| 39 mengandung cacat. Sedangkan selain kedua khiyar dianggap tidak sah. D[f[g j[h^[ha[h g[tb[\ Ss[`c’cs[b ebcs[ll [^[ ^o[ jenis ; khiyar tasyahhi dan khiyar naqisyah. Dari cabang dua khiyar tersebut jumlah khiyar yang diboleh dalam pandangan ms[`c’cs[b [^[ _h[g \_f[s khiyar di antaranya ; khiyar majlis, khiyar yang jelas disyariatkan dalam keterangan hadits, khiyar syarat yang dibatasi maksimal tiga hari dan disyariatkan dalam keterangan hadits, khiyar aib adalah khiyar yang ditimbulkan ketika terlihat saat barang di serahkan atau setelahnya, khiyar talaqi rukban karena ada unsur harga lebih mahal dibandingkan harga pasar, khiyar disebabkan pemisah akad dengan sebagian rusaknya produk, khiyar tidak terpenuhinya unsur yang disyaratkan saat transaksi, khiyar ketidak jelasan adanya ghasab, khiyar karena ketidak jelasan obyek yang terlepas, khiyar tahaluf, khiyar penjual karena naik harga dalam murabahah, khiyar pembeli karena pencampuran produk yang dijual sebelum di pisah, khiyar tidak mampu membayar, khiyar perubahan sifat sebelum akad, khiyar karena cacat dalam buah. Ulama Hanabilah berpandangan khiyar menurut mereka terbaga menjadi 8 jenis di antaranya ; Khiyar majlis, syarat, ghubn, tadlis, aib, khianat, khiyar perbedaan dua pelaku penjual dan pembeli dalam harga, pembeli sewa dan penyewa dan khiyar pemisahan akad. Walaupun para ulama berbeda pendapat terkait jenis khiyar, ada beberapa khiyar disepakati khususnya dalam konteks jual-beli, terdapat tiga jenis khiyar yang umum dikenal dalam Islam, di antaranya adalah : Khiyar Syarat ; Salah satu jenis khiyar yang di kenal
40 | dalam Islam ada khiyar syarat, khiyar ini termasuk yang diperbolehkan oleh mayoritas ulama. (Zuhaili, 2010) Khiyar syarat adalah khiyar yang terjadi ketika pembeli dan penjual menetapkan beberapa syarat dalam transaksi jual-beli, salah satunya adalah syarat bahwa pembeli berhak memilih apakah akanmelanjutkan akad atau membatalkan. Khiyar ini harus ditetapkan dalam waktu yang ditentukan. (M[l’c, 2006) Khiyar syarat terkait gambaran tentang seseorang yang mengadakan akad atau perikatan dengan menetapkan syarat perjanjian dalam transaksinya memiliki hak pilih untuk melangsungkan atau membatalkan hak jual belinya. (Muslich, 2010) Jadi, khiyar syarat adalah ketentuan yang diberikan oleh pembeli seperti ucapan : saya membeli produk ini, dengan syarat diberikan khiyar (pilihan melanjutkan atau membatalkan) dalam waktu satu hari, kemudian penjual menyetujuinya. Atau ucapan dari seorang penjual : saya jual produk ini, dengan syarat diberikan khiyar (pilihan melanjutkan atau membatalkan) dalam waktu satu hari, kemudian pembeli menyetujuinya. Juga dapat dilakukan oleh kedua belah pihak dengan sama sama melakukan khiyar dan keduanya bersepakat. Terkait legalitas khiyar syarat secara umum para ulama ^[lc e[f[ha[h _gj[n g[tb[\ ^[h g[tb[\ msc’[b t[c^cs[b ^[h imamiyah membolehkan adanya akad khiyar syarat, hanya sebagian kecil ulama seperti ibnu hazm yang melarang
| 41 adanya akad tersebut. Hal ini berdasarkan hadits hadits shahih yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal sebagaimana keterangan hadits dari Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu bahwasanya ada orang yang melkukan transaksi kemudian diberikan ketentuan syarat tertentu. Implementasi dari transaki khiyar syarat dalam bidang ekonomi atau bisnis seseorang yang menjualkan produk baik dalam bidang makanan, elektronik seperti hp atau laptop kemudian penjual mensyaratkan atau memberi garansi wakatu tertentu. Selama garansi itu masih berlaku pembeli diperbolehkan menukar barang yang telah dijual atau membatalkannya. Hal ini banyak terjadi dalam transaksi bisnis baik yang dilakukan secara online ataupun offline. Hikmah diperbolehkannya khiyar syarat karena tidak semua pelaku transaksi penjual dan pembeli memiliki kecakapan dalam melakukan bisnis, karena bisa saja dalam setiap akad ada unsur penipuan atau pembohongan, sehingga dibutuhkan ketentuan syarat dalam transaksi, sehingga menjauhkan penyesalan dalam setiap transaksi bisnisnya. Selama syarat tersebut masih berlaku ada ketentuan pembeli dapat mengajukan atau mengembalikan ataupun membatalkan. Ketentuan dalam transaksi jual beli hendaknya memperhatikan rukun dan syaratnya, salah satunya terkait ketika barang yang diperjualkan tidak boleh cacat atau
42 | berkurang nilainya. Kalau ada barang yang memiliki cacat maka pihak pembeli dapat memberlakukan khiyar, salah satu jenis khiyar yang disyariatkan dalam fiqih Islam adalah khiyar 'aib. Khiyar ini memberikan hak kepada pembeli untuk membatalkan transaksi jika ia menemukan cacat pada barang yang dibelinya setelah diterima. Khiyar ini harus dilakukan dalam waktu yang ditentukan. Kbcs[l ‘[c\ adalah hak untuk membatalkan atau melangsungkan kontrak bagi kedua belah pihak yang berakad jika terdapat suatu cacat pada objek kontrak dengan ketentuan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika kontrak berlangsung. Contoh kasus seorang pembeli yang belum melihat barangnya, kemudian melihat cacat pada barang sebelum terjadi serah terima (Taqabudh), dan pembeli belum mengetahui cacat tersebut di majlis akad dan ia tidak ridha dengan kondisi barang tersebut, maka diperbolehkan atau diganti dengan barang yang bagus. Seluruh ulama sudah ijma (konsesus) bahwa ebcs[l ‘[c\ itu diperbolehkan (g[mslo’), karena setiap akad bisa disepakati jika objek akad (M[’ko^ ‘[f[cb) itu tidak bercacat. Jika ada cacat pada objek akad, maka itu indikasi pada pihak akad itu tidak ridha karena itu keridhaan menjadi syarat sah setiap akad, Adapun cacat-cacat yang menyebabkan munculnya hak khiyar, menurut Ulama Hanafiyah dan Hanabilah adalah seluruh unsur yang merusak obyek jual beli dan mengurangi nilainya menurut tradisi para pedagang. S_^[hae[h g_holon of[g[ M[fcecs[b ^[h Ss[`c’cs[b, m_folob cacat yang menyebabkan nilai barang itu berkurang atau hilang unsur yang diinginkan daripadanya. Syarat ditetapkannya khiyar aib di antaranya adalah ; (a). Cacat itu diketahui sebelum atau setelah akad tetapi belum serah
| 43 terima barang dan harga atau cacat itu merupakan cacat lama. (b). Pembeli tidak mengetahui bahwa pada barang itu ada cacat ketika akad berlangsung. (c). Ketika akad berlangsung, pemilik barang atau penjual tidak mensyaratkan bahwa apabila ada cacat tidak boleh dikembalikan. (d). Cacat itu tidak hilang sampai dilakukan pembatalan akad. Dalam khiyar aib pembeli memiliki dua pilihan apakah ia rela dan puas terhadap obyek barang yang akan dibeli. Kalau ia rela dan puas, maka khiyar tidak berlaku baginya dan ia harus menerima barang. Namun jika ia menolak dan mengembalikan barang kepada pemiliknya, maka akad tersebut menjadi batal atau dengan kata lain tidak ada transaksi. Mekanisme hak khiyar pada jual beli seperti dalam bisnis barang elektronik yang diketahui rusak atau ditemukan kecacatan saat sudah diluar toko berupa televisi , laptop atau barang elektronik lainnya, kerusakan yang diketahui oleh pembeli setelah membeli TV atau lainnya, kemudian mengecek dan mencoba kondisi tersebut tersebut ditempat akad, pada waktu akad tidak ditemukan dan diketahui adanya cacat. Kemudian barang yang sudah dibeli dibawa pulang. Setelah beberapa hari pemakaian baru terlihat bagian yang rusak pada bagian Suara TV. Pada umumnya suara TV LED baru tentulah jernih dan jelas tidak bermasalah. Ternyata setelah dipakai suara TV bermasalah, sehingga tidak berfungsi secara maksimal padahal pembeli juga sudah menggunakan barang sesuai dengan buku petunjuk penggunaan. Permasalahan bahwa pihak penjual menyarankan kepada pembeli untuk menggunakan hak garansinya. Selanjutnya pihak penjual akan mengembalikan
44 | barang yang rusak tadi kepada pihak distributor. Pihak penjual tidak mempunyai hak untuk memperbaiki, karena setiap barang elektronik besar khususnya seperti TV, kulkas, mesin cuci, AC dan yang lainnya selalu mendapatkan garansi pabrik. Jika pihak toko memperbaikinya maka hak garansi akan hilang dan pembeli akan dikenakan biaya tambahan untuk perbaikan. Berdasarkan hasil data diatas maka pada transaksi jual belinya dengan pihak toko SBC terdapat penerapan prinsip khiyar khususnya khiyar syarat. Hal tersebut dapat diketahui yaitu saat pihak toko memberikan tenggang waktu komplain yang sesuai dengan ketentuan garansi barang karena barangnya berupa TV LED yang mempunyai ketentuan garansi yaitu sejak tanggal pembelian hingga batas maksimal 1 tahun. Ketentuan untuk setiap penggaransian memiliki kartu garansi sendirisendiri, baik itu dari garansi toko, garansi pabrik, garansi servis ataupun garansi distributor. untuk produk barang elektronik Handphone, Laptop, elektronik kecil,konsumen yang telah membeli barang elektronik dan barang sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya yang telah dijamin didalam garansi, maka konsumen dapat mengajukan dan memeperoleh klaim layanan penggaransian dengan cara menghubungi pihak. Pihak Toko akan memberikan kemudahan pelayanan terhadap konsumen yang mengajukan klaim garansi dengan cara pelayanan yang ramah terhadap konsumen dan penanganan perbaikan secepat dan sebaik mungkin terhadap barang yang mengalami kerusakan, sehingga konsumen bisa menggunakannya kembali setelah perbaikan dan barang yang rusak bisa berfungsi normal seperti sediakala.
| 45 Khiyar ini memberikan hak kepada pembeli untuk melihat barang yang akan dibelinya sebelum ia memutuskan untuk membeli atau tidak. Jika barang yang dilihat tidak sesuai dengan deskripsi atau tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka pembeli berhak membatalkan transaksi. Khiyar merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen dalam Islam. Ketiga jenis khiyar tersebut memberikan kesempatan kepada pembeli untuk memilih dan menilai barang yang akan dibelinya sehingga dapat memastikan bahwa transaksi jual-beli berjalan dengan adil dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pembeli. Khiyar ini memberikan hak kepada pembeli untuk melihat barang yang akan dibelinya sebelum ia memutuskan untuk membeli atau tidak. Jika barang yang dilihat tidak sesuai dengan deskripsi atau tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka pembeli berhak membatalkan transaksi. Khiyar merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen dalam Islam. Jenis khiyar tersebut memberikan kesempatan kepada pembeli untuk memilih dan menilai barang yang akan dibelinya sehingga dapat memastikan bahwa transaksi jual-beli berjalan dengan adil dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pembeli. Igjf_g_hn[mc ebcs[l lo’s[n m_j_lnc ^[f[g j_g\_fc[h barang secara online, dalam penjualan dijelaskan spesifikasinya mulai dari warna, jenis, isi produk dan lain sebagainya. Kemudian disetujui untuk pembelian jumlah tertentu. Namun setelah barang yang dipesan datang, obyek
46 | yang dijual tidak sesuai dengan spesifikasinya yang yang dijelaskan. Maka pembeli boleh membatalkan sebagian atau keseluruhan akad jual beli tersebut. Begitujuga dalam penjualan sebuah mobil, setelah melihat dan mencoba maka pembeli setuju untuk membeli mobil jenis itu dengan warna yang berbeda. Setelah penjual membawakan mobil yang diminta sesuai dengan permintaan si pembeli, ternyata warna mobil yang datang tidak sesuai dengan spesifikasi warna yang ia pesan. Maka pembeli berhak meneruskan atau membatalkan proses jual beli ini tersebut tergantung keputusan pihak pembeli.
| 47 UKUM Islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia yang menyangkut ekonomi dan bisnis dikenal dengan istilah fikih muamalah. Fikih muamalah memuat norma dasar sebagai pedoman. Adapun operasionalisasinya secara terperinci diserahkan kepada umat manusia, sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan mereka. Dengan demikian, praktik muamalah dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Umumnya, aspek dan materi muamalah berkaitan dengan masalah akad (perjanjian, kontrak) atau transaksi, akad juga harus memiliki objek yang jelas. Secara etimologis, akad berarti perikatan, dan secara terminologis berarti ikatan antara dua jcb[e ohnoe g_h_n[je[h j_l\o[n[h boeog ms[l[’ n_ln_hno s[ha berlaku serta berakibat hokum bagi salah satu atau kedua belah pihak yang berakad. Menurut Wahbahaz-Zuhaili, ahi fikih kontemporer dari Suriah, akad berarti pengikatan ijab dengan K[\of m_mo[c ^_ha[h ][l[ s[ha n_f[b ^cn_hnoe[h if_b ms[l[’ ^[h mempunyai akibat hokum tertentu bagi pelakunya. Pada kenyataannya, banyak pihak yang melakukan kontrak (perjanjian) yang masih belum memahami hak dan kewajiban yang mereka harus penuhi, sehingga walaupun menggunakan sistem perjanjian hokum Islam, tetapi nilai-nilai yang ada dalam konsepter sebut belumlah dijalankan sepenuhnya. Misalnya, H
48 | dalam perjanjian akad dalam perbankan masih ditemukan bahwa hanya pihak bank yang memahami kontrak tersebut sementara pihak nasabah belum memahami betul apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam kontrak. 1. Pengertian Serah Terima Taqabudh merupakan istilah yang sering terdengar dalam fiqih penjualan. Selain itu, taqabudh merupakan salah satu syarat yang membolehkan terjadinya pertukaran barang yang dibeli. Ada dongeng yang mengatakan bahwa sekali seseorang membeli suatu barang, dia dapat menjualnya setelah dia memperoleh barang tersebut. Dalam hadits Hakim Wadah Hizam radhiyallahu 'anhu, saat itu ia membeli bahan-bahan makanan lalu menukarnya dengan keuntungan, padahal ia tidak pernah mendapatkannya. Kemudian Nabi, semoga Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian, berbicara bersabda خ ت ى ث ب عٍ ل ا ُ ث بظٍ Jangan kamu jual sampai kamu terima. (HR. Nasai 4620 dan dishahihkan al-Albani). Realita dari serah terima adalah bahwa serah terima seringkali memunculkan tantangan yang kompleks. Ini mencakup penyerahan semua aset, informasi, dan prosedur yang relevan dengan cara yang efisien dan efektif. Kesalahan atau kelalaian dalam serah terima dapat mengakibatkan kebingungan, gangguan opera-
| 49 sional, atau bahkan kerugian finansial. Oleh karena itu, serah terima memerlukan perencanaan yang matang, dokumentasi yang akurat, dan komunikasi yang baik antara semua pihak yang terlibat. Analisis dari serah terima melibatkan pemahaman terhadap risiko dan manfaatnya. Secara positif, serah terima dapat memungkinkan kelancaran transisi dalam berbagai situasi, seperti saat perusahaan mentransfer kepemilikan bisnis kepada pihak lain atau saat pengelolaan proyek dialihkan kepada tim yang berbeda. Ini dapat meningkatkan efisiensi dan menghindari kebingungan. Namun, jika serah terima tidak dilakukan dengan baik, hal ini dapat menyebabkan kegagalan, kerugian finansial, atau masalah hukum. Oleh karena itu, analisis yang cermat dan persiapan yang matang diperlukan sebelum melakukan serah terima, termasuk identifikasi risiko potensial, perencanaan yang baik, dan komunikasi yang jelas antara pihak-pihak yang terlibat. Dengan demikian, serah terima harus dianggap sebagai tahap kritis dalam suatu proses yang dapat memiliki dampak signifikan pada hasil akhirnya. 2. Makna Taqabudh Kata taqabudh secara fonetis berasal dari kata alQabdh بض ق ال yang mempunyai banyak konotasi. Diantaranya, mengambil, memuaskan, memiliki, dan sebagainya. (Mu'jam Maqayis al-Lughah, 871). Sedangkan pentingnya taqabudh dari segi perkataannya disebut oleh para ulama sebagai pentingnya urf (termasuk wilayah lokal). Lebih jauh, hal ini tidak kami jelajahi dalam kerangka pemikiran para peneliti madzhab yang
50 | g_g\_lce[h ^_`chcmc ebomom n_lb[^[j ‘taqaboudh’. Berikut beberapa pernyataan mereka: a. Al-Kasani (peneliti Hanafiyah – wafat : 578 H). D[f[g B[^[’c [m-Sb[h[’c ^chs[n[e[h وأٌا حفصيد اىتصييً، واىلتض، فاىتصييً واىلتض غِدُا ْٔ التخييث والتخلي، ؤْ أن يخلي البائع ةين اىٍبيع وةين اىٍشتدي ةرفع الحائو ةيٍِٓا ً على وجّ يخٍهَ اىٍشتدي ا ليٍبيع ٌَ اىخصرف فيّ فيجػو البائع ٌصيٍ ا له واىٍشتدي كاةظً Arti serah terima menurut kami (Hanafiyah) adalah menyerahkan atau meninggalkan (at-Takhliyah). Artinya penjual telah menyerahkan obyek penukaran untuk diserahkan kepada pembeli, dengan menghilangkan segala rintangan, dimana pembeli mempunyai pilihan untuk melaksanakannya. Jadi pedagang menyerahkan \[l[ha cno, m_^[hae[h j_g\_fc g_h^[j[ne[hhs[.(B[^[’c as-Sb[h[’I, 5/244). b. Kholil bin Ishaq (ulama Malikiyah – wafat: 776 H) Dalam Mukhtashar Kholil dinyatakan, ...ب ام عرف وغ يره ب ال ت خ ن ية ام ع ار وق بض Serah terima properti adalah dengan at-Takhliyah (dilepaskan). Sementara untuk objek yang lain dikembalikan kepada Urf (pemahaman masyarakat).
| 51 c. An-Nawawi (ulama Syafiiyah – wafat: 676 H) Dalam al-M[dgo’ Ss[lb [f-Muhadzab dinyatakan, كال أصحابنا: اىرجٔع في اىلتض إلى اىػرف P[l[ of[g[ g[^tb[\ e[gc (ms[`c’cs[b) g_ha[n[e[h, terkait serah terima transaksi, dikembalikan ke urf (pemahaman masyarakat).(Novi Ratna Sari, 2017) d. Syaikhul Islam (ulama Hambali – wafat: 728 H) D[f[g M[dgo’ [f-Fatawa dinyatakan, الأشٍاء حػرف حدودْا حارة ةاىشرع كاىصلاة، وحارة ةاىػرف كاىلتض واىخفرق Ada istilah-istilah yang batasannya mengacu pada pengertian syariat, seperti shalat, dan ada kalanya ada istilah-istilah yang mengacu pada urf (pemahaman masyarakat), seperti transferensi kekuasaan atau putus. (M[dgo’ [f-Fatawa, 29/448). An-Nawawi memberikan rincian, bahwa dilihat dari barangnya, taqabudh itu bermacam-macam, antara lain : a. Fitur-fiturnya dan memungkinkan pembeli untuk menggunakannya. Saat ini telah dipisahkan dengan dokumen penjualan pra-akuntansi. Atau sebaliknya, jika tidak terdaftar pada otoritas resmi, reseller memperbolehkan pembeli melakukan apapun yang diinginkannya terhadap barang tersebut.
52 | b. Barang yang dapat dipindahkan tetapi berat seperti kayu, karung gandum, dll. Jenis diskon ini adalah pengusiran dari wilayah penjual. Kata an-Nawawi, فلتظّ ةاىِلو إلى ٌكان لا اخخصاص ليتائع ةّ شٔاء ُلو إلى ٌلم اىٍشتدى أو ٌٔات أو شارع Taqabudhnya dengan cara memindahkannya ke tempat selain daerah penjual, dengan cara memindahkannya ke daerah pembeli, atau dengan menempatkannya di sebidang tanah kosong atau di pinggir jalan. c. Barang-barang yang dapat dipegang seperti dinar, dirham, buku atau barang kecil lainnya. Jenis taqabudh ini adalah jenis yang dibeli pembelinya dengan ikhlas. Kata an-Nawawi, فلتظّ ةاىتِاول ةلا خلاف Taqabudh untuk barang kecil harus diterima oleh pembeli – tidak ada perbedaan pendapat mengenai masalah ini. (Al-M[dgo’ Ss[lb [fMuhadzab, 9/276). (Alimatul Farida, 2021) Realita dari taqabudh adalah bahwa ini adalah larangan atau hukuman bagi individu yang berusaha untuk mengambil keuntungan atau kekayaan dari orang lain secara tidak sah atau tidak adil. Taqabudh
| 53 seringkali dilihat sebagai tindakan yang melanggar prinsip keadilan dalam Islam. Ini mencerminkan pentingnya keadilan sosial dan ekonomi dalam ajaran Islam. Taqabudh menyoroti betapa pentingnya keadilan dalam masyarakat Islam. Ini menekankan bahwa mengambil keuntungan yang tidak sah atau mengeksploitasi orang lain tidak hanya amoral, tetapi juga diberi peringatan dalam agama. Oleh karena itu, konsep taqabudh memiliki dampak besar dalam mendorong individu dan masyarakat untuk berperilaku secara adil dan menghindari perilaku yang merugikan orang lain. Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya hukum dan etika dalam Islam, serta nilai-nilai seperti solidaritas sosial dan perhatian terhadap orang yang kurang beruntung. Dengan demikian, taqabudh adalah salah satu aspek yang mencerminkan prinsip-prinsip moral dan etis dalam ajaran Islam dan dapat memainkan peran penting dalam membentuk perilaku individu dan masyarakat yang adil dan bertanggung jawab. 3. Hakikat Serah Terima Terdapat perbedaan penilaian antara para analis madzhab dalam menggambarkan serah terima atau alQabdhu. Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada saat ini, maka penilaian para ahli dalam mengkomunikasikannya terbagi menjadi dua sentimen. Tujuan pokoknya, penilaian Hanafiyah, Malikiyah, \[ac[h ^[lc [haa[j[h Ss[`c’cs[b ^[h m[f[b m[no omof[h Hanabilah, adalah serah terima dilakukan dengan cara takhliyah (serah terima dengan memberikan pintu
54 | terbuka penuh meski tanpa memindahkan produk) kepada semua barang yang diperdagangkan tanpa membuat kemampuan apapun. Sementara itu, pada pertemuan berikutnya, tata cara penyerahan perdagangan barang antara satu barang dengan barang lain dipisahkan. Demikian penilaian Syafi'iyah dan Hanabilah. Setiap pertemuan bertentangan dengan hadis Nabi. Salah satu keluhan yang digunakan dalam pertemuan mendasar tersebut adalah hadis Kiriman Allah SWT, beliau bersabda kepada sahabat Umar, do[ff[b ohn[ cno e_j[^[eo, Ug[l g_hd[q[\, ‚Scf[e[h ambil s[ R[mof!‛ N[\c n_lom \_lm[\^[, ‚Jo[f [eo‛, [ebclhs[ Ug[l g_hdo[fhs[. L[fo \_fc[o \_le[n[, ‚W[b[c A\^off[b, \_d[h[ Ug[l, chc \_fog g_hd[^c gcfcego‛ (HR. Al-Bukhari, Buku al-Buyu', no. 2115). Dari hadis tersebut jelas harta tersebut tidak berpindah kepada Nabi SAW dengan pada dasarnya tidak ada serah terima yang sungguh-sungguh, kemudian beliau memberikannya kepada Ibnu Umar. Sementara anggapan yang sering digunakan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Utsman yang disampaikan oleh R[mofoff[b e_j[^[hs[, ‚do[f, ncg\[ha; \_acno jof[ \_fc, f[fo ncg\[ha.‛ (HR. Boeb[lc, Kitab Al-Buyu'). Selain itu, mereka juga berpendapat dengan 'urf, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah bahwa alQabdhu sepenuhnya sesuai syariat, sehingga harus dikembalikan ke adat istiadat yang ada. Dari dua sentimen yang ada, Syekh Alauddin Abdurrazaq al-Junku mengutarakan bahwa al-Qabdhu memberikan pintu terbuka sudah selesai dan serah terima dari kedua
| 55 pemain tersebut. Dengan meniadakan hal-hal yang dapat menghalangi kedua pemain untuk menggunakan objek perjanjian, apapun yang terjadi. Apakah itu benar-benar serah terima. Sementara itu, untuk makanan, ada orang yang memahaminya, karena ada pertimbangan yang lebih khusus dalam hal ini. Tentu saja kami tidak dapat mengecualikan rangkaian pengalaman apa pun yang secara eksplisit berhubungan dengan makanan. Wadah Syekh Baz mengungkapkan bahwa untuk berhati-hati dan lebih aman dalam melakukan pertukaran, tujuannya adalah untuk menyelesaikan serah terima dengan cara yang sah, karena serah terima yang segera membuat siklus serah terima menjadi lebih baik. (Umardani, 2021) 4. Macam-Macam Serah Terima Berdasarkan pengertian di atas, serah terima dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu al-Haqiqi dan alHukmi. Yang dimaksud dengan al-Hakiki adalah jenis alat angkut yang terlihat dengan lima penemuan, seperti alat angkut langsung dengan cara menyusahkan atau dengan menilai dan memperkirakan makanan atau memindahkannya. Untuk sementara, metodologi pelaksanaannya bergantung pada artikel tersebut, apakah artikel tersebut dapat dipindahkan dengan baik atau tidak. Untuk benda yang bisa dipindahkan, caranya adalah dengan langsung mengoperkannya mulai dari satu tangan lalu ke tangan berikutnya. Hal ini mengisolasi hal-hal yang tidak dapat diantisipasi (misalnya dengan mengubah kebiasaan dan dipindahkan) dan hal-hal yang dapat dinilai (dengan
56 | menilai berdasarkan perkiraan seperti ukuran, skala atau meter). Untuk waktu yang singkat, barang-barang yang tidak dapat dipindahkan akan habis atau ditawarkan seluruhnya dalam kondisi tertentu. Hanafiyah menuturkan, syaratnya adalah barang dagangan tersebut dapat diperoleh dan dimanfaatkan, misalnya pemberian kunci rumah. Syarat selanjutnya adalah tempat perdagangan produk berada pada satu wilayah atau negara. Sementara itu, yang diharapkan Syafi'iyah adalah kalau ada sesuatu yang bisa dinilai, maka harus dinilai, misalnya luas tanah harus dinilai, dan sebagainya. Serah terima macam kedua juga diperbolehkan. Hukmi, yaitu semacam penyerahan yang lebih mungkin atau tidak patut (mendelegasikan), dengan cara membersihkan atau menyerahkan kekuasaan dengan cara menghilangkan hambatanhambatan yang ada dalam pandangan adat. Prosedurnya dilihat dari jenis barangnya, apakah cenderung dipindahkan. Terhadap benda-benda yang tidak dapat dipindahkan, para ahli Statuta menyetujui penyerahannya secara takhliyah. Sementara untuk produk yang bisa dipindahkan ada dua penilaian. S_\[a[cg[h[ ^ce_goe[e[h Ss[`c’cs[b ^[h Hanabilah, kalau memang memungkinkan untuk dipindahkan, maka harus dipindahkan, dan serah terima simbolis saja tidak cukup. Sedangkan menurut H[h[`cs[b, M[fcecs[b ^[h j_hcf[c[h Ss[`c’cs[b ^[h Hanabilah. Penyerahan secara simbolik saja sudah cukup, namun sebaiknya dilakukan secara terpisah, tidak secara kaku atau terisolasi, misalnya dengan memisahkan tempat atau dengan langsung memilih
| 57 benda yang akan dilaksanakan dan mencapnya. Dari dua perasaan yang ada, untuk menjaga keunggulan antar orang dalam pertukaran dan keterkaitan antara kesepakatan yang satu dengan kesepakatan yang lain, maka penilaian yang tepat adalah penilaian selanjutnya, terutama jika dilihat dari item yang sesuai dengan objek utama dalam pertukaran. (Zaki, 2021) Akad atau dalam bahasa Arab 'aqad, yang berarti ikatan atau jaminan. Mengenai al-'aqad menurut bahasa mengandung arti memegang ikatan, maka akad adalah demonstrasi untuk mewujudkan apa yang diinginkan oleh kedua pelaku yang diakhiri dengan ijab dan qabul. Menurut para ulama hukum islam,akad adalah ikatan atau kesepahaman, sedangkan para peneliti mazhab Syafi'iyah, Malikiyah dan Hanabilah mencirikan akad sebagai kesepakatan atau komitmen. Menurut pengertian umum, akad merupakan hal yang harus sdilaksanakan melalui perikatan atau perjanjian dari dua pihak atau lebih dengan metode al-a-proses ijab dan qabul yang berdasarkan pada ketentuan hukum islam. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa akad merupakan suatu perikatan komitmen atau kesepahaman yang dibuat oleh setidaknya dua orang mengenai pertukaran tertentu dan ada pertukaran hak kepemilikan atas kemampuan dua pertemuan karena keuntungan yang diizinkan oleh kedua pihak tersebut.
58 | 1. Macam-Macam Akad Macam-macam akad terbagi menjadi lima : a. Akad Wajib, adalah seperti halnya akad nikah untuk seorang yang sudah mampu menikah, sudah memiliki bekal untuk menikah dan merasa khawatir untuk berbuat maksiat ketika tidak segera menikah. b. Akad Sunnah, seperti peminjaman uang, dan pemberian wakaf. c. Akad Mubah, seperti akad jual beli, penyewaan dan lainnya. d. Akad Makruh, seperti menjual anggur kepada orang yang masih diragukan. e. Akad Haram, yaitu perdagangan yang menggunakan system riba ataupun menjual barang-barang yang haram seperti daging babi. 2. Objek Akad Objek perjanjian dalam Islam dikenal dengan istilah M[b[ffof ‘Ak^, yaitu sesuatu yang dijadikan sebagai objek perjanjian dan bergantung pada hasil halal berikutnya. Jenis item perjanjian dapat berupa artikel yang tidak dapat salah lagi dan merupakan objek yang sulit dipahami. Barang yang sah adalah segala sesuatu yang dapat bernilai bagi subyek yang halal dan dapat menjadi barang yang halal serta dapat menjadi subyek dari sesuatu hubungan yang halal, yang dilakukan oleh subyek yang dituntut dan dibatasi oleh subyek yang halal. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 503 Kitab Undang-undang Hukum Umum, obyek-obyek dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Pasal-pasal yang bersifat substantif
| 59 b. Butir-butir teori nyata. Sementara itu, sesuai pasal 504 KUHP, benda dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Benda bergerak bergerak b. Benda tidak bergerak Apabila yang menjadi obyek perjanjian adalah suatu barang, kejelasan barang itu dihubungkan dengan apakah barang itu ada hubungannya dengan apa yang ada (hadir) pada pertemuan perjanjian itu (di mana perjanjian itu tertutup; ada (dapat diakses). pada pertemuan kesepakatan (yang sudah tertutup kesepahamannya) atau tidak, dengan asumsi barang tersebut rencananya akan njian) atau tidak. Ketika barang yang dimaksud itu (tersedia) (hadir) pada pertemuan akad, maka ketepatan barang tersebut pada pertemuan perjanjian, maka pada saat itu kejelasan pasalnya sesuai Hanafi dan Hambali. Ahli yang sah, menurut ahli hukum Hanafi dan Hambali, cukup dengan menunjukkan komitmen mitra meskipun barang yang ada di dalamnya berada di tempat yang berdekatan, misalnya empat dekat, seperti gandum atau gula dalam gandum atau gula dalam karung sesuai dengan spesialis. (Leu, 2014) Menurut ahli sah Maliki, menunjukkan kum Maliki artinya cukup tidak, cukup tidak, namun lebih harus dilihat secara langsung jika memungkinkan. Dalam hal ini tidak masuk akal untuk berharap melihat cukup banyak gambaran. Para ahli s[b Ss[`c’c g_hab_h^[ec menatap lurus ke arah benda-benda, ada atau tidaknya kedua benda tersebut pada saat akad disampaikan, bukan di tempat perjanjian itu disampaikan.
60 | Apabila yang menjadi obyek perjanjian adalah suatu kegiatan, serupa dengan barang yang pada mulanya suatu barang sebagai suatu barang, maka barang itu sebagai suatu barang, maka barang itu harus pasti atau tidak seluruhnya diselesaikan, dalam pengertian yang jelas tiada henti dan diketahui oleh pertemuanpertemuan itu. Di dalam dan diketahui pertemuan. Dalam rangka menyelesaikan suatu pekerjaan, pekerjaan tersebut harus sedemikian rupa sehingga dapat menghilangkan beban-beban yang membebani penjelasannya. (Zuhdi, 2017) 3. Syarat Objek Akad Menurut para fuqaha, syarat adalah sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lain, terlepas dari apakah ia ada atau tidak ada pada materi utama. Hal-hal tambahan, baik yang berhubungan dengan pokok bahasan utama maupun tidak. Oleh karena itu, syarat adalah segala sesuatu yang harus ada sebelum dan sesudah akad. Syarat berada pada posisi berada di luar inti kontrak karena rukun-rukunnya merupakan intinya. Syarat Objek Akad menurut Adiwarman A. Karim, yaitu sebagai beriku : a. Barang yang g[mslo’ (legal) b. Objek akad bisa diserahterimakan waktu akad c. Objek akad jelas diketahui oleh para pihak akad d. Objek akad harus ada waktu akad Ss[l[n ‚^[j[n n_lm[gj[ce[h‛ g_g_lfoe[h ohmol kesempurnaan, pengangkutan tidak mendatangkan musibah (dharar), dan akad batal jika hal itu terjadi. Pl[ms[l[n ‚\[l[ha n_lm_\on b[lom j[mnc‛ g_g_lfoe[h
| 61 kemampuan, yaitu pasal tersebut tidak boleh mengandung gharar; Apabila terdapat bagian yang gharar, maka perjanjian tersebut menjadi fasid. D_gcec[h jof[ ms[l[n ‚j[m[f b[lom g_gjohs[c jcfcb[h ohnoe ^c_em_eomc‛ g_hms[l[ne[h [^[hs[ eigjih_h kesempurnaan, yakni harus terbebas dari keharusan fasid dan akad-akad yang menyusahkan harus terbebas dari riba. Dengan demikian, secara umum ada empat alasan yang membuat suatu perjanjian menjadi fasid meskipun telah memenuhi perjanjian-perjanjian perkembangannya, yaitu: a. Alat angkut yang menimbulkan musibah b. Gharar c. Prasyarat fas d. Riba Kurangnya keempat komponen tersebut merupakan syarat sahnya perjanjian. Suatu perjanjian dianggap sah jika semua standar, hal-hal penting dalam pembuatannya, dan kebutuhan legitimasinya telah dipenuhi. pemahaman yang otoritatif. (Romli, 2021) 4. Dasar Hukum Taqabudh merupakan salah satu syarat diperbolehkannya menukarkan barang yang telah dibeli. Ada sebuah hadis yang menyatakan bahwa jika seseorang telah membeli suatu barang, maka ia dapat menjualnya ketika ia telah memperoleh barang tersebut.
62 | a. Firman Allah Swt ُا ّ ا ال ذي ن ا ْ اوف ِا او ِ وا ال ا ال اً عام ب ُ يىة ل كه اح نت بامع ِِ واً جه ام ص يد غ يرم ح ل ى ع ل ي كه ج ل ى ٌ وا ي ح كه ا هلل ان خرم ُ ر د Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu hewan ternak, kecuali yang akan disebutkan kepadamu (keharamannya) dengan tidak menghalalkan berburu Ketika kamu sedang berihram. Sesungguhnya Allah menetapkan Hukumhukum menurut yang dikehendakiNya. (QS. Al-Maidah:1) b. As-sunah Dalam hadits dari Hakim Kaleng Hizam ra, bahwa ia pernah membeli bahan-bahan makanan, kemudian menukarkannya dengan suatu keuntungan, padahal ia tidak pernah mendapatkannya. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda, ٍ ل ا ْ خ ت ى ثبع ُ ث بظٍ ‛J[ha[h e[go do[f m[gj[c e[go n_lcg[.‛ (HR, N[m[c 4620 dan disahihkan al- Albani)
| 63 c. Keterangan Al-Kasani (Ulama Hanafiyah- 578 H) Dalam Badai as Sanai menyatakan : وام بض ف ام ت س ن يه وام بض ام ت س ن يه ث ف س ير وا ب ين ال بائ ع ي خ ل ي أن وَِ وال ت خ ل ي ال ت خ ن ية َِ ع ٌدً ا وجٍ ع ل ى ب ي ٌُىا ال حائ ل ب رف ع ام ى ش تري وب ين ام ى ب ي ع ا ال بائ ع ف ي ج عل ف يٍ ام ج صرف وي ام ى ش تري جى كي ً وسنى ا وام ى ش تري ل نى ب ي ع ل ه قابظً Dalam serah terima objek akad menurut (Hanafiyah) adalah melepaskan atau melepaskan. Yaitu, penjual telah melepaskan objek akad kepada pembeli, Sehingga penjual menyerahkan objek lalu pembeli menerimanya.(Al-Hanafi, 2005). d. Keterangan Syaikhul Islam (Ulama Hambali- 728 H) Dalam Majmu` al-Fatawa menyatakan وث ارة ك ام صلاة ب ام شرع ث ارة حدو َا ث عرف ال أ سىاء وام ج فرق ك ام بض ب ام عرف Istilah yang batasannya dikembalikan kepada definisi syari`at dan terkadang dikembalikan ke pemahaman masyarakat, seperti serah terima ini. (Taimiyyah, 1980)
64 | Dalam komitmen Islam dikenal istilah al-'aqdu (akad) yang secara etimologis mengandung arti ikatan. Kemudian dikenal pula istilah al-'ahdu (jaminan). Menurut Djamil, istilah al-'aqdu dapat diibaratkan dengan istilah verbintenis dalam Kitab Undang-undang(Kurniati, 2017). Sementara itu, istilah al-'ahdu dapat disamakan dengan istilah pemahaman atau overeenkomst, yaitu penjelasan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan orang lain. Sementara itu, berbagai j_h_fcnc g_g\_lce[h j_ha_lnc[h [e[^ m_\[a[c: ‚bo\oha[h antara persetujuan dan pengakuan yang sah menurut syariat yang menimbulkan akibat yang halal terhadap barangnya. Abdoerraoef menyatakan bahwa suatu komitmen (al-'aqdu) terjadi melalui tiga fase, khususnya sebagai berikut : 1. Al-'ahdu (janji), yaitu pernyataan individu untuk menindaklanjuti sesuatu atau tidak menindaklanjuti sesuatu dan tidak ada hubungannya dengan keinginan orang lain. Komitmen ini mengikat individu yang menyatakannya untuk melakukan komitmen tersebut, seperti yang diungkapkan Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 76. 2. Persetujuan, khususnya penjelasan pengertian dari pihak kedua untuk menindaklanjuti dengan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai respon terhadap komitmen yang dibuat oleh pihak prinsipal. Pengaturannya harus sesuai komitmen pihak utama. Jika dua komitmen tersebut dilaksanakan, yang penting dalam pertemuan tersebut, maka terjadilah apa yang disebut dengan "'aqdu". Hal ini terdapat dalam Alquran surah al-
| 65 Maidah refren 1. Oleh karena itu yang mengikat masingmasing pihak setelah dilaksanakannya perjanjian pada saat chc \oe[hf[b j_ha_lnc[h [n[o ‚’ahdu‛, g_f[che[h ‚’aqdu‛. Misalnya, bila A menyatakan jaminan untuk membeli suatu kendaraan, B menyatakan jaminan untuk menjual kendaraan, maka pada saat itu An dan B berada pada tahap ‚'ahdu‛. Jce[ g_l_e ^[h b[la[ e_h^[l[[h ^cm_j[e[nc if_b kedua pemain, maka ada kesepahaman. Jika kedua komitmen tersebut terlaksana, misalnya dengan membayarkan toko terlebih dahulu dengan A, maka n_ld[^cf[b e_m_j[b[g[h [n[o ‚’aqdu‛ ^c [hn[l[ e_^o[hs[. (Semmawi, 2015) Perbedaan yang terjadi dalam siklus komitmen antara peraturan Islam dan Kitab Undang-undang adat adalah pada tahap penyusunannya. Dalam aturan akad Islam, komitmen pihak utama terpisah dari komitmen pihak berikutnya (terdiri dari dua tahap), sebenarnya pada saat itu perjanjian tersebut dibuat. Sementara itu, dalam Kitab Undang-undang Hukum Adat, kesepahaman antara pihak prinsipal dan pihak berikutnya merupakan satu tahapan yang kemudian melahirkan suatu kesepakatan di antara mereka. Subjek sah yang sejujurnya adalah pelaku demonstrasi yang sah sering kali diartikan sebagai pertemuan yang mempunyai hak istimewa dan komitmen. Subyek hukum ini terdiri dari dua macam, yaitu orang tertentu dan unsur sah. Ulama Malikiyah dan Hanafiyah menghendaki agar 'aqid harus bijaksana, artinya dia sekarang menjadi mumayyiz. Mumayyiz adalah seorang anak muda yang sudah dewasa, dapat berbicara dan tanggapan yang diberikan dapat dirasakan, dan seharusnya berusia sekitar 7 tahun. Dengan demikian dianggap tidak sah atas perjanjian yang dilakukan
66 | oleh anak kecil yang belum mamayyiz, orang gila dan lainlain. Sementara itu, ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah mewajibkan 'aqid sudah matang, berakal, siap mengikuti agama dan kekayaannya. Sedangkan bahan yang sah adalah suatu unsur yang dianggap mampu bertindak sesuai dengan hukum dan mempunyai keistimewaan, komitmen, dan hubungan yang sah terhadap bahan lain atau bahan yang berbeda. Kehadiran unsur-unsur sah dalam pengaturan hukum Islam tidak diatur secara jelas dan mendalam, namun terdapat beberapa argumentasi yang menunjukkan substansi halal yang menggunakan istilah al-shirkah. (Suhartono, 2018) 1. Objek Akad yang Dapat Diserahkan Apabila barang tersebut merupakan barang seperti dalam perjanjian jual beli atau dapat diapresiasi, maka diambil manfaatnya, dengan asumsi barang tersebut sama dengan manfaat barang seperti barang sewaan. Sementara itu, bila yang menjadi obyek perjanjian itu adalah sesuatu yang lain, misalnya mendidik, melukis atau menindaklanjuti sesuatu, maka barang itu harus dapat dibayangkan dan dapat dilaksanakan. Sebagian besar ahli hukum Islam sepakat bahwa keadaan umum obyek perjanjian harus ada pada saat ditutupnya perjanjian, obyek perjanjian harus jelas dan tegas. Keadaan yang disinggung tersebut tergantung pada kenakalan Nabi Muhammad SAW terhadap jual beli, khususnya jangan menjual barang yang tidak anda miliki (tidak anda miliki) dan jangan berdagang karena suatu kebetulan (barang yang meragukan). (Leu, 2014)
| 67 Ada beberapa kemungkinan ada atau tidaknya barang pada saat penutupan perjanjian, antara lain : a. Obyek perjanjian itu ada dengan sempurna pada waktu diadakannya perjanjian itu, dapat dibayangkan bahwa perjanjian itu dianggap penting karena idealnya perjanjian itu diadakan. b. Objek perjanjian tidak ada secara lengkap: pertama dan terpenting, dapat dibayangkan bahwa perjanjian tersebut tidak akan berlaku pada saat perjanjian ditutup dan mungkin akan mencapai puncaknya dalam waktu yang tidak lama lagi; Selain itu, item tersebut terdiri dari sejumlah besar unit dan tidak akan dipahami pada saat yang sama tetapi agak lambat jika sudah ada. Hal ini menimbulkan perbedaan penilaian di kalangan peneliti terhadap perdagangan produk, baik yang belum selesai, setengah jadi, maupun yang masih dalam tahap persiapan. Dengan demikian, pola pikir Maliki membolehkan memperdagangkan produk yang belum muncul oleh orang miskin. Peneliti Hanafiah menekankan bahwa barang (barang dagangan) harus sudah tersedia pada jam penutupan perjanjian. c. Obyek perjanjian belum ada pada saat perjanjian itu ditandatangani, namun dapat dipastikan akan ada suatu saat nanti. Dengan adanya kesempatan ini maka terbentuklah beberapa jenis akad, misalnya saja akad jual beli salam, yaitu akad jual beli salam untuk barang dagangan yang akan disampaikan dalam waktu yang tidak lama lagi dengan angsuran terlebih dahulu, akad istisna' akad beli, khususnya perjanjian jual beli atas barang (pesanan) tertentu
68 | yang dilakukan atas keinginan pembeli dan akan disampaikan kemudian, dsb. d. Obyek perjanjian itu tidak ada atau sampai taraf tertentu ada, namun tidak dapat dipastikan akan ada sepenuhnya mulai saat ini. Peluang ini menimbulkan beberapa karakter perjanjian, misalnya sesuatu yang dibatasi, perjanjian palsu, dan sebagainya. 2. Objek Yang Dapat Ditransaksikan Objek akad yang dapat ditransaksikan adalah hal atau entitas yang dapat dijadikan sebagai pokok perjanjian atau kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi.Ini bisa berupa barang fisik seperti mobil, peralatan elektronik, atau bahan makanan. Selain itu, objek akad juga dapat berupa jasa seperti perawatan kesehatan, jasa konstruksi, atau konsultasi profesional. (Lathif, 2013) Selain barang dan jasa, properti seperti tanah, rumah, atau bangunan juga merupakan objek akad yang sering diperdagangkan.Di dunia finansial, saham, obligasi, komoditas, dan instrumen keuangan lainnya juga merupakan objek akad yang umum diperdagangkan. (Zulhamdi, no date) Transaksi yang melibatkan objek akad ini dapat berupa jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, atau perjanjian keuangan lainnya. Dalam setiap transaksi, pihak-pihak terlibat sepakat atas syarat-syarat dan harga yang terkait dengan objek akad tersebut. Hal ini merupakan dasar dari kegiatan ekonomi dan perdagangan yang melibatkan pertukaran barang, jasa, atau aset. (Qardhawi, 2019)
| 69 Objek akad yang dapat ditransaksikan merupakan inti dari sebuah perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi. Penting untuk memahami dengan jelas apa yang menjadi objek akad agar transaksi berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan masing-masing pihak. Pemahaman yang mendalam mengenai objek akad membantu dalam menentukan nilai atau harga yang tepat, syarat-syarat penggunaan, durasi, ukuran, dan halhal lain yang terkait dengan transaksi tersebut. Misalnya, jika objek akad adalah jual beli mobil, maka perjanjian akan mencakup spesifikasi mobil, harga, waktu penyerahan, dan kondisi pembayaran.(Suhendi, 2019) Sistem ekonomi modern memiliki berbagai instrumen keuangan dan produk yang dapat menjadi objek akad. Misalnya, dalam pasar keuangan, obligasi adalah salah satu objek akad yang sering diperdagangkan. Perjanjian terkait obligasi akan mencakup tingkat bunga, tanggal jatuh tempo, dan hakhak pemegang obligasi. Secara umum, objek akad yang dapat ditransaksikan sangat bervariasi tergantung pada jenis transaksi dan lingkungan hukum serta ekonomi di mana transaksi tersebut terjadi. Penting bagi pihak-pihak yang terlibat untuk memahami sepenuhnya objek akad dan implikasi hukum dan keuangan yang terkait sebelum melakukan transaksi.(Rc`[’I, 2015)
70 | Term riba adalah sesuatu yang tidak asing lagi ditelinga g[ms[l[e[n Imf[g, n_lon[g[ ^[f[g e[dc[h `ckb go’[g[f[b, karena riba adalah satu term yang secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qol’[h ^[h b[^cnm h[\c m.[.q. ^cg[h[ e_^o[hs[ adalah sumber hukum utama umat islam. Riba secara kebahasaan seperti yang disampaikan oleh Al-Tahyyar, et.al (2004) memiliki arti ziyadah atau penambahan, pertumbuhan, kenaikan dan ketinggian. Kata riba sendiri telah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti dimuat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang dirilis oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset (2016) dengan arti bunga uang atau rente. Mob[gg[^ Ss[`c’c Ahnihci (2001) mendefenisikan riba sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal m_][l[ \[ncf. S_^[hae[h A\o Sol[’c (1993) mendefenisikan riba ialah tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan diantara pihak dalam sebuah transaksi.
| 71 ٰ ذ َ ّس ِ ِّۗ ٍ ْ اى َ ٌَِ ُ َ ٰ ػ ْ ي ه اىش ُ ّ ُ ػ ه ت َ خ َ خ َ ي ِذي ْ ه ال ُ م ْ ٔ ُ ل َ ا ي َ ٍ َ ا ن ه ِال َ ن ْ ٔ ُ ٌ ْ ٔ ُ ل َ ا ي َ ٔا ل ٰ ة ِ اىرّ َ ن ْ ٔ ُ ل ُ ك ْ أ َ ي َ ن ْ ِذي ه ل َ ا ْ ْ ُ ُ ه َّ َ ا ِ ة َ ِلم ا َ ٍ ه ٓاِاُ ْ ٔ ُ اى َ ك ٰ ه َ خ ْ اُ َ ّ ف ِ ّ ة ه ر ْ َ ِ ّ ٌ ٌ ث َ ِغظ ْ ٔ َ ه ٌ َ اۤء َ ج ْ َ َ ٍ َ ف ِّۗ ٔا ٰ ة ِ اىرّ َ م ره َ ح َ و َ ع ْ ي َ ب ْ اى ُ ه اهلل ه و َ ح َ ا َ ٔاۘو ٰ ة ِ اىرّ ُ و ْ ٌِر ُ ع ْ ي َ ب ْ اى ى َ ن ْ و ُ ِد ل ٰ ا خ َ ٓ ْ ِفي ْ ً ُ ْ ۚ ِ ار ه ُب الن ٰ ح ص ْ َ ا َ ِٕىم ٰۤ ول ُ ا َ ف َ اد َ ع ْ َ َ ٌ َ و ِِّۗ ه ى اهلل َ هِال رُ ْ ٌ َ ا َ و ِّۗ َ ف َ ي ا شَ َ ه ٌ َ ل َ ف . ُ ه اهلل ُ ق َ ح ْ ٍ َ ي ٍ ً ْ ِي ذ َ ا ٍ ار ه ف َ ن ه ل ُ ب ك ُّ ِح ُ ا ي َ ل ُ ه اهلل َ و ِّۗ ِج ٰ ك َ د ى اىصه ِ ب رْ ُ ي َ ٔا و ٰ ة ِ ّ ِج اىر . ٰ ِ ح ي ٔا اىصه ُ ٍِي َ غ َ ا و ْ ٔ ُ ن َ ٌ ٰ ا َ ن ْ ِذي ه ال ه ِان ْ ح َ ي ْ ً ُ ا ْ َ ل َ و ْ ً ِ ٓ ْ ي َ ي َ ع ٌ ف ْ ٔ َ ا خ َ ل َ ۚو ْ ْ ِ ُِ ّ ب َ ر َ د ْ ِغِ ْ ً ُ ْ رُ ْ ج َ ا ْ ً ُ ٓ َ ى َ ٔة ٰ ن ه ا اىز ُ ٔ َ ح ٰ ا َ و َ ٔة ٰ ي ٔا اىصه ُ اٌ َ ك َ ا َ و َ ن ْ ٔ ُ ُ َ ز . ا َ ٓ ُّ ي َ ا ٰٓ ي َ ن ْ ِي ٌِِ ْ ؤ ُّ ٌ ْ ً ُ خ ْ ن ُ ن ْ ٔٓاِان ٰ ة ِ اىرّ َ ٌَِ ِ يَ ق َ ا ة َ ا ٌ ْ و ُ ر َ ذ َ و َ ه ٔا اهلل ُ ل ه ٔا اح ُ ن َ ٌ ٰ ا َ ن ْ ِذي ه ٍب ال . رْ َ ِبح ا ْ ٔ ُ ُ َ ذ ْ أ َ ا ف ْ ٔ ُ ي َ ػ ْ ف َ ح ْ ً ه ى ْ ِن ا َ ف ِ ي ْ ظ َ ا ح َ ۚل ْ ً ُ اِله َ ٔ ْ ٌ َ ْ ُس ا و ُ ء ُ ر ْ ً ُ ه َ ل َ ف ْ ً ُ خ ْ ب ُ ح ْ ِان َ لِهۚو ْ ٔ شُ َ ر َ ِ و ه اهلل َ َ ِ ّ ٌ َ ن ْ ٔ ُ ٍ َ ي ْ ظ ُ ا ح َ ل َ و َ ن ْ ٔ ُ ٍ Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Allah menghilangkan (keberkahan dari) riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang sangat kufur lagi bergelimang dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.
72 | Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin. Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan RasulNya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (QS. Al-Baqarah: 275-279) Mengenai jenis-jenis riba, Yusuf Qardhawi (2021) g_hd_f[me[h \[bq[ e[n[ ‚lc\[‛ dce[ ^cm_\on m_][l[ ogog didalam Al-Qol’āh [n[o b[^cnm, g[e[ eihin[mchs[ nc^[e f[ch dari riba yang hakiki, yaitu apa yang dikenal pada era d[bcfcs[b, ^[h s[ha ^ce_h[f ^_ha[h cmncf[b ‚Rc\[ N[mc’[b‛ [n[o ‚lc\[ bon[ha‛. N[goh [^[ f[ac d_hcm lc\[ f[ch s[ha ^[f[g b[^cnm ^cm_\on ‚Rc\[ F[^f‛ [n[o ‚lc\[ do[f-\_fc‛. Abdul Aziz Muhammad Azzam (2010) menukil perkatan Qatadah yang menjelaskan bahwa riba orang jahiliyah adalah ketika seseorang menjual sesuatu sampai tempo tertentu, dan ketika jatuh tempo orang yang berutang tidak dapat membayarnya, maka ditambahkan jumlah utangnya dan diperpanjang tempo pembayarannya yang kemudian dikenal ^_ha[h lc\[ h[mc’[b. Sedangkan Riba Fadl yaitu menjual sesuatu dengan alat tukar sejenis dengan adanya penambahan pada salah satunya tanpa tenggang waktu. (Al-Tahyyar, Al-Muthlaq dan Ibrahim, 2004) Misalnya menjual satu kilogram beras dengan 2 kilogram beras, menjual uang Rp. 5000,- dengan Rp. 7000,-.
| 73 Sebagian ulama menambahkan satu jenis riba lagi yaitu riba yad. Yaitu jika dalam transaksi ada salah satu pihak yang meninggalkan tempat transaksi sebelum adanya serah terima. Namun mayoritas ulama menilai riba jenis ini sudah termasuk dalam kategori riba fadl. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah ‚\[^[h om[b[ s[ha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka g_hchae[ne[h n[l[` bc^oj l[es[n \[hs[e‛. Sedangkan bunga bank atau yang merupakan terjemahan dari kata interest. Menurut kamus, "interest is a charge for a financial loan, usually a precentage of the amount loaned", bunga adalah tanggungan atas pinjaman uang, yang biasanya ditunjukkan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Ada pendapat lain bahwa interest adalah sejumlah uang yang dibayar atau dihitung untuk penggunaan modal, yang ditunjukkan dengan tingkat atau persentase modal yang bersangkutan. Selain itu bunga bank juga merupakan keuntungan yang diambil oleh bank dan biasanya ditetapkan dalam bentuk persentase seperti 5% atau 10% dalam jangka waktu bulanan atau tahunan terhitung dari jumlah pinjaman yang diambil nasabah. (Dakhoir dan Tarantang, 2019)
74 | Bunga bank adalah cara bagi bank konvensional untuk menarik keuntungan dan menanggung biaya operasional. Selain itu, bunga bank memiliki beberapa keuntungan bagi bank dan nasabah, seperti berikut: Pertama, bunga pinjaman adalah imbalan yang diberikan bank kepada nasabah atas produk bank yang mereka beli. Bunga pinjaman adalah bunga yang dibebankan kepada nasabah untuk nasabah yang memiliki pinjaman di bank, seperti bunga kredit. Kedua, bunga simpanan adalah harga yang harus dibayar bank kepada nasabah (yang memiliki simpanan). Bunga tabungan dan bunga deposito adalah contohnya. Kedua jenis bunga ini merupakan unsur penyusun utama biaya dan pendapatan bank konvensional. Suku bunga tabungan dan suku bunga pinjaman saling mempengaruhi. Ketika suku bunga tabungan tinggi, otomatis suku bunga pinjaman pun meningkat dan sebaliknya. Ulama bersepakat atas keharaman riba. Namun mereka berbeda pandangan atas keharaman bunga bank. Hal ini bermuara pada perbedaan cara pandangan terhadap status riba pada bunga bank. Menurut Hardiwinoto (2018) setidaknya ada tiga kelompok masyarakat dalam merespon bunga bank dengan berbagai argumentasi, yaitu : 1. Bunga bank adalah riba sehingga hukumnya haram. 2. Bunga bank tidak sama dengan riba sehingga hukumnya bisa halal bisa haram.
| 75 3. Selama bunga bank yang tidak memberatkan salah satu pihak dalam transaksi, hukumnya halal. Perbedaan ini diantaranya disebabkan memang lembaga bank tidak ditemukan dimasa Nabi Muhamad saw, artinya bank adalah perkara baru. Artinya permasalahan terkait bank masuk dalam kajian kontemporer. Meskipun dalam prakteknya yang dilakukan oleh individu-individu telah ada. Yaitu kegiatan orang meminjam uang dengan bunga. Bahkan menurut Ahmad Sarwat (2019) sebelum adanya syariat pengharaman riba, konon paman nabi yang bernama Abbas bin Abdul Muthalib dan Khadijah istri nabi juga mempraktekkan peminjaman uang dengan bunga. Dalam permasalahan bunga bank apakah statusnya termasuk riba yang diharamkan atau tidak maka dapat merujuk pada pendapat para ulama, yaitu melalui fatwafatwa mereka baik perorangan maupun juga merujuk kepada keputusan lembaga -lembaga fatwa. (Wahab, 2018) Berikut adalah pendapat para ulama yang menilai bahwa bunga bank adalah termasuk riba dan hukumnya adalah haram: Pertama, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Menurutnya keharaman bunga bank telah dibahas dan merupakan kesimpulan dari berbagai konferensi, seminar ilmiah, dan keputusan lembaga riset di berbagai dunia Islam dan nonIslam. Bunga itulah riba yang diharamkan secara pasti. Bahkan ia menulisnya secara khusus dalam sebuah risalahnya dan lebih lanjut berpendapat ini merupakan konsensus (cdg[’) dari para ulama dan ahli ekonomi Islam. Secara pribadi Al-Qardhawi juga merasa heran dengan adanya pihak yang masih mempertanyakan dan mencari-cari
76 | celah terkait keharaman bunga bank. Menurutnya dengan mempersoalkan konsensus tersebut artinya telah memaksa kita untuk mundur kembali jauh ke belakang dan berkutat pada permasalahan yang telah terang benderang. Kedua, Syaikh Wahbah Al-Zuhaili. Ia termasuk ulama yang mengaharamkan bunga bank karena memandangnya sebagai bentuk riba. Dengan tegas ia mengatakan: haram, haram, haram. Ketiga, Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Ia adalah seorang mufti resmi Kerajaan Arab Saudi. Beliau memfatwakan bahwa bunga bank adalah riba dan hukumnya haram. Dan masih banyak lagi ulama yang mengharamkan bunga bank. Dalam menentukan status riba sebuah transaksi menurut para ahli ekonomi muslim seperti yang dikutip oleh Hasan (2018), dapat dirumuskan dengan setiap transaksi kredit atau tawar menawar yang berbentuk uang atau lainnya dianggap sebagai riba jika memenuhi tiga persyaratan berikut: 1. Adanya kelebihan di atas jumlah pinjaman 2. Penetapan kelebihan berhubungan dengan waktu 3. Transaksi yang menjadi kriteria pembayaran kelebihan tersebut Kemudian yang harus diperhatikan prinsip utama dari muamalah dalam Islam antara lain kewajiban menghadirkan unsur rela sama rela dan menjauhi perbuatan zalim dan menjunjung tinggi keadilan. (Wahab, 2018) Artinya jika terdapat unsur zalim di dalam sebuah transaksi dapat dipastikan keharaman di dalamnya. Begitu pula dalam bunga bank, dalam paradigma berpikir kelompok yang
| 77 mengahramkannya, dalam praktek bunga bank terkesan adanya eksploitasi terhadap nasabah yang diidentikkan dengan kezaliman. Disisi lain, sebagian ulama lainnya berada pada pandangan yang berbeda dengan kelompok di atas, bahwa bunga bank tidak termasuk dalam kategori riba sehingga tidak haram. Diantara mereka antara lain: Pertama, Syaikh Afc Jog’[b, m_il[ha go`nc l_mgc M_mcl. M_holonhs[ nc^[e pernah ada kata sepakat (konsensus) dari para ulama terkait kehalalan atau keharaman bunga bank. Dalam pandangannya, bunga bank bukanlah termasuk riba yang diharamkan. Melainkan merupakan share dari hasil usaha yang telah disepakati di awal dengan adanya saling ridha. Kedua, Syaikh Thanthawi yang merupakan Syaikul Azhar sekaligus pimpinan lembaga M[dg[’ Bobonm Imf[gcs[b. Ia g_gcfcec j_h^[j[n s[ha m_loj[ ^_ha[h Ss[ceb Afc Jog’[b, bahkan lebih awal, sebab memang ia adalah pendahulu Ss[ceb Afc Jog’[b. N[goh f_\cb lch]c f[ac, Ss[ceb Tb[hnb[qc menjelaskan bahwa ketika seseorang menyimpan uang di bank maupun meminjam uang dari bank, maka bunga dari simpanan dan peminjaman tersebut dinilai bukanlah riba, melainkan bagi hasil. Masih banyak lagi ulama lainnya yang tidak sependapat tentang keharaman bunga bank seperti Syaikh Abdul Wahab Khalaf, Muhammad Abduh, Syaikh Muhammad Syaltut dan lainnya. Jika dianalisis, diantara argumen kelompok yang menghalalkan bunga bank ialah adanya pandangan yang
78 | memandang bunga bank identik dengan bagi hasil dari sebuah usaha yang halal hukumnya. Ditambah lagi dengan adanya inflasi dimana nilai dari mata uang yang mengalamai penyusutan dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang meminjam uang Rp. 10.000.000,- yang dengan uang sejumlah itu seharga dengan satu ekor sapi. Namun sepuluh atau dua puluh tahun berikutnya jika pinjaman tersebut dikembalikan dengan jumlah yang sama, yaitu Rp. 10.000.000,- maka tidak lagi dapat dibelikan seekor sapi, sebab harga sapi saat itu telah mencapai Rp. 15.000.000 atau lebih. Maka dari kacamata ini adanya penambahan dalam pinjaman dinilai sebagai sesuatu yang bisa dibenarkan. Bila kita lihat realita dan dinamika yang terjadi di Indonesia, pandangan terkait bunga bank ini dapat ditemukan dalam hasil kajian berbagai lembaga seperti Majelis Tarjcb Mob[gg[^cs[b, L[dh[b B[bnmof M[m[’cf Nahdhatul Ulama, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Pertama, Majelis Tarjih Muhammadiyah pada muktamar di Sidoarjo tahun 1968 menarik kesimpulan bahwa praktek bank yang menjalankan sistem riba adalah haram dan yang tidak menjalankan sistem riba adalah halal. Hal ini berlaku pengecualian bagi bank-bank milik negara, maka bunga dari bank milik negara tersebut masuk dalam perkara syubhat. Muhammadiyah dalam hal ini mencoba membedakan antara bunga bank dari bank miliki negara dengan bank swasta. Berbeda dengan bank swasta yang ditetapkan keharaman bunga banknya, bunga bank milik negara dinilai tidak dapat ditetapkan keharamannya. Jika dilihat dari bagian pertimbangannya keputusan tersebut, dinyatakan argumentasinya bahwa kedudukan bank negara yang
| 79 fundamental sebagai instrumen politik perekonomian negara untuk kesejahteraan umat. Dimana keuntungan dari bank negara tersebut pada akhirnya akan dikembalikan pada kemaslahatan masyarakat. Sedangkan Nahdhatul Ulama melalui Lajnah Bahtsul M[m[’cf j[^[ n[boh 1982 ^c L[gjoha nc^[e m[gj[c j[^[ e[n[ sepakat dan terpecah menjadi tiga pendapat, yaitu mengharamkan bunga bank secara mutlak, sebagian menghalalkan dan lainnya memandangnya sebagai suatu syubhat. Majelis Ulama Indonesia melalui fatwanya pada tahun 2004 memutuskan bahwa praktek pembungaan uang pada \[he mo^[b g_g_hobc elcn_lc[ lc\[ h[mc’[b ^[h boeoghs[ adalah haram. Namun dapat dilihat bahwa Majelis Ulama Indonesia dalam keputusan fatwa tersebut masih memberikan celah dengan adanya peluang bermuamalah dengan bank konvensional bagi mereka yang tidak memiliki akses kepada perbankan syariah berdasarkan prinsip darurat. Sebaliknya bagi mereka yang telah memiliki akses pada perbankan syariah maka tidak boleh lagi bermuamalah dengan bank konvensional. Keputusan Majelis Ulama Indonesia di atas nampaknya menjadi respon atas keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah dan nahdhatul Ulama yang diantara keputusannya terdapat pandangan syubhat (tidak jelas kehalalan dan keharamannya). Dimana boleh jadi disebabkan karena saat itu memang belum ada lembaga perbankan syariah. Sedangkan saat dikeluarkannya Keputusan Majelis Ulama Indonesia tersebut telah lahir
80 | lembaga-lembaga perbankan dan keuangan syariah. Sehingga ‘cff[n keragu-raguannya telah hilang.
| 81 Gharar berasal dari lafaz رُّ yang يَ – َغ ًّرا – َغ َّرةً – َغ ُرْو ًرا َغ َّر – غُ memiliki makna menipu seseorang agar berbuat kebathilan dan dapat bermakna menghampirkan diri pada kehancuran (Siregar and Khoerudin, 2019). Gharar dapat pula bermakna resiko dan ketidakpastian (uncertainty). Dalam kamus alMuhith dijelaskan bahwa gharar dapat dilekatkan pada makna penipuan atau memakan sesuatu dengan batil (F[clot[\ādi, 1986). Para ulama mendefiniskan gharar sebagai berikut : 1. Sayyid Sabiq : ِليِلِّ ْ ح َ ت َ ِّ ِغِد ِ ِ طا ة ِم اىرّ َ د َ ع ُ ث ه ِ َ ظ َ ٌ َ ٔ ُ ِذي ْ ه ال ُ اع َ د َ الخ َ ٔ ُ ْ َ و ُ ور ُ ر رَ َ ي اىغ َ أ ُ ر رَ َ اىغ ‚Gb[l[l [^[f[b j_hcjo[h s[ha ^_ha[hs[ ^cj_lecl[e[h mengakibatkan tidak a^[ e_l_f[[h dce[ ^cn_fcnc‛ (Sabiq, 1946). 2. Ibnu Hazm mengemukakan bahwa gharar terkait dengan ketidakpastian kuantitas atau sifat suatu barang dalam suatu kontrak perdagangan (Hulwati, 2009). Dari beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gharar merupakan suatu transaksi yang di dalamnya terdapat ketidakpastian, keraguan sehingga berakibat pada
82 | ketidakrelaan dan kerugian. Hal ini disebabkan dari hasil yang tidak pasti terhadap hak dan kewajiban dalam transaksi tersebut. Ketidakpastian inilah yang menyebabkan Islam melarang transaksi dalam bentuk gharar (Hamzah Muchtar, 2017). Sedangkan yang dimaksud dengan maysir atau judi adalah suatu transaksi atau permainan yang dipersyaratkan apabila salah seorang menang maka ia akan mendapatkan keuntungan. Hal ini juga termasuk transaksi yang dilarang karena akan menyebabkan kerugian pada pihak lain. Dalam artian lain disebutkan bahwa maysir atau qimar adalah transaksi yang mempunyai unsur taruhan dalam bentuk apa saja (Sari and Ledista, 2022). Transaksi dengan maysir juga mengandung ketidakpastian dan lebih khusus lagi bersifat untung-untungan (Tuah, 2022). Allah SWT melarang untuk melakukan perbuatan tamak dan menguntungkan diri sendiri. Islam telah mengatur transaksi muamalah dengan sedemikian rupa sehingga diperbolehkan mencari keuntungan atas dasar maslahat namun tidak menyebabkan kerugian. Islam tidak menganut sistem ekonomi yang mempraktekkan modal sedikit untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi. Allah menegaskan dalam Al-Quran Surat Al-A’l[` [s[t 157 berikut : ... ُ ً ِ ٓ ْ ي َ ي َ ع ُ م ِ رّ َ ح ُ ي َ ِج و ٰ ب ِ ّ ي ه اىػ ُ ً ُ ٓ َ ى ُّ ِحو ُ ي َ و ِ ر َ ه ْ ِ ُ ٍ ْ اى ِ َ َ غ ْ ً ُ ىٓ ٰ ٓ ْ ِ َ ي َ ِف و ْ و رُ ْ ػ َ ٍ ْ اى ِ ة ْ ً ُ ْ رُ ُ ٌ ْ أ َ ي ِّۗ ْ ً ِ ٓ ْ ي َ ي َ ع ج ْ َ اُ َ ك ِ يْ ت ه اى َ و ٰ ل ْ غ َ ا ْ ال َ و ْ ً ُ ْ َ ر ِاص ْ ْ ً ُ ٓ ْ ِ َ غ ُ ع ظَ َ ي َ و َ ىِٕد ٰۤ ب َ خ ْ ال ...
| 83 ‚...Dc[ ( N[\c Mob[gg[^) menyuruh mereka pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik bagi mereka, mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka... Demikian halnya yang terjadi dalam larangan transaksi gharar. Gharar mengandung ketidakpastian terhadap barang yang diperdagangkan sehingga menyebabkan kerugian pada salah satu pihak. Rasulullah SAW bersabda : ً : لا ّ ى اهلل عليّ و شي ّ غَ إةَ ٌصػٔد رضي اهلل غِّ كال : كال رشٔل اهلل صل ّ تشت ّ غرر )رواه أحمد( دوا اىصٍم في اىٍاء فإُ Alnchs[ : D[lc I\ho M[m’o^ l[ \_le[n[ : T_f[b \_lm[\^[ Rasulullah SAW : Jangan kamu membeli ikan di air karena ada unsur gharar (Syaukani, 2006). Larangan menjual ikan dalam air pada hadis di atas disebabkan pada hakikatnya barang yang ditransaksikan tidak diketahui dan masih samar, penjual belum mampu menyerahkan barang pada pembeli sehingga otomatis nilai jual pun belum bisa ditentukan. Selain pada kasus di atas, transaksi yang terlarang juga terdapat pada suatu perdagangan yang tidak diketahui dan tertutup informasi tentangnya (Hulwati, 2009). Allah SWT berfirman dalam Q.S Al- Ah’[g [s[n : 152, berikut : ... ْ ٔا ُ وف َ أ َ و ٱ َ يو َ له َ وٱ َ ان َ ٍِيذ ِب ى ِلصِع ٱ ى ا َ ل ُ ِف ّ ل َ ك ُ ُ ا فصً َ ُ ا ه ل ِ إ ا َ ٓ َ شػ ُ و ...
84 | Artinya : ... Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya... Lebih lanjut Allah SWT melarang hamba-Nya memakan harta secara bathil, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S AlBaqarah ayat : 188, berikut : ى َ آ ِال َ ِٓ ا ة ْ ٔ ُ ى ْ د ُ ح َ و ِ ِغو ا َ ب ْ ال ِ ة ْ ً ُ ه َ ِ ْ ي َ ة ْ ً ُ ه َ ال َ ٔ ْ ٌ َ ٓا ا ْ ٔ ُ ل ُ ك ْ أ َ ا ح َ ل َ ِس و ا ه الن ِ ال َ ٔ ْ ٌ َ ا ْ َ ِ ّ ا ٌ ً ل ْ ي ِ ر َ ا ف ْ ٔ ُ ل ُ ك ْ أ َ ِم ِلت ا ه ك ُ ح ْ ال َ ن ْ ٔ ُ ٍ َ ي ْ ػ َ ح ْ ً ُ خ ْ ُ َ ا َ ِ و ً ْ ِاذ ْ ال ِ ة ࣖ Artinya : Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. Allah SWT juga memerintahkan untuk menjaga prinsip muamalah yang menimbulkan simbiosis mutualisme antara pihak-pihak yang bertransaksi. Hal ini dapat memperkecil kecurangan dalam ekonomi yang dipicu perbuatan eksploitatif salah satu pihak. Islam mengajarkan prinsip muamalah yang menitikberatkan pada proses, bukan semata pada hasil (Habibullah, 2018). Prinsip ini terlihat pada Q.S An-Nisa ayat : 29, berikut : ا َ ٓ ُّ ي َ ا ٰٓ ي ْ ٔ ُ ن َ ٌ ٰ ا َ ن ْ ِذي ه ال ا َ ل َ و ِّۗ ْ ً ُ ه ْ ِ ِ ّ اٍض ٌ رَ َ ح ْ َ َ غ ً ة َ ار َ ِتج َ ن ْ ٔ ُ ه َ ح ْ ن َ ٓا ا ه ِال ِ ِغو ا َ ب ْ ال ِ ة ْ ً ُ ه َ ِ ْ ي َ ة ْ ً ُ ه َ ال َ ٔ ْ ٌ َ ٓا ا ْ ٔ ُ ل ُ ك ْ أ َ ا ح َ ا ل ا ً ٍ ْ ِحي َ ر ْ ً ُ ِه ة َ ان َ ك َ ه اهلل ه ِِّۗان ْ ً ُ ه صَ ُ ف ْ ُ َ ٓا ا ْ ٔ ُ ي ُ خ ْ ل َ ح Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka
| 85 sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Maysir merupakan tindakan spekulasi yang tidak g_gcfcec ^[m[l. Mo’[g[f[b ^[f[g Imf[g g_ha[d[le[h jlchmcj kehati-hatian yang menghindari kezhaliman yang merugikan para pihak dalam suatu akad. Keharaman maysir atau judi diterangkan dalam Q.S al-Baqarah ayat : 219, berikut : َ ب ْ ن َ آ ا َ ٍ ُ ٓ ُ ٍ ْ ِاذ َ و ِس ا ه ِليِ ُ اِفع َ ن َ ٌ ه و ٌ د ْ ي ِ ت َ ن ٌ ً ْ آِاذ َ ٍ ِ ٓ ْ ِفي ْ و ُ ك ِِّۗ ِسر ْ ي َ ٍ ْ اى َ و ِ ر ْ ٍ َ خ ْ ال ِ َ َ غ َ م َ ن ْ ٔ ُ َٔـي س ْ َ ِّۗ ۞ ي ا َ ٍ ِ ِػٓ ْ ف ه ُ ْ ٌَِ ُ د ُ ه اهلل ُ ِ ن ّ ي َ ت ُ ي َ ِلم ٰ ذ َ ِّۗن َ ٔ ْ ف َ ػ ْ اى ِ و ُ ك ِّۗ ە َ ن ْ ٔ ُ ِفل ْ ِ ُ ا ي َ اذ َ ٌ َ م َ ن ْ ٔ ُ َٔـي س ْ َ ي َ و َ ن ْ و رُ ه ه َ ف َ خ َ ح ْ ً ُ ه ه ل َ ػ َ ِج ى ٰ ي ٰ ا ْ ال ُ ً ُ ه َ ل Artinya : Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) n_hn[ha eb[g[l ^[h do^c. K[n[e[hf[b, ‚P[^[ e_^o[hs[ terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada g[h`[[nhs[.‛ M_l_e[ (doa[) \_ln[hs[ e_j[^[go (n_hn[ha) [j[ s[ha g_l_e[ ch`[ee[h. K[n[e[hf[b, ‚(Y[ha ^cch`[ee[h adalah) kelebihan (^[lc [j[ s[ha ^cj_lfoe[h).‛ D_gcec[hf[b Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir. Selanjutnya dalam Q.S Al-Maidah ayat : 90, berikut: ٰ ػ ْ ي ه اىش ِ و َ ٍ َ غ ْ َ ِ ّ ْ ٌس ٌ ِ ج ر ُ ام َ ل ْ ز َ ا ْ ال َ ُب و ا صَ ْ ُ َ ا ْ ال َ و ُ ِسر ْ ي َ ٍ ْ اى َ و رُ ْ ٍ َ خ ْ ا ال َ ٍ ه ٓا ِاُ ْ ٔ ُ ن َ ٌ ٰ ا َ ن ْ ِذي ه ا ال َ ٓ ُّ ي َ ا ٰٓ ي ِ َ َ ن ْ ٔ ُ ِح ي ْ ف ُ ح ْ ً ُ ه ه ل َ ػ َ ى ُ ه ْ ٔ ُ ِت ن َ ت ْ اج َ ف Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah
86 | perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Muamalah dalam Islam mempunyai posisi yang signifikan karena muamalah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Muamalah dalam Islam memiliki beberapa karakteristik yang mesti diikuti : 1. Berlandaskan kepada kaidah umum. على خلافّ ّ ى يدل ّ الأصو في اىٍػاٌلات الإةاحث حت Artinya : Hukum dasar muamalah adalah boleh, hingga ada dalil yang melarangnya. 2. Pada dasarnya muamalah adalah halal. Manusia diberikan kebebasan untuk berinovasi dalam hal pengembangan ekonomi. 3. Tujuan muamalah dalam Islam adalah kemaslahatan, bukan hanya semata keuntungan individual, tetapi kebaikan komunal dan sosial bersama. 4. Muamalah dalam Islam mencakup sifat yang tetap dan dapat pula menerima perubahan (Mustofa, 2016). Gharar dilarang dalam Islam karena mengandung beberapa unsur berikut : 1. M[’^og Unsur yang dimaksud adalah barang yang ditransaksikan belum ada. Contoh menjual anak unta yang masih dalam kandungan, buah yang masih di
| 87 pohon dalam keadaan belum matang atau susu hewan yang belum diperah dan masih di dalam tubuhnya. Sekalipun demikian, sebagian ulama membolehkan apabila kadar yang dijualbelikan dapat dipastikan \_l^[m[le[h ‘ol` (Hamzah Muchtar, 2017). 2. M[’dot [f- Taslim Pada unsur ini diketahui bahwa Penjual tidak dapat menyerahkan barang. Seperti transaksi jual beli handphone yang masih dipinjam orang lain, properti yang belum jelas pembebasan lahannya atau burung merpati yang belum kembali ke sangkarnya. 3. Majhul Dimaksud pada bagian ini adalah jenis, spesifikasi, kualitas dan kuantitas barang tidak diketahui dengan jelas, sehingga dapat menimbulkan pertentangan antara penjual dan pembeli. Seperti jual beli motor yang tidak dijelaskan merk dan spesifikasinya. 4. Juzaf Termasuk pada jenis ini adalah transaksi yang ditakar tampa taksiran yang pasti, namun hanya perkiraan yang acak. Seperi setumpuk buah, setumpuk pakaian tanpa diketahui jumlah dan kualitasnya. Selain beberapa unsur diatas, gharar yang dimaksud bisa juga ditinjau dari aspek kuantitas barang yang sedikit sedangkan harga yang dipatok tinggi. Aspek lain bisa dilihat dari kualitas barang, seperti cacat pada barang yang sengaja disembunyikan. Gharar bisa terjadi pada terjadi pada aspek harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasaran (Hulwati, 2009). Oleh karena itu sangat penting bagi orang
88 | yang bertransaksi untuk memastikan informasi terhadap barang-barang yang akan diperdagangkan agar menghilangkan ragu dan tidak merugikan orang lain. Larangan gharar maysir atau judi dilarang tidak hanya terkait dengan untung rugi semata, namun lebih menitikberatkan pada faktor moral dan akhlaq. Sebagaimana s[ha n_f[b ^cd_f[me[h m_\_foghs[, \[bq[ go’[g[f[b ^[f[g Islam menghendaki pada kemaslahatan. Allah SWT menyuruh hambanya untuk sentiasa mencari rezki dengan tuntunan syariat. Sebagaimana Allah SWT terangkan dalam Q.S Al-Jogo’[b [s[n : 10, \_lceon : َ ػ ه ا ى ً د ْ ِي ر َ ن َ ه وا اهلل رُ ُ ن ْ اذ َ ِ و ه اهلل ِ و ظْ َ ف ْ ا ٌَِ ْ ٔ ُ غ َ خ ْ اة َ ِض و ْ ر َ ا ْ ِى ال ا ف ْ و ُ ِشر َ ت ْ اُ َ ف ُ ٔة ٰ ي ِج اىصه َ ِظي ُ ا ك َ ِذ ا َ ف ْ ً ُ ه ه ل َ ن ْ ٔ ُ ِ ح ي ْ ف ُ ح Artinya : Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Oleh karena itu, segala bentuk transaksi yang mengarah pada maysir, judi, taruhan dalam segala bentuknya, dilarang oleh Islam. Berikut beberapa unsur yang dapat dikategorikan kepada bentuk maysir : a. Taruhan dan mengadu nasib yang memberi peluang dan berakibat menang atau kalah. b. Pada transaksi tersebut, pelaku maysir telah mempertaruhkan harta tanpa imbalan. Maysir atau judi yang dimaksud dapat dilihat pada bentuk taruhan harta pada suatu permainan atau taruhan resiko pada suatu bisnis.