The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pada dasarnya keberhasilan dalam proses ppembelajaran sangat ditentukan oleh persiapan yang efektif yang dilakukan oleh pendidik dan dapat bekerjasama secara baik dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah mencapai sesuatu hasil yang diinginkan dalam proses pembelajaran yang dapat mencapai perubahan yang ada dalam peserta didik baik itu perubahan dari kognitif, afektif dan psikomotirik peserta didik.

Pendidik dalam hal ini sangat bertanggung jawab untuk memberikan pengajaran yang baik dan efektif terhadap peserta didik terutama dalam membimbing dan mengarahkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidik memiliki peran kuunci dalam membuat lingkungan belajar yang menarik dan positif yang dapat mendukung perkemabngan akademik, sosial dan emosional peserta didik.

Buku pembelajaran "Pengajaran Efektif di Sekolah Dasar ini menyuguhkan dan memberikan uraian serta ulasan yang baik secara komperehensif yang disajikan kepada pembaca untuk dijadikan rujukan dalam menyusun pengajarn yang efektif di sekolah dasar. Pengajaran efektif di sekolah dasar merupakan kunci untuk membangun fondasi akademik yang kuat dan dapat mengembangkan pengetahuan, sikap ataupun keterampilan peserta didik.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-06-23 00:36:30

Pengajaran Efektif di Sekolah Dasar

Pada dasarnya keberhasilan dalam proses ppembelajaran sangat ditentukan oleh persiapan yang efektif yang dilakukan oleh pendidik dan dapat bekerjasama secara baik dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah mencapai sesuatu hasil yang diinginkan dalam proses pembelajaran yang dapat mencapai perubahan yang ada dalam peserta didik baik itu perubahan dari kognitif, afektif dan psikomotirik peserta didik.

Pendidik dalam hal ini sangat bertanggung jawab untuk memberikan pengajaran yang baik dan efektif terhadap peserta didik terutama dalam membimbing dan mengarahkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidik memiliki peran kuunci dalam membuat lingkungan belajar yang menarik dan positif yang dapat mendukung perkemabngan akademik, sosial dan emosional peserta didik.

Buku pembelajaran "Pengajaran Efektif di Sekolah Dasar ini menyuguhkan dan memberikan uraian serta ulasan yang baik secara komperehensif yang disajikan kepada pembaca untuk dijadikan rujukan dalam menyusun pengajarn yang efektif di sekolah dasar. Pengajaran efektif di sekolah dasar merupakan kunci untuk membangun fondasi akademik yang kuat dan dapat mengembangkan pengetahuan, sikap ataupun keterampilan peserta didik.

93 valuasi pembelajaran adalah proses penting untuk mengevaluasi efektivitas metode pengajaran, melacak kemajuan siswa, dan mengukur pencapaian kompetensi (Septiani, 2023). Evaluasi yang efektif dapat membantu guru, siswa, dan lembaga pendidikan menemukan kekuatan dan kelemahan pembelajaran. Namun, beberapa masalah terkait evaluasi pembelajaran masih perlu ditangani di sekolah dasar. Kemampuan siswa yang luas, termasuk keterampilan sosial, kreativitas, dan aspek karakter yang juga penting untuk dikembangkan, sering kali tidak digambarkan dengan baik oleh pendekatan evaluasi yang masih berfokus pada ujian dan pengukuran kognitif. Evaluasi dan pembelajaran merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan, baik dari segi waktu maupun tujuan. Saat pembelajaran berlangsung, guru memiliki kesempatan untuk melakukan penilaian terhadap kriteria yang telah ditetapkan dalam proses pembelajaran. Penilaian ini mencakup berbagai aspek, salah satunya adalah observasi terhadap sikap peserta didik. Dalam melakukan observasi terhadap sikap peserta didik, guru memantau bagaimana perilaku dan respon siswa selama proses pembelajaran. Sikap yang diamati dapat mencakup kerjasama dalam kelompok, kedisiplinan dalam mengikuti aturan kelas, serta rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan.


94 Observasi ini memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana peserta didik berinteraksi dalam lingkungan belajar. Selain observasi terhadap sikap, penilaian juga dilakukan melalui observasi terhadap pengetahuan peserta didik, terutama dalam partisipasi aktif mereka. Guru dapat melihat sejauh mana peserta didik memahami materi yang diajarkan melalui keaktifan mereka dalam diskusi kelas, kemampuan menjawab pertanyaan, serta keinginan untuk bertanya dan memberikan pendapat. Partisipasi aktif ini menjadi indikator penting dalam menilai sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Tujuan pembelajaran sendiri merupakan kriteria utama yang menjadi acuan dalam melakukan evaluasi. Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk memastikan bahwa peserta didik telah mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi yang dimaksud mencakup berbagai aspek, mulai dari pemahaman materi, keterampilan praktis, hingga sikap dan nilai yang diinginkan. Evaluasi ini dirancang untuk mengukur sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai dan untuk mengidentifikasi area yang perlu perbaikan. Dengan mengacu pada tujuan pembelajaran, guru dapat


95 mengarahkan proses evaluasi secara lebih terfokus dan sistematis. Evaluasi pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam konteks sekolah dasar. Septiani (2023) menyatakan beberapa alasan mengapa evaluasi pendidikan sangat penting dalam sekolah dasar: 1. Mengevaluasi Pencapaian Tujuan Pendidikan: Dengan melakukan evaluasi pendidikan secara berkala, pendidik dapat mengevaluasi sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Evaluasi ini membantu menentukan keberhasilan proses pembelajaran dan memberikan dasar untuk peningkatan program pendidikan. Mereka juga dapat mengetahui apakah siswa telah mencapai pemahaman, keterampilan, dan sikap yang diharapkan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. 2. Menyediakan Umpan Balik untuk Peningkatan Pembelajaran: Evaluasi pendidikan membantu siswa dan pendidik mengetahui apa yang mereka pelajari. Dengan menilai hasil belajar siswa, pendidik dapat menemukan kekuatan dan kelemahan dalam metode dan materi pelajaran, dan memungkinkan mereka untuk melakukan perubahan yang diperlukan pada desain pelajaran, strategi pengajaran, atau penggunaan sumber daya pendukung.


96 Umpan balik ini membantu meningkatkan pendidikan dan membantu siswa mencapai tujuan mereka. 3. Mengidentifikasi Kebutuhan Individu: Evaluasi pendidikan membantu mengidentifikasi kebutuhan unik siswa. Mereka menunjukkan tingkat pemahaman dan kemampuan siswa dalam berbagai mata pelajaran, memungkinkan pendidik untuk memberikan dukungan tambahan atau intervensi yang sesuai untuk siswa yang mengalami kesulitan belajar. Evaluasi pendidikan juga membantu dalam pembuatan program remedial atau pengayaan untuk memenuhi kebutuhan unik siswa. 4. Menilai Efektivitas Pengajaran dan Kurikulum: Proses evaluasi pendidikan memungkinkan untuk mengevaluasi apakah metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah dasar efektif dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Ini dilakukan dengan mengevaluasi hasil belajar siswa dan membandingkannya dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Evaluasi ini juga membantu memperbaiki kurikulum saat ini dan meningkatkan kualitas pengajaran. 5. Melibatkan Orang Tua dan Pemangku Kepentingan: Evaluasi pendidikan memungkinkan orang tua dan pemangku kepentingan lainnya untuk memantau dan mengetahui bagaimana anak mereka belajar. Melalui


97 evaluasi, orang tua dapat mengetahui perkembangan anak mereka, menemukan area yang perlu ditingkatkan, dan berpartisipasi dalam upaya perbaikan. Evaluasi pendidikan juga memberikan transparansi dan akuntabilitas kepada pemangku kepentingan dalam mencapai standar pendidikan yang diinginkan. Mengukur dan menilai sangat terkait dengan aktivitas evaluasi. Setelah pengukuran dan penilaian telah dilakukan, evaluasi dapat dilakukan (Huljannah, 2021). Menentukan dan membandingkan sesuatu dengan standar atau ukuran tertentu dikenal sebagai pengukuran. Karena pengukuran bersifat kuantitatif, hasilnya akan berupa angka atau numerik yang biasanya disebut sebagai nilai. Lebih lanjut, penilaian dapat diartikan sebagai penentuan "arti" dari angka yang diperoleh selama kegiatan pengukuran dan didasarkan pada kriteria atau ukuran kualitatif. Evaluasi menurut Guba dan Lincoln adalah proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) sesuatu dalam proses


98 pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan dan standar tertentu. Dalam proses evaluasi, guru tidak hanya harus menjalankan ujian kuantitatif, tetapi juga harus menafsirkan hasil ujian dengan mengamati bagaimana sikap siswa berubah setelah pelajaran. Oleh karena itu, pengukuran, penilaian, dan evaluasi adalah tindakan yang saling terkait. Ketiga kegiatan ini bersifat hirarki, yang berarti mereka harus dilakukan secara berurutan selama proses pembelajaran. Hubungan antara ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran dilakukan terlebih dahulu, yang menghasilkan skor dan dari hasil pengukuran dapat dilaksanakan penilaian. 2. Penilaian dan evaluasi memiliki persamaan, yaitu keduanya memiliki arti memberikan nilai terhadap sesuatu, tetapi memiliki perbedaan dalam ruang lingkup dan pelaksanaannya. 3. Evaluasi meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif, sedangkan penilaian lebih bersifat kualitatif dan pengukuran bersifat kuantitatif.


99 Dalam praktik, pengukuran, penilaian, dan evaluasi dilakukan secara berurutan dan tidak dapat dipisahkan. Guru perlu memahami perbedaan antara ketiga konsep agar dapat menerapkannya dengan tepat dalam pembelajaran. Salah satu contoh adalah seorang guru yang menilai pekerjaan atau hasil ujian siswa dengan memberikan nilai antara 0 dan 100 sesuai dengan jawaban siswa. Ini adalah kegiatan pengukuran. Setelah memberikan nilai, guru melakukan kegiatan penilaian, yaitu memberikan "arti" nilai berdasarkan kriteria tertentu, seperti "lulus" (menunjukkan lulus atau tidak lulus), "tuntas" (menunjukkan tuntas atau tidak tuntas), "baik" (menunjukkan cukup atau kurang), dan kriteria lainnya. Berdasarkan nilai pengukuran dan kriteria yang diperoleh dari penilaian, guru dapat membuat keputusan tentang proses pembelajaran Ini adalah proses yang disebut evaluasi. Gronlund (1977) menyatakan penilaian sebagai suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi/data untuk menentukan sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.


100 Sedangkan Arends (2008) mendefinisikan asesmen sebagai proses mengumpulkan informasi tentang peserta didik dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional. Sementara itu penilaian komprehensif adalah proses evaluasi yang mencakup berbagai aspek dari suatu subjek atau individu secara menyeluruh dan mendalam. Tujuan dari penilaian komprehensif adalah untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan karakteristik yang dimiliki oleh individu atau kinerja suatu program atau organisasi. Menurut Simpson & Nist (1992), model penilaian komprehensif memiliki tujuh karakteristik. Pertama, adanya kesesuaian antara dasar filosofi, tujuan jangka pendek, tujuan jangka panjang dan instrumen penilaian yang digunakan. Kedua, dalam proses penilaian siswa menjalankan tiga aktivitas sekaligus, yaitu seleksi (sorting), diagnosis (diagnosing) dan evaluasi. Ketiga, menjalankan multiple cutting scores and multiple variables dalam proses seleksi dan diagnosis, tidak hanya berupa tes/skor tunggal. Keempat, instrumen penilaian mengukur berbagai macam proses/aktivitas sekaligus. Kelima, aktivitas


101 diagnosis dan evaluasi berlangsung bersamaan dan tidak dapat dipisahkan dalam setiap tahapan pembelajaran. Keenam, siswa terlibat dalam diagnosis dan evaluasi dirinya, baik dalam pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Ketujuh, penilaian menyediakan informasi baik yang praktis maupun yang berkaitan untuk digunakan meningkatkan pengajaran dan memberitahu siswa. Berdasarkan berbagai pandangan dan implementasi penilaian komprehensif di atas, Sugiyanto (2010) merangkum suatu pengertian tentang penilaian komprehensif. Dikatakan suatu penilaian itu bersifat komprehensif manakala penilaian tersebut: 1. Memiliki sejumlah karakteristik, di antaranya: adanya kesesuaian tujuan, bersifat multi-level, siswa terlibat dalam proses evaluasi, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan pengajaran; 2. Melibatkan berbagai sumber penilaian dan penilainya dari berbagai kalangan; 3. Bersifat berkelanjutan, sehingga hasil penilaian mampu menunjukkan proses perkembangan kompetensi; dan 4. Mencakup berbagai dimensi/area/ranah penilaian.


102 Sugiyanto (2010) menyatakan perbandingan antara model penilaian komprehensif dengan model penilaian konvensional secara ringkas yakni sebagai berikut. Penilaian Konvensional Penilaian Komprehensif Menggunakan acuan normal Menggunakan acuan kriteria Pada umumnya pengukuran digunakan secara tidak lamgsung Pengukuran dilaksanakan melalui pengamatan langsung Sebagian besar instrumen berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, dan jawaban singkat Instrumen penilaian berupa lembar observasi dan rubrik penilaian Pada umumnya digunakan untuk mengukur pada aspek pengetahuan dan sikap dengan tingkatan rendah Cenderung mampu mengukur tingkat kemampuan siswa yang lebih tinggi, baik secara sikap, pengetahuan, maupun ketrampilan Hasil penilaian sifatnya lebih obyektif Obyektivitas tidak dapat maksimal karena hasil judgement Tingkat reliabilitasnya lebih terjaga Tingkat reliabilitasnya relatif kurang terjamin, karena dipengaruhi oleh tingkat keahlian penilai. Waktu yang dibutuhkan singkat dan biaya terjangkau Waktu yang dibutuhkan relatif lana dan biaya tinggi


103 Penilaian Konvensional Penilaian Komprehensif Kurang mampu menjelaskan kompetensi yang telah terkuasai Lebih mampu menjelaskan jenis dan tingkat kompetensi yang telah terkuasai Muatan penilaian cenderung lebih menggambarkan persoalan dunia sekolah Muatan penilaian lebih menggambarkan persoalan dunia nyata Siswa lebih pasif karena sifatnya memilih jawaban yang tersedia Siswa menjadi lebih kreatif karena harus mencari jawaban Proses pembelajaran dan penilaian terpisah Terintegrasinya antara proses pembelajaran dengan penilaian Umpan balik yang konstruktif untuk siswa didefinisikan sebagai jenis umpan balik yang diberikan oleh guru kepada siswa dengan tujuan membantu mereka memahami kekuatan dan kelemahan mereka dalam pembelajaran, serta memberikan panduan konkret untuk perbaikan. Memberikan umpan balik yang konstruktif merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan guru sekolah dasar dalam proses belajar mengajar. Umpan balik yang konstruktif merupakan umpan balik yang


104 memberikan kritik yang tidak bias terhadap kinerja, menceritakan kembali kejadian yang terjadi dengan tujuan memperbaiki kekurangan dan meningkatkan pemahaman sebagai tindak lanjut evaluasi. Memberikan umpan balik yang konstruktif merupakan ketrampilan yang membutuhkan latihan secara berulang. (Thomas, 2011). Umpan balik konstruktif memiliki beberapa manfaat yang signifikan bagi siswa, seperti: 1. Meningkatkan Motivasi dan Semangat Belajar: Umpan balik yang membangun dapat meningkatkan motivasi dan semangat belajar siswa. Dengan mendapat informasi yang jelas mengenai kelebihan dan kekurangannya, siswa dapat lebih fokus dalam memperbaiki diri dan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 2. Mengidentifikasi Kekurangan dan Memberikan Solusi: Umpan balik yang membangun membantu siswa mengidentifikasi kekurangan dalam pembelajaran mereka dan area yang memerlukan perbaikan. Selain itu, umpan balik juga dapat memberikan solusi dan saran praktis untuk meningkatkan kinerja siswa. 3. Mendorong Refleksi dan Pembelajaran Mandiri: Umpan balik yang konstruktif mendorong siswa untuk


105 merefleksikan pembelajaran mereka. Dengan memahami kelebihan dan kekurangannya, siswa dapat menetapkan tujuan belajar yang lebih jelas dan mengembangkan strategi belajar yang lebih efektif. Hal ini mendorong pembelajaran mandiri dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas kemajuan akademik mereka. 4. Membangun Hubungan Positif Antara Guru dan Siswa: Memberikan umpan balik konstruktif yang efektif membantu membangun hubungan positif antara guru dan siswa. Ketika siswa merasa bahwa gurunya peduli dengan kemajuannya dan memberikan umpan balik yang membangun, mereka cenderung lebih terbuka terhadap masukan dan kolaborasi dalam proses pembelajaran


106 BAB 6


107 endidikan merupakan suatu hal yang sangat berperan penting dalam keberlangsungan kehidupan yang di jalani oleh manusia sendiri. Dalam dunia pendidikan tidak sekedar hanya memberikan atau menstransfer sebuh ilmu pengetahuan tetapi juga mencangkup semua lini asfeknya termasuk pengembangan diri peserta didik baik itu pengembangan dari dari asfek sossial dan asfek emosioanlanya. Karena bagi peserta didik yang berada di tingkat pendidikan dasar pasti sangat membutuhkan bimbingan dari pendidik untuk mengembangkan keterampilan yang ada pada dirinya baik itu keterampilan sosial dan emosionalnya. Mengembangankan keterampilan sosial dan emosional peserta didik adalah asfek penting yang harus diperhatikan oleh pendidik karena pada dasarnya membantu peserta didik dapat mengendalikan emosi mereka dan nantinya dapat berinteraksi dengan orang yang berada dilingkunganya dengan baik dan benar. Keterampilan ini juga menjadi salah satu awal bagi peserta didik untuk dikuasai karena keterampilan ini sangatlah penting. Berdasarkan hal tersebut peserta didik memerlukan proses pembelajaran yang dapat mendorong minat dan motivasinya dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosionalnya dalam dunia pendidikan sekolah dasar. Dapat kita ketahui bahwa manusia adalah mahluk yang berbeda dengan manusia lainya halnya dengan peserta didik


108 dalam tingkat pendidikan dasar pasti memiliki tingkat individu yang bermacam-macamam atau beragam hal tersebut dapat mempengaruhi cara dalam mengelola emosi dan dalam menjalin hubungan sosialnya berbeda-beda karena peserta didik memiliki cara tersendiri dalam mengelola hal tersebut. Anak yang berada dalam posisi dini merupakan anak yang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang memiliki sifat unik dalam artian pertumbuhan dan perkembangan koordinasi antara motoric halus dan kasar, intelegensi daya fikir, daya cipta kecerdasan spiritual, sosial ekonomi sikap dan prilaku serta agama bahasa dan komunikasi yang harus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pencapain sosial emosiaonal yang tinggi dan baik yang di alami individu atau anak akan mempengaruhi pada prestasi akademiknya. Keadaan yang positif yang dii alami siswa atau anak dimana siswa atau anak sangat menyukai dan merasa ikut dalam apa yang dipelajari akan dapat lebih mengembangkan sosial emosisonal yang lebih optimal. Dengan hal tersebut dapat memberikan pada siswa kesenangan dan kecerian dalam belajar dan akan memberikan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.


109 Berkaitan dengan perkembangan sosial dan emosional anak, dimana suatu kepekaan anak untuk harus memahami perasaan yang berkaitan dengan orang lain ketika dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam membahasan perkembangan emosi harus berkaitan juga dengan perkembangan sosialnya begitu sebaliknya ketika membahas perkembangan sosial harus melibatkan emosional, sebab keduanya saling berhubungan daam bingkai kejiwaan yang utuh. Perkembangan sosial emosional adalah perkembangan prilaku yang berkaitan dengan tuntunan sosial, perkembangan emosional lebih lanjut perkembangan sosial emosioanl dapat difahami perkembangan prilaku yang sesuai dengan tanggung jawab sosial, dikatakan perkembangan emosional artinya proses dimana individu atau anak melatih rangsanganrangsangan sosial yang di dapatkan dari tuntutatan kelompok serta dalam belajar bergaul dan bertingkah laku. Pembelajaran sosial dan emosioanl menurut Elis mengatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di tingkat pendidikan dasar adalah suatu proses pada anak-anak dalam membantu mengembangkan keterampilan yang dimiliki seperti sikap serta nilai nilai untuk mencapai sebuah indikator kompetensi sosial dan emosional. Dalam proses pembelajaran


110 sosial dan emosional terdapat 5 tahapan dianataranya (Nuraeni et al., 2023) 1. Kesadaran Diri Peserta Didik (Self Awareness) Kesadaran diri peserta didik merupakan kesadaran sosial dalam kemampuan dalam mengartikan atau memahami emosi teman sebayanya, tujuan individu serta nilai dalam tahap ini contohnya peserta didik mampu menilai pada dirinya baik itu kekuatan serta kelemahan, memiliki pikiran yang ranahnya positif dan memiliki rasa semangat atau optimisme. 2. Pengelolaan Diri Peserta Didik (Self Management) Pengelolaan diri peserta didik terdiri atas kompetensi regulasi emosi dan sikap, dalam tahap ini contohnya keterampilan yang harus dimiliki peserta didik seperti keterampilan dalam mencapai sebuh tujuan, mampu memenjemen stress, peserta didik mampu menolak gratifikasi, dapat mengendalikan impuls serta tangguh dalam menghadapi sebuah tantangan. 3. Kesadaran Sosial Peserta Didik (Social Awarennes) Keesadaran sosial peserta didik dapat meiluputi pada kesadaran adanya perbedaan yang dimilikinya dan mampu menekankan pada emati serta kasih sayang, selanjutnya pada kesadaran sosial yang dimiliki peserta didik dapat memahami norma sosial sehingga nantinya


111 dapat mengenali keluarga, sekolah dan masyarakat yang berada dilingkunganya. 4. Keterampilan Relasi Peserta Didik (Relationship Skills) Kemampuan keterampilan relasi peserta didik dalam tahap ini adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mebangun hubungan baik dengan orang yang berada disekelilingnya. Dapat diambil contohnya seperti kompetensi berkomunikasi dengan baik dan benar, pendengaran yang aktif, kooperatif, dapat menghindari tekanan sosial yang tidak sesuai. 5. Keterampilan Peserta Didik dalam Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab (Responsible Decision Making) Keterampilan peserta didik dalam tahap terakhir ini yaitu peserta didik dapat mengabil keputusan yang dapat memperhatikan keamanan dan dapat membuat penilain sikap yang akurat yang digunakan dalam evaluasi yang realistic terhadap konsekuensinya. Selain itu peserta didik dapat memperhatikan Kesehatan individu lainya dan kesehatan pada dirinya. Pada tahap ini peserta didik jjuga harus bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya. Kemampuan yang dapat membuat pilihan yang membangun mengenai sikap personal dan interaksi sosial dalam situasi yang tidak sama.


112 Pembelajaran akademik yang dilakukan oleh peserta didik ditingkat sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh perkembangan sosial emosionalnya sangat difahami bahwa tidak mungkin memisahkan pembelajaran sosial emosional dan akademik. Peserta didik yang memiliki kecerdasaan sosial emosional yang baik akan sangat mempengaruhi motivasinya dalam proses belajar. Karena dalam proses belajar peserta didik akan selalu tergerak dalam melakukan aktivitas-aktivitas dan selalu memiliki tekat yang kuat dalam mencapai tujuan yang diinginkan. (Upadhyaya, 2008) konsep sosial emosional mengatakan bahwa kecerdasaan emosional merupakan kemampuan peserta didik atau individu dalam mengekspresikan, mengatur dan mengontrol emosi dirinya. Individu atau peserta didik yang memiliki kecerdasaan emosional akan dapat menghadapi masalah yang datang pada dirinya dalam kehidupanya karena biasanya orang yang memiliki kecerdaan emsoional akan memiliki kesadaraan emosi. Oleh karena itu keterampilan sosial dan emosional sangat peting untuk di kembangkan dan dipelihara dengan baik dan itu dapat dilakukan melalui penddikan termasuk


113 dalam dunia pendidikan dasar yang nantinya dapat di terapkan dalam proses pembelajaran, karena pendidikan pada sejatinya dilakukan atau dilaksanakan guna untuk mendewasakan individu baik itu dari asfek kognitifnya, afektif dan psikomotoriknya. Dalam dunia pendidikan termasuk dalam pendidikan dasar seringkali terjadi kasus perundungan yang di alami oleh peserta didik sendiri, motivasi yang rendah dalam proses belajar hingga terjadinya putus sekolah. Peserta didik dengan gangguan seperti stress, kecemasan menunjukan masih melemahnya perkembangan sosial emosional maka sangat berperan penting atau sangat memerlukan pembelajaran dalam menumbuhkan kopetensi sosial dan emosional peserta didik. (Hanifah & Sunaengsih, 2017) Pembelajaran sosial dan emosional merupakan proses belajar peserta didik yang selalu berkaitan dengan pemahaman dirinya, memiliki empati terhadap orang lain dan mampu berinterkasi dan berkomunikasi dengan baik dan benar secara efektif. Asfek-asfek ini penting dan harus diperhatikan oleh guru dalam dunia pendidikan termasuk dalam pendidikan dasar seperti keterampilan sosial, emosi, pemecahan masalah, dan dalam mengambil keputusan. yang nantinya dapat membantu peserta didik


114 dalam meningkatkan atau mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi dan berkomunikasi baik itu di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. (Nugraha dan Yeni 2004) mengatakan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam memfasilitasi peserta didik secara optimal khusunya dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional peserta didik diantaranya: 1. Kegiatan harus diorganisasikan sesuai kebutuhan, minat dan karakteristik peserta didik 2. Kegiatan harus diorganisasikan dan harus bersifat holistic atau secara menyeluruh 3. Kegiatan diorganisasikan berdasarkan pengembangan kecerdasan emosi peserta didik 4. Kegiatan diorganisasikan pada suasana 5. Tiugas guru harus membimbing dan memfasilitasi peserta didik 6. Segala peraturan kelas harus harus diorganisasikan secara menyeluruh 7. Guru dalam membimbing dan mefasilitasi peserta didik harus dengan pebuh kasih sayang 8. Organiasai kegiatan juga memberikan kesempatan dan selalu menganjurkan agar orang tua peserta didik


115 dapat berpartisifasi dalam segala kegiatan yang diadakan oleh sekolah 9. Komunikasi dan hubungan yang baik serta efektif selalu diciptakan Pentingnya keterampilan sosial emosional pada tingkat pendidikan dasar sangat perlu dikembangkan. Adapun hal yang mendasar yang menjadi pentingnya keterampilan sosial dan emosional peserta didik ditingkat pendidikan dasar adalah (Berutu & P, 2023) 1. Semkain berkembangnya permasalahan kehidupan pada tingkat siswa sekolah dasar 2. Perkembangan IPTEK yang semakin maju memberikan dampat tekanan terhadap siswa tingkat sekolah dasar termasuk mempengaruhi perkembangan sosial emosioanalnya 3. Menanamkan kesadaran pada siswa tingkat sekolah dasar bahwa masa tersebut menjadi investasi masa depan yang perlu dipersiapkan maksimal baik itu asfek perkembangan sosial dan emosionalnya 4. Usia pada fase siswa tingkat sekolah dasar harus difasilitasi secara optimal mungkin 5. Siswa pada tingkat sekolah dasar tidak bisa hidup berkembangan dengan pengetahuan sendiri tapi guru


116 harus selalu memberikan bimbingan termasuk dalam membimbing keterampilan sosial dan emosional siswa 6. Siswa pada tingkat sekolah dasar memiliki kesadaran tentang tuntunan untuk dibekali dan memiliki keterampilan sosial dan emosional Perkembangan sosial dan emosional siswa pada tingkat sekolah dasar mengacu pada kemampuan siswa untuk sepenuhnya mengontrol dan mengekspresikan emosi baik itu positif maupun negative. Pada tahap ini siswa juga belajar beradaptasi untuk selalu memahami sitauasi dan emosi dan selalu berinteraksi dengan orang dilingkungan sekitarnya. Pada tahap ini juga merupakan proses yang sangat kompleks yang terbagi menjadi empat bidang utama dianataranya perkembangan fisik, pengetahuan, yang meliputi perkembangan kognitif dan linguistic, dan perkembangan sosial dan emosional, yang meliputi perkembangan moral dimana siswa akan belajar beradaptasi dengan norma, moral, dan tradisi masyarakat modern. Kompetensi sosial dan emosional (KSE) merupakan keamampuan siswa untuk selalu memahami dan mengelola emosi, mengembangkan hubungan yang selalu bersifat positif dengan orang lain, dan dapat mengambil


117 keputusan serta bertanggung jawab dakam situasi sosial. Pembelajaran yang berkaitan dengan keterampilan sosial dan emosional siswa dalam tingkat sekolah dasar bertujuan untuk selalu mengembangkan karakterisitik siswa dalam situasi sosial dan emosional. Lebih lanjutnya diharapkan dapat memengaruhi orang yang berada disekilingnya. Keterapilan sosial dan emosional yang seharusnya dipelajari oleh siswa tingkat sekolah dasar adalah: 1. Kemampuan siswa dalam mengekspresikan diri didepan teman sebayanya dan didepan orang tua dengan cara yang memiliki perbedaaan 2. Kemampuan siswa dalam mengenali jika orang lain merasa sedih, dan dapat menyapa orang apakah mereka baik-baik saja 3. Kemampuan siswa dalam memamahami pikiran serta perasaan dirinya sendiri serta dapat berhubungan dengan orang lain. 1. Teknik Mengajarkan Empati Empati adalah langkah yang diambil seseorang untuk memulai diri dan mengembangkan kontrol diri


118 yang positif. Empati adalah usaha untuk memahami pemikiran dan perasaan seseorang, serta memandang orang tersebut terhadap situasi yang dihadapi orang lain, tanpa kehilangan kendali atas dirinya. Kemampuan untuk melihat diri sendiri dari segi perasaan, pikiran, dan perilaku merupakan bagian dari bagaimana seseorang dapat merefleksikan keadaan tersebut dalam dirinya. Dengan memiliki kemampuan ini, seseorang dapat mengembangkan evaluasi diri yang baik dan mengontrol diri yang baik, sehingga akan lebih berhati-hati dalam bertindak atau memahami lingkungan sekitar.. (Putra et al., 2018) Menurut Hurlock (1999) Kemampuan anak dalam berempati mulai muncul pada masa akhir kanakkanak awal, sekitar usia 6 tahun. Oleh karena itu, penting bagi kegiatan pembelajaran untuk memiliki unsur empati. Empati merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang untuk meningkatkan perilaku positif terhadap orang lain. Empati memungkinkan seseorang untuk berbagi dan menyampaikan perasaan yang dialami orang lain, sehingga terjadi proses asimilasi terhadap perasaan sedih tersebut menjadi bagian dari perasaan mereka sendiri. Empati memiliki dua aspek, yaitu kognitif dan


119 afektif. Aspek kognitif dari empati memungkinkan individu untuk mengelola informasi yang terkait dengan emosi seseorang. Ini melibatkan proses perspektif, di mana individu membayangkan dirinya berada dalam situasi yang sama dengan yang dirasakan oleh orang lain, dan berusaha memahami perasaan orang tersebut. Sementara itu, aspek afektif dari empati membantu individu merasakan emosi yang sama dengan yang dirasakan oleh orang tersebut. Salah satu aspek penting dari empati afektif adalah kepekaan terhadap emosi yang dirasakan oleh orang lain, bukan hanya mengetahui atau menyadari adanya emosi tersebut. Kemampuan anak dalam berempati mulai muncul pada masa akhir kanakkanak awal, sekitar usia 6 tahun. Oleh karena itu, penting bagi kegiatan pembelajaran untuk memiliki unsur empati. Empati merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang untuk meningkatkan perilaku positif terhadap orang lain. Empati memungkinkan seseorang untuk berbagi dan menyampaikan perasaan yang dialami orang lain, sehingga terjadi proses asimilasi terhadap perasaan sedih tersebut menjadi bagian dari perasaan mereka sendiri. Empati memiliki dua aspek, yaitu kognitif dan


120 afektif. Aspek kognitif dari empati memungkinkan individu untuk mengelola informasi yang terkait dengan emosi seseorang. Ini melibatkan proses perspektif, di mana individu membayangkan dirinya berada dalam situasi yang sama dengan yang dirasakan oleh orang lain, dan berusaha memahami perasaan orang tersebut. Sementara itu, aspek afektif dari empati membantu individu merasakan emosi yang sama dengan yang dirasakan oleh orang tersebut. Salah satu aspek penting dari empati afektif adalah kepekaan terhadap emosi yang dirasakan oleh orang lain, bukan hanya mengetahui atau menyadari adanya emosi tersebut. Denham (dalam Nugraha, Apriliya, & Veronicha, 2017) menjelaskan bahwa terdapat sembilan faktor umum yang dapat mendorong kemampuan empati, antara lain: a. Usia anak dapat mempengaruhi kemampuan empati mereka, dimana semakin bertambahnya usia, kemampuan untuk memahami pandangan orang lain juga akan meningkat. b. Biasanya, seseorang dapat lebih merasa empati terhadap teman yang memiliki jenis kelamin yang


121 sama karena merasa memiliki lebih banyak kesamaan. c. Anak-anak yang memiliki kecerdasan yang lebih tinggi umumnya memiliki kemampuan untuk menenangkan orang lain karena mereka lebih mampu memahami keinginan orang lain dan mencari solusi untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. d. Seseorang yang bebas mengekspresikan emosinya cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami perasaan orang lain dengan tepat. e. Jika orang tua memiliki empati, anak akan meniru perilaku orangtuanya sehingga anak juga akan menjadi lebih empati terhadap orang lain. f. Seseorang yang mudah beradaptasi cenderung memiliki rasa aman secara emosional dan senang membantu orang lain. g. Seseorang yang mudah beradaptasi cenderung suka membantu orang lain karena merasa aman secara emosional. h. Sifat kepribadian, individu yang ceria dan mudah bergaul cenderung memiliki kemampuan empati yang lebih tinggi terhadap anak-anak yang sedang


122 mengalami kesedihan atau perasaan negatif. Karakter, seseorang yang ceria dan mudah bergaul, memiliki kemampuan untuk lebih memahami dan merasakan perasaan anak-anak yang sedang tidak bahagia. i. Dalam situasi yang sulit, seseorang cenderung lebih mudah merasakan empati terhadap individu yang mengalami kondisi atau pengalaman serupa. j. Seseorang akan lebih mudah merasakan empati terhadap orang atau teman yang dekat dengannya daripada mereka yang tidak terlalu dekat. (Akollo et al., 2020) Pada era globalisasi ini, atau yang sering disebut sebagai era modern, terjadi penurunan yang signifykan dalam rasa empati terhadap individu. Semakin majunya dunia modern, semakin tinggi pula tingkat egoisme yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga kepedulian terhadap sesama menjadi semakin jarang dilakukan. Saat ini, banyak terjadi kasus pelanggaran di dunia pendidikan yang berdampak buruk bagi seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya di bidang pendidikan. Selain itu, juga terjadi banyak kasus pelanggaran di media sosial yang berakhir pada konflik di dunia nyata. Korban konflik ini seringkali


123 mengalami depresi berat dan trauma yang mendalam, sehingga mereka enggan untuk kembali ke sekolah dan melakukan kegiatan yang seharusnya dilakukan pada usianya. Dampak depresi dan trauma yang mereka alami membuat mereka sulit mengembangkan potensi yang mereka miliki, bahkan bisa berujung pada kasus bunuh diri karena mereka tidak mampu lagi menahan kasih sayang yang mereka terima. Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, rendahnya keterampilan berempati jika tidak segera ditangani dapat memberikan dampak yang sangat besar. Usaha untuk meningkatkan rasa empati siswa yang telah dilakukan selama ini masih bersifat instruksional, yang pada dasarnya hanya memperhatikan aspek kognitif siswa saja. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengajarkan empati kepada siswa adalah dengan melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman kepada siswa untuk dapat merasakan peristiwa atau kejadian yang biasanya hanya dilihatnya saja. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan bermain peran. Bermain peran secara tidak langsung dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku, atau


124 penghayatan seseorang seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial setiap hari di masyarakat sehingga siswa mampu menghayati dan menghargai perasaan orang lain. Sosiodrama yang dimainkan di depan kelas diharapkan dapat meningkatkan rasa siswa untuk menghargai dan berempati terhadap masalah yang dialami orang lain.. (Putra et al., 2018) 2. Teknik Mengajarkan Kerjasama Kolaborasi adalah bentuk interaksi sosial yang dilakukan melalui kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu-membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing. Kolaborasi berarti bekerja bersama-sama agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Kolaborasi melibatkan pembagian tugas sehingga setiap individu menjalankan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan bersama. Kolaborasi dapat terjadi ketika individu menyadari bahwa mereka memiliki pengetahuan dan kendali diri yang cukup untuk memenuhi kepentingan yang sama, dan keberadaan organisasi merupakan faktor kunci dalam menjalankan kolaborasi. Pada dasarnya, kolaborasi dapat terwujud jika sekelompok orang dapat


125 memperoleh keuntungan atau manfaat dari anggota kelompok. Dalam proses pembelajaran di sekolah, kolaborasi antar siswa akan terjadi saat mereka belajar bersama. Saat siswa bekerja sama, akan terjadi penyesuaian emosional antara mereka. Dalam kerja sama, siswa akan menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing, saling membantu dengan tulus, mengurangi rasa kurang percaya diri, dan mendorong persaingan positif untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Kerja sama merupakan sikap ilmiah yang membutuhkan interaksi dengan orang lain dan perlu dikembangkan sejak pendidikan dasar. Kerja sama merupakan kombinasi dari sikap individu yang dimiliki oleh setiap siswa dan sikap kelompok yang berbeda-beda. Karakter kerja sama sangat penting bagi siswa sekolah dasar karena dapat mengajarkan mereka untuk memahami, merasakan, dan melaksanakan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sikap kerja sama perlu ditanamkan sejak dini dalam diri siswa. Selain itu, sikap kerja sama juga memudahkan siswa untuk bersosialisasi, menerima pendapat orang lain, dan mengurangi sikap egois yang ada dalam diri mereka.. (Cahyaningtyas et al., 2023)


126 Kerjasama memberikan manfaat bagi setiap individu dan kelompok. Beberapa manfaat kerja sama yaitu: a. Mendorong persaingan dalam mencapai target b. Mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih produktif c. Mendorong hubungan yang seimbang antara pihak terkait d. Memperkuat rasa tanggung jawab e. Menciptakan budaya diskusi yang positif f. Meningkatkan motivasi dalam tim (Kusuma, 2018) Dalam kerjasama kita harus mengetahui aspekaspek yang harus diperhatikan dalam mewujudkan kerjasama yang dapat mencapai tujuan. Terdapat 3 aspek dalam pecapaian tujuan yaitu: a. Para anggota tim perlu saling bergantung satu sama lain dalam hal informasi yang terkait dengan permasalahan. Ketergantungan ini dapat memperkuat tim kerjasama dan memungkinkan mereka untuk bertanggung jawab atas masalah yang sedang dibahas. b. Konfrontasi atau pertentangan dalam perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Oleh karena itu,


127 penting untuk memiliki kemampuan dalam menerima perbedaan pendapat dan mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap pendapat orang lain tanpa melukai perasaan mereka. c. Penjajaran adalah aspek yang sangat penting di mana setiap anggota tim harus bersedia mempertahankan sikap individualisnya demi mencapai tujuan yang sedang dibahas. Adapun teknik yang dapat digunakan untuk mengajarkan kerjasama pada siswa yaitu dengan menerapkan model atau metode pembelajaran dapat membelajarkan siswa untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan temannya. Penerapan discovery learning merupakan salah satu cara belajar yang dapat digunakan untuk mengajarkan kerja sama pada siswa karena dapat membuat siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, dan merasa memiliki kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru, mengurangi rasa takut dan gugup yang dirasakan oleh siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan menerapkan discovery learning menjadikan siswa dapat melakukan interaksi dan kerja sama dengan baik dengan siswa yang lain. Kelebihan dalam pembelajaran dengan penerapan


128 discovery learning yaitu siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran dan diskusi, karena siswa berpikir dan menggunakan kemampuan untuk memperoleh hasil akhir. (Cahyaningtyas et al., 2023) Di sisi lain, terdapat teknik lain yang dapat digunakan untuk mengajarkan kerja sama kepada siswa, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran jigsaw. Jigsaw adalah model pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran mereka sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi dari Collaborative Learning, di mana setiap anggota kelompok memberikan informasi, pengalaman, ide, sikap pendapat, kemampuan, dan keterampilan yang dimiliki untuk meningkatkan pemahaman seluruh anggota. Pembelajaran dengan model pembelajaran jigsaw bertujuan untuk mengembangkan sikap kerjasama akademik antar siswa, membentuk hubungan sosial yang positif, meningkatkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui kegiatan kelompok. Selain itu, tekateki lebih menekankan pada tanggung jawab siswa untuk menjadi anggota kelompok yang ahli dan


129 anggota kelompok asal yang saling bertanggung jawab agar dapat menciptakan karakter kerjasama antar anggota kelompok.(Kusuma, 2018) 3. Teknik Mengajarkan Komunikasi Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan simbol atau yang dikenal dengan istilah bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat berinteraksi dan bertukar informasi melalui percakapan (komunikasi). Proses komunikasi melibatkan interaksi antar pribadi. Esensi dari komunikasi adalah proses interaksi antara manusia. Melalui komunikasi, manusia dapat memahami perubahan sosial dalam masyarakat dan perkembangan teknologi. Selain itu, melalui komunikasi, manusia juga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia membutuhkan informasi untuk membangun keterampilan dan memperoleh pengetahuan. Dalam proses pendidikan, komunikasi menjadi alat utama dalam mengajar siswa. Para guru selalu melakukan


130 komunikasi dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan pembelajaran di kelas Kegiatan komunikasi memiliki sifat informatif dan persuasif, tergantung pada tujuan komunikator. Salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan oleh guru dalam mengajar siswa adalah komunikasi persuasif dan komunikasi koersif yang dilakukan secara tatap muka atau disebut juga sebagai komunikasi interpersonal yang dianggap efektif dalam mempengaruhi orang lain karena komunikator dapat langsung mendapatkan umpan balik dari komunikan. Setiap guru berharap agar siswanya menjadi anak yang cerdas dan terampil dalam setiap mata pelajaran serta memiliki keahlian di berbagai bidang, sehingga para guru sering mengubah gaya komunikasi pembelajaran mereka dengan tujuan agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan. Metode diskusi merupakan salah satu teknik yang efektif dalam mengajarkan komunikasi kepada siswa. Melalui diskusi, siswa dapat terbiasa mengungkapkan pendapatnya secara argumentatif dan mampu mengkaji apakah pendapat tersebut benar atau salah. Diskusi dapat dilakukan antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Tujuan dari


131 komunikasi sendiri adalah untuk menyampaikan pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan, sehingga komunikan dapat mempengaruhi dan menyetujui keinginan komunikator. Dalam konteks pendidikan, guru memiliki tujuan untuk membangun siswa yang cerdas agar mereka mampu menghadapi tantangan di masa depan.. (Zaenuri, 2017) Ketika siswa usia sekolah dasar mengalami perkembangan sosial emosional yang positif, maka mereka akan mampu berinteraksi dengan baik dalam lingkungan belajar maupun sosial. Perkembangan sosial emosional merupakan hasil dari pertumbuhan sosial dan emosional yang saling mempengaruhi, dimana reaksi emosional dapat mempengaruhi perilaku sosial dan pengalaman sosial berpengaruh pada pertumbuhan emosional seseorang.. (Tusyana & Trengginas, 2019) Perkembangan sosial emosional merupakan bagian penting dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia yang kompleks dan beragam. Perkembangan sosial melibatkan kemampuan siswa untuk mampu melakukan


132 interaksi secara efektif dengan orang lain, membentuk hubungan yang sehat, serta menumbuhkan rasa empati dan pemahaman terhadap perspektif orang lain. (Damanik et al., 2024) Proses perkembangan sosial adalah tahap kematangan yang dicapai dalam interaksi sosial. Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai proses pembelajaran untuk beradaptasi dengan norma-norma yang berlaku dan menjadi bagian dari komunitas serta berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa setiap individu membutuhkan orang lain. Namun, kebutuhan orang lain tidak hanya sebatas memanfaatkannya atau mencari keuntungan semata dalam berinteraksi sosial, melainkan juga saling melengkapi dalam mengatasi kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, mengedepankan perilaku yang baik, bijak dalam menyikapi situasi, dan menginternalisasi ketaatan terhadap norma yang berlaku dapat menjadi landasan bagi siswa dalam mengembangkan kematangan sosial.. (Assingkily, 2019) Di sisi lain, perkembangan emosional mempertimbangkan kesejahteraan mental siswa, kemampuan siswa dalam mengelola emosi, mengatasi tantangan serta menumbuhkan rasa percaya diri yang positif. (Damanik et al., 2024) Kondisi emosional seseorang mencerminkan kepribadian mereka dalam menghadapi situasi tertentu.


133 Umumnya, setiap individu akan menunjukkan kualitas emosionalnya saat membayangkan pada masalah. Oleh karena itu, penting untuk memahami perkembangan emosional siswa agar memberikan bimbingan yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan emosional adalah ekspresi perasaan saat siswa berinteraksi dengan orang lain. Saat berinteraksi, siswa sering menunjukkan reaksi spontan terhadap tindakan dan kata-kata sebagai bentuk refleksi diri. Namun, hal tersebut tidak boleh dibiarkan terus-menerus terutama jika berdampak pada kepribadian siswa. Oleh karena itu, ekspresi perasaan ini seharusnya diarahkan, diberi pembiasaan, bahkan dicontohkan oleh figur yang baik kepada siswa agar kebiasaan positif juga dapat tertanam dalam dirinya.. (Assingkily, 2019) Dalam dunia pendidikan, pentingnya perkembangan sosial emosional siswa tidak kalah dengan perkembangan kognitif mereka. Hal ini karena perkembangan sosial emosional siswa memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan sekolah dan masyarakat. Pada usia dasar, perkembangan sosial emosional siswa mempengaruhi perilaku, pengendalian diri, penyesuaian, dan ketaatan terhadap aturan. Ketika siswa mampu beradaptasi dengan lingkungannya, maka kemampuan sosial


134 emosionalnya akan semakin meningkat. Faktor lingkungan sosial dan keluarga turut mempengaruhi perkembangan sosial emosional siswa. (Tusyana & Trengginas, 2019) Peningkatan jumlah kasus seperti bullying, tawuran, penyalahgunaan narkoba, pernikahan di usia muda, siswa yang putus sekolah karena memiliki motivasi belajar yang rendah, serta masalah emosional seperti stres, cemas, depresi, dan bahkan bunuh diri di kalangan remaja menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional siswa. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengaitkan pembelajaran yang berfokus dalam pengembangan kompetensi sosial emosional dalam kurikulum pendidikan. (Fatimah et al., 2023) Adapun program atau kegiatan yang dapat mendukung perkembangan sosial emosional siswa yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif dalam berbagai perilaku prososial serta keterampilan belajar sosial emosional (social emotional learning). Social emotional learning (SEL) merupakan istilah umum yang tertuju pada rangkaian keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan siswa untuk mencapai keberhasilan tidak hanya dalam lingkungan belajar, tetapi juga dalam


135 kehidupan. Social emotional learning (SEL) mencakup keterampilan sosial, proses emosional, dan regulasi kognitif. Social emotional learning (SEL) digambarkan sebagai proses perkembangan yang harus dilalui siswa untuk memiliki keterampilan dalam menghadapi tantangan kehidupan. Tujuan dari program social emotional learning (SEL) yaitu: 1. Memperkuat pemahaman diri siswa, manajemen diri, kesadaran sosial, interaksi, dan kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab 2. Meningkatkan sikap dan keyakinan siswa terhadap diri sendiri, orang lain, dan sekolah yang dapat menjadi landasan untuk penyesuaian yang lebih baik dalam prestasi akademik, tercermin dalam perilaku sosial yang lebih positif dalam hubungan dengan teman sebaya, mengurangi masalah perilaku, mengurangi tekanan emosional, serta meningkatkan nilai dan skor tes. Pembelajaran sosial emosional (SEL) merupakan proses pengembangan keterampilan sosial dan emosional pada siswa. Program SEL didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran yang efektif terjadi dalam lingkungan yang mendukung, yang membuat proses belajar menjadi menarik, bermakna, dan menantang. Keterampilan sosial


136 emosional sangat penting untuk membentuk siswa menjadi warga negara dan pekerja yang baik, serta dapat mencegah atau mengurangi perilaku risiko yang berbeda. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan instruksi kelas yang efektif, keterlibatan siswa dalam kegiatan positif di dalam dan di luar kelas, serta partisipasi orang tua dan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan.. (Melyanti et al., 2022)


137 Abidah, A., Aklima, A., & Razak, A. (2022). Tantangan guru sekolah dasar dalam menghadapi era society 5.0. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 7(2), 769-776. Agustiningsih, N. (2021). Strategi Pembelajaran Inovatif. Sanabil: Mataram. Akbar, J.S. (2023). Model & Metode Pembelajaran Inovatif (Teori dan Panduan Praktis). PT. Sonpedia Publishing Indonesia: Jambi. Akollo, J. G., Wattilete, A. T., & Lesbatta, D. (2020). Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) dalam Mengembangkan Empati pada Anak Usia 5-6 Tahun. DIDAXEI: Jurnal Pendidikan, 1(1), 41–52. http://ejournal.iaknambon.ac.id/index.php/DX/article/view/1 75 Amini, R. (2015). Pengaruh penggunaan project based learning dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas V SD. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi (Vol. 21). Arfandi, A., & Samsudin, M. A. (2021). Peran Guru Profesional


138 Sebagai Fasilitator Dan Komunikator Dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Edupedia : Jurnal Studi Pendidikan Dan Pedagogi Islam, 5(2), 37–45. https://doi.org/10.35316/edupedia.v5i2.1200 Aslamiah, Pratiwi, D. A., & Agusta, A. R. (2022). Pengelolaan Kelas (A. Suriansyah (ed.); Cetakan ke). PT RajaGrafindo Persada. Assingkily, hardiyanti. (2019). ANALISIS PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL TERCAPAI PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan tingkah laku yang didasari kondisi psikis atau rohaniah seseorang . Perubahan ini diperoleh setiap orang melalui pembiasaan dan latihan atau belajar , sebagai per. Journal of Isamic Primary Education, 2(2), 19–31. Aulia Dini Hanipah, Titan Nurul Amalia, & Dede Indra Setiabudi. (2022). URGENSI LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF DALAM MENDORONG SISWA BELAJAR AKTIF. Education : Jurnal Sosial Humaniora Dan Pendidikan, 2(1), 41–51. https://doi.org/10.51903/education.v2i1.148 Bender, W. N. (2012). Project-based learning: Differentiating instruction fot the 21st century. Thousand Oals, CA: Corwin.


139 Berutu, R. E., & P, J. H. (2023). Pembelajaran Sosial Emosional Sebagai Dasar Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Pediaqu: Jurnal Pendidikan Sosial Dan Humaniora, 2(3). https://publisherqu.com/index.php/pediaqu Cahyaningtyas, D., Wardani, N. S., & Yudarasa, N. S. (2023). Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Sikap Kerjasama Siswa Melalui Penerapan Discovery Learning. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 13(1), 59–67. https://doi.org/10.24246/j.js.2023.v13.i1.p59-67 Chan, F., Kurniawan, A. R., Herawati, N., Nur, R., & Mulyani, J. S. (2019). Strategi Guru Dalam Mengelola Kelas di Sekolah Dasar. 3(4), 439–446. Daga, A.T. (2021). Makna Merdeka Belajar dan Penguatan Peran Guru di Sekolah Dasar. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 7(3), pp. 1075–1090. Available at: https://doi.org/10.31949/educatio.v7i3.1279 Damanik, F. D., Silaen, M. P. H., & Hautabarat, M. F. (2024). PENDIDIKAN YANG MENDUKUNG PERKEMBANGAN SOSIAL, EMOSIONAL, DAN ETIS SISWA. JIMI, 1(2), 1– 6. Damayanti, H. L., & Anando, A. A. (2021). Peran Guru Dalam Menumbuhkembangkan Kemandirian Siswa Melalui Pembelajaran Inkuiri. Jurnal Sinestesia, 11(1), 52–59.


140 https://doi.org/10.53696/27219283.59 Duch, B. J., Groh, S. E., & Allen, D. E. (2001). The power of problembased learning: A practical "how to" for teaching undergraduate courses in any discipline. Stylus Publishing. ISBN: 978-1579220665. Fatimah, S., Burhamzah, M., Asri, W. K., Azizah, L., & Alamsyah. (2023). Pelatihan Menciptakan Lingkungan Belajar Yang Empati Dan Mendukung Perkembangan Sosial-Emosional Siswa. Jurnal GEMBIRA (Pengabdian Kepada Masyarakat), 1(6), 1469–1479. https://gembirapkm.my.id/index.php/jurnal/article/vi ew/267%0Ahttps://gembirapkm.my.id/index.php/jurn al/article/download/267/193 Febriana, M. et al. (2018). Teaching in Rural Indonesian Schools: Teachers’ Challenges. International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding, 5(5), p. 11. Available at: https://doi.org/10.18415/ijmmu.v5i5.305. Halim, A. (2022). Signifikansi dan Implementasi Berpikir Kritis dalam Proyeksi Dunia Pendidikan Abad 21 Pada Tingkat Sekolah Dasar. Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, 3(3). Available at: https://doi.org/10.59141/jist.v3i03.385.


141 Hanifah, N., & Sunaengsih, C. (2017). Penguatan Keterampilan Sosial dan Emosional melalui Metode Speaker’s Staff dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar. Indonesian Journal of Primary Education, 1(2), 105. https://doi.org/10.17509/ijpe.v1i2.11390 Hayani, N. N. (2020). Strategi pencegahan kesulitan belajar matematika dengan membiasakan belajar secara mandiri. Prosiding, 288–295. Hmelo-Silver, C.E. (2004). Problem-based learning: What and how do students learn? Educational Psychology Review, 16(3), 235-266. doi: 10.1023/B:EDPR.0000034022.16470.f3 Huljannah, M. (2021). Pentingnya proses evaluasi dalam pembelajaran Di sekolah dasar. Educator (Directory of Elementary Education Journal), 2(2), 164-180. Hung, W, (2011). Theory to reality: A few issues in implementing problem-based learning. Educational Technology Research & Development, 59 (4). Jadidah, I. T., Putri, A. S., Darma, A. D., & Wijaya, H. (2023). PERAN GURU SEBAGAI FASILITATOR BAGI SISWA KELAS 1 DI SD NEGERI 230 PALEMBANG Manusia membutuhkan pembinaan dalam kehidupannya , bersekolah adalah sebenarnya melalui pengalaman


142 yang berkembang atau cara-cara alternatif yang yang mendalam , ketenangan , kar. 02, 84–90. Jumrawarsi, J., & Suhaili, N. (2021). PERAN SEORANG GURU DALAM MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF. Ensiklopedia Education Review, 2(3), 50–54. https://doi.org/10.33559/eer.v2i3.628 Juwita, R. (2022). Teknik Pengelolaan Kelas Besar di Sekolah Dasar. Journal of Integrated Elementary Education, 2(2), 130–143. https://doi.org/10.21580/jieed.v2i2.10719 Kurniawati, A., & Basuki. (2023). Membangun Hubungan Yang Baik Antara Guru dan Siswa. Kurikula: Jurnal Pendidikan, 7, 8. Kyriacou, C. (2009). Effective Teaching in Schools: Theory and Practice. Third Edition. Delta Place, Cheltenham, UK: Nelson Thornes Ltd Kusuma, A. W. (2018). Meningkatkan Kerjasama Siswa dengan Metode Jigsaw. Konselor, 7(1), 26–30. https://doi.org/10.24036/02018718458-0-00 Lestari, S. (2018). Peran teknologi dalam pendidikan di era globalisasi. EDURELIGIA: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(2), 94-100. Margijanto, H. T., & Purwanti, M. (2021). Membina Hubungan


Click to View FlipBook Version