Analisa Sistem Informasi - 91 dibuat akan menghasilkan rekomendasi untuk melakukan customization terhadap software. c) Partial Fit (P) Software mempunyai fungsional yang memenuhi kebutuhan. Perubahan sementara, laporan khusus atau customization, bagaimanapun akan dibutuhkan kemudian agar dapat memenuhi kebutuhan secara maksimal. 3. Category Memungkinkan untuk menunjuk mengapa ada gap, yaitu karena kekurangan fungsi perangkat lunak akuntansi atau masalah pada proses bisnis alur kerja/prosedural perusahaan. Pengetahuan ini sangat berguna saat mengintegrasikan sistem perangkat lunak baru dengan proses bisnis saat ini. 4. Requirement/Evaluation Pada saat gap telah diidentifikasi maka akan dibuat saran dan evaluasi yang diharapkan dapat memperbaiki gap tersebut dan merekomendasikan solusi pada perusahaan. Diantara software yang telah dianalisis maka akan ditentukan manakah yang memenuhi kesesuaian proses bisnis perusahaan dan memiliki tingkat Fit yang lebih unggul dibandingkan tingkat Gap yang ada.
92 - Analisa Sistem Informasi
Analisa Sistem Informasi - 93 Analisis Kelayakan Sistem Informasi Anis Yusrotun Nadhiroh, S.Kom, M.MT. 8
94 - Analisa Sistem Informasi alam era di mana teknologi terus berkembang dengan cepat, organisasi harus memastikan bahwa investasi dalam sistem informasi baru merupakan langkah yang tepat dan bermanfaat. Analisis kelayakan memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi potensi keuntungan dan risiko yang terkait dengan pengenalan sistem baru, termasuk aspek-aspek seperti kelayakan teknis, ekonomi, operasional, jadwal, hukum, dan lingkungan. Pendekatan yang cermat dalam menganalisis kelayakan ini membantu organisasi membuat keputusan yang terinformasi dan mengurangi kemungkinan kegagalan dalam implementasi sistem informasi yang kompleks. A. Kelayakan Teknis Kelayakan teknis sistem informasi adalah penilaian untuk menentukan apakah sistem informasi yang diusulkan dapat diimplementasikan dengan menggunakan teknologi yang ada saat ini dan sumber daya yang tersedia. (Azis, 2022) Penilaian ini penting untuk memastikan bahwa sistem informasi dapat diwujudkan secara realistis dan memenuhi kebutuhan organisasi. Aspek yang umumnya dinilai dalam kelayakan teknis sistem informasi, antara lain: (Rainer et al., 2020) 1. Ketersediaan teknologi Ketersediaan teknologi adalah faktor utama dalam analisis kelayakan sistem informasi. Ini melibatkan evaluasi apakah teknologi yang dibutuhkan untuk sistem informasi telah tersedia secara luas dan dapat diakses. Evaluasi mencakup perkembangan terbaru dalam industri IT, termasuk D
Analisa Sistem Informasi - 95 perangkat keras, perangkat lunak, dan infrastruktur jaringan. Pertimbangan juga meliputi ketersediaan sumber daya teknologi lokal atau melalui mitra eksternal, serta keberadaan personel IT yang berkualitas untuk mengelola teknologi. Selain itu, evaluasi mencakup kepatuhan teknologi terhadap standar industri, keamanan, dan keandalan. Evaluasi ketersediaan teknologi memungkinkan organisasi untuk menilai apakah teknologi yang dibutuhkan sudah ada dan dapat mendukung kesuksesan proyek implementasi sistem informasi. 2. Keterampilan sumber daya manusia Keterampilan sumber daya manusia adalah faktor penting dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang melibatkan penilaian terhadap apakah organisasi memiliki personel dengan keterampilan teknis yang diperlukan untuk mengembangkan dan mengoperasikan sistem informasi yang direncanakan. Evaluasi ini mencakup pemahaman terhadap bahasa pemrograman, basis data, dan arsitektur perangkat lunak, serta kemampuan manajemen proyek, komunikasi, dan kolaborasi dalam tim. Organisasi perlu memastikan ketersediaan keterampilan yang diperlukan melalui pelatihan, rekrutmen, atau outsourcing layanan teknis, sehingga meminimalkan risiko dan meningkatkan keberhasilan proyek implementasi sistem informasi. 3. Ketersediaan infrastruktur Ketersediaan infrastruktur adalah aspek kunci dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang
96 - Analisa Sistem Informasi melibatkan penilaian terhadap apakah organisasi memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung sistem informasi yang direncanakan. Ini mencakup evaluasi terhadap jaringan komunikasi, server, penyimpanan data, dan perangkat keras lainnya yang diperlukan untuk operasional sistem informasi. Pertimbangan juga termasuk kapasitas, keandalan, dan skalabilitas infrastruktur yang ada untuk memastikan bahwa sistem informasi dapat berjalan dengan efisien dan dapat diandalkan. 4. Biaya Evaluasi biaya adalah langkah penting dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang memerlukan penilaian terhadap apakah biaya pengembangan, implementasi, dan pemeliharaan sistem informasi dapat diakomodasi dalam anggaran organisasi. Ini melibatkan estimasi biaya yang terkait dengan pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, sumber daya manusia, pelatihan, serta biaya operasional dan pemeliharaan jangka panjang. Pertimbangan juga termasuk identifikasi sumber pendanaan yang tersedia, proyeksi keuntungan yang mungkin diperoleh dari investasi, dan strategi pengelolaan risiko terkait dengan biaya yang terlibat. 5. Keamanan Evaluasi keamanan adalah aspek krusial dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang memerlukan penilaian terhadap apakah sistem informasi dapat dibangun dengan cara yang aman dan dapat menjamin kerahasiaan informasi. Ini melibatkan
Analisa Sistem Informasi - 97 identifikasi dan mitigasi terhadap potensi ancaman keamanan seperti serangan cyber, pencurian data, dan pelanggaran privasi. Pertimbangan juga termasuk penerapan praktik keamanan terbaik dalam pengembangan perangkat lunak, penggunaan protokol enkripsi, dan kepatuhan terhadap regulasi dan standar keamanan industri yang berlaku. 6. Skalabilitas Evaluasi skalabilitas adalah tahap penting dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang melibatkan penilaian terhadap apakah sistem informasi dapat diubah skala secara efektif untuk memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan. Ini mencakup kemampuan sistem untuk menangani peningkatan volume data, jumlah pengguna, dan kompleksitas operasional dengan fleksibilitas dan efisiensi yang memadai. Pertimbangan juga termasuk fleksibilitas arsitektur sistem, kemampuan untuk menambah atau mengurangi kapasitas secara dinamis, dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk skala ke atas atau ke bawah. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan teknis sistem informasi, diantaranya: (Hutahaean, 2015) 1. Analisis SWOT Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang terkait dengan implementasi sistem informasi.
98 - Analisa Sistem Informasi 2. Prototyping Prototyping adalah proses pembuatan model sistem informasi yang berfungsi untuk menguji kelayakan teknis sistem. 3. Analisis biaya-manfaat Analisis ini digunakan untuk menghitung biaya dan manfaat yang terkait dengan implementasi sistem informasi. Kelayakan teknis sistem informasi adalah faktor penting yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk membangun sistem informasi baru. Penilaian kelayakan teknis yang cermat dapat membantu organisasi menghindari kegagalan proyek dan memastikan bahwa sistem informasi yang dibangun memenuhi kebutuhan organisasi. B. Kelayakan Ekonomi Kelayakan ekonomi sistem informasi adalah penilaian untuk menentukan apakah sistem informasi yang diusulkan dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang lebih besar daripada biayanya. (Alzedan, 2019)Penilaian ini digunakan untuk memastikan bahwa sistem informasi dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi. Umumnya, kelayakan ekonomi diukur dari beberapa aspek penilaian berikut : (Hertingkir & Wardani, 2017) 1. Biaya Evaluasi biaya dalam konteks sistem informasi mencakup perkiraan biaya yang terkait dengan pengembangan, implementasi, dan pemeliharaan
Analisa Sistem Informasi - 99 sistem tersebut. Ini meliputi semua aspek, mulai dari pembelian perangkat keras dan perangkat lunak hingga biaya pelatihan, sumber daya manusia, dan biaya operasional jangka panjang. Analisis biaya membantu organisasi dalam menentukan apakah investasi yang diperlukan untuk sistem informasi tersebut sesuai dengan anggaran yang tersedia dan apakah manfaat yang diharapkan dari implementasi sistem tersebut sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. 2. Manfaat Evaluasi manfaat dalam konteks sistem informasi mencakup identifikasi dan penilaian manfaat yang diharapkan dari implementasi sistem tersebut. Manfaat yang diharapkan meliputi peningkatan efisiensi operasional, penghematan biaya, peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktivitas atau perluasan pasar, serta peningkatan kemampuan organisasi dalam pengambilan keputusan berdasarkan data yang lebih akurat dan real-time. Analisis manfaat membantu organisasi dalam memahami nilai tambah yang diharapkan dari investasi dalam sistem informasi dan membandingkannya dengan biaya yang diperlukan untuk implementasi dan pemeliharaannya. 3. Nilai Bersih Sekarang (NPV) Nilai Bersih Sekarang (NPV) adalah metode keuangan yang digunakan untuk mengevaluasi proyek investasi, termasuk sistem informasi, dengan membandingkan nilai arus kas masuk dan keluar dari
100 - Analisa Sistem Informasi proyek tersebut selama periode waktu tertentu. NPV menghitung selisih antara total nilai arus kas masuk dan total nilai arus kas keluar dari proyek, dengan mengambil nilai arus kas di masa depan dan mengdiskontokannya ke nilai sekarang. Dalam konteks sistem informasi, NPV membantu organisasi dalam menilai keuntungan finansial dari implementtasi sistem tersebut dan menentukan apakah proyek tersebut layak dari sudut pandang keuangan. 4. Tingkat Pengembalian Internal (IRR) Tingkat Pengembalian Internal (IRR) adalah metode keuangan yang digunakan untuk mengevaluasi proyek investasi, termasuk sistem informasi, dengan menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan dari investasi tersebut. IRR adalah tingkat suku bunga di mana nilai sekarang dari arus kas masuk sama dengan nilai sekarang dari arus kas keluar dari proyek, sehingga NPV menjadi nol. Dalam konteks sistem informasi, IRR memberikan gambaran tentang tingkat pengembalian yang diharapkan dari investasi dalam sistem tersebut, membantu organisasi dalam memutuskan apakah proyek tersebut layak dari sudut pandang keuangan. Semakin tinggi tingkat pengembalian internal, semakin menguntungkan proyek investasi tersebut. 5. Periode Pengembalian Modal (Payback Period) Periode Pengembalian Modal (Payback Period) adalah metode evaluasi keuangan yang digunakan untuk mengevaluasi investasi dalam sistem informasi dengan menghitung waktu yang diperlukan untuk
Analisa Sistem Informasi - 101 mendapatkan kembali investasi awal. Periode payback adalah periode waktu di mana arus kas masuk dari proyek tersebut setara dengan investasi awal yang dikeluarkan. Dalam konteks sistem informasi, periode payback memberikan gambaran tentang seberapa cepat investasi awal dalam sistem tersebut dapat pulih, membantu organisasi dalam menilai tingkat risiko dan likuiditas investasi tersebut. Semakin pendek periode payback, semakin cepat investasi tersebut dapat dikembalikan, yang biasanya dianggap sebagai indikator keuntungan dan kestabilan proyek. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi sistem informasi, antara lain: 1. Analisis biaya-manfaat Analisis ini digunakan untuk menghitung biaya dan manfaat yang terkait dengan implementasi sistem informasi. 2. Analisis NPV Analisis ini digunakan untuk menghitung NPV dari sistem informasi. 3. Analisis IRR Analisis ini digunakan untuk menghitung IRR dari sistem informasi. 4. Analisis payback period Analisis ini digunakan untuk menghitung payback period dari sistem informasi. Kelayakan ekonomi sistem informasi adalah faktor yang harus dimatangkan sebelum memutuskan untuk
102 - Analisa Sistem Informasi membangun sistem informasi baru. Penilaian kelayakan ekonomi yang cermat dapat membantu organisasi memastikan bahwa sistem informasi yang dibangun memberikan nilai tambah bagi organisasi. C. Kelayakan Operasional Kelayakan operasional sistem informasi adalah penilaian untuk menentukan apakah sistem informasi yang diusulkan dapat dioperasikan dan dipelihara secara efektif dan efisien oleh organisasi. Penilaian ini penting untuk memastikan bahwa sistem informasi dapat digunakan dengan baik oleh pengguna dan memenuhi kebutuhan organisasi. (Hutahaean, 2015) Aspek atau indikator yang umumnya dinilai dalam kelayakan operasional sistem informasi, antara lain: (Ichsan et al., 2019) 1. Ketersediaan sumber daya manusia Ketersediaan sumber daya manusia adalah pertimbangan penting dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang mencakup evaluasi terhadap apakah organisasi memiliki jumlah dan jenis personel yang memadai untuk mengoperasikan dan memelihara sistem informasi yang direncanakan. Evaluasi ini melibatkan penilaian terhadap keahlian, pengalaman, dan pengetahuan personel dalam mengelola teknologi yang akan digunakan, serta kemampuan mereka dalam memahami dan menangani permasalahan teknis yang mungkin timbul.
Analisa Sistem Informasi - 103 2. Keterampilan sumber daya manusia Keterampilan sumber daya manusia adalah faktor kunci dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang mencakup penilaian terhadap apakah personel dalam organisasi memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengoperasikan dan memelihara sistem informasi yang direncanakan. Evaluasi ini mempertimbangkan pemahaman personel terhadap teknologi yang akan digunakan, kemampuan dalam manajemen sistem, serta kesiapan mereka untuk memahami dan mengatasi masalah teknis yang mungkin muncul. 3. Prosedur dan dokumentasi Prosedur dan dokumentasi yang memadai adalah aspek penting dalam analisis kelayakan sistem informasi, yang melibatkan penilaian terhadap apakah organisasi telah mengembangkan prosedur operasional standar dan dokumentasi yang diperlukan untuk mengoperasikan dan memelihara sistem informasi dengan efektif. Evaluasi ini mencakup penilaian terhadap kejelasan, kelengkapan, dan aksesibilitas dokumentasi sistem, serta pemahaman personel terhadap prosedur operasional yang ada. 4. Dukungan vendor Dukungan dari vendor sistem informasi merupakan faktor penting dalam analisis kelayakan, yang melibatkan penilaian terhadap apakah vendor menyediakan dukungan yang memadai untuk sistem informasi yang direncanakan. Evaluasi ini mencakup penilaian terhadap ketersediaan layanan dukungan
104 - Analisa Sistem Informasi teknis, pembaruan perangkat lunak, pemeliharaan sistem, dan responsibilitas terhadap permasalahan yang mungkin muncul. Penting untuk memastikan bahwa vendor memiliki reputasi yang baik dalam memberikan dukungan pelanggan, memiliki tim teknis yang berkualitas, dan menyediakan layanan dukungan yang responsif dan dapat diandalkan. 5. Perawatan dan pemeliharaan Perawatan dan pemeliharaan sistem informasi memerlukan alokasi anggaran yang memadai dari organisasi. Evaluasi kelayakan dalam hal ini mencakup penilaian terhadap apakah organisasi memiliki anggaran yang mencukupi untuk melakukan pemeliharaan rutin, perbaikan, dan peningkatan sistem informasi. Ini mencakup biaya untuk memperbarui perangkat lunak, memperbaiki perangkat keras yang rusak, serta memastikan keamanan dan keandalan sistem secara berkala. Untuk menilai kelayakan operasional sistem informasi dibutuhkan metode-metode yang sesuai, antara lain: (Aminikhanghahi & Cook, 2017) 1. Wawancara Wawancara dengan pengguna, staf TI, dan manajemen untuk mengetahui pendapat mereka tentang kelayakan operasional sistem informasi. 2. Kuesioner Penyebaran kuesioner kepada pengguna dan staf TI untuk mengumpulkan data tentang kelayakan operasional sistem informasi.
Analisa Sistem Informasi - 105 3. Pengamatan Mengamati bagaimana pengguna menggunakan sistem informasi untuk mengidentifikasi potensi masalah operasional. Evaluasi kegunaan operasional yang teliti membantu organisasi memastikan bahwa sistem informasi yang dikembangkan dapat digunakan secara efisien oleh pengguna dan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan melakukan penilaian yang cermat, organisasi dapat memastikan bahwa sistem yang dibangun tidak hanya berfungsi dengan baik, tetapi juga mudah diakses dan dimanfaatkan oleh pengguna. Hal ini membantu meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kepuasan pengguna, serta memastikan bahwa sistem informasi tersebut memberikan kontribusi maksimal terhadap tujuan dan operasi organisasi secara keseluruhan. D. Kelayakan Hukum dan Regulasi Kelayakan hukum dan regulasi sistem informasi adalah penilaian untuk menentukan apakah sistem informasi yang diusulkan mematuhi semua peraturan dan undang-undang yang berlaku. (Tilley & Rosenblatt, 2017)Penilaian ini penting untuk memastikan bahwa sistem informasi tidak melanggar hukum dan tidak membahayakan hak-hak individu atau organisasi. Dalam pencapaian kelayakannya dari segi hukum dan regulasi, sebuah sistem informasi harus mempertimbangkan aspek-aspek berikut : (Ahmad et al., 2022)
106 - Analisa Sistem Informasi 1. Peraturan privasi data Kepatuhan terhadap peraturan privasi data, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan General Data Protection Regulation (GDPR), menjadi fokus penting dalam evaluasi kelayakan sistem informasi. Penilaian ini mencakup pengecekan terhadap apakah sistem informasi telah dirancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan standar keamanan dan privasi data yang ditetapkan oleh peraturan tersebut. Hal ini mencakup langkah-langkah untuk melindungi data pribadi pengguna, seperti enkripsi data, pengaturan hak akses, dan prosedur keamanan yang ketat. 2. Hak cipta dan hak kekayaan intelektual Evaluasi hak cipta dan hak kekayaan intelektual menjadi aspek penting dalam kelayakan sistem informasi, dengan penekanan pada kepatuhan terhadap undang-undang yang berlaku dan perlindungan terhadap hak-hak kreatif dan intelektual. Hal ini melibatkan pemeriksaan terhadap apakah sistem informasi menggunakan materi berhak cipta atau hak kekayaan intelektual dari pihak lain tanpa izin yang sah. Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa organisasi tidak melanggar hakhak kekayaan intelektual dan tidak terjerat dalam sengketa hukum terkait dengan pelanggaran hak cipta.
Analisa Sistem Informasi - 107 3. Keamanan data Penilaian keamanan data adalah elemen penting dalam analisis kelayakan sistem informasi, dengan fokus pada langkah-langkah yang diimplementasikan untuk melindungi data dari akses yang tidak sah, penggunaan yang tidak sah, pengungkapan yang tidak sah, perubahan yang tidak sah, atau penghancuran yang tidak sah. Evaluasi ini mencakup penilaian terhadap penggunaan teknologi enkripsi untuk melindungi data dalam penyimpanan dan pengiriman, implementasi kontrol akses yang ketat untuk memastikan hanya pengguna yang sah yang dapat mengakses data, serta penerapan langkah-langkah keamanan jaringan seperti firewall dan deteksi intrusi. Selain itu, tindakan keamanan fisik, kebijakan akses, dan pelatihan pengguna juga menjadi pertimbangan penting dalam memastikan keamanan data yang adekuat. 4. Kontrak dan perjanjian Penting untuk memastikan bahwa semua kontrak dan perjanjian yang terkait dengan sistem informasi telah ditinjau dan disetujui oleh penasihat hukum yang kompeten. Evaluasi ini mencakup pemeriksaan terhadap ketentuan hukum dan persyaratan dalam kontrak, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak, tanggung jawab terkait privasi data, serta hak kekayaan intelektual. Penasihat hukum yang kompeten akan membantu memastikan bahwa kontrak dan perjanjian tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku, melindungi kepentingan organisasi, dan
108 - Analisa Sistem Informasi mengurangi risiko hukum yang mungkin timbul di masa depan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan hukum dan regulasi sistem informasi adalah sebagai berikut: (Koivisto & Hamari, 2019) 1. Analisis hukum Analisis hukum untuk mengidentifikasi semua peraturan dan undang-undang yang berlaku untuk sistem informasi. 2. Peninjauan kontrak dan perjanjian Peninjauan semua kontrak dan perjanjian yang terkait dengan sistem informasi untuk memastikan bahwa mereka mematuhi hukum. 3. Audit keamanan data Audit keamanan data untuk menilai keamanan sistem informasi dan mengidentifikasi potensi risiko hukum. Sebelum memutuskan untuk mengembangkan sistem informasi baru, penting untuk mempertimbangkan kelayakan hukum dan regulasi. Penilaian yang hati-hati terhadap aspek hukum dan peraturan dapat membantu organisasi menghindari masalah hukum dan memastikan bahwa sistem informasi yang dibangun sesuai dengan semua peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Analisa Sistem Informasi - 109 . Pemodelan Data dalam Analisis Sistem Informasi Hendra Di Kesuma, S.Kom., M.Cs 9
110 - Analisa Sistem Informasi A. Pengenalan Pentingnya Pemodelan Data Dalam Analisis Sistem Informasi Pemodelan data adalah suatu teknik yang sangat penting dalam analisis sistem informasi yang kompleks. Pemodelan data terdiri dari proses pembuatan representasi struktur data yang akurat dari dunia nyata, yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang sistem informasi yang efektif. Dalam konteks bisnis modern yang terus berkembang, pemodelan data menjadi semakin penting karena mampu menyediakan pandangan yang jelas dan terstruktur tentang data yang ada dan bagaimana data tersebut saling berhubungan. Salah satu tujuan utama dari pembahasan pemodelan data dalam analisis sistem informasi adalah untuk memastikan keakuratan dan konsistensi data yang digunakan dalam pengembangan sistem informasi. Pemodelan data bagaikan pembuatan peta jalan atau cetak biru yang menuntun pengumpulan, pengelolaan, dan pemahaman informasi bagi berbagai organisasi. Peta jalan ini membantu para pemangku kepentingan, seperti analis, ilmuwan, dan pakar data, untuk mencapai pandangan yang sama tentang data organisasi. Peta tersebut menjelaskan jenis data yang dikumpulkan oleh bisnis, bagaimana berbagai kumpulan data saling terhubung, dan cara terbaik untuk menyimpan dan menganalisisnya. Dalam merancang atau mendesain sistem informasi, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain pengolahan data berdasarkan fungsinya, aliran
Analisa Sistem Informasi - 111 dokumen, aliran sistem yang diusulkan, desain basis data, definisi antarmuka, serta proses dari input hingga output (Krisna, Nurcahayawati and Soebijono, 2016). Pemodelan data tersebut kemudian diilustrasikan dalam: 1. Data aliran dokumen 2. Data aliran sistem 3. Data Flow Diagram (DFD) B. Konsep Dasar Pemodelan Data 1. Pengertian Pemodelan Data Pemodelan data (data modelling) adalah proses pembuatan peta data untuk informasi yang akan tersimpan dalam basis data. Model data ini menggambarkan secara abstrak berbagai elemen data, hubungan antar elemen, dan aturan yang terkait. Pemodelan data dapat memvisualisasikan data dan menerapkan aturan bisnis, regulasi, serta kebijakan pimpinan yang terkait dengan data tersebut. Pemodelan data ini menjamin konsistensi dalam penamaan, nilai default, makna, dan keamanan data, sehingga meningkatkan kualitasnya. 2. Tujuan Pemodelan Data Tujuan penggunaan model data dalam data modelling (pemodelan data) yaitu a. Keakuratan data dalam database Model data menjamin representasi lengkap dan akurat dari semua elemen data yang dibutuhkan database. Ketidaklengkapan data dapat menghasilkan laporan dan hasil yang keliru.
112 - Analisa Sistem Informasi b. Perancangan basis data yang menyeluruh Model data dapat memfasilitasi perancangan basis data pada level konseptual (memodelkan hubungan antar data), fisik (menentukan struktur penyimpanan data), dan logis (mendefinisikan cara akses data) c. Penentuan struktur basis data Model data mendefinisikan struktur database, termasuk tabel relasional, kunci utama dan kunci tamu, serta prosedur tersimpan yang mengatur operasi data. d. Sebagai panduan pembuatan basis data Model data memberikan gambaran jelas tentang data dasar, menjadi panduan bagi pengembang database dalam membangun basis data fisik. e. Identifikasi data yang bermasalah Model data dapat membantu mengidentifikasi data yang hilang (tidak tercatat) dan berlebihan (duplikasi), sehingga meningkatkan kualitas data. f. Memberikan manfaat berkelanjutan Meskipun pembuatan awal model data membutuhkan usaha, kedepannya model ini mengoptimalkan infrastruktur TI, mempermudah dalam upgrade, dan mempercepat serta mempermurah pemeliharaan. 3. Jenis Pemodelan Data Data model memiliki tiga jenis sebagai berikut (Pratama, 2021) :
Analisa Sistem Informasi - 113 a. Konseptual Model data ini menguraikan elemen-elemen penting yang membentuk sistem dan dibuat oleh pengambil keputusan dan arsitek data. Model data ini berfungsi sebagai cetak biru sistem, untuk mengatur, mengembangkan, dan mendefinisikan konsep dan aturan bisnis. Contoh model data konseptual yaitu entitas buku, penulis, penerbit, kategori, pesanan dan pelanggan yang memiliki hubungan buku ditulis oleh penulis, buku diterbitkan oleh penerbit, dan buku dikategorikan ke dalam kategori. b. Logis Menyusun panduan implementasi sistem tanpa bergantung pada sistem basis data tertentu. Model ini dibuat oleh arsitek data dan analis bisnis untuk merumuskan peta teknis yang mengatur aturan dan struktur data. Contoh model data logis adalah tabel buku, penulis, kategori, penerbit, pesanan, dan pelanggan dengan atributnya masing-masing. Buku memiliki atribut id_buku, judul, id_penulis, id_penerbit, id_kategori, dan harga. Penulis memiliki atribut id_penulis dan nama. c. Fisik Model Data ini menjelaskan cara sistem akan diterapkan dengan menggunakan sistem DBMS tertentu. Biasanya dibuat oleh database administrator dan pengembang, tujuan dari model ini adalah implementasi praktis dari basis data.
114 - Analisa Sistem Informasi Gambar 9.1 Jenis Model Data (Taylor, 2023) C. Teknik Pemodelan Data Pemodelan data memiliki peran penting dalam mengidentifikasi, merancang, dan mengimplementasikan struktur data yang tepat dalam sistem informasi, sehingga memastikan keandalan, konsistensi, dan keakuratan data yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Teknik pemodelan data merupakan metode berbeda yang dapat digunakan untuk membuat model data yang berbeda (Pakpahan, 2021). Ada banyak pendekatan untuk mengembangkan model data, tetapi dua metode umum yang biasa digunakan yaitu Object Oriented Data Modelling dan Record Data Modelling. 1. Model Data Berorientasi Object (Object Oriented Data Modelling) Model data berorientasi objek (berbasis objek) menggunakan konsep entitas, atribut, dan relasi antar entitas. Model-model ini terdiri dari :
Analisa Sistem Informasi - 115 a. Model Keterhubungan Entitas (EntityRelationship Model) Model ini menjelaskan hubungan diantara data berdasarkan contoh nyata, yang terdiri dari objek dasar yang saling terhubung. Komponen utama pembentuk model ini adalah entitas, relasi, dan kedua komponen yang dijelaskan lebih rinci dalam atribut atau properti. Komponen himpunan entitas, relasi, yang dilengkapi dengan atribut tersebut dapat digambarkan dengan Entity Relationship Diagram (ERD) atau Diagram E-R. ERD merupakan diagram yang digunakan untuk merancang basis data, yang bertujuan untuk menunjukkan relasi antara entitas atau objek beserta atributnya. Dengan kata lain, ERD berfungsi sebagai model untuk menggambarkan hubungan antar data dalam basis data berdasarkan objek-objek dasarnya yang mempunyai hubungan antar relasi (Syafruddin Akbar and Haryanti, 2021). Diagram Entity-Relationship (Diagram E-R) ERD merupakan diagram yang paling populer yang digunakan dalam merancang basis data. Tujuan dari ERD adalah kemudahan dalam pemahaman perancangan suatu basis data (database). Gambar 9.2 Simbol-simbol ERD
116 - Analisa Sistem Informasi Berikut ini contoh penggunaan simbol-simbol dalam diagram hubungan antar entitas : Gambar 9.3. Contoh penggunaan simbol ERD b. Model Berorientasi Object (Object Oriented Model) Model data ini berpusat pada objek, di mana setiap node/diagramnya dibangun berdasarkan objek database. Konsep entitas, atribut, dan relasi digunakan untuk mendefinisikan objek sebagai entitas yang memiliki karakteristik (atribut) unik yang membedakannya dari objek lain. Penggambaran model data ini menggunakan UML (Unified Modelling Language). Unified Modelling Language (UML) UML merupakan bahasa yang digunakan secara umum untuk menggambarkan dan memvisualisasikan elemen-elemen dari proses analisis dan desain yang berbasis objek. UML menyediakan notasi dan diagram
Analisa Sistem Informasi - 117 standar yang dapat digunakan untuk memodelkan sebuah sistem (Kesuma, 2010). Karena UML merupakan suatu bahasa, maka ada beberapa aturan di dalam UML untuk penggabungan elemen-elemen dalam UML. Dengan menggunakan UML, seorang analis sistem dapat menghasilkan dokumen desain sistem yang lengkap kepada klien, pengembang perangkat lunak, dan semua pihak yang terlibat dalam pengembangan sistem tersebut. UML digambarkan dalam 2 jenis: 1) Structural Diagram Terdiri dari class diagram, object diagram, component diagram dan deployment diagram. 2) Behaviour diagram Terdiri dari use case diagram, sequence diagram, collaboration diagram, statechart diagram, dan activity diagram. c. Model Data Semantik (Semantic Data Model) Hampir sama dengan Model keterhubungan entitas, dimana relasi antar objek dasar tidak dinyatakan dengan simbol melainkan dengan kata (semantic). Contohnya adalah dapat dilihat digambar berikut ini:
118 - Analisa Sistem Informasi Gambar 9.4. Contoh penggunaan simbol ERD d. Model data Fungsional (Functional Data Model) Yaitu salah satu bentuk model data semantik yang muncul pada awal sejarah database. Model ini menggunakan formalisme matematika (notasi matematika) berupa penerapan fungsi untuk merepresentasikan dan melacak hubungan antar item data. Fungsi biasanya diterapkan pada variabel yang nilainya bisa berupa pengidentifikasian objek atau instance record (Gray, 2017). 2. Model Data Berorientasi Record (Record Based Data Model) Model data berorientasi record ini berdasarkan rekaman untuk menjelaskan kepada pengguna tentang hubungan logika antara data yang terkait dalam database. Perbedaannya dengan Model Data Berbasis Objek, model berorientasi rekaman ini digunakan Model-data ini terdiri dari : a. Hierarchycal Model b. Network Model c. Relational Model
Analisa Sistem Informasi - 119 Pemetaan Alur Kerja (Workflow) dalam Analisis Sistem Informasi Afifah Nurrosyidah, S.Kom., M.Kom., Ph.D (Cand) 10
120 - Analisa Sistem Informasi A. Definisi workflow Alur kerja atau workflow pada pokok pembahasan di bagian ini merupakan sebuah gambaran dari proses bisnis, sesuai dengan terminologi yang dikembangkan oleh WorkFlow Management Coalition (WFMC). Workflow didefinisikan sebagai kumpulan pekerjaan atau tugas yang dikelola untuk menyelesaikan beberapa proses bisnis. Sebagai contoh secara sederhana, workflow dapat menjelaskan bagaimana langkah yang harus dilakukan untuk memproses pembelian barang atau mengajukan peminjaman uang dari bank. Dalam sebuah workflow, ketika suatu aktivitas telah diselesaikan, maka akan dilanjutkan ke aktivitas selanjutnya. Rangkaian aktivitas ini akan berlanjut dari awal hingga akhir dan berkontribusi untuk menghasilkan suatu keluaran yang dapat berupa informasi atau produk. Hampir semua prosedur yang ada di dalam industri atau perusahaan digambarkan dengan sebuah workflow, khususnya untuk prosedur operasional dengan asumsi terdapat langkah yang dapat diulang. Sebagian besar organisasi secara tradisional diatur berdasarkan fungsi, seperti pembelian, manufaktur, pemasaran, teknik, dan akuntansi. Konsep ini terus berlanjut yang meliputi: sumber daya manusia, fisik, dan keuangan sering kali dikelola berdasarkan fungsi, dan sebagian besar koordinasi bersifat intrafungsional. Adanya penggunaan workflow dalam menganalisis sebuah proses memberikan banyak manfaat, antara lain: 1. Memberikan gambaran menyeluruh tentang sebuah proses untuk memahami kebutuhan operasional.
Analisa Sistem Informasi - 121 2. Para stakeholder dapat mengidentifikasi kegiatan yang tengah berjalan. Adanya potensi untuk kolaborasi yang lebih sinergis juga dapat terjadi. 3. Mengidentifikasi adanya kegiatan berulang untuk peluang otomatisasi sehingga dapat menyederhanakan proses, meningkatkan efisiensi, dan mendukung produktivitas. 4. Mengurangi adanya risiko, seperti bocornya informasi sensitif atau kurangnya manajemen stakeholder. 5. Mengurangi biaya tambahan dengan adanya eliminasi proses yang tidak efisien. 6. Standarisasi proses lebih optimal yang mendukung peningkatan pengalaman pengguna, keamanan informasi, dan keterbukaan data. 7. Pengambilan keputusan yang lebih baik, konsisten, dan berbasis data yang lebih rasional. Dalam workflow, terdapat beberapa aspek yang mungkin terlibat, antara lain manusia, sistem informasi, atau kombinasi keduanya yang dapat berkolaborasi dalam melakukan suatu tugas. Peran sistem informasi atau yang lebih spesifik perangkat lunak dalam workflow membantu sebuah proses bisnis lebih optimal untuk mencapai tujuan. Sistem ini juga dapat mendukung tugas yang dikerjakan secara manual menjadi otomatis. Tugas manusia adalah sebagai pengguna, termasuk berinteraksi dengan sistem untuk memberikan perintah input atau sekedar hanya melihat proses yang sedang berjalan. Selain berfungsi sebagai kumpulan tugas, workflow juga mendefinisikan urutan tugas, kondisi setiap tugas, sinkronisasi tugas, dan aliran informasi.
122 - Analisa Sistem Informasi Sebuah proses dalam workflow merupakan suatu hal yang dilakukan oleh manusia atau permintaan dari pelanggan. Dalam hal ini, penting untuk dapat memahami peran dari struktur organisasi untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh masing-masing orang dalam sebuah workflow. Seorang eksekutif memiliki fungsi untuk proses manajerial seperti pengambilan keputusan sementara staf pelaksana memiliki peran untuk mengerjakan hal operasional. Sebagai contoh, dalam sistem perkantoran, staf operasional melakukan pekerjaan mencatat dan mengitung sedangkan manajer melakukan verifikasi atau konfirmasi terhadap data yang diberikan oleh staf operasional tersebut. Setiap orang memiliki kapasitas dan peran yang berbeda untuk melakukan pekerjaannya masing-masing. Maka dari itu, perlu untuk mendefinisikan peran dari masing-masing bagian dan kewenangannya sebelum menyusun workflow. Aspek paling penting dalam struktur organisasi adalah kewenangan dan tanggung jawab. Jika eksekutif memiliki tanggung jawab secara khusus, maka dia juga memiliki kewenangan khusus, dimana mereka memiliki kewenangan untuk memberikan penugasan kepada staf lainnya. Semakin kompleks sebuah proses bisnis dan organisasi, maka proses penyusunan workflow akan semakin rumit. Beberapa proses yang sifatnya berulang pun dapat dilakukan secara otomasi untuk mempercepat durasi dan meningkatkan hasil produksi. Maka dari itu, sistem informasi berperan untuk dapat membuat proses bisnis yang dijalankan menjadi lebih efisien dalam hal koordinasi dan integrasi antar struktur organisasi.
Analisa Sistem Informasi - 123 B. Jenis workflow Adanya workflow mempermudah sebuah proses dapat terdefinisikan. Pada umumnya, ada tiga jenis workflop yang kerap digunakan dalam organisasi atau perusahaan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan mereka masing-masing, antara lain: 1. Process workflow Jenis workflow ini adalah yang paling banyak digunakan dan dapat digambarkan dengan mudah. Pada process workflow, aktivitas yang dilakukan umumnya berulang dan tidak membutuhkan banyak perubahan. Seperti contoh, workflow pembelian barang bisa dilihat di Gambar 10.1 berikut. Gambar 10.1. Contoh sederhana workflow pembelian barang 2. Case workflow Untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, terkadang dibutuhkan proses tertentu yang sesuai dengan kondisi permasalahan tersebut. Case workflow tidak dapat distandarisasi sepenuhnya, karena sifatnya yang spesifik. Contoh dari workflow ini adalah alur penyelesaian masalah troubleshoot. Dalam workflow troubleshoot, akan dijelaskan langkah per langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikannya, seperti tes perangkat keras, pemeriksaan sambungan internet, hingga melakukan restart untuk perangkat terkait.
124 - Analisa Sistem Informasi 3. Project workflow Project workflow serupa dengan process workflow namun memiliki durasi yang tertentu dan perubahan yang diberikan juga lebih fleksibel. Jenis workflow ini dapat dimodifikasi kapanpun jika terdapat perubahan data atau informasi. Contoh dari workflow ini adalah strategi marketing untuk meningkatkan penjualan. Dalam melakukan strategi tersebut, perlu adanya analisis terhadap penjualan saat ini. Dari analisis tersebut, akan diketahui tren pelanggan atau apa saja penyebab penurunan penjualan yang sempat terjadi. Setelah mengetahui faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pengguna, dapat dirumuskan strategi penjualan yang dapat berupa kampanye pemasaran atau campaign marketing sesuai dengan karakterisktik produk yang dimiliki. C. Metode penyusunan workflow Workflow terdiri dari berbagai sumber daya manusia dan komputer, seperti operatot, manajer, mesin komputer, atau workstation yang digunakan untuk menyelesaikan proses tertentu. Aliran informasi, penjadwalan tugas, dan alokasi sumber daya sering kali ditentukan dalam prosedur manual dan/atau sistem alur kerja otomatis. Sebelum Menyusun workflow, ada baiknya kita mendefinisikan konsep-konsep utama dari workflow, yang dimulai dengan definisi-definisi berikut ini: 1. Elemen informasi: Kumpulan item data, seperti dalam dokumen atau gambar. Sekumpulan elemen
Analisa Sistem Informasi - 125 informasi yang lebih dari satu akan berbentuk sebuah laporan. 2. Task (tugas) atau activity (aktivitas) adalah kegiatan yang diurutkan, yang pertama adalah masukan untuk tugas dan yang kedua adalah keluarannya. Sebuah tugas dijalankan ketika input digunakan untuk menentukan output. 3. Sumber daya atau entitas yang terkait dengan satu atau lebih tugas, dan sumber daya harus tersedia jika tugas tersebut ingin dijalankan. Beberapa sumber daya dapat diasosiasikan dengan satu tugas, dan sebaliknya. Sumber daya dapat berupa orang, perangkat, kategori orang (misalnya, peran, seperti programmer atau petugas arsip), dan lain sebagainya. 4. Sebuah proses adalah sekumpulan tugas yang menghubungkan satu set elemen informasi, yang disebut sumber, dengan satu set elemen informasi lainnya, yang disebut target. Semua input untuk setiap tugas dalam proses harus ada di sumber atau output dari beberapa tugas lain dalam proses. Workflow dapat mencakup titik-titik keputusan yang dapat menyebabkan proses bercabang dengan cara yang berbeda selama eksekusinya. Bahkan, sebuah proses dapat berisi beberapa workflow yang mungkin akan bercabang dan menjadi suatu proses yang kompleks dalam keseluruhan. Tujuan membangun kerangka kerja untuk manajemen alur kerja adalah agar kita dapat merumuskan pertanyaan tentang hubungan di antara tiga komponen penting alur kerja: informasi, tugas, dan sumber daya. Workflow meliputi sekumpulan elemen informasi dan sekumpulan tugas, sehingga input dan output dari tugas-
126 - Analisa Sistem Informasi tugas tersebut berada dalam sekumpulan elemen informasi. Membuat workflow mungkin terlihat rumit di awal, terlebih jika di dalamnya terdapat proses yang panjang dan terlibat dengan banyak stakeholder. Mengumpulkan informasi terkait untuk membuat sebuah workflow menjadi sangat penting, sehingga proses yang terdefinisikan pun berdasarkan data dan lebih akurat. Penyusunan workflow tidak dapat dilakukan secara singkat. Perlu beberapa identifikasi dan analisis yang harus dilakukan sebelum memetakan urutan dan keterlibatan tim di dalamnya. Untuk memulai membuat sebuah proses menggunakan workflow, terdapat tiga proses utama yang meliputi perencanaan (planning), pemetaan (mapping), dan peningkatan (improving). 1. Tahap evaluasi (evaluation) Dalam tahap analisis workflow dimulai dengan evaluasi untuk mengetahui apakah proses yang dijelaskan melalui workflow dapat dilakukan secara efisien. Dalam evaluasi ini, perlu adanya data pendukung seperti stakeholder yang terlibat hingga laporan terkait. Selain itu, perlu adanya analisis untuk menentukan prioritas dari urutan aktivitas mana yang akan dilakukan lebih awal, atau aktivitas mana yang lebih berdampak kepada keseluruhan hasil. 2. Tahap pemetaan (mapping) Setelah tahap evaluasi, selanjutnya adalah tahapan pemetaan untuk alokasi sumber daya. Pemetaan ini dimulai dengan Menyusun urutan
Analisa Sistem Informasi - 127 langkah mana yang dilakukan lebih dulu, dan apa yang dibutuhkan untuk melakukan tahapan pekerjaan tersebut. Dalam setiap pekerjaan, akan diidentifikasi anggota tim mana yang sesuai dan bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Tahapan pemetaan ini juga dapat langsung direpresentasikan dengan diagram untuk mendokumentasikan keseluruhan aktivitas, dokumen, dan pihak yang terlibat di dalamnya. 3. Tahap peningkatan (improving) Untuk mengembangkan sebuah workflow, perlu adanya peninjauan ulang untuk mendapatkan umpan balik dari proses yang tengah berjalan. Tahapan ini juga bisa dikonfirmasi melalui laporan yang dihasilkan atau berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses tersebut. Umpan balik juga dibutuhkan untuk mengidentifikasi area mana yang bermasalah dan perlu penyusunan ulang. D. Menyusun diagram workflow Dalam menyusun sebuah diagram workflow, terdapat beberapa simbol yang umumnya digunakan untuk menunjukkan langkah secara berurutan dari sebuah proses bisnis. Pada setiap langkah, akan ditunjukkan dalam sebuah bentuk. Untuk menggambarnya, dapat dilakukan secara manual atau memanfaatkan pemodelan tertentu. Cara paling umum yang digunakan untuk menggambar workflow adalah menggunakan fitur insert illustration pada Microsoft Word. Selain itu, Microsoft Visio juga umum digunakan untuk menggambar
128 - Analisa Sistem Informasi workflow, dimana software tersebut memang ditujukan untuk memudahkan pengguna dalam membuat diagram. Dalam konteks yang lebih luas, dapat menggunakan pemodelan seperti Archimate untuk menggambarkan konsep atau representasi proses bisnis yang kompleks dan saling terkait satu sama lain. Dalam penggambaran diagram workflow, terdapat beberapa penggunaan simbol untuk mendefiniskan aktivitas yang ada dalam sebuah proses bisnis. Tabel 1 berikut merupakan simbol pada diagram workflow yang terstandarisasi. Tabel 1. Simbol dalam diagram workflow Simbol Nama Keterangan Flow Simbol yang digunakan untuk menggabungkan antara satu symbol dengan yang lain Task/ process Simbil yang menyatakan aktivitas Decision Simbol untuk kondisi pengambilan keputusan, terdiri dari dua kemungkinan ya atau tidak. Input/ output Simbol yang menyatakan input/ output informasi terhadap sebuah aktivitas Document Simbol yang menyatakan bahwa input/ output merupakan dokumen fisik Predefine process Simbol untuk menyatakan adanya suatu prosedur atau sub-bagian.
Analisa Sistem Informasi - 129 Suksesnya sebuah organisasi dapat dilihat dari performa organisasi tersebut untuk dapat meningkatkan kinerja proses bisnis. Analisis workflow memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan bisnis. Analisis ini tidak hanya mengidentifikasi dan meningkatkan tantangan. Namun, hal ini membantu pengguna untuk memantau hasil baru dari perubahan yang dilakukan. Hal ini membantu mengotomatiskan sebagian besar tugas workflow, sehingga menghemat waktu dan sumber daya bagi organisasi.
130 - Analisa Sistem Informasi
Analisa Sistem Informasi - 131 Pengujian dan Validasi Sistem Informasi Ismarmiaty, ST., MMSI. 11
132 - Analisa Sistem Informasi engembangan sistem informasi mensyaratkan bahwa sistem telah melewati tahapan pengujian dan validasi sistem informasi untuk dapat masuk ke dalam tahapan penerimaan sistem oleh pengguna. A. Konsep Testing pada Sistem Informasi Pengujian sistem didefinisikan sebagai proses eksekusi sebuah program dengan tujuan untuk menemukan kesalahan yang mungkin masih ada dalam sebuah program (Mailewa et al. 2015);(Kurniawan et al. 2020). Pengujian sistem informasi adalah proses untuk memverifikasi dan memvalidasi bahwa sistem informasi yang dikembangkan telah (a) kebutuhan bisnis dan kebutuhan teknis yang telah didesain dan dikembangkan (Bentley et al. 2005);(Anwar & Kar 2019), dan (b) sistem informasi berjalan sesuai dengan harapan (Anwar & Kar 2019); (Bayu Aji 2021);(Whyte & Mulder 2011). Pengujian sistem informasi dilakukan pada pengembangan sistem informasi perusahaan untuk dapat menyediakan aplikasi berkualitas kepada pengguna yang bebas dari kesalahan (Shakya 2020). B. Faktor yang Berhubungan dengan Pengujian Sistem Informasi Beberapa faktor yang dapat berhubungan dengan pengujian sistem informasi antara lain: 1. kebutuhan bisnis 2. kebutuhan fungsional 3. kebutuhan teknis desain P
Analisa Sistem Informasi - 133 4. kebutuhan peraturan 5. koding programmer 6. standar dan batasan sistem administrasi 7. standar perusahaan 8. pengalaman terbaik pada Asosiasi Professional atau Perdagangan, a. konfigurasi perangkat keras b. isu Budaya dan Perbedaan Bahasa (Bentley et al. 2005). C. Tujuan dari Pengujian Sistem Informasi Pengujian sistem informasi bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan sistem informasi dan menentukan apakah sistem informasi yang dikembangkan telah sesuai dengan harapan(Febriyanti et al. 2021). Sesuai dengan definisi yang disampaikan oleh Ankhita Sethi bahwa pengujian sistem informasi bertujuan untuk melakukan verifikasi,mendeteksi kesalahan dan mencapai validasi keberhasilan pengembangan. Penjelasan verifikasi, validasi dan penemuan kesalahan cacat pada sebuah sistem informasi adalah sebagai berikut: 1. Verification (Verifikasi) Proses verifikasi memastikan bahwa sistem informasi yang dikembangkan telah menyesuaikan spesifikasi teknisnya (Mailewa et al. 2015);(Bentley et al. 2005);(Anwar & Kar 2019);. Markus Hoppe juga menjelaskan bahwa verifikasi adalah proses evaluasi sistem informasi untuk menentukan apakah sebuah
134 - Analisa Sistem Informasi pengembangan sistem informasi memenuhi kondisi yang ditentukan sejak awal fase pengembangan sistem informasi (Hoppe et al. 2007). Verifikasi dilaksanakan pada awal pengembangan sistem untuk dapat melihat potensi keberhasilan sistem. 2. Validation (Validasi) Proses validasi memastikan bahwa sistem informasi yang dikembangkan telah memenuhi persyaratan bisnis yang dibutuhkan (Bentley et al. 2005). Selain itu, validasi adalah proses evaluasi sistem informasi untuk menentukan apakah sistem informasi yang dikembangkan sudah sesuai dengan representasi model yang direncanakan (Kleijnen 1995), memuaskan pemangku kepentingan (Hoppe et al. 2007) dari sistem ketika digunakan dalam lingkungan sistem informasi (Anwar & Kar 2019). 3. Defect Finding (Penemuan Kesalahan/ Cacat) Pengujian sistem informasi adalah proses menjalankan aplikasi dengan tujuan menemukan kesalahan atau cacat yang mungkin ada pada sistem informasi (Anwar & Kar 2019). Pengujian sangat perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya kesalahan yang dapat merugikan baik pengembang maupun pengguna dan pihak pemegang kepentingan dalam pengembangan sistem informasi (Kurniawan et al. 2020). Definisi kesalahan/ cacat dalam pengujian sistem informasi mengacu kepada perbedaan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang terjadi pada
Analisa Sistem Informasi - 135 sistem informasi. Sumber kesalahan/ cacat dapat ditelusuri ke kesalahan yang tejadi pada fase spesifikasi, desain atau pengembangan (pengkodean) (Bentley et al. 2005). Pengujian sistem juga dapat dilakukan dengan memproses masukan yang salah untuk dapat melihat kinerja sistem. D. Pemetaan Fase Pengujian Sistem Informasi Pengujian dibagi dalam beberapa jenis, pembagian dilakukan dengan melihat pengujian sebagai metode, tingkatan dalam pengujian dan tipe dalam pengujian, bentuk pemetaan dapat dilihat pada gambar 11.1. Gambar 11.1. Pemetaan Fase Pengujian Sistem Informasi 1. Pengujian berdasarkan Metode Beberapa metode dalam pengujian dapat dibagi dalam beberapa bentuk yaitu Statis, Dinamis, Black
136 - Analisa Sistem Informasi Box dan White Box (Akalanka Mailewa, 2018). Penjelasan dapat dilihat sebagai berikut: a. Pengujian Statis Merupakan pengujian dimana verifikasi sistem dilakukan dengan mengecek kesesuaian sistem pada kodefikasi, dokumen kebutuhan, dokumen desain untuk dapat menemukan kesalahan pada sistem. Teknik pengujian statis meliputi:(Anwar & Kar 2019) 1) Inspeksi: pengujian ini dilakukan untuk menemukan cacat dimana proses dilaksanakan oleh moderator yang melakukan penelusuran kode dengan menggunakan daftar periksa yang telah disiapkan untuk memeriksa dokumen kerja yang berhubungan dengan sistem informasi. 2) Panduan: pengujian ini bukan dari bagian formal, dilaksanakan dengan mengumpulkan peserta pengembangan sistem untuk dapat menyesuaikan persepsi terhadap pengembangan sistem informasi, hal ini akan sangat berdampak pada kesesuaian dokumen penting seperti spesifikasi persyaratan pengembangan dan dokumen lainnya. 3) Tinjauan: kegiatan pengujian ini dilakukan secara profesional untuk dapat mengetahui kesesuaian kode dengan spesifikasi dan norma teknis yang telah ditetapkan sebelumnya pada tahapan desain pengembangan sistem informasi, pengujian ini mencakup pengujian rencana pengembangan, strategi
Analisa Sistem Informasi - 137 pengembangan dan skrip atau kodefikasi dalam pengembangan sistem informasi. 4) Tinjauan Informal: kegiatan ini dilakukan dengan menguji kesesuaian dokumen secara tidak resmi. b. Pengujian Dinamis (Automated Testing) Pengujian ini dilakukan untuk memvalidasi kesesuaian antara kebutuhan masukan sistem informasi dan hasil keluaran sistem informasi dan kesesuaian proses yang dilakukan pada sistem informasi. Pengujian Dinamis merupakan pengujian pada sistem informasi yang berfungsi untuk menganalisis perilaku dinamis kode dalam sistem informasi (Anwar & Kar 2019). Pengujia ini dilaksanakan oleh profesionalterampil yang memiliki pengetahuan untuk dapat melaksanakan scenario pengujian dan mengetahui titik-titik kesalahan yang dapat terjadi dalam pengujian. c. Pengujian Black Box Pengujian ini mengandaikan sistem informasi sebagai sebuah ‚kotak hitam‛ dengan masukan dan keluaran. Hal yang diutamakan dalam pengujian adalah kesesuaian masukan dengan keluaran dari sistem informasi, dan mengabaikan proses yang dilakukan oleh sistem informasi. Ankita Sethi menjelaskan terkait pengujian ini dapat dilakukan secara independen tidak memerlukan keahlian pemograman tertentu yang digunakan dalam pengembangan sistem informasi, pengujian ini berkaitan dengan keluaran dan masukan dan
138 - Analisa Sistem Informasi menekankan pada fungsional sistem. Beberapa metode yang digunakan dalam pengujian Black Box antara lain:(Anwar & Kar 2019) 1) Equivalence Partitioning: teknik ini membagi domain masukan program ke dalam kelaskelas yang setara dimana kasus uji dapat diturunkan sehingga dapat meminimalkan jumlah test case. 2) Boundary Value Analysis: teknik ini menganalisis nilai batas dari pengujian dimana pengujian dilakukan di perbatasan dengan memilih nilai batas ekstrim yang terdiri dari nilai minimum, maksimum, kesalahan dan nilai tipikal. 3) Fuzzing: teknik ini dilaksanakan dengan mengambil masukan secara acak ke dalam sistem informasi, dengan tujuan mengkarakterisasi kesalahan/cacat yang muncul dengan menggunakan data yang salah/rusak atau sedikit salah/rusak pada sesi otomatis atau sesi semi otomatis. 4) Orthogonal Array Testing: teknik pengujian ini menggunakan domain input minimal namun terlalu besar untuk mengakomodasi pengujian yang mendalam. 5) Cause-Effect Graph: teknik pengujian ini dilakukan dengan membuat sebuah grafik dan menentukan serta menganalisis hubungan antara sebab dan akibat yang terjadi pada masukan dan hasil sistem informasi.
Analisa Sistem Informasi - 139 6) All Pair Testing: teknik pengujian dilakukan dengan tujuan mendapatkan satu set kasus pengujian yang dapat melengkapi seluruh pasangan kemungkinan kejadian kesalahan, scenario pengujian dirancang untuk mengeksekusi semua kemungkinan kombinasi diskrit pada tiap parameter masukan. d. Pengujian White Box Pengujian ini mengandaikan sistem informasi sebagai sebuah ‚kotak putih‛ transparan atau kotak kaca transparan dimana pengujian tidak mengabaikan struktur proses yang terjadi dalam mengolah masukan menjadi keluaran. Ankhita Sethi menjelaskan bahwa White Box Testing yang juga dapat dikenali sebagai Structural Testing memerlukan keahlian khusus penguji dimana skenario pengujian dipersiapkan dan dilakukan oleh pengembang sistem informasi, pengujian dilakukan sampai ke dalam tahap kodefikasi untuk mengetahui kesalahan yang mungkin timbul di dalam sistem informasi karena kesalahan pengkodefikasian program sistem informasi. Pendekatan White Box Testing dengan teknis sebagai berikut: (Anwar & Kar 2019) 1) Pengujian Antarmuka Pemrograman dimana dilakukan pengujian antarmuka pemrograman dengan API publik dan swasta untuk memenuhi beberapa cakupan kriteria kode pemrograman sistem informasi.
140 - Analisa Sistem Informasi 2) Metode Fault Injection, metode pengujian ini dilaksanakan dengan memasukkan kesalahan dengan sengaja pada sistem informasi untuk melihat keefektifan strategi pengujian. 3) Code Coverage Tools sebagai salah satu pendekatan dimana dilakukan pengujian untuk menilai integritas rangkaian pengujian dengan metode apapun yang ada dalam pengujian untuk memeriksa semua bagian sistem informasi termasuk yang jarang diuji untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang mungkin saja terjadi. 4) Cakupan Fungsi merupakan pendekatan pengujian pada fungsionalitas sistem informasi dimana seluruh fungsi dieksekusi untuk menginformasikan apakah semua fungsi berjalan sesuai atau tidak. 5) Cakupan Statement (Code) merupakan pendekatan pengujian White Box dimana keseluruhan kode dalam pemrograman dieksekusi atau dijalankan untuk mengetahui apakah sistem informasi berjalan baik 100% atau kesalahan untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi. e. PengujianVisual (Graphic User Interface) Tampilan visual sistem informasi menjadi salah satu pendukung keberhasilan sistem yang akan digunakan oleh pengguna. Pengujian visual