The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Hartanto Hadi, 2021-11-24 04:27:42

KUMPULAN CERPEN

KELAS XI IPS 20-21

di luar. Saya tidak bisa bicara lagi sekarang, "dan dengan itu dia mengangkat tas
dan membuka pintu

depan.

"Kumohon Geoff," pinta Sandra, meletakkan tangannya di lengannya. “Kamu
selalu bilang begitu

lebih baik tanpa aku, ”katanya. “Mungkin sekarang Anda bisa bertemu dengan Tuan Right
yang selalu

Anda ceritakan

tentang, "katanya melangkah keluar ke udara malam yang dingin. Sandra benar.
Segalanya akan berbeda.

KEDAMAIAN

M. Zaki

Halo nama saya Wanala ayu putri , saya adalah anak kelas SMP kelas 7 saya tinggal di
kota Kupang , Nusa Tenggara Timur , Indonesia. Saya bersekolah di sekolah dian
harapan bersama teman – teman saya. Hari ini saya mau bercerita tentang suatu
kejadian yang terjadi bersama teman – teman saya di sekolah , dan cerita ini
mengandung informasi – informasi tentang apa itu kedamaian dan betapa indahnya itu
keragaman yang ada di negara kita tercinta Indonesia.

Pertama perkenalkan teman – teman saya ada Aditya dia berasal dari bekasi , sama ada
Putri dia berasal dari Sulawesi selatan , sama ada Candra ia berasal dari jawa tengah ,
terus ada John ia berasal dari Papua , sama ada ahsan dia berasl dari Ambon , yang
terakhir ada Poetri ia berasal dari Jakarta , hehehe .... Kadang saya ketuker sama Putri
sama Poetri , ya tidak apa – apa lah yang penting namanya dua – dua nya indah dan kita
semua teman – teman yang baik.

Suatu hari pada hari Jumat guru saya mempunyai berita yang seru , kita mempunyai
murid baru !

namanya Chelsea dan dia berasal dari UK , Aditya , Putri , Candra , John , Ahsan , sangat
bergairah tapi saya melihat Poetri mukanya sangat murung , tapi saya tidak teralu masuk
kehatikarena saya senang bisa mengajak berteman dengan orang dari luar negeri , ketika
istirahat saya mengajak teman – teman bermain Candra sangat senang mengajak
Chelsea untuk bermain.

Ahsan mengusalkan kita main bola , tapi katanya Chelsea tidak suka bola “ aku juga tidak
suka “ kata Aditya , John mau mengusulkan main petak umpet tapi dia malu – malu sama
Chelsea dan lain – lain, Putri bilang setuju dan aku juga dan Chelsea juga , Chelsea
berusaha berbahasa Indonesia tapi dia belum lancar , tapi malah diejekin Poetri , Chelsea
jadi sakit hati , kita tidak boleh gitu , Poetri minta maaf ke Chelsea , moral cerita ini
indahnya kedamaian dan keragaman.

Buah Jatuh Akan Ditimpa Pohonnya
Mulan K

Matahari terbit amat cerah pagi ini seperti hari-hari sebelumnya. Cahaya
mulia menghiasi langit jingga memanjakan mata siapa pun yang menatapnya.
Pohon pinus jangkung itu terlihat kecil dari atas sini. Kabut pagi menutupi tubuh
pepohonan hingga kepalanya saja yang nampak, di suasana seperti ini, terasa
seperti berada diatas awan. Bagai pulau tersembunyi yang mengambang di atas
langit.

Apakah ada tempat lebih indah dari disini?

Setiap hari Pak Bonar datang ke puncak untuk bertapa, membuang segala
pikiran negatif dan masalah di kehidupannya jauh-jauh memandang gelora karya
tuhan sebelum memulai harinya. Tahun depan akan genap 20 tahun Pak Bonar
menjadi kepala desa di Desa Wirana, tempat dia dilahirkan, dibesarkan dan akan
menetap selamanya hingga akhir hayat. Kesempurnaan desa di segala aspek lah
yang menyebabkan Pak Bonar dan warga desa lainnya yang betah menetap, Siapa
yang datang ke Desa Wirana tidak akan bisa keluar, itulah peribahasa yang tak
asing lagi di Desa Wirana.

Pada pukul tujuh Pak Bonar mulai beranjak turun dari puncak siap untuk
memulai harinya. namun alangkah terkejut Pak Bonar akan hal yang tidak biasa
terjadi, ketika kehadiran ia telah ditunggu oleh seorang perempuan muda di dalam
rumahnya. Pak Bonar menatap sinis perempuan muda itu yang berpakaian rapih
mengenggam tas kulit persegi seperti pekerja kantoran. Meskipun Warga Desa
Wirana terkenal ramah, Pak Bonar sangat sungkar dengan kehadiran orang kota
bergaya formal.

“Selamat pagi Pak maaf telah mengganggu saya Kasih dari tim penanganan

bencana alam” Salam Kasih yang tengah memperkenalkan dirinya kepada Pak
Bonar.

“Apa maumu datang kemari?” Tanya Pak Bonar tanpa basa-basi, Kasih
menunduk menelan ludah sedikit meredam kegugupannya.

“Esok hari tim saya akan datang untuk mengevakuasikan warga desa dari gunung
ini” Ucap Kasih dengan datar langsung kepada intinya.

“Evakuasi, apa maksudmu dengan evakuasi? Sudah hampir 60 tahun saya tinggal
disini tidak ada celaka yang diberi gunung kita” Ucap Pak Bonar dengan angkuh
penuh kepercayaan.

“Tahun ini akan ada pak, hari rabu gunung akan meletus membawa malapetaka”
Jawab Kasih kembali mencoba menjelaskan permasalahan yang akan datang.

Sejenak Pak bonar terdiam setelah mendengar apa yang dikeluarkan dari
mulut perempuan muda itu. Matanya tidak berkedip, tidak percaya mencoba
mencerna pikiran kembali.

“Kami tidak memiliki niatan buruk sama sekali Pak, Kami hanya perlu membawa
warga-warga ke tempat yang lebih aman. Saya datang untuk memastikan bahwa
informasi ini dapat disampaikan dengan baik sebelum tim saya menjemput” Ucap
Kasih dengan halus.

Tiba-tiba Pak Bonar mengepakkan tangannya ke udara dengan penuh
kesal mengagetkan Kasih.

“Hari rabu gerbang desa akan kita kawal, tim evakuasi kamu itu tidak boleh
datang. Sekarang segera pergi kau!” Teriak Pak Bonar sambil menunjuk

tangannya tinggi-tinggi. Dengan ragu Kasih pun pergi menaiki mobilnya.

Setelah pertemuan buruk itu Pak Bonar segera memerintahkan pawang
desa untuk mengawal gerbang desa sampai hari rabu. Menggertak laci-laci kantor
akhirnya Pak Bonar menemukan kunci gerbang desa. Untuk pertama kali dalam
masa pimpinannya Desa Wirana akan ditutup tidak ada yang boleh masuk dan
tidak ada yang boleh keluar.

Esok paginya Pak Bonar kembali bertapa diatas puncak gunung. Menghela
napas menahan emosinya namun beda dengan biasa kepalanya penuh dengan
pikiran.

“Kenapa ada orang sejahat itu yang ingin saya meninggalkan desa?” Ucap Pak
Bonar dengan penuh kesedihan.

Bagi Pak Bonar meninggalkan Desa Wirana adalah hal terakhir yang ingin
dia lakukan terutama di masa tuanya. Dia cinta Desa Wirana dengan sepenuh
hatinya, selama hidupnya Pak Bonar sibuk mempertahankan keindahan dan
ketentraman desa bahkan dia sampai tidak sempat menemukan wanita sejatinya.
Tidak hanya itu namun bagi Pak Bonar meninggalkan Desa Wirana merupakan
penghianatan keji terhadap tanah kelahirannya dan tempat keluarganya
dikuburkan.

Hari selasa telah tiba, namun hal yang tidak diduga terjadi, pada pagi hari
gempa bumi berskala kecil melanda desa. Untungnya tidak ada warga yang
mengalami cedera parah, beberapa diantara mereka yang mengalami cedera
ringan pergi berlayan di posyandu. Segera Pak Bonar pergi menuju posyandu
untuk melihat keadaan warganya. Banyak sapaan dilontarkan kepadanya seketika
ia sampai. Pak Bonar duduk di meja kantor posyandu siap menerima keluh kesah
dampak yang diterima warganya hingga sore hari. Pak Legiman petani tua yang

telah lama ia kenali menjadi yang terakhir ia temui.

“Selamat sore Pak Legiman maaf pria tua seperti anda harus yang terakhir
dilayani, lantas bagaimana kondisi kepala bapak?” Tanya Pak Bonar kepada
petani tua yang kepalanya telah dilapisi lapisan perban tipis disekitar kepalanya.

“Sudah berapa kali kepala saya terantuk bokong kerbau saat bekerja di sawah
tidak pantas kau khawartikan kepala saya yang jika terbentur saat jatuh” Gurau
Pak Legiman membuat Pak Bonar tertawa kecil.

“Memang tidak usah saya ragukan lagi mental bapak, harusnya Pak Legiman lah
yang menjadi anggota Tim Bantuan Sosial bukan para remaja masjid yang masih
impoten itu” Balas Pak Bonar ikut bergurau.

“Jangan berkata seperti putra saya juga anggota remaja masjid” Ucap Pak
Legiman mulai nyaman bercakap dengan Pak Bonar.

“Omong-omong bukankah seharusnya putra bapak yang tertua sudah mulai
mencari pasangan? Saya bisa dia kenalkan dengan seorang bunga desa yang saya
kenali” Tawar Pak Bonar.

“Kau carilah sendiri bunga tua untukmu, putra saya belum ingin berumah tangga
sebelum ia sukses tapi sepertinya dia mulai tertarik kepada wanita karier muda
yang bermalam di rumah saya” Ucap Pak Legiman lantas mengeluarkan ketawa
geli.

“Wanita karier?” Pak Bonar kembali bertanya kali ini bukan dengan nada gurau
namun mulai serius.

“Iya, lalu saya bilang kepadanya bahwa perempuan kota seperti dia ini tidak akan

ingin berhenti bekerja untuk menikah di desa terlebih lagi jadi istri petani” Gurau
Pak Legiman sekali lagi namun kali ini gurauannya tidak dibalas oleh ketawa Pak
Bonar.

“Siapakah nama si perempuan kota ini?” Tanya Pak Bonar terlihat amarah
dimatanya Pak Legiman hanya bisa terdiam.
“Apakah Kasih namanya?” Tanya Pak Bonar, Pak Legiman hanya mengagguk
kecil.

“Istri saya melihat dia beristirahat di dalam mobilnya dan merasa kasihan” Aku
Pak Legiman.

“Dimanakah kau menemukan dia?” Tanya Pak Bonar.

“Tidak jauh dari sawah saya dekat balai desa” Jawab Petani itu yang gemetar.

“Bawa saya kepadanya” Perintah Pak Bonar segera mereka beranjak menuju
rumah petani itu.

Betapa murkanya Pak Bonar begitu ia mengetahui bahwa Kasih tidak
pernah pergi dari desa dan selama ini mengadar dibawah atap warganya. Sejak
kemarin Kasih terus menerus berusaha mengabarkan berita celaka itu keliling
desa meski tidak ada yang mengerti ataupun berhasil pergi karena gerbang desa
telah dikawal. Pada sore hari Kasih ditangkap dan terlaksana sebuah pengumuman
penting di balai desa yang dihadiri semua warga. Wajah bingung menghiasi balai
desa, Pak Bonar beranjak menaikki podium bersiap meneriakan pengumumannya.

“Hari Sabtu kemarin kita kedatangan seorang terkutuk dari kota yang ingin
menjajah desa kita!” Teriak Pak Bonar diatas podium.

Bola mata Kasih melebar seperti akan keluar ketika mendengar ucapan
orang tua itu.

“Kita akan dituntut untuk pergi meninggalkan Desa Wirana dan kita semua akan
menolak proses evakuasi atau tak lain lagi pengasingan oleh orang kota seperti
dia!” Ucap Pak Bonar menunjuk Kasih.

“Itu tidak benar! Kami datang untuk memberi pertolongan pertama karena gunung
ini akan meletus esok hari” Balas Kasih wajahnya yang awalnya manis mulai
membara menjadi penuh amarah.

“Lihat dia tidak punya malu membuat cerita khayalan, desa kita tidak akan
menjadi komplek proyek pengusaha penghancur lingkungan alam!” Ucap Pak
Bonar membuat para warga desa terdiam, bingung untuk berkata ketika
mendengar ucapan kepala desa mereka.

“Jangan percaya perkataan orang tua itu mereka hanyalah fitnah!” Teriak Kasih
hendak menaiki podium namun terhalang para warga desa.

“Lihat saja, pada saat kita melangkah keluar dari desa ini saya yakin dalam lima
tahun kedepan hutan kita akan hilang sama juga dengan sawah, kebun dan lahan
bermain kita lalu akan mereka ubah menjadi pabrik, pertambangan atau segala
proyek celaka. Setelah itu kita akan kembali ke desa dengan tangan kosong segala
aspek yang telah kita buat hilang dan kita akan dipekerjakan sebagai buruh. Tidak
akan ada lagi Desa Wirana desa tentram ceria hanya komplek pembangunan
sengsara yang tersisa untuk kita tapi itu tidak akan terjadi karena sekarang kita
akan memberontak dan kita akan usir si pencetus masalah itu keluar!” Balas Pak
Bonar dengan lantang.

“Saya tidak akan pergi” Teriak Kasih lebih ketus dari sebelumnya dapat terdengar

jelas di setiap sudut balai.

Suasana di balai desa mulai gaduh, perempuan muda malang itu diusir oleh
seluruh warga desa.

“Naik mobilmu dan bawa dirimu pergi dari sini sebelum kami bakar kamu hidup-hidup
didalamnya!” Ancam Pak Bonar.

Melihat api yang mulai dinyalakan diatas obor oleh warga desa, Kasih segera
menaiki mobilnya membawa dirinya pergi dari desa kacau itu. Seruan-seruan bahagia
merayakan kepergian perempuan muda dari kota itu terdengar kencang sebelum
terdengar
desissan dari Pak Bonar yang hendak membuka gembok gerbang yang panas. Kasih
mengeluarkan kepalanya lewat jendela mobilnya, begitu ia memahami situasi, ia segera
meraih telfon genggamnya menelfon rekannya meminta bantuan secepatnya.

“Beruang bangun lebih cepat dari yang kita kira” Ucap Kasih dengan pelan, tidak ingin
membuat onar mengetahui desa kacau ini akan menjadi lebih kacau.

Namun seorang warga muda yang berdiri disamping jendela mobil Kasih
mendengarnya dengan panik ia berlari menuju gerbang dan menyiku Pak Bonar dengan
cukup keras, mencoba membuka gerbang ia mengenggam gembok seketika tangannya
melepuh sambil mengeluarkan teriakannya kesakitan mata-mata tertuju kepadanya.

“Gunung akan meletus!” Teriak dia.

Kebingungan kembali membanjiri wajah warga desa sebelum datang getaran dari
tanah yang terasa lebih kencang dari guncangan di pagi hari. Benar pikir Kasih bahwa
suasana kacau ini telah bertambah menjadi seribu kali lebih kacau. Warga desa mulai
berlarian tanpa arah dan berhamburan mencoba menjaga keseimbangan sebelum batu-

batuan kecil dari gunung mulai berjatuhan dari atas gunung. Saat suhu terasa lebih panas
hewan-hewan bergelantungan mulai keluar menuju pemukiman. Teriakkan warga desa
tercampur suara runtuhan rumah dan pepohonan. Abu vulkanik mulai turun, suhu desa
mulai naik menjadi seribu derajat memutus pernapasan. Lantas Desa Wirana hancur
dalam waktu yang singkat tidak menyisakan satupun mahluk hidup untuk bernapas.
Memang benar peribahasa yang telah tak asing lagi didengar itu Siapa yang datang ke
Desa Wirana tidak akan bisa pergi.

Terlambat
Najwa A

Sungguh aneh menurutku, bagaimana semua ini berawal dari sebuah kepura-puraan?
aku pun juga tidak menyangka kepura-puraan ku ini akan menjebak ku sampai saat
ini seperti orang bodoh yang amat menyedihkan, hingga saat itu pun bermula.
“Eh cepet La, kita kepo banget nih kamu suka siapa, kasih tau lah jangan curang!”
tanya Nita salah satu sahabatku. Kami berempat memang sedang main truth or dare,
tapi aku merasa aku tidak ikutan permainan menyebalkan ini. Pertanyaan Nita saat
itu sungguh menjebak ku hingga aku membisu tidak tahu harus menjawab apa.
“Enggak sumpah, emang lagi gak suka siapa-siapa” jawabku. “Harus adil La, kita
bertiga aja kok yang tau tenang aja sih..” rayu Ayko yang juga sahabatku. Aku pun
enggan berbicara karena memang tidak ada yang ku suka saat itu. “Duh si Nala lama
banget, cepet La” desak Nizma, sahabatku juga. Aku pun yang pada saat itu
dilapangan memikirkan sebuah ide bagus disaat mendesak, “Aku kasih tau deh, tapi
terpaksa banget cuma karena kalian memaksa ku” aku pun terang-terangan
mengatakan agar mereka juga tidak salah paham nantinya. Aku pun melihat seorang
yang sedang berlari merebut bola yang sedang menghadap ke belakang,
”Kalau kalian mau tau, itu coba kalian lihat pemain nomor punggung 12” aku pun
yang hanya melihat nomor punggung nya terpaksa memilih tanpa berpikir panjang.
“Hah La, kamu suka sama dia?” serempak mereka kaget. “Ciee suka sama Kak Azre”
Ayko heboh. “Duh salah pilih, kok Kakak kelas? Padahal kenal juga enggak, gimana
ini?” batinku. Benar-benar tidak ku sangka, aku hanya asal pilih nomor punggung
yang menghadap ke lain arah justru malah Kakak kelasku, perasaanku mulai tidak
enak karena ternyata aku pernah dengar dia mempunyai hubungan dengan Kakak
kelasku yang sudah menjadi alumni sekolah ini. “La, setahu aku sih dia ada hubungan
deh, sama Kakak alumni” sahut Nizma. “Enggak apa-apa kok, lagian tadi aku cuma

asal pilih karena kalian yang paksa” jawabku. “Ih curang kamu La, tapi gak apa kok
La ciee” cibir Nita yang membuatku kesal.

Hari-hari ku jalani seperti biasa dan waktu sangat cepat berlalu hingga saat kenaikan
kelas pun tiba seperti biasanya. “La, kamu tau nggak Kak Azre sudah gak ada
hubungan lagi sama Kak Tari” Ayko memberi tahukan kabar itu seolah aku benar-
benar suka sama dia, padahal untuk apa aku tau hubungan mereka? Apa juga
peduliku? Batinku sangat enteng. “Kok kamu cuek aja sih La? Kamu gak seneng
gitu?” ucap Ayko. “Iyaa biasa aja kali? Terus aku harus apa?” jawabku. Tak sengaja
tiba-tiba Azre lewat di depan kami berempat dan spontan ketiga sahabatku “Sst Nal,
lewat tuh”, aku merasa sangat malu karena aku yakin suara ketiga sahabatku yang
bagaikan toa masjid ini terdengar walaupun hanya bisikan.
Pengeras suara sekolah pun berbunyi “Anak- anak ku sekalian mari kumpul ke Aula
ada yang ingin Bapak dan Ibu sampaikan terkait pengumuman” suara Pak Toni
terdengar di seluruh penjuru kelas.
Kami pun bergegas menuju Aula kemudian berkumpul untuk mendengarkan
pengumuman dari Ibu kepala sekolah. “Selamat siang anak-anak, Ibu hanya ingin
menyampaikan pekan depan sekolah kita akan ada kunjungan ke Taman Wisata
Mekarsari, mohon kalian siapkan diri dengan baik” Kami pun sangat senang
berkunjung ke Mekarsari mengingat kami telah menyelesaikan penilaian tengah
semester pekan ini.
Hari Sabtu pun tiba, ini latihan perdanaku untuk masuk ekskul taekwondo disekolah,
aku pun berlari menuju lapangan bergegas untuk latihan. Ku lihat ada ketiga
sahabatku Nizma,Nita, dan aku masih sabuk kuning, sedangkan Ayko sudah sabuk
biru karena sebelumnya ia mengikuti kursus diluar sekolah. “Eh Nala,cepat kesini
mau mulai latihan nya” ajak mereka bertiga. “Siap Boss” sahutku. Saat itu tiba-tiba
tidak sengaja aku melihat Azre, ternyata dia mengikuti ekskul yang sama dengan

kami dan bahkan sabuknya sudah sabuk merah, aku pun merasa tidak tenang karena
pasti aku dicibir lagi oleh ketiga sahabatku.
Latihan pun dimulai dan masing-masing harus melatih tendangan, bagi yang
membawa target dikumpulkan dan diambil secara acak oleh yang tidak membawanya,
kebetulan karena aku dan ketiga sahabatku tidak membawanya kami mengambil

target yang tergeletak. Aku mengambil target yang tersisa waktu itu berwarna hijau,
latihan pun dimulai, Sabeum memanggil Azre untuk menyontohkan tendangan.
“Sijak!” pancing Sabeum.
*Azre melakukan tendangan memutar melayang kebelakang*
Murid lain pun “Wah kok bisa ya?” termasuk aku dalam hati. Dari situlah aku mulai
merasa kagum dan terinspirasi awalnya, dan aku pun mendengar bahwa Azre adalah
atlet andalan sekolah kami yang selalu mendapatkan medali emas ketika bertanding.
*Setelah dua jam berlalu*
“Latihan kita selesai, kembalikan target kalian ke masing-masing pemilik. Ujar
Sabeum Ogga pelatih kami. Kami pun masing-masing memeriksa target yang sudah
tercantum nama pemilknya dibagian dalam target, celakanya target hijau ini punya
Azre. “Wah oke tenang, jangan sampai itu orang bertiga tahu” pikirku. Aku pun
langsung saja menyerahkan target itu ke pemiliknya. “Ini targetnya makasih Kak” ku
bilang. “Eh lihat tuh Nala, Ciee Nala” mereka bertiga rasanya ingin ku sumpal pada
saat itu, bagaimana mereka bisa keceplosan disaat aku sedang berhadapan dengan
Azre, lantas aku pun langsung buru-buru melarikan diri dan hilang dari hadapan nya
dengan rasa malu yang makin menjadi-jadi karena banyak sekali murid yang masih
berada dilapangan pada saat itu, ku rasa teman Azre juga mendengarnya.
*Hari Senin kemudian*

Kami pun mengunjungi Mekarsari menggunakan 3 bus untuk melakukan Pratik
menyetek tanaman sambil dipandu oleh pemandu Mekarsari hingga pemanduan
selesai kemudian istirahat. Pada waktu istirahat aku kami semua membeli makanan,
aku dan ketiga sahabatku membeli segelas mie untuk masing-masing dan kami
berempat begitu terkejut karena Azre dan temannya menyeruput mie ditempat duduk
depan pohon beringin tidak jauh dari tempat kami berempat.
“Zre, itu ya yang didepan kita” ucap Saktri teman sekelas Azre. “La itu lihat Azre
lihatin kamu” kata Nita. Aku pun yang tertunduk meyerutup mie dengan bodohnya
melihat balik kearahnya.
Tidak hanya pada saat makan, ketika sedang berjalan menuju danau untuk menaiki

perahu rupa nya sebagian teman Azre telah mengetahuinya diperparah ketiga
sahabatku yang terus menyenggolku saat aku mengantri tiket perahu. “Ih kalian
kenapa sih? stop dong nanti dia tambah peka” tegasku kepada mereka. “Iyaa bagus
dong La, gimana sih kamu!” balas mereka. Aku sendiri tipe orang yang tidak mau
megumbar perasaan, jadi cukup ku simpan sendiri dan pendam sendiri cukup
memandang dari kejauhan saja menurutku. Setelah itu kami bermain perahu lalu
kembali pulang dengan bus kami menuju sekolah hinggal sampai rumah.
Tidak terasa waktu begitu cepat hingga kabar latihan pensi untuk perpisahan pun tiba.
Kami berlatih selama sebulan penuh untuk mempersiapkan nya, ini adalah tahun
pelepasan angkatan Azre dan entah kenapa aku mulai memikirkan kalau saja dia
sudah lulus dan keluar dari sekolah, tidak ada yang bisa ku pantau dari kejauhan
secara diam-diam atau kelakuan yang aneh yang biasa aku perhatikan ketika ia
bersama teman-temannya. Aku merasa terlambat menyadari hal ini.
*Hari terakhir latihan pensi*
“Wah cepet banget yaa besok kita aja gladi bersih di gedung, tunggu deh La, kalau
misalnya hari ini terakhir latihan pensi disekolah, berarti ini hari terakhir Kak Azre

disekolah dong La” pikir Ayko. Aku yang sudah menyadari nya sejak kemarin malam
pun terdiam, aku seolah kehilangan semangat untuk pergi ke sekolah nantinya begitu
tidak jelas, dan campur aduk rasanya.
*Siang Hari Pensi Kelulusan*
“La, aku dengar angkatan atas mau nonton bareng” Nizma memberitahuku. “Eh aku
gak bisa lama-lama Ibuku langsung ada acara aku pergi dulu yaa dadah” sahutku.
“Yah La gimana sih? kamu gak mau disini sebentar lagi? nanti kamu menyesal loh,
kan kesempatan terakhir kamu lihat dia dan dia udah beda sekolah sama kita” rayu
Nita.
Degg—
Benar juga kata Nita, aku pun tidak berpikiran seperti itu, perkataan Nita benar dan
seolah menahanku, namun disisi lain Ibuku sudah ada janji dan terpaksa aku memilih
pulang dengan sangat berat langkah meninggalkan gedung itu.

Sembari keluar gedung itu aku melihat Azre keluar dari gedung entah mencari apa,
disitulah terakhir kali aku melihatnya.
*Tahun ajaran baru*
Aku pun menjalani hari-hari seperti biasa, namun merasa ada yang kurang dari
biasanya, menjalani kelas tiga kini sudah menjadi tanda bahwa aku harus serius
menghadapi ujian nasional nantinya. Hari-hariku disibukan dengan Les mata
pelajaran yang akan diujikan nanti, tidak ada kabar yang ku dengar mengenai Azre,
aku sadar karena aku juga bukan siapa-siapanya, dan yang kutahu hanya nama
sekolah barunya sekarang.
Hingga seminggu sebelum ujian nasional di malam hari aku membuka media sosial
dan melihat salah satu Kakak kelasku mengunggah Story yang menggambarkan UGD
dan ambulance dengan kata “Yang kuat ya Zre, pasti bisa” aku pun awalnya hanya

berasumsi bahwa itu kecelakaan ringan, namun dicampur kekhawatiran dan bingung
apa yang sebenarnya terjadi.
*satu jam berlalu*
“Nak, Ibu lihat di group whatsapp itu ada yang meninggal katanya alumni sekolah
kamu namanya Azre” Ibuku menyampaikan kabar yang terpaksa harus ku dengar.
“Hah? Yang benar Bu?” aku pun masih tidak percaya hingga berkaca-kaca.
Aku pun segera membuka layar ponselku kembali, dan telah ramai ucapan
belasungkawa memenuhi layar nontifikasi ponselku yang kubaca di group Line teman
satu kelasku begitu juga group ekskul sekolah yang ku ikuti. Mereka membahas hal
yang tidak ku sangka mengenai lokasi kecelakaan yang ternyata berada di flyover
yang sempat ku lintasi di jam empat sore hari sebelum aku pulang kerumah bersama
keluargaku. Ya, Flyover itu tidak jauh dari rumahku bahkan setiap hari kulewati
sebagai jalan menuju ke sekolah. Mereka juga membahas kejadian nya sekitar pukul
tiga siang yang berarti menandakan aku melewati tempat kecelakaan sesudah
terjadinya peristiwa tabrak jembatan yang dialami Azre.
Tidak bisa tertidur semalaman dan menangis sesegukan itu yang aku lakukan, aku
yang bukan siapa-siapanya merasa seperti dunia setengah kiamat, yang degan

bodohnya menyadari semua ini sudah begitu terlambat dan rasa penyesalan yang
amat dalam bercampur aduk tidak karuan pada saat itu. Rupanya mencintai dalam
diam bukan hanya tentang bertahan dan memendam, tapi juga merelakan mu pergi,
sebab aku kalah jika harus bersaing dengan tuhan yang lebih mencintaimu.

Akibat Lalai
Putri Nabilla M.

Kila ada seorang pekerja di suatu kafe. Ia bekerja sebagai barista. Ia termasuk pekerja
yang
handal, baik dalam pekerjaannya. Namun ia sering lalai akan sesuatu, kurang disiplin,
dan
suka menyepelekan pekerjaannya. Teman teman nya suka mengingatkannya, tetapi ia
tidak
pernah mendengarkan.

Suatu hari Kila mendapatkan shift malam. Ini pertama kalinya Kira mendapatkan shift
malam. ia menggantikan temannya yang sedang sakit. Kila mengira di malam hari
kafenya
akan sepi dan tidak akan ramai. Lalu ia bermalas malasan sambil memainkan gawainya
hingga tertidur. 30 menit setelah itu, temannya Didi yang bekerja sebagai kasir
membangunkannya dengan panik.
“raaa! Bangun raa.” Dengan panik.
“Hmmm. Ada apa di?” Tanya Kila, dengan badan yang belum sepenuhnya sadar.
“ituu, udah ramai pelanggan. Dari tadi nungguin pesanan. aku kira kamu udah buatin,
karena
lama aku cek ternyata kamu tidur”
“ya ampunnn” saut kira dengan panik.

Lalu dengan cepat Kila pun membuatkan pesanan pelanggan. Karena pelanggan banyak
dan
Kila tidak bisa melakukannya dengan cepat. Banyak pelanggan yang kecewa dan
komplain
akan hal tersebut. akibatnya banyak pelanggan yang pergi tanpa memedulikan
pesanannya.
Keesokan hari, saat sedang bekerja. Ia dipanggil atasannya. Atasannya kcewa
“apa yang kamu lakukan kila? kenapa membuat pelanggan kecewa?. Tanya atasannya
Mery

“saya ketiduran bu, saya kira kafe akan sepi. Jadi saya bersantai hingga ketiduran.” Jujur
Keli.
“saya sangat kecewa, kamu menyepelekan tugas dan merusak kepercayaan saya.
Kesalahanmu fatal namun kamu telah banyak membantu kafe, dan pertama kali
melakukan
shift malam. Saya tidak akan pecat kamu. Namun maaf, gaji kamu saya potong 50%.
Tegas
atasan Mery.
“ Baik bu” jawab Keli dengan lemah, ini kesalahannya. Dan ia harus menerima
konsekuensinya.

Dari hal tersebut Keli bertekad untuk dapat lebih bertanggung jawab. Tidak
menyepelehkan pekerjaan. Dan bisa hidup dengan lebih disiplin.

DUA BELAS
Raissa A

Banyak orang bilang masa muda akan menjadi masa yang paling
menyenangkan dimana kita masih bebas memilih, bebas bermimpi, “entah apa
tujuannya yang penting jalanin dulu” gitu katanya. Nyatanya, setelah kita
meginjakkan kaki di SMA dan memegang status ‘senior’ itu semua akan hilang,
gak ada lagi yang namanya bebas bermimpi, bebas memilih dan berjalan tanpa
adanya tujuan, kita harus sudah menemukan tujuan pasti kita dan akan ada
banyak hal tak terduga yang akan terjadi. Hal yang nantinya akan jadi cerita
seru dimasa tua.

“Lama banget sih, gua udah nungguin dari tadi.” Ucapku marah kepada Deka,
sahabatku. Tadi malam, kita sudah janjian pukul 06.30 pagi akan bertemu di
kafe depan komplek dan berangkat bareng ke sekolah, nyatanya manusia satu
ini baru memunculkan batang hidungnya pukul 07.00 padahal bel sekolah akan
berteriak pukul 07.30. Jarak sekolah dan komplek rumahku tidak jauh ataupun
dekat, biasa saja, sekitar 10-20 menit jika menggunakan mobil dan macet.

“Akasha Aestrella, lu ngapain ngajakin berangkat sekolah jam 6.30, masih
subuh, Bu Bos.” Jawabnya sambil menggandeng tanganku dan berjalan menuju
mobil sedan putih yang terparkir didepan kafe untuk berangkat menuju sekolah.
Untungnya jalanan tadi lancar, kita sampai disekolah pukul 07.13, ku kira
sekolah sudah ramai dengan murid-murid tapi ternyata pukul segini sekolah
masih sepi.

“Lihat lah sekelilingmu Bu Bos yang terhormat, sangat sepi ya. Sungguh
menakjubkan” Ucapnya dengan nada yang sedikit meledek. Lagian, apa yang
salah dengan datang pagi kesekolah. Sesampainya dikelas, ternyata sudah ada 3
murid yang datang lebih awal, tidak usah ditanya lagi sudah jelas mereka adalah

anak-anak pintar yang selalu mendapatkan ranking tiga tertinggi, ambis, yang
hanya bisa menikmati masa muda dengan belajar, dan poin terpenting yaitu
ansos. Mereka hanya berteman dengan kertas penuh coretan dan buku tebal
berisi mantra-mantar agar lulus ujian dengan nilai tinggi. Sebenarnya, aku dan
Deka juga bisa dibilang murid pintar berhubung kita juga selalu masuk
diranking 10 besar hanya saja kita tidak seambis mereka yang tidak pernah
merasa puas padahal sudah menduduki ranking 3 teratas. Seperti biasa aku dan
Deka memilih bangku paling belakang dan dekat jendela, tempat yang sudah
menjadi hak milik aku dan Deka semenjak menduduki kelas 12A ini.

Waktu sudah menunjukan pukul 07.25 kelas dan koridor sudah dipenuhi dengan
murid yang baru saja berdatangan. “Akasha, Deka!!” Teriak seorang perempuan
diikuti lelaki disebelah kanannya Amerta dan Erdanu namanya, sahabatku dan
Deka. Singkat cerita, kita berempat sudah bersahabat sejak kelas satu SMP
bahkan aku dan Deka sudah bersahabat sejak TK. Amerta dan Erdanu duduk
dibangku yang berada tepat didepan bangku-ku dan Deka, sedang asik-asik
berbincang tiba-tiba teman sekelasku, Mia berteriak depan kelas dan membuat
keadaan jadi ricuh.

“KABAR PANAS TERKINI!! KERTAS KUNCI JAWABAN DAN SOAL
ULANGAN MATEMATIKA HILANG.” Teriak Mia dengan heboh didepan
kelas, suasanya yang tadinya sepi menjadi ricuh karena omongan Mia tadi,
kejadian seperti ini sudah pernah terjadi di UTS sebelumnya dan yang menjadi
korban adalah pelajaran ekonomi, pelakunya pun dari kelasku dan sekarang
teman sekelasku mencurigai orang yang sama, Amerta. Iya, pelaku hilangnya
kunci jawaban dan soal ulangan ekonomi UTS sebelumnya adalah sahabatku
sendiri, tapi aku yakin kali ini bukan dia pelakunya.

“Amerta, kok lu gak malu sih? Udah nyuri soal ekonomi, sekarang soal

matekatika juga lu curi?”

“Mau nilai bagus gak gitu amat kali, Ta. Gua kalau jadi lu sih, malu.”

“Akasha, Deka, Erdanu, kalian gak malu sahabatan sama pencuri? Hahahah”
Ucap teman-teman sekelasku diikuti dengan ketawa, tanpa beban kata-kata itu
keluar dari mulut mereka. Ku lihat mata Amerta sudah bersiap untuk
mengeluarkan airmata dan tangan Deka dan Erdanu yang sudah mengepal
dengan kuat untuk menahan amarah. Mereka marah, tapi mereka hanyak bisa
diam tak berkutip, bodoh.

“Berisik.” Ucapku dengan nada yang terkesan jutek, kalau bisa aku akan
membalas omongan mereka satu-satu dengan ucapan yang lebih pedas lagi.
Namun aku selalu ingat, jika aku melakukan hal yang sama apa bedanya aku
denga mereka. Mereka yang tadinya ketawa, menganggap hal ini lucu seketika
terdiam dan menjadikanku sebagai pusat perhatian. Kebetulan aku adalah ketua
kelas dikelas 12A, tanpa rasa takut aku berdiri dan berjalan menuju depan kelas.

“Atas dasar apa kalian menuduh Amerta yang mengambil kunci jawaban dan
soal ulangan matematika?”

“Lah, lu kan sahabatnya masa gak tau siapa yang nyuri ‘kunjaw’ dan soal
ulangan ekonomi UTS waktu itu. Udah pasti, sekarang dia juga lah yang ambil”
Jawab salah salah satu teman sekelasku.

“Kalau ternyata pelakunya Faya gimana? Atau gua?” Ucapku sambal melirik
Faya, murid dengan ranking tiga dikelasku. Orang-orang menatapku dengan
aneh setelah aku mengucapkan kalimat tersebut, bahka sahabat-sahabatku juga

kaget dengen ucapanku barusan. Padahal aku tidak ada bermaksud menuduh

Faya sebenarnya, hanya niat bertanya.

“Ngaco lu, Shaa! Dia udah pinter, yakali nyuri ‘kunjaw’ dan soal ulangan. Lu
juga, ga mungkin lu lah.” Ucap Mia dan disetujui oleh teman-teman kelasku
yang lainnya. Daripada suasana semakin ricuh aku pergi menuju ruangguru
untuk menjelaskan kepada Pak Samsul, wali kelasku apa yang sedang terjadi
dan meminta tolong memberiku izin agar bisa melihat CCTV untuk melihat
siapa sebenarnya pelaku dari hilangnya kunci jawaban dan soal ulangan
matematika ini. Setelah aku melihat CCTVnya, ternyata Faya adalah pelakunya.
Aku dan Pak Samsul kembali menuju kelas tadinya untuk memberi tahu mereka
bahwa bukan Amerta pelakunya, melainkan Faya. Tapi setelah dipikir-pikir,
akan lebih baik jika aku berbicara dulu bertiga dengan Faya dan Pak Samsul.
Diam-diam, aku dan Pak Samsul menarik Faya keluar kelas dan membawanya
keruang konseling. Setelah sampai diruang konseling, aku dan Pak Samsul
mencoba untuk bertanya kepada Faya tanpa menyinggungnya.

“Faya, mengapa kamu melakukan itu?” Tanya Pak Samsul.

“Maaf pak, saya hanya ingin nilai ekonomi saya bagus dan saya bisa
mendapatkan ranking yang lebih tinggi pak.” Jawab Faya dengan kepala yang
menunduk menandakan bahwa ia merasa bersalah.

“Faya, jika kamu berbohong sekali saja tentang nilai kamu dihasil rapot nanti,
sama saja dengan kamu akan berbohong selama hidupmu. Karena nilai yang
kamu peroleh adalah sebuah hasil dari kebohongan dan kelicikan kamu, maka
hasil kamu kedepannya pun sama, hasil dari sebuah kebohonganmu. Mengerti
Faya?” Ucap Pak Samsul. Aku tidak bisa berkata banyak hanya bisa

menenagkan Faya dan bilang semua akan baik-baik saja. Aku dan pak samsul
juga akan membantu Faya untuk menjelaskan kepada teman-teman dikelasku.

Pada akhirnya, teman-teman kelasku meminta maaf kepada Amerta atas
tuduhan-tuduhan dan ucapa-ucapan mereka, begitupun dengan Faya dia
meminta maaf kepada teman-teman sekelasku dan berjanji tak akan
mengulanginya lagi. Hal seperti ini akan selalu ku ingat dan ku jadikan
pembelajaran, seperti yang diucapkan Pak Samsul tadi, jika sekali kamu
berbohong maka hasil yang kamu dapatkan setelahnya juga sebuah kebohongan.

Terlambat
Raissa Azarine S

“terlambat sudah semua kali ini, yang kuinginkan tak lagi sendiri, bila esok
mentari sudah berganti, kesempatan itu terbuka kembali akan ku coba lagi”
Gue, Tama Nugraha. Gue salah satu mahasiswa universitas swasta di Bandung.
Sekarang gue udah masuk semester terakhir, gue cowo cuek yang selalu ada
dikampus tiap hari kuliah mondar mandir kaga karuan, eeem kalo temen temen
gue bilang, gue itu cowo ganteng, smart, rajin, dan on-time, yaa wajar aja tiap
pagi buta gue selalu ada setiap mereka nyari gue. Eitsss, bukan ga ada alesan
gue jadi anak se on-time ini dikampus gue. Ini semua bertolak belakang sama
gue yang dulu masih SMU, yang selalu terlambat masuk sekolah, dimarahin
guru, dan manjat kalo emang udah bener bener kesiangan. Ini semua karena
Franda, temen sefakultas gue yang udah gue kenal semenjak lima tahun lalu.
Dia cewe pinter, berkacamata, soleh, dan pinter banget gaulnya. Dan udah tiga
tahun kebelakang gue pedekate sama dia. Tapi entaah, gue masih ngerasa diri
gue pecundang. Gue ga berani buat ngungkapin perasaan gue ini. Tapi
perasaan ini harus gue ungkapin. Kapan? As soon as possible
Pagi ini gue ada seminar bareng temen temen fakultas gue, dan seminar ini
yaaaa— gue gasuka sama acara acara semacam ini, terlalu tua sebenernya.
Soalnya seminar ini membahas soal korupsi. Sebernya gue males abis buat
dengerin seminar ini yang bisa ampe berjam-jam tapi— franda dateng, dan dia
paling suka ikutan seminar kaya gini. Jadi, apalah daya. Kejarlah cinta sampai ke
negeri cina.
kita semua berkumpul ditaman ini menunggu ketua pelaksananya dateng yaitu
gilang. franda duduk disisi pohon tengah taman, ia asyik memainkan
handphonenya. entah sedang apa gue pun ga ngerti. gue yang berdiri jauh dari
posisi dia duduk akhirnya menghampirinya.
“fran, lu udah sarapan?” Tanya gue ke franda yang dari tadi maen hape.
“udah ko tam hehe” jawab franda nyantei dan kembali memainkan

handphonenya
“oooh” hih dia asik amat sama hapenya. damn, kenapa sih franda bisa sekalem,
secantik, se cool ini. tapi gue bingung sama dia bingung sebingung bingungnya.
“eeh, ayo kita berangkat. Seminarnya udah mau dimulai” tiba tiba suara gilang
yang keras itu terdengar, gilang sahabat gue yang suaranya tegas ini. Dia tau
segala macem soal gue, bahkan soal perasaan gue ke franda pun dia satu
satunya yang tau. Gilang itu cowo cuek tapi berisi otaknya wuuu gue kadang iri,
kalo dia ngomong pasti semua orang setuju. Karena dia berisi. kita pun
berangkat dari taman menuju gedung seminar bersama-sama. setelah kita tiba

didepan gedung yang kokoh dan megah itu gue udah feeling ‘pasti ini acara
bakal ngeboringin huuuf yaudahlah ini semua ‘demi cinta’
Seminar akhirnya selesai, tanpa henti gue memperhatikan Franda selama
berjam-jam diruangan itu. Kalo boleh dibilang Franda udah bikin gue gila selama
ini, parasnya yang cantik, tingkahnya yang menarik, senyumnya yang manis,
bikin gue gabisa berpaling kelain hati #eaaa .
Udah berkali kali gue berniat buat memberanikan diri nyatain perasaan gue ke
franda, gue inget hari itu gue ngesms Franda buat ketemuan.
To: Franda
“Fran, ada waktu hari ini? Gue mau balikin headset lu yang kemaren. Sekalian
ada yang mau dibicarain”
From: Franda
“ada kok, boleh boleh”
To : Franda
“okeey, nanti gue tunggu ditaman kampus ya”
From: Franda
“sip taaama J”
Naah, ini yang gue seneng dari dia. Dia selalu ngerespon positive omongan gue.
Kadang gue suka ngeflyyy tapi yaa—gue juga bingung. Dia ada perasaan yang
sama ga sama gue. Gue ga tau.

**taman
gue masuk ke taman kampus, Franda udah ada ditaman duluan, sore ini emang
bener bener sejuk, banyak daun daun yang berjatuhan, tapi langit mendung. dia
duduk manis nunggu gue dateng sambil memainkan handphonenya dia tetep
terlihat cantik. Gue tegang banget banget banget.
“hai fran! Sorry gue telat. Tadi ada urusan sama dosen”
“iya gapapa ko tam J” jawab franda enteng
“ohiya, ini makasih ya headsetnya. Sorry baru bisa balikin sekarang” gue bener
bener gabisa ngatur degup jantung gue.
“iya gapapa kok, ohiya tama. Katanya ada yang mau diomongin. Apaan?” Tanya
franda, yang ngingetin gue akan janji yang gue bilang ke dia
“ha? Yang mau diobrolin? Ooh ga gajadi hehe” gue mengurungkan diri buat
ngungkapin perasaan gue #lagi
“laah, yaudah” franda heran
“hehe, gue juga lupa. Ohya fran gue duluan yaaa mau ada kelas tambahan.
byeee” gue pergi.

Lagilagi gue mengurungkan diri buat ngungkapin ini—
Keesokan harinya seperti biasa gue ada dilingkungan kampus pagi banget.
Padahal jadwal kuliah gue hari ini siang -__- gue iseng berjalan kekantin. Gue
nemu franda disana, dia lagi baca buku, menggukan kacamatanya dan terlihat
anggung dengan menggunakan rok selutut. Gue speechless, gue pengen
ngungkapin perasaan gue yang kemaren udah gue pendem lamaaaa banget.
Akhirnya gue nyamperin Franda.
“hai fran” sapa gue ke franda
“hai tam, pagi amat datengnya ada kuliah pagi?” Tanya franda ke gue
“haa? Engga. Iseng aja dateng pagi”
“oooh” franda kembali melihat bukunya
“ohiya fran, gue pengen ngobrol”
“ngobrol apaan?”

“soal yang kemaren pengen gue omongin” gue gugup, jantung gue berdegup
lebih cepat dari biasanya
“emangnya soal apa?” Tanya franda heran
“inin” soal perasaan fra
“. . . .” franda terdiam, mungkin dia kaget mendengar ini “maksudnya apa tam?”
“iya, sebenernya gue udah lama nyimpen perasaan ini ke lu fran. Tapi gausah
dijawab sekarang ko fran, gue siap nunggu” jawab gue gelagapan saat
ngejelasin ke franda.
“jadi lu suka sama gue tam? Sejak kapan?” Tanya franda masih belum percaya
“semenjak tiga tahun yang lalu fran, sorry kalo lu baru tau sekarang”
“gue butuh waktu tam”
“iya gue ngerti ko”
“gue duluan yaa–” franda pergi, membawa bukunya, dan berjalan menjauh.
Gue cuman bisa ngeliatin siluet badannya dari jauh. gue takut, franda seakan
pergi karena… entahlah mungkin kaget, bingung atau benci karena gue
ngungkapin ini? Gue harus siap dengan jawaban yang diberikan franda nantinya.
Keesokan harinya, seperti biasa gue pergi kekampus. Dan seharian gue ga
nemu franda, dia gamasuk pelajaran manapun. Gue gatau dia kemana.
Dua hari setelah hari itu. Gue gapernah kontek lagi sama franda semenjak hari
itu. Dan hari ini dia masih gamasuk.
Gue pun pulang dengan malas. Sekarang udah menunjukkan pukul 9malam.
Dan gue gangapa-ngapain. Masih kebayang franda—
Tiba tiba hape gue berdering, gue mengambilnya dan membuka isi pesan yang
masuk

From: Franda
“bisa ketemuan sekarang? Gue ada ditaman deket rumah tama”
Gue kaget sekaget kagetnya. Gue langsungmengambil kunci dan langsung
bergegas menuju taman deket rumah. Disana gue liat Franda sendirian duduk.
Gue menghampirinya. Jantung gue berdegup lebih cepat lagi, gue harus siap

denger jawaban dari Franda.
“sorry fran, udah lama?” Tanya gue saat udah ada dideket Franda
“engga kok” jawabnya
“jadi udah ada jawaban?” Tanya gue lagi. Gue gugup
“iya, semoga ini jawaban terbaik”jawab Franda
“jadi?”
“kamu terlambat tam” Franda menjawab dengan sedikit kecewa
“maksudnya?” gue kaget
“kenapa kamu ga ngungkapin perasaan ini dari dulu?” tanyanya
“guee.. takut, gue tau gue pengecut, gue juga bingung”
“tama terlambat. Udah ada yang duluan masuk hati gue sebelum lu ngungkapin”.
kata kata yang terlontar dari mulut franda seakan menjadi tombak balik yang
nusuk hati gue. gue spechless–
“siapa?” tanya gue dengan nada gugup
“gilang” franda menjawab dengan pasti, seakan gilang adalah orang yang tepat
untuknya dan udah lama ada dihatinya.
“gilang? Kalian selama ini deket, udah berapa lama?” gue bener bener kaget.
Gilang? Sahabat gue?
“sama, dari tiga tahun yang lalu. Dan dia ngungkapin duluan ke gue. Sayang tam
lu terlambat”
“ooh, jadi gitu” jawab gue lemas. Akhirnya gue harus terima jawaban ini. temen
gue.. yang tau perasaan gue ke franda.. yang ngedukung gue saat gue pengen
deketin franda.. jadi ini yang harus gue terima. desak gue dalem hati
“sorry tama, seandainya aja lu duluan dari gilang. Mungkin ini semua ga akan
terjadi. Sekali lagi sorry tam” Franda kembali meminta maaf
“iya gapapa kok.” Jawab gue lagi, sedikit kecewa, Franda pergi meninggalkan
gue sendiri di taman. gue duduk di kursi taman. terdiam sejenak, warna langit
terlihat sangat gelap, seakan mereka mengerti perasaan gue saat ini.
Akhirnya, ini yang gue terima– harus gue terima. Walaupun menyakitkan, ini
adalah kenyataannya. Salah gue juga, salah karena gue terlambat

Legenda Pahlawan Desa
Valentino AS.

Aku teringat saat aku pindah ke kampung ayahku selama 2 tahun, pada tahun 1995
untuk merawat nenekku yang sakit kanker , bukan hanya keluarga kami tetapi hampir
seluruh anak dari nenek ku juga tinggal disana selama 2 tahun.
Aku masih ingat saat kami mengemas pakaian dan bekal kami yang kami kira hanya
untuk tinggal 3 hari , sesampainya kami di kampung ayahku, paman ku mengatakan
kanker nenekku sudah stadium 3 dan jika tidak dirawat dengan benar kankernya akan
naik menjadi stadium 4 dengan cepat dan jika itu terjadi hidupnya tidak akan lama lagi.
Jadi ayahku dan kerabatku membuat kesepakatan untuk menjaga nenekku yang sakit
kanker itu, ayahlu pun Kembali ke rumah danmengambil semua pakaian yang masih
ada di sana dan menitipkan rumah ku ke teman-temanya yang akan bergantian menjaga
rumahku selama kami tinggal di kampung halaman.
Lalu datanglah hari pertama sekolah di sana ,aku dan 2 saudara ku joel , dan nico yang
saat itu masih duduk di kelas 2 SMP berangkat Bersama ke sekolah , perjalanan menuju
sekoah sekitar 15 menit menggunakan sepeda melewati jalan yang bagus ,tetapi ada lagi
jalan kecil yang menembus hutan yang rimbun dan gelap yang memotong setengah
waktu perjalanan. Semua kerabatku melarang kami melewati jalan itu karena jalan itu
sepi dan sering terjadi kejahatan disana seperti pencopetan dan penculikan. Jadi kami
tidak pernah lewat sana.
Sampai suatu hari aku dan 2 saudara ku pulang telat karena mengerjakan tugas sekolah
di rumah teman kami eric dan karena kami tidak sadar sudah pukul 7 malam lalu kami
pun bergegas pamit dari rumah temanku eric itu ,akupun mengambil sepeda dan
bergegas menuju rumah saat kami sampai di jalan besar yang biasa kami lalu kami
bertemu orang dari konstruksi , dia memberi tahu kami jalan yang ingin kami lewati
sedang dicor dan baru bisa dilewati besok pagi.

lalu kamipun berdiskusi, aku dan joel berpikir untuk Kembali ke rumah eric menelfon
ke rumah dan bilang kita terjebak karena jalan sedang diperbaiki dan menginap di

rumah eric untuk semalam dan pergi di esok harinya ,karena besok juga hari sabtu jadi
tidak ada keperluan bangun pagi dan pergi ke sekolah.Tetapi nico memiliki pemikiran
lain dia mau untuk pulang melalui jalan terlarang itu ,memang dia dikenal pemberani ,
ingin tahu ,suka misteri dan tidak takut apapun tetapi tak kukira dia seberani dan
sepenasaran ini.
jadi kami pun memberanikan diri untuk melewati jalan terlarang itu , nico juga bilang
kepada kami jalan terlarang ini hanya mitos dan tidak ada yang aneh dengan jalan ini
hanya hutan yang rimbun dan minim penerangan jadi orang takut lewat sana .
Eric pun memimpin kami memasuki jalan itu dengan percaya diri dan tanpa takut aku
dan joel di belakangnya hanya berjalan perlahan dengan was-was dan mengikuti
jejaknya . sekitar setengah jalan joel pun menyadari sesuatu ,ternyata tas milik joel
ketinggalan di rumah eric, diapun bergegas balik arah dan memacu sepedahnya , dan
menyuruh kami menunggu di halaman rumah, tampaknya dia sangat takut kepada
ibunya , yang dikenal galak dan keras kepada anak-anaknya ,ketakutannya terhadap
ibunya lebih besar dari ketakutan nya terhadap jalan terlarang .
Lalu kamipun sampai rumah dan menunggu joel datang , setelah 15 menit kami berpikir
dia hanya salah belok atau sedang mengumpulkan keberanian untuk melewati jalan
terlarang ,setelah 30 menit kami pun bosan dan masuk ke rumah , setelah 45 menit dia
tak kunjung datang kamipun mandi dan makan , setelah 1-2 jam kami pun mulai cemas
kami bilang ke ibunya joel dia hanya berkata mungkin dia hanya berhenti di suatu
tempat lalu setelah 3 jam menunggu keluarga kami pun menelpon keluarga eric dan
bertanya tentang keberadaan joel ternyata merekapun tidak tahu , mereka bilang mereka
belum melihat joel semenjak kami meninggalkan rumah eric.
Lalu kami pun memutuskan untuk menunggu sampai esok pagi , lalu kami pun
tidur.Lalu keesokan paginya diapun tak kunjung pulang , lalu seluruh keluarga kami
pun mencarinya , segala macam cara kami tempuh dari lapor polisi dan menyebarkan

selebaran sampai datang ke satu-satu rumah warga disana untuk mencari jawaban.
tetapi
tidak ada satupun yang membuahkan hasil sampai semua orang di desa menyelusuri

jalan terlarang tersebut dan hanya menemukan botol minumnya tidak ada sepeda
maupun tas nya ,lalu semua orang dikota pun bersepekulasi ada yang bilang dia diculik
alien sampai dibawa setan , namun eric saudaraku tidak sama sekali memikirkan tentang
itu pasti ada alasan logis tentang menghilangnya joel.
Keesokannya mereka pun lanjut mencari dan karena menghilangnya joel sekolah pun
ditutup untuk menghindari ada lagi anak yang hilang , setelah seminggu mencari ayahku
mulai mencari dari pagi sampai malam kadang-kadang saat aku bangun dia belum
Kembali ke rumah biasanya dia Kembali sekitar jam 1 siang dan langsung tidur 1-2 jam
terus mencari joel lagi setelah bangun lagi.
namun akhirnya setelah 2 minggu mencari saat kami bangun pagi ajaibnya joel sudah
ada di sofa sedang tertidur lelap seperti tiada yang terjadi , kamipun memanggil dokter
setempat dan memeriksa fisiknya ,namun sang dokter menyatakan dia sehat wal afiat
fisiknya dan tidak ditemukan luka dan trauma lain selain bekas ikatan tambang
ditangannya yang menurut kami dipakai oleh sang penculik untuk mengikat joel , inipun
menimbulkan banyak pertanyaan dari pada jawaban , sepeerti siapa yang menculiknya
dan dimana dia ditahan.
Hal ini pun membuat orag-orang di Desa berspekulasi tidak mungkin jika penculikan
oleh alien tidak akan menyebabkan luka macam ini ,banyak juga yang bilang untuk apa
alien memakai tambang ,tetapi jika penculik biasa bagaimana mungkin tidak ada bekas
apa-apa di badan joel ,harusnya setidaknya ada semacam lebam atau luka yang
menandakan penculikan oleh manusia.
Lalu joel pun sadar kamipun mulai menanyakan siapa yang menculiknya ,dia menjawab
hanya ingat di bekuk oleh sesorang dengan kain ,dan orang itu memakai topeng hitam
dan tidak melihat jelas badannya ,itulah yang dia ingat , lalu kami pun bertanya-tanya
siapa yang menyelamatkannya dan bagaimana ia bisa sampai di sofa ,padahal malam
itu
pintu rumah dikunci dan siapapun yang menyelamatkanya tidak meninggalkan bekas

apapun seperti jejak kaki atau bekas dobrakan di pintu masuk yang seharusnya ada jika
dia menerobos masuk dan meninggalkan sesuatu bekas dirumah ,kecuali dia memiliki

kunci atau dia menemukan celah dan menaruh joel di sofa dan meninggalkan rumah
sengan cara sama.
Lalu besoknya akupun menuju sekolah dan membahas siapa yang mungkin menculik
dan mengembalikan joel ,sesampainya disekolah teman-teman juga sedang membahs
masalah sama sampai wawan membahas tentang legenda sang pahlawan desa yang
membantu melawan penjahat di desa ini 19 tahun lalu dan menghilang sejak itu entah
kemana diapun bilang katanya pahlawan itu sakti dan akan dengan mudah menemukan
joel ,lalu katanya menghilangnya “pahlawan” ini karena dia pergi ke atas gunung dan
bertapa ,dan mungkin setelah 19 tahun dia telah Kembali di Desa ini , aku dan nico
tidak percaya dengan legenda itu, akupun berpendapat jika benar memang sang
“pahlawan” yang menyelematkan joel mengapa dia Kembali sekarang dan tidak 5 atau
10 tahun lalu , serta mengapa ia memilih Desa kecil ini mengapa tidak di kota besar
seperti Jakarta atau Surabaya yang jumlah kejahatannya lebih besar daripada di Desa
ini ,banyak sekali pernyataan yang timbul akibat pernyataan ini namun disisi lain aku
mulai menyelidiki ini dengan eric ,suatu hari akudan eric merapikan kamar ayahku dan
ayahnya eric dulu dan kami menemukan sebuah peti dibawah tempat tidur yang terlihat
aneh, akupun membuka nya dan menemukan kostum serba hitam aneh yang terlihat
seperti topeng “Batman” tetapi tidak caggih dan hanya terbuat dari kain tipis memang
dulu neneku seorang penjahit tetapi aku tidak tahu dia membuat kostum semacam ini.
Akupun membawa peti itu ke ruang keluarga dan menanyakan apakah ada yang tahu
tentang kostum ini dan apa kegunaanya , setelah melihat dekat-dekat tidak ada orang di
keluarga ku yang mengetahui tentang kostum ini dan kegunaanya , lalu akupun
memberi tahu dimana aku menemukannya , merekapun terkejut dimana aku
menemukannya ,mereka bilang selama mereka tinggal disini tidak ada yang mengetahui
tentang keberadaan peti itu , jika dilihat-lihat peti itu memilik tanda 1943 yang
membuat kami percaya itu suda ada disana dari lama ,tetapi bagaimana tidak ada yang
tahu tentang siapa pemilik peti tersebut ,lalu kami pun membawa peti dan kostum ke

balai Desa dan menanyakan siapa yang tahu tentang kostum ini , lalu seorang nenek tua
yang mengaku mengetahui tentang hal ini , dia berkata itu milik sang pahlawan yang

sakti katanya ,dan harus kita kembalikan di tempat kita menemukannya ,akupun mulai
berpikir mungkin ayahku atau paman adi ayahnya nico yang menjadi sang “pahlawan”
di masa lalu dan yang menyelamatkan joel waktu itu , semuanya masuk akal , sang
“pahlawan” menghilang tepat saat ayahku dan paman adi merantau ke kota ,tetapi yang
menurutku menjadi factor penentu adalah seminggu sebelum ditemukannya joel ayahku
selalu keluar malam dan jarang pulang ke rumah
Aku tentunya penasaran dan menanyakan apakah dia sang “pahlawan” setelah berkali-
kali meyakinkannya dia pun setuju untuk memberi tahu dia adalah sang “pahlawan” itu
, sebenarnya dia berkata dia adalah orang kedua yang menjadi sang “pahlawan” itu
,dulunya ada lagi seseorang menjadi pahlawan dan meneruskannya pada nya tepat
sehari sebelum perjalannan merantau nya ke kota ,katanya : waktu itu tengah malam dan
semua orang sudah tertidur dan ada yang mengetok pintu ,diapun membukakan pintuya
karena hanya dia saja yang masih terbangun karena sedang mengemas barang-barang
nya untuk perjalanan merantau nya ke kota , dan diapun memberikan sebuah peti yang
isinya kostum itu dan di dalamnya ada surat yang menyuruhnya untuk menjadi sang
legenda yang baru ,dan dipun berbalik dan pergi tidak pernah terlihat lagi, sejujurnya
dia tidak tahu apa yang harus dilakukan diapun hanya menaruh peti itu di baah Kasur
dan meninggalknnya, baru setelah menghilangnya joel diapun memberanikan diri
mengunakan kostum itu dan mencari joel.
Dia juga menceritakan tentang dimana dia menemukan joel dia hanya bilang dia
menemukannya terikat di gubuk tua di atas bukit tepat disebelah jalan terlarang ,dia
tidak bisa menemukan tanda apapun yang mengarah kepada siapa yang menculik joel
dan apa motifnya , yang jelas dia bilang hanya bisa menemukan joel saja sudah bagus
dan menyenangkan nya . Dan sampai sekarang pun aku masih menyimpan rahasia itu
dan itu membuatku cukup bangga dengan ayahku ,tetapi sampai sekarang 2 tahun
setelah peristiwa itu tidak ada yang tahu siapa yang menculik joel.

Sampai ini juga tidak ada yang berani mendatangi gubuk itu dan menutup total jalan
terlarang. Dan berharap hal seperti itu tidak terjadi lagi.


Click to View FlipBook Version