The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pendidikan multikultural adalah pendekatan dalam dunia pendidikan yang mengakui dan menghargai keberagaman dalam masyarakat. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman, apresiasi, dan penghormatan terhadap berbagai budaya, agama, bahasa, dan latar belakang etnis yang ada di dalam kelas dan masyarakat secara keseluruhan.

Pendidikan multikultural menekankan pentingnya mengajarkan nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan saling menghormati antara individu-individu dari berbagai kelompok sosial. Guru dalam pendidikan multikultural berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana siswa merasa diterima, dihargai, dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Dengan pendekatan pendidikan multikultural, siswa diharapkan dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai budaya, mengenali stereotip dan prasangka yang ada, dan belajar berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda dari mereka. Tujuannya adalah menciptakan generasi yang terbuka pikiran, toleran, dan mampu menjalin hubungan yang harmonis dalam masyarakat yang multikultural.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-02-02 03:03:28

Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural adalah pendekatan dalam dunia pendidikan yang mengakui dan menghargai keberagaman dalam masyarakat. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman, apresiasi, dan penghormatan terhadap berbagai budaya, agama, bahasa, dan latar belakang etnis yang ada di dalam kelas dan masyarakat secara keseluruhan.

Pendidikan multikultural menekankan pentingnya mengajarkan nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan saling menghormati antara individu-individu dari berbagai kelompok sosial. Guru dalam pendidikan multikultural berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana siswa merasa diterima, dihargai, dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Dengan pendekatan pendidikan multikultural, siswa diharapkan dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai budaya, mengenali stereotip dan prasangka yang ada, dan belajar berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda dari mereka. Tujuannya adalah menciptakan generasi yang terbuka pikiran, toleran, dan mampu menjalin hubungan yang harmonis dalam masyarakat yang multikultural.

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: Dr. Suroyo, M.Pd., Jeliana Veronika Sirait, M.Pd., Rico Andhika Putra, S.Pd., M.Pd., Sarmidi, S.Pd., M.Pd.T., M.Tr.T., Sangputri Sidik, M.Pd., Dr. AG Eka Wenats Wuryanta, Dr. Arsa Widitiarsa Utoyo, ST., M.Sn., Godefridus Samderubun, SS., M.Si., Hery Yanto The, S.Sos., M.M., Ph.D ISBN: 978-623-88884-5-0 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Januari 2024 x+ 138, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit


v Kata Pengantar alam era globalisasi ini, pendidikan multikultural menjadi semakin penting dalam mempersiapkan generasi muda untuk hidup dan berinteraksi dalam masyarakat yang semakin beragam. Pendidikan multikultural berfokus pada pengakuan, penghargaan, dan penerimaan terhadap keberagaman budaya, etnis, agama, bahasa, dan latar belakang lainnya. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mendorong pemahaman, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan, serta melawan diskriminasi, prasangka, dan stereotip yang dapat menghalangi pembangunan masyarakat yang inklusif dan harmonis. Dalam buku ini, kami akan membahas pentingnya pendidikan multikultural dalam konteks perkembangan sosial dan pendidikan. Kami akan menjelajahi konsep-konsep kunci dalam pendidikan multikultural, seperti kesadaran budaya, keadilan sosial, dan pengembangan kompetensi antarbudaya. Kami juga akan membahas strategi dan pendekatan praktis untuk menerapkan pendidikan multikultural dalam lingkungan pendidikan, mulai dari kurikulum yang inklusif, metode pengajaran yang responsif, hingga pengembangan lingkungan sekolah yang ramah keberagaman. Dengan pendidikan multikultural, kita dapat mempersiapkan generasi yang mampu berinteraksi secara positif dengan orangD


vi orang dari berbagai latar belakang, memahami perspektif yang berbeda, dan bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang adil dan harmonis. Semoga buku ini menjadi sumber inspirasi dan panduan yang berguna bagi para pendidik, pembuat kebijakan, dan siapa pun yang tertarik untuk menerapkan pendidikan multikultural dalam upaya membangun dunia yang lebih inklusif dan berkeadilan.


vii Daftar Isi Kata Pengantar ...................................................................... v Daftar Isi .............................................................................. vii BAB 1. Sejarah Pendidikan Multikultural .................................. 1 A. Sejarah Multikultural .................................................... 2 B. Sejarah Pendidikan Multikulturalisme........................... 4 BAB 2. Konsep Pengajaran yang Relevan Sesuai dengan Budaya 9 A. Pengajaran Yang Relevan Dengan Budaya ....................10 B. Prinsip Pengajaran Yang Relevan Secara Budaya ..........12 C. Lingkungan Kelas yang Responsif Secara Budaya..........15 BAB 3. Pengembangan Budaya Sekolah .................................. 18 A. Pengenalan Konsep Budaya Sekolah .............................18 B. Kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan budaya sekolah multicultural ....................................... 21 C. Strategi Pengembangan Budaya Sekolah Multikultural 23 D. Pengintegrasian keberagaman budaya dalam kurikulum ................................................................................... 24 BAB 4. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Inklusif ........... 27 A. Ciri-Ciri Lingkungan Belajar Yang Inklusif .................. 28 B. Tujuan Menciptakan Lingkungan Belajar Yang Inklusif 31


viii C. Keunggulan Lingkungan Belajar Yang Inklusif............. 35 D. Contoh Penerapan Pendidikan Inklusif di dalam Kelas . 37 BAB 5. Tantangan dan Hambatan Pendidikan Multikultural .... 41 A. Tantangan Pendidikan Multikultural di Indonesia ....... 43 BAB 6. Literasi Budaya Indonesia .......................................... 58 BAB 7. Media Digital dalam Pendidikan ................................. 69 A. Dampak Media Digital terhadap Transformasi Pendidikan..................................................................70 B. Paradigma Pendidikan yang Berkembang.................... 73 C. Pengaruh Media Digital di Berbagai Tingkat Pendidikan ................................................................................... 74 D. Kesulitan yang terkait dengan integrasi media digital dalam konteks pendidikan........................................... 76 E. Potensi Kemajuan dan Kebaruan.................................. 78 BAB 8. Relevansi Nilai Budaya Lokal Hukum Adat Larvul Ngabal dalam Pendidikan Multikultural ................................ 81 A. Memahami Multikulturalisme ..................................... 84 B. Pentingnya Multikulturalisme dalam Pendidikan ........ 87 C. Implementasi nilai-Budaya Ain Ni Ain dalam Pendidikan Multikulturalisme .......................................................90 D. Hukum Adat Larwul Ngabal dan Penghargaan Terhadap Perbedaan dalam Konteks Persatuan ........................... 92 E. Praksis Ain ni Ain Dalam Konteks Hidup Bermasyarakat ...................................................................................96 F. Relevansi Hukum Adat Larwul Ngabal dalam konteks Multikulturalisme .......................................................99


ix BAB 9. Peran Media dalam Pendidikan Multikultural ............ 107 A. Masyarakat Modern, Media, dan Pendidikan Multikultural .............................................................109 B. Peran Media, Pendidikan Multikultural dan Masyarakat Demokratis ................................................................. 111 C. Media Inovatif dan Pendidikan Multikultural di Indonesia ...................................................................................112 D. AI dalam Media Pendidikan Multikultural ...................114 E. Penutup ......................................................................116 Daftar Pustaka ..................................................................... 119 Tentang Penulis .................................................................. 134


x


1 BAB 1 Sejarah Pendidikan Multikultural DALAM era globalisasi saat ini, sangat penting bagi kita untuk menyiapkan generasi berikutnya yang mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perbedaan budaya yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan multikultural sangat penting untuk dimasukkan ke dalam sistem pendidikan kita. Pendidikan multikultural adalah metode pendidikan yang mengakui, menghargai, dan menanggapi keberagaman siswa dari berbagai latar belakang budaya, etnis, bahasa, dan bahasa. Dalam konteks ini, makalah ini akan menyelidiki sejarah perkembangan pendidikan multikultural dan efeknya terhadap sistem pendidikan. Tujuan pendidikan multikultural adalah untuk membuat lingkungan belajar


2 yang inklusif di mana setiap siswa merasa dihargai, diterima, dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Dalam buku ini, akan membahas definisi dan sejarah pendidikan multikultural. A. Sejarah Multikultural Pendidikan multikultural bukanlah ide baru; itu ada sejak lama dan telah berkembang seiring berjalannya waktu. Sejarah pendidikan multikultural menunjukkan bagaimana pendidikan dan cara berpikir berkembang yang mencerminkan keberagaman dan inklusi budaya. Sejarah multikulturalisme dapat dilacak kembali ke masa lalu, ketika berbagai agama dan kebudayaan hidup berdampingan di berbagai tempat di seluruh dunia. Salah satu contoh negara multikultural adalah Kekaisaran Romawi kuno. Berbagai kelompok etnis, budaya, dan agama hidup bersama di wilayah yang luas ini, termasuk Romawi, Yunani, Yahudi, dan Mesir. Multikulturalisme adalah istilah yang mengacu pada keberadaan dan koeksistensi berbagai kelompok budaya, agama, dan etnis dalam suatu masyarakat. Ide ini muncul sebagai tanggapan terhadap perbedaan identitas yang ada di sebuah negara atau komunitas.(Suroyo, 2023). Perkembangan manusia sepanjang sejarah memiliki hubungan erat dengan munculnya multikulturalisme. Sejarah munculnya multikulturalisme dapat ditemukan di bawah ini: 1. Sejarah Awal a. Pada Zaman Kuno Masyarakat di berbagai tempat di seluruh dunia sudah terlibat dalam interaksi budaya. Ini terjadi melalui


3 perdagangan, perluasan wilayah, pernikahan lintas suku atau bangsa, dan akhirnya peperangan. Sebagai contoh, sejarawan Yunani kuno Herodotus mencatat interaksi budaya antara Persia, Mesir, dan Yunani pada abad ke-5 SM (Herodotus, Histories). b. Penyebaran Agama Agama juga memainkan peran penting dalam perdagangan dan pertukaran budaya di berbagai tempat. Sebagai contoh, ketika Islam menyebar dari Jazirah Arab ke berbagai tempat di seluruh dunia, ia membawa budaya Islam ke dalam masyarakat lokal. Hal ini tercermin dalam pembangunan arsitektur, seni rupa, dan adat istiadat di daerah yang terkena dampak Islam. (Ahmed, 2017). 2. Abad Pertengahan a. Periode Kolonial Pada abad pertengahan, interaksi budaya yang lebih intens terjadi antara negara-negara Eropa dan wilayah kolonial mereka. Penjelajah seperti Christopher Columbus, Vasco da Gama, dan James Cook membuka jalan bagi percampuran budaya antara Eropa dan budaya lokal. Dalam buku mereka yang berjudul "The New Cambridge History of the Slave Trade", David Eltis dan David Richardson membahas bagaimana interaksi budaya ini berdampak pada masyarakat kolonial. b. Perdagangan dan Pertukaran Budaya Munculnya multikulturalisme didorong oleh jaringan perdagangan yang semakin luas di seluruh dunia selama abad pertengahan. Perdagangan antara Timur dan Barat tentang sutra, rempah-rempah, dan barang-


4 barang langka lainnya memiliki dampak budaya yang signifikan. 3. Era Modern a. Dekolonisasi Perubahan Multikultural Periode dekolonisasi dimulai pada pertengahan abad ke-20 dan membawa perubahan besar dalam multikulturalisme. Setelah negara kolonial mendapat kemerdekaan, prinsip multikulturalisme dianggap sebagai komponen penting dalam pembangunan negara mereka. Sebagai contoh, ketika India mendapat kemerdekaan pada tahun 1947, konstitusinya secara resmi mengakui pluralisme budaya. (Chandra, 1999). b. Migrasi dan Globalisasi Perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi saat ini membuat migrasi manusia di seluruh dunia lebih mudah. Migrasi ini memiliki dampak besar pada munculnya masyarakat multikultural. Buku Diane M. Nagel "Multiculturalism: A Critical Reader" menawarkan berbagai perspektif kritis tentang multikulturalisme di zaman globalisasi. B. Sejarah Pendidikan Multikulturalisme Pendidikan multikultural memiliki dasar yang kuat dalam gerakan hak sipil di Amerika Serikat pada abad ke-20, ketika banyak orang menyadari diskriminasi rasial dan ketidaksetaraan di sistem pendidikan. Salah satu pemimpin gerakan hak sipil, Dr. Martin Luther King Jr., menekankan betapa pentingnya integrasi dan pendekatan yang menghargai keberagaman.


5 "The function of education is to teach one to think intensively and to think critically. Intelligence plus character – that is the goal of true education." (Martin Luther King Jr) "The roots of education are bitter, but the fruit is sweet.". Aristotle Tokoh-tokoh penting: James A. Banks adalah profesor pendidikan multikultural yang mempopulerkan pendekatan multikultural di Amerika Serikat. Banks berkata, "Pendidikan yang berkualitas harus mengajarkan warga negara global yang siap untuk hidup dalam masyarakat multikultural yang kompleks." Pendidikan multikultural telah mengalami perkembangan besar sejak ditambahkan sebagai tanggapan terhadap diskriminasi dan ketidaksetaraan yang ada dalam sistem pendidikan. Dalam sejarah pendidikan multikultural, ada beberapa tahap perkembangan yang signifikan yang terjadi: Periode Hak Sipil (1950-an–1960-an): Pendidikan multikultural meningkat sebagai hasil dari gerakan hak sipil di Amerika Serikat, yang menekankan betapa pentingnya persepsi keberagaman dan kesetaraan. Keputusan Mahkamah Agung AS dalam kasus Brown v. Board of Education (1954) membuka jalan untuk mengakhiri segregasi rasial di sekolah-sekolah, yang memicu perubahan besar dalam sistem pendidikan. Munculnya Gerakan untuk Pendidikan Multikultural (1960-an hingga 1970-an): Mengubah program pendidikan dengan mempertimbangkan kontribusi berbagai kelompok etnis adalah tujuan dari gerakan ini. Program dan inisiatif pendidikan multikultural dimulai pada tahun 1960-an dan 1970-an, dan kurikulum multikultural


6 digunakan untuk mencerminkan keberagaman dan mengatasi bias budaya dalam pembelajaran pada tahun 1980-an hingga 1990-an: Untuk memastikan bahwa siswa dapat mengidentifikasi diri mereka dalam kurikulum dan melihat kontribusi positif dari berbagai kelompok etnis, sekolah mulai menerapkan kurikulum multikultural yang memasukkan materi pembelajaran yang mencerminkan berbagai latar belakang dan kebudayaan siswa. Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh terkemuka di Indonesia yang memiliki perspektif yang kuat tentang pendidikan. Dikenal sebagai pelopor pendidikan nasional di Indonesia, Ki Hajar Dewantara adalah pendiri Taman Siswa. Pendidikan adalah proses pertumbuhan manusia dalam segala aspek kehidupan, termasuk pembangunan intelektual, moral, dan keterampilan. Sebagai negara yang baru merdeka, Dewantara berpendapat bahwa pendidikan Indonesia harus berpusat pada pembangunan karakter bangsa dan kemajuan masyarakat. (Tilaar, 1989). Pendidikan multikultural sangat penting untuk pendidikan. Siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan sosial dan budaya melalui penghargaan terhadap keberagaman budaya, agama, dan identitas. Pendidikan multikultural memiliki peran dan fungsi dalam dunia pendidikan: 1. Menyediakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan aman: Pendidikan multikultural memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan aman bagi semua siswa. Ini dicapai dengan memberikan kepada siswa pemahaman tentang berbagai identitas sosial, budaya, etnis, dan agama yang berbeda.(Banks, 2004b). Di lingkungan yang aman dan


7 inklusif ini, semua siswa menikmati pembelajaran dengan baik. 2. Meningkatkan kesadaran dan penghargaan terhadap perbedaan sosial dan budaya: Pendidikan multikultural bertujuan untuk membantu siswa memahami dan menghargai perbedaan sosial dan budaya yang ada di sekitar mereka. Pengajaran tentang keberagaman budaya dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengalaman hidup yang berbeda-beda dan menumbuhkan rasa empati dan penghargaan terhadap perbedaan ini.(Banks, 2004a). 3. Mempromosikan perspektif global dan pemikiran kritis: Pendidikan multikultural membuka mata siswa terhadap konteks global dan kompleksitas dunia kita. Hal ini membantu siswa mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang dunia yang semakin beragam dan terhubung ini. (Nieto, 2008). Dengan mendapatkan pemahaman ini, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan analitis serta memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang masalah. 4. Mempersiapkan Siswa untuk Dunia Kerja Multikultural: Pendidikan multikultural membantu siswa mempersiapkan diri untuk hidup dan bekerja dalam masyarakat yang semakin terhubung di seluruh dunia. Saat ini, sangat penting untuk dapat berinteraksi dan bekerja dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya. Pendidikan multikultural mengajarkan siswa keterampilan sosial dan budaya yang penting untuk berhasil dalam lingkungan kerja yang terdiri dari orangorang dari berbagai budaya.(Gay, 2000).


8 Sehubungan dengan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan multikultural sangat penting untuk pendidikan. Pendidikan multikultural mempersiapkan siswa untuk hidup dan bekerja dalam masyarakat multikultural di dunia yang semakin terhubung dan beragam. Ini memberikan lingkungan pendidikan yang inklusif dan aman, membangun pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan sosial dan budaya, mempromosikan perspektif global, dan membuat siswa siap untuk hidup dan bekerja dalam masyarakat multikultural.


9 BAB 2 Konsep Pengajaran yang Relevan Sesuai dengan Budaya PENDIDIKAN dipengaruhi oleh budaya yang berlaku pada masyarakat setempat. Dalam pengajaran, penting untuk mempertahankan dan menghargai budaya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas setiap individu dan komunitas. Kenyataan yang tak bisa dihindari bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki ragam etnis, budaya, agama, bahasa, dan rasa. Perbedaanperbedaan yang ada pada masyarakat Indonesia seharusnya menciptakan kehidupan yang dinamis dengan terus saling menghargai. Perbedaan dalam hal budaya, bahasa, etnis, agama, dan sosial ekonomi mempengaruhi cara-cara tertentu dalam mewujudkan potensi perkembangan dan pembelajaran, (Forghani-Arani, Cerna and Bannon, 2019). Oleh sebab itu, perlu


10 dikembangkan sikap saling menghargai dan menghormati berbagai keberagaman pada siswa. Di era globalisasi ini, tantangan bagi para pendidik bukan hanya terletak pada transfer pengetahuan, tetapi juga pada kemampuan pendidik dalam merespons keberagaman budaya siswa. Pendidik perlu menyadari bahwa setiap siswa membawa latar belakang budaya yang unik, sehingga pendekatan pengajaran harus mampu mengaitkan materi pembelajaran dengan realita kehidupan siswa. Pendidikan yang mengimplementasikan keberagaman budaya dalam kegiatan pembelajaran yang selalu mengutamakan unsur perbedaan sebagai hal biasa akan menjadikan siswa terbiasa dengan adanya perbedaan dan tidak memandang latar belakang budaya dalam bergaul, (Wulandari, 2020). Guru yang merupakan pendidik tidak hanya berperan sebagai informan, tetapi juga sebagai fasilitator pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung perkembangan identitas kultural siswa. Guru dan siswa bekerja sama dalam mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk keberhasilan pendidikan dengan menghargai keberagaman di kelas, (Hernandez and Burrows, 2021). Selain itu, penting bagi guru untuk memberikan ruang kepada siswa dalam mengambil inisiatif dalam pembelajaran. Guru dapat memberikan tantangan dan masalah yang mendorong siswa untuk mencari solusi dengan mengintegrasikan budaya dalam pemikiran kreatif mereka. A. Pengajaran Yang Relevan Dengan Budaya Pengajaran yang relevan dengan budaya memiliki fokus terhadap keberhasilan akademik untuk semua siswa, kompetensi budaya, dan masalah sosial-politik. Ketiga hal tersebut telah terbukti efektif dalam pembelajaran di sekolah yang memiliki budaya yang beragam, (Hodge and Collins,


11 2018). Pengajaran yang relevan secara budaya merupakan pedagogi yang memberdayakan peserta didik dengan menggunakan referensi budaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pengajaran yang relevan secara budaya memusatkan budaya siswa dalam praktik mengajar melalui tiga pendekatan utama (Ladson-Billings, 1995) yaitu: 1. Keberhasilan akademik Guru yang menggunakan pendekatan pengajaran yang relevan dengan budaya menawarkan kurikulum yang menantang dan meningkatkan keberhasilan belajar siswa. Mereka membangun kekuatan siswa dan bertanggung jawab kesuksesan siswa. Guru juga menciptakan ruang kelas iklim yang penuh hormat dan inklusif serta membantu siswa menghargai dan memahami budaya teman-temannya. 2. Kompetensi budaya Guru terlebih dahulu harus mengembangkan kompetensi budaya mereka sendiri dengan memahami komunitas siswanya. Selain itu, guru mendorong pemahaman siswa tentang budaya mereka sendiri dan budaya orang lain dengan memasukkan konten dari komunitas siswa dan dari berbagai latar belakang budaya ke dalam materi pelajaran. Guru-guru ini menjembatani pengetahuan siswa dengan isi kelas sebagai cara untuk menegaskan identitas dan nilai-nilai siswa. Guru juga dapat menjadi perantara yang membawa dunia luar ke dalam kelas dan membuat siswa berbaur ke masyarakat sebagai pembelajaran di luar kelas.


12 3. Kesadaran kritis Guru yang menerapkan pengajaran yang relevan dengan budaya meningkatkan kesadaran kritis siswa dengan mengatasi isu keadilan sosial dan kesenjangan ras di kelas. Mereka mendorong siswa untuk mengidentifikasi masalah di komunitas mereka dan mencari solusi untuk mengatasinya. Guru juga memberdayakan siswa di kelas dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Secara singkat, pengajaran yang relevan dengan budaya merupakan pembelajaran konstruktivisme dimana pembelajaran berpusat pada siswa dengan menghubungkan pengalaman dan pengetahuan siswa sebelumnya. Teori konstruktivisme adalah proses dimana siswa aktif melatih sendiri pengetahuannya, mencari tahu apa yang sudah dipelajari, serta menyelesaikan konsep dan ide baru melalui kerangka berpikir siswa, (Shymansky, 1992). Teori ini sejalan dengan jenis pengajaran yang dianjurkan oleh para pencetus konsep pengajaran yang relevan sesuai budaya. B. Prinsip Pengajaran Yang Relevan Secara Budaya Guru menggunakan pengajaran yang relevan secara budaya harus menerapkan prinsip adil terhadap semua siswa. Guru perlu memastikan bahwa siswa dari semua budaya berhasil dalam pembelajaran. Hal ini akan menciptakan suatu sekolah yang berbudaya. Ketika hal ini tercapai maka secara sempurna guru telah menggunakan pedagogi yang relevan secara budaya dan mencapai keadilan sosial bagi seluruh siswa. Adapun prinsip pengajaran yang relevan secara budaya menurut Brown-Jeffy and Cooper (2011) yang perlu diperhatikan oleh guru yaitu:


13 1. Identitas dan Pencapaian Hal pertama yang harus diperhatikan oleh guru adalah menyadari bahwa identitasnya dengan siswa adalah berbeda dan menyesuaikannya dengan siswa. Melalui konsep pengajaran yang relevan secara budaya, guru memberitahu siswa bahwa mereka semua sama penting dan kontribusi mereka dihargai di kelas. Dalam mempraktikkan pengajaran yang relevan secara budaya, guru perlu mengidentifikasi budaya-budaya yang ada di kelas. Budaya masyarakat setempat juga dapat digunakan sebagai bahan atau media pembelajaran bagi guru dan siswa. 2. Kesetaraan dan Keunggulan Konsep kesetaraan memiliki makna memberikan apa yang dibutuhkan oleh siswa melalui penerapan konten kurikulum yang sesuai dengan budaya. Penetapan kurikulum yang inklusif terhadap semua budaya meyakinkan bahwa kesetaraan dan keunggulan dapat dimiliki oleh seluruh siswa. 3. Kesesuaian Perkembangan Guru harus menyadari bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan dan motivasi belajar yang berbeda. Dalam hal ini, guru harus mampu menyesuaikan gaya mengajar dan gaya belajar siswa. Pada prinsipnya guru tidak hanya mengajar siswa yang ingin belajar untuk terlibat dalam hafalan akan tetapi mengajar siswa agar mereka dapat mentransfer kembali yang apa yang mereka pelajari diberbagai lingkungannya.


14 4. Mengajar Anak Secara Utuh Siswa yang ada di dalam kelas berasal dari budaya, ras dan etnis yang berbeda. Hal ini membuat perkembangan akademik, sosial, emosional, dan psikologis siswa juga berbeda. Oleh sebab itu, guru harus mengenali semua siswa dan berinteraksi dengan siswa secara individu terutama bagi siswa yang berbeda dengan budayanya. Dengan menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan dan kemampuan unik setiap siswa, pendidik dapat memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang sama terhadap kurikulum. 5. Hubungan Antara Siswa dan Guru Siswa banyak menghabiskan waktu di sekolah dengan guru. Oleh sebab itu penting bagi siswa untuk mengetahui apakah mereka dipedulikan oleh guru. Dalam hal ini, guru harus menghormati siswa secara individu dan mengakui mereka secara budaya. Guru dan siswa juga perlu menjalin komunikasi dengan baik dan menerima gaya komukasi satu sama lain meskipun berbeda. Komunikasi yang teratur memungkinkan guru membangun hubungan yang kuat dan lebih memahami budaya siswa. Dalam konsep pengajaran yang relevan secara budaya, guru perlu memeriksa dan mengamati sistem pendidikan, perkembangan kurikulum, dan memperhatikan hambatanhambatan yang mungkin ada pada siswa. Guru juga harus memperhatikan penempatan siswa dalam pembelajaran di dalam kelas, dimana setiap siswa memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda. Selain itu, guru juga harus menepis anggapan bahwa anak yang memiliki potensi akademik rendah adalah anak yang ‘kurang’, akan tetapi guru


15 harus menganggap dan memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap semua siswa. C. Lingkungan Kelas yang Responsif Secara Budaya Pengajaran yang efektif membutuhkan penguasaan pengetahuan konten dan keterampilan pedagogis oleh para pendidik. Sebelum mengajarkan ilmu pengetahuan pada siswa, maka guru perlu menguasai apa yang akan diajarkan mereka di kelas. Di dalam kelas yang beragam sangat diperlukan strategi manajemen kelas yang responsif terhadap budaya. Strategi ini yang dapat menciptakan kelas yang inklusif dan membuat siswa merasa diakui dan dipahami. Dalam menciptakan lingkungan kelas yang responsif terhadap budaya perlu dikembangkan 5 prinsip menurut Shade, Kelly and Oberg (1997) sebagai berikut: 1. Lingkungan Belajar yang Menarik Guru dalam penerapan pengajaran yang relevan secara budaya harus menyambut seluruh siswa dan membuat mereka merasa diterima sebagai anggota komunitas aktif di dalam kelas. Penataan ruang kelas juga perlu diperhatikan agar terjalin hubungan antara sesama siswa serta siswa dan guru. Hal ini dapat merangsang eksplorasi siswa dalam menciptakan pengalaman belajar yang bermakna. Khususnya bagi pendatang baru, lingkungan belajar seperti ini dapat membantu siswa belajar tentang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain, dan merasa aman. 2. Lingkungan Belajar yang Memberikan Pesan Secara Pribadi Guru harus bersikap hangat pada siswa dan mendukung mereka. Jika guru mengalami kesulitan ber-


16 komunikasi dengan siswa dikarenakan perbedaan bahasa, guru perlu mencari strategi untuk mengurangi kecemasan dan rasa takut pada siswa. Guru dapat memulai dari hal kecil seperti belajar mengucapkan nama siswa dengan benar, dan menerapkan pembelajaran kelompok kooperatif yang dapat memberikan kesan menarik pada siswa. 3. Kelas yang Tegas dan Konsisten Guru mungkin saja ada yang takut kalau siswa akan sulit dikendalikan di kelas. Namun hal yang perlu diperhatikan guru adalah tidak perlu bereaksi berlebihan dalam menafsirkan perilaku siswa. Guru perlu mengamati bagaimana siswa berperilaku di rumah dan di tempat umum. Dalam mengendalikan diri, guru perlu menghadiri acara kebudayaan seperti festival budaya atau mengunjungi museum bersejarah agar lebih menyadari dan memahami akan perbedaan di dalam masyarakat. 4. Kelas yang Menghargai Setiap Keberhasilan Tugas yang Dikerjakan Siswa Hal ini mencakup beberapa aspek yaitu fisik, sosial, pribadi, dan akademis. Siswa biasanya merasa kurang percaya diri dalam aspek akademis. Secara tidak sadar terkadang guru mengucapkan kalimat yang membuat siswa pesimis seperti, ‚saya tahu ini sulit bagi kamu<‛. Daripada guru mengucapkan kalimat tersebut, lebih baik guru mengatakan, ‚saya tahu kamu pasti bisa menyelesaikannya<‛. 5. Kelas yang Bekerja Secara kolektif Bekerja secara kolektif mengartikan bahwa seluruh siswa bersama-sama bekerja atau berpartisipasi aktif di


17 dalam pembelajaran. Melalui kegiatan belajar tersebut, siswa dapat menjalin hubungan yang positif sesama mereka, bekerja sama sehingga mereka merasa aman dan kebutuhan mereka terpenuhi. Strategi pembelajaran kooperatif disarankan untuk digunakan guru dalam menciptakan lingkungan kelas yang responsif terhadap budaya karena guru dapat memantau siswa bekerja kelompok dan membantu siswa dalam menyampaikan ide-ide kreatif mereka. Mengintegrasikan teknologi di dalam kelas memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan berinteraksi dengan beragam konten budaya. Misalnya, aplikasi virtual reality dapat memberikan kunjungan lapangan virtual ke tempat bersejarah menjelajahi budaya yang berbeda melalui pengalaman yang mendalam. Menggunakan seni, musik, dan gerakan sebagai alat pengajaran memungkinkan siswa untuk mengekspresikan identitas budaya mereka dan terlibat dengan tradisi seni yang berbeda. Ini menumbuhkan kreativitas, ekspresi diri, dan apresiasi budaya.


18 BAB 3 Pengembangan Budaya Sekolah A. Pengenalan Konsep Budaya Sekolah 1. Definisi Budaya sekolah Budaya sekolah adalah sistem sosial yang unik di dalam sekolah yang mencakup norma-norma pada kelembagaan, struktur sosial yang telah ditetapkan, kepercayaan, tradisi, tujuan, dan sasaran (Ismail, Khatibi and Azam, 2022). Iklim dan lingkungan sekolah yang positif sangat penting untuk pembelajaran yang efektif, yang membutuhkan lingkungan yang bersih, ceria, dan aman. Lingkungan yang bersih dan aman memberikan rasa nyaman bagi siswa dan guru untuk belajar dan mengajar. Selain itu, suasana ceria di sekolah juga dapat


19 meningkatkan motivasi dan semangat belajar siswa. Dengan adanya budaya sekolah yang positif, siswa dapat merasa terlibat dan memiliki rasa kepemilikan terhadap sekolah mereka, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan prestasi akademik dan kualitas pendidikan di sekolah tersebut. Budaya sekolah memengaruhi bagaimana siswa, guru, dan staf lainnya berinteraksi dan belajar berada di lingkungan sekolah (Nizary and Hamami, 2020). Faktor seperti kepemimpinan sekolah, tradisi yang dibangun dari waktu ke waktu, serta nilai-nilai yang ditanamkan dalam lingkungan pendidikan, semuanya ikut membentuk budaya sekolah. Sebuah budaya sekolah yang positif dapat menciptakan lingkungan yang inklusif, memberikan dukungan bagi siswa dan staf, serta memotivasi pencapaian akademik dan perkembangan pribadi. Budaya sekolah yang baik juga menciptakan rasa kebanggaan, rasa memiliki, dan kolaborasi di antara semua anggota komunitas sekolah. Pendidikan multikultural dalam budaya sekolah bukan hanya tentang menerima keragaman, tetapi juga tentang menghargainya, memperkaya pengalaman belajar, dan mempersiapkan siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang inklusif dalam dunia yang semakin global 2. Pentingnya pengembangan budaya sekolah multicultural Budaya sekolah yang terbentuk dengan kuat akan menjadikan siswa sebagai Langkah awal atau menjadi pengembangan pada karakter siswa (Angrayana et al., 2023). Budaya sekolah yang kuat memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan karakter siswa


20 (Angrayana et al., 2023). Budaya sekolah yang kokoh memiliki potensi untuk menjadi langkah awal yang kuat dalam membentuk dan mengembangkan karakter siswa. Budaya sekolah yang terbentuk dengan baik dapat memengaruhi siswa dalam berbagai aspek. Dengan lingkungan yang mendukung, nilai-nilai positif, dan norma-norma yang ditanamkan dalam budaya sekolah, siswa memiliki kesempatan untuk: a. Memahami Nilai-nilai Budaya sekolah yang kuat sering kali menekankan pada nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kerjasama, penghargaan terhadap keberagaman, dan sikap menghargai sesama. Ini membantu siswa untuk memahami dan menginternalisasi nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari mereka. b. Pengembangan Sikap Siswa cenderung terpengaruh oleh norma-norma dan sikap yang dianut oleh lingkungan sekitar mereka. Budaya sekolah yang mendukung perkembangan karakter dapat membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif seperti kepedulian, kerjasama, dan rasa hormat terhadap orang lain. c. Pembentukan Etika dan Moral Lingkungan sekolah yang menekankan pada nilainilai moral dan etika akan membantu siswa memahami apa yang benar dan salah, serta memberikan landasan bagi pengambilan keputusan yang lebih baik dalam kehidupan mereka. d. Pembentukan Identitas Budaya sekolah yang kuat juga dapat membantu siswa memahami identitas mereka sendiri, menerima


21 keberagaman, dan merasa diterima. Ini penting dalam membentuk kepercayaan diri siswa. e. Pengembangan Keterampilan Sosial Melalui interaksi sosial yang didasari oleh budaya sekolah yang positif, siswa belajar untuk berkomunikasi dengan baik, bekerja sama, memahami pandangan orang lain, serta mengembangkan keterampilan interpersonal yang kuat. Budaya sekolah yang terbentuk dengan kuat memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi perkembangan karakter siswa. Lingkungan sekolah yang menyediakan landasan yang positif dan mendukung dapat membentuk perilaku, nilai-nilai, dan sikap yang berkelanjutan pada siswa selama masa pendidikan mereka. B. Kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan budaya sekolah multicultural Pengembangan budaya sekolah multikultural melibatkan serangkaian kebijakan dan praktik yang mendukung inklusivitas, menghargai keragaman, serta menciptakan lingkungan yang mendukung bagi siswa dari berbagai latar belakang budaya. Beberapa kebijakan yang dapat mendukung pengembangan budaya sekolah multikultural antara lain: 1. Kurikulum Inklusif Mencakup materi yang mengakui dan menghormati berbagai budaya, sejarah, dan kontribusi dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya dalam pembelajaran di kelas. 2. Pelatihan Guru dan Staf Program pelatihan untuk guru dan staf sekolah agar memahami dan menghargai keragaman budaya, serta


22 belajar bagaimana mengelola kelas yang inklusif dan mendukung bagi semua siswa. 3. Kegiatan dan Acara Sekolah yang Merayakan Keragaman Mengadakan kegiatan, festival, atau acara yang merayakan budaya beragam yang ada di sekolah. Ini dapat termasuk pertunjukan seni, pameran budaya, atau festival makanan. 4. Penggunaan Materi Sumber yang Beragam Memastikan bahwa bahan pembelajaran, buku teks, dan sumber daya lainnya yang digunakan di sekolah merefleksikan keberagaman budaya. 5. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Pengalaman Mengintegrasikan pengalaman nyata yang melibatkan berbagai budaya dalam proses pembelajaran, seperti kunjungan ke tempat-tempat bersejarah atau kajian tentang keberagaman budaya secara langsung. 6. Evaluasi dan Pemantauan Berkelanjutan Melakukan evaluasi terus-menerus terhadap upayaupaya yang dilakukan dalam pengembangan budaya sekolah multikultural, serta mengadopsi perbaikan yang diperlukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Implementasi kebijakan-kebijakan ini secara konsisten dan komprehensif akan membantu menciptakan lingkungan sekolah yang merangkul dan menghargai keberagaman budaya, memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dari berbagai perspektif, dan membangun pemahaman yang lebih luas tentang masyarakat global yang multikultural. Dalam lingkungan sekolah yang merangkul keberagaman budaya, siswa tidak hanya belajar tentang perbedaan, tetapi mereka juga belajar untuk menerima, menghormati, dan menghargai keberagaman tersebut (Mahmudah et al., 2023). Melalui implementasi kebijakan-


23 kebijakan yang mendukung budaya multikultural secara konsisten, sekolah dapat menjadi laboratorium kehidupan nyata yang mempersiapkan siswa untuk masa depan yang semakin global. Dengan menawarkan kesempatan bagi siswa untuk belajar dari berbagai perspektif, mereka akan mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas dunia yang beragam. Hal ini tidak hanya memperkaya pengetahuan mereka, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir kritis, toleransi, empati, dan kerjasama lintas budaya yang sangat diperlukan di era globalisasi. Di tengah-tengah budaya sekolah yang multikultural, siswa akan belajar untuk melihat nilai dalam perbedaan dan membuka pikiran mereka terhadap pengalaman yang berbeda. Mereka akan merasa lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam dialog yang menghargai semua perspektif, meningkatkan rasa keadilan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap semua individu. C. Strategi Pengembangan Budaya Sekolah Multikultural Di sebuah sekolah yang memeluk semangat keberagaman, tergambar suasana yang merangkul perbedaan. Di sana, setiap sudut merupakan cermin dari keberagaman budaya, menjadi landasan bagi pertumbuhan akademis dan sosial siswa. Guru-guru adalah agen perubahan utama. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga bertindak sebagai pemimpin yang menginspirasi siswa untuk menghormati keberagaman. Melalui pelatihan yang terus-menerus, mereka memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk menciptakan ruang kelas yang inklusif, tempat di mana setiap suara dihargai.


24 Kurikulum yang disusun secara cermat menghadirkan cerita-cerita dari berbagai budaya. Mata pelajaran tidak hanya memberikan pemahaman tentang fakta, tetapi juga mengundang siswa untuk memahami dan menghormati keanekaragaman budaya dunia yang nyata. Dalam setiap interaksi, baik di ruang kelas maupun di luar, siswa diajak untuk belajar dari satu sama lain. Mereka diajak untuk mendengarkan, memahami, dan menghargai perspektif yang berbeda, menciptakan lingkungan yang memperkuat rasa persaudaraan lintas budaya. D. Pengintegrasian keberagaman budaya dalam kurikulum Pengintegrasian keberagaman budaya dalam kurikulum adalah suatu upaya untuk memastikan bahwa semua siswa menerima pendidikan yang inklusif dan mencakup semua aspek kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Ini penting karena masyarakat kita semakin multikultural, dengan berbagai suku, agama, bahasa, dan tradisi yang berbeda. Salah satu cara untuk mengintegrasikan keberagaman budaya dalam kurikulum adalah dengan memasukkan konten yang mencerminkan keberagaman kebudayaan dalam materi pembelajaran. Misalnya, dalam pelajaran sejarah, siswa dapat mempelajari tentang berbagai kebudayaan lokal, nasional, dan internasional. Dalam pelajaran bahasa, siswa dapat mempelajari bahasa-bahasa yang digunakan oleh komunitas minoritas di negara mereka. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler dan proyek kreatif dapat digunakan untuk memperkaya pengalaman siswa dalam mengenal dan menghargai keberagaman budaya. Misalnya, siswa dapat mengadakan festival budaya di sekolah, di mana setiap siswa dapat mempresentasikan


25 kebudayaan mereka melalui tarian, musik, makanan, dan pameran budaya lainnya. Penting juga untuk melibatkan komunitas lokal dalam pengintegrasian keberagaman budaya dalam kurikulum. Komunitas dapat memberikan saran, dukungan, dan sumber daya tambahan untuk memperkaya pengalaman belajar siswa. Misalnya, komunitas etnis tertentu dapat diundang untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka dengan siswa. Pengintegrasian keberagaman budaya dalam kurikulum juga dapat membantu mengembangkan pemahaman dan toleransi antar siswa. Dengan mengenal budaya yang berbeda, siswa dapat memahami perspektif orang lain, menghargai perbedaan, dan mengurangi prasangka dan stereotip yang mungkin ada. Untuk mencapai pengintegrasian keberagaman budaya yang efektif dalam kurikulum, perlu ada dukungan dan komitmen dari pemerintah, sekolah, guru, dan seluruh masyarakat. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengintegrasian keberagaman budaya dalam kurikulum. Sekolah dan guru dapat mengembangkan materi pembelajaran yang inklusif dan mencerminkan keberagaman budaya. Seluruh masyarakat dapat mendukung dan menghargai upaya ini dengan terlibat dalam kegiatan dan acara yang mempromosikan keberagaman budaya. Dengan mengintegrasikan keberagaman budaya dalam kurikulum, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan harmonis. Siswa akan tumbuh menjadi individu yang menghargai dan menghormati keberagaman, serta memiliki pemahaman yang lebih baik tentang dunia yang beragam di sekitar mereka.


26 Pada proses multikultural merupakan sebuah pendekatan ketika akan mengembangkan sebuah kurikulum pendidikan, sehingga pendidikan berbasis multikultural dalam pengembangan kurikulum dapat didefinisikan untuk sebuah panduan yang menekankan kepada keberagaman budaya dari setiap siswa ketika akan mengembangkan misi dan visi sebuah kurikulum, serta mampu mengembangkan lingkungan kondusif dan efektif dalam belajar yang mampu peserta didik gunakan dalam kebudayaan pribadi guna mengembangkan dan memahami berbagai paradigma, moral, keterampilan dan nilai yang diharapkan (Limbong, Firmansyah and Fahmi, 2022).


27 BAB 4 Menciptakan Lingkungan Belajar yang Inklusif LINGKUNGAN inklusif memiliki makna yang luas yang pada hakikatnya lingkungan yang menerima dan mengakomodasi keberagaman. Dalam konteks pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi. Edisi keempat, (2021 : 10) menjelaskan definisi lingkungan inklusif, dan ramah terhadap pembelajaran (LIRP) sebagai berikut: ‚Suatu lingkungan yang inklusif, dan ramah terhadap pembelajaran (LIRP) adalah lingkungan yang menerima, merawat dan mendidik semua anak tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau karakteristik lainnya. Mereka bisa saja anak-anak yang cacat atau berbakat, anak jalanan atau pekerja, anak dari orang-orang desa


28 atau nomadik, anak dari minoritas budayanya atau etnisnya, linguistiknya, anak-anak yang terjangkit HIV atau kelompok yang lemah dan termaginalisasinya lainnya‛. Pembelajaran yang inklusif menekankan pada pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penerimaan dan partisipasi semua peserta didik, tanpa memandang latar belakang, kemampuan, atau kondisi fisik maupun kognitif mereka. Dalam konteks pembelajaran inklusif, semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, berkembang secara optimal, dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran yang inklusif, tidak ada pemisahan peserta didik berdasarkan tingkat kemampuan atau kondisi khusus. Sebaliknya, pendidik berusaha menyediakan lingkungan belajar yang ramah dan mendukung bagi semua peserta didik, sehingga mereka dapat berinteraksi, belajar, dan berkembang bersama tanpa rasa terasingkan. A. Ciri-Ciri Lingkungan Belajar Yang Inklusif 1. Kesetaraan Setara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata setara adalah sejajar (sama tingginya dan sebagainya). Arti lainnya dari setara adalah sama tingkatnya (kedudukannya dan sebagainya). Setiap peserta didik diperlakukan secara adil dan setara, tanpa adanya perbedaan perlakuan berdasarkan kemampuan, jenis kelamin, latar belakang budaya, atau kondisi khusus. Bagi peserta didik, mereka akan mendapat pelayanan prima, perlakuan yang adil, tidak ada diskriminasi, merasakan bimbingan yang maksimal dan menyelesaikan masalah peserta didik dengan memperhatikan karakternya.


29 2. Partisipasi Aktif Semua peserta didik didorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, baik dalam kelas maupun kegiatan ekstrakurikuler. Partisipasi aktif melibatkan peserta didik dalam kerja kelompok, diskusi, dan interaksi sosial. Ini memungkinkan mereka untuk belajar bekerja sama, menghargai pendapat orang lain, membangun komunikasi efektif, dan mengembangkan keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran diwujudkan dalam bentuk aktivitas fisik, mental, maupun emosional dalam merespon. Respon yang diberikan peserta didik bisa tampak melalui sesuatu secara fisik, bisa juga tidak tampak seperti melakukan analisis terhadap sesuatu, memikirkan sesuatu, atau mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. 3. Dukungan Individual Peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus mendapatkan dukungan dan bantuan individual sesuai dengan kebutuhan mereka untuk mengoptimalkan potensi belajar mereka. Pendidikan inklusif juga menekankan pendekatan dalam pembelajaran yang mengakomodasi semua individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, tanpa membedakan ras, gender, kelas sosial, atau kondisi fisik. Beberapa peserta didik mungkin memerlukan dukungan khusus dalam pembelajaran, seperti peserta didik dengan kebutuhan khusus atau bahasa ibu yang berbeda. Dengan memahami perbedaan individu, pendidik dapat menyediakan dukungan yang sesuai dan memberikan


30 kesempatan bagi semua peserta didik untuk berkembang. 4. Keragaman Diterima Keberagaman dihargai dan dijadikan sebagai aset dalam lingkungan belajar. Semua peserta didik diajarkan untuk menghargai perbedaan dan saling menghormati. Pentingnya pengakuan dan penghargaan terhadap keberagaman dalam kewarganegaraan tidak hanya berdampak pada tingkat individual, tetapi juga pada tingkat masyarakat secara keseluruhan. Ketika setiap individu dihargai dan diakui sebagai bagian dari komunitas, tercipta rasa keterikatan dan saling bertanggung jawab. Hal ini memperkuat ikatan sosial, mempromosikan kerjasama dan mendorong terbentuknya masyarakat yang inklusif dan harmonis. 5. Kurikulum yang Disesuaikan Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik sehingga setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Kurikulum Merdeka Belajar merupakan salah satu inovasi dalam dunia pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan minat belajar peserta didik secara maksimal. Kurikulum ini didesain agar peserta didik dapat belajar sesuai dengan minat dan bakat mereka, tanpa merasa terbebani oleh tuntutan akademik yang terlalu tinggi. Dalam kurikulum ini, konten pembelajaran dirancang agar lebih optimal, memberikan waktu yang cukup bagi peserta didik untuk memahami konsep dan mengembangkan kompetensi. Pendidik juga memiliki kebebasan dalam memilih berbagai perangkat


31 pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. 6. Penggunaan Sumber Daya yang Tersedia Penggunaan sumber daya yang tersedia, termasuk teknologi, bahan ajar, dan fasilitas, disesuaikan untuk mengakomodasi keberagaman peserta didik. Pendidik dapat merencanakan dan mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kesenjangan dan sumber daya yang tersedia. Bahan ajar dapat disesuaikan dengan sumber daya yang ada, termasuk penggunaan sumber daya digital, modifikasi materi, atau penggunaan metode pengajaran yang kreatif dan inovatif. B. Tujuan Menciptakan Lingkungan Belajar Yang Inklusif Tujuannya adalah menciptakan lingkungan belajar yang ramah, inklusif, dan berdaya guna bagi semua peserta didik . Sehingga juga dapat memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; serta untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Pembelajaran inklusif untuk memastikan bahwa semua peserta didik, apapun kemampuannya, mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan berhasil dalam pendidikan. Dengan mendorong lingkungan pembelajaran inklusif, seluruh peserta didik dapat merasa dihargai dan diberdayakan, dan perspektif unik mereka dapat berkontribusi pada pengalaman pendidikan yang lebih beragam dan memperkaya.


32 Beberapa tujuan dari menciptakan lingkungan belajar yang inklusif adalah: 1. Mengurangi Diskriminasi Lingkungan belajar inklusif bertujuan untuk mengurangi diskriminasi dalam pendidikan, sehingga semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang. Salah satu bentuk diskriminasi dalam sistem pendidikan adalah diskriminasi berdasarkan latar belakang sosial ekonomi. Banyak peserta didik dari keluarga miskin yang kesulitan mengakses pendidikan berkualitas karena keterbatasan finansial. Ketidaksetaraan akses terhadap fasilitas pendidikan seperti buku, peralatan, atau dukungan pendidikan dapat menghambat perkembangan akademik mereka. Hal ini menciptakan kesenjangan pendidikan yang merugikan bagi mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah. Selain itu, diskriminasi juga dapat terjadi berdasarkan faktor gender. Di beberapa daerah, perempuan masih dihadapkan pada batasan dan stereotip gender dalam pendidikan. Mereka mungkin dihambat dalam mengakses pendidikan tinggi atau dipaksa untuk mengambil jurusan yang dianggap "cocok" untuk perempuan. Hal ini menghambat potensi mereka dalam mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan keinginan mereka. 2. Menghargai Keanekaragaman Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan makhluk ciptaan Tuhan lainnya, disamping juga memiliki banyak keterbatasan. Pandangan tersebut merupakan pandangan yang universal, karena pada hakikatnya manusia tetap


33 memiliki keragaman. Keragaman tersebut merupakan potensi atau kekuatan yang dapat dikembangkan melalui upaya pendidikan. Lingkungan belajar inklusif mendorong penghargaan terhadap keanekaragaman peserta didik, termasuk keberagaman kemampuan, latar belakang, dan kondisi fisik atau kognitif. Salah satu permasalahan yang kerap timbul dari perbedaan individu dari segi aspek adalah bullying. Bullying kerap terjadi antara peserta didik yang bertubuh besar sebagai penguasa sedangkan peserta didik yang bertubuh kecil dan lemah. Peserta didik yang bertubuh besar merasa lebih kuat dibandingkan yang lain sehingga ia merasa berkuasa untuk menyakiti yang lebih lemah dan kecil dibandingkan dia, mulai dari mengejeknya di kelas, memeras meminta uang saku, memakasa mengerjakan pekerjaan rumah, dan lain-lain. Bullying sampai sekarang masih saja menjadi permasalahan yang belum dapat dipecahkan. Salah satu langkah awal pendidik untuk mencegah bullying di kelasnya adalah menanamkan rasa kebersamaan, mengeratkan indahnya perbedaan dalam pertemanan. Pendidik merangkul semua peserta didik untuk saling menghormati satu sama lain dan mengajarkan cara bertutur kata dan besikap yang sopan. 3. Meningkatkan Partisipasi Lingkungan belajar inklusif dapat meningkatkan partisipasi aktif semua peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga mereka dapat berkontribusi secara maksimal. Keaktifan peserta didik dalam pelajaran adalah wujud semangat dan antusiasme mengikuti pembelajaran. Selain itu, peserta didik yang aktif di dalam kelas dapat dijadikan indikator bahwa


34 mereka sudah siap mengikuti pembelajaran. Peserta didik yang aktif dalam kelas adalah peserta didik yang aktif mengikuti pembelajaran, mau memberikan pendapatnya, memberikan jawaban saat ditanya, dan juga berani bertanya saat mengalami kendala dalam pembelajaran. Bukan yang hanya aktif berbicara atau bertingkah sehingga membuat kelas menjadi gaduh. Dengan meningkatkan pertisipasi aktif membuat semua peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran seperti bertanya, memperhatikan, menjawab pertanyaan, mengerjakan tugas dari pendidik dan memberikan pendapat dalam diskusi. 4. Mengoptimalkan Potensi Belajar Lingkungan belajar yang inklusif membantu mengoptimalkan potensi belajar setiap peserta didik , termasuk peserta didik dengan kebutuhan khusus, sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Dengan partisipasi yang aktif, peserta didik diajak untuk berpikir secara kritis dan menganalisis informasi. Mereka diajak untuk menyusun argumen, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang baik. Hal ini membantu mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang penting untuk kehidupan sehari-hari dan masa depan peserta didik. Partisipasi aktif melibatkan peserta didik dalam kerja kelompok, diskusi, dan interaksi sosial. Ini memungkinkan mereka untuk belajar bekerja sama, menghargai pendapat orang lain, membangun komunikasi efektif, danmengembangkan ketera mpilan sosial yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pembelajaran yang melibatkan partisipasi aktif, peserta didik didorong untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri. Mereka diberikan kesem-


35 patan untuk memecahkan masalah, mencari sumber daya, dan mengelola waktu mereka. Hal ini membantu memupuk kemandirian dan keterampilan pemecahan masalah yang esensial dalam kehidupan peserta didik C. Keunggulan Lingkungan Belajar Yang Inklusif Dengan terciptanya lingkungan belajar yang inklusif memiliki beberapa keunggulan yang dapat memberikan manfaat bagi semua peserta didik, termasuk: 1. Peningkatan Keterampilan Sosial Dalam lingkungan belajar inklusif, peserta didik diajarkan untuk berinteraksi dengan teman-teman sebaya yang memiliki berbagai keunikan dan keberagaman. Hal ini dapat meningkatkan keterampilan sosial mereka dan membangun sikap inklusif. Keterampilan sosial dapat diartikan dengan kecakapan apa pun yang mempermudah interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Dalam hal ini, aturan dan hubungan sosial diciptakan, disampaikan, dan diubah secara lisan dan bukan lisan. Proses mempelajari keterampilan ini disebut sosialisasi 2. Meningkatkan Empati dan Penghargaan Terhadap Perbedaan Pendidikan inklusif membantu meningkatkan empati peserta didik terhadap teman-teman mereka yang memiliki kebutuhan khusus, serta mengajarkan penghargaan terhadap perbedaan sebagai sesuatu yang wajar dan alami. Melalui pembelajaran tentang budaya, tradisi, dan pengalaman hidup orang lain, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang perspektif yang beragam. Ini membuka pikiran


36 mereka, mengurangi prasangka, dan mempromosikan sikap terbuka dan inklusif terhadap perbedaan. 3. Peningkatan Kreativitas Lingkungan belajar inklusif yang mendorong partisipasi semua peserta didik dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam proses pembelajaran. Proses belajar mengajar di sekolah seringkali terasa membosankan. Salah satu alasannya mungkin didasari oleh kurangnya media pembelajaran kreatif dan inovatif untuk peserta didik. Ini menjadi salah satu tantangan bagi pendidik di era modern. Menarik perhatian dan antusiasme peserta didik perlu dimulai dari inisiatif pendidik dalam menyediakan topik atau media pembelajaran yang menyenangkan namun tetap relevan. Media pembelajaran yang kreatif dan inovatif mampu meningkatkan pemahaman dan interaksi antar peserta didik, sehingga menyediakan media yang menarik perlu dicoba untuk membangkitkan suasana belajar yang lebih menyenangkan. 4. Mendorong Keberagaman Ide dan Sudut Pandang Dalam lingkungan inklusif, peserta didik didorong untuk berbagi ide dan sudut pandang mereka, sehingga menghasilkan diskusi yang lebih kaya dan beragam. Dengan menumbuhkan ide baru maka akan bisa memperluas perspektif atau sudut pandang terhadap banyak hal. Lalu juga bisa mendorong pemikiran yang kritis dan juga memupuk pendekatan yang lebih inklusif dan juga terbuka terhadap dunia yang penuh keberagaman.


37 5. Meningkatkan Prestasi Akademik Terciptanya lingkungan belajar yang inklusif dapat meningkatkan prestasi akademik semua peserta didik, termasuk peserta didik dengan kebutuhan khusus, karena setiap peserta didik diberikan kesempatan yang sama untuk belajar dengan metode yang sesuai dengan kemampuan mereka. Penerapan konsep pembelajaran harus dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik sesuai dengan karakteristik dan kemampuannya. Dapat dikatakan bahwa adanya hasil belajar peserta didik yang tinggi dan berkualitas, dapat dihasilkan dari proses pembelajaran yang berkualitas, untuk menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas seorang pendidik membutuhkan kemampuan dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam kelas, ketidaksesuaian metode pembelajaran yang diterapkan dapat menurunkan kualitas proses pembelajaran itu sendiri, dengan demikian maka perbaikan dan peningkatan hasil belajar peserta didik di sekolah dapat dilaksanakan dengan adanya penggunaan metode pembelajaran yang tepat oleh pendidik. D. Contoh Penerapan Pendidikan Inklusif di dalam Kelas Penerapan pendidikan inklusif di dalam kelas dapat dilakukan melalui beberapa contoh berikut: 6. Kegiatan Kelompok Campuran Pendidik dapat menyusun kegiatan kelompok campuran, di mana peserta didik dengan kemampuan berbeda ditempatkan dalam satu kelompok. Hal ini membantu peserta didik bekerja bersama, saling belajar, dan membantu satu sama lain. Membagi kelompok


38 secara heterogen atau campuran antara peserta didik yang mudah dan cepat memahami materi pelajaran dan peserta didik yang lebih lambat dalam memahami materi pelajaran. Kemudian meminta kepada peserta didik agar mereka membantu teman dalam kelompoknya saat belajar. Hal ini di lakukan agar peserta didik yang cepat memahami materi pelajaran dapat mengajari teman satu kelompoknya yang belum bisa memahami materi yang diajarkan. 2. Penggunaan Teknologi Pembelajaran Penggunaan teknologi pembelajaran dapat membantu mengakomodasi kebutuhan belajar peserta didik dengan cara yang berbeda yaitu penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang menarik dan interaktif dapat membantu meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Misalnya, penggunaan presentasi multimedia, video, atau simulasi komputer dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Beberapa konsep pembelajaran, terutama yang bersifat abstrak atau sulit dipahami, dapat lebih mudah dipahami melalui penggunaan media pembelajaran. Misalnya, grafik, diagram, animasi, atau gambar dapat membantu memvisualisasikan konsep-konsep tersebut, sehingga mempermudah pemahaman peserta didik. Menyediakan variasi dalam gaya belajar, setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Beberapa peserta didik lebih responsif terhadap metode belajar visual, sementara yang lain lebih suka pendekatan auditori atau kinestetik. Dengan menggunakan media pembelajaran yang beragam, pendidik dapat memenuhi kebutuhan belajar yang berbeda-beda tersebut, sehingga setiap


39 peserta didik dapat belajar dengan cara yang lebih efektif. 3. Penggunaan Materi Ajar yang Disesuaikan Pendidik dapat menyediakan materi ajar yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan minat peserta didik. Penggunaan buku teks dengan berbagai tingkat kesulitan dapat membantu peserta didik belajar sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan menyediakan materi yang sesuai atau disesuaikan dengan tingkat pemahaman peserta didik, pembelajaran akan mendorong perkembangan peserta didik lebih cepat. Peserta didik yang lebih berkemampuan dapat memperdalam pemahaman mereka, sementara peserta didik yang mengalami kesulitan dapat memperoleh bantuan tambahan. 4. Dukungan Khusus untuk Peserta Didik dengan Kebutuhan Khusus Peserta didik dengan kebutuhan khusus dapat mendapatkan dukungan khusus sesuai dengan kebutuhan mereka, seperti dukungan dari pendidik khusus atau pendamping kelas. Adanya dukungan sosial menjadi peserta didik berkebutuhan khusus mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Dukungan sosial dari teman sebaya juga sangat penting terhadap prestasi belajar peserta didik, dan dukungan sosial keluarga juga sangat berpengaruh berupa saran, nasihat, dan bimbingan dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya sehingga individu dapat mencapai tujuan yang di inginkan. Dampak rendahnya dukungan sosial juga mengarah ke konflik dimana satu pihak merasakan secara negatif oleh pihak lain.


40 5. Pendekatan Pengajaran yang Beragam Pendidik dapat menggunakan berbagai pendekatan pengajaran, seperti ceramah, diskusi kelompok, proyek, atau pembelajaran berbasis masalah, untuk mengakomodasi berbagai gaya belajar peserta didik. Metode pendekatan pembelajaran juga melibatkan penggunaan strategi pembelajaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Pendidik dapat menggunakan pendekatan pengajaran yang beragam seperti pembelajaran kolaboratif, pembelajaran berbasis proyek, atau pembelajaran berbasis masalah. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan cara yang paling efektif bagi mereka.


Click to View FlipBook Version