The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kisah Guru di Masa Pandemi

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by aminwibowo87, 2021-05-01 02:34:36

Menolak Menyerah

Kisah Guru di Masa Pandemi

Keywords: Dare to speak

Siswa yang sama sekali tidak pernah aktif baik secara daring
dan luring. Sampai saya harus mengunjungi rumahnya,
mencari tahu ada apa dengan siswa itu. Pagi itu bersama dua
orang siswa yang menemani saya. Kira-kira tiga kilometer
jaraknya dari sekolah tempat saya mengajar. Melalui
persawahan yang sepi, saya tiba di sebuah rumah yang kira-
kira luasnya 3X5 meter persegi. Dengan alas tanah padat,
jendela dari potongan bamboo. Saya duduk sambil menatap
sekelilling ruangan. Ada seorang ibu tua yang menemui saya.
Saya kemudian memperkenalkan diri dan menanyakan kabar
Sarro, siswa yang “Most Wanted” menurut saya karena saking
penasarannya saya sampai bela-belain berkunjung. Siswa yang
selama pembelajaran tatap muka tidak pernah melalui jam-jam
pembelajaran Bahasa Inggris, aktif di kelas dan tekun
mengerjakan tugas-tugasnya. Sarro yang ketika teman-
temannya sibuk melakukan hal lain di sela-sela jam istirahat,
masih mau meluangkan waktu ngobrol dengan saya di
perpustakaan sambil membawa kamus bututnya. Kamus yang
menjadi hadiah saya untuknya karena mendapat nilai tertinggi
Bahasa Inggris di kelas 7.

Sarro yang tiba-tiba menghilang sejak wabah corona. Tidak
terhias coretan angka-angka di daftar nilai saya, atau pun
daftar hadir saya. Namanya bergabung bersama siswa Most
Wanted. Suara parau ibu tua yang mengaku nenek Sarro
mengagetkanku dari lamunan tentang Sarro.

“Sarro pergi kerja, Bu,” sambil mengusap wajahnya, ibu tua itu
melanjutkan, “Mau beli hape, Bu. Jadi pergi kerja.”

Saya tersentak mendengar jawabannya kala itu. Dan akhirnya
saya menyadari wabah ini banyak merubah kondisi, termasuk
Sarro. Sarro adalah satu dari beberapa siswa yang punya
alasan tidak ikut daring. Dan mereka akan memberikan berjuta

Menolak Menyerah | 51

alasan ketika ditanya kenapa tidak aktif di pembelajaran
daring. Ada yang beralasan sibuk, ada beralasan sakit, ada
yang beralasan tidak punya kuota, bahkan ada pula siswa yang
tidak mau tahu.

Ya, alasan-alasan inilah yang kemudian membuat saya tertarik
lebih mengenal siswa-siswa saya. Kunjunganku ke rumah Sarro
membawa dampak luar biasa. Melihat langsung kondisi siswa,
saya yang awalnya idealis dan menuntut siswa untuk bisa
mengikuti pembelajaran daring dengan berbagai tugas, kini
mulai memahami keadaan.

Kuambil hape, mulai mengetik kata per kata, “Anak-anakku,
video yang baru saja Ibu share adalah materi pertama kita di
semester ini. Ibu share dalam bentuk video karena kondisi
tidak memungkinkan kita bertatap muka. Jika penjelasan di
video belum bisa dipahami dengan baik, dengan senang hati
ibu menunggu pertanyaan dari kalian yaaa. Tetap semangat,
semoga pandemi cepat berlalu dan kita bisa bertatap muka
kembali.”

Gara-gara video, sempat memutar kenanganku tentang Sarro.
Pas banget dengan lirik lagu Samson, “…kan kujadikan kau
kenangan yang terindah dalam hidupku.” Gara-gara video
menyadarkanku sebagai guru. Tidak hanya dituntut untuk
melatih dan mengembangkan potensi keterampilan dan
kemampuan peserta didik, tetapi harus mampu menganalisa
dan memahami sifat tingkah laku maupun kemampuan belajar
peserta didik. Mengetahui apa yang diinginkan peserta didik.
Mengetahui apa yang diinginkan Andi Ansar dan Sarro.

Mereka hanya sebagian dari siswa yang mau bicara. Video, oh
video ..., terima Kasih .... Aku tidak ingin siswaku enggan

52 | Menolak Menyerah

mengikuti pelajaranku sehingga tujuanku tidak tercapai. Tapi
video ini akan memotivasi siswaku menyukai pelajaranku. []

Menolak Menyerah | 53

Profil Penulis

Diyah Kurnia Halim adalah
guru di SMPN 3 Pallangga
Kabupaten Gowa Sulawesi
Selatan. Dia lahir di
Ujungpandang pada 16 Mei
1980. Setelah tamat dari
SMAN 1 Sungguminasa tahun
1998, dia melanjutkan
pendidikannya di jurusan
Sastra Inggris, Universitas
Negeri Makassar.

Tahun 2003 dia menyelesaikan Sarjana Sastra dan diterima di
BNI 46. Tahun 2009 dia kembali melanjutkan pendidikan
Magister Bahasa Inggris di universitas yang sama. Tahun 2010
dia lolos CPNS dan menjadi guru di SMPN 2 Manuju. Tahun
2016, dia meninggalkan SMPN 2 Manuju. Daerah dataran tinggi
yang berjarak 40 kilometer dari kota Sungguminasa yang
memberikan banyak pengalaman mengabdi di daerah
terpencil tanpa jaringan dan transportasi. Ini adalah karya
pertamanya semenjak menjadi guru. Hobi menulis dia tekuni
dari SD dengan mengikuti berbagi lomba menulis puisi dan
cerpen. Salah satu karya yang dimuat di majalah ANEKA Yess
tahun 1998 berjudul Impian Valentine. Semoga karya ini
menjadi motivasi untuk berkarya kembali.

54 | Menolak Menyerah

Only Heaven Knows

(Dwi Handayati)

Di sini aku akan mulai berlari mengejar matahari. Dengan
semangat kukayuhkan kaki menuju tempat aku bekerja.
Aku tahu jaraknya tidak dekat tapi kalau dijalani dengan
ringan tak kerasa. Namun kali ini pasti terasa sekali karena
kantuk yang aku harus tahan. Maklum baru pasang internet di
rumah sehingga agak kampungan mem-browsing sampai lupa
waktu dan begadang sampai lewat tengah malam menjadi
makananku akhir-akhir ini.

Ah …, mana belum sarapan. Pokoknya kalau sudah sampai
langsung mampir ke kantin Mang Udah sekedar beli sebungkus
nasi uduk plus gorengan bakwan. Sarapan yang penuh gizi
kukira, hehehe .... Lumayan, perut aman sampai dua jam ke
depan. Siangnya aku membayangkan semangkok mie ayam
idaman dari Bang Reges. Hmmm ..., senyum-senyum sendiri
hanya dengan membayangkannya.

Itulah sekelumit keseharianku dalam mengejar waktu mencapai
tempat kerja, sebuah sekolah negeri dasar di kota. Semangat
yang kadang bikin geleng-geleng kepala bagi orang lain kalau
dilihat dari gaji sebagai guru honor yang tidak seberapa.

Aku tahu menjadi guru bukan cita-citaku. Dia hadir hanya untuk
memenuhi kuota waktuku yang banyak kosong saat kuliah, di
mana waktu belajarnya tidak seketat saat masih belajar di
sekolah menengah atas. Makin lama pekerjaan ini
menyenangkan hingga saat ini. Terdengar naif. Tapi inilah

Menolak Menyerah | 55

profesi yang harus dilakukan sepenuh hati berapa pun besar
penghargaan yang diterima.

Waktu terus berlalu. Semakin kunikmati pekerjaan ini dengan
sepenuh hati, jiwa, dan raga. Bahkan walaupun sakit ringan
tetap kupaksakan karena rinduku ke mata-mata jiwa yang
berbinar saat melihat aku di kelas. Binaran itu yang makin
membara di relung hati ini. Aku harus ada untuk mereka. Para
siswaku, my dear students.

Suatu saat terdengar kabar yang menampar hampir seluruh
dunia, akhir 2017 ditemukan kasus COVID-19 (Corona Virus
Disease) yang melanda Wuhan suatu kota di Cina. Penyebaran
virusnya yang sporadic memaksa pemerintah untuk segera
mengambil sikap dengan menutup sekolah-sekolah agar mata
rantai penyebaran virusnya dapat dihentikan. Kaget dan tidak
terima karena harus mengubah tatanan kehidupanku yang
begitu rapi seketika. Tapi kutahu semuanya pun begitu. Aku
dipaksa harus terbiasa dengan kehidupan baru, new normal,
AKB (Adaptasi Kebiasan Baru) yang terkenal dengan 3M-nya
(memakai masker, mencuci tangan, menjauhi kerumunan).

Telepon genggam menjadi pacar baru tapi stock lama. Selalu
melekat ke mana pun, dengan ini komunikasi guru dengan guru,
dengan siswa dan orang tua siswa tetap terjalin. Malas rasanya,
tapi harus dipaksakan demi kesehatan. Ah, pasti terbiasa
nantinya.

Pengosongan sekolah dimulai di tengah semester genap,
membuat aku agak gelagapan dalam menyampaikan materi dan
tugas ke siswa. Ah, bagaimana ini? Akhirnya ditemukan solusi
dengan menggunakan fasilitas zoom dan berbagai fasilitas yang
disediakan oleh google. Untuk aku yang berusia di antara tidak
muda dan tidak tua, tidaklah mudah untuk akrab dengan

56 | Menolak Menyerah

teknologi itu semua. Tapi kembali lagi semua harus serba
dipaksakan biar bisa dan terbiasa, karena tak ada yang tahu
kapan wabah global ini akan selesai. Only heaven knows.

Satu semester berlalu. Mulailah tahun ajaran baru yang biasanya
dengan semangat baru namun kali dengan rasa yang pernah
ada. Rasa pernah belajar di rumah namun kali ini dengan
persiapan yang lebih matang. Baik dari segi materi, media, cara
penyampaian, penugasan, penilaian yang lebih beraneka.
Bahkan pemerintah daerah melalui dinas pendidikan telah
menyiapkan prasarana seperti pelatihan, motivasi, kurikulum
serta kuota gratis agar memudahkan proses pembelajaran yang
tidak kalah pentingnya MGMP (Masyarakat Guru Mata
Pelajaran) memberikan wadah untuk guru berbagi ilmu atau
sekedar berkeluh kesah, bahkan bisa saling menguatkan satu
dengan yang lain. Dengan kebersamaan, beban kesedihan, rasa
khawatir, dan kegelisahan dapat ditanggung bersama.

Mulailah awal yang baru, berkenalan dengan siswa melaui zoom
dan WhatsApp, sedikitnya dapat mengenal mereka walau
sesaat. Kerinduan untuk bertemu di kelas baru akhirnya
tersampaikan walau tidak sampai titik maksimal. Ada anak yang
rajin mengerjakan tugas, hadir di zoom tapi tidak sedikit juga
yang absen mengerjakan tugas bahkan hadir di zoom pun tidak,
dengan berbagai alasan yang membuatku harus memaklumi. HP
rusak, barengan sama saudaranya, dibawa ayahnya kerja
sebagai ojek online, sampai tidak ada duit untuk sekedar
membeli kuota. Mau tidak mau orang tua harus bepikir ulang
untuk mengatur pengeluaran tiap harinya. Kalau kerjanya
mapan, ok. Kalau tidak? Oh, membayangkannya saja aku tak
berani. Hanya berharap semoga hari melepas masker sedunia
akan datang. []

Menolak Menyerah | 57

Profil Penulis

Dwi Handayati lahir dari seorang
ibu yang berprofesi sebagai guru.
Walaupun demikian, hal itu tidak
membuat ia mau menjadi guru.
Namun ketika salah satu guru
berhenti di sekolah ibunya,
tawaran pun datang kepadanya.

Setelah mengenyam pendidikan di
TK/SD di PSKD Kwitang VIII Depok,
SMP di PSKD VI Depok, SMU Mardi
Yuana Depok ia melanjutkan ke
dunia kampus hanya karena
melihat jadwal belajar yang fleksibel. Inilah yang membuatnya
menerima tawaran tersebut walau dengan setengah hati. Lalu
ia melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Kristen Indonesia
Jakarta Jurusan Sastra Inggris dan S2 di Universitas Indrapasta
Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

Dari setengah hati lambat laun tekadnya menjadi sepenuh hati.
Guru menjadi dunianya. Dedikasinya dimulai dengan menjadi
guru honorer selama 18 tahun. Diiringi dengan coba-coba ikut
ujian CPNS sebanyak tiga kali dan gagal membuatnya sadar
bahwa menjadi PNS bukan segalanya. Namun Dewi Fortuna
berkata lain. Pemerintah Daerah setempat memberikan
kesempatan untuk para guru honorer menjadi PNS dengan
melaksanakan serangkaian tes. Persiapan dilakukan oleh
penulis dengan usaha dan doa.

Akhirnya 2014 secara ia resmi diangkat menjadi PNS dan sekarang
bertugas sebagai guru Bahasa Inggris di SMPN 20 Depok.

58 | Menolak Menyerah

Materi Simple Present tense,

Possessive Adjectives, dan

Demonstrative Pronouns

melalui Bandicam

(Eufrasia Agatha)

Siang itu saat sedang mempersiapkan diri untuk mengajar
keesokan harinya, saya melihat tayangan--di televisi--
Bapak Gubernur DKI Jakarta sedang mengumumkan
pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) untuk
wilayah DKI Jakarta setelah Kota Surakarta, Jawa Tengah yang
terlebih dahulu melakukannya. Hal itu dilakukan untuk
mencegah merebaknya virus corona yang di belakang hari
disebut sebagai COVID-19.

Saat itu sudah terpikirkan di benak saya, sebentar lagi pasti
Bekasi juga akan memberlakukan hal yang sama karena letak
geografis Bekasi yang berdekatan dengan Jakarta. Seluruh
kegiatan dilakukan dari rumah melalui bantuan teknologi dan
gadget. Saya belum mempunyai gambaran mengajar seperti apa
nantinya jika kota Bekasi memberlakukan hal yang sama seperti
Jakarta. Situasi sangat genting dan terasa mencekam. Di
tayangan berita tertampil banyaknya korban yang berjatuhan
dalam tempo yang sangat singkat sehingga Gubernur DKI
Jakarta membuat keputusan tersebut. Dan …, ternyata Kota
Bekasi juga memberlakukan hal yang sama. Jadilah
pembelajaran dilakukan dari rumah.

Menolak Menyerah | 59

Dilanda kebingungan yang mendera karena Kota Bekasi
memberlakukan hal yang sama, saya mulai membuka-buka file
mengajar saya di laptop. Saya hanya terpikirkan mengajar
melalui WhatsApp conference dan kemudian membagikan
materi melalui WhatsApp. Kemudian saya mencari cari file yang
dibagikan oleh rekan-rekan dari berbagai grup tentang
persiapan mengajar menggunakan teknologi. Saya kemudian
mencoba memahami berbagai metode tersebut, tapi malah
bingung sendiri. Haduh ...!!!

Setelah Kota Bekasi memberlakukan kebijakan yang sama maka
sekolah bertindak sigap dengan mengumpulkan kami para guru
dan memberikan training singkat mengajar dari rumah dengan
menggunakan teknologi. Kami saling membantu dan
mendampingi dalam mempersiapkan materi pembelajaran
selama masa genting ini. Beberapa metode dan cara kami uji
cobakan untuk para murid. Pada awalnya saya menggunakan
email dan WhatsApp untuk memulai pembelajaran jarak jauh
atau yang lebih dikenal dengan PJJ di kemudian hari.

Saya membuat materi dengan format PPT kemudian saya
bagikan kepada murid melalui WhatsApp Group, kemudian
membuka layanan konsultasi materi melalui WhatsApp baik
secara diskusi tertulis maupun secara video call conference.
Menyenangkan ketika menemui anak-anak yang begitu
bersemangat dengan metode ini. Namun banyak juga yang
tertinggal karena berbagai kendala, khususnya kendala kuota
serta kendala yang berasal dari dalam diri murid murid sendiri,
yaitu malas dan hobi yang terpendam.

Pertama, di pagi hari anak anak absen. Setelah absen, tidur lagi
dan tidak peduli materi dan pembelajaran yang sudah saya
bagikan kepada mereka. Yang lebih parah lagi adalah ketika
mereka tidak mempedulikan tugas-tugas yang harus mereka

60 | Menolak Menyerah

kerjakan. Itu adalah kendala yang paling memusingkan karena
saya tidak bisa melihat mereka secara langsung seperti halnya
ketika tatap muka. Menjadi ladang subur bagi anak-anak yang
mempunyai masalah malas. Kendala yang lain adalah anak-anak
yang menyukai serial drama Korea--biasa mereka sebut dengan
istilah DRAKOR. Mereka rela bangun pagi absen kemudian
pegang HP maupun laptop mereka untuk menonton serial
drama Korea ini. Atau terbalik, mereka tidur lewat tengah
malam demi menuntaskan serial drama Korea yang mereka
ikuti, kemudian bangun kesiangan sehingga saya harus
menghubungi orang tua mereka untuk membangunkan mereka
dari mimpi indah drama Korea yang mereka tonton.

Bagi anak laki-laki, yang memusingkan saya adalah mereka yang
kecanduan main game on line. Tugas-tugas yang banyak
tertunda dan tertunggak karena game on line yang pasti lebih
menarik daripada mengikuti PJJ. Sanksi seperti apa pun tidak
mempan untuk mereka yang kecanduan dengan hal yang satu
ini. Karena beberapa dari mereka mendapatkan reward berupa
sejumlah uang jika mengikuti “battle”--atau entah apa
istilahnya--sehingga mereka seperti lebih mengutamakan game
on line-nya dari pada belajar on line.

Keluhan orang tua mengenai kebiasaan anak-anak mereka yang
mulai membuat mereka kewalahan dalam mengatur mereka
untuk belajar dari rumah. Yaitu anak-anak tidak pernah mau
melepaskan gadgetnya sepanjang hari dengan alasan masih
mengerjakan tugas, tapi ternyata bohong. Bahkan ada wali
murid dari murid saya yang juga seorang guru sempat
“kehilangan” anaknya ketika sedang sama-sama belajar on line.
Sang ibu mengajar on line. Sang anak belajar on line. Mereka
duduk bersisian di tempat yang sama. Hingga ketika saya
menelepon si ibu karena si anak belum absen di jam pelajaran
saya, barulah si ibu sadar kalo anaknya sudah tidak ada di

Menolak Menyerah | 61

sebelahnya lagi. Ternyata si anak kembali ke peraduannya dan
menikmati sleeping beauty.

Menyikapi hal-hal seperti di atas, akhirnya saya mengubah
metode PJJ. Yakni saya menggunakan bandicam dan
menerangkan materi melalui bandicam tentang review materi
simple present tense, possesive adjective, dan demonstrative
pronoun tanpa menampilkan materi secara menyeluruh. Saya
hanya menampilkan tulisan singkat dan beberapa gambar. Saya
menerangkan dan anak-anak saya minta untuk mendengarkan
suara saya, memperhatikan tulisan singkat, dan gambar-gambar
yang saya tayangkan dalam power point dalam bandicam.
Kemudian saya meminta anak-anak untuk membuat catatan
dari keterangan saya tersebut tanpa ditambah-tambah dari
sumber lain. Jadi mereka membuat catatan secara manual
berdasarkan suara, tulisan, dan gambar-gambar yang saya
tayangkan secara manual, kemudian dibuat dalam bentuk ppt
dan disubmit melalui Google Classroom masing-masing kelas.
Jika kedapatan mereka copas dari sumber lain--bukan berasal
dari penjelasan yang saya berikan melalui bandicam--akan saya
kembalikan pekerjaan mereka. Saya minta mereka mengerjakan
ulang. Beberapa dari mereka mencoba-coba untuk mengambil
dari sumber lain dengan copas saja karena mereka malas
mendengarkan penjelasan saya, dan mereka berharap saya
tidak mengecek satu per satu pekerjaan mereka. Tetapi harapan
mereka hanyalah tinggal harapan. Mereka harus mengulang
kembali pekerjaan mereka yang tidak sesuai dengan arahan
saya. Banyak anak yang mengeluh karena hal ini. Namun banyak
juga yang menyukai metode saya ini karena mereka jadi lebih
memahami materi dengan menulis, mencatat, sembari
mendengarkan. Di dalam tugas yang mereka harus kerjakan
berdasarkan penjelasan saya, tidak lupa saya sisipkan juga tugas
mandiri di dalamnya. Misalnya, contoh kalimat saya dalam
bentuk positif, kemudian saya meminta mereka untuk

62 | Menolak Menyerah

mengubahnya menjadi kalimat negatif dan kalimat tanya.
Kemudian saya tambahkan pula untuk mengubah possessive
adjective dan demonstrative pronoun yang ada dalam penjelasan
saya. Maka selain menuliskan contoh kalimat tadi, mereka juga
mengerjakan tugas di dalamnya, sehingga saya sudah bisa
mendapatkan nilai untuk tugas mereka sekaligus memberikan
materi pembelajaran.

Anak–anak mengerjakan secara individual. Namun ada yang
berusaha untuk “memalak” temannya dengan mengirimkan
hasil kerja temannya dengan mengganti nama dari ppt yang
disubmit. Namun sebagai guru yang sudah belasan tahun
mengajar, pastilah akan bisa menemukan pekerjaan yang sama
di antara pekerjaan murid-muridnya. Begitu pula dengan saya.
Ketika saya membaca, meneliti, dan menilai pekerjaan mereka,
saya menemukan beberapa pekerjaan mereka sama persis.
Hanya nama yang tidak sama. Kemudian saya membuat
pengumuman di grup untuk beberapa nama tersebut. Saya
batalkan pekerjaan mereka dan tidak satu pun yang saya
berikan nilai sebelum ada penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan dari mereka.

Berendengan mereka menghubungi saya dengan saluran
pribadi. Namun saya tidak memperkenankan mereka
menjelaskan melalui jalur pribadi. Saya memberi wadah mereka
untuk menjelaskan melalui grup kelas sehingga semua anggota
kelas mendengar dan mengetahui duduk perkara yang
sebenarnya. Sejak saat itu anak-anak tidak berani lagi mencatut
nama dan pekerjaan temannya.

Pembelajaran jarak jauh ini memang menuntut para guru di
jaman milenial untuk betul-betul menemukan cara jitu untuk
mendidik sekaligus mengajar khususnya materi dalam pelajaran
Bahasa Inggris, karena anak anak yang dihadapi sekarang ini

Menolak Menyerah | 63

adalah anak-anak yang hidup di jaman gadget yang menjadi
“napas dan hidup” mereka. Kearifan mesti dikembalikan pada
porsinya. Meskipun dalam kondisi dan situasi seperti ini.
Menghadapi anak-anak generasi milenial di masa pandemi
jutaan kali lebih sulit. Semoga segera berakhir masa masa sulit
ini.

64 | Menolak Menyerah

Profil Penulis

Eufrasia Agatha lahir di Sukoharjo
pada 21 Februari. Ia mengajar di
SMP Strada Budi Luhur Bekasi. Ia
menyelesaikan Pasca Sarjana dari
Universitas Indonesia pada 2006. Ia
suka membaca dan traveling.
Negara paling menyenangkan dan
berkesan di hati yang pernah
dikunjungi adalah Roma dan Turki.
Tinggal di sebuah perumahan di
utara Bekasi. Saya berkeinginan melakukan perjalanan
bersama-sama dengan para penulis di buku ini ke mana saja.
Yuk, going-going bareng, yuk ….

Menolak Menyerah | 65

AS not US

(Eva Deliana Br Bangun)

Hai, namaku Eva Deliana. Siswa biasa memanggilku
dengan sebutan Mam Eva. Aku seorang guru Bahasa
Inggris di SMPN 2 Seruway, sebuah sekolah yang tidak
terlalu besar, yang hanya memiliki 180-an siswa. Letak sekolahku
juga tidak terlalu dekat dengan pusat kota, hanya berada di
daerah pesisir Kabupaten Aceh Tamiang. Mayoritas siswa yang
kuajar adalah anak-anak dari para nelayan pesisir dan sebagian
kecil dari petani. Mungkin ini salah satu faktor yang
menyebabkan suara siswa-siswaku cukup besar mengalahkan
besarnya suaraku. Aku senang mengajar di sana. Dengan
karakter siswa yang unik dan kadang menggelitik. Aku telah
mengajar di sekolah tersebut selama kurang lebih 14 tahun.
Waktu yang cukup lama untuk mengabdikan dan
mengaktualisasikan diri menjadi seorang guru yang profesional.

Sebelum masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan Aceh
khususnya, pembelajaran yang aku lakukan berjalan seperti
biasa. Masuk ke kelas, menyampaikan materi, menggunakan
media dan kadang alat peraga yang kurancang untuk
menunjang pembelajaran bahasa Inggris di kelasku. Bertatap
muka dengan siswa merupakan hal yang lumrah dan pasti
dilakukan guru dengan siswanya, termasuk aku. Namun itu
semua tak lagi dapat kulakukan setelah wabah Covid-19
melanda. Jumlah korban semakin bertambah sejak Maret 2020
hingga sekarang di tahun 2021 jumlah korban masih terus
bertambah. Hal ini menuntut pemerintah untuk segera
mengantisipasi penyebaran Covid-19 semakin meluas. Semua
aktivitas berubah total, yang tadinya segala kegiatan baik

66 | Menolak Menyerah

bekerja maupun belajar dilaksanakan di kantor dan sekolah,
mendadak harus dilaksanakan dari rumah yang kita kenal
dengan istilah Work From Home (WFH) dan Learn From Home
(LFH) atau yang sering disebut dengan BDR (Belajar Dari
Rumah) dan sekarang berganti lagi dengan istilah PJJ
(Pembelajaran Jarak Jauh).

Menjalani kegiatan BDR bukanlah hal yang mudah bagiku dan
bagi sebagian besar guru. Aku harus mampu menyesuaikan
aktivitas pembelajaran dari yang awalnya tatap muka menjadi
full online class. Berbagai cara telah kucoba agar siswaku tetap
dapat memperoleh hak mereka untuk belajar. Kucoba
menggunakan grup WA kelas untuk memberikan materi
pembelajaran bahasa Inggris, namun hasilnya masih belum
maksimal. Banyak siswaku yang masih belum memiliki android.
Aku maklumi itu karena siswaku berada di kalangan menengah
ke bawah, yang untuk makan sehari saja kadang mereka harus
berpikir keras.

Tahap awal, aku mendata siswa yang telah memiliki android
untuk mendukung pembelajaran online dan yang belum
memiliki. Setelah kuperoleh data tersebut, aku kemudian
mengatur strategi untuk pembelajaran siswa yang tidak
memiliki fasilitas dengan membuat kesepakatan dengan rekan
guru lainnya, bahwa yang tidak memiliki android siswa akan
diberikan pembelajaran luring seminggu sekali dengan cara
memberikan materi dan lembar kerja yang harus dibaca dan
dikerjakan di rumah. Mereka harus mengumpulkan lembar kerja
kembali ke sekolah pada minggu berikutnya. Begitu seterusnya.

Menolak Menyerah | 67

Tahap selanjutnya, aku mulai mencari cara bagaimana

pembelajaran online untuk siswa yg memiliki android dapat

berjalan dengan efektif. Bersyukur sekali saat ini aku juga

mengikuti kegiatan PEMBATIK--bukan membatik kain, ya.

PembaTIK ini adalah

singkatan dari

Pembelajaran Berbasis

TIK yang diadakan oleh

pihak Pusdatin

Kemdikbud. Jadi dalam

kegiatan ini, aku dan

ratusan guru peserta dari seluruh Indonesia dilatih untuk dapat

mengoperasikan TIK yang dapat digunakan dalam

pembelajaran. Salah satunya adalah MPI (Media Pembelajaran

Interaktif) berupa Articulate Storyline, disingkat menjadi AS.

Nah, kegiatan PembaTIK ini saya ikuti dalam 4 level, yaitu level

literasi, implementasi, kreasi, dan berbagi.

Articulate Storyline (AS) merupakan Media
pembelajaran Interaktif yang bentuknya
mirip dengan Power Point hanya saja
tampilannya lebih menarik. Cara
merancangnya juga tergolong mudah,
kuncinya adalah kita harus berani untuk
mengeksplor semua fitur yang ada di
tampilan layarnya. Awalnya aku harus mengunduh aplikasi AS ini
di laptop, setelah kuunduh aplikasi tersebut, selanjutnya, aku
harus mengumpulkan aset-aset seperti gambar, suara, dalam
hal ini aku menggunakan suaraku sendiri sebagai asetnya. Aku
juga menambahkan beberapa musik pengiring agar mediaku
tidak terlalu sepi.

Tahapan selanjutnya setelah semua aset telah
kukumpulkan, maka selanjutnya aku mulai mengembangkan

68 | Menolak Menyerah

imajinasi dan kreasiku untuk membuat MPI ini. Topik bahasan
materi yang akan kukembangkan menggunakan MPI AS3 ini
adalah Present Continuous Tense untuk kelas VIII. Awalnya aku
mengalami kesulitan mengoperasikan AS3 ini, namun dengan
tekun dan teliti kuikuti tutorial yang kulihat dari Youtube
Channel. Mudahnya hidup di abad 21 ini, ya. Mudah untuk
mencari referensi-referensi yang kita butuhkan. Apa pun akan
tersedia di dunia perinternetan. Langkah demi langkah kuikuti
dengan seksama demi menghasilkan MPI AS3 yang bagus. Mulai
dari men-setting scene/layar, memasukkan gambar, simbol,
suaraku sebagai presenter, membuat tombol-tombol interaktif
agar dapat berfungsi ketika di klik siswa, mengatur timeline.
Timeline adalah pengaturan muncul dan hilangnya segala asset
yang digunakan ketika menampilkan MPI ini. Jadi segala asset
yang digunakan dalam MPI AS3 ini tidak muncul sepanjang
waktu ketika ditampilkan. Aku harus mengatur timeline ini
semenarik mungkin agar tampilan MPI AS3 dapat digunakan
seefektif dan semenarik mungkin oleh siswa.

Tahapan akhir adalah finishing touch atau
penyempurnaan. Kuputar MPI AS3 berkali-kali sebelum ku-
export. Kuperiksa dengan seksama layer demi layer, tombol
demi tombol, untuk memastikan semua dapat berfungsi dengan
baik sesuai dengan yang kuinginkan. Setelah semua kurasa telah
sesuai dengan yang kuharapkan, selanjutnya aku langsung
export MPI AS3 ini dalam bentuk html 5 dan kemudian saya buat
ke dalam drive TW (Drive To Web) agar nantinya dapat dilihat
dan digunakan oleh siswa.

Menolak Menyerah | 69

Tiba saatnya MPI AS3 ini kugunakan sebagai media
pembelajaranku di kelas daring. Pertama sekali kusapa siswa
dan menanyakan kabar mereka. Ini kulakukan melalui grup WA
kelas. Selanjutnya kusampaikan arahan pembelajaran, terkait
apa saja yang harus mereka lakukan untuk menggunakan AS3
ini. Aku lantas mengirim link drive TW AS3 dan kuminta siswa

70 | Menolak Menyerah

untuk membuka link tersebut dan menyimak serta mengikuti
semua tahapan yang ada dalam AS3 tersebut. Kuinstruksikan
mereka untuk menyimak dari awal hingga akhir, sampai mereka
mengerjakan latihan yang terdapat dalam AS3 tersebut. Ada
beberapa latihan yang kurancang dalam media AS3 tersebut, di
antaranya; pilihan ganda, True/False, completion dan matching
atau menjodohkan. Setelah mereka selesai menggunakan MPI
AS3 ini, selanjutnya aku memberikan umpan balik kepada siswa,
menanyakan hal-hal apa saja yang telah mereka peroleh dari
pembelajaran menggunakan AS3 ini. Aku juga menanyakan
kesulitan apa saja yang mereka alami. Alhamdulillah, dari sini aku
tahu bahwa siswa dapat mempelajari materi
pembelajaran daring lebih mudah dari yang
biasanya aku lakukan hanya dengan
menggunakan grup WA saja. Sebagai tahapan
akhir pembelajaran aku memberikan evaluasi
yang sebenarnya dengan membagikan link
Microsoft Form kepada siswa.

Pandemik Covid-19 yang melanda Indonesia telah banyak
memberikan hikmah kepadaku. Jujur saja, semenjak masa
pandemi ini, aku belajar banyak hal. Belajar disiplin untuk selalu
tetap melaksanakan protokol kesehatan di mana saja dan kapan
saja. Belajar untuk bersabar, serta belajar untuk terus
mengaktualisasikan diriku terkait keprofesionalanku. Tidak
hanya itu, teman-temanku juga belajar untuk dapat keluar dari
zona nyaman mereka. Mereka belajar menggunakan IT lebih
mahir lagi agar dapat melaksanakan pembelajaran daring. []

Menolak Menyerah | 71

Profil Penulis

Eva Deliana Br Bangun, S.Pd. lahir

tanggal 20 Desember 1980.

Lulusan Universitas Negeri

Medan tahun 2002 ini adalah

guru Bahasa Inggris SMPN 2

Seruway, Aceh Tamiang.

Penulis juga pernah

berperan sebagai

Narasumber PKB dan

Intruktur Nasional PKP.

Penulis juga aktif sebagai

anggota/fasilitator pada

kegiatan MGMP Bahasa Inggris

Kabupaten Aceh Tamiang.

Beberapa karya yang telah penulis

hasilkan adalah satu buah kumpulan cerpen yang bertajuk

Kuterima Kau dengan Bismillah dan Everyday English

Vocabularies serta beberapa antologi cerita pengalaman yang

berjudul Dari Aceh Hingga Papua, Memadu Kata Mengurai

Makna, Walau Cara Kita Beda, Dari Tamiang Untuk Negeri,

Temu, Rona Rasa Di Rumah Saja, Surat Untuk Ayah, dan Belajar

dari Siswa. Penulis juga seorang Sahabat Rumah Belajar Aceh

2020, serta peraih pemenang Guru Berprestasi di tingkat

kabupaten.

72 | Menolak Menyerah

Akhirnya Meleleh
dengan Ice Breaking di PJJ

(Kusmiati Umar Syarif)

Aku Mia. Sebenarnya sudah tiga bulan ini rasa bosan
melanda. Proses belajar mengajar yang dulu
menyenangkan, penuh canda tawa, celoteh sana sini,
kini hilang dalam sekejap. Bak bumi ini ditelan Batarakala. Tidak
hanya gelap, tapi mendekati sekarat. Masyarakat terpuruk
karena ekonomi semakin melemah. Kegiatan ekonomi dibatasi
seolah haram ekonomi itu berkembang. Bermula dari China,
cekaman yang membuat masyarakat dunia ini gundah, resah
dan penyakit mentality lainnya tanpa diundang. Merasa situasi
yang dikenal dengan nama COVID-19 ini terasa membunuh, tidak
hanya dengan rumus penyakitnya, tapi juga dengan ekonomi,
politik bahkan sosial juga terkait di dalamnya. Ah, tak mau
panjang lebar. Aku ini hanya guru kelas 11 dari salah satu sekolah
PGRI di Bogor. Membahas panjang lebar pun bukanlah seorang
expert yang harus didengar oleh khalayak ramai. Jatuhnya
hanya opini yang tidak menggetarkan isi dunia walau sebesar
helai rambut pun. Sebenarnya ada hal yang di rindukan sebagai
pengajar. Rindu proses belajar mengajar di sekolah, rindu
kebersamaan di kelas, rindu canda tawa di bawah pohon
rindang “Beringin” sambil makan mie ayam Pak Jhon,
sedapnyon .... Itu hanya ada di sekolahku tercinta.

Menolak Menyerah | 73

Hari ini Selasa, biasanya pelajaran Bahasa Inggris dimulai,
pelajaran yang menurut orang se-Indonesia ini sulit karena
bukan bahasa yang digunakan sehari-hari. Tapi sejak aku
mengisi kelas 11, pelajaran yang satu itu dirasa siswa
menyenangkan. Mereka beranggapan belajar Bahasa Inggris
tak lagi menjadi beban, bahkan merasa waktu belajarnya terlalu
singkat.

Aku tidak hanya memberi senyum yang renyah, suara yang
lembut, dan kata-kata yang menurut murid-muridku pelan tapi
dalam, namun aku memperhatikan juga sampai ke ujung kelas
dan pojok kelas. Terbukti ketika ada sedikit sampah atau
bungkus permen pun Aku pasti meminta siswa untuk
membersihkannya. Teliti dan sangat hati-hati. Walaupun
memerintah, tapi diksi yang digunakan tepat. Apalagi untuk
anak usia seperti mereka, Lugas, tegas, gaul, dan fun. Siswa
bahkan pernah mengatakan mereka merasa baru menemukan
kelas yang komplet seperti kelas 11 ini.

Walaupun begitu, semangat itu sempat menurun tiga bulan
pertama karena tiba-tiba semua kesenangan yang terjadi itu
hilang. Tapi bukan aku kalau tidak bisa membangkitkan
semangat dan belajar, selalu bercanda dan tersenyum terus di
pelajaran yang kuajarkan. Tahapan demi tahapannya aku
nikmati.

Seperti hari ini. Aku menyapa di Zoomcloud Class. Senyum gigi
gingsulku yang sering dibahas siswa-siswaku ketika “gabut”
atau sedang tak ada kegiatan yang jelas, sudah khas di mata
mereka semua. Bercandaku adalah hal utama yang mereka
suka.

74 | Menolak Menyerah

Pagi itu di pelajaran kedua jam 09.15 aku menyapa siswa-siswa
kesayanganku satu demi satu. Nama-nama mereka kusebut dan
kuhapalkan, hanya dalam lima menit. Dari pertama masuk kelas
dulu. Apresiasi terbesar bagi mereka sebagai siswa ketika nama
merekai dikenal dan dipanggil oleh guru, mengingat jumlah
siswa dan siswi di sekolah kami hampir 1500 seluruhnya.
Diawali oleh salam dan berdoa, kami sigap laksanakan. Setelah
itu seperti biasa, aku pasti membawa hal baru yang
menyenangkan dalam pembelajaran di kelas, dan aku juga
sering memperkenalkan aplikasi-aplikasi canggih zaman now
yang digunakan saat belajar. Keren kan? Tidak hanya belajar
bahasa Inggris, tapi mereka juga dapat ilmu tambahan
Teknologi Informatika Komputer. Luar biasa, multi talenta harus
kita miliki sebagai guru.
Hampir semua siswaku yang saya tanya mengatakan senang
menjadi siswaku, sudah diberi senyum, biasanya langsung aku
bawa mereka fokus ke dunia materi yang akan diajarkan.
Setelah berdoa aku memberikan gambar seperti berikut:

Menolak Menyerah | 75

Aku meminta Zidan untuk membaca. Tiba-tiba Zidan tertawa
lepas dan tidak berhenti terpingkal-pingkal. Sampai- sampai
Zidan tidak membaca. Lalu meminta Putri. Sama, Putri pun baru
dua baris nyerah, karena senyum dan pamer gigi terus. Jadi tidak
bisa melanjutkan. Selanjutnya Pangeran Siantang. Siswa yang
satu ini sangat aktif dan memang memiliki kecerdasan yang
superior, bahasa Inggris baginya bahasa sehari-hari. Pangeran
dengan teman-temannya, walau tidak bisa diam dan duduk
manis, bolehlah termaafkan karena kejeniusannya.

“Ok, Miss. Should I read it aloud?”

“Yes , Of Course, make your friends hear your voice!”

“Aku mau bicara kentang kita, kenapa sih aku selalu salak di
matamu, Aku sudah cabe banget .... Terus terong aja, aku kecoa
sama kamu, ternyata kamu anggap aku cuma sebatas timun,
lontong jangan buat batinku tersirsak, aku gak nangka kamu
tega berbaut seperti ini sungguh sikat hati ini, kalau memang
perpisangan ini yang terbaik, semangka kau bahagia dengan
yang lain. Sawo Nara ....”

Seisi zoomclass tersenyum. Tak ada yang luput hari itu. Cukup
awal pembelajaran yang sangat menyenangkan. Paragraf
tersebut bila dibenarkan menjadi: “Aku mau bicara tentang kita,
kenapa sih aku selalu salah di matamu, Aku sudah capek banget
.... Terus terang aja, aku kecewa sama kamu, ternyata kamu
anggap aku cuma sebatas teman. Tolong jangan buat batinku
tersiksa, aku gak nyangka kamu tega berbuat seperti ini
sungguh sakit hati ini, kalau memang perpisahan ini yang
terbaik, semoga kau bahagia dengan yang lain. Sayonara ....”

76 | Menolak Menyerah

Di tahapan ini tak ada sedikit suara pun, riuh gelak tawa seolah
diam, seperti halnya malam kelam, sunyi. Aku menjelaskan
materi dengan singkat padat dan jelas. Kuusahakan siswa
paham dengan cepat apa yang disampaikan. Tapi dasar siswa-
siswa yang padahal kesibukannya hanya main dan belajar,
mereka cepat juga lupanya.
Step selanjutnya, penugasan. Biasanya aku memberikan
penugasan sampai jam 11.59 malam hari, jangan sampai
tertunda. Apalagi sampai ganti hari. Aku sangat tidka
mengizinkan. Aku sampaikan bahwa hal itu untuk membiasakan
mengatur waktu dengan baik. Setelah kesimpulan, aku
memberikan penguatan dan contoh- contoh konkret materi.
Aku men-share lagi seperti di awal. Tapi ini berbahasa Inggris.

“Ok, Class. Before I leave the zoomclass, Dida please read the
yellow balloon words!”

Menolak Menyerah | 77

Aku meinta siswa bernama Dida untuk membaca. Dida mencoba
membaca, tetap saja ada yang salah. Tapi tenang, semua siswa
yang disuruh pun semua melakukan kesalahan. Itulah gunanya
latihan Tongue Twister. Agar pengucapan semakin jelas dan
fasih. Siswa terlihat heran juga gurunya dianggap bisa tanpa
salah dengan pengucapan yang jelas dan benar.
Siswa menganggapku tidak hanya guru, yang mulia
menyampaikan ilmu, multi talenta. Mereka juga terhibur sekali
dengan kecerdasan gurunya ini. Aku memang selalu bilang
“Jangan berhenti belajar” karena memang tidak pernah
berhenti belajar. Bahkan dari kita sebagai siswa pun tidak
berhenti belajar. Siswaku pernah berkata akui ini mahkluk Tuhan
yang tidak hanya manis, cerdas, tapi rendah hati. Leluconnya
menggigit. Mereka juga bilang simbol kecerdasanku bukan
lelucon “Badut” yang tampilannya jenaka, tapi tidak ada
kecerdasannya. Ah, mereka ini ada-ada saja. Andai aku tidak
memiliki sekolahan dan mengelola sendiri, mungkin aku lebih
lama mengajar mereka. []

78 | Menolak Menyerah

Profil Penulis

Penulis adalah seorang guru
yang mulai mengajar tahun
1996, saat itu semester 3 di
FKIP Pakuan University. Ia
lahir di Bogor tanggal 12 April
1977. Menulis bukanlah hal
yang aneh, karena penulis
sudah menjadi penulis
cerpen saat usia remaja.
Bakat menulisnya terus digali sampai sekarang. Hasil karyanya
sudah banyak mengisi laman online media sampai sekarang.

Ia melanjutkan studi dengan dana beasiswa. Ia berprinsip
pendidikan itu sepanjang hayat. Ilmu itu universal dan dapat
dipelajari. Seperti yang dikutip pada saat webinar tentang
ParenTeach:

“Ilmuku di langit. Hatiku tetap di tanah. Robbku dalam Hatiku.
Ikatlah Ilmu dengan tulisan, maka tak akan lekang oleh zaman.“
Setinggi apa pun ilmu kita, tetap kekuasaan dan kekuatan itu
milik Sang Khaliq. Tapi dengan menukis sebagai Makhluk-Nya
kita mewujudkan tanda syukur kita kepada-Nya.

Dengan tulisan, kita dapat memberikan bukti bahwa kita berada
dalam peradaban modern. Menulis dengan hati akan lebih
banyak menghasilkan kreasi dan kepuasan tersendiri.

Menolak Menyerah | 79

Harapan yang Tersimpan

(Marwiaty Djafar)

Karena senang berkolaborasi dengan anak-anak--terlebih
lagi dengan anak sekolah--entah karena sebuah
tanggung jawab atau karena faktor kebetulan sebagai
profesi (yang serius lebih menarik, hihihi ...), maka ada saja
teknik untuk menghadapai mereka, terutama dalam persoalan
belajar di masa pandemi ini. Di satu sisi, belajar online
menyenangkan bagi sebagian anak. Tapi di sisi lain, masalah bagi
anak yang lain, termasuk yang ‘kurang’ (yang kehidupan
ekonomi orang tuanya di bawah standar UMR).

Suatu hal yang membuat saya bersemangat dalam mengajar di
masa pandemi ini adalah kita banyak belajar, bukan saja dari diri
sendiri tapi juga dari anak didik kita. Kita yang dulunya gaptek
(mungkin karena factor ...) sekarang menjadi melek teknologi.
Banyak kisah-kisah menarik terjadi. Saat saya mengajar, entah
dari saya sendiri sebagai guru bahasa Inggris. Mereka, atau pun
dari anak didik saya. Oh ya, saya juga diberi tugas tambahan
sebagai wali kelas 11 IPS, yang semua siswanya berjenis kelamin
laki-laki.

Banyak keseruan terjadi di kelas saya ini yang tentunya tingkah
pola mereka berbeda dengan anak-anak perempuan. Kisah ini
berawal saat saya memberikan materi “ASKING AND GIVING
OPINION, MOTIVATION AND SUGGESTIONS”. Sebagai guru Bahasa
Inggris pada masa pandemi ini saya lebih menekankan kepada
pembentukan karakter dari masing-masing siswa tersebut,
antara lain: jujur, disiplin, dan tanggung jawab. Walaupun
begitu, kognitifnya tidak boleh dikesampingkan. Keuntungan

80 | Menolak Menyerah

saya sebagai wali kelas dan sekaligus guru Bahasa Inggris
mereka adalah memudahkan saya untuk memantau mereka
setiap hari dan tempat mereka mencurahkan unek-unek
mereka, baik itu masalah pelajaran, teman-teman mereka, dan
bahkan sampai kehidupan ”keluarga” mereka.

Sejenak saya berpikir, metode atau teknik apa yang harus saya
lakukan dalam menyampaikan materi ini. Tentunya bukan hanya
memberikan teori berupa teks percakapan ataupun grammar
yang harus mereka tahu dan hafalkan. Lalu mereka gunakan
untuk membuat ekspresi “asking andgiving suggestion and
motivation” dalam bentuk kalimat, dan menyusunnya menjadi
sebuah percakapan yang menarik minat mereka.

Maka saya memulainya dari absensi kelas untuk menguji
semangat dan kedisiplinan mereka dalam mengikuti pelajaran.
Kesepakatan jam absen kelas dimulai pukul 6.30 WITA sampai
pukul 8.00 WITA. Karena proses belajar mengajar dimulai pukul
7.15 WITA. Maka banyak waktu yang bisa digunakan untuk
mengecek persiapan mereka, antara lain; HP tidak lowbat,
laptop tidak bermasalah, jaringan tidak rewel, dan quota tidak
habis.

Satu sampai dua bulan, kesepakatan ini masih berjalan normal.
Walhasil, kegiatan belajar mereka berjalan dengan lancar dan
tanpa laporan yang biasanya disertai dengan keluhan dari guru
bidang studi yang lain. Saya pikir ini bagus, alhamdulillah kelas
saya aman. Wkwkwk.

Di bulan ketiga, apalagi setelah menjelang mid semester,
keluhan-keluhan dari beberapa guru mulai bermunculan.
Waduh, saya mulai pusing, deh. Salah satu di antaranya adalah,
tentang mulai menurunnya semangat mereka dalam belajar.
Terbukti dengan selalu terlambat mengumpulkan tugas, dan

Menolak Menyerah | 81

selalu terlambat dalam mengikuti pelajaran. Mungkin saja dalam
mata pelajaran tertentu. Hi...hi...hi.... Maka saya mengadakan
rapat darurat virtual tentunya. Serem banget, ya! Membahas
tentang problem tadi dan lain-lainnya tentang kelas mereka.
Hasil dari rapat itu, ada yang absen setelah sholat Subuh, yaitu
jam 4.45 WITA. Beberapa hari, itu saya biarkan tanpa
mengomentarinya. Saya berpikir positif saja bahwa hal itu lebih
baik daripada mereka tidak absen (saya sambal tersenyum).
Tapi ternyata, alasan mereka banyak yang diikuti siswa lain.
Yang awalnya hanya satu atau dua orang yang absen kepagian,
menjadi lebih dari setengah kelas yang melakukan hal yang
sama, yaitu absen “kepagian”.

Setelah saya selidiki, ternyata setelah absen, ada beberapa
orang yang mencari aman. Daripada tidak absen kelas (seperti
pikiran saya mereka tertidur lagi). Tapi, sisi baiknya menurut
saya, berarti mereka masih semangat dalam mengikuti
pelajaran, dan disiplin dalam mengikuti aturan, serta
bertanggung jawab pada keputusan yang mereka sepakati
bersama. Maka saya gunakanlah materi itu secara berseri,
menjadi beberapa kali pertemuan. Biarlah materi yang lain agak
terlambat. Ini demi kebaikan semuanya. Dan tentu saja,
memudahkan mereka dalam memahami materi “expressions of
asking and giving Suggestion and Motivation “.

Teknik pelaksanaannya, pertama dengan memberi motivasi
pada guru Bahasa Inggrisnya dengan membuat kalimat-kalimat
yang disusun sesuai dengan teori yang sudah mereka pelajari
tentang materi ini. Berikutnya dengan memberi motivasi pada
teman-temannya. Walhasil, sebagian siswa (99%) aktif dalam
memberi kalimat berbentuk motivasi juga dengan membuatnya
dalam VN, atau membuatnya dalam bentuk video.

82 | Menolak Menyerah

Dalam satu kelas tentunya anak-anak memiliki karakter yang
berbeda-beda. Ada yang terlalu berani (over pede kali ya,
hmmm ...). Ada yang tahu tapi malu-malu (alias tidak berani).
Albi, salah seorang anak yang termasuk tipe malu-malu, di kelas
saya, khususnya pelajaran Bahasa Inggris, selalu terlambat
dalam merespon apa pun yang ditugaskan kepadanya.

“Albi, kenapa kamu tidak mengeluarkan pendapat dan
memberikan motivasi kepada teman-temanmu atau pada Ibu?“
tanya saya dalam percakapan lewat VC.

“Maaf, Bu. Saya tidak berani memberi saran, pendapat, apalagi
sebuah motivasi kepada teman-teman, apalagi kepada ibu,”
balasnya dengan nada suara yang agak serak disertai mimik
wajah yang agak memelas.

Sebagai orang tua, perasaan dan pikiran saya mulai khawatir
akan jawaban itu. Albi yang membuat saya penasaran.

“Baik, kalau kamu tidak bisa memberikan alasan kenapa tidak
merespon tugas yang Ibu berikan, tidak apa-apa. Nanti Ibu akan
berikan tugas yang lain,” jawab saya dengan intonasi yang mulai
meninggi, marah bercampur jengkel karena Albi tidak
memberikan alasan yang jelas.

“Maaf, Bu. Sebenarnya saya merasa malu karena ada
handphone. Tapi kadang quotanya tidak memadai seperti
sekarang ini pada saat bertepatan ada tugas yang ibu berikan,
dan saya merasa berat serta kasihan pada orang tua saya untuk
selalu meminta uang untuk membeli kuota yang itu pun sangat
terbatas .... Maafkan saya, Ibu,” suaranya begitu parau dengan
wajah yang semakin memelas, hampir-hampir mengeluarkan air
mata.

Menolak Menyerah | 83

Itulah sekelumit pengalaman saya selama mengajar bahasa
Inggris yang sempat membuat saya bersedih dengan latar
belakang keluarga Albi yang “kurang mampu” tetapi dia tetap
bersemangat dan memotivasi diri sendiri dengan tanpa kata-
kata ataupun kalimat untuk mengikuti pelajaran dalam bentuk
“online”.
Dengan niat yang baik dan keikhlasan dalam menjalankan
aktivitas kita, insya Allah semuanya bisa berjalan dengan baik
dan lancar. Insya Allah. []

84 | Menolak Menyerah

Profil Penulis

Marwiaty Djafar, dilahirkan di

kabupaten Enrekang dan

dibesarkan di Kota Pare-Pare;

yaitu lahir di Matarin

Kabupaten Enrekang Provinsi

Sulawesi Selatan, pada bulan

Desember 1968. Alumni MAN 1

Pare-Pare (1987) ini

melanjutkan studinya di IAIN

Ujungpandang (yang sekarang

sudah menjadi UIN Makassar)

dengan mengambil jurusan Tadris Bahasa Inggris pada fakultas

Tarbiyah. Sebelum menyelesaikan studinya di kampus IAIN

Ujungpandang, ia mencoba menyalurkan bakatnya di bidang

broadcast di salah satu radio swasta di Makassar, dengan

memegang acara seni dan wisata nusantara, sambil belajar nulis

puisi. Mengajar di MAN 2 Pare-Pare(1993-2004). Setelah itu ia

mengajar di MTsN Pare-Pare (2004-2008). Dan mengajar di MAN

3 Makassar (2008-sekarang).

Menolak Menyerah | 85

Eksplorasi Cerita Rakyat

dan Mendongeng Digital

(Maryati Hulalata)

Di kelas Bahasa Inggris, cerita fiksi merupakan salah satu
pembahasan yang menantang di kelas. Selain karena
analisa cerita yang membutuhkan diskusi mendalam dan
luas, murid juga ditantang untuk menunjukkan imajinasi dan
kreativitas melalui cerita yang dibuat. Tidak hanya menulis cerita
fiksi, tapi juga mendongeng dalam bahasa Inggris di depan
banyak orang kerap menjadi pengalaman menegangkan tapi
seru untuk anak-anak.

Segala hal menantang di atas masih belum apa-apa, lho. Karena
dilakukan di kelas di mana saya bisa berinteraksi langsung
dengan anak-anak. Sedangkan saat pandemi seperti ini, hal yang
paling membuat cemas adalah kenyataan di mana saya harus
menghadirkan pengalaman seru ini di kelas daring. Sesulit apa
pun pembelajaran di kelas tatap muka, rasanya tidak terlalu
mengkhawatirkan saya, karena saya masih bisa membantu
anak-anak secara langsung, mendampingi mereka, dan
memastikan mereka mencapai target yang diberikan. Ditambah
lagi, saya bisa berdiskusi dengan teman sejawat, guru senior,
atau pimpinan sekolah tentang strategi-strategi mengajar.
Sedangkan mengajar daring, wah tunggu dulu. Bahkan di
seluruh dunia pun ini merupakan hal yang tidak biasa. Sungguh
merupakan pengalaman baru untuk kita, bagaimana mengajar
daring secara virtual dan memastikan anak-anak menikmati
prosesnya: mengumpulkan tugas dan tentu saja memberikan
feedback satu per satu. Ah, jika mengingat awal pandemi

86 | Menolak Menyerah

menghampiri, rasanya tidak percaya jika sudah genap 1 tahun
kita melewatinya.

Kembali lagi mengenai pembelajaran Bahasa Inggris di kelas
daring. Pembahasan cerita fiksi kali ini berfokus pada cerita
rakyat, berkaitan dengan perayaan hari sumpah pemuda dan
bulan bahasa saat itu. Di hari pertama pembelajaran yang
pertama kali saya lakukan adalah mengelompokkan murid-
murid. Membagi rata ke semua kelompok, dengan gradasi
kemampuan yang seimbang. Sehingga membuka
kesempatan murid untuk bisa saling membantu satu sama
lain.

Lalu bagaimana strategi kelompok belajar ini?

Saya menggunakan Google Hangouts yang terintegrasi
dengan email untuk memudahkan murid-murid untuk saling
berinteraksi tanpa harus terdistraksi dengan chat lainnya. Di
sini, murid bisa bertanya dan siapa pun bisa membantu
menjawab, tidak perlu menunggu jadwal kelas daring tatap
muka. Mengajar 35 anak sekaligus juga merupakan kendala
tersendiri, tapi dengan metode ‘Study Group’ seperti ini,
memudahkan saya untuk menjangkau murid-murid yang
membutuhkan kelompok-kelompok yang lebih kecil. Jam
belajar dibagi menjadi 3 bagian, yakni Virtual Video
Conference, Self Study (A-Synchronize time), lalu kembali ke
Google Meet untuk penutupan dan refleksi.

Di pertemuan awal, saya menunjukkan gambar Cinderella dan
Bawang Putih Bawang Merah. Lalu, anak-anak saya minta
mencari apa saja persamaan dari kedua cerita yang terkenal
tersebut. Saya kemudian membuka website Google Earth dan
menunjukkan rentang jarak antara asal cerita Cinderella
dengan cerita Bawang Putih Bawang Merah.

Menolak Menyerah | 87

“Miss, one is from France and another one is from Riau. How
is that even possible?” ujar salah seorang siswa terkejut
dengan kenyataan itu. Lalu, teman-teman lain ikut-ikutan
heboh karena melihat di peta Google Earth, jauhnya jarak
kedua negeri ini.

“Yes, How could 2 significantly similar stories be miles away
apart?”

Diskusi berlanjut semakin seru. Ketika kami mulai mendaftar
banyak judul cerita rakyat dari Indonesia yang memiliki
banyak kemiripan dengan cerita dari berbagai negara di
dunia. Murid-murid bersama kelompoknya kemudian
membuat Diagram Venn, untuk menunjukkan perbandingan 2
cerita. Yang satu dari Indonesia dan dari luar negeri. Di
pertemuan berikutnya, saya mengundang seorang pakar
cerita rakyat, yakni Ibu Pudentia. Beliau adalah ketua Asosiasi
Tradisi Lisan Indonesia di bawah Kemendikbud yang bekerja
sama dengan Unesco. Anak-anak saya diberikan kesempatan
untuk bertanya tentang apa itu tradisi lisan, bagaimana
perkembangannya di Indonesia, hingga apa saja upaya
generasi muda untuk bisa mempertahankan cerita tradisional
kita.

“Bu Pudentia, is this called plagiarism if they created stories so
similar to other country’s stories?” seorang anak menyalakan
mic dan bertanya.

“If we share the same values, does it mean we are not actually
so different after all?” murid lain ikutan menanggapi jawaban
tamu istimewa kami hari itu.

Anak-anak sangat antusias mengikuti diskusi. Selain karena
pembahasannya yang seru dan membawa pengetahuan baru,

88 | Menolak Menyerah

juga kedatangan tamu keren yang membawa penyegaran di
kelas virtual kami.

Anak-anak sepertinya puas mengulik cerita rakyat melalui
diskusi dan kegiatan seru, seperti; mengeksplor lokasi-lokasi
asal cerita melalui Google Earth, menonton video animasi,
bermain quizizz untuk mengecek pemahaman, dan banyak
lagi. Mulailah anak-anak memproduksi karya ceritanya sendiri.
Saya berikan mereka tantangan.

“Hi Class, we had discussed what is an alternate ending of a
story. Now, I challenge you to give our traditional story a
different ending. You may add characters but you can’t change
the location or delete the characters that already in it.”

Mungkin jika ini adalah kelas tatap muka, respon riuh rendah
sudah pasti memenuhi ruangan. Tapi kali ini, hanya beberapa
anak yang merespon dengan mic dinyalakan. Sisanya memilih
merespon melalui chat box dengan respon yang beragam.

“Oh No, I can’t write” Salah seorang anak mengetik di kolom
chat.

“Miss, please don’t make me do storytelling,” kali ini ada yang
protes langsung dengan menyalakan mic.

“Wow, it’s exciting. Can’t wait to start,” beberapa anak
terdengar bersemangat. Saya hanya tersenyum. Meski di
dalam hati sih, juga mempertanyakan diri sendiri. Apa
mungkin bisa dilakukan secara online? Bagaimana kontrol
penugasannya? Bagaimana memastikan anak-anak
mengerjakan? Lalu, mendongengnya bagaimana? Latihannya?
Wah, beribu pertanyaan berkecamuk di kepala.

Menolak Menyerah | 89

Beberapa pertemuan berikutnya anak-anak memulai proses
menulis adaptasi cerita rakyat dengan ending yang berbeda.
‘Study Group’ yang saya bahas sebelumnya, sangat
membantu saya untuk memastikan anak-anak bisa saling
membantu dan saling bertanya. Ketika akhirnya satu per satu
anak-anak mengumpulkan hasil ceritanya, 100% anak berhasil
menyelesaikan targetnya. Hasilnya tentu saja
membanggakan buat saya. Tantangan berikutnya juga
membuat isi chat Google Meet saya ramai dengan komentar
anak-anak. Saya menantang mereka melakukan dongeng
digital dengan merekam suara mereka layaknya sandiwara
radio. Tentu saja, saya berikan beragam contoh Digital
Storytelling melalui aplikasi Spotify. Kemudian, mereka
memulai latihan per kelompok ‘Study Group’ dan
mengumpulkan hasil rekaman terbaik. Hasil rekaman terbaik
ini kemudian saya kompilasi dalam sebuah storytelling digital
yang bisa diakses siapa pun melalui aplikasi Spotify dan
Anchor.

Proses panjang proyek Bahasa Inggris yang membahas cerita
rakyat ini berakhir dengan membahagiakan. Dari hasil refleksi
saya bersama anak-anak di kelas, mayoritas mereka merasa
kecintaan mereka terhadap budaya Indonesia meningkat.
Ada juga yang menyebutkan bahwa proyek kali ini membuat
mereka tahu banyak tentang cerita rakyat Indonesia yang
bahkan mereka belum pernah dengar sebelumnya. Selain itu,
ada juga yang merasa tantangan ini membuat mereka
menjadi percaya diri bahwa mereka mampu melakukan
banyak hal yang mereka pikir mereka tidak mampu lakukan.
Saya menutup pembahasan akhir dari proyek Bahasa Inggris
ini dengan rasa syukur. Hal ini memotivasi saya untuk terus
memberikan yang terbaik untuk murid-murid saya. Saya
percaya, bahwa setiap anak memiliki potensi yang sama
untuk berkarya. []

90 | Menolak Menyerah

Profil Penulis

Maryati Hulalata atau biasa

dipanggil Ms. Mary adalah

guru Bahasa Inggris

sekaligus koordinator

International Program di

Lazuardi Global

Compassionate School. Ms.

Mary adalah seorang

pendidik yang energik,

kreatif, dan selalu antusias.

Lulusan S1 Pendidikan

Bahasa Inggris STKIP

Kusuma Negara Jakarta ini juga merupakan seorang Google

Educator, Microsoft Innovative Educator dan National

Geographic Certified Educator. Beliau juga tergabung dalam

MGMP Bahasa Inggris Depok, Komunitas Guru Belajar Depok,

dan Google Education Group Depok. Di sela kesibukannya, Ms.

Mary senang menulis artikel tentang pendidikan dan lain-lain

yang bisa dibaca langsung di blognya:

www.maryhasalittlecharm.wordpress.com.

Menolak Menyerah | 91

Corrective Feedback

di Narrative Text

(Nining Suryaningsih)

Sejak pandemi Covid-19 Maret 2020, dunia pendidikan
mengalami banyak guncangan. Salah satunya adalah
hilangnya proses pembelajaran tatap muka di kelas.
Belajar dilakukan dari rumah dengan berbagai platform.
Beberapa di antaranya adalah Whatsapp Group dan Google
Classroom.

Juli 2020 dimulai tahun ajaran baru. Walaupun demikian,
kegiatan pembelajaran masih dilakukan dari rumah mengingat
pandemi Covid-19 belum memperlihatkan tanda-tanda segera
berakhir. Sesuai keputusan rapat staf Wakasek Kurikulum
dengan para koordinator mata pelajaran, di awal tahun
pelajaran guru SMPN 2 Padalarang Kabupaten Bandung Barat
mengajar lewat Google Classroom. Akan tetapi seiring waktu
berjalan, guru-guru Bahasa Inggris merasa Google Classroom
dianggap tidak efektif untuk menjadi tempat diskusi yang sering
dilakukan saat materi disajikan. Maka sesuai kesepakatan,
Google Classroom hanya digunakan untuk mengumpulkan tugas.

Dalam proses belajar mengajar yang dilakukan via on line, lewat
Whatsapp Group dan Google Classroom, siswa menerima materi
di WAG dan lalu mengumpulkan pekerjaan berupa latihan
memahami bacaan lewat Google Classroom.

Salah satu teks dalam bahasa Inggris yang harus diajarkan di
jenjang SMP adalah teks naratif.

92 | Menolak Menyerah

Bunyi KD 3.7 dan 4.7 mengharapkan siswa SMP memiliki
kemampuan memahami teks naratif pendek sederhana.
Pemahaman ini biasanya akan terlihat dari hasil pekerjaan siswa
di akhir pembelajaran setelah dinilai guru. Siswa biasanya
diminta menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks
naratif. Bentuk pertanyaan biasanya berupa True False, Pilihan
Ganda, atau Isian.

Walaupun materi teks naratif bernomor KD 3.7 dan 4.7 biasanya
diajarkan di semester genap, akan tetapi karena sekolah
menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang tematik
integratif maka pelajaran Bahasa Inggris di semester ganjil
mengambil tema dari mata pelajaran IPA. Bab pertama di
pelajaran IPA adalah Hereditas. Bahasa Inggris kemudian
memutuskan mengambil KD tentang teks naratif dengan
mengambil teks naratif yang bertema Hereditas.

Teks naratif yang diputuskan untuk digunakan dalam
pembelajaran Bahasa Inggris yang bertema ‘Hereditas’ adalah
teks naratif berjudul Goldilocks and The Three Bears. Untuk
memberi latihan pemahaman, siswa diminta mengerjakan soal
dari teks berjudul The Ugly Duckling.

Setelah mengajarkan teks naratif di Whatsapp Group, guru
meminta siswa mengerjakan soal latihan dan mengirimkan hasil
pekerjaannya di kolom TUGAS atau CLASSWORK yang ada di
Google Classroom sebagai salah satu cara mengevaluasi
tercapainya tujuan pembelajaran materi teks naratif.

Setelah dilakukan pemeriksaan hasil pekerjaan siswa, guru
memberikan corrective feedback. Kepada setiap siswa yang
belum mencapai 100% benar dalam menjawab soal, guru terus
memberikan kesempatan perbaikan setelah memberi masukan

Menolak Menyerah | 93

pada soal-soal yang belum tepat dikerjakan siswa. Pemberian
masukan (feedback) ini dilakukan dengan berbagai cara.

Corrective feedback merupakan salah satu upaya pemberian
umpan balik secara tertulis. Corrective feedback juga bisa
dilakukan secaral oral (lisan). Menurut Shute, 2008, corrective
feedback adalah “information communicated to the learner that
is intended to modify his or her thinking or behaviour for the
purpose of improving learning”. Berdasarkan pendapat Shute
tersebut, corrective feedback adalah informasi yang
disampaikan kepada siswa dengan tujuan meminta mereka
memperbaiki cara berpikir atau bertingkah laku dengan tujuan
memberikan perbaikan pada pembelajaran. Ini artinya
pemberian umpan balik dimaksudkan memberikan perbaikan
pada pembelajaran cara siswa, bukan memberi cap siswa mana
yang bodoh dan siswa mana yang pintar.

Dalam pengajaran teks naratif di kelas 9, guru menggunakan
beberapa jenis corrective feedback seperti ‘explicit correction’,
‘recast’, ‘clarification request’, ‘metalinguistic clues’, ‘elicitation’,
dan ‘repetition’. Pemilihan beragam cara corrective feedback itu
juga disesuaikan dengan jawaban yang siswa berikan saat
menjawab soal yang berhubungan dengan pemahaman mereka
tentang teks yang diberikan. Cara ini pun memberi dampak pada
meningkatnya adversity quotient siswa, terutama saat hasil
pekerjaan mereka dikembalikan berkali-kali, siswa tetap
berusaha memperbaiki tanpa mengeluh. Bahkan beberapa di
antara mereka menyadari betul bahwa sesuatu yang salah tidak
boleh dibiarkan, melainkan harus ada perbaikan. Itu artinya
pemberian corrective feedback memang menegaskan konsep
assessment as learning, bukan hanya assessment of learning atau
assessment for learning.

94 | Menolak Menyerah

Setelah mempelajari sebuah teks naratif berjudul Goldilocks and
The Three Bears siswa diberikan teks naratif baru yang berbeda
dari teks naratif sebelumnya, yaitu teks naratif berjudul The Ugly
Duckling. Siswa diminta menjawab beberapa pertanyaan yang
berhubungan dengan pemahaman mereka tentang teks naratif.
Jawaban siswa ditulis di buku catatan mereka lalu difoto.
Selanjutnya, siswa mengirim foto pekerjaannya ke kolom
TUGAS atau CLASSWORK di Google Classroom. Guru lalu
memeriksa pekerjaan siswa di kolom TUGAS atau CLASSWORK
dan memberi komentar. Tidak hanya komentar pada jawaban
yang salah, guru pun tidak lupa memberi komentar positif dan
memberi pujian pada pekerjaan siswa yang benar.

Corrective feedback yang diterapkan pada pembelajaran teks
narratif di kelas 9 ini terbukti memberi kesempatan pada siswa
untuk memperbaiki hasil pekerjaannya sampai batas maksimal
tanpa beban mengejar deadline yang kaku. Deadline yang
ditetapkan guru hanya satu pekan sejak tugas diberikan. Maka
tak heran bahwa yang terjadi kemudian adalah siswa
bersemangat memperbaiki sehingga nilai yang diperoleh
mencapai nilai maksimal, 100. Yang mengerjakan setelah
melewati deadline pun masih diberi nilai cukup tinggi karena
hanya beda lima poin dari nilai siswa yang mengumpulkan sesuai
deadline. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan
motivasi siswa untuk mengulang membaca teks sampai mereka
benar-benar memahaminya. Pemahaman yang benar tampak
dari hasil pengerjaan latihan yang diberikan guru. Siswa yang
benar-benar memahami bacaan mampu memberi jawaban yang
tepat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa corrective feedback di platform
Google Classroom ini bukan tanpa kendala. Yang pasti tidak
semua siswa dari tiga kelas yang guru ajar memberi respon
sesuai harapan. Sebagian dari para siswa ini memiliki masalah

Menolak Menyerah | 95

yang berhubungan dengan fasilitas, yaitu HP dan kuota. Untuk
mereka yang terkendala fasilitas di atas sekolah kemudian
memberi solusi berupa pembuatan modul per mapel per
tema/materi untuk dikerjakan selama dua minggu, Bahasa
Inggris tak terkecuali. Namun karena tak ada cara berinteraksi
yang memadai maka siswa yang mengerjakan modul tidak
mendapatkan layanan corrective feedback. []

96 | Menolak Menyerah

Profil Penulis

Nining Suryaningsih lahir di
Bandung, 5 Desember 1973.
Selain sebagai guru Bahasa
Inggris di SMPN 2 Padalarang
Kabupaten Bandung Barat ia juga
merupakan editor di YM
Publishing.
Setelah lulus dari SMAN 10
Bandung tahun 1991 ia
melanjutkan studi di Fasa D3 Unpad. Namun pada 1992 ia lulus
UMPTN dan masuk ke Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP
Bandung (UPI sekarang) sehingga meninggalkan Unpad karena
lebih memilih menjadi guru.
Mulai menulis di awal Maret 2017, sudah sembilan buku karya
tunggal yang ditulisnya selain tujuh antologi bersama guru-guru
Indonesia.
Ia bisa dihubungi di FB dengan nama Nining Suryaningsih atau
melalui akun email: [email protected].

Menolak Menyerah | 97

Semua Kulakukan Untukmu

Aku Begini Adanya

(Nur Farida)

Perubahan demi perubahan terjadi di sekitar kita tanpa kita
bisa menolak dan mencegahnya. Siap tidak siap, kita
harus menghadapinya dengan berani dan bijaksana.
Demikian halnya yang terjadi sekarang ini di dunia pendidikan
kita. Saat pandemik Covid-19 datang melanda dunia, banyak
perubahan dan paradigma yang mau tidak mau harus kita
hadapi dan kita selesaikan.

Pandemi Covid-19 meruntuhkan paradigma tentang pendidikan
yang hanya dibatasi oleh guru, ruang-ruang kelas. Pandemi ini
mengubah cara pandang kita sebagai guru dan masyarakat
terutama wali murid tentang pendidikan, serta peran orang tua
dalam pendidikan anak-anaknya.

Dulu mereka terlalu menggantungkan pendidikan anak-anak
mereka pada sekolah, yang menurut pandangan mereka,
sekolah adalah tempat pendidikan yang tepat untuk anak-anak.
Sedangkan mereka cenderung apatis dan menunggu hasil
dengan kadang menuntut yang berlebih pada institusi sekolah
tanpa sadar bahwa pendidikan akan berhasil atas kerja sama
sekolah dan orang tua.

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah alternatif penganti
pembelajaran tatap muka yang sudah biasa kita lakukan. Pada
awal-awal pandemi, mungkin semua pihak sedikit ada shok. Tapi
secara perlahan semua dituntut untuk menyesuaikan diri

98 | Menolak Menyerah

dengan secara perlahan mengatasi segala permasalahan yang
muncul.

Di sini penulis akan mendeskripsikan segala usaha dan upaya
yang diusahakan di sekolah penulis untuk PJJ dengan segala
hambatannya.
1. Grup WA dan tugas offline

Pada sekitar akhir semester 2 tahun ajaran 2019/2020,
pandemik Covid-19 melanda dunia. Saat itu PJJ diberlakukan,
hal pertama yang kami pikirkan adalah media apa yang paling
efektif untuk pembelajaran PJJ. Kami sepakat, WA adalah
media sosial yang kami anggap paling efektif untuk
berkomunikasi dengan siswa atau orang tua siswa,
mengingat bahwa sebagian besar dari orang tua/ wali siswa
mempunyai WA. WA grup yang dikelola para wali kelas, kami
gunakan untuk memberi info penting dari sekolah, tugas-
tugas, atau pembelajaran lewat link yang dimuat di WA grup.
Siswa mengumpulkan tugas–tugas secara off line dengan
dikumpulkan di balai desa masing-masing. Tiap akhir pekan,
petugas sekolah mengambil tugas mereka di balai desa.

Ternyata metode tersebut juga terkendala beberapa
hambatan. Di antaranya adalah masih ada orang tua siswa
maupun siswa yang tidak punya HP android. Jadi, mereka jadi
tertinggal segala informasi dan tugas-tugas dari sekolah.
Selain itu sebelum ada pulsa gratis dari pemerintah, paket
data juga merupakan kendala yang cukup signifikan. Sinyal
yang kurang stabil juga menjadi PR tersendiri karena letak
geografis sekolah kami yang berada di lereng gunung wilis.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, kami meminta para
wali murid untuk datang ke sekolah setiap hari Sabtu untuk
mengambil tugas-tugas dan dikerjakan secara luring. Dari
usaha yang sudah kami lakukan di atas ternyata partisipasi
siswa masih sekitar 50-60%. Dari pihak kita sebagai guru juga

Menolak Menyerah | 99

menemukan banyak kendala. Tugas siswa menumpuk tanpa
di kasih nama, kelas maupun mata pelajaran apa. Ada juga
yang tidak menuliskan tugas tanggal berapa. Belum lagi
banyak siswa yang tidak tepat waktu dalam mengumpulkan
tugas, sehingga bapak ibu guru merasa kesulitan dalam
mengoreksi.

2. Google Classroom
Pada awal semester ganjil tahun ajaran 2020/2021, kami
sepakat menggunakan Google Classroom untuk media PJJ,
tanpa meninggalkan WA grup dan penugasan luring.
Beberapa pertimbangan kami di antaranya adalah
kemudahan akses dan aplikasi yang tergolong ringan. Kami
juga mengurangi penggunaan kertas untuk mengerjakan
tugas. Siswa cukup mengunggah tugas yang kami berikan
secara daring. Bentuk tugas juga sangat bervariasi, bisa foto,
audio, video, file word dan lain-lain. Kami juga bisa berdiskusi
di forum chat.

Ternyata permasalahan muncul juga hampir sama. Walaupun
siswa sudah mendapat paket data dari pemerintah, tingkat
partisipasi siswa masih belum sampai 80%. Kami harus
mengevaluasi lagi kekurangan dan kelemahan sistem yang
kita ambil. Kita harus perbaiki untuk sistem PJJ yang lebih
baik semester ini.

Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menggunakan
cara dan teknologi yang ada dengan tetap
mempertimbangkan situasi dan kondisi siswa kita. Menurut
pertimbangan penulis ada beberapa hal yang harus
diperbaharui dari sistem yang kita ambil mulai semester ini:
1. Keikutsertaan orang tua siswa. Kita akui bahwa kita

kurang melibatkan orang tua dalam PJJ ini. Sementara itu,
waktu siswa sebagian besar dihabiskan di rumah saat

100 | Menolak Menyerah


Click to View FlipBook Version