The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku ini diangkat dari kisah nyata tentang kehidupan, perjuangan dan perjalanan panjang seorang guru, kyai dan ulama sekaligus umara, K.H. Muhammad Nadjmi Qadir Ibrahim

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Fajri Al-Mughni, 2023-07-10 10:55:13

NADJMI; Guru Sejati dan Politikus

Buku ini diangkat dari kisah nyata tentang kehidupan, perjuangan dan perjalanan panjang seorang guru, kyai dan ulama sekaligus umara, K.H. Muhammad Nadjmi Qadir Ibrahim

Keywords: Guru Nadjmi

Fajri Al-Mughni 137 “assalamualaikum guru.. di depan ado mobil bawak tanah banyak nian” “walaikumsalam.. oh iyo yo..” guru Nadjmi langsung bangkit dari tempat duduknya, bergegas menuju halaman madrasah. “tanah dari siapo ni? Tanya guru Nadjmi kepada sopir truk. “ini intruksi dari pak Saut Hutabarat, guru” Guru Nadjmi mengangguk-angguk. Santri Aliyah yang tadi, ikut mengangguk. Saya yakin anggukannya tak bermakna. Hanya mengimbangi anggukan gurunya. Selama enam hari, truk membawa tanah itu datang dan para pekerjanya langsung menimbun halaman yang lekok. Genap satu minggu, halaman madrasah menjadi rata. Kanan dan kiri jalan utama sama tinggi. Kerja mereka professional, tanah timbunan padat. Siap injak. *** Hari terus berlalu, minggu juga ikut berganti, bulan demi bulan saling bertukar. Tahun baru datang membawa harapan, dan begitulah terus berjalan mengikuti zaman. Tiba masanya umat Islam berangkat ke Tanah suci untuk berhaji, sementara yang belum bisa berangkat, berlomba-lomba mengharapkan berkah dan pahala melalui ibadah qurban. Salah satu dari sekian banyak orang yang berkurban itu adalah Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin. Ia berkunjung ke As’ad, dua hari sebelum idul adha membawa seekor sapi. Tak sengaja pak Gubernur melihat ada gedung yang sedang dalam proses pembangunan. Ia bertanya kepada guru Nadjmi; “itu mau bangun apo Kiyai?” “mau bangun gedung asrama, pak Gubernur”. “berapo butuh dana untuk pembangunan itu? “sekitar seratus limo puluh jutalah, pak”


138 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki “baik, besok saya kirim dana untuk membantu pembangunan gedung itu, Kiyai” tutup pak Gubernur sebelum meninggalkan As’ad. Dalam waktu kurang lebih dua bulan, pengerjaan gedung asrama itu selesai. Melihat kondisi ini tentu membuat semua pimpinan dan pengelola larut dalam suasana suka cita. Beberapa orang unsur pimpinan menyadari bahwa prediksi sang pendiri terbukti, Muhammad Nadjmi Qadir akan membawa perubahan pesat bagi perkembangan madrasah As’ad. Setelah gedung itu selesai, guru Nadjmi tiba-tiba ditelpon langsung oleh pak Gubernur; “Kiyai, kemaren saya lihat masih ada lahan kosong di sebelah gedung asrama yang kemaren baru selesai, apa ada rencana mau membangun gedung asrama lagi? “iyo pak, rencana memang akan membangun asrama lagi, kareno santri kito semakin banyak”. “hmm… ya sudah, kalau begitu nanti saya masukkan dalam anggaran daerah, tahun depan”. Tidak lama menunggu, tahun berikutnya Madsarah As’ad kembali mendapatkan bantuan dana untuk pembangunan asrama lagi. Pada kisaran tahun 2005, Madrasah As’ad mendapat bantuann lagi dari seorang bangsawan yang demawan. Namanya Drs. Zainuddin Mukhtar Daeng Maguna, mantan Bupati Batanghari, Walikota Jambi, Sekda Provinsi dan terakhir sebagai Wakil Gubernur Provinsi Jambi, Maskun Sopwan. Daeng Maguna memberikan uang seratus juta untuk pembangunan gedung madrasah. Semenjak itu, bantuan demi bantuan terus mengalir untuk pembangunan gedung Asrama, kelas dan lainnya. Tanpa pernah mengajukan proposal pengajuan dana. Melalui buku ini, Guru Najdmi kembali mengucapkan terima kasih banyak kepada para dermawan yang selama ini telah membantu Madrasah As’ad. Baik yang berupa bantuan dana, gedung, serta bantuan-bantuan lainnya. semoga Allah membalas semua kebaikan mereka sedengan sebaik-baiknya balasa. amin


Fajri Al-Mughni 139 Amanah dan Kasih Sayang Seorang Abang Sebagai informasi untuk mengingat kembali, bahwa Hj. Zainab melahirkan enam orang anak, Muhammad Manshur, Muhammad Nadjmi Qadir, Muhammad Hasan, Chodijah, Nafisah dan satu lagi kembarannya Nafisah yang meninggal ketika masih dalam kandungan. Manshur meninggal sejak masih kecil, sekira diumur tiga tahun. Sedangkan Nafisah meninggal diumur yang baru satu minggu. Sebenarnya Muhammad Manshur merupakan anak tertua, yang kelak akan diharapkan menggantikan abahnya untuk menjaga adik-adiknya. Tapi Allah berkehendak lain, Manshur tak sempat menggantikan posisi abah karena beliau lebih dulu meninggal diusia yang masih sangat muda. Maka melihat kondisi ini, otomatis membuat guru Nadjmi menjadi anak tertua. Amanah dalam menjaga keluarga berada ditangannya. Dalam ketegasan seorang Muhammad Nadjmi Qadir, tersimpan sebuah sifat yang sangat penyayang kepada keluarga. Bertanggung jawab dan lembut hatinya. *** Adzan magrib terdengar lantang di setiap rumah-rumah orang Seberang. Guru Nadjmi belum pulang, beliau masih di madrasah. Hari itu beliau banyak menerima tamu dari beberapa tokoh politik yang hendak meminta fatwa. Bu Ulya gelisah tak tentu, cuaca mendung sejak pagi, tapi air hujan belum turun. Dari dalam kamar terdengar bunyi telpon rumahnya. Segera diangkatnya dan langsung mengenali bahwa itu suara Ibu Badriah Munawaroh, istrinya guru Hasan. “assalamualaikum..” “walaikumsalam.. mekdo, guru Hasan sakit, dari siang tadi lemah badannyo”.


140 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki “Mekdo” panggilan untuk bu Ulya oleh adik-adiknya, oleh cucunya, “Nyai Do”. Sederhana, karena bu Ulya anak paling mudo (muda). “yolah Badriah, gek Do bagi tau samo bang cik”. Setelah shalat maghrib di madrasah, guru Nadjmi pulang. Setibanya dirumah beliau langsung disambut bu Ulya; “bah, tadi Badriah nelpon, abahnyo Qadir sakit, lemah dari siang tadi”. “innalillah.. yolah gek abah kesano, nak mandi sebentar”. Seletelah shalat Isya, guru Nadjmi melihat kondisi adiknya sangat lemah. Ia berbincang sebentar dengan bu Badriah. Hasilnya, mereka sepakat besok sore akan membawa guru Hasan berobat ke Jakarta. Malam itu guru Nadjmi tak tenang, tidurnya gelisah. Bu Ulya berusaha menenangkan, “Abah tiduklah, besokkan kito nak ke Jakarta. Kalu dak tiduk, gek abah pulak yang sakit. Siapo yang nak ngurus guru Hasan kalau abah sakit”. Pagi hari, beliau menyempatkan hadir ke madrasah sebentar untuk mengabarkan perihal beliau akan berangkat ke Jakarta mengantar guru Hasan berobat. “Belum tau sampai kapan, mudah-mudahan guru Hasan cepat sembuh”. Ucap guru Nadjmi kepada para pimpinan dan pengelola madrasah. Dari madrasah, beliau tidak langsung pulang. Tapi pergi ke pasar untuk menemui seorang dokter dan berkonsultasi. Saran dari dokter itu, guru Hasan harus segera dibawa ke Jakarta, jangan ditunda lagi. “Tapi, sebelum berangkat, guru harus mencari orang yang dianggap penting di Jakarta agar prosesnya disana nanti cepat”. Ucap dokter tersebut. Keluar dari rumah dokter, guru Nadjmi naik angkot dan turun di terminal Rawasari. Dari sana, ia berjalan kaki melewati Jalan Peteran mengarah ke terminal perahu. Dalam perjalanan, ia tidak merasakan kakinya berpijak, pikirannya entah kemana, detak


Fajri Al-Mughni 141 jantungnya lebih cepat dari biasanya. Air matanya ditahan, lalu tumpah ke dalam. Saat adiknya sedang sakit dan membutuhkan dana banyak, duit yang ada hanya seratus lima puluh ribu. Pada masa itu, seratus lima puluh ribu memang banyak, tapi tentu tak cukup jika harus membawa adiknya berobat ke Jakarta. Harga tiket pesawat lima belas ribu, sedangkan yang berangkat menemani adiknya tidak mungkin dia se-orang. Namun agak tenang jiwanya karena setiap langkah diiringin dengan dzikir. Beberapa orang pemilik toko melihat guru Nadjmi sambil heran, lalu memanggilnya; “Pak Haji...” panggil salah seorang pemilik toko, namanya “Pen Am”. “Pak Haji nak kemano? Aku liat agak goyang langkahnyo, gontai dan pucat muko”. “sayo rencana nak berangkat ke Jakarta bawak adik berobat”. Mendengar itu, Koh Pen Am langsung mengeluarkan duit dari kantongnya, dua juta lima ratus ribu. “ini pak Haji, ado duit dikit. Bawaklah adik dan berangkatlah ke Jakarta, mudah-mudahan membantu” Karena memang sedang membutuhkan dana itu, ia tak menolak. “baiklah, terimo kasih banyak koh, ini sudah lebih dari cukup”. Tutup guru Nadjmi dan berjalan meninggalkannya. Tak jauh dari toko kokoh Pen Am, guru Nadjmi melewati toko Harapan Jaya. Pemiliknya bernama Huanran, kokoh Huan. Koh Huan telah berdiri di depan tokonya, ternyata ia ditelpon oleh Koh Pen Am. Ketika guru Nadjmi lewat di depannya, Koh Huan memanggilnya dan datang mengampiri; “Pak Haji besok berangkat ke Jakarta ya, jangan sampai tidak jadi”. Sambil ia memberikan uang, dua juta rupiah. Setelah memberikan uang tunai dua juta, Koh Huan juga mengeluarkan lima lembar cek.


142 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki “ini ado jugo limo lembar Cek, sudah sayo tando tangani, cuma belum ditulis jumlahnyo pak haji. Nanti sampai Jakarta, pak Haji bisa cairkan duit. Tinggal pak Haji tulis berapo jumlah yang dibutuhkan”. Karena harus segera pulang, guru Nadjmi meninggalkan Koh Huan. Ia melanjutkan perjalanan. Sekarang ia melewati toko Damar. Hampir sama ketika ia melewati toko Harapan Jaya, pemilik toko Damar, Kokoh Yuwen, kembali memanggilnya; “Pak Haji..” sambil berjalan mendekati guru Nadjmi. “Pak Haji, ini ado dikit duit, pak Haji bawaklah.. jangan pikirkan yang lain-lain lagi. Konsentrasilah mengurusi adik”. Guru Nadjmi melihat tiga ikat duit, sekira jumlahnya tiga juta rupiah. “hem.. terimo kasih banyak Koh Yu”. Kokoh Yuwen tersenyum, “samo-samo pak Haji, mudah-mudahan biso membantu”. Guru Nadjmi terharu dengan kepedulian mereka, padahal tak seberapa kenal. Bahkan mungkin hanya berkomunikasi dua kali dalam setahun dengan mereka. *** Sore harinya, setelah semuanya disiapkan. Guru Nadjmi dan beberapa orang keluarga berangkat ke Jakarta. Tiba di Jakarta sebelum maghrib, ia beristirahat sebentar sambil menunggu adzan isya. Setelah Isya, beliau pergi ke salah satu tempat praktik dokter THT, namanya dokter Nasrun Munir. Guru Nadjmi tak tahu kalau dr. Nasrun merupakan ketua ahli THT se Indonesia. “kapan Kiyai datang dari Jambi?” tanya sang dokter, tenang. “tadi sore pak dokter” “ohh.. baru sampai ya. Jadi, gimana pak Haji? Apa yang bisa saya bantu?” “begini pak, adik saya mau dibawa berobat ke salah satu rumah


Fajri Al-Mughni 143 sakit di sini, mohon dibantu, dok”. Pinta guru Nadjmi. Dr. Nasrun tidak menjawab itu, ia langsung mengambil sebuah kertas dan menuliskan memo. Tertulis disana, “permohonan tempat dan segera diproses pengobatan adik kandung saya bernama Muhammad Hasan”. Guru Nadjmi sedikit terharu, ia baru sekali ini bertemu dengan dr. Nasrun, tapi dalam memo itu, ia menulis keterangan bahwa Muhammad Hasan adalah adik kandungnya, adik kadung dr. Nasrun Munir. Padahal tak besanak. Begitu menerima memo itu, guru Hasan langsung dibawa kerumah sakit terkenal di Jakarta, langsung diterima dan dapat tempat di Paviliun Erna. Namun kendala tak sudah sampai disitu. Guru Nadjmi dan keluarga dipandang sinis, dari kepala perawat hingga para perawatnya cuek setengah mati. Entah apa sebabnya mereka begitu, mungkin karena kucing rumahnya mati bertarung dengan kucing jalanan. Atau mungkin karena hewan ternaknya banyak yang mati sakit. Guru Nadjmi geram. Ia turun ke lantai enam, ia mengambil telpon genggamnya dan menelpon dr. Fahmi Ja’far Saifuddin, anak dari Kiyai Saifuddin Zuhri. Waktu itu, dr. Fahmi merupakan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat sekaligus menjabat sebagai pelaksana tugas rektor Universitas Indonesia. “assalamualaikum..” “walaikum salam..” Terdengar suara perempuan yang mengangkat telpon. Ia adalah Ibu Maryam, istri dari dr. Fahmi. “mohon maaf, ini dengan siapa? Tanya bu Maryam, lembut. “saya, Nadjmi Qadir dari Jambi”. “oh.. iya Kiyai, ada apa gerangan menelpon? “dik Maryam, Fahminya ada?” “mas Fahmi sedang ada praktik umum, Kiyai” “oh iya ndak apa-apa, nanti tolong sampaikan ke Fahmi, saya sekarang sedang berada di Rumah sakit di Jakarta, adik saya, Muhammad Hasan dirawat”.


144 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Malam itu, setelah memastikan ruangan untuk guru Hasan, ia pulang ke penginapan. Pagi-pagi sekali beliau sudah berangkat ke Rumah Sakit. Setibanya disana ada pemandangan yang berbeda dari hari pertama, ruangan tempat guru Hasan di rawat telah dipenuhi oleh para perawat yang sedang bekerja, bahkan kepala perawat terlihat membersihkan badan guru Hasan. Setelah mereka selesai memeriksa dan memberikan obat, guru Nadjmi masuk ke ruangan. Guru Hasan dengan suara berat dan pelan berkata kepada abangnya; “tadi pagi sekitar pukul tujuh, dr. Fahmi datang kemari” Guru Nadjmi bergumam; “hmm.. pantas bae suasana mendadak berubah”.


Fajri Al-Mughni 145 Amanah Dari Adik Tersayang Semakin hari kondisi adiknya semakin melemah, semua usaha yang beriringan dengan do’a telah maksimal diberikan. Guru Hasan tampak sangat lemah, sesekali matanya terpejam, tapi tidak bisa tidur. Melihat bibirnya, guru Nadjmi tahu bahwa adiknya sedang berdzikir dalam hati. Tiga bulan guru Nadjmi menemani adiknya di rumah sakit, semua pekerjaan ia tinggalkan. Kasih sayangnya tak dapat dibilang, perhatiannya sebagai abang membuat semua orang yang ada di rumah sakit iri dan cemburu. Ibu Badriah tak kuasa menahan haru, ia benar-benar bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarga ini. Oleh karena itu semua, ia kuat menjalani hari-harinya menemani sang suami yang juga ditemani oleh keluarga. Apalagi abangnya, guru Nadjmi, yang standby setiap hari. Tak salah jauh-jauh dari Solo mendapatkan suami orang Jambi yang memiliki keluarga hebat. Bukan itu saja, selama tiga bulan menemani suami dirawat, anak-anaknya dijaga dengan baik oleh “Mak Ngah Chodijah”. Tiga orang anaknya, Abdul Qadir Jailani, Fathiyatur Rohmah dan Tohirotu Diniyyah sangat dekat dengan Mak Ngah. Bagi mereka, Mak Ngah sudah seperti ibu kandungnya. *** Guru Nadjmi hari ini seharian bersama adiknya. Bercerita, saling memotivasi, terkadang tersenyum mengingat dulu mereka sering ke pasar mengayuh perahu. Sambil menahan sakit kanker usus stadium empat, guru Hasan masih tersenyum. Semenjak pertama kali diuji oleh sakit, ia ikhlas. Sekalipun tak pernah mengeluh. Keesokan harinya guru Nadjmi tak enak hati, ia melihat keluar jendela rumah sakit tampak beberapa pohon seolah melihat ke


146 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki arahnya dengan pandangan sayu. Bunga-bunga dalam pot, layu. Langit mendung, angin bingung tak tau mau bertiup kemana. Di Jambi, kabarnya turun hujan, di Solo, hujan baru saja berhenti. Beberapa perawat yang datang mengecek kondisi guru Hasan, wajahnya pucat. Ibu Badriah mengaji, suaranya bergetar, kadang tak sampai. Sesekali guru Nadjmi menatap wajah adiknya, tak tahan, ia palingkan wajah lagi keluar jendela. Air mata menggenang di dalam, belum keluar sudah diusapnya. Guru Hasan yang melihat abangnya resah, lalu mengangkat tangannya sebagai isyarat meminta abangnya untuk mendekat. Guru Nadjmi memahami isyarat itu, ia mendekat, sangat dekat. Guru Hasan berkata pelan; “Bang Cik, guru Nadjmi..” ucapnya lirih. “Iyo, sayo”, jawab guru Nadjmi “Sayo sudah cukup lamo menjadi ketua Yayasan, kalu nengok kondisi ini, sayo mungkin dak biso lagi memimpin As’ad. Untuk itu, sayo minta kepado guru Nadjmi untuk menggantikan sayo memimpin dan melanjutkan perjuangan ini”. Mendengar itu, guru Nadjmi menangis. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia hanya mengangguk. Berawal dari amanah itulah, guru Nadjmi yang sebelumnya hanya dilibatkan untuk membantu pada bagian pengelolaan pembangunan berganti posisi menjadi pimpinan atau ketua Yayasan Pondok Pesantren As’ad. *** Sekira waktu dhuha, kondisi adiknya semakin melemah. Bu Badriah berada disebelah kirinya, guru Nadjmi tepat disebelah kanan adiknya tersayang. Dengan mengucap kalimah tahlil, “La ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah”, Tuan Guru, K.H. Muhammad Hasan meninggal dunia diumur 40 tahun. Meninggalkan seorang istri yang cantik, santun, ramah, cerdas, dan juga seorang guru. Juga meninggalkan tiga orang anak yang sangat istimewa, ceria, penurut dan tentunya juga pintar. Ketiganya waktu itu masih kecil.


Fajri Al-Mughni 147 Entah apa yang dirasakan oleh guru Nadjmi ketika itu. Tulangtulangnya lemas, tubuhnya lunglai, jari-jarinya gemetar, air matanya tak mampu lagi ditahan. Bajunya basah. Ia memeluk erat adiknya dan mencium keningnya. Bu Badriah tak henti-hentinya menangis. Ia paham, tak seharusnya begitu. Tapi sungguh ia tak sanggup. Mulutnya terus beristighfar meminta ampun kepada Allah. Matanya bukan lagi sembab, tapi bengkak. Ia tak sadar dirinya sedang berada dimana, tidak tahu harus berbuat apa. Guru Nadjmi dan keluarga terus memberinya nasehat agar bersabar, Allah menyayangi suaminya. Kabar duka ini dengan cepat sampai ke Jambi dan Solo. Di Jambi, semua penduduknya berduka. Ucapan-ucapan kalimat duka keluar dari segala penjuru. Seorang ulama telah berpulang, membawa kesedihan yang sangat mendalam bagi para generasi penerus Islam. Para keluarga menyiapkan segala hal ihwalnya menyambut jenazah yang akan dikebumikan di Jambi. Tanah kelahiran sang guru. Hari itu juga, jenazah guru Hasan diterbangkan ke Jambi. Dibandara telah menunggu sanak keluarga, masyarakat, dan dua mobil ambulans. Satu ambulans tak tahu siapa yang koordinir, tiba-tiba sudah ada dua mobil. Tapi ternyata, Allah Maha Tahu. Setibanya jenazah dan keluarga di Bandara Jambi, jenazah dimasukkan ke dalam mobil ambulans, sedangkan satu ambulans lagi membawa ibu Badriah. Karena ketika hendak turun dari pesawat dan melihat anak-anaknya, ia pingsan. Keesokan harinya, jenazah guru Hasan di makamkan. Innalillahi wa inna ilaihi roojiun. Guru Hasan meninggal husnul khotimah dalam kalimah talqin dan dipelukan abang serta istrinya.


148 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Muridmu Anak Kandungmu Semenjak tahun 1999 guru Nadjmi sudah mulai mengurangi jadwal mengajar. Hanya saja waktu itu, masih mengurusi madrasah As’ad dari luar. Karena beliau harus benar-benar menyelesaikan berbagai persoalan politik dan membangun relasi demi kepentingan syiar Islam yang lebih luas. Setelah guru Hasan meninggal, tahun 1984, guru Nadjmi dilantik menjadi ketua Yayasan. Tapi, meski telah menjadi ketua Yayasan, beliau masih membagi waktu dan menyempatkan diri untuk tetap mengajar. Setelah memutuskan tidak lagi terjun ke dunia politik, beliau benar-benar kembali ke As’ad dan fokus menjadi pimpinan ketua Yayasan dan berhenti mengajar. Selain memang karena akan fokus mengelola, pada masa itu banyak berdatangan calon guru muda yang mendaftarkan diri menjadi tenaga pengajar. Baginya, hal itu juga merupakan bentuk kebijakan dalam membantu masyarakat yang sedang mencari pekerjaan. *** Ketika masih aktif sebagai anggota dewan, setiap pagi, sebelum berangkat ke kantor DPR, ia menyempatkan waktu untuk mampir ke madrasah. Bahkah sebelum para guru datang, guru Nadjmi telah tiba dikantor. Setelah jam belajar dimulai, ia berkeliling memastikan guru-guru telah berada dikelas. Jika melihat kelas gurunya belum ada, beliaulah yang mengisi sampai gurunya datang. Sungguh ia telah memberikan uswah sebagai seorang pemimpin. Aktifitasnya berkeliling madrasah bukan hanya untuk memastikan para guru, namun beliau juga masuk ke setiap asrama putra untuk melihat adakah santrinya yang sakit.


Fajri Al-Mughni 149 Pernah suatu pagi ia melihat salah satu kamar santrinya tak terkunci. Ternyata, di dalam kamar ia mendapati seorang santri sedang terbaring, sakit. Ia memastikan bahwa santri tersebut benar-benar sakit, dipegangnya kening santri itu, dan benar. Suhu badannya tak normal. Segera ia kembali ke kantor dan memberitahu kondisi ini kepada guru-guru. Meminta agar santri yang sakit tersebut segera di bawa ke Puskesmas. Hari ini, setelah berpuluh-puluh tahun berlalu, santri tersebut telah menjadi seorang guru dan mengabdikan diri untuk Madrasah As’ad. Namanya Erhami Kasran. Dalam banyak kesempatan, guru Nadjmi selalu berpesan, “anggaplah semua murid seperti anak kandung”. Mungkin ungkapan ini terdengar remeh dan dirasa tak mungkin. Sang Guru yang telah menganggap murid-muridnya sebagai anak kandung, tak bertepuk sebelah tangan. Karena ternyata, murid-muridnya pun merasakan bahwa guru Nadjmi sudah seperti ayah kandungnya.


150 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Usia Tak Mampu Mempengaruhinya Guru Nadjmi tak pernah berhenti beraktivitas. Ia selalu sibuk dengan segala kegiatan yang penuh dengan manfaat. Sebentar lagi guru Nadjmi genap berumur delapan puluh tahun. Tapi melihat dari aktivitasnya, beliau seolah masih berumur empat puluh tahun. Diumurnya yang kini mulai senja, alhamdulilah beliau masih sehat. Hanya saja, kakinya sedikit sakit yang menyebabkannya susah berjalan. Bukan karena sakit yang banyak menyerang sebagian besar orang tua, semisal asam urat, pengapuran, atau apalah itu namanya. Tapi karena beliau pernah jatuh tersandung lipatan ambal yang menggulung ke atas. Rembulan, bintang-bintang, dedaunan dan kursi kayu dibalkon belakang, tahu bahwa ambal penyebab guru Nadjmi terjatuh. Mereka geram kepada ambal, marah, kesal, dan rasa-rasa emosi yang lainnya. Tapi tak bisa berbuat banyak, kecuali selalu mengirimkan doa melalui sinar, cahaya dan sesekali menitipkan doa kepada angin. Semoga sang guru selalu dalam lindungan Allah. amin Suatu hari, ibu Chodijah dan ibu Ulya pernah mencoba memberi saran agar guru Nadjmi pergi ke Jogja, dengan maksud disana nanti beliau bisa beristirahat dari aktivitas yang biasa dilakukannya. Guru Nadjmi sepakat, berangkat ke Jogja. Tiga bulan disana, ternyata jauh dari harapan. Justru di Jogja, beliau makin sibuk. Para sahabat dan alumni As’ad di sana hampir setiap hari berkunjung dan meminta beliau menjadi pembicara di berbagai tempat. Melihat kondisi itu, keluarga kembali menyarankan agar Guru Nadjmi pulang ke Jambi. Di Jambi, Ia tetap seperti biasa, sibuk. Bu Chodijah kembali menyarankan; “bang, istirahatlah.. abang tu kini lah tuo” Bu Ulya menambahkan, “iyo bah.. banyak-banyak istirahatlah”


Fajri Al-Mughni 151 Guru Nadjmi tidak berani protes, apalagi saran itu keluar dari dua orang perempuan yang sangat istimewa dalam hidupnya. Jika dirinci apa saja keistimewaan keduanya, saya yakin laptop ini hang. Saran itu beliau dengarkan baik-baik, tanpa protes sambil memejamkan mata. Dua perempuan tadi masih terus mengobrol. Pembicaraan mereka tak beraturan, kadang soal masakan, terkadang bicara mundur tentang kisah masa lalu. “Mek Ngah pernah dak masak gulai kulit cempedak? Tanya bu Ulya. “belum pernah Yu, kato orang enak. Ayu lah pernah? Enak dak?” “belum pernah jugo, kagilah nak dicubo” “eh Yu, siapo namo bibi yang dulu jualan dekat madrasah tu? Kabar’e dio padek masak gulai kulit cempedak? “oh.. iyo, Ayu tau, tapi lupo siapo namo’e..” jawab Bu Ulya. Guru Nadjmi merasa harus ikut nimbrung dalam obrolan yang tak penting ini. “di Solo dekat rumah Badriah jugo ado yang jualan, ingat dak mak? Guru Nadjmi bertanya kepada istrinya. “iyo bah, mak ingatlah.. Cuma namo’e mak lupo jugo”. Dalam hati guru Nadjmi berkata; “hmm ini saatnya saya keluarkan serangan balik”. “nah itulah makoe, sayo dak mau jadi pelupo macam kamu tu.. biak dak mudah lupo, kito harus banyak keluar, beraktivitas di luar rumah. Ke pasar, keliling Kota, bersilaturahim dan lain-lainlah, biak dak lupo”. “haha… padek diok Mek Ngah, pas nian alasannyo”. Bu Ulya mengadu kepada adik Iparnya. Hasilnya, “jang..” panggil guru Nadjmi kepada pak Sarbini. Orang kepercayaannya yang selalu setia menemani sang Guru beraktivitas. Pak sarbini menjawab: “iyo sayo..” “siapkan mobil yo.. kito keluar sore ko. Mek Ngah ikut katonyo” Bu Chodijah yang tak mau menjadi pelupa akhirnya memutuskan untuk ikut dengan abangnya. Bu Ulya tersenyum makin lebar.


152 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Mulai hari itu, “Mek Ngah” selalu ikut menemani keluarga guru Nadjmi bersilaturahim. *** Dulu, bisa dulu sekali, bisa juga tidak dulu-dulu amat. Tidak ada ruangan khusus pimpinan Yayasan. Kalau pun ada, satu ruangan dengan para guru dan staff. Tapi hari ini, di madrasah As’ad saya lihat ada ruangan khusus pimpinan. Dalam hal ini akan muncul beberapa penafsiran. Entah apa itu penafsirannya, yang saya tahu adalah, dulu guru Nadjmi tidak membutuhkan ruangan khusus karena beliau bisa bergerak kemana saja, mengurusi apa saja dan akan duduk diruangan mana yang ia suka. Saat ini fisiknya memang tidak lagi bisa begitu tapi mentalitas dan daya juangnya bagi syiar Islam tidak mampu dibendung oleh apapun. Pikiran dan ide-idenya masih selalu dinanti, cemerlang dan membawa perubahan besar. Maka untuk menuangkan segala macam ide-ide besarnya, beliau membutuhkan ruangan khusus untuk berkonsentrasi. Yang bekerja hari ini adalah otaknya, tidak lagi fisiknya. Gaungnya belum berhenti. Sekira tahun 2014 Pondok Pesantren As’ad semakin berkembang. Dulu, semua santri digabung pada satu tempat. Karena kapasitas tempat tidak lagi mampu menampung itu, melalui nama besar guru Nadjmi, As’ad mendapatkan bantuan untuk membangun masjid besar, gedung baru, kelas-kelas dan fasilitas lainnya dilokasi yang tidak jauh dari gedung lama. Dengan keberadaan gedung baru tersebut, sekarang santri Aliyah dan Tsanawiyah dipisah. Bahkan, dilokasi tersebut sekarang telah hadir sebuah lembaga tinggi yang bernama Ma’had Aly. Sebagai wadah yang mencetak generasi ahli agama dan sebagai tempat pengkajian Islam secara mendalam. Pada tahun yang sama, Ponpes As’ad menjadi tuan rumah diadakannya Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Tingkat Nasional V. Sekarang, lembaga-lembaga ke-Islaman telah banyak bermunculan. Tentu hal ini tidak bisa dilepaskan dari jasa para pendahulu yang tergabung dalam organisasi Tsamaratul Insan”. Guru Nadjmi tak henti-hentinya bersyukur atas nikmat Allah ini.


Fajri Al-Mughni 153 X Guru Nadjmi Dalam Ingatan “ingatanku tentang sosok guru Nadjmi hanya akan hilang ketika jiwa berpisah dengan badani”. Fajri Al Mughni


154 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Dimata Ibu Ulya Dulu, ketika orang tua mengatakan bahwa saya akan ditunangkan dengan seorang lelaki bernama Muhammad Nadjmi Qadir, saya sempat menolak. Bukan karena “Bang Cik” tidak baik, atau tidak tampan. Bahkan sebaliknya, dia lelaki yang sangat baik dan idola gadis-gadis. Tapi lebih kepada bahwa Bang Cik adalah abang sepupu. Sebuah ikatan yang sangat dekat, sudah seperti abang kandung. Namun, orang tua terus menjelaskan bahwa perjodohan kami tidak hanya sebatas perjodohan biasa yang hanya ingin mendekatkan hubungan keluarga, tapi labih jauh dari itu. Perjodohan itu merupakan sebuah misi untuk menjaga dan melanjutkan perjuangan Islam. Orang tua memandang bahwa perjuangan H. Taher dan Guru Qadir harus dilanjutkan. Karena duet antara H. Taher sebagai orang yang memiliki kekuatan finansial dengan Guru Qadir dikenal sebagai ulama yang konsisten dalam berjuang membela agama dan negara, dinilai berhasil mengembangkan agama melalui jalur pendidikan. Untuk itu, perjuangan mereka berdua tidak boleh terputus dan terhenti. Maka, kata orang tua saya, Nadjmi sebagai generasi keturunan dari guru Qadir harus disandingkan dengan saya, keturunan dari H. Taher. Berangkat dari situlah, bismillah.. saya menerima pinangan Bang Cik. (Panggilan bu Ulya kepada guru Nadjmi). Semakin hari, saya mulai merasakan indahnya sebuah hubungan. Wajar saja banyak orang tua di Seberang yang ingin Bang Cik menjadi menantunya. Para gadis tergila-gila ingin dipersuntingnya. Bang Cik seorang laki-laki yang bertanggung jawab dengan keluarga, saya makin kagum padanya. Bahkan selama perjalanan karir beliau menjadi anggota DPRD, saya selalu ikut menemaninya dinas dan menghadiri acara-acara besar dari kota satu ke kota lainnya. Semakin sering ikut dengan beliau, saya semakin yakin


Fajri Al-Mughni 155 dan percaya bahwa pilihan orang tua tidak salah. selama sembilan periode menjadi anggota Dewan, beliau bersih. Tidak mau sekalipun berbuat curang apalagi korupsi. Bahkan selama kampanye, kami tak pernah mengeluarkan uang untuk menyogok, atau apapun bentuk kecurangan lainnya. Pernah memang mengeluarkan uang, tapi itu untuk membuat baju kaos yang ada gambar beliau. Alhamdulillah, Allah meridhoi, beliau selalu terpilih. Tapi saya tau, kerja sebagai perwakilan rakyat sangat melelahkan, kadang kasihan melihat beliau. Melihat kondisi itu, saya pernah mencoba memberi saran, “Bang cik, sudah lah berkecimpung di dunia politik, istirahat lah lagi”. Jawaban beliau; “kalau dakdo orang muslim duduk menjadi dewan perwakilan rakyat, kemudian terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan syariat islam, kito dak biso bebuat apo-apo lagi. Kito dak biso bersuaro lebih”. Beliau menambahkan; “bahwa duduk menjadi anggota dewan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kito menjadi penyambung lidah aspirasi rakyat dan mengemukakan syariat islam yg sesuai dengan norma-norma dalam kehidupan”. Penjelasan itulah yang kemudian membuat saya kuat dan yakin dengan beliau.


156 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Kami Bangga Menjadi Cucunya Kami memanggilnya “Datuk”. Dimata kami datuk adalah seorang yang sangat mengagumkan, dan kami bangga menjadi cucunya. Datuk sosok yang penyayang, peduli dan bertanggung jawab. Beliau selalu mengajarkan kami untuk sabar dalam menghadapi apapun dan tidak boleh menaruh rasa dendam. Kami akan berusaha menjadi seperti datuk. Kami sering kerumah datuk, mengunjungi beliau dan mendengarkannya bercerita. Kami yang sebenarnya tak seberapa suka dengan sejarah dan politik, ketika mendengarnya bercerita, berubah menjadi suka dan tertarik. Minimal pada hari itu. Tidak heran mengapa beliau suka sejarah dan politik, karena cukup lama datuk menjadi seorang guru sejarah dan politikus hingga 9 periode dengan berbagai macam perahu partainya. Mulai dari sejarah Jambi sampai dengan seluk beluk dunia, beliau hafal. Kami kian kagum. Salah satu pengalaman beliau kisahkan, agar kami mengambil pelajaran bahwa pentingnya sikap sabar. Tahun 2004-2009, pada waktu itu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi malakukan aksi demo tentang kebijakan adanya jalur khusus untuk penerimaan mahasiwa. Berdiri seorang penggerak demo di depan beliau, mengejek dengan perkataan kasar. Menanggapi itu, datuk hanya tersenyum dan tenang. Beliau kemudian mengajak beberapa orang perwakilan masuk ke kantor. Di sana, beliau mendengarkan aspirasi mereka, sambil meminta kepada stafnya untuk mengambilkan minuman. Setelah mendengarkan semua aspirasi dan keluhan adik-adik mahasiswa, beliau mencatat dan berjanji akan mendiskusikan serta mencarikan solusi terhadap semua persoalan. Setelah diskusi tersebut, semua mahasiswa, termasuk yang tadi mengejeknya meminta maaf.


Fajri Al-Mughni 157 Mengingat itu, maka kenangan kita akan mundur jauh ke belakang. Ketika guru Nadjmi menyaksikan abahnya mempimpin rapat dengan kondisi yang panas, namun dihadapi dengan tenang. Sungguh beliau merupakan jelmaan abahnya. Datuk melanjutkan ceritanya; dulu, pada zaman gubernur Zulkifli Nurdin, beliau selalu diajak oleh pak Gubernur menghadapi para pendemo, dan ditunjuk sebagai juru bicara untuk menjawab semua kritikan dan aspirasi para pedemo. Datuk tidak hanya berjaya dalam dunia politik, namun juga telah berhasil memimpin Yayasan Ponpes As’ad. Pernah beberapa kali pembangunan dan keuangan Yayasan mengalami masa sulit dan defisit, tapi selalu ada jalan keluarnya. Baik itu dari dana pribadi maupun dari jaringan dan relasi beliau yang luas. Menjadi anggota Dewan tidak membuat beliau lupa dengan As’ad, justru Pondok tetap menjadi prioritas utama. Sehingga dengan jalur itulah, beliau bisa membantu perkembangan pondok sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini. “Bagi saya, datuk adalah “inspirasi”. Ucap Najla. Majda menguatkan, “ia, datuk merupakan manusia hebat dan penyabar”. Nabil berkomentar singkat namun berisi, “datuk is my hero”. Ditempat yang sama, Jibril tampak berkaca-kaca sambil bertutur, “terimakasih kami teruntuk datuk sudah berjuang untuk kami dan memberikan kami kebahagiaan”. Farhan yang mendengar itu tak mampu berucap banyak, “datuk mengagumkan”, tutupnya.


158 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Kenang Muhammad Kamal Mochtar Bagi abah, menjadi seorang pimpinan tidak lain hanya merupakan sebuah amanah yang harus dijalani dengan ikhlas dan sabar. Satu yang beliau khawatirkan, takut tidak amanah. Pernah suatu ketika saya meminjam mobil operasional milik As’ad untuk kegiatan Pesantren, bukan pribadi. Tapi setiap kali mobil itu tidak dilihatnya berada di Pesantren, beliau langsung menelpon saya, “sudah dimana kamu”. Pertanyaan itu saya jawab sesuai kondisi sedang berada dimana waktu itu. Apapun jawaban saya, dan sedang dimanapun, beliau pasti akan mengatakan “cepat kembalikan mobil itu ke Pondok”. Mengingat ini, sekilas saya membayangkan sosok seorang Khalifah Umar, yang hanya mempergunakan lilin untuk kepentingan negara saja, bukan untuk kepentingan pribadi. Karena lilin dibeli pakai uang negara. Dan banyak lagi kenangan yang membuat saya bangga pada abah.


Fajri Al-Mughni 159 Ibu Chadijah Berkisah “Kami dulu dak sepermainan, bang Nadjmi main dengan kawan-kawannyo yang laki-laki, kami main dengan sesamo kawan perempuan”. Mak Ngah Chodijah mengawali kisahnya. Kita tahu, dulu orang-orang Jambi sangat menjunjung tinggi adat istiadat. Khususnya di Seberang. “Anak jantan dak boleh main dengan anak betino”. Kira-kira begitulah pesan dari orang tua. Hari ini, di Seberang masih ada budaya ini, tapi tak banyak. Apalagi di kota Jambi, sudah tidak jelas lagi mana tempat bermain anak laki-laki, dan mana tempat anak-anak perempuan. Bukan itu saja, bahkan terkadang saya bingung mana lelaki dan mana perempuan. Bu Chadijah melanjutkan kisah; “Dari dulu abang Nadjmi sudah sibuk dengan urusannyo. Tapi diok merupakan abang yang sangat perhatian dengan adik-adik dan keluargo. Sebenarnyo kami punyo abang yang paling tuo, namonyo Muhammad Manshur, di atasnyo bang Nadjmi. Tapi kami dak pernah ketemu apalogi bermain. Kareno bang Mansur lebih dulu menghadap Allah. Jadi, yang kami tau sekarang bang Nadjmilah abang yang paling tuo”. “Sebentar Fajri yo, lupo buatkan aek minum”. Bu Chadijah menghentikan kisahnya dan berjalan pelan sambil memegang kakinya. Nampak ia kesusahan berjalan. Saya jawab, “dak usah buat aek mak, dak apo-apo”. Tapi ia tetap berjalan ke dapur sambil bicara, “ah dak apo-apo, buat aek teh bae”. Ingin rasanya menyusul dan mengambilnya sendiri, tapi takut tak sopan. Bu Chadijah kembali dengan membawa segelas teh dan sepiring buah duku. Sambil meletakkan itu dan kembali duduk di kursi ia melanjutkan; “Pas di atas sayo, ado namonyo bang Muhammad Hasan. Sayo dengan Bang Hasan sangat dekat, apalogi semenjak beliau


160 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki menikah dan punyo anak. Anak-anak bang Hasan memanggil sayo, “Mek Ngah”. Maksudnyo “Emak Ngah”. “Ngah” itu kareno sayo anak paling tengah. Di atas ado tigo abang, Muhammad Mansur, Muhammad Nadjmi, Muhammad Hasan, dan ke bawah ado duo adik. Nafisah dan sikok lagi sayo lupo namonyo. Kareno dio meninggal sejak masih dalam kandungan, ketiko lahir sudah meninggal”. “Waktu itu, Bang Hasan sebagai pimpinan Yayasan menggantikan abah, suami sayo, guru Somad, sebagai mudir asrama. Kedekatan kami dengan bang Hasan bukan hanya kareno hubungan keluargo, tapi jugo dalam hal pekerjaan. Sewaktu bang Hasan sakit dan harus dirawat di Jakarta, selamo tigo bulan disano, anak-anak bang Hasan tinggal dengan kami. Sayo benar-benar menjadi ibu bagi mereka. Ibu Badriah, istri dari bang Hasan, biso mengurusi suaminyo dengan khusu’, tanpa ragu dan cemas, kareno anak-anak nyaman tinggal dengan kami. Kami berbagi tugas, bang Nadjmi ngawani bang Hasan di Jakarta, sayo yang menjago anak-anaknyo di Jambi”. Bu Chadijah berhenti sebentar, kemudian bertanya; “Fajri lah berapo orang anak?”, saya langsung menjawab senang, “alhamdulilah sudah duo orang mak, perempuan keduonyo”. Beliau ikut mengucap syukur, “alhamdulilah.. tambah lagi”. Saya tersenyum. Kemudian beliau melanjutkan lagi; “Bukan hanya anak-anak bang Hasan yang dekat dengan sayo, tapi anak bang Nadjmi jugo. Dulu pernah bang Nadjmi kami pinta untuk pindah ke Jogja dengan maksud agar beliau bisa beristirahat dari aktivitas-aktivitasnyo yang sangat padat di Jambi. Tigo bulan di Jogja, anak-anaknyo ikut semua. Dengan pindahnya bang Nadjmi ke Jogja untuk sementaro waktu, membuat sayo harus berpisah dengan Muhammad Kamal. Anak bang Nadjmi paling tuo. Selamo tigo bulan itu, setiap malam sayo nangis sambil memandangi poto Kamal, rindu nian. Kata bang Nadjmi, disano Kamal juga terus manggil-manggil Mek Ngah. Kamal punyo duo emak, pertamo adalah bu Ulya, dan sayo emaknyo yang keduo. “Mek Ngah Chodijah”. Sampai sekarang, Kamal sangat dengat dengan sayo”.


Fajri Al-Mughni 161 “Tahun 1984 Bang Hasan lebih dulu meninggal diusianyo yang masih mudo, 40 tahun. Setelah sayo pikir-pikir, selain memang ajalnyo, dari keturunan, datuk dan paman-paman kami jugo meninggal di usia yang masih mudo. Sekarang tinggal sayo dan bang Nadjmi. Bang Nadjmi sudah hampir 80 tahun, sayo hampir 70 tahun”. “Eh diminum Fajri tehnyo”, suruh Bu Chodijah. Saya sedikit terkejut, karena memang sedang asik mendengarkan kisahnya. Sejak teh itu diletakkan, belum berani saya meminumnya, takut mengganggu fokus noltalgia bu Chadijah. Karena perintah tadi, saya langsung mengambil teh dan meminumnya, hampir habis. Bu Chadijah yang berkisah, saya yang haus. “Itu Dukunyo dimakan, dakdo makanan lain Fajri, duku tulah yang ado”. Tambahnya lagi. Langsung tanganku mengarah ke piring yang berisi buah duku mengambil yang ukurannya agak beda dengan kawan-kawannya yang lain, “agak besar buahnya”. Sebenarnya mata saya dari tadi tertuju kesitu, jadi tak susah lagi memilih buah mana yang paling besar. “enak mak dukunyo, manis”. Saya tidak tau lagi harus berbasa-basi seperti apa. Menurutku, kalimat itulah yang paling tepat. Bu Chadijah tersenyum, sambil sesekali memijat pahanya. Saya perhatikan ia nampak menahan sakit. Sambil memijat pahanya, dan membetulkan posisi duduk, ia melanjutkan cerita; “Puluhan tahun berlalu, sayo terkadang masih dianggap anak kecil oleh bang Nadjmi. Buktinyo, sampai sekarang masih sering di ajak jalan-jalan. ini sebentar lagi bujang datang, disuruh bang Nadjmi jemput sayo. Sayo dak pernah betanyo nak diajak pegi kemano, kareno bukan itu intinyo. Sayo paham nian, bahwo itu merupakan bentuk kasih sayang seorang abang yang tak akan pernah habis, meski zaman mulai menua”. Hhhh… Ia menarik nafas panjang. Ingin rasanya saya sudahi obrolan, tapi beliau masih semangat membagikan kisah. “Bang Nadjmi adalah manusia hebat, Fajri. Dari dulu sampai sekarang, selalu sibuk. Tapi dalam kesibukan itu, dak pernah lupo dengan keluargo. Sekarang beliau sakit, kakinyo. Tapi terus


162 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki ingin berjalan, walaupun pake kursi roda. Katonyo, biak selalu sehat dan tidak mudah lupo”. Bu Chadijah tersenyum, saya pun ikut mengimbangi. “Beberapo minggu yang lalu, kami berangkat ke Malaysia untuk memeriksokan kondisi kaki bang Nadjmi. Kato orang rumah sakit disano, abang harus dirawat dan melakukan beberapa terapi untuk menyembuhkan kakinyo. Kareno kalau operasi dak memungkin lagi, dengan alasan beliau sudah berumur. Takut terjadi apo-apo. Kami adik beradik, anak-anak dan cucu khawatir mendengar itu. Tapi beliau santai, katanyo dak apo-apo, yang penting biso sembuh dan kembali beraktivitas seperti biaso”. “Semangatnyo untuk sembuh sangat tinggi. Sekitar satu bulan di sano, dokter mengabarkan bahwo kondisi kakinyo membaik. Insya Allah sekitar satu bulan lagi terapi, kaki beliau biso sembuh. Tadinyo beliau setuju untuk dirawat lagi selamo satu bulan, tapi kemudian berubah pikiran. Katanyo, ageklah balek lagi ke sini, kito balek be dulu ke Jambi. Setelah kami tanyo, ngapo dak sekalian be berobatnya bang?. Beliau menjawab, sebentar lagi bulan puaso, sayo nak puaso, sahur dan bebuko dengan keluargo. Mendengar itu, sayo hampir nangis, Fajri”. Sambil tangan bu Chadijah mengusap matanya dengan ujung jilbab. “Akhirnyo, kami balek ke Jambi. Sampai di Jambi, itulah tengok, setiap hari bang Nadjmi ngajak kami jalan-jalan dan beraktivitas. Itu jugo bagian dari terapi yang disarankan oleh dokter disano. Kami tak henti-hentinya terus bersyukur memiliki keluarga ini, alhamdulilah”. Apolagi memiliki abang, abah dan datuk seperti Muhammad Nadjmi Qadir. Beliaulah andalan kami”. Bu Chadijah menutup kisahnya. Saya yang terbawa suasana, hampir juga menangis. Tapi saya tahan, karena pasti tak enak makan duku sambil menangis, atau menangis sambil makan duku. Setelah mendengarkan banyak kisah dari bu Chadijah, saya izin pulang. Sebelum pamit, beliau mengabarkan bahwa hari


Fajri Al-Mughni 163 jum’at besok anaknya akan melangsungkan akad nikah, hari minggunya resepsi. “sekalianlah sayo ngundang Fajri untuk datang yo..”. saya menjawabnya, “baik mak, Insya Allah datang”.


164 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Untaian Do’a dari Penduduk Negeri Ya Allah ya Tuhan kami, Jangan Engkau tinggalkan untuknya suatu dosa apapun, melainkan telah Engkau ampunkan. Enggkaulah Tuhan yang Maha Mengetahui segala aib, maka tutupilah aibnya. Berikanlah kesembuhan atas segala sakitnya, karena hanya Engkaulah yang Maha Penyembuh segala penyakit. Tidak ada manusia yang terlewat dari rasa duka, kecuali Engkaulah yang Maha Penawar dari setiap dukanya. Setiap manusia memiliki hajat dan kebutuhan, kabulkanlah setiap Hajatnya serta bahagiakankanlah kelak ia di surga. Engkaulah Tuhan yang Maha berkehendak dan memberikan kelancaran terhadap semua usahanya, maka ridhoilah setiap langkahnya. Amin Alllahumma amin Tuan guru, A. Ramzi Sulaiman Allahu Rabbi.. Sungguhnya hamba bermohon kepada-Mu dengan sabaik-baik permintaan, sebaik-baik permohonan, sebaik-baik kejayaan dan sebaik-baik pahala baginya. Tetapkanlah untuknya, beratkanlah timbangan kebaikannya. Mantapkanlah imannya, tingkatkanlah derajatnya, terimalah sholat dan setiap amal ibadahnya dan ampunkanlah dosa-dosanya. Ya Allah, aku bermohon baginya kepada-Mu tingkat yang tinggi di surga. Ya Allah perkenankanlah permohonan hamba. Tuan guru, Ahmad Sirojudin HM


Fajri Al-Mughni 165 Ya Allah Tuhan yang Maha Ghafur Ampunilah dosa-dosa orang tua kami, guru-guru kami dan pemimpin-pemimpin kami. Khususnya doa pemimpin dan pendiri Pondok Pesantren As’ad serta dzurriyat-nya. Ya Allah Tuhan yang Maha Rahman Berilah kesehatan wal ‘afiah kepada pemimpin Pondok kami, KH. Muhammad Nadjmi Qadir, guru-guru dan keluarga besar As’ad agar dapat terus melaksanakan tugas dan kewajiban kepada-Mu dan kepada sesasama. Berilah keamanan, kesejahteraan serta jauhkan dari segala balak dan wabah di negeri ini. Ya Allah Tuhan yang Maha Rahim Berilah kemudahan dan keberkahan kepada pemimpin kami, para guru, karyawan, staff dan seluruh santri dalam menjalankan tugas dan amanahnya, agar kami semua dapat mencontoh para ulama yang shaleh, cerdas serta mengamalkan ajaran Islam Ahlu Sunnah wal jamaah. Amin.. Tuan Guru, Thayyib Duhai Allah Ampunilah guru-guru kami, ampunilah segala salah dan Khilaf guru Nadjmi dan orang yang telah mengajar kami. Sayangilah mereka, muliakanlah mereka dengan keridhaan-Mu yang agung, berilah kesembuhan kepada guru Nadjmi, agar beliau bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Amin ya robbal alamin Guru Nadjmi adalah pengasuh jiwaku dan jiwa adalah bagaikan mutiara, sedangkan orang tuaku adalah pengasuh badanku, badan bagaikan kerangnya. Tuan guru, Erhami Kasran Bagi saya KH. M. Nadjmi Qodir adalah Guru, Pimpinan sekaligus orang tua kami. Yang paling sering beliau pesankan kepada kami adalah “Ajar dan didiklah santri-santri itu dengan


166 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki ikhlas, pandanglah mereka seperti anak sendiri”. Ikhlas adalah ruhnya amal العمل روح االخالص .Semoga beliau senantiasa sehat dan dipanjangkan umurnya sehingga tetap dapat mengayomi امني يارب العاملني .semua kita Tuan Guru, Tamsir. Alhamdulillahirobbil’alamiin, Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad Wa’alaa aali sayyidina Muhammad. Ya Allah Ya Rahman panjangkanlah umur, sehat kan lah dan kuatkanlah selalu tuan guru kami Muhammad Nadjmi bin Guru Abdu Qodir. Ya Allah ya Rahim, Murahkan lah dan lapangkanlah segala urusan beliau dalam segala urusan terutama memimpin Pondok Pesantren As’ad yang kami cintai ini. Robbana Atina Fiddunya Hasanah wa fil Akhirat Hasanah wa qina ‘adzabannar. Walhamdulillahirobbil’aalamiin Tuan guru. Haromin Sayo sudah lamo menjadi guru di As’ad, bersaksi bahwa guru Nadjmi merupakan seorang guru sekaligus seorang pimpinan yang baik. Beliau mengajarkan banyak tentang keihklasan. Dulu, ketika beliau menjadi guru, semua murid-muridnya telah dianggap sebagai anak kandungnya. Ya Allah.. Curahkan segala rahmat-Mu untuknya, berilah beliau kesehatan, kekuatan dan kesabaran dalam setiap langkahnya dalam melanjutkan perjuangan menyebarkan syiar agama. Terutama dalam mengurusi segala persoalan yang ada di Madrasah As’ad. Sekarang beliau sedang sakit, kami memohon kepada-Mu untuk kesembuhan guru Nadjmi. Amin ya robbal alamin Tuan guru. Ahmad Dumyati Ishaq


Fajri Al-Mughni 167 Ya Allah Ya Rabbi, Sang Penilik langit dan Bumi. Berikanlah kemuliaan untuk guru Nadjmi. Telah banyak ilmu yang beliau sampaikan. Engkau telah memberikan dan membuka cahaya-Mu lewat tangan, perhatian dan ucapan beliau. Hamba memohon semoga beliau selalu diberikan kekuatan dan kesehatan serta panjangkan umurnya agar terus bisa melanjutkan dakwah dalam menyiarkan Islam serta mendidik para generasi. Ampunkan dosanya ya Allah.. dan berikan keberkahan kepada setiap langkah beliau, Amin Ya Rabbal Alamin Tuan guru. Ali Imron Rosyadi Kami belajar ikhlas dari guru Nadjmi. Untuk itu, dari lubuk hati yang terdalam mendoakan agar beliau diberikan keberkahan sehat, rezeki dan umur. Beliau adalah sosok Kiyai yang luar biasa. Khususnya dimata kami para guru yang selalu mendapatkan wejangan berharga yang sangat bermanfaat bagi kami dalam menjadi pendidik. Pesan yang selalu kami ingat adalah “bekerja ikhlas dan disiplin”. Untuk itu, wahai Allah Tuhan yang Maha Kasih Jadikanlah hari ini, hari yang penuh berkah bagi beliau. Berikanlah jalan keluar dari setiap kesempitan dan kesusahan serta jauhkanlah beliau dari segala penyakit. Ampunilah segala dosa-dosa beliau, dosa orang tuanya, keluagranya, dan dosadosa kaum muslimin lainnya. amin Ibu Retning Bismillah, Alhamdulillah, wassholatu wassalaamu ‘ala Rasulillah Ya Allah, Tuhan Yang mengampuni segala dosa, ampuni segala dosa tuan guru kami; KH. Muhammad Nadjmi Qodir, tutuplah aibnya dari kami, dan jangan halangi kami mendapatkan keberkahan ilmunya.


168 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Ya Allah, panjangkanlah umur beliau, sehatkanlah jasadnya, terangilah hatinya, tetapkanlah imannya, baikkanlah amalannya, luaskanlah rezekinya, dekatkanlah ia pada kebaikan dan jauhkanlah ia dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhannya dalam agama, dunia, dan akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ustadz Muhammad Darwis Ya Allah, Guru Nadjmi adalah salah satu guru kesayangan kami, guru kami dunia dan akhirat. Ya Allah sayangi lah beliau sebagaimana ia menyayangi dan mendidik kami dengan tekun dan sabar ikhlas kerana Mu ya Allah. Ya Allah tambahkan lah rezeki beliau dan karurniakanlah kesehatan, keceriaan, kebahagian dan keselamatan sepanjang sisa-sisa umurnya. Ya Allah yang Maha penerima taubat dan tuan punya syurga, tempatkanlah roh guru-guru kami yang telah pergi menemui Mu bersama sama hamba Mu yang soleh dan solehah dan para nabi-nabi kekasih Mu. Ustadz, Kamilin Wahai Allah Dzat yang maha berlimpah kasih dan sayang, berikanlah limpahan kasih dan sayangmu kepada orang tua kami Tuan Guru. KH. M. Nadjmi Qodir. Wahai Allah Dzat yang maha mulia, Berikanlah kemulian kepada orang tua kami Tuan Guru. KH. M. Nadjmi Qodir dari dunia sampai akhirat. Amiin ya robbal ‘alamiin Ustadz Wahyudi Kami bersyukur telah menjadi muridmu. Sebagai seorang guru, engkau tidak hanya menjadi pengajar semata. Terutama engkau sebarkan kasih sayang yang amat besar. Kami bersyukur telah menjadi bawahanmu. Sebagai seorang pemimpin, engkau tidak


Fajri Al-Mughni 169 hanya menjadi pimpinan semata. Utamanya engkau berikan tauladan dalam kami menapaki kehidupan. Itulah salah satu yang paling dibutuhkan dalam hidup. Terimakasih guru K.H. Muhammad Nadjmi Qodir sudah mengantarkan kami membentuk jati diri hingga menggapai mimpi-mimpi. Ustadz Zainul havis Tuan Guru Muhammad Nadjmi Qadir adalah sosok yang selama ini saya kagumi. Aura seorang pemimpin nampak jelas dalam dirinya. Semua nasehat-nasehatnya selalu kami ingat. Kami bangga memiliki seorang guru, ulama, pemimpin seperti beliau. Ya allah berikan lah ke barokahan yang berlipat kepadanya, guru kami tercinta. Kemas Damanhuri Ya Rabb,,. Permudahlah semua urusan guru kami KH. Muhammad Nadjmi Qadir dalam Segala Hal. Berilah beliau kekuatan, kesabaran, dan kesehatan dalam menyebarkan dakwah jihad fi sabilillah di jalan-Mu, tebarkanlah kebaikannya melalui Lembaga Pendidikan yang sekarang menjadi tanggung jawabnya Ya Rabb. Ya Rabb,. Ampunilah semua kesalahannya, angkatlah derajatnya, tutupilah setiap aib dalam dirinya dan panjangkanlah umurnya, agar beliau selalu hadir dalam mendidik generasi-generasi penerus. Jadikanlah ia sebab hidayah bagi hamba-hamba-Mu yang ingin mendekat kepada-Mu Ya Rabb. Aamiin. Ridwan


170 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kasihi dan sayangilah guru kami K.H. Muhammad Nadjmi qadir, seperti engkau mengasihi dan menyayangi para Nabi dan Rasul-Mu, para wali, serta para ulama. Berkahilah ilmunya, umurnya, hartanya, serta masukkan dia dalam surga-Mu yang indah tanpa hisab. Dedi Al Syitra Bismillahi alhamdulillah, wa as-sholatu wa assalamu ala rasulillah wa ala ashabihi ajmain. Ya Allah ya Tuhan kami, terimalah segala amal ibadah, berilah ganjaran pahala untuk semua guru-guru kami, terutama kepada sang bintang lagi terhormat K.H Muhammad Nadjmi Abdul Qadir. Berilah dan limpahkan kasih sayang-Mu kepadanya. Amin Allahumma amin Muhammad Kudri Saya adalah muridnya yang tidak banyak dapat ilmu karena kelalaian, kelemahan dan segala kekurangan. Tapi saya sangat bersyukur kepada Allah diberi kesempatan menimba ilmu dengan sang guru, K.H. Muhammad Nadjmi Qadir. Ya Allah ya Tuhan kami, ampuni dosa guru-guru kami, guru yang sudah membesarkan dan merawat jiwa/fsikis kami seperti kedua orang tua yang sudah membesarkan dan merawat fisik kami. Sayangilah dan muliakan guru-guru kami, sungguh dengan kasih sayang dan kemuliaan mereka kami menjadi manusia mulia dengan ilmu-ilmu yang telah mereka berikan kepada kami. Muhammad Nurzen, S.


Fajri Al-Mughni 171 Dalam kitab Ta’lim Muta’allim disebutkan bahwa Sayyidina Ali pernah berkata “saya adalah hamba bagi orang yang mengajarkan saya satu huruf”. Sebagai seorang hamba bagi guru-guru yang pernah mengajarkan saya lebih dari satu huruf di Pondok Pesantren As’ad, tentu tidak cukup do’a yang saya tuliskan dalam rangkaian kata-kata ini sebagai balasan atas apa yang telah diberikan oleh guru-guru kami di Pondok Pesantrem As’ad. Sebagai orang Seberang asli, guru Nadjmi bukanlah sosok yang asing bagi saya, mulai dari orang tua saya (ayah), beserta keluarga, semuanya mengenal guru Nadjmi. Akhlaknya, keramahannya, serta budi yang luhur melekat erat pada guru Nadjmi. Semoga semua kebaikan yang beliau pupuk semasa hidupnya menjadi amal jariyah yang menghantarkan beliau ke surga. Semoga do’a yang dipanjatkan setiap Alumni As’ad menjadi obat bagi kesehatan beliau. Semoga Allah senantiasa memberikan saya kesehatan agar hati ini dan mulut ini mampu selalu berucap do’a bagi Seluruh guru-guru yang mengajar di Pondok Pesantren, khususnya bagi Mudir Pondok Pesantren As’ad, guru Muhammad Nadjmi Qodir. Amin Ya Robbal A’lamin. Sobirin Wahai tuhan kami, Berikanlah guru kami ridho-Mu, Ridho yang membawanya pada kerelaan untuk kami para muridnya hingga menuju kebaikan. Ya Allah Ya tuhan kami, Hidupkanlah selalu kobaran semangat dalam hati guru kami, yakni semangat dalam menjalankan ibadah pada-Mu. Semangat untuk selalu mengarahkan kami kepada jalan yang engkau ridhoi. Dan Jadikan semua amal guru kami K.H. Muhammad Nadjmi Qodir, Amal yang selalu mengalir baginya pahala. Aamiin M. Kamal Fathoni


172 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Ya Allah ya Tuhanku.. Seandainya saya memiliki doa yang mustajab, saya akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku. “Ya Allah, guru Nadjmi adalah guru kami, pemimpin kami. Jadikanlah ia orang yang baik. Berikanlah taufik kepadanya untuk melaksanakan semua perkara terbaik bagi dirinya, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah beliau untuk menunaikan tugasnya, sebagai perpanjangan tangan dari-Mu, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah beliau dari orang-orang yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat kepadanya, wahai Rabb semesta alam. Berilah juga kesembuhan kepada guru Nadjmi, naungilah setiap aktivitas beliau dengan rahmat-Mu. Amin ya robbal alamin Husni Mahmud


Fajri Al-Mughni 173 Persembahan Sederhana Dari Sang Guru Teruntuk Sang Istri Aku berjuang, kamu pun begitu. Tapi tolong maafkan, karena perjuanganku kadang mengabaikanmu Ketika umat memanggilku, aku memanggilmu Ketika hati resah melihat semua persoalan, tiba-tiba lenyap karena mendengar nasehatmu Sebagian orang tak nyaman dimarahi, tapi marahmu membuatku tersenyum bahagia Di Pesantren, bebanku juga tak kalah berat, Tapi hadirmu membuat semuanya mudah Berharap agar Allah menghindarkanku dari masalah, tentu tak mungkin Tapi pintaku kepada Allah, Agar kamu selalu menjadi penguat dalam menghadapi semua itu Dari pertama kali meminangmu, sampai hari ini aku masih grogi meski bertemu setiap hari Ihktiar perjuangan ini, ku persembahkan hanya untukmu Kampung Tengah


174 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Untukmu Para Santri Santri.. Padanya dua pusaka kanjeng rasul Lentera hatinya miskat bagi sekelililingnya Tutur katanya seperti hembusan dan orchestra bagi telinga yang mendengarnya Senyumnya bagaikan musim semi yang disiram surya pagi Marahnya bagaikan tetes air yang tidak beriak Kehadirannya ditunggu dahaga para pengembara padang pasir Tangannya terbuka tanpa sekat dan kelas Bila berpikir itulah ucapannya Bila berucap itulah hatinya Alam akan datang bersahabat padanya Kesedihannya akan didengar Tidur adalah jaganya, jaga adalah tidurnya Para syuhada yang dirindukan ajal hingga batas jiwa yang tenang Tiba waktu diseru gusti Allah Olak Kemang – Pondok Pesantren As’ad


Fajri Al-Mughni 175 Ibu Ulya Membuat Puisi Sejenak, aku tertegun dan menatap di kaca jendela Hari itu, hari yang ku rasa sangat menyebalkan, kini menjadi mengesankan Seorang lelaki datang yang kehadirannya sempat ku tolak Sekarang berubah, tak ingin ia pergi Tuhan menyadarkan ku bahwa keresahan itu salah Aku sadar betapa semakin hari decak kagum itu semakin dalam Kehangatan dan kenyamanan selalu hadir, indah. Terimakasih Tuhan atas perjalanan ini, Engkau hadirkan lelaki yang tak kusangka telah menciptakan sejuta kebahagian dalam hidupku. Lelaki itu aku panggil “Bangcik” Kampung Tengah


176 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Mars As’ad Mungkin tidak semua alumni mengingat dengan baik lagu mars kebanggaan pondok ini. Tetapi, semua pasti bisa mengikuti iramanya. Mars As’ad tak hanya sekedar lagu yang enak untuk dinyanyikan, namun juga do’a yang sederhana tapi sarat dan padat akan makna serta hikmah. Do’a yang telah Allah kabulkan, sehingga As’ad bisa seperti saat ini, dan alumninya menjadi titisan akselesari kesekian dari para nabi. “Allah telah memberkahi As’ad” (guru, santri, alumni, serta semua yang berkaitan dengan As’ad). “Allah telah dan akan menurunkan rahmatnya sekarang dan nanti diakhirat”. “Allah memudahkan segala urusan As’ad”, dalam arti semua manusia akan menghadapi kesulitan hidup, namun akan Allah berikan kekuatan untuk mengahadapi kesulitan itu, sehingga berakhir dengan kebahagiaan. “Kehebatan para guru dan alumni, serta ketampanan fisiknya telah membawa anugerah yang amat berharga”. “Dan penutup nan pamungkas dari do’a mars As’ad yang telah dan akan terus Allah kabulkan adalah As’ad menelorkan manusia cerdas, sopan, ta’at kepada Tuhan yang mengamalkan segala ilmu kebaikan, bertakwa dalam arti takut melanggar aturan Tuhan di manapun dan kapanpun, berbakti kepada orang tua baik dalam arti membantu secara materi, maupun selalu mendoakannya, menjadi seorang pembimbing dalam menjalankan syariat Islam, dan manusia yang mendapat petunjuk akan kebenaran Tuhannya (ajaran-Nya).


Fajri Al-Mughni 177


178 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Al-Hurriyyah Pada masa Agresi Belanda II terjadi, banyak tentara kita yang gugur dalam perang karena kekurangan alat persenjataan dan makanan. Suatu ketika, ada tentara Indonesia yang datang kerumah Tuan Guru Abdul Qadir, dan diberi nasehat juga doa. Untuk menambah semangat para pejuang, beliau mengarang lagu “Al Huriyyah” yang artinya “kemerdekaan”.


Fajri Al-Mughni 179


180 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Testimoni Saya dan Guru Nadjmi bersahabat sejak dari dulu, sewaktu saya menjadi santri abahnya. Beliau ini sama seperti abahnya, santri yang aktif bergaul dengan siapa saja. Makanya tidak heran kalau guru Nadjmi berulang kali terpilih menjadi Anggota Dewan. Ia dikenal sebagai seorang guru, ulama sekaligus umara. Buku tentang perjalanan hidup guru Najdmi ini tentu sangat berharga sekali. Karena selain akan membangkitkan semangat perjuangan seorang santri, juga akan menjadi karya pelepas rindu bagi para sahabatnya yang tentunya sudah lama tak bersua. KH. Abdul Satar Saleh (Buya Satar), Pimpinan Ponpes Syekh Maulana Qori Titian Teras Merangin Membaca buku “Guru Nadjmi” ini, mengingatkan kembali kenangan-kenangan saya menjadi anggota IPNU, PMII dan tentunya Nahdhatul Ulama sebagai induknya. Saya mengenal NU sewaktu masih sekolah di PGAN selama 6 tahun melalui IPNU Jambi yang berpusat di Pondok Pesantren As’ad Seberang kota Jambi. Setelah kembali ke Batanghari, saya menjadi Pengurus PC NU Batanghari sebagai Sekretaris Umum, sedangkan Ketuanya Bapak Drs. M. Aminullah Amit, yang kala itu juga menjadi Ketua PA Muara Bulian, masa khidmat 1995-1999. Dan Tuan Guru Nadjmi Qadir menjadi Pengurus di PW NU Provinsi Jambi bersama Alm. Bapak Wahab Nasution. Tentu, sebagai sesama pengurus NU, meskipun saya di Kabupaten, namun sering bertemu dan bersilaturahim dengan guru Nadjmi. Tidak hanya saya, publik mengenal beliau sebagai orang yang berilmu, wara’, rendah hati, bersahaja dan mengayomi.


Fajri Al-Mughni 181 Oleh karennya, beliau sangat dihargai dan dihormati oleh siapa saja. Beliau benar-benar menjadi panutan. Drs. H. Mohd Damiri (Ketua YPI Batang Hari) Saya memanggilnya Pakyai Nadjmi. Beliau merupakan panutan bagi masyarakat, tidak hanya bagi masyarakat Seberang Kota Jambi, tapi juga bagi semua masyarakat Provinsi Jambi. Pakyai dikenal oleh semua kalangan bukan karena beliau pernah menjadi pejabat, tapi karena ketokohan serta ketawadhuan yang ada dalam dirinya. Melalui buku ini masyarakat diajak untuk lebih mengenal beliau dari dekat. Karena penulis mengupas sosok Pakyai mulai dari beliau baru dilahirkan sampai dengan bagaimana beliau berjuang untuk syiar Islam melalui jalur pendidikan dan pemerintahan. Data-data dipaparkan dengan rinci, karena penulis merupakan salah satu santrinya di Pondok Pesantren As’ad. Siapa saja yang ingin memahami bagaimana caranya berjuang dalam menyiarkan Islam dan belajar menjadi manusia yang tawadhu, maka buku ini untuk anda semua. Selamat membaca. Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H. (Bupati Merangin 2 periode 2013-2018 dan 2018-2023) Kemauan dan keihlasan orang tua kita pimpinan Pondok Pesantren As’ad, Tuan Guru KH. Muhammad Nadjmi Qodir dalam menceritakan dan mencurahkan berikut pengalamannya dalam buku biografi beliau yang dapat dibaca oleh semua kalangan, tentunya memberikan manfaat yang besar sekali bagi kita semua sebagai sumber sejarah yang bermanfaat bagi generasi muda sekarang. Perjuangan beliau dalam membangun kemajuan As’ad memberikan contoh bagi kami dalam meneruskan perjuangan orang tua beliau Tuan Guru KH. Abdul Qodir Ibrahim. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan pada beliau, sehingga dapat memberikan tuntunan pada kita semua. Aamiin Tuan Guru, Abdul Hamid, M.Pd


182 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Guru Najmi dan Pondok Pesantren As’ad adalah duo ikon yang seolah tak terpisahkan. Ibarat dua sisi dari kepingan mata uang yang sama-sama memberi nilai dan qimah bagi sisi yang lainnya, utamanya dalam membincangkan perkembangan dakwah Islam di tanah Melayu Jambi. Ponpes As’ad yang terletak di Kota Seberang Jambi seolah menjadi icon yang memiliki platform tersendiri dalam memberi corak ke-Islaman umat di Tanah Jambi. Para alumni yang tersebar di seluruh pelosok Jambi menjadi saksi bahwa Ponpes As’ad adalah bagian yang tak terpisahkan dalam khazanah sejarah perkembangan Islam, khususnya di Bumi Sepecuk Jambi Sembilan Lurah. Tentunya, perkembangan Ponpes As’ad tak lepas dari sosok Guru Najdmi yang juga bagian dari tokoh umat di Jambi. Buku ini sangat layak untuk dibaca, karena disamping nilai kesejarahan yang diangkat, juga ditulis oleh generasi brilian yang telah berpetualang mengaji Islam sampai ke negeri para Nabi. Artinya, isi buku dan penulis serta objek yang ditulis sama-sama layak untuk diapresiasi serta di catat dalam sejarah perjalanan Islam sebagai karya pengayaan yang sangat berharga bagi umat. Selamat membaca. H. Hermanto Harun, Lc, MHI, Ph.D (Dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Sekretaris MUI Provinsi Jambi dan Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Jambi) Saya telah lama mendengar nama Guru Nadjmi, bahkan banyak dari keturunan-keturuanan beliau adalah sahabat saya. Nama Guru Nadjmi tidak hanya dikenal pada kalangan pesantren saja, tapi juga dikenal pada kalangan pejabat-pejabat negara. Karena beliau menjadi anggota dewan tidak sebentar, yaitu 9 periode. Tentu tidak banyak yang mampu bertahan menjadi anggota dewan selama itu. Ini artinya, guru Nadjmi benar-benar mendapat tempat di hati umat.


Fajri Al-Mughni 183 Hadirnya buku ini membawa semangat baru bagi para santri dan juga para pejabat. Karena selain padat dengan muatan sejarah, juga menceritakan kisah-kisah inspiratif perjalanan hidup sang guru. H. Ahmad Sarwani, A. Gani (Ketua OIAA-Jambi dan Anggota DPRD Salorangun, ketua Fraksi Gerindra) “Langka. Dalam. Renyah” Buku ini bernilai karena banyak faktor; pertama, amat jarang tokoh Jambi ditulis secara rinci. Apalagi sosok Guru Najmi adalah pribadi yang lengkap. Tokoh agama dan tidak anti politik. Kedua, balutan biografi dalam renyahnya novel membuat kisahnya mengalir. Ketiga, penulisnya amat dekat dengan referensi primer, dan menjadi semakin apik dengan latar belakangnya sebagai santri yang mumpuni hingga ke al-Azhar yang legendaris. Maka sejarah dan pesan kehidupan sangat sarat di buku ini.” Faris BQ, (Dosen, Penulis, dan Dai Nasional) Buku yang sangat meng-inspirasi bagi pembacanya, karena kita diajak untuk mengenal seorang sosok tokoh yg sangat sukses dan berpengaruh di Provinsi Jambi, baik dalam bidang Ekonomi, Politik dan Pendidikan. Beliau adalah KH. Muhammad Nadjmi Qadir Ibrahmi. Yang lebih menarik lagi adalah kisah kesuksesan beliau dalam membangun dan membina rumah tangganya, tentunya masih banyak lagi pelajaran-pelajaran yang dapat kita petik dari kisah-kisah hidup dan perjuangan beliau dalam buku ini. Sehingga dapat kita jadikan sebagai cambuk atau pedoman untuk menjadi seorang yang sukses di dunia dan di akhirat. Dr. H. Muhammad Joni Musa, Lc., MA (Ketua Majelis Ulama Indonesia – MUI, Dewan Penasehat GP Ansor, Kabupaten Merangin)


184 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Bismillahiroohmanirrohim.. Menyebut nama KH. Muhammad Nadjmi Qadir Ibrahim tentu tidak bisa dilepaskan dari nama ulama sebelumnya, yang juga merupakan orang tuanya, yaitu KH. Abdul Qadir Ibrahim. Membaca buku ini kita akan diajak mengarungi kisah perjalanan dakwah beliau dalam menyiarkan Islam lewat pendidikan dan pemerintahan. Betapa tidak, beliau dikenal sebagai seorang guru, ulama sekaligus umara. Mempimpin sebuah pesantren ternama di Provinsi Jambi dan pada waktu yang sama, beliau juga seorang wakil rakyat yang menyampaikan segala aspirasi umat. Buku ini menjadi renyah dan ringan karena penulis merangkainya dalam bentuk sastra. Kisahnya disusun runut bahkan mulai dari awal mula kelahiran beliau hingga sekarang. Semoga buku ini dapat memberikan motivasi bagi para pembaca dalam berjuang menyiarkan Islam yang memadukan antara relijius dan nasionalis. Dr. Mohammad Yusuf, M.Ed (Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi dan Pengasuh Majelis Al-Asyiqin Jambi) Secara pribadi saya tidak telalu dekat dengan sosok KH. M. Nadjmi Qodir, namun dengan ketokohan dan keulamaannya, saya banyak mengikuti kiprah dan pemikiran beliau. Pertama mengenal beliau dalam sebuah acara FOKSIKA PMII ketika saya masih meniadi mahasiswa dan menjadi panita kegiatan tersebut. Sebagai alumni PMII beliau banyak memberikan masukan dan nasehat serta menjadi inspirasi yang terus saya ingat sampai saal ini. Pimpinan Pondok Pesantren, Pengurus dan ketua PWNU Jambi dan Anggota DPRD Provinsi Jambi merupakan kiprah yang paling nyata seorang Muhammad Nadjmi Qadir. Kiprah yang memiliki jaringan sangat luas tentu saja sebagai ketua Yayasan dan Pimpinan Pondok Pesantren As’ad Olak Kemang Seberang Kota Jambi. Entah sudah berapa ribu alumni As’ad yang tersebar di seantero Jambi, bahkan di seluruh negeri yang tetap mengembangkan dan membawa nila-nilai Ahlussunnah Wal


Fajri Al-Mughni 185 Jama’ah serta membesarkan nama Pondok Pesantren As’ad. Hingga saat ini hampir tidak ada yang tidak mengenal Pondok Pesantren As’ad dan KH. Nadjmi Qodir meskipun tidak belajar di As’ad seperti saya dan mungkin juga tidak bertemu dengan sosok beliau. Di tahun 2016 saya sempat mewawancarai beliau dalam sebuah penelitian tentang sejarah NU Jambi. Salah satu pertanyaan yang saya munculkan waktu itu adalah “sejauh mana peran NU menjaga aqidah dan peribadatan masyarakat Islam di Jambi?”. Beliau menjelaskan: “Dengan ulama’ mendirikan pesantren-pesantren, pengajian di masjid-masjid dan musholla-musholla mengajarkan aqidah ahlus sunnah wal jama ‘ah, mengajarkan bagaimana aqidah yang benar, ibadah yang benar, maka peran ulama-ulama NU menjadi garda terdepan penyebaran paham ASWAJA”. Saya pernah menjadi ketua NU Kota Jambi pada tahun 1968- 1979, 1979-1992, kemudian ketua NU wilayah. Selama menjalankan amanah tersebut, saya banyak belajar berorganisasi dari beliau. Semoga beliau Husnul Khatimah dan tinta emas yang sudah beliau ukir terus memberikan mantaat bagi generasi sekarang dan akan datang. Dr. Supian Ramli, S.Ag., M.Ag. (Ketua ISNU Kota Jambi, Dosen Universitas Jambi) Kajian tentang Islam yang disandingkan dengan adat budaya Nusantara selalu mendapat perhatian lebih dimata para peneliti Internasional. Mereka menganggap ini sebagai bagian pesona indonesia. Buku yang layak menjadi rujukan penelitian ini membahas true story seorang tokoh pembaharu pendidikan di Tanah Melayu Jambi. Guru Nadjmi merupakan icon kepemimpinan Pesantren As’ad, bukan hanya sosok karismatik, tapi juga merupakan bentuk keteladanan yang memberi motivasi tersendiri, berorganisasi, memimpin, mencurahkan ilmu, mengayomi ribuan santri Ponpes As’ad dalam waktu yang bersamaan.


186 Nadjmi : Guru Sejati dan Politikus Hakiki Saya merupakan salah satu diantara jutaan alumni yang tersebar seantero negeri yang pernah merasakan betapa mahal waktu, suasana dan tentunya Ilmu yang didapatkan di Pesantren As’ad. Untuk saudara saudariku yang masih menyandang status santri, nikmatilah setiap detik selama di asrama. Apapun itu syukurilah dengan sebaik baik syukur, karena kami yang sudah menjadi alumni selalu rindu untuk kembali. Untuk saudara saudariku yang pernah nyantri buku ini layak disebut penawar rindu akan sosok sang guru. Dr. Iffah, S.HI., M. Sy (Dosen di Institut Agama Islam Nusantara Muara Bulian. Alumni Ponpes As’ad tahun 2006) Ada rasa bersalah ketika membuka lembar demi lembar buku ini, bersalah karena begitu kami sebagai murid As’ad buta akan kuatnya tekad perjuangan para pendiri Ponpes Asad. Buku ini bukan hanya menceritakan sosok Tuan Guru KH. Nadjmi, ada cerita yang runut tentang sejarah perjuangan As’ad itu sendiri. Buku yang nyaman dibaca oleh generasi tua dibumbui dengan kalimat-kalimat alegori roman picisan dan renyahnya sentuhan bahasa gaul milenial membuat buku ini seperti roman Yusuf dan Zulaikha ketika mengupas kisah muda KH. Nadjmi. Buku ini sangat recomended bagi anda yang ingin memanjakan mata dan fikiran dengan buku yang tetap dialiri dengan goresan dakwah filosofi moderat sang penulis. Selamat menikmati buah tangan generasi para pendiri pesantren As’ad melayu Jambi. H. Kms. Muhammad Syafii, Lc (Alumni Ponpes Asad tahun 1996) Buku ini sangat asik dan enak dibaca, karena informasi yang disampaikan berasal dari sumber informannya langsung, sehingga penulis bisa dengan leluasa mengungkap kisah perjalanan dan perjuangan seorang tokoh, ulama sekaligus sebagai umara’ asli melayu


Click to View FlipBook Version