41 kisah nyata atau situasi sehari-hari kedalam suatu pertunjukan. Proses pembelajaran sandiwara di sekolah pada dasarnya seperti sama seperti praktek teater profesional. Ia juga adalah proses mematerialisasikan gagasan-gagasan. Hanya saja, secara khusus ia ditujukan untuk membelajarkan siswa untul mengkomunikasikan gagasan- gagasannya itu kepada penonton. Di sinilah letak pergeseran tujuannya, bahwa penekanannya, justru pada pembelajaran. Jadi pengunaan metode ini bertujuan untuk mengembangkan diskusi dan analisis kasus yang diperankan/dipertunjukan. Tujuannya sebagai media untuk menunjukan berbagai permasalahan-permasalahan dari ‚topik‛ yang diangkat sebagai bahan untuk merefleksikan dan menganalsisi solusi permasalahan. 8. Demonstrasi Demonstrasi, Nurdyansyah (2015: 78), adalah suatu metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta didik dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu. Metode demonstrasi merupakan metode praktek langsung yang diperagakan oleh peserta didik. Karenanya metode ini dapat di bagi menjadi dua tujuan, yakni: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses. Metode demonstrasi ini mampu mengembang-
42 kan pengalaman belajar melalui melihat, mendengarkan, dan diikuti dengan cara meniru pekerjaan yang didemonstrasikan. Pada umumnya setelah proses pembelajaran dengan mengunakan metode demonstrasi ini dilakukan dilanjutkan dengan praktek oleh peserta didi sendiri. Jadi sebagai hasilnya peserta didik mendapatkan pengalaman belajarnya melalui tahap melihat, melakukan, dan merasakan langsung. Adapun tujuan metode ini ialah untuk merangsang penglihatan, pendengaran, dan perasaan melalui pinuran model, yang mana dapat memberikan pengalaman langsung pada peserta didik. Maka dengan metode demonstrasi yang juga dikombinasikan dengan praktek akan membuat rana keterampilan peserta didik berubah. 9. Praktek Lapangan Metode praktik lapangan menurut Nurdyansyah (2015: 78), bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‚lapangan‛, yang bisa berarti di tempat kerja, maupun di masyarakat. Dalam proses pembelajarannya metode ini ialah mempelajari langsung pada objek yang sebenarnya, maka pembelajaran demikian akan terasa nyata. Jadi selama proses pembelajaran berlangsung kebanyakan aktifitas terjadi luar kelas atau di luar sekolah, pembelajaran yang seperti ini akan memberikan pengalaman langsung pada peserta didik karena memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan
43 mereka, sehingga selama pembelajaran langsung akan memungkinkan materi yang disampikan akan semakin kongkrit dan terlihat nyata karena dengan begitu peserta didik tidak akan salah persepsi dari pembahasan materi yang diajarkan, yang berarti pembelajaran akan lebih efektif. Keunggulan dari metode ini adalah pengalaman nyata yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat memicu kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuannya. Sifat metode praktek adalah pengembangan keterampilan. 10. Permainan Permainan (games), popular dengan berbagai sebutan anatar lain pemanasan (ice- breaker) atau penyegaran (energizer), Nurdyansyah (2015: 80). Arti harfiah ice-breaker adalah ‚pemecah es‛. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecahan situasi kebekuan fikiran dan fisik peserta didik. Metode permainan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan dan peningkatan motivasi, kinerja, dan peserta didik dalam menyelesaikan tugas. Jadi aktifitas yang dilakukan selama proses pembelajaran peserta didik diberikan kesempatan untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu peserta didik untuk mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosionalnya. Permainan ini juga dapat membangun Susana belajar yang penuh semangat jadi selama proses pembelajaran tidak monoton. Karakteristik permainan
44 ini adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan juga serius namun tetap santai. Permainan ini dapat mengubah suasana pembelajaran dimana sebelumnya pasif berubah aktif, dari kaku menjadi akrab, jenuh menjadi riang. Tujuan dalam metode pembelajaran ini ialah mencapai pembelajaran secara efesien dan efektifan dalam suasana gembira meskipun materi yang dipelajari cenderung sulit dan berat. Jadi metode permainan ini tidak seharusnya hanya digunakan untuk sekedar mengisi waktu luang namun sebaliknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar.
45 PEMBELAJARAN BERBASIS PROSES Ir. Nuur Wachid Abdul Majid, M.Pd., MCE., IPM., ASEAN Eng. embelajaran merupakan bagian dari proses penyampaian kompetensi dari pihak pertama ke pihak lainnya. Proses penyampaian informasi yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang lainnya membutuhkan mekanisme tepat agar tidak berbeda persepsi atau kesimpulan yang diberikan. Hal ini menandakan bahwa peluang transfer komunikasi kompetensi ini terjadi missed sangat tinggi. Pembahasan pada chapter ini adalah bagaimana penerapan Pembelajaran Berbasis Proses atau Process-Based Learning yang mana sangat popular diterapkan pada pembelajaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini P
46 (PAUD). Walaupun demikian, konsep ini bisa juga diterapkan untuk jenjang di atasnya, baik Pendidikan dasar, menengah, maupun Pendidikan tinggi. Process-Based Learning menekankan pembelajaran secara holistic dengan menekankan proses sebagai tujuan utama dalam pembelajaran. Pembelajaran proses menjadi mulai dilirik oleh para pendidik pasca abad ke-20, Ketika Teori Behavioristik mulai mengalami titik jenuh dan butuh inovasi oleh para pendidik dan pemikir Pendidikan. Melalui konsep dan inovasi baru dalam pembelajaran, diharapkan dapat saling menguatkan untuk mencapai capaian pembelajaran secara optimal. Pada bab mengenai Pembelajaran Berbasis Proses ini, akan dibahas secara komprehensif bagaimana mekanisme dan penerapan di dalam pembelajaran. Sehingga para guru dan siswa dapat menyampaikan materi dengan baik. Teori belajar kognitif merupakan langkah awal bagi para pendidik untuk mengoptimalkan pembelajaran yang komprehensif dengan menekankan proses. Pembelajaran berbasis proses merupakan langkah komprehensif untuk menguatkan aspek kognitif serta melihat proses dengan tepat sesuai dengan urutan yang sudah ditentukan. Teori Kognitif merupakan salah satu teori dalam perspektif psikologi sosial dengan kata kunci yang mendasari adalah ktivitas mental individu sangat penting dalam menentukan perilaku sosial (Wandani et al., 2023). Pendekatan perkembangan kognitif ini berasal dari asumsi atau keyakinan bahwa kemampuan kognitif merupakan hal fundamental yang memandu perilaku anak (Khoiruzzadi and Prasetya, 2021). Karakteristik teori ini tidak hanya memberikan stimulus dan respon pada siswa, melainkan lebih dari aktivitas tersebut. Para guru harus terlibat langsung
47 kepada siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga menghasilkan belajar adalah melibatkan sebuah proses berfikir yang sangat kompleks. Landasan pada Teori Kognitif mengharuskan para guru untuk terus memantau aktifitas siswa dalam proses pembelajaran dengan baik dan teratur. Dalam konteks psikologi kognitif, pembelajaran dianggap sebagai usaha untuk memahami suatu konsep. Usaha ini dilakukan secara aktif oleh siswa, yang dapat berupa pencarian pengalaman, pengumpulan informasi, pemecahan masalah, observasi lingkungan, serta praktek untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga harapan dalam ketercapaian pembelajaran dapat dioptimalkan secara komprehensif. Para guru dapat menerapkan konsep pembelajaran berbasis proses dengan bantuan media dan bahan ajar yang interaktif. Media dan bahan ajar saat ini dikemas melalui modul ajar yang komprehensif berbantuan teknologi. Pengembangan media pembelajaran dapat dilakukan dengan konsep gamifikasi secara digital, seperti: QUIZIZ, KAHOOT, dan media interaktif lainnya. Sehingga proses pembelajaran dapat mengoptimalkan keterlibatan para siswa itu sendiri. Para guru dapat menjadikan berbagai referensi untuk mendapatkan media pembelajaran itu dan melibatkan aktivitas secara komprehensif. A. Definisi Pembelajaran Berbasis Proses (Process-Based Learning) Pembelajaran berbasis proses (process-based learning) merupakan pendekatan dalam proses pendidikan yang menekankan pada pemahaman dan penerapan langkahlangkah atau tahapan yang dilalui oleh individu dalam
48 memperoleh pengetahuan atau keterampilan. Pendekatan ini memberikan fokus pada proses mental yang terlibat dalam pembelajaran, seperti pemecahan masalah, pengorganisasian informasi, dan pemahaman konsep. Lebih dari sekadar hasil akhir atau produk akhir, pembelajaran berbasis proses menitikberatkan pada perjalanan kognitif dan metakognitif yang dialami oleh pembelajar selama proses belajar. Pendekatan ini mencerminkan pergeseran dari penekanan semata pada hasil akhir menuju pemahaman mendalam tentang bagaimana individu memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Teori pembelajaran berbasis proses menekankan pada peran dan pentingnya proses kognitif yang terlibat dalam pembelajaran. Beberapa teori yang relevan dengan pendekatan ini melibatkan pemahaman, pemrosesan informasi, dan pengembangan keterampilan kognitif. Berdasarkan kepada pendekatan dan kesamaan teori yang ada, maka pembelajaran berbasis proses masih ada kaitannya dengan beberapa teori yang dapat di kaji pada pembahasan tersebut. Berdasarkan kepada beberapa pencarian literatur, teori dan pendekatan pembelajaran berbasis proses menekankan kepada aspek psikologi sosial dan mengutamakan bagaimana sebuah proses yang dilakukan dibandingkan hasil yang didapatkan. Namun secara general, teori mengenai pembelajaran berbasis proses belum banyak dikaji secara mendalam oleh para ahli. Adapun teori-teori pendukung, seperti: Teori Kognitif, Teori Keterlibatan Kognitif, Teori Keterampilan Koginitif, Teori Belajar Sosial,
49 Teori Keterlibatan Aktif, Teori Pembelajaran Konstruktivis, dan beberapa teori sejenis yang relevan lainnya menjadi teori yang dapat dikembangkan dalam menerapkan pembelajaran berbasis proses ini. Teori Kognitif lahir dari para tokoh-tokoh yang menyoroti permasalahan dalam proses dan hasil dari pembelajaran itu sendiri. Jerome S. Bruner, seorang peneliti ternama, menyoroti kebutuhan akan teori pembelajaran sebagai pendukung proses belajar di dalam kelas. Beliau juga memberikan contoh praktis yang dapat menjadi panduan persiapan profesional bagi para guru. Proses pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai cara untuk merangsang struktur kognitif individu sehingga mampu menghasilkan pengetahuan dan temuan baru. Selain itu, penting untuk menerapkan individualisasi dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa perlakuan terhadap setiap individu harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitifnya (Sutarto, 2017). Kunci kesuksesan dalam pembelajaran terletak pada signifikansi bahan ajar yang diterima atau dipelajari oleh siswa. Dalam proses pembelajaran, guru harus mampu memberikan sesuatu yang bermakna bagi siswa. Pada pembelajaran perlu juga keterlibatan aktif oleh siswa itu sendiri. Mengingat pada aktifitas pembelajaran Abad 21, perlu adanya aksi nyata yang diberikan oleh siswa itu sendiri. Teori keterlibatan aktif, atau yang juga dikenal dengan istilah ‚Active Learning Theory‛, menekankan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran. Teori ini didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran yang
50 efektif terjadi ketika siswa secara aktif terlibat dalam aktivitas kognitif, seperti berpikir, merencanakan, menilai, dan mencipta. Pada tahapan ini, Pendidikan menjadi garda terdepan untuk meningkatkan kualitas para lulusan agar dapat menhadapi tantangan zaman secara optimal (Kariadi and Suprapto, 2018). Penerapan metode pembelajaran aktif oleh pendidik dan pengajar dapat signifikan mempermudah penyampaian materi pelajaran, sementara peserta didik dapat mengembangkan pengalaman dan pengetahuan mereka dengan cara yang menyenangkan dan tidak monoton (Ardita, 20222). Ada beberapa strategi untuk mengimplementasikan keaktifan siswa dengan berbagai metode yang tepat. Keaktifan mahasiswa dalam proses interaksi pembelajaran secara umum berkaitan erat dengan menarik dan tidaknya proses kegiatan pembelajaran. karena ‚model pembelajaran aktif (active learning) dengan strategi pengajuan pertanyaan‛ menuntut kreativitas dan inovasi dari guru (Kariadi and Suprapto, 2018). Secara umum, kerangka teori Pembelajaran Berbasis Proses melibatkan banyak unsur teori-teori pengukung lainnya. Kerangka teori tersebut menekankan pada sisi bagaimana siswa dapat belajar dengan kemampuannya, aktif dalam menjalankan peran sebagai siswa, dan guru menjalankan peran dengan mengoptimalkan potensi para siswa. Konsep stimulus dan respon tidak terlalu ditekankan pada proses pembalajaran ini, sehingga guru tidak perlu menyiapkan kerangka reward and punnissment seperti halnya pada pembelajaran berbasis behavioristik. Pada akhirnya, pembelajaran modern pada Abad 21 menekankan dan melibatkan siswa dalam setiap aktifitasnya untuk mengakuisisi kompetensi yang akan dimiliki oleh siswa itu
51 sendiri. Akuisi kompetensi memang tidak mudah dan butuh proses yang tidak sebentar, tergantung dari kondisi siswa itu sendiri. Dengan demikian para guru dapat menekankan aspek diferensiasi pada setiap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. B. Implementasi Pembelajaran Berbasis Proses di Kelas Melalui Pendekatan Konstruktivistik Setiap jenjang Pendidikan, baik dari sekolah dasar sampai ke Pendidikan tinggi dapat mengimplementasikan konsep pembelajaran berbasis proses dengan baik. Pada dasarnya pembelajaran berbasis proses lebih menekankan pada kegiatan yang melibatkan siswa agar terus berpartisipasi aktif dari awal hingga akhir pembelajaran. Melalui pembelajaran berbasis proses, siswa tidak hanya menerima informasi pasif, tetapi mereka terlibat dalam kegiatan berpikir yang melibatkan pemahaman, analisis, dan sintesis. Siswa belajar melalui pengalaman langsung, percobaan, dan tugas yang melibatkan pengamatan dan keterlibatan aktif dalam konteks nyata. Pada konteks Kurikulum Merdeka, pembelajaran berbasis proses menekankan pada aspek-aspek yang di bahas sebelumnya, yaitu membutuhkan keaktifan oleh siswa dan peran guru dalam memfasilitasi kegiatan belajar-mengajar. Pembelajaran berbasis proses sejatinya tidak berbeda dengan konsep model lainnya, sehingga menjadi jembatan setiap model dengan metode yang diterapkan dalam kelas. Mengimplementasikan pembelajaran berbasis proses membutuhkan peran model pembelajaran abad 21 saat ini, yaitu menekankan kepada 4Cs (critical thinking, creativity,
52 collaboration, and communication) di setiap aktifitas pembelajaran (Wang, 2021). Guru harus menyiapkan peralatan dan media yang tepat agar dapat berjalan secara optimal dan menerapkan bagaimana siswa menjadi pembelajar yang paripurna. Problem-Based Learning menjadi alternatif model yang diterapkan untuk meningkatkan pemahaman dan berfikir kritis bagi siswa itu sendiri (Uliyandari et al., 2021). Selain itu, pembelajaran berbasis masalah merupakan langkah berikutnya setelah para siswa dapat menerapkan dan menjalankan prosesproses pembelajaran dengan baik (Wang, 2021). Pembelajaran berbasis masalah lebih menekankan pada optimalisasi peningkatan kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi yang ditentukan (Syakur et al., 2020; Pangestu et al., 2022; Zulaekah et al., 2023). Implementasi Kurikulum Merdeka dapat terlihat bagaimana guru harus menguatkan pada sisi proses tersebut. Pembelajaran konstruktivistik menekankan aspek keterlibatan siswa dan melihat bagaimana proses pembelajaran itu berjalan dengan baik. Para guru dapat melihat secara komprehensif setiap siswa untuk terus melaksanakan aktifitas melalui kemampuan yang dimiliki. Implementasi pembelajaran konstruktivis memerlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik siswa, dan menciptakan lingkungan yang merangsang eksplorasi dan konstruksi pengetahuan secara mandiri. Pembelajaran konstruktivistik menitikberatkan dalam proses pembelajaran memerlukan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
53 Teori konstruktivisme menganggap bahwa individu tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi mereka juga secara aktif terlibat dalam pembentukan pemahaman mereka melalui refleksi, pemikiran kritis, dan interaksi sosial. Siswa dianggap sebagai konstruktor pengetahuan mereka sendiri, dan pembelajaran terjadi melalui eksplorasi, tanya jawab, dan konstruksi pengetahuan yang bersifat pribadi. Pendekatan ini menghargai peran penting pengalaman, konteks, dan refleksi dalam proses pembelajaran, serta mengakui bahwa setiap individu memiliki interpretasi dan pemahaman yang unik terhadap informasi yang diterima. Berdasarkan pada argumentasi tatanan konsep Pembelajaran Berbasis Proses melalui mekanisme konstruktivistik tersebut, maka para guru diharapkan dapat menekankan pada sisi bagaimana siswa dapat menkonstruksi pengatahuannya sendiri dalam proses pembelajaran. Aspek konstruksi tersebut melahirkan kompetensi yang ditanam secara mendalam bagi para siswa. Dengan demikian, pembelajaran yang dinamis menjadikan para siswa dapat betah disetiap pembelajarannya. Para siswa dapat mahir dalam mengakuisisi kompetensi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki itu sendiri. Para guru dapat melihat dari berbagai sumber best practice atau praktik baik dari setiap aktivitas yang dapat di tiru dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.
54 PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK Srinita Susanto, S.Pd A. Titik Awal Pembelajaran Berbasis Proyek Menurut Ulrich tahun 2016 pembelajaran berbasis proyek bermula dari gagasan seorang intelektual dan filsuf yang bernama John Dewey. Beliau mengutarakan bahwa siswa dapat memperoleh informasi yang praktis dan berdaya guna ketika mengalami dan menerapkan hal-hal yang berkenaan dengan situasi kehidupan nyata. Konsep John Dewey dikenal dengan istilah ‚Learning by doing‛. John Dewey mengutarakan bahwa pengalaman ialah cara
55 terbaik siswa dalam mendapatkan pengetahuan (Rostitawati, 2014). Studi tahun 2016 oleh Buck Institute for Education (BIE) menerangkan pembelajaran berbasis proyek dapat memfokuskan siswa untuk mencapai keterampilan abad-21, ialah keterampilan 4C (Communication, Collaboration, Critical zThinking, Creativity and Innovation). Maka dari itu, dapat dispekulasikan bahwa pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek mampu mendorong sisa untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif termasuk kemampuan berbicara dan menulis. B. Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran student-centered. Siswa dilibatkan dalam proyek nyata yang sesuai dengan materi pelajaran. Proses pembelajaran ini siswa dilibatkan dalam proyek nyata yang relevan dengan materi pelajaran. Pembelajaran berbasis proyek menggambarkan metode pembelajaran inkuiri yang menyertakan siswa dalam kontruksi pengetahuan dengan meminta mereka menyelesaikan proyek yang berguna dan mengembangkan produk dalam dunia nyata (Krajcik, J. S., & Shin, 2014). Metode ini menjadi penguatan siswa dalam meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka dengan cara yang lebih praktis. Pembelajaran berbasis proyek mengubah pembelajaran menjadi lebih kolaboratif, siswa bekerja sama dalam tim dan secara mandiri dalam menyelesaikan proyek. Pembelajaran berbasis proyek mengintegrasikan berbagai tujuan yang ingin dicapai siswa, seperti keterampilan
56 proses, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, dan keterampilan psikomotorik. Pembelajaran berbasis proyek pada dasarnya menggabungkan elemen teori dan praktik. Siswa tidak hanya belajar tentang ide-ide secara teoritis, tetapi juga belajar bagaimana mengaplikasikannya dalam dunia nyata melalui pengalaman, penelitian, eksplorasi, dan refleksi. Menurut (Beyhan, 2010) dengan pembelajaran berbasis proyek memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah lintas disiplin ilmu. Dengan demikian siswa termotivasi dalam mengeksplorasi pengetahuan saat berada dalam lingkungan pembelajaran yang tidak memiliki banyak aturan yang ketat seperti pembelajaran di kelas. Pada pembelajaran berbasis proyek, guru sangat berperan penting sebagai pembimbing karena akan membimbing pola pikir siswa dalam mengembangkan kreativitas dan cara berpikir kritis dari lingkungan sekitar mereka. C. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek pertama kali didesain oleh Lucas Education Foundation (dalam Afriana, 2015) dan terdiri dari beberapa langkah, seperti berikut: 1. Start with Essential Question Memulai pembelajaran dengan pertanyaan esensial, yakni pertanyaan yang dapat memberi tugas siswa untuk melakukan suatu tindakan. Pengambilan poin pertanyaan disusun sesuai dunia nyata siswa dan
57 dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh. Pengajar berusaha memastikan bahwa materi pelajaran menarik bagi siswa. 2. Design Project Perencanaan proyek dilakukan bersama oleh guru dan siswa, sehingga siswa sadar akan tanggung jawab. Perencanaan mencakup aturan main, tindakan yang dapat membantu menjawab pertanyaan penting, cara menggabungkan berbagai materi yang mungkin, dan informasi tentang bahan dan alat yang dapat digunakan untuk membantu mneyelesaikan proyek. 3. Create a Schedule Untuk menyelesaikan proyek, guru dan siswa bsaling berpartisipasi. Pada tahap ini, tugas-tugas berikut harus dilakukan oleh siswa: (1) membuat jadwal untuk menyelesaikan proyek, (2) menentukan tanggal akhir proyek, (3) memotivasi siswa untuk membuat rencana baru, (4) memberikan panduan ketika mereka membuat rancangan yang tidak signifikan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk memberikan uraian (alasan) tentang bagaimana waktu dipilih. Guru dapat menyelidiki kemajuan belajar dan menyelesaikan proyek di luar kelas, jadwal yang telah diputuskan harus disetujui bersama. 4. Monitoring the Students and Progress of Project Selama proyek berlangsung, guru bertanggung jawab untuk mengawasi aktivitas siswa. Pengawasan memungkinkan siswa berpartisipasi dalam setiap proses, guru bertindak sebagai tutor bagi siswa.
58 5. Asses the Outcome Penilaian digunakan untuk membantu pendidik menguji ketercapaian kompetensi, mengevaluasi kemajuan siswa, serta memberi umpan balik mengenai tingkat pemahaman yang dimiliki siswa, dan membantu guru membuat rencana pembelajaran yang lebih baik. 6. Evaluation the Experience Setelah pembelajaran berakhir, pendidik dan siswa melakukan refleksi tentang kegiatan yang dan hasil proyek yang telah dilakukan. Refleksi dilakukan secara individual atau berkelompok. Pada tahap ini, siswa menceritakan apa yang mereka rasakan dan alami saat mengerjakan proyek. Pendidik dan siswa berunding mengenai cara memperbaiki kinerja selama pembelajaran berlangsung. Pada akhirnya, ditemukan temuan baru (new inquiry) untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di awal tahap pembelajaran. D. Tahapan Pembelajaran Berbasis Proyek Tahapan pembelajaran berbasis proyek untuk pembelajaran bahasa terbagi tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan (Stoller, 2006). Tiga tahap pembelajaran berbasis proyek menghasilkan delapan aktivitas sebagai berikut: 1. Perencanaan, terdiri dari lima kegiatan yaitu memilih subjek untuk proyek, kegiatan pra-komunikatif,
59 mengajukan pertanyaan penting, mengagendakan rencana proyek, serta membuat jadwal proyek. 2. Implementasi, terdiri dari satu kegiatan yaitu menyelesaikan proyek. 3. Pelaporan, terdiri dari dua kegiatan yaitu menilai hasil proyek dan mengevaluasi proyek serta mengevaluasi hasil proyek dan pembelajaran. Berikut adalah penjelasan dari delapan tahapan pembelajaran berbasis proyek. 1. Memilih Topik Proyek Untuk memulai, guru harus memilih subjek. Ini dilakukan untuk membantu siswa memahami tsubjek dan tujuan pembelajaran. Berikut adalah aktivitas yang harus dilakukan saat memilih topik: a. Topik KD dapat digunakan oleh guru. b. Guru menstimulasi siswa dengan memperlihatkan gambar, video atau cerita yang berkaitan dengan topik. c. Diharapkan guru menentukan topik yang sesuai dengan kehidupan nyata siswa, misalnya: liburan, olahraga, kebersihan sekolah, dan teknologi. 2. Kegiatan Pra-Komunikatif Pada awal kegiatan pembelajaran, guru melakukan kegiatan pra-komunikatif yang memungkinkan siswa mempelajarai kosakata baru yang dibutuhkan dalam proyek. Tahap ini bertujuan untuk memungkinkan siswa berkomunikasi dalam bahasa yang akan membantu mereka menyelesaikan proyek. Aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru sebagai berikut:
60 a. Guru dapat memberikan kosakata yang terkait pada topik. b. Guru dapat meminta siswa membaca sebuah teks dan mendiskusikannya. c. Mengajukan Pertanyaan Penting Pertanyaan esensial yang diajukan oleh guru mengharuskan siswa menjawab melalui sebuah proyek. Guru menyiapkan beberapa pertanyaan esensial sebelum proses pembelajaran. Ini penting untuk membuat siswa memahami fokus proyek, menentukan jenis proyek, dan mengarahkan proses investigasi. Kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan pertanyaan esensial, anatara lain: a. Guru menstimulasi siswa pada awal pembelajaran dengan memvisualkan video yang menarik atau memberikan permasalahan yang terjadi disekitar mereka. b. Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada ssiwa berdasarkan video tersebut. c. 3. Merancang Rencana Proyek Perancangan proyek termasuk kegiatan dalam proses penyelidikan dan memilih jenis proyek berdasarkan pertanyaan penting. Dalam proses ini guru bertindak sebagai penyedia untuk mengatur rencana proyek logis, rasional, dan dilaksanakan oleh siswa. Tujuan kegiatan ini adalah untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan berpikir kritis dengan cara-cara seperti memilih proyek, memecahkan masalah, dan merencanakan kegiatan selama proses
61 inkuiri. Kegiatan untuk merancang proyek sebagai berikut: a. Siswa menentukan jenis proyek yang dilakukan dalam kelompok. b. Siswa memilih dan mencatat aktivitas yang dilakukan selama proses inkuiri. c. Hasil diskusi dan keputusan kelompok diwujudkan dalam timeline proyek. 4. Membuat Timeline Proyek Pembuatan timeline bertujuan agar siswa mempunyai keterampilan alam manajemen waktu, manajemen diri, dan manajemen kerja tim. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Siswa membuat timeline dari perancangan hingga pelaporan proyek secara berkelompok. b. Jadwal harus mencakup aktivitas, batas waktu dan penanggung jawab. c. Setelah semua kelompok membenahi jadwal, guru mengumpulkan lembar timeline proyek dari setiap tim. d. Lembar timeline digunakan guru untuk mengawasi kemajuan proyek. 5. Menyelesaikan Proyek Siswa membuat proyek dari proses penyelidikan hingga penyelesainnya. Tahap ini ditujukan untuk meningkatkan kecakapan siswa dalam pengolahan data dan informasi, pemecahan masalah, kerja tim, peningkatan kemandirian dan komunikasi antar kelompok. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah: a. Kegiatan inkuiri dilakukan sesuai timeline. b. Data yang diperoleh dikelola oleh siswa.
62 c. Siswa membikin konten untuk proyek. d. Setiap kelompok bertukar pikiran mengenai kemajuan proyek. 6. Menilai Hasil Proyek Menilai hasil proyek adalah cara untuk memercayakan bahwa setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas tugas mereka. Guru dapat menggunakan penilaian formatif dengan mneilai kinerja siswa dan hasil proyek. Dalam tahap ini dapat melakukan hal-hal berikut: a. Siswa mempresentasikan hasil proyek. b. Pertanyaan tentang hasil proyek dapat diajukan oleh anggota kelompok lain. c. Untuk menilai proses dan hasil proyek, gruu melakukan penilaian formatif. 7. Mengevaluasi Proyek Dalam evaluasi proyek, guru serta siswa melakukan refleksi tentang kegiatan pembelajaran. Tujuan ini untuk mengukur kemampuan siswa untuk menyelesaikan proyek dan menceritakan kesulitan yang dialami. Kegiatan dapat dilakukan sebagai berikut: a. Guru memberikan tanggapan langsung terhadap proyek yang disampaikan siswa. b. Guru merefleksikan aktivitas pembelajaran. c. Memberi kesempatan siswa dalam berbagi pengalaman selama proyek dikerjakan. d. Memberi kesempatan bagi siswa untuk merevisi hasil proyek.
63 E. Manfaat dan Kelemahan Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek mempunyai manfaat dan kelebihan. Menurut (Hamidah et al., 2020) manfaat pembelajaran berbasis proyek terangkum dalam beberapa poin sebagi berikut: 1. Meningkatkan prestasi belajar siswa; 2. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis, pengolahan data dan informasi, pemecahan masalah, kerjasama tim, manajemen diri dan komunikasi; 3. Meningkatkan minat dan tekad siswa; dan 4. Memberikan pengalaman belajar siswa sesuai kehidupan nyata. Di sisi lain, guru diharapkan untuk memperhatikan halhal berikut yang mungkin menjadi hambatan bagi pembelajaran berbasis proyek. 1. Pilihan KD Terbatas Pembelajaran berbasis proyek membutuhkan banyak waktu. Sehingga, guru diharapkan dapat memilih KD yang sesuai dan tepat. 2. Keberagaman Kelompok Siswa dapat mengalami kesulitan saat mengerjakan proyek karena pemilihan anggota kelompok yang tidak tepat. Setiap kelompok harus memiliki anggota yang beragam dan dinamis. 3. Waktu Konsultasi Terbatas Karena banyaknya tugas, sulit bagi seorang guru untuk mengatur waktu konsultasi di luar kelas. Untuk menghindari hambatan selama proyek, guru harus
64 merencanakan jadwal konsultasi sebelum menerapkan pembelajaran ini. Selain itu, guru dapat memanfaatkan teknologi untuk berkonsultasi, seperti dengan membentuk grup WhatsApp untuk berkonsultasi. Jika guru dan siswa mempersiapkan diri dengan baik, kendala tersebut dapat dihindari. Selain itu, kendala ini dapat menjadi hambatan bagi guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran kemampuan berbahasa siswa untuk memenuhi kebutuhan abad-21.
65 PEMBELAJARAN ADAPTIF DAN PERSONALISASI Wiwi Dwi Daniyarti, M.Pd embelajaran adaptif dan personalisasi yang dirasakan setiap individu dalam pembelajaran merupakan hal yang penting sekaligus penentu keberhasilan proses pembelajaran. Tanpa adanya proses pengalaman belajar dari individu dan cara belajar yang mengikuti perkembangan teknologi, kemajuan ilmu dan pengetahuan tidak akan menghasilkan hasil maksimal dalam pembelajaran. Hasil maksimal dari setiap proses pembelajaran adalah penggabungan antara pengalaman dan penyesuaian individu dalam menyelesaikan perannya dalam pembelajaran. P
66 Setiap manusia sebagai individu bukan berarti tidak membutuhkan orang lain dari setiap proses kehidupannya termasuk dalam proses pendidikan yang di dalamnya terdapat proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dijalani bukan berasal dari keegoisan diri yang tidak dapat adaptasi dengan perkembangan. Perkembangan dunia yang semakin hari semakin tidak dapat terbendung oleh manusia yang tidak adaptif terhadap perkembangan dunia global. Tak terkecuali dalam pendidikan dan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang adaptif adalah proses pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman unik bagi setiap individu dalam hal ini peserta didik yang berbasis pada kepribadian, minat, dan kinerja peserta didik secara berurutan untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran dari masing-masing peserta didik berbeda-beda, mulai dari peningkatan hasil akademik, kepuasan dalam pembelajaran hingga proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Pujiriyanto et al. 2022). Tujuan pembelajaran masing-masing peserta didik pastilah berbeda-beda, namun mereka diikat oleh amanah yang sama sebagai insan manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa manusia dalam hal ini peserta didik memiliki amanah untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Proses penyembahan ini dalam arti luas dikatakan sebagai mengembangkan sifat Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia. Makna mengembangkan sifat Tuhan Yang Maha Esa adalah mengembangkan potensi-potensi yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan potensi yang dimiliki, mencari dan mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bagian dari ibadah. Tidak hanya mengembangkan, mencari dan mendalami, namun juga menjaga dengan baik adalah bagian dari ibadah (Prof. Dr. Hasan Langgulung 2004).
67 Manusia hidup terus berkembang seiring dengan cita-cita yang diinginkan, maka pendidikan bukan hanya pewarsian budaya, kecerdasan dan keterampilan, tetapi berarti pengembangan potensi manusia untuk kegunaan manusia sendiri dan kebahagiaan serta kebermanfaatan pada masyarakat luas. Semakin majunya dan berkembangnya ilmu dan teknologi adalah bagian dari berkembangnya individu, tanpa manusia kreatif maka tidak tercipta perkembangan. Perkembangan zaman yang semakin modern sejalan dengan perkembangan manusia, karena yang menjalankan zaman adalah manusia itu sendiri. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya produk dan pemanfaatan teknologi informasi dalam kehidupan. Pemanfaatan teknologi informasi terjadi pada seluruh sendi kehidupan tanpa kecuali pendidikan yang didalamnya terdapat proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang mengikuti perkembangan manusia adalah yang sejalan dengan perkembangan teknologi informasi. Teknologi informasi mampu mengolah, mengemas dan menampilkan serta menyebarkan informasi pembelajaran baik secara audio, visual, audiovisual bahkan multimedia. Konsep yang berkembang mampu mengemas proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan memberikan pengondisian secara adaptif kepada peserta didik dimana pun berada (Deni Darmawan 2012). Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan, bahwa pendidikan dibangun dan dikelola dalam rangka mencetak manusia agar memiliki kemampuan keimanan, ketaqwaan, cerdas, terampil, percaya diri, tanggung jawab, berakhlak mulia, berkepribadian dan sejenisnya. Sejarah peradaban yang terbangun di dunia ini nyatanya secara hakiki akan tumbuh
68 terkait erat dengan pendidikan. Dalam arti ini, maka proses pelaksanaan pendidikan yang di dalamnya yakni proses pembelajaran membutuhkan pendekatan, strategi, metode, teknik atau cara mendidik yang menyesuaikan kondisi zamannya. Perkembangan teknologi dalam pendidikan tentu akan disesuaikan dengan kemampuan peradaban dan budaya saat itu, maka adaptasi manusia dalam menyesuaikan dengan perkembangan adalah penentu keberhasilan manusia bertahan hidup, termasuk majunya pendidikan adalah ketika pendidikan mampu beradaptasi dengan perkembangan. Proses pembelajaran yang beradaptasi dengan perkembangan peradaban yang di dalamnya adalah perkembangan teknologi, maka akan terjadi proses pembelajaran yang sesuai dengan zamannya. Hal ini akan menciptakan rasa ingin tahu dalam diri peserta didik, ketertarikan pada sesuatu inilah yang akan terus membuat peserta didik belajar dan menemukan hal baru sebagai bukti bahwa manusia menjalankan proses berpikir (Maswan & Khoirul Muslimin 2017). Pembelajaran adaptif memiliki sejarah yang telah diimplimentasikan dalam proses belajar dalam bentuk dan setting, mulai dari pembelajaran yang berbasis kelompok (group based), pembelajaran tradisional menuju pembelajaran modern yang berbasis web. Perkembangan teknologi dan informasi sangat erat dengan terjadinya pengembangan dan penerapan sistem instruksional yang canggih seperti peran teknologi sebagai alat penilaian diagnostik untuk menghasilkan sistem bimbingan instruksional yang dirancang secara individu. Pembelajaran adaptif ini sangat berperan dalam menginisiasi kebangkitan pedagogis yang memilki potensi untuk menjadikan
69 institusi pendidikan mengurai segitiga besi yang menjadi problematika, segitiga tersebut yakni kualitas, akses dan biaya dalam pendidikan (Pujiriyanto et al. 2022). Kualitas, akses dan biaya yang dibutuhkan masing-masing peserta didik berbeda-beda menyesuaikan dengan kebutuhan, termasuk dalam sumber belajar yang tersedia dan dimanfaatkan secara tepat dan kontekstual akan mampu memperkaya proses belajar yang sedang berlangsung. Tersedianya ruang belajar secara kemajuan teknologi akan mengatasi keterbatasan ruang dan waktu pembelajaran di kelas, sehingga akan menciptakan sumber belajar yang memadai dan melengkapi (improvement) potensi manusia dan sekaligus memelihara (maintenance) dan memperkaya (enrichment) pada proses pembelajaran (Deni Darmawan 2012). Selain pembelajaran adaptif, peserta didik juga harus mampu menjalankan personalisasi pembelajaran sebagai pengetahuan baru untuk mengetahui cara belajar yang baik yang dibutuhkan masing-masing peserta didik agar mencapai keberhasilan peserta didik. Pentingnya proses pembelajaran adalah menentukan keberhasilan pembelajaran, dalam hal ini adalah keberhasilan peserta didik dalam mencapai cita-citanya. Untuk lebih jelas hubungan antar pembelajaran adaptif dan personalisasi, maka akan dirumuskan lebih jelas. A. Pembelajaran Adaptif Pembelajaran adaptif dapat didefinisikan sebagai proses menghasilkan pengalaman belajar yang unik untuk setiap peserta didik yang berbasis pada kepribadian, minat, dan kinerja peserta didik secara berurutan untuk mencapai tujuan. Pembelajaran adaptif dapat dikatakan sebagai
70 transformasi mesin pembelajaran, maka untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif, peserta didik harus menyadari bagaimana cara mengatur belajarnya sendiri yang memudahkan dan mudah diterima bagi masingmasing peserta didik. Menurut B.F. Skinner dalam Pujiriyanto, dkk dikatakan bahwa berkat teknologi yang baru dikembangkan dan teori pembelajaran kontemporer maka lahir perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan dan smart system dengan paradigma yang berubah terhadap konsep proses pembelajaran telah menciptakan istilah baru yang disebut sebagai pembelajaran adaptif. Pembelajaran adaptif ini dapat dianggap sebagai bentuk baru dari mesin pembelajaran. Pembelajaran adaptif tidak muncul secara tiba-tiba ataupun secara instan melainkan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan kondisi belajar dari behavioris ke konstruktivis (Pujiriyanto et al. 2022). Lingkungan pembelajaran adaptif memberikan alat untuk selalu memanfaatkan teknologi dan data sehingga mampu memberikan umpan balik yang tepat mengenai kinerja Peserta didik. Menurut Mavroudi dikutip dari Froschl ditegaskan oleh Jungwoo Ryo dalam buku Innovative Learning Environment In STEM Higher Education disebutkan bahwa ‚in an adaptive system the needs of the learner are assumed by the system itself and, thus, it adjust its behavior accordingly‛. Secara ringkas bahwa dalam pembelajaran adaptif peserta didik diminta memahami apa yang menjadi kebutuhannya dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat diasumsikan sebagai sistem itu sendiri dan perilakunya dapat
71 menyesuaikan dengan sistem yang dibutuhkan olehnya (Jungwoo Ryoo 2021). Pembelajaran adaptif merupakan model pembelajaran yang menggunakan teknologi untuk memfasilitasi pemahaman dan retensi berdasarkan kebutuhan unik peserta didik. Pembelajaran adaptif dinyatakan pula sebagai proses yang menghasilkan pengalaman belajar yang unik untuk setiap peserta didik berbasis pada kepribadian, psikologis, minat, dan kinerja dari pembelajaran, kepuasan belajar dan proses belajar. Sistem pembelajaran ini sudah bukan menciptakan situasi belajar dengan paksaan, tujuan yang berbeda dan terjadinya kesenjangan dalam belajar yang berasal dari minat berbeda, kepribadian yang berbeda dan kondisi psikologis yang berbeda pula. Sistem pembelajaran ini menyajikan pengalaman belajar yang disesuaikan sesuai penggunanya dalam hal ini pengguna tersebut adalah peserta didik. Sistem pembelajaran adaptif ini disebut pula sebagai proses pembelajaran yang dipersonalisasi/individual atau bimbingan cerdas yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang optimal dan individual kepada peserta didik sehingga dapat mencapai target tingkat pencapaian masing-masing sesuai dengan tujuan masing-masing dalam waktu tertentu yang sudah ditentukan. Dalam setiap proses pembelajaran memiliki desain masing-masing, tak terkecuali dalam pembelajaran adaptif. Desain pembelajaran adaptif berbeda dengan pembelajaran tradisional yang masih berfokus pada bahan pembelajaran yang sama misalnya buku paket, kecepatan instruksi dari Pendidik dan sebagainya. Materi yang dipilih juga sangat
72 mungkin terlalu sulit bagi sebagian peserta didik dan terlalu mudah bagi sebagian peserta didik yang lainnya. Masalah ini dapat teratasi jika Pendidik sebagai teman sekaligus pembimbing dalam belajar dapat membuat rencana pembelajaran individual yang sesuai dengan masing-masing peserta didik. Tes psikologi terkait bakat minat dan kemahiran dapat dijadikan acuan dalam menentukan rencana pembelajaran individual peserta didik, sistem pembelajaran hingga proses evaluasi yang menyesuaikan peserta didik baik dalam tingkatan penangkapan materi hingga ketangkasan dalam menyelesaikan tugas. Sistem pembelajaran adaptif dapat terus dikembangkan untuk memberikan pembelajaran adaptif individual bagi peserta didik melalui platform digital yang cepat, sumber daya yang terintegrasi dengan perkembangan secara global dan algoritma pembelajaran mesin digital sehingga pembelajaran adaptif semakin terjangkau, efektif, efisien dan senantiasa tepat guna bagi pengalaman belajar peserta didik. Untuk mencapai pembelajaran adaptif ini diperlukan Pendidik yang memiliki strategi untuk mengadaptasikan pembelajaran sehingga strategi pembelajaran yang digunakan nantinya dapat dipersonalisasi untuk setiap peserta didik untuk memenuhi karakteristik unik yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Hal yang sangat dibutuhkan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan lingkungan sehingga dapat terjadi penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan atau dalam arti lain kognitif, afektif dan psikomotor. Terpenuhinya ketiga unsur ini dapat memberikan hasil yang utuh bagi peserta didik
73 dalam kehidupannya. Pembelajaran adaptif membutuhkan teknologi dalam prose pembelajarannya, teknologi pembelajaran adaptif adalah yang menyediakan lingkungan yang dapat menyajikan informasi tepat, bahan ajar, umpan balik dan rekomendasi berdasarkan karakteristik unik peserta didik. Karakteristik dalam pembelajaran adaptif sangat beragam, antara lain : 1. Personalised, adalah konten dan penyampaian materi beradaptasi dengan peserta didik sehingga hasil juga sangat disesuaikan dengan kebutuhan khusus peserta didik. 2. Bite-sized, yakni peserta didik dapat mengakses konten yang berbeda dengan cara non-linear, konten dibuat dalam bentuk bagian atau unit kecil yang disajikan kepada peserta didik secara porsi kecil yang dapat diatur. 3. Dynamic, peserta didik membuat umpan balik terkait pilihan aktivitas dan pengalaman belajar mereka sehingga pilihan tersebut akan menjadi bagian dari pembelajaran mereka sehingga mampu memverifikasi pemahaman peserta didik. 4. Data driven, peserta didik secara mandiri menentukan alur pembelajaran melalui konten pembelajaran bukan Pendidik yang menentukan. 5. Focused, peserta didik berkonsentrasi pada apa yang hanya mereka butuhkan saja dalam proses pembelajarannya. Karakteristik ini dapat membantu peserta didik dalam memenuhi kebutuhan pembelajaran, sehingga dapat
74 mengatasi tingkat pemahaman dan pengetahuan yang berbeda antar peserta didik. Model pembelajaran adaptif ini memungkinkan materi pelajaran dipersonalisasi sesuai kemampuan masing-masing dan umumnya menggunakan teknologi berbasis web. Meski demikian pembuatan konten pembelajaran adaptif tidak sembarangan, harus menyesuaikan dan memiliki persyaratan yang perlu diperhatikan, yakni : 1. Content Scaffolding (Konten Scaffolding), untuk memberikan pertanyaan tindak lanjut yang berbeda untuk masing-masing peserta didik, tergantung pada kemahiran untuk mengaplikasikan konsep awal yang dipelajari ke berbagai situasi. Berbentuk modul- modul konten yang dirancang untuk mengindeks konsep penting. 2. Social Interaction (Interaksi Sosial), keterhubungan sosial dalam pembelajaran adaptif merupakan elemen kunci baik untuk pengukuran kognisi maupun keterlibatan dalam hal lain. Diperlukan kolaborasi antar tim dengan forum pembelajaran serta kemampuan berbagi sumber daya. 3. Content Interoperability (Interopabilitas Konten), harus mampu mengkonfigurasi sekuensi konten yang telah ditentukan sebelumnya dengan keterampilan yang sedang berlangsung 4. Metadata, adalah data yang menjelaskan informasi tentang data lain atai dapat dimaknai dengan metode untuk penandaan konten tingkat lanjut dengan data dasar setiap modul konten. Pembelajaran adaptif harus memiliki skema metadata yang canggih dalam upaya
75 untuk mencapai kondisi pembelajaran yang adaptif dan dipersonalisasi. Pembelajaran adaptif tidak memiliki pedoman khusus yang digunakan, namun pembelajaran adaptif memiliki komponen kunci yakni : 1. Automation, kemampuan untuk menciptakan proses yang terotomatisasi sehingga mengurangi proses manual dalam penilaian, evaluasi, perbaikan dan pencapaian kompetensi. 2. Sequencing, kemampuan untuk menciptakan perkembangan pembelajaran peserta didik secara berurutan mulai dari keterampilan dan kompetensi yang terkandung. 3. Assesement, kemampuan menggunakan kombinasi penilaian, baik diagnostik, formatif dan skema evaluasi yang cepat dan segera serta berkelanjutan. 4. Real-time data collection, kemampuan untuk mengumpulkan, mengkalkulasikan dan mengevaluasi data dari berbagai sumber dengan beberapa metode inferensi. 5. Self-organising, kemampuan untuk mengatur informasi dan data yang dihasilkan dari kesimpulan untuk membentuk umpan balik yang berkelanjutan dan terus menerus dalam siklus belajar dan mengajar. Melalui komponen kunci tersebut, maka dapat diidentifikasikan empat macam pembelajaran adaptif, yakni: 1. Machine-Learning Based, metode ilmiah paling canggih untuk membangun sistem pembelajaran yang benarbenar adaptif.
76 2. Advanced Alghorithm, alur pembelajaran umpan balik dan konten pembelajaran secara real-time dengan cara menganalisis data secara terus menerus dari individu peserta didik lalu membandingkannya dengan data yang berasal dari peserta didik lain yang diekspos pada konten yang sama, selanjutnya merekam dan mengelola sejumlah data. Metode dan konten pembelajaran kemudian diubah sehingga jika ditemukan ada alur pembelajaran dan ternyata tidak efektif maka segera disediakan konten pembelajaran, umpan balik, perbaikan sebagai alternatif. 3. Rules-Based, sistem yang berbasis aturan yang telah terbentuk sebelumnya dan tidak langsung beradaptasi dengan peserta didik. Pembelajaran ini telah ditentukan dengan urutan tugas yang telah ditentukan, umpan balik yang berkelanjutan disediakan dan perbaikan ditentukan berdasarkan seperangkat aturan yang ditentukan sebelumnya. Selain memiliki komponen kunci, memiliki kelebihan dalam proses pembelajaran, yaitu memiliki kemampuan lebih untuk mempersonalisasi materi yang disajikan kepada peserta didik berdasarkan pada kinerja mereka sambil mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka sendiri. Kelebihan lainnya yakni mampu memunculkan gambaran komprehensif tentang kemampuan peserta didik secara menyeluruh yang dapat digambarkan dengan jauh lebih cepat daripada melalui teks konvensional. Keputusan yang dibuat peserta didik kemudian dilacak dan digunakan untuk memodifikasi kecepatan peserta didik di antara mata pelajaran, selanjutnya muncul ringkasan yang kemudian dipergunakan oleh Pendidik sebagai bahan acuan.
77 Penilaian dalam pembelajaran adaptif memiliki beberapa jenis penilaian yaitu : 1. Normed vs Criterion Referenced Assessments (Penilaian Acuan Norma vs Penilaian Acuan Patokan). Penilaian acuan norma atau PAN dirancang untuk membandingkan pencapaian peserta didik dengan sampel yang mewakili peserta didik dalam kelompok kohort yang sama, sedangkan penilaian acuan patokan atau PAK sengaja dirancang untuk menunjukkan bagaimana peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan standar yang ditentukan. PAK secara khusus dirancang untuk menentukan apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan dan keterampilan yang terkandung dalam rangkaian hasil yang ditentukan. 2. Predictive Psychometric Design (Desain Psikometri Prediktif), desain Psikometri Prediktif ini merupakan jenis penilaian adaptif yang benar-benar dirancang memiliki kemampuan untuk mencapai penempatan peserta didik secara akurat dalam pembelajaran individual (individualized learning path). 3. Diagnostic Classification Modeling (Model Klasifikasi Diagnostik), memiliki kemampuan untuk dapat menentukan seberapa besar peserta didik menguasai pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan. Model penilaian ini dipergunakan untuk mendiagnosis pengetahuan, keterampilan yang sudah ditentukan. Model diagnostik ini sangat sesuai dalam pembelajaran adaptif karena dapat digunakan untuk menyelaraskan antara pengajaran, pembelajaran dan penilaian sekaligus untuk memberikan umpan balik diagnostik
78 yang tepat dan otentik dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan peserta didik selama proses pembelajaran adaptif. 4. Zone of Proximal Development, merupakan perbedaan antara apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik di dalam proses pembelajarannya dengan tanpa bantuan dan apa yang dapat mereka lakukan dalam proses pembelajarannya jika dengan bantuan. Pada hakekatnya, ZPD digunakan untuk menyajikan konten dalam "zona" peserta didik untuk menetapkan dasar atau baseline adaptif yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain itu, ZPD juga dipergunakan untuk mengukur apa yang dapat dikuasai oleh peserta didik di dalam proses pembelajarannya. Dengan menggunakan metode ZPD, maka dimungkinkan terjadinya pergerakan yang bersifat sekuensial (berurutan) terhadap penguasaan keterampilan secara individual tiap-tiap peserta didik. Selain itu, metode ZPD ini juga memungkinkan sistem adaptif untuk dapat mengukur dan memberikan panduan serta umpan balik terhadap langkah selanjutnya yang akan ditempuh peserta didik berdasarkan pada hasil penilaian tersebut. Metode ZPD merupakan elemen penting dalam scaffolding konten, di mana alat bantu pembelajaran dapat diaplikasikan kapan pun saat diperlukan dalam pengalaman belajar peserta didik yang dipersonalisasi (personalized learning experience). 5. Self Assessment, penilaian diri mampu menyediakan sistem adaptif dengan tolak ukur pada bagaimana peserta didik mampu memonitor dan mengevaluasi
79 kualitas perilaku belajar mereka sendiri pada saat proses pembelajaran berlangsung dan mengidentifikasi strategi yang dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka sendiri secara otomatis. Hal ini lah yang akan membandingkan antara penilaian peserta didik (students’ judgement) tentang hasil belajar mereka sendiri dengan apa yang diketahui oleh sistem adaptif tentang hasil belajar sekuensial (berurutan) yang telah diselesaikan pada interval pembelajaran tertentu. Pembelajaran adaptif pada hakikatnya adalah sistem pembelajaran yang memerlukan arsitektur yang dapat mengintegrasikan fungsi utama konten modular, penilaian dan pemetaan kompetensi yang dapat saling bersinergi untuk dapat mendukung ekosistem pembelajaran yang adaptif (Pujiriyanto et al. 2022). B. Pembelajaran Personalisasi Pembelajaran personalisasi adalah apa yang dilakukan bukan bagaimana cara melakukan. Meskipun sangat dimungkinkan untuk mencapai pembelajaran yang dipersonalisasi di ruang kelas, namun dengan tantangan yang berat. Tantangan untuk mempersonalisasi pembelajaran di ruang kelas dengan jumlah peserta didik yang lumayan banyak. Adanya teknologi sangat memungkinkan hal tersebut bukan menjadi masalah, dengan memanfaatkan keterjangkauan teknologi pembelajaran adaptif maka akan dengan mudah pembelajaran personalisasi dapat tercapai.
80 Perubahan wajah pendidikan dengan teknologi yang sangat dapat mempengaruhi sisi pedagogi peserta didik. Komputer telah berubah dari sekedar saluran untuk menyampaikan konten khusus kepada pesesrta didik menjadi komputer yang terus-menerus mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran setiap peserta didik sesuai dengan algoritma yang dibutuhkan peserta didik dan secara real time. Pembelajaran personalisasi erat kaitannya dengan pembelajaran adaptif, sayangnya lingkungan akademis saat ini belum mendukung penuh konsep bersifat adaptif. Pembelajaran personalisasi dan adaptif dapat mendorong sebuah perubahan dalam pendidikan, baik dari segi pedagogi yang berpusat pada Pendidik menjadi berpusat pada peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dan mendukung pembelajaran peserta didik dengan membiarkan peserta didik mengambil Keputusan sendiri dalam pembelajaran. Selain itu dapat memberi tahu pendidik bahwa peserta didik lebih efektif ketika pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan pedagogi yang dipersonalisasi dapat memberi tahu bahwa kebutuhan setiap peserta didik berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Upaya peningkatan pedagogi tersebut merupakan intervensi teknologi Mengidentifikasi kebutuhan peserta didik dan menyediakan fasilitas untuk pembelajaran adalah inti dari pembelajaran adaptif (Jungwoo Ryoo 2021). Personalisasi sangat penting dalam setiap pembelajaran, personalisasi merupakan perubahan terkait metode dan cara mengajar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
81 dan ilmu teknologi. Melakukan berbagai perubahan dan modifikasi dalam pengajaran untuk menggapai pendidikan yang efektif. Masa revolusi industri menciptakan inovasi teknologi yang semakin hari semakin berkembang pesat merupakan metode generasi baru dalam belajar sehingga dapat memberikan paradigma pendidikan kepada peserta didik yang efektif. Personalisasi pembelajaran merupakan tantangan baru bagi Pendidik dalam dunia pendidikan atau dalam proses pembelajaran. Pendidik dituntut mampu menyesuaikan dengan teknologi informasi yang semakin hari semakin berkembang sehingga pembelajaran sesuai dengan zaman perkembangannya. Kreatifitas Pendidik dan keterampilan Pendidik harus seimbang dengan perkembangan zaman sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara keduanya sehingga menciptakan pembelajaran yang efektif, sesuai dengan zaman dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Personalisasi secara umum diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh sistem supaya dapat menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan dari penggunanya, pengguna dalam hal ini adalah peserta didik (Siti Hawa et al. 2021). Kelas konvensional disadari atau tidak hanya akan mendapat personalisasi dari Pendidik hanya saat adanya interaksi belajar, kebebasan saat mencatat dan membuat tugas. Pembelajaran konvensional atau yang sering dilakukan dengan pembelajaran daring yang tidak melakukan tatap muka langsung harus tetap membutuhkan sentuhan personal dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan agar tetap menciptakan suasana belajar efektif dan efisien, bermakna, dan khas setiap individu.
82 Manfaat dari pembelajaran personalisasi adalah adanya interaksi yang disajikan lebih mudah dengan hanya menyajikan informasi, media dan alur yang spesifik sesuai dengan yang diinginkan peserta didik sesuai dengan preferensi belajar peserta didik. Meski demikian, pembelajaran personalisasi harus tetap memperhatikan kesesuaian peserta didik dengan cara yang tepat dan waktu yang tepat pula. Personalisasi sangat penting dalam setiap pembelajaran, personalisasi merupakan suatu perubahan dalam metode mengajar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi. Pembelajaran yang dipersonalisasi dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik, mulai dari menetapkan tujuan hingga usaha untuk mencapai tujuan. Ada tiga orientasi belajar dalam pengelompokkan peserta didik, yakni : 1. Conforming Learner, tipe orientasi belajar peserta didik yang bergantung pada dukungan dan sumber yang diberikan. Peserta didik akan sangat memerlukan aktivitas belajar yang sangat spesifik dan mudah dimengerti. 2. Perfoming Learner, tipe orientasi belajar peserta didik akan lebih berorientasi pada tugas, cenderung fokus dan detail, pada prakteknya peserta didik akan langsung peka terhadap apa yang dipelajari. 3. Transforming Learner, orientasi belajar peserta didik cenderung mandiri, tegas, dapat mengarahkan pembelajaran secara mandiri, luas, dan berpikir menyeluruh serta tidak merepotkan.
83 Memahami orientasi dan memfasilitasi belajar dengan mengembangkan rancangan yang strategis dari mulai pengelolaan dan penerapan proses serta menentukan sumber belajar yang tepat dapat menentukan keberhasilan pembelajaran yang dipersonalisasi (Pratiwi, Imbar & Prawiradilaga 2022). Hal ini dikarenakan peserta didik memiliki gaya belajar yang tidak sama, pendekatan pembelajaran yang berbeda pula. Pendidik tidak dapat memfasilitasi peserta didik dengan fasilitas yang sama sedangkan gaya belajar yang tidak sama. Keterbatasan Pendidik dalam melayani perbedaan ini dapat dibantu dengan teknologi. Media pembelajaran khusus dirancang sesuai dengan gaya belajar peserta didik, baik secara visual, aural, baca/tulis, dan kinestetik peserta didik. Dalam pembelajaran adaptif, Pendidik dituntut menyajikan materi dengan memanfaatkan berbagai media dan menyampaikan materi sesuai dengan gaya belajar peserta didik. Baik berkaitan dengan diri peserta didik maupun dengan pengetahuan. Hal ini menciptakan pembelajaran adaptif harus tetap dipersonalisasi sesuai kebutuhan peserta didik. Informasi yang disampaikan sesuai dengan gaya kognitif peserta didik, peserta didik diberikan kesempatan dalam mengeksplorasi materi sesuai dengan kemampuannya dalam pembelajaran. Pendidik harus mampu memahami karakter peserta didik yang dapat dicirikan dari gaya belajar peserta didik.
84 INTEGRASI SENI DAN KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN Anisa Kurniasih, S.Pd alam kehidupan tidak terlepas dari seni dan kreativitas karena merupakan suatu bentuk dalam mengekspresikan diri. Seni menurut kamus besar Bahasa Indonesia sebagai suatu karya, kemampuan dalam membuat karya yang berupa seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni drama. Alfa Kristanto berpendapat bahwa seni merupakan tuangan ekspresi perasaan dan kognitif manusia yang diwujudkan melalui sebuah karya seni. Seni mencakup banyak hal yang sangat luas dan tidak terbatas pada seni rupa, seni musik, seni tari, seni drama, melaikan dalam cakupan luas contohnya puisi termasuk ke dalam seni serta pembuatan kerajinan keterampilan seperti tenunan kain, vas bunga, pembuatan tas, dan sebagainya juga D
85 termasuk ke dalam seni (Kristanto, 2017). Dalam mengekspresikan seni dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dalam tiap individu, hal inilah yang membuat seni menjadi menarik dikarenakan penggambaran terhadap ekspresi diri berbeda-beda (Lubis, 2021). Dengan adanya seni dapat memudahkan manusia dalam berekspresi serta menjadi penunjang dalam pengembangan kreativitas dalam mencipta suatu ide dan karya. Kreatifitas dalam suatu karya seni sangat diperlukan guna menciptakan karya yang orisinal dan menarik. Menurut Campbell kreativitas dapat berarti sebagai kemampuan dalam menanggapi, kemampuan melibatkan diri dalam proses penyelesaian masalah, kemampuan intelegensi, kemampuan untuk menciptakan suatu hal yang baru, serta kreativitas didasari oleh kelenturan, kelancaran, kecakapan, dan kepandaian. Dengan adanya kreativitas dapat menjadikan seseorang untuk selalu berpikir positif dan kritis untuk menemukan dan menciptakan suatu system atau produk yang baru. (Campbell, 2017). Kreativitas juga dapat dilakukan dengan memperbarharui karya yang sudah ada sehingga menghasilkan karya baru. Proses pembelajaran kreativitas untuk mengembangkan berbagai alternatif pemikiran mengatasi berbagai permasalahan sesuai dengan apa yang ada dibenaknya (Yuni, 2017). Berangkat dari pengertian seni dan kreativitas, kedua aspek ini mulai dikembangkan dan dimasukan ke berbagai bidang salah satunya bidang pendidikan. Seni dalam bidang pendidikan guna untuk usaha pengembangan kreativitas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Melalui pendidikan yang diintegrasikan dengan seni dan kreativitas dapat melatih peserta didik untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman dalam
86 mencipta suatu karya. Dengan begitu pendidikan di sekolah dapat menjadi salah satu media yang efektif dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sensitivitas peserta didik (Lubis, 2021). Setiap peserta didik memiliki kreatifitas masing-masing, dengan adanya seni dapat memfasilitasi peserta didik dalam menuangkan ekspresi diri dan memberikan dampak positif. Perpaduan antara pendidikan dan seni dapat menjadi upaya dalam mempersiapkan peserta didik dengan adanya kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan yang diharapkan dapat menguasai kemampuan berkesenian dan kreativitas (Soehardjo, 2012). A. Fungsi Seni dan Kreativitas Dalam Pendidikan Menginterasikan seni dalam pendidikan dapat menjadikan peserta didik memiliki kesempatan untuk terus tumbuh dalam mengembangkan kreativitas tanpa batas. Pendidikan dengan adanya seni dan kreativitas memberikan dampak yang baik terhadap berbagai aspek. Berikut beberapa dampakdan fungsi pengintegrasian seni dan kreativitas dalam pendidikan (Munandar, 2009): 1. Meningkatkan Keterampilan Kreatif Peserta didik diajak untuk menghasilkan suatu karya dengan cara berpikir kreatif, bereskperimen, menghasilkan ide-ide baru, dan mengaplikasikan pemikiran yang inovatif. Peserta didik dapat dibantu untuk mengasah daya imajinasi, inovasi, dan berpikir kritis guna menghadapi masalah yang adan serta dapat membantu peserta didik dalam berbagai aspek kehidupan nantinya.
87 2. Mengembangkan Kepekaan Estetika Melalui seni, peserta didik dapat berekspresi secara langsung melalui berbagai pengalaman yang dikaitkan dengan seni visual, music, tari, dan lainnya. Dalam hal ini peserta didik diajak untuk mengenali, menghargai, dan mengevaluasi elemen-elemen estetika. Kepekaan estetika yang berkembang membantu peserta didik menciptakan karya yeng berkesan. 3. Memecahkan Masalah Dengan Kreatif Peserta didik dalam proses memciptakan suatu karya dihadapkan pada tantangan dan masalah yang harus diselesaikan. Dalam proses mengatasi masalah peserta didik mengidentifikasi masalah, mengembangkan berbagai solusi, serta mengeksplorasi cara baru untuk menciptakan sesuatu. Kemampuan ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Meningkatkan Kinerja Akademik Dengan pendekatan secara kreatif, peserta didik belajar untuk berpikir secara holistic sehingga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan konsentrasi, serta memperkuat pemahaman informasi. Seni dalam pendidikan membantu dalam mengembangkan kognitif, psikomotorik, dan afektif yang dapat mempengaruhi keberhasilan akademik. Berdasarkan pemaparan diatas fungsi dari pengintegrasian seni dalam pendekatan pendidikan sangat penting bagi peserta didik. Contohnya ketita guru menyampaikan konsep penjumlahan menggunakan gambar yang belum diwarnai. Bilangan dua ditambah tiga dapat ditampilkan dalam gambar dua apel dalam satu kelompok dan tiga apel dalam kelompok lainnya. Keterampilan visual
88 dijadikan alat atau sarana berhitung. Oleh karena itu peserta didik dapat belajar dengan seni (education with art). Pengintegrasian pendekatan ini menekantan pada segi proses dimana sarana belajar dijadikan wahana peserta didik dalam berekspresi, berkreasi, dab berapresiasi (Kristanto, 2017). B. Konsep Pendidikan Seni Dalam seni, setiap peserta didik dipandang memiliki kreativitas dan kecerdasan yang berbeda-beda. Seni diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik dalam menuangkan segala bentuk kreativitas yang ada. Pada dasarnya, konsep seni dan pendidikan terdapat dua jenis, yaitu konsep pendidikan seni yang berkaitan dengan ekspresi artistic dan tujuan pendidikan (Suhaya, 2016). Dalam konteks pendidikan di sekolah konsep seni diarahkan pada pembentukan sikap sehingga dapat membentuk keseimbangan intelektual, sensibilitas, rasional, irasional, akal pikiran, dan kepekaan emosi. Konsep ini dikembangkan oleh Plato dalam tesisnya ‚Art should be The Basis of Education‚ konsep ini berpandangan bahwa seni sebagai materi, alat, media, dan metode yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pendidikan (Purhanudin, 2016). Konsep pendidikan seni yang pernah ada yaitu sebagai berikut (Purhanudin, 2016): 1. Konsep Pendidikan Seni Untuk Apresiasi Konsep ini dipopulerkan oleh dua orang yaitu Alfred Lichtwart dan Konrad Lange. Pemikiran mereka menyatakan bahwa persepsi anak-anak kepada seni dan keindahan harus dikembangkan melalui penghayatan
89 secara langsung. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti menggambar, observasi, mengunjungi objek seni, pameran, dan lain-lain. 2. Konsep Pendidikan Seni Untuk Pembentukan Konsepsi Konsep ini merupakan pemikiran dari Walter Sargent yang menyatakan bahwa menggambar adalah alat untuk mengubah pikiran. Gambar merupaka suatu bahasa untuk melahirkan dan mengembangkan berbagai ide. Menggambar objek dapat menjadi proses menerjemahkan persepsi ke dalam bahasa visual. Membentuk konsep dari menggambar merupakan kegiatan mental dan konsep. Konsep ini berpandangan bahwa mengintegrasikan seni berkaitan dengan kemampuan kognitif. 3. Konsep Pendidikan Seni Untuk Pertumbuhan Mental Dan Kreatif Konsep ini berpandangan bahwa ide berasal dari anak dan seni merupakan saranya. Konsep ini menyatakan bahwa seni dapat menjadi suatu sarana anak dalam proses pertumbuhan mental dan jiwa kreatif. Maka dari itu, seni dapat menjadi sarana yang baik dalam menuangkan segala bentuk ide-ide dan pemikiran kreatif. 4. Konsep Seni Sebagai Keindahan Konsep ini berpandangan bahwa seni sangat dekat dengan adanya keindahan. Hasil dari seni yang indah didapatkan dari benda-benda yang terseleksi kemudian melalui proses kreatif kemudian menjadi suatu yang indah untuk dipandang dan berkaitan dengan estika.
90 5. Konsep Seni Sebagai Imitasi Konsep ini berpandangan bahwa kegiatan seni merupakan kegiatan meniru alam dan hasil dari suatu karya seni adalah tiruan dari bentuk alam itu sendiri. Dari konsep ini alam adalah sumber referensi utama dari suatu karya seni. 6. Kosnep Seni Sebagai Hiburan Yang Menyenangkan Konsep ini berpandangan bahwa seni adalah sesuatu yang menyenangkan dan mengibur pengamat seni. Suatu karya baru bisa disebuat karya seni jika dapat dinikmati oleh pengamat yang dapat menangkap makna dan pesan yang terdapat didalam suatu karya tersebut. C. Pentingnya Seni dan Kreativitas Dalam Pendidikan Perpaduan antara seni dan pendidikan dapat menghasilkan kreativitas. Oleh karena itu seni sangat berkaitan dengan kreativitas peserta didik. Kreativitas dalam seni ditandai oleh kemampuan dalam menguasai material, konsep, dan teknik dalam membuat suatu karya yang baru dalam artian lain dari yang lain. Kreatif dapat berupa suatu dasar dari seseorang untuk mengelolah diri dalam posisi yang sistematis (Sunarto, 2018). Kreativitas harus dilatih lebih dini agar dapat memacu peserta didik untuk masa depannya. Hal ini ditegaskan oleh Munandar dalam (Rahmat & Sum, 2017) bahwa sejak usia dini kreativitas harus ditumbuhkan, berikut faktor-faktor yang memperngaruhi: