The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Sejak lama politik dan kepentingan suatu negara hanya dikaitkan dengan hal-hal yang ada di bumi, namun sejak Perang Dingin terjadi, perebutan pengaruh politik dituangkan dengan pengembangan teknologi besar-besaran, salah satunya adalah teknologi antariksa yang dimulai oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat, Dalam konteks ini, peningkatan jumlah satelit yang mengorbit di antariksa dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara yang terletak terutama pada jalur orbit satelit.
Banyak pihak memandang peredaran satelit di orbit antariksa sebagai potensi risiko terhadap keamanan nasional karena dampak yang dapat dihasilkannya, terutama terkait dengan masalah sampah antariksa yang memiliki potensi kerusakan signifikan pada wilayah yang terkena dampak. Selain itu, ada juga masalah hukum dan etika yang harus dihadapi, termasuk masalah hak milik atas sumber daya antariksa dan dampak lingkungan dari aktivitas kegiatan antariksa. Meski demikian, perkembangan eksplorasi antariksa untuk kepentingan nasional negara-negara maju telah membawa dunia ke ambang era penemuan dan inovasi baru.
Dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan yang terus berlanjut, diharapkan perkembangan lebih lanjut dapat meraih pencapaian yang luar biasa dalam penjelajahan antariksa di masa mendatang.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ika tyana, 2023-11-15 23:04:27

Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara

Sejak lama politik dan kepentingan suatu negara hanya dikaitkan dengan hal-hal yang ada di bumi, namun sejak Perang Dingin terjadi, perebutan pengaruh politik dituangkan dengan pengembangan teknologi besar-besaran, salah satunya adalah teknologi antariksa yang dimulai oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat, Dalam konteks ini, peningkatan jumlah satelit yang mengorbit di antariksa dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara yang terletak terutama pada jalur orbit satelit.
Banyak pihak memandang peredaran satelit di orbit antariksa sebagai potensi risiko terhadap keamanan nasional karena dampak yang dapat dihasilkannya, terutama terkait dengan masalah sampah antariksa yang memiliki potensi kerusakan signifikan pada wilayah yang terkena dampak. Selain itu, ada juga masalah hukum dan etika yang harus dihadapi, termasuk masalah hak milik atas sumber daya antariksa dan dampak lingkungan dari aktivitas kegiatan antariksa. Meski demikian, perkembangan eksplorasi antariksa untuk kepentingan nasional negara-negara maju telah membawa dunia ke ambang era penemuan dan inovasi baru.
Dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan yang terus berlanjut, diharapkan perkembangan lebih lanjut dapat meraih pencapaian yang luar biasa dalam penjelajahan antariksa di masa mendatang.

Keywords: Dirgantara,Antariksa

100 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. i. Legal Consultation. Terkait hal ini, diperlukan konsultasi dengan ahli hukum yang memiliki pengalaman dalam masalah pengamanan teknologi antariksa. Ahli hukum juga dapat membantu memastikan bahwa regulasi telah memenuhi kriteria yang ada serta mematuhi peraturan hukum dan etika yang berlaku. j. Joint Commitment. Langkah ini bertujuan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kerja sama memiliki komitmen bersama untuk mematuhi regulasi pengamanan dan teknologi yang telah ditetapkan. k. Risk and Security Information. Langkah ini bertujuan memahami dan mengelola risiko keamanan informasi, termasuk ancaman siber yang dapat memengaruhi teknologi antariksa. Dalam membangun kerja sama antariksa, perlu diterapkan langkah-langkah penting untuk pengamanan dan pertukaran teknologi. Hal ini tentunya akan membantu menjaga keamanan teknologi sensitif, pertukaran pengetahuan, dan teknologi yang diperlukan untuk proyek antariksa bersama, serta memastikan bahwa kerja sama antariksa berjalan sesuai hukum dan etika yang berlaku. 5. Perlindungan Antariksa Space debris atau sampah antariksa merupakan masalah yang makin meningkat seiring bertambahnya jumlah objek


101 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara yang diluncurkan ke orbit. Hal ini menjadi ancaman bagi keamanan lingkungan antariksa, satelit, wahana antariksa, dan stasiun luar angkasa. Space debris dapat disebabkan oleh misi antariksa, kecelakaan, dan kesengajaan. Selain itu, tubrukan antara objek antariksa atau antara debris yang sudah ada di antariksa dapat menimbulkan pecahan debris yang baru. Dampak yang ditimbulkan space debris tidak hanya mengancam keamanan lingkungan antariksa, namun juga keberlangsungan kegiatan keantariksaan dan keberlanjutan antariksa dalam jangka panjang. Tidak hanya di antariksa, space debris juga berdampak pada keberlangsungan hidup di bumi. Mitigasi space debris merupakan upaya pertama masyarakat internasional untuk menyelesaikan permasalahan sampah antariksa yang ada di orbit bumi. Gambar 7. Mass Evolution by Object Orbit (Sumber: ESA, 2020)


102 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Gambar 8. Count Evolution by Object Type (Sumber: ESA, 2020) Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa terjadi lonjakan yang signifikan akan kehadiran satelit di ruang antariksa, yang tentunya akan berdampak pada munculnya debris. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan regulasi untuk mengatur perlindungan lingkungan antariksa, sehingga negara-negara dapat dan wajib mempertimbangkan halhal berikut: a. Pengelolaan Sampah Antariksa. Para peserta kerja sama dapat mengembangkan peraturan yang mengatur bagaimana wahana antariksa serta satelit yang sudah tidak aktif dan tetap wajib dikelola. Karena itulah, diperlukan panduan untuk menonaktifkan dengan cara menjatuhkan wahana antariksa yang sudah


103 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara tidak aktif ke atmosfer bumi agar terbakar, atau mengirimkannya ke orbit pembuangan. b. Pencegahan Debris. Negara-negara ASEAN dapat bekerja sama untuk mengurangi pembentukan sampah antariksa baru. Hal Ini dapat mencakup pedoman untuk merancang wahana antariksa yang lebih tahan terhadap kerusakan, mampu menghindari tabrakan dengan sampah antariksa yang ada, hingga mengembangkan teknologi untuk membersihkan sampah antariksa. c. Kode Etik Antariksa. Negara-negara dapat sepakat untuk patuh dan taat pada kode etik atau perjanjian internasional serta mengamalkan asas tanggung jawab dalam eksplorasi dan penggunaan luar angkasa, termasuk perlindungan lingkungan antariksa. d. Kerja Sama Internasional. Tanpa adanya kerja sama internasional dalam pemantauan dan manajemen sampah antariksa, pencegahan dan penumpukan sampah antariksa tidak dapat ditanggulangi. Sehingga, tiaptiap negara dapat berbagi data dan teknologi untuk memantau serta mengendalikan sampah antariksa. e. Penelitian dan Teknologi. Negara-negara peserta dapat mendukung penelitian dan pengembangan teknologi baru untuk membersihkan sampah antariksa atau mencegah pembentukan sampah baru.


104 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Perlindungan antariksa sangat penting untuk menjaga ruang angkasa sebagai sumber daya yang berkelanjutan serta melindungi aset-aset antariksa yang berharga. Dengan adanya kerja sama internasional yang didukung oleh regulasi, lingkungan antariksa pun dapat terus terjaga. 6. Penyelesaian Sengketa Dalam membangun suatu kerja sama yang solid dan berkesinambungan, tentunya diperlukan regulasi yang harus mencakup mekanisme penyelesaian sengketa antarnegara anggota jika terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kerja sama. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat membantu menghindari konflik yang bisa menghambat pelaksanaan proyek bersama. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatur mekanisme penyelesaian sengketa dalam kerja sama antariksa: a. Negosiasi Langsung. Mekanisme pertama yang biasanya dapat diambil adalah negosiasi langsung antara pihak yang terlibat dalam sengketa. Negosiasi dapat membantu menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan saling menguntungkan. b. Mediasi. Apabila negosiasi langsung tidak menghasilkan suatu kesepakatan, maka mediasi pun dapat digunakan. Dalam mediasi, pihak-pihak yang bersengketa dimediasi oleh mediator independen yang


105 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara membantu memfasilitasi perundingan dan mencari solusi yang dapat diterima oleh para pihak. c. Arbitrase. Penyelesaian sengketa yang lebih formal yaitu arbitrase. Dalam hal ini, pihak-pihak yang berselisih menyerahkan sengketa mereka kepada arbiter atau panel arbiter yang independen. Arbiter akan membuat keputusan yang mengikat dan harus dipatuhi oleh semua pihak. d. Pengadilan Internasional. Jika terjadi sengketa sangat kompleks atau berdampak besar, pihak-pihak yang bersengketa dapat memilih untuk membawa kasus terkait ke pengadilan internasional yang berspesialisasi dalam hukum antariksa atau hukum internasional. e. Komitmen untuk Menyelesaikan. Penting untuk menyertakan dalam perjanjian kerja sama komitmen dari semua pihak agar mengikuti mekanisme penyelesaian sengketa yang telah disepakati. Perjanjian atau kesepakatan ini dapat memastikan bahwa perselisihan diselesaikan dengan cara yang terstruktur dan berkeadilan. f. Waktu Penyelesaian. Dalam penyelesaian sengketa, tentunya diperlukan batas waktu untuk setiap tahap dalam mekanisme penyelesaiannya, seperti berapa lama negosiasi atau mediasi dapat berlangsung, sehingga bisa mencegah tarik ulur yang berkepanjangan.


106 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. g. Kepentingan Pihak Ketiga. Terdapat situasi di mana penyelesaian sengketa melibatkan pihak ketiga yang tidak terlibat dalam proyek awal. Perjanjian atau regulasi harus menyiapkan cara untuk mengatasi keterlibatan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa. h. Kepatuhan. Hasil penyelesaian sengketa harus diatur dengan jelas dalam perjanjian, dan diperlukan kepatuhan atas penyelesaian akhir yang diputuskan melalui mekanisme negosiasi langsung, mediasi, arbiter, maupun pengadilan internasional. Mekanisme penyelesaian sengketa yang baik dan rinci merupakan bagian penting dari regulasi kerja sama antariksa. Hal tersebut tentunya akan meminimalkan risiko sengketa yang dapat mengganggu pelaksanaan proyek kerja sama dan memastikan bahwa sengketa dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya dan efektif. 7. Hukum Internasional Dalam penyusunan regulasi, negara-negara ASEAN harus mematuhi peraturan dan hukum internasional yang mengatur antariksa, seperti yang tertuang dalam Perjanjian Luar Angkasa Antariksa PBB. Adapun poin utama dalam Perjanjian Luar Angkasa Antariksa PBB yang harus diselaraskan dalam penyusunan regulasi adalah sebagai berikut:


107 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara a. Peaceful Exploration and Use of Space. Regulasi yang disusun harus menetapkan prinsip bahwa luar angkasa wajib digunakan untuk tujuan damai dan ilmiah. Dengan demikian, militerisasi di luar angkasa dilarang. b. Ownership is Not Allowed. Hukum internasional menyatakan bahwa luar angkasa tidak dapat dimiliki oleh satu negara mana pun, sehingga tidak ada klaim kedaulatan atas luar angkasa. c. International Cooperation. Regulasi yang disusun harus mendorong kerja sama internasional dalam eksplorasi dan penggunaan luar angkasa untuk kepentingan manusia. d. Planetary  Protection. Perjanjian Luar Angkasa Antariksa PBB menekankan perlunya perlindungan lingkungan luar angkasa dan mewajibkan negara-negara untuk mencegah polusi antariksa yang dapat merusak lingkungan atau mengancam keselamatan wahana antariksa. e. Transparency. Negara-negara diwajibkan memberikan informasi tentang aktivitas antariksa mereka kepada PBB untuk tujuan transparansi. f. Rescue and Return of Astronauts Cooperation. Regulasi ini merupakan salah satu poin krusial yang diperlukan guna mengatur kerja sama antarnegara untuk turut


108 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. serta dalam penyelidikan dan penyelamatan astronot yang terdampar. Perjanjian Luar Angkasa Antariksa PBB atau Outer Space Treaty adalah salah satu dari beberapa instrumen hukum internasional yang mengatur antariksa. Selain itu, terdapat peraturan dan perjanjian lain yang mencakup berbagai aspek antariksa, seperti pengelolaan sampah antariksa, penggunaan spektrum elektromagnetik di luar angkasa, dan lain sebagainya. Negara-negara ASEAN, ataupun negara-negara lain, diharapkan mematuhi dan bekerja sesuai kerangka hukum internasional ini dalam aktivitas antariksa mereka. Berdasarkan uraian mengenai regulasi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap kerja sama antariksa di kawasan ASEAN akan sangat tergantung kepada negara-negara anggota dan tujuan-tujuan spesifik proyek tersebut. Oleh karena itu, regulasi dapat bervariasi dari kerja sama satu dengan kerja sama lainnya. Namun, kerja sama antariksa di kawasan ASEAN oleh negara-negara peserta ASEAN, ataupun negara-negara lain di seluruh dunia, diharapkan mematuhi peraturan dan kerangka hukum internasional yang berkaitan dengan keantariksaan. Perjanjian Luar Angkasa Antariksa PBB merupakan salah satu dokumen utama dalam hukum antariksa internasional. Perjanjian tersebut pertama kali ditandatangani pada tahun 1967 dan saat ini telah diratifikasi oleh banyak negara, termasuk negara-negara di ASEAN.


109 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara B. Konsep Kerja Sama Antariksa di Kawasan ASEAN Regulasi yang telah disusun, sebagaimana dijelaskan di atas, dapat menjadi landasan dalam melaksanakan kerja sama antariksa negara-negara di kawasan ASEAN. Mengacu pada teori kerja sama menurut Holsti, maka konsep kerja sama yang dapat diwujudkan adalah menemukan alternatif pemecahan masalah, perundingan, dan pembicaraan mengenai masalah yang sedang dihadapi atau membentuk perjanjian dalam bidang antariksa di kawasan ASEAN. Komponen yang signifikan dalam kerja sama ini adalah penggunaan teknologi antariksa untuk membangun hubungan baik dan kerja sama dengan tujuan pembangunan maupun penguatan SSA di kawasan ASEAN. Adapun konsep kerja sama yang dapat dilakukan oleh negara anggota ASEAN dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori berikut. 1. Pengembangan Infrastruktur dan Teknologi Antariksa Bersama Pengembangan infrastruktur dan teknologi antariksa bersama merupakan upaya untuk membangun serta mengembangkan infrastruktur dan teknologi antariksa melalui kerja sama antarnegara atau organisasi. Kerja sama ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti berikut.


110 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. a. Mendirikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Antariksa Upaya ini dapat diartikan sebagai tindakan untuk membangun atau membentuk sebuah lembaga yang bertugas melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang antariksa. Pusat penelitian ini dapat berupa lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki berbagai macam tujuan, seperti: 1) meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang antariksa, 2) mengembangkan teknologi dan infrastruktur antariksa, 3) melakukan eksplorasi dan penelitian antariksa, atau 4) mendukung pembangunan ekonomi dan sosial di Indonesia. b. Membangun Sistem Satelit Regional Pembangunan sistem regional dapat diartikan sebagai tindakan untuk membangun atau membentuk sebuah sistem satelit yang melayani wilayah regional (ASEAN). Sistem satelit ini dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan bersama, seperti: 1) Komunikasi dan Telekomunikasi. Sistem satelit regional dapat digunakan untuk memperkuat infrastruktur telekomunikasi di wilayah ASEAN.


111 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara Konstelasi satelit di kawasan ASEAN dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien dalam menjamin penyelenggaraan komunikasi di seluruh wilayah secara luas serta dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. 2) Navigasi dan Penentuan Posisi (GPS). Sistem satelit regional dapat digunakan untuk memperkuat sistem navigasi dan penentuan posisi di wilayah ASEAN. Sistem ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan transportasi darat, laut, maupun udara secara akurat dan tidak ketergantungan terhadap penggunaan satelit navigasi milik negara lain. 3) Pemantauan Cuaca dan Iklim. Sistem satelit regional dapat digunakan untuk memantau cuaca dan iklim di wilayah ASEAN. Akurasi satelit cuaca, iklim, dan teknologi lainnya dalam bidang ini sangat penting dalam akurasi prakiraan cuaca di suatu wilayah dan dapat digunakan untuk memperkirakan bencana alam serta memberikan peringatan dini kepada masyarakat. 4) Pengindraan Jauh. Sistem satelit regional dapat digunakan untuk pengindraan jauh di wilayah ASEAN. Hal ini dapat membantu dalam pemetaan sumber daya alam, pemantauan lingkungan, dan pengawasan keamanan wilayah.


112 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Tabel 2. Negara-Negara ASEAN yang Memiliki Satelit dan Pengembangannya Negara Lembaga Antariksa Nasional Landasan Hukum Haluan Kebijakan Capaian Pengembangan Teknologi Mandiri Persentase GERD terhadap PDB24 Indonesia LAPAN (berdiri sejak tahun 1963) UU No. 21 Tahun 2013 Renstra LAPAN 2015- 2019 Satelit mikro 0,08% (2013) Malaysia ANGKASA (berdiri sejak tahun 2002) Dalam proses perumusan Dasar Angkasa Negara 2030 Satelit mikro, satelit nonmikro 1,30% (2015) Filipina Dalam proses perumusan Dalam proses perumusan National Space Development and Utilization Policy Satelit mikro 0,14% (2013) Singapura - - - Satelit mikro, satelit nonmikro 2,18% (2014) Thailand Dalam proses perumusan Dalam proses perumusan National Space Strategy of Thailand 2017- 2036 Satelit mikro, satelit nonmikro 0,62% (2015) Vietnam VNSC (disahkan pada tahun 2017) Dalam proses perumusan Strategy for Space Research & Applications until 2020 Satelit mikro, satelit nonmikro 0,44% (2015) (Sumber: Jurnal “Hambatan ASEAN dalam Mengembangkan Kerja Sama Antariksa Regional yang Signifikan”, Lukman, 2019)


113 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara 2. Penggunaan Bersama Data Satelit Pada konsep kerja sama kategori yang kedua ini, kegiatan yang dilakukan adalah menggunakan secara bersama data satelit antarpengguna, baik pemerintah, swasta, maupun perorangan berdasarkan perjanjian kerja sama. Penggunaan bersama data satelit memiliki sejumlah manfaat sebagai berikut. a. Pembentukan Repositori Data Satelit Repositori data satelit adalah kumpulan data satelit yang dapat diakses oleh pengguna. Repositori data satelit dapat dibangun oleh pemerintah, swasta, atau lembaga nonprofit. b. Pemanfaatan Teknologi Cloud Computing Teknologi cloud computing dapat digunakan untuk berbagi data satelit secara online. Teknologi ini dapat memudahkan pengguna untuk mengakses data satelit dari mana pun. c. Pembentukan Komunitas Pengguna Data Satelit Komunitas pengguna data satelit dapat menjadi wadah untuk berbagi informasi dan pengalaman dalam penggunaan data satelit. Komunitas ini dapat membantu pengguna untuk menemukan data satelit yang dibutuhkan dan memanfaatkan data satelit secara optimal.


114 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. d. Pengembangan Infrastruktur Antariksa Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan infrastruktur antariksa melalui kerja sama antarnegara ASEAN dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain: 1) Kerja Sama dalam Pembangunan Satelit. Negaranegara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam pembangunan satelit untuk memperkuat infrastruktur telekomunikasi di wilayah ASEAN. PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) merupakan perusahaan telekomunikasi swasta berbasis satelit pertama di Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia telah membangun satelit bernama Satria-1 yang digunakan untuk memberikan layanan akses internet cepat di 150.000 titik layanan publik. 2) Kerja Sama dalam Penyediaan Layanan Satelit. Negara-negara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam penyediaan layanan satelit untuk memperkuat sistem navigasi dan penentuan posisi di wilayah ASEAN. Selain itu, kerja sama dalam penyediaan layanan satelit juga dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam pemantauan cuaca dan iklim di wilayah ASEAN. 3) Kerja Sama dalam Penggunaan Data Satelit. Negara-negara ASEAN dapat melakukan kerja


115 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara sama dalam penggunaan data satelit untuk memperkuat sistem pengindraan jauh di wilayah ASEAN. Hal ini dapat membantu dalam pemetaan sumber daya alam, pemantauan lingkungan, dan pengawasan keamanan wilayah. Adapun contoh kerja sama dalam pengembangan infrastruktur antariksa bersama adalah European Space Agency (ESA) yang beranggotakan 22 negara di Eropa yang bekerja sama dalam pengembangan dan pengoperasian berbagai infrastruktur antariksa, seperti satelit, wahana antariksa, dan laboratorium antariksa. Tabel 3. Pengembangan Satelit Mandiri di ASEAN Negara Tahun Mulai Program Satelit yang Telah Dibangun Mitra Awal Satelit yang Akan Dibangun Di Negara Mitra Dalam Negeri Indonesia 2003 LAPAN-A1 LAPAN-A2, LAPAN-A3. Technische Universität Berlin LAPAN-A4 (2020), LAPANA5 (2023). Malaysia 1995 Tiungsat RazakSAT-1 SSTL RazakSAT-2 (2019) Filipina 2014 Diwata-1 - Universitas Tohoku dan Universitas Hokkaido Diwata-2 (2018)


116 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Vietnam 2010 VNREDSat1, Microdragon - Universitas Tokyo JV-Lotus 1 (2019), JV-Lotus 2 (2022) Singapura 1995 UoSat-12 XSat, VELOX-CI, Teleos-1 SSTL Teleos-2 (2021) Thailand 1995 TM-sat, THEOS-1 - SSTL, Astrium. THEOS-2 (2019) (Sumber: Jurnal “Hambatan ASEAN dalam Mengembangkan Kerja Sama Antariksa Regional yang Signifikan”, Lukman, 2019) 3. Pendidikan dan Kapasitas Keantariksaan Kategori ini meliputi kerja sama antarnegara atau organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam bidang antariksa melalui pendidikan dan pelatihan. Kerja sama ini dapat dilakukan dengan mengadakan kombinasi antara pendidikan, latihan, dan pengalaman yang masing-masing saling menunjang. Latihan bertujuan mengembangkan keterampilan (skill) sejalan dengan pengetahuan yang dikehendaki. Pendidikan berorientasi pada disiplin ilmu keantariksaan yang bertujuan untuk mengerti, memahami, dan mengimplementasikannya. Sedangkan, pengalaman memadukan pendidikan dan latihan dalam suatu kondisi aktual atau buatan, yang dapat bersifat terkendali atau tidak dikendalikan.


117 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara Untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam bidang antariksa melalui pendidikan dan pelatihan, negara-negara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam berbagai bentuk kegiatan, di antaranya sebagai berikut. a. Program Pertukaran Pelajar Antarnegara Program pertukaran pelajar antarnegara dapat membantu meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam bidang antariksa. Melalui program ini, pelajar dari negara-negara ASEAN dapat belajar di universitas atau institusi pendidikan di negara lain untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru tentang antariksa. Ilmu yang didapat merupakan faktor fundamental yang sangat menentukan keberhasilan di masa depan dan merupakan investasi jangka panjang dalam menghasilkan ahli antariksa yang profesional dan andal. b. Program Pelatihan Antarnegara Program pelatihan antarnegara dapat membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sumber daya manusia dalam bidang antariksa. Program ini dapat dilakukan melalui pelatihan langsung di lapangan atau program pelatihan online. Dalam hal ini perlu ditingkatkan kesadaran kolektif, khususnya di tingkat pimpinan, tentang pelatihan baik militer


118 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. maupun nonmiliter, yang merupakan senjata paling efektif dan bernilai strategis. Program pelatihan harus dilakukan oleh tenaga ahli, staf pelatih, dan pendidik yang memiliki keilmuan antariksa dalam skala internasional. c. Program Kerja Sama Penelitian Antarnegara Program kerja sama penelitian antarnegara dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan teknologi dalam bidang antariksa. Negara-negara ASEAN dapat melakukan penelitian bersama untuk mengembangkan teknologi antariksa dan memperkuat infrastruktur antariksa di wilayah ASEAN. d. Program Diseminasi Informasi Antarnegara Program diseminasi informasi antarnegara dapat membantu memperkuat jaringan informasi dan pengetahuan dalam bidang antariksa. Negara-negara ASEAN dapat berbagi informasi dan pengetahuan terbaru mengenai teknologi antariksa dan infrastruktur antariksa guna meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia di wilayah ASEAN. Contoh kerja sama dalam pendidikan dan kapasitas keantariksaan adalah The International Astronautical Federation (IAF), sebuah organisasi antariksa internasional yang mempromosikan kerja sama antariksa.


119 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara IAF bekerja sama dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan pelatihan antariksa. 4. Kerja Sama Operasional dan Logistik Kerja sama kategori ini merupakan bentuk kerja sama antarnegara atau organisasi untuk berbagi sumber daya serta kemampuan operasional dan logistik dalam bidang antariksa. Kerja sama ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti berikut. a. Kerja Sama Peluncuran Kerja sama peluncuran merupakan kerja sama antarnegara atau organisasi untuk berbagi fasilitas dan kemampuan peluncuran antariksa. Kerja sama ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti: 1) Kerja Sama Penggunaan Fasilitas Peluncuran. Negaranegara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam penggunaan fasilitas peluncuran untuk memperkuat infrastruktur antariksa di wilayah ASEAN. Hal ini dapat membantu meningkatkan efisiensi dan keamanan peluncuran roket di wilayah ASEAN. Salah satu contohnya adalah kerja sama pembangunan Bandar Antariksa Biak yang dilakukan bersama ISRO. 2) Kerja Sama Penyediaan Layanan Peluncuran. Negaranegara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam penyediaan layanan peluncuran untuk mem-


120 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. perkuat infrastruktur antariksa di wilayah ASEAN. Hal ini dapat membantu meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam bidang antariksa. 3) Kerja Sama Pengembangan Roket Peluncur. Negaranegara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam pengembangan roket peluncur untuk memperkuat infrastruktur antariksa di wilayah ASEAN. Hal ini dapat membantu meningkatkan efisiensi dan keamanan peluncuran roket di wilayah ASEAN. Contoh kerja sama peluncuran antariksa adalah The Space Launch System (SLS).  SLS merupakan roket peluncur yang dikembangkan oleh NASA. SLS dikembangkan dengan kerja sama dari beberapa perusahaan di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. b. Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kerja sama penelitian dan pengembangan teknologi merupakan kegiatan bersama untuk mengembangkan teknologi antariksa melalui kerja sama antarnegara atau organisasi. Kerja sama ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti: 1) Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Antariksa. Negara-negara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam penelitian dan pengembangan tekno-


121 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara logi antariksa untuk memperkuat infrastruktur antariksa di wilayah ASEAN. Kerja sama ini dapat dilakukan melalui penelitian bersama untuk mengembangkan teknologi baru dan memperkuat infrastruktur antariksa di wilayah ASEAN. 2) Kerja Sama Berbagi Data dan Informasi Antariksa. Negara-negara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam berbagi data dan informasi antariksa untuk memperkuat jaringan informasi dan pengetahuan dalam bidang antariksa. Kerja sama ini dapat membantu meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia di wilayah ASEAN. Salah satu contohnya adalah kerja sama antara Thailand dan Amerika Serikat dalam pembentukan Geo-Informatics and Space Technology Development Agency (GITSDA) yang berfungsi sebagai stasiun bumi untuk menerima, mengelola, mengolah, dan mengarsipkan data satelit observasi bumi. 3) Kerja Sama Pengembangan Standar dan Regulasi Antariksa. Negara-negara ASEAN dapat melakukan kerja sama dalam pengembangan standar dan regulasi antariksa untuk memperkuat infrastruktur antariksa di wilayah ASEAN. Kerja sama ini dapat membantu meningkatkan efisiensi dan keamanan penggunaan teknologi antariksa di wilayah ASEAN.


122 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Contoh kerja sama dalam pengembangan teknologi antariksa adalah The Global Navigation Satellite System (GNSS). GNSS adalah sistem navigasi satelit global yang terdiri dari beberapa sistem satelit, seperti GPS, GLONASS, Galileo, dan BeiDou. GNSS merupakan contoh kerja sama pengembangan teknologi antariksa yang memberikan manfaat bagi masyarakat global. Adapun contoh kerja sama dengan badan antariksa dari negara lain adalah kerja sama antara ISRO dan Badan Antariksa Rusia (Roscosmos) yang meluncurkan roket peluncur Geosynchronous Satellite Launch Vehicle (GSLV). Beberapa kategori konsep kerja sama yang telah dikemukakan di atas mencakup berbagai aspek yang dapat diimplementasikan oleh negara-negara ASEAN dalam bidang keantariksaan. Dengan memfokuskan upaya pada area ini, diharapkan dapat tercapai kemajuan yang signifikan dalam pemanfaatan teknologi antariksa untuk manfaat bersama. Guna mewadahi terwujudnya kerja sama antariksa negara-negara ASEAN tersebut, dapat dibentuk sebuah lembaga badan antariksa regional, South East Asia Space Cooperation (SESCO).


123 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara 5. Dual Use Concept Konsep penggunaan dual use dalam satelit merujuk pada penggunaan satelit yang memiliki aplikasi yang bermanfaat, baik dalam domain sipil maupun militer. Konsep ini merupakan pendekatan bertujuan efisiensi karena dapat memberikan manfaat dalam berbagai konteks. Dalam konteks sipil, satelit dapat digunakan untuk tujuan, seperti telekomunikasi, pemantauan lingkungan, navigasi, dan penelitian ilmiah. Selain itu, satelit juga dapat digunakan untuk tujuan, seperti intelijen, navigasi, komunikasi militer, dan pemantauan wilayah perbatasan. Penggunaan ganda satelit ini diatur oleh regulasi guna memastikan kepatuhan hukum dan prinsip-prinsip keamanan internasional. Agar konsep regulasi dan kerja sama dapat terwujud secara sistematis, terstruktur, dan berkekuatan hukum, diperlukan upaya pembentukan organisasi baru yang khusus menangani berbagai hal dalam bidang teknologi keantariksaan di Kementerian Pertahanan RI, dengan Direktur Jenderal Pusat Antariksa yang akan membawahi direktur bidang regulasi dan kerja sama. Adapun konsep ilustrasi struktur organisasi yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 9.


124 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. 104Gambar 9. Konsep Struktur Organisasi Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Sumber: Dokumentasi penulis) Gambar 9. Konsep Struktur Organisasi Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Sumber: Dokumentasi penulis)


125 Kemampuan untuk menguasai teknologi antariksa adalah hak setiap bangsa di dunia. Bangsa Indonesia telah mengembangkan konsep Kedirgantaraan Nasional sebagai cara pandang bahwa wilayah daratan, perairan, dan dirgantara merupakan satu kesatuan yang utuh dan ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan bangsa Indonesia, serta untuk kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia. Selain itu, dalam konsepsi tersebut, bangsa Indonesia juga memandang bahwa dirgantara meliputi ruang udara sebagai wilayah kedaulatan dan antariksa sebagai kepentingan nasional. Oleh karena itu, TNI AU sebagai leading sector kedirgantaraan nasional memiliki peran penting dalam membangun kemampuan antariksa untuk keamanan nasional dalam rangka membentuk space situational awareness (SSA). Bab ini akan membahas tentang langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mewujudkan hal tersebut. Bab 6 Upaya Membangun Kapabilitas TNI AU dalam Bidang Antariksa


126 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. A. Pembentukan Satuan Khusus Antariksa SSA melibatkan berbagai pihak yang memiliki peran penting dalam pemantauan dan pemahaman situasi luar angkasa, salah satunya adalah Space Operation Center (SOC) atau Pusat Operasi Antariksa. SOC adalah fasilitas utama yang bertugas memantau objek-objek luar angkasa, mengelola orbit satelit nasional, dan mengendalikan misi antariksa, sehingga memiliki peran penting dalam SSA. SOC berperan sentral dalam mengelola operasi luar angkasa suatu negara. Dalam menjalankan perannya, SOC memiliki beberapa fungsi kunci. Pertama, bertanggung jawab untuk memantau dan menjaga keamanan objek luar angkasa, termasuk satelit, wahana antariksa, dan space debris atau sampah luar angkasa, dengan tujuan mencegah tabrakan yang dapat merusak operasi satelit. Kedua, mengelola orbit satelit nasional, yang mencakup perencanaan orbit, pengendalian pergeseran orbit, dan memastikan penggunaan yang efisien dari orbit luar angkasa. Ketiga, mereka terlibat dalam mengontrol misi antariksa nasional, termasuk perencanaan tugas, komunikasi dengan wahana antariksa, pemantauan kondisi wahana, dan navigasi. Keempat, SOC mengelola sistem komunikasi antariksa untuk menjaga komunikasi yang efisien antara stasiun bumi dan wahana antariksa. Terakhir, dalam konteks keamanan nasional, SOC dapat berperan dalam pemantauan dan pemahaman situasi luar angkasa yang dapat mempengaruhi


127 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara keamanan negara, termasuk pemantauan peluncuran roket atau satelit asing. Oleh karena itu, tugas SOC mencakup pemantauan terus-menerus objek luar angkasa, perencanaan dan pengelolaan orbit satelit, kendali misi antariksa, manajemen komunikasi antariksa, pengumpulan dan analisis data luar angkasa, serta berkontribusi pada pertukaran informasi dan kerja sama internasional dalam pemantauan luar angkasa dan kebijakan luar angkasa. Di banyak negara, pada umumnya, SSA erat kaitannya dengan peran angkatan udara suatu negara, karena pemantauan objek-objek luar angkasa dimulai sebagai bagian dari operasi pertahanan udara. Oleh sebab itu, banyak negara yang menempatkan SOC di bawah kendali angkatan udaranya karena berkaitan dengan pertahanan dan keamanan dirgantaranya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dirgantara adalah ruang yang ada di sekeliling dan melingkupi bumi, terdiri atas ruang udara dan antariksa. Karena itulah, angkatan udara tidak hanya erat dengan pertahanan dan keamanan ruang udara, tetapi juga berperan dalam pertahanan dan keamanan antariksa. Salah satu negara tetangga Indonesia yang menempatkan SOC di bawah kendali angkatan udaranya adalah Thailand. SOC Royal Thai Air force (RTAF) bertanggung jawab atas perencanaan, persiapan, koordinasi, pengendalian, pengembangan, dan pelaksanaan misi operasi luar angkasa di bawah RTAF. Mereka juga memiliki tanggung jawab atas pengelolaan


128 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. pengetahuan, pengendalian, analisis, dan penyelidikan dalam korps operasi luar angkasa, yang dipimpin oleh komandan yang memiliki tanggung jawab penuh atas operasi SOC. SOC RTAF berperan sebagai unit inti dalam SSA, intelijen, pengawasan, dan pengenalan, menunjukkan keunggulan dalam pengetahuan dan pemahaman operasi luar angkasa dalam lingkup RTAF. Peran yang dilaksanakan SOC RTAF adalah memantau status satelit nasional, memantau satelit negara lain, membangun kewaspadaan dan peringatan tentang situasi antariksa, serta mengawasi operasi antariksa negara lain. SOC RTAF juga berperan dalam mendukung tugas lembaga pemerintah, di antaranya melaksanakan deteksi dan mitigasi bencana, seperti potensi kebakaran hutan dan bencana banjir. Dalam bidang keantariksaan, TNI AU memiliki sejarah kontribusi terhadap pengembangan teknologi antariksa di bidang roket dan pembangunan Lembaga Kesehatan dan Penerbangan Ruang Angkasa (Lakespra) untuk penelitian, medis, dan kesehatan antariksawan pada tahun 1960-an. Namun, dari tahun ke tahun, peran TNI AU dalam bidang keantariksaan makin surut. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1982 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia, pasal 30, secara garis besar disebutkan bahwa tugas TNI AU mencakup dirgantara nasional. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa pengertian dirgantara mencakup ruang udara dan antariksa termasuk orbit geostationer yang


129 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara merupakan sumber daya alam terbatas. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang TNI, tugas TNI AU hanya mencakup ruang udara nasional. Sementara, dalam Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Paksa, peran TNI AU di bidang keantariksaan disebutkan dalam salah satu bentuk operasi udara, yaitu operasi penegakan hukum dan pengamanan wilayah udara (Opsgakkumpamwilud). Dalam operasi tersebut, salah satu ancaman keamanan wilayah udara nasional adalah ancaman benda ruang angkasa yang masuk orbit bumi yang mengarah ke Indonesia. Indonesia juga perlu menyadari bahwa SSA sangat penting dalam menjaga keberlanjutan operasi satelit, navigasi, komunikasi, dan banyak aspek penting lainnya yang terkait dengan luar angkasa. SSA juga berkontribusi bagi keamanan nasional dan kesejahteraan masyarakat global, karena banyak layanan penting bergantung pada infrastruktur luar angkasa. Salah satu alasan utama begitu pentingnya SSA bagi Indonesia adalah luar angkasa telah menjadi domain strategis yang sangat vital bagi keamanan nasional. Banyak negara bergantung pada satelit untuk komunikasi, pemantauan iklim, navigasi, pemantauan militer, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, melindungi dan mempertahankan aset luar angkasa adalah kepentingan nasional yang kritis. Pemantauan luar angkasa melalui SSA memungkinkan negara-negara untuk mendeteksi ancaman potensial, seperti peluncuran satelit mata-mata asing, wahana antariksa yang


130 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. mungkin berbahaya, atau aktivitas luar angkasa yang mencurigakan. Tanpa SSA yang efektif, negara mungkin tidak akan memiliki pemahaman yang cukup tentang ancaman ini atau dapat meresponsnya secara cepat dan efisien. Keamanan nasional tidak hanya tentang perlindungan aset luar angkasa, tetapi juga tentang melindungi populasi dan infrastruktur di bumi. Banyak sistem kehidupan sehari-hari bergantung pada informasi dan layanan yang diberikan oleh satelit, termasuk sistem navigasi GPS, jaringan komunikasi, pemantauan cuaca, dan lainnya. Gangguan atau kerusakan pada satelit ini dapat memiliki dampak serius bagi kehidupan sehari-hari, seperti pengaruh terhadap penerbangan, komunikasi darurat, atau keberlanjutan pertanian. Oleh karena itu, memiliki SSA yang baik dapat membantu melindungi negara dari berbagai ancaman yang mungkin muncul di luar angkasa. Mengacu pada kondisi tersebut, sudah saatnya Indonesia memiliki SOC sendiri untuk mewujudkan SSA. Dengan mempelajari pengalaman-pengalaman negara yang telah memiliki SOC, maka SOC Indonesia perlu dibentuk di bawah kendali dan pengawasan TNI AU karena sangat erat dengan fungsi pertahanan dan keamanan dirgantara nasional.


131 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara 111 Gambar 10. Konsep Jaringan Terintegrasi Space and Air Defense (Sumber: Kemhan, 2023) Gambar 11. Konsep Struktur Organisasi Satuan Antariksa (Sumber: Diolah oleh penulis) Gambar 10. Konsep Jaringan Terintegrasi Space and Air Defence (Sumber: Kemhan, 2023) Gambar 11. Konsep Struktur Organisasi Satuan Antariksa (Sumber: Dokumentasi penulis)


132 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. B. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Nasional dalam Bidang Antariksa TNI AU perlu memanfaatkan berbagai potensi nasional yang dimiliki Indonesia dalam bidang antariksa guna mendorong terbentuknya kapabilitas TNI AU secara maksimal dan berkesinambungan. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pengembangan Teknologi TNI AU bisa berkolaborasi dengan lembaga seperti BRIN untuk pengembangan teknologi antariksa. TNI AU memiliki potensi besar untuk menjalin kerja sama strategis dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam rangka mengembangkan teknologi antariksa. Melalui kolaborasi ini, kedua belah pihak dapat saling bertukar pengetahuan dan keahlian guna mengembangkan teknologi yang canggih dan inovatif di sektor antariksa. TNI AU, dengan kapabilitas dan kebutuhan operasionalnya yang khas, dapat memberikan masukan yang berharga terkait pengembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan militer dan pertahanan. Dalam kerangka kerja sama ini, pengembangan teknologi antariksa bisa mencakup berbagai aspek, seperti teknologi satelit, sistem komunikasi, dan pengindraan jauh. Teknologi-teknologi tersebut memiliki aplikasi yang luas dan vital, tidak hanya dalam konteks militer, tetapi


133 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara juga untuk kepentingan sipil dan penanggulangan bencana. Misalnya, penggunaan satelit untuk keperluan pengawasan wilayah, komunikasi, serta monitoring dan prediksi bencana alam. TNI AU dan BRIN juga dapat mengadakan pelatihan bersama dan pertukaran personel untuk memperdalam pemahaman dan kemampuan dalam bidang antariksa. Dengan menggabungkan sumber daya dan keahlian yang dimiliki oleh TNI AU dan BRIN, potensi pengembangan teknologi antariksa di Indonesia bisa makin maksimal. Selain itu, kolaborasi ini dapat mendorong inovasi dan penelitian yang lebih lanjut, sehingga menciptakan teknologi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan nasional, tetapi juga berdaya saing di tingkat internasional. Langkah-langkah konkret dalam kerja sama ini dapat diatur melalui perjanjian atau memorandum of understanding (MoU), yang menyatakan komitmen dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam mengeksekusi kerja sama ini, penting bagi TNI AU dan BRIN untuk selalu menjunjung tinggi aspek keamanan, etika, dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, sehingga kerja sama ini dapat berjalan secara efektif dan menghasilkan manfaat yang optimal bagi kedua belah pihak dan bangsa Indonesia secara umum.


134 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. Gambar 12. Road Map Membangun Kapabilitas Teknologi Antariksa (Sumber: Kemhan, 2023) 2. Pelatihan dan Pendidikan TNI AU bisa menjalin kerja sama dengan institusi pendidikan dan lembaga penelitian untuk pelatihan dan pendidikan bagi personelnya dalam bidang keantariksaan. Dalam rangka memperkuat kapabilitas dan kompetensi personelnya di bidang keantariksaan, TNI AU dapat menjalin kerja sama strategis dengan institusi pendidikan ternama, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), serta lembaga penelitian terkait. Melalui kerja sama ini, TNI AU dapat mengirimkan personelnya guna mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dalam bidang keantariksaan, menggabungkan teori terkini dan aplikasi praktis terdepan.


135 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara Lebih lanjut, kerja sama ini juga dapat membuka peluang bagi penelitian bersama antara TNI AU dan institusi terkait, sehingga memungkinkan pengembangan teknologi dan inovasi baru yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan operasional yang dihadapi oleh TNI AU. Selain itu, kolaborasi ini juga dapat memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan keahlian, serta pembaruan informasi terkini dalam bidang keantariksaan. Kolaborasi dengan ITB dan ITS juga dapat memperluas jaringan serta keterlibatan TNI AU dengan komunitas akademik dan peneliti di Indonesia, sehingga membuka peluang untuk dialog dan diskusi mengenai isu-isu strategis, kebijakan, dan regulasi dalam bidang keantariksaan. Melalui diskusi dan dialog ini, TNI AU dapat memberikan masukan yang berharga dari perspektif praktisi militer sekaligus memperoleh wawasan baru dari kalangan akademik. Kerja sama ini tidak hanya bermanfaat dalam jangka pendek, tetapi juga diharapkan dapat membangun fondasi yang kokoh untuk pengembangan kapasitas dan kemampuan TNI AU di masa depan. Melalui upaya bersama dan komitmen yang kuat dari semua pihak, kolaborasi ini dapat menjadi model kerja sama antara sektor militer dan akademik, dalam menciptakan sinergi yang menguntungkan serta mendukung kemajuan pengetahuan dan teknologi dalam bidang keantariksaan di Indonesia.


136 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. 3. Penggunaan Fasilitas Bersama TNI AU dapat memanfaatkan fasilitas dan infrastruktur yang dimiliki oleh lembaga terkait, seperti teleskop, stasiun pengindraan jauh, dan laboratorium. TNI AU dapat menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga dan instansi yang bergerak dalam bidang keantariksaan dan teknologi antariksa. Salah satu bentuk kerja sama yang strategis adalah memanfaatkan fasilitas dan infrastruktur milik lembaga-lembaga tersebut, seperti teleskop, stasiun pengindraan jauh, dan laboratorium penelitian. Kerja sama ini memiliki potensi besar dalam mendukung operasional dan misi TNI AU. Fasilitas-fasilitas seperti stasiun pengindraan jauh dapat digunakan untuk kegiatan monitoring, pengawasan, dan intelijen. Dengan memanfaatkan teknologi pengindraan jauh, TNI AU dapat memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai berbagai wilayah, baik di darat maupun laut. Hal ini tentunya sangat penting untuk mendukung tugastugas TNI AU dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Selain itu, laboratorium penelitian yang ada di lembagalembaga tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan penelitian dan pengembangan teknologi baru yang relevan dengan kebutuhan TNI AU. Kerja sama dalam bidang penelitian dan pengembangan ini dapat


137 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara menghasilkan inovasi-inovasi baru yang mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional TNI AU. Teleskop dan fasilitas lainnya juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan studi dan observasi astronomi, yang dapat mendukung pemahaman serta kesiapan TNI AU dalam menghadapi berbagai potensi ancaman dan tantangan di era keantariksaan. Pemahaman terhadap fenomenafenomena antariksa dan teknologi terkait juga merupakan hal yang penting untuk mendukung keberlanjutan operasional dan misi TNI AU di masa depan. Dengan memanfaatkan berbagai fasilitas dan infrastruktur yang dimiliki oleh lembaga terkait, TNI AU dapat memperkuat kapabilitasnya dan menjalin sinergi yang positif dengan berbagai pihak. Kerja sama semacam ini bukan hanya menguntungkan TNI AU, melainkan juga dapat meningkatkan kapabilitas dan kontribusi lembagalembaga tersebut dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. 4. Penelitian Bersama TNI AU dapat menjalin kerja sama strategis dengan berbagai lembaga dan institusi, terutama yang berfokus pada penelitian dalam bidang antariksa. Melakukan penelitian bersama menjadi salah satu bentuk kolaborasi yang diharapkan dapat menghasilkan teknologi baru dan


138 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. inovasi yang signifikan dalam bidang antariksa. Penelitian bersama ini membuka peluang bagi TNI AU untuk mengakses pengetahuan, keahlian, dan sumber daya yang dimiliki oleh lembaga-lembaga penelitian. Kerja sama ini memungkinkan pertukaran ide, pemahaman terhadap fenomena antariksa, serta pengembangan teknologi yang dapat mendukung operasional dan misi TNI AU di masa depan. Inovasi dalam teknologi antariksa, seperti satelit pengindraan jauh, sistem navigasi, dan komunikasi satelit, menjadi beberapa contoh yang dapat dikembangkan melalui penelitian bersama. Kerja sama dalam penelitian bersama ini tidak hanya menguntungkan TNI AU dalam pengembangan kapabilitasnya, tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap lembaga-lembaga penelitian dan akademisi terkait. Kolaborasi ini dapat memperluas wawasan dan membuka peluang baru dalam riset antariksa, yang pada akhirnya berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa di Indonesia. Selain itu, penelitian bersama juga membantu pembangunan sumber daya manusia dalam bidang antariksa. Dengan melibatkan personel TNI AU dalam penelitian, personel TNI AU mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan di era keantariksaan modern. Pendidikan dan pelatihan yang didapatkan dari kerja sama ini memungkinkan TNI AU memiliki personel


139 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara yang terlatih dan siap menghadapi tantangan di masa depan. 5. Monitoring and Surveillance TNI AU dapat memanfaatkan teknologi pengindraan jauh dan satelit untuk keperluan monitoring, pengawasan, dan intelijen. Teknologi pengindraan jauh memberikan kemampuan bagi TNI AU untuk memantau wilayah Indonesia dari udara dengan resolusi tinggi. Teknologi ini sangat penting untuk mendeteksi potensi ancaman serta pergerakan yang mencurigakan. Dengan data yang diperoleh dari teknologi ini, TNI AU dapat merespons dengan cepat dan tepat terhadap setiap situasi yang bisa mengancam keamanan dan kedaulatan negara. Selain itu, pemanfaatan satelit membawa TNI AU ke tingkat yang lebih tinggi dalam aktivitas intelijennya. Satelit dapat memberikan informasi real-time tentang aktivitas di wilayah tertentu, baik di darat, laut, maupun udara. Informasi ini menjadi sangat krusial bagi TNI AU dalam menyusun strategi dan taktik dalam menjalankan operasionalnya. Lebih dari itu, satelit juga dapat mendukung TNI AU dalam misi-misi khusus, seperti pencarian dan penyelamatan, bencana alam, serta operasi lainnya yang memerlukan koordinasi cepat dan informasi yang akurat.


140 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. 6. Pertukaran Informasi dan Data Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) memiliki peranan strategis dalam pengembangan keantariksaan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan ini, kerja sama dengan berbagai instansi dan lembaga terkait, khususnya dalam bidang pertukaran informasi dan data, menjadi hal yang krusial. Melalui kolaborasi ini, TNI AU dan lembaga terkait dapat saling melengkapi serta memperkuat satu sama lain dalam menghadapi tantangan di era keantariksaan yang makin kompleks. Pertukaran informasi dan data yang relevan memungkinkan TNI AU untuk mengakses pengetahuan dan temuan terbaru dalam bidang antariksa. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa TNI AU selalu berada di garis terdepan dalam pemanfaatan teknologi antariksa untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. Dengan akses ke data dan informasi tersebut, TNI AU dapat merespons dengan cepat terhadap berbagai perkembangan serta menyesuaikan strategi dan taktik operasionalnya sesuai kebutuhan. Sebaliknya, lembaga-lembaga yang berkolaborasi dengan TNI AU juga memperoleh manfaat signifikan dari pertukaran informasi dan data ini. Pengetahuan mengenai kebutuhan dan tantangan operasional TNI AU dapat membantu lembaga-lembaga ini dalam mengarahkan penelitian serta pengembangan teknologi antariksa yang


141 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara lebih terfokus dan relevan. Hal ini dapat mempercepat inovasi dan penemuan solusi yang mampu memenuhi kebutuhan khusus TNI AU serta meningkatkan efektivitas kegiatan antariksa secara nasional. Selain itu, pertukaran informasi dan data juga dapat meningkatkan sinergi antara TNI AU dan lembaga terkait dalam menangani isu-isu bersama, seperti pengawasan lalu lintas antariksa dan pengelolaan sumber daya antariksa. Kolaborasi ini juga dapat mempererat hubungan antara instansi pemerintah dan lembaga penelitian, serta membangun jaringan komunikasi yang lebih efektif dan efisien. Dalam jangka panjang, kerja sama semacam ini akan membantu membangun ekosistem keantariksaan yang lebih terintegrasi dan resilient di Indonesia. Hal ini akan memungkinkan TNI AU dan lembaga terkait untuk bersama-sama menghadapi tantangan masa depan dan memanfaatkan peluang dalam bidang antariksa untuk kepentingan nasional. Melalui kerja sama serta pertukaran informasi dan data, TNI AU dapat terus berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan keantariksaan dan penguatan pertahanan udara Indonesia. 7. Latihan Bersama Untuk mempertajam kemampuan dan kesiapsiagaannya, terutama dalam menghadapi tantangan di era keantariksaan, TNI AU telah membangun berbagai bentuk kerja


142 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. sama strategis, salah satunya adalah melalui pelaksanaan latihan bersama dan simulasi. Latihan dan simulasi ini dirancang untuk mengasah berbagai keterampilan dan kompetensi, memastikan bahwa setiap elemen TNI AU siap untuk menghadapi berbagai skenario yang mungkin terjadi. Pelaksanaan latihan bersama ini menjadi sangat penting di era keantariksaan. Dengan perkembangan teknologi antariksa yang pesat, tantangan dan ancaman yang dihadapi tidak hanya bersifat konvensional, tetapi juga melibatkan dimensi antariksa. Oleh karena itu, latihan bersama dan simulasi membantu TNI AU untuk memahami dan mengantisipasi berbagai situasi, meningkatkan koordinasi antarunit, serta mengoptimalkan penggunaan teknologi antariksa dalam operasi militer. Kerja sama dengan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan, seperti BRIN, juga memungkinkan TNI AU mengakses pengetahuan dan teknologi terbaru dalam bidang keantariksaan. BRIN berfokus pada riset dan pengembangan, sehingga TNI AU dapat memanfaatkan hasilhasil riset dan pengembangan tersebut untuk pengembangan doktrin, taktik, dan prosedur operasional yang terintegrasi dengan teknologi antariksa. Latihan bersama dan simulasi ini juga menawarkan peluang untuk memperkuat hubungan antara TNI AU dengan lembaga sains dan teknologi, mempererat sinergi


143 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara dan membangun saling pengertian, serta menciptakan fondasi yang kuat untuk kolaborasi di masa depan. Keberhasilan dalam bidang keantariksaan akan sangat bergantung pada kerja sama erat antara unsur militer dan sipil, dengan mengintegrasikan keahlian dan sumber daya untuk mencapai tujuan bersama. Secara keseluruhan, langkah-langkah proaktif ini menunjukkan komitmen TNI AU dalam membangun keantariksaan melalui kerja sama yang sinergis serta pemanfaatan teknologi dan pengetahuan. Dengan peningkatan kemampuan dan kesiapsiagaan yang terus-menerus, TNI AU menunjukkan dedikasinya untuk menjaga kedaulatan negara di era keantariksaan dan mengantisipasi berbagai tantangan di masa depan. Setiap bentuk kerja sama tersebut akan diatur lebih lanjut dalam perjanjian atau MoU yang disepakati oleh kedua belah pihak, dengan memperhatikan regulasi dan kebijakan yang berlaku. a. Kerja Sama Operasional Observatorium Nasional di Timau sebagai Space Traffic Management TNI AU telah mengambil langkah maju dalam membangun kapabilitasnya di bidang antariksa dengan menjalin kerja sama operasional yang strategis. Salah satu inisiatif yang signifikan adalah kerja sama dengan Observatorium Nasional di Timau yang bertujuan untuk mendukung pengelolaan lalu lintas


144 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. antariksa. Di era yang makin terfokus pada eksplorasi dan pemanfaatan luar angkasa, pengelolaan dan pemantauan objek-objek luar angkasa di wilayah yurisdiksi Indonesia menjadi kian penting. Melalui kerja sama ini, TNI AU berupaya untuk memperkuat kapabilitasnya dalam Space Traffic Management, yang tidak hanya berkontribusi pada keamanan nasional, tetapi juga mendukung perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di ruang angkasa. Upaya membangun kapabilitas TNI dalam bidang antariksa melalui kerja sama operasional dengan Observatorium Nasional di Timau sebagai bagian dari Space Traffic Management dapat mencakup beberapa langkah, sebagaimana dijelaskan di bawah ini. 1) Koordinasi Operasional Kerja sama harus mencakup koordinasi operasional yang efektif antara TNI AU dan Observatorium Nasional di Timau. Kerja sama ini termasuk pembentukan protokol komunikasi dan prosedur berbagi informasi untuk mengatasi situasi darurat atau potensi tabrakan di orbit luar angkasa. Koordinasi operasional yang efektif dalam upaya membangun kapabilitas TNI AU di bidang antariksa melalui kerja sama operasional dengan Observatorium Nasional di Timau sebagai


145 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara bagian dari Space Traffic Management, melibatkan beberapa langkah sebagai berikut: a) Prosedur Komunikasi. Dalam hal ini, perlu ditetapkan prosedur komunikasi yang jelas dan efektif, termasuk frekuensi koordinasi, saluran komunikasi, dan pihak yang bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan pihak lain. b) Perencanaan Kerja Sama. TNI AU menyusun perencanaan bersama untuk operasi lalu lintas antariksa yang melibatkan pemantauan, pelacakan, dan respons terhadap situasi darurat. Selanjutnya, TNI AU menyusun perjanjian atau memorandum of understanding (MoU) yang menggambarkan secara rinci persyaratan dan parameter kerja sama, termasuk akses ke fasilitas observatorium, hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta jadwal kerja. c) Sistem Komando dan Kontrol Bersama. Sistem ini memastikan bahwa sistem komando dan kontrol yang digunakan oleh TNI AU dan Observatorium Nasional dapat berintegrasi dengan baik untuk memungkinkan pertukaran data dan koordinasi operasional yang efektif. TNI AU dapat membuat suatu proto-


146 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. kol atau aplikasi yang berfungsi untuk mengintegrasikan sistem observatorium dengan sistem TNI AU yang ada untuk memungkinkan pertukaran data yang lancar dan pemantauan lalu lintas antariksa secara real-time. Apabila kondisi ini terwujud maka TNI AU akan bertindak sebagai komponen utama dalam melaksanakan keamanan antariksa nasional. d) Pengembangan Prosedur Darurat. TNI AU perlu menyusun suatu prosedur tetap dalam hal situasi darurat atau eskalasi yang meningkat, sehingga tindakan yang dilakukan memiliki dasar yang kuat dan jelas untuk menghadapi situasi yang dapat membahayakan lalu lintas atau infrastruktur antariksa. Semua pihak yang terlibat wajib memahami serta mengetahui bagaimana bertindak dan ke mana melaporkan suatu kejadian dalam situasi kritis. 2) Kerja Sama Regional TNI AU dan Observatorium Nasional di Timau juga dapat berpartisipasi dalam kerja sama regional yang lebih luas dalam bidang manajemen lalu lintas luar angkasa. Hal ini dilakukan sebagai inisiatif bersama dengan negara-negara tetangga


147 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara di kawasan ASEAN sebagai peringatan dini atas ancaman yang berasal dari antariksa dalam rangka mewujudkan SSA. b. Pembaharuan Peranti Lunak Doktrin antariksa dalam mewujudkan space situational awareness dapat terwujud apabila didukung dengan kebijakan, penyusunan program, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan secara teratur serta dukungan anggaran yang dilaksanakan secara terpadu. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain: 1) Mengkaji dan merevisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya yang berkaitan dengan tugas TNI AU. Dalam hal ini, penggunaan kata “dirgantara” perlu dimasukkan dan ditegaskan kembali. Revisi tersebut harus memperjelas tugas TNI AU dan mengintegrasikan penggunaan teknologi terbaru dalam kegiatan keantariksaan. Selain itu, revisi tersebut harus mempertimbangkan perubahan kebijakan politik nasional terkait keantariksaan dan memastikan bahwa kegiatan keantariksaan dilakukan sejalan dengan kepentingan nasional dan regional. 2) Menerjemahkan serta merumuskan kebijakan dan strategi ke dalam program-program yang akan dilaksanakan dalam membentuk postur TNI AU


148 Alif Syaifuddin Rahman, dkk. yang memiliki kapabilitas antariksa di masa yang akan datang. TNI AU harus mampu beradaptasi dengan perang modern dan perkembangan teknologi peperangan saat ini. Sehingga, TNI AU perlu persiapan untuk menghadapi sifat perang udara dan angkasa yang terus berubah, dengan mengerahkan kumpulan drone dalam jumlah besar, drone kamikaze, dan sistem udara autonomus. Semua ini dapat terwujud melalui pemanfaatan teknologi satelit, dalam jumlah yang cukup, agar terjadi redundancy (cadangan pengganti) dan kemampuan luar angkasa yang memadai. 3) Menyiapkan dan menyusun peranti lunak berupa petunjuk penyelenggaraan yang mengatur tentang program dual use antara sipil dan militer sebagai bentuk kerja sama yang berkesinambungan. Petunjuk penyelenggaraan tersebut harus bersifat pencegahan, yaitu mampu mengidentifikasi dan menangani ancaman antariksa secara dini dan efektif. Hal ini penting untuk memastikan keamanan dan keberlanjutan eksplorasi antariksa serta meminimalkan dampak negatif dari ancaman antariksa. Penyusunan petunjuk penyelenggaraan yang jelas dan lengkap akan membantu dalam memastikan bahwa pelaksanaan dan penguasaan kemampuan dalam bidang antariksa dilakukan dengan efektif dan efisien.


149 Mengamankan Antariksa Menjaga Dirgantara 4) Melaksanakan pembaharuan kebijakan dalam bidang pendidikan dan latihan agar mampu menyiapkan infrastruktur pendidikan serta pelatihan sumber daya manusia dalam bidang antariksa untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara lainnya. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain: a) Penyusunan Kurikulum. Berdasarkan kebutuhan yang telah diidentifikasi, TNI AU dapat menyusun kurikulum pendidikan serta latihan yang terstruktur dan komprehensif. Kurikulum harus mencakup materi yang relevan dan memadai untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan. b) Pemilihan Metode. TNI AU dapat menentukan metode pendidikan serta latihan yang paling sesuai, seperti pelatihan kelas, simulasi, latihan praktik, dan pembelajaran berbasis komputer. Metode ini harus mendukung pencapaian kompetensi yang ditargetkan secara internasional dan melibatkan instruktur atau ahli yang berpengalaman dalam bidang antariksa. c) Sertifikasi. Setelah personel tersebut melaksanakan proses pendidikan dan latihan, TNI AU perlu melakukan sertifikasi atas bidang


Click to View FlipBook Version