The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Financial technology (fintech) adalah istilah yang mencakup berbagai teknologi dan inovasi yang mengubah cara kita mengelola,
berinvestasi, dan menggunakan uang. Dalam buku ini, kita akan menjelajahi dunia Fintech dari dasar-dasar hingga aplikasi praktis yang telah mengubah hidup kita.
Buku ini terdiri dari 14 Bab, yang akan membawa pembaca melalui perjalanan yang meliputi topik seperti pemahaman dasar fintech,
Sejarah perkembangan fintech, kemudahan dan keutamaan fintech, kekurangan dan bahaya finceth, impelemntasi fintech pada UMKM, dan banyak lagi. Pembaca juga akan disuguhkan penjelasan bagaimana startup fintech telah muncul sebagai pemain penting dalam industri keuangan, mengguncang dominasi bank tradisional, dan memberikan akses ke layanan keuangan yang lebih inklusif.
Selain itu, buku ini akan membahas masalah regulasi yang berkaitan dengan fintech dan bagaimana pemerintah serta lembaga pengatur menghadapinya, termasuk di dalamnya terdapat bab tentang Islamic fintech. Selanjutnya, buku ini jugaa membahas isu-isu keamanan, permasalahan yang relevan dengan teknologi keuangan dan bagaimana kita dapat melindungi diri kita dari ancaman yang
mungkin timbul.
Mengingat pembahasan dalam buku ini cukup komprehensif dan
sistematis, buku ini layak untuk dijadikan referensi bagi mahasiswa, praktisi, dan masyarakat umum yang ingin mendalami, memulai dan mengembangkan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana fintech memengaruhi kehidupan sehari-hari, menciptakan peluang baru, menghadirkan tantangan baru, dan mendapatkan wawasan tentang bagaimana memanfaatkan fintech dalam
mengelola keuangan pribadi atau bisnis.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2023-10-11 21:20:08

Financial Technology

Financial technology (fintech) adalah istilah yang mencakup berbagai teknologi dan inovasi yang mengubah cara kita mengelola,
berinvestasi, dan menggunakan uang. Dalam buku ini, kita akan menjelajahi dunia Fintech dari dasar-dasar hingga aplikasi praktis yang telah mengubah hidup kita.
Buku ini terdiri dari 14 Bab, yang akan membawa pembaca melalui perjalanan yang meliputi topik seperti pemahaman dasar fintech,
Sejarah perkembangan fintech, kemudahan dan keutamaan fintech, kekurangan dan bahaya finceth, impelemntasi fintech pada UMKM, dan banyak lagi. Pembaca juga akan disuguhkan penjelasan bagaimana startup fintech telah muncul sebagai pemain penting dalam industri keuangan, mengguncang dominasi bank tradisional, dan memberikan akses ke layanan keuangan yang lebih inklusif.
Selain itu, buku ini akan membahas masalah regulasi yang berkaitan dengan fintech dan bagaimana pemerintah serta lembaga pengatur menghadapinya, termasuk di dalamnya terdapat bab tentang Islamic fintech. Selanjutnya, buku ini jugaa membahas isu-isu keamanan, permasalahan yang relevan dengan teknologi keuangan dan bagaimana kita dapat melindungi diri kita dari ancaman yang
mungkin timbul.
Mengingat pembahasan dalam buku ini cukup komprehensif dan
sistematis, buku ini layak untuk dijadikan referensi bagi mahasiswa, praktisi, dan masyarakat umum yang ingin mendalami, memulai dan mengembangkan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana fintech memengaruhi kehidupan sehari-hari, menciptakan peluang baru, menghadirkan tantangan baru, dan mendapatkan wawasan tentang bagaimana memanfaatkan fintech dalam
mengelola keuangan pribadi atau bisnis.

Financial Technology - 41 64,19 juta dengan partisipasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,97 persen atau senilai Rp 8,6 triliun2 . Sementara itu, menurut artikel dari AtmaGo, UMKM harus memiliki daya saing dibandingkan dengan bisnis besar yang memiliki sumber daya yang lebih besar, brand yang sudah dikenal, dan networking yang luas. Persaingan ini dapat menjadi tantangan dalam meningkatkan pangsa pasar dan mempertahankan keunggulan kompetitif1 . Selain itu, dalam artikel dari Bisnis.com, terdapat beberapa tantangan yang dialami oleh pebisnis UMKM dalam menjalankan bisnisnya. Tantangan tersebut antara lain: 1. Kesulitan dalam menembus pasar impor 2. Logistics Performance Index (LPI) Indonesia yang tergolong rendah 3. Biaya logistik yang tinggi di Indonesia yaitu mencapai 24% dari PDB nasional 4. Proses border compliance di Indonesia membutuhkan waktu 56 jam, sedangkan pada proses documentary compliance membutuhkan waktu 61 jam2 . Lebih lanjut, berbicara tentang potensi fintech, Menurut artikel dari Kompasiana, fintech menyediakan solusi keuangan yang mudah diakses, terjangkau, dan efisien bagi para pelaku UMKM, memberikan peluang baru untuk pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan1 . Dalam artikel lain disampaikan bahwa fintech memiliki beberapa peran penting dalam pengembangan UMKM. Beberapa peran fintech tersebut antara lain:


42 - Financial Technology 1. Transformasi Digital: Peran Fintech dalam Pengembangan UMKM 2. Peningkatan Akses ke Layanan Keuangan: Fintech sebagai Solusi Inklusi Keuangan 3. Inovasi Teknologi yang Mendorong Efisiensi Operasional 4. Pemberdayaan UMKM melalui Fintech: Peluang untuk Tumbuh dan Berkembang 5. Strategi Bisnis dalam Mengadopsi Fintech: Tips Praktis untuk Kesuksesan. A. Jenis Fintech yang dapat dimanfaatkan 1. Pembayaran digital Menurut artikel dari Kompasiana yang berjudul ‚Pentingnya Fintech bagi UMKM‛, fintech memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam membuka rekening bank dan mengelola keuangan dengan lebih efisien. Di era digital saat ini, fintech menjadi sebuah hal yang penting untuk mendukung kegiatan bisnis seperti meningkatkan efisiensi bisnis, memperluas jangkauan pasar, dan memperoleh modal usaha dengan mudah1 . Dalam artikel dari Kompas.com yang berjudul ‚Pakai Pembayaran Digital, Ini 3 Keuntungan yang Bakal Didapat Pelaku UMKM‛, beberapa keuntungan yang bisa didapat dengan mengadopsi pembayaran digital untuk bisnis dan UMKM antara lain: a. Memberikan beragam pilihan metode pembayaran b. Memperluas jangkauan bisnis


Financial Technology - 43 c. Mendapatkan laporan keuangan sistematis2 . Contoh fintech yang dapat digunakan sebagai media pembayaran digital adalah fitur QRIS yang terdapat dalam dompet digital seperti Gopay, OVO, Shopeepay serta lahirnya bank digital seperti bank Jago, Allobank, Jenius dan seterusnya yang dapat kemudahan dalam pembukaan rekening bank secara gratis dan gratis biaya transaksi yang secara simultan dapat memberikan kemudahan dalam mengelola UMKM. 2. Peer-to-peer lending Menurut artikel dari Indogold yang berjudul ‚Peran Fintech Peer-to-peer Lending untuk UMKM Indonesia‛, peer-to-peer lending memberikan pinjaman yang sangat lunak bahkan tanpa jaminan apapun. Hal ini sangat menguntungkan bagi pelaku UMKM di Indonesia yang kesulitan untuk mendapat pinjaman karena kebanyakan tidak punya jaminan yang memadai1 . Dalam artikel dari UKM Indonesia yang berjudul ‚Peer-to-Peer (P2P) Lending: Alternatif Pembiayaan UMKM di Saat Krisis‛, peer-to-peer lending menjadi instrumen peminjaman daring baru yang cukup menguntungkan bagi pelaku UMKM di Indonesia2 . Sementara itu dalam penelitian menunjukan bahwa Peer To Peer Lender berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja UMKM, dan Payment Gateway berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja UMKM, lebih lanjut E-commerce berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja UMKM. Secara simultan Peer To Peer Lender dimoderasi E-commerce memiliki


44 - Financial Technology pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja UMKM(Maysaroh & Diansyah, 2022),dalam penelitian lain dalam perspektif syariah menunjukkan bahwa Fintech Pembiayaan Peer To Peer Lending Syariah yang telah diaplikasikan oleh Ammana.id dalam mendorong akses pembiayaan pada UMKM telah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan (Meilita Urnama S 2021). Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan dengan hasil temuan bahwa P2P bukan solusi utama bagi UMKM. Mereka takut resiko di masa depan seperti ketidakmampuan membayar dengan tingkat bunga tinggi, resiko keamanan data peminjam dan menyelamatkan nama baik dari media. Hasil penelitian ini memberi implikasi bahwa regulator (OJK) harus membuat regulasi yang ketat untuk melindungi peminjam dari resiko pembiayaan ini. (Setyaningsih et al. n.d.) Pada praktiknya, pemanfaatan peer-to-peer lending perlu dilakukan secara bijak terlebih tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi, keamanan data dan jangka waktu pinjaman yang harus disesuaikan dengan kinerja bisnisn yang dijalankan agar tidak terjadi kegagalan pembayaran. 3. E-commerce dan marketplace E-commerce dan marketplace adalah dua istilah yang sering digunakan dalam dunia bisnis daring. Ecommerce adalah kegiatan jual beli barang atau jasa melalui internet, sedangkan marketplace adalah platform daring yang menyediakan tempat bagi penjual dan pembeli untuk bertransaksi. E-commerce dan


Financial Technology - 45 marketplace memiliki peran penting bagi perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, terutama di masa pandemi COVID-19 yang membatasi mobilitas dan aktivitas masyarakat. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 64,19 juta unit usaha, yang berkontribusi sebesar 60,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Namun, hanya sekitar 13 persen dari total UMKM yang sudah memanfaatkan teknologi digital dalam menjalankan usahanya. Padahal, dengan menggunakan e-commerce dan marketplace, UMKM dapat memperoleh berbagai manfaat, antara lain: a. Meningkatkan penjualan. E-commerce dan marketplace dapat mendorong percepatan UMKM untuk menjangkau pasar yang lebih luas, baik lokal maupun mancanegara, tak terbatas pada waktu dan tempat. Selain itu, e-commerce dan marketplace dapat juga menawarkan berbagai fitur untuk meningkatkan daya tarik produk, seperti promosi gratis ongkos kirim, diskon, cashback, metode pembayaran yang beragam, dan program customer loyalty. b. Mengurangi biaya operasional. E-commerce dan marketplace dapat membantu pebisnis UMKM untuk menghemat biaya operasional, seperti biaya sewa toko, membeli etalase produk, strategi pemasaran, pengiriman atau logistik, dan dalam distribusi rantai pasokan. Dengan demikian, UMKM dapat


46 - Financial Technology meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahanya sehingga lebih menguntungkan. c. Mendapatkan edukasi, pendampingan dan bantuan, E-commerce dan marketplace juga memberikan dukungan bagi UMKM dalam hal edukasi dan bantuan, seperti pelatihan mengenai cara memasarkan produk secara daring, penyaluran modal usaha produktif atau pinjaman lunak, fasilitas logistik dan pengiriman barang yang efisien bahkan gratis, serta layanan konsumen yang dapat menjembatani kebutuhan dan keluhan konsumen. Beberapa contoh e-commerce dan marketplace yang populer di Indonesia adalah Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak, Blibli dan terakhir yang sedang trend adalah TikTok Marketplace. Menurut survei Ipsos Indonesia pada akhir tahun 2021, Tokopedia menjadi marketplace yang paling banyak diakses di internet dengan jumlah kunjungan bulanan mencapai 126,4 juta. Shopee berada di peringkat kedua dengan mengantongi 117 juta kunjungan bulanan. Sementara peringkat lima besar lain secara berurutan ditempati oleh Bukalapak, Lazada dan Blibli dengan kunjungan bulanan masing-masing 31,27 juta, 28,20 juta dan 18,52 juta. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa Shopee menjadi platform e-commerce yang memiliki andil besar dalam membantu UMKM untuk memasarkan produknya dari lokal hingga ke ranah global dengan persentase sebesar 55 persen. Kemudian diikuti oleh Tokopedia sebesar 25 persen, Lazada 11 persen, Bukalapak 6 persen, dan Blibli 1 persen.


Financial Technology - 47 Sementara itu menurut katadata dalam Populix barubaru ini, 86% responden pernah berbelanja social commerce. Platform paling banyak digunakan adalah TikTok Shop (45 persen), diikuti WhatsApp (21 persen), Facebook Shop (10 persen), dan Instagram Shop (10 persen).¹ Sumber lain juga menyebutkan bahwa transaksi TikTok Shop di Asia Tenggara diperkirakan US$ 4,4 miliar atau sekitar Rp 66,7 triliun pada 2021.² Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ecommerce dan marketplace memiliki peran yang sangat strategis bagi kemajuan UMKM di Indonesia. Ecommerce dan marketplace dapat membantu UMKM untuk meningkatkan penjualan, mengurangi biaya operasional, mendapatkan edukasi dan bantuan, serta memperluas pasar hingga ke tingkat internasional. Oleh karena itu, para pelaku UMKM perlu memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh e-commerce dan marketplace untuk mengembangkan usahanya di era digital terlebih saat ini perkembangan social commerce seperti tiktok shop, facebook dan whatsapp sangat mendukung pelaku usaha khususnya UMKM 4. Crowdfunding Crowdfunding adalah sebuah metode penggalangan dana secara kolektif dari masyarakat untuk mendukung suatu proyek, usaha, atau inisiatif sosial. Crowdfunding dapat menjadi salah satu alternatif sumber pendanaan bagi UMKM di Indonesia yang menghadapi kesulitan akses perbankan atau modal ventura.


48 - Financial Technology Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat sekitar 64 juta UMKM di Indonesia yang berkontribusi sebesar 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan 97 persen terhadap lapangan kerja. Namun, hanya sekitar 20 persen UMKM yang mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan formal. Salah satu bentuk crowdfunding yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM adalah securities crowdfunding, yaitu penggalangan dana dengan imbal balik berupa saham atau surat utang dari penerbit. Securities crowdfunding memungkinkan UMKM untuk menawarkan saham atau obligasi kepada masyarakat melalui platform digital yang terdaftar di OJK. Beberapa manfaat dari securities crowdfunding bagi UMKM adalah: a. Memperluas akses pendanaan yang cepat, mudah, dan murah tanpa harus melalui proses administrasi yang rumit atau memberikan jaminan. b. Meningkatkan kredibilitas dan reputasi usaha di mata masyarakat dan investor potensial. c. Mendapatkan dukungan dan masukan dari para pemodal yang memiliki minat dan keterlibatan terhadap usaha. d. Membangun jejaring dan komunitas yang dapat membantu pengembangan usaha secara berkelanjutan. Beberapa contoh platform securities crowdfunding yang telah beroperasi di Indonesia adalah Santara, Bizhare, Crowddana, Landx, Fundex, Shafiq, dan


Financial Technology - 49 Danasaham. Hingga akhir tahun 2021, total dana yang terhimpun melalui securities crowdfunding mencapai Rp 412 miliar dari 93.733 pemodal dan 193 penerbit. Securities crowdfunding merupakan salah satu inovasi keuangan yang dapat memberdayakan UMKM di Indonesia secara demokratis dan inklusif. Dengan adanya securities crowdfunding, UMKM dapat memperoleh modal usaha yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang. Sementara itu, Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia adalah akses keuangan yang terbatas. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, hanya 18% dari kredit perbankan yang disalurkan kepada UMKM di tahun 2020, padahal UMKM berkontribusi hingga 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan 97% terhadap lapangan kerja nasional. Oleh karena itu, implementasi fintech atau teknologi keuangan menjadi sangat penting bagi UMKM dalam meningkatkan akses keuangan dan pertumbuhan bisnis. Fintech adalah istilah yang mengacu pada inovasi dalam bidang jasa keuangan yang memanfaatkan teknologi digital. Fintech dapat memberikan berbagai manfaat bagi UMKM, antara lain: - Memfasilitasi akses ke pembiayaan alternatif, seperti peer-to-peer lending, crowdfunding, atau invoice financing, yang lebih cepat, mudah, dan fleksibel daripada kredit perbankan tradisional. Fintech juga dapat membantu UMKM mendapatkan informasi mengenai profil risiko dan kelayakan


50 - Financial Technology kredit mereka, sehingga dapat meningkatkan transparansi dan kepercayaan antara pemberi dan penerima pinjaman. - Meningkatkan efisiensi bisnis dengan menyediakan solusi keuangan digital, seperti dompet digital, pembayaran daring, akuntansi daring, atau manajemen kasir daring, yang dapat menghemat biaya operasional, waktu, dan sumber daya manusia. Fintech juga dapat membantu UMKM mengintegrasikan data keuangan mereka dengan sistem lain, seperti e-commerce, marketplace, atau platform sosial media, sehingga dapat memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan penjualan. - Memfasilitasi pertumbuhan yang berkelanjutan dengan menyediakan analitik data yang dapat membantu UMKM membuat keputusan strategis berdasarkan tren pasar, perilaku konsumen, atau kinerja bisnis. Fintech juga dapat membantu UMKM mengadaptasi diri dengan perubahan regulasi, kebijakan, atau standar industri yang terkait dengan sektor keuangan. Berdasarkan beberapa studi kasus yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dan Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH), kolaborasi antara fintech dan UMKM telah memberikan dampak positif bagi pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi COVID-19. B. Efisiensi Operasional Fintech merupakan teknologi keuangan yang menawarkan berbagai solusi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam meningkatkan efisiensi operasional. Fintech menyediakan platform digital yang memudahkan UMKM


Financial Technology - 51 dalam mengakses pembiayaan, pembayaran, investasi, dan layanan keuangan lainnya. Dengan fintech, UMKM dapat menghemat waktu, biaya, dan risiko dalam bertransaksi keuangan. Selain itu, fintech juga membuka peluang bagi UMKM untuk memperluas pasar dan menarik pelanggan baru. Fintech juga memberikan dukungan edukasi dan informasi keuangan bagi UMKM, sehingga dapat meningkatkan literasi dan keterampilan keuangan. Dengan demikian, fintech berperan penting dalam mendorong pertumbuhan dan inklusi keuangan bagi UMKM di Indonesia.


52 - Financial Technology eknologi finansial menunjukkan perkembangan yang cukup umum dan besar pada industri finansial (Sánchez, 2022; Zheng et al., 2023). Peningkatan ini sejalan dengan agenda global pembangunan berkelanjutan 2030, di mana merupakan hal yang sangat penting untuk mengubah pelayanan finansial. Selain itu, berdasarkan data dari Statista, transaksi keuangan yang terjadi secara global terus meningkat dari tahun 2017, dan diperkirakan akan terus berkembang hingga 14.78% pada tahun 2027. Teknologi menjadi salah satu hal yang berperan penting dalam perkembangan dunia ekonomi (Wu, 2023), dengan membuat lingkungan keuangan menjadi lebih cerdas, informatif, dan digital (Zheng et al., 2023). Peran teknologi pada bidang keuangan cukup besar, dengan mengurangi biaya transaksi, meningkatkan produktivitas, mempermudah pertukaran informasi, meningkatkan interaksi global, juga mengurangi risiko kesalahan manusia (Wu, 2023; Zhang, Que and Qin, 2023; Zheng et al., 2023). Selain itu, teknologi finansial juga berpengaruh terhadap faktor sosial, dengan mempersempit kesenjangan akses T Prospek Pengembangan Financial Technology


Financial Technology - 53 digital pada berbagai kalangan dan latar belakang (Daud and Ahmad, 2023). Perkembangan teknologi telah mengubah cara bekerja industri finansial (Zhang, Que and Qin, 2023). Dalam perubahannya, terdapat berbagai macam teknologi yang berperan aktif dan memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Beberapa teknologi tersebut antara lain adalah blockchain, artificial Intelligence, robo advisory, mobile payment, P2P lending, crowdfunding, dan algoritma untuk sistem trading (Pal, Tiwari and Behl, 2021). Pada bab ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai blockchain dan artificial intelligence dan prospek perkembangannya pada dunia teknologi finansial. A. Blockchain Blockchain adalah sistem buku kas digital (ledger) terdistribusi yang disimpan secara desentralisasi. Informasi yang tersimpan didalamnya termasuk data transaksi dan halhal lain yang berkaitan, yang terenkripsi secara hashing dan diperbarui secara real-time. Hal ini menjadikan blockchain sebagai teknologi anda yang dapat meminimalkan adanya manipulasi data (Pal, Tiwari and Behl, 2021). Menurut Perbolo et al. dalam (Khalil, Khawaja and Sarfraz, 2022), blockchain adalah basis data buku besar yang terdistribusi dan mencatat transaksi antar pengguna yang dapat diverifikasi dan bersifat permanen (Khalil, Khawaja and Sarfraz, 2022). Blockchain merupakan salah satu inovasi utama pada tekonologi finansial dan diharapkan mampu untuk mengubah fungsi pada berbagai layanan finansial dan meningkatkan kepercayaan pengguna (Ali et al., 2020; Pal,


54 - Financial Technology Tiwari and Behl, 2021; Weerawarna, Miah and Shao, 2023). Blockhain menarik perhatian dengan memberikan penawaran untuk memberikan layanan yang aman dan murah dengan mengubah operasional bisnis, sistem kolaborasi, dan transaksi antar stakeholder (Chang et al., 2020; Weerawarna, Miah and Shao, 2023). Teknologi ini telah diimplementasikan dibidang finansial, diantaranya untuk cryptocurrencies dan platform trading, digital asset register, dan pembayaran cross-border (Weerawarna, Miah and Shao, 2023). Beberapa contoh implementasi blockchain adalah Bitcoin, Ethereum, Hyperledger Fabric, Quorum, dan R3 Corda (Renduchintala et al., 2022). Karakteristik blockchain adalah sebagai berikut: 1. Decentralization Teknologi blockchain menghilangkan peran pihak ketiga dalam proses transaksi, termasuk dalam mengakses basis data dan memeriksa riwayat transaksi. Desentralisasi ini akan meminimalkan tindak kriminal dengan adanya duplikasi chain pada jaringan, di mana harus mengubah semua salinan blokchain jika ingin mengubah atau mengambil data (Chang et al., 2020). 2. User’s anonymity Blockchain memiliki alamat numerik yang berbeda untuk setiap pengguna, di mana masing-masing pengguna dapat memilih untuk tetap menjaga untuk dirinya sendiri atau dibuat publik. Alamat ini digunakan untuk berinteraksi dengan jaringan blockchain (Chang et al., 2020). 3. Consensus mechanism Consensus mechanism digunakan sebagai kesepakatan untuk memvalidasi pada setiap transaksi, di-


Financial Technology - 55 karenakan tidak ada pihak ketiga yang melakukannya. Dengan adanya hal ini akan lebih mudah dalam mendeteksi pemalsuan catatan (Chang et al., 2020). 4. Execution Transaksi yang bisa dieksekusi dengan teknologi blockchain adalah transaksi yang telah memenuhi kondisi-kondisi tertentu, atau bisa disebut dengan smart contract (Chang et al., 2020). Dengan semakin berkembangnya teknologi blockchain, semakin meningkat pula tantangan yang harus dihadapi. Beberapa tantangan yang muncul terkait dengan blockchain diantaranya: 1. Scalability Salah satu hal yang menjadi tantangan blockchain adalah kapasitas blockchain yang harus diperluas. Berkembangnya pengguna teknologi blockchain semakin meningkatkan transaksi yang terjadi, ditambah dengan kompleksitas dan kapasitas block yang terbatas, menyebabkan transaksi membutuhkan waktu yang lebih lama (Chang et al., 2020). 2. Security Isu keamanan masih terjadi dalam implementasi teknologi blockchain, di mana masih terjadi banyak data bahkan aset yang hilang. Selain itu, penggunaan paper contract juga masih lebih rentan dari pada penggunaan manual dengan kertas (Chang et al., 2020). 3. Energy consumption Teknologi blockchain mengambil banyak biaya konsumsi listrik. Penggunaan listrik untuk bitcoin mencapai tera-watt per jam untuk setiap transaksi. Hal


56 - Financial Technology ini berbeda-beda pada setiap negara dan juga berbeda sesuai dengan mekanisme implementasi yang digunakan, apakah menggunakan mining mechanism atau POS equity mechanism (Chang et al., 2020). 4. Privacy Leakage Isu privasi juga masih menjadi tantangan bagi blockhain, terutama untuk sistem berbasis blockchain public. Blockchain telah menerapkan alamat untuk menggantikan identitas pengguna, namun pada blockchain public juga tertera nilai transaksi, tanda tangan pengirim, dan waktu transaksi yang memungkinkan untuk pelacakan. Beberapa hal tersebut dapat mempengaruhi keamanan informasi pengguna (Chang et al., 2020). 5. Cybercrime Blockchain tidak terlepas dari ancaman kejahatan termasuk transaksi untuk hal-hal yang dilarang. Beberapa tindak kejahatan yang mungkin terjadi dengan menggunakan teknologi blockchain adalah pencucian uang, pendanaan teroris, dan penghindaran pajak. Metode yang digunakan untuk pembayaran kejahatan ini menggunakan cryptocurrency (Chang et al., 2020). 6. Hukum dan regulasi Teknologi blockchain merupakan teknologi yang cukup baru, di mana implementasi dari teknologi ini membutuhkan hukum atau regulasi yang tepat untuk dapat menghindari penipuan atau aktivitas ilegal lain. Tindak kejahatan juga dapat terjadi jika tidak ada pengawasan hukum yang jelas, juga sifatnya yang desentralisasi yang membuat sulit untuk mengubah catatan pada chain-nya (Chang et al., 2020).


Financial Technology - 57 B. Artificial Intelligence (AI) Perkembangan teknologi finansial juga dipengaruhi oleh teknologi lain, yaitu Artificial Intelligence atau AI. Artificial intelligence adalah teknologi yang mampu untuk berpikir dan bersikap secara otomatis (Boustani, 2022). Menurut Huang and Rust (2018) AI adalah mesin atau teknologi yang menunjukkan aspek kecerdasan manusia (Flavián et al., 2022). AI menjadi salah satu teknologi yang banyak dipertimbangkan di berbagai bidang, termasuk bidang keuangan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya teknologi di mana semakin berkembang juga komputasi, algoritma, dan kemampuan untuk melakukan analisis big data secara real-time (Kommunuri, 2022). AI memiliki banyak kegunaan pada bidang finansial. Beberapa fungsi AI diantaranya digunakan untuk identifikasi layanan atau produk sesuai kebutuhan konsumen, membangun hubungan dengan konsumen, meningkatkan permintaan, meningkatkan efisiensi waktu, kualitas, dan kepuasan pelanggan, juga mengurangi biaya operasi (Mogaji and Nguyen, 2022; Riedel, Mulcahy and Northey, 2022). Selain itu, juga digunakan untuk deteksi penipuan, manajemen riiko dan cybersecurity, chatbot, algortihma trading, roboadvisory, penilaian kredit, aset, dan manajemen kekayaan, dan terkait manajemen dan regulasi (Hentzen et al., 2022) . Teknologi AI juga digunakan di berbagai bidang keuangan, yaitu pada perbankan, penasihat keuangan dan investasi, penilaian kredit dan risiko, dan layanan finansial secara umum.


58 - Financial Technology 1. Perbankan AI pada perbankan berarti penggunaan sistem AI untuk membantu dan meningkatkan pengalaman pengguna dalam menggunakan layanan perbankan berdasarkan data dari perilaku pengguna (Lee and Chen, 2022; Gigante and Zago, 2023). Pada perbankan, AI digunakan untuk layanan personalisasi, kustomisasi dan meningkatkan keamanan dalam waktu yang singkat (Manser Payne, Peltier and Barger, 2021; Boustani, 2022). Selain itu, juga untuk otomatisasi, di mana dapat meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan efisiensi pada online banking (Lee and Chen, 2022; Gigante and Zago, 2023). Pada tingkat awal, AI digunakan untuk transaksi secara virtual, seperti penyetoran, transfer, dan pembayaran. Pada tingkat menengah, AI digunakan untuk memberikan keamanan dan pencegahan penipuan, sementara pada tingkat tertinggi, AI digunakan untuk analisis pola pengeluaran pelanggan dan memberikan rekomendasi dengan personalisasi untuk konsolidasi kartu kredit (Manser Payne, Peltier and Barger, 2021; Gigante and Zago, 2023). 2. Penasihat keuangan dan investasi Pada bidang ini, AI dapat digunakan dalam pengurangan biaya layanan dan layanan pengguna setiap hari (Hentzen et al., 2022). Dengan personalisasi dari analisis data pelanggan, termasuk data aset dan tingkat risiko pelanggan, dapat diketahui layanan konsultasi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan dapat meningkatkan suku bunga (Gigante and Zago, 2023). AI juga membantu pada kategori peminjaman dengan mengurangi risiko dan meningkatkan pengambilan


Financial Technology - 59 keputusan, termasuk juga menghilangkan kebutuhan untuk harus datang secara tatap muka pada bank (Gigante and Zago, 2023). Namun, adanya AI ini mengurangi jumlah permintaan konsultasi keuangan, karena takut akan penipuan investasi (Hentzen et al., 2022). 3. Penilaian kredit dan risiko AI digunakan untuk identifikasi risiko kredit, memberi skor kredit, menganalisis pembayaran pinjaman pelanggan (Hentzen et al., 2022). 4. Layanan finansial secara umum AI pada layanan finansial berfungsi dengan metode deep analytics dengan rekomendasi personalisasi pengguna untuk dapat mencapai tujuan tabungan, meningkatkan keterampilan dalam mengelola keuangan, dan meningkatkan kepuasan (Gigante and Zago, 2023). Selain itu, sebagai alat pembayaran, AI dapat digunakan untuk personalisasi dengan memberikan peringatan jika terdapat pembayaran atau pengeluaran yang berulang atau dalam jumlah yang tidak seperti biasanya, juga sebagai peringatan jika nominal tabungan telah berada pada batas tertentu (Gigante and Zago, 2023). AI juga digunakan untuk mengidentifikasi layanan manajemen emosi karyawan dengan menggunakan AI-based emotion recognition (Hentzen et al., 2022). Meskipun AI memiliki banyak keuntungan, namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi, diantaranya: a. AI membutuhkan dana yang besar, dengan proses pengembangan yang lama (Gigante and Zago, 2023).


60 - Financial Technology b. Proses pengambilan keputusan oleh mesin AI bisa salah dan sulit mendeteksi kesalahan tersebut (Gigante and Zago, 2023). c. Kurangnya kreativitas dalam menjawab masalah yang tidak memiliki penyelesaian (Gigante and Zago, 2023). d. Penggunaan AI yang menyimpang dan tidak sesuai etika (Gigante and Zago, 2023). C. Perkembangan Teknologi Finansial Teknologi tidak dapat dihindari menjadi media untuk terus meningkatkan organisasi, baik secara layanan maupun manajemen yang menaungi. Pada bidang finansial, banyak teknologi yang turut aktif dan berkembang, namun yang saat ini banyak menjadi sorotan ada teknologi blockchain dan artificial intelligence (AI). Kedua teknologi ini sedang digunakan dan sedang dalam analisis penggunaannya di berbagai instansi. Blockchain dan AI memiliki peranan yang berbeda dalam lembaga finansial. Meskipun begitu, keduanya dapat saling terikat satu sama lain. Teknologi blockchain dan AI dapat membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi sebuah instansi jika berjalan dengan tepat. Potensi peningkatan teknologi blockchain dan AI sangat tinggi pada bidang finansial. Penelitian-penelitian mulai mengembangkan berbagai model dan algoritma untuk lebih menyesuaikan perkembangan kebutuhan konsumen (Kommunuri, 2022). Selain itu, dengan adanya tantangantantangan yang ada pada masing-masing teknologi dapat membantu untuk menganalisis lebih jauh solusi yang tepat


Financial Technology - 61 dan sesuai. Perkembangan teknologi finansial saat ini banyak dilihat dari perkembangan teknologi yang digunakan, dan bagaimana penggunaan teknologi tersebut berpengaruh terhadap organisasi dan pelanggan.


62 - Financial Technology enggunaan Fintech telah dilakukan secara luas di berbagai negara, di bab ini penulis akan membahas lima negara yang dijadikan sorotan dalam implementasi Fintech di wilayah negara masing-masing. Kelima negara tersebut adalah Amerika, China, Korea, Negara di Uni Eropa, dan Indonesia, pemilihan negara ini didasarkan pada kemajuan teknologi dan keunikan permasalahan (Suryono et al., 2020) yang dihadapi oleh negara tersebut. Secara garis besar kelima negara ini menggunakan fintech untuk keperluan pembayaran digital, Peer to Peer (P2P) landing, insurtech, Blockchain dan Cryptocurrency (Ph.D. Student, Department of Intelligence and Information, Seoul National University, Korea et al., 2022). Penggunaan Fintech pada keempat bidang ini telah diterapkan oleh masyarakat luas pada kelima negara. Namun, perbedaan mendasar dari penggunaan Fintech ada pada sikap pemerintah dalam mengatur regulasi Fintech (Aulia et al., 2020). Terdapat keunikan penerapan Fintech pada kelima negara tersebut, penggunaan Fintech di Amerika dilakukan pada P Perkembangan Fintech di Berbagai Negara


Financial Technology - 63 platform crowdfunding. Adapula pemerintah China yang telah mengembangkan mata uang digital resmi yang dikenal sebagai Digital Currency Electronic Payment (DCEP) atau "e-yuan", di sisi lain negara di Korea yang berfokus pada penggunaan Fintech di perangkat mobile agar lebih mudah digunakan oleh masyarakat. Negara di Uni Eropa menekankan pada Digital Identity Solutions (Ferri et al., 2019) yang menjunjung privasi warga negara dalam mengelola data Fintech pada akun mereka. Keadaan yang berbeda terjadi di Indonesia dimana Fintech digunakan sebagai media investasi baru dan meningkatkan cashless society menggunakan yang dilakukan secara terintegrasi oleh Bank Indonesia (Rusydiana, 2018). Bab ini akan menggali lebih dalam tentang beberapa kelebihan dan tantangan pada masing-masing negara. Berikut adalah detail perkembangan Fintech pada negara Amerika, China, Korea, Uni Eropa, dan Indonesia. A. Amerika Amerika merupakan negara yang memiliki layanan teknologi terbesar di dunia, dimana perusahaan Google, Apple, Meta, dan SpaceX berada. Julukan Silicon Valley memberikan negara ini banyak alternatif pembayaran digital, layanan pembayaran digital seperti PayPal, Venmo, Square Cash, dan Apple Pay mempermudah proses transfer uang dengan cepat dan mudah di platform online dan offline (Leong, 2018). Selain itu, konsep Crowdfunding di platform seperti Kickstarter dan Indiegogo juga berdampak pada kecepatan penerimaan konsep Fintech di masyakarat Amerika. Dimana para pengusaha dapat mengumpulkan dana dari masyarakat untuk mendukung ide bisnis mereka,


64 - Financial Technology para bakcers hanya perlu mengirimkan uang menggunakan Fintech untuk proses urunan dana (Harrell et al., n.d.). Negara Amerika juga menggunakan konsep Regulatory Technology atau RegTech untuk membantu lembaga keuangan mematuhi peraturan dan persyaratan peraturan dengan lebih efisien. Adanya Regtech ini ditujukan untuk meminimalisir adanya kecurangan sebuah Lembaga dalam laporan keuangan, seperti pembayaran pajak contohnya. Selain itu, Beberapa perusahaan FinTech fokus pada memberikan akses layanan keuangan kepada populasi masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani oleh lembaga keuangan tradisional, istilah ini sering dikenal dengan konsep Financial Inclusion. Dengan konsep ini beberapa perusahaan Fintech dapat meraih keuntungan yang bagus tanpa harus berkompetisi dengan perusahaan perbankan yang besar. Kelebihan utama penerapan Fintech pada negara ini adalah pengelolaan data besar (big data) dan analitik dalam industri keuangan yang digunakan untuk membantu para stakeholder dalam pengambilan keputusan yang lebih baik. Adanya jutaan data yang diperoleh dapat digunakan untuk meminimalisasi kerugian finansial dengan mendeteksi penipuan, dan meningkatkan penjualan dengan meningkatkan pemahaman perilaku pelanggan. Meskipun demikian, industri FinTech di Amerika juga dihadapkan pada tantangan seperti keamanan siber, privasi data, dan kepatuhan regulasi yang berlaku.


Financial Technology - 65 B. China Industri Fintech di China telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama beberapa tahun terakhir. China memiliki lingkungan yang sangat mendukung inovasi teknologi keuangan dan telah melahirkan beberapa perusahaan FinTech terbesar dan paling sukses di dunia. Layanan Alipay dari Ant Group (sebelumnya bernama Alipay) dan WeChat Pay memudahkan masyarakat China untuk melakukan transaksi sehari-hari, bahkan di toko-toko kecil dan pedagang kaki lima (Liu et al., 2021). Adanya aplikasi pesan instan seperti WeChat memudahkan pengguna untuk mentransfer dana kepada orang lain dengan mudah, konsep ini sering disebut dengan istilah Peerto-Peer Transfer (Melnychenko et al., 2020). Dengan adanya aplikasi seperti ini dapat menciptakan ekosistem transfer peer-to-peer yang mudah diakses. Keunikan lain dari penggunaan Fintech di negeri ini adalah implementasi pada bidang Wealth Management dan Robo-Advisory yang memudahkan seorang individu dengan dana relative kecil untuk dapat berinvestasi pada pasar uang (Walker, n.d.), contoh platform robo-advisory di China adalah Yu'EBao dari Ant Group. Selain itu, Bank-bank tradisional di China telah memperkenalkan layanan perbankan digital dan aplikasi perbankan mobile yang memungkinkan nasabah untuk mengakses layanan secara online (Su et al., 2021). Tidak berhenti disitu, pemerintah China telah mengembangkan mata uang digital resmi yang dikenal sebagai Digital Currency Electronic Payment (DCEP) atau "e-yuan". Pemerintah China


66 - Financial Technology telah melakukan sosialisasi dan uji coba terbatas dari DCEP sebagai alternatif digital untuk mata uang tradisional. C. Korea Selatan Pemerintah dan pengusaha sektor swasta di Korea bekerja sama untuk mendorong inovasi teknologi keuangan dan memperkenalkan layanan baru kepada masyarakat. Negara yang dikenal dengan brand Samsung ini dapat berkembang pesat berkat kolaborasi bidang teknologi dengan ekonomi kreatif, dimana film drama Korea dan Artis K-Pop yang turut menjadi brand ambassador Samsung dalam memasarkan produk dengan teknologi canggih. Konsep open banking adalah salah satu penggunaan Fintech di Korea, dengan konsep ini dapat memungkinkan pihak ketiga mengakses data perbankan dengan izin nasabah (Abad-Segura et al., 2020). Dengan Open Banking, dapat mempercepat proses transaksi dan integrasi layanan keuangan menjadi lebih efisien dan efektif. Selain itu, perusahaan di Korea memprioritaskan model Mobile-First Approach, dimana inovasi FinTech difokuskan pada pengalaman pengguna melalui perangkat mobile. Sebagai contoh aplikasi instan KakaoTalk yang memudahkan pengguna untuk mengirimkan uang kepada nomor kontak dengan mudah. Pemerintah Korea Selatan telah mengembangkan kerangka regulasi baru yang disebut dengan "FinTech Regulatory Sandbox", regulasi ini memudahkan perusahaan FinTech untuk menguji produk dan layanan baru dalam lingkungan yang diatur secara longgar (Demirguc-Kunt et al., 2019). Adanya regulasi ini membuat berbagai perusahaan


Financial Technology - 67 melakukan inovasi yang lebih cepat tanpa memikirkan regulasi yang terlalu ribet. Sebagai contoh inovasi di sektor asuransi (Insurtech) yang berkembang di Korea Selatan melalui layanan digital yang menyederhanakan proses klaim dan pembelian polis. Sektor asuransi menjadi lebih mudah dijangkau oleh masyarakat dan mempersingkat proses pencairan (Zhang and Yang, 2019). D. Negara di Uni Eropa Pertumbuhan industri FinTech di Eropa mengalami peningkatan yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa kota di Eropa seperti London, Berlin, dan Paris telah menjadi tempat berkembangnya perusahaan FinTech yang sukses. Layanan pembayaran digital seperti PayPal, TransferWise (sekarang Wise), dan Revolut telah menjadi populer di Eropa, memungkinkan pengguna untuk mentransfer uang secara internasional dengan biaya yang lebih rendah daripada layanan tradisional (Revest and Sapio, 2012). Beberapa platform P2P lending juga telah tumbuh di Eropa, dengan hadirnya platform ini memudahkan individu untuk meminjam dan memberikan pinjaman satu sama lain tanpa melibatkan lembaga keuangan tradisional. (Dyba et al., 2020) Selain itu, banyak perusahaan dan proyek di Eropa yang berfokus pada pengembangan teknologi dan aplikasi blockchain. Teknologi blockchain dan mata uang kripto ini memiliki dampak siginfikan pada dunia investasi di Eropa. Seperti di negara lain, RegTech (Regulatory Technology) juga berkembang di Eropa (Pytkowska and Korynski, n.d.), dengan adanya Regtech dapat membantu lembaga keuangan


68 - Financial Technology mematuhi peraturan dan kepatuhan secara lebih efisien. Adapula Platform robo-advisory juga populer di Eropa, memberikan solusi investasi otomatis dan diversifikasi portofolio. Meskipun mengalami pertumbuhan yang signifikan, industri FinTech di Eropa juga memiliki tantangan regulasi dan kepatuhan yang kompleks, hal ini dikarenakan adanya perbedaan peraturan di berbagai negara anggota Uni Eropa. Ditambah lagi isu tentang privasi data menjadi sorotan di Eropa (Danisman and Tarazi, n.d.), sehingga mengakibatkan beberapa perusahaan teknologi harus mematuhi aturan Digital Identity Solutions, yaitu sebuah solusi identitas digital yang memungkinkan individu untuk mengelola identitas mereka secara online dengan aman dan efisien. E. Indonesia Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan pesat dalam industri Fintech dalam beberapa tahun terakhir. Adanya penetrasi internet yang tinggi, adopsi smartphone yang cepat, serta kebutuhan akses ke layanan keuangan yang lebih inklusif telah mendorong perkembangan Fintech di Indonesia (Narastri, 2020). Layanan pembayaran digital seperti GoPay, OVO, Dana, dan LinkAja telah menjadi sangat populer di Indonesia. Masyarakat Indonesia dapat melakukan pembayaran dan transaksi menggunakan aplikasi di ponsel mereka. Konsep Digital Banking di Indonesia juga banyak, terdapat dua jenis bank yang menggunakan konsep ini. Yang pertama Bank Digital yang benar-benar baru seperti bank Jago dan Jenius yang memudahkan proses pembukaan


Financial Technology - 69 rekening hanya melalui mengunggah foto KTP dan video call. Dan yang kedua adalah Bank-bank tradisional di Indonesia seperti BRI, BCA, dan Mandiri yang memperkenalkan layanan perbankan digital, memungkinkan nasabah untuk mengakses rekening, melakukan transaksi, dan pembayaran melalui aplikasi mobile (Jaya, 2019). Adanya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dari bank Indonesia juga mempercepat proses adopsi Fintech oleh masyarakat. QRIS dapat mencakup seluruh aplikasi pembayaran dari Penyelenggara manapun baik bank dan nonbank (Noor et al., 2020). Cara penggunaan QRIS juga cukup mudah dan dapat digunakan di seluruh toko, warung, parkir, tiket wisata, donasi (merchant) berlogo QRIS, meskipun penyedia QRIS di merchant berbeda dengan penyedia aplikasi yang digunakan masyarakat. Adanya berbagai Uang elektornik (e-money) seperti Brizzi, Flazz BCA, dan Doku wallet mempercepat proses Financial Inclusion, dimana FinTech membantu dalam upaya mencapai inklusi keuangan dengan memberikan akses ke layanan keuangan kepada masyarakat yang sebelumnya sulit dijangkau oleh lembaga keuangan tradisional (Abubakar and Handayani, 2018). Kondisi ini dilakukan dengan mengintegrasikan layanan e-money pada berbagai moda transportasi dan pembayaran di fasilitas toll. Adanya Indomaret dan Alfmart juga turut memudahkan proses top up e-money bagi masyarakat. Penggunaan Fintech di berbagai negara memberikan kontribusi positif pada perekonomian sebuah negara, namun juga dapat berdampak negative jika tidak diiringi dengan edukasi finansial yang baik. Adanya fitur paylater, pinjaman online, dan


70 - Financial Technology berbagai model cashback jika tidak disikapi dengan baik dapat memberikan gaya hidup hedonis yang berujung pada kegagalan finansial. Pemerintah perlu memberikan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat, dan memastikan adaya regulasi yang komperhensif dan kepatuhan dalam industri FinTech untuk memastikan keamanan dan perlindungan konsumen.


Financial Technology - 71 Perkembangan Fintech di Indonesia ndustri pembayaran digital di seluruh dunia saat ini diperkirakan bernilai lebih dari $54 triliun, menurut data dari JPMorgan dan akan semakin berkembang sejalan dengan peningkatan adopsi digital. Pembayaran digital merupakan pasar kolosal, dengan banyak pemain yang berbeda memperebutkan bagian mereka dari kue yang sangat kompetitif. Statista mengidentifikasi 40 perusahaan sebagai perusahaan pembayaran digital teratas. Perusahaan ini termasuk pemain utama seperti dompet ponsel China Alipay dan raksasa teknologi Tencent, yang mengoperasikan layanan pembayaran WeChat Pay, perusahaan pembayaran online AS, Stripe dan yang membanggakan masuknya Gojek dari Indonesia (Browne, 2023). Fintech Indonesia berkembang pesat, didorong oleh meningkatkan penetrasi digital dan dukungan keterlibatan investor yang kuat di negara dengan penduduk hampir 300 juta warga. Indonesia adalah pasar dengan potensi fintech yang sangat besar, dengan populasi besar yang belum terlayani dan terbelakang, rendah akses keuangan di UMKM, dan terbuka dan mendorong dialog pemerintah tentang memanfaatkan I Perkembangan Fintech di Indonesia


72 - Financial Technology kemampuan fintech untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan (Boston Consulting Group and AC Ventures, 2023). Salah satu faktor utama melesatnya perkembangan fintech di Indonesia adalah penetrasi penggunaan smartphone yang terus naik (Deloitte Consulting, 2018). Penggunaan smartphone oleh penduduk Indonesia tumbuh secara signifikan, pada tahun 2021 jumlah penduduk yang menggunakan smartphone sebesar 76.26% dari total populasi dan diprediksi mencapai 91.27% penduduk di Indonesia telah menggunakan smartphone pada tahun 2028 (Statista, 2023). Di Indonesia, perusahaan fintech mulai bermunculan sekitar awal tahun 2016 dengan terbentuknya Asosisiasi Fintech Indonesia (AFTECH) yang diharapkan mampu memberikan partner bisnis dalam dunia teknnolgi yang sangat cepat berkembang. Sebelum adanya AFTECH bisnis fintech di Indonesia mengalami krisi kepercayaan dari masyarakat mengenai prospek bisnis berbasis online yang memiliki resiko penipuan dan kejahatan lebih besar. kehadiran Aftech memberikan dukungan yang besar terhadap perkembangan fintech di Indonesia (Riansyah et al., 2018). Seiring berjalan waktu, AFTECH merupakan asosiasi penyelenggata Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang ditunjuk secara resmi oleh Otoritas Jasa Keunagan pada tanggal 9 Agustus 2019 . AFTECH berkerjasama dengan Katadata Insight Center (KIC) mengeluarkan laporan bertajuk Annual Member Survey 2022/2023, menunjukan hasil terdapat sebanyak 366 perusahaan fintech yang telah bergabung menjadi anggota Aftech hingga akhir tahun 2022. Dibandingkan tahun sebelumnya, anggota Aftech bertambah sebanyak 3,97% (year-on-year/yoy) dimana


Financial Technology - 73 tahun sebelumnya hanya sebanyak 352 anggota (AFTECH and Katadata Insight Center, 2023). AFTECH sejak terbentuk pada tahun 2016 terus mengelami pertumbuhan jumlah anggota secara signifikan dalam tiap tahunnya. Pada tahun 2018, tercatat pertumbuhan angoota terbesar sebanyak 125,31% dimana pada tahun 2017 hanya berangotakan sebanyak 79 anggota menjadi 178 perusahaan fintech yang tergabung dalam AFTECH. Data tren perkembangan anggota AFTECH terlihat pada grafik 1, Grafik 1. Tren Jumlah Anggota Asosiasi Fintech Indonesia (2016-2022) sumber: AFTECH Annual Members Survey Dari 366 anggota AFTECH pada tahun 2022, dapat diklasifikasikan kedalam 7 model bisnis, yaitu 1. Fintech pinjaman online 2. Fintech inovasi keuangan digital (IKD) 3. Fintech sistem pembayaran 4. Fintech mitra teknologi 5. Fintech institusi keuangan 24 79 178 256 302 352 366 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022


74 - Financial Technology 6. Fintech pasar modal 7. Fintech aset digital Dari 7 model bisnis anggota AFTECH terdapat 3 model bisnis yang mendominasi keanggotaan, yaitu model bisnis pinjaman online sebanyak 102 anggota (27,8%); model bisnis inovasi keuangan digital (IKD) 84 anggota (22,95%); dan model bisnis pembayaran digital 39 anggota (10,65%). Adapun proporsi keanggotaan AFTECh dapat dlihat pada grafik dibawah, Grafik 2. Proporsi Model Binis Anggota AFTECH sumber: AFTECH Annual Members Survey Berdasarkan data survey, ditemukan fakta bahwa 64% perusahaan fintech yang tergabung dalam AFTECH merupakan perusahaan yang baru berdiri dalam kurun waktu 0-5 tahun, sehingga masih dikategorikan sebagai perusahaan dalam fase perusahaan rintisan (startup). Dilihat dari sisi jumlah SDM, sebanyak 50,7% perusahaan fintech memiliki kurang dari 50 pekerja. Hasil survey juga menunjukan bahwa sebanyak 92% perusahaan fintech berlokasi di Jabodetabek (Annur, 2023)


Financial Technology - 75 Industri fintech di Indonesia sampai triwulan III 2022 mendominasi sekitar 33% total pendanaan kepada perusahaan fintech di Asia Tenggara, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pendanaan kedua terbesar setelah Singapura yang mendapatkan sekitar 43% total pendanaan (AFTECH and Katadata Insight Center, 2023). Masifnya pendanan ini menunjukan bahwa industri fintech di Indonesia masih memiliki potensi yang tinggi untuk terus berkembang. Potensi industri fintech di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus meningkat ditunjukan dengan keterlibatan konsumen dengan promosi fintech yang terus mengalami lonjakan. Secara khusus, segmen pembayaran memiliki lebih dari 60 juta pengguna aktif yang diprediksi tumbuh sebesar 26% per tahun pada 2020-2025. Pada sektor online lending, terdapat sekitar 30 juta akun peminjam peer-to-peer (P2P) aktif. Selain itu, segmen bisnis Wealth berkembang drastis dengan 9 juta investor ritel. UKM memberikan kotribusi lonjakan penggunaan platform dengan pengguna yang mencapai 6 juta. Peningkatan nilai transaksi yang mencapai lebih dari US$20 miliar transaksi ewallet pada periode 2017– 2021. Lebih dari US$17 miliar pinjaman disalurkan periode 2017–2022, sementara nilai aset bersih lebih dari US$20 miliar dalam wealthtech dan perdagangan digital pada tahun 2021 (Boston Consulting Group and AC Ventures, 2023). Kemajuan fintech menawarkan sebuah penyempurnaan metode distribusi Government to Person (G2P) agar lebih mudah digunakan, efektif dan efisien. Dalam sepuluh tahun terakhir, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah melakukan serangkaian percobaan dalam pendistribusian bantuan sosial pemerintah dengan menggunakan fintech. Hasil percobaan menunjukkan bahwa metode fintech dengan


76 - Financial Technology menggunakan mekanisme e-KYC dalam proses pendaftaran bagi penerima manfaat dan otentikasi biometrik wajah dalam mencairkan manfaat adalah metode distribusi terbaik (TNP2K, AFTECH and UI, 2020). Perusahaan fintech harus menerapkan transparansi yang baik, good governance, audit yang kredibel, risk and compliance serta akuntabilitas yang merupakan kunci sukses dari tumbuhnya bisnis fintech. Perkembangan fintech di Indonesai harus terus tumbuh demi mewujudkan target inklusi keuangan 90% pada tahun 2024. Literasi dan Inklusi keuangan digital membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah, regulator, akademisi bahkan industri sehingga dapat menjangkau semua kalangan di Indonesia. Untuk mencapai target literasi dan inklusi keuangan yang mapan dibutuhkan regulasi dan pengawasan dari semua pihak yang seiring sejalan


Financial Technology - 77 inancial technology (fintech) dideskripsikan sebagai penggunaan teknologi dalam mengoptimalkan layanan keuangan. Industri fintech berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir (Walden, 2022) sehingga menjadi sangat kompetitif. Perusahaan rintisan (start-up) banyak yang berfokus pada pengembangan sistem keuangan digital dan di saat yang bersamaan pula lembaga keuangan mapan juga berinvestasi dalam fintech untuk tetap unggul. Banyaknya perusahaan yang bersaing di pasar yang jenuh tersebut menjadikan aspek pemasaran sebagai hal yang penting. Pemasaran fintech adalah bentuk pemasaran yang relatif baru yang bertujuan untuk mempromosikan perusahaan fintech (Bosch, 2023). Pemasaran fintech menyatukan perusahaan teknologi keuangan dan pelanggan dalam bentuk branding, pembuatan konten, media sosial, dan lainnya. Pada akhirnya, pemasaran fintech mencakup semua taktik dan alat yang digunakan oleh perusahaan fintech untuk meningkatkan permintaan, loyalitas pelanggan, dan pertumbuhan bisnis (Petrova, 2020). F Pemasaran Fintech


78 - Financial Technology Pesatnya digitalisasi membuat pemasaran fintech secara inheren menjadi lebih kompleks. Hal ini dikarenakan digitalisasi menghasilkan banyak inovasi untuk menarik pelanggan namun di satu sisi juga lebih berisiko dan menantang. Selain itu, juga melibatkan pemahaman yang mendalam tentang industri fintech, target audiens, dan produk serta layanan yang ditawarkan (Brains Hub, 2023). Pada tahun 2020, industri fintech di seluruh dunia menginvestasikan sekaitar $3 miliar untuk mengakuisisi pelanggan baru dengan menawarkan promo diskon besar, cashback, dan lainnya (Aghadjanian, 2021). Akan tetapi uniknya, setelah periode promosi berakhir, pelanggan cenderung beralih ke aplikasi lainnya yang lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan tingkat penghapusan aplikasi (uninstall) dari layanan keuangan adalah sebesar 35 persen dan perusahaan kehilangan $80.000 tiap bulannya (AppsFlyer, 2020) sehingga menyebabkan sebagian besar perusahaan fintech gagal dan bangkrut. Oleh karena itu, aspek biaya akuisisi dan retensi pelanggan menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi pemasaran fintech yang efektif (Agarwal, 2023). Gambar 1 terkait hasil survey dari Content Marketing Institute (2015) menyatakan bahwa kesadaran merek, keterlibatan, dan memperoleh prospek adalah tujuan terpenting dalam pemasaran fintech. Selain itu, tidak seperti pemasaran di bidang lainnya, pemasar keuangan lebih cenderung memprioritaskan retensi/loyalitas pelanggan daripada penjualan. Oleh karena itu, penting bagi pemasar fintech untuk tidak hanya berfokus di saluran pemasaran tradisional saja melainkan pula harus up-todate dengan mempertimbangkan peran dari teknologi.


Financial Technology - 79 Gambar 1 Tujuan Pemasaran Fintech (Content Marketing Institute, 2015) Adapun strategi pemasaran fintech diantaranya sebagai berikut: 1. Gamifikasi (Gamification) Gamifikasi mengacu pada penggunaan fitur game yang menyenangkan dalam meningkatkan penyediaan layanan (Hwang and Choi, 2020). Gamifikasi mendorong pengguna untuk lebih sering mengunjungi situs web atau aplikasi dan mendapat hadiah seperti uang atau poin. Teknik ini mampu menghasilkan buzz, meningkatkan kesadaran dan mendapatkan pelanggan baru (Eguzouwa, 2022). Sebagai contoh perusahaan DANA memiliki promo Dana Surprize yang memungkinkan pelanggan bermain game menggunakan token dengan hadiah berbagai voucher dari poin yang dikumpulkan. Di satu sisi, metode pemasaran ini membutuhkan sumber daya yang tinggi untuk pengembangan aplikasi (Seaborn and Fels, 2015). Selain itu, pemasaran gamifikasi


80 - Financial Technology juga menimbulkan kecanduan (Hyrynsalmi et al., 2017), mengarah pada pembelian impulsif (Eisingerich et al., 2019), dan memungkinkan bisnis mengambil informasi pribadi pelanggan untuk keperluan pemasaran yang dapat merugikan privasi konsumen (Hwang and Choi, 2020). 2. Referral Marketing Referral marketing merupakan pemasaran menggunakan hubungan dengan pemberi pengaruh (influencer) atau pemasar pihak ketiga untuk mempromosikan layanan (Bosch, 2023). Teknik ini mendorong pelanggan yang sudah ada untuk merujuk pelanggan baru yang berasal dari teman, keluarga, kolega maupun lainnya. Selain itu, teknik ini juga bisa dalam bentuk mengoptimalkan peran influencer media sosial dengan basis pengikut (follower) yang dibutuhkan perusahaan untuk eksposur layanan, membangun brand personality hingga meningkatkan penjualan. Nantinya, setiap pemasar atau influencer mendapat insentif berupa komisi untuk setiap referensi dari kode atau link referral yang mereka bagikan (Petrova, 2020). Salah satu perusahaan fintech yakni Investree memiliki program ‚Ajak Teman‛ yang menggunakan pelanggan lama untuk memperkenalkan produk ke orang lain dan memfasilitasi pendaftaran menggunakan kode atau link referral. Setelah itu, pelanggan lama akan mendapatkan komisi hingga Rp. 10 juta tergantung besarnya pinjaman dari pelanggan baru. 3. Partnership Marketing Survei menunjukkan 96% bisnis mengharapkan peningkatan pendapatan tahunan dari pemasaran dengan jaringan mitra (DemandGen, 2022). Partnership marketing atau


Financial Technology - 81 pemasaran kemitraan merupakan kolaborasi strategis antara dua pihak — biasanya antara dua perusahaan atau lebih. Misalnya kerjasama antara OVO (perusahaan pembayaran digital) dan Grab (perusahaan layanan pengantaran). Kemitraan ini dalam bentuk pengguna OVO dapat menggunakan saldonya untuk membayar layanan di Grab, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian pelanggan merasa nyaman dan dimudahkan dalam menggunakan layanan kedua perusahaan. Pemasaran kemitraan ini melibatkan beberapa organisasi dalam mengembangkan program pemasaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan bisnis masing-masing (Kunitzky, 2011). Hal ini terjadi ketika satu organisasi dapat mencapai tujuannya dengan menggabungkan kekuatannya dengan organisasi lain sehingga membantu menjangkau pelanggan baru yang tidak pernah dijangkau sebelumnya. 4. Community Marketing Salah satu strategi pemasaran efektif adalah membentuk komunitas pelanggan. Community marketing melibatkan interaksi yang erat dengan orang-orang yang cenderung menjadi basis konsumen (Bosch, 2023). Interaksi ini berupa melibatkan pelanggan dalam pengembangan bisnis perusahaan sambil memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Hal ini dapat membangun loyalitas dan ikatan emosional yang kuat karena kebutuhan dasar manusia yakni rasa berbagi dan memiliki perusahaan terpenuhi. Beberapa cara dapat dilakukan seperti meminta pelanggan menyarankan nama, mengusulkan produk baru, meminta feedback, mengadakan dalam sesi tanya jawab maupun pertemuan komunitas . Perusahaan Monzo ketika menghadapi sengketa merek terkait nama ‚Mondo‛ mereka perlu mencari nama baru.


82 - Financial Technology Untuk hal ini mereka melibatkan pelanggan mereka dengan mengabarkan situasi ini kepada pelanggan mereka melalui media sosial maupun berita. Dalam kurun 2 hari, sekitar 12.000 orang berpartisipasi dalam memberikan saran nama baru untuk pergantian merek perusahaan (Bosch, 2023). 5. Experiental Marketing Teknik ini mengintegrasikan unsur pengalaman fisik yang unik terkait produk kepada pelanggan. Schmitt and Rogers (2004) mendefinisikan pemasaran ini sebagai pendekatan yang melibatkan emosi dan perasaan konsumen dengan menciptakan pengalaman positif dan tak terlupakan sehingga konsumen akhirnya mengkonsumsi dan menjadi fanatik terhadap produk tertentu. Terlebih, pelanggan cenderung menginginkan produk, komunikasi, dan aktivitas pemasaran yang memberikan sensasi, menyentuh hati, merangsang kecerdasan, dan sesuai dengan gaya hidup mereka (Zena and Hadisumarto, 2012). Experiental marketing bisa dalam bentuk pop-up booth, simulasi dan pengalaman virtual, dan lainnya. Contohnya adalah perusahaan fintech asal Swedia Zettle yang mengadakan pop-up booth yang mereplikasi lingkungan bisnis Zettle. Pop-up ini menghadirkan cerita mengenai merk dengan memamerkan produk fintech secara fisik. Hal ini kemudian menarik para jurnalis dan influencer top global sehingga penjualan mereka meningkat sebesar 425% dan mengalami kenaikan traffic di situs web perusahaan (Ashraf, 2022). 6. Branding Dalam pemasaran modern, brand adalah serangkaian fitur unik yang digunakan untuk mewakili bisnis dan membedakannya dari para pesaingnya. Ketika pasar fintech


Financial Technology - 83 terus bertumbuh, maka sangat penting untuk menjadi beda dan menonjol. Branding adalah proses menciptakan persepsi positif yang kuat dari sebuah perusahaan, produk atau layanannya di benak pelanggan dengan menggabungkan elemen-elemen seperti logo, desain, pernyataan misi, dan tema yang konsisten di seluruh komunikasi pemasaran (Kreateng, 2022). Selain itu, tren saat ini menunjukkan bahwa pelanggan juga menginginkan brand yang tidak hanya menjual produk hebat tetapi juga memiliki nilai keyakinan dan prinsip yang sejalan. Kitabisa.com sebagai salah satu crowdfunding yang sukses dengan digital brandingnya sebagai platform yang mendorong untuk berbagi kebaikan dan menolong orang lain. Tagline ‚menghubungkan orang baik‛ memiliki filosofi mendalam bahwa partisipasi dan kolaborasi sebagai elemen penting dalam mencapai tujuan sosial sehingga menginspirasi para penggunanya untuk berbuat kebaikan. 7. Content Marketing Content marketing dalam fintech dapat berupa konten menarik mengenai keuangan dalam bentuk artikel, podcast, grafik, video yang menarik dan menghibur. Melalui konten tersebut dapat mengedukasi calon pelanggan tentang produk fintech sekaligus menempatkan perusahaan sebagai sumber informasi yang kredibel dan terpecaya (BrainsHub, 2023). Misalnya, perusahaan P2P lending asal Inggris yakni ZOPA berhasil memanfaatkan media sosial untuk promosi. ZOPA menggunakan konten mini komik untuk menjelaskan keuangan secara lucu dan menarik di Instagram (Bosch, 2023).


84 - Financial Technology eknologi dalam sektor keuangan berkembang sangat pesat khususnya di Indonesia. Seiring berkembangnya teknologi dan inovasi digital di bidang keuangan, pertumbuhan Industri Fintech juga terus meningkat. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah perusahaan Fintech yang terdaftar sebagai anggota Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Dimana pada akhir tahun 2020 tercatat ada 302 anggota, tahun 2021 tercatat 352 anggota, dan data terakhir di tahun 2022 tercatat 366 anggota. Dari 366 perusahaan Fintech yang terdaftar sebagai anggota AFTECH, 102 adalah perusahaan Fintech pinjaman online, 84 perusahaan Fintech inovasi keuangan digital, 39 perusahaan Fintech sistem pembayaran, 6 perusahaan pasar modal, 4 perusahaan Fintech aset digital, 13 perusahaan partner teknologi, 8 institusi keuangan, dan 79 perusahaan lainnya. Dengan pertumbuhan jumlah perusahaan Fintech tersebut, investasi di industri ini juga terus meningkat. Menurut data di tahun 2023 (Bestari, 2023), dari 22 perusahaan startup yang telah menyandang status unicorn di Indonesia, terdapat tujuh T Industri Fintech di Indonesia


Financial Technology - 85 perusahaan yang bergerak di bidang Fintech yakni OVO, Gopay, Xendit, Ajaib, Kredivo, DANA, dan Akulaku. A. Karakteristik Industri Fintech di Indonesia Berdasarkan data Annual Members Survey 2022/2023 (AFTECH, 2022) yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), pertumbuhan industri Fintech di Indonesia dapat dilihat dari beberapa karakteristik, diantaranya : 1. Lama Beroperasi Usia perusahaan Fintech menunjukkan potensi perkembangan industri Fintech. Dari hasil survey, terdapat 64% perusahaan Fintech yang berusia 0-5 tahun, 29,3% perusahaan Fintech yang berusia 6-10 tahun, 4% perusahaan Fintech berusia 11-20 tahun, dan 2,7% perusahaan Fintech berusia lebih dari 20 tahun. Dalam kurun 0-5 tahun terakhir, AFTECH mencatat ada 64% perusahaan Fintech yang baru bergabung. Perusahaan pada fase awal ini disebut dengan startup atau perusahaan rintisan. Pada fase ini perusahaan berusaha meningkatkan inovasi dan bereksperimen dalam menciptakan produk atau layanan serta mencari model bisnis yang paling tepat. Perusahaan dalam fase ini juga membutuhkan bantuan dalam akses pendanaan dan dukungan regulasi. Sampai tahun 2022, sebanyak 29,3% perusahaan Fintech berada di usia 6-10 tahun. Dimana perusahaan telah memasuki tahap pertumbuhan atau scaleup. Pada fase ini, perusahaan telah memiliki produk atau layanan yang diminati masyarakat dan fokus pada operasional serta ekspansi pasar. Pada fase ini juga


86 - Financial Technology perusahaan membutuhkan bantuan dalam mengatasi tantangan operasional yang lebih kompleks dan dukungan untuk memasuki pasar baru. 2. Lokasi Usaha Berdasarkan hasil survey terhadap 75 perusahaan fintech yang tergabung dalam AFTECH, sebanyak 92% berlokasi di Jabodetabek, 1,3% berlokasi di Surabaya, 1,3% berlokasi di Yogyakarta, dan 5,3% lainnya beroperasi di luar pulau Jawa. Lokasi didirikannya perusahaan Fintech berkaitan dengan pertumbuhan industri fintech karena berhubungan dengan sumber daya, akses ke pasar, ekosistem inovasi, dan infrastruktur teknologi. Oleh karena itu perusahaan Fintech sebaiknya berlokasi di pusat ekonomi, politik, dan budaya yang menyediakan akses besar pada pasar konsumen dan bisnis, ekosistem inovasi yang dinamis, infrastruktur teknologi yang canggih, dekat dengan pusat pendidikan dan penelitian, serta tersedianya talenta digital seperti di Jabodetabek. 3. Pengguna Utama Perkembangan pesat industri Fintech tidak lepas dari peran pengguna layanan Fintech. Dari hasil survey pada pengguna layanan Fintech di Indonesia, 42,7% berasal dari pengguna individu. Dimana 70,8% pengguna individu berada di rentang usia 26-35 tahun, 23,1% berusia 36-50 tahun, dan 6,1% berusia 18-25 tahun. Dalam hal pendapatan, mayoritas terbesar yaitu 41,5% pengguna individu berpendapatan antara Rp5-10 juta, 20% berpendapatan Rp10-25 juta, 20% berpendapatan Rp2,5-5 juta, dan 18,5% berpendapatan Rp25-50 juta. Hal


Financial Technology - 87 ini menunjukkan bahwa layanan teknologi keuangan dibutuhkan setiap individu untuk mencapai tujuan finansialnya. Dengan menggunakan layanan fintech, setiap individu dapat bertransaksi dengan mudah dimana saja dan kapan saja, dapat melakukan investasi secara online, dapat mengajukan pinjaman online, mengelola keuangan pribadi melalui dompet elektronik, serta mengakses produk dan layanan keuangan yang sebelumnya tidak tersedia. Pengguna layanan Fintech lainnya berasal dari segmen UKM yaitu 28% dan usaha mikro sebesar 13,3%. Hasil survey tersebut menjelaskan bahwa adanya layanan Fintech turut mendukung perkembangan UMKM di Indonesia, mulai dari membantu pembukuan secara digital, membantu perhitungan dan pelaporan pajak, menyediakan pinjaman dan pembiayaan modal usaha, serta memberi kemudahan bertransaksi dengan sistem pembayaran QRIS yang dinisiasi oleh BANK Indonesia. 4. Penetrasi Pasar Pasar utama Perusahaan Fintech yang terbesar saat ini masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu Jakarta sebesar 88%, Bandung sebesar 29,3%, Surabaya sebesar 28%, Malang sebesar 2,7%, dan provinsi lainnya di Pulau Jawa sebesar 5,3%. Untuk memahami kebutuhan dan perilaku konsumen di berbagai daerah, perusahaan Fintech perlu melakukan analisis terhadap kebutuhan finansial pengguna di area pedesaan karena akan berbeda dengan pengguna di area perkotaan. Hal ini harus dilakukan untuk dapat menciptakan produk atau


88 - Financial Technology layanan finansial berdasarkan kebutuhan spesifik para pengguna. Perusahaan fintech juga harus dapat menangani tantangan seperti keterbatasan akses internet serta kurangnya pemahaman akan literasi digital dan finansial di beberapa area khususnya daerah pedesaan dan di luar Pulau Jawa agar industri Fintech dapat memperoleh pasar yang lebih luas lagi dan nilai transaksi yang lebih tinggi. 5. Ekspansi Pasar dan Model Bisnis Untuk dapat menilai pertumbuhan Perusahaan Fintech adalah dengan melihat seberapa baik model bisnis yang dimiliki dan seberapa berani mereka melakukan ekspansi pasar. Dari hasil survey terhadap 75 perusahaan Fintech yang tergabung dalam AFTECH, strategi operasional mereka dalam meningkatkan pendapatan perusahaan adalah 66,7% fokus pada produk berpenghasilan tinggi, 57,3% menjajaki lini bisnis baru, dan 52% memasuki pasar baru termasuk daerah pedesaan dan luar negeri. Setelah masa Covid 19 terlewati, di tahun 2022 terdapat 12% dari Perusahaan Fintech melakukan perubahan model bisnis dan ekspansi usaha seperti yang tadinya dari kategori sistem pembayaran menjadi kategori aggregator serta memperbaharui fitur produk dan model risiko untuk menjangkau sektor ekonomi baru. Sedangkan pada strategi memasuki pasar baru yaitu daerah pedesaan, sebanyak 25,3% perusahaan fintech berencana melakukannya dalam kurun waktu 6 bulan sampai 1 tahun ke depan, 22,7% berencana dalam 1-2 tahun ke depan, 13,3% berencana melakukan ekspansi setidaknya


Financial Technology - 89 dalam 2 tahun ke depan, dan 38,7% perusahaan Fintech tidak memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke daerah pedesaan. Untuk perusahaan Fintech yang tidak ingin melakukan ekspansi bisnis ke daerah pedesaan disebabkan oleh beberapa faktor seperti literasi keuangan masyarakat pedesaan yang masih minim (38,7%), kondisi infrastruktur seperti stabilitas koneksi, logistik, dan keterjangkauan yang belum mumpuni (34,7%), rendahnya tingkat kepercayaan konsumen pedesaan (12%), kendala budaya (5,3%), serta faktor lainnya (9,3%). 6. Nilai Transaksi Untuk menilai performa dan pertumbuhan perusahaan Fintech, nilai transaksi menjadi indikator yang paling signifikan. Perusahaan Fintech yang memiliki nilai transaksi tinggi akan mengalami beberapa tantangan namun perusahaan Fintech yang memiliki nilai transaksi rendah dan menengah harus meningkatkan kinerjanya. Dari 75 perusahaan Fintech yang disurvey oleh AFTECH, sebanyak 49,2% memiliki nilai transaksi sebesar Rp5-500 milliar, 25,4% memiliki nilai transaksi sebesar < Rp5 milliar, 13,6% memiliki nilai transaksi sebesar Rp5-50 trilliun, 8,5% memiliki nilai transaksi sebesar Rp0,5-5 trilliun, dan 3,4% memiliki nilai transaksi sebesar > Rp50 trilliun. B. Klasifikasi Industri Fintech di Indonesia Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Teknologi Finansial merupakan penggunaan teknologi dalam


90 - Financial Technology sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi dan/atau model bisnis baru, serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan serta keandalan sistem pembayaran. (Bank, 2017). Bank Indonesia juga mengkategorikan layanan Fintech menjadi (Hakim and Hapsari, 2022) : 1. Sistem Pembayaran Beberapa layanan fintech yang termasuk sistem pembayaran adalah payment gateaway yang bertujuan untuk melakukan otorisasi, kliring, penyelesaian akhir, dan pelaksanaan pembayaran melalui online. Contoh dari payment gateaway adalah DOKU, Midtrans, Xendit, Faspay, Finpay, BayarInd, dan Prismalink. Sistem Pembayaran lainnya adalah e-wallet atau dompet digital yang menyediakan tempat penyimpanan uang secara digital dan memiliki fungsi untuk mempermudah pengguna melakukan transfer dana serta pencairan dana untuk transaksi melalui marketplace dan merchant apps. Contoh e-wallet yang sering digunakan di Indonesia adalah GoPay, OVO, DANA, LinkAja, dan ShopeePay. (AFTECH, 2021a) 2. Pendukung Pasar Pendukung pasar adalah layanan Financial Technology untuk memfasilitasi pemberian informasi yang lebih cepat dan lebih murah terkait dengan produk atau jasa keuangan kepada masyarakat. Fintech ini menyediakan data dan informasi tentang produk atau jasa keuangan seperti perbandingan harga, fitur, dan manfaat yang dapat membantu pengguna lebih efisien


Click to View FlipBook Version