Manajemen Keuangan Perusahaan 93 tunai mengalami penurunan sehingga berdampak pada menurunnya kas dan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar hutang. (d) Risiko Operasional, yaitu risiko yang diakibatkan operasional perusahaan tidak berjalan lancar. Contoh: terjadi kerusakan mesin produksi yang berdampak pada tidak terpenuhinya target produksi. 3. Risiko Total (Total Risk) Risiko total merupakan gabungan dari risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko sistimatis merupakan resiko yang tidak dapat didiversifikasikan oleh portofolio. Sedangkan, risiko tidak sistematis merupakan bagian dari risiko sekuritas yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio yang lainnya. 3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Return dan Risiko Berbagai faktor yang mempengaruhi return dan risiko ialah: a. Suku bunga Suku bunga merupakan jumlah bunga yang harius dibayarkan peminjam kepada pemberi pinjaman, Dalam investasi stabilitas suku bunga sangat diharapkan investor, karena dengan kestabilan suku bunga akan mendorong terjadinya stabilitas harga (Mishkin Frederic . S, 2005). Jika kondisi suku bunga bank stabil maka Untuk itu, pemerintah melalui Bank Indonesia berupaya untuk menjaga stabilitas suku bunga agar tercipta pasar
Manajemen Keuangan Perusahaan 94 keuangan yang stabil. Salah satu komponen yang digunakan Bank Indonesia ialah dengan menerbitkan surat berharga berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI).Dalam memilih investasi investor harus memperhitungkan besarnya suku bunga yang ditawarkan, potensi mendapatkan return dan risiko yang mungkin terjadi pada saat investasi. b. Inflasi Inflasi merupakan kecenderungan dimana harga-harga komoditi mengalami kenaikan terus menerus dalam waktu yang lama (Raharja, 2008). Inflasi yang terus menerus juga akan mempengaruhi aktivitas perdagangan, barang-barang yang mahal akan mempengaruhi menurunnya permintaan barang. Kondisi ini jika dibiarkan akan mempengaruhi return yang diperoleh investor. Inflasi mempunyai dampak signifikan terhadap return dan risiko investasi Dalam hal return investasi, inflasi dapat mempengaruhi nilai investasi dan berdampak pada tingkat keuntungan yang diperoleh investor. Inflasi juga mempengaruhi risiko investasi terkait saham dan obligasi, karena biaya pinjaman akan meningkat. c. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi iklim investasi. Pertumbuhan ekonomi yang baik akan mendukung pertumbuhan investasi, dimana masyarakat mengalami peningkatan standar hidup, meningkatnya produksi barang dan jasa. Pertumbuhan
Manajemen Keuangan Perusahaan 95 ekonomi yang baik dalam suatu negara otomatis akan mendorong iklim investasi. Stephen C.Smith (2017) menyatakan 3 faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Pertumbuhan ekonomi berdampak positif pada return investasi. Ketika pertumbuhan ekonomi bagus perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih besar, sehingga dapat meningkatkan harga saham dan menghasilkan laba yang besar. Ketika pertumbuhan ekonomi bagus risiko investasi cenderung menurun. d. Nilai tukar Nilai tukar merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh sejumlah mata uang asing. Nilai tukar akan berdampak pada retur jika perusahaan mempunyai kegiatan bisnis internasional yang tergantung pada ekspor dan impor. Pada saat mata uang domestik melemah terhadap mata uang asing akan sangat menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan kegiatan eksport, dalam hal ini return yang diberikan perusahaan akan mengalami peningkatan. Demikian sebaliknya jika perusahaan banyak menggunakan barang impor akan mengalami kerugian yang berdampak menurunnya tingkat return.
Manajemen Keuangan Perusahaan 96 e. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengubah aset menjadi uang tunai dalam waktu cepat dan tidak merugikan perusahaan. Hal ini tentu sangat mempengaruhi return karena ketika likuiditas asset mengalami penurunan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menjual aset tersebut dalam waktu cepat. Namun, risiko likuiditas dan u tidaklah sama pada semua aset tergantung pada kondisi dan strategi investasi yang akan digunakan perusahaan. Investor dalam upaya mengelola risiko likuiditas dan untuk mempertahankan return agar tetap baik maka perlu menggunakan strategi diversifikasi aset dan mempertahankan cadangan uang tunai atau instrumen investasi lainnya yang likuid untuk membantu mengatasi kebutuhan keuangan yang mendesak. f. Risiko Pasar Risiko pasar merupakan kemungkinan kerugian yang akan dihadapi investor terhadap naik turunnya harga saham yang fluktuatif, tentu saja ini mempengaruhi return yang diperoleh investor. Secara umum, Ketika semakin tinggi risiko pasar yang dihadapi investor makan akan semakin tinggi juga potensi mendapatkan return. Dalam mencapai tingkat return yang diharapkan investor dapat menentukan strategi yang tepat sesuai dengan profil risiko mereka.
Manajemen Keuangan Perusahaan 97 4. Hubungan Return dan Risiko Investasi Investor selalu memperhatikan tingkat return yang diperoleh dengan tingkat risiko yang menyertai investasi tersebut. Semakin besar risiko yang ditanggung perusahaan maka akan semakin tinggi juga return yang akan diterima investor. Namun, jika terjadi hal yang diluar hal tersebut maka perlu kewaspadaan dari investor. Gambar dibawah ini menunjukkan hubungan antara return dan risiko dari berbagai contoh pilihan asset yang dapat dijadikan investasi oleh para pemilik modal (Jaja Suteja dan Ardi Gunardi, 2016). Gambar 1. Hubungan antara Risiko dan return
Manajemen Keuangan Perusahaan 98 Daftar Pustaka Djojosoedarso, S. (2003). Prinsip-Prinsip manajemen Risiko Asuransi. Salemba Empat. Jaja Suteja dan Ardi Gunardi. (2016). Manajemen Investasi Dan Portofolio. PT. Refika Aditama. Jogiyanto. (2014). teori Portofolio dan Analisis Investasi (10th ed.). Unika Repository. Mishkin Frederic, & S. (2008). Ekonomi, Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan (Salemba Empat (ed.); 8th ed.). R.A. Supriyono. (2016). Manajemen Risiko. Gadjah Mada University. Raharja, P. dan M. (2008). Teori Ekonomi Makro (Keempat). Lembaga Penerbit FE UI. Stephen C.SmithDan, M. P. T. (2017). Economic Development (11 Th). Pearson Education Limited. Suwarsono Dan, S. H. (2005). Studi Kelayakan Proyek (3rd ed.). Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.
Manajemen Keuangan Perusahaan 99 Tentang Penulis Titik Inayati lahir di Surabaya pada 21 April 19XX. Pendidikan terakhir Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Brawijaya Malang tahun 2015. Nama panggilan Inay. Sebelum menjadi dosen pernah berprofesi sebagai karyawan Bank Swasta Nasional. Sejak tahun 2007 telah menjadi dosen dan saat ini homabase dosen tetap pada Program Studi Magister akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Selain itu, mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta lainnya. Mata kuliah inti yang diampu diantaranya: Manajemen Keuangan, Manajemen Keuangan Internasional, Manajemen Investasi dan Analisis Investasi dan Pasar Modal. Beberapa artikel telah dipublikasikan pada jurnal internasional, jurnal terakreditasi dan beberapa buku referensi ber-ISBN serta telah tersertifikasi sebagai penulis buku non fiksi. Jabatan lain, sebagai Ketua Pusat Standarisasi Mutu di Badan Penjaminan Mutu Universitas Wijaya kusuma Surabaya dan bendahara pada lembaga Inovasi Elemen Sains di Surabaya.
Manajemen Keuangan Perusahaan 100 BAB 8 MODEL KESEIMBANGAN RISIKO Rita Meiriyanti, SE, MM A. Konsep Model keseimbangan risiko dapat digunakan untuk memilih investasi pada suatu instrumen keuangan yang tepat dengan memperkirakan tingkat pengembalian dan risiko dari instrumen keuangan yang kita pilih. Terdapat dua model yang digunakan untuk mengestimasi tingkat return saham yaitu Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Aribitrage Pricing Theory (APT). CAPM pertama kali dikembangkan oleh William Sharpe (1964). Model ini merupakan pengembangan dari model Markowitz (Reilly, Frank K & Brown, 2012). Ross (1976) merumuskan teori yang disebut Arbitrage Pricing Theory (APT). Sama seperti CAPM, APT juga mengilustrasikan hubungan antara return dan risiko namun dengan asumsi dan prosedur yang berbeda. Asumsi yang mendasari model APT adalah kondisi pasar modal berupa persaingan sempurna, investor memilih menghindari risiko ketika dihadapkan dengan ketidakpastian risiko dan pendapatan aset ditentukan oleh model faktor risiko.
Manajemen Keuangan Perusahaan 101 Analisis CAPM dilakukan untuk mengetahui bagaimana investor dapat membentuk portofolio yang efisien sedangkan konsep APT menggunakan konsep satu harga yaitu konsep bahwa dua peluang investasi yang memiliki karakteristik yang sama tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda. Jika aset dengan karakteristik yang sama dijual dengan harga yang berbeda maka ada peluang untuk membeli dengan harga rendah dan menjual dengan harga yang lebih tinggi pada saat yang sama sehingga ada keuntungan tanpa risiko apapun. B. Return dan Risiko Saham Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto, 2015). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi pada periode tertentu, atau dapat dirumuskan sebagai berikut: Total return = capital gain (loss) + yield (1) Dimana: • Capital gain (loss) = selisih keuntungan (kerugian) dari harga investasi sekarang relatif terhadap harga periode yang lalu • Yield = persentase (%) dari penerimaan kas periodik untuk harga investasi periode tertentu Risiko investasi adalah perbedaan pengembalian aktual dengan pengembalian yang diharapkan oleh investor. Metode yang biasa digunakan untuk menghitung risiko adalah standar deviasi yang mengukur simpangan mutlak dari nilai yang telah terjadi dengan nilai yang diharapkan (Jogiyanto, 2015):
Manajemen Keuangan Perusahaan 102 Dimana: • SD= standar deviasi • Xi= nilai i • E (Xi)= nilai ekspektasi • N= jumlah observasi Risiko pasar yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan yang mempengaruhi variabilitas return, yaitu risiko sistematik yang berarti tidak dapat didiversifikasi. Risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan dan yang berkaitan dengan kondisi perusahaan penerbit saham, yaitu risiko tidak sistematik sehingga risiko ini dapat diminimalkan dengan cara diversifikasi portofolio. C. Capital Asset Pricing Model (CAPM) Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah model yang digunakan untuk menentukan harga suatu aset dalam kondisi ekuilibrium. Tujuannya adalah untuk menentukan pengembalian minimum yang diperlukan dari aset berisiko. Investor yang rasional akan menolak risiko (risk averse), sehingga akan berusaha meningkatkan kesejahteraannya dengan mengurangi tingkat risiko. Investor tidak akan menempatkan kekayaannya pada satu jenis investasi tetapi mereka menyukai diversifikasi risiko dengan memilih (2)
Manajemen Keuangan Perusahaan 103 kombinasi portofolio yang akan meningkatkan return dan menurunkan tingkat risiko (Markowitz, 1952), teori ini kemudian dikenal dengan teori portofolio. Diversifikasi dalam portofolio dapat mengurangi risiko sistematis tetapi tidak dapat mengurangi risiko tidak sistematis. Pada tahun 1964, William Sharpe memperkenalkan model yang digunakan untuk menguji pengaruh risiko sistematis antara return portofolio dan portofolio benchmark. Kondisi ekuilibrium pengembalian dari hasil yang disyaratkan (required return) oleh investor atas sekuritas akan dipengaruhi oleh risiko dari sekuritas tersebut. Dalam hal ini risiko yang diperhitungkan hanya risiko sistematik atau risiko pasar yang mengukur nilai beta (β). Sedangkan risiko non sistematik (unsystematic risk) tidak relevan, karena dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Hubungan antara risiko yang diukur dengan beta dan pengembalian yang dibutuhkan ditunjukkan oleh security market line (SML). Kondisi seperti ini, beta suatu sekuritas dapat diukur dengan tepat, dan return yang dibutuhkan juga dapat diestimasi dalam keadaan ekuilibrium. Model perhitungan CAPM terdiri dari 3 variabel yang saling terkait yaitu, risiko sistematis atau beta (β), return pasar (Rm), dan aset bebas risiko (Rf). Risiko sistematis atau beta adalah variabilitas di semua aset berisiko yang disebabkan oleh variabel ekonomi makro. Beta merupakan faktor penting dalam model CAPM karena merupakan identifikasi dan perbandingan antara tingkat pengembalian yang diharapkan dan tingkat pengembalian aktual dalam portofolio. Risiko sistematis dapat diukur dengan standar deviasi pengembalian portofolio pasar
Manajemen Keuangan Perusahaan 104 dan dapat berubah sewaktu-waktu atau dapat dirumuskan sebagai berikut: Estimasi koefisien beta dapat menggunakan persamaan regresi sebagai berikut: Ri = αi + βiRm + εi Dimana: • Ri= return sekuritas i • Rm = return pasar • αi= intersep • βi= slope • εi = random residual error Regresi ini akan menghasilkan nilai αi (ukuran return sekuritas i yang tidak ada kaitannya dengan return pasar) dan βi (peningkatan return ekspektasi sekuritas i untuk setiap kenaikan return pasar sebesar 1%). Aset bebas risiko adalah aset dengan varian nol dan memiliki korelasi nol dengan semua aset berisiko lainnya. Berdasarkan variabel-variabel yang termasuk dalam model CAPM, persamaan CAPM digunakan untuk memperkirakan pengembalian (Sharpe, 1964) adalah: E (Ri) = Rf + β (Rm - Rf) Dimana: • E (Ri) = expected return • Rf = return bebas risiko • Rm = return pasar • Rm - Rf = premi risiko (3) (4) (5)
Manajemen Keuangan Perusahaan 105 D. Pengoptimalan Mean-Varians dan Portofolio Tangensi Model CAPM memperluas pelaksanaan optimalisasi mean-varians di teori portofolio modern (Markowitz, 1952). Portofolio efisien mean-varians meminimalkan varians untuk pengembalian yang diharapkan. Mengingat tingkat varians, portofolio yang efisien memaksimalkan pengembalian. Gambar 1. Optimalisasi Mean-Varians Portofolio Berisiko Pada gambar 1 mewakili pengembalian yang diharapkan atas investasi dalam portofolio sebagai fungsi risiko. Sumbu horizontal menunjukkan risiko yang diukur dengan standar deviasi atau beta pengembalian portofolio. Seorang investor yang ingin memaksimalkan pengembalian harus menerima varians yang lebih tinggi. Garis berwarna biru pada gambar 1 menunjukkan hubungan antara pengembalian dan risiko dalam bentuk kuadrat. Seorang investor yang menghindari pasar berisiko mungkin memilih untuk memegang aset bebas risiko. Pada titik singgung, investor memaksimalkan rasio
Manajemen Keuangan Perusahaan 106 pengembalian yang diharapkan terhadap standar deviasi atau beta (Sharpe, 1964; French, 2003). Menurut teorema pemisahan Tobin, semua portofolio efisien menggabungkan aset bebas risiko dengan portofolio tangensi berisiko (Tobin, 1958). Pengembalian pada portofolio yang efisien tersebut, dapat divisualisasikan sebagai kemiringan linier, oleh karena itu berkisar antara tingkat bebas risiko dan pengembalian portofolio tangensi di seluruh pasar. E. Mendefinisikan Premi Risiko dan Tingkat Bebas Risiko melalui Garis Pasar Sekuritas CAPM menghitung premi pasar untuk menanggung risiko aset yang menjadi benchmark yang diwakili oleh pengembalian investasi bebas risiko. Dalam formulasi CAPM (Sharpe, 1964; Lintner, 1965) pengembalian aset apa pun dalam portofolio optimal dinyatakan dalam standar deviasi (volatilitas). Dimana Ra, Rm, dan Rf mewakili return aset, return pasar, dan return bebas risiko, sedangkan σa mewakili volatilitas aset individu relatif terhadap keseluruhan pasar. Rumus ini berbentuk fungsi linier yang mendefinisikan pengembalian aset (Ra) dalam hal volatilitasnya (σa). Karena investor adanya kemungkinan untuk meminjam dan meminjamkan tanpa batasan, salah satu versi CAPM mencapai optimalisasi mean-varians melalui short-selling aset berisiko yang tidak terbatas (Black, 1972). Namun, formulasi (6)
Manajemen Keuangan Perusahaan 107 CAPM yang paling dikenal tetap mempertahankan asumsi bahwa keberadaan aset bebas risiko memungkinkan investor untuk meminjam dan meminjamkan secara bebas. Inovasi utama varian ini terletak pada ekspresi CAPM dalam hal beta. Gambar 2. Garis Pasar Sekuritas Mewakili CAPM sebagai Fungsi Linier CAPM mengasumsikan bentuk resmi dari persamaan linear, y = b + mx. Merencanakan pengembalian aset (Ra) terhadap beta (βa) yang merupakan garis pasar sekuritas (Dybvig and Ross, 1985). Pada gambar 2 menggambarkan garis pasar sekuritas. Kemiringannya menunjukkan premi risiko (Rm-Rf), dan intersepnya adalah pengembalian bebas risiko (Rf). Mengizinkan “peluang pinjaman tanpa risiko mengubah sifat keseimbangan pasar hanya dalam satu cara. Pengembalian
Manajemen Keuangan Perusahaan 108 yang diharapkan pada sekuritas menjadi fungsi liniernya β” (Black, 1972). F. Penerapan CAPM Karena CAPM berlaku untuk portofolio serta sekuritas individual, penerapannya sangat banyak. Perusahaan, investor, manajer portofolio, dan bahkan pejabat pemerintah dapat menerapkan CAPM. Penerapan CAPM membahas tiga aplikasi spesifik yaitu CAPM regulasi, penggunaan model dalam mengukur kinerja portofolio investasi dan manajernya, dan CAPM sebagai panduan untuk alokasi aset dan perencanaan investasi. 1. CAPM Regulasi. Aplikasi yang signifikan secara hukum dari model ini adalah CAPM regulasi. Regulator dapat menggunakan CAPM untuk menentukan biaya modal untuk perusahaan utilitas milik pemegang saham. 2. Mengukur Portofolio dan Kinerja Manajerial. Rasio Sharpe merupakan salah satu aplikasi CAPM yang paling populer muncul dari derivasi model optimalisasi mean-varians dari portofolio berisiko. Rasio Sharpe dapat menggambarkan seberapa baik pengembalian dari portofolio ekuitas (Lee, Lee and Lee, 2010). Rasio Sharpe juga populer sebagai pengukur kinerja dalam manajemen portofolio aktif (Jobson and Korkie, 1981; Chen, He and Zhang, 2011). (8) TR P P FRR S ˆ − =
Manajemen Keuangan Perusahaan 109 SP ˆ FR TRP J ˆ FR P ˆ RP Dalam hal ini : = indeks Sharpe portofolio = rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan = rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan = standar deviasi return portofolio p selama periode pengamatan Berbeda dengan Rasio Sharpe, versi CAPM Alfa Jensen yang ditentukan beta memunculkan ukuran keberhasilan yang lebih eksplisit dalam manajemen portofolio. CAPM menyiratkan bahwa istilah beta harus menjelaskan premi ekuitas. Oleh karena itu, tingkat pengembalian rata-rata inkremental pada portofolio semata-mata karena kemampuan manajer untuk meramalkan harga sekuritas di masa depan (Jensen, 1968). Dalam hal ini: = indeks Jensen portofolio = rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan = rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan = beta portofolio p ( ) pp M p ˆ FRR FR RJ ˆ −+−= RP (9)
Manajemen Keuangan Perusahaan 110 3. Alokasi Aset Penerapan CAPM yang menekankan kinerja portofolio investasi dan manajer menyiratkan bahwa model tersebut juga dapat menginformasikan keputusan investasi dari perspektif investor individu atau institusi. Bagi investor yang menghindari risiko sebaiknya untuk mencari perlindungan di obligasi. Menurut (Canner, Mankiw and Weil, 1997) berpendapat bahwa saran ini bertentangan dengan CAPM karena dalam teori CAPM semua investor harus memiliki portofolio berisiko yang sama dan hanya mengandalkan uang tunai atau pinjaman pada tingkat bebas risiko untuk mengelola risiko (Tobin, 1958; Kroll and Levy, 1992). Sebagai masalah teori keuangan, adanya tingkat penghindaran risiko yang berbeda di antara investor membenarkan saran popular tentang penggunaan obligasi untuk mendiversifikasi kepemilikan saham (Besnainou, Jordan and Portait, 2003).
Manajemen Keuangan Perusahaan 111 DAFTAR PUSTAKA Besnainou, I. B., Jordan, J. V. and Portait, R. (2003) ‘An asset allocation puzzle: Comment’, American Economic Review, 91(4), pp. 1170–1179. doi: 10.1257/aer.91.4.1170. Black, F. (1972) ‘Capital Market Equilibrium with Restricted Borrowing’, The Journal of Business, 45(3), pp. 444–455. doi: https://doi.org/10.1086/295472. Canner, N., Mankiw, N. G. and Weil, D. N. (1997) ‘Asset Allocation’, An Asset Allocation Puzzle, 87(1), pp. 181–191. doi: 10.1002/9781119207047.ch6. Chen, L., He, S. and Zhang, S. (2011) ‘When All Risk-Adjusted Performance Measures Are The Same: In Praise of The Sharpe Ratio’, Quantitative Finance, 11(10), pp. 1439–1447. doi: 10.1080/14697680903081881. Dybvig, P. H. and Ross, S. A. (1985) ‘Differential Information and Performance Measurement Using a Security Market Line’, The Journal of Finance, 40(2), pp. 383–399. doi: 10.1111/j.1540-6261.1985.tb04963.x. French, C. W. (2003) ‘The Treynor Capital Asset Pricing Model’, Journal of Investment Management, 1(2), pp. 60–72. Jensen, M. C. (1968) ‘The Performance of Mutual Funds in the Period 1945-1964’, The Journal of Finance, 23(2), pp. 389– 416. doi: 10.2307/2325404. Jobson, J. D. and Korkie, B. M. (1981) ‘Performance Hypothesis Testing with the Sharpe and Treynor Measures’, The Journal of Finance, 36(4), pp. 889–908. doi: 10.1111/j.1540- 6261.1981.tb04891.x.
Manajemen Keuangan Perusahaan 112 Jogiyanto, H. (2015) Teori Portofolio dan Analisis Investasi. 10th edn. BPFE Yogyakarta. Kroll, Y. and Levy, H. (1992) ‘Further Tests of The Separation Theorem And The Capital Asset Pricing Model’, The American Economic Review, 82(3), pp. 664–670. Lee, C.-F., Lee, A. C. and Lee, J. (2010) Handbook of Quantitative Finance and Risk Management, Springer. New York, NY, USA. doi: 10.1007/978-0-387-77117-5. Lintner, J. (1965) ‘The Valuation of Risk Assets and the Selection of Risky Investments in Stock Portfolios and Capital Budgets’, Review Literature And Arts Of The Americas, 47(1), pp. 13–37. doi: https://doi.org/10.2307/1924119. Markowitz, H. (1952) ‘Portfolio Selection’, Journal of Finance, 7(1), pp. 77–91. doi: https://doi.org/10.2307/2975974. Reilly, Frank K & Brown, K. C. (2012) Investment Analysis & Portfolio Management TENTH EDITION. Mason, OH: Thompson Southwestern. Ross, S. A. (1976) ‘The arbitrage theory of capital asset pricing’, Journal of Economic Theory, 13(3), pp. 341–360. doi: 10.1016/0022-0531(76)90046-6. Sharpe, W. F. (1964) ‘Capital Asset Prices: A Theory of Market Equilibrium Under Conditions of Risk’, The Journal of Finance, XIX(3), pp. 425–442. doi: 10.1111/j.1540- 6261.1984.tb03646.x. Tobin, J. (1958) ‘Liquidity Preference as Behavior Towards Risk’, The Review of Economic Studies, 25(2), pp. 65–86. doi: 10.2307/2296205.
Manajemen Keuangan Perusahaan 113 Tentang Penulis Rita Meiriyanti, SE, MM adalah Dosen Tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas PGRI Semarang. Lahir di Semarang pada tahun 1986. Penulis menyelesaikan Sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung pada tahun 2008 dan melanjutkan Magister di Magister Manajemen Universitas Semarang selesai pada tahun 2014. Saat ini penulis sedang melanjutkan studi S3 di program Doktor Manajemen FEB Universitas Kristen Satya Wacana.
Manajemen Keuangan Perusahaan 114 BAB 9 ARBITRAGE PRICING THEORY DR. Dian Safitri Pantja Koesoemasari, SE., MSi Arbitrage Pricing Theory Arbitrage Pricing Theory (APT) merupakan salah satu model ekonomi untuk melakukan estimasi harga asset menggunakan fungsi linear antara expected return (pendapatan yang diharapkan) dengan berbagai faktor makro ekonomi berkaitan dengan risikonya. APT terutama digunakan untuk membentuk model penetapan harga untuk saham. Dibandingkan dengan CAPM, model penetapan harga arbitrase memperhitungkan banyak faktor risiko. Unsur-unsur risiko bisa sulit ditentukan dalam beberapa kasus tetapi seringkali akan memberi investor tingkat pengembalian yang lebih akurat. APT mendasari pemikirannya tentang dua kesempatan investasi yang memiliki karakteristik indentik tidak dapat diperjualbelikan dengan harga yang berbeda. Konsep yang diterapkan adalah hukum satu harga (the law of one price). Jika suatu aktiva mempunyai karaktristik sama dijual dengan harga yang berbeda, maka muncul adanya kesempatan untuk
Manajemen Keuangan Perusahaan 115 melakukan arbitrage. Arbitrage yang dilakukan adalah dengan membeli aktiva yang harganya lebih murah dan pada bersamaan menjual dengan harga yang lebih mahal, sehingga memperoleh keuntungan tanpa menanggung risiko. Misalkan saham AVIA diperdagangkan di bursa A yang parallel dengan bursa D. Apabila saham tersebut aktif diperdagangkan dan harga saham di bursa A Rp. 925 dan di bursa D Rp. 945, maka investor akan memperoleh laba tanpa menanggung risiko dengan melakukan arbitrage. Investor akan membeli saham AVIA di bursa A dan menjualnya di bursa D. Apabila dalam transaksi tidak dikenai biaya transaksi, maka seharusnya harga saham AVIA sama untuk kedua bursa tersebut. Tingkat Keuntungan Yang Diharapkan Tingkat keuntungan dari sekuritas di pasar keuangan terdiri dari dua komponen: 1. Tingkat keuntungan normal atau yang diharapkan.tingkat keuntungan ini merupakan bagian dari keuntungan actual yang diharapkan oleh pemegang saham. Informasi yang dimiliki oleh calon investor memengaruhi tingkat keuntungan ini. 2. Tingkat ekuantungan yang tidak pasati atau berisiko. Tingkat keuntungan ini berasal dari informasi yang sifatnya tidak terduga, misal terjadi peningkatan pertumbuhan GNP (Gross National Product).
Manajemen Keuangan Perusahaan 116 Secara umum, formulasi untuk menggambarkan tingkat keuntungan dapat dituliskan sebagai berikut, = () + Dimana R adalah tingkat keuntungan aktual atau senyatanya; E(R) adalah tingkat keuntungan yang diharapkan; dan U merupakan keuntungan yang tidak terduga. Contoh: para investor dan calon investor memprediksikan suku bunga berkisar antara 5 - 7 % bulan ini. Apabila pemerintah mengumumkan suku bunga yang berlaku 6,25% bulan tersebut, maka para pemilik modal tidak akan bereaksi, karena informasi tersebut bukan berita baru. Dengan kata lain, informasi tentang suku bunga tidak dimasukkan dalam harga saham. Istilah dalam bahasa keuangan disebut market discounts future events. Sebaliknya, apabila pemerintah mengumumkan suku bunga yang berlaku manjadi 9%. Hal tersebut mengandung unsur kejutan (surprise), suku bunga yang berlaku lebih tinggi dari yang di prediksikan. Sebaliknya, apabila pengumuman pemerintah menyebutkan suku bunga acuan menjadi 4,5%. Informasi tersebut mempunyai unsur kejutan (surprise). Perbedaan antara harapan (expected) dan kenyataan (actual) disebut sebagai surprise atau innovation. Adanya unsur kejutan (surprise) menyebabkan harga sekuritas berubah (naik/turun), sebagai akibat adanya harapan perekonomian yang lebih baik. Dengan demikian, setiap berita/informasi akan terbagi atas dua komponen, yaitu: Berita/informasi = bagian yang diharapkan + surprise
Manajemen Keuangan Perusahaan 117 Bagian yang diharapkan dari suatu berita/informasi telah dimasukkan dalam penentuan E (R), dan surprise berita/informasi akam memengaruhi U. Hal yang perlu diperhatikan dalam melihat suatu informasi/berita adalah kandungan kejutan (surprise) dari berita/informasi yang disebarkan. Surprise dapat bersifat negative maupun positif. Begitu juga pengaruh surprise terhadap harga sekuritas dapat meningkatkan ataupun menurunkan harga di pasaran. Risiko Sistematik dan Tidak Sistematik Keuntungan yang diperoleh oleh pemilik modal berasal dari surprise yang merupakan risiko yang dihadapi investor. Sumber risiko tersebut dapat berasal dari factor yang memengaruhi banyak perusahaan, atau dapat pula berasal dari risiko spesifik perusahaan tertentu. Sebagai contoh pertumbuhan GNP, tingkat suku bunga, inflasi merupakan informasi yang memengaruhi semua perusahaan. Sedangkan, informasi pembagian dividen, perusahaan mengalami pailit, keberhasilan riset dan pengembangan produk perusahaan merupakan contoh informasi yang memengaruhi perusahaan tertentu saja. Sumber risiko dapat di bagi menjadi dua kelompok, yaotu: 1. Risiko sistematik (systematic risk), merupakan risiko yang memengaruhi semua (banyak) perusahaan. 2. Risiko tidak sistematik (unsystematic risk), merupakan risiko yang memengaruhi satu (sekelompok kecil) perusahaan.
Manajemen Keuangan Perusahaan 118 Systemtic dan unsystematic risk memengaruhi keuntungan yang tidak terduga (unexpected), maka tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal dapat diformulasikan sebagai berkut: R = E(R) + U = E(R) + m + ϵ Dimana, m adalah risiko sistematis (risiko pasar atau market risk) yang memengaruhi semua perusahaan. Sedangkan ϵ adalah risiko tidak sistematis atau spesifik untuk perusahaan tertentu. Risiko tidak sistematis perusahaan X tidak berkorelasi dengan risiko tidak sistematis perusahaan Z. Dapat dituliskan: korelasi (ϵ, ϵ) = 0. Risiko Sistematis dan Beta Risiko tidak sistematis tidak saling berkoelasi, berbeda dengan risiko sistematis setiap perusahaan akan saling berkorelasi. Akibatnya tingkat keuntungan antar saham juga berkorelasi. Korelasi tersebut muncul diakibatkan dari faktorfaktor yang memengaruhi banyak perusahaan adalah sama (misal: tingkat bunga). Misalkan tingkat suku bunga mengalami perubahan dari yang diharapkan terjadi, maka semua perusahaan akan terkena dampaknya. Dampak untuk tiap-tiap perusahaan dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat kepekaannya terhadap perubahan. Kepekaan perusahaan terhadap perubahan risiko sistematis diukur dengan beta (β). Semakin peka terhadap perubahan maka semakin tinggi beta faktor tersebut.
Manajemen Keuangan Perusahaan 119 Misalkan dua faktor yang dianggap memengaruhi tingkat keuntungan saham, yaitu tingkat suku bunga (r) dan GNP. Penulisan persamaan tingkat keuntungan saham menjadi: R = E(R) + U = E(R) + m + ϵ = E(R) + βrFr + βGNPFGNP + ϵ Keterangan: βr menunjukkan beta tingkat bunga; βGNP menunjukkan beta GNP; F merupakan faktor surprise untuk timgkat bunga dan GNP. Contoh: apabila diperkirakan satu tahun kedepan, tingkat suku bunga akan mengalami penurunan 2%, dan GNP meningkat 6%. Tingkat kepekaan (beta) untuk tingkat bunga = - 1,5 dan GNP = 0,7. Kenyataan yang terjadi, tingkat suku bunga tidak mengalami perubahan dan GNP meningkat 7%. Selain iformasi tersebut, ada informasi yang menggambirakan, yaitu riset perusahaan berhasil baik. Berita khusus dari perusahaan tersebut menyumbang 3% dari keuntungan total (ϵ = 3%). Selanjutnya, kita gunakan seluruh informasi tersebut untuk melihat dampaknya pada keuntungan sekuritas pada tahun ini. Langkah pertama adalah menentukan surprise (F) masingmasing faktor. Fr= surprise tingkat bunga = perubahan sebenarnya – perubahan yang diharapkan = 0 – (-2%) = +2% FGNP= Surprise GNP = 7% - 6% = 1%
Manajemen Keuangan Perusahaan 120 Pengaruh keseluruhan dari risiko sistematis terhadap tingkat keuntungan sekuritas adalah: m = bagian keuntungan dari risiko sistematis = βrFr + βGNPFGNP = [(-1,5) x 2%] + [ 0,7 x + 1%] = -0,03 + 0,007 = - 2,30% Tahap selanjutnya adalah mengkombinasikan tingkat keuntungan sistematis dan tidak sistematis, yang akan diperoleh: m + ϵ = -2,3% + 3% = 0,7% Tahap terakhir adalah menentukan tingkat keuntungan total dari ketiga komponen tersebuta adalah, apabila diketahui tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar 12%: R = E(R) + m + ϵ = 12% - 2,3% + 3% = 12,7% Model diatas yang kita kerjakan disebut sebagai model faktor (factor model). Sumber-sumber risiko sistematis disebut faktor dengan notasi F. Secara umum model faktor dituliskan sebagai berikut: R = E(R) + β1F1 + β2F2 + ……… + βkFk + ϵ dalam praktek, peneliti lebih sering menggunakan model satu faktor (one factor model). Para peneliti tidak menggunakan faktor-faktor ekonomi seperti diatas tetapi lebih umum menggunakan indeks pasar. Secara umum disebut sebagai single factor model. Persamaan bentuk ini biasa disebut sebagai market model. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
Manajemen Keuangan Perusahaan 121 R = E(R) + β[ Rindeks pasar – E(Rindeks pasar)} + ϵ R = E(R) + β[Rm - E(Rm)] + ϵ Dimana, Rm merupakan tingkat keuntungan dari portofolio pasar. Market model dapat pula dituliskan sebagai berikut: R = α + βRm + ϵ dan α = E(R) - β E(Rm) Analisa Portofolio dengan Model Faktor Kita akan membentuk portofolio sejumlah N saham dengan menggunakan one factor model. Saham ke-i dalam daftar saham akan memperoleh keuntungan sebagai berikut: Ri = E(Ri) + βiF + ϵi (1) F merupakan faktor yang mewakili systematic risk. Apabila Xi merupakan proporsi dana yang diinvestasikan pada saham i, maka X1 + X2 +……………….+ Xn = 1 Tingkat keuntungan portofolio merupakan rata-rata tertimbang tingkat keuntungan saham yang membentuknya, maka Rp = X1R1 + X2R2 + …………….. + XnRn(2) Tahap selanjutnya adalah menggabungkan persamaan (1) dengan persamaan (2), karena memasukkan proporsi portofolio dalam model satu faktor. Persamaan dapat dituliskan: Rp = X1[E(R1) + β1F + ϵ1] + X2[E(R2) + β2F + ϵ2] +………. (keuntungan saham 1) (keuntungan saham 2)
Manajemen Keuangan Perusahaan 122 + XN[E(RN) + βNF + ϵN] (3) (keuntungan saham N) Persamaan (3) menunjukkan bahwa tingkat keuntungan portofolio dipengaruhi oleh 3 parameter: 1. Tingkat keuntungan yang diharapkan masing-masing sekuritas E(Ri) 2. Beta masing-masing sekutitas dikalikan dengan faktor F 3. Unsystematic risk masing-masing saham ϵi Untuk memperjelas ketiga parameter tersebut dapat di breakdown menjadi 3 persamaan, Rata-rata tertimbang tingkat keuntungan yang diharapkan: Rp = X1E(R1) + X2E(R2) + …….. + XNE(RN) Rata-rata tertimbang beta dikalikan F: + (X1β1 + X2β2 + …….. +XNβN)F Rata-rata tertimbang unsystematic risk: + X1ϵ1 + X2ϵ2 + …….. + XNϵN Apabila investor melakukan diversifikasi maka rata-rata tertimbang unsystematic risk akan hilang tetapi tidak untuk 2 unsur lainnya. Hal tersebut terjadi karena penambahan jumlah saham akan menurunkan risiko total portofolio jika dilakukan secara equally weighted. Security Market Line dan Portofolio Portofolio yang terdiversifikasi secara baik, risiko yang ditanggung hanya risiko sistematis. Meskipun begitu, bukan berarti portofolio tidak mengandung unsystematic risk. Tingkat keuntungan actual saham tetap tergantung pada risiko tidak sistematis, tetapi karena hilang terdiversifikasi maka dapat diabaikan.
Manajemen Keuangan Perusahaan 123 Apabila investor akan menambahkan jumlah saham dalam portofolio, pemodal dapat mengabaikan unsystematic risk. Portofolio baru yang dibentuk oleh pemodal hanya memperhitungkan risiko sistematis untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan. Penjelasan hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan security market line (SML). Titik-titik B, D, F, dan G di garis Rf merupakan portofolio di garis SML (security market line). Apabila titik F mempunyai beta 2,0 dan titik B mempunyai beta 1,0, maka dapat diciptakan saham B dengan membentuk suatu portofolio yang terdiri dari 50% investasi bebas risiko dan 50% saham F. Misalkan terdapat saham Y berada dibawah SML (dibawah titik B), maka investor tidak akan ada yang bersedia memilikinya. Para pemilik dana lebih memilih portofolio B dibandingkan saham Y, karena harga saham Y terlalu tinggi. Pada pasar yang kompetitif, harga saham Y akan turun dan memaksa tingkat keuntungan yang diharapkan kembali ke posisi keseimbangan. Portofolio pasar, akan berada pada SML seperti tampak pada gambar diatas. Pada saat suatu aktiva mempunyai beta B D F G 0 1 2 3 4 5 6 1 1,5 2 2,4 tingkat keuntungan yang diharapkan Beta
Manajemen Keuangan Perusahaan 124 yang sama dengan 0, maka akan memberikan tingkat keuntungan sebesar Rf dan tingkat keuntungan yang diharapkan E(Ri), persamaan dapat dituliskan E(R) = Rf + β[E(Ri) – Rf](4) Persamaan diatas mirip dengan persamaan CAPM (capital asset pricing market). E(R) = Rf + β[E(RM) – Rf] (5) Penulisan untuk APT sering dirubah sebagai berikut: Rf diganti dengan λ0; β diganti b; [E(RM) – Rf] diganti dengan λ1. Sehingga persamaan (5) dapat dituliskan menjadi persamaan (6) E(R) = λ0 + λ1b (6) Penulisan yang dibedakan dengan CAPM karena: 1. Faktor yang memengaruhi tingkat keuntungan sama disebut beta tetapi beta dalam CAPM menunjukkan kepekaan terhadap market return, sedangkan beta dalam APT menunjukkan kepekaan terhadap suatu faktor. 2. faktor yang memengaruhi dapat lebih dari 1, sehingga notasinya menjadi λk. Bentuk umum persamaan APT E(R) = λ0 + λ1b1 + λ2b2 + …….. + λkbk (7) atau dapat pula dituliskan E(R) = Rf + [E(R1-Rf)]β1 + [E(R2-Rf)]β2 + …….. + + E(Rk-Rf)]βk(8) APT Dengan Satu Faktor Model faktor tunggal seperti persamaan (6) sangat mirip dengan CAPM. Walaupun asumsi kedua model berbeda. Kedua model berasumsi bahwa pemilik modal:
Manajemen Keuangan Perusahaan 125 1. Menyukai kemakmuran yang lebih banyak. 2. Risk averse. 3. Pengharapan yang homogen. 4. Pasar modal dalam kondisi efisien. Asumsi spesifik APT adalah para pemilik modal dapat melakukan short selling secara tidak terbatas. Sedangkan untuk CAPM masih ada tambahan asumsi: 1. Dalam periode yang sama. 2. Tingkat keuntungan berdistribusi normal. 3. Mempunyai fungsi utilitas tertentu. 4. Dapat mengidentifikasi portofolio pasar. 5. Investor dapat meminjam dan menyimpan pada tingkat bunga bebas risiko. Contoh: APT dengan factor tunggal berlaku untuk kedua portofolio yang ekulibrium dengan karakteristik sebagai berikut: Portofolio ekuilibrium E(R) bp F 12% 1,5 T 10% 0,5 Persamaan ekuilibrium APT E(Rp) = λ0 + λibp Untuk permasalahan akan diselesaikan dengan persamaanpersamaan dibawah ini: 12% = λ0 + λi (1,5) (portofolio F) 10% = λ0 + λi (0,5) (portofolio T) Selisih antara kedua persamaan diatas, maka diperoleh
Manajemen Keuangan Perusahaan 126 λi = 2% selanjutnya dimasukkan dalam persamaan portofolio T: 10% = λ0 + 2%(0,5) λ0 = 9% dengan demikian maka persamaan APT ekulibrium adalah E(Rp) = 9% + (2%)bp APT Dengan Dua Faktor Untuk memudahkan perhitungan maka model dengan dua faktor persamaannya menjadi Ri = ai + bi1l1 +bi2I2 + ei (9) Dimana, Ij (j = 1 dan 2) adalah nilai indeks j yang memengaruhi tingkat keuntungan saham i. ai adalah tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham I jika semua indeks bernilai 0. bij menunjukkan kepekaan tingkat keuntungan saham I terhadap indeks j, dan ei adalah randon error term. Rumus umum untuk APT model dua faktor adalah: E(Ri) = λ0 + λ1bi1 + λ2bi2 Dengan penjelasan λ1 merupakan kenaikan tingkat keuntungan yang diharapakan untuk kenaikan satu unit bi1. Begitu juga untuk λ2. Dengan demikian λ1 dan λ2 merupakan risiko dari F1 dan F2. Teori APT tidak menyebutkan dengan jelas factor yang memengaruhi tingkat keuntungan (return). Untuk mengidentifikasi faktor yang memengaruhi tingkat keuntungan dapat dilakukan menggunakan teknik statistik, yang biasa disebut factor analysis. Dengan bantuan factor analysis akan dapat
Manajemen Keuangan Perusahaan 127 diperoleh faktor-faktor yang memengaruhi tingkat keuntungan dengan memerhatikan factor loading. Teori APT memiliki daya tarik untuk membuktikan faktor yang memengaruhi tingkat keuntungan, karena tidak perlu memerhatikan market portofolio. Secara teori, pengujian menggunakan APT dapat dilakukan meskipun hanya ada sejumlah saham tanpa ada investasi bebas risiko.
Manajemen Keuangan Perusahaan 128 Daftar Pustaka Elton, Edwin J., Gruber, Martin J., Brown, Stephen J., & Goetzmann, William N. (2013). Modern Portofolio Theory & Investment Analysis. John Willey & Sons Inc. Husnan, Suad. (2001). Dasar-Dasar Teori Portofilio dan Analisis Sekuritas: Edisi Keiga. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Samsul, Mohamad. (2015). Pasar Modal & Manajemen Portofolio: Edisi 2. Erlangga, Jakarta Roll, R. and Ross, S.A. 1980. An Epirical Investigation of The Arbitrage Pricing Theory, Journal of Finance, Desember, pp1073-1103 Roll, R. and Ross, S.A. 1984. The Arbitrage Pricing Theory Approach to Strategic Portofolio Planning, Financial Analyst Journal, May/June. Ross. S.A., (1976). The Arbritage Theory of asset Pricing. Journal of Economic Theory
Manajemen Keuangan Perusahaan 129 Tentang Penulis 1993 : Lulus sarjana ekonomi dari FE-UNSOED Purwokerto 2003 : Lulus magister dari Magister Manajemen, UNSOED, Purwokerto. 2020 : Lulus Doktoral dari Program Doktor Ilmu Ekonomi UNS Surakarta, dengan keminatan Manajemen Keuangan. Mengajar di Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Wijaya Kusuma Purwokerto dari tahun 1996 hingga saat ini. Aktif sebagai tutor online di Universitas Terbuka dari 2018 hingga saat ini.
Manajemen Keuangan Perusahaan 130 BAB 10 BIAYA MODAL LINDA AYU OKTORIZA, SE., MM 1. Pengertian Biaya Modal Biaya modal merupakan biaya riil yang harus dibayarkan atau dikeluarkan oleh entitas untuk mendapatkan modal, biaya modal dapat berasal dari hutang, saham biasa, saham preferen, ataupun berupa laba ditahan dengan tujuan untuk membantu entitas membiayai investasi dan operasional kegiatan entitas tersebut. Pengukuran biaya modal salah satunya dapat dihitung dengan menggunakan rate of return terendah dari kegiatan investasi yang baru dilaksanakan oleh entitas, perhitngan dengan cara ini dapat diasumsikan bahwa tingkat risiko untuk investasi baru sama dengan risiko aktiva yang dipunyai entitas pada saat sekarang ini. A. Besarnya biaya modal entitas harus ditentukan dengan alasan: 1. Untuk mengoptimalisasi nilai perusahaan mensyaratkan adanya biaya input yang minimal, termasuk didalamnya adalah biaya modal.
Manajemen Keuangan Perusahaan 131 2. Sebagai dasar dalam Keputusan investasi yang cermat, entitas harus dapat mensyaratkan berapa perkiraan kebutuhan biaya modal yang tepat. 3. Keputusan lain-lain seperti halnya : sewa guna usaha, leasing, working capital management, dan juga pembelian kembali obligasi perusahaan membutuhkan Perkiraan biaya modal. B. Estimasi yang diperlukan dalam menentukan biaya modal : 1. Melakukan pengecekan secara rinci komponen modal apa saja yang wajib dicantumkan dalam perhitungan biaya. 2. mencari weighted average cost of capital untuk seluruh komponen modal. 3. Menentukan biaya apa saja untuk dimasukkan pada tiap-tiap komponen modal. Biaya modal adalah salah satu dari konsep yang berpengaruh dalam analisa keputusan investasi sebab mampu menggambarkan besarnya tingkat terendah pada keuntungan investasi yang harus dicapai dari investasi yang telah ditanamkan tersebut. Apabila investasi tersebut tidak mampu untuk mencapai keuntungan investasi serendah-rendahnya sebanyak biaya yang dkeluarkan, sehingga investasi tersebut tidak baik untuk dilaksanakan. Dalam menghitung biaya secara keseluruhan, memiliki tujuan guna membuat perencanaan pada penganggaran modal (capital budgeting), yang akan berlanjut pada perhitungan
Manajemen Keuangan Perusahaan 132 weighted average cost of capital (WACC) yaitu batas untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi apakah proyek bisnis yang dijalankan memiliki return yang baik. Manfaat lain dari mengetahui cost of capital adalah: • Perencanaan capital budgeting • Membantu investor dalam membuat Analisa keputusan investasi • Merencanakan struktur modal yang baik, ideal dan sehat bagi entitas. • Mengevaluasi kinerja entitas dalam kaitannya dengan peningkatan nilai perusahaan 2. Macam-macam Biaya Modal Biaya modal bisa dikalkulasi berlandaskan biaya pada masing-masing sumber dana sehingga disebut juga biaya modal individual. Cara ini mengkalkulasi tiap-tiap jenis modal. Tetapi jika perusahaan melibatkan lebih dari satu sumber modal, biaya modal yang dihitung adalah dengan menggunakan cara biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted average cost of capital/WACC) dari seluruh modal yang dipakai. A. Biaya Modal Individu 1) Biaya Modal dari Hutang Jangka Pendek Hutang jangka pendek misalnya hutang dagang, kredit bank maupun hutang wesel Contoh 1 : Cash discount yang berkurang dalam waktu 1 tahun adalah sebanyak 6.000.000 rupiah dengan rata-rata hutang dagang sebesar 60.000.000 rupiah.
Manajemen Keuangan Perusahaan 133 Maka, Biaya modal sebelum pajak = 6.000.000 rupiah / 60.000.000 juta x 100% = 10% Misalkan pajaknya 30% ; Sehingga biaya modal setelah pajak = (100%-30%) x 10% = 7% Contoh 2: Bank Ramanda menawarkan pemberian kredit jangka pendek sebanyak 200.000.000 rupiah selama 8 bulan dengan bunga 3% per bulan. Syarat aset yang akan dijadikan jaminan adalah harus memiliki asuransi selama umur kreditnya yaitu dengan premi asuransi sebesar 7.000.000 rupiah. Sehingga : Dana yang akan diterima dari bank adalah : = Pinjaman – (bunga 8 bulan + premi) = Rp 200.000.000 – (Rp 48.000.000 + Rp 7.000.000) = Rp 145.000.000 Biaya yang sesungguhnya ditanggung oleh debitur = Rp 55,000,000 Maka biaya kredit sebelum pajak = Rp 55.000.000 / Rp 145.000.000 x 100% = 37,9% = 38% Biaya kredit per bulan = 38% : 8 = 4,74% Asumsikan pajaknya 20 % = Sehingga biaya modal yang timbul sesudah pajak = 4,74% x (100%-20%) = 3,79 % per bulan. 2) Biaya Modal Jangka Panjang Biaya modal dengan mengkalkulasi jumlah netto yang diterima dengan pengeluaran kas yang terjadi sebab pemakaian dana tersebut.
Manajemen Keuangan Perusahaan 134 Contoh 3 : Sebuah obligasi yang diterbitkan memiliki nilai nominal per lembar sebesar 100.000.000 rupiah dengan umur obligasi 10 tahun. Hasil penjualan netto yang diterima yaitu sebesar 95.000.000 rupiah, bunga obligasinya sebesar 3% tiap tahun. Berapakah cost of bond dari utang jangka panjang tersebut? Jawab : 1. Dana rata-rata selama 10 tahun = (Rp 100,000,000 + Rp 95.000.000) : 2 = Rp 97.500,000 2. Selisih dari penjualan obligasi tersebut dialokasikan untuk 10 tahun = Rp 5.000.000 : 10 tahun = Rp 500.000 (+bunga) Bunga = 3% x Rp 100.000.000 = Rp 3.000.000 Biaya/tahun (average annual cost ) = Rp 3.000.000 + Rp 500.000 = Rp 3.500.000 3. Menghitung biaya rata-rata per tahun = (Rp 3.500.000 / Rp 97.500.000) x 100% = 3,5% 4. Asumsikan tingkat pajak 20% , Maka biaya modal = 3,5% x (100% - 20%) = 2,8% 3) Biaya Modal Saham Preferen (Cost of Preferred Stock) Biaya saham preferen ialah biaya yang sama dengan tingkat keuntungan yang diterima oleh pemegang saham preferen. Rumusnya adalah sebagai berikut : Kp = Dp/Pn Kp = biaya saham preferen Dp = deviden saham preferen Pn = harga saham preferen bersih yang diterima (harga setelah dikurangi flotation cost)
Manajemen Keuangan Perusahaan 135 Biaya pada pemakaian dana dari aktivitas penjualan saham preferen (cost of preferred stock) dapat dihitung dengan membagikan deviden per lembar saham preferen (Dp) dengan harga netto (nett price) yang didapat dari penjualan saham preferen tiap lembarnya. Contoh 4: PT Kharisma baru saja menerbitkan saham preferen yang memiliki nilai nominal 15.000 rupiah per lembar dan deviden sebanyak 800 rupiah. Penjualan netto saham tersebut sebesar 13.500 rupiah tiap lembarnya. Berapakah biaya modal saham preferen? Jawab: Kp = Dp / Pn Maka biaya modal saham preferen = 800 / 13.500 = 5,92%. 4) Biaya Modal Saham Biasa Biaya modal saham biasa merupakan biaya yang dikeluarkan entitas untuk mendapatkan pembiayaan dengan cara menjual saham biasa atau memakai laba ditahan untuk investasi entitasnya. Rumus biaya modal saham biasa adalah : Ke = D1 / P0 + g Ke = biaya modal ekuitas D1 = Deviden saham yang diharapkan pada tahun pertama P0 = harga saham saat ini g = tingkat pertumbuhan (growth)
Manajemen Keuangan Perusahaan 136 Contoh : Jumlah pendanaan dari modal saham biasa sebesar 1.500.000.000 rupiah dengan harga jual 20.000 rupiah dengan dividen sebesar 4000 rupiah/lembar dengan growth senilai 5% Jawaban : Ke = (Rp 4.000 : Rp 20.000) + 5% Ke = 0,2 + 0,05% = 0,25% = 0,25 % 5) Biaya Laba Ditahan (Cost of Retained Earning) Biaya laba ditahan sejajar dengan tingkat laba yang disyaratkan oleh investor saham biasa entitas tersebut. Prinsip yang digunakan adalan opportunity cost. Jika keuntungan diputuskan untuk tidak ditahan, maka keuntungan tersebut akan dibagikan dalam bentuk deviden. Namun Jika keuntungan tersebut ditahan atau ditunda pembayarannya, dapat diartikan bahwa pemilik saham ingin menginvestasikan kembali laba yang menjadi haknya untuk dipergunakan entitas dalam rangka pengembangan bisnisnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya modal laba ditahan sama seperti rumus perhitungan biaya modal saham biasa. B. Biaya Modal Keseluruhan / Rata-rata (Weighted Average Cost of Capital) Tingkat biaya modal yang harus dihitung perusahaan adalah tingkat biaya modal secara keseluruhan. Perhitungannya menggunakan konsep Weighted Average Cost of Capital (WACC). Formulasi untuk menghitung WACC adalah: WACC = wd.kd (1-t) + wp. Kp + ws (ks atau ke)
Manajemen Keuangan Perusahaan 137 Dimana : Wd = persentase hutang dari modal Wp = persentase saham preferen dari modal Ws = persentase saham biasa atau laba ditahan dari modal Kd = biaya hutang Kp = biaya saham preferen Ks = biaya laba ditahan Ke = biaya saham biasa baru t = pajak PT SUKSES memiliki struktur modal perusahaan sebagai berikut : hutang jangka panjang Rp 50.000.000 saham preferen Rp20.000.000 modal sendiri (laba ditahan) Rp 80.000.000+ Jumlah Rp 150.000.000 Biaya hutang jangka panjang 13%, biaya saham preferen 13.5% dan biaya laba ditahan 15%. Pajak diketahui sebesar 20%. Hitung biaya modal rata-rata tertimbangnya (weighted average cost of capital). Jawab : WACC = 0,5 (13%) (1-20%) + 0,2 (13,5%) + 0,8 (15%) = 13,26% Atau, menghitung biaya modal dapat juga disajikan dengan menggunakan tabel sbb :
Manajemen Keuangan Perusahaan 138 Komponen modal (1) Jumlah modal (2) Biaya modal per komponen (3) Jumlah biaya modal per komponen (2x3) Hutang Rp 50.000.000 13%(1-0.2) =10.4% Rp 5.200.000 Saham preferen Rp 20.000.000 13.5% Rp 2.700.000 Laba ditahan Rp 80.000.000 15% Rp 12.000.000 Rp 150.000.000 Rp 19.900.000 WACC = 19.900.00/150.000.000,00 =13,26%
Manajemen Keuangan Perusahaan 139 DAFTAR PUSTAKA Agus Harjito dan Martono. (2011). Manajemen Keuangan. Edisi Kedua, Cetakan Pertama. Yogyakarta. Penerbit Ekonisia. Brigham and Houston. (2017). Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Salemba Empat. Jakarta. David Wijaya, (2017). “Manajemen Keuangan Konsep dan Penerapannya”. Jakarta: PT. Grasindo. Hartono, Jogiyanto. 2015. Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi Kelima. Jakarta: Rajawali Pers. I Made Sudana, (2017). “Manajemen Keuangan Teori dan Praktik”. Malang: Airlangga University Press. Kasmir, (2010). “Pengantar Manajemen Keuangan, Edisi Kedua”. Jakarta: Prenadamedia Group.
Manajemen Keuangan Perusahaan 140 TENTANG PENULIS Linda Ayu Oktoriza, SE, MM adalah salah satu penulis dari buku Manajemen Keuangan Bisnis. Lahir di Kabupaten Grobogan pada tahun 1986, Penulis menyelesaikan sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2008 dan melanjutkan magister di Magister Manajemen Universitas Diponegoro dan selesai pada tahun 2012. Saat ini, penulis adalah Dosen Tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Email Penulis: [email protected]
Manajemen Keuangan Perusahaan 141 Bab 11 TEORI STRUKTUR MODAL Hermin Sirait SE., MBA Pengertian Struktur Modal Setiap perusahaan membutuhkan dana yang bersumber dari dana sendiri seperti modal saham, laba ditahan dan cadangan, serta dana yang bersumber dari luar seperti utang / debt. Setiap sumber dana, baik sumber dari internal perusahaan maupun eksternal, perusahaan harus mampu mendapatkan pendanaan yang efisien, yakni dengan memiliki struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal diperoleh apabila perusahaan dapat mengendalikan perbandingan antara modal internal dengan modal yang bersumber dari ekternal. Beberapa pengertian struktur modal menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1. Menurut Gerstenberg Struktur modal sebagai suatu proses peningkatan kapitalisasi perusahaan yang mencakup berbagai sumber serta daya yang dapat dikuasai, seperti pinjaman, cadangan, saham, serta obligasi.
Manajemen Keuangan Perusahaan 142 2. Menurut John J. Hampton Struktur modal sebagai proses campuran dari suatu dampak yang ditimbulkan karena hutang dan ekuitas terhadap pembiayaan aset perusahaan. 3. Menurut I. M. Pandey Menurut Pandey struktur modal merupakan campuran sumber dana jangka panjang yang terdiri atas, utang, saham preferensi, dan ekuitas baik cadangan maupun surplus. Berdasarkan beberapa definisi struktur modal diatas, maka dapat kita ketahui bahwa struktur modal merupakan suatu perimbangan antara modal sendiri dengan modal asing yang diperoleh dari pihak luar. Teori Struktur Modal Proses untuk memperoleh struktur modal yang optimal, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut terkait struktur modal secara terperinci dan sistematis, yang dapat dipelajari dalam teori struktur modal. Teori struktur modal merupakan hal mendasar yang digunakan untuk pengambilan keputusan permodalan bagi perusahaan sehingga optimalisasi struktur modal dapat dicapai. Dalam perkembangan pengetahuan perekonomian sampai saat ini terdapat lima teori yang mendasari struktur modal yang dikemukakan oleh ahli keuangan. Berikut penjelasan teori struktur modal: 1. Teori Pendekatan Tradisional Teori pendekatan tradisional memiliki pengaruh yang kuat terhadap nilai perusahaan. Struktur modal dapat berubah-ubah