91 1. Dengan berkreasi orang berekspresi terkait dirinya. Dimana perwujudan diri merupakan suatu kebutuhan yang tertinggi dalam hidup peserta didik. 2. Kreativitas adalah manifestasi dari suatu individu yang berfungsi sepenuhnya. 3. Kreativitas berhubungan dengan kegiatan berpikir kreatif terkait bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan. Dimana fokus dari pembelajaran bukan hanya penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran tetapi bagaimana kemampuan berpikir kreatif menjadi sesuatu yang penting. 4. Memiliki kegiatan yang kreatif dapat memberi kepuasaan kepada diri sendiri dan dapat menjadikan hobi yang dapat merangsang kreativitas dalam diri. 5. Kreativitas memungkinkan meningkatkan kualitas diri yang berdampak bagi banyak orang. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka dalam konteks pendidikan anak haruslah mengembangkan dan memperkuat lingkungan yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak sejak usia sedini mungkin. Hal ini guna mempersiapkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Rahmat & Sum, 2017). D. Peran Seni dan Kreativitas dalam Pendidikan Kreativitas seni memiliki peran yang sangat baik dalam berlangsungnya proses pendidikan. Hal ini sejalan dengan filosofi Dewey yang menyatakan bahwa anak bebas untuk melakukan kreativitas dalam proses pendidikan dan berkaitan dengan tindakan dalam memilih dan mengambil keputusan dan kemungkinan yang dihadapi beserta
92 tanggung jawabnya (Hasbullah, 2020). Proses pendidikan diperlukan untuk memberi energi agar pembelajaran lebih aktif dan menyenangkan salahnya dengan adanya kreativitas seni. Berikut peran kreativitas seni dalam pendidikan (Agustin, 2021): 1. Peserta didik berpotensi untuk menjadi insan yang berbudaya. Dengan menjadi individu yang berbudya dapat diharapkan dapat menjadi lebih berkarakter. Adanya kreativitas seni dalam pembelajaran, peserta didik dapat mengetahui nilai-nilai budaya dan mengimplementasikannya dalam kehidupan seharihari. 2. Peserta didik berpotensi menjadi individu yang dapat memperbaiki karakter bangsa. Peserta didik sebagai calon pemimpin bangsa harus ditanamkan pendidikan karakter sejak dini agar peserta didik memiliki karakter kuat dalam diri melalui kreativitas dalam pendidikan. Hal ini agar dapat mewujudkan nilai-nilai bangsa melalui kepribadian. 3. Peserta didik dapat mengembangkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab. Kreativitas mengajarkan arti kesabaran dalam sebuah proses menuju kemenangan. Peserta didk yang mengembangkan kreativitasnya dengan dukungan guru, orang tua, atau kesadaran diri sangat mudah mengembangkan bakat dan potensi diri. 4. Peserta didik dapat menjadi individu yang kreatif, inovatif, dan mandiri. Dengan kreativitas, peserta didik diperkenalkan dengan mencari jalan keluar agar proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Dengan menerapkan metode pembelajaran yang lebih kreatif
93 maka peserta didik dapat ikut mengembangkan kreatifitas gurunya. 5. Dengan mengimplementasikan nilai budaya sebagai karakter bangsa, peserta didik dapat merasakan bentuk kreativitas yang dikembangkan dalam proses pendidikan. Hal ini yang menjadi pendorong kreativitas seni menjadi garda dalam penanaman lingkungan belajar yang kreatif dan inovatif.
94 PENDIDIKAN INKLUSIF Vitry Rayani Bethesda Saragih, S.Pd A. Pengertian Pendidikan Inklusif Pendidikan merupakan suatu proses yang diperlukan untuk mendapatkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam perkembangan individu maupun masyarakat. Penekanan pendidikan dibanding dengan pengajaran terletak pada pembentukan kesadaran dan kepribadian individu atau masyarakat di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan proses semacam ini suatu bangsa atau negara dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada generasi berikutnya, sehingga mereka betul-betul siap menyongsong masa depan kehidupan bangsa dan negara yang lebih cerah (Nurkholis, 2013). Pendidikan merupakan proses penting dalam perkembangan individu dan masyarakat. Perbedaan
95 antara pendidikan dan pengajaran terletak pada fokusnya. Pendidikan lebih berfokus pada pembentukan kesadaran dan kepribadian individu atau masyarakat, serta mentransfer ilmu dan keahlian. Melalui pendidikan, suatu bangsa atau negara dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran, dan keahlian kepada generasi berikutnya. Hal ini mempersiapkan mereka untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah bagi bangsa dan negara. Dengan kata lain, pendidikan memiliki peran yang lebih luas dalam membentuk individu dan masyarakat yang siap menghadapi tantangan masa depan. Pendidikan inklusif merupakan cara pandang tentang pendidikan yang terbuka dan menghargai hak asasi manusia. Hal ini menyebabkan meningkatnya pengharagaan dan pengakuan terhadap keberagaman atau perbedaan. Pandangan tentang penyeragaman dan penyamarataan menjadi tidak relevan lagi. Perbedaan tidak lagi dipandang sebagai penyimpangan melainkan dilihat sebagai sumber pengayaan (Khairuddin, 2020). Pendidikan inklusif adalah pendekatan dalam pendidikan yang menghargai hak asasi manusia dan mengakui keberagaman individu. Dalam pendidikan inklusif, perbedaan dianggap sebagai sumber pengayaan, bukan sebagai penyimpangan. Pandangan tentang penyeragaman dan penyamarataan menjadi tidak relevan lagi, karena setiap individu memiliki keunikan dan kebutuhan yang berbeda. Pendidikan inklusif berusaha untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan inklusif bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau berkebutuhan khusus. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang sama terhadap pendidikan
96 yang berkualitas dan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk mencapai potensi penuh mereka. Dengan pendekatan ini, penghargaan terhadap keberagaman dan pengakuan terhadap hak setiap individu menjadi nilai yang dijunjung tinggi dalam sistem pendidikan. Pendidikan adalah proses penting dalam perkembangan individu dan masyarakat. Fokus pendidikan adalah pada pembentukan kesadaran, kepribadian, dan transfer ilmu dan keahlian. Melalui pendidikan, nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran, dan keahlian dapat diwariskan kepada generasi berikutnya, mempersiapkan mereka untuk masa depan yang lebih cerah. Pendidikan inklusif adalah pendekatan yang menghargai keberagaman dan mengakui hak asasi manusia. Perbedaan dianggap sebagai sumber pengayaan, bukan penyimpangan. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan belajar yang inklusif bagi semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, untuk memastikan akses yang sama dan dukungan yang diperlukan agar setiap individu mencapai potensi penuh mereka. B. Prinsip Pendidikan Inklusif Menerapkan prinsip-prinsip pendidikan inklusif dalam proses pendidikan memiliki beberapa keuntungan yang signifikan. Setiap anak berbeda dan perbedaan tersebut menjadi kekuatan untuk mengembangkan potensinya. Kunci utama yang prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah bahwa semua anak tanpa terkecuali dapat belajar. Belajar merupakan kerja sama antara guru, orang tua, dan masyarakat. Karena itu, untuk melaksanakan
97 pendidikan inklusif diperlukan perubahan pola pikir (mindset), penataan secara teknis, kebijakan, budaya, pengelolaan kelas, dan dilakukannya prinsip adaptasi. Prinsip adaptasi dalam pendidikan inklusif membuat sekolah harus memperhatikan 3 (tiga) dimensi, yang meliputi: kurikuler, instruksional, dan lingkungan belajar (ekologis) (Rahman et al., 2023). Setiap anak unik dan setiap kelompok peserta didik berbeda.Keragaman di sekolah merupakan hal yang alami.Setiap peserta didik memiliki pengalaman, budaya, kepercayaan dan nilai yang berbeda. Keragaman merupakan tantangan, baik bagi guru, peserta didik, maupun orang tua mereka. Keragaman di sekolah adalah hal yang alami dan setiap peserta didik memiliki pengalaman, budaya, kepercayaan, dan nilai yang berbeda. Meskipun keragaman ini dapat menjadi tantangan, namun juga merupakan peluang untuk menciptakan hubungan yang lebih baik dan mengembangkan kemampuan pribadi, sosial, dan akademik. Guru di sekolah inklusif harus memahami keragaman yang ada di kelas dan dapat memanfaatkannya dengan baik. Dengan memahami dan menghargai perbedaan, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, memfasilitasi kolaborasi, dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan semua peserta didik. Dibawah ini dapat dilihat beberapa prisipprisip pendidikan inklusif (Astawa, 2021) sebagai berikut : 1. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu, pendidikan inklusif merupakan strategi untuk pemerataan kesempataan memperoleh pendidikan, dan juga merupakan strategi peningkatan mutu pendidikan. Tentunya hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menyusun strategi ini.
98 2. Prinsip Kebutuhan individual, setiap anak memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda, sehingga pendidikan inklusi harus berorientasi pada Program Pembelajaran Indidvidu (PPI), pendidikan didasarkan pada kebutuhan anak. 3. Prinsip Kebermaknaan, pendidikan inklusif harus menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekagaramaan dan menghargai perbedaan. 4. Prinsip Keberlajutan, pendidikan inklusif harus diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan. 5. Prinsip Keterlibatan, dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait C. Landasan Pendidikan Inklusif Landasan pendidikan inklusif adalah prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan pedoman yang menjadi dasar dalam menerapkan pendekatan inklusif dalam pendidikan. Landasan ini memberikan dasar filosofis dan konseptual yang mendukung upaya menciptakan lingkungan belajar yang inklusif bagi semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau berkebutuhan khusus. Landasan penyelengaraan pendidikan inklusi di Indonesia didasari oleh lima pilar besar, yakni landasan filosofis, religius, yuridis, pedagogis, dan empiris. Adapun penjelasan dari lima pilar tersebut yakni Ilahi dalamc(Wahyudi, 2023) yang dapat dilihat sebagai berikut : 1. Landasan filosofis, pendidikan inklusi di Indonesia tidak lepas dari tatanan atau aturan-aturan dasar
99 kehidupan bangsa yang tidak tertulis, namun masih sangat kuat untuk membangun landasan kebijakan. Falsafah berasal dari lambang burung Garuda Pancasila yang kakinya mencengkeram pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika, maknanya adalah berbeda-beda tapi tetap satu. Dalam bentuk kesatuannya diwujudkan dengan lima sikap atau sila yakni Pacasila. 2. Landasan Relegius, sebagai bangsa yang relegius (beragama), memiliki keyakinan yang kuat bahwa Tuhan adalah segalanya. Semua yang ada di dunia, semata hanya milikNya, dan manusia diciptakan hanyanyah sebagai hamba yang selalu memohon berkah dan kebaikan. Bangsa yang percaya Kepada Tuhan, meyakini bahwa semua manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Di hadapan Tuhan manusia adalah sama, oleh karenanya juga mempunyai hak hidup yang sama antara satu dengan lainnya. 3. Landasan Yuridis, berbagai peraturan dan perundang telah diterbitkan dalam rangka pelaksanaan pendidikan inklusi ini, di antaranya: a. UUD 1945 (amandemen) pasal 31, ayat 1 dan 2 tentang hak untuk pendidikan; b. UU No. 20 tahun 2003 pasal 5, ayat 1 sampai dengan 4 tentang sistem pendidikan Nasional; c. UU No. 23 tahun 2002 pasal 48 dan 49, tentang perlindungan anak; d. UU No. 4 tahun 1997 pasal 5, tentang penyandang anak cacat; e. PP No. 17 tahun 2010 pasal 127 sampai dengan 142, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
100 Pendidikan; 6) Permendiknas No. 70 tahun 2009, tentang Pendidikan inklusif; Wahyudi dan Latif 94 f. Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendiknas No. 380/C.C6/MN/2003, tanggal 20 Januari 2003; g. Deklarasi Bandung: ‚Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif‛ tanggal 11-14 Agustus 2004. 4. Landasan Pedagogis, pada UU No. 20 tahun 2003 pasal 3, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Melalui pendidikan peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab, yakni individu yang mampu menghargai perbedaan, berpartisipasi dalam masyarakat; 5. Landasan Empiris, mengacu dari penelitian yang banyak dilakukan di Negaranegara Barat sejak tahun 1980-an (disponsori oleh the National Academy of Science), hasilnya menunjukan klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas, atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. D. Model Pendidikan Inklusif di Indonesia Model pendidikan inklusif adalah pendekatan yang melibatkan semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau berkebutuhan khusus, dalam lingkungan belajar yang inklusif. Model-model
101 pembelajaran pendidikan inklusif yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan peserta didik, baik peseta didik normal maupun berkebutuhan khusus meliputi(Jannah et al., 2021): 1. Model kelas reguler (inklusif penuh), model pembelajaran yang menggabungkan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dengan Peserta Didik Reguler (PDR) dengan catatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) tidak mengalami gangguan intelektual yang signifikan. Dalam kelas ini tidak terdapat perlakuan atau pelayanan khusus, semua peserta didik diperlakukan sama. 2. Model Cluster, Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dikelompokkan tersendiri akan tetapi tetap belajar secara bersama-sama dengan Peserta Didik Reguler (PDR) dalam satu kelas. Dalam kelas ini Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) didampingi oleh pendamping supaya peserta didik tersebut dapat memperoleh pembelajaran selayaknya Peserta Didik Reguler. Peran pendamping dalam model ini memberikan pelayanan khusus ketika Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) mengalami kesulitan dan hambatan dalam belajarnya. 3. Model Pull Out, model pembelajaran ini menempatkan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) di ruang tersendiri untuk memperoleh materi pelajaran tertentu dengan pendampingan khusus oleh guru khusus. Terdapat komponen-komponen tertentu dalam materi pelajaran yang memerlukan penyampaian secara khusus kepada Peseta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) yang disebabkan terjadinya ketimpangan apabila harus belajar bersama dengan peserta didik
102 lainnya. Terdapat waktu khusus dimana Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dipindahkan dari kelas reguler untuk memperoleh pelayanan khusus dengan materi, strategi, metode serta media yang lebih sesuai dengan kebutuhan. 4. Model Cluster and Pull Out, model pembelajaran gabungan antara model cluster dan model pull out. Sistem model pembelajaran ini pada waktu-waktu tertentu Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dikelompokkan tersendiri tetapi masih dalam satu kelas reguler dengan pendamping khusus. Kemudian di waktu-waktu lain Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) ditempatkan di kelas atau ruangan khusus untuk diberikan layanan khusus dengan materi, strategi, metode serta media yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. (Minasih, 2019) 5. Model kelas khusus, model yang digunakan oleh sekolah yang mengadakan kelas khusus kepada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK), akan tetapi terdapat aktivitas yang lain didalam pembelajaran tertentu semua peserta didik digabungkan dengan kelas reguler. Model ini merupakan model pembelajaran yang hanya menyediakan kelas bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) secara penuh tanpa adanya peserta didik normal sekalipun dalam satu kelas. Akan tetapi di waktu tertentu Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) digabungkan dengan Peserta Didik Reguler (PDR). Model kelas khusus ini memiliki keunikan tersendiri dimana kelas-kelas untuk Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) berada di dalam komplek yang sama dengan kelas regular. model
103 kelas khusus ini Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dapat berinteraksi degan Peserta Didik Reguler (PDR) secara tidak langsung di dalam kelas dan berinteraksi secara langsung di luar kelas. 6. Model Khusus Penuh, model yang digunakan sekolah yang mengadakan kelas khusus bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK). Pembelajaran pada model ini Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) belajar berbarengan dengan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) lainnya secara full dan tidak bercampur dengan Peserta Didik Reguler (PDR), meskipun dilaksanakan di sekolah regular. Setiap model pendidikan inklusif memiliki kelebihan dan tantangan masing-masing. Penting bagi sekolah dan pendidik untuk memilih dan menerapkan model yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks peserta didik, dengan memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan mencapai potensi penuh.
104 PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KURIKULUM Lailatul Istiqomah, S.Pd ondisi dekadensi moral generasi muda pada saat ini yang sudah terseret jauh dari akar nilai budaya. Sering kali kita menemukan banyak perilaku yang tidak sesuai dengan nilai moral mulai dari tindakan pencurian, kenakalan remaja, pergaulan bebas, penggunaan obat-obat terlarang, maupun adab kesopanan yang mulai luntur, semua itu tidak hanya terjadi pada wilayah perkotaan yang merupakan daerah yang tingkat individualnya tinggi, namun juga terjadi di daerah pedesaan.(Alim, et al. 2021). Pendidikan menjadi kunci utama dalam membentuk generasi yang unggul dan berkarakter. Di era globalisasi ini, K
105 tantangan pendidikan tidak hanya mencakup transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter yang kokoh dan sesuai dengan tuntutan zaman. Melihat perubahan dinamis dalam masyarakat, ekonomi, dan teknologi, sangat penting untuk mengembangkan inovasi pendidikan yang tidak hanya relevan dengan kebutuhan masa kini, tetapi juga mampu menciptakan Generasi Emas pada tahun 2045(Hartinah et al., 2024). Pendidikan dapat menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk negara yang megah, dan menciptakan era yang dominan. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai usaha untuk memanusiakan manusia, dimana pendidikan memiliki arti yang sangat luas, yaitu pendidikan sebagai usaha untuk menemukan potensi diri dengan cara mengubah setiap kemampuan yang ada pada diri setiap anak, dan menuntut setiap anak untuk menjadi lebih baik. Pendidikan tidak hanya berpusat pada informasi, tetapi lebih kepada pengembangan diri, kondisi pikiran dan perilaku yang baik untuk menjalankan kehidupan dengan pengetahuan dan karakter yang didapat dari pengalaman belajar hal ini dikemukakan oleh Hamdani dkk (2022). Salah satu tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membangun karakter, hal ini seperti yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 "Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
106 dirinya, masyarakat, bangsa dan negara". Dengan demikian, pendidikan karakter harus dibangun sejak usia dini dan harus dibudayakan serta terus menerus dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun non-formal.(Hamdani et al, 2022) Menurut Supranoto (2015) pendidikan karakter merupakan jenis pendidikan yang harus diberikan kepada seseorang. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membantu siswa mengembangkan karakter mereka. Jenis usaha ini dilakukan oleh guru. Pentingnya pendidik memperhatikan pendidikan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik. Namun, peran orang tua juga sangat berpengaruh terhadap karakter anak. Pendidikan karakter disebut penting karena para pemegang masa depan bangsa, dimana nantinya bangsa ini akan dipegang oleh anak yang pada saat ini sedang menduduki bangku sekolah. Sebagai bentuk refleksi maupun antisipasi pemerintah telah merancang penerapan pendidikan karakter yang terintegrasi pada semua kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah. Dalam hal ini sekolah merupakan salah satu alternatif yang menjadi penyalur dalam penanaman pendidikan karakter.(Sari et al. 2023) Menurut (Sanjaya, 2023) pendidikan karakter hendaknya dipraktikkan di semua jenjang pendidikan formal, agar sifatsifat positif tersebut dapat berkembang dan mengakar dalam diri peserta didik. Pendidikan karakter menjadi topik hangat di dunia pendidikan karena korupsi, kekerasan, kebohongan dalam dunia pendidikan, kecurangan dalam ujian, kehilangan rumah dan masalah antar pemimpin bangsa. Oleh karena itu pengembangan pendidikan karakter bukanlah semata-mata tanggung jawab sekolah, tetapi merupakan kolaborasi antara lembaga pendidikan, teknologi, dan
107 masyarakat. Pendidikan karakter yang berbasis budaya harus menjadi bagian integral dari transformasi masyarakat menuju Society 5.0, di mana teknologi digunakan secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup dan mengoptimalkan potensi manusia. Oleh karena itu pentingnya dalam penerapan Pendidikan karakter dalam kurikulum. Pentingnya penerapan Pendidikan karakter dalam kurikulum, diantaranya : 1. Pendidikan karakter berperan dalam pembentukan dan perkembangan bangsa. Bangsa dalam suatu negara mampu menjadikan kesejahteraan karena menerapkan Pendidikan karakter dalam bernegara dan berbangsa. Hal ini sejalan dengan pandangan Lickona (1992) membangun bangsa yang berdaulat, maju, adil, makmur dan bermartabat. Hal ini menunjukan membentuk karakter yang sesuai dengan idealisme bangsa 2. Pendidikan karakter membantu membentuk warga negara yang bertanggung jawab dan membentuk sikap menghargai keragaman. 3. Pendidikan karakter berperan penting dalam menanggapi tantangan dan krisis moral yang dihadapi oleh suatu bangsa. A. Urgensi Penerapan Pendidikan Karakter Pendidikan karakter sangat penting bagi Indonesia sehingga perlu ditanamkan sejak dini. Hal ini dikarenakan membentuk paradigma dan ciri-ciri untuk menjadi negara maju yang didukung oleh moralitas yang baik mecakup
108 nilai-nilai seperti integritas, religius, nasional, mandiri, dan gotong royong. Pancasila merupakan dasar pendidikan karakter yang tumbuh dari butir-butir pancasila dan dari nilai-nilai keseharian dalam masyarakat yang berbudaya. Pendidikan karakter dapat membangun jiwa kepemimpinan, jujur, bertanggungjawab, kreatif, dan berbudaya luhur dalam diri setiap peserta didik sehingga tujuan pendidikan karakter dapat dicapai dengan baik. Pendidikan karakter dapat dilakukan melalui metode pengajaran, kebiasaan, prioritas nilai, kebiasaan, dan refleksi (Alam et al. 2023). Penerapan pendidikan karakter harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam komunitas sekolah dan harus menembus iklim dan kurikulum sekolah. Pendidikan karakter mencakup berbagai konsep seperti budaya sekolah yang positif, pendidikan moral, komunitas yang adil, komunitas sekolah yang peduli, pembelajaran sosial-emosional, pengembangan yang positif, pendidikan kewarganegaraan, dan pembelajaran layanan. Semua pendekatan ini mempromosikan perkembangan intelektual, sosial, emosional, dan etika peserta didik dan berbagi komitmen untuk membantu menjadi warga negara yang bertanggung jawab, peduli, dan berkontribusi. Pendidikan karakter yang dipahami membantu siswa untuk mengembangkan kualitas manusia yang penting seperti keadilan, ketekunan, kasih sayang, rasa hormat, keberanian dan untuk memahami mengapa penting untuk hidup dengan mereka. Pendidikan karakter yang berkualitas menciptakan budaya karakter terpadu yang mendukung dan menantang siswa dan orang dewasa untuk berjuang demi keunggulan dan kemajuan bangsa (Singh, 2019).
109 B. Konsep Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Istilah karakter diambil dari Bahasa Yunani ‚Charassian‛ yang berarti ‚to mark‛ atau menandai dan memfokuskan bagaimana implementasi nilai kebaikan dalam bentuk Tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku tidak baik lainnya dikatakan berkarakter jelek. pembelajaran, memfasilitasi interaksi antara siswa dan guru, serta memberikan umpan balik secara cepat. Menurut Zainal (2011) karakter secara harfiah artinya ‚kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi‛. Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008) karakter berarti ‚tabiat, budi pekerti, ahlak, kejiwaan yang membedakan sesorang dengan yang lain. Pusat Bahasa Depdiknas juga menyebutkan karakter merupakan hati, jiwa, kepribadian, bawaan, perilaku, budi pekerti, personalitas, tabiat, sifat, watak. Karakter merujuk pada serangkaian sikap, perilaku motivasi dan keterampilan. Menurut Depdiknas karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu memepengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu watak peserta didik. Hal ini meliputi keteladanan bagaimana perilaku guru, sikap guru, cara guru menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi dan berbagai hal terkait apa yang dilakukan guru baik dalam pembelajaran maupun diluar pembelajaran (Sukatin, et.al. 2021).
110 Menurut Kemitraan Pendidikan Karakter, Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja dan proaktif oleh sekolah, distrik, dan negara bagian untuk menanamkan nilai-nilai inti dan etika penting pada siswa mereka seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter juga merupakan pendekatan yang disengaja dimana personil sekolah, sering bersama dengan orang tua dan anggota masyarakat, membantu anak-anak dan remaja menjadi peduli, berprinsip, dan bertanggung jawab (Singh, 2019). Thomas Lickona (1991) mengidentifkasikan, dalam buku Education for Character, bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan untuk ‚membentuk‛ keperibadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya. 2. Tujuan Pendidikan Karakter Pentingnya pendidikan karakter untuk segera dikembangkan dan diinternalisasikan, baik dalam dunia pendidikan formal maupun dalam pendidikan non formal tentu beralasan, karena memiliki tujuan yang cukup mulia bagi bekal kehidupan peserta didik agar senantiasa siap dalam merespon segala dinamika kehidupan dengan penuh tanggung jawab. Menurut Syarbini (2012) tujuan pendidikan karakter adalah membentuk bangsa yang Tangguh,
111 kompetitif, berahlak mulia, bertoleran, bermoral, bergotong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis,berorientasi ilmu pengetahuan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa yang maha esa berdasarkan Pancasila. 3. Prinsip Pengembangan Pendidikan Karakter a. Keberlanjutan, yaitu bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa dimulai dari awal peseta didik masuk hingga selesai dari satuan Pendidikan. b. Melalui semua mata Pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah. c. Nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan, yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan merupakan pokok bahasan yang harus diajarkan, sebaliknya mata Pelajaran dijadikan bahan atau media mengembangkan nilai-nilai karakter. d. Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan (Rosidatun, 2018). C. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Nadilla, 2015) ada 18 nilai karakter yang harus dikembangan disetiap jenjang dan satuan pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai Pendidikan karakter menurut tersebut adalah sebagai berikut: 1. Religius
112 2. Jujur 3. Toleransi 4. Disiplin 5. Kerja Keras 6. Kreatif 7. Mandiri 8. Demokratis 9. Rasa Ingin Tahu 10. Semangat Kebangsaan 11. Cinta Tanah Air 12. Menghargai Prestasi 13. Bersahabat/Komunikatif 14. Cinta Damai 15. Gemar Membaca 16. Peduli Lingkungan 17. Peduli Sosial 18. Tanggung Jawab Dari 18 nilai-nilai kemudian nilai karakter dikembangkan menjadi 5 nilai utama yakni: 1. Religius Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan
113 ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai religius antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih. 2. Nasionalis Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa,rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,taat hukum hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,dan agama.
114 3. Mandiri Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. 4. Gotong Royong Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/ pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolongmenolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan. 5. Integritas Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang
115 berdasarkan kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggungjawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas). Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai yang berdiri dan berkembang sendiri-sendiri melainkan nilai yang berinteraksi satu sama lain, yang berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Dari nilai utama manapun pendidikan karakter dimulai, individu dan sekolah perlu mengembangkan nilai-nilai utama lainnya baik secara kontekstual maupun universal (Hendrawan et al.,2018) D. Integrasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 1. Strategi Integrasi Pendidikan Karakter Strategi yang dilaksanakan dalam pengembangan kurikulum untuk dapat mencapai tujuan pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui integrasi muatan pendidikan karakter dalam mata pelajaran yang telah ada di masing-masing satuan Pendidikan. Beberapa cara strategi integrasi Pendidikan karakter adalah sebagai berikut: a. Analisis terhadap Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada dalam mata pelajaran dan menetapkan indikator dan pembelajarannya. b. Muatan Lokal. Satuan Pendidikan dapat menetapkan salah satu mata pelajaran atau kajian
116 dalam muatan lokal sebagai ujud dari pendidikan karakter di satuan pendidikan tersebut. Untuk itu maka satuan pendidikan atau daerah dapat menetapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi yang diinginkan untuk menjadi kegiatan pembelajaran pendidikan karakter. c. Dalam kegiatan Pengembangan Diri. Kegiatan Pengembangan Diri adalah kegiatan satuan pendidikan untuk mendorong peserta didik mencapai kepribadian dan kompetensi sesuai dengan bakat, minat dan kondisi/permasalahan masing-masing. Maka kegiatan utama dalam Pengembangan Diri adalah kegiatan ekstra kurikuler, bimbingan konseling serta pelaksanaan pembiasaan dan pembudayaan yang baik pada peserta didik (Harianti, 2010). 2. Peran Guru Sebagai Pendidik Karakter Mendukung pelaksanaan pendidikan karakter bagi siswa dan guru harus memperkuat karakternya sambil mengembangkan karakter anak didiknya. (Burhanuddin, 2019). Guru bisa melakukan banyak hal sederhana menggambar karakter siswa, yaitu: Menjadi panutan bagi siswa. Siswa menganggap guru sebagai orangtua yang lebih dewasa. Hal ini yaitu siswa melihat guru sebagai model untuk tindakan dan perilaku. masalah ini membutuhkan sikap dan perilaku yang baik dari guru untuk memberikannya contoh secara langsung (Sukatin et al., 2023)
117 3. Peran Sekolah dalam Membentuk Karakter a. Pembiasaan Pembiasaan adalah sesuatu yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tercermin dalam tingkah laku seseorang untuk melakukan sesuatu. Sehingga apa yang dilakukan seseorang merupakan proses melakukan pembiasaan. b. Contoh atau suri tauladan Figure seorang guru dan seorang kepala sekolah yang teladanmampu mempengaruhi pembentukan karakter disiplin siswa. Sejalan dengan pendapat (Hasbullahet al, 2019) yakni keteladanan yang baik yang dicontohkan guru akan membentuk karakter siswadan karakter ini ditunjukkan dalam perbuatan dan tingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari (Addawiyah et al. 2023). c. Pemberian Apresiasi dan Sanksi.
118 MEMBANGUN PEMAHAMAN DAN TOLERANSI ANTARBUDAYA Robby Cahyadi, M.Pd ndonesia termasuk salah satu negara kaya yang akan memiliki keberagaman dalam budaya. Keberagaman tersebut tercermin dari keragaman suku, ras, dan budaya yang ada di berbagai daerah. Tiap-tiap daerah memiliki warisan budaya yang khas, di mana ketika digabungkan menciptakan keanekaragaman yang kaya akan makna dan tujuannya secara tersirat maupun tersurat. Namun, dengan adanya keberagaman budaya juga dapat menimbulkan sebuah konflik, terutama ketika terjadi sikap superioritas terhadap budaya daerah sendiri atau yang dimiliki. Padahal, dengan adanya keberagaman budaya dapat menjadikan suatu ciri khas yang unik dan istimewa di dalamnya. Hal ini dikarenakan tentu tidak semua I
119 negara memiliki kekayaan budaya yang banyak seperti di Indonesia. Permasalahan tersebut dapat muncul akibat dari kurang adanya rasa toleransi pada masyarakat. Meskipun sebenarnya materi tentang toleransi (menghargai keberagaman budaya, menghormati dan memahami budaya dan tradisi orang lain, bahkan jika berbeda dari budaya kita sendiri) telah dipraktikkan ke dalam benak masing-masing individual masyarakat, masih saja ada beberapa yang ketika berinteraksi di masyarakat, seringkali terlihat kurangnya menerapkan implementasi sikap toleransi tersebut. Kemudian, terlalu fanatik terhadap sebuah budaya juga tidak baik. Sebab, lambat laun budaya terus berkembang mengikuti zaman. Sehingga ketika hanya fokus pada satu budaya saja, dapat menyebabkan dirinya tidak berkembang dan malah akan ketinggalan zaman. Lalu sikap masyarakat Indonesia yang tidak open minded atau terbuka terhadap perubahan zaman juga termasuk salah satu sikap yang tidak toleransi (Japar, 2020). Dengan demikian, adanya problematika tersebut dapat menyebabkan terjadinya jumlah konflik yang timbul disebabkan oleh perbedaan budaya yang ada di lingkup masyarakat. Padahal jika diulas sesuai dengan pemahaman sila-sila pancasila, bahwa masyarakat Indonesia boleh saja mengikuti perkembangan zaman, boleh saja mengambil budaya dari luar. Namun, semua hal itu harus disesuaikan dengan sila-sila pada pancasila dan perlu adanya filter terhadap budaya luar. Perlu digaris bawahi tidak menutup perubahan, namun lebih memilih terhadap perubahan zaman yang ada. Oleh karenanya, diperlukan pemahaman dan toleransi antar budaya. Tujuannya supaya konflik yang mengatasnamakan budaya di Indonesia
120 menjadi berkurang dan terciptanya kehidupan yang mencerminkan rasa toleransi antar budaya. Toleransi dapat dibentuk melalui pendidikan, sebab anak akan dididik dan diajarkan cara membangun akan nilai toleransi yang benar melalui kegiatan-kegiatan di sekolah. Kegiatankegiatan di sekolah yang berhubungan dengan menanaman toleransi, seperti: kegiatan pembelajaran, kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, serta kegiatan yang lainnya. Hampir dalam waktu enam hingga tujuh jam, waktu individu di habiskan di bangku sekolahan. Sekolah sudah dianggap sebagai rumah kedua bagi siswa. Di lingkungan sekolah, siswa akan beradaptasi dengan banyaknya perbedaan baik itu perbedaan teman sebaya maupun perbedaan gaya mengajar guru (Aziz, 2019). Pada lingkup pendidikan, tidak adanya perbedaan akan sebuah privilage yang diberikan kepada murid. Sehingga, semua murid sudah pasti diberlakukan sama dan tidak adanya sifat yang mendiskriminasi. Hal tersebut sejalan dengan undangundang pendidikan nasional yakni nomor 20 tahun 2003 pada pasal 4, ‚pendidikan memang dilaksanakan dengan menjunjung tinggi adanya demokrasi, tidak membeda-bedakan antar murid, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan keberagaman bangsa‛. Kemudian, di lingkungan sekolah memang adanya peran penting seorang guru dalam menerapkan dan membimbing sikap toleransi pada semua siswa di bidang pendidikan. Sebab, guru yang menerapkan, membimbing, dan mengajarkan cara penerapan nilai-nilai keberagaman yang ada di lingkungan sekolah menjadikan landasan penting untuk siswa ke depannya. Sehingga, seorang guru memang harus memikirkan strategi tepat untuk memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai
121 cara toleransi dan makna pentingnya toleransi bagi bangsa Indonesia (Artawan, 2023). A. Membangun Pemahaman dan Toleransi Antarbudaya 1. Pengertian toleransi Toleransi mempunyai arti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Arti kata toleransi sendiri berasal dari bahasa latin yakni tolerantia. Selain itu, toleransi juga bisa diartikan sebagai sebuah sikap yang terbuka dengan segala hal, lapang dada dan suka rela. Sikap saling menghormati, saling menerima, saling menghargai berbagai budaya, dapat membebaskan manusia untuk berekspresi dan berkarakter disebut sebagai sikap toleransi menurut UNESCO. Jika berbicara mengenai toleransi, tentu mudah sekali ketika hanya untuk berucap. Namun, ketika dalam melakukan penerapan nilai toleransi, pastinya harus disupport dengan pengetahuan yang luas, selalu terbuka atau open minded, kebebasan berpikir dan kebebasan beragama. Dengan demikian, jika ditarik secara singkat ‚toleransi ialah perilaku positif yang menghargai sesama orang lain sebagai salah satu cara dalam menggunakan kebebasan hak asasi manusia‛ (Mela, 2020). Kemudian, toleransi termasuk dalam kategori akomodasi interaksi sosial. Hal tersebut dikarenakan di dalam lingkungan tidak mungkin jika manusia tidak melakukan yang namanya interaksi sosial. Ketika
122 manusia menjalani interaksi sosial, tentu saja terdapat keberagaman dan perbedaan, baik itu pendapat, agama, pekerjaan, pendidikan dan status sosial. Apabila tidak adanya toleransi dalam kehidupan, maka akan menyebabkan banyaknya problelmatika yang terjadi. Manusia memang tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Oleh karenanya, manusia disebut sebagai makhluk sosial dan berkewajiban untuk menjalani interaksi sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, manusia tidak mungkin harus mengelompok sendiri pasti juga bergaul dengan kelompok orang lain. Oleh sebab itu, pasti adanya toleransi yang tiba-tiba muncul guna mempertahankan kestabilan sosial sehingga tidak akan menyebabkan permasalahan ideologi dan fisik atas perbedaan yang ada. Toleransi termasuk dalam sikap yang melarang adanya pengecualian atau diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang dapat dikatakan minoritas. Toleransi dapat dipupuk sejak dini melalui pembelajaran. Keberagaman dapat diatasi dengan cara menerapkan sikap toleransi. Toleransi dapat dilakukan oleh siapa pun, kapan pun dan dimana pun (Muntoha & Subiantoro, 2023). Menurut pendapat dari Andrew Coben, toleransi merupakan tindakan yang tidak mencampuri atau intervensi terhadap urusan dan perilaku orang lain. Sehingga, orang lain merasakan adanya sikap saling menerima terhadap perasaan, kebiasaan, pendapat atau kepercayaan yang dimiliki. Sedangkan menurut
123 pendapat Susan Mondus, toleransi terbagi menjadi dua jenis, yakni: toleransi negatif dan toleransi positif. Toleransi negatif dapat diartikan sebagai implementasi toleransi yang sebatas mensyaratkan dengan cukup membiarkan dan tidak menyakiti individu atau kelompok. Sehingga dengan begitu, toleransi tidak begitu terbentuk di dalam diri seseorang sebab hanya sebatas mengerti dan membiarkan saja. Jika diteruskan lambat laun akan menyebabkan sikap individualisme dan egoisme (Musbikin, 2021). Namun berbeda hal nya dengan pengertian toleransi positif, yakni sikap toleransi yang tidak membiarkan orang lain, tetapi juga harus memiliki nilai kerjasama dan saling membantu antara individu atau kelompok lain. Dengan adanya toleransi positif ini, maka akan membuat individu lebih care dengan lingkungan, sehingga membentuk makhluk sosial yang seutuhnya. Menurut pendapat Michael Walzer, terdapat lima hakikat dalam toleransi. Diantaranya yakni: Pertama, adanya sikap untuk menerima segala perbedaan guna kehidupan yang lebih damai. Kedua, adanya sinergitas dalam meraih keberagaman dan perbedaan. Maksudnya adalah diperlukan kerjasama antara semua pihak supaya terciptanya kelompok yang berbeda tanpa menyamaratakan. Ketiga, adanya sikap tentang stoisisme yaitu sikap yang menerima dengan lapang dada apabila setiap orang mempunyai hak dan harus bersimpati terhadap orang lain. Keempat, selalu memperlihatkan adanya keterbukaan dengan orang
124 lain, selalu mencari tahu hal-hal yang belum diketahui, selalu menghargai dan selalu mendengarkan serta belajar melalui orang lain. Kelima, adanya support yang tinggi untuk menekan adanya perbedaan dan aspek otonomi (Musbikin, 2021). Adapun indikator nilai toleransi diantaranya: adanya nilai rasa saling menghargai, mampu berinteraksi dengan siapa pun, tidak saling menghakimi, tidak saling mendominasi, menjadi seorang pendengar yang baik serta mementingkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan bersikap positif (Ni’mah, 2022). Pada sikap toleransi juga terdapat adanya beberapa faktor yang menjadi pengaruh terhadap perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain: a. Awal kehidupan Sikap individu diawali dari kehidupan keluarga, seorang individu harus menciptakan suasana yang mendukung terhadap perlindungan dan tidak mengarahkan pada ancaman. Dengan adanya sikap toleransi disetiap individu maka akan menciptakan kehidupan yang tidak mudah panik, jika melakukan kesalahan tidak mudah menyalahkan orang lain dan melakukan intropeksi diri serta menjadikan diri sebagai pribadi yang tangguh dalam mengatasi permasalahan tanpa adanya intervensi atau tekanan dari pihak tertentu. b. Pendidikan Di dalam lingkungan pendidikan, individu akan dibentuk dan akan memiliki informasi yang lebih
125 akurat dan objektif tentang orang lain. Sehingga akan menciptakan rasa toleransi akibat keterbukaan dengan orang lain dan sikap menghargai orang lain. Ketika individu berada di lingkup pendidikan, sudah pasti akan melakukan sebuah pengamatan yang secara langsung sehingga dari pengamatan tersebut akan mendapatkan informasi yang lebih jelas dan gamblang sehingga memudarkan rasa stereotip yang dulu dimiliki. Menurut pendapat Bahari, lingkungan pendidikan juga membuat individu dalam menentukan dan memberikan pengaruh terhadap terbentuknya sikap, penerimaan, tingkah laku terhadap keberagaman yang ada. c. Kemampuan berempati Seorang individu yang memiliki rasa toleransi yang lebih kuat dalam menentukan kepribadian orang lain dan mampu memposisikan diri dalam melihat keadaan orang lain serta mempunyai sikap peka terhadap pemikiran orang lain disebut sebagai kemampuan berempati (Sari, 2022). 2. Pentingnya toleransi Toleransi memang penting sekali untuk diimplementasikan di dalam hubungan sosial di negara Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena dulunya nenek moyang telah memberikan warisan tradisi, kebudayaan yang mengarah pada hal positif seperti sikap gotong royong, bermusyawarah dan toleransi. Maka dari itu, sebagai generasi penerus bangsa harus melestarikan sikap toleransi dengan penuh rasa tanggung jawab. Alasan lain yang menjadi dasar
126 pentingnya toleransi adalah untuk mewujudkan sikap harmonis di kehidupan masyarakat. Sikap harmonis dapat dilihat dari upaya yang terus mengusahakan secara terus menerus dan bersamasama oleh semua komponen bangsa. Namun, sangat sulit sekali untuk membangun sikap toleransi sehingga landasan dalam membentuk sikap harmonis dirasa sangat kurang. Maka dari itu, timbullah perspektif lazy tolerance, yang harus dirubah sehingga akan menjadikan sikap toleransi yang sejati. Toleransi sangat penting guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kemudian, toleransi juga penting diterapkan karena efek dari toleransi adalah terciptanya kondisi masyarakat yang rukun dan damai. Masyarakat sudah pasti akan menginginkan kehidupan yang rukun dan damai, sebab hidup di lingkungan yang penuh konflik dan beragam permasalahan muncul termasuk hal yang dihindari. Maka dari itu, diperlukan penerapan toleransi yang sesuai dengan nilai-nilai toleransi. Lalu toleransi juga dapat mempererat persaudaraan dan saling menghargai akan keberagaman (Shihab, 2022). 3. Faedah pendidikan toleransi Sebuah kegiatan yang dilakukan untuk membimbing seseorang dengan sadar sehingga terdapat perkembangan jasmani dan rohani yang mana menjadi modal dasar kehidupan disebut sebagai pendidikan. Dengan adanya pendidikan, maka terdapat perubahan pada sikap dan tingkah laku seseorang guna menjadikan manusia lebih dewasa akibat adanya
127 pengajaran dan pelatihan. Selain itu, dengan adanya pendidikan maka akan menjadikan individu lebih bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai manusia dan lebih bersifat humanisme. Sedangkan makna toleransi ialah adanya rasa saling menghormati dan menghargai segala pendapat yang ada di kelompok masyarakat sehingga terciptanya kerukunan. Sehingga, pendidikan toleransi ialah pendidikan yang terus mengupayakan secara kontinu dalam menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai pada bingkai perbedaan yang ada supaya tumbuhnya sikap kerukunan kemanusiaan. Faedah adanya pendidikan toleransi adalah adanya rasa saling menghargai dengan adanya keberagaman baik itu agama, ras, budaya, suku dan bahasa. Tidak saling menyalahkan dan membenarkan sudut pandangnya, sehingga lebih open minded. Sehingga dengan pendidikan toleransi dapat menciptakan sikap rukun dan mampu menjadikan seseorang dengan kepribadian yang menghormati dan menghargai keberagaman. Lalu, pendidikan toleransi ialah wadah guna menciptakan masyarakat yang inklusif, memiliki rasa menghormati perbedaan dan munculnya rasa harmonis di kehidupan. Kemudian, dengan adanya pendidikan toleransi mengajarkan individu untuk memiliki sikap saling menghargai terhadap perbedaan yang ada dan memperlakukan orang lain sebaik mungkin tanpa memandang perbedaan agama, budaya, etnis atau politik (Effendi, 2024).
128 Pendidikan toleransi juga dapat mengurangi sikap berprasangka buruk terhadap orang lain, meniadakan perbedaan, dan mengurangi konflik yang ada di lingkungan masyarakat. Akibat adanya pengetahuan dan wawasan yang luas tentang nilai-nilai toleransi, menjadi penghubung persaudaraan dan mampu menguraikan perbedaan yang ada di masyarakat. Kemudian, jika dipelajari secara mendalam pendidikan toleransi mampu memberikan kesempatan bagi individu guna mempelajari terkait budaya dan tradisi orang lain sehingga nantinya dapat memunculkan sikap saling mengerti dan mengapresiasi orang lain. Jika hal tersebut dilalukan, maka dapat menumbuhkan pribadi yang lebih berpikiran terbuka, paham terhadap keberagaman yang ada di dunia dan keterampilan sosial menjadi lebih berkembang. Selanjutnya, pendidikan toleransi dapat menjadikan individu lebih kritis terhadap segala hal yang terjadi di lingkungannya. Dengan dirinya mempelajari sudut pandang yang berbeda dan beragam sudut pandang, membuat individu mencari solusi yang lebih adil dan terstruktur serta menjadikan dirinya melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. Aspek-aspek pada pendidikan toleransi diantaranya adalah aspek pengetahuan, aspek sikap, aspek keterampilan, aspek lingkungan. Pada aspek pengetahuan berhubungan dengan perdamaian yang dilakukan secara bertahap. Sedangkan pada aspek sikap berhubungan dengan nilai-nilai damai dan membangun suasana kekeluargaan. Kemudian pada aspek keterampilan berhubungan dengan pelatihan-pelatihan
129 atau kegiatan yang berhubungan dengan toleransi. Terakhir, aspek lingkungan berhubungan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif guna penerapan nilai-nilai toleransi (Japar, 2020). B. Nilai-nilai pendidikan toleransi Pada pendidikan tolernasi, terdapat sebuah nilai yang mana sudah melekat pada individu sebagai upaya yang secara tidak langsung dapat menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan orang lain agar tumbuh rasa rukun dalam kehidupan sehari-hari. Supaya generasi penerus mempunyai jiwa toleransi, maka nilainilai pendidikan toleransi harus diterapkan di kehidupan. Adapun penjelasan nilai-nilai pendidikan sebagai berikut: 1. Adanya sikap saling menghormati Adanya sikap saling menghormati mampu mengurangi konflik yang ada di lingkungan sekitar. Akan tetapi, jika tidak adanya sikap saling menghormati akan menimbulkan konflik sebab sesama individu akan mencari perbedaan dan mencari kesalahan bukan mencari kesamaan dan kesepakatan. Memang sulit untuk menumbuhkan sikap menghormati, namun harus diupaya sebagai wujud dari pendidikan toleransi. 2. Adanya sikap saling menghargai Diperlukan adanya upaya untuk memunculkan sikap saling menghargai. Sebab dengan adanya sikap tersebut akan memunculkan ikatan batin yang kuat di tengah kemajemukan masyarakat. Karena masyarakat memiliki keberagaman sehingga diperlukan adanya pendidikan toleransi yang didalamnya terdapat sikap
130 saling menghargai. Bisa saja dengan adanya sikap menghargai mampu menumbuhkan pendidikan toleransi dan mampu menjawab pertanyaan terkait perbedaan yang ada dan menimimalisir pergesekan akibat perbedaan yang ada. 3. Adanya rasa tolong menolong Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang rukun dan damai. Maka dari itu, diperlukan adanya rasa tolong menolong tanpa membeda-bedakan perbedaan yang ada di setiap individu. Dengan adanya kehidupan yang rukun dan damai akan dengan sendirinya memunculkan nilai pendidikan toleransi. Apalagi sebagai makhluk sosial yang notabennya memang tidak mampu hidup sendiri dan membutuhkan uluran tangan orang lain. 4. Adanya sikap bekerjasama Setiap pekerjaan atau aktivitas yang memang tujuan untuk kebaikan harus dijalankan dengan bersama-sama atau dengan kata lain membutuhkan sikap bekerjasama. Dengan adanya sikap bekerjasama akan menumbuhkan pendidikan toleransi. Hal ini dikarenakan kerjasama akan menjalinkan keinginan dan persepsi yang sama tentang tujuan hidup sehingga adanya sikap saling tenggang rasa. Tidak adanya sikap dan perasaan curiga satu sama lain merupakan langkah awal timbulnya sikap bekerjasama (Sari, 2022). C. Toleransi antar budaya Toleransi antar budaya menurut pendapat Asyraf Abdul Wahhab adalah bentuk dari keniscayaan. Intinya adalah
131 pada masyarakat yang plural atau mempunyai keberagaman diharuskan adanya toleransi guna mencapai perdamaian dan kehidupan yang damai. Selain itu, toleransi sebagai langkah untuk mendamaikan pihak-pihak yang terlalu sentimental terhadap sebuah paham dan kepentingan. Di dalam penerapan toleransi antar budaya diperlukan penyatuan unsur-unsur supaya lebih tepat dalam mengekspresikan nilai atau norma yang ada pada sistem kemasyarakatan. Adapun unsur-unsur tersebut adalah: 1. Adanya rasa kebebasan dan kemerdekaan Setiap menusia mempunyai kebebasan untuk berekspresi bagaimana pun sesuai dengan keinginannya dan tidak ada penyalahan terhadap keputusan yang diambilnya. Dengan adanya rasa kebebasan artinya telah menjadi sebuah pondasi dalam menciptakan rasa toleransi. Jika di dalam kehidupan manusia tidak ada kebebasan, artinya tidak mungkin terjadi sikap toleransi. Sedangkan manusia hidup tentunya membutuhkan rasa bebas. Kebebasan termasuk dalam hak setiap individu. Adanya rasa kebebasan dan kemerdekaan yang didapati oleh individu sejak dirinya lahir tidak bisa untuk digantikan atau direbut dengan cara bagaimanapun oleh orang lain. 2. Sikap saling mengakui hak antar individu Di dalam kehidupan, setiap individu akan berinteraksi dengan orang lain. Hal itu membuat individu harus memiliki sikap saling mengakui hak antar individu. Hak setiap individu harus didapatkan tanpa adanya pelanggaran. Jika hak individu dilanggar akan menyebabkan kekacauan. Hak-hak yang harus diakui yakni hak untuk memilih agama dan beribadah
132 sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang dianut, hak untuk berpendapat, hak untuk memilih pekerjaan dan lain sebagainya. Jika individu ingin haknya diakui oleh orang lain, maka individu juga harus mengakui hak orang lain dan turut menjaga keterlaksanaan hak orang lain. Jangan sampai ingin diakui haknya namun tidak mau mengakui hak orang lain. Sebab, akan menjadikan diri menjadi egois. 3. Saling menghormati keyakinan orang lain Saling menghormati keyakinan orang lain termasuk dalam sikap yang mencerminkan rasa toleransi di kehidupan masyarakat. Apalagi jika dihubungkan dengan budaya di masyarakat yang tentunya beraneka ragam. Contohnya ketika individu menginginkan untuk menikah dengan orang luar negeri atau bule yang notabennya berbeda agama, namun jika budaya di lingkungannya seperti itu, maka sebagai warga negara yang baik harus mengedepankan toleransi dan menghormati setiap keputusan yang telah diambil oleh orang lain sebab adanya perbedaan sudut pandang dan pemikiran. Saling menghormati keyakinan merupakan unsur ibadah, yang mana ibadah adalah urusan masing-masing individu dan tidak perlu mencampuri terlalu dalam. Mempunyai rasa lapang dada dan lebih memilih untuk membebaskan individu untuk beragama termasuk langkah toleransi. 4. Adanya kemampuan saling mengerti Saling mengerti sama hal nya dengan saling menghormati. Apabila tidak ada sikap saling menghormati maka tidak akan tercipta saling mengerti. Yang timbul adalah saling membenci dan sulit
133 menimbulkan rasa kepercayaan. Namun, ketika mempunyai sikap saling mengerti maka sikap saling percaya, saling menghormati akan tumbuh dengan sendirinya (Solong, 2022). D. Strategi memperkuat toleransi antar budaya Menurut pendapat Tobroni, guna mencapai toleransi antar budaya seharusnya perlu melibatkan situasi yakni: 1. Adanya sikap rela di dalam hati sebab kemuliaan dan kedermawanan. 2. Adanya rasa lapang dada yang timbul akibat dari kebersihan dan ketaqwaan. 3. Adanya sikap kelemah lembutan sehingga menimbulkan kemudahan. 4. Mempunyai sikap yang riang gembira dan ceria. 5. Selalu bersikap rendah diri dihadapan orang-orang yang sering menghina. 6. Adanya kemudahan dalam menjalin interaksi sosial dan komunikasi sosial tanpa adanya sikap menipu dan melalaikan (Sugarda, 2022). Strategi yang diperlukan guna memperkuat rasa toleransi antar budaya yakni dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Setiap daerah mempunyai kebudayaan, namun harus dicari terlebih dahulu terhadap kebudayaan tersebut sehingga tidak asal menjudge. Apalagi di era teknologi yang semakin canggih dan kemudahan dalam mendapatkan informasi. Oleh karenanya, harus mengenal terlebih dahulu sedikit banyaknya tentang budaya daerah setempat. Selain itu, mengenal budaya
134 tidak hanya dilakukan secara tekstual, namun juga secara kontekstual. Melihat kebudayaan secara kontekstual dilihat dari beragam aktivitas dan forum di daerah tersebut. Jika aktivitas dan forum mengarah pada hal positif, maka kebudayaan didalamnya juga positif. 2. Mengurangi pembicaraan yang topiknya mengarah pada hal yang sensitive. Banyak sekali topik sensitive yang akhir-akhir diperbincangkan oleh masyarakat diantaranya yakni agama, ras, kebudayaan, pendapatan. Apabila pertama kali berbicara dengan orang yang mana belum sama sekali mengerti karakter dan pembawaannya lebih baik dihindari obrolan yang sangat sensitive tersebut. Sebab, jika masih meneruskan obrolan yang sensitive dikhawatirkan menjadi boomerang bagi diri sendiri dan akhirnya mengakibatkan perselisihan. 3. Pandai dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mampu menempatkan diri di lingkungan yang baru. Jangan sampai ketika berada di lingkungan yang baru kemudian langsung menciptakan budaya baru sehingga terkesan menjadi pusat perhatian dan berujung bertengkaran sehingga tidak tercipta sikap toleransi. 4. Lebih selektif dalam berbicara dan tidak asal umpat dalam topik bercandaan. Sebab, bisa saja yang dikira topik bercanda malah terkesan memojokkan dan menyakiti hati lawan bicara. 5. Tidak menyalahi norma dan nilai-nilai yang telah ada. Budaya tidak selalu tentang kesenian, tetapi sesuatu yang telah mendarah daging di lingkungan dan
135 memang sengaja dibentuk oleh masyarakat. Contohnya budaya untuk tidak keluar malam di atas jam 10. Ketika berada di lingkungan tersebut, harus mampu menghormati dan menghargai budayanya. Jangan sampai menyalahi norma yang ada dengan saling adu gagasan dan menyamaratakan norma atau nilai di lingkungan lain (Muntoha & Subiantoro, 2023). E. Penanaman toleransi di lingkup pendidikan Pada lingkungan pendidikan, penanaman toleransi lebih sering dihubungkan dengan mata pelajaran. Terdapat beberapa mata pelajaran yang berhubungan dengan mata pelajaran yakni Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKn), Pendidikan Islam, Pendidikan Multikultural dan Karakter. Antara mata pelajaran PKn dan pendidikan toleransi tidak bisa dipisahkan, keduanya saling berhubungan. Hal ini disebabkan karena PKn adalah pelajaran yang membentuk kepedulian negara guan mewujudkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pada pelajaran PKn memiliki nilai-nilai berbangsa dan bernegara sebab didalamnya terdapat nilai toleransi. Maka dari itu, pendidikan toleransi dihubungkan dengan pelajaran PKn. Ada beberapa cara yang diperlukan supaya adanya integrasi antara pelajaran PKn dengan toleransi yakni adanya interaksi yang harmonis di lingkungan sekolah. Adanya interaksi harmonis di dalam kelas dapat dijalankan oleh guru dengan cara memberikan kesempatan kepada murid untuk bertanya dan memberikan pujian kepada siswa sebagai reward. Kemudian, adanya penanaman sikap
136 persaudaraan diantara sesama siswa. Diperlukan adanya sikap peduli antara siswa dan adanya sikap bekerjasama guna menyelesaikan tugas. Selanjutnya, untuk toleransi dalam pendidikan Islam berhubungan dengan toleransi agama. Sebab adanya keberagaman agama menimbulkan perpecahan sebab minimnya rasa toleransi. Maka dari itu diperlukan adanya toleransi agama. Toleransi agama dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan menjalankan kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan semua pemeluk agama yang berbeda. Kemudian, melakukan pendidikan agama yang berorientasi pada aspek fiqhiyah menjadi pendidikan agama yang berorientasi pada pengembangan aspek universal rabbaniyah. Lalu, adanya rasa peningkatan pembinaan individu guna membentuk pribadi yang berakhlak mulia. Kemudian, dalam penerapan sikap toleransi melalui pendidikan Islam dapat dilakukan dengan adanya diskusi saat pembelajaran berlangsung. Sebab dengan adanya diskusi, mampu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan toleransi. Lalu, diskusi juga mampu mengajarkan cara mengeluarkan pendapat dan mengajarkan cara menghargai pendapat kelompok. Diperlukan adanya penguatan materi yang menekankan sikap toleransi. Guru agama dapat membimbing adanya dialog lintas agama. Dialog lintas agama tidak sebatas pada kegiatan diskusi, akan tetapi dapat dijalankan dengan kegiatan-kegiatan lain seperti bakti sosial, festival seni, pameran kebudayaan dan lain sebagainya, sehingga adanya dialog secara verbal dan non verbal. Pada pendidikan selanjutnya adalah pendidikan multikultural dan karakter. Terdapat empat cara guna
137 mengintegrasikan antara pendidikan toleransi dengan pendidikan multikultural dan karakter diantaranya yakni memberikan tambahan materi pelajaran tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak terhadap pemeluk agama lain. Kemudian, dapat dilakukan dengan cara memberikan materi pendidikan islam yang terintegrasi dengan multikultural dengan penekanan akhlak yang berguna untuk diri sendiri, lingkungan dan Tuhan. Dengan adanya penguatan akhlak, dapat meningkatkan sikap toleransi. Hal ini disebabkan dengan akhlak yang baik mampu mengedepankan rasa tenggang rasa. Langkah yang tepat untuk menumbuhkan rasa toleransi di kehidupan seharihari pada lingkungan pendidikan adalah dengan melakukan keteladanan, pembiasaan, nasihat, dan perhatian (Sugarda, 2022).
138 PENGEMBANGAN KURIKULUM Fredik Melkias Boiliu, M.Pd. ering menjadi pertanyaann di kalangan mahasiswa, guru dan praktisi pendidikan terkait dengan pengembangan kurikulum di Indoensia yang terus berkembang dengan berbagai pandangan bahwa perubahan atau pengembangan kurikulum terjadi karena pergantian kepemimpinan seperti Presiden, menteri pendidikan. Dari berbagai komentar terkait dengan perubahan kurikulum yang terus berkembang mengacu kepada tujuan pendidikan nasional. Artinya pertanyaan yang muncul kalau kurikulum diganti terus bagaiamana dengan mutu, kualitas dan tujuan pendidikan. Pandangan ini merupakan suatu pemikiran yang terus berkembang hingga saat S
139 ini. Hal sebagaimana dikatakan oleh Bradley Setiyadi et al Pengembangan kurikulum di Indonesia yang selalu berubahubah seiring pergantian menteri sehingga banyak masyarakat yang bertanya, jika kurikulum selalu diubah dan diganti maka bagaimana tujuan pendidikan bisa dicapai dan pendidikan lebih maju karena kurikulum yang sebelumnya belum tuntas dijalankan, diganti dengan kurikulum baru (Setiyadi et al., 2020). Menurut Karima Nabila Fajri perubahan kurikulum terjadi karena perkembangan zaman yang dapat mempengaruhi sistem pendidikan, maka terjadi pula perkembangan kurikulum. Problem-problem yang muncul pada masyarakat juga mendorong perubahan sistem pendidikan sehingga kurikulum hadir untuk menyelesaikan problem dan menjawab tuntutan di masyarakat (Fajri, 2019). Artinya, kurikulum disusun untuk memudahkan berjalannya proses pendidikan yang ada. Prasetyo & Hamami mengatakan pengembangan kurikulum di Indonesia terjadi agar pendidikan dapat menyesuaikan perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya masyarakat yang luhur (Prasetyo & Hamami, 2020). Bagi Prasetyo & Hamami Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup banyak mengalami perubahan dan pengembangan kurikulum. Terhitung, pemerintah pernah menjalankan pergantian kurikulum sebanyak sepuluh kali, dimulai dari kurikulum 1947, kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984 (kurikulum CBSA), kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK), kurikulum 2006 (KTSP), hingga kurikulum 2013 (Rosnaeni et al., 2022). Rosnaeni et al mengatakan pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
140 diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Rosnaeni et al menekankan bahwa pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai hal yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai baik itu nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial, proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan (Rosnaeni et al., 2022). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum yang terjadi di Indonesia tidak tidak hanya semata pergantian kementeria tetapi mempertimbangkan berbagai aspek sebagai, peluang, tantang dan strategi dalam dunia pendidikan. Artinya, fenomen-fenomena yang muncul didunia pendidikan harus diatasi melalui pengembangan kurikulum. Mengacu kepada dasar pengembangan kurikulum di Indonesia maka bagi Yuliana mengembangkan kurikulum harus diidentifikasi dan dikaji secara selektif, akurat, mendalam dan menyeluruh landasan apa saja yang harus dijadikan pijakan dalam merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum (Yuliana, 2022). Pangestu et al, mengatakan pengembangan kurikulum itu merupakan usaha untuk mencari bagaimana rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu lembaga(Pangestu, 2021). Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum juga membutuh dasar atau acuan sebagai pijakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses perubahan kurikulum terjadi atas dasar kebutuhan dan tuntutan baik masyarakat sebagai pengguna lulusan maupun sekolah sebagai institusi yang melahirkan prodak lulusan. Perubahan Kurikulum