Financial Technology - 91 dalam mengambil keputusan. Contoh dari Fintech Pendukung Pasar atau e-Aggregator adalah Lifepal, Cekaja, Cermati, KrediGogo, dan Tunaiku 3. Manajemen Investasi dan Manajemen Risiko Teknologi Finansial pada kategori manajemen investasi dan manajemen risiko memberikan layanan keuangan untuk perencanaan dan penasehat keuangan seperti robo advisor (software), platform untuk melakukan perdagangan produk investasi (seperti saham, reksadana, obligasi, emas) dan asuransi secara online, serta sarana edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan para penggunanya. Contoh layanan fintech ini adalah : IPOT, BIBIT, Ajaib, Bareksa, Pasarpolis, dan Pegadaian Digital. 4. Pinjaman, Pembiayaan, dan Penyediaan Modal Penyelenggaraan Teknologi Finansial pada kategori pinjaman (lending) bertujuan memberikan fasilitas kredit atau pinjaman uang secara online untuk pemenuhan kebutuhan hidup maupun modal pengembangan usaha dengan prosedur pengajuan pinjaman yang lebih mudah dibandingkan dengan Bank atau lembaga keuangan lainnya. Contoh pinjaman online yang banyak digunakan oleh pengguna Fintech individu di Indonesia adalah : Kredivo, Uang Teman, Tunaiku, Kredit Pintar, dan Akulaku. Pembiayaan (financing atau funding) bertujuan untuk penggalangan dana atau berdonasi secara online oleh banyak orang untuk membantu kebutuhan dana pada suatu proyek sosial. Dimana platform ini
92 - Financial Technology mempertemukan pihak yang membutuhkan bantuan dengan donatur yang akan memberikan dananya. Contoh dari crowdfunding adalah : BenihBaik, KitaBisa, dan GandengTangan. Penyediaan modal (capital raising) atau dikenal dengan Peer to Peer Lending bertujuan untuk mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memberikan dana sebagai modal atau investasi. Layanan Fintech ini sering digunakan oleh pelaku UMKM untuk mendapatkan bantuan dana dari investor guna mengembangkan usahanya. Dalam P2P, satu peminjam dapat didanai oleh beberapa investor sekaligus sesuai dengan target modal yang diinginkan. Dari platform ini, nantinya para investor mendapatkan bagian keuntungan dari dana yang telah dipinjamkan. Contoh dari P2P yang banyak digunakan adalah : Amartha, Modalku, Investree, Akseleran, dan KoinWorks (AFTECH, 2021b) 5. Jasa Finansial lainnya Yang termasuk Jasa finansial lainnya yaitu Fintech selain kategori sistem pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan manajemen risiko, serta pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal.
Financial Technology - 93 A. Perkembangan Fintech di Indonesia Di dunia yang terus berputar, teknologi tumbuh dan berkembang di berbagai sektor dari abad ke abad yang semakin disruptif. Integrasi antara berbagai sektor dengan teknologi telah menciptakan berbagai cara baru dengan istilah-istilah baru. Salah satunya di sektor finansial, integrasi antara sektor finansial dengan teknologi kemudian menciptakan teknologi baru yang biasa disebut fintech. Fintech merupakan paduan antara financial dan technology yang dalam bahasa Indonesia bisa disebut teknologi keuangan. Fintech merupakan pemanfaatan perkembangan teknologi untuk meningkatkan layanan di industri keuangan (OJK, 2017). Di Indonesia, fintech mulai berkembang di tahun 1987, ditandai dengan kemunculan ATM (anjungan tunai mandiri) yang pertama kali dikenalkan oleh bank Niaga. Kemudian diikuti oleh bank BCA pada tahun 1988 dan beberapa bank lainnya. Dalam perkembangannya, nasabah tidak terbiasa dengan mesin ATM. Pihak perbankan pun terus menerus Permasalahan Fintech di Indonesia
94 - Financial Technology melakukan edukasi penggunaan mesin ATM, hingga setelah sekitar satu dekade, nasabah mulai terbiasa menggunakan mesin ATM (AFPI, 2021). Pada September 2018, e-banking mulai digunakan di Indonesia pertama kali oleh Bank Internasional Indonesia. Namun dalam perkembangannya, pengoperasian e-banking secara masif di Indonesia dilakukan oleh bank BCA dengan dikenalkannya layanan KlikBCA pada tahun 2001. Kemudian penggunaan layanan e-banking di Indonesia pun terus meningkat. Hingga pada tahun 2014, penggunaan layanan tersebut mencapai Rp 6.447 triliun atau naik hingga 17,32% dari tahun sebelumnya (AFPI, 2021). Pada tahun 2015, Menurut Forbes, kehadiran perusahaan fintech membawa perubahan pada industri perbankan. Hal tersebut dibuktikan dengan sistem pembayaran online berbasis digital yang marak digunakan. Gambar 1. Jumlah Perusahaan Fintech di Indonesia (2017-2021) Sumber: DataIndonesia.id Berdasarkan laporan United Overseas Bank (UOB), PwC, dan Singapore Fintech Association (SFA), jumlah perusahaan
Financial Technology - 95 teknologi finansial (fintech) di Indonesia tercatat mencapai 440 perusahaan fintech pada 2017, 583 perusahaan pada 2018, 691 perusahaan pada 2019, 758 perusahaan pada 2020, dan terus meningkat pada 2021 yang mencapai 785 perusahaan fintech (Karnadi, 2021). Peningkatan ini dipengaruhi oleh penggunaan internet di Indonesia yang melesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, sektor pembayaran elektronik dan pinjaman fintech menunjukkan peningkatan yang signifikan. Selain itu, industri ini terus menarik investasi, dengan 34 dari 260 putaran pendanaan dari 260 putaran pendanaan pada tahun 2022 dialokasikan untuk industri ini. Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Pandu Sjahrir, menyatakan bahwa layanan fintech telah menjadi lebih terjangkau dan nyaman. Salah satu manfaatnya adalah kemampuan untuk menawarkan layanan keuangan kepada usaha kecil dan menengah (UMKM) di kota-kota lapis kedua dan ketiga melalui opsi alternatif pembayaran dan pinjaman. Saat ini, industri fintech di Indonesia diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut : Gambar 2. Klasifikasi fintech di Indonesia Sumber: OJK, AFTECH Annual Members Survey 2022/2023, and DSInnovate Fintech Report 2021
96 - Financial Technology Gambar 3. Pemerataan Pelaku Industri Fintech di Indonesia Disclaimer : pemerataan belum memasukkan semua pelaku industri Fintech Sumber : OJK, FINTECH Annual Members Survey 2023/2023, and DSInnovate Fintech Report 2021
Financial Technology - 97 B. Pentingnya Mengatasi Tantangan Fintech di Indonesia Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, sektor finansial di Indonesia telah mengalami perubahan disruptif berkat integrasinya dengan teknologi yang kemudian melahirkan fintech. Fintech telah memberikan beragam manfaat, mulai dari kemudahan akses ke layanan keuangan, peningkatan inklusi keuangan, hingga percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun, beriringan dengan perkembangannya, berbagai masalah dan tantangan pun muncul dan perlu diatasi. Berbagai permasalahan fintech di Indonesia tersebut dapat diklasifikasikan menjadi lima aspek, yaitu regulasi, infrastruktur, keamanan, dan literasi keuangan. 1. Regulasi Regulasi yang belum menyeluruh dan tegas untuk mengawasi dan melindungi fintech, terutama yang bergerak di bidang pinjam-meminjam. Banyak fintech ilegal yang melakukan praktik-praktik tidak etis, seperti penipuan, penagihan paksa, bunga tinggi, dan pelanggaran privasi data nasabah. Maka dari itu, penting bagi lembaga terkait untuk mengawasi dan melindungi fintech di Indonesia, agar fintech dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar. 2. Infrastruktur internet Fintech sangat mengandalkan kemajuan teknologi untuk menjangkau nasabah yang lebih banyak. Namun, fintech belum sepenuhnya mampu menjangkau seluruh nasabah. Menurut data dari di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
98 - Financial Technology (Kemendesa PDTT) RI di tahun 2023 ini, ada sebanyak 2881 desa yang belum mempunyai akses internet. Artinya, jika untuk mengakses internet saja kesulitan, apalagi untuk memanfaatkan layanan fintech. Maka dari itu, penting untuk kemudian melaksanakan pemerataan internet di Indonesia, agar fintech bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh nasabah. 3. Keamanan data Seiring dengan menjamurnya fintech di Indonesia, jumah nasabah fintech pun terus-menerus bertambah dengan data-data yang mereka berikan kepada perusahaan fintech. Baik data yang bersifat umum seperti identitas, maupun data yang bersifat spesifik seperti catatan keuangan. Data-data tersebut sangat rentan mengalami kebocoran yang tentu merugikan nasabah maupun perusahaan fintech. Gambar 4. Kasus Kebocoran Data di Indonesia (2019-2023) Sumber: DataIndonesia.id Data tersebut menunjukan bahwa seiring dengan bertambahnya data-data pengguna di berbagai layanan
Financial Technology - 99 digital termasuk fintech, kemungkinan data untuk bocor dan disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab sangat tinggi. Maka penting bagi perusahaan fintech untuk memperkuat keamanan dalam rangka melindungi data dan transaksi nasabah dari ancaman hacker, malware, atau virus. 4. Literasi keuangan digital Literasi keuangan digital adalah kemampuan masyarakat untuk menggunakan layanan keuangan dengan menggunakan teknologi digital. Literasi keuangan digital penting untuk meningkatkan kesejahteraan, perlindungan konsumen, dan keamanan transaksi keuangan digital. Saat ini, masih banyak nasabah yang belum memahami bagaimana menggunakan layanan fintech dengan benar, aman, dan bertanggung jawab. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022, tingkat literasi keuangan mencapai 49,68%. C. Tantangan Regulasi Financial Technology di Indonesia 1. Regulasi Financial Technology di Indonesia Dalam mengatur dan mengawasi perkembangan fintech di Indonesia, pemerintah dan otoritas terkait telah menerbitkan beberapa regulasi yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi inovasi fintech, sekaligus memberikan perlindungan yang optimal bagi konsumen dan ekosistemnya. Berikut
100 - Financial Technology adalah beberapa regulasi fintech yang berlaku di Indonesia saat ini: a. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik Peraturan ini mengatur mengenai penyelenggaraan uang elektronik di Indonesia yang berlaku mulai 4 Mei 2018 dengan mencabut peraturan-peraturan sebelumnya. Peraturan tersebut diterbitkan sebagai pertimbangan bahwa langkah-langkah perencanaan bisnis dalam penyelenggaraan uang elektronik semakin marak dan beragam. (DS Innovate, 2023) b. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Peraturan ini merupakan payung hukum yang memiliki tujuan untuk mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan, moneter, serta sistem pembayaran yang aman, andal, lancar, dan efisien guna mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional dan inklusif dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian. Peraturan ini mengatur mengenai ruang lingkup, kriteria, proses registrasi dan perizinan, kewajiban penyelenggara fintech terdaftar dan berizin, pengawasan, dan sanksi. (Fahlevi, 2016) c. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana Peraturan ini mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman atau transfer uang di Indonesia yang berlaku mulai 26 Desember 2012 dengan mencabut peraturan-
Financial Technology - 101 peraturan sebelumnya. Peraturan ini disusun dengan mempertimbangkan bahwa pengiriman uang merupakan salah satu layanan sistem pembayaran yang penting dalam rangka mendukung perekonomian nasional dan memerlukan ketentuan yang sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan teknologi. (DS Innovate, 2023) d. Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 19/14/PADG/2017 Tentang ruang uji coba terbatas (regulatory sandbox) teknologi finansial Peraturan ini mengatur mengenai ruang uji coba terbatas atau regulatory sandbox teknologi finansial di Indonesia yang mulai berlaku 4 Mei 2018 dengan mencabut seluruh peraturan sebelumnya yang terkait. (DS Innovate, 2023) Selain itu, Fintech diharuskan untuk memenuhi aturan umum perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313 dan 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) serta syarat sah dalam Pasal 1320 KUHPer. Regulasi ini bertujuan untuk meminimalisir risiko yang terkait dengan fintech, seperti perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan stabilitas ekonomi. OJK berperan dalam pengaturan dan pengawasan terhadap fintech di Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada tahun 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berlaku sebagai lembaga regulator untuk melakukan pengawasan dan pengaturan layanan keuangan berbasis
102 - Financial Technology teknologi (DS Innovate, 2023), menerbitkan peraturan fintech sebagai berikut: a. Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2022 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum b. Peraturan OJK Nomor 1/POJK.03/2022 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif c. Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi d. Peraturan OJK Nomor 6/POJK.07/2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan e. Peraturan OJK Nomor 7/POJK.05/2022 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan f. Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Kegiatan Penyertaan Modal Oleh Bank Umum g. Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2022 Tentang Mekanisme dan Prosedur Penetapan Efek Bersifat Ekuitas sebagai Efek Syariah dalam Layanan Urun Dana Bebasis Teknologi Informasi Selain regulasi-regulasi di atas, pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan investasi infrastruktur mengenai teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai salah satu faktor penunjang perkembangan fintech di Indonesia. Sejauh ini, pemerintah telah mengatur dan mengawasi
Financial Technology - 103 perkembangan fintech di Indonesia dengan berbagai cara, sebagai berikut: a. Pemerintah menerbitkan berbagai regulasi yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi inovasi fintech, sekaligus memberikan perlindungan yang optimal bagi konsumen dan ekosistemnya. (Bank Indonesia, 2020) (KlikLegal, 2018) b. Pemerintah menunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) sebagai regulator yang mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan, termasuk fintech. OJK dan BI memiliki kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pengawasan, dan sanksi bagi penyelenggara fintech sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Bank Indonesia, 2020) (KlikLegal, 2018) c. Pemerintah mendorong kolaborasi antara pemerintah, regulator, asosiasi, mitra bisnis, lembaga keuangan, dan masyarakat dalam mengembangkan fintech di Indonesia. Pemerintah juga mendukung inisiatif-inisiatif yang mempromosikan fintech di Indonesia, seperti Indonesia Fintech Summit 2022. (Bank Indonesia, 2020) 2. Tantangan yang dihadapi perusahaan Fintech dalam mematuhi peraturan Perusahaan fintech di Indonesia tentunya akan menghadapi beberapa tantangan seperti resesi global, pemutusan hubungan kerja (PHK), keandalan sistem dan
104 - Financial Technology penilaian kredit, dan pengembangan produk atau model bisnis. Fintech memiliki beberapa risiko yang harus diwaspadai oleh para pengguna, penyelenggara, dan regulator. Adapun beberapa tantangan yang dihadapi oleh Fintech sendiri adalah: Gambar 6. Tantangan Perusahaan Fintech Sumber: (Hagiworo and Noviyanti, 2021) (Tim Hukumonline, 2021) (Setyowati, 2018) Disisi lain, dalam mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia, perusahaan fintech juga memiliki resiko tersendiri, yaitu sebagai berikut :
Financial Technology - 105 Gambar 7. Risiko Fintech Sumber: (Tedja, 2019) (Victoria, 2021) Untuk mengatasi risiko-risiko tersebut, diperlukan kerjasama antara semua pihak yang terlibat dalam ekosistem fintech, yaitu pengguna, penyelenggara, dan regulator. Pengguna harus lebih bijak dan berhati-hati dalam memilih dan menggunakan layanan fintech, serta melaporkan segala bentuk pelanggaran atau ketidaksesuaian yang ditemukan. Penyelenggara harus mematuhi peraturan dan standar yang berlaku, serta menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko dan perlindungan konsumen. Regulator harus mengeluarkan regulasi yang mendukung inovasi fintech, sekaligus memberikan pengawasan dan sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang melanggar aturan. (Mahadewi, 2018) Dengan demikian, fintech dapat menjadi salah satu instrumen yang dapat mendukung pertumbuhan
106 - Financial Technology ekonomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif, serta memberikan manfaat bagi masyarakat luas. 3. Dampak peraturan terhadap inovasi dan pertumbuhan fintech di indonesia Peraturan terhadap fintech di Indonesia memiliki dampak yang signifikan terhadap inovasi dan pertumbuhan sektor keuangan digital. Adapun beberapa dampak dari peraturan fintech adalah sebagai berikut: Dampak positif: a. Regulasi yang dibuat dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi inovasi fintech, sekaligus memberikan perlindungan yang optimal bagi konsumen dan ekosistemnya. (Bank Indonesia, 2021) (Hagiworo and Noviyanti, 2021) b. Regulasi dapat membantu dalam mengoptimalisasi keterlibatan fintech sebagai salah satu fondasi ekosistem keuangan digital dan ekonomi digital secara nasional. (Bank Indonesia, 2021) (Hagiworo and Noviyanti, 2021) c. Regulasi dapat mendorong kolaborasi antara pemerintah, regulator, asosiasi, mitra bisnis, lembaga keuangan, dan masyarakat dalam mengembangkan fintech di Indonesia. (Hagiworo and Noviyanti, 2021) d. Regulasi dapat dijadikan sebagai langkah antisipasi dari berbagai perencanaan bisnis baru layanan keuangan digital agar mampu memberikan perlindungan konsumen yang baik. (Bank Indonesia, 2021)
Financial Technology - 107 Dampak negatif: a. Regulasi dapat menimbulkan tantangan teknis, bisnis, hukum, regulasi, dan kolaborasi bagi penyelenggara fintech dalam mematuhi peraturan yang berlaku. (Hagiworo and Noviyanti, 2021) (Purwanto, Yandri and Yoga, 2022) b. Regulasi dapat menghambat laju pertumbuhan fintech jika tidak sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar. (Purwanto, Yandri and Yoga, 2022) c. Regulasi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan birokrasi bagi penyelenggara fintech jika tidak konsisten dan koordinatif antara regulator. (Purwanto, Yandri and Yoga, 2022) D. Tantangan Inklusi Keuangan 1. Overview Inklusi Keuangan di Indonesia Inklusi Keuangan merupakan ketersediaan akses berbagai lembaga, produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Peraturan OJK No. 76/POJK.07/2016 tahun 2016). Inklusi keuangan mengacu pada jumlah atau kondisi di mana orang menggunakan layanan keuangan seperti pinjaman, asuransi, teknologi finansial, perbankan, dan lainnya. World Bank menyatakan bahwa inklusi keuangan merupakan komponen penting dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan (Inklusi Keuangan Untuk Semua).
108 - Financial Technology Indonesia telah berkomitmen penuh untuk membantu meningkatkan inklusi keuangan di dalam negeri, seperti yang ditunjukkan oleh: a. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategis Nasional Keuangan Inklusif yang bertujuan untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan antar individu dan antar daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama lembaga terkait dan Industri Jasa Keuangan mendukung pertumbuhan tingkat inklusi keuangan dengan mendorong pengembangan produk dan layanan jasa keuangan, serta mengupayakan pemenuhan empat elemen inklusi keuangan lainnya yaitu perluasan akses keuangan, ketersediaan produk dan layanan jasa keuangan, penggunaan produk dan layanan jasa keuangan, serta peningkatan kualitas baik kualitas penggunaan produk dan layanan jasa keuangan maupun kualitas produk dan layanan jasa keuangan itu sendiri. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan masing-masing mencapai 49,68% dan 85,10%. Tingkat inklusi keuangan melampaui target 75% yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional
Financial Technology - 109 Keuangan Inklusif (SNKI). Sementara tujuan tingkat literasi keuangan sebesar 35% yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 50 tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen juga telah dicapai . Selain itu, angka ini telah meningkat dari tahun sebelumnya. Gambar 8. Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia berdasarkan SNLIK Sumber : katadata.co.id Sejak Juli hingga September 2022, SNLIK 2022 dilaksanakan di 34 provinsi dan 76 kota/kabupaten dengan jumlah responden 14.634 orang yang berusia antara 15 hingga 79 tahun. SNLIK 2022 juga menggunakan metode, parameter, dan indikator yang sama seperti pada tahun 2016 dan 2019, yaitu indeks literasi keuangan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku, sedangkan indeks inklusi keuangan menggunakan parameter penggunaan (usage). Proses pengumpulan data dilakukan dengan metode
110 - Financial Technology wawancara tatap muka dan dibantu sistem computerassisted personal interviewing (CAPI) (Annur, 2022). Selain itu, berdasarkan gender, survei OJK menunjukkan bahwa perempuan memiliki literasi keuangan sebesar 50,33% lebih tinggi daripada laki-laki sebesar 49,05%. Sedangkan, tingkat inklusi keuangan laki-laki sebesar 86,28% lebih tinggi dibandingkan perempuan sebesar 83,88%. Gambar 9. Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia tahun 2022 berdasarkan Gender Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Disisi lain, wilayah perkotaan memiliki indeks literasi dan inklusi keuangan masing-masing sebesar 50,52 persen dan 86,73 persen, hal tersebut lebih tinggi dibandingkan di wilayah perdesaan yang hanya sebesar 48,43 persen dan 82,69 persen. Namun, perbedaan tersebut tidak terlalu jauh karena sejalan dengan strategi pelaksanaan edukasi keuangan yaitu meningkatkan
Financial Technology - 111 kuantitas pelaksanaan edukasi keuangan di wilayah perdesaan. Gambar 10. Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia tahun 2022 di Perkotaan dan Perdesaan Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tingkat inklusi keuangan di Indonesia cenderung lebih tinggi daripada tingkat literasi keuangan, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan akses layanan keuangan tidak sebanding dengan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya penggunaan produk layanan keuangan. Indeks inklusi keuangan Indonesia berdasarkan hasil SNLIK 2022 menunjukkan angka yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan Indonesia menurut Global Financial Index 2021 yaitu hanya sebesar 51,76 persen. Angka ini juga termasuk rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (88,37%), Singapura (97,55%), dan Thailand (95,55%) (Putri, 2023).
112 - Financial Technology Fokus OJK pada tahun 2023 adalah meningkatkan pengetahuan literasi keuangan masyarakat Indonesia yang tertuang dalam Arah Strategis Literasi Keuangan Tahun 2023 yaitu Membangun Literasi Keuangan Masyarakat Desa Melalui Aliansi Strategis dengan Kementerian/Lembaga Terkait, Perangkat Desa dan penggerak PKK Desa, dan Mahasiswa KKN. Sasaran prioritas inklusi keuangan tahun 2023 merupakan kelompok perempuan, pelajar, mahasiswa, UMKM, masyarakat di wilayah perdesaan, dan sektor jasa keuangan syariah (OJK). 2. Peran Fintech dalam mendorong inklusi keuangan Pertumbuhan fintech di Indonesia didorong oleh jumlah penduduk yang tidak memiliki rekening bank atau yang belum memiliki rekening bank, terbatasnya akses keuangan yang tersedia untuk UMKM, dan peluang penggunaan tekfin untuk mengurangi kesenjangan keuangan. Tabel 1. indeks literasi dan inklusi fintech Indeks fintech 2019 2022 Literasi 0,34% 10,9% Inklusi 0,11% 2,56% Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dari tahun 2019-2022, terlihat bahwa tingkat literasi dan inklusi fintech meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan oleh fakta bahwa layanan tekfin terutama
Financial Technology - 113 terkonsentrasi di Pulau Jawa dan kota-kota besar lainnya. Namun, angka ini bukanlah angka yang memuaskan. Jaringan internet yang luas dan kemampuan untuk menjangkau hampir seluruh wilayah, industri fintech dianggap mampu meningkatkan inklusi keuangan dengan menawarkan masyarakat akses ke berbagai lembaga, barang, dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka (OJK). Selain memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan dan jasa keuangan melalui teknologi smartphone dan laptop, industri fintech juga dianggap mampu meningkatkan daya saing perekonomian nasional jika terus dilakukan pengembangan (OJK). Dengan pemanfaatan fintech ini, diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan masyarakat karena akses dan kemudahan yang diberikan. Berikut adalah peran fintech yang dapat mendorong inklusi keuangan di Indonesia : Gambar 11. Peran Fintech untuk Mendorong Inklusi Keuangan Indonesia Sumber : Otoritas Jasa Keuangan Kemudahan informasi dan akses yang diberikan oleh fintech secara tidak langsung telah mendorong tingkat inklusi di Indonesia. Fintech dianggap memiliki sistem
114 - Financial Technology yang baik dari sisi penyaluran bantuan sosial non-tunai. Dengan keberadaan fintech, saluran bantuan sosial seperti program kartu prakerja memberikan bantuan langsung ke penerima melalui rekening digital atau ewallet. Selain itu, pembayaran publik secara cashless juga menguntungkan pemerintah. 3. Tantangan yang dihadapi perusahaan Fintech dalam mendorong inklusi keuangan Tantangan utama dari fintech adalah pemahaman menyeluruh mengenai literasi dan inklusi keuangan oleh masyarakat luas. Indeks literasi keuangan yang lebih rendah daripada indeks inklusi keuangan menunjukkan bahwa tidak sedikit pengguna fintech yang masih belum mengetahui perbedaan antara fintech legal dan ilegal. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) memperkirakan bahwa tantangan yang akan dihadapi fintech di masa depan termasuk cybercrime, pelanggaran data pribadi atau perlindungan data, serta banyaknya fintech ilegal yang tersebar di Indonesia (Hidayat, 2022). Nuhaida, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, mengatakan bahwa masalah pertama bagi fintech lending adalah menemukan cara untuk mengimbangi peningkatan inklusi keuangan dan manajemen risiko. Kemudian peningkatan pemahaman masyarakat mengenai layanan fintech menjadi tantangan kedua. Tantangan ketiga adalah infrastruktur, dimana sebanyak 78,19 persen jumlah penduduk Indonesia telah terhubung ke jaringan internet pada tahun 2022-2023. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Dalam hal ini, masih terdapat
Financial Technology - 115 wilayah di Indonesia yang belum terhubung ke jaringan internet. Terakhir, fintech harus mengumpulkan lebih banyak data pelanggan untuk membuat proses pinjam meminjam lebih efisien (Seytowati, 2018). OJK bekerja sama dengan Bank Indonesia dan industri keuangan untuk mendukung produk keuangan yang inovatif. Hal tersebut bertujuan agar fintech pinjam meminjam dapat melengkapi perbankan dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat, terutama kepada UMKM. E. Studi Kasus Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir 7.089 konten teknologi finansial (fintech) yang menawarkan pinjaman online ilegal di berbagai platform digital dari 2017 hingga 9 Desember 2022. Hal ini memperlihatkan bahwa fintech yang menawarkan pinjaman online ilegal sangat marak di Indonesia, diikuti dengan masyarakat Indonesia yang tertarik dengan pinjaman online. Kebutuhan dan ketertarikan masyarakat tidak diikuti dengan literasi keuangan atau pengetahuan tentang pinjaman online yang ditawarkan. Salah satu kasus yang menunjukkan bahwa literasi keuangan merupakan hal yang sangat penting adalah ratusan mahasiswa IPB yang terlibat pinjaman online pada tahun 2022. Kasus tersebut bermula ketika terduga pelaku menawarkan kepada mahasiswa untuk membeli barang di toko online yang ia miliki. Mereka diminta untuk meminjam pinjaman online untuk mendapatkan barang tersebut dengan janji keuntungan sepuluh persen. Sementara, keuntungan sepuluh persen tidak pernah diterima dan sisa dana dari pinjaman online diterima oleh terduga pelaku. Sejak agustus
116 - Financial Technology 2022 hingga november 2022, mahasiswa belum menerima pembayaran yang dijanjikan. Sedangkan, utang pinjaman dari aplikasi pinjaman online sudah mencapai belasan juta untuk satu mahasiswa. Setelah melalui penelusuran, kasus ini memiliki korban yang telah tersebar di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Kasus penipuan lainnya juga terjadi di luar Indonesia yang melibatkan perusahaan Wirecard sebagai pelakunya. Wirecard merupakan salah satu perusahaan penyedia jasa pembayaran yang terdaftar di bursa Jerman. Pada tahun 2016, sebuah firma riset investigasi keuangan AS, Zatarra melaporkan bahwa perusahaan Wirecard melakukan aktivitas penipuan berupa pencucian uang dan melakukan penipuan pada perusahaan kartu kredit Visa dan Mastercard oleh eksekutif senior Wirecard. Kemudian pada tahun 2019, Wirecard kembali dituduh telah melakukan manipulasi akuntansi pada unit Asia Wirecard oleh jurnalis koran Financial Times (FT) dan Mc Crum. Wirecard melakukan pembukuan yang tidak terdeteksi atau pembukuan kosong sebanyak 1,9 miliar euro. Menurut investigasi dari jurnalis Financial Times, sebagian keuntungan yang telah dilaporkan oleh Wirecard berasal dari perusahaan asal Filipina yang tercatat tidak memiliki lisensi. Perusahaan audit EY juga telah melakukan pemeriksaan pembukuan menyatakan sejumlah uang 1,9 miliar euro yang berada di Filipina kemungkinan besar tidak ada. Selain itu, Bank Sentral Filipina juga mengonfirmasi bahwa mereka tidak menemukan data transaksi Wirecard. BDO Unibank Inc dan Bank of Philippine Islands juga membantah sebagai pengguna Wirecard. Melalui hal tersebut, saham Wirecard turun secara drastis hingga 99% dan mengalami kebangkrutan pada 25 Juni 2020
Financial Technology - 117 dengan hutang hingga 4 miliar euro. Perusahaan tersebut menjadi perusahaan pertama dalam lingkup DAX yang mengalami gulung tikar. Integrasi antara sektor finansial dengan teknologi telah menciptakan istilah baru yang biasa disebut fintech (financial technology). Fintech dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, seperti kemudahan akses, efisiensi biaya, dan inklusi keuangan. Namun, fintech juga memiliki tantangan dan risiko yang harus dihadapi seperti tantangan regulasi, infrastruktur, keamanan, literasi, dan persaingan. Untuk mengatur dan mengawasi perkembangan fintech di Indonesia, pemerintah dan otoritas terkait telah menerbitkan beberapa regulasi yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi inovasi fintech, sekaligus memberikan perlindungan yang optimal bagi konsumen dan ekosistemnya. Peraturan dan pengawasan tersebut dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Sejauh ini pemerintah telah mengatur dan mengawasi perkembangan fintech di Indonesia dengan berbagai cara. Berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan fintech dalam mematuhi peraturan yang berlaku adalah tantangan teknis, bisnis, hukum, regulasi, dan kolaborasi. Dalam hal inklusi keuangan, fintech dapat menjadi harapan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia karena jaringan internet yang luas dan kemampuan untuk mencapai hampir seluruh wilayah, industri fintech dianggap dapat membantu meningkatkan inklusi keuangan karena memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses ke berbagai lembaga, barang, dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia perlu ditingkatkan dan diseimbangkan.
118 - Financial Technology Hal tersebut dilakukan supaya masyarakat dapat melakukan perencanaan keuangan yang lebih baik dan menghindari investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman secara menyeluruh mengenai pengetahuan literasi dan inklusi keuangan oleh masyarakat luas agar dapat lebih memahami dampak dari penggunaan fintech.
Financial Technology - 119 erkembangan fintech di Indonesia sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari adanya peraturan terkait operasional fintech dan bagaimana semua penyelenggara fintech harus mampu melindungi konsumennya. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Pandu Sjahrir bahwa menjaga kepercayaan masyarakat menjadi perhatian utama penyelenggara fintech di tengah penggunaan layanan yang semakin luas (Anggreini & Meilanova, 2022) Seperti yang kita ketahui lembaga pemerintahan yang bertugas mengawasi dan membuat peraturan terkait layanan fintech ada dua yaitu: Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank Indonesia khusus membuat peraturan terkait jenis layanan Payment (pembayaran/penyelesaian transaksi), dan OJK membuat peraturan untuk jenis layanan selain Payment, seperti: P2P Lending (pinjaman uang), Crowdfunding (penggalangan dana), Microfinancing (pinjaman modal usaha), Inovasi Keuangan Digital (IKD) dan jenis layanan lainnya. P Kebijakan dan Mekanisme Fintech di Indonesia
120 - Financial Technology A. Kebijakan Fintech di Indonesia 1. Bank Indonesia (BI) Seperti yang dijelaskan di atas bahwa yang mengatur serta mengawasi penyelenggara fintech di Indonesia salah satunya adalah BI. Sebenarnya ada beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh BI namun ada tiga peraturan paling penting yang harus ditaati dan dipahami oleh penyelenggara fintech, diantaranya: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, 2016 Dalam rangka melaksanakan tugas utama Bank Indonesia dalam menjaga Stabilitas Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran, maka peraturan ini dikeluarkan. Hal ini tidak terlepas dari semakin majunya sistem pembayaran di tengah masyarakat, di mana konsumen tidak lagi harus selalu membawa uang tunai, namun bisa melakukan pembayaran secara elektronik, baik dari handphone, atau bisa juga dalam bentuk card. b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, 2017 Peraturan ini dikeluarkan agar bisa mendorong inovasi pada bidang keuangan dengan menerapkan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen kehati-hatian (risk management). c. Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/15/PADG/2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, Dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial, 2017
Financial Technology - 121 Hal ini berarti seluruh masyarakat di Indonesia berkesempatan untuk membuat perusahaan jasa keuangan yang berbasis teknologi, asalkan dapat memenuhi segala persyaratan yang dikeluarkan oleh BI. 2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Seperti Bank Indonesia, OJK juga badan pemerintah yang berwenang mengatur jalannya layanan fintech di Indonesia. Ada beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh OJK, namun ada beberapa yang sangat penting, diantaranya: a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, 2016 Peraturan ini lah yang mengatur mekanisme pinjaman-pinjaman online (pinjol) sehingga tidak merugikan masyarakat pengguna, sekaligus peraturan yang bertindak sebagai Anti Pencucian Uang, serta Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT). b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa Keuangan, 2018 Peraturan ini dikeluarkan seiring perkembangan teknologi, serta inovasi-inovasi keuangan yang bermanfaat bagi masyarakat. Banyak IKD yang berkembang di Indonesia, seperti: e-aggregator, insurtech, financial planner, dll c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 Tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi, 2020
122 - Financial Technology Peraturan ini mengatur mengenai keharusan bagi penyelenggara urun dana untuk terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) pada Kemkominfo, serta larangan melayani penawaran efek (saham/obligasi) oleh penerbit sebelum terdaftar dalam PSE. d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, 2022 Peraturan ini diharapkan mampu mengembangkan industri keuangan agar dapat menyediakan akses pendanaan bagi masyarakat, terkhusus para pelaku usaha. Serta peraturan ini juga mendorong pengembangan penyelenggara fintech di layanan pendanaan agar selalu berinovasi dan bisa bertahan dalam persaingan industri. B. Mekanisme Fintech di Indonesia Seperti yang kita ketahui seluruh penyelenggara fintech harus mempunyai izin dari BI dan OJK, karena kalau tidak tentunya penyelenggara akan dianggap ilegal berdasarkan hukum di Indonesia. Untuk mendapatkan izin, penyelenggara ini harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu, dan mengikuti proses-proses penilaian, hal ini disebut sebagai Regulatory Sandbox (Regsand). 1. Pengertian Regsand Adapun Regsand ini di atur dalam peraturan dari BI dan OJK
Financial Technology - 123 a. Bank Indonesia Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/14/PADG/2017 Tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial., 2017 Berarti kegiatan regsand ini hanya dikhususkan bagi penyelenggara fintech dengan jenis Payment, Settlement dan Clearing (Penyelesaian Transaksi), karena BI hanya mengatur dan mengawasi jenis layanan ini saja. Menurut Bank Indonesia regsand adalah ruang uji coba terbatas yang aman untuk menguji penyelenggara teknologi finansial beserta produk, layanan, teknologi dan/atau model bisnisnya. b. Otoritas Jasa Keuangan Dalam pasal 1 angka 4 POJK Nomor 13/2018 tentang tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Sektor Jasa Keuangan Regsand merupakan mekanisme pengujian yang dilakukan oleh OJK untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrument keuangan, dan tata kelola penyelenggara inovasi keuangan digital. Berarti untuk kegiatan regsand di OJK hanya bagi jenis layanan fintech selain payment. Dari dua pengertian dari BI dan OJK dapat disimpulkan bahwa regsand adalah tahap pertama yang harus dilalui oleh seluruh bakal calon penyelenggara fintech agar bisa beroperasi di Indonesia, dengan mempertimbangkan aspek kelayakan PLTMnya (Produk, Layanan, Teknologi dan Model Bisnis).
124 - Financial Technology 2. Kriteria Penyelenggara Fintech Sebelum memasuki regsand, para bakal calon penyelenggara fintech harus terlebih dahulu memenuhi kriteria-kriteria (pasal 4 POJK Nomor 13/2018 dan pasal 3 Nomor 19/14/PADG/2017) sebagai berikut: a. Bersifat inovatif dan berorientasi ke masa depan. b. Menggunakan teknologi dengan PLTM yang eksis. c. Memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia. d. Dapat digunakan secara luas (massal). e. Memperhatikan aspek perlindungan konsumen dan kehati-hatian. Kriteria ini harus dipenuhi oleh seluruh bakal calon penyelenggara fintech, di mana kriteria ini tidak hanya untuk kepentingan penyelenggara fintech, tapi juga untuk melindungi konsumen atau masyarakat, serta juga untuk mendorong inklusi keuangan dan literasi keuangan di tengah masyarakat Indonesia. 3. Prinsip Regsand Adapun prinsip regsand ini sesuai dengan bab IV pasal 8 Nomor 19/14/PADG/2017, di mana ada enam prinsip dari regsand ini, yaitu: a. Criteria Based Process, penetapan bakal calon peserta penyelenggara fintech harus memperhatikan pemenuhan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan b. Transparency, di mana pengumuman hasil regsand disampaikan secara berkala di situs website BI dan OJK, yang bisa di lihat oleh seluruh masyarakat. c. Propotional, mempertimbangkan keseimbangan jenis, skala, dan risiko dari Produk, Layanan, Teknologi dan Model bisnis (PLTM) yang diuji cobakan.
Financial Technology - 125 d. Justice, seluruh penyelenggara fintech mempunyai kesempatan yang sama selama memenuhi kriteria yang ditetapkan, tidak ada kecurangan dan keberpihakan dalam menetapkan hasil regsand nantinya. e. Equality, segala ketentuan mengenai regsand diberlakukan sama bagi seluruh penyelenggara fintech. f. Forward Looking, mempertimbangkan segala potensi dan prospek masa depan, serta manfaatnya terhadap masyarakat dan perekonomian. 4. Jangka Waktu Regsand a. Bank Indonesia Masih dalam pasal 11 Nomor 19/14/PADG/2017, diketahui bahwa jangka waktu regsand adalah selama 6 bulan atas skenario uji coba PLTM, dan untuk hal tertentu dapat diperpanjang satu kali untuk waktu paling lama 6 bulan. Perpanjangan waktu disini dapat dilakukan apabila penyelenggara fintech mengajukan permohonan penambahan waktu dengan menyertakan alasan permohonan ini. b. Otoritas Jasa Keuangan Dalam pasal 9 POJK Nomor 13/2018, jangka waktu regsand yang diadakan oleh OJK adalah selama 1 tahun, dan dapat diperpanjang selama 1 kali 6 bulan apabila diperlukan. Seperti perpanjangan waktu di BI, perpanjangan waktu oleh OJK harus diajukan oleh penyelenggara dengan alasan yang kuat, sehingga OJK dapat mengabulkan permohonan tersebut.
126 - Financial Technology 5. Mekanisme Regsand Ada lima tahapan yang harus dilalui oleh penyelenggara fintech agar memperoleh status atau hasil dari uji coba yang sudah dilaksanakan ini, tahapantahapan tersebut yaitu: a. Penyelenggara fintech melakukan pendaftaran untuk mengikuti regsand serta melengkapi data-data yang diperlukan oleh BI atau OJK, berupa informasi terkait PLTM dan dokumen-dokumen yang diminta. b. BI atau OJK melakukan analisa terhadap PLTM penyelenggara fintech yang telah melakukan tahapan pertama. Bisa dibilang tahapan ini adalah seleksi administrasi, di mana BI atau OJK melakukan penelitian kelengkapan dan kesesuaian berkas. Ada waktu tambahan 5 hari apabila ada dokumen yang tidak sesuai, namun apabila selama tambahan waktu tersebut tidak ada melengkapi data yang diminta, penyelenggara fintech tersebut dianggap gugur. c. Penyelenggara fintech melakukan presentasi PLTMnya di hadapan tim BI atau tim OJK. Bagi yang mendapatkan approve dari BI atau OJK atas kesesuaian dan kelengkapan data, dilanjutkan dengan tahap seleksi kemampuan perusahaan dilihat dari kelayakan Produk, Layanan, Teknologi dan Model bisnis yang nantinya akan ditawarkan kepada masyarakat, serta bagaimana manajemen risiko yang digunakan oleh penyelenggara fintech. d. BI atau OJK menetapkan skenario kepada penyelenggara fintech atas PLTM yang dianggap layak pada tahapan ketiga. Adapun skenario yang akan dilaksanakan berdasarkan usulan dari
Financial Technology - 127 penyelenggara fintech itu sendiri, di mana BI atau OJK akan mereview, melengkapi serta menyempurnakan usulan skenario tersebut. Setelah skenario disetujui oleh BI atau OJK, selanjutnya penyelenggara fintech harus menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan skenario tersebut. e. Pelaksanaan regsand sesuai skenario yang telah ditetapkan sebelumnya. Di mana jangka waktunya pelaksanaan regsand ini telah dijelaskan sebelumnya. Bisa dibilang ini adalah seleksi terakhir dari regsand. Gambar 1. Mekanisme Regsand Source: https://slideplayer.info/slide/13921147/ 6. Hasil Regsand a. Bank Indonesia Pada bab V pasal 16 Nomor 19/14/PADG/2017, ada tiga hasil dari regsand ini, yaitu:
128 - Financial Technology 1) Berhasil Setelah mendapatkan predikat berhasil dalam regsand, penyelenggara fintech wajib melanjutkan proses perizinan ke BI sebelum mempergunakan PLTMnya kepada masyarakat di Indonesia. 2) Tidak Berhasil Hal ini berarti penyelenggara fintech dilarang memasarkan PLTM yang sudah dibuatnya kepada masyarakat Indonesia. Kebanyakan fintech ilegal adalah perusahaan yang gagal melewati regsand ini. 3) Status lain yang ditetapkan oleh BI. Status ini biasanya akan diberikan kepada penyelenggara fintech apabila pada saat atau setelah regsand PLTMnya tidak tergolong payment (penyelesaian transaksi), atau bisa juga dibilang setelah seleksi yang dilakukan ternyata lebih baik atau arah PLTM lebih dekat ke jenis layanan non payment, seperti pinjaman modal (p2p lending atau bisa juga Inovasi Keuangan Digital). b. Otoritas Jasa Keuangan Di dalam pasal 11 POJK Nomor 13/2018, hasil dari Regsand adalah sebagai berikut: 1) Direkomendasikan Seperti halnya status berhasil pada BI, status direkomendasikan ini berarti penyelenggara sudah mendapatkan persetujuan dari OJK untuk melanjutkan perizinannya. 2) Perbaikan Dikarenakan adanya potensi terhadap PLTM yang dimiliki oleh penyelenggara fintech, maka OJK memberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki dan melengkapi PLTM yang dimilikinya, dengan memberi-
Financial Technology - 129 kan waktu tambahan selama 6 bulan, dari waktu 1 tahun yang sudah dilalui saat regsand sebelumnya. 3) Tidak Direkomendasikan Hal ini berarti penyelenggara tidak boleh memasarkan produk, bahkan dihapus dari status sebagai penyelenggara oleh OJK, serta tidak dapat mengajukan PLTM yang sama persis lagi.
130 - Financial Technology roses perubahan dan kemajuan dalam inovasi teknologi keuangan dipicu oleh dua faktor utama, sebagaimana disebutkan oleh sejumlah peneliti de Haan, Schoenmaker and Wierts (2020) yaitu pengaruh dari kebutuhan yang ada (demand side) dan juga pengaruh dari tawaran yang diberikan (supply side). Aspek-aspek yang terkait dengan permintaan melibatkan pergeseran preferensi di kalangan konsumen yang membentuk permintaan terhadap inovasi menjadi lebih signifikan. Fenomena ini dipicu oleh dua faktor utama, yaitu akses mudah ke internet dan tingkat kemampuan konsumen dalam menjalankan transaksi secara real-time melalui jaringan online (Nizar, 2017). Keadaan ini secara signifikan meningkatkan ekspektasi konsumen terhadap kemudahan, kecepatan, penghematan biaya, serta kenyamanan dalam menggunakan layanan keuangan. Terdapat pula pengaruh yang berasal dari perubahan preferensi akibat faktor demografi, di mana adanya kelompok digital natives dan generasi milenial yang telah terbiasa dengan teknologi digital, mempengaruhi tingkat penerimaan terhadap layanan finansial. P Hukum Fintech di Indonesia
Financial Technology - 131 Fenomena Fintech memang telah membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan modern, melampaui perannya sebagai alat bantu dan muncul sebagai sebuah kebutuhan yang memiliki potensi untuk membentuk kembali gaya hidup individu, terutama mereka yang memiliki ikatan kuat dengan domain keuangan dan teknologi. Seiring dengan perkembangannya, Fintech memiliki potensi untuk menjadi katalisator transformasi lebih lanjut dalam lanskap keuangan global, dan dengan demikian menjadi representasi nyata dari evolusi sistem keuangan yang sedang berlangsung di era digital. Industri Fintech di Indonesia merupakan sektor yang menjanjikan di masa depan karena memanfaatkan teknologi berbasis internet dalam platform aplikasinya, sehingga dapat diakses oleh siapa pun, di mana pun, yang membutuhkan bantuan keuangan. Industri ini mengisi kesenjangan layanan di daerah-daerah yang selama ini kurang terlayani oleh lembaga keuangan tradisional seperti bank dan lembaga keuangan nonbank atau BPR. Industri Fintech pada dasarnya memiliki risiko tinggi dan membutuhkan manajemen risiko yang efektif dan strategi mitigasi. Dalam konteks Indonesia, pentingnya regulasi teknologi finansial tidak dapat dipungkiri. Seiring dengan berkembangnya industri Fintech di Indonesia, kerangka kerja regulasi menjadi sangat penting untuk ditetapkan guna memastikan stabilitas, keamanan, dan keadilan transaksi keuangan yang dilakukan melalui platform digital. Peraturan-peraturan ini memainkan peran penting dalam mendorong perlindungan konsumen, mendorong inovasi, dan menjaga integritas ekosistem keuangan. Salah satu tonggak penting dalam regulasi Fintech di Indonesia adalah pendirian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai
132 - Financial Technology otoritas pengatur utama yang mengawasi kegiatan Fintech. Pendekatan regulasi OJK mencakup berbagai macam layanan Fintech, termasuk pinjaman peer-to-peer, pembayaran digital, crowdfunding, dan platform penasihat robot. Melalui persyaratan perizinan, penilaian risiko, dan standar kepatuhan, OJK berusaha untuk mencapai keseimbangan antara mendorong inovasi dan menjaga kepentingan konsumen. Pentingnya regulasi Fintech di Indonesia tidak hanya terbatas pada pertimbangan domestik. Dalam lingkungan keuangan global yang semakin saling terhubung, peraturan yang selaras memainkan peran penting dalam memfasilitasi transaksi dan kolaborasi lintas batas sekaligus mencegah potensi risiko dan arbitrase peraturan. Sikap proaktif Indonesia dalam regulasi Fintech berkontribusi dalam meningkatkan reputasi Indonesia sebagai tujuan yang menarik bagi investasi asing dan kemitraan di sektor Fintech. A. Jenis-Jenis Fintech Peningkatan jumlah entitas yang terlibat dalam kegiatan pembiayaan alternatif melalui platform teknologi finansial (Fintech) telah memiliki pengaruh yang substansial terhadap evolusi dan keragaman model-model Fintech di Indonesia. Pada kisaran tahun 2016 di Indonesia, terdapat penemuan mencolok mengenai sembilan model pembiayaan alternatif online yang berbeda (Nizar, Muhammad., 2017). Jenis-jenis model ini mencakup rentang luas aktivitas, yang meliputi: (i) Peer-to-peer (P2P) atau market place business lending; (ii) Peer-to-peer (P2P) atau market place consumer lending; (iii) Peer-to-peer (P2P) atau market place real estate lending; (iv) Donation-based crowdfunding; (v) Equity-based crowd-
Financial Technology - 133 funding; (vi) Reward-based crowdfunding; (vii) Revenuesharing atau profit-sharing crowdfunding; (viii) Debentures (sekuritas berbasis utang); dan (ix) Balance sheet consumer lending (Garvey, 2017). Berikut adalah penjelasan masingmasing jenis Fintech di Indonesia: 1. Peer-to-peer (P2P) atau Market Place Business Lending Jenis Fintech ini mencakup platform yang menghubungkan usaha kecil dan menengah (UKM) atau bisnis dengan individu atau investor yang bersedia memberikan pendanaan melalui pinjaman. Para investor ini memberikan dana kepada bisnis dalam bentuk pinjaman dengan harapan mendapatkan imbal hasil berupa bunga atas pinjaman. 2. Peer-to-peer (P2P) atau Market Place Consumer Lending Model ini juga melibatkan pemberian pinjaman, tetapi fokusnya adalah pada individu atau konsumen. Platform P2P membantu menghubungkan individu yang membutuhkan pinjaman dengan individu atau investor yang bersedia memberikan pendanaan. 3. Peer-to-peer (P2P) atau Market Place Real Estate Lending Jenis ini fokus pada pembiayaan dalam sektor properti atau real estat. Platform P2P memungkinkan individu atau investor untuk berinvestasi dalam proyekproyek properti atau mendanai pinjaman properti secara kolektif. 4. Donation-Based Crowdfunding Ini adalah model di mana individu atau kelompok menggalang dana untuk proyek atau tujuan tertentu tanpa mengharapkan imbal hasil finansial. Para
134 - Financial Technology kontributor memberikan sumbangan berdasarkan motivasi moral atau dukungan terhadap tujuan proyek. 5. Equity-Based Crowdfunding Dalam model ini, individu atau investor memberikan dana dalam bentuk investasi kecil kepada perusahaan atau proyek tertentu. Sebagai imbal hasilnya, mereka memperoleh kepemilikan saham atau ekuitas di perusahaan tersebut. 6. Reward-Based Crowdfunding Dalam jenis ini, individu atau kelompok memberikan dana untuk mendukung proyek tertentu dan sebagai imbalan mereka akan menerima reward atau hadiah yang sesuai dengan tingkat kontribusi mereka. 7. Revenue-Sharing atau Profit-Sharing Crowdfunding Model ini melibatkan individu atau investor yang memberikan dana dalam proyek atau bisnis tertentu, dan sebagai balasan, mereka akan menerima bagian dari pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan oleh proyek atau bisnis tersebut. 8. Debentures (Sekuritas Berbasis Utang) Ini melibatkan pemberian pinjaman kepada penerbit debentur, yang dapat berupa perusahaan atau pemerintah. Pemegang debentur akan menerima pembayaran bunga dan pada akhir periode tertentu, pokok pinjaman kembali. 9. Balance Sheet Consumer Lending Model ini melibatkan perusahaan yang memberikan pinjaman kepada konsumen berdasarkan analisis terhadap catatan kredit dan kondisi keuangan mereka,
Financial Technology - 135 sering kali berdasarkan data yang ada pada "balance sheet" atau laporan keuangan konsumen. Perlu ditekankan bahwa dari kesembilan model yang dijelaskan di atas, enam di antaranya baru diperkenalkan pada tahun 2016, menunjukkan tingkat perubahan dan inovasi yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Sementara itu, tiga model lainnya telah tersedia sejak tahun 2013, memberikan gambaran tentang bagaimana beberapa model telah ada lebih awal dan mungkin telah mempengaruhi tren dan arah inovasi yang lebih baru (Otoritas Jasa Keuangan, 2017). Oleh karena itu, pertumbuhan jumlah entitas yang terlibat dalam pembiayaan alternatif, sebagaimana dicontohkan dalam laporan CCAF, telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam mempengaruhi bentuk, model, dan arah evolusi Fintech di Indonesia (Garvey, 2017). Ini juga menggarisbawahi perubahan yang cepat dan dinamis dalam ekosistem Fintech dan bagaimana berbagai entitas berperan dalam membentuknya . B. Dasar Hukum Fintech Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan negara yang menegakan supremasi hukum dalam rangka menegakan kebenaran dan keadilan (Kusnadi and Harmaily Ibrahim, 1998). Menurut Herlina and Santi (2018) perlindungan hukum yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang
136 - Financial Technology bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum. Dasar hukum Fintech di Indonesia mengacu pada rangkaian peraturan dan regulasi yang ditetapkan untuk mengatur aktivitas Fintech dalam konteks operasional dan kepatuhan . Dalam upaya untuk memberikan kerangka kerja yang jelas bagi industri ini, beberapa dasar hukum yang relevan dan signifikan telah ditegaskan: 1. Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 Peraturan OJK ini menyajikan pedoman khusus untuk layanan Fintech yang berfokus pada pinjammeminjam uang. Peraturan ini menguraikan secara komprehensif bagaimana pelaksanaan platform Fintech peer-to-peer (P2P) diatur, termasuk pembagian hak dan tanggung jawab antara berbagai pihak yang terlibat dalam ekosistem ini yang diatur sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata (Hernoko, Agus, 2009). 2. Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 Memasuki pertengahan Agustus 2018, OJK memperkenalkan POJK No. 13/POJK.02/2018, yang menetapkan lingkungan eksperimental yang terkendali untuk aktivitas Fintech di luar P2P lending, seperti credit scoring. Pendekatan ini diusulkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH). 3. Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari pengaturan terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.05/2016 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Financial Technology - 137 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ini menguraikan konsep transaksi elektronik yang melibatkan penggunaan jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Undang-undang ini menyusun dasar hukum yang mengatur segala bentuk transaksi yang dilakukan dalam konteks digital (Rahadjo, 2000). 5. Undang-Undang Nomor 7 Pasal 65 Tahun 2014 tentang Perdagangan UU ini menggarisbawahi keharusan adanya transparansi dan integritas dalam transaksi perdagangan elektronik. Ketentuan ini mengamanatkan bahwa pelaku usaha yang terlibat dalam perdagangan barang/jasa melalui sistem elektronik wajib menyediakan data/informasi yang akurat dan lengkap. Selain itu, secara eksplisit melarang perdagangan barang atau jasa yang menyimpang dari penawaran yang disajikan. Kerangka hukum ini berfungsi sebagai pengaman untuk memastikan kredibilitas dan keandalan kegiatan perdagangan elektronik, menanamkan kepercayaan konsumen dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Peraturan ini menciptakan landasan hukum untuk pelaksanaan transaksi elektronik sesuai dengan UU No. 11 tahun 2008. Dalam peraturan ini diatur berbagai aspek tentang pelaksanaan transaksi elektronik, termasuk hak dan kewajiban pelaku subjek hukum.
138 - Financial Technology 7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Peraturan Bank Indonesia ini memiliki fokus pada penyelenggaraan teknologi finansial. Di dalamnya, dijelaskan tentang kewajiban penyelenggara teknologi finansial untuk mendaftarkan diri di Bank Indonesia, terutama mereka yang menyediakan layanan sistem pembayaran. 8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Peraturan ini terkait dengan penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran. Ruang lingkup peraturan ini mencakup aspek penyelenggara dalam pemrosesan transaksi pembayaran, proses perizinan, persetujuan dalam pelaksanaan pemrosesan transaksi pembayaran, serta kewajiban yang terkait dengan penyelenggaraan transaksi pembayaran. 9. Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik Peraturan ini berfokus pada penyelenggaraan layanan keuangan digital, dengan tujuan utama meningkatkan pemanfaatan uang elektronik dan mendukung inklusi keuangan. Hal ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur pelaksanaan layanan uang elektronik secara komprehensif. C. Implikasi dan Potensi Risiko Fintech di Indonesia Keberadaan Fintech memberikan implikasi serta potensi risiko yang perlu diperhatikan dengan cermat pada layanan jasa keuangan dan para pihak (stakeholders) di dalam negeri.
Financial Technology - 139 1. Bagi layanan keuangan Fintech memiliki kapasitas untuk mengubah dan "mengurai" layanan keuangan yang ada saat ini. Fintech memiliki kemampuan untuk "mengurai" konsentrasi di pasar keuangan dengan menyebarkan pangsa pasar di antara para pesaing yang menawarkan layanan yang sama. Akibatnya, perantara keuangan tertentu tidak lagi mendominasi pasar keuangan, dan persaingan yang dihasilkan berpotensi menurunkan biaya layanan keuangan. Karena relatif mudahnya masuk ke pasar, Fintech juga akan mengubah tingkat persaingan di jasa keuangan (He et al., 2017). Komposisi (struktur) jasa keuangan akan berubah seiring dengan melonggarnya konsentrasi pasar dan perubahan kontestabilitas jasa keuangan. Selain memberikan peluang untuk desentralisasi dan keberagaman, perkembangan ini juga berpotensi mendorong efisiensi sistem keuangan. Dampak terkait terhadap sistem keuangan adalah berkembangnya transparansi, yang dapat mengurangi, bahkan menghilangkan, informasi asimetris dan meningkatkan kemampuan para pelaku pasar untuk mengelola risiko. 2. Peluang yang lebih besar bagi konsumen untuk mengakses jasa keuangan. Fintech juga memungkinkan individu untuk mengakses layanan keuangan dengan lebih mudah, cepat, terjangkau, dan nyaman, baik untuk keperluan pribadi, bisnis, maupun UKM. Inklusi keuangan adalah konsekuensi dan keuntungan terpenting dari semua manfaat yang dapat diberikan oleh Fintech. Selain itu, hal ini diharapkan dapat mendorong ekspansi ekonomi
140 - Financial Technology jangka panjang dan memungkinkan diversifikasi risiko investasi secara keseluruhan. Hal ini mengarah pada teori keuangan perilaku, yang menggabungkan penelitian keuangan dan psikologis untuk menjelaskan bagaimana investor membuat pilihan dengan lebih baik (Ackert, 2014 dalam Malau, 2020). Dalam perkembangan evolusi Fintech, ketiadaan regulasi yang kuat telah menghasilkan kerangka kerja regulasi yang tidak konsisten yang mengatur layanan keuangan analog. Kesenjangan ini secara tidak sengaja telah membuka jalan bagi arbitrase regulasi. Misalnya, meskipun perusahaan Fintech menawarkan layanan yang mirip dengan transformasi jatuh tempo dan transformasi kredit yang disediakan oleh lembaga keuangan tradisional, mereka tidak terikat oleh persyaratan peraturan yang sama, seperti mematuhi rasio kecukupan modal seperti yang dilakukan oleh bank konvensional. Perbedaan perlakuan regulasi antara perusahaan Fintech dan lembaga keuangan yang sudah mapan telah membuka jalan bagi arbitrase regulasi untuk berkembang. Aktivitas keuangan inovatif tertentu telah diberikan pengecualian dari pengawasan regulasi, memberikan entitas Fintech tertentu keleluasaan untuk terlibat dalam inovasi yang tidak sesuai dengan normanorma yang ada. Seiring dengan manfaatnya, fintech juga memiliki sejumlah potensi ancaman. Konsumen bertanggung jawab atas kekhawatiran awal fintech, termasuk yang terkait dengan dunia maya, privasi, serta kepemilikan dan pengelolaan data. Risiko-risiko ini dapat muncul