena tingkat capaian kinerja lebih dari 80%.
Sumber daya merupakan faktor penting
Tabel 3. Capaian Indikator Kinerja Sasaran dalam penyelenggaran sebuah kebijakan,
maka dari itu diperlukan sumber daya yang
Sasaran Indikat Targ Capai % cukup baik dari segi jumlah (kuantitas)
or et an Capai maupun kompetensi (kualitas). Sumber daya
Kinerja 2017 2017 an dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
Sasara sumber daya
n
manusia (staff) dan non manusia (sarana
Pencemaran Indeks 50,2 50,00 99,60 prasarana dan anggaran).
dan Kualita 0% %%
kerusakan s Air Sumber daya manusia yang dimaksud
lingkungan dalam pelaksanaan kebijakan pengendalian
hidup pencemaran limbah cair hotel adalah
terkendali pegawai, tenaga teknis dan
tenaga bantuan (NABAN). Per 31 Desember
Sumber: (DLH, 2017b) 2017, secara umum Dinas Lingkungan Hidup
Kota Yogyakarta memiliki 299 pegawai yang
Berdasarkan hasil pengambilan sampel terdiri dari 280 orang laki laki (93%) dan
perempuan sebanyak 19 orang (7%).
dan pengujian parameter kualitas air sungai
Kebijakan pengendalian pencemaran
yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup limbah cair hotel di ampu oleh bidang
Penataan dan Pengendalian Dampak
Kota Yogyakarta menunjukan peningkatan Lingkungan (PPDL) dan bidang
Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup
kualitas air sungai dari tahun 2016 ke tahun (Bangtas). Adapun jumlah SDM bidang
PPDL dan Bangtas sebagai berikut:
2017, dimana pada tahun 2016 tidak
Tabel 5. Jumlah SDM
ditemukan adanya parameter kualitas air

sungai yang memenuhi ambang batas baku

mutu kualitas air, sedangkan pada tahun 2017

terjadi peningkatan, dimana sebesar 2% dari

sampel memenuhi ambang batas baku mutu

kualitas air.

Tabel 4. Data Kualitas Sungai Bidang PNS Tenaga Tenaga Jumlah
Bantuan Teknis (orang)
Status Tahun % Tahun %

Mutu Air 2016 2017 PPDL 11 6 - 17

Memenuhi 0 01 2 Bangtas 10 9 8 27
Ringan 12 100 46 96
Sedang 0 01 2 Sumber: (DLH, 2017b)

Berat 0 00 0 Jumlah sumber daya manusia yang ada
Jumlah 12 48 pada bidang Bangtas masih kurang, dilain sisi
jumlah hotel yang diawasi tiap tahun relatif
Indeks 50.00 50.20 meningkat, sedangkan jumlah pegawai,
naban, tenaga teknis yang ditugaskan untuk
Kualitas Air melakukan pengawasan memerlukan tiga
sampai lima orang. Hal tersebut
Sumber: (DLH, 2017b) mengakibatkan pelaksanaan pengawasan
menjadi terkendala. Upaya yang dilakukan
Keberhasilan pencapaian kinerja untuk untuk mengatasi kekurangan sumber daya
indeks kualitas air ditunjang oleh kebijakan manusia dengan menambah keterampilan
pengendalian pencemaran limbah cair hotel aparatur melalui
dan kegiatan yang lain seperti pengendalian
pencemaran dan limbah B3, optimalisasi
sumber daya lingkungan hidup. Dukungan
dari kebijakan dan kegiatan tersebut

113

keikutsertaan dalam berbagai pendidikan dan Tabel 7. Sarana dan Prasarana Dinas
Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta
pelatihan.

Alokasi yang dianggarkan dalam No Sarana dan Prasarana Jumlah

kebijakan pengendalian pencemaran limbah 1. Komputer 8 unit

cair hotel senilai 4.233.288.799, anggaran

tersebut tidak hanya digunakan dalam 2. Kendaraan Roda 2 2 unit
3. Kendaraan Roda 3 5 unit
pelaksanaan kebijakan

pengendalian limbah cair hotel, akan tetapi 4. GPS 2 unit

digunakan juga dalam kegiatan-kegiatan lain 5. Borehole Camera 1 unit
6. Sumur Pantau + AWLR 3 unit
yang dilakukan bidang PPDL dan Bangtas.

Anggaran yang dialokasikan sebagai berikut: 7 Mobil Laboratorium 1 unit

8. Mobil Pemantauan 1 unit

Program Target Realisasi % 9. Atomic Absorbtion 1 unit
PPDL Keuangan Keuangan 90.86
10. Lemari Asam 1 unit
1.758.204.230 1.597.502.664
11. BOD Incubator 1 unit

12. Alat Uji Emisi Gas Buang 1 unit

Bangtas 2.475.084.560 2.373.587.772 95.90 13. Alat Pengujian Kualitas Emisi 1 unit

Tabel 6. Penggunaan Alokasi Anggaran 14. Peralatan pengujian kualitas
air pada Laboratorium
Sumber: (DLH, 2017b) Lingkungan

Anggaran yang dialokasikan untuk 15. Peralatan pengujian kualitas
udara pada Laboratorium
pelaksanaan kebijakan pengendalian Lingkungan

pencemaran yang disebabkan oleh limbah Sumber: (DLH, 2017a)

cair sudah mencukupi. Dari hasil analisis Karakteristik Organisasi Pelaksana
Karakteristik organisasi pelaksana
efisiensi penggunaan sumber daya tersebut
meliputi Standard Operating Procedure
dapat dikatakan bahwa pencapaian indikator (SOP) dan Fragmentasi. SOP pengendalian
dilakukan dengan menilai dan membahas
kinerja sasaran dilakukan dengan penggunaan dokumen izin lingkungan yang telah diajukan
pihak manajemen hotel, adapun dokumen izin
sumber daya yang efisien, karena capaian lingkungan berupa AMDAL dan UKL-UPL.
Dokumen AMDAL wajib disesuaikan dengan
kinerja menunjukkan persentase keberhasilan karakteristik hotel yang akan dibangun
apabila hotel memiliki skala kegiatan yang
yang lebih tinggi daripada prosentase besar maka diwajibkan AMDAL apabila
skala kegiatan relatif kecil maka tidak wajib
realisasi penggunaan dana. AMDAL dan menggunakan UKL-UPL.

Sarana dan prasarana yang ada di Fragmentasi adalah tekanan-tekanan
dari luar unit-unit birokrasi seperti komite-
Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta komite legislatif, kelompok kepentingan
pejabat-pejabat eksekutif dan sifat kebijakan
sudah mencukupi sehingga pelaksanaan yang mempengaruhi organisasi birokrasi
pemerintah. Tekanan- tekanan dari luar agen
kegiatan-kegiatan pengendalian, pelaksana dapat menghambat pelaksanaan
kebijakan sehingga hasil dari sebuah
pengawasan maupun pembinaan dapat kebijakan menjadi gagal. Adapun hambatan
atau
berjalan dengan lancar.

114

tekanan pelaksanaan kebijakan berasal dari dan pembinaan bersama terhadap pihak hotel.
lembaga swadaya masyarakat khususnya
WALHI yang menyatakan pencemaran Sikap Para Pelaksana
limbah cair hotel salah satunya disebabkan
oleh pembangunan hotel yang selalu Dinas Lingkungan Hidup Kota
meningkat pertahunnya, hal tersebut
mengakibatkan jumlah limbah cair hotel juga Yogyakarta dalam melaksanakan
meningkat walaupun diolah melalui IPAL
akan tetapi karna jumlah limbah cair hotel kebijakan pengendalian pencemaran limbah
juga banyak maka limbah cair tetap
berpotensi mencemari sungai. cair hotel berpedoman kepada semua

Komunikasi Organisasi Terkait peraturan serta SOP yang ada kemudian
Adapun komunikasi yang dilakukan
dilaksanakan dengan ketat. Pengawasan yang
Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta
adalah dengan memonitor pihak manajemen tidak dapat dilakukan secara rutin karena
hotel yang kesulitan dalam mentaati aturan
yang berlaku dengan memberikan informasi keterbatasan SDM di kompensasi dengan
dan saran, kemudian mengundang pihak
manajemen hotel untuk mensosialisasikan membuat jadwal rutin dan melakukan
tentang baku mutu dan sistematika pelaporan
limbah cair. Dinas Lingkungan Hidup Kota kerjasama dengan instansi terkait. Adapun
Yogyakarta melakukan koordinasi dengan
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah pelanggaran yang dilakukan oleh pihak
(BKPRD) dalam urusan tata ruang karena
apabila tidak ada rekomendasi maka DLH manajemen hotel yang limbah cairnya tidak
Kota Yogyakarta kesulitan dalam
memberikan izin lingkungan. Dalam sesuai baku mutu, diprioritaskan untuk dibina
pelaksanaan pengawasan, DLH Kota
Yogyakarta bersama dengan Dinas dibanding membuat surat rekomendasi
Ketertiban, Dinas Perizinan, Dinas Pariwisata
dan dengan pihak PHRI (Perhimpunan Hotel kepada walikota.
dan Restoran Indonesia), mengadakan
kerjasama. Adanya kerjasama dengan dinas- Lingkungan Eksternal
dinas terkait baik dalam peninjauan dokumen Dinas Lingkungan Hidup Kota
lingkungan atau pengawasan dapat menindak
secara tegas jika keadaan di lapangan tidak Yogyakarta sebagai fasilitator dan mediator
sesuai dengan perencanaan pada dokumen antara pihak masyarakat dengan pihak
lingkungan. manajemen hotel dan memberi ruang kepada
masyarakat untuk menyampaikan keluhan,
Koordinasi dengan instansi lain sehingga penyelesaian masalah dapat
dilakukan agar dapat mendukung pelaksanaan dilakukan dengan musyawarah. Keluhan
tugas tidak hanya secara administratif tetapi yang berkaitan dengan perizinan dapat
juga secara teknis. Selain itu Dinas disampaikan melalui UPIK, keluhan terkait
Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta juga tentang kasus lingkungan yang diakibatkan
bekerjasama dengan Badan Lingkungan limbah dapat disampaikan melalui pengaduan
Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masyarakat di bidang Bangtas.
melakukan pengawasan
Dengan adanya lingkungan eksternal
berupa keluhan secara tidak langsung
mendukung proses pelaksanaan kebijakan.
Hal tersebut terjadi karena masyarakat turut
serta berpartisipasi dalam pelaksanaan
kebijakan dengan melalui pengaduan-
pengaduan yang disampaikan dan Dinas
Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta
merespon aduan tersebut dengan bertindak
sebagai mediator atau fasilitator antara
masyarakat dan pihak manajemen hotel,
sehingga pelaksanaan kebijakan pengendalian
pencemaran

115

limbah cair hotel dapat berjalan dengan baik. manajemen hotel secara tegas jika keadaan di

lapangan tidak sesuai dengan perencanaan

Faktor Pendukung dan Penghambat pada dokumen lingkungan.

Kebijakan Adapun hambatan dalam

Pertama, faktor sarana dan prasarana pelaksanaan kebijakan pengendalian

yaitu alat penunjang dalam menjalankan pencemaran limbah cair adalah adanya

kebijakan yang sudah mencukupi baik dari ketidakseimbangan antara jumlah kegiatan

jenis alatnya maupun jumlahnya. Pada tahun usaha (hotel) yang harus dipantau dengan

2017 laboratorium Dinas Lingkungan Hidup jumlah aparatur pelaksana pemantauan, hal

Kota Yogyakarta sudah terakreditasi oleh tersebut menyebabkan kegiatan pengawasan

Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang menjadi terkendala.

mempunyai Dokumen Mutu/SOP sesuai

dengan ISO 17025:2008. Adanya SIMPULAN

laboratorium yang terakreditasi Berdasarkan hasil penelitian dan

memudahkan Dinas pembahasan yang telah dilakukan dapat

Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta dalam diketahui implementasi kebijakan

menguji kualitas limbah, sehingga limbah pengendalian pencemaran limbah cair oleh

yang diuji hasilnya dapat akurat dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta

membuat pengujian limbah menjadi efisien pada tahun 2017 terlaksana dengan baik, hal

karna sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup tersebut dapat dilihat capaian kinerja yang

Kota Yogyakarta menggunakan hampir memenuhi target capaian kinerja,

laboratorium UGM Yogyakarta. penggunaan anggaran yang efisien, sarana

Kedua, komunikasi yang dilakukan dan prasarana yang sudah mencukupi untuk

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta operasional, kejelasan standar operasional

dalam pelaksanaan kebijakan prosedur dalam pelaksanaan kebijakan,

pengendalian pencemaran limbah cair hotel adanya tekanan yang bersifat dorongan dari

dengan melakukan koordinasi bersama Badan lembaga swadaya masyarakat terhadap isu isu

Koordinasi Penataan Ruang Daerah limbah cair yang kemudian disampaikan

(BKPRD) dalam urusan tata ruang. DLH kepada birokrasi, komunikasi yang informatif

Kota Yogyakarta akan kesulitan dalam kepada pihak hotel dalam urusan hak dan

memberikan izin lingkungan kepada pihak kewajiban pihak hotel terutama masalah

manajemen hotel apabila tidak ada limbah cair, adanya koordinasi dengan pihak

rekomendasi dari BKPRD. Pada pelaksanaan stakeholder terkait dalam urusan penegakan

pengawasan DLH Kota Yogyakarta hukum, Dinas Lingkungan Hidup Kota

berkerjasama dengan Dinas Ketertiban, Dinas Yogyakarta bertindak sebagai mediator antara

Perizinan, Dinas Pariwisata dan dengan pihak pihak masyarakat yang dirugikan akibat

PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran limbah cair hotel dengan pihak manajemen

Indonesia). Selain itu Dinas Lingkungan hotel. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut

Hidup Kota Yogyakarta juga bekerjasama masih ada kendala yang berupa kurangnya

dengan Badan Lingkungan Hidup Daerah sumber daya manusia, sehingga dalam

Istimewa Yogyakarta untuk melakukan pelaksanaan kegiatan pengawasan menjadi

pengawasan dan pembinaan bersama terhambat.

terhadap pihak hotel. Dengan adanya

kerjasamadengan dinas-dinas terkait baik UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis haturkan terima kasih kepada
dalam peninjauan dokumen lingkungan atau
Bapak Very Tri Jatmiko Kepala
pengawasan dapat menindak pihak Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup
Dinas Lingkungan Hidup Kota

116

Yogyakarta selaku narasumber dalam Faisal. (2012). Validasi Metode AANC Untuk
penelitian ini, penulis haturkan terima kasih
kepada Bapak Eko Priyo Purnomo yang telah Pengujian Unsur Mn, Mg dan Cr Pada Cuplikan
membimbing dalam penelitian ini, dan
penulis juga haturkan terima kasih kepada Sedimen di Sungai Gajahwong. Jurnal Iptek
tim reviewer Jurnal Administrasi Publik
Universitas Medan Area. Ganendra, 13, 27-36.

DAFTAR PUSTAKA Hardjanto. (2016). Pelaksanaan Tugas Badan
Bahruddin, A. (2015). Penerapan Strategi Badan
Lingkungan Daerah Dalam Bidang Pengawasan
Lingkungan Hidup dalam Pengendalian
Pencemaran Limbah Cair Hotel di Kota Dan Pengendalian Limbah Cair Di Kabupaten
Yogyakarta (S1), Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta. Tangerang Menurut Uu No. 32 Tahun 2009
BLH. (2015). Data Sumber Pencemar Tahun 2015.
Yogyakarta. Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
BPS. (2017). Statistik Daerah Kota Yogyakarta 2017.
Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Yogyakarta. Lingkungan Hidup. Law Journal Diponegoro,
DLH. (2016). Basis Data Lingkungan Hidup Kualitas
Air. Yogyakarta: Dinas Lingkungan Hidup 5, 1-10.
Kota Yogyakarta.
DLH. (2017a). Buku Profil Dinas Lingkungan Hidup Mallongi, A. (2017). Dampak Limbah Cair Dari
Kota Yogyakarta. Yogyakarta.
DLH. (2017b). Laporan Kinerja Dinas Lingkungan Aktivitas Industri Dan Industri. Yogyakarta:
Hidup Kota Yogyakarta Tahun 2017.
Yogyakarta. Gosyen Publishing.
Elystia. (2012). Efisiensi Metode Multi Soil Layering
(MSL) Dalam Penyisihan COD Dari LImbah Nugroho, R. (2017). Public Policy. Jakarta: PT Elex
Cair Hotel (Studi Kasus Hotel "X" Padang).
Jurnal Teknik Lingkungan, 9, 121-128. Media Komputindo.
Eris, F. R. (2009). Penanganan Masalah Persampahan
Dan Limbah Cair Di Propinsi Banten Purnomo, E. P., P.B. Anand & Jin-Wook Choi (2018)
Agroekotek, 1 (1), 36-45.
The complexity and consequences of the policy

implementation dealing, with sustainable ideas,

Journal of Sustainable Forestry,

37:3, 270-285,

DOI:

10.1080/10549811.2017.1406373

WALHI. (2014). Walhi Berharap Pembangunan Hotel

di Yogyakarta Terukur. Retrieved from

http://www.beritasatu.com/kesra/211319-

walhi-berharap-pembangunan-hotel-di- yogya-

terukur.html

Yuliana. (2012). Pengaruh Program Kali Bersih

Terhadap Kesehatan Kawasan Lingkungan

Sungai. Jurnal lmu Pengetahuan dan Rekayasa.

Peraturan Gubernur DIY Nomor 7 tahun 2016

tentang Baku Mutu Air Limbah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup

117

PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP
KUALITAS AIR SUNGAI PAAL 4 KECAMATAN TIKALA KOTA

MANADO

Sepriani1, Jemmy Abidjulu1, Harry S.J. Kolengan1

1Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk menentukan tingkat pencemaran air sungai Paal 4 di Tikala Manado hasil
pembuangan limbah cair tahu. Parameter yang diukur adalah pH, nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), amonium, total
padatan terlarut (TDS), total padatan tersuspensi (TSS), oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen kimiawi (COD)
dan kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD). Hasil penelitian menunjukan hampir semua parameter yang diukur
yaitu pH (4,95), Nitrat (232,6082 mg/L), Amonium (0,6533 mg/L), TDS (3510 mg/L), DO (0,83 mg/L), BOD (370
mg/L) dan COD (420 mg/L) melebihi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam PP No. 28 thn 2001.
Hal ini mengindikasikan bahwa air sungai ini berada pada kondisi sangat tercemar.

Kata kunci: Limbah cair tahu, kualitas air

ABSTRACT

A research had been conducted to determine the pollutan level of Paal 4 river water in Tikala Manado, as a
results of tofu liquid waste discharging. The measured parameters are pH, nitrite (NO2-), nitrate (NO3-),
ammonium, total dissolved solids (TDS ), total suspended solids (TSS), dissolved oxygen (DO), chemical oxygen
demand (COD) and biochemical oxygen demand (BOD). The results showed that almost all of measured
parameters, that is pH (4.95), nitrate (232.6082 mg/L), ammonium (0.6533 mg/L), TDS (3510 mg/L), DO (0.83
mg/L), BOD (370 mg/L) and COD (420 mg/L), exceed the requirement set by government in PP No. 82, 2001.
This indicates that the river water is in a highly polluted condition.

Keywords: Tofu liquid waste, water quality

PENDAHULUAN Adanya bahan anorganik yang tinggi membuat
mikroba dalam perairan menjadi makin aktif dan
Tahu merupakan salah satu makanan dari dapat menguraikan bahan organik tersebut
olahan kedelai. Kota Manado merupakan salah sehingga dapat menghasilkan senyawa-senyawa
satu kota yang banyak ditemukan industri yang dapat merusak kualitas air. Pencemaran
pengolahan tahu, salah satunya pabrik tahu Pasal limbah pabrik tahu merupakan salah satu
4 yang ada di jalan Daan Mogot Paal 4, Kec. penyebab kerusakan lingkungan hidup dan dapat
Tikala, Manado. Proses pengolahan tahu banyak menyebabkan munculnya penyakit pada manusia.
menghasilkan limbah yang berasal dari proses Sehingga diperlukan metode pengujian fisika dan
pencucian, perendaman sampai pencetakan. kimia untuk mengetahui tingkat pencemaran
Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair yang terhadap kualitas air sungaiyang ada di Paal 4,
langsung dibuang ke sungai yang mengalir di diantaranya dengan pengujian pH, Biochemical
sekitar pemukiman yang padat penduduk. Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD), Dissolved Oxygen (DO), nitrat
Limbah cair adalah limbah yang (NO3-), nitrit NO -), amonia (NH3), Total
mempunyai sifat cair yang mengandung bahan Suspended Solid (TS2S) dan Total Dissolved Solid
organik, anorganik dan lainnya. Bahan organik (TDS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
dan anorganik adalah bahan yang dapat menentukan konsentrasi pencemaran limbah cair
mengalami degradasi oleh mikroorganisme industri tahu terhadap kualitas air sungai Paal 4.
sehingga dapat mencemari kualitas air sungai.

* Korespondensi :
Telepon: +62 811-430-008
E-mail: [email protected]
DOI: https://doi.org/10.35799/cp.9.1.2016.13910

118

BAHAN DAN METODE diukur absorbansinya pada spektrofotometer λ
543 nm (SNI 01- 3554-2006).
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Baristand Industri Manado, pada bulan Mei-Juni Penentuan nitrat
2016. Sampel air diambil dari sungai yang berada Sampel sebanyak 50 mL ditambahkan 1
di Paal 4, Kec. Tikala, Manado dengan lima titik
pengambilan. Titik pertama (T1) dan titik kedua mL larutan HCl 1N, diaduk selanjutnya diukur
(T2) terletak pada 25 m dan 10 m sebelum pipa absorbansinya pada spektrofotometer λ 275 nm
pembuangan limbah. Titik Ketiga (T3) terletak (SNI 01- 3554-2006).
pada pipa pembuangan limbah, sedangkan titik
keempat (T4) dan titik kelima (T5) terletak pada Penentuan amonia
10 m dan 25 m sesudah pipa pembuangan limbah. Sampel sebanyak 25 mL, ditambahkan 1

Bahan dan alat mL larutan fenol, 1 mL larutan natrium nitro
Bahan-bahan yang digunakan dalam prusida dan 2,5 mL larutan pengoksidasi.
Selanjutnya contoh ditutup dan di biarkan selama
penelitian ini adalah sampel air sungai, aquades, 1 jam dan diukur absorbansinya λ 640 nm (SNI
larutan asam sulfanilat, larutan naftil etilendiamin 01- 3554-2006).
dihidroklorida, larutan asam klorida 1 M, larutan
fenol, larutan natrium nitro prusida, larutan Penentuan TDS
mangan sulfat, larutan alkaliiodida azida, asam Sebanyak 50 mL sampel disaring dengan
sulfat pekat, larutan natrium tiosulfat 0,025 M,
larutan kalium permanganate 0,033 M, larutan kertas saring. Kertas saring dipindahkan ke dalam
asam oksalat 0,05 M, asam sulfat 0,01 M. cawan. Selanjutnya, diuapkan sampai kering.
Cawan yang berisi padatan terlarut yang sudah
kering dimasukan ke dalam oven pada suhu 180
⁰C selama 1 jam,didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (SNI 06-6989. 27-2005).

Penentuan TSS
Sebanyak 50 mL sampel disaring dengan

kertas saring menggunakan cawan Gooch.
Setelah semua contoh tersaring, cawan Gooch
yang berisi kertas saring dan residu dimasukkan
kedalam oven dan dikeringkan selama 1 jam pada
suhu 103oC-105 oC. Setelah itu cawan
dikeluarkan dari dalam oven, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (SNI 06-6989.3-2004).

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel Penentuan DO
Sebanyak 50 mL sampel, ditambahkan 1
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah spektrofotometer UV-Vis, pH meter, mL MnSO4 dan 1 mL alkali iodida azida, 1 mL
oven, neraca analitik, cawan Gooch, kertas saring H2SO4, dihomogenkan, dititrasi dengan
dengan ukuran pori 0,45 µm dan peralatan gelas Na2S2O3(SNI 06-6989.14-2004).
kimia.
Penentuan BOD
Penetuan pH Sampel dimasukan ke dalam botol winkler,
Sampel dimasukan ke dalam wadah dan
kemudian diinkubasi pada suhu 20 oC. 100 mL
dibaca pada pH meter (SNI 01-3554-2006). contoh ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 1 mL
MnSO4 dan 1 mL alkali iodida azida,1 mL H2SO4
selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 (SNI
6989.72.-2009).

Penentuan Nitrit Penentuan COD
Sampel sebanyak 50 mL ditambahkan 1 Sebanyak 50 mL sampel ditambahkan 0,5

mL asam sulfanilat dan 1 mL larutan naftil mL asam sulfat 0,02 N, 1 mL Kalium
etilendiamin dihidroklorida, diaduk selanjutnya permanganat 0,1 N, dipanaskan. Didiamkan
danditambahkan larutan asam oksalat 0,1N

119

sebanyak 1 mL. Contoh dititrasi dalam keadaan cair ini menghasilkan zat organik yang mudah
panas dengan larutan kalium permanganat 0,1 N dioksidasi oleh mikroorganisme yang ada di
hingga larutan berwarna merah muda. perairan sehingga menghasilkan amonia. Kadar
amonia yang tinggi akan mengganggu
HASIL DAN PEMBAHASAN pertumbuhan ikan dan biota perairan lainnya.

Hasil pengukuran pH pada lima titik di Perubahan konsentrasi TDS dapat
berbahaya karena kepadatan air menentukan
perairan sungai Paal 4 yang dialiri buangan aliran air masuk dan keluar dari sel-sel
organisme. Nilai konsentrasi TDS yang tinggi
limbah cair pabrik tahu mempunyai kisaran nilai akan mengurangi kejernihan air dan berakibat
buruk pada tanaman air untuk melakukan
yang bervariasi. Berdasarkan PP No. 82 tahun fotosintesis.Berdasarkan PP RI No. 82 Tahun
2001 tentang Kualitas Air Sungai, total padatan
2001 tentang pengolahan kualitas air dan terlarut (TDS) maksimum adalah 1000 mg/L.
Dari hasil analisa sampel air di lima titik ada satu
pengendalian pencemaran air menetapkan nilai titik yang mengandung kadar nilai TDS sangat
tinggi yaitu 3510 mg/L. Hal ini disebabkan oleh
baku air berada pada kisaran pH 6-9. Dari hasil hasil pembuangan limbah cair industri tahu yang
mengandung bahan organik dan nitrogen. Untuk
penelitian yang dilakukan pada lima titik titik lainnya masih berada di bawah standar baku
mutu sesuai dengan PP No. 82 tahun 2001.
pengambilan sampel menunjukan penurunan dari
Dari hasil pengujian parameter TSS pada
titik T1 ke T3 dengan nilai T1 sebesar 6,65, T2 setiap titik pengambilan sampel, titik T2 dan T3
memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan
6,67 dan T3 sebesar 4,95. T3 merupakan satu titik tiga titik lainnya yaitu 20 mg/L, untuk titik T1,
T4 dan T5 yaitu 10 mg/L. Keseluruhan untuk
yang tidak memenuhi baku mutu dengan nilai pH nilai hasil analisa, semua masih berada pada
standar baku mutu berdasarkan PP No. 82 tahun
dibawah 6 yaitu 4,95. Hal ini disebabkan oleh 2001 yaitu 50 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa
limbah yang dibuang ke sungai tidak
buangan limbah cair dari pabriktahu tersebut. mengandung padatan yang dapat mempengaruhi
kualitas air sungai tersebut. Dilihat dari hasil
Limbah tersebut mengandung senyawa organik analisa yang dilakukan konsentrasi total padatan
yang tersuspensi pada semua titik masih berada
yang dapat menurunkan nilai pH sehingga air dibawah standar baku mutu.

sungai akan bersifat asam. Selain bersifat asam, Berdasarkan Tabel 1, hasil pengukuran
oksigen terlarut (DO) di lima titik memiliki
rendahnya nilai pH ini akan menurunkan kadar rentang nilai 0,83 mg/L sampai 8,78 mg/L,
dengan nilai DO yang terendah berada pada T3
oksigen terlarut dalam perairan yang akan yaitu pada pipa pembuangan limbah dengan nilai
0.83 mg/L. Nilai ini tidak memenuhi standar baku
mengakibatkan kematian pada biota yang ada di mutu untuk DO yaitu 6 mg/L. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Wardhana, 2004 dalam
perairan tersebut. Ali dkk. (2013) menyatakan bahwa air yang telah
tercemar kandungan oksigennya sangat rendah,
Berdasarkan hasil yang diperoleh, makin banyak bahan buangan organik di dalam
air makin sedikit sisa kandungan oksigen yang
kandungan nitrit dalam perairan ini masih stabil terlarut di dalam air. Penurunan kadar DO ini
disebabkan oleh banyaknya zat organik yang
dan belum mencemari perairan tersebut. Hal ini dihasilkan dari limbah cair pabrik tahu yang
langsung dibuang ke perairan. Rendahnya nilai
karena nitrit segera dioksidasi menjadi nitrat. oksigen terlarut dalam air akan berdampak buruk
bagi kehidupan biota yang ada di dalam perairan
Prinsip pengukuran nitrit berdasarkan tersebut.

pembentukan warna ungu kemerahan yang

terbentuk pada larutan contoh yang mengandung

nitrit ditambahkan dengan asam sulfanilat dan N-

(1-naftil etilendiamin-dihidroklorida) pada pH
2,0–5,2. Panjang gelombang yang digunakan

adalah 543 nm.Jika kadar nitrat dalam perairan

tinggi atau lebih dari 0,2 mg/L, dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi yang dapat

merangsang pertumbuhan fitoplankton dengan

cepat (blooming). Tingginya kadar nitrat ini akan

mempengaruhi kehidupan organisme dalam

perairan.

Berdasarkan tabel kadar amonia pada air

sungai Paal 4 mengandung kadar amonia berbeda

di lima titik pengambilan sampel. Dari ke lima

titik ini, ada satu titik yang mengandung kadar

amonia paling tinggi dan melampaui syarat baku

mutu air, yaitu pada titik T3 dengan nilai 0,6533

mg/L, sedangkan berdasarkan baku mutu air,

kadar amonia tidak boleh lebih dari 0.5 mg/L.

Tingginya kadar amonia pada T3 disebabkan oleh

buangan limbah cair industri tahu yang dibuang

ke perairan tempat pengambilan sampel. Limbah

120

Tabel 1. Hasil analisis kualitas air sungai Paal 4, Kecamatan Tikala, Manado

No Parameter BM Titik 1 Titik2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
1. pH 6-9 6.65 6.67 4.95 6.55 6.66
2. Nitrit (mg/L) 0,06 -0.0071 0.0105 0.0484 0.0253 0.0055
3. Nitrat (mg/L) 10 4.2927 4.4273 232.6082 4.543 3.9919
4. Amonium (mg/L) - 0.0336 0.0381 0.6533 0.0634 0.0491
5. TDS (mg/L) 1000 220 230 3510 200 210
6. TSS (mg/L) 50 10 20 20 10 10
7. DO (mg/L) 4 8.78 8.56 0.83 8.62 8.49
8. BOD (mg/L) 3 48.6 52 371 56.4 51
9. COD (mg/L) 25 78 89 420 90 75

Sumber: Data primer (2016), baku mutu air mengacu pada PP No. 82 tahun 2001

BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang disebabkan oleh buangan limbah cair yang
dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk bersumber dari industri tahu yang membuang
menguraikan bahan pencemar organik dalam air. limbah langsung ke perairan tanpa melalui
Makin besar konsentrasi BOD suatu perairan, proses pengolahan yang baik.
menunjukan konsentrasi bahan organik di dalam
air juga tinggi (Yudo, 2010 dalam Ali dkk., KESIMPULAN
2013). Semua titik memiliki konsentrasi BOD
yang tinggi melampaui standar baku mutu air Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
yang ditetapkan berdasarkan PP No. 82 tahun bahwa kualitas air sungai Paal 4 telah
2001 tentang kualitas air sungai. Dari ke lima mengalami penurunan kualitas air bagi
titik tersebut, titik T3 memiliki kadar peruntukannya. Penurunan kualitas ini dilihat
konsentrasi BOD paling tinggi. Hal ini dari beberapa pengujian parameter fisika dan
disebabkan karena kandungan limbah organik kimia yang menunjukan kadar pH, Nitrit (NO2-),
yang dihasilkan dari pembuangan limbah cair nitrat (NO3-), amonia, total padatan terlarut
industri tahu. Tarigan dkk., (2013) menyatakan (TDS), oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen
bahwa perairan yang mengandung BOD lebih kimiawi (COD) dan kebutuhan oksigen
dari 10 mg/L berarti perairan ersebut telah biokimiawi (BOD) yang memiliki nilai
tercemar oleh bahan organik, sedangkan apabila melampaui baku mutu yang ditetapkan sesuai
dibawah 3 mg/L berarti perairan tersebut masih pada PP No. 82 tahun 2001. Pencemaran ini
cukup bersih. Nilai BOD dari T1, T2, T3, T4 disebabkan oleh kandungan bahan organik dan
dan T5 yaitu 48,6 mg/L, 52 mg/L, 371 mg/L, anorganik yang berasal dari limbah cair industri
56,4 mg/L dan 51 mg/L. Semua titik tersebut tahu yang dibuang ke perairan tanpa melalui
memiliki kadar BOD yang tidak memenuhi pengolahan yang baik.
standar baku mutu air yang telah ditetapkan
pada PP No. 82 tahun 2001 yaitu 2 mg/L. Hal ini DAFTAR PUSTAKA
menunjukan bahwa perairan tersebut telah
tercemar dan tidak sesuai lagi untuk Adack, J. 2013. Dampak pencemaran limbah
peruntukannya. pabriktahu terhadap lingkungan hidup.
Jurnal Lex Administratum. 1(3), 78-87.
Berdasarkan data nilai COD yang terbesar
berada pada T1 78 mg/L, T2 89 mg/L, T3 423 Agustira, R., Kemala, S.L. & Jamilah. 2013.
mg/L, T4 90 mg/L dan T5 75 mg/L. Dalam PP Kajian karakteristik kimia air, fisika air
RI No. 82 Tahun 2001 nilai maksimum COD dan debit sungai pada kawasan DAS
yang diperbolehkan adalah 10 mg/L. Semua Padang akibat pembuangan limbah
nilai pada titik pengambilan contoh tidak ada tapioka. Jurnal Agroekoteknolog. 1 (2),
yang memenuhi syarat baku mutu. Tingginya 615-625.
kadar COD ini mengindikasikan semakin
besarnya tingkat pencemaran yang terjadi. Ali, A., Soemarno & Mangku P. 2013. Kajian
Peningkatan nilai COD yang sangat tinggi ini kualitas air dan status mutu air sungai

121

metro di Kecamatan Sukun Kota Malang. Anonim. SNI 06-6989.14-2004. Cara uji oksigen
Jurnal Bumi Lestai. 13(2): 265-274. terlarut (Modifikasi Azida). Badan
Anonim. SNI 01-3554-2006. Cara uji pH. Badan Stadardisasi Nasional.
Stadardisasi Nasional.
Anonim. SNI 01-3554-2006. Cara uji nitrit. Anonim. SNI 6989.72.-2009. Cara uji
Badan Stadardisasi Nasional. biochemical oxigen demand. Badan
Anonim. SNI 01-3554-2006. Cara uji nitrat. Stadardisasi Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional.
Anonim. SNI 01-3554-2006. Cara uji amoniak. Menteri Negara KLH. 1991. Keputusan Menteri
Badan Stadardisasi Nasional. Negara Kependudukan dan Lingkungan
Anonim. SNI 06-6989. 27-2005. Cara uji total Hidup No. Kep- 03/MENKLH/II/1991,
disolved solid. Badan Stadardisasi tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Nasional. Lingkungan, Jakarta.
Anonim. SNI 06-6989.3-2004. Cara uji total
suspensi solid. Badan Stadardisasi Tarigan, A., Markus T. L. & Sandra O.T. 2013.
Nasional. Kajian kualitas limbah cair domestik di
beberapa sungai yang melintasi Kota
Manado dari aspek bahan organik dan
anorganik. Jurnal Pesisir dan Laut
Tropis.1(1), 55-62.

122

Penyisihan Parameter Pencemar Lingkungan pada Limbah Cair

Industri Tahu menggunakan Efektif Mikroorganisme 4 (EM4)

Serta Pemanfaatannya

ULUM MUNAWAROH1, MUMU SUTISNA1, KANCITRA PHARMAWATI1

1. Jurusan Teknik Lingkungan (Institut Teknologi Nasional
Bandung)

Email : ([email protected])

ABSTRAK

Limbah cair tahu mengandung berbagai jenis pencemar lingkungan, misalnya BOD5,
COD, TSS dan pH. Pembuangan limbah cair tahu ke badan air tanpa proses
penanganan yang baik akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan,
sehingga diperlukan suatu pengolahan limbah cair, salah satunya dengan EM4.
Penelitian ini menggunakan prinsip reaktor batch dengan cara mencampurkan
reaktan dalam suatu reaktor selama waktu tertentu. Reaktor yang digunakan
berkapasitas 8 Liter dengan volume operasional 6 Liter. Variasi perlakuan pada
penelitian ini yaitu tanpa EM4 (P1), menggunakan EM4 sebanyak 300 mL (P2) dan

600 mL EM4 (P3). Parameter yang diukur BOD5, COD, TSS, pH, N, P, dan K dengan
waktu kontak selama 20 hari. Hasil penelitian P2 menunjukan pengolahan limbah

cair tahu menggunakan EM4 mampu menurunkan nilai BpOHDm5 e9n7j%ad,iC7O,2D69d6i%hadrii hari
ke-5, P 0,001231% di hari ke-20, serta meningkatkan ke-

15, TSS 1.545 mg/L di hari ke-20, N 1,12% di hari ke-20 dan K2O 0,2% di hari ke
20. Selain itu hasil uji terhadap Capsicum frutescens L menunjukan P2 berpotensi
sebagai nutrisi tanaman dengan laju pertumbuhan 25,3% dan tumbuhnya bakal
cabang dalam waktu kontak 12 hari.

Kata kunci: Limbah Cair Tahu, EM4, Sistem Batch.

ABSTRACT
Tofu liquid waste is containing a lot of environment polluters such as BOD5, COD,
TSS, and pH. The exile of tofu liquid waste in water without a good treatment have
decreasing of environment quality, so it needs a liquid waste treatment, there was
using EM4. The research concept is using the principle of a batch reactor with
combining the reactants in a reactor during a specific time.The reactor have 8 liters
capacity with 6 liters operational volume. There was some variations of the
treatment, such us : without EM4 (P1); use the EM4 with different volume 300 mL
(P2) and 600 mL EM4 (P3). The parameters measured are BOD5, COD, TSS, pH, N,
P, and K with contact time for 20 days. Results of P2 showed that liquid waste
treatment using EM4 has reduced the value of BOD5 to 97%, COD to 96% on day
5th, the value of P 0,001231% on day 20th, and has increased pH value to 7,26 on
day 10th, TSS to 1.545 mg/L on day 20th, N to 1,12% on day 20th and K2O to 0.2%
day 20th. The result of research which also in Capsicum frutescens L showed that P2
is potential as a plant nutrient with growth up to 25.3% and the branch has growth
up within 12 days.

Keywords:Tofu liquid waste, EM4, Batch system.

123

1. PENDAHULUAN

Setiap tahapan proses pembuatan tahu umumnya menggunakan air dengan jumlah yang relatif
banyak. Proses akhir dari pembuatan tahu selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan

limbah cair sebanyak 1,5-2 m3/hari (Nurhasan dan Pramudyanto, 1991). Limbah cair tahu
(Whey) mengandung banyak senyawa organik seperti protein 40-60%, karbohidrat 25-50%,
dan lemak 10% (Fitriyah, 2011). Sebagian besar industri tahu masih belum memiliki instalasi

pengolahan limbah cair, sehingga para pengusaha industri tahu membuang limbah cairnya ke
badan perairan yang apabila melebihi daya dukung lingkungan dapat menurunkan kualitas

lingkungan (Nurhasan, 1997). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dilakukan penelitian
untuk menurunkan parameter pencemar lingkungan menggunakan Efektif Mikroorgnisme 4
(EM4) dengan sistem batch. EM4 merupakan kultur campuran mikroorganisme yang bersifat
fermentatif (peragian) terdiri dari bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), jamur
fermentasi (Saccharomzyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), Actinomycetes,
ragi/yeast yang berfungsi untuk menurunkan parameter pencemar dan meningkatkan unsur
hara. (Fitria, 2008). Penelitian mengenai penggunaan EM4 dalam mengolah limbah cair tahu

sebelumnya pernah dilakukan oleh Noviana tahun 2009 dan Jasmiayati tahun 2011 dengan

efisiensi penyisihan BiochemicalOxygen Demand (BOD5) sebesar 95,9% dan 93,6%. Sedangkan
efisiensi untuk Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 93,2% dan 97,8%. Sehubungan

dengan kedua penelitiantersebut hanya sampai pada efisiensi penurunan parameter BOD5 dan
COD, oleh karena itu maksud dari penelitian ini diharapkan dapat menurunkan parameter
pencemar, selain itu juga hasil akhir dari proses degradasi senyawa organik oleh bakteri yang
terdapat pada EM4 diharapkan dapat menetralkan pH dan meningkatkan unsur hara yang
bermanfaat bagi lingkungan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui penurunan yang
optimum dari parameter pencemar lingkungan, dan peningkatan yang optimum pada pH,
Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain itu juga mengetahui penggunaan hasil degradasi

limbah cair tahu menggunakan EM4 pada tanaman Capsicum frutescens L (Cabe Rawit).

2. METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan wadah plastik (reaktor)

berkapasitas 8 Liter dengan diameter 26 cm dan tinggi 21 cm , bahan yang digunakan untuk

mengolah limbah cair tahu yaitu EM4. Sampel operasional yang digunakan pada setiap

perlakuan sebanyak 6 Liter. Sistem yang digunakan pada penelitian ini yaitu sistem batch.
Secara garis besar prinsip dari reaktor batch yang digunakan yaitu reaktor diisi dengan reaktan

dan disimpan selama waktu tertentu yang kemudian dilihat perubahan kualitasnya pada selang
waktu tertentu. Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan,
penelitian inti dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan yaitu proses
pencampuran/pengenceran EM4 dengan aquades menggunakan perbandingan 1/20 (5%) yang
kemudian didiamkan (difermentasikan) selama 5-7 hari di suhu ruang. Proses tersebut
bertujuan untuk mengembangbiakan mikroorganisme dan mengaktifkan mikroorganisme yang
ada pada EM4 dari kondisi dorman, sehingga mikroorganisme dapat bekerja dengan efisien dan
optimal pada saat dicampurkan kedalam limbah cair. EM4 yang sudah aktif kemudian digunakan
pada penelitian utama sebagai bahan dasar pencampuran limbah cair tahu. Penelitian utama
dilakukan selama 20 hari dengan variasi perlakuan (P1) limbah cair tahu 6.000 mL, (P2) limbah
cair tahu 5.700 mL+300 mL {5%} EM4 dan (P3) limbah cair tahu 5.400 mL+600 mL {10%}
EM4. Penggunaan 5% EM4 pada limbah cair tahu mengacu kepada dosis optimum pada

penelitian sebelumnya (Jasmiyati dkk. 2010), sedangkan penggunaan 10% mengacu kepada

prosedur penggunaan EM4 untuk pengolahan limbah

124

cair organik. Pengukuran analisa BOD5, COD, TSS dan pH dilakukan setiap 5 hari sekali
sedangkan untuk mengetahui peningkatan unsur hara dilakukan pengukuran parameter N,
P2O5, K2O sebelum pengolahan (hari ke-0), di pertengahan (hari ke-10) dan di akhir
pengolahan (hari ke-20), tujuannya untuk melihat perubahan kualitas pada selang waktu
tertentu. Metode yang digunakan untuk pengukuran analisa masing-masing parameter
yaitu titrasi Winkler, repluks tertutup, gravimetri, pHmeter, reduksi katalis Kjeldahl,

spektrofotometri, Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Secara umum bagan alir metode

penelitian terdapat pada Gambar 1.

Mulai

Studi Literatur

Tahap Persiapan :
• Sampling
• Persiapan Alat da Bahan

Penelitian Pendahuluan :
• Pengecekan pH EM4
• Pengaktifan EM4 (EM4 dicampurkan dengan

Aquades menggunakan perbandingan 1/20 (5%)
kemudian difermentasikan selama 5-7 hari

Penelitian Inti
• Perlakuan P1 (Limbah cair tahu saja sebagai Kontrol)
• Perlakuan P2 (Limbah cair tahu + EM4 dengan perbandingan

1/20 {5%})
• Perlakuan P3 (Limbah cair tahu + EM4 dengan

perbandingan 1/10{10%})
• Pengukuran parameter BOD, COD dan pH per 5 hari

(0, 5, 10, 15, 20) dan parameter N, P, dn K per 10 hari (0, 10, 20)

Pengolahan Data dan dipilih kondisi optimum

Penelitian Lanjutan
• Perlakuan P1 (Penyiraman tanaman uji dengan air bersih)
• Perlakuan P2 (Penyiraman tanaman uji dengan limbah cair hasil

perlakuan yang optimum dilihat dari nilai NPK setiap 1 minggu
sekali)
• Perlakuan P3 (Penyiraman tanaman uji dengan pupuk anorganik
setiap 1 minggu sekali)
• Pengamatan terhadap tanaman meliputi (tinggi batang, ∑ daun)

Analisis dan Pembahasan

Selesai
Gambar 1 Bagan Alir Metodologi Penelitian

125

3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Penelitian Pendahulan
Penelitian pendahuluan merupakan proses pengaktifan EM4 dengan cara
diencerkan/dicampurkan dengan aquades menggunakan perbandingan 1/20 (5%) yang
kemudian didiamkan (difermentasikan) selama 7 hari di suhu ruang. Kondisi EM4 yang
sudah aktif ditandai dengan adanya peningkatan pH pada EM4 yaitu pH > 4, berbau sedap

(bau glukosa) serta terdapat lapisan putih diatas permukaan larutan EM4 (Isa, 2008). Hasil

penelitian pendahuluan yaitu nilai pH pada EM4 mengalami kenaikan dari 2,9 menjadi 4,17
yang ditandai dengan adanya lapisan putih di atas permukaan. Hal ini menunjukan bahwa
EM4 sudah siap untuk digunakan dalam penelitian.

3.2 Penelitian Utama
Sebelum dilakukan penelitian menggunakan EM4 terlebih dahulu dilakukan pengukuran
karakteristik limbah cair industri tahu pada hari ke-0 berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995. Hasil pengukuran yang diperoleh ditampilkan
dalam Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Awal Limbah Cair Industri Tahu

No Parameter Satuan Hasil Pengujian Baku Mutu*

1 BOD5 mg/L 7.800ˆ 150
2 COD mg/L 9.256ˆ 300

3 TSS mg/L 330 400

4 pH 4,19ˆ 6,0 sampai 9,0

Sumber : Hasil Pengukuran 2013
Keterangan : ˆ tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan
*KepMenLH no 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Untuk Limbah Cair Industri

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa parameter yang tidak memenuhi baku mutu yaitu

BOD5 (7.800 mg/L), COD (9.256 mg/L) dan pH 4,19, oleh karena itu diperlukan suatu
pengolahan limbah cair agar tidak membahayakan lingkungan. Parameter TSS pada Tabel 1
masih memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, akan tetapi pada penelitian ini tetap
dilakukan pengukuran parameter TSS tujuannya untuk melihat pengaruh pengolahan yang
dilakukan pada limbah cair tahu terhadap konsentrasi TSS.

3.2.1 Analisa BOD5(Biochemical Oxygen Demand)

Hasil perhitungan analisa BOD5 dan hasil perhitungan efisiensi penyisihan BOD5 selama
proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Analisa Pengukuran BOD5

Hari Konsentrasi BOD5 (mg/l) Baku Efesiensi Penyisihan (ŋ) %

Ke- P1 P2 mutu P1 P2 P3
P3 mg/l

0 7.800,0^ 7.800,0^ 7.800,0^ 0 00

5 690,8^ 252,8^ 543,4^ 91 97 93

10 402,9^ 273,5^ 311,2^ 150 95 96 96

15 402,8^ 283,5^ 308,2^ 95 96 96

20 401,0^ 381,1^ 379,0^ 95 95 95
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
*Standar Baku Mutu KepMenLH no 51 Tahun 1995Tentang Baku Mutu Kegiatan Industri lampiran C.
ˆ tidak memenuhi standar baku mutu yang dipersyaratkan
Keterangan :
0 hari = Kondisi eksisting sebelum pengolahan
P1 I = limbah cair tahu(kontrol)
P2 II = limbah cair tahu+ 5% EM4 (300 ml)
P3 III = limbah cair tahu+ 10% EM4 (600 ml)

Berdasarkan Tabel 2 penurunan konsentrasi BOD5 pada hari ke-5 untuk P1 yaitu 690,8 mg/L
dengan efisiensi penyisihan 91%. Hal ini menujukan karena proses dekomposisi senyawa

126

organik terjadi secara alamiah dalam limbah, sehingga nilai BOD5 juga menurun selama
proses pengolahan. Konsentrasi BOD5 pada hari ke-5 untuk P2 dan P3 cenderung lebih
cepat dibanding dengan P1, yaitu 252,8 mg/L untuk P2 dan 543,4 mg/L untuk P3 dengan
efisiensi sebesar 97% dan 93%. Hal ini menujukkan adanya aktivitas dari bakteri asam

laktat (Lactobacillus sp.) yang terdapat dalam EM4 pada perlakuan P2 dan P3. Bakteri

tersebutmemfermentasikan bahan organik limbah cair tahu menjadi senyawa asam laktat

yang berfungsi untuk mempercepat perombakan bahan organik (Isa, 2008). Selain itu

adanya kerjasama antara bakteri asam laktat yang terkandung dalam EM4 dengan jamur

fermentasi (Saccharomzyces sp) yang juga terkandung dalam EM4 dalam memfermentasi

bahanorganik menjadi senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana sehingga
cenderung lebih cepat dibanding dengan proses dekomposisi senyawa organik alamiah
dalam limbah cair tahu. Mekanisme penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme yaitu

(Takwayana,2012) :

COHNS + O2 + mikroorganisme CO2 +NH3 + C5H7NO2 + produk lain ........................(1)

(Sel bakteri baru)

Berdasarkan reaksi (1) tersebut mikroorganisme merombak bahan organik menjadi

senyawa organik yang lebih sederhana seperti CO2 dan NH3(Takwayana, 2012), dengan

adanya penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana secara tidak

langsung dapat menurunkan nilai BOD5(Avlenda, 2009). Sama halnya dengan hari ke-5, P1

(limbah cair tahu) pada hari ke-10 juga mengalami penurunan konsentrasi BOD5 yaitu
402,9 mg/L dengan efisiensi penyisihan sebesar 95%. Hal ini menunjukan bahwa
kemampuan pengolahan berkaitan dengan lamanya pemberian perlakuan maka semakin
lama limbah cair tahu diperlakukan semakin besar pula penurunan BOD5, akan tetapi
penurunan konsentrasi BOD5 pada hari ke-15 sampai dengan hari ke-20 cenderung
stasioner yang nantinya dilanjut pada fase kematian mikroorgaisme. Beda halnya dengan

P1, pada hari ke-10 konsentrasi BOD5 untuk P2 mengalami peningkatan menjadi 273,5
mg/L. Hal ini menunjukan bahwa penguraian bahan organik berlangsung lambat akibat
mikroorganisme yang terkandung dalam EM4 mengalami kejenuhan akan nutrient sehingga

konsentrasi BOD5 meningkat dan efisiensi menurun menjadi 96%.

Menurut Effendi (2003) dekomposisi bahan organik pada dasarnya terjadi melalui dua tahap.
Tahap pertama bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik, sedangkan tahap kedua
bahan anorganik yang tidak stabil dioksidasi menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya
ammonia menjadi nitrit dan nitrat (Nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, yang berperan hanya
tahap pertama sedangkan tahap kedua yaitu oksidasi bahan anorganik dianggap sebagai
pengganggu karena proses oksidasi amnoia juga memerlukan oksigen. Kondisi tersebut

diperkuat dengan penelitian pada hari ke-15 sampai dengan hari ke-20 konsentrasi BOD5
meningkat sehingga penguraian bahan organik berlangsung lambat karena pada hari ke-15 dan
hari ke-20 pH pada limbah cair mengalami peningkatan yaitu 7,26 dan 8,17 serta menimbulkan
bau busuk oleh gas amoniak. Adanya peningkatan pH serta ditandai dengan adanya bau gas
amonia di hari ke-15 dan hari ke-20 menunjukan bahwa proses yang berlangsung merupakan
proses oksidasi ammonia yang dianggap sebagai pengganggu. Berbeda halnya dengan P2

konsentrasi BOD5 pada hari ke-10 untuk P3 mengalami penurunan yaitu 311,2 mg/L dengan
efisiensi penyisihan 96% dan hari ke-15 konsentrasinya menjadi 308,2 mg/L dengan efisiensi
penyisihan 96%. Hal ini menunjukan bahwa bertambahnya waktu kontak dalam proses

bioremediasi maka konsentrasi BOD5 semakin menurun karena tempat kontak antara
mikroorganisme dan limbah cair tahu tersedia cukup banyak, sehingga interaksi antara EM4

dengan limbah cair tahu berlangsung dengan baik (Jasmatiyi dkk. 2010). Hari ke-20 konsentrasi

BOD5mengalami peningkatan menjadi 379,0mg/L dengan efisiensi penyisihan 95%, hal ini
menunjukan jumlah bahan organik/nutrient dalam limbah cair mulai berkurang sehingga
populasi mikroorganisme menjadi berkurang.

127

Perlakuan yang cukup baik dalam menurunkan parameter BOD5 yaitu P2 dengan efisiensi
penyisihan 97% di hari ke-5, tetapi konsentrasi akhir BOD5 masih melebihi baku mutu yang
dipersyaratkan oleh KepMenLH no 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk
Kegiatan Industri. Hal ini karena suplai oksigen kurang baik sehubungan dengan pada saat
penelitian, oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri dalam mendegradasi senyawa organik
hanya memanfaatkan oksigen yang terdapat di atmosfer karena bakteri yang terdapat pada

EM4 merupakan bakteri aerob yang membutuhkan oksigen bebas (Jasmiyati dkk. 2010).

Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diperlukan suplai oksigen yang secara terus
menerus tujuannya untuk mengoptimalkan proses pengolahan, sehingga konsentrasi BOD5
dapat memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Akan tetapi pengolahan limbah cair tahu
menggunakan EM4 dapat dikatakan memiliki efisiensi pengolahan yang cukup baik karena
mampu menyisihkan BOD5 sebanyak 97% pada hari ke-5.

3.2.2 COD (Chemical Oxygen Demand)

Angka COD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan organik yang
terdapat pada limbah cair dapat teroksidasi secara kimia baik yang dapat didegradasi oleh

mikroorganisme maupun yang sukar terdegradasi (Mulyadi, 1994). Mekanisme penguraian

bahan organik secara kimia yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme maupun sukar

didegradasi yaitu (Takwayana, 2012) :

CxHyOz + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+.............................................................. (2)
Berdasarkan reaksi (2) bahan buangan organik dioksidasi oleh kalium bikromat menjadi gas
CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat (K2Cr2O 7) digunakan sebagai

penyuplai oksigen (oxidizing agent). Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi

terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikarbonat yang digunakan

pada reaksi oksidasi (Takwayana, 2012). Hasil perhitungan analisa COD tidak berbeda jauh

dengan hasil penurunan kadar BOD5, kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3 Analisa Konsentrasi COD

HARI Konsentrasi COD (mg/l) Baku Efesiensi Penyisihan (ŋ) %
KE- mutu* P1 P2 P3
P1 P2 P3 mg/l

0 9.256^ 9.256^ 9.256^ 00 0

5 760^ 360^ 600^ 92 96 94

10 520^ 360^ 400^ 300 94 96 96

15 640^ 400^ 360^ 93 96 96

20 640^ 480^ 440^ 93 95 95
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
*Standar Baku Mutu KepMenLH no 51 Tahun 1995Tentang Baku Mutu Kegiatan Industri lampiran C

Berdasarkan Tabel 3 penurunan konsentrasi COD pada hari ke-5 untuk P1 yaitu 760 mg/L
dengan efisiensi penyisihan 92%. Hal ini karena proses dekomposisi senyawa organik terjadi
secara alamiah dalam limbah, sehingga nilai COD juga menurun selama proses pengolahan.
Konsentrasi COD pada hari ke-5 untuk P2 dan P3 cenderung lebih cepat dibanding dengan P1
yaitu 360 mg/L untuk P dan 600 mg/L untuk P3 dengan efisiensi penyisihan sebesar 96% dan

94%. Hal ini menujukkan karena aktivitas dari bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.) yang

terdapat dalam EM4 pada P2 dan P3 memfermentasikan bahan organik limbah cair tahu
menjadi senyawa asam laktat yang berfungsi untuk mempercepat perombakan bahan organik

(Isa, 2008). Selain itu adanya bantuan enzim protease yang dihasilkan oleh berbagai jenis

mikroba yang terdapat pada EM4 mulai dari bakteri, kapang dan khamir. Protease merupakan
enzim yang berperan dalam reaksi yang melibatkan pemecahan protein diantaranya menjadi

amonia, nitrit, nitrat, CO2, H2O (Fitria, 2008). Adanya proses pemecahan atau penguraian

senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana secara

128

tidak langsung dapat menurunkan nilai COD (Avlenda, 2009). Sama halnya dengan hari ke-5, P1

(limbah cair tahu) pada hari ke-10 juga mengalami penurunan konsentrasi COD yaitu 520 mg/L
dengan efisiensi penyisihan sebesar 94%. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan pengolahan
berkaitan dengan lamanya pemberian perlakuan maka semakin lama limbah cair tahu
diperlakukan semakin besar pula penurunan COD, akan tetapi penurunan konsentrasi COD pada
hari ke-15 sampai dengan hari ke-20 cenderung stasioner yang nantinya dilanjut pada fase
kematian mikroorgaisme. Konsentrasi COD untuk P2 pada hari ke-15 sampai dengan hari ke-20
mengalami peningkatan dari 400 mg/L menjadi 480 mg/L, hal ini menunjukan bahwa
penguraian bahan organik berlangsung lambat akibat mikroorganisme yang terkandung dalam
EM4 mengalami kejenuhan akan nutrient yang ditandai dengan penurunan efisiensi penyisihan
di hari ke-20 yaitu 95%. Konsentrasi COD untuk P3 menurun di hari ke-15 yaitu 360 mg/L

karena bakteri Pseudomonas yang terdapat pada EM4 berperan dalam menguraikan senyawa

organik menjadi senyawa yang lebih sederhana secara tidak langsung dapat menurunkan nilai

COD (Avlenda, 2009).

Perlakuan yang cukup baik dalam menurunkan parameter COD yaitu P2 (limbah cair
tahu+5% EM4) dengan efisiensi penyisihan 96% di hari ke-5. Hal ini menunjukan bahwa
pemberian EM4 pada limbah cair tahu memberikan pengaruh terhadap penurunan
konsentrasi COD akan tetapi konsentrasi akhir COD masih melebihi baku mutu yang
dipersyaratkan oleh KepMenLH no 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk
Kegiatan Industri.

3.2.3 pH

Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme di dalam media penguraian
bahan organik adalah pH. pH optimum untuk proses penguraian bahan organik menurut
Sutanto (2002) antara 5-8. Hasil pengukuran awal pada penelitian ini pH limbah cair tahu
yaitu 4,19. Perubahan nilai pH yang terjadi selama penguraian bahan organik dapat dilihat
pada Tabel 4.

Tabel 4 Analisa Pengukuran pH Limbah Cair

Hari Perlakuan I pH Perlakuan Baku
Ke- Perlakuan mutu*

II III

0 4,19 4,19 4,19

5 4,21 4,58 4,39

10 4,92 5,75 5,39 6-9

15 6,88 7,26 6,69

20 8,06 8,17 7,98
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
*Standar Baku Mutu KepMenLH no 51 Tahun 1995Tentang Baku Mutu Kegiatan Industri.

Berdasarkan Tabel 4 nilai pH disetiap perlakuan pada limbah cair tahu mengalami peningkatan
selama proses pengolahan. Kenaikan pH dari asam hingga netral pada limbah cair tahu,
diperkirakan oleh aktivitas mikroorganisme baik yang terdapat pada limbah cair tahu maupun
yang terdapat dalam EM4. Proses penguraian berjalan sempurna apabila nilai pH mendekati 7.
Adapun salah satu ciri dari penguraian bahan organik ini antara lain menghasilkan gas berbau

seperti amonia (NH3) (Fitria, 2008). Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dihari ke-15

nilai pH pada limbah cair tahu disetiap perlakuan mengalami peningkatan yaitu 6,88 untuk
perlakuan I (Kontrol), 7,26 untuk perlakuan II (Limbah cair tahu + 1/20 EM4) dan 6,69 untuk
perlakuan III (limbah cair tahu + 1/10 EM4). Sedangkan pada hari ke-20 untuk perlakuan I pH
menjadi 8,06, perlakuan II pH menjadi 8,17 serta untuk perlakuan III nilai pH menjadi 7,98.
Selain dari nilai pH yang mendekati netral pada hari ke-15 dan hari ke-20 juga timbul bau busuk

dari gas amonia hasil dari pemecahan protein oleh mikroba. Pada lingkungan basa, NH3 akan
dilepas ke atmosfir sehingga dapat

129

tercium bau gas ammonia. Mekanisme mikroorganisme pada proses dekomposisi bahan
organik yang terdapat pada limbah cair tahu dapat dilihat pada reaksi sebagai berikut

(Effendi, H. 2003) :

CxHyOzN2S + Bakteri + O2 CO2 + H2O + NH3 + CxHyOzN ......................................... (3)

(Senyawa Organik) (Sel Baru)

Berdasarkan persamaan reaksi (3) menunjukan bahwa lingkungan bersifat basa karena
terbentuk ammonia, apabila reaksi yang terbentuk berupa NH4+ maka lingkungan bersifat

asam (Effendi, 2003). Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

selama pengolahan P1 (LCT)
Laju peningkatanpH 8 P2 (LCT+5% EM4)

6 P3 (LCT+10% EM4)

4 batas minimum baku
mutu

2 batas maksimum baku
0 mutu

10 20 Waktu (Hari)

Gambar 2 Peningkatan Nilai pH Setelah Perlakuan

Berdasarkan KEP-51/MENLH/10/1995 baku mutu limbah cair lampiran C untuk kegiatan
industri, pH yang dipersyaratkan berkisar antara 6-9. Dengan demikian parameter pH yang
diperoleh menunjukan bahwa ketiga perlakuan memenuhi persyaratan selama 15-20 hari
pengolahan.

3.2.4 TSS
Parameter TSS pada saat kondisi eksisting (hari ke-0) masih memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan, akan tetapi pada penelitian ini tetap dilakukan pengukuran parameter TSS
tujuannya untuk melihat pengaruh treatment yang dilakukan pada limbah cair tahu terhadap
konsentrasi TSS. Salah satu sumber TSS pada industri tahu yaitu bakteri, karbohidrat dan zat
anorganik lainnya. Hasil analisa pengukuran TSS dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Analisa Pengukuran TSS

HARI Konsentrasi TSS Baku
KE- P1 P2 P3 Mutu

0 330 330 330 mg/L

5 432^ 424^ 404^
10 510^ 405^ 454^
15 748^ 3146^ 1078^ 400

20 1881^ 1546^ 2811^

Sumber : Hasil Penelitian, 2013
*Standar Baku Mutu KepMenLH no 51 Tahun 1995Tentang Baku Mutu Kegiatan Industri

Berdasarkan Tabel 5 menunjukan dengan adanya penambahan EM4 pada limbah cair tahu tidak
menyebabkan perbedaan dalam menurunkan kandungan TSS dengan kontrol (P1). Kondisi
tersebut ditunjukan dengan konsentrasi TSS untuk semua perlakuan mengalami peningkatan.
Hal ini menunjukan bahwa senyawa-senyawa nitrogen yang terdapat dalam limbah cair tahu
terbentuk dalam bahan tersuspensi, selain itu juga ammonia dapat terserap ke dalam bahan-

bahan tersuspensi sehingga mengendap di dasar perairan (Effendi, 2003). Berdasarkan hasil

penelitian di dasar bak terdapat endapan serta timbul bau gas NH3 pada

130

hari ke-15 sampai hari ke-20, kondisi tersebut kemungkinan yang menyebabkan TSS meningkat.
Selain itu juga volume air limbah yang semakin lama semakin berkurang, maka jarak air limbah
dengan endapan di dasar bak semakin dekat yang secara otomatis terjadi pengadukan pada
saat pengambilan sampel akibatnya endapan yang terangkat terukur sebagai TSS yang dapat
meningkatkan konsentrasi TSS. Menurut Puspita (2008) zat tersuspensi merupakan 40% bagian
zat padat total dalam keadaan terapung, zat padat tersuspensi dapat mengembang dan dapat

membentuk tumpukan lumpur yang berbau bila dibuang. Berdasarkan hasil penelitian terdapat
zat padat total dalam keadaan terapung yang berasal dari sisa gumpalan tahu yang terbawa
pada limbah cair tahu sehingga mengembang dan membentuk tumpukan lumpur yang secara
otomatis meningkatkan konsentrasi TSS. Berdasarkan KEP-51/MENLH/10/1995 baku mutu
limbah cair lampiran C untuk kegiatan industri, konsentrasi TSS yang dipersyaratkan yaitu 400
mg/L dengan demikian konsentrasi TSS yang diperoleh masih melebihi baku mutu sehingga

untuk penelitian selanjutnya diperlukan bak pengendap dan adanya penyaringan sebelum
pengolahan sehubungan dengan karakteristik dari limbah cair tahu yang masih mengandung
sisa gumpalan tahu yang berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi TSS. Selain itu volume
operasional selama penelitian perlu diperhatikan sehingga tidak mengganggu proses yang
berlangsung, minimal volume operasional yang tersedia sebanyak 60% dari volume total.

3.3 Unsur Hara Pada Limbah Cair

Tahu 3.3.1 Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan salah satu unsur kimia yang terkandung pada limbah cair tahu.
Sumber utama nitrogen yaitu berasal dari kacang kedelai yang merupakan salah satu
bahan baku dalam produksi tahu. Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam
sintesa protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen

organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein (Fitria, 2008). Bentuk utama nitrogen di air

limbah adalah meterial protein yang dipecah oleh bantuan enzim proteinase menjadi
ammonia, nitrat dan nitrit. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau
sebagai bahan tersuspensi. Jenis nitrogen di air meliputi nitrogen organik, amonia, nitrit,

dan nitrat (Saeni 1989). Nitrogen dapat berperan sebagai pembentukan zat hijau

daun/klorofil padatumbuhan. Oleh karena itu dilakukan pengukuran konsentrasi nitrogen
pada limbah cair tahu, baik yang tidak ditambahkan EM4 atau yang ditambahkan EM4.
Hasil analisa pengukuran nitrogen dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Analisa Pengukuran Nitrogen (N)

Hari Ke- Konsentrasi NTK (%) P3
P1 P2 0,25
1,12
0 0,25 0,25 1,05

10 1,47 1,61

20 0,98 1,12

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan konsentrasi nitrogen pada setiap perlakuan mengalami
peningkatan pada hari ke-10. Hal ini menunjukan bahwa bahan makanan/nutrisi untuk bakteri
dalam keadaan cukup sehingga aktivitas mikroorganisme terdapat dalam EM4 bekerja dengan
efektif dalam menambah unsur hara. Kadar nitrogen pada hari ke-20 mengalami penurunan
karena nitrogen yang berada dalam air limbah mula-mula berasal dari nitrogen organik dalam
bentuk protein, dengan bertambahnya waktu kadar nitrogen organik berkurang karena
dikonversi menjadi ammonia yang kemudian terlepas ke udara dalam bentuk ammonia bebas

sehingga konsentrasi nitrogen yang terukur menjadi berkurang (Effendi, 2003). Konsentrasi

nitrogen untuk semua perlakuan di hari ke-10 dan hari ke-20masih lebih dari 0,4% artinya
limbah cair tersebut baik yang tanpa ditambahkan EM4

131

maupun yang ditambahkan EM4 berpotensi untuk bisa digunakan langsung pada tanaman
sebagai nutrisi yang diperlukan untuk tanaman. Syarat kadar nitrogen dalam pupuk
menurut SNI 19-7030-2004 minimum 0,4%.

3.3.2 Fosfor (P)

Fosfor merupakan salah satu bahan kimia yang sangat penting bagi makhluk hidup. Fosfor
yang terdapat di alam terbagi kedalam dua bentuk yaitu senyawa fosfat organik dan
senyawa fosfat anorganik. Senyawa fosfat organik terdapat pada tumbuhan atau hewan.
Sedangkan senyawa fosfat anorganik terdapat pada air dan tanah, dimana fosfat tersebut

tidak larut dalam air yang kemudian terkikis dan mengendap disedimentasi (Jeffries
danMills, 1996). Hasil analisa pengukuran fosfor dalam bentuk P2O5dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7 Analisa Pengukuran Fosfor

Hari Ke- P1 Konsentrasi P2O5(%) P3
P2

0 0.029497 0.029497 0.029497

10 0.000166 0.00005 0.000147

20 0.000844 0.001231 0.000730

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 7 kadar P pada limbah cair tahu baik yang tidak ditambahkan EM4 maupun
yang ditambahkan EM4 mengalami penurunan dari hari ke-10 sampai dengan hari ke-20. Hal ini
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak P organik menjadi
P anorganik juga menggunakan unsur P untuk aktivitas metabolisme hidupnya

(Notohadiprawiro, 1999) sehingga mengurangi kandungan P tersedia dalam limbah cair. Selain

itu kemungkinan kandungan fosfor yang terkandung pada limbah cair terkikis dan mengendap
sehingga pada saat pengukuran sebagian kadar P tidak terukur karena mengendap di dasar
bak. Hasil dari penelitian di dasar reaktor terdapat endapan/lumpur yang kemungkinan kadar P
mengendap dalam lumpur dan terukur sebagai TSS. Berdasarkan standar SNI 19-7030-2004
kadar P dalam pupuk yang diperbolehkan minimum 0,1% sehingga kadar P yang terdapat
dalam limbah cair tahu baik yang ditambahkan dengan EM4 maupun yang tidak ditambahkan
EM4 masih belum memenuhi standar.

3.3.3 Kalium (K)

Pada dasarnya limbah cair tahu mengandung kadar kalium (K) yang berasal dari kacang
kedelai, sehingga pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar kalium pada limbah cair
tahu, baik yang tidak ditambahkan EM4 atau yang ditambahkan EM4. Bakteri yang terdapat
pada EM4 selama proses penguraian unsur hara membentuk asam organik yang dapat
meningkatkan K+ sehingga dapat berpotensi untuk digunakan langsung pada tanaman

sebagai nutrisi yang diperlukan untuk tanaman (Fitria, 2008). Hasil analisa pengukuran

kalium dalam bentuk K2O dapat dilihat pada tabel 8
Tabel 8 Analisa Pengukuran Kalium (K2O)

Hari Ke- Konsentrasi K2O (%)

P1 P2 P3

0 0,00021 0,00021 0,00021

10 0,14097 0,15989 0,12710

20 0,21208 0,20883 0,19276

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 8 kadar Kalium untuk P1 dan P2 di hari ke-20 cukup berpotensi untuk
dimanfaatkan kembali sebagai nutrisi untuk tanaman karena memenuhi syarat SNI 19-
7030-2004 dalam pupuk minimum 0,2%. Kadar Kalium pada P3 di hari ke-20 masih belum
memenuhi syarat SNI- SNI 19-7030-2004 dalam pupuk minimum yang diperbolehkan yaitu

134

0,2% sehingga P3 tidak digunakan dalam penelitian lanjutan terhadap uji coba terhadap

tanaman Capsicum frutescens L. P2 (LCT+ 5% EM4) yang dianggap berpotensi untuk diuji
cobakan pada tanaman Capsicum frutescens L, sehubungan dengan pertimbangan analisis

sebelumnya, bahwa kandungan nitrogen dan fosfor yang tersedia lebih besar dibanding
dengan P1 dan P3.

3.4 Hasil Akhir Penelitian

Pengamatan terhadap pengaruh dari hasil penambahan limbah cair tahu terhadap uji coba
tanaman cabe rawit yang dilakukan selama 30 hari dapat dilihat pada Gambar 3

Laju pertumbuhan Cabe 60 Keterangan
rawit (%) 50
40 Hari ke‐
30 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
20
10

0
0

Gambar 3. Laju Pertumbuhan Capsicum frutescens L selama 30 hari.
Berdasarkan Gambar 3 menunjukan bahwa P2 berpotensi sebagai nutrisi tanaman dengan
rata-rata laju pertumbuhan 36% dan tumbuhnya bakal cabang dalam waktu kontak 12 hari.
Persentasi tersebut menunjukan bahwa pemupukan menggunakan limbah cair tahu+EM4

(P2) dapat meningkatkan tinggi tanaman Capsicum frutescens L karena limbah cair tahu

mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman terutama unsur N, P dan K. Unsur
N, P, dan K dibutuhkan untuk suplai energi pada pembelahan sel dan kekuatan jaringan

terutama dinding primer pada jaringan batang dan daun (Salibury dan Ross 1995). Unsur

hara yang terdapat pada pupuk organik cair ini akan diserap oleh tanaman

Capsicumfrutescens L. Tanaman Capsicum frutescens L tumbuh dengan baik karena

kebutuhanhidupnya dapat terpenuhi dan proses-proses metabolismenya berjalan dengan
lancar, tetapi dilihat pada Gambar 3 laju pertumbuhan untuk setiap perlakuan tidak
berbeda jauh karena umur tanaman relatif muda sehingga perbedaanya tidak terlihat cukup

jauh tetapi pada hari ke-12 tanaman Capsicum frutescens L untuk P2 tumbuh bakal cabang

yang menunjukan perkembangan yang cukup cepat dan bakal cabang tersebut

menunjukkan bakal tumbuhnya bunga/buah (Nurohman,2011). P3 di hari ke-24 mengalami

penurunan karena tanaman mati karena gangguan eksternal yaitu adanya hama. Penelitian
hanya sampai pada tinggi batang, jumlah daun, dan bakal cabang. Oleh karena itu untuk
penelitian selanjutnya diperlukan pengamatan terhadap buah cabe (produksi cabe), serta
diperlukan pengolahan lebih lanjut mengenai pemanfaatan sebagai pupuk cair organik
tanaman yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 dan Permentan no 70 tahun 2011
sehingga potensi dari limbah cair tahu sebagai pupuk cair organik dapat diaplikasikan.

134

4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan pengolahan limbah cair tahu menggunakan EM4 pada perlakuan P2
mampu menurunkan nilai BOD5 sebesar 97%, COD sebesar 96% di hari ke-5, nilai P
0,001231% di hari ke-20. Serta meningkatkan nilai pH menjadi 7,26 di hari ke-15, TSS sebesar
1546 mg/L di hari ke-20, nilai N 1,12% di hari ke-20 dan nilai K2O 0,2% di hari ke

134

16 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 1, April 2020 e-ISSN 2549-7529 | p-ISSN 1412-0313
https://ejournal.upi.edu/index.php/gea

20. Selain itu hasil uji coba terhadap tanaman Capsicum frutescens L menunjukan bahwa P2

cukup berpotensi sebagai nutrisi terhadap tanaman yang ditandai dengan batang utama tanaman
lebih tinggi sementara daun lebih banyak dibanding dengan penggunaan pupuk NPK (P3) dan
tanpa adanya pemupukan (P1) selain itu batang utama tanaman lebih kuat dan pertumbuhannya
lebih cepat dengan rata-rata laju tinggi pertumbuhan tanaman 36% serta tumbuhnya bakal cabang
dalam waktu kontak 12 hari.

DAFTAR RUJUKAN

Avlenda, E. (2009). Penggunaan Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica) Forsk.) Dan
Genjer(Limnocharis flava (L.) Buch.) Dalam Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit.Bandung: Tesis Pascasarjana Biologi Institut Teknologi Bandung.

Badan Standar Nasional Indonesia no 19-7030-2004 . 2004. Standar kualitas pupuk organik.

Jakarta: SNI 19-7030-2004

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan LingkunganPerairan.

Yogyakarta: Kanisius.

Fitria, Y. (2008). Pembuatan Pupuk Organik cair dari Limbah Cair Industri
PerikananMenggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective Microorganisme 4). Bogor : Program

StudiTeknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Fitriyah, N R.( 2011). Studi Pemanfaatan Limbah Cair Tahu untuk Pupuk Cair Tanaman(Studi
Kasus Pabrik Tahu Kenjeran). Surabaya : Teknik Lingkungan.

Isa, M. (2008). Pengaruh Pemberian Dosis EM4, Cacing Lumbricus Rubellus dan
CampuranKeduanya Terhadap Lama Waktu Pengomposan Sampah Rumah Tangga.

Semarang :Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Jasmiyati, sofia,Thamrin, A. (2010). Bioremediasi Limbah Cair Industri Tahu
MenggunakanEffective Microorganisme 4 (EM4). Riau: Program Studi Ilmu Lingkungan PPS.

Jeffries, M. dan Mills, D. (1996). Freshwater Ecology, principles and Aplication. UK : John Wiley and

Sons, chishester.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 1995. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri

Jakarta: KEP- 51/MENLH/10/1995.

Mulyadi. (1994) Pupuk dan cara pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta
Notohadiprawiro,T. (1999). Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan

Nurhasan dan Pramudyanto, BD. (1991). Penanganan air Limbah Pabrik tahu. Semarang : Yayasan

Bina Karya Lestari.

Nurhasan, A. dan B. B. Pramudyanto. (1997). Pengolahan Air Buangan Tahu. Semarang : Yayasan

Bina Karta Lestari dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

Nurohman, T. (2011). Budidaya Tanaman Cabe dalam polybag. Yogyakarta: Andi.
Puspita, D. (2008). Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) Pada LimbahLaundry

dengan Reaktor Activated Carbon. Yogyakarta : Program Studi Sarjana FakultasTeknik Sipil dan

Perencanaan Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia.

Saeni MS . (1989). Kimia Lingkungan. Bogor : Departernen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen

Pendidikan Tinggi PAU. IPB

Salibury FB dan Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbzihan. ITB Press. Bandung
Sutanto, R. (2002). Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangan.

Yogyakarta : Kanisius.
Takwayana, H. P. (2012). PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries. Dipetik Febuari 05, 2012

dari http://herapoezzpietha.blogspot.com

135

e-ISSN 2549-7529 | p-ISSN 1412-0313

16 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 1, April 2020 https://ejournal.upi.edu/index.php/gea

ZONASI KARAKTERISTIK PENCEMARAN UNTUK

PENYUSUNAN STRATEGI DAN POLA AKSI PENANGANAN

SUNGAI MENUJU CITARUM HARUM (PEMETAAN DENGAN

CITRA TEGAK RESOLUSI TINGGI)

Dede Rohmat1, Iwan Setiawan2, Asri R Affriani3
1,2,3Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]

ABSTRACT
Pollution in the Citarum river basin has an impact on the degradation of river functions.
The surrounding community and the government need a special strategy to maintain the
suitability and sustainability of river functions. This study aims: (1) to find out the
drainage and waste disposal systems pattern in the Citarum river; (2) knowing the
mindset and behavior of the community about the importance of maintaining the role of
the Citarum River for future; and (3) determine the strategy for handling Citarum river
pollution. Spatial approach, survey and FGD (Forum Group Discussion) are used to
study the characteristics of pollution as a compiler of strategies and patterns of action
for handling rivers towards fragrant Citarum. The results showed that most of the waste
discharged directly into the river through the drainage channels without prior
processing. Most are not well connected to each other. The priority problems in the study
area are the absence of: (1) particular institutions to handle the environmental issues;
(2) well-connected drainage system; (3) good and complete handling and treatment of
waste and garbage; (4) the synergy between environment-based programs at the village;
(5) partnership-based activities at the level of the smallest administrative unit/village; (6)
financial support and environmental engineering capabilities. Therefore, the plan of
partnership-based activities among community and stakeholders is needed, which is
oriented to the formation of a strong partnership and synergy to build and develop a
Citarum River pollution handling model.
Keywords: Citarum, Strategy, Pattern of Action, River Pollution

ABSTRAK
Pencemaran pada area Sungai Citarum memberikan dampak terhadap degradasi fungsi
sungai. Masyarakat sekitar dan pemerintah memerlukan strategi khusus demi terjaganya
kesesuaian dan keberlanjutan fungsi sungai. Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui pola
sistem drainase dan pembuangan limbah di sungai Citarum; (2) mengetahui pola pikir
dan perilaku masyarakat tentang pentingnya menjaga peran Sungai Citarum untuk
keberlangsungan kehidupan mendatang; dan (3) menentukan strategi penanganan
pencemaran sungai Citarum. Pendekatan spasial, survei serta FGD (Forum Group
Discussion) digunakan untuk mengkaji karakteristik pencemaran sebagai penyusun
strategi serta pola aksi penanganan sungai menuju Citarum harum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagai besar limbah dibuang langsung ke sungai melalui saluran-
saluran drainase tanpa pengolahan terlebih dahulu. Sebagian besar belum terkoneksi
dengan baik. Secara rill permasalahan prioritas di daerah kajian adalah tidak adanya: (1)
lembaga/kelembagaan khusus untuk menangani masalah lingkungan; (2) sistem drainase

135

yang terkoneksi dengan baik; (3) penanganan dan pengolahan limbah dan sampah yang
baik dan tuntas; (4) sinerginisitas antar program berbasis lingkungan di tingkat desa; (5)
kegiatan berbasis kemitraan pada tingkat satuan adminitratif terkecil/desa; (6) dukungan
dana dan kemampuan rekayasa lingkungan. Oleh karena itu diperlukan perancangan
kegiatan berbasis kemitraan antar stake holder atas nama masyarakat, yang berorientasi
pada terbentuknya kemitraan yang kokoh dan mampu bekerja sinergi untuk membangun
dan mengembangkan row model penanganan pencemaran Sungai Citarum.
Kata kunci: Citarum, Strategi, Pola Aksi, Pencemaran sungai

PENDAHULUAN berjalan efektif dan effisien (Tsaboula et al,
Sungai Citarum menjadi urat nadi bagi
2019). Terdapat beberapa penelitian di DAS
kehidupan masyarakat sepanjang dan sekitan
daerah alirannya. Kondisi sungai Citarum saat Citarum yaitu Distribusi Spasial Tingkat
ini sudah semakin mengkhawatirkan. Masalah
yang ada pada sungai Citarum saat ini adalah Pencemaran Air di Das Citarum
banjir, banyaknya sampah, tebalnya sedimen,
dan banyaknya limbah dibuang ke sungai (Cahyaningsih dan Harsoyo, 2010), Rencana
Citarum. Aktivitas di sekitaran sungai seperti
industri akan berpengaruh terhadap kualitas air Tindak Pengelolaan DAS Citarum(Mulyana
sungai, karena mengakibatkan konsentrasi
limbah yang melebihi daya asimilasi Arif Jaya & Risdiyanto, 2013), Pemodelan
(kemampuan menetralisasi) badan air yang
terkontaminasi (Dawud et al, 2016). Banjir dan Analisis Kerugian Akibat Bencana
Masyarakat sekitar akan terkena dampak dari
pencemaran sungai Citarum, baik secara Banjir di DAS Citarum Hulu (Muin, Muin,
langsung maupun tidak langsung. Sungai
memberikan berbagai fungsi dan layanan Boer, & Suharnoto, 2015) dan Pelatihan
ekosistem yang menopang keanekaragaman
hayati dan kesejahteraan manusia (Singh et al, Pemeliharaan Keletarian Kelestarian Mata Air
2019).
Melalui Implementasi Metoda Imbuhan
Sungai Citarum termasuk dalam wilayah
sungai Strategis nasional. Upaya pemerintah Buatan Sederhana di Kawasan DAS Bagian
untuk pengendalian sungai antara lain dengan
mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor Bagian Hulu (Studi Kasus DAS Citarum Bgian
12 Tahun 2012, yang menyatakan bahwa
sungai merupakan Kawasan Strategis Hulu Mata Air Cisanti) (Rohmat, Setiawan,
Nasional. Gubernur Jawa Barat mengeluarkan
program Citarum Harum. Program tersebut Soemantri, 2015).
berfokus pada perbaikan kondisi sungai
Citarum. Perbaikan tersebut meliputi Upaya pengendalian sungai Citarum
pengendalian kerusakan, pencemaran dan
pemulihan DAS Citarum. Pencemaran sungai sebelumnya sudah dilakukan oleh banyak
merupakan masalah serius bagi kualitas air,
merusak ekologi dan mengancam mata sektor, namun bersifat parsial, sektoral dan
pencaharian masyarakat, terutama di area
perkotaan yang berdekatan dengan industri tidak berlanjut. Kondisi ini menjadikan
(Whitehead et al, 2019). Peran pemerintah dan
masyarakat perlu dibangkitkan untuk program pengendalian tersebut tidak berjalan
pengelolaan sungai Citarum.
dengan sukses, karena tidak dapat bersinergi
Pengelolaan DAS harus didasarkan
kepada pemahaman risiko dan permasalahan antar program dari antar sektor. Oleh sebab itu,
utama yang terjadi, sehingga penanganan akan
program Citarum Harum yang saat ini

digalakkan merangkul berbagai sektor

kementrian termasuk sektor pendidikan agar

dapat diperoleh suatu konsep strategis

bagaimana mengintegrasikan berbagai

kegiatan tersebut agar sinergi dan

berkelanjutan. Manajemen pengelolaan sungai

harus melibatkan berbagai sektor kepentingan

yang berhubungan dengan permasalahan

terkait (Angriani et al, 2019). Aspek sosial

kelembagaan merupakan aspek penting

prioritas yang perlu dikembangkan dalam

pengendalian pencemaran sungai

(Agustiningsih, 2012).

Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui

pola sistem drainase dan pembuangan limbah

di sungai Citarum; (2) mengetahui pola pikir

dan perilaku masyarakat tentang pentingnya

menjaga peran Sungai Citarum untuk

keberlangsungan kehidupan mendatang; dan

136

(3) menentukan strategi penanganan Indeks kerapatan DAS Citarum yaitu 0,28
pencemaran sungai Citarum. Pendekatan km/km2, masuk kepada indeks kerapatan
spasial dan survei digunakan untuk mengkaji sungai sedang. DAS yang membulat memberi
karakteristik pencemaran sebagai penyusun pengaruh yang signifikan terhadap waktu
strategi serta pola aksi penanganan sungai konsentrasi run off untuk terkonsentrasi di
menuju Citarum harum. Penelitian ini dapat badan Sungai Citarum. Kajian penelitian
menjadi sumbangsih bagi institusi terkait dan meliputi daerah DAS Citarum yang berada di
masyarakat yang menangani permasalahan di 2 kecamatan meliputi 3 Desa yaitu Desa
area sungai Citarum. Pameuntasan, Desa Cilampeni dan Desa
Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa
STUDY AREA Barat. Daerah penelitian berada pada bagian
Sungai Citarum memiliki panjang Cekungan Bandung dengan elevasi rata-rata
662 mdpl.
kurang lebih 300 km degan hulu di Gunung
Wayang dan hilir di Kabupaten Karawang.

Gambar 1. Peta Lokasi Studi

METODE PENELITIAN di DAS Citarum, Mengkaji CAT
Penelitian ini dilakukan secara (Cekungan Air Tanah).
4. Mengkaji tingkat kualitas air.
bertahap dengan penyesuaian kondisi eksisting 5. Mengkaji perilaku masyarakat DAS
sekitar yang dilakukan selama 3 tahun, mulai Citarum serta pengaruhnya terhadap
tahun 2018 hingga tahun 2020. Identifikasi kondisi DAS Citarum.
spasial, survei serta FGD (Forum Group 6. Menentukan daerah skala prioritas untuk
Discussion) dipakai untuk mengetahui lingkup penanganan pencemaran air di DAS
kajian. Berikut lingkup kajian yang dianalisis: Citarum.
1. Inventarisasi dan identifkasi kondisi 7. Rumusan pengendalian DAS Citarum
yang sudah dilakukan
hidrologis DAS Citarum. 8. Rumusan strategi dan pola aksi
2. Deliniasi batas DAS Citarum. “Pengendalian DAS Citarum”.
3. Kajian penyebab pencemaran air,

Identifikasi Sub-DAS Kritis yang terdapat

137

9. Daerah, objek, dan skala proritas mendatang; dan (3) menentukan strategi
pengendalian DAS Citarum. penanganan pencemaran sungai Citarum.
Tehnik sampling yang dipakai yaitu purposive
10. Pilot Project strategi dan rencana aksi sampling dengan jumlah 75 responden dengan
pengendalian DAS Citarum. kondisi desa. Instrumen penelitian mengacu
Pengetahuan ruang lingkup kajian kepada kondisi sosial ekonomi, kondisi rumah,
kondisi bangunan rumah, luas rumah, sumber
berfungsi untuk merinci tujuan penelitian air, kondisi sanitas dan sampah, dampak
yaitu: (1) mengetahui pola sistem drainase dan banjir, dan strategi penanganan pencemaran
pembuangan limbah di sungai Citarum; (2) Citarum.
mengetahui pola pikir dan perilaku masyarakat
tentang pentingnya menjaga peran Sungai
Citarum untuk keberlangsungan kehidupan

Gambar 2. Alur Proses Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN ditempuh oleh penduduk rata-rata yaitu
sekolah menengan dasar (SD). Pekerjaan yang
a. Kondisi Sosial Ekonomi ditekuni penduduk di lokasi penelitian
sebagian besar adalah buruh. Pekerjaan
Wilayah penelitian mayoritas lainnya adalah pedagang, karyawan swasta,

merupakan penduduk pendatang dengan

persentase 53%. Pendidikan yang pernah

138

guru dan lainnya. S Status kepemilikan rumah memiliki septic tank mengalirkan buangan dari
di lokasi penelitian umumnya sudah milik WC maupun limbah cair rumah tangga ke
sendiri dengan mayoritas merupakan kondisi selokan, baik secara terpisah maupun tidak.
bangunan rumah permanen. Sebaran ukuran Selain itu, masih banyak masyarakat yang
rumah di lokasi kajian relative merata dari membuang limbah cair dari rumah tangganya
ukuran kecil, yaitu ukuran lebih kecil dari 50 tidak ke dalam septic tank yang ada di
m2 hingga lebih dari 100 m2 persentasenya rumahnya, akan tetapi ke selokan yang ada di
berkisar antara 36 persen himgga 26 persen. sekitarnya. Dari hasil wawancara yang
Sebagian besar penduduk di wilayah kajian diperoleh dapat diketahui bahwa dari 52
memanfaatkan sumur sebagai sumber air masyarakat yang memiliki septic tank, hanya 9
sehari-hari (72%). Sebagain lainnya orang yang mengalirkan limbah cair rumah
menggunakan air dari PDAM (18,7%), dan tangganya ke dalam septic tank, sisanya yakni
sisanya menngunakan air dari sumur dan sejumlah 42 orang mengalirkan limbah cair
campuran antara dari sumur dan dari pabrik. rumah tangganya ke selokan yang ada di
sekitarnya. Selokan yang ada di wilayah
b. Kondisi Sanitasi dan Sampah tersebut mengalir ke sungai, baik sungai utama
Dalam hasil penelitian mengenai kondisi Citarum maupun anak sungainya. Sehingga
dapat diketahui bahwa limbah rumah tangga
sanitasi masyarakat di ketiga desa tersebut, dan buangan dari masyarakat sekitar sungai
dapat di ketahui bahwa belum semua memiliki andil dalam pencemaran sungai.
masyarakat yang tinggal disana memiliki Berikut merupakan rincian tabel 1,2, dan 3
septic tank di rumahnya masing-masing. Dari kondisi sanitasi, penanganan sampah dan
75 responden yang diwawancarai, 23 orang kelembagaan.
diantaranya belum memiliki septic tank sendiri
di rumahnya. Masyarakat yang belum

Tabel 1. Kondisi Sanitasi

Tabel 2. Penanganan Sampah

139

Tabel 3. Kelembagaan

c. Dampak Banjir biasanya. Masyarakat berpendapat bahwa
Berdasarkan hasil wawancara, dari 75 peristiwa banjir dapat sangat menghambat
aktivitas masyarakat yang seharusnya bekerja,
responden 39 orang diantaranya pernah sekolah, maupun aktivitas lainnya, karena
mengalami banjir baik dengan frekuensi frekuensi yang tinggi, waktu banjir yang lama,
rendah, sedang maupun tinggi. Dari 39 orang kedalaman banjir yang tinggi, dan cakupan
yang mengalami banjir, 29 di antaranya wilayah yang luas (Tabel 4). Penyakit yang
menyatakan bahwa banjir memiliki dampak umumnya muncul dari banjir diantaranya DB,
terhadap menurunnya perekonomian, penyakit kulit, dan diare. Dalam hal ini,
terhambatnya aktivitas, serta munculnya masyarakat terbantu dengan fasilitas kesehatan
penyakit (Tabel 4). Dari hasil wawancara gratis yang diberikan pemerintah bagi warga
diketahui bahwa dampak banjir terhadap yang terkena banjir. Berdasarkan analisis
perekonomian dirasakan oleh responden yang ditemukan pernyataan masyarakat akibat
berprofesi sebagai pedagang, akibat dari banjir dampak banjir (tabel 5).
responden tidak bisa berjualan seperti

Tabel 4. Kejadian Banjir di Lokasi Penelitian

Tabel 5. Dampak Banjir

140

d. Strategi Penanganan Pencemaran intensitas pemeliharaan waduk dan biaya
Citarum
Secara empiris, beberapa dampak yang operasi dan pemeliharaan sungai dan waduk
menjadi sangat mahal; (7) konflik horizontal;
ditimbulkan akibat kualitas air sungai yang
jelek, antara lain: (1) tuntutan perlakuan dan dan (8) nama baik Indonesaia di mana dunia.
teknologi pengolahan air bersih yang
bersumber dari air baku sungai menjadi lebih Beberapa identifikasi dampak di atas,
berat dan mahal; (2) pencemaran udara, bau; menunjukkan bahwa sungai yang semestinya
(3) pencemaran airtanah, sumur penduduk; (4) berfungsi sebagai penyangga dan pendukung
gannguan kesehatan lingkungan yang kehidupan “diubah” menjadi beban hidup dan
berimbas pada ganguan kesehatan penduduk kehidupan. Sungai yang semestinya menjadi
sekitar, penyakit pencernaan dan saluran
pernafasan; (5) tingkat kenyamanan penduduk lambang dari kemakmuran, kesejateraan, dan
sekitar sunhai menjadi sangat rendah; (6) kedamaian “berubah” menjadi sumber

masalah dan petaka.

Gambar 2. Desa Pameuntasan

Desa Pameuntasan, Kecamatan kesadaran dan pengetahauan masyarakat
Kutawaringin Kabupaten Bandung, terhadap perlunya sanitasi-lingkungan; belum
merupakan salah satu desa yang wilayahnya adanya penanganan dan pengelolaaan limbah
langsung berbatasan dengan sungai Citarum dan sampah yang baik, tuntas dan aman; belum
(Gambar 2). Secara empirik nampak bahwa sinerginya berbagai program dan kegiatan
desa ini belum mempunyai system saluran pemerintah berbasis lingkungan di tingkat
drainase dan pengolahan limbah dan sampah desa; mendesaknya penanganan system
yang terintegrasi dan terkoneksi dengan baik; drainase dan perkuatan tebing sungai; masih
dan sanitasi lingkungan masih sangat perlu terbatasnya intensitas pengangkutan sampah;
diperbaiki. Selain itu, isu-isu yang potensi pencearan airtanah dan udara; potensi
berkembang di desa ini antara lain: rendahnya konflik horizontal; keterbatasan respons stake

141

D. Rohmat, I. Setiawan, A. R. Affriani. Zonasi Karakteristik Pencemaran … 23

holder terhadap keluhan dan kebutuhan penanganan dan pengolahan limbah dan

masyarakat; dan belum terbangunnya sampah;

Lembaga yang bekerja untuk membangun 7. membantu/memfasilitasi penyusunan

kepedulian Masyarakat tentang pentingnya rencana pelaksanaan program perbaikan

Sanitasi-Lingkungan yang baik. lingkungan secara sinergi dan terintegrasi;

Dalam konteks lokasi Sungai Citarum, 8. membantu dan memediasi dalam

strategi penanhanan pencemaran ditujukan implementasi kemitraan untuk

untuk memperbaiki, menjaga dan kualitas pelaksanaan pembangunan hasil

lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar perencanaan/perancangan, baik

Sungai Citarum, namun juga ditujukan untuk pengelolaan system drainase, limbah,

memperbaiki dan memelihara kualitas air sampah, maupun degradasi sanitasi-

Sungai Citarum. Megingat panjangnya lingkungan lainnya;

sungai citarum, luasanya DAS yang Target atau sasaran akhirnya adalah:

mempemgaruhi air sungai Citarum, bannyak 1. Terbentuknya lokasi Pilot Kajian sebagai

dan variatifnya desa yang terdapat di Citarum row model Desa Peduli Sanitasi yang

sudah barang tentu pekerjaan memperbaiki bercirikan: mempunyai kelembagaan

kualitas air sungai citarum bukan pekerjaan sanitasi-lingkungan; sanitasi-

mudah dan instan. Namun demikian, kegiatan lingkugannya baik, aman dan sehat; dan

strategi penanganan pencemaran ini perlu mandiri dalam pengelolaan sanitasi.

dilakukan dalam satu tempat/lokasi yanh 2. Terbentuknya kemitraan yang kokoh dan

terbatas sebagai pilot kajian. Hasilmya mampu bekerja sinergi untuk membangun

diharapkan menjadi row model tentang dan mengembangkan row model

bagaimana melakukan penataan penanganan pencemaran Sungai Citarum.

lingkungan/sanitasi di tingkat desa/kampung

dengan basis kemitraan. Hingga, jika kegiatan SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan
sejenis dikembangkan ke wilayah yang lebih wawancara dengan masyarakat, dapat
disimpulkan beberapa hasil berikut:
luas akan memberikan dampak positif bagi 1. Sebagain besar limbah dibuang langsunh

perbaikan kualitas air sungau Citarum. ke sungai melalui saluran-saluran drainase
tanpa pengolahan terlebih dahulu. Saluran
Berdasarkan fakta di atas, perlu drainase ini, sebagai belum terkoneksi
dengan baik, hinggag terdapat genangan di
dilakukan Rancang Bangun Penataan Sanitasi beberapa saluran dan lahan. Kondisi ini
menimbulkan bau yang kurang sedap dan
berbasis Kemitraan. Tujuannya adalah: lingkungan yang tidak sehat.
2. Secara rill permasalahan prioritas di daerah
1. membangunan kemitraan antara kajian adalah:
a) tidak adanya lembaga/kelembagaan
Perguruan Tinggi, pihak Desa, Pemerintah
khusus untuk menangani masalah
Daerah, dan stake holder lain untuk secara lingkungan
b) tidak adanya system drainasse yang
bersama-sama berusaha memperbaiki air terkoneksi dengan baik;
c) tidak ada adanya penanganan dan
dan sungai Citarum melalui Pembentukan pengolahan limbah dan sampah yang
baik dan tuntas;
dan pengembangan Desa Peduli Sanitasi; d) tidak adanya sinerginisitas antar
program berbasis lingkungan di tingkat
2. membantu memfasilitasi meningkatkan desa;
e) belum terbentuk kegiatan berbasis
kesadaran dan pengetahuan masyarakat kemitraan pada tingkat satuan
adminitratif terkecil/desa, yang dapat
tentang pentingnya sanitasi lingkungan

yang baik dan aman;

3. memasiltasi pembentukan/pengembangan
kelembagaan “peduli Sanitasi” di tingkat

desa;

4. membantu dalam Pencanangan Desa

Pameuntasan sebagai Desa Peduli Sanitasi

yang nagai

5. membantu/memfasilitasi penyusunan

perencanaan/perancangan system drainase

yang terkoneksi dengan baik dan aman;

6. membantu/memfasilitasi penyusunan

perencanaan/perancangan system

142

dijadikan row model (kelembagaan dan sampaj, maupun degradasi sanitasi-
fisik) penanganan dan pengolahan lingkungan lainnya;
REKOMENDASI
limbah, sampah dan drainase secara Berdasarkan kesimpulan di atas, maka
direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
terintegrasi, sinergi dan berkelanjutan. 1. Melalukan pemetaan terhadap masalah
pencemaran terutama yang bersumber dari
3. Sebagian besar masyarakat mengerti dan ruman tangga dan insdutri. Pemetaan tidak
paham tentang perlunya lingkungan yang bersifat pemetaan fisik tetapi juga
pemetaan terhadap pola pikir, mentalitas
sehat, terbukti dengan beberapa kegiatan dan prilaku masyarakat. Kegiatan ini sdh
dimulai namun masih belum tuntas dan
yang sudah dilaksanakan walaupun perlu dilanjutkan dan diperdalam
2. Melakukan pilot tindakan pengendalian
semampunya masyrakat dan belum tuntas. pencemaran untuk suatu lokasi tertentu
yang berorientasi pada:
Permasalahan dana dan kemampuan a) Terbentuknya lokasi Pilot Kajian
sebagai row model Desa Peduli
rekayasa lingkungan yang belum Sanitasi yang bercirikan: mempunyai
kelembagaan sanitasi-lingkungan;
memamdai sebagai salah satu sanitasi-lingkugannya baik, aman dan
sehat; dan mandiri dalam pengelolaan
penyebabnya. Oleh karenan itu sanitasi.
b) Terbentuknya kemitraan yang kokoh
diperkukan perancangan kegiatan berbasis dan mampu bekerja sinergi untuk
membangun dan mengembangkan row
kemitraan antar stake holder dan model penanganan pencemaran Sungai
Citarum.
masyarakat, dengana tujuan:
DAFTAR PUSTAKA
a) membangunan kemitraan antara Agustiningsih, D. Sasongko, S, B. & Sudarno.

Perguruan Tinggi, pihak Desa, 2012. Analisis Kualitas Air dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai
Pemerintah Daerah, dan stake holder Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal
lain untuk secara bersama-sama Presipitasi, 9. 64-71. ISSN 1907-87X.

berusaha memperbaiki air dan sungai Anggiani, P. Sumarni, Ruja, L.N. & Bachri,
Citarum melalui Pembentukan dan S. 2018. River Management: The
Importance of The Roles of The Public
pengembangan Desa Peduli Sanitasi; Sector and Community in River
Preservation in Banjarmasin (A Case
b) membantu memfasilitasi Study of The Kuin River, Banjarmasin,
South Kalimantan - Indonesia).
meningkatkan kesadaran dan Sustainability Citien and Society, 43, 11-
pengetahuan masyarakat tentang 20.
https://doi.org/10.1016/j.scs.2018.08.00
pentingnya sanitasi lingkungan yang 4
baik dan aman;
Dawud, M. Namara, I. Chayati, N. &
c) memfasiltasi di Muhammad, F. 2016. Analisis Sistem
Pengendalian Pencemaran Air Sunga
pembentukan/pengembangan
kelembagaan “peduli Sanitasi”

tingkat desa;

d) membantu dalam Pencanangan Desa
Pameuntasan sebagai Desa Peduli

Sanitasi yang berkelanjutan
e) membantu/memfasilitasi penyusunan

perencanaan/perancangan system
drainase yang terkoneksi dengan baik

dan aman;

f) membantu/memfasilitasi penyusunan

perencanaan/perancangan system

penanganan dan pengolahan limbah

dan sampah;

g) membantu/memfasilitasi penyusunan

rencana pelaksanaan program

perbaikan lingkungan secara sinergi

dan terintegrasi;

h) membantu dan memediasi dalam

implementasi kemitraan untuk

pelaksanaan pembangunan hasil

perencanaan/perancangan, baik

pengelolaan system drainase, limbah,

143

PENCEMARAN PERAIRAN AKIBAT KADAR AMONIAK YANG TINGGI DARI LIMBAH
CAIR INDUSTRI TEMPE

Sampe Harahap
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau
Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang Km 12,5 Panam, Riau

Email :[email protected].

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di tempat industri tempe Tuah Karya Pekanbaru. Tujuan penelitian ini
adalah mengkaji pengaruh pemakaian biofilter tempurung kelapa sawit dalam menurunkan kadar
amoniak pada limbah cair tempe. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksprimen, menggunakan dua unit reaktor biofilter bermedia tempurung kelapa sawit dan tanpa
media tempurung kelapa sawit. Dengan menghitung efektifitas penurunan kadar amoniak. Hasil
pengukuran kadar amoniak pada inlet berkisar 23,37 – 39,12 mg/L, rata-rata 33,67 mg/L dan pada
outlet berkisar 19,7- 27,63 mg/L dengan rata-rata 24,91 mg/L. Pada kondisi reaktor stabil dan selama
variasi waktu tinggal 1, 3, dan 5 hari, diperoleh kadar amoniak pada inlet berkisar 25,52 – 39, 48
mg/L dan kadar amoniak pada outlet berkisar 18,85 – 30, 64 mg/L dengan efektivitas penurunan
kadar amoniak antara inlet dan outlet berkisar 6,73 – 46,16%. Sedangkan pada reaktor tanpa media
diperoleh kadar amoniak pada inlet berkisar 33,12 – 41,35 mg/L dan pada outlet berkisar 28,17 –
34,69 mg/L.

Kata kunci : Limbah industri kelapa sawit, dan Amoniak.

ABSTRACT

This research on using of palm shell (Elais guineensis) as biofilter media with aerob system to
decrease amoniak in tempe industry waste in Tuah Karya Pekanbaru, The aim is to know the using of
palm shell to eficient of ammonia decrease in tempe industry waste. This research was done by
method eksperiment. Based on this research, during the seeding period the valuce of ammonia 23,37-
39,12 mg/L in inlet and 19,78-27,63 mg/L The value of ammonia during the inti period, using the
palm shell was 25,52-39, 48 mg/L in inlet and 18-85-30,64 mg/L in outlet. Without using the palm
shell found value of ammonia was around 33,12-41,35 mg/L in inlet and 28,17-34,69 mg/L in outlet.
Based on the results known that us more effecient to decrease the ammonia by using the palm shell
than without using the palm shell.

Keywords : Ammonia decrease, anaerob-aerob system, and palm shell

I. PENDAHULUAN rumah tangga. Tempe telah diakui sebagai
makanan yang bergizi dan murah sehingga
Tempe merupakan makanan yang menjadi makanan yang digemari oleh
terbuat dari bahan baku kedelai dan prosesnya masyarakat. Konsumsi tempe masyarakat
masih sederhana dan terbatas pada skala

144

tidak terlepas dari pengaruh kondisi sosial jumlah berlebihan. Zonneveld, Huisman dan

budaya dan perilaku. Ditinjau dari bahan Boon (1991) menyatakan bahwa amoniak

bakunya, tempe terbuat dari kedelai (Glycine dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan

spp) dan menurut Sarwono (1989) bahwa hasil insang ikan dan pada pH lebih dari 8 amoniak

produksi kedelai di Indonesia lebih dari yang terserap dalam darah akan

separohnya dipergunakan untuk bahan baku mengakibatkan kerusakan sistem organ ikan.

pembuatan tempe dan tahu. Namun saat ini Pemerintah menetapkan Kep -

kendala yang dapat mengancam kelangsungan 51/MENLH/10/1995, sebagai baku mutu

usaha tempe adalah mahalnya harga kedelai. dimana kadar amoniak berkisar antara 1 - 5

Hampir di setiap kota di Indonesia, mg/L. Amoniak dalam limbah cair tempe

termasuk Kota Pekanbaru dijumpai industri tersebut akan diuraikan oleh bakteri (anaerob
tempe yang umumnya masih berskala rumah – aerob) seperti bakteri Bacteroides,

tangga dan beberapa diantaranya masuk dalam Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus,

wadah Koperasi Pengrajin Tempe Indonesia dan Streptococcus.

(KOPTI) dengan jumlah anggota mencapai Besarnya beban pencemaran yang

43.000 dan INKOPTI sebagai induknya ditimbulkan menyebabkan gangguan yang

(Herlambang, 2002). Pada umumnya limbah cukup serius terutama pada perairan disekitar

cair yang dibuang ke sungai tidak dilengkapi industri tempe. Untuk mengolah limbah cair

dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah yang mengandung senyawa organik umumnya

(IPAL). Semakin tinggi produksi tempe akan digunakan teknologi pengolahan limbah cair

meningkatkan volume limbah cair yang secara biologis baik pada kondisi aerobik

dihasilkan. Limbah cair mengandung polutan maupun anaerobik atau kombinasi keduanya.

organik yang apabila tidak terurai dengan baik Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui

maka akan mengakibatkan meningkatnya sejauh mana penurunan kadar amoniak pada

kadar amoniak. Sumber utama amoniak sistem pengolahan limbah secara aerob.

berasal dari pembusukan bahan organik yang Pengolahan yang digunakan dalam

mengandung protein apabila proses penelitian ini yaitu secara biologis dengan

penguraian (bakteri nitrifikasi), terjadi proses biomassa melekat (attached culture)

kekurangan oksigen dalam perairan maka atau biakan melekat yaitu proses pengolahan

akumulasi amoniak menjadi tinggi, akhirnya limbah cair dimana mikro organisme yang

akan merusak ekosistem sungai dan digunakan dibiakkan pada suatu media

mematikan organisme perairan. sehingga mikroorganisme tersebut melekat

Amoniak berdampak negatif bagi pada permukaan media. Salah satu sistem

organisme perairan dan manusia apabila dalam tersebut dikenal dengan trickling filter at

145

148

biofilter. Saat ini pemakaian sistem biofilter efektifitas penurunan kadar amoniak berdasarkan
dengan sistem aerob yang bermedia struktur waktu tinggal berikutnya. Pada kondisi biofilter
sarang tawon terbuat dari bahan plastik PVC tempurung kelapa sawit sistem aerob dianggap
untuk mengolah berbagai limbah cair telah stabil dengan memberikan variasi waktu tinggal,
berhasil digunakan. Namun, media sarang maka pemanfaatan tempurung kelapa sawit
tawon tersebut harganya relatif mahal, jika sebagai media biofilter mampu menurunkan
dimanfaatkan oleh industri tempe. Oleh sebab kadar amoniak dari 3,75 mg/L (11,87 %)
itu perlu dilakukan upaya pengganti media menjadi 15,16 mg/L (43,42 %) dibandingkan
sarang tawon dengan yang lebih murah, tanpa media biofilter hanya tercapai 1,54 mg/L
mudah diperoleh, ketersediaan cukup seperti (4,55%) menjadi 10,54 mg/L (26,65%). Semakin
tempurung kelapa sawit. Tempurung kelapa lama waktu tinggal, efektifitas penurunan
sawit merupakan lapisan keras yang terdiri senyawa organik semakin tinggi.
dari silikat, lignin, selulosa, pentosa, metoksil
dan berbagai mineral. Kandungan senyawa-
senyawa ini sangat bervariasi tergantung jenis
kelapanya. Dengan demikian tempurung
kelapa sawit merupakan sumber penyedia

arang aktif dan dapat dimanfaatkan sebagai
media untuk menghilangkan bau, menurunkan
amoniak dan dapat digunaka sebagai penjernih
limbah cair (Pulungkun, 2001).

II. DATA DAN PENDEKATAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen dengan menggunakan dua unit
reaktor biofilterdimana satu unit biofilter bermedia
tempurungkelapa sawit dan satunya lagi tanpa
diberikan media. Tujuannya untuk membandingkan
kadar amoniak dalam limbah cair industri tempe.

III .KESIMPULAN

Pada masa pembiakan mikro
organisme selama 30 hari, efektifitas
penurunan kadar amoniak secara aerob pada
biofilter tempurung kelapa sawit hanya
mencapai 30,78 % dan akan berpengaruh pada

148

Nilai suhu selama penelitian diperoleh
relatif stabil berkisar 27,3 – 28,3 0 C dan pH
netral 7 sedangkan kandungan oksigen
terlarut menurun pada bagian outlet reaktor
biofilter baik yang bermedia maupun tanpa
media.

Berdasarkan dari hasil pengukuran
kadar amoniak selama penelitian,
penurunannya masih relatif rendah dan
masih diatas baku mutu hal ini disebabkan
masih terdapatnya kelemahan dari sistem
penggunaan media yang digunakan, karena
ukuran, bentuk dan luas permukaan media
sangat berpengaruh dalam pembentukan
lapisan biofilm didalam reaktor.

Pada penelitian selanjutnya
disarankan untuk menambah waktu tinggal
untuk meningkatkan efektifitas penurunan
kadar amoniak biofilter tersebut. Selain itu
disarankan juga dalam penggunaan media
tempurung kelapa sawit ukuran yang
digunakan lebih besar dan susunannya tidak
terlalu rapat antara satu dengan yang lain.
Hal ini untuk mempermudah mikro
organisme untuk melekat dan memiliki
ruang gerak yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Bitton, G. 1994. Wastewater Microbiology,
A John Wiley and Sons, Inc.,New
York. 478 p.

Flathman, P. E. 1994. Bioremediation Field
Exprience, United State of Amerika.
CRC Press,inc.

148

Grady, C. P. L and Lim, H. C., 1980.
“Biological Wastewater Treatment”

Marcel Dekker Inc. New York.

Herlambang, A. 2002. Pengaruh Pemakaian
Biofilter Struktur Sarang tawon pada
Pengolah Limbah Organik Sistem
Kombinasi Anaerobik-Aerobik (Studi
Kasus Limbah Tahu dan Tempe.
Disertasi Program Pasca Sarjana IPB,
Bogor. 304 hal.

Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor : Kep-

05/MENLH/10/1995, tentang

Pedoman Penetapan Baku Mutu

Lingkungan.

Naibaho. P., 1998, “Teknologi Pengolahan
Kelapa Sawit” Pusat Penelitian

Kelapa Sawit Medan

Palungkun, R.2001. Aneka Produk Olahan
Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

149


Click to View FlipBook Version