The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Hartanto Hadi, 2021-11-24 04:27:42

KUMPULAN CERPEN

KELAS XI IPS 20-21

to choose where we come from, we can still choose where we go from there. We can still
do
things. And we can try to feel okay about them.” dari novel berjudul The Perks of Being a
Wallflower yang ditulis oleh Stephen Chbosky yang artinya adalah “Jadi, saya kira kita
adalah

diri kita karena banyak alasan. Dan mungkin kita tidak akan pernah tahu mengapa. Tetapi
jika

kita tidak memiliki kekuatan untuk memilih dari mana kita berasal, kita masih dapat
memilih

kemana kita pergi dari sana. Kita masih bisa melakukan banyak hal. Dan kita dapat
mencoba
untuk merasa baik-baik saja dengan itu.” kalimat ini membuatku tersadar bahwa aku
percaya

dengan diriku sendiri untuk bisa memilih kemana diri ini melangkah untuk meraih cita-
cita.

“ Monika, makan malam sudah siap nak,” terdengar suara ibu yang memanggilku untuk
segera
makan. “Iya, bu.” jawabku sambil menuruni tangga. Ku lihat ayah dan ibu yang sudah
duduk di

meja makan, menungguku untuk menyantap makan malam bersama. “Monika, bulan
depan kita
akan pergi ke Sydney, ada pekerjaan yang harus ayah selesaikan disana.” ucap Ayah di
tengah-

tengah makan. Aku cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Ayah.
“ Sydney? Berapa hari kita akan menetap disana?”
“ Sebenarnya kita akan tinggal disana selama empat tahun, karena pekerjaan yang Ayah
ambil
memakan waktu yang lama.”
“ Empat tahun Yah? Maksud Ayah aku akan kuliah disana juga?”
“ Iya, Mon. Ayah dan Ibu juga sudah menyiapkan dokumen dan data-data yang kamu
perlukan
untuk kuliah disana,” jawab Ibu.

Walaupun aku sangat kaget dengan apa yang dikatakan orang tua ku, namun aku tidak
kecewa.
Justru aku sangat senang. Karena Australia adalah salah satu negara yang ingin sekali
aku
kunjungi. Dan tinggal empat tahun di Sydney? Sangat tidak masalah.

“Oke, aku tidak ada masalah dengan itu.” aku tersenyum lalu melanjutkan makan
malamku.

25 Desember 2014

Hari ini aku mulai mengemas barang-barang dan menyiapkan keperluan untuk pindah,
karena
kurang dari lima hari, aku dan keluargaku akan berangkat ke Australia. Kami berencana
untuk
merayakan tahun baru disana. Aku sangat tidak sabar dengan kehidupan yang akan
kujalani
disana, menetap di negeri orang, beradaptasi dengan suasana baru, belajar hal baru,
dan yang
pasti bertemu dengan orang baru terdengar sangat mengasyikan dan menantang bagiku.
“Monika, bantu ibu mengemas nak!” suruh Ibu. “Iya, bu.” jawabku. Aku pun beranjak dari
kamarku menuju kamar Ibu. “ Baju yang mana saja yang harus dikemas, bu?” “Itu yang
sudah
Ibu pisahkan dekat ranjang, kamu hanya perlu memasukkan nya ke dalam koper. Susun
yang
rapi ya,”. Setelah selesai membantu Ibu, aku menuju meja makan bermaksud untuk
makan siang
sebelum melanjutkan mengemas barang lainnya.

27 Desember 2014

Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu datang juga. Pagi ini aku dan keluargaku sudah siap
untuk

menuju bandara. “Sudah siap semua ya, jangan sampai ada yang tertinggal barang-
barangnya,”
kata Ayah saat memasukkan koper ke dalam bagasi mobil. “Sudah semua yah,” jawabku.
Aku

yakin tidak ada barang-barang yang terlupa karena aku sudah memeriksa lebih dari
sepuluh kali.

Ya, aku memang sangat tidak sabar untuk menuju ke negara kangguru itu.
“Oke, Monika tolong kunci pintu dan gerbang rumah ya, Ayah dan Ibu tunggu di mobil,”
suruh
Ibu. “Baik bu.” kuraih kunci dan gembok gerbang lalu aku menutup pintu rumah dan
gerbang

rumah mungkin untuk yang terakhir kalinya. Begitu banyak kenangan dalam rumah yang
sudah
ku tempati selama sepuluh tahun terakhir. “Sampai jumpa lagi.” ucapku saat hendak
mengunci

gerbang rumah.

Pesawat yang ku tumpangi saat ini sudah berada di udara selama 4 jam. Masih tersisa 3
jam

sebelum aku akan mendarat di kota Sydney. Rasa bosan yang kurasakan tidak bisa lagi

diucapkan dengan kata-kata. Tetapi suasana hatiku begitu cerah. Tidak sabar dengan
apa yang

akan aku hadapi atau dengan apa yang akan aku temui atau bahkan dengan apa yang
akan aku

alami disana. Ku raih selimut yang disediakan oleh awak kabin lalu menutup mata.
Mungkin

memejamkan mata sejenak akan mengusir rasa bosanku ini.

“Monika, bangun nak, kita sudah sampai,” kata Ibu sambil menepuk pundakku. Saat ku

membuka mata, pesawat sudah mendarat di Bandara Kingsford Smith, Sydney. Aku
segera

mengambil tas dan bersiap-siap untuk turun dari pesawat. Setelah melakukan proses
imigrasi,

aku dan kedua orang tuaku langsung mengambil taksi untuk menuju apartemen yang
sudah

disiapkan Ayah. Selama perjalanan menuju apartemen, aku hanya melihat-lihat
pemandangan
sekitar sambil mendengarkan lagu.

31 Desember 2014

Sudah empat hari aku berada disini, namun aku belum sempat jalan-jalan karena
mengurus
semua keperluan untuk aku masuk kuliah dan melengkapi isi apartemen. Cukup
melelahkan sih,
tapi aku sangat menikmatinya. Hari ini keluargaku berencana untuk merayakan tahun
baru di
depan gedung Opera House, dan untuk mengisi hari terakhir di tahun ini, kami akan jalan-
jalan
sambil menyusuri kota ini. Terdengar sangat menyenangkan.

Waktu menunjukkan pukul 11.45 malam. Saat ini aku sudah berada di depan Opera
House
menunggu pertunjukkan petasan dimulai. Suara terompet bergemuruh di sekelilingku.
Menunjukkan orang-orang juga sama semangatnya denganku untuk menyambut tahun
baru.

“Ten...nine...eight...seven...six...five...four...three...two...one… HAPPY NEW YEAR!”
sahut
semua orang sambil diiringi petasan yang sangat indah. Aku sangat terkagum dengan
petasan
yang menghiasi langit kota Sydney. Aku tidak bisa berhenti melihat kearah langit saking
indahnya petasan yang ada. Brukk… tidak sengaja aku menabrak seorang laki-laki di
depan ku.
“I’m sorry,” ucapku pada lelaki tersebut. Ia hanya mengangguk lalu perlahan pergi. “Cuek
sekali,” gumamku dalam hati, setelah itu aku langsung meraih kamera lalu memotret
petasan
serta pemandangan yang ada di sekitarku. Tak lama Ayah menghampiriku dan
mengajakku

untuk pulang karena sudah lewat tengah malam.

12 Januari 2015
Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah. Rasa senang, semangat dan gugup menjadi
satu.
Saat ini aku sudah duduk di dalam ruang kelasku menunggu dosen datang. Tak lama
aku melihat
laki-laki yang terlihat familiar memasuki kelas dan ternyata ia memilih untuk duduk di
samping
kanan ku. Karena rasa penasaran yang tidak bisa ditahan lagi, akhirnya aku
memberanikan diri
untuk bertanya kepada lelaki itu.
“Hi. have we met before?” tanyaku kepadanya.
Dia menoleh dan berkata “I’m sorry, i don't think so.”
“Are you at the Opera House on new year's day?” aku berusaha untuk
meyakinkannya.
Mungkin dia adalah laki-laki yang tidak sengaja aku tabrak.

“Yes, how do you know?”
“I am the one who bumped into you.”
“Oh, that’s you?”
“Yes, that’s me. Monika.”
“Hi, Monika. I’m Nicholas, but you can call me Nicho.”
“Nice to meet you Nicho, where are you from?”
“Indonesia.” Ternyata ia berasal dari negara yang sama denganku.
“Indonesia? Aku juga berasal dari Indonesia.”

Ditengah-tengah pembicaraanku dengan Nicholas, dosen berjalan memasuki ruang
kelas dan
memulai sesi belajar. Setelah dua jam berlalu, aku dan Nicho memutuskan untuk makan
siang
bersama. Ternyata ada yang sama denganku, sama-sama dari Indonesia dan sama
sekali belum

mendapatkan teman disini. Untunglah aku sekelas dengan Nicho.

28 Desember 2016
Sejak hari itu, aku dan Nicho menjadi lebih dekat. Kami sering berkeliling atau hanya
sekedar
jalan-jalan menyusuri kota Sydney. Tugas kuliah kami juga menjadi salah satu alasan
untuk
sering bersama dengan Nicho, karena kebanyakan tugas yang diberikan dosen adalah
tugas
kelompok. Rasanya senang sekali aku bisa bertemu Nicho disini. Ia juga mempunyai
kepribadian yang menyenangkan, memiliki selera humor bagus yang sering sekali buatku
tertawa
dan terhibur.

Tak terasa sekarang aku sudah hampir tiga tahun tinggal di Australia. Aku sangat
menikmati
hari-hariku disini. Aku merayakan tahun baru 2017 di lokasi yang sama saat aku bertemu
Nicho
untuk yang pertama kalinya, Ya, di Sydney Opera House. Sebenarnya yang
mengusulkan untuk
merayakan tahun baru kali ini adalah Nicho, ia yang mengajakku untuk merayakan tahun
baru
bersama. Tentu aku tidak akan menolaknya, menurutku itu adalah rencana yang bagus.

31 Desember 2016
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, tetapi belum ada kabar dari Nicho.
Sekarang
aku masih berada di kamarku sambil menyetel musik sembari menunggu kabar dari
Nicho. Satu
jam, dua jam, tiga jam, berlalu tapi masih belum ada tanda-tanda dari Nicho. “Tumben,
biasanya
Nicho langsung mengabari aku,” kata ku. Akhirnya aku memutuskan untuk langsung
pergi saja

menuju Opera House. Mungkin handphone Nicho tidak ada sinyal atau habis baterai
sehingga
tidak bisa mengabariku.

Sesampainya aku di Opera House, aku langsung mencari Nicho, tapi nihil. Aku tidak
menemukannya. Hari sudah semakin larut, puncak acara akan semakin dekat. Aku sudah
menelepon Nicho berkali-kali, tapi masih tidak ada jawaban. “Jangan-jangan dia lupa
kalau dia
ada janji denganku,” batinku. Rasa kesal sudah mulai kurasakan, aku sudah menunggu
Nicho
dari lama tapi masih saja...kosong. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.50 malam
namun Ia
belum nampak.

Tiba-tiba handphone ku berbunyi, akhirnya Nicho menelponku. Namun saat ku lihat,
ternyata
bukan dari Nicho, melainkan dari Ibu.
“Halo bu, ada apa?”
“Kamu dimana nak?” tanya Ibu sambil bergetar.
“Aku lagi di depan Opera House bu, sambil nunggu Nicho, tapi dia belum datang,”
Terdengar
suara Ibu menangis di seberang sana. “Kenapa, bu?” tanyaku. Firasatku sudah tidak
enak
“Mon, baru saja orangtua Nicho menelepon Ibu, Nicho kecelakaan, Mon.” Jantungku
terasa
berhenti seketika saat mendengar kata itu.
“Lalu bagaimana bu kondisi Nicho sekarang? Dia baik-baik saja, kan?” air mataku sudah
mulai
mengalir.
“Nicho sudah tidak ada, Nak.”

“Happy new year!” sorak pengunjung lainnya. Diikuti oleh pesta petasan. Suasana yang
ada

sekarang sama sekali bertolak belakang dengan suasana hatiku. Tahun baru kali ini
sangat tidak berkesan. Aku kehilangan teman baikku. Dua tahun yang sangat singkat
bersama Nicho, akan selalu ku kenang.

Ada Seseorang Dirumah Ini
Dellys

Dan benar saja, di ruang tamu masih ada tersisa lilin walau hanya dua batang.
Aku pun pergi ke dapur untuk mengambil korek api untuk menyalakan lilinnya.
Setelah itu aku segera mengambil handuk dan beranjak ke kamar mandi. Saat
aku hendak membersihkan badan di kamar mandi, aku seperti mendengar suara
langkah kaki seseorang. Tapi siapa? aku berpikir mungkin itu hanya perasaanku
saja, sementara hanya aku saja yang ada di rumah ini.
Ketika aku selesai mandi dan akan keluar dari kamar mandi, lampu pun kembali
menyala. Akhirnya menyala juga setelah hampir empat jam aku menunggu ini.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, aku merasa lapar.
Setelah selesai memakai baju aku langsung memeriksa kulkas siapa tahu masih
ada makanan yang tersisa. Di kulkas hanya ada mie instan, tak apa yang penting
aku bisa meringankan rasa laparku ini. Memasak mie adalah hal yang paling aku
bisa ketimbang harus membuat makanan lainnya.
Aku kembali mendengar suara aneh lagi ketika sedang memasak mie instan, dan
kini suara itu ada di lantai atas. Suara itu seperti seseorang yang sedang menutup
pintu. Apakah tikus bisa melakukan hal itu? Tidak mungkin, pasti ada yang tidak
beres di atas. Aku mencoba memeriksa apa yang terjadi di lantai atas. Ketika tiba
di atas aku tidak menemukan hal yang aneh sama sekali, tidak ada orang dan
tidak mungkin juga bisa ada orang di rumah ini selain aku.
Aku pun kembali ke bawah untuk mengambil mie, aku sudah sangat merasa
lapar. Aku menyantap mie sambil menonton televisi. Tak ada acara yang seru,
aku pun mematikan televisi dan segera menyimpan mangkuk bekas mie instan ke
dapur. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, rasa kantuk mulai
melandaku. Aku pun tertidur di depan televisi.
Sekitar jam setengah satu malam aku terbangun, aku merasa ada yang
mengetuk pintu kamarku. Aku rasa itu hanyalah mimpi, tapi aku merasakannya
dengan nyata. Aku mencoba untuk membuka pintu kamarku namun tidak ada

siapa-siapa di luar. Setelah itu aku tidak bisa kembali tertidur karena aku mulai
merasakan ada yang aneh di rumahku ini, aku semakin merasa takut. Tidak
mungkin kalau aku menyusul kedua orangtuaku ke rumah kerabatnya, karena
hari sudah tengah malam.
Tak lama kemudian kembali terdengar suara, kali ini suaranya sangat jelas. Ada
yang menyalakan televisi di ruang tamu. Aku tidak berani untuk memeriksanya,
aku tidak tahu yang menyalakan televisi itu adalah penjahat yang menyusp
masuk ke rumahku atau hantu yang melakukannya. Aku tidak percaya hantu,
namun jika yang melakukannya benar-benar hantu bagaimana? Aku mencoba
untuk mengintip dari balik pintu kamarku, dan aku benar-benar melihat ada
seseorang yang melangkah menuju kamarku. Dia bukan hantu, tapi dia adalah
manusia sepertiku. Kenapa orang itu bisa ada di rumahku? Sementara semua
pintu di rumahku sudah aku kunci rapat-rapat ketika aku baru pulang dari
bermain tadi sore. Ah, aku harus mengunci kamarku ini kalau tidak dia bisa
masuk ke kamarku dan membunuhku.

Aku sama sekali tidak menyangka orang itu bisa tahu rumahku disini. Padahal
tadi aku berlari sekencang mungkin untuk menghindarinya. Aku tidak berniat
untuk mengerjainya ketika tadi aku sedang bermain bola. Habisnya dia ingin
mengambil bolaku lalu memakannya, dia pikir itu adalah makanan. Aku hanya
mendorongnya, tapi dia berusaha mengejarku sampai ke rumah. Ketika sampai
rumah dengan baju yang basah kuyup akibat terkena hujan aku langsung
mengunci rumahku rapat-rapat. Tetapi aku lupa mengunci jendela kamarku.
Ternyata dia sangat nekat naik ke atas dan masuk ke rumahku melalui jendela
kamarku di lantai atas. Dasar orang gila yang nekat. Aku harus diam di kamar
sampai orangtuaku pulang dan mengusir orang gila itu.
Aku tidak akan bermain bola lagi di dekat rumah kosong itu, aku tidak mau lagi

dikejar-kejar orang gila itu. Aku sudah kapok ikut bermain bola bersama teman-
teman di tempat tak terurus itu.

Kenangan
Devina A

Di pagi hari yang cerah, ketika aku duduk melihat matahari pagi di halaman depan
rumahku. Pagi itu suasana sangat cerah dan sejuk, aku yang sedang minum teh hangat
tiba-tiba teringat akan suatu kenangan. Kenangan terindah dalam hidupku yang tidak
akan pernah kulupakan.

Hari Minggu. Tanggal 31 januari 2019 ketika aku dan Rava pergi mengelilingi kota
Bandung. Kami berkendara dari Bintaro sampai Bandung, naik mobil yang dikendarai
oleh
Rava. Aku sangat senang karena hari itu adalah hari ulangtahun kami berdua. Tujuan
pertama kami adalah Jalan Braga, disana kami pergi membeli eskrim.

Kami membeli eskrim yang sangat terkenal di daerah itu. Aku membeli rasa vanilla
sedangkan rava memilih untuk membeli rasa sarsapila. Salah satu minuman bersoda
buatan
Indonesia yang sampai saat ini masih banyak penggemarnya. Sudah kutebak ternyata
dia
enggan untuk melanjutkan memakan eskrim pilihannya itu, “Rasanya sangat tidak enak”
kata Rava.

Akhirnya kami harus berbagi eskrim bersama. Aku sangat jengkel sekali karena harus
berbagi eskrim dengannya. Dia pun menyadari hal itu dan langsung membelikanku
eskrim
baru, jadi kami tidak perlu berbagi eskrim lagi.

Aku sangat senang, karena Rava adalah orang yang sangat pengertian, baik, dan juga
sabar.
Setelah selesai menyantap eskrim kami lanjut beranjak dari tempat eskrim itu untuk pergi
ke tempat selanjutnya. Karena kami tidak tahu harus melanjutkan pergi kemana akhirnya

kami memutuskan untuk mengitari jalan di sekitar Braga.

Kami berjalan dengan riang dan gembira. Saat sedang berjalan tiba-tiba aku seperti
mendengar ada suara musik yang sangat terdengar ke telingaku, setelah mendengar hal
itu
aku segera memberitahu Rava. Kemudian aku dan Rava memutuskan untuk mencari
asal
suara musik yang ku dengar itu. Setelah mencari kesana kemari akhirnya kami bertemu
juga dengar suara tersebut.

Tepat di depan cafe kopi djawa mereka menyanyikan lagu yang kebetulan lagu itu adalah
lagu favoritku dan Rava. “Astagaa” dengan suara lantang Rava meneriakkan kata itu
kepadaku. Dan disaat yang bersamaan aku juga sedang menatapnya, dengan tatapan
penuh
terkejut dan juga senang.

“Maliq&D’essentials!!” kami meneriakki hal yang sama secara bersamaan. Yap, itu
adalah
band favorit kami. Setelah bersenandung ria ditempat itu kami berpindah ke tempat lain
dan
pergi meninggalkan jalan Braga.

Destinasi kedua kami adalah Pasar barang antik yang berada di jalan Braga. Disitu kami
melihat-lihat barang yang sangat jarang ada di toko supermarket ataupun toko-toko lain.
Setelah berkeliling mengitari pasar itu kami melihat ada satu toko yang sangat menarik
perhatian kami, toko itu adalah toko yang menjual barang dan perlengkapan musik antik.

Saat kulihat Rava dia tampak sedang memandangi sebuah gitar yang kelihatannya dia
sangat kagumi dan sukai. Karena aku menyadari akan hal itu sontak aku langsung
bertanya
kepadanya. “Kamu mau aku belikan gitar itu?” tanya Aku, lalu Rava dengan terkejut
langsung menjawab “Apa, kamu mau membelikanku gitar itu?” Rava menjawab. Lalu Aku

menjawab “Iya, memangnya kenapa” tanya Aku, lantas Rava langsung menjawab “Tidak
ah, tidak usah mahal sekali harganya.”

Aku menjawab lagi “Tidak apa-apa, lagi pula hari ini adalah hari ulangtahun mu anggap
saja ini hadiah dariku.” Setelah perdebatan yang panjang akhirnya Rava pun setuju untuk
Aku belikan gitar yang ia pandangi dari awal masuk toko. Saat selesai membayar dan
keluar dari toko tersebut lantas Rava pun terlihat sangat bahagia dan sangat
berterimakasih
kepadaku karena sudah memberikannya hadiah gitar itu.

Setelah selesai dari pasar barang antik kami langsung masuk kedalam mobil. Di dalam
mobil Rava bertanya “ Kamu mau aku belikan hadiah apa?kan kamu tadi sudah
membelikanku hadiah.” Lalu akupun menjawab “Tidak usah, tahun ini aku tidak
menginginkan apa-apa.” Mendengar jawabanku yang seperti itu lantas rava langsung
memutar otaknya untuk menemukan hal apa yang Aku inginkan.

Sambil berkendara Rava pun masih berusaha untuk memikirkan hadiah apa yang akan
dikasih kepadaku nanti. Setelah berpikir panjang dan lama tiba-tiba Rava langsung
mengetahui hal apa yang Aku inginkan. Rava ingat, tahun lalu Aku pernah bilang kalau
Aku ingin sekali pergi ke kebun binatang. Setelah ingat akan hal itu lantas tanpa berpikir
panjang Rava pun langsung menuju taman safari bogor.

Karena bingung, aku pun bertanya “Mengapa arah nya keluar Bandung, dan malah ke
arah
Bogor?” tanya Aku kepada Rava, Rava pun menjawab “Adadeh, pokoknya kamu pasti
akan
suka” jawab Rava. Setelah sampai Bogor dan sudah mendekati daerah taman safari aku
pun
terkejut, perasaanku saat itu campur aduk antara senang, terkejut, dan panik. Aku
terkejut
dan juga senang karena Aku tidak menyangka kalau Rava akan ingat keinginanku tahun

lalu.

Masuk taman safari, kami langsung membeli makanan untuk diberi kepada hewan
didalam
nanti. Setelah masuk kami melihat berbagai macam hewan, mulai dari gajah, jerapah,

badak, dll. Tidak hanya sampai disitu saja kejutan yang diberikan Rava kepadaku, setelah
melihat berbagai macam hewan ternyata Rava sudah memesan restoran di dalam taman
safari yang juga tahun lalu Aku bilang kepadanya. Aku sangat bsenang karena sudah
lama
sekali aku menginginkan makan di taman safari bersama hewan-hewan, Aku bahagia
sekali
bisa menikmati momen ini bersama Rava.

Hari sudah mulai malam. Setelah selesai dari taman safari kami memutuskan untuk
pulang
ke Bintaro. Saat di mobil aku sangat ngantuk lalu Rava menyuruhku untuk tidur. Akan
tetapi aku tidak enak kepada Rava karena apabila Aku tidur aku jadi tidak menemaninya
berkendara perjalanan pulang, karena hal itu akhirnya akupun memutuskan untuk tidak
tidur dan menemani Rava berkendara perjalanan pulang sambil berbincang-bincang dan
juga menikmati momen bersama.

Tak terasa kami sudah dekat Bintaro, waktu berjalan sangat cepat. Rava
mengantarkanku
pulang ke rumah dan kami pun berpisah. Keesokan hari nya kami bertemu lagi, kami
pergi
ke suatu tempat yang dimana tempat itu adalah tempat bersejarah kami berdua.

Kami pergi ke daerah Bsd, ke tempat dimana Aku dan Rava pertama kali bertemu. Kami
kembali ke tempat itu untuk mengingat masa-masa dimana kami belum saling mengenal.

Hari itu tinggallah kenangan. Sebab Aku dan Rava kini sudah tidak bersama lagi, kami

memutuskan untuk tidak bersama lagi karena ternyata setelah sekian lama kami menjalin
hubungan Rava mempunya kekasih lain. Karena hal itu aku dan Rava mengakhiri
hubungan kami.

Hari Minggu tanggal 16 November 2019 kami resmi tidak Bersama lagi. Putus nya
hubungan kami adalah hal yang sangat berat bagiku, aku tidak menyangka kalau Rava
diam-diam mempunyai kekasih lain. Hatiku sangat terluka saat mengetahui hal itu.

Tapi itu semua sudah berlalu, sebab kini hal itu tinggallah kenangan. Aku sudah bahagia
dan Rava pun begitu. Walaupun pada awalnya aku sangat membenci dan dendam
kepada
Rava. Kini aku sudah mengikhlaskan apa yang dulu terjadi, Aku berharap ia bisa belajar
atas perbuatannya kepadaku dulu dan semoga dia bisa mendapat hikmah dari hal itu,
dan sekarang Aku dan Rava sudah baik-baik saja.

Melancholic
Dito A.S

Hal ini merupakan hal yang tidak biasa, dari hari pertama ku mulai pergi
ke tempat yang keberadaannya masih tidak diketahui oleh orang orang, ke luar
angkasa yang tingginya seperti tidak memiliki batasan, yang lalu pada akhirnya
menggapai salah satu satelit bumi yang sejak kecil hanya bisa menggapainya
dengan mengangkat tangan dan menganggap bahwa tangan itu bisa meraihnya,
Bulan. Bandung mungkin kota kenang kenangan, tetapi Bulan itu seperti
kebalikannya. Tidak mudah untuk membuat kenangan disini, mungkin karena
sepi? Sendirian? pokoknya kayak benar benar tidak ada kehidupan disini.

Suara suara manusia yang bisa ku dengar hanya dari radio yang ada di
dalam kendaraan luar angkasa ku, yang tiap harinya memberi tahu sudah hari
keberapa kehidupan ku di Bulan ini. Dan suara itu pun suara yang tidak Aku
kenal, seperti suara suara A.I pada umumnya, datar dan tanpa perasaan yang
tertera yang biasa ada di suara manusia pada umumnya.

***

Hari ini…? Hari… bahkan aku terkadang cara kerja waktu di sini, di luar
angkasa rotasi hari sangat sulit ditebak, bahkan jam juga susah untuk diketahui,
tidak seperti di rumah yang dimana ada bunyi petikan dari jam yang tertempel di
dinding di setiap detiknya. “hm… kayaknya sudah hari, uhm… selasa?” Ya, itu
terjadi setiap harinya, rasanya seperti mempunyai ingatan yang lemah sehingga
tidak bisa mengingat hari apa sekarang. lagi pula banyak juga di berbagai fiksi
ilmiah di bumi yang mengatakan jam di luar tidak berfungsi seperti di bumi…
walaupun sudah sangat jelas.

Selamat pagi, ini sudah hari ke-324. . .

Suara radio yang sering mengingatkanku tiap harinya, yang diputar
berkali-kali. membuat suara itu terngiang-ngiang di kepala ku. Hari selanjutnya
sudah dimulai, rutinitas pun juga akan dimulai. Bangun dari ranjang Aku segera
memakai Advanced Crew Escape Suit yang ku pakai tiap hari, mungkin sudah
mulai agak berbau tetapi selagi masih bisa dipakai mau bagaimana lagi. Beberapa

cadangan terpajang tepat di sampingnya, warna warni hampir menyerupai warna
bumi… “Banyak ngayal gua…” Aku bergumam, sambil menyeringai.

Pasti banyak yang membayangi seperti apa kehidupan disini. Entah kenapa
pertanyaan itu selalu menjadi suatu arus balik untukku kenapa masih ada yang
bertanya-tanya, ya mungkin karena penasaran aja, tetapi aneh aja sih... Keseharian
disini tidaklah jauh dengan sesaat kita di bumi, buang sampah, makan minum,
memindai berbagai mesin mesin, memastikan tidak ada yang error… ok mungkin
itu nggak normal, tapi ya seperti itulah keseharian disini.

Hal terakhir yang terjadi aku sudah di dalam Escape suit ku, plastik
sampah ada di tangan kanan, sedangkan yang kiri memegang gagang pintu keluar
roket ini. ku mulai melompat ke arah tempat pembuangan sampah sesaat pintu
telah terbuka, jarak ke sana dari pesawat tidak terlalu jauh, jadi kita tidak harus
menguras tabung oksigen kita terlalu banyak.

Setelah itu ku segera kembali ke dalam roket, mengecek beberapa mesin
mesin dahulu seperti biasa tentunya. Sesaat memasuki roket, ku menutup pintunya
dan segera masuk ke ruangan yang beroksigen, melepas helm dan menghela nafas.
. . PERINGATAN !! PERINGATAN !! TERUNTUK TUAN, SEBUAH PESAN
TELAH DITERIMA DARI PUSAT. SILAHKAN KETUK LAYA-- Suara radio itu
pun terputus sesaat ku menjatuhkan jari telunjukku ke layar itu.

“Selamat, chief ini adalah hari ke 365 di atas sana, pesan ini direkam
langsung dari pusat. Kami hanya akan menginformasikan kepadamu bahwa anda
sudah bisa kembali ke bumi dalam 3 jam. Dan anda harus tahu bahwa hal ini
sangat wajib untuk dirayakan atas kesabaran dan keberanian anda, terimakasih,
sekian.” Rekaman itu pun telah menghampiri detik terakhirnya.

Ku menghela nafas, sudah sangat lama ku tidak menjumpai planet asal ku.
rasanya seperti aku lahir kembali ke kehidupan ini tetapi yang membedakan
keberadaanku jauh dari tempat yang seharusnya. Tidak lama kemudian, ia pun
segera menyiapkan barang barangnya, mengaktifkan seluruh mesin yang
diperlukan untuk peluncurannya, dan akhirnya mengaktifkan mesin utama
roketnya.

3 jam kemudian, atau mungkin sekitar itu. Ia pun mulai meluncur ke
destinasinya, bumi. Tak disangka hari ini pada akhirnya terjadi, ekspresi wajah ku
terus berubah-ubah, pikiranku hanya tertuju ke keluarga ku, istri dan juga kedua
anak ku yang telah ku tinggal selama setahun, dan juga kampung halaman ku.

Proses perjalan ke bumi pada akhirnya berjalan mulus, tidak ada suatu
malfungsi yang terjadi atau apapun itu. Ia pun memulai pendaratan, perlahan
menuruni rocket di tempat parkirnya sampai guncangan yang menandakan roket
telah mendarat pun terjadi. “Akhirnya ... “ ia bergumam, dengan nada yang begitu
gembira di dalam suaranya.

Tidak lama aku sudah didalam pusat pertemuannya, menyadari wajah
wajah gembira … dan entah kenapa ada beberapa yang memakai wajah yang
demikian sedikit wajah melancholy. Aku pun mengabaikan itu dulu saat ku
disambut oleh Kapten tim ku.

“Halo chief, senang bertemu denganmu lagi. Sudah setahun lamanya,

Selamat kembali!” Sambut sang Kapten Miles, entah kenapa ku menyadari
senyuman yang dipaksa itu.

“Terima kasih Kapten Miles atas sambutan hangatnya. Boleh tanya
sesuatu?” Aku menjawab, sang kapten pun mengangguk. “Kalian semua kenapa?
ada apa? apa sesuatu yang ku tidak ketahui?” Aku melanjutkan, senyuman masih
terbentuk di wajahku, dan nada ku juga tidak terlalu keras.

Lalu … Senyuman Kapten Miles perlahan jatuh … tidak tahu kenapa
menyerupai senyuman orang orang disekitarku. Melancholy. Senyuman ku juga
perlahan jatuh sesaat pikiran ku tertuju ke suatu yang paling ku sayangi, keluarga
ku… istri dan anak anakku. Aku pun menggoyangkan kepala ku, Tenang … itu
tidak mungkin.

Miles pun akhirnya memutuskan kesepian ini, “Chief … Aku sangat …”
Ia berhenti sejenak, mataku melebar seketika seperti aku bisa memprediksi apa
yang akan dikatakannya. Kedua tanganku bergetar, dan juga seluruh badanku
seketika seperti ditiup udara yang dingin. “Aku sangat turut berduka … istrimu
dan juga … anakmu meninggal beberapa minggu lalu.” Tidak ada tujuan untuk

berbohong, Miles lanjut ke poin dan mengatakannya ke diriku secara langsung,
Senyumku pun langsung jatuh, air mata mulai membanjir di mataku, dan butiran
butiran air mata ku jatuh ke kakiku.

“a-... apa yang- apa yang terjadi?” Aku bertanya lagi.

“Pembunuhan. Dipercaya dengan… bukti bukti, ada yang mencoba
merampok rumah anda, dan mem-” Miles berhenti saat melihatmu jatuh ke
lututmu. Tangisan melancholy mulai mengambil diriku, pikiranku sekarang hanya
bertujuan ke kenang kenangan indah pada saat itu … bersama keluargaku yang

sangat kucintai. Miles pun mendekatimu, ia berlutut di depanmu, menjatuhkan
kedua tangan di sekitarmu, memberimu pelukan hangat. Aku pun segera memeluk
balik, erat erat. Orang sekitar pun mulai memberimu ruang dan keluar dari
ruangan. “I’m truly sorry …” Miles berduka, dan tangisanku pun mulai mengeras.

Apa yang membuatku… apa yang telah ku lakukan untuk mendapatkan ini.

Lobak Raksasa

Dzaky cendikia

Pagi – pagi sekali, sambal bersiul, seorang petani berangkat dari rumahnya menuju ke

lading lobak miliknya. Salah satu lobak miliknya menjulang lebih tinggi dibandingkan yag

lainnya. Lobak itu muncul di atas tanah dengan daun-daunnya yang sangat besar.
“sepertinya
yang ini sudah bisa diambil.” Pikir si petani. “ini besar sekali!” dia mencoba menarik lobak

itu engan menggenggam daun besarnya. Tetapi, lobaknya bergeming. Dia pun semakin
kuat

menariknya, lobak itu sama sekali tidak bergerak. Sang istri melihat si petani berusaha
keras
dan terengah – engah. “ sepertinya dia berusaha sangat keras” pikir si istri. “Sebentar,
aku
akan membantumu.” Sambil menarik nafas Panjang, si petani menarik daun itu sekali
lagi.
“satu,dua,tiga… Tarik!” teriaknya. Mereka berdua menarik lobak itu dengan sekuat
tenaga.

Lobak itu tidak bergerak.

Dari atas pohon apel, Jack melihat orang tuanya sibuk menarik sambal terengah-
engah. “apakah kalian membutuhkan bantuan?” teriaknya.jack lalu melompat turun dari

pohon apel. Dia berlari ke lading lobak dan menarik rok ibunya dengan kedua tangannya.

Ibunya semakin kuat mendekap suaminya. Petani itu Kembali menggenggam daun lobak.
“semuanya sudah siap?” katanya. “ sekaramg, atu,sua,tiga..tarik!” mereka semua
menarik dan

menarik sampai wajah mereka memerah. Tetapi, lobak itu tetap bergeming. Sambil
menggonggong, anjing si petani berlari ke ladang. “kita coba lagi” kata si petani sambal

terengah-engah. Anjing itu memegang kaus jack dengan kedua kaki depannya., Jack
menarik

rok ibunya, si ibu memeluk suaminya dan petani itu memegang daun lobak. Mereka
semua

menarik lobak namun lobak itu sama sekali tidak bergerak. Tanpa suara kucing mereka

menyusul, kucing itu lalu menggigit ekor si anjing. Pegangan si anjing terlepas hingga

membuat kaus jack sobek, jack kehilangan keseimbangan dan menarik rok ibunya
sampai

sobek, ibunya kaget dan melepaskan dekapannya pada si petani. Pegangan si petani
paa lobak

itupun terlepas dan mereka semua jatuh terjengkang. Petani itu membersihkan kotoran
dari
bajunya “ayo kita coba sekali lagi” katanya. “kita tidak oleh dikalahkan oleh sebuah lobak”.

Waktu si petani sedang berbicara, seekor burung terbang melintas. Burung itu mematuk
ekor

si kucing dengan paruhnya. Kucing menjepit ekor si anjing di sela-sela giginya. Dengan
kaki

depannya, si anjing mencengkeram erat kaus jack. Jack memegangi baju ibunya yang
sudah

sobek, sementara ibunya memeluk si petani. Petani memegang lobak itu erat-erat dan

semuanya mencoba menarik. Mereka menarik hingga lambat laun, perlahan-lahan,
sangat
pelan , lobak itu mulai bergerak. “lobak yang besar” kata si petani “Besar sekali” lanjut

istrinya

Dzaky cendikia

XI IPS1
“Lobak raksasa!” seru jack. Perlu waktu berjam-jam , tapi akhirnya lobak berhasil
dikeluarkan dari tanah. Petani itu senang sekali. “ benar kan, lobak itu tidak bisa
mengalahkan kita,” ujarnya sambal menguap. Malam itu, dia tidur dengan senyum

tersungging di wajahnya.

Pagi harinya, jack dan ibunya bekerja memotong lobak ituhari itu, mereka makan sup

lobak saat makan siang dan sup lobak untuk makan malam. Setiap hari, selama sebulan,
mereka makan lobak untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. “tahun depan, aku
akan
menanam wortel saja,” kata si petani.

Keluarga Baru
Fauzan A

Hari ini adalah hari ketika saya diadopsi oleh orang tua angkat saya. Saya ingat
pertama kali ketika mereka masuk ke panti asuhan dan menatap saya untuk pertama
kalinya ketika saya duduk di tangga. Mereka pergi ke pengasuh panti asuhan saya dan
menyapanya. Mereka berbicara dan berbicara tetapi saya tidak dapat mendengar apa
yang mereka katakan tetapi saya cukup yakin mereka membaca dokumen saya, ketika
mereka keluar mereka melihat saya dan memberi saya senyuman hangat tetapi saya
hanya melihat mereka dengan ekspresi kosong.
Kemudian pengurus itu keluar setelahnya. Dia menatapku dengan ekspresi
mengancam di wajahnya, aku menunduk dengan cepat.
“Sekarang adit, mulai berkemas sekarang. Kamu akan diadopsi oleh mereka dan
tolong segera kemas, ”aku mengangguk.
Saya pergi ke kamar saya dan mengemasi barang-barang saya dengan cepat sehingga
saya tidak mengecewakan pengurus saya. Saya keluar dari kamar saya hanya untuk
melihat pengurus di sana. Dia memperingatkan saya bahwa jika saya dikembalikan
oleh mereka, dia akan menghukum saya. Saya mengangguk dan dia memberi tahu
saya bahwa mereka menunggu di luar.
Saya melihat mereka di luar dan ayah angkat saya bertanya kepada saya. “Jadi,
apakah kamu siap?” Saya mengangguk dan kami masuk ke mobilnya. kami mulai
berbicara di dalam mobil
“Ok jadi siapa namamu?” Dia bertanya
“Nama saya Radit”

“Ok Radit. Namaku Ana dan ini suamiku Yusuf. Kamu bisa memanggil kami apapun
yang kamu mau, ”katanya
“Bolehkah aku menanyakan sesuatu, nona Ana?”
“Bisakah nona memberitahuku apa peraturan di rumahmu?” saya tergagap
Dia menatapku dengan tatapan yang aku tidak mengerti lalu ekspresinya berubah

menjadi serius.

“Radit, gimana cara menjelaskannya yaa. Tidak ada aturan di rumah kami. Bagi
kami, kami hanya ingin Kamu menjalani kehidupan normal dan kami ingin berbagi
kebahagiaan kami kepada setiap anak di panti asuhan sejak anak saya meninggal saat
melahirkan ”
"Aku minta maaf karena telah bertanya" dia menatapku dengan tatapan yang
tidak
bisa kukatakan lagi
Perjalanan ke rumahnya hening. Saya merasa bersalah karena saya menanyakan hal
itu kepada mereka. Kami keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Saya kagum
karena sangat bersih dan seperti melihat kastil. Saya berjalan perlahan dan melihat
sekeliling dan berhati-hati untuk tidak menyentuh apapun. Kemudian ketika saya
terlalu sibuk melihat sekeliling, seorang gadis yang 2 tahun lebih tua dari saya
mendatangi saya dan memeluk saya.
“Siapa namamu? Saya Fitria dan saya berusia 12 tahun. Jadi apa- ”dia dipotong oleh
ibu angkat saya

“Tunggu sebentar Fitria, dia coba beradaptasi dengan rumah baru kita. Meskipun dia
menyukainya ketika kita masuk, Jika kamu memberinya terlalu banyak pertanyaan,
dia akan pingsan setiap saat sekarang "
“Jadi Radit, sebelum kamu bisa melihat-lihat, biar kutunjukkan kamarmu” dia
membawaku kesana dan Fitria menyusul. Saya melihat sekeliling dan melihat bahwa
ayah angkat saya telah pergi tetapi saya memutuskan untuk tidak menanyakan
keberadaannya. Kami masuk ke kamarku. Saya melihat kamar saya dicat dengan cat
biru dan mereka menatap saya dengan ekspresi bahwa mereka bangga dengan apa
yang mereka lakukan di kamar saya dan kemudian mereka menatap saya dengan mata
penuh harap.
"Jadi apakah kamu menyukainya" saya mengangguk dan memberi mereka
senyum

hangat.
"Baik. kamu bisa istirahat sekarang jika kamu mau. Aku akan mengambil barang
milikmu dari mobil dan membawanya ke sini "
“Kamu jangan terlalu banyak bawa barang-barangku ke kamarku, nona Ana.”
“Santai, Radit. Saya tidak keberatan sama sekali dan selain itu kamu bisa bergaul
dengan Fitria sekarang "
“Terima kasih nona Ana” lalu dia pergi
Kami berdua hanya berdiri di sana dan tidak berkata apa-apa. Kemudian Fitria mulai
memperkenalkan dirinya kepada saya
“Ok Radit, saya akan memperkenalkan diri. Nama saya Fitria dan saya berumur 12
tahun. Saya dulu diadopsi 6 bulan yang lalu dan sekarang saya duduk di kelas 7. Jadi
siapa namamu?"

“Oke. Nama saya Radit dan saya berumur 10 tahun. Saya di kelas 7 ”
“Apa!, kamu kelas 7?” aku mengangguk
“Aku punya saudara yang jenius” dia memelukku. Meskipun saya baru mengenalnya,
saya merasa puas dengannya.
“Jadi bagaimana ceritamu sebelum kamu pergi ke panti asuhan?” dia bertanya padaku
tapi aku menjawabnya dengan ragu-ragu
“Saya mengalami kecelakaan mobil tetapi ketika saya terbangun di rumah sakit,
dokter mengatakan kepada saya bahwa orang tua saya dan satu-satunya saudara
perempuan saya meninggal selama operasi” kemudian saya merasakan air mata
berkumpul di mata saya tetapi saya mencoba menahan air mata saya.
"Maaf aku bertanya" lalu dia memelukku. Saya menolak untuk menangis
tetapi
membutuhkan semua kekuatan kemauan saya untuk menahan. Dia memeluk saya
sebentar dan ibu angkat saya kembali dengan tas saya dan kemudian dia melihat
kami.
“Kalian sudah saling menyukai sekarang” Fitria berhenti memelukku dan segera
melepaskanku.

“Ibuuu, berhentilah menggoda dan selain itu dia adalah adikku selamanya jadi aku
harus mencintainya” dia mulai tersipu dan aku merasa senang saat dia mengucapkan
kata-kata itu dan tanpa sadar aku mengeluarkan senyum hangat.
“Baiklah. Radit, jika sudah selesai berpelukan dengan Fitria, kamu bisa mulai
membongkar. Sementara Fitria dan saya menyiapkan makan malam selamat datang
untuk Kamu. ” saya mengangguk dan mereka pergi.

Saya mulai membongkar dan setelah selesai, saya makan bersama mereka. Saya
orang pertama yang menyelesaikan makan malam saya dan saya melihat jam yang
bertuliskan jam 7 malam. Saya meletakkan piring saya di wastafel dan berterima
kasih kepada mereka lalu pergi. Saya pergi ke kamar tidur saya dan mulai tidur.
“Mimipi Radit”
Saya merasakan air perlahan jatuh di kepala saya satu per satu. Saya membuka mata
dan melihat sekeliling. Saya melihat bahwa saya masih diikat di sabuk pengaman
mobil ayah saya. Aku merasa sakit hati di sekujur tubuh dan melihat adikku di
sampingku tak bergerak. Saya mencoba melepaskan diri tetapi tidak mau bergerak.
Kemudian saya mencoba melepaskan sabuk saudara perempuan saya tetapi tidak mau
bergeser juga. Jadi saya mencoba membangunkannya tetapi dia tidak mau bangun
kemudian saya perhatikan bahwa dadanya tidak bergerak ke atas dan ke bawah. Saya
memeriksa denyut nadinya dengan cepat tetapi tidak ada. Saya mencoba melepaskan
diri lagi dan saya merasa mobil bergerak maju sedikit. Kemudian saya menyadari
bahwa mobil ayah berada di tepi tebing. Saya menyadari bahwa jika saya pindah lagi,
mobil akan terguling dan kita semua akan terjatuh. Kemudian saya mulai mengalami
serangan panik, saya mencoba menenangkan diri dengan menarik dan membuang
napas. Saya melihat ibu dan ayah, mereka berdua masih tidak sadarkan diri.
Kemudian ibu mulai bergerak dan saya merasakan harapan muncul di hati saya. Saya
mencoba memanggil ibu tetapi suara saya tidak mau keluar, saya tidak tahu mengapa.
Ibu menatapku dan melepaskan ikatan dirinya. dia menatapku dan melepaskanku
dengan paksa dan aku merasa lega melandaku ketika ibuku berhasil melepaskanku.
Kemudian ibu saya jatuh pingsan dan sebelum dia jatuh, dia mendorong saya keluar

dari mobil. Kemudian karena ibu saya mendorong saya, mobil itu maju dan jatuh.
Hujan mulai turun dan aku merasakan air mata mengalir di pipiku dan aku menangis
tak terkendali. Saya tidak berani melihat ke bawah tebing.

"Pagi hari”
Sebuah cahaya terang menyinari kamar saya, saya bangun dan merasa puas tetapi
saya tidak ingat apa mimpi saya. Saya bertanya-tanya mengapa saya tidak ingat
mimpi buruk saya. Saya memutuskan untuk memikirkannya nanti. Saya melihat
kalender di depan saya. Tertulis 25 Desember, lalu saya melihat jam dan mengatakan
Pukul 10 pagi. Saya ingat hari itu adalah hari Natal tetapi saya menduga bahwa natal
ini tidak lebih baik dari yang terakhir. Aku keluar dari kamarku dengan piyama. Saya
pergi ke ruang tamu dan melihat ada pohon natal. Saya melihat Fitria dan orang tua
angkat saya menggantung hiasan di pohon. Saya melihat hadiah di bawah pohon dan
saya bertanya-tanya apa yang saya dapatkan pada hari Natal ini. Fitria melihatku
“Hai Radit, pagi”
"Pagi"
Kemudian orang tua angkat saya menatap saya dan tersenyum
“Baiklah, Radit. Kamu tidak perlu menyembunyikan keingintahuanmu dari kami,
sekarang kita sudah menjadi sebuah keluarga ”begitu dia mengatakan itu, aku tersipu.
"Apa maksudmu ayah?" dia mulai bertanya padanya
“Baiklah, kakakmu di sini selalu melihat hadiah di bawah pohon ini. Jadi kupikir dia
ingin segera membukanya. ”Fitria mulai tertawa dan ketika mendengar kata itu, aku
mulai teringat pada hari terjadinya kecelakaan itu dan aku segera duduk.
Mereka mulai menatapku dengan cemas. Aku memejamkan mata dan menutup
telinga dengan kedua tanganku dan berteriak 'tolong, tidak'. Saya merasakan
seseorang memeluk saya dan mengatakan kepada saya 'itu bukan salah
saya'. Saya
membuka mata dan melihat Fitria memeluk saya.

Kemudian saya teringat suasana dari perasaan yang saya rasakan pagi ini

“Radit, tidak apa-apa menangis. kita adalah keluarga sekarang. Kamu bukan orang
yang bisa disalahkan dari kecelakaan itu. Aku berjanji padamu bahwa kita semua
akan bersama mulai sekarang dan aku berjanji padamu bahwa kejeniusanmu akan
dimanfaatkan dengan baik "Aku tertawa kecil dan menangis sedikit
“Ya ampun, kalian sangat lucu bersama. Ayo berfoto bersama ”
Meskipun kami baru saja menjadi keluarga kemarin, saya merasa seperti lubang
kosong di hati saya terisi kembali. Kami menghabiskan Natal bersama dan saya
tersenyum untuk pertama kalinya setelah kecelakaan itu. Saya berharap keluarga saya
di surga senang melihat saya sekarang. Bahagia dengan keluarga baruku.

Belajar menangkap ikan
Kenzo S

Hari itu aku dibangunkan pagi sekali oleh ayah, dengan pikiran yang penuh
kebingungan aku bertanya “ada apa ayah, kenapa aku dibangunkan pagi sekali”
ayah pun menatapku dengan senyuman “kamu lupa? Kemaren kamu bilang kamu
mau ikut ayah naik kapal, kita kan mau mancing” seketika akupun jadi teringat
dengan perjanjianku dengan ayah.
Momen itupun aku beranjak dari tempat tidurku dan mulai mempersiapkan diri
untuk ikut menemani dan belajar mincing dari ayah,
Ya, ayah memang sejak dulu hobi sekali dengan kegiatan memancing ikan, sejak
kecil iya sering diajak oleh ayahnya yang berprovesi sebagai nelayan untuk
belajar menangkap ikan, ayah memiliki kemampuan mincing ikan yang luar biasa.
Ayah juga memiliki kemampuan menjadi nahkoda kapal.
Namun, sekarang kami sekeluarga tinggal di kota., ayah berkerja sebagai seorang
pengusaha yang memanfaatkan sampah sampah di pinggir pantai untuk nantinya
dijadikan barang bernilai jual.
Sekarang kakek sudah meninggal, dan ayah memang sudah jauh dari
kehidupannya Ketika masih kecil, namun kenang-kenangan yang ia miliki
bersama ayahnya Ketika iya masih kecil tidak akan pernah luput dari pikirannya.
Aku senang sekali ikut mincing bersama ayah, sepanjang kami dijalan ayah terus
bercerita tentang pengalamnnya bersama kakek Ketika iya masih kecil, cerita
yang ayah bawakan menurutku sangat keren, banyak sekali pengalaman ayah
Ketika masih kecil yang tidak mungkin kita bisa alami dikota.
Perjalanan kami memakan waktu tidak lama. Karena dari dulu ayah memang
selalu memperhatikan untuk tinggal sedekat mungkin dengan pantai walaupun
kami tinggal di kota.
Lalu sesampainya kami di Pelabuhan kami pun langsung menghampiri kapal ayah
yang sedang diparkir di pinggir Pelabuhan, ya, sekarang ayah memang sudah
sukses dan sanggup untuk membeli kapal modern dengan berbagai fasilitasnya.

Lalu tanpa banyak yang kami hiraukan kami pun langsung berangkat setelah
mempersiapkan barang-barang yang kami butuhkan untuk perjalanan memancing
kali ini.
“ayo cepat kita berangkat, sebelum matahari terbit” kata ayah, om faisal pun
sebagai nahkoda kapal kami langsung menyalakan mesin kapal dan mulai
menjalankan kapal ketempat mincing kami
Aku sangat menikmati perjalanan dalam kapal, angin laut yang sejuk di pagi hari,
pemandangan yang tidak biasa aku liat dikota, dan keinginanku untuk bisa jago

memancing seperti ayah menjadi alasan utama aku menikmati pergi mancing
bersama ayah.
“wooosshh” kami pun sampai ke titik lokasi kami untuk memancing, ayah dan om
faisal langsung mengeluarkan tongkat pancingnya, ayang meminjamkan aku salah
satu dari tongkat pancing yang iya miliki.
Ketika itu pun ayah mengajariku Bagaimana cara mengoperasikan yang Namanya
tongkat pancing, aku pun memerhatikan dengan seksama sepanjang ayah
menjelaskan.
Kami menghabiskan beberapa jam dilaut dan Ketika matahari sudah mulai terbit
ikan pun mulai jarang ditemui, “sepertinya memang sudah waktunya kita Kembali
ke Pelabuhan” kata ayah dengan ekspresi seperti banyak pikiran.
Aku mengerti apa yang dipikirkan oleh ayah, iya biasanya dekat sekali dengan
laut sejak kecil, namun Ketika beranjak dewasa kesehariannya pun menjadi lebih
sibuk, belum lagi disebabkan oleh urusan kerja yang mengharuskan kami pindah
ke kota, dan ayah hanya bisa melakukan kegiatan ini sebulan sekali dikarenakan
kesibukannya.
Namun kami memang berhasil menangkap banyak ikan pada momen itu, “ayo
ayah kita balik, mumpung masi pagi biar bisa dimasak ikannya hehe” kata aku
Dalam perjalanan Kembali kerumah ayah bergantian dengan om faisal utuk
menjadi nahkoda kapal aku pun memperhatikan kemampuan ayah dalam
mengendarai kapal, aku ingin suatu hari dapat menjadi seorang pelaut yang

sehebat ayah.
Dan sesampainya kami di Pelabuhan, aku membantu ayah membereskan Kembali
barang-barang ke mobil. lalu disitu kami belum langsung berangkat, karena kami
lapar ayah pun mengajak om faisal untuk sarapan di salah satu restoran seafood di
sekitaran area pantai.
Kami banyak berbagi cerita ketita ngobrol bareng di area sarapan sambil
menunggu makanan, aku juga mendengar dan belajar banyak dari kisah-kisah om
faisal yang dulu yangannya pernah hampir dilahap ikan hiu.
setelah selesai sarapan kami pun Kembali menuju rumah dengan hasil tangkapan
kami.

Jono si tukang las

Mahendra

Suatu hari jono sedang mengelas tiba tiba seorang nenek tua yang berbaju lusuh terlihat

kebingungan jono pun bertanya
“sedang apa nek ?”

Nenek pun berkata
“nenek lupa jalan ke rumah “

Jono bingung karena baru ngelas di daerah sekitar situ sebulan yang lalu, dia pun
bingung untuk

membantu nenek. Dan akhirnya jono pun mempunyai ide. Jono pun berkata
“nek alamat rumah di mana “

Nenek pun mengasih alamatnya agar bisa di bantu jono. Jono pun mengambil hand
phone agar

bisa membuka peta online agar bisa mencari rumah nenek dan mengantarnya pulang
.jono pun

mengantar nenek menggunakan motor nya tiba - tiba ban motor nya bocor. Jono pun
bertriak
“ohh noooo”
“knp dek? “ nenek pun bertanya
“ban nya bocor nek “

Jono pun turun dan melihat apa yang terjadi kepada ban nya dan ternyata ada paku yang

tersangkut pada ban. Jono pun kebingungan karena tidak tau tempat sekitarnya. Jono
pun

mulai menanyak kepada orang sekitarnya tentang bengkel yang terbantu . selama kurang
lebih
15 menit jono menanyakan orang sekitar dan tiba seorang ibu – ibu datang. Dan jono
pun

bertanya .
“bu bengkel terdekat di mana ?” tanya Jono
“Oh bengkel kamu lurus terus belok kiri” kata ibu
Jono pun berjalan sesuai arah yang di kasih tau ibu – ibu tadi dan tidak lama kemudian
jono pun

meneukan bengkel tersebut dan setelah menunggu perbaikan selama kurang lebih 30
menit
motor nya pun selesai dan nenek dan jono balik ke perjalanan selama 10 menit hand
phone
jono mati karena baternya habis dan akhir jono dan nenek nyasar dan sekarang jono dan
nenek
sedang menanyakan ke satpam dan akhir nya jono pun bertanya kepada satpam dan
ternya
jono dan nenek salah masuk gang dan tidak laa kemudian si jono ketemu gang yang
benar dan

akhir nya jono pun nyampai ke tempat tinggal nenek dan menurunkan nenek di depan
rumahya . dan jono pun kaget bertapa megah nya rumah nenek
“terimakasih ya dek nih nenek kasih uang” kata nenek
“ah tidak usah nek “kata nek
“ga papa dek ni abil aja uang nya atas terimakasih “kata nenek
Jono pun menerimanya dan balik ke bengkel nya dan lanjut nge las.

Diam
Muhammad Farel Deven

Aku diam, duduk di kursi teras belakang. Hmm… Ademnya udara pagi ini.
Sayangnya sih, Hari ini Abi nggak libur. Cuma Ummi libur praktek.
Namaku Shafa Shabila Maulida Assyarah, panggil saja Shafa. Kakakku, Aisyah
Shabila Syahla Khairunisha, atau Aisyah. Kak Aisyah duduk di kelas 2 SMP,
sementara aku kelas 5 SD. Kami tergolong keluarga yang kaya raya.
Abi adalah direktur di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, kalau ummi
adalah dokter mata di salah satu rumah sakit. Sementara kak Aisyah, dia
sudah menjadi penulis, dia sudah menghasilkan 5 buah buku. Sementara aku
masuk tim Majalah The Best, yaitu majalah sekolahku. Aku masuk tim
reporter dan penulis artikel. Dulu sih, aku masuk tim fotografer bagian rubrik
‘Cinta Alam’. Tentunya, ada honornya. Satu artikel aku honornya 5 ribu
rupiah, dan sekali wawancara digaji 10 ribu. Jadi kami punya uang saku
sendiri.
Kami memiliki hobi yang sama sekeluarga, dari ummi, abi, aku, kakak yaitu
membaca buku. Semua buku kami berempat di taruh di sebuah ruangan. Ada
5 rak buku besar disana. 1 rak punya abi, 1 rak punya ummi, 1 rak punyaku,
dan 2 rak punya kak Aisyah. Kak aisyah memakai kacamata, mata kanan
minus tiga, mata kiri minus 4. Aku juga pakai, aku mata kanan minus 5 dan
mata kiri silindris 3,75.
Aku bangga, jadi di keluarga ini. Kakak yang baik, dan ummi abi yang bisa
mengatur waktu kerja. Abi kerja dari jam 10 pagi sampai 4 sore. Kalau ummi
sih, biasa pulang jam 6 sore karena praktek jam 8 pagi-10 pagi, serta jam 4-6
sore. Kalau soal buku, Ummi dan Abi memang mengabulkan semuanya. Asal
sekali beli maksimal 7 buku. Aku ada ide, bikin taman bacaan, di depan rumah
saja. Tapi baru lima rak. 1 rak saja paling isinya sekitar 40-50-an. Mana rak
ke-lima isinya kalau dihitung baru 23 buku. Aku bilang ke UMmi deh.
“Boleh gak sekarang beli buku Mi? Ya Mi?” Rajukku, setelah menceritakan

ideku.
Dan ummi setuju. Kami bersiap. Aku mengenakan rok panjang hitam dan
baju putih. Kami menuju toko buku ‘Awww! Sungguh keberuntungan! Aaaa…
Ada Pameran Buku dan buku-buku itu di diskon semuanya. Semua buku di
diskon 30%, kecuali buku seri Why? dan ensiklopedia yang didiskon 55%.
Ummi mengijinkan kami beli masing-masing 10 buku. Itu diskon memang
niat sekali ya! Buku KKPK ada yang dijual 7 ribu rupiah!
Aku membeli 4 buku KKPK, judulnya The Wonder Girl, Misteri Monster
Rawa, Cyber Adventure, Two of Me. Lalu aku membeli 3 buku Why. Lalu aku
membeli 3 komik Miiko.

Sepulang ABi, aku menceritakan usulku dan abi sangat setuju. Seminggu
kemudian, abi memesan tukang. Kami akan memembuat perputakaan.
Perpustakaan itu akan di buat di halaman depan rumahku. Bentuknya rumah
bacaan yang dari kaca. Ada AC-nya juga. Seperti rumah kaca gituu…
2 bulan kemudian, bulan April…
Perpustakaanku sudah jadi. Ada pintu dan kuncinya, pasti. Kacanya juga yang
tak mudah pecah. AC-nya sudah dipasang. Cukup besar karena ada 7 rak buku
besar-besar, dan rak buku itu diletakkan disekelilingnya. Lantainya dilapisi
karpet beludru warna biru, dan diletakkan juga beberapa bantal-bantal serta
boneka-boneka untuk bersandar.
Sudah kami beri nama tentunya. Papannya di pintunya besar, bertuliskan:
‘RUMAH BUKU ASSYAHLA’. Assyahla adalah paduan dari naamaku dan
kakak. Dari ASSyarah (namaku) dan SYAHLA (nama kakak). Tentunya buku-
bukunya disampul semua. Setiap pinjam pasti ada bayarannya, heehehehe…
“Hey, Shafa, itu apa Shaf?” sapa Tira sahabatku, menunjuk perpustakaanku.
“Aku buat perpustakaan atau hm… Mungkin bisa disebut rumah baca, tapi
kecil” kataku.
“HAA? Boleh pinjem gak? Pake kipas angina tau AC? Dari kaca! Keren banget!
Nekat Shaf!” Tira mengoceh, mulutnya menganga.

“Boleh dong, tapi pake bayaran, hehehe! Hahaha! Serius! Heheh… Pake AC”
kataku.
“AKU MAU PANGGIL ADIVA, SYARAH, SAMA KIARA DULU YA SHAF,
MAU NGASIH TAU! APALAGI SYARAH KAN KUTU BUKU!” serunya
kencang, melesat dengan sepedanya.
15 menit kemudian, Adiva, Syarah, Kiara, Salsa, Dinda, Mira, dan dia sendiri
sudah ada di rumahku. “Mana Shaf? Mana SHaf? Mana Shaf?” mereka
bertanya-tanya. Aku menarik mereka ke perpustakaan itu, mereka menganga,
mata mereka melotot.
“Aaa! Shafa, bagus banget!” seru Kiara dan mereka.
Ternyata ada 4 teman kak Aisyah juga, Kak Sher, kak Shasa, kak Dea dan kak
Della. Mereka tak tanggung tanggung, “Baca disini boleh kan Shaf?” seru
mereka kompak banget, dua belas-dua belasnya!
“Boleh lah” ujarku singkat.
“Minjem boleh kan? Aku suka banget ensiklopedia tentang Pesawat ini! Bayar
berapa sehari?” Tanya kak Sher yang dikenal dengan tomboy dan kutu
bukunya. Dia kutu buku ensiklopedia tebal-tebal sih tapi!
“Tergantung kak, buku yang mana. Kalau ensiklopedia-ensiklopedia tebel-
tebel itu sih, 1000… Hehehe” kataku.
Mereka tidur-tiduran sambil baca-baca. EH ternyata, kak Neyfa dan kak Nayla
teman kakaak serta Diva, Dhea, dan Haya temanku datang. Mereka ikutan
sibuk baca-baca buku. 1 jam berlalu, mereka belum berlalu. 1 setengah jam
kemudian, mereka akan pulang.
“Aku mau pinjam ensiklopedia tentang Mobil dan Transportasi ini ya! 2000

nih, aku pinjem dua. Buat sehari tapi, buat aku dan kakakku” kata kak Sher,
menyodorkan dua ribu rupiah. “Ok. Kalo sehari besok pagi atau ntar sore
balikin ya” ujarku.
“Aku pinjem buku KKPK Little Cuties sama Bentang Belia yang judulnya
Ruangan Misterius! untuk 2 hari! Berapa?” ujar Kiara. “Jadi 1000” kataku.

“Aku pinjem buku KKPK dua, sama Komik Miiko seri 24 satu, sama Komik
Hanalala satu, untuk 2 hari aja semuanya. Beraapa?” kata Syarah. “Jadi 2000,
balikin ya ntar” kataku.
“Aku yang KKPK Perang Cokelat ini sama kumpulan Puisi ini, 1000 nih” kata
Adiva.
“Aku KKPK Dunia Caca; Ibuku Chayank, Muah!; Zula’s Story ya! Jadi 1500
kan? Nih. Buat sehari doang kok” kata Dhea.
“Aku mau ensiklopedia ‘Semua Tentang Platypus ini ya! Untuk dua hari ya?
Tebel banget. Jadi 2000, nih” kata Diva.
“Kak Fauzia minta minjem buku ‘Fisika, Biologi, dan Sejarah Untuk SMU’ ini
ya. Katanya buat 7 hari, soalnya dia udah tau bukunya tebal. Terus kak Tasya
minta dipinjemin komik Hanalala vol. 2 ini, taunya ada. Kak Nadya juga minta
dipinjemin buku ‘Cara TErbaik dalam Perawatan Kucing’ ini ya! Jadi berapa?”
Kata Haya panjang.
“Hm, Buku pertamanya 7 hari ya? Kudiskon deh, abis, satu minggu. Jadi…
4.700 rupiah” Aku menyerahkan kembaliannya.
“Eh, aku komik Love is Everything ini ya. Sama Icha adekku minta dipinjemin
buku cerita balita seri ini dua. Jadi berapa?” kata kak Dea. “JAdi 1000, kak”
kataku.
Dan yang lain juga minta pinjam.
Hmmm… Senangnya! Dapat uangnya sudah lumayan nih! Besoknya, 8
temanku dan 9 teman kak Aisyah pada datang! Uuuh… laku nih!
Alhamdulillah!
Sebulan sudah…
Sudah terkumpul beberapa ratus ribu dari hasil uang sewaan buku nih! Laku
banget! Yes! Alhamdulillah!

SALAM TERAKHIR
M.Q.Lail.Anandio

Pada suatu hari aku dan ayahku sedang menonton TV tentang pemburu hantu lalu di
tengah menonton film aku bertanya kepada ayahku.

”Apakah ayah percaya adanya hantu?”

Lalu ayah ku menjawab”ya, ayah percaya.”

Aku sangat terkejut karena ayah adalah orang paling rasional dan logis yang aku kenal.

Kemudian aku bertanya lagi.

”Apakah berarti ayah pernah melihat hantu?.”

Lalu ayah menjawab “ayah tidak bertemu tetapi ayah bisa merasakannya.”

“Maksudnya ayah bagaimana?” tanyaku.

“Mungkin akan lebih mudah dimengerti jika ayah ceritakan langsung.”

***
Cerita ini mulai saat ayah berumur 12 tahun.aku(ayah),ayah(kakek) dan ibu(nenek)
sedang duduk di meja makan menyantap makan malam.Lalu tiba-tiba telepon rumah
berdering,ayah mengangkat telepon lalu langsung memanggil ibu.

“Ayah dan ibu akan keluar sebentar,kami akan pulang malam”ulas ayah ku.

“Jangan tidur terlalu malam dan jangan lupa tutup jendela dan pintu sebelum tidur”kata
ibu ku.

Tanpa panjang lebar mereka pergi,aku bahkan tidak bertanya kemana mereka pergi
karena mereka terlihat terburu-buru.

Sekarang jam 7 malam aku sedang duduk di kursi baca ayah dan sedang membaca buku
lalu aku mendengar ada suara aneh di gudang atap rumahku,awalnya aku tidak
memperdulikannya karena tidak terlalu berisik dan lanjut membaca buku.

Tapi suara itu menjadi semakin jelas dan membuatku tidak fokus membaca buku.

Jadi aku ke atap dan mencari sumber suara itu,di atap tidak terlalu gelap karena diterangi
cahaya bulan dari jendela atap,setelah mencari sumber suaranya aku menemukan nya,
ternyata sumber suara itu dari sangkar burung yang tertutup dan terbuka,tetapi tetap
aneh karena aku tidak merasakan angin yang berhembus disini.

Tanpa berpikir panjang aku menutup dan mengunci sangkar burung itu,lalu kembali ke
membaca buku.

***

Sekarang jam 8 malam dan orang tua ku belum juga pulang,

Aku memutuskan untuk tidur, jadi aku menutup semua pintu dan jendela seperti yang ibu
ku bilang,

Lalu tepat sebelum aku ke kamar ku aku mendengar suara aneh lagi di atap,tetapi ini
berbeda dengan yang sebelumnya, suaranya sangat nostalgia dan menenangkan.

Jadi aku ke atap dan melihat kursi goyang nenek ku yang bergerak maju mundur.

Awalnya aku sangat terkejut saat melihat kursi yang bergerak sendiri,tetapi entah kenapa
aku sangat tenang.

Jadi aku duduk di atap sambil melihat kursi yang bergerak sendiri di terangi cahaya
bulan.

***

Tidak lama kemudian kursi itu berhenti dan orang tua ku sudah pulang jadi aku ke bawah
dan menemui mereka.

“Kenapa kamu belum tidur nak?” tanya ayah.

“Sepertinya aku terlalu lama membaca buku”jawabku.

“Nak,dengarkan ibu, ayah dan ibu tadi pergi ke rumah sakit,karena kami dapat telepon
bahwa nenek sudah meninggal”.

Saat itu aku sadar bahwa yang duduk di kursi goyang itu adalah arwah nenek.

Nenek datang kesini karena ingin menyampaikan salam terakhir.

Setidaknya itulah yang aku pikirkan.

***
Mendengar cerita ayah ku benar - benar sulit dipercaya entah karena ceritanya sangat
tidak masuk akal atau karena dia hanya ingin menakuti ku.

Tetapi mendengar ayah menceritakannya aku tahu ayah tidak mengarang cerita itu.

Walau memang sulit dipercaya,tetapi bukan berarti Itu tidak ada.

Merayakan

Muhammad Shadam Prastiya

Sandra menendang pintu dapur dan bersiap untuk menghadapi musuh bebuyutannya.
Itu dia di
sudut. Itu pasti tumbuh dalam semalam. “Saya harap saya mampu mengirim Anda ke
FSA,”

dia berteriak pada tumpukan saat dia mengangkat papan setrika ke posisi horizontal
sambil terus

bergumam di bawahnya

bernapas dan membenturkan hal-hal lebih dari yang sebenarnya diperlukan. Dia
menempatkan papan

setrika di depan

di televisi sehingga dia bisa menonton 'Get a new life' untuk menghilangkan
kebosanan Jumat pagi

menyetrika. 'Hari ini kita di Florida' dia mendengar presenter berkata. Itu
mengingatkannya pada

percakapan

dia pernah dengan Geoff.

"Tidak bisakah kita pergi ke luar negeri tahun ini untuk suatu perubahan?" dia
bertanya.
“Ada apa dengan Torquay? Sudah cukup baik untukmu selama dua puluh tahun terakhir

tahun. "

"Persis! Tidakkah menurut Anda sudah waktunya untuk berubah? Di mana rasa
petualangan Anda? "

Kami toh tidak mampu membelinya.
“Yah, mungkin saya akan menemukan diri saya seseorang yang bisa. Jika Anda tidak
ada di sini, saya

akan baik-baik saja "

Sandra mendesis saat melihat Geoff yang sedih mundur ke taman. Dia tidak mau repot-
repot

angkat lagi. Sepertinya tidak ada gunanya.

Dia mengangkat kemeja katun dari atas tumpukan dan kemudian dengan cepat
menukarnya

sebagai gantinya kaos kusut dari tengah. Separuh dari pakaian itu mendarat begitu saja
di atas debu

lantai laminasi. "Aku tidak peduli" dia meratap sambil menatap kekacauan di
lengan dan kerahnya.

Geoff punya

pergi bekerja pagi itu pada jam enam. Dia bangun pada pukul lima dan kemudian pergi
ke

rutinitas mandi yang sama, makan dua potong roti panggang dengan mentega ringan
dan minum dua

porsi besar
mug teh susu. “Kamu lebih bisa ditebak daripada Big Ben” dia akan berkata ketika
jadwalnya kaku

menjadi terlalu berat untuk ditanggungnya. “Ini seperti hidup dengan robot yang telah
diprogram untuk

melakukan

hal yang sama membosankan setiap hari! "

Perhatiannya kembali ke item di tangan. Itu adalah rok mini merah jambu miliknya

putri Jess. "Seandainya aku berusia enam belas tahun lagi," bisiknya pelan,
takut dia jadi enam belas

tahun

jauh melewati memakai jenis pakaian ini. "Siapa pun yang mengatakan hidup
dimulai pada usia empat

puluh perlu ditembak". Dia

mulai menyetrika roknya dan asap besar meleleh di pipinya. Rasanya seperti berada di
a
garis produksi. Pikirannya beralih ke Geoff dan pekerjaannya di pabrik mobil. “Bagaimana
dia melakukan

itu

dua puluh tahun saya tidak akan pernah tahu "pikirnya. Sandra telah meninggalkan
pekerjaannya di

supermarket ketika Jess masih

lahir. Saat itu dia merasa lega dan senang karena Geoff memakai celana panjang. Dia
senang tinggal

di rumah dan menjadi seorang ibu, tetapi sekarang Jess sudah dewasa dan Geoff selalu
bekerja atau

lelah, dia menghabiskan terlalu banyak waktu sendirian Dia semakin meneriaki Geoff dan

menyalahkannya

untuk semua yang dia rasakan salah dalam hidupnya. Jika dia berani menyarankan
bahwa itu terserah

padanya untuk dilakukan

Sesuatu yang dibanting Sandra dan mengirimnya ke Coventry untuk sisa hari itu.

Dia mengangkat rok minim dan berpikir "Saya berharap itu milik saya". Dia
tersenyum mendengar

gagasan itu

memakainya. Dia tidak langsing seperti dulu, tetapi merasa dia masih dalam kondisi yang
cukup baik

umurnya. Dia membayangkan Jess memakainya dan betapa bagus penampilannya dan
tiba-tiba

kewalahan dengan perasaan cemburu yang ekstrim. Dia merasakan sesak di dadanya
sebagai

kecemburuan bertabrakan dengan rasa bersalah seorang ibu bahkan karena memiliki
pemikiran seperti

itu.

Sandra berusia enam belas tahun ketika dia bertemu Geoff di disko lokal. Dia tinggi
dengan rambut

bergelombang gelap dan

mata biru jernih dan meskipun dia bukan pria paling menarik yang pernah dilihat Sandra,
dia

langsung tahu bahwa dia akan merawatnya. Dia biasa meneleponnya tiga kali seminggu
pukul tujuh

tiga puluh dan akan selalu mendapatkannya kembali pada pukul sebelas. Ibunya mengira
dia adalah

yang terbaik sejak itu

mengiris roti dan begitu pula Sandra saat itu. Dia tidak terlalu beruntung dalam taruhan
cinta dan dia

beruntung

lega menjadi bagian dari pasangan seperti kebanyakan temannya. Dia masih
mencintainya, dengan

sandal yang nyaman

semacam cara, tetapi dia merindukan kegembiraan dan petualangan dan ini belum
pernah menjadi

keahlian Geoff.

Dia terus menyetrika dan perlahan tumpukan itu mulai menyusut. Telepon berdering saat
hidup

kamar dan Sandra dengan cepat mencabut setrika dan mengambil kesempatan untuk
melarikan diri.
“Halo,” katanya.

"Tebak apa?" kata suara sahabat lamanya, Maureen.
“Kamu kabur dengan tukang susu sehingga kamu bisa mendapatkan susu gratis,” Sandra
tertawa.
“Tidak, tidak,” katanya. “Kamu ingat disko yang biasa kita kunjungi? Salah satu tempat
kami dulu

berdandan seperti anak sekolah? "
“Bagaimana aku bisa lupa,” kata Sandra sambil nyengir lebar.
“Nah, ini pada minggu ini, pada kenyataannya malam ini, sebagai semacam reuni.
Katakanlah Anda akan

ikut dengan saya

San, ayo. Ini akan menjadi seperti dulu. "

Sandra tertawa terbahak-bahak saat membayangkan dirinya dan Maureen berjuang
untuk menari dalam

balutan mereka

sepatu platform enam inci setelah mengonsumsi sari buah apel dan blackcurrant dalam
jumlah besar.
“Oh, ayolah, maka kamu telah membujukku melakukannya.”

Aku akan menemuimu di luar aula gereja pada pukul tujuh tiga puluh. Jangan terlambat,
”kata Maureen

lalu

dia telah pergi.

SSandra menari di sekeliling ruang tamu sambil menyenandungkan 'Rayakan'
oleh Kool dan

the Gang, lagu disko favoritnya. Dia menyukai diskotik itu dan inilah kesempatan untuk
menangkapnya

kembali

muda dan merasa muda dan bebas kembali. Maureen adalah orang yang lincah dan
penuh kehidupan

dan itulah sebabnya

Sandra senang berada di dekatnya. Sulit untuk tidak menjadi antusias saat dia ada.
"Aku tahu

apa yang akan saya pakai "pikirnya dan dia bergegas ke atas dan membuka lemari.
Tepat di bawah,

terselip di bawah beberapa jumper terlipatnya adalah sebuah tas. Dia membukanya dan
mengeluarkan

rok hitam pendek.

Itu masih memiliki label harga yang melekat padanya karena dia tidak pernah berani
memakainya. Geoff

melihatnya terakhir kali

tahun dan memberitahunya bahwa dia akan mati kedinginan. Sandra tahu bahwa malam
November bisa

jadi

dingin tetapi dia memutuskan bahwa dalam semangat masa muda yang dihidupkan
kembali dia akan

memakainya. Dia mengeluarkan garing

kemeja putih yang agak terlalu ketat untuknya dan kemudian merogoh laci peka Geoff

dasi dan memilih yang hitam dengan garis-garis kuning tipis. "Cukup,"
katanya dan dia terkikik

dirinya dengan antisipasi.

Ketika dia memberi tahu Geoff, dia mengintip dari atas korannya sambil berkata,
“Selama saya tidak harus datang. Anda tahu saya tidak bisa mengumpulkan Anda bukan.
Saya sedang

memancing di

pagi."
“Jangan khawatir! Saya seorang gadis besar sekarang. " Kata Sandra. Itu
mengingatkannya pada

percakapan yang dia lakukan
dengan ayahnya saat remaja. “Bagus” pikirnya “sekarang aku benar-benar bisa pergi ke
kota!”

Sandra melihat arlojinya. Saat itu pukul lima tiga puluh. Waktunya bersiap-siap.

Pukul tujuh lima belas, Sandra keluar dari kamar tidurnya. Dia tersenyum lebar saat dia
melihat

bayangannya di jendela pendaratan. "Tidak buruk untuk orang tua" pikirnya
sambil menegakkan tubuh

dasinya dan mengelus tandan cokelat kastanye ke posisi yang sempurna. Dia
menjulurkan kepalanya di

sekitar

pintu ruang tamu dan berteriak, "Aku pergi dari Geoff." Dia melihat ke atas di
atas korannya dan

kemudian

dengan cepat menghilang di balik seprai yang bergemerisik.
“Saya telah membayar semua tagihan hari ini,” dia bergumam melalui headline “dan
jangan lupa

pemanasan akan dilakukan minggu depan. Oh dan hati-hati sekarang, jaga dirimu. "

"Dan jangan lupa bersenang-senang," teriak Sandra sinis sambil
membenturkan bagian depan

pintu di belakangnya.
“Kenapa dia selalu berakal sehat?” dia bergumam saat dia mulai berjalan di atas
tubuhnya yang tinggi

sepatu hak stiletto. “Mengapa menggangguku dengan hal itu ketika aku sedang dalam
perjalanan
keluar!”

Setelah beberapa menit, dia mulai menggigil. Dia memeluk dirinya sendiri dan
menggosok

tangannya dengan panik ke atas dan ke bawah lengan bajunya. "Saya berharap
saya akan memakai

mantel saya," katanya sambil mengembuskan napas

dipercepat. Awan napas panasnya mengikutinya menyusuri jalan yang sunyi hanya
dengan suara

ujung baja pada beton untuk memecah keheningan. Dia melihat ke arlojinya saat dia
meraihnya

tujuan - melihat diam-diam di sekitar 'taman bermain' sementara orang-orang
yang menunggu di luar

tidak ada tanda-tanda Maureen. "Saya berharap saya membawa beberapa
plester" pikirnya sambil

melihat ke bawah
lepuh raksasa yang berdenyut keluar dari bagian belakang sepatu kirinya. “Geoff selalu
punya barang

seperti itu di sakunya. " Saat itu dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

"Maaf San, kamu tahu bagaimana, tidak bisa memutuskan apa yang akan dipakai,
ayolah." kata

Maureen

menghilang melalui pintu kayu yang terbuka. "Kamu selalu membuatku
menunggu," Sandra

berbisik pelan saat dia mengikutinya ke dalam.

Ruangan itu gelap dengan lampu berkedip di ujung dan ada anak sekolah yang sudah
tua

dimana mana. Anak laki-laki dengan janggut dan celana pendek menunjukkan kaki yang
telah melihat

hari-hari yang lebih baik, anak perempuan dengan

dada terengah-engah menari-nari tas tangan melingkar dengan genting mengikuti suara
tahun tujuh

puluhan yang meledak

dari dua speaker besar di kedua sisi DJ berambut afro. Suara yang teredam hampir saja
terdengar

mengatasi kebisingan. Sandra mengayunkan pinggulnya dari sisi ke sisi dalam upaya
sia-sia untuk

membawanya ke kanan

kerangka berpikir untuk malam besarnya, tetapi itu hanya memberi tekanan ekstra pada
lecetnya yang

berdenyut.

"Ini San," teriak Maureen sambil melambaikan segelas besar anggur merah
ke Sandra.

“Turunkan itu ya.” Sandra menyesap cairan buah itu beberapa kali dan merasakan
cahaya hangat

bersihkan dia.
“Itu lebih seperti itu, Mo,” katanya dan mereka tertawa terbahak-bahak saat mereka
mendentingkan

kacamatanya

bersama.

Dari bayang-bayang, sebuah suara bertanya "Apakah itu kamu Sandra
Smith?"

Sandra menatap kosong wanita di depannya.

Ini aku, Deirdre.

Sandra membeku di tempat. Itu adalah Deirdre Dobbs. Di sekolah dia pernah menjadi
gadis kepala. Dia

sangat cerdas dan populer dan dia selalu berhasil membuat Sandra merasa sangat
rendah diri. Sandra

merasa dirinya menyusut dengan sepatu hak tingginya.
“Apa rencanamu hari ini Sandra; itu setidaknya harus sepuluh tahun sejak jalan kita
terakhir

menyeberang? "
“Saya masih seorang ibu rumah tangga dan ibu,” jawabnya saat pipinya bersinar merah.
“Oh,” kata Deirdre “Saya tidak tahu bagaimana Anda melakukannya. Terjebak di rumah
akan

membuatku gila.

Saya menjalankan bisnis perangkat lunak komputer saya sendiri. Saya akan memberikan
kartu saya, jika

Anda pernah

mencari beberapa jam pengepakan kerja kami selalu sibuk di sepanjang tahun ini.
Panggil aku?" dan

dengan

bahwa dia menghilang ke dalam atmosfir berasap. Sandra meneguk anggurnya mencoba
mengambil

perasaan tidak berguna yang selalu ditimbulkan oleh Deirdre dalam dirinya. Setelah
beberapa teguk lagi,

Sandra mulai
santai dan segera merasa setinggi dia.
Mari kita berdansa San, kata Maureen mengambil gelas kosong dari tangan Sandra
dan membenturkannya ke bar.
Kedua wanita itu menjerit seperti babi yang bersemangat dan melemparkan tas tangan
mereka ke lantai
dansa.
Mereka melambaikan tangan dengan penuh semangat dan mulai melempar diri secara
ritmis
mode. Setelah tiga nomor yang sangat cepat, Sandra mengambil segelas anggur untuk
dirinya sendiri
dan mengambilnya
berlindung di meja di sudut terjauh dari speaker. Dia menutup matanya sejenak
kepalanya mulai berputar. Kombinasi kegembiraan Maureen dengan alkohol dan
Musik disko mulai membuatnya pusing.
Saat dia membuka matanya, itu dia - John Ford. Dia ingin sekali menjadi pacarnya di
sekolah tapi tentu saja dia tidak memperhatikannya. Dia tidak banyak berubah. Sedikit
uban di sekitar

pelipisnya mungkin tapi dia masih tinggi dan bersandar dengan mata yang bisa
membuatmu larut.
"Ya Tuhan, dia akan datang," pikir Sandra saat melihat kaki panjang kurusnya
bergerak
ke arahnya. Dia duduk tegak dan menarik rok mungilnya ke bawah untuk menutupi
pahanya yang
berlesung pipit.
“Halo Sandra,” dia berkata “Kamu tidak banyak berubah.”
“Kau juga tidak,” katanya hampir tersedak kata-katanya.
“Apakah kamu sendiri? Keberatan jika saya bergabung dengan Anda? "
"Lanjutkan."
Sandra menahan lututnya erat-erat, tiba-tiba tersipu memikirkan betapa konyolnya dia
melihat ke dalam seragamnya. Setelah sepuluh menit John menceritakan semua tentang
pernikahannya

yang gagal, cintanya

layang-layang terbang dan pengabdiannya untuk menyewa akuntansi dia menyadari
bahwa dia begitu

ke dalam dirinya sendiri sehingga dia

tidak akan memperhatikan apakah dia masih duduk di sana atau tidak.

"Oh, itu dia," kata Maureen dan Sandra dengan cepat melompat berdiri untuk
melihat

kesempatannya untuk melarikan diri.

"Kau tidak keberatan jika aku pergi sekarang kan, San, hanya aku yang bertemu
dengan Mick

Murphy, kamu tahu teman lamaku dan dia meminta aku kembali untuk minum kopi. Kamu
akan baik-
baik saja kan? ”

Sandra merasakan bahunya menegang saat perasaan tidak percaya mengalir di dalam
dirinya.

"Sama seperti dulu," pikirnya sambil mencium pipi Maureen.

Sandra berdiri sendirian di tengah ruangan yang penuh sesak. Lampu berwarna berkedip
di sekeliling

dia dan volume musik menembus gendang telinganya. Air mata menggenang di matanya
sebagai

perasaan kesepian yang luar biasa melanda dirinya. Dia berbalik dan lari mendorong

siapa pun yang menghalangi jalannya. Saat dia melangkah keluar, udara sejuk
menampar pipinya yang

panas. Dia

tiba-tiba ingin berada di rumah bersama Geoff. Aku benar-benar idiot, pikirnya sambil
berjalan cepat di sepanjang jalan yang diterangi lampu. “Satu-satunya orang yang benar-
benar
mengutamakan saya adalah Geoff,”

dan dia ingin melompat ke tempat tidur mereka yang nyaman dan merasakan kehangatan
kulitnya

menyentuh kulitnya. "Dalam

pagi, aku akan memberitahunya betapa menyesalnya aku karena selalu mengeluh
padanya dan aku

bahkan akan menelepon Deirdre

tentang pekerjaan itu. Mungkin tahun depan kita bisa merayakan ulang tahun pernikahan
kedua puluh

kita dengan pergi ke

Spanyol atau Yunani jika saya bisa menghemat sedikit. Segalanya akan berbeda mulai
sekarang. ”

Kaki Sandra memiliki tujuan baru. Dia berbaris di sepanjang jalan dengan pegas di
langkahnya tiba-tiba

merasa positif tentang masa depan. Saat dia melewati barisan rumah bertingkat yang
sudah dikenalnya,

dia melihat a

pasangan duduk berdekatan di sofa. Dia berpikir betapa hangat dan nyamannya
penampilan mereka

dan dia

berharap Geoff masih terjaga saat dia pulang.

Engsel di gerbang kayu berderit berisik. Dia bisa melihat bahwa lampu ruang tamu
menyala, jadi

dia meraba-raba saku untuk mencari kuncinya, berharap bisa menangkap Geoff sebelum
dia pergi tidur.

Saat dia membuka pintu, ada tas di jalan. Itu berat di pintu dan dia

tidak mengenalinya. Dia membuka pintu ruang tamu dan menemukan Geoff berwajah
merah dan

mondar-mandir

seperti singa yang dikurung.

Apa yang salah Geoff? tanyanya, merasakan bulu-bulu itu berdiri di belakang lehernya.
Aku akan pergi, katanya menutupi matanya dengan telapak tangannya. “Itu yang terbaik.
saya

jangan membuatmu bahagia lagi. Yang Anda lakukan hanyalah mengkritik saya. "

Sandra merasa kakinya seperti terpaku di lantai. Mulutnya terbuka tapi dia tidak bisa
memaksa

suara untuk keluar.

"Saya telah meninggalkan sejumlah uang untuk Anda dan saya akan menghubungi
tentang Jess dan apa

pun yang perlu kami sortir


Click to View FlipBook Version