91 dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan; 3. Kejelasan dan kepastian (transparan), artinya adanya prosedur yang jelas, persyaratan pelayanan, pihak yang bertangungjawab, rincian biaya dan jadwal waktu dalam pelayanan 4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka; 5. Efisiensi, mengandung arti : a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan; b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait. 6. Ketepatan waktu, proses pelayanan harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; 7. Responsif, artinya setiap kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat, pemerintah mampu daya tanggap dan cepat menanggapinya;
92 8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang. Selain itu, Birokrasi publik diharapkan dan mampu dalam merevitalisasi dalam menyediakan pelayanan publik karena tingginya tuntutan masyarakat. Birokrasi publik tidak lagi berperan sebagai pengatur tetapi lebih kepada mengarahkan masyarakat melalui pelayanan publik (Denhardt and Denhardt, 2007). Revitalisasi melalui pelayanan publik tentu butuh standar yang dipakai sebagai acuan dan jaminan khususnya kepada masyarakat. Artinya pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenangan yang diberikan kepada masyarakat dapat terwujud. Aspek penting yang lain yaitu peran pemerintah dalam mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Prinsip keadilan juga wajib dijalankan dari fungsi-fungsi tersebut, karena situasi saat ini dimana masyarakat kritis ketika terjadi penyimpangan. Artinya pelayanan yang diskrimitatif menjadi hal yang tabu atau tidak pantas untuk dilakukan oleh pemerintah. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Efektifitas pelayanan publik berbasis digital, dapat dianalisis berdasarkan pemikiran Richard M. Steers. Streers mengemukakan bahwa ukuran
93 efektivitas yaitu antara lain, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Adaptasi (Devi, Muchsin and Suyeno, 2021). Penyediaan dan pelaksanaan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat adalah tugas dan fungsi aparatur negara sebagai pelayan masyarakat. Oleh sebab itu, penentuan kualitas dan kinerja pelayanan publik menjadi peran strategis aparatur pemerintah. Untuk menentukan sejauh mana pelayanan tersebut itu diberikan maka sejalan dengan komitmen aparatur negara dalam menjalankan perannya dengan baik. B. Definisi Standar Pelayanan Publik Standar Pelayanan publik merupakan nilai yang diaktualisasikan dalam suatu perilaku, respon dari pemberi pelayanan (birokrasi publik maupun privat) kepada konsumen terhadap tuntutan dan harapan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar. Adapun standar pelayanan publik diterapkan dalam berbagai jenis pelayanan publik yaitu sebagai pelayanan sosial dasar dan pelayanan perizinan, Berkaitan dengan standar pelayanan publik telah diatur dalam Undang-undang nomor 25 tahun 2009. Undangundang tersebut, mewajibkan beberapa komponen untuk disediakan oleh pelaksana atau penyedia pelayanan publik (Hairat and Suyuti, 2020). Adapun komponen yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Dasar Hukum, merupakan bentuk komitmen secara jangka panjang oleh pelaksana dan penyedia layanan publik.
94 2. Persyaratan, dengan adanya persyaratan maka sebagai bentuk kejelasan kepada pengguna layanan publik. 3. Sistem, mekanisme dan Prosedur. Sistem, mekanisme dan prosedur dalam pelayanan bentuk kejelasan pemberi layanan kepada pengguna layanan. 4. Jangka Waktu Penyelesaian. Waktu pelayanan menjadi aspek lainnya kepada pengguna layanan terkait dengan berapa lama proses yang dilakukan dalam layanan tersebut. 5. Biaya/tarif. Biaya layanan berkaitan dengan kejelasan dan transparansi ketika pengguna layanan ingin mengakses layanan. 6. Produk Pelayanan. Produk pelayanan berkaitan dengan berbagai bentuk pelayanan yang diberikan atau inovasi layanan ke penguna layanan. Hal ini diharapkan memberikan kemudahan atau pilihan kepada pengguna layanan. 7. Sarana, prasarana, dan atau fasilitas. Aspek ini bisa menjadi aspek pendukung atau bahkan aspek utama kepada pemberi layanan maupun pengguna layanan. Ketersedian sarana, prasarana dan fasilitas yang memadai dalam meningkatkan kinerja pelayanan. Sisi yang lain, dengan adanya sarana mampu memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada pengguna layanan. 8. Kompetensi pelaksana. Salah satu kunci utama dalam meningkatkan kualitas pelayanan adalah kompetensi pelaksana yang relevan dengan kebutuhan dari pengguna layanan. Misalnya ketika pelayanan diberikan didaerah perkotaan maka kompetensi pelaksana pelayanan dalam menghadir pelayanan
95 berbasis digital, cepat dan efektif menjadi pilihan utama. 9. Pengawasan Internal, adanya evaluasi dan audit kinerja dan kualitas pelayanan menjadi kebutuhan utama yang tidak bisa dilupakan. Oleh karena itu, pengawasan internal menjadi sarana dalam menilai sejauh mana kinerja dan kualitas pelayanan telah sejalah dengan tujuan organisasi dan sejalan dengan kepuasan pengguna layanan. 10. Penanganan pengaduan, saran dan masukan. Aspek lainnya juga tidak kalah penting adalah respon, penilaian dan masukan dari pengguna layanan sebagai bentuk evaluasi eksternal. Pengguna layanan wajib diberikan ruang dalam menilai kinerja pelayanan yang diberikan sejalan atau tidak dengan kepuasan para pengguna layanan. 11. Jumlah pelaksana. Era saat ini pelaksana layanan menjadi aspek yang juga harus dianalisa terkait dengan kebutuhanya. Sering kali semakin banyak pelaksana pelayanan membuat pelayanan semakin kompleks dan berbelit-belit. Sisi yang lain ketika pelayanan mampu diterapkan berbasis layanan digital maka kebutuhan akan pelaksana pelayanan seharus bisa berkurang. 12. Jaminan Pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan. Adanya jaminan pelayanan menjadi aspek yang dibutuhkan pengguna layanan ketika mengakses layanan yang ada. Jaminan pelayanan dalam bentuk maklumat pelayanan, Standar operasional prosedur, dan layanan pengaduan adalah bentuk dari pelaksana
96 layanan dalam memberikan trust atau kepercayaan kepada pengguna layanan. 13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya dan resiko keragua-raguan, dan 14. Evaluasi kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan harus mampu dievaluasi secara berkala, sebagai bentuk evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang sejalan dengan kepuasan masyarakat. Standar pelayanan juga menjadi bentuk jaminan tentang kepastian bagi pengguna pelayanan (Toole, 2006). Oleh karena itu standar pelayanan publik, ada beberapa komponen, yaitu : 1. Standar Pelayanan Publik harus mampu membangun trust atau kepercayaan kepada pengguna layanan akan kepastian atau dengan baik hasil pelayanan (service outcome ) sebelum pelayanan dan dikonsumsi. Artinya standar pelayanan publik merupakan bentuk komitmen birokrasi publik maupun privat dan benar-benar langsung dirasakan masyarakat (responsive). 2. Standar Pelayanan publik harus mampu teraktualisasi mulai dari input pelayanan sampai outcome pelayanan, artinya Standar pelayanan publik tidak hanya sampai pelayanan itu dikeluarkan dalam bentuk pelayanan tetapi harus membawa dampak (impact) terhadap masayarakat sebagai sasaran pelayanan tersebut. 3. Standar Pelayanan publik harus berubah-ubah, atau dinamis artinya perubahan Standar pelayanan publik harus mengikuti perubahan masalah yang di hadapi. Karena permasalahan yang dihadapi pengguna layanan
97 akan terus berubah dan peran pembuat kebijakan harus menggikuti perubahan tersebut. Jadi intinya Standar pelayanan publik dimaknai pembuat kebijakan mengikuti kehendak pengguna layanan, bukan sebaliknya. 4. Standar Pelayanan Publik juga harus berdasarkan aspirasi dan inspiratif, artinya sebelum standar pelayanan publik dirumuskan atau direncanakan perlu menggali masalah dan kebutuhan yang di hadapi masyarakat. Hal ini disebabkan kecenderungan muncul kompleksitas masalah dalam masyarakat maka pelayanan publik setidaknya mampu mengatasi permasalahan tersebut. Diagnosis masalah biasanya melalui survai konsumen, untuk mengetahui pelayanan publik telah sesuai dengan harapan atau tuntutan masayarakat. Sedangkan inspiratif dimaknai standar pelayanan publik tidak hanya mengatasi masalah yang ada tetapi juga memberikan pemberdayaan kepada masyarakat pengguna layanan. Sehingga nantinya muncul trust antara pengguna layanan dengan birokrasi kedepannya. 5. Pengembangan spirit dalam standar pelayanan publik, hal ini jelas dimana pelaksana pelayanan publik yang dahulunya domain pemerintah tetapi sekarang organisasi privat mulai memberikan pelayan publik yang mendasar seperti pendidikan dan kesehatan. Bahkan munculnya NGO dan LSM memberi warna baru dalam sektor pelayanan publik. Karena itu muncul resistensi terhadap pelayan publik yang diberikan sehingga sebagai pemicu untuk memberikan pelayanan
98 lebih baik. Untuk itu perlu perubahan spirit seperti reventing government dalam standar pelayanan publik, artinya perubahan tidak hanya pada konteks pelayanan itu sendiri tetapi juga pada birokrasi atau organisasi pembuat kebijakan yang dimulai dari spiritnya. C. Memaknai Standar Pelayanan Publik dalam Perspektif Governance Perkembangan saar ini, domain pelayanan publik tidak lagi menjadi domain sepenuhnya pemerintah. Untuk menciptakan pelayanan publik yang efektif dan efisien maka perlu melibatkan pihak-pihak lainnya. Perspektif governance menjadi sarana dalam memberikan peran kepada ketiga sektor yaitu sektor pemerintahan, swasta dan masyarakat (Grindle, 2009). Peran ketiganya dalam menghasilkan dan menerapkan standar pelayanan, yaitu : 1. Negara/pemerintah pusat hingga pemerintah daerah dan pemerintah desa, sebagai penyelenggaran pelayanan publik juga pemberi ruang bagi organisasi lain untuk memberikan masukan dalam standar pelayanan kepada publik. Sehingga fungsi Negara atau pemerintah bisa menjadi pengawasan kinerja pelayanan. 2. Masyarakat atau LSM, sebagai sasaran pelayanan publik maka membuka ‚voice‛ masyarakat secara luas, suara masyarakat merupakan sumber inspirasi, tujuan dan fokus dari penyusunan standar pelayanan publik. Juga tidak lupa akan sebuah transparansi akan pelaksanaan pelayanan publik sehingga hubungan timbal balik.
99 3. Swasta, peran swasta sebagaimana peran Negara atau pemerintah memiliki peran sebagai penyelenggara pelayanan publik. Oleh karena standar Pelayanan publik juga dilimpahkan kepada swasta yang mengenai pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Voice masyarakat bisa melalui pemerintah daerah kemudian melakukan control atau pengawasan kepada pihak swasta sebagai penyelenggara pelayanan publik. Sehingga peran ketiga penyelenggara pelayanan terkait standar pelayanan publik dapat dilihat dalam skema berikut: Gambar 1. Skema Governance dalam standar pelayanan publik
100 Sulastri Ningsih, M.Pd enyediaan pelayanan publik merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan bernegara bangsa. Pelayanan publik dapat dinyatakan sebagai segala bentuk pelayanan di sektor publik, yang dilaksanakan aparatur pemerintah, dalam bentuk penyediaan barang dan jasa, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berdasarkan aturan-aturan hukum perundanganundangan yang berlaku. Dalam hubungan ini salah satu tugas P
101 penting setiap instansi pemerintahan adalah pemberian pelayanan. Pada dasarnya, dalam setiap negara yang mengakui hak-hak asasi warganegara di bidang kesejahteraan ekonomi dan sosial, setiap instansi pemerintah dibentuk dalam fungsinya sebagai pemberi pelayanan kepada warganegaranya. Regulasi pelayanan publik yang sifatnya tersebar dalam banyak peraturan yang sifatnya sektorat dengan standar yang berbeda – beda, menjadikan pelayanan publik di indonesia berada pada kondisi yang unmanagable. Kondisi ini mengusik untuk mengkaji lebih dalam konstruksi hukum yang ideal (ius constituendum) untuk hukum administrasi negara bidang penyelenggaraan pelayanan publik oleh lembaga pemerintah yang responsif dan partisipatif, berdasarkan nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tanpa harus mengorbankan kepentingan bangsa dan negara. Regulasi dalam kehidupan bermasyarakat, manusia membutuhkan suatu keteraturan yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan individual maupun kolektif. Oleh karena itu, berbagai regulasi diciptakan dengan mengedepankan kepentingan umum. Sederhananya, regulasi adalah sekumpulan instrumen abstrak yang disusun dalam sebuah kesatuan untuk mengontrol tindakan atau perilaku orang akan suatu hal. Dengan adanya regulasi, manusia dituntut untuk bertindak sesuai kehendak bebasnya tapi penuh dengan tanggung jawab. Sebelum terbentuk menjadi sebuah regulasi yang utuh, ada proses panjang yang harus di lalui para perumus regulasi. Utamanya proses itu adalah perumusan masalah, analisis, dan pencarian solusi. Tahap awal yang harus dilakukan adalah mendata permasalahan yang menjadi kendala atau hambatan
102 bagi masyarakat. Selanjutnya permasalahan yang sudah dipetakan akan dianalisis melalui kajian ilmia dan akademis. Proses analisi ini juga seringkali melibatkan para ahli dibidangnya. Setelah itu perumusan solusi yang didasari pembahasan masalah dan analisis sebelumnya akan disusun menjadi sebuah regulasi. Evaluasi terhadap regulasi-regulasi daerah selain berguna untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian yang lebih konkrit dengan kondisi dan situasi serta potensi daerah juga yang lebih penting ialah mengetahui manfaat kebijakan tersebut terhadap perlunasan akses masyarakat terhadap pelayanan public (Noor, 2015). Negara atau pemerintah merupakan lembaga pencetus atau perumus utama sejumlah regulasi yang mengatur kehidupan manusia. Selain itu regulasi juga dibuat oleh pihak swasta yang memiliki kewenangan tertentu. Simak penjabaran mengenai regulasi berikut ini. A. Pengertian Regulasi Bagi sebagian orang, mencapai target bukanlah hal yang sulit. Tanpa memerlukan upaya ekstra mereka dapat mengakses berbagai cara untuk dapat mempoleh tujuan. Namun masyarakat yang lain mengalami banyak hambatan dalam pencapaian mereka untuk mengatasi hal tersebut. Regulasi adalah konsep abstrak pengelolaan sistem yang kompleks sesuai dengan seperangkat aturan dan tren. Regulasi ada di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dengan begitu , fungsi utama regulasi adalah sebagai pengendali atau kontrol bagi setiap tindakan yang dilakukan
103 manusia. Oleh sebab itu, adanya regulasi penting dalam menentukan langkah apa yang hendak di ambil. Dalam peraturan pemerintah, regulasi adalah perpanjangan alami dari undang-undang yang mendefinisikan dan mengontrol beberapa cara yang dapat dilakukan oleh bisnis atau individu untuk mengikuti hukum. Sedangkan swa- regulasi adalah ketika individu atau bisnis memiliki kendali atas halhal khusus tentang bagaimana memenuhi persyaratan legislatif minimum. Regulasi adalah kata sarapan dari bahasa inggris , ‚regulation‛ yang artinya aturan. Menurut Collins Distionary, regulasi adalah aturan yang dibuat oleh pemerintah atau otoritas lain untuk mengontrol cara sesuatu yang dilakukan atau cara orang berprilaku. Regulasi adalah istilah yang mungkin kerap terdengar dibidang pemerintahan dan bisnis. Regulasi pemerintah adalah perpanjangan alami dari undang-undang, yang mendefinisikan dan mengontrol beberapa cara yang dapat dilakukanoleh bisnis atau individu untuk mengikuti hukum. Sementara itu, regulasi bisnis adalah aturan – aturan yang dikeluarkan untuk mengendalikan perilaku dalam berbisnis, baik aturan dalam bentu batasan hukum oleh pemerintah pusat atau daerah, peraturan asosiasi perdagangan, regulasi industri, dan aturan lainnya (Cohen and Brand, 1993). Regulasi adalah aturan – aturan yang mengikat, baik dalam pemerintahan maupun bisnis. Fungsi regulasi adalah untuk menerbitkan perilaku orang – orang yang terlibat dalam suatu komunitas dalam batasan – batasan tertentu. Regulasi dirancang melalui peoses – proses tertentu,
104 dimana masyarakat atau suatu lembaga menyepakati untuk terikat dan mengikuti aturan yang telah dibuat dalam rangka mencapai tujuan bersama. Biasanya jika ada yang melanggar regulasi tersebut akan dikenakan sanksi. B. Konsep Dasar Regulasi Pelayanan Publik Dimana mengacu ke pada prinsip – prinsip dan tujuan utama yang mendasari pembentukan, implementasi dan penegakan regulasi dalam konteks penyediaan layanan publik kepada masyarakat. Nerikut beberapa konsep dasar dalam regulasi pelayanan publik (Djalil, 2015): 1. Perlindungan Konsumen Salah satu tujuan utama regulasi pelayanan publik adalah melindungi kepentingan konsumen atau pengguna layanan. Regulasi ini dirancang untuk memastikan bahwa layanan yang disediakan memenuhi standar kualitas, keselamatan dan keamanan yang ditetapkan, serta memberikan hak – hak yang adil dan perlindungan terhadap praktik – praktik yang merugikan konsumen. 2. Pemerataan Akses dan Keadilan Regulasi pelayanan publik bertujuan untuk memastikan akses yang adil dan merata terhadap layanan publik bagi semua lapisan masyarakat, tanpa diskriminasi atau hambatan yang tidak adil. Hal ini melibatkan penyediaan layanan yang terjangkau, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi beragam kelompok sosial dan ekonomi. 3. Kualitas dan Keandalan Layanan
105 Regulasi pelayanan publik berupaya untuk menetapkan standar kualitas dan keandalan yang tinggi untuk layanan disediakan kepada masyarakat. Ini termasuk aspek – aspek seperti kecepatan, ketersediaan, ketepatan waktu dan responsif terhadap kebutuhan pengguna. 4. Efisiensi dan Efektivitas Operasional Regulasi pelayanan publik bertujuan untuk mempromosikan efesiensi dan efektivitas dalam operasi penyedia layanan. Ini melibatkan penggunaan sumber daya secara bijaksana, pengelolaan yang efisien, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya yang perlu untuk mengoptimalkan hasil layanan. 5. Transparansi dan Akuntabilitas Regulasi pelayanan publik menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penyedia layanan. Ini melibatkan keterbukaan tentang proses pengambilan keputusan, penggunaan dana publik, kinerja penyedia layanan dan mekanisme pengadun dan penyelesaian sengketa. 6. Inovasi dan Adaptasi Regulasi pelayanan publik perlu mendorong inovasi dan adaptasi dalam menyediakan layanan yang respontif terhadap perubahan kebutuhan dan tuntutan masyarakat serta perkembangan teknologi dan lingkungan yang berkaitan. 7. Keberkelanjutan dan Pembangunan Berkelanjutan Regulasi pelayanan publik harus mengambil keseimbangan yang tepat antara keberkelanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan. Ini berarti memastikan bahwa layanan publik disediakan secara
106 berkelanjutan dengan memperhitungkan dampaknya terhadap ekonomi, masyarakat dan lingkungan. Melalui penerapan konsep – konsep dasar ini, regulasi pelayanan publik diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyedia layanan untuk memberikan layanan yang berkualitas, efesien, dan adil kepada masyarakat, serta memastikan bahwa kepentingan publik diprioritaskan dalam penyediaan layanan. C. Proses Pembentukan Regulasi Proses ini melibatkan serengkaian langkah yang kompleks dan terstruktur untuk merumuskan, menyetujui dan menerapkan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan tertentu. Berikut adallah tahapan umum dalam proses pembentukan regulasi (Djalil, 2015): 1. Identifikasi Permasalahan atau Kebutuhan Tahap awal dalam proses pembentukan regulasi adalah mengidentifikasi permasalahan atau kebutuhan yang perlu di atasi oleh regulasi. Ini bisa berupa masalah kesehatan masyarakat, lingkungan, ekonomi atau sosial yang memerlukan intervensi dari pemerintah atau lembaga regulator 2. Penelitian dan Analisis Setelah permasalahan atau kebutuhan teridentifikasi langkah adalah melakukan penelitian dan analisis mendalam terkait dengan topik tersebut. Ini melibatkan pengumpulan data, studi literatur, konsultasi dengan para ahli dan evalusi dampak potensial dari regulasi yang diusulkan.
107 3. Perumusan Kebijakan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pembuat kebijakan merumuskan rencana kebijakan atau rancangan regulasi untuk mengatasi permasalahan yang diidentifikasi. Ini melibatkan menetapkan tujuan, sasaran, ruang lingkup dan strategi implementasi regulasi yang diusulkan. 4. Konsultasi Publik Tahap penting dalam proses pembentukan regulasi adalah melakukan konsultasi publik untuk mendapatkan masukan dan umpan balik dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat umum, industri, organisasi non pemerintah dan ahli terkait. Hal ini memastikan bahwa regulasi yang diusulkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 5. Penyusunan Rancangan Regulasi Berdassarkan hasil konsultasi publik pembuat kebijakan menyusun rangcangan regulasi final yang mencakup detail teknis, persyaratan dan mekanisme pelaksanaan yang diperlukan. Rancangan regulasi ini biasanya disusun dalam bentuk dokumen formal yang mengatur hak dan kewajiban para pihak yang terkait. 6. Persetujuan dan Pembentukan Regulasi Rancangan regulasi kemudian diserahkan kepada lembaga legislatif atau badan pengatur yang berwenang untuk menyetujuinya. Proses ini melibatkan diskusi, perdebatan dan amendemen jika diperlukan sebelum regulasi akhir disahkan dan diberlakukan. 7. Implementasi dan Penegakan Setelah regulasi disahkan tahap selanjutnya adalah implementasi dan penegakan regulasi oleh lembaga
108 yang ditunjuk. Ini melibatkan bahwa regulasi diterapkan dengan benar dan efektif. 8. Evaluasi dan Revisi Terakhir regulasi yang disahkan dievaluasi secara berkala untuk mengatur kinerja, efektivitas dan dampaknya terhadap tujuan yang ditetapkan. Jika diperlukan regulasi dapat direvisi atau diperbarui untuk memperbaiki kekurangan atau mencerminkan perubahan dalam keadaan atau kebijakan. Melalui serangkaian tahapan ini, proses pembentukan regulasi memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan merupakan hasil dari analisi yang komprehensif, konsultasi yang luas dan penerapan yang cermat untuk mencapai tujuan dan kebutuhan yang diinginkan. D. Jenis – Jenis Pelayanan Yang Umum ditemui 1. Regulasi Perizinan Regulasi ini menetapkan prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh individu atau organisasi untuk mendapatkan izin atau lisensi untuk melakukan kegiatan tertentu, seperti membuka usaha, membangun fasilitas atau menyediakan layanan kesehatan. 2. Regulasi Tarif Regulasi ini menetapkan tarif atau harga yang diizinkan untuk layanan publik tertentu, seperti tarif listrik, tarif transportasi umum, atau tarif telekomunikasi. Tujuannya adalah untuk melindungi
109 konsumen dari tarif yang tidak wajar atau diskriminatif dan mendorong efisiensi dalam penyediaan layanan. 3. Regulasi Kualitas Regulasi ini menetapkan standar kualitas yang harus dipenuhii oleh penyedia layanan publik, seperti standar keselamatan produk, standar kebersihan lingkungan atau standar kualitas layanan kesehatan. Regulasi ini bertujuan untuk melindungi konsumen dan masyarakat dari risiko dan dampak negatif yang timbul akibat layanan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. 4. Regulasi Akses Regulasi ini mengatur akses masyarakat terhadap layanan publik tertentu, seperti akses ke infrastruktur dasar (misalnya air bersih, listrik, atau jalan raya) atau akses ke layanan kesehatan dan pendidikan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses layanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. 5. Regulasi Keamanan Regulasi ini menetapkan standar keamanan yang harus di penuhi oleh penyedia layanan publik untuk melindungi konsumen, masyarakat, dan lingkungan dari risiko kecelakaan, kebakaran, atau bahaya lainnya yang terkait dengan layanan tersebut. Contoh regulasi keamanan termasuk regulasi keselamatan transportasi, regulasi keamanan pangan atau regulasi keselamatan produk.
110 6. Regulasi Lingkungan Regulasi ini mengatur dampak lingkungan dari kegiatan atau layanan publik tertentu, seperti regulasi emisi polusi, regulasi pengelolaan limbah atau regulasi pelestarian habitat alam. Tujuannya adalah untuk melindungi lingkungan dan sumber daya alam serta mencegah kerusakan lingkungan yang tidak diinginkan akibat aktivitas manusia. Pentingnya regulasi pelayanan publik adalah untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan kepada masyarakat adalah aman, terjangkau, berkualitas dan tersedia untuk semua orang tanpa diskriminasi. Regulasi ini juga membantu mempromosikan efisiensi, transparansi dan akuntabilitas dalam penyediaan layanan publik Peran pemerintah dan lembaga regulator sangat penting dalam mengatur pelayanan publik. Beberapa peran utama yang dimainkan oleh pemerintah dan lembaga regulator dalam konteks ini (Noor, 2015). Pembuat kebijakan di mana pemerintah dan lembaga regulator bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan dan regulasi yang mengatur penyediaan layanan publik. Mereka memperhatikan kebutuhan masyarakat, mempertimbangkan tujuan ekonomi, sosial dan lingkungannya serta mengidentifikasi solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas, aksesibilitas dan keadilan dalam pelayanan publik. Pengatur dan pengawas dimana pemerintah dan lembaga regulator bertugas mengawasi pelaksanaan regulasi yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa
111 penyedia layanan publik mematuhi standar yang telah ditetapkan. Mereka menetapkan aturan, prosedur dan mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa penyedia layanan beroperasi secara transparan, efisien dan sesuai dengan kepentingan publik. Pemberi Izin dan Lisensi pemerintah dan lembaga regulator memiliki wewenang untuk memberikan izin dan lisensi kepada penyedia layanan publik untuk melakukan kegiatan tertentu, proses perizinan ini memastikan bahwa penyedia layanan memiliki kualifikasi, kapasitas dan standar yang memadai untuk memberikan layanan kepada masyarakan. Penegak hukum pemerintah dan lembaga regulator bertugas menegankkan hukum terkait dengan layanan publik, seperti hukum persaingan, hukum perlindungan konsumen, atau hukum lingkungan. Mereka memiliki wewenang untuk menyelidiki pelanggaran, memberlakukan sanksi dan mengambil tindakan hukum terhadap pelanggar untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi Perlindungan konsumen di mana pemerintah dan lembaga regulator bertindak sebagai pelindung konsumen dengan mengatur tarif yang wajar, menjamin kualitas layanan yang baik, dan menanggapi keluhan atau masalah konsumen. Mereka memberikan informasi kepada konsumen tentang hak dan kewajiban mereka serta menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa. Yang terakhir mendorong inovasi dan perbaikan dimana pemerintah dan lembaga regulator berperan dlam mendorong inovasi dan perbaikan dlam pelayanan publik dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
112 investasi, riset dan perkembangan. Mereka dapat memberikan insentif memberikan dukungan teknis, atau mengembangkan kebijakan yang memfasilitasi adopsi teknologi baru dan praktik terbaik dalam penyediaan layanan publik. Dengan memainkan peran- peran ini, pemerintah dan lembaga regulator berkontribusi dalam meningkatkan efektivitas, efesinsei dan keadilan dalam penyediaan layanan publik serta melindungi kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Tantangan dan permasalahan dalam regulasi pelayanan publik meliputi berbagai aspek yang dapat mempengaruhi efektivitas, efesiensi dan keadilan dalam penyediaan layanan publik. Berikut adalah beberapa tantangan yang umum dihadapi dalam konteks regulasi pelayanan publik : a. Birokrasi dam administrasi yang lambat b. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan c. Ketidakseimbangan kepentingan d. Perubahan kebutuhan dan teknologi e. Kompleksitas dan ketidakpastian hukum f. Keterbatasan sumber daya g. Dampak perubahan lingkungan eksternal
113 Latihan : 1. apa yang dimaksud dengan regulasi pelayan publik? 2. sebutkan contoh regulasi pelayanan publik di negara anda 3. bagaimana regulasi pelayanan publik dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan ? 4. apa peran lembaga pengawas dalam implementasi regulasi pelayanan publik ? 5. mengapa penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap regulasi pelayanan publik ?
114 Muhamad Effendi, SE., M.Si A. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik Pemerintahan negara Indonesia pada hakikatnya menyelenggarakan dua jenis fungsi utama dalam pelayanan publik, yaitu fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakikat negara modern sebagai suatu negara hukum (legal state), sedangkan fungsi pelayanan dikaitkan dengan hakikat negara sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare state).
115 Kedua fungsi ini menyangkut semua segi kehidupan dan penghidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan pelaksanaanya dipercayakan kepada aparatur negara tertentu yang secara fungsional bertanggungjawab atas bidang bidang tertentu kedua fungsi tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan memiliki tiga makna, yaitu: 1. Perihal atau cara melayani masyarakat. 2. Usaha melayani kebutuhan masyarakat dengan memperoleh imbalan (uang}. 3. Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.(Dr. Hardiyansyah, M.Si, 2011) Pelayanan (service} menurut American Marketing Association, seperti yang dikutip oleh Donald (1984} bahya pelayanan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.(Sri Maulidah, S.Sos, M.Si, 2014) Menurut Monir (2013), pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.(Dr. Drs. Ismail Nurdin, M.Si, 2019) Pengertian dari suatu konsep pelayanan publik tidak hanya dibuat oleh para ahli pelyanan, akan juga diberikan oleh suatu kelembagaan negara yang dalam hal ini adalah Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, menurut Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan
116 Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, bahwa yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah ‚Suatu bentuk dari kegiatan proses pelayanan yang dapat dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan dari unsur masyarakat yang dilayani. Oleh karena itu Pelayanan publik (public service) oleh birokrasi publik adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sabagai abdi negara. Eksistensi dari suatu lembaga negara termasuk di dalamnya pada hakekatnya pelayanan masyarakat, ia tidak dimaksudkan untuk melayani dirinya sendiri, namun untuk memberikan atau melayani berbagai bentuk kebutuhan dari unsur masyarakat.‛(Sri Maulidah, S.Sos, M.Si, 2014). Dalam Undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, mendefinisikan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Kualitas pelayanan merupakan
117 komponen penting yang harus diperhatikan dalam pelayanan publik, istilah kualitas pelayanan publik tentunya tidak dapat dipisahkan dari persepsi tentang kualitas pelayanan.(Dr. Drs. Ismail Nurdin, M.Si, 2019) Menurut Sampara (1999) dalam Hardiansyah, mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan dalam memberikan layanan sebagai pembakuan pelayanan yang baik.(Dr. Hardiyansyah, M.Si, 2011) Menurut Ibrahim (2008) dalam Hardiansyah, kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadi pemberian pelayanan publik.(Dr. Hardiyansyah, M.Si, 2011) Menurut Goetsch dan Davis dalam Hardiyansyah, menyatakan bahwa kualitas pelayanan publik adalah sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.(Dr. Hardiyansyah, M.Si, 2011) Berdasarkan penjelasan diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik adalah bentuk totalitas pelayanan yang dilakukan oleh aparatur negara secara maksimal apabila dapat menyediakan produk atau jasa berdasarkan kesesuaian dalam rangka memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
118 B. Dimensi Kualitas Pelayanan Publik 1. Menurut Pararusman dan kawan-kawan (dalam Tjiptnono, 1996), ada lima dimensi dalam menilai kualitas jasa atau pelayanan, yaitu : 2. Tangibles; tercermin pada fasilitas fisik, peralatan, personil dan bahan komunikasi. 3. Realibility; kemampuan memenuhi pelayanan yang dijanjikan secara terpercaya, tepat 4. Responsiveness; kemamuan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan yang tepat. 5. Assurance; pengetahuan dari para pegawai dan kemampuan mereka untuk menerima kepercayaan dan kerahasiaan. 6. Emphathy; perhatian individual diberikan oleh perusahaan kepada para pelanggan.(Dr. Drs. Ismail Nurdin, M.Si, 2019) 7. Lebih lanjut menurut Kotler (dalam Supranto, 1994) terdapat lima determinan kualitas pelayanan yang dapat dirinci sebagai berikut : 8. Keterandalan (realibility); kemauan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya 9. Keresponsifan (responsiveness); kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan. 10. Keyakinan (confidence); pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk
119 menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance. 11. Empati (empathy); syarat untuk peduli, memberikan perhatian, pribadi bagi pelanggan.(Dr. Drs. Ismail Nurdin, M.Si, 2019) 12. Berwujud (tangible); penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan media komunikasi. Dari pendapat yang dikemukakan oleh Pararusman, dan Kotler, terdapat 5 dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan. Dalam penelitian ini dimensi tersebut dirumuskan dengan menggabungkan kedua pendapat tersebut, yakni : (1) sarana pelayanan dalam menunjang pemberian pelayanan, (2) keandalan terhadap metode sistem pelayanan yang efektif dan efisien, (3) jaminan akan keamanan dan privacy terhadap produk pelayanan, (4) harga produk layanan yang terjangkau dan proporsi serta adil, (5) empati atau tingkat hubungan yang intens dan saling menghargai serta menghormati antara pemberi pelayanan dengan publik yang dilayani.(Dr. Drs. Ismail Nurdin, M.Si, 2019) C. Perilaku Aparatur Pelayanan Publik 1. Kemampuan Kerja Dapat dinyatakan secara aksiomatik bahwa dengan tingkat pengetahuian dan keterampilan yang rendah, kinerja seseorang pun akan rendah pula. Bahkan dengan motivasi yang tinggi sekalipun, artinya, betapapun besarnya hasrat seseorang untuk berbuat semaksimal mungkin dalam berkarya, hasil karyanya
120 tidak akan bermutu tinggi karena kemampuan yang dimilikinya memang terbatas. Mudah pula membayangkan bahwa situasinya akan lebih gawat apabila kemampuan yang rendah itu dibarengi pula dengan motivasi yang rendah, apa lagi kalau ditambah dengan perilaku yang disfungsional. Melihat kenyataan itulah yang menyebabkan para pakar sering melemparkan pendapat tentang perlunya perampingan struktur organisasi disertai rasionalisasi di bidang kepegawaian dengan melepaskan pegawai yang tidak produktif tersebut. 2. Kesopanan Sesunggguhnya, mudah menyepakati pendapat bahwa tidak ada tempat untuk bertindak tidak sopan dalam interaksi seseorang pejabat atau pegawai dengan pihak lain, baik dalam arti sesama aparatur maupun dengan para warga masyarakat terutama masyarakat yang berurusan dengan pelayanan pemerintah. Akan tetapi dalam kenyataannya selalu saja ada pejabat ataupun pegawai yang merupakan oknum, yang karena orientasi kekuasaan, ada kalanya bertindak tidak atau kurang sopan, kalau tidak mau mengatakan kasar, yang salah satu bentuknya bisa berupa penggunaan katakata yang tidak pada tempatnya yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Salah satu hal yang selalu ditekankan dalam pembahasan tentang patologi birokrasi ialah bahwa dalam menjalankan tugasnya, para aparat hendaknya jangan berorientasi pada kekuasaan melainkan pada pengabdian dan pelayanan. Pada hal dalam suatu
121 masyarakat yang beradab, sikap sopan merupakan bagian tatakrama sosial. Karenaitu, menumbuhkan dan memelihara sikap sopan dikalangan aparat terutama mereka secara langsung berhubungan dalam memberikan pemberian pelayanan kepada masyarakat harus menempati prioritas tinggi. 3. Kedisiplinan Mematuhi disiplin organisasi, merupakan salah satu persayaratan yang mutlak ditaati oleh semua aparatur pemerintah. Setiap bentuk tindakan dan perilaku menyimpang dari hal-hal yang disebut dimuka, dapat digologkan sebagai pelanggaran disiplin. Karena disiplin organisasi harus ditegakkan, pelaku pelanggaran harus ditindak tegas dan dikenakan sanksi yang sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukannya, muali dari sanksi yang paling ringan seperti teguran lisan dan tertuli, hingga yang paling berat yaitu pemecatan yang lazim dikenal dengan istilah pemberhentian dengan tidak hormat. Hanya saja, dalam pengenaan sanksi tertentu, semua kriteria objektivitas harus terpenuhi. Dengan demikian, dua hal dapat tercapai, yaitu pelaku yang dikenakan sanksi dapat memahami dan menerimanya, sekaligus menjadi pelajaran bagi yang lain agar tidak melanggar disiplin organisasi. Apabila upaya pembinaan dan bimbingan tetap tidak membuahkan hasil yang diharapkan dan bawahan yang bersangkutan tidak mau atau tidak mampu merubah perilakunya, misalnya terus–menerus berbuat kesalahan yang sama, maka tindakan indisipliner yang punitif harus diambil.
122 Hanya saja mengenai sanksi disipliner pun harus dilakukan secara obyektif dalam arti : a. Pelanggaran atau kesalahan yang dibuat jelas; b. Sanksi yang dikenakan setimpal dengan ‚bobot‛ pelanggaran atau kesalahan; c. Kepada pegawai yang dikenakan sanksi diberi kesempatan membela diri; d. Cara pengenaan sanksi yang manusiawi; e. sifat sanksi yang mendidik dalam arti mendorong yang bersangkutan untuk melakukan introspeksi dan memperbaiki diri. 4. Tanggung Jawab Berkaitan dengan perilaku, lalai melaksanakan tugas adalah rasa tanggung jawab yang rendah. Padahal implisit dalam istilah dan konsep pengabdian terkandung makna rasa tanggungjawab yang tinggi. Salah satu langka yang dapat diambil oleh para pimpinan atau pejabat untuk meningkatkan rasa tanggung jawab para bawahannya ialah dengan upaya mengenali kepribadian para bawahannya dengan pengenalan itu melakukan penyeliaan yang sesuai. 5. Kendala Pelayanan Publik Sebenarnya dalam istilah kendala sudah tercakup tantangan, hambatan, gangguan, dan bahkan ancaman dalam pelayanan publik itu sendiri. Dalam pelayanan publik sebenarnya lebih banyak tantangan yang harus dihadapi dan dibenahi dengan baik, antara lain: 1. Masalah kontak antara penyedia pelayanan dan pelanggan masyarakat yang dilayani. Sebenarnya banyak kontak yang dilakukan pelanggan dengan
123 sistem pelayanan yang ada (petugas dengan segala perangkatnya}. 2. Masalah petugas pelayanan publik itu sendiri antara lain: berapa banyak petugas yang diperlukan agar pelayanan efektif dan efisien, bagaimana komposisi antara karyawan yang langsung melayani masyarakat, dan berapa karyawan yangmenunjang proses pelayanan tersebut di belakang laya. 3. Bagaimana mekanisme pelayanan yang ada? Apakah cukup rumit, atau dapat disederhanakan, atau memang sengaja direkayasa (reel tape} dengan maksud tertentu. 4. Bagaimana struktur organisasi pelayanannya ? apakah ada distribution of power dan distribution of labor yang jelas. 5. Apakah ada kendala manajemen informasi (bagaimana teknologi informasi = TI, dan sistem informasinya = SI nya. 6. Bagaimana tingkat kepekaannya (kepekaan antara permintaan dan penawaran}? Sejauh mana pengetahuan mengenai pola-pola permintaan pelayanan dari pelanggan masyarakat. 7. Apakah ada kendala prosedur, bagaimana mengatasinya? 8. Seberapa besr tingkat kepercayaan (trust} dari pelanggan terhadap para pengelola pelayanan tersebut? Apa justru banyak KKN-nya.(DR.H.Amin Ibrahim, Drs, MA, 2008)
124 Siti Fatimatul Khasanah, S.E., M.M. elayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. P
125 Pada dasarnya substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan oleh pemerintah, maupun non pemerintah. Organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi garis terdepan (street level bureaucracy) yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Budaya Birokrasi yang baik di pemerintahan menjadi penting, guna mempertanggungjawabkan segala bentuk perbuatan dan kinerjanya terhadap publik (masyarakat) dan memberikan pelayanan yang terbuka, tanggap, responsive, akurat, efektif dan efisien. Orientasi dalam penyelenggaraan pelayanan akan melahirkan budaya birokrasi. Budaya organisasi (birokrasi) yaitu perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi (Sutrisno, 2015). Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik dalam pasal 1 ayat (1) bahwa pelayanan publik adalah kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik (Indonesia, 2009). Dalam hal meningkatkan kualitas pelayanan publik, budaya organisasi memiliki pengaruh yang cukup besar dan menjadi penting karena mempengaruhi bagaimana suatu organisasi dilihat oleh masyarakat umum.
126 A. Teori Konsep Budaya Organisasi Budaya adalah bentuk jamak dari kata ‚budi‛ dan ‚daya‛ yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata ‚budaya‛ sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture. Dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cuultur. Dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, dan mengerjakan, menyubur-kan, dan mengembangkan tanah (bertani). Budaya adalah seperangkat pemahaman penting yang berkembang, diyakini dan diterapkan oleh suatu kelompok. Sedangkan, organisasi adalah suatu kelompok orang dari berbagai latar belakang berbeda bersatu dan bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Budaya birokrasi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa yang hirarkis dan tertutup yang membuat seseorang untuk pandai menempatkan diri dalam masyarakat. Budaya sebagai seperangkat nilai biasanya sarat dengan simbolisme, sehingga dalam setiap tindakannya, seseorang selalu berpegang teguh kepada 2 (dua) hal, yaitu: 1. Pertama, filsafat atau pandangan hidup yang religius dan mistis. Pandangan hidup akan selalu dikaitkan dengan tindakan simbolis yang biasanya banyak dipakai dan diwariskan secara turun-temurun pada generasi berikutnya. 2. Kedua, pada sikap hidup yang etis dan menjunjung tinggi moral serta derajat hidupnya.
127 Masyarakat Indonesia memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Budaya adalah perilaku konvensional masyarakat dan ia mempengaruhi semua tindakan meskipun sebagian besar tidak disadarinya. Budaya disebut suatu perangkat asumsi dasar dimana para anggota suatu kelompok menemukan cara untuk memecahkan masalah pokok dalam menghadapi kelangsungan hidup fisik dalam lingkungan eksternal (adaptasi) dan kelangsungan hidup sosial dalam lingkungan internal. Pengaruh budaya organisasi (birokrasi) terhadap perilaku para anggota organisasi sangat kuat, maka budaya organisasi (birokrasi) mampu menetapkan tapal batas untuk membedakan dengan organisasi (birokrasi) lain; mampu membentuk identitas organisasi dan identitas kepribadian anggota organisasi; mampu mempermudah terciptanya komitmen organisasi daripada komitmen yang bersifat kepentingan individu; mampu meningkatkan kemantapan keterikatan sistem sosial; dan mampu berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan simbul-simbul kendali perilaku para anggota organisasi Budaya organisasi bukanlah struktur yang membingkai organisasi, tetapi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, budaya organisasi berjalan seiring dengan system yang dibangun dengan visi, misi, tujuan atau strategi yang ada, sehingga membentuk karakter organisasi. Untuk membentuk karakter yang sama dan pencapaian terhadap prinsip pelayanan publik, semua stakeholders harus memiliki persepsi yang sama dalam menjalankan
128 budaya organisasi. Budaya kerja yang disiplin, tertib, sopan, akuntabel, berkarakter, transparan, professional dan bentuk karakter budaya lainnya. B. Karakteristik Organisasi Birokrasi Manajemen birokrasi adalah suatu pendekatan manajemen ideal untuk organisasi besar yang menekankan pada aturan-aturan seperangkat hierarki, pembagian kerja yang jelas dan tuntas, mengikuti prosedur-prosedur dan menitikberatkan pada struktur keorganisasian secara menyeluruh. Menurut Hellriegel and Slocum dalam (Silalahi, 2011) Organisasi mempunyai karakteristik dasar yang diformulasikan sebagai berikut: 1. Pembagian kerja. Pembagian kerja berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi dari sumber daya manusia dalam organisasi yang terbagi dalam bagian-bagian yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan organisasi. Pembagian kerja juga berdasarkan aspek efektivitas dan efisiensi, sehingga organisasi berjalan dengan seimbang dan baik. Pembagian kerja mengacu kepada kompetensi, kemampuan, dan soft skill. Hal ini bertujuan untuk menempatkan seseorang pada tempat yang tepat dan sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. 2. Struktur hierarki. Struktur hierarki akan melahirkan struktur otoritas, karena struktur hierarki adalah menentukan tingkat jabatan menurut jumlah kekuasaan dan otoritas dalam masing-masing jabatan. Struktur otoritas menentuka siapa yang memiliki hak membuat keputusan menurut kepentingan pada level
129 yang berbeda dalam organisasi. Setiap pejabat dalam jabatannya, bertanggungjawab secara hierarki kepada atasannya langsung. Bertanggungjawab terhadap keputusan-keputusan yang diambil dalam organisasi dan menjalankannya sesuai dengan arahan atasan. 3. Aturan dan prosedur formal. Aturan adalah ketentuanketentuan yang berhubungan dengan kegiatan dalam organisasi birokrasi untuk menjamin secara hokum kepada semua stakeholders. Aturan ini mengikat semua sumber daya manusia organisasi untuk patuh dan taat atas ketentuan dan peraturan yang sudah dibuat. Aturan dan prosedur tertulis merupakan petunjuk formal bagi aparatur dalam organisasi dalam melakukan pekerjaannya dan memberikan batasanbatasan hierarki kepada pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 4. Impersonalitas. Setiap pegawai dalam birokrasi harus bekerja satu sama lain sesuai tanggungjawabnya. Idealnya, aparatur birokrasi harus impersonalitas dalam menjalankan tugasnya. Seluruh ketentuan dan peraturan organisasi harus dijalankan sebagaimana mestinya dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Setiap pegawai mempunyai hak yang sama didepan hukum dan menjalankan kewajibannya sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Aturan dan sanksi hokum diterapkan secara seragam kepada seluruh pegawai. 5. Karir berdasarkan prestasi. Setiap pegawai atau aparatur mempunyai jenjang karier sesuai dengan kompetensinya. Jenjang karier yang dibangun , tentunya sesuai dengan prestasi yang dilakukan, baik
130 secara formal maupun nonformal. Untuk mendapatkan karier yang qualified, tentunya harus mempunyai prestasi yang bagus. Prestasi adalah pencapaian maksimal yang dilakukan oleh pegawai dalam rangka meningkatkan kualitas dan mendapatkan penghargaan, baik secara personal maupun kelompok. Promosi karier menjadi bagian dari motivasi yang diberikan kepada pegawai yang berprestasi untuk mendorong nilai-nilai kreativitas dan novasi pegawai dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja. 6. Rasionalitas. Pegawai birokrasi menggunakan rasional dalam penggunaan sarana dan prasarana yang lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Setiap organisasi, aspek efektivitas dan efisiensi menjadi catatan penting yang harus dilakukan oleh pegawai. Untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien, setiap kegiatan harus dilakukan secara rasional, yaitu logis dan ilmiah. Artinya bahwa, seluruh program kegiatan pegawai harus didasarkan pada aspek rasional, baik penggunaan sumber daya manusia, sumber daya infrastruktur, maupun sumber daya dana. Sehingga tujuan efektivitas dan efisiensi dapat dilakukan dengan baik. Karakteristik ideal diatas memberikan gambaran komprehensif tentang organisasi birokrasi. Secara prinsip, bahwa organisasi birokrasi adalah organisasi yang dilakukan oleh pegawai atau aparatur yang kompeten dan mempunyai keterampilan yang memadai untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Aparatur yang berkualitas akan menjamin tercapainya tujuan birokrasi, yaitu meningkatkan kualitas kinerja aparatur dan meningkatkan kualitas
131 pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi tujuan penting dalam penyelenggaraan organisasi birokrasi. Pelayanan publik menjadi indikator utama dalam pengukuran kinerja aparatur. Dari pengukuran kinerja itulah, kualitas aparatur dapat dikontrol secara baik, sehingga menghasilkan kualitas kinerja yang efektif dan efisien yang diinterpretasikan dalam kualitas pelayanan publik. Prinsip Pelayanan publik menjadi rentetan birokrasi dalam pelaksanaannya. Pelayanan publik tergantung seperti apa budaya organisasi (birokrasi) yang dibangun didalam organisasi itu sendiri. C. Teori Pelayanan Publik Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik memberikan definisi pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang , jasa, dan /atau pelayanan administrative yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Menurut (Dwiyanto, 2014) pelayanan publik adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksudkan disini adalah warga negara yang membutuhkan peralatan publik. Menurut (Moenir, 2016) pelayanan publik adalah suatu usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
132 Pelayanan publik merupakan pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan (Sinambela, 2014). Jika dianalisis secara spesifik, bahwa pelayanan adalah pemberian hak dasar kepada warga negara atau masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Bentuk dan cara pelayanan juga merupakan bagian dari makna yang tidak terpisahkan dari pelayanan itu sendiri. Pelayanan berarti melayani dengan sungguh-sungguh kepada orang yang dilayani untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya dalam rangka memberikan kepuasan dan kemanfaatan. Sementara itu, pelayanan publik adalah melayani kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan publik. pelayanan publik adalah melayani secara keseluruhan aspek pelayanan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dipenuhi sesuai dengan ketentuannya. Pelayanan publik menjadi suatu sistem yang dibangun dalam pemerintahan untuk memenuhi unsur kepentingan rakyat. Pelayanan publik merupakan pemberian layanan yang diberikan kepada warga negara secara baik dan professional baik jasa, barang atau adminstratif sebagai bagian dari keperluan masyarakat. Pelayanan publik yang baik memberikan kepuasan terhadap masyarakat atas pelayanan tersebut. Dalam memberikan pelayanan, menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan secara professional, akuntabel dan optimal. Optimalisasi pelayanan publik adalah memberikan pelayanan secara professional dan berkualitas yang mempunyai implikasi
133 positif terhadap kepuasan masyarakat. Optimalisasi pelayanan publik adalah keniscayaan bagi pemerintah dan menjadi cita-cita masyarakat. Tercapainya reformasi birokrasi dan good governance salah satunya adalah dipengaruhi oleh kualitas pelayanan publik yang diberikan secara optimal. Kencana Syafiie dan Welasari dalam (Hayat, 2021) memberikan pemahaman tentang ketentuan sebuah pelayanan itu berkualitas, sebagai berikut: 1. Adanya keandalan (reability) 2. Adanya tanggapan baik (responsiveness) 3. Adanya kecakapan yang berwenang (competence) 4. Adanya jalan untuk memulai (acces) 5. Adanya sopan santun (courtesy) 6. Adanya hubungan baik (communication) 7. Adanya kepercayaan (security) 8. Adanya jaminan (credibility) 9. Adanya pengertian (understanding) 10. Adanya penampilan yang baik (appearance) Pelayanan menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan. Pelayanan merupakan bentuk konkret pemerintah dalam melayani masyarakatnya. Kebutuhan masyarakat terhadap pemerintah adalah bersifat administratif maupun pemenuhan terhadap barang atau jasa. Pemerintah sebagai penyedia pelayanan tentunya harus melakukan pelayanan publik secara optimal untuk menghasilkan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun demikian, pelayanan publik yang baik harus didukung oleh tingkat partisipasi yang baik jua dari masyarakat. Masyarakat sebagai penerima pelayanan juga harus bersifat aktif dan
134 partisipatif dalam penerimaaan pelayanan,, pemenuhan terhadap standar pemenuhan pelayanan, mendukung program-program pelayanan yang dilakukan sehingga keseimbangan dan kerjasama pelayanan dapat dilakukan secara baik. Pemenuhan pelayanan yang baik adalah dengan tidak adanya ketimpangan antara penerima dan pemberi layanan. 1. Asas-asas Pelayanan Publik Pelayanan publik harus memenuhi asas-asas pelayanan yang memuaskan pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan. Menurut (Sinambela, 2014), asas-asas pelayanan publik adalah sebagai berikut : a. Transparansi, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan status ekonomi.
135 f. Keseimbangan Hak dan kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing- masing pihak. 2. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik Menurut keputusan MENPAN No.63 tahun 2003 dalam proses kegiatan pelayanan publik diatur juga mengenai prinsip pelayanan sebagai pegangan dalam mendukung jalannya kegiatan (Pemerintah Indonesia, 2003). Adapun prinsip-prinsip pelayanan publik adalah sebagai berikut : a. Kesederhanaan, prosedur pelayanan publik tidak berbelit- belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan, persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dan sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian waktu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan
136 pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika. h. Kemudahan akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j. Kenyamanan, lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain. 3. Standar Pelayanan Publik Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Menurut Keputusan MENPAN No.63 tahun 2003 standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Prosedur pelayanan, prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengadaan.
137 b. Waktu penyelesaian, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. c. Biaya pelayanan, biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang dititipkan dalam proses pemberian pelayanan. d. Produk Pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. e. Sarana dan prasarana, penyedia sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan, kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. D. Budaya Kerja Pegawai dalam Pelayanan Publik Pelayanan publik sebagai suatu proses kinerja organisasi (birokrasi), keterikatan dan pengaruh budaya organisasi sangatlah kuat. Dengan kata lain, apapun apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelayanan publik haruslah berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang telah ditentukan oleh organisasi publik sebagai perwujudan dari budaya organisasi publik. Oleh karena itu, Rondinelli dalam (Rahayu, Juwono and Rahmayanti, 2020)
138 pernah mengingatkan bahwa penyebab kegagalan utama dalam melaksanakan orientasi pelayanan publik adalah: 1. Kuatnya komitmen budaya politik yang bernuansa sempit; 2. Kurangnya tenaga-tenaga kerja yang terlatih dan terampil dalam unit-unit lokal; 3. Kurangnya sumber-sumber dana untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab; 4. Adanya sikap keengganan untuk melakukan delegasi wewenang; dan 5. Kurangnya infrastruktur teknologi dan infrastruktur fisik dalam menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan. Pelayanan publik mengalami tuntutan yang meningkat seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Pemerintahan negaranegara didunia menempatkan masyarakat sebagai pihak utama yang harus dilayani oleh pemerintah. Untuk itu, Setiap pegawai harus dibiasakan dan didisiplinkan untuk melayani publik dengan sikap dan perilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setiap pegawai harus mengerti makna dari nilai-nilai inti; memahami cara menggunakan nilai-nilai inti; mengingat niat baik dari nilai-nilai inti; memendam nilai-nilai inti di dalam pikiran bawah sadar; serta mampu menjadikan nilai-nilai inti sebagai energi positif dalam menangani setiap harapan dan kebutuhan publik Setiap hari, para pemimpin wajib meluangkan waktu untuk menginternalisasikan setiap nilai inti kepada pegawai. Lakukan pertemuan rutin di semua level organisasi untuk memahamkan nilai-nilai inti organisasi; untuk memahamkan visi dan misi organisasi; untuk
139 memahamkan sikap, perilaku, kebiasaan, reaksi, emosi, kepribadian, karakter, penampilan, gaya, cara, ekspresi, dan pola pikir yang wajib dimiliki oleh setiap pegawai saat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Setiap pegawai harus dilatih untuk memvisualisasikan pelayanan publik seperti yang diimpikan oleh instansi. Pemimpin harus bisa meyakinkan dan mengarahkan setiap individu untuk terbiasa memberikan pelayanan sesuai nilainilai, prosedur, sistem, prinsip, dan perilaku yang membuat publik bahagia dengan pelayanan yang mereka dapatkan. Merawat mental, jiwa, dan emosional pegawai secara terus-menerus dan berkelanjutan. Pikiran, hati nurani, dan emosional harus bekerja untuk menyelaraskan tindakan, sikap, dan perilaku sesuai nilai-nilai inti. Jadi, setiap tindakan dan perilaku pegawai harus mencerminkan nilainilai inti. Untuk itu, pemimpin wajib menggunakan disiplin agar dapat menegakkan nilai-nilai inti menjadi perilaku dan karakter kerja yang konsisten di lapangan. Namun dalam realitanya, banyak sekali keluhan yang diungkapkan masyarakat melalui media cetak maupun elektronik tentang perilaku aparat pemerintah yang tidak menunjukkan citra sebagai pelayan masyarakat. Hal ini menimbulkan stigma negatif terhadap pemerintah yang menyebabkan kemalasan masyarakat untuk berurusan dengan kantor-kantor pemerintahan karena menganggap bahwa salah satu ciri birokrasi pemerintah adalah selalu membuat sesuatu pekerjaan pekerjaan yang sesungguhnya ‚sederhana menjadi rumit‛. Dengan demikian pelayan yang diberikan aparat pemerintah dianggap masyarakat tidak berkualitas.
140 Oleh karena itu, menurut (Rahayu, Juwono and Rahmayanti, 2020) guna menanggulangi kesan buruk birokrasi maka perlu dilakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain: 1. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat, dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan. 2. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif, dan efisien yang mampu membedakan antara tugastugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat). 3. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern, yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efisiensi biaya, dan ketepatan waktu. 4. Birokrasi harus memosisikan diri sebagai fasilitator pelayanan publik daripada sebagai agen pembaru (change of agent) pembangunan. 5. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif. Melayani masyarakat dengan budaya pelayanan yang unggul memerlukan peningkatan kualitas pribadi pegawai secara terus-menerus. Kualitas individu pegawai harus ditingkatkan dari sisi soft skills secara terus-menerus dan