The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by handojo.e, 2022-12-02 11:06:39

Goresan Hati - Izack Yusuf Sipasulta

Goresan Hati - Izack Yusuf Sipasulta

Keywords: goresanhati,izackyusufsipasulta

Aku Berubah

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu...” (Roma 12: 2).

Aku tahu,
Tidak mudah mengubah orang menjadi baik
Tetapi aku dapat menjadi pribadi yang baik bagi orang

Aku sadar,
Tidak dapat memaksa orang bersikap ramah
Tetapi aku dapat menjadi pribadi yang ramah bagi orang

Aku mengerti,
Tidak dapat memaksa orang lain memaafkan
Tetapi aku dapat menjadi contoh dalam memaafkan

Aku tahu,
Tidak mudah mengubah dunia agar mampu mengasihi
Tetapi aku akan terus belajar mengasihi

Tuhan,
Mampukan aku mewarnai dunia ini
Dengan Kasih-Mu
Cinta-Mu

Agar dunia mampu mengasihi sesama
Dan mengasihi-Mu
Jadikan hidupmu inspirasi bagi banyak orang

92


Kau Sesamaku

Kau menyebutku teman
Tapi kau biarkan aku mati kelaparan
Kau memanggilku kawan
Tapi kau biarkan aku mati kehausan
Kau menyapaku sahabat
Tapi kau biarkan aku mati kedinginan
Kau menyebutku saudara
Tapi kau biarkan aku mati terinjak
Kau katakan aku sesama
Tapi kau tak pernah ada untukku
Kau hidup untuk dirimu sendiri
Teman,
Ingatlah hidup ada batasnya
Maaf jika nanti kau menyapaku
Dan aku tidak mengenalmu

”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak
kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu
tidak melakukannya juga untuk Aku” (Matius 25:45)

93


Aku Hanya Hamba

Aku pikir
Aku yang paling Hebat
Aku yang paling Pintar
Aku yang paling Kuat
Aku yang paling Mampu
Aku yang paling Perkasa
Aku yang paling berarti
Allah pasti memilih orang seperti aku

Ternyata aku salah

Allah memilih
Dia yang tidak merasa Hebat
Dia yang tidak merasa Pintar
Dia yang tidak merasa Kuat
Dia yang tidak merasa Mampu
Dia yang tidak merasa Perkasa
Dia yang tidak merasa dirinya berarti

Allah ingin aku menyadari
Aku hanya hamba
Bukan tuan

“Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan
orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih
Allah untuk memalukan apa yang kuat.” (1 Korintus 1: 27).

94


Surat untuk Ibu Engkau sujud
Dan doa engkau lafazkan untuk
Ibuku, anakmu
Tak cukup kata untuk Agar aku bahagia
menuturkan cintamu
Luas… Ibuku,
Seluas rentang tanganmu yang Engkau memahami ketika aku
selalu siap mendekapku tak selalu ada untukmu
Dengan sabar engkau Saat engkau sedih
membimbingku Sakit
Mengajarkan aku merangkak Sendiri
Berjalan
Berlari Ibuku,
Aku mencintaimu
Lalu hari berganti Maafkan aku jika aku belum
Aku bertumbuh mampu membahagiakanmu
Perlahan engkau lepaskan
genggammu
Membebaskan aku mengejar
citaku
Waktu berlalu
Aku larut dalam kerjaku
Sibuk dengan duniaku

Ibuku,
Engkau tidak pernah berhenti
mencintaiku
Dari jauh engkau
memperhatikanku
Mengawasiku
Engkau tahu saat hatiku gundah
Gelisah
Kecewa
Dalam sunyi

95


Adven II :
Aku Merasa Diriku Dekat dengan Yesus

Aku merasa diriku dekat dengan Yesus
Aku merayakan Natal-Nya
Aku menanti kedatangan-Nya kembali
Aku menjaga kekudusan hidupku

Aku hidup dalam lingkungan rumah Tuhan
Hari-hariku penuh dengan lafaz doa
Aku memperkatakan Firman Tuhan
Puji-pujian kepada-Nya ada dalam mulutku

Aku merasa diriku dekat dengan Yesus
Tetapi Yesus berkata: Ia tidak mengenal aku
Aku bertanya gusar: mengapa Yesus?
Mengapa Engkau tidak mengenal aku?

Yesus memandangku dan memintaku memeriksa hatiku,
adakah buah pertobatan mewarnai hidupku?

Adakah kasih di sana?
Tidak ada! Kasih tidak ada dalam hidupku
Yang ada hanyalah kesombongan dan keangkuhan.
Aku menuntut dihargai dan dihormati

Adakah Kerendahan hati di sana?
Tidak ada! Kerendahan hati bukanlah karakterku
Aku selalu benar dan tidak akan pernah mengakui kesalahanku.
Aku berkawan akrab dengan dendam

Aku merasa diriku dekat dengan Yesus
Aku menganggap diriku gandum,
ternyata bagi Yesus aku hanyalah jerami
yang dihempaskan ke dalam api

96


Candle Of Peace

Di manakah kami akan menemukan kedamaian?
Saat deru permusuhan
Dan genderang pertikaian
Terus ditabuh di tengah kehidupan manusia
Bertalu-talu membakar hati

Agama tidak menghadirkan kedamaian
Sebaliknya kebencian diteriakkan di mimbar-mimbar rumah ibadah
Menyingkirkan mereka yang berbeda menjadi sebuah pembenaran
Ada tangan teracung merenggut kehidupan sesama tanpa
penyesalan

Akankah dunia terus seperti ini?
Berseteru tiada lelah
Kapankah kami merasakan sedikit saja damai itu?
Damai yang menenteramkan hati.

Damai yang menyegarkan raga bagaikan butiran hujan di padang
tandus
Damai yang menghadirkan cinta bagi segala ciptaan-Mu ya Allah
Hadirlah Ya Raja Damai
Penuhi muka bumi dengan damai-Mu
Hadirlah....... hadirlah
Biarlah bersorak-sorak orang yang menantikan Engkau!

97


Selamat Natal, Sahabat…

Desember telah tiba

Nuansa hijau, merah, dan emas, ada di mana-mana
Kidung nan indah pun menyeruak di keramaian
Orang-orang mulai menyibukkan diri dengan ibadah dan pesta
Kue-kue yang lezat dan rencana liburan
Tak lupa kado terindah untuk yang terkasih

Di hari Natal yang bahagia
Di antara gempita menggegap
Izinkanku menyapamu wahai sahabat
Kau yang kesepian tanpa teman dan keluarga
Kau yang terbaring sakit dan terkulai lemah
Kau yang tersisih di suatu pojok yang gelap
Kau yang bertanya sendiri seperti apakah Natal kali ini

Natal ini masih milikmu
Dalam keriuhan pun dalam kesendirian
Natal datang menghampiri semua orang
Untuk satu alasan: Allah sungguh mengasihi dunia ini
Putra Natal datang untukku juga untukmu
Kamu tidak dilupakan-Nya Natal kali ini
Allah mengasihimu adalah berita indahnya
Selamat Natal, sahabatku...

98


Berjalan Bersama Yesus Yesus,
Hari baru akan kujelang
Yesus, Tahun baru akan kumasuki
Hari akan segera berlalu Tanpa ragu akan kuhadapi
Tahun akan berganti hidup yang terbentang di
Suka dan duka telah dijalani depan
Terima kasih telah menemani Karena aku tahu Engkau akan
perjalananku selama ini kembali berjalan bersamaku
Selamat Tahun Baru,
Saat impian dapat kugapai sahabatku...
Engkau ada di sana
”Sebab Tuhan, Dia sendiri akan
Saat hidup menghempasku berjalan di depanmu, Dia sendiri
dengan keras akan menyertai engkau, Dia
Engkau juga ada di sana tidak akan membiarkan engkau
dan tidak akan meninggalkan
Tidak pernah sedetik pun engkau; Janganlah takut dan
Engkau meninggalkanku janganlah patah hati.” (Ulangan
Saat jalan yang kutapaki terasa 31: 8).
begitu berat
Engkau menggenggam
tanganku erat
Saat letih dan langkah harus
terhenti

Engkau memelukku dan
memberikan semangat
Saat aku tidak sanggup lagi
menghadapi hidup
Engkau yang sigap
menggendongku
Lalu semua menjadi baik
Hidup kembali tenang
Damai memenuhi hati

99


Izack Pun Bermusik

Pengantar

Izack Sipasulta memunyai minat tinggi terhadap
bidang seni. Selain puisi menjadi bagian dalam
kehidupannya sejak belia, menjadi anggota
paduan suara STT Jakarta pernah diikutinya. Di
sela-sela kesibukannya melayani sebagai pendeta,
Izack tidak meninggalkan minatnya membaca
karya sastra, dan menyisihkan waktu untuk
menonton pagelaran teater.
Di bawah ini adalah tiga lagu, dengan lirik
dituliskan oleh Izack Sipasulta.

100


Yesus Pulihkan

Lyric: Pdt. Izack Sipasulta
Arrangement by: Indra Jaya Sihombing and Mauro Goia
Vocal: Cassandra Sihombing and Mega Sihombing

Ada masa hidup begitu indah
Bertabur warna seindah pelangi
Canda dan tawa memenuhi hari
Cita dalam asa kau jelang

Tetapi badai datang menghampiri
Meremukkan hidupmu
Kau tenggelam dalam tangis dan air mata

Terbenam rapuhnya diri
Hanya Yesus yang dapat menolongmu
Tuturkan doa dalam lara
Yesus pasti mendengar
Yesus pulihkan
Keping hati yang terluka
Yesus pulihkan
Derita dan sakitmu

Yesus pulihkan
Hidupmu yang hancur
Percayalah engkau kan menang bersama Dia

101


Kau Yesusku, Kaulah Hidupku

Vocal: Yorico Christy Ririmasse
Lyric: Pdt. Izack Sipasulta
Music Arranger: Santoso Gondowidjojo
Sound Engineer: Vincent Morris
Studio: Comunique33

Tak pernah aku bayangkan
Akan sampai di sini
Hal baru yang Engkau berikan bagiku
Penuh harap dan cinta

Jika aku melihat kembali
Hari-hari yang telah kulewati
Betapa gelap dan suram jalanku
Hanya takut dan ragu yang ada di hati

Tetapi Kau beri kekuatan
Kau terangi jalan hidupku
Kau ganti dukaku dengan suka
Kau membuatku tersenyum kembali menjalani hari
Tak mungkin aku hidup tanpa-Mu
Kau Yesusku Kaulah hidupku

102


Tak Pernah Berakhir – VG Timur

Lyric: Pdt. Izack Sipasulta
Composed & Arranged by: Andhika Suhud, Meilora Situmorang,
Grace Glory Herianny, Hillary A Simamora, Yoga Sanjaya Purba STAB
Arrangement by: Margaretha Pasaribu
Producer: Andhika Suhud, Meliora Situmorang, Grace Glory Herianny
Music & Vocal Director: Hillary A Simamora
Sound Engineer: Aryo Bray (Gift Music Studio)
Mixing and Mastering: Aryo Bray (Gift Music Studio)

Yesus, ‘ku mengasihi-Mu
Setiap pagi Kau segarkan jiwaku
Sepanjang hariku menikmati berkat-Mu
Hari berganti, tetap kurasakan kasih-Mu

Seumur hidupku, Yesus, Engkau setia
Selagi aku hidup, ‘ku ‘kan memuji-Mu, muliakan-Mu
Selama aku hidup kunikmati kebaikan-Mu
Penyertaan-Mu tak akan berakhir

Yesus ‘ku mengasihi-Mu
Engkau Tuhan yang Mahabaik
Walau langit kelabu ‘ku takkan takut
Karna ‘ku tahu Kau s’lalu menolongku

Kurasa penuh cinta Bapaku s’lalu baru
Penyertaan-Mu tidak akan berakhir

103


BAB IV

Kesan dan Kenangan Sejawat

Kepergian Pdt. Izack Sipasulta meninggalkan kesan dan
kenangan tersendiri bagi senior, rekan seangkatan pada masa kuliah
Theologia, rekan sejawat dalam pelayanan, maupun rekan kerja
dalam bidang pelayanan lain.

Pdt. Em Ferdinand Suleeman,
GKI Jl. Bekasi Timur, Jatinegara, Jakarta

Mengenang Pdt. Izack Yusuf Sipasulta:
Setia Melayani Tuhan sampai Akhir Hayat

Saya mendapat kehormatan untuk menulis sesuatu tentang
almarhum (alm.) Pdt. Izack Sipasulta. Mengapa saya yang diminta?
Apa hubungannya dengan saya? Menurut Ibu Rosalina, istri alm. Pdt.
Izack, bagi alm. Pdt. Izack saya adalah “salah satu guru dan dewanya
GKI”.

Itu ungkapan hiperbolis, sangat berlebih-lebihan. Mungkin
benar ia pernah belajar atau mendapat sesuatu dari saya. Tetapi,
siapa saya yang dianggap “dewa”? Saya hanya manusia biasa yang
punya banyak kekurangan dan kelemahan.

Yang jelas, kurang lebih 22 tahun yang lalu, selepas lulus
dari STT Jakarta (sekarang Sekolah Tinggi Filsafat Theologi/STFT
Jakarta – Red) , dan sebelum menjadi pendeta, alm. Pdt. Izack

105


pernah menjalani tugas praktik di gereja kami, GKI Jl. Bekasi Timur,
Jatinegara, Jakarta Timur, selama beberapa bulan. Dengan begitu,
saya dan pendeta senior yang lain, menjadi mentor bagi Pdt. Izack
atau siapa saja yang menjalani tugas praktik di gereja kami.

Pada waktu itu, semua lulusan STT harus menjalani masa
praktik dalam dua tahap. Tahap pertama, masa orientasi untuk
mengenal tugas dan pelayanan seorang pendeta selama enam
bulan-satu tahun di suatu jemaat. Tahap kedua, masa perkenalan
sesudah masa orientasi dilalui dengan baik, untuk mengenal jemaat
atau tempat pelayanan selanjutnya, yang harus ditekuni selama
satu-dua tahun.

Jika semuanya lancar dan baik evaluasinya, maka barulah
seorang calon pendeta diteguhkan menjadi penatua tugas khusus.
Di beberapa gereja lain, ia disebut vikaris. Di GKI, masa kerja pendeta
dihitung sejak seseorang diteguhkan menjadi penatua tugas khusus.

Saya tidak dapat mengingat semua kejadian dan pengalaman
ketika Pdt. Izack menjalani masa orientasi di gereja kami. Saya hanya
dapat menceritakan beberapa hal. Salah satu tugas rutin yang
diminta dari seorang calon pendeta ialah ikut berkunjung ke rumah-
rumah warga dan rumah sakit bila perlu.

GKI Bekasi Timur punya Tim Pelawat yang cukup setia dan
rajin mengunjungi warga jemaat, terutama sebelum pandemi
datang. Mereka dibagi dalam kelompok, yang masing-masing terdiri
atas dua-tiga orang. Dalam satu minggu, ada empat-lima kelompok
yang selalu berkunjung ke rumah-rumah warga jemaat.

Selain melakukan kunjungan ke rumah warga atau rumah
sakit, seorang calon pendeta juga diminta melayani berbagai jenis
pelayanan lain: memimpin ibadah wilayah, ibadah penghiburan,
ibadah kedukaan, persiapan guru Sekolah Minggu, pemahaman
Alkitab, ibadah remaja, pemuda, umum, persekutuan doa pagi, dan
sebagainya.

106


Kesan saya tentang Pdt. Izack ialah orang yang pendiam
dan alim. Sebagai Nyong Ambon, ia terlalu manis dan sopan. Saya
punya banyak teman dari Maluku. Jarang sekali saya temukan teman
yang anteng dan pendiam seperti Pdt. Izack. Biasanya mereka lebih
dinamis, dan lebih keras suara bicaranya.

Nama yang diberikan oleh orang tuanya “Izack Yusuf” sangat
sesuai dengan kepribadian pemiliknya. Izack adalah varian dari
Ishak, Isaac, Isak, yang aslinya nama Yahudi ‘Yitzhak’.

Inilah nama ini diberikan oleh Abraham kepada anaknya yang
lahir pada masa tuanya. Begini catatan Kitab Kejadian 21: 5 dan
seterusnya, “Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak,
anaknya, lahir baginya. Berkatalah Sara: “Allah telah membuat aku
tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku.”

Mengapa orang tertawa ketika mendengar Sara? Mereka
tertawa setengah tak percaya. Masakan Sara, si nenek tua, masih
bisa melahirkan anak? Jadi, kelahiran Ishak dalam keluarga Abraham
dan Sara bukan saja memberi suka cita, tetapi juga gelak tawa yang
ramai. Allah membuat mereka dan semua orang tertawa. Allah
itu suka humor. Dia senang membuat umat-Nya merasa senang,
gembira.

Nama tengah yang diberikan oleh orang tuanya kepada alm.
Pdt. Izack ialah ‘Yusuf’. Kita tahu bahwa Yusuf adalah cucu dari Ishak,
dan anak dari bapak Yakub. Catatan Kitab Kejadian 39 tentang Yusuf
begini, “Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya” (ayat 6
b).

Dua nama besar dari leluhur umat Israel, Izack (atau Ishak)
dan Yusuf diberikan oleh orang tuanya kepada bayi yang lahir di
tengah Keluarga Sipasulta pada tahun 1973. Ada harapan besar
bahwa kelak bayi ini dapat menjadi orang yang takut akan Tuhan –
seperti Ishak dan Yusuf dalam Perjanjian Lama - dan setia melayani
Tuhan sampai akhir hayatnya. Harapan ini sudah menjadi kenyataan.

107


Ketika Pdt. Izack ditahbiskan menjadi pendeta di GKI Cawang,
saya datang dan ikut menumpangkan tangan bersama para pendeta
yang lain. Yang saya ingat, ketika menyampaikan khotbah sulung
Pdt. Izack tampil di mimbar, lalu tiba-tiba ia mengenakan topeng.
Saya tidak ingat persis. Rupanya ia ingin menampilkan alat peraga
seperti biasa dilakukan oleh para guru Sekolah Minggu di depan
para anak didiknya. Jika tak salah ingat, dalam khotbah sulungnya
Pdt. Izack menekankan hidup orang Kristen harus punya integritas.

Tanpa topeng, tanpa pura-pura, tidak munafik. Saya melihat
sikap yang sangat tulus dan hati yang murni dalam diri Pdt. Izack
selama hidup dan pelayanannya.

GKI Bekasi Timur punya kegiatan Support Group untuk
penderita kanker dan keluarganya. Kegiatan ini dilakukan rutin
dengan mengundang pembicara yang baik. Tujuannya: memberi
edukasi, pengetahuan yang benar tentang kanker, serta dukungan
moril, agar penderita dan keluarganya tidak diombang-ambingkan
oleh berbagai info yang menyesatkan.

Pada awal-awal pembentukan Support Group itu, Ibu Sipasulta,
ibunda dari Pdt. Izack dan salah seorang anak perempuannya,
sangat rajin mengikuti acara Support Group yang diadakan satu
kali sebulan. Akhirnya saya tahu bahwa salah seorang anak beliau,
yaitu kakak kandung dari Pdt. Izack, terpapar kanker. Beberapa saat
kemudian sudah dipanggil Tuhan mendahului Pdt. Izack, sang adik.

Ketika mendengar Pdt. Izack terpapar kanker paru stadium
akhir, saya amat terkejut. Sejauh yang saya tahu dan kenal, Pdt.
Izack tidak merokok. Mungkin saja ia perokok pasif yang sering
menghirup asap rokok dari orang-orang di sekitarnya yang merokok.
Jika melihat riwayat keluarganya, juga sangat mungkin gen kanker
cukup kuat ada dalam tubuhnya.

Pada Agustus 2020 saya dihubungi oleh seseorang dari GKI
Cawang yang meminta saya untuk memberi sambutan dalam rangka
syukuran 20 tahun pelayanan Pdt. Izack di GKI Cawang.

108


Sambutan itu direkam dalam video dan akan diberikan
sebagai ‘surprise’ untuk Pdt. Izack. Saya memenuhi permintaan itu.

Pada November 2021, kita mendengar Pdt. Izack sudah
dipanggil Tuhan dalam umur relatif muda, hanya kurang lebih tiga
minggu sesudah adik saya, Pdt. Em Stephen Suleeman meninggal.

Dibandingkan dengan adik saya yang mencapai umur 67
tahun 8 bulan ketika meninggal, umur Pdt. Izack masih terlalu muda
ketika meninggalkan dunia ini. Namun, hidup ini bukan milik kita
lagi sejak Kristus memilih dan menjadikan kita anak-Nya (Galatia 2 :
20). Dia yang berhak sepenuhnya atas hidup kita.

Kita bersyukur sebab dalam masa pelayanannya yang relatif
cukup singkat, Pdt. Izack pernah melayani sebagai Ketua Umum
Badan Pekerja Majelis Klasis Jakarta Selatan (2015 – 2018), anggota
pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah DKI
Jakarta (2015 – 2018), penasihat pengurus Badan Pendidikan Kristen
Jakarta (2018-2022).

Kita bersyukur karena pelayanan Pdt. Izack sudah menyentuh
dan memberi makna kepada banyak orang yang dilayaninya.

Kita semua menyayangkan dan merasa kehilangan atas
kepergiannya yang begitu cepat. Namun, pada saat yang sama, kita
bersyukur sebab Tuhan sudah membebaskan Pdt. Izack dari semua
penderitaan dan kesakitannya.

Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama
Tuhan! (Ayub 1 : 21). (*)
Valentine’s Day, 14 Februari 2022

109


Pdt. Melani Ajub,
GKI Jl. Agus Salim, Bekasi

Sahabat Pdt. Izack Sipasulta:
Iman Menguatkannya Tidak Mengeluh

Saya mengenal Izack dan keluarga, karena saya melayani di
GKI Agus Salim, Bekasi, tempat ibu dan kakak-kakak Izack bergereja.
Keluarga Sipasulta adalah keluarga yang aktif melayani, dari Oma
Anton, anak-anak, bahkan cucu-cucu, semua aktif dan memiliki
peran yang besar dalam kehidupan gereja, dari komisi anak sampai
komisi lansia. Keluarga Sipasulta sangat menginspirasi jemaat Tuhan
yang lain dalam kecintaannya kepada Tuhan dan komitmennya
dalam pelayanan.

Izack yang saya kenal adalah seorang yang tak banyak bicara,
cenderung diam. Namun, sesungguhnya ia kawan bicara yang
mengasyikkan ketika kita membicarakan topik yang menarik untuk
dibahas. Saya dan beberapa rekan sempat berlibur bersama dengan
Izack setelah menghadiri penahbisan pendeta di GKI Bundasudi,
Batam, sehingga kami punya kenangan cukup banyak dalam
berinteraksi secara mendalam.

Izack orangnya cukup serius ketika ia diberikan kepercayaan
untuk menjadi Ketua Klasis Jakarta Selatan, ia lakukan dengan
komitmen yang besar. Ada banyak rekan yang senang memiliki
pengalaman kerja bareng dengan yang bersangkutan. Keseriusannya
dengan panggilannya juga ditunjukkan dengan studi lanjut bidang
psikologi yang ia jalani dengan baik, sekalipun di tengah kesibukan
pelayanannya di jemaat.

Saya juga senang ketika dipercaya Izack untuk terlibat dalam
kebaktian pemberkatan nikah yang bersangkutan sebagai pelayan
Firman. Sebagai rekan, saya sangat senang akhirnya Izack tidak
sendiri lagi, namun menemukan tambatan hatinya, yaitu Rosa.
Akhirnya datang juga kekasih hati yang ditunggu-tunggu sekian

110


lama, baik oleh Izack, maupun terutama Oma yang selalu minta
mendoakan agar Izack segera menikah.

Namun, di tengah sukacita yang terasa belum terlalu lama,
Izack kemudian divonis dokter mengidap kanker paru yang sangat
mengagetkan keluarga dan kami semua yang mengasihinya. Tentu
kami semua dan seluruh jemaat GKI Agus Salim bertekun membawa
dalam doa, termasuk juga Bu Poppy, kakaknya.

Sepanjang sakitnya, Izack menunjukkan imannya
menguatkannya untuk tidak mengeluh. Ia justru penuh dengan
keberserahan kepada Tuhan dalam segala sakit penyakit yang ia
alami. Ia tahu bahwa Tuhan tidak meninggalkan dia, bahkan Izack
mengalami penyertaan Tuhan di tengah sakitnya.

Ketika ia terinfeksi Covid-19 sehingga harus dirawat dan
sementara tidak bisa diradiasi padahal kondisinya cukup berat, ia
bisa melewatinya dengan kekuatan pemulihan dari Tuhan.

Kami terus bergumul dalam doa untuk memohon belas
kasihan bagi Izack di saat-saat terakhir kehidupannya. Namun, Tuhan
tahu yang terbaik untuk hamba-Nya, dan Izack sudah mengakhiri
pertandingan iman dengan baik. Saya yakin ia menerima mahkota
kehidupan yang Tuhan sediakan.

Izack sudah meninggalkan warisan iman bagi jemaatnya
dan rekan-rekan sepelayanan. Ia menunjukkan teladan iman dan
kesabaran menanggung penderitaannya sampai akhir. Izack sudah
menyelesaikan tugasnya dengan baik, ia meninggalkan jejak iman
yang perlu kita ikuti.

Kiranya Rosa dan Timothy, ibu dan kakak-kakak dan
keponakan, semuanya juga bisa tersenyum dan memandang dengan
mata iman bahwa semuanya indah pada waktunya. (*)

111


Antono Yuwono,
BPK PENABUR Jakarta 2018-2022

“Gas Polll ... Jangan Kasih Kendor!”

Saya ditugaskan memimpin BPK PENABUR Jakarta periode
2018-2022 oleh Ketua BPK PENABUR terpilih, Adri Lazuardi. Dan,
bersama dia, saya mencari figur yang tepat dan pas untuk pendeta
GKI menjadi Pengurus di BPK PENABUR Jakarta sebagai penasihat.

Terus terang tidak mudah mendapatkan figur tersebut.
Setelah sekian lama mencari-cari, akhirnya tercapai kesepakatan
untuk memilih Pdt. Izack Sipasulta dari GKI Cawang. Bersama Adri
Lazuardi saya mewawancarai semua calon, dan tentunya termasuk
Pdt. Izack. Kesan yang kami dapat, ia pribadi yang serius, tekun, dan
juga bisa diterima oleh banyak pihak.

Ia juga terkesan kalem dan tidak mendominasi pembicaraan,
mau mendengarkan, dan berdiskusi dengan nyaman bersama lawan
bicaranya. Saya merasa tenang dan nyaman mendapatkan Pdt. Izack
sebagai pengurus BPK PENABUR Jakarta.

Beberapa bulan setelah pelantikan, kami mengadakan kumpul-
kumpul kebersamaan antar sesama pengurus di BPK PENABUR
Jakarta untuk lebih mengenal satu sama lain, dan menyamakan visi
misi masing-masing pengurus BPK PENABUR Jakarta yang berjumlah
34 orang.

Kami tinggal di Zuri Cipanas Resort selama dua hari. Selain
berdoa dan berdiskusi, tentu ada juga acara-acara permainan,
sehingga kami bisa lebih menyatu sebagai sebuah tim. Di acara
permainan tersebut, ada satu hal yang membuat saya surprise,
karena ternyata figur yang serius tersebut bisa juga menjadi figur
yang mau bermain bersama dengan tidak menjaga jarak.

Acara permainan tersebut ada yang berupa drama tari juga,
dan ia ikut bermain bersama kami, dengan kostum dan riasan wajah

112


tentunya. Sungguh surprise dan senang melihatnya bisa menyatu
dengan tim.

Pada akhir acara, masing-masing diberikan kesempatan
menyampaikan sepatah dua patah kata terkait rencana ke depan
dalam rangka tugas pelayanan masing-masing di BPK PENABUR
Jakarta. Kutipannya sungguh mengejutkan kami, dengan kelugasan
dan sikap totalitasnya bagi kami.

Kalimatnya yang kami ingat dan sering kami ulang-ulang
setelahnya adalah “Gas polll ... Jangan kasih kendor!!” Ucapannya
tersebut sungguh memicu semangat kami di awal masa pelayanan
kami tersebut. Dan, memang sungguh terjadi kami menjadi sebuah
tim pelayanan yang sangat kompak.

Sekitar setengah tahun kemudian, saya mendengar dari
Gosurya— sesama pengurus di BPK PENABUR Jakarta yang bertugas
sebagai Bendahara/Kabag Keuangan, dan merupakan sahabat serta
teman sepelayanan Pdt. Izack di GKI Cawang, bahwa ia mengidap
kanker paru dan stadiumnya sudah lanjut.

Kami hanya bisa berdoa, dan pada akhirnya ia mendahului
meninggalkan kita.

Selamat jalan Sahabat terkasih, dan sampai berjumpa kembali
kelak di kehidupan kekal. (*)

113


Dwi Prihandini S.Psi., M.Si.
Rekan Kuliah di Universitas Indonesia

Toleransi Jadi Salah Satu Sikap Hidup

Mas Izack, demikian saya memanggilnya, adalah teman sekelas
ketika saya mengambil Program Magister Ilmu Psikologi Peminatan
Psikologi Perdamaian di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Selama empat semester kami sama-sama menempuh pendidikan
dan bersama-sama melakukan tugas akhir berupa intervensi sosial
di Poso dan Tentena, Sulawesi Tengah.

Pak Izack, Mas Izack, atau Kak Izack, demikian ia sering
dipanggil ketika kami melakukan intervensi sosial ke lokasi-lokasi
marginal. Mas Izack menyukai anak-anak dan di setiap lokasi
intervensi, anak-anak pun menyukainya. Selain bersama Mas Izack,
ada satu sahabat lagi yang sering bersama kami, yaitu (almarhumah)
Ibu Augustina K Priyanto, S.Psi.

Kami, bertiga, sering bersama-sama melakukan intervensi
sosial dan menggunakan pendekatan appreciative inquiry di
kelompok-kelompok marginal. Pendekatan itu juga kami gunakan
di wilayah konflik di Poso dan Tentena, Sulawesi Tengah. Saat itu
saya melakukan intervensi sosial pada jurnalis, sedangkan Mas Izack
melakukan intervensi sosial pada mantan tentara anak yang ikut
ambil bagian ketika konflik Poso berlangsung. Selama beberapa
bulan kami bolak-balik ke Poso dan Tentena, serta berbaur dengan
masyarakat di desa.

Di balik sosoknya yang tenang, pendiam, dan berwibawa, ia
dikenal sebagai pribadi yang memiliki empati dan tidak segan-segan
mengulurkan bantuan bagi teman-teman yang sedang ditimpa
kesusahan. Tidak hanya itu, ia juga sering mengingatkan kami untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

Toleransi, merupakan salah satu nilai hidup Mas Izack yang
saya kenang.

Selamat jalan, Mas Izack.
Damai di Surga. Amin. (*)

114


Lesca Boma,
GKI Cawang

In loving memory Pdt. Izack Sipasulta, Seorang
Sahabat, Rekan Sekerja, dan Guru

Hari itu, dalam suatu ibadah sore di gereja, saya duduk di
barisan paling depan yang disiapkan untuk anggota Majelis Jemaat.
Suami saya duduk di bangku lain yang agak jauh letaknya.

Membuka khotbahnya, Pdt. Izack melontarkan sebuah
pertanyaan: “Buat Ibu Lesca, siapakah yang paling penting di hidup
Ibu?”

Saya melirik ke arah suami saya, lalu menjawab dengan
mantap: “Anak-anak saya, Pak!”

Dan, tanpa bisa berkelit, seketika itu saya pun menerima
“teguran” langsung dari atas mimbar.

Dengan caranya yang santun tetapi tegas, ia mengingatkan
saya, semestinya Tuhanlah yang menjadi hal terpenting dalam hidup
saya. Bukan keluarga atau pekerjaan saya. Dan, dari sekian banyak
kenangan istimewa saya dengan Pdt. Izack, teguran-tegurannya
justru jadi warisan yang paling melekat di ingatan saya.

Terima kasih Pak Izack, karena sudah menjadi sahabat, rekan
sekerja, dan guru yang luar biasa.

Yang tidak hanya mau mendengarkan, memberi teladan dan
solusi, tetapi juga “menjewer” saat kami berbuat keliru. Terima kasih
karena sudah menjadi bagian penting dalam pertumbuhan iman
keluarga kami.

Your legacy is every life you’ve touched.(*)

115


Indra Jaya Sihombing,
GKI Cawang

Lewat Lagu Kami Bersekutu

Selama menjalani masa pelayanan di GKI Cawang, baik
sebagai pelatih paduan suara dan pemandu pujian di kebaktian-
kebaktian Minggu, ada banyak hal yang tidak terlupakan dan
menjadi perenungan yang menginspirasi perjalanan hidup saya. Pdt.
Izack Sipasulta adalah sosok penting sekaligus pemberi inspirasi
dalam berbagai kegiatan pelayanan saya bersama keluarga.

Komunikasi atau interaksi kami tidak sesering yang mungkin
terjadi di antara ia dengan kelompok pelayanan lainnya di GKI
Cawang. Namun, dalam keterbatasan komunikasi kami, saya bisa
merasakan betapa ia sangat mengapresiasi pekerjaan pelayanan
kami sebagai bagian dari jemaat GKI Cawang.

Pdt. Izack kerap mengajak kami melakukan pelayanan bersama
ke gereja-gereja lain sebagai pendamping saat ia menjalankan tugas
sebagai pendeta tamu. Pdt. Izack mengajak kami untuk menebar
kasih melalui lagu-lagu yang kami nyanyikan di kebaktian Minggu.

Ia memang kerap bertutur bahwa dalam berbagai kesempatan,
saat mendengar kami bernyanyi ia merasa damai dan tenang. Ia
tidak selalu terbuka mengungkapkan perasaannya, sebab Pdt. Izack
menurut saya adalah sosok yang cukup pendiam dan berbicara
seperlunya, dan bergurau sesekali dengan tawa dan senyumnya
yang sederhana. Hal ini juga yang membuat saya yakin, komunikasi
kami terjadi lewat lagu sekaligus menyiratkan hubungan emosional
yang mendalam yang terjadi di luar pikiran kami sebagai manusia
biasa.

116


Pdt. Izack kerap meminta anak saya, Casey, untuk menyanyikan
sejumlah lagu yang dipilihnya dengan sengaja untuk dinyanyikan
oleh Casey. Memperhatikan syair dari lagu-lagu yang ia pilih, saya
sering merenungkan betapa ia hendak mengirimkan pesan yang
khusus tentang hubungannya dengan Sang Pencipta. Itu juga yang
hendak ia sampaikan kepada kami bahwa hidup adalah milik-Nya
dan kepada-Nya semua kelak akan kembali.

Lewat lagu, Pdt. Izack membangun hubungan rohani yang
mendalam dengan Casey dan kami sebagai keluarga. Ketika suatu
malam, ia meminta saya untuk menciptakan nada atas syair lagu
yang dikirimkan kepada saya, juga merupakan pertanda bahwa kami
memiliki hubungan yang kuat melalui lagu dan puji-pujian.

Pdt. Izack Sipasulta adalah sosok yang bagi anak-anak
kami adalah sahabat, teman diskusi, guru, dan pemberi semangat
yang hebat. Di saat-saat yang sulit ketika ia merasakan sakit yang
luar biasa, ia tidak mengeluhkan apa yang dirasakannya tetapi
membawanya dalam doa dan ucapan syukur.

Saat saya menuliskan kembali berbagai peristiwa yang terjadi
di masa-masa yang lampu dengan Pdt. Izack Sipasulta, saya sadar,
sesungguhnya kami tidak pernah berpisah. Kami selalu bersama-
sama dalam lagu-lagu yang kami nyanyikan kepada Tuhan Sang
Pemilik Kehidupan, dan pujian kepada-Nya akan senantiasa abadi
dan berdiam di antara orang-orang percaya.

Hubungan kami sebagai sahabat baik dalam pelayanan
maupun kehidupan sehari-hari tidak pernah berakhir. Pada pagi
itu, ketika saya berdoa dan bernyanyi di sebelah Pdt. Izack dan
mendampinginya di saat-saat akhir hidupnya, semakin memperjelas
betapa kami saling terhubung dalam doa, pujian, dan ucapan syukur.

Saya hanya yakin bahwa pada detik itulah kami harus berpisah
untuk sementara, dan akan bertemu kembali di rumah Bapa di
Surga. (*)

117


Serialam Pasaribu,
GKI Cawang

Pelayanan Tanpa Keluh-kesah: Catatan Pelayanan
bersama Alm. Pdt. Izack Sipasulta

Melayani jemaat GKI Cawang sebagai Sekretaris Umum
(Sekum), di mana Alm. Pdt. Izack sebagai Ketua Umum, sungguh
suatu pengalaman yang sangat berharga. Bimbingan, arahan, dalam
menjalankan tugas sebagai Sekum, sungguh sangat berarti dan
tidak akan pernah terlupakan.

Sekalipun dalam kondisi sakit yang mengharuskan ia berobat
baik ke Penang, Malaysia, maupun di Jakarta, menata layani jemaat/
simpatisan dalam bentuk surat-menyurat, administrasi internal/
eksternal, tetap dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Tak jarang
ia hadir ke gereja hanya untuk sekadar menandatangani surat-surat,
sekalipun hal itu dapat dilakukan dari pastori. Bagi saya sebagai
Sekum saat itu, menjadi suatu catatan bahwa “pemimpin untuk
melayani, bukan untuk dilayani”.

Pengalaman yang akan menjadi kenangan bagi saya, selama
menjabat tugas sebagai Sekum, jubah alm. Pdt. Izack sudah
waktunya perlu diganti karena sudah sangat lama dipakai. Warnanya
mulai pudar, dan masih model lama, dengan bahan yang cukup
berat. Saya menawarkan untuk dicarikan jubah pengganti, tetapi ia
mengatakan akan mencari sendiri. Tidak tahu persis, setelah selesai
tugas pelayanan saya sebagai Sekum, apakah ia sudah mendapatkan
jubah pengganti.

Hati saya sempat bergejolak, ketika Ibu Rosa menyampaikan
amanahnya. Ketika saatnya tiba Tuhan memanggilnya, saya diminta
untuk mempersiapkan jubah untuk dipakai. Sempat menjadi

118


pergumulan saya, karena kembali ingat akan rencana mengganti
jubah yang selama ini dipakai dan saya tidak tahu persis, apakah
sudah diganti atau belum.

Bersama Ibu Emma Balubun dan Pnt. Marisa Thimang, saya
akhirnya menyiapkan jubah yang akan dikenakan almarhum dengan
penuh suka cita sekalipun dalam kesedihan.

Bagi saya pribadi, alm. Pdt Izack adalah sosok pendeta yang
sederhana, peduli, dan dicintai jemaat mulai dari anak-anak, remaja,
pemuda, orang tua. Ia memberi teladan, inspirasi, bahwa hidup ini
harus dijalani apa adanya, sekalipun dengan penuh perjuangan.
Bahkan menghadapi penyakit yang sangat berat, ia terus berusaha
menunaikan tugas pelayanannya dan terus bersyukur, terungkap
dalam nyanyian dan puisi yang diciptakan dan menjadi berkat bagi
saya, juga bagi banyak orang.

Terima kasih Tuhan, saya diberi kesempatan melayani bersama
alm. Pdt. Izack Sipasulta. (*)

Bekasi, 15 Maret 2022

Santoso Gondowidjojo, pencipta musik dan penata lagu
“Kau Yesusku, Kaulah Hidupku”

Tidak Mungkin Hidup Tanpa Yesus

Saya lebih mengenal Pdt. Izack Sipasulta ketika saya menjadi
Pengurus BPK PENABUR Jakarta.

Sekalipun jarang bertemu, kecuali pada saat rapat, ada
kedekatan di antara kami sebagai sesama pengurus yang melayani
Tuhan di BPK PENABUR. Kadang kami saling menyapa dan
mendoakan via Whatsapp.

119


Pada tanggal 11 April 2021, pukul 20.04 WIB, ketika dalam
perjalanan menuju ke Singapura, saya menerima Whatsapp dari Pak
Pdt. Izack. Ia meminta kesediaan saya untuk membuatkan lagu dari
tulisan atau lirik yang Pdt. Izack buat sebagai ungkapan pengalaman
imannya bersama Tuhan Yesus.

“Kau Yesusku, Kaulah Hidupku”
Tak pernah aku menyangka
Akan sampai di sini
Hari baru yang Engkau berikan bagiku
Penuh harap dan cinta
Jika aku melihat kembali
Hari-hari yang telah kulewati
Betapa gelap dan suram jalanku
Hanya takut dan ragu yang ada di hati
Tetapi Kau beri kekuatan
Kau terangi jalan hidupku
Kau ganti dukaku dengan suka
Kau membuatku tersenyum kembali menjalani hari
Tak mungkin aku hidup tanpa-Mu
Kau Yesusku, Kaulah hidupku

Telepon genggam saya matikan selama perjalanan di pesawat.
Saya baru tahu dan membaca Whatsapp tersebut ketika sudah tiba di
Hotel Citadine Rochor, Singapura, sehubungan saya wajib menjalani
karantina selama dua minggu di sana. Dan, saat itu sedang berpikir,
apa yang akan saya kerjakan selama dua minggu di dalam kamar
hotel. Selama perjalanan sebelum tiba di Singapura, saya berdoa
untuk diberikan kekuatan melewati masa karantina.

Setelah membaca dengan seksama dan merenungkan liriknya
lebih dalam. Saya tahu itu adalah pengalaman iman dari Pdt. Izack.
Saya berdoa kepada Tuhan untuk memberikan hikmat-Nya dalam
semua proses pembuatan musik lagu ini.

120


Saya membalas Whatsapp tersebut, menyatakan kesediaan
untuk membuatkan musiknya. Saya bersyukur. Bagi saya, ini adalah
pekerjaan pertama yang Tuhan berikan dalam masa karantina untuk
membuat melodi sekaligus aransemen musiknya pada lirik tersebut.

Saya menganalisis lirik tersebut. Ada tiga bagian. Bagian
pertama dan kedua berisi pergumulan mendalam, naik dan turun
dalam proses iman yang dialami dan dihadapi Pdt. Izack sebagai
manusia. Bagian itu disusun sebagai bait dan saya merancangnya
dalam tangga nada minor.

Bagian ketiga berisi pengakuan dan pernyataannya akan
penyertaan Tuhan melalui apa yang dihadapinya, sehingga Pdt.
Izack dalam mengalami dan melewati semua itu mengaku dan
menyatakan imannya bahwa sungguh Yesuslah Sang Hidup Sejati.
Bagian itu disusun sebagai refrein dan saya merancangnya dalam
tangga nada mayor.

Ada yang unik dalam proses pembuatan melodi yang
dikerjakan mulai sejak pada tanggal 11 April 2021 malam itu.
Melodi awal yang terangkai dimulai dari lirik bagian akhir, yaitu “Kau
Yesusku, Kaulah hidupku”. Kalimat ini menjadi kalimat yang sangat
kuat dalam hal artinya, dan sekaligus dijadikan judul lagu. Kemudian
melodi yang terangkai tersebut makin tersambung ke depan dengan
melodi baris per baris lirik sampai akhirnya terangkai semua menjadi
satu kesatuan.

Saya mulai menuliskan semua nada tersebut dalam partitur
not angka dan lagu dasarnya yang belum final, selesai pada tanggal
12 April 2021 malam. Lalu saya mulai membuat persiapan aransemen
musiknya.

Selama satu minggu saya fokus membuat aransemen
musiknya dan ada beberapa revisi penyesuaian pada lagu dasarnya.
Selama semua proses berlangsung, saya selalu menyanyikan ulang
untuk memastikan semua ketukan dan nadanya sesuai dalam
harmoni yang dirancang.

121


Beberapa kali saat saya menyanyikannya, tanpa terasa saya
meneteskan air mata, karena lagu ini sungguh juga memberikan
kekuatan bagi saya.

“Tak mungkin aku hidup tanpa-Mu
Kau Yesusku, Kaulah hidupku”

Pdt. Izack sadar benar Yesus adalah Hidup, dan ia tidak
mungkin hidup tanpa Yesus. Karena kebenaran Tuhan dinyatakan
bahwa sesungguhnya tiada seorang pun dari kita yang bisa hidup
tanpa Yesus.

Oleh kemurahan Tuhan, aransemen musiknya bisa selesai
dalam waktu satu minggu. Masih dalam karantina, pada tanggal 19
April 2021 pukul 18.24 (waktu Singapura) saya mengirimkan partitur
not angka final dan rekaman aransemen musiknya kepada Pdt. Izack
via Whatsapp.

Kami sempat berkomunikasi singkat via Whatsapp. Kami
sungguh bersyukur Tuhan sudah menyatakan kebaikan-Nya melalui
semua proses yang sudah dilalui.

Saya menanyakan kepada Pdt. Izack, apakah lagu itu akan
dinyanyikan olehnya? Karena kondisi kesehatan yang belum
pulih waktu itu, Pdt. Izack mengusulkan untuk dinyanyikan oleh
keponakannya, Yorico Christy Ririmasse. Proses rekaman suara
dilakukan secara online. Mixing-nya dilakukan oleh anak saya,
Vincent Morris Didi Gondowidjojo. Semua selesai pada tanggal 3
Oktober 2021. Video lagu tersebut ditayangkan pertama kali pada
hari ulang tahun Pdt. Izack tanggal 23 Oktober 2021.

Saya mengucap syukur akan kemurahan Tuhan Yesus yang
mempertemukan saya dengan Pdt. Izack dan mengizinkan saya
bersama beliau membuat lagu bersama. Kiranya lagu ini memberkati
dan memberi kekuatan serta meneguhkan banyak orang, bahwa
memang hanya Yesus adalah Tuhan, Sumber Hidup kita. Tanpa
Yesus, kita tidak mungkin hidup.

Salam dalam Kasih Kristus. (*)

122


Catatan:
Ir Santoso Gondowidjojo, GD Mus, adalah pencipta lagu dan
penata musik terkenal Tanah Air. Salah satu lagu garapannya, “Aku
Melangkah Lagi” (1984), populer lewat alunan suara penyanyi Vina
Panduwinata.
Karyanya juga dapat dinikmati di album “Aku Anak Indonesia,
Cinta Budaya Bangsaku”, aransemen dalam balutan musik etnik
tradisional untuk 12 lagu anak karya Pak Kasur.
Santoso, bersama Purwa Caraka, juga dipercaya menggarap
musik “Will to Heal” yang liriknya ditulis Natalia Tjahja, founder
Maria Monique Last Wish Foundation, lagu nonprofit untuk Boccia
Paralympic 2022. Lagu itu dinyanyikan penyanyi dari berbagai negara
di Asia, dari Indonesia diwakili oleh Titik Puspa.
Berselancar di dunia maya, bisa didapati juga karya lagu
ciptaannya yang lain, di antaranya “Sahabat di Dalam Tuhan”, dan
“Doa”.
Santoso Gondowidjojo juga dikenal sebagai Founder & General
Chairman of Robot Organizing Committee Indonesia (ROCI).

Pdt. Em Paul Suradji,
GKI Cawang

Berteman di Akhir Kefanaan

Kepindahan Pdt. Iwan Sentoso ke GKI Guntur Bandung,
membuat Jemaat GKI Cawang merasakan kebutuhan mengisinya
dengan penempatan seorang calon pendeta. GKI Cawang
mengajukan kebutuhan itu kepada BPMSW GKI SW Jawa Barat dan
beberapa saat kemudian ada surat resmi penunjukan dari BPMS

123


dan diikuti pertemuan saya dengan Izack Y Sipasulta (IS) di ruang
konsistori.

Pemuda gagah berwajah manis ini dengan tersenyum
menjabat tangan saya. Pertemuan itu tentunya tidak menjadi awal
momentum keakraban.

Setelah penempatan resmi, ada proses pendampingan yang
dilakukan oleh pendeta yang lebih senior. Beban itu diemban oleh
Pdt. Maryam KTK Sutanto, rekan satu gereja di GKI Cawang, dan
untuk saya itu menjadi semacam koridor batas keakraban.

Pada beberapa kesempatan bertemu, belum ada kontak
yang kental, bahkan saya menilainya lebih sebagai basa-basi saja.
Dari kenyataan kehadiran IS, sepertinya ada kesan “cool” dari
perkembangan pelayanannya secara umum. Pada sisi lain dari
kehadirannya sebagai rohaniawan, pemuda lajang ini tentunya
punya kebutuhan yang perlu dihirupnya.

Dilematis memang seorang calon pendeta, ada antara
keharusan menghadirkan keakraban yang mendalam atau membuat
batasan norma etis dalam keakraban. Izack memilih keakraban yang
berisiko dengan teman-teman pemuda, sehingga kadang timbul
pandangan jemaat yang keliru.

Di tengah segala dinamika kehidupan GKI Cawang ini, IS
menempuhnya dengan hasil yang baik, bahkan dapat diterima oleh
semua kalangan, mulai dari anak Sekolah Minggu sampai mereka
yang sudah lansia. Menurut saya, keakraban hangat dirasakan
dengan hadirnya IS di pertemuan pengerja pada setiap hari Jumat,
untuk membicarakan pelayanan secara bersama.

Periode dan fase berikutnya, saat Andi Christianto (ACH)
melengkapi trio Paul, Maryam, dan IS, dalam jemaat GKI Cawang,
sebagai pengerja. Tak lama secara bergantian Maryam dan IS
membekali diri dengan pencapaian Strata 2, sementara ACH
menapaki pelayanan sebagai pengerja di GKI Cawang.

124


Segala kegiatan masing-masing pendeta di GKI Cawang
menambah pintu dan jendela yang tertutup satu sama lain, dan
kadang ada pemikiran yang tidak sepaham di antara pengerja dan
jemaat. Status saya yang sudah emeritus mempersempit asa untuk
tetap seimbang di semua pihak.

Dan, tidak lama jemaat merelakan Pdt. Maryam untuk mutasi ke
BPK PENABUR dan IS serta ACH merajut kesatuan. Dalam cita keluar
dari masalah keterbatasan dalam pelayanan, GKI Cawang dilengkapi
dengan kehadiran Pdt. Yanti Rusli. Oase keakraban sejenak disinggahi
oleh para pengerja, lalu padang gurun kesendirian ditempuh oleh IS
dalam kepemimpinannya. Apalagi Pdt. ACH menempuh studi lanjut
S2, yang tentunya mengurangi waktu jeda bagi teman sepelayanan.

Sebagai hamba Tuhan di GKI Cawang, banyak tugas berat
yang seharusnya digeluti bersama, namun kadang IS ditinggalkan
sendirian untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Melalui
pengamatan dari jauh, terpantau juga, ini mengikis kebugaran IS.

Di saat ini Tuhan memberinya kekuatan melalui kehadiran
istrinya, Rosa, dan putranya, Timothy. Sepertinya riak keceriaan
kehidupan berkeluarga ini terpancar begitu manis dalam keluarga
ini. Bahkan saya melihat IS dalam citra ayah yang ideal, yang
mengasihi dan mendampingi putranya dengan kelembutan dan
tentunya bukan pemanjaan yang berlebih.

Prahara pelayanan kasih pada jemaat GKI Cawang “dilahap” IS
dalam dekapan kasih Timothy bersama keluarga besar dan tentunya
dengan kasih sayang Jemaat GKI Cawang yang mengasihinya.
IS menjadi bapak yang mengasihi putranya, Timothy, yang
mengasihinya, seperti IS menjadi bapak yang mengasihi Jemaat GKI
Cawang, yang pasti menyambut segala pengabdian dan pelayanan
IS.

Pada penghujung coretan ini, saya isikan tentang bagian
akhir perjalanan teman sepelayanan saya dengan IS. Diawali dengan

125


derit derita pada bulan September 2019, dengan datangnya dugaan
adanya kanker paru yang membebani kesehatan IS. Pengamatan
dan pemantauan serta tahap perawatan dan pengobatan dijalankan
dengan tabah, bahkan pandemi Covid juga melengkapi deraan
kesehatan IS dalam dua tahun pergumulan kesehatannya.

Dengan banyaknya dukungan doa yang dipanjatkan, begitu
banyak mukjizat dan pemeliharaan yang tampak selama perjalanan
IS dalam usaha melawan penyakitnya. Di rentang inilah saya makin
akrab dengan IS, dan ini menggugah saya untuk merasakan menjadi
seperti ayah, bahkan bapak rohaninya, hingga saat perpisahan di
sepanjang akhir perjalanan hidupnya.

Beberapa saat menjelang akhir kehidupan IS, Tuhan masih
menyempatkan kami untuk bertemu di ruang ICU rumah sakit. Di
pertemuan tidak lebih dari 5 menit itu IS terbaring lunglai, saya masih
disambut dengan senyumnya dan kata mengiyakan ajakan untuk
kesiapan bertemu dengan Tuhannya! Senyum itu masih menemani
sampai akhir perjumpaan kami!

Pada malam sebelum akhir kehidupannya, saya juga masih
sempat berdoa bersama dengan Rosa dan Mami Ariance tercinta.
Kira-kira dua belas jam setelah itu, dijalani istrinya Rosa, Mami Ariance,
belasan keluarga dan pemuda GKI Cawang, serta beberapa penatua
yang terus mendoakannya, serta Bu Serialam dan Bapak Indra
Sihombing, bahkan Pak Indralah yang ada di dekat pembaringannya
dan menghantar dengan pujian saat Tuhan memangku IS dalam
keabadian.

Betapa berharganya kematian dalam Tuhan Yesus Kristus bagi
teman seperjalanan iman. (*)

126


Geges, Agen Ucoep,
Pemuda GKI Cawang

Sabda Rindu

Dear Kak Izack,

Ternyata walau sudah setahun masih terasa nyeri. Aku sih
sudah sadar dan ikhlas kalau perasaan ini akan terus melekat. Akan
ada harinya terasa mereda, ada harinya kembali meledak. But it will
always be there. I will just embrace every second of it.

Aku ingat di hari-hari pertama September itu, di khotbah Kak
Izack pertama kali setelah berobat, Kak Izack bilang bahwa penderita
penyakit ini kalau bertahan 1,5-2 tahun, itu sudah termasuk mukjizat.
But you made it for more than that, Kak. You have become the miracle
itself. Thank you for fighting that long ya Kak. Walau akan terus terasa
kurang, tapi extra time itu berharga banget buat kami. Tuhan Yesus
baik banget bisa izinkan hal itu terjadi dalam hidup Kak Izack; dalam
hari-hari kami.

Terima kasih sudah mengasihi aku sebagai keponakan, adik,
rekan sepelayanan, dan teman. Terima kasih sudah selalu mau
mendengar, mengerti, dan menjadi sahabat Pemuda. Terima kasih
untuk materi khotbah yang selalu berkembang, terima kasih untuk
tidak berhenti mengisi diri yang kemudian dituang dalam Firman
Tuhan yang Kakak bagikan dan menjadi berkat buat kami semua.
Terima kasih karena Kak Izack rajin liat dan reply story Instagram
banyak pemuda, karena kami jadi merasa Kak Izack peduli sama
hidup keseharian kami, bukan hanya hari-hari kami di gereja.

You are my closest pastor for as long as I remember and now I
have to feel and go through a world without you. It won’t be the same,
GKI Cawang won’t be the same for me. Aku tahu, rencana Tuhan atas
GKI Cawang pasti akan terjadi dengan maupun tanpa Kakak. Tapi
pasti akan terasa lebih ringan kalo ada Kakak. Haduuuuh berkurang
deh ordal Pemuda di BPMJ Kakkkkk! Gawat ini mayday!! mayday!!

127


Kadang Pemuda suka bercanda Kak, kalau sudah capek
pelayanan. Kak Chris akan bilang. “Hayo ingat Kak Izack ...” kami
langsung, “Aaahh curang!” Lalu ketawa miris. Karena kalau ingatnya
Tuhan, kami rasa Tuhan gak akan masalah kalau kami cari komunitas
pelayanan lain, yang penting tetap bertumbuh dan memberi diri.
Tapi kalo sudah bawa-bawa Kak Izack??? Kami gak akan berkutik
karena rumah Kak Izack kan ya GKI Cawang hahahahahahaha

Jadi kami akan lalui dengan segenap tenaga dan dengan
ingatan tentangmu, Kak. Termasuk juga saat menyelesaikan project
lagu “Tak Pernah Berakhir”. Mungkin Kakak gak sempat dengar pas
kita masih sama-sama, tapi kurasa Kak Izack dan malaikat-malaikat
yang bisikkan kidung Surga ke hati dan pikiran kami, sehingga lagu
ini bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Sempat kami bergumul
lama untuk judulnya Kak, karena rasanya kok gak ada yang sreg.
Sampai akhirnya kami temukan; sebagaimana kasih Tuhan yang Tak
Pernah Berakhir sepanjang masa, begitu pun semangat juang dan
pelayananmu Tak Pernah Berakhir; abadi di hati kami Kak.

Mengenang Kakak akan selalu sepaket; sukacita besar bisa
menjadi saksi kasih dan pelayananmu, dan patah hati paling mentok
karena gak bisa sama-sama lagi.

Kak, Kakak bisa liat ya Pemuda baik-baik aja? Walau kami
terseok dan babak belur jatuh bangun, tapi Kakak liat ya kami gak
menyerah kak?

Terima kasih sudah jadi teladan yang sangat baik ya, Kak.
You’re gonna live forever in us.

Sampai kita ketemu lagi, Malaikatku. We miss you.

128


Pdt. Betty Kailola Nahumury,
GPIB Cinere Depok

Buah Ketekunan dan Kesabaran dari Seorang
Pdt. Izack Sipasulta

Mengenal Izack Sipasulta, tidak cukup dengan sekadar
merajut pertemanan sebagai sesama Angkatan ‘92 di Sekolah Tinggi
Theologi Jakarta (sekarang menjadi Sekolah Tinggi Filsafat Theologi
Jakarta). Kalau sekadar berteman, kita hanya mengetahui Izack yang
pendiam, bicara seperlunya, pribadi yang tenang, hampir tidak
pernah terlihat membantah suatu pendapat atau keadaan yang
mungkin tidak diterimanya.

Beruntung, saya tidak sekadar berteman, tetapi bersahabat
dengannya, ketika masih sama-sama dalam proses belajar di kampus
Poklamasi 27. Tempat kos kami yang berdekatan, baik ketika masih
di Jalan Tambak atau pindah ke Jalan Talang, membuat kami punya
banyak waktu untuk berinteraksi. Mulai dari pergi ke atau pulang
dari kampus bersama teman-teman lain juga, diskusi bersama, atau
sekedar mengobrol di lingkungan tempat kos kami.

Ada hal yang paling saya ingat dari Izack yaitu ia tidak pernah
marah terhadap apa pun atau siapa pun. Saya dan Izack mendapat
dosen pembimbing yang sama untuk menyelesaikan karya tulis
akhir studi, yaitu Prof Liem Khim Yang (alm.), sehingga kami selalu
melakukan bimbingan di waktu yang sama mengingat Prof Liem
sangat sibuk.

Pada suatu ketika Izack mengatakan tidak dapat menyelesaikan
karya tulisnya sesuai tenggat waktu (deadline) yang diberikan
kampus. Ia katakan, “Saran Prof Liem, karya tulis harus dirombak
dan perlu banyak waktu untuk itu”. Saya dan teman-teman lain
menyemangati Izack untuk tetap mengejar perbaikan-perbaikan
tersebut. Izack tidak terlihat panik dengan kondisi tersebut walaupun
kami yakin ia sangat memikirkan tentang karya tulisnya yang belum
selesai.

129


Karakter tenangnya membuat ia tetap dapat melakukan hal-
hal baik. Saya ingat benar ketika harus menyelesaikan karya tulis
tersebut dengan tenggat waktu yang sangat singkat, dan banyak
di antara kami yang kewalahan karena tidak memiliki perangkat
komputer. Tetapi, Izack malah meminjamkan komputernya. Izack
mempersilakan teman-temannya mengerjakan lebih dulu, dan ia
belakangan. Masa itu, orang yang memiliki perangkat komputer
sangat jarang. Jadi kami, saya dan beberapa teman, bergantian
mengetik menyelesaikan tugas karya tulis, sampai kadang harus
menginap di rumah Izack, di Bekasi.

Di masa-masa yang genting, sangat mendesak, justru di
sinilah Izack banyak mengambil peran yang tidak semua orang
mengetahuinya. Izack seperti paham betul kapan ia harus membantu
rekan-rekannya.

Ketika sudah menjadi pendeta dan fokus dengan pelayanan
di jemaat masing-masing, kami tetap saling kontak dan mengobrol
tentang pergumulan pelayanan di jemaat.

Pernah, Izack (bersama sahabat kami juga, Helen Hukom)
datang ke tempat pelayanan saya di Pulau Bangka (Agustus 2009).
Senang sekali, bisa dikunjungi oleh kedua sahabat saya ini. Selama
liburan di Sungailiat, Pulau Bangka, kami mengisi waktu dengan
jalan dan wisata bersama. Izack memang tetap belum berubah,
selalu tampil apa adanya. Namun, dari situ saya justru mengenalnya
sebagai pribadi yang konsisten dalam memegang suatu prinsip dan
selalu memberikan wawasan atau cara pandang baru berdasarkan
pengalaman pelayanan di jemaat serta studi lanjut yang sudah
dijalani.

Pada waktu saya pindah tugas dari Pulau Bangka ke sebuah
jemaat di Tangerang, Izack selalu melibatkan saya dan suami untuk
melayani di GKI Cawang. Dengan senang hati kami menerima jadwal
yang diberikan Izack melalui Komisi Ibadah GKI Cawang. Bahkan

130


pelayanan lainnya seperti komisi dewasa, komisi lansia, dan komisi
pemuda, kami dilibatkan dalam pelayanan tersebut.

Hingga pada suatu ketika saya mendapat kabar dari seorang
sahabat, teman satu angkatan di STTJ (Merry Gultom) tentang
sakit yang dialami Izack. Wow, sulit dipercaya. Bagaimana mungkin
seorang yang mengatur pola hidup dengan baik terkena CA paru.
Jelas, Izack bukan seorang perokok. Dan yang saya tahu, waktu di
kampus, ia tidak suka makan makanan yang macam-macam. Sangat
sederhana dan mengatur pola makannya dengan baik.

Saya segera meneleponnya dan menanyakan kebenaran
sakitnya. Izack cuma tertawa dan dengan ringan bilang: “Neng
(panggilan Izack untuk saya - Red) selama ini ‘Antua di Atas’ (sebutan
akrab orang Ambon terhadap Tuhan - Red) su kase beta hidup sehat
dan semua baik toh… jadi bersyukur saja menjalani semuanya.”

Jujur saja, cara Izack menyikapi sakitnya membuat saya
yang juga seorang penyintas CA menjadi lebih kuat. Akhirnya saya
menyemangati dia dan membagikan pengalaman pengobatan yang
sudah lebih dulu saya jalani.

Kondisi sakit Izack membuat ia harus sering ke RS, konsultasi
dokter, kemoterapi, dan sebagainya. Hal ini membuat Majelis dan
Komisi di GKI Cawang semakin sering menjadwalkan saya dan suami
untuk melayani di GKI Cawang tentunya atas saran Pdt. Izack. Selama
membantu pelayanan di sana, tidak jarang saya mendengar warga
jemaat yang menceritakan tentang kondisi Pdt. Izack.

Izack adalah pendeta yang sangat dicintai jemaatnya,
khususnya oleh para kaum lanjut usia karena kedekatan dan
perhatian Pdt. Izack bagi mereka. Ya, itulah Izack, seorang yang
tenang dan dekat dengan warga jemaat. Tetapi, untuk sakit yang
sedang dialaminya, Izack tidak menunjukkan dirinya sedang dalam
kelemahan atau kecemasan. Apa yang dialami dianggap biasa saja,
malah semakin semangat menjalani pelayanannya. Maka, segala

131


pencapaian dan perjalanan pelayanan yang sudah diraih Izack selama
ini bersama keluarga (Rosa dan Timothy), itulah buah ketekunannya.

Di Kampus Poklamasi 27, kami komunitas yang mengajar,
belajar, atau bekerja, seperti melangkah dalam semangat bergumul
dan berjuang bersama, sehingga kami menyebut tempat komunitas
kami sebagai kampus gumul dan juang. Intinya pada solidaritas
dan kebersamaan sebagai komunitas yang berasal dari ragam
denominasi, daerah, juga keadaan ekonomi. Pun perjalanan
selama studi bersama Izack serta teman-teman Angkatan ‘92,
kami menyebutnya Noiser 1992, karena harus diakui, sulit sekali
menanggung pergumulan sendiri.

Sangat terasa, persahabatan dengan Izack, kami saling
bergumul dan berjuang bersama, ya tentang tugas-tugas kuliah,
tentang rutinitas sehari-hari, tentang pelayanan, dan sebagainya.
Menggambarkan perjalanan kebersamaan dan persahabatan kami
dengan Izack, terlalu kecil jika hanya dituangkan dalam sebuah
tulisan sederhana ini. Karena memang kehadiran Izack mengisi
persaudaraan, mewarnai persahabatan yang sarat makna.

Dari sini, saya belajar tentang ketekunan dan kesabaran yang
nyata dalam diri seorang Izack. Izack bahkan tidak merasa lelah dan
jenuh dengan ketekunan dan kesabaran yang benar-benar tulus ia
nyatakan, meskipun kondisinya lemah. Izack memberikan teladan
pribadi yang kuat saat bergumul dan berjuang dalam pelayanan
walaupun kesehatannya semakin menurun. Kekuatannya pada
ketekunan dan kesabaran dalam melayani jemaat, keluarga, juga
tetap menjalin persahabatan dengan teman-temannya.

Perjalanan hidup Izack yang saya kenal mulai masa-masa
bergumul dan berjuang di Proklamasi 27, pelayanan di jemaat,
sampai saat terakhir perjuangannya melawan kondisi tubuh yang
rapuh dan makin lemah, benar-benar memberikan kekuatan kepada
saya tentang buah ketekunan dan kesabaran. Bahwa karena kita
milik Allah, abdi Allah yang sedang melakukan tugas dan panggilan

132


Allah dalam hidup ini, maka jalanilah panggilan hidup kita dengan
ketekunan dan kesabaran, sampai pada akhirnya kita kembali dalam
kuasa kemuliaan-Nya.

Sebagaimana kesaksian Rasul Paulus dalam Kolose 1: 10 – 11,
“sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-
Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala
pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar
tentang Allah, dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa
kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun
dan sabar”. (*)

*Depok, Medio Maret 2022

Pdt. Helen Hukom,
GPIB Genta Kasih Surabaya

Mengenang Sahabat Terbaik

Saya mengenal Izack sejak kami masuk STT Jakarta pada tahun
1992. Sebagai teman satu angkatan, kami mulai akrab mengenal
satu dengan yang lain. Sama-sama sering berpindah kos, mulai dari
Jalan Tambak ke Jalan Talang, saking akrabnya.

Saya mengenal Izack sebagai pribadi yang “easy going”,
semua dibuat santai olehnya. Izack jarang marah, tidak pelit, suka
jalan, dan suka kuliner. Izack sosok pendiam, tetapi dengan sahabat-
sahabatnya Izack selalu punya cerita untuk dibagikan.

Sejak kami berpisah dan melayani di gereja masing-masing,
Izack tetap mencari dan menghubungi kami. Setiap cuti dari
pelayanan, Izack yang paling antusias supaya kami bertemu. Sewaktu
saya melayani di GPIB Immanuel Semarang, beberapa kali Izack juga
melayani ibadah Minggu.

133


Terakhir sebelum Izack berpulang, kami sempat berkirim
kabar. Ia ingin sekali ke Bangka, tempat pelayanan saya, tetapi Tuhan
punya rencana lain.

Izack, ragamu telah tiada, tetapi kebaikan hatimu tetap
kuingat. (*)

Pdt. Rudy Ariyanto,
GKJ Eben-Haezer, Jakarta

Memandang Kematian dengan Perspektif yang
Positif

Meskipun sekelas, kami hanya berteman biasa. Yang saya
tahu, Izack pendiam dan jarang bicara, tetapi rajin belajar. Ketika
ujian, ia termasuk golongan anak-anak yang akan tinggal di kelas
untuk belajar. Baru sekitar semester 2 atau 3, kami sering bertemu
dalam grup vokal. Ternyata Izack suka menyanyi dan beberapa kali
bergabung dengan vocal group kami untuk mengisi acara di kapel.
Vokal group kami juga pernah meraih gelar juara 1 Dies Natalis STT
Jakarta dan Izack termasuk salah satu anggotanya.

Menjelang penulisan skripsi, kami baru mulai dekat. Kami
pindah ke tempat kos yang sama di Jalan Talang. Kami kemudian
saling bertetangga kamar. Kesan saya tentang Izack, ia sangat
pembersih, oleh sebab itu kamarnya sangat disukai teman-teman
kos lain. Kami sering berkumpul di kamar Izack untuk belajar
bersama karena kamarnya paling rapi dan bersih.

Setelah Lulus dari STT Jakarta, kami mulai kontak lagi ketika
Izack beberapa kali meminta bantuan pelayanan di GKI Cawang.
Kami juga berkumpul bersama beberapa alumni seangkatan yang
ingin memperdalam keterampilan homiletik dengan membentuk

134


komunitas Preachers without Borders, yang hampir setiap minggu
bertemu secara online di masa pandemi untuk membicarakan
tafsiran khotbah.

Izack termasuk yang cukup aktif dalam setiap percakapan itu.
Sampai suatu saat kami tahu ternyata Izack menderita kanker. Dalam
kurun waktu pengobatan, saya sering kali diminta secara pribadi
oleh Izack untuk menggantikan pelayanannya, khususnya ketika ia
sedang menjalani pengobatan.

Satu hal yang saya kenang adalah permintaan khasnya melalui
WA yang selalu didahului dengan panggilan “Boksu”. Beberapa kali
kami berkontak selama ia sakit, hanya sekadar untuk menyemangati,
dan sampai akhir saya menyaksikan semangat Izack tidak pernah
surut.

Ia berhasil berdamai dengan penyakitnya, bahkan renungan-
renungannya saya bagikan juga ke beberapa komunitas dan
sungguh menjadi berkat bagi mereka, terutama dalam memandang
kematian dengan perspektif yang positif. Ketika berita Izack kembali
ke rumah Bapa kami dengar, kami tahu ia sudah menang. Menang
melawan kelemahan tubuhnya. Menang melawan ketakutan dan
kekhawatirannya. Ia berjuang sampai akhir, sampai titik darah
penghabisan. Kematiannya tidak pernah sia-sia, karena ia sudah
memberi buah sepanjang hidupnya.

Selamat bertemu kembali di Rumah Bapa kelak, Chaq, saya
merasa sangat terhormat bisa ikut mengantar dan mendorong
petimu ke pemakaman, mewakili seluruh sahabatmu, yang dengan
bangga menceritakan tentang kehidupan luar biasa yang sudah kau
bagikan untuk banyak orang termasuk kami.

Tuhan jaga keluarga dan jemaatmu. (*)

Menjelang Paska 2022

135


Pdt. Maradong Nainggolan,
GKPI Tomuan Pematangsiantar

Tiga Masa yang Membekas

Mengenang pengalaman bersama Izack, ada tiga masa yang
sangat membekas dalam ingatan saya.

Pertama, adalah masa praktik lapangan pada tahun 1994 di
Solo. Saat itu saya, Izack, dan Linna, satu kelompok ditempatkan
di sebuah perkampungan yang berada di antara anak Sungai
Bengawan Solo dan kuburan. Kami dititipkan kepada satu keluarga.
Teman kami, Linna, tinggal bersama keluarga yang menjadi induk
semang kami, sementara saya dan Izack tinggal di “paviliun” yang
berdiri di atas sungai.

Ada banyak peristiwa yang menggelitik selama kami berada
di Solo. Namun, yang paling istimewa bagi saya adalah saat malam
pertama kami tiba di sana. Tempat tidur yang tersedia bagi kami
berdua adalah sebuah dipan, beralaskan kasur berukuran tiga kaki.
Untungnya saat itu kami masih sangat langsing.

Sebelum tidur kami bertukar cerita seakan mengawali
perkenalan kembali. Entah bagaimana mulanya, saya
memberitahukan kesedihan saya waktu itu, bahwa ayah saya sedang
dirawat di RS Tebet (Jakarta Selatan – Red), karena kanker paru. Dan,
vonis itu menegaskan hidup ayah saya tidak akan lama lagi. Izack
merespons cerita saya dengan memberitahukan ayahnya ternyata
telah meninggal sesaat sebelum ia masuk STTJ.

Respons itu seakan memberi pesan kepada saya supaya
jangan takut kalaupun ayah saya harus meninggal. Ia menguatkan
saya untuk mempersiapkan diri menjadi anak yatim, karena ia telah

136


lebih dahulu mengalaminya. Setelah saling bercerita, kami sama-
sama diam, menatap langit-langit kamar. Seakan tenggelam dengan
kesedihan masing-masing.

Tiba-tiba Izack berkata, “Dong, lihat itu ada anak tikus.” Dan,
saya pun memperhatikan anak tikus yang sedang bingung mencari
jalannya. Serentak kami mengeluarkan kata, “hush ... hush ... hush ...”,
berharap tikus menjauh. Tetapi, tiba-tiba anak tikus jatuh ke arah
kami. Suasana sedih seketika berubah menjadi riuh. Kami bangkit
dari tempat tidur, mengusir anak tikus yang mengganggu suasana.

Kedua, adalah masa menulis skripsi (saat itu disebut karya
tulis) pada tahun 1997. Izack sudah kos di Jalan Talang bersama
teman-teman yang lain. Saya dan Runggu tinggal di rumah kos di
Matraman Dalam.

Hampir tiap malam kami bertandang ke tempat kos mereka,
untuk membuang suntuk atau sekadar singgah sebentar. Kehadiran
saya di sana sering sekali menjadi pengganggu bagi teman-
teman yang serius mengerjakan karya tulisnya. Izack adalah yang
paling enak diganggu, karena ia tidak kuasa memperlihatkan
kemarahannya. Bagaimanapun saya menjahilinya, ia tidak pernah
marah-marah atau mengamuk. Paling-paling ia akan tinggalkan
pekerjaannya, menunggu saya pulang ke tempat kos saya.

Ia penyabar. Ia tidak merespons kejahilan saya dengan
memperlihatkan ketidaksukaannya. Ia bahkan tidak menghindar
jika saya bermain ke tempat kosnya. Ia memaklumi saya, yang juga
dilanda stres mengerjakan karya tulis.

Ketiga, adalah masa ketika saya studi lanjut di Yogyakarta
sekitar tahun 2004/2005. Entah angin apa yang membawanya, suatu
ketika ia menghubungi saya, mengatakan kalau sedang berada di
Yogyakarta, dan meminta untuk bertemu. Saya mendatangi alamat
penginapannya. Ternyata ia bersama temannya perempuan. Mereka
sedang berlibur ke Yogyakarta.

137


Ia mengajak makan gudeg Bu Djum (saya sangat ingat warung
itu karena harganya sangat mahal). Kami makan sambil bercerita
sana-sini. Kemudian saya baru ‘nyadar’, ternyata Izack sedang
berusaha memperkenalkan saya dengan temannya yang sedang
mencari jodoh.

Sepertinya Izack sedang berusaha menjadi ‘mak comblang’
malam itu. Hahaha. Selama kuliah, saya dan Izack bisa dikatakan
hampir tidak pernah memiliki komunikasi yang intens. Namun,
kedatangannya ke Yogyakarta saat itu adalah sebuah kejutan bagi
saya. Terlepas dari motif untuk memperkenalkan temannya, Izack
mengingat saya. Tidak hanya mengingat, tetapi mengajak bertemu.
Kejahilan saya di masa lalu tidak membuatnya melupakan saya. Ia
setia dalam pertemanan.

Akhirnya, saya harus bersyukur kepada Tuhan bahwa saya
pernah bersama dengan Izack.

Bangga memiliki seorang teman bernama Pdt. Izack Sipasulta.(*)
Pematangsiantar, Palmarum 2022

Merry Gustina Gultom

Kisah tentang Ketenangan Menghadapi Badai

“Hallo Miss Merry. Eh, minta tolong Bu Maria tegur Timothy
kalau dia ga nyimak. Gw lg di kamar lg ga fit.” (Pukul 07.15, 14 Juni
2021).

Itu salah satu percakapan di chat Whatsapp yang Izack kirim
ke saya untuk menyampaikan pesannya kepada Ibu Maria, wali kelas
Timothy. Saat itu kondisi tubuh Izack menurun, sementara Timothy,

138


anaknya, sedang melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di SDK
8 PENABUR, tempat saya bertugas sebagai guru Pendidikan Agama
Kristen.

Saya dan Izack berteman sejak tahun 1992 ketika kami sama-
sama masuk STTJ, Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Izack adalah tipe
orang yang setia menjaga pertemanan sehingga hubungannya
dengan teman-teman seangkatan di STTJ awet dan tidak hilang
kontak. Seperti komunikasi kami tidak putus saat kami selesai kuliah,
dan saya tinggal beberapa tahun di Papua.

Semasa di kampus, dalam keseharian Izack berteman dengan
siapa saja. Walaupun terlihat pendiam, tetapi menyenangkan
kalau diajak bercanda. Izack pendiam tetapi baik hati. Kenangan
tentang kebaikan hatinya tidak terlupa. Salah satunya saat saya
menyampaikan ada seorang mahasiswa STT di Makassar kesulitan
keuangan dan tidak mampu membeli buku-buku kuliah. Izack saat
itu sudah melayani di GKI Cawang. Ia bersedia membantu dengan
menggunakan uang pribadi dan meminta saya membeli buku-buku
tersebut di Toko Buku Gunung Mulia. Buku-buku itu saya kirim
kepada mahasiswa yang Izack sendiri tidak mengenalnya.

Masih banyak kebaikan teman saya Izack, mungkin ia sendiri
tidak suka orang lain mengetahuinya.

Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, kembali ke Jakarta,
dan bertemu Izack kembali sebagai pendeta jemaat di GKI Cawang.
Menyaksikan peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya. Hadir
dalam pemberkatan pernikahan Izack dengan Rosa. Bahkan sampai
Timothy, anaknya, menjadi siswa di SDK 8 PENABUR.

Semenjak Izack sakit dan lebih banyak menghabiskan waktu
istirahat di rumah, saya tetap berkomunikasi, tetapi lebih banyak
melalui Whatsapp. Selain tentang kondisi kesehatannya, komunikasi
lebih banyak tentang Timothy, anaknya. Dari kalimat-kalimatnya
tersirat Izack bangga pada perkembangan anaknya. Timothy

139


tumbuh menjadi cerdas, aktif, dan kritis. Perhatian dan tanggung
jawab sebagai orang tua tetap dilakukannya meskipun tubuhnya
sedang lemah.

Timothy pun dekat dengan Pipinya (panggilan Timothy
untuk Izack). Melalui salah satu chat, Izack bercerita kalau sedang
beristirahat di kamar, tidak bisa mendampingi Timothy PJJ, Timothy
pun akan sebentar-bentar datang ke kamar melihatnya.

Umur manusia memang tidak abadi, ya, Zack. Tetapi kisah
ketenanganmu menghadapi badai (sakit yang berat dan lama)
menjadi kisah yang patut direnungkan dan diteladani setiap orang
yang mengenalmu. (*)

Frits RM Sitompul

Sosok yang Tenang dan Lembut

Pertama kali kenal Izack Yusuf Sipasulta sejak sama-sama
masuk di STT Jakarta pada bulan Agustus 1992. Kesan pertama awal
bertemu, Izack bukan seperti orang Ambon kebanyakan. Izack tidak
“sangar”. Gaya bicara dan suaranya lembut.

Dari awal berkenalan sampai selesai, tidak ada perubahan
dari gaya bicara dan sikapnya. Tetap lembut dan tidak suka “mencari
masalah”. Untuk saya pribadi, Izack adalah sosok yang tenang dan
lembut. Belum pernah saya melihat Izack marah walaupun terkadang
ada lelucon atau kata-kata yang sebenarnya sangat menyinggung
perasaannya.

Izack menanggapinya dengan tenang dan tersenyum. (*)

140


Anggara Mangasa Tua

Izack Juga Menyukai Jon Bon Jovi

Izack Sipasulta.....sosok teman yang cenderung pendiam ketika
berada dalam kumpulan yang ramai, tetapi ‘rame’ ketika berkumpul
dengan hanya beberapa teman yang sudah dekat (akrab).

Saya sudah mengenal Izack sebelum masuk STTJ. Ia adik kelas
saya di SMAN 1 Bekasi. Kedekatan saya dengan Izack terutama
karena saya sering barengan di grup Ambon manise, Rani Nussy,
Betty Nahumuri, Helen Hukom, John de Fretes, Beril Huliselan, dan
Renny Haliwela.

Izack... nyaman berteman dengan dia, nggak neko-neko, santai
aja. Itu sangat terasa ketika kami kebetulan sama-sama praktik di
Cirebon. Saya di GKP Cirebon, Izack di GKI Pengampon. Dan, di situ
saya agak terkejut karena baru tahu Izack juga menyukai Jon Bon
Jovi. Saya bahkan sempat pinjam kaset album These Days.

Izack, sosok teman yang paling ‘pendeta’ banget.
See You Again (*)

141


Click to View FlipBook Version