41 yang memiliki kemampuan pemahaman berbeda-beda. Tugas yang diberikan memungkinkan siswa untuk mengumpulkan jawaban sesuai dengan kekuatan dan minat mereka. Ada siswa yang memiliki kendala dalam menulis dan dapat mengekspresikan kemampuan pemahamannya lebih baik melalui penyampaian secara lisan maka ia diperbolehkan untuk mengumpulkan dalam bentuk video. Sedangkan murid yang memiliki bakat menulis diperbolehkan untuk mengumpulkan tugas berupa tulisan esai. Penilaian yang beragam memungkinkan guru memperoleh gambaran utuh dari kemampuan dan pemahaman peserta didik. Pendekatan penilaian tersebut juga akan membantu pendidik dalam mewujudkan lingkungan pembelajaran inklusif yang adil dan memberdayakan seluruh murid untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampu-an, ketrampilan, kreativitas, dan potensi (Mulyawati, 2022) yang ada di dalam diri setiap siswa. Sebagai penutup, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dibutuhkan komitmen, kolaborasi, dan inovasi dalam menerapkan pendekatan adaptif melalui materi pengajaran yang digabungkan dengan pendekatan multimodal. Semua pihak dalam satuan pendidikan inklusif harus memastikan bahwa semua murid mendaptkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan dan memaksimalkan potensi diri demi meraih kesuksesan (Mulyawati, 2022). Lingkungan belajar inklusif tidak hanya memenuhi kebutuhan individu melainkan juga untuk membangun komunitas belajar yang saling menghargai dan mendukung keragaman.
42 Siti Masadatul Idohal Jamilah, S.Pd. eknologi dalam pendidikan inklusif memainkan peran yang penting dalam memberikan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua orang. Badan organisasi PBB yang berfokus pada pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, dan komunikasi, atau yang dikenal dengan UNESCO, menekankan pentingnya pendidikan inklusif dan partisipasi dalam memastikan hak asasi manusia, martabat manusia, dan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan (UNESCO, 1994). Dalam konteks pendidikan, inklusif berarti memastikan kesempatan yang sama bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Karena pada hakekatnya, menurut (Andini et al., 2020) menyatakan bahwa setiap anak yang berkebutuhan khusus seperti misalnya gangguan perkembangan fisik, mental, atau kecerdasan unik berhak atas T
43 pendidikan yang sama dan lingkungan yang sama seperti anakanak "biasa" lainnya. Beberapa poin penting tentang teknologi dalam pendidikan inklusif antara lain: pertama, aksesibilitas, karena teknologi dapat membantu dalam mengatasi hambatan fisik dan kognitif dengan cara menyediakan alat dan platform yang dapat diakses oleh semua siswa termasuk siswa yang dengan kebutuhan khusus. Kedua, lingkungan pembelajaran inklusif, karena teknologi dapat digunakan untuk membuat lingkungan belajar yang ramah dan inklusif. Ini termasuk penggunaan aplikasi, perangkat lunak, dan desain kelas yang mempertimbangkan keragaman siswa. Ketiga, komunikasi, teknologi dapat memfasilitasi komunikasi antara siswa, guru, dan orang tua. Ini termasuk penggunaan platform daring, email, dan aplikasi pesan seperti WhatsApp, dan lain sebagainya. Keempat yaitu mengatasi batasan geografis, siswa dapat mengakses sumber daya pendidikan dari mana pun dan kapan pun karena teknologi. Ini mengatasi batasan geografis dan memperluas akses ke pembelajaran. Terakhir yaitu pemantauan siswa, teknologi dapat membantu guru memberikan dukungan yang tepat dan melacak kemajuan siswa secara individual. Dengan mengintegrasikan teknologi dengan baik, pendidikan inklusif dapat menjadi lebih efektif dan merata bagi semua siswa. Guru memiliki peran kunci dalam memastikan penggunaan teknologi yang tepat dan mendukung semua siswa dalam proses pembelajaran. Jika berbicara mengenai pendidikan inlkusif, dalam beberapa tahun terakhir, hal ini sudah digaung-gaungkan demi menjangkau pendidikan untuk semua. Pernyataan Salamanca
44 dan Kerangka Aksi Pendidikan Kebutuhan Khusus, dapat dikatakan sebagai dokumen internasional paling signifikan yang pernah muncul di bidang pendidikan khusus (Ainscow, Slee and Best, 2019). Pernyataan Salamanca yang diadopsi pada Konferensi Dunia di Salamanca, Spanyol pada tahun 1994 1 merupakan tonggak penting dalam memperjuangkan pendidikan inklusif. Prinsip dasar yang diusulkan dalam pernyataan tersebut adalah bahwa semua anak harus belajar bersama, sedapat mungkin, tanpa memandang kondisi, kesulitan, atau perbedaan apa pun yang mungkin mereka hadapi. Jika mengulas asal katanya, "inklusif" berasal dari bahasa Inggris yaitu "inclusion", yang berarti mengikutsertakan atau mengajak masuk (Andini et al., 2020); yang berarti termasuk, terhitung, menurut KBBI online. Dalam buku yang berjudul ‚Pengembangan Kurikulum dan Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar‛ yang ditulis oleh Andini dkk. (2020) menjelaskan mengenai konsep yang harus dibangun untuk menciptakan lingkungan yang inklusif di sekolah, sehingga lingkungannya semakin terbuka. Pendidikan inklusif adalah dasar filosofi pendidikan modern yang menekankan hak setiap peserta didik untuk mengakses pendidikan berkualitas tanpa memandang latar belakang, kemampuan, atau disabilitas mereka. Integrasi semua siswa ke dalam kelas umum menjadi tujuan utama ketika masyarakat berupaya mencapai kesetaraan dan keberagaman (Yuldashevich, 2024). Oleh karna itu, perlu untuk mengajak masuk atau mengikutsertakan 1 Lihat artikel tentang: Celebrating inclusion in education: 30th Anniversary of Salamanca Statement | UNESCO pada laman https://www.unesco.org/en/articles/celebratinginclusion-education-30th-anniversary-salamanca-statement diakses pada 15 Mei 2024 pukul 09.00 WIB
45 semua orang atau siswa dari berbagai latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya, dan lainnya. Yang dimaksud dengan ‚terbuka‛ yakni bahwa setiap orang yang tinggal, berada, dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat merasa aman dan nyaman untuk menerima orang lain (dibaca: siswa) dari latar belakang yang berbeda. Prinsip dasar sekolah inklusif adalah bahwa semua anak harus belajar bersama, terlepas dari kesulitan atau perbedaan mereka. Sekolah inklusif mengenali dan menanggapi kebutuhan siswa yang beragam, menampung berbagai gaya dan tingkat pembelajaran. Dalam penerapan pendidikan inklusif, hal perlu diperhatikan yaitu memastikan pendidikan berkualitas melalui kurikulum yang tepat, strategi pengajaran, dan kemitraan masyarakat. Selain itu, harus ada kontinuitas dukungan dan layanan untuk menangani kebutuhan khusus yang dihadapi di setiap sekolah. Namun, dalam mencapai inklusivitas memerlukan lebih dari sekadar kehadiran fisik; hal ini menuntut dukungan dan akomodasi yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran unik dari setiap individu (peserta didik). Dalam konteks ini, menurut (Yuldashevich, 2024) peran teknologi telah muncul sebagai kekuatan transformatif, mengubah lanskap pendidikan dan menawarkan solusi inovatif untuk memenuhi beragam kebutuhan pembelajaran. Dari platform pembelajaran adaptif hingga perangkat bantu, teknologi mutakhir merevolusi cara pendidik berinteraksi dengan siswa dan memfasilitasi pengalaman belajar mereka. Teknologi dalam hal ini tidak hanya menjembatani kesenjangan antara peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda, tetapi
46 juga memberdayakan individu untuk berkembang secara akademis, sosial, dan emosional dalam lingkungan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan sebuah konsep yang menjadi krusial di era sekarang ini, yang bertujuan untuk mendorong dan meyakini bahwa setiap anak berhak atas kesetaraaan dalam meraih dan mendapat akses pendidikan dan pembelajaran, meskipun mereka tidak seperti anak-anak lainnya, mereka spesial, yang memiliki kebutuhan khusus. Tujuan dari pendidikan inklusif salah satunya yaitu untuk menciptakan sebuah lingkungan dimana setiap siswa yang memilki kebutuhan khusus dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya, mendapatkan pengalaman yang setara, tumbuh dan berkembang untuk mengerti satu sama lain. Oleh karena itu, pendidikan inklusif merupakan tantangan untuk dieksplorasi dalam penelitian dan dicapai dalam situasi pendidikan (Rapp and Corral-Granados, 2024). Beberapa aspek dalam pendidikan inklusif diantaranya pertama, pendidikan inklusif menyuaraan untuk anak-anak minoritas, dan disabilitas. Kedua, menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman bagi semua anak dalam memperoleh pengalaman pembelajaran yang bermakna. Namun, dewasa ini untuk menciptaakan pendidikan inklusif tidak semudah seperti membuat mie cup instan. Ada bebrapa tantangan dan kendala dalam penerapannya. Beberapa tingkat kendala dalam lingkup sekolah, masyarakat, dan tingkat nasional. Dalam level sekolah, untuk menciptakan pendidikan inklusif perlu didukung dengan kesiapan sekolah dan infrastrukturnya seperti guru yang sudah terlatih atau dibekali ilmu untuk mengajar dalam pendidikan inklusif, ketersediaan fasilatas dan akses yang ramah disabilitas, serta
47 setiap anak perlu mendapatkan materi pembelajaran yang sesuai. Selain itu, berada dalam lingkungan yang sama menjadi seseorang yang berbeda juga perlu kesiapan mental yang kuat. Oleh karena itu, dalam mendukung mereka tidak merasa trkucilkan, masyarakat juga perlu diedukasi tentang pentingnya saling menghargai satu sama lain, menghilangkan stigma dan diskriminasi. Hal itu akan sangat membantu untuk menciptakan keharmonisan dalam bermasyarakat. Meski ada yang berbeda tapi tetap memilki hak yang sama. Komitmen untuk meningkatkan inklusi siswa penyandang disabilitas telah memastikan bahwa konsep Assistive Technology (AT) atau teknologi bantu semakin meluas dalam dunia pendidikan (Fernández-Batanero et al., 2022). Menurut (Salend, 2011) dalam bukunya yang berjudul Creating Inclusive Classrooms: Effective and Reflective Practices, teknologi bantu dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: teknologi tinggi dan teknologi rendah. Ia kemudian menjelaskan lebih rinci mengenai konsep dan contoh alat dari kedua jenis teknologi tersebut. Perangkat teknologi tinggi umumnya bersifat elektronik, mahal, dan diproduksi secara komersial. Penggunaan perangkat ini memerlukan pendidikan atau pelatihan lebih dulu agar dapat digunakan secara efektif. Di sisi lain, perangkat teknologi rendah biasanya lebih terjangkau, tidak memerlukan listrik, mudah digunakan, dan dapat dibuat sendiri.
48 Contoh perangkat teknologi tinggi yang digunakan di ruang kelas meliputi alat komunikasi elektronik, sistem pengenalan suara dan membaca, kursi roda bermotor, tongkat panjang, keyboard yang disesuaikan, layar sentuh, dan alat bantu pembesaran. Sedangkan alat bantu berteknologi rendah yang dapat digunakan siswa di kelas antara lain papan komunikasi buatan guru, masker baca (terutama untuk keadaan kondisi Covid-19), alat bantu dengar, dan tali yang diikatkan pada benda untuk mengambilnya jika jatuh ke lantai. Layanan teknologi bantu mencakup berbagai bentuk dukungan, seperti terapi fisik, pekerjaan, dan wicara, yang membantu individu penyandang disabilitas memilih, memperoleh, dan menggunakan perangkat teknologi bantu. Selain itu, teknologi bantu dapat mengacu pada alat, perangkat, dan aplikasi atau software yang didesain untuk mendukung dan memudahkan setiap individu disabilitas. Contoh software dari teknologi bantu yaitu aplikasi menulis yang didukung teknologi (Salend, 2011). Dengan aplikasi tersebut, siswa dapat meningkatkan keterampilan menulis dan produk tulisan yang dihasilkannya. Aplikasi teknologi ini, yang dapat mendukung komunikasi dan kolaborasi dalam proses menulis, yang harus dipilih berdasarkan kekuatan dan tantangan siswa. Oleh karena itu, siswa yang berbahasa Inggris dapat menggunakan versi teknologi ini dalam berbagai bahasa. Terdapat dua tujuan utama dari alat atau teknologi bantu menurut (Fernández-Batanero et al., 2022), yang pertama adalah untuk meningkatkan kemampuan
49 seseorang sehingga mereka dapat menyeimbangkan dampak dari segala kecacatan. Yang kedua adalah untuk menawarkan cara alternatif untuk melakukan tugas sehingga orang dengan disabilitas dapat menerima kompensasi. Hakekatnya tujuan utamanya yaitu untuk menjadikan setiap individu tersebut manmpu percaya diri dan mandiri sebagai makhluk atau manusia. Dalam kontek pendidikan, teknologi bantu berperan sangat penting dalam mempromosikan pendidikan inklusif. Beberapa aspek yang terintegrasi seperti desain pembelajaran, sistem sekolah, hingga monitoring dan evaluasi. Era digital membawa dampak yang signifikan dalam pendidikan inklusif. Semua akses menjadi semakin mudah untuk diperoleh. Sumber belajar online merupakan salah satu sumber yang digunakan oleh semua orang termasuk teman disabilitas. Beberapa media atau sumber belajar online yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran yang beragam dan inklusif seperti di Universitas Columbia yang menyediakan pembelajaran dan pembelajaran inlkusif secara online. Anda dapat mengunjungi situs web Inclusive Teaching and Learning Online (columbia.edu)2 . Atau Anda bisa mengunjungi laman Diversity Training | OnlineElearning|InclusionCalendar(diversityresources.co m)3 sebagai penyedia sumber belajar online. Selain e- 2 Inclusive Teaching and Learning Online (columbia.edu) https://ctl.columbia.edu/resources-and-technology/teaching-with-technology/teachingonline/inclusive-teaching/ diakses pada 15 Mei 2024 pukul 14.00 WIB. 3 Diversity Training | Online Elearning | Inclusion Calendar (diversityresources.com)
50 learning, DiversityResources.com juga menyediakan kalender khusus, video pembelajaran, dan lain-lain. Selain itu, beragam topik yang disediakan seperti kemampuan berbudaya, inklusif dan kesetaraan. Perkembangan terbaru dalam teknologi pengajaran memungkinkan guru membuat lingkungan belajar yang berbeda, interaktif, memotivasi, dan kontekstual bagi siswa (Salend, 2011). Dalam pembelajaran, guru dapat menggunakan instruksi berbasis komputer, materi digital berbasis video, aplikasi untuk presentasi, kamera web, teks interaktif, dan lain sebagainya. Internet memungkinkan banyak pengalaman belajar dan komunikasi serta akses terhadap informasi. Sebagai fasilitator, guru dapat menggunakan berbagai alat bantu untuk membantu siswa belajar, berkomunikasi, menggunakan teknologi, mengatur, membuat catatan, membaca teks, mendengar suara, dan mempelajari hal baru. Pendidikan terbuka dan inklusi digital dapat bekerja sama untuk menciptakan platform inovatif yang inklusif. Platform pendidikan terbuka dapat berfungsi sebagai jembatan penting yang mendukung pendidikan inklusif (Ramirez-Montoya et al., 2024). Karena tantangan globalisasi dan persaingan global dalam produktivitas dan layanan, pendidikan terbuka membantu pertumbuhan pribadi, inklusi sosial, inovasi terbuka, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan. https://www.diversityresources.com/ diakses pada 15 Mei 2024 pukul 15.00 WIB.
51 Beragam jenis flatform digital yang digunakan untuk kolaborasi pembelajaran inklusif seperti yang Microsoft Teams, Google Workspace, Slack, hingga Zoom. 1. Microsoft Teams Microsoft Teams adalah sebuah platform yang memungkinkan tim bekerja sama dengan baik dan efisien. Anda dapat berkomunikasi melalui konferensi video, panggilan suara, dan obrolan teks. Ada beberapa fitur-fitur yang ditawarkan seperti dukungan untuk terjemahan bahasa, aksesibilitas, dan integrasi dengan aplikasi lainnya. 2. Slack Slack adalah alat komunikasi tim yang memungkinkan kolaborasi dalam saluran dan grup. Anda dapat mengintegrasikan dengan berbagai aplikasi, berbagi pesan dan file. Fitur-fitur inklusif termasuk dukungan aksesibilitas dan pengaturan notifikasi yang dapat disesuaikan. 3. Google Workspace Google Workspace menyediakan alat kolaborasi seperti Gmail, Google Drive, Google Docs, dan Google Meet, yang memungkinkan Anda bekerja sama pada dokumen secara real-time, berbagi file, dan mengadakan pertemuan virtual. Fitur-fitur inklusif termasuk dukungan aksesibilitas dan integrasi dengan aplikasi pihak ketiga.
52 4. Zoom Dengan menggunakan Zoom, Anda dapat mengadakan pertemuan virtual dengan banyak orang. Dalam ruang rapat virtual, Anda dapat berbicara, berbagi layar, dan bekerja sama. Fitur-fitur inklusif termasuk dukungan aksesibilitas dan fitur keamanan.
53 Akhmad Irfan, S.Pd. Harus dipahami bahwa keberhasilan pendidikan inklusif tidak akan maksimal apabila hanya dilakukan di oleh guru di sekolah dan di dalam kelas tetapi perlunya keterlibatan orang tua dalam membantu peserta didik untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Keluarga memainkan peran penting dalam membantu anaknya untuk memperoleh pendidikan yang layak, tidak hanya mengandalkan pendidikan guru di sekolah. Orang tua merupakan guru atau sosok utama dalam proses pembelajaran pendidikan inklusif bagi anak ketika di rumah. Rumah merupakan sekolah pertama anak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, orang tua perlu memahami dengan
54 baik karakteristik anak dan kebutuhan anak, sehingga dapat mendidik anak sesuai dengan kebutuhannya. Para orang tua harus mengerti bahwa anak-anak dengan kebutuhan khusus dapat menggeneralisasi apa yang mereka pelajari di rumah untuk dibawa dan dilaksanakan di sekolah begitu pun sebaliknya. Untuk itu, perlunya kerja sama antara guru orang tua dalam penyelarasan pendidikan inklusif untuk anak. Wu dan Brown (Khairunisa Rani, Rafikayati and Jauhari, 2018) menyatakan bahwa partisipasi orang tua adalah salah satu faktor penting yang menentukan perkembangan anak berkebutuhan khusus. Kerja sama yang efektif antara orang tua dan guru dilandaskan pada didasarkan pada hubungan saling mempercayai, menghormati dan berbagi tanggung jawab atas pendidikan anak di sekolah. Penelitian yang dilakukan Ni’matuzahroh dan Yuni menunjukkan bahwa sekolah yang efektif memiliki tingkat kerja sama yang tinggi baik dengan keluarga maupun komunitas. Kerja sama ini berhubungan kuat dengan pembelajaran siswa, kehadiran, dan perilaku siswa (Ni’matuzahroh and Nurhamida, 2016). Terdapat 2 faktor utama yang menjadikan keterlibatan orang tua dan keluarga menjadi penting dalam pendidikan inklusif (Ni’matuzahroh and Nurhamida, 2016): 1. Keluarga adalah pendidik pertama anak dan pihak yang paling banyak memberikan pengaruh pada pembelajaran anak selama masa sekolah dan setelahnya. Sekolah memiliki peran penting dalam membantu merawat dan mengajar generasi masa depan, dan keluarga percaya bahwa sekolah
55 memberikan pendidikan yang akan menentukan masa depan anak-anak mereka. Namun, sekolah harus memahami peran penting keluarga dalam pendidikan. 2. Dalam konteks pendidikan inklusi, orang tua siswa berkebutuhan khusus merupakan partner dalam melakukan identifikasi kekhususan siswa, memberikan masukan metode mengajar yang efektif untuk siswa, cara berkomunikasi dengan siswa, sarana prasarana yang dibutuhkan siswa, minat dan bakat yang dapat diketahui melalui pengamatan sehari-hari. Selain itu, orang tua perlu melakukan kerja sama dengan sekolah dalam memastikan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah berjalan optimal ketika anak di rumah. Dalam pendidikan inklusif, masih banyak orang tua yang belum memahaminya dengan baik. Hal ini yang menyebabkan para orang tua hanya mengandalkan sekolah dan guru dalam mendidik anak-anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Menaruh harapan yang tinggi bahwa anak-anak mereka akan memperoleh pendidikan sesuai dengan ekspektasi mereka sehingga melupakan perannya sebagai orang tua memberikan pendidikan berdasarkan kebutuhan anak mereka. Berikut aspek-aspek yang perlu dipahami oleh orang tua dan guru dalam berkolaborasi memberikan pendidikan inklusif kepada anak (Ni’matuzahroh and Nurhamida, 2016): 1. Orang tua memiliki persepsi yang kurang tepat tentang konsep sekolah inklusi dan memandang sekolah akan "menyembuhkan‛ anaknya dan menjadikannya sama dengan siswa reguler. Hal ini
56 akan menyebabkan orang tua menaruh harapan yang berlebihan pada sekolah dan menganggap perkembangan dan keberhasilan akademik maupun sosial anaknya adalah tanggung jawab sekolah sepenuhnya. Pandangan tersebut menyebabkan orang tua bertindak pasif dan kurang bersedia terlibat dalam pembelajaran anaknya, atau sebaliknya bertindak agresif dengan mengajukan tuntutan-tuntutan yang tidak realistis pada sekolah ataupun khususnya guru anaknya. 2. Bagi banyak orang tua, terlibat dalam pendidikan anak dapat memunculkan perasaan lelah, terkadang membutuhkan banyak waktu, dan dirasakan menyulitkan. Terlebih lagi orang tua dengan anak berkebutuhan merasakan partisipasi dalam pendidikan anaknya tersebut penuh dengan tuntutan, karena menuntut orang tua masuk ke dalam sistem, pemahaman yang baik terhadap kebijakan, hukum, memahami hak dan tanggung jawab anak serta peran dan tanggung jawab pihak profesional lain yang terkait dengan sistem. 3. Orang tua kurang memahami bahwa sekolah inklusi di Indonesia dilaksanakan dalam kondisi yang kurang ideal baik dari segi kompetensi guru, ketersediaan sarana prasarana, sampai pada penyusunan kurikulumnya (Ni'matuzahroh & Nurhamida, 2014). Dalam situasi ini, sebenarnya keluarga atau orang tua menjadi mitra penting bagi sekolah untuk saling memberikan kontribusinya agar pembelajaran dapat berjalan optimal dalam seala keterbatasannya. Namun terkadang yang terjadi sebaliknya, orang tua dan
57 sekolah saling menyalahkan akan kondisi yang tidak ideal yang justru akan memperparah keadaan dan menempatkan siswa sebagai korban. 4. Pihak sekolah terkadang juga memiliki pandangan yang kurang tepat seperti keterlibatan orang tua dipandang sebagai ikut campur atau merasa lebih tahu dari orang tua tentang konsep sekolah inklusi. Terkadang guru juga resisten terhadap keterlibatan orang tua dan merasa terancam karena orang tua yang terlalu menuntut atau terlalu memaksakan pencapaian target yang tidak realistis. Padahal kehadiran orang tua secara fisik di sekolah adalah hal yang penting karena dapat membangun komunikasi dengan guru yang akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan sosial, akademik, dan ketrampilan siswa. 5. Sekolah dan guru merasa penerapan sekolah inklusif memberatkan karena harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti: Misalnya, kapasitas guru di kelas inklusif, penempatan asisten pengajar khusus, dan penciptaan program pembelajaran individual. Oleh karena itu, sekolah menganggap perlunya membangun kemitraan sebagai beban tambahan yang harus mereka tanggung dalam menjalin komunikasi antara sekolah dengan orang tua siswa berkebutuhan khusus.
58 Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pembelajaran di kelas inklusif sehingga perlunya untuk mempersiapkan mental dan pengetahuannya tentang pendidikan inklusif karena guru yang menjadi penentu berhasil tidaknya pendidikan inklusif. Dalam pembelajaran di kelas, gurulah yang memegang kendali, mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar kepada anak berkebutuhan khusus, melayaninya dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan. Agar penyelenggaraan pendidikan inklusif yang dilakukan oleh guru di sekolah berjalan secara efektif dalam menumbuh kembangkan potensi anak berkebutuhan khusus maka perlunya kolaborasi antara guru dan ahli kebutuhan khusus. Dalam pelaksanaan Pendidikan khusus guru akan memperoleh hambatan-hambatan dikarenakan beragama karakteristik anak berkebutuhan khusus. Sehingga pentingnya bagi guru untuk berkonsultasi dan bekerja sama dengan para ahli pendidikan khusus untuk menangani masalah-masalah yang timbul selama proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Sekolah perlu membangun jaringan kerja sama dengan profesional yang terkait dengan perkembangan anak yaitu dokter yang bertugas memantau aspek perkembangan fisik anak, psikolog yang membantu aspek psikologis dan konsultan perkembangan anak, terapis yang membantu sekolah dalam melakukan terapi perilaku anak disekolah, serta guru pendamping yang juga harus tersedia di dalam kelas. Semua tenaga profesional ini
59 idealnya duduk bersama untuk ikut memberikan pembinaan terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif serta saling berkomunikasi dalam membantu guru menyusun program pelayanan bagi siswa ABK yang sesuai kebutuhan siswa (Ni’matuzahroh and Nurhamida, 2016). Agar kolaborasi antara guru dan tenaga ahli inklusif dapat berjalan dengan efektif maka pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah perlu membuat pusat sumber (resource center) sebagai pusat sumber dalam pengembangan pendidikan khusus dan pendidikan inklusif yang dapat membantu memberikan bantuan teknis. Dengan adanya resource center sebagai layanan pendukung merupakan faktor penting bagi keberhasilan pendidikan inklusif untuk menjamin tersedianya layanan bagi anak-anak kebutuhan khusus pada semua tingkatan. Tugas dan fungsi pusat sumber adalah menyediakan guru pendidikan kebutuhan khusus yang profesional yang disebut sebagai guru kunjung (iteneran teacher). Tugas guru kunjung membantu guru sekolah reguler dalam membantu melakukan asesmen dan merancang pembelajaran serta memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus. Selain itu resource center mempunyai tugas menyediakan alat/media belajar yang diperlukan anak berkebutuhan khusus (Ariastuti et al., 2016). Pusat sumber ini dapat dimanfaatkan oleh semua anak, khususnya anak berkebutuhan khusus, orang tua, keluarga, sekolah reguler, sekolah inklusif, masyarakat dan pemerintah serta pihak lain yang berkepentingan (Garnida, 2015).
60 Adapun peran pusat sumber dalam pengembangan pendidikan inklusif antara lain: 1. Memberikan informasi kepada sekolah-sekolah (sekolah reguler dan SLB) mengenai pendidikan inklusif; 2. Menyediakan bantuan asesmen dan layanan dan bimbingan kependidikan bagi anak berkebutuhan khusus; 3. Melakukan inovasi di bidang pendidikan khusus/pendidikan inklusif; 4. Melakukan penelitian dan pengembangan implementasi pendidikan inklusif; 5. Merencanakan dan menyelenggarakan pelatihan bagi guru sekolah reguler dan guru SLB serta pihak lain yang membutuhkan pelatihan mengenai pendidikan inklusif dan atau pendidikan kebutuhan khusus; 6. Menyediakan bantuan kepada berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada anak/siswa termasuk mereka yang berkebutuhan khusus; 7. Menjadi fasilitator dan mediator bagi semua pihak dalam implementasi pendidikan inklusif (Garnida, 2015). Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III Pasal 4 ayat 6 dikatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
61 mutu layanan pendidikan. Untuk itu, keberhasilan pendidikan inklusif memerlukan banyak dukungan tidak hanya guru, dan tenaga ahli saja tetapi juga dukungan dari masyarakat. Berdasarkan pedoman umum pelaksanaan pendidikan inklusif, terdapat tujuh aspek yang dapat dilakukan masyarakat terkait dengan perannya dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, yaitu: 1). Perencanaan; 2). Penyedia tenaga ahli/ profesional terkait; 3). Pengambilan keputusan; 4). Pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi; 5). Pendanaan; 6). Pengawasan; dan 7). Penyaluran lulusan (Garnida, 2015). Inklusif dalam pendidikan merupakan bagian dari inklusi dalam kehidupan bermasyarakat atau inklusi sosial. Semua aspek sosial kemasyarakatan hendaknya dapat diakses oleh semua orang tanpa terkecuali. Setiap warga sesuai dengan haknya berhak memperoleh semua yang diperoleh oleh warga negara lainnya. Hak mendapatkan layanan, kemudahan, dan perlakuan yang adil dari semua orang dan dari pemerintah (Garnida, 2015). Melalui keterlibatan masyarakat dalam pendidikan inklusif diharapkan masyarakat dapat menghargai dan menerima perbedaan yang ada pada anak-anak berkebutuhan khusus. Ketercapaian pendidikan inklusif akan maksimal apabila adanya keterlibatan dan dukungan masyarakat dalam proses pelaksanaan pendidikan inklusif. Hal ini tidak terlepas dari manusia sebagai makhluk sosial. Dimana manusia akan hidup secara bersama-sama, berinteraksi, saling membutuhkan dan mempengaruhi satu sama lain sebagai bagian dari lingkungan sosial atau masyarakat. Keterlibatan masyarakat mengacu pada
62 pendapat Vigotsky (dalam Santrock, 2015) yang mengatakan bahwa lingkungan sosial mempengaruhi perkembangan anak dan membuat siswa dapat berkembang secara optimal jika berada dalam lingkungan sosial yang mendukung dan memberikan stimulasi kepada anak (Ni’matuzahroh and Nurhamida, 2016). Pendapat Vigotsky sejalan dengan teori ekologi yang dikembangkan oleh Bronfenbenner (dalam Santrock, 2007) yang menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Lingkungan tersebut mencakup keluarga, tetangga, lingkungan tempat siswa tinggal, teman sebaya, sekolah, masyarakat, sampai pada komunitas terbesar yaitu bangsa. Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada di sekitar individu (Ni’matuzahroh and Nurhamida, 2016). Membangun pendidikan inklusif harus melalui hubungan antar masyarakat dengan berbagai pertimbangan yang dipengaruhi oleh berbagai pengalaman, kepercayaan dan sikap masyarakat, sehingga kesuksesan pendidikan inklusif tergantung pada keterkaitan antara kepercayaan, nilai dan sikap dari semua elemen yang merupakan satu ikatan kuat termasuk orang tua, guru, sistem yang mendukung, kurikulum, siswa dan masyarakat (Garnida, 2015). Keterlibatan masyarakat dalam pendidikan inklusif dimaksudkan untuk dapat melengkapi kegiatan-kegiatan intrasekolah, memberikan bantuan dalam mengerjakan pekerjaan rumah, dan untuk mengatasi kurangnya dukungan dari keluarga. Sehingga apa pembelajaran yang didapatkan anak lebih komprehensif (Budiyanto, 2017).
63 Selain keterlibatan masyarakat pada penyelenggaraan pendidikan inklusif, kolaborasi dengan berbagai lembaga, baik lembaga nasional, internasional termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas anak berkebutuhan khusus. Lembaga internasional yang menjadi mitra pengembangan pendidikan inklusif antara lain UNESCO, IBE, USAID, WHO, Hellen Keller, dan Save the Children. Lembaga nasional antara lain, BKKBN, Unit layanan disabilitas dan departemen agama.
64 Nola Afri Jolida, S.Pd. Bagaimana Kita Dapat Merencanakan Pendidikan Inklusif? Sebelum kita mengetahui dan mempraktekkan strategi pengajaran inklusif. Maka sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai faktor-faktor apa saya yang menjadi ukuran dari keberhasilan pendidikan inklusif. Karena tidak cukup dengan hanya memahami konsepnya saja, tetapi perlu perencanaan yang realistis dan tepat. Berikut 3 faktor penentu utama yang perlu diperhatikan agar implementasi pendidikan inklusif bertahan lama: (Stubbs & Lewis, 2008)
65 1. Kerangka yang kuat (rangka) Pendidikan inklusif didukung dengan kerangka nilai-nilai dan indikator keberhasilan. Dan berkembang seiring dengan implementasi. Namun, jika ada pihak yang terlibat mempunyai konflik nilai ataupun hal lainnya dan jika konflik ini tidak diselesaikan, maka pendidikan inklusif akan mudah goyah. 2. Implementasi berdasarkan budaya lokal (daging) Satu kesalahan dalam asumsi bahwa solusi yang diambil dari suatu budaya dapat mengatasi permasalahan dalam budaya yang lainnya. Dengan berbagai pengalaman, menunjukkan bahwa solusi seharusnya dikembangkan secara lokal dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. 3. Berkesinambungan dan refleksi diri yang kritis (darah) Pendidikan inklusif akan berhasil jika adanya struktur yang baik sebagai penopangnya. Pendidikan inklusif merupakan suatu proses yang dinamis, dimana agar tetap hidup diperlukan adanya monitoring partisipatori yang berkesinambungan, dan melibatkan orang dalam merefleksi diri yang kritis. Sehingga, pendidikan inklusif bisa tetap hidup dan terus mengalir. Secara bersama-sama, ketiga faktor inilah (rangka, daging dan darah) yang dapat membentuk suatu organisme hidup yang kuat, beradaptasi dan tumbuh dalam budaya lokal.
66 Strategi kunci pembelajaran inklusif meliputi(Heijnen Maathuis & Inclusive Education Working Group (IEWG), 2016): 1. Identifikasi terkait apakah kurikulum fleksibel untuk keragaman siswa dan adakah anjuran untuk fleksibilitas tambahan. 2. Pastikan bahwasanya guru mendukung. 3. Mendukung guru dalam membangun rencana pendidikan yang baik terutama untuk anak anak yang sedang mengalami kesulitan 4. Bila memungkinkan, bekerjasamalah dengan Kementerian Pendidikan dalam membangun ruang sumber daya di sekolah. Ini merupakan tempat ataupun ruang tambahan yang berfungsi untuk anakanak yang sedang mengalami kesulitan yang membutuhkan arahan ataupun dukungan tambahan dari guru atau pihak sekolah. Tempat ini bisa sebagai nilai plus dalam meningkatkan pembelajaran dengan arahan atau target tambahan yang diperlukan (misalnya lokasi yang lebih tenang dalam mengerjakan tes ataupun menyelesaikan tugas merupakan hal yang dibutuhkan oleh anak yang sedang belajar bahasa instruksional). 5. Guru telah dilatih dan didukung dalam menggabungkan kunci pendekatan inklusif seperti: a. Aktif dalam praktek kegiatan belajar dan mengajar b. Sabar dalam memberikan waktu yang cukup untuk anak-anak dalam menyelesaikan tugas c. Mengidentifikasi dan mendukung minat yang dimiliki oleh anak
67 d. Pengajaran konsep dengan cara yang beranekaragam. e. Menugaskan anak dalam membantu temannya yang membutuhkan bantuan lain. f. Pembelajaran dilaksanakan secara koperatif dengan kelompok yang heterogen g. Berbicara secara perlahan serta jelas dalam menghadapi dan memastikan bahwa anak-anak dapat mendengar dengan baik. h. penggunaan langkah langkah konkret dalam pengenalan suatu konsep baru i. menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua atau wali anak sehingga anak tersbut juga mendapatkan dukungan dalam pembelajarannya di rumah. Kompetensi budaya dalam pendidikan adalah konsep multifaset yang mencakup kemampuan pendidik dan lembaga pendidikan untuk secara efektif memahami, menghormati, dan merespons beragam latar belakang budaya dan identitas siswa, keluarga, dan komunitas yang mereka layani. Hal ini melibatkan penciptaan lingkungan pembelajaran inklusif di mana semua individu merasa dihargai, dihormati, dan diberdayakan untuk sukses terlepas dari warisan budaya atau latar belakang mereka.(Horvat et al., 2014) Kompetensi budaya dalam pendidikan mengacu pada kapasitas pendidik untuk mengenali, memahami, dan menghargai keragaman budaya yang ada dalam
68 lingkungan pendidikan. Hal ini tidak hanya melibatkan pengakuan terhadap perbedaan budaya namun juga secara aktif mengintegrasikannya ke dalam praktik pengajaran, pengembangan kurikulum, dan kebijakan kelembagaan. Pendidik yang kompeten secara budaya berupaya menciptakan ruang kelas inklusif di mana siswa dari berbagai latar belakang merasa aman, didukung, dan terlibat dalam pengalaman belajar mereka (Dewsbury & Brame, 2019). Menumbuhkan kesadaran inklusivitas dan keberagaman dalam pendidikan sangat penting karena beberapa alasan : 1. Mendorong akses yang adil terhadap pendidikan dengan mengakui dan menangani kebutuhan dan pengalaman unik siswa dari berbagai latar belakang budaya. 2. Meningkatkan prestasi akademik dan perkembangan sosial-emosional dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan responsif secara budaya. 3. Merangkul keberagaman akan menumbuhkan rasa saling menghormati, empati, dan pemahaman di antara siswa, mempersiapkan mereka untuk berkembang di dunia yang semakin beragam dan saling terhubung. Tujuan dari garis besar ini adalah untuk mengeksplorasi strategi untuk mempromosikan kompetensi budaya dalam pendidikan dan menumbuhkan kesadaran inklusivitas dan keberagaman dalam lingkungan pendidikan. Dengan menggambarkan konsep-konsep utama, strategi, dan bidang fokus, garis besar ini bertujuan untuk memberikan kerangka komprehensif untuk
69 memahami dan menerapkan inisiatif kompetensi budaya di lembaga pendidikan. Melalui eksplorasi berbagai strategi dan pendekatan, pendidik dan pemimpin pendidikan dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk menciptakan lingkungan pembelajaran inklusif yang merayakan keberagaman dan mendorong kesetaraan dan keunggulan bagi semua siswa. Praktik pengajaran yang responsif secara budaya sangat penting untuk menciptakan lingkungan pembelajaran inklusif yang menghormati dan merangkul beragam latar belakang budaya siswa. Praktek-praktek ini melibatkan: Pendidik dapat mengintegrasikan materi, sumber daya, dan contoh dari beragam budaya ke dalam kurikulum mereka untuk menjadikan pengalaman belajar lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Pendekatan ini membantu memvalidasi identitas dan pengalaman siswa, menumbuhkan rasa memiliki dan keterlibatan di kelas. Menerapkan berbagai metode pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar dan preferensi budaya yang berbeda dapat meningkatkan inklusivitas di kelas. Ini mungkin termasuk kerja kelompok, kegiatan pembelajaran kooperatif, pengalaman langsung, dan sumber daya multimedia. Dengan mengakomodasi beragam kebutuhan pembelajaran, pendidik dapat mendukung setiap siswa sehingga dapat memiliki kesempatan yang sama untuk bisa sukses secara akademik. Pendidik memainkan peran penting dalam memberikan contoh kompetensi budaya dan menciptakan lingkungan kelas yang inklusif. Untuk menumbuhkan kesadaran budaya di kalangan pendidik, strategi berikut dapat diterapkan: Memberikan pelatihan dan lokakarya
70 berkelanjutan tentang kompetensi budaya dapat membantu para pendidik. (Chima Abimbola Eden et al., 2024) Pembelajaran dan adaptasi berkelanjutan mencakup proses berulang dalam merefleksikan pengalaman dari masa lalu, belajar dari kegagalan, dan membuat penyesuaian terhadap keadaan dari waktu ke waktu. (Frank & Mohamed, 2024). Pembelajaran berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai pembelajaran sepanjang hayat (Life Long learning), belajar dalam mengembangkan kecakapan hidup, belajar dalam mengembangkan kemampuan beradaptasi, serta belajar agar dapat memiliki kematangan dalam pengembangan diri baik dalam karir maupun yang dicita-citakan. Dengan mengintegrasikan pembelajaran dan adaptasi berkelanjutan ke dalam proses perencanaan strategis, maka dapat meningkatkan kemampuan peserta didik diantaranya (Frank & Mohamed, 2024) : 1. Menangkap peluang Pembelajaran berkelanjutan memungkinkan dalam mengidentifikasi serta memanfaatkan peluang yang muncul dengan segera. 2. Memitigasi risiko Pembelajaran dan adaptasi berkelanjutan membantu mengidentifikasi dan mitigsi resiko. Dengan secara aktif memantau dan menganalisis resiko terkait dengan perubahan kondisi pembelajaran dengan
71 menyesuiakan dengan strategi yang tepat untuk digunakan. 3. Mendorong inovasi yang inovatif Pembelajaran berkelanjutan menumbuhkan budaya inovasi dengan mendorong mengeksplorasi ide-ide baru, belajar dari pengalaman dan mendorong inovasi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.
72 Joharatil Maknun, S.Pd. endidikan inklusi adalah kewajiban moral untuk mendukung keberagaman dan kesetaraan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang sama ke pendidikan, terlepas dari latar belakang etnis, status ekonomi, atau masalah lain yang mereka hadapi. Keberagaman dalam pendidikan inklusi berarti menerima dan menghargai perbedaan. Semua orang membawa perspektif, kekuatan, kebutuhan, dan kemampuan yang berbeda, yang berkontribusi pada lingkungan belajar yang kaya dan dinamis. Di sisi lain, kesetaraan berarti bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, berkembang, dan mencapai potensi penuh mereka. Kesetaraan dan keberagaman tidak hanya dimasukkan ke dalam kurikulum dan strategi pembelajaran, tetapi juga dimasukkan ke dalam kebijakan dan praktik yang memenuhi kebutuhan semua siswa. Implementai kelas dirancang untuk P
73 menjadi layak dan menantang, sejalan dengan kemampuan serta kebutuhan setiap anak (Khaerunisa and Rasmitadila, 2023). Pendidikan yang mengutamakan keberagaman dan kesetaraan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil di mana setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk berkontribusi dan berkembang. Pendidikan yang inklusif mengajarkan toleransi dan penerimaan, yang kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan menciptakan lingkungan dan budaya yang inklusif tidak hanya memerlukan sumber daya yang memadai, tetapi juga menanamkan nilai dan perspektif yang mendukung kesetaraan dan keberagaman. Setiap siswa harus merasa diterima dan dihargai dalam lingkungan yang inklusif. Keterlibatan aktif dari seluruh komunitas sekolah diperlukan untuk membentuk lingkungan yang benar-benar inklusif. Ini mencakup halhal seperti kebijakan sekolah, pendapat guru, dan interaksi siswa. Masing-masing komponen ini harus bekerja sama untuk mendorong inklusi yang efektif dan berkelanjutan (Budianto, 2023; Sahrudin, Djafri and Suking, 2023). Sangat penting bagi guru untuk menciptakan budaya yang inklusif. Guru yang mendukung inklusi menunjukkan sikap terbuka dan menerima terhadap semua siswa, yang pada gilirannya menumbuhkan rasa kepercayaan dan keamanan di kalangan siswa (Yuwono and Mirnawati, 2021)
74 Selain itu, pentingnya rekan sebaya dalam membentuk budaya yang inklusif tidak boleh diabaikan. Siswa memiliki kesempatan untuk belajar dari dan dengan satu sama lain dalam lingkungan yang mendukung dan empatik melalui dukungan rekan. Pendidikan inklusi harus melibatkan orang tua dan masyarakat luas untuk mendorong penerimaan lingkungan. Untuk memastikan bahwa nilai-nilai inklusi ditanamkan tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah dan di komunitas seseorang sangat penting bekerja sama. Masyarakat yang inklusif memperluas dampak pendidikan inklusif dan mendukung upaya sekolah (Wahid and Khoulita, 2023). Mengakui dan menerima pendekatan belajar yang berbeda sangat penting dalam pendidikan inklusi. Bagaimana setiap siswa menyerap, memproses, dan mengingat data berbeda-beda. Pendidikan yang inklusif mengubah pendekatan untuk memenuhi keanekaragaman ini, memastikan bahwa semua siswa memperoleh hasil belajar yang terbaik. Misalnya, beberapa siswa memiliki kemampuan yang lebih baik untuk belajar secara visual, sementara siswa lain lebih terbuka terhadap instruksi verbal atau kinestetik. Menerapkan berbagai metode pengajaran, seperti visual, auditori, dan kinestetik, penting untuk mendukung semua siswa (Andajani, 2022). Selain itu, teknologi sangat penting untuk menyediakan sumber daya yang dapat disesuaikan dengan gaya belajar unik siswa. Alat digital modern, seperti
75 aplikasi pembelajaran interaktif dan realitas virtual, memungkinkan siswa terlibat dalam berbagai cara, termasuk menyesuaikan konten kelas dengan preferensi mereka. Selain itu, penting bagi siswa untuk membuat lingkungan kelas yang mendukung di mana mereka merasa aman untuk bereksperimen dan menceritakan cara mereka belajar. Guru harus mendorong siswa untuk mengidentifikasi dan menggunakan gaya belajar mereka sendiri, yang secara signifikan meningkatkan efektivitas pembelajaran (Sutrisno, Muhtar and Herlambang, 2023). Di Finlandia, program inklusi adalah contoh yang menonjol. Sekolah-sekolah di negara itu telah lama diakui karena komitmen mereka terhadap kesetaraan dalam pendidikan. Dalam sistem pendidikan mereka, semua siswa, terlepas dari latar belakang dan kemampuan akademik mereka, ditempatkan dalam lingkungan belajar yang sama dengan teman sebaya mereka. Pelatihan komprehensif dalam strategi inklusi dan diferensiasi diberikan kepada guru di Finlandia. Pelatihan ini memungkinkan mereka untuk mengajar dengan efektif dalam kelas yang heterogen. Hasilnya, siswa dengan kebutuhan khusus mencapai tingkat keberhasilan akademik yang lebih tinggi. Salah satu contoh implementasinya anak-anak dengan disleksia yang menghadapi kesulitan membaca dan menulis. Mereka belajar dengan buku elektronik yang mengeluarkan suara. Program di Ipad ini membantu anak disleksia memahami konsep dan materi pelajaran karena memberikan
76 penjelasan dan membantu mereka dalam menghadapi ujian nasional (Muryanti and Herman, 2021). Kisah lainnya dalam keberhasilan pendidikan inklusi pada sebuah distrik sekolah di California telah mengadopsi model "full inclusion", yang memungkinkan siswa dengan disabilitas belajar bersama siswa tanpa disabilitas sepanjang hari di semua kelas. Untuk membuat pelajaran mereka lebih mudah diakses oleh semua siswa, distrik ini menggunakan pendekatan kolaboratif antara guru biasa dan guru pendidikan khusus. Program ini tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa dengan kebutuhan khusus, tetapi juga membantu siswa tanpa kebutuhan khusus mengembangkan keterampilan sosial dan empati yang lebih baik. Namun proses menuju full inclusion ini tentu tidak mudah karena guru harus diberi pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai jenis disabilitas dan metode intervensi dalam persiapan program mereka atau melalui pengembangan profesional untuk meningkatkan kenyamanan dan persepsi inklusi mereka. Guru-guru baru perlu diberikan mentor dan dukungan dari lembaga sehingga dalam mengajar akan merasa lebih nyaman. Selain itu pelatihan tentang praktik berbasis bukti dalam bekerja dengan anak-anak dengan disabilitas harus menjadi bagian dari program pelatihan guru. Seperti yang ditunjukkan dengan jelas oleh studi, guru yang memiliki pengalaman bekerja dengan anak-anak disabilitas merasa lebih nyaman memiliki anak-anak disabilitas di ruang kelas mereka (Kondo et al., 2023).
77 Singapur sebagai salah satu negara maju di Asia telah menaruh perhatian atau dukungan terhadap pendidikan inklusi sejak tahun 1952 . Dengan mendirikan Singapore Children's Society yang merupakan program publik untuk anak kecil dengan disabilitas. Dalam konteks Singapura, Early Childhood Intervention (ECI) didefinisikan sebagai dukungan yang mencakup pendidikan, kesehatan, dan perawatan anak dari lahir hingga usia delapan tahun untuk mencegah atau mengurangi dampak kecacatan. Salah satu unit pembangunan anak yang telah berhasil adalah Early Intervention Programme for Infants and Children (EIPIC), Singapura telah mengembangkan program pendidikan inklusi yang luas di Asia. Program ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menangani kebutuhan pendidikan khusus anak-anak. Anak-anak yang berpartisipasi dalam program ini menerima dukungan kompleks yang mencakup dukungan sosial, terapi, dan pendidikan, yang diintegrasikan ke dalam lingkungan sekolah biasa (Poon and Lim, 2012). Terbukti bahwa keterlibatan dini ini berhasil mempersiapkan anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk transisi ke pendidikan dasar yang lebih formal. Kesuksesan ini menunjukkan betapa pentingnya komitmen untuk pendidikan inklusi yang terpadu dan holistik. Setiap contoh ini menekankan pentingnya mengubah lingkungan belajar untuk menerima keberagaman dan memberikan akses yang sama bagi semua siswa. Metode ini tidak hanya meningkatkan hasil pendidikan, tetapi juga mendorong masyarakat yang lebih toleran dan inklusif.
78 Contoh keberhasilan dari berbagai negara dapat diadopsi dan disesuaikan untuk memberikan wawasan berharga tentang mengembangkan dan menerapkan program pendidikan inklusi. Keberhasilan pendidikan inklusi bergantung pada pendekatan yang bekerja sama, komprehensif, dan terus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan dan kesulitan yang berbeda dari setiap konteks pendidikan. Pendidikan inklusif tidak hanya berfokus pada memasukkan siswa dengan kebutuhan khusus ke dalam kelas umum, tetapi juga pada pencapaian dan kesejahteraan setiap siswa. Pendekatan yang inklusif memungkinkan sekolah membuat lingkungan yang mendukung di mana setiap siswa dapat berkembang. 1. Peningkatan Prestasi Akademis Pendidikan inklusif telah terbukti meningkatkan prestasi akademik siswa dengan dan tanpa kebutuhan khusus. Guru dapat memenuhi kebutuhan belajar yang beragam dalam satu ruang kelas dengan teknik seperti pembelajaran diferensiasi. Karena mereka menerima instruksi yang lebih individualisasi dan memiliki kesempatan untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar mereka masing-masing, studi menunjukkan bahwa siswa yang belajar di lingkungan yang inklusif cenderung mencapai hasil belajar yang lebih baik.
79 2. Peningkatan Kesejahteraan Sosial dan Emosional Peningkatan Kesejahteraan Sosial dan Emosional: Selain dampak akademik, pendidikan inklusif juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan emosional siswa. Ini karena lingkungan pendidikan yang inklusif mendorong siswa untuk belajar keterampilan sosial dan empati yang lebih baik dan menerima perbedaan. Ini sangat penting untuk mempromosikan lingkungan belajar yang positif dan membangun hubungan antarpribadi yang sehat. Kisah pertama yang di ambil dari buku Leading an Inclusive School, Access and Success for ALL Student. Kisah yang berjudul Everything About Bob Was Cool, Including His Cookies. Kisah seorang anak laki-laki yang bernama Bob dengan multiple disabilities salah satunya mengidap cerebral palsy (Villa and Thouand, 2017). Suatu hari ibunya menderita sakit dan harus dirawat, seorang pendidik bernama Totyona melihat kesusahan tersebut dan menelpon temannya untuk membawa Bob sekolah di Winooski. Pada waktu itu Bob tidak dapat berbicara maupun berbahasa isyarat. Bob menjadi siswa pertama dengan special needs di tingkat kelas menengah Winooski. Sehingga sekolah mulai membuat rencana transisi yang dibantu oleh orang tuanya, guru, guru spesialis, language pathologist, perawat dan administrator.
80 Hal yang paling penting dalam transisi ini adalah siswa yang akan membersamai Bob selama berada di sekolah. Bob mulai dikenalkan dengan menayangkan video tentang Bob di kelas-kelas. kemudia siswa diberikan pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan ketika bertemu Bob. Siswa juga diberikan kesempatan bertanya seputar Bob. Alahasil semua siswa merasa tertarik dan ingin bertemu dengan Bob dan menjadi siswa paling popular meskipun Bob belum berada di sekolah. Terdapat 3 prioritas utama yang akan dikembangkan pada Bob, pertama kemampuan berkomunikai, kedua kemampuan bersosialisasi dan ketiga Kesehatan terutama dalam mengembalikan berat badan ideal Bob. Pada tahun pertama Bob dijadwalkan dengan bimbingan guru, sains, matematika, pendidikan jasmani, perpustakaan, pendidikan teknologi dan kelas computer. Temuan yang dihasilkan selama masa bimbingan guru, Bob sering bekerja dengan saklar panelnya. Jika Bob menekan tombol panel, music akan mulai diputar. Musik selalu dipilih oleh Bob dan para siswa yang bekerja dengannya. Hal menarik lainnya di kelas sains saat semua siswa melakukan eksperimen dengan katak anak-anak menaruh katak di atas meja, namun kelompoknya Bob berinisiatif dengan menaruh nampan di atas kursi roda Bob saat anak-anak lain mengangkat katak dan mulai tertawa, Bob juga ikut tertawa. Saat kegiatan berlangsung rekan satu tim Bob menanyakan pertanyaan seperti ‚Bob, apakah kau mau minum?‛ atau ‚Bob, bisakah kamu melihat cangkir biru nya?‛.
81 Bob juga berpartisipasi pada kelas matematika, kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan melacak gerakan dengan mata, guru matematika dengan suara menggelegar mondar mandir di depan kelas sambil menjelaskan, kepala Bob mulai bergerak melacak keberadaan guru. Guru matematika juga menggunakan contoh soal cerita dengan menggunakan nama Bob untuk mengenali namanya. Pertanyaan menarik yang membuat semua siswa tertarik untuk memecahkannya ‚Mengingat jari-jari ban kursi roda Bob dan jarak ruangan ini ke kafetarian, berapa putaran yang diperlukan untuk mencapai lingkaran tersebut?‛. Para siswa mengukur, menghitung dan memeriksa jawaban mereka dengan mendorong Bob ke kafetarian. Bob menjadi bagian yang berarti di dalam komunitas kelas. Beranjak menuju kelas penelitian sosial, diawali dengan siswa didorong melaporkan peristiwa-peristiwa nasional, dunia atau peribadi. Bob dan Tracy (Ahli patologi wicara dan bahasa) maju ke depan kelas untuk menjelaskan cara kerja sistem komunikasi baru untuk Bob. Bob dan timnya ingin semua orang tahu bagaimana cara menggunakannya. Tracy menempelkan selembar Plexiglass besar ke nampan pangkuan Bob yang memiliki symbol ya (di kana nata) dan tidak (di kiri atas). Kemudian Bob menjawab pertanyaan Tracy dengan menggunakan matanya kemudian Bob menjawab pertanyaan bagus dari teman-temannya. Sekarang teman-teman Bob telah belajar cara menggunakan sistem sehingga mereka dapat berbicara dengan Bob. Terakhir pada kelas pendidikan jasmani Bob
82 mengikuti kelas di dalam maupun di luar ruangan. Pada unit gulat, Bob bergabung dilantai dengan siswa lainnya berlatih mengubah posisinya, Latihan rentang gerak di matras. Pada musim Bisbol Bob ikut berpartisipasi dengan menjadi pelari dasar untu timnnya. Ketika rekan pemukulnya memukul bola, Bob dengan cepat didorong mengelilingi base. Suara tertawanya sampai terdengar ketika berpindah dari base satu, dua, tiga dan pulang. Tahun kedua Bob di sekolah. Keluarga dan kawankawan Bob mulai bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada Bob setelah itu. Setelah berdiskusi tim Bob mendapatkan ide untuk membuat bisnis kue kecil-kecilan bersama tiga teman sekelasnya. Bisnis ini kemudian dikenal dengan Cota’s Cool Cookies. Nama ‚Cota‛ diambil dari nama belakang Bob dan ‚Cool‛ diambil dari bahan rahasia produk dari permen mint. Bob sebagai CEO dan kepala koki. Dengan bantuan saklar panelnya, dia mampu menyalakan pengocok listrik, mengaduk adonan kue. Siswa yang lain mengemas dan mendistribusikannya. Kue Cota ini melibatkan banyak siswa seperti siswa yang tertarik pada bisnin membuat kontrak dan memelihara pembukuan. Siswa kelas seni mendesain label produk. Usaha kolaboratif ini menjadi terkenal dan mengasilkan keuntungan dalam beberapa bulan. Seorang guru pernah bertanya-tanya ‚Apakah dia hanya akan duduk di belakang kelas saja, membuat keributan dan mengganggu kelas?‛. Namun setelah mengenal Bob guru tersebut berkata ‚Dia telah memberikan pengaruh positif yang sangat kuat pada siswa di kelasnya‛.
83 Dari cerita ini kita dapat belajar bahwa keberhasilan pendidikan inklusi dimulai dari dilakukannya transisi yaitu mengenalkan, memberikan edukasi dan membuka tanggapan dari berbagai perspektif. Ketika lingkungan atau sekolah telah siap dalam menerima anak-anak dengan disabilitas maka program akan dapat terlaksana dengan baik. Semua yang terlibat dalam pendidikan inklusi ini akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
84 Tia Sarawati, S.Pd. endidikan memiliki signifikansi yang besar bagi semua anak, termasuk mereka yang memiliki latar belakang kebutuhan khusus., untuk mencapai kesetaraan sosial. Namun, seringkali pandangan negatif dari masyarakat terhadap anak-anak dengan disabilitas, menganggap mereka sebagai individu yang kurang berguna karena keterbatasan mereka, dapat menjadi beban tambahan bagi mereka. Pandangan seperti ini dapat membuat mereka merasa tertekan dan tidak dihargai dalam lingkungan sosial. Akibatnya, hal ini dapat menghalangi mereka untuk mengakses pendidikan Pendidikan inklusi menjadi solusi terbaik untuk anak anak disabilitas untuk mencapai pendidikan yang sama dan setara dengan anak anak lainya, sesuai dengan pernyataan (Florian, 2008)Pendidikan inklusi merupakan salah satu dasar bahwa pada prinsip dasar semua siswa seharusnya mendapatkan P
85 layanan pendidikan tanpa memandang perbedaan individual mereka. Penerapan pendidikan inklusi sudah mulai diterapkan di Indonesia banyaknya sekolah-sekolah menerapkan pendidikan inklusi dan didukung para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus sudah mementingkan pendidikan karena selaras dengan tujuan pendidikan inklusi dapat memberikan kesempatan bagi semua anak termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus, dan membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar serta membantu menciptakan pendidikan bermutu yang menghargai keanekaragaman, ramah terhadap pembelajaran dan tidak diskriminatif. Hal ini sesuai Pasal 32 ayat 1 dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 5 ayat 1 dalam UU No. 20 tahun 2003, serta Pasal 51 dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak anak dalam berbagai konteks. Pasal-pasal ini menegaskan bahwa setiap anak memiliki hak yang harus dijaga dan dihormati, termasuk hak untuk terhindar dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, serta perlakuan yang merugikan. Oleh karena itu, ketiga landasan hukum ini memberikan dukungan yang kuat terhadap komitmen negara dalam melindungi hak-hak anak serta menjamin kesejahteraan mereka sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar dan peraturanperaturan yang berlaku.. selaras dengan pendapat (Todaro, M. P and S. C. Smith, 2006) Tujuan dari
86 pendidikan inklusi sendiri dapat memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang dan dapat mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang dapat menghargai semua keanekaragaman dan tidak membeda-bedakan bagi semua peserta didik. Pendidikan inklusi memiliki potensi untuk menggali bakat dan memberikan kesempatan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus yang sering terpinggirkan dalam sistem pendidikan konvensional. Oleh karena itu, penting untuk memberikan perhatian yang sama terhadap pendidikan inklusi sebagaimana kita berikan terhadap pendidikan pada umumnya.Karena yang semua kita ketahui bersama dampak dari sebuah pendidikan inklusi sangat bersinggungan dengan sikap kepribadian anak-anak berkebutuhan khusus yang mengajarkan nilai - nilai sosial, adanya sikap positif yang berkembang seperti komunikasi dan interaksi antar sebaya. Semua siswa belajar dan diajarkan untuk sama sama untuk memahami, menghargai perbedaan dalam suatu individu, bagi anak-anak berkebutuhan khusus mereka diberikan kesempatan dalam keterampilan sosial yang ada di masyarakat karena mereka dimasukan dalam sekolah umum yang dapat membentuk pribadi sosial seperti teman sebayanya. Namun hal demikian pihak penyelenggara yang berperan atau sekolah dan tenaga pendidik harus sama sama dapat membangun kerjasama untuk membentuk pendidikan yang membuka peluang inklusi, keterlibatan orang tua juga memiliki peran kunci dalam merencanakan dan memberikan dukungan belajar di
87 rumah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan pendidikan inklusi. Hal ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan pencapaian optimal bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus, serta menghindari munculnya label atau pandangan negatif terhadap mereka di masyarakat. Guru-guru harus dapat mengajar secara interaktif, pendapat (Asriningtyas and Rosmalina, 2015) Menyatakan bahwa guru memiliki peran yang penting dalam pengajaran pendidikan inklusi, seorang guru harus memiliki sikap kasih terhadap anak-anak berkebutuhan khusus namun tidak serta merta selalu mengistimewakan karena mereka harus juga bisa beradaptasi dalam lingkup masyarakat nantinya, Guru memiliki sebuah tanggung jawab yang dapat menciptakan suasana kelas yang mampu menghargai perbedaan antar individu dan membuat nyaman anak-anak berkebutuhan kusus dalam mengikuti pembelajaran dikelas Bersama dengan anak-anak sebaya lainya. Guru sebagai pendidik harus mampu mengintegrasikan siswa dengan berkebutuhan khusus dalam pembelajaran reguler, metode pembelajaran dalam pendidikan inklusi harus benar-benar diperhatikan hal memang demikian memang tidak mudah diterapkan dalam suatu pendidikan inklusi, guru harus memiliki jiwa kesabaran yang luas dalam melakukan pembelajaran dan diusahakan dalam satu kelas pembelajaran diadakanya guru pendamping yang dapat memahami pembelajaran inklusi dalam kelas .
88 Kurikulum yang diterapakan dalam pembelajaran inklusi yang fleksibel adanya penerapan penyesuaian dalam suatu pendidikan inklusi tidak mengedepankan materi pembelajaran tetapi bagaimana memberikan suatu perhatian penuh pada kebutuhan peserta didik dengan memperhatikan kurikulum yang tepat sesuai dengan kebutuhan mereka dan lebih difokuskan pada keterampilan dan potensi pribadi yang belum berkembang di dampingi dengan pendekatan pembelajaran yang fleksibel dalam aktivitas pembelajaran dan tidak menyulitkan mereka dalam memahami suatu materi pembelajaran dengan disesuaikan tingkat kemampuan peserta didik inklusi. Strategi dalam pembelajaran inklusi harus menyiapkan beberapa metode pembelajaran yang digunakan sebelum memulai pembelajaran dikelas seperti menata tempat , menempatkan anak kebutuhan kusus di paling depan dan dalam proses pembelajaran pendidik tidak membedakan dapat mengkodisikan kelas dengan fleksibel , terkait dengan system penilaian yang digunakan dalam kelas inklusi harus disesuaikan dengan kemampuan dan bakat peserta didik. Pendidikan Inklusi secara formal merupakan hak semua anak sebagaiamana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa dan semua tumpah darah Indonesia merupakan salah satu tujuan suci dari berdirinya negara Indonesia
89 diperkuat dengan pasal 31 ayat 1 UUD 195 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan setiap Pendidikan, dengan demikian pendidikan inklusi di Indonesia sudah di dukung penuh dengan kebijakan yang ada dan sudah diterapakan bahwa wajib belajar 9 tahun hak seluruh anak Indonesia tanpa terkecuali. Penddikan inklusi seharusnya didukung juga terkait aksebelitas namun kenyataanya masih banyak sekolah inklusi konteks pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus masih dianggap kurang memadai hingga saat ini, terutama dalam hal kenyamanan dan keamanan. Banyak sekolah inklusi yang masih belum menyediakan sarana aksesibilitas yang memadai, sehingga membuat anak-anak berkebutuhan khusus kesulitan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Salah satu bentuk sederhana aksesibilitas yang bisa diterapkan di sekolah inklusi adalah dengan menampilkan running text yang membantu siswa tuna mendapatkan informasi dengan lebih mudah. Penerimaan sekolah memegang peranan penting dalam penerapan kebijakan sekolah inklusi diantaranya sekolah harus memegang teguh bahwa tidak ada diskriminasi terhadap calon siswa berdasarkan kecacatan, kebutuhan khusus atau latar belakang sosial-ekonomi mereka. Penerimaan yang terbuka sekolah inklusi juga harus memiliki kebijakan penerimaan yang terbuka untuk semua anak, tanpa memandang kondisi fisik , intelektual maupun emosional hal demikian agar mereka merasa disambut dan di integrasikan secra positif dalam
90 lingkungan yang sekolah dan membuat mereka nyaman dalam prosesn pembelajaran , hal ini sesuai dengan pernyataan (Hurlock Elizabet, 2015). Dampak positif dari diterimanya individu oleh kelompok sosialnya adalah adanya peningkatan konsep diri yang positif, peluang yang lebih besar untuk terlibat dalam kegiatan kelompok teman sebaya, pengembangan keterampilan sosial yang baik, dan pemahamantentang bagaimana membangun persahabatan. Anak-anak dengan kebutuhan khusus seharusnya dapat mengalami pertumbuhan yang positif bersama dengan teman-teman mereka, baik di dalam maupun di luar lingkungan kelas. Penerimaan sekolah inklusi harus berdasarkan pada kebutuhan individu siswa dengan mempertimbangkan kebutuhan belajar mereka dengan beberapa dukungan yang mungkin disekolah dan kemampuan sekolah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebijakan dalam penerimaan sekolah inklusi harus mendukung konsep inklusi yang sepenuhnya, yang berarti anak-anak dengan kebutuhan khusus diterima dan diintegrasikan kedalam regular sebanyak mungkin dengan menyediakan kebutuhan tambahan yang perlu diperlukan, selain itu sekolah juga harus transparansi dan terbuka untuk semua pihak yang terlibat, siswa, orang tua dan termasuk staff sekolah. Informasi kebijakan harus bersifat terbuka terkait bagaimana kriteria penerimaan ,seleksi daalam penerimaan dan proses seleksi juga harus tersedia degan jelas dan baik, selain itu sekolah juga harus dapat berkomunikasi dengan orang tua dan ahli yang terlibat dalam suatu perencanaan dan implementasi kebijakan penerimaan inklusi ini memastikan bahwa suatu