The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

diktat elektronik fisika kuantum berbasis matlab

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by delitawn, 2022-10-12 11:14:18

E-DIKTAT FISIKA KUANTUM

diktat elektronik fisika kuantum berbasis matlab

Keywords: fisika kauntum


iˆ sin cos sin sin cos rˆ
 ˆj  cossicnoscoscossin s0in ˆˆ
 

kˆ

 M 1 

Matrik M bersifat orthogonal (orthogonal maksudnya invers matriknya sama
dengan transpose matriknya, M 1  M T ,maka diperoleh hubungan:


iˆ sin cos sin sin cos rˆ
 ˆj  cossicnoscoscossin s0in ˆˆ
 

kˆ

 MT 

Dari matrik tersebut di dapatkan tiga persamaan, yaitu: (4.29)
iˆ  sin cosrˆ  cos cosˆ  sinˆ (4.30)
(4.31)
ˆj  sin sin rˆ  cos sin ˆ  cos ˆ

kˆ  cosrˆ  sinˆ  0ˆ

Kemudian kembali lagi pada operator del yang dinyatakan:

   iˆ   ˆj   kˆ   (4.32)
x y z

Selanjutnya disubsitusikan persamaan (4.29), (4.30), dan (4.31) ke persamaan
(4.32), didapatkan:

   sin cosrˆ  cos cosˆ  sinˆ  (4.33)
x
  sin sinrˆ  cos sinˆ  cosˆ
  cosrˆ  sinˆ  0ˆ

Persamaan (4.33) kemudian disederhanakan menjadi berikut ini:

145

  rˆ x   y   z    ˆ 1  x   y   z  
r x r y r z r  x  y  z

 ˆ r 1  x   y   z   (4.34)
sin   x  y  z

Kemudian diketahui bahwa: (4.35)
  x   y   z 
r r x r y r z

  x   y   z  (4.36)
  x  y  z

  x   y   z  (4.37)
  x  y  z

Jika disubsitusikan persamaan (4.35), (4.36), dan (4.37) kedalam persamaan
(4.34) maka diperoleh persamaan operator del dalam koordinat bola berikut ini:

  rˆ  ˆ 1   ˆ 1  (4.38)
r r  r sin 

Setelah diperoleh operator Del selanjutnya mencari operator Laplace dalam
koordinat bola. Operator Laplacian dapat diperoleh dari perkalian skalar dari
operator del dengan vektor gradien dari skalar f sebagai berikut:

2 f  .f (4.39)

Persamaan (4.38), disubsitusikan yaitu :

2 f  . rˆ  ˆ 1   ˆ 1   (4.40)
r r  r sin 

Dengan menguraikan persamaan (4.40) yang dapat :

146

2 f  frrˆ frrˆ  1r fˆ 1r f ˆ (4.41)

i ii

 r s1in ˆ r si1nˆ

iii

Kemudian cari komponen, mulailah dengan "i".

 f  rˆ   rˆ  f  ˆ  f  ˆ 1  f 
r r r  r r sin  r

 f  rˆ    f 0  0
r  r r 

 f  r  2 f [3.42]
r r
2

  rˆ   rˆ   ˆ 1   ˆ r 1    rˆ
r r  sin 

  rˆ  rˆ  rˆ ˆ 1 rˆ  ˆ 1 rˆ
r r  r sin 

   rˆ  rˆ   sin cosiˆ  sin sinˆj  coskˆ
r

 ˆ 1  sin cosiˆ  sin sinˆj  coskˆ
r 

  ˆ 1  sin cosiˆ  sin sinˆj  coskˆ
r sin 

   rˆ  rˆ  0 ˆ 1  cosˆ cosiˆ  cos sinˆj  sinkˆ
r

 ˆ 1 sin  siniˆ  cosˆj
r sin

  rˆ  ˆ 1   ˆ r 1  sinˆ
r sin

  rˆ  1  1  2 (4.43)
rr r

Kemudian cari lagi isi "ii".

147

 f ˆ   rˆ  f  ˆ  f  1  f  ˆ
 r    r sin  

 f ˆ  0  1  f  0
  r   

 f ˆ  1 2 f [4.44]
 r r 2 (4.45)

 ˆ   rˆ   ˆ 1   ˆ 1   ˆ
r r  r sin 

 ˆ  rˆ ˆ ˆ 1 ˆ  ˆ 1 ˆ
r r  r sin 

  ˆ  rˆ   cos cosiˆ  cos sinˆj  sinkˆ
r

 ˆ 1   cos cosiˆ  cos sinˆj  sinkˆ
r 

  ˆ 1  cos cosiˆ  cos sinˆj  sinkˆ
r sin 

  ˆ  rˆ  0 ˆ 1   sin cosiˆ  (sin )sinˆj  sinkˆ
r

 ˆ 1 sin  siniˆ  cosˆj
r sin

 ˆ  ˆ 1   rˆ  ˆ r 1  cosˆ
r sin

 ˆ  0  cos  cos
r sin r sin

Kemudian cari yang ada di "iii".

 f ˆ   rˆ  f  ˆ 1  f  ˆ 1  f  ˆ
 r  r   r sin  

 f ˆ  0  0  1  f 
 r sin  

 f ˆ  1 2 f
 r sin  2

 ˆ   rˆ  ˆ 1   ˆ 1   ˆ
r r  r sin 

148

 ˆ  rˆ ˆ ˆ 1 ˆ  ˆ 1 ˆ (4.46)
r r  r sin 

 ˆ  rˆ  0 ˆ 1   0  0 (4.47)
rs

Kemudian substitusikan persamaan (4.42), (4.43), (4.44), (4.45), (4.46), dan
(4.47) ke dalam persamaan (4.41).

Ingat persamaan (4.41).

2 f   f  rˆ  f   rˆ     1 f ˆ  1 f  ˆ
 r r   r  r  
(4.41)
  1  1   ˆ
r sin  ˆ  r sin 

Maka hasil penggantiannya adalah:

2 f   2 f  2 2 f    1 2 f f    r 2 1 2  2 f  0
r r r r   sin  2
2 2

2 f  1  r 2 2 f  2r f   r 2 1 2   sin  2 f  cos f 
r2 r 2 r sin  2 r sin 

2 f  1   r 2 f   1   sin  f   1 2 f (4.48)
r2 r  r  r 2 sin     r 2 sin 2   2

Dan akhirnya, didapatkan persamaan Laplacian yang dilampirkan pada skalar
tertentu sebagai berikut:

2 f  1   r 2 f   r 2 1   sin  f   r 2 1 2  2 f
r2 r  r  sin     sin  2

Maka operator Laplacian untuk koordinat bola adalah:

2  1   r2    1   sin     1 2 (4.49)
r2 r  r  r2 sin     r2 sin2   2

149

4.1.1 Pemisahan Variabel
Pada umumnya, potensial merupakan fungsi jarak. Dalam proses pemisahan

variabel, mengambil koordinat bola. Operator laplaciaan dalam koordinat bola
dapat di tulis sebagai berikut:

2  1   r2    1   sin     r2 1 2 (4.49)
r2 r  r  r2 sin     sin2   2

Maka persamaan Schrödinger bergantung waktu dalam koordinat bola adalah

i    h2  1   r2    1   sin     1 2   V (4.50)
t 2m  r2 r  r  r2 sin     r2 sin2   2 


Pada umumnya, potensial V hanya merupakan fungsi dari jarak terhadap titik

asal V r sehingga kita dapat menggunakan metode separasi variabel untuk

memecahkan persamaan (4.50). Persamaan Schrödinger tak bergantung waktunya

 2 1   r2    1   sin     1 2   V  E (4.51)
2m  r  r  r2 sin     r2 sin2   2 
 r 2

Persamaan (3.51) kembali dipecahkan dengan menggunakan separasi variabel.

Pertama, dipisahkan fungsi gelombang r,, menjadi fungsi yang bergantung

jarak, Rr dan fungsi yang bergantung sudut, Y  ,  .

r,,  RrY, (3.52)

Maka persamaan (4.51) menjadi;

 2  1   r 2    1   sin     1 2 
 r  r  r2 sin     r 2 sin2  
2m  r 2  2  (4.53)

RY VRY  ERY

 2  1   r 2  RY  1   sin   RY  1 2 
 r  r  r 2 sin     r 2 sin2   2 RY 
2m  r 2 (4.54)


 V  ERY  0

 2  Y d  r 2 d R  R   sin   Y  1 2 
 dr  dr  r2 sin     r 2 sin2   2 Y
2m  r 2 (4.55)


 V  ERY  0

150

Persamaan (4.55) dikalikan dengan  2mr2 1 , menghasilkan;
2 RY

 1 d  r2 d R  Y 1   sin   Y  Y 1 2 Y  2mr2 V  E 0
R dr  dr  sin     sin2   2 2

1 d  r2 dR   2mr2 V  E 1  1   sin  Y   1 2Y   0 (4.56)
R dr  dr  2 Y  sin     sin2   2 


Persamaan (4.56) telah terpisah menjadi dua suku. Persamaan ini hanya dapat
dipenuhi jika masing-masing suku bernilai konstan. Diambil konstanta tersebut

ll 1 . Pemilihan konstanta ini berkaitan dengan bentuk solusi dari persamaan-

persamaan yang dihasilkan. Persamaan (4.56) kemudian menjadi;

1 d  r2 dR   2mr2 V  E  ll  1 (4.57)
R dr  dr  2

1 1   sin  Y   1   2Y  ll 1 (4.58)
Y sin     sin 2  2


Persamaan (4.57) disebut dengan persamaan radial sedangkan persamaan
(4.58) disebut dengan persamaan angular.

Gambar 4.7: koordinat bola; jari-jari r , sudut kutub  , dan sudut azimuth 

Sumber : Griffiths,1995.
4.1.2 Persamaan Sudut/Angular

persamaan angular/sudut merupakan persamaan dua garis yang saling
berpotongan yang titik pangakalnya berimpit/sama. Persamaan (3.58) menentukan

ketergantungan satu  on  dan  ; dikalikan dengan Y sin² , maka menjadi:

151

sin   sin  Y    2Y  ll 1sin2 Y (4.59)
     2

Kemudian dilakukan sparasi variable pada Y menjadi : (4.60)

Y,   

Selanjutnya disubsitusikan persamaan (4.60) kedalam persamaan (4.59), maka
didadapatkan:

1 sin  d  sin  d   ll  1sin 2    1 d 2  0 (4.61)
 d  d   d 2


Suku pertama adalah fungsi hanya dari   , dan suku kedua adalah fungsi
hanya dari   , jadi masing-masing harus konstan. Kali ini saya akan menamakan

konstanta pemisahan m².

1 sin  d  sin  d   ll 1sin2   m2 (4.62)
 d  d

Dari persamaan (4.62) di daptkan persamaan diferensial sebagai berikut:

1 d 2  m2 (4.63)
 d 2

Persamaannya mudah:

d 2  m2     eim (4.64)
d 2

[Sebenarnya, ada dua solusi: exp(im ) dan exp(-im ), tapi akan dibahas yang

terakhir dengan membiarkan m berjalan negatif. Mungkin juga ada faktor konstan di
depan, tetapi sebaiknya diserap ke dalam  . Kebetulan, dalam elektrodinamika

akan ditulis fungsi azimut  dalam bentuk sinus dan cosinus, bukan eksponensial,

karena potensial listrik harus nyata. Dalam mekanika kuantum tidak ada batasan
seperti itu, dan eksponensial jauh lebih mudah untuk dikerjakan.] Sekarang, ketika

 maju sebesar 2π, kembali ke titik yang sama di ruang (lihat Gambar 4.1), jadi

wajar untuk mensyaratkan itu

152

  2   () (4.65)

dengan kata lain, exp[im(   2 )] = exp(im ), atau exp( 2im ) = 1. Dari sini dapat

disimpulkan bahwa m harus bilangan bulat:

m  0,1,2, (4.66)

Persamaan ,

d  sin  d 
d  d 
 sin ll
 1sin 2   m2   0 (4.67)

maka solusinya adalah

   Aplmcos  (4.68)

di mana Plm adalah fungsi Legendre terkait, yang didefinisikan oleh

 plmx  m / 2  d  m pl x
1 x2  dx  (4.69)

dan Pl(x) adalah polinomial Legendre ke-I. Ditemukan polinomial ortogonal pada
interval (-1 + 1); untuk lebih mudah, untuk mendefinisikannya dengan rumus
Rodrigues:

 pl x 1  d l
2l l!  dx  x2 1 l (4.70)

Sebagai contoh:

 p0 x  1, pl x  1  d l x2 
2l l!  dx  1 x

1  d 2 1
4.2  dx  2
   p2x 
x2 1 2  3x2 1

dan seterusnya. Beberapa polinomial Legendre pertama tercantum dalam Tabel 2.1.
Seperti namanya, Pl(x) adalah polinomial (berderajat l) di x, dan genap atau ganjil
menurut paritas l. Tetapi Plm (x) tidak, secara umum, polynomial jika m adalah ganjil

membawa factor 1 x2 :

153

 p20 x 1
2 3x2 1 ,

   p12x  1/ 2 d 1  1 x2
1 x2 dx  2 3x2 1   3x

     p22x  1 x2d 1 
dx 2 3x2 1   3 1  x2

dll. [Sebaliknya, yang kita butuhkan adalah plm cos , dan 1  cos 2   sin , jadi
plm cos  selalu polinomial dalam cos , dikalikan jika m ganjil dengan sin .

Beberapa fungsi Legendre terkait cos tercantum dalam Tabel 3.1].

Table 4.1: beberapa fungsi legendre terkait, plm cos 

p11  sin  p33  15sin 1 cos2 

p10  cos p32  15sin 2  cos

2 3sin 2   p31
p 2   3 sin  5cos 2  1
2

p12  3sin 2   p30
 1 5cos3   3cos
2
 p
0  1 3cos 2  1
2 2

Perhatikan bahwa l harus berupa bilangan bulat non-negatif agar rumus
Rodrigues masuk akal; apalagi, jika plm  0 , maka (Persamaan 4.69) menyatakan Plm
= 0. Untuk sembarang l. maka, ada (2l+1) kemungkinan nilai m:

l  0,1,2,; m  l,l 1,,1,0,1,,l 1,l (4.71)

Fungsi gelombang sudut yang dinormalisasi disebut harmonik bola, sebagi berikut

Y1m  ,   2l  l l  m ! eim p1m cos ,
l  m !
4 (4.72)

dengan  1m untuk m  0 dan  1 untuk m ≤ 0. Solusi ini bersifat ortonormal.

Berikut ini diberikan table beberapa harmonik bola

Table 4.2: beberapa harmonik bola Ylm  , 

154

1 1

Y00   1  2 Y2 2   15  2 sin 2 e 2i
 4   32 

1 1

 3  2  Y30  7  2
Y10   4  cos    16  5 cos 3   3 cos

1 1

 3  2  Y31  21  2
Y11   8  sin e i   64  sin  5 cos 2   1 e i

1 1

 Y20  5  2 Y3 2   105  2 sin 2  cos e 2i
  16  3 cos 2  1  32 

1 1

Y21   15  2 sin  cos e i Y33   35  2 sin 3 e 3i
 8   64 

4.1.3 Persamaan Radial
Bagian radial merupakan persamaan gelombang yang merambat secara radial

(menyebar dari pusat bola menuju ke segala arah dan bergantung pada jarak r).

Perhatikan bahwa bagian sudut dari fungsi gelombang, Y( , ), adalah sama untuk

semua potensial simetri bola; bentuk sebenarnya dari potensial V(r), hanya
mempengaruhi bagian radial dari fungsi gelombang, R(r), yang ditentukan oleh

Persamaan (3.57):

1 d  r2 dR   2mr2 V  E  ll  1 (4.57)
R dr  dr  2

Dari persaman (4.57) dapat disederhanakn menjadi berikut:

d  r 2 dR   2mr 2 V r  ER  ll  1R (4.73)
dr  dr  2
(4.74)
Dengan mendefinisikan ur  rRr  Rr  ur maka: (4.75)

r 155

dR  d  u 
dr dr  r 

dR  r du  u  1
dr dr  r2

Kemudian dikalikan (persamaan 3.74) dengan r2 maka didapatkan:

r 2 dR  r du  u
dr dr

Selanjutnya diferensialkan persamaan (4.75) terhadap r maka:

d  r 2 dR   d r du  u
dr  dr  dr dr

d  r 2 dR   du  r d 2u  du
dr  dr  dr dr 2 dr

d  r 2 dR   r d 2u (4.76)
dr  dr  dr 2

Lalu persamaan (4.76) disubsitusikan ke persamaan (4.73), maka didapatkan :

r d 2u  2mr 2 V  ER  ll  1R

dr 2  2

r d 2u  2mr2 V  Eu  ll 1R (4.77)
dr 2 2

Kemudian (persamaaan 3.77) dikalikan dengan   maka:
2mr

  2 d 2u  V  Eu    2 ll  1R
2m dr 2 2mr

  2 d 2u  Vu   2 ll  1 u  Eu
2m dr 2 2m r 2

 2 d 2u    2 l l  1u  Eu (4.78)
2m dr 2 V 2m
 r2 

Dari persamaan (4.78) ini mirip bentuknya dengan persamaan Schrodiger tak

bergantung waktu, hanya saja ada penambahan suku pada potensialnya. Persamaaan

ini tidak dapat diselesaikan lebih lanjut sebelum nilai V diketahui

Veff V  2 ll  1 (4.79)
2m
r2

Tabel 4.3: Beberapa fungsi Bessel dan Neumann berbentuk bola pertama, (x) dan n(x).

j0 x  sin x n0   cos x
x x

j1  sin x  cos x n1   cos x  sin x
x2 x x2 x

j2   3  1  sin x  3 cos x n2   3  1  cos x 3 sin x
 x2 x x2  x3 x x2

jl 2lxl1!! nl 2lxl11!!

x1 x1

156

Gambar 4.8: Grafik dari empat fungsi Bessel sferis pertama.
Sumber: Griffiths, 1995.

Contoh Soal:
1. Kerjakan semua hubungan komutasi kanonik untuk komponen operator r dan p:

 x, y,x, pY ,x, px , py , pz dan seterusnya.

       ri , p j   pi , rj  iij , ri , rj  pi , p j  0

Dimana indeks mewakili x, y atau z, dan rx  x, ry  y, dan rz  z,

Jawaban:

 x, y  xy  yx  0, dll. Jdi ri , rj  0

 px , py f      f       f    2  2 f  2 f   0
i x i y i y  i x  xy yx

 (dengan persamaan turunan silang), jadi pi , p j  0

157

x, pY f    x f   xf     x f  x f  f   if
i  x x i  x x 


jadi, x, pY   i juga, y, pY   i, z, pz   i.

y, px f    x f   yf     y f  y f   0 sin ce y  0. jadiy, p x   0
i  x x i x y  x 


Dan beberapa berlaku untuk komutator campuran lainnya.

Dengan demikian

   ri , p j   pi , rj  iij

2. Gunakan persamaan (3.69, 3.70, dan 3.72) untuk membangun Y00 dan Y21 . Apakah
persamaan tersebut didominasi dan ortogonal.

Jawaban:

Y00  1 p00 coz   Eq.[3.72]
4

P00 x  P0 x  Eq.[3.69]
P0 x  1  Eq.[3.70]

Y00  1
4

Y21   5 1 e i P21 cos  
4 3.2

P21 x  1 x2 d P2 x
dx

1  d 2 1 d 1 1
4.2  dx  8 dx 2 2
         P2 x 
x2 1 2 2 x2 1 2x  x2 1 x2x  3x 2 1

P21 x  1 x2 d  3 x 2  1   1  x2 3x
dx  2 2 

P21 cos   3cos sin .

Y21   15 ei sin  cos
8

Normalisasi:

158

 Y00 2 sin dd  1   sin d  2 d   1 22   1.
4  0  4
 0

15  sin 2  cos 2  sin d 2 d  15  cos 2  1  cos 2
8 04
0 0
     Y212
sin dd  sin d

2 sin dd  15  sin 2  cos 2  sin d 2 15  cos 3  cos 5   
8 0 4  3
0
  Y21 d   5 
0

2 sin dd  15  sin 2  cos 2  sin d 2 15  2 2  5  3 1
8 0 4  3 5  2 2
0
  Y21 d   

Orthogonal:

  
   
1  15   2 ei d 
4    
8    
 Y00 * Y21 sindd    sin cos sind  0
0  0
 sin3   ei
/ 3  0 /i 2 0
0 0

3. Tunjukan bahwa:

     Aln tan  2

Apakah memenuhi persamaan (3.67) umtuk l  m  0. Ini tidak dapat di terima “solusi
kedua”. Kemudian apa yang salah dari pernyataaan tersebut.

Jawaban:

d 1
2
       d
 A sec 2  2  A1  A.
tan  2 sin  2 cos  2 sin 
2

Karena itu:

d  sin d   d A  0.
d  d  d

Dengan, l  m  0, Eq.3.67 dibaca: d  sin  d   0. jadi
d  d 

  Aln tan  2 didapatkan persamaan (3.67) namun:

0  Aln0  A ;    Aln tan    Aln  A.

 2

159

 berubah  0 dan    .

4. Pertimbangkan sumur bola tak terbatas, berikut ini!

V r    0, if ra
, if ra

Jawaban:

Di luar sumur, fungsi gelombang adalah nol; di dalam sumur persamaan radial

mengatakan

d 2u  ll 1  k 2 u
dr 2
 r 2

di mana

k  2mE


seperti biasanya. Masalahnya adalah menyelesaikan persamaan ini, dengan syarat

syarat batas u(a) = 0. Kasus l = 0 mudah:

d 2u  k 2u  ur   Asinkr  B coskr
dr 2

Tapi ingat, fungsi gelombang radial sebenarnya adalah R(r) = u(r)/r, dan [cos(kr)]/r
meledak sebagai r → 0. Jadi kita harus memilih B = 0. Kondisi batas kemudian
membutuhkan sin(ka) = 0, dan karenanya ka = nл, untuk beberapa bilangan bulat n.

Energi yang diizinkan ternyata

En0  n2 22 , n  1,2,3,,
2ma2

sama seperti untuk sumur persegi tak hingga satu dimensi. Normalisasi u(r)

menghasilkan k  2mE ; penyertaan bagian sudut (konstanta, dalam hal ini, karena,


Y00  ,   1 4

dapat disimpulkan bahwa

 n00  1 sinnr / a

2a r

[Perhatikan bahwa keadaan stasioner diberi label oleh tiga bilangan kuantum, n, 1, dan

m:  nim r, ,. Energi, bagaimanapun, hanya bergantung pada n dan l: Enl] (untuk

bilangan bulat arbitrer I) tidak begitu familiar:

160

ur  Arjl kr  Brnl kr

di mana jl(x) adalah fungsi bola Bessel orde l, dan nl(x) adalah fungsi Neumann bola
orde l. Didefinisikan sebagai berikut:

jl x   xl  1 d l sin x ; nl x   xl  1 d l cos x
x dx  x dx  x
 x

Untuk contoh:

j0 x  sin x ; n0 x   cos x ;
x x

jl x   x 1 d  sin x   sin x  cos x
dx  x  x2 x
x

nl x   x 1 d  cos x    cos x  sin x
x dx  x  x2 x

dan seterusnya. Beberapa fungsi Bessel dan Neumann sferis pertama tercantum pada

Tabel 3.3. Perhatikan bahwa untuk x kecil (di mana sin x  x  x3 / 3!x5 / 5! dan

cos x 1  x2 / 2  x4 / 4!),

 j0 x  1; n0 x  1 ; jl x  x ; nl x   1 ;
x 3 x2

dll. Intinya adalah bahwa fungsi Bessel terbatas di titik asal, tetapi fungsi Neumann

meledak di titik asal. Dengan demikian, kita harus memiliki B₁ = 0, dan karenanya

Rr  Ajl kr

Tetap ada syarat batas, R(a) = 0. Terbukti k harus dipilih sedemikian rupa sehingga

jl kr  0

yaitu, (ka) adalah nol dari fungsi Bessel bola orde ke- l th . Sekarang fungsi Bessel

berosilasi (lihat Gambar 3.10); masing-masing memiliki jumlah nol yang tak terbatas.

Tapi tidak terletak pada titik masuk akal yang bagus (seperti n, atau nx, atau sesuatu);

dan harus dihitung secara numerik." Bagaimanapun, kondisi batas mengharuskan

k  1 nl
a

di mana  nl adalah nol ke-nth dari fungsi Bessel bola ke-lth. Energi yang diizinkan.

maka, diberikan oleh

Enl  2 2
2ma2 nl

dan fungsi gelombangnya adalah

161

 n m r,,  Anl jl nlr / aYlm ,

dengan konstanta Dan ditentukan dengan normalisasi. Setiap tingkat energi adalah
(2l+1) kali lipat degenerasi, karena ada (2l+1) nilai m yang berbeda untuk setiap nilai
l (lihat Persamaan 3.71).

4.2 Atom Hidrogen
Atom hidrogen terdiri dari proton berat yang pada dasarnya tidak bergerak (dapat

menempatkannya di titik asal) muatan e, bersama dengan elektron yang jauh lebih
ringan (muatan -e) yang mengelilinginya, ditahan di orbit oleh adanya gaya tarik timbal
balik antara muatan berlawanan (lihat Gambar 2.1). Dari hukum Coulomb, energi
potensial (dalam satuan SI) adalah

V r   e2 1 (4.80)

4 0 r

Maka bagian radial atom hidrogen dapat dinyatakan dengan persamaan:

 2 d 2u   2 1  2 ll  1  Eu
2m dr 2  4 0 r 2m u (4.81)
 r2 

Masalahnya adalah untuk menyelesaikan persamaan ini untuk u(r) dan menentukan
energi elektron E yang diizinkan. Kebetulan, potensial Coulomb mengakui keadaan
kontinu (dengan E > 0), menggambarkan hamburan elektron proton, serta keadaan
terikat diskrit, yang mewakili atom hidrogen, tetapi akan dibatasi pada yang terakhir
tulisan ini.

Gambar 4.11 : posisi relative antara proton dan electron
Sumber : Vani sugiono, 2015

162

4.2.1 Fungsi Gelombang Radial
Yang pertama yang harus dilakukan adalah merapikan notasi. Membiarkan

k   2mE (4.82)


(Untuk keadaan terikat, E < 0, jadi k real.) Membagi Persamaan (4.81) dengan E,
didapatkan

1 d 2u  me2 1  lkl r12 u
k2 dr 2  1 2 0 2k
kr


Ini menunjukkan bahwa:

  kr, dan 0  2 me2 , (4.83)
0 2k

Sehungga ;

d 2u    0  ll 1 (4.84)
d 2 1 
 2 u

Selanjutnya diperiksa bentuk asimtotik dari solusi. Sebuah    , istilah konstan

dalam tanda kurung mendominasi, jadi secara pendekatan;

d 2u  u
d 2

Solusi umumnya adalah

u   Ae  Be0 (4.85)

tapi e lenyap untuk (    ), sehingga B = 0. Akhirnya;

u  ~ Ae (4.86)

Untuk  besar disisi lain, karena    suku sentrifugal mendominasi maka,

d 2u  l l  1 u
d 2
2

163

Solusi umumnya adalah

u   C l1  D 1

tetapi  1 lenyap untuk (seperti    ), jadi D= 0. Maka, (4.87)

u  ~ C l1

Langkah selanjutnya adalah mengupas perilaku asimtotik, memperkenalkan fungsi baru

v :

u   el1 v (4.88)

dengan nilai harap v  akan menjadi lebih sederhana dari pada u . Indikasi pertama

tidak menguntungkan:

du   le l 1 v   dv 
d dp 


dan

d 2u  ple  2l 2   ll  1v  2l 1   dv   d 2v 
d 2  
 d d 2 

Dalam hal v , maka, persamaan radial berbunyi

d 2v   dv
d 2  2l 1    2l 1 v  0 (4.89)
d

Akhirnya, diasumsikan solusinya, v , dapat dinyatakan sebagai deret pangkat di  :

 (4.90)

v   a j j
j0

Masalahnya adalah menentukan koefisien a0 , a1, a2 , . Pendiferensial suku terhadap

suku,

   dv  
j0 j0
d
 ja j  j1  j  1 a j1 j

164

[Dalam penjumlahan kedua telah diganti nama "indeks dummy": j  j 1. Jika ini

mengganggu maka, ditulis beberapa istilah pertama secara eksplisit, dan periksa.

Mungkin bisa dikatakan bahwa jumlah sekarang harus dimulai pada  j  1, tetapi
faktor  j  1 tetap melenyapkan suku lainnya. Jadi sebaiknya dimulai dari nol].

Dilaskukan lagi diferensial, yaiyu;

  d 2v 
j0
d 2
 j j  1 a j1 j1

Memasukkan ini ke Persamaan diatas, maka diperoleh:

  
 j j 1a j1 j  2l 1 j 1a j 1 j  2 ja j  j  0  2l 1 a j  j  0
j0 j0 j0 j0

Menyamakan koefisien dari pangkat yang sama menghasilkan

j j 1 a j1  2l 1 j 1 a j1  2 ja j  0  l 1a j  0

Atau

a j1   2 j  l  1  02a j (4.91)
 j  1 j  2l

Rumus rekursi ini menentukan koefisien, dan karenanya fungsi v : dimulai

dengan a0  A (ini menjadi konstanta keseluruhan, yang akhirnya akan diperbaiki
dengan normalisasi), dan Persamaan (4.91) menghasilkan a1 untuk dimasukan
kembali, maka didapatkan a2 , dan seterusnya.

Sekarang dapat dilihat seperti apa koefisien untuk jmax (ini sesuai dengan max , di

mana pangkat yang lebih tinggi mendominasi). Dalam bagian ini rumus rekursi
mengatakan bahwa:

a j1  2j  2
j 1aj
j j  1 a j

jadi

165

a j1  2j A (4.92)
j!

Misalkan bahwa ini adalah hasil yang tepat. Kemudian

 2j j  Ae 2

v  A
j0 j!

dan karenanya

v  Al1e (4.93)

Yang lenyap di max . Eksponensial positif justru merupakan perilaku asimtotik

yang tidak diinginkan. (Bukan kebetulan bahwa itu muncul kembali di sini,
bagaimanapun yang mewakili bentuk asimtotik dari beberapa solusi untuk persamaan
radial, tidak hanya terjadi terhadap asimtot lainnya, karena tidak dapat dinormalisasi.)
Hanya ada satu jalan keluar dari masalah ini: deret harus diputus. Harus ada beberapa
bilangan bulat maksimal, jmax , sehingga

a jmax  1  0 (4.94)

(dan di luar itu semua koefisien menghilang secara otomatis). Terbukti dengan
Persamaan (4.94)

2 jmax  l  1  0  0

didefinisikan

n  jmax  l 1 (4.95)

(yang sebelumnya disebut bilangan kuantum utama), disini dimiliki

0  2n (4.96)

Tapi 0 menentukan E adalah:

En   2k2   me4 2 (4.97)
2m 8 2 02   2
0

166

jadi energi yang diperbolehkan adalah

 m  e 2  2  1 E1
  4  n2 n2
En  22 0   , n  1,2,3, (4.98)

Keteranga :
m = masa diam electron (kg)

 e = muatan electron 1,602 1019C
 0 = permivitas ruang hampa C 2 / N.m2
  = konstanta dirac 1,05461034 J.s

n = bilangan kuantum utama

a0 = jari-jari Bohr (0,0529 nm)

E1= energi electron pada keadaan dasar (J atau eV)

En = energi electron pada kulit ke-n (J atau eV)

Ini adalah rumus Bohr yang terkenal, dengan berbagai pengukuran yang sangat
penting dalam semua mekanika kuantum. Bohr memperolehnya pada tahun 1913
dengan campuran kebetulan dari fisika klasik yang tidak dapat diterapkan dan teori
kuantum biasa (persamaan Schrödinger tidak muncul sampai tahun 1924).
Menggabungkan Persamaan (4.82 dan 4.91), ditemukan bahwa

k   me2  1  1 (4.99)
4 0 2 n an

Dimana

a 4 0 2  0,529 1010 m (4.100)
me2

adalah yang disebut jari-jari Bohr. Ini mengikuti bahwa:

167

 r (4.101)
an

Jelas bahwa fungsi gelombang spasial untuk hidrogen diberi label oleh tiga bilangan
kuantum (n, 1, dan m):

 n/m r,,  Rnl rYlm ,, (4.102)

dimana

Rnl r  1   l1e v  (4.103)
r

dan v  adalah polinomial derajat jmax  n  l 1 di  , yang koefisiennya ditentukan

(sampai faktor normalisasi keseluruhan) dengan rumus rekursi

a j1   2 j  l 1 n aj (4.104)
j  1 j  2l  2

Keadaan dasar (yaitu, keadaan energi terendah) adalah kasus n  1; memasukkan nilai
konstanta fisik, yang didapatkan

 m  e2  2 
 2 4 0 
E1    13.6eV (4.105)


Terbukti energi ikat hidrogen (jumlah energi yang harus diberikan kepada elektron
untuk mengionisasi atom) adalah 13,6 eV. Gaya l  0 , dimana juga m  0 , jadi

 100 r,,   R10rY00  ,  (4.106)

Rumus rekursi terpotong setelah suku pertama dengan j  0 menghasilkan a1  0 ,

jadi v  adalah sebuah konstanta a0 dan

 R10 r  a0 er / a (4.107)
a

Normalisasi, sesuai dengan hasil yg ingin dicari, didapat:

2 a0 2  e2r / ar 2dr a
a2 4
R10 r 2dr 0
    a0 2 1

0

168

Jadi a0  2 / a . Sementara itu Y00  1/ 4 ,jadi

 100r, ,   1 er / a (4.108)
a 3

Jika n = 2 energinya adalah

E2   13.6eV  3.4eV (4.109)
4

ini adalah keadaan tereksitasi pertama atau lebih tepatnya, keadaan, karena kita dapat
memiliki 1 = 0 (dalam hal ini m = 0) atau 1 = 1 (dengan m = -1, 0, atau +1), jadi
sebenarnya ada empat keadaan berbeda yang berbagi energi ini. Jika l  0 , relasi
rekursi menghasilkan

a1  a0 (menggunakan j = 0). dan a2  0 (menggunakan j = 1).

jadi v  a0 l  , dan karenanya

R20 r   a0 1  r er / 2a (4.110)
2a  2a 

Jika l  1 rumus rekursi mengakhiri deret setelah satu suku, jadi v  adalah

konstanta, dan telah ditemukan bahwa:

 R10 r  a0 rer / 2a (4.111)
4a 2

Untuk n sembarang, nilai yang mungkin dari l adalah (4.112)
l  0,1,2,, n 1

Untuk setiap l , terdapat (2i 1) nilai yang pada m , jadi degenerasi total pada tingkat
energi En adalah

n1 (4.113)

dn   2l  1  n
l0

Polinomial v  adalah sebuah fungsi terkenal di kalangan matematikawan terapan;

selain normalisasi, dapat ditulis sebagai

169

   v 
 L2l1 (4.114)
nl1

di mana

 d  p
 dx 
Lqp p x   1p Lq x (4.115)

adalah polinomial Laguerre terkait, dan

ex  d q
 dx 
 Lq x 
ex xq (4.116)

adalah polinomial Laguerre ke  q . (Beberapa polinomial Laguerre pertama tercantum
pada Tabel 4.4; beberapa polinomial Laguerre terkait diberikan pada Tabel 4.5.
Beberapa fungsi gelombang radial pertama tercantum pada Tabel 4.6 dan diplot pada
Gambar 4.4.) fungsi gelombang hidrogen yang ternormalisasi adalah

n/m   2 3 n  l 1! er / na  2r l L2l 1  2r Yl m  ,   (4.117)
 na  2nn  l!3  na  nl 1  na

Tabel 4.1: Beberapa polynomial laguerre pertama

L0  1
L1  x  1
L2  x2  4x  2
L3  x3  9x 2 18x  6
L4  x 4 16x3  72x 2  96x  24
L5  x5  25x4  200x3  600x 2  600x  120
L6  x6  36x5  450x4  2400x3  5400x2  4320x  720

Tabel 4.2: Beberapa polynomial laguerre terkait

L00  1 L20  2
L10  x  1 L12  6x  18
L02  x 2  4x  2 L22  12x 2  96x  144
L10  1 L30  6
L11  2x  4 L13  24x  96
L12  3x 2  18x  18 L32  60x 2  600x  1200

170

   r* 2 sindrdd    nnl lll mml (4.118)
n / m nlllml

4.2.2 Spektrum Hidrogen

Spektrum hidrogen adalah susunan pancara dari atom hidrogen saaat elektronnya
melompat atau berstransisi dari tingkat energy tinggi ke rendah. Pada prinsipnya, jika
dimasukkan atom hidrogen ke dalam keadaan stasioner nlm , atom itu akan tetap di sana
selamanya. Namun, jika diubahnya sedikit (dengan tumbukan dengan atom lain,
katakanlah, atau dengan menyinari atom), maka atom tersebut dapat mengalami transisi
ke keadaan diam lainnya baik dengan menyerap energi dan bergerak ke tingkat energi
yang lebih tinggi atau dengan melepaskan energi (biasanya dalam bentuk radiasi
elektromagnetik) dan bergerak ke bawah. Dalam praktiknya, gangguan seperti itu sering
terjadi; transisi atau seperti yang kadang-kadang disebut, lompatan kuantum terus terjadi,
dan hasilnya adalah wadah hidrogen mengeluarkan cahaya (foton), yang energinya sesuai
dengan perbedaan energi antara keadaan awal dan akhir:

E  Ei  Ef  13.6eV  1  1  (4.119)
 ni2 n2f 

Sekarang menurut rumus Planck, energi foton sebanding dengan frekuensinya:

Ey = hv (4.120)

Sementara itu, panjang gelombang diberikan oleh   c , jadi
v

1  R 1  1  (4.121)
 ni2
n 2
f

di mana

R  m  e2 2  1.097 107 m1 (4.122)
4c3 4 0

R dikenal sebagai konstanta Rydberg, dan (Persamaan 4.122) adalah rumus Rydberg
untuk spektrum hidrogen. Itu ditemukan secara empiris pada abad ke-19, dan

171

kemenangan terbesar teori Bohr adalah kemampuannya untuk menjelaskan hasil ini dan

 untuk menghitung R dalam konstanta dasar alami. Transisi ke keadaan dasar n f  1

diultraviolet, dikenal spektroskopi sebagai deret Lyman. Transisi ke keadaan tereksitasi

 pertama n f  2 jatuh di daerah yang terlihat, mereka dibentuk deret Balmer. Transisi
 ke n f  3 (deret Paschen) berada dalam inframerah, dan seterusnya (lihat Gambar

4.12). (Pada suhu kamar, sebagian besar atom hidrogen berada dalam keadaan dasar;
untuk mendapatkan spektrum emisi, diharus terlebih dahulu memompanya ke berbagai
keadaan tereksitasi;

Gambar 4.12 : Tingkat energi dan transisi dalam spektrum hidrogen.
Sumber : Griffiths,1995

Contoh Soal:
1. Tentukan fungsi gelombang radial R30, R31, dan R32 menggunakan rumus

c j1  2 j  l 1 n
 j 1 j  2l  2 c j

Dan dinormalisasikan

Jawaban:

172

R30 n  3, l  0 : v  j0 c j p j

 c1  21 3  2c0
12 c0

c2  22  3   1 c1  2 c0
23 c1 3 3

c3  23  3  0
34 c2

 r
3a

 R30  1 e v   1 r er / 3a   2c0 r  2 c0  r  2 
r r 3a c0 3a 3  3a  
 

 c0 1  2  r  2  r  2 
 3a  3  a  27  a 
R30   e  r / 3a

 

R31n  3,l  1

 c1  22  3   1 c0
14 c0 2

c2  23  3  0
25 c1

1  r  2  1 r   c0 r 1 1  r er / 3a
r 3a   2 3a   9a 2  6 a
 R31  e r / 3a c0  c0  

R32n  3,l  1

 c1  23  3  0
16 c0

1  r 3 er / 3a  c0 r 2e r / 3a
ra  27a 3 
   
R32 c0

2. Sebuah atom hidrogen terdiri dari satu electron yang mengorbit inti dengan Z proton (Z
= 1 akan menjadi hidrogen itu sendiri, Z = 2 adalah ion terionisasi, Z = 3 adalah litium
terionisasi ganda, dan sebagainya) tentukan energy Bohr En (Z), energi ikat Er (Z), jari-
jari Bohr a (Z), dan konstanta Rydborg R (Z) untuk atom hidrogen. Berikan jawabanmu
dimana dalm spectrum elektromagnetik deret Lyman akan jatuh, untuk Z = 2 dan Z = 3.?

Jawaban:

En Z   Z 2 En ; E1Z   Z 2 E1 ; aZ   a / Z ; RZ   Z 2 R

173

Garis Lyman berkisar dari ni  2 sampai ni   (dengan n f  1); panjang gelombang
berkisar dari

1  R1 1   3 R  2  4 ke 1  R1 1   3 R  1  1
2  4 4 3R 1   4 R

Untuk Z = 2 :

1 1 2,28 108 m 1 3,04 108 m
4R 4 1,97 107 3R
 1   ke 2  ultraviolet

Untuk Z = 3 :

2 1  1,01108 m ke 2 4  1,35 108 m juga ultraviolet
9R 27R

3. Berapa nilai r yang paling mungkin pada kedaan hidrogen? (jawaban bukan nol)

Jawaban:

1 p   2 4r 2dr  1 e2r / a r 2dr  p r dr p r  1 r 2e2r / a
a 3 a3 a3
   v 
er / a ; ;

dp  4 2re2r / a  r 2   2 2r / a   8r e2r / a 1  r   0  r  a
dr a3  a a3  a
e

4. Berapa nilai energy dari electron yang dimiliki atom hidrogen pada orbit ke-5?

Jawaban:
Nilai eigen pada tingkat orbit tertantu dapat diketahui dengan

En   RH   2,179 1018 J  8,7 1020 J
n2 52

5. Berapa nilai panjang gelombang maksimum pada deret Lyman (kondisi hampa udara)/

Jawaban:

1  R 2  1  1 
  n'2 n2  denagan
n’ = 1

174

Sehingga panjang gelombang maksimum akan terjadi ketika transisi terdekat, yakni dari
n = 2 ke n = 1.

1  1,097  10 7 m 1  1  1 
  12 22 

  121,5nm

4.3 Momentum Sudut

Momentum sudut secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu momentum

benda yang melakukan rotasi atau berputar. Momentum sudut atau pusat sudut

secara intuitif mengukur seberapa besar momentum linier yang diarahkan disekitar

titik tertentu atau sering disebut titik pusat. Dalam mekanika klasik, momentum

sudut partikel diberikan oleh persamaan

L = r x p, (4.123)

Untuk memperoleh hasil kali silang dari jari-jari sumbu putar (r) dengan momentum

linier (p) nya dapat menggunakan determinan matrik sebagai berikut:

Lx  iˆ ˆj kˆ
L 
y   x y z (4.124)

Lz  px p y pz

Dari persamaan (4.124) diperoleh tiga persamaan momentum sudut pada sumbu
putar (r) sebagai berikut:

Lx  ypz  zpy , Ly  zpx  xpz , dan Lz  xp y  ypx , (4.125)

Operator momentum untuk koordinat kartesian diperoleh:

pˆ  i iˆ   ˆj   kˆ   (4.126)
x y z

Kemudian disubsitusikan persamaan (4.126) ke persamaan (4.124):

Lx  iˆ ˆj kˆ

 L y   x y z (4.127)
  i  i   i  175
 L z  
 y z
x

Operator kuantum yang sesuai diperoleh dari persamaan (4.127) adalah sebagai
berikut:

Lx  y  i d   z  i d   i y   z      y   z   (4.128)
 dz  dy z y i z y

Ly  z  i d   x  i d   i z  x      z  x   (4.129)
 dx   dz   x z  i x z 

Lx  x  i d   y  i d   i x   y      x   y   (4.130)
dy  dx  y x i y x

Catatan: ix  i  1
i 1
i

Maka didapatkan operator momentum koordinat kartesian sebagai berikut:

Lˆ  iiˆ y   z    ˆj z   x    kˆ x   y   (4.131)
z y  x z  y x

Setelah mendapatkan operator momentum koodinat kartesian selanjutnya dicari
operator momentum dalam koordinat bola sebagai berikut:

pˆ  i rˆ   ˆ 1   ˆ 1   (4.132)
r r  r sin 

Kemudian disubsitusikan persamaan (4.132) ke persamaan (4.123) :

Lˆ  rrˆxpˆ

Lˆ  irrˆx rˆ   ˆ 1   1  
r r  r sin 
(4.133)

   Lˆ i  rˆxˆ  rˆxˆ 1  
 rrˆxrˆ r    sin  

Diketahui bahwa rˆxrˆ  0 , rˆxˆ  ˆ dan rˆxˆ   , maka diperoleh persamaan
(4.133) manjadi:

176

Lˆ  iˆ   ˆ 1   (4.134)
 sin  

Pada bagian sebelumnya diketahui bahwa ˆ dan ˆ diperoleh persamaan:

ˆ  cos cosiˆ  cos sinˆj  sinkˆ (4.135)

ˆ  siniˆ  cosˆj (4.136)

Lalu disubsitusikan persamaan (4.135) dan persamaaan (4.136) ke persamaan
(4.134):

Lˆ  iˆ   ˆ 1  
 sin  

   Lˆ  i iˆ  sin   1 
ˆj cos   iˆ cos cos  ˆj cos sin  kˆ sin sin   

     iˆ cos  cos  1  ˆj cos sin 
iiˆ  sin      sin   
Lˆ   ˆj cos   
  1  kˆ sin 1  
  sin    sin 


Lˆ  iiˆ  sin   ˆj cos     iˆ cos cos    ˆj cos sin    kˆ sin  
   sin   sin   sin  

Lˆ  i  iˆ  sin   ˆj cos    iˆ cot  cos    ˆj cot  sin    kˆ.1.  
     

Lˆ  iiiˆ  sin   iˆ cot cos   ˆj cos   ˆj cot  sin    kˆ 
     

Lˆ  iiiˆ  sin   cot  cos     ˆj cos    cot  sin     kˆ  
     


Lˆ  iiiˆˆjcossin   cot  cos    kˆ   (4.137)
  cot  sin      177

  
 

Catatan: cot  1  cos
tan sin

Didapatkanlah operator momentum sudut kooedinat bola sebagai berikut:

Lx  i  sin   cos cot   cos cot   (4.138)
  

Ly  i cos    sin cot   (4.139)
  (4.140)

Lx  i 


Setelah operator Lx , Ly dan Lz diperoleh maka selanjutnya dapat dicari nilai
eigen dan fungsi eigen .

4.3.1 Nilai Eigen

Lx dan Ly berifat tidak bolak-balik (tak komutatif), dimana:

[Lx , Ly ]  Lx Ly  Lx Ly  0 (4.141)

Dalam menganalisis [Lx , Ly ] dioperasikan fungsi pengujian f(x, y, z) terhadap
[Lx , Ly ] :

   z       x   f   z       
 i  z y x z   x z z y 
[Lx , Ly ] f  y  z z  x y  z f 

   2    z f   y   x f   z   y f   z   z f  
 i  y z   x    z   z    y  y   x  y 
[Lx , Ly ] f     
 x z f z z f x y f x z f 
 z y x y z z z y 

[Lx , Ly ] f     2  y f  yz 2 f  yx 2 f  z2  2 f  zx  2 f 
 i    x zx z 2 yx yz 
 2 f 2 f 2 f 
 zy xz  z2 xy  xy z z  x f  xz 2 f 
y zy

Semua suku berpasangan (berdasarkan persamaan turunan silang) kecuali dua:

[Lx , Ly ] f     2  y   x   f  iLz f
 i  x y

178

dan oleh karena Lz  i y f  x f  dapat disederhanakan hasil akhirnya menjadi:
 x y 


[Lx , Ly ] f  iLz f (4.142)

Maka diproleh:

[Lx , Ly ]  [Lx , Ly ]  iLz (4.143)

dengan permutasi siklis dari indeks, berikut juga bahwa

[Ly , Lz ]  iLx dan [Lz , Lx ]  iLy (4.144)

Dari hubungan komutasi fundamental ini, seluruh teori momentum sudut dapat

disimpulkan.

Terbukti Lx, Ly dan Lz, adalah observabel yang tidak kompatibel. Menurut
prinsip ketidakpastian umum:

 2 2   1 iLz 2  2 Lz 2
Lx Ly  2i 4

atau

 Lx Ly   Lz (4.145)
4

Oleh karena itu dapat dicari hubungan komutatif antara L2 dan L diperoleh
sebagai berikut:

 L2 , L  L2 L  L L2 (4.146)

 Jika L2 , L  L2 L  L L2  0 , jadi dapat diporeh hubungan pada keduanya

berisfat komutatif dan L2 L  L L2

Untuk mencari keadaan yang secara simultan merupakan fungsi eigen dari Lx
dan dari Ly. Di sisi lain, kuadrat dari total momentum sudut diperoleh:

L2  L2x  L2y  L2z (4.147)

179

Melakukan pengujian dengan Lx: (4.148)

[L2 , Lx ]  [L2x , Lx ]  [L2y , Lx ]  [L2z , Lx ]
[L2 , Lx ]  Ly [Ly , Lx ]  [Ly , Lx ]Ly  Lz [Ly , Lx ]  [Ly , Lx ]Lz

 [L2 , Lx ]  Ly  iLz    iLz Ly  Lz iLy  iLz Lz

[L2 , Lx ]  0

Diikuti L2 juga dilakukan pengujian dengan Lx dan Ly:

[L2, Lx ]  0 , [L2, Ly ]  0 ,

atau, lebih tepatnya,

[L2, L ]  0 (4.149)

Jadi L2 kompatibel dengan setiap komponen L, dan dapat diharapkan untuk
menemukan keadaan eigen simultan dari L2 dan (katakanlah) Lz:

L2 f  f Da Lz f  f (4.150)

Kemudian akan digunakan teknik operator tangga, sangat mirip dengan yang

diterapkan pada osilator harmonik di Bagian 2.3.1, maka:

L  Lx  iLy (4.151)

Komutatornya dengan Lz adalah
[Lz , L ]  [Lz , Lx ]  i[Lz , Ly ]  iLy  i(iLx )  (Lx  iLy )

jadi [Lz , L ]  L (4.152)
Dan tentu saja,

[L2, L ]  0 (4.153)

Bahwa jika f adalah fungsi aneigen dari L2 dan Lz, juga adalah L± f. Untuk

Persamaan (4.153) diperoleh: (4.154)

 L2L f   L L2 f  Lf   L f 

jadi L± f adalah fungsi eigen dari L2, dengan nilai eigen yang sama λ, dan Persamaan
4.135) mengatakan

180

Lz L f   L Lz  Lz L  f  L Lz f  L f  L f  (4.155)
Lz L f     L f 

Jadi L± f adalah fungsi eigen dari Lz. dengan nilai eigen baru    . L+, disebut
operator “menaikkan” karena menaikkan nilai eigen Lz, sebesar  , dan L- disebut
operator “menurunkan” karena menurunkan nilai eigen sebesar  .

Gambar 4.3 : “tangga” sudut kedaan momentum
Sumber: Griffiths,1995.

Untuk nilai yang diberikan λ, maka, diperoleh "tangga", dengan masing-masing
"anak tangga" dipisahkan dari tetangganya oleh satu unit  dalam nilai eigen Lz
(lihat Gambar 4.3). Untuk menaiki tangga diharapkan operator pengangkat, dan
untuk turun, operator penurun, Tapi proses ini tidak bisa berlangsung selamanya:
Akhirnya akan dicapai keadaan di mana komponen z lebih total, dan itu tidak
mungkin. Jadi harus ada “anak tangga teratas”, ft sehingga:

L ft  0 (4.156)

l menjadi nilai eigen dari Lz, pada anak tangga teratas ini (kesesuaian huruf l
kadang-kadang disebut bilangan kuantum azimuth akan muncul lagi):

Lz ft  lf ; L2 ft  ft (4.157)

181

Sekarang menjadi:

    L L  LiLY Lx  iLy  L2x  L2y  i Lx Ly  Ly Lx

L L  L2  L2z  iiLz 

atau sebaliknya, L2  L L  L2z  Lz (4.158)
Oleh karena itu

   L ft  L  L  L2z  Lz ft  0  2l 2  2l ft  2ll 1 ft

dan karenanya diperoleh:

  2ll 1 (4.159)

Ini nilai eigen dari L2 dalam hal nilai eigen maksimum Lz. Sementara itu, ada

juga anak tangga terbawah, fb sehingga: (4.160)
L – fb, =0.

Misalkan l adalah nilai eigen dari Lz, pada anak tangga terbawah ini:

Lz fb  l fb; L2 fb  fb; (4.161)

dengan menggunakan Persamaan (4.158), diperoleh:

     L2 fb  LL  L2z  Lz fb  0  2l 2  2l fb  2l l 1 fb

dan maka dari itu .

  2l l 1 (4.162)

Membandingkan Persamaan (4.158) dan persamaan (4.161), dilihat bahwa

 ll 1  l l 1 , jadi l  l 1 (yang tidak masuk akal anak tangga bawah lebih

tinggi dari anak tangga atas), atau yang lain

l  1. (4.163)

Terbukti nilai eigen dari Lz adalah m , di mana m (kesesuaian huruf ini juga
akan segera jelas) dimulai dari –l ke –l dalam N langkah bilangan bulat. Secara
khusus, berikut ini l = -l + N, dan karenanya l  N , jadi l harus berupa bilangan

2
bulat atau setengah bilangan bulat. Fungsi eigen dicirikan oleh bilangan l dan m:

182

di mana  L2 flm  2l l  1 flm; Lz flm  mflm (4.164)
(4.165)
l  0,1/ 2,1,3/ 2,; m  l,11,,l 1,l.

Untuk nilai l yang diberikan, ada 2l + 1 nilai m yang berbeda m (i.e., 2l + 1
"anak tangga" pada "Jadder"). Dengan cara aljabar murni, dimulai dengan hubungan
komutasi mendasar, telah ditentukan nilai eigen dari L2 dan Lz tanpa pernah melihat
fungsi eigen itu sendiri! Sekarang beralih ke masalah membangun fungsi eigen.
Intinya sebelum dimulai: f1m  Y1m fungsi eigen dari L2 dan Lz, tidak lain adalah
harmonik bola lama, yang ditemukan sangat berbeda di Bagian 3.1.2 (itulah
sebabnya dipilih huruf l dan m).

4.3.2 Fungsi Eigen

Pertama-tama kita perlu ditulis ulang Lˆx , Lˆy dan Lˆz dalam koordinat bola.

 Sekarang Lˆ   / i r  ˆ , dan gradien, dalam koordinat bola, adalah

ˆ  rˆ   ˆ 1  ˆ 1  ;
r r r sin 

sedangkan rˆ  rrˆ , jadi

   Lˆrrˆ   1 
 i  rˆ r  rˆ ˆ   rˆ ˆ sin   

   Tapi rˆ  rˆ  0, rˆ ˆ  ˆ , dan rˆ ˆ  ˆ (lihat Gambar 4.1), dan karena

Lˆ   ˆ   ˆ 1   (4.166)
i  sin   

Vektor satuan ˆ danˆ dapat diselesaikan menjadi komponen Cartesiannya:

ˆ  cos cosiˆ  cos sinˆj  sin kˆ (4.167)
183

ˆ  siniˆ  cosˆj (4.168)

Dengan demikian

   Lˆ  1 
 i   siniˆ  cosˆj   cos cosiˆ  cos sinˆj  sinkˆ sin   

Ternyata,

Lˆx     sin   cos cos   (4.169)
i   (4.170)

Lˆ y     cos   sin cos   (4.171)
i  

dan

Lz     
i 

dibutuhkan juga operator naik dan turun:

Lˆ  Lˆx  iLˆy    sin  i cos    cos  i sin cot 
i  


Tapi cos  i sin   e  , jadi

Lˆ  e /    i cot    (4.172)
 

Selanjutnya, sekarang dalam posisi untuk menentukan f m  ,   (untuk saat ini
l

subskrip dan superskrip akan dihilangkan). Ini adalah fungsi eigen dari Lˆz , dengan

nilai eigen m :

Lz f     mf
i 

jadi (4.173)

f  g eim

184

[Di sini g  adalah konstanta integrasi, sejauh  berkaitan, tetapi masih dapat

bergantung pada  ]. Dan f juga merupakan fungsi eigen dari Lˆ2 (yang akan ditulis

dalam bentuk Lˆ dan Lˆ2 , dengan nilai eigen 2ll 1:

 L2 f  L L _ L2z  Lz f

   i cot    f f  2 f  2 f 
     2 i 
 L2 f
 e i  e i  i cot   2

L2 f   2ll  1 f

Tetapi mengingat, f /   eim dg dan f /   imeim g , jadi

       dg mg cot   
ei   i cot   eim1  d   m2 geim  mgeim

 eim  d  dg  mg cot    m 1cot   dg  mg cot    mm  1g 
d  d  d 


 ll 1geim

eim ditiadakan, lalu

 d2 dg dg
d 2 m d cot   mg csc2   m 1cot  d  mm 11 cot 2  g

  d2g  cot  dg  m2g  ll  1g
d 2 d

atau, dikalikan dengan  sin2  :

sin2  d2g  sin cos dg  m2 g  ll 1sin2 g
d 2 d

 Ini adalah persamaan diferensial untuk g  ; itu dapat ditulis dalam bentuk

yang lebih dikenal:

 sin d  sin  dg   ll
d  d  1sin2   m2 g  0 (4.174)

185

Tetapi ini justru persamaan untuk bagian yang bergantung  ,Yim,.

 Sementara itu, bagian  yang bergantung dari f (yaitu, eim ) identik dengan   ,

Kesimpulan: Harmoni bola adalah fungsi eigen (dinormalisasi) dari L2 dan Lz.
Ketika dipecahkan persamaan Schrédinger dengan pemisahan variabel, di

Bagian 4.1,secara tidak sengaja membangun fungsi eigen simultan dari tiga operator
berkomutasi H, L2 dan Lz :

H  E, L2  2ll 1, Lz  m (4.175)

Tetapi ada satu masalah yang aneh, karena teori aljabar momentum sudut

memungkinkan l (dan juga m) untuk mengambil nilai bilangan bulat, sedangkan

metode analitik menghasilkan fungsi eigen hanya untuk nilai bilangan bulat.

4.4 Spin

Dalam mekanika klasik, benda benda tegar memiliki dua jenis momentum
sudut: orbital (L = r x p), terkait dengan gerak pusat massa, dan spin (S = lw). Terkait
dengan gerak terhadap pusat massa. Misalnya, bumi memiliki momentum sudut
orbit yang disebabkan oleh revolusi tahunannya mengelilingi matahari, dan
momentum sudut berputar yang berasal dari rotasi hariannya terhadap sumbu utara-
selatan. Dalam konteks klasik, perbedaan ini sebagian besar merupakan masalah
kenyamanan, karena ketika akan sampai ke sana, S tidak lain adalah jumlah total dari
momentum sudut "orbital" dari semua batu dan gumpalan tanah yang membentuk
bumi, saat akan melingkari sumbu. Tetapi hal yang serupa terjadi dalam mekanika
kuantum, dan di sini perbedaannya sangat mendasar. Selain momentum sudut
orbital. terkait (dalam kasus hidrogen) dengan gerakan elektron di sekitar inti (dan
dijelaskan oleh harmonik bola), elektron juga membawa bentuk lain dari momentum
sudut, yang tidak ada hubungannya dengan gerakan di ruang angkasa (oleh karena

itu, dijelaskan oleh sembarang fungsi dari variabel posisi r,, ) tetapi yang agak

analog dengan putaran klasik (dan untuk itu, digunakan kata yang sama). Tidak ada
gunanya menekan analogi ini terlalu jauh: Elektron (sejauh yang diketahui) adalah
partikel titik tak berstruktur, dan momentum sudut spinnya tidak dapat diuraikan
menjadi momentum sudut orbital bagian-bagian penyusunnya. Cukuplah untuk
mengatakan bahwa partikel elementer membawa momentum sudut intrinsik (S) di
samping momentum sudut "ekstrinsik" (L).

186

Teori aljabar spin adalah salinan karbon dari teori momentum sudut orbital,
dimulai dengan persamaan komutasi dasar:

     Sˆx , Sˆy  iSˆz , Sˆy , Sˆz  iSˆx , Sˆx , Sˆy  iSˆz (4.176)

Maka (seperti sebelumnya) bahwa vektor-vektor eigen dari Sˆ 2 dan Sˆ2
memenuhipersamaan berikut:

Sˆ2 sm  2ss 1 sm ; Sˆz sm  m sm (4.177)

dan

Sˆ sm   ss 1  mm 1 sm 1 (4.178)

Dimana Sˆ  Sˆx  iSˆy , Tapi kali ini vektor eigennya juga bukan harmonik bola (itu

bukan fungsi dari  dan  sama sekali), dan tidak ada alasan prioritas untuk

mengecualikan nilai setengah bilangan bulat dari s dan m:

s  0, 1 ,1, 3 ,; m  s,s 1,, s 1, s. (4.179)
22

Kebetulan setiap partikel elementer memiliki nilai s yang spesifik dan tidak

dapat diubah, yang disebut spin jenis tertentu itu: pi mesons memiliki spin 0; elektron

13
memiliki spin ; foton memiliki spin 1; delta memiliki spin ; graviton memiliki

22

spin 2; dan seterusnya. Sebaliknya, bilangan kuantum momentum sudut orbital l

(untuk elektron dalam atom hidrogen, katakanlah) memiliki nilai (bilangan bulat)

berapapun yang diragukan, dan dapat berubah dari satu ke yang lain ketika sistem

diganggu. Tetapi s adalah tetap, untuk setiap partikel tertentu, dan ini membuat teori

spin relatif sederhana.

4.4.1 Spin 1

2

Sejauh ini permasalahan yang paling penting adalah s  1 , karena ini adalah
2

spin partikel yang menyusun materi biasa (proton, neutron, dan elektron), serta

187

semua quark dan semua lepton. Selain itu, untuk memahami spin 1 , itu adalah
2

masalah sederhana untuk menentukan formalisme spin yang lebih tinggi. Hanya ada
dua eigenstates: 1 1 , yang disebut spin up (secara informal,  ), dan 1   1  ,

2 2 2 2
yang disebut spin down (  ). Dengan menggunakan ini sebagai vektor basis,
keadaan umum partikel spin  1 dapat dinyatakan sebagai kolom dua elemen matrix

2
dua kolom (atau spinor), yaitu:

X   a   aX   bX  (4.180)
b

dengan

X   1  (4.181)
0

diwakili spin up, dan

X   10 (4.182)

untuk spin ke bawah. Sementara itu, operator spin menjadi matriks 2 x 2, yang dapat

dikerjakan dengan mencatat efeknya pada X  dan X; Persamaan (4.176)

mengatakan

Sˆ 2 X   3 2 X  ; Sˆz X    X ; Sˆz X    X  i; Sˆz X     X  i; (4.183)
4 2 2 2

dan (Persamaan 5.37) memberikan (4.184)
SˆX    X  ; SˆX    X  ; SˆX   SˆX   0

Sekarang, Sˆ  Sˆx  iSˆy , jadi

   Sˆx1 1
 2 Sˆ  Sˆ dan Sˆ y  2t Sˆ  Sˆ (4.185)

dan berikut ini

SˆxX    X ; SˆxX    X ; SˆyX     X ; SˆyX    X ; (4.186)
2 2 2i 2i

188

Jadi

S2  3  2  1 0 ; S  00 10 ; S   0 0  (4.187)
4 0 1 1 0

ketika

Sx    0 10; Sy    0 i ; Sz    1 01; (4.188)
2 1 2 i 0 2 0

Sedikit lebih rapi, bagi factor dengan  / 2 : S   / 2 , dimana

 x  10 10;  y  0i i ; z  10 01; (4.189)
0

Ini adalah matriks spin Pauli yang terkenal. Perhatikan bahwa S x , S y , S z dan S2

semuanya Hermitian (sebagaimana seharusnya, karena maupun observabel

wakilan). Di sisi lain, S+ dan S- bukan Hermitian ternyata bukan observabel.

Eigenspinor dari Sz , adalah (tentu saja)

X   1 , eigenvalue   ; X  10,  eigenvalue   ; (4.190)
0  2  2

Jika Sz diukur, pada sebuah partikel dalam keadaan umum X persmaan

 a 2, atau 
(4.179),bias didapatkan , dengan probabilitas , dengan probabilitas
22

|b|2. Karena ini adalah satu-satunya kemungkinan,

a2  b2 1 (4.191)

(yaitu, spinor harus dinormalisasi).

Tetapi bagaimana jika, sebaliknya, dilakukan mengukur Sx ? Apa hasil yang

mungkin, dan apa probabilitas masing-masing? Menurut interpretasi statistik umum,

perlu diketahui nilai eigen dan eigenspinor dari Sx persamaan karakteristiknya

adalah:

 /2  0  2    2    
/2   2  2

Tidak heran, kemungkinan nilai untuk Sx sama dengan nilai untuk S z .
Eigenspinor diperoleh dengan cara biasa:

189

  10 10            ;
2 2

jadi    . Terbukti eigenspinor (dinormalisasi) dari Sx adalah

 1   eigenvalue  ;  1  eigenvalue   ;
x   ,  2  x   2 ,  2
X  2   X  1  (4.192)
 1   

 2  2 

Sebagai vektor eigen dari matriks Hermitian, dapat menjangkau ruang; spinor
generik X dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier:

X   a b  X x   a b  X x  (4.193)
 2   2 
 

 1 a  b 2 , dan peluang
Jika diukur Sx, peluang mendapatkan adalah
2 2

mendapatkan  1 ab2.
adalah ( )
22

4.4.2 Elektron dalam Medan Magnet

Partikel bermuatan yang berputar membentuk dipol magnet. Momen dipol

magnetnya  sebanding dengan momentum sudut spinnya S:

  S; (4.194)

konstanta kesebandingan  disebut rasio gyromagnetic. Ketika dipol magnet
ditempatkan dalam medan magnet B, maka akan mengalami torsi,   B , yang
cenderung sejajar dengan medan (seperti jarum kompas). Energi yang terkait dengan
torsi ini adalah:

H  .B (4.196)

jadi Hamiltonian dari partikel bermuatan yang berputar, dalam keadaan diam dalam
medan magnet B, menjadi:

190

H  B.S (4.197)

dimana S adalah matriks spin yang sesuai Persamaan (4.187), dalam kasus spin 1/2).

4.4.3 Penambahan Momenta Sudut
Misalkan sekarang telah dimiliki dua partikel spin ½ misalnya, elektron dan

proton dalam keadaan dasar hidrogen. Masing-masing bisa memiliki spin up atau
spin down, jadi semuanya ada empat kemungkinan.

, , , , (4.198)

di mana panah pertama menunjukkan elektron dan panah kedua menunjukkan
proton. Pertanyaan: Berapakah momentum sudut total atom tersebut? Maka:

S  S 1  S 2 (4.199)

Masing-masing dari empat keadaan komposit adalah keadaan eigen dari Sz
komponen z cukup menambahkan

     Sz X1X 212 1 2
S S X1X 2  S X 1 X2  X1 S X 2
z z z z

S z X1 X 2  m1 X1 X 2  X1 m2 X 2   m1  m2 X1 X 2 ,

[perhatikan bahwa S 1 hanya bekerja pada X1 , dan S 2 hanya bekerja pada X 2 ].
Jadi m (bilangan kuantum untuk sistem komposit) hanya m1  m2 ;

: m  1;
: m  0;
: m  0;
: m  1.

Sekilas, ini tidak terlihat benar: m seharusnya maju dalam langkah bilangan bulat,
dari -s ke +s, jadi tampaknya s  1 tetapi ada status tambahan dengan m = 0. Salah
satu cara untuk menyelesaikannya masalah ini adalah menerapkan operator turun S
= S+S ke bagian lain, menggunakan (Persamaan 5.44):

     S _  1  2 
S  S
_ _

S _         ,

191

Ternyata ketiga keadaan dengan s  1 adalah (dalam notasi sm ):

 11   
 1   
 10  s  1(triplet ) (4.200)

 2
 11   

Ini disebut kombinasi triplet, karena alasan yang jelas. Sementara itu, keadaan
ortogonal dengan m = 0 mengarah ke s = 0:

  1  

 00
   s  0 (singlet) (4.201)
2 

(Jika diterapkan operator naik atau turun ke keadaan ini, maka akan mendapatkan
hasil nol).

1
Kemudian, kombinasi dua partikel spin dapat membawa spin total 1 atau 0,

2
tergantung pada apakah dapat menempati konfigurasi triplet atau singlet. Untuk
mengkonfirmasi hal ini, perlu dibuktikan bahwa keadaan triplet adalah vektor eigen
dari S² dengan nilai eigen 2ħ² dan singlet adalah vektor eigen dari S² dengan nilai
eigen 0. Sekarang

   S 2  S 1  S 2  S 1  S 2  (S 1 )2  (S 2 )2  2S (S1  S 2. (4.202)

Dengan menggunakan (Persamaan 5.43 dan 5.46), yang dimiliki

 S 1  S 2  1 )  2  )  1 )  2  )  1 )(S 1 )
 (S ( S (S ( S ( S
x x y y z z

 S 1  S 2          i   i        
 2  2   2  2   2  2 

 S 1  S 2    2 (2   ).
4

Demikian pula,

 S 1  S 2    2 (2   ).
4

Berikut ini

192

S 1  S 2 00  2 1 (2    2   )   00 . (4.203)
42 4

dan

S 1  S 2 00  2 1 (2    2   )  32 00 . (4.204)
42 4

Kembali ke Persamaan (4.202) (dan lagi menggunakan Persamaan (4.183), dapat
disimpulkan bahwa:

 3 2  3 2 2 
4 4 4
S 2 10   2 10  2 2 10 (4.205)

Jadi 10 merupakan keadaan eigen dari S² dengan nilai eigen 22 dan

 3 2 3 2 3 2 
4 4 4
S 2 00    2 00 0 (4.206)

Jadi 00 adalah keadaan eigen dari S 2 dengan nilai eigen 0. (akan diarahkan
untuk dikonfirmasi bahwa 11 dan 11 adalah keadaan eigen dari S², dengan nilai
eigen yang sesuai).

11
Apa yang harus diselesaikan (menggabungkan spin dengan spin untuk

22
mendapatkan spin 1 dan spin 0) adalah contoh paling sederhana dari masalah yang

lebih besar: Jika digabungkan spin s1 , dengan spin berapa total putaran yang bisa

didapatkan? Jawabannya adalah akan didapatkan setiap putaran dari s1  s2  turun
ke s1  s2  atau s2  s1 , jika s2  s1  dalam langkah bilangan bulat:

s  s1  s2 , s1  s2 1, s1  s2  2,, s1  s2 (4.207)

(Secara kasar, putaran total tertinggi terjadi ketika masing-masing putaran sejajar
satu sama lain, dan terendah terjadi ketika mereka antiparalel.) Misalnya, jika
dikemas bersama partikel spin 3 dengan partikel spin 2, bisa didapatkan spin total

2

193

7 , 5 , 3 , atau 1 , tergantung pada konfigurasinya. Contoh lain: Jika atom hidrogen
222 2

1
dalam keadaan momentum sudut bersih elektron (spin plus orbital) adalah l + atau

2

1
l - ; jika sekarang dimasukkan spin proton, bilangan kuantum momentum sudut

2

total atom adalah l + 1, l, atau l - 1 (dan l dapat dicapai dengan dua cara berbeda,

11
tergantung pada apakah elektron saja yang berada di l + konfigurasi atau l -

22

konfigurasi).

Keadaan tertentu sm adalah dengan total spin s dan z komponen m akan
menjadi beberapa kombinasi linier dari keadaan komposit S1m1 S2m2 :

sm  C S m S mS1S2S
m1m2m 1 1
22

m1 m2 m (4.208)

(karena komponen z ditambahkan, satu-satunya keadaan komposit yang
berkontribusi adalah yang m1  m2  m ). Contonya persamaan (4,199 dan 4.200)
adalah kasus khusus.

Dari bentuk, s1  s2  1/ 2 (digunakan notasi informal  11 ,  1   1  
22 2 2

. Konstanta tersebut C S1S2S disebut koefisien Clebsch-Gordan. Beberapa kasus yang
m1m2m

paling sederhana tercantum dalam Tabel 5.1. Misalnya, kolom yang diarsir dari tabel

2 x 1 memberi tahu, bahwa

21  1 22 11  1 21 10  1 20 11
3 62

Tabel 4.4: Koefisien Clebsch-Gordan. (Tanda akar kuadrat dipahami selamanya masuk:
tanda minus, jika ada, keluar dari akar.

194


Click to View FlipBook Version