The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Sejak lama politik dan kepentingan suatu negara hanya dikaitkan dengan hal-hal yang ada di bumi, namun sejak Perang Dingin terjadi, perebutan pengaruh politik dituangkan dengan pengembangan teknologi besar-besaran, salah satunya adalah teknologi antariksa yang dimulai oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat, Dalam konteks ini, peningkatan jumlah satelit yang mengorbit di antariksa dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara yang terletak terutama pada jalur orbit satelit.
Banyak pihak memandang peredaran satelit di orbit antariksa sebagai potensi risiko terhadap keamanan nasional karena dampak yang dapat dihasilkannya, terutama terkait dengan masalah sampah antariksa yang memiliki potensi kerusakan signifikan pada wilayah yang terkena dampak. Selain itu, ada juga masalah hukum dan etika yang harus dihadapi, termasuk masalah hak milik atas sumber daya antariksa dan dampak lingkungan dari aktivitas kegiatan antariksa. Meski demikian, perkembangan eksplorasi antariksa untuk kepentingan nasional negara-negara maju telah membawa dunia ke ambang era penemuan dan inovasi baru.
Dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan yang terus berlanjut, diharapkan perkembangan lebih lanjut dapat meraih pencapaian yang luar biasa dalam penjelajahan antariksa di masa mendatang.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ika tyana, 2023-11-15 23:04:27

Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara

Sejak lama politik dan kepentingan suatu negara hanya dikaitkan dengan hal-hal yang ada di bumi, namun sejak Perang Dingin terjadi, perebutan pengaruh politik dituangkan dengan pengembangan teknologi besar-besaran, salah satunya adalah teknologi antariksa yang dimulai oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat, Dalam konteks ini, peningkatan jumlah satelit yang mengorbit di antariksa dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara yang terletak terutama pada jalur orbit satelit.
Banyak pihak memandang peredaran satelit di orbit antariksa sebagai potensi risiko terhadap keamanan nasional karena dampak yang dapat dihasilkannya, terutama terkait dengan masalah sampah antariksa yang memiliki potensi kerusakan signifikan pada wilayah yang terkena dampak. Selain itu, ada juga masalah hukum dan etika yang harus dihadapi, termasuk masalah hak milik atas sumber daya antariksa dan dampak lingkungan dari aktivitas kegiatan antariksa. Meski demikian, perkembangan eksplorasi antariksa untuk kepentingan nasional negara-negara maju telah membawa dunia ke ambang era penemuan dan inovasi baru.
Dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan yang terus berlanjut, diharapkan perkembangan lebih lanjut dapat meraih pencapaian yang luar biasa dalam penjelajahan antariksa di masa mendatang.

Keywords: Dirgantara,Antariksa

50 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Kebijakan kerja sama antariksa dengan berbagai negara secara bilateral dan multilateral serta dengan aktor nonpemerintah pada dasarnya diarahkan untuk mendukung pelaksanaan diplomasi Indonesia dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Selain itu, diplomasi antariksa yang dilaksanakan sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, serta dapat ditujukan untuk meningkatkan peran kepemimpinan Indonesia di pentas global dalam melaksanakan ketertiban dunia guna mendukung kepentingan nasional Indonesia. Diplomasi antariksa dapat dimanfaatkan sebagai peluang kerja sama internasional di berbagai bidang. Di samping peluang tersebut, banyak juga tantangan yang harus dihadapi, apalagi setelah meningkatnya ketidakpastian global (global uncertainty). Kerja sama Indonesia dalam bidang antariksa membuka berbagai peluang, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Peluang yang bersifat internal dapat dimanfaatkan melalui implementasi agreement, kerja sama penguatan kapasitas teknis maupun manajerial, pembiayaan pembangunan menggunakan hibah dan pinjaman, termasuk mekanisme pendanaan program yang inovatif, misalnya blended finance dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Indonesia dapat memanfaatkan organisasi internasional atau negara berekonomi besar sebagai sarana untuk mendapatkan investasi


51 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara dalam jangka panjang. Diplomasi antariksa juga dapat menjadi sarana untuk mendukung transformasi teknologi antariksa di dalam negeri dengan meningkatkan pertumbuhan pada sektor potensial, meningkatkan struktur berbasis nilai tambah tinggi, serta meningkatkan produktivitas berbasis inovasi dan high-skilled. Selain itu, diplomasi antariksa juga dapat memberikan pengaruh dan peluang yang bersifat eksternal, khususnya dalam menyuarakan kepentingan nasional dan memainkan peran sebagai agenda-setter untuk menyuarakan aspirasi dan mengarahkan isu, norm-setter untuk mendorong tata kelola hubungan antarnegara berdasarkan aturan dan norma, bridgebuilder untuk menjembatani perbedaan antaranggota yang berlainan kepentingan dan budaya, serta peace-maker untuk mengupayakan perdamaian antarnegara anggota maupun antarnegara dalam sistem internasional. Peran tersebut juga dapat dimanfaatkan dan diarahkan untuk memperbaiki posisi Indonesia dalam pemeringkatan pembangunan secara global. Peringkat global Indonesia pada tahun 2020 antara lain Global Democracy Index (peringkat 64 dari 167 negara), Sustainable Development Goals (SDGs) Index (posisi 101 dari 193 negara), Human Development Index/HDI (posisi 107 dari 189 negara), Commitment to Development Index/CDI (posisi 34 dari 40 negara), dan lain-lain. Diplomasi antariksa Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan dalam memaksimalkan pemanfaatannya. Secara


52 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. internal, tantangan diplomasi antariksa masih berputar pada permasalahan kerja sama dan koordinasi antarkementerian/ lembaga terkait, terutama yang berhubungan dengan hambatan struktural dan proses birokrasi serta pemenuhan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Sementara itu, pemanfaatan diplomasi antariksa juga menghadapi tantangan bersifat eksternal yakni adanya berbagai faktor, seperti perubahan politik regional dan global, kondisi makroekonomi, termasuk krisis ekonomi regional dan global yang mengarah pada tingginya ketidakpastian global (global uncertainty), serta kompleksitas ketidakseimbangan posisi dan kekuasaan negara-negara dalam sistem internasional. Penguatan posisi Indonesia dalam menghadapi persaingan kepentingan menjadi sangat penting dalam upaya memaksimalkan manfaat diplomasi antariksa pencapaian kepentingan nasional. Secara umum, Indonesia perlu terus mempertahankan keterlibatannya dalam berbagai kerja sama dan organisasi internasional terkait keantariksaan, sebagai bagian dari perwujudan diplomasi Indonesia dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Namun demikian, dalam mengoptimalkan pemanfaatannya, pemerintah perlu merumuskan suatu strategi dan/atau blueprint dalam memanfaatkan diplomasi antariksa, termasuk perumusan peran Indonesia dalam organisasi internasional keantariksaan, melalui penggunaan pendekatan terintegrasi, sehingga di masa mendatang dapat


53 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara menjadi acuan arah kebijakan bagi keterlibatan kementerian/ lembaga dalam organisasi internasional. Pada tataran teknis pelaksanaan, pemerintah juga perlu melakukan beberapa upaya, antara lain: 1. Perbaikan dan peningkatan kualitas koordinasi antarkementerian/lembaga, mengingat isu-isu yang dibahas pada suatu kerja sama antariksa sering kali bersifat lintas sektor. 2. Penajaman prioritas, target, dan strategi dengan menempatkan kepentingan nasional sebagai dasar kebijakan keterlibatan instansi penjuru pada organisasi internasional. 3. Penguatan kapasitas diplomasi, substansi, dan teknis para aparatur Indonesia sehingga dapat mendikte ide-ide dan regulasi-regulasi pada kerja sama antariksa agar selaras dengan kepentingan Indonesia. 4. Pembangunan jejaring atau networking pada tingkat teknis dengan negara-negara yang berpandangan sama untuk meningkatkan daya tawar dalam menghadapi persaingan kepentingan antara negara besar. 5. Pengembangan alternatif strategi guna menyikapi tantangan dalam aspek anggaran, terutama untuk pembayaran kontribusi keanggotaan, mengingat penundaan atau penghentian pembayaran yang dapat berpengaruh pada kehilangan hak suara, hak pemanfaatan program, dan sebagainya.


54 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Adapun hal-hal strategis yang perlu menjadi fokus perhatian pemerintah dalam memanfaatkan diplomasi antariksa di masa mendatang, antara lain: 1. Penempatan perwakilan Indonesia pada posisi pimpinan dan manajemen dalam struktur organisasi antariksa internasional, sehingga Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam memengaruhi proses rule-making, rule-adjudication, dan rule-supervision. 2. Peningkatan kapasitas leadership, kemampuan negosiasi, dan penguasaan substansi, serta pembentukan epistemic community dan think tank pada tingkat INASA dan kementerian/lembaga terkait, agar dapat mengoptimalkan potensi knowledge sharing, financial assistance, capacity building, dan technical assistance and cooperation. 3. Penjajakan ketuanrumahan Indonesia pada pertemuanpertemuan dan lokasi kesekretariatan organisasi antariksa internasional. INASA dan kementerian/lembaga terkait perlu memanfaatkan kerja sama antariksa yang telah terjalin saat ini untuk mendorong terwujudnya peningkatan peran Indonesia dalam pergaulan dunia internasional dalam bidang antariksa. Peran Indonesia tersebut dapat dilakukan melalui penguatan dan promosi identitas nasional, penguatan posisi Indonesia sebagai negara demokratis besar, peningkatan kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam mewujudkan tatanan dunia


55 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara yang lebih adil dan damai, menjaga kemandirian nasional dalam konstelasi politik global, serta pemanfaatan posisi Geostationary Orbit(GSO). INASA dan kementerian/lembaga terkait juga diharapkan tidak terlalu fokus pada pemanfaatan yang bersifat teknis saja, namun perlu cermat memanfaatkan potensi multiplier effect yang ada serta mengedepankan semangat kebersamaan dengan menyinergikan kepentingan dan menurunkan ego sektoral untuk mengoptimalkan peran Indonesia dalam diplomasi antariksa serta memastikan Indonesia tidak kalah dalam persaingan global yang makin kompetitif. Sementara itu, koordinasi INASA dengan kementerian/ lembaga terkait, terutama Kementerian Luar Negeri, juga perlu diarahkan untuk menghindari praktik business as usual agar amanat efisiensi anggaran dan optimalisasi manfaat dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan dapat dijalankan. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan penyelarasan mindset melalui koordinasi yang berkelanjutan antara unit-unit terdepan dalam koordinasi, termasuk melalui pelaporan rutin kinerja INASA. INASA, sebagai penjuru dalam diplomasi antariksa, perlu melakukan kegiatan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan diplomasi yang telah dilaksanakan. Dengan evaluasi menyeluruh, pemanfaatannya dapat termonitor secara baik dan sinergi dalam implementasi program-programnya dapat berjalan optimal. Dengan demikian, diharapkan dapat memanfaatkan


56 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. peluang sebaik-baiknya dan cermat menghadapi tantangan dengan melakukan langkah-langkah yang konkret, strategis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk mengoptimalkan pemanfaatan diplomasi antariksa menuju terwujudnya kepentingan nasional Indonesia.


57 I ndonesia, sebagai salah satu negara anggota ASEAN, memiliki potensi besar untuk menjadi pemain kunci dalam bidang keantariksaan, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Namun, potensi ini juga datang dengan konsekuensi ancaman (threat), peluang (opportunity), kekuatan (strength), dan kelemahan (weakness). Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis mencakup keempat elemen tersebut, agar nantinya dapat ditentukan strategi yang tepat bagi Indonesia dalam mewujudkan space situational awareness di kawasan Asia Tenggara. A. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) berperan penting dalam perumusan strategi dan perencanaan dalam upaya mewujudkan space situational awareness (SSA) di Kawasan ASEAN. Indonesia, sebagai salah satu negara di kawasan ASEAN yang aktif dalam eksplorasi antariksa, Bab 4 Tantangan dan Peluang dalam Mewujudkan Space Situational Awareness di Kawasan ASEAN


58 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. perlu secara cermat menganalisis faktor-faktor yang dapat memengaruhi upaya mencapai SSA yang efektif. 1. Kekuatan (Strength) Kekuatan Indonesia untuk bisa menjadi pemain kunci dalam bidang keantariksaan di kawasan Asia Tenggara didukung oleh beberapa elemen berikut. a. Lembaga Antariksa Nasional Kehadiran sebuah lembaga antariksa nasional memiliki peranan penting dalam pengembangan bidang keantariksaan sebuah negara. Indonesia telah memiliki lembaga antariksa nasional sejak dibentuknya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 27 November 1963, sebelum akhirnya dilebur ke dalam BRIN pada September 2021. Peleburan LAPAN ke dalam BRIN bukan sekadar perubahan struktural, melainkan juga sebuah refleksi dari keinginan untuk meningkatkan efisiensi, koordinasi, serta fokus dalam riset dan inovasi antariksa. Kehadiran lembaga semacam ini menandakan dua hal penting. Pertama, komitmen pemerintah yang serius dalam bidang keantariksaan, yang ditunjukkan melalui restrukturisasi organisasi untuk meningkatkan sinergi dan efektivitas. Kedua, dengan adanya lembaga ini, Indonesia memiliki wadah resmi untuk berinteraksi, berkolaborasi, dan berdiplomasi dengan


59 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara lembaga serupa dari negara-negara lain, yang memberikan legitimasi dan kapabilitas tambahan dalam forum internasional. Sebagai catatan, keberadaan sebuah lembaga dengan mandat khusus ini dapat menjadi fondasi yang kuat bagi Indonesia untuk terus mengembangkan teknologi, inovasi, dan kerja sama dalam bidang keantariksaan di masa depan. Hal ini sekaligus menunjukkan komitmen dan keseriusan negara dalam mengembangkan keantariksaan. b. Undang-Undang Keantariksaan Adanya undang-undang khusus menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kerangka hukum yang jelas dalam mengembangkan dan mengatur aktivitas keantariksaan. Hal ini menunjukkan keseriusan negara dalam mengembangkan sektor antariksa serta memberikan panduan yang jelas bagi pelaku industri dan riset antariksa nasional. Dengan kerangka hukum yang jelas, potensi konflik, kesalahpahaman, atau ketidakpastian dapat diminimalkan. Selain itu, keberadaan undang-undang ini juga menjadi daya tarik bagi kerja sama internasional, di mana negara-negara atau entitas lain bisa melihat komitmen dan kesiapan Indonesia dalam menjalin kerja sama. Dalam jangka panjang, dengan dukungan regulasi yang kuat dan jelas, Indonesia dapat memosisikan diri sebagai pemain kunci di kawasan Asia Tenggara dalam


60 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. bidang keantariksaan, memanfaatkan peluang, serta menghadapi tantangan dengan lebih matang dan terorganisasi. c. Partisipasi Aktif dalam Forum Internasional Dengan aktif berpartisipasi dalam forum keantariksaan internasional, Indonesia memiliki akses untuk bertukar pengetahuan dan teknologi serta membangun kerja sama dengan negara-negara maju dalam bidang antariksa. Melalui forum ini, Indonesia tidak hanya memperkuat citra dan posisinya di kancah internasional, tetapi juga membuka pintu untuk pertukaran pengetahuan dan teknologi antariksa. Kerja sama dengan negara-negara maju dalam bidang antariksa menjadi lebih mudah, memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan akses ke teknologi terbaru dan inovasi dalam bidang ini. Selain itu, melalui pertukaran dan diskusi dalam forum tersebut, Indonesia dapat memahami tren global, isuisu terkini, serta potensi risiko dan peluang di masa depan. Jaringan yang terbentuk dari partisipasi ini juga dapat menjadi fondasi bagi kerja sama bilateral atau multilateral di masa depan, mempercepat perkembangan keantariksaan di Indonesia, serta meningkatkan kapabilitas dan kompetensi nasional dalam sektor ini.


61 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara d. Ketersediaan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang tersedia dan terdidik dalam bidang keantariksaan akan menjadi aset bagi Indonesia dalam meningkatkan kapabilitas keantariksaannya. Kekuatan (strengths) utama yang dimiliki Indonesia adalah ketersediaan sumber daya manusia yang terdidik dalam bidang keantariksaan. Hal ini menandakan bahwa Indonesia telah memiliki fondasi kuat dalam mendukung pengembangan dan riset di sektor antariksa. Sumber daya manusia yang kompeten adalah elemen penting untuk menerjemahkan visi keantariksaan menjadi realitas melalui inovasi, penelitian, dan penerapan teknologi. Lebih jauh, kehadiran tenaga ahli dalam bidang keantariksaan memungkinkan Indonesia untuk berkolaborasi dan bersaing di kancah internasional. Dengan demikian, untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor ini, pemerintah dan lembaga terkait perlu terus berinvestasi dalam pelatihan, pendidikan, dan retensi talenta dalam bidang keantariksaan. Sebagai kesimpulan, keberadaan sumber daya manusia yang terdidik dan berkompeten dalam bidang antariksa menjadi salah satu kekuatan terbesar yang dapat memosisikan Indonesia sebagai pemain penting di arena keantariksaan global.


62 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. 2. Kelemahan (Weaknesses) Di samping kekuatan, Indonesia juga memiliki sejumlah kelemahan yang perlu diatasi dalam upaya menjadi pemain kunci dalam bidang keantariksaan di kawasan Asia Tenggara. Adapun kelemahan tersebut meliputi elemen-elemen berikut. a. Pembiayaan dan Infrastruktur Keterbatasan dana dan minimnya infrastruktur menjadi salah satu hambatan utama dalam pengembangan keantariksaan. Pembiayaan yang tidak memadai dapat menghambat penelitian, pengadaan teknologi, hingga pelatihan sumber daya manusia. Sementara itu, kurangnya infrastruktur yang memadai, seperti fasilitas peluncuran, laboratorium penelitian, dan pusat pengendalian misi, bisa menjadi penghambat operasional serta riset dan pengembangan. Tanpa dukungan finansial yang kuat dan infrastruktur yang memadai, sebuah negara mungkin akan kesulitan untuk memajukan program antariksanya, berkompetisi di level internasional, atau bahkan sekadar mempertahankan eksistensinya dalam bidang keantariksaan. Oleh karena itu, pembiayaan dan pengembangan infrastruktur harus menjadi prioritas utama dalam agenda kebijakan keantariksaan nasional.


63 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara b. Prioritas Pemerintah Keantariksaan mungkin belum menjadi agenda utama pemerintah, sehingga tidak mendapatkan dukungan penuh baik dari sisi pembiayaan maupun kebijakan. Keantariksaan, sebagai sektor yang memerlukan investasi besar dan visi jangka panjang, sangat bergantung pada dukungan pemerintah. Sayangnya, hingga saat ini, keantariksaan belum menjadi agenda utama pemerintah Indonesia. Absennya fokus ini bukan hanya menghambat alokasi pembiayaan yang memadai, melainkan juga meredam formulasi kebijakan yang proaktif untuk mengembangkan industri antariksa dalam negeri. Tanpa dukungan yang kuat dari pemerintah, sulit bagi sektor ini untuk tumbuh dan bersaing di panggung internasional. Investasi dalam riset, pengembangan infrastruktur, dan pendidikan dalam bidang antariksa memerlukan komitmen jangka panjang. Tanpa prioritas yang jelas dari pemerintah, potensi sektor ini mungkin akan terhambat. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk mereposisikan keantariksaan sebagai salah satu agenda strategis nasional, guna memastikan bahwa Indonesia tidak tertinggal dalam perlombaan teknologi antariksa global.


64 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. c. Dukungan Lembaga Dalam Negeri Integrasi antarlembaga dalam negeri untuk mendukung program keantariksaan saat ini masih minim. Hal ini bukan hanya soal alokasi dana, melainkan juga terkait koordinasi kebijakan, penelitian, dan implementasi teknologi. Kelemahan ini termanifestasi dalam bentuk minimnya integrasi antarlembaga pemerintah dan nonpemerintah yang terkait dengan sektor antariksa. Akibat kurangnya integrasi ini, bisa jadi ada duplikasi riset, inefisiensi dalam penggunaan sumber daya, atau bahkan potensi konflik kebijakan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat kemajuan sektor keantariksaan di Indonesia. Untuk menjadi pemain utama di panggung keantariksaan regional maupun global, koordinasi yang sinergis dan dukungan lintas lembaga sangat diperlukan. Tanpa hal tersebut, upaya untuk memajukan teknologi dan program keantariksaan nasional bisa menjadi suboptimal dan tidak efisien. d. Ketergantungan terhadap Teknologi Asing Ketergantungan terhadap teknologi asing mengindikasikan kurangnya inovasi dan penelitian di dalam negeri, sehingga mengharuskan suatu negara untuk mengimpor teknologi dari luar. Hal ini tidak hanya meningkatkan biaya, tetapi juga membuat negara


65 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara tersebut rentan terhadap fluktuasi ekonomi global, pembatasan ekspor, atau bahkan sanksi. Selain itu, ketergantungan pada teknologi asing dapat menghambat pengembangan industri lokal karena kurangnya motivasi untuk inovasi dan penelitian. Jika suatu saat akses terhadap teknologi asing terputus, bisa jadi negara tersebut akan menghadapi krisis teknologi yang memengaruhi sektor-sektor vital, seperti kesehatan, komunikasi, dan pertahanan. Selanjutnya, dalam jangka panjang, hal ini juga dapat memengaruhi kedaulatan suatu negara, di mana keputusankeputusan strategis bisa saja dikendalikan oleh negara atau entitas asing yang menguasai teknologi tersebut. Oleh karena itu, mengurangi ketergantungan terhadap teknologi asing serta meningkatkan inovasi dan penelitian dalam negeri sangatlah penting bagi keberlanjutan dan kedaulatan suatu negara. 3. Peluang (Opportunities) Sejumlah peluang yang dimiliki Indonesia untuk menjadi pemain kunci dalam bidang keantariksaan di kawasan Asia Tenggara meliputi hal-hal sebagai berikut. a. Kekuatan Dominan di Asia Tenggara Belum adanya negara dominan di kawasan Asia Tenggara memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan tersebut dan menjadi pemimpin


66 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. dalam bidang keantariksaan regional. Kawasan Asia Tenggara saat ini masih memperlihatkan “kevakuman” kekuatan dalam bidang keantariksaan, dengan tidak adanya negara yang benar-benar mendominasi sektor ini. Hal ini membuka pintu besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan peluang dan mengisi kekosongan tersebut. Keunikan geografis dan geopolitik Indonesia di kawasan Asia Tenggara ditambah dengan potensi sumber daya manusia dan komitmen pemerintahnya terhadap riset dan teknologi, memberikan keunggulan kompetitif yang dapat dijadikan landasan bagi Indonesia untuk memosisikan diri sebagai pemimpin dalam bidang keantariksaan regional. Dengan strategi yang tepat dan investasi yang signifikan, Indonesia memiliki potensi untuk tidak hanya menjadi pemain kunci di tingkat regional, tetapi juga menjadi magnet bagi negara-negara lain guna menjalin kerja sama dan kolaborasi. Kesempatan ini seharusnya dijadikan momentum untuk meningkatkan riset, inovasi, dan pengembangan infrastruktur keantariksaan, sehingga Indonesia tidak hanya mengisi kekosongan, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk masa depan keantariksaan di Asia Tenggara. b. Perkembangan Sektor Keantariksaan Tren positif dalam bidang keantariksaan dunia memberikan peluang bagi Indonesia untuk meman-


67 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara faatkan momentum dan menjalin kerja sama dengan negara atau organisasi lain. Perkembangan teknologi, riset, dan eksplorasi ruang angkasa oleh negaranegara maju membuka pintu lebar bagi negaranegara berkembang, termasuk Indonesia, untuk berkolaborasi, belajar, dan tumbuh bersama. Momentum ini menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk meningkatkan kapabilitasnya dalam bidang antariksa, baik dari segi teknologi, pengetahuan, maupun sumber daya manusia. Kolaborasi dengan negara atau organisasi lain tidak hanya memperkaya pengetahuan dan teknologi, tetapi juga memperluas jaringan dan memperkuat posisi Indonesia dalam komunitas keantariksaan global. Dengan memanfaatkan peluang ini secara maksimal, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi salah satu pemain kunci di kawasan Asia Tenggara dalam bidang keantariksaan. c. Lokasi Geostasioner Lokasi geostationary dengan 13% dari seluruh wilayah geostasioner dunia berada dalam yurisdiksi Indonesia, menawarkan kesempatan emas bagi Indonesia untuk memainkan peran strategis dalam kerja sama antariksa global. Peluang ini tidak hanya terbatas pada aspek komersial, seperti penjualan atau sewa slot geostasioner, tetapi juga dalam kerja sama penelitian dan pengembangan antariksa, serta


68 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. diplomasi. Indonesia dapat menjadi pintu gerbang bagi kerja sama antariksa regional dan global, menghubungkan kepentingan dari berbagai negara dalam upaya menjaga keberlanjutan dan keamanan luar angkasa. Selain itu, dengan memiliki kontrol atas wilayah geostasioner yang strategis, Indonesia dapat memastikan bahwa teknologi dan investasi yang masuk ke wilayah ini sejalan dengan kepentingan nasional dan regional. Dengan adanya peluang ini, muncullah tanggung jawab untuk mengelola sumber daya dengan bijak, memastikan keamanan dan keberlanjutan lingkungan antariksa, serta mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan geopolitik dari setiap keputusan yang diambil. Dengan pendekatan yang matang dan strategis, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk memajukan kepentingan nasional dan meningkatkan posisinya dalam arena diplomasi antariksa. d. Kerja Sama Beberapa Negara Tetangga dalam Bidang Antariksa Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand, samasama aktif terlibat dalam kerja sama internasional dengan negara atau organisasi dalam bidang antariksa. Peluang yang paling mencolok adalah keberagaman keahlian dan sumber daya dari masing-masing


69 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara negara ini. Malaysia, misalnya, telah memiliki rekam jejak dalam pengembangan satelit dan kerja sama dengan beberapa badan antariksa internasional. Singapura, dengan kekuatan ekonomi dan teknologi yang dimilikinya, bisa berperan sebagai pusat inovasi dan pendanaan. Vietnam dan Thailand, dengan pertumbuhan ekonominya yang pesat, menyediakan potensi pasar yang besar untuk aplikasi teknologi antariksa, seperti komunikasi atau pemantauan iklim. Selain itu, kerja sama intraregional ini juga bisa membantu negara-negara tersebut untuk meningkatkan bargaining position mereka dalam forum-forum antariksa internasional, membagi risiko penelitian, serta meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya. Berbagai peluang ini, jika dikelola dengan benar, tidak hanya akan meningkatkan kapabilitas antariksa masing-masing negara, tetapi juga dapat memperkuat integrasi dan kerja sama regional di Asia Tenggara dalam menghadapi era baru luar angkasa. 4. Ancaman (Threats) Untuk menjadi pemain kunci dalam bidang keantariksaan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga perlu mewaspadai adanya ancaman yang menyertai. Berikut beberapa ancaman tersebut.


70 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. a. Pesaing di Asia Tenggara Negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand, sama-sama memiliki ambisi untuk mengembangkan teknologi dan program antariksa mereka. Keempat negara tersebut telah menunjukkan kecenderungan yang sama dalam mengejar kemajuan teknologi dan program antariksa. Mereka tidak hanya memanfaatkan sumber daya domestik mereka, tetapi juga menjalin kerja sama internasional, menarik investasi, dan mengembangkan penelitian untuk memperkuat posisi mereka di panggung antariksa regional. Dengan adanya negara-negara yang bergerak cepat dalam mengejar kemajuan dalam bidang antariksa ini, ada potensi bahwa mereka bisa mendahului negara-negara lain yang bergerak lebih lambat atau dengan kurangnya sumber daya. Oleh karena itu, ancaman kompetisi ini memerlukan strategi yang tepat dari negara-negara lain di kawasan ini, termasuk mempertimbangkan kolaborasi regional atau menemukan niche spesifik dalam industri antariksa untuk menonjol dan mempertahankan relevansi di kawasan. b. Kerja Sama Internasional Negara Tetangga Beberapa negara di Asia Tenggara telah aktif menjalin kerja sama dengan negara-negara maju atau


71 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara organisasi internasional, yang bisa mempercepat pengembangan teknologi dan kapabilitas antariksa mereka. Kerja sama internasional yang aktif dilakukan oleh negara-negara tetangga di Asia Tenggara dapat menjadi tantangan serius bagi perkembangan keantariksaan Indonesia. Ketika negara-negara, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand menjalin hubungan erat dengan negara-negara maju dan organisasi internasional dalam bidang antariksa, mereka mendapatkan akses terhadap teknologi canggih, sumber daya penelitian, serta modal dan pendanaan. Hal ini dapat mempercepat kemampuan mereka untuk mengembangkan, mengimplementasikan, dan memonetisasi teknologi antariksa. Dalam jangka panjang, negara-negara tersebut berpotensi menjadi pemimpin regional dalam keantariksaan, mengesampingkan negara-negara lain yang belum atau kurang aktif dalam kerja sama internasional. Ini berarti negara-negara lainnya kehilangan peluang dalam investasi, riset, dan pengembangan kebijakan antariksa yang berdampak pada kompetisi teknologi dan pasar. Sebagai respons, setiap negara perlu merumuskan strategi yang proaktif untuk memperkuat kerja sama internasional mereka dan meningkatkan investasi dalam bidang keantariksaan agar tetap kompetitif.


72 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. c. Risiko Tabrakan dengan Puing Angkasa atau Debris Puing-puing luar angkasa, yang merupakan sisasisa peluncuran roket atau satelit yang sudah tidak aktif, dapat mengorbit bumi dengan kecepatan tinggi. Risiko tabrakan ini tidak hanya membahayakan satelit dan pesawat luar angkasa lainnya, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerusakan saat jatuh ke wilayah Indonesia. Potensi jatuhnya debris ini ke wilayah Indonesia bukanlah hal yang bisa diabaikan, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang luas. Kerusakan yang bisa ditimbulkan tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga dapat menimbulkan korban jiwa. Selain itu, terdapat kemungkinan terjadinya konflik dengan negara-negara lain terkait asal-usul debris dan tanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, isu debris luar angkasa perlu menjadi salah satu prioritas dalam pembahasan diplomasi antariksa Indonesia guna meminimalkan risiko dan meningkatkan keselamatan.


73 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara d. Kapabilitas Teknologi Antariksa yang Dimiliki Negara-Negara Anggota ASEAN Meskipun ASEAN merupakan kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan potensi besar, namun dari segi teknologi antariksa, negara-negara anggotanya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kekuatan luar angkasa utama seperti Amerika Serikat, Rusia, atau Tiongkok. Sebagian besar negara ASEAN belum memiliki teknologi roket canggih, sistem satelit, atau infrastruktur pendukung lainnya yang memadai untuk misi luar angkasa. Selain itu, investasi dalam bidang antariksa juga membutuhkan dana yang besar. Bahkan, dengan adanya banyak prioritas pembangunan lain di kawasan ASEAN, alokasi dana untuk riset dan pengembangan teknologi antariksa sering kali tidak menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, meskipun potensi diplomasi antariksa sangat besar, keterbatasan teknologi dan fokus yang belum sepenuhnya tertuju pada eksplorasi antariksa menjadi hambatan bagi kawasan ASEAN dalam memainkan peran aktif di panggung diplomasi antariksa global.


74 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Tabel 1. Matriks SWOT Kekuatan Kelemahan 1. Memiliki lembaga antariksa nasional. 2. Telah memiliki undang-undang keantariksaan sendiri. 3. Aktif dalam forum keantariksaan internasional. 4. Telah tersedia sumber daya manusia. 1. Pembiayaan yang terbatas dan minimnya infrastruktur. 2. Pemerintah Indonesia masih belum terfokus untuk menjadikan pengembangan program dan teknologi antariksa Indonesia sebagai prioritas utama. 3. Minimnya partisipasi dan dukungan lembaga dalam negeri lainnya. 4. Ketergantungan teknologi asing. Peluang Ancaman 1. Belum adanya kekuatan dominan dalam bidang keantariksaan di Asia Tenggara. 2. Sektor keantariksaan di dunia yang sedang mengalami perkembangan positif bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk menjalin kerja sama. 3. Lokasi geostasioner Indonesia 13% dari geostasioner dunia. 4. Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand sama-sama aktif terlibat dalam kerja sama internasional dengan negara atau organisasi dalam bidang antariksa. 1. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang sama-sama masif dan intensif mengembangkan program serta teknologi antariksanya, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand. 2. Potensi penggunaanpenggunaan benda asing untuk kepentingan militer. 3. Risiko tabrakan dengan puing angkasa (debris) yang berpotensi jatuh ke wilayah Indonesia. 4. Kapabilitas teknologi antariksa yang dimiliki negara kawasan ASEAN.


75 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara B. Strategi yang Dapat Dilakukan Indonesia dalam Mewujudkan Space Situational Awareness di Kawasan ASEAN Dalam menghadapi era keantariksaan yang makin kompetitif, Indonesia perlu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan segera mengatasi kelemahannya. Peningkatan dukungan pemerintah, pembiayaan yang memadai, serta integrasi antarlembaga akan menjadi kunci agar Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara tetangga. Adanya peluang untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara harus segera dimanfaatkan dengan baik, sembari tetap waspada terhadap ancaman kompetisi dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil analisis SWOT di atas, berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kerja sama antariksa antarnegara ASEAN. 1. Strategi SO (Strength-Opportunity) Strategi SO dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan untuk memaksimalkan peluang yang ada. Berikut langkah-langkah dapat dilakukan untuk mengembangkan kerja sama antariksa antarnegara ASEAN melalui strategi ini. a. Kerja Sama Internasional pada Forum Antariksa Dengan aktif dalam forum keantariksaan internasional, Indonesia dapat memanfaatkan peluang


76 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. kerja sama dengan negara-negara lain yang memiliki kemampuan antariksa lebih maju. Dalam era globalisasi yang makin mendominasi, kerja sama antarnegara menjadi hal yang tak terhindarkan, termasuk dalam bidang keantariksaan. Berlandaskan analisis SWOT, Indonesia memiliki peluang emas untuk memperkuat posisinya di kawasan dengan memanfaatkan forum keantariksaan internasional. Melalui keaktifan dalam forum tersebut, Indonesia dapat menjalin hubungan strategis dengan anggota ASEAN lainnya yang telah lebih dahulu berkembang dalam bidang antariksa. Keaktifan ini bukan hanya sebagai simbol eksistensi, melainkan juga sebagai wadah untuk berbagi pengetahuan, teknologi, dan sumber daya. Mengingat beberapa negara ASEAN memiliki kemampuan antariksa yang lebih maju, kerja sama ini menjadi penting agar Indonesia dapat mempercepat proses pembelajaran dan adaptasi teknologi antariksa. Selain itu, kerja sama regional dengan negara-negara ASEAN dapat meningkatkan bargaining power kawasan ini di kancah internasional, memastikan bahwa kepentingan kawasan terwakili secara baik. Dengan demikian, langkah strategis melalui kerja sama ini tidak hanya mendatangkan manfaat teknis bagi Indonesia, tetapi juga memperkuat posisi geopolitiknya di tengah dinamika persaingan global dalam bidang antariksa.


77 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara b. Memanfaatkan Lokasi Geostasioner Dengan memiliki 13% dari geostasioner dunia, Indonesia dapat mengembangkan stasiun luar angkasa atau satelit komersial yang bisa menghasilkan pendapatan. Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, kerja sama antariksa antaranggota ASEAN menjadi salah satu strategi vital untuk meningkatkan kapabilitas regional dalam bidang antariksa. Analisis SWOT menunjukkan bahwa ASEAN memiliki sejumlah potensi besar yang dapat dioptimalkan melalui kolaborasi bersama. Salah satu potensi emas yang dimiliki Indonesia adalah penguasaan 13% lokasi geostasioner dunia. Lokasi ini sangat strategis untuk pengembangan stasiun luar angkasa dan satelit komersial. Jika dikelola dengan baik, potensi ini tidak hanya mampu meningkatkan kemampuan teknologi antariksa Indonesia, tetapi juga dapat memberikan pemasukan signifikan dari sektor komersial. Namun, potensi ini akan lebih maksimal jika dikombinasikan dengan kerja sama regional ASEAN. Dengan menggabungkan sumber daya, keahlian, dan teknologi antarnegara anggota, ASEAN bisa menjadi kekuatan baru dalam bidang antariksa di panggung internasional. Hal ini tentunya akan memperkuat posisi dan citra ASEAN di


78 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. mata dunia serta membawa manfaat ekonomi dan teknologi bagi semua negara anggota. c. Kerja Sama dengan Negara ASEAN Indonesia perlu menggunakan keaktifannya dalam forum internasional untuk menjalin kerja sama teknologi antariksa dengan negara-negara ASEAN lainnya. Strategi kerja sama dalam bidang antariksa antarnegara anggota ASEAN menjanjikan potensi yang besar dalam mewujudkan kemajuan teknologi antariksa di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan analisis SWOT, Indonesia memiliki kekuatan unik berkat keaktifannya dalam forum keantariksaan internasional. Keterlibatan aktif ini dapat menjadi pijakan untuk menginisiasi kerja sama teknologi antariksa dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Melihat peluang dari kurangnya kekuatan dominan dalam bidang antariksa di Asia Tenggara, Indonesia dapat memanfaatkan posisinya untuk menjadi pionir dan mengajak kerja sama integratif bersama negara-negara ASEAN lainnya. Melalui kerja sama semacam ini, negara-negara anggota ASEAN dapat saling berbagi pengetahuan, sumber daya, dan teknologi, sehingga mengurangi ketergantungan pada teknologi asing. Selain itu, kerja sama regional akan memberikan keuntungan ekonomi dan geopolitik, serta meningkatkan kapabilitas ASEAN


79 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara dalam persaingan global dalam bidang antariksa. Dengan demikian, strategi kerja sama ini tidak hanya memajukan sektor antariksa Indonesia, tetapi juga memperkuat integrasi dan kolaborasi ASEAN dalam mencapai kemajuan teknologi antariksa. 2. Strategi ST (Strength-Threat) Strategi ST diterapkan dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi hambatan atau ancaman yang ada. Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kerja sama antariksa antarnegara ASEAN melalui strategi ini. a. Penguatan Teknologi Domestik Dalam menghadapi era globalisasi, khususnya dalam bidang keantariksaan, kerja sama antarnegara anggota ASEAN menjadi krusial. Mengacu pada analisis SWOT, penguatan teknologi domestik adalah salah satu strategi yang dapat diterapkan oleh Indonesia. Dengan memaksimalkan kekuatan, seperti sumber daya manusia yang tersedia dan keaktifan dalam forum keantariksaan internasional, Indonesia berpeluang besar untuk meminimalkan ketergantungan teknologi asing. Keaktifan dalam forum internasional tidak hanya membuka peluang kolaborasi, tetapi juga transfer teknologi yang memperkuat kapabilitas teknologi antariksa domestik.


80 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Melalui pendekatan ini, hambatan utama yang sering dihadapi oleh negara-negara anggota ASEAN dalam bidang keantariksaan, yakni ketergantungan pada teknologi asing, dapat diminimalkan. Dengan mengkolaborasikan keahlian dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota, ASEAN memiliki potensi untuk bersaing di tingkat internasional serta merespons dinamika perubahan teknologi dengan lebih cepat dan adaptif. Apabila diterapkan dengan baik, strategi ini akan memosisikan ASEAN sebagai kekuatan baru dalam bidang keantariksaan global. b. Monitoring dan Pencegahan Risiko Dalam era globalisasi yang begitu pesat, kerja sama regional, khususnya di antara negara-negara anggota ASEAN, menjadi salah satu kunci untuk memperkuat kapabilitas keantariksaan setiap anggota. Mengacu pada analisis SWOT, salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia adalah sumber daya manusia yang ahli dalam bidang antariksa. Namun, dengan pertumbuhan pesat aktivitas antariksa, risiko tabrakan dengan debris luar angkasa menjadi ancaman yang nyata. Oleh karena itu, strategi kerja sama antariksa ASEAN dapat diarahkan pada pemanfaatan keahlian SDM yang dimiliki oleh Indonesia untuk membangun sistem monitoring


81 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara dan pencegahan risiko bersama. Melalui kerja sama ini, negara-negara ASEAN dapat berbagi informasi, teknologi, dan sumber daya untuk mendeteksi, memonitor, serta mengambil langkah pencegahan terhadap potensi tabrakan dengan debris. Selain itu, dengan kolaborasi ini, negara-negara anggota dapat saling menguatkan dalam menghadapi tantangan yang sama dan meningkatkan kapabilitas keantariksaan regional. Dengan demikian, melalui kerja sama yang erat dan kolaboratif, ASEAN dapat memanfaatkan kekuatannya untuk mengatasi hambatan dan ancaman dalam bidang antariksa. 3. Strategi WO (Weakness-Opportunity) Strategi WO merupakan sebuah strategi mengurangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Dalam rangka mengembangkan kerja sama antariksa antarnegara ASEAN, maka penerapan strategi ini dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan berikut. a. Penyusunan Prioritas Pendekatan ini dilakukan dengan melobi pemerintah untuk menjadikan pengembangan antariksa sebagai prioritas dengan melihat peluang besar di sektor keantariksaan global. Sebagai sebuah region yang memiliki potensi besar dalam bidang antariksa, negara-negara anggota ASEAN perlu memaksimalkan


82 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. kerja sama mereka dalam sektor ini. Salah satu strategi kunci yang dapat diambil yaitu dengan mengurangi kelemahan bersama yang dimiliki oleh negaranegara anggota dengan memanfaatkan setiap peluang yang tersedia. Salah satu kelemahan utama yang dihadapi oleh negara-negara ASEAN adalah kurangnya fokus dan prioritas pemerintah terhadap pengembangan teknologi antariksa. Dalam mengatasi hal ini, diperlukan langkah konkret yaitu dengan penyusunan prioritas. Setiap negara anggota perlu melobi pemerintahnya masing-masing untuk menjadikan pengembangan antariksa sebagai agenda utama. Melihat peluang besar yang tersedia di sektor keantariksaan global, dengan menjadikannya sebagai prioritas, pengembangan keantariksaan tidak hanya akan memberikan manfaat dalam peningkatan teknologi dan pengetahuan, tetapi juga dapat membuka peluang kerja sama antarnegara dan investasi. Melalui strategi ini, negara-negara anggota ASEAN dapat bersamasama membangun kekuatan dalam bidang antariksa dan menegaskan posisi mereka di kancah internasional. b. Jalinan Kerja Sama dengan Negara Lain Melalui partisipasi aktif dalam forum internasional, Indonesia dapat menjalin kerja sama untuk mendapatkan pendanaan atau dukungan infra-


83 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara struktur. Pada era globalisasi saat ini, kolaborasi antarnegara menjadi kunci dalam meraih kemajuan teknologi, terutama dalam bidang antariksa. ASEAN, sebagai kumpulan negara dengan potensi besar dan variasi kemampuan di berbagai sektor, memegang peluang emas untuk memanfaatkan kerja sama antariksa demi kepentingan bersama. Menghadapi berbagai kelemahan, seperti ketergantungan teknologi asing dan pembiayaan yang terbatas, memang menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia. Namun, dengan strategi yang tepat, kelemahan tersebut dapat diatasi. Salah satu strategi paling efektif adalah dengan menjalin kerja sama aktif bersama negaranegara anggota ASEAN lainnya. Melalui partisipasi aktif dalam forum internasional, Indonesia memiliki kesempatan untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan, tidak hanya dalam hal pendanaan, tetapi juga dalam hal dukungan infrastruktur. Dengan mendekatkan diri dan bekerja sama dengan negaranegara ASEAN lainnya, Indonesia dapat memperkuat fondasi kerja sama regional dalam bidang antariksa, memanfaatkan keahlian dan sumber daya yang ada, serta menciptakan ekosistem yang kondusif untuk perkembangan teknologi antariksa di kawasan ini.


84 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. c. Promosi Potensi Antariksa Indonesia Pendekatan ini dilakukan dengan memperkenalkan serta mempromosikan potensi geostasioner Indonesia kepada investor asing dan lokal untuk meningkatkan pembiayaan. Dalam era globalisasi yang penuh tantangan, kerja sama antarnegara ASEAN dalam bidang antariksa menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kapabilitas dan daya saing kawasan. Namun, beberapa kelemahan yang dihadapi oleh sektor antariksa Indonesia, seperti pembiayaan yang terbatas dan minimnya infrastruktur, dapat menjadi batu sandungan dalam mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, mengurangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada menjadi strategi krusial. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh adalah dengan mempromosikan potensi antariksa yang dimiliki Indonesia, khususnya potensi geostasioner yang mencakup 13% dari total geostasioner dunia. Melalui promosi yang efektif, Indonesia dapat memperkenalkan dan memikat investor asing maupun lokal untuk turut serta dalam pendanaan proyekproyek antariksa. Hal ini tidak hanya akan membantu meningkatkan pembiayaan sektor antariksa, tetapi juga akan menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam bidang antariksa di kawasan ASEAN. Dengan demikian, kerja sama antariksa di kawasan


85 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara ASEAN dapat ditingkatkan dan diharapkan mampu membawa manfaat yang signifikan bagi seluruh anggotanya. 4. Strategi WT (Weakness-Threat) Strategi WT digunakan untuk mengatasi kelemahan dan mengantisipasi ancaman yang ada. Maka, pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kerja sama antariksa antarnegara ASEAN melalui strategi ini dapat diuraikan sebagai berikut. a. Peningkatan Investasi dalam Teknologi Pendekatan pertama dilakukan dengan meningkatkan investasi dalam teknologi antariksa untuk mengurangi ketergantungan terhadap teknologi asing serta meningkatkan kapabilitas dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Dalam tatanan global yang dinamis, ASEAN memegang peran strategis sebagai salah satu kawasan yang berkembang pesat, termasuk dalam bidang antariksa. Namun, beberapa kelemahan dan ancaman, seperti ketergantungan teknologi asing dan persaingan kapabilitas dengan negara-negara ASEAN lain, menjadi hambatan yang harus diatasi. Strategi yang efektif untuk mengatasi tantangan tersebut adalah dengan meningkatkan investasi dalam teknologi antariksa. Melalui investasi yang signifikan, Indonesia dapat mengembangkan


86 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. teknologi asli yang mampu bersaing dengan negaranegara ASEAN lainnya. Selain itu, dengan memiliki teknologi asli, ketergantungan terhadap teknologi asing dapat dikurangi, sehingga mampu memberikan posisi tawar yang lebih baik dalam kerja sama regional maupun internasional. Langkah ini juga sejalan dengan upaya meningkatkan kapabilitas Indonesia dalam bidang antariksa agar tidak tertinggal dari negara-negara lain di kawasan. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya mampu menegaskan kedaulatannya di ruang angkasa, tetapi juga dapat memperkuat posisinya dalam kerja sama antariksa ASEAN serta menciptakan sinergi dan kolaborasi yang lebih erat untuk kemajuan bersama. b. Dukungan Lembaga Dalam Negeri Pendekatan kedua dilakukan dengan cara memperkuat hubungan dan kerja sama dengan lembaga dalam negeri lain untuk mendapatkan dukungan lebih besar terkait pengembangan teknologi antariksa. Dalam perkembangan bidang antariksa di kawasan ASEAN, Indonesia memiliki posisi strategis sekaligus dihadapkan pada beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan yang paling menonjol adalah minimnya partisipasi dan dukungan dari lembaga dalam negeri. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk mencari solusi guna mengatasi kelemahan tersebut


87 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara sekaligus mengantisipasi ancaman yang mungkin muncul, salah satunya dengan memperkuat hubungan dan kerja sama dengan lembaga-lembaga dalam negeri. Dengan mendekatkan diri kepada lembagalembaga strategis dalam negeri, seperti lembaga riset, perguruan tinggi, dan industri terkait, Indonesia dapat memperoleh dukungan teknologi, sumber daya manusia, dan pembiayaan yang lebih besar untuk pengembangan teknologi antariksa. Kerja sama ini dapat membangun sinergi antarlembaga dalam upaya memajukan teknologi antariksa nasional, mengurangi ketergantungan terhadap teknologi asing, dan mengantisipasi potensi ancaman, baik dari kompetisi regional maupun risiko teknis. Dengan demikian, strategi ini diharapkan mampu mengakselerasi kemajuan bidang antariksa Indonesia di kancah ASEAN, sehingga Indonesia dapat bersaing dan berkontribusi secara optimal dalam kolaborasi regional. c. Strategi Pertahanan dan Keamanan Pendekatan ketiga dilakukan dengan membangun strategi pertahanan yang memastikan keamanan sumber daya antariksa dari potensi ancaman militer dan risiko lainnya. Kawasan ASEAN, yang dikenal dengan keragaman budaya dan potensinya, saat ini tengah memasuki era baru dalam pengembangan teknologi antariksa. Meskipun memiliki sejumlah


88 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. kekuatan, seperti keberadaan lembaga antariksa nasional dan undang-undang keantariksaan, anggota ASEAN juga menghadapi berbagai kelemahan dan ancaman. Di tengah-tengah pembiayaan yang terbatas, ketergantungan terhadap teknologi asing, dan potensi ancaman militer dari negara lain, strategi pertahanan dan keamanan menjadi krusial guna memastikan keamanan sumber daya antariksa. Sebagai upaya konkret, membangun strategi pertahanan yang kuat, yang tidak hanya berfokus pada aspek militer tetapi juga mitigasi risiko lain, seperti tabrakan dengan puing angkasa, menjadi prioritas. Dalam konteks ASEAN, kolaborasi antarnegara anggota dalam membangun sistem pengawasan bersama, sharing informasi, serta penelitian dan pengembangan teknologi pertahanan antariksa bisa menjadi solusi. Strategi ini tidak hanya akan mengatasi kelemahan yang ada, tetapi juga mengantisipasi potensi ancaman di masa mendatang, sehingga kawasan ASEAN dapat bersaing dan memainkan peran penting di kancah antariksa internasional. Melalui implementasi strategi-strategi tersebut, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kapabilitasnya dalam sektor keantariksaan serta memanfaatkan potensinya untuk kepentingan nasional dan internasional.


89 Di tengah dinamika global dan persaingan dalam domain antariksa, konsep regulasi dalam bidang keantariksaan menjadi hal yang krusial. Regulasi diperlukan sebagai pedoman dan landasan dalam menjalin kerja sama negara-negara ASEAN dalam mengembangkan antariksa di kawasan. Berikut adalah penjelasan mengenai konsep regulasi dan kerja sama yang dimaksud. A. Konsep Regulasi Antariksa di Kawasan ASEAN Kegiatan keantariksaan tercermin dalam sistem keantariksaan yang memberikan informasi dan jasa yang melindungi kehidupan dan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan dan keamanan, serta memacu IPTEK, industri, dan pembangunan ekonomi. Kegiatan keantariksaan dapat menyediakan sarana telekomunikasi, prakiraan cuaca, siaran melalui satelit, dan navigasi global, serta membuka peluang baru. Namun demikian, regulasi untuk membangun kerja sama antariksa di kawasan ASEAN masih perlu dioptimalkan. Data-data perBab 5 Konsep Regulasi dan Kerja Sama Bidang Keantariksaan di Kawasan ASEAN


90 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. kembangan aktivitas keantariksaan negara-negara ASEAN menunjukkan bahwa pola pendekatan yang digunakan sebagian besar negara ASEAN masih bersifat techno-nationalism. Saat ini, wadah kerja sama antariksa di ASEAN adalah SCOSA, namun pembentukan subkomite ini tidak berdampak signifikan terhadap perkembangan teknologi keantariksaan di ASEAN. Kinerja para anggota SCOSA tidak efektif dan optimal karena kurangnya regulasi yang mengikat pada tiap-tiap anggota peserta. Berdasarkan teori strategi yang berprinsip bahwa dalam suatu regulasi diperlukan pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan gagasan, perencanaan, serta eksekusi dalam kurun waktu tertentu, maka kerja sama antariksa di ASEAN memiliki tujuan akhir. Bab III, Pasal 4, Piagam ASEAN yang membahas kerja sama berbunyi: “The High Contracting Parties shall promote active cooperation in the economic, social, technical, scientific, and administrative fields as well as in matters of common ideals and aspirations of internasional peace and stability in the region and all other matters of common interest.” (The ASEAN Declaration, 1967) Berdasarkan hal tersebut, kerja sama antariksa perlu diatur melalui perjanjian atau kerangka kerja yang dibuat oleh negara-negara anggota sebagai pedoman dalam mencapai tujuan kerja sama. Adapun regulasi untuk membangun kerja sama antariksa di kawasan tersebut dapat mencakup beberapa aspek, antara lain perjanjian kerja sama antariksa, badan


91 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara pengaturan antariksa nasional, pembiayaan dan pembagian biaya, teknologi dan keamanan, perlindungan antariksa, penyelesaian sengketa, serta hukum internasional. Berikut penjelasan singkatnya. 1. Perjanjian Kerja Sama Antariksa Saat ini, negara-negara ASEAN telah memiliki SCOSA. Dan, untuk memandu jalannya kerja sama antariksa, disusunlah sebuah regulasi atau manual book yakni ASEAN Cooperation Projects Design and Management Manual untuk mengatur tentang Cooperation Projects, Project Management, Project Design and Proposal Development, Project Appraisal and Approval, Project Implementation and Monitoring, dan Project Completion and Reporting (ASEAN Cooperation Projects Design and Management Manual, 2021). Regulasi atau manual book ini menjadi dasar atau landasan kerja (standar operational procedure) bagi negara peserta atau kelompok kerja, dan disusun sebagai upaya kolaboratif yang kompleks serta memerlukan perencanaan yang matang dan manajemen yang cermat. Adapun regulasi yang dimaksud, disusun dengan komposisi sebagai berikut: a. Cooperation Projects. Regulasi dalam tahap awal ini adalah mengidentifikasi tujuan dan kepentingan bersama di antara negara yang akan berkolaborasi dalam proyek antariksa.


92 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. b. Project Management. Setelah mengidentifikasi tujuan dan kepentingan bersama, selanjutnya perlu dilakukan pembentukan kelompok kerja. Manual book ini mengatur pembentukan kelompok kerja yang berisikan anggota dari setiap negara atau entitas yang terlibat dalam kerja sama. Kemudian, dilanjutkan dengan penunjukan team leader yang akan bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan proyek. c. Project Design and Proposal Development. Peraturan selanjutnya adalah perancangan proyek dan pengembangan proposal. Di sini, kelompok kerja merancang rincian teknis proyek, termasuk tujuan, ruang lingkup, jadwal, dan anggaran, dilanjutkan dengan menyusun proposal proyek yang mencakup semua rincian. d. Project Appraisal and Approval. Setelah desain atau rancangan disusun, selanjutnya diperlukan penilaian terhadap proposal yang berisikan rancangan atau desain, kemudian dilakukan analisis rancangan untuk memastikan kelayakan teknis, ekonomi, dan keuangan. Setelah dianalisis, rancangan perlu mendapatkan persetujuan dari negara-negara atau entitas yang terlibat sebelum melanjutkan ke implementasi. e. Project Implementation and Monitoring. Regulasi selanjutnya yakni pelaksanaan atau implementasi rancangan proyek yang sudah disepakati oleh tiap-tiap


93 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara negara peserta. Dan, tentunya, perlu dilaksanakan monitoring dengan mengedepankan manajemen risiko. Dalam hal ini, kelompok kerja akan mengidentifikasi dan mengelola risiko yang mungkin muncul selama pelaksanaan proyek. Jika terdapat masalah atau perubahan yang diperlukan maka perlu diidentifikasi dan ditangani lebih lanjut. f. Project Completion and Reporting. Dalam tahap akhir menyelesaikan rancangan proyek perlu dilakukan evaluasi terhadap tujuan yang telah dicapai serta penyusunan laporan akhir proyek yang mencakup pencapaian, pelajaran yang dipetik, dan hasil evaluasi. 2. Badan Pengaturan Antariksa Nasional Setiap negara, tidak terkecuali Indonesia, memiliki badan pengaturan antariksa nasional yang mengawasi aktivitas antariksa di dalam negerinya. Regulasi ini mungkin juga mencakup izin peluncuran, registrasi objek antariksa, dan aspek teknis lainnya. Regulasi yang disebutkan dalam konteks ini mencakup peraturan dan ketentuan yang diberlakukan oleh badan antariksa nasional tersebut. Beberapa aspek yang biasanya diatur dalam regulasi ini adalah: a. Izin Peluncuran. Badan antariksa nasional memberikan izin untuk meluncurkan roket atau wahana antariksa


94 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. dari wilayah negara tersebut. Izin ini memastikan keselamatan dan keamanan operasi antariksa. b. Registrasi Objek Antariksa. Setiap objek antariksa yang diluncurkan dari wilayah negara harus didaftarkan. Objek antariksa ini termasuk satelit, roket, dan objekobjek lainnya yang masuk ke luar angkasa. c. Aspek Teknis. Regulasi juga mencakup aspek-aspek teknis, seperti spesifikasi teknis wahana antariksa, aturan komunikasi antariksa, dan standar keamanan antariksa. Tujuan penyusunan regulasi ini adalah untuk memastikan bahwa aktivitas antariksa yang dilakukan di dalam wilayah negara tersebut berjalan aman, efisien, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Badan antariksa nasional bertanggung jawab untuk menjaga konsistensi dengan peraturan internasional tentang antariksa dan memastikan bahwa negara tersebut mematuhi kewajiban internasionalnya dalam kerangka kerja hukum antariksa yang telah disepakati oleh komunitas internasional.


95 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara Gambar 5. Satelit yang Didaftarkan untuk Diluncurkan di Masa Depan (Sumber: UNOSA, 2023) 3. Pembiayaan dan Pembagian Biaya Regulasi juga dapat mencakup bagaimana biaya proyekproyek antariksa bersama akan dibagi di antara negara anggota, serta bagaimana dana akan dikelola. Berikut beberapa langkah umum yang diatur dalam regulasi terkait pengaturan pembiayaan dan pembagian biaya: a. Identifikasi Sumber Dana. Pertama-tama, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek harus mengidentifikasi sumber-sumber dana yang akan digunakan untuk mendukung proyek tersebut. Sumber dana ini dapat berasal dari anggaran pemerintah, lembaga keuangan, mitra swasta, atau kombinasi dari ketiganya.


96 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. b. Perencanaan Anggaran. Selanjutnya, perlu disusun anggaran proyek yang mencakup semua biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek, yang mencakup biaya peralatan, transportasi, personel, riset dan pengembangan, serta biaya operasional dan pemeliharaan. c. Negosiasi Pembagian Biaya. Pihak-pihak yang terlibat dalam proyek harus duduk bersama untuk menegosiasikan bagaimana pembagian biaya akan dilakukan. Pembagian ini dapat berdasarkan sejumlah faktor, seperti kontribusi finansial dari masing-masing negara, penggunaan sumber daya, atau manfaat yang diperoleh dari proyek. Gambar 6. Launch Cost Per Kilogram of Payload (Sumber: UNOSA, 2023)


97 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara d. Penentuan Kontribusi Finansial. Setelah negosiasi, pihak-pihak akan menentukan seberapa besar kontribusi finansial masing-masing pihak dalam proyek. Kontribusi tersebut dapat berbentuk persentase tertentu dari total biaya atau kontribusi dalam bentuk barang atau jasa. e. Manajemen Dana. Setelah tahapan kontribusi finansial ditentukan, diperlukan mekanisme manajemen dana yang efisien. Hal ini mencakup pembukaan rekening terpisah, pemantauan pengeluaran, dan pelaporan reguler kepada pihak yang terlibat. f. Kepatuhan dan Audit. Untuk menjaga transparansi proyek, diperlukan auditing. Dalam beberapa kasus, proyek dimungkinkan melibatkan tim audit independen guna memastikan bahwa dana digunakan sesuai perjanjian, guna mencegah penyalahgunaan dana. g. Perubahan Biaya. Terkadang, biaya proyek tidak dapat diprediksi dan bisa berubah selama pelaksanaan. Oleh karena itu, perjanjian kerja sama harus mengatur bagaimana perubahan biaya akan ditangani dan apakah perlu adanya persetujuan tambahan. Penting untuk dicatat bahwa pengaturan pembiayaan dan pembagian biaya dapat sangat bervariasi dalam kerja sama antariksa. Hal ini bergantung pada konteks, kompleksitas, dan tujuan proyek. Oleh karena itu, perjanjian yang jelas dan rinci sangat penting untuk memasti-


98 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. kan bahwa semua pihak yang terlibat memahami serta mematuhi kesepakatan finansial. 4. Teknologi dan Keamanan Regulasi juga perlu mengatur pertukaran teknologi antariksa dan langkah-langkah pengamanan guna melindungi kepentingan bersama. Berikut beberapa langkah teknis yang penting untuk mengatur pertukaran teknologi dan pengamanan: a. Identify Core Technologies. Langkah ini bertujuan mengidentifikasi inti dari teknologi atau pengetahuan yang akan dipertukarkan dalam kerja sama antariksa. Dengan demikian, harus diklasifikasikan secara jelas tentang teknologi mana yang dianggap sensitif dan memerlukan pengamanan khusus. b. Security Policy Development. Penyusunan kebijakan pengamanan harus mencakup langkah-langkah untuk melindungi teknologi khusus (classified). Kebijakan ini juga wajib mencakup aturan tentang bagaimana teknologi dapat diakses, digunakan, dan disimpan. c. Technology Exchange License. Langkah ini bertujuan untuk menetapkan suatu prosedur guna memberikan izin pertukaran teknologi antarnegara atau entitas yang terlibat dalam kerja sama. Sehingga, badan pemerintah atau badan pengawas antariksa nasional


99 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara perlu dilibatkan untuk mencapai kesepakatan dalam pertukaran teknologi. d. Technology Inspection. Pemeriksaan teknologi yang akan dipertukarkan bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada informasi sensitif yang dapat keluar atau disalahgunakan. Hal Ini juga mencakup penilaian risiko terkait keamanan. e. Access Arrangement. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa hanya pihak yang memiliki izin khusus yang dapat mengakses teknologi sensitif. Dengan demikian, perlu dilaksanakan screening dan pelatihan bagi personel yang akan diberi akses. f. Security Training. Langkah ini bertujuan memberikan pelatihan kepada semua yang terlibat dalam proyek tentang pentingnya keamanan dan cara mengidentifikasi serta melindungi teknologi sensitif. g. Intellectual Property Rights. Langkah ini bertujuan mengatur hak kekayaan intelektual yang terkait dengan teknologi yang dipertukarkan, termasuk pengaturan hak paten, hak cipta, dan lisensi penggunaan. h. Security Evaluation. Langkah ini bertujuan melakukan evaluasi secara teratur terhadap kebijakan dan prosedur pengamanan untuk memastikan keamanan tetap terjaga. Evaluasi terhadap pengamanan juga dapat membantu mengidentifikasi risiko-risiko baru yang mungkin terjadi.


Click to View FlipBook Version